Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

ANALISIS URIN

Oleh:

FARMASI II B
KELOMPOK 7

Emilia Agustina Nim. 11194761920245


Juliana Widyanti Nim. 11194761920254
M. Fahmi Ramadani Nim. 11194761920259
Roosma Hatmayana Nim. 11194761920274
Septyan Enno Putri Nim. 11194761920276
Syafira Nabillah Nim. 11194761920279

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Urin merupakan keluaran akhir yang dihasilkan ginjal sebagai akibat
kelebihan urine dari penyaringan unsur-unsur plasma (Frandson, 1992). Urine atau
urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan
dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urine diperlukan untuk
membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
menjaga homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di dalam ginjal, dibawa melalui
ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra
(Ningsih, 2012). Proses pembentukan urin di dalam ginjal melalui tiga tahapan
yaitu filtrasi (penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan augmentasi
(penambahan) (Budiyanto, 2013)
Secara umum urin berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak lama akan
berwarna kuning keruh. Urin berbau khas yaitu berbau ammonia. Ph urin berkisar
antara 4,8 – 7,5 dan akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein
serta urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis
urin yakni 1,002 – 1,035 g/ml (Uliyah, 2008). Komposisi urin terdiri dari 95% air
dan mengandung zat terlarut. Di dalam urin terkandung bermacam – macam zat,
antara lain (1) zat sisa pembongkaran protein seperti urea, asam ureat, dan
amoniak, (2) zat warna empedu yang memberikan warna kuning pada urin, (3)
garam, terutama NaCl, dan (4) zat – zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya
vitamin C, dan obat – obatan serta juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri
oleh tubuh misalnya hormon (Ethel, 2003)
Urin yang normal tidak mengandung protein dan glukosa. Jika urin
mengandung protein, berarti telah terjadi kerusakan ginjal pada bagian glomerulus.
Jika urin mengandung gula, berarti tubulus ginjal tidak menyerap kembali gula
dengan sempurna. Hal ini dapat diakibatkan oleh kerusakan tubulus ginjal. Dapat
pula karena kadar gula dalam darah terlalu tinggi atau melebihi batas normal

1
sehingga tubulus ginjal tidak dapat menyerap kembali semua gula yang ada pada
filtrat glomerulus. Kadar gula yang tinggi diakibatkan oleh proses pengubahan gula
menjadi glikogen terlambat, kerena produksi hormon insulin terhambat. Orang
yang demikian menderita penyakit kencing manis (diabetes melitus). Zat warna
makanan juga dikeluarkan melalui ginjal dan sering memberi warna pada urin.
Bahan pengawet atau pewarna membuat ginjal bekerja keras sehingga dapat
merusak ginjal. Adanya insektisida pada makanan karena pencemaran atau terlalu
banyak mengkonsumsi obat – obatan juga dapat merusak ginjal (Scanlon, 2000).
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukanlah praktikum uji analisis urin.
Adapun uji-uji yang akan dilakukan yaitu uji penentuan kejernihan dan warna,
penentuan pH urin, penentuan garam-garam ammonium, dan penentuan kadar
glukosa urn secara semikuantitatif.

1.2 Kompetensi Praktikum


Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan
berbagai uji semikuantitatif dan kualitatif urin.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Urin
Urin atau air seni maupun air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan
oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam
darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.
Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana
komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju
kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Wilmar, 2000).
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-
obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang
"kotor". Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau
saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri.
Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis
urin sebenarnya cukup steril dan hampir bau yang dihasilkan berasal dari urea.
Sehingga bisa diakatakan bahwa urin itu merupakan zat yang steril (Wilmar, 2000).
Terdapat tiga proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan
urin, yaitu:
1. Filtrasi (Penyaringan)
Kapsula bowman dari dalam malphigi menyaring darah dalam glomelurus
yang mengandung air, garam, gula, urea, dan zat bermolekul besar (protein dan
sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomelurus (Urin Primer). Di dalam filtrat
ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna
bagi tubuh, misalnya glukosa, asam amino, dan garam-garam (Wiwi, 2006).
2. Reabsorpsi (Penyerapan Kembali)

