TUGAS AKHIR
Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu Teknik pada Jurusan Teknik Metalurgi
Oleh:
Alinda Latifah
NIM: 2613161085
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
sehingga logam menjadi material yang kurang bermanfaat (Turnip dkk, 2015). Hampir
semua logam dan baja yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari mengalami serangan
korosi, seperti struktur jembatan, rangka mobil, peralatan rumah tangga, alat-alat
kesehatan, peralatan di lingkungan pabrik petrokimia dan kapal-kapal laut (Ali dkk,
2014). Pada umumnya, serangan korosi berbeda-beda dan dalam kasus tertentu sangat
membahayakan dan merugikan manusia. Akibat yang ditimbulkan oleh kerusakan korosi
akan sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, antara lain dari segi
ekonomi, segi keamanan, dan segi lingkungan. Dari segi ekonomi misalnya tingginya
biaya perawatan, tingginya biaya bahan bakar dan energi akibat kebocoran uap, kerugian
produksi pada suatu industri akibat adanya pekerjaan yang terhenti pada waktu perbaikan
bahan yang terserang korosi, dari segi keamanan misalnya robohnya bangunan atau
jembatan, dan dari lingkungan misalnya adanya proses pengkaratan besi yang berasal
dari berbagai konstruksi yang dapat mencemarkan lingkungan (Bahri, 2007; Rizky dkk,
2012). Tidak heran bahwa tidak sedikit anggaran yang 3 dikeluarkan untuk perawatan
dan perbaikan permasalahan yang timbul akibat korosi (Kayadoe dan Turalely, 2016).
Selain itu, korosi sangat memboroskan sumber daya alam (Udianto et al, 2009). Peristiwa
korosi pada logam pasti terjadi dan tidak dapat dicegah. Namun, peristiwa korosi tersebut
dapat diperlambat dengan metode penggunaan inhibitor.
Inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik (Handani dan
Megi, 2012). Inhibitor korosi pada awalnya menggunakan senyawa anorganik. Namun,
senyawa anorganik harganya mahal, tidak ramah lingkungan, dan memiliki toksisitas
yang tinggi dan berbahaya bagi lingkungan, inhibitor anorganik memiliki karakteristik
yang dapat mempercepat laju korosi jika digunakan dalam jumlah berlebihan (Mardhani
dan Harmami, 2013; Sari et al, 2013), sehingga lebih banyak digunakan inhibitor organik.
Inhibitor organik banyak digunakan karena memiliki aktivitas anti korosi yang lebih
besar dan lebih 4 ramah lingkungan dari pada inhibitor anorganik (Restiawan dan
Harmami, 2013). Selain itu, inhibitor organik dari ekstrak bahan alam merupakan solusi
yang aman dan lebih tepat karena mudah didapatkan, biodegradable, biaya murah, dan
ramah lingkungan (Irianty dan Sembiring, 2012).
Pada penelitian ini, dimanfaatkan daun pandan sebagai inhibitor korosi pada baja
karbon yang direndam dalam larutan NaCl 3,5% selama 14 hari dengan suhu 25˚C dan
40˚C. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak daun
pandan dan suhu terhadap laju korosi pada baja karbon rendah dalam larutan NaCl 3%
serta mengetahui efisiensi inhibisi dari ekstrak daun pandan pada baja karbon rendah.
2
Laju korosi dihitung dengan menggunakan metode kehilangan berat (weight loss). Hasil
proses korosi dikarakterisasi dengan XRD (X-Ray Diffraction), SEM (Scanning Electron
Microscopy), dan EDS (Energy Dispersive Spectroscopy) untuk melihat produk korosi.
