Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum

Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

KORUPSI BERBASIS NILAI KEADILAN

Hikmah1, Eko Sopoyono2


Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Jl. Imam Bardjo, S.H. No. 1-3, Kampus Pleburan, Semarang 50241
Hikmah.hasan@yahoo.co.id

ABSTRACT

Crime of corruption has caused damage in various aspects of people's lives, the Nation. So that efforts to
prevent and eradicate criminal acts of corruption need to be carried out continuously Policies or efforts to deal
with crime are essentially an integral part of social protection efforts and efforts to achieve social welfare. This
research method uses the Normative Death Penalty approach to corruptors based on article 2 paragraph (2) of
Law No. 31 of 1999 Jo Law Number 20 of 2001 concerning Eradication of Corruption, about the imposition of
capital punishment on corruptors based on the sound of article 2 paragraph (2). Criminal imposition of
corruptors can be carried out in certain circumstances when the country is in danger (national natural disasters
and moniter crisis). Penal punishment is actually not violating human rights if studied extensively and
theologically.

Keywords: Formulation Policy; corruption and Death Penalty

ABSTRAK

Tindak pidana korupsi telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, Bangsa.
Sehingga upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan secara terus-menerus
Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya
perlindungan masyarakat (social difence) dan upaya mencapai kesejateraan masyarakat (social walfare).
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan Normatif Pidana Mati terhadap pelaku koruptor berlandas
pada pasal 2 ayat (2) UU No 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi,
soal Penjatuhan pidana mati terhadap pelaku koruptor berdasarkan bunyi pasal 2 ayat (2). Penjatuhan
Pidana terhadap koruptor dapat dilakukan dalam keadaan tertentu disaat negara dalam Keadaan bahaya
(bencana alam nasional dan krisis moniter). Penjatuhan pidana sebenarnya Tidaklah melanggar Hak Asasi
manusia Jika dikaji secara Extentif dan teologis.

Kata kunci: Kebijakan Formulasi, tindak pidana korupsi dan Pidana Mati

1
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro
2 Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro

78
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

A. PENDAHULUAN diduga menerima suap APBD perubahan Kota


1. Latar belakang Malang pada Tahun 2015 yang hari ini kabarnya,
Tindak pidana korupsi telah menimbulkan sejumlah 41 DPRD Malang tersebut, ditetapkan
kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan sebagai tersangka (Viva,co.id Rabu, 5 September
masyarakat, bangsa, serta negara sehingga upaya .2018).
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Hal ini menunjukan, betapa maraknya praktik
korupsi perlu dilakukan secara terus-menerus dan korupsi di lingkup pemerintahan maupun dilingkup
berkesinambungan yang menuntut peningkatan swasta, yang membuat Negara Indonesia semakin
kapasitas sumber daya, baik kelembagaan, sumber rusak citra dan moralnya dihadapan dunia, serta
daya manusia, maupun sumber daya lainya, serta keuangan negara dan potensi ekonomi serta
mengembangkan kesadaran, sikap dan perilaku meluluhlantakan pilar-pilar sosio budaya, moral politik
masyarakat anti korupsi agar terlembaga dalam dan tatanan hukum serta keamanan nasional.
sistem hukum nasional. Para pejabat Negara terutama politisi jaman
Tindak Pidana Korupsi saat ini telah sekarang, tidak lagi mengabdi kepada konstituen
“membudaya” dalam penyelenggaraan pemerintahan (Djaja, 2010) . Hal ini dibuktikan dari praktik korupsi
di Indonesia, demikian ungkapan yang sering kali yang masih merajai moral dan Etika kebangsaan.
terdengar dan bahkan mungkin pernah di ucapkan Demikian juga dengan Tindak Korupsi, sudah di
(Amiruddin, 2010). “istilah uang pelicin”, “uang anggap sebagai hal yang biasa, dengan dalih “sudah
administrasi” dan sebagainya merupakan praktek- sesuai prosedur” Koruptor tidak lagi memiliki rasa
praktek korupsi yang tidak asing lagi, di temuai malu dan takut. Bahkan memamerkan hasil
dilapangan , khususnya di bidang pemerintahan dan korupsinya secara demonstratif.
swasta. Antara penerima dan pemberi “suap” tahu Kebijakan Formulasi Hukum Pidana melalui
sama tahu (TST). formulasi Undang-Undang UU 31 tahun 1999 jo UU
Belakangan ini, Sebanyak 38 anggota DPRD No. 20 tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi
Sumatra Utara (Sumut) dari periode 2009-2014 dan (UU TPK). Terkait dengan sanksi pidana mati,
2014-2019 ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK menjadi suatu masalah pada pembahasan ini,
atas dugaan kasus tindak pidana korupsi menerima dikarenakan (UU:TPK), belum mengatur ketentuan
hadiah atau janji dari Gatot Pujo Nugroho. Pemberian tentang yang berhak menentukan Negara dalam
itu dilakukan oleh Gatot saat masih menjabat keadaan bahaya atau negara dalam keadaan darurat
sebagai Gubernur Sumatra Utara.( Kompas.com - dan masalah lainya seperti bunyi Pasal 2 dan 3
26/04/2018/08:45 WIB). Setelah itu KPK kembali (UU:TPK) yang masih bersifat general serta
menangkap 41 anggota DPRD Malang, kerena pengaturan tentang tindak pidana setelah selesai

