Anda di halaman 1dari 25

Pendekatan Klinis terhadap Perdarahan Abnormal postcoital dengan Suspek

Kanker Serviks
Kelompok D4

Chrissela Michelle Kainama (102014255), Giovani Nando Erico Diantama (102015078), Novita
Anggraeni Putri Irawan (102015105), Jessica Amara Wijaya (102016037), Yohana Stefanie
H.Samosir (102016110), Trias Adam (102016130), Sinaga, Olvani Megawati (102016176)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat 1510

Abstrak

Perdarahan postcoital dapat merupakan suatu pertanda telah terjadi keganasan pada organ genitalia
yang ditunjang dengan pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat. Salah satunya adalah Kanker
serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks merupakan sepertiga bagian
bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri
eksternum. Pemeriksaan skrining awal pada daerah-daerah yang saat ini dikerjakan ialah IVA.
Pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA) adalah metode lain untuk skrining kanker serviks
dilakukan dengan mengoleskan asam asetat 5% pada area serviks dan melakukan pengamatan satu
menit kemudian. Melalui pemeriksaan IVA maka dapat dilihat apakah terdapat lesi prekanker.
Selain itu dapat dilakukan pap smear dan untuk memastikan suatu keganasan pada serviks dapat
dilakukan biopsy serviks. Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human Papilloma
Virus) sub tipe onkogenik, terutama sub tipe 16 dan 18. Serta faktor resiko lain. salah satu
pencegahan yang dianjurkan untuk mencegah kanker serviks adalah dengan melakuakan vaksinasi
sedini mungkin.

Kata Kunci: perdarahan postcoital, ca serviks, IVA, pap smear, dan vaksinas HPV

Abstract

Postcoital bleeding can be a sign that malignancy has occurred in the genital organs which is
supported by physical examination and proper support. One of them is cervical cancer which is a
malignancy originating from the cervix. The cervix is the lower third of the uterus, cylindrical,
protruding and associated with the vagina through the external uterine os. The first screening
examination in the areas being worked on is IVA. A visual inspection of acetic acid (IVA) is
another method for screening cervical cancer by applying 5% acetic acid to the cervical area and
making observations a minute later. Through IVA examination it can be seen whether there are
precancerous lesions. In addition pap smears can be performed and to make sure a malignancy in
the cervix can be performed cervical biopsy. The cause of cervical cancer is known to
be the HPV (Human Papilloma Virus) sub-type oncogenic, especially sub-types 16 and 18. As well

P a g e 1 | 25
as other risk factors. One of the recommended precautions to prevent cervical cancer is to
vaccinate as early as possible

Keywords: postcoital bleeding, cervical carcinoma, IVA, pap smears, and HPV vaccines

Pendahuluan

Kelainan pada organ reproduksi wanita dapat memunculkan berbagai macam manifestasi klinis
salah satunya adalah perdarahan yang abnormal dimana terjadi diluar fase menstruasi dan diluar
dalam masa inpartu bisa saja terjadi karena merupakan respon telah terjadi peradangan atau trauma
pada area gentitalia. Salah satu perdarahan abnormal yang terjadi adalah perdarahan postcoital
yang merupaka perdarahan setelah melakukan hubungan seksual. Perdarahan postcoital dapat
berupa manifestasi kelainan yang terjadi dari lesi permukaan saluran genital yang mencakup polip
serviks, servisitis, ektropion, lesi intra-epitel servikal (CIN), atau karsinoma. Prevalensi kanker
serviks pada wanita dengan perdarahan postcoital adalah 3 hingga 5,5% dan prevalensi CIN adalah
6,8% hingga 17,8%.1 Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai pendekatan diagnostic terhadap
perdarahan postcoital sehingga dapat membedakan suatu bentuk keganasan atau bukan.

Skenario 8

Seorang perempuan berusia 52 tahun, P5A0, datang dengan keluhan keluhan bercak darah dari
kemaluan sehabis berhubungan, disertai dengan nyeri perut bagian bawah dan rasa tidak nyaman
pada daerah vagina.

Anamnesis

Berdasarkan skenario yang didapatkan maka anamnesis pada pasien dimulai sebagai berikut:2

 Identitas: nama, umur, alamat, pekerjaan, sudah menikah atau belum, apabila sudah
tanyakan pernikahan keberapa?pekerjaan suami?
 Keluhan utama: keluhan yang membuat pasien datang untuk memeriksakan diri
 Riwayat Penyakit sekarang
a. Riwayat Obstetrik

P a g e 2 | 25
 Riwayat kehamilan: apakah sebelumnya sudah pernah hamil? Bagaimana kehamilannya
pada saat itu apakah sampai ke persalinan atau berakhir dengan abortus/keguguran?
persalinan secara pervaginam/normal atau operasi? Persalinan pada saat itu dimana
(rumah,puskesmas, atau rumah sakit)? Ditolong oleh siapa (dukun, bidan, atau dokter)?
bagaimana keadaan anak pada saat lahir?
b. Riwayat Ginekologik
 Apakah pernah memiliki riwayat kelainan/penyakit pada ginekologi terkait organ
reproduksi wanita (vagina, uterus, dan ovarium),pertama kali coitus? kapan terakhir kali
coitus? apakah saat coitus atau setelahnya terdapat perdarahan? Apakah memiliki partner
seksual lebih dari satu?
 Riwayat haid: kapan pertama kali haid? Perkiraan umur pada saat itu? Apakah siklus haid
teratur? Lama haid? Banyaknya darah pada waktu haid? Apakah disertai dengan nyeri atau
tidak? Apakah saat ini sudah menopause?tanggal terakhir haid pada bulan ini?
 Gejala penyerta: apakah keluhan saat ini disertai dengan perdarahan?apakah terdapat
keputihan?apakah rutin memakai pantyliner?(apakah terjadi terus-menerus, atau hanya
pada waktu-waktu tertentu saja (perdarahan: apakah terjadi sewaktu atau setelah koitus),
seberapa banyaknya, apa warnanya, baunya, disertai dengan rasa gatal/nyeri?, apakah
keluhan yang ada disertai dengan nyeri saat miksi?sering berkemih?terasa urin
tertahan(retensi urin), berkemih tidak lancar/tidak dapat ditahan? Apakah terdapat
gangguan pada bagian lain seperti payudara atau pada bagian perut?
 Riwayat penyakit dahulu: apakah pernah mengalami hal yang serupa? Memiliki penyakit
kronis seperti diabetes melitus, hipertensi, TBC, jantung?
 Riwayat penyakit keluarga: apakah dalam keluarga memiliki kelainan yang serupa?
Apakah pada keluarga ada yang menderita penyakit keganasan seperti ca ovarium, ca
serviks, atau ca payudara?
 Riwayat pribadi: apakah memiliki kebiasaan merokok dan minum minuman yang
mengandung alcohol?

