Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi antar manusia dapat berjalan dengan baik apabila ada

pemahaman yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Pemahaman

muncul karena bahasa yang digunakan sama. Bagi sebagian orang,

terjemahan dipandang sebagai alat komunikasi antara para pembaca dan

penulis asli. Para pembaca membutuhkan terjemahan karena mereka tidak

bisa akses ke dalam teks bahasa sumber. Oleh karena itu, tidaklah

mengherankan kalau mereka menginginkan terjemahan yang dapat dengan

mudah mereka pahami.

Dalam dunia ilmu pengetahuan, penerjemah memberi banyak

kontribusi berharga. Kemampuan pengalihbahasaaan yang mereka miliki,

sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Mereka menjadi “jembatan”

bagi masyarakat yang tidak memahami bahasa asing. Peran penerjemah

tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka sudah menjadi penghubung

dalam setiap aktivitas kebahasaan yang melibatkan dua bahasa atau lebih.

Kesamaan pesan antara teks bahasa sumber dan teks bahasa

sasaran harus diprioritaskan. Di samping itu, pesan tersebut harus

dibungkus atau disampaikan dengan bahasa yang sesuai norma dan budaya

pembaca bahasa sasaran. Dengan kata lain, aspek keberterimaan

merupakan aspek penting lainnya yang turut menentukan berkualitas

tidaknya sebuah terjemahan. Suatu terjemahan yang tidak sesuai kaidah,


2

norma dan budaya yang berlaku dalam bahasa sasaran merupakan

terjemahan yang tidak alamiah dan akan ditolak oleh pembaca.

Nida and Taber (1969: 34) menyatakan: translation is the

reproducing message in the source language with natural equivalence in

target language, through two main steps, first, based on the meaning and

second based on the style. Dengan kata lain, penerjemahan adalah

memproduksi ulang pesan pesan dalam bahasa sumber dengan padanan

alaminya dalam bahasa sasaran, melalui dua langkah, pertama,

berdasarkan makna dan kedua berdasarkan gaya (bahasanya)nya.

Para ahli di bidang penerjemahan pada dasarnya sepakat bahwa

seorang penerjemah akan dapat melakukan proses penerjemahan dengan

hasil optimal apabila menerjemahkan ke dalam bahasa yang paling

dikuasainya. Pada umumnya, bahasa yang paling dikuasainya adalah

bahasanya sendiri, yaitu bahasa pertamanya. Namun tidak jarang

penerjemah dihadapkan pada permintaan untuk menerjemahkan ke dalam

bahasa asing, salah satunya adalah bahasa Jepang.

Dalam menerjemahkan bahasa asing khususnya bahasa Jepang.

penerjemah harus mempunyai pengetahuan umum yang cukup untuk dapat

menangkap konteks kata, ungkapan, dan uraian sebuah teks yang akan

diterjemahkan. Seorang penerjemah juga harus memiliki pengetahuan

khusus jika ingin menjadi penerjemah di bidang yang khusus, seperti

hukum, teknik, kedokteran, atau asuransi. Secara umum dapat disimpulkan

bahwa untuk memahami konteks suatu kata, istilah, atau ungkapan


3

penerjemah akan sangat dimudahkan oleh pengetahuan umum serta

pengetahuan khususnya.

Pada proses penerjemahan suatu bahasa, diperlukan metode yang

tepat agar hasil penerjemahan dapat terbentuk dengan baik dengan makna

yang dapat diterima. Namun selain menggunakan metode, terdapat

beberapa teknik penerjemahan yang dapat digunakan untuk

menyempurnakan hasil penerjemahan. Menurut Hoed (2006: 72) ada

banyak teknik penerjemahan yang dapat digunakan dalam menerjemahkan.

Teknik penerjemahan merupakan cara yang digunakan untuk

menanggulangi kesulitan menerjemahkan pada tataran kata, kalimat, atau

paragraf.