79
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

korupsi (Recidive) belum diaturnya. Hal ini masyarakat dalam menanggulanggi kejahatan. (Arief,
merupakan masalah mendasar dari tidak 2010).
dilaksanakan Sanksi Pidana mati Terhadap pelaku Kebijakan atau upaya penanggulangan
tindak Pidana Korupsi. kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian
Berdasarkan Pembahasan di atas maka judul integral dari upaya perlindungan masyarakat (social
yang diangkat adalah sebagai berikut:KEBIJAKAN difence) dan upaya mencapai kesejateraan
FORMULASI SANKSI PIDANA MATI TERHADAP masyarakat (social walfare). Oleh karena itu, dapat
PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI BERBASIS dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari
NILAI KEADILAN. politik kriminal ialah “perlindungan masyarakat untuk
2. Kerangka Teori. mencapai kesejateraan masyarakat” Sudarto
Kebijakan Formulasi merupakan kebijakan menyatakan bahwamelaksanakan politik hukum
penyusunan Undang-Undang, juga merupakan pidana berarti mengadakan pemilihan untuk
bagian integral dari kebijakan hukum pidana (penal mencapai hasil perundang-undangan pidana yang
police) Sudarto Mengemukakan beberapa arti paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan
mengenai kebijakan kriminal (“criminal police”) atau daya guna (Sudarto, 2010).
kebijakan hukum pidana dalam arti sempit, ialah Berdasarkan penjelasan beberapa ahli diatas
keseluruhan asas atau metode yang menjadi dasar tentang kebijakan hukum pidana, yang dalam hal ini
dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang dijadikan sebagai landasan dalam pembahasan.
berupa pidana; (Febrikusuma, Soponyono, & Maka penulis akan menjelaskan terkait dengan
Purwoto, 2016). adalah sebagai berikut: Kebijakan Formulasi terhadap penjatuhan pidana
a. Dalam arti luas, ialah, keseluruhan fungsi dari mati dalam (UU:TPK). Ketentuan penjatuhan pidana
aparatur penegak hukum, termasuk didalamnya mati bagi setiap pelanggar atau yang melakukan
cara kerja dari polisi, jaksa dan pengadilan. sebuah tindak pidana korupsi dalam (UU:TPK),
b. Dalam arti paling luas, beliau mengemukakan, mengacu kepada ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat
berdasar pendapatnya Jorgen Jopsen, ialah (2).
keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui Dengan adanya ancaman pidana mati dalam
perundang-undangan dan badan-badan resmi, (UU:TPK). Hingga sampai saat ini belum ada
yang bertujuan untuk menegakan norma-norma satupun kasus tindak pidana korupsi yang dijatuhi
sentral dari masyarakat. hukuman mati. Hal ini didasarkan karena pengertian
B.N.A mengemukakan definisi singkat terkait hakim yang berbeda-beda tentang tindak pidana
hal ini, bahwa bahwa politik kriminal atau criminal dalam menafsirkan (UU:TPK) itu sendiri. Ada
policy merupakan suatu usaha rasional dari sebagian hakim memandang bahwa tindak pidana

80
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa Maka Rumusan Masalah dalam Peneltian ini, adalah
(extraordinary crime), bersifat sistemik dan endemik sebagai berikut:
dengan dampak yang sangat luas (systematic 1. Bagaimanakah Kebijakan Formulasi Sanksi
andwidespread),sehingga penanganannya perlu Pidana Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak
upaya/ langkah-langkah luar biasa yang Pidana Korupsi.?
komprehensif (comprehensive extraordinary 2. Bagaimana kebijakan Formulasi sanksi pidana
measures), termasuk pidana mati. Namun ada juga mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang
Hakim yang mengatakan tidak (Arief, 2010). berbasis nilai keadilan?
3. Penelitian sebelumnya. B. METODE PENELITIAN.
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa Penelitian ini menggunakan pendekatan
referensi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh normatif, yaitu dengan mengkaji atau menganalisis
beberapa peneliti yang membahas mengenai data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum
kebijakan formulasi pidana dalam Undang-Undang primer, sekunder dan tersier dengan memahami
Korupsi Hasil penelitian sebelumnya akan digunakan hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-
untuk mendukung penelitian ini yakni sebagai berikut norma positif di dalam sistem Undang-Undang yang
: Iin Mutmainnah “Pidana Mati Terhadap Pelaku mengatur mengenai kehidupan menusia. Penelitian
Kejahatan Berat Dan Menyengsarakan. Jurnal Al- ini menggunakan pendekatan Normatif.
Qadāu Volume 2 Nomor 2/2015. Mia Amelia. (2012). C. HASIL DAN PEMBAHASAN.
“Masalah Pidana Mati Dalam Perspektif 1. Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana Pidana
Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia.” Jurnal Mati Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi
Wawasan Hukum, Vol. 27 No. 02 September 2012. Kebijakan Formulasi Hukum Pidana melalui
Ridwan, (2012). “Kebijakan Formulasi Hukum Pidana sarana Undang-Undang (UU:TPK), terkait dengan
Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi”. Ketentuan Penjatuhan Pidana Mati bagi yang
“Criminal Law Policy Formula On Suppressing melakukan Tindak Pidana Korupsi. maka sistem
Corruption.” Kanun Jurnal Ilmu No. 60, Th. XV pp. pemberian sanksi-nya mengacu kepada ketentuan
201- 224. sebagaimana Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2).
4. Permasalahan dan Gap Analysis Sebagaiman berbunyi :“Dalam hal tindak pidana
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
yang belum membahas terkait dengan Penjatuhan dilakukan dalam keadaan tertentu” yang dimaksud
Pidana Mati dalam (UU:TPK), Serta masalah yuridis “keadaan tertentu” adalah indak pidana tersebut
terkait dengan kendala-kendala, tidak dijatuhkan dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan
Pidana mati untuk pelaku tindak pidana korupsi. bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana

81
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan terikat ditiang gantungan pada leher terpidana
sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana
dan moneter, dan pengulangan tindak pidana berdiri.
korupsi. 3) Pasal 12 ayat (3): “Pidana penjara selama waktu
Secara umum hukuman mati yang berlaku di tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun
Indonesia didasarkan pada Undang-Undang dan berturut-turut dala hal kejahatan yang pidananya
berbagai peraturan yang beralaku di Indonesia yakni hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana
sebagai berikut: seumur hidup dan pidana penjara selama waktu
a. Pidana Mati dalam KUHP. (Iin Mutmainnah. tertentu begitu juga dalam hal batas lima belas
2015).Dalam KUHP Warisan Belanda, Pidana tahun dilampui sebab tambahan pidana kerena
mati dimungkinkan atas beberapa kejahatan perbarengan, pengulangan atau karena
berat, dianataranya adalah: ditentukan Pasal 52.
1. Pasal 104 (Makar terhadap presiden dan wakil 4) Pasal 38 ayat (1) ke-1: jika dilakukan pencabutan
presiden). hak, hakim menentukan lamnya pencabutan
2. Pasal 111 ayat 2 (membujuk negara asing dalam hal pidana mati atau pidana penjara
untuk bermusahan atau berperang, jika seumur hidup, lamanya seumur hidup.
permusuhan itu dilakukan atau jadi perang). 5) Pasal 47 ayat (2): jika perbuatan itu merupakan
3. Pasal 124 ayat 3 (membantu musuh waktu kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau
perang). pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan
4. Pasal 140 ayat 3 (makar terhadap raja atau pidana penjara paling lama lima tahun.
kepala negara-negara sahabat yang 6) Pasal 53 ayat (3): Jika kejahatan diancam dengan
direncanakan dan berakibat maut). pidana mati atau pidana denda penjara seumur
5. Pasal 340 (pembunuhan berencana) hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima
6. Pasal 365 ayat 4 (pencurian dengan belas tahun.
kekerasan yang mengakibatkan luka berat 7) Pasal 57 ayat (2): Jika kejahatan diancam dengan
atau mati) pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,
Berikut terkait dengan Pidana Mati yang dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas
berlaku di Indonesia: tahun.
1) Pasal 10 huruf (a): Menyatakan bahwa salah satu 8) Pasal 67:Jika orang dijatuhi pidana mati atau
Pidana Pokok adalah pidana mati. pidana penjara suumur hidup, disamping itu tidak
2) PasaL 11: Pidana mati dijalankan oleh algojo boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali
ditempat gantungan dengan menjeratkan tali yang

82
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

pencabutanm hak-hak tertentu, dan pengumuman terhadap para koruptor belum pernah terlaksana
putusan hakim. sama sekali. Yang terhintung banyak di Eksekusi
9) Pasal 78 ayat (1) ke-4 :kewenangan menuntut Mati adalah Tindak Pidana Terorisme dan tindak
pidana hapus kerena daluwarsa: mengenai pidana narkotika, padahal kalau dilihat muatan atau
kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau dampak dari ketiga model kejahatan tersebut sama-
pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan sama masuk dalam kategori kejahatan luar biasa
belas tahun. (Yuhermansyah & Farija. 2017).
10) Pasal 84 ayat (4): wewenang pidana mati tidak Pasal 109 RUU-KUHP Per satu Juni 2018,
daluawarsa (Moeljatno, 2016) Menyebutkan bahwa pidana mati secara alternatif
Berdasarkan uraian Pasal-Pasal dalam dijatuhkan sebagai upaya untuk mengayomi
Ketentuan Umum Buku I KUHP tersebut, dapat masyarakat
ketahui bahwa penjatuhan pidana mati merupakan Dipilihnya atau ditetapkan pidana mati sebagai
salah satu hukuman yang masih diterapkan di salah satu sarana untuk menanggulangi kejahatan
indonesia dan masih tetap dibertahankan hingga yang pada hakikatnya merupakan suatu pilihan
sampai saat ini, terhadap pelaksanaan sistem kebijakan hukum. Namun setelah kebijakan diambil
peradilan pidana indonesia. atau diputuskan dan dirumuskan (diformulasikan)
Diluar KUHP Ketentuan Pidana Pidana Mati, dalam suatu Undang-Undang.
juga diatur dalam UU No 9 Tahun 1997 tentang Maka dilihat dari sudut kebijakan formulasi
Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika. Ketentuan pidana mati itu tentunya, dapat diterapkan pada
tersebut terdapat pada Pasal 113 ayat (2) yang tahap aplikasi. yang menjadi masalahnya adalah
menyatakan “dalam hal perbuatan memperoduksi, apakah kebijakan formulasi pidana mati dalam
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkoba Undang-Undang 31 tahun 1999 Jo UU nomor 20
Golongan 1 sebagamana dimaksud Pada Ayat (1) tahun 2001 akan cukup efektif dalam rangka
dalam bentuk tanamanan beratnya melebihi 1 (satu) memberantas tindak pidana korupsi di indonesia
kilogram atau melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana (Arief, 2012).
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, Kita dapat melihat misalnya; pada pasal 2 ayat
atau pidana penajara paling singkat 5 (lima) tahun (2) yang berbunyi:“Dalam hal tindak pidana korupsi
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat dalam keadaan tertentu” yang dimaksud “keadaan
(1) ditambah 1/3 (sepertiga)”.(Mia Amalia. 2012). tertentu” adalah apabila dilakukan salah seorang
Namun berbeda masalahnya dengan pejabat negara maupun dari non pemerintahan yang
Persoalan Pidana mati yang di ataur dalam (UU:TPK) melakukan korupsi di saat negara dalam keadaan

83
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

bahaya. Keadaan bahaya yang dimaksud misalnya memperkaya diri sendiri /orang lain/koorporasi
terjadi bencana alam nasional sebagai pengulangan secara melawan hukum”. Jadi tidak ditujukan
tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara kepada semua bentuk TPK, padahal dalam
dalam kedaan krisis ekonomi dan moneter. “penjelasan umum” dinyatakan, bahwa tujuan
Keadaan tertentu merupakan pemberatan dibuatnya UU No. 31/1999 ini (sebagai pengganti
pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yang UU No 3/1971) adalah sebagai Upaya Pemerintah
apabila tindakan tersebut, dilakukan terhadap dana- dalam melakukan pemberantasan “disetiap
dana yang diperuntukan penanggulangan keadaan bentuk tindak pidana korupsi”. dengan
bahaya. Misalnya bencana nasional, kerusuhan diancamkannya pidana mati sebagai pemberatan
sosial yang meluas, Krisis ekonomi moneter serta pidana (Arief, 2012).
dana penanggulangan tindak pidana korupsi. Menurut pasal 2 ayat (2), pidana mati
Kebijakan formulasi yang demikian jelas merupakan pemberatan pidana terhadap delik dalam
menunjukan adanya beberapa kelemahan, seakan- Pasal 2 ayat 1 yang di ancam dengan pidana seumur
akan memberikan kesan bahwa tidak seriusnya hidup atau penjara 20 tahun. Dalam Undang-Undang
pemerintahan negara dalam menanggulangi tindak No. 31/1999 Jo Undang-Undang No. 20/2001, tindak
pidana korupsi. Berikut kelemahan-kelamahan dalam pidana korupsi yang diancam dengan pidana
Undang-Undang 31 tahun 1999 Jo UU nomor 20 seumur hidup atau maksimun penjara 20 tahun tidak
tahun 2001. hanya terdapat dalam pasal 2, tetapi terdapat juga
Kelemahan-kelamahan yang menghambat dalam Pasal 3 yang berbunyi: “penyalagunaan
terlaksananya penjatuhan pidana mati terhadap kewenangan /kesempatan /sarana karena jabatan
pelaku tindak pidana korupsi saat ini adalah soal atau kedudukan”. Kemudian Pasal 12: Penerimaan
kualitas dan kuantintas yang dikorupsi sebagai suap (suap pasif) oleh pegawai negeri/
indikator dalam menjatuhkan pidana mati dan penyelenggara Negara, Hakim, dan Advokat.
teramasuk tidak diperjelas masalah posisi/eksitensii Merupakan suatu kejanggalan kalau pidana
pidana mati dalam sistem yang berlaku Risva Fauzi mati hanya diancamkan terhadap pasal 2.
(Batubara, Arief,& Soponyono, 2014) Sedangkan dalam pandangan masyarakat dan
Berikut kelemahan yang dapat terindetifikasi dilihat dari hakikat korupsi sebagai delik jabatan,
dalam UU TPK, soal penjatuhan Pidana Mati perbuatan “menyalagunakan kewenangan jabatan/
terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi : kedudukan” (Pasal 3) dan “penerimaan suap oleh
1. Pidana mati sebagai pemberatan pidana, hanya pegawai negeri /penyelenggara Negara, hakim dan
diancamkan untuk TPK tertentu dalam Pasal 2 advokat (pasal 12) dirasakan lebih tercela dari pada
ayat (1), yaitu “melakukan perbuatan “memperkaya diri” pasal (2); setidak-tidaknya harus

