Anda di halaman 1dari 188

EVALUASI PELAYANAN PELABUHAN PANGKAL BALAM

DALAM MENUNJANG KEGIATAN ALIRAN BARANG

DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

TUGAS AKHIR

Oleh
DINI JUNIARTI
00 306 0009

JURUSAN TEKNIK PLANOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN

1
2

BANDUNG
2007
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai benua maritim yang memiliki 17.508 pulau, dan memiliki pusat-
pusat pertumbuhan ekonomi yang tersebar diseluruh pelosok tanah air, interaksi
antar ruang dan keterkaitan ekonomi antar pulau sangat ditentukan oleh peran dan
tatanan transportasi nasional. Pentingnya peranan transportasi tersirat dalam
GBHN tahun 1999-2004, yang menyatakan
Pelabuhan sebagai fasilitas sistem transportasi diarahkan sebagai urat nadi
transportasi yang menghubungkan
antar pulau yang terpisahkan oleh kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan
lautan
pertahanan keamanan. Upaya meningkatkan
prasarana dan sarana transportasi ditekankan
pada perluasan sistem jaringan transportasi
untuk menjangkau daerah-daerah pedesaan,
dan pulau terpencil serta wilayah perbatasan
dalam rangka perwujudan wawasan nusantara
dan menggerakkan pembangunan nasional dan
daerah.
Sistem transportasi memegang peranan sangat penting dalam proses
pengembangan wilayah. Sistem transportasi tersebut berfungsi sebagai sarana
untuk perpindahan sumber daya, baik manusia maupun alam, barang dan jasa
antar wilayah. Dengan demikian sistem transportasi merupakan alat yang strategis
dalam menentukan pola dan hasil pembangunan.
Dalam sistem transportasi secara keseluruhan, fungsi pelabuhan laut
merupakan “titik peralihan” dari sistem transportasi darat ke sistem transportasi
laut dan sebaliknya, serta ada juga dari sistem transportasi laut ke sistem
transportasi laut lagi. Oleh karenanya, aktivitas pelabuhan laut tidak dapt
dipisahkan dari sistem transportasi darat yang menghubungkan dengan “daerah
3

belakang” (hinterlnd) dan sistem transportasi laut yang menghubungkan dengan


“daerah luar”.
Dengan adanya hubungan yang erat antara aktivitas pelabuhan laut dengan
aktivitas hinterland, maka masalah pembangunan dan pengembangan pelabuhan
laut ini bukan hanya masalah regional, sehingga adanya pertimbangan regional
dalam pembangunan dan pengembangan pelabuhan laut sangat diperlukan,
terutama dalam peninjauan perkembangannya di masa yang akan datang.
Demikian pula halnya dengan kemungkinan pengembangan ataupun
peningkatan pemanfaatan Pelabuhan Pangkal Balam sebagai salah satu pelabuhan
laut di Pulau Bangka, perlu adanya peninjauan secara regional dengan senantiasa
mempertimbangkan keberadaan sistem pelabuhan yang ada di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung, sehingga arah pemanfaatan pelabuhan tersebut benar-benar
dapat sesuai dengan kebutuhan perkembangannya saat ini dan masa yang akan
datang.
Pelabuhan Pangkal Balam merupakan salah satu pelabuhan yang terletak di
Muara Sungai Baturusa, tepatnya di Kota Pangkalpinang berdasarkan struktur tata
ruang kota Pangkalpinang diwujudkan berdasarkan sistem kegiatan pembangunan
dan sistem permukiman melalui penyebaran pusat-pusat pelayanan yang
berhirarki di Kota Pangkalpinang. Berdasarkan batasan daerah lingkungan
kerjanya, pelabuhan Pangkal Balam masuk dalam daerah lingkungan kerja
Pelabuhan yang dikelola langsung oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II
selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan berstatus sebagai salah satu
pelabuhan pengumpan regional. Keberadaan Pelabuhan Pangkal Balam ditunjuk
sebagai sarana perhubungan laut yang diarahkan sebagai pelabuhan penumpang
dan barang. Pelabuhan Pangkal Balam juga merupakan pintu gerbang
perekonomian Kota Pangkalpinang dan merupakan pelabuhan utama di Pulau
Bangka yang jangkauan operasinya melalui “Pelayaran samudera” dan “Pelayaran
nusantara” dengan penekanan pada aktivitas ekspor-impor dan angkutan barang
peti kemas (countainer).
Secara umum gambaran terhadap pemanfaatan Pelabuhan Pangkal Balam
dapat dilihat dari sisi sediaan, yaitu kemampuan (kapasitas) Pelabuhan Pangkal
4

Balam dalam melayani jasa pelabuhan, perlu dilakukan peningkatan kemampuan


pelabuhan, terutama dalam memberikan jasa bongkar muat barang agar tidak
menghambat aliran barang antar wilayah ataupun ekspor-impor di pulau Bangka.
Luas Pelabuhan Pangkal Balam saat ini mencapai 111,04 ribu meter persegi
dengan panjang dermaga 254 meter, luas gudang 1.275 meter persegi. Sedangkan
luas lapangan penumpukan yakni seluas 3.540 meter persegi dan lapangan parkir
seluas 4.510 meter persegi. Sementara itu, terminal penumpang Pelabuhan
Pangkal Balam luasnya 480 meter persegi dan panjang jalan 800 meter.
Pelabuhan Pangkal Balam mempunyai alur pelayaran melalui sungai yaitu
sungai Batu Rusa yang panjang alurnya 6 mil dan lebar alurnaya 40 meter dengan
kedalaman 3,5 LWS (Low Water Spring). Daerah kerja perairan Pelabuhan
Pangkal Balam yaitu mulai dari ambang luar sampai dengan galangan kapal PT.
Dwi Jasa Mitra sedangkan daerah kerja untuk daratan adalah 4,88 Ha. Pada saat
ini alur pelayaran di Pelabuhan Pangkal Balam mengalami pendangkalan hingga
kurang lebih mencapai 80 centimeter sampai satu meter per tahun sehingga kapal-
kapal besar tidak bisa leluasa keluar masuk di pelabuhan itu. Bahkan tidak jarang
ada yang kandas , terutama pada saat air surut, sehingga menghambat keluar
masuknya kapal di pelabuhan itu. Tapi jika terus dibiarkan, bisa berakibat buruk,
kapal akan banyak yang kandas, sehingga operasoinal pelauhan pun akan
terhambat. Hal ini memang sangat mendesak, apalagi saat ini kapal yang keluar
masuk ke Pelabuhan Pangkal Balam berukuran makin besar, baik kapal antar
pulau (domestik) dan ocean going (samudera) dengan angkutan peti kemasnya.
Selama tiga tahun terakhir, arus barang yang melalui dermaga peti kemas
terus mengalami peningkatan di atas 8 persen per tahun. Dari data yang ada,
tercatat arus kontainer tahun 2003 mencapai 5,185 twenty foot equivalent units
(TEUs), pada 2004 tercatat 7,019 TEUs dan tahun 2005 tercatat mencapai 12,190
TEUs. Peningkatan ini menunjukan adanya perubahan penggunaan kemasan
barang dari konvensional menjadi petikemas. Hal ini terlihat bahwa trend
petikemas menjadi pilihan para pengguna jasa/pemilik barang. Sementara
peningkatan total arus barang (cargo dan kontainer) pada tiga tahun terakhir juga
mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2003 tercatat mencapai 259,89 Ribu
5

Ton, tahun 2004 tercatat sebesar 454,23 Ribu Ton dan Tahun 2005 tercatat sebesar
911,356, dimana berarti mengalami peningkatan rata-rata diatas 75 %. Secara
umum volume cargo dari tahun ketahun mengalami peningkatan secara significan,
hal ini terlihat dari rata-rata peningkatan volume barang-barang general cargo, bag
cargo dan kontainer.
Potensi tersebut sangat efektif apabila ditunjang dengan fasilitas serta daya
dukung pelabuhan yang memadai. Namun kenyataannya keberadaan pelabuhan
yang berada di Kota Pangkalpinang yaitu pelabuhan penumpang dan pelabuhan
barang kurang memadai untuk melayani kegiatan perdagangan. Dengan adanya
asumsi bahwa aliran barang di Bangka yang melalui pelabuhan terus mengalami
peningkatan maka perlukan adanya suatu evaluasi untuk melihat sejauh mana
kemampuan kapasitas pelabuhan (terpasang dan terpakai) dalam melayani
kegiatan aliran barang yang masuk dan keluar pelabuhan, tingkat pelayanan secara
keseluruhan serta bagaimana langkah-langkah yang harus diantisipasi oleh pihak
terkait untuk masa sekarang dan langkah kedepannya.
Sampai saat ini Pelabuhan Pangkal Balam masih mampu melayani
pergerakan barang yang berasal dari wilayah pengaruhnya termasuk Bangka.
Kemampuan Pelabuhan Pangkal Balam dalam melayani pergerakan barang
tersebut salah satunya dapat diukur dari nilai BOR (Berth Occupancy Ratio). Di
Pelabuhan Pangkal Balam ini, nilai BOR rata-rata per tahun sekitar 86%, hal ini
di sebabkan perusahaan pelayaran belum memanfaatkan waktu lama kapal di
tambatan sehingga perlu penataan keberangkatan dan kedatangan kapal dan
kesepian barang di pelabuhan.
Dengan demikian, kebutuhan untuk mengembangkan fasilitas Pelabuhan
Pangkal Balam agar dapat melayani daerah belakangnya perlu juga
diperhitungkan besarnya fasilitas yang harus disediakan dan tingkat pelayanan
yang ingin dicapai, sehingga pelabuhan tersebut dapat menampung arus barang
yang diperkirakan akan semakin meningkat, serta dapat mencapai tingkat efisiensi
yang tinggi dalam penggunaan fasilitasnya. Penyedian fasilitas yang berlebihan
akan menguntungkan pemakai jasa, tetapi dilain pihak akan memberatkan
pengusahaan pelabuhan. Sebaliknya penyediaan fasilitas yang kurang akan
6

menguntungkan pengusahaan pelabuhan dan merugikan pemakai jasa, kurang


melancarkan arus barang dan kapal dan makin berakibat lebih luas yaitu tidak
mendukung pengembangan sektor-sektor ekonomi lainnya yang pada akhirnya
merugikan masyarakat secara keseluruhan (Kramadibrata, 1985 : 45)
Dengan adanya asumsi bahwa aliran barang yang melalui Pelabuhan
Pangkal Balam terus mengalami peningkatan maka diperlukan adanya suatu
evaluasi untuk melihat sejauh mana kemampuan kapasitas pelabuhan dalam
melayani kegiatan aliran barang yang masuk dan keluar pelabuhan, tingkat
pelayanan secara keseluruhan serta bagaimana langkah-langkah yang harus
diantisipasi oleh pihak terkait untuk masa sekarang dan langkah kedepannya.
Untuk lebih jelasnya mengenai latar belakang diperlukannya suatu evaluasi pada
kinerja Pelabuhan Pangkal Balam dapat dilihat pada gambar 1.1

Fenomena 1 Fenomena 2
Kapasitas pelayanan Pelabuhan Adanya peningkatan arus barang
Pangkal Balam yang kurang memadai berdasarkan perdagangan terutama
untuk menampung aliran barang yang produk-produk pertambangan,
melaluinya sebagai sarana pertanian, dan agroindustri
transportasi laut utama di Pulu
Bangka

Permintaan dan penyediaan jasa pelabuhan :


1. Permintaan (Actual Demand) atau Indikator input
a. Pertumbuhan penduduk
b. Pembangunan wilayah dan daerah
c. Industrialisasi
d. Jumlah prusahaan yang menggunakan jasa
pelabuhan
e. Volume aliran barang melalui pelabuhan
2. Penyediaan atau Indikator Output dan Utilisasi
a. Peralatan yang digunakan
b. Kapasitas yang tersedia, baik dermaga,
gudang dan lapangan penumpukan
c. Kondisi teknis alat angkutan yang dipakai
d. Kondisi Pelabuhan Pangkal Balam

Perlu adanya suatu kajian evaluasi guna mengetahui seberapa besar


kapasitas Pelabuhan Pangkal Balam dalam melayani atau menunjang
kegiatan aliran barang di Pulau Bangka

Gambar 1.1 Bagan Latar Belakang Perlunya Evaluasi


7

Terdapat ada persyaratan teknik kepelabuhan yang harus dipenuhi oleh


suatu pelabuhan yang baik. Persyaratan itu adalah pelabuhan harus dapat
melidungi kapal dari iklim buruk selama berada di pelabuhan, kedalaman air
harus cukup agar kapal terapung walaupun air sedang surut dan pelabuhan harus
menjamin kemudahan perpindahan penumpang dan barang (warpani, 1974 : 79).

1.2 Perumusan Masalah


Dalam jangka panjang Bangka akan diindikasikan akan mengalami
pertumbuhan wilayah yang cukup tinggi, terutama dari sektor pertanian dan
industri. Pertumbuhan ini juga mengakibatkan volume perdagangan, baik
domestik (dengan wilayah lain di Indonesia) maupun Internasional (dengan
Negara luar Indonesia). Peningkatan perdagangan ini perlu didukung oleh
kemampuan Pelabuhan Pangkal Balam, sebagai outlet, dalam menunjang
kelancaran arus lalu lintas barang yang akan melewatinya. Perkembangan
perdagangan antar wilayah akan mengakibatkan meningkatnya permintaan akan
jasa pelabuhan. Peningkatan permintaan tersebut harus didukung oleh
kemampuan pelabuhan sebagai penyedia jasa pelabuhan.
Dilihat dari sisi sediaan, yaitu kemampuan (kapasitas) Pelabuhan Pangkal
Balam dalam melayani jasa pelabuhan, maka diketahui bahwa nilai BOR
Pelabuhan Pangkal Balam telah mencapai titik jenuh sehingga perlu untuk
dilakukan peningkatan kemampuan pelabuhan, terutama dalam memberikan jasa
bongkar muat barang. Dengan kapasitas yang ada sekarang maka Pelabuhan
Pangkal Balam diprediksikan tidak akan mampu mengantisipasi permintaan jasa
pelabuhan di masa mendatang, agar tidak menghambat aliran barang antar
wilayah ataupun ekspor-impor di pulau Bangka.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa permintaan terhadap jasa
Pelabuhan Pangkal Balam terus meningkat seiring dengan perkembangan sektor
perdagangan antar wilayah sedangkan kapasitas Pelabuhan Pangkal Balam relatif
tetap, sehingga dapat di prediksikan di masa mendatang akan terjadi
ketidakseimbangan permintaan dan sediaan (supply demand) terhadap jasa
Pelabuhan Pangkal Balam jika tidak dilakukan pengembangan. Salah satu aspek
8

pertimbangan dalam pengembangan pelabuhan adalah Kinerja pelayanan


pelabuhan yang dimiliki oleh fasilitas pelabuhan yang harus disediakan, agar
dapat mampu menampung arus barang yang akan melaluinya. Hal tersebut pula
yang menjadi permasalahan yang dihadapi oleh Pelabuhan Pangkal Balam, yaitu
“Indikator kinerja pelabuahan secara operasional belum bisa memberikan
pelayanan yang baik sehingga kurang mendukung volume arus barang yang
dibongkar/muat melalui Pelabuhan Pangkal Balam”.
Berdasarkan perumusan masalah tersebut dapat dimunculkan pertanyaan
yang sejalan dengan tujuan dari studi ini, yaitu: Apakah kinerja Pelabuhan
Pangkal Balam sudah bisa memberikan pelayanan yang baik untuk
mendukung kegiatan aliran barang di Pulau Bangka?

1.3 Tujuan dan Sasaran


Evaluasi merupakan salah satu pendekatan sistem secara keseluruhan untuk
menilai atau mengetahui masalah-masalah utama pada sistem operasional
pelabuhan agar diperoleh solusi yang tepat bagi kelangsungan atau kelancaran
kegiatan bongkar/muat di Pelabuhan Pangkal Balam.
Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi secara umum dan
melakukan penilaian terhadap kinerja Pelabuhan Pangkal Balam dan
perkembangan kebutuhan fasilitas penunjangnya guna kelancaran arus barang
masuk dan keluar Pelabuhan Pangkal Balam.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sasaran yang perlu dilakukan dalam
studi ini adalah dengan :
 Mengidentifikasi perkembangan kawasan wilayah belakangnya.
 Mengidentifikasi perkembangan volume barang
 Mengidentifikasi daya tampung dari fasilitas-fasilitas yang tersedia
 Mengidentifikasi kinerja Pelabuahan Pangkal Balam dalam menunjang
kelancaran kegiatan aliran barang dengan melihat tingkat pelayanan
(Level Of Service = LOS)
9

 Memberikan penilaian terhadap kinerja kapasitas fasilitas pelabuhan


dalam menampung arus barang pada saat sekarang dengan menggunakan
standar perencanaan pelabuhan.
Dimana hal tersebut diharapkan pelabuhan dapat berperan dalam
merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi dari wilayah yang dilayaninya serta
memberikan pertimbangan bagi perencanaan fasilitas Pelabuhan Pangkal Balam
sebagai salah satu pelabuhan barang dan penumpang yang bisa mendukung
kegiatan aliran barang.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah agar studi ini dapat menjadi
masukan yang berupa rekomendasi bagi Pemerintahan Kota Pangkalpinang
khususnya dan Bangka pada umumnya dalam usahanya mengembangkan
Pelabuhan Pangkal Balam, yaitu untuk tetap memperhatikan keseimbangan antara
perkembangan wilayah dan ketersediaan prasarananya.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam studi ini terbagi ke dalam dua bagian, yaitu ruang
lingkup wilayah studi dan ruang lingkup kajian. Ruang lingkup wilayah studi
berupa batasan fisik dari suatu daerah yang diamati, sedangkan ruang lingkup
materi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai dalam studi ini.
Untuk mencapai tujuan studi di atas, maka dilakukan pembatasan-
pembatasan, baik terhadap wilayah studi maupun materi studi, sebagai berikut :

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah


Pengkajian terhadap wilayah studi ini dilihat dari 2 (dua) lingkup batasan,
yaitu lingkup internal dan eksternal. Dalam lingkup internal dibatasi pada daerah
Pulau Bangka sebagai hinterland Pelabuhan Pangkal Balam serta memperhatikan
fungsi dan peran sistem pelabuhan-pelabuhan yang berada di Pulau Bangka.
Sedangkan dalam lingkup eksternal senantiasa mempertimbangkan wilayah-
wilayah di sekitar Pulau Bangka dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai
daerah-daerah tujuan dan datangnya berbagai komoditi yang memanfaatkan jasa
pelabuhan laut, seperti Palembang, Pontianak, dan Jakarta, termasuk daerah-
10

daerah yang berada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, seperti Pulau


Belitung.

1.4.2 Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup materi yang dilakukan dalam studi ini dibatasi pada kajian
tentang kinerja pelabuhan khusus pelabuhan barang pada Pelabuhan Pangkal
Balam yang diharapkan mempunyai kinerja pelayanan yang bertaraf internasional
sehingga mampu melayani aliran barang yang melaluinya. Studi evaluasi ini
diharapkan dapat menilai kemampuan kapasitas Pelabuhan Pangkal Balam dalam
mengimbangi pertumbuhan wilayah dimasa sekarang maupun masa yang akan
datang.
Adapun aspek-aspek terkait lainnya yaitu perekonomian atau pola
perdagangan, transportasi dan kondisi kapasitas eksisting Pelabuhan Pangkal
Balam. Aspek tersebut diperkirakan akan memberikan implikasi terhadap kinerja
Pelabuhan Pangkal Balam yang melayani seluruh kegiatan perdagangan di Pulau
Bangka.

1.5 Metode Penelitian

Dalam upaya untuk menjawab persoalan penelitian ini, maka metode


penelitian untuk mengkaji studi ini terdapat tiga metode yaitu metode pendekatan
studi, metode pengumpulan data dan metode analisis data.

1.5.1 Metode Pendekatan Studi

Untuk mencapai tujuan dari evaluasi kinerja pelayanan Pelabuhan Pangkal


Balam ini, perlu diambil langkah-langkah pendekatan sebagai berikut:

1. Melakukan tinjauan terhadap kondisi baik potensi dan masalah yang ada
pada internal Pelabuhan Pangkal Balam maupun eksternal di pelabuhan
yang ada di Pulau Bangka.
11

2. Mengamati kondisi fisik prasarana Pelabuhan Pangkal Balam dengan


maksud untuk mengetahui masalah-masalah apakah yang dihadapi oleh
sarana dan prasarana Pelabuhan Pangkal Balam.

3. Mengidentifikasi volume aliran barang yang melalui Pelabuhan Pangkal


Balam. Hal dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum mengenai
volume barang yamg masuk/keluar dari pelabuhan terutama pada fasilitas-
fasilitasnya.

4. Melakukan penilaian terhadap kinerja pelabuhan selama 5 tahun, yaitu


yang berkaitan dengan fasilitas-fasilitas yang akan di analisis, yaitu :

 Indikator Output; Indikator output merupakan Indikator yang erat


kaitannya dengan informasi besarnya troughput lalu lintas (daya lalu)
barang yang melalui suatu peralatan atau fasilitas pelabuhan dalam suatu
periode tertentu.

 Indikator utilisasi; merupakan Indikator yang dipakai untuk


mengukur sejauh mana fasilitas dermaga dan sarana penunjang
dimanfaatkan secara intensif.

5. Melakukan analisis terhadap pelayanan (Level Of Service = LOS) dari


fasilitas-fasilitas dasarnya yaitu meliputi fasilitas dermaga, pergudangan dan
lapangan penumpukan menurut skenario pengembangan yang akan
dijelaskan lebih lanjut pada bab 3. Analisis ini dilakukan dengan
membandingkan antara fasilitas jumlah bongkar muat barang pelabuhan
dengan daya tampung yang dinyatakan dalam persentase, dimana standar
yang dipergunakan untuk nilai LOS (Level Of Service) yang telah mencapai
atau lebih besar sama dengan 70 % mengidentifikasikan kejenuhan
pelabuhan dan perlu adanya pengembangan fasilitas pelabuhan. Sedangkan
LOS diantara 60 % - 70 % sudah harus ada rencana pengembangan fasilitas
dan untuk nilai LOS lebih kecil atau sama dengan 60 % mengindikasikan
bahwa fasilitas tersebut dapat melayani pergerakan komoditi/barang dengan
baik. (Dirjen Perhubungan Laut, 1997).
12

6. Melakukan analisis terbagi atas 3 (tiga) skenario pengembangan sehingga


ketersediaan fasilitas dalam melayani arus barang yang masuk ke pelabuhan
dapat diketahui dari tahun ke tahun. Skenario ditentukan dengan mengambil
titik terendah, sedang dan puncak volume barang yang masuk ke pelabuhan,
sehingga kebutuhan masing-masing skenario dapat di ketahui dengan
perhitungan penyesuaian kondisi fasilitas eksisting.

7. Merekomendasikan kinerja pelayanan yang lebih baik dari tiap-tiap


fasilitas berdasarkan hasil analisis dan memberikan saran studi lanjutan.

Studi evaluasi tentang kinerja pelayanan Pelabuhan Pangkal Balam dalam


menunjang aliran barang di Pulau Bangka, dapat dilihat pada kerangka pemikiran
gambar 1.3.

1.5.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam studi ini seluruhnya bersifat sekunder. Data
sekunder berupa buku-buku yang terdapat diperpustakaan pada instansi-instansi
dan literatur lainnya, data yang diperlukan merupakan data time series 5 (lima
tahun adalah sebagai berikut :

1. Kinerja operasional Pelabuhan Pangkal Balam


2. Volume barang yang melalui pelabuhan
3. Data karakteristik wilayah Pulau Bangka
4. Komoditi dan Volume barang yang melalui pelabuhan
5. Fasilitas dan utilitas Pelabuhan Pangkal Balam
6. Volume bongkar muat barang
7. Rencana kinerja operasional pelabuhan dan data-data yang terkait
langsung.

1.5.3 Metode Analisis Data

Analisis merupakan penyelidikan sesuatu peristiwa untuk mengetahui


penyebabnya, dan bagaimana duduk perkaranya. Menganalisis adalah menyelidiki
13

dengan menguraikan masing-masing bagiannya (Poerwadarmita, 1976 dalam


Irja., 2003:9).

Gambar 1.2
Kerangka Pemikiran
14

Adapun analisis yang digunakan dalam evaluasi ini adalah sebagai berikut :

1. Analisis Tingkat Pelayanan (Level Of Service)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat pelayanan dengan


melihat perbandingan antara jumlah volume barang per kapasitas terpakai.

Jumlah Volume Bongkar Muat


Jumlah Volume Bongkar Muat
LOS = x 100%
LOS = x 100%
Daya Tampung Fasilitas (Ton) x Jumlah Hari Kerja Efektif
Daya Tampung Fasilitas (Ton) x Jumlah Hari Kerja Efektif

2. Analisis Regresi Linier

Analisis ini di gunakan untuk memproyeksikan volume aliran barang pada


tahun 2015 ( perencanaan jangka pendek) dengan menggunakan data masa
lampau (dengan menganggap bahwa karakteristik perkembangan volume barang
masa lampau berlaku untuk masa depan). Analisis ini menggunakan rumus
sebagai berikut :
Y = a + b (X)
Dimana :
Y = jumlah volume bongkar muat barang terhitung (ton)
X = tambahan tahun terhitung dari tahun dasar
a, b tetapan yang dapat diperoleh dari rumus :

a =  P  x 2   x  PX b = N PX   X  P
N x 2    X  2
N x 2   X  2
(Sumber :Warpani 1989, hal 29)

3. Analisis Kebutuhan Fasilitas

Teknik analisis ini digunakan dalam rangka menunjang peningkatan


permintaan (demand) di pelabuhan yang cukup tinggi sedangkan kapasitas yang
15

dimiliki (supply) pelayanan pelabuhan saat ini terutama dermaga sudah tidak bisa
menanggulangi lagi volume barang yang ada, yaitu ditunjukan dengan kinerja
pelabuhan dan nilai LOS yang diperoleh.

a. Dermaga

Flow÷Berth
Kebutuhan
KebutuhanDermaga
Dermaga==Cargo
CargoFlow ÷BerthTroughput
Troughput

b. Gudang dan Lapangan Penumpukan

{(V÷÷WP
WP) )÷÷KL}
Kebutuhan
KebutuhanFasilitas
Fasilitas=={(V KL}xxRP
RPxx
RL
RL

Keterangan :
V = Volume Barang
WP = Waktu Penumpukan
KL = Kapasitas Lantai Gedung
RP = Ruang Hilang Akibat Penumpukan
RL = Ruang Hilang Akibat Pergerakan Barang dan Peralatan Lainnya

1.6 Sistematika Penulisan

Secara garis besar penyusunan laporan tugas akhir yang berjudul “Evaluasi
Kinerja Pelayanan Pelabuhan Pangkal Balam Dalam Menunjang Aliran Barang di
Pulau Bangka” ini terdiri dari 5 bab yang meliputi beberapa sub bab, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan uraian, latar belakang studi, perumusan
masalah, tujuan studi, ruang lingkup studi (meliputi wilayah dan
materi), metode pendekatan dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Dalam bab ini berisikan uraian mengenai beberapa tinjauan teoritis
yang meliputi pelabuhan sebagai komponen transportasi, pengertian
16

transportasi secara umum dan pengertian pelabuhan laut, fungsi dan


peranan pelabuhan laut dan jenis-jenis fasilitas pelabuhan laut.

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Dalam bab ini berisikan uraian mengenai tinjauan terhadap kebijakan


dan karakteristik wilayah studi, kondisi perekonomian Bangka,
tinjauan wilayah Pelabuhan Pangkal Balam serta kondisi eksisting
Pelabuhan Pangkal Balam, analisa pola pergerakan dan distribusi
aliran barang di Pelabuhan Pangkal Balam, proporsi volume bongkar
muat menurut kelompok komoditi, dan pelabuhan di pulau Bangka.

BAB IV EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN

Dalam bab ini berisikan mengenai Indikator kinerja pelabuhan,


analisis kebutuhan fasilitas, besar pelayanan, serta penilaian kinerja
Pelabuhan Pangkal Balam sebagai suatu dasar pertimbangan
perkembangannya.

BAB V KESIMPULAN
Meliputi rangkaian hasil penelitian yang telah dilakukan, arahan
kebijaksanaan, rekomendasi dan saran studi lanjutan
17

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelabuhan Sebagai Komponen Sistem Transportasi


Ditinjau dari sub sistem angkutan laut, maka “Pelabuhan” sebagai
prasarana angkutan laut merupakan salah satu simpul dari mata rantai bagi
kelancaran angkutan muatan laut dan darat. Jadi secara umum pelabuhan adalah
suatu daerah perairan yang terlindung terhadap badai/ombak/arus, sehingga kapal
dapat berputar (turning basin), bersandar/membuang sauh, sedemekian rupa
sehingga bongkar muat atas barang dan perpindahan penumpang dapat
dilaksanakan, guna mendukung fungsi-fungsi tersebut dibangun dermaga (piers
or warves), jalan, gudang, fasilitas penerangan, telekomunikasi dan sebagainya,
sehingga fungsi pemindahan muatan dari/ke kapal yang bersandar di pelabuhan
menuju tujuan selanjutnya dapat dilakukan (Kramadibrata, 1985:63)
Defenisi pelabuhan menurut Peraturan Pemerinta No.11 Tahun 1983
pengertian pelabuhan adalah daerah atau tempat berlabuh dan atau bertambatnya
kapal laut serta kendaraan air lainnya untuk menaikan dan menurunkan
penumpang, bongkar muat barang dan hewan serta merupakan daerah lingkungan
kerja kegiatan ekonomi. Atau dapat pula diartikan sebagai tempat bertemunya dua
moda transportasi atau lebih seperti kapal laut, tongkang, kereta api, truk
pengangkut dan sebagainya.
Sedangkan definisi pelabuhan menurut Peraturan Pemerintah N0.69 Tahun
2001 tentang Kepelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan
disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan
kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh,
naik turun penumpang atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas
dengan keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi.
18

Dalam bahasa Indonesia dikenal dua istilah yang berhubungan dengan arti
pelabuhan yaitu Bandar dan pelabuhan. Dimana kedua istilah tersebut mempunyai
arti yang berbeda. Bandar (habour) adalah perairan yang terlidungi terhadap
gelombang dan angin untuk berlabuhnya kapal-kapal. Bandar ini hanya
merupakan daerah perairan dengan bangunan-bangunan yang diperlukan untuk
pembentukannya, perlindungan dan perawatan, seperti pemecah gelombang, jetty
dan sebagainya, dan hannya merupakan tempat bersinggahnya kapal untuk
berlindung, mengisi bahan bakar, reparasi dan sebagainya. Suatu estuari atau
muara sungai dengan kedalaman air yang memadai dan cukup terlindung untuk
kapal-kapal memenuhi kondisi suatu Bandar.
Pelabuhan adalah salah satu elemen transportasi yang penting karena
berfungsi sebagai pintu gerbang perekonomian wilayah maupun nasional.
Sedangkan dalam perdagangan internasional sendiri, pelabuhan turut memegang
peranan yang penting. Hal ini terbukti dengan tingginya volume barang yang
melalui pelabuhan yakni mencapai 90% dari total perdagangan internasional.
Dengan demikian kinerja perdagangan akan turut dipengaruhi oleh fasilitas dan
kinerja pelabuhan yang ada.
Dengan uraian pendapat diatas, maka aktivitas pelabuhan laut tidak dapat
dipisahkan dari sistem transportasi darat yang menghubungkannya dengan daerah
belakangnya, dan sistem transportasi laut yang menghubungkannya dengan daerah
luar, maka kehadiran pelabuhan laut tersebut bisa mengadakan/menimbulkan
aktivitas perdagangan dengan luar daerah, sehingga dari daerah belakangnya
dapat mengekspor kelebihan hasil produksinya keluar daerah yang
membutuhkannya, dan bisa mengimpor barang-barang kebutuhan produksinya
yang tidak diproduksi didaerahnya. Hubungan erat pelabuhan laut dengan daerah
belakang yang demikian, akan menambah peranan pelabuhan laut dalam
membuka isolasi daerah perdagangan, terutama di Propinsi Kepulauan Bangka
Belitung dan khususnya pada wilayah Kota Pangkalpinang, sehingga dapat
meningkatkan tingkat pendapatan dan konsumsi penduduknya lebih tinggi dengan
adanya barang-barang impor dari luar daerah.
19

Sementara menurut Morlok (1995: 619-620) perbaikan dari sistem


transporrtasi akan memeberikan dampak terhadap pengembangan regional yaitu
menambah kegiatan ekonomi total dalam wilayah/daerah tersebut.
Keberadaan pelabuhan laut Pangkal Balam yang memiliki nilai strategis
dalam pengembangan wilayah, dan ditunjang dengan sarana prasanan transportasi
yang baik, akan membangkitkan kegiatan aktivitas ekspor-impor dari daerah
belakang pelabuhan tersebut. Jadi pelabuhan Pangkal Balam diharapkan dapat
menjadi faktor pendorong yang kuat bagi pembangunan ekonomi Kota
Pangkalpinang maupun ekonomi Bangka secara keseluruhan.

2.2 Fungsi dan Peranan Prasarana Pelabuhan laut


Bertitik tolak dari pengertian pelabuhan tersebut di atas, maka fungsi
pelabuhan dikenal sebagai tempat yang aman berlabuh kapal dan sebagai terminal
transfer barang dan penumpang, pada dasarnya, fungsi pelabuhan dapat dibedakan
menjadi empat fungsi utama sebagai berikut (Sabirin, 1989 dalam Amar, 2000 :
74):
a. Link, pelabuhan yang dipandang
sebagai salah satu mata rantai dari suatu proses transportasi, mulai dari tempat
asal barang sampai ketempat tujuan.
b. Interface, pelabuhan sebagai tempat
pertemuan barang dan moda transportasi yang berbeda. Pengertian pelabuhan
sebagai interface mencakup keseluruhan prasarana dan sarana di wilayah kerja
pelabuhan. Dibandingkan dengan fungsi-fungsi pelabuhan yang lain, interface
merupakan fungsi pelabuhan yang paling utama.
c. Gateway, pelabuhan yang berfungsi
sebagai pintu gerbang dari suatu negara atau wilayah/daerah sehingga setiap
kapal yang datang wajib mematuhi peraturan dan prosedur yang ada.
d. Industry Entity, merupakan
pelabuhan yang memiliki suatu sistem industri entity yang dinamis karena
pelabuhan tersebut memiliki bagian industrial estatelzone lengkap dengan
20

jaringan dan jasa transportasinya. Dalam fungsi ini, pelabuhan akan dapat
mendorong pertumbuhan produksi wilayah pengaruhnya.

Berdasarkan keempat fugsi tersebut diatas, kemudian diturunkan melalui


Peraturan Pemerintah N0. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan yang
menyebutkan bahwa tatanan kepelabuhan nasional diatur menurut fungsi, jenis
penggunaan, klasifikasi, penyelenggaraan, dan kegiatan.
Menurut pelabuhan merupakan (Departemen Perhubungan, 2001 : 16) :
 Simpul dalam jaringan transportasi di perairan sesuai dengan
hirarki fungsinya (perwujudan dari fungsi pelabuhan link)
 Pintu gerbang kegiatan perekonomian nasional dan internasional
(perwujudan dari fungsi pelabuhan gateway)
 Tempat kegiatan pelabuhan alih moda transportasi (perwujudan
dari pelabuhan gateway)

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), hirarki


fungsi pelabuhan dijabarkan sebagai berikut:
1. Pelabuhan Utama (trunk port), yaitu pelabuhan yang dapat
melayani angkutan laut dalam jumlah besar dengan wilayah pelayanan yang
luas, terdiri atas :
a. Pelabuhan utama primer, yaitu pelabuhan yang berfungsi
khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut
nasional dan internasional dalam jumlah besar dan jangkauan
pelayanan yang sangat luas serta merupakan simpul dalam sistem
jaringan transportasi laut internasional.
b. Pelabuhan utama sekunder, yaitu pelabuhan yang berfungsi
khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muatan angkutan
nasional dan internasional dalam jumlah besar dan jangkauan
pelayanan yang luas dan lebih besar peranannya sebagai simpul pada
sistem jaringan transportasi laut nasional.
21

c. Pelabuhan utama tersier, yaitu pelabuhan yang berfungsi


khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut
nasional dan internasional dalam jumlah menengah dan jangkauan
pelayanan menengah.
2. Pelabuhan Pengumpan (feeder port), yaitu pelabuhan yang dapat
melayani angkutan laut dalam jumlah relative kecil dengan wilayah pelayanan
yang relative kecil, terdiri atas :
a. Pelabuhan pengumpan regional,
yaitu pelabuhan pengumpan yang berfungsi pada khususnya untuk
melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam jumlah kecil dan
jangkauan pelayanan yang relative dekat serta merupukan pengumpan
kepada pelabuhan utama.
b. Pelabuhan pengumpan lokal, yaitu
pelabuhan pengumpan yang sangat berfungsi khususnya untuk
melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam jumlah kecil
serta merupakan pengumpan kepada pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpan regional.

Berdasarkan hirarkinya, terdiri dari jaringan pelayanan transportasi laut


utama dan pengumpan berupa jaringan lalu-lintas angkutan laut samudera
(oceangoing), antar pulau (interinsuler), pelayaran lokal, pelayaran rakyat dan
pelayaran terbatas serta pelayaran printis, sedangkan berdasarkan sifat
pelayanannya, jaringan pelayanan transportasi laut terdiri atas jaringan pelayanan
transportasi laut tetap dan teratur (liner) serta tidak tetap (tramper). Selain itu juga
terdapat jaringan pelayanan di bidang keselamatan pelayaran (kenavigasian,
penjagaan laut, dan pantai).

2.2.1 Jenis dan klasifikasi Pelabuhan laut


Pelabuhan dapat dibedakan atas jenis dan klasifikasinya. Menurut jenisnya
pelabuhan terbagi atas pelabuhan umum (pelum) dan pelabuhan khusus (pelsus).
Pelabuhan umum adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani kepentingan
22

umum sedangka pelabuhan khusus adalah pelabuhan yang dioperasikan untuk


kepentingan tertentu guna menunjang kepentingan tertentu pula. Pelabuhan umum
yang dikelola secara umum oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I, II, II, dan
IV sebanyak 111 pelabuhan dan 73 diantaranya terbuka untuk perdagangan
internasional. Sementara itu, pelabuhan umum yang dikelola pemerintah melalui
unit pelaksana teknisnya berjumlah 535 buah pelabuhan dan hanya 31 diantaranya
yang terbuka untuk perdagangan internasional. Pelabuhan khusus yang di kelola
untuk kepentingan sendiri termasuk DUKS (Dermaga Untuk Kepentingan
Sendiri) berjumlah 1414 buah pelabuhan dan 31 diantaranya terbuka untuk
perdagangan internasional. Dengan demikian, jumlah keseluruhan pelabuhan di
Indonesia adalah 2060 buah pelabuhan dan 6,55% diantaranya dapat digunakan
untuk perdagangan internasional.
Pelabuhan Pangkal Balam sendiri merupakan Pelabuhan umum yang
diusahakan, artinya pelabuhan tersebut berada di bawah pembinaan pemerintah
pusat yang sesuai kondisi, kemampuan dan pengembangan potensinya,
diusahakan menurut azas hukum perusahaan, diatur menurut Ketetapan Menteri
(Dirjen Perhubungan Laut, 2000 :2).
Apabila ditijau dari sudut teknis, dikenal beberapa jenis pelabuhan antara
lain sebagai berikut (Kramadibrata, 185 :64) :
1. Pelabuhan alam (Natural and Protected Harbour), yaitu pelabuhan
yang terbentuk secara alamiah dari suatu daerah yang menjurus kedalam dan
terlindungi oleh suatu pulau atau terletak di suatu teluk sehingga kegiatan
berlabuhnya kapal dapat dilaksanakan.
2. Pelabuhan buatan (Artificial Harbour), yaitu pelabuhan yang sengaja
dibuat oleh manusia sebagai daerah perairan yang terlindung dari ombak
maupun badai sehingga memungkinkan bagi kapal untuk berlabuh.
3. Pelabuhan semi alam (Semi Natural Harbour), yaitu pelabuhan yang
terbentuk dari perpaduan antara bentukan alam dan bantuan manusia.
Pelabuhan ini terbentuk dari daerah yang secara alami memungkinkan untuk
dibuat menjadi pelabuhan, namun memiliki kendala sehingga perlu sentuhan
teknologi oleh manusia sehingga layak.
23

2.2.2 Jenis-jenis Fasilitas Pelabuhan Laut


Pelabuhan adalah simpul sistem perangkutan laut dengan darat. Karena
sifatnya sebagai tempat peralihan moda angkutan, maka pelabuhan harus
disambungkan dengan sistem perangkutan darat dan dilengkapi dengan berbagai
macam kemudahan. Untuk itu harus ada alur pelayaran khusus yang dapat
digunakan oleh kapal untuk merapat kepelabuhan dan harus ada dermaga untuk
bertambat. Juga harus ada peralatan bongkar muat, gudang tertutup dan lapangan
terbuka untuk menumpuk barang, gedung perkantoran untuk petugas karantina,
bea cukai, kesehatan, perusahaan pelayaran, asuransi dan lain-lain, yang
merupakan pihak yang terlibat dalam proses pengaliran barang melalui pelabuhan
(Warpani, 1990: 46-47)
Sesuai dengan Keputusan Materi Nomor KM. 26 Tahun 1998 Tanggal 27
Februari 1998 Bab IV pasal 6 (a dan b) menyebutkan bahwa pengaturan fasilitas
pelabuhan laut terdiri atas :
 Fasilitas pokok pelabuhan yang meliputi : perairan tempat labuh
termasuk alur pelayaran; kolam labuh; alih muat antar kapal; dermaga;
terminal penumpang; pergudangan; lapangan penumpukan; terminal peti
kemas; curah cair/kering; terminal ro-ro; perkantoran untuk kegiatan
pemerintahan dan pelayaran jasa; fasilitas bunker; instalasi air; listrik dan
telekomunikasi; jaringan jalan dan rel kereta api; fasilitas pemadam
kebakaran; dan tempat tunggu kendaraan bermotor.
 Fasilitas penujang pelabuhan yang meliputi : kawasan perkantoran
untuk pengguna jasa pelabuhan; sarana umum; tempat penampungan limbah;
perhotelan, restoran, pariwisata; areal pengembangan pelabuhan; kawasan
perdagangan dan industri.
Dalam studi ini tidak akan menguraikan semua jenis-jenis fasilitas yang
telah disebut kan diatas tetapi sebatas menganalisis fasilitas pokok/utama yang
harus dimiliki oleh suatu pelabuhan (Dirjen Perhubungan Laut, 2000 : 24) antara
lain berupa fasilitas-fasilitas yang telah tersedia di Pelabuhan Pangkal Balam
berkaitan langsung dengan proses bongkar muat yang meliputi fasilitas utama
24

berupa dermaga, gudang tertutup, dan lapangan terbuka. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada penjabaran berikut ini.

A. Fasilitas Dermaga
Dermaga yaitu jembatan pendaratan tempat kapal dengan bebas dapat
bersandar serta melakukan kegiatan bongkar muat dengan tenaga dan aman.
Terbuat dari bahan beton, besi/kayu, pelampung, breasting dolphin, maupun
pinggiran pantai. Idealnya persentase penggunaan tambatan seharusnya di bawah
65% tetapi umumnya di pelabuhan-pelabuhan besar di Negara kita persentase
tersebut sudah melebihi dari 65%, sehingga mengakibatkan adanya kapal-kapal
yang antri untuk bertambat (Dirjen Perhubungan Laut, 2000 : 24).
Secara umum dapat dikatakan bahwa ukuran bentuk dermaga didasarkan
pada perkiraan jenis kapal yang akan berlabuh pada pelabuhan, bentuk dermaga
“memanjang”. Bentuk memanjang karena muka dermaga sejajar dengan garis
pantai (shor line), sehingga kapal-kapal akan bertambat dan sekaligus berderet
memanjang. Tambatan jenis ini dibangun bila garis kedalaman kolam pelabuhan
hampir merata sejajar dengan garis pantai. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 2.2 berikut :

Kapal

Dermaga

Gambar 2.1 Bentuk Dermaga Memanjang

Bentuk ini biasanya digunakan untuk pelabuhan peti kemas (conainer


harbor) dan di butuhkan suatu lapangan terbuka (lebar minimum 60 m), untuk
kelancaran dalam melayani penanganan operasi peti-peti kemas. Sedangkan untuk
merencanakan lebar dermaga banyak ditentukan kegunaan dari dermaga tersebut,
25

ditinjau dari jenis dan volume barang yang mungkin ditangani oleh
pelabuhan/dermaga tersebut. Untuk tipe pelabuhan muatan umum biasanya
dipakai untuk bongkar muat dengan cara-cara lama (conventional). Keadaan ini
disebabkan karena adanya kecenderungan bertambah besarnya ukuran kapal, dan
cara bongkar muat yang dilakukan (Crane kapal, crane dermaga) atau fasilitas
angkut yang di pakai (truk, gerbong, kereta api), maka ukuran apron dengan
berkecenderungan untuk makin diperlebar, yang pada umumnya di ambil antara 3-
25 meter.

B. Fasilitas Pergudangan dan Lapangan Penumpukan


Fasilitas ini mempunyai kegunaan sebagai tempat penyimpanan barang,
yaitu tempat penumpukan barang sebelum dimuat ke kapal atau diangkut ke
daearh belakang pelabuhan. Maksud dari penyediaan fasilitas gudang/lapangan
penumpukan ini sebagai tempat untuk menumpukan barang adalah :
 Untuk memperlancar kerja bongkar muat dari/ke kapal
 Khususnya untuk muatan memerlukan penyusunan terlebih dahulu
sesuai pelabuhan tujuan (storage plan)
 Untuk pemeriksaan oleh bea dan cukai (khususnya terhadap barang
ekspor dan import)
 Untuk menyeleksi barang-barang yang rusak, tidak cocok dengan
dokumen, ukuran dan lain-lain (Dirjen Perhubungan laut, 200 :40)
Dari kecepatan pelayanan dan jenis barang yang disimpan, tempat
penyimpanan dapat dikelompokan menjadi dua jenis yaitu pergudangan dan
lapangan penumpukan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada penjabaran berikut ini.
a. Pergudangan
Gudang merupakan tempat penumpukan tertutup, ada dua jenis antara lain:
 Gudang Lini I; merupakan tempat penumpukan
tertutup, gudang-gudang ini dibangun ditepi laut dimana gudang tersebut
memiliki pintu yang menghadap ke laut dan pintu yang menghadap ke darat
yang disebut pintu laut dan pintu darat gudang Lini I merupakan pengawasan
26

bea dan cukai, dimana barang yang ditumpuk didalamnya harus mendapat izin
bea dan cukai.
 Gudang Lini II; gudang-gudang dibangun diluar
pelabuhan ataupun kalau di dalam pelabuhan dibangun tidak ditepi laut,
misalnya di daerah tengah. Fungsi utama Gudang Lini II adalah untuk
menumpuk barang-barang yang telah selesai dokumen-dokumen bea dan
cukai.
Hal yang membedakan antara Gudang Lini I dan Lini ada pada tariff
sewa, dimana tarif persewaan Gudang Lini II di pakai sebagai perpanjangan
dari gudang Lini I maka ketentuan dari ruang tarifnya adalah sama.
b. Lapangan Penumpukan
Lapangan penumpukan terdiri atas lapangan penumpukan Lini I dan
lapangan penumpukan Lini II, yang masing-masing mempunyai fungsi
sebagai berikut:
 Lapangan Penumpuk Lini I; tidak seperti gudang
Lini I yang di bangun ditepi pantai, tetapi Lapangan Penumpukan Lini I
bisa dibangun jauh dari pantai dan barang-barang yang ditumpuk disitu
merupakan barang-barang yang tidak bisa atau tidak boleh masuk
kegudang Lini I yaitu barang-barang berat, besar, tidak mudah hilang dan
tahan terhadap cuaca, tetapi masih berada dalam pengawasan Bea dan
Cukai.
 Lapangan Penumpukan Lini II; lapangan ini tidak
dibangun di tepi laut, karena Lapangan Lini II untuk menimbun barang-
barang yang tidak boleh masuk gudang (berat, besar, tidak mudah hilang,
yang sudah selesai dokumennya dari Bea dan Cukai, sehingga fungsinya
adalah barang bebas serta hanya untuk penimbunan saja atau stock (bukan
transit).
Dengan demikian dapat diketahui bahwa Gudang dan Lapangan
Penumpukan Lini I (transit shed), berfungsi sebagai tempat penyimpanan
barang dengan jangka waktu penyimpanan yang relative singkat. Sedangkan
Gudang dan Lapangan Penumpukan Lini II (warehouse), berfungsi sebagai
27

tempat penyimpanan barang dalam waktu penyimpanan yang relative lama,


yang dapat dimanfaatkan pula sebagai tempat penyortir barang, pengepakan
kembali dan sebagainya.
Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah kriteria-kriteria dalam
merencanakan gudang transito di pelabuhan yaitu:
 Jenis barang yang disimpan, yaitu apakah
merupakan barang umum atau khusus.
 Penanganan barang dari/ke gudang dapat
ditangani dengan tenaga manusia atau mekanis.
 Besar gudang harus dapat menyimpan
dengan jumlah minimal disesuakan dalam 3 (tiga) hari kerja atau untuk
barang ekspor 1/3 dari jumlah barang digudang dapat diangkut kapal pada
masa 1 (satu) hari kerja.
 Muatan pada lantai gudang tidak melebihi
dari yang direncanakan, misalnya 3 ton/m².
 Besar kapal yang diperkirakan bersandar
untuk melakukan bongkar muat barang.
Kemudian selain kriteria-kriteria diatas perlu juga untuk memperhatikan
bentuk gudang yang dirancang sedemikian rupa juga harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1. Lalu lintas dan pergerakan muatan
di dalam dan luar gudang harus lancar. Ini berarti digudang harus ada jalur
gang (gangways) yang memberikan ruang gerak bebas sebagai operasi
peralatan untuk penyimpangan atau pengambilan barang didalam gudang
tersebut. Letak pintu gudang harus merupakan garis lurus untuk bagian
muka dan belakangnya (yang berhubungan dengan jaringan jalan
raya/kereta api dan bagian dermaga).
2. Ukuran pintu minimal harus 4
meter dan tinggi m3 meter. Di dalam gudang hendaknya bebas hambatan.
28

3. Penerangan baik di siang maupun


di malam hari harus baik, demikian pula udara lintas (crosswind) perlu
diperhatikan, tetapi aman terhadap air hujan.
4. Kemiringan lantai harus menjamin
tidak tergenangnya air dalam gudang dan barang dapat ditumpuk sebaik-
baiknya.
5. Kekuatan/daya dukung lantai
minimal 3.000 kg/m² dan
6. Terjaminya gudang akan bahaya
kebakaran (Kramadibrata, 2000 : 319)
c. Fasilitas Peralatan Bongkar Muat
Peralatan bongkar muat merupakan komponen penting dalam pelayanan
jasa pelabuhan. Peralatan juga turut menentukan kapasitas layanan suatu
pelabuhan, oleh karena itu pemilihan peralatan bongkar muat harus ditinjau
dari berbagai aspek secara menyeluruh, antara lain bergantung pada jenis
barang/kemasan serta system operasionalnya.
d. Fasilitas Bangunan
Pada umumnya bangunan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan
administrasi dan operasional di pelabuhan antara lain adalah :
 Kantor ADPEL (Administrasi Pelayaran)
 Kantor Bea dan Cukai
 Kantor Karantina
 Kantor KPLP (Kesatuan Pengamanan Laut dan
Pantai)
 Kantor Distrik Navigasi
 Kantor KP3 (Kesatuan Polisi Pengamanan
Pelabuhan)
 Ruang Peralatan Bongkar Muat
 Ruang Stasiun Komunikasi
 Ruang Pemadam Kebakaran
29

Sedangkan untuk beberapa fasilitas penunjang yang harus disediakan


untuk mendukung kegiatan pelabuhan antara lain adalah :
 Fasilitas Kesehatan
 Fasilitas Peribadatan
 Bengkel
 Tempat Parkir
 Taman Ruang Terbuka
Adapun fasilitas bangunan dan penunjang yang dimiliki oleh pelabuhan
Pangkal Balam berupa bangunan/kantor mempunyai luas lahan sebesar 4,88
Ha. Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 2.3 mengenai keberadaan dari
fasilitas-fasilitas di Pelabuhan Pangkal Balam (Dirjen Perhubungan Laut,
2000).

PORT OPERATION

Ship Operation

Ship Operation Ship Operation Ship Operation

Gambar 2.2 Operasional Pelayanan Pelabuhan


Guna memenuhi layanan tersebut pelabuhan harus mempunyai fasilitas
dan peralatan yang memadai sesuai dengan fungsinya. Antara lain berupa
fasilitas utama yang harus di milikinya yaitu terdiri atas fasilitas tambatan dan
fasilitas penumpukan/penyimpanan.

2.3 Indikator Kinerja Pelabuhan


Salah satu pendekatan yang lazim digunakan untuk mengetahui seberapa
baik suatu pelabuhan dapat memberikan jasa-jasa pelayanan pelabuhan yang
bermutu kepada pelanggan adalah dengan mengetahui indikator kinerja pelabuhan
tersebut. Apabila kinerja pelabuhan membaik, dapat dikatakan bahwa pelabuhan
yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang baik pula kepada para
pelanggannya, demikian pula sebaliknya (Pengoperasian Pelabuhan, 2000 :52).
30

2.3.1 Indikator Output


Indikator output merupakan indikator yang erat kaitannya dengan informasi
besarnya throughput lalu-lintas (daya lalu) barang yang melalui suatu peralatan
atau fasilitas pelabuhan dalam periode waktu tertentu. Indikator output ini
ditentukan dengan mengukur daya lalu barang yang melewati dermaga, gudang
dan lapangan penumpukan. Lebih jelasnya dapat kita lihat berikut ini:
A. Berth Throughput (BTP)
Merupakan ‘Daya Lalu Dermaga” yaitu jumlah tonase barang (atau Box
untuk petikemas) dalam satuan waktu tertentu yang melalui tiap meter panjang
dermaga/tambatan yang tersedia (Ton/Meter/Tahun) dengan rumus sebagai
berikut :

Jumlah bongkar muat melalui dermaga


BTP 
Panjang Dermaga

B. Shed Throughput (STP)


Merupakan “Daya Lalu Gudang” yaitu jumlah ton barang yang rata-rata
dapat ditampung untuk setiap meter persegi luas gudang selama jangka waktu
tertentu yang melalui setiap meter persegi luas gudang selama jangka waktu
tertentu (Ton/M2/Tahun). Rumus yang digunakan :

Jumlah barang yang melalui gudang


STP 
Luas gudang efektif

C. Open Strorage Throughput (OSTP)


Merupakan “Daya Lalu Gudang” yaitu jumlah ton barang yang rata-rata
dapat ditampung untuk setiap meter persegi luas gudang selama jangka waktu
tertentu yang melalui setiap meter persegi luas gudang selama jangka waktu
tertentu (Ton/M2/Tahun). Rumus yang digunakan :
31

Jumlah barang yang melalui gudang


STP 
Luas gudang efektif

2.3.2 Indikator Utilisasi


Indikator utilisasi merupakan indikator yang dipakai untuk mengukur sejauh
mana fasilitas dermaga, gudang dan lapangan penumpukan dimanfaatkan secara
intensif. Lebih jelasnya dapat kita lihat berikut ini:
A. Berth Occupancy Ratio (BOR)
Adalah tingkat pemakaian dermaga/tambatan yang diperoleh melalui
perbandingan antara jumlah waktu pemakaian tambatan dengan jumlah waktu dan
tambatan yang tersedia selama satu satuan waktu yang yang dinyatakan dalam
persentase.
Sebagai pedoman perhitungan, maka jumlah jam yang tersedia untuk setiap
fasilitas atau peralatan adalah 24 jam setiap hari dengan rumus sebagai berikut :

BOR 
 Panjang kapal  5M   jam bertambat  100%
Panjang tambatan tersedia  24 jam  hari kalender

B. Shed Occupancy Ratio (SOR)


Merupakan “Tingkat Pemakaian Gudang” adalah perbandingan antara
jumlah pemakaian gudang penumpukan yang diperoleh melalui perbandingn
antara jumlah pemakain ruang penumpukan yang dihitung dalam ton/hari atau
m3/hari dengan kapasitas penumpukkan yang tersedia, dengan rumus :

Ton / M3  hari
SOR   100%
Ton / M3 kapasitas gudang  hari dalam 1 bulan/tahun

C. Open Shed Occupancy Ratio (OSOR)


32

Merupakan “Tingkat Pemakaian Lapangan Penumpukan” adalah


perbandingan antara jumlah pemakaian ruang lapangan penumpukan dengan
kapasitas penumpukan yang tersedia, dinyatakan dalam persen.

Ton / M3  hari
OSOR  100%
Ton / M3 kapasitas lapangan  hari dalam 1 bulan/tahun

2.4 Konseptualisasi Pelabuhan


Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan
ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun
penumpang dan/bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan tnoda transportasi.
Kepelabuhan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan
penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam rnelaksanakan fungsi
pelabuhan untuk menunjang kelancaran keaman dan ketertiban arus lalu lintas
kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar, tempat perpindahan
intra dan atau antar moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah.

2.4.1 Tatanan Kepelabuhan Nasional


Pelabuhan ditata dalam satu kesatuan tatanan pelabuhan nasional guna
mewujudkan penyelenggaraan pelabuhan yang handal, yang berkemampuan
tinggi, menjamin efisiensi nasional dan menipunyai daya saing global dalam
rangka menunjang pembangunan nasional dan daerah Penyusunan Tata
Kepelabuhan Nasional sesuai dengan PP No. 69/2001 tentang kepelabuhan
dilakukan dengan memperhatikan :

a) Tata ruang wilayah


b) Sistem transportasi nasional
33

c) Pertumbuhan ekonomi
d) Pola/jalur pelayan angkutan laut nasional intemasional
e) Kelestarian lingkungan
f) Keselamatan pelayaran dan
g) Standarnisasi nasional, kriteria dan norma

Tatanan Kepelabuhan Nasional sekurang-kurangnya memuat


pengelompokkan pelabuhan nienurut jenis, kegiatan, peran, fungsi, dan klasifikasi
pelabuhan.
1. Menurut jenisnya
• Pelabuhan umum yang digunakan untuk melayani kepentingan
umum
• Pelabuhan ini dapat diselenggarakan oleh pemerintah pusat dimana
pelaksanaanya dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Negara
atau pemerintah propinsi dan kabupaten/kota dimana
pelaksanaanya dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Daerah
• Pelabuhan khusus yang digunakan untuk kepentingan sendiri guna
menunjang kegiatan tertentu

2. Menurut Kegiatannya
• Angkutan laut yang selanjutnya disebut pelabuhan laut
• Angkutan sungai dan danau yang selanjutnya disebut pelabuhan
sungai dan danau
• Angkutan penyebrangan yang selanjutnya disebut pelabuhan
penyebrangan

3. Menurut Perannya
• Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya
• Pintu gerbang kegiatan perekonomian daerah nasional dan
internasional
• Tempat kegiatan alih moda transportasi
• Penunjang kegiatan industri dan perdagangan
• Tempat distribusi, konsolidasi dan produksi
34

4. Menurut fungsinya
• Simpul dala, jarigan transportasi sesuai dengan hierarkinya
• Pintu gerbang kegiatan industri dan perdaganngan
• Kegiatan jasa kawasan
• Kegiatan penunjang kepelabuhan

5. Menurut Klasifikasinya
• Fasilitas pelabuhan
• Operasional pelabuhan
• Peran dan fungsi pelabuhan
Untuk pelaknanaan PP No. 69 Tahun 2001 Tentang Kepelabuhan,
Departemen Perhubungan telah menebitkan Keputusan Mentri Perhubungan
Nomor KM. 53 Tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhan Nasional yang menjadi
dasar dalam perencanaan pembangunan, pendayagunaan, pengembangan dan
pengoperasian pelauhan di seluruh Indonesia, baik pelabuhan laut, pelabuhan
penyebrangan, pelabuhan sungai dan danau, pelabuhan daratan pelabuhan khusus
yang bertujuan untuk mencapai:
1. Terjalinya suatu jaringan infarastruktur pelabuhan secara terpadu,
selaras, dan harmonis agar bersaing dan tidak saling mengganggu yang
bersifat dinamis.
2. terjadinya efisiensi transportasi laut secara nasional.
3. terwujudnya penyediaan jasa kepelabuhan sesuai dengan tingkat
kebutuhan.
4. terwujudnya penyediaan jasa kepelabuhan esuai dengan tingkat
kebutuhan.
Dalam Tatanan Kepelabuha Nasional dimuat, peran, fungsi, kegiatan, jenis,
dan klasifikasi pelabuhan yang diwujudkan dalam hirarki peran dan fungsi
pelabuhan yang terdiri dari:
1. Pelabuhan Internasional Hub merupakan pelabuhan utama primer.
2. Pelabuhan Internasional Hub merupakan pelabuhan utama sekunder.
3. Pelabuhan Nasional merupakan pelabuhan utama tersier.
4. Pelabuhan Lokal merupakan pelabuhan pengumpan sekunder.
35

Dalam Tatana Kepelabuhan Nasional, hirarki Pelabuhan Pangkal Balam


akan dikembangkan menjadi Pelabuhan Nasional pada tahun 2007. dalam
penetapannya sebagai pelabuhan nasional yang merupakan pelabuhan utma tersier
dengan memperhatikan:
1. Berperan sebagai pengumpan angkutan peti kemas nasional.
2. Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum
nasional.
3. Berperan melayani angkutan peti kemas nasional di seluruh indonesia.
4. Berada dekat dengan jalur pelayaran nasional ± 50 mil.
5. Kedalaman minimal -7 LWS.
6. Memiliki dengan multipurpose dengan panjang minimal 150 meter,
mobile crane atau shipgear kapasitas 50 ton.
7. Jarak dengan pelabuhan nasional lainnya 50-100 mil.

2.4.2 Hirarki Pelabuhan


Penentuan hirarki pelabuhan berkaitan erat dengan pengembangan
pelabuhan dalam jangka waktu yang sudah direncanakan (masterplan). Berikut ini
akan diuraikan tahapan pengembangan pelabuhan mulai dari tingkatan yang
tertinggi.

A. Pelabuhan Laut
Hirarki peran dan fungsi pelabuhan laut terdiri dari :
1. Pelabuhan internasional hub merupakan pelabuhan utama primer yang
ditetapkan dengan memperhatikan :
• Kedekatan dengan pasar internasional
• Kedekatan dengan jalur pelayaran internasional
• Kedekatan dengan jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia
• Berperan sebagaimana tempat alih muat penumpang dan barang
internasional
• Memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan internasional hubungan
lainnya
36

• Memiliki kondisi tekniks pelabuhan yang terlindung dari gelombang


dengan luas daratan dan perairan tertentu.
• Volume kegiatan bongkar muat
2. Pelabuhan internasional merupakan pelabuhan utama sekunder yang
ditetapkan dengan memperhatikan :

• Kedekatan dengan jalur pelayaran nasional dan internasional


• Sebagai tempat alih muat penumpang dan barang nasional
• Mempunyai jarak tertentu dengan pelabuhan internasional lainnya.
• Memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang
dengan luas daratan dan perairan tertentu.
• Volume kegiatan bongkar muat
3. Pelabuhan nasional merupakan pelabuhan utama tersier yang
ditetapkan dengan memperhatikan :

• Kebijakan pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan


nasional dan meningkatkan pertumbuhan wilayah;

• Sebagai ternpat alih muat penumpang dan barang nasional dan bisa
menangani semi kontainer.
• Mempunyai jarak tertentu dengan pelabuhan nasional lainnya;
• Mempunyai jarak tertentu terhadap jalur/ rute lintas pelayaran
nasional
• Memiliki kondisi teknik pelabuhan yang terlindung dari
gelombang dengan luas daratan dan perairan tertentu;
• Kedekatan dengan jalur/lalu lintas pelayaran antar pulau;
4. Pelabuhan regional merupakan pelabuhan pengumpan primer yang
ditetapkan dengan memperhatikan :

• Kebijakan pemerintah yang menunjang pusat pertumbuhan


ekonomi
• Propinsi dan pemerataan pembangunan antar propinsi
• Berfungsi sebagai tempat pelayanan penumpang dan barang
inter Kabupaten / Kota
37

• Memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan regional lainnya


• Memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang
dengan luas daratan dan perairan terntentu
• Volume kegiatan bongkar muat
5. Pelabuhan lokal merupakan pelabuhan pengumpan sekunder yang
ditetapkan dengan memperhatikan :

• Kebijakan Pemerintah untuk menunjang pusat pertumbuhan


ekonomi
• Kabupaten/Kota dan pemerataan serta meningkatkan
pembangunan Kabupaten/ Kota
• Berfungsi untuk melayani penumpang dan barang antar kecamatan
dalam kabupaten/kota terhadap kebutuhan moda transportasi laut
dan/atau perairan
• Memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang
dengan luas daratan dan perairan tertentu
• Volume kegiatan bonkar muat

B. Pelabuhan Penyebrangan

Hirarki peran dan fungsi pelabuhan penyebrangan terdiri dari :

1. Pelabuhan penyebrangan lalu lintas propinsi dan antar negara


Pelabuhan penyebrangan lintas propinsi dan antar negara ditetapkan
dengan memperhatikan fungsi jalan yang dihubungkannya yaitu jalan
nasional dan jalan antar negara.
2. Pelabuhan penyebrangan lalu lintas kabupaten/kota
Pelabuhan penyebrangan lintas kabupaten/kota ditetapkan dengan
memperhatikan fungsi jalan yang dihubungkannya yaitu jalan propinsi.
3. Pelabuhan penyebrangan lalu lintas dalam kabupaten/kota
38

Pelabuhan penyebrangan lintas dalam kabupaten/kota ditetapkan


dengan memperhatikan fungsi jalan yang dihubungkannya yaitu jalan
kabupaten/kota.

C. Pelabuhan Khusus

Hirarki peran dan fungsi pelabuhan khusus terdiri dari :


1. Pelabuhan khusus nasional/internasional
Pelabuhan khusus nasional/internasional ditetapkan dengan kriteria :
• Bobot kapal 3000 DWT atau lebih
• Panjang dermaga 70 M atau lebih
• Kedalaman di depan dermaga 5 M LWS lebih
• Menangani pelayanan barang-barang berbahaya dan beracun (B3)
• Melayani kegiatan pelayanan lintas propinsi dan Intemasional

2. Pelabuhan khusus regional


Pelabuhan khusus regional ditetapkan dengan kriteria :
• Bobot kapal lebih dari 1000 DWT dan kurang dari 3000 Dwt;
• Panjang dermaga kurang dari 70 M; konstruksi beton/baja;
• Kedalaman di depan dermaga kurang dari 5 MLWS
• Tidak menangani pelayanan barang-barang berbahaya dan beracun
B3
• Melayani kegiatan pelayanan lintas kabupaten/kota dalam satu
propinsi

3. Pelabuhan khusus lokal


Pelabuhan khusus lokal ditetapkan dengan kriteria
• Bobot kapal kurang dari 1000 DWT
• Panjang dermaga kurang dari 50 M dengan konstruksi kayu
• Kedalaman di depan dermaga kuranf dari -4 M LWS
• Tidak menangani pelayanan barang berbahaya dan beracun (B3)
• Melayani kegiatan pelayanan lintas dalam satu kabupaten/kota
39

Pelabuhan khusus merupakan pelabuhan yang dikelola untuk menunjang


kegiatan tertentu yang ditetapkan dengan memperhatikan :
o Kebijakan pemerintah untuk menunjang perekonomian
o Berfungsi untuk melayani angkutan bahan baku, hasil produksi dan
peralatan penunjang produksi sendiri;
o Memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan umum;
o Memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang
dengan luas daratan dan perairan tertentu.

2.5 Rencana Induk Pelabuhan


Untuk kepentingan penyelenggaraan pelabuhan umum penyelenggara
pelabuhan wajib menyusun rencana induk pelabuhan pada lokasi yang telah
ditetapkan. Rencana induk tersebut meliputi rencana peruntukan lahan dan
rencana peruntukan perairan Rencana induk pelabuhan disusun dengan
memperhatikan :
a) Tatanan Kepelabuhan Nasional
b) Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi;
c) Keamanan dan keselamatan pelayaran
d) Keserasian dan Keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi
pelabuhan
e) Kelayakan teknis ekonomis dan lingkungan dan
f) Perizinan terkait yang diperoleh
Rencana peruntukan lahah dan perairan pelabuhan untuk menentukan
kebutuhan penempatan fasilitas dan kegiatan operasional pelabuhan meliputi:
a) Kegiatan jasa kepelabuhan
b) Kegiatan pemerintahan
c) Kegiatan jasa kawasan
d) Kegiatan penunjang kepelabuhan
40

Rencana peruntukan lahan dimaksudkan untuk penyediaan lokasi kegiatan


bagi fasilitas pokok dan fasilitas penunjang darat. Komponen darat pelabuhan
yang termasuk fasilitas pokok antara lain :
a) Dermaga
b) Gudang Lini 1
c) Lapangan Penumpang Lini 1
d) Terminal Penumpang
e) Terminal Peti Kemas
f) Terminal Ro-Ro
g) Fasilitas penampungan dan pengelolaan Umbah
h) Fasilitas bunker
i) Fasilitas pemadam kebakaran
j) Fasilitas gudang untuk bahan/barang berbahaya dan beracun (B3)
k) Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan sarana bantu
navigasi pelayaran (SBNP)
Komponen darat pelabuhan yang termasuk fasilitas penunjang antara lain :
a) Kawasan perkantoran
b) Fasilitas pos dan telekomunikasi
c) Fasilitas pariwisata dan perhotelan
d) Instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi
e) Jaringan jalan dan rel kereta apt
f) Jaringan air limbah, drainase dan sampah
g) Areal Pengembangan Pelabuhan
h) Tempat tunggu kendaraan bermotor
i) Kawasan perdagangan
j) Kawasan industri
k) Fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, tempat rekreasi, olah
raga, jalur hijau dan kesehatan

Rencana peruntukan perairan dimaksudkan untuk penyediaan lokasi


kegiatan bagi fasilitas pokok dan fasilitas penunjang perairan Komponen perairan
pelabuhan yang termasuk fasilitas pokok antara lain :
41

a) Alur pelayaran
b) Perairan tempat labuh
c) Kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal
d) Perairan tempat alih muat kapal
e) Perairan untuk kapal yang mengangkut bahan/barang berbahaya
f) Perairan untuk kegiatan karantina
g) Perairan alur penghubung intra pelabuhan
h) Perairan pandu
i) Perairan untuk kapal pemerintah

Komponen perairan pelabuhan yang termasuk fasilitas penunjang antara lain


:
a) Perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang
b) Perairan untuk fasilitas pengembangan dan pemeliharaan kapal
c) Perairan tempat uji coba kapal (percobaan beriayar)
d) Perairan tempat kapal mati
e) Perairan untuk keperluan darurat
f) Perairan untuk kegiatan rekreasi (wisata air)

Rencana induk pelabuhan untuk pelabuhan laut ditetapkan sebagai berikut :


a) Pelabuhan internasional hubungan, ditetapkan oleh menteri setelah
mendapat rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota
b) Pelabuhan Regional ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapat
rekomendasi dari Bupati/Walikota
c) lokal ditetapkan oleh Bupati/Walikota

Rencana induk pelabuhan untuk pelabuhan penyebrangan ditetapkan


sebagai berikut :
a) Pelabuhan penyebarangan lintas propinsi dan antar negara ditetapkan
oleh menteri setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur dan
Bupati/Walikota
b) Pelabuhan penyebrangan lintas kabupaten/kota ditetapkan oleh
Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari Bupati/walikota
42

c) Pelabuhan penyebrangan lintas dalam kabupaten/kota ditetapkan


oleh Bupati/Walikota

Rencana induk pelabuhan menjadi dasar yang mengikat dalam menetapkan


kebijakan untuk melaksanakan kegiatan pembangunan, operasional dan
pengembangan pelabuhan sesuai dengan peran dan fungsinya.
Dalam melakukan penetapan rencana induk pelabuhan Menteri Gubernur,
Bupati/Walikota melakukan penelitian terhadap aspek :
a) Tatanan Kepelabuhan Nasional
b) Keamanan dan keselamatan pelayaran
c) Rencana tata guna tanah dan perairan
d) Rencana kegiatan operasional pelabuhan Jangka pendek menengah dan
panjang dan
e) Kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan

Jangka waktu perencanaan di dalam rencana induk pelabuhan meliputi :


a) Jangka panjang yaitu diatas 15 (lima belas) tahun sampai dengan 25
(dua puluh lima) tahun;
b) Jangka menengah yaitu diatas 10 (sepuluh) tahun sampai dengan 15
tahun
c) Jangka pendek yaitu 5 tahun sampai dengan 10 tahun

Pembangunan pelabuhan umum dilaksanakan setelah memenuhi


persyaratan:
a) Administrasi
b) Bukti penguasaan tanah dan perairan
c) Memiliki penetapan lokasi pelabuhan;
d) Memiliki rencana induk pelabuhan
e) Disain teknis pelabuhan meliputi kondisi tanah, konstruksi, kondisi
hidrooseanografi, topografi, penempatan dan kontruksi sarana bantu
navigasi, alur pelayaran dan kolam pelabuhan serta tata letak dan
kapasitas peralatan di pelabuhan
43

Pembangunan dan pengoperasian pelabuhan khusus wajib berpedoman pada


:
a) Rencana induk pelabuhan
b) Standar dengan bangunan, alur, kolam dan peralatan pelabuhan
c) Standar kehandalan fasilitas dan peralatan pelabuhan
d) Standar pelayanan operasional pelabuhan
e) keselamatan pelayanan dan
f) Kelestarian lingkungan

2.6 Peranan Pelabuhan Dalam Perkembangan Wilayah


Pengembangan wilayah adalah suatu usaha untuk menuntut secara sadar dan
dengan cara yang rasional pengembangan “habitability”. Pengertian “habitability”
mencakup semua ruang baik alam maupun buatan yang merupakan wadah bagi
manusia dengan kondisi eksternal yang sesuai untuk melanjutkan eksistensinya.
Jadi dapat dikatakan bahwa habitability adalah suatu keadaan yang menyatakan
hubungan seimbang yang harus dicapai oleh manusia melalui sleksi, adaptasi,
perancangan dan tindakan yang cermat (Soedjito, 1976-3).
Pelabuhan dapat berperan dalam kegiatan industri, perdagangan, dan
kegiatan ekonomi dari wilayah yang dilayaninya, tetapi sebenarnya pelabuhan
hanya melayani tumbuh dan berkembangnya kegiatan namun tidak menciptakan
kegiatan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang tumbuh dan berkembang di daerah
belakang pelabuhan itulah yang membuat peranan pelabuhan meningkat dari
hanya sebagai tempat bersandarnya kapal menjadi pusat berbagai kegiatan
ekonomi. Kini pelabuhan sudah menjadi suatu unit dalam sistem ekonomi yang
tidak dapat dilepaskan dari kehidupan ekonomi wilayah yang dilayaninya, oleh
sebab itu dalam pengelolaannya, pelabuhan harus di pandang sebagai suatu
organisme ekonomi yang hidup menurut tata aturan ekonomi.
Peran pelabuhan dalam melayani kegiatan transportasi, perdagangan dan
industri jika dikombinasikan akan menentukan karakteristik suatu pelabuhan
sebagai penyelenggaraan jasa kepelabuhan dan tatanan ekonomi, sehingga dapat
44

dibedakan antara satu satu pelabuhan dengan pelabuhan lainnya. Pada prinsipnya,
peran utama pelabuhan laut adalah untuk (Amar, 2000 : 75) :
1. Melayani kebutuhan perdagangan baik pada tingkat regional, nasional
maupun internasional dari wilayah belakang pelabuhan itu berada.
2. Membantu jalannya kegiatan perdagangan dan pengembangan industri
regional.
3. Menampung pangsa pasar yang semakin meningkat dari lalu-lintas
perdagangan regional, nasional, dan internasional, baik transshipment maupun
barang masuk (inland routing).
4. Menyediakan fasilitas transit untuk tujuan daerah belakang atau daerah
lain.

2.7 Landasan Kebijakan


Tujuan kegiatan suatu pelabuhan dapat dihubungkan dengan kepentingan
ekonomi, kepentingan pemerintah dan lainnya berdasarkan Peraturan Pemerintah
nomor 11 tahun 1983 tentang Pembinaan Kepelabuhan, Bab 1 pasal 1 ayat (a) dan
Bab II pasal 4 ayat (1).
Demi terselenggaranya fungsi dan peranan pelabuhan, pelabuhan laut
dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan peralatan pelabuhan yang disesuaikan
dengan kebutuhan.
Tersedianya fasilitas dan peralatan diatur dalam berbagi
peraturan/perundang-undangan yang berlaku, yaitu :
1. A.H.R (Algement Haven Reglement)
Peraturan umum pelabuhan, yang mengatur tentang :
a. Pelayanan labuh
b. Pelayanan tambat/dermaga
c. Tempat penumpukan
d. Pelayanan air minum/kapal
e. Persewaan alat-alat
45

2. PP. 11 Tahun 1983 Pasal 7 Ayat (1) menyebutkan bahwa pengusahaan


jasa kepelabuhan yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan
meliputi :
a. Penyediaan dan pengusahaan kolam-kolam dan luas perairan untuk
lalu-lintas pelayaran dan tempat kapal berlabuh.
b. Pengusahaan jasa-jasa yang berhubungan dengan pemanduan
kapal-kapal (pilotage) dan pemeberian jasa penundaan kapal.
c. Penyediaan dan pengusahaan dermaga untuk bertambat, bongkar
muat barang dan hewan serta penyediaan fasilitas naik turun
penumpang.
d. Penyediaan dan pengusaan gudang-gudang dan tempat
penimbunan barang-barang, angkutan bandar, alat bongkar muat serta
peralatan pelabuhan.
e. Penyediaan dan pengusahaan tanah untuk berbagai bangunan dan
lapangan sehubungan dengan kepentingan kelancaran angkutan laut
dan industri.
f. Penyediaan jaringan jalan dan jembatan, saluran pembuangan air,
saluran listrik, saluran air minum, pemadam kebakaran dan lain-lain.
g. Pengusahaan jasa terminal (operasi terminal)
h. Usaha-usaha lainnya yang dapat menunjang pengusahaan
kepelabuhan yang ditetapkan oleh menteri.
3. Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 1996 Nomor 73 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3647)
4. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2000 Tentang Kenavigasian
5. Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 1999, Tentang Angkutan di
Perairan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 187, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3907)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 Tentang Kepelabuhan
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negar
Nomor 4145)
46

7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 53 Tahun 2002,


Tentang Tatanan Kepelabuhan Nasional.

2.8 Tinjauan Terhadap Penelitian Lain


Pada subbab ini akan menguraikan mengenai hasil penelitian dari tugas
akhir terdahulu yang telah dilakukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1
Matrik Perbandingan Studi Terdahulu

Irja Tobawan Simbiak, Tugas Andi Yulistiono, Tesis – Program


Akhir – Jurusan Teknik Planologi, Megister Perencanaan Wilayah dan
Nama
ITB. Bandung. 2003 Kota. Teknik Planologi, ITB.
Bandung. 2004
Kajian Kebutuhan Fasilitas Kajian Perkiraan Kebutuhan
Pelabuhan Jayapura Sebagai Pengembangan Fasilitas Pelabuhan
Judul Bagian Dari Strategi Tanjungpandan Untuk mendukung
Pengembangan Wilayah Belakang Ekspor CPO di Kabupaten
Belitung
Metode Analisis terhadap Metode Analisis proyeksi
kemampuan pelayanan (LOS) pningkatan ekspor CPO dan
Metode Pelabuhan Jayapura dan analisis kebutuhan fasilitas Pelabuhan
kebutuhan fasilitas menurut sebagai pendukung.
skenario.

Sambungan Tabel 2.1 ........


Pendekatan dalam penelitian ini Pendekatan dalam penelitian ini
adalah mengamati kinerja dilakukan melalui pola aktivitas
pelabuhan Jayapura yaitu berdasarkan kebutuhan fasilitas
gambaran mengenai arus barang pelabuhan yang menunjang
Variabel yang melalui fasilitas dermaga, kegiatan ekspor CPO.
Penelitian gudang dan lapangan
penumpukan. Dari hasil
pengamatan tersebut diperoleh
bahwa LOS dermaga, dan LOS
gudang penumpukan.
Hasil Kapasitas dari fasilitas-fasilitas Berdasarkan hasil analisis keempat
Pelabuhan Jayapura perlu untuk skenario tersebut diketahui bahwa :
ditambah lagi atau diperluas o Pelabuhan
sehingga arus barang yang Tanjungpandan memerlukan
melaluinya dapat terlayani dengan fasilitas tangki timbun CPO.
baik. o Prediksi
volume ekspor CPO dan
47

kebutuhan pengembangn fasilitas


dermaga pipa terpadu sampai
tahun 2010.

Dalam Tidak menganalisis


pengamatannya hanya tingkat p e l a y a n a n
mengamati ting kat pelayanan pelabuhan, misalnya kebutuhan
dan kebutuhan fasilitas fasilitas dermaga L O S, gudang
pelayanan pelabuhan saja. d a n lapangan penumpukan L O
Kritik Tidak melakukan S tidak diperoleh.
suatu prediksi apakah kebutuhan Tidak melakukan
fasilitas tersebut akan tetap analisis terhadap kinerja
signifikan dengan kondisi pelayanan pelabuhan seperti
wilayah studi di masa hubungannya dengan Bongkar
mendatang. atau muat.