Suatu teknik adalah hasil dari pilihan yang dibuat oleh seorang

penerjemah, validitasnya akan tergantung pada berbagai pertanyaan yang

berhubungan dengan konteks, tujuan terjemahan, harapan audiens, dan

sebagainya. Suatu teknik hanya dapat dinilai secara bermakna ketika

dievaluasi dalam konteks tertentu. Oleh karena itu, tidak masuk akal untuk

mengevaluasi teknik dengan menggunakan terminologi yang berbeda.

Jelas, teknik penerjemahan bukan satu-satunya kategori yang tersedia

untuk menganalisis teks yang diterjemahkan. Koherensi, kohesi,

perkembangan tematik dan dimensi kontekstual juga memegang peranan

penting dalam analisis.

Newmark (1988: 70) mengatakan: I believe literal translation to be

the basic translation procedure, both in communicative and semantic


4

translation, in that translation starts from there. Dengan kata lain,

penerjemahan kesusastraan merupakan proses penerjemahan yang dasar,

dan metode penerjemahan komunikatif dan penerjemahan semantik

berawal dari penerjemahan kesusastraan.

Penelitian dalam bidang penerjemahan sudah banyak dilakukan

orang. Terutama penelitian yang mengambil objek karya sastra seperti

novel, cerpen, puisi, dan film. Sebagian besar penelitian terjemahan

dititikberatkan pada aspek kesepadanan makna secara leksikal yang

diantaranya meliputi aspek kesepadanan atau akurasi (accuracy) dan

tingkat keterbacaan (readibility) teks hasil penerjemahan.

Dari sudut pandang seorang penerjemah, novel adalah bentuk

sastra yang paling sulit ke dua untuk diterjemahkan. Dalam

menerjemahkan novel, penerjemah tidak terkendala oleh rima dan sajak

seperti saat menerjemahkan puisi, meskipun ada sebagian kecil onomatope

yang terdapat di dalamnya. Selanjutnya, karena kalimat tidak lagi menjadi

satuan dari makna, sebuah kalimat dapat sedikit meluas dan berkembang

bahkan hasil terjemahan dari kalimat tersebut dapat menjadi lebih panjang

dari kalimat aslinya, meskipun biasanya lebih baik diterjemahkan ke

kalimat yang lebih pendek.

Dikarenakan pemusatan dan kesatuan pada tema dan bentuk dapat

membedakan antara cerita pendek dengan novel, penerjemah harus

berhati-hati dalam mempertahankan efek kohesif tertentu. Dalam

menerjemahkan kata kunci, penerjemah harus kritis dalam menentukan


5

satuan leksikal yang menjadi pusat, dan memiliki fungsi yang lebih

penting. Tanda-tanda pentingnya penerjemahan dalam beberapa novel

telah mengenalkan gambaran baru yang memajukan gaya kesusasteraan

yang berbeda ke dalam kebudayaan bahasa lainnya. (Newmark, 1988: 170)

*novel*

Di Jepang, terdapat salah satu kategori novel yang disebut light

novel. Light novel adalah jenis novel yang disertai ilustrasi gambar di

setiap beberapa lembarnya. Di Indonesia, light novel juga berkembang

cukup pesat dan memiliki banyak peminat. Selain memiliki minat dalam

membaca light novel, banyak di antara mereka juga membuat karya light

novel sendiri. Dengan adanya beberapa komunitas seperti

NovelRinganMoe dan Light Novel Indonesia yang turut hadir dalam acara

konvensi tahunan Comifuro (Comic Frontier) menunjukan banyaknya

peminat light novel yang ada di Indonesia.

Beberapa light novel telah diterjemahkan oleh pengguna internet

dalam situs lain. Seven Seas Entertainment merupakan penerbit bahasa

Inggris pertama yang mencetak light novel dalam format seperti light

novel Jepang, yaitu dengan ukuran 10.5cm x 15cm. Shining Rose Media

merupakan penerbit bahasa Indonesia yang mencetak light novel dengan

ukuran serupa. Beberapa light novel yang telah diterjemahkan dan

diterbitkan oleh Shining Rose Media di antaranya adalah Zero’s Familiar,

Absolute Duo, No Game No Life, dan lain sebagainya.