Berdasarkan hasil anamnesis 5 bulan terakhir pasien mengeluarkan cairan kuning dengan bau yang
tidak enak, pasien merupakan istri ke-3 dari suami. Suami merupakan supir bus antarkota dan suka
berhubungan dengan wanita diluar status pernikahannya. Pasien pertama kali berhubungan badan

P a g e 3 | 25
pada usia 16 tahun. Partner seksual isri ada 4 orang. Menopause sejak usia 49 tahun dan tidak
menggunakan KB. Pasien tidak ada riwayat merokok dan minum minuman yang mengandung
alcohol.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang terkait pada pasien adalah pemeriksaan ginekologi. Pertama, menilai
keadaan umum pasien, kesadaran dan tanda-tanda vital dari pasien. berikut adalah beberapa
pemeriksaan ginekologi yang dapat dilakukan:2

Pemeriksaan Abdomen

Pasien dalam posisi terlentang/kedua tangan disamping perut. Pasien diminta rileks agar dinding
perut tidak tegang

a. Inspeksi Abdomen
 Adakah perbesaran atau penonjolan pada dinding perut, bila ada, dicatat bentuk,
ukuran, dan lokasi
 Perubahan warna kulit
 Bekas luka/operasi
 Warna biru didaerah umbilicus (tanda cullent)
b. Palpasi Abdomen
 Kedua lutut fleksi
 Menggunakan seluruh telapak tangan dan jari-jari
 Diawali dengan memeriksa ketegangan dinding perut: apakah dinding perut kendor
atau tegang?
 Adakah nyeri tekan, nyeri lepas, nyeri ketuk, defence musculare
 Bila teraba sesuatu dicatat: lokasinya (biasa digunakan kuadran/ atau indicator tertentu
misalnya letaknya terhadap umbilicus), ukurannya, permukaannya (licin atau
berbenjol-benjol), batasnya (tegas/-), konsistensinya (keras, kenyal, lunak), mudah

P a g e 4 | 25
digerakkan atau terfiksir, apakah tumor masuk ke panggul, pada palpasi abdomen juga
harus dinilai, ada tidaknya perbesaran hepar, limpa, dan ginjal.

Pemeriksaan Pelvik

Pemeriksaan pelvik dilakukan dengan meminta pasien berbaring di atas meja ginekologi dan
dibaringkan sesuai dengan ketentuan. kemudian dilakukan aseptic pada organ genitalia eksterna
dengan menggunakan cairan antiseptic.

a. Inspeksi
 amati pada organ genitalia eksterna terdapat kelainan. Secara sistematis yang perlu
diperhatikan
 pertumbuhan rambut pada pubis
 keadaan kulit daerah vulva (perlukaan, vesikel, nodul, perubahan warna, leukoplakia,
tumor
 Keadaan muara uretra (infeksi, kurunkula, tumor)
 Keadaan labia majora dan minora: simetri atau tidak, perlukaan, pembengkakan,
penonjolan
 Keadaan perineum: pembengkakan, sikatrik/bekas episiotomy, tumor
 Keadaan introitus vagina: apakah ada kurunkula, apakah ada discharge (warna,
konsistensi, banyaknya, berbau atau tidak)

In Speculo

Pemeriksaan ini dikerjakan pada wanita yang sudah menikah atau sudah melakukan hubungan sex.
Apabila cervix uteri tertutup oleh lendir atau darah, dibersihkan dengan kapas yang sudah
direndam cairan antiseptic. Cairan yang menutupi cervix diperhatikan volumenya, konsistensinya,
warna, berbau atau tidak.

 Apabila cerviks sudah terlihat jelas perhatikan dengan cermat: warna mukosanya,
(hiperemik, anemic, livide), apakad ada kelainan seperti: ektropion, laserasi, sikatrik,
granulasi, polip, dan tumor
 Perhatikan juga dinding vagina: warnanya, petechiae, varises, granulasi, ulserasi,
lacerasi, fistula, tumor, penonjolan dinding vagina karena kendor (sistokele, rektokel)

P a g e 5 | 25
Pemeriksaan Dalam Bimanual

Pemeriksaan bimanual (vagina toucher) memasukkan jari telunjuk dan jari tengah (kalau perlu
diberikan lubricant) tangan kanan ke dalam vagina sedangkan tangan kiri suprapubic. Tangan kiri
yang berada di atas suprapubic berguna untuk membantu meraba organ yang diperiksa. Perabaan
dilakukan mulai dari vagina hingga ke fornices, serviks, uterus, adnexa, parametrium, dan
keseluruhan organ panggul. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pemeriksaan
bimanual:

a. Vagina
Ada/- kelaianan didaerah introitus vagina: kista bartolik (kistik), bartholinitis,
hematoma. Ketegangan dinding vagina, ada atau tidaknya sistokel atau rektokel,
keadaaan rugae (ada atau tidaknya tumor, ulkus, fistula
b. Cervix uteri
 Diraba permukaan serviks adakah ulkus, sikatriks, tumor
 Letak, ukuran, dan bentuk serviks
 Konsistensi: kenyal, keras, dan lunak (tanda hegar)
 Canalis cervikalis terbuka atau tertutup
 Mudah digerakkan atau terfiksasi
 Adakah rasa nyeri kalau serviks di goyangkan (slinger pain)
c. Uterus
 Posisi uterus (antefleksi, retrofleksi, anteversi, retroversi, sinistro atau dekstro-
positio
 Bentuk dan ukuran uterus: simetris atau tidak, ukurannya normal atau membesar
 Konsistensi: kenyal atau keras
 Permukaan: rata atau berbenjol
 Mobilitas uterus
 Ada/- tumor
d. Endometrium
 Struktur adnexa (tuba,ovarium)
 Ada tidaknya nyeri pada perabaan

