Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN & KASUS

TENTANG
BBL

OLEH :

ALDI KURNIA PRATAMA


1814901689

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

( ) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM NON REGULER SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PERINTIS PADANG
TA : 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering
juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di
bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang
timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Price, 1995).

Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium (Ngastiyah, 1997).

Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur
3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Arif Mansjoer, 2000)

1. Kejang demam adalah kejang yang terjadi biasanya karena suhu tubuh yang tinggi.
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi. Epilepsi ditandai dengan :
Insiden epilepsi lebih sering dijumpai pada keturunan orang yang menderita epilepsi.
2. Ditandai dengan aktivitas serangan kejang berulang tanpa demam.
3. Serangan tidak lama, tidak terkontrol serta timbul secara episodik.
4. Diakibatkan kelainan fungsional (motorik, sensorik atau psikis)
5. Menyerang segala kelompok usia dan segala jenis bangsa / keturunan.
6. Biasanya pasien tetap sadar tetapi berhalusinasi. (Sylvia A. Price, 2000)

B. Epidemiologi
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4
tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang
demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal
tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat
dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73).

Penyebab kejang demam belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab
utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Menurut Arif Mansjoer. 2000) demam
yang terjadi sering disebabkan oleh :
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2. Gangguan metabolik
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.
4. Keracunan obat
5. Faktor herediter
6. Idiopatik.
Selain penyebab diatas Ada 4 Faktor yang mempengaruhi kejang, faktor – faktor tersebut adalah

1. Umur
a. Kurang lebih 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang
demam.
b. Jarang terjadi pada anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
c. Insiden tertinggi didapatkan pada umur 2 tahun dan menurun setelah berumur 4 tahun.
Hal ini mungkin disebabkan adanya kenaikan dari ambang kejang sesuai dengan
bertambahnya umur. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahu pertama dan
kemudian menurun dengan bertambahnya umur.

2. Jenis Kelamin
Kejang demam lebih sering didapatkan pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan
perbandingan 2:1. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh karena pada wanita didapatkan
kematangan otak yang lebih cepat dibanding laki-laki.

3. Suhu Badan
Adanya kenaikan suhu badan merupakan suatu syarat untuk terjadinya kejang demam.
Tingginya suhu badan pada saat timbulnya serangan merupakan nilai ambang kejang.
Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38.30C – 41.40C. Adanya
perbedaan ambang kejang ini dapat menerangkan mengapa pada seseorang anak baru timbul
kejang sesudah suhu meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak lainnya kejang sudah
timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi.

4. Faktor Keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam. Beberapa
penulis mendapatkan 25 – 50% daripada pada anak dengan kejang demam mempunyai
anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.

C. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi
singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran
darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah
medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
hingga terjadi epilepsi.
D. PATHWAY
E. Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama dibedakan menjadi dua yaitu kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana harus
memenuhi semua kreteria antara lain : keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy,
sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun, serangan kejang demam
yang pertama terjadi antara usia 6 bulan sampai 6 tahun, lamanya kejang berlangsung
tidak lebih dari 20 menit, kejang tidak bersifat fokal, tidak didapatkan gangguan atau
abnormalitas pasca kejang, sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis
atau abnormal perkembangan, kejang tidak berulang dalam waktu singkat. Bila kejang
demam tidak memenuhi kriteria tersebut di atas maka digolongkan sebagai kejang deman
jenis kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama dari 15
menit, fokal atau multiple (lebih daripada 1 kali kejang perepisode demam).

F. Manifestasi klinis

Adapun tanda gejala yang dapat ditemukan yaitu :


a. Serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral
b. Mata terbalik ke atas
c. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal
d. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8% berlangsung
lebih dari 15 menit
e. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
f. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd),
g. Suhu 38oc atau lebih.

G. Pemeriksaan diagnostic
1. EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik,
melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.

2. CT SCAN
Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan
Abses.

3. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan
kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.

4. Laboratorium
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada
komplikasi dan penyakit kejang demam. (Arif Mansyoer,2000)
H. Penatalaksanaan Medis

Dalam penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu

a. Pengobatan Fase Akut


Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi
terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan
dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian
antipiretik.

Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum
diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang
lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit
gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat
diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan
dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah
pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena
fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan


langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan
umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan
fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari
dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan
setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari.
Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila
kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari,
12-24 jam setelah dosis awal.

b. Mencari dan mengobati penyebab


Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam
berlangsung lama.

c. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis
terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian
diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat
pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak
5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek
samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat
yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya
epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-
5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam
valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2
tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1
atau 2) yaitu :
- Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
- Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist
sementara dan menetap.
- Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
- Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang
maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam
oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.

I. Komplikasi
Menurut Arif Mansyoer,2000) kejang demam dapat mengakibatkan :
a. Kerusakan sel otak
b. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral
c. Kelumpuhan

J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data subyektif
- Badan terasa panas
- Adanya mual dan muntah
- Merasa haus
- Adanya kesulitan saat bernafas
- Adanya aktivitas kejang berulang, pergerakan otot tidak terkoordinasi, kelemahan
- Merasa tidak nyaman, gerah.
- Adanya kekhawatiran orang tua.
b. Data obyektif
- Suhu meningkat / tinggi
- Badan teraba panas
- Membran mukosa / kulit kering
- Perubahan tonus/kekuatan otot, gerakan involunter/ kontraksi sekelompok otot.
- Penurunan kesadaran, pernafasan stridor.
- Tingkah laku distraksi/gelisah
- Tampak kecemasan, kebingungan.
- Saliva keluar berlebih.

2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan Carpenito (2001) dan Doenges, (2000), diagnosa keperawatan yang sering
muncul pada pasien kejang demam adalah :
a. Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu sekunder terhadap
infeksi
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan oral
d. Risiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan hipertermi
e. Risiko terhadap cidera berhubungan dengan gerakan tonik/klonik sekunder akibat
kejang.
f. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan dengan kurangnya informasi mengenai
penyakit dan perawatan.
h. Risiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kejang berulang.

3. Rencana asuhan keperawatan


a. Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu sekunder terhadap
infeksi.
1) Tujuan : suhu tubuh normal : 36,5 – 37 oC
2) Intervensi :
- Kaji factor penyebab terjadinya hipertermi
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hipertermi. Penambahan pakaian/selimut
dapat menghambat penurunan panas.
- Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasional : pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
perawatan.
- Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional :suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan,
kelembaban tinggi akan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
- Beri kompres dingin
Rasional :perpindahan panas secara konduktif
- Longgarkan pakaian, berikan pakaian yang tipis yang menyerap keringat
Rasional :proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat.
- Beri ekstra cairan (air, susu, sari buah dll)
Rasional :saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
- Batasi aktivitas fisik
Rasional :aktivitas meningkatkan metabolisme sehingga meningkatkan produksi panas
- Kolaborasi dalam pemberian antibiotik, antipiretik
Rasional :menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis.
- Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (darah lengkap)
Rasional : peningkatan kadar WBC merupakan indicator adanya infeksi

b. Resiko terjadi kejang berulang berhubungan dengan hipertermi


1) Tujuan : Kejang berulang tidak terjadi.
2) Intervensi :
- Observasi kejang dan dokumentasikan karakteristiknya : awitan dan durasi, kejadian pra
kejang dan pasca kejang.
Rasional :Untuk mengetahui kejang secara dini dan jika ada kelainan akibat kejang.
- Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang menyerap keringat
Rasional :proses konfeksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap
keringat
- Beri kompres dingin
Rasional :perpindahan panas secara konduksi.
- Beri extra cairan (air, susu, sari buah dan lain-lain )
Rasional :saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat
- Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional :Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
- Kolaborasi dalam pemberian antibiotik, antipiretik.
Rasional :Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan Sebagai propilaksis

c. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dcngan penumpukan secret


1) Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
2) Intervensi
- Lakukan suction
Rasional : Untuk rnengeluarkan cairan atau sekret yang ada dalam saluran pernafasan.
- Setelah kejang berikan pasien posisi miring, bila tidak memungkinkan angkat dagunya
ke atas dan ke depan dengan kepala mendongak ke belakang.
Rasional : Untuk mencegah bila terjadi aspirasi, isi lambung tidak menutupi jalan nafas
- Atur tempat tidur di bagian kepala ditinggikan kurang lebih 45o
Rasional : Kepala lebih tinggi akan memudahkan pasien dalam bernafas.
- Berikan tongue spatel antara gigi dan lidah
Rasional : Untuk mencegah resiko cidera yaitu lidah tergigit

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
1) Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi
2) Intervensi :
- Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan batuk dan mengatasi sekresi
Rasional :faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan
- Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan atau hilangnya atau suara yang
hiperaktif
Rasional :bising usus membantu dalam menentukan respons untuk makan atau
berkembangnya komplikasi
- Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional :mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
- Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur
Rasional :meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang
diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
- Tingkatkan kenyamanan lingkungan yang santai termasuk sosialisasi saat makan
Rasional :sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan
pemasukan dan menormalkan fungsi makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet
Rasional :merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori atau
nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit sekarang.

e. Kekurangan volume cairan kebutuhan penurunan masukan oral


1) Tujuan : Cairan pasien adekuat
2) Intervensi :
- Awasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasional :kekurangan atau perpindahan cairan menurunkan tekanan darah, mengurangi
volume nadi.
- Catat perkembangan turgor kulit, hidrasi, membran mukosa
Rasional :kekurangan cairan juga dapat diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit,
membran mukosa kering.
- Ukur atau hitung masukan, pengeluaran dan keseimbangan cairan, catat kehilangan
tidak tampak (IWL)
Rasional :memberikan informasi tentang status cairan umum, kecenderungan
keseimbangan cairan negatif dapat menunjukkan terjadi defisit.
- Timbang berat badan setiap hari
Rasional :perubahan cepat menunjukkan gangguan dalam air tubuh total .
- Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena
Rasional :salah satu cara untuk memenuhi keseimbangan cairan dalam tubuh ialah dengan
cara pemberian melalui parentral

f. Risiko terhadap cidera berhubungan dengan gerakan tonik/klonik skunder akibat


kejang.
1) Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan
2) Intervensi :
- Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah
Rasional :Meminimalkan injuri saat kejang.
- Jangan tinggalkan klien selama fase kejang.
Rasional :Meningkatkan keamanan-pasien.
- Beri tongue spatel antara gigi dan lidah.
Rasional :Menurunkan resiko trauma pada mulut.
- Letakkan klien pada tempat tidur yang lembut.
Rasional :Membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstremitas ketika kontrol otot
volunter berkurang
- Setelah kejang berikan klien posisi miring, bila tidak memungkinkan angkat dagunya ke
atas dan ke depan dengan kepala mendongak ke belakang.
Rasional : Mencegah penutupan jalan nafas.
- Kendurkan pakaian pasien.
Rasional :Mengurangi tekanan pada jalan nafas.
- Catat tipe dan frekuensi kejang.
Rasional : Membantu menurunkan lokasi area cereberal yang terganggu.
- Catat tanda-tanda vital setelah fase kejang.
Rasional :Mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal

g. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai


penyakit dan perawatan
1) Tujuan:Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya
2) Intervensi :
- Kaji tingkat pengetahuan keluarga.
Rasional :Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran
informasi yang didapat.
- Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional : Penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan
keluarga.
- Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang
demam.
Rasional :Agar keluarga mengetahui cara menolong anak kejang dan rnencegah kejang
demam.
- Jelaskan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan.
Rasional :Agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan.
h. Risiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kejang berulang.
1) Tujuan:Pertumbuhan dan perkembangan tidak mengalami gangguan.
2) Intervensi :
- Cegah terjadinya kejang berulang
Rasional :dengan tidak terjadinya kejang berulang dapat mencegah terjadinya kerusakan
motorik dan sensorik.
- Konsul dengan ahli terapi untuk mengevaluasi obat sesuai indikasi
Rasional :Pengobatan yang teratur akan dapat mencegah terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan.
- Berikan anak latihan dan kesempatam meningkatkan hubungan sosial
Rasional :Latihan dan hubungan sosial dengan orang lain dapat membantu pertumbuhan
dan perkembangan.
- Berikan nutrisi yang cukup/memenuhi kebutuhan tubuh.
Rasional :Nutrisi akan dapat memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.j. (2000). Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta : EGC.

Doenges, M.E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ke-3. Jakarta : EGC.

Hasan, dkk. (1985). Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : FKUI.

Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.

Nelson. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 3. Edisi ke-15. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : FKUI.

Price S.A. (1995). Patofisiologi. Edisi Ke-4. Jakarta : EGC

Soetomenggolo, Taslims. (2000). Buku Ajar Neurologi Anak. Cetakan ke-2. Jakarta :
Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai