Anda di halaman 1dari 17

FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN PENYEBAB PERILAKU AGRESIF REMAJA DI

PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA BANDUNG

THE DETERMINANT FACTORS OF AGGRESSIVE BEHAVIOR AMONG ADDOLESSENCE


WHO LIVES IN SLUMS AREA IN BANDUNG

Badrun Susantyo
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI
Jl. Dewi Sartika No. 200, Cawang III, Jakarta Timur, Telp. 021-8017146, Fax (021) 8017126
E-mail: besusantyo@yahoo.com

Diterima: 19 Oktober 2016; Drevisi: 24 Nopember 2016; Disetujui: 14 Desemberr 2016

Abstrak
Secara hipotetis, faktor-faktor determinan penyebab terjadinya perilaku agresif dalam penelitian ini
dimodelkan sebagai a). Faktor keluarga/orang tua, b). Faktor rekan sebaya, c). Faktor lingkungan sosial/
tetangga, d). Faktor media massa, e). Kondisi internal. Penelitian ini bertujuan untuk menguji struktur
model penyebab terjadinya perilaku agresif di kalangan remaja yang tinggal di permukiman kumuh.
Disamping itu juga untuk menguji apakah faktor-faktor penyebab tersebut signifikan berpengaruh terhadap
terjadinya perilaku agresif? Penelitian ini melibatkan 311 responden remaja dari tiga kelurahan dengan level
kekumuhan yang berbeda. Hasil uji permodelan (SEM) menunjukkan bahwa model hipotetis penyebab
perilaku agresif remaja yang tinggal di kawasan permukiman terbukti fit, dan faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi perilaku agresif remaja juga terbukti signifikan berpengaruh terhadap perilaku agresif
remaja, kecuali faktor rekan sebaya. Beberapa saran direkomendasikan terkait dengan pencegahan perilaku
agresif di kalangan remaja yang tinggal di permukiman kumuh yang terbagi ke dalam beberapa aras, yaitu
aras mikro, messo maupun makro yang dapat diimplementasikan baik secara individu, keluarga, kelompok,
organisasi maupun komunitas.
Kata kunci: perilaku agresif, keluarga, rekan sebaya, lingkungan sosial.

Abstract
The research uses hypothesis that aggressive behavior has been clustered into five main root causes that cover
a). Family, b). Peers, c). Social environmental/ neighbors, d). Mass media, and e). Internal conditions. The
objective of the study is examine the hypothesis. Moreover, that’s also intended to examine how significant
of those factors on the aggressive behavior. This study involved 311 adolescents as respondents from three
villages with different levels of slums. The modelling test (Structural Equation Modelling) has showed
that the hypothetical model causes of adolescent aggressive behavior is fit, and the factors are suspected
to affect in adolescent aggressive behavior are significant, excluding peers. This study recommends that
preventing of aggressive behavior among adolescents who live in slums area which are divided into several
levels; which are in micro, messo and macro level. They are could be implemented either as individuals,
families, groups, organizations and communities.

Keywords: aggressive behavior, family, peer group, social environment.

Faktor-Faktor Determinan Penyebab Perilaku Agresif Remaja


di Permukiman Kumuh di Kota Bandung, Badrun Susantyo
1
PENDAHULUAN suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat,
Banyaknya kejadian kekerasan yang terjadi berkelahi, melukai, menyerang, membunuh,
merupakan manifestasi dari perilaku agresif, atau menghukum orang lain. Atau secara
baik yang dilakukan secara verbal (kata- singkatnya agresi adalah tindakan yang
kata) maupun non-verbal (action). Berbagai dimaksudkan untuk melukai orang lain atau
wujud perilaku agresi ini bisa kita temukan merosak milik orang lain. Hal yang terjadi
hampir pada setiap pemberitaan media massa, pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku
bahkan dalam kehidupan di lingkungan sekitar. agresif dari seorang individu atau kelompok.
Mencaci maki, mengumpat, merampok, bakan Dill dan Dill (1998) melihat perilaku agresif
sampai pembunuhan sekalipun, serta segala sebagai perilaku yang dilakukan berdasarkan
jenis perilaku kriminal dan tindak kekerasan, pengalaman dan adanya rangsangan situasi
merupakan perwujudan dari perilaku agresif. tertentu sehingga menyebabkan seseorang
Walaupun data pasti akan terjadinya “tindakan itu melakukan tindakan agresif. Perilaku ini
agresif” ini sangatlah sulit untuk ditemukan boleh dilakukan secara dirancang, seketika atau
secara dokumentatif. Hal demikian mengingat kerana rangsangan situasi. Tindakan agresif ini
masih lebarnya perbedaan pemahaman antar biasanya merupakan tindakan anti sosial yang
institusi yang menangani dampak/akibat dari tidak sesuai dengan budaya dan agama dalam
tindakan agresif ini. Data yang bisa diakses suatu masyarakat.
(walaupun tidak seluruhnya) biasanya yang
Lebih lanjut, Bandura (1977) beranggapan
terkait dengan tindak kriminal (tindak kriminal
bahwa perilaku agresif merupakan sesuatu
yang secara yurudis telah teridentifikasi dengan
yang dipelajari dan bukannya perilaku yang
telah melawati proses hukum). Sedangkan,
dibawa individu sejak lahir. Perilaku agresif ini
secara “de yure” tidak semua perilku agresif
dipelajari dari lingkungan sosial seperti interaksi
(maupun akibat yang ditimbulkan) masuk
dengan keluarga, interaksi dengan rekan sebaya
dalam ranah tindak kriminal.
dan media massa melalui modelling.
Perilaku agresif bisa juga diartikan sebagai
Munculnya perilaku agresif melibatkan
luapan emosi atas reaksi terhadap kegagalan
banyak faktor. Pembahasan tentang faktor-
individu yang ditunjukkan dalam bentuk
faktor penyebab munculnya perilaku agresif
“perusakan” terhadap orang atau benda
juga amat tergantung dari sisi pendekatan yang
dengan disertai unsur kesengajaan yang bisa
digunakan. Setidaknya ada empat pendekatan
diekspresikan melalui kata-kata (verbal) dan
utama untuk memahami beberapa penyebab
perilaku non-verbal. Agresi merupakan setiap
munculnya perilaku agresif ini, yaitu 1).
bentuk perilaku yang bertujuan untuk menyakiti
Pendekatan biologis, 2). Pendekatan psikologis,
orang lain, atau bahkan walau sekedar hanya
3). Pendekatan situasional, dan 4). Pendekatan
merupakan perasaan ingin menyakiti orang lain.
sosio-ecological.
Sedangkan Moore dan Fine (dalam Koeswara,
1988) memandang perilaku agresif sebagai Pendekatan biologis, memandang bahwa
tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun perilaku agresif terkait dengan kondisi hormon
secara verbal terhadap individu lain atau objek- testosterone dalam diri individu (Tieger dalam
objek lain. Dunkin, 1995; Brigham, 1991; Baron, Byrne &
Suls, 1994). Ada juga pandangan biologis yang
Perilaku agresif menurut Murry (dalam
lain, yang meyakini bahwa perilaku agresif juga
Halll & Lindzey,1993) didefinisikan sebagai

2 SOSIO KONSEPSIA Vol. 6, No. 01, September - Desember, Tahun 2016


bisa disebabkan karena abnormalitas anatomis, individu yang berhubungan secara genetis
misalnya kelainan pada jaringan syaraf otak. memiliki kecenderungan agresif yang satu
Secara biologis, ada beberapa perspektif sama lain lebih serupa, dibanding individu-
yang digunakan untuk menjelaskan tentang individu yang tidak memiliki hubungan secara
munculnya perilaku agresif ini, diantaranya genetis (Krahe, 2001).
adalah perspektif secara etologis, sosiobiologis
Pendekatan psikologis. Dalam pendekatan
dan genetika perilaku.
ini ada sejumlah teori besar yang mendasari
Perilaku agresif dalam perspektif Etologi pemikiran mengenai agresi, antara lain
disebabkan oleh faktor instingtif dalam diri teori instinct oleh Sigmund Frued. Dalam
manusia dan perilaku ini dilakukan dalam pendekatan inipun terdapat beberapa perspektif
rangka adaptasi secara evolusioner (Brigham, dala memahamai perilaku agresif. Krahe (2001)
1991; Dunkin, 1995). Perilaku agresif mencatat setidaknya ada 7 (tujuh) perspektif
menurut pespektif ini diyakini sebagai upaya agresif dalam perspektif ini, yaitu; 1). perspektif
untuk mempertahankan diri (biasanya secara psikoanalisis, 2). perspektif frustrasi-agresi, 3).
teritori/kewilayahan) dalam upaya memenuhi perspektif neo-asosianisme kognitif, 4). model
kebutuhan hidup. Termasuk didalamnya adalah pengalihan rangsangan, 5). perspektif sosial-
agonistic aggression, yaitu sperilaku agresi kognitif, 6). teori pembelajaran sosial, dan ke
yang dilakukan dalam upaya mempertahankan 7). perspektif model interaksi sosial.
teritory dan dominasi hirarki (Brigham, 1991).
Pendekatan Situasional, yang mencoba
Bahkan Zastrow (2008) masih meyakini dan
melihat beberapa kondisi situasional sebagai
beranggapan bahwa manusia itu sama halnya
pencetus (trigger) munculnya perilaku agresif.
binatang yang memiliki naluri (instinct) bawaan
Pendekatan ini meyakini bahwa perilaku
yang sifatnya agresif.
agresif bukanlah merupakan faktor bawaan
Perspektif sosiobiologi percaya bahwa (naluri) yang ada pada setiap individu.
perilaku agresif berkembang karena adanya Munculnya perilaku agresif melibatkan faktor-
kompetisi sosial terhadap sumber daya yang faktor (stimulus-stimulus) eksternal sebagai
terbatas (Dunkin, 1995). Hal ini dilakukan determinan-determinan dalam pembentukan
dalam rangka mempertahankan kelangsungan agresi. Aspek-aspek situasi yang memicu atau
hidup, agar tetap survive untuk tetap menjaga memperburuk perilaku agresif merupakan
dan mengembangkan sisi manusia ataupun stimulus yang muncul pada situasi tertentu
komunitasnya. Tanpa agresi manusia akan yang mengarahkan perhatian individu ke arah
punah atau dipunahkan olah pihak lain agresi sebagai respons yang potensial.
(Wiggins, Wiggins & Zanden, 1994; Zastrow,
Beberapa pengaruh situasi yang memicu
2008). Perilaku agresif menurut perspektif
perilaku agresif tersebut diantaranya adalah
ini merupakan sesuatu yang fundamental
karena adanya efek senjata (Berkowitz, 1967,
karena merupakan strategi adaptasi dalam
1984; Carlson, Marcus-Newhall & Miller, 1990;
kehidupannya.
Brehm & Kassin, 1993), pengaruh stimulus
Kecenderungan perilaku agesif dalam alkohol dan suhu udara, kepadatan (crowding),
perspektif genetika perilaku merupakan bagian kebisingan, dan polusi udara (Bushman &
sifat bawaan genetik individu yang diwariskan Cooper, 1990; Chermack & Giancola, 1997;
dari orang tuanya (hereditary).Individu- Anderson & Anderson, 1998; Crowe, 2000),

Faktor-Faktor Determinan Penyebab Perilaku Agresif Remaja


di Permukiman Kumuh di Kota Bandung, Badrun Susantyo
3
dan juga karena adanya kompetisi antar pencetusnya, merupakan konsekuensi logis dari
kelompok yang menimbulkan konflik (Baron, adanya perbedaan pandangan sesuai perspektif
Byrne & Suls, 1994). pendekatan yang melandasinya. Perspektif
teoritik biologis mencoba menjelaskan
Pendekatan socio-ecological, diperkenalkan perilaku agresif dari sisi internal anatomis
oleh Bronfenbrenner (1989), yang dikenal manusia dengan mengambil perumpamaan
dengan ecological model, kemudian dilengkapi pada binatang. Perspektif teoritik psikologis
oleh Bronfenbrenner dan Morris (2006) menjelaskan perilaku agresif dari sisi psyche
menjadi socio-ecological model. Model ini (jiwa) manusia dengan mempertimbangkan
menjelaskan bahwa perkembangan perilaku elemen-elemen sosial (kemasyarakatan)
dan kepribadian individu sangat dipengaruhi yang melingkupi individu. Sedangkan dalam
oleh lingkungan dimana ia tinggal. lingkungan perspektif situasi, memandang munculnya
ini memiliki beberapa tingkatan, mulai dari perilaku agresif merupakan pengaruh situasi
microsystem, mesosystem, exosystem dan tertentu yang memaksa individu untuk
macrosystem. Menurut model socio-ecological memunculkan perilaku agresif, baik itu disadari
Bronfenbrenner ini, kepribadian dan perilaku ataupun tidak.
individu terjadi dalam sebuah proses besar
yang systemic dan berlangsung atas beberapa Berdasarkan diskusi singkat terkait teori,
tingkatan. Diawali dari sistem lingkungan pendekatan dan perspektif agresi, terlihat
terdekat dengan individu yang dikenal dengan demikian rumit dan luasnya faktor penyebab
microsystem dengan berbagai elemennya, dan pencetus tindakan agresif itu sendiri.
kemudian berlanjut ke tingkat exosystem. Mulai dari pandangan yang menyebutkan
Dimana, diantara lingkungan microsystem bahwa faktor bawaan merupakan pencetus
dengan exosystem ini terdapat sebuah tindakan agresi (pendekatan biologis),
lingkungan (jembatan) penghubung diantara keadaan psikologislah pencetus tindakan
keduanya, yaitu mesosystem. Tingkatan agresi (pendekatan psikologis) sampai dengan
terluar dalam sistem lingkungan ini adalah pandangan yang menyebutkan bahwa agresi
macrosystem. Diantara tingkatan pada masing- lebih disebabkan kerana adanya keadaan
masing sistem lingkungan ini terjadi proses situasional yang mendukung tindakan agresif
saling mempengaruhi dan saling membentuk itu sendiri (pendekatan situasi). Sehingga
diantara tingkatan sistem lingkungan lainnya. jika diskripsikan secara skematik, penyebab
perilaku agresif berdasarkan masing-masing
Perdebatan yang panjang dalam perspektif yang mendasarinya akan nampak
menjelaskan sebab-sebab munculnya perilaku sebagaimana Diagram 1 berikut ini.
agresif serta faktor-faktor serta kondisi

4 SOSIO KONSEPSIA Vol. 6, No. 01, September - Desember, Tahun 2016


Diagram 1. Rekonstruksi model integratif faktor penyebab dan pencetus perilaku agresif