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
2.1.1 Baja Karbon
Baja (Steel) adalah suatu produksi besi yang mengandung kadar karbon berkisar
sekitar 1,7%. Produk ini secara teknik dinyatakan sebagai baja karbon (Carbon Steel)
(Darmanto, 2006). Baja karbon adalah logam paduan yang merupakan kombinasi dari
besi dan karbon serta paduan elemen lain yang jumlahnya tidak terlalu banyak yang akan
mempengaruhi sofat akhir dari baja karbon. Komposisi baja karbon biasanya
mengandung tidak lebih dari 1,0% karbon (C) serta sejumlah kecil paduan seperti
mangan (Mn) dengan kadar maksimal 1,65%, silikon (Si) dengan kadar maksimal 0,6%,
tembaga (Cu) dengan kadar maksimal 0,6%, Fosfor (P) dengan kadar kurang dari 0,6%,
dan Sulfur (S) dengan kadar kurang dari 0,06% (Sumarji, 2012; Wulandari, 2011). Pada
baja fungsi karbon (C) yaitu sebagai unsur pengeras pada logam paduan dengan
mencegah dan mnghalangi dislokasi bergeser pada kisi kristal. Karbon merupakan suatu
elemen yang menstabilkan austenit dan meningkatkan rentang pembentukan austenit
pada baja (Wulandari, 2011).
Kandungan karbon dari unsur paduan lainnya akan mempengaruhi sifat-sifat baja
yang didapatkan. Kandungan baja karbon tanpa paduan berkisar dari 0,03% - 1,7%
namun biasanya tidak 9 melebihi 1,5% (Darmanto, 2006). Penambahan kandungan
karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya
(tensile strength). Namun, disisi lain baja akan menjadi getas dan sulit untuk dilas.
Penambahan karbon juga menghasilkan beberapa perubahan penting terhadap fasa
(Pusaka, 2016).
Klasifikasi Baja Karbon Baja karbon menurut komposisi kimianya dibedakan
menjadi sebagai berikut: penggunaannya sangat luas, bisa untuk konstruksi kapal,
konstruki kendaraan, plat, pipa serta mur baut dan lain sebagainya.
a) Baja karbon rendah dengan kadar karbon 0,05-0,3% (low carbon steel).
Sifatnya mudah ditempa dan mudah dimesin. Biasanya digunakan untuk bodi
mobil, bus, konstruksi kapal, plat, pipa, serta mur baut dan lain-lain.
b) Baja karbon menengah dengan kadar karbon 0,3-0,5% (medium carbon steel).
Kekuatannya lebih tinggi daripada baja karbon rendah. Sifatnya sulit
5
dibengkokkan, dilas, dan dipotong. Penggunaannya untuk konstruksi
bangunan, bahan pada komponen mesin, golok, pisau dan lain-lain.
c) Baja karbon tinggi dengan kadar karbon 0,5-1,5% (high carbon steel). Sifatnya
sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Penggunaannya seperti pada baja
kawat, kabel tarik dan angkat, kikir, pahat, dan gergaji.
2.1.2 Korosi
Korosi adalah kerusakan material yang menyebabkan kualitas suatu logam
menurun karena bereaksi dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut dapat berupa : air
(suling, sungai, payau, laut), udara, larutan asam, larutan basa, bahkan tanah. Korosi
dapat terjadi karena berbagai faktor, yaitu faktor lingkungan dan faktor bahan. Faktor
lingkungan , meliputi : pH, temperature, kelembapan, kadar oksigen dan keberadaan zat
korosif. Sedangkan faktor bahan meliputi : struktur paduan, jumlah paduan, dan
kemurnian bahan. (Darmawan ,2012) Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang
merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan
sehingga terjadi proses perpindahan elektron. Karena elektron yang berpindah memiliki
muatan negatif maka proses perpindahannya menibukan arus listrik yang biasa disebut
potensial listrik.(Alpian,2016).
a) Laju Korosi
Laju korosi merupakan besaran dari pengikisan yang terjadi pada suatu logam
yang dinyatakan dalam massa (gr) dibagi waktu. Besarnya laju korosi sangat dipengaruhi
reaksi-reaksi yang terjadi pada reaksi korosi. Lingkungan yang bersifat elektrolit ini
biasanya berupa larutan yang mempunyai sifat menghantarkan listrik. Elektrolit dapat
berupa larutan asam, larutan basa dan larutan garam. Larutan elektrolit mempunyai
peranan penting dalam korosi logam karena larutan ini dapat menjadikan kontak listrik
antara anoda dan katoda. Apabila salah satu komponen di atas tidak ada maka laju korosi
akan berlangsung lambat atau tidak akan berlangsung sama sekali. Akan tetapi untuk
anoda dan katoda bisa muncul pada satu permukaan logam antara lain karena adanya
pasangan sel galvanik di dalamnya. Pasangan sel galvanik adalah suatu pasangan bahan
logam yang memunculkan anoda dan katoda akibat pemakaian dua bahan atau dua logam
yang berbeda. Dua macam bahan atau dua macam logam yang berbeda dapat
menimbulkan dan berperan sebagai anoda dan katoda. Ion dan elektron yang dihasilkan
6
selama reaksi korosi akan menumpuk menghasilkan potensial elektroda pada masing-
masing bahan(Alpian,2016).
Pada suatu reaksi korosi semakin negatif potensial elektroda masing-masing
bahan pada sel korosi, maka ia akan semakin mudah menjadi anoda. Pemakaian dua
bahan yang memiliki selisih potensial elektroda secara bersama, akan semakin rawan
terhadap terjadinya korosi pada bahan itu. Arus listrik dapat ditimbulkan oleh adanya
perbedaan potensial elektroda pada bahan yang digunakan. Semakin besar selisih
potensial elektroda, semakin besar tegangan atau voltase listrik yang timbul dan arus
listrik yang mengalirpun juga akan semakin besar, sehingga reaksi korosi akan
berlangsung lebih agresif. Kecepatan korosi dapat dihitung dengan pengurangan berat
persatuan waktu persatuan luas dapat juga dihitung dengan tebalnya oksidasi yang
terbentuk persatuan waktu. Parameter yang digunakan untuk mengukur tingkatan rata-
rata laju korosi dapat dihitung dengan persamaan berikut(Priyotomo,2008).
b) Jenis korosi
Dalam kehidupan sehari - hari terdapat berbagai macam jenis korosi yang sering
dijumpai pada berbagai peralatan yang menggunakan material berbahan logam. Berbagai
macam jenis korosi tersebut,yaitu: Korosi Seragam (Uniform Corrosion), Korosi Bimetal
(Galvanic Corrosion), Korosi Celah (Crevice Corrosion), Korosi Sumuran (Pitting
Corrosion). Adapun beberapa jenis korosi yang secara umum terjadi pada logam sebagai
berikut :
1) Korosi seragam (Uniform Corrosion)
Korosi seragam adalah bentuk korosi yang paling umum ditemui, korosi ini
ditandai dengan proses korosi yang terjadi atau berlangsung di seluruh bagian
logam atau luas permukaan logam. permukaan logam yang mengalami korosi ini
lama kelamaan akan terkikis dan logam menjadi tipis. Korosi ini terjadi karena
reaksi kimia dengan lingkungannya (Priyotomo,2008)
2) Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion)
Korosi Galvanis adalah korosi yang terjadi karena dua buah loogam memiliki
nilai potensial yang berbeda dan bersatu pada suatu kondisi lingkungan yang
korosif dan saling berhubungan. Logam dengan potensial yang lebih tinggi akan
bersifat katodik sedangkan yang potensialnya lebih rendah bersifat anodik.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kerusakan akibat korosi galvanis, yaitu:
kondisi lingkungan, jarak, serta perbandingan luas permukaan katoda dan anoda.
Disebut juga korosi dwilogam yang merupakan perkaratan elektrokimiawi
7
apabila dua macam metal yang berbeda potensial dihubungkan langsung di dalam
elektrolit yang sama. Elektron akan mengalir dari metal yang kurang mulia
(anodik) menuju ke metal yang lebih mulia (katodik). Akibatnya metal yang
kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif karena kehilangan elektron. Ion-ion
positif metal bereaksi dengan ion-ion negatif yang berada di dalam elektrolit
menjadi garam metal. Karena peristiwa ini, permukaan anoda kehilangan metal
sehingga terrbentuk sumur-sumur karat atau jika merata akan terbentuk karat
permukaan.
