Anda di halaman 1dari 12

PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT HUKUM ADAT

(SUATU KAJIAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT TERNATE)


Husen Alting
Fakultas Hukum Universitas Khairun
E-mail: husenalting@yahoo.com

Abstract

Land acquisation by the community of adat law tends to leave out. This condition caused by the
government policy before which has no attention to the development of land acquisition of the adat
community. According that policy, all land are owned by the State, especially when its issue is about
the government and bussiness interest. Reformation has changed the State system related to land
acquisition, where the position of adat law community is diclared explicitly in the State
constitution. The position of adat law community is agreed as long as not contradicted wiht public
interest. The tale of seeking the existency of adat law community and the right of adat land
acquisition shows that acquisition, mechanism and the area of adat law community still exist and
have different characteristic between one and another. So that, State and the government should
give protection and agreement to the right of adat law community as well as local wisdom as stated
in its constitution.

Key words: Land acquisation, right of adat community, adat law

Abstrak

Pada saat ini, penguasaan tanah oleh masyarakat hukum adat cenderung untuk ditinggalkan. Kondisi
ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak memperhatikan perkembangan penguasaan
tanah oleh masyarakat hukum adat. Berdasarkan kebijakan tersebut, tanah dikuasai oleh Negara,
khususnya ketika mucul isu yang berhubungan dengan kepentingan Negara dan bisnis. Dalam
perkembangannya, reformasi telah mengubah sistem ketatanegaraan yang berkaitan dengan
penguasaan tanah, dimana kedudukan masyarakat hukum adat dinyatakan secara eksplisit dalam
konstitusi Negara. Kedudukan masyarakat hukum adat pada dasarnya diakui, selama tidak
bertentangan dengan kepeentingan umum. Pencarian atas keberadaan masyarakat hukum adat dan
hak penguasaan tanah menunjukan bahwa penguasaan, mekanisme, dan wilayah masyarakat hukum
adat masih ada dan memiliki karakteristik yang berbeda antara yang satu dan yang lainya. Sehingga
Negara dan pemerintah harus memberikan perlindungan terhadap hak masyarakat hukum adat
sebagai kearifan lokal yang tercantum dalam konstitusi Negara dan.

Kata kunci: Penguasaan tanah, hak masyarakat adat, hukum Adat

Pendahuluan dan bahkan cenderung mengarah pada kapi-


Bangsa Indonesia sebagai negara kesatuan talisme pertahanan.
menempatkan tanah pada kedudukan yang pen- Guna melakukan perubahan hukum agar
ting, karena merupakan faktor yang tidak dapat memberikan penghidupan dan keadilan agraria
dipisahkan dengan kondisi masyarakat Indo- bagi masyarakat, maka Majelis Permusyawarat-
nesia yang bercorak agraris. Selama pemerin- an Rakyat mengeluarkan TAP MPR No.IX/MPR/
tahan Kolonial Belanda, tanah milik masyarakat 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Penge-
Indonesia dirampas dan digunakan untuk kepen- lolaan Sumber Daya Alam, sebagai landasan
tingan pemerintah kolonial. Kekuatan politik kebijakan pertanahan nasional (national land
dan hukum pertahanan yang tidak berkeadilan, policy), termasuk pengaturan hak masyarakat
dimunculkan demi kemakmuran bangsa Belanda hukum adat dalam pemanfaatan tanah, walau-
pun sampai saat ini masih banyak kalangan
88 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

yang meragukan eksistensinya terhadap per- dan hak cocatu (aha cocatu) yang mempunyai
lindungan hak masyarakat adat. Achmad Sodiki fungsi dan kedudukan yang berbeda-beda. Un-
menyebutkan sekalipun kekayaan alam telah tuk aha kolano diperuntukan untuk sultan dan
dikuras habis tetapi masyarakat setempat tidak dipungut pajak dari hasil tanah tersebut.
kurang mendapatkan manfaatnya.1 Aha Soa (soa=kampung) adalah tanah pemberi-
Melalui prinsip dan arah pembaharuan an sultan kepada marga dan tidak diperboleh-
agraria serta perubahan paradigma pengelolaan kan dilakukan jual beli sedangkan tanah aha
pemerintah desentralistik melalui pemberian cocatu tanah yang diberikan sultan untuk
otonomi yang bertanggung jawab kepada dae- dikelola secara individu dengan sistem pem-
rah, dikeluarkanlah Keppres Nomor 34 tahun bagian bagi hasil dalam bentuk upeti.3 Selain
2003 dimana sebagian kewenangan pemerintah itu juga dikenal penguasaan tanah yang bersifat
dibidang pertanahan dilaksanakan oleh peme- sementara.
rintah kabupaten/kota termasuk didalamnya Pola penguasaan tanah di atas dalam per-
penetapan dan penyelesaian masalah tanah kembangannya semakin hari terpinggirkan aki-
ulayat.2 bat politik hukum pertanahan yang tidak tegas
Berdasarkan ketentuan tersebut, hak ma- melakukan pengaturan dan perlindungan ter-
syarakat hukum adat haruslah benar-benar hadap hak masyarakat adat setempat, dan
masih ada dan tidak diberikan peluang untuk secara internal dipengaruhi perkembangan ma-
diadakan kembali. Keberadaan tersebut harus syarakat yang cenderung meninggalkan Adat Se
diikuti dengan hubungan pemanfaatan antara Atorang (perilaku sesuai adat istiadat).
tanah dan masyarakat. Sedangkan masyarakat Akibatnya terjadi perebutan tanah baik oleh
yang dimaksud adalah sekelompok orang yang pemerintah, pengusaha maupun antar masya-
terikat oleh tatanan hukum adatnya, sebagai rakat. Pemerintah dan pengusaha dianggap
warga bersama suatu persekutuan hukum, telah mengambil tanah masyarakat tanpa ada
karena kesamaan tempat tinggal atau karena kompensasi yang seimbang.4 Masyarakat merasa
keturunan yang dikenal dengan berbagai nama diabaikan dan tidak mendapatkan manfaat atas
yang berbeda tiap daerah. lahan yang notabene telah dikuasai secara tu-
Maluku Utara yang dikenal (Moloku Kie run temurun dan telah menjadi sumber ke-
Raha) sebagai daerah kerajaan (Ternate, Tido- hidupan mereka.
re, Bacan, dan Jailolo), sejak lama telah me- Memperhatikan uraian di atas, maka tu-
ngenal adat-kebiasaan yang mengatur kehidup- lisan ini berusaha untuk menganalisis persoalan
an masyarakat termasuk penguasaan dan yang terkait dengan dinamika hukum yang
pengelolaan sumberdaya alam tanah. Sistem mengatur pengakuan dan perlindungan hak atas
penguasaan tanah dikenal dalam bentuk ke- tanah terhadap masyarakat hukum adat
pemilikan pribadi dan sistem kepemilikan ko- Ternate.
munal, seperti penguasaan tanah dalam ben-
tuk hak sultan (aha kolano), hak soa (aha soa) Pembahasan
Konsep Dinamika Hukum
1
Achmad Sodiki, “Kebijakan Sumber Daya Alam dan
3
Implikasi Juridisnya Pasca TAP MPR N IX/MPR/2001 dan Adatrechbundels Beorgd Door de Commissse Vor Het
Kepres No 34 tahun 2003”, makalah disampaikan dalam Adatrecht en Uitgegeven Dor Het Koninklijk Institut
Seminar Nasional “Eksistensi dan Kewenangan BPN Pas- Voor de Taal, Land-en Volkenkunde van nederlandsch-
ca Keppres No. 34 tahun 2003. Malang, hlm. 8; Lihat Indie. hlm. 7.
4
dan bandingkan dengan John Haba, “Realitas Masyara- Faktanya pengakuan, penghormatan, perlindungan,
kat Adat di Indonesia; Sebuah Realitas”, Jurnal Masya- pemberdayaan dan pengembangan terhadap hak-hak
rakat dan Budaya LIPI Jakarta, Vol. 12 No. 2, Tahun masyarakat adat belum diwujudnyatakan secara baik.
2010, hlm. 255-285. Akibatnya timbul konflik kepentingan masyarakat adat
2
Sebelumnya telah ada Keputusan Menteri Negara Agra- dan pemerintah, bahkan antara masyarakat adat de-
ria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 5 tahun 1999 ngan masyarakat adat. Lily Bauw dan Bambang Sugiono,
sebagai pedoman penyelesaian masalah hak ulayat ma- “Pengaturan Hak Masyarakat Hukum Adat di Papua
syarakat hukum adat bagi daerah otonom. Lihat Juga PP Dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam”, Jurnal Kons-
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, titusi, Vol. I No. 1, Juni 2009, Jakarta: MKRI, hlm. 116-
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. 117.
Penguasaan Tanah Masyarakat Hukum Adat … 89

