Anda di halaman 1dari 20

A.

Laporan Pendahuluan TB Paru


1. Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman
Mycobakterium tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua
organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe
(Suzanne dan Brenda, 2001).
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat
sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru.
Sifat sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen
setelah terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan
prevalens tuberkulosis anak tidak mudah dengan penelitian indeks
tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis
anak.
Kriteria masalah tuberkulosis di suatu negara adalah kasus
BTA positif per satu juta penduduk. Jadi sampai saat ini belum ada satu
negara pun yang bebas tuberkulosis.
Tuberkulosis merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan
pemberian imunisasi BCG pada anak dan pengobatan sumber infeksi,
yaitu penderita TB dewasa. Disamping itu dengan adanya penyakit
karena HIV maka perhatian pada penyakit TB harus lebih ditingkatkan.
Anak biasanya tertular TB, atau juga disebut mendapat infeksi primer
TB, akan membentuk imunitas sehingga uji tuberkulin akan menjadi
positif, tidak semua anak yang terinfeksi TB primer ini akan sakit TB.

2. Etiologi
1) Merokok pasif : Merokok pasif bisa berdampak pada sistem
kekebalan anak, sehingga meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada
asap rokok mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan
tingkat kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan
penyerapan sel dan pembuluh darah (Reuters Health, 2007).
2) Faktor Risiko TBC anak (admin., 2007)
a) Resiko infeksi TBC : Anak yang memiliki kontak dengan orang
dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat
intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan
terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya
transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika
pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif,
terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas produksi
sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat
faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara
yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada
anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak
jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat
jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat
batuk5. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan
sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab
hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret
endobrokial anak.
b) Resiko Penyakit TBC : Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih
besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin
karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna
(imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara
bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang
terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan
pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada
usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun
memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan
angka kesakitan dan kematian yang tinggi . Konversi tes
tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan
silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang
kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang
rendah.

3. Manifestasi Klinik
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-
merta muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya
anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian, gejalanya mulai
muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9
bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat
badan turun tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher,
sementara di paru-paru muncul gambaran vlek. Pada saat itu,
kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-
benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak.
Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul.
Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul,
bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan
sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu lama untuk
penyembuhannya.
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab
TBC adalah kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya,
untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit. Pada orang
dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan
mikroskop atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat
sulit, karena tidak mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya
sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga harus dibuat
diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang
harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat
penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC
dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak positif TBC (Wirjodiardjo,
2008).
Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):
Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi
BCG sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah
diimunisasi BCG. Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.
1) Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat
badan setiap bulan berkurang.
2) Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi.
Kalaupun ada, setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
3) Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan
alergi. Kalau tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru
dokter boleh curiga kemungkinan anak terkena TBC.
4) Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa
ditengarai sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah
jarang adalah adanya pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya
di selangkangan, ketiak, dan sebagainya.
5) Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada
kemerahan yang khas.
6) Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan
tuberkulin (Mantoux Test, MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux
Test positif jika hasilnya lebih dari 10 mm. Tetapi, pada anak yang
gizinya kurang, meskipun ada TBC, hasilnya biasanya negatif, karena
tidak memberikan reaksi terhadap MT.
Menurut Supriyatno (2009) skrining tuberkulosis pada anak antara
lain : Sesungguhnya mendiagnosa tuberculosis pada anak, terlebih pada
anak-anak yang masih sangat kecil, sangat sulit. Diagnosa tepat TBC tak
lain dan tak bukan adalah dengan menemukan adanya Mycobacterium
tuberculosis yang hidup dan aktif dalam tubuh suspect TB atau orang
yang diduga TBC. Caranya? Yang paling mudah adalah dengan
melakukan tes dahak. Pada orang dewasa, hal ini tak sulit dilakukan.
Tapi lain ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi yang masih
usia balita, belum mampu mengeluarkan dahak. Karenanya, diperlukan
alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak.
1) Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali
tidak spesifik (khas). Cukup banyak anak
yang overdiagnosed sebagai pengidap TB, padahal sebenarnya tidak.
Atauunderdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau malah sakit TB
tetapi tidak terdeteksi sehingga tidak memperoleh penanganan yang
tepat. Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan hanya dengan
1 atau 2 tes saja, melainkan harus komprehensif. Karena tanda-tanda
dan gejala TB pada anak sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara
untuk memastikan anak terinfeksi oleh kuman TB, adalah melalui uji
Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya menunjukkan
apakah seseorang terinfeksiMycobacterium tuberculosis atau tidak,
dan sama sekali bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit
TB. Sebab, tidak semua orang yang terinfeksi kuman TB lalu
menjadi sakit TB.
2) Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8
minggu setelah terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes Mantoux
mulai bereaksi. Ketika pada saat terinfeksi daya tahan tubuh orang
tersebut sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi
dalam tubuh. Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri
tidak aktif tetapi bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali tidak
menimbulkan gejala. Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetap aktif
dan orang tersebut menjadi sakit TB.
3) Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml)
kuman TBC, yang telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan
atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah. Lalu, 48 sampai 72
jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur.
Yang diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang
terbentuk, bukan warna kemerahannya (erythema). Ukuran
dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter. Bahkan bila ternyata
tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.
4) Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter
indurasi berukuran sama dengan atau lebih dari 10 mm. Namun,
untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa faktor resiko TB,
dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal
ini dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru
lahir, masih kuat. Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan
gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah dianggap positif bila
diameter indurasinya 5 mm atau lebih.
5) Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu
(anergi), artinya hasil negatif padahal sesungguhnya terinfeksi
kuman TB. Anergi dapat terjadi apabila anak mengalami malnutrisi
berat atau gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem
imun tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-
obat tertentu, baru saja divaksinasi dengan virus hidup, sedang
terkena infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes
Mantoux yang kurang benar. Apabila dicurigai terjadi anergi, maka
tes harus diulang.