3) Korosi Celah (Crevice Corrosion)
Korosi celah terjadi pada daerah celah atau daerah tersembunyi pada permukaan
logam yang berada di lingkungan korosif. Korosi celah ini merupakan korosi lokal
yang hanya terjadi pada celah karena perbedaan konsentrasi oksigen Korosi celah
juga biasa terjadi karena perbedaan lingkungan antara bagian dalam dan bagian
luar celah. Bagian dalam celah, konsentrasi oksigennya rendah atau kurang
sehingga bersifat anodik, sedangkan bagian luar celah, konsentrasi oksigennya
lebih tinggi sehingga logam bersifat katodik. Selain itu, korosi ini terjadi pada
logam yang berdempetan dengan logam lain atau non logam dan diantaranya
terdapat celah yang dapat menahan kotoran dan air sebagai sumber terjadinya
korosi. Konsentrasi oksigen pada permukaan logam lebih kaya dibandingkan
pada bagian dalam, sehingga bagian dalam lebih anodik dan bagian permukaan
menjadi katodik. Maka terjadi aliran arus dari dalam menuju permukaan logam
yang menimbulkan korosi. Atau juga perbedaan konsenrasi zat asam, dimana
celah sempit yang terisi elektrolit (pH rendah) maka akan terjadi sel korosi yang
katoda permukaannya sebelah luar celah yang basah dengan air yang lebih banyak
mengandung zat asam dari pada daerah dalam yang besifat anodik. Maka pada
daerah ini terjadinya korosi yang disebabkan adanya katoda dan anoda.
4) Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
Merupakan korosi yang terjadi karena komposisi logam yang tidak homogen dan
ini menyebabkan korosi yang dalam pada beberapa tempat. Korosi ini timbul
didaerah lokal pada suatu bentuk benda kerja yang dibuat dari logam yang
menghasilkan bentuk lubang-lubang mirip sumur pada logam tersebut. Selain itu,
korosi ini juga terjadi akibat adanya kontak antar logam, maka pada daerah batas
akan timbul korosi yang mirip bentuk sumur.
8
2.1.3 Pengendalian Korosi
Proses korosi dapat dicegah dengan melihat berbagai aspek yang mempengaruhi
proses korosi tersebut. Aspek-aspek dalam pencegahannya yaitu :
a) Seleksi Material
Metode dalam pencegahan korosi umumnya yang sering digunakan yaitu
pemilihan logam atau paduan dalam suatu lingkungan korosif tertentu.
Beberapa contoh material yaitu baja karbon, baja stainless, paduan aluminium,
paduan tembaga, titanium.
b) Proteksi Katodik Dan Anodik
Proteksi katodik adalah jenis perlindungan korosi dengan menghubungkan
logam yang mempunyai potensial lebih tinggi ke struktur logam sehingga
tercipta suatu sel elektrokimia dengan logam berpotensial rendah bersifat
katodik dan terproteksi.
c) Pelapisan (Coating)
Metode pelindungan logam terhadap serangan korosi adalah dengan pelapisan.
Prinsip umum dari pelapisan yaitu melapiskan logam induk dengan suatu bahan
22 atau material pelindung. Jenis-jenis pelapisan sebagai pelindung proses
korosi dapat dibagi secara umum tiga bagian yaitu pelapisan organik, non
organik dan logam.
d) Perubahan Media Dan Inhibitor
Perubahan media lingkungan bertujuan untuk mengurangi dampak korosi.
Parameter-parameter umum yaitu penurunan temperatur, penurunan laju alir
larutan elektrolit, menghilangkan unsur oksigen, perubahan kosentrasi.
IInhibitor adalah suatu subtansi senyawa yang dimana ditambah dengan
konsentrasi kecil ke lingkungan sehingga mengurangi laju korosi yang ada.
Inhibitor dapat dikatakan sebagai katalis (Gadang, 2008).
10
tambahkan adalah sedikit, baik secara kontinu maupun periodik menurut suatu selang
waktu tertentu. Adapun mekanisme kerjanya dapat dibedakan sebagai berikut :
a) Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu lapisan tipis
dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak dapat dilihat oleh
mata biasa, namun dapat menghambat penyerangan lingkungan terhadap
logamnya.
b) Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkan inhibitor dapat
mengendap dan selanjutnya teradsopsi pada permukaan logam serta
melidunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak, sehingga
lapisan yang terjadi dapat teramati oleh mata.
c) Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya, dan menghasilkan suatu zat kimia
yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut
membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.
d) Inhibitor menghilangkan kontituen yang agresif dari lingkungannya. Berdasarkan
sifat korosi logam secara elektrokimia, inhibitor dapat mempengaruhi polarisasi
anodik dan katodik. Bila suatu sel korosi dapat dianggap terdiri dari empat
komponen yaitu: anoda, katoda, elektrolit dan penghantar elektronik, maka
inhibitor korosi memberikan kemungkinan menaikkan polarisasi anodik, atau
menaikkan polasisasi katodik atau menaikkan tahanan listrik dari rangkaian
melalui pembentukan endapan tipis pada permukaan logam (Revie dan Uhlig,
1907). Sejumlah inhibitor menghambat korosi melalui cara adsorpsi. Proses ini
untuk membentuk suatu lapisan tipis yang tidak nampak dengan ketebalan
beberapa molekul saja, ada pula yang karena pengaruh lingkungan membentuk
endapan yang nampak dan melindungi logam dari serangan yang mengkorosi
logamnya dan menghasilkan produk yang membentuk lapisan pasif, dan ada pula
yang menghilangkan konstituen yang agresif.
12
Pandan wangi mempunyai kandungan kimia alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,
polifenol yang berfungsi sebagai zat antioksidan alami. Polifenol merupakan senyawa
turunan fenol yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Kandungan senyawa
polifenol ini dapat diambil dari daun pandan menggunakan proses ekstraksi pelarut
dengan pelarut etanol 96% (Margaretta dkk, 2011). Pandan wangi merupakan tumbuhan
berupa perdu dan rendah, tingginya sekitar dua meter. Batangnya menjalar, pada pangkal
keluar berupa akar. Daun berwarna hijau kekuningan, diujung daun berduri kecil, kalau
diremas daun ini berbau wangi. Tumbuhan ini mudah dijumpai di pekarangan atau
tumbuh liar di tepi-tepi selokan yang teduh. Daun tunggal, duduk, dengan pangkal
memeluk batang, tersusun berbaris tiga dalam garis spiral. Helai daun berbentuk pita,
tipis, licin, ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40 - 80 cm, lebar 3 - 5 cm,
berduri tempel pada ibu tulang daun permukaan bawah bagian ujung-ujungnya, warna
hijau dan berbau wangi.
Beberapa varietas memiliki tepi daun yang bergerigi. Bunga majemuk, bentuk
bongkol, warnanya putih. Berakar gantung, dengan akar tinggal dan akar gantungnya,
tumbuh menjalar, hingga dalam waktu singkat akan merupakan rumpun yang lebat. Perdu
tahunan, tinggi 1-2 m. Batang bulat dengan bekas duduk daun, bercabang, menjalar, akar
tunjang keluar di sekitar pangkal batang dan cabang. Buahnya buah batu, menggantung,
bentuk bola, diameter 4 - 7,5 cm, dinding buah berambut, warnanya jingga. Perbanyakan
dengan pemisahan tunas-tunas muda, yang tumbuh di antara akar-akarnya.
2.2.4 Tanin
Tanin merupakan komponen zat organik derivat polimer glikosida yang terdapat
dalam bermacam-macam tumbuhan, terutama tumbuhan berkeping dua (dikotil).
Monomer tanin adalah digallic acid dan D-glukosa dan memiliki rumus molekul
C76H52O46. Ekstrak tanin terdiri dari campuran senyawa polifenol yang sangat
kompleks dan biasanya tergabung dengan karbohidrat rendah. Oleh karena adanya gugus
fenol, maka tanin akan dapat berkondensasi dengan formaldehida. Tanin terkondensasi
sangat reaktif terhadap formaldehida dan mampu membentuk produk kondensasi,
berguna untuk bahan perekat termosetting yang tahan air dan panas (Rizky dkk, 2012).
Tanin adalah campuran polifenol yang terdapat dalam tumbuhan dalam bentuk
glikosida yang jika terhidrolisis akan menghasilkan glikon dan aglikon. Sebagai
glikosida, tannin larut dalam pelarut dan dalam air dalam bentuk sedikit asam. Dalam
keadaan bebas, tanin bersifat asam karena adanya gugus fenol. Tanin terdapat luas dalam
13
tanaman pembuluh karena tanin memiliki rasa yang sepat, maka umumnya tannin
dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan. Tanin adalah adalah senyawa organik non
toksik yang tergolong polifenol yang bisa diperoleh dari ekstrak tumbuh-tumbuhan
seperti gambir, kacang-kacangan, teh, anggur dan lain-lain. Tanin dapat berfungsi sebagai
zat anti korosi yang dapat menggantikan fungsi kromat dan timbale merah dalam zat
dasar. Dalam senyawa
tannin, terdapat gugus fungsi hidroksi yang melekat pada cincin aromatis sehingga tannin
dapat membentuk kompleks khelat dengan kation besi dan logam lainnya (Ali dkk.,
2014).
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Adapun diagram alir dari penelitian ini adalah sebagai :
FAKTA:
1. Baja karbon rendah adalah salah satu jenis baja yang paling banyak digunakan pada lingkungan
kehidupan sehari-hari.
2. Inhibitor ekstrak bahan alam banyak dikembangkan untuk memproteksi logam karena dinilai
lebih ramah lingkungan dan lebih sederhana daripada metode proteksi logam yang lainnya.
3. Daun pandan wangi mempunyai kandungan kimia alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, polifenol
yang berfungsi sebagai zat antioksidan alami.
PROBLEM STATEMENT:
“Pengaruh Variasi Temperatur Dan Penambahan Inhibitor Ekstrak Bahan Alam Daun Pandan Terhadap
Laju Korosi Baja Karbon Rendah Pada Simulasi Air Laut”
16
A
Pembahasan
17
3.3 Prosedur Percobaan
Mulai
Data Akhir
Kesimpulan
Analisa
GambarKesimpulan
3.1 Prosedur Penelitian
Gambar 3.3 Prosedur Pengujian Struktur Mikro
18
2. Prosedur pengujian XRD
Pengujian XRD
Analisa
GambarKesimpulan
3.1 Prosedur Penelitian
Gambar 3.4 Prosedur Pengujian XRD
Pengujian SEM-EDS
Analisa
Kesimpulan
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian
Gambar 3.5 Prosedur Pengujian SEM-EDS
Studi
Literatur
Pembuatan
Proposal
Tugas Akhir
19
Persiapan
Spesimen
Proses
Penelitian
dan
Pengumpulan
Data
Penyusunan
Tugas Akhir
20
DAFTAR PUSTAKA
Ghasemzadeh, A., and H.Z.E. Jaafar. 2013. Profiling of phenolic compounds and their
antioxidant and anticancer activities in pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
extracts from different locations of Malaysia. Research Article. Pp 13-341.
Haryono, G. dan Sugiarto, B. 2010. Ekstrak Bahan Alam sebagai Inhibitor Korosi. FTI
UPN Veteran. Yogyakarta.
Hasibuan, R., S. Hermawan., dan Y.R.A. Nasution. 2012. Penentuan Efisiensi Inhibisi
Reaksi Korosi Baja Menggunakan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L). Jurnal Teknik Kimia. Vol 1. No 2. pp 1-6.
Irianty, R. S., dan M.P. Sembiring. 2012. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Ekstrak Daun
Gambir Dengan Pelarut Etanol-Air Terhadap Laju Korosi Besi Pada Air Laut. Jurnal.
Ris Kim. Vol 5. No 2. pp 165–174.
Kayadoe, V., M. Fadli., R. Hasim., dan M. Tomasoa. 2015. Ekstrak Daun Pandan
(Pandanus Amaryllifous Roxb) sebagai Inhibitor Korosi Baja SS-304 dalam Larutan
H2SO4. Jurnal Molekul. No 10. No 2. pp 88–96.
iv