Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSHIP

TB PARU

Disusun oleh:
Aprilyya Azzahra Bandangan

Dokter Pendamping :
dr. Andreas Widjaja, Sp. PD
dr. Wydia Potabuga

RSUD KOTA KOTAMOBAGU

KOTA KOTAMOBAGU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus (lapkas) dengan tema
“TB PARU” dalam rangka melengkapi persyaratan program internsip periode Februari 2019 -
Februari 2020 di RSUD Kota Kotamobagu.

Dalam kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa terimakasih kepada dokter
pembimbing yang telah memotivasi, membimbing, dan mengarahkan penulis selama
menjalani program internsip dan dalam menyusun tulisan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itulah, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Kotamobagu, Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI
LAPORAN KASUS.................................................................................................1
KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................ 3
BAB I ....................................................................................................................... 4
LAPORAN KASUS.................................................................................................4
A. IDENTITAS PASIEN ............................................................................... 4

B. ANAMNESIS............................................................................................ 4

C. PEMERIKSAAN FISIK ........................................................................... 5

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................. 6

E. DIAGNOSIS KERJA ................................................................................ 7

F. PENATALAKSANAAN .......................................................................... 7

G. PROGNOSIS ............................................................................................. 7

BAB II...................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 8
A. PENDAHULUAN ..................................................................................... 8

B. EPIDEMIOLOGI ...................................................................................... 9

C. ETIOLOGI ................................................................................................ 9

D. PATOGENESIS ...................................................................................... 10

E. MANIFESTASI KLINIS ........................................................................ 13

F. DIAGNOSIS ........................................................................................... 14

G. TATALAKSANA ................................................................................... 22

H. KOMPLIKASI ........................................................................................ 27

I. PROGNOSIS ........................................................................................... 27

BAB III .................................................................................................................. 28


PEMBAHASAN ....................................................................................................28
BAB IV .................................................................................................................. 33
KESIMPULAN ......................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 34
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. TS
No. CM : 057281
TTL/Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Poyowa
Tgl Masuk RS : 25 Maret 2019
Tgl Keluar RS : 28 Maret 2019

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD KK dengan keluhan batuk berdahak yang dirasakan sejak
1 bulan yang lalu. Dahak kental berwarna kuning. Pasien sudah sering berobat ke
puskesmas namun batuknya tidak pernah hilang. Selain itu, pasien juga mengeluh demam
sejak 1 bulan yang lalu, sering berkeringat dingin pada malam hari, nafsu makan berkurang
sejak 1 bulan terakhir sehingga pasien merasa badanya semakin kurus.
Selain itu, pasien juga sering merasa mual namun tidak sampai muntah. Pasien
menyangkal adanya nyeri pada ulu hati. Kadang-kadang pasien juga mengeluhkan
kepalanya terasa pusing dan badannya terasa lemas sehingga pasien tidak dapat melakukan
pekerjaannya lagi.
Buang air kecil normal dengan frekuensi 3-4x/hari, warna kuning jernih, Sejak 1
minggu yang lalu pasien mengalami BAB encer namun tidak disertai dengan lendir
maupun darah. Warna kekuningan dan frekuensi BAB 1-2x/hari.
Riwayat Penyakit Dahulu :
o Keluhan serupa (-)
o Riwayat penyakit lain (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
o Keluhan serupa (-)
Riwayat Personal Sosial :
o Riwayat kontak dengan penderita batuk lama tidak jelas (-)
o Pasien merupakan seorang pekerja tambang, 2 bulan terakhir sudah tidak bekerja
akibat penyakitnya

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. KEADAAN UMUM & TANDA VITAL
 Keadaan Umum : Tampak sakit
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 110/70
Nadi : 82 kpm
Respirasi : 22 kpm
Temperatur : 37,1ºC
2. STATUS GENERALISATA
 KEPALA :
Inspeksi : Normocephal, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
bibir tidak sianosis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
 LEHER :
Inspeksi : Tidak ada tanda trauma/inflamasi
Palpasi : Limfonodi multiple ± 1 cm, tidak nyeri tekan
 THORAX :
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : Simetris, tidak ada nyeri tekan
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan simetris
Palpasi : Vocal fremitus normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, rhonki +/+ (rhonki basah kasar pada
apeks dan medial paru kanan, rhonki basah pada apeks dan basalparu sinistra),
wheezing -/-
Cor
Perkusi : Batas atas jantung kanan pada SIC II parasternalis dextra, batas
atas jantung kiri pada SIC II parasternalis sinistra, batas bawah jantung kanan
pada SIC IV parasternalis dextra, dan batas bawah jantung kiri pada SIC V LMC
sinistra
Auskultasi : SI tunggal, SII split, bising tidak ada
 ABDOMEN :
Inspeksi : Flat, ikut gerak nafas, tidak ada tanda trauma/inflamasi
Auskultasi : Peristaltik normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, tidak nyeri tekan, hepar lien tidak teraba
 EKSTREMITAS :
SUPERIOR :
Akral hangat, CRT <2detik, tidak ada edema
INFERIOR :
Akral hangat, CRT <2detik, tidak ada edema

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium:
LABORATORIUM
HEMATOLOGI
Hasil
Nilai Normal
Parameter Pemeriksaan
(Satuan)
25-03-19
Hemoglobin 13,7 10,7-14,7 g/dl
Leukosit 10,6 4,5-10,0 ribu/ul
Eritrosit 5,0 3,70-5,70 juta/ul
Hematokrit 37,7 31-43 vol %
Trombosit 459 150-400 ribu/ul
MCV 74,4 72-88 fl
MCH 27,0 23-31 pg
MCHC 36 32-36 %
Hitung Jenis
Eosinofil 0,10 10,7-14,7 %
Limfosit 35,3 25-50%
Basofil 0,20 0-1,00%
Netrofil 42,2 25-60 ribu/ul
Monosit 5,20 1,00-6,00 ribu/ul

 Pemeriksaan Sputum BTA

Tanggal Spesimen Hasil


Pemeriksaan Dahak +++ ++ + 1-0 negatif
25/3/2019 S (Sewaktu) √
26/3/2019 P (Pagi) √
26/3/2019 S (Sewaktu) √

E. DIAGNOSIS KERJA
TB Paru

F. PENATALAKSANAAN
O2 NK 2-4 lpm
Infus RL 17 tpm
Ceftriaxon 1gr/12 jam/IV
Ranitidine /12 jam/IV
Ambroxol 3x1 PO
Paracetamol 3x1 PO
Salbutamol 3x4mg PO

G. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini merupakan organisme patogen maupun
saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen, tetapi hanya strain bovin dan human
yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran panjang 1- 10 µm, lebar
0,2 – 0,6 µm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah. Kuman tersebut dapat
menyerang bagian-bagian tubuh seperti tulang, sendi, usus, kelenjar limfe, selaput otak
dan terutama paru-paru.
Tuberkulosis (TB) adalah pembunuh nomor satu di antara penyakit menular
dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit
pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. Karena besarnya angka kematian akibat
TB, maka peranan diagnosis dan perawatan menjadi sangat penting. Pemeriksaan
mikroskopik bakteriologi masih merupakan cara rutin yang digunakan, yaitu dengan
menemukan Bakteri Tahan Asam (BTA) untuk menegakkan diagnosis penderita TB
paru, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Pemeriksaan 3 spesimen
dahak (Sewaktu – Pagi – Sewaktu / SPS) secara mikroskopis langsung menjadi pilihan,
karena nilainya setara dengan pemeriksaan dahak dengan metode kultur yang relatif
lebih mahal dan memerlukan waktu lebih lama.
Banyak hal yang mempengaruhi kepositifan BTA dalam pemeriksaan apusan
langsung antara lain kualitas specimen dahak, jumlah atau konsentrasi kuman, luas lesi
di paru, dan teknik pemeriksaan. Untuk mendapatkan hasil positif BTA dalam sputum,
maka di dalam sediaan tersebut harus terkandung 5.000 kuman TB/mL dahak. Banyak
pemeriksaan mikrobiologi yang telah diperkenalkan, tetapi pemeriksaan deteksi antigen
kuman TB melalui kultur atau molekuler (Polymerase Chain Reactions/PCR)
merupakan baku emas. Pemeriksaan lain seperti fluoresensi, Rapid Diagnostic Test dan
lain-lain mempunyai keunggulan sendiri-sendiri. Pemeriksaan fluorosensi dapat
memeriksa 15 kali lebih banyak sediaan dalam waktu yang sama dan memperoleh hasil
positif. Pemeriksaan dengan ICT TB merupakan uji serologi dengan teknik
imunodiagnosis. Uji ini dikembangkan untuk mendeteksi respon antibodi yang
signifikan terhadap antigen Mycobacterium Tuberculosis (metode ini sekarang tidak
direkomen oleh Kemenkes).
B. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia ini.
Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis
sebagai Global Emergency. Pada tahun 2011, diperkirakan 8,7 juta kasus insiden TB
secara keseluruhan, sama dengan 125 kasus TB/100.000 penduduk. Kasus yang
terbanyak terdapat di Asia (59%) dan Afrika (26%). Diperkirakan angka kematian
akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun.1
TB di Indonesia masih merupakan masalah utama penyakit infeksi di
komunitas, dengan sekurang-kurangnya ditemukan 429.730 kasus baru dan 66.000
kematian tiap tahun akibat TB. Menurut Global TB Report WHO 2011, Indonesia
berada pada urutan ke empat negara dengan beban penderita TB yang tinggi di dunia
setelah China, India, dan Afrika selatan.
Namun Negara kita berhasil mencapai target Millenium Development Goals
(MDGs) untuk TB di tahun 2006, yaitu 70% penemuan kasus baru BTA positif dan
85% kesembuhan. Meskipun program pengendalian TB Nasional telah berhasil
mencapai target MDGs, akan tetapi di sebagian besar rumah sakit, klinik dan praktek
swasta penatalaksanaan TB belum sesuai dengan strategi DOTS ataupun Standar
Pelayanan sesuai International Standards for Tuberculosis Care (ISTC).2,3
Pengendalian TB dipersulit dengan munculnya Multi Drug-Resistant
Tuberkulosis (MDR-TB) atau bahkan Extremely Drug-Resistant TB (XDR-TB).
C. ETIOLOGI
Mycobacterium Tuberculosis adalah basil gram positif, hidup secara obligat
aerob, tidak berspora dan tidak bergerak. Berukuran panjang 1- 10 µm, lebar 0,2 – 0,6
µm, memiliki dinding sel kaya lipid yang dapat melindungi bakteri dari serangan
antibodi dan komplemen. Tumbuh sangat pelan, butuh sekitar 3-6 minggu untuk
mengisolasi bakteri dari spesimen klinis di agar Lowenstein Jensen, Ogawa. Tahan
terhadap suhu rendah, sehingga dapat hidup dalam jangka waktu lama pada suhu antara
4oC sampai -70oC. Sangat peka terhadap panas, sinar matahari, dan sinar UV. Dalam
dahak pada suhu 30-37oC akan mati dalam waktu kurang lebih 1 minggu. Uji
sensitivitas obat membutuhkan 4 minggu. Ciri khas bakteri ini adalah tahan asam, yaitu
kemampuan membentuk kompleks mikolat berwarna kemerahan bila diwarnai dengan
pewarna arilmetan dan mempertahankan warnanya walau dicuci dengan etanol.1,4
Mycobacterium Tuberculosis merupakan penyebab penyakit tuberkulosis (TB),
Mycobacterium Leprae menyebabkan penyakit kusta, Mycobacterium Avium-