84
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

dipandang sama berat, dan oleh karenanya juga 3) Dalam keadaan krisis ekonomi
layak untuk diancam dengan pidana mati, terlebih b. alasan Yuridis yaitu: dilakukan sebagai
delik penyuapan justeru paling menonjol dalam pengulangan tindak pidana.
berbagai kasus korupsi selama ini. 3) Keadaan tertentu menurut UU nomor 20
2. Kelemahan berikutnya terkait dengan definisi Tahun 2001.
“keadaan tertentu” yang alasan pemberatan Alasan kondisional yaitu apabila dilakukan
pidana untuk dapat dijatuhkanya pidana mati. korupsi terhadap dana-dana yang
Terhadap formulasi UU, “keadaan tertentu” yang peruntungkan bagi penanggulangan sebaga
menjadi alasan pemberatan pidana pada berikut:
umumnya dirumuskan secara tegas dalam a. keadaan bahaya;
perumusan delik yang bersangkutan. Misalnya b. bencana alam nasional;
pemberatan pidana dalam kasus penganiyayaan, c. kerusuhan sosial;
Pasal 356 KUHP dan pemberatan pidana itu tidak d. krisis ekonomi dan moneter;
dirumuskan secara tegas dalam perumusan Instrument-Instrument Multilateral Untuk
pasal, tetapi hanya dirumuskan dalam “penjelasan Mencegah Dan Memberantas Korupsi, Antara Lain:
dan ketentuan Pasal 2 ayat (2). a) Konvensi antar amerika. anti korupsi yang
1) Alasan “keadaan tertentu” untuk adanya disahkan oleh Organisasi Negara-Negara
pidana mati bagi koruptor menurut penjelasan Amerika pada 29 Maret 1996.
pasal 2 Ayat 2 UU No. 31/1999 atas b) Konvensi tentang Pemberantasan Korupsi yang
perubahan dalam UU No.20/2001, kelemahan- melibatkan Pejabat-Pejabat Masyarakat Eropa
nya belum mengatur secara tegas Pidana mati pada 26 Mei 1997.
dapat jatuhkan padahal tindak Pidana korupsi c) konvensi tentang Membarantas Penyuapan
sudah merupakan bencana dan merupakan Pejabat-Pejabat Publik Asing dalam Transaksi-
ancaman bagi negara yang ingin berkembang transaksi Bisnis Internasional yang disahlkan oleh
dan terkait dengan penjelasan keadaan organanisasi untuk kerja sama Ekonomi dan
tertentu: dapat digambarkan sebagai berikut: pembangunan pada 21 November 1997.
2) Keadaan tertentu menurut UU nomor 31 tahun d) Konvensi Hukum pidana tentang korupsi, yang
1999 disahkan Oleh Komite Menteri-Menteri Dewan
a. Alasan kondisional apabila dilakukan: Eropa pada 27 Januari 1999.
1) Pada waktu negara dalam keadaan Bahaya e) Konvensi Hukum Perdata tentang korupsi, yang
sesuai Undang-Undang berlaku; disahkan oleh komite Menteri-Menteri- Dewan
2) Pada waktu terjadi bencana nasional atau; Eropa pada 4 November 1999.

85
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

f) Dan konvensi Uni Afrika tentang Pencegahan dan Melihat dari beleid itu bahwa indonesia adalah
Pemberantasan Korupsi, yang disahkan Oleh bagian dari gerakan Global melawan korupsi. Namun
Kepala-Kepala Negara dan Pemerintah Uni Afrika indonesia tidak menerima secara utuh UNCAC. Hal
Pada 12 ini diperkut oleh Pasal 1 ayat (1) UU No 7 Tahun
Juli2013(https://www.slideshare.net/indo_acf/unca 2006 menyatakan “ mengesahkan United Nations
c-indonesia). Convensi Against Corruptiom, 2003 (Konvesi
Macam-macam tindak pidana korupsi menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa anti Korupsi, 2003)
United Nation Convention Against Corruption sebagai dengan Revervation (persyaratan) terhadap pasal 66
berikut: ayat (2) tentang Penyelesain Sengketa.
1. Penyuapan pejabat Publik Nasioanal, 2. Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana Mati
2. Penyuapan Publik asing Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Yang
3. Pejabat organisasi Internasional Publik, Berbasis Nilai Keadilan
4. Penggelapan, Penjatuhan Hukum mati bagi pelaku tindak
5. Penyalahgunaan atau penyimpangan lain pidana korupsi jika hanya dilihat secara tesktual,
kekayaan oleh penjabat publik, maka penerapan hukuman mati bertentangan
6. Pemanfaat pengaruh dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana dicantukan
7. Penyalahgunaan Fungsi dalam Pasal 28A ayat (1), 28I ayat (1), Jo Pasal 4
8. Memperkaya diri secara tidak sah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, jo pasal 3
9. Penyuapan sektor swasta DUHAM. Namun jika dikaji secara kontesktual
10.Penggelapan kekayaan disektor swasta, dengan menggunakan penafsiran extentif dan
11.Pencuncian hasil kejahatan, teologis maka sebenarnya penerapan hukuman mati
12.Penyembunyian, tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Yang
13.Penghalangan peradilan. dimaksud dengan Penafsiran Extentif adalah
Pemerintah Indonesia untuk mengikatkan diri merupakan Penafsiran yang sangat luas, misalnya
secara resmi pada United Nations Convention Hakim Menjatuhkan putusan hukum pada pelaku
Againts Corruotion (UNCAC) butuh waktu tiga tahun. TPK, tidak hanya melihat secara tesktual Undang-
Konvensi ini di rumuskan pertama kali di Merida Undang saja (Muwahid. 2015). Tetapi juga harus
Meksiko pada tanggal 9-11 Desember 2003. Tepat dilihat dari dampak perbuatan koruptor tersebut.
pada 18 April 2006, Presiden Susilo Bambang begitupun dari sudut teologisnya, (Hukum Islam).
Yudhoyono mendatangi UU No.7 Tahun 2006 Hukuman mati dapat dilakukan sesuai dampak
sebagai tanda ratifikasi Uncac. kejahatan yang ia buat.

86
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Argumentasi ini yang diberikan adalah akibat perekonomian negara, dipidana dengan pidana
ditimbulkan dari tindak pidana korupsi jauh besar dari penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
kejahatan genoside, terorisme, narkotika dan singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua
kejahatan-kejahatan kemanusian lainya. alasan puluh) tahun dan denda paling sedikit Ketegori II
penerapan hukum mati bagi terpidana koruptor dan paling banyak Kategori VI.
melanggar hak asasi manusia karena bertentangan Pasal 654: Setiap orang yang dengan tujuan
dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
tahun 1945 Pasal 28A UUD 1945, serta di dalam suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 kesempatan atau sarana yang ada padanya
Tentang HAM. Bukanlah alasan yang tepat bagi karena jabatan atau kedudukan yang merugikan
Negara Indonesia yang multikularisme ini. keuangan negara atau perekonomian negara,
RUU-KUHP tidaklah mengatur tentang dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
ketentuan Pidana Mati bagi pelaku Tindak Pidana atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
Korupsi, tetapi mengatur hal-hal yang berkaitan dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
dengan syarat-syarat materil saja. Dikarenakan paling sedikit Kategori II dan paling dan paling
selama ini, (UU:TPK) menyimpang dari KUHP. banyak Kategori VI.
Bahkan terkait dengan Pidana Mati untuk kedepan- Pasal 655:
nya dalam rancangan RUU-KUHP akan dijadikan 1. Dipidana dengan pidana penjara paling
pidana alternatif saja, tidak lagi seperti ketentuan singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
Pasal 67 KUHP WVS. Bahkan setelah hakim tahun dan denda paling sedikit Kategori III dan
menjatuhkan hukum mati terhadap Narapidana, akan paling banyak Kategori V, setiap orang yang:
diberikan waktu selama 10 tahun, jika dalam jangka a) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
10 tahun ada perubahan. Maka pidana akan diubah pegawai negeri atau penyelenggara negara
menjadi pidana penjara maksimal 20 tahun penjara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
(Tribun.news.com 2016). Tindak Pidana Korupsi dalam jabatanya, yang bertentangan dengan
dalam RUU-KUHP Diatur Pada Bab XXXVIII (Bagian kewajibannya: atau
Ketiga), Yaitu Tindak Pidana Berat Terhadap Hak b) Memberi sesuatu kepada pegawai negeri
Asasi Manusia sebagai berikut: atau penyelenggara negara karena atau
Pasal 653: Setiap orang yang secara melawan berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri dengan kewajiban, yang dilakukan atau tidak
sendiri atau orang lain atau suatu Koorporasi dilakukan dalam jabatannya.
yang merugikan keuangan negara atau

87
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

2. Pegawai negeri atau penyelenggara negara Konsep dasar diadakan pidana mati dalam
yang menerima pemberian atau janji RUU-KUHP dan (UU:TPK) di latar belakangi oleh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana berbagai pokok pemikiran yang secara garis besar
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) dapat disebut sebagai “ide keseimbangan” yaitu
tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda keseimbangan monodualistik antara kepentingan
paling sedikit Kategori III dan paling banyak umum, masyarakat individu, dan perseorangan.
Kategori V. Bertolak dari ide keseimbangan monodualistik, maka
Pasal 656: tujuan pemidanaan diarahkan pada dua masalah
1. Setiap orang yang memberikan hadiah atau pokok yaitu “perlindungan masyarakat” dan
janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara perlindungan pembinaan Individu”.
negara dengan mengingat kekuasaan atau “Ide dasar perlindungan Masyarakat serta bertolak
wewenang yang melekat pada jabatan atau dari hasil penelitian Ilmiah “kerjasama Kejaksaan
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau Agung RI dan FH UNDIP” pada tahun 1981/1982.
janji dianggap melekat pada jabatan atau Maka konsep tetap pidana mati tetap akan
kedudukan tersebut dipidana dengan pidana dipertahankan jenis-jenis pidana berat, yaitu
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda pidana mati dan penjara seumur hidup. Namun
paling banyak Kategori IV dalam kebijakan formulasinya juga
2. Pegawai negeri atau penyelenggara negara mempertimbang kan perlindungan kepentingan
yang menerima hadiah atau janji sebagaimana Individu yaitu dengan berbagai ketentuan, seperti
dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penundaan pelaksanaan pidana mati atau pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda bersayarat dan dapat diubahnya pidana seumur
paling banyak Kategori IV. hidup menjadi penjara 15 tahun”. (Barda Nawawi
Menurut Andi Hamzah (1994:32) alasan- Arief. 2012).
alasan pro pidana mati antara lain: Perbandingan Sistem hukum Negara Cina
1. Pidana merupakan alat penting untuk penerapan bahwa mereka serius menjadikan hukum sebagai
yang baik dari hukum pidana. sesuatu hal yang sangat menakutkatkan misalnya di
2. Jangankan hakim siapapun dapat saja melakukan dalam Journal yang berjudul Chinese Journal of
kekeliruan tetapi kekeliruan hakim tersebut dapat International Law, mengukapkan; The principle to
diatasi dengan Upaya Hukum. follow here is that those who owe blood debts or are
3. Justru karena bermanfaat pidana mati diadakan, guilty of other extremely serious crimes and have to
karena merupakan alat penguasa agar norma be executed to assuage the people’s anger (Seet,
hukum dipatauhi (Eleanora, 2012). 2017).

88
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Artinya Prinsip yang harus diikuti di sini adalah Negara yang berketuhanan mestinya pancasila
mereka yang berutang darah atau bersalah atas dijadikan sebagai sumber nilai dalam penegakan
kejahatan lain yang sangat serius dan harus hukum Indonesia. Karena Negara yang
dieksekusi untuk meredam kemarahan orang-orang., berketuhanan harus menjujung tinggi nilai moralitas
bahwa jika sekiranya tindak pidana korupsi di bangsa dari perbuatan korupsi. Maka formulasi
Indonesia merupakan kejahatan luar biasa, kenapa kedepan-nya untuk penanganan Tindak Pidana
hukuman mati hanya dijadikan sebagai standar Korupsi harus lebih serius. Karena perbuatan Korupsi
ancaman yang sifatnya hanya menakut-nakuti saja. saat ini, sudah sangat merajalela dan tindak segan-
Negara Thailand yang secara eksplisit segan dilakukan oleh penjabat.
menetapkan hukuman mati untuk membarantas D. PENUTUP
Korupsi dinegara mereka. Di indonesia dalam Kesimpulan
(UU:TPK), belum menetapkan secara Spesifik serta 1. Dipilihnya atau ditetapkan pidana mati sebagai
secara serius, batas minimum yang ditentukan yang salah satu sarana untuk menanggulangi
dapat dihukum dengan hukuman mati terhadap para kejahatan yang pada hakikatnya merupakan
koruptor yang melakukan korupsi uang negara. suatu pilihan kebijakan hukum. Namun setelah
(Indrawati, Astuti, & Ruba’i, 2015) kebijakan diambil atau diputuskan dan
Putusan Mahkmah Konstitusi melalui putusan dirumuskan (diformulasikan) dalam suatu
Nomor 003/PUU/2006 , yang menyatakan sifat Undang-Undang. Kita dapat melihat misalnya;
melawan hukum materiel bertentangan dengan pada pasal 2 ayat (2) yang berbunyi:“Dalam hal
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (1) tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud
(Ridwan, 2012). Sehingga sifat melawan hukum dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu”
materiel dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum yang dimaksud “keadaan tertentu” adalah apabila
yang mengikat. dilakukan salah seorang pejabat negara maupun
Sedangkan sudah jelas perbuatan korupsi dari non pemerintahan yang melakukan korupsi di
merupakan kejahatan yang mengacam keamanan saat negara dalam keadaan tertentu. Keadaan
nasional, serta merusak citra bangsa dan negara tertentu yang dimaksud misalnya terjadi bencana
dimata dunia Internasional. Maka prinsip yang harus alam nasional sebagai pengulangan tindak pidana
dilakukan adalah sebagai mana penerapan hukum korupsi, atau pada waktu negara dalam kedaan
mati di Negara Cina. “Mereka yang berutang darah krisis ekonomi dan moneter.
atau bersalah atas kejahatan lain yang merupakan 2. Penerapan hukum mati bagi pelaku tindak pidana
yang sangat serius mestinya hal tersebut harus korupsi jika hanya dilihat secara tesktual, maka
dieksekusi untuk meredam kemarahan masyarakat”. penerapan hukuman mati bertentangan dengan

