Anda di halaman 1dari 7

Kekurangan model pembelajaran cooperative learning bersumber pada dua faktor yaitu faktor dari

dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut: 1) Guru harus
mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga,
pemikiran dan waktu; 2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan
dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai; 3) Selama kegiatan diskusi kelompok
berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas. Sehingga banyak
yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan; 4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi
oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasip.

Keunggulan model pembelajaran kooperatif


Kelebihan model pembelajaran kooperatif menurut Hill and Hill (dalam Hobri, 2009:49) adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan prestasi siswa;
2. Memperdalam pemahaman siswa;
3. Menyenangkan siswa;
4. Mengembangkan sikap kepemimpinan;
5. Mengembangkan sikap positif siswa;
6. Mengembangkan sikap menghargai diri sendiri;
7. Membuat belajar secara inklusif;
8. Mengembangkan rasa saling mememiliki;
9. Mengembangkan keterampilan masa depan.

Selanjutnya Jarolimek & Parker (dalam Isjoni, 2012:24), mengatakan ada lima keunggulan yang
diperoleh dalam model pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut:
1. Saling ketergantungan yang positif,
2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu,
3. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas,
4. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan,
5. Terjalinya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru, dan
6. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekpresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
Kelemahan model pembelajaran kooperatif
Kelemahan model pembelajaran kooperatif menurut Dess (dalam Hobri, 2009:52-53) adalah sebagai
berikut:
1. Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa, sehingga sulit untuk mencapai target kurikulum;
2. Membutuhkan waktu ynag lama bagi guru sehingga kebanyakan guru tidak mau menggunakan
strategi pemebelajaran kooperatif;
3. Membutuhkan keterampilan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan atau
menggunakan strategi pembelajaran kooperatif;
4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.

Diskusi
Beberapa model pembelajaran yang mendukung pendekatan saintifik dan paradima pembelajaran
abad-21 diuraikan berikut ini.
1. Beberapa Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning).
Implementasi berbagai model yang mengacu pada pendekatan saintifik sangat berguna dalam upaya
meningkatkan kinerja pembelajaran. Terdapat lebih dari seratus model pembelajaran yang dapat
digunakan dalam implementasi pendekatan sainfitik, dan salah satunya adalah cooperative learning
(Budiyanto, dkk, 2016: 48). Sejak
diterapkannya pertama kali di Universitas John Hopkins, pembelajaran kooperatif telah dikembangkan
secara intensif melalui berbagai penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama akademik
antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan
kemampuan akademik melalui aktivitas belajar kelompok. Para ahli dan peneliti pembelajaran
kooperatif, seperti
Johnson dan Johnson (1991), Slavin (1995), Sharan dan Sharan (1992), Hill & Hill (1993), Arends
(2004), maupun Heinich, dkk. (2002), mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif pada intinya
adalah suatu strategi pembelajaran yang terstruktur secara sistematis di mana siswa bekerjasama
dalam kelompok-kelompok kecil dengan anggota antara empat sampai lima orang secara heterogen
untuk mencapai tujuan bersama. Mengacu pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu
pembelajaran dikatakan merupakan pembelajaran kooperatif jika pembelajaran tersebut
mencerminkan karakteristik sebagai berikut: a) siswa-siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri
atas empat sampai enam anggota dengan level dan latar belakang yang bervariasi, b) siswa-siswa
melakukan interaksi sosial satu sama lain dalam bentuk diskusi, curah pendapat, dan sejenisnya, c)
tiap-tiap individu memiliki tanggungjawab dan sumbangannya bagi pencapaian tujuan belajar baik
tujuan individu maupun kelompok, d) dan guru lebih berperan sebagai fasilitator dan coacher dalam
proses pembelajaran. Beberapa elemen yang menjadi karakteristik atau ciri pembelajaran kooperatif
menurut Slavin (1995) adalah: 1) saling ketergantungan positif (positive interdependence), 2) interaksi
tatap muka (face-to-face promotive interaction), (3) tanggungjawab individual (individual accountability,
4) keterampilan-keterampilan kooperatif (cooperative skills), 5) proses kelompok (group proces), 6)
pengelompokan siswa secara heterogen, dan 7) kesempatan yang sama untuk sukses (equal
opportunitiesfor success). Dengan kata lain, dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling
ketergantungan positif di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa mempunyai
kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk diskusi,
mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah.
Melalui interaksi belajar yang efektif siswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan
strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal. Model pembelajaran
kooperatif memungkinkan siswa menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama.
.
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Model Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning (PBL) menurut Arends (1997:
2001; 2004: 406) dalam bukunya yang berjudul Learning to Teach, sering disebut sebagai model
Anchored Instruction dan Authentic Learning. Arends selanjutnya memaparkan bahwa model PBL
merupakan model pembelajaran yang memberikan berbagai situasi permasalahan kepada siswa dan
dapat berfungsi sebagai batu loncatan dalam penyelidikan. Model PBL menyuguhkan situasi atau
berbagai masalah otentik yang mendorong siswa untuk melakukan investigasi dan penyelidikan.
Putu Arnyana (2004) mendeskripsikan pembelajaran berbasis masalah tersebut sebagai pembelajaran
yang dirancang berdasarkan masalah riil kehidupan yang bersifat tidak tentu, terbuka, dan mendua.
Model pembelajaran ini dilandasi oleh teori konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa
dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Pada model ini dalam pemerolehan informasi dan
pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka
masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data,
menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, dan bekerja secara
individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.

