Anda di halaman 1dari 44

PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

1. FILOSOPI PROTEKSI

1.1. PENGERTIAN SISTEM PROTEKSI

Sistem proteksi tenaga listrik berfungsi untuk mengurangi terjadinya gangguan secara
meluas dengan cara berikut :

a. Menggunakan peralatan yang dapat diandalkan dengan memilih peralatan


yang sesuai Standar Internasional atau Standar Nasional Indonesia

b. Spesifikasi yang tepat dan desain yang baik

c. Pemasangan yang benar sesuai standar konstruksi instalasi tenaga listrik


dengan memiliki sertifikat laik operasi

d. Operasi dan pemeliharaan yang baik sesuai standar O & M peralatan instalasi
tenaga listrik

Sistem proteksi juga berfungsi untuk mengurangi akibat gangguan yang meluas,
dengan cara:

a. Membatasi besarnya arus gangguan dengan pemasangan reaktor seri atau


memasang tahanan pentanahan (NGR)

b. Melepas bagian sistem yang terganggu dengan menggunakan sistem Proteksi

c. Penggunaan pola load shedding dan system splitting / islanding

d. Penggunaan relai, PMT yang cepat untuk menghindari gangguan instability


sistem.

1.2. PERSYARATAN SISTEM PROTEKSI

Jaringan distribusi berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik ke pelanggan. Karena


fungsinya tersebut maka keandalan menjadi sangat penting dan untuk itu jaringan
distribusi perlu dilengkapi dengan alat pengaman.

Ada tiga fungsi sistem pengaman dalam jaringan distribusi :

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

1. Mencegah atau membatasi kerusakan pada jaringan beserta peralatannya


dari akibat adanya gangguan listrik

2. Menjaga keselamatan masyarakat umum dari akibat gangguan listrik

3. Meningkatkan kelangsungan mutu pelayanan tenaga listrik kepada


konsumen

Sistem pengaman yang baik harus mampu:

1. Memutuskan arus gangguan dengan cepat sehingga tidak menyebabkan


kerusakan terhadap peralatan yang dilewati arus gangguan maupun
kerusakan peralatan di lokasi gangguan.

2. Menormalkan kembali jaringan secara otomatis jika gangguannya temporer

3. Melokalisir gangguan permanen sehingga tidak menyebabkan gangguan


yang meluas.

Persyaratan yang harus dimiliki oleh alat pengaman atau sistem pengaman yaitu:

1. Sensitifitas (kepekaan)

Suatu pengaman bertugas mengamankan suatu alat atau bagian tertentu dari
sistem tenaga listrik. Tugas suatu pengaman mendeteksi adanya gangguan
yang terjadi didaerah pengamanannya. Relai pengaman harus cukup sensitif,
untuk mendeteksi dengan nilai minimum dan bila perlu mentripkan PMT atau
memutus pelebur untuk memisahkan bagian yang terganggu dengan bagian
yang sehat. Relai yang sensitif adalah relai yang mampu mendeteksi ketidak
normalan atau gangguan untuk gangguan yang minimum.

2. Selektifitas (ketelitian)

Selektifitas dari pengaman adalah kwalitas kecermatan dalam pengamanan


bagian yang terganggu dari suatu sistem. Bagian yang di buka oleh karena
terjadinya gangguan diusahakan seminimal mungkin. Jadi pengamanan yang
selektif adalah jika bagian yang di buka untuk melokalisir gangguan dari
sistem hanya bagian yang terganggu saja, dan bagian lain yang sehat tetap
beroperasi normal.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

3. Keandalan ( Realibilitas)

Dalam keadaan normal pengaman tidak boleh bekerja, tetapi harus pasti
dapat bekerja bila diperlukan. Pengaman tidak boleh salah bekerja, jadi
susunan alat-alat pengaman harus dapat diandalkan. Keandalan keamanan
tergantung kepada desain, pengerjaan dan perawatannya. Pengaman
dikatakan andal jika pada saat ada gangguan selalu bekerja sesuai fungsinya,
dan pada saat kondisi normal tidak salah kerja.

4. Kecepatan (Speed)

Makin cepat pengaman bekerja tidak hanya dapat memperkecil kerusakan


tetapi juga dapat memperkecil kemungkinan meluasnya akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh gangguan. Relai harus bekerja lebih cepat dari kemampuan
peralatan terhadap arus gangguan hubung singkat maupun kemampuan
sistem mempertahankan kondisi sinkron.

1.3. POLA SISTEM PROTEKSI

Pola pengaman sistem tenaga listrik dibedakan sesuai dengan tingkat Zona
Pengamanan dan tanggung jawab masing-masing (sesuai gambar 2.1).

 Warna Biru : menjadi wilayah sistem proteksi Pembangkit

 Warna Merah : menjadi wilayah sistem proteksi Transmisi (Penyaluran)

 Warna Hijau : menjadi wilayah sistem proteksi Distribusi

Akan tetapi bila dalam penyaluran energi listrik dari pembangkit langsung ke sistem
20 Kv, maka hanya ada dua pengaman yaitu, sistem proteksi pembangkit dan sistem
proteksi distribusi.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Gambar 2.1. Pola Sistem Proteksi

1.4. PERANGKAT SISTEM PROTEKSI

Yang dimaksud perangkat sistem proteksi adalah rangkaian peralatan proteksi antara
komponen satu dengan lainnya sehingga membentuk suatu sistem pengaman yang
dapat berfungsi sesuai dengan maksud pengaman/ proteksi.

Perangkat utamanya adalah :

1. Rele

2. CT - PT

3. PMT

4. Bateray / Catu Daya

5. Wiring

1.4.1. Rele

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Rele berfungsi untuk menilai besaran listrik yang di ukur. Apakah besaran listrik
tersebut dalam batasan normal atau tidak. Ada berbagai jenis rele pada sistem
proteksi sesuai dengan peralatan yang akan diamankan/ diproteksi. Pada
umumnya untuk proteksi pada sistem distribusi yang banyak digunakan adalah
sbb:

1. Rele Arus Lebih / Over Current Relay (OCR)

2. Rele Gangguan Tanah / Ground Fault Relay (GFR)

Rele ini akan bekerja bila arus yang melewati sensor rele besarnya melebihi arus
yang disetting pada rele, sehingga kontak rele menutup dan mengirimkan sinyal
pada coil PMT untuk memerintahkan PMT bekerja.

1.4.2. Current Transformer dan Potensial Transformer (CT dan PT)

Dalam sistem proteksi, CT dan PT berfungsi sebagai sensor yang merubah


besaran listrik pada instalasi menjadi besaran yang sesuai dengan kemampuan
peralatan rele proteksi. Current Transformer (CT) merupakan peralatan listrik
yang berfungsi untuk menurunkan arus yang besar menjadi arus yang kecil. Arus
yang besar perlu diturunkan karena rele hanya mampu dilewati arus yang kecil
misalnya maksimum 5 A. Perbandingan arus yang diturunkan disebut dengan
Rasio CT misalnya 500/5 A, artinya arus yang masuk pada sisi primer yang
besarnya 500 A sebanding dengan arus yang keluar pada sisi sekunder 5 A.
Perbandingannya adalah 500 : 5 = 100 atau rasio CT tersebut sebesar 100 kali.

Demikian Juga untuk tegangan yang besar perlu diturunkan menjadi tegangan
yang kecil karena rele didesain untuk dialiri tegangan yang kecil. Peralatan untuk
menurunkan tegangan tersebut dinamakan Trafo Tegangan / Potential
Transformer (PT). Contoh Rasio PT : 20000/ 100 Volt = 200 kali .

Baik CT maupun PT tersebut memiliki kelas ketelitian yang diperlukan untuk


proteksi maupun pengukuran. Kelas CT-PT tersebut menentukan tingkat
kesalahan / error dari arus / tegangan yang diturunkan, sehingga perlu dipilih
kelas yang sesuai penggunaannya berdasarkan Standard yang ditentukan.

1.4.3. Catu Daya / Baterai

Batere dalam sistem proteksi berfungsi sebagai tenaga yang memasok ke rele
maupun sistem kontrol di mekanisme penggerak. Tegangan DC diperoleh dari

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

penyearah/ Rectifier. Namun, baterai / catu daya juga diperlukan sebagai back-
up bila terjadi kegagalan dari rectifier untuk menginjeksi tegangan supaya rele
dan PMT dapat bekerja. Untuk dapat siap bekerja maka rele harus mendapat
tegangan secara terus menerus sesuai dengan tegangan nominal yang diperlukan
suatu rele dan PMT. Baterai merupakan sumber tegangan DC misalnya yg
diperlukan tegangan 24, 48, dan 110 Volt.

1.4.4. Wiring

Sistem pengawatan (Wiring) berfungsi untuk menghubungan antara komponen


proteksi yang meliputi : Rele, PMT, CT-PT dan sistem DC sehingga perangkat
sistem proteksi tersebut dapat bekerja sesuai ketentuan.

Ada persyaratan yang harus diperhatikan didalam pengawatan, misalnya


penggunaan jenis kabel/kawat, besar penampang kabel, panjang kabel, warna
kabel, dan kode-kode.

2. POLA PENGAMAN SISTEM DISTRIBUSI

2.1. POLA I : SISTEM PENTANAHAN DENGAN TAHANAN TINGGI (HIGH


RESISTANCE)

 Sistem distribusi 20 KV fasa tiga, 3 kawat dengan pentanahan Netral melalui


tahanan tinggi 500 ohm.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

 Karena tahanannya tinggi, maka arus gangguan satu fasa ke tanahnya rendah,
<25 Amper.

 Mengutamakan keselamatan umum.

 Diperlukan rele yang sensitif untuk dapat mendeteksi arus gangguan tanah yang
kecil.

 Pola ini diterapkan di PLN Sistem Distribusi Jawa Timur.

Proteksi terpasang:

 PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan :

o OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.

o Directional Ground Fault Relay (DGFR) untuk membebaskan gangguan


fasa-tanah.

 Pemutus Balik Otomatis (PBO) di GI dikoordinasikan dengan Saklar Seksi Otomatis


(SSO) dan Pengaman Lebur (PL) jenis Fuse Cut Out (FCO).

Gmabar 3.1 Pengaman Sistem Distribusi Pola I

2.2. POLA II : SISTEM PENTANAHAN LANGSUNG (SOLID GROUNDING)

 Sistem distribusi 20 KV fasa tiga, 4 kawat dengan pentanahan Netral secara

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

langsung.

 Kawat Netral ditanahkan di setiap tiang sepanjang JTM dan JTR, dipergunakan
sebagai netral bersama TM & TR (Common Neutral).

 Karena tahanannya sangat kecil, maka arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke
tanahnya sangat besar, sehingga diperlukan rele yang dapat bekerja dengan
cepat.

 Pola ini diterapkan di PLN Sistem Distribusi Jawa Tengah dan DIY.

Gambar 3.2 Pentanahan Langsung pada Sistem Distribusi Pola II

Proteksi terpasang:

 PMT di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan OCR dan GFR

 Penutup Balik Otomatis (PBO) dikoordinasikan dengan Seksionaliser (SSO) dan


Pengaman Lebur (PL) jenis FCO

Y
Solid Grounding

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Gambar 3.3 Pengaman Sistem Distribusi Pola II

2.3. POLA III : SISTEM PENTANAHAN DENGAN TAHANAN RENDAH


(LOW RESISTANCE)

 Sistem distribusi 20 KV fasa tiga, 3 kawat dengan pentanahan Netral melalui


tahanan rendah 40 ohm untuk SUTM atau 12 Ohm untuk SKTM.

 Pola ini diterapkan di PLN Sistem Distribusi Jawa Barat, Jakarta dan Luar Jawa.

 Karena tahanannya relatif rendah, maka arus gangguan satu fasa ke tanahnya
relatif tinggi, sehingga diperlukan rele yang dapat bekerja dengan cepat.

Proteksi terpasang:

 PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan :

o OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.

o GFR untuk membebaskan gangguan fasa-tanah.

 PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman Lebur (PL) jenis Fuse Cut Out
(FCO).

 Pada sistem Spindle dengan saluran kabel, pengamannya dengan rele arus lebih
tanpa penutup balik (atau di blok) dan atau pelebur.

NGR
Y
40 Ohm

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Gambar 3.4 Pengaman Sistem Distribusi Pola III (SUTM 20 kV)

2.4. POLA IV : SISTEM PENTANAHAN MENGAMBANG (FLOATING)

 Sistem distribusi 6 KV fasa tiga, 3 kawat dengan pentanahan mengambang atau


netral tidak ditanahkan (Floating).

 Pola ini pernah ada dan terakhir diterapkan di Sulawesi dan Sumatera Selatan/
Jambi. Karena sistem 6 KV telah diganti menjadi 20 KV, maka pola IV ini sudah
tidak dikembangkan lagi.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

3. RELAI ARUS LEBIH

a. PENGENALAN
Relai arus lebih adalah suatu relai yang bekerja berdasarkan adanya kenaikan
arus yang melebihi nilai settingnya.
Relai arus lebih berfungsi sebagai:
- Pengaman gangguan hubung singkat antar fasa maupun fasa ke tanah
- Pengaman beban lebih
- Pengaman utama atau cadangan

Aplikasi
Relai arus lebih digunakan sebagai:
- Pengaman utama jaringan tegangan menengah (Distribusi)
- Pengaman utama untuk trafo tenaga kapasitas kecil, tapi sebagai pengaman
cadangan untuk Trafo tenaga kapasitas besar.
- Pengaman untuk generator dengan kapasitas kecil (5 MW ke bawah).

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

- Pengaman utama untuk motor.

Jenis relai arus lebih.


Berdasarkan karakteristik waktu kerja, relai arus lebih dapat dibagi menjadi:
- Seketika (instantaneous)
- Waktu tunda tertentu (definite time)
- Waktu tunda berbanding terbalik dengan arus (inverse time).

Berdasarkan arah (directional):


- Non directional (tidak berarah)
- Directional (berarah)

b. KARAKTERISTIK RELAI ARUS LEBIH

i. Relai arus lebih seketika.


Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesainya kerja relai sangat
pendek (20-100 m det).

Gambar Karakteristik Relai Arus Lebih Seketika

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

ii. Relai arus lebih waktu tertentu (Definitie time OCR)


Jika jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai, diperpanjang
dengan nilai tertentu dan tidak tergantung dari besarnya arus yang
menggerakkannya.

Gambar Karakteristik Relai Arus Lebih Waktu Tertentu


iii. Relai arus lebih waktu berbanding terbalik (Inverse time OCR)
Jika jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesainya kerja relai
diperpanjang dengan nilai yang berbanding terbalik dengan besarnya arus
yang menggerakkannya.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Karakteristik Relai Inverse

Jenis jenis Relai arus lebih inverse :


- Normal Inverse (Standart inverse)
- Very inverse
- Extremely inverse
- Long time inverse
Relai arus lebih waktu tertentu maupun relai arus lebih inverse biasanya
dikombinasi dengan relai arus lebih seketika.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Karakteristik Inverse Relai Aus Lebih

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

c. PRINSIP KERJA

Prinsip kerja relai arus lebih berdasarkan asas :


- Elektromekanik
o tipe plunger/tarikan
o tipe induksi
- Elektronik/ statik

i. Relai arus lebih seketika, tipe plunger

Gambar RAL Tipe Plunger

Kumparan 1 dan 2 dapat disambung seri atau paralel, ini agar


mendapatkan rentang arus penyetelan yang luas. Pegas untuk
menimbulkan gaya lawan yang melawan gaya elektro magnetik yang
ditimbulkan oleh arus pada kumparan.
Jari J untuk penyetelan arus dengan jalan mengencangkan /
mengendorkan pegas.
ii. Relai arus lebih Tipe Induksi

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Bila arus mengalir dalam kumparan K dan dengan adanya lilitan prager
(shading ring), maka piringan akan berputar.
Bila arus melebihi nilai setting, maka flux magnit akan menarik lengan L,
sehingga poros dan ulir s menekan roda gigi, maka roda gigi akan naik
menutup kontak gerak.

iii. Relai arus lebih Tipe Elektronik

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Terdiri dari:
- Rangkaian pemgubah arus AC menjadi tegangan DC dan diukur oleh R
setting.
- Level detector yang membandingkan tegangan inputnya dengan set
levelnya (tegangan referensinya).
- Bila V input > V ref maka muncul V out, dan Vout akan mengerjakan
relai RL.

Gambar Prinsip OCR Elektronik

iv. Relai Arus Lebih dengan tunda waktu

Gambar Blok Diagram Relai Arus lebih Elektronik

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Perhatikan blok diagram gambar diatas, arus AC diubah kedalam tegangan DC


oleh trafo arus dengan rasio yang sesuai, penyearah dan tahanan shunt. Tegangan
ini dibandingkan dengan set level oleh level detector 1, yang akan memberikan
perintah start ke timer, bila level ini dilampui.
Timer dapat memberikan waktu tetap, dalam hal definite time OCR, dan waktu
berbanding terbalik dengan besaran input yang mana dalam hal ini dibutuhkan
rangkaian curve shaper. Timer biasanya mengisi kapasitor sedemikian sehingga bila
pengisian mencapai level set dari level detector 2, kemudian memberikan signal
kesirkuit penjatuh (tripping). Untuk kerja seketika (Instantaneous) dapat dibuka oleh
level detector 3.

d. ARUS PICK UP DAN ARUS DROP OFF


- Arus pick-up (mula) = Ip
Nilai arus yang menyebabkan relai arus akan bekerja dan menutup
kontaknya, atau nilai arus minimum yang menyebabkan relai bekerja.
- Arus kembali (drop off) = Id.
Nilai arus yang menyebabkan relai arus berhenti bekerja dan kontaknya
membuka kembali, atau nilai arus maksimum yang menyebabkan relai tidak
bekerja.
- Faktor Kd.
Perbandingan Id dengan Ip, perbandingan ini dinyatakan dengan faktor Kd.
Kd = (Id / Ip) x100%
Nilai Kd dari relai arus lebih adalah 0,7 s/d 0,98.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

e. SAMBUNGAN RELAI ARUS LEBIH

Relai arus lebih untuk gangguan antar fasa yaitu gangguan 3 fasa atau 2 fasa,
digunakan 3 buah relai arus lebih atau 2 buah relai arus lebih. Relai arus lebih dapat
juga digunakan sebagai pengaman gangguan fasa-tanah.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

f. SETTING

Untuk kebutuhan operasi, relai harus di setting sesuai dengan kebutuhan.


Dibawah ini disampaikan contoh cara menyetel rele arus lebih.

i. Menyetel Relai Arus Lebih Elektro mekanis


Menyetel Arus Is (dengan tunda waktu)
Ada 2 jenis penyetelan :
a. Is = K.IN. dimana
ls = arus nominal relai, arus ini mempunyai dua nilai yang
merupakan kelipatan, misal: 2,5A (Seri) dan 5 A (paralel)
K = Faktor tergantung dari pabriknya: misal: 1 sampai dengan 2. Ada juga
arus nominal relai hanya mempunyai "satu besaran dan faktor K. berkisar
antara 0,05 sampai dengan 2,4 dengan step 0,05.

b. Plug Setting
Penyetelan arus Is dapat dilakukan langsung dengan memilih besaran
arus pada plug setting.

Menyetel waktu kerja relai


1. Untuk relai arus lebih waktu tertentu penyetelan waktu kerja relai
dapat dilaksanakan langsung sesuai dengan waktu yang
dikehendaki.
2. Untuk relai arus lebih waktu inverse penyetelan waktu kerja relai
dapat dilakukan dengan memilih time dial (td) atau TMS (Time
Multi ple Setti ng). Time dial setti ng dapat diperoleh bila MPS
(Multiple Plug Setti ng) dan setti ng waktu kerja ts diketahui dan
karakteristik relai ada.
MPS = Ihs / Is, dimana :
Ihs = arus hubung singkat pada sistem bila dilihat dari sisi
sekunder CT. (sama dengan arus yang masuk ke relai).
Sumbu horisontal dari karakteristi k relai adalah MPS atau .... x
ls dan sumbu verti kal adalah waktu kerja relai (deti k).

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Bila kedua besaran ini (MPS dan ts) diketahui maka td (ti me
dial) dapat dipilih/ disetel.

Menyetel arus untuk relai arus lebih seketika (moment /instantaneous).


a. Is (Moment) = K. IN atau
Is (Moment) = K. Is
dimana: IN = arus nominal relai
Is = setting arus (tunda waktu)
K = 3 sampai dengan ~ (tak terhingga).
b. Ada juga yang menggunakan plug setting.

ii. Menyetel Relai Arus Lebih Statik

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Gambar tampak depan relai arus lebih MCGG 82

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

4. REKLOSSER DAN SEKSIONALISER

4.1. RECLOSSER
Reclosser adalah alat pada sistem proteksi yang berfungsi untuk menutup kembali
PMT secara otomatis pada saat PMT trip karena ada gangguan. Pada sistem Distribusi
tegangan menengah, reclosser hanya digunakan untuk Saluran Udara Tegangan
Menengah (SUTM). Jika gangguannya pada SUTM tersebut adalah gangguan
sementara (temporer) maka pada saat reclosser bekerja, SUTM akan normal kembali.
Jika gangguannya pada SUTM tersebut adalah gangguan tetap (permanen), maka pada
saat reclosser bekerja PMT akan lepas kembali dan SUTM akan dilokalisir.

Rekloser dapat di pasang di Kubikel Gardu Induk maupun di jaringan. Rekloser yang
dipasang di kubikel gardu induk merupakan rele rekloser yang menjadi satu kesatuan
sistem proteksi yang terpasang di kubikel. Sistem proteksi tersebut adalah releai arus
lebih (OCR), Relai Gangguan Tanah (GFR), Reclosing Relai (Reclosser) dan perangkat
lainnya yaitu CT, PMT, batere dan wiring.

Gambar penempatan Recloser di GI

Recloser yang di pasang di jaringan merupakan satu kesatuan sistem proteksi yang
terdiri dari PMT, sistem Control yang berisi relai arus lebih, relai gangguan tanah dan
reclosing relai, yang terangkai melalui kabel kontrol dan power suplai. Reclosser ini
biasa juga di sebut Penutup Balik Otomatis (PBO) atau Pul Mounted Reclosser (PMR).

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

BUSBAR 20KV
PL 1
SUTM
PMT PBO
PL 2
OCR /GFR

Gambar penempatan Recloser di Jaringan

Jadi Fungsi dari Penutup Balik Otomatis (PBO) adalah :

 Sebagai pengaman SUTM, karena SUTM sering mengalami gangguan hubung


singkat fasa ke tanah yang bersifat temporer .
 Berfungsi menormalkan kembali SUTM atau memperkecil pemadaman tetap
oleh gangguan temporer .
 Sebagai pengaman seksi dalam SUTM sehingga dapat membatasi /
melokalisir daerah yang terganggu .

Sifat Penutup Balik Otomatis (PBO) adalah:

a. Dual timing, yaitu dapat melaksanakan :

operasi cepat / fast tripping dan

operasi lambat / delayed tripping .

Operasi cepat dimaksudkan untuk mengantisipasi gangguan temporer,


sedangkan operasi lambat untuk koordinasi dengan pengeman di sisi hilir .

b. Reset otomatis :

Bila gangguan telah hilang pada operasi cepat , maka PBO akan reset kembali
ke status awal, dan bila muncul gangguan setelah waktu reset , PBO mulai
menghitung lagi dari awal .

Urutan operasi PBO adalah sbb:

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Untuk buka dan tutup PMT diperlukan waktu yaitu :

a. Waktu kerja relai yaitu waktu dari sejak ada gangguan sampai relai memerintahkan
PMT untuk trip. Waktu ini sesuai setelai waktu kerja relai.
b. Waktu trip PMT yaitu waktu dari sejak PMT mendapat order trip dari relai sampai
PMT Membuka. Waktu ini dipengaruhi kemampuan sistem penggerak PMT.
c. Waktu busur adalah waktu dari sejak PMT membuka sampai busur api padam dan
arus listrik terputus (Arching time). Waktu ini tergantung kemampuan PMT
memadamkan busur api, yang tergantung dari media pemadam busur api dan
kecepatan kontak PMT membuka.
d. Waktu Pemutusan (Clearing time) adalah waktu dari sejak PMT mendapat order
trip dari Relai sampai busur api padam dan arus gangguan putus.
e. Waktu reclose yaitu waktu sejak PMT trip sampai PMT diperintahkan masuk
kembali. Waktu ini dipengaruhi kesiapan mekanisme penggerak PMT untuk
mengisi energi mekanik guna menggerakan moving kontak PMT
f. Reclaim time adalah waktu yang diperlukan oleh recloser untuk dapat menutup
PMT kembali dari sejak PMT trip.

Rekloser dapat di setel dengan jumlah reclose maksimum 3 kali. Waktu dari mulai PMT
trip sampai recloser memerintahkan PMT masuk kembali dinamakan “reclose time”.

Jika gangguan pada SUTM adalah gangguan temporer, 80 % kemungkinan rekloser


akan sukses menormalkan dengan reclose pertama, 95 % akan sukses dengan reclose
pertama dan kedua dan sisanya akan sukses dinormalkan dengan reclose ketiga.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Namun karena jika gangguannya permanen dan akan berisiko jika jaringan diberikan
tegangan berkali kali. Untuk itu perlu pertimbangan yang matang jika diperlukan
sampai 3 kali reclosse.

Pada umumnya untuk jarak 2 km dari gardu induk, jaringan masih bersih dan berlokasi
di pemukiman padat penduduk. Gangguan yang terjadi pada lokasi dekat dengan
gardu induk kebanyakan gangguan permanen. Untuk itu rekloser pada umumnya
dipasang di jaringan dilokasi sebelum jaringan memasuki daerah luar kota yang rawan
terjadinya gangguan temporer. Jumlah reclosser yang dipasang seri pada SUTM,
maksimum 3 buah. Pada Umumnya cukup dengan 1 buah reklosser yang di seri dengan
1 atau 2 buah seksionaliser.

4.2. SEKSIONALISER ATAU SAKLAR SEKSI OTOMATIS


Seksionaliser adalah alat yang akan melokalisir gangguan. Seksionaliser tidak
dilengkapi PMT, sehingga hanya bisa membuka untuk melokalisir gangguan saat SUTM
tidak ada tegangan. Untuk itu seksionaliser tidak bisa bekerja sendiri, harus di pasang
setelah reclosser. Sensor untuk kerja seksionaliser ada 2 macam yaitu:

a. Sensor tegangan (untuk sistem distribusi pola I)


b. Sensor arus (untuk sistem distribusi pola II dan pola III)

Bagaimana prinsip kerja seksionaliser?

4.2.1. Seksionaliser pada sistem distribusi pola I

Prinsip setting waktu kerja SSO dengan sensor tegangan:


t1 = selang waktu sso bertegangan sampai menutup kontak (close)
t2 = selang waktu SSO merasakan tegangan sampai trip (< t2 akan lockout)
t3 = selang waktu SSO tidak bertegangan sampai membuka kontak (trip)

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


SETTING WAKTU :
PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Penjelasan gambar diatas adalah sbb:

a. Di GI sebagai pangkal penyulang terpasang sistem Proteksi yang terdiri dari


OCR, DGFR dan Reclosser
b. Relai akan bekerja jika terdeteksi ada gangguan di jaringan, dan men tripkan
PMT sesuai waktu kerja relai dan PMT
c. Di jaringan terpasang makisimum 3 buah Seksionaliser seri SSO1, SSO2 dan
SSO 3. Seksionaliser bekerja dengan sensor tegangan. Seksionaliser hanya
bisa membuka pada saat tidak ada beban dan tidak bertegangan, namun
memiliki kemampuan masuk pada saat berbeban maupun saat ada
gangguan.
d. Seksionaliser (SSO) akan bekerja membuka serentak dengan waktu buka t3
jika merasakan tidak ada tegangan setelah PMT trip.
e. Reclosser akan bekerja menghitung sesuai waktu reclose. Jika waktunya
(reclose time) telah dicapai, maka reclosser akan memerintahkan PMT
untuk menutup, dan PMT akan menutup.
f. Dalam hal kasus gangguan temporer di Zone 1 (Z1), maka setelah PMT
masuk pada saat gangguan sudah hilang (gangguan temporer), maka Zone
1 bertegangan sampai dengan SSO1. Setelah SSO1 bertegangan dengan
waktu t1, maka SSO1 akan masuk sehingga Zone 2 akan bertegangan
sampai SSO2. Setelah SSO2 bertegangan dengan waktu t1, maka SSO 2 akan
masuk sehingga Zone 3 akan bertegangan sampai SSO3. Setelah SSO3
bertegangan dengan waktu t1, maka SSO 3 akan masuk sehingga Zone 4
akan bertegangan sampai ujung jaringan. Seluruh jaringan akan normal
kembali untuk gangguan emporer.
g. Dalam hal kasus gangguan permanen di Zone 1 (Z1), maka setelah PMT dan
gangguan masih ada (gangguan permanen), maka relai akan mendeteksi
gangguan lagi sehingga PMT akan trip lagi. Setelah SSO1 bertegangan
sesaat dengan waktu t2, maka SSO1 akan memerintahkan dan mengontrol
rangkaian pengunci agar SSO1 tetap membuka dan mengunci. Artinya ada
gangguan permanen dari arah hulu sebelum SSO1. Zone 1 akan di lokalisir
karena gangguannya permanen. Jika seksionaliser yang diseri hanya 1 buah,
maka reclosser cukup di sett satu kali reclose, sedangkan jika seksionaliser
yang dipasang seri lebih dari 1 buah, maka Recloser di GI di sett 2 kali
reclose. Untuk kebutuhan kelangsungan layanan operasi, jaringan Z2, Z3
dan Z4 dapat di pasok dari GI lain.
h. Untuk kasus gangguan temporer di zone 2, zone 3 maupun di zone 4 sama
dengan contoh kasus butir f.
i. Contoh untuk kasus gangguan permanen di Zone 3. Dalam hal kasus
gangguan permanen di Zone 3 (Z3), maka setelah PMT masuk setelah
recloser bekerja, maka Zone 1 bertegangan sampai dengan SSO1. Setelah
SSO1 bertegangan dengan waktu t1, maka SSO1 akan masuk sehingga Zone
2 akan bertegangan sampai SSO2. Setelah SSO2 bertegangan dengan waktu

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

t1, maka SSO 2 akan masuk sehingga Zone 3 akan bertegangan sampai
SSO3. Karena gangguannya permanen, maka pada saat SSO2 masuk, relai
akan mendeteksi adanya gangguan dan PMT di GI akan trip kembali. SSO 2
merasakan masuk dengan waktu bertegangan sesaat selama t2. Sehingga
pada saat PMT trip yang kedua, SSO2 akan mengunci dan Lock out.
Demikian juga SSO 3 yang merasakan bertegangan sesaat selama kurang
dari t2 akan terus membuka dan lock out. Dengan demikian Z3 telah di
lokalisir. Setelah waktu reclose kedua di capai, PMT akan masuk kembali
dan tegangan masuk di Z1 sampai SSO1, SSO 1 akan masuk setelah waktu t1
sehingga Z2 bertegangan sampai SSO2. Namun SSO 2 sudah lock out dan
tegangan hanya sampai zone 2. Untuk kelangsungan pelayanan, Zone 4
dapat di pasok dari arah GI lain.

4.2.2. Seksionaliser pada sistem distribusi pola II

Y
Solid Grounding

a. Di GI sebagai pangkal penyulang terpasang sistem Proteksi yaitu OCR dan


GFR
b. Dijaringan terpasang proteksi yaitu reclosser, seksionaliser dan Pelebur.
c. Jumlah reclosser yang terpasang seri maksimum 3 buah dan jumlah
seksionaliser yang terpasang seri maksimum 3 buah seksionaliser.
d. Recloser di jaringan yang biasa juga disebut Penutub Balik Otomatis (PBO)
terdiri dari PMT, Relai arus lebih (OCR), relai gangguan tanah (GFR) dan relai
reclosser.
e. Setingan PBO adalah settingan OCR, GFR dan jumlah kali reclose. Jumlah
kali reclose maksimum dapat di sett 3 kali.
f. Seksionaliser hanya akan berfungsi jika dipasang setelah reclosser.
g. Seksionaliser bekerja berdasarkan deteksi arus gangguan dan setelan
jumlah kerja (counter) kali dilewati arus gangguan. Sehingga setelannya
adalah arus setting dan setting (counter) kali arus gangguan.
h. Relai akan bekerja jika terdeteksi ada gangguan di jaringan, dan men tripkan
PMT sesuai waktu kerja relai dan PMT

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

i. Untuk keandalan pelayanan, maka proteksi di GI, reclosser, seksionaliser


dan Pelebur di jaringan harus di oordinasi. Artinya sistem proteksi harus
mampu bekerja sbb:
i. jika terjadi gangguan antara PMT di GI dan PBO di jaringan, maka relai
yang akan bekerja dan melokalisir gangguan adalah relai proteksi di
GI.
ii. Jika terjadi gangguan setelah PBO sebelum SSO dan Pelebur, maka
proteksi yang akan menormalkan jika gangguan temporer dan
melokalisir jika gangguan permanen adalah PBO
iii. Jika terjadi gangguan setelah SSO, maka yang akan menormalkan
jaringan jika terjadi gangguan temporer adalah PBO dan melokalisir
gangguan permanen adalah SSO
iv. Jika ada gangguan setelah PL, maka yang akan menormalkan jaringan
jika terjadi gangguan temporer adalah PBO dan melokalisir gangguan
permanen adalah PL.

5. PENGAMAN LEBUR (FUSE)

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

5.1. FUNGSI PENGAMAN LEBUR

Fuse atau Pengaman Lebur (PL) berfungsi sebagai pengaman pada sistem distribusi
terhadap arus gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi atau trafo distribusi.
Letak pemasangan Fuse / Pengaman Lebur :

 Percabangan JTM / Branch Line


 Sisi primer trafo pada Gardu Distribusi Tiang / Tembok.

5.2. PRINSIP KERJA PENGAMAN LEBUR

Jika arus yang melewati Pengaman Lebur melebihi nilai arus rating nominal dari
Pengaman Lebur maka elemen lebur akan panas dan terus meningkat jika telah
mencapai titik leburnya maka elemen akan melebur. Makin besar arus yang melewati
pelebur, maka eleen lebur akan makin cepat melebur dan demikian juga sebaliknya.
Karena itu karakteristik pelebur adalah inverse, artinya makin besar arus yang
melewati pelebur maka pelebur akan makin cepat putus dan makin kecil arus yang
melewati pebebur, maka akan makin lambat pelebur putus.
Waktu yang diperlukan pelebur mulai dari merasakan arus gangguan sampai dengan
pelebur meleleh, dinamakan waktu lebur atau waktu leleh. Setelah pelebur meleleh,
arus masih tetap mengalir sampai busur api pada anak pelebur padam. Sehingga
waktu pemutusan dari pelebur adalah waktu lebur ditambah waktu busur api. Oleh
karena itu pada pelebur terdapat 2 karakteristik, yaitu karakteristik waktu leleh dan
karakteristik waktu pemutusan.

5.3. KONSTRUKSI PENGAMAN LEBUR

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Pengaman Lebur yang banyak digunakan pada jaringan distribusi adalah jenis letupan
dengan konstruksi type Fuse Cut Out (FCO), seperti gambar 5.1

Fuse tersebut tidak dilengkapi dengan alat peredam busur api, sehingga bila
digunakan untuk daya yang besar maka fuse tidak mampu meredam busur api yang
timbul pada saat terjadi gangguan akibatnya timbul ledakan. Karena itu fuse ini
dikategorikan sebagai pengaman jenis letupan.

Gambar 5.1 Kontruksi Pemasangan Pengaman Lebur TM 20 kV

5.4. KARAKTERISTIK FUSE / PELEBUR

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Ada dua tipe Karakteristik fuse yang banyak digunakan yaitu :

 Fuse Link tipe pemutusan cepat ( K )


 Fuse Link tipe pemutusan lambat ( T ).
Perbedaan antara kedua tipe ini terletak pada kecepatan pemutusannya. Berikut ini
diberikan contoh gambar karakteristik fuse buatan Amerika (Gambar .5.2.a dan
5.2.b.)

Gambar. 5.2.a : Karakteristik Fuse Link Tipe K.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Gambar. 5.2.b : Karakteristik Fuse Link Tipe T.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

5.5. PELEBUR SEBAGAI PENGAMAN TRAFO DISTRIBUSI

5.5.1. Pendahuluan

Proteksi trafo distribusi relatif sederhana dibandingkan dengan proteksi instalasi


tenaga listrik lainnya seperti penyulang, Transformator Tenaga, Generator dan
Transmisi dan busbar. Namun jika tidak di tangani secara benar, akan mengakibatkan
kerugian yang besar karena jumlahnya paling banyak dan efeknya langsung terhadap
pelanggan.

Cara memproteksi trafo distribusi ada dua macam yaitu :

 Tipe CSP (Completely Self Protection)


Proteksinya sudah terpasang di dalam fisik trafo itu sendiri, dengan Pelebur di sisi
primer dan MCB di sisi sekunder.

 Tipe non CSP


Proteksinya dipasang tersendiri di luar fisik trafo, dengan menggunakan relai arus
lebih atau pelebur di sisi primer dan menggunakan pelebur atau MCB di sisi
sekunder.

5.5.2. Batasan Penentuan Proteksi Trafo Distribusi


Dalam menentukan setting relai arus lebih atau pelebur disisi primer, karakteristik
arus-waktu proteksinya adalah sbb:

 Proteksi tidak boleh bekerja (pelebur tidak boleh leleh) akibat arus inrush dan
akibat beban lebih yang masih dapat ditahan trafo.
Oleh karena itu Oleh karena itu karakteristik Proteksi harus lebih lambat dari
karakteristik arus inrush dan ketahanan beban lebih trafo.

Karakteristik arus inrush dan ketahanan beban lebih trafo adalah sbb

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Arus ( x In) Waktu (detik) Keterangan


2 100 Beban lebih
3 10 Arus beban peralihan
6 1 -,,-
12 0,1 -,,-
25 0,01 Arus inrush trafo

 Pelebur harus lebih dahulu bekerja sebelum trafonya rusak.


Batas ketahanan trafo distribusi adalah sbb:

Arus ( x In) Waktu (detik) Keterangan


3 300 Arus lebih/hubung singkat di JTR
4,75 60 -,,-
6,7 30 -,,-
11,3 10 -,,-
25 2 Hubung singkat pada trafo

5.5.3. Rekomendasi arus pengenal pelebur 24 kV jenis letupan sebagai pengaman trafo
distribusi sisi primer*). (SPLN 64:1985, tabel VI.A halaman 31)
Trafo Distribusi Pelebur /Tipe **
Rasio pelebur
Daya Arus arus Pengenal
Pengenal Pengenal (A) Inom.pelebur
(kVA) (A) Minimum Maksimum Inom.trafo
Fasa Tunggal, 20/3 kV
16 1,3856 2H 2H 1,44
25 2,1651 3,15 H 3,15 H 1,45
50 4,3301 5H 6,3 H 1,15; 1,45
Fasa tiga, 20 kV
50 1,4434 2H 2H 1,38
100 2,8867 5H 6,3 K;6,3 T 1,73 ; 2,18
160 4,6188 6,3 H 8 K; 8 T 1,36; 1,73
200 5,7735 6,3 T 10 K; 10 T 1,091;1,73
250 7,2169 8T 12,5 K; 12,5 T 1,10 ; 1,73
315 9,0933 10 T 12,5 K; 12,5 T 1,09 ; 1,37
400 11,5470 12,5 T 16 K; 16 T 1,08 ; 1,38
500 14,4377 16 T 20 K; 20 T 1,10 ; 1,38
630 18,1860 20 T 25 K; 25 T 1,09 ; 1,37
800 23,0940 25 T 31,5 K; 31,5 T 1,08 ; 1,36
1000 28,8675 31,5 T 40 K;40 T 1,09 ; 1,38
Catatan: *)Jika sisi sekunder di pasang pelebur, pelebur sisi primer di koordinasikan,
sehingga arus nominal peleburnya lebih tinggi dari tabel di atas. **)H= tipe tahan
surja kilat, T= tipe lambat, K= tipe cepat

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

5.5.4. Rekomendasi arus pengenal pelebur 24 kV jenis letupan sebagai pengaman trafo
distribusi sisi primer, berikut jenis pembatas arus sisi sekunder (230/400 V) yang
dikoordinasikan.(SPLN 64:1985, tabel VI.B halaman 32)

Trafo Distribusi Pelebur /Tipe Pelebur sekunder

Daya Arus Arus Pengenal 230/400 V

Pengenal Pengenal (A) Arus pengenal

(kVA) (A) Minimum Maksimum Minimum Maksimum

Fasa tunggal , 20/3 kV

16 1,3856 6,3 K 6,3 K 80 100

25 2,1651 6,3T;6,3K 6,3T; 6,3K 125 125

50 4,3301 10T;10K 10T;16K 250 250

Fasa tiga, 20 kV

50 1,4434 6,3K 6,3K 80 100

100 2,8867 6,3T;6,3K 8T;10K 160 200

160 4,6188 10T;10K 12,5T;12,5K 250 250

200 5,7735 10T;16K 12,5T;20K 315 315

250 7,2169 16T;16K 16T;25K 400 400

315 9,0933 20T;20K 25T;31,5K 500 500

400 11,5470 25T;25K 25T;40K 630 630

500 14,4377 25T;31,5K 31,5T;40K 800 800

630 18,1860 40T;40K 40T;63K 1000 1000

800 23,0940 50T;50K 63T;80K 1250*) 1250*)

1000 28,8675 63T;63K 63T;100K 1600*) 1600*)

Catatan : *) diperoleh dengan pelebur paralel

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

5.5.5. Rekomendasi arus pengenal pelebur 24 kV jenis pembatas arus sebagai pengaman trafo
distribusi sisi primer, berikut jenis pembatas arus sisi sekunder (230/400 V) yang
dikoordinasikan. (SPLN 64:1985, tabel VII halaman 34)

Trafo Distribusi 3 Pelebur Primer Pelebur sekunder

Daya Arus arus Pengenal Arus pengenal

pengenal Pengenal (A) (A)

(kVA) (A) Minimum Maksimum Minimum Maksimum

Y,Zn5

50 1,4434 6,3 6,3 80 100

100 2,8867 12,5 16 160 200

160 4,6188 16 20 250 250

200 5,7735 16 20 315 315

250 7,2169 20 25 400 400

D,Yn5

200 5,7735 16 20 315 315

250 7,2169 20 25 400 400

315 9,0933 20 25 500 500

400 11,5470 25 31,5 630 630

500 14,4377 31,5 40 800 800

630 18,1860 40 50 1000 1000

800 23,0940 50 63 1250 1250

1000 28,8675 63 80 1600 1600

Catatan : *) diperoleh dengan pelebur paralel

5.6. PELEBUR SEBAGAI PENGAMAN SUTM

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Pelebur yang dipasang pada SUTM berfungsi untuk proteksi SUTM jika terjadi
gangguan permanen setelah pelebur. Sedangkan jika terjadi gangguan temporer,
gangguan tersebut akan di amankan dan dipulihkan oleh rekloser. Arus pengenal
pelebur yang dipasang untuk pengaman SUTM ditentukan dengan kaidah proteksi
sebagai berikut:
a. Pelebur tidak boleh putus karena arus beban. Untuk pelebur jenis letupan
dengan arus pengenal dibawah 63 Amper, mampu meneruskan arus beban
secara terus menerus sebesar 1,5 kali arus pengenalnya. oleh karena itu arus
pengenal pelebur untuk pengaman SUTM, dipilih sama dengan arus beban
maksimum SUTM atau lebih kecil dariarus nominal penghantar SUTM, namun
tidak boleh putus oleh arus beban normal
b. Pelebur tidak boleh putus akibat arus inrush jaringan. Untuk itu harus di pilih
karakteristik lebur dari pelebur lebih tinggi dari karakteristik arus inrush.
c. Pelebur harus pasti putus pada saat gangguan hubungsingkat yang menjadi
daerah pengamanan pelebur. Untuk itu karakteristik pelebur harus lebih cepat
dari karakteristik arus gangguan hubung singkat.
d. Pelebur harus lebih dulu melebur sebelum SUTM rusak saat ada gangguan
hubung singkat. Untuk itu karakteristik pelebur harus lebih cepat dari
karakteristik ketahanan peralatan SUTM.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