11
Dalam tubulus kontortus proksimal dalam urin primer yang masih berguna
akan direabsorpsi kembali dan yang dihasilkan oleh filtrat tubulus ini adalah urin
sekunder yang memiliki kadar urea tinggi (Wiwi, 2006).
3. Eksresi (Pengeluaran)
Dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat lain yang
tidak dipergunakan lagi dan terjadi reabsorpsi aktif ion Na+dan Cl- serta sekresi
ion H+ dan K+. Di tempat ini sudah terbentuk urin yang sesungguhnya yang tidak
terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus
kolektifus lalu menuju pelvis renalis (Wiwi, 2006).
Adapun proses pembentukan urin secara ringkas dijelaskan oleh Ganong
(1999) yaitu: cairan yang menyerupai plasma di filtrasi melalui dinding kapiler
glomerulus ke tubulus renalis di ginjal (filtrasi glomerulus). Dalam perjalanannya
sepanjang tubulus ginjal, volume cairan filtrat akan berkurang dan susunannya
berubah akibat proses reabsorbsi tubulus (penyerapan kembali air dan zat terlarut
dari cairan tubulus) dan proses sekresi tubulus (sekresi zat terlarut ke dalam
cairan tubulus) untuk membentuk kemih (urin) yang akan disalurkan ke dalam
pelvis renalis. Air serta elektrolit dan metabolit penting lainnya akan diserap
kembali. Selain itu, susunan urin dapat berubah-ubah dan banyak mekanisme
pengaturan homeostasis yang meminimalkan atau mencegah perubahan susunan
cairan ekstrasel dengan cara mengubah jumlah air dan zat terlarut tertentu yang
diekskresi melalui urin. Dari pelvis renalis, urin dialirkan ke dalam vesika
urinaria (kandung kemih) untuk kemudian dikeluarkan melalui proses berkemih,
atau miksi (Ganong, 1999).
Urin mengandung bermacam-macam zat, antara lain: urea, asam urea,
amoniak, dan zat-zat lain yang merupakan hasil pembongkaran protein. Garam-
garam terutama garam dapur. Pada orang yang melakukan diet yang rata-rata
berisi 80-100 gram protein dalam 24 jam, kadar air dan zat padat dalam 24 jam
pada air kemih adalah sebagai berikut: air 96%, zat padat 4% (terdiri atas urea
2% dan hasil metabolisme lainnya 2% (Irianto, 2012).

11
Menurut Wulangi (1979), Analisa urin itu penting, karena banyak penyakit
dan gangguan metabolisme dapat diketahui dari perubahan yang terjadi di dalam
urin Zat yang dapat dikeluarkan dalam keadaan normal yang tidak terdapat dalam
urin adalah glukosa, aseton (keton), albumin, darah dan nanah.
Pemeriksaan urin merupakan pemeriksaan yang dipakai untuk mengetahui
adanya kelainannya di dalam saluran kemih yaitu dari ginjal dengan salurannya,
kelainan yang terjadi di luar ginjal, untuk mendeteksi adanya metabolit obat
seperti zat narkoba dan mendeteksi adanya kehamilan (Ethel, 2003)
Banyak analisis urin yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan volume urin,
warna urin, berat jenis urin, bau urin, pemeriksaan glukosa, benda-benda keton,
peeriksaan bilirubin, dan lain-lain. Pada praktikum ini hanya dilakukan uji
penentuan kejernihan dan warna, penentuan pH urin, penentuan garam-garam
ammonium dan penentuan kadar glukosa urin secara semikuantitatif.
a) Penentuan kejernihan dan warna
Pemeriksaan terhadap warna urin mempunyai makna karena kadang-kadang
dapat menunjukkan kelainan klinik. Warna urin dinyatakan dengan tidak
berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah, merah,
coklat, hijau, putih susu, dan sebagainya. Warna urin dipengaruhi oleh kepekatan
urin, obat yang dimakan maupun makanan. Warna normal urin berkisar antara
kuning muda dan kuning tua yang disebabkan oleh beberapa macam zat warna
seperti urochrom, urobilin, dan porphyrin (Wilmar, 2000).
b) Penetapan pH
Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, kerena
dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urin normal berkisar
antar 4,5 - 8,0. Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi
petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urin
bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat
merombak ureum menjadi amoniak akan menyebabkan urin bersifat basa
(Wilmar, 2000).
c) Penentuan garam-garam ammonium

11
Secara normal, jumlah amonia dalam urine sedikit. Namun jika terdapat
diabetes melitus maka jumlah amonia yang terkandung sangat tinggi. (Harper,
1961)
d) Penentuan kadar glukosa urin secara semikunatitatif
Dalam urin dapat dilakukan dengan memakai reagens pita. Selain itu
penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara reduksi ion cupri menjadi cupro.
Dengan cara reduksi mungkin didapati hasil positif palsu pada urin yang
mengandung bahan reduktor selain glukosa seperti : galaktosa, fruktosa, laktosa,
pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat,
vitamin C (Wilmar, 2000).
Cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi. Cara
enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl, sedangkan
pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl (Wilmar, 2000).
Menurut Despopoulus (1998), reaksi pemberian glukosa terhadap urin
manusia normal akan menyebabkan naiknya kadar gula. Pada manusia normal
akan menyebabkan perubahan warn ajika sebelumnya diperlakukan dengan
benedict.

11
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat 3.2 Bahan


1. Tabung reaksi 1. Urin
2. Rak tabung reaksi 2. NaOH encer
3. Lampu spiritus 3. Reagen molisch
4. Pipet tetes 4. Reagen Barfoed
5. Penjepit tabung reaksi 5. Larutan glukosa 0,3%
6. Beaker gelas 6. Larutan glukosa 1%
7. pH universal 7. Larutan glukosa 5%
8. Kertas lakmus

3.3 Prosedur Kerja


Penentuan kejernihan dan warna

Amati warna urin dan kejernihan

Penentuan pH urin

Tentukan pH urin menggunakan kertas pH


universal

11
Penentuan garam-garam ammonium

tambahkan larutan NaOH


masukkan 1 ml urin ke encer sampai larut
dalam tabung reaksi bersifat basa (gunakan
kertas lakmus merah)

cium bau uap yang keluar


panaskan campuran
dan uji uap tersebut
larutan tersebut di
dengan kertas lakmus
penangas air
merah basah

Penentuan kadar glukosa urin secara semikuantitatif dengan reagen molisch


siapkan 4 tabung
reaksi

masukkan 2 ml
pereaksi barfoed
pada tiap tabung

Tabung pertama Tabung ke 2 Tabung ke 3 tabung ke 4


ditambahan 4 ditambahkan 4 ditambahkan 4 ditambahkan 4
tetes urin tetes glukosa 0,3% tetes glukosa 1% tetes glukosa 5%
Blangko Standar 1 standar 2 uji 1

Panaskan di atas Panaskan di atas Panaskan di atas Panaskan di atas


spiritus selama 3 spiritus selama 3 spiritus selama 3 spiritus selama 3
menit menit menit menit

Biarkan menjadi Biarkan menjadi Biarkan menjadi Biarkan menjadi


dingin perlahan- dingin perlahan- dingin perlahan- dingin perlahan-
lahan lahan lahan lahan

Perhatikan apa Perhatikan apa Perhatikan apa Perhatikan apa


yang terjadi pada yang terjadi pada yang terjadi pada yang terjadi pada
larutan larutan larutan larutan

11
BAB IV
HASIL

Melalui uji analisis urin dengan melakukan pengamatan terhadap beberapa uji
seperti uji penentuan kejernihan dan warna, penentuan pH urin, penentuan garam-
garam ammonium dan penentuan kadar glukosa urin secara semikuantitatif telah
diperoleh hasil seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Hasil pengamatan kejernhan dan warna urin


Kejernihan urin Warna urin
Bening agak keruh Kuning pekat

Tabel 2. Hasil pengamatan penentuan pH urin


Sebelum dimasukkan ke Sesudah dimasukkan ke
Uji
sampel sampel

Gambar hasil

pH 5 6

11
Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji penentuan garam-garam ammonium
Bau Gambar hasil penambahan
Warna
NaOH

Tengik Biru

Tabel 4. Hasil pengamatan penentuan kadar glukosa urin secara semikuantitatif

Larutan Blangko Standar 1 Standar 2 Uji 1

Pereaksi
2 ml 2 ml 2 ml 2 ml
barfoed

Urin 4 tetes - - -

Glukosa 0,3% - 4 tetes - -

Glukosa 1% - - 4 tetes -

Glukosa 5% - - - 4 tetes

Hasil gambar
sebelum
pemanasan

11
Larutan Blangko Standar 1 Standar 2 Uji 1

Pereaksi
2 ml 2 ml 2 ml 2 ml
barfoed

Urin 4 tetes - - -

Glukosa
- 4 tetes - -
0,3%

Glukosa
- - 4 tetes -
1%

Glukosa
- - - 4 tetes
5%

Hasil
gambar
sesudah
pemanasan

Kadar Negatif + +++ ++++

Keterangan :

