Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh
proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada
leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel leukosit. Leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak
teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi tidak normal. Oleh karena proses tersebut
fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal
dalam klinik. Leukemia akut dibagi atas LLA dan LMA.1 Leukemia sebenarnya merupakan suatu istilah
untuk beberapa jenis penyakit yang berbeda dengan manifestasi patofisiologis yang berbeda pula.
Kelainan yang menjadi ciri khas sel leukemia diantaranya termasuk asal mula “gugus” sel (clonal),
kelainan proliferasi, kelainan sitogenik dan morfologi, kegagalan diferensiasi, petanda sel dan perbedaan
biokimiawi terhadap sel normal.
Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi sel-sel
seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blas) dengan akibat terjadi akumulasi sel blas di sumsum tulang.
Akumulasi sel blas didalam sumsum tulang menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada
gilirannya mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang
ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, lekopenia dan trombositopenia)
B. Etiologi
dari LMA tidak diketahui, meskipun demikian ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan
LMA :
1. Kemoterapi alkylating.
2. Radiasi ionik.
3. Sindroma down.
4. Paparan benzena
Selain itu, Leukemia mieloblastik akut juga disebabkan oleh mutasi atau perubahan DNA yang terjadi
pada sel punca atau induk darah di dalam sumsum tulang. Kondisi ini menyebabkan terganggunya fungsi
sumsum tulang dalam memproduksi sel darah sehat. Sebagai gantinya, sumsum tulang memproduksi sel
darah tidak sehat dan belum matang. Sel darah yang belum matang berkembang secara cepat, lalu
mendesak dan menggantikan sel darah sehat dalam sumsum tulang. Hal ini menyebabkan penderitanya
rentan terhadap berbagai jenis infeksi.
Ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko seseorang menderita leukemia mieloblastik akut, yaitu:
Leukemia mieloblastik akut (AML) stadium awal memiliki gejala yang menyerupai flu, seperti demam,
nafsu makan hilang, dan berkeringat pada malam hari. Jika sel leukemia telah menyebar ke bagian tubuh
lain, maka gejala yang dapat muncul adalah:
Penglihatan kabur.
Gangguan keseimbangan.
Kejang.
Mimisan.
- Tes darah, meliputi tes hitung darah lengkap untuk memeriksa jumlah sel darah putih dalam tubuh dan
apusan darah tepi untuk memeriksa bentuk dan ukuran sel darah putih, serta mendeteksi sel darah putih
yang belum matang.
- Aspirasi sumsum tulang, pemeriksaan terhadap sampel jaringan sumsum tulang. Pasien dapat
terdiagnosis leukemia mieloblastik akut, jika 20% atau lebih sel darah di dalam sumsum tulang belum
matang.
- Pungsi lumbal, pemeriksaan terhadap sampel cairan serebrospinal, yaitu cairan yang berada di sekitar
otak dan sumsum tulang belakang, untuk mendeteksi sel kanker.
- Tes pencitraan, untuk mendeteksi infeksi atau gangguan lain yang disebabkan oleh leukemia
mieloblastik akut. Jenis tes pencitraan yang dilakukan adalah:
1. USG, untuk mendeteksi pembengkakan yang terjadi pada organ hati, kelenjar getah bening, limpa, dan
ginjal.
3. CT scan, untuk menunjukkan apakah leukemia mieloblastik akut telah menyebabkan pembesaran
pada limpa dan kelenjar getah bening.
- Pemeriksaan genetik, untuk mendeteksi dan memeriksa perubahan yang terjadi pada kromosom di
dalam sel. Tes ini juga dilakukan untuk menentukan kesembuhan dan langkah pengobatan yang akan
dilakukan.
Tahap 1 - terapi induksi remisi. Pada tahap ini, pasien akan menjalani kemoterapi untuk menghancurkan
sel-sel kanker dalam darah dan sumsum tulang sebanyak mungkin. Tahap pengobatan ini umumnya
berlangsung selama 3-5 minggu yang disesuaikan dengan kondisi pasien dan keparahan kanker. Namun
demikian, kemoterapi biasanya tidak mampu menghilangkan seluruh sel leukemia, sehingga pengobatan
lebih lanjut perlu dilakukan untuk mencegah agar sel leukemia tidak muncul kembali.
Tahap 2 - terapi konsolidasi atau pasca-remisi. Tahap pengobatan yang dilakukan untuk menghancurkan
sel-sel leukemia yang tersisa atau tertinggal selama kemoterapi pada tahap pertama. Ada beberapa
terapi yang dapat dilakukan pada tahap ini, yaitu:
Kemoterapi lanjutan, dilakukan jika kemoterapi pada tahap pertama sudah mampu menghilangkan
sebagian besar sel kanker. Kemoterapi ini dilakukan untuk menghilangkan sel yang masih tersisa dan
mencegah kekambuhan.
Transplantasi sumsum tulang, yaitu prosedur untuk memperbarui dan memperbaiki sumsum tulang
dengan memasukkan sel induk darah sehat ke dalam tubuh guna mengembalikan fungsi sumsum tulang
dalam memproduksi sel darah sehat. Sel induk darah sehat dapat berasal dari pasien itu sendiri
(autologus) atau didonorkan dari orang lain (allogeneic).
Terapi target, yaitu terapi dengan menggunakan obat untuk menghentikan perkembangan dan
penyebaran sel kanker.
Tahap penelitian. Jika metode pengobatan kemoterapi dan transplantasi tidak efektif dan sel kanker
muncul kembali, maka dokter akan memberi informasi mengenai metode pengobatan yang masih dalam
tahap penelitian. Pasien dianjurkan untuk mempertimbangkan terlebih dahulu karena metode ini tidak
menjamin pasien sembuh. Metode pengobatan ini meliputi penggunaan obat atau kombinasi obat
imunoterapi atau jenis obat kanker lainnya.
Gangguan sistem kekebalan tubuh. Komplikasi yang paling umum terjadi pada penderita leukemia
mieloblastik akut. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit sendiri atau efek samping obat yang
digunakan selama pasien menjalani kemoterapi.
Perdarahan. Leukemia mieloblastik akut menyebabkan tubuh lebih rentan mengalami memar dan
perdarahan karena trombositopenia. Perdarahan dapat terjadi di lambung, paru, hingga otak.
Leukostasis, terjadi ketika jumlah sel darah putih dalam aliran darah sangat tinggi (>50.000/uLdarah).
Leukostasis memicu terjadinya penggumpalan sel darah putih yang dapat menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah dan terganggunya asupan oksigen ke sel-sel tubuh. Kondisi ini mengakibatkan gangguan
fungsi berbagai organ tubuh, terutama otak dan paru-paru. Langkah penanganan leukostasis dapat
dilakukan dengan kemoterapi dan leukapheresis untuk mengurangi jumlah sel darah putih yang beredar
dalam tubuh.
Selain komplikasi dari AML, komplikasi juga dapat timbul dari pengobatannya. Pasien yang telah
menjalani kemoterapi dosis tinggi rentan untuk mengalami kemandulan atau infertilitas.
1.Berhenti merokok.
2. Hindari paparan bahan kimia berbahaya, seperti benzena, fomalin, dan pestisida. Jika Anda bekerja di
lingkungan yang rentan terhadap paparan bahan kimia, gunakan selalu alat pelindung diri (APD) untuk
membatasi paparan.