6. KOORDINASI PROTEKSI SISTEM DISTRIBUSI

6.1. Koordinasi Pelebur dengan Pelebur


Pelebur pada SUTM dipasang di percabangan SUTM dan di sisi primer trafo
Distribusi. Untuk itu PL yang dipasang di trafo distribusi dengan yang di percabangan
SUTM harus memenuhi kaidah koordinasi sistem proteksi yaitu:
a. Untuk gangguan setelah pelebur yang paling hilir, PL yang harus melebur dan
putus adalah pelebur yang paling hilir (yang paling dekat dengan titik gangguan)
b. Pelebur di sisi hulu tidak boleh leleh sebelum pelebur di sisi hulu melebur dan
memutuskan busur api
c. Oleh karena itu karakteristil Lebur maksimum dari pelebur sisi hilir harus lebih
cepat dari karakteristik leleh minimum pelebur di sisi hulu.

6.2. Koordinasi Pelebur dengan Reclosser


Pelebur yang dipasang setelah reclosser haris di koordinasi agar memenuhi kaidah
koordinasi sistem proteksi, yaitu:
a. Rekloser di sisi hulu di set dengan karakteristik kerja cepat dan kerja lambat.
Fungsi karakteristik kerja cepat adalah untuk memutuskan gangguan temporer
yang terjadi setelah pelebur, agar gangguan segera hilang sebelum pelebur
meleleh. Untuk itu karakteristik cepat dari rekloser harus lebih cepat dari kurva
leleh minimum pelebur.
b. Jika terjadi gangguan permanen setelah pelebur, maka PL harus melebur sebelum
reklosser buka tutup dan loc-out. Untuk itu karakteristik pelebur harus lebih
cepat dari kurva lambar reclosser, sehingga pelebur akan lebih dulu melebur
sebelum rekloser bekerja pada waktu kerja lambat.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

6.3. Koordinasi rekloser dengan seksionaliser


Seksionaliser hanya dapat berfungsi jika dipasang setelah rekloser. Karena
seksionaliser hanya dapat beroperasi pada saat arus gangguan sudah di putuskan
oleh rekloser. Untuk operasi seksionaliser harus memenuhi kaidah koordinasi sistem
proteksi sbb:
a. Untuk gangguan temporer setelah seksionaliser, harus dapat di hilangkan dengan
buka tutup rekloser. Sehingga dengan operasi kerja cepat rekloser, gangguan
temporer setelah seksionaliser akan dinormalkan kembali oleh rekloser.
b. Untuk gangguan permanen setelah seksionaliser, harus di lokalisir oleh
seksionaliser. Sehingga seksionaliser harus membuka dan melokalisir gangguan
permanen sebelum rekloser bekerja kembali dan loc-out.
c. Untuk itu seksionaliser di set 2 kali menghitung arus gangguan untuk membuka
dan lock-out dan reklosser di set 2 kali reklose atau 3 kali reklose, untuk memberi
kesempatan seksionaliser melokalisir gangguan permanen setelah seksionaliser.

6.4. Koordinasi Rekloser dengan rekloser


Rekloser dapat di pasang secara seri untuk proteksi SUTM dengan jumlah maksimum
rekloser yang dipasang seri sebanyak 3 buah. Jika reksloser dipasang seri, maka
rekloser dengan rekloser tersebut harus di koordinasi.

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Kaidah koordinasi antar rekloser adalah sbb:


a. Jika ada gangguan temporer setelah rekloser sisi hilir, maka yang harus buka
tutup untuk menghilangkan gangguan temporer adalah rekloser yang paling
dekat dengan titik gangguan.
b. Jika terjadi gangguan permanen setelah rekloser di sisi hilir, maka yang harus
buka tutup dan loc-out adalah rekloser yang paling dekat dengan titik gangguan.
c. Untuk itu karakteristrik cepat maupun karakteristik lambat dari rekloser di sisi
hilir harus lebih cepat dari rekloser di sisi hulu.

6.5. Koordinasi Relai Arus Lebih dengan Rekloser


Relai arus lebih yang dipasang di GI atau di GH harus di koordinasi dengan rekloser
yang dipasang dijaringan SUTM. Agar memenuhi kaidah koordinasi sistem proteksi,
maka:
a. Untuk gangguan temporer setelah rekloser, maka yang harus bekerja untuk
menormalkan gangguan temporer adalah rekloser.
b. Untuk gangguan permanan setelah rekloser, maka yang harus bekerja untuk
melokalisir gangguan permanen adalah adalah rekloser.
c. Untuk itu karakteristik waktu kerja rekloser harus lebih cepat dari karakteristik
waktu kerja rele arus lebih

6.6. Koordinasi Relai arus lebih dengan relai arus lebih


Relai arus lebih yang dipasang di GI dan di GH harus di koordinasi agar gangguan
dapat di lokalisisr sesuai lokasi gangguan. Untuk koordinasi antar relai arus lebih
adalah sbb>
a. Relai arus lebih di GI harus mendeteksi gangguan sampai di ujung Jaringan yang
di amankan, agar berfungsi sebagai pengaman cadangan untuk gangguan setelah
GH.
b. Relai tidak boleh trip karena arus beban, untuk itu relai arus lebih harus di set
lebih besar dari arus beban maksimum.
c. Relai tidak boleh trip karena arus inrush, untuk itu seting waktu kerja relai arus
lebih tidak boleh terlalu kecil agar tidak trip karena arus inrush.
d. Untuk gangguan setelah GH, relai yang harus bekerja adalah rele arus lebih di GH.
Untuk itu karakteristik waktu kerja relai arus lebih di GH harus lebih cepat dari
karakteristik waktu kerja relai arus lebih di GI

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi


PT PLN (PERSERO) PUSDIKLAT

Proteksi Sistem Distribusi Pembidangan Prajabatan Enjiner Distribusi

Anda mungkin juga menyukai