Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Famotidin

2.1.1 Sifat fisikokimia famotidin

Rumus bangun :

Nama kimia : 3-([2-(diaminomethyleneamino)thiazol-4-yl]methylthio-N-

sulfamoylpropanimidamide

Rumus molekul : C8H15N7O2S3

Berat Molekul : 337,43

Kandungan : Famotidin tablet mengandung tidak kurang dari 90,0%

dan tidak lebih dari 110,0% C8H15N7O2S3dari jumlah yang

tertera pada etiket (USP XXXII, 2009).

Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai kuning, tidak berbau.

Kelarutan : Mudah larut dalam dimetil formamida dan asam asetat

glasial, sukar larut dalam etanol, sangat sukar larut dalam

air, praktis tidak larut dalam aseton, etanol, etil asetat dan

kloroform (Budavari, 1989).

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Farmakologi

Fungsi utama lambung adalah mencerna makanan yang masuk dari

mulut. Pelaksanaan proses pencernaan yang baik memerlukan berbagai macam

faktor penunjang seperti enzim pencernaan, pH tertentu bagi cairan lambung,

kegiatan otot-otot lambung dan lain sebagainya. Berkurangnya faktor-faktor

penunjang di atas akan mengganggu fungsi lambung tersebut. Ulcus pepticum

adalah salah satu gangguan lambung yang merupakan suatu tukak pada

lapisam mukosa yang digenangi asam lambung dan pepsin, dapat terjadi pada

esophagus, lambung, duodenum dan jejenum. Obat yang efektif untuk terapi

ulcus pepticum adalah obat yang yang mengurangi asam lambung (antasida),

obat yang kerjanya meningkatkan mekanisme proteksi mukosa lambung-

doudenum dan obat yang mengurangi produksi asam lambung. Obat yang

digunakan untuk mengurangi produksi asam lambung salah satunya adalah

penghambat reseptor H2, selain transquilizer dan antimuskarinika (Anwar,

2000).

Seperti halnya simetidin dan ranitidin, famotidin merupakan antagonis

histamin reseptor H2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada

keadaan basal dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin lebih efektif

dalam hal mengurangi produksi asam lambung, tiga kali lebih poten dari pada

ranitidin dan dua puluh kali lebih poten dari pada simetidin (Dewoto, 2009).

Famotidin merupakan antagonis histamin reseptor H2 yang yang kuat

dan sangat selektif di permukaan sel-sel parietal, sehingga efektif dalam

mnegurangi sekresi asam lambung. Famotidin digunakan untuk pengobatan

Universitas Sumatera Utara


tukak lambung atau usus dan keadaan hipersekresi yang patologis, misalnya

sindrom Zollinger–Ellison, meskipun dalam keadaan ini Imperazol merupakan

obat yang dipilih. Famotidin juga mengurangi kekambuhan tukak duodenum.

Efektivitas famotidin untuk profilaksis tukak lambung, refluks esofagitis dan

pencegahan tukak setres hampir sama dengan antagonis histamin reseptor

H2lainnya (Hardjono, 2000).

2.1.3 Farmakokinetika

Kadar plasma tertinggi dicapai kira–kira 2 jam setelah penggunaan

secara oral. Masa paruh eliminasi 3–8 jam dan bioavailabilitas 40–50%.

Setelah dosis oral tunggal, sekitar 25% dari dosis ditemukan dalam bentuk asal

di urin. Pada pasien gagal ginjal berat waktu paruh eliminasi dapat melebihi 20

jam (Dewoto, 2009).

2.1.4 Indikasi

Untuk pengobatan tukak duodenal aktif atau duodenum, dosis

penghambat H2 yang diberikan pada waktu malam menjelang tidur adalah

efektif. Hal yang sama dilakukan pada penderita tukak lambung. Pada tukak

duodenum atau tukak lambung dosis yang diberikan 40 mg sehari, atau pun

yang paling umum adalah 20 mg diberikan dua kali sehari, umumnya 90%

tukak sembuh setelah 8 minggu pengobatan (Dewoto, 2009; Anwar, 2000).

2.1.5 Efek Samping

Efek samping famotidin biasanya ringan dan jarang terjadi, misalnya

sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare. Seperti halnya dengan ranitidin,

Universitas Sumatera Utara


famotidin nampaknya lebih baik dari pada simetidin karena tidak menimbulkan

efek antiandrogenik (Dewoto, 2009).

2.1.6 Interaksi Obat

Famotidin tidak mengganggu oksidasi diazepam, warfarin, atau fenitoin

di hati. Ketokonazol membutuhkan pH asam untuk bekerja sehingga kurang

efektif bila diberikan bersama antagonis reseptor H2 (Dewoto, 2009).