6

Light novel No Game No Life menceritakan tentang kakak-beradik

hikikomori dan NEET (Not in Education, Employment, or Training) atau

pengangguran yang merupakan pasangan duet dan menguasai seluruh

permainan yang kemudian terjun ke dalam dunia lain. Dunia di mana

semua konflik dapat diselesaikan dengan permainan. Dalam light novel

tersebut, bahasa Jepang yang digunakan cukup mudah dipahami dan

mengandung banyak fukugodoushi. Dalam versi bahasa Indonesia, hasil

penerjemahan kata-kata, kalimat, dan makna yang terkandung dalam novel

tersebut juga mudah dipahami.

Banyak kosakata bahasa Jepang yang jika diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia menjadi sebuah kosakata yang sama, namun sebenarnya

memiliki makna yang spesifik. Hal tersebut mengakibatkan pembelajar

harus memahami arti dari makna tersebut, yang disebut dengan Semantik

(Analisis makna). Sedangkan untuk memahami bagaimana proses

pembentukan kata terjadi sehingga menghasilkan makna baik itu leksikal

maupun semantik disebut dengan morfologi.

Seperti bahasa-bahasa asing lainnya, bahasa Jepang juga memiliki

kata kerja atau verba. Verba bahasa Jepang pun dibagi menjadi beberapa

jenis klasifikasi. Diantaranya adalah adalah pengklasifikasian menurut

pembentukan makna. Verba dalam bahasa Jepang (doushi) memiliki

peranan yang sangat penting, karena doushi dapat berdiri sendiri menjadi

sebuah kalimat, berperan sebagai predikat, serta dapat mengalami


7

perubahan. Selain dapat mengalami perubahan, doushi juga dapat

bergabung dengan kelas kata lain.

Sudjianto (2012: 150) mengatakan fukugodoushi adalah doushi

yang terbentuk dari gabungan dua buah kata atau lebih. Gabungan kata

tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata. Fukugodoushi

memegang peranan penting dalam bahasa Jepang, dikarenakan

fukugodoushi dalam bahasa Jepang cukup banyak. Tapi dikarenakan

sumber yang terbatas dan membutuhkan pemahaman yang cukup tinggi

untuk memahami fukugodoushi agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam

memahami makna dan fungsi unsur pembentuk dari verba tersebut. Karena

fukugodoushi terdiri dari 2 kata kerja, apakah pengartian kata kerja itu ada

hubungan dengan makna didepan, dibelakang, atau tidak ada sama sekali.

(Febrianti: 2015)

Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh kalimat yang terdapat pada

light novel No Game No Life Volume 1 berikut ini:

1. 知性あるもの達は憎み合い

Chisei aru mono-tachi wa nikumi ai

Seluruh makhluk yang memiliki akal budi saling membenci satu sama lain.

Fukugodoushi yang terdapat pada kalimat tersebut adalah 憎み合い yang

diartikan saling membenci satu sama lain dan merupakan gabungan dari:

Doushi + Doushi: 憎む (nikumu ‘membenci’) + 合う (au ‘cocok’) = 憎み合

い (nikumiai ‘saling membenci’)


8

Teknik penerjemahan yang digunakan adalah amplifikasi linguistik, teknik

yang menambahkan unsur-unsur lingustik dalam BSa. 憎み合い yang arti

sesungguhnya adalah saling membenci, diartikan menjadi saling membenci

satu sama lain dalam novel tersebut.

2. ただ生き残ることにその全てを賭した。

Tada ikinokoru koto ni sono subete o toshita.

Semuanya agar mereka dapat bertahan hidup.

Fukugodoushi yang terdapat pada kalimat tersebut adalah 生き残る yang

diartikan bertahan hidup dan merupakan gabungan dari:

Doushi + Doushi: 生きる (ikiru ‘hidup’) + 残る (nokoru ‘sisa’) = 生き残る

(ikinokoru ‘bertahan hidup’)

Teknik penerjemahan yang digunakan adalah penerjemahan harifiah,

teknik yang dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan

penerjemah tidak mengaitkan dengan konteks. 生 き 残 る yang arti

sesungguhnya adalah bertahan hidup, diartikan demikian pada novel

tersebut.

Berdasarkan contoh di atas, fukugodoushi memiliki keunikan

tersendiri yaitu dari dua doushi yang ada, ketika disatukan menjadi

fukugodoushi kemudian dianalisis, akan memiliki arti dan makna

tersendiri. Baik itu makna yang terkandung dalam dua doushi tersebut,

maupun makna yang tercipta setelah menjadi fukugodoushi.


9

Oleh karena itu dikarenakan keunikan pembentukan serta makna

yang terkandung pada fukugodoushi dalam light novel No Game No Life,

penulis mengangkat sebuah judul yang bernama “Analisis Teknik

Penerjemahan Fukugodoushi pada Light Novel No Game No Life Karya

Yuu Kamiya Volume 1 Chapter 1 ke dalam Bahasa Indonesia” yang

membahas tentang proses pembentukan fukugodoushi dan teknik

penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan fukugodoushi.

B. Fokus Penelitian

Saat ini light novel yang telah masuk ke Indonesia cukup banyak,

dan terdapat berbagai judul yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia dan diterbitkan seperti Absolute Duo yang diterbitkan oleh

Shining Rose Media, Hyouka yang diterbitkan oleh Haru Media. Dari

beberapa judul yang telah diterjemahkan dan diterbitkan, penulis memilih

light novel berjudul No Game No Life karya Yuu Kamiya. Light novel No

Game No Life saat ini berjumlah 10 volume, namun sampai saat ini versi

terjemahan bahasa Indonesianya hanya ada 1 volume.

Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini penulis

memfokuskan pada pembentukan dan teknik penerjemahan fukugodoushi

light novel No Game No Life pada volume 1 chapter 1 versi bahasa Jepang

ke dalam versi bahasa Indonesia yang membahas tentang proses

pembentukan fukugodoushi dan teknik penerjemahan yang digunakan

dalam proses penerjemahannya.

C. Pertanyaan Penelitian
10

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan

sebelumnya, maka pertanyaan yang terkandung dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana proses pembentukan fukugodoushi yang terdapat pada light

novel no game no life karya Yuu Kamiya volume 1 chapter 1?

2. Apa teknik penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan

fukugodoushi pada light novel no game no life karya Yuu Kamiya

volume 1 chapter 1 ke dalam bahasa Indonesia?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas dapat diketahui tujuan dari

penelitian yaitu:

1. Untuk mengetahui proses pembentukan fukugodoushi pada light novel

no game no life karya Yuu Kamiya volume 1 chapter 1.

2. Untuk mengetahui teknik penerjemahan yang digunakan untuk

menerjemahkan fukugodoushi yang terdapat pada light novel no game

no life karya Yuu Kamiya volume 1 chapter 1 ke dalam bahasa

Indonesia.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan pemenlitian diatas dapat diketahui manfaat dari

penelitian yaitu:

1. Manfaat Teoritis
11

Bagi penulis penelitian ini dapat memberi tambahan pengetahuan

terhadap proses pembentukan fukugodoushi, serta teknik penerjemahan

yang digunakan dalam menerjemahkan fukugodoushi pada light novel.

2. Manfaat Praktis

a. Penulis

Menambah ilmu dan wawasan tentang penerjemahan dan

tentang fukugodoushi yang sering muncul dalam light novel.

b. Penelitian Selanjutnya

Menjadi salah satu referensi bagi peneliti selanjutnya dalam

mengembangkan ilmu penerjemahan

c. Pembelajar Bahasa Jepang.

Dijadikan referensi atau masukan bagi pembelajar bahasa

Jepang untuk menerjemahkan teks bahasa Jepang ke bahasa

Indonesia.

d. Lembaga

Dijadikan salah satu referensi dalam mengembangkan ilmu

penerjemahan khususnya di Program Studi Pendidikan Bahasa

Jepang UHAMKA.

Anda mungkin juga menyukai