P a g e 6 | 25
 Teraba tumor atau tidak (lokasi, ukuran, permukaan, batas, konsistensi, mobilitas,
hubungan dengan alat sekitarnya

Seperti halnya dengan pemasangan spekulum, pemeriksaan bimanual hanya dilakukan pada
wanita yang sudah menikah atau pernah berhubungan seks. Pada wanita yang belum menikah atau
belum melakukan hubungan seks, pemeriksaan bimanual dilakukan melalui rektum (rectal
toucher)

Inspeksi Organ Genitalia Eksterna

 Dalam letak litotomi, pemeriksa dalam inspeksi memperhatikan bentuk, warna,


pembengkakan, dan sebagainya dari genitalia eksterna, perineum, anus dan sekitarnya; diamati
apakah ada darah atau fluor albus. Apakah hymen masih utuh dan klitoris normal. Pada
perdarahan pervaginam dan fluor albus perlu pula diperhatikan banyakya, warnanya, kental
atau encernya dan baunya.

Palpasi Vulva dan Perineum

 Pemeriksaan dapat dimulai dengan perabaan glandula bartholini dengan jari-jari dari luar, yang
kemudian diteruskan dengan perabaan antara dua jari didalam vagina dan ibu jari diluar. Dicari
apakah ada bartolinitis, abses atau kista. Dalam keadaan normal kelenjar bartolini tidak dapat
diraba. Apabila menderita urethritis gonoreika, maka nanah tampak lebih jelas keluar dari
orificium uretra eksterum jika dinding belakang uretra di urut dari dalam ke luar dengan jari-
jari yang berada didalam vagina.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan IVA

Pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA) adalah metode lain untuk skrining kanker serviks
dilakukan dengan mengoleskan asam asetat 5% pada area serviks dan melakukan pengamatan satu
menit kemudian. setelah sekitar sepuluh detik dilakukan observasi terhadap perubahan yang
berupa ada atau tidak ada warna memutih pada serviks yang mncerminkan kondisi lesi prakanker
serviks. Fase ini merupakan tujuan utama dari skrining kanker serviks. Keuntungan dari metode

P a g e 7 | 25
ini adalah sederhana, cepat, mudah, murah, tidak nyeri, dan hasil langsung bisa dilihat tanpa
intepretasi laboratorik. Metode ini dapat dikerjakan pada low resource setting sehingga
diutamakan untuk golongan masyarakat miskin, masyarakat terpencil yang sulit mendapatkan
akses pelayanan kesehatan, dan dapat dikerjakan oleh bidan di puskesmas.3,4,5

Interpretasi hasil dari metode IVA adalah jika terdapat warna putih berarti tes IVA positif karena
terdapat white epithelium yang mencerminkan adanya kondisi lesi pra kanker. Jika tidak terdapat
warna putih maka tes IVA negatif.5

Pemeriksaan Pap Smear

Pemeriksaan Pap Smear adalah pemeriksaan yang diindikasikan untuk mendeteksi adanya lesi
prakanker dan lesi kanker pada serviks sangat membantu menurunkan insiden kanker serviks..
Syarat untuk melakukan pemeriksaan ini adalah sebagai berikut:3,4,5

 Pasien tidak sedang mengalami menstruasi.


 Pasien tidak boleh melakukan hubungan seksual, tidak boleh menggunakan vaginal douche,
tampon, obat-obat krim vagina, dan krim kontrasepsi dalam waktu 24 – 48 jam sebelum
skrining.
 Bila ada infeksi yang muncul, harus diobati terlebih dahulu.
 Skrining dilakukan bila ada perdarahan dan radang pada serviks dikarenakan gejala tersebut
berkaitan dengan displasia serviks dan keganasan.

Pada saat pemeriksaan Pap Smear, pasien berada dalam posisi litotomi. Kemudian dilakukan
tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah vulva dan sekitarnya untuk mencegah kontaminasi.
Setelah dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis, spekulum dipasang ke dalam liang vagina tanpa
diberi lubrikasi. Setelah spekulum terpasang, dilakukan pemeriksaan serviks untuk melihat adanya
kelainan. Bila serviks banyak dilapisi lendir, dapat dibersihkan dahulu dengan kapas kering.
Setelah dibersihkan, pengambilan spesimen dapat dilakukan dengan menggunakan spatula pada
ektoserviks yaitu dengan cara memutarkannya 360°. Spatula kemudian dioleskan pada kaca objek.
Lalu dengan menggunakan cytobrush, dapat dilakukan pengambilan spesimen di kanalis servikalis
dengan memasukkan cytobrush ke dalam serviks, lalu diputar sekitar setengah lingkaran. Setelah

P a g e 8 | 25
pengambilan spesimen selesai, oleskan cytobrush pada kaca objek dan lakukan fiksasi spesimen
dengan mencelupkan kaca objek ke dalam alkohol 96% atau disemprot dengan cytologic spray.
Setelah dilakukan fiksasi, spesimen dapat dikirimkan ke laboratorium patologi anatomi.

Pemeriksaan Kolposkopi

Kolposkopi adalah pemeriksaan leher rahim untuk mencari kelainan untuk mengonfirmasi hasil
dari pap smear. Pemeriksaan ini dilakuka dengan memasukan speculum, serviks diusap dengan
asam asetat 3% atau 5%. Tindakan ini akan mendehidrasi sel dan daerah-daerah yang abnormal,
yakni dengan inti yang lebih padat dan memantulkan cahaya akan tampak berwarna putih
(acetowhite). Pola pembuluh darah didaerah putih itu juga perlu diperiksa. Dokter akan memakai
kaca pembesar khusus untuk melihat vulva, vagina, dan leher rahim. Proses ini menggunakan
mikroskop dengan lampu kecil di ujungnya. Jika terlihat kelainan pada proses kolposkopi, sampel
kecil jaringan akan diambil dari leher rahim dan diperiksa di bawah mikroskop, untuk melihat
apakah ada sel kanker di dalamnya. Selain itu kolposkopi juga dapat berguna dalam menentukan
arah biopsi pada serviks agar lebih terarah.4,6

Biopsi Serviks

Biopsi dilakukan pada daerah yang abnormal jika sambungan skuamo kolumnar (SSK) terlihat
seluruhnya dengan kolposkopi, atau pada daerah yang tidak terwarnai oleh larutan Lugol-Yudium
5% (Tes Schiller). Jika SSK tidak terlihat seluruhnya, maka contoh jaringan di ambil secara
konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus tajam, sehingga tidak merusak
epitel.2,4

Kuretase Endoserviks

Kuretase endoserviks harus dilakukan setelah tindakan biopsi terarah, kecuali pada perempuan
hamil. Walaupun kuretase kurang akurat untuk menilai derajat invasif, namun tindakan ini dapat
memperkecil kemungkinan adanya kanker invasif, khusunya bila lesi berada di kanalis
serviksalis.2, 4

Sebuah prosedur operasi kecil bernama biopsi kerucut (cone biopsy) mungkin perlu dilakukan.
Istilah biopsi kerucut diambil dari jaringan berbentuk kerucut yang diambil dari leher rahim. Sel-
P a g e 9 | 25
sel dari jaringan ini akan diperiksa dengan mikroskop untuk memeriksa apakah ada sel kanker.
Prosedur ini dilakukan di rumah sakit dengan pemakaian bius lokal. Efek sampingnya adalah
pendarahan yang mungkin terjadi hingga satu bulan setelah operasi. Selain itu, menstruasi juga
mungkin akan terasa nyeri. Jika leher rahim mengandung sel kanker atau sel yang berpotensi
menjadi kanker, penanganan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan seluruh sel abnormal
tersebut terangkat.4

Differential Diagnosis

A. Polip Serviks
Polip merupakan lesi atau tumor padat serviks yang paling sering dijumpai. Tumor ini
merupakan penjuluran dari bagian endoserviks atau intramukosal serviks dengan variasi
eksternal atau region vaginal serviks. 2
Gambaran Klinik
Polip bervariasi dari tunggal hingga multiple, berwarna merah terang, rapuh, dan
strukturnya menyerupai spons. Kebanyakan polip ditemukan berupa penjuluran berwarna
merah terang yang menjepit atau keluar dari ostium serviks. Bila polip serviks berasal dar
ektoserviks maka warna polip menjadi lebih pucat dan strukturnya lebih kenyal daripada
polip endoserviks. Gambaran histopatologis polip adalah sama dengan jaringan asalnya.
Umumnya permukaan polip tersusun selapis epitel kolumner yang tinggi (endoserviks), sel
epitel kelenjar serviks dan stroma jaringan ikat longgar yang diinfiltrasi oleh sel bulat dan
edma. Tidak jarang polip mengalami nekrotik atau ulserasi sehingga menimbulkan
perdarahan terutama sekali pascasenggama. Epitel endoserviks sering mengalami
metaplasia skuamosa dan serbukan sel radang sehingga meyerupai degenerasi ganas.2
B. Cervisitis
Servisitis mengacu pada peradangan stroma serviks yang dapat bersifat akut atau kronis.
Servisitis biasanya muncul dengan keluarnya cairan dan mukopurulen; Namun, perdarahan
postcoital juga terkait dengan kondisi ini. Servisitis akut dapat disebabkan oleh infeksi
spesies C. trachomatis, N. gonore, T. vaginalis, G. vaginalis, dan mikoplasma. Servisitis
kronis biasanya tidak memiliki sumber infeksi. Infeksi serviks penting untuk mendiagnosis
P a g e 10 | 25
dan mengobati dini karena infeksi ini dapat naik ke saluran genital bagian atas dan
menyebabkan komplikasi yang signifikan termasuk penyakit radang panggul, infertilitas,
nyeri panggul kronis, dan peningkatan risiko kehamilan ektopik1,2
C. Endometritis
Endometritis adalah peradangan pada lapisan endometrium uterus. Selain endometrium,
peradangan mungkin melibatkan miometrium dan, kadang-kadang, parametrium.
Endometritis dapat dibagi menjadi endometritis terkait kehamilan dan endometritis yang
tidak terkait dengan kehamilan. Ketika kondisi ini tidak berhubungan dengan kehamilan,
itu disebut sebagai penyakit radang panggul (PID). Endometritis sering dikaitkan dengan
peradangan tuba falopi (salpingitis), ovarium (ooforitis), dan peritoneum panggul
(peritonitis panggul). Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) 2015 pedoman
pengobatan penyakit menular seksual mendefinisikan PID sebagai kombinasi endometritis,
salpingitis, abses tubo-ovarium, dan peritonitis panggul.7

Infeksi endometrium, atau desidua, biasanya terjadi akibat infeksi yang naik dari saluran
genital bawah. Dari perspektif patologis, endometritis dapat diklasifikasikan sebagai akut
dan kronis. Endometritis akut ditandai oleh adanya neutrofil di dalam kelenjar
endometrium. Endometritis kronis ditandai oleh adanya sel-sel plasma dan limfosit dalam
stroma endometrium. 7

Pada populasi nonobstetrik, penyakit radang panggul dan prosedur ginekologis invasif
adalah prekursor yang paling umum untuk endometritis akut. Pada populasi obstetri,
infeksi postpartum adalah pendahulu yang paling umum.7

Endometritis kronis pada populasi kebidanan biasanya dikaitkan dengan produk konsepsi
yang dipertahankan setelah melahirkan atau aborsi elektif. Pada populasi nonobstetric,
endometritis kronis telah terlihat dengan infeksi (misalnya, klamidia, tuberkulosis,
vaginosis bakteri) dan adanya alat kontrasepsi. Diagnosis endometritis biasanya didasarkan
pada temuan klinis, seperti demam dan nyeri perut bagian bawah.7

D. Kanker Endometrium

P a g e 11 | 25
Etiologi dari kanker endometrium adalah pajanan (eksogen atau endogen) yang terlalu
panjang. Faktor resiko yang berhubungan kanker endometrium adalah obesitas, infertilitas,
menarche dini, menopause yang lambat (>52 tahun), diabetes melitus, hipertensi,
penggunaan tamoksifen, kondisi anovulasi kronis, rangsangan esterogen yang terus-
menerus, sedangkan faktor yang melindungi terhadap kanker endometrium adala pil
kontrasepsi yang dipergunakan sekurang-kurangnya 12 bulan; proteksi dapat berlangsung
sampai 10 tahun. Diagnosis pasti pasti dibuat dengan sampel histopatologik.2,8

Manifestasi Klinis
Karsinoma biasa terjadi pada decade keenam atau ketujuh kehidupan. Sebagian besar
penderita terdiagnosis penyakit ini pada stadium awal. Gejala klinis yang biasanya
ditemukan mencakup duh vagina, perdarahan pasca menopause yang abnormal dan
leukorea.2,8

Working Diagnosis

Kanker Serviks

Kanker serviks adalah suatu keganasan yang salah satu penyebabnya karena infeksi human
papilloma virus (HPV) yang merangsang perubahan perilak sel epitel serviks. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah didapatkan hubungan antara infeksi HPV dan kanker serviks. 3

Epidemiologi

Karsinoma serviks merupakan kanker nomor tiga terbanyak dan salah satu penyebab kematian
yang ditemukan pada perempuan terutama di negara berkembang. Berdasarkan laporan tahun
2008, didapatkan 529.828 kasus baru dan 275.128 kematian di seluruh dunia. Meski demikian, 40
tahun belakangan ini laju mortalitas kanker serviks semakin menurun akibat pengadaan skrining
dengan pap smear. Penyakit ini banyak ditemukan pada sosioekonomi rendah, perempuan yang
memulai aktivitas seksual dini, pasangan seksual yang banyak, serta perokok. Pada tahun 2010
estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus. Berdasarkan GLOBOCAN 2012
kanker serviks menduduki urutan ke-7 secara global dalam segi angka kejadian (urutan ke urutan
ke-6 di negara kurang berkembang) dan urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan

P a g e 12 | 25
3,2% mortalitas, sama dengan angka mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks menduduki
urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara
global.2,3, 8
Etiologi dan Faktor Resiko

Berikut adalah beberaa penyebab dan faktor resiko kanker serviks:2,3,8

 Berhubungan dan disebabkan oleh infeksivirus papilloma humanis (HPV) khususnya tipe
16, 18, 31, dan 45.3
 Hubungan seksual pertama dibawah usia 20 tahun
 Berganti-ganti pasangan
 Kontak seksual dengan individu dengan resiko tinggi (pasien HIV dan individu yang
melakukan praktik prostitusi)
 Riwayat keganasan serviks dalam keluarga
 Hasil test Pap smear sebelumnya abnormal
 Merokok, serta kondisi imunosupresi dan penggunaan kortikosteroid kronis
 Sirkumsisi pada pria dan penggunaan kondom dapat menurunkan resiko transmisi HPV
akibat hubungan seksual

Gejala dan Tanda

Tanda-tanda dini kanker serviks mungkin tidak menimbulkan gejala. Tanda-tanda dini yang tidak
spesifik seperti sekret vagina yang agak berlebihan dan kadang-kadang disertai dengan bercak
perdarahan. Gejala umum yang sering terjadi berupa perdarahan pervaginam (pascasengggama,
perdarahan diluar haid) dan keputihan. Pada penyakit lanjut keluhan berupa keluar cairan
pervaginam yang berbau busuk, nyeri panggul, nyeri pinggang, dan pinggul, sering berkemih,
buang air kecil atau buang air besar yang sakit. Gejala penyakit yang residif berupa nyeri pinggang,
edema kaki unilateral, dan obstruksi ureter.2,8

Patofisiologi

Kanker serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (portio) dan endoserviks
kanalis serviks yang di sebut Squamo-Columnar- Junction (SCJ), pada daerah squamocolumnar
junction dari suatu lesi displasia, yang biasanya terjadi akibat infeksi HPV. Displasia mencakup

P a g e 13 | 25
berbagai lesi epitel yang secara sitologik dan histologik berbeda dari epitel normal, tetapi belum
mempunyai kriteria keganasan. Karena displasia berat sukar dibedakan dengan kanker in-situ
(KIS), Richart mengusulkan pemakaian istilah Cervical-Intra epithelial Neoplasia (CIN) atau
Neoplasia Intra epitel Serviks (NIS) dan di bagi menjadi:

1. NIS I : untuk displasia ringan. (1/3 lapisan epidermis)

2. NIS II : untuk displasia sedang. (2/3 lapisan epidermis)

3. NIS III : untuk displasia berat dan KIS.(seluruh tebal epidermis)

NIS atau CIN ialah gangguan diterensiasi sel pada lapisan epitel skuamosa serviks, dan
mempunyai potensi menjadi kanker invasif (lihat Gambar 1).4

Klasifikasi lesi prakanker menurut sistem Bethesda dibagi menjadi dua kategori berdasarkan dua
ciri biologi yang berbeda: low grade squamous intraepithelial lesion (LSIL) dan high grade
squamous intraepithelial lesion (HSIL). Secara histopatologi, LSIL dicirikan dengan adanya
perubahan sitologik oleh HPV yang ekstensif seperti koilositosis dan proliferasi sel basal dan
parabasal dengan mitosis dan atipia ringan, sedangkan HSIL dicirikan dengan tampaknya sel-sel
berukuran kecil sampai sedang dan biasanya jarang terlihat adanya perubahan sitologik yang
disebabkan oleh HPV. Bila dibandingkan dengan klasifikasi WHO, CIN I adalah persamaan dari
LSIL, sedangkan CIN II dan CIN III adalah persamaan dari HSIL

P a g e 14 | 25
Gambar 1. Perjalanan penyakit karsinoma serviks.