BAB III
KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI

3.1 Arahan Kebijakan Pengembangan Wilayah


Dalam melakukan studi evaluasi kinerja pelayanan pelabuhan Pangkal
Balam perlu dilakukan kajian terhadap kebijakan wilayah propinsi maupun Kota,
hal ini terkait dengan rencana-rencana yang telah ditetapkan mengenai alokasi
ruang pelabuhan untuk masa yang akan datang.
3.1.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
48

Berdasarkan RTRWN, arahan pengembangan tata ruang wilayah Provinsi


Kepulauan Bangka Belitung adalah sebagai berikut :
1). Kawasan andalan (kawasan darat) : Kawasan Bangka Belitung dan
sekitarnya
Sektor unggulan : Pertanian dan Kehutanan, Industri dan Perdagangan,
Pariwisata, Pertambangan
2). Kawasan laut yang terkait : Kawasan laut Bangka Belitung dan sekitarnya
Sektor unggulan : Kelautan dan Perikanan serta Pariwisata
Kota orientasi : Pangkalpinang
3). Kota dalam kawasan darat
 Pangkalpinang : Pusat Kegiatan Lokal (PKW)
 Tanjung Pandan : Pusat Kegiatan Lokal (PKW)
 Manggar : Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
 Sungailiat : Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
 Muntok : Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
 Koba : Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
 Toboali : Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
Untuk lebih jelasnya Penyebaran Pusat Kegiatan Wilayah, dapat dilihat
pada Gambar 3.1.
4). Arah pengembangan pelabuhan laut :
 Pangkalpinang : Pelabuhan pengumpan regional
 Tanjung Pandan : Pelabuhan pengumpan regional
5). Arah pengembangan bandar udara :
 Pangkalpinang : Pusat penyebaran tersier
 Tanjung Pandan : Pusat penyebaran tersier
49

GAMBAR 3.1

PETA SEBARAN PKW

3.1.2 Program Pembangunan Daerah (Propeda) Provinsi Bangka Belitung


Program Pembangunan Daerah (Propeda) ini disesuaikan dengan arahan
kebijakan pada PROPENAS. Program Pembangunan Daerah ini merupakan
50

landasan pokok pembangunan daerah yang selanjutnya dijewantahkan dalam


program tahunan dalam bentuk Arah Kebijakan Umum (AKU) yang selanjutnya
AKU tersebut menjadi landasan pokok dalam penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan realisasi program-program
pembangunan tiap tahunnya.
Propeda tersebut ditetapkan oleh Gubernur bersama DPRD Provinsi, yang
isinya secara garis besar meliputi hal-hal sebagai berikut:
A. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Daerah
Tujuan dan sasaran pembangunan daerah didasarkan pada visi dan misi
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Visi yang merupakan tujuan pembangunan
daerah adalah terwujudnya Negeri Serumpun Sebalai Yang Sejahtera Melalui
Pemerintahan Yang Amanah Dengan Meningkatkan Kualitas Masyarakat
Serta Memberdayakan Semua Potensi Daerah Secara Arif Dan Berwawasan
Lingkungan Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Misi yang
merupakan sasaran pembangunan daerah adalah:
1) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) maupun iman dan taqwa (IMTAQ) di semua lapisan
masyarakat;
2) Menyediakan serta meningkatkan sarana dan prasarana untuk memacu
percepatan pelaksanaan pembangunan;
3) Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik diikuti dengan
terselenggaranya pemerintahan yang bersih dan terbuka;
4) Mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
5) Meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan mengembangkan semangat
wirausaha;
6) Menciptakan situasi kondusif melalui terselenggaranya reformasi politik
yang sehat;
7) Mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab
sesuai amanah masyarakat.

B. Prioritas Pembangunan Daerah


51

Dengan mempertimbangkan kondisi, masalah dan tantangan, Propeda


Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merumuskan 5 (lima) prioritas
pembangunan daerah sebagai berikut:
1). Bidang pendidikan
2). Bidang sarana dan prasarana
3). Bidang sumberdaya alam dan lingkungan hidup
4). Bidang ekonomi
5). Bidang hukum
Di samping itu, Propeda juga menetapkan 4 (empat) sektor unggulan untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:
1). Sektor kelautan dan perikanan
2). Sektor pertanian dan kehutanan
3). Sektor industri dan perdagangan
4). Sektor pariwisata

C. Program Pembangunan Daerah


1). Pembangunan Ekonomi
2). Pembangunan Daerah
3). Pembangunan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
4). Pembangunan Pendidikan
5). Pembangunan Sosial
6). Pembangunan Agama
7). Pembangunan Hukum
8). Pembangunan Politik
9). Pembangunan Hankam

D. Perwilayahan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung


Pembagian satuan wilayah pembangunan daerah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung:
1). SWP Sungailiat : Bangka - Kabupaten Bangka
2). SWP Pangkalpinang : Kota Pangkalpinang
52

3). SWP Muntok : Bangka Barat - Kabupaten Bangka


4). SWP Belinyu : Bangka Utara - Kabupaten Bangka
5). SWP Koba : Bangka Tengah - Kabupaten Bangka
6). SWP Toboali : Bangka Selatan - Kabupaten Bangka
7). SWP Tanjung Pandan : Belitung - Kabupaten Belitung
8). SWP Manggar : Belitung Timur - Kabupaten Belitung
Untuk lebih jelasnya mengenai sistem kota dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Berdasarkan kepentingan daerah serta memperhatikan kepentingan nasional,


ditetapkan beberapa kawasan prioritas sebagai berikut :
1). Kawasan cepat tumbuh:
 Koridor Pangkalpinang - Sungailiat - Belinyu
 Koridor Pangkalpinang - Simpang Teritip
 Koridor Muntok - Pangkalpinang
 Koridor Koba - Toboali - Sadai
 Koridor Sungai Selan - Payung
 Koridor Tanjung Pandan - Tanjung Batu - Tanjung Ru
 Koridor Tanjung Pandan - Kelapa Kampit - Manggar
2). Kawasan tertinggal : Kampung nelayan di Kecamatan Payung, Sungai Selan,
Simpang Rimba, Puding Besar, Tempilang dan Simpang Teritip.
3). Kawasan kritis :
 Gunung Maras di Kabupaten Bangka
 Gunung Menumbing di Kabupaten Bangka
 Gunung Mangkol di Kabupaten Bangka
 Kawasan pasca penambangan timah dan bahan galian
golongan "C"
 Kawasan pantai yang rawan abrasi dan kerusakan terumbu
karang
 Kawasan hutan produksi bekas eksploitasi hutan masa lalu
4). Kawasan penunjang ekonomi:
 Kawasan Air Kantung (Kecamatan Sungailiat)
53

 Kawasan Kecamatan Belinyu


 Kawasan Muntok
 Kawasan Manggar

GAMBAR 3.2

SISTEM KOTA
54

3.1.3 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bangka Belitung


Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dibentuk pada tanggal 4 Desember
tahun 2000 berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 yang sebelumnya
merupakan bagian wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Untuk menjaga
kesinambungan pembangunan daerah, pemanfaatan ruang, maka perlu disusun
RTRWP untuk wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang terdapat dalam
Perda No. 28 Tahun 2002 tentang RTRW Propinsi Kepulauan Bangka Belitung
sebagai berikut:
a. Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung
Pengelolaan kawasan lindung dilakukan untuk mencegah timbulnya
kerusakan fungsi lingkungan hidup dan melestarikan fungsi lindung. Arahan
kawasan lindung di wilayah Kepulauan Bangka Belitung adalah:
1) Di Kabupaten Bangka Barat
 Hutan bakau di sepanjang pantai sekeliling pulau, kecuali di sekitar
Sungailiat ke Pangkalpinang.
 Di beberapa tempat seperti di sebelah Selatan Pangkalpinang terdapat
daerah dengan kemiringan lereng > 40% dan ketinggian > 350 m dpl yang
harus dilindungi, wilayah suaka alam dan wisata di bagian Utara pulau.
 Daerah-daerah resapan air di hulu-hulu sungai, kawasan di kanan-kiri
sungai sepanjang sungai-sungai/di sekitar sumber-sumber air, rawa-rawa,
dan kolong-kolong bekas tambang.
2) Di Kabupaten Belitung
55

 Hutan bakau yang dilindungi di sepanjang pantai mengelilingi pulau


merupakan kawasan untuk perlindungan setempat.
 Hutan suaka alam terdapat di sebelah kiri-kanan jalan yang menghubungkan
Tanjung Pandan dan Manggar, juga terdapat di lokasi Membalong di bagian
selatan pulau. Beberapa tempat yang mempunyai ketinggian > 350 m dpi
harus dilindungi.
Daerah-daerah resapan air di hulu-hulu sungai, kawasan di kanan-kiri
sungai sepanjang sungai-sungai/disekitar sumber-sumber air, rawa-rawa, dan
kolong-kolong bekas tambang.

b. Arahan Pengelolaan Kawasan Budidaya


Di wilayah Kepulauan Bangka Belitung, kawasan budidaya yang diarahkan
adalah sebagai berikut :
1) Kawasan hutan produksi : tersebar di Bangka dan Belitung
2) Kawasan pertanian :
 Tanaman palawija di Bangka dan Belitung (karet, lada, kelapa sawit,
kelapa agro industri (buah-buahan)
 Tanaman lada, karet dan kelapa di Bangka dan Belitung
 Tanaman buah-buahan
 Perikanan laut di Bangka dan Belitung
3) Kawasan Pertambangan :
 Pasir kuarsa di Bangka dan Belitung
 Kaolin di Bangka dan Belitung (dominan)
 Tanah liat di Bangka Belitung
 Pasir Bangunan di Bangka Belitung
4) Kawasan Industri :
 Kawasan Ketapang (Pangkalpinang)
 Kawasan Belinyu
 Kawasan Sungailiat
 Kawasan Muntok
56

 Kawasan Koba
 Kawasan Suge (Tanjung Pandan)
 Kawasan Manggar
c. Arahan Pengembangan Pusat Permukiman
Di wilayah Kepulauan Bangka Belitung, pengembangan pusat-pusat
permukiman diarahkan sebagai berikut:
1) Pusat Pengembangan Nasional : tersebar di Bangka dan Belitung
2) Pusat Pengembangan Inter Regional
 Pangkalpinang, Muntok, Toboali
 Tanjung Pandan, Manggar
3) Pusat Pengembangan Regional : tidak ada di Bangka Belitung
4) Pusat Pelayanan Lokal : Sungailiat, Muntok, Toboali, Koba, Belinyu,
Manggar

d. Arahan Pengembangan Sistem Transportasi


Di wilayah Kepulauan Bangka Belitung, pengembangan sistem transportasi
diarahkan sebagai berikut.
1) Prasarana Transportasi Jalan
 Jalan arteri yang menghubungkan antara Pangkalpinang dengan Muntok,
Sungailiat, Belinyu dan Toboali serta jalan kolektor yang menghubungkan
kota-kota lainnya.
 Jalan arteri yang menghubungkan antara Tanjung Pandan dengan Manggar
dan Tanjung Ru serta jalan kolektor yang menghubungkan kota-kota lainnya.
2) Prasarana Angkutan Penyeberangan dan Pelayaran
 Sadai dengan Tanjung Priok, Pangkal Balam dengan Tanjung
Pandan, Pangkal Balam dengan Jakarta, Pangkalpinang dengan Batam,
Belinyu dengan Belawan, Belinyu dengan Jakarta, dan Tanjung Pandan
dengan Jakarta.
3) Prasarana Angkutan Laut
Arahan Pengembangan perhubungan laut dapat dilihat pada Tabel 3.1 di
bawah ini.
57

Tabel 3.1
Arahan Pengembangan Perhubungan Laut

No Pulau Pelabuhan Fungsi Tujuan Pelayaran


1 Bangka Muntok Pengumpan Lokal Palembang
Pangkal Balam Pengumpan Regional Jakarta Riau
Sadai Pengumpan Lokal Jakarta dan Tanjungpandan
Belinyu Utama Tersier Internasional, Jakarta, Riau
dan Medan
2 Belitung Tanjungpandan Pengumpan Lokal Pangkal Balam dan Sadai
Manggar Pengumpan Regional Pontianak
Tanjung Batu Utama Tersier Internasional, Jakarta dan Riau
Tanjung Ru Pengumpan Lokal Jakarta
Sumber : Perda No 28 Tahun 2002

Pelabuhan laut utama tersier diarahkan untuk melayani kegiatan dan alih
muat angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah menengah dan
jangkauan pelayanan menengah.
Pelabuhan pengumpan meliputi pengumpan regional dan pelabuhan
pengumpan lokal, pelabuhan ini diarahkan untuk melayani kegiatan dan alih muat
angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan pelayan dekat serta berfungsi
sebagai pengumpan pelabuhan utama.
Pelabuhan pengumpan lokal diarahkan untuk melayani kegiatan alih muat
angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan dekat serta berfungsi sebagai
pengumpan pelabuhan utama dan pengumpan pelabuhan regional.

4) Prasarana Angkutan Udara


 Bandara Depati Amir yang menghubungkan Kota Pangkalpinang
dengan luar Provinsi.
 Bandara Hanandjoeddin yang menghubungkan Tanjung Pandan
dengan luar Provinsi.
e. Arahan Pengembangan Kawasan Prioritas
Di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pengembangan kawasan
prioritas diarahkan sebagai berikut :
1) Daerah Terbelakang untuk peningkatan kesempatan kerja:
 Sub Kawasan Kampung Nelayan di Kecamatan Payung
 Sub Kawasan Sungai Selan dan sekitarnya
58

 Sub Kawasan Simpang rimba dan sekitarnya


 Sub Kawasan Pudingbesar dan sekitarnya
 Sub Kawasan Tempilang, Simpang Teritip dan sekitarnya
2) Daerah Kritis:
 Lahan pasca tambang timah dan Galian Gol C di Bangka dan Belitung
 Sub Kawasan Gunung Maras, Gunung Mangkol dan Gunung
Menumbing
 Sub Kawasan Pantai yang rawan abrasi
3) Kawasan Tertentu:
 Kawasan Pangkalan AL di setiap Pelabuhan Laut
 Kawasan Pangkalan AU di Desa Sungai Padang, Kecamatan Sijuk
Belitung
 Areal latihan tempur di Buding, Kecamatan Kelapa Kampit Belitung
4) Kawasan Andalan:
 Sub Kawasan Pangkapinang dan sekitarnya
 Sub Kawasan Sungailiat dan sekitarnya
 Sub Kawasan Belinyu dan sekitarnya
 Sub Kawasan Muntok dan sekitarnya
 Sub Kawasan Toboali, Sadai dan sekitarnya
 Sub Kawasan Tanjung Pandan, Tanjung Ru dan sekitarnya
 Sub Kawasan Manggar dan sekitarnya
 Sub Kawasan Koba dan sekitarnya
5) Kawasan Laut:
 Sub Kawasan Tanjung Pandan dan sekitarnya
 Sub Kawasan Manggar dan sekitarnya
 Sub Kawasan Membalong dan sekitarnya
 Sub Kawasan Muntok dan sekitarnya
 Sub Kawasan Sungailiat dan sekitarnya
 Sub Kawasan Pangkalpinang dan sekitarnya
 Sub Kawasan Toboali dan sekitarnya
 Sub Kawasan Belinyu dan sekitarnya
59

3.2 Arahan Kebijaksanaan Pembangunan Kota Pangkalpinang


3.2.1 Rencana Pengembangan Wilayah
Keberadaan Pelabuhan Pangkal Balam di Kawasan Kota Pangkalpinang
juga didukung oleh adanya penetapan fungsi Kota Pangkalpinang itu sendiri
sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan wilayah pengembangan
masyarakatnya. Secara lebih detail struktur ruang yang terbentuk pada Kawasan
Pelabuhan di pengaruhi oleh sebaran fungsi-fungsi dan prasarana yang ada yaitu :
Muara sungai Baturusa yang melingkar dan bercabang pada sungai
Rangkui. Adapun fungsi-fungsi yang berada di area ini adalah :
1. Pelabuhan Pangkal Balam untuk melayani barang mamupun penumpang
berikut fasilitas terminal, gudang dan parkir.
2. Pelabuhan Pertamina
3. Pelabuhan Timah dan kawasan Timah Industri
4. Pangkalan Angkatan Laut dan swasta
5. Area Dok Kapal
6. Daerah sandaran kapal nelayan
7. Area hutan bakau dan rawa.
Kearah Timur terdapat pasar dan permukiman masyarakat dengan tingkat
kepadatan rendah yang jika menerus ke timur laut merupakan daerah rawa dan
merupakan pertemuan sungai Rangkui dengan muara sungai Baturusa
sekaligus batas kecamatan Pangkal Balam dengan Kecamatan Bukit Intan.
Kedua Kecamatan ini di hubungkan dengan jembatan dan rencana jalan outer
ring roat sekaligus juga menghubungkan kawasan ini dengan kawasan wisata
Pasir Padi dan kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi.
Kawasan Industri Ketapang serta daerah permukiman disebelah selatan
dan tenggara, sekitar daerah kolong Teluk Bayur.
Daerah permukiman mendominasi area di sebelah barat dan dilalui jalan
arteri primer (Jl. Yos Sudarso) dari dan kearah terminal antar Kota. Rencana
jalan ini akan menyambung ke jalan outer ring road yang akan dibangun.
60

Dalam Perda No. 03 tahun 2004 tentang RTRW Kota Pangkalpinang,


struktur tata ruang Kota Pangkalpinang diwujudkan berdasarkan sistem kegiatan
pembangunan dan sistem permukiman melalui penyebaran pusat-pusat pelayanan
yang berhirarki di Kota Pangkalpinang.
Untuk menunjang kegiatan sosial ekonomi, industri, perdagangan dan jasa,
pariwisata serta pertahanan dan keamanan nasional, maka Kota Pangkalpinang
perlu didukung oleh sistem transportasi, dimana Pelabuhan Pangkal Balam
ditunjuk sebagai sarana perhubungan laut yang diarahkan sebagi pelabuhan
penumpang dan barang yang berfungsi sebagai :
 Kawasan pelabuhan penumpang, dikembangkan tetap
dilokasi pelabuhan penumpang di Pangkal Balam melalui peningkatan sarana
dan prasarana pelabuhan.
 Kawasan pelabuhan barang dan peti kemas dikembangkan
di Pangkal Balam.
 Kawasan pelabuhan ikan yang terpadu dengan pasar
pelelangan ikan pada hangka menengah dikembangkan di Kecamatan
Rangkui, sedangkan jangka panjang akan dikembangkan terpadu disekitar
Pangkal Balam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.3.

3.2.2 Rencana Internal Pelabuhan Pangkal Balam


Pelabuhan Pangkal Balam terletak di Kota Pangkalpinang yang berfungsi
sebagai pusat perekonomian di Pulau Bangka, sehingga Pelabuhan Pangkal Balam
banyak melayani perdagangan internasional maupun perdagangan dalam negeri,
yang dikemas dalam berbagai kemasan termasuk peti kemas dalam sekala besar.
Dimasa mendatang, peranan Pelabuhan Pangkal Balam akan tetap berlangsung
demikian.
61

Gambar 3.3
Peta Rencana Pemanfaatan Lahan
Kota Pangkalpinang
62

Rencana pengembangan sarana dan prasarana transportasi laut diarahkan sesuai


dengan perannya yaitu Pelabuhan Pangkal Balam tidak hanya menghubungkan
Kota Pangkalpinang dengan pulau-pulau yang berada dalam wilayah pengaruhnya
akan tetapi juga berperan dalam melakukan ekspor dari produk-produk di
Kepulauan Bangka Belitung. Sesuai dengan peran tersebut, maka arahan
pengembangannya adalah meningkatkan fungsi pelabuhan tersebut sebagai
pelabuhan pengumpan regional dan meningkatkan akses dari berbagai lokasi.
Berdasarkan karakter fisik pelabuhan yang berupa muara sungai,
kemungkinan pengembangan pelabuhan yang dapat dilakukan adalah dengan
memperpanjang dermaga menyusuri sungai. Pengembangan seperti ini
mempunyai keuntungan dimana saat ini peletakan fungsi-fungsi yang bersatu
dalam satu area dapat disebarkan dalam kelompok-kelompok fungsi tertentu
disekitar sungai. Misalnya adalah pemisahan antara aktivitas barang dengan
aktivitas penumpang.
Penambahan fasilitas pergudangan pun perlu ditambah mengingat akan
adanya peningkatan kegiatan perdagangan. Hal yang lain adalah akan di
bangunnya terminal baru dalam kota untuk melayani perpindahan antar moda dari
kegiatan pelabuhan ke kegiatan darat. Untuk itu akan ada 2 jenis terminal yaitu
terminal barang dan terminal penumpang.
Dengan demikian, arah pengembangan Pelabuhan Pangkal Balam dimasa
mendatang adalah memerankan fungsi:
1. Pertama, yaitu fungsi dalam tatanan kepelabuhan sebagai
pelabuhan utama di Pulau Bangka, yang melayani barang perdagangan dalam
negeri dan luar negeri seperti CPO, bahan makanan pokok dan rempah-
rempah, bahan bangunan (semen, pasir), Spare part kendaraan bermotor,
pupuk, karet dan batubara. Selain itu, Pelabuhan Pangkal Balam juga
dipersiapkan untuk mampu menampung peningkatan bongkar muat cargo
kontainer yabng memerlukan penanganan khusus dari segi struktur dermaga,
peralatan dan juga lapangan kontainernya.
2. Kedua, yaitu fungsi dalam tatanan kepelabuhan sebagai pelabuhan
penumpang yang utama di Pulau Bangka. Dengan letaknya yang strategis,
63

yaitu berada di daerah yang paling padat penduduknya di Pulau Bangka, maka
menyebabkan sebagian besar penduduk Pulau Bangka yang menggunakan
jasa transportasi kapal laut sebagai sarana perpindahan antar pulau memilih
Pelabuhan Pangkal Balam sebagai pelabuhan transit mereka. Hal ini juga akan
memerlukan penanganan khusus demi tersedianya sarana yang memadai bagi
penumpang di pelabuhan tersebut.

3.3 Globalisasi Dan Pemanfaatan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI


1) Serta Jaringan Transportasi Laut Di Pelabuhan Pangkal Balam
Pengertian globalisasi dapat diartikan sebagai keterkaitan wilayah atau
daerah dalam jaringan perdagangan atau ekonomi dunia, hal ini kemudian
berkembang bukan hanya dalam kegiatan ekonomi, tetapi meluas pada sosial
budaya bahkan ekologi yang ditandai terbentuknya kesatuan jaringan dunia.
Dengan demikian globalisasi tidak terlepas dari perkembangan 3T yaitu
transportasi, telekomunikasi dan teknologi. Pada aspek perdagangan dunia,
globalisasi bisa diartikan sebagai resultan dari perkembangan 4 hal, yaitu
teknologi, pasar, keuangan dan desentralisasi. Secara spasial implikasi dari
globalisasi ini mempengaruhi keseluruhan wilayah yang memiliki akses dan
sumber daya alam, seperti daerah perkotaan yang mengalami dampak langsung
dengan arus barang, arus investasi pada kawasan industri dan pertambangan.
Dalam rangka peningkatan eksport ke pasar asia pasifik dan eropa kedepan,
pengembangan Sumatra perlu didorong untuk memanfaatkan Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI 1) yang di tetapkan berdasarkan PP No. 36 dan 37
Tahun 2002. di Wilayah Sumatra terdapat 2 jalur ALKI yang merupakan bagian
dari jalur ALKI 1 secara utuh. ALKI 1 dimanfaatkan untuk pelayaran dari laut
Cina Selatan melintasu Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa dan Selat Sunda
ke Samudra Hindia atau sebaliknya. Sementara itu ALKI 1A dimanfaatkan untuk
pelayaran dari Selat Singapura melintasi Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa
dan Selat sunda ke Samudra Hindia atau sebaliknya, atau melintasi Laut Natuna
ke Laut Cina Selatan atau sebaliknya. Untuk lebih jelasnya jalur ALKI dapat
dilihat pada Gambar 3.4.
64

Jalur transportasi laut yang dapat memanfaatkan jalur ALKI 1 yaitu antara
lain adalah Batam, Jambi, Tanjung Pinang, Pangkalpinang, Panjang, Medan,
Dumai, Lhoksemawe, Banda Aceh dan Palembang. Pengendalian pemanfaatan
ALKI sepanjang Selat Malaka dan Selat Sunda (ALKI 1) di perlukan untuk
memanfaatkan posisi strategis Sumatra di pasar Asia Pasifik, Eropa dan Timur
Tengah.

GAMBAR 3.4
PETA JALUR ALKI
65

Adapun tren saat ini jalur pelayaran dari Pangkal Balam berdasarkan hasil
wawancara adalah sebagai berikut :
1. Jalur Ekspor :
 Pangkal Balam – Singapura
 Pangkal Balam – Malaysia
 Pangkal Balam – Thailand
 Pangkal Balam – Vietnam
 Pangkal Balam – India
Adapun komoditi ekspor yang dibawa adalah timah, lada, karet dan kayu,
sedangkan ke India yang dibawa adalah CPO.
2. Jalur Impor :
 Vietnam – Pangkal Balam
 Singapura – Pangkal Balam
 Malysia – Pangkal Balam
Dengan komoditi impor berupa, Vietnam (batubara), Singapura (sparepart
mesin) serta Malaysia (batubara).

3.4 Karakteristik Pulau Bangka


66

Pulau Bangka merupakan salah satu pulau diantara dua pulau besar dari
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan salah satu Provinsi di Indonesia. Pulau
Bangka terletak disebelah pesisir Timur Sumatera Bagian Selatan yaitu 1°20‘ -
3°7 Lintang Selatan dan 105° - 107° Bujur Timur memanjang dari Barat Laut ke
Tenggara sepanjang ± 180 Km. Pulau ini terdiri dari rawa-rawa, daratan rendah,
bukit-bukit dan puncak bukit terdapat hutan lebat, sedangkan pada daerah rawa
terdapat hutan bakau. Daratan Pulau Bangka tidak begitu berbeda dengan rawa di
Pulau Sumatera, sedangkan keistimewaan pantainya yang landai berpasir putih
dengan dihiasi hamparan batu granit.
Pulau Bangka yang beribu Kota Pangkalpinang ini merupakan bagian
Provinsi Sumatera Selatan, namun sejak Undang-Undang pembentukan Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan pada tanggal 21 November 200,
Kabupaten Bangka bersama Kabupaten Belitung menjadi bagian baru Provinsi ke-
31 di Negara Republik Indonesia ini.
Pulau Bangka sebagai letak lokasi Pelabuahan Pangkal Balam sebelumnya
secara administrasi terdiri dari 27 kecamatan dan 212 desa dengan luas wilayah
1.153.412 Ha (11.534,12 Km). dengan di tetapkannya Undang-Undang No 5
Tahun 2002, Pulau Bangka dimekarkan menjadi 4 kabupaten, yaitu seperti terlihat
pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2
Pembagian Wilayah di Pulau Bangka

Jumlah Luas Wilayah


Kabupaten/Kota Ibu Kota Persentase
Kecamatan (Km)
Bangka Sungailiat 8 2.950,68 25,4
Bangka Barat Mentok 5 2.820,61 24,3
Bangka Tengah Koba 4 2.155,77 18,5
Bangka Selatan Toboali 5 3.607,08 31,0
Pangkalpinang Pangkalpinang 5 89,40 0.8
Jumlah 27 11.623,54 100,00
Sumber: Pemerintah Provinsi Bangka Belitung, 2005
67

Pelabuhan Pangkal Balam terletak di Ibukota Kota Pangkalpinang, Kota


Pangkalpinang merupakan daerah yang starategis ditinjau dari sudut geografisnya,
dan kaitannya dengan pembangunan nasional dan pembangunan daerah di
Provinsi baru. Hal ini dikarenakan Kota Pangkalpinang sebagai ibukota Provinsi
mempunyai fungsi sebagai pusat pengembangan pembangunan di Provinsi
Kepualauan Bangka Belitung. Pelabuhan Pangkal Balam merupakan Pelabuhan
utama di Pulau Bangka yang terletak di kota Pangkalpinang Provinsi Bangka
Belitung yang memiliki kondisi/potensi hinterland yang sangat baik seperti CPO,
Bahan Makanan, rempah-rempah, bahan bangunan, spare part kendaraan
bermotor, pupuk, karet, timah dan batu bara.
Pulau Bangka merupakan pulau yang dikelilingi lautan sehingga pelabuhan
laut menjadi sangat vital peranannya sebagai penghubung menuju/keluar dari
pulau Bangka. Bermula sebagai pelabuhan kecil yang hanya melayani kapal
motor, perahu layar, pelabuahan Pangkal Balam saat ini menjadi pelabuhan utama
Pulau Bangka yang terletak di Kota Pangkalpinang dan yang melalui sungai
Baturusa yang menjadi pusat jalur perdagangan dan transportasi Provinsi. Selain
itu , Kota ini juga ditunjang oleh fasilitas pelabuhan ekspor.
Dengan potensi hinterland yang sedemikian berlimpah dan peranan
Pelabuhan Pangkal Balam sebagai pelabuhan laut utama di pulau Bangka
menjadikan Pelabuhan Pangkal Balam sangat potensial untuk dikembangkan.
Selanjutnya dalam hal penggunaan lahan di wilayah Pulaua Bangka, secara
rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.3
Luas Dan Jenis Penggunaan Lahan Di Pulau Bangka Tahun 2004

No Jenis Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) (%)


1 Permukiman 80.218,88 6,90
2 Sawah 8.337 0,72
3 Tegalan 88.994 7,66
4 Ladang 15.863 1,36
5 Perkebunan 95.161 8,19
6 Perikanan 817 0,08
7 Hutan 457.442 39,35
8 Padang Rumput 2.938 0,25
9 Perairan 27.571 2,37
10 Lain-lain 385.012,12 33,12
68

Jumlah 1.162.354 100,00


Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2006

Dari tabel diatas terlihat, bahwa hutan dan padang rumput masih merupakan
jenis penggunaan lahan yang potensinya mendominasi yaitu sebesar 39,6 %, lalu
diikuti oleh penggunaan lahan untuk lain-lain yakni sebesar 33,12 %, serta
penggunaan lahan untuk pertanian yang meliputi : sawah, tegalan, ladang,
perkebunan dan perikanan yaitu sebesar 18,01 %. Hal ini mengindikasikan
bahwasanya produk hasil hutan dan pertanian memegang peranan penting dalam
struktur perekonomian di daerah Pulau Bangka.

Tabel 3.4
Perkembangan Perbandingan Jumlah Penduduk Pulau Bangka Terhadap Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung

Tahun Pulau Bangka % Provinsi Babel %


2002 732.706 0,00 913.868 0,00
2003 763.193 3,99 976.031 6,36
2004 789.809 3,36 1.012.655 3,62
2005 823.149 4,05 1.043.456 2,95
Rata-rata Pertambahan 3,8 4,31
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2006

Bila ditinjau dari kondisi kependudukannya, terlihat bahwa pertumbuhan


jumlah penduduk Pulau Bangka setiap tahunnya terus meningkat. Jika pada tahun
2002 terdapat sebanyak 732.706 jiwa dengan kepadatan rata-rata sebesar 63
jiwa/km², maka empat tahun kemudian tepatnya tahun 2005 menunjukan jumlah
penduduk sebesar 823.149 jiwa dengan kepadatan rata-rata 70 jiwa/km². Bila
dihitung laju pertumbuhan penduduk selama kurun waktu 2002-2005 didapatkan
hasil rata-rata setiap tahun sebesar 3,8 %. Pertumbuhan penduduk ini cukup pesat
dan hampir mendekati pertumbuhan penduduk pada tingkat Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung sebesar 4,31 %. Namun, bila dilihat dari pertambahan penduduk
antara tahun 2003 ke tahun 2004 relatif sangat rendah yakni sebesar 3,36 %
dibandingkan pertambangan penduduk pada tahun-tahun sebelumnya. Keadaan ini
nampaknya merupakan gambaran pertambahan alami penduduk di Pulau Bangka.
69

Mengingat penduduk berpotensi sebagai penyerap hasil produksi atau pun


sebagi tenaga kerja yang menghasilkan produksi, maka Pulau Bangka merupakan
daerah yang mempunyai potensi sumber daya manusia cukup besar dalam
menunjang perkembangan perekonomian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
terutama untuk mendukung dan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang
ada di Pulau Bangka, dalam rangka peningkatan kegiatan sosial dan ekonomi
wilayahnya.

3.5 Kondisi Perekonomian Hinterland Pelabuhan Pangkal Balam


Hinterland merupakan wilayah belakang pelabuhan terdiri dari seluruh
Kabupaten/Kota di Pulau Bangka yang mendukung aktivitas dan kegiatan
operasional pelabuhan. Hinterland ditetapkan berdasarkan jarak dan kondisi akses
menuju masing-masing pelabuhan. Luas wilayah hinterland dari suatu pelabuhan
selain ditentikan jarak dari pelabuhan tersebut, juga di pengaruhi oleh hubungan
interaksi di sekitar dari dan ke pelabuhan lain.
Pertumbuhan hinterland mempunyai keterkaitan langsung terhadap
perkembangan arus kapal, barang, hewan dan penumpang. Hal ini disebabkan
karena fungsi keberadaan pelabuhan diantaranya sebagai “agent of development”
artinya bahwa pelabuhan dan prasarana pendukung akan mendorong pertumbuhan
pembangunan kawasan, karena terdapat peningkatan pasar perdagangan yang
akan mendorong pelabuhan mengembangkan sarana dan prasarana serta jasa
kepelabuhan agar fungsi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.
Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada
tahun 2005 semakin membaik dibandingkan tahun 2004. Berdasarkan
penghitungan PDRB atas dasar harga konstan 2000, laju pertumbuhan ekonomi
tahun 2005 dengan migas adalah sekitar 3,25 % dan pertumbuhan ekonomi tanpa
migas adalah sekitar 4,50 %. Nilai PDRB atas dasar harga konstan 2000 pada
tahun 2004 dengan migas adalah 7,9 triliyun rupiah, pada tahun 2005 meningkat
menjadi 8,2 triliyun rupiah, sementara tanpa migasnya menjadi 7,9 triliyun rupiah.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.5
70

Karakteristik Perekonomian Kota Pangkalpinang secara makro memiliki


perbedaan dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Sebagai daerah yang berbasis non pertanian dan industri, terutrama pada
sektor perdagangan share rata-rata selam lima tahun terakhir sekitar 35,02 %
pertahun, jasa-jasa (14,75 % pertahun), pertanian (14,48 % pertahun) dan juga
sektor angkutan & komunikasi (11,51 % pertahun). Sektor-sektor yang terhimpun
dalam sektor tersier tersebut mendominasi perekonomiannya (leading sector)
dengan rata-rata shere selama lima tahun terakhir sebesar 69,41 %.
Karakteristik ekonomi suatu daerah secara umum dapat dianalisis
menggunakan indikator-indikator yang tercermin pada PDRB. Variabel statistik
yang umumnya digunakan adalah laju pertumbuhan dan pangsa dari 9 sektor
perekonomian.

Tabel 3.5
Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan,
Tahun 2001-2005 Pulau Bangka (Persen)

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005


1. Bangka 7,06 6,24 9,69 4,81 5,55
2. Bangka Barat 5,55 5,25 3,84 4,06 5,48
3. Bangka Tengah 6,51 5,35 4,42 3,97 5,24
4. Bangka Selatan 6,38 5,79 4,23 4,10 5,04
5. Pangkalpinang 4,87 5,15 8,75 3,86 4,91
PDRB Kepulauan Bangka 5,77 5,53 6,10 4,35 5,28
Sumber: BPS Prop. Kep. Bangka Belitung,, 2006

Berdasarkan PDRB dilihat dari kontribusinya perkabupaten/Kota, maka


dapat diketahui Kabupaten/Kota yang memberikan kontribusi yang paling besar
adalah Kabupaten Bangka Barat sebesar Rp. 1,9 triliyun rupiah. Sedangkan
Kabupaten/Kota yang memberikan kontribusi yang paling kecil yaitu terdapat
pada Kabupaten Bangka Selatan sebesar Rp. 943,1 miliyar rupiah. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.6
Tabel 3.6
PDRB Tiap Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2001-2005 Pulau Bangka (Juta Rupiah)
71

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005


1. Bangka 1.126.464 1.196.798 1.312.818 1.375.933 1.452.275
2. Bangka Barat 1.590.257 1.673.701 1.737.989 1.808.615 1.907.726
3. Bangka Tengah 854.741 900.427 940.219 977.545 1.028.782
4. Bangka Selatan 782.253 827.532 862.525 897.878 943.135
5. Pangkalpinang 826.523 869.078 945.145 981.611 1.029.818
PDRB BANGKA 5.182.239 5.469.538 5.800.699 6.043.586 6.363.741
PDRB PROVINSI 6.461.875 6.904.687 7.253.850 7.566.617 7.907.428
Sumber: BPS Prop. Kep. Bangka Belitung, 2006

Dari sembilan sektor usaha yang ada, dapat dilihat bahwa sektor yang paling
besar memberikan kontribusi terhadap PDRB Pulau Bangka adalah sektor
pertanian sebesar Rp. 1,58 miliyar rupiah, disusul oleh sektor perdagangan, hotel
dan restoran sebesar Rp. 1,54 miliyar rupiah, sedangkan sektor yang paling rendah
memberikan kontribusi adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp.
30 miliyar rupiah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.7

Tabel 3.7
PDRB Kota Pangkalpinang dan Pulau Bangka Atas Dasar Harga Konstan
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2001 – 2005 (Juta Rupiah)
Sektor 2001 2002 2003 2004 2005
1. Kota Pangkalpinang
Pertanian 152.935 154.997 158.931 161.109 164.757
Pertambangan dan Penggalian - - - - -
Industri 71.670 74.074 96.996 105.750 113.473
Listrik, Gas dan Air Bersih 9.301 9.811 10.427 11.114 11.893
Bangunan 54.954 59.279 63.695 68.606 74.145
Perdagangan, Hotel dan Restoran 281.331 292.837 301.919 312.429 324.298
Angkutan & Komunikasi 84.601 87.636 90.390 93.316 96.662
Keuangan 75.152 79.490 83.679 88.040 92.824
Jasa 96.579 110.954 139.108 141.248 151.765
Jumlah 673.588 714.081 786.214 820.503 865.060
Sambungan Tabel 3.6…….
Sektor 2001 2002 2003 2004 2005
2. Pulau Bangka
Pertanian 1.370.470 1.421.014 1.469.808 1.521.109 1.583.335
Pertambangan dan Penggalian 813.150 866.361 1.679.511 945.198 1.002.563
Industri 1.285.575 1.346.085 1.435.608 1.474.497 1.547.536
Listrik, Gas dan Air Bersih 23.599 24.610 26.794 28.842 30.799
Bangunan 270.826 288.661 306.967 326.471 346.990
Perdagangan, Hotel dan Restoran 773.612 816.764 1.819.773 907.596 957.162
Angkutan & Komunikasi 178.276 189.735 203.210 214.854 228.908
Keuangan 187.003 195.913 204.912 214.608 224.652
72

Jasa 215.352 254.132 303.227 313.772 338.207


Jumlah 673.588 714.081 786.214 820.503 865.060
Sumber: BPS Prop. Kep. Bangka Belitung, 2006

Untuk Pulau Bangka sektor pertanian memberikan kontribusi tertinggi


dengan rata-rata pertahun selama periode 2001-2005 sebesar 40,60 % pertahun,
menyusul sektor pertanian (24,74 % pertahun) dan sektor industri (23,76 %
pertahun). Untuk lebih jelasnya mengenai kontribusi sektor utama terhadap
perekonomian di Kota Pangkalpinang dan Pulau Bangka dapat dilihat pada Tabel
3.8

Tabel 3.8
Kontribusi Sektor Utama Terhadap Perekonomian
Kota Pangkalpinang dan Pulau Bangka

Sektor 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata


1. Kota Pangkalpinang
Pertanian 17,21 15,67 13,94 13,18 12,37 14,48
Industri 8,30 7,47 8,78 8,85 8,58 8,40
Perdagangan 34,40 34,71 34,55 36,06 35,40 35,02
Jasa-jasa 11,83 13,47 16,20 15,54 16,72 14,75
Angkutan & Komunikasi 11,89 12,46 11,02 10,85 11,34 11,51
Keuangan 8,82 8,64 7,96 7,73 7,49 8,13
Lainnya 7,55 7,58 7,55 7,79 8,10 7,71
Jumlah 100 100 100 100 100 100
2. Pulau Bangka
Pertanian 26,78 26,3 19,73 25,58 25,29 24,74
Industri 25,12 24,91 19,27 24,79 24,72 23,76
Perdagangan 15,12 15,12 24,43 15,26 15,29 17,04
Jasa-jasa 3,48 3,51 2,73 3,61 3,66 3,40
Angkutan & Komunikasi 3,65 3,63 2,75 3,61 3,59 3,45
Keuangan 4,21 4,70 4,07 5,28 5,40 4,73
Lainnya 21,64 21,83 27,02 21,87 22,05 22,88
Jumlah 100 100 100 100 100 100
Sumber: BPS Prop. Kep. Bangka Belitung, 2006

Untuk Kota Pangkalpinang, sektor primer selain memberi kontribusi


tertinggi terhadap perekonomian juga memberi andil tertinggi terhadap struktur
ketenaga kerjaan. Tahun 2005 sektor tersebut mampu menyerap tenaga kerja
sekitar 269.390 pekerja (khusus penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja).
73

Struktur perekonomian menunjukkan besarnya kontribusi masing-masing


sektor ekonomi di suatu daerah. Dengan mengamati struktur perekonomian akan
tampak sampai seberapa jauh kekuatan ekonomi suatu daerah dan dapat dilihat
juga seberapa jauh kekuatan ekonomi suatu daerah dan dapat dilihat juga seberapa
besar kebijakan yang telah dilakukan tepat ke sasaran. Serta dapat juga dipakai
untuk pengambilan keputusan dalam mengarahkan sasaran kebijakan
pembangunan dimasa yang akan datang.
Struktur perekonomian Kota Pangkalpinang dan Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung dikelompokkan ke dalam 3 sektor yaitu sektor primer, sektor
sekunder, dan sektor tersier. Sektor primer mencakup 2 yaitu sektor pertanian dan
sektor pertambangan dan penggalian, sektor sekunder mencakup 3 sektor yaitu
sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor bangunan,
sedangkan yang termasuk sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel, dan
restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Jika dilihat ke dalam pengelompokan di
atas, struktur perekonomian Kota Pangkalpinang dan Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung dapat dilihat pada Tabel 3.9
Tabel 3.9
Struktur Perekonomian Kota Pangkalpinang
dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2001-2005 (Persen)

Sektor 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata


1. Kota Pangkalpinang
1. Primer 17,21 15,67 13,94 13,18 12,37 14,48
2. Sekunder 15,85 15,05 16,33 16,65 16,68 16,11
3. Tersier 66,94 69,28 69,73 70,17 70,95 69,41
Jumlah 100 100 100 100 100 100
2. Provinsi Bangka Belitung
1. Primer 38,50 37,65 40,77 42,63 43,43 40,60
2. Sekunder 32,11 32,73 30,71 30,01 29,69 31,05
3. Tersier 29,39 29,62 28,52 27,36 26,88 28,35
Jumlah 100 100 100 100 100 100
Sumber: BPS Prop. Kep. Bangka Belitung, 2006

Sektor yang memberikan kontribusi terbesar di Kota Pangkalpinang berasal


dari sektor tersier. Dimana kontribusi sektor tersier pada tahun 2005 yaitu meliputi
74

sektor perdagangan, sektor jasa-jasa, sektor angkutan & komunikasi dan juga
sektor keuangan mempunyai kontribusi cukup besar yaitu sebesar 70,95 %.
Sedangkan perekonomian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun
2005 masih ditopang oleh sektor primer. Sektor primer meliputi sektor pertanian
dan sektor pertambangan dan penggalian, dimana kontribusinya terhadap
perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 43,43 %.

3.6 Kondisi Perdagangan Luar Negeri dan Antar Pulau Di Pulau Bangka
3.6.1 Ekspor-Impor
Selama kurun waktu 1994-1998, nilai ekspor melalui pelabuhan Pangkal
Balam cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Krisis moneter yang melanda
sejak bulan juli tahun 1997 berpengaruh besar terhadap perdagangan Kota
Pangkalpinang khususnya. Harapan harga yang menjanjikan, menjadi insentif
untuk meningkatkan ekspor karena diukur dengan kurs nilai tukar rupiah.
Neraca perdagangan yang meliputi kegiatan ekspor dan impor Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2005 terjadi peningkatan nilai surplus
dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai ekspor pada tahun 2005 mencapai 936.23
juta U$, atau naik 43,89 % dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu nilai
impor juga meningkat dari 18,09 juta U$ pada tahun 2004 menjadi 27,72 juta U$
di tahun 2005 atau naik sebesar 53,25 %.
A. Ekspor
Pengiriman komoditas ekspor Pulau Bangka dilakukan melalui pelabuhan
laut dan udara. Produk ekspor untuk wilayah pulau Bangka di ekspor melalui
pelabuhan laut Muntok, Belinyu dan Pangkal Balam serta pelabuhan udara Depati
Amir.
Nilai ekspor Pulau Bangka pada tahun 2005 adalah sebesar 656,55 juta U$,
dengan berat bersih 454.733,5 ton. Dengan demikian terjadi peningkatan nilai
ekspor sebesar 43,89 % dibanding dengan tahun 2004. Dilihat dari masing-masing
pelabuhan nilai ekspor pada tahun 2005 adalah:
- Muntok 279.144.723 U$
- Belinyu 14.718.868 U$
75

- Pangkal Balam 641.839.866 U$

Sementara nilai ekspor yang melalui pelabuhan udara Depati Amir


Pangkalpinang sebesar 526.870 U$. Nilai ekspor Pulau Bangka terbesar adalah
timah, yaitu sebesar 850.352.004 U$ dollar.

B. Impor
Pada tahun 2005 impor Pulau Bangka adalah sebesar 24,50 juta U$, dengan
berat bersih 47.747 ton. Nilai impor menurut pelabuhan bongkar muat barang di
Pulau Bangka selama tahun 2005 adalah:

- Belinyu 511.231 U$
- Pangkal Balam 23.993.844 U$

Sementara nilai impor yang melalui bandar udara Depati Amir


Pangkalpinang pada tahun 2004 adalah sebesar 26.637 U$.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat berat bersih dan persentase dari kegiatan
ekspor-impor yang dilakukan di 3 (tiga) pelabuhan Pulau Bangka, dapat dilihat
pada Tabel 3.10

Tabel 3.10
Persentase Ekspor Berdasarkan Pelabuhan Ekspor
di Pulau Bangka Tahun 2005

Pelabuhan Ekspor Impor


Ekspor/Impor Berat (Ton) % Berat (Ton) %
Muntok 41.503.765 9,13 - 0,00
Belinyu 58.959.786 12,96 757.800 1,59
Pangkal Balam 354.270.014 77,91 46.990.126 98,41
Jumlah 454.733.565 100,00 47.747.926 100,00
Sumber : BPS Prop. Kep. Bangka Belitung, 2007

Tingginya sektor perdagangan terhadap perekonomian Kota Pangkalpinang


didukung oleh ketersediaan prasarana dan sarana ekspor-impor khususnya melalui
pelabuhan laut yang sampai saat ini relatif lebih baik dibandingkabn dengan
daerah lainnya di Bangka dari 3 pelabuhan ekspor-impor di Bangka, sebagian
76

besar 77,91 % ekspor dilakukan melalui Pelabuhan Pangkal Balam. Bahkan untuk
aktivitas impor sekitar 98,41 % di lakukan di Pelabuhan Pangkal Balam.

3.6.2 Bongkar-Muat
Daya dukung Pelabuhan Pangkal Balam terhadap aktivitas bongkar barang
dari dalam negeri memiliki peran yang besar sekitar 95,5 % bongkar barang
dilakukan melalui Pelabuhan Pangkal Balam.
Peran penting tersebut sangat mendukung perkembangan Pangkalpinag
sebagai kota perdagangan. Dengan berkembangnya sektor perdagangan, memberi
kecenderungan perekonomian berpeluang tumbuh cepat. Selain multiplier effect
sektor perdagangan terhadap sektor lainnya dengan berkembangnya sektor
perdagangan berpengaruh positif terhadap perputaran uang yang relatif cepat.

Tabel 3.11
Bongkar Muat Barang (Ton) Perdagangan Luar Negeri Pada Pelabuhan
Pangkal Balam, Belinyu dan Muntok

Pangkal Balam Belinyu Muntok


Tahun
Bongkar Muat Bongkar Muat Bongkar Muat
2001 62.693 139.061 0 2.950 9.000 87.141
2002 84.331 117.954 0 5.656 0 42.963
2003 54.580 151.039 0 56.398 3.200 54.052
2004 43.138 188.744 0 93.837 111 33.419
2005 53.496 269.298 0 116.398 2.500 48.047
Keterangan : Pelabuhan Utama di Bangka yang dicakup disini terdiri dari Pel. Pangkal Balam, Pel. Belinyu dan Pel.
Muntok, yang dikelola oleh PT. Pelindo II
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, 2006

Pelabuhan Pangkal Balam juga memiliki peran utama dalam pemasukan


(bongkar) dan juga muat barang dari dan ke antara pulau di nusantara. Volume
impor (bongkar) komoditi dari daerah Provinsi lain yang banyak dilakukan di
pelabuhan Pangkal Balam terutama adalah kebutuhan pokok masyarakat,
kendaraan, bahan bangunan, poupuk, Semen, Besi baja, aspal dan bahan-bahan
untuk industri yang ada di pulau Bangka.
Untuk komoditi bahan makanan pokok dan barang strategis yang cukup
banyak didatangkanmelalui Pelabuhan Pangkal Balam terutama beras, gulapasir,
minyak kelapa, terigu, kacang-kacangan, minyak pelumas, mesin, kendaraan,
77

rokok, makanan/minuman ringan dan lain-lain. Selain itu cukup banyak jenis
komoditi lainnya dimuat melalui cargo atau coin, dimana indikasinya volume
bongkar cargo dan coin cukup besar. Sedangkan muat barang ke Provinsi lain
(volume ekspor ke daerah lain) yang banyak dilakukan melalui Pelabuhan
Pangkal Balam terutama lada, timah, hasil laut/perikanan, CPO/CPKO dan karet
SIR 20. Untuk lebih jelasnya mengenai bongkar muat barang dalam negeri dapat
dilihat pada Tabel 3.12

Tabel 3.12
Bongkar Muat barang (Ton) Perdagangan Dalam Negeri Pada Pelabuhan Pangkal
Balam, Belinyu dan Muntok

Pangkal Balam Belinyu Muntok


Tahun
Bongkar Muat Bongkar Muat Bongkar Muat
2001 784.973 369.774 24.396 5.468 134.789 43.138
2002 474.356 309.921 26.000 2.884 142.538 53.449
2003 535.509 227.925 22.366 5.071 109.884 44.009
2004 830.323 269.003 32.889 6.277 117.359 44.027
2005 1.273.399 345.602 55.783 10.034 98.287 5.276
Keterangan : Pelabuhan Utama di Bangka yang dicakup disini terdiri dari Pel. Pangkal Balam, Pel. Belinyu dan Pel.
Muntok, Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, 2006

Untuk arus kunjungan kapal pada tiga pelabuhan utama di Pulau Bangka,
Pelabuhan Muntok lebih banyak kunjungan kapalnya, ini disebabkan karena
Pelabuhan Muntok disinggahi oleh kapal penumpang yang rutin mengangkut
penumpang tujuan Bangka – Palembang dan sebaliknya. Untuk lebih jelasnya
mengenai kunjungan kapal yang bertambat di masing-masing pelabuhan dapat
dilihat pada Tabel 3.13

Tabel 3.13
Kunjungan Kapal (Unit) Pada Tiga Pelabuhan Utama di Pulau Bangka

Tahun Pel. P.Balam Pel. Belinyu Pel. Muntok


2001 2.416 342 4.926
2002 1.968 347 4.386
2003 1.215 207 3.759
2004 2.170 286 2.454
2005 2.464 275 3.042
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, 2006
78

Karena fungsinya sebagi sarana transportasi air yang cukup dominan,


hinterland Pelabuhan Pangkal Balam saat ini didominasi oleh kegiatan
perdagangan dan industri. Hal inilah yang menjadikan Pelabuhan Pangkal Balam
dipenuhi oleh aktivitas bongkar muat barang. Dan di pelabuhan juga berlangsung
kegiatan jasa kepelabuhan yang dilayani oleh PT. Pelindo II Cabang Pangkal
Balam, yang merupakan cabang dari pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Kegiatan
yang cukup pesat pertumbuhannya adalah peningkatan adanya perubahan
penggunaan kemasan barang dari konvensional menjadi petikemas. Sampai
dengan tiga tahun terakhir trend arus barang melalui dermaga petikemas terus
mengalami peningkatan diatas 8 % pertahunnya.

3.7 Kondisi Perangkutan Di Pulau Bangka


Sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah di Pulau Bangka, yang struktur
perekonomiannya didominasi oleh komoditi ekspor-impor dan perdagangan antar
pulau (interinsuler), maka sektor perhubungan memegang peranan sangat penting
dalam menunjang lancarnya arus lalu lintas barang.
Seperti diketahui bahwa di wilayah Pulau Bangka terdapat bermacam jenis
alat pengangkutan yang terdiri atas angkutan darat/jalan raya, angkutan udara, dan
angkutan laut. Peranan alat pengangkutan ini berbeda, namun fungsinya tetap
sama sebagi penyalur aliran barang dan produksi dari daerah-daerah yang
terpencar kesimpul jasa, baik Pulau Bangka maupun daerah-daerah diluar Pulau
Bangka.
Untuk mengetahui kondisi dan peranan masing-masing prasarana
perangkutan di wilayah Pulau Bangka tersebut, maka akan di uraikan berikut ini.
4.1 Angkutan Darat
Jenis angkutan darat di sini dimaksutkan sebagai kegiatan lalu-lintas yang
melalui jalan raya. Hngga akhir tahun 2004/2005, panjang jalan darat di wilayah
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah 3.548,97 Km, dengan kondisi
permukaan sebagai berikut :
 Jalan Aspal sepanjang 2.914,88 Km (82,13 %)
 Jalan Kerikil sepanjang 63,88 Km (1,80 %)
79

 Jalan Tanah sepanjang570,21 Km (16,07 %)


Panjang jaringan jalan pada tahun 2004 di Wilayah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung tercatat 3.266,19 Km dan meningkat menjadi 3.548,97 Km tahun
2005, dengan demikian terjadi kenaikan sebesar 7,97 %.
Sedangkan panjang jaringan jalan 2.354,08 Km atau 66,33 % dari
keseluruhan panjang jalan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hal ini
menunjukan bahwa panjang jaringan jalan di Pulau Bangka mendominasi panjang
jaringan jalan yang berada di Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Panjang jaringan jalan tersebut terdiri dari: jalan negara sepanjang 530,65 Km,
jalan provinsi 529,17 Km dan jalan kabupaten sepanjang 2.489,15 Km.
Jalan negara merupakan akses tercepat guna melakukan interaksi dengan
beberapa Ibukota Kabupaten yang ada dalam Pulau Bangka. Jalan ini
menggunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat guna mencapai Ibukota Provinsi
Pangkalpinang, mengingat jarak antara ibukota-ibukota Kabupaten (di Pulau
Bangka) seperti Muntok, Toboali, Sungailiat dan Koba bisa dilakukan secara
pulang-pergi dan waktu tempuh untuk perjalanan terjauh berkisar antara 3-4 jam.
Jalan provinsi yaitu jalan-jalan yang menghubungkan antar kecamatan. Jalan
Kabupaten meghubungkan antar desa, dengan kondisi permukaan aspal, jalan
tanah dan kerikil. Lebih jelasnya jaringan jalan dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Peranan utama angkutan darat dalam sistem transportasi di Pulau Bangka
lebih terkonsentrasi pada pelayanan pergerakan angkutan penumpang dengan
memanfaatkan jaringan jalan Provinsi/Negara dan Kabupaten. Kapasitas angkutan
melalui sarana angkutan darat juga sangat terbatas, karena pelayanan angkutan
barang melalui prasarana angkutan darat ini hanya terbatas pada komoditi-
komoditi tertentu saja seperti bahan-bahan pokok.

4.2 Angkutan Udara


Transportasi udara merupakan sarana transportasi alternatif di Pulau Bangka
selain transportasi darat dan laut, yakni Bandara Depati Amir. Bandara Depati
Amir berada di Kota Pangkalpinang dan dapat di darati oleh pesawat sekelas F-
100 dan Boeing 737.
80

Data pada tahun 2005 menunjukkan frekuensi kedatangan dan


keberangkatan pesawat di Bandara Depati Amir sebanyak masing-masing 3.473
pesawat, dengan membawa penumpang yang datang sebanyak 304.190 orang dan
penumpang yang berangkat sebanyak 320.872 orang. Dibandingkan dengan tahun
2004, arus kedatangan dan keberangkatan pesawat mengalami peningkatan sekitar
37,54 persen, begitu juga dengan jumlah penumpang datang dan pergi meningkat
masing-masing sebesar 27,84 % dan 32,64 %.

GAMBAR 3.5
PETA JARINGAN JALAN PULAU
BANGKA
81

4.3 Angkutan Laut


Peranan angkutan laut bagi kegiatan perekonomian di wilayah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung pada umumnya dan Pulau Bangka pada khususnya.
Perhubungan laut merupakan transportasi yang sangat transportasi yang sagat
strategi bagi kepulauan Bangka Belitung sebagai provinsi kepulauan untuk
berinteraksi dengan provinsi lain atau pun menghubungkan Pulau Bangka dan
Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil lainnya. Keberadaan pelabuhan sebagai
prasarana perhubungan laut sangat menentukan kelancaran transportasi ini.
Sampai saat ini angkutan laut sangat memegang peranan penting dalam
mengerakan roda perekonomian daerah Pulau Bangka dan Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung secara keseluruhan. Hal ini ditandai dengan semakin
meningkatnya arus lalu lintas pelayanan angkutan barang dan penumpang dari dan
ke wilayah Pulau Bangka dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada
umumnya. Peningkatan arus lalu lintas ini sejalan dengan peningkatan kegiatan
perekonomian di daerah Pulau Bangka sebagai mana yang telah di jelaskan pada
pembahasan-pembahasan sebelumnya.
82

Kondisi ini menunjukan bahwa peranan angkutan laut merupakan jenis


transportasi yang cukup dominan dalam menggerakan perekonomian wilayah
Pulau Bangka, sehingga perlu penelaahan lebih lanjut untuk pengembangannya
dimasa mendatang.
Adapun jenis sarana dan prasana pelabuhan laut yang terdapat di wilayah
Kepulauan Bangka dapat dilihat pada Tabel 3.berikut ini.

Tabel 3.14
Jenis Sarana Dan Prasarana Pelabuhan Laut Yang Berada
Di Wilayah Kepulauan Bangka Belitung

No Pelabuhan Lokasi Luas/Kapasitas Pengelola Melayani Rute Pelayaran


1 Pangkal Balam Kota  Ukuran dermaga PT Penumpang  Kapal cepat
Pangkalpinang 324 x 52 m (Persero) dan bongkar (express) Bahari tujuan
 Talud 55 m Pelindo II muat barang Pangkal Balam –
 Panjang alur 6 mill Tanjungpandan
 Kolam pelabuhan  Kapal Roro (KM)
3.000 m2 dan KM Tristar tujuan
Pangkal Balam –
Tanjungpandan
 KM Senopati, KM
Layenia, KM Srikandi
Line tujuan Pangkal
Balam – Tanjung Priok

Sambungan Tabel 3.14 ............


No Pelabuhan Lokasi Luas/Kapasitas Pengelola Melayani Rute Pelayaran
2 Muntok Kabupaten  Ukuran dermaga 30 PT Penumpang Kapal cepat (express)
Bangka Barat x7m (Persero) dan bongkar Bahari dan Sumber Bangka
 Talud 135 m Pelindo II muat barang tujuan Muntok - Palembang
 Panjang alur 550 m
 Kolam pelabuhan
3.000 m2
3 Belinyu Kabupaten Ukuran dermaga 101 PT Penumpang KM Bukit Raya, KM
Bangka m x 15 m (Persero) dan bongkar Sirimau, KM Leuser tujuan
Pelindo II muat barang Belinyu – Tanjung Priok
dan Belinyu Tanjung Pinang
4 Penyebrangan Kabupaten Ukuran dermaga 100 ASDP Penumpang Ferry tujuan Muntok -
Tanjyng Kalian Bangka Barat m x 10 m Bangka dan Bongkar Palembang
Belitung muat barang
5 Sadai Kabupaten  Ukuran Pemda Bongkar Kapal barang (pelayaran
Bangka Selatan Dermaga 280 m2 Kabupaten muat barang rakyat)
 Talud 100 Bangka
m2 Selatan
6 Sungai Selan Kabupaten Ukuran dermaga 50 Pemda Bongkar Pelayaran rakyat
Bangka Tengah m x 8m Kabupaten muat barang
Bangka
Tengah
7 Perikanan Kabupaten  Ukuran Dirjen Kegiatan Pelayaran rakyat
Pantai Bangka dermaga 260 m x 6 Kelautan perikanan
83

sungailiat m dan pantai


 Talud 547 Perikanan
m2
8 Niaga Jeletik Kabupaten  Ukuran Pemda Baru dibangun 2004 belum
Bangka dermaga 100 m x Kabupaten maksimal beroperasi
15 m Bangka -
 Talud 620
m2
9 Dermaga Tanjung Nama dermaga : Digunakan
khusus Berikat,  Dersus CV untuk
Kecamatan Karya Makmur bongkar
Koba Abadi muat pasir
Kabupaten  Dersus CV
Bangka Tengah Berikat Jaya
 Dersus CV
- -
Alam Nusa
Perdana
 Dersus CV
Dirganusa
Margaraya
 Dersus CV
Lubuk Pratama
10 Dermaga Tanjung Tuing, Dersus CV Karya Digunakan
khusus Kecamatan Makmur Abadi untuk
Belinyu bongkar
Kabupaten - muat pasir -
Bangka (bahan
galian Gol
C)
Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Dari keadaan tersebut yang berdasarkan data tersebut diatas maka terdapat
beberapa permasalahan di Pelabuhan, berupa :
1. Terjadinya sedimentasi dimuara pelabuhan sehingga alur
masuk pelabuhan menjadi dangkal, hal ini menganggu kelancaran arus lalu
lintas pada saat air surut
2. Prasarana dermaga yang tersedia belum mampu melayani
kapal-kapal yang masuk dan kegiatan bongkar muat, hal ini menyebabkan
kapal-kapal yang keluar masuk pelabuhan harus antri.
3. Terbatasnya sarana navigasi laut/rambu penuntun untuk masuk
dan alur pelabuhan antara lain di Pelabuhan Sungai Selan dan Pelabuhan
Belinyu
4. Belum adanya kapal perintis yang menghubungkan pulau-
pulau kecil.
84

3.8 Tinjauan Wilayah Pelabuhan Pelabuhan Sekitar di Pulau Bangka dan


Pangkal Balam
3.8.1 Karakteristik Hubungan Kegiatan Antar Pelabuhan dan Sumber Alam
di Bangka
A. Hubungan Antar Pelabuhan Di Pulau Bangka
Sistem pengangkutan di Pulau Bangka saat ini, lebih menekankan pada
pemanfaatan kondisi geografis dan fasilitas perangkutan yang ada, yakni jalur
perairan (laut) dan jaringan jalan darat. Hal ini merupakan pembentukan
merupakan pembentukan pola hubungan antar pelabuhan yang pada akhirnya turut
mempengaruhi karakteristik lalu lintas barang dan penumpang, sehingga dapat
saja mengubah fungsi dan peran pelabuhan yang telah ada dalam sistem
perangkutan secara keseluruhan.
Mengingat semakin berkembangnya sistem perangkutan di Pulau Bangka
ini, maka perlu penelaahan terhadap perubahan fungsi dan peran pelabuhan
sebagai mana yang telah diuraikan diatas, agar sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pemanfaatan pelabuhan tersebut, terutama terhadap pemanfaatan
Pelabuhan Pangkal Balam yang menjadi fokus pengkajian dalam penelitian ini.
Oleh karena itu, perlu pula diketahui bagaimana hubungan antar pelabuhan di
Pulaua Bangka dan sekitarnya.
Hubungan pelabuhan-pelabuhan di Pulau Bangka dan sekitarnya dalam
pembahasan tugas akhir ini, lebih ditekankan pada hubungan antara ketiga
pelabuhan lautnya, yaitu Pelabuhan Pangkal Balam, Belinyu dan Muntok, serta
mempertimbangkan keberadaan pelabuhan laut lainnya, baik hubungan yang
terjadi melalui jalur perairan laut maupun jaringan jalan darat.
Pola hubungan antar pelabuhan secara regional di Pulau Bangka dan
sekitarnya, lebih di dasarkan pada tujuan dan kepentingan pelayaran terhadap
jenis komoditi yang akan diangkut atau dibongkar. Untuk jenis komoditi dengan
tujuan ekspor, maka orientasi sebagian besar terarah kepada Pelabuhan Pangkal
Balam, Belinyu dan Muntok. Sementara untuk hubungan antara pelabuhan ini
tidak terjadi secara langsung karena pada dasarnya pelabuhan-pelabuhan ini
merupakan pelabuhan tujuan bagi wilayah regionalnya sesuai dengan fungsi dan
85

pemanfaatannya, sehingga ke tiga pelabuhan ini lebih berorientasi langsung ke


Pelabuhan-pelabuhan di luar wilayah Pulau Bangka taupun Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung berdasarkan tujuan dan kepentingan pelayarannya. Kondisi ini
dapat saja membuat ketiga pelabuhan ini saling berkompetisi dalam melayani
aktivitas pelayaran sesuai dengan spesifikasi dan keunggulan masing-masing,
namun secara administratif pengeloaan ketiga pelabuhan tersebut saling
mendukung satu sama lainnya, karena ketiganya berstatus sebagai ”pelabuhan
yang di usahakan” dalam sistem pelabuhan secara keseluruhan.
Dengan demikian, dalam pengaturan hubungan antar pelabuhan diperlukan
adanya penetapan terhadap fungsi dan pemanfaatan pelabuhan dalam suatu sistem
pelabuhan yang lebih baik, agar terwujud hubungan yang saling mendukung satu
dengan lainnya.

B. Karakteristik Hubungan Kegiatan Antar Pelabuhan Di Pulau Bangka


Pelabuhan merupakan sarana penting bagi lalu lintas air, karena pelabuhan
merupakan terminal dan sekaligus sebagai tempat berlabuh, membongkar dan
memuat barang, tempat turun naik penumpang, serta tempat memperoleh
keperluan kapal seperti : bahan bakar, air dan lain-lainnya.
Ditinjau dari segi pelayanan jenis kapalnya, pelabuhan dapat dibedakan
menjadi pelabuhan laut (sea port) dan pelabuhan sungai (river port). Pelabuhan
laut terletak di pinggir pantai atau pada jalur sungai, khusus melayani kapal-kapal
laut. Pelabuhan sungai selalu terletak di tepi sungai yang melayani kapal-kapal
dan perahu sungai.
Karakteristik hubungan kegiatan antar pelabuhan dapat dilihat dari volume
lalu lintas masuk/keluarnya barang muatan menurut jenis penggunaan prasarana
pengangkutannya dan jaringan transportasi laut Kepulauan Bangka Belitung dapat
dilihat pada Gambar 3.6 dan Tabel 3.15
86
87

Tabel 3.15
Nama dan Fungsi Pelabuhan Laut di Pulau Bangka

Nama Rute Perhubungan


Lokasi Fungsi Melayani
Pelabuhan Laut
1. Pangkal Kota Pengumpan Penumpang dan Penyeberangan
Balam Pangkalpinang Regional Bongkar muat Bangka–Belitung
barang Bangka – Jakarta

2. Muntok Kab. Bangka Penyebrangan Penumpang dan Penyebrangan Bangka


Barat Kelas II Bongkar muat – Palembang
barang

3. Belinyu Kab. Bangka Pengumpan Penumpang dan Penyeberangan


Lokal Bongkar muat Bangka - Batam
barang Bangka - Jakarta
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, 2006

Adapun penyebaran pelabuhan yang di kelola oleh PT. Pelindo II Cabang


Pangkal Balam di Pulau Bangka terdapat 3 pelabuhan yang akan di bahas yaitu
Pelabuhan Pangkal Balam, Pelabuhan Belinyu dan Pelabuhan Muntok.

1) Pelabuhan Belinyu
Pelabuhan Belinyu berada pada posisi 01° - 37’ – 51.09” LS dan 105° - 43’ –
5.30” BT. Pelabuhan Kawasan Belinyu dapat melayani kapal dengan maksimum
DWT 200 ton. Panjang alur pelayaran Pelabuhan Belinyu sepanjang ± 3,3 mil,
lebar 40 M dengan kedalaman minimum –4,2 M. LWS pada saat normal (air
pasang).
Wilayah kerja Pelabuhan Belinyu ditetapkan oleh Keputusan Bersama
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 1992/Nomor
20 Tahun 1992. batas lingkungan kerja Pelabuhan Belinyu meliputi batas perairan
pelabuhan dan batas daratan, sebagaimana di tunjukan pada Gambar 3.7. Luas
daerah lingkungan kerja Pelabuhan Belinyu adalah 7.739 m², sedangkan luas
daerah kepentingan Pelabuhan Belinyu adalah 24.611 m². Pelabuhan Belinyu
sebagai Pelabuhan barang yang pengusahaannya di bawah pengawasan Pelabuhan
88

Pangkal Balam. Adapun fasilitas Pelabuhan Belinyu dapat dilihat pada Tabel 3.15
dibawah ini.
 Batas Wilayah Perairan
P1 : 1° - 37’ – 50,13” LS
105° - 43’ – 57,40” BT

P2 : 1° - 37’ – 46,30” LS
105° - 43’ – 59,60” BT

P3 : 1° - 37’ – 43,67” LS
105° - 43’ – 57,00” BT

P4 : 1° - 37’ – 44,60” LS
105° - 43’ – 56,20” BT
 Batas Wilayah Daratan

T1 : 1° - 37’ – 51,09” LS
105° - 43’ – 51,30” BT

T2 : 1° - 37’ – 51,63” LS
105° - 43’ – 53,95” BT

T3 : 1° - 37’ – 50,71” LS
105° - 43’ – 54,95” BT

T4 : 1° - 37’ – 50,57” LS
105° - 43’ – 56,40” BT

T5 : 1° - 37’ – 49,73” LS
105° - 43’ – 53,90” BT

T6 : 1° - 37’ – 48,92” LS
105° - 43’ – 54,20” BT

T7 : 1° - 37’ – 48,29” LS
105° - 43’ – 52,70” BT

T8 : 1° - 37’ – 49,54” LS
105° - 43’ – 52,00” BT

T9 : 1° - 37’ – 49,68” LS
105° - 43’ – 52,20” BT

Tabel 3.16
Fasilitas Pelabuhan Belinyu
89

No Jenis Jumlah
1 Kolam Pelabuhan 0,26 Ha
2 Tambatan Beton 101 M²
3 Dermaga Beton 1.515 M²
4 Dolphin 2 Unit
5 Lapangan Parkir 4.033 M²
6 Bak Reservoir 50 Ton
7 Terminal Penumpang 400 M²
8 Tanah 41.000 M²
9 Jalan 4.033 M²
10 Kantor 120 M²
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, 2006

P3

P4 ~
~ ~
~ ~
~ ~ ~ ~
~ ~ ~
T7 ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
~ ~ ~ ~
T6 ~ ~ ~ ~ ~
T8 ~ ~ ~ ~ P2
~ ~ ~ ~
T5
T9 ~ ~
~ ~ ~ ~
~ P1
T1 T4 ~ ~

T2

T3

Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, 2006


Gambar 3.7 Lay Out Pelabuhan Belinyu

2) Pelabuhan Muntok
Pelabuhan Muntok berada pada posisi 2° - 4’ – 11” LS dan 105° - 9’ – 3”
BT. Pelabuhan Kawasan Muntok dapat melayani kapal dengan maksimum DWT
300 ton. Panjang alur pelayaran Pelabuhan Muntok sepanjang ± 1 mil, lebar 30 M
dengan kedalaman minimum –2,10 M. LWS pada saat normal (air pasang).
Wilayah kerja Pelabuhan Muntok ditetapkan oleh Keputusan Bersama
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 1992/Nomor
20 Tahun 1992. batas lingkungan kerja Pelabuhan Muntok meliputi batas perairan
pelabuhan dan batas daratan. Luas daerah lingkungan kerja Pelabuhan Muntok
adalah 9.000 m², sedangkan luas daerah kepentingan Pelabuhan Belinyu adalah
33.000 m². Pelabuhan Muntok sebagai Pelabuhan penumpang dan barang yang
pengusahaannya di bawah pengawasan Pelabuhan Pangkal Balam. Adapun
fasilitas Pelabuhan Muntok dapat dilihat pada Tabel 3.16
90

Tabel 3.17
Fasilitas Pelabuhan Muntok

No Jenis Jumlah
1 Kolam Pelabuhan 2,3 Ha
2 Tambatan Beton 101 M²
3 Dermaga Beton 541 M²
4 Lapangan Penumpukan 440 M²
5 Gudang Penumpukan 485 M²
6 Terminal Penumpang 180 M²
7 Kade 100 M²
8 Penahan Gelombang 170 M²
9 Jalan 270 M²
10 Pintu Dam 25 M²
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, 2006
R du
P

u d
en

m u
a k
h

h
ma uk
R u dud
n
Pe
Lokasi UTARA
Kantor Bioskop
YUKA

Kantor Kantor

Kantor

Kantor

Gudang
Gudang UPT3 UPT3
Gudang UPT3

Gud ang UPT3 G ud ang UPT3


Kantor

Keluar
Lampu Merkuri

Pelabuhan Pelabuhan

Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, 2006

Gambar 3.8 LayOut Pelabuhan Muntok

C. Karakteristik Hubungan Antar Pelabuhan dengan Sumber Alam di


Bangka
Adanya pertemuan dan pengumpulan barang-barang untuk di ekspor dan di
impor, adanya penyaluran barang-barang melalui laut ke luar negeri/ke luar
daerah, adanya penimbunan barang dan sebagainya, semuanya akan menimbulkan
arus barang. Arus barang akan menimbulkan kegiatan bongkar muat barang-
barang perdagangan baik perdagangan luar negeri (antar negara) maupun
perdagangan interinsuler (antar pulau).
Kegiatan bongkar muat barang, seperti kegiatan-kegiatan usaha lainnya
bermula pada sumber alam dan berakhir pada konsumen akhir. Dalam keadaan
91

demikian, antara sumber alam dan konsumen letaknya tersebar-sebar; seperti yang
dikatakan oleh Purnomosidi Hadjisarosa selanjutnya :
Sember alam dan konsumen akhir letaknya tersebar-sebar, ada yang
dipisahkan dengan laut, seperti kepulauan Indonesia; sehingga untuk memenuhi
kebutuhan konsumen akhir sumber alam yang berupa produk primer harus di
kumpulkan dulu pada suatu tempat untuk selanjutnya dikirim kepada konsumen
akhir dengan menggunakan jasa distribusi (angkutan).
Tempat pengumpulan/pengiriman produk primer (barang muatan) dalam
kegiatan angkutan tersebut sebagai terminal atau pelabuhan. Bila melalui laut
disebut pelabuhan laut, melalui udara disebut pelabuhan udara.
Jadi jelas bahwa antara pelabuhan dengan sumber alam (daerah produksi)
ada suatu hubungan yang erat. Perkembangan pelabuhan akan tergantung pada
perkembangan sumber alamnya yang berupa produksi pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan dan manusianya yang dalam hal ini bertindak sebagai
konsumen (dalam hal ini sumber alam dan manusia/penduduk sebagai indiklator
ekonomi). Hinterland Pelabuhan asal barang dan kapal yang mempengaruhi
bongkar muat barang di Pelabuhan Pangkal Balam, meliputi semua kabupaten dan
Kota yang ada di Pulau Bangka. Perkembangan daerah pada sektor perkebunan
berpengaruh terhadap perkembangan arus kapal dan barang di Pelabuhan Pangkal
Balam.
Dari total luas daratan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yakni seluas
1.642.374 Ha, hutan produksi di Provinsi ini memiliki luas sekitar 555.015,50 Ha,
atau mencapai 34 % dari luas daratan Provinsi. Hutan produksi yang dimaksud
disisni adalah Hutan Produksi Bebas (HPB) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT),
adapun hasil utama dari hutan produksi tersebut adalah kayu bulat (batang), kayu
junjung (untuk perkebunan lada), kayu olahan dalam bentuk kayu tiang dan
papan.
Potensi hinterland di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk sektor
perkebunan, baik perkebunan swasta maupun perkebunan rakyat, memiliki luas
sekitar 194.165,46 Ha atau seluas 12 % dari luas daratan Provinsi produk
perkebunan yang dominan adalah kelapa sawit yang dipasarkan ke daerah-daerah
92

di luar pulau Bangka. Bila dibandingkan dengan jenis perkebunan lainnya seperti
lada dan karet, maka perkebunan kelapa sawit memiliki perkebunan terluas di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini, baik di Pulau Bangka seluas 51.437 Ha,
maupun di Pulau Belitung seluas 41.531,96 Ha.
Penggunaan lahan untuk pertambangan timah yang digunakan oleh PT.
Timah Tbk dan PT. Koba Tin mencapai 527.045 Ha atau 32 % dari luas datatan
Provinsi. Masing-masing jenis pertambangan saat ini membutuhkan lahan yang
sangat cukup luas untuk dilakukan eksploitasi. Luas keseluruhan penggunaan
lahan untuk pertanian adalah 7.130 Ha atau hanya sekitar 0,43 % dari luas daratan
Provinsi. Hasil dari analisis korelasi antara produksi barang di Kepulauan Bangka
Belitung dengan bongkar muat barang ekspor-impor dan interinsuler melalui
Pelabuhan Pangkal Balam menunjukan angka 0,33 yang berarti positif, bahwa jika
produksi barang di Kepulauan Bangka Belitung meningkat maka penggunaan atau
permintaan jasa pelabuhan semakin meningkat pula. Dari potensi tersebut dapat
digambarkan letak daerah dengan Pelabuhan yang ada. Untuk lebih jelasnya
mengenai potensi hinterland dengan pelabuhan terdekat dapat dilihat pada Tabel
3.18

Tabel 3.18
Potensi Hinterland Dengan Pelabuhan Terdekat di Kepulauan Bangka Belitung
Jenis Daerah Penghasil Pelabuhan
No Keterangan
Komoditi terdekat
1 Moulding Jebus dan Payung Pangkal Balam Tidak diusahakan
2 Karet, lada Kemuja, Toboali (hampir Pangkal Balam dan Hampir seluruh muat barang
di seluruh Kabupaten) Muntok dilakukan di Pelabuhan Pangkal
Balam
3 Kelapa Sawit Tempilang Kabupaten Pangkal Balam dan Diangkut melalui truk (tangki) ke
Bangka Barat Belinyu pelabuhan
4 Hasil Pangkalpinang, Tobolai, Pangkal Balam Dikirim melalui Pelabuhan Pangkal
Perikanan Sadai (Kabupaten Bangka Balam
Selatan)
5 Timah dan Jebus, Koba dan Belinyu Pangkal Balam dan Pengiriman jenis Timah biasanya
kaolin Muntok dilakukan di Pelabuhan Pangkal
Balam dan Muntok
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prop. Kep. Babel, 2006

3.8.2 Tinjauan Fisik Pelabuhan Pangkal Balam


93

Pelabuhan Pangkal Balam terletak di Pulau Bangka, Provinsi Bangka


Belitung. Hinterland pelabuhan berpotensi untuk menghasilkan produk-produk
pertambangan, pertanian, dan agroindustri. Komoditas utama adalah timah,
kaolin, pasirkuarsa, granit, karet, minyak kelapa sawit, dan lada. Bermula sebagai
pelabuhan kecil yang hanya melayani kapal motor dan perahu layar, saat ini
pelabuhan ini telah dilengkapi dengan dermaga sepanjang 324 m, fasilitas
penumpukan seluas 6.320 m2 serta terminal penumpang dengan luas 400 m2, dan
lapangan parkir seluas 4.510m2.
Secara geografis Pelabuhan Pangkal Balam dan Kawasan letaknya sangat
strategis apabila ditinjau dari pola perdagangan antar negara (Singapore,
Malaysia, Vietnam dan China) maupun antar pulau. Pelabuhan Pangkal Balam
berada pada posisi 02°.03´ - 53".11 Lintang Selatan, dan 105°-09' - 34".68 Bujur
Timur, terletak di tepi Sungai Baturusa. Pelabuhan Pangkal Balam sebagai pintu
gerbang perekonomian Bangka dan merupakan pelabuhan terbesar di Pulau
Bangka. Pelabuhan Pangkal Balam termasuk kedalam wilayah kerja PT. Pelindo
II yang berwenang menangani manajemen dan operasi pelabuhan-pelabuhan yang
terletak di Pulau Bangka. Pelabuhan lain yang berada di dalam cakupan operasi
Pelabuhan Pangkal Balam ialah Pelabuhan Muntok, Pelabuhan Sungai Selan dan
Pelabuhan Belinyu, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.9
94

Gambar 3.9
Peta Penyebaran Pelabuhan di Pulau Bangka
Diambil dari Buku 2 halaman 2-2

Pelabuhan Pangkal Balam terletak ditepi Sungai Baturusa, kedalaman alur


ambang luar terendah –2 M LWS dan sepanjang alur sungai dengan kedalaman –
5,00 sampai dengan –8,00 M LWS, untuk kedalaman kolam pelabuhan rata-rata –
2,50 M LWS pada saat air surut. Pelabuhan Kawasan Muntok kedalaman kolam
pelabuhan rata – rata –2,70 M LWS, dan alur masuk pelabuhan –2,10 MLWS,
Pelabuhan Kawasan Belinyu kedalaman kolam pelabuhan –7.00 M LWS, alur
masuk –9,00 M LWS.
Letak Pelabuhan Pangkal Balam terdapat di alur Sungai Baturusa di dalam
Kota Pangkalpinang, sebagai ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
dengan Arus pada alur pelayaran dengan kecepatan ± 1,7 knots dengan arah 115
95

(saat keadaan air surut) 1,2 knots dengan arah 300 (saat keadaan air pasang) dan
panjang alur pelayaran muara sungai Baturusa ke pelabuhan sepanjang 3,3 mil,
lebar 40 M dengan kedalaman minimum –4,2 M pada saat normal (air pasang).

Sedangkan luas daerah kerja daratan Pelabuhan Pangkal Balam ± 11,8 Ha,
selain dipergunakan oleh pihak Pelabuhan Pangkal Balam itu sendiri sebagian
lahan sisewakan kepada pihak lain sisanya masih berupa tanah kosong yang
belum di usahakan. Adapun layout Pelabuhan Pangkal Balam dapat dilihat pada
Gambar 3.10 dan Tabel 3.19

Tabel 3.19
Tata Guna Lahan Pelabuhan Pangkal Balam dan Kawasannya

Penggunaan Lahan Pangkal Balam Belinyu Muntok


Gudang 1.275 m² - 485 m²
Lapangan Penumpukan 3.540 m² - 640 m²
Lapangan Parkir 4.510m² 4.033 m²
Bak Reservoir 190 m² 50 m² 50 m²
Terminal Penumpang 480 m² 100 m² 100 m²
Tanah Status
1. HPL a) 77.780 m² 7.740 m² 9.230 m²
HPL b) 33.620 m² - -
2. Non HPL - 53.230 m² -
Jalan 800 m² 200 m² 250 m²
Kantor 456 m² 120 m² 250 m²
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, 2006
96

a
De rma
in

ga P
m

ak en um pa
ng 55m
rta

iny
Pe

D erm
ag a
M

Be ton
12 8
ea

m
an
Ar

Area
Kil

Ko n
taine
r De rma
ga Be
t on
Area 72 m

A re Kon ta De rm
aP in er aga PT
. Tim
a rk Are a ah

da g A
Are ir Kon
ta

A
aP

G u dan
iner

ng
ark

ng B
Gu
ir

g
B
Gu d an

im k ir
u
da
G

ah
. T ar
PT ea P
A re
aP

Ar
ark
R

ir
um
ah
Pe

Pe tor
Kantor

o
nd

lind
Kan
u

h
du

a
Ti m

ah
k

P T.

T im
g

P T.
dan
Gu

ng
da
Gu
r
nto
Ka

Perum
ah an
Perumahan

Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, 2006

Gambar 3.10 Lay Out Pelabuhan Pangkal Balam

Pelabuhan Pangkal Balam dan kawasan berstatus pelabuhan umum.


Pelabuhan Pangkal Balam dapat melayani kapal dengan maksimum DWT 1500
ton, Pelabuhan Kawasan Belinyu dapat melayani kapal dengan maksimum DWT
200 ton dan Pelabuhan Kawasan Muntok dapat melayani kapal dengan maksimum
DWT 300 ton. Untuk pelayanan komunikasi dalam Dinas Bergerak Pelayaran,
Stasiun Radio Pantai Pangkal Balam Radio/PKC5 standby pada frekuensi 2182,
6215 kc/s (SSB) dan Ch.16 (VHF) kelas emisi R3E/J3E dan F3E jam 0000 –
0700 GMT.
Fasilitas penumpukan (terminal) container di Pelabuhan Pangkal Balam
sudah tidak memadai. Selain itu, kondisi jalan-jalan Kota Pangkalpinang masih
status klas III yang melayani semua jenis kendaraan. Adapun fasilitas dan
peralatan Pelabuhan Pangkal Balam yang dimiliki dapat dilihat pada Tabel 3.20
97

Tabel 3.20
Daftar Fasilitas dan Peralatan Pelabuhan Pangkal Balam

No Uraian Jumlah Keterangan


1 Kolam Pelabuhan 0,37 Ha
2 Tambatan
a. Beton 324 M
b. Kayu -
3 Dermaga
a. Beton 1. 500 M²
2. 876 M²
b. Sheet pile 1. 600 M²
2. 1.360 M²
c. Trestle -
4 Gudang 1.275 M² Kapasitas 3.060 Ton
5 Lap. Penumpukan 3.540 M² Kapasitas 7.388 Ton
Kaps. 130 Mobil dan370
4.510 M²
6 Lapangan Parkir Motor
7 Bak Recervoir 150 Tons
8 Terminal Penumpang 1 unit
480 M² 480 Orang
9 Tanah status
1) HPL a) 77.780 M²
b) 33.079 M²
2) Non HPL -
10 Forklift 1 Unit 1 unit @ 3,5 Ton
11 Mobile Crane 1 Unit 1 unit @ 50 Ton
12 Jalan 800 M
13 Kantor 456 M²
14 Generator Set 35 KVA
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, 2006
98

Gambar 3.11
Peta Potensi Hinterland Dengan
Pelabuhan terdekat

3.8.3 Kondisi Fisik Alur Pelayaran


99

Panjang alur pelayaran Sungai Baturusa adalah 6 mil (11 Km) dengan lebar
40 meter serta kedalaman -3,5 meter LWS. Alur pelayaran yang memerlukan
pemeliharaan pengerukan di muara Sungai Baturusa sepanjang 2 mil (3,6 Km)
Pelabuhan Pangkal Balam pada saat ini merupakan pelabuhan utama bagi
Pulau Bangka dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam melayani
kegiatan perdagangan ekspor-impor dan kegiatan perdagangan antar pulau dan
dibandingkan pelabuhan lainnya seperti : Belinyu dan Muntok. Untuk lebih
jel;asnya mengenai kondisi fisik alur pelayaran Pelabuhan Pangkal Balam dapat
dilihat pada Gambar 3.12.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Direktorat Jendral Perhubungan
Laut telah pula menetapkan pelabuhan Pangkal Balam sebagai pelabuhan laut
yang akan dapat disinggahi kapal-kapal sampai lebih dari ukuran 2.000 DWT.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa pada hakekatnya ada beberapa hal yang
menyebabkan perhubungan melalui laut lebih menguntungkan dibandingkan
dengan perhubungan melalui udara, didalam melayani kegiatan impor ekspor
ataupun hubungan antar pulau, yaitu antara lain adalah dapat mengangkut barang
dalam jumlah yang besar dan biaya pengangkutannya lebih murah. Alur pelayaran
adalah prasaranan pengangkutan melalui air yang merupakan salah satu fasilitas
angkutan laut yang berfungsi sebagai media perantara dari atau ke pelabuhan.
Adanya suatu kenyataan dimana perkembangan dalam bidang perekonomian
suatu daerah harus diimbangi dengan peningkatan dalam bidang pengangkutan,
maka untuk mengimbangi volume arus barang yang melalui Pelabuhan Pangkal
Balam perlu adanya antisipasi dalam alur pelayaran. Seperti yang diketahui bahwa
alur pelayaran kapal-kapal menuju ke Pelabuhan Pangkal Balam melalui alur
sungai Baturusa yang mempunyai tingkat pendangkalan yang relatif tinggi,
sehingga kapal-kapal besar tidak lelusa keluar masuk Pelabuhan Pangkal Balam.
Namun hal ini telah diantisipasi oleh pihak PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia II Cabang Pangkal Balam dengan menjaga dan memelihara alur
pelayaran untuk keselamatan pelayaran degan melalui pengerukan secara berkala
dan terencana, 100% seluruh biaya harus dipikul oleh PT. (Persero) Pelabuhan
Indonesia II Cabang Pangkal Balam.
100

Gambar 3.12
Alur Pelayaran Pelabuhan Pangkal Balam
101

Masalah pengerukan ini memang sangat mendesak, apalagi saat ini kapal
yang keluar masuk ke Pelabuhan Pangkal Balam berukuran makin besar, baik
kapal antar pulau (domestik) dan ocean going (samudera) dengan angkutan
petikemasnya. Tentunya kapal-kapal tersebut membutuhkan alur pelayaran yang
memadai. Pada tahun 2007 akan dilakukan pengerukan yang ditangani oleh PT.
Pengerukan Indonesia (RUKINDO) untuk mengeruk 750.000 meter kubik lumpur
menjadi kedalaman -6 meter Lower Water Spring (LWS), membutuhkan biaya
total Rp 37,5 miliar.
Laju sedimentasi dan pendangkalan alur pelayaran di Pelabuhan Pangkal
Balam, sangat parah sehingga mengganggu arus lalu lintas kapal. Alur pelayaran
Pelabuhan Pangkal Balam setiap tahunnya secara rutin harus dikeruk karena
Pendangkalan disebabkan beberapa faktor, antara lain dikarenakan Sungai
Baturusa menerima aliran dari Sungai Rangkui dan Sungai Pedindang yang
berfungsi sebagai drainase air hujan. Kedalaman daerah muara dan daerah pantai
2 – 4 m, hal ini disebabkan oleh pengendapan dari material yang terbawa oleh
aliran Sungai Baturusa. Kondisi ini jelas sangat membahayakan bagi keselamatan
pelayaran.
Dengan pengerukan ini, diharapkan dapat menunjang kelancaran arus lalu
lintas kapal, baik penumpang, barang, maupun peti kemas. Sehingga bongkar
muat barang bisa dilakukan sesuai jadual. Sedangkan kedalaman kolam dermaga,
kini mencapai 0,3 m – 2,4 m. Dengan semakin tingginya arus kunjungan kapal
maupun barang, efisiensi fasilitas dan peralatan dengan cara optimalisasi ini
sangat penting

3.10 Analisa Pola Pergerakan dan Distribusi Aliran Barang di Pelabuhan


Pangkal Balam.
102

Pada subbab ini akan dibahas mengenai pola aliran barang dan distribusi
aliran barang pada fasilitas-fasilitas Pelabuhan Pangkal Balam. Pengamatan ini
dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai pergerakan dari
barang/komoditas yang melalui Pelabuhan Pangkal Balam dan fasilitas-
fasilitasnya.

3.101 Pola Pergerakan Barang


Barang/komoditas yang melalui Pelabuhan Pangkal Balam terbagi atas dua
yaitu aliran barang yang masuk dan aliran barang yang keluar. Aliran barang yang
masuk merupakan aliran barang yang berasal dari luar wilayah belakang
Pelabuhan Pangkal Balam. Aliran barang ini merupakan usaha pemenuhan
kebutuhan yang dilakukan akibat Kepulauan Bangka belum bisa memenuhi
kebutuhannya. Sedangkan aliran barang yang keluar merupakan aliran barang
yang berasal dari wilayah belakang Pelabuhan Pangkalpinang. Aliran barang ini
merupakan produksi yang berlebih dan lebih mempunyai nilai jual apabila
diperdagangkan ke daerah-daerah lain yang membutuhkan. Adapun untuk pola
perdagangan produksi wilayah dan pola perdagangan kebutuhan pokok dari luar
propinsi dapat dilihat pada Gambar 3.13.
Adanya pergerakan dari/ke Pelabuhan Pangkal Balam ditentukan oleh
perkembangan wilayah belakangnya dalam hal ini Kota Pangkalpinang maupun
kabupaten lainnya seperti Bangka, Bangka Barat, Bangka Tengah dan Bangka
Selatan. Dengan adanya aktivitas kota yang terus meningkat, dan pertumbuhan
penduduk yang tinggi menyebabkan kebutuhan kota juga meningkat.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya sarana angkutan laut merupakan
pilihan yang murah selain dapat mengangkut dalam jumlah besar melebihi
angkutan darat dan udara.
Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan rata-rata kunjungan kapal yang masuk
setiap tahunnya sejak tahun 2001 - 2005 yaitu sebesar 1,28 % yaitu dengan jumlah
kunjungan terbanyak menurut jenis Pelayaran Dalam Negeri atau Nusantara
sebesar 81,94 %, Pelayaran Luar Negeri atau Samudera sebesar 10,05 % dan
103

Pelayaran Lokal atau Rakyat sebesar 8,01% (Lihat Tabel Lampiran B-1). Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.14.

10,05%
8,01%
Luar Negeri
Dalam Negeri
Lokal/Rakyat

81,94%

Sumber :Pengolahan data dari Tabel Lampiran A-1

Gambar 3.14 Arus Kunjungan Kapal di Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2000 –
2005

Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa arus kunjungan kapal terbesar
yaitu Pelayaran Dalam Negeri atau Nusantara, namun dengan kondisi alur
pelayaran Sungai Batu Rusa yang sering terjadi pendangkalan akan menghambat
kapal-kapal pelayaran samudera untuk masuk ke lokasi Pelabuhan Pangkal
Balam.
104

Gambar 3.13
Peta Pola Pergerakan Aliran Barang

Dari data yang diperoleh berdasarkan in depth interview mengatakan bahwa


kapal-kapal yang berasal dari luar negeri dan berukuran besar yang tidak masuk
ke pelabuhan harus melakuakan loading point di ambang luar Muara. Jika
dibandingkan dengan volume pelayaran dalam negeri lebih besar jumlahnya
karena kebutuhan komoditas bahan lainnya berupa barang-barang kelontong. Tapi
pada intinya arus kunjungan kapal yang masuk ke Pelabuhan Pangkal Balam
setiap tahunnya mengalami peningkatan karena masih banyak komoditas yang
diperlukan masyarakat Bangka maupun hinterland belum tersedia atau dipenuhi
sendiri oleh Kota Pangkalpinang
Keterbatasan prasarana dapat menyebabkan pergerakan transportasi darat
juga terbatas, demikian pula halnya dengan transportasi udara yang memiliki daya
muat kecil dan beban biaya yang tinggi. Dengan demikian prasarana bagi kapal-
kapal yang memasukinya harus disiapkan secara memadai. Terutama bagi
fasilitas-fasilitas yang melayani barang/komoditas tersebut. Kecendrungan selama
105

kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir, memberikan indikasi bahwa perkembangan


selanjudnya bagi aliran barang yang masuk/keluar melalui Pelabuhan Pangkal
Balam masih akan berkisar diantara jenis-jenis komoditas tersebut (Tabel
Lampiran B-2 dan B-3), tetapi tidak menutup kemungkinan akan terjadi
penambahan jenis komoditas yang keluar (eksport). Hal ini akan diikuti pula
dengan peningkatan dari volume barang, seiring dengan pertumbuhan jumlah
penduduknya selaku obyek yang mengkonsumsi sekaligus memproduksi
komoditas tersebut.

Tabel 3.21
Kinerja Pelayanan Kapal Pelabuhan Pangkal Balam
Tahun
No Uraian Satuan
2001 2002 2003 2004 2005
1 TURN ROUND TIME (TRT)
A. Kapal Luar Negeri Jam 109 68 58 67 47
B. Kapal Dalam Negeri Jam 191 175 148 257 154

2 WAITING TIME (WT)


A. Kapal Luar Negeri Jam 59 35 14 41 22
B. Kapal Dalam Negeri Jam 103 98 54 174 86

3 BERTHING TIME (BT)


A. Kapal Luar Negeri Jam 50 33 44 26 25
B. Kapal Dalam Negeri Jam 88 77 94 83 68

Sumber: PT. Pelindo Cabang Pangkal Balam, 2006

Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah waktu efektif kinerja pelayanan kapal
setiap tahunnya kurang begitu efektif pada pelayanan kapal baik dalam negeri
maupun dari pelayaran antar pulau atau pelayaran rakyat. Hal ini dikarenakan oleh
penggunaan dermaga yang tidak efisien. Diharapkan kepada pihak yang terkait
mempunyai prioritas dalam melayani kapal-kapal dalam negeri terutama kapal-
kapal nelayan dari pelayaran rakyat.

3.102 Distribusi Aliran Barang


Dalam melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Pangkal Balam
penanganan untuk tiap muatannya bergantung kepada fasilitas-fasilitas yang
dimiliki oleh pelabuhan tersebut yaitu dimulai pada saat barang itu akan
106

diturunkan dari kapal pengangkutnya kemudian dibawa kegudang atau lapangan


terbuka kemudian disimpan hingga pemiliknya datang atau dikirim lagi ke
pelabuhan berikutnya (transit).
Kondisi yang terjadi di Pelabuhan Pangkal Balam, biasanya barang yang
diturunkan dari kapal langsung dibawa oleh pemiliknya tanpa melewati gudang
ataupun lapangan terbuka terlebih dahulu. Hal ini dapat dilihat dari jumlah barang
yang dibongkar atau dimuat langsung pada dermaga umum mempunyai rata-rata
pertumbuhan yang paling tinggi setiap tahunnya. Sesuai dengan data pada (Tabel
Lampiran B-4), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.15.

14%

1% Langsung
Gudang
Lapangan

85%

Sumber: PT. Pelindo Cabang Pangkal Balam

Gambar 3.15 Arus Barang Yang Melalui Gudang/Lapangan/Langsung


di Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2001 – 2005

Berdasarkan arus barang yang melalui gudang, lapangan dan langsung di


Pelabuhan Pangkal Balam dari tahun 2001 - 2005, secara keseluruhan arus barang
yang diangkut secara langsung lebih banyak dengan angka sebesar 85,87%. Arus
barang yang ditumpuk pada lapangan penumpukan menunjukan angka 14,00%
sedangkan arus barang yang masuk kegudang pada Pelabuhan Pangkal Balam
jumlahnya sangat kecil yaitu sebesar 0,13% dari jumlah barang yang di bongkar
setiap tahunnya. Untuk lebih jelasnya fluktuasi arus barang yang melalui
gudang/lapangan/langsung dapat dilihat pada Gambar 3.18, sesuai dengan data
pada (Tabel Lampiran B-4).
107

Jumlah (Ton)

1.400.000

1.200.000

1.000.000

800.000

600.000

400.000

200.000
0 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun

Langsung Gudang Lapangan

Sumber: PT. Pelindo Cabang Pangkal Balam

Gambar 3.16 Fluktuasi Arus Barang Yang Melalui Gudang/Lapangan/Langsung


di Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2001 – 2005

Proses aliran barang/komoditi yang melalui pelabuhan pangkal balam ke


wilayah belakangnya dan daerah depannya menunjukan bahwa proporsi barang
yang dibongkar muat setiap tahunnya sebesar 85% sedangkan melalui gudang 1 %
dan untuk barang yang diturunkan atau dinaikkan dari/ke kapal dibawa ke
lapangan sebesar 14%. berdasarkan wawancara dengan pihak PT. Pelabuhan
diketahui bahwa untuk pengambilan/pengiriman barang secara langsung oleh
pemiliknya akan dikenakan biaya yang jauh lebih murah dibanding bila menyewa
gudang/lapangan penumpukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
3.17 berikut ini :

Bongkar Gudang =
1%
108

Pulau
Kapal Dermaga Langsung = Bangka
85%

Lapangan =
Muat 14%

Sumber: PT. Pelindo Cabang Pangkal Balam

Keterangan :
= Arus Barang Masuk
= Arus Barang Keluar

Gambar 3.17 Proses Aliran Barang/Komoditi Yang Melalui Pelabuhan Pangkal


Balam
Ke Wilayah Belakangnya dan Daerah Depannya

Seperti yang telah disebutkan pada karakteristik wilayah, bahwa wilayah


belakang dari Pelabuhan Pangkal Balam adalah Kota Pangkalpinang dan 4
Kabupaten yaitu Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten
Bangka Barat dan Kabupaten Bangka Tengah. Dimana masing-masing wilayah ini
merupakan daerah yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pelabuhan. Wilayah
ini memanfaatkan fasilitas pelabuhan sebagai tempat keluar – masuk barang dan
sebaliknya perkembangan wilayah ini turut mempengaruhi aktivitas di pelabuhan.
Kemudian diketahui juga bahwa rata-rata pertahun volume barang yang dimuat
dengan terlebih dahulu memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut disebabkan oleh
banyaknya barang yang diangkut secara langsung tanpa melalui fasilitas
penumpukan.
Perkebunan, baik perkebunan swasta maupun perkebunan rakyat, memiliki
luas sekitar 194.165,46 Ha atau seluas 12% dari luas daratan Provinsi. Produksi
perkebunan yang dominan adalah kelapa sawit yang dipasarkan ke daerah-daerah
di luar Pulau Bangka. Bila di bandingkan dengan jenis perkebunan lainnya seperti
lada dan karet, maka perkebunan kelapa sawit memiliki perkebunan terluas di
109

Provinsi Kepulaun Bangka Belitung ini baik Pulau Bangka seluas 51.437 Ha,
maupum di Pulau Belitung seluas 41.531,96 Ha.
Penggunaan lahan untuk pertambangan timah yang digunakan oleh PT.
Timah Tbk dan PT. Kobatin mencapai 527.045 Ha atau 32% dari luas daratan
Provinsi. Masing-masing jenis pertambangan saat ini membutuhkan lahan yang
cukup luas untuk dilakukan eksploitasi, adapun luas lahan jenis pertambangan
dapat dilihat pada tabel berikut, dimana luas lahan tersebut belum termasuk
pertambangan timah rakyat. Luas keseluruhan penggunaan lahan untuk pertanian
adalah 7.130 Ha atau hanya sekitar 0,43% dari luas daratan Provinsi. Untuk Lebih
Jelasnya Asal tujuan barang berdasarkan komoditi ekspor dan negara tujuan, dapat
di lihat pada Tabel 3.22.

Tabel 3.22
Asal-Tujuan Barang Komoditi Ekspor
di Pelabuhan Pangkal Balam, Belinyu dan Muntok Tahun 2005

Jenis Komoditi
Pelabuhan Asal Tujuan
Jenis Berat (Ton)
1. Pangkal Balam Kemuja dan Kab.  Karet 26.503 Spanyol, Italia, USA,
Bangka Induk Jerman dan Rumania
Seluruh Kabupaten  Lada 9.865 Jepang, Malaysia,
yang ada di Pulau Belanda, Singapura,
Bangka Vietnam dan Francis
Kec. Tempilang, Kec.  Bijih Sawit 31.072
Malaysia,
Kelapa, Kec. Bakam,
Singapura,India,
Kec. Simpang Teritip
Pakistan dan Cina
dan Kec. Tempilang
Seluruh Kabupaten  Timah 14.762 Singapura, Korea, dan
khususnya Kec. Payung Logam Bilbao
dan Kec. Jebus
2. Belinyu Tempilang dan Kelapa  CPO 10.942 Malysia dan India
Belinyu  Kaolin 10.011 Jepang
Kab. Bangka Tengah  Lada Singapura
2.716
dan Kab Barat
3. Muntok Jebus dan Belinyu  Timah 40.047 Singapura dan Taewan
 Lada
Keterangan : Pelabuhan yang dicakup disini adalah Pelabuhan Ekspor Pulau Bangka
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, 2006

3.103 Perkembangan Volume Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Pangkal


Balam
Pada subbab ini akan dilihat perkembangan antara volume aliran barang
yang masuk (bongkar/import) dengan volume aliran barang yang keluar
110

(muat/eksport). Dengan membandingkan volume bongkar dengan volume muat,


dapat kita lihat proporsinya, sehingga kontribusi dari tiap jenis komoditas barang
yang melalui Pelabuhan Pangkal Balam dapat diketahui. Bongkar adalah
pembongkaran barang dari kapal ke darat setelah kapal itu tiba dari pelabuhan asal
dalam negeri atau luar negeri, sedangkan muat adalah pemuatan barang ke kapal
sebelum pemberangkatan kapal ke pelabuhan tujuan di dalam negeri atau luar
negeri.
Sesuai dengan data statistik dari PT. (Persero) Pelindo II Cabang Pangkal
Balam, perkembangan volume bongkar muat dalam negeri di Pelabuhan Pangkal
Balam dapat dilihat pada Gambar 3.18 dan Gambar 3.19

1.400.000
1.200.000
1.000.000
800.000
Ton
600.000
Bongkar
400.000 Muat
200.000 Total
0
2001 2002 2003 2004 2005

Bongkar 601.635 284.495 374033 611.114 1.031.321


Muat 255627 189.797 158.706 195.513 295.136
Total 857.262 474.292 532.739 806.627 1.326.457

Sumber: PT. Pelindo Cabang Pangkal Balam

Gambar 3.18 Arus Barang Berdasarkan Perdagangan antar Pulau (Dalam Negeri)
di Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2001 – 2005
111

160.000

140.000

120.000

100.000

Ton 80.000

60.000

40.000

20.000

0
2001 2002 2003 2004 2005

Import 53.693 84.331 51.380 43.027 50.996

Export 48.970 69.335 40.589 61.488 104.853

Total 102.663 153.666 91.969 104.515 155.849

Sumber: PT. Pelindo Cabang Pangkal Balam

Gambar 3.19 Arus Barang Berdasarkan Perdagangan Luar Negeri di Pelabuhan


Pangkal Balam Tahun 2001 – 2005
Berdasarkan perkembangan pada tabel diatas, secara keseluruhan volume
bongkar muat mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,76% setiap tahunnya
(Tabel lampiran B-5 dan B-6). Rata-rata setiap tahunnya bongkar antar pulau
(Dalam Negeri) memiliki volume yang lebih tinggi dari pada muat tapi sebaliknya
untuk perdagangan luar negeri (eksport/import) pertumbuhan rata-rata muat yang
memiliki volume yang lebih tinggi.

3.10 Proporsi Volume Bongkar Muat Menurut Kelompok Komoditi


Adapun karakteristik barang yang melalui Pelabuhan Pangkal Balam cukup
beraneka ragam yaitu terdiri atas berbagi jenis komoditi. Melalui pengamatan
terhadap proporsi volume untuk tiap barang atau komoditi bongkar muat yaitu
melihat sejauh mana kontribusi dari komoditi-komoditi tersebut. Dengan
demikian kemungkinan kecendrungan perkembangan masing-masing komoditi
dapat diantisipasi dengan pengembangan pada pelabuhan yang akan dilaluinya.
3.101 Proporsi Volume Bongkar
Volume bongkar ini merupakan aliran barang yang berasal dari daerah lain
dan masuk ke Pelabuhan Pangkal Balam, keadaan volume bongkar (rata-rata
112

62,79%) ini cukup besar bila dibandingkan dengan volume muatnya. Kondisi
eksisting menujukkan bahwa wilayah belakang dari Pelabuhan Pangkal Balam
belum dapat menyediakan kebutuhan-kebutuhan tersebut, sehingga seiring dengan
perkembangan dari wilayah belakangnya akan di ikuti pula dengan perkembangan
dari volume aliran barangnya. Berdasarkan data Tabel Lampiran B-2 dapat
dilihat proporsi volume bongkar dari tahun ke tahun untuk masing-masing
kelompok komoditi tersebut, yang dapat dilihat pada Gambar 3.20 berikut ini :

24% 9%

Bahan Pokok
Bahan Strategis
Bahan Lainnya

67%

Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkalbalam

Gambar 3.20 Proporsi Volume Bongkar Menurut Kelompok Komoditi


Berdasarkan hasil perbandingan menurut kelompok komoditi dari volume
barang bongkar menunjukan bahwa dari tiga komoditi yang dibongkar di
Pelabuhan Pangkal Balam, komoditi bahan strategis mempunyai persentase
sebesar 67%, kemudian komoditi bahan lainnya 24% dan komoditi bahan pokok
9%. Hasil ini menunjukan bahwa volume barang terbesar yang masuk ke
Pelabuhan Pangkal Balam adalah komoditi bahan strategis, dimana jenis-jenis
komoditas yang masuk kelompok ini masih sedikit atau tidak diproduksi di
wilayah pengaruhnya sehingga harus didatangkan dari daerah lain. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 3.23
Jenis-jenis Komoditi Bongkar (Impor) Yang Melalui
Pelabuhan Pangkal Balam

Komoditas Bongkar
Bahan Pokok Beras, terigu
Bahan Lainnya Peti kemas, besi kontruksi, kendaraan, alat berat,
spare part, timah, lain-lainnya
113

Bahan strategis Pupuk, semen, makanan ternak, bahan makanan


Sumber: BPS Kota Pangkalpinang, 2007

Tabel 3.24
Arus Barang Berdasarkan Jenis Komoditi (Bongkar/Impor) Tahun 2005

Bongkar Import
No Jenis Jenis Jumlah
AntarPulau (Ton) (Ton)
1 Beras 35.856 Beras 1.855 37.711
2 Tepung Terigu 8.797 Gula 227 9.024
3 Gula pasir 478 Aspal 1.585 2.063
4 Semen 52.660 Batubara 19.805 72.465
5 Pupuk 65.461 Lain-lain 11.397 76.858
6 Spare part 2.452 - - 2.452
7 Kendaraan 147.598 - - 147.598
8 Lain-lain 126.194 - - 126.194
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Pangkal Balam, 2006

Jenis barang antar pualu yang dibongkar di Pelabuhan Pangkal Balam yang
menonjol terutama bahan pokok, barang strategis dan lainnya seperti beras, gula
pasir, pupuk, semen, dan Kendaraan sedangkan pelabuhan asal terutama dari
Sunda Kelapa, Palembang, Kalimantan, dll.
Untuk tempat pembongkaran barang import pada umumnya dilaksanakan di
pelabuhan atau di dermaga PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Pangkal
Balam. Sedangkan tempat pembongkaran barang antar pulau sebagian besar
dilaksanakan didermaga PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Pangkal
Balam, khususnya untuk kapal-kapal pelayaran rakyat sebagian besar dibongkar
di pelabuhan perahu dan sebagian lagi didermaga yang dikelola oleh pihak swasta,
mengingat fasilitas dermaga pelabuhan perahu yang tidak memadai lagi.

3.102 Proporsi Volume Muat


Jenis komoditi yang dimuat di Pelabuhan Pangkal Balam merupakan
komoditi yang diproduksi di wilayah pengaruhnya. Bila dilihat pada data table
volume muat mencapai puncaknya pada tahun 2001 (Tabel Lampiran B-3) yaitu
sebesar 255.627 ton. Volume muat setiap tahunnya dari tahun 2001 – 2004
114

mengalami penurunan, hal ini dikarenakan banyak faktor salah satunya semakin
berkurangnya produksi hasil tambang di Bangka.
Selain itu kondisi geografis yang tidak memungkinkan ikut mempengaruhi
pola pergerakan aliran barang itu sendiri, keterbatasan dari prasarana darat dan
udara menyebabkan untuk jangka waktu saat ini dan akan datang, hasil-hasil
produksi yang berasal dari wilayah belakang dalam pemasaranya menggunakan
sarana angkutan kapal mengingat ongkos yang relative murah dan daya muat yang
lebih besar.
Berikut ini dapat kita lihat proporsi menurut kelompok komoditi yang
dimuat di Pelabuhan Pangkal Balam

32%

Non migas
Bahan Lainnya

68%

Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkalbalam

Gambar 3.21 Proporsi Volume Muat Menurut Kelompok Komoditi

Berdasarkan hasil perbandingan menurut kelompok komoditi dari volume


barang menunjukkan bahwa dari lima komoditi yang dimuat di Pelabuhan
Pangkal Balam, komoditi bahan lainnya mempunyai presentase sebesar 68%
kemudian komoditi non migas sebesar 32 %. untuk lebih jelasnya mengenai arus
barang berdasarkan jenis komoditi dapat dilihat pada Tabel 3.25

Tabel 3.25
Arus Barang Berdasarkan Jenis Komoditi
(Muat/ Eksport) Tahun 2004

Muat Ekspor
No Jenis Jenis Jumlah
Antar Pulau (Ton) (Ton)
115

1 Pasir kwarsa 8.426 Timah 22.645 31.071


2 Timah 86 Karet 471 557
3 Karet 8.395 Minyak sawit 26.503 34.898
4 Minyak sawit 47.320 Lada 1.378 48.698
5 Palm kernel oil 16.506 Lainnya 10.491 26.997
6 Lada 7 - - -
7 Lainnya 89.277 - - -
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Pangkal Balam, 2006

Tempat pengapalan komoditi ekspor disamping dilaksanakan didalam


pelabuhan juga, untuk kapal yang berukuran besar lebih dari 5000 DWT
dilaksanakan diambang luar muara, dimana komoditi tersebut diangkut dengan
tongkang dari lokasi pabrik melalui alur pelayaran muara menuju ambang luar.
Sedangkan mengenai tempat pengapalan atau muat barang-barang yang akan
diantar pulaukan pada umumnya dilaksanakan diluar pelabuhan yaitu dilokasi
pabrik barang.
Jenis barang yang menonjol yang diantar pulaukan dari Pangkal Balam
adalah masih didominasi oleh timah, karet, lada dan saat ini mulai meningkatnya
ekspor CPO dari hasil perkebunan kelapa sawit yang ada di Pulau Bangka dan
CPO - CPO yang berasal dari berbagai daerah seperti Belitung, Sumatera,
Kalimantan dengan pelabuhan tujuan Sunda Kelapa, Tanjung Priok, Semarang,
Cirebon dan Surabaya. Dalam hal ini indikator input yang digunakan dalam
menentukan asal – tujuan barang antar pulau yaitu berdasarkan jumlah aliran
barang yang masuk dan keluar Pelabuhan Pangkal Balam, jalur pelayaran,
kedatangan kapal, dan jumlah perusahaan/pelabuhan yang melalui Pelabuhan
Pangkal Balam.
116

BAB IV
EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN

Adanya pergerakan aliran barang dari daerah melalui pelabuhan laut


mencerminkan kemampuan daerah tersebut dalam memanfaatkan fasilitas
pelabuhan, sedangkan pergerakan aliran barang dari pelabuhan ke daerah
pengaruhnya menunjukan luas pengaruh atau luas jangkauan pelayanan pelabuhan
tersebut (Kramadibrata, 1985 : 45).
Kebutuhan untuk mengevaluasi Pelabuhan Pangkal Balam antara lain
disebabkan oleh adanya peningkatan kebutuhan jasa angkutan laut terutama
petikemas sebagai akibat adanya pertumbuhan yang pesat di wilayah
pelayanannya. Usaha peningkatan produksi pertambangan, pertanian, dan
agroindustri. Terutama produksi CPO, Bahan Makanan, rempah-rempah, bahan
bangunan, spare part kendaraan bermotor, pupuk, karet, timah yang terus
berkembang pesat. Dalam hal ini Pelabuhan Pangkal Balam merupakan prasarana
yang akan dimanfaatkan fasilitasnya.
Keberadaan pelabuhan Pangkal Balam sendiri sebagai pusat koleksi dan
distribusi barang bagi perkembangan Kota Pangkalpinang khususnya dan Bangka
pada umumnya maupun daerah pelayanannya menyebabkan Pelabuhan Pangkal
Balam memiliki posisi sentral dalam peranannya untuk menunjang pertumbuhan
117

wilayah. Oleh karena itu analisa yang dilakukan dalam studi ini akan memberikan
gambaran pelayanan yang telah diberikan oleh Pelabuhan Pangkal Balam dalam
menangani bongkar muat, sehingga dimasa yang akan datang fasilitas-fasilitas
pelabuhan dapat lebih siap menampung aliran volume barang yang akan
melaluinya.
Adapun indikator yang akan digunakan untuk menjelaskan kinerja tersebut
pada bab ini adalah dengan memberikan hasil pengamatan terhadap alur pelayaran
Pelabuhan Pangkal Balam, pengamatan terhadap bongkar muat, pengamatan
terhadap kinerja pelabuhan dan menganalisis kebutuhan fasilitas berdasarkan
sekenario perkembangan yang ditentukan.
Kondisi eksisting Pelabuhan Pangkal Balam dan pelabuhan lainnya di Pulau
Bangka memiliki karakteristik potensi dan masalah yang berbeda. Untuk melihat
potensi dan masalah masing-masing pelabuhan di Pulau Bangka dapat dilihat pada
Tabel 4.1

Tabel 4.1
Potensi dan Masalah Tiap Pelabuhan di Bangka

No Pelabuhan Potensi Masalah


1 Pangkal Balam  Memperlancar  Tidak adanya
kegiatan ekonomi Kota Depo peti kemas untuk
Pangkalpinang dan Pulau memperlancar arus keluar
Bangka masuk barang
 Meningkatkan  Kapasitas
APBD Kota Pangkalpinang infrastruktur jalan yang
 Memcu kegiatan kurang memadai di luar area
Home Industri (Industri Hilir) pelabuhan, lebar jalan hanya
 Penambahan 7 meter sehingga aksebilitas
fasilitas pelabuhan berupa mobil container sering
Gantry Craine pada tahun terhambat
2004  Alat bongkar
 Perluasan muat peti kemas yang sudah
lapangan penumpukan ex.PT tua
Aspalindo seluas 5.000 m²  Lahan
pelabuhan yang semakin
sempit untuk penumpukan
barang karena berada
ditengah kota
 Kurangnya
penataan lingkungan seperti
118

sampah

2 Muntok  Daerah Muntok - Kondisi kolam pelabuhan


jaraknya dekat dengan yang semakin mendangkal
Palembang sehingga akibat proses sedimentasi
Pelabuhan ini dijadikan merupakan salah satu faktor
Pelabuhan Penumpang. Dan yang membuat Pelabuhan
Pelabuhan Muntok lebih Muntok semakin surut
diusahakan sebagai Pelabuhan karena kapal-kapal besar
penumpang. tidak lagi bisa mendekat ke
pelabuhan.

4 Belinyu - Komoditi utama - Kurang


Belinyu yaitu Timah dan memadainya fasilitas
Kaolin bongkar muat barang.
- Pelabuhan
Belinyu dapat dikembangkan
Karena kedalaman pelabuhan
yang cukup dalam, jadi kapal
sebesar apapun bisa masuk
kepelabuhannya

Sumber : Hasil Observasi lapangan, 2006

3.10 Indikator Kinerja Pelabuhan


Salah satu pendekatan yang lazim digunakan untuk mengetahui seberapa
baik suatu pelabuhan dapat memberikan jasa-jasa pelayanan pelabuhan yang
bermutu kepada pelanggan adalah dengan mengetahui indikator kinerja pelabuhan
tersebut. Apabila kinerja pelabuhan membaik, dapat dikatakan bahwa pelabuhan
yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang baik pula kepada para
pelanggannya, demikian pula sebaliknya (Pengoperasian Pelabuhan, 2000 :52).
119

Indikator yang akan digunakan terkait dengan tujuan studi ini, adalah
indikator Output dan Indikator Utilisasi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 4.1 :

3.101 Indikator Output


Indikator output merupakan indikator yang erat kaitannya dengan informasi
besarnya throughput lalu-lintas (daya lalu) barang yang melalui suatu peralatan
atau fasilitas pelabuhan dalam periode waktu tertentu. Indikator output ini
ditentukan dengan mengukur daya lalu barang yang melewati dermaga, gudang
dan lapangan penumpukan.

Gudang
Lapangan
Terbuka
Sarana
Angkutan
Laut

BOR (Indikator Utilisasi) SOR/OSOR (Indikator Utilisasi)


BTP (Indikator Output) STP/OSTP (Indikator output)

Gambar 4.1 Indikator Kinerja Pelabuhan

A. Daya Lalu Dermaga / Berth Troughput (BTP)


Berth output yang lazim disebut berth troughput (BTP) atau daya lalu
dermaga/tambatan adalah jumlah ton barang dalam satu periode (tahun) yang
melewati tiap meter panjang dermaga/tambatan yang tersedia.

BTP = Jumlah bongkar muat melalui dermaga


BTP = Jumlah bongkar muat melalui dermaga
Panjang dermaga
Panjang dermaga

GJ)÷÷BB
Berth
BerthTroughput
Troughput==(HK
(HKxxBO
BOxxJK
JKxxGGxxGJ)
120

Dimana :
HK = Jumlah hari kerja setahun (330 hari),
BO = Berth occupancy factor setiap tahunnya (0,60)
JK = Jumlah jam kerja sehari (12 jam),
G = Jumlah gang (kelompok buruh = 7 gang),
GJ = Kapasitas bongkar muat rata-rata 18 ton/gang/jam,
B = Panjang dermaga (256 meter)

Maka di peroleh perkembangan nilai BTP sedangkan hasil perhitungannya


dapat dilihat pada Tabel Lampiran C-1, yaitu :
(Ton/m)

3.000,00
2.500,00 1.979,00
1.810,08
2.000,00 2.450,00
2.248,00
1.500,00 BTP
0 1.825,00
1.000,00
500,00
0,00
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun

Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkalbalam 2006

Gambar 4.2 Perkembangan BTP Di Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2001 – 2005

Berdasarkan grafik perkembangan BTP diatas menunjukan bahwa daya lalu


dermaga/Berth Troughput (BTP) Pelabuhan Pangkal Balam, dilihat dari selang
waktu lima tahun mengalami perkembangan yang beragam. Pada tahun 2001-
2002 terjadi penurunan daya lalu dermaga dari 2.248,00 ton/m menjadi 1.810,08
ton/m. Penurunan arus kunjungan kapal ke Pelabuhan Pangkal Balam ini dengan
sendirinya akan mempengaruhi aktivitas dan kinerja pelabuhannya, terutama
terhadap tingkat pelayanan pelabuhan yang terkait dengan penggunaan
dermaganya yang merupakan salah satu indikator untuk mengetahui cukup
tidaknya kebutuhan fasilitas pelabuhan tersebut, sebab dengan semakin
121

menurunnya angka perbandingan penggunaan dermaga (BTP) akan


mengindikasikan bahwa frekuensi bongkar muat yang berlangsung di pelabuhan
tersebut. Namun pada tahun 2003 dan 2004 mengalami peningkatan namun
besarnya peningkatan tersebut tidak sebesar pada tahun 2001. dengan peningkatan
daya lalu dermaga pada tahun 2005 sebesar 2.450,00 ton/m. Berdasarkan standar
optimum yang di tetapkan oleh Ditjen Perhubungan Laut untuk mengembangkan
suatu pelabuhan (lihat Tabel Lampiran D-1), BTP pada Pelabuhan Pangkal
Balam dilihat dari tahun 2001 – 2005 telah melewati standar optimum BTP 1.000
ton/m, sehingga daya lalu dermaga mengalami titik jenuh dan sudah harus
menambahkan fasilitas lagi yaitu perpanjangan dermaga.

B. Daya Lalu Gudang / Shed Troughput (STP)


Daya lalu gudang penumpukan (Shed Throughput/STP) atau daya lalu
gudang penumpukan adalah jumlah ton barang dalam waktu tertentu yang
melewati tiap meter persegi luas efektif gudang. Luas Efektif Gudang Lini I dan II
merupakan luas gudang yang benar-benar digunakan sebagai tempat penumpukan
akibat adanya ruang yang hilang akibat penumpukan dan kebutuhan peralatan di
dalam gudang serta lalu lintas pergerakan barang maupun orang.

STP = Jumlah barang yang masuk gudang dalam periode tertentu


STP = Jumlah barang yang masuk gudang dalam periode tertentu
Luas efektif gudang
Luas efektif gudang

Berdasarkan pendekatan dan dengan diketahuinya jumlah volume barang


yang memasuki gudang (Lihat Tabel Lampiran C-2), maka perkembangan nilai
STP dapat dilihat pada gambar berikut :
122

(Ton/m) 2,5
1,94
2
1,35
1,5
STP
1 0,79

0,16 0,25
0,5

0
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun

Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkalbalam 2006

Gambar 4.3 Perkembangan STP Di Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2001 – 2005

Berdasarkan grafik perkembangan STP diatas menunjukan bahwa daya lalu


Gudang/Shed Troughput (STP) Pelabuhan Pangkal Balam, indikasi ini dipakai
untuk mengetahui besar kecilnya aktivitas bongkar muat barang yang berlangsung
di Pelabuhan Pangkal Balam. Perbandingan dari tahun 2001 dengan tahun 2005
terjadi penambahan atau kenaikan secara perlahan sebesar 0,59 ton/m², diketahui
pada tahun 2001 STP Pelabuhan Pangkal Balam 1,35 ton/m²/tahun dan pada tahun
2005 terjadi kenaikan hingga menjadi 1,94 ton/m²/tahun. Namun STP Pelabuhan
Pangkal Balam pada tahun 2002 terjadi penurunan menjadi 0,16 ton/m²/tahun,
dikarenakan adanya penurunan pada jumlah bongkar muat pada tahun tersebut.
Dari angka STP dalam selang lima tahun tersebut mengindikasikan bahwa
Pelabuhan Pangkal Balam, masih di bawah standar kebutuhan fasilitas pelayanan
pelabuhan yang di tetapkan oleh Ditjen Perhubungan Laut untuk mengembangkan
suatu pelabuhan (lihat Tabel Lampiran C-1).

C. Daya Lalu Lapangan Penumpukan / Open Storage Troughput (OSTP)


Daya lalu lapangan penumpukan (open storage trought put) atau daya lalu
lapangan Penumpukan (OSTP) adalah jumlah ton barang dalam waktu tertentu
yang melewati tiap meter persegi luas efektif lapangan.

OSTP = Jumlah barang yang masuk gudang dalam periode tertentu


OSTP = Jumlah barang yang masuk gudang dalam periode tertentu
Luas efektif lapangan penumpukan
Luas efektif lapangan penumpukan
123

Luas efektif lapangan penumpukan yang di miliki pelabuhan tersebut (Lihat


Tabel Lampiran C-3), maka perkembangannya dapat dilihat pada gambar
berikut:
(Ton/m)

120
100
103,05
80

60 47,75 OSTP
40
13,54
20 4,80 2,47
0
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun

Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkalbalam 2006

Gambar 4.4 Perkembangan OSTP Di Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2001 – 2005
Berdasarkan grafik perkembangan OSTP diatas menunjukan bahwa daya
lalu lapangan penumpukan/Open Storage Troughput (OSTP) perbandingan dari
tahun 2001 dengan tahun 2005 terjadi penambahan atau kenaikan yang cukup
pesat sebesar 98,25 ton/m², diketahui pada tahun 2001 OSTP Pelabuhan Pangkal
Balam 1,35 ton/m²/tahun dan pada tahun 2005 terjadi kenaikan hingga menjadi
1,94 ton/m²/tahun. Namun seperti daya lalu dermaga dan daya lalu gudang OSTP
atau daya lalu lapangan penumpukan Pelabuhan Pangkal Balam pada tahun 2002
juga mengalami penurunan yaitu 2,47 ton/m²/tahun, dikarenakan adanya
penurunan pada jumlah bongkar muat pada Pelabuhan Pangkal Balam. Namun
pada tahun 2003-2005 terjadi kenaikan arus barang yang melalui Pelabuhan
Pangkal Balam, mengindikasikan bahwa telah melampaui standar kebutuhan
fasilitas pelayanan pelabuhan yang di tetapkan oleh Ditjen Perhubungan Laut
untuk mengembangkan suatu pelabuhan (lihat Tabel Lampiran D-1). Oleh
karena itu, Pelabuhan Pangkkal Balam dalam pendayagunaan lapangan
penumpukan perlu mendapat prioritas perluasan dalam upaya peningkatan fungsi
pelabuhan.
124

3.102 Indikator Utilisasi


Indikator utilisasi merupakan indikator yang dipakai untuk mengukur sejauh
mana fasilitas dermaga, gudang dan lapangan penumpukan dimanfaatkan secara
intensif. Lebih jelasnya dapat kita lihat berikut ini:
A. Tingkat Pemakaian Dermaga / Berth Occupancy Ratio (BOR)
Tingkat pemakaian dermaga adalah perbandingan antara jumlah waktu
pemakaian tiap dermaga yang tersedia dengan jumlah waktu yang tersedia selama
satu periode (tahun) yang dinyatakan dalam persentase. Sesuai dengan kondisi
dermaga, maka dapat dilihat perkembangan nilai BOR berdasarkan data yang
diperoleh sebagai berikut (lihat Tabel Lampiran C-4) :

BOR = (Panjang kapal + 5M) x jam bertambat x 100%


BOR = (Panjang kapal + 5M) x jam bertambat x 100%
Panjang tambatan tersedia x 24 jam x hari kalender
Panjang tambatan tersedia x 24 jam x hari kalender

Untuk perkembangan BOR menunjukan bahwa tingkat pemakaian


dermaga/Berth Occupancy Ratio (BOR) perbandingan dari tahun 2001 dengan
tahun 2005 terjadi penambahan juga terjadi penurunan. Penurunan tingkat
pemakaian dermaga Pelabuhan Pangkal Balam terjadi pada tahun 2003 sebesar
98,4% dan tahun 2005 sebesar 98,4% setelah terjadi kenaikan sebesar 99,0% pada
tahun 2004. Penurunan BOR Pelabuhan Pangkal Balam dikarenakan adanya
penurunan arus kunjungan kapal ke Pelabuhan Pangkal Balam ini disebabkan oleh
salah stu faktor yaitu terjadinya pendangkalan pada alur pelayaran di Pelabuhan
Pangkal Balam yang disebabkan oleh sedimentasi. Dan tentunya akan
mempengaruhi aktivitas dan kinerja pelabuhannya, terutama terhadap tingkat
pelayanan pelabuhan yang terkait dengan penggunaan dermaganya yang
merupakan salah satu indikator untuk mengetahui cukup tidaknya kebutuhan
fasilitas pelabuhan tersebut, sebab dengan semakin menurunnya angka
perbandingan penggunaan dermaga (BTP) akan mengindikasikan bahwa frekuensi
bongkar muat yang berlangsung di pelabuhan tersebut. Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap indikator kinerja pelabuhan yaitu pada indikator utilisasi
diperoleh hasil bahwa nilai BOR dari tahun 2001 – 2005 yang telah melewati
angka standar optimum BOR 70%. Kapasitas Pelabuhan Pangkal Balam dengan
125

angka penggunaan dermaga rata-rata sebesar 98,48% telah melewati standar suatu
dermaga berfungsi optimum. Kapasitas dermaga tetap dengan penggunaan yang
makin meningkat akan menyebabkan waktu standar kapal menjadi lebih panjang
dalam melakukan kegiatan bongkar muat, pada akhirnya akan menyebabkan biaya
kapal meningkat sehingga biaya transportasi juga meningkat. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

99,2
99
98,8
98,5 99,02
98,6
(%)

98,4 BOR
98,2
98,4 98,49
98
97,8 98,17
97,6
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun

Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkalbalam 2006

Gambar 4.5 Perkembangan BOR (%) Di Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2001–
2005

B. Tingkat Pemakaian Gudang / Shed Occupancy Ratio (SOR)


Tingkat pemakaian gudang penumpukan adalah perbandingan antara jumlah
pemakaian ruangan gudang penumpukan dengan kapasitas penumpukan yang
tersedia. Nilai SOR merupakan persentase jumlah ton barang dalam gudang
terhadap kapasitas gudang. Berdasarkan data-data pelabuhan yang ada diperoleh
nilai dari SOR sebagai berikut ini (Tabel Lampiran C-5) :

SOR = Ton/M3 x hari x jam bertambat x 100%


SOR = Ton/M3 x hari x jam bertambat x 100%
Ton /M3 kapasitas gudang x hari dalam 1 bulan/tahun n
Ton /M3 kapasitas gudang x hari dalam 1 bulan/tahun n

Perkembangan SOR menunjukan bahwa tingkat pemakaian Gudang/Shed


Occupancy Ratio (SOR) perbandingan dari tahun 2001 dengan tahun 2005 terjadi
penambahan yang cukup pesat pada tahun 2005. Peningkatan SOR tahun 2005
126

sebesar 3,49% dari 1,12% pada tahun 2004. namun pada tahun 2002 terjadinya
penurunan jumlah arus barang yang melalui Pelabuhan Pangkal Balam,
disebabkan adanya penurunan hasil potensi daerah hinterland di Pulau Bangka.
Namun dengan perkembangan SOR dalam kurun waktu lima tahun menunjukan
performa yang masih baik, karena masih dibawah batas standar kebutuhan
fasilitas pelayanan pelabuhan yang di tetapkan oleh Ditjen Perhubungan Laut
untuk mengembangkan suatu pelabuhan. Hal ini disebab banyak barang yang
dibongkar/dimuat pada Pelabuhan Pangkal Balam diangkut secara langsung tanpa
melalui/disimpan di gudang terlebih dahulu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada grafik dibawah ini.

4
3,5
3 3,49
2,5 2,12
(%)

2 SOR
1,5
0,99 1,10 1,12
1
0,5
0
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun

Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkalbalam 2006

Gambar 4.6 Perkembangan SOR (%) Di Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2001–
2005

C. Tingkat Pemakaian Lapangan Terbuka / Open Storage Occupancy Ratio


(OSOR)
Tingkat pemakaian lapangan terbuka adalah perbandingan antara jumlah
pemakaian ruang lapangan penumpukan dengan kapasitas penumpukan yang
tersedia, dinyatakan dalam persen. Berdasarkan data-data pelabuhan yang ada
(lihat Tabel Lampiran C-6), diperoleh nilai OSOR yang terdiri dari atas dua
yaitu pemakaian lapangan penumpukan barang-barang konvensional dan barang-
barang petikemas sebagai berikut :

OSOR = Ton / M3 x hari x jam bertambat x


OSOR = Ton / M3 x hari x jam bertambat x
100%
100%
Ton / M3 kapasitas lapangan x hari dalam 1 bulan/tahun n
Ton / M3 kapasitas lapangan x hari dalam 1 bulan/tahun n
127

Berdasarkan grafik perkembangan OSOR dibawah ini menunjukan bahwa

tingkat pemakaian lapangan penumpukan/Open Storage Occupancy Ratio


(OSOR) perbandingan dari tahun 2001 dengan tahun 2005 terjadi penambahan
yang cukup pesat. Peningkatan OSOR tahun 2005 sebesar 10,2% dari tingkat
pemakaian lapangan penumpukan pada tahun 2001 sebesar 2,61%. Dengan nilai
OSOR pada Pelabuhan Pangkal Balam dilihat dari tahun 2001 – 2005 yang
menunjukan angka semakin meningkat, sehingga tingkat pemakaian lapangan
penumpukan mengalami titik jenuh dan sudah harus menambahkan fasilitas lagi
yaitu perluasan lapangan penumpukan. Sehingga pada tahun-tahun berikutnya
Pelabuhan Pangkal Balam bisa memberikan performa yang baik. Untuk lebih
jelasnya tingkat pemakaian lapangan penumpukan (OSOR) dapat dilihat pada
grafik dibawah ini.

12

10
10,26
8

6 OSOR
(%)

5,08
4 2,61 2,12 2,55
2

0
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun

Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkalbalam 2006

Gambar 4.7 Perkembangan OSOR (%) Lapanggan Penumpukan Barang-barang


Konvensional Di Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2001 – 2005

3.103 Kesimpulan Indikator Kinerja Pelabuhan Pangkal Balam


Dari subbab diatas telah dihasilkan perhitungan indikator kinerja Pelabuhan
Pangkal Balam baik indikator Output mau pun indikator Utilisasi. Dimana
indikator kinerja pelabuhan digunakan untuk mengetahui seberapa baik suatu
pelabuhan dapat memberikan jasa-jasa pelayanan pelabuhan yang bermutu kepada
pelanggan adalah dengan mengetahui indikator kinerja pelabuhan tersebut.
128

Apabila kinerja pelabuhan membaik, dapat dikatakan bahwa pelabuhan yang


bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang baik pula kepada para
pelanggannya, demikian pula sebaliknya. Untuk lebih jelasnya utilisasi fasilitas
Pelabuhan Pangkal Balam dan angka rata-rata selang lima tahun terakhir. Dimana
untuk pemakaian dan daya lalu dermaga angka rata-rata perbandingan
penggunaan (BOR) dan penggunaan dermaga BTP Pelabuhan Pangkal Balam
yaitu sebesar 98,51% dan 2.062,41 ton/m²/tahun, akan mengindikasikan bahwa
frekuensi bongkar muat yang berlangsung di pelabuhan tersebut relatif besar
sehingga fasilitas dermaganya dianggap sudah tidak mencukupi dalam melayani
untuk kapal-kapal yang bertambat dalam melakukan aktivitas bongkar muat
tersebut. Dengan kata lain , angka rata-rata Bor dan BTP Pelabuhan Pangkal
Balam telah melebihi batas standar kebutuhan fasilitas pelayanan pelabuhan.
Untuk pemakaian dan daya lalu gudang angka rata-rata SOR dan STP Pelabuhan
Pangkal Balam yaitu sebesar 1,76% dan 6,93 ton/m²/tahun. Sedangkan pemakaian
dan daya lalu lapangan penumpukan angka rata-rata OSOR dan OSTP Pelabuhan
Pangkal Balam yaitu sebesar 4,52% dan 11,23 ton/m²/tahun. Nilai rata-rat
penggunaan gudang dan lapangan penumpukan, belum melampaui standar
kebutuhan fasilitas pelayaanan pelabuhan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 4.2 dibawah ini.
Untuk lebih jelasnya mengenai standar kebutuhan fasilitas pelayanan
pelabuhan dipersyaratkan oleh bagian Perencanaan Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut untuk mengembangkan suatu pelabuhan (lihat Tabel
Lampiran D-1). Sehubungan dengan hal tersebut, maka akan didapatkan
kesimpulan/penilaian terhadap indikator kinerja Pelabuhan Pangkal Balam dapat
seperti yang digambarkan pada Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.2
Utilisasi Fasilitas Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2001-2005
129

Tahun
Uraian Satuan Rata-rata
2001 2002 2003 2004 2005
1. Dermaga
- BOR % 98,17 98,50 98,40 99,02 98,49 98,51
- BTP Ton/m² 2.248,00 1.810,08 1.825,00 1.979,00 2.450,00 2.062,41
2. Gudang
- SOR % 2,12 0,99 1,10 1,12 3,49 1,76
- STP Ton/m² 9,66 0,46 1,25 2,25 21,05 6,93
3. Lapangan Penumpukan
- OSOR % 2,61 2,12 2,55 5,08 10,26 4,52
- OSTP Ton/m² 15,05 3,72 4,15 2,01 31,22 11,23
Sumber : Hasil Analisi 2007

Tabel 4.3
Kesimpulan Kinerja Pelabuhan Pangkal Balam

No Indikator Kinerja Kesimpulan


1 Output
- BTP - Dari angka rata-rata kinerja output BTP 2.062,41
ton/m²/tahun, telah melewati standar yang di berikan.

- STP - Dari angka rata-rata kinerja output STP 6,93 ton/m²/tahun,


masih dibawah rentang rata-rata standar yaitu 15
ton/m²/tahun.
- OSTP - untuk angka rata-rata OSTP juga sama dengan STP masih di
bawah standar

2 Utilisasi
- BOR - Angka BOR pada tahun 2005 adalah 98,49%, berarti telah
melewati suatu standar optimum dengan angka standar 65%.
Dan hal ini menunjukan waktu sandar kapal menjadi lebih
panjang dalam melakukan kegiatan bongkar-muat, seehingga
akan menyebabkan biaya transportasi juga meningkat.

- SOR - Untuk nilai SOR setiap tahunnya mengalami


peningkatan,pada tahun 2005 mencapai 3,49%. Namun
walau demikian sejak tahun 2005 menunjukan kinerja
semakin membaik, sehingga memerlukan penambahan
kembali untuk dapat tetap menampung perkembangan arus
barang yang terjadi.

- OSOR - Demikian juga hal nya dengan nilai OSOR yang terus
mengalami peningkatan, pada tahun 2005 mencapai 10,26%.

Sumber : Hasil Analisi 2007


130

3.10 Analisis Daya Tampung Fasilitas Pelabuhan Pangkal Balam


Untuk mengukur tingkat pelayanan fasilitas (Level Of Service = LOS) dari
Pelabuhan Pangkal Balam, yaitu dengan perbandingan antara jumlah
bongkar/muat barang dengan daya tampung fasilitas pelabuhan, merupakan salah
satu indikator untuk mengukur tingkat pelayanan suatu pelabuhan dalam hal ini
untuk fasilitas dermaga, gudang tertutup dan lapangan terbuka.
Dalam menilai kemampuan dari pelayanan yang diberikan oleh masing-
masing fasilitasnya maka cara yang digunakan disini adalah dengan
membandingkan kapasitas fasilitas pelabuhan yang tersedia (supply) dengan
volume bongkar muat barang yang ada (demand). Dalam hal ini untuk fasilitas
dermaga, gudang tertutup dan lapangan terbuka. Kapasitas yang kurang memadai
akan menyebabkan pelayanan yang diberikan oleh pelabuhan menjadi tidak
efisien dan efektif (Odo, Tesis ITB, 2001 : 56).
Analisis tingkat pelayanan fasilitas dermaga, gudang dan lapangan
penumpukan dilakukan dengan melihat kemampuan fasilitas-fasilitas tersebut
menampung volume barang yang melaluinya dalam setiap tahun dari tahun 2001
sampai dengan tahun 2005. Kapasitas yang memadai dari fasilitas tersebut akan
berpengaruh pada tingkat pelayanan yang diberikan oleh pelabuhan. Untuk itu
perlu dilakukan kemungkinan-kemungkinan naiknya permintaan terhadap jasa
pelabuhan dengan mengamati karakteristik kenaikan volume barang yang terjadi
selama ini (Lihat Tabel Lampiran B-5).
Dengan demikian maka pendekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat
pelayanan fasilitas di pelabuhan Pangkal Balam adalah sebagai berikut :
 Untuk perhitungan LOS dermaga menggunakan pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut :
 Tinggi penumpukan barang di dermaga adalah 1 meter
 Kebutuhan ruang dalam meter kubik untuk suatu jenis barang tiap
yang digunakan di Pelabuhan Pangkal Balam adalah 2 m³/ton
(Kramadibrata, 2002 : 419)
 Untuk masa kerja yang dimiliki selama setahun adalah 330 hari.
 Untuk perhitungan LOS gudang digunakan asumsi-asumsi sebagi berikut :
131

 Tinggi penumpukan barang di gudang sebesar 2,5 meter untuk


gudang konvensional dan peti kemas (Countainer)
 Asaumsi kebutuhan ruang untuk tiap ton adalah 2 m³/ton
 Luas gudang akan melayani 60% dari total volume, sisanya
dianggap akan diangkut langsung
 Waktu penumpukan adalah 7 hari (Dirjen Perhubungan Laut,
2000 : 43).
 Sedangkan perhitungan yang digunakan untuk perhitungan LOS lapangan
penumpukan menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut :
 Lama penumpukan adalah 7 hari
 Tinggi penumpukan di lapangan terbuka adalah 3 meter
 Lapangan penumpukan harus dapat melayani volume yang
diperhitungkan adalah volume barang yang melalui lapangan
penumpukan
 Kebutuhan ruang dalam meter kubik untuk satu jenis barang tiap
ton adalah sebesar 2 m³/ton
 Luas lapangan yang digunakan untuk penumpukan adalah luas
efektifnya

Maka berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut diperoleh daya tampung


dari masing-masing fasilitas tersebut pada tabel perhitungan berikut ini :

Tabel 4.4
Perhitungan Daya Tampung
Fasilitas Dermaga, Gudang dan Lapangan Penumpukan

Fasilitas Daya Tampung


Dermaga Luas = 5.212 m²
Daya Tampung (volume) = 5.212 x 0,5 = 2.606 m³
 2.606 m³ ÷ 1,35 m³/ton = 1.930 ton
Gudang Luas Efektif = 1.760 m²
Daya Tampung (volume) = 1.760 x 2,5 = 4.400 m³
 4.400 m³ ÷ 1,35 m³/ton = 3.259 ton
Lapangan Penumpukan Luas Efektif = 6.760 m²
132

Daya Tampung (volume) = 6.760 x 3 = 20.280 m³


 20.280 m³ ÷ 1,35 m³/ton = 15.022 ton
Sumber : Hasil Analisi, 2007

3.10 Sekenario Pengembangan


Suatu wilayah dalam pertumbuhannya membutuhkan sarana dan prasarana
transportasi karena sistem transportasi akan mempengaruhi pertumbuhan
tersebutnya tersebut, dan sebaliknya pertumbuhan suatu wilayah, memerlukan
suatu hubungan dengan wilayah lain sehingga dibutuhkan prasarana transportasi
berupa outlet/inlet sebagai titik keluar masuk dari/menuju wilayah tersebut. Untuk
itu maka dalam merencanakan pelabuhan ebagai inlet/outlet, perlu dikaji berbagai
kemungkinan pertumbuhan wilayah pengaruh pelabuhan tersebut pada masa
mendatang.
Dalam studi ini digunakan beberapa sekenario pengembangan yang
dianggap dapat menggambarkan berbagai kemungkinan pengembangan di masa
mendatang. Penggunaan sekenario diharapkan akan memberikan gambaran
rentang kondisi yang mungkin terjadi dari berbagai alternatif yang ditawarkan.

4.5.1 Perkembangan Volume Barang Di Pulau Bangka


Untuk dapat mengindikasikan kebutuhan pengembangan Pelabuhan Pangkal
Balam, maka sebelumnya dilakukan simulasi model pertumbuhan wilayah untuk
mendapatkan prediksi volume aliran barang Pulau Bangka yang di indikasikan
oleh volume arus barang pada tiga pelabuhan yang dikelola oleh PT.Pelindo II.
Kemudian dari volume aliran barang Pulau Bangka diprediksi untuk
mengidentifikasi permintaan terhadap jasa pelabuhan, dengan maksud untuk
menyeimbangkan permintaan dengan sediaan terhadap jasa pelabuhan, terutama
dalam memperlancar aliran barang. Dalam hal ini sediaan tersebut berupa
kapasitas fasilitas pelabuhan dalam melayani jasa pelabuhan terutama fasilitas
dermaga, gudang dan lapangan penumpukan. Untuk lebih jelasnya Bongkar Muat
yang terjadi pada tiga pelabuhan utama di Pulau Bangka dari tahun 2001-2005,
dapat dilihat pada Tabel 4.5
133

Jika dilihat perbandingan perkembangan volume bongkar muat barang yang


berlangsung di tiga Pelabuhan utama Pulau Bangka seperti yang terlihat pada
Tabel 4.10, ternyata terjadi kesenjangan yang cukup besar dari total prosentase
pada masing-masing pelabuhan cukup besar.

Tabel 4.5
Perbandingan Perkembangan Volume Bongkar Muat Barang (Ton)
Melalui Tiga Pelabuhan Utama Di Pulau Bangka Tahun 2000-2005

Plbhn Pelabuhan Belinyu Pelabuhan Muntok Pelabuhan Pangkal Balam


Tahun Bongkar Muat Jumlah % Bongkar Muat Jumlah % Bongkar Muat Jumlah %
2000 33.335 44.425 77.760 7,19 154.560 81.783 236.343 21,86 527.154 240.042 767.196 70,95 1.0
130.27
2001 24.153 68.491 94.645 5,49 143.789 274.068 15,89 847.666 508.835 1.356.501 78,61 1.7
9
2002 21.323 69.447 92.772 7,04 142.538 96.412 238.950 18,13 558.687 427.875 986.562 74,84 1.3
2003 29.226 76.537 107.766 8,37 113.084 98.061 211.145 16,39 590.089 378.964 969.053 75,24 1.2
68.961 117.023 187.988 10,97 117.470 77.446 194.916 11,37 873.461 457.747 1.331.208 77,66 1.7
2004
1.326.89
2005 88.008 140.503 230.516 9,91 100.787 53.323 154.110 6,62 614.900 1.941.795 83,47 2.3
5
Rata-Rata 8,17 15,04 76,79
Sumber :PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, Tahun 2006

Prosentase rata-rata volume bongkar muat Pelabuhan Belinyu sebesar


8,17% dan prosentase rata-rata volume bongkar muat Pelabuhan Muntok sebesar
15,04%. Bila di bandingkan dengan total prosentase rata-rata volume bongkar
muat yang berlangsung di Pelabuhan Pangkal Balam yaitu sebesar 76,79%. Sesuai
dengan data statistik dari PT. (Persero) Pelindo II Cabang Pangkal Balam,
Perbandingan perkembangan volume bongkar muat melalui tiga Pelabuhan utama
di Pulau Bangka dapat dilihat pada Gambar 4.8
134

90
80
70
60
50
%
40
30
20
10
0
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun

Belinyu Muntok Pangkal Balam

Sumber :Hasil Analisis 2007

Gambar 4.8 Persentase Bongkar Muat Yang Dilayani Pada Tiga Pelabuhan
Utama Di Pulau Bangka Tahun 2001-2005

Selain ditentukan oleh kegiatan bongkar muat barang yang sangat di


pengaruhi oleh ketersediaan dan kelengkapan fasilitas pelayanan pelabuhan juga
ditentukan arus lalu lintas pelayaran angkutan laut, aktivitas dan kinerja pelabuhan
yang dimilikinya.dengan kata lain, fasilitas pelayanan pelabuhan berhubungan
erat dengan kafasitas pelabuhan dalam menampung kegiatan bongkar muat
barang.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka akan dilakukan peninjauan
terhadap perkembangan volume aktivitas bongkar muat barang di pelabuhan
Pangkal Balam seperti yang digambarkan pada Tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6
Perbandingan Perkembangan Volume Barang (Ton) Pelabuhan Pangkal Balam
Tahun 2001-2005

Tahun Volume Barang Pertumbuhan (%)


1995 760.703 -
1996 883.847 13,93
1997 959.242 7,86
1998 1.125.960 14,81
1999 1.242.909 9,41
2000 1.119.066 -11,07
2001 1.356.501 17,50
135

2002 986.562 -37,50


2003 969.053 -1,81
2004 1.331.208 27,20
2005 1.941.795 31,44
Rata-rata 1.152.441 7,18
Sumber :PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam, Tahun 2006

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa perkembangan total volume


bongkar muat di Pelabuhan Pangkal Balam selang empat tahun terakhir (2001-
2004) terjadi peningkatan yang cukup pesat, meskipun pada tahun 2001 dan tahun
2002 mengalami penurunan yang ditandai karena penurunan harga timah pada
saat itu. Volume bongkar muat barang ini pada dasarnya dapat terus meningkat
sehubungan dengan semakin meningkatnya pertumbuhan perekonomian Pulau
Bangka melalui peningkatan produksi hasil-hasil pertanian dan pertambangan
sebagai sektor basis dan konsumsi wilayah belakangnya sejalan dengan
meningkatnya pertambahan penduduknya.

Sumber :Hasil Analisis 2007

Gambar 4.9 Perkembangan Volume Barang (Ton) Pelabuhan Pangkal Balam


Tahun 1995 - 2005

4.5.2 Proyeksi Volume Barang Tahun 2005-2015


Seperti hal yang telah diuraikan pada subbab sebelumnya menggambarkan
bahwa Pelabuhan Pangkal Balam merupakan salah satu pelabuhan yang relatif
tinggi tingkat pelayanannya dalam melayani kegiatan bongkar muat, sehingga
cukup potensial untuk dikembangkan dan di tingkatkan fungsinya untuk
mengantisifasi tuntutan kebutuhan terhadap pemanfaan Pelabuhan Pangkal Balam
pada masa mendatang.
136

Untuk dapat mengindikasikan kebutuhan pengembangan Pelabuhan Pangkal


Balam, proyeksi volume barang dirumuskan dengan asumsi bahwa kebutuhan
konsumsi dari wilayah belakang masih mengikuti pola perkembangan
sebelumnya, sehingga kondisi volume barang untuk 5 tahun sebelumnya (tahun
2001-2005) merupakan gambaran perkembangan volume barang yang
dipengaruhi oleh perkembangan kegiatan perekonomian wilayah belakangnya,
merupakan gambaran untuk tahun yang akan datang. Pada studi ini, jumlah
barang diambil dari hasil survey sekunder yaitu jumlah barang dari ketiga
pelabuhan utama Pulau Bangka dan kemudian diproyeksikan untuk perkiraan
kebutuhan fasilitas Pelabuhan Pangkal Balam. Pada studi ini proyeksi volume
barang menggunakan regresi linier sederhana, karena adanya keterbatasan data
yang dimiliki. Sekenario pengembangan dirumuskan untuk jangka pendek yaitu
jangka waktu 10 tahun (2005-2015). Untuk lebih jelasnya mengenai perhitungan
proyeksi volume barang di Pulau Bangka, dapat dilihat pada (Tabel Lampiran E-
2) dan hasil perhitungan proyeksi volume barang di Pulau Bangka dapat dilihat
pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.10 berikut ini.
Tabel 4.7
Proyeksi Volume Barang Di Pulau Bangka Sampai Tahun 2015

Tahun Volume Barang


2006 1.834.223
2007 1.994.047
2008 2.153.871
2009 2.313.695
2010 2.473.519
2011 2.633.343
2012 2.793.167
2013 2.952.991
2014 3.112.815
2015 3.272.639
Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2007
137

Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2007

Gambar 4.10 Proyeksi Volume Barang Di Pulau Bangka Sampai Tahun 2015

4.5.3 Perumusan Sekenario Pengembangan Pelabuhan Pangkal Balam


Untuk mendapatkan berbagai kemungkinan aliran barang yang akan melalui
Pelabuhan Pangkal Balam maka disusun tiga sekenario pengembangan yang
dianggap akan mewakili kondisis-kondisi yang mungkin terjadi nantinya selama
tahun 2005-2015, serta akan mempengaruhi permintaan terhadap jasa pelabuhan.
Asumsi yang digunakan pada masing-masing sekenario, merupakan prosentase
jumlah barang yang dilayani oleh Pelabuhan Pangkal Balam dalam kurun waktu 5
(lima) tahun (asumsi prosentase pelayanan Pelabuhan Pangkal Balam, dapat
dilihat pada Tabel 4.5). Ketiga sekenario tersebut akan menggambarkan suatu
rentang kondisi, mulai dari kondisi pesimis sampai kondisi optimis, dimana
kondisi pesimis akan menjadi batas minimal dan kondisi optimis akan menjadi
batas maksimal dari rentang kondisi tersebut. Untuk lebih jelanya volume barang
yang dilayani oleh Pelabuhan Pangkal Balam pada masing-masing sekenario,
dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 4.8
Asumsi Sekenario Arus Barang Di Pelabuhan Pangkal Balam

Prosentase Yang Dilayani Asumsi Volume Barang


Sekenario
Pelabuhan Pangkal Balam
138

Volume Barang Di Pulau Bangka


70%
Sekenario I (Pesimis) Tahun 2015 x 70 %
3.272.639 x 75 % = 2.290.847 Ton
Volume Barang Di Pulau Bangka
76 %
Sekenario II (Moderat) Tahun 2015 x 76 %
3.272.639 x 78 % = 2.487.205 Ton
Volume Barang Di Pulau Bangka
83 %
Sekenario III (Optimis) Tahun 2015 x 83 %
3.272.639 x 83 % = 2.716.290 Ton
Sumber :Hasil Analisis 2007

Dengan demikian sekenario ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi


permintaan terhadap kinerja pelabuhan, sehingga tercapai keseimbangan antara
permintaan dengan fasilitas yang tersedia pada saat ini, terutama fasilitas-
fasilitasnya dalam melayani arus barang yang melaluinya. Adapun analisis yang
akan dilakukan dibagi menjadi 3 (tiga) sekenario, dilakukan untuk mendekati 3
kondisi dasar sebagai berikut :
1. Sekenario I (Kondisi Pesimis); Kenaikan volume barang didukung oleh
kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang menetapkan Pelabuhan Pangkal
Balam sebagai pelabuhan kelas utama tersier dalam skala nasional, dengan
fungsi sebagai pelabuhan bongkar muat dan ekspor-impor yang melayani
seluruh perairan (laut/teluk/selat) Bangka Belitung. Diperkirakan volume
barang yang melaui Pelabuhan Pangkal Balam pada kondisi ini merupakan
volume barang rendah yang diasumsikan dari Prosentase barang yang dilayani
oleh Pelabuhan Pangkal Balam yaitu 70 % dari Volume barang Di Pulau
Bangka tahun proyeksi yaitu tahun 2015 sebesar 2.290.847 ton (Lihat Tabel
4.5).
2. Sekenario II (Kondisi Moderat); Sekenario ini mempunyai dasar bahwa
pertumbuhan wilayah berada pada kondisi rata-rata, yaitu kondisi dimana
Volume aliran Barang dengan Persentase Volume yang dilayani oleh
Pelabuhan Pangkal Balam sebesar 76 % dari volume arus barang proyeksi
proyeksi yaitu sebesar 2.487.205 ton (Lihat Tabel 4.5).
139

3. Sekenario III (Kondisi Tinggi); Sebagai pusat dari berbagai kegiatan


produksi dan jasa, Kota Pangkalpinang merupakan pusat berbagai kegiatan
yang berkembang di kepulauan Bangka. Terkait fungsinya sebagai kegiatan
regional, sistem transportasi yang dikembangkan adalah sistem transportasi
yang menempatkan Kota Pangkalpinang sebagi pusat dan sebagai pintu
gerbang untuk mencapai daerah lainnya diluar Kepulauan Bangka. Kawasan
Pelabuhan Pangkal Balam sebagai pelabuhan laut yang terdapat di Kota
Pangkalpinang tentu memegang peranan penting sebagai penghubung
Pangkalpinang dengan wilayah lainnya di luar wilayah Kepulauan Bangka
serta berperan dalam melakukan ekspor dari produk-produk kepulauan ini.
Sekenario ini disusun untuk mempresentasikan kondisi yang mungkin terjadi,
dengan asumsi volume barang yang melalui Pelabuhan Pangkal Balam adalah
rata-rata pertumbuhan volume bongkar muat yang maksimal. Dalam sekenario
ini diasumsikan Volume aliran Barang dengan Persentase Volume yang
dilayani oleh Pelabuhan Pangkal Balam sebesar 83 % dari volume arus barang
proyeksi proyeksi yaitu sebesar 2.716.290 ton (Lihat Tabel 4.5).

4.5.4 Analisis Tingkat Pelayanan Pelabuhan Pangkal Balam Berdasarkan


Sekenario Pengembangan
Untuk mengukur tingkat pelayanan fasilitas (Level Of Service = LOS) dari
Pelabuhan Pangkal Balam, yaitu dengan perbandingan antara jumlah
bongkar/muat barang dengan daya tampung fasilitas pelabuhan, merupakan salah
satu indikator untuk mengukur tingkat pelayanan suatu pelabuhan dalam hal ini
untuk fasilitas dermaga, gudang tertutup dan lapangan terbuka.
Standar internasional yang dipergunakan untuk nilai LOS (Level Of Service)
yang telah mencapai atau lebih besar sama dengan 70% mengindikasikan
kejenuhan pelabuhan dan perlu adanya pengembangan fasilitas pelabuhan.
Sedangkan nilai LOS diantara 60% - 70% sudah harus ada rencana
pengembangan fasilitas dan untuk nilai LOS lebih kecil atau sama dengan 60%
mengindikasikan bahwa fasilitas tersebut dapat melayani pergerakan
komoditi/barang dengan baik (Dirjen Perhubungan Laut), 2002).
140

Analisis tingkat pelayanan fasilitas dermaga, gudang dan lapangan


penumpukan dilakukan dengan melihat kemampuan fasilitas-fasilitas tersebut
menampung volume barang yang melaluinya dalam setiap tahun dari tahun 2001
sampai dengan tahun 2005 (lihat Tabel 4.4). Kapasitas yang memadai dari
fasilitas tersebut akan berpengaruh pada tingkat pelayanan yang diberikan oleh
pelabuhan. Untuk itu perlu dilakukan kemungkinan-kemungkinan naiknya
permintaan terhadap jasa pelabuhan dengan mengamati karakteristik kenaikan
volume barang yang terjadi selama ini (Lihat Tabel Lampiran B-5).
Dengan demikian maka pendekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat
pelayanan fasilitas di pelabuhan Pangkal Balam adalah sebagai berikut :

Jumlah Volume Bongkar Muat


Jumlah Volume Bongkar Muat
LOS = x 100%
LOS = x 100%
Daya Tampung Fasilitas (Ton) x Jumlah Hari Kerja Efektif
Daya Tampung Fasilitas (Ton) x Jumlah Hari Kerja Efektif

 Untuk perhitungan LOS dermaga menggunakan pertimbangan-


pertimbangan sebagai berikut :
 Tinggi penumpukan barang di dermaga adalah 1 meter
 Kebutuhan ruang dalam meter kubik untuk suatu jenis barang tiap
yang digunakan di Pelabuhan Pangkal Balam adalah 2 m³/ton
(Kramadibrata, 2002 : 419)
 Untuk masa kerja yang dimiliki selama setahun adalah 330 hari.
 Untuk perhitungan LOS gudang digunakan asumsi-asumsi sebagi berikut :
 Tinggi penumpukan barang di gudang sebesar 2,5 meter untuk
gudang konvensional dan peti kemas (Countainer)
 Asaumsi kebutuhan ruang untuk tiap ton adalah 2 m³/ton
 Luas gudang akan melayani 60% dari total volume, sisanya
dianggap akan diangkut langsung
 Waktu penumpukan adalah 7 hari (Dirjen Perhubungan Laut,
2000 : 43).
 Sedangkan perhitungan yang digunakan untuk perhitungan LOS lapangan
penumpukan menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut :
141

 Lama penumpukan adalah 7 hari


 Tinggi penumpukan di lapangan terbuka adalah 3 meter
 Lapangan penumpukan harus dapat melayani volume yang
diperhitungkan adalah volume barang yang melalui lapangan
penumpukan
 Kebutuhan ruang dalam meter kubik untuk satu jenis barang tiap
ton adalah sebesar 2 m³/ton
 Luas lapangan yang digunakan untuk penumpukan adalah luas
efektifnya

Selanjutnya diperoleh tingkat pelayanan (LOS) menurut perkembangan


tahun 2015 dari fasilitas dermaga, gudang dan lapangan penumpukan sehingga
tingkat pelayanan pelabuhan dapat diketahui. LOS yang diperoleh juga akan
memberikan masukan bagi perhitungan kebutuhan fasilitas.
Untuk lebih jelasnya mengenai perhitungan tingkat pelayanan (LOS) menurut
ketiga kenario pengembangan dari fasilitas dermaga, gudang dan lapangan
penumpukan sehingga tingkat pelayanan pelabuhan dapat diketahui. Berikut dapat
dilihat perhitungan LOS dari ketiga sekenario tersebut.

A. Sekenario I
Volume barang yang memasuki Pelabuhan Pangkal Balam pada sekenario
ini merupakan nilai volume terendah yaitu sebesar 2.290.847 ton. Maka sesuai
dengan metode perhitungan LOS yang terlampir pada awal subbab ini diperoleh
nilai hasil sebagi berikut : (Tabel Lampiran B-5).

Tabel 4.9
Perhitungan Tingkat Pelayanan Pada Sekenario I
142

Fasilitas LOS Sekenario I


Dermaga  = {2.290.847 / (1.930 x 330)}
Volume = 2.290.847 ton x 100 %
 = 359,68%
Daya tampung dermaga = 1.930 ton

Hari kerja efektif = 330 hari
Gudang  = {22.908 / (3.256 x 47,14)} x
Volume = 1 % dari total volume = 100 %
22.908 ton = 14,92%

Daya tampung dermaga = 3.259 ton

Hari kerja efektif = (330/7) = 47,14
Lapangan  = {320.718 / (15.022 x
Penumpukan Volume = 14 % dari total volume = 47,14)} x 100 %
320.718 ton = 45,29 %

Daya tampung dermaga = 15.022 ton

Hari kerja efektif = (330/7) = 47,14
Sumber : Hasil Analisi, 2007

B. Sekenario II
Paerhitungan pada sekenario ini didasarkan pada volume barang yang
memasuki Pelabuhan Pangkal Balam pada tahun 2005, yaitu sebesar 2.487.205
ton (Tabel Lampiran B-5). Dengan menggunakan pendekatan yang sama dengan
diatas maka diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel perhitungan sebagai
berikut :

Tabel 4.10
Perhitungan Tingkat Pelayanan Pada Sekenario II

Fasilitas LOS Sekenario II


Dermaga  Volume = 2.487.205 ton = {2.487.205 / (1.930 x 330)} x
 Daya tampung dermaga = 1.930 ton 100 %
 Hari kerja efektif = 330 hari = 390,51 %

Gudang  Volume = 1 % dari total volume = = {24,872 / (3.259 x 47,14)} x


24,872 ton 100 %
 Daya tampung dermaga = 3.259 ton = 16,20 %
 Hari kerja efektif = (330/7) = 47,14
143

Lapangan  Volume = 14 % dari total volume = = {348.208 / (15.022 x 47,14)} x


Penumpukan 348.208 ton 100 %
 Daya tampung dermaga = 15.022 = 49,17 %
ton
 Hari kerja efektif = (330/7) = 47,14

Sumber : Hasil Analisi, 2007

C. Sekenario III
Paerhitungan pada sekenario ini didasarkan pada volume aliran barang
yang tertinggi dimana volume barang dari Pelabuhan Belinyu dan Pelabuhan
Muntok memasuki/melalui Pelabuhan Pangkal Balam yaitu tahun proyeksi (tahun
2015) sebesar 2.716.290 ton (Lihat Tabel Lampiran E). Dengan menggunakan
pendekatan yang sama dengan diatas maka diperoleh hasil yang dapat dilihat pada
tabel perhitungan sebagai berikut :

Tabel 4.11
Perhitungan Tingkat Pelayanan Pada Sekenario III

Fasilitas LOS Sekenario III


Dermaga  Volume = 2.716.290 ton = {2.716.290 / (1.930 x 330)} x
 Daya tampung dermaga = 1.930 ton 100 %
 Hari kerja efektif = 330 hari = 426,48 %
Gudang  Volume = 1 % dari total volume = = {27.162 / (3.259 x 47,14)} x
27.162 ton 100 %
 Daya tampung dermaga = 3.259 = 17,69 %
ton
 Hari kerja efektif = (330/7) = 47,14
Lapangan  Volume = 14 % dari total volume = = {380.280 / (15.022 x 47,14)} x
Penumpukan 380.280 ton 100 %
 Daya tampung dermaga = 15.022 = 53,70 %
ton
 Hari kerja efektif = (330/7) = 47,14
Sumber : Hasil Analisi, 2007

Dari tabel di atas baik pada sekenario I, II dan III fasilitas dermaga telah
melewati ambang batas yang ditetapkan, yaitu lebih besar dari 70 %, hal ini
mengindikasikan kejenuhan dan perlu adanya pengembangan. Untuk fasilitas
gudang dan lapangan penumpukan pada LOS sekenario I, II dan III menunjukan
144

angka kurang dari 70 % dimana utilisasi fasilitas ini belum maksimal, karena
masih banyak pengguna jasa pelabuhan yang membongkar atau memuat barang
secara langsung tanpa melalui gudang.
Berikut penghitungan kebutuhan fasilitas pelabuhan meliputi dermaga,
gudang dan lapangan penumpukan. Seperti yang diketahui volume barang yang
melalui gudang/lapangan penumpukan berubah-ubah setiap tahunnya oleh karena
itu digunakan asumsi bahwa gudang dapat menampung 60% dan lapangan
penumpukan dapat menampung 40% dari total volume aliran barang. Berikut
dapat kita lihat analisis dari kebutuhan fasilitas pada subbab berikut

3.10 Analisis Kebutuhan Fasilitas


Kenaikan arus lalu lintas pelayaran angkutan laut dan volume bongkar muat
barang, merupakan ciri peningkatan terhadap pelayanan pelabuhan yang diikuti
oleh meningkatnya kebutuhan akan fasilitas pelabuhan tersebut. Peningkatan
kebutuhan fasilitas pelayanan pelabuhan ini hendaknya dilakukan secara
proporsionil, sehingga dapat menunjang aktivitas yang lebih efektif dan efisien.
Keadaan fasilitas pelayanan pelabuhan perlu ditinjau karena akan
menentukan lancar tidaknya arus lalu lintas angkutan laut dan proses bongkar
muat barang yang keluar masuk pelabuhan. Kurang cukupnya fasilitas pelabuhan
untuk melayani kegitan tersebut akan dapat merupakan penghambat utama dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah belakangnya, sedangkan fasilitas
pelabuhan yang baik akan dapat memberikan pelayanan yang positif bahkan turut
menunjang perkembangan daerah (Hoyle, 1973 :20)
Berdasarkan hal tersebut pada subbab ini ingin ditunjukan bahwa
keberadaan fasilitas di Pelabuhan Pangkal Balam masih perlu ditambah lagi dalam
mengimbangi aktivitas bongkar muatnya. Hal ini penting mengingat kondisi dari
tingginya volume bongkar muat di Pelabuhan Pangkal Balam akan berdampak
pada bertambahnya penyediaan ruang yang dibutuhkan oleh masing-masing
fasilitas.
Untuk melakukan penilaian terhadap kebutuhan fasilitas pelayanan di
Pelabuhan Pangkal Balam dapat dilihat berdasarkan aktivitas dan kinerja
145

pelabuhannya yang terkait dengan besar kecilnya arus lalu lintas pelayaran
angkutan laut dan volume aktivitas bongkar muat yang berlangsung di Pelabuhan
Pangkal Balam yang diindikasikan pada tingkat penggunaan dermaga,
gudang/lapangan penumpukan sebagai indikator utamanya, seperti yang telah
diuraikan pada penjelasan sebelumnya. Berdasarkan indikator-indikator tersebut
yang didasari oleh ketentuan perhitungan terhadap analisis kebutuihan fasilitas
pelayanan Pelabuhan Pangkal Balam, maka dapatlah diketahui kebutuhan fasilitas
pelayanan dermaga dan gudang/lapangan penumpukkan di Pelabuhan Pangkal
Balam Tahun 2005, serta kebutuhan pengembangan fasilitas pelayanan dermaga
dan gudang/lapangan penumpukkan berdasarkan sekenario.
3.101 Analisis Kebutuhan Fasilitas Eksisting
Kenaikan arus lalu lintas pelayaran angkutan laut dan volume bongkar muat
barang, merupakan ciri peningkatan terhadap pelayanan pelabuhan yang diikuti
oleh meningkatnya kebutuhan akan fasilitas pelayanan pelabuhan ini hendaknya
dilakukan secara proporsinil, sehingga dapat menunjang aktivitas yang lebih
efektif dan efisien.
Keadaan fasilitas pelayanan pelabuhan perlu ditinjau karena akan
menentukan lancar tidaknya arus lalu lintas angkutan laut dan proses bongkar
muat barang yang keluar masuk pelabuhan. Kurang cukupnya fasilitas pelabuhan
untuk melayani kegiatan tersebut akan dapat merupakan penghambat utama
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi belakangnya, sedangkan fasilitas
pelabuhan yang baik akan dapat memberikan pelayanan yang positif bahkan turut
menunjang perkembangan daerah (Hoyle, 1973 : 20).
Dengan melihat berbagai kepentingan dan kemingkinan yang ditimbulkan
oleh adanya kekurangan fasilitas pelayanan pelabuhan, maka penilaian terhadap
kondisi fasilitas pelayanan pelabuhan didalam penentuan peningkatan fungsinya
guna mendukung wilayah pengembangan bbelakangnya (hinterland), merupakan
salah satu faktor yang harus dipertimbangkan.
Melihat keberadaan saat ini, Pelabuhan Pangkal Balam lebih banyak
dimanfaatkan sebagai pelabuhan yang melayani aktifitas pelaran nasional dengan
146

kapal-kapal yang kafasitasnya relatif besar. Hal ini sangatlah terkait dengan
fasilitas yang dimilikinya seperti yang terlihat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.12
Jenis dan Kondisi Fasilitas Pelayanan Di Pelabuhan Pangkal Balam

Jenis Fasilitas Kondisi Fasilitas


Pelabuhan Pangkal Balam mempunyai dermaga
sepanjang 324 (tiga ratus dua puluh empat) meter.
Dermaga berbentuk memanjang dengan jenis
Dermaga
konstruksi beton dan kayu yang kondisi sekitar 95%
masih baik. Kapasitas kapal yang dapat bersandar di
dermaga ini berbobot 1.000 DWT.
Luas gudang yang ada saat ini adalah 1.275 m2
Gudang dengan kapasitas sampai dengan 4.400m3. Jenis
konstruksinya merupakan tanah perkerasan.
Luas lapangan penumpukannya sebesar 3.540 m2
Lapangan Penumpukan dengan kapasitas sampai dengan 20.280 m3. Jenis
konstruksinya merupakan tanah perkerasan.
Luas terminal penumpang Pelabuhan Pangkal Balam
Terminal Penumpang
adalah sebesar 480 m2.
Sambungan Tabel 4.12 ............
Jenis Fasilitas Kondisi Fasilitas
Pelabuhan Pangjal Balam mempunyai 1 (satu) unit
forklift 3,5 ton dan 1 (satu) unit crane 50 ton.
Alat bongkar Muat Sementara untuk jenis alat bongkar muat lainnya,
seperti top loader, head truck, dpeader dan chasis
trailer, belum dimiliki.
Pembangkit listrik yang dimilikinya mempunyai daya
Pembangkitan Listrik
35 KVA.
Pelabuhan Pangkal Balam mempunyai bak air bersih
bagi keperluan bagi keperluan pengisian air bersih
Bak Air Bersih bagi kapal-kapal yang bertambat di pelabuhan
tersebut. Kapasitas bak air yang dimiliki sebesar 150
Tons
Kondisi jalan di dalam lokasi pelabuhan seluas 800
Kondisi Jalan
m.
Sumber : Diolah Dari Kanwil Perhubungan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka Tahun 2006

Oleh karena itu, peningkatan kebutuhan frasilitas pelayanan pelabuhan perlu


mendapat perhatian yang serius dalam upaya meningkatkan fungsi Pelabuhan
Pangkal Balam, sehingga dapat menjamin kelancaran arus lalu lintas kapal
disebabkan kegiatan bongkar muatnya cepat, yang pada akhirnya menuntut
ketersediaan ruang untuk menampung kegiatan bongkar muat tersebut.

A. Analisis Kebutuhan Dermaga


147

Beberapa pertimbangan dalam menganalisis kebutuhan dermaga adalah


sebagai berikut ini :
 Bongkar muat barang dari/ke kapal dianggap seluruhnya dilakukan
dermaga-dermaga yang ada di Pelabuhan Pangkal Balam sehingga tidak
diperlukan dermaga khusus untuk bongkar muat suatu jenis barang tertentu.
 Jumlah jam kerja di Pelabuhan Pangkal Balam saat ini adalah 24
jam perhari, yang terbagi atas 3 shift (giliran kerja).
 Jumlah hari kerja dalam satu tahun diperkirakan sekitar 330 hari
 Jumlah kelompok buruh (gang) yang bekerja di pelabuhan adalah 9
gang
 Kapasitas bongkar muat rata-rata/gang/jam adalah 18,04
ton/gang/jam.
 Diketahui jumlah aliran barang (cargo flow) eksisting yang melalui
Pelabuhan Pangkal Balam adalah 1.941.795 ton
 Bert Troughput (BTP) merupakan nilai produktivitas dari dermaga
yang telah diperoleh pada lampiran sebelumnya. Seperti yang telah diketahui
bahwa nilai BTP eksisting adalah sebesar 2.450 ton/m/tahun.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan pendekatan tersebut maka
diperoleh panjang dermaga yang dibutuhkan sebagai berikut :

Flow÷Berth
Kebutuhan
KebutuhanDermaga
Dermaga==Cargo
CargoFlow ÷BerthTroughput
Troughput

Kebutuhan Dermaga = 1.941.795 ton ÷ 2.450 ton/m = 792 m

B. Analisis Kebutuhan Gudang


Analisis kebutuhan gudang yang dilakukan di Pelabuhan Pangkal Balam
mempunyai pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
 Aliran volume barang yang melalui gudang berubah-ubah setiap
tahunnya oleh karena itu digunakan asumsi bahwa gudang dapat menampung
60 % dari total volume aliran barang pada masing-masing sekenario.
 Tekanan maksimum untuk lantai gudang = 2 ton/m². ruang yang
hilang diantara penumpukan = 20 % dari luas penumpukan. Ruang untuk
148

pergerakan bongkar muat dan fasilitas pendukung lain di tempat penyimpanan


= 40 % dari luas tempat penumpukan.
 Lama penumpukan rata-rata pada gudang adalah 7 hari.
 Standar produktivitas gudang adalah 17 ton/m²/tahun (Dirjen
Perhubungan Laut 1983 : VI – 11).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dan dengan menggunakan
pendekatan sebagai berikut :

{(V÷÷WP
WP) )÷÷KL}
Kebutuhan
KebutuhanFasilitas
Fasilitas=={(V KL}xxRP
RPxx
RL
RL
Keterangan :
V = Volume Barang
WP = Waktu Penumpukan (7 hari)
KL = Kapasitas Lantai Gedung
RP = Ruang Hilang Akibat Penumpukan
RL = Ruang Hilang Akibat Pergerakan Barang dan Peralatan Lainnya

Maka diperoleh perhitungan mengenai kebutuhan fasilitas gudang sebagai


berikut :
o Volume Barang yang dilayani = 1.941.795 x 60 % = 1.165.077 ton
 1.165.077 ÷ 7 = 166.439 ton

o Kebutuhan Luas Gudang = (166.439 ton ÷ 2 ton/m²) x 20% x 40%


= 6.657,56  6.658 m²

C. Analisis Kebutuhan Lapangan Penumpukan


Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan hampir sama dengan
pendekatan perhitungan kebutuhan fasilitas gudang, yaitu :
 Aliran volume barang yang melalui gudang berubah-ubah setiap
tahunnya oleh karena itu digunakan asumsi bahwa gudang dapat menampung
40 % dari total volume aluran barang pada masing-masing sekenario.
149

 Tekanan maksimum untuk lapangan = 1 ton/m²


 Ruang yang hilang diantara penumpukan ± 20 % dari volume
penumpukan. Kemudian dari total luas lapangan tidak seluruhnya
dipergunakan untuk penumpukan, tetapi ± 40 % di pergunakan untuk
pergerakan alat bongkar muat, kantor gudang dan fasilitas lainnya (UNCTAD,
1978 : 116 – 117).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dan dengan
menggunakan pendekatan yang sama pada perhitungan kebutuhan gudang yaitu :

{(V÷÷WP
WP) )÷÷KL}
Kebutuhan
KebutuhanFasilitas
Fasilitas=={(V KL}xxRP
RPxx
RL
RL
Keterangan :
V = Volume Barang
WP = Waktu Penumpukan
KL = Kapasitas Lantai Gedung
RP = Ruang Hilang Akibat Penumpukan
RL = Ruang Hilang Akibat Pergerakan Barang dan Peralatan Lainnya

Maka diperoleh perhitungan mengenai kebutuhan fasilitas gudang sebagai


berikut :
o Volume Barang yang dilayani = 1.941.795 x 40 % = 776.718 ton
 776.718 ÷ 7 = 110.959 ton

o Kebutuhan Luas Gudang = (110.959 ton ÷ 1 ton/m²) x 20% x 40%


= 8.876,72  8.877 m²

D. Analisis Kebutuhan Peralatan Bongkar Muat


 Kebutuhan Forklift
= 0,04 x Panjang Dermaga
= 0,04 x 324 meter
= 12,96 ~ 13 unit
150

Untuk kebutuhan panjang dermaga 324 meter, forklift yang dibutuhkan


adalah : 13 unit
 Kebutuhan Mobil Crane
= 0,005 x panjang dermaga
= 0,005 x 324
= 1,62 ~ 2 unit
Untuk kebutuhan panjang dermaga 324 meter, mobil crane yang
dibutuhkan adalah : 2 unit
Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui kebutuhan fasilitas seperti
dermaga dan gudang/lapangan penumpukan Pelabuhan Pangkal Balam tahun
2005, serta kebutuhan peralatan bongkar muat lainnya yang menunjang
keberadaan fasilitas utama tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.13
Analisis Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2005

Kondisi Yang
Jenis Fasilitas Satuan Kebutuhan Tambahan
Ada
Dermaga m 324 792 468
Gudang m² 1.275 6.658 5.383
Lapangan Penumpukan m² 3.540 8.877 5.337
Forklift Unit 1 13 12
Mobil Krane Unit 1 2 1
Sumber : Hasil Analisi, 2007

Dari perhitungan pada tabel di atas, terlihat bahwa keberadaan fasilitas


pelayanan di Pelabuhan Pangkal Balam kondisinya sudah sangat tinggi dalam
melayanikebutuhan aktivitas bongkar muat. Keadaan ini perlu dipertimbangkan
mengingat pesatnya tingkat pertumbuhan volume bongkar muat yang berlangsung
di Pelabuhan Pangkal Balam, sehingga pada akhirnya menuntut penyediaan ruang
untuk untuk keberaan fasilitas-fasilitas tersebut. Oleh karena itu, maka salah satu
upaya yang harus ditempuh adalah mensinergikan antara peningkatan fungsi
pelabuhan dengan penyediaan fasilitas pelayanan pelabuhan, sehingga tidak
terjadi ketimpangan dalam melayani aktivitas kepelabuhan maupun sistem
perangkutan secara keseluruhan.
3.102 Analisis Kebutuhan Pengembangan Fasilitas Tahun 2015
151

A. Analisis Kebutuhan Dermaga


Beberapa pertimbangan dalam menganalisis kebutuhan dermaga adalah
sebagai berikut ini :
 Bongkar muat barang dari/ke kapal dianggap seluruhnya dilakukan
dermaga-dermaga yang ada di Pelabuhan Pangkal Balam sehingga tidak
diperlukan dermaga khusus untuk bongkar muat suatu jenis barang tertentu.
 Jumlah jam kerja di Pelabuhan Pangkal Balam saat ini adalah 24
jam perhari, yang terbagi atas 3 shift (giliran kerja).
 Jumlah hari kerja dalam satu tahun diperkirakan sekitar 330 hari
 Jumlah kelompok buruh (gang) yang bekerja di pelabuhan adalah 9
gang
 Kapasitas bongkar muat rata-rata/gang/jam adalah 18,04
ton/gang/jam.
Dengan menggunakan pendekatan di bawah ini maka kebutuhan panjang
dermaga dapat diperoleh sebagai berikut :

Flow÷Berth
Kebutuhan
KebutuhanDermaga
Dermaga==Cargo
CargoFlow ÷BerthTroughput
Troughput

 Diketahui jumlah aliran barang (cargo flow) yang melalui


Pelabuhan Pangkal Balam untuk sekenario I adalah 2.290.847 ton, sekenario II
adalah 2.487.205 ton dan sekenario III adalah 2.716.290 ton
 Bert Troughput (BTP) merupakan nilai produktivitas dari dermaga
yang telah diperoleh pada lampiran sebelumnya. Seperti yang telah diketahui
bahwa nilai BTP untuk proyeksi tahun 2015 (lihat Lampiran E) adalah
sebesar 2.632 ton/m/tahun.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan pendekatan tersebut maka
diperoleh panjang dermaga yang dibutuhkan sebagai berikut :

Tabel 4.14
Perkiraan Penambahan Panjang Dermaga Pelabuhan Pangkal Balam
152

Penambahan
Panjang Dermaga Kebutuhan
Sekenario Panjang
Eksisting Panjang Dermaga
Dermaga
I 324 2.454.479 ton ÷ 2.632 ton/m = 932 m 608 m
II 324 2.552.658 ton ÷ 2.632 ton/m = 969 m 645 m
III 324 2.716.290 ton ÷ 2.632 ton/m = 1.032 m 708 m
Sumber : Hasil Analisi, 2007

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas, terlihat bahwa keberadaan fasilitas
Dermaga di Pelabuhan Pangkal Balam sudah sangat maksimum dalam melayani
kebutuhan aktivitas bongkar muat. Untuk bisa menunjang kegiatan bongkar muat
barang pada pelabuhan pangkal Balam, sekenario I yang dikondisikan pada
pelayanan Pelabuhan Pangkal Balam sebesar 70% dengan volume barang tahun
2015 sebesar 2.454.479 ton, dan masih membutuhkan perpanjangan fasilitas
dermaga sepanjang 608 m. Sekenario II yang dikondisikan pada proyeksi volume
barang Pelabuhan Pangkal Balam dengan pelayanan volume barang sebesar 76%
pada tahun 2015 yaitu sebesar 2.487.205 ton sehingga membutuhkan perpanjangan
dermaga sepanjang 645 m. Kemudian pada sekenario III volume aliran barang
yang masuk pada Pelabuhan Pangkal Balam merupakan volume aliran barang
puncak, dengan jumlah volume pelayanan 83% yaitu sebesar 2.716.290 ton.
Keadaan ini perlu dipertimbangkan mengingat pesatnya pertumbuhan volume
bongkar-muat yang berlangsung di Pelabuhan Pangkal Balam, sehingga pada
akhirnya menuntut perpanjang dermaganya sepanjang 708 m.

B. Analisis Kebutuhan Gudang


Analisis kebutuhan gudang yang dilakukan di Pelabuhan Pangkal Balam
mempunyai pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
 Aliran volume barang yang melalui gudang berubah-ubah setiap
tahunnya oleh karena itu digunakan asumsi bahwa gudang dapat menampung
60 % dari total volume aliran barang pada masing-masing sekenario.
 Tekanan maksimum untuk lantai gudang = 2 ton/m². ruang yang
hilang diantara penumpukan = 20 % dari luas penumpukan. Ruang untuk
pergerakan bongkar muat dan fasilitas pendukung lain di tempat penyimpanan
= 40 % dari luas tempat penumpukan.
153

 Lama penumpukan rata-rata pada gudang adalah 7 hari.


 Standar produktivitas gudang adalah 17 ton/m²/tahun (Dirjen
Perhubungan Laut 1983 : VI – 11).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dan dengan menggunakan
pendekatan sebagai berikut :

{(V÷÷WP
WP) )÷÷KL}
Kebutuhan
KebutuhanFasilitas
Fasilitas=={(V KL}xxRP
RPxx
RL
RL
Keterangan :
V = Volume Barang
WP = Waktu Penumpukan (7 hari)
KL = Kapasitas Lantai Gedung
RP = Ruang Hilang Akibat Penumpukan
RL = Ruang Hilang Akibat Pergerakan Barang dan Peralatan Lainnya
Maka diperoleh perhitungan mengenai kebutuhan fasilitas gudang sebagai
berikut :
Tabel 4.15
Perkiraan Penambahan Luas Gudang Pelabuhan Pangkal Balam

Sekenario I Sekenario II Sekenario III


Luas Gudang
1.275 m² 1.275 m² 1.275 m²
Eksisting
2.290.847 x 60 % 2.487.205 x 60 % 2.716.290 x 60 %
Volume Barang = 1.374.508 ton = 1.492.323 ton = 1.629.774 ton
yang dilayani  1.374.508 ÷ 7  1.492.323 ÷ 7  1.629.774 ÷ 7
= 198.358 ton = 213.189 ton = 232.824 ton
(198.358 ton ÷ 2 (213.189 ton ÷ 2 (232.824 ton ÷ 2
Kebutuhan Luas
ton/m²) x 20% x ton/m²) x 20% x ton/m²) x 20% x
Gudang
40% = 7.934,32 40% = 8.527,56 40% = 9.312,96
= 7.934 m² = 8.528 m² = 9.313 m²
Penambahan Luas
6.656 m² 7.253 m² 8.038 m²
Gudang
Sumber : Hasil Analisi, 2007

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas, terlihat bahwa keberadaan fasilitas
gudang di Pelabuhan Pangkal Balam masih sangat minim dalam melayani
kebutuhan aktivitas bongkar muat. Untuk bisa menunjang kegiatan bongkar muat
154

barang pada pelabuhan pangkal Balam, sekenario I dengan volume barang sebesar
2.290.847 ton, masih membutuhkan kebutuhan perluasan lapangan penumpukan
sebesar 6.656 m². Sekenario II volume barang Pelabuhan Pangkal Balam sebesar
2.487.205 ton sehingga membutuhkan perluasan lapangan penumpukan sebesar
7.253 m². Kemudian pada sekenario III volume aliran barang yang masuk sebesar
2.716.290 ton sehingga membutuhkan perluasan lapangan penumpukan 8.038 m².
Keadaan ini perlu dipertimbangkan mengingat pesatnya pertumbuhan volume
bongkar-muat yang berlangsung di Pelabuhan Pangkal Balam, sehingga pada
akhirnya menuntut perluasan fasilitasnya.

C. Analisis Kebutuhan Lapangan Penumpukan


Analisis yang dilakukan pada lapangan penumpukan adalah lapangan untuk
dermaga utama menggunakan lapangan penumpukan utama. Untuk
mengantisipasi peningkatan volume kontainer dimasa mendatang sejalan dengan
trend kontainerisasi, maka diperlukan fasilitas lapangan kontainer (container
yard) yang sesuai dengan kebutuhan dan jumlah kontainer pada tahun-tahun
perencanaan.
Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan hampir sama dengan
pendekatan perhitungan kebutuhan fasilitas gudang, yaitu :
 Aliran volume barang yang melalui gudang berubah-ubah setiap
tahunnya oleh karena itu digunakan asumsi bahwa gudang dapat menampung
40 % dari total volume aluran barang pada masing-masing sekenario.
 Tekanan maksimum untuk lapangan = 1 ton/m²
 Ruang yang hilang diantara penumpukan ± 20 % dari volume
penumpukan. Kemudian dari total luas lapangan tidak seluruhnya
dipergunakan untuk penumpukan, tetapi ± 40 % di pergunakan untuk
pergerakan alat bongkar muat, kantor gudang dan fasilitas lainnya (UNCTAD,
1978 : 116 – 117).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dan dengan menggunakan
pendekatan yang sama pada perhitungan kebutuhan gudang yaitu :

{(V÷÷WP
WP) )÷÷KL}
Kebutuhan
KebutuhanFasilitas
Fasilitas=={(V KL}xxRP
RPxx
RL
RL
155

Keterangan :
V = Volume Barang
WP = Waktu Penumpukan
KL = Kapasitas Lantai Gedung
RP = Ruang Hilang Akibat Penumpukan
RL = Ruang Hilang Akibat Pergerakan Barang dan Peralatan Lainnya

Maka diperoleh perhitungan mengenai kebutuhan fasilitas gudang sebagai


berikut :

Tabel 4.16
Perkiraan Penambahan Luas Lapangan Penumpukan
Pelabuhan Pangkal Balam

Sekenario I Sekenario II Sekenario III


Luas Lapangan
3.540 m² 3.540 m² 3.540 m²
Penumpukan Eksisting

2.290.847 x 40 % 2.487.205 x 40 % 2.716.290 x 40 %


Volume Barang yang = 916.338 ton = 994.882 ton = 1.086.516 ton
dilayani  916.338 ÷ 7  994.882 ÷ 7  1.086.516 ÷ 7
= 130.905 ton = 142.126 ton = 155.216 ton

(130.905 ton ÷ 1 (142.126 ton ÷ 1 (155.216 ton ÷ 1


Kebutuhan Luas
ton/m²) x 20% x ton/m²) x 20% x ton/m²) x 20% x
Lapangan
40% = 10.472,4 40% = 11.370,08 40% = 12.417,28
= 10.472 m² = 11.370 m² = 12.417 m²
Penambahan Luas
6.932 m² 7.830 m² 8.877 m²
Lapangan
Sumber : Hasil Analisi, 2007

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas, terlihat bahwa keberadaan fasilitas
lapangan penumpukan di Pelabuhan Pangkal Balam masih sangat minim dalam
melayani kebutuhan aktivitas bongkar muat. Untuk bisa menunjang kegiatan
bongkar muat barang pada pelabuhan pangkal Balam, sekenario I masih
membutuhkan kebutuhan perluasan lapangan penumpukan sebesar 6.932 m².
Sekenario II membutuhkan perluasan lapangan penumpukan sebesar 7.830 m².
156

Kemudian pada sekenario III membutuhkan perluasan lapangan penumpukan


8.877 m². Keadaan ini perlu dipertimbangkan mengingat pesatnya pertumbuhan
volume bongkar-muat yang berlangsung di Pelabuhan Pangkal Balam, sehingga
pada akhirnya menuntut perpanjang lapangan penumpukan.
Hasil perhitungan kebutuhan fasilitas ini merupakan tindak lanjut dari
adanya kejenuhan di Pelabuhan Pangkal Balam. Keberadaan kapasitas dari
fasilitas-fasilitas yang kurang memadai tersebut secara tidak langsung akan
mempengaruhi kelancaran pergerakan aliran barang dari/ke wilayah belakangnya.
Peranan Pelabuhan Pangkal Balam untuk ikut mendorong pertumbuhan
wilayahnya saat ini masih belum tergantikan. Mengingat pelabuhan ini merupakan
pelabuhan terbesar yang ada di Pangkalpinang dengan skala pelayanan mencakup
skala pelayanan perdagangan dalam dan luar negeri. Oleh karena itu diharapkan
dari hasil perhitungan kebutuhan fasilitas terutama dermaga, akan memberikan
tingkat pelayanan yang baik sebagi kontribusi bagi pertumbuhan wilayahnya.

3.10 Penilaian Kinerja Pelabuhan Pangkal Balam Sebagai Suatu Dasar


Pertimbangan
Besarnya permintaan akan fasilitas transportasi bergantung pada besarnya
tingkat perkembangan daerah tersebut. Karena tingkat perkembangan tersebut
ditentukan oleh potensi-potensi yang ada dan aktivitas-aktivitas dari manusianya.
Dengan terbatasnya fasilitas transportasi akan mengakibatkan sulitnya pencapaian
homogenitas baik sosial maupun ekonomi daerah. Tingkat perkembangan
ekonomi sangat mempengaruhi kebutuhan akan fasilitas-fasilitas transportasi,
yaitu yang ditentukan oleh jumlah dan frekuensi pengangkutan barang-barang
untuk tujuan perdagangan, industri, produksi, pertanian dan lain-lain. Bertambah
tinggi tingkat perkembangan tersebut, maka akan bertambah besar pula
permintaan akan fasilitas transportasi.
Pembangunan regional dalam ruang lingkup studi ini berarti membuka
daerah, sedangkan angkutan (transport) merupakan alat penghubung (jembatan).
Dalam pembangunan, fungsi pengangkutan adalah menunjang semua sektor-
157

sektor pembangunan dan membantu tercapainya pengoleksian sumber-sumber


ekonomi secara optimal.
Dalam subbab ini akan dibahas mengenai penilaian kinerja pelabuhan untuk
menunjukan performansi pelabuhan. Adapun penilaian terhadap kinerja dalam
Pelabuhan Pangkal Balam sangat dipengaruhi oleh fasilitas yang dimiliki, dalam
hal ini yaitu dermaga, gudang dan lapangan penumpukan. Kapasitas fasilitas
pelabuhan dermaga yang dimiliki yaitu sebesar 256 m, yang mempunyai rata-rata
daya lalu dermaga (Berth TroughPut) yang sangat tinggi sebesar 2.062,416
ton/m/tahun, berdasarkan standar Dirjen Perhubungan Laut penggunaan dermaga
rata-rata sebesar 800 ton/m/tahun untuk pelabuhan besar. Maka terjadi kejenuhan
pada fasilitas dermaga, sehingga banyak jumlah Waiting Time (WT) bagi kapal-
kapal yang akan masuk ke pelabuhan. Sedangkan untuk gudang dan lapangan
penumpukan masih mempunyai rata-rata dalam penggunaannya yaitu sebesar
6,934 ton/m² dan 11,23 ton/m² yang berarti bahwa kedua fasilitas ini masih
dibawah standar rata-rata dalam penggunaannya yaitu sebesar 15 ton/m²/tahun.
Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan antara indikator output daya lalu
dermaga (BTP) dapat dilihat pada grafik pada gambar 4.17 sedangkan untuk
perbadingan antara standar tingkat penggunaan gudang dan lapangan penumpukan
dengan hasil perhitungan daya lalu gudang. (STP) dan lapangan penumpukan
(OSTP) dapat dilihat pada gambar 4.11.
ton/m/tahun

3.000,00

2.500,00

2.000,00 BTP
1.500,00 Standar Optimum

1.000,00 Standar Minimum

500,00

0,00
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
158

Sumber : Hasil Analisi, 2007

Gambar 4.11 Perbandingan Antara Standar Penggunaan Dermaga


Dengan Hasil Perhitungan Daya Lalu Dermaga (BTP)

Berdasarkan tabel perbandingan antara standar dan penggunaan dermaga


diatas, menunjukan bahwa Pelabuhan Pangkal Balam mempunyai nilai daya lalu
dermaga (BTP) telah melebihi batas standar optimum. Ini menunjukan
penggunaan dermaga sangat maksimal selaku pelabuhan yang melayani pelayaran
luar dan dalam negeri. Oleh karena itu, Pelabuhan Pangkal Balam dalam pendaya
gunaan dermaganya perlu mendapat prioritas perpanjangan dalam upaya
peningkatan fungsi pelabuhan.
Berdasarkan uraian tentang kinerja pelayanan Pelabuhan Pangkal Balam
yang diindikasikan melalui penilaian indikator output, indikator utilisasi dan LOS,
dapat disimpulkan bahwa aktivitas dan kinerja Pelabuhan Pangkal Balam saat ini
mengalami pertumbuhan yang relatif pesat. Untuk nilai LOS baik pada dermaga,
gudang dan lapangan penumpukan nilai LOS standarnya adalah 70%, sehingga
yang melebihi nilai tersebut berarti mengindikasikan tingkat kejenuhan sehingga
fasilitas tersebut harus dikembangkan lagi.
ton/m/tahun

35
30
25 STP
20 OSTP
15 Standar Optimum
10 Standar Minimum
5
0
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun

Sumber : Hasil Analisi, 2007

Gambar 4.12 Perbandingan Antara Standar Penggunaan Gudang dan Lapangan


159

Penumpukan Dengan Hasil Perhitungan Daya Lalu STP dan OSTP

Hal ini lebih disebabkan oleh adanya peningkatan pemanfaatan pelabuhan


yang cukup tinggi, sementara penyediaan pelayanan pelabuhan terhadap
kebutuhan penyediaan fasilitas masih terbatas, sehingga sudah selayaknya
diantisispasi sedini mungkain melalui peningkatan fungsi Pelabuhan Pangkal
Balam agar mampu mendorong pengembangan wilayah Pulau Bangka secara
keseluruhan. Secara jelasnya, evaluasi pelayanan pelabuhan Pangkal Balam dapat
dilihat pada Tabel 4.17 berikut ini.

Tabel 4.17
Evaluasi Kinerja Pelabuhan Pangkal Balam

Nilai Nilai
No Kriteria Satuan Kesimpulan
Eksisting Standar
1. Output
- BTP Ton/m² 2.450,00 600 - Nilai BTP telah melewati standar,
1.000 sehingga perlu menambahkan
panjang dermaga.

- STP Ton/m² 21,05 10 - 20 Untuk nilai STP, sudah melebihi


standar kebutuhan fasilitas
pelayanan pelabuhan
- OSTP Ton/m² 31,22 10 - 20 Untuk OSTP, mengindikasikan
bahwa telah melampaui standar
kebutuhan fasilitas pelayanan
pelabuhan
2. Utilisasi
- BOR % 98,49 65 Tingkat pemakaian dermaganya
telah melebihi 65 %, sehingga
mengalami titik jenuh pada
fasilitas dermaga.
- SOR % 3,49 65 Tingkat pemakaian gudang saat
ini masih di bawah standar
160

- SOR % 10,26 65 Tingkat pemakaian gudang saat


ini masih di bawah angka 65%.
Nilai OSOR setiap tahunnya
mengalami peningkatan, dan
masih bisa melayani.
3. LOS
- Dermaga % 304,88 60 - 70 Pelabuhan Pangkal Balam dengan
kondisi saat ini telah melewati
standar, sehingga daya lalu
dermaga perlu menambahkan
fasilitas lagi yaitu perpanjangan
dermaga.
- Gudang % 88,55 60 - 70 Seperti dermaga Pelabuhan
Pangkal Balam, gudang juga
menunjukan angka jenuh dan
membutuhkan penambahan
fasilitas.
- Lapangan % 95,96 60 - 70 Lapangan penumpukan dengan
Penumpukan kondisi eksisting, menunjukan
angka yang melebihi angka 70%,
sehingga membutuhkan
penambahan fasilitas.
Sumber : Hasil Analisis, 2007

Berdasarkan standar optimum yang di tetapkan oleh Ditjen Perhubungan


Laut untuk mengembangkan suatu pelabuhan (lihat Tabel Lampiran C-1), BTP
pada Pelabuhan Pangkal Balam dilihat dari tahun 2001 – 2005 telah melewati
standar optimum BTP 1.000 ton/m, sehingga daya lalu dermaga mengalami titik
jenuh dan sudah harus menambahkan fasilitas lagi yaitu perpanjangan dermaga.
Dengan demikian hasil studi ini menyimpulakan bahwa kinerja yang diukur
di pelabuhan menunjukan bahwa Pelabuhan Pangkal Balam menunjukan
performance yang kurang baik dan telah melewati standar-standar yang diberikan
oleh Direktorat Jendral Perhubungan Laut. Selain itu analisis tingkat pelayanan
(LOS) dari fasilitas-fasilitas seperti dermaga dan lapangan penumpukan dari
masing-masing sekenario telah mengindikasikan bahwa fasilitas tersebut telah
mengalami kejenuhan dan perlu untuk dikembangkan lagi. Sedangkan LOS
gudang perlu dilakukan optimalisasi agar penggunaannya lebih efektif dan efisien.
Kebutuhan ruang dari fasilitas dermaga, gudang dan lapangan penumpukan yang
diperoleh diharapkan dapat menampung arus barang yang melaluinya.
161

BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan Studi


Evaluasi kinerja pelayanan Pelabuhan Pangkal Balam meliputi pelayanan
kapal, produktivitas bongkar muat dan utilisasi fasilitas. Dalam evaluasi ini dapat
dilihat bahwa kinerja Pelabuhan Pangkal Balam tidak terlepas dari seluruh
kegiatan pelabuhan yang ada di Bangka. Untuk itu hasil dari evaluasi ini
diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah setempat agar dapat
memperhatikan kinerja Pelabuhan Pangkal Balam yang sudah semakin menurun
sehingga tahun-tahun mendatang kinerja tersebut akan lebih baik, dari segi
operasional, lahan yang digunakan sampai alur pelayaran. Untuk mempelancar
162

seluruh kegiatan aliran barang dari daerah asal ke tujuan. Adapun kesimpulan dari
hasil analisis adalah sebagai berikut :
1. Pelabuhan Pangkal Balam secara fisik memiliki peran penting dalam
kegiatan aliran barang di Bangka, hal ini dikarenakan letaknya yang strategis
berada di Kota Pangkalpinang. Dari segi alur pelayarannya Pelabuhan Pangkal
Balam termasuk alur pelayaran Sungai Batu Rusa yang sampai saat ini masih
terus mengalami permasalahan pendangkalan pada alurnya. Sehingga setiap
tahunnya harus dilakukan pengerukan dengan biaya yang sangat tinggi yaitu
lebih dari Rp 37 miliar rupiah. Dari segi kelengkapan fasilitas peralatan,
Pelabuhan Pangkal Balam lebih lengkap dibandingkan dengan pelabuhan
lainnya yang terdapat di Pulau Bangka, ditambah lagi karena memiliki
peralatan untuk bongkar muat petikemas yaitu 1 (satu) unit Forklift 3,5 Ton
dan 1 (satu) unit Mobile Crane 50 Ton. Sehingga kinerja bongkar muat
semakin efektif dan efisien.
2. Kebergantungan Pulau Bangka terhadap produksi-produksi dari daerah
lain masih cukup besar terbukti dengan perbandingan antara persentase
bongkar dan muat yaitu sebesar 77 : 23 %. berdasarkan indikator input,
proporsi terhadap volume barang menurut kelompok komoditinya
menunjukan orientasi Pelabuhan Pangkal Balam cenderung berperan sebagai
Pelabuhan Bongkar dan muat. Barang-barang yang dibongkar merupakan
komoditas yang belum tersedia atau diproduksi di Bangka. Sebaliknya barang-
barang yang dimuat merupakan hasil-hasil perkebunan dan penggalian yang
produksinya belum dapat bersaing dengan daerah lainnya, bergantung pada
permintaan pasar. Pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya dari volume bongkar
muat barang di Pelabuhan Pangkal Balam menunjukan pertumbuhan rata-rata
sebesar 4,84 % setiap tahunnya.
3. Hasil pengamatan terhadap Kinerja Pelabuhan Pangkal Balam, terutama
untuk indikator outputnya nilai BTP rata-rata yang diperoleh adalah 2.062,42
ton/meter/tahun sedangkan nilai STP nya adalah 0,898 ton/m²/tahun dan nilai
OSTP sebesar 34,322 ton/m²/tahun. Kinerja output rata-rata yang diperoleh
untuk dermaga atau BTP dan lapangan penumpukan/OSTP telah melewati
163

standar yang diberikan (Lihat Lampiran B), sedangkan gudang/STP masih


dibawah rentang rata-rata standar yaitu 15 ton/m²/tahun. Berikut ini dapat
dilihat pada tebel perkembangan nilai BTP, STP dan OSTP setiap tahunnya.