Hukum mempunyai dinamika yang dapat bukaan bukan merupakan kontradiksi tetapi
diketahui melalui penelusuran pemikiran dan dua kondisi yang timbal balik.
kebijakan yang terjadi pada masa lampau, guna Sebagai suatu sistem yang secara nor-
membenahi masa kini dan memprediksikan matif tertutup maka kedudukan antara kom-
yang akan terjadi ke depan. Menurut Hans Kel- ponen-komponen sistem adalah simetris, se-
sen sebagaimana dikutip Achmad Sodiki5 dina- dangkan hubungan dengan lingkungan adalah
mika atau perubahan di bidang hukum ber- asimetris. Operasional sistem adalah bergan-
wujud perubahan hukum sebagai suatu sistem tung kepada lingkungan dan menyesuaikan diri
tertutup dan ataupun sistem terbuka. Perubah- dengan perubahan kondisi. Teori “Self referen-
an hukum sebagai suatu sistem tertutup –dina- tial legal system” yang membedakan antara
mika internal hukum – jika mengutip pendapat normatif dan kognitif orientasi sekaligus mem-
Kelsen yakni perubahan hukum yang berlang- bedakan, mengkombinasikan antara keterbuka-
sung berdasarkan tingkatan hierarkhi hukum. Di an dan ketertutupan system.9
samping itu terdapat perubahan yang berlang- Selama ini, politik hukum penguasaan
sung di dalam masyarakat seperti ketaatan tanah yang diberlakukan pemerintah Indonesia
masyarakat terhadap hukum. Perubahan ter- bersifat normatif (hukum negara) dan sangat
akhir ini berupa perubahan nilai-nilai, sikap, tertutup terhadap fakta sosial (pluralisme hu-
dan tingkah laku masyarakat terhadap hukum, kum) dalam masyarakat yang masih teguh
atau dengan kata lain adanya dinamika eks- mempertahankan dan melaksanakan penguasa-
ternal hukum.6 an dan pengelolaan tanah berdasarkan hukum
Perubahan hukum yang mengatur per- adat. Padahal sangat banyak konsep dan asas-
masalahan pertanahan sangat tergantung pada asas hukum adat yang dapat memberikan
politik hukum pemerintah, sekaligus dipenga- sumbangsih terhadap pembentukan hukum
ruhi oleh konstelasi politik yang terjadi pada nasional.
saat itu.7 Dalam kehidupan bernegara, fenome-
na sosial dan hukum itulah kemudian meng- Konsep Pengakuan dan Perlindungan
kristal dalam bentuk peraturan perundang- Pengakuan (erkenning) secara termino-
undangan. logi berarti proses, cara, perbuatan mengaku
Pandangan lain dikemukakan Niklas Luh- atau mengakui, sedangkan mengakui berarti
mann melalui teori yang disebut “the theory of menyatakan berhak. Pengakuan dalam konteks
society as functionally differentiated social keberadaan suatu negara/pemerintahan yang
system”.8 Dari pendapat Luhmann maka sistem secara nyata menjalankan kekuasaan efektif
hukum adalah suatu sistem yang normatif pada suatu wilayah yang disebut dengan pe-
tertutup (normative closed system). Walaupun ngakuan de facto, selain pengakuan secara
demikian, pada saat yang sama sistem hukum hukum (de jure) yang diikuti dengan tindakan-
merupakan sistem yang kognitif terbuka (cog- tindakan hukum tertentu seperti pertukaran
nitive open system). Ketertutupan dan keter- diplomatik dan pembuatan perjanjian-perjanji-
an kedua negara.
5
Achmad Sodiki. 1994. Penataan Kepemilikan Hak Atas Kelsen, dalam bukunya “General Theory
Tanah di Daerah Perkebunan Kabupaten Malang. (Studi
of Law and State”,10 menguraikan pengakuan
tentang Dinamika Hukum). Disertasi, Program Pasca
Sarjana Universitas Airlangga. Surabaya, hlm. 43. dalam kaitan dengan keberadaan suatu negara
6
Ibid. hlm. 44. sebagai berikut:
7
Lihat konfirgurasi politik dan hukum dalam Moh Mahfud,
MD, 1999. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Terdapat dua tindakan dalam suatu pe-
Yogyakarta: Gamamedia, hlm. 4 Lihat dan bandingkan ngakuan yakni tindakan politik dan tin-
dengan Hasnati, “Pertautan Kekuasaan Politik dan
dakan hukum. Tindakan politik mengakui
Negara Hukum”, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 3 No.1,
Tahun 2003, Pekanbaru: Fakultas Hukum Universitas
Lancang Kuning, hlm. 102-113.
8 9
Niklas Luhmann, 1988,, “The Self Reproduction of law Ibid. hlm. 48.
10
and its Limits” dalam Gunther Teubner, (ed), Dilemma Hans Kelsen, 1973. General Theory of Law and State,
of law in the Welfare State, New York, hlm. 112. (alih bahasa Somarno), Jakarta: Rimdi Press, hlm. 222.
90 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

