Anda di halaman 1dari 18

CLINICAL SCIENCE SESSION

APENDISITIS AKUT

Preseptor:

dr. Krishna Pradananta, SpB, FinaCS

Disusun oleh:

Tri Kusyantini 12100117007


Cika Elnandari 12100117150

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSUD AL-IHSAN BANDUNG
2018
BAB I

ANATOMI

Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15

cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian

distal. Terdiri dari jaringan limfoid. Muncul dari posteromedial aspek sekum inferior sampai

ileocecal junction. Appendiks mempunyai triangular mesentery pendek yaitu meso-appendiks

yang menghubungkan sekum dan bagian proksimal peendiks. Posisi appendiks bervarias yaitu

retrocaecal (74%), pelvic (21%), paracaecal (2%),subcaecal (1,5%), preileal(1%),

posileal(0,5%).

Vaskularisasi appendiks yaitu dari superior mesenteric artery kemudian akan bercabang

menjadi ileocolic artery lalu bercabang manjadi appendicular artery yang akan mensuplai

appendiks. Drainase akan melalui ileocolic vein lalu ke superior mesenteric vein.
Drainase limfatik melewati lymph node pada meso-appendiks (appendicular lymph node)

dan akan ke ileocolic lymph nodes yang menempel dengan ileocolic artery lalu melewati

superior mesenteric lymph node.


Suplai saraf simpatetik dan parasimpatetik berasal dari superior mesenteric plexus.

Simpatetic nerve fiber berasal dari lower thoracic part spinal cord dan parasimpatetik nerve fiber

berasal dari vagus nerve.

Appendiks merupakan organ imunologi yang berpartisipasi dalam sekresi immunoglobulin,

khususnya immunoglobulin A.
BAB II

APENDISITIS AKUT

I. Definisi

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks veriformis, dan merupakan penyebab abdomen

akut yang paling sering pada anak maupun dewasa.

II. Epidemiologi

Penyakit ini dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering

mengenai laki-laki berusia 10-30 tahun.

Di Negara maju lebih tinggi daripada Negara berkembang, namun dalam 30-40 tahun

kejadiannya menurun disebebkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu

sehari-hari.

III. Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi dari bakteri. Berbagai hal berperan sebagai pencetusnya

yaitu sumbatan (obstruksi) lumen appendix, hiperplasia jaringan limfoid, fekalit (feses yang

mengeras), tumor appendix, biji buah-buahan, cacing ascaris dan parasit E. histolytica yang

dapat pula menyebabkan sumbatan

IV. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis :

 Nyeri samar-samar dan tumpul didaerah epigastrium disekitar umbilicus

 Mual, kadang muntah


 Nafsu makan menurun

 Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah kekanan bawah ke titik Mc Burney yang sifat

nyerinya lebh tajam dan lebih jelas letaknya

 Konstipasi ( tidak boleh menggunakan pencahar karena bisa mempermudah terjadinya

perforasi)

Tanda Awal

- Nyeri mulai di epigastrium atau region umbilicus di sertai mual dan anoreksia

- Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukan tanda rangsangan peritoneum local di titik

Mc Burney

 Nyeri tekan

 Nyeri lepas

 Defans muscular

- Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

 Nyeri kanan bawah pada tekanan (Rovsing)

 Nyeri kanan bawah bula tekanan disebelah kiri dilepaskan (Blumberg)

 Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti nafas dalam, berjalan, batuk, dan

mengedan.

Tanda

• Pasien lebih nyaman berbaring dengan paha disusun

• Nyeri pada saat berjalan dan batuk

• Nyeri tekan dan nyeri lepas (McBurney)

• Psoas sign (+), obturator sign (+) Rovsing’s sign (+).

• Temperature normal atau sedikit naik (hanya meningkat 1oC) sampai 38oC
• Muscular rigidity  jika appendix yang mengalami inflammasi dekat dengan parietal

peritoneum.

Gejala sesuai letak

• Apendiks Retrosekal Retroperitoneal : nyeri perut sisi kanan atau nyeri timbul saat

berjalan karena ada kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

• Apendik rongga pelvis : menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum

sehingga peristaltik meningkat, pengosongsn rektum lebih cepat. Peningkatan frekuensi

kencing jika menempel ke kandung kemih.

• Pada saat colok dubur : adanya nyeri menunjukkan bahwa itu adalah apendisitis pelvika
V. Patofisiologi

Proximal obstruction appendix lumen

Close-loop obstruction

Continuing normal secretion by the appendical mucosa

Multiplication bacteria

Peningkatan tekanan intraluminal Inflamasi

Distensi inflamasi melibatkan serosadan peritoneum

Stimulating nerve ending of visceral shift in pain to the RLQ afferent stretch fiber

diffuse pain in mid-abdomen/lower epigastrium

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel

limfoid, fekalit,benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau

neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.

Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai

keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat

tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Padasaat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri

epigastrium.

Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.

Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan

nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dnegan

gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu

pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak

ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis.

Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks

lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang

memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena

telah ada gangguan pembuluh darah.

Bagan 1. Patogenesis appendicitis akut fokal


Bagan 2. Appendicitis supuratif akut

Bagan 3. Patogenesis appendicitis perforasi


VI. Diagnosis

1. Pemeriksaan Fisik :

 Pada pemeriksaan umum, pasien mempertahankan posisi supinasi karena jika sedikit

bergerak maka rasa sakit akan meningkat,

 nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen, nyeri maksimal pada atau dekat McBurney’s

point,

 terdapat pula nyeri lepas (rebound tenderness), kadang-kadang terdapat reffered or

indirect rebound tenderness.

 Rovsing’s sign (nyeri pada kuadran kiri bawah ketika palpasi pada kuadran kanan bawah)

juga positif ( menandakan peritonitis ).


Gambar 2. Rovsing’s sign

 Cutaneus hyperesthesia juga terkadang menyertai appendicitis akut,

 muscular resistance yang diawali guarding kemudian berlanjut menjadi muscle spasm

(muscular rigidity).

 Psoas sign atau obturator’s sign menandakan iritasi pada otot-otot tersebut.

Gambar 3. Obturator’s sign dan Psoas sign

 Perkusi : Rebound tenderness/Reffered rebound tenderness di Right lower quadrant

 Tachycardia dan suhu tubuh meningkat


2. Pemeriksaan Lab

 Akan terjadi leukosistosis ringan (10.000-20.000/ml) dengan peningkatan jumlah

neutrofil.

 Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada

ginjal dan saluran kemih.

3. Radiologi

- Tidak diindikasikan pada kasus appendisitis klasik

- Tetapi berguna jika ada keraguan diagnosis banding atau memperlihatkan appendisitis

perforasi

- Foto polos abdomen : dilatasi caecum & airfluid level, kadang fecolit terkalsifikasi atau

benda asing

4. Imaging studies

 plain film jarang berguna dalam mendiagnosis appendisitis ( fekalith jarang terlihat,

namun jika terlihat, maka ini adalah highly suggestive of diagnosis ),

 USG (cepat dan tidak memerlukan kontras) dapat digunakan untuk melihat appendicolith,

dan jika terlihat, maka diagnosis dapat ditegakkan.

 CT scan dapat mendiagnosis appendicitis dengan melihat inflammed appendix yang

berdilatasi ( lebih dari 5 cm ) dan dindingnya menebal.

VII. Diagnosis Banding

Gastroenteritis : adanya mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut yang

sifatnya lebih ringan dan berbatas tegas. Sering dijumpai dengan adanya

hiperperistaltis.panas dan leukositosis kurang menonjol.


Demam Dengue : dapat dimulai dengan yeri perut mirip peritonitis. Didapatkan hasil

Rumple Leede, trombositopenia, dan peningkatan hematocrit

Limfadenitis Mesenterika : didahului oleh enteritis atau gastroenteritis, ditandai juga

dengan nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan nyeri tekan perut

yang sifatya samar.

Kelainan Ovulasi : folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri

pada perut kanan bawah ditenga sklus menstruasi. Pada anamnesis tidak ada tanda radang,

hilang dalam waktu 24 jam .

Infeksi Panggul : suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian

bawah lebih difus. Disertai juga dengan adanya keputihan dan infeksi urin.

Kehamilan di Luar Kandungan : hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan

keluhan yang tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus kehamilan di luar Rahim

dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin

terjadi syok hipovolemik.

Kista Ovarium Terpuntir : timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan

teraba masa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut.

Endometriosis Eksterna : akan menimbulkan nyeri di tempat endmetriosis berada.

Urolitiasis Pielum/Ureter : adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar ke

inguinal kanan

Penyakit saluran cerna lainnya : peradangan di perut, seperti, diverticulitis Meckel,

perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesisititis akut, pakkreatitis, diverticulitis kolon,

obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdminais, karsinois, dan mucosal

apendiks
VIII. Tatalaksana

A. Medikamentosa

o Dokter bedah , memberikan antibiotic

Jika diagnosis apendisitis sudah tegak maka tidak ada manfaat memberikan antibiotic

lebih dari 24 jam

o Jika perforasi atau gangren apendisitis

Antibiotic dilanjutkan sampai pasien afebrile dan jumlah sel darah putih yang normal

o Untuk infeksi keparahan ringan sampai sedang

Surgical infection society merekomendasikan single-agent therapy yaitu, cefoxitin,

cefotetan, atau ticarcilin-clavulanic acid

o Untuk infeksi yang lebih berat

Single therapy agent dengan carbapenem atau terapi kombinasi dengan generasi ketiga

cephalosporin, monobactam, atau aminoglycoside dan antibiotic anarob clindamycin

atau metronidazole.

 Open Appendectomy

o Dilakukannya insisi (1-2 cm) ke medial SIAS dari superficial fascia hingga

aponeurosis otot external oblique pada daerah quadrant kanan bawah dengan Oblique

(McBurney) atau pun transversal (Rocky-Davis) pada otot abdomen.

o Insisi dilakukan pada pusat rasa nyeri atau pun pada daerah yang ditemukan adanya

massa.

o Jika terdapat abses, maka dilakukan pada daerah lateral untuk drainage

retroperitoneal, sehingga mencegah terkontaminasinya kavitas peritoneal yang


menyeluruh. Hal ini juga sangat penting sekali dilakukan pada pasien yang lebih tua

dengan kemungkinan keganasan atau pun diverticulitis.

o Ada beberapa teknik untuk menentukan lokasi appendiks. Salah satunya dengan

mengikuti colon cecum dan ditelusuri hingga ke dasarnya  appendiks ditemukan.

Biasanya terjadi mobilitas yang terbatas pada appendiks karena inflamasi. Lakukan

mobilisasi dengan memisahkan mesoappendix dan lakukan ligasi artery appendiceal

untuk mencegah perdarahan.

Ujung artery appendiceal tersebut dapat pula dilakukan inversi dengan Z stich.

Keuntungan open appendectomy adalah biayanya lebih murah, luka hanya pada satu

tempat, waktu pelaksanaan lebih singkat.

 Laparoscopy apendectomy

•Laparoscopic appendectomy dilakukan dengan anastesi umum,

•NGT dan kateter sudah harus terpasang.

•Biasanya membutuhkan 3 ports. Empat ports mungkin dibutuhkan untuk menggerakan

retrocecal appendix

IX. Komplikasi

Yang paling sering ditemukan adalah perforasi, Komplikasi lainnya adalah masa

periapendikular, apendisitis perforate, absess, peradangan vena porta, septikemia dan kematian.
X. Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortilitas dan morbiditas

penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditasdan mortalitas

bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.
Daftar Pustaka

• Moore, K. L. (2010). Clinically Oriented Anatomy. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins.

• Mescher AL. Junqueira’s basic histology. The mcgraw-hill companies, inc. 12th Edition.

United States Of America. 2010

• Seymour I. Schwartz, MD., F.A.C.S. Schwartz’s, Principles of Surgery. 10th Edition.

McGraw-Hill. 2014..

• R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku

Kedokteran: EGC. 2005.

Anda mungkin juga menyukai