Skema diatas merupakan sebuah rekonstruksi lingkungan. Dalam penelitian ini, stressor
model akan faktor-faktor pembentuk dan lingkungan direpresentasikan oleh kondisi
pencetus munculnya perilaku agresif. Skema lingkungan yang buruk (permukiman kumuh)
tersebut merupakan penggabungan dari dimana penelitian dilakukan. Melalui Structural
berbagai pendekatan beserta perspektif teoritis Equation Modelling, model faktor determinan
dalam memandang perilaku agresif. Dari ke- penyebab terjadinya perilaku agresif ini diuji.
empat elemen utama dalam model di atas a). Apakah benar faktor-faktor penyebab yang
yaitu faktor kondisi internal, kondisi eksternal dihipotesiskan dalam penelitian ini, sudah bisa
sosial, stimulus situasi dan stressor lingkungan mewakili dari beberapa faktor penyebab yang
terjadi korelasi diantara masing-masing elemen ada? Juga sekaligus untuk menguji, b). apakah
dan juga diantara aspek-aspek dalam elemen faktor-faktor penyebab tersebut signifikan
itu sendiri. Sehingga jika dirinci lebih lanjut berpengaruh terhadap terjadinya perilaku
arah hubungan diantara masing-masing aspek agresif
di dalamnya, akan terciptalah sebuah model
hubungan saling saling mempengaruhi diantara METODE
aspek dan elemen tersebut secara rumit. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif. Penarikan sampel dilakukan dengan
Penelitian ini mencoba menawarkan
teknik stratified multistage cluster sampling.
sebuah replika model (bagian dari rekonstruksi
Teknik penarikan sampel ini merupakan
model integratif di atas), tentang faktor-faktor
perpaduan antara stratified sampling dengan
determinan dalam membentuk perilaku agresif,
multistage cluster sampling. Teknik stratified
khususnya di kalangan remaja. Model ini
sampling perlu dilakukan karena terdapat
menawarkan bahwa untuk terjadinya perilaku
beberapa tingkat kekumuhan yang tersebar
agresif, setidaknya harus memenuhi beberapa
di beberapa wilayah Kota Bandung, yaitu; 1)
faktor berikut; 1). Faktor keluarga/orang tua 2).
agak kumuh, 2) kumuh, dan 3) sangat kumuh.
Faktor rekan sebaya, 3). Faktor media massa
Klasifikasi tingkat kekumuhan ini didasarkan
4). Kondisi internal, dan 5). Adanya stressor
atas data tingkat kekumuhan (slums level)

Faktor-Faktor Determinan Penyebab Perilaku Agresif Remaja


di Permukiman Kumuh di Kota Bandung, Badrun Susantyo
5
dari Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Populasi dalam penelitian ini adalah para
Bandung. Sedangkan multistage cluster remaja dengan rentang usia 15 – 18 tahun atau
sampling dilakukan untuk memilih Rukun remaja pertengahan (middle adolescence).
Tetangga (RT) sebagai cluster terpilih dalam Pemilahan usia ini sesuai dengan kategorisasi
penelitian ini. Di wilayah Rukun Tetangga dari Badan Pusat Statistik dan Levy-Marren
inilah pengumpulan data responden dilakukan. (1996). Sebanyak 311 remaja terpilih sebagai
Alat ukur (instrumen) merupakan adaptasi dari: responden. Beberapa variable yang diukur
Buss & Perry (1992) tentang The aggression meliputi; 1. Keluarga/Orangtua, 2. Rekan sebaya,
questionnaire. Uji validitas dan reliabilitas alat 3. Lingkungan sosial/tetangga, 4. Media massa,
ukur ini sudah menyatu dengan uji dalam SEM. 5. Kondisi internal individu, dan 6. Perilaku
Ini salah satu kelebihan SEM (Wijayanto, 2008; agresif. Indikator dari masing-masing variable
Kusnendi., 2007; Card & Litle dalam Flannery, yang diukur terlihat sebagaimana dalam Tabel 1.
Vazsonyi & Waldman, 2007) Penelitian dilakukan pada Tahun 2012.

Tabel 1. Variabel dan indikator dalam penelitian Faktor-Faktor Determinan Penyebab Perilaku Agresif:
Penelitian Pada Remaja Yang Tinggal Di Permukiman Kumuh Di Kota Bandung
No Variabel Indikator Keterangan
1 Keluarga/Orangtua ◦◦ penampilan peran orangtua ◦◦ Eksogen 1.1
◦◦ pemenuhan kebutuhan keluarga ◦◦ Eksogen 1.2
◦◦ pemecahan masalah dalam keluarga. ◦◦ Eksogen 1.3
2 Rekan sebaya ◦◦ penerimaan (acceptance) ◦◦ Eksogen 2.1
◦◦ dukungan sosial (sosial support) ◦◦ Eksogen 2.2
3 Lingkungan sosial/tetangga ◦◦ penerimaan (acceptance) ◦◦ Eksogen 3.1
◦◦ control sosial (social control) ◦◦ Eksogen 3.2
4 Media massa ◦◦ intensitas menonton/membaca ◦◦ Eksogen 4.1
◦◦ durasi waktu menonton/membaca ◦◦ Eksogen 4.2
5 Kondisi internal individu ◦◦ kecerdasan emosi ◦◦ Endogen 1.1
◦◦ tingkat frustrasi ◦◦ Endogen 1.2
◦◦ konsep diri ◦◦ Endogen 1.3
6 Perilaku agresif ◦◦ respons agresif ◦◦ Endogen 2.1
◦◦ intensitas tindakan agresif ◦◦ Endogen 2.2

Pengumpulan data dilakukan melalui Modelling (SEM) dengan bantuan aplikasi


pengisian kuisioner, dengan melibatkan statistik Linear Structural Relationships
beberapa orang enumerator lapangan. Data (LISREL) release 8.8. Secara garis besar,
diolah secara statistik dengan menggunakan metode SEM dengan menggunakan LISREL
Metode SEM (Structural Equation Modelling) terbagi atas dua bagian yaitu; 1) Confirmatory
dibantu dengan aplikasi LISREL factor analysis (CFA) untuk menguji validitas
dan reliabilitas model pengukuran. Jika dari
HASIL DAN PEMBAHASAN hasil pengujian dengan CFA didapati bahwa
Hasil penelitian model pengukuran dalam keadaan valid dan
reliable (melalui fit index) hal ini sekaligus
Uji kesesuaian model dan statistik mengindikasikan bahwa instrumen penelitian
Analisis data statistik dilakukan dengan yang digunakan pun akan valid dan reliabel, dan
mengunakan metode Structural Equation 2) Pengujian model dan hipotesis penelitian.

6 SOSIO KONSEPSIA Vol. 6, No. 01, September - Desember, Tahun 2016


Tabel 2. Evaluasi Goodness-of-fit Indices Dari hasil olah statistik ini dapat dikatakan
Goodness of bahwa secara overall, model yang ditawarkan
Hasil model Keterangan
fit index dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang
χ2 Chi- Square
χ2 Chi- Square = 43.57
Fit menyebabkan terjadinya perilaku agresif di
P = 0.083
kalangan remaja dalam penelitian ini, dapat
RMSEA 0.034 Fit
diterima.
GFI 0.98 Fit
AGFI 0.94 Fit
Uji hipotetis model penelitian
CMIN/DF 1.362 Fit
CFI 1.00 Fit
Analisis kausalitas. Analisis kausalitas
dilakukan untuk mengetahui hubungan
Sumber: Hasil olah data. antara variabel. Melalui analisis ini juga
dapat diketahui hubungan yang terjadi antara
Dalam penelitian ini, nilai Chi-square yang
keluarga/Orangtua, rekan sebaya, lingkungan
diperoleh adalah 43.57 dengan p = 0.083 (lebih
sosial/tetangga, faktor media massa, kondisi
besar dari 0,05). Berdasarkan hasil pengujian,
internal sebagai variable antara terhadap
diperoleh nilai RMSEA sebesar 0.034.
tingkah laku agresif remaja.
Goodness of Fit Index (GFI) dalam penelitian
ini adalah sebesar 0.98, atau mendekati angka Secara tidak langsung analisis kausalitas
1. Sedangkan nilai AGFI menunjukkan angka yang dilakukan dapat menjawab pertanyaan
0.94 (hampir mendekati angka 0,95). Sementara penelitian, jika faktor-faktor hipotetis terbukti
itu, nilai CMIN/DF adalah 1.362. Terakhir, mempengaruhi tingkah laku agresif. Diagram
berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa pengujian (analisi jalur) dalam penelitian ini,
indeks CFI adalah 1.00. bisa dilihat dalam diagram 2 berikut ini.
Keterangan

Diagram 2. Analisis Model menggunakan Structural Equatian Modelling dengan LISREL

Faktor-Faktor Determinan Penyebab Perilaku Agresif Remaja


di Permukiman Kumuh di Kota Bandung, Badrun Susantyo
7
Keterangan: terhadap tingkah laku agresif remaja.
KLG : Faktor Keluarga Walaub agaimanpun hubungan yang terjadi
adalah tidak terlalu kuat signifikannya dan
RS : Faktor Rekan Sebaya
positif antara rekan sebaya dengan tingkah
PERS : Faktor Lingkungan Sosial/tetangga laku agresif remaja. Hasil yang diperoleh
MEDIA : Faktor Media adalah 0.07 (CR 1.66) yaitu lebih kecil dari
angka standar signifikansi (α) = 5% ataupun
KOINT : Kondisi Internal
1.967. Hasil Uji ini menunjukkan bahwa,
AGRS : Perilaku Agresif dalam penelitian ini, faktor rekan sebaya
Diagram 2 menunjukkan skor pengujian kurang berpengaruh secara signifkan
koefisien beserta diagram jalur untuk setiap terhadap perilaku agresif remaja.
hubungan yang terjadi. Hubungan tersebut c. Variabel lingkungan sosial/tetangga terhadap
terjadi antara variabel konstruk (variabel laten tingkah laku agresif remajamenunjukkan
eksogen terhadap variabel laten endogen) bahwa lingkungan sosial/tetangga
maupun antara variabel konstruk beserta mempengaruhi secara signifikan terhadap
indikator-indikatornya (faktor bobot koefisien tingkah laku agresif remaja. Hubungan yang
variabel manifest eksogen maupun endogen). terjadi adalah signifikan dan negatif. Hasil
pengujian diperoleh adalah angka -0.38 (CR
Uji kausalitas -2.55) yaitu lebih besar (angka mutlak) dari
angka standar signifikansi (α) = 5% ataupun
Hasil pengujian kausalitas berdasarkan
1.967.
model hipotetis faktor-faktor yang
berpengaruh dalam munculnya perilaku d. Variabel media massa terhadap tingkah
laku agresif remaja menunjukkan bahwa
agresif menggunakan Structural Equation
faktor media massa mempunyai pengaruh
Modelling (SEM) dengan bantuan software
secara signifikan terhadap tingkah laku
aplikasi statistik LISREL 8.8 didapatkan data
agresif remaja. Hubungan yang terjadi
sebagai berikut: adalah signifikan dan positif. Angka yang
a. Variabel keluarga/orangtua terhadap tingkah diperolehi adalah 0.49 (CR 7.24) lebih besar
laku agresif remaja menunjukkan bahwa dari angka standar signifikansi (α) = 5%
faktor keluarga/orangtua secara signifikan yaitu 1.967.
mempengaruhi tingkah laku agresif remaja. e. Variabel kondisi internal individu terhadap
Hubungan yang terjadi adalah positif dan tingkah laku agresif remaja menunjukkan
signifikan. Angka yang diperoleh adalah bahwa faktor kondisi internal individu
0.45 (CR 2.53), artinya angka tersebut mempunyai pengaruh signifikan terhadap
lebih besar dari angka standar signifikansi tingkah laku agresif remaja. Hubungan yang
(α) = 5% ataupun 1.967. Hasil Uji ini terjadi adalah signifikan dan negatif. Hasil
menunjukkan bahwa keluarga berpengaruh yang diperoleh adalah -0.61 (CR -7.38) lebih
secara signifikan terhadap perilaku agresif. besar dari angka standar signifikansi (α) =
b. Variabel rekan sebaya terhadap tingkah 5% yaitu 1.967. Sebagaimana terlihat dalam
laku agresif remaja menunjukkan bahwa resume pengujian pada Tabel 3 berikut.
rekan sebaya secara signifikan berpengaruh

8 SOSIO KONSEPSIA Vol. 6, No. 01, September - Desember, Tahun 2016


Tabel 3. Hasil Uji Kausalitas
Variabel Independen Variabel Dependen Estimate S.E. C.R Keputusan H0
Keluarga/orang tua Kondisi internal individu 0.37 0.12 2.99 Ditolak
Rekan sebaya Kondisi internal individu 0.15 0.05 3.32 Ditolak
lingkungan sosial/ Tetangga Kondisi internal individu 0.16 0.12 1.36 Diterima
Media massa Kondisi internal individu -0.29 0.07 -4.39 Ditolak
Keluarga/Orangtua Perilaku agresif 0.45 0.18 2.53 Ditolak
Rekan sebaya Perilaku agresif 0.07 0.04 1.66 Diterima
lingkungan sosial/tetangga Perilaku agresif -0.38 0.15 -2.55 Ditolak
Media massa Perilaku agresif 0.49 0.07 7.24 Ditolak
Kondisi internal individu Perilaku agresif -0.61 0.08 -7.38 Ditolak

Keterangan: penyebab perilaku agresif remaja yang tingal


S.E : Standart Error di permukiman kumuh, jika diukur dengan
menggunakan sampel, akan mendekati kondisi
C.R : critical ratio
riil dalam populasi. Artinya, gambaran dalam
Pembahasan replika model ini menunjukkan gambaran
populasi yang sebenarnya.
Uji Model
Hasil penelitian menunjukkan Chi-square Goodness of Fit Index (GFI) adalah
yang diperoleh adalah 43.57 dengan p = 0.083 pengukuran non-statistikal yang mempunyai
(lebih besar dari 0,05). Berdasarkan nilai yang rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai
diperolehi tersebut, maka kesesuaian model mendekati angka 1.0 (perfect fit). Nilai yang
yang digunakan adalah sangat baik. Hal ini tinggi di dalam indeks ini menunjukkan “better
bermakna bahwa model yang ditawarkan, yang fit.” Hasil pengujian yang diperoleh dalam
berupa struktur penyebab terjadinya perilaku penelitian ini adalah GFI sebesar 0.98. Dengan
agresif di kalangan remaja yang tinggal di nilai GFI yang mendekati angka 1, maka
permukiman kumuh, yang meliputi faktor model yang digunakan adalah fit dan sesuai
keluarga/orangtua, lingkungan sosial/tetangga, diadaptasikan di dalam penelitian ini. Hal ini
rekan sebaya, media massa dan kondisi senada dengan pengukuran RMSEA, bahwa
internal individu memang berpengaruh dalam nilai (kondisi) hasil uji statistic dalam model ini,
pembentukan perilaku agresif remaja. Hal ini semakin mendekati kondisi riil pada populasi
senada dengan hipotetis Susantyo (2011). yang sebenarnya, yang ditunjukkan dengan
perolehan skor mendekati angka 1 (sempurna).
RMSEA adalah perbedaan per degree of
freedom yang diharapkan terhadap populasi Hasil pengujian AGFI yang diperoleh
(dan bukannya di dalam sampel). RMSEA ≤ menunjukkan angka 0.94. Dengan ini, nilai
0.08 adalah good fit, sedang RMSEA < 0.05 AGFI yang hampir mendekati angka 0,95
adalah close fit. Berdasarkan hasil pengujian, menunjukkan bahwa model yang digunakan
diperoleh nilai RMSEA sebesar 0.034 < 0,08. dapat diterima dengan memperoleh hasil
Ini menunjukkan model yang digunakan dapat keputusan yang baik. Hal ini bermakna bahwa
diterima sekiranya diukur dengan menggunakan skor yang diperoleh dalam pengujian model
RMSEA. Hal ini bermakna bahwa, struktur ini secara keseluruhan menunjukkan nilai
model tentang faktor-faktor determinan yang cukup adequate, dalam arti gambaran

Faktor-Faktor Determinan Penyebab Perilaku Agresif Remaja


di Permukiman Kumuh di Kota Bandung, Badrun Susantyo
9
dalam model adequate dengan gambaran dalam mereka, baik secara sosial, psikologis maupun
populasi. Disamping itu, berdasarkan hasil ekonomi. Temuan penelitian ini sekaligus
pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa menjawab bahwa fkctor keluarga memang
nilai CMIN/DF adalah 1.362. Hasil ini memberi mempunyai pengaruh yang besar terhadap
gambaran bahwa model yang digunakan dapat kondisi internal dan terjadinya perilaku agresif
diterima dengan hasil perolehan yang baik. di kalangan remaja.

Terakhir, berdasarkan hasil pengujian Variabel rekan sebaya (peer group) dalam
didapati bahwa indeks CFI adalah 1.00, dan penelitian ini, memang berpengaruh secara
penggunaan model dikategorikan sebagai fit. signifikan kepada kondisi internal individu,
Hal ini memiliki menunjukkan bahwa struktur namun tidak pada munculnya perilaku agresif.
model yang dihipotetiskan menyerupai kondisi Temuan dalam penelitian ini juga menunjukkan
asli dalam populasinya (secara statitisk). Dengan tingkat penerimaan (acceptance) dan dukungan
demikian secara overall, melalui serangkain sosial (sosial support) yang tinggi di antara
pengujian diatas, struktur model tentang faktor rekan sebaya yang sama-sama tinggal di
determinan penyebab perilaku agresif remaja kawasan permukiman. Hal ini merupakan
di permukiman kumuh, yang dihipotetiskan kecenderungan yang wajar kerana usia remaja
dalam penelitian ini dapat diterima. (14 – 15 tahun) sememangnya merupakan
usia awal mulai tertariknya untuk berkumpul
Uji kausalitas (bersatu) dan memberikan dukungan kepada
Dari Tabel 3, tentang Hasil Uji Kausalitas, sesama rekan sebayanya. Adanya dukungan
antara variabel independen keluarga, lingkungan sosial yang dipadukan dengan penerimaan
sosial/tetangga, rekan sebaya dan media dengan (acceptance) yang baik di antara rekan
kondisi internal remaja, diketahui bahwa sebaya inilah yang pada akhirnya melahirkan
rekan sebaya ternyata tidak secara signifikan conformity (Zebua, 2003), yang memiliki
beroengaruh terhadap kondisi internal remaja. tingkat kesetiaan yang relatif cukup tinggi di
Berbeda halnya dengan fariabel keluarga, antara mereka. Dukungan kepada conformity di
lingkungan sosial/tetangga, dan media, yang antara remaja ini biasanya ditunjukkan dalam
ketiganya memiliki pengaruh yang signifikansi identitas bersama, dalam bentuk persamaan
bagi kondisi internal remaja. tingkah laku dan sikap. Bahkan dalam kelompok
rekan sebaya ini terjadi sifat saling pengaruh-
Faktor keluarga dalam penelitian ini mempengaruhi dan saling mendominasi
berkaitan erat dengan derajat keberfungsian Brown (1990). Temuan penelitian ini juga
sosial (sosial functioning) sebuah keluarga. turut mendukung penelitian Brown (1990) dan
Jika merujuk pada pengukuran tingkat Sosial menjawab sebuah pertanyaan mengapa remaja
functioning dari Olson, Bell dan Lavee lebih tertarik, hormat dan bahkan patuh kepada
(1983), yang digunakan dalam penelitian ini, kelompok rekan sebaya dibanding dengan
diketahuinya tingkat sosial functioning keluarga anggota keluarga lain atau bahkan orangtua
yang tinggal di kawasan permukiman kumuh di mereka sendiri? Hal demikian dikarenakan
Kota Bandung dalam kategori normal. Tingkat golongan remaja dalam rentang usia ini mulai
fungsi sosial keluarga yang demikian menurut menilai diri dan melakukan perbandingan-
temuan penelitian Masngudin (2001) termasuk perbandingan sosial di antara rekan sebayanya
dalam tingkat keluarga cukup bahagia dan cukup yang lain yang pada akhirnya akan membentuk
mampu memenuhi keperluan bagi keluarga