2.1.7 Dosis

Dosis oral pada tukak duodenum atau tukak lambung aktif 40 mg satu

kali sehari pada saat akan tidur. Umumnya 90% tukak sembuh setelah 8

minggu pengobatan. Dosis pemeliharaan untuk pasien tukak duodenum 20

mg. Untuk pasien sindrom Zollinger-Ellison dan keadaan hipersekresi asam

lambung lainnya, dosis harus ditetapkan secara individual. Dosis awal per oral

yang dianjurkan 20 mg tiap jam. Sedangkan dosis intravena pada pasien

hipersekresi asam lambung tertentu atau pada pasien yang tidak dapat

diberikan sediaan oral, famotidin diberikan iv 20 mg tiap 12 jam (Dewoto,

2009).

2.2 Tablet Kunyah

Rute pemberian obat secara oral adalah rute paling umum dan nyaman

digunakan oleh pasien. Tablet dan kapsul merupakan bentuk sediaan obat solid

(padat) yang paling banyak digunakan saat ini, termasuk di dalamnya tablet

konvensional dan pelepasan terkontrol hingga kapsul gelatin keras dan lunak

(hard and soft gelatin capsules) (Sharma, et al., 2011). Namun di antara

penggunaan keduanya tablet merupakan bentuk sediaan yang paling disukai

Universitas Sumatera Utara


karena mudah diproduksi, mudah pengemasan begitu juga penggunaannya

(Rao, et al., 2009).

Bentuk sediaan padat banyak digunakan karena mudahnya pemberian,

memiliki dosis yang akurat dan dapat digunakan sendiri tanpa adanya rasa

sakit. Bentuk sediaan padat yang umum adalah tablet dan kapsul, bentuk

sediaan ini bagi beberapa pasien sulit untuk ditelan. Pasien harus minum air

untuk dapat menelan bentuk sediaan tersebut. Pasien sering sekali merasa

kesulitan dan tidak nyaman dalam menelan tablet konvensional (Parmar, et al.,

2009). Adanya berbagai perubahan fungsi fisiologis terkait usia, termasuk

kesulitan menelan tablet secara utuh, akan menurunkan tingkat kepatuhan.

Kelompok pasien yang menjadi perhatian atas isu ini terutama adalah pediatri

dan geriatri (Rao, et al., 2009). Banyak penelitian yang kemudian

dikembangkan untuk mengatasi masalah ini dan tablet kunyah telah ditemukan

sebagai salah satu bentuk sediaan paling bermanfaat (Koseki, et al., 2008).

Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu

dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan, dan tidak meniggalkan

rasa pahit atau tidak enak. Jenis tablet ini digunakan dalam formulasi tablet

untuk anak, terutama formulasi multivitamin, antasida dan antibiotika tertentu.

Tablet kunyah dibuat dengan cara dikempa, umumnya menggunakan manitol,

sorbitol atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi. Tablet kunyah

mengandung pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan

dan cita rasa (Siregar, 2010).

Universitas Sumatera Utara


2.2.1 Kelebihan dan kekurangan tablet kunyah

Tablet kunyah memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari

tablet kunyah diantaranya adalah (Siregar, 2010):

a. Memiliki ketersediaan hayati yang lebih baik.

b. Memberikan kenyamanan pasien dengan meniadakan kebutuhan air minum

untuk menelan.

c. Melewati proses disintegrasi.

d. Dapat meningkatkan disolusi.

e. Dapat digunakan sebagai pengganti bentuk sediaan cair jika diperlukan

kerja obat (onset yang cepat).

f. Rasa yang enak dimulut sehingga dapat mengurangi persepsi bahwa obat itu

pahit untuk anak-anak dan dengan rasa yang enak tersebut dapat pula

meningkatkan kepatuhan pasien.

g. Meningkatkan penerimaan pasien terutama anak-anak karena cita rasa yang

menyenangkan.

h. Memiliki keunikan produk dari sudut pandang pemasaran.

Kekurangan dari tablet kunyah diantaranya adalah (Siregar, 2010):

a. Rasa zat aktif yang buruk dan zat aktif yang mempunyai tingkat konsentrasi

dosis yang tinggi memberikan kendala yang signifikan untuk diatasi oleh

formulator.

b. Tablet mungkin meninggalkan rasa yang tidak enak dimulut jika tidak

diformulasi dengan baik.

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Faktor formulasi tablet kunyah

Tablet kunyah terutama ditentukan oleh rasa dan sedikit banyak oleh

penampilan. Jadi seleksi dan penggunaan komponen yang tepat yang

berdampak pada sifat-sifat ini menjadi sangat penting. Dalam hal tablet

kunyah, perhatian tentang rasa manis, mampu dikunyah, dan rasa juga harus

dipertimbangkan (Siregar, 2010).

a. Pemilihan eksipien

Banyak eksipien yang biasa digunakan dalam formulasi tablet dapat

digunakan dalam formulasi tablet kunyah karena kemampuannya untuk

memberikan rasa manis dan mampu kunyah yang diperlukan. Secara umum hal

ini dimiliki oleh golongan gula seperti dektrosa, fruktosa, maltosa, laktosa,

manitol dan sorbitol.

b. Penambahan zat penambah rasa

Dari sudut pandang konsumen, rasa hampir merupakan parameter yang

paling penting dari evaluasi tablet kunyah. Kebanyakan eksipien mempunyai

sifat manis yang berkontribusi secara positif pada tablet kunyah. Namun

seringkali sifat manis yang diberikan eksipien ini tidak cukup mengatasi rasa

zat aktif yang buruk. Dalam hal ini, formulator dapat menambahkan pemanis

tambahan untuk meningkatkan rasa manis secara menyeluruh.

Glisirizin adalah suatu turunan licorice dengan sifat manis yang kuat

dan tahan lama. Sifat-sifat ini memungkinkan penggunaannya sebagai pemanis

pembantu untuk meningkatkan rasa manis. Aspartam merupakan pemanis

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Faktor formulasi tablet kunyah

Tablet kunyah terutama ditentukan oleh rasa dan sedikit banyak oleh

penampilan. Jadi seleksi dan penggunaan komponen yang tepat yang

berdampak pada sifat-sifat ini menjadi sangat penting. Dalam hal tablet

kunyah, perhatian tentang rasa manis, mampu dikunyah, dan rasa juga harus

dipertimbangkan (Siregar, 2010).

a. Pemilihan eksipien

Banyak eksipien yang biasa digunakan dalam formulasi tablet dapat

digunakan dalam formulasi tablet kunyah karena kemampuannya untuk

memberikan rasa manis dan mampu kunyah yang diperlukan. Secara umum hal

ini dimiliki oleh golongan gula seperti dektrosa, fruktosa, maltosa, laktosa,

manitol dan sorbitol.

b. Penambahan zat penambah rasa

Dari sudut pandang konsumen, rasa hampir merupakan parameter yang

paling penting dari evaluasi tablet kunyah. Kebanyakan eksipien mempunyai

sifat manis yang berkontribusi secara positif pada tablet kunyah. Namun

seringkali sifat manis yang diberikan eksipien ini tidak cukup mengatasi rasa

zat aktif yang buruk. Dalam hal ini, formulator dapat menambahkan pemanis

tambahan untuk meningkatkan rasa manis secara menyeluruh.

Glisirizin adalah suatu turunan licorice dengan sifat manis yang kuat

dan tahan lama. Sifat-sifat ini memungkinkan penggunaannya sebagai pemanis

pembantu untuk meningkatkan rasa manis. Aspartam merupakan pemanis

Universitas Sumatera Utara


buatan yang paling banyak digunakan dewasa ini. Sifat manis aspartam dapat

bertahan lebih lama daripada pemanis alami.

c. Bahan pewarna

Tujuan pemberian pewarna dalam tablet kunyah adalah:

1. Meningkatkan daya tarik.

2. Membantu mengidentifikasi dan membedakan produk.

3. Menutup warna bahan mentah yang tidak menarik dan tidak seragam.

4. Mengimbangi dan menyesuaikan penambah aroma yang digunakan

dalam formulasi.

The Food and Drug Administration membagi bahan pewarna ke dalam

dua golongan yang dapat digunakan dalam pembuatan tablet kunyah, yaitu:

1. Bahan pewarna FD dan C: ini adalah bahan pewarna yang dapat

diizinkan untuk penggunaan dalam makanan, obat dan kosmetik.

2. Bahan pewarna D dan C: ini adalah bahan pewarna dan pigmen yang

dianggap aman untuk penggunaan dalam obat dan kosmetik apabila

berkontak dengan membrane mukosa atau apabila dicerna.

Pada umumnya zat warna yang digunakan dalam formulasi tablet

kunyah berkisar dari 0,01 sampai 0,03% dan rentang ukuran partikel pewarna

biasanya antara 12 sampai 200 mesh (Siregar, 2010).

Universitas Sumatera Utara


2.3 Evaluasi Tablet

2.3.1 Kekerasan tablet

Ketahanan tablet terhadap goncangan saat pengangkutan, pengemasan

dan peredaran bergantung pada kekerasan tablet. Kekerasan yang lebih tinggi

menghasilkan tablet yang bagus, tidak rapuh tetapi ini mengakibatkan

berkurangnya porositas dari tablet sehingga sukar dimasuki cairan yang

mengakibatkan lamanya waktu hancur. Kekerasan dinyatakan dalam kg tenaga

yang dibutuhkan untuk memecahkan tablet. Kekerasan tablet dipengaruhi oleh

perbedaan massa granul yang mengisi die pada saat pencetakan tablet dan

tekanan kompressi. Selain itu, berbedanya nilai kekerasan juga dapat

diakibatkan oleh variasi jenis dan jumlah bahan tambahan yang digunakan

pada formulasi. Bahan pengikat adalah contoh bahan tambahan yang bisa

menyebabkan meningkatnya kekerasan tablet bila digunakan terlalu pekat

(Lachman, dkk., 1994).