Rata-rata, hanya 5% dari infeksi HPV akan menghasilkan pengembangan lesi CIN grade 2 atau 3
(prekursor kanker serviks yang diakui) dalam 3 tahun infeksi. Hanya 20% dari lesi CIN 3
berkembang menjadi kanker serviks invasif dalam waktu 5 tahun, dan hanya 40% lesi CIN 3
berkembang menjadi kanker serviks invasif dengan 30 tahun.

Karena hanya sebagian kecil dari infeksi HPV yang berkembang menjadi kanker, faktor-faktor
lain harus dilibatkan dalam proses karsinogenesis.

Faktor-faktor berikut telah dipostulatkan untuk mempengaruhi perkembangan lesi CIN 3:

 Jenis dan lamanya infeksi virus, dengan tipe HPV risiko tinggi dan infeksi persisten yang
memprediksi risiko pengembangan yang lebih tinggi; tipe HPV risiko rendah tidak
menyebabkan kanker serviks. Hingga saat ini, lebih dari 115 genotipe HPV yang berbeda
telah diidentifikasi dan dikloning. Sebuah penelitian besar kanker serviks multinasional
menemukan bahwa lebih dari 90% dari semua kanker serviks di seluruh dunia disebabkan
oleh 8 jenis HPV: 16, 18, 31, 33, 35, 45, 52, dan 58. Tiga jenis — 16, 18, dan 45 -
menyebabkan 94% dari adenokarsinoma serviks. HVP tipe 16 dapat menimbulkan risiko
P a g e 15 | 25
kanker yang urutan besarnya lebih tinggi daripada yang ditimbulkan oleh tipe HPV risiko
tinggi lainnya.9
 Kondisi inang yang membahayakan imunitas (mis. Status gizi buruk, imunokompromi, dan
infeksi HIV)
 Faktor lingkungan (mis., Merokok dan defisiensi vitamin)
 Kurangnya akses ke skrining sitologi rutin
 Selain itu, berbagai faktor ginekologi secara signifikan meningkatkan risiko infeksi HPV.
Ini termasuk usia dini hubungan seksual pertama dan jumlah pasangan seksual yang lebih
tinggi. Meskipun penggunaan kontrasepsi oral selama 5 tahun atau lebih telah dikaitkan
dengan peningkatan risiko kanker serviks, peningkatan risiko dapat mencerminkan risiko
yang lebih tinggi untuk infeksi HPV di antara wanita yang aktif secara seksual

Diagnosis dan Staging

Test pap smear pada saat ini merupakan alat skrining yang diandalkan. 50% pasien baru kanker
serviks tidak pernah melakukan pap smear. Tes pap smear direkomendasikan pada saat mulai
melakukan aktivitas seksual atau setelah menikah. Setelah tiga kali pemeriksaan pap smear tiap
tahun, interval pemeriksaan dapat lebih lama (tiap 3 tahun sekali). Bagi kelompok perempuan yang
beresiko tinggi (infeksi HPV, HIV, kehidupan seksual yang beresiko) di anjurkan untuk skrining
setiap tahun. Pemastian diagnosis dilaksanakan dengan biopsy serviks.2

Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan klinis berupa anamnesis, pemeriksaan
fisik dan ginekologik. Termasuk evaluasi kelenjar getah bening, pemeriksaan panggul dan
pemeriksaan rektal. Biopsy serviks merupakan cara diagnosis pasti dari kanker serviks, sedangkan
pap smear dan atau berupa foto paru-paru, pielografi intravena, atau CT-SCAN merupakan
pemeriksaan penunjang untuk melihat perluasan penyakit, serta menyingkirkan adanya obstruksi
ureter. Pemeriksaan laboratorium klinik berupa pemeriksaan darah tepi, tes fungsi ginjal, dan tes
fungsi hati diperlukan untuk mengevaluasi fungsi organ serta menentukan jenis pengobatan yang
akan diberikan.2

Staging

Stadium kanker serviks ditetapkan secara klinis. Stadium klinis meurut FIGO membutuhkan
pemeriksaan pelvik, jaringa serviks (biopsy konisasi untuk stadium IA dan biopsy jaringan serviks

P a g e 16 | 25
untuk stadium klinik lainnya), foto paru-paru, pielografi intravena (dapat pula digantika dengan
foto CT-scan). Untuk kasus-kasus stadium lebih lanjut diperlukan pemeriksaan sistoskopi,
proktoskopi, dan barium enema.2

Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000.2

Stadium 0: karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial

Stadium I: karsinoma masih terbatas diserviks (penyebaran ke korpus uteri di abaikan)

Stadium IA: invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik. Lesi yang dapat
dilihat secara mikroskopik walau dengan invasi superfiscial dikelompokkan sebagai stadium IB

IA1: invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3,0 mm dan lebar horizontal lesi tidak
lebih dari 7 mm

IA2: Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak
lebih dari 7 mm

Stadium IB: Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari Ia

Stadium IB1: Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm

Stadium IB2: Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm

Stadium II: Telah melibatkan vagina, tetapi belum melibatkan parametrium

Stadium IIB: Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul

Stadium III: Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul.
Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali
kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain.

Stadium IIIA: Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding
panggul

Stadium IIIB: Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau gangguan fungsi
ginjal Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduksi

Stadium IVA: Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum

P a g e 17 | 25
Stadium IVB: Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul

Penatalaksaan

Berdasarkan kompetensi seorang dokter umum maka kasus karsinoma servik di rujuk dan
membutuhkan pengobatan oleh dokter spesialis. Namun pada tingkat pelayanan primer dengan
sarana dan prasarana terbatas dapat dilakukan program skrining atau deteksi dini dengan tes IVA.
Skrining dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara single visit approach atau see and treat
program, yaitu bila didapatkan temuan IVA positif maka selanjutnya dapat dilakukan pengobatan
sederhana dengan krioterapi oleh dokter umum atau bidan yang sudah terlatih. Berbagai metode
terapi lesi prakanker serviks: 2,3,8
1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal
Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O dan CO2, elektrokauter,
elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut ditujukan untuk destruksi lokal lapisan epitel serviks
dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian pada fase penyembuhan berikutnya akan
digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.3
a. Krioterapi
Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan metode pembekuan atau
freezing hingga sekurang-kurangnya -20oC selama 6 menit (teknik Freeze-thaw-freeze) dengan
menggunakan gas N2O atau CO2. Kerusakan bioselular akan terjadi dengan mekanisme: (1) sel‐
sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; (2) konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok
termal dan denaturasi kompleks lipid protein; (4) status umum sistem mikrovaskular.3

b. Elektrokauter
Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi dengan melakukan eksisi Loop
diathermy terhadap jaringan lesi prakanker pada zona transformasi. Jaringan spesimen akan
dikirimkan ke laboratorium patologi anatomi untuk konfirmasi diagnostik secara histopatologik
untuk menentukan tindakan cukup atau perlu terapi lanjutan. 3
c. Diatermi Elektrokoagulasi
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif jika dibandingkan
dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan anestesi umum. Tindakan ini memungkinkan

P a g e 18 | 25
untuk memusnahkan jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat
dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas. 3
d. Laser
Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu muatan listrik dilepaskan
dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan
menimbulkan sinar laser yang mempunyai panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis yang
terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan
paling luar dari mukosa serviks menguap karena cairan intraselular mendidih, sedangkan jaringan
yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap atau sebanding
dengan kekuatan dan lama penyinaran.3

Pembedahan

Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada kanker serviks sampai stadium IIA dan dengan hasil
pengobatan seefektif radiasi, akan tetapi mempunyai keunggulan dapat meninggalkan ovarium
pada pasien usia pramenopause. Kanker serviks dengan diameter > 4cm menurut beberapa peneliti
lebih baik diobati dengan kemoradiasi daripada operasi. Berdasarkan staging berikut adalah
rekomendasi penatalaksanaan:2,3

Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ)


Konisasi (Cold knife conization).
Bila margin bebas, konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan fertilitas. 3
Bila tidak tidak bebas, maka diperlukan re-konisasi.
Bila fertilitas tidak diperlukan histerektomi total
Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana kanker invasif.

Stadium IA1 (LVSI negatif)


Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi adekuat) apabila fertilitas dipertahankan. (Tingkat
evidens B) Bila tidak free margin dilakukan rekonisasi atau simple histerektomi. Histerektomi
total apabila fertilitas tidak dipertahankan 3

Stadium IA1 (LVSI positif)

P a g e 19 | 25
Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila fertilitas dipertahankan. Bila
operasi tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi medik dapat dilakukan brakhiterapi.3

Stadium IA2, IB1, IIA1


Pilihan: 3
1. Operatif.
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik.
(Tingkat evidens 1 / Rekomendasi A)
Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi bila terdapat faktor risiko yaitu metastasis KGB,
metastasis parametrium, batas sayatan tidak bebas tumor, deep stromal invasion, LVSI dan faktor
risiko lainnya. Hanya ajuvan radiasi eksterna (EBRT) bila metastasis KGB saja. Apabila tepi
sayatan tidak bebas tumor / closed margin, maka radiasi eksterna dilanjutkan dengan brakhiterapi.
2. Non operatif
Radiasi (EBRT dan brakiterapi)
Kemoradiasi (Radiasi : EBRT dengan kemoterapi konkuren dan brakiterapi)
Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi

Stadium IB 2 dan IIA2


Pilihan: 3
1. Operatif (Rekomendasi A)
Tata laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi anatomi untuk dilakukan
ajuvan radioterapi atau kemoterapi.
2. Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C)
Tujuan dari Neoajuvan Kemoterapi adalah untuk mengecilkan massa tumor primer dan
mengurangi risiko komplikasi operasi.
Tata laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi anatomi untuk dilakukan
ajuvan radioterapi atau kemoterapi.

Stadium IIB
Pilihan:3
1. Kemoradiasi (Rekomendasi A)

P a g e 20 | 25
2. Radiasi (Rekomendasi B)
3. Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C)
Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan pelvik limfadenektomi.
4. Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy (dalam penelitian)

Stadium III A-III B


1. Kemoradiasi (Rekomendasi A)
2. Radiasi (Rekomendasi B)

Stadium IIIB dengan CKD


1. Nefrostomi / hemodialisa bila diperlukan
2. Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin atau
3. Radiasi

Stadium IV A tanpa CKD


1. Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, direkomendasi terlebih dahulu dilakukan
kolostomi, dilanjutkan:3
2. Kemoradiasi Paliatif, atau
3. Radiasi Paliatif

Stadium IV A dengan CKD, IVB


1. Paliatif
2. Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi paliatif dapat dipertimbangkan

Berdasarkan diatas maka disimpulkan2

 Stadium IA1 tanpa invasi limfo-vaskuler dapat dengan konisasi serviks atau histerektomi
totalis sampel
 Stadium IA1 dengan invasi limfo-vaskuler dan stadium IA2. Modifikasi hiterektomi radikal
(tipe II) dan limfadenektomi pelvik. Stadium IA1 dengan invasi limfo-vaskuler dan stadium
IA 25%-10 % beresiko untuk metastasis ke KGB

P a g e 21 | 25
 Stadium IB sampai IIA: histerektomi radikal (tipe III) dan limfadenektomia pelvik dan para
aorta
 Radiasi ajuvan daiberikan pasca bedah pada kasus dengan resiko tinggi (lesi besar, invasi
limfo-vaskuler atau invasi stroma yang dalam). Radiasi pasca bedah dapat mengurangi residif
sampai 50 %

