OLEH:
I KADEK ROBI ERIANTO
16089014085
2. EPIDEMIOLOGI
Salah satu penyakit menular erat kaitannya dengan sanitasi
lingkungan, khususnya pada akses pada jamban dan air bersih adalah
penyakit diare. Bahkan penyakit diare seakan menjadi identic dengan
Negara berkembang, dengan kemiskinan, dengan slum area. Banyak
kejadian luar biasa (KLB) terjadi karena penyakit karena penyakit diare,
sehingga penyakit ini menjadi salah satu prioritas program pembrantasan
penyakit menular.
Berdasarkan hasil RISkesdas 2007, dua penyakit terbanyak sebagai
penyebab kematian pada balita adalah diare dan pneumonia. Angka
kejadian diare sebesar 31,4% dan pneumonia 24% sedangkan angka
kematian diare sebesar 25,2%, pneumonia 15,5%, DBD 6,8% dan campak
5,8%. Menurut Depkes RI (2005). Epidemiologi penyakit diare adalah:
a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare.
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara
lain makanan dan minuman yang tercemar tinja dan kontak langsung
dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan
penyebaran kuman enteric dan meningkatkan risiko terjadi diare
antara: tidak mencuci tangan setelah BAB, dan tidak menjaga
kebersihan.
b. Factor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.
Factor penjamu yang dapat meningkatkan inseden, beberapa penyakit
dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberi ASI
sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi (AIDS)
dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan
balita.
c. Factor lingkungan dan perilaku.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan. Dua factor yang dominan adalah sarana air bersih dan
pembuangan tinja, Kedua factor ini akan berinteraksi dengan pelaku
manusia. Apabila factor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare dan berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula,
yaitu melalui makanan dan minuman sehingga dapat menimbukan
diare.
3. PENYEBAB
Mekanisme awal yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
a. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi, sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga
usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkan
sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat gangguan tertentu (missal oleh toksin) pada dinding usus akan
akan terjadi peningkatan secret, air dan elektrolit ke dalam rongga usus
dan selanjutnya diare tidak karena terjadi peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiper akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usu untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare, sebaliknya jika peristaltic
usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang
selanjutnya menimbulkan diare pula.
4. PATOFISIOLOGI
Diare terkait HIV berasal dari pilihan untuk HIV barada pada saluran
pencernaan perut dan usus. Bahkan, seluruh sel system kekebalan tubuh
hidup di dinding usus, bukan daam aliran darah sebagimana yang orang
kira selam ini. Dengan ketertarikan virus terhadap sel ini, jaringan usus
menjadi sasaran utama terhadap infeksi. Penelitian menentukan bahwa
usus terinfeksi HIV secara segera setelah infeksi awal dan terus menjadi
pusat infeksi yang cukup besar walaupun dengan viral load ‘ tidak
terdeteksi’ dalam darah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Dr. Peter
Anton-direktur Center for HIV Prevention Research, UCLA AIDS
Institute, “ apabila virus mempunyai pilihan antara sel CD4 dalam darah
dan sel CD4 di usus, ia akan memilih usus, tempat tipe sel kekebalan aktif
yang lebih disukainya”.
Infeksi yang terus berlangsung ini kemudian dapat memicu masalah
lain secara bersamaan. Pada orang lain yang sehat, orang HIV-negatif,
diare sering disebabkan oleh penyebab tunggal. Tidak demikian dengan
HIV, yaitu berbagai factor yang luas dan sering berlangsung secara
bersamaan.
Keparahan diare tergantung pada daya penetrasi merusak sel mukosa,
kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi cairan usus halus,
dan daya lekat kuman. Toksin yang dihasilakan bakteri non-invasif
menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenie dinukleotid (NAD)
sehingga meningkatkan siklik AMP (cAMP) dalam sel. Pada akhirnya, sel
menyekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air,
WOC ion bikarbonat, kalium, dan natrium. Pompa natrium sendiri tidak
terganggu sehingga absorbs ion natrium dapat dikompensasi dengan
pemberian larutan glukosa. Diare sekretorik yang terjadi ditandai dengan
meningkatnya sekresi air dan elekrolit dari usus, menurunnya absorpsi,
dan volume tinja banyak sekali. Meskipun dilakukan puasa makan dan
minum, diare akan tetap berlangsung. Sedangkan diare yang disebabkan
oleh jamur seperti kandidia mekanismenya belum diketahui.
Menginfeksi system kekebalan tubuh CD4 (limfosit,monosit, sel dendrit, sel legerhans)
System Gastrointestinal
Peningkatan peristaltic
Diare
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah sebagi berikut:
a. Leukosit Feses (Stool Leukocytes): merupakan pemeriksaan awal
terhadap diare kronik. Leukosit dalam feses menunjukkan adanya
inflamasi intestinal. Kultur bakteri dan pemeriksaan parasite
diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam
keadaan immunocompromised, penting sekali kultur organisme yang
tidak biasa seperti kriptokokus, isospora dan M.Avium Intra cellular.
Pada pasien yang sudah mendapar antibiotic, toksin C difficlen harus
diperiksa.
b. Volume feses: jika cairan diare tidak terdapat leukosit atau eritrosit
atau infeksi entric atau imflamsi sedikit kemungkinannya sebai
penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur
output harian. Sekali diareb harus dicatat (>250 ml/hr), kemudian
perlu juga ditentukan apakan terjadi steatore atau diare tanpa
malabsorbsi lemak.
c. Mengukur berat dan kuantitatif fecal fat pada fefe 24 jam: jika berat
feses >300/g 24 jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari
1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari
10g/24jam menunjukkan proses malabsorbsi.
d. Lemak feses: sekresi lemak feses harian <6g/hr. Untuk menetapkan
suatu steatore, lemak feses kualitatif dapat menonong yaitu >100
bercak orange per ½ lapang pandang dari sample noda sudan adalah
positif. False negative dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak. Tes
standa runtuk mengumpuklN fesesselama 72 jan biasanya.
e. Osmolatitas Feses: diperlukan dalam evaluasi untuk menentukan
diareb osmolatitas atau diare sekretori. Elektrolit feses Na, K dan
Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah -290
mosm. Osmitc gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali
konsentrasi elektrolit faeces (Na & K) dimana nilai normalnya <50
mosm. Anion organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat
primer (asetat, propionate dan butirat) yang bernilau untuk anion gap,
terjadi dari degenerasi bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam
asam lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi
yang terkumpul dalam sutu tempat. Jika feses bertahan beberapa jam
sebelum osmolalitas diperiksa osmotic gap seperti tinggi. Diare
dengan normal atau osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare
osmotic.
f. Pemeriksan penunjang lain seperti: biopsy usus halus, enteroskopi
usus halus, imaging, dll.
7. TINDAKAN PENANGANAN
Berikan cairan sebanyak-banyaknya, kira-kira 1 gelas setiap kali
setelah pasien defekasi. Cairan harus mengandung elitrolit, seperti oralit.
Bila tidak ada oralit dapat diberikan larutan gula garam. Cara melarutkan
oralit lihat petunjuk kemasannya karena ada yang untuk 1 liter atau gelas.
Untuk bayi dibawah umur 6 buan, oralit dilaritkan 2 kali lebih encer
(untuk 1 gelas menjadi 2 gelas). Jika anak terus muntah/ tidak mau minum
sama sekali perlu diberikan melalui sonde. Bila pemberian cairan lewat
oral tidak dapat dilakukan, pasang infus dengan cairan Ringer Laktat (RL)
atau cairan lain yang tersedia setempat jika tidak ada cairan RL atau
persetujuan dokter, yang terpenting adalah apakah tetesan berjalan lancer
terutama pada jam-jam pertama karena diperlukan segera untuk mengatasi
dehidrasi.
Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia
sehingga masukan nutrisi menjadi kurang. Kekurangan kebutuhan nutrisi
akan bertambah jika pasien juga menderita muntah-muntah atau diare
lama. Keadaan ini menyebabkan makin menurunnya daya tahan tubuh
sehingga penyembuhan tidak lekas tercapai bahkan dapat timbul
komplikasi. Untuk mencegah kurangnya masukan nutrisi dan membantu
kenaikan daya tahan tubuh, pasien diare harus segera diberikan makanan
setelah dehidrasi teratasi dan makanan harus mengandung cukup kalori,
protein, mineral, vitamin. Jika bayi tidak minum ASI berikan susu yang
cocok.
8. KOMPLIKASI
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipofolomi
c. Hipokalemi
d. Hipoglikemi
e. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik
f. BAB berdarah
g. Malnutrisi energy protein (akibat muntah atau diare lama atau kronik)
h. Wasting syndrome