PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran umum dan asuhan keperawatan pada lansia
dengan stroke di panti social tresna werdha teratai palembang
b. Sistem Cardiovaskuler
Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular antara lain :
1) Elastisitas dinding aorta menurun.
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun sesudah berumur
20 tahun, hal ini menyebabkan menurunkan kontraksi dan volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk atau duduk ke berdiri
bisa menyebabkan tekanan darah menurun yaitu menjadi 65 mmHg yang dapat
menyebabkan pusing mendadak.
5) Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh
darah perifer : sistolis normal ± 170 mmHg, diastolis normal ± 90 mmHg.
c. Sistem Pernafasan
Perubahan yang terjadi pada sistem pernafasan antara lain :
1) Otot – otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
2) Menurunya aktivitas dari silia.
3) Paru – paru kehilangan elastisitas : kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih
berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dari kedalaman bernafas menurun.
4) Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
5) 𝑂2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
6) 𝐶𝑂2 pada arteri tidak berganti.
7) Kemampuan untuk batuk berkurang.
8) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernafasan akan menurun
seiring dengan pertambahan usia.
d. Sistem Persarafan
Perubahan yang terjadi pada sistem persarafan antara lain :
1) Berat otak menurun 10 – 20 % (setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam
setiap harinya ).
2) Cepatnya menurunya hubungan persyarafan.
3) Lambatnya dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress.
4) Mengecilnya saraf panca indra : berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
5) Kurang sensitif terhadap sentuhan.
e. Sistem Gastrointestinal
Perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal yaitu :
1) Kehilangan gigi : penyebab utama adanya Periodontal Disease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gigi
yang buruk.
2) Indra pengecap menurun : adanya iritasi yang kronis dan selaput lendir atropi indra
pengecap (± 80 % ), hilangnya sensitivitas dari saraf pengecap tentang rasa asin,
asam dan pahit.
3) Esofagus melebar.
4) Lambung : rasa lapar menurun ( sensitivitas lapar menurun ), asam lambung
menurun, waktu mengosongkan menurun.
5) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu ).
7) Liver (hati) : makin mengecil dan menurunya tempat penyimpanan, berkurangnya
aliran darah.
f. Sistem Genitourinaria
Perubahan yang terjadi pada sistem genitourinaria antara lain :
1) Ginjal
Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin
darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang
disebut nefron (tepatnya di glomerulus ). Kemudian mengecil dan nefron menjadi
atrofi, aliran darah ke ginjal menurun 50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya
kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria
(biasanya + 1 ) BUN (Blood Urea Nitrogen ) meningkat sampai 21 mg%, nilai
ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
2) Vesika Urinaria (kandung kemih)
Otot – otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria susah
dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi
urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dialami oleh pria usia diatas 65 tahun.
g. Sistem Endokrin
1) Produksi dari hampir semua hormone menurun.
2) Fungsi parathyroid dan sekresinya tidak berubah.
3) Pituitari : pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya didalam pembuluh
darah, berkurangnya produksi dari ACTH (Adrenocortikotripica Hormone), TSH (
Thyroid Stimulating Hormone), FSH ( Folikel Stimulating Hormone ), dan LH
(Leutinezing Hormone ).
4) Menurunya aktivitas tiroid, menurunya BMR ( Basal Metabolic Rate ), dan
menurunya daya pertukaran zat.
5) Menurunya produksi aldesteron.
6) Menurunya sekresi hormone kelamin, misalnya : progestron, estrogen dan
testosteron.
3) Rabaan
Indra peraba memberikan pesan yang paling intim dan paling mudah untuk
menerjemahkan. Bila indra lain hilang, rabaan dapat mengurangi perasaaan
sejahtera. Meskipun reseptor lain akan mengumpul dengan bertambahnya usia,
namun tidak pernah menghilang.
4) Pengecap dan penghidu
Empat rasa dasar yaitu manis, asam, asin dan pahit. Diantara semuanya rasa
manis yang paling tumpul pada lansia. Maka jelas bagi kita mengapa mereka senang
membubuhkan gula secara berlebihan. Rasa yang tumpul menyebabkan kesukaan
terhadap makanan yang asin dan banyak bumbu. Harus dianjurkan penggunaan
rempah, bawang, bawang putih dan lemon untuk mengurangi garam dalam
menyedapkan masakan.
i. Sistem Integumen
Fungsi kulit meliputi proteksi, perubahan suhu, sensasi, dan eskresi. Dengan
bertambahnya usia, terjadilah perubahan intrinsic dan ekstrinsik yang mempengaruhi
penampilan kulit :
1) Kulit mengkerut dan keriput akibat hilangnya jaringan lemak.
2) Permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses keratinasi serta
perubahan ukuran dan bentuk – bentuk sel epidermis.
3) Menurunya respon terhadap trauma.
4) Mekanisme proteksi kulit menurun :
a) Produksi serum menurun.
b) Penurunan serum menurun.
c) Gangguan pegmentasi kulit.
5) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
6) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
7) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi.
8) Pertumbuhan kaku lebih lambat.
9) Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
10) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk
11) Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
12) Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.
j. Sistem Muskuloskeletal
Penurunan progresif dan grandual masa tulang terjadi selama usia 40 tahun:
1) Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh dan osteoporosis.
2) Kifosis.
3) Pinggang, lutut dan jari – jari pergelangan terbatas.
4) Diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang).
5) Persendiaan membesar dan menjadi kaku.
6) Tendon mengkerut dan mengalami sklerosis.
7) Atrofi serabut otot (otot – otot serabut mengecil ) : serabut – serabut otot mengecil
sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot – otot kram dan tremor.
8) Otot – otot polos tidak begitu berpengaruh.
2.2 Stroke
2.2.1 Definisi
Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang
disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah fokal di otak yang terganggu.
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai
arteri otak.Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi
biokimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel saraf di otak. Kematian jaringan
otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. . Singkatnya,
Ketika pasokan darah ke bagian otak terputus, itulah yang dinamakan stroke.Stroke adalah
kondisi kesehatan yang serius dan penanganan cepat sangatlah penting karena semakin cepat
penderita ditangani, kerusakan yang terjadi pun semakin kecil.
Ditemukan pada semua golongan usia namun sebagian besar akan dijumpai pada usia
di atas 55 tahun. Ditemukan kesan bahwa insiden stroke meningkat secara eksponensial
denagn bertambahnya usia, dimana akan terjadi peningkatan 100 kali lipat pada mereka yang
berusia 80-90 tahun. Insiden usia 80-90 adalah 300/10.000 dibandingkan dengan 3/10.000
pada golongan usia 30-40 tahun. Stroke banyak ditemukan pada pria dibandingkan pada
wanita. Variasi gender ini bertahan tanpa pengaruh umur.
Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung yang
mulanya memperhatikan tiga gejala pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta hipotalamus.
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebelum.
Serebrum
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:
1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus sentralis.
2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh korako-
oksipitalis.
3. Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus
oksipitalis.
4. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Korteks serebri selain dibagi dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsi dan
banyaknya area. Campbel membagi bentuk korteks serebri menjadi 20 area. Secara umum
korteks serebri dibagi menjadi empat bagian:
1. Korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus
bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh
bergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Di samping itu juga korteks sensoris
bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
2. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan kemampuan
otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima
diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan daya yang lain. Bagian anterior lobus
temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokorteks.
3. Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah
kontribusi pada traktur piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontralateral.
Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental dan
kepribadian.
Fungsi serebrum
1. Mengingat pengalaman yang lalu.
2. Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi, keinginan,
dan memori.
3. Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.
Batang otak
Batang otak terdiri dari:
1. Diensefalon,
Ialah bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di antara ke-dua belahan otak
besar (haemispherium cerebri). Diantara diensefalon dan mesencephalon, batang otak
membengkok hampir sembilah puluh derajat kearah ventral. Kumpulan dari sel saraf
yang terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut
menghadap kesamping. Fungsi dari diensefalon:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.
2. Mesensefalon,
Atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol ke atas. Dua di
sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua di sebelah bawah disebut
korpus kuadrigeminus inferior. Serat saraf okulomotorius berjalan ke ventral di bagian
medial. Serat nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi
lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli,
Brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons varoli dengan
serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak tengah dan medula oblongata.
Disini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernapasan dan refleks. Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula oblongata
dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata
Merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan pons
varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medula oblongata merupakan
persambungan medula spinalis ke atas, bagian atas medula oblongata yang melebar
disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral medula oblongata. Fungsi
medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks
Serebelum
Serebelum (otak kecil) terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan
dengan serebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan di atas medula
oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi
dan integrasi.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang
melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui
pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi) permukaan luar serebelum berlipat-lipat
menyerupai serebelum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebelum
ini mengandung zat kelabu.
Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu
granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang
keluar dari serebrum harus melewati serebelum
Fungsi serebelum
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga dalam
yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan rangsangan
pendengaran ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor
sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus) kelopak mata, rahang
atas, dan bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi tentang
gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengaturgerakan sisi badan.
Saraf otak
Urutan Nama Saraf Sifat Saraf Memberikan saraf untuk
saraf dan fungsi
I Nervus olfaktorius Sensorik Hidung, sebagai alat penciuman
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata dan
okulomotoris mengangkat kelopak mata
IV Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan
penggerak bola mata
Saraf otonom
Saraf Simpatis
Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan sumsum tulang
belakang melalui serabut – serabut saraf. Sistem simpatis terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Kornu anterior segmen torakalis ke – 1 sampai ke-12 dan segmen lumbalis 1-3 terdapat
nucleus vegetative yang berisi kumpulan – kumpulan sel saraf simpatis.
Sel saraf simpatis ini mempunyai serabut – serabut preganglion yang keluar dari
kornu anterior bersama- sama dengan radiks anterior dan nucleus spinalis. Setelah
keluar dari foramen intervertebralis, serabut – serabut preganglion ini segera
memusnahkan diri dari nucleus spinalis dan masuk ke trunkus simpatikus serabut.
Serabut preganglion ini membentuk sinap terhadap sel – sel simpatis yang ada dalam
trunkus simpatikus. Tetapi ada pula serabut – serabut preganglion setelah berada di
dalam trunkus simpatikus terus keluar lagi dengan terlebih dahulu membentuk sinaps
menuju ganglion – ganglion / pleksus simpatikus.
2. Trunkus simpatikus beserta cabang – cabangnya.
Di sebelah kiri dan kanan vertebra terdapat barisan ganglion saraf simpatikus
yang membujur di sepanjang vertebra. Barisan ganglion – ganglion saraf simpatikus ini
disebut trunkus simpatikus. Ganglion – ganglion ini berisi sel saraf simpatis. Antara
ganglion satu dengan ganglion lainnya, atas, bawah, kiri, kanan, dihubungkan oleh
saraf simpatis yang keluar masuk ke dalam ganglion – ganglion itu. Hali ini
menyebabkan sepasang trunkus simpatikus juga menerima serabut – serabut saraf yang
datang dari kornu anterior. Trunkus simpatikus di bagi menjadi 4 bagian yaitu :
a. Trunkus simpatikus servikalis.
Terdiri dari 3 pasang ganglion. Dari ganglion – ganglion ini keluar cabang –
cabang saraf simpatis yang menuju ke jantung dari arteri karotis. Disekitar arteri
karotis membentuk pleksus. Dari pleksus ini keluar cabang – cabang yang menuju
ke atas cabang lain mempersarafi pembuluh darah serta organ – organ yang
terletak di kepala. Misalnya faring, kelenjar ludah, kelenjar lakrimalis, otot – otot
dilatators, pupil mata, dan sebagainya.
b. Trunkus simpatikus torakalis.
Terdiri dari 10-11 ganglion, dari ganglion ini keluar cabang – cabang
simpatis seperti cabang yang mensarafi organ – organ di dalam toraks ( mis, orta,
paru – paru, bronkus, esophagus, dsb ) dan cabang – cabang yang menembus
diafragma dan masuk ke dalam abdomen, Cabang ini dalam rongga abdomen
mensarafi organ – organ di dalamnya.
c. Trunkus simpatikus lumbalis.
Bercabang – cabang menuju ke dalam abdomen, juga ikut membentuk
pleksus solare yang bercabang – cabang ke dalam pelvis untuk turut membentuk
pleksus pelvini.
d. Trunkus simpatikus pelvis.
Bercabang cabang ke dalam pelvis untuk membentuk pleksus pelvini.
3. Pleksus simpatikus beserta cabang cabangnya.
Di dalam abdomen, pelvis, toraks, serta di dekat organ – organ yang dipersarafi
oleh saraf simpatis ( otonom ).
Umumnya terdapat pleksus – pleksus yang dibentuk oleh saraf simpatis /
ganglion yaitu pleksus/ganglion simpatikus.
Ganglion lainnya ( simpatis ) berhubungan dengan rangkaian dua ganglion besar,
ini bersama serabutnya membentuk pleksus – pleksus simpatis :
1. Pleksus kardio, terletak dekat dasar jantung serta mengarahkan cabangnya ke
daerah tersebut dan paru – paru
2. Pleksus seliaka, terletak di sebelah belakang lambung dan mempersarafi organ –
organ dalam rongga abdomen
3. Pleksus mesentrikus ( pleksus higratrikus ), terletak depan sacrum dan mencapai
organ – organ pelvis
Sistem Parasimpatis
Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf ini merupakan
penghubung, melalui serabut – serabut parasimpatis dalam perjalanan keluar dari otak
menuju organ – organ sebagian dikendalikan oleh serabut – serabut menuju iris. Dan dengan
demikian merangsang gerakan – gerakan saraf ke -3 yaitu saraf okulomotorik.
Saraf simpatis sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah sacral. Saraf –
saraf ini membentuk urat saraf pada alat – alat dalam pelvis dan bersama saraf – saraf
simpatis membentuk pleksus yang mempersarafi kolon rectum dan kandung kemih.
Refleks miksi juga menghilang bila saraf sensorik kandung kemih mengalami
gangguan. System pengendalian ganda ( simpatis dan parasimpatis ). Sebagian kecil organ
dan kelenjar memiliki satu sumber persarafan yaitu simpatis atau parasimpatis. Sebagian
besar organ memiliki persarafan ganda yaitu : menerima beberapa serabut dari saraf otonom
sacral atau cranial. Kelenjar organ dirangsang oleh sekelompok urat saraf ( masing – masing
bekerja berlawanan ).
Dengan demikian penyesuaian antara aktivitas dan tempat istirahat tetap dipertahankan.
Demikian pula jantung menerima serabut – serabut ekselevator dari saraf simpatis dan
serabut inhibitor dari nervus vagus. Saluran pencernaan memiliki urat saraf ekselevator dan
inhibitor yang mempercepaT dan memperlambat peristaltic berturut – turut.
Fungsi serabut parasimpatis :
1. Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis, submandibularis, dan
kelenjar – kelenjar dalam mukosa rongga hidung.
2. Mmepersarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung, berpusat di nuclei
lakrimalis, saraf – sarafnya keluar bersama nervus fasialis.
3. Mempersarafi kelenjar ludah ( sublingualis dan submandibularis ), berpusat di nucleus
salivatorius superior, saraf – saraf ini mengikuti nervus VII
4. Mempersarafi parotis yang berpusat di nucleus salivatoris inferior di dalam medulla
oblongata, saraf ini mengikuti nervus IX
5. Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru – paru, gastrointestinum,
ginjal, pancreas, limfa, hepar, dan kelenjar suprarenalis yang berpusat pada nucleus
dorsalis nervus X
6. Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria dan alat kelamin,
berpusat di sacral II, III, IV.
7. Miksi dan defekasi pada dasarnya adalah suatu reflex yang berpusat di kornu lateralis
medulla spinalis bagian sacral. Bila kandung kemih dan rectum tegang miksi dan
defekasi secara reflex. Pada orang dewasa reflex ini dapat dikendalikan oleh kehendak.
Saraf yang berpengaruh menghambat ini berasal dari korteks di daerah lotus
parasentralis yang berjalan dalam traktus piramidalis.
Gejala ringan:
1. Mengalami Kelumpuhan
Dalam tahap gejala ringan, orang yang menderita stroke akan mengalami
kelumpuhan tangan maupun kelumpuhan di kakinya. Namun jika dalam tahap ringan,
kelumpuhan itu hanya berlangsung selama satu hari atau dalam hitungan jam saja.