4. Patofisiologi
Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak
menular. Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru.
Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC
dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar
melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya
mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak, lalu
masuk ke paru-paru (Wirjodiardjo, 2008).
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau
langsung, seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini
diantaranya adalah sebagai berikut: tuberculosis paru primer dan
tuberculosis post primer. Tuberculosis primer sering terjadi pada anak,
proses ini dapat dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei, yaitu
statu proses terinfeksinya partikel yang mengandung dua atau lebih
kuman tuberculosis yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada
permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler,
pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke
dalam alveolar spase. Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini
terjadi pada pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis (Hidayat, 2008).
Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara
melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil
tuberkel dari seseorang yang terinfeksi. Tuberculosisadalah penyakit
yang dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh sel
dengan sel elector berupa makropag dan limfosit (biasanya sel T) sebagai
sel imuniresponsif. Tipe imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag
pada bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan limfokin mereka, responya
berupa reaksi hipersentifitas selular (lambat). Basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolar membangkitkan reaksi peradangan yaitu
ketika leukosit digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat
mengalami konsolidasi dan timbal pneumobia akut, yang dapat sembuh
sendiri sehingga tidak terdapat sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus
dengan bakteri di dalam sel-sel (Price dan Wilson, 2006).
Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah
bening regional dan infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel
epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel menyebabkan
gambaran keju (nekrosis gaseosa), jeringan grabulasi yang disekitarnya
pada sel-sel epitelloid dan fibroblas dapat lebih berserat, membentuk
jatingan parut kolagenosa, menghasilkan kapsul yang mengeliligi
tuberkel. Lesi primer pada paru dinamakan fokus ghon, dan kombinasi
antara kelenjar getah bening yang terlibat dengan lesi primer disebut
kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami kalsifikasi dapat
terlihat dalam pemeriksaan foto thorax rutin pada seseorang yang sehat
(Price dan Wilson, 2006).
Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien
menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan
berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetal. Batuk
pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah
pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis
dapat mempunyai manifestasi atipikal pada anak seperti perilaku tidak
biasa dan perubahan status mental, demam , anorexia dan penurunan
berat badan. Basil tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam
keadaan dorman (Smeltzer dan Bare, 2002).
Menurut Admin (2007) patogenesis penyakit tuberkulosis pada
anak terdiri atas :
1) Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali
dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,
sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan
terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana.
Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan
cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di
dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar
limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer
predileksinya disemua lobus, 70% terletak subpelura. Fokus primer
dapat mengalami penyembuhan sempurna, kalsifikasi atau
penyebaran lebih lanjut. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya
infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas
seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TBC2. Meskipun demikian, ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant
(tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu
waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan.
2) TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas
dari TBC pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura.
5. Pemeriksaan Penunjang
1) Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir
penyakit.
2) Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
3) Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area
durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal.
Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi
tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak
dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang
berbeda.
4) Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5) Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6) Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien
dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
7) Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya
sel raksasa menunjukan nekrosis.
8) Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ;
ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB
paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan
kerusakan sisa pada paru.
9) Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital,
peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas
paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural
(TB paru kronis luas).
6. Pencegahan
1) Vaksinasi BCG
Vaksinasi merupakan salah satu faktor dalam pencegahan
penyakit.vaksin merupakan mikroorganisme, baik sel utuh maupun
bagian sel yang bersifat toksis, yang bsudah dilemahkan dan
dimasukkan ke tubuh,untuk merangsang tubuh membentuk antibodi.
2) Pemberian makanan yang bergizi seimbang
Makanan yang bergizi seimbang akan meningkatkan imunitas yang
membantu memerangi bakteri penyebab TB.
3) Jaga lingkungan tetap bersih, tidak lembab, dan sinar matahari dapat
masuk kedalam rumah
Lingkungan dengan kriteria tersebut dapat mencegah
perkembangbiakan bakteri penyebab TB sehingga menurunkan
kemungkinan tertular.
4) Cari sumber penularan
TB dapat mudah menular melalui udara, sehingga dengan mengetahui
orang yang jadi sumber penularan, penularanpenyakit dapat ditekan.
5) Obati sumber penularan dengan tuntas