suatu negara (baca keberadaan masyara- hukum negara yang oleh Griffiths disebut seba-
kat hukum adat-penulis) berarti negara gai pluralisme hukum lemah,13 dimana berlaku-
mengakui berkehendak untuk mengada- nya hukum adat, jika diakui oleh negara.
kan hubungan-hubungan politik dan
hubungan-hubungan lain dengan masya-
rakat yang diakuinya. Sedangkan tindak- Konsep Hak Masyarakat Hukum Adat
an hukum adalah prosedur yang dikemu- Adat-istiadat mempunyai ikatan dan pe-
kakan di atas yang ditetapkan oleh hu- ngaruh yang kuat dalam masyarakat. Kekuatan
kum internasional (baca hukum nasional- mengikat tergantung pada masyarakat yang
penulis) untuk menetapkan fakta negara
(masyarakat adat-penulis) dalam suatu mendukung adat-istiadat tersebut, terutama
kasus konkrit. berpangkal tolak pada perasaan kebersamaan,
idealisme dan keadilan. Sulit untuk dibayang-
Penetapan hukum negara (hukum positif) kan bahwa adat-istiadat walaupun dipelihara
sebagai satu-satunya hukum yang mengatur terus-menerus, dengan sendirinya akan me-
kehidupan masyarakat kemudian dikritik oleh wujudkan kepastian hukum jika terdapat kai-
para pengikut mashab sejarah yang meyakini dah-kaidah mengikat yang mengatur tata ke-
bahwa setiap masyarakat memiliki ciri khas hidupan masa kini dan masa yang akan da-
masing-masing tergantung pada riwayat hidup tang.14
dan struktur sosial yang hidup dan berkembang Membedakan adat dan hukum adat dapat
mengatur kepentingan mereka. Savigni melihat dilihat dari kaidah-kaidah yang hidup dalam
hukum sebagai fenomena historis, sehingga ke- masyarakat dan diberikan sanksi bagi pihak
beradaan setiap hukum adalah berbeda, ber- yang melanggar kaidah tersebut. Malinowski
gantung pada tempat dan waktu berlakunya menyatakan bahwa perbedaan kebiasaan de-
hukum. Hukum harus dipandang sebagai penjel- ngan hukum didasarkan pada dua kriteria, yakni
maan dari jiwa atau rohani suatu bangsa sumber sanksi dan pelaksanaannya. Pada ke-
(Volksgeits)11. biasaan sumber sanksi dan pelaksanaannya ada
Konsep volksgeist Savigni, dipertegas pada warga masyarakat secara individu dan ke-
oleh Eugene Ehrlich menyebutkan dengan fak- lompok, sedangkan pada hukum sanksi dan pe-
ta-fakta hukum (fact of law) dan hukum yang laksanaannya ada pada suatu kekuatan terpusat
hidup dalam masyarakat (living law of people) atau badan-badan tertentu dalam masyarakat.
yang berpandangan bahwa dalam setiap Penilaian pakar hukum di atas menurut
masyarakat terdapat aturan hukum-hukum yang penulis lebih cenderung melihat hukum adat
hidup (living law). Semua hukum sebagai hu- dari aspek sanksi yang diterapkan oleh suatu
kum sosial, dalam arti bahwa semua hubungan otoritas/penguasa, ketika suatu individu me-
hukum ditandai faktor-faktor sosial-ekonomi. lakukan pelanggaran atas norma yang disepaka-
Pengakuan bersyarat yang selama ini ti. Walaupun demikian, tidak selamanya hukum
diterapkan oleh pemerintah (sepanjang masih
ada dan tidak bertentangan dengan peraturan 13
Lihat penjelasan konsep ini dalam Bernard Steny,
perundang-undangan)12 sangat merugikan ma- “Pluralisme Hukum: Antara Perda Pengakuan Masya-
rakat Adat dan Otonomi Hukum Lokal”, Jurnal Pemba-
syarakat. Dengan demikian dapat dikatakan te- ruan Desa dan Agraria, Vol. 3 No. 3, Tahun 2006, hlm.
lah terjadi penundukan hukum adat terhadap 84-85.
14
Penjelasan panjang lebar mengenai hal ini dapat dibaca
pada Achmad Sodiki, Masalah konflik Peraturan Per-
undang-undangan dan Konflik di Lapangan Agraria dan
11
Lihat Farida Patittingi, “Peranan Hukum Adat Dalam Usulan Penanganannya (Mencari Format Penanganan
Pembinaan Hukum Nasional Dalam Era Globalisasi”, Konflik Agraria dalam rangka Implementasi TAP MPR No
Majalah Ilmu Hukum Amanna Gappa, Vol. 11 No. 13, IX/MPR/2001), Makalah disampaikan sebagai Penanggap
Januari-Maret 2003, Makassar: Fakultas Hukum Univer- Utama dalam Seminar Nasional Strategi Pelaksanaan
sitas Hasanudin, hlm. 411. Pembaharuan Agraria, 26 September 2002, Jakarta,
12
Lihat penjelasan tentang hal ini pada Jufrina Rizal, hlm. 3; Lihat juga Teddy Anggoro, “Kajian Hukum Ma-
“Perkembangan Hukum Adat Sebagai Living Law Dalam syarakat Hukum Adat dan HAM dalam Lingkup Negara
Masyarakat”, Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa, Vol. Kesatuan Republik Indonesia”, Jurnal Hukum dan Pem-
16 No. 1, Maret 2008, Makassar: Fakultas Hukum Uni- bangunan, Vol. 36 No. 4, Oktober-Desember 2006, Ja-
versitas Hasanudin, hlm. 27. karta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 489.
Penguasaan Tanah Masyarakat Hukum Adat … 91

adat tersebut identik dengan pemberian sanksi. yang terdapat dalam UUPA adalah hak ulayat
Pada masyarakat tertentu, sanksi merupakan (wilayah) untuk menunjukan kepada tanah yang
alternatif terakhir ketika seseorang tidak me- merupakan wilayah lingkungan masyarakat
naati norma yang hidup dalam masyarakat. hukum bersangkutan. Menurut Achmad Sodiki
Paling penting bagi masyarakat adalah hukum konsep penguasaan tanah berlaku pada masya-
adat tersebut dapat memberikan rasa aman rakat tradisional salah satunya adalah hak
dan menciptakan ketertiban dalam hubungan ulayat, yaitu suatu hak masyarakat hukum se-
sosial. Sanksi tidak selamanya diberikan oleh bagai suatu kesatuan yang mempunyai wewe-
suatu otoritas atau institusi berkuasa, namun nang ke luar dan ke dalam, serta didalamnya
ada juga yang diberikan oleh masyarakat secara terdapat hak individu atas tanah yakni hak yang
langsung melalui pembatasan pergaulan atau lahir karena pengusahaan yang terus menerus
interaksi sosial yang dilakukan. secara intensif atas sebidang tanah (kosong).17
Dapat disimpulkan bahwa hukum adat15 Sedangkan Muchsin mendefenisikan hak ulayat
dimaknai dalam penulisan ini adalah hukum sebagai hak yang dipunyai oleh masyarakat
adat yang mengandung unsur-unsur memben- hukum adat tertentu atas wilayah tertentu
tuknya, seperti terdapat adat-istiadat sebagai yang merupakan lingkungan hidup para warga-
nilai-nilai yang telah melembaga dalam masya- nya untuk mengambil manfaat dari sumberdaya
rakat melalui perbuatan-perbuatan masyarakat, alam, termasuk tanah dalam wilayah tersebut
mengandung norma yang disepakati bersama bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya.18
secara tidak tertulis, memiliki institusi atau Pengakuan terhadap hak ulayat menunjukkan
organisasi yang menegakan, memiliki sanksi adanya kebolehan warga Negara, secara adat
serta dipengaruhi oleh agama yang dianut pada untuk memiliki atau menguasai tanah secara
masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma yang kolektif bagi terpenuhinya kepentingan ber-
telah mendapatkan kesepakatan masa lalu, da- sama, namun juga pengakuan hak atas tanah
lam kehidupan modern masih menjadi rujukan secara pribadi diperkenankan.19
sebagai kearifan lokal (local wisdom).16
Selanjutnya menurut penulis secara subs- Dinamika Hukum Pengakuan dan Perlindung-
tansial memberikan pemahaman bahwa hukum an Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat
adat merupakan hukum yang selalu hidup dan Sebelum masuknya penjajah (pra kolo-
berkembang dalam masyarakat, yang selalu nial) di Maluku Utara, penguasaan tanah lebih
mengikuti perkembangan jaman, memberikan banyak diatur oleh kelembagaan kerajaan/
jaminan ketertiban bagi masyarakat, serta sultan. Konsep kepemilikan eigendom tidak
mampu memberikan keadilan. Hukum adat ber- dikenal dalam mekanisme pengelolaan tanah
tujuan menciptakan kedamaian dan memajukan pada zaman ini, yang lebih menonjol adalah
kesejahteraan bagi warga masyarakat. Sedang- penguasaan tanah yang dilakukan secara
kan hak masyarakat hukum adat merupakan bersama-sama (komunal). Pada masa ini, tanah
hak bersifat individu maupun hak yang bersifat bukannya dimiliki oleh pejabat atau penguasa,
komunal. Salah satu hak yang bersifat komunal dalam artian politik mempunyai hak yuridiksi
atas tanah dalam wilayahnya yang dengan ke-
15 kuasaan dan pengaruhnya dapat dipertahankan,
Istilah masyarakat adat diambil dari terjemahan kata
indigenous peoples yang dibedakan dengan istilah
17
masyarakat hukum adat yang merupakan terjemahan Achmad Sodiki, 1994, Penataan Kepemilikan Hak Atas
dari Belanda yakni rechtgemencshap. Lihat dalam Tanah di Daerah Perkebunan Kabupaten Malang. (Studi
Masyhud Asyhari, “Pemberdayaan Hak-Hak Rakyat atas tentang Dinamika Hukum), Disertasi, Program Pasca
Tanah”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol. 13 No. 7, Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya, hlm. 21.
18
April 2000. hlm, 108-109; dan Jawahir THontowi, Muchsin, “Kedudukan Tanah Ulayat Dalam Sistem
“Komunitas Lokal dalam Perspektif HAM dan Hukum Hukum Tanah Nasional”, Varia Peradilan Ikahi Jakarta,
Nasional”, Jurnal Hukum, Vol. 57, Juli 2005, hlm. 245. XXI (245) April 2006, hlm. 35.
16 19
Jawahir Thontowi, op.cit, hlm. 239-240. Lihat juga Ni’matul Huda, “Beberapa Kendala dalam Penyelesaian
Rachmad Syafa’at, “Kearifan Lokal dalam Masyarakat Status Hukum Tanah Bekas Swapraja di Daerah Isti-
Adat di Indonesia”, Jurnal Publica, Vol. 4 No. 1, Januari mewa Yogyakarta”, Jurnal Hukum, Vol. 13 No. 7 April
2008, Malang: FISIP UMM, hlm. 8-15. 2000, Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, hlm. 108.
92 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

dan secara teoritik juga mempunyai hak untuk dengan hak barat melalui politik hukum pe-
menguasai, menggunakan atau menjual hasil- merintah Spanyol. Wilayah Ternate dibagi da-
hasil buminya sesuai dengan adat yang berlaku. lam dua wilayah, sebelah utara dikuasai dengan
Penguasaan tanah pada masyarakat hu- hukum adat, dan wilayah selatan dikuasai
kum adat Ternate sebelum datangnya para pen- dengan hukum barat (Spanyol). Penguasaan
jajah dikuasai oleh soanang/momole (penguasa sumberdaya alam terus dilakukan dengan me-
adat), kemudian setelah terbentuknya kerajaan manfaatkan potensi yang dimiliki masyarakat
di Maluku Utara, maka hak penguasaan tanah hukum adat Ternate, akibatnya kehidupan
tersebut beralih kepada sultan sebagai kepala masyarakat tetap melarat/miskin sementara
negara dan kepala pemerintahan sesuai hirarkhi bangsa Spanyol semakin kaya. Sama halnya
hak yang berlaku dalam hukum adat. Penguasa- dengan bangsa Portugis, keberadaan Spanyol
an tanah paling tertinggi adalah hak kolano dengan tujuan untuk menghimpun dan meng-
(hak Sultan) sekaligus sebagai sumber hak-hak ambil sumberdaya alam rempah-rempah yang
yang lebih rendah. Hak kolano didistribusikan bernilai ekonomis, untuk diperdagangkan di pa-
kepada masyarakat untuk dimanfaatkan demi sar internasional, guna membiayai perekonomi-
kehidupan dan kemakmuran masyarakat adat, an negaranya.
dengan pemberian upeti (ngase) dari hasil yang Untuk memberikan perlawanan kepada
diperoleh sebagai bukti pengabdian kepada bangsa Spanyol, Sultan Ternate melakukan keja
sultan. sama dengan Belanda, dengan harapan dapat
Penguasaan politik yang dilakukan oleh mengakhiri penjajahan di wilayah Ternate dan
kaum penjajah (Portugis, Spanyol, Belanda, sekitarnya. Namun harapan tersebut tidak di-
Inggris, dan Jepang) dengan maksud agar lebih peroleh, bahkan kehadiran bangsa Belanda
leluasa menghimpun dan menguasai berbagai merupakan babak baru penguasaan masyarakat
sumber daya yang dimiliki masyarakat hukum beserta sumberdaya alam yang dimiliki. Kerja-
adat Ternate. Akibatnya masyarakat diwajibkan sama dengan bangsa Belanda dibebani dengan
untuk menyerahkan seluruh hasil bumi kepada beberapa persyaratan seperti Belanda harus
Portugis dengan imbalan pembayaran yang bebas untuk memberikan benteng, Ternate se-
sangat murah, diwajibkan untuk menyerahkan cara politik harus mengakui pembesar Belanda,
bahan bangunan dan tenaga kerja. Walaupun biaya yang dikeluarkan untuk membiayai ten-
politik pertanahan pada saat itu memberikan tara Belanda ditanggung oleh masyarakat Ter-
hak penguasaan tanah masyarakat kepada ma- nate, serta harus memberikan monopoli hasil
syarakat hukum adat, namun terdapat sebagian rempah-rempah. Bahkan Belanda harus diberi-
hak atas tanah masyarakat diambil secara kan hak untuk menentukan kepemimpinan
paksa untuk kepentingan penjajah, kalaupun lokal.
diberikan ganti rugi, dilakukan dengan harga Pada saat itu pula, hukum adat diakui se-
yang sangat murah. Kebijakan pertanahan dan panjang tidak bertentangan dengan kepenting-
sumberdaya alam yang dilakukan penjajah un- an Belanda. Saat VOC (verenigde oostindische
tuk memperkokoh kekuasaan disegala bidang compagnie) berkuasa tahun 1602-1799, politik
(SDA, Hukum, Politik, Pertahanan dan Per- hukum pertanahan tidak mengindahkan dan
dagangan), dengan tujuan agar hasil yang di memperdulikan hak-hak tanah rakyat termasuk
peroleh dapat memberikan kontribusi terhadap hak-hak masyarakat hukum adat, pengaturan,
perekonomian bangsa mereka. pemilikan, dan penguasaan tanah diatur dengan
Masuknya bangsa Spanyol tidak merubah hukum Barat. Hukum adat sebagai hukum yang
kondisi masyarakat hukum adat Ternate men- mempunyai corak dan sistem tersendiri tidak
jadi baik, bahkan dengan pola yang sama dipersoalkan VOC, bahkan membiarkan rakyat
Spanyol menguasai berbagai sumberdaya alam Indonesia hidup menurut adat dan kebiasaan-
yang dimiliki. Harga cengkih dibeli dengan stan- nya.
dar harga lokal, tanah masyarakat dikuasai
Penguasaan Tanah Masyarakat Hukum Adat … 93

Setelah VOC bangkrut, kemudian Inggris berhak atas tanah yang diusahakan oleh rakyat,
menguasai Hindia Belanda, Raffles memper- terutama yang berkaitan dengan landrente,
kenalkan teorinya yang dikenal dengan teori cultures dan menjual tanah kecil. Pembatasan
domein yaitu penerapan sistem penarikan pajak Kewenangan Gubernur Jendral juga dirumuskan
bumi seperti yang dipergunakan Inggris di India. dalam pasal 62 R.R, S. 1854 yang tidak mem-
Dalam menghadapi kondisi yang berbeda de- berikan kewenangan untuk melakukan transaksi
ngan India, di Indonesia dilakukan penyelidikan jual beli tanah namun dapat disewakan.
kondisi agraria, kesimpulannya bahwa semua Sebagaimana telah dirumuskan dalam S.
tanah adalah milik raja atau pemerintah. Ke- 1854, Belanda tidak mempunyai pendirian yang
mudian dibuatlah sistem penarikan pajak bumi jelas terhadap hak-hak atas tanah. Keraguan
(Landrente) dimana setiap petani diwajibkan tersebut disebabkan karena (1) tidak ada sama
membayar pajak sebesar 2,5 dari hasil tanah sekali tertulis tentang hak tanah rakyat asli
garapannya. atau pun penduduk pribumi, (2) kurang me-
Setelah kekuasaan kembali ditangan Be- ngerti dan memahami pengetahuan tentang
landa (1816-1829), terjadi perdebatan di kala- hukum adat; (3) kesalahan-kesalahan dalam pe-
ngan pemerintah Belanda, berkaitan dengan nyelidikan kearah itu, yang selalu diselaraskan
asas dan corak kebijaksanaan agraria yang dengan pengertian dan pengetahuan hukum
semuanya didasarkan pada pandangan bahwa barat.
negara adalah sebagai pemilik tanah atau Pasal 62 RR 1854 dalam perjalanannya
negara yang mempunyai tanah (staatseigen- dianggap jauh memuaskan bagi upaya untuk
dom). Akibatnya terdapat perkembangan pemi- memberikan kesempatan bagi pemilik modal
kiran dalam 2 kategori yakni, pertama aliran untuk membangun perkebunan besar, akibat
Asia yang didasarkan kepada hak kekuasaan dari politik monopoli dari negara dalam peng-
dari Raja Asia dan kedua adalah aliran barat usahaan tanaman-tanaman yang mempunyai
yang lahir dari paham barat, berhadapan de- nilai ekspor bagi perusahaan swasta dengan hak
ngan hak sewa dari petani yang sah. eigendom (tanah partikel), sementara pada sisi
Pengakuan dan perlindungan hak masya- lain akibat dari keberhasilan usahanya, per-
rakat hukum adat semakin terpuruk dengan usahaan besar Belanda memerlukan bidang
diberlakukan politik hukum agraria melalui usaha baru untuk menginvestasikan modalnya
Regerings-Reglement (RR 1854) melalui S.1855 di wilayah Hindia Belanda Kondisi ini sejalan
No. 2 oleh Gubernur Jendral A.J.Duymaer van dengan semangat liberalisme yang sedang ber-
Twest, dimana politik pemerintah tetap dida- kembang dengan menuntut pergantian sistem
sarkan pada azas, bahwa kekuasaan Belanda di monopoli negara dengan kerja paksa melalui
daerah jajahan harus dipertahankan dengan konsep kapitalisme.
jalan damai, dan dengan memperhatikan Dorongan dan tuntutan dari pengusaha
kemakmuran rakyat anak negeri, tanah jajahan besar di atas, dijawab oleh Pemerintah Belanda
harus memberikan keuntungan lahir kepada melalui politik pertanahan kolonial tahun 1870
negeri Belanda. Agar tercapai tujuan tersebut dengan melakukan penambahan 5 ayat baru,
rakyat asli selalu diperintah menurut adat isti- kemudian ditambah 3 ayat dari pasal 62 RR
adatnya, dengan tidak menyimpang dari per- 1854 sehingga menjadi 8 ayat. Pasal 62 RR
aturan perundangan–undangan yang adil dan dengan delapan ayat ini kemudian dijadikan
langsung di bawah pimpinan kepala-kepalanya pasal 51 dari Indische Staatsregeling (IS), yang
sendiri, tetapi selalu dijaga adanya perkosaan kemudian peraturan tersebut dikenal dengan
dan kelalaian.20 nama agrarische Wet (S. 1870. No.55). terkait
Pemberlakuan Regerings-Reglement (RR hak masyarakat adat terhadap tanah diatur
1854) dengan pandangan bahwa pemerintah bahwa bagi Gubernur Jenderal tidak boleh
mengambil tanah kepunyaan hak rakyat asal
20
R. Roestandi Adiwilaga, 1962, Hukum Agraria Indonesia,
pembukaan hutan yang digunakan untuk ke-
Bandung: NV. Masa Baru, hlm. 133.
94 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

perluan sendiri, milik desa, dan tempat pe- pertanahan, domeinverklaring, feodalisme dan
ngembalaan umum, hak-hak atas tanah orang pembentukan hukum agraria nasional didasar-
pribumi yang diperoleh secara turun-temurun kan pada hukum adat karena dipandang sesuai
dapat diberikan dengan hak eigendom. Walau- dengan kepribadian bangsa Indonesia serta
pun dalam peraturan ini memberikan pengaku- merupakan hukum rakyat Indonesia yang asli.
an terhadap hak masyarakat hukum adat, na- Sebagai jawaban atas Ketidakadilan dari per-
mun pada saat bersama diberikan pembatasan aturan-peraturan agraria zaman kolonial23, ma-
hanya pada tanah-tanah yang dikuasai langsung ka dalam UUPA diamanatkan untuk dilakukan
oleh masyarakat. Bagi tanah yang tidak di- penataan struktur kepemilikan dan penguasaan
kuasai secara langsung, maka tanah tersebut tanah, serta hubungan hukum antara orang
menjadi tanah milik (eigendom) negara yang dengan tanah dan hubungan antara orang
diatur melalui peraturan pelaksana dari dengan perbuatan hukum yang berhubungan
Agrarische Wet, dan dikenal dengan pernyataan dengan tanah.24
kepemilikan atau domein verklaring,21 melalui Tentunya filosofi dasar diatas dengan
peraturan pasal 1 agrarische besluit (S 1879. maksud agar para petani dapat meningkatkan
No 118) sebagai peraturan pelaksanaan dari kemakmuran dan kesejahteraan melalui tanah
Agrarische Wet. sebagai basic need (kebutuhan dasar) bagi
Dampak dari pernyataan domein verkla- rakyat Indonesia. Terwujudnya nilai kepastian
ring ini, menyebabkan tanah-tanah yang di- hukum, keadilan, serta kegunaan/kemanfaat-
punyai oleh rakyat melalui hak milik adat an, barulah ada artinya jika hal tersebut men-
adalah merupakan tanah milik negara, sedang- jadikan petani makmur dan sejahtera. Namun
kan dalam konteks administrasi pertanahan dalam perkembangannya, nilai dasar tersebut
tanah-tanah hak milik adat dikenal sebagai telah bergeser akibat pengaruh kapitalisme
onvrij lands domein (tanah negara tidak yang mempengaruhi sistem perekonomian
bebas), dengan kata lain negara tidak bebas Indonesia. Bukti nyata pengaruh tersebut dapat
untuk memberikan tanah yang bersangkutan dilihat melalui kebijakan politik hukum Peme-
kepada lain karena dibebani hak rakyat.22 rintah Orde Baru yang mengundangkan peratur-
Setelah Indonesia merdeka, upaya untuk an sektoral yang lebih mementingkan kepen-
mengakhiri penguasaan sumberdaya tanah yang tingan investor (UU No. 11 tahun 1967 tentang
berlebihan oleh penjajah terus dilakukan pertambangan, UU No. 5 tahun 1967 tentang
melalui pembentukan hukum agraria nasional Kehutanan, UU No. 1 Tahun 1974 tentang pe-
yang berpihak kepada masyarakat. Disadari, ngairan, dan lain-lain). Penguasaan sumber da-
tanah merupakan pemberian Tuhan kepada ya alam telah diorientasikan sebagai milik
seluruh umat manusia,serta memahami kondisi negara dan swasta. Berdasarkan realitas ter-
bangsa indonesia yang bercorak agraris dimana sebut, menurut Achmad Sodiki bahwa sekali-
masyarakat tidak dapat terlepas dari tanah, pun secara yuridis formal UUPA masih berlaku
maka filosofi tanah bagi petani merupakan tetapi secara filosofis sudah kehilangan nilai-
dasar pembentukan hukum tanah nasional. nilai kerakyatan yang harus diwujudkan.25
Filosofi tanah untuk petani ini kemudian Dengan demikian, menurut penulis bahwa
dirumuskan dalam Undang-Undang No. 5 tahun tanah yang diberikan kepada seseorang, ke-
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, sekaligus menghapus dualisme hukum 23
Achmad Sodiki, Masalah Konflik Peraturan Perundang-
yang berlaku dalam pengaturan masalah Undangan dan konflik di Lapangan Agraria dan Usulan
Penanganannya, Mencari Format Penanganan Konflik
Agraria dalam rangka Implementasi TAP MPR No:
21
Lihat mengenai domain verklaring ini pada Sukirno, IX/MPR/2001, Makalah disampaikan sebagai Penanggap
“Perlindungan Hukum Masyarakat Hukum Adat”, Jurnal Utama dalam Seminar Nasional Strategi Pelaksanaan
Masalah-Masalah Hukum, Vol. 37 No. 2, Juni 2008, Se- Pembaharuan Agraria, 26 September 2002, hlm.1.
24
marang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, hlm. Pasal 2 ayat (2) UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan
135-140. Dasar Pokok-Pokok Agraria
22 25
B.F. Sihombing, op.cit, hlm. 89. Achmad Sodiki, op.cit, hlm. 2.
Penguasaan Tanah Masyarakat Hukum Adat … 95

lompok, maupun swasta bukan semata-mata Soa, sehingga praktis dalam tiap-tiap lingkung-
untuk mengejar produktivitas tanpa batas, an hukum adat, yaitu ternate dan sekitarnya,
tetapi lebih diutamakan bagi kebutuhan seper- (Tidore, Bacan dan Jailolo), semua tanah habis
lunya. Hasil pengelolaan tanah berupa pangan, terbagi kepada soa (rechtgemeen schap).
bukan menjadi monopoli sepihak, akan tetapi Setelah terbentuknya Pemerintah Swa-
pangan harus diperuntukan bagi kebutuhan da- praja pada tahun 1912, Pemerintah Swapraja
sar semua orang, terutama masyarakat miskin. mengadakan rapat umum yang disebut rapat
Penguasaan tanah di Maluku Utara (Ter- kie (empat kerajaan: kerajaan Ternate, Tido-
nate) di zaman sebelum terbentuknya keraja- re, Bacan dan Jailolo) yang dihadiri oleh semua
an, yang mewakili persekutuan hukum (rechts- sangaji (gelar kepala komunitas tradisional/
gemeenschap) disebut Momole (Ternate), Soa- kepala distrik dan merupakan golongan ter-
nang (Bacan) yakni penguasa atas tanah. Ke- tinggi), Gimalaha (kepala distrik), famanyira
kuasaan momole atau kepala-kepala Soanang (kepala desa/kepala soa), para kepala kampung
atas kaula mereka sebenarnya tidak terlalu dan seluruh pimpinan soa (suatu daerah/
besar. Mereka tidak lebih dari kepala suku dan lingkungan wilayah) dengan keputusan pada
pemangku adat dalam komunitasnya dan wila- saat itu, berupa tanah cocatu tetap diper-
yah adat. Setelah terbentuknya kerajaan, Sul- tahankan dan diakui sebagai milik rakyat, dan
tan adalah tuan tanah. Hak pertuanan (beshi- pemegang cocatu diharuskan membawa akte
kingrechts) atas tanah terletak pada Sultan cocatu yang bertuliskan huruf arab tersebut
yang dalam hal ini bertindak sebagai penang- untuk dilegalisir oleh residen; dan Aha kolano
gungjawab dari persekutuan hukum dalam dikuasai oleh Pemerintah Swapraja.
kerajaannya. Penguasaan tanah yang berlaku pada ma-
Rakyat suatu wilayah tahu sebelum ada- syarakat hukum adat Ternate dapat dibagi hak
nya raja, momole/soanang telah lebih dahulu atas tanah yang bersifat tetap seperti aha
ada dan menjadi penguasa atas tanah. Bila kolano/raki kolano, aha soa, aha cocatu, dan
seorang warga akan membuka kebun sagu atau hak atas tanah yang bersifat sementara seperti
kelapa, maka ia harus memperoleh ijin momo- hak safa/hak teto, hak tolagami, hak ruba-
le/soanang sebagai kepala adat/penguasa, dan banga, hak jurame.
apabila si pemilik kebun meninggalkan tanah Melalui politik hukum pemerintah, hak-
perkebunannya, maka kebun itu jatuh kepada hak masyarakat hukum adat semakin hari
momole/soanang. mengalami degradasi akibat dari desakan ke-
Setelah terbentuknya kerajaan, pada Ma- bijakan pemerintah yang hanya melihat tanah
syarakat adat Ternate telah diakui terbentuk- dari aspek ekonomi semata. Bahkan, pada
nya suatu lembaga adat tertinggi yang berdiri kalangan tertentu adat dan hukum adat justru
di atas semua lembaga-lembaga lainnya, di- ditakuti sebagai suatu bahaya atau ancaman
kenal dengan "Kolo Lamo" yakni lembaga hukum peradaban demokrasi dan nilai kemanusiaan.
adat tertinggi. Dalam pergaulan masyarakat Adat juga diperkirakan bisa mengancam sistim
Moloku Kie Raha (Ternate) terdapat tindakan- politik modern yang rasional. Kondisi ini di-
tindakan manusia untuk mengamankan dan me- sebabkan karena adat dan hukum adat tidak
majukan kepentingan-kepentingannya, ter- ditempatkan dalam pengertian sebagai suatu
masuk pada bidang pengelolaan sumber daya sistem mengatur dan menyelenggarakan ke-
alam (tanah). hidupan dalam komunitas.
Masyarakat adat Ternate mengakui bah- Penguasaan tanah dan penyelesaiaan
wa hak atas tanah berada pada kolo lamo, sengketa berdasarkan hukum adat, sampai saat
sebagai lembaga kekuasaan hukum tertinggi. ini masih dikenal pada masyarakat hukum adat
Berdasarkan asas "jou sengofa ngare" (falsafah
hukum adat Moluku Kie Raha), maka kolano
menyerahkan semua hak atas tanah kepada
96 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

yang tersebar di seluruh Indonesia.26 Dengan hubungan hukum yang mengatur kepentingan-
kata lain, bahwa eksistensi masyarakat hukum kepentingan mereka.
adat beserta hak tradisionalnya sangat ter- Pengakuan hak atas tanah berdasarkan
gantung syarat yang ditentukan oleh negara hukum adat merupakan konsekuensi dari kebe-
yakni sepanjang masih hidup, sesuai dengan radaan masyarakat yang otonom, untuk menga-
perkembangan jaman, sesuai dengan prinsip tur hubungan hukumnya. Dengan kata lain, pa-
NKRI dan diatur oleh undang-undang (Pasal 18B da masyarakat hukum adat terdapat kepastian
UUD 1945, dan pasal 5 UU No 5 tahun 1960 kelompok-kelompok sosial (social field) dalam
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria). mencipta-kan mekanisme-mekanisme pengatur-
Persyaratan pemberlakuan di atas, me- an pengelolaan dan pemanfaatan tanah tersen-
nunjukkan terjadi penundukan hukum adat diri (self-regulation) dengan disertai kekuatan
terhadap hukum negara, dimana berlakunya pemaksa pentaatannya melalui norma hukum
hukum adat jika diakui oleh hukum negara. dan institusi yang diakui. Namun pada saat yang
Penundukan Pemberlakuan hukum adat ter- ber-samaan terdapat campur tangan dari pihak
hadap hukum negara menunjukkan bahkan hu- luar (negara), maka keberadaan masyarakat be-
kum negara lebih superior dibandingkan dengan serta norma yang telah disepakati tersebut
hukum adat yang menurut keberadaan hukum menjadi semi otonom karena dipengaruhi oleh
adat bergantung dengan belas kasihan undang- faktor eksternal. Pengaruh faktor eksternal me-
undang. Dengan demikian, berlakunya hukum nyebabkan terjadinya keberagaman hukum
adat harus tidak bertentangan dengan peratur- yang saling mempengaruhi secara dinamis da-
an perundangan negara. Kondisi ini yang dianut lam perilaku sosial masyarakat yang beragam.
oleh UUPA, dimana hukum adat dianggap ter- Hal ini sejalan dengan teori Semi-Autonomous
dapat kekurangan yang harus dibersihkan de- Social Field yang dikemukakan oleh Moore.
ngan menggunakan kriteria hukum nasional.27 Reali-tas ini, oleh Achmad Sodiki dinamakan
Dapat dipahami bila hukum adat ditem- ter-jadi pengaruh pada dinamika internal dan
patkan dibawah UU, ketika UUPA dirumuskan eksternal hukum dalam masyarakat. Dalam kai-
pada saat belum diberlakukannya amandemen tan tanah adat, B.F. Sihombing membagi dalam
UUD 1945. Kondisi ini tentunya sangat berbeda dua jenis, yakni hukum tanah adat yang terjadi
saat ini, karena bila diteliti dalam konstitusi, pada masa lampau dan hukum tanah adat yang
hukum adat beserta hak tradisional dipandang terjadi pada masa kini.29
sebagai hak konstitusional sekaligus sebagai hak Melalui kriteria dan fakta keberadaan pe-
asasi manusia yang diatur dengan undang- ngelolaan sumber daya alam tanah pada masya-
undang. Dengan demikian, maka sepantasnya rakat hukum adat Ternate, maka menurut pe-
hukum adat ditempatkan pada kedudukan yang nulis ciri-ciri hak masyarakat hukum adat atas
sejajar dengan undang-undang28. Kesejajaran tanah adalah pertama, terdapat sumberdaya
ini memberikan berbagai alternatif bagi masya- alam (tanah, hutan, tambang, air) yang berada
rakat hukum adat, maupun pihak luar untuk
29
Hukum Tanah Adat masa lampau ialah hak memiliki dan
melakukan pilihan hukum ketika terjadi suatu
menguasai sebidang tanah pada zaman penjajahan
Belanda dan Jepang. Serta pada zaman Indonesia
merdeka tahun 1945, tanpa bukti kepemilikan secara
26
Lihat dalam Kaimuddin Salle, “Hukum Adat Bagaikan otentik maupun tertulis, jadi hanya pengakuan. Adapun
Embun”, Jurnal de Jure, Vol. 2 No. 2, Mei 2006, ciri-ciri hukum tanah masa lampau adalah tanah-tanah
Malang: LP3M Fakultas Syariah UIN, hlm. 37 dan Aan yang dimiliki dan dikuasai oleh seseorang dan atau
E. Widiarto, “Prospek Alternatif Penyelesaian Sengketa sekelompok masyarakat adat yang memiliki dan
(APS) dalam Perspektif Hukum Adat untuk Menyele- menguasai serta menggarap, mengerjakan secara tetap
saikan Konflik Pertanahan di Indonesia”, Arena Hukum, maupun berpindah-pindah dengan daerah, suku, dan
Vol. 22 No. 7, Maret 2004, Surabaya: Fakultas Hukum budaya hukumnya, kemudian secara turun temurun
Universitas Airlangga, hlm. 35. masih berada di lokasi daerah tersebut, dan atau
27
Achmad Sodiki, “Politik Hukum Agraria, Univikasi mempunyai tanda-tanda fisik berupa sawah, ladang,
ataukah Pluralisme Hukum”, Arena Hukum, Vol. 8 No. hutan, dan simbol-simbol berupa makam, patung,
3, Maret 1999, Surabaya: Fakultas Hukum Universitas rumah-rumah adat, dan dan bahasa daerah sesuai
Airlangga, hlm. 103. dengan daerah yang ada di Negara Republik Indonesia.
28
Ibid., hlm. 103. B.F. Sihombing, op cit, hlm. 67.
Penguasaan Tanah Masyarakat Hukum Adat … 97

dalam wilayah masyarakat hukum adat; kedua, bahwa pertama, hak atas tanah masyarakat hu-
dimiliki dan atau dikuasai oleh sekelompok kum adat saat ini masih banyak terdapat di
orang atau individu; ketiga, dikerjakan secara seluruh wilayah Indonesia, walaupun dari satu
tetap maupun berpindah-pindah dalam wilayah masyarakat hukum adat yang satu dengan yang
hukumnya; keempat, secara turun temurun lainnya terdapat perbedaan berdasarkan pada
masih berada di lokasi daerah tersebut, atau adat dan kebiasaan yang diyakni; kedua, per-
telah berpindah tangan atau dialihkan; kelima, kembangan penguasaan hak atas tanah di Indo-
mempunyai tanda-tanda fisik berupa sawah, nesia mengalami pasang surut, kondisi ini sa-
ladang, hutan, dan simbol-simbol berupa ma- ngat terkait dengan sistem dan konstalasi poli-
kam, patung, rumah-rumah adat, dan dan tik yang berlaku pada saat itu; ketiga, terhadap
bahasa daerah; keenam, terdata institusi adat hak masyarakat hukum adat di Maluku Utara,
yang mengatur penggunaan, dan pemanfaatan- khususnya di Ternate, sampai saat ini masih
nya; ketujuh, memiliki norma yang disepakati eksis, hal ini ditandai dengan adanya masyara-
bersama oleh masyarakat hukum adat; dan kat hukum adat yang selalui menjaga dan me-
kedelapan, mempunyai bukti pemilikan baik lestarikannya, terdapat regulasi atau norma
secara tertulis, maupun melalui pengakuan yang mengatur serta adanya wilayah yang men-
oleh warga masyarakat. jadi tempat mencari nafkah dan penghidupan
Sesuai dengan ciri-ciri yang dikemukakan, sehari-hari. Walaupun demikian, kebijakan
baik berdasarkan pada hukum tanah adat masa pemerintah sampai saat ini belum memberikan
lampau maupun masa kini, pada masyarakat perlindungan terhadap keberadaan dan keber-
hukum adat Ternate masih berlaku hukum adat langsungannya.
yang mengatur tentang tanah, seperti yang
dikenal hak bersifat tetap aha kolano (tanah Saran
sultan), aha soa (tanah kampung) dan aha Berdasarkan simpulan di atas, terdapat
cocatu (tanah individu), maupun hak bersifat beberapa rekomendasi dari penulis berupa per-
sementara seperti hak tolagami (hak buka tama, untuk memberikan perlindungan ter-
lahan), hak safa (hak penandah tanah), hak hadap masyarakat hukum adat beserta kearifan
rububanga (bongkar hutan) dan hak jurame lokalnya, maka Pemerintah dan DPR perlu se-
(kebun yang telah ditinggalkan), yang sampai gera merumuskan Undang-Undang sebagaimana
saat ini masih dipraktikkan dalam pengelolaan diamanatkan dalam pasal 18B ayat (2) Undang-
sumberdaya tanah. Namun demikian, karena Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
berlakunya sangat tergantung pada hukum ne- 1945; Kedua, sambil menunggu ditetapkannya
gara, maka hak-hak tersebut semakin hari ter- Undang-Undang yang mengatur kesatuan ma-
reduksi dan menyesuaikan diri dengan perkem- syarakat hukum adat beserta hak tradisional-
bangan masyarakat, akibat dari politik hukum nya, pada tataran lokal dengan kewenangan
agraria nasional. Bahkan hak-hak tersebut tidak otonomi daerah Pemerintah Daerah dan DPRD
mendapat perlindungan layak baik pada saat perlu merumuskan dan membentuk Peraturan
berhadapan dengan kasus konkrit, maupun Daerah yang dapat menjamin perlindungan ter-
dalam produk hukum negara, walaupun telah hadap hak masyarakat hukum adat; Ketiga,
memenuhi kriteria yang terdapat dalam Per- pemerintah perlu melakukan inventarisasi hu-
aturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1999 ten- kum adat dan hak tradisional yang masih ada
tang pedoman penyelesaian hak ulayat masya- saat ini sebagai bahan pembentukan hukum
rakat hukum adat. kedepan.