Negative :0

+ : < 0,5%

++ : 0,5-1,0%

+++ : 1,0-2,0%

++++ : > 2,0%

11
BAB V
PEMBAHASAN

Percobaan yang dilakukan untuk analisis urin dengan melakukan pengamatan


terhadap beberapa uji seperti uji penentuan kejernihan dan warna, penentuan pH urin,
penentuan garam-garam ammonium dan penentuan kadar glukosa urin secara
semikuantitatif. Bahan yang digunakan adalah urin, NaOH encer, reagen barfoed,
larutan glukosa 0,3%, larutan glukosa 1%, dan larutan glukosa 5%.

1. Penentuan kejernihan dan warna

Urin dari salah satu praktikan dimasukkan ke dalam wadah. Setelah itu
dilakukan pengamatan terhadap kejernihan dan warna urin. Hasil yang
didapatkan adalah urin berwarna kuning pekat (kuning tua) dan sedikit keruh.
Warna kuning pekat atau kuning tua menunjukkan warna normal pada urin.
Kepekatan dan warna urin tergantung pada makanan dan obat yang dikonsumsi.

Menurut Santoso (2004), tubuh membutuhkan sejumlah asupan cairan agar


dapat berfungsi dengan baik, sehingga jika cairan kurang, maka tubuh akan
menyimpan cairan yang ada dan urin akan menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika
itu terjadi, maka warna urin akan berubah menjadi gelap atau pekat.

2. Penentuan pH urin

Dalam menentukan pH urin digunakan kertas pH universal untuk mengukur


berapa pH sampel (urin) yang diuji. Sebelum dimasukkan ke dalam sampel (urin)
kertas pH menunjukkan warna yang sesuai pada pH 5. Kemudian kertas pH
dimasukkan ke dalam sampel (urin) dan kertas pH menunjukkan warna yang
sesuai pada warna pH 6. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa pH pada
sampel (urin) termasuk pH normal urin yang berkisar antara pH 4,5-8,0.

3. Penentuan garam-garam ammonium

12
Sebanyak 1 ml urin dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan NaOH encer sampai larutan bersifat basa. Penentuan basa
dilakukan dengan mencelupkan kertas lakmus merah sampai kertas lakmus
menunjukkan warna basa (biru). Campuran yang telah bersifat basa tersebut
dipanaskan di atas lampu spiritus lalu diamati bau yang muncul dan diuji uap
tersebut dengan kertas lakmus merah yang dibasahi.

Hasil yang didapat pada penentuan garam-garam ammonium ini adalah


normal karena kertas lakmus merah berubah menjadi biru muda, hal ini
menandakan bahwa terdapat amoniak pada urin tersebut dan bau yang
ditimbulkan pada uji ini adalah bau tengik atau bau amoniak yang merupakan
bau urin pada umumnya. Bau ini merupakan bau normal urin yang disebabkan
oleh asam-asam organik yang mudah menguap.

4. Penentuan kadar glukosa urin secara semikuantitatif

Sebanyak 4 tabung reaksi di mana tabung-tabung tersebut diberi nama


blangko, standar 1, standar 2, dan uji 1 yang kemudian dimasukkan reagen
barfoed sebanyak 2 ml pada masing-masing tabung. Pada tabung blangko
ditambahkan urin sebanyak 4 tetes. Pada tabung standar 1 ditambahkan larutan
glukosa 0,3% sebanyak 4 tetes. Pada tabung standar 2 ditambahkan larutan
glukosa 1%. Pada tabung uji 1 ditambahkan larutan glukosa 5%.

Kemudian pada tabung blangko, standar 1, dan standar 2 dipanaskan di atas


lampu spiritus selama 3 menit. Sedangkan tabung uji 1 dipanaskan di atas lampu
spiritus selama 5 menit. Setelah itu, semua tabung uji didinginkan perlahan-lahan
dan setelah dingin diperhatikan apa yang terjadi pada semua larutan uji tersebut.

Larutan glukosa 0,3% (tabung standar 1) tidak mengalami perubahan warna


yaitu tetap seperti awal berwarna biru jernih yang menandakan hasil negatif atau
tidak ada kadar glukosa di dalamnya. Larutan glukosa 1% (tabung standar 2)
mengalami perubahan warna yaitu awal biru jernih berubah menjadi biru dan ada

12
sedikit endapan merah/jingga yang menandakan hasil (+++) atau kadar glukosa
di dalamnya berkisar antara 1,0 - 2,0 %. Larutan glukosa 5% (tabung uji 1)
mengalami perubahan warna yaitu awal biru jernih berubah menjadi merah
(++++) yang lama kelamaan mengendap. Ketiga larutan ini sebagai pembanding
untuk mengidentifikasi kadar glukosa yang terdapat dalam urin. Apabila urin
mengandung glukosa, maka akan terbentuk endapan merah.

Hasil yang didapatkan pada tabung blangko yang berisi reagen barfoed dan
urin menunjukkan warna hijau. Hal ini menunjukkan hasil (+) atau kadar glukosa
dalam urin adalah <5%.

12
BAB VI
KESIMPULAN

Dari percobaan analisis urin maka dapat disimpulkan bahwa pada uji penentuan
kejernihan dan warna urin menunjukkan hasil yaitu urin berwarna kuning pekat
(kuning tua) dan sedikit keruh. Warna kuning pekat atau kuning tua menunjukkan
warna normal pada urin. Pada uji penentuan pH urin menunjukkan kertas pH setelah
dimasukkan ke dalam sampel sesuai dengan warna pH 6 yang termasuk pH normal
urin. Pada uji penentuan garam-garam ammonium menunjukkan normal karena
kertas lakmus merah berubah menjadi biru muda (adanya amoniak) dan bau yang
ditimbulkan adalah bau amoniak atau bau urin pada umumnya. Kemudian pada
penentuan kadar glukosa urin secara semikuantitaif menunjukkan hasil pada tabung
blangko yang berisi reagen barfoed dan urin menunjukkan warna hijau. Hal ini
menunjukkan hasil (+) atau kadar glukosa dalam urin adalah <5%.
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto. 2013. Proses Pembentukan Urin Pada Ginjal. Tersedia di:


http://budisma.web.id/materi/sma/biologi-kelas-xi/proses-pembentukan-
urine-pada-ginjal/ [Akses tanggal 6 April 2013]

Despopoulus,A. 1998. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi. Hipokratea. Jakarta

Ethel, S. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta.

Ganong, W.F. 1999 ; Buku Ajar Fisiolog Kedokteran. Jakarta. EGC. Edisi 17. Halaman
536 - 537, 552 - 554.

Harper, 1961, Review of Physiological Chemistry, Medical Publication, Canada.

Irianto, K. (2012). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta.

Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Uliyah, Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Salemba Medika.


Jakarta

Wilmar, M. (2000). Praktikum Urin, Penuntun Praktikum Biokimia. Jakarta: Widya


Medika

Wiwi, I. (2006). Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius

Wulangi, K. 1979. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan.Erlangga. Jakarta.


Pertanyaan

1. Sebutkan unsur-unsur organic dan anorganik yang biasa ditemukan pada di


dalam urin normal?
Jawab: Unsur-unsur organik dan anorganik urin yaitu, Glukosa, Asam amino,
Amoniak, Urine, Kreatinin, Asam urat, H+, Na+, K+, Ca2+ , Mg2+, Cl-,
HPO42-, SO42-, dan HCO3-.
2. Jelaskan bagaimana cara menentukan sifat fisk urn?
1. Jawab: Pemeriksaan urin secara fisik yang meliputi bobot jenis, warna,
bau, ataupun pH dari urin serta mengamati zat organik yang
terkandung dalam urin berupa eritrosit, leukosit, glukosa dan kristal
asam urat.
3. Senyawa apa saja di dalam urin yang dapat menjadi indikasi adanya suatu
penyakit? Jelaskan.
Jawab: a. Protein, dalam jumlah besar protein mengindikasikan gangguan
pada ginjal.
b. Gula, umumnya menandakan penyakit diabetes, tapi dibutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut (gula darah puasa atau sewaktu) untuk
memastikannya.
c. Bilirubin, seharusnya dibawa oleh darah untuk disalurkan ke hati.
Hadirnya bilirubin dalam urine menandakan kerusakan pada hati.
d. Darah, biasanya merupakan tanda gangguan pada ginjal dan
kandung kemih.

Anda mungkin juga menyukai