2.3.2 Friabilitas

Tablet mengalami capping atau hancur akibat adanya goncangan dan

gesekan, selain itu juga dapat menimbulkan variasi pada berat dan

keseragaman isi tablet. Pengujian dilakukan pada kecepatan 25 rpm,

menjatuhkan tablet sejauh 6 inci (15 cm) pada setiap putaran, dijalankan

sebanyak 100 putaran. Kehilangan berat yang dibenarkan yaitu lebih kecil dari

0,5 sampai 1% (Lachman, dkk., 1994).

Universitas Sumatera Utara


2.3.3 Waktur hancur

Waktu hancur yaitu waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi

partikel-partikel kecil atau granul sebelum larut dan diabsorpsi. Menyatakan

waktu yang diperlukan untuk tablet dapat hancur di bawah kondisi yang

ditetapkan dan lewatnya seluruh partikel melalui saringan mesh-10 (Lachman,

dkk., 1994). Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur dari tablet adalah

sifat fisika dan kimia dari granulat, kekerasan dan porositasnya.Tablet dengan

rongga-rongga yang besar akan mudah dimasuki air sehingga hancur lebih

cepat daripada tablet yang keras dengan rongga-rongga yang kecil (Voight,

1994).

2.3.4 Kadar zat berkhasiat

Untuk mengevaluasi kemanjuran suatu tablet, jumlah obat dalam tablet

harus dipantau pada setiap tablet atau batch, begitu juga kemampuan tablet

untuk melepaskan zat atau obat yang dibutuhkan harus diketahui (Lachman,

dkk., 1994). Persyaratan kadar berbeda-beda, dan tertera pada masing-masing

monografi masing-masing bahan obat.

2.3.5 Keseragaman sediaan

Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua

metode, yaitu :

a. Keseragaman bobot, dilakukan terhadap tablet yang mengandung zat aktif

50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot sediaan.

b. Keseragaman kandungan, dilakukan terhadap tablet yang mengandung zat

aktif kurang dari 50% dari bobot sediaan (Ditjen POM, 1995).

Universitas Sumatera Utara


2.4 Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi

elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang

sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri serapan

ultraviolet, cahaya tampak, dan serapan atom (Ditjen POM, 1995).

Spektrofotometri ultraviolet digunakan terutama pada analisis

kuantitatif. Hal ini didasari oleh besarnya nilai serapan molekul sebanding

dengan banyak molekul yang menyerap radiasi tersebut. Radiasi ultraviolet

diserap oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung electron π

terkonyugasi atau atom yang mengandung elektron bebas yang menyebabkan

transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron dasar ke

tingkat energi elektron tereksitasi. Apabila dalam perjalanan radiasi

spektrofotometer terdapat senyawa yang menyerap radiasi, akan terjadi

penyerapan energi radiasi yang mencapai detektor (Satiadarma, 2004).

Pada umumnya spektrofotometri ultraviolet dalam analisis senyawa

organik digunakan untuk:

1. Menetukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan

auksokrom dari suatu senyawa organik.

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang

serapan maksimum suatu senyawa.

3. Menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan

hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).

Universitas Sumatera Utara


2.4.1 Hukum Lambert-Beer

Hukum Lambert-Beer adalah hubungan linieritas antara serapan dengan

konsentrasi larutan analit. Hukum Lambert-Beer ditulis dengan persamaan:

A=a.b.C

Dimana: A = serapan

a = absorptivitas (l g-1 cm-1)

b = ketebalan sel (cm)

C = konsentrasi (g l-1)

Jadi dari hukum Lambert-Beer konsentrasi dapat dihitung dari

ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan senyawa dan

spesifik untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu.

Absorptivitas spesifik juga sering digunakan sebagai ganti absorptivitas. Harga

ini memberikan serapan larutan 1% (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga

dapat diperoleh persamaan:

A = A11 . b .C

Dimana: A11 = Absorptivitas spesifik

b = ketebalan sel (cm)

C = konsentrasi (g/100 ml)

Penggunaan A11 untuk perhitungan konsentrasi lebih memungkinkan

dibanding dengan penggunaan koefisien ekstingsi molar karena langsung

diperoleh dalam persen bukan dalam mol-1 (Roth, 1981).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai