BAB II Modul 3
BAB II Modul 3
PENDAHULUAN
Tubuh kita sepanjang waktu terpapar dengan bakteri, virus, jamur dan parasit,
akan terjadi secara normal dan dalam berbagai tingkat seperti pada kulit, jalan
nafas, saluran cerna, membbran yang melapisi mata, dan bisa juga saluran kemih.
Dari agen-agen infeksius ini akan menyebabkan penyakit yang serius atau bahkan
kematian bila agen masuk ke jaringan yang lebih dalam. Tubuh manusia
mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis agen yang merusak
jaringan dan organ tubuh, kemampuan ini disebut imunitas.
1.5 Hipotesa
1. Alergi terjadi karena adanya reaksi berlebihan terhadap antigen yang masuk
kedalam tubuh.
2. Karena pada makanan laut memiliki zat alergen yang dapat menyebabkan
pengeluaran mediator histamine yang menyebabkan manifestasi alergi
3. Urtikaria timbul masuknya antigen ke area kulit dan menimbulkan
penimbunan cairan
4. Sesak nafas terjadi karena adanya penyempitan pada saluran pernfasan.
TINJAUN PUSTAKA
2.1.1 Darah
Darah adalah suatu jaringan ikat khusus dengan materi ekstrasel cair yang
disebut plasma. Unsur berbentuk yang beredar dalam plasma adalah eritrosit (sel
darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit. Jika darah meninggalkan
sistem sirkulasi, baik dalam suatu tabung reaksi atau di matriks ekstrasel yang
mengelilingi pembuluh darah, protein plasma bereaksi satu sama lain dan suatu
cairan bening kekuningan yang disebut serum.1
1. Komposisi Plasma
Plasma terdiri dari 92% air, 7% protein (albumin, globulin, fibrinogen,
protein regulator), dan 1% zat terlarut lain (elektrolit, nutrien, gas respiratori,
produk sisa). Protein plasma utama mencakup protein, yakni : 1
Albumin, protein plasma terbanyak, dibuat di hati dan berfungsi
terutama dalam memelihara tekanan osmotik darah
α-globulin dan β-globulin, dibentuk di hati dan sel lain, mencakup
transferring dan faktor transpor lainnya fibronektin; Protombin dan
faktor koagulasi lain; lipoprotein dan protein lain yang memasuki darah
dari jaringan
γ-globulin, merupakan immunoglobulin (antibodi) yang disekresi oleh
limfosit di banyak tempat
Protein komplemen, suatu sistem faktor yang penting pada peradangan
dan destruksi mikroorganisme
Fibrinogen, protein plasma terbesar (340 kD), yang juga dibentuk di hati,
yang berpolimerisasi menjadi serat ikatan-silang yang tidak larut selama
pembekuan, yang menyumbat pengeluaran darah dari pembuluh kecil 1
2.Sel Darah
Sel-sel darah biasanya dipelajari dalam sediaan apus atau film yang dibuat
dengan menyebarkan setetes darah dalam lapisan tipis diatas kaca objek. 1
a. Eritrosit
Eritrosit berdiameter sekitar 7,5 μm, dengan tebal 2,6 μm di bagian tepi,
dan tebal 0,75 μm di bagian tengah. Eritrosit berbentuk bikonkaf, memberi rasio
yang lebih besar untuk luas permukaan terhadap volume dan mempermudah
pertukaran gas. Diferensiasi eritrosit mencakup hilangnya inti dan semua organel
sesaat sebelum sel dilepaskan oleh sumsum tulang ke dalam sirkulasi. Tanpa
mitokondria, eritrosit matur bergantung pada glikolisis anaerob untuk kebutuhan
energi minimalnya. Tanpa adanya inti, eritrosit tidak dapat mengganti protein
yang mengalami defek. 1
b.Leukosit
Leukosit (sel darah putih) bermigrasi ke jaringan, tempat leukosit menjadi
fungsional dan melakukan berbagai aktifitas. Leukosit terbagi menjadi dua :
granulosit dan agranulosit.1 Granulosit memiliki inti polimorfik dengan dua atau
lebih lobus dan mencakup neutrofil, eusinofil, dan basofil. Agranulosit tidak
memiliki granul spesifik, tetapi sel ini mengandung granul azurofilik atau
lisosom. Inti tersebut berbentuk bulat atau berlekuk. Sel ini meliputi limfosit dan
monosit. (jungquera)
Jumlah leukosit dalam darah bervariasi sesuai umur, jenis kelamin, dan
keadaan fisiologis. Pada orang dewasa normal, terdapat sekitar 6000-10000
leukosit per mikroliter darah. 1
Neutrofil ( Leukosit Polimorfonuklear)
Neutrofil sekitar 60-70 % dari leukosit keseluruhan. Diameternya
12-15 µm pada sediaan apus darah dengan inti yang terdiri atas 2-5 lobus
yang dihubungkan oleh jembatan inti yang halus. Neutrofil bersifat
mematikan bakteri dan membantu membersihkan debris. Neutrofil berumur
pendek, dengan waktu paruh 6-7 jam dalam darah dan memiliki rentang
hidup selama 1- 4 hari dalam jaringan ikat sebelum leukosit menemui
apoptosis. 1
Eosinofil
Eosinofil jauh lebih sedikit daripada neutrofil, dan merupakan 2-4%
leukosit dalam darah normal. Pada sediaan apus darah, sel ini berukuran
hampir sama dengan neutrofil dan mengandung inti bilobus yang khas. Ciri
utama untuk mengenalinya adalah sejumlah besar granul spesifik berukuran
besar dan lonjong yang terpulas dengan eosin. Eosinofil memfagosit
kompleks antigen-antibodi dan memodulasi respon inflamatorik. Sel-sel
tersebut merupakan faktor penting memperantari reaksi alergi dan asma. 1
Basofil
Basofil berdiameter sekitar 12-15 μm, membentuk ±1% leukosit
darah sehingga basofil sukar ditemukan pada asupan darah normal. Intinya
terbagi menjadi dua atau lebih lobuli ireguler, inti bertipe dense kromatin.
Granul spesifik basofil banyak mengandung histamin dan berbagai mediator
peradangan, termasuk faktor pengaktifasi trombosit, faktor kemotaksik
eosinofil, dan fosfolipase A yang menghasilkan faktor dengan berat molekul
rendah yang disebut leukotrien. Basofil dapat melengkapi fungsi sel mast pada
reaksi hipersensitifitas cepat, dengan cara bermigrasi ke dalam jaringan ikat.1
Kedua sel tersebut memiliki asal sel progenitor yang serupa. Basofil
dan sel mast memiliki granul metakromatin yang mengandung heparin dan
histamin, memiliki IgE yang terikat pada reseptor permukaan, dan menyekresi
komponen granulanya sebagai respon terhadap antigen tertentu. 1
Limfosit
Inti limfosit berbentuk sferis. Limfosit dibagi menjadi limfosit T,
limfosit B, dan pembunuh alami (NK, Natural Killer). Limfosit berhubungan
dengan reaksi imun dalam pertahanan terhadap serangan mikroorganisme,
antigen abnormal atau asing, dan sel-sel kanker. 1
Limfosit kecil berdiameter 6-8 µm; limfosit berukuran sedang/besar
berdiameter 9-18 µm. Sejumlah limfosit yang berukuran lebih besar dapat
berupa sel yang telah diaktifkan oleh antigen spesifik. Limfosit kecil yang
mendominasi dalam darah ditandai dengan inti sferis, kadang-kadang berlekuk
dengan kromatin yang berkondensasi dan sangat basofilik, yang membuat sel
ini mudah dibedakan dari granulosit. Sebagian limfosit dapat hidup beberapa
hari dan yang lain bertahan dalam sirkulasi darah atau jaringan lain bertahun-
tahun.1
Monosit
Monosit adalah agranulosit yang berasal sumsum tulang dengan variasi
diameter antara 12-20 µm. Intinya besar, terletak agak eksentris, dan dapat
berbentuk lonjong, berbentuk ginjal atau seperti huruf U. Kromatinnya kurang
padat dibandingkan dengan limfosit dan terpulas lebih terang dibanding
kromatin limfosit besar. Monosit darah merupakan sel prekursor. Setelah
menembus dinding venula pascakapiler, monosit berdiferensiasi menjadi
makrofag dalam jaringan ikat, mikroglia dalam SSP, osteoklast dalam tulang,
dan lain-lain. 1 makrofag dalam jaringan ikat, mikroglia dalam SSP, osteoklast
dalam tulang, dan lain-lain. 1
c. Trombosit (Platelet darah)
Trombosit mirip cakram dan tak berinti, dengan diameter 2-4 µm.
Trombosit berasal dari fragmentasi di ujung prosessus sitoplasma yang terjulur
dari sel poliploid raksasa yang disebut megakaryosit dalam sumsum tulang.
Trombosit mempermudah pembekuan darah dan membantu memperbaiki
robekan atau kebocoran di dinding pembuluh darah. Jumlah trombosit normal
berkisar 200.000-400.000/µL darah. Jangka hidup trombosit dalam darah ±10
hari. 1
Pada sediaan apus darah, trombosit sering tampak menggumpal. Setiap
trombosit memiliki zona perifer yang terpulas ringan, yaitu hialomer, dan suatu
zona sentral yang mengandung granul gelap yang disebut granulomer. 1
A. Sistem Imun
1.Sel-sel Sistem Imun
Sel-sel primer yang berperan pada respon imun adalah limfosit, sel plasma,
sel mast, neutrofil, eosinofil, dan sel-sel fagosit mononuklear. Sel penyaji-
antigen, suatu kelompok yang terdiri atas berbagai jenis sel, menyertai sel-sel
lain pada respon imun. Kelompok tersebut mencakup, di antara sel-sel lain,
limfosit, makrofag, dan sel dendritik. 1
a. Limfosit
Limfosit diklasifikasikan menjadi sel B dan sel T, serta sel NK (natural
killer). Sel B dan T merupakan satu-satunya yang memiliki kemampuan
mengenai secara selektif epitop diantara sejumlah besar epitop yang berbeda
(dengan kelipatan 1018). Sel B dan T dibedakan berdasarkan riwayat hidup,
reseptor permukaan, dan perilakunya selama suatu respon imun. Protein
permukaan (penanda) memungkinkan dapat dibedakannya antara sel B dan T
yaitu dengan metode imunositokimiawi.
Prekursor semua jenis limfosit berasal dari sumsung tulang, sejumlah
limfosit mengalami pematangan dan menjadi fungsional dalam sumsum
tulang, dan setelah meninggalkan sumsum tulang, memasuki sirkulasi darah
dan bersirkulasi untuk berkumpul dalam jaringan ikat, epitel, nodul limfoid,
dan organ limfoid. Sel-sel tersebut menjadi limfosit B. Sedangkan prekursor
limfosit T meninggalkan sumsum tulang dan melalui sirkulasi darah,
mencapai timus sel-sel ini mengalami proliferasi dan diferensiasi yang intens
atau mati melalui apoptosis. Setelah pematangan akhirnya, sel-sel T
meninggalkan timus dan terdistribusi di seluruh tubuh di jaringan ikat dan
organ limfoid. Sumsum tulang dan timus disebut organ limfoid primer dan
sentral karena fungsinya pada produksi dan pematangan limfosit. 1
Struktur limfoid lainnya merupakan organ limfoid sekunder atau perifer
yaitu limpa, nodus limfe, nodus limfoid soliter, tonsil, apendiks, dan bercak
peyer pada ileum. Sel B dan T tidak menetap di organ limfoid, terus berpindah
lokasi sehingga komponen selular dan anatomi mikoskopik jaringan limfoid
berbeda dari satu hari ke hari yang lain. 1
Gambaran utama limfosit B dan T mencakup reseptor yang dimiliki pada
permukaannya. Sel-sel T mengenali sekuens asam amino sedangkan di sel-sel
B, susunan spasial (misalnya, konformasi molekular) protein, asam nukleat,
polisakarida atau lipid yang penting.1
Limfosit natural killer tidak mempunyai molekul-molekul penanda yang
karateristik untuk sel B dan T. Limfosit ini sekitar 10-15% di dalam darah.
Diberi nama natural killer karena ia menyerang sel yang terinfeksi virus, sel-
sel yang ditransplantasikan, dan sel kanker tanpa perangsangan sebelumnya,
dengan alasan ini, limfosit natural termasuk dalam bagian dalam respon imun
bawaan (innate immune respons). 1
b. Sel Penyaji-Antigen (antigen-presenting cell = APC)
APC ditemukan dalam banyak jaringan dan membentuk populasi sel yang
heterogen yang meliputi sel dendritik, makrofag, dan limfosit B. Sel-sel
dendritik (berbeda dengan sel saraf), terdapat hanya dalam organ limfoid,
tetapi banyak terdapat dalam epidermis dan mukosa, di tempat ini sel tersebut
dinamakan sel Langerhans. Sel Langerhans merupakan sel dendritik penyaji
antigen di epidermis dan epitel permukaan tubuh, tempat sel-sel tersebut
membentuk pertahanan penting terhadap patogen dan iritan lingkungan.
seperti APC lainnya, sel-sel tersebut terbentuk di sumsum tulang, bergerak ke
dalam sumsum tulang, dan akhirnya bermigrasi ke dalam epitel skuamosa
berlapis. 1
2. Tonsila
Tiga kelompok tonsila : tonsila palatina, tonsila lingua, dan tonsila
faringea, membentuk sebuah cincin jaringan limfoid mengelilingi faring, tempat
menyatunya rongga hidung dan rongga mulut. Tonsila tuba, kelompok tonsila
keempat, terletak di sekitar muara tuba auditiva pada faring. Ciri khas tonsila
adalah permukaan epitelnya yang tertekan dan dikelilingi kelompok-kelompok
limfonodulus. Jenis-jenis tonsila: 1
Tonsila Palatina
Tonsila palatina, di bagian posterior langit-langit lunak, dilapisi oleh epitel
skuamosa berlapis. Setiap tonsil memiliki 10-20 invaginasi epitel yang
mempenetrasi tonsil ke dalam, yang membentuk kriptus. Jaringan limfoid di
tonsil-tonsil tersebut membentuk suatu pita yang mengandung limfosit bebas
dan nodul limfoid, biasanya dengan centrum germinale. Epitel yang melapisi
tonsila palatina dapat menjadi terinfiltrasi sedemikian penuh oleh sel dendritik
dan limfosit sehingga sulit untuk dikenali. Suatu pita jaringan ikat padat
sebagai simpai atau sawar dari penjalaran infeksi tonsil, memisahkan jaringan
limfoid dari struktur yang berdekatan. 1
Tonsila Faringea
Tonsila faringea berada di dinding posterior nasofaring dan biasanya
ditutupi oleh epitel kolumnar bertingkat bersilia, meskipun area epitel
berlapis juga dapat diamati. Tonsila faringea terdiri atas lipatan mukosa
yang mengandung jaringan limfoid difus dan nodul limfoid dan suatu simpai
yang lebih tipis daripada simpai tonsila palatina. 1
Tonsila Lingualis
Tonsila lingualis berada di sepanjang permukaan posterior lidah dan
dilapisi oleh epitel skuamosa bertingkat dengan kriptus. Jaringan limfoid
tonsil-tonsil ini memiliki banyak gambaran yang sama dengan tonsila
palatin. Semua epitel tersebut mengandung limfosit dan sel dendritik
intraepithelial. 1
3. Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening adalah struktur berbentuk buncis dan bersimpai,
yang umumnya berdiameter 2-10 mm dan tersebar di seluruh tubuh sepanjang
pembuluh limfe. Kelenjar getah bening ini membentuk sederetan saringan yang
penting untuk pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme dan penyebaran sel-sel
tumor. Semua limfe yang berasal dari cairan jaringan, disaring oleh sekurang-
kurangnya satu kelenjar getah bening sebelum masuk ke sirkulasi. Kelenjar getah
bening mempunyai permukaan konveks yang merupakan tempat masuk pembuluh
limfe dan lekukan konkaf, yakni hilum, tempat masuknya arteri dan saraf dan
keluarnya vena dan pembuluh limfe dari organ. Suatu simpai jaringan ikat
mengelilingi kelenjar getah bening, dan menjulurkan trabekula ke bagian dalam
organ.1
Sel terbanyak di kelenjar getah bening adalah limfosit, makrofag, dan APC
lain, sel plasma, dan sel retikuler; sel dendritik terdapat di dalam nodul limfoid.
Berbagai susunan sel dan stroma serabut retikuler yang menyangga sel
membentuk korteks, medulla, dan parakorteks. 1
Parakorteks tidak memiliki batas yang tegas dengan korteks dan medulla.
Parakorteks dapat dibedakan dari korteks luar dengan sedikitnya sel limfoid B dan
akumulasi sel T-nya, yang dapat ditentukan dengan metode imunohistokimiawi.
Venula di parakorteks menjadi bagian dari titik masuk yang penting bagi
pergerakan limfosit dari darah ke dalam nodul limfoid.
4.Timus
Timus adalah organ bilateral yang terletak di mediastinum, perkembangan
organ ini semasa muda. Seperti sumsum tulang dan sel-sel B, timus dianggap
sebagai organ limfoid primer atau sentral karena limfosit T terbentuk di sana.
Jika semua organ limfoid lainnya hanya berasal dari mesenkim (mesoderm),
maka timus memiliki asal embrionik ganda. Prekusor limfoidnya berasal dari
sumsum tulang, tetapi kemudian bergerak memasuki suatu epitel khusus yang
telah berkembang dari lapisan endoderm kantong faringeal ketiga dan keempat
embrio.1
Timus memiliki simpai jaringan ikat yang menyusup ke dalam parenkim
dan membaginya dalam lobulus yang inkomplet dengan kontinuitas antara
korteks dan medulla lobulus yang berdekatan. Setiap memiliki tepi yang gelap
dan dikenal sebagai korteks dan bagian pusat yang terang dan disebut medulla.
Korteks lebih kaya limfosit kecil dibandingkan medulla sehingga terpulas lebih
gelap. Korteks timus terdiri atas populasi besar limfoblast T (timosit) dan
makrofag dalam suatu stroma sel retikular epitelial. Sel retikular epitelial
biasanya memiliki inti eukromatik yang besar dan bervariasi secara morfologis,
tetapi biasannya berbentuk skuamosa atau stelata dengan prosessus yang
panjang. Sel retikuler ini biasanya dihubungkan dengan sel serupa di sebelahnya
oleh desmosom yang membentuk suatu sitoretikulum. Berkas filamen keratin
intermediat (tonofilamen) di dalam sitoplasma menjadi bukti bahwa sel ini
berasal dari epitel. Taut kedap antara sel retikuler epitelial gepeng pada
perbatasan antara korteks dan medulla membantu memisahkan kedua regio
tersebut. 1
Medula timus juga mengandung suatu sitoretikulum sel retikuler epitelial,
sejumlah besar limfosit T terdiferensiasi yang terkemas kurang padat, dan
struktur yang disebut korpuskel timus (korpuskel hasall) yang khas. Korpuskel
timus terdiri antara sel-sel retikuler epitelial gepeng yang tersusun secara
konsentris dan dipenuhi filamen kreatin, serta kadang-kadang mengapur.1
Arteriol dan kapiler di korteks timus diselubungi oleh sel retikuler epitelial
gepeng dengan taut erat. Endotel kapiler bersifat kontinu dan memiliki suatu
lamina basal yang tebal. Gambaran tersebut membentuk suatu sawar darah-
timus dan mencegah sebagian antigen agar tidak meninggalkan mikrovaskular
dan tidak memasuki korteks timus. Tidak terdapat sawar semacam itu di
medulla dan limfosit T matur meninggalkan timus melalui venula di zona
tersebut.1
Timus tidak memiliki pembuluh limfe aferen dan tidak membentuk saringan
bagi cairan limfe, seperti kelenjar getah bening. Sebagian kecil pembuluh limfe
timus berada di jaringan ikat simpai, septa dan pembuluh darah, yang
semuannya merupakan pembuluh aferen.1
5.Limpa
Limpa adalah organ limfoid terbesar dalam tubuh dan satu-satunya organ
yang terlibat dalam filtrasi darah sehingga limpa merupakan organ penting pada
pertahanan terhadap antigen dalam darah. Organ ini juga menjadi tempat
penghancuran eritrosit tua. Sebagaimana organ limfoid sekunder lainnya, limpa
adalah tempat produksi antibodi dan limfosit aktif, yang dihantarkan ke dalam
darah. Suatu pertikel inert dalam darah aktif difagositosis oleh limpa makrofag.1
Limpa dikelilingi oleh suatu simpai jaringan ikat padat yang menjadi asal
trabekula, yang sebagian membagi-bagi parenkim atau pulpa limpa. Trabekula
besar berasal dari hilum, pada permukaan medulla limpa; trabekula ini
membawa saraf dan arteri ke dalam pulpa limpa serta vena yang membawa
darah kembali ke dalam sirkulasi. Pembuluh limpe yang terletak di pulpa limpa
juga meninggalkan hilum melalui trabekula.1
Pulpa Limpa
Limpa terdiri atas jaringan retikuler yang mengandung sel-sel retikuler,
banyak limfosit dan sel darah lain, makrofag dan APC. Pulpa limpa memiliki dua
komponen, pulpa putih dan pulpa merah. Massa kecil pulpa putih terdiri atas
nodul limfoid dan selubung limfoid pariarteriolar, sementara pulpa merah terdiri
atas sinusoid yang berisi darah dan korda limpa (korda Bilorth). 1
Seperti yang sudah diduga dari organ yang khusus untuk pemrosesan
darah, mikrovaskular limpa bersifat penting, meskipun banyak hal yang masih
harus diketahui mengenainnya. Arteri lienalis bercabang dalam hilum, menjadi
arteri trabekularis kecil yang berjalan di jaringan ikat trabekula. Arteri tersebut
meninggalkan trabekula dan memasuki parenkim arteri ketika arteriol ditutupi
oleh selubung limfosit T, selubung limfoid pariarfeolar (PALS), yang merupakan
bagian pulpa putih. Karena diselubungi oleh PALS, pembuluh ini dikenal sebagai
arteriol sentral. Setelah berjaln melalui parenkim dengan berbagai regangan,
PALS menerima sejumlah besar limfosit, terutama sel B, dan dapat membentuk
nodul limfoid. Di nodul tersebut, arteriol menempati posisi eksentrik tetapi masih
disebut arteriol sentral. Selama pasenya melalui pulpa putih, arteriol ini
memberikan cabang kecil yang mendarahi jaringan limfoid sekitar. 1
Di sekeliling nodul limfoid terdapat zona marginal yang terdiri atas
banyak sinus darah dan jaringa limfoid. Zona marginal mengandung limfosit,
banyak makrofag dan sejumlah antigen sehingga berperan penting pada aktifitas
imunologis limpa. 1
Setelah keluar dari pulpa putih, selubung limfosit perlahan menipis dan
arteriol sentral barcabang membentuk arteriol penisili yang lurus. Sejumlah
kapiler yang berasal dari arteriol penisili ini diselubungi oleh sel retikuler,
makrofag dan limfosit dengan makna fungsional yang belum jelas. 1
Pulpa merah tersusun hampir sepenuhnya dari korda limpa dan sinus vena.
Korda limfa mengandung jejaring sel-sel retikuler atau serat-serat retikuler yang
menunjang limfosit B dan T, makrofag, sel plasma, dan banyak sel darah
(eritrosit, trombosit, dan granulosit). Ketika limpa dipisahkan oleh sinusoid lebar
yang tidak beraturan. Sel-sel endotel yang panjang (stave cell) melapisi sinusoid
limpa, yang tersusun sejajar dengan aliran darah sinusoid. Sel-sel ini dibentuk
serat retikuler dalam arah melintang, mirip pengikat gentong.1
Sinusoid limpa yang sangat permeabel dikelilingi oleh lamina basal yang
tidak utuh. Ruang antara sel-sel endotel sinusoid limpa berukuran 2-3 μm atau
lebih kecil dan hanya sel fleksibel yang mampu lewat secara mudah dari korda
pulpa merah ke dalam lumen sinusoid. Karena lumen sinusoid limpa sering terisi
darah dan sangat kecil serta karena korda limpa terinfiltrasi oleh sel darah merah,
perbedaan mikroskopik antar korda limpa dan sinusoid dapat sulit. 1
Ada enam jenis sel darah putih yang biasa di temukan dalam darah yakni
;netrofil polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, basofil polimorfonuklear,
monosit, limfosit, dan, kadang-kadang, sel plasma, khusus untuk netrofil, easinofil
dan basofil, mempunyai gambaran granuler sehingga disebut granulosit. Selain itu
terdapat sejumlah besar trombosit yang merupakan sel jenis lain yang serupa
dengan sel darah putih yang dijumpai dalam sumsum tulang, yaitu megakariosit.
Megakariosit kemudian membentuk fragmen-fragmen dalam sumsum tulang
menjadi fragmen kecil yang di kenal sebagai platelet/trombosit yang selanjutnya
masuk ke dalam darah.
1.Pembentukan leukosit
Pada pembentukan sel darah merah, sel-sel comited juga membentuk dua
silsilah utama sel darah putih, silsilah mielositik yang di awali dengan meoblas
dan limfositik yang di awali dengan limfoblas.
Granulosit dan monosit hanya di bentuk di dalam sumsum tulang
sedangkan limfosit dan sel plasma terutama di produksi di berbagai jaringan
limfogen khususnya di kelenjar limfe, limpa, tymus, tonsil dan berbagai
kantong jarinngan limfoid di mana saja dalam tubuh, seperti sum-sum tulang
dan plak peyer di bawah epitel dinding usus. (guyton lama 451)
Sel darah putih yang di bentuk dalam sumsum tulang, pada waktu di
perlukan maka berbagai macam faktor akan menyebebkan di lepaskannya
leukosit. Masa hidup granulosit sesudah dilepaskan dari sumsum tulang
normalnya 4-8 jam dalam sirkulasi darah dan 4-5 hari berikutnya dalam
jaringan yang membutuhkan. Pada keadaan infeksi jaringan yang berat, masa
hhidup keseluruhan sering kali berkurang sampai hanya beberapa jam, karena
granulosit bekerja lebih cepat pada daerah yang terinfeksi.
Monosit juga mempunyai masa edar yang singkat yaitu 10-20 jam dalam
darah, sebelum mengembara melalui membran kapiler ke dalam jaringan.
Begitu masuk ke dalam jaringan sel-sel ini membengkak sampai ukurannya
besar sekali dan menjadi makrofag jaringan, dalam bentuk ini sel-sel tersebut
dapat hidup berbulan-bulan, kecuali bila sel-sel itu dimusnahkan saat
melakukan fungsi fagositik dan merupakan pertahanan lanjutan untuk
melawan infeksi. Limfosit memasuki sistim sirkulasi secara kontinu dan dapat
hidup tergantung pada kebutuhan tubuh akan sel-sel tersebut.
Fagositosis
B. IMUNITAS
Bakteri dan virus patogenik merupakan sasaran utama sistem pertahanan imun.
Bakteri adalah mikroorganisme bersel tuggal yang tidak mempunyai inti dan
diperlengkapi oleh semua perangkat yang esensial bagi kelangsungan hidup dan
reproduksi mereka. Virus berbeda dengan bakteri, virus hanya terdiri dari asam nukleat
(DNA dan RNA) yang terbungkus dalam suatu selubung protein. (sherwood lama) hal
367
Respon imun spesifik, di pihak lain secara selektif menyerang benda asing
tertentu yang telah mereka temui sebelumnya. Respon-respon spesifik seperti ini
diperantarai oleh limfosit, yang setelah mendapat pajanan berikutnya ke agen
yang sama, mengenali dan secara diskriminatif melawan agen tersebut.
Limfosit B
Limfosit mampu membentuk satu jenis antibodi atau sel T dengan satu
macam spesifisitas. Limfosit yang spesifik akan di aktifkan oleh antigennya, maka
ia akan berkembang biak dengan cepat dan membentuk banayak sekali limfosit
turunan. Pada limfosit B keturunannya akan menyekresikan antibodi spesifik yang
kemudian bersirkulasi keseluruh tubuh. Lalu pada limfosit T keturunannya adalah
sel T spesifik yang tersensititasi ysng sksn dilepaskan ke cairan limfe dan di
angkut ke dalam darah, kemudian disirkulasikan ke seuruh cairan jaringan dan
kembali lagi kedalam limfe.
Hanya ada beberapa ratus sampai beberapa ribu penyandi gen untuk jutaan
jenis antibodi dan limfosit T. Banyaknya Klon limfosit bermulai dari seluruh gen
membentuk setiap jenis sel T atau sel B tidak pernah ada di dalam sel stem asal
tempat sel imun fungsional terbentuk. Melainkan, yang ada hanyalah “segmen
gen” sebenarnya, terdiri dari bertaus-ratus segmen, tetapi tidak seluruh gen.
Selama proses pengolahan sel limfosit T dan B, segmen-segmen gen ini menjadi
tercampur satu sama lain dan membentuk seluruh gen. Pada setiap limmfosit T
dan limfosit B fungsional yang akhirnya terbentuk, sandi struktur gen yang ada
hanya untuk satu spesifisitas antigen. Sel-sel matang ini menjadi sel T dan sel B
yang sangat spesifik,yang memenuhi dan menyebar ke jaringan limfoid.
Setiap klon limfosit hanya responsif terhadap sati tipe antigen (atau
terhadap beberapa antigen serupa yang sifat stereikimianya hampir sama). Alasan
terjadinya ini dikarenakan pada Limfosit B, masing-masing mempunyai kira-kira
100.000 molekul antibodi pada permukaan membran selnya yang akan bereaksi
sangat spesifik dengan satu macan antigen spesifik saja. Jadi bila ada antigen yang
cocok, maka antigen ini segera melekat dengan ant5ibodi di membran sel,
keadaan ini menimbulkan proses aktiivasi, yang akan kita bicarakan lebih rinci.
Dalam jaringan limfoid, selain limfosit makrofag juga ikut berperan dalam
proses aktivasi. Makrofag melapisi sinusoid-sinusoid nodus limfe, limpa, dan
jaringan limfoid lain. Makrofag ini terletak bersebalahan dengan banyak limfosit
dalam nodus limfe. Kebanyakan organisme yang menginvasi mula-mula
difgositosis dan sebagian akan di cerna oleh makrofag. Kemudian produk
antigeniknya dilepaskan kedalam sitosol makrofag. Makrofag kemudian
mentransfer-transfer antigen tersebut secara langsung ke limfosit dengan cara
kontak sel-sel, sehingga menimbulkan aktivasi klon limfositik yang spesifik.
Makrofag juga menyekresikan zat pengaktivasi khusus yang meningkatkan
pertumbuhan dan reproduksi limfosit spesifik, zat ini disebut interleukin-1.
Klon limfosit B tetsp dala keadaan dorman di dalam jaringan limfoid. Bila
ada antigen asing yang masuk, makrofag dalam jaringan limfoid akan
memfagositosis antigen dan kemudian membawanya ke limfosit B didekatnya.
Limfosit B yang bersifat spesifik terhadap antigen segera membesar dan tampak
seperti gambaran limfoblas. Beberapa limfoblas berdiferensiasi lebih lanjut untuk
membentuk plasmoblas, yang merupaka prekursor sel plasma. Dalam plasmablas
ini, sitopasma meluas dan retikulum endoplasma kasar akan berproliferasi dengan
cepat. Sel-sel ini kemudian mulai membelah dengan kecepatan 1 kali setiap 10
jam, sampai sekitar sembilan pembelahan, sehingga dari satu plasma dapa
terbentuk kira-kira 500 sel dalam waktu 4 hari. Sel plasma yang matur kemudian
menghasilkan antibodi gamma globulin dengan kecepatan tinggi kira-kira 2000
molekul perdetikuntuk setiap sel plasma. Kemudian, antibodi disekresikan
kedalam cairan limfe dan diangkut ke sirkulasi darah.
LIMFOSIT T
Ada tiga jenis sel T yang dikhususkan untuk mematikan sel pejamu yang
terinfeksi virus serta, untuk membantu atau menekan sel imun lain. Walaupun
penting dalam pertahanan spesifik terhadap bakteri invasif dan benda asing lain,
limfosit B dan produk antibodinya hanya merupakan separuh dari pasukan
pertahanan imun spesifik yang dimiliki tubuh. Limfosit T juga sama pentingnya
dalam pertahanan terhadap infeksi sebagian besar virus dan jamur serta berperan
penting dalam mengatur mekanisme-mekanisme imun.
D. Antibodi
Setiap antibodi bersifat spesifik untuk antigen tertentu, hal ini di sebabkan
oleh struktur organisasi asam amino. Bila antibodi sangat spesifik, maka akan ada
banyak tempat ikatan yang dapat membuat pasangan antibodi-antigen itu sangat
terikat kuat satu sama lain, yaitu dengan cara :
Ikatan hidrofobik
Ikatan Hidrogen
Daya tarik ionik
Kekuatan Vander Waals.
Terdapat lima golongan antibodi yang diberi nama yaitu, IgM, IgG, IgA, IgD, dan
IgE.
Antibodi bekerja terutama malalui dua cara yaitu dengan langsung menyerang
penyebab penyakit tersebut dan dengan mengaktifkan sistem komplemen.
2. Sisitem Komplemen
Suau sistem yang terdiri kia-kira dari 20 protein, yang kebanyakan
prekursor enzim.Pemeranutam dalam sistem ini adalah 11 protein yang
ditandai dengan C1 sampai C9, B, dan D. Protein ini biasanya ada di
antara-antara protein plasma dalam darah dan juga piler masuk ke dalam
ruang jaringan. Biasanya prekursor enzim ini bersifat reaktif yang spesifik,
yang di aktifkan terutama oleh jalur klasik. Jaur klasik di aktifkan oleh
suatu reaksi anntigen-antibodi.
Opsinisasi dan fagositosis. Salah satu produk kaskade komplemen, yaitu
C3b, dengan kuat menaktifkan proses fagositosis oleh netrofil dan
makrofag menyeabkan sel-sel in menelan bakteri yan telah dilekati oleh
kompleks antigen-antibodi. Proses ini mampii meningkatkan jumlah
bakteri yang dapat dihancurkan , sampai 100 kali lipat.
Lisis. Produk paling penting dari seluruh produk kaskade komplemen
adalah kompleks litik, yang merupakan kombinasi dari banyak faktor
komplemen dan di tandai dengan C5b6789. Produk ini berpengaruh
merobek membran sel bakteri atau organisme penginvasi lainnya.
Aglutinasi, Produk komplemen juga mengubah permukaan organisme
yang menginvasi tubuh, sehingga melekat satu sama lain, dan dengan
demikian memicu proses aglutinasi.
Netralisasi virus. Eenzim komplemen dan produk komplemen lain dapat
menyerang strujtur beberapa virus dan demikian mengubahnya menjadi
non virulen.
Kemotaksis. Fragmen C5a memiicu kemotaksis netrofil dan makrofag,
menyeabkan sejumlah besar sel fagosit ini bermigrasi kedalam jaringan
yang berbatasan dengan agen antigenik.
Aktifasi sel mast dan basofil. Fragmen C3a, C4a, dan C5a, mengaktifkan
sel mast dan basofil. Menyebabkan sel-sel melepaskan histamin, heparin,
dan beberapa substansi lainnya kedalam cairan setempat.
Efek Peradangan. Produk ini menyababkan alran darah meningkat,
peningkatan kebocoran protein dari kapiler, dan protein cairan interstisial
akan berkoagulasi dalam ruang jaringan, sehingga menghambat
pergerakan organisme yang melewati jaringan.
F. Reaksi Hipersensitivitas
Alergi adalah akuisisi reaktivitas imun spesifik yang tidak sesuai, atau
hipersensitivitas, terhadap bahan-bahan lingkungan yang dalam keadaan normal
tidak berbahaya. Bahan penyebab, yang dikenal sebagai alergen, mungkin
merupakan antigen atau berupa hapten yang menjadi antigen hanya apabila
berikatan dengan suatu protein tubuh. Pajanan ulang ke alergen yang sama pada
orang yang sudah tersensitisasi akan mencetuskan suatu serangan imun, yang
dapat bervariasi dari reaksi ringan yang mengganggu sampai reaksi parah yang
merusak tubuh dan bahkan dapat fatal.(5)
Terdapat empat jenis utama reaksi hipersensitivitas, yaitu Tipe I, Tipe II,
dan Tipe III yang diperantarai antibodi; dan Tipe IV yang diperantarai sel.
1. Hipersensitivitas Tipe I (Alergi Reaksi Cepat)
Beberapa orang mempunyai kecenderungan “Alergik”. Alergi semacam
ini disebut alergi atopik karena disebabkan oleh respon imun yang tidak
lazim. Kecenderungan alergi ini diturunkan secara genetis dari orang tua ke
anak, dan ditandai dengan adanya sejumlah besar antibody IgE dalam darah.
Antibody ini disebut regain atau antibody tersensitisasi, dimana IgE
berfungsi dalam melindungi tubuh dari infeksi parasit dan merupakan
mediator pada reaksi alergi untuk melepaskan histamin dari basofil dan sel
mast.Bila suatu alergen (antigen) yang bereaksi secara spesifik dengan
antibody regain IgE tipe spesifik memasuki tubuh, maka terjadi reaksi
alergen-regain, dan kemudian terjadi reaksi alergi.
Sifat khusus Antibody IgE (regain) adalah adanya kecenderungan yang
kuat untuk melekat pada sel mast dan basofil. Sesungguhnya, satu sel mast
atau basofil dapat mengikat sampai setengah juta molekul antibody IgE. Bila
suatu antigen (alergen) telah sampai pada jaringan tempat kerjanya melalui
pembuluh darah, antigen akan merangsang sel B untuk membentuk IgE.
Beberapa IgE kemudian diikat oleh mastosit melalui reseptor Fc
(Crystalizable Fragment).
Pada saat pertama kali terkena alergen, akan merangsang limfosit untuk
memproduksi antibodi (IgE) terhadap alergen tersebut. Beberapa antibody
IgE kemudian akan melekat pada sel mast atau basofil jaringan. Bila orang
terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan diikat
oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastosit, maka pengikatan ini
menyebabkan perubahan segera pada membran sel mast dan basofil,
mungkin disebabkan oleh efek fisik dari molekul antibodi yang dapat
merubah membran sel.
Perubahan ini menyebabkan pada setiap saat banyak sel mast dan basofil
akan mengalami rupture, sehingga ada juga basofil atau sel mast yang segera
melepaskan substansi khusus seperti histamin, protease, substasi anafilaksis
yang bereaksi lambat ( yang merupakan campuran Leukotrien- Leukotrien
toksik), substansi eosinofil, substansi kemotaksik netrofil, heparin, dan
factor pengaktif trombosit. Substansi-substansi ini menyebabkan beberapa
efek seperti dilatasi pembuluh darah setempat; penarikan eosinofil dan
neutrofil menuju tempat yang reaktif; peningkatan permeabelitas kapiler dan
hilangnya cairan ke dalam jaringan; dan kontraksi sel otot polos lokal.
Karena itu, dapat terjadi beberapa respons jaringan, bergantung pada macam
jaringan tempat reaksi alergen-reagen terjadi. Beberapa reaksi alergi yang
disebabkan oleh pola ini, antara lain: asma, rinitis, dermatitis atopi, urtikaria,
anafilaksis.
2. Hipersensitivitas Tipe II (Reaksi Sitotoksik)
Hipersensitivitas tipe II melibatkan pengikatan antibodi (IgG atau IgM)
ke antigen permukaan sel atau molekul matriks ekstraseluler. Antibodi yang
ditujukan pada antigen permukaan sel dapat mengaktifkan komplemen (atau
efektor lain) untuk merusak sel. Antibodi (IgG atau IgM) melekat pada
antigen melalui regio Fab dan bekerja sebagai jembatan terhadap
komplemen melalui regio Fc. Hasilnya dapat terjadi lisis yang diperantarai
komplemen.Beberapa reaksi alergi yang disebabkan oleh pola ini, antara
lainreaksitransfusi, reaksiobat, Sindrom Good Pasture, miastenia gravis,
pemvigus.
3. Hipersensitivitas Tipe III (Reaksi Kompleks Imun)
Bila antibodi bergabung dengan antigen spesifiknya, akan terbentuk
kompleks imun. Biasanya, kompleks imun akan segera dibuang oleh sistem
retikuloendotelial, tetapi kadang-kadang kompleks ini menetap dan
tersimpan dalam jaringan, menyebabkan beberapa gangguan. Pada infeksi
mikroba atau virus yang persisten, kompleks imun dapat tersimpan dalam
organ, yang menyebabkan disfungsi. Pada gangguan autoimun, antigen
“self” dapat memicu antibodi yang berikatan dengan antigen organ atau
tersimpan dalam organ dan jaringan dalam bentuk suatu kompleks, terutama
pada persendian (artritis), ginjal (nefritis), dan pembuluh darah (vaskulitis).
Akhirnya, antigen lingkungan seperti spora fungi dan beberapa obat tertentu
dapat menyebabkan pembentukan kompleks imun disertai timbulnya
penyakit. (sherwood lama 399-401)
Oleh sebab itu, pembengkakan yang sering kita jumpai menyertai peradangan
disebabkan oleh perubahan-perubahan vaskuler yang diinduksi oleh histamin.
Demikian juga, manifestasi peradangan lain yang bersifat makro, misalnya gatal,
kemerahan, panas, dan nyeri. Kemerahan dan panas disebabkan oleh peningkatan
aliran darah arteri yang hangat ke jaringan yang rusak. Nyeri disebabkan oleh
distensi lokal di dalam jaringan yang membengkak dan oleh efek langsung zat-zat
lokal di ujung-ujung reseptor neuron aferen yang mempersarafi daerah
tersebut.(Sherwood lama) hal 370