Tabel 5.1
Perkembangan BTP, STP dan OSTP
Di Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2001-2005
BTP STP OSTP
Tahun
(ton/m²) (ton/m²) (ton/m²)
2001 2.248,00 1,35 4,80
2002 1.810,08 0,16 2,47
2003 1.825,00 0,25 13,54
2004 1.979,00 0,79 47,75
2005 2.450,00 1,94 103,05
Rata-rata 2.062,42 0,898 34,322
Sumber : Hasil Analisis, 2007

4. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap indikator kinerja pelabuhan yaitu


pada indikator utilisasi diperoleh hasil bahwa nilai BOR yang telah melewati
angka 65%. Kapasitas Pelabuhan Pangkal Balam dengan angka penggunaan
dermaga sebesar 98,51% telah melewati standar suatu dermaga berfungsi
optimum. Kapasitas dermaga tetap dengan penggunaan yang makin
meningkat akan menyebabkan waktu standar kapal menjadi lebih panjang
dalam melakukan kegiatan bongkar muat, pada akhirnya akan menyebabkan
biaya kapal meningkat sehingga biaya transportasi juga meningkat.
5. Demikian pula dengan niali SOR yang terus mengalami peningkatan
setiap tahunnya, pada tahun 2005 SOR mencapai 3,49%. Untuk nilai OSOR
setiap tahunnya mengalami peningkatan yang sangat pesat terlebih lagi pada
tahun 2005 hingga mencapai 10,26%. Walau demikian perkembangannya sejak
tahun 2001 menunjukan bahwa kinerja pelabuhan semakin membaik, dan
sudah memerlukan pembenahan kembali pada fasilitas-fasilitasnya untuk
dapat tetap menampung perkembangan arus barang yang terjadi.
Perkembangan nilai BOR, SOR dan OSOR setiap tahunnya dapat dilihat pada
table berikut ini :

Tabel 5.2
Perkembangan BOR, SOR dan OSOR
164

Di Pelabuhan Pangkal Balam Tahun 2001-2005


Tahun BOR (%) SOR (%) OSOR (%)
2001 98,17 2,12 2,61
2002 98,50 0,99 2,12
2003 98,40 1,10 2,55
2004 99,02 1,12 5,08
2005 98,49 3,49 10,26
Rata-rata 98,51 1,764 4,524
Sumber : PT. Pelindo II Cbg. Pangkal Balam

6. Pengamatan terhadap aliran barang dari/ke wilayah belakang melalui


Pelabuhan Pangkal Balam terutama melalui fasilitas utama seperti dermaga,
gudang dan lapangan penumpukan menunjukan bahwa banyak barang yang
diangkut langsung tanpa melalui pergudangan yaitu sebesar 85%. Banyaknya
barang yang diangkut langsung ini disebabkan oleh pelayanan yang diberikan
oleh fasilitas-fasilitasnya sangat terbatas/tidak memadai lagi. Hal ini akan
berakibat kerugian bagi pihak pengelola pelabuhan karena tidak dikenakannya
tarif sewa penumpukan yang seharusnya diperoleh. Selain itu pengangkutan
secara langsung juga sering menyebabkan terhambatnya kegiatan bongkar
muat akibat harus menunggu datangnya muatan yang akan diangkut dari/ke
kapal. Secara keseluruhan hal ini akan menyebabkan pelayanan pelabuhan
menjadi kurang efisien dan optimal.
7. Bila dilihat lebih lanjut pada tingkat pelayanan (LOS) Pelabuhan Pangkal
Balam dari masing-masing sekenario yang telah ditentukan sebelumnya,
menunjukan bahwa fasilitas dermaga memberikan tingkat pelayanan sebesar
359,68% telah berada jauh diatas angka 70% yang mengindikasikan suatu
kejenuhan sehingga fasilitas tersebut harus dikembangkan lagi. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada table berikut ini :

Tabel 5.3
Tingkat Pelayanan Dermaga, Gudang dan Lapangan Penumpukan
di Pelabuhan Pangkal Balam
165

Fasilitas Sekenario I Sekenario II Sekenario III


Dermaga 359,68 % 390,51 % 426,48 %
Gudang 14,92 % 16,20 % 17,69 %
Lapangan Penumpukan 45,29 % 49,17 % 53,70 %
Sumber : Hasil Analisis, 2007

8. Analisa kebutuhan pada fasilitas dermaga, gudang dan lapangan


penumpukan menunjukan bahwa perkembangan volume yang terjadi pada
masing-masing sekenario sudah harus diimbangi dengan kapasitas yang
memadai dari fasilitas-fasilitas terutama dermaga. Sedangkan fasilitas gudang
dan lapangan penumpukan nilai LOS yang diperoleh menunjukan bahwa
fasilitas ini masih dapat menampung aliran barang yang melaluinya. Akan
tetapi perlu diketahui bahwa sebesar 85% barang yang diangkut langsung juga
ikut mempengaruhi hal ini. Oleh karena itu perhitungan kebutuhan ruang
untuk gudang dan lapangan penumpukan dilakukan dengan asumsi bahwa
volume aliran barang yang dapat dilayani adalah sebesar 60% dan 40% dari
total volume barang. Berikut dapat dilihat kebutuhan ruang dari fasilitas
dermaga, gudang dan lapangan penumpukan :
Tabel 5.4
Kebutuhan Fasilitas Dermaga, Gudang dan Lapangan Penumpukan
di Pelabuhan Pangkal Balam
Kebutuhan Panjang/Luas
Fasilitas
Sekenario I Sekenario II Sekenario III
Dermaga 608 m 645 m 708 m
Gudang 6.656 m² 7.253 m² 8.038 m²
Lapangan Penumpukan 6.932 m² 7.830 m² 8.877 m²
Sumber : Hasil Analisis, 2007

Dengan demikian hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa kinerja yang
diukur di pelabuhan menunjukan bahwa Pelabuhan Pangkal Balam mempunyai
kinerja atau performance yang kurang baik. Selain itu analisis tingkat pelayanan
(LOS) dari fasilitas dermaga pada sekenario I mengindikasikan bahwa fasilitas
tersebut telah mengalami kejenuhan dan perlu untuk dikembangkan lagi.
Sedangkan untuk gudang dan lapangan penumpukan diharapkan adanya
peningkatan mutu atau kualitas pelayanan dari fasilitas tersebut terlebih dahulu
166

dengan pertimbangan bahwa fasilitas ini dapat menampung arus barang yang
melaluinya. Pada sekenario I saja telah menunjukan indikasi kejenuhan terhadap
fasilitas dermaga, terlebih lagi pada pelayanan volume barang yang tinggi yaitu
sekenario II dan III volume aliran barang yang melalui Pelabuhan Pangkal Balam
semakin meningkat pesat sehingga fasilitas pelabuhan tidak dapat menampung
aliran barang tersebut. Pada akhirnya menuntut penyediaan ruang untuk
keberadaan fasilitas-fasilitas tersebut. Maka dari itu salah satu upaya yang harus
ditempuh adalah mensinergikan antara peningkatan fungsi pelabuhan dengan
penyediaan fasilitas pelayanan pelabuhan, sehingga tidak terjadi ketimpangan
dalam melayani aktivitas kepelabuhan maupun sistem perangkutan secara
keseluruhan.

5.2 Rekomendasi
Sejalan dengan strategi pengembangan tata ruang propinsi serta kebijakan
pengembangan kota-kota melalui mekanisme pembangunan yang menitikberatkan
pada efisiensi maka prioritas pengembangan kota di tujukan terhadap Kota
Pangkalpinang. Peran Pelabuhan Pangkal Balam sendiri dalam konteks
pengembangan wilayah ini terutama di Kota Pangkalpinang adalah sebagai
pemicu perekonomian utama dan juga sebagai pusat pelayanan wilayah belakang.
Sebagai pemicu perekonomian Pelabuhan Pangkal Balam memiliki posisi
strategis, yaitu sebagai pintu gerbang masuk ke Kota Pangkalpinag dan
hinterlandnya. Hal ini menyebabkan lebih banyak hasil-hasil produksi dan segala
kebutuhan/ konsumsi akan diperoleh dengan melalui pelabuhan ini. Selain itu
pelayanan yang diberikan oleh Pelabuhan Pangkal Balam juga meliputi wilayah
belakangnya (hinterland) yaitu 1 kota dan 4 kabupaten yang ada di Pulau Bangka
sebagi pusat pelayanan belakang akan semakin kuat dengan adanya kebijakan
pemerintah untuk meningkatkan produksi hasil-hasil serta adanya perkembangan
dari industri-industri pengolahan, baik itu hasil hutan maupun pertanian yang
didukung dengan adanya peningkatan aksesibilitas melalui pembangunan
transportasi darat yang menyebabkan makin luasnya wilayah pengaruh dari
Pelabuhan Pangkal Balam.
167

Dengan demikian hasil analisis dan kesimpulan diperoleh beberapa hal


penting sebagai rekomendasi :
1. Perlu adanya peningkatan produksi komoditas yang dimiliki Pulau Bangka
agar dapat memenuhi kebutuhannya dan juga sebagai komoditas andalan yang
diperdagangkan ke wilayah lain. Dalam studi ini komoditas yang berorientasi
untuk ekspor seperti timah, karet, lada dan saat ini mulai meningkatnya adalah
ekspor CPO.
2. Perlu adanya peningkatan prasarana dan sarana transportasi darat sehingga
peningkatan pelayanan dari pelabuhan diimbangi dengan lancarnya
pergerakan barang yang menggunakan angkutan darat, mengingat fungsi
pelabuhan sebagai simpul pertemuan antara sistem transportasi darat dan
sistem transportasi laut.
3. Perlu adanya optimalisasi terhadap fasilitas gudang dan lapangan
penumpukan, untuk mendukung arus barang yang melalui Pelabuhan Pangkal
Balam dengan terus meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan oleh
masing-masing fasilitas.
4. Perlu adanya pengembangan dermaga, agar waktu tunggu kunjungan kapal
tidak terlalu lama yang dapat menyebabkan besarnya kerugian pada pengguna
jasa pelabuhan.
5. Adanya Depo Petikemas, untuk memperlancar kegiatan bongkar muat
barang di dalam pelabuhan.
6. Salah satu faktor penting agar pembangunan di suatu wilayah dapat
berjalan dengan lancar adalah dengan tersedianya prasarana yang dapat
memfasilitasi segala keperluan untuk kebutuhan pembangunan tersebut.
Keberadaan Pelabuhan Pangkal Balam merupakan bagian dari perencanaan
pengembangan wilayah yang dilakukan pemerintah setemapat. Dengan
demikian adanya pengembangan Pelabuhan Pangkal Balam dengan
menambah fasilitas dari dermaga, gudang dan lapangan penumpukan lebih
ditujukan untuk mendukung lancarnya pergerakan bongkar muat barang dari
Pelabuhan Pangkal Balam ke wilayah belakangnya atau sebalikanya. Dapat
kita lihat bahwa tambahan fasilitas yang diusulkan untuk mendukung
168

lancarnya aliran barang di Pelabuhan Pangkal Balam pada saat ini untuk
fasilitas dermaga yaitu seluas 537 m untuk mendukung kelancaran bongkar
muat. Sedangkan untuk gudang memerlukan penambahan luas seluas 5.383
m², sedangkan lapangan penumpukan, berdasarkan hasil perhitungan
memerlukan penambahan seluas 5.337 m², tetapi lebih direkomendasikan
bahwa penambahan tersebut tidak perlu atau tidak krusial melihat arus barang
lebih banyak yang menggunakan cara langsung dari pada melalui gudang dan
lapangan penumpukan. Sehingga akan lebih baik untuk meningkatkan mutu
atau kualitas pelayanan lapangan penumpukan saja. Berdasarakan
pertimbangan tersebut maka sebaiknya kebutuhan fasilitas yang diperoleh
pada sekenario pengembangan III, merupakan rekomendasi yang di usulkan
dalam studi ini sebagai usaha pengembangan Pelabuhan Pangkal Balam
sebagai bagian dari strategi untuk memacu pertumbuhan ekonomi wilayah.
7. Untuk alur pelayaran Pelabuhan Pangkal Balam perlu adanya penanganan
yang serius baik dari pihak PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam itu sendiri
maupun dari pihak Pemerintahan Propinsi setempat. Karena wewenang
terhadap alur Sungai Baturusa juga merupakan tanggung jawab dari
Pemerintah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sehingga diharapkan dalam
penanganan tersebut tidak hanya dilakukan pengerukan saja tapi lebih pada
pencegahan terjadinnya endapan Lumpur dan sedimentasi yang berasal dari
pembuangan lumpur dan pasir ke sungai oleh tambang timah inkonvensional
dan kiriman pasir dari laut. Karena jika hal ini dibiarkan terus menerus bukan
hanya akan terjadi pendangkalan saja akan tetapi menghambat dan
mengganggu kinerja pelabuhan. Dibutuhkan biaya total Rp 37,5 miliar untuk
mengeruk 750.000 meter kubik lumpur, maka PT. Pelindo II masih
memerlukan bantuan dari Pelindo II pusat yaitu Tanjung Priok. Namun jika
penanganan masalah ini dapat diselesaikan bersama, dana tersebut biasa
dialokasikan ke operasional pelabuhan lainnya seperti perbaikan dan
perawatan peralatan, perbaikan jalan, lingkungan dan sebagainya.

5.3 Penilaian Hasil Studi


169

5.3.1 Keterbatasan Studi


Secara umum studi yang dilakukan telah dapat mencapai tujuan serta
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Meskipun demikian, dalam studi ini
penulis menyadari bahwa analisis yang dilakukan masih terdapat beberapa hal
yang menjadi kekurangan dan keterbatasan studi yang diantaranya sebagai
berikut:
1. Studi ini hanya berusaha untuk menunjukan kebutuhan akan fasilitas
pelabuhan hanya menurut kondisi tahun-tahun sebelumnya.
2. Kajian ini juga hanya melihat tingkat persaingan dari tiga pelabuhan utama
saja (Pelabuhan Pangkal Balam, Pelabuhan Belinyu dan Pelabuhan Muntok)
pada kondisi eksisting tanpa melihat persaingan antar tiga pelabuhan tersebut
dimasa yang akan datang.
3. Studi ini menunjukan bahwa pengembangan Pelabuhan Pangkal Balam
yang dilakukan melalui penyediaan fasilitas-fasilitasnya tanpa
memperhitungkan kesediaan lahan yang dimiliki.
4. Studi ini menunjukan bahwa dari jumlah volume barang yang melalui
pelabuhan di peroleh jumlah kebutuhan untuk tiap fasilitas yang dilaluinya,
tetapi tidak membahas secara mendetel menurut jenis-jenis komoditi dan cara
pengemasannya berkaitan dengan kebutuhan fasilitas yang di perlukan.

1.3.2 Saran Studi lanjutan


Dengan belum sempurnanya studi ini, maka penulis menyarankan agar ada
suatu studi lanjutan, antara lain :
1. Studi mengenai dampak pengaruh Pelabuhan Pangkal
Balam terhadap perekonomian wilayah belakangnya maupun wilayah
depannya.
2. Studi mengenai ketersediaan lahan sebagai upaya
pengembangan Pelabuhan Pangkal Balam.
3. Studi mengenai alur pelayaran Pelabuhan Pangkal
Balam sebagai faktor utama dalam kelancaran pergerakan kapal pada alur
Sungai Batu Rusa.
170

4. Studi mengenai manajemen Pelabuhan Pangkal Balam


dengan menggunakan sistem pendekatan secara keseluruhan, baik itu secara
fisisk, operasional, financial dan manajemen sumber daya manusia.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Referensi
 Abbas Salim H. A. Manajemen Transportasi Jakarta. 1993.
 Bambang Triatmodjo. Pelabuhan, Jakarta, 1996.
 Kramadibrata Soejono. Berencana Merancang Pelabuhan.
Penerbit Ganeca Exact ITB. Bandung, 1981.
 Kramadibrata Soejono. Perencanaan Pelabuhan. Penerbit Ganeca
Exact ITB. Bandung, 1985.
 Lawalata, Herman ACarel. Pelabuhan Dan Niaga Pelayaran.
Aksara Baru. Jakarta, 1999.
 Morlok E.K. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi,
Penerbit Erlangga. Jakarta, 1995.
 N.A. Soekarsono. Kapal Kerja, Kapal Pengangkut dan
transportasi Laut. Jakarta, 1995.
 Poernomosidhi Hadjisaroso. Perencanaan Pembangunan Regional
dan Daerah, Universitas Indonesia, 1976.
 Warpani Soewardjoko. Analisis Kota dan Daerah. Penerbit Ganeca
Exact. Bandung, 1984.
171

 UNCTAD. Port Development.. United Nations. New York, 1978.

B. Laporan Tesis dan Tugas Akhir


- Amar. Studi Peningkatan Fungsi Pelabuhan Donggala Dalam Mendukung
Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Donggala. Tesis Jurusan Teknik
Planologi, Fakultas Teknik Institut Teknologi Bandung, 2000.
- Andi Yulistiono. Kajian Perkiraan Kebutuhan Pengembangan Fasilitas
Pelabuhan Tanjung Pandan Untuk Mendukung Ekspor CPO di Kabupaten
Belitung. Tugas Akhir Jurusan Teknik Planologi, Fakultas Teknik Institut
Teknologi Bandung, 2001.
- Irja Tobawan Simbiak. Kajian Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan Jayapura
Sebagai Bagian Dari Strategi Bagian Dari Strategi Pengembangan Wilayah
Belakang, Tugas Akhir Jurusan Teknik Planologi, Fakultas Teknik Institut
Teknologi Bandung, 2003.
- Herribertus Odo. Kajian Peningkatan Pemanfaatan Pelabuhan Wini di
Kabupaten Timor Tengah Utara. Tesis Jurusan Teknik Planologi, Fakultas
Teknik Institut Teknologi Bandung, 2001.
- Risdianto, M. Okto. Perkiraan Kebutuhan Pengembangan Fasilitas
Pelabuhan Belawan Untuk Mendukung Eksport CPO Di Sumatera Utara.
Tesis Jurusan Teknik Planologi, Fakultas Teknik Institut Teknologi Bandung,
1998.

C. Jurnal, Dokumentasi dan Laporan Yang di Publikasikan


 BAPPEDA. Rencana Tata Ruang Kawasan, 2003.
 BAPPEDA. Revisi Rencana Tata Ruang Kawasan Wilayah
Propinsi. 2005.
 Biro Hukum dan Organisasi, Departemen Perhubungan R.I.
Peraturan Pemerintah, No 69 Tahun 2001. Tentang Kepelabuhan, Jakarta,
2001
 BPS (Badan Pusat Statistik). Bangka Dalam Angka. Pangkal
Pinang, 2005.
 Departemen Perhubungan R.I. Keputusan Menteri Perhubungan,
No KM 26 Tahun 1998. Tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut. Jakarta,
1998.
 Direktorat Jendral Perhubungan Laut. Referensi Kepelabuhan Seri
3. Pengoperasian Pelabuhan, 2000.
 Direktorat Jendral Perhubungan Laut. Unctad, Pedoman
Pembangunan Pelabuhan, 2000.
 Kantor Administrasi Pelabuhan Pangkal Balam. Laporan Tahunan
Anggaran 2005. Pangkalpinang, 2005
 Keputusan Mentri Perhubungan No. 26 Tahun 1998, Tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut. Departemen Perhubungan RI. Jakarta,
1998.
172

 PT (Persero) Pelabuhan II. Data Operasional Pelabuhan Pangkal


Balam Periode tahun 2000-2005, PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam,
2006.
 Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001, Tentang Kepelabuhan.
Biro Hukum dan Organisasi, Departemen Perhubungan RI, Jakarta, 2005
 Referensi Kepelabuhan seri 3, 2000. Pengoperasian Pelabuhan,
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Jakarta, 2000.
 Soedjito, Bambang B. Pengelolaan Daerah Pesisir Secara
Integral: Suatu Tinjauan Melalui Konsep Pengembangan Wilayah, Kertas
Kerja Disampaikan dalam Pertemuan III, Simposium Pendekatan Ekologis
Untuk Pengelolaan Daerah Pesisir. Jakarta, 1976,

D. Encyclopedia, Kamus
- Kamus Besar Bahasa Indonesia. PT. Gramedia. Jakarta,
2001.

LAMPIRAN A
DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional merupakan suatu pengertian terhadap istilah dan


defenisi yang digunakan pada suatu tulisan, sehingga terdapat kesamaan
pandangan dan pengertian. Definisi operasional diberikan dengan maksud untuk
memberikan suatu informasi ilmiah yang akan membantu dalam penelitian
173

ataupun pengkajian. Demikian pula halnya denga studi ini , perlu dipahami
terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan hal-hal sebagai berikut :
√ Pelabuhan adalah daerah tempat berlabuh dan bertambatnya kapal laut serta
kendaraan air lainnya untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, bongkar
muat barang dan hewan serta merupakan daerah lingkungan kerja kegitan
ekonomi.
√ Kepelabuhanan adalah meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan
kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan
fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu
lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar, tempat
perpindahan intra dan/ atau antar moda serta mendorong perekonomian nasional
dan daerah.
√ Tatanan Kepelabuhanan Nasional adalah suatu sistem Kepelabuhanan
Nasional yang memuat tentang hirarki, peran, fungsi, klasifikasi, jenis,
penyelenggaraan, kegiatan, keterpaduan intra dan antar moda transportasi, serta
keterpaduan dengan sektor lainnya.
√ Pelabuhan Umum adalah pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan
pelayanan masyarakat umum.
√ Pelabuhan Khusus adalah pelabuhan yang dikelola untuk kepentingan sendiri
guna menunjang kegiatan tertentu.
√ Pelabuhan laut adalah pelabuhan umum yang menurut kegiatannya melayani
kegiatan angkutan laut.
√ Pelabuhan Penyeberangan adalah pelabuhan yang menurut kegiatannya
melayani kegiatan angkutan penyeberangan.
√ Pelabuhan sungai dan danau adalah pelabuhan yang menurut kegiatannya
melayani kegiatan angkutan sungai dan danau.
√ Fasilitas perairan pelabuhan, yaitu fasilitas-fasilitas yang dibangun dengan
maksud agar semua kapal dapat keluar/masuk dari dan ke wilayah perairan
pelabuhan serta berlabuh dengan tenang dan aman.
√ Dermaga, yaitu jembatan pendarat tempat kapal dengan bebas dapat bersandar
serta melakukan kegiatan bongkar muat dengan tenang dan aman.
174

√ Jasa Labuh adalah Jasa yang diberikan terhadap kapal agar dapat berlabuh
dengan aman menunggu pelayanan berikut seperti tambat, bongkar muat atau
menunggu pelayanan lainnya (docking, pengurusan dokumen dal lain-lain).
√ Jasa Bongkar Muat adalah Kegiatan pelayanan bongkar muat barang sejak dari
kapal hingga saat menyerahkan kepada pemilik barang.
√ Jasa Penumpukan adalah Pelayanan penumpukan barang di gudang sampai
dengan dikeluarkan dari tempat penumpukan untuk dimuat atau diserahkan
kepada pemilik.
√ Evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh
mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu
dengan standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya,
serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan
harapan-harapan yang ingin diperoleh (Tayibnapis,2000)
√ Utilisasi adalah pemanfaatan fasilitas.
√ Studi adalah telaah/penelitian atau penyelidikan ilmiah (Kamus Besar
Indonesia).
√ Peti kemas (container) adalah salah satu bebtuk “Unit Load Carrier”
berbentuk kotak yang berukuran standar (internasional) berguna untuk
menempatkan barang yang akan dipindahkan dari satu tempat lain yang akan
diangkut oleh suatu kapal khusus untuk mengangkut peti kemas.
√ Kapal barang (CargoVessel) adalah kapal yang dibuat khusus untuk tujuan
mengangkut barang-barang menerut jenis muatannya.
√ Pergudangan (Warehousing), yaitu tempat penyimpanan barang di dalam
gudang pelabuhan (Gudang Diepzee), selama barang yang bersangkutan
menunggu pemuatan diatas kapal atau menunggu pengeluarannya dari gudang
diepzee yang berada di bawah pengawasan Bea dan Cukai (Gudang Pabean).
√ Efisiensi adalah hal-hal yang terkait dengan aktivitas yang dilakukan.
√ Efektivitas, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan hasil yang ingin dicapai.
√ Indicator Input atau actual demand adalah indicator yang digunakan untuk
melihat masukan volume aliran barang melalui pelabuhan, sebagai akibat dari
adanya pertambahan pnduduk, pertumbuhan wilayah dan industrialisasi.
175

√ Indicator Output adalah indicator yang erat kaitannya dengan informasi


besarnya (trughput) atau daya lalu barang melalui suatu peralatan atau fasilitas
pelabuhan dalam periode tertentu.
√ Indicator Utilisasi adalah indicator yang dipakai untu mengukur sejauh mana
fasilitas dermaga, gudang dan lapangan penumpukan dimanfaatkan secara
intensif.
√ Berth adalah dermaga, lingkungan suatu pelabuhan tempat kapal bertambat.
√ Berthing Time adalah lamanya waktu kapal keseluruhan yang terpakai untuk
bertambat di dermaga.
√ Effective Time adalah waktu sesungguhnya yang terpakai untuk melakukan
kegiatan bongkar muat kapal di dermaga atau diluar pelabuhan.
√ Waiting time adalah waktu menunggu yang terbuang selama kapal yang
berada di pelabuhan dan tidak digunakan untuk kegiatan bongkar muat untuk
pergerakan kapal.
√ Gang adalah atuan yang digunaklan untuk penempatan buruh dikapal, di
gudang atau di dermaga dengan jumlah buruh sebanyak ±12 orang.
√ General Cargo adalah pengelompokan muatan yang terdiri dari bermacam
jenis atau muatan yang tidak temasuk klasifikasi khusus misalnya : kayu, minyak,
barang berbahaya, biji-bijian, kendaraan dan sebagainya.
√ Open Storage adalah lapangan terbuka untuk penumpukan barang.
√ Forklift (FLT) adalah peralatan/kendaraan khusus untuk mengangkat dan
memindahkan barang yang lazim digunakan di pelabuhan.
√ Mobil Crane adalah derek yang diangkut/berada diatas kendaraan.
√ Transhipment adalah pemindahan muatan dari satu kapal ke kapal lain.

√ Distribusi adalah produksi yang diimpor dari daerah asal dan masuk ke unit
terbesar (Pelabuhan Pangkal Balam) kemudian dialirkan ke unit terkecil (daerah
belakang) untuk diasumsikan didaerahbelakang tersebut.
√ Komoditi adalah hasil suatu produksi yang akan dipasarkan atau melalui
Pelabuhan Pangkal Balam sesuai dengan permintaan dari daerah tujuan.
176

√ Wilayah Hinterland adalah suatu wilayah belakang yang dapat mempengaruhi


dengan adanya suatu kegiatan yang dapat mempengaruhi dengan adanya suatu
kegiatan atau dapat disebut sebagai lingkup wilayah pengaruh.

LAMPIRAN B

TABEL LAMPIRAN B – 1
ARUS KUNJUNGAN KAPAL MENURUJ JENIS PELAYARANNYA
Tahun Satuan Luar Negeri Dalam negeri Lokal/Rakyat Jumlah
Unit 245 1.777 - 2.022
2001
GT 159.106 702318 - 861.424
Unit 240 1.728 - 1.968
2002
GT 172.456 852.422 - 1.024.878
Unit 174 1.426 - 1.600
2003
GT 137528 828.705 - 966.233
177

Unit 188 1.750 384 2.322


2004
GT 148.332 1.158.233 34.612 1.341.177
Unit 212 1.950 460 2.622
2005
GT 184.625 1.679.839 45772 1.910.236
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam. Satuan GT (Gross Tonnage)

TABEL LAMPIRAN B – 2
PERSENTASE BONGKAR (IMPOR)
DIPELABUHAN PANGKAL BALAM MENURUT KELOMPOK KOMODITI
TAHUN 2001 - 2005
Bahan Bahan Bahan
Tahun Total
Pokok Strategis Lainnya
2001 31.275 82.200 268 115.744
2002 5.343 22.750 42.638 72.733
2003 2.445 12.433 31.194 48.075
2004 2.193 34.277 6.986 45.460
2005 3.661 34.920 17.600 58.186
Rata-rata 13,60 % 56,51 % 29,89 %
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam

TABEL LAMPIRAN B – 3
PERSENTASE MUAT (EKSPORT)
DIPELABUHAN PANGKAL BALAM MENURUT KELOMPOK KOMODITI
TAHUN 2001 – 2005
Tahun Nonmigas Bahan Lainnya Total
2001 97.661 41.400 141.062
2002 115.755 2.199 119.956
2003 123.400 27.639 153.042
2004 117.040 33.156 152.200
2005 150.078 34.516 186.599
Rata-rata 81,30 % 18,70 %
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam

TABEL LAMPIRAN B – 4
VOLUME ALIRAN BARANG YANG DIANGKUT MELEWATI
GUDANG/LAPANGAN/LANGSUNG (ton)
TAHUN 2001 – 2005
Tahun Langsung Gudang Lapangan
2001 582.088 8.665 17.020
2002 511.067 1.050 8.751
2003 556.654 1.605 47.934
2004 824.793 5.080 169.056
2005 1.229.295 12.425 364.832
Jumlah 3.703.897 28.825 607.593
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam
178

TABEL LAMPIRAN B – 5
VOLUME BONGKAR MUAT BARANG (ton)
DIPELABUHAN PANGKAL BALAM
TAHUN 2001 – 2005
Tahun Dalam Negeri Luar Negeri Jumlah
2001 1.154.747 201.754 1.356.501
2002 784.277 202.285 986.562
2003 763.434 205.619 969.053
2004 1.099.326 231.882 1.331.208
2005 1.619.001 322.794 1.941.795
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam

TABEL LAMPIRAN B – 6
PERSENTASE BONGKAR MUAT
MENURUT JENIS PERDAGANGAN TAHUN 2001 - 2005
Bongkar Muat Ekspor Impor
Tahun
(ton) (ton) (ton) (ton)
2001 784.973 369.774 139.061 62.693
2002 474.356 309.921 117.954 84.331
2003 535.509 227.925 151.039 54.580
2004 830.323 269.003 188.744 43.138
2005 1.273.399 345.602 269.298 53.496
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam

TABEL LAMPIRAN B – 7
ARUS BARANG BERDASARKAN JENIS KEMASAN
PELABUHAN PANGKAL BALAM
TAHUN 2001 – 2005
Tahun
No Uraian Satuan
2001 2002 2003 2004 2005
1 General Cargo TON 411.906 276.378 330.304 596.199 1.213.726
2 Bag Cargo TON 398.801 423.000 332.516 458.367 409.656
3 Curah Cair TON 439.779 238.384 172.800 265.442 288.410
4 Curah Kering TON 106.015 48.800 39.352 11.200 30.003
5 Petikemas TEUs 4.717 4.810 6.270 10.939 17.717
-Isi 20' BOX 2.198 2.422 3.892 5.187 9.090
-Isi 40' BOX 30 41 54 114 157
- Kosong 20' BOX 2.405 2.198 2.172 5.292 8.013
179

- Kosong 40' BOX 27 54 49 116 150


6 Lain-lain TON 0 0 94.081 0 0
TON 1.356.501 986.562 969.053 1.331.208 1.941.795
Jumlah BOX 4.660 4.715 6.167 10.709 17.410
TEUs 4.717 4.810 6.270 10.939 17.717
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam

TABEL LAMPIRAN B – 8
ARUS BARANG BERDASARKAN JENIS KEMASAN
PELABUHAN PANGKAL BALAM
TAHUN 2001 – 2005
Tahun
Uraian Satuan
2001 2002 2003 2004 2005
I. Perdagangan Luar Negeri
1. IMPORT

TON 31.150 5.250 2.250 1.966 1.153
Beras

TON 125 93 195 227 2.508
Gula

TON 2.150 1.750 575 1.585 3.187
Aspal

TON 8.750 9.500 3.100 20.032 17.637
Batubara

TON 8.750 11.500 8.758 12.660 14.096
Batu Teraso
 Lainnya TON 268 42.638 31.194 6.986 17.600
JUMLAH 1 TON 62.693 84.331 54.580 51.614 56.181
2. EKSPORT

TON 53.150 52.155 54.250 40.524 32.191
Timah

TON 2.500 950 1.250 471 503
Karet

TON 37.261 59.500 65.750 74.667 116.398
Minyak sawit

TON 4.750 3.150 2.150 1.378 986
Lada
 Lainnya TON 41.400 2.199 27.639 33.156 34.516
JUMLAH 2 TON 139.061 117.954 151.039 150.196 184.594
JUMLAH 1 + 2 TON 201.754 202.285 205.619 201.810 240.775

Lanjutan Lampiran A - 8 ………….


Tahun
Uraian Satuan
2001 2002 2003 2004 2005
II. Perdagangan Dalam Negeri
1. BONGKAR

TON
Beras 40.150 41.151 41.450 41.586 38.999
180


TON
Tepung Terigu 9.850 10.980 11.758 12.817 7.816

TON
Gula pasir 5.252 6.153 6.257 6.450 5.617

TON
Semen 61.855 57.689 70.750 91.148 85.973

TON
Pupuk 62.250 61.255 69.856 75.723 73.052

TON
Spare part 1.875 975 1.645 5.452 6.426

TON
Kendaraan - - 95.150 141.590 354.905

TON
Lainnya 427.319 147.077 15.738 148.474 478.920
JUMLAH 1 TON 784.973 474.356 535.509 748.304 1.051.708
2. MUAT

TON
Pasir kwarsa 20.255 15.023 11.350 8.651 7.819

TON
Timah 10.125 15.255 2.150 4.217 894

TON
Karet 9.800 9.600 11.500 10.874 8.630

TON
Minyak sawit 241.531 103.218 104.790 105.918 90.046

TON
Palm kernel oil 21.345 20.010 20.710 21.006 31.072

TON
Lada 653 17 5 7 35

TON
Lainnya 45.062 127.037 38.883 47.881 256.984
JUMLAH 2 TON 369.774 309.921 227.925 255.566 395.480
JUMLAH 1 + 2 TON 1.154.747 784.277 763.434 1.003.870 1.447.188
JUMLAH I + II TON 1.356.501 986.562 969.053 1.205.680 1.687.963
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam
181

TABEL LAMPIRAN B – 9
MATRIKS ASAL TUJUAN BARANG

Pelabuhan Pangkal Balam Muntok Belinyu


Tanjungpandaan 8.370 5.814
Loksemawe 3.840 - -
Belawan 55.205 - 26.000
Teluk Bayur 104.846 - -
Batam 124.880 - -
Bengkalis 300 - -
Buatan 4.600 - -
Dabo Singkep - 1.700 -
Tanjung Pinang 1.876 - -
Kuala Tungga 11.794 4.024 573
Jambi 2.400 - 13.280
Muara Sabak 2.086 - -
Palembang 79.026 3.221 41.610
Panjang 68.830 10.662 -
Tanjung Periok 185.807 1.880 1.680
Bojonegoro 2.260 - -
Tanjung Perak 108.298 - -
Sunda Kelapa 74.292 - 70.324
Balik Papan - - 356
Samarinda 560 - -
Tanah Grogot - - 19.800
Pontianak 94.720 - -
Dumai 9.540 - -
Banjarmasin 3.400 - -
Cirebon 1.220 - -
Pangkalan Bun 46.280 - -
TOTAL 994.430 27.301 173.623
Sumber : OD Barang Tahun 2004
182

LAMPIRAN C

TABEL LAMPIRAN B – 1
UTILISASI FASILITAS PELABUHAN PANGKAL BALAM
TAHUN 2001 – 2005
Tahun
Uraian Satuan
2001 2002 2003 2004 2005
Dermaga
- BOR % 98,17 98,50 98,40 99,02 98,49
- BTP Ton/m² 2.248 1.810 1.825 1.979 2.450
Gudang
- SOR % 2,12 0,99 1,10 1,12 3,49
- STP Ton/m² 9,66 0,46 1,25 2,25 2,05
Lapangan Penumpukan
- OSOR % 2,61 2,12 2,55 5,08 10,26
- OSTP Ton/m² 15,05 3,72 4,15 2,01 31,22
Lapangan Petikemas
- OSTP % - - - - -
- OSOR Ton/m² - - - - -
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam

TABEL LAMPIRAN C – 2
PERHITUNGAN NILAI STP (Ton/M²)
DI PELABUHAN PANGKAL BALAM TAHUN 2001 – 2005
Tahun Volume (ton) STP (ton/m²)
2001 1.733 1,35
2002 210 0,16
2003 321 0,25
2004 1.016 0,79
2005 2.485 1,94
Rata-rata 1.153 0,898
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam

TABEL LAMPIRAN C – 3
PERHITUNGAN NILAI OSTP (Ton/M)
DI PELABUHAN PANGKAL BALAM TAHUN 2001 – 2005
Tahun Volume (ton) OSTP (ton/m)
2001 17.020 4,80
2002 8.751 2,47
2003 47.934 13,54
2004 169.056 47,75
2005 364.832 103,05
Rata-rata 121,518,6 34,322
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam
183

TABEL LAMPIRAN C – 4
UTILISASI DERMAGA
DI PELABUHAN PANGKAL BALAM TAHUN 2001 – 2005
Tahun BOR (%)
2001 98,17
2002 98,50
2003 98,40
2004 99,02
2005 98,49
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam

TABEL LAMPIRAN C – 5
UTILISASI GUDANG
DI PELABUHAN PANGKAL BALAM TAHUN 2001 – 2005
Tahun SOR (%)
2001 2,12
2002 0,99
2003 1,10
2004 1,12
2005 3,49
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam

TABEL LAMPIRAN C – 6
UTILISASI LAPANGAN PENUMPUKAN
DI PELABUHAN PANGKAL BALAM TAHUN 2001 – 2005
Tahun OSOR (%)
2001 2,61
2002 2,12
2003 2,55
2004 5,08
2005 10,26
Sumber : PT. Pelindo II Cabang Pangkal Balam
184

LAMPIRAN D

TABEL LAMPIRAN D – 1
UTILISASI FASILITAS PELABUHAN PANGKAL BALAM
TAHUN 2001 – 2005
Jenis Fasilitas Tingkat Pengguna Standar
Dermaga Berth Troughput/BTP 
(penggunaan dermaga) 600 – 1000 ton/m/tahun
pelabuhan besar, rata-rata
800 ton/m/tahun

10 – 20 ton/m/tahun, rata-rata
15 ton/m/tahun

Gudang Shed Troughput/STP 


(penggunaan gudang) Perbandingan gudang :
lapangan penumpukan = 60 :
40 %

Lapangan Penumpukan Open Storage Troughput / 


OSTP (penggunaan 10 – 20 ton/m/tahun, rata-rata
lapangan penumpukan) 15 ton/m/tahun

Peralatan Bongkar/Muat Tingkat Penggunaan 


Fasilitas (Utility Facilities) Forklift = 4% dari panjang
dermaga

Mobil Crane = 0,5% dari
panjang dermaga
Sumber : Bagian Perencanaan Dirjen Perhubungan Laut

TABEL LAMPIRAN D– 2
PERALATAN BONGKAR/MUAT FORKLIFT DAN MOBIL CRANE
Jenis Karakteristik Keterangan
Forklift  
Kapasitas 2 – 4,5 ton Cocok untuk bongkar/muat,
 menumpuk dan mengangkat
Tinggi angkat 2,5 – 5 m pada jarak dekat
 
Tenaga Penggerak Kecepatan baik
 Bensin 
 Diesel Mesin tahan lama
 Elektrik

Mobil Crane  
Kapasitas 2 – 4 ton Serba guna, dapat digunakan
untuk seluruh jenis barang
185

umum

Sumber : Referensi Kepelabuhan seri 4, Perencanaan dan Perancangan

LAMPIRAN E
Regresi Linier

Regresi linier adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis


hubungan antara dua atau lebih variabel dan dapat digunakan untuk meramalkan
suatu keadaan pada masa yang akan datang dengan cara menganalisis
kecendrungan (trend) dari keadaan sebelumnya, dengan asumsi bahwa pola
perkembangannya akan mengikuti pola perkembangan sebelumnya.
Dalam regresi linier ini, hubungan antara variabel tersebut dinyatakan dalam
bentuk persaman. Bentuk persamaan regresi linier yang paling sederhana adalah
persamaan linier dengan dua variabel, yaitu :
Y = a + b (X)
Y = variabel tak bebas, yaitu variabel yang nilainnya tergantung pada nilai
variabel lain (X)
X = variabel tak bebas, yaitu variabel yang nilainnya dapat
ditentukan/diketahui
a = konstanta regresi
b = koefisien regresi

1. Perhitungan Proyeksi Volume Aliran Barang pada Tiga Pelabuhan


Utama Tahun 2015 di Pulau Bangka

Tabel Lampiran E-1


Volume Bongkar Muat Barang (Ton) Di Tiga Pelabuhan Utama
Di Pulau Bangka Tahun 2001-2005
186

Tahun Pangkal Balam Belinyu Muntok Jumlah


2001 1.356.501 94.645 274.068 1.725.214
2002 986.562 92.772 238.950 1.318.284
2003 969.053 107.766 211.145 1.287.964
2004 1.331.208 187.988 194.916 1.714.112
2005 1.941.795 230.516 154.110 2.326.421

Y = a + b (X)
Dimana :
Y = jumlah volume barang tahun terhitung (jiwa)
X = tambahan tahun terhitung dari tahun dasar
a, b tetapan yang dapat diperoleh dari rumus :

a =  P  x 2   x  PX

N x 2    X  2
b = N PX   X  P
N x 2    X  2

Tabel Lampiran E-2


Perhitungan Proyeksi Volume Aliran Barang Tahun 2015
Yang melalui Tiga Pelabuhan Utama Di Pulau Bangka
Jumlah Aliran
Tahun X X² Y.X
Barang (P)
2001 1.725.214 -2 4 -3.450.428
2002 1.318.284 -1 1 -1.318.284
2003 1.287.964 0 0 0
2004 1.714.112 1 1 1.714.112
2005 2.326.421 2 4 4.652.842
Jumlah 8.371.995 0 10 1.598.242

a 
 8.371.995  10 -  0  1.598.242
 5  10 -  0 2
83.719.950
 = 1.674.399
50
 5  1.598.242
b  = 159.824,2  159.824
5  10
187

Y = a + b (x2005-2015)
= 1.674.399 + 159.824 (2015 – 2005)
= 3.272.639 ton

2. Perhitungan Proyeksi Berth Throughput Tahun 2015 di Pulau Bangka

Tabel Lampiran E-3


Perhitungan Proyeksi BTP Tahun 2015
di Pelabuhan Pangkal Balam
Berth
Tahun X X² Y.X
Throughput (Y)
2001 2.248 -2 4 -4.496
2002 1.810 -1 1 -1.810
2003 1.825 0 0 0
2004 1.979 1 1 1.979
2005 2.450 2 4 4.900
Jumlah 10.312 0 10 573

a 
10.312  10 -  0  573
 5  10 -  0 2
103.120

50
= 2.062,4  2.062

 5  573
b  = 57,3  57
5  10

Y = a + b (x2015-2005)
= 2.062 + 57 (2015 – 2005)
= 2.632 ton/m
188

Anda mungkin juga menyukai