ANEMIA
DI RUANG FLAMBOYAN
OLEH :
FITRIANTI
16.11.4066.E.A.0010
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM KALIMANTAN TIMUR
2019
A. PENGERTIAN
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan
suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh (Smeltzer, 2001). Anemia
merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang
beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh.Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar
hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit di bawah normal (Handayani
& Andi, 2008).
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada
umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut (Handayani &
Andi, 2008):
Hb < 10 gr/dl
Hematokrit < 30%
Eritrosit < 2,8 juta/mm2
Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang
umum dipakai adalah (Handayani & Andi, 2008):
Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr/dl
Ringan Hb 8 gr/dl – 9,9 gr/dl
Sedang Hb 6 gr/dl – 7,9 dr/dl
Berat Hb < 6 gr/dl
A. Klasifikasi
Menurut Baughman (2000), klasifikasi anemia adalah:
1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada
prekusor sel-sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak.
Anemia ini dapat disebabkan oleh kongenital atau didapat, idiopati
akibat dari infeksi tertentu, obat-obatan dan zat kimia, serta kerusakan
akibat radiasi. Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat
diantisipasi jika pemajanan pada pasien dihentikan secara dini. Jika
pemajanan tetap berlangsung setelah terjadi tanda-tanda hipoplasi,
depresi sumsum tulang hampir dapat berkembang menjadi gagal
sumsum tulang dan irreversible.
2. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam
tubuh menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat
menyebabkan berkurangnya sintesis Hb sehingga menghambat proses
pematangan eritrosit. Ini merupakan tipe anemia yang paling umum.
Anemia ini dapat ditemukan pada pria dan wanita pasca menopause
karena perdarahan (misal, ulkus, gastritis, tumor gastrointestinal),
malabsopsi atau diit sangat tinggi serat (mencegah absorpsi besi).
Alkoholisme kronis juga dapat menyebabkan masukan besi yang tidak
adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari saluran gastrointestinal.
3. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam
Folat)
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan defisiensi
asam folat memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan
darah perifer yang identik. Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi
tetapi dapat terjadi akibat ketidakadekuatan masukan pada vegetarian
yang ketat, kegagalan absorpsi saluran gantrointestinal, penyakit yang
melibatkan ilium atau pankreas yang dapat merusak absorpsi vitamin B12.
Tanpa pengobatan pasien akan meninggal setelah beberapa tahun,
biasanya akibat gagal jantung kongesti sekunder akibat dari anemia.
Sedangkan defisiensi asam folat terjadi karena asupan makanan yang
kurang gizi asam folat, terutama dapat ditemukan pada orang tua,
individu yang jarang makan sayuran dan buah, alkoholisme, anoreksia
nervosa, pasien hemodialisis.
4. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan
oleh defek molekul Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri. Anemia
ini ditemukan terutama pada orang Mediterania dan populasi di Afrika,
serta terutama pada orang-orang kulit hitam. Anemia sel sabit merupaka
gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan
gen hemoglobin defektis, satu buah dari masing-masing orang tua.
Hemoglobin yang cacat itu disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku
dan membentuk konfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen
berkadar rendah.
5. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses
hemolysis, yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya. Anemia hemolitik adalah jenis yang tidak sering dijumpai,
tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat.
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria,
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.
B. Etiologi
Menurut Price & Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan
sebagai berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan
anemia aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak
eritrosit misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau
penggunaan obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan
mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu
atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan
dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan
oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.
C. Tanda Gejala
Menurut Baughman (2000), tanda dan gejala dari anemia, meliputi:
1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.
Sedangkan menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala anemia
dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah
gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah
menurun di bawah titik tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat
diklasifikasikan menurut organ yang terkena, yaitu:
Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut:
Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia
tersbut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi
cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran
parotis dan telapak tangan berwatna kuning seperti jerami.
D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Lisis sel darah merah
terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama
dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin
yang terbentuk dalam fagositi akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah
merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
hemoglobin plasma, makan hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus
ginjal dan ke dalam urin. Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal,
yaitu anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap
anemia. Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang
disebut sindrom anemia (Handayani & Andi, 2008).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose
anemia adalah (Handayani & Andi, 2008):
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen,
seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan
MCHC), asupan darah tepi.
Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit
dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap
darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan
diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya
tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
Faal ginjal
Faal endokrin
Asam urat
Faat hati
Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
Pemeriksaan sitogenetik.
Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction,
FISH: fluorescence in situ hybridization).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai jenisnya,
dapat dilakukan dengan (Baughman, 2000):
1. Anemia Aplastik
Transplantasi sumsum tulang.
Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel
darah merah dan trombosit.
Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak dengan
orang-orang yang menderita infeksi.
2. Anemia defisiensi besi
Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi
gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.
Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat)
Anemia defisiensi vitamin B12:
Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi (pada
vege tarian ketat).
Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau tidak
terdapatnya faktor-faktor instriksik.
Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk pasien
anemia pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat diperbaiki.
Anemia defisiensi asam folat:
Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.
Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali vitamin
prenatal).
4. Anemia sel sabit
Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.
Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih
ringan.
Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak
responsive terhadap terapi, pada preoperasi untuk mengencerkan
darah sabit, dan kadang-kadang setengah dari masa kehamilan untuk
mencegah krisis.
G. Pathway
H. Pengkajian
1. Cakupkan informasi tentang obat yang dapat menekan aktivitas sumsum
tulang atau mengganggu metabolism folat.
2. Tanyakan tentang semua kemungkinan kehilangan darah yang terjadi,
seperti menstruasi dengan darah yang banyak, terdapat darah dalam
feses.
3. Tanyakan riwayat keluarga mengenai anemia yang diturunkan.
4. Tanyakan tentang kebiasaan diit terhadap defisiensi nutrisi, seperti zat
besi, vitamin B12, dan asam folat.
5. Kaji terhadap peningkatan beban jantung:
Takikardia, palpitasi, dispneu.
Pusing, ortopneu, dispneu karena aktivitas fisik.
6. Kaji terhadap gagal jantung kongestif:
Kardiomegali.
Hepatomegali.
Edema perifer.
7. Kaji terhadap defisit neurologis
Parestesia dan kebas perifer.
Ataksia dan koordinasi yang buruk.
Kekacauan mental.
8. Kaji terhadap fungsi gastrointestinal
Mual dan muntah.
Diare.
Anoreksia.
Glositis.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perubahan ikatan O2
dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat
intake makanan.
3. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
4. Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d penurunan gerakan peristaltic
usus.
5. Pengabaian diri b.d ketidakmampuan dalam memenuhi ADL.
J. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, intervensi:
Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul.
Monitor adanya paretese.
Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau
laserasi.
Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
Monitor adanya tromboplebitis.
Monitor kemampuan BAB.
Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik sesuai kebutuhan.