Anda di halaman 1dari 9

1.

Preeklamsia Berat

a. Pengertian

Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra,

dan postpartum (Sarwono, 2009). Preeklamsia berat ialah preeklamsia dengan tekanan

darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110mmHg disertai proteinurian

lebih 5g/24 jam (Sarwono, 2009). Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan

yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria

dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah, 2010).

b. Diagnosis

Diagnosa dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortilitas

rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklampsi sukar dicegah, namun

preeklamsia berat dan eklamsia biasanya dapat dihindarkan dengan mengenal secara dini

penyakit itu dan dengan penanganan secara sempurna.

Diagnosis diferntial antara preeklamsia dengan hipertensi menahun atau penyakit

ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya tekanan

darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda, atau 6 bulan postpartum akan

sangat berguna untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan fuduskopi juga berguna karena

perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada preeklamsia, kelainan tersebut biasanya

menunjukkan hipertensi menahun. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya

proteinuria pada preeklampsi jarang timbul sebelum trimester 3, sedang pada penyakit

ginjal timbul lebih dahulu. Test fungsi ginjal juga banyak berguna, pada umumnya fungsi

ginjal normal pada preeklampsi ringan. (Rukiyah, 2010).

c. Etiologi

Menurut Mochtar (2007), Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui

dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan
penyebabnya. Oleh karena itu disebut ”Penyakit teori”, namun belum ada yang memberikan

jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang dipakai sebagai penyebab preeklamsia

adalah teori ”iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang

bertalian dengan penyakit ini.

Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan :

1) Mengapa frekuensi menjadi tinggi pada: primigravida, kehamilan ganda,

hidramnion,dan molahidatidosa;

2) Mengapa frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan ,umumnya

pada triwulan ke III;

3) Mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin

dalam kandungan;

4) Mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada kehamilan berikutnya

5) Penyebab timbulnya hipertensi, proteinuria, edema dan konvulsi sampai

koma.

Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan

banyak faktor yang menyebabkan preeklamsia dan eklamsia. Adapun teori-teori yang

dihubungkan dengan terjadinya preeklamsia adalah :

1) Peran prostasiklin dan tromboksan

Pada preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel

vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada

kehamilan normal meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis, yang

kemudian akan digant trombin dan plasmin, trombin akan mengkonsumsi anti

trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi trombosit menyebabkan

pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme

dan kerusakan endotel. (Ai yeyeh rukiah, 2010).


2) Peran faktor imunologis

Menurut Rukiyah (2010), Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan

pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat

ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking

antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin

sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa data yang mendukung

adanya sistem imun pada penderita PE-E, beberapa wanita dengan PE-E

mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan

adanya aktifasi sistem komplemen pada PEE diikuti proteinuria.

3) Faktor genetik

Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E

antara lain :

a) preeklamsia hanya terjadi pada manusia;

b) terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada

anak-anak dari ibu yang menderita PE-E;

c) kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu

ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka;

d) peran renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS). Yang jelas

preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu

hamil, disamping infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu

hamil ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter

kebidanan dan kandungan akan memantau lebih ketat kondisi

kehamilan tersebut.

Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat

menunjang terjadinya preeklamsia dan eklamsia. Faktor-faktor tersebut


antara lain, gizi buruk, kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim.

Faktor resiko terjadinya preeklamsia, preeklamsia umumnya terjadi pada

kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada

wanita diatas usia 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat tekanan

darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia

sebelumnya, riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan,

kegemukan,mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat kencing manis,

kelainan ginjal, lupus atau rematoid artritis. (Ai yeyeh rukiah, 2010).

d. Patofisiologi

Patofisiologi Menurut Mochtar (2007) Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh

darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat

arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya

sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam

tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi

kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan

berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam

ruangan intertisial belum diketahui penyebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.

Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan

glomerolus.

e. Predisposisi

(Rukiyah, 2010). Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklamsia bila terjadi

faktor-faktor sebagai berikut :

1) Nulipara

2) Kehamilan Ganda

3) Usia <20 tahun atau >35 tahun


4) Riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya

5) Riawayat pada keluarga pernah mengalami preeklamsia

6) Penyakit ginjal, diabetes militus, dan hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan

7) Obesitas

f. Perubahan Pada Organ Organ

Menurut Mochtar (2007) pada penderita preeklamasi dapat terjadi perubahan

pada organ-organ, antara lain :

1) Otak

Pada preeklamsia aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam

batas-batas normal. Pada eklamsia, resistensi pembuluh darah meninggi, ini

terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat

menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan

lanjut dapat terjadi perdarahan.