10 SOSIO KONSEPSIA Vol. 6, No. 01, September - Desember, Tahun 2016


self-image dan self-esteem (Hetherington & tinggal di permukiman kumuh. Temuan ini
Parke, 1999; Webster, 2007). cukup mengkhawatirkan, mengingat tingginya
intensitas serta durasi mereka dalam “melahap”
Hasil uji pada variabel lingkungan sosial/
media massa yang berisi kekerasan (bacaan,
tetangga menunjukkan bahwa, walaupun
video game, film-film yang berisi kekerasan
mereka hidup dalam lingkungan yang
dan lain-lain). Kekhawatiran ini wajar jika kita
secara ekonomi berada dalam level bawah,
merujuk pada penelitian Sunarto, Rahardjo
bahkan cenderung miskin tetapi dalam segi
dan Pudjosantoso (2015). Keberadaan media
pengawasan (control) dan penerimaan sosial,
massa (dalam hal ini tayangan video) yang sarat
mereka memiliki tingkat yang cukup memadai.
dengan adegan kekerasan, akan menghasilkan
Dengan dukungan kehidupan sosial yang
kekerasan (Dill & Dill, 1998;; Chowhan
cukup baik, diharapkan akan membentuk
& Stewart, 2007). Hal demikian sejalan
tingkah laku sosial yang relatif baik pula bagi
dengan perspektif dalam teori Stimulating
para anggota masyarakatnya. Hasil penelitian
Effects (Aggressive Cues) yang menunjukkan
ini telah membalikkan kekhawatiran Dishion,
bahwa tayangan kekerasan (agresif) akan
French dan Patterson (dalam Yanti, 2005)
mempengaruhi tingkat emosi dan psikologis
bahwa lingkungan yang tidak ideal (termasuk
seseorang yang bisa meningkatkan perilaku
lingkungan yang secara ekonomi nampak
kekerasan orang tersebut (Kirsh, 2006).
miskin) akan memberikan pengaruh negatif
bagi perkembangan tingkah laku sosial para Kondisi internal dalam penelitian
anggotanya (Jimerson, Caldwell, Chase & ini merujuk pada tiga indikator yaitu; 1)
Savarnejad, 2002). Secara mendasar, temuan Kecerdasan emosi, 2) Tingkat kekecewaan,
penelitian ini ini sejalan dengan Proctor dan 3) Konsep diri. Temuan penelitian
(2006), Hetherington dan Parke (1999) menunjukkan bahwa kondisi internal secara
bahwa lingkungan di mana keluarga tinggal signifikan mempengaruhi terjadinya perilaku
juga mempengaruhi perkembangan moral, agresif di kalangan remaja. Hal demikian turut
keperibadian dan tingkah bagi anak-anaknya memperkuat temuan penelitian Aziz (2003)
yang tinggal di dalamnya. Perkembangan bahwa kecerdasan emosi yang cukup dan
moral, keperibadian dan tingkah laku memadai akan meningkatkan rasa kepercayaan
yang dimaksudkan disini (Proctor, 2006; diri (self confidence) sehingga diharapkan akan
Hetherington & Parke, 1999) sebenarnya tidak terhindar dari masalah perilaku anti sosial/
lain merupakan hasil dari proses sosialisasi dan agresif. Bahkan Patrick dan Zempolich (1998)
internalisasi nilai-nilai yang dipegang oleh para menemukan bahwa rasa marah merupakan
anggota dalam lingkungan tersebut. Hal ini faktor penting yang seringkali menyertai dalam
dikarenakan, terkadang nilai-nilai lingkungan pelbagai tindakan agresif yang berakhir dengan
ini begitu kuat bahkan sangat kuat dan bisa munculnya tindakan kekerasan. Penelitian
mempengaruhi nilai-nilai individu yang ada di Abu Bakar (2007) juga menemukan bahwa
dalamnya (Tedeschi & Felson, 1994). keputusan untuk marah atau tidak ini sangat
dipengaruhi oleh kecerdasan emosi individu.
Faktor media massa dalam penelitian ini Walaupun terkadang keputusan untuk marah
menunjukkan bahwa media massa memiliki atau tidak ini sebenarnya merupakan tingkah
pengaruh yang signifikan bagi kondisi internal laku coping atas tekanan yang datang dari
remaja, dan juga dalam memicu terjadinya lingkungan sekitarnya. Tingkah laku coping
perilaku agresif, khususnya remaja yang

Faktor-Faktor Determinan Penyebab Perilaku Agresif Remaja


di Permukiman Kumuh di Kota Bandung, Badrun Susantyo
11
ini merupakan salah satu bentuk pengendalian agresif di kalangan remaja yang tinggal di
keadaan emosi pada diri individu (Lestari, permukiman kumuh.
2003).
Kedua, faktor-faktor penyebab terjadinya
Keadaan kecewa jika dibiarkan bisa perilaku agresif yang dihipotetiskan dalam
mengakibatkan terjadinya tindakan-tindakan penelitian ini, meliputi; faktor keluarga/orang
agresif secara pasif (Hidayah, Fauzan & tua, rekan sebaya, lingkungan sosial/tetangga,
Mappiareet, 1996). Jika merujuk kepada media massa dan kondisi internal individu,
formulasi hipotesis kekecewaan-agresif secara uji statistik dapat diterima. Dalam
(frustration-aggression hypothesis) keadaan penelitian ini faktor rekan sebaya berpengaruh
ini sememangnya bisa mendorong terjadinya secara signifikan kepada kondisi internal
perilaku agresif. Temuan dalam penelitian ini individu, namun tidak pada munculnya perilaku
juga turut mendukung penelitian McNally agresif itu sendiri.
(2004) yang mendapati bahwa penyebab dari
tingkah laku agresif ini adalah karena adanya SARAN
perasaan kekecewaan dalam diri pelaku. Berdasarkan temuan penelitian, telah
dirancang model intervensi Pekerjaan Sosial
Konsep diri bisa berubah menjadi positif atau
dalam pencegahan perilaku agresif di bagi
negatif tergantung seberapa kuat penmgaruh
remaja yang komprehensif, dan memungkinkan
lingkungan dan juga daya tahan individu
dilakukan secara bersamaan.
untuk menerima maupun menolak pengaruh
yang datang. Jika pengaruh lingkungan dan Skala Mikro
daya tahan individu kuat, menjadikannya
Intervensi skala mikro ini ditujukan
perubahan konsep diri ke arah yang positif dan
langsung bagi individu (remaja), baik yang
lebih baik perilakunya. Namun jika perubahan
diduga mengalami masalah perilaku (agresif)
yang terjadi ke arah yang negatif, maka akan
maupun yang tidak. Bagi remaja yang sudah
negatif pula perilaku yang ditampilkan, yang
diidentifikasi mengalami masalah peri laku,
lebih sering ditunjukkan dengan kesulitan
beberapa pendekatan ini yang bisa diterapkan
dalam penyesuaian diri dan adanya kecemasan
diantaranya; 1). Konseling, 2. Latihan
sosial (Rosaline, 2003). Manakala perubahan
mengendalikan amarah.:
konsep diri ke arah negatif ini terus terjadi,
sehingga individu berada dalam level konsep 1. Konseling.
diri yang rendah, akan menimbulkan perilaku Kegiatan ini bertujuan untuk membuka
antisosial dan agresif. Rendahnya konsep diri pemikiran remaja tentang tingkah
dengan terjadinya tindakan-tindakan agresif laku agresif itu sendiri; apa manfaat
ini memiliki korelasi yang cukup signifikan memunculkan tingkah laku agresif? apakah
(Mustika, 2003). tingkah laku agresif memang perlu untuk
ditunjukkan? Bagaimana kerugian-kerugian
KESIMPULAN yang ditimbulkan bagi diri sendiri dan
Penelitian ini telah mampu menjawab juga orang lain, jika tingkah laku agresif
dua tujuan utama. Pertama, permodelan yang ini muncul, dan sebagainya. Konseling
diusulkan dalam penelitian ini layak dan dapat ini dilaksanakan dengan melalui beberapa
diterima untuk menjadi sebuah model tentang tahapan proses yang berkesinambungan
faktor-faktor determinan penyebab perilaku (Mulai dari tahap membangun hubungan

12 SOSIO KONSEPSIA Vol. 6, No. 01, September - Desember, Tahun 2016


sampai dengan evaluasi/pengakhiran). Salah salah seorang anggota keluarga memiliki
satu teknik yang banyak digunakan dalam permasalahan, akan berpengaruh kepada
konseling adalah katarsis, yang ditujukan persepsi, harapan, dan interaksi anggota
kepada individu yang telah diidentifikasikan keluarga lainnya. Terapi keluarga merupakan
memiliki permasalahan psikologis. Katarsis salah satu bentuk konseling keluarga.
ini bertujuan untuk melepaskan “keinginan” 2. Pembentukan kelompok bantu diri dan
agresif secara sementara, dan diharapkan kelompok saling dukung (self-help group
dapat mengurangi dorongan untuk and mutual support group).
berperilaku agresif. Inti dari katarsis ini Kelompok ini merupakan sebuah
adalah adalah pelepasan emosi-emosi yang kelompok kecil yang dibentuk secara
terpendam. sukarela oleh kelompok sebaya (peers) yang
2. Latihan mengendalikan amarah. mempunyai tujuan untuk saling membantu
Tujuan dari latihan ini adalah untuk diantara kelompok sebaya. Anggota
menunjukkan kepada para remaja yang kelompok ini bisa terdiri atas remaja-
telah diidentifikasi berperilaku agresif remaja yang mempunyai masalah perilaku
tentang arti dan akibat dari kemarahan, dan atau para orang tua yang mempunyai anak
bagaimana mengendalikannya. remaja yang memiliki masalah perilaku.
Dalam Kelompok bantu diri dan
Skala Messo
kelompok saling dukung ini dimungkinkan
Intervensi dalam skala ini lebih dikhususkan untuk diberikan semacam latihan (Workshop)
bagi keluarga yang telah diidentifikasi memiliki tentang pengasuhan/pendidikan keluarga.
anggota keluarga yang mengalami masalah Workshop ini memiliki tujuan untuk
tingkah laku (agresif). Intervensi yang bisa mengajarkan kepada para orang tua dalam
diterapkan meliputi konseling keluarga dan menerapkan pengasuhan anak (parenthiing)
pembentukan Kelompok Bantu-diri maupun untuk memperkuatkan perilaku pro-sosial.
Kelompok Saling Dukung.
Skala makro
1. Konseling keluarga.
Intervensi dalam skala ini ditujukan bagi
Ini merupakan penerapan konseling komunitas/lingkungan sosial di mana remaja
dalam situasi khusus. Konseling ini tinggal, dengan tujuan untuk bersama-sama
lebih fokus pada masalah-masalah yang mencegah terjadinya perilaku agresif di
berhubungan dengan situasi keluarga dan kalangan mereka, atau secara bersama-sama
pelaksanaan konselingnya juga melibatkan
mengatasi permasalahan perilaku yang ada.
anggota keluarga. Permasalahan yang
Ada dua model yang bisa diadopt dalam skala
dialami oleh anggota keluarga (remaja
intervensi ini, yaitu 1). Aksi sosial, dan 2).
dengan perilaku anti sosial/ agresif) akan
Pengembangan masyarakat lokal.
efektif diatasi jika melibatkan anggota
keluarga yang lain. Konseling ini bertujuan 1. Aksi sosial (social action).
membantu anggota keluarga belajar Pendekatan aksi sosial berdasarkan suatu
memahami bahwa dinamika keluarga pandangan bahwa masyarakat merupakan
merupakan hasil pengaruh hubungan sistem klien (client system) yang seringkali
antara anggota keluarga yang lainnya. menjadi korban ketidakadilan struktur. Aksi
Juga, membantu anggota keluarga agar sosial memiliki orientasi kepada tujuan
dapat menerima kenyataan bahwa jika proses, disamping juga hasil. Aksi sosial ini

Faktor-Faktor Determinan Penyebab Perilaku Agresif Remaja


di Permukiman Kumuh di Kota Bandung, Badrun Susantyo
13
bertujuan untuk meningkatkan partisipasi diterapkan oleh Corten (dalam Susantyo,
masyarakat terkait dengan “kepedulian 2007) dalam perspektif pengembangan
akan lingkungan sekitarnya”. Dalam hal masyarakat di desa.
ini, masyarakat digerakkan melalui proses
penyadaran, pemberdayaan dan tindakan- UCAPAN TERIMA KASIH
tindakan yangtepat untuk memperbaiki Apresiasi disampaikan kepada Badan
struktur agar lebih memenuhi prinsip Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan
demokratis, kesetaraan (equality) dan Sosial, Kementerian Sosial RI untuk semua
keadilan (equity). dukungannya, sehingga terselenggaranya
2. Pengembangan masyarakat lokal (local kegiatan penelitian ini. Juga Walikota Bandung,
development). Camat Regol beserta Staf, Lurah Ciseureh,
Pengembangan masyarakat lokal adalah Lurah Ancol dan Lurah Cigereleng beserta Staf,
proses yang ditujukan untuk menciptakan juga para “remaja” di tiga kelurahan tersebut
kemajuan sosial dan ekonomi melalui yang telah berpartisipasi memberikan data dan
partisipasi serta inisiatif aktif anggota informasi yang berguna bagi penelitian ini.
masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat
dipandang bukan semata sebagai sistem DAFTAR PUSTAKA
klien (pihak yang bermasalah) melainkan Abu Bakar, M. (2007). Perkaitan antara
juga sebagai masyarakat yang unik dan hubungan keluarga, pengaruh rakan
memiliki potensi, hanya saja potensi sebaya dan kecerdasan emosi dengan
tersebut belum sepenuhnya dikembangkan. tingkah laku delinkuen pelajar. Fakulti
Pengembangan masyarakat lokal pada Pendidikan. Johor Bahru: Universiti
dasarnya merupakan proses interaksi Teknologi Malaysia.
antara anggota masyarakat setempat yang
difasilitasi oleh pendamping/pekerja sosial. Anderson, C.A. & Anderson, K.B., (1998).
Pekerja sosial membantu meningkatkan “Temperature and aggression: Paradox,
kesadaran dan mengembangkan kemampuan controversy, and a (fairly) clear picture”.
mereka dalam mencapai tujuan-tujuan yang In R.G. Geen & E. Donnerstein (Eds).
diharapkan. Human aggression: Theories, research
Antara aksi sosial dan pengembangan and implications for social policy. San
masyarakat lokal sangat mungkin diterapkan Diego, CA: Academis Press.
secara bersamaan, tanpa tersekat. Karena
Aziz, W. (2003). Hubungan antara kemampuan
pada dasarnya setiap program pengembangan
pengendalian emosi dengan kepercayaan
masyarakat sangat mungkin untuk diisi
diri pada remaja. Status siswa-siswi
dengan aktifitas aksi sosial, demikian juga
Kelas II SMK Satria Jakarta. Jakarta:
sebaliknya. Salah satu contoh perpaduan
antara keduanya misalnya adalah “gerakan Universitas Tarumanegara.
penataan lingkungan sehat”. Di satu sisi, Badan Pusat Statistik Kota Bandung. (2010).
menggerakkan masyarakat untuk sama- Bandung dalam angka. Bandung: Badan
sama memperbaiki kualitas lingkungan Pusat Statistik Kota Bandung.
mereka, disisi lain juga terselip aktifitas
untuk meningkatkan taraf kesejahteraan Bandura, A. (1977). Social learning theory,
hidup para anggotanya. Contoh menarik New Jersey: Prentice – Hall, Inc.
lainnya adalah sebagaimana yang pernah