intercellulare (M. Avium Complex atau MAC) dan mycobacterium atipik lainnya sering
menginfeksi penderita AIDS, menjadi patogen oportunistik pada pasien dengan sistem
imun yang rendah (immunocompromised), meskipun kadangkala menyebabkan infeksi
juga pada pasien dengan sistem imun yang normal. Terdapat lebih dari 50 spesies
Mycobacterium, banyak diantaranya bersifat saprofit.
D. PATOGENESIS
Paru merupakan port de entre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB
dalam droplet berukuran panjang 1- 10 µm, lebar 0,2 – 0,6 µm terhirup dan masuk ke
dalam alveolus. Pada sebagian kasus kuman TB akan dihancurkan sepenuhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis spesifik.
Akan tetapi pada sebagian besar kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan.
Pada kasus ini, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar
dihancurkan, akan tetapi sebagian kecil kuman yang tidak dapat dihancurkan akan terus
berkembang biak didalam makrofag yang kemudian akan menyebabkan lisis makrofag,
lalu kuman TB akan membentuk lesi pada tempat tersebut, yang dinamakan fokus
primer (fokus Ghon). 1,2,3
Dari fokus primer, kuman TB menyebar secara limfogen, penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi saluran limfe (limfangitis) dan dikelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus bawah/tengah, kelenjar
limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe perihiler, sedangkan jika focus primer terletak
di apeks paru yang terlibat adalah kelenjar paratrakheal. Gabungan antara focus primer,
limfadenitis, dan limfangitis dinamakan kompleks primer. 1,2,3
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB sampai terbentuknya
kompleks primer disebut masa inkubasi yang terjadinya bervariasi selama 2-12 minggu,
seringnya berlangsung selama 4-8 minggu, selama masa ini kuman berkembang biak
mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas
seluler. 1,2,3
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan terjadi. Setelah
terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB telah terbentuk, yang dapat
diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap protein tuberkel. Selama masa
inkubasi uji tuberkulin negatif. Jika imunitas selular telah terbentuk, kuman TB yang
masuk ke dalam alveolus akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik. 1,2,3
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer dijaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi
nekrosis perkejuan dan enkapulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami
fibrosis dan enkapulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus
primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-
tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB. 1,2,3
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian
tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di
jaringan paru (kavitas). 1,2,3
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara
limfohematogen. Penyebaran hematogen langsung adalah saat kuman masuk ke dalam
sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah
yang menyebabkan TB disebut penyakit sistemik. 1,2,3
Penyebaran hematogen yang sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala
klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ diseluruh tubuh, bersarang
pada organ yang memilki vaskularisasi dengan baik, seperti apeks paru, limpa dan
kelenjar limfe superfisialis. Selain itu dapat juga bersarang di organ lain seperti otak,
hati, tulang, ginjal dan lainnya. Pada umumnya kuman disarang tersbut masih hidup
tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks
paru disebut fokus simons, yang dikemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan
terjadi TB paru saat dewasa.1,2,3
Bentuk penyebaran hematogen lainnya adalah penyebaran hematogenik
generalisata (acute generalized hematogenic spread) yang menyebabkan kuman TB
masuk dan beredar didalam darah ke seluruh tubuh. Hal ini menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit secara akut, yang disebut TB diseminata, timbul pada waktu
2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulanya penyakit tergantung pada jumlah virulensi
kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi
infeksi TB. 1,2,3
Bentuk penyebaran yang sering terjadi adalah protacted hematogenic spread,
yang terjadi bila suatu focus perkejuan pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga
sebagian besar kuman TB akan beredar didalam darah, secara klinis tidak dapat
dibedakan dengan acute generalized hematogenis spread.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat). (1-6)

1. Gejala respiratorik
a) Batuk > 2 minggu
b) Batuk darah dapat terjadi akibat banyak hal yaitu: tuberkulosis, brokiektasis,
abses paru, ca paru, dan bronchitis kronik. Namun diantara banyak penyebab,
yang paling sering adalah tuberculosis. Adanya infeksi pada paru dapat
menyebabkan nekrosis pada parenkim paru yang akan menimbulkan proses
perkejuan. Apabila dibatukkan, bahan cair dari perkejuan tersebut akan keluar
dan meninggalkan lubang yang disebut kavitas. Kavitas ini lama-lama akan
menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar dan terjadilah
sklerotik. Jika terjadi peradangan arteri di dinding kavarne akan mengakibatkan
pecahnya vasa darah. Jika vasa darah pecah maka darah akan dibatukkan keluar
dan terjadilah hemoptisis. (1-6)
c) Sesak napas
d) Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,
dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. (1-6)
2. Gejala sistemik
a) Demam merupakan salah satu tanda inflamasi. Demam pada penyakit
tuberculosis biasanya hilang timbul, biasanya muncul pada sore hari.
Mekanisme demam sendiri yaitu mikroorganisme yang masuk ke dalam
jaringan atau darah akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag, dan sel
mast. Setelah memfagositosis, sel ini akan mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan
tubuh disebut sebagai pirogen endogen. IL-1 menginduksi pembentukan
prostaglandin akan menstimulus hipotalamus sebagai pusat termoregulator
untuk meningkatkan temperatur tubuh dan terjadi demam atau panas. (1-6)
b) Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun. Keringat malam ini kemungkinan disebabkan oleh karena kuman
yang menginfeksi penderita, misalnya kuman Mycobacterium Tuberculosis,
mengadakan metabolisme seperti pembelahan didalam tubuh penderita
sehingga terjadilah manifestasi keringat. Sebenarnya, keringat yang disebut
disini tidak hanya terjadi pada malam hari saja tetapi juga terjadi setiap saat.
Namun, pada pagi dan siang hari umumnya penderita melakukan aktivitas fisik
jadi keringat akibat metabolisme kuman tersebut menjadi samar.
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat
dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan
terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala
sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat
cairan.
F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
 Gejala respiratorik
- Batuk > 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,
dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
 Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun
 Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat.
 Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta
daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
 Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
 Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold
abscess.
3. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah dan gula darah.
Lekosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm). Sering ditemukan
hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak
adekuat.
 Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
- Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus/BJH).
- Cara pengumpulan dan pengiriman bahan, cara pengambilan dahak 3 kali
(SPS): Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan pertama), pagi (keesokan
harinya), sewaktu/spot (pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3
hari berturut-turut. Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm
atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada
fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek
(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH,
dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan
dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke
laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek
dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus
dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir
permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasilitas laboratorium
berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim
dengan kertas saring melalui jasa pos. (6)
- Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
o Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat
bagian tengahnya dahak yang representatif diambil dengan lidi,
diletakkan di bagian tengah dari kertas saring sebanyak ± 1ml.
o Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak.
o Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus bahan dahak dalam kertas saring yang kering
dimasukkan dalam kantong plastik kecil.
o Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi.
o Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan
dahak, dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke
alamat laboratorium.
- Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, bronchoalveolar
lavage/BAL, urin, feses dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan
dengan cara: (6)

MIKROSKOPIK

Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya
untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:
o 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
o 1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian
o bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif
o bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease):
o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan kuman:

Pemeriksaan biakan M. tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan


cara :

o Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh


o Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than
tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa
cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji
nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta
melihat pigmen yang timbul.

RADIOLOGI

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).6
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
o Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
o Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular. Bayangan bercak milier.
o Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
o Fibrotik
o Kalsifikasi
o Schwarte atau penebalan pleura
Luluh Paru (destroyed Lung ) :
Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri
dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk
menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya perlu dilakukan pemeriksaan
bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit. (6)
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
o Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kaviti
o Lesi luas: Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

PEMERIKSAAN KHUSUS

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya


waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru
yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. (6,7)
o Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem
ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk
membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan. Bentuk lain
teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube
(MGIT). (6,7)
o Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi
DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan
teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup
banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
(6,7)
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data
lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak
dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi
M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru
maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat. (6,7)
o Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda:
 Enzym linked immunosorbent assay (ELISA). Teknik ini merupakan salah
satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses
antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain
adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama. (6,7)
 ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji
ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik
yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen
M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis
melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya
digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan
diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian
serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung
antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan
antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila
setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis
antigen pada membran. 6,7
 Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang
direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini
kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum
tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai
sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada
sisir dan dapat dideteksi dengan mudah. 6,7
 Uji peroksidase anti peroksidase (PAP). Uji ini merupakan salah satu jenis
uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi
hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena
banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. 6,7
 Uji serologi yang baru / IgG TB. Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan
serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen
spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen
mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi
lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat
diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih
sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup
baik untuk diagnosis TB pada anak.6,7
G. TATALAKSANA
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan
TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi
prinsip:
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk pengobatan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
2. Diberikan dalam dosis yang tepat
3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan
Obat) sampai pengobatan selesai
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal
serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
Pengobatan TB harus meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
dengan maksud:
o Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan pada tahap
ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
o Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang paling penting
untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman
persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Tabel 1. OAT Lini Pertama

Jenis Sifat Efek samping

Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan


fungsi hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urin
berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skin rash, sesak nafas,
anemia hemolitik

Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati,


gout artritis

Etambutol (E) Bakterisidal Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis


perifer

Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan


keseimbangan dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia, agranulositosis,
trombositopeni

Tabel 2. Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa


Dosis
Harian 3x/ minggu
OAT
Kisaran dosis Maksimum Kisaran dosis Maksimum
(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600


Pirazinamid (Z) 25 (20-30) - 35 (30-40)
Etambutol (E) 15 (15-20) - 30 (25-35)

Streptomisin (S) 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000

Catatan:
o Pemberian streptomosin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau pasien
dengan berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis
>500mg/hari. Beberapa buku rujukan menganjurkan penurunan dosis
menjadi 10mg/kgBB/hari.
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia
Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC) adalah:
o Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
o Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
o Kategori anak: 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
o Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di
indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta obat
lini 1, yaitu pirazinamid etambutol.2,5
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau
4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan
ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti
mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai
beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.
a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
 Pasien TB paru terdiagnosis klinis
 Pasien TB ekstra paru
Tabel 3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

Tabel 4. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya
(pengobatan ulang):
 Pasien kambuh
 Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

Tabel 5. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3


Tabel 6. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3

Catatan:
 Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
 Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
 Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus
disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan. ( ² )
 Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien
baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah
daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko
terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
 OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna
memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.
Tabel 7. OAT yang digunakan pada pengobatan TB MDR

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama
WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan
WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis
tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998.
H. KOMPLIKASI
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa
komplikasi yang mungikin timbul adalah: batuk darah, pneumotoraks, gagal napas,
gagal jantung dan efusi pleura.1,3
I. PROGNOSIS
Prognosis sangat bergantung pada deteksi dini kasus TB secara cepat dan tepat,
serta sarana laboratorium untuk evaluasi pola kepekaan M. tuberculosis terhadap OAT.
BAB III
PEMBAHASAN
TEORI PEMBAHASAN

 Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi Ditemukan gejala khas TB berupa batuk


yang disebabkan oleh Mycobacterium berdahak ± 1 bulan, dahak kental berwarna
Tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini kuning, demam naik turun ± 1 bulan, keringat
merupakan organisme patogen maupun dingin malam hari, nafsu makan berkurang
saprofit. Basil tuberkel ini berukuran panjang sejak 1 bulan terakhir sehingga pasien merasa
1- 10 µm, lebar 0,2 – 0,6 µm, ukuran ini lebih badannya semakin kurus, mual tapi tidak
kecil dari satu sel darah merah. Kuman ini muntah, BAB encer namun tidak disertai
dapat menyerang bagian-bagian tubuh lendir maupun darah. Warna feses kekuningan
seperti tulang, sendi, usus, kelenjar limfe, dengan frekuensi 1-2x/hari. Pasien sudah
selaput otak dan terutama paru-paru. berobat beberapa kali namun belum membaik.
 Gejala Klinis : Pasien seorang pekerja tambang, 2 bulan
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi terakhir sudah tidak bekerja akibat
menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan penyakitnya
gejala sistemik.
a. Gejala lokal: batuk > 2 minggu,
sesak napas, nyeri dada .
b. Gejala sistemik: demam pada
penyakit tuberculosis biasanya hilang
timbul, biasanya muncul pada sore
hari. Gejala sistemik lain adalah
malaise, keringat malam, anoreksia
dan berat badan menurun

Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan Pada pemeriksaan fisik pasien, ditemukan
dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. kesadaran pasien composmentis, kesan umum
 Pada tuberkulosis paru, kelainan yang tampak sakit, tekanan darah 110/70, nadi 82
didapat tergantung luas kelainan struktur kpm, respirasi 22 kpm, temperatur 37,1ºc,
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan demam pada pasien naik turun, saat datang
penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) tidak dalam keadaan demam. Pada
menemukan kelainan. Kelainan paru pada pemeriksaan thorax, auskultasi pada pulmo
umumnya terletak di daerah lobus superior didapatkan suara dasar vesikuler, suara
terutama daerah apeks dan segmen posterior tambahan (+/+) rhonki basah kasar pada apeks
(S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior dan medial paru kanan, rhonki basah pada
(S6). Pada pemeriksaan dapat ditemukan apeks dan basal paru kiri.
antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah, tanda-
tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.
 Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan
pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi
ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak terdengar
pada sisi yang terdapat cairan.
 Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat
pembesaran kelenjar getah bening, tersering
di daerah leher (pikirkan kemungkinan
metastasis tumor), kadang-kadang di daerah
ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi cold abscess.

 Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, Pemeriksaan Penunjang


laju endap darah dan gula darah. Lekosit
Laboratorium : Tidak menunjukkan hal yang
darah tepi sering meningkat (10.000-20.000
bermakna dalam mendiagnosis tuberkulosis.
sel/mm). Sering ditemukan hiponatremia dan
Pemeriksaan leukosit menunjukkan leukosit
hipokloremia karena sekresi antidiuretik
normal dengan angka 10,6 ribu/ul yang
hormon yang tidak adekuat.
menandakan adanya infeksi bakteri. Infeksi
 Pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari
bisa saja menunjukkan hasil leukosit normal,
dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,
rendah ataupun tinggi.
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/ Sputum BTA : untuk menegakkan diagnosis
TB paru, menggunakan 3 spesimen dahak
BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (Sewaktu – Pagi – Sewaktu) didapatkan hasil
(termasuk biopsi jarum halus/BJH). Cara +++ (3+) artinya pada dahak pasien ditemukan
pengumpulan dan pengiriman bahan, cara >10 BTA dalam 1 lapang pandang.
pengambilan dahak 3 kali (SPS):
Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat
radiologi
kunjungan pertama), pagi (keesokan
harinya), sewaktu (pada saat mengantarkan
dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-
turut. lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak
dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:
o 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali
negatif ® BTA positif
o 1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA
3 kali, kemudian
o bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA
positif
o bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca
dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO).
Skala IUATLD (International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease):
o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang
pandang, disebut negatif
o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang
pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang
pandang disebut + (1+)
o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang
pandang, disebut ++ (2+)
o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang
pandang, disebut +++ (3+)
 Pemeriksaan radiologi standar ialah foto
toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi:
foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan.
Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai
sebagai lesi TB aktif:
o Bayangan berawan / nodular di segmen
apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.
o Kaviti, terutama lebih dari satu,
dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular. Bayangan bercak milier.
o Efusi pleura unilateral (umumnya) atau
bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi
TB inaktif:
o Fibrotik
o Kalsifikasi
o Schwarte atau penebalan pleura
Luluh Paru (destroyed Lung): Gambaran
radiologi yang menunjukkan kerusakan
jaringan paru yang berat, biasanya secara
klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi
luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit
untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya
perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi
untuk memastikan aktiviti proses penyakit.
 Panduan OAT yang digunakan oleh Program O2 NK 2-4 lpm
Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Infus RL 17 tpm
Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan
Ceftriaxon 1gr/12 jam/IV
ISTC) adalah:
Ranitidine /12 jam/IV
o Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
Ambroxol 3x1 PO
o Kategori 2:
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 Paracetamol 3x1 PO

o Kategori anak: 2(HRZ)/4(HR) atau Salbutamol 3x4mg PO


2HRZA(S)/4-10HR Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 1x3 tab fase
Obat yang digunakan pada TB resisten obat di intensif
indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu
Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin,
Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan
PAS, serta obat lini 1 yaitu pirazinamid
etambutol.
BAB IV
KESIMPULAN

Prevalensi terjadinya tuberculosis pada dewasa semakin meningkat setiap


tahunnya. Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis, yang bersifat aerob yang terutama menyerang paru-paru
dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke daerah diluar paru
(ekstrapulmonal), dan dapat menular antar manusia melalui droplet (udara). Gejala TB
terbagi menjadi gejala local dan sistemik berupa batuk, sesak, penurunan berat badan,
demam, lesu atau malaise yang menetap lebih dari 2 minggu dan tidak ada perbaikan
walaupun sudah diberikan pengobatan yang adekuat, dan gejala spesifik terkait organ
yang terkena (TB ekstrapulmonal). Diagnosis TB dapat dilakukan dengan pemeriksaan
bakteriologis, pemeriksaan penunjang berupa foto thorax serta histopatologi (PA).
Pengobatan TB meliputi pengobatan profilaksis dan pengobatan untuk sakit TB.
Pengobatan pada sakit TB dapat diberikan 4 macam OAT pada fase inisial (2 bulan
pertama), serta fase lanjutan (4 bulan berikutnya) dengan pemberian Rifampisin dan
INH.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tanto, Christ [et. al.]. (2016). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.
2. Kementirian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.
2014.
3. WHO The Global Plan to Stop TB 2011-2015 : Transforming the fight toward
Elimination of TB. 2011.
4. Dinas Kesehatan PemProv Jawa Tengah., Draf Pedoman Standar Keamanan Petugas
Laboratorium Pemeriksaan Mikroskopis Tuberkulosis. April 2012.
5. Bulletin CRID-TROPHID. Universitas Indonesia. Celebrating World Tuberculosis
Day. 2011.Vol 2
6. Mahon, R. C. Textbook of Diagnostic Microbiology 4th ed. WB Sanders Co, 2011
7. Pfyffer GE. Mycobacterium : General characteristics Laboratory Detection and
Staining Procedure in manual of Clinical Microbiology. Editor Patrick R Murray. 9th
ed. ASM Press. Washington DC. 2007.
8. Vincet V, Gutierrez MC. Mycobacterium : Laboratory Charateristics of Slowly
Growing Mycobacterium. in manual of Clinical Microbiology. Editor Patrick R
Murray. 9th ed. ASM Press. Washington DC. 2007.
9. Siddiqi S. Drug Resistant TB; Role of culture-based testing compared with new
technologies. Bacton-Dickinson product information. 2012
10. Kolegium PAMKI, Modul MK/07: Penanganan Mikrobiologi Klinik Penyakit
Tuberculosis dan Non Tuberculosis Mycobacterium, Modul Pendidikan Spesialis
Mikrobiologi Klinik Berbasis Kompetensi. 2010. 7.1-7.13.

Anda mungkin juga menyukai