2) Plasenta dan rahim

Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan

plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena

kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklamsia dan eklamsia

sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaanya terhadap rangsang,

sehingga terjadi partus prematus.

3) Ginjal

Filtrasi glomerolus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal

ini menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerolus menurun, sebagai

akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerolus dapat turun

sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria

dan anuria.
4) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh

edema paru yang menimbulkan decompensasi cordis. Bisa pula karena

terjadinya aspirasi pnemonia, atau abses paru. (Sarwono, 2010).

5) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila

terdapat hal-hal tersebut, maka harus di curigai terjadinya preeklamsia berat.

Pada eklamsia dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan odema intra-

okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi

kehamilan. Gejala lain yang dapat menunjukkan tanda preeklamsia berat

adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan adanya

perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri,atau

di dalam retina. (Sarwono, 2010).

6) Keseimbangan air dan elektrolit

Pada preeklamsia ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang nyata

pada metabolisme air, elektrolit, kristaloit, dan protein serum. Jadi, tidak

terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Gula darah, kadar natrium

bikarbonat dan pH darah berada berada pada batas normal. Pada

preeklamsia berat dan eklamsia, kadar gula darah naik sementara, asam

laktat dan asam organik lainya naik,sehingga cadangan alkali akan turun.

Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi

selesai zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi

dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian

cadangan alkali dapat kembali pulih normal. (Sarwono, 2010).


g. Tanda dan Gejala Preeklamsia Berat

1) Tekanan darah sistolik >160 mmHg dan Tekanan darah diastolik >110 mmHg

2) Peningkatan kadar enzim hati atau/dan ikterus

3) Trombosit <100.000/mm3

4) Oliguria <400 ml/24 jam

5) Proteinuria >3 gr/liter

6) Nyeri epigastrum

7) Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat

8) Perdarahan retina

9) Odem pulmonum. (Sarwono, 2010).

h. Penanganan Preeklamsia Berat

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejalagejala preklamsia berat

selama perawatan dibagi menjadi :

1) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah

pengobatan medicinal.

2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah

pengobatan medicinal.

a) Perawatan Aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap

penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan

Nonstress test (NST) dan Ultrasonografi (USG), dengan indikasi : Ibu :

usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya tandatanda atau gejala

impending eklamsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam

pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan 24 jam perawatan

medicinal, ada gejalagejala status duo ( tidak ada perbaikan ). Janin :

hasil fetal assessment jelek ( NST & USG ) : adanya tanda Intra Uterine
Growt Retardation (IUGR) Hasil Laboratorium : adanya “HELP

Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia.

b) Pengobatan medisinal pasien preeklamsia berat (dilakukan di rumah

sakit dan atas instruksi dokter), yaitu : segera masuk rumah sakit, tirah

baring miring ke satu, tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patela

setiap jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus

RL (60-125 cc/jam), berikan antasidan, diet cukup protein, rendah

karbohidrat, lemak, garam, pemberian obat anti kejang : MgSO4,

diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,

payah jantung kongesif atau edema anasrka. Diberikan furosemid injeksi

40 mg/IM.

c) Antihipertensi diberikan bila : tekanan darah sistolik labih dari 180

mmHg, diastolik lebih dari 110 mmHg atau

3) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-

obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang

biasa dipakai 5 ampul dalam 500cc cairan infus atau press disesuaikan

dengan tekanan darah.

4) Bila tidak tersedia anti hipertensi parenteral dapat diberikan tablet anti

hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali.

Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai

diberikan secara oral (Syakib Bakri,1997)

5) Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda – tanda menjurus

payah jantung, diberikan digitalis cepat dengan cedilanid D.

6) Lain-lain : konsul bagian penyakit dalam/jantung, mata; obatobat antipiretik

diberikan bila suhu rectal lebih 38,50c dapat dibantu dengan pemberian
kompres dingin atau alkohol atauxylomidon 2cc IM; antibiotik diberikan atas

indikasi. Diberikan ampicilin 1 gr/6jam/IV/hari; anti nyeri bila penderita

kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL

50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.

(Sarwono, 2010).

i. Protab Penanganan Awal Preeklamsia Berat

1) Dosis awal yaitu 10ml MgSo4 40% (4gr) IV selama 10 menit

2) Dosis pemeliharaan yaitu segera lanjutkan dengan 15ml MgSo4 40%

(6gr) dalam larutan RL atau D5 2:1 selama 6 jam (Sarwono, 2005).

Anda mungkin juga menyukai