89
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Hak asasi Manusia sebagaimana dicantukan harus diatasi dengan membandingkannya dengan
dalam Pasal 28A ayat (1), 28I ayat (1), Jo Pasal 4 ketentuan tindak pidana korupsi dii negara cina
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, jo pasal dan Thailand yang secara explisit menetapkan
3 DUHAM. Tetapi harus dilakukan Penafsiran hukuman mati untuk meningkatkan UU korupsi
Extentif atau Penafsiran yang sangat luas, dengan memasukan ketentuan hukuman mati
misalnya Hakim Menjatuhkan putusan hukum yang ketat untuk menimimalkan tindakan korupsii
pada pelaku TPK, tidak hanya melihat secara di indonesia saat ini.
tesktual Undang-Undang saja. tetapi juga harus
dilihat dari dampak perbuatan koruptor tersebut. DAFTAR PUSTAKA
begitupun dari sudut teologisnya, (Hukum Islam). Buku
Hukuman mati dapat dilakukan sesuai dampak Djaja, E. (2010). Memberantas Korupsi Bersama
kejahatan yang ia buat. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Jakarta:
Saran Sinar Grafika.
1. Merupakan suatu kejanggalan kalau pidana mati Amiruddin. (2010). Korupsi Dalam Pengadaan
hanya diancamkan terhadap pasal 2. Sedangkan Barang Dan Jasa. Yogyakarta: Genta
dalam pandangan masyarakat dan dilihat dari Publihsing.
hakikat korupsi sebagai delik jabatan, perbuatan Arief, Barda N. (2010). Bunga Rampai Kebijakan
“menyalagunakan kewenangan Hukum Pidana. Edisi Ke 2. Jakarta: Kencana.
jabatan/kedudukan” (Pasal 3) dan “penerimaan Moeljatno. (2016). Kitab Undang-Undang Hukum
suap oleh pegawai negeri/penyelenggara Negara, Pidana. Jakarta: Bumi Aksara.
hakim dan advokat (pasal 12) dirasakan lebih Arief, Barda N. (2012). Pidana Mati Perspektif Global,
tercela dari pada “memperkaya diri” pasal (2); Pembaharuan Hukum Pidana Dan Alternatif
setidak-tidaknya harus dipandang sama berat, Pidana Untuk Koruptor, Cet. 1. Semarang:
dan oleh karenanya juga layak untuk diancam Pustaka Magister Ilmu Hukum.
dengan pidana mati, terlebih delik penyuapan Sudarto. (2010) Kapita Selekta Hukum Pidana.
justeru paling menonjol dalam berbagai kasus Bandung: PT. Alumni
korupsi selama ini. Journal/Artikel
2. UU Pemberantasan Korupsi (UU:TPK) Perlu Batubara, Risva Fauzi., Arief, Barda N., &
menetapkan Kriteria korupsi dengan spesifik Soponyono, Eko. (2014). Kebijakan Formulasi
keseriusan, serta batas minimum dari jumlah yang Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak Pidana
ditentukan yang dapat dihukum dengan hukuman Korupsi. Journal Law Reform , Vol. 10, (No.1),
mati. Maka deangan hal itu keterbatasan Ini meski pp.74-83.

90
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Seet, M. (2017) “China’s Suspended Death Sentence Yuhermansyah, Edi., & Fariza, Zaziratul. (2017).
with a Two-year Re-prive: Humanitarian Pidana Mati Dalam Undang-Undang Tindak
Reprieve or Cruel, Inhuman dan Degrading Pidana Korupsi (Kajian Teori Zawajir Dan
Puhnisment. Nasional University Of Singapore, Jawabir). Legitimasi, Vol. VI, (No. 1), pp. 159-
NUS Working Paper 006. 160.
Eleanora, Fransiska N. (2012). “Eksistensi Pidana Febrikusuma, Thomas W., Soponyono, Eko., &
Mati Dalam Perspektif Hukum Pidana. Jurnal Purwoto. (2016). “Kebijakan Hukum Pidana
Ilmiah Widya, Vol.29, (No.318, Maret), pp.12- Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana
13 Gratifikasi Di Kabupaten Blora”. Diponegoro
Mutmainnah, I. (2015). “Pidana Mati Terhadap Law Journal, Vol.5, (No.2), pp. 1-11
Pelaku Kejahatan Berat Dan Undang-Undang
Menyengsarakan. Jurnal Al-Qadāu, Vol.2, (No. Undag-Undang Nomer 31 tahun 1999 Jo UU No. 20
2), p. 258 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Amelia, M. (2012). Masalah Pidana Mati Dalam Pidana Korupsi.
Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana Di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Indonesia. Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 27 RUU-KUHP per 26 Juni 2018 Buku Tindak Pidana
(No. 02), pp. 554-558 Khusus Keterangan Peralihan dan Penutup
Ridwan. (2012). Kebijakan Formulasi Hukum Pidana (2).
Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Sudarto. (2010). Kapita Selekta Hukum Pidana.
Korupsi. “Criminal Law Policy Formula On Bandung: PT. Alumni.
Suppressing Corruption.” Kanun Jurnal Ilmu Website
Hukum, No. 60, Th. XV pp. 201- 224. https://www.suduthukum.com/2017/06/pengertian-
Indrawati., Astuti, Made Sadhi., Ruba’i, Masruchin., & dan ruang-lingkup-kebijakan-pidana.html
Adi, Koesno. (2015). “The policy of the Diaskes Pada tanggal 10 Oktober Pukul 8:35
formulation of death penalty against WIB.
perpetrators of corruption. Journal of Law, https://www.slideshare.net/indo_acf/uncac-
Policy and Globalization,Vol.39, p.121. indonesia.Konvensi Perserikatan Bangsa-
Muwahid. (2015). Penerapan Hukuman Mati Bagi Bangsa anti Korupsi. Diaskes Pada tanggal 28
Pelaku Tindak Pidana Korupsi. UIN Sunan Oktober Pukul 17: 12 WIB.
Ampel Surabaya: Al-Qānūn Vol. 18, (No. 2), https://www.google.com/search?q=bing+translate&ie
pp. 257-257 =utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab United

91
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Nation Convention AgainstCorruption. Diaskes


Pada tanggal 28 September Pukul 15: 23 WIB.
KPK Cegah 38 Anggota DPRD Sumatera Utara ke
Luar Negeri", Di akses Pada Tanggal 1
september Pukul 7:00. Di
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/26/
08453911.
Malang Terancam Lumpuh karena 41 Anggota
DPRD Ditangkap KPK. Diakses Padal 1
september 12:23 WIB. di https://www
.viva.co.id/berita/nasional/1071056.
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/10/10/huku
man-mati-dalam-rancangan-kuhp-akan-jadi-
pidana-alternatif.

92

Anda mungkin juga menyukai