14 SOSIO KONSEPSIA Vol. 6, No. 01, September - Desember, Tahun 2016


Baron, R. A., Bryne, D., & Suls, J. (1994). Buss, A. H., & Perry, M. (1992). The aggression
Aggression and heat: Mediating effects questionnaire. Journal of Personality &
of prior provocation and exposure to an Social Psychology, 63, 452-459.
aggressive model. Journal of Personality
Carlson, M., Marcus-Newhall, A. & Miller, N.
and Social Psychology, 31, 825 – 832.
(1990). Effects of situasional aggression
Berkowitz, L. (1984). Some effects of thoughts cues: A quantitative review. Journal of
on anti and prosocial influence of media Personality and Social Psychology, 58,
events. A cognitive neoassociationist 622-633.
analysis. Psychological Bulletin, 95,
Chermack, S.T., & Giancola, P.R. (1997). “The
410 - 427.
relation between alcohol and aggression:
Berkowitz, L., & Green, R. G. (1967). Stimulus An integrated biopsychosocial
qualities of the target of aggression: A conceptualization”. Clinical Psychology
futher study. Journal of personality and Review, 17, 621-649.
Social Psychology, 5, 364 – 368.
Chowhan, J. & Stewart, J. M. (2007). Television
Brehm, S.S., & Kassin, S.M. (1993). Social and the behaviour of adolescents: Does
psychology. Boston: Houghton Mifflin socio-economic status moderate the
Company. link? Social Science & Medicine. 65,
1324–1336
Brigham, J.C. (1991). Social psychology. New
York: Harper Collingns Publishers Inc. Crowe, T. D. (2000). Crime prevention through
environment design: Applications
Bronfenbrenner, U. (1989). Ecological systems of architectural design and space
theory. In R. Vasta (Ed.), Annals of child management concepts. (2nd ed.).
development, Vol. 6 (pp. 187–249). National Crime Prevention Institute,
Greenwich, CT: JAI Press. Butterworth-Heinemann.
Bronfenbrenner, U., & Morris, P. A. (2006). Dill, K.E. & Dill. J.C. (1998). Video game
The bioecological model of human violence: A review of the empirical
development. In W. Damon & R. M. literature. Aggression and Violent
Lerner (Eds.), Handbook of child Behavior, 3 (4), 407–428.
psychology, Vol. 1: Theoretical models
of human development (6th ed., pp. Dunkin, K. (1995). Developmental social
793–828). New York: John Wiley. psychology. From Infancy an old age.
Oxford: Blackwell Publisher Ltd.
Brown, F.J. (1990). Educational psychology.
(2nd ed.).). New Jersey: Prentice Hall Flannery, D.J., Vazsonyi, A.T. & Waldman, I.D.
Engelwood. (2007). The cambridge handbook of
violent behavior and aggression. (Eds.).
Bushman, B.J. & Cooper, H.M. (1990). “Effects Cambridge, New York, Melbourne,
of alcohol on human aggression: Madrid, Cape Town, Singapore, São
An integrative research review. Paulo: Cambridge University Press
Psychological Bulletin, 107, 341-354.

Faktor-Faktor Determinan Penyebab Perilaku Agresif Remaja


di Permukiman Kumuh di Kota Bandung, Badrun Susantyo
15
Hall & Lindzey.(1993). Psikologi kepribadian. Jakarta: Universitas Tarumanegara.
Jakarta: Rajawali Pers.
Masngudin,H.M.S. (2001). Kenakalan
Hetherington, E.M & Parke, R.D. (1999). Child remaja sebagai perilaku menyimpang
psychology: A contemporary view hubungannya dengan keberfungsian
point (5th ed.). Boston: Mc Graw-Hill sosial keluarga: Kasus di pondok pinang
College. pinggiran Kota metropolitan Jakarta:
Laporan penelitian. Pusat Penelitian dan
Hidayah, N.R, Fauzan, L.M & Mappiare, Pengembangan Usaha Kesejahteraan
A.A.T. (1996). Sikap orangtua sebagai Sosial. Jakarta: Departemen Sosial RI.
sumber perilaku agresif anak. Diakses
pada 9 Oktober 2012 dari http://www. McNally, I. M. (2004). Causal factors in
malang.ac.id/ jurnal/fip/ilpen/1996a. weekend city center aggression. Journal
htm. of Police and Criminal Psychology, 19
(1), 46 - 57
Jimerson, S. R., Caldwell, R., Chase, M.
& Savarnejad, A. (2002). Conduct Mustika, F.R. (2003). Penelitian korelasi antara
disorder. Santa Barbara: University of konsep diri dengan agresivitas pada
California. pelaku penjarahan dalam peristiwa
kerusuhan Mei 1998 di Jakarta. Jakarta:
Kirsh, S.J. (2006). Cartoon violence and Universitas Tarumanegara.
aggression in youth. Aggression and
Violent Behavior, 11, 547–557. Patrick, C.J. & Zempolich, K.A. (1998).
Emotion and aggression in the
Koswara, E. (1988). Agresi manusia. Bandung: psychopathic ersonality. Aggression and
PT. Eresco. Violent Behavior, 3 (4), 303–338.
Krahe, B. (2001). The social psychology of Proctor, L.J. (2006). Children growing up
aggression: social psychology a modular in a violent community: The role of
course. United Kingdom: Psychology the family. Aggression and Violent
Press Ltd: Taylor and Francis group. Behavior, 11, 558–576.
Kusnendi. (2007). Model-model persamaan Rosaline (2003). Hubungan antara konsep
struktural. Satu dan multi group sample diri dan kecemasan sosial dengan
dengan lisrel. Bandung: Alfabeta. penyesuaian pada remaja tuna daksa.
Levy-Warren, M. (1996). The Adolescent Jakarta: Universitas Tarumanegara.
journey: Development, identity Sunarto, Rahardjo, T. & Pudjosantoso, H.
formation and psychoterpy. New Jersey: (1997). Pengaruh video game terhadap
Jason Aronson Inc. perilaku agresif remaja di Kotarmadia
Lestari, B. (2003). Hubungan antara stres Semarang. Retrieved May 18, 2015
lingkungan dengan perilaku coping. from http://hqweb01. bkkbn.go.id/
Suatu penelitian pada masyarakat di hqweb/ceria/sslappage1.html
salah satu RW, Kelurahan Kalianyar, Susantyo, B. (2011). Memahami Perilaku
Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Agresif: Sebuah Tinjauan Konseptual.

16 SOSIO KONSEPSIA Vol. 6, No. 01, September - Desember, Tahun 2016


Jurnal Informasi. (16), 3, 189-202.

Susantyo, B. (2007). Community development


dalam praktik pekerjaan sosial.
Bandung: STKS Press.

Susantyo, B. (2007). Partisipasi Masyarakat


Dalam Pembangunan di Pedesaan..
Jurnal Informasi. (12), 3, 177-198.

Tedeschi, J.T. & Felson, R.B. (1994).


Violence, aggression, and coercive
actions. Washington DC: American
Psychological Association.

Webster, G.D. (2007). Is the relationship


between self-esteem and physical
aggression necessarily U-shaped?.
Journal of Research in Personality, 41,
977–982.

Wiggins, J.A., Wiggins, B.B., & Zanden, J.V.,


(1994). Social psychology. New York:
McGraw-Hill, Inc.

Wijayanto, S.H. (2008). Struktural equation


modelling dengan lisrel 8.8: Konsep &
tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Yanti, D. (2005). Ketrampilan sosial pada


anak menengah akhir yang mengalami
gangguan perilaku. Makalah. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara (USU).

Zastrow, C. (2008). Introduction to social work


and social welfare: Empowering people.
George Williams College of Aurora
University: Thomson, Brook/Cole.

Zebua, A.S. (2003). Hubungan antara


konformitas dan konsep diri dengan
perilaku konsumtif remaja putri.
Penelitian pada SMU Tarakanita 1.
Jakarta: Universitas Tarumanegara.

Faktor-Faktor Determinan Penyebab Perilaku Agresif Remaja


di Permukiman Kumuh di Kota Bandung, Badrun Susantyo
17

Anda mungkin juga menyukai