1. FILOSOPI PROTEKSI
Sistem proteksi tenaga listrik berfungsi untuk mengurangi terjadinya gangguan secara
meluas dengan cara berikut :
d. Operasi dan pemeliharaan yang baik sesuai standar O & M peralatan instalasi
tenaga listrik
Sistem proteksi juga berfungsi untuk mengurangi akibat gangguan yang meluas,
dengan cara:
Persyaratan yang harus dimiliki oleh alat pengaman atau sistem pengaman yaitu:
1. Sensitifitas (kepekaan)
Suatu pengaman bertugas mengamankan suatu alat atau bagian tertentu dari
sistem tenaga listrik. Tugas suatu pengaman mendeteksi adanya gangguan
yang terjadi didaerah pengamanannya. Relai pengaman harus cukup sensitif,
untuk mendeteksi dengan nilai minimum dan bila perlu mentripkan PMT atau
memutus pelebur untuk memisahkan bagian yang terganggu dengan bagian
yang sehat. Relai yang sensitif adalah relai yang mampu mendeteksi ketidak
normalan atau gangguan untuk gangguan yang minimum.
2. Selektifitas (ketelitian)
3. Keandalan ( Realibilitas)
Dalam keadaan normal pengaman tidak boleh bekerja, tetapi harus pasti
dapat bekerja bila diperlukan. Pengaman tidak boleh salah bekerja, jadi
susunan alat-alat pengaman harus dapat diandalkan. Keandalan keamanan
tergantung kepada desain, pengerjaan dan perawatannya. Pengaman
dikatakan andal jika pada saat ada gangguan selalu bekerja sesuai fungsinya,
dan pada saat kondisi normal tidak salah kerja.
4. Kecepatan (Speed)
Pola pengaman sistem tenaga listrik dibedakan sesuai dengan tingkat Zona
Pengamanan dan tanggung jawab masing-masing (sesuai gambar 2.1).
Akan tetapi bila dalam penyaluran energi listrik dari pembangkit langsung ke sistem
20 Kv, maka hanya ada dua pengaman yaitu, sistem proteksi pembangkit dan sistem
proteksi distribusi.
Yang dimaksud perangkat sistem proteksi adalah rangkaian peralatan proteksi antara
komponen satu dengan lainnya sehingga membentuk suatu sistem pengaman yang
dapat berfungsi sesuai dengan maksud pengaman/ proteksi.
1. Rele
2. CT - PT
3. PMT
5. Wiring
1.4.1. Rele
Rele berfungsi untuk menilai besaran listrik yang di ukur. Apakah besaran listrik
tersebut dalam batasan normal atau tidak. Ada berbagai jenis rele pada sistem
proteksi sesuai dengan peralatan yang akan diamankan/ diproteksi. Pada
umumnya untuk proteksi pada sistem distribusi yang banyak digunakan adalah
sbb:
Rele ini akan bekerja bila arus yang melewati sensor rele besarnya melebihi arus
yang disetting pada rele, sehingga kontak rele menutup dan mengirimkan sinyal
pada coil PMT untuk memerintahkan PMT bekerja.
Demikian Juga untuk tegangan yang besar perlu diturunkan menjadi tegangan
yang kecil karena rele didesain untuk dialiri tegangan yang kecil. Peralatan untuk
menurunkan tegangan tersebut dinamakan Trafo Tegangan / Potential
Transformer (PT). Contoh Rasio PT : 20000/ 100 Volt = 200 kali .
Batere dalam sistem proteksi berfungsi sebagai tenaga yang memasok ke rele
maupun sistem kontrol di mekanisme penggerak. Tegangan DC diperoleh dari
penyearah/ Rectifier. Namun, baterai / catu daya juga diperlukan sebagai back-
up bila terjadi kegagalan dari rectifier untuk menginjeksi tegangan supaya rele
dan PMT dapat bekerja. Untuk dapat siap bekerja maka rele harus mendapat
tegangan secara terus menerus sesuai dengan tegangan nominal yang diperlukan
suatu rele dan PMT. Baterai merupakan sumber tegangan DC misalnya yg
diperlukan tegangan 24, 48, dan 110 Volt.
1.4.4. Wiring
Karena tahanannya tinggi, maka arus gangguan satu fasa ke tanahnya rendah,
<25 Amper.
Diperlukan rele yang sensitif untuk dapat mendeteksi arus gangguan tanah yang
kecil.
Proteksi terpasang:
langsung.
Kawat Netral ditanahkan di setiap tiang sepanjang JTM dan JTR, dipergunakan
sebagai netral bersama TM & TR (Common Neutral).
Karena tahanannya sangat kecil, maka arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke
tanahnya sangat besar, sehingga diperlukan rele yang dapat bekerja dengan
cepat.
Pola ini diterapkan di PLN Sistem Distribusi Jawa Tengah dan DIY.
Proteksi terpasang:
Y
Solid Grounding
Pola ini diterapkan di PLN Sistem Distribusi Jawa Barat, Jakarta dan Luar Jawa.
Karena tahanannya relatif rendah, maka arus gangguan satu fasa ke tanahnya
relatif tinggi, sehingga diperlukan rele yang dapat bekerja dengan cepat.
Proteksi terpasang:
PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman Lebur (PL) jenis Fuse Cut Out
(FCO).
Pada sistem Spindle dengan saluran kabel, pengamannya dengan rele arus lebih
tanpa penutup balik (atau di blok) dan atau pelebur.
NGR
Y
40 Ohm
Pola ini pernah ada dan terakhir diterapkan di Sulawesi dan Sumatera Selatan/
Jambi. Karena sistem 6 KV telah diganti menjadi 20 KV, maka pola IV ini sudah
tidak dikembangkan lagi.
a. PENGENALAN
Relai arus lebih adalah suatu relai yang bekerja berdasarkan adanya kenaikan
arus yang melebihi nilai settingnya.
Relai arus lebih berfungsi sebagai:
- Pengaman gangguan hubung singkat antar fasa maupun fasa ke tanah
- Pengaman beban lebih
- Pengaman utama atau cadangan
Aplikasi
Relai arus lebih digunakan sebagai:
- Pengaman utama jaringan tegangan menengah (Distribusi)
- Pengaman utama untuk trafo tenaga kapasitas kecil, tapi sebagai pengaman
cadangan untuk Trafo tenaga kapasitas besar.
- Pengaman untuk generator dengan kapasitas kecil (5 MW ke bawah).
c. PRINSIP KERJA
Bila arus mengalir dalam kumparan K dan dengan adanya lilitan prager
(shading ring), maka piringan akan berputar.
Bila arus melebihi nilai setting, maka flux magnit akan menarik lengan L,
sehingga poros dan ulir s menekan roda gigi, maka roda gigi akan naik
menutup kontak gerak.
Terdiri dari:
- Rangkaian pemgubah arus AC menjadi tegangan DC dan diukur oleh R
setting.
- Level detector yang membandingkan tegangan inputnya dengan set
levelnya (tegangan referensinya).
- Bila V input > V ref maka muncul V out, dan Vout akan mengerjakan
relai RL.
Relai arus lebih untuk gangguan antar fasa yaitu gangguan 3 fasa atau 2 fasa,
digunakan 3 buah relai arus lebih atau 2 buah relai arus lebih. Relai arus lebih dapat
juga digunakan sebagai pengaman gangguan fasa-tanah.
f. SETTING
b. Plug Setting
Penyetelan arus Is dapat dilakukan langsung dengan memilih besaran
arus pada plug setting.
Bila kedua besaran ini (MPS dan ts) diketahui maka td (ti me
dial) dapat dipilih/ disetel.
4.1. RECLOSSER
Reclosser adalah alat pada sistem proteksi yang berfungsi untuk menutup kembali
PMT secara otomatis pada saat PMT trip karena ada gangguan. Pada sistem Distribusi
tegangan menengah, reclosser hanya digunakan untuk Saluran Udara Tegangan
Menengah (SUTM). Jika gangguannya pada SUTM tersebut adalah gangguan
sementara (temporer) maka pada saat reclosser bekerja, SUTM akan normal kembali.
Jika gangguannya pada SUTM tersebut adalah gangguan tetap (permanen), maka pada
saat reclosser bekerja PMT akan lepas kembali dan SUTM akan dilokalisir.
Rekloser dapat di pasang di Kubikel Gardu Induk maupun di jaringan. Rekloser yang
dipasang di kubikel gardu induk merupakan rele rekloser yang menjadi satu kesatuan
sistem proteksi yang terpasang di kubikel. Sistem proteksi tersebut adalah releai arus
lebih (OCR), Relai Gangguan Tanah (GFR), Reclosing Relai (Reclosser) dan perangkat
lainnya yaitu CT, PMT, batere dan wiring.
Recloser yang di pasang di jaringan merupakan satu kesatuan sistem proteksi yang
terdiri dari PMT, sistem Control yang berisi relai arus lebih, relai gangguan tanah dan
reclosing relai, yang terangkai melalui kabel kontrol dan power suplai. Reclosser ini
biasa juga di sebut Penutup Balik Otomatis (PBO) atau Pul Mounted Reclosser (PMR).
BUSBAR 20KV
PL 1
SUTM
PMT PBO
PL 2
OCR /GFR
b. Reset otomatis :
Bila gangguan telah hilang pada operasi cepat , maka PBO akan reset kembali
ke status awal, dan bila muncul gangguan setelah waktu reset , PBO mulai
menghitung lagi dari awal .
a. Waktu kerja relai yaitu waktu dari sejak ada gangguan sampai relai memerintahkan
PMT untuk trip. Waktu ini sesuai setelai waktu kerja relai.
b. Waktu trip PMT yaitu waktu dari sejak PMT mendapat order trip dari relai sampai
PMT Membuka. Waktu ini dipengaruhi kemampuan sistem penggerak PMT.
c. Waktu busur adalah waktu dari sejak PMT membuka sampai busur api padam dan
arus listrik terputus (Arching time). Waktu ini tergantung kemampuan PMT
memadamkan busur api, yang tergantung dari media pemadam busur api dan
kecepatan kontak PMT membuka.
d. Waktu Pemutusan (Clearing time) adalah waktu dari sejak PMT mendapat order
trip dari Relai sampai busur api padam dan arus gangguan putus.
e. Waktu reclose yaitu waktu sejak PMT trip sampai PMT diperintahkan masuk
kembali. Waktu ini dipengaruhi kesiapan mekanisme penggerak PMT untuk
mengisi energi mekanik guna menggerakan moving kontak PMT
f. Reclaim time adalah waktu yang diperlukan oleh recloser untuk dapat menutup
PMT kembali dari sejak PMT trip.
Rekloser dapat di setel dengan jumlah reclose maksimum 3 kali. Waktu dari mulai PMT
trip sampai recloser memerintahkan PMT masuk kembali dinamakan “reclose time”.
Namun karena jika gangguannya permanen dan akan berisiko jika jaringan diberikan
tegangan berkali kali. Untuk itu perlu pertimbangan yang matang jika diperlukan
sampai 3 kali reclosse.
Pada umumnya untuk jarak 2 km dari gardu induk, jaringan masih bersih dan berlokasi
di pemukiman padat penduduk. Gangguan yang terjadi pada lokasi dekat dengan
gardu induk kebanyakan gangguan permanen. Untuk itu rekloser pada umumnya
dipasang di jaringan dilokasi sebelum jaringan memasuki daerah luar kota yang rawan
terjadinya gangguan temporer. Jumlah reclosser yang dipasang seri pada SUTM,
maksimum 3 buah. Pada Umumnya cukup dengan 1 buah reklosser yang di seri dengan
1 atau 2 buah seksionaliser.
t1, maka SSO 2 akan masuk sehingga Zone 3 akan bertegangan sampai
SSO3. Karena gangguannya permanen, maka pada saat SSO2 masuk, relai
akan mendeteksi adanya gangguan dan PMT di GI akan trip kembali. SSO 2
merasakan masuk dengan waktu bertegangan sesaat selama t2. Sehingga
pada saat PMT trip yang kedua, SSO2 akan mengunci dan Lock out.
Demikian juga SSO 3 yang merasakan bertegangan sesaat selama kurang
dari t2 akan terus membuka dan lock out. Dengan demikian Z3 telah di
lokalisir. Setelah waktu reclose kedua di capai, PMT akan masuk kembali
dan tegangan masuk di Z1 sampai SSO1, SSO 1 akan masuk setelah waktu t1
sehingga Z2 bertegangan sampai SSO2. Namun SSO 2 sudah lock out dan
tegangan hanya sampai zone 2. Untuk kelangsungan pelayanan, Zone 4
dapat di pasok dari arah GI lain.
Y
Solid Grounding
Fuse atau Pengaman Lebur (PL) berfungsi sebagai pengaman pada sistem distribusi
terhadap arus gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi atau trafo distribusi.
Letak pemasangan Fuse / Pengaman Lebur :
Jika arus yang melewati Pengaman Lebur melebihi nilai arus rating nominal dari
Pengaman Lebur maka elemen lebur akan panas dan terus meningkat jika telah
mencapai titik leburnya maka elemen akan melebur. Makin besar arus yang melewati
pelebur, maka eleen lebur akan makin cepat melebur dan demikian juga sebaliknya.
Karena itu karakteristik pelebur adalah inverse, artinya makin besar arus yang
melewati pelebur maka pelebur akan makin cepat putus dan makin kecil arus yang
melewati pebebur, maka akan makin lambat pelebur putus.
Waktu yang diperlukan pelebur mulai dari merasakan arus gangguan sampai dengan
pelebur meleleh, dinamakan waktu lebur atau waktu leleh. Setelah pelebur meleleh,
arus masih tetap mengalir sampai busur api pada anak pelebur padam. Sehingga
waktu pemutusan dari pelebur adalah waktu lebur ditambah waktu busur api. Oleh
karena itu pada pelebur terdapat 2 karakteristik, yaitu karakteristik waktu leleh dan
karakteristik waktu pemutusan.
Pengaman Lebur yang banyak digunakan pada jaringan distribusi adalah jenis letupan
dengan konstruksi type Fuse Cut Out (FCO), seperti gambar 5.1
Fuse tersebut tidak dilengkapi dengan alat peredam busur api, sehingga bila
digunakan untuk daya yang besar maka fuse tidak mampu meredam busur api yang
timbul pada saat terjadi gangguan akibatnya timbul ledakan. Karena itu fuse ini
dikategorikan sebagai pengaman jenis letupan.
5.5.1. Pendahuluan
Proteksi tidak boleh bekerja (pelebur tidak boleh leleh) akibat arus inrush dan
akibat beban lebih yang masih dapat ditahan trafo.
Oleh karena itu Oleh karena itu karakteristik Proteksi harus lebih lambat dari
karakteristik arus inrush dan ketahanan beban lebih trafo.
Karakteristik arus inrush dan ketahanan beban lebih trafo adalah sbb
5.5.3. Rekomendasi arus pengenal pelebur 24 kV jenis letupan sebagai pengaman trafo
distribusi sisi primer*). (SPLN 64:1985, tabel VI.A halaman 31)
Trafo Distribusi Pelebur /Tipe **
Rasio pelebur
Daya Arus arus Pengenal
Pengenal Pengenal (A) Inom.pelebur
(kVA) (A) Minimum Maksimum Inom.trafo
Fasa Tunggal, 20/3 kV
16 1,3856 2H 2H 1,44
25 2,1651 3,15 H 3,15 H 1,45
50 4,3301 5H 6,3 H 1,15; 1,45
Fasa tiga, 20 kV
50 1,4434 2H 2H 1,38
100 2,8867 5H 6,3 K;6,3 T 1,73 ; 2,18
160 4,6188 6,3 H 8 K; 8 T 1,36; 1,73
200 5,7735 6,3 T 10 K; 10 T 1,091;1,73
250 7,2169 8T 12,5 K; 12,5 T 1,10 ; 1,73
315 9,0933 10 T 12,5 K; 12,5 T 1,09 ; 1,37
400 11,5470 12,5 T 16 K; 16 T 1,08 ; 1,38
500 14,4377 16 T 20 K; 20 T 1,10 ; 1,38
630 18,1860 20 T 25 K; 25 T 1,09 ; 1,37
800 23,0940 25 T 31,5 K; 31,5 T 1,08 ; 1,36
1000 28,8675 31,5 T 40 K;40 T 1,09 ; 1,38
Catatan: *)Jika sisi sekunder di pasang pelebur, pelebur sisi primer di koordinasikan,
sehingga arus nominal peleburnya lebih tinggi dari tabel di atas. **)H= tipe tahan
surja kilat, T= tipe lambat, K= tipe cepat
5.5.4. Rekomendasi arus pengenal pelebur 24 kV jenis letupan sebagai pengaman trafo
distribusi sisi primer, berikut jenis pembatas arus sisi sekunder (230/400 V) yang
dikoordinasikan.(SPLN 64:1985, tabel VI.B halaman 32)
Fasa tiga, 20 kV
5.5.5. Rekomendasi arus pengenal pelebur 24 kV jenis pembatas arus sebagai pengaman trafo
distribusi sisi primer, berikut jenis pembatas arus sisi sekunder (230/400 V) yang
dikoordinasikan. (SPLN 64:1985, tabel VII halaman 34)
Y,Zn5
D,Yn5
Pelebur yang dipasang pada SUTM berfungsi untuk proteksi SUTM jika terjadi
gangguan permanen setelah pelebur. Sedangkan jika terjadi gangguan temporer,
gangguan tersebut akan di amankan dan dipulihkan oleh rekloser. Arus pengenal
pelebur yang dipasang untuk pengaman SUTM ditentukan dengan kaidah proteksi
sebagai berikut:
a. Pelebur tidak boleh putus karena arus beban. Untuk pelebur jenis letupan
dengan arus pengenal dibawah 63 Amper, mampu meneruskan arus beban
secara terus menerus sebesar 1,5 kali arus pengenalnya. oleh karena itu arus
pengenal pelebur untuk pengaman SUTM, dipilih sama dengan arus beban
maksimum SUTM atau lebih kecil dariarus nominal penghantar SUTM, namun
tidak boleh putus oleh arus beban normal
b. Pelebur tidak boleh putus akibat arus inrush jaringan. Untuk itu harus di pilih
karakteristik lebur dari pelebur lebih tinggi dari karakteristik arus inrush.
c. Pelebur harus pasti putus pada saat gangguan hubungsingkat yang menjadi
daerah pengamanan pelebur. Untuk itu karakteristik pelebur harus lebih cepat
dari karakteristik arus gangguan hubung singkat.
d. Pelebur harus lebih dulu melebur sebelum SUTM rusak saat ada gangguan
hubung singkat. Untuk itu karakteristik pelebur harus lebih cepat dari
karakteristik ketahanan peralatan SUTM.