7. Penatalaksananaan
1) Penatalaksanaan medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
a. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan
jangka waktu 1 – 3 bulan.
a) Streptomisin inj 750 mg.
b) Pas 10 mg.
c) Ethambutol 1000 mg.
d) Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara
pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi
TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis :
a) INH.
b) Rifampicin.
c) Ethambutol
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis
dapat dilakukan dengan melakukan :
a) Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
b) Pemberian oksigen yang adekuat
c) Latihan batuk efektif
d) Fisioterapi dada
e) Pemberian nutrisi yang adekuat
f) Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid,
streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
g) Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi
pertumbuhan perkembangan anak yang tenderita tuberculosis
dengan membantu memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan
usia dan tugas perkembangan, yaitu (Suriadi dan Yuliani, 2001) :

8. Pengobatan
Berikan :
1) INH 1 x 100 gr
2) Apecure 1 x ½ sendok takar

9. Rehabilitasi
1) Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak
(permainan, ketrampilan tangan, vidio game, televisi)
2) Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus
yang bervariasi bagi anak
3) Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas
yang diinginkan
4) Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah
sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui
telepon jika memungkinkan

10. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat
terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena
tersumbatnya jalan napas.
2) Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari
lobus akibat retraksi bronchial.
3) Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru.
4) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan
ginjal.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas
pendek), demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural),
sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
d. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural),
sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
e. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.
f. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.
g. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
h. Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas
fisik untuk melaksanakan peran.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses infeksi.
2) Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan
kurang sumber informasi.
3) Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua yang
berhubungan dengan isolasi pasien.
4) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
3. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses infeksi.
a. Tujuan : Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dispnea.
b. Intervensi :
a) Berikan oksigen humidifier bagi anak dengan dispnea
Rasional : Dispnea masih dapat terjadi, hingga pemberian obat
kemoterapetik dimulai untuk mendapatkan efeknya, oksigen
humidifier mengurangi dispnea dan meningkatkan oksigenasi
b) Tinggikan bagian kepala tempat tidur
Rasional : Peninggian kepala menyebabkan otot diagframa
mengembang
c) Berikan obat batuk ekspektoran sesuai dengan kebutuhan
Rasional : Ekspektoran membantu melepaskan mucus.
2) Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan
kurang sumber informasi.
a. Tujuan : Keluarga dapat mengekspresikan pemahamannya tentang
proses penyakit dan pengobatan.
b. Intervensi :
a) Ajarkan orang tua dan anak tentang penularan dan pengobatan
TBC, misalnya buat orang tua, hendaknya menghindari anak
dekat dengan orang dewasa yang terkena tuberkulosa
sedangkan buat anak sarankan untuk melakukan pengobatan
sampai selesai dan patuh dalam minum obat
Rasional : Pemahaman bagaimana penularan TBC dan
penanganannya membantu mengurangi kecemasan dan
peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan, prosedur isolasi
dan pengobatan yang diberikan.
b) Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) bagaimana
memberikan pengobatan (contoh: antibiotik), berapa lama
terapi pengobatan harus dijalani, dan apa yang terjadi jira anak
tidak manjelani tuntas pengobatannya.
Rasional : Pemahaman bagaimana memberikan pengobatan
dan risiko bila pengobatan dihentikan di awal akan
meningkatkan kepatuhan.
c) Pada saat anak diperbolehkan pulang, berikan discharge
planning atau perencanaan pulang mengenai :
 Jelaskan terapi yang diberikan, dosis, efek camping, lama
pemberian terapi dan cara minum obat.
 Melakukan immunisasi jika immunisasi Belem lengkap
sesuai dengan prosedur.
 Menekankan pentingnya control ulang sesuai jadual.
 Informasikan jika terdapat tanda-tanda terjadinya
kekambuhan.
3) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.
a. Tujuan : Anak menunjukkan jalan nafas yang efektif.
b. Intervensi :
a) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada aliran
udara dan bunyi napas adventisius, misal krekels, mengi.
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan. Bunyi napas bronkhial dapat juga terjadi pada
area konsolidasi. Krekels, ronkhi dan mengi terdengar pada
inspirasi dan atau ekspirasi pada respons terhadap
pengumpulan cairan/sputum.
b) Mengkaji ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi,s erta
gerakan dinding dada)
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada
tidak simetris terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding
dada dan atau cairan paru-paru
c) Bantu pasien latihan napas sering dengan cara meniup balon
atau terapi benam. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif
sementara posisi duduk tinggi.
Rasional : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum
paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme
pembersihan jalan napas alami membantu silia untuk
mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan
ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya
napas lebih dalam dan lebih kuat.
d) Penghisapan sesuai indikasi
Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas
secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan
karena batuk tidak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
e) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali
kontraindikasi). Tawarkan air hangat dari pada dingin.
Rasional : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan sekret.
f) Berikan cairan tambahan, misalnya IV, oksigen humidifikasi .
Rasional : Cairan diperlkukan untuk menggantikan kehilangan
(termasuk yang tidak tampak) dan memobilisasikan sekret.
g) Memberikan obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan
nafas (seperti bronchodilator)
Rasional : alat untuk menurunkan spasme bronkhus dengan
memobilisasi sekret, obat bronchodilator dapat membantu
mengencerkan sekret sehingga mudah untuk dikeluarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan


Kebidanan. Cetakan I. Yakarta : Penerbit salemba Medika

Nastiti N Rahajoe, dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. 2005. Jakarta :


UKK Pulmonologi PP IDAI : 33-50

Noenoeng Rahajoe, dkk. Perkambangan dan Masalah Pulmonologi Anak Saat Ini.
1994. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI : 161-179

Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC

Suriadi dan Yuliani, R. (2001). Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan


Keperawatan Anak. Edisi 1. Jakarta : Penerbit CV Sagung Seto

Reuters Health , (2007). Merokok pasif dikaitkan dengan risiko TB pada anak-
anak

Anda mungkin juga menyukai