Radioterapi

Terapi radiasi dapat diberikan pada semua stadium , terutama mulai stadium IIB sampai IV atau
bagi pasien pada stadium lebih kecil tetapi tidak merupakan kandidat untuk pembedahan,
penambahan cisplatin selama radioterapi whole pelvic dapat memperbaiki kesintasan hidup 30-
50%. Komplikasi yang sering terjadi adalah komplikasi gastrointestinal seperti proktitis, colitis,
dan traktus urinarius seperti sistitis dan stenosis vagina. Untuk pasien yang tidak dapat diobati
dengan tujuan kuratif, radioterapi paliatif harus digunakan untuk meredakan gejala nyeri dan
perdarahan, jika tersedia sumber daya.2

Kemoterapi

Kemoterapi terutama diberikan sebagai gabungan radio-kemoterapi ajuvan atau untuk terapi
paliatif pada kasus residif. Kemoterapi yang paling aktif adalah cisplatin. Carboplastin juga
mempunyai aktivitas yang sama dengan cisplatin. Jenis kemoterapi lainnya yang mempunyai
aktivitas yang dimanfaatkan dalam terapi adalah ifosfamid dan paclitaxel. Radioterapi dan
kemoterapi bersamaan adalah standar perawatan dalam pengaturan yang ditingkatkan dan
maksimal untuk wanita dengan penyakit IB stadium IVA.2

Pencegahan

Cara berikut bisa membantu mencegah kanker serviks:10


 Berhenti merokok
 Menjaga kebersihan diri dengan saksama. Mempraktikkan hubungan seksual yang aman.
Menggunakan kondom secara konsisten bisa membantu mengurangi kemungkinan infeksi
HPV atau penyakit hubungan seksual menular lainnya
 Pemeriksaan kanker serviks secara berkala (dikenal juga sebagai "tes Pap") bisa mengurangi
kemungkinan kanker serviks hingga 90%. Pemeriksaan kesehatan harus dilakukan satu kali

P a g e 22 | 25
setiap tahun dan setelah mendapat dua hasil pemeriksaan yang normal secara berturut-turut,
pemeriksaan bisa dilakukan satu kali setiap tiga tahun setelahnya
 Vaksinasi HPV. Terdapat dua jenis vaksin HPV yang dapat mencegah infeksi HPV yaitu
vaksin bivalent dan quadrivalent. Efektifitas vaksin quadrivalent diperkirakan antara 70-100%
dan diperkirakan dapat mengurangi insidensi kasus kanker serviks sampai 90%. Berdasarkan
rekomendasi vaksinasi untuk usia dewasa dari PAPDI, vaksinasi HPV dapat diberikan pada
usia 19–55 tahun.11
Prognosis

Faktor utama yang menimbulkan residif termasuk invasi limfovaskuler, metastasis ke kelenjar
getah bening, kedalaman invasi stroma, batas sayatan operasi, dan ukuran tumor. Sebagian besar
residif terjadi dalam waktu 2 tahun setelah diagnosis. Dalam 2 tahun pertama, pasien di anjurkan
melakukan pemeriksaan setip 3 bulan. Pada tahun ke tiga sampai tahun kelima, pemeriksaan di
anjurkan setiap 6 bulan dan selanjutnya setiap 1 tahun. Angka kesintasan 5 tahun, berdasarkan
AJCC tahun 2010.2,3

Kesimpulan

Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks merupakan sepertiga
bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui
ostium uteri eksternum. Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human Papilloma
Virus) sub tipe onkogenik, terutama sub tipe 16 dan 18 serta di pengaruhi oleh beberapa faktor
resiko lain. oleh karena itu deteksi dini kanker dan pencegahan dengan vaksinasi sangat di
anjurkan.
Daftar Pustaka
P a g e 23 | 25
1. Christopher M. Tarney, Jasmine Han. Postcoital Bleeding: A Review on Etiology, Diagnosis,
and Management. Obstetrics and Gynecology International. 2014

2. Mochamad Anwar. Ilmu kandungan: pemeriksaan ginekologi, tumor ganas genital, dan radang
dan beberapa penyakit pada alat genital. Edisi ke-3 cet. 3. Jakarta: PT Bina Pustaka Suwarno
Prawirohardjo, 2017

3. Andrijono, Gatot Purwoto, Sri Mutya Sekarutami, Diah Rini Handjari, Primariadewi, Siti
Annisa Nuhonni, Fiastuti Witjaksono, Nurul Ratna Mutu Manikam, Lily Indriani Octovia.
Panduan penatalaksanaan kanker serviks. Kementerian kesehatan republik Indonesia

4. Nefertiti EP. Cervix carcinoma : pathological aspect. Oceana biomediciana journal. 2018; 1(2):
113-15

5. Gondo Mastutik, Rahmi Alia, Alphania Rahniayu, Nila Kurniasari, Anny Setijo Rahaju,
Sjahjenny Mustokoweni. Skrining kanker serviks dengan pemeriksaan pap smear di
puskesmas tanah kali kedinding surabaya dan rumah sakit mawadah mojokerto. Majalah
Obstetri & Ginekologi. 2015; 23(2)

6. Primadiarti P, Lumintang H. Peran kolposkopi daalam mendeteksi infeksi menular seksual.


Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2011; 23 (3): 222-28

7. Michel E Rivlin. Endometritis: Practice Essentials. Medscape [internet]. Updated: Apr 25,
2019. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/254169-overview

8. Frans Liwang, Sigit Purbadi. Kanker endometrium dan kanker serviks. in: Kapita selekta
kedokteran. 4 ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. Hlm 491

9. Cecelia H Boardman. Cervical cancer: Pathophysiology. Medscape [internet]. Updated: Feb


12, 2019. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/253513-overview#a3
10. Kanker serviks di unduh dari
https://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/Diseases/Cancer/Cervical%2
0Cancer/Cancer-Cervical-Cancer-Indonesian.pdf?ext=.pdf pada tanggal 30 mei 2019

P a g e 24 | 25
11. Adelia Perwita Sari, Fariani Syahrul. Faktor yang berhubungan dengan tindakan vaksinasi hpv
pada wanita usia dewasa. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2014; 3(2)

P a g e 25 | 25

Anda mungkin juga menyukai