Penutup Daftar Pustaka


Simpulan Adiwilaga, R Roestandi. 1962. Hukum Agraria
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di Indonesia. Bandung: NV. Masa Baru;
atas, maka dalam tulisan ini dapat disimpulkan
98 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

Anggoro, Teddy. “Kajian Hukum Ma-syarakat mika Hukum). Disertasi. Surabaya: Pro-
Hukum Adat dan HAM dalam Lingkup Ne- gram Pascasarjana Universitas Airlangga;
gara Kesatuan Republik Indonesia”. Jur- -------. “Politik Hukum Agraria, Univikasi atau-
nal Hukum dan Pembangunan. Vol. 36 kah Pluralisme Hukum”. Arena Hukum.
No. 4. Oktober-Desember 2006. Jakarta: Vol. 8 No. 3. Maret 1999. Surabaya: Fa-
Fakultas Hukum Universitas Indonesia; kultas Hukum Universitas Airlangga;
Asyhari, Masyhud. “Pemberdayaan Hak-Hak -------. 1994. Penataan Kepemilikan Hak Atas
Rakyat atas Tanah”. Jurnal Hukum Ius Tanah di Daerah Perkebunan Kabupaten
Quia Iustum. Vol. 13 No. 7. April 2000; Malang. (Studi tentang Dinamika Hu-
Bauw, Lily dan Bambang Sugiono. “Pengaturan kum). Disertasi. Surabaya: Program Pasca
Hak Masyarakat Hukum Adat di Papua Sarjana Universitas Airlangga;
Dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam”, -------. Masalah konflik Peraturan Perundang-
Jurnal Konstitusi. Vol. I No. 1. Juni 2009. undangan dan Konflik di Lapangan Agra-
Jakarta: MKRI; ria dan Usulan Penanganannya (Mencari
Haba, John. “Realitas Masyara-kat Adat di Format Penanganan Konflik Agraria da-
Indonesia; Sebuah Realitas”. Jurnal Mas- lam rangka Implementasi TAP MPR No
yarakat dan Budaya. Vol. 12 No. 2. Tahun IX/MPR/2001), Makalah disampaikan
2010. Jakarta: LIPI; sebagai Penanggap Utama dalam Seminar
Hasnati, “Pertautan Kekuasaan Politik dan Nasional Strategi Pelaksanaan Pemba-
Negara Hukum”, Jurnal Hukum Respubli- haruan Agraria pada tanggal 26 Septem-
ca Vol. 3 No. 1. Tahun 2003. Pekanbaru: ber 2002. Jakarta;
FH Universitas Lancang Kuning; -------. “Kebijakan Sumber Daya Alam dan Im-
Huda, Ni’matul . “Beberapa Kendala dalam Pe- plikasi Juridisnya Pasca TAP MPR N
nyelesaian Status Hukum Tanah Bekas IX/MPR/2001 dan Kepres No 34 tahun
Swapraja di Daerah Istimewa Yogyakar- 2003”. makalah pada Seminar Nasional
ta”, Jurnal Hukum Vol. 13 No. 7. April dengan tema: Eksistensi dan Kewenangan
2000. Yogyakarta: Fakultas Hukum UII; BPN Pasca Keppres No 34 tahun 2003.
Malang;
Kelsen, Hans. 1973. General Theory of Law and
State. (alih bahasa Somarno). Jakarta: Steny, Bernard. “Pluralisme Hukum: Antara
Rimdi Press; Perda Pengakuan Masyarakat Adat dan
Otonomi Hukum Lokal”, Jurnal Pemba-
MD, Moh Mahfud. 1999. Pergulatan Politik dan ruan Desa dan Agraria. Vol. 3 No. 3. Ta-
Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Gama- hun 2006;
media;
Sukirno. “Perlindungan Hukum Masyarakat Hu-
Muchsin, “Kedudukan Tanah Ulayat Dalam Sis- kum Adat”. Jurnal Masalah-Masalah Hu-
tem Hukum Tanah Nasional”, Varia Pera- kum Vol. 37 No. 2. Juni 2008. Semarang:
dilan. Vol. 21 No. 245. April 2006, Jakar- Fakultas Hukum Universitas Diponegoro;
ta: IKAHI;
Syafa’at, Rachmad. “Kearifan Lokal dalam Mas-
Patittingi, Farida. “Peranan Hukum Adat Dalam yarakat Adat di Indonesia”. Jurnal
Pembinaan Hukum Nasional Dalam Era Publica. Vol. 4 No. 1. Januari 2008. Ma-
Globalisasi”. Majalah Ilmu Hukum Aman- lang: FISIP UMM;
na Gappa. Vol. 11 No. 13 Januari-Maret
2003. FH Universitas Hasanudin; Teubner, Gunther. (ed). 1988. Dilemma of law
in the Welfare State. New York;
Rizal, Jufrina. “Perkembangan Hukum Adat
Sebagai Living Law Dalam Masyarakat”, Thontowi, Jawahir. “Komunitas Lokal dalam
Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa. Vol. Perspektif HAM dan Hukum Nasional”.
16 No. 1. Maret 2008. FH Universitas Ha- Jurnal Hukum Fakultas Hukum Unisia.
sanudin; Vol. 57. Juli 2005;
Salle, Kaimuddin. “Hukum Adat Bagaikan Em- Widiarto, Aan E. “Prospek Alternatif Penye-
bun”, Jurnal de Jure. Vol. 2 No. 2. Mei lesaian Sengketa (APS) dalam Perspektif
2006. LP3M Fakultas Syariah UIN Malang; Hukum Adat untuk Menyelesaikan Konflik
Pertanahan di Indonesia”. Arena Hukum
Sodiki, Achmad. 1994. Penataan Kepemilikan Vol. 22 No.7. Maret 2004. Surabaya: Fa-
Hak Atas Tanah di Daerah Perkebunan kultas Hukum Universitas Airlangga.
Kabupaten Malang. (Studi tentang Dina-

Anda mungkin juga menyukai