Sedangkan untuk yang sudah tahap berat tidak bisa sembuh dalam hitungan bulan.
2. Bicara Mulai Tidak Jelas
Gejala stroke lainnya adalah bicara mulai tidak jelas. Hal itu dikarenakan dia
mulai kehilangan kelenturan otot wicaranya sehingga untuk berbicara pun dia mulai
tidak jelas. Dalam tahap ringan suara masih keluar dari mulutnya namun untuk tahap
berat, berbicara saja sudah susahdilakukan bagi penderita stroke
Gejala berat:
1. Hilang Kesadaran
Gejala berat dari stroke adalah orang tersebut akanmengalami hilang kesadaran.
Bahkan orang yang sudah mengalami stroke berat atau komplikasi bisa mengalami
koma, koma itu bisa sampai berbulan-bulan atau bahkan dalam hitungan minggu.
2. Tidak Bisa Bicara
Orang yang mengalami stroke berat mengalami kesulitan untuk berbicara, jika
gejala ringan orang tersebut masih bisa berbicara meskipun tidak jelas. Saat sudah
masuk ke dalam tahap ini orang yang mengalami stroke berat tidak bisa berbicara
sedikitpun.
3. Kelumpuhan Badan
Jika dalam tahap ringan yang mengalami kelumpuhan adalah tangan dan kaki
saja. Saat sudah masuk tahap parah dan berat orang tersebut akan mengalami
kelumpuhan badan, sehingga dia tidak bisa menggerakkan bagian tubuhnya dan hanya
bisa berbaring di atas tempat tidur saja.
4. Susah Menelan
Orang yang menderita stroke berat akan mengalami gejala berupa susah menelan.
Hal itu dikarenakan tenggorokan menjadi tidak elastis, sehingga untuk menelan
makanan maupun minuman yang masuk ke dalam tubuh dia akan merasakan
kesusahan. Akibatnya penderita stroke akan mengalami penurunan kualitas hidup
sehingga badan penderita stroke bisa semakin kurus.
Peningkatan
tekanan sistemik
Gangguan perfusi
jaringan serebral
Aneurisma / APM
Vasospasme Arteri
serebral
Perdarahan
Arakhnoid/ventrikel
Iskemik/infark
otak
Deficit neurologi
Hematoma serebral
Penekanan saluran
pernafasan Deficit perawatan Hambatan
diri Mobilitas fisik
Bersihan jalan
Risiko gangguan Risiko
nafas tidak efektif
integritas kulit ketidakseimbangan
nutrisi
Kerusakan fungsi N
VII dan N XII Kontrol spingter
ani menhilang
Hambatan
Inkontinensia
komunikasi verbal
urine/retensi urine
Gangguan
Risiko jatuh Eliminasi Urine
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
1. Hipoksia Serebral.
2. Penurunan Darah Serebral.
3. Luasnya Area Cedera.
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara
peningkatan enzim jantung dengan hasih yang buruk dari stroke.
c. Pemeriksaan Radiologi
1) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke
non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan
pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense
yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya
stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon
sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan
gray-white matter.
2) CT perfusion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi
daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah
kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinya iskemik di daerah tersebut.
3) CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA
juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.
4) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal
pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya
memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan
T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti diffusion-weighted
imaging (DWI) dan perfussion-weighted imaging (PWI) untuk meningkatkan
sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik akut. DWI dapat
mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI. Selain itu, DWI juga
dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi
daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan
dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.
5) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau
oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG
transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih
lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu,
modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG
dan foto thoraks.
Setelah operasi, pasien akan diberikan fasilitas ventilator untuk membantunya bernapas.
Ventilator memberi waktu pada tubuh pasien untuk pulih dan mengontrol pembekakan di
otak. Biasanya selama pemulihan, pasien akan diberikan obat penghambat enzim pengubah
angiotensin (ACE inhibitor) untuk menurunkan tekanan darah dan mencegah terjadinya
kembali serangan stroke.
Perawatan Pasca Penyakit Stroke :
Sekali terkena serangan stroke, tidak membuat seseorang terbebas dari stroke. Di
samping dampak menimbulkan kecacatan, masih ada kemungkinan dapat terserang kembali
di kemudian hari. Penanganan pasca stroke yang biasa dilakukan adalah:
1. Rehabilitasi.
Penderita memerlukan rehabilitasi serta terapi psikis seperti terapi fisik, terapi
okupasi, terapi wicara, dan penyediaan alat bantu di unitortotik prostetik. Juga
penanganan psikologis pasien, seperti berbagi rasa,terapi wisata, dan sebagainya. Selain
itu, juga dilakukan Community based rehabilitation (rehabilitasi bersumberdaya
masyarakat) dengan melakukan penyuluhan dan pelatihan masyarakat di lingkungan
pasien agar mampumenolong, setidaknya bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini
akan meningkatkan pemulihan dan integrasi dengan masyarakat.
2. Penerapan gaya hidup sehat.
Bahaya yang menghantui penderita stroke adalah serangan stroke berulang yang
dapat fatal atau kualitas hidup yang lebih buruk dari serangan pertama. Bahkan ada
pasien yang mengalami serangan stroke sebanyak 6-7 kali. Hal ini disebabkan pasien
tersebut tidak mengendalikan faktor risiko stroke. Penerapan gaya hidup sehat sangat
penting bagi mereka yang sudah pernah terkena serangan stroke, agar tidakkembali
diserang stroke seperti berhenti merokok, diet rendah lemak atau kolesterol dan tinggi
serat, berolahraga teratur 3 kali seminggu (30-45menit), makan secukupnya, dengan
memenuhi kebutuhan gizi seimbang,menjaga berat badan jangan sampai kelebihan
berat badan, berhenti minumalkohol dan atasi stres.
3. Selain itu konsumsi bahan-bahan makanan yang dapat mengurangi resiko timbulnya
kembali serangan stroke juga sangat diperlukan.
7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami gangguan
yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital : TD
meningkat, nadi bervariasi.
2) Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, perubahan warna
kulit; muka tampak pucat.
3) Kepala
Normo cephalic, simetris, biasanya terdapat nyeri kepala/sakit kepala.
4) Muka
Asimetris, otot muka dan rahang kekuatan lemah.
5) Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor, sclera
ikterus (-/ -), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat dievalusai,mata
tampak cowong.
6) Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal
7) Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung
tidak ada.
8) Mulut dan faring
Biasanya terpasang NGT
9) Leher
Simetris, kaku kuduk, tidak ada benjolan limphe nodul.
10) Thoraks
Gerakan dada simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi
resonan, rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus tidak
teridentifikasi.
11) Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal
kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1 dan S2 tunggal; dalam
batas normal, gallop(-), mumur (-). capillary refill 2 detik .
12) Abdomen
Terjadi distensi abdomen, Bising usus menurun.
13) Genitalia-Anus
Pembengkakan pembuluh limfe tidak ada., tidak ada hemoroid, terpasang kateter.
14) Ekstremitas
Akral hangat, kaji edema , kaji kekuatan otot , gerak yang tidak disadari , atropi
atau tidak, capillary refill, Perifer tampak pucat atau tidak.
B. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun
potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan
mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung
jawabnya.
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial
atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan.
5. Deficit perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
8. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan
sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
9. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran.
C. Perencanaan
NO Diagnosa NOC NIC
1. Gangguan perfusi NOC : NIC :
jaringan cerebral
1. Circulation status Peripheral Sensation
berhubungan dengan
2. Tissue Prefusion : Management (Manajemen
gangguan aliran darah
cerebral sensasi perifer)
sekunder akibat
Kriteria Hasil :
peningkatan tekanan 1. Monitor adanya daerah
intracranial. 1. mendemonstrasikan tertentu yang hanya peka
status sirkulasi yang terhadap
ditandai dengan : panas/dingin/tajam/tumpul
a. Tekanan systole 2. Monitor adanya paretese
dandiastole dalam 3. Instruksikan keluarga
rentang yang untuk mengobservasi kulit
diharapkan jika ada lsi atau laserasi
b. Tidak ada 4. Gunakan sarun tangan
ortostatikhipertensi untuk proteksi
c. Tidak ada tanda 5. Batasi gerakan pada
tanda peningkatan kepala, leher dan
tekanan intrakranial punggung
(tidak lebih dari 15 6. Monitor kemampuan BAB
mmHg) 7. Kolaborasi pemberian
2. mendemonstrasikan analgetik
kemampuan kognitif 8. Monitor adanya
yang ditandai dengan: tromboplebitis
a. berkomunikasi 9. Diskusikan menganai
dengan jelas dan penyebab perubahan
sesuai dengan sensasi
kemampuan
b. menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
c. memproses
informasi
d. membuat keputusan
dengan benar
e. menunjukkan fungsi
sensori motori
cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada
gerakan gerakan
involunter
2. Gangguan komunikasi NOC NIC
verbal berhubungan 1. Anxiety self control Communication
dengan kehilangan 2. Coping Enhancement : Speech
kontrol otot facial atau 3. Sensory function : Deficit.
oral. hearing & vision 1. Gunakan penerjemah, jika
4. Fear self control diperlukan
Kriteria hasil : 2. Beri satu kalimat simple
1. Komunikasi : setiap bertemu, jika
penerimaan, diperlukan
interpretasi, dan 3. Dorong pasien untuk
ekspresi pesan lisan, berkomunikasi secara
tulisan, dan non verbal perlah dan untuk
meningkat. mengulangi permintaan
2. Komunikasi ekspresif 4. Berikan pujian positif
(kesulitan berbicara) : Communication
ekspresif pesan verbal Enhancement : Hearing
dan atau non verbal Defisit
yang bermakna. Communication
3. Komunikasi resptif Enhancement : Visual
(kesulitan mendengar) : defisit
penerimaan komunikasi Ansiety Reduction
dan interpretasi pesan Active Listening
verbal dan/atau non
verbal.
4. Gerakan terkoordinasi :
mampu mengkoordinasi
gerakan dalam
menggunakan isyarat
5. Pengolahan informasi :
klien mampu untuk
memperoleh, mengatur,
dan menggunakan
informasi
6. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmapuan
berbicara
7. Mampu manajemen
kemampuan fisik yang
dimiliki
8. Mampu
mengkomunikasikan
kebutuha dengan
lingkungan.
3. Gangguan mobilitas NOC : NIC :
1. Joint Movement :
fisik berhubungan Exercise therapy :
Active
dengan kerusakan ambulation
2. Mobility Level
neuromuscular 1. Monitoring vital sign
3. Self care : ADLs
sebelm/sesudah latihan
4. Transfer performance
dan lihat respon pasien
Kriteria hasil:
saat latihan
1. Klien meningkat
2. Konsultasikan dengan
dalam aktivitas fisik
terapi fisik tentang
2. Mengerti tujuan dari
rencana ambulasi sesuai
peningkatan mobilitas
dengan kebutuhan
3. Memverbalisasikan
3. Bantu klien untuk
perasaan dalam
menggunakan tongkat saat
meningkatkan
berjalan dan cegah
kekuatan dan
terhadap cedera
kemampuan berpindah
4. Ajarkan pasien atau
4. Memperagakan
tenaga kesehatan lain
penggunaan alat Bantu
tentang teknik ambulasi
untuk mobilisasi
5. Kaji kemampuan pasien
(walker)
dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADLs
1. Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
2. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan jika
diperlukan
NANDA, NIC dan NOC- jilid 1. Jakarta Timur: CV.Trans Info Media.
Medika.
Lukman & Nurna Ningsih. 2009. Askep Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Ode, Sharif La. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Yahya, Rahcmanuddin Chair. “Stroke Non Hemoragik – Gejala, Diagnosa, & Terapi Stroke
3.1.10 Penyaluran
Ada yang diambil keluarganya dan ada juga yang diasuh dari masyarakat, bagi
penghuni yang masih mampu bekerja.
3.1.12 Penutup
Berhasilnya program pemerintah di bidang usaha – usaha kesejahteraan sosial,
sangatlah tergantung dari partisipasi anda, sebab pembangunan tersebut adalah tanggung
jawab pemerintah dan masyarakat.
Asuhan Keperawatan kasus
Pada Lansia Tn”J” di ruangan G dengan Stroke
di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai
Palembang 2019
A. Pengkajian