3. Model Pembelajaran Project Based Cooperative Learning


Model project based cooperative learning atau PjBCL merupakan model yang dikembangkan
berdasarkan penerapan projek dengan melibatkan siswa menyelidiki masalah dunia nyata melalui
kelompok kooperatif (Yam & Rosini, 2010: 1). Penerapan pembelajaran projek merupakan salah satu
cara yang dapat Anda pilih sebagai guru untuk melibatkan siswa dengan materi atau konten
pembelajaran mereka. Model dengan projek ini dipandang menarik karena memiliki format
instruksional yang inovatif di mana siswa dapat memilih berbagai aspek tugas dan termotivasi oleh
masalah lingkungan sekitar bahkan mungkin akan memberikan kontribusi kepada mereka (Bender,
2012: 7). Projek pembelajaran pada model ini dilaksanakan secara kelompok kooperatif dengan
siswasiswa yang heterogen sebagai anggotanya. Pengembangan model project based learning
dengan konsep kelompok kooperatif ditujukan untuk lebih mempermudah pengimplementasian projek
dalam pembelajaran melalui kegiatan kelompok. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengatasi
kelemahan pembelajaran projek yaitu membutuhkan banyak waktu dan biaya untuk menyelesaikan
sebuah projek. Projek yang dilaksanakan secara kooperatif akan lebih efektif serta menghemat waktu
dan biaya. Pembelajaran kooperatif sangat cocok untuk mengorganisasi kegiatan dalam pembelajaran
berbasis projek sehingga menjadi model gabungan bernama project based cooperative learning
(Wang, 2008: 265). Pada model ini suatu situasi perlu diciptakan di mana tujuan individu dapat dicapai
hanya ketika kelompok itu bekerjasama demi kerhasilan menyelesaikan projek. Dengan cara ini
hubungan yang kompetitif di antara para peserta didik telah diubah menjadi "kerja sama dari dalam"
dan "kompetisi dari luar". Selanjutnya komunikasi tradisional antara pendidik dan peserta didik telah
diubah menjadi komunikasi multi-arah.

4. Model Pembelajaran Simulasi (role playing)


Penggunaan model simulasi sudah diterapkan di dalam dunia pendidikan lebih dari tiga puluh tahun.
Model pembelajaran ini berasal dari penerapan prinsip sibernetik. Belajar dengan konsep sibernetik
adalah proses mengalami konsekuensi lingkungan secara sensorik dan melibatkan perilaku koreksi
diri (self corrective behavior) sehingga tercipta suatu lingkungan yang dapat menghasilkan umpan balik
yang optimal bagi siswa. Pelaksanaan model simulasi pada dasarnya digunakan untuk
mengembangkan pemahaman dan penghayatan terhadap suatu peristiwa yang lebih banyak
mengarah kepada psikomotor agar kegiatan lebih bermakna bagi siswa. Penyajian yang nyata pada
model simulasi melibatkan siswa secara aktif dalam berinteraksi dengan situasi di lingkungannya.
Siswa mengaplikasikan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya dengan memperagakan dalam
bentuk replikasi dan visualisasi. Hal ini berguna untuk untuk memberikan respons (membuat
keputusan atau melakukan tindakan) untuk mengatasi masalah/situasi dan menerima umpan balik
tentang respons tersebut (Rheba & Thompson dalam Anitah, 2007). Penerapan model simulasi
menurut Trianto (2010: 140-141) terdapat beberapa jenis, diantaranya 1) sosiodrama, 2) psikodrama,
3) role playing atau bermain peran, 4) peer teaching dan 5) simulasi game. Penerapan model simulasi
memiliki empat tahap menurut Joyce, Weil dan Calhoun, (2009: 441-442). Tahap pertama yaitu
orientasi, guru menyampaikan topik yang akan dibahas dan konsep yang akan digunakan dalam
aktivitas simulasi. Tahap kedua, yaitu persiapan simulasi atau latihan partisipasi. Pada tahap ini guru
menyusun sebuah skenario yang memaparkan peran, aturan, proses, skor, jenis, keputusan yang akan
dibuat dan tujuan simulasi. Guru memimpin praktik dalam jangka waktu singkat untuk memastikan
bahwa siswa telah memahami semua arahan dan bisa melaksanakan perannya masing-masing.
Tahap ketiga, yaitu pelaksanaan simulasi. Siswa berpartisipasi dalam permainan atau simulasi, dan
guru/dosen juga memainkan perannya sebagai wasit dan pelatih. Secara periodik, permainan simulasi
bisa dihentikan sehingga siswa dapat menerima umpan balik, mengevaluasi penampilan dan
keputusan mereka serta mengklarifikasi kesalahan-kesalahan konsepsi. Tahap keempat adalah
wawancara partisipasi. Berdasarkan hasil yang diperoleh, guru dapat membantu siswa fokus pada
halhal melalui wawancara partisipasi.
Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan
kepada anak-anak kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah,
mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya
akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan
metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar
akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan. Di bawah ini adalah beberapa metode
pembelajaran efektif, yang mungkin bisa kita persiapkan.

PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH


Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi
siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan
dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi
siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data,
hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya
dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

Guru adalah dengan melakukan pendekatan-pendekatan secara individu kepada siswa kelas
satu untuk memberikan pembelajaran dasar terkait tema dan memberikan motivasi dan pelaksanaan
model pembelajaran kooperatif ,yaitu digunakan menempatkan siswa sebagai subjek belajar serta
guru sebagai fasilitator belajar. Interaksi pembelajaran dilaksanakan melalui tanya-jawab,
penyelidikan/eksperimen, kolaboratif,

Salah satu metode pembelajaran yang berkembang saat ini adalah pembelajaran koopereatif.
Pembelajaran ini menggunakan kelompok-kelompok kecil sehingga siswa-siswa saling bekerja sama
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa dalam kelompok kooperatif belajar berdiskusi, saling
membantu, dan mengajak satu sama lain untuk mengatasi masalah belajar. Pembelajaran kooperatif
mengkondisikan siswa untuk aktif dan saling memberi dukungan dalam kerja kalompok untuk
menuntaskan materi masalah dalam belajar (Isjoni, 2010: 20).

Pembelajaran kooperatif merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang
dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa. Tujuan pembelajaran
kooperatif setidak-tidaknya meliputi tiga tujuan pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan
terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif juga dapat
diartikan sebagai salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem
pengajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur.
Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok yaitu saling ketergantungan positif,
tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.

Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif
lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur
dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara
terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Hubungan
kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan
siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil
dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok.

Contoh-contoh Kegiatan Kelompok

Contoh Model Pembelajaran Kooperatif, diantaranya :

Example Non Example

Cooperative Script

Jigsaw

Example Non Example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media
pembelajaran yang bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan
permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan.
Penggunaan model pembelajaran Example non Example ini lebih menekankan pada konteks analisis
siswa. Biasanya model pembelajaran ini digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di
kelas rendah dengan menekankan aspek psikologis dan tingkat perkembanagn siswa kelas rendah,
seperti :

Kemampuan bahasa tulis dan lisan siswa.

Kemampuan analisis ringan.

Kemampuan berinteraksi dengan siswa lain.

Gambar yang digunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada di
belakang juga dapat melihat dengan jelas. Model pembelajaran ini dapat menggunakan gambar dari
OHP, Proyektor atau gambar-gambar sederhana dari poster.

Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan
menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non example dari suatu definisi konsep yang ada.

Example yaitu memberikan gambaran tentang sesuatu yang menjadi contoh suatu materi yang
dibahas.

Non Example yaitu memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh suatu materi yang
sedang dibahas.

Kelebihan model example dan non example:

Siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar.

Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.

Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

Kekurangan model example dan non example:

Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.

Memakan waktu lama.

Cooperative Script adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan
mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Dalam pembelajaran kooperatif, para siswa
dilatih untuk dapat bekerjasama dan mengakui perbedaan pendapat dengan orang lain.

Kelebihan model cooperative script:

Setiap siswa mendapat peran.


Melatih pendengaran, ketelitian/kecermatan.

Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.

Kekurangan model cooperative script:

Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu

Koreksi hanya dilakukan pada dua orang tidak melibatkan seluruh kelas. Sehingga siswa harus
memiliki keaktifan pada proses pembelajaran.

Jigsaw atau model tim ahli, yaitu kelas dibagi menjadi beberap kelompok atau tim yang masing-masing
terdiri dari 4-5 orang anggotanya bersifat heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam
bentuk teks dan tiap siswa diberi tanggung jawab untuk mempelajari satu bagian dari bahan akademik
tersebut. Para anggota dari berbagai kelompok atau tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk
mempelajari satu bagian bahan akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling
membantu mengkaji bahan tersebut. Kelompok siswa yang dimaksut adalah “kelompok pakar (expert
group)”.

ketika dalam penerapam model-model pembelajaran, permasalahan apa yang bapak/ibu


temukan ketika menerapkan model pembelajaran khususnya untuk peserta didik tingkat
dasar?
Pembelajaran di sekolah yang melibatkan siswa dengan guru akan melahirkan nilai yang akan terbawa
dan tercermin terus dalam kehidupan di masyarakat. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif
dalam kelompok secara bergotong royong (kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif
dan menjadi lebih hidup. Teknik pembelajaran dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih
bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa.
Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran dilakukan dengan benar, akan memungkinkan untuk dapat
mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana
telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama
dalam penerapan model pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran.
2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses
pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas,
yang lain hanya sebagai penonton.
3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran.
4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung
proses pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai