Anda di halaman 1dari 151

UNIVERSITAS INDONESIA

MASALAH PERSAMAAN PADA POKOKNYA DALAM PELANGGARAN


MEREK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2001
TENTANG MEREK DI INDONESIA

SKRIPSI

ABDURRAHMAN HADI
110605609

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

HUKUM EKONOMI DAN BISNIS

DEPOK

JANUARI 2015
UNIVERSITAS INDONESIA

MASALAH PERSAMAAN PADA POKOKNYA DALAM


PELANGGARAN MEREK DITINJAU DARI UNDANG-
UNDANG NO 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DI
INDONESIA

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum

ABDURRAHMAN HADI
110605609

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

HUKUM EKONOMI DAN BISNIS

DEPOK

JANUARI 2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,


dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Abdurrahman Hadi


NPM : 1106056094
Tanda Tangan :

..............................................................................

Tanggal : 8 Januari 2015

ii

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Abdurrahman Hadi
NPM : 1106056094
Program Studi : Hukum Ekonomi
Judul Skripsi : MASALAH PERSAMAAN PADA POKOKNYA DALAM
PELANGGARAN MEREK DITINJAU DARI UNDANG-
UNDANG NO 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DI
INDONESIA (STUDI KASUS : PUTUSAN NOMOR 224
K/Pdt.s us-HKI/2014, NOMOR 590 K/pdt.Sus/2012,
NOMOR 477 K/Pdt.Sus/2012, QUALITY INNS
INTERNATIONAL V. McDONALD`S CORP, dan
CHAMPAGNE LOUIS ROEDERER, S.A., v. DELICATO
VINEYARDS)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ranggalawe Suryasaladin S.H., M.H., L.L.M.( )


Penguji : Henny Marlyna S.H., M.L.I. ( )
Penguji : Brian Amy Prastyo S.H., M.L.I ( )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 12 Januari 2015

iii

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


Kata Pengantar

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang melimpahkan segala
kenikmatan-Nya dan Rahmat-Nya, dan Segala kemudahan yang diberikan-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “MASALAH
PERSAMAAN PADA POKOKNYA DALAM PELANGGARAN MEREK
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2001 TENTANG
MEREK DI INDONESIA” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa awal
perkuliahan hingga pada tahap penyelesaian skripsi ini, rasanya sulit bagi penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Ranggalawe Suryasaladin, S.H., M.H., L.L.M. selaku dosen pembimbing


yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan skripsi ini. Beliau begitu sabar membimbing saya dari awal
hingga akhir.
2. Ketua Jurusan Bidang Studi Hukum Bisnis dan Sekaligus Dosen Wali penulis
Prof. Dr. Rosa Agustina S.H. yang telah memberikan masukan dan saran
selama ini.
3. Seluruh pengajar Fakultas Hukum UI yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu. Terima kasih atas ilmu yang diberikan kepada saya hingga saya
berhasil memperoleh gelar sarjana.
4. Kedua orang tua saya tercinta, Ayahanda Bahrun Syah S.E. dan Ibunda
Mardiana Prihartati A.Md. yang selalu memberikan cinta, kasih sayang,
perhatian, doa, serta dukungan baik moril maupun materil kepada saya tanpa
kenal lelah. Terima kasih atas kesabarannya selama 22 tahun ini membimbing
dan merawat Penulis tanpa kenal lelah.
5. Kakak dan adik-adik terkasih, Ananta Aji Wiguna S.H. L.L.M., Risna Diah,
Ahmad Hudaibi, dan Faishal Arkhan yang selalu memberikan tawa dan
semangat di kehidupan ini.
iv

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


6. Saviga Citra Dewantika S.Hum., pendamping hidupku yang selalu menemani
selama pembuatan skripsi ini tanpa kenal lelah. Terima kasih atas waktu,
tenaga, dan cinta yang telah diberikan selama ini. Terima kasih atas
bimbingan, kritik, saran, cacian, dan makian yang membangun kepada penulis
selama pembuatan skripsi ini. Kamu adalah conditio sine qua non semua
kejadian ini.
7. Bapak Ir. Bambang Priwanto, Ibu Anis Setyowati, dan Bapak Rusdiyono yang
telah memberikan doa dan nasihat selama pembuatan skripsi ini.
8. Tante Krisliana Dewi, Om Feri Herdiansyah, Om Kristiansyah, Tante Nining,
Om Bahri, Tante Indra, Tante Yani, alm. Om buyung, almh. Tante Is, Tante
Atin, dan Om terima kasih untuk dukungannya, nasihatnya, dan doanya
selama ini, sehingga hal yang sulit dilakukan ini menjadi mudah.
9. Saudara Penulis: Daffa , Alya, Luna, Fajar, Ridwan, Iqbal, Keysha dan
saudara lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih
atas kesenangan dan kebahagiaan yang telah diberikan selama ini
10. Teman-teman Belajar Pangkal Kaya (BPK) : Andi Prasetio S.H., Ageng Aji
Panggayuh S.H., Sandi Billy S.H., Kusumawardhana S.H., Yoga
Amiruliansyah S.H., Indra Tri junialdi S.H., Naufaldi Tri Pambudi S.H., Gery
Razi S.H., Jozef raditya S.H., Andi Akhsanal S.H., Rifanto Adinugraha S.H.,
Ravi Hutumo Puta S.H., Luthfi Prasetya S.H., Zefanya Imanuel S.H., Rama
Putra Sahetapy S.H., Senoaji S.H., Xaris Simanjuntak S.H., Raymond S.H.,
dan Stefan Sagala S.H. terima kasih atas canda dan tawa, kesusahan,
kesenangan, perkelahian, dan ilmu yang dilalui bersama dan telah dibagi
selama ini.
11. Teman-teman penulis : M. Usman S.pd., M. Yusuf Putra S.E., Agil Prasetyo,
Abdurrahman Saleh, Yudi Berlian, Okky Dian Satria, Rizki Sumantri,
Bhaskoro S.E., Muhammad Yusuf, Rahmi Fitri, Miniarsih, Fanny Fajriah
S.H., Donny Mario S.H., Sancoyo Pinandito S.H., M. Aziz Bakri S.H.,
Fredrick S.H., Faris Alfa Mauludy S.T., dan teman-teman lain yang penulis
tidak dapat sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebahagian dan
kesenangan yang telah diberikan selama ini.

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


11. dan, para pihak yang mengenal Penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa pembahasan dan penyajian skripsi


ini masih jauh dari kata “Sempurna”. Oleh karena itu, penulis berterima kasih
apabila kepada Penulis diberikan saran dan Kritik yang membangun bagi
perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap Skripsi ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat luas terutama bangsa dan tanah air INDONESIA.

Depok, 8 Januari 2015

Abdurrahman Hadi

vi

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Abdurrahman Hadi
NPM : 1106056094
Program Studi : Hukum Ekonomi
Fakultas : Hukum
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“MASALAH PERSAMAAN PADA POKOKNYA DALAM PELANGGARAN
MEREK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2001
TENTANG MEREK DI INDONESIA”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
eksklusif ini universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia atau
menformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada Tanggal: 8 Januari 2015
Yang Menyatakan

(Abdurrahman Hadi)

vii

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


ABSTRAK

Nama : Abdurrahman Hadi


Program Studi : Ilmu Hukum

Judul :MASALAH PERSAMAAN PADA POKOKNYA DALAM


PELANGGARAN MEREK DITINJAU DARI UNDANG-
UNDANG NO 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DI
INDONESIA (STUDI KASUS : PUTUSAN NOMOR 224
K/Pdt.sus-HKI/2014, NOMOR 590 K/pdt.Sus/2012, NOMOR
477 K/Pdt.Sus/2012, QUALITY INNS INTERNATIONAL V.
McDONALD`S CORP, dan CHAMPAGNE LOUIS
ROEDERER, S.A., v. DELICATO VINEYARDS)
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana pengaturan konsep persamaan pada
pokoknya dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek dan teori-
teori yang ada. Selain itu skripsi ini membahas pula mengenai penilaian
persamaan pada pokoknya pada kasus-kasus pembatalan dan pelanggaran merek
di Indonesia dan di Amerika. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dalam berbagai penilaian unsur persamaan
pada pokoknya yang ada dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang
Merek penilaian ini kurang mencakup faktor lain yang dapat mempengaruhi
persamaan pada pokoknya seperti yang diterapkan dalam kasus-kasus di
Amerika. Hal ini dikarenakan setiap kasus yang ada memiliki karakteristik yang
berbeda-beda dalam unsur persamaan pada pokoknya.
Kata kunci:
Merek, Unsur penilaian persamaan pada pokoknya, persamaan pada pokoknya

viii

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


ABSTRACT
Name : Abdurrahman Hadi
Study Program : Law

Title : Problem Persamaan Pada Pokoknya in Trademark Infringement


Review From Undang-Undang No 15 tahun 2001 and
Theory.(Case Study : PUTUSAN NOMOR 224 K/Pdt.sus-
HKI/2014, NOMOR 590 K/pdt.Sus/2012, NOMOR 477
K/Pdt.Sus/2012, QUALITY INNS INTERNATIONAL V.
McDONALD`S CORP, dan CHAMPAGNE LOUIS
ROEDERER, S.A., v. DELICATO VINEYARDS)
This thesis Focuses on how the regulation of Persamaan Pada Pokoknya concept
in Undang-Undang No. 15 Tahun 2001. Furthermore, this thesis also focuses on
the application of the Persamaan Pada Pokoknya in the cancellation of trademark
registration and trademark infringement case in Indonesia and America. This
research is juridical normative. The Result of the research shows valuation in all
factor Persamaan Pada Pokoknya in Undang-Undang No 15 Tahun 2001 cannot
reach all another factor that can influence Persamaan Pada Pokoknya. Because
every case have a diffrent characteristic from other in factor Persamaan Pada
Pokoknya that can make a likelihood of confusion condition.

Key words:
Trademark, valuation factor persamaan pada pokoknya, persamaan pada
pokoknya

ix

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............…..………………………....................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………................ iii
KATA PENGANTAR ..…………………………………………............... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ................................ vii
ABSTRAK....…………………………………………………………....... viii
ABSTRACT……………………………………………………….............. ix
DAFTAR ISI …………………………………………………….............. x
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ………...……………………………….............. 1
1.2. Pokok Permasalahan.……………………………….................................. 10
1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………………….............. 10
1.4. Kerangka Konsep …………………………………………...................... 11
1.5 Metodologi Penelitian…………………………………………................. 12
1.6 Sistematika Penelitian……………………………………………………… 14

BAB II. TINJAUAN UMUM MEREK DAN KONSEP PERSAMAAN PADA


POKOKNYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DAN TEORI HKI
2.1.Perkembangan Merek ...……………………….......................................... 16
2.2Pengertian Merek ......................................................................................... 17
2.3. Tujuan Merek.............................................................................................. 19
2.4. Unsur “Daya Pembeda” ............................................................................ 19
2.5. Merek yang tidak dapat didaftarkan ........................................................ 21
2.5.1. Bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku,
moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban ...................................... 21
2.5.2 tidak memiliki daya pembeda ..................................................... 23
2.5.3. telah menjadi milik umum ........................................................ 23
2.5.4 merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya .............................................................. 24
2.6. Persamaan Pada Pokoknya ...................................................................... 25
2.6.1 Pendaftaran Merek ..................................................................... 27
2.6.2. Pembatalan Merek ..................................................................... 27
2.6.3. Pelanggaran Merek .................................................................... 28
2.6.4 persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar lainnya ...... 30
2.6.5 persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal .................... 31
2.6.6 persamaan pada pokoknya dengan indikasi- geografis .............. 33
2.7 Penilaian persamaan pada pokoknya dalam kasus pelanggaran merek di negara
lain .................................................................................................................. 34
2.7.1 Likelihood of Confusion dan Confusing similiarity ................... 34
2.7.1.1 The DuPont Factor .................................................... 39
x

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


BAB III. TINJAUAN KASUS-KASUS PERSAMAAN PADA POKOKNYA DI
PENGADILAN DI INDONESIA DAN DI AMERIKA
3.1 Putusan Nomor 224 K/pdt.sus-HKI/2014 .............................................. 43
3.2 Putusan Nomor 590 K/Pdt.Sus/2012 ..................................................... 47
3.3 Putusan Nomor 477 K/Pdt.Sus/2012 ...................................................... 53
3.4. QUALITY INNS INTERNATIONAL V. McDONALD`S CORP. (695 F.
198(D. Md. 1998) ......................................................................................... 58
3.5. CHAMPAGNE LOUIS ROEDERER, V. DELICATO VINEYARDS 61

BAB IV. ANALISIS TEORITIS DAN YURIDIS KASUS DI PENGADILAN


DI INDONESIA DAN DI AMERIKA
4.1 Analisis Putusan Nomor 224 K/Pdt.sus-HKI/2014 .................................. 65
4.1.1 Berdasarkan Undang-Undang ............................................... 66
4.1.2 Berdasarkan Teori .................................................................... 69
4.1.3 Berdasarkan The Du Pont Factor ............................................ 72
4.2 Analisis Putusan Nomor 590 K/pdt.Sus/2012 ......................................... 76
4.2.1 berdasarkan undang-undang .................................................... 77
4.2.2 berdasarkan teori ....................................................................... 80
4.2.3 Berdasarkan The DU Pont Factors .......................................... 83
4.3 Analisis Putusan Nomor 477 K/Pdt.Sus/2012 ......................................... 86
4.3.1 Berdasarkan undang-undang ................................................... 87
4.3.2. Berdasarkan teori ..................................................................... 91
4.3.3. Berdasarkan The Du Pont Factor ............................................ 92
4.4. Analisis Kasus QUALITY INNS INTERNATIONAL V. McDONALD`S
CORP ........................................................................................................... 97
4.4.1. Berdasarkan Undang-undang .................................................. 98
4.4.2. Berdasarkan Teori .................................................................... 99
4.4.3 Berdasarkan The Du Pont Factors ........................................... 100
4.5. CHAMPAGNE LOUIS ROEDERER, V. DELICATO VINEYARDS 105
4.5.1. Berdasarkan undang-undang ................................................. 105
4.5.2. Berdasrkan Teori ...................................................................... 107
4.5.3. Berdasarkan The Du Pont Factor .............................................. 108

BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan............................................................................................. 113
5.2 Saran …………………………………………………………….......... 115

DAFTAR REFERENSI ............................................................................. 117

LAMPIRAN

xi

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. PUTUSAN QUALITY INNS INTERNATIONAL V.
McDONALD`S CORP
Lampiran 2. PUTUSAN TRADEMARK TRIAL AND APPEAL BOARD
CHAMPAGNE LOUIS ROEDERER, S.A., v. DELICATO
VINEYARDS

xii

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesi


dimulai pada masa pemerintahan kolonial. peraturan perundang-undangan di
bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840-an. Pemerintah Kolonial
Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI
pada tahun 1844.1 Indonesia pada waktu itu masih bernama Netherlands East-
Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial
Property sejak tahun 1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of
Literary and Aristic Works sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang
yaitu tahun 1942 s.d. 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI
tersebut tetap berlaku.2

Perkembangan perlindungan hak cipta di Indonesia mulai mengalami


perkembangan pesat pada era pasca 1998. Berkembangnya hukum kekayaan
intelektual Indonesia pasca reformasi 1998 tidak dapat dilepaskan dari
keterlibatan Indonesia dalam World Trade Organization (WTO) Agreement 1994.3
Pada masa ini kehadiran perlindungan HKI dalam tatanan hukum nasional
merupakan suatu kewajiban bagi Indonesia. Hal ini merupakan dampak dari
bergabungnya Indonesia dalam WTO yang menjadikan Indonesia harus
memenuhi ketentuan yang ada dalam perjanjian WTO tersebut. Pasca ratifikasi
perjanjian WTO, Indonesia ikut terlibat langsung dengan perdagangan dan
perekonomian dunia. Ikutnya Indonesia dalam dunia perdagangan dunia
menjadikan Indonesia harus memenuhi persyaratan yang ada dalam perjanjian

1
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, “Sekilas Sejarah Perkembangan Sistem
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia” http://www.dgip.go.id/tentang-
kami/sekilas-sejarah, dilihat 3 September 2014
2
Ibid.
3
Agus Sardjono. Membumikan HKI di Indonesia, cet. 1, (Bandung: Nuansa Aulia,
2009),hlm. 1.

1 Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


2

WTO. Berbagai persyaratan diberikan oleh WTO dalam bidang yudisial dan
kelembagaan negara untuk dipenuhi oleh Indonesia.

Perkembangan perlindungan HKI di Indonesia pada dasarnya sangat


dilatar belakangi oleh kebutuhan dalam pergaulan internasional saja. Sedangkan
bagi kebutuhan internal Indonesia itu sendiri, konsep perlindungan HKI kurang
dibutuhkan. Bahkan pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang HKI
sesungguhnya tidak didasarkan pada kepentingan atau kebutuhan dari mayoritas
penduduk Indonesia itu sendiri.4 Pada dasarnya konsep HKI yang dibawa oleh
WTO dalam Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPS)
Agreement merupakan suatu perlindungan individual kepada masyarakat di negara
maju. Padahal masyarakat negara berkembang merupakan salah satu bagian dari
WTO yang harus dilihat juga kepentingannya. WTO yang bertujuan untuk
memajukan dan membantu seluruh negara dalam perdagangan dunia dengan
adanya konsep HKI yang tidak sesuai dengan negara berkembang yang mana
tidak membantu negara berkembang. Konsep HKI membatasi negara berkembang
untuk mendapatkan teknologi dari negara maju. Padahal negara berkembang
dalam memajukan perekonomiannya membutuhkan teknologi untuk
meningkatkan efisiensi dalam perdagangnnya.

Meskipun rezim HKI berasal dari negara maju, rezim ini tidak selamanya
buruk bagi negara berkembang hal ini dikarenakan HKI merupakan suatu rezim
dengan muka dua. Ia adalah sebuah rezim yang mulia, yang mencoba memberikan
penghargaan dan perlindungan kepada orang-orang yang kreatif.5 Perjuangan dan
waktu yang telah dipertaruhkan oleh mereka yang telah menemukan dan berkarya
harus dihargai karena hal tersebut tidaklah mudah. kesulitan mereka dan
perjalanan mereka dalam membuat suatu inovasi haruslah dihargai. Hal ini akan
memberikan motivasi kepada para inventor dalam menemukan inovasi lainnya,
apabila usaha, perjuangan, dan inovasi mereka dihargai oleh masyarakat. Rezim
HKI bahkan dilandasi doktrin hukum moral yang indah : “jangan mengambil apa

4
Ibid. hlm. 15.
5
Ibid. hlm. 279.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


3

yang bukan milikmu”.6 Doktrin inilah yang merupakan suatu dasar penghargaan
masyarakat terhadap para inventor agar tidak menggunakan inovasi mereka tanpa
seizin inventor tersebut.

Sedangkan muka keduanya adalah rezim HKI yang haus akan kekayaan
dan bersifat individualistik dan tidak memikirkan masyarakat luas. Hal itu terjadi
ketika rezim HKI yang mulia ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan kapitalis
yang nebeng dalam perlindungan kepadanya.7 Kepentingan inilah yang merusak
sistem HKI yang tadinya memiliki tujuan yang mulia untuk melindungi para
inventor terhadap hasil temuannya. Selain itu melalui doktrin “work for hire”,
tujuan mulia dari perlindungan HKI bergeser menjadi perlindungan bagi
pemodal.8 Tidak baik rasanya melihat konsep HKI yang tadinya mulia dirusak
oleh kepentingan para pemodal yang bertujuan mendapatkan profit yang sebesar-
besarnya. Sehingga konsep perlindungan terhadap inventor atas temuannya
menjadi ditinggalkan karena temuannya akan menjadi milik perusahaan tempat
inventor bekerja hal ini merupakan konsep dalam paten.

Pada dasarnya tidak ada definisi pasti mengenai HKI itu sendiri. HKI sulit
untuk didefinisikan.9 Hal ini dikarenakan tidak adanya gambaran yang konkrit
mengenai apa yang dimaksud dengan HKI itu sendiri. Namun secara umum yang
dimaksud dengan HKI adalah suatu hak yang bertujuan untuk melindungi seorang
pencipta terhadap ciptaannya. Selain itu HKI pada umumnya berhubungan
dengan perlindungan penerpan ide dan informasi yang memiliki nilai komersial.10
Perlindungan yang diberikan oleh HKI bertujuan untuk melindungi pencipta dari
adanya tindakan pencurian terhdap ciptaannya. Meskipun HKI sulit untuk
didefinisikan namun berdasarkan tujuan dari HKI itu sendiri kita dapat memahami
apa yang dimaksud dengan HKI. Berdasarkan tujuannya dapat kita pahami bahwa

6
Ibid.
7
Ibid. Hlm 280
8
Ibid.
9
Ibid.
10
Ibid. Hlm 3

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


4

yang dimaksud dengan HKI merupakan suatu sistem yang melindungi suatu
ciptaan dengan penciptanya dari tindakan pihak ketiga.

Perlindungan HKI yang bertujuan untuk melindungi pencipta terhadap


tindakan pihak ketiga atas karya ciptaan sang pencipta, menunjukkan bahwa
konsep HKI memiliki dasar yang mulia. Berlandaskan pada prinsip yang sangat
mulia yaitu “ Jangan mengambil apa yang bukan milikmu” menjadikan HKI
merupakan suatu konsep perlindungan bagi si pencipta. Perlindungan ini haruslah
didasarkan pada hukum suatu negara. hal ini dikarenakan apa gunanya suatu
konsep perlindungan yang mulia tanpa adanya hukuman kepada pihak yang
melanggar. Selain itu perlindungan yang tidak didasari pada kepastian hukum
menjadikan tidak adanya dasar hukum bagi konsep perlindungan ini. Oleh karena
itu perlindungan HKI yang memiliki tujuan mulia haruslah diatur dalam suatu
perundang-undangan dan memiliki dasar hukum sebagai landasan berpijak konsep
perlindungan ini.

Pada prakteknya perlindungan HKI melindungi berbagai hal berkaitan


antara pencipta dengan ciptaannya. Banyaknya ruang lingkup dalam perlindungan
HKI menjadikan HKI terbagi kedalam berbagai cabang khusus lainnya. Berbagai
bidang yang dilindung oleh HKI menjadikan HKI memiliki berbagai cabang
perlindungan HKI. Berdasarkan WTO Agreement ada berbagai bidang yang
menjadi ruang lingkup perlindungan HKI. hal ini diatur dalam pasal II tentang
STANDARDS CONCERNING THE AVAILABILITY, SCOPE AND USE OF
INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS ada beberapa cabang HKI yang diatur
dalam perjanjian ini, berikut adalah cabang-cabang HKI dalam Trips agreement:11

1. Copyright and Related Rights


2. Trademarks
3. Geographical Indications
4. Industrial Designs
5. Patents

11
World Trade Organization, “Uruguay Round Agreement:TRIPS”
http://www.wto.int/english/docs_e/legal_e/27-trips_01_e.htm, diunduh 1 Oktober 2014.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


5

6. Layout-Designs (Topographies) of Integrated Circuits


7. Protection of Undisclosed Information
8. Control of Anti-Competitive Practices in Contractual Licences12
Berikut adalah penjelasan singkat mengenai berbagai cabang-cabang HKI
menurut trips agreement:
Cabang pertama merupakan copyright and related right atau disebut
dengan hak cipta dan hak terkait. Hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptannya dalam bidang ilmu
pengetahuan,seni dan sastra yang antara lain dapat terdiri dari buku, program
komputer, ceramah kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.13
Cabang ini melindungi para pencipta karya terhadap ciptaannya dari penggunaan
pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab. Berkaitan dengan kegiatan
mengumumkan atau memperbanyak diartikan sebagai kegiatan menerjemahkan,
mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, mengimpor atau
mengekspor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan,
merekam dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana
apapun.14 Hak cipta dalam perlindungan mengalami perkembangan yang
signifikan. Perkembangan ini dimulai dari perlindungan terhadap karya berupa
buku sampai pada perlindungan atas karya sastra, drama, artistik, dan musik.
Biasanya hak cipta masih terus berlaku sampai pada 50 tahun setelah
meninggalnya si pencipta.
Cabang kedua adalah trademarks atau merek dagang. Merek dagang
merupakan suatu bentuk perlindungan yang diberikan oleh sistem HKI kepada
suatu perusahaan dalam menggunakan nama terhadap produknya. Perlindungan
ini akan memberikan hak ekslusif kepada suatu perusahaan untuk menggunakan
secara ekslusif merek tersebut. Pemilik merek terdaftar memiliki hak untuk
mencegah pihak lain menggunakan mereknya tanpa izin.15 Pentingnya

12
Ibid.
13
Tim Lindsay, Eddy Damian, Simon Butt, dan Tomi Suryo Utomo, ed., Hak Kekayaan
Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: Alumni, 2006). Hlm. 6
14
Ibid.
15
Ibid. Hlm. 8

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


6

perlindungan merek bagi suatu perusahaan karena merek merupakan suatu proses
yang begitu panjang dilalui suatu produk. Produk yang bagus biasanya mengalami
proses yang begitu panjang dalam memperbaiki kualitasnya. Membangun
hubungan antara produk dan usaha ini menciptakan reputasi yang bernilai atau
“nama baik” (good will) merupakan dasar dari kebanyakan perdagangan
internasional.16
Cabang ketiga adalah indikasi geografis, indikasi geografis adalah suatu
tanda yang menunjukkan daerah asal barang yang dikaitkan dengan kualitas,
reputasi atau karakteristik lain yang sesuai dengan asal geografis barang
tersebut.17 Cabang ini biasanya digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai ciri
khas suatu produk dari suatu daerah. Sebagai contohnya adalah ubi cilembu,
dodol garut, dan lainnya. Indikasi geografis untuk mendapatkan perlindungan
secara hukum, terlebih dahulu harus didaftarkan ke direktorat jendral HKI
Republik Indonesia. Pendaftaran ini selain berguna untuk produk tersebut juga
berguna bagi pihak ketiga dan konsumen yang akan membeli atau menggunakan
produk tersebut.
Cabang keempat adalah desain industri, pada era open market seperti
sekarang ini desain industri sangatlah penting. Desain industri memberikan
perlindungan kepada bentuk khas dari suatu produk. Pada dasarnya perlindungan
yang diberikan oleh desain industri berhubungan dengan [erwujudan secarqa
visual dari produk-produk komersial dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi.18
Desain industri lebih melindungi dari segi bentuk fisik suatu produk saja, tidak
melindungi fungsi dan teknologi yang ada didalamnya. Sebagai contohnya
perlindungan pada LG vibe yang memiliki bentuk handphone yang cekung
berbeda dengan handphone lain yang biasanya adalah datar.
Cabang kelima adalah paten, paten merupakan suatu perlindungan yang
diberikan oleh sistem HKI kepada para inventor di bidang teknologi. Paten
diberikan untuk jangka waktu yang terbatas, dan tujuannya adalah untuk

16
Ibid.
17
Ibid. Hlm. 140
18
Ibid. Hlm.8

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


7

mencegah pihak lain, termasuk para inventor independen dari teknologi yang
sama, menggunakan invensi tersebut selama jangka waktu perlindungan paten,
supaya inventor atau pemegang paten mendapat manfaat ekonomi yang layak atas
invensinya.19 Perlindungan ini diberikan oleh sistem HKI kepada para inventor
terhadap ciptaannya dari penggunaan yang sewenang-wenang pihak ketiga. Hal
ini dikarenakan sebagai bentuk penghargaan terhadap para inventor yang telah
menghabiskan waktu dan tenaganya untuk membuat invensi tersebut. Tenaga dan
waktu yang telah dicurahkan oleh para inventor dalam menemukan invensinya ini
harus diberikan apresiasi karena merupakan suatu harga yang tidak akan dapat
diganti. Hasilnya adalah para inventor tersebut mendapatkan perlindungan
terhadap invensinya tersebut dengan jangka waktu 16-20 tahun pada umumnya.
Sebagai gantinya, pemegang paten harus mempublikasikan semua rincian
invensinya supaya pada saat berakhirnya perlindungan paten, informasi berkaitan
dengan invensi tersebut tersedia secara bebas bagi khalayak.20
Cabang keenam adalah tata letak sirkuit terpadu. Perlindungan terhadap
sirkuit terpadu ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan komputer di
seluruh dunia. Meningkatnya penggunaan komputer menyebabkan meningkatnya
produksi dan inovasi dibidang komputer. Salah satunya adalah dalam hal tata
letak sirkuit terpadu. Pembuatan dan perancangan sirkuit terpadu yang sulit
menjadikan bidang ini merupakan salah satu bidang yang menjadi perhatian para
pembuat undang-undang HKI. jerih payah dan usaha ini harus dihargai agar tidak
digunakan secara sembarangan oleh pembuat komputer, radio, dan televisi
lainnya.
Cabang ketujuh adalah perlindungan informasi rahasia yang memiliki
persamaan dengan rahasia dagang. Hukum rahasia dagang melindungi hampir
semua jenis informasi yang bernilai komersial jika informasi tersebut
dikembangkan, dan dijaga, dalam sebuah cara yang bersifat rahasia.21 Jadi pada
dasarnya rahasia dagang merupakan suatu informasi perusahaan yang sangat

19
Ibid.
20
Ibid. Hlm. 7
21
Ibid.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


8

penting yang dijaga kerahasiaannya secara rahasia. Pada dasarnya tidak ada waktu
kapan suatu rahasia dagang akan berhenti dilinndungi. Tetapi selama rahasia
tersebut dijaga dengan hati-hati dan sangat rahasia maka rahasia dagang tersebut
akan selalu mendapat perlindungan HKI.
Salah satu cabang yang sering mengalami persinggungan dengan satu
pihak dengan pihak lainnya adalah dalam cabang merek dagang. Merek dagang
merupakan cabang yang beriskan tentang kualitas suatu produk. Suatu produk
yang disukai oleh konsumen pasti memiliki nama baik dimata konsumen. Seorang
konsumen yang sudah cocok atau jatuh cinta dengan suatu merek pasti akan
menggunakan merek tersebut secara terus menerus. Merek dengan suatu produk
memiliki hubungan yang sangat dekat karena akan mempengaruhi bagaimana
konsumen memandang merek tersebut. Hubungan inilah yang dimanfaatkan oleh
produsen merek yang serupa dengan merek yang terkenal untuk menumpang
ketenaran dari merek yang lebih terkenal tersebut.
Merek sangat penting dalam dunia periklanan dan pemasaran karena
publik sering mengaitkan suatu imej, kualitas atau reputasi barang dan jasa
dengan merek tertentu.22 Kualitas suatu barang dengan merek yang menjadi
pandangan masyarakat sangat mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu
barang. Konsumen biasanya cendrung menyukai produk yang terkenal dengan
kualitasnya dibandingkan produk yang serupa namun kualitasnya berbeda. Merek
adalah salah satu bidang yang sangat menjadikan reputasi sebagai suatu indikator
seorang konsumen menyukai suatu produk. Merek yang terkenal sangat
dipengaruhi oleh media periklanan dan pemasaran. Hal ini dikarenakan iklan dan
pemasaran menjadikan suatu merek menjadi lebih terkenal oleh para konsumen.
Konsumen biasanya akan tergoda untuk mencicipi suatu produk setelah adanya
iklan yang dilihat oleh konsumen.
Media periklanan yang merupakan media yang mahal untuk meningkatkan
reputasi suatu produk makanan menjadikan produk tersebut dikenal oleh
masyarakat. Periklanan yang intensif di media televisi dan lainnya akan
meningkatkan reputasi suatu produk makanan di mata konsumen. Reputasi ini

22
Ibid.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


9

kadang dimanfaatkan oleh produk pesaingnya dengan cara menggunakan merek


dan tampilan produk yang hampir serupa dengan produk yang lebih terkenal. Hal
ini dikarenakan suatu produk yang baru masuk kedalam suatu pasar makanan
ringan sulit untuk bersaing dengan produk yang sama yang lebih disukai dan lebih
terkenal dibandingkan produk yang baru. Kesulitan inilah yang menjadikan
produk baru cenderung mengikuti dan meniru produk yang lebih terkenal karena
dalam pasar dan produk yang sama.
Usaha mendompleng ketenaran inilah yang menjadi lahan yang menarik
untuk dibahas. Karena tidak sedikit para produsen yang berusaha menjadikan
produknya lebih ramah ditelinga konsumen, dengan cara mendompleng ketenaran
produk lain meskipun tidak sejenis. Tindakan-tindakan seperti ini merupakan
suatu tindakan pelanggaran merek Namun karena banyaknya faktor yang dapat
dinilai dalam suatu merek yang memiliki persamaan, hal ini menjadikan
penilaiannya semakin rumit bila ingin memperluas perlindungan merek tersebut.
Bahkan Negara-negara anggota TRIPS Agreement juga dapat menetapkan
pendaftaran berdasarkan perbedaan melalui penggunaan dalam hal tanda-tanda
tersebut tidak cukup menimbulkan perbedaan pada barang-barang atau jasa
tertentu.23 Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencegah terjadinya tindakan
pendomplengan nama merek yang telah terdaftar ini membutuhkan dasar hukum
yang kuat dan luas agar mampu mencakup perlindungan merek yang lebih luas.
Perlunya penilaian faktor persamaan pada pokoknya antara merek yang
bersengketa menjadi suatu hal yang penting untuk mencegah tindakan ini. Hal ini
juga menunjukkan bahwa penilaian persamaan antara merek yang bersengketa
tersebut pada dasarnya bukanlah sesuatu hal yang rigid tetapi lebih lentur, karena
pada dasarnya setiap pelanggaran merek yang terjadi memiliki karakteristik yang
berbeda. Hal ini juga berlaku pada tingkat pendaftaran merek dimana adanya
kemungkinan yang besar antara suatu merek terinspirasi dari merek yang telah
terdaftar sehingga memiliki persamaan di beberapa faktor. Selain merugikan
produsen tindakan seperti ini juga merugikan konsumen sehingga pengaturan
berkaitan dengan penilain ini haruslah dapat mencakup faktor penting untuk

23
Achmad Zen Umar Purba. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, (Bandung: Alumni, 2005) Hlm.
71

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


10

memberikan perbedaan antara suatu merek dengan merek yang lain agar tidak
menimbulkan keadaan yang membingungkan konsumen.

1.2. Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang dijabarkan diatas permasalahan yang menarik


untuk dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah Hukum Merek dan doktrin menilai unsur-unsur
Persamaan Pada Pokoknya dalam hal terjadinya pelanggaran dan
pembatalan merek?

2. Bagaimanakah Hakim menilai unsur-unsur Persamaan Pada


Pokoknya dalam kasus yang ada di pengadilan di Indonesia dan
pengadilan di Amerika?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan skripsi ini terbagi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus.

1. Tujuan Umum

tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan


pandangan dari segi teoritis dan undang-undang yang berlaku
berkaitan dengan penerapan konsep persamaan pada pokoknya
pada suatu kasus pelanggaran merek dan pembatalan merek.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:


1. Menjelaskan dan menjabarkan berbagai unsur-unsur yang
dijadikan sebagai dasar menilai ada tidaknya persamaan pada
pokoknya di Indonesia dan doktrin-doktrin yang ada.
2. Menjelaskan dan menjabarkan penerapan teori-teori dan
penilaian dengan undang-undang no 15 tahun 2001 berkaitan

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


11

dengan persamaan pada pokoknya yang digunakan hakim di


Indonesia dan di Amerika
1.4 Kerangka Konsep

Soerjono Soekanto mendefinisikan kerangka konsepsional sebagai


kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang
akan diteliti.24 Pembatasan berkaitan dengan definisi yang digunakan dalam
penelitian ini berguna memberikan batasan berkaitan dengan definisi tersebut.
Berkaitan dengan penelitian ini maka ada beberapa istilah dengan batasan konsep
sesuai dengan penelitian ini, istilah tersebut adalah:
Hak Kekayaan Intelektual adalah hak atas kekayaan yang timbul atau
lahir karena kemampuan intelektualitas manusia yang pada akhirnya
menghasilkan karya-karya intelektual berupa; pengetahuan, seni, sastra, teknologi,
di mana dalam mewujudkannya membutuhkan pengorbanan, tenaga, waktu, biaya
dan pikiran.25

Merek adalah sesuatu (gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi suatu produk atau perusahaan di pasaran.26 Sedangkan menurut
undang-undang adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan
jasa.27
Hak atas merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada
pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu

24
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI) Press, 2006), hlm. 49.
25
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Hukum. (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.2005).hlm.31
26
Ibid. Hlm. 131
27
Indonesia, Undang-undang Merek, UUNo 15 tahun 2001, tahun 2001, TLN No.4131,
Ps. 1.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


12

tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin


kepada pihak lain untuk menggunakannya.28
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seorang atau beberapa orang secara bersama-sam atau badan
hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.29
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.30
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara republik
indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidnag ekonomi.31

1.5. Metodologi Penelitian


1.5.1 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif. Penelitian yuridis normatif
adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan
penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti.32 Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini
dimana penelitian ini mengacu pada norma hukum yang terdapat di peraturan
perundang-undangan dan putusan pengadilan serta Teori-teori yang ada. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
yang dilakukan dengan tujuan untuk memperolah data sekunder, yang nantinya
28
Ibid.
29
Ibid.
30
Indonesia. Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU no 8 tahun 1999, TLN No.
3821. Ps. 1.
31
Ibid.
32
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif ;Suatu Tinjauan
Singkat (Jakarta: Rajawali Press, 2001), hlm. 13-14

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


13

akan digunakan sebagai landasan teoritis sehingga berkaitan dengan masalah yang
akan diteliti oleh peneliti guna mendukung data-data yang diperoleh selama
penelitian dengan cara mempelajari buku-buku, literature dan sumber lain yang
relevan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian.33 Penilaian ini
didasarkan pada teori-teori HKI yang ada dan peraturan perundang-undangan.

1.5.2. Sumber Data


Penelitian ini juga menggunakan sumber data sekunder/ pustaka Hukum
yang memiliki kekuatan mengikat sumber primer. Sumber data sekunder yang
memiliki kekuatan mengikat primer ini adalah undang-undang no 15 tahun 2001
tentang merek dan undang-undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen. Kedua sumber data sekunder yang memiliki kekuatan mengikat
primer ini akan menjadi dasar hukum utama dalam menganalisis permasalahan
dalam penelitian ini.
1.5.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan
dengan pembacaan sumber data sekunder, yaitu melalui buku, jurnal, dan
dokumen-dokumen terkait dengan kasus.
1.5.4 Teknik Analisis Data
teknik analisis data yang digunakan dalam penilitian ini adalah analisis kualitatif
karena yang diteliti dalam penelitian ini adalah obyek penelitian secara utuh.

1.5.5. Sifat dan Bentuk Laporan


Sesuai dengan bentuk laporan ini yaitu deskriptif-evaluatif. Maka
penelitian ini akan dibahas secara rinci dan meluas tentang seluruh fakta-fakta
yang ada dalam permasalahan ini. Fakta-fakta ini didapat dari ilustarasi-ilustrasi
ketiga produk diatas yang akan dibandingkan satu sama lain. Kemudian setelah
ditemukan adanya persamaan pada pokoknya dari ketiga produk tersebut maka
akan dianalisis berdasarkan undang-undang dan norma yeng berlaku. Selain

33
Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm. 250.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


14

undang-undang dan norma yang berlaku fakta-fakta yang ada ini juga akan
dianalisis dengan teori-teori HKI yang ada.

1.6. Sistematika Penelitian


Bab 1 : Pendahuluan
Pada bab ini saya akan membahas mengenai fakta-fakta yang ada di
lapangan. Fakta-fakta ini terdapat dalam latar belakang masalah yang akan saya
bahas. Latar belakang masalah ini menjelaskan mengenai sejarah HKI sampai
kepada lahirnya merek yang merupakan bagian dari HKI dan masalah persamaan
pada pokoknya dalam merek. Kemudian juga dalam bab ini akan dibahas
mengenai merek dan kaitannya dengan putusan Nomor 224 K/Pdt.Sus-HKI/2014 yang
akan saya bahas nantinya.

Bab 2 : Tinjauan Umum Merek dan Konsep Persamaan pada pokoknya


berdasarkan Undang-Undang dan Teori HKI
Pada bab ini saya akan menjabarkan mengenai definisi dasar tentang
merek itu sendiri menurut undang-undang republik Indonesia dan teori yang ada.
Bab ini juga akan menjelaskan mengenai syarat-syarat suatu kata angka, atau
gambar pada sebuah produk dapat dijadikan suatu merek menurut undang-undang
dan teori yang ada. Selain itu dibahas juga mengenai larangan-larangan yang
tidak diboleh dilakukan oleh suatu merek menurut undang-undang.

Bab 3 : Tinjauan Kasus-Kasus Persamaan Pada Pokoknya di Pengadilan di


Indonesia dan di Amerika
Pada bab ini saya akan menjelaskan mengenai awal mula terjadinya kasus
ini sampai menuju ke mahkamah agung. Pada bab ini akan dijelaskan para pihak
yang terlibat dan apa saja gugatan dan tuntutan para pihak. Selain itu pada bab ini
juga akan dijabarkan mengenai putusan mahkamah agung berserta
pertimbangannya

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


15

Bab 4: Analisis teoritis dan yuridis putusan kasus Nomor 224 K/Pdt.sus-
HKI/2014, nomor 590 K/pdt.Sus/2012, nomor 477 K/Pdt.Sus/2012, QUALITY
INNS INTERNATIONAL V. McDONALD`S CORP, dan CHAMPAGNE
LOUIS ROEDERER, S.A., v. DELICATO VINEYARDS
Pada bab ini saya akan membahas mengenai tinjauan normatif berkaitan
putusan yang dikeluarakan oleh mahkamah agung. Selain itu pada bab ini juga
akan dibahas mengenai teori-teori untuk menilai persamaan pada pokoknya pada
kasus tersebut.

Bab 5: Penutup
Bab ini akan memberikan kesimpulan berdasarkan masalah yang telah
saya bahas dalam bab-bab sebelumnya. Kesimpulan ini akan menggambarkan
adanya atau tidak persamaaan pada pokoknya dalam kasus tersebut.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


BAB II
TINJAUAN UMUM MEREK DAN KONSEP PERSAMAAN PADA
POKOKNYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DAN TEORI HKI

2.1 Perkembangan Merek


Merek sudah ada pada tahun 5000 SM dalam bentuk cap pada hewan
sebagaimana dikumukakan oleh para arkeologi dari semenanjung Eropa Barat.34
Hal ini menunjukkan bahwa merek merupakan suatu tanda yang menunjukkan
adanya hubungan dengan pihak yang memiliki reputasi di masyarakat pada saat
itu. Hal ini dapat kita lihat dalam lambang kerajaan yang digunakan sebagai
merek pada zaman tersebut yang menunjukkan bahwa lambang tersebut memiliki
hubungan dengan kerajaan yang memiliki reputasi di mata masyarakat. Kemudian
perkembangan merek ini disempurnakan lagi di daratan Eropa. Perkembangan
merek di daratan Eropa disempurnakan dengan diterbitkannya peraturan
mengenai perlindungan merek dagang. Puncaknya pada masa pemerintahan
Henry III dikeluarkan peraturan yang mewajibkan setiap tukang roti memakai
merek untuk setiap roti yang diproduksinya.35
Sedangkan perkembangan merek di Indonesia dapat dilihat dari
perkembangan undang-undang yang mengatur tentang merek. Merek yang
merupakan salah satu ruang lingkup dalam HKI telah diatur dalam undang-
undang no 15 tahun 2001 tentang merek. Undang-undang no 15 tahun 2001 ini
merupakan undang-undang yang paling terbaru yang mengatur mengenai merek.
Sebelumnya pengaturan menegani merek telah diatur sejak zaman hindia belanda.
Indonesia baru mengenal ketentuan-ketentuan hukum merek tahun 1912 pada saat
penjajahan belanda.36 Pada saat itu undang-undang tentang merek ini diatur dalam

34
Effendy Hasibuan.Perlindungan Merek,(Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia,2003), Hlm 1
35
Effendy Hasibuan.Perlindungan Merek,(Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia,2003)hlm 1 dikutip dari Frank H Foster& Robert L. Shook, Patents,
Copyrights, and Trademar:The Total guide to Protecting the Rights to Your Invention, Products, or
Trademark... Now Better than Ever, Second Edition, (New York: John Wiley & Sons, Inc, 1993) hlm
21.
36
Ibid. Hlm. 28

16 Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
17

“Reglement Industrieele Eigendom Kolonien 1912” (Peraturan Daerah Jajahan


tentang Hak milik Perindustrian tahun 1912) yang kemudian lebih dikenal dengan
sebutan “Reglemen tentang hak milik Perindustrian tahun 1912”. Setelah
Indonesia merdeka, baru pada tahun 1961 lahir undang-undang nomor 21 tahun
1961 tentang merek perusahaan dan merek perniagaan.37 Kemudian lahirnya
undang-undang nomor 19 tahun 1992 tentang merek yang diundangkan pada
tanggal 28 agustus 1992 dan berlaku efektif tanggal 1 april 1993 yang kemudian
dirubah dengan uu no 14 tahun 1997.38pada akhirnya dirubah dan diganti dengan
undang-undang yang berlaku saat ini yaitu uu no 15 tahun 2001.

2.2 Pengertian Merek


Pengertian mengenai merek secara etimologis berasal dari bahasa inggris
yaitu mark yang kemudian dikhususkan lagi oleh HKI menjadi trademark karena
berkaitan dengan merek dalam konteks perniagaan. Sedangka definisi pastinya
mengenai merek itu sendiri dapat kita temukan dalam undang-undang no 15 tahun
2001 tentang merek (UU Merek) . Berikut adalah definisi merek yang diatur
dalam pasal 1 angka 1 dalam UU Merek:39

Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Berdasarkan definisi menurut UU Merek kita dapat memahami bahwa


unsur-unsur dalam definisi undang-undang tersebut menunjukkan adanya bentuk
fisik dari suatu merek. Unsur pertama adalah adanya kata “tanda” yang
merupakan kata kunci dari definsi merek itu sendiri. Tanda merupakan suatu
bentuk fisik yang dapat dilihat oleh konsumen dan dapat diinterpretasikan kepada
suatu produk dari perusahaan tertentu. Unsur keduanya adalah penjabaran dari
kata tanda itu sendiri dalam undang-undang tersebut yang mana tanda tersebut

37
Ibid. Hlm 3
38
Ibid. Hlm 4
39
Ibid.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
18

dapat berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur tersebut. Unsur kedua ini menunjukkan bahwa merek
didefinisikan memiliki ciri fisik yang dapat dikenali dengan panca indera para
konsumen. Unsur ketiganya adalah adanya kata daya pembeda dan kata
perdagangan. Kedua kata ini menunjukkan bahwa suatu merek yang memiliki
bentuk fisik haruslah berbeda dengan merek yang lainnya dan memiliki tujuan
untuk perdagangan. Adanya kata perdagangan untuk memfokuskan definisi dari
merek tersebut. Karena tanpa adanya kata perdagangan akan dapat merujuk pada
bentuk logo atau bentuk fisik lainnya yang terdiri dari kombinasi unsur kedua.
Kemudian dalam UU Merek membagi kedalam dua jenis merek yang
didefinisikan dalam pasal 1 undang-undang tersebut. Undang-undang tersbut
membagi merek kedalam merek dagang dan merek jasa, berikut adalah bunyi
pasal 1 angka 2 UU Merek berkaitan dengan merek dagang :40
Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum
untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

Berdasarkan definisi ini dijabarkan dalam undang-undang tersebut


merupakan definisi khusus dari definisi merek yang telah dijelaskan dalam pasal
1 angka 1 sebelumnya. Walaupun dalam undang-undnag ini digunakan istilah
merek dagang dan merek jasa, sebenarnya yang dimaksudkan dengan merek
dagang adalah merek barang karena merek yang digunakan pada barang dan
digunakan sebagai lawan dari merek jasa.41 Berdasarkan hal ini maka jelaslah
bahwa yang dimaksud dengan merek dagang merupakan merek barang yang
mana merupakan suatu merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan
oleh suatu badan hukum, persekutuan, atau peorangan. Sedangkan untuk merek
jasa itu sendiri diatur dalam pasal 1 angka 3 UU Merek, berikut bunyi pasalnya :42
Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

40
Indonesia, op. Cit. Pasal 1 angka 2
41
Ahmadi Miru.Hukum Merek,(Jakarta: RajaGrafindo,2005) Hlm 11
42
Indonesia, op. Cit., pasal 1 angka 3

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
19

Berdasarkan definisi diatas yang dimaksud dengan merek jasa adalah


suatu perniagaan yang berkaitan dengan pemanfaatan jasa seseorang atau badan
hukum. Dimana pihak badan hukum atau seseorang tersebut memiliki tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda. Tanda yang
terdiri dari atau diantara unsur-unsur diatas tersebut yang merupakan merek jasa
apabila digunakan dalam bidang jasa-jasa sejenis lainnya. Pengertian ini hampir
serupa dengan yang ada di amerika.dalam buku trademark and unfair competition
law yang dikutip dari American Law Institute yang dimaksud dengan merek jasa
adalah “ a service mark is used in connection of service”.43

2.3 Tujuan Merek


Bila melihat dari definisi merek itu sendiri yang memiliki unsur-unsur
yang bertujuan untuk membedakan suatu merek dengan merek lain, maka
tujuannya menurut Suryodiningrat adalah sebagai berikut:44
a) Pengusaha menjamin kepada konsumen bahwa barang yang
dibelinya sungguh berasal dari perusahaannya
b) Pengusaha menjamin mutu barang
c) Pengusaha memberi nama kepada barang sehingga konsumen
cukup menyebut “Kansas” bilamana ia ingin membeli rokok merek
“Kansas”
2.4 Unsur “ Daya Pembeda”
Agar supaya suatu merek dapat diterima sebagai suatu merek atau cap
dagang, syarat mutlak dari padanya ialah bahwa merek ini harus mempunyai daya
pembedaan yang cukup.45unsur pembedaan ini selanjutnya menjadi unsur yang
utama dari suatu merek. Unsur pembedaan ini sangatlah penting dalam suatu

43
Jane C ginsburg, et al.,Trademark and Unfair Competition Law; Cases and
Materials,(Virginia: Michie Law publishers, 1996),Hlm. 81
44
RM Suryodiningrat, Pengantar Ilmu Hukum Merek,(Jakarta: Pradnya
Paramita,1975),hlm 9
45
Sudargo Gautama.Hukum Merek Indonesia, (Bandung: Alumni,1977), Hlm 39

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
20

merek karena unsur pembedaan ini haruslah sedemikian rupa berbeda dengan
merek yang sudah ada atau terdaftar. Merek adalah alat untuk membedakan
barang dan tanda yang dipakai sebagai merek ini kiranya harus mempunyai daya
pembedaan untuk dapat membedakan barang yang bersangkutan itu.46 Hal ini
menjadikan pentingnya unsur pembeda dalam suatu merek karena mengingat
tujuan merek itu sendiri adalah sebagai suatu tanda yang memiliki nama baik di
mata konsumen atau masyarakat.
Pada dasarnya unsur pembeda ini harus ada dalam suatu merek untuk
mencegah adanya tindakan produsen lain yang mengekor atau menjiplak merek
produsen lain. Merek itu sendiri bertujuan untuk “ to protect owner and public
from unfair competition”.47 Tujuan merek yang mencegah terjadinya suatu
persaingan usaha yang tidak sehat mewajibkan unsur pembeda sebagai unsur
utama dalam suatu merek. Hal ini dikarenakan bila tidak adanya unsur pembeda
dalam suatu merek menjadikan hilangnya tujuan dari merek itu sendiri yang
melindungan produsen dan konsumen. Melindungi produsen dengan cara
menjaga produknya agar tidak terjadi tindakan penjiplakan terhadap mereknya
dan melindungi konsumen dengan cara menjamin merek yang ada tidak
membingungkan konsumen karena adanya unsur pembeda antara satu produk
dengan produk lain.
Pada dasarnya unsur pembeda ini berlaku pada tanda yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-
unsur tersebut yang harus berbeda dengan produk lainnya. Tanda ini harus
memiliki ciri khas sendiri yang membedakan dengan produk lain agar memiliki
unsur pembeda yang cukup. Dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan
pembedaan dan karenanya bukan Merupakan merek atau misalnya bentuk, warna,
atau suatu ciri lain daripada barang atau bungkusannya.48
Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh prof sudargo gautama ini
kita dapat menarik kesimpulan bahwa unsur pembeda dalam merek yang berupa

46
Ibid. Hlm. 40
47
Ginsburg, et al,Op.cit.,hlm 53
48
Sudargo Gautama. Loc.cit.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
21

gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka dan susunan warna ada baiknya
terdiri dari kombinasi unsur-unsur tanda tersebut. Hal ini agar memberikan dan
memperkuat adanya unsur pembeda dalam merek dagang tersebut. Meskipun
begitu tidak menutup kemungkinan unsur dalam tanda ini tidak terdiri dari
kombinasi unsur-unsur tersebut.

2.5 Merek yang tidak dapat didaftarkan


Pada dasarnya tidak semua tanda dapat dijadikan merek, sekalipun tanda
tersebut unik dan memiliki ciri khas tertentu. Hal ini sudah diatur sejak ketentuan
undang-undang merek tahun 1961 pada pasal 5 kemudian pasal 5 sub c undang-
undang merek tahun 1992 dan kemudian yang terakhir uu merek no 15 tahun
2001 dalam pasal 5. Pada dasarnya aturan yang dilarang berkaitan dengan
penggunaan tanda merek tidak mengalami perubahan yang signifikan bahkan
undang-undang yang baru cendrung melengkapi undang-undang sebelumnya.ada
berbagai ketentuan yang dilarang berkaitan dengan penggunaan tanda tersebut
berikut adalah penjelasannya mengenai larangan berbagai ketentuan perundang-
undangan tersebut.
Berdasarkan undang-undang nomor 15 tahun 2001 ada berbagai tanda
yang tidak dapat diterapkan dan digunakan sebagai suatu tanda dalam merek.
Menurut Insan Budi Mulya ketentuan ini dianggap sebaga syarat absolut, yang
tidak memungkinkan suatu merek didaftarkan, karena bersifat universal dan
alasannya bersifat objektif yang harus diketahui dan dimengerti oleh setiap
pemeriksa merek, dan atau karena ketentuan ini tercantum dalam setiap
perundang-undangan merek di banyak negara walau diatur dalam susunan kalimat
yang berbeda.49 Ketentuan tersebut adalah :
2.5.1. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum
Suatu tanda yang bertentangan dengan perundang-undangan dan norma-
norma yang ada tidak dapat dijadikan sebagai suatu merek. Hal ini disebabkan
untuk mencegah terjadinya kekacauan dalam masyarakat. Karena bisa saja suatu

49
Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek terkenal di Indonesia dari masa ke
masa,(Bandung: Citra Aditya Bakti,1999). Hlm 102

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
22

tanda yang terafiliasi dengan golongan masyarakat tertentu digunakan sebagai


merek suatu produk yang menyinggung golongan masyarakat tersebut. Bahkan
menurut prof. Sudargo gautama jika tanda-tanda atau kata-kata yang terdapat
dalam sesuatu yang diperkenankan sebagai “merek” dapat menyinggung atau
melanggar perasaan, kesopanan, kentrataman, atau keagaman, baik dari khalayak
umumnya maupun suatu golongan masyarakat tertentu, maka dapat dilarang
tanda-tanda ini sebagai merek.50pelarangan ini untuk mencegah terjadinya
perasaan yang menyakiti kelompok golongan lain terhadap tanda dalam merek
yang digunakan. Sebagai contoh, merek suatu barang yang haram untuk agama
tertentu justru diberi tanda yang berupa simbol yang dihargai dalam agama
tersebut.51 Hal ini menunjukkan bahwa larangan ini menjadi sangat penting dalam
merek untuk mencegah terjadinya akibat yang menyakiti perasaan suatu golongan
masyarakat.
Bahkan dalam penjelasan undang-undang no 15 tahun 2001 juga
disebutkan tujuan dari larangan penggunaan tanda yang diatur dalam pasal 5
huruf a. Berdasarkan penjelasan undang-undang tersebut Termasuk dalam
pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban
umum adalah apabila penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung perasaan,
kesopanan, ketenteraman, atau keagamaan dari khalayak umum atau dari
golongan masyarakat tertentu.52 Hal ini menunjukkan bahwa pelarangan
penggunaan ini selain melindungi masyarakat juga melindungi para produsen
barang-barang tersebut. Menurut Prof sudargo gautama perlindungan untuk
produsen ini dicontohkan beliau seperti penggunaan tanda pada kemasan yang
menipu konsumen sehingga seolah-olah di buat langsung oleh produsen yang
bersangkutan. Seperti contoh kiranya jika dicantumkan kata-kata “made in
germany” sedangkan tidak benar barang-barang itu adalah buatan dari jerman.53
Penjelasan ini menunjukkan bahwa tanda yang ada dalam kemasan seluruhnya

50
Ibid.
51
Sudargo Gautama,Op.cit. hlm. 14-15
52
ibid
53
Ibid, Hlm.42

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
23

harus sepenuhnya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang


berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.

2.5.2. tidak memiliki daya pembeda


Unsur ini merupakan unsur yang paling penting dalam merek, bahkan hal
ini disebutkan dalam definisi merek itu sendiri. Merek yang tidak memiliki unsur
pembeda atau ciri khas tersendiri bukanlah suatu merek tetapi hanyalah tanda
biasa. Bahkan dalam penjelasan undang-undang no 15 tahun 2001 disebutkan
bahwa suatu tanda yang tidak memiliki daya pembeda bukanlah suatu merek.
Berikut bunyi penjelasan pasal 5 huruf b “Tanda dianggap tidak memiliki daya
pembeda apabila tanda tersebut terlau sederhana seperti satu tanda garis atau
satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas..”54
Berdasarkan hal ini maka suatu tanda haruslah memilki cir khas dari
bentuk atau tanda pada umumnya namun mudah dalam memahaminya. Sebagai
contoh, sebuah merek tersebut terdiri atas angka-angka yang tidak beraturan
dalam satu bidang tertentu yang didalamnya terdapat angka satu sampai seratus.55
Penggunaan seperti ini memiliki kesulitan dalam membedakannya dengan merek
lain karena penggunaannya oleh merek lain dimana kurangnya ciri khas dan daya
pembeda bila hanya satu unsur saja yaitu angka tanpa dikombinasikan dengan
unsur tanda lainnya.
2.5.3. telah menjadi milik umum
Tanda yang sudah menjadi milik umum tidak dapat dijadikan suatu merek.
Yang diartikan dengan istilah ini adalah tanda-tanda yang karena telah dikenal
dan dipakai secara luas serta bebas dikalangan masyarakat tidak lagi cukup untuk
dipakai sebagai tanda pengenal bagi keperluan pribadi dari orang-orang tertentu.56
Tanda-tanda ini yang sudah dikenal oleh masyarakat merupakan tanda yang tidak
dapat digunakan oleh seorang produsen suatu produk tertentu. Hal ini bila
dilogikakan adalah jika tanda tersebut digunakan sebagai merek maka akan

54
Ibid.
55
ibid Hlm. 15
56
ibid. Hlm. 41

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
24

adanya hubungan antara produk tersebut dengan tanda yang digunakan oleh
masyarakat. Sehingga masyarakat yang ingin menggunakan tanda tersebut,
bahkan negara sekalipun yang akan menggunakannya harus meminta persetujuan
pihak produsen yang menggunakan tanda yang menjadi milik umum tersebut.
Larangan ini pada dasarnya untuk melindungi tanda tersebut dan masyarakat dari
tindakan komersialisasi para produsen.
Misalnya disimpulkan didalam kategori ini tanda lukisan mengenai
“tengkorak manusia dengan dibawahnya ditarunya tulang bersilang” yang secara
umum dikenal dan juga dalam dunia internasional sebagai tanda bahaya racun.
Tidak dapat dibayangkan apabila tanda seperti tengkorak silang ini digunakan
sebagai merek atau dikomersialkan. Maka untuk memberikan peringatan tentang
bahaya racun terhadap suatu barang harus meminta izin terlebih dahulu kepada
produsen merek yang bersangkutan. Bahkan lebih parah masyarakat harus
mengganti penggunaan tanda yang dijadikan merek tersebut, sehingga untuk
menunjukkan bahan yang beracun harus menggunakan tanda lain yang mana kita
tahu sulit untuk merubah hukum kebiasaan masyarakat bahkan kebiasaan
masyarakat internasional.

2.5.4 merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya.
Berdasarkan penjelasan undang-undang no 15 tahun 2001yang dimaksud
dengan tanda yang merupakan keterangan atau erkaitan dengan barang yang
dimohonkan atau dalam kata lain Merek tersebut berkaitan atau hanya
menyebutkan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. contohnya
Merek Kopi atau gambar kopi untuk jenis barang kopi atau untuk produk kopi.57
Pada dasarnya ketentuan huruf d ini memiliki kaitannya dengan aturan berkaitan
dengan tanda dalam huruf c. Hal ini dikarenakan yang dilarang adalah
pendaftaran terhadap tanda yang merupakan keterangan produk yang
bersangkutan. Keterangan ini merupakan salah satu kata umum atau tanda yang
telah digunakan oleh masyarakat secara luas sebagai kata atau tanda yang

57
Ahmadi Miru. Op. Cit. Hlm 15

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
25

menunjukkan barang tersebut. Namun konsep ini berkaitan dengan regional suatu
wilayah karena setiap bahasa berbeda antara satu negara dengan negara lain
sehingga nama keterangan di suatu tempat bisa jadi merek di tempat lain.
Pelarangan ini sebagai bentuk perlindungan bagi kata yang sudah menjadi milik
umum dan juga melindungi konsumen agar tidak memiliki kerancuan dalam
memilih atau membeli produk sehingga menimbulkan persaingan yang sehat
diantara produsen.
Sedangkan menurut Prof sudargo Gautama berkaitan dengan pasal 5 huruf
tanda-tanda tersebut dijabarkan menjadi lebih rinci berkaitan dengan tanda yang
tidak dapat menjadi merek. Waktu atau tempat pembuatan tidak dapat dijadikan
sebagai tanda untuk merek. Hal ini dikarenakan tanda atau tempat dimana produk
tersebut dibuat dapat dipersamakan dengan keterangan barang tersebut. Juga
keterangan tentang waktu dan tempat pembuatan misalnya 1945, atau 1956, atau
nama tempat pembuatan seperti Solo, Kedu, Bandung, Jakarta dan sebagainya.58
Hal-hal ini tidak dapat dijadikan sebagai suatu tanda dalam merek karena tidak
memiliki daya pembeda pada dasarnya karena berasal dari kata yang sudah
umum.
Selanjutnya menurut beliau contohnya adalah kata yang berkaitan dengan
keterangan jumlah barang. Keterangan jumlah barang tidak dapat dijadikan
sebagai suatu mereka jumlah barang dianggap kurang kuat untuk dipandang
sebagai merek, misalnya perkataan satu losin, satu dus, 10, 30.59 Semua yang
berkaitan dengan keterangan jumlah barang tidak dapat dijadikan karena bila
melihat dari segi kegunaan katanya merupakan kata yang dimiliki umum dimana
digunakan sebagai alat tunjuk untuk jumlah barang tersebut.
2.6. Persamaan Pada Pokoknya

Pada dasarnya konsep persamaan pada pokoknya merupakan konsep yang


dikembangkan dari pengaturan dalam TRIPS Agreement. Konsep persamaan pada
pokoknya memiliki kemiripan dengan konsep Similiarity Mark dibandingkan
dengan konsep Identical Mark. Pada dasarnya kedua konsep ini memiliki

58
Sudargo Gautama. Loc. cit.
59
Ibid.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
26

perbedaan yang sangat tipis sekali bila kita lihat pada artinya antara merek yang
memiliki kemiripan yang identik (Identical mark) dan merek yang memiliki
persamaan pada pokoknya (similar mark).

Untuk mengetahui apakah suatu merek memiliki kemiripan yang identik dengan
merek lainnya kita dapat melihat pendapat pengadilan Eropa dalam perkara LTJ
Diffusion SA v Sadas Verbaudet SA (C-291/00) putusannya adalah:60

“Sebuah tanda yang menunjukkan suatu merek identik dengan merek lainnya
ketika diproduksi ulang, tanpa perubahan atau tambahan, keseluruhan unsur
menggambarkan merek tersebut atau secara keseluruhan menunjukkan
perbedaan yang sangat tipis bahkan kedua merek tersebut sulit dibedakan oleh
konsumen pada umumnya.”

Sedangkan untuk menilai apakah merek-merek yang memiliki kemiripan atau


Similarity dapat dilihat dalam prinsip berikut:61

“ Anda harus mengambil dua kata. Anda harus mengadili keduanya, baik dari
tampilan dan bunyi kedua merek tersebut. Anda harus mempertimbangkan
keaslian dan jenis konsumen yang akan membeli jenis barang yang bersangkutan.
Faktanya, Anda harus mempertimbangkan seluruh aspek penting lain yang
berkaitan; dan Anda harus memperkirakan apa yang akan terjadi pada kedua
merek tersebut bila digunakan dengan cara yang pada umumnya penggunaan
merek tersebut pada masing-masing barang mereka.”

Prinsip ini telah berkembang kedalam 5 panduan dasar yang dapat diterapkan
dengan memperhatikan seluruh merek tersebut, yaitu:62

1. Merek tersebut harus dibandingkan secara menyeluruh


2. Imperfect recall harus diperhitungkan
3. Ide dasar dari merek yang bersangkutan adalah keutamaan
4. Tampilan dan bunyi dari merek tersebut harus dipertimbangkan

60
Intelectual Property Office New Zealand, “Identical trademarks”
http://www.iponz.govt.nz/cms/trade-marks/practice-guidelines-index/practice-guidelines/10-
relative-grounds-identical-or-similar-trade-marks/3-identical-trade-marks dilihat 7 januari2015
61
Intelectual Property Office New Zealan, “Similar Trademarks”,
http://www.iponz.govt.nz/cms/trade-marks/practice-guidelines-index/practice-guidelines/10-
relative-grounds-identical-or-similar-trade-marks/4-similar-trade-marks dilihat 7 januari 2015
62
Ibid.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
27

5. Saluran perniagaan dari masing-masing barang dan atau jasa harus


diperhitungkan

Bila berkaca kepada kedua definisi tersebut maka kita dapat melihat
bahwa pada dasarnya persamaan pada pokoknya memiliki perbedaan di beberapa
faktor tertentu saja. Sehingga sekalipun memiliki perbedaan di beberapa tanda
atau aspek, hal ini masih dapat menimbulkan kebingungan. Oleh karena itu
dibutuhkan faktor-faktor tertentu untuk menilai persamaan pada pokoknya untuk
melihat perbedaan ini. Pada dasarnya persamaan pada pokoknya terbagi kedalam
tiga jenis persamaan pada pokoknya, yaitu :

2.6.1 Pendaftaran Merek

Hal ini dapat kita lihat dalam ketentuan pasal 6 UU Merek yang melarang
berbagai unsur tanda dalam merek yang didaftar memiliki persamaan pada
pokoknya dengan tanda-tanda tertentu. Unsur-unsur yang dilarang ini tidak dapat
didaftarkan. Selain itu merek yang memiliki kesesuain dengan pasal 6 ayat (3) UU
Merek maka merek tersebut harus ditolak. Meskipun kedua hal ini berakibat
sama. Namun kedua hal tersebut memiliki perbedaan yang terletak pada latar
belakang yang dipertimbangkan oleh Direktorat untuk tidak menerima
permohonan tersebut.63 Jenis persamaan pada pokoknya yang pertama ini adalah
persamaan pada pokoknya yang memenuhi ketentuan pasal 6 UU Merek yang
biasanya terjadi pada saat pendaftaran suatu merek

2.6.2. Pembatalan Merek

Pembatalan Merek terjadi bilamana adanya suatu merek yang telah


terdaftar memiliki persamaan dengan merek lain yang telah terdaftar. Hal ini
diatur dalam pasal 68 UU Merek, yaitu:64

Pasal 68
(1) Gugatan pembatalan pendaftaran Merek dapat diajukan oleh pihak yang
berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atau
Pasal 6.

63
Ahmadi Miru, loc.Cit
64
Indonesia, op. Cit., Pasal 68

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
28

(2) Pemilik Merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) setelah mengajukan Permohonan kepada Direktorat Jenderal.
(3) Gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan
Niaga.
(4) Dalam hal penggugat atau tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik
Indonesia, gugatan diajukan kepada Pengadilan Niaga di Jakarta.

Berdasarkan hal ini menunjukkan bahwa apabila terdapatnya persamaan


pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar maka dapat diajukan gugatan
untuk membatalkan merek yang sudah terdaftar tersebut. Namun bilamana yang
berkepentingan adalah pemilik merek yang belum terdaftar dapat pula
mengajukan gugatan pembatalan terhadap merek yang terdaftar tapi setelah
mengajukan permohonan pendaftaran.65 Persamaan pada pokoknya jenis kedua ini
disebabkan oleh adanya persamaan dengan merek lain yang terdaftar maupun
belum terdaftar yang berdampak pada pembatalan merek terdaftar tersebut.
2.6.3. Pelanggaran Merek
Hal ini diatur dalam pasal 76 dan pasal 91 UU Merek yang mana adanya
persamaan pada pokoknya antara merek yang sudah terdaftar dengan merek lain
yang digunakan oleh pihak lain. Bunyi pasalnya 76 UU Merek adalah:66
Pasal 76
(1) Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa
hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk
barang atau jasa yang sejenis berupa:
a. gugatan ganti rugi, dan/atau
b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga.
Apabila kita melihat pada ketentuan pasal 76 ini, merupakan landasan hukum bagi
pihak yang merasa mereknya telah digunakan pihak lain yang tidak bertanggung
jawab yang mana memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek yang telah
terdaftar. Hal ini menunjukkan bahwa pasal ini merupakan salah satu langkah
hukum perdata bagi pihak yang merasa nama baik mereknya telah dilanggar
dengan adanya penggunaan merek yang tidak bertanggung jawab tersebut.
Sedangkan Pasal 91 mengatur mengenai langkah hukum pidana yang berbunyi
sebagai berikut:67

65
Ahmadi miru. op Cit. Hlm 85
66
Indonesia. op. Cit. Pasal 76
67
Ibid. Pasal 91

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
29

Pasal 91
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya
dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Ketentuan ini menjadi dasar hukum untuk berlakunya langkah hukum pidana
terhadap para pihak yang menggunakan merek terdaftar atau memiliki persamaan
pada pokoknya dengan merek terdaftar tapa memiliki alas hak penggunaan nama
merek tersebut. ketiga jenis persamaan pada pokoknya ini berdampak pada dua
jenis penolakan pendaftaran dan pembatalan merek yang telah terdaftar. Pada
akhirnya ketiga jenis persamaan pada pokoknya ini berlandaskan pada salah satu
alasan yang sama, yaitu alasan dalam ketentuan pasal 6 UU Merek yang
menunjukkan bahwa timbulnya persamaan pada pokoknya antara merek yang ada
merupakan suatu pelanggaran merek.
Hak khusus yang diberikan oleh undang-undang kepada para pemegang
merek sebagai hak ekslusif untuk menggunakan merek tersebut tidak terbatas
untuk membedakan mereknya dari merek lain saja. Tetapi hak khusus ini juga
meliputi semua merek-merek yang sama pada pokoknya dengan merek
tersebut.68Konsep persamaan pada pokoknya dalam unsur-unsur tanda dalam
merek diatur dalam pasal 6 undang-undang no 15 tahun 2001 yang mana
melarang suatu merek memiliki persamaan dengan merek lain. Konsep persamaan
pada pokoknya ini sesuai dengan doktrin “Identical” atau “nearly
resembles”.menurut doktrin ini, suatu merek dianggap mempunyai persamaan
pada pokoknya dengan merek lain, ditentukan berdasarkan patokan yang lebih
lentur dibandingkan dengan doktrin “entirities similiar”.69

Pasal tersebut menjelaskan tentang persamaan pada pokoknya dengan


berupa larangan-larangan pendaftaran dan penolakannya terhadap merek tersebut

68
Effendy Hasibuan, op.cit. hlm. 99
69
. M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek
Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No.19 tahun 1992,(Bandung: Citra Aditya
Bakti,1996), Hlm 417

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
30

yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek lain. Berikut adalah
bunyi pasal 6 ayat (1) undang-undang no 15 tahun 200170:

Pasal 6
(1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek
milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa
yang sejenis;
b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek
yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-
geografis yang sudah dikenal.
Berdasarkan pasal 6 ayat (1) undang-undang no 15 tahun 2001 ada
berbagai ruang lingkup berkaitan dengan penerapan konsep larangan persamaan
pada pokoknya. Berdasarkan larangan dalam pasal tersebut ada berbagai aspek
yang dilarang mulai dari (a) persamaan pada pokoknya dengan merek pihak lain
yang sudah terdaftar,(b) merek lain yang memiliki popularitas tinggi atau terkenal,
dan (c) merek-merek yang memiliki persamaan dengan indikasi geografis yang
sudah terkenal. Hal-hal ini menjadi larangaan bagi suatu merek untuk didaftarkan
ke direktorat Jendral HKI.

2.6.4 persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar lainnya

Berdasarkan penjelasan pasal 6 ayat 1 huruf a undang-undang no 15 tahun


2001 persamaan pada pokoknya dengan merek lain adanya unsur menonjol yang
memiliki persamaan pada pokoknya. Yang dimaksud dengan persamaan pada
pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang
menonjol antara Merek yang satu dan Merek yang lain, yang dapat menimbulkan
kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan
atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat
dalam merek-merek tersebut.71

70
Indonesia, Op.Cit. pasal 6
71
Indonesa, Op Cit., Penjelasan pasal 6 ayat 1 huruf a

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
31

Berdasarkan penjelasan undang-undang ini persamaan tersebut dapat


dilihat dari adanya unsur yang menonjol mengenai adanya persamaan antara satu
merek dengan merek lainnya. Contoh merek yang sama pada pokoknya yaitu
antara barang merek “PINOKIO dengan “PINOKIC” karena merek ini hanya
dibedakan oleh huruf O pada merek yang pertama dengan huruf C pada merek
yang kedua.72 Secara penulisan hampir serupa yang membedakan hanyalah
penulisan O diganti C yang mana penulisan ini tetap menjadikan unsur menonjol
persamaan pada pokoknya tidak hilang. Sehingga penulisan seperti ini harus
ditolak pendaftarannya karena tidak adanya unsur pembeda bahkan cendrung
memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek lain.

2.6.5 persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal

Pengaturan berkaitan dengan perlindungan merek terkenal ini merupakan


pengaturan yang memberikan hak khusus kepada pemegang merek yang
popularitasnya sudah mencakup hampir seluruh dunia. Selain itu pengaturan ini
merupakan salah satu produk negara maju untuk melindungi merek-merek dari
negara mereka yang memiliki popularitas jauh lebih baik dibandingkan merek-
merek asal Indonesia. Perlakuan khusus ini diberikan oleh undang-undang kepada
para pemegang merek terkenal untuk mencegah terjadinya tindakan passing off
atau infringement dari pihak lain di negara tersebut.

Aturan ini tidak disertai dengan adanya syarat bahwa merek terkenal
tersebut harus didaftarkan terlebih dahulu di Indonesia. Syarat ini menjadikan
pihak luar negeri yang memiliki merek lebih terkenal dibandingkan di Indonesia
tetap memiliki hak ekslusif atas penggunaan mereknya. Hal ini berarti, walaupun
merek terkenal tersebut tidak didaftar di Indonesia, tetap saja dilindungi
berdasarkan undang-undang merek.73

Penentuan mengenai merek terkenal ini dinilai dari popularitas merek


tersebut di dunia. Menurut penjelasan undang-undang penilaian popularitas merek

72
Ahmadi Miru, op.cit., Hlm 16
73
Ibid., hlm. 17

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
32

terkenal dapat dilakuakan dengan beberapa cara. Penolakan Permohonan yang


mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal
untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan
pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang
bersangkutan. Di samping itu, diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang
diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa
negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran
Merek tersebut di beberapa negara.74 Bilamana data-data yang ada masih
dianggap kurang maka menurut peraturan ini dapat dimintakan kepada lembaga
mandiri untuk melakukan survei terkenal atau tidaknya merek yang menjadi dasar
penolakan melalui pengadilan niaga.

Perlindungan ini juga dapat berlaku kepada barang yang tidak sejenis
selama memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah. Menurut Ahmadi Miru perlindungan merek terkenal
walaupun untuk barang dan atau jasa tidak sejenis ini harus pula memerhatikan
keterkaitan antara barang yang tidak sejenis tersebut.75 Menurut beliau
perlindungan terhadap merek terkenal ini bergantung pada jenis mereknya.
Sebagai contoh adalah apabila produk TOYOTA yang membuat suatu mobil
ditiru oleh pihak lain mereknya dalam barang yang tidak sejenis, toyota dapat
mengajukan keberatannya.

Sebagai contoh barang tidak sejenisnya adalah sepeda, walaupun


keduanya merupakan barang yang berbeda jenis namun masih memiliki
keterkaitan dengan mobil karena sama-sama alat transportasi. Hal ini akan
berbeda jika ada pelaku usaha yang membuat dan memperdagangkan kerupuk
dengan merek TOYOTA karena masyarakat hampir dipastikan tidak akan
berprasangka bahwa krupuk tersebut juga diproduksi oleh pelaku usaha yang
memproduksi mobil TOYOTA.76 Namun pada saat ini banyak merek yang

74
Op. Cit., Penjelasan pasal 6 huruf b
75
Ahmadi Miru, op cit., Hlm. 17
76
Ahmadi Miru,op. Cit., Hlm 18

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
33

melakukan ekspansi ke barang jenis lainnya, sehingga dapat menimbulkan


kerancuan bagi masyarakat apabila ada suatu merek yang sama persis dengan
jenis barang yang berbeda sehingga masyarakat sulit menentukan mana yang lebih
terkenal dan mana yang meniru. Sebagai contoh merek yang melakukan ekspansi
adalah ADIDAS yang merupakan penjual perlengkapan olahraga yang melakukan
ekspansi ke jenis barang parfum dimana tidak memiliki keterkaitan antara
perlengkapan olahraga dan parfum tersebut.

2.6.6 persamaan pada pokoknya dengan indikasi- geografis

Hal ini terjadi apabila suatu merek memiliki kesan pada tandanya atau
mereknya berkaitan dengan suatu tempat. Hal ini disebabkan kemungkinan
timbulnya kekeliruan bagi masyarakat tentang kualitas barang tersebut.77 Atau
dalam kata lain suatu merek dapat dianggap mempunyai persamaan pula dan
dapat mengacaukan tentang asal-usul barang bersangkutan, jika ada persamaan
diantaranya hingga pada publik dapat menimbulkan kekacauan origine atau
asalnya barang-barang bersangkutan.78 Suatu merek dilarang memiliki persamaan
dengan suatu indikasi geografis karena akan memberikan kesan yang menipu
masyarakat apabila barang tersebut bukan berasal dari tempat tersebut.

Selain dalam pasal 6 ayat (1) uu no 15 tahun 2001, larangan berkaitan


dengan konsep persamaan pada pokoknya diatur juga dalam ayat (3) undang-
undang tersebut. Berikut adalah bunyi pasal 6 ayat (3) undang-undang no 15
tahun 2001:79

(3) Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek
tersebut:
a. merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan
hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang
berhak;

77
Tim Lindsey et Al, loc Cit
78
Ibid
79
Indonesia, Loc Cit. Pasal 6 ayat (3)

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
34

b. merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera,


lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun
internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;
c. merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang
digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan
tertulis dari pihak yang berwenang.
Tanda-tanda diatas menurut pasal 6 ayat (3) adalah tanda-tanda yang
dilarang karena pada dasarnya merupakan tanda yang khusus dan dimiliki oleh
orang, lembaga, atau negara tertentu. Setidaknya bila ingin menggunakan tanda
tersebut harus melalui izin dari orang, instansi, dan negara tersebut. Karena pada
dasarnya tanda tersebut merupakan suatu tanda yang terafiliasi dengan pihak
tersebut. Sehingga penggunaan tanda tersebut akan menimbulkan kesan bahwa
merek tersebut merupakan afiliasi dari tanda yang terikat dengan orang, instansi,
atau negara tersebut.

2.7 Penilaian persamaan pada pokoknya dalam kasus pelanggaran merek di


negara lain

Dalam prakteknya ada beberapa konsep yang menjadi dasar penilaian


apakah suatu merek memiliki persamaan dengan merek lainnya. Konsep-konsep
ini dikenal dengan similiarity test dan likely hood of confussion. Kedua konsep ini
umumnya digunakan dalam sistem hukum HKI di Amerika. Konsep tes ini
memiliki beberapa perbedaan dalam penilaiannya di berbagai pengadilan di
amerika. Namun pada dasarnya ada persamaan berkaitan dengan penilaiannya.

2.7.1 Likelihood of Confusion dan Confusing similiarity

Dalam buku Trademark LAW and Procedure karangan Edward C


Vandenburg ada dua istilah utama menilai adanya persamaan atau tidak yaitu
likelihood of confusion dan confusing similiarity adalah istilah dari ketiga keadaan
yang menyulitkan posisi konsumen. Berikut adalah ketiga keadaan yang dimaksud
oleh istilah tersebut :80

80
Edward C Vandenburgh, Trademark Law and Procedure,(NewYork:The
Boobbs-merrill,1968) Hlm 139

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
35

1) Konsumen mengalami kesulitan dalam menilai suatu barang yang


secara psikologis dan mental menimbulkan kesan seolah-olah adanya
hubungan antara suatu produk dengan produk lain atau dengan perusahaan
tertentu. Kesulitan ini terjadi baik di barang sejenis maupun di barang
tidak sejenis. So long as they are of a nature which the public might
reasonably believe come from the same source.81 Sebagai contoh adalah
Tornado dan Cyclone yang mana masing-masing adalah sinonim dari
suatu bencana alam atau dalam barang yang tidak sejenis adalah KIA
motors dan KIA Ceramics.
2) Konsumen mengalami kesulitan membandingkan suatu produk
dengan produk lain. Hal ini terjadi pada barang sejenis saja. Kesulitan ini
menyebabkan seorang konsumen sulit untuk membedakan suatu produk
dengan produk lain karena keduanya memiliki persamaan yang sulit
dibedakan ketika di tampilkan bersamaan. Contohnya Merek NITEY-
NITE dan MIGHTY MITE dalam jenis barang yang merupakan baju anak
atau COCA COLA dan CERIOLA yang memiliki persamaan warna putih
dalam tulisannya dengan latar belakang warna merah dalam kelas barang
minuman ringan..82
3) Keadaan ketiga adalah keadaan dimana seorang konsumen
membeli barang bukan dari merek yang ia inginkan. Hak ini dikarenakan
ketika kedua merek dari barang sejenis tersebut disandingkan
menimbulkan kesan secara psikologis, terlihat sana satu sama lain, atau
terdengar sama satu lain. Dimana hal ini disengaja oleh penjual agar dapat
menjual barang dengan kualitas rendah kepada konsumen dari barang
kualitas yang teruji.

Keadaan diatas secara umum dikenal dengan Trademark Dilution,


Trademark Dilution adalah keadaan dimana seseorang atau suatu perusahaan
menggunakan merek yang sama secara identik atau pada pokoknya memiliki
persamaan dengan merek yang sudah ada sebelumnya. keadaan ini dapat

81
Ibid.
82
Ibid.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
36

menimbulkan kesan bahwa kedua merek tersebut saling berhubungan, yang mana
dapat berdampak pada melemahnya atau berkurangnya kekuatan merek dari
merek sebelumnya tersebut.83 Hal ini dapat kita lihat dalam ketiga keadaan diatas.
Menurut Edward Pada dasarnya penilaian ketiga keadaan ini dilihat dari beberapa
aspek. Menurut beliau “test of confusing similiarity membutuhkan kesalahan atau
penipuan menjadi "mungkin" dan "kemungkinananya untuk terjadi”.”84 Ketiga aspek
ini dipandang sulit untuk dibuktikan. Karena biasanya dalam beberapa kasus
hanya terjadi salah satu atau salah dua dari aspek-aspek tersebut. Menurut beliau
“sangat penting penggunaan kata “atau” dalam pengaturannya dibandingkan
dengan menggunakan kata “dan” ”.85
Pada dasarnya menilai ada tidaknya persamaan antara suatu merek dengan
merek lain dapat dilihat dari ada tidaknya persamaan penampilan, kesan, arti, atau
kombinasi diantaranya dari merek lain. Secara umum ada tiga faktor penilaian
yang diterapkan dalam mengidentifikasi ada atau tidaknya persamaan atau yang
lebih dikenal dengan penilaian similiarity test, yaitu :86

1) is there similiarity of sound


2) is there similiarity of sight
3) is there similiarity of meaning

Semakin suatu merek memenuhi faktor tersebut maka semakin besar


kemungkinan persamaannya. Namun apabila salah satu faktor saja yang
terpenuhi bukan berarti dalam merek tersebut tidak confusing similiar. Karena
bisa saja hanya dirubah sedikit tampilannya, atau bagi yang sama dalam

83
Kathleen B. McCabe,“Dilution-by-Blurring: A Theory Caught in the Shadow of
Trademark Infringement,” Fordham Law Review 68 (2000), hlm 1828 “Trademark
Dillution occurs when a person or company uses a mark identical or substantially
similar to a pre-existing trademark, triggering a mental association on the part of
the consumer between the two marks, thereby eroding the strength of the original
mark.”

84
Edward C Vandenburg, op. Cit., Hlm 138
85
Ibid.
86
Edward C Vandenburg, op. Cit., Hlm 159

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
37

penyebutannya hanya dirubah beberapa kata dalam merek tersebut. Bahkan


keadaan lainnya yang dapat mempengaruhi adalah keadaan dimana konsumen
karena kesalahannya melakukan kesalahan dalam membeli barang. Hal inilah
yang menjadi dilema tersendiri dalam mengidentifikasi dan menilai ada tidaknya
suatu persamaan pada pokoknya antara suatu merek dengan merek lain

selain penilaian diatas untuk melihat apakah adanya persamaan antara suatu
merek dengan merek lain dalam konsep likelihood of confusion ada beberapa aspek
87
yang harus diteliti oleh hakim, yaitu:

1. Kekuatan dan kelemahan merek penggugat

Semakin besar masyarakat memahami dan mengatahui merek dari pihak


penggugat. Maka akan berdampak pada kesulitannya konsumen dalam
membedakan merek penggugat dan tergugat, apabila pihak tergugat menggunakan
merek yang memiliki persamaan pada pokoknya

2. penggunaan merek tergugat

Jika pihak penggugat dan tergugat menggunakan merek mereka pada


barang yang sama, berhubungan, atau pelengkap dari barang yang sejenis, maka
persamaan pada pokoknya ini semakin besar memiliki persamaan satu sama lain
dibandingkan keadaan sebaliknya.If the defendant and plaintiff use their
trademarks on the same, related, or complementary kinds of goods there may be a
greater likelihood of confusion about the source of barang than otherwise.

3. persamaan merek penggugat dan tergugat

Jika tampilan secara keseluruhan suatu produk penggugat di pasaran


hampir serupa dengan produk milik tergugat dalam [tampilan] [suara] [atau]
[arti], maka ada kemungkinan besar konsumen tersebut akan mengalami
kebingungan dengan penggunaan merek tergugat yang menimbulkan likelihood of

87
United States Court for The Ninth Circuit, 15.16 INFRINGEMENT—LIKELIHOOD OF
CONFUSION—FACTORS—SLEEKCRAFT TEST, 15 U.S.C. §§ 1114(1) and 1125(a)

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
38

confusion. Dimana persamaaan dengan tampilan, suara, dan artinya lebih besar
daripada perbedaan antara masing-masing produk tersebut.

4. Actual Confusion

Jika Merek pihak tergugat menggunakan merek pihak penggugat, hal ini
secara jelas menunjukkan adanya Actual Confusion, keadaan ini sangat
menunjukkan adanya likelihood of confusion. Tetapi bagaimanapun keadaan
Actual Confusion tidak menjadi syarat untuk menentukan likelihood of confusion.
Jadi Meskipun suatu kasus tidak menimbulkan kebingungang yang senyatanya
(Actual Confusion) , namun masih mungkin pihak tergugat menggunakan merek
yang tetap menimbulkan kebingungan bagi konsumen. Sebagai pertimbangan
adalah apabila suatu merek dagang yang dibuat oleh pihak tergugat menimbulkan
likelihood of confusion bagi konsumen terhadap merek dagang penggugat, maka
penilaiannya harus dititik beratkan pada bagian-bagian yang menimbulkan Actual
Confusion.88

5. Tujuan Tergugat

Pihak tergugat yang secara sadar dan mengetahui terhadap penggunaan


merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek pihak penggugat
mungkin akan menunujukkan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari
reputasi merek pihak penggugat, hal ini menunjukkan bahwa adanya niat dan
tujuan untuk menimbulkan likelihood of confusion. Di sisi lain sekalipun tidak
adanya bukti berkaitan dengan keasadaran dan mengetahuinya pihak tergugat
dengan persamaan pada pokoknya dengan merek penggugat, tindakan persamaan
pada pokoknya pada jenis barang yang sama itu sendiri mungkin mengindikasikan
likelihood of confuson.

6. Hubungan Pemasaran / Pengiklanan

88
Ibid.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
39

Jika merek pihak penggugat dan tergugat dijual pada toko yang sama atau
kedua merek tersebut diiklankan pada media yang sama, maka akan memperbesar
kemungkinan kehadiran keadaan likelihood of confusion itu sendiri.

7. Kehati-hatian pembeli dalam membeli barang

Semakin canggih dan semakin telitinya pihak konsumen potensial atau


semakin mahalnya suatu barang sehingga konsumen sangat berhati-hati dalam
memlih barang yang akan dibeli. Maka semakin kecilnya menimbulkan keadaan
likelihood of confusion antara merek dagang pihak penggugat dan tergugat
tersebut.

8. Jaringan Ekspansi Produk

Ketika produk para pihak berbeda, pertimbangan lainnya adalah


bagaimana kemungkinan penggugat menjual barangnya yang mana digunakan
oleh pihak tergugat. Jika ada kemungkinan besar untuk memperbesar ke pasar
lainnya. Maka kemungkinanan besar menimbulkan keadaan likelihood of
confusion.89

9. Faktor lain.

Serta faktor-faktor lain yang memiliki hubungan dengan keadaan yang


dapat menimbulkan likelihood of confusion antara kedua merek.

2.7.1.1 The DuPont Factor

Menurut Clifford D. Hyra dalam artikelnya yang berjudul The DuPont


Factors: The Trademark Infringement Test di lingkungan negara bagian
digunakan penilaian persamaan dengan menggunakan DuPont Test hal ini diatur
dalam E.I. DuPont DeNemours & Co., 476 F.2d 1357, 1361 (CCPA 1973).90

89
Ibid.
90
NotJustPatent “How to Avoid A Trademark Application That is Likely To Be Refused
Because of Confusion”, http://likelytocauseconfusion.com/, dilihat pada 13 Januari 2015

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
40

Penilaian ini melihat secara keseluruhan persamaan antara merek-merek yang


bersangkutan secara menyeluruh bukan saja hanya dari persamaan tanda dalam
merek tersebut saja. Bahkan penilain ini mencakup pada aspek ekonomi dari
merek yang memiliki persamaannya tersebut. Berikut adalah faktor-faktor yang
menjadi penilaian apakah adanya persamaan atau tidak antara satu merek dengan
merek lain :91

1. Tampilan, bunyi, konotasi, dan kesan dalam periklanan


Apakah ada persamaan atau perbedaan secara keseluruhan merek yang
bersangkutan dalam tampilan, bunyi, konotasi, dan tampilan, dan kesan
dalam iklan
2. Barang
Persamaan atau perbedaan dan asal barang yang bersangkutan. Biasanya
dijelaskan dalam berkas permohonana atau pendaftaran atau dalam
hubungannya dengan di kelas jenis barang mana merek sebelumnya
berada.
3. Saluran perniagaan
persamaan atau perbedaan yang ada dalam hal kemungkinan untuk
mengembangkan saluran perniagannya.
4. Penjualan
Kondisi di mana dan kepada siapa pembeli penjualan yang dibuat, yaitu
apakah pembeli yang membeli karena "dorongan" vs kehati-hatian,
pembelian canggih.
5. Popularitas
Reputasi dan popularitas merek sebelumnya yang sudah ada terlebih
dahulu.
6. Persaman tanda merek
Jumlah dan sifat tanda yang sama yang digunakan pada barang yang
sejenis.

91
Clifford D. Hyra, The DuPont Factors: The Trademark Infringement Test
Explained,(Reston: HYRA IP,2009)

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
41

7. Kebingungan yang sebenarnya


Sifat dan tingkat dari kebingungan sebenarnya yang timbul di masyarakat
8. Penggunaan bersama
Lamanya waktu selama dan kondisi di mana telah digunakan bersamaan
tanpa bukti kebingungan yang sebenarnya..
9. Keragaman Barang
Berbagai barang yang digunakan oleh merek yang ada berkaitan dengan
penggunaan merek dan tanda tersebut.
10. Pasar kedua belah pihak
Faktor ini adalah berkaitan dengan pasar antara kedua merek tersebut
dimana kedua merek berada antara pemohon dan pemilik tanda
sebelumnya
11. Hak ekslusif
Hal ini berkaitan dengan sejauh mana pemohon memiliki hak untuk
mengecualikan orang lain dari penggunaan tanda pada barang-barang
tersebut. Dimana pemilik merek yang bersangkutan dapat melarang pihak
lain untuk menggunakan tanda-tanda atau merek yang bersangkutan.
12. Potensi Kebingungan
Luasnya potensi kebingungan yang dapat ditimbulkan kedua produk yang
bersangkutan
13. Fakta lainnya
Setiap fakta yang ada dalam kedua merek yang dapat menimbulkan
dampak dari penggunaannya.

Menurut Clifford “Kesemua faktor ini tidak dapat memiliki penilaian yang
sama karena hal ini bergantung pada kasus yang ada.”92 Ketiga belas penilaian ini
sebelumnya diterapkan dalam paten kemudian Pengadilan Bea dan Banding Paten
Amerika Serikat memberikan keputusannya pada tanggal 3 Mei 1973. Keputusan
Ini membatalkan keputusan dari TTAB dan memungkinkan aplikasi DuPont pada
saat ini dalam Merek. Lebih penting lagi, bagaimanapun, pengadilan
mengidentifikasi 13 faktor yang harus selalu diperhatikan, ketika catatan, dalam

92
Ibid.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
42

pengujian untuk kemungkinan kebingungan.93 Penilaian berdasarkan faktor-faktor


ini dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh dan tidak saling terpisahkan. Namun
dalam penilaiannya ada beberapa faktor yang memiliki menjadi penilaian pokok
dibandingkan faktor lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian terhadap
adanya persamaan atau tidak antara suatu merek bergantung pada faktor-faktor
ini. Meskipun faktor-faktor ini merupakan suatu keseluruhan namun
kedudukannya tidak seimbang, karena bergantung pada penerapan setiap
kasusnya. Melihat dua penilaian terkait persamaan pada pokoknya menunjukkan
pentingnya pendaftaran merek. Menurut Blanco White dan Robin Jacob :

“ The Registration of any person as proprietor of a trademark in respect of any


goods gives him the exclusive right to use that mark in relation to those goods.94”
pentingnya pendaftaran suatu merek akan memberikan hak ekslusif kepada
pemegang merek tersebut, selain itu akan memberikan kemudahan bagi hakim
dalam melihat ada tidaknya persamaan pada pokoknya antara suatu merek dengan
merek lain.

93
Illuminor, “The DuPont Factors”, http://www.illuminor.com/tmc/dupont, dilihat pada
13 Januari 2015
94
A. Blanco White dan Robin Jacob, Concise College Texts; Patents, Trademarks,
Copyright and Industrial Designs, (London: Sweet & Maxwell,1970), hlm 69

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
BAB III

TINJAUAN KASUS-KASUS PERSAMAAN PADA POKOKNYA DI


PENGADILAN DI INDONESIA DAN DI AMERIKA

3.1 Putusan Nomor 224 K/pdt.sus-HKI/2014


Kasus ini adalah kasus sengketa merek terhadap merek dengan nama
“OLYMPIC”. Penggunaan nama ini digunakan oleh merek yang berasal dari
Indonesia dengan nama yang sama untuk kelas jenis barang kelas 9 yang sudah
didaftarkan sebelumnya pada tahun 2004 oleh Tan Sen Huat. Kemudian
penggunaan nama ini mendapatkan penolakan oleh lembaga Internasional yang
bernama Comitte Internastional Olympique yang berkedudukan di Swiss. Namun
sayangnya gugatan ini dimentahkan oleh pengadilan niaga jakarta pusat dan juga
di tingkat mahkamah Agung. Dimana yang menjadi pemenang dalam kasus ini
adalah pihak Tan Sen Huat. Hal ini dikarenakan dalil-dalil dan bukti yang
disampaikan oleh penggugat tidak menunjukkan adanya unsur-unsur tersebut.
Selain itu majelis hakim berpendapat bahwa nama OLYMPIC tidak dapat
dimonopoli oleh pihak Comitte. Selain itu dalam kasus ini waktu saat diajukannya
gugatan ini telagh lewat 7 tahun yang mana telah melewati batas waktu pengajuan
gugatan terkait adanya persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar lainnya.
Pihak penggugat adalah COMITE INTERNATIONAL OLYMPIQUE,
Lembaga Internasional ini didirikan berdasarkan Undang-undang Negara Swiss
yang menangan penyelenggaraan Olimpiade yang lebih dikenal dengan
OLYMPIC yang diwakili oleh Direktur Umum Christophe de Kepper bertempat
kedudukan di Chateau de Vidy, 1007 Laussane, Switzerland. Kua sanya adalah
Johan Santoso, SH., dan kawan yang berprofesi sebagai advokat. berkantor di
Jalan Griya Agung Nomor 21 (Blok M3), Komplek Griya Inti Sentosa, Sunter,
Jakarta 14350, berdasarkan SuratKuasa Khusus tanggal 11 September 2012,
sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat.
Pihak tergugat adalah TAN SEN HUAT adalah pemilik merek terdaftar
dengan nama OLIMPIC di Direktorat Jendral HKI. bertempat tinggal di Kp.
Cibuluh Rt. 001/008 Bogor Utara, Jalan Kedung Halang Talang Nomor 138,

43 Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
44

Bogor 16710. Beliau memberikan kuasanya kepada Endra Agung Prabawa, SH.,
dan kawan, yang berprofesi sebagau Advokat, berkantor di Jalan Ciawi I Nomor
14, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12180, berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tanggal 6 November 2013, sebagai Termohon Kasasi dahulu Tergugat;
Kasus ini bermula ketika Comitte Olympic pihak penggugat ingin
mendaftarkan mereknya di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) dengan nomer daftar
No. D00.2009. 031401 Namun sayangnya merek tersebut dengan jenis barang
yang sama telah digunakan dan didaftarkan oleh Pihak penggugat atau Tan Sen
huat sejak tahun 2004Telah diajukan sebelumnya di pengadilan niaga jakarta
pusat Bahwa Penggugat memiliki pendaftaran merek-merek dengan menggunakan
kata “OLYMPIC” dan “OLYMPICS” dengan berbagai variasinya yang telah
terdaftar secara Internasional di berbagai negara di dunia pengugat sangat
berkeberatan dengan terdaftarnya Merek “OLYMPIC” daftar No. IDM000076179
atas nama Tergugat dalam Daftar Umum Merek, disebabkan hal-hal sebagai
berikut:
MEREK ATAS NAMA TERGUGAT MERUPAKAN NAMA LEMBAGA
INTERNASIONAL MILIK PENGGUGAT; Merek atas nama Tergugat
menggunakan kata “OLYMPIC”, yang merupakan nama Lembaga Internasional
“OLYMPIQUE” (“OLYMPIC” dalam bahasa Inggris), yang menangani
penyelenggaraan olimpiade (olympic) sejak tahun 1894 milik Penggugat
PENDAFTARAN MEREK ATAS NAMA TERGUGAT DILANDASI OLEH
ITIKAD TIDAK BAIK. Bahwa ide atau inspirasi Tergugat dalam mendaftarkan
merek “OLYMPIC” patut diduga diilhami oleh nama Lembaga Internasional
milik Penggugat COMITE INTERNATIONAL OLYMPIQUE (“OLYMPIC”
dalam bahasaInggris), yang didirikan sejak tahun 1894 dan telah terkenal di
berbagai Negara di dunia. patut diduga pendaftaran merek atas nama Tergugat
didasari oleh itikad tidak baik untuk membonceng nama Lembaga Internasional
milik Penggugat yang telah terkenal di seluruh dunia dengan tujuan memperoleh
keuntungan besar tanpa harus mempromosikan mereknya sendiri.
Tuntutannya adalah sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


45

2. Menyatakan Penggugat adalah pemilik satu-satunya yang berhak


atas merek “OLYMPIC” dan “OLYMPICS” yang merupakan nama
Lembaga Internasional milik Penggugat;
3. Menyatakan merek “OLYMPIC”, Daftar No. IDM000076179
tertanggal 6 Juni 2006 (tanggal penerimaan 7 Oktober 2004) atas nama
Tergugat menyerupai nama Lembaga Internasional Penggugat COMITE
INTERNATIONAL OLYMPIQUE
4. Menyatakan batal demi hukum, Pendaftaran Merek “OLYMPIC”,
Daftar No. IDM000076179 tertanggal 6 Juni 2006 (tanggal penerimaan 7
Oktober 2004) atas nama Tergugat dengan segala akibat hukumnya.
5. Memerintahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia cq.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual cq. Direktorat Merek untuk
melaksanakan pembatalan Pendaftaran Merek “OLYMPIC” Daftar No.
IDM000076179 tertanggal 6 Juni 2006 (tanggal penerimaan 7 Oktober
2004) atas nama Tergugat dengan mencoret pendaftaran merek
“OLYMPIC” Daftar No. IDM000076179 tersebut dari Daftar Umum
Merek, dengan segala akibat hukumnya

6. Memerintahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia cq.


Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual cq. Direktorat Merek untuk
mendaftarkan permohonan Pendaftaran Merek “OLYMPIC dan Logo” No.
D00.2009. 031401 milik Penggugat untuk semua jenis-jenis barang yang
dimintakan di kelas 09, 10 dan 11;
7. Memerintahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia cq.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual cq. Direktorat Merek untuk
mendaftarkan permohonan pendaftaran merek “OLYMPIC TORCH
RELAY” No. D00.2009. 041487 milik Penggugat untuk semua jenis-jenis
barang yang dimintakan di kelas 09 dan 32;
8. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara menurut
hukum
Putusannya adalah “Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi
COMITE INTERNATIONAL OLYMPIQUE dan Menghukum Pemohon Kasasi
untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sebesar Rp5.000.000,00 (lima

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


46

juta rupiah).” Berikut adalah pertimbangan Hakim terkait dengan putusan


tersebut:
Berdasarkan Undang-Undang No.15 tahun 2001 tentang merek tidak
memberikan definisi secara tegas apa yang dimaksud dengan merek terkenal,
namun dalam penjelasan Pasal 6 ayat 1 huruf b dapat dijadikan pedoman bahwa
untuk dapat dikatakan sebagai merek terkenal harus memperhatikan :
 Pengetahuan Umum mengenai merek tersebut dibidang
usaha yang bersangkuatan ;
 Adanya promosi yang gencar dan besar-besaran investasi
dibeberapa negara di dunia yang dilakukan pemiliknya dan
disertai bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara
Berdasarkan dari bukti P1 s/d P-10 dapat diketahui bahwa merek milik
Penggugat telah terdaftar diberbagai negara di dunia di WIPO, OHIM kelas 9 dan
untuk beberapa kelas lainnya, beberapa diantaranya telah didaftarkan di negara-
negara tersebut jauh sebelum merek Tergugat didaftarkan di Kementerian Hukum
Ham , antara lain Thailand, WIPO tahun 2002. Selain itu pendaftaran merek
“OLYMPIC & Logo” didaftarkan di negara lain setelah milik Tergugat telah
didaftarkan Kementerian Hukum & HAM
Berdasarkan dari bukti penggugat Majelis banding tidak melihat satu bukti
pun yang adanya promosi yang gencar dan besar-besaran dan juga produk yang
dihasilkan dari merek “OLYMPIC & Logo” milik Penggugat tersebut. Selain itu
dari bukti Penggugat tidak ada satu buktipun contoh produk yang dikenalkan dari
merek Penggugat untuk membandingkan dengan merek Tergugat apakah ada
persamaan pada pokkonya .
Berdasarkan uraian tersebut diatas Majelis banding berpendapat bahwa
merek “OLYMPIC & Logo” bukan merek terkenal sebagaimana dalam pasal 6
ayat 1 huruf b Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang merek Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas maka menurut Majelis banding
Penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya maka gugatan
Penggugat dalam perkara Aquo harus ditolak pula Pertimbangan Majelis banding
Hakim

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


47

Berdasarkan atas dalil Penggugat tersebut, Tergugat telah membantahnya


dengan mengemukakan bahwa merek “OLYMPIC” yang menjadi objek sengketa
telah terdaftar 6 Juni 2006 sudah terdaftar lebih dari 7 (tujuh) tahun, sehingga
gugatan Penggugat saat ini diajukan kepada Pengadilan Niaga Jakarta tanggal 8
Oktober 2013 telah melampaui tenggang waktu 5 (lima) tahun sebagaimana
ditentukan pasal 69 ayat 1 Undang-Undang merek tersebut diatas
Berdasarkan dari dua versi alasan hukum yang berbeda tersebut diatas,
Majelis banding akan mempertimbangkan lebih dahulu apakah gugatan Penggugat
telah memenuhi Pasal 68 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang merek ;
Berdasarkan dari bukti P-11, P-12, dapat diketahui bahwa Penggugat telah
mengajukan pendaftaran merek “OLYMPIC dan Logo” di Indonesia nomor
agenda DOO.2009.031401 tanggal 17 September 2009 untuk melindungi jenis
barang kelas 9, 10 dan 11, nomor agenda DOO.2009.041487 tanggal 17
September 2009 untuk melindungijenis barang kelas 9 dan 32.
Berdasarkan dari uraian tersebut diatas, majelis banding berpendapat
bahwa Penggugat mempunyai kepentingan hukum dalam mengajukan gugatan
pembatalan merek “OLYMPIC” daftar No.IDM000076179 atas nama Tergugat
dan pengajuan gugatan

3.2 Putusan Nomor 590 K/Pdt.Sus/2012


Kasus ini bermula ketika adanya pendaftaran merek BIORF yang mana
menurut pihak BIORE memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik
mereka. Kasus ini pertama kali diajukan ke pengadilan oleh Kao Corp ke
pengadilan Jakarta Pusat namun kalah dengan alasan bahwa kedua merek berbeda
secara fonetik dan bunyi bila dilihat dari alsan yang berkaitan dengan persamaan
pada pokoknya. Namun akhirnya pada tingkat pengadilan di mahkamah agung
dimenangkan oleh pihak Kao Corporation dan sekaligus dalam pengadilan ini
merek BIORE dikatakan sebagai merek terkenal. Ada beberapa pertimbangan
yang melatarbelakangi putusannya namun salah satunya adalah bahwa kedua
merek tersebut memiliki persamaan pada pokoknya.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


48

Merek BIORE yang pertama kali diajukan permohonannya padatanggal 17 Juni


1982 dan terdaftar di bawah Daftar No. 164670 pada tanggal 17 Juni 1982,
diperpanjang dengan Daftar No. 301846 tertanggal 27 Oktober 1993,
diperpanjang kedua kali di bawah Daftar No. 496355 tertanggal 31 Desember
2001yang hingga saat ini berlaku (selanjutnya disebut dengan "Merek BIORE").
Kemudian pada tanggal 7 Februari 2011 muncul pendaftaran untuk jenis
barang kelas 3 dengan nama BIORF dengan nomor pendaftaran IDM000292510.
Munculnya merek BIORF ini menimbulkan permasalahan dan persaingan tidak
sehat bagi merek BIORE. Hal ini dikarenakan pendaftaran merek BIORF
memiliki unsur-unsur yang menimbulkan keadaan yang menyulitkan konsumen
dalam membedakan merek tersebut. Pihak pemegang merek BIORE beranggapan
bahwa pihak BIORF berusaha untuk membonceng ketenaran produk BIORE
dengan cara menyerupai penamaan BIORE dengan dihilangkan garis bawah di
huruf E yang kemudian menjadi huruf F.
Munculnya keadaan dan kondisi ini membuat gerah pihak BIORE, oleh
karena itu diajukanlah gugatan oleh BIORE melalui KAO Corp yang diwakili
oleh Purnomo Suryomurcito, SH., dan Nidya Kalengke, SH ke pengadilan Niaga
Jakarta Pusat,gugatan pembatalan ini adalah untuk membatalkan merek-merek
atas nama Tergugat yang terdaftar di Daftar Umum Merek pada Kantor Turut
Tergugat sebagai berikut :

Merek : BIORF
Daftar No :IDM000292510
Tanggal Pendaftaran: 7 Februari 2011
Tanggal Penerimaan: 14 Desember 2006
Kelas :3
Jenis Barang : Segala macam kosmetika, segala
macam bedak untuk wanita dan anak-anak, wangi-
wangian/minyak wangi, lotion kulit, shampo, sabun mandi,
sabun cuci, sabun cuci cair, cream-cream kulit, cream-
cream muka, handbody,kapas kecantikan, cat rambut, kutek
kuku, deodorant stick, lipstik.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


49

Gugatan pembatalan merek yang diajukan oleh KAO Corp ini didasarkan
pada alasan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam
Pasal 4, Pasal 5 butir (a) dan Pasal 6ayat (1) butir (a) dan (b), dan Pasal 6 ayat (2)
Undang-Undang Merek
Selain itu menurut penggugat pihak Tergugat adalah pemohon yang beriktikad
tidak baik dalam mengajukan permohonan pendaftaran Merek Tergugat, pada
khususnya:
a) Pada saat mengajukan permohonan pendaftaran Merek Tergugat,
Tergugat telah mengetahui bahwa merek yang diajukannya, dalam hal ini
Merek BIORF yang diajukan permohonan pendaftarannya memiliki
persamaan dengan Merek BIORE milik Penggugat
b) Pada saat mengajukan permohonan pendaftaran Merek Tergugat,
Tergugat telah mengetahui bahwa merek yang diajukannya, dalam hal ini
Merek BIORF yang diajukan permohonan pendaftarannya memiliki
persamaan dengan Merek BIORE yang telah terkenal
c) Tergugat bermaksud untuk menggunakan Merek Tergugat untuk
barang-barang yang sejenis dengan barang-barang yang diberikan
perlindungan dalam pendaftaran Merek BIORE milik Penggugat
d) Tergugat bermaksud untuk menggunakan Merek Tergugat untuk
barang-barang yang tidak sejenis dengan barang-barang yang telah
diberikan perlindungannya melalui pendaftaran-pendaftaran

Merek BIORE milik Penggugat kedua merek adalah merek kata yang
sama-sama yang terdiri dari 5 (lima) huruf. Dari kelima huruf dalam masing-
masing merek, 4 (empat) huruf pertama terdiri dari huruf-huruf yang sama, yaitu:
B, I, O, R dan ditempatkan dalam urutan yang sama. Kedua merek yang
dibandingkan di atas, juga dituliskan dengan cara yang sama, yaitu dengan
menggunakan huruf-huruf besar balok. Secara keseluruhan visual terlihat bahwa,
hanya 1 unsur yang menyisakan perbedaan antara kedua merek yang
dibandingkan, yaitu huruf terakhir dari masing-masing merek-huruf E pada Merek
BIORE; dan,

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


50

huruf F pada Merek BIORF.

Namun sayangnya pada upaya hukum pengadilan niaga Jakarta pusat ini
gugatan KAO Corp ditolak seluruhnya oleh pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat telah menjatuhkan putusan, yaitu putusan No. 02/Merek/ 2012/
PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 24 Mei 2012 yang amarnya Menolak eksepsi Tergugat
dan
dalam Pokok Perkara Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya
Membebankan ongkos perkara kepada Penggugat sebesar Rp.866.000,- (delapan
ratus enam puluh enam ribu rupiah) Kemudian dilanjutkanlah dengan melakukan
kasasi ke mahkamah agung dengan alasan adanya kesalahan dalam penerapan
hukum.
Tuntutan yang diajukan ketika melakukan upaya hukum di pengadilan
Niaga Jakarta Pusat adalah :

1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;


2. Menyatakan bahwa Merek BIORF Daftar No. IDM000292510 atas
nama Tergugat memiliki persamaan pada pokoknya untuk barang sejenis
dengan merek yang telah terdaftar lebih dulu milik Penggugat yaitu merek
BIORE Daftar No.496355 ;
3. Menyatakan bahwa Merek BIORE milik Penggugat sebagai merek
terkenal;
4. Menyatakan bahwa Merek BIORF Daftar No. IDM000292510 atas
nama Tergugat memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek
terkenal BIORE untuk barang sejenis;
5. Menyatakan bahwa Merek BIORF Daftar No. IDM000292510 atas
nama Tergugat memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek
terkenal BIORE untuk barang tidak sejenis;
6. Menyatakan bahwa Tergugat beriktikad tidak baik pada waktu
mengajukan permohonan pendaftaran Merek BIORF Daftar No.
IDM000292510;

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


51

7. Menyatakan bahwa pendaftaran Merek BIORF Daftar No.


IDM000292510 atas nama Tergugat adalah bertentangan dengan
ketertiban umum;
8. Membatalkan Merek BIORF Daftar No. IDM000292510 atas nama
Tergugat yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek dengan segala akibat
hukumnya;
9. Memerintahkan juru sita untuk menyampaikan putusan kepada
para pihak paling lama 14 hari setelah putusan atas gugatan pembatalan
diucapkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Merek yang berlaku;
10. Memerintahkan Turut Tergugat untuk tunduk dan taat pada
putusan Pengadilan dalam perkara ini dengan melaksanakan pembatalan
Merek BIORF Daftar No. IDM000292510 atas nama Tergugat dari Daftar
Umum Merek dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar
Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Merek yang berlaku;
11. Memerintahkan Turut Tergugat untuk memberitahukan secara
tertulis kepada Tergugat dengan menyebutkan alasan pembatalan dan
penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek,
Sertifikat Merek BIORF Daftar No. IDM000292510 yang bersangkutan
dinyatakan tidak berlaku lagi;
12. Memerintahkan Tergugat untuk menghentikan semua tindakan
penggunaan Merek BIORF Daftar No. IDM000292510 sebagai akibat
telah dibatalkannya pendaftaran Merek BIORF penggunaan Merek BIORF
merupakan penggunaan secara tanpa hak;
13. Menyatakan bahwa sebagai akibat telah dibatalkannya pendaftaran
Merek BIORF, penggunaan Merek BIORF Daftar No. IDM000292510
merupakan penggunaan secara tanpa hak;
14. Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul
dalam perkara ini.
Dalam kasus ini hakim Mahkamah Agung memutuskan:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


52

2. Menyatakan bahwa Merek BIORF Daftar No. IDM000292510


atas nama Tergugat memiliki persamaan pada pokoknya untuk
barang sejenis dengan merek yang telah terdaftar lebih dulu milik
Penggugat yaitu merek BIORE Daftar No.496355 ;
3. Menyatakan bahwa Merek BIORE milik Penggugat sebagai merek
terkenal;
4. Menyatakan bahwa Merek BIORF Daftar No. IDM000292510 atas
nama Tergugat memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek
terkenal BIORE untuk barang sejenis ;
5. Menyatakan bahwa Merek BIORF Daftar No. IDM000292510 atas
nama Tergugat memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek
terkenal BIORE untuk barang tidak sejenis ;
6. Menyatakan bahwa Tergugat beriktikad tidak baik pada waktu
mengajukan permohonan pendaftaran Merek BIORF Daftar No.
IDM000292510 ;
7. Menyatakan bahwa pendaftaran Merek BIORF Daftar No.
IDM000292510 atas nama Tergugat adalah bertentangan dengan
ketertiban umum ;
8. Membatalkan Merek BIORF Daftar No. IDM000292510 atas nama
Tergugat yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek dengan segala akibat
hukumnya;
9. Memerintahkan juru sita untuk menyampaikan putusan kepada
para pihak paling lama 14 hari setelah putusan atas gugatan pembatalan
diucapkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Merek yang berlaku ;
10. Memerintahkan Turut Tergugat untuk tunduk dan taat pada
putusan Pengadilan dalam perkara ini dengan melaksanakan pembatalan
Merek BIORF Daftar No. IDM000292510 atas nama Tergugat dari Daftar
Umum Merek dengan mencoretmerek yang bersangkutan dari Daftar
Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Merek yang berlaku;
11. Memerintahkan Turut Tergugat untuk memberitahukan secara
tertulis kepada Tergugat dengan menyebutkan alasan pembatalan dan

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


53

penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek,


Sertifikat Merek BIORF Daftar No. IDM000292510 yang bersangkutan
dinyatakan tidak berlaku lagi;
12. Memerintahkan Tergugat untuk menghentikan semua tindakan
penggunaan Merek BIORF Daftar No. IDM000292510 sebagai akibat
telah dibatalkannya pendaftaran Merek BIORF penggunaan Merek BIORF
merupakan penggunaan secara tanpa hak;
13. Menyatakan bahwa sebagai akibat telah dibatalkannya pendaftaran
Merek BIORF, penggunaan Merek BIORF Daftar No. IDM000292510
merupakan penggunaan secara tanpa hak;
14. Menghukum Termohon Kasasi/Tergugat untuk membayar biaya
perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini
ditetapkan sebesar Rp.5.000.000,00 (lima juta Rupiah)
3.3 Putusan Nomor 477 K/Pdt.Sus/2012

Kasus ini adalah kasus antara pihak Everlast yang berkedudukan di USA
melawan Teddy tjahyadi pemilik merek “Ever Last”. Dalam kasus ini yang
menjadi permasalahan adalah penggunaan nama merek yang hampir serupa antara
kedua merek tersebut. Padahal merek Everlast asal USA dapat dikategorikan
sebagai merek terkenal berdasarkan bukti dan putusan hakim. Sebelumnya pada
pengadilan tingkat pertama merek Everlast asal USA kalah. Kemudian dalam
pengadilan di mahkamah agung merek Everlast asal amerika dimenangkan karena
merupakan merek terkenal dan kedua merek memiliki persamaan pada pokoknya
antara kedua merek tersebut.

Everlast World Boxing Headquarters Corporation, yang berkedudukan di


1350 Broadway, New York, NY 10018, USA, dalam hal ini memberi kuasa
kepada Ali Imron,SH., Advokat pada kantor “PACIFIC PATENT”, beralamat di
Graha CIMB Niaga Lt.II, Jalan Jenderal Sudirman Kav.58, Jakarta 12190,
berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 15 April 2011 sebagai Pemohon Kasasi
dahulu Penggugat.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


54

Dengan TEDDY TJAHYADI, bertempat tinggal di Jalan Sukajadi Nomor 117,


Bandung-Jawa Barat, yang dalam hal ini memberi kuasa kepada DENI
ROHMANA, SH, Advokat, beralamat kantor di Terusan Jalan Jakarta Nomor 138
Kav. 2 Bandung, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 13 Pebruari 2012
sebagai Termohon Kasasi dahulu Tergugat
Kasus ini bermula ketika munculnya pendaftaran dengan nama merek
yang sama antara Everlast milik Everlast Worlds boxing headquarters corporation
dengan nomor daftar IDM000120922 dengan Ever Last milik Teddy Tjahyadi
dengan nomor daftar IDM000005702. Secara hukum merek Everlast milik
Penggugat telah terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
Kementerian Hukum & HAM RI dengan nomor daftar IDM000120922 tertanggal
11 Mei 2007 untuk melindungi kelas barang 14 serta Merek Everlast daftar
Nomor IDM000176005 tertanggal 10 September 2008 untuk melidungi kelas jasa
28 dan juga Merek Everlast daftar Nomor IDM000265078 tertanggal 5 Oktober
2009 untuk melindungi kelas jasa 25

Bahwa selain terdaftar di Negara Indonesia, merek Everlast Penggugat juga telah
terdaftar di beberapa Negara di dunia Internasional, yang antara lain yaitu :

1. Negara Amerika Serikat, merek Everlast daftar Nomor 855036


tanggal 20 Agustus 1968, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 25,
28
2. Negara Benelux, merek Everlast daftar Nomor 0037518 tanggal 8
Juni 1976, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 28
3. Negara Panama, merek Everlast daftar Nomor 36259 tanggal 26
Maret 1983, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 25
4. Negara Amerika Serikat, merek Everlast daftar Nomor 1.346.377
tanggal 2 Juli 1985, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 25
5. Negara Portugal, merek Everlast daftar Nomor 273131 tanggal 22
Maret 1993, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 25
6. Negara Amerika Serikat, merek Everlast daftar Nomor 1.898.922
tanggal 13 Juni 1995, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 18 dan
25

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


55

7. Negara India, merek Everlast daftar Nomor 674584 tanggal 26 Juli


1995, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 28
8. Negara Amerika Serikat, merek Everlast daftar Nomor 2.158.328
tanggal 19 Mei 1998, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 09, 18,
25 dan 28
9. OHIM, merek Everlast daftar Nomor 001508530 tanggal 24 April
2001, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 18, 25, 28
10. Negara Lebanon, merek Everlast daftar Nomor 88068 tanggal 2
Agustus 2001, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 25 dan 28
11. Negara Honduras, merek Everlast daftar Nomor 83.025 tanggal 13
Nopember 2001, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 25
12. Negara Singapura, merek Everlast daftar Nomor T02/18276C
tanggal 28 Nopember 2002, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 25
13. Negara Guatemala, merek Everlast daftar Nomor 125931 tanggal
22 September 2003, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 25.
Karena merek Everlast milik Penggugat telah terdaftar di Indonesia dan beberapa
negara di dunia, maka merek Everlast Penggugat dapat juga dikategorikan sebagai
merek terkenal, karena reputasi merek terkenal yang diperoleh Penggugat
berdasarkan promosi yang gencar dan besar-besaran dan investasi di beberapa
negara di dunia termasuk di Indonesia, sebagaimana yang dimaksud dalam
penjelasan pasal 6 ayat 1 huruf b Undang-Undang Merek Nomor 15 tahun 2001.
Namun di lain pihak ada pendaftaran dengan nama yang sama yang
dilakukan oleh Teddy Tjahyadi. Tergugat telah mendaftarkan merek dagang Ever
Last yang dicatat oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
Kementerian Hukum & HAM RI dibawah Nomor IDM000005702 tanggal 22
April 2004 untuk melindungi jenis barang dalam kelas 25, yaitu segala macam
pakaian jadi untuk pria, wanita dan anak-anak, kaos kaki, dasi, topi, ban pinggang,
sepatu, sandal, selop, sol sepatu.
Hal inilah yang menjadi dasar timbulnya polemik antara kedua merek ini.
Karena seperti kita ketahui merek Everlast yang ada di new york telah digunakan
dalam berbagai olahraga Tinju dan lainnya. Selain itu merek Tergugat mempunyai
persamaan pada pokoknya dengan merek Penggugat, berupa : bentuk, cara

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


56

penempatan, cara penulisan, bunyi, ucapan dan tulisan yang sama dengan merek
Penggugat hal inilah yang semakin membuat kedua merek tersebut sulit untuk
dibedakan sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat antara merek tersebut.
mengingat merek Ever Last Tergugat dengan merek Everlast Penggugat
mempunyai persamaan pada pokoknya, sehingga apabila dipakai secara
bersamaan atau dipasarkan, kedua merek tersebut pasti akan membingungkan
khalayak ramai, tentang asal usul produksi barang Tergugat dikira berasal dari
Penggugat, hal mana tidak menguntungkan Penggugat.
Hal inilah yang menjadi dasar gugatan pihak Pengugat yang pertama kali
dilakukan ke Pengadilan Niaga Jakarta. Namun sayangnya pada Pengadilan
Jakarta Pusat pihak Pengugat dinyatakan kalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat dengan putusan Nomor 01/Merek/2012/ PN.NIAGA.Jkt.Pst. tanggal 12
April 2012 yang amarnya Menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya dan dalam
Pokok Perkara menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya dan membebankan
ongkos perkara kepada Penggugat sebesar Rp.1.016.000,00 (satu juta enam belas
ribu Rupiah)
Namun karena dianggap adanya kesalahan dalam penerapan hukum, pihak
penguguat melakukan upaya hukum yaitu kasasi dengan salah satu
pertimbangannya adalah putusan Mahkamah Agung RI Nomor 08
K/N/HaKI/2003 tanggal 13 Pebruari 2003, yang dalam pertimbangannya
disebutkan :
"Walaupun Termohon Kasasi adalah pendaftar pertama (first to file), tetapi pendaftaran ini
didasari pada itikad tidak baik (ter goeder trouw) in casu dilakukan dengan membonceng merek
dagang milik Pemohon Kasasi semula Penggugat yang sudah terkenal dan sudah terdaftar di 15
(lima belas) negara, sehingga merek milik Tergugat dapat membingungkan dan menyesatkan
konsumen yang bermaksud akan mengkonsumsi produk merek dagang milik Pemohon Kasasi.”

Berdasarkan hal ini maka, meskipun pihak Tergugat bertindak sebagai


pihak yang melakukan first to file. Adanya kemiripan dengan merek terkenal
menghilangkan unsur adanya itikad baik dari pihak tergugat dalam mendaftarkan
mereknya. Hal inilah yang menjadi dasar dilakukannya Kasasi ke mahkamah
agung. Hasilnya adalah di mahkamah agung pihak Everlast New York atau
penggugat dimenangkan dalam kasus tersebut.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


57

Tuntutan pengugat adalah sebagai berikut :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya


2. Menyatakan Penggugat sebagai pemilik dan pendaftar pertama atas
merek dagang Everlast di Indonesia maupun di dunia Internasional, oleh
karenanya mempunyai hak tunggal untuk memakai merek dagang Everlast
3. Menyatakan merek Ever Last atas nama Tergugat daftar
Nomor IDM000005702 mempunyai persamaan pada pokoknya
dengan merek Everlast milik Penggugat
4. Menyatakan batal menurut hukum pendaftaran merek Tergugat
daftar Nomor IDM000005702, dengan segala akibat hukumnya
5. Memerintahkan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual, Kementerian Hukum & HAM RI, untuk mencoret pendaftaran
merek Ever Last Tergugat daftar Nomor IDM000005702 dari Daftar
Umum Merek, dan selanjutnya mengumumkan pembatalan pendaftaran
merek Tergugat dalam Berita Resmi Merek
6. membayar Biaya perkara menurut hukum

Dalam kasus ini hakim Mahkamah Agung memutuskan:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya


2. Menyatakan Penggugat sebagai pemilik dan pendaftar pertama atas
merek dagang Everlast di Indonesia maupun di dunia Internasional, oleh
karenanya mempunyai hak tunggal untuk memakai merek dagang Everlast
3. Menyatakan merek Ever Last atas nama Tergugat daftar
Nomor IDM000005702 mempunyai persamaan pada pokoknya
dengan Merek Everlast milik Penggugat
4. Menyatakan batal menurut hukum pendaftaran merek Tergugat
daftar Nomor IDM000005702, dengan segala akibat hukumnya
5. Memerintahkan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual, Kementerian Hukum & HAM RI, untuk mencoret pendaftaran
merek Ever Last Tergugat daftar Nomor IDM000005702 dari Daftar

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


58

Umum Merek, dan selanjutnya mengumumkan pembatalan pendaftaran


merek Tergugat dalam Berita Resmi Merek
6. Menghukum Termohon Kasasi untuk membayar ongkos perkara
dalam semua tingkat peradilan, yang dalam tingkat kasasi ditetapkan
sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta Rupiah)

3.4. QUALITY INNS INTERNATIONAL V. McDONALD`S CORP. (695 F.


198(D. Md. 1998)
Kasus ini terjadi di amerika serikat dimana adanya pertentangan dari pihak
McDonalds terhadap penggunaan nama produk penginapan milik Quality. Quality
adalah salah satu perusahaan yang menyediakan penginapan ketiga terbesar di
amerika pada saat itu. Keinginan mereka yang ingin membuat penginapan
ekonomis dengan harga yang murah kemudian untuk memiliki reputasi yang sama
dimiliki McDonalds yang memiliki reputasi yang baik di masyarakat
digunakanlah nama McSleep. Nama ini lah yang menjadi pertentangan dan objek
gugatan pihak McDonalds. Pada akhirnya pengadilan di amerika serikat melarang
pihak Quality menggunakan nama McSleep untuk produk penginapan barunya
dengan pertimbangan adanya keadaan likelihood of confusion.
McDonalds Corp. Adalah perusahaan yang berkedudukan di Oak Brook,
Illinois. Diciptakan oleh Ray A.Kroc, yang pertama kali membuka restoran
pertamanya pada April 1955 di Des Plaines, Illinois. Pada saat ini perusahaan ini
menjadi perusahaan cepat saji yang paling berkembang pesat di dunia, dengan
memiliki 10.000 restoran di 45 negara dan dengan pendapatan $14 Milyar setiap
tahunnya yang kemudian disebut sebagai pihak penggugat dalam kasus ini.
Quality adalah perusahaan yang berkedudukan di Silver Spring, Maryland.
Perusahaan ini bergerak di bidang pengembangan penginapan, terutama dalam
bidnagbisnis losmen, hotel dan resort. Perusahaan yang bergerak sejak tahun 1981
ini merupakan salah satu perusahaan yang berkembang paling pesat di bidangnya
di amerika serikat, bahkan perusahaan ini termasuk perusaahan terbesar ketiga
yang memiliki jumlah kamar dan hotel terbanyak di dunia. Pada saaat kasus ini
tampil ke publik Quality dijalankan oleh Robert C. Hazard selaku chief executive
officer pada tahun 1980 yang kemudian jadi pihak Tergugat dalam kasus ini.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


59

Quality telah memiliki berbagai jenis hotel mulai dari segi yang ekonomis sampai
yang ekslusif. Berawal saat pengembangan hotel dalam kelas Ekonomi dimana
Quality ingin mengembangkan konsep hotel murah yang dapat dijangkau
masyarakat kelas menengah ke bawah. Pihak Quality kemudian merancang
konsep hotel dengan kamar yang lebih kecil dari biasanya dengan memiliki queen
size bed, plush carpeting, televisi berwarna, dan kamar mandi yang ada di dalam
kamar. Konsep kamar murah ini akan dikenakan biaya sebesar $20 dan $29 per
malamnya. Harga ini sangat murah bila dibandingkan dengan kelas hotel lainnya
yang dimlliki oleh Quality. Kemudian hotel murah ini dinamakan oleh tuan
Hazard dengan McSleep Inn yang mana hotel murah ini direncanakan diluncurkan
pada Desember 1988.
Akhirnya pada tanggal 21 september 1987, Quality Inns International, Inc
mengumumkan produk barunya hotel dengan biaya terjangkau yang bergerak di
bawah nama “McSleep Inn.” Hal ini langsung mendapatkan respons keras dari
pihak McDonald`s . tiga hari kemudian pihak McDonald`s langsung mengajukan
surat kepada pihak Quality untuk tidak menggunakan nama “McSleep” hal ini
dikarenakan nama tersebut memiliki persamaan dengan nama yang menjadi ciri
khas merek McDonald`s yaitu huruf “M dan c” yang kombinasi keduanya
merupakan kata yang memiliki ciri khas yang dimiliki oleh McDonald`s. Lima
hari kemudian, pada 29 september 1987, Quality mencari keadilan Dengan
mengajukan tuntutan ke lembaga peradilan dengan alasan bahwa:

1) pihak Quality dalam menggunakan merek McSleep tersebut tidak


bertentangan dengan ketentuan negara bagian tentang merek terdaftar
dalam 15 U.S.C. §§ 1114
2) serta tidak memiliki persamaan merek atau produk dengan barang
sejenis yang memiliki afiliasi dengan merek McDonalds sesuai dengan
ketentuan 15 U.S.C. § 1125(a); dan
3) serta tidak melanggar segala bentuk perliundungan hukum sejenis
yang mungkin dimiliki oleh merek McDonalds.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


60

Namun kemudian McDonalds mengajukan klaim yang bertentangan


dengan klaim pihak Quality berlandaskan pada dasar hukum yang sama yang
diajukan oleh pihak Quality. Selain itu McDonalds juga menambahkan dengan
alasan dilusi dengan Anti-diluton Act, III.Rev.Stat Ch. 140. Kemudian barulah
pada July 18, 1988 kasus ini dimasukkan ke pengadilan dan diputuskan pada
tanggal 26 juli 1988. Berikut adalah pertimbangannya:

1) McDonalds berhak untuk menggunakan merek tersebut untuk


seluruh produknya yang digunakan sebagai awalan dalam hampir setiap
produknya yang terdiri dari kata “Mc” yang dikombinasikan dengan kata
umum lainnya.
2) Penggunaan nama McSleep oleh pihak Quality dapat menimbulkan
kesalahpahaman di masyarakat. Karena penggunaan nama McSleep untuk
produk hotel yang ekonomis ini cendrung memiliki asosiasi, hubungan,
atau dibawah pengelolaan pihak McDonalds Corp.
3) Penggunaan dan pemakaian kata McSleep oleh pihak Quality
memiliki motif atau berlandaskan pada alasan untuk mendapatkan
keuntungan dari nama baik dan reputasi McDonalds
Berdasarkan alasan-alasan diatas pengadilan memutuskan bahwa dalam
kasus ini adanya pelanggaran merek, persaingan tidak sehat, dan dilusi
berdasarkan perundang-undangan Illinois(III.Rev.Stat. Ch. 140 ,§ 22).
Berdasarkan alasan dan pendapat diatas, diputuskan pad 16 September 1988 oleh
pengadilan distrik Maryland Amerika Serikat bahwa:
1) Quality dan seluruh direksi, staff, dan agennya dilarang selamanya
menggunakan merek dengan nama “McSleep” sebagai merek dagang atau
merek jasa atau bagian dari merek sejenis untuk digunakan dalam berbagai
keperluan perniagaan sejenis.
2) Quality diwajibkan untuk memberikan arahan kepada setiap
cabang dan anak cabangnya untuk tidak menggunakan nama “McSleep”
sebagai merek dagang atau merek jasa atau bagian dari merek sejenis
untuk digunakan dalam berbagai keperluan perniagaan sejenis.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


61

3) Quality dalam waktu tiga hari setelah putusan ini diwajibkan


memberikan laporan ke pengadilan tentang pemenuhan kewajiban
sebagaimana yang disebutkan diatas dan salinannya dilampirkan kepada
pihak McDonalds
4) Menolak Permintaan McDonalds atas biaya kerugian berdasarkan
15 U.S.C. § 1117.
5) Seluruh biaya perkara dibebankan kepada pihak Quality.

3.5. CHAMPAGNE LOUIS ROEDERER, S.A., v. DELICATO VINEYARDS

Kasus ini adalah sengketa antara Champagne Louis Roederer, S.A


melawan Delicato Vineyards. Dalam kasus ini yang menjadi objek sengketa
antara masing-masng pihak adalah penggunaan nama merek “CRYSTAL
CREEK” oleh Delicato vineyards. Hal ini menimbulkan penolakan dari pihak
Champagne Louis Roederer dengan mengajukan banding dengan No. 98-1032. ke
federal circuit court di Amerika Serikat dengan sebelumnya mengajukan gugatan
No. 80,932 (TTAB June 25, 1997). Hal ini dikarenakan penggunaan nama merek
“CRYSTAL CREEK” menurut pihak roederer telah menimbulkan pelanggaran
merek yang mana memiliki persamaan dengan merek mereka yaitu merek
“Cristal” dan logo “Cristal Champagne” beserta gambar dan grafiknya. Majelis
banding menolak gugatan Reoderer`s setelah menimbang dan menemukan bahwa
merek yang ingin didaftarkan tidak memiliki persamaan dan tidak menimbulkan
keaadaan confusingly similiar terhadap kedua merek Reoderer`s. Hal ini juga
dikemukakan hakim dalam sidang tahap pertama yang mengatakan bahwa
penggunaan nama “Crystal Creek” dalam wine tidak menimbulkan kebingungan
bagi merek “CRISTAL” milik Reoderer. Hal ini dikarenakan majelis banding
berpendapat bahwa Reoderer sebagai pihak yang harus membuktikan, gagal
menunjukkan kepada majelis banding bahwa adanya likelihood of confusion, atau
kekeliruan yang jelas dalam melakukan penilaian pada salah satu faktor dalam
DuPont Factors.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


62

Kurangnya bukti dalam menimbulkan kebingungan sebenarnya (Actual


Confusion) dalam kasus seperti ini, di mana hanya adanya bukti mengenai sifat
dan tingkat penggunaan pemohon. Artinya, majelis hakim tidak bisa menentukan
apakah telah terjadi Actual Confusion tersebut dalam masyarakat dan kami tidak
ragu bahwa sebagian besar masyarakat pembelian barang dari jenis kelas barang
di sini akan mengucapkan CRISTAL dan CRYSTAL dengan cara yang sama.
berdasarkan bukti-bukti yang diberikan, kita menemukan bahwa tidak ada
kemungkinan kebingungan dalam hal ini karena perbedaan tanda CRISTAL dan
sampanye Cristal, di satu sisi, dan CRYSTAL CREEK, di sisi lain.

Perbandingan pemohon mark CRYSTAL CREEK, dianggap secara


keseluruhan, untuk Reoderer sebagai penggugat itu tanda CRISTAL (tanda
penggugat yang paling mirip dengan tanda tergugat), jelas bahwa dua tanda
berbeda secara substansial dalam arti. Kami mencatat, dalam hal ini bahwa benda
"kristal" didefinisikan dalam Webster New World College Dictionary, adalah,
"jelas, transparan kuarsa ";" sangat jelas, brilian kaca ";"barang terbuat dari kaca
ini, seperti gelas, mangkuk, atau gudang lain ", dan" sesuatu yang jelas dan
transparan seperti kristal ", sedangkan bentuk kata sifat dari kata tersebut
didefinisikan sebagai, antara lain, "atau terdiri dari kristal" dan "seperti kristal;
jelas dan transparan. "

Penggugat itu tanda CRISTAL adalah mungkin diakui oleh pembeli


sebagai bahasa Perancis setara dengan kata Inggris "kristal" atau, bagi mereka
yang terbiasa dengan bahasa Perancis, sebagai fonetik mungkin dapat salah
mengeja kata "kristal." Dalam kedua kasus, CRISTAL kemungkinan akan
menandakan kepada pembeli (selain yang signifikansi yang diperoleh sebagai
merek dagang untuk penggugat ini sampanye) sifat yang jelas atau transparan
penggugat champagne dan / atau botol kristal di mana produk awalnya dijual.
Pemohon mark CRYSTAL CREEK, di Sebaliknya, memunculkan citra yang
sangat jelas (dan karenanya mungkin jauh dari peradaban) sungai atau stream
Selain itu, ada perbedaan antara tanda dalam suara dan penampilan. Karena
perbedaan dalam tanda di arti, suara, dan penampilan, mereka menciptakan jelas
tayangan komersial yang berbeda.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


63

Penggugat berpendapat bahwa CRYSTAL adalah bagian dari merek


tergugat yang dominankarena itu adalah kata pertama daripadanya, dan yang
mana bagian yang dominan dari dua tanda yang sama atau sangat mirip,
kemungkinan kebingungan lebih mudah ditemukan. Sejauh CRYSTAL adalah
kata dasar dengan memodifikasi yang ditambah dengan Kata CREEK, namun,
majelis hakim tidak bisa setuju dengan analisis ini. kenyataannya bahwa kata
CREEK adalah sebutan topografi yang diterapkan dalam minuman anggur.

Posisi Reoderer dalam mengajukan banding hanya mengulangi kembali


argumennya pada saat tahapan gugatannya saja, yang mana hal ini hanya tepat
dibearatkan kepada beberapa bagian dari DuPont Factors saja menurut majelis
banding, dan gagal untuk menunjukkan adanya kesalahan pada majelis banding
dalam keputusan majelis banding.

Reoderer berpendapat, bahwa adanya kesalahan dalam penerapan hukum


yang dilakukan oleh majelis banding yang mana hanya mencari adanya
ketidaksamaan dalam melihat dan menganalisis merek berdasarkan likelihood of
confusion saja dan gagal untuk memberikan penilaian yang lebih terhadap
penilaian dengan DuPont Factors, yang mana kesemua penilaian dengan DuPont
Factors tersebut akan memberikan keuntungan bagi Roederer. Majelis banding
menilai, bagaimanapun, majelis banding telah memastikan bahwa satu faktor
dalam DuPont factor mungkin akan tidak sesuai dalam penilaian likelihood of
confusion, terutama apabila salah satu faktor tersebut adalah ketidaksamaan
merek.

Reoderer telah gagal untuk menunjukkan di berbagai bagian secara jelas


tentang kesalahan penilaian majelis banding dalam menilai adanya ketidaksamaan
antara merek tersebut secara penampilan, bunyi, arti, atau kesan secara
keseluruhan berdasarkan fakta yang ada. Walaupun pihak Reoderer tidak setuju,
terutama daalm penilaian dan interpreatasi majelis banding berkiatan dengan
kesan terhadap tampilan merek tersebut, pihak Reoderer tidak dapat memberikan
alasan yang tepat dan alasan yang jelas berkaitan dengan kesalahan atau
kekeliruan yang dianggap pihak Reoderer tersebut. Bahkan hal ini semakin

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


64

mendekatkan majelis banding terhadap kesimpulan ketidaksaamaan antara kedua


merek tersebut dari segi tampilan, suara, dan arti.

Majelis banding menilai bahwa dalam kasus ini tidak ditemukan adanya
kesamaan antara kedua merek, apalagi bila dilihat dalam penilaian likelihood of
confusion. Menurut majelis banding ketiadaan keadaan likelihood of confusion
dalam kasus ini menunjukkan adanya bahwa tidak adanya pelanggaran merek
dalam penggunaan kedua merek tersebut. Sekalipun berdasarkan penilaian
DuPont Factor dapat dinilai berbeda, namun ada satu faktor yang tidak dapat
dipenuhi dalam kasus ini, yaitu absennya faktor kesamaan baik secara tampilan,
bunyi, dan arti antara kedua produk tersebut menjadikan tidak adanya pelanggaran
merek dalam kasus ini.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


BAB IV

ANALISIS TEORITIS DAN YURIDIS KASUS DI PENGADILAN DI


INDONESIA DAN DI AMERIKA

4.1 Analisis Putusan Nomor 224 K/Pdt.sus-HKI/2014

Pada kasus ini antara pihak Olympic dan Tan Sen Huat berselisih
berkaitan dengan nama merek yang dajukan oleh Tan Sen Huat. Apabila kita
melihat kepada merek yang dimiliki oleh Tan Sen Huat, memang memiliki
beberapa kemiripin dengan nama merek yang dimiliki oleh pihak Comite
International Olympique. Kemiripan antara kedua merek tersebut terletak pada
penamaan merek yang digunakan. Apabila kita melihat merek yang akan
didaftrakan oleh pihak Olympic asal Swiss dengan nomor Pendaftaran Merek
“OLYMPIC dan Logo” No. D00.2009. 031401 dengan jenis barang kelas 9.
Sedangkan sejak tanggal 6 Juni tahun 2006 telah dilakukan pendaftaran merek
dengan nama dan logo “OLYMPIC” dengan daftar No. IDM000076179.
Persamaan ini diperparah dengan persamaan dengan jenis barang yang sama yaitu
barang kelas 9.

Persamaaan pada pokoknya inilah yang akan dinilai berdasarkan teori dan
perundang-undangan no 15 tahun 2001 tentang merek. Berdasarkan gugatan yang
diajukan oleh pihak Olympic terkait dengan merek yang digunakan oleh Tan Sen
Huat ada beberapa aspek yang menjadi penilaian apakah merek tersebut memiliki
persamaan pada pokoknya dengan merek lain.

Berikut adalah kedua merek yang memiliki persamaan satu sama lain.
Merek yang menjadi pokok sengketa adalah merek “OLYMPIC” daftar No.
IDM000076179 atas nama Tergugat dan merek “OLYMPIC dan Logo” No.
D00.2009. 031401 milik Penggugat untuk semua jenis-jenis barang yang
dimintakan di kelas 09, 10 dan 11.. Kedua merek inilah yang menjadi
permasalahan dalam kasus ini, karena kedua belah pihak menggunakan dan
mendaftarkan pada merek dengan jenis barang yang sama yaitu barang kelas 9.

65 Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
66

Apabila kita melihat kedua kata diatas sebagai suatu merek secara umum kata
tersebut memiliki kemiripan dari segi bunyi dan penggunaan hurufnya. Kemiripan
inilah yang menjadi permasalahan dalam pendaftaran merek tersebut.

4.1.1 Berdasarkan Undang-Undang

Kasus tersebut termasuk pertama kali diajukan gugatannya berdasarkan


ketentuan pasal 6 ayat (1) huruf a. Berdasarkan undang-undang merek, pengaturan
mengenai persmaan pada pokoknya ini diatur dalam pasal 6 ayat (1) undang-
undang no 15 tahun 2001. Pasal tersebut mengatakan bahwa:1

Pasal 6
(1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain
yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal
milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang
sudah dikenal.

Bila kita melihat pada pengaturan dalam pasal 6 tersebut berkaitan dengan
permohonan yang akan diajukan untuk pengajuan merek harus ditolak dalam
kaitannya merek tersebut memiliki faktor-faktor tertentu.berkaitan dengan kasus
ini yang menjadi permasalahan adalah dimana pihak Olympic asal swiss ingin
mendaftarkan merek olympic milik mereka namun sudah didaftarkan sebelumnya
oleh pihak Tan Sen Huat, apabila kita berkaca pada pasal 6 diatas maka dalam
kasus ini terjadi keadaan seperti dalam huruf a. Ketentuan dalam huruf a
menunujukkan bahwa merek yang akan didaftarkan oleh pihak Olympic asal
swiss ingin mendaftarkan merek “OLYMPIC” dengan nomor daftar D00.2009.
031401 dengan jenis barang kelas 9. Sedangkan merek yang sama untuk barang
kelas 9 ini telah didaftarkan oleh Tan Sen Huat dengan nama merek yang sama.

Melihat apakah dalam kedua merek tersebut ada persamaan pada


pokoknya atau tidak kita dapat melihat dari penjelasan undang-undang no 15
tahun 2001 ini tentang persamaan pada pokoknya. Persamaan pada pokoknya

1
Indonesia. Loc Cit, pasal 6 ayat (1)

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
67

mennurut penjelasan undang-undang no 15 tahun 2001 dalam pasal 6 ayat (1)


huruf a adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang
menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang dapat menimbulkan
kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan
atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi yang terdapat dalam
merek-merek tersebut2

Bila menyandingkan antara kasus Olympic ini dengan penjelasan dalam


undang-undang ini, maka kita dapat melihat bahwa dalam kasus ini ada
persamaan pada pokoknya antara masing-masing merek. Hal ini dikarenakan
dalam penjelasan pasal 6 ayat (b) huruf a ini, adanya unsur “ kemiripan yang
disebabkan unsur-unsur yang menonjol antara satu merek dengan merek yang
lain.” Apabila kita melihat pada kedua merek ini, maka kita dapat pada penamaan
kedua merek tersebut. Penggunaan nama “OLYMPIC” pada kedua melihat bahwa
kedua merek ini memiliki persamaan yang sangat menonjol yaitu penggunaan
nama kedua belah pihak yaitu “OLYMPIC” yang tidak dibedakan oleh satu huruf
pun sehingga ketika membaca kedua merek tersebut akan menimbulkan kesulitan
dalam membedakannya.

.Namun sayangnya dasar gugatan ini dipatahkan oleh majelis hakim


dengan alasan bahwa “pendaftaran merek PENGGUGAT “OLYMPIC dan Logo”
daftar No. Kor96308 di Thailand pada tanggal 17 Juni 1959 adalah untuk
melindungi jenis barang di kelas 25 dimana kelas tersebut tidak sejenis dengan
merek “OLYMPIC” milik TERGUGAT yang melindungi jenis barang di kelas 9.
Begitu juga dengan pendaftaran merek-merek PENGGUGAT di India, Afrika
Selatan dan Malaysia dimana kelas barangnya juga tidak sejenis dengan merek
“OLYMPIC” milik TERGUGAT yang melindungi jenis barang di kelas 9.
Dengan demikian, hal ini tidak bisa dijadikan dasar gugatan PENGGUGAT
karena tidak sejenis barang yang digugat oleh penggugat.
Kemudian diajukan dengan ketentuan dalam pasal 6 ayat (2) kedudukan
nya adalah antara merek terkenal melawan merek tidak terkenal. Namun Karena
klaim yang dikatakan oleh pihak comitte sebagai merek terkenal, dipatahkan oleh
2
Ibid. Penjelasan pasal 6 ayat (1)

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
68

hakim mahkamah agung. Hal ini dikarenakan “Namun dalam perkara a quo
Penggugat dalam persidangan ternyata tidak dapat membuktikan dalilnya bahwa
merek dagang “THE OLYMPIC” dan “OLYMPIC dan LOGO” adalah merek
yang dikenal (terkenal) sebagai merek dagang milik Penggugat, karena tidak
satupun dari bukti-bukti yang diajukan oleh Penggugat yang sah dan kuat
menunjukkan adanya kegiatan promosi gencar dan besarbesaran penggunaan
merek tersebut oleh Penggugat jauh sebelum Tergugat mendaftarkan merek
dagangnya di Indonesia, sehingga merek dagang milik Penggugat bukanlah merek
dagang terkenal. Pada akhirnya diajukan gugatan dengan menggunakan pasal 6
ayat (3) huruf b yang bunyinya adalah sebagai berikut:3

(3)Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki
orang lain,
kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
b. merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol
atau emblem
negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak
yang
berwenang;
c. merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh
negara atau
lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Hal ini disebabkan yang dilawan dalam merek ini adalah lembaga
penyelenggara olimpiade dari swiss yang berargumen telah ditiru oleh pihak Tan
Sen Huat. Apabila kita jabarkan kedua merek tersebut persamaannya terletak pada
hampir seluruh huruf dalam merek tersebut, baik penempatan, cara penulisan, dan
persamaann bunyi. Penempatan huruf yang sama antara kedua merek yaitu
dimulai dengan huruf O,L,Y,M,P,I, sampai C kesemua penempatan huruf ini
serupa antara merek milik Tan Sen Huat dan merek Milik pihak Comitte. Selain
itu cara penulisan pun sama satu sama lain, bahkan kemiripan ini berdampak pada
penyebutan bunyi yang sama antara merek-merek tersebut. Sehingga bila kita
sandingkan kedua merek ini dan dilafalkan tidak memiliki perbedaan sedikitpun
antara merek Tan Sen Huat dan Merek milik pihak Comitte.

3
Indonesia, Loc Cit., pasal 6 ayat (3) huruf b

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
69

Berdasarkan definisi persamaan pada pokoknya yang dimaksud dalam


penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf a undang-undang no 15 tahun 2001, kasus ini
memenuhi ketentuan dan unsur-unsur dalam penjelasan berkaitan dengan
persamaan pada pokoknya tersebut. Hal ini dikarenakan seperti dikemukakan
diatas ada berbagai aspek yang menjadi titik munculnya persamaan pada
pokoknya antara kedua merek “OLYMPIC” tersebut. Unsur-unsur tersebut adalah
persamaan yang menonjol yang dapat dilihat dari kemiripan nama merek kedua
pihak baik penempatan dan penulisannya. Terpenuhinya unsur-unsur tersebut
menjadikan kasus ini sesuai ketentuan undang-undang memiliki persamaan pada
pokoknya karena terpenuhinya berbagai aspek dan unsur dalam penjelasan pasal
ini.

Tindakan pendaftaran seperti yang dilakukan oleh pihak Comitte inilah


yang dilarang oleh undang-undang karena memiliki persamaan pada pokoknya
dengan merek yang telah terdaftar sebelumnya, yaitu merek milik Tan Sen Huat.
Penggunaan yang hampir mirip atau perbedaan di beberapa bagian kata saja tidak
boleh karena memiliki persamaan pada pokoknya, apalagi penamaan seperti pada
kasus OLYMPIC ini yang menggunakan kata merek yang sama antara kedua
belah pihak. Dalam buku Hukum Merk Indonesia karangan Sjahputra, beliau
mencontohkan merek yang memilki persamaan pada pokoknya dalam penulisan
bahkan penyebutannya. Beliau mencotohkan antara merek sabun Lux, Luz, Luxe
dan Lax. Menurut beliau “merek-merek tersebut tidak mempunyai daya pembeda
dengan merek “Lux”, sehingga bilaman dipakai di masyarakat akan membuat
konsumen menjadi bingung.”4 Pantaslah kiranya merek yang ingin didaftarkan
oleh pihak Comitte ditolak di direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual karena
memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar yang dimiliki oleh
Tan Sen Huat berdasarkan undang-undang no 15 tahun 2001 tentang merek.

4.1.2 Berdasarkan Teori

Berdasarkan teori dalam hukum merek itu sendiri menilai adanya


persamaan atau tidak antara sautu merek dengan merek lain dapat dilihat dalam

4
Imam Sjahputra, Hukum Merk Indonesia,( Jakarta: Harvarindo, 1997).Hlm 19

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
70

berbeagai tes terhadap merek tersebut. Beberapa tes yang dapat menjadi dasar
penilain suatu merek adalah similiarity test. Selain itu dalam pengadilan federal di
amerika penilaian yang digunakan adalah dengan menggunakan DuPont Factor.
penilaian ini melihat berbagai faktor yang ada dalam menilai apakah adanya
persamaan yang merugikan dari suatu merek dengan merek lain.

Melihat pada konsep penilaian berdasarkan similiarity test, penilaian


terhadap kedua merek ini dapat dinilai dari kesamaan pada penyebutannya,
kesamaan pada kesannya, dan kesamaan pada artinya.5 Apabila melihat kepada
ketiga penilaian ini, penilaian terhadap persamaan itu dapat menjadi dasar apakah
adanya persamaan terhadap kedua merek OLYMPIC tersebut baik milik Tan Sen
Huat dan milik Comitte.

Apabila dinilai kedua merek tersebut berdasarkan penilaian yang pertama,


yaitu penilaian terhadap kesamaan bunyi/ penyebutan kata-katanya. Dapat kita
lihat bahwa kedua merek tersebut terdiri dari kata yang sama persis tanpa ada
perbedaannya satu huruf pun, sehingga hal ini berdampak pada penyebutan bunyi
antara kedua merek tersebut sama persis tanpa adanya perbedaan sama sekali.
Mungkin kedua merek ini akan memiliki perbedaan bunyi ketika dilihat dari asal
suatu negara, karena perbedaan bahasa dan dialek. Namun perbedaan ini seperti
sangat kecil dan cendrung tidak mungkin. Karena bila dikembalikan kedua merek
tersebut penggunaannya pada satu negara atau tempat yang sama, kedua merek ini
cendrung memiliki persamaan pada bunyi tanpa adanya sedikit perbedaan.
Berdasarkan penilaian pada bunyi ini, kedua merek tidak memiliki perbedaan
sama sekali sekalipun ada perbedaan dengan faktor lain, perbedaan terhadap bunyi
ini sangat kecil dan cendrung dan lebih besar memiliki persamaan satu sama lain.

Penilaian yang kedua adalah persamaan pada kesan, pandangan, atau


penglihatan. Hal ini dapat dilihat dari logo dan bentuk fisik kedua merek tersebut.
Apabila kita berkaca kepada kedua merek tersebut, penggunaaan kedua logo
merek tersebut menggunakan nama “OLYMPIC” yang dijadikan sebagai nama

5
Edward C Vandenburg, Loc Cit.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
71

sekaligus logo dalm kedua merek tersebut. Berikut adalah tampilan kedua merek
“OLYMPIC” miliki Tan Sen Huat dan milik Comitte:

1. Merek “OLYMPIC” milik Tan Sen Huat6

2. merek “OLYMPIC milik Comitte7

Apabila kita melihat secara visual kedua merek ini memang memiliki
perbedaan di beberapa bagian. Yaitu adanya 5 garis berwarna dalam merek pihak
comitte dan kata-kata namanya yang ditambah dengan “THE” kedua unsur tanda
inilah yang menjadi titik perbedaan dasar kedua merek tersebut. Sisanya yang
paling utama bahkan yaitu penggunaan kata “OLYMPIC” yang hampir sama
persis antara kedua merek tersebut. Bahkan pendaftarannya di Indonesia
menggunakan nama merek yang sama hal ini ada dalam tuntutan yang diajukan
oleh pihak Comitte berikut kutipan tuntutan yang diajukan pihak comitte
“permohonan Pendaftaran Merek “OLYMPIC dan Logo” No. D00.2009.

6
Ditjen HKI, “Penelusuran Merek Terdaftar Indonesia” http://Merek-
indonesia.dgip.go.id/detail.php?aplnumber=%27R002011004970%27&class=%279%27, diunduh
30 november 2014
7
IP AUSTRALIA, “Trademark Details-Full”
http://pericles.ipaustralia.gov.au/atmoss/Falcon.Result, diunduh 30 november 2014

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
72

031401”. Berdasarkan hal ini maka melihat pada pengajuan yang menggunakan
nama yang sama oleh pihak Tan Sen Huat maka kedua merek ini secara fisik dan
kesan serta penglihatan sangat mirip satu sama lain, sekalipun ada perbedaan hal
ini sangat sedikit dan bukan merupakan unsur yang mononjol yang menjadi
pembeda antara kedua merek bersangkutan.
Penilaian yang ketiga adalah penilaian dengan melihat pada apakah ada
atau tidak persamaan dalam arti. Untuk penilaian yang satu ini sangat lah mudah
bagi kedua merek yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan penggunaan nama yang
sama sehingga arti nya pun sama bagi kedua belah merek apalagi diterapkan pada
jenis barang yang sama. Oleh karena itu sesuai dengan penilaian ketiga unsur
diatas yang dipenuhi oleh kedua merek tersebut menunjukkan bahwa kedua merek
ini secara nyata memiliki persamaan satu sama lain sehingga sulit untuk
membedakan kedua merek tersebut.

4.1.3 Berdasarkan The Du Pont Factor


Penilaian yang ketiga adalah penilaian dengan menggunakan Du Pont
Factor, yang digunakan pengadilan federal di amerika.8 Berikut adalah penilaian
kedua merek yang tersebut dilihat dengan penilaian Du Pont Factor:
1. Tampilan, bunyi, konotasi, dan kesan dalam periklanan
Penilaian yang pertama adalah melihat apakah ada atau tidak
kesan, tampilan, dan penyebutan yang sama anatara kedua merek ini,
seperti dijelaskan sebelumnya dalam konsep similiarity test. Maka kedua
merek ini secara jelas memiliki persamaan baik dalam kesan, penyebutan,
dan tampilannya.
2. Barang
Hal ini dapat dilihat dalam apakah barang yang dijual sejenis dan
memiliki persamaan satu sama lain. Berkaitan dengan kasus ini maka
kedua merek tersebut yang menjadikan sengketa di Indonesia adalah
pendaftaran dalam jenis barang kelas 9 yang merupakan barang elektronik

8
Clifford, loc.Cit.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
73

yang didaftarkan kedua belah pihak. Oleh karena itu faktor kedua ini
terpenuhi pada kasus ini.
3. Saluran perniagaan
Pada faktor ini, yang menjadi penilaiannya adalah apakah adanya
persamaan atau kemiripan antara kedua merek “OLYMPIC” ini dalam
keterkaitannya dengan hubungan perniagaannya. Berkaitan dengan hal ini
seperti kita ketahui bahwa merk OLYMPIC pihakcomitte telah didaftarkan
di berbagai negara di dunia, yang menunujukkan bahwa hubungannya
pernagaannya sudah mencakup beberapa negara sedangkan merek Tan Sen
Huat hanya mencakup kawasan regional saja, mungkin saja kalau merek
ini hubungan perniagaannya melingkupi kawasan asia saja.
4. Penjualan
Kondisi ini disebabkan oleh konsumen yang teliti atau tidak,
berkaitan dengan hal ini seorang yang membeli barang elektronik maka
cendrung pemilih oleh karen itu dalam kasus ini pihak pembeli kedua
merek tersebut adalah pembeli atau konsumen yang teliti dan cendrung
sangat teliti akan merek yang dibeli karena barang elektronik adalah
barang yang cukup mahal sehingga pembelinya akan semakin teliti dalam
membeli suatu barang. Oleh karena itu berdasarkan faktor ini para pembeli
dapat menilai barang yang mana yang asli dan peniru.
5. Popularitas
Berkaitan dengan kasus ini, maka untuk menilai terkenalnya suatu
merek olympic ini keduanya menurut penulis memiliki reputasi bukan
merek terkenal. Hal ini dikarenakan kedua merek tersebut ketika dilakukan
pertanyaan tentang merek olympic milik Tan Sen huat kepada beberapa
pihak mereka melakukan afiliasi dengan merek OLYMPIC furniture atau
mebel . hal ini menunjukkan bahwa merek Tan Sen Huat kurang dikenal
oleh para konsumen di Indonesia meskipun merek beliau sudah
didaftarkan sebelum datangnnya merek OLYMPIC pihak comitee.
6. Persamaan Merek

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
74

Karena merek tersebut merupakan marek yang menjual barang


elektronik sudah jelaslah tentu menggunakan komposisi yang terdiri dari
bagian-bagian yang sama, yaitu kabel, tembaga, besi, dan lainnya.
7. Actual Confusion
Kedua merek ini bila diterapkan dalam perniagaan di Indonesia
sudah pasti akan menimbulkan kebingungan yang pasti di masyarakat.
Karena kemiripan kedua merek ini menjadikan masyarakat bingung dan
kesulitan untuk memilih merek mana yang peniru dari merek mana, karena
sama-sama bergerak dalam kelas barang jenis 9. Selain itu merek yang
digunakan oleh pihak comitte dengan argumen yang telah diberikannya
hanya memiliki afiliasi dengan suatu perlombaan atletik bukan kepada
merek yang mereka produksi. Sehingga penggunaannya dapat
menimbulkan kebingungan secara nyata di masyarakat.
8. Penggunaan bersama
Hal ini belum dapat dibuktikan kedua merek bergerak dan berjalan
berbarengan tanpa adanya kebingungan yang senyatanya. Karena pihak
comitte baru sekedar mengajukan pendaftaran merek olympic saja ke
ditjend HKI dan belum pada tahap perniagaan barang tersebut. Karena
sejauh ini penulis tidak pernah menemukan merek Comitte di berbagai
toko elektronik.
9. Keragaman Barang
Bila melihat kepada keberagaman merek maka pihak comitte lebih
memiliki keberagaman daripada pihak tan sen huat yang hanya bergerak
dalam barang kelas 9. Sedangkan pihak comitte bergerak di berbagai kelas
barang, bahkan di Indonesia mereka menngajukan jenis-jenis barang yang
dimintakan dikelas 09, 10 dan 11.
10. Pasar kedua belah pihak
Hubungan pasar antara kedua merek ini sangat bersinggungan.
Karena kedua merek ini bergerak dalam kelas jenis barang yang sama serta
memiliki nama merek yang sama satu sama lain tanpa adanya perbedaan
antara merek-merek tersebut. Hal inilah mengapa hubungan kedua merek
sangat dekat satu sama lain.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
75

11. Hak Ekslusif


Apabila melihat hal ini, merek OLYMPIC asal Indonesia memiliki
hak Ekslusif untuk memperluas usahanya dengan nama dan kelas jenis
barang yang sama kepada pihak ketiga karena telah terdaftar dalam
direkteroat Jendral HKI.
12. Potensi Kebingungan
Pada dasarnya kemungkinan untuk timbulnya kebingungan di
Masyarakat pasti memiliki kemungkinan. Karena berkaca kepada merek
OLYMPIC di Indonesia yang lebih dikenal masyarakat adalah merek
OLYMPIC Furniture. Sehingga akan menimbulkan kebingungan lagi bagi
pihak laiunnya dan masyarakat atau konsumen.
13. Fakta lainnya
Fakta lainnya adalah kata OLYMPIC itu sendiri yang memiliki
afiliasi dengan Olimpiade Internasional memberikan pengaruhnya sendiri
bagi penjualan merek Tan Sen Huat. Padahal pelaksanaan olimpiade nya
dilaksanakan oleh comitte.

Berdasarkan hal ini maka dapat kita simpulkan bahwa dalam kasus merek
“OLYMPIC” antara Tan Sen Huat dan Comitte ini adanya persamaan kedua
merek tersebut. Persamaan ini dapat menimbulkan keadaan yang disebut dengan
likelihood of confussion. Hal ini berdasarkan penilaian similiarity test, dan juga
penilaian dengan The DuPont Factor yang digunakan pada pengadilan federal di
Amerika dimana kedua merek tersebut memiliki hubungan yang saling
bersinggungan satu sama lain sehingga dapat menimbulkan keadaan yang
membingungkan konsumen. Kemiripan inilah yang dilarang oleh peraturan HKI
manapun karena dapat merugikan konsumen dan pemilik merek yang beritikad
baik.

Meskipun memiliki persamaan nama kedua merek tersebut, majelis hakim


masih membolehkan penggunaan nama yang sama yaitu merek “OLYMPIC”
asalkan berada pada kelas jenis barang yang berbeda berikut alasan majelis hakim
“berdasarkan pendaftaran merek-merek yang menggunakan kata “OLYMPIC”

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
76

Dalam Ditjend HKI tersebut diatas membuktikan bahwa PENGGUGAT


bukan satu-satunya pihak yang memiliki merek “OLYMPIC” dan fakta tersebut
membuktikan bahwa siapapun berhak untuk menggunakan merek “OLYMPIC”
asalkan untuk barang/jasa yang tidak sejenis, sesuai yang diatur dalam Pasal 6
ayat 1 huruf a Undang-undang Merek”. Pihak Comitte dilarang dan ditolak
pendaftarannya karena memiliki persamaan dengan merek Tan Sen Huat baik dari
merek nya dan jenis barangnya. Oleh karena itu jelaslah bahwa kedua merek
tersebut memiliki persamaan pada pokoknya yang dapat menimbulkan keadaan
likelihood of confusion berdasarkan similiarity test dan DuPont Factors.

4.2 Analisis Putusan Nomor 590 K/pdt.Sus/2012


Pada kasus dengan putusan nomor 590 K/pdt.Sus/2012 adanya persamaan
pada pokoknya pada merek Biore. Pihak Kao Corporation sebagai salah satu
pemilik merek dagang Biore merasa mereknya telah ditiru oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab. Hal ini diperparah dengan terdaftarnya merek tersebut
dengan no IDM000292510 yang pemegang mereknya adalah PT Sintong Abadi
yang berkedudukan di Asahan. Merek yang ditiru ini memiliki persamaan pada
pokoknya antara satu merek dengan merek lainnya. Hal ini dapat kita lihat dari
merek yang digunakan Oleh pihak Sintong yang menggunakan nama BIORF yang
terdaftar pada jenis barang kelas 3, padahal sebelumnya merek yang hampir
serupa telah terdaftar dengan nomor daftar No. 496355 dengan nama BIORE yang
didaftarkan pada jenis barang yang sama yaitu jenis barang kelas 3.

Pada kasus ini persamaan pada pokoknya terletak pada nama merek dan
logo kedua belah pihak. Berdasarkan bukti yang diajukan oleh penggugat berikut
perbandingan persamaan tersebut:

Tabel perbandingan-1
Persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar sebelumnya
Merek BIORE milik Penggugat Merek BIORF
Daftar No. 496355 atas nama
Tergugat Daftar

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
77

No.
IDM000292510

BIORE BIORF

Fakta diatas berdasarkan bukti yang diajukan oleh pihak penggugat dalam
putusan nomor 590 K/pdt.Sus/2012 tersebut. Berkaca kepada tabel perbandingan
diatas, maka secara umum kedua merek tersebut memiliki persamaan.
Berdasarkan nama, dan jenis barang kedua merek tersebut, sekalipun ada
perbedaaan, secara umum hanya berbeda di hurf “F” dan “E” saja.

4.2.1 berdasarkan undang-undang


Terkait dengan persamaan pada pokoknya, dasar hukum yang menjadi
dasar gugatannya adalah ketentuan dalam pasal 6 ayat (1) butir (a) dan (b) dan
pasal 6 ayat (2) undang-undang no 15 tahun 2001. Berikut adalah bunyi kedua
pasal tersebut yang menjadi dasar hukum pengajuan gugatan tersebut:9

Pasal 6 ayat (1) butir (a) dan (b):


"(1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek
tersebut:
a mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik
pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang
sejenis;
b mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang
sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis."
• Pasal 6 ayat (2):
"(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis
sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah."

Dasar hukum untuk persamaan pada pokoknya ini digunakan oleh pihak
penggugat karena mereka memiliki asumsi bahwa merek yang mereka gunakan
adalah merek terkenal yaitu “BIORE”. Untuk menilai ada tidaknya persamaan
pada pokoknya antara kedua merek tersebut kita dapat menganalisis atau

9
Indonesia. Loc cit., pasal 6 ayat 1 butir (a) dan (b)

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
78

menilainya berdasarkan penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf a. Berdasarkan pasal ini
ada beberapa unsur suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya dengan
merek lain, yaitu kemiripan yang disebabkan oleh:10
 Persamaan bentuk
 Persamaan cara penempatan
 Persamaan cara penulisan
 Persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek
Persamaan ini dapat juga kombinasi dari keempat unsur tersebut yang mana dapat
menimbulkan kesan adanya persamaan atau kemiripan antara merek-merek
tersebut.
Berdasarkan unsur-unsur diatas kemiripan antara merek BIORE dan
BIORF dapat dianalisis sebagai berikut. Pertama adalah persamaan bentuk, kedua
merek tersebut secara bentuk hampir memiliki persamaan karena logonya dan
bentuknya hanya terdiri dari 5 huruf. Penempatan huruf-huruf ini menjadi logo
dan nama dari kedua merek tersebut, berdasarkan hal ini maka kedua merek
tersebut memiliki persamaan yang memberikan kesan sangat mirip satu sama lain.
Penilaian yang kedua adalah persamaan cara penempatan, berdasarkan
cara penmpatannya kedua merek ini sangat mirip sekali antara kedua merek.
Kemiripan ini dapat dilihat dari penempatan huruf yang sama persis antara kedua
merek seperti dalam tabel perbandingan diatas. Penempatan huruf “B,I,O,R,E”
yang mereknya dimiliki oleh Kao Corp. Sedangkan penempatan huruf
“B,I,O,R,F” yang mereknya dimiliki oleh PT Sintong Abadi. Kelima huruf dalam
kedua merek ini ditempatkan pada posisi yang sama persis, hal yang membedakan
hanyalah penempatan huruf “F” dalam merek mili PT Sintong Abadi sedangkan
dalam merek yang dimiliki oleh Kao Corp huruf yang ditempatkan adalah huruf
“E”.
Penilaian yang ketiga adalah persamaan cara penulisan, penilaian ini dapat
kita lihat dari penilisannya yang menggunakan huruf latin basic. Penggunaan
huruf yang sama ini dalam penulisan kedua merek tersebut serta penulisan yang
secara umum sama antara kedua merek, yaitu dari kiri ke kanan menjadikan kedua

10
Indonesia, Loc Cit. Penjelasan pasal 6 ayat (1)

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
79

merek tersebut memiliki persamaan cara penulisan dalam merek kedua merek
tersebut.
Penilaian yang terakhir adalah adanya persamaan dalam penyebutan bunyi
kedua merek, apabila kita melihat pada cara penulisan, penempatan, dan susunan
kedua merek tersebut kita dapat melihat bahwa kedua merek ini memiliki
persamaan yang sangat dekat yang hanya dibedakan dari huruf “F” dan “E” saja.
Hal ini menjadikan kedua merek tersebut memiliki persamaan yang sangat
berdekatan dalam penyebutan bunyinya. Mungkin yang membedakan hanyalah
penyebutan bagian terakhir dari kedua merek tersebut. Tetapi secara umum kedua
merek ini sangat berdekatan dan memiliki kemiripan dari aspek penyebutan
bunyinya.
Berkaitan dengan penggunaan pasal 6 ayat (1) huruf (b) sebagai dasar
hukum. Berdasarkan pertimbangan hakim dengan berdasarkan bukti yang
diajukan Penggugat menunjukkan “bahwa merek “BIORE” milik penggugat
merupakan merek terkenal yang sudah terdaftar terlebih dahulu”. Selain itu
menurut majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya mengatakan “ baha merek
yang digunakan Tergugat yaitu “Merek BIORF” mempunyai persamaan pada
pokoknya dengan merek BIORE milik penggugat.” Melihat kepada penilaian
undang-undang dan hakim kedua merek ini memang memiliki persamaan yang
sangat nyata baik dalam penggunaan nama merek dan logo serta pada kelas jenis
barang. Yaitu jenis barang kelas 3 yaitu:11

“Sediaan pemutih dan zat-zat lainnya untuk mencuci; sediaan untuk membersihkan, mengkilatkan,
membuang lemak dan menggosok; sabun-sabun; wangi-wangian, minyak-minyak sari, kosmetik,
losion rambut; bahan-bahan pemeliharaan gigi.”

Berkaitan dengan kasus ini ada penilaian unik yang digunakan oleh hakim
Pengadilan Negeri Niaga Jakarta pusat yang dapat kita lihat dalam putusan No.
02/Merek/ 2012/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 24 Mei 2012 dalam pertimbangan
majelis hakim pengadilan niaga Jakarta pusat, yang dinyatakan:

11
Indonesia. Peraturan Pemerintah, PP no 24 tahun 1993, TLN No 3490.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
80

“Menimbang bahwa bunyi merupakan unsur daya pembeda yang lebih tinggi
sehingga perbedaan lafal antara merek "BIORF" dan Merek "BIORE" yang
tidak sama tidak akan membuat masyarakat terkecoh dan mengkaitkan
merek tersebut satu sama lain".

Pertimbangan ini merujuk pada keputusan Komisi Banding Merek


NO.283/ KBM/HKI/2010 tertanggal 1 Juli 2010. Menurut alasan penggugat di
mana tidak ada satupun peraturan perundang-undangan di Indonesia yang
mewajibkan Judex Facti untuk tunduk dan mengikatkan diri pada keputusan
Komisi Banding Merek. Apalagi keputusan Komisi Banding Merek yang dirujuk
oleh Judex Facti ternyata
merupakan keputusan yang mengandung suatu kesalahan penerapan hukum. Pada
khususnya, dalam keputusan Komisi Banding Merek, dinyatakan:

"Di mana, tidak ada satupun dasar menurut hukum dan peraturan
perundangundangan di Indonesia yang mengatur bahwa unsur bunyi merupakan
unsur daya pembeda yang lebih tinggi dalam memberikan penilaian ada atau
tidaknya persamaan pada pokoknya merek-merek. Penilaian ini sangatlah unik,
karena bila penilaian persamaan pada pokoknya hanya berdasarkan dan memiliki
faktor yang lebih tinggi dari segi bunyi saja akan tidak seimbang dalam
penerapannya nanti. Karena setiap kasus persamaan pada pokoknya dalam
penilaiannya memiliki ciri khusus dan penilaiannya harus disesuaikan dengan
kasus itu sendiri. Karena setiap kasus memiliki persmaan pada faktor yang
berbeda yang mana dapat menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.

4.2.2 berdasarkan teori


Berdasarkan teori ada beberapa penilaian dasar untuk menilai apakah
adanya persamaan pada pokoknya dalam kasus ini dilihat dari teori dan konsep
penilaian similiarity Test dan Du Pont Factor. penilaian berdasarkan konsep
simliarity test dapat dilihat kedalam ketiga bentuk penilaian, yaitu:12

12
Edward C Vandenburg, Loc Cit

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
81

1) is there similiarity of sound


2) is there similiarity of sight
3) is there similiarity of meaning

Penilaian ketiga faktor ini menurut teori similiarity test harus diterapkan
dalam kasus ini untuk menilai apakah adanya persamaan antara kedua merek yang
bersengketa ini. Penilaian pertama berkaitan dengan similiarity test dimiluai dari
persamaan pada bunyi. Bila kita lihat dari persamaan kedua merek yang
didaftarkan berdasarkan penulisannya yang hanya dibedakan berdasarkan huruf
“F” dan huruf “E” bunyinya pun pasti memiliki persmaaan satu sama lain. terdiri
dari kata yang sama “B,I,O,R” yang bila dibaca masih memiliki persamaan dan
hanya dibedakan pada ujung kata tersebut. Perbedaan ini sangatlah kecil, sehingga
bila ditarik suatu keimpulan untuk penilaian persamaan bunyi ini, kedua merek
tersebut sama persis satu sama lain sehingga memiliki persamaandari segi bunyi.
Penilaian yang kedua adalah penilaian berdasarkan adakah persamaan
pada pandangan, kesan, atau penglihatan. Hal ini dapat diketahui berdasarkan
kemasan kedua merek tersebut dan juga logo dari kedua merek tersebut. Berikut
adalah logo dan nama dari kedua merek yang disengketakan:

1. logo BIORE13

2. Logo BIORF14

13
Elisabeth Oktafiani . “Ini Perseteruan Antara Biore Versus Biorf”
http://www.tribunnews.com/tribunners/2012/03/08/ini-perseteruan-antara-biore-
versus-biorf. diunduh 1 Desember 2014

14
Sintong. http://sintong-abadi.com/. Diunduh 2 Desember 2014.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
82

Berdasarkan kedua gambar dan logo diatas perbedaan kedua merek ini
sangatlah kecil bila kita melihat pada logo kedua merek tersebut. Perbedaannya
hanyalah terletak pada dua garis dan penulisan huruf cina dari kedua merek
tersebut. Namun secara keseluruhan kedua merek ini sangatlah mirip satu sama
lain. perbedaannya sangatlah kecil dan sedikit sehingga masih dapat menimbulkan
kebingungan bagi masyarakat yang ingin membeli produk tersebut.persamaan ini
sangatlah terlihat jelas bila kita lihat gambar diatas, warna yang hampir serupa,
yaitu berwarna biru menunujukkan bahwa kedua merek ini secara kesan, dan
pendangaan memiliki persamaan satu sama lain.
Penilaian yang ketiga adalah penilaian berdasarkan arti dari kedua merek
tersebut, pengertian kedua merek ini sudah dijelaskan dalam putusan no 590
K/Pdt.Sus/2012 . pada dasarnya nama BIORE tidak memiliki arti berdasarkan
beberapa sumber yang penulis cari, serta penggugat juga tidak memberikan
penjelasan tentang arti dari merek BIORE yang mereka gunakan. Dalam putusan
dikatakan bahwa “Menimbang bahwa Penggugat tidak menguraikan asal usul kata
BIORE tersebut, melainkan hanya menyatakan merek penamaan BIORE secara
utuh, sedangkan Tergugat berpendapat bahwa penggunaan merek penamaan
BIORE tidak berniat meniru merek BIORE melainkan didasari pengertian dari
BIORF itu yang apabila dikonversi ke bahasa Mandarin terdiri dari 2 (dua) suku
kata "PAI" dan "FUK" yang bermakna PAI = semua jenis; FUK : kaya, sehingga
dapat disimpulkan BIORF dalam konteks bahasa Mandarin bermakna "Berbisnis
memiliki berbagai peluang untuk menjadi kaya". "Menimbang, bahwa selain
alasan di atas Tergugat juga menyatakan bahwa penggunaan merek BIORF juga
memiliki penjabaran suku kata dan pengertianyakni : BIO = kehidupan,
organisme yang hidup, komposisi dari unsur-unsurorganic/biotik-biotik;

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
83

R=Renewal, Renovation, Resolution yang berarti pembaharuan, renovasi,


resolusi; F = Fragrance yang berarti keharuman sehingga secara keseluruhan
BIORF dapat diartikan "Bahan Organik yang dapat diperbaharui untuk menuju
kehidupan lingkungan yang segar.”
Apabila kita melihat dari arti yang dikatakan oleh para pihak, maka secara
arti, dari kedua merek tersebut terdapat perbedaan arti antara kedua merek
tersebut. Hal ini menunujukkan secara arti kedua merek ini berbeda. Namun
seperti yang telah dijelaskan dalam bab 2 terpenuhinya 2 faktor atau salah satu
faktor saja tidak menghilangkan kemungkinan timbulnya confusing similiar antara
kedua merek tersebut. Selain itu keadaan ini masih dapat menimbulkan keadaan
likelihood of confusion, berkaca kepada contoh yang diberikan oleh Edward C
Van Den burg dari keadaan kedua yang ditimbulkan dalam likelihood of
confusion atau confusing similiarity.15

4.2.3 Berdasarkan The DU Pont Factors


Penilaian selanjutnya adalah penilaian dengan menggunakan Du Pont
Factors. Penilaian ini untuk melihat apakah adanya persamaan atau tidak antara
merek-merek
1. Tampilan, bunyi, konotasi, dan kesan dalam periklanan
Seperti dijelaskan dalam similiarity Test sebelumnya, berkaitan
dengan persamaan berkaitan dengan penyebutan, konotasi, dan kesan dari
merek tersebut satu sama lain memiliki persamaan satu sama lain.
berdasarkan hal in kedua merek tersebut BIORE dan BIORF memiliki
persamaan yang sangat jelas antara kedua merek tersebut.
2. Barang
Berdasarkan hal ini harus dapat dilihat apakah kedua merek
“BIORE” dan “BIORF” tersebut memiliki persamaan terhadap jenis
barang yang didaftarkan oleh kedua belah pihak. Bila mengacu kepada
bukti daftar kedua belah pihak yang didaftarkan di direktorat jendral HKI

15
Edward C Vandenburgh. Loc Cit.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
84

kedua merek memiliki persamaan jenis kelas barang, yaitu jenis barang
kelas 3.
3. Saluran Perniagaan
Hal ini berkaitan dengan kemungkinan lingkup kedua merek
tersebut berkembang nantinya apakah akan mempengaruhi pasar yang
dimliki oleh para pihak. Berdasarkan hal ini, karena kedua merek berada
dalam jenis kelas barang yang sama dan memiliki pasar di Indonesia,
berdampak pada kemungknannya kedua merek “BIORE” dan “BIORF”
akan berada pada pasar yang sama dan saling bersinggungan satu sama
lain. jadi ada kemungkinan bagi merek BIORF yang baru mendaftarkan
diri untuk berada dalam pasar yang sama dengan merek BIORE.
4. Penjualan
Pada dasarnya merek dengan barang kelas 3 ini memiliki para
pembeli yang lebih berhati-hati dalam merek. Tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk konsumennya terjebak dengan kedua merek ini,
karena penamaan yang sama dan kemasan yang hampir serupa menjadikan
besarnya kemungkinan bagi para konsumen untuk mengalami
kebingungan dengan adanya kedua merek ini dipasaran. Karena melihat
dari kisaran harga merek BIORE yang cukup murah menjadikan para
konsumen kurang berhati-hati dan teliti terhadap barang yang dibeli.
5. Popularitas
Merek sebelumnya yaitu merek BIORE memiliki reputasi yang
sudah dikenal baik di masyarakat. Bahkan dalam putusan mahkamah
agung tersebut merek BIORE telah dinyatakan sebagai merek terkenal
yang dinyatakan dalam angka 3 “Menyatakan bahwa Merek BIORE milik
Penggugat sebagai merek terkenal” berdasaarkan hal ini, menunjukkan bahan merek
sebelumnya yaitu “BIORE” adalah merek terkenal.”

6. Persamaan Merek
Berkaitan dengan hal ini karena memiliki berbagai macam produk
yang serupa mulai dari pencuci muka sampai pada sabun. Maka sudah
jelaslah ada beberapa unsur kimia yang sama yang digunakan oleh kedua
produk tersebut.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
85

7. Actual Confusion
Bila berkaca kepada ada atau tidaknya Actual Confusion dalam
kasus ini, maka berkaca kepada konsep Confusing similiar yang sudah
dijelaskan sebelumnya, maka kedua merek ini pada kenyataannya dapat
menimbulkan kebingungan yang nyata bagi konsumen bila digunakan di
pasaran. Karena sama jenis dan sama nama merek dengan sedikit
perbedaan fonetik saja.
8. Penggunaan bersama
Sampai saat ini setelah beredarnya merek BIORF dan BIORE di
pasaran, belum ada bukti bahwa terjadi kebingungan di masyarakat
berkaitan dengan kedua merek ini. Namun ketika di suatu toko penulis
pernah melihat merek BIORF dan berasumsi bahwa BIORE telah
mengganti nama dan kemasan atau hal lainnya. Hal ini menunjukkan
selama penggunaannya telah terjadi Actual Confusion yang penulis alami
sendiri.
9. Keragaman Barang
Variasi barang yang diberikan oleh kedua merek tersebut hanya
berkisar pada jenis barang kelas 3. Yang diantaranya dapat berupa:16
Sediaan pemutih dan zat-zat lainnya untuk mencuci; sediaan untuk membersihkan,
mengkilatkan, membuanglemak dan menggosok; sabun-sabun; wangi-wangian, minyak-
minyak sari, kosmetik, losion rambut; bahanbahanpemeliharaan gigi.

10. Pasar kedua belah pihak


Meskipun dalam berbagai kesempatan tidak ditemukan adanya
merek BIORE yang disebelahnya disandingkan dengan merek BIORF
dalam berbagai pasar swalayan. Namun berdasarkan kesaksian penulis
terkait dengan merek BIORF di pasar swalayan lain. menunjukkan bahwa
kedua merek ini memiliki pasar yang sama satu sama lain.
11. Hak Ekslusif
Merek BIORF telah dikenal di China dan dapat kita lihat berbagai
produknya di Internet. Hal ini menunjukkan bahwa merek BIORF tersebut
memiliki franchaise atas namanya di negara tertentu untuk pihak tertentu.

16
Indonesia, Op Cit.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
86

12. Potensi Kebingungan


Persamaan merek kedua produk ini baik nama dan jenisnya serta
tampilan sudah pasti memilki potensi untuk menimbulkan kebingungan di
masyarakat apabila ada dalam pasar yang sama
13. Fakta lainnya
Fakta lainnya adalah penggunaan nama ini yang hampir memiliki
kemiripan satu sama lain menjadi motif tersenidiri oleh BIORF untuk
membonceng ketenaran merek BIORE.

Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa antara kedua merek tersebut
telah terjadi keadaan yang dapat menimbulkan keadaan likelihood of confussion
atau confusing similiarity. dimana keadaan yang mungkin terjadi adalah
Konsumen mengalami kesulitan membandingkan suatu produk dengan produk
lain. Hal ini terjadi pada barang sejenis saja. Kesulitan ini menyebabkan seorang
konsumen sulit untuk membedakan BIORE dengan BIORF karena keduanya
memiliki persamaan yang sulit dibedakan ketika di tampilkan bersamaan.

Selain itu dapat juga menimbulkan Keadaan dimana seorang konsumen


membeli barang bukan dari merek yang ia inginkan. Hal ini dikarenakan ketika
kedua merek dari barang sejenis tersebut disandingkan menimbulkan kesan secara
psikologis, terlihat sana satu sama lain, atau terdengar sama satu lain. Dimana hal
ini disengaja oleh penjual BIORF agar dapat menjual barang dengan kualitas
BIORF kepada konsumen dari BIORE yang kualitasnya sudah teruji.

Oleh karena itu kedua merek ini pada dasarnya berdasarkan penilaian-
penilaian diatas memiliki persamaan yang sama persis satu sama lain, sehingga
membedakan antara kedua merek tersebut sangatlah sulit yang mana bila
dibiarkan akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat dimana piohak BIORF
berusaha untuk mendompleng ketenaran merek BIORE.

4.3 Analisis Putusan Nomor 477 K/Pdt.Sus/2012

Pada kasus ini telah diputus dengan putusan nomor 477 K/Pdt.Sus/2012.
Dalam keputusan ini telah terjadi perselisihan antara pihak Everlast World Boxing
Headquarters Corporation yang berkedudukan di New York, amerika serikat.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
87

Berlawanan dengan pihak Teddy tjahyadi selaku pemiik merek “Ever Last”.
Kedua merek yang dimiliki oleh pemiik merek yang berbeda ini memiliki
persamaan pada pokoknya yang sangat jelas dari kata-kata kedua merek tersebut.
Penggunaan nama Ever dan Last ini menjadi salah satu permaslahan dalam kasus
ini.

Kedua merek yang telah terdaftar di dirjen HKI ini mempermasalahkan


penggunaan nama Ever Last yang digunakan oleh kedua belah pihak yang hanya
memiliki faktor perbedaan yang sangat kecil, apabila melihat dari susunan
katanya perbedaannya hanya terletak pada spasi antara kata “ever” dan “last”
sedangkan merek lainnya tidak menggunakan spasi. Berikut adalah bukti yanng
diajukan para pihak terkait persamaan pada pokoknya:

merek Everlast milik Penggugat telah terdaftar pada Direktorat Jenderal


Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum & HAM RI, yaitu Merek
Everlast daftar Nomor IDM000120922 tertanggal 11 Mei 2007 untuk melindungi
kelas barang 14, Merek Everlast daftar Nomor IDM000176005 tertanggal 10
September
2008 untuk melidungi kelas jasa 28 Merek Everlast daftar Nomor
IDM000265078 tertanggal 5 Oktober 2009 untuk melindungi kelas jasa 25 (bukti
P-3) sedangkan untuk Tergugat telah mendaftarkan merek dagang Ever Last yang
dicatat oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum
& HAM RI dibawah Nomor IDM000005702 tanggal 22 April 2004 untuk
melindungi jenis barang dalam kelas 25. Adanya persamaan antara kedua merek
ini baik dari segi nama dan kelas jenis barang ini dapat kita nilai berdasarkan
undang-undang no 15 tahun 2001 dan teori-teori tentang penilaan persamaan pada
pokoknya.

4.3.1 Berdasarkan undang-undang


Berdasarkan undang-undang ada beberapa pasal yang digunakan oleh
penggugat untuk menunt pihak tergugat. Pasal-pasal yang dijadikan sebagai dasar
mengajukan gugatan, berkisar pada pasal 6 uu no 15 tahun 2001 tentang merek.
pasal-pasal yang menjadi dasar tuntuttan terkait dengan persamaan pada

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
88

pokoknya dalam kedua kasus tersebut adalah pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b
serta ayat (3) huruf a undang-undang no 15 tahun 2001 tentang merek. Berikut
bunyi Pasal-pasal yang menjadi dasar penilaiann ada atau tidak persamaan pada
pokoknya dalam kasus ini :

PASAL 6
(1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain
yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal
milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis
3) Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki
orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak

Berdasarkan pasal-pasal diatas ada berbagai penilaian yang dapat


dilakukan terhadap kedua merek tersebut. Berkaitan dengan persamaan pada
pokoknya terkait dengan kedua merek tersebut dapat dinilai dengan ketentuan
pasal 6 ayat (1) huruf a tentang persamaan pada pokoknya. Beberapa penilaian ini
dapat kita lihat dalam penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf a undang-undang no 15
tahun 2001. Beberapa unsur dalam penjelasan tersebut yang dapat menjadi
penilaian ada tidaknya persamaan pada pokoknya antara kedua merek tersebut
adalah:
 Persamaan bentuk
 Persamaan cara penempatan
 Persamaan cara penulisan
 Persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek
Penilaian ada menentukan apakah dalam kedua merek “EVERLAST” baik
milik EVERLAST USA dan milik Teddy Tjahjadi ada persamaan antara keduanya
berdasarkan penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf a. Unsur pertama untuk menilai
persamaan pada pokoknya antara kedua merek ini adalah persamaan pada
bentuknya, penilaian ini cukup sulit karena merek “EVER LAST” milik Teddy
Tjahyadi sudah dhapuskan dari daftar merek yang ada di direktorat jendral HKI.
Namun apabila berkaca kepada nama merek yang sama, kelas jenis barang yang
sama, dan keterkenalan merek milik EVERLAST USA. Menunjukkan bahwa
pihak Teddy Tjahyadi pasti akan berusaha untuk meniru dan mengkuti dari segi

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
89

bentuk merek EVERLAST USA. Sekalipun memiliki perbedaan, perbedaannya


hanya di sebagain kecil antara kedua logo tersebut.
Unsur kedua adalah persamaan cara penempatan, seperti dijelaskan
sebelumnya, penempatan merek “EVER LAST” Teddy Tjahyadi dan EVERLAST
USA pasti memiliki persamaan sebagian besarnya. Perbedaan yang paling
menonjol dari merek EVERLAST tersebut adalah adanya pemisahan penempatan
kata “EVER” dan “LAST” dalam merek milik Teddy Tjahyadi. Sedangkan dalam
merek mililk EVERLAST USA penempatan kata tersebut tidak dipisahkan, tetapi
digabung menjadi satu kata. Berdasarkan hal ini penempatan kedua merek
memang sedikit berbeda, namun menurut saya perbedaan penempatan ini
sangatlah kecil, sehingga masih memiliki kemungkinan untuk menimbulkan
kebingungan.
Unsur ketiga adalah persamaan cara penulisan, berdasarkan nama dari
kedua merek diatas, kita dapat menyipulkan bahwa cara penulisan kedua merek
diatas sama persis. Yaitu dapat dilihat dari terpenuhinya dan samanya 8 huruf
yang ada dalam masing-masing merek tersebut. Yaitu huruf E,V,E,R,L,A,S, dan T
yang membedakan cara penulisannya adalah penggunaan spasi antara kata
“EVER” dan “LAST”. Cara penulisan inilah yang membedakan kedua merek
tersebut, perbedaan lainnya mungkin saja berasal dari jenis font yang digunakan
oleh kedua merek tersebut.
Penilaian keempat adalah penilaain berdasarkan persamaan bunyi. Melihat
kepada kedua merek tersebut yang memilki persamaaan dalam penulisannya yaitu
“EVERLAST” dan “EVER LAST” menjadikan kedua merek tersebut pasti dibaca
dengan cara yang sama. Penggunaan spasi diantara kedua kata tersebut tidak akan
memberikan perubahan yang besar berkaitan dengan penyebutan bunyi kedua
merek tersebut. Penggunaan huruf yang sama dan penempatan huruf yang sama
menjadikan kedua merek tersebut dibaca dan memiliki persamaan bunyinya. Hal
ini menunjukkan bahwa seluruh ketentuan dalam pasal 6 ayat (1) huruf a ini
memang tepat digunakan dalam kasus ini, namun karena indonesia menganut
perlindungan first to file berdasarkan waktu pendaftarannya pihak Teddy Tjahyadi
lebih dahulu mendaftarkan merek tersebut ke direktorat jendral HKI pada tanggal
22 April 2004 sedangkan pihak Everlast USA mendaftarkan diri pada tanggal 5

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
90

oktober 2009 untuk jenis kelas barang yang sama. Oleh karena itu digunakan lah
pasal selanjutnya agar gugatan tersebut dapat mengenai pihak Teddy Tjahyadi
Berkaitan dengan penggunaan pasal 6 ayat (1) huruf b sebagai dasar
gugatan terkait dengan persamaan pada pokoknya. Pasal ini berkaitan dengan
persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal. Pihak EVERLAST USA
mengaku sebagai pihak yang memliki merek terkenal hal ini berdasarkan bukti-
bukti yang mereka tunjukan. Bukti-bukti tersebut memnuhi penjelasan pasal 6
ayat (1) huruf b tentang merek terkenal. Menurut penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf
b yang dimaksud dengan merek terkenal adalah:17

Huruf b
Penolakan Permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan
Merek terkenal untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan
pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Di
samping itu, diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang
gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya,
dan disertai bukti pendaftaran Merek tersebut di beberapa negara. Apabila hal-hal di atas belum
dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk
melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang
menjadi dasar penolakan

Berdasarkan penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf b ini ada beberapa syarat
suatu merek dapat dinyatakan sebagai merek terkenal, yaitu harus melakukan
promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia
yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai dengan bukti pendaftaran.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah diajukan oleh pihak penggugat tentang
keterkenalan mereknya, merek membuktikan dengan menyebutkan pendaftaran di
berbagai negara serta promosi yang besar dan gencar dengan penggunaan
mereknya sebagai salah satu perlengkapan olahraga tinju di dunia. Berdasarkan
hal ini hakim mahkamah agung pun menyatakan merek Everlast sebagai merek
terkenal. Berdasarkan hal yang dijelaskan sebelumnya dimana pihak Teddy

17
Indonesia, Op Cit. Penjelasan pasla 6 huruf b

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
91

tpemilik merek “EVER LAST” memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek
milik Everlast USA.

Selanjutnya kasus ini juga berdasarkan dasar hukum pasal 6 ayat (3) huruf
a yang mana berkaitan dengan persamaan dengan badan hukum. Penggunaan
nama “Everlast” dalam kasus ini oleh Teddy Tjahyadi sebagai pemilik merek
“EVER LAST” memiliki persamaan dengan nama badan hukum. Badan hukum
yang dianggap dipersamakan tersebut adalah badan hukum milik pihak
EVERLAST USA. Badan hukum tersebut bernama EVERLAST WORLDS
BOXING HEADQUARTERS CORPORATION. Nama badan hukum tersebut
digunakan oleh pihak Everlast USA sebagai nama perusahaan mereka yang
berkedudukan di New York, Amerika Serikat. Berdasarkan penjelasan
sebelumnya berkaitan dengan persamaan pada pokoknya, kedua nama ini memang
memiliki persamaan pada pokoknya.

4.3.2. Berdasarkan teori


Berdasarkan teori-teori yang ada ada beberapa penilaian yang dapat
dijadikan sebagai suatu patokan atau dasar untuk menentukan ada atau tidaknya
persamaan yang dapat menimbulkan kebingungan di masyarakat. Penilaian yang
pertama adalah menggunakan penilaian similiarity test yaitu berdasarkan pada :
1) is there similiarity of sound
2) is there similiarity of sight
3) is there similiarity of meaning

penilaian pertama adalah menggunakan penilaian apakah ada persamaan


dalam penyebutan bunyinya, hal ini dapat dinilai ketika menglafalkan nama
merek tersebut. Dalam kasus ini, dikarenakan kedua merek memiliki penulisan
yang sama berdampak pada persamaan dalam penyebutannya. Walaupun Everlast
kedua merek berada di negara yang berbeda, namun dikarenakan tidak pernah ada
bagaimana penlafalan nama merek tersebut yang sebenarnya, kesalahan terhadap

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
92

penyebutannya tetap saja menimbulkan persamaan antara kedua merek tersebut.18


Persamaan disebabkan oleh huruf dan nama merek yang sama persis inilah yang
apabila dilafalkan memiliki persamaan yang dapat membingungkan para
konsumen.

Penilaian yang kedua adalah penilaian penilaian berdasarkan tampilan,


atau kesan dari suatu merek. Tampilan ini untuk menilai apakah adanya kesan
atau tampilan yang serupa ketika kedua merek tersebut disandingkan. Persamaan
pada kesan ini tidak terlepas dari persamaan pada suara dan artinya. Berdasarkan
tampilan yang digunakan oleh kedua merek tersebut. Kemungkinan besar adalah
merek milik Teddy Tjahyadi memiliki persamaan tampilan dengan tampilan milik
Everlast USA. Hal ini menjadikan kedua merek tersebut memiliki persamaan
yang dapat menimbulkan kebingungan bagi para konsumen. Hal ini berdasarkan
penggunaan huruf yang sama yang memiliki afiliasi dengan persamaan dengan
tampilan suatu produk
Penilaian yang ketiga adalah penilaian dengan berdasarkan pada penilain
arti kedua merek tersebut. Berdasarkan keterangan kedua belah pihak tidak
disebutkan tentang arti kedua merek tersebut pihak Everlast mengatakan bahwa
kata Everlast adalah merupakan nama Ciptaan Penggugat yang sengaja dijadikan
sebagai merek dagang oleh Penggugat sejak tahun 1910 di Negara Amerika
Serikat. Berdasarkan hal ini tidak jelas arti dari kedua merek tersebut. Sedangkan
kata dalam merek Teddy Tjahyadi bila ditranslatekan kedalam bahasa indonesia
merupakan kata “pernah terakhir”. Berdasarkan hal ini ada perbedaan antara arti
para pihak berkaitan dengan kata yang mereka gunakan dalam merek tersebut.
Berdasrkan hal ini, pada dasarnya keadaan yang dapat membingungkan konsumen
masih dapat terjadi apabila melihat pada penilaian ini.

4.3.3. Berdasarkan The Du Pont Factor


Penilaan selanjutnya adalah penilain dengan menggunakan penilaian yang
digunakan oleh pengadilan federal di amerika serikat. Penialaian ini didasarkan

18
Edward C Vandenburgh .hlm 166

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
93

pada beberapa faktor untuk menilai apakah adanya persamaan antara kedua merek
tersebut berdasarkan The DuPont Factor ini, berikut adalah penilaiannya

1. Tampilan, bunyi, konotasi, dan kesan dalam periklanan


Berkaitan dengan faktor ini, hampir serupa dengan yang dijelaskan
dalam similiarity test. Berdasarkan penilaian ini, tampilan, suara, konotasi,
dan kesan perniagaan yang hampir serupa antara kedua merek, menjadikan
kedua merek tersebut memiliki persamaan yang sangat-sangat mendekati.
Persamaan ini menjadikan merek “EVER LAST” milik Teddy Tjahyadi
seolah-olah memiliki hubungan dengan merek “EVERLAST” asal
Amerika
2. Barang
Barang yang dijual dalam kedua kasus ini memiliki konflik dalam
kelas barang jenis 25. Hal ini dikarenakan kedua merek yang sama
tersebut memiliki persamaan yang sulit untuk dibedakan karena memiliki
persamaan dalam merek dan jenis barang. Bahkan kedua merek tersebut
telah mendaftarkan merek tersebut dengan pendaftaran kelas jenis barang
yang sama pada direktorat jendral HKI.
3. Saluran Perniagaan
Faktor ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk
membuka saluran perniagaannya. Berdasarkan kasus ini, kedua merek
yang memiliki nama yang sama dan jenis barang yang sama ini memiliki
kemungkinan untuk bertemu dalam suatu pasar yang sama. Meskipun pada
saat ini merek Teddy Tjahyadi masih belum terkenal. Namun dengan
adanya kemungkinan merek mereka untuk masuk kedalam pasar yang
dimiliki oleh “EVERLAST” asal Amerika. Meskipun sulit untuk mengejar
kualitas yang dimiliki oleh “EVERLAST” asal Amerika namun dengan
kemampuan berkembangnya merek ini dan saling bersinggungan pada
pasar yang sama menjadi merek ini memiliki kemiripan yang dapat
mampu masuk kedalam pasar tersebut.
4. Penjualan

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
94

Berkaitan dengan hal ini, ada beberapa pembeli yang mungkin


termasuk kedalam pembeli yang memiliki kehati-hatian dalam memilih
barang tersebut. Namun mungkin perbedaannya semakin sulit karena
barang yang dijual adalah sejenis pakaian, alas kaki, dan tutup kepala.
Menjadikan perbedaannya semakin kecil. Sebagai contoh adalah barang
KW asal Thailand yang meniru merek Adidas dan nike. Sekalipun
pembelinya sebagian memiliki kehati-hatian namun tidak menutup
kemungkinan pembeli yang membeli tidak berhati-hati karena kecilnya
perbedaan antara kedua produk “EVERLAST” tersebut.
5. Popularitas
Berkaitan dengan ketenaran merek milik Everlast asal Amerika,
merek ini telah dibuat sejak tahun 1910 di Amerika Serikat. Ketenaran
merek Everlast ini dapat kita buktikan dari berbagai bukti yang
disampaikan oleh pihak “EVERLAST”, berikut adalah bukti yang
menyatakan bahwa mereka telah melakukan promosi yang besar di
berbagai negara, dan sudah terdaftar di berbagai negara dunia :
 Negara Amerika Serikat, merek Everlast daftar Nomor 2.158.328
tanggal 19 Mei 1998, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 09,
18, 25 dan 28.
 OHIM, merek Everlast daftar Nomor 001508530 tanggal 24 April
2001, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 18, 25, 28
 Negara Lebanon, merek Everlast daftar Nomor 88068 tanggal 2
Agustus 2001, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 25 dan 28
 Negara Honduras, merek Everlast daftar Nomor 83.025 tanggal 13
Nopember 2001, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 25
 Negara Singapura, merek Everlast daftar Nomor T02/18276C tanggal
28 Nopember 2002, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 25
 Negara Guatemala, merek Everlast daftar Nomor 125931 tanggal 22
September 2003, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 25
Selain itu hakim dalam putusannya juga menyatakan merek EVERLAST asal
amerika sebagai merek terkenal.
6. Persamaan Merek

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
95

Barang yang ditiru oleh pihak Teddy Tjahyadi, mulai dari pakaian
sampai pada baju, dan topi yang menggunakan merek “Ever Last” yang
mana pennggunaan nama untuk barang produksi merfeka ini
menggunakan nama merek yang sama dengan pihak Everlast asal amerika.
7. Actual Confusion
Kehadiran kedua merek ini dipasar yang sama pada kenyataannnya
akan memberikan kebingungan bagi masyarakat yang akan membeli
barang tersebt. Kedua merek yang hampir serupa satu sama lain ini akan
menjadikan dan menimbulkan keadaaan yang dapat membingungkan
konsumen. Karena seperti yang dijelaskan sebelumnya kedua merek
berada dalam jenis barang yang sama dan pasar yang sama di Indonesia.
Sehingga dapat dikhawatirkan membingungkan konsumen Indonesia
8. Penggunaan bersama
Adanya jangka waktu 6 tahun sejak pendaftaran merek Everlast
asal amerika ini dapat menjadi bukti bahwa dalam keadaan itu tidak
ditemukan Actual Confusion hal ini kurang saya ketahui apakah terjadi
kebingungan bagi konsumen mengetahui dalam rentang waktu 2004- 2006
apakah terjadi Actual Confusion atau tidak. Mungkin ada kebingungan
ketika kedua merek ini dijajarkan dalam rak yang sama. Kemungkinan
lainnya merek tersebut ada di pasar yang berbeda. Everlast asal Indonesia
berada di pasar menengah kebawah sedangkan Everlast asal Amerika
berada di pasar menengah keatas. Namun selama jangka waktu tersebut
pihak Everlast baru mengetahui dan mendaftarkan gugatannya pada tahun
2012 yang mana menunujukkan tidak ada dampak yang berarti atas
kehadiran kedua merek tersebut di pasar Indonesia.
9. Keragaman Barang
Jenis kelas barang yang dimiliki pihak Everlast asal amerika lebih
banyak daripada merek Ever Last milik Teddy Tjahyadi. Everlast asal
amerika bergerak dalam kelas jenis barang 25, 14, dan 28. Sedangkan
pihak Teddy Tjahyadi hanya berada dalam kelas jenis barang 25. Sehingga
variasi barang yang dimiliki oleh Teddy Tjahyadi lebih sediki dengan
nama Everlast tersebut.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
96

10. Pasar kedua belah pihak


Seperti yang dijelaskan sebelumnya mungkin saja pasar yang
dimiliki oleh kedua merek tersebut berbeda. Dimana EVER LAST milik
Teddy Tjahyadi bergerak dalam pasar menengah kebawah sedangkan
pasar Everlast asal amerika bergerak dalam menengah keatas. Dimana
tidak mungkin kedua merek tersebut berada dalam pasar yang sama karena
mungkin memiliki perbedaan kualitas dan adanya kesulitan bagi kedua
produk untuk masuk kedalam pasar setiap merek.
11. Hak Ekslusif
Berdasarkan hal ini pihak Everlast asal USA telah memiliki
berbagai cabang di seluruh negara bagian. Bahkan di Indonesia sendiri
franchaise merek ini telah digunakan. Sedangkan merek milik Teddy
sekalipun memiliki franchaise kepada pihak lain, nama baiknya dan
kualitasnya masih rendah.
12. Potensi Kebingungan
Penggunaan nama yang sama sudah jelas memiliki potensi untuk
menimbulkan kebingungan di masyarakat antara EVERLAST dan EVER
LAST.
13. Fakta lainnya
Bila berkaca pada penggunaan nama ini adanya niat untuk meniru
dengan mempersamakan nama dan jenis barang dapat menjadi faktor lain
yang merugikan pihak merek terdahulu.

Berdasarkan hal ini kedua merek tersebut memiliki persamaan pada


pokoknya, baik menurut undang-undang, dan teori. Bahkan dalam putusan
mahkamah agung tersebut digunakan pertimbangan penilaian persamaan yang ada
dalam putusan putusannya No.279PK/Pdt/1992 tanggal 6 Januari 1998
menyatakan merekyang digunakan sama secara keseluruhannya atau mempunyai
persamaan pokoknya dapat dideskripsikan: sama bentuk (similarity of form);
sama komposisi (similarity of composition); sama kombinasi (similarity of
combination); sama unsur (similarity of elements); persamaan bunyi (sound
similarity); persamaan ucapan (phonetic similarity) atau persamaan penampilan

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
97

(similarity in appearance) Kedua ketentuan tersebut secara jelas menggunakan


kata "atau" dan bukan kata "dan" dalam menjabarkan aspek-aspek atau unsur-
unsur persamaan yang seharusnya dipertimbangkan. Kutipan di atas jelas
menunjukkan bahwa aspekaspek persamaan adalah setara atau sederajat satu
dengan yang lain. Dengan kata lain, tidak diatur bahwa terdapat tingkatan yang
menempatkan satu parameter lebih tinggi dibanding parameter lainnya.
Berdasarkan kasus ini maka perlu diberatkan dari segi fonetik kedua merek
yang keduanya sangat mirip satu sama lain dengan hanya sedikit perbedaannya.
Persamaan ini dapat menimbulkan keadaan yang dapat membingungkan
konsumen ketika membeli barang, atau bahkan kekeliruan untuk membeli suatu
produk tetapi malah membeli produk Everlast yang kualitasnya belum terjamin
seperti milik Teddy Tjahyadi.

4.4. Analisis Kasus QUALITY INNS INTERNATIONAL V. McDONALD`S


CORP

Kasus ini berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya, hal ini dikarenakan


kasus ini terjadi di dataran amerika, tepatnya di amerika serikat. Kasus ini
bermula ketika pihak Quality membuat suatu produk baru yang namanya hampir
serupa dengan penggunaan kombinasi huruf “Mc” ditambah dengan kata dalam
bahasa inggris yang pada umumnya, dimana penggunaan bentuk kombinasi
seperti ini telah digunakan oleh McDonalds untuk semua produk makanan dan
minuman cepat sajinya. Hal inilah yang menjadi salah satu permasalahan dimana
penggunaan kombinasi ini digunakan oleh Quality untuk produk penginapan kelas
ekonomi milik merek yang diberi nama “McSleep”.

Dalam kasus ini yang menjadi permasalahan adalah penggunakan nama


“Mc” yang mana menurut pihak Mcdonlads adalah kata khusus yang digunakan
mereka sebagai merek dagang produk-produk makanan siap saji mereka.
Penggunaan kata “Mc” ini dijadikan nama khusus untuk digabungkan dengan
nama umum lainnya. Pengunaan yang digunakan oleh McDonalds ini dapat kita
lihat dalam produk-produknya, mulai dari McChicken, McNugget, Mcflury, dan
lainnya. Penamaan inilah yang menjadikan kata “Mc” yang digunakan
McDonalds tersebut mereka anggap sebagai kata khusus milik mereka.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
98

Kemudian penggunaan kata tersebut diikuti oleh pihak Quality yang mana
bernama “McSleep” dalam jenis barang penginapan kelas ekonomis yang
namanya dibuat oleh Robert C. Hazard. Penggunaan nama McSleep ini digunakan
oleh pihak Quality dengan alasan yang bertujuan mendompleng ketenaran nama
McDonalds. Hal ini dapat kita lihat dalam alasan Robert C Hazard yang membuat
nama McSleep untuk produk Quality. Hazard berharap bahwa Quality akan
menjadi “McDonlads” dalam bidang penginapan. Hazard mengatakan bahwa ia
akan dapat secara bebas meminjam merek yang dimiliki McDonalds karena
mereka berdua ada di pasar yang berbeda jenis.

4.4.1. Berdasarkan Undang-undang

Bila berkaca kepada perundang-undangan di Indonesia maka penilaian


berkaitan dengan persamaan pada pokoknya ini dapat dinilai dalam pasal 6 ayat
(1) huruf a undang-undang no 15 tahun 2001. Berdasarkan penjelasan pasal 6 ayat
(1) huruf a ada beberapa faktor yang dapat menjadi pertimbangan hakim ada atau
tidaknya persamaan pada pokoknya dengan merek tersebut:

 Persamaan bentuk
 Persamaan cara penempatan
 Persamaan cara penulisan
 Persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek
Apabila berdarkan penilaian undang-undang di Indonesia ini, penilaiannya
sangatlah kecil persamaan kedua merek tersebut karena yang dipermaslahkan
hanyalah penggunaan nama “Mc” saja bahkan kedua merek tersebut bergerak
dalam kelas jenis barang yang berbeda jenis. Selain itu dalam putusannya nama
ini juga digunakan oleh pihak lain di Amerika yang berbeda jenis kelas barang
dengan McDonalds, yaitu McQuick untuk perusahaan jasa penggantian oli dengan
cepat, McPrint digunakan oleh toko print di New York, dan McMaid untuk jasa
penyedian pembantu di Chicago. Apabila berkaca kepada perundang-undangan di
Indonesia penggunaan kata “Mc” ini tidak dapat dimonopoli oleh McDonalds
karena telah digunakan oleh berbagai pihak. Seperti dalam putusan 224
K/Pdt.sus-HKI/2014 kasus Olympic yang mengatakan bahwa nama OLYMPIC
tidak dapat dimonopoli oleh pihak Comitte. Berdasrkan hal ini merek McDonalds

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
99

tersebut dengan Mc Sleep berdasarkan undang-undang di Indonesia tidak


memiliki persamaan pada pokoknya, karena persamaan tersebut sangatlah kecil
dan sulit untuk dibuktikan.

Namun dalam pendaftarannya dapat ditolak oleh ditjend HKI karena berdasarkan
pasal 4 uu no 15 tahun 2001 yang bunyinya sebagai berikut:19

Pasal 4
Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beriktikad
tidak baik

Pihak Quality memiliki itikad tidak baik karena penciptaan merek


“McSleep” didasarkan pada keinginan untuk meniru merek McDonalds.
Penggunaan nama McSleep ini digunakan oleh pihak Quality dengan alasan yang
bertujuan mendompleng ketenaran nama McDonalds. Hal ini dapat kita lihat
dalam alasan Robert C Hazard yang membuat nama McSleep untuk produk
Quality. Hazard berharap bahwa Quality akan menjadi “McDonlads” dalam
bidang penginapan. Hazard mengatakan bahwa ia akan dapat secara bebas
meminjam merek yang dimiliki McDonalds karena mereka berdua ada di pasar
yang berbeda jenis. Hazard menginginkan mereknya mudah dikenali dan memiliki
kualitas, kesan, dan penilain yang keseluruhannya serupa dengan penilaian
masyarakat terhadap McDonalds.20 Hal inilah yang menjadi pemberat bagi pihak
McSleep untuk mendaftarkan mereknya menurut ketentuan perundang-undangan
di Indonesia. Karena adanya niat buruk untuk mendompleng ketenaran dari pihak
McDonalds.

4.4.2. Berdasarkan Teori

Berdasarkan teori dapat digunakan dengan dua penilaian secara umumnya


yaitu dengan similiarity test dan DuPont Factors. Bila menggunakan konsep
similiarity test ada beberapa penilain yang dapat menjadi dasar penilaian, yaitu:

1) is there similiarity of sound

19
Indonesia, Op Cit
20
Ginsburg, Op Cit, Hlm 27

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
100

2) is there similiarity of sight


3) is there similiarity of meaning

penilaian terhadap persamaan pada suara dalam kedua merek ini


telah dilakukan penilaiannya ini dapat dilakukan dengan melafalkan nama merek
McSleep tersebut. Berdasarkan penyebutannya ada perbedaan yang besar antara
penyebuitan kedua merek tersebut. Unsur kecil yang memiliki persamaan antara
kedua merek tersebut adalah huruf “M dan C” sisanya memiliki perbedaan antara
masing-masing merek.

Penilain berikutnya adalah dengan menggunakan kesamaan pada


pandangan, kesan, dan penglihatan. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Dr.
Hanz Zeisel dengan menaruh iklan McSleep Inn dengan disampingnya
disandingkan dengan iklan McDonalds. Hasilnya adalah 57% penumpang pesawat
yang membaca katalog tempat kedua iklan mengetahui iklan tersebut.
Berdasarkan 57% dari penumpang yang mengetahui tersebut 10,3% yang
berasumsi bahwa McSleep Inn adalah produk milik McDonalds. Sedangkan dalam
survey lainnya yang diiklankan di yellow pages, 147 dari 163 koresponden
mengetahui iklan tersebut dan hanya 16,3 persen yang mengatakan bahwa
McSleep Inn adalah produk milik McDonalds. Hal ini menunujukkan bahwa dari
desain merek tersebut terdapat perbedaan yang signifikan sehingga secara
tampilan kedua merek tersebut memiliki perbedaan.

Kesamaan dalam arti, berkaitan dengan kesamaan dengan arti kedua merek
apabila melihat secara kata yang digunakan oleh merek McSleep diaman
menggunakan huruf depan Mc yang mana tidak memiliki arti yang ditambahkan
dengan kata sleep yang dalam bahasa indonesia berarti tidur. Berdasarkan hal ini
tidak adanya persamaan arti antara kedua merek tersebut.

4.4.3 Berdasarkan The Du Pont Factors

Penilaian selanjutnya adalah dengan menggunakan The DuPont Factor,


yang mana penilaian ini dapat dilihat dengan beberap faktor penting untuk menilai
apakah adanya persamaan antara kedua merek tersebut yang dapat menimbulkan
persaingan usaha yang tidak sehat. Berikut adalah penilainnya:

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
101

1. Tampilan, bunyi, konotasi, dan kesan dalam periklanan


Penilaian ini dapat dilihat dalam penjelasan sebelumnya terkait
dengan similiarity test. Berkaitan dengan similiarity test tersebut
persamaan antara kedua merek hanya berdasrkan kepada penggunaan kata
“Mc” saja. Sisanya memiliki perbedaan antara kedua merek tersebut.
Bahkan secara kesan dan pandangan serta penglihatan kedua merek
tersebut memiliki perbedaan ketika dilakukan survey oleh Dr. Hanz Zeisel
hal ini dapat disimpulkan dengan hanya 10% rata-rata orang yang
mengafiliasikan merek McSleep dan McDonalds.
2. Barang
Berdasarkan hal ini barang kedua merek tersebut memiliki
perbedaan yang sangat besar, hal ini dikarenakan McSleep adalh produk
dari pihak Quality untuk tempat penginapan. Tetapi McDonalds dan
semua produknya adalah makanan cepat saji. Hal inilah yang menjadikan
kedua merek tersebut secara barang yang dijual memiliki perbedaan satu
sama lain.
3. Saluran Perniagaan:
Produk yang dijual berbeda, menjadikan kedua produk tersebut
memiliki kemungkinan kecil untuk berada dalam pasar yang sama dengan
merek yang ada. Sebagai contohnya adalah tidak mungkin merek McSleep
Inn bisa memasuki pasar yang dimiliki oleh pihak McDonalds. Karena
kedua produk tersebut berada dalam saluran perniagaan yang berbeda.
4. Penjualan
Pembeli dari kedua merek tersebut merupakan pembeli yang tidak
terlalu berhati-hati atau sangat teliti. Karena kedua merek ini menjual
produk yang merupakan kebutuhan dasar manusia. Terutama kedua merek
tersebut mengincar masyarakat kelas menengah. Sehingga harganya yang
tidak mahal dan berkiatan dengan kebutuhan dasar manusia yaitu
beristirahat dan makan. Sehingga menurut saya kedua pembeli tersebut
memiliki motivasi lain untuk membeli produk tersebut seperti kebutuhan
akan makan dan kebutuhan akan istirahat apabila sedang dalam perjalanan.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
102

Sehingga bukan pembeli yang teliti dan detail berkaitan dengan produk
yang dijual tetapi pemenuhan kebutuhan, kenyamanan, dan rasa.
5. Popularitas
Bila berkaca kepada keterkenalan merek sebelumnya, merek
McDonalds pada saat itu memiliki reputasi yang baik di masyarakat
amerika. Reputasi yang dibuat oleh McDonalds dilakukan dengan melalui
berbagai iklan yang mencapai 14 miliar dolar per tahunnya. Hal ini
kemudian ditingkatkan dengan mengkonversikan berbagai tokonya
menjadi sebuah restauran dan dengan memperbanyak restoran cepat
sajinya pada setiap tempat istirahat di jalan bebas hambatan, dan juga
berbagai tempat pengisian bahan bakar menjadikan reputasi McDonalds
semakin dikenal pada saat itu di Amerika. Hal ini semakin dilengkapi oleh
McDonalds dengan cita rasa dan kualitasnya yang selalu terjamin dan
terjaga dan harganya yang yang terjangkau oleh setiap kalangan.
6. Persamaan Merek:
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, persamaan antara merek
McDonalds dan McSleep Inn hanya terletak pada kata “Mc” yang mana
oleh banyak kalangan diafiliasikan ke McDonalds. Selain dari kata
tersebut kedua merek memiliki perbedaan yang sangat jauh berbeda.
7. Actual Confusion
apakah dapat menimbulkan kebingungan menentukan bagi para
konsumen. Kemudian dilakukan lah survey kepada 400 orang secara acak
denan melalui telefon. Survey ini dilakukan oleh Dr. Hanz Zeisel, dengan
pertanyaannya adalah:

1. jika anda sedang berada dalam sebuah perjalanan, kemudian


melihat baliho iklan hotel dengan nama McSleep, hotel seperti apa
yang anda kira?

2. dan, siapa dan apa perusahaan yang anda yakini menjalankan hotel
yang bernamakan McSleep tersebut?

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
103

Berdasarkan penelitian tersebut ada beberapa hasil yang


menunujukkan bahwa penyebutan nama tersebut menjadikan nama
McSleep memilki afiliasi dengan McDonalds. Hal ini terbukti dari 31
persen koresponden menjawab “McDonalds” terhadap pertanyaan yang
kedua. Menurut Dr.Hanzel sebagaian besar masyarakat dari populasi entah
meyakini bahwa penggunaan nama “McSleep Inn” sebagai nama merek
produk Quality memberikan afiliasi produk tersebut kepada McDonalds.
Berdasasrkan penelitian ini meskipun ada sedikit perbedaan bunyi, namun
menimbulkan kesan dan kebingungan di masyarakat.21
8. Penggunaan bersama
Hal ini belum dapat dibuktikan tentang penggunaan kedua merek
tersebut, karena sebelum diumumkan secara resmi terkait dengan merek
penginapan tersebut, hal ini sudah ditolak mentah-mentah oleh
McDonalds. Hasilnya adalah keputusan hakim yang menolak dan
melarang penggunaan nama McSleep dipasaran karena dapat menimbulkan
kebingungan dengan McDonalds.
9. Keragaman Barang
Keberaman jenis yang digunakan McSleep hanya terletak pada
penginapan dengan kelas ekonomi. Hal ini seperti dalam tujuan mereka
membuat McSleep Inn. Sedangkan McDonalds menamakan kata “Mc”
pada setiap makanan dan minuman yang mereka jual.
10. Pasar kedua belah pihak
Pasar yang dihadapi oleh kedua merek tersebut adalah pasar
amerika yang mana menurut Dr. Hanz ada kemungkinan para kostumer
McSleep Inn mengafiliasikan merek tersebut ke McDonalds. Sehingga
McSleep mendapatkan sedikit keuntungan dari penggunaan nama tersebut.
11. Hak Ekslusif
Hak ini dimiliki oleh pihak McSleep dimana telah dibangun beberapa
merek dengan nama sejenis di beberapa tempat di Amerika, namun karena
masih dalam pengerjaan dan baru diresmikan beberapa minggu kemudian.

21
Edward C Ginsburg, Op. Cit, hlm 10-11

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
104

Nama ini belum secara resmi diumumkan oleh pihak Quality. Pada
akhirnya Nama ini dipaksa diganti oleh pengadilan.
12. Potensi Kebingungan
Seperti dijelaskan oleh Dr. Hanz bahwa penggunaan kedua merek ini
memiliki potensi untuk menimbulkan kebingungungan bagi masyarakat di
Amerika Serikat dan negara Bagiannya.
13. Fakta lainnya
Fakta lainnya adalah tujuan dari penggunaan nama tersebut oleh pihak
Quality yang mana bertujuan memiliki kualitas dan reputasi yang mudah
diingat dan baik di mata masyarakat dengan menggunakan nama keluarga
McDonalds.

Berdasarkan hal ini ada berbagai kesimpulan yang menarik yang dapat diambil
dalam kasus ini. Pertama dalam kasus ini yang menjadi permasalahan adalah
penggunaan kata “Mc” saja. Sedangkan dalam hukum Indonesia persamaan ini
sangatlah kecil untuk dikatakan sama, karena bukanlah unsur yang menonjol bila
kita baca dan kita lihat secara seksama. Selain itu jenis barang yang berbeda kelas
menjadika n kedua merek ini sangat jauh dari kata “persamaan pada pokoknya”.
Hal ini dikarenakan persamaan antara kedua merek tersebut sangatlah kecil dari
segi barang dan nama.

Selain itu berdasarkan penilaian similiarity test dan dupont factor adanya
perbedaan yang signifikan antara kedua merek tersebut, sehingga berdasrkan
kedua faktor ini kedua merek tersebut tidaklah sama baik secara fisik dan faktor
lainnya. Namun berkaca kepada penilaian likelihood of confusion. Penggunaan
merek McSleep dapat menimbulkan kebingungan di Masyarakat. Karena
penggunaan nama tersebut, menurut Dr Hanz dapat menimbulkan kesan bagi
sebagian masyarakat yang mengafiliasikan merek McSleep dikelola dan berada
dibawah naungan McDonalds. Sehingga penggunaan merek tersebut dianggap
merugikan konsumen dan pihak McDonalds.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
105

4.5. CHAMPAGNE LOUIS ROEDERER, S.A., v. DELICATO VINEYARDS

Kasus ini adalah sengketa antara Champagne Louis Roederer, S.A


melawan Delicato Vineyards. Dalam kasus ini yang menjadi objek sengketa
antara masing-masng pihak adalah penggunaan nama merek “CRYSTAL
CREEK” oleh Delicato vineyards. Hal ini menimbulkan penolakan dari pihak
Champagne Louis Roederer. Apabila kita melihat berdasarkan penilaian undang-
undang di Indonesia dengan teori yang ada maka penilaiannya adalah sebagai
berikut

4.5.1. Berdasarkan undang-undang

Apabila melihat berdasarkan undang-undang republik indonesia tentang


merek yaitu uu no 15 tahun 2001. Persamaan kedua merek ini dapat kita lihat
dalam berbagai aspek pasal yang ada dalam undang-undang tersebut. Bila berkaca
kepada penggunaan kelas barang antara kedua merek tersebut, dimana
“CRYSTAL CREEK” dalam minuman anggur dan “CRISTAL” dalam
champagne. Kedua minuman ini adalah minuman yang memiliki persamaan jenis
yaitu berasal dari anggur yang kemudian memiliki kadar alkohol dalam
minumannya. Berdasarkan hal ini, maka kedua merek tersebut memiliki produk
dalam jenis, kelas barang yang sama yaitu dalam kelas 32. Barang dalam kelas 32
adalah Bir dan jenis-jenis bir; air mineral dan air soda dan minuman bukan
alkohol lainnya; minuman-minuman dari buah dan perasan buah; sirop-sirop dan
sediaan-sediaan lain untuk membuat minuman.22
Berdasarkan hal ini, kasus ini untuk melihat apakah adanya persamaan
antara kedua merek tersebut dapat digunakan dengan menggunakan pasal 6 ayat
(1) huruf a undang-undang no 15 tahun 2001. Sedangkan untuk menegaskan
posisi pemilik merek “CRISTAL” sebagai merek terkenal dapat digunakan
dengan ketentuan pasal 6 ayat (1) huruf b. Apabila berkaca kepada ketentuan
dalam penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf a untuk menilai adanya persamaan antara

22
Indonesia, Op Cit

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
106

kedua merek tersebut, ada beberapa faktor atau unsur untuk menentukan
persamaan antara kedua merek tersebut. Faktor tersebut adalah:
 Persamaan bentuk
 Persamaan cara penempatan
 Persamaan cara penulisan
 Persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek
Berdasarkan penilaian ini, dalam unsur dan faktor 1, 2 dan 3 berdasarkan
kasus ini ada perbedaan yang signifikan antara kedua merek tersebut. Hal ini
berdasrkan penilaian majelis hakim sidang tahap pertama dan banding.
Berdasarkan kedua persidangan tersebut disimpulkan bahwa kedua merek
memiliki perbedaan yang sangat jelas berkaitan dengan logo dan cara
penulisannya. Namun melihat pada unsur dan faktor keempat yaitu persamaan
bunyi, kedua merek tersebut memiliki persamaan dalam penyebutan kata
“CRISTAL” dan “CRYSTAL”. Sekalipun terdapat perbedaan huruf dalam kedua
merek namun masih membuka peluang untuk menimbulkan kebingungan karena
tidak adanya norma dasar untuk membaca suatu merek secara benar. Berdasrkan
penilaian ini kedua merek pada dasarnya memiliki perbedaan yang cukup
signifikan.
Selanjutnya apabila melihat kekuatan merek atau reputasi merek milik
Reoderer terkait merek tersebut, merek Reoderer memiliki reputasi yang sangat
kuat menurut majelis hakim banding dalam pertimbangannya. Berdasarkan
argumentasi yang dikatakan oleh pihak pengadilan ini sudah seharusnya merek
Reoderer dapat dikatakan sebagai merek terkenal. Namun berkaca kepada unsur
dalam pasal 6 ayat (1) huruf b uu 15 tahun 2001 yang mengatakan harus adanya
unsur “persamaan pada pokoknya” antara kedua merek, hal ini yang menjadi
kesulitan untuk menemukannya. Karena seperti dijelaskan sebelumnya, kedua
merek pada dasarnya memiliki perbedaan yang signifikan, satu unsur yang
menjadi dasar yang mempersamakan hanyalah penggunaan kata “CRYSTAL” dan
“CRISTAL”.
Selain itu apabla melihat penggunaan kata “CREEK” oleh pihak Delicato
dapat menjadi salah satu alasan adanya persamaan. Karena penggunaan nama
tersebut adalah nama untuk Indikasi Geografis, dan nama sebuah kota di

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
107

Oklahoma. Penggunaan nama ini yang kemudian harus ditinjau kembali karena
adanya persamaan dengan indikasi geografis tertentu, namun dengan adanya kata
lain yaitu “CRYSTAL” nama merek ini memeiliki perbedaan atau memiliki
modifikasi dari kata yang dilarang tersebut berdarkan pasal 6 ayat (1) huruf C uu
no 15 tahun 2001.
Bila berdasarkan pasal-pasal dalam uu no 15 tahun 2001 ini kita dapat
melihat bahwa kedua merek tersebut memiliki perbedaan dari segi arti,
penampilan, kesan, dan bunyi. Unsur-unsur ini memiliki perbedaan yang jelas
dalam kedua merek tersebut. Perbedaan ini menjadikan kedua merek tersebut pada
dasarnya tidak memiliki persamaan pada pokoknya menurut undang-undang no
15 tahun 2001 tentang merek.

4.5.2. Berdasarkan Teori


Apabila berkaca kepada penerapan Teori terhadap kasus ini, maka ada
beberapa aspek penilaian yang dapat digunakan dalam kasus ini. Penilaian yang
dapat digunakan dalam kasus ini, mulai dari similiarity test, likelihood of
confusion, dan DuPont Factors. Ketiga penilaian ini dapat menjadi ukuran untuk
melihat apakah adanya persamaan antara kedua merek tersebut. Seperti dijelaskan
sebelumnya berkaitan dengan persamaan pada pokoknya tentang ketiadaan
persamaan pada pokoknya antara kedua merek tersebut. Penilaian similiarity test
pada dasarnya memiliki konsep yang sama, yaitu unutuk menilai apakah adanya
persamaan yang menonjol antara kedua produk tersebut. Penilaian dengan
similiarity test dapat dinilai dengan beberapa faktor sebagai berikut:

1) is there similiarity of sound


2) is there similiarity of sight
3) is there similiarity of meaning

Berdasarkan ketiga unsur penialain diatas, kita dapat melihat bahwa ketiga
unsur ini memiliki persamaan dalam penilaiannya dengan penilaian persamaan
pada pokoknya dalam undang-undang no 15 tahun 2001. Hal yang
membedaknnya hanyalah adanya penggunaan unsur persamaan arti dalam

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
108

penilaian ini. Namun secara keseluruhan, kedua merek berdasarkan kesan dan
penampilan memiliki perbedaan yang mendasar berdasarkan penilaian hakim di
amerika serikat. Secara bunyi kedua merek juga memiliki perbedaan namun tidak
menutup kemungkinan bagi merek Crystal Creek disebut dengan nama Crystal
saja ketika dilakukan pembelian oleh seorang konsumen, sehingga dapat
menimbulkan keadaan likelihood of confusion antara kedua produk minuman
anggur tersebut. Dimana keadaan yang mungkin terjadi adalah seorang
konsumen yang ingin membeli produk anggur yang lain tetapi malah diberikan
minuman anggur yang lain. Berdasarkan arti seperti dijelaskan sebelumnya dalam
putusan bahwa arti kedua merek dalam kata ”CRISTAL/CRYSTAL” memiliki
persamaan satu sama lain. Namun ada unsur tambahan yang membedakan dari
segi arti, yaitu penggunaan kata Creek yang secara teori menuju pada jenis
topografi tertentu yang diterima secara umum.

4.5.3. Berdasarkan The Du Pont Factor


Penilaian selanjutnya adalah penilaian dengan menggunakan DuPont Factors.
Berdasarkan putusannya, kasus CRYSTAL telah memenuhi sebagian besar unsur
dalam DuPont Factor. Namun ketiadaan unsur pertama dalam faktor ini, menurut
hakim tidak dipenuhinya satu unsur atau faktor menjadikan tidak adanya
persamaan antara kedua merek tersebut yang berarti. Berikut adalah rincian
penilaiannya menurut pandangan penulis:

1. Tampilan, bunyi, konotasi, dan kesan dalam periklanan


Berdasarkan penilaian ini seperti yang dijelaskan sebelumnya
dalam penilaian dengan undang-undang dan similiarity test. Penilaian ini
menilai bahwa kedua merek ini tidak memiliki persamaan pada pokoknya
dan persamaan berdasarkan similiarity test menurut teori dan undang-
undang yang ada.
2. Barang
Seperti yang dijelaskan sebelumnya berkaitan dengan jenis kelas
barangnya. Kedua barang tersebut yang merupakan salah satu minuman
beralkohol berasal dari buah yang sama yaitu anggur. Bila berkaca kepada

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
109

kedua jenis minuman tersebut, maka kedua minuman ini memiliki


persamaan jenis barang antara kedua merek tersebut.
3. Saluran Perniagaan
Berdasarkan saluran perniagaan antara kedua merek tersebut.
Kedua merek tersebut yang bergerak dalam pasar yang sama dan jenis
kelas barang yang sama menjadikan kedua merek tersebut bergerak dan
berada dalam pasar yang sama satu sama lain.
4. Penjualan
Berdasarkan pembeli dari kedua merek tersebut, biasanya
konsumen kelas jenis barang ini cendrung pemilih dan berhati-hati
terhadap minuman yang akan dibeli. Karena bila berkaca pada penjelasan
berkaitan dengan faktor ini semakin teliti dan berhati-hatinya seorang
konsumen, maka kedua merek ini memiliki konsumen yang sangat berhati-
hati dan adanya kehati-hatian ini semakin mengurangi adanya keadaan
likelihood of confusion.
5. Popularitas
Seperti dijelaskan sebelumnya oleh majelis hakim di amerika
serikat yang mengatakan bahwa merek milik Reoderer memiliki kekuatan
yang sangat besar dalam reputasinya. Hal ini dapat dilihat dari
pembentukan merek tersebut yang dibuat sejak sebelum perang dunia
kedua, dimana merek Reoderer telah terbentuk lama sehingga reputasinya
menurut hakim dan berdasarkan pendapat
6. Persamaan Merek
Tanda atau merek yang digunakan dalam merek tersebut hanya
berupa persamaan pada kata nya saja yang mana kedua merek tersebut
menggunakan nama yang hampir serupa untuk barang sejenis yang sama.
Barang sejenis yang dijadikan sebagai jenis barang yang sama antara
kedua merek “CRISTAL” dan “CRYSTAL CREEK” adalah barang
minuman beralkohol yang berasar dari buah anggur atau yang dikenal
dengan sebutan wine.
7. Actual Confusion

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
110

Sebenarnya belum ada penelitian lebih lanjut berkaitan dengan ada


atau tidaknya kebingungan yang sebenarnya dari penggunaan kedua merek
tersebut. Namun berkaca kepada penggunaan merek yang sama
penyebutannya dan untuk minuman jenis yang sama namun karakter yang
berbeda, dapat menyebabkan kebingungan di masyarakat. Dimana
masyarakat akan menganggap salah satu produk tersebut berasal dari
pabrikan yang sama dengan jenis minuman anggur yang berbeda yaitu
campagne yang diberi nama “CRYSTAL CREEK”.
8. Penggunaan bersama
Berkaitan dengan penggunaan kedua merek selama ini berdasarkan
putusan yang ada memang belum ada bukti tentang adanya kebingungan
yang nyata di masyarakat. Namun berkaca kepada penilaian kehadiran
Actual Confusion diatas, kemungkinan ini masih terbuka lebar untuk
dilakukan penelitian apakah dalam penggunaannya sebelum dijatuhkan
putusan ada kebingungan yang nyata di masyarakat.
9. Keragaman Barang
Barang yang menjadi sengketa dalam kasus ini adalah jenis barang
kelas minuman beralkohol yang mana berasal dari buah yang sejenis yaitu
buah anggur. Namun ada sedikit karakteristik yang berbeda antara kedua
produk yang dijual namun pada dasarnya memiliki persamaan yang
sejenis. Yaitu minuman beralkohol sampanye, yang berasal di suatu desa
di Prancis. Namun kedua merek antara Reoderer dan Delicato memiliki
berbagai minuman beralkohol lainnya yang bukan sejenis wine.
10. Pasar kedua belah pihak
Berdasarkan kasus ini, kedua merek tersebut bertentangan dan
saling bersinggungan dalam pasar minuman beralkohol di Amerika Serikat
dan negara bagiannya. selain itu juga kedua merek bersinggungan dalam
minuman beralkohol internasional di beberapa negara Eropa seperti
Inggris.
11. Hak Ekslusif
Apabila pihak delicato telah mendaftarkan merek CRYSTAL
tersebut maka akan ada kemungkinan mereka akan memiliki hak ekslusif

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
111

terhadap mereknya. Beberapa pabrikan yang mereka miliki telah memiliki


hak ekslusif ini untuk memproses minuman beralkohol tersebut
12. Potensi Kebingungan
Penggunaan nama yang sama berdampak pada kemungkinan
adanya kebingungan yang dapat terjadi di masyarakat.
13. Fakta lainnya
Fakta lainnya yang dapat memberikan efek dari penggunaan nama
tersebut adalah seperti penggunaan nama CREEK yang mana merupakan
nama topografi sehingga dapat menjadi afiliasi tersendiri di mata
masyarakat dengan memberikan kesan bahwa minuman tersebut berasal
dari kota dengan nama yang sama di Oklahoma.

Berdasarkan penilaian ini kita dapat melihat bahwa produk Reoderer dan
Delicato pada dasarnya dari tampilan dan kesan tidak memiliki persamaan pada
pokoknya dari segi tampilan yang ada. Selain itu juga berkaca pada penilaian
Similiarity Test tidak ditemukan adanya persamaan antara kedua produk, unsur
menonjol yang memiliki persmaan adalah penggunaan kata”CRISTAL” dan
“CRYSTAL” selebihnya memiliki ciri khasnya masing-masing. Namun hal ini
tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya keadaan yang dapat menimbulkan
likelihood of confusion. Hal ini dikarenakan ketika disebutkan merek nya dan si
pembeli hanya menyebutkan kata “CRYSTAL” saja maka akan merefer pada
merek yang lain juga, hal ini juga dapat berlaku sebaliknya. Selain itu persamaan
ini juga dapat menimbulkan kesan masyarakat yang menganggap salah satu
produk tersebut berasal dari pabrikan Reoderer yang sama untuk jenis minuman
anggur yang berbeda yaitu campagne yang diberi nama “CRYSTAL CREEK”.
Selain itu berkaca kepada penilaian dengan DuPont Factor ada beberapa
aspek yang dapat menjadi pertimbangan hakim karena adanya persinggungan dan
kemungkinana menimbulkan Actual Confusion. Namun keputusan hakim untuk
memenangkan “CRYSTAL CREEK” hanya berdasarkan pertimbangan faktor
pertama yang tidak terpenuhi oleh kedua merek tersebut. Hal ini terlalu dilebih-
lebihkan oleh hakim karena terlalu memberatkan satu faktor menjadi dasar

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
112

penolkan putusan banding tersebut. Padahal disisi lain faktor yang lain saling
bersinggungan antara kedua produk tersebut.
Berkaca kepada penjelasan kasus-kasus diatas yang dinilai dengan
penilaian yang ada dalam prakteknya di Indonesia dan Amerika. Ada beberapa hal
yang dapat ditarik berkaitan penilaian hakim tersebut. Apabila kita melihat pada
penilaian hakim di Indonesia, mereka cendrung menggunakan penilaian apakah
adanya unsur-unsur yang terpenuhi dalam kasus tersebut dalam pasal 6 undang-
undang no 15 tahun 2001. Apabila semua unsur terpenuhi berdasarkan alat bukti
yang ada maka salah satu merek dapat ditolak atau dibatalkan mereknya. Namun
hal ini berbeda dengan kasus di amerika, dimana mereka cendrung menggunakan
pendekatan “dampak yang akan timbul” berdasarkan penggunaan merek tersebut.
Berbagai kasus di amerika untuk melihat dampak yang akan timbul untuk
mencegah persaingan yang tidak sehat ini dapat dinilai dengan berbagai teori dan
dasar hukum yang ada. Dasar yang menjadi suatu merek memiliki persamaan atau
tidak dalam hukum amerika adalah dengan melihat apakah penggunaan kedua
merek tersebut dapat menimbulkan kebingungan yang senyatanya atau dapat
menimbulkan likelihood of confusion nantinya di pasar. Kemudian apabila
memang ada kemungkinanakan terjadi keadaan tersebut maka dapat digunakan
penilaian lainnya seperti similiarity test atau DuPont Factors atau bisa dilakukan
sebaliknya. Penggunaan berbagai penilain yang ada di amerika ini terkait dengan
persamaan antara merek dapat memberikan berbagai argumen yang dapat
melindungi produsen dan konsumen terkait ada tidaknya persamaan pada
pokoknya antara merek-merek yang bersengketa.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
Bab V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.1.1. Adanya penilaian untuk menilai apakah adanya persamaan pada


pokoknya antara suatu produk dengan produk lain dalam undang-undang no
15 tahun 2001 pada dasarnya sudah cukup baik. Bila melihat pada
pengaturannya berkaitan dengan penilaian persamaan pada pokoknya ini
dapat kita lihat dalam penjelasan pasal 6 ayat (1) undang-undang nomor 15
tahun 2001. Berdasarkan penjelasan undang-undang tersebut ada beberapa
faktor penting yang dapat digunakan hakim untuk menilai apakah adanya
persamaan pada pokoknya antara suatu produk dengan produk lain. Namun
penilaian persamaan pada pokoknya ini hanya terdiri dari beberapa faktor
saja. Sedangkan dalam beberapa penilaian berdasarkan doktrin lainnya ada
berbagai faktor yang dapat menjadi pertimbangan hakim untuk melihat
persamaan antara merek tersebut.

5.1.2. Berdasarkan analisis yang telah diutarakan oleh penulis, penilaian


hakim untuk menilai adanya unsur persamaan pada pokoknya dalam kasus
yang terjadi di Indonesia terpaku pada penilaian pada penjelasan pasal 6
ayat (1) undang-undang no 15 tahun 2001 saja. Dimana faktor yang
menjadi penilaiann hakim hanyalah penilaian secara fisik atau tampilan
kedua merek tersebut. Selebihnya hakim tidak melakukan penilaian lain.
Bahkan untuk menilai apakah suatu merek memliki posisi sebagai merek
terkenal hanya berdasarkan alat bukti saja tanpa adanya penelitian atau
penilaian lanjutan dalam ketiga kasus tersebut. Bahkan dalam ketiga
putusan yaitu putusan nomor 224 K/Pdt.sus-HKI/2014, nomor 590
K/pdt.Sus/2012, dan nomor 477 K/Pdt.Sus/2012 hakim hanya mengatakan
bahwa ada terdapat persamaan antara merek yang bersengketa tanpa melalui
penjelesana mendalam dan mendetail tentang persamaan antara merek yang
bersengketa tersebut pada bagian mana dan unsur apa saja. Hal ini berbeda
bila kita melihat dalam kasus yang terjadi di Amerika dimana ada beberapa

113 Universitas Indonesia


Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
114

aspek yang dinilai hakim untuk melihat apakah suatu merek memiliki
persamaan dengan merek lain yang disengketakan. Sebagai contohnya
dalam kasus QUALITY INNS INTERNATIONAL V. McDONALD`S
CORP dimana hakim menilai adanya persamaan tersebut dilihat dari dua
cara yang berbeda yaitu ketika dilafalkan dan dilihat oleh konsumen secara
langsung apakah akan menimbulkan kesan yang dapat menimbulkan
kebngungan bagi konsumen dimana menunjukkan adanya persamaan pada
pokoknya pada kedua merek tersebut. Sedangkan dalam kasus
CHAMPAGNE LOUIS ROEDERER, S.A., v. DELICATO VINEYARDS
hakim menilai dari segi fisik atau tampilan kedua merek tersebut serta
melihat berdasarkan sejarah kedua merek anggur tersebut. Penilaian
berdasarkan tampilan atau fisik ini untuk melihat apakah adanya persamaan
terhadap tampilan pada kedua merek tersebut namun dalam melihat
kekuatan merek minuman anggur tersebut hakim melihat dari sejarah kedua
merek tersebut berdiri. Bila melihat pada cara penilaian hakim dalam kelima
kasus ini kita dapat membagi kedalam kedua kelompok besar. Dimana
penilaian hakim di Indonesia terlalu terpaku kepada penjelasan pasal 6 ayat
(1) uu no 15 tahun 2001 saja. Sedangkan penilain hakim di Amerika
cendrung menilai dengan penilaian yang hampir serupa dengan penilaian
dalam penjelasan pasal 6 ayat (1) uu no 15 tahun 2001 namun ditambah
dengan penilaian dari faktor lain antara kedua merek untuk melihat apakah
adanya persamaan pada pokoknya. Hal inilah yang menjadi kendala bagi
hakim di Indonesia, karena pada dasarnya penilaian persamaan pada
pokoknya antara suatu kasus tidak dapat diterapkan secara seimbang dan
sama bergantung pada unsur mana yang memiliki beban persamaan yang
lebih berat dibandingkan pada kasus lain.

Berkaitan dengan penerapan Teori yang digunakan oleh hakim, hakim di


Indoensia cendrung hanya berkaca pada penjelasan pasal 6 ayat (1) saja.
Namun dalam kasus nomor 590 K/pdt.Sus/2012 dimasukkan adanya
penilaian dengan menggunakan teori yang dikemukakan komisi banding
terkait dengan persamaan pada pokoknya. Hal ini berbeda dengan hakim
dalam kasus QUALITY INNS INTERNATIONAL V. McDONALD`S

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
115

CORP, dan CHAMPAGNE LOUIS ROEDERER, S.A., v. DELICATO


VINEYARD yang mana menggunakan penilaian similiarity test sebagai
dasar penilaian dengan menggunakan penilaian dengan teori-teori yang
lain, yaitu dengan The Du Pont Factors dan likelihood of confusion. Teori-
teori in digunakan hakim di amerika sebagai dasar penilaian untuk
menentukan apakah adanya persamaan antara kedua merek yang
bersengketa atau tidak. Kurangnya penerapan teori dalam penilaian hakim
di Indonesia terkait dengan penilaian persamaan pada pokoknya ini
menjadikan sedikitnya refrensi hakim untuk menilai persamaan merek
antara kedua merek yang bersengketa tersebut. Kekurangan refrensi terkait
penilaian ini dapat menjadikan sulitnya hakim untuk menemukan suatu
persamaan pada pokoknya pada merek yang secara fisik berbeda namun di
pasar membingungkan masyarakat dan konsumen ketika memilih kedua
produk di kemudian hari.

5.2. Saran

Sebagaimana yang telah dibahas terkait dengan penilaian hakim terhadap unsur-
unsur persamaan pada pokoknya, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai
berkut:

1. Pemerintah harus membentuk peraturan perundang-undangan yang


secara jelas, rinci, dan tegas mengatur mengenai unsur-unsur yang dapat
dinilai hakim untuk menemukan persamaan pada pokoknya terhadap suatu
pelanggaran merek. Hal ini ditujkkan untuk mempermudah hakim dalam
melakukan penilaian yang ada dan memperluas perlindungan merek itu
sendiri

2. Penilaian yang dilakukan hakim harus dijabarkan secara rinci, pada


unsur mana saja yang menjadi persamaan antara merek yang bersengketa
untuk memberikan kejelasan pandangan hakim bagi para pihak yang
bersengketa. Hal ini dikarenakan pada saat ini hakim di Indonesia hanya
menilai persamaan pada pokoknya kedalam satu kalimat atau satu paragraf
saja tanpa memberikan alasan secara rinci dari persamaan tersebut.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
116

3. Penilaian yang dilakukan oleh hakim haruslah memiliki pandangan


bukan saja untuk melindungi produsen yang bersengketa tetapi konsumen
itu sendiri. Karena meskipun ada kemungkinan persamaan pada pokoknya
tidak terlalu besar atau tidak terlalu sama namun masih ada kemungkinan
menimbulkan kebingungan atau keadaan likelihood of confusion bagi
konsumen produk tersebut.

Universitas Indonesia
Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015
DAFTAR REFERENSI

A. BUKU

Djumhana, Muhamad dan R. Djubaedillah. Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori


dan Prakteknya di Indonesia. Cet 3. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003

Foster, H dan Robert L Shook. Patents, Copyrights, and Trademar:The Total


guide to Protecting the Rights to Your Invention, Products, or
Trademark... Now Better than Ever, Second Edition. New York: John
Wiley & Sons, Inc, 1993.

Gautama, Sudargo dan Rizwanto Winata. Hukum Merek Indonesia, (Bandung: PT


Citra Aditya Bakti, 1993.

Gautama,Sudargo.Hukum Merek Indonesia, Bandung: Alumni,1977

Ginsburg, Jane C. et al..Trademark and Unfair Competition Law; Cases and


Materials.Virginia: Michie Law publishers, 1996.

Harahap, M Yahya. Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang No.19 tahun 1992. Bandung: Citra Aditya
Bakti,1996.

Hasibuan, Effendy. Perlindungan Merek. Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas


Hukum Universitas Indonesia,2003.

Lindsay, Tim, et al. ed. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung:
Alumni, 2006.

Maulana, Insan Budi. Perlindungan merek terkenal di Indonesia dari masa ke


masa. Bandung: Citra Aditya Bakti,1999.

Miller Arthur R & Michael H. Davis. Intelectual Property: Patents,Trademark,


and Copyright. St. Paul: West Publishing, 1990.

Miru, Ahmad. Hukum Merek. Jakarta: RajaGrafindo,2005.

117 Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


118

Purba, Achmad Zen Umar. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs. Bandung:
Alumni, 2005.
Riswandi, Budi Agus dan M. Syamsudin. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Hukum. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.2005.

Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Cet 7. Jalarta: PT


RajaGrafindo Persada, 2010

Sardjono, Agus. Membumikan HKI di Indonesia., cet. 1.Bandung: Nuansa Aulia,


2009.

Sjahputra, Imam. Hukum Merk Indonesi, Jakarta: Harvarindo, 1997.

Soekanto, Soerjono Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas


Indonesia (UI) Press, 2006.

Suryodiningrat, RM. Pengantar Ilmu Hukum Merek. Jakarta: Pradnya


Paramita,1975.

Vandenburgh, Edward C. Trademark Law and Procedure. NewYork:The Boobbs-


merrill,1968.

White, A Blanco dan Robin Jacob. Concise College Texts; Patents, Trademarks,
Copyright and Industrial Designs. London: Sweet & Maxwell,1970.
B. Artikel

Beebe, Barton. “An empirical Study of the Multifactor Test for Trademark
Infringement.”California Law Review volume 94. (31 Desember 2006).

Bone, Robert G. “Taking The Confusion Out of “Likelihood of Confusion”:


Toward a More Sensible Approach to Trademark Infringement.”
Northwestern University Law Review 106 (2012).

Desai, Deven R. “From Trademark to Brands.” Florida Law Review 64.

Hyra, Clifford D. The DuPont Factors: The Trademark Infringement Test


Explained. HYRA IP (2009),hlm 2.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


119

McCabe, Kathleen B.“Dilution-by-Blurring: A Theory Caught in the Shadow of


Trademark Infringement.” Fordham Law Review 68 (2000). hlm 1828.
C. Internet

BitLaw, “Trademark Infringement”


http://www.bitlaw.com/trademark/infringe.html#factors, dilihat 17
November 2014

Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual. “Sekilas Sejarah Perkembangan


Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia”
http://www.dgip.go.id/tentang-kami/sekilas-sejarah. dilihat 3 September
2014

Ditjen HKI. “Penelusuran Merek Terdaftar Indonesia” http://merek-


indonesia.dgip.go.id/detail.php?aplnumber=%27R002011004970%27&cla
ss=%279%27. diunduh 30 november 2014

Illuminor, “The DuPont Factors” http://www.illuminor.com/tmc/dupont. dilihat


pada 13 Januari 2015

Intelectual Property Office New Zealan, “Similar Trademarks”,


http://www.iponz.govt.nz/cms/trade-marks/practice-guidelines-
index/practice-guidelines/10-relative-grounds-identical-or-similar-trade-
marks/4-similar-trade-marks dilihat 7 januari 2015

Intelectual Property Office New Zealand, “Identical trademarks”


http://www.iponz.govt.nz/cms/trade-marks/practice-guidelines-
index/practice-guidelines/10-relative-grounds-identical-or-similar-trade-
marks/3-identical-trade-marks dilihat 7 januari2015

IP AUSTRALIA. “Trademark Details-Full”


http://pericles.ipaustralia.gov.au/atmoss/Falcon.Result. diunduh 30
november 2014

NJP. “ninth Circuit Model Jury Instruction”


http://likelihoodofconfusiontrademark.com/likelihoodofconfusioninternet.
html, dilihat 3 november 2014

NotJustPatent “How to Avoid A Trademark Application That is Likely To Be


Refused Because of Confusion” http://likelytocauseconfusion.com/. dilihat
pada 13 Januari 2015

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


120

Oktofani, Elisabeth. “Ini Perseteruan Antara Biore Versus Biorf”


http://www.tribunnews.com/tribunners/2012/03/08/ini-perseteruan-antara-
biore-versus-biorf. diunduh 1 Desember 2014.

Quinn, Eugene R., “Trademark Infringement-The Likelihood of Confusion”


http://www.sans.edu/research/leadership-laboratory/article/quinn-ip-
confusion. dilihat 12 November 2014.

Sintong. http://sintong-abadi.com/. Diunduh 2 Desember 2014.

D. Undang-undang

Indonesia, Undang-undang Merek, UUNo 15 tahun 2001, tahun 2001, TLN


No.4131, Ps. 1.

Indonesia. Peraturan Pemerintah, PP no 24 tahun 1993, TLN No 3490.

Indonesia. Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU no 8 tahun 1999, TLN


No. 3821. Ps. 1.
Indonesia. Undang-undang perubahan atas undang-undang nomor 19 tahun 1992,
UU No 14 tahun 1997, TLN No. 3681

Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights.The TRIPS Agreement is


Annex 1C of the Marrakesh Agreement Establishing the World Trade
Organization, signed in Marrakesh, 15 April 1994.

E. Peraturan Hukum Lainnya

United States Court for The Ninth Circuit, 15.16 INFRINGEMENT—


LIKELIHOOD OF CONFUSION—FACTORS—SLEEKCRAFT TEST, 15
U.S.C. §§ 1114(1) and 1125(a)

United States of America Fifth Circuit, Similiarity In Sound and and appreance.
Abramson v. Coro Inc. 112 USPQ 307, 240 F.2d854.

United States Of America Ninth Circuit. Sleeper Lounge Co, Et al. v Bell Mfg Co.
117 USPQ 117,118, 253 F.270, 48 TMR 970.

Universitas Indonesia

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


QUALITY INNS INTERNATIONAL, INC. The name selected by Mr. Hazard for this product
v. was “McSleep Inn.” The first McSleep Inn is
McDONALD'S CORPORATION. scheduled to open in December, 1988.

695 F.Supp. 198 (D. Md. 1988) To improve its marketing of all products, Quality
International adopted a “three chain logo” which
OPINION consists of the three individualized but compatible
logos for each of the products offered (Clarion,
NIEMEYER, District Judge. Quality Inn, and Comfort Inn), arranged horizontally
under the caption “Quality International.” Each logo,
On September 21, 1987, Quality Inns International, though different, clearly belongs to a family. The
Inc. announced a new chain of economy hotels to be outside shape of all three is square with rounded
marketed under the name “McSleep Inn.” The corners and all three include within the square a
response of McDonald's Corporation was immediate. stylized sun and the applicable name “Comfort,”
It demanded by letter sent three days later that “Quality,” or “Clarion.”
Quality International not use the name “McSleep”
because it infringed on McDonald's family of marks This three chain logo will be expanded into a four
…. chain logo when the McSleep Inns join the family of
Quality International hotels and motels. As the new
II. QUALITY INTERNATIONAL corporate signature of Quality International, the four
chain logo will be featured in all corporate
Quality International is a Delaware corporation with advertising.
its principal offices in Silver Spring, Maryland. It is
engaged in the lodging business, particularly in inns, While it is the policy of Quality International to
hotels, suites, and resorts. Since 1981 it has been the advertise with a consistent corporate identification, at
fastest growing hotel franchise chain in the United the present time, inns and motels franchised by
States and is now the third largest franchiser of hotels Quality International advertise their individual
both in terms of hotels and rooms available. Its sales facilities without reference to the corporate signature.
for 1987 were over $56 million. Moreover, limited access highway signs which
announce lodging at exits only depict the logo of the
After Robert C. Hazard, Jr. became the chief particular motels available at the exit; government
executive officer of Quality International in 1980, the regulations do not permit inclusion of the three chain
company adopted a long range plan that began with or four chain logo. Examples of telephone directory
an analysis segmenting the lodging market into five advertising and even franchising offering materials
sections: economy, luxury budget, mid-priced, received at trial did not include the Quality
luxury, and super luxury. Mr. Hazard then aimed International corporate signature.
various products of Quality International at these
market segments. Clarion Hotels and Resorts became III. MCDONALD'S CORPORATION
the luxury product of Quality International; Quality
Inns, the mid-priced; and Comfort Inns, the luxury McDonald's Corporation is a Delaware corporation
budget. with its principal offices in Oak Brook, Illinois.
Founded by Ray A. Kroc, it opened its first restaurant
Having no product to compete in the economy in April, 1955, in Des Plaines, Illinois. It is now the
segment, Quality International designed a concept for largest fast food business in the world, with over
a hotel with a smaller basic room which would rent 10,000 restaurants in 45 countries and over $14
for between $20 and $29 per night. Each room would billion in sales annually. In the United States it owns
have a queen size bed, plush carpeting, color TV, and or franchises over 8200 restaurants. McDonald's
a contiguous bathroom. There would be no restaurants serve over 18 million people daily, and of
conference rooms, food or other amenities on the all the people in the United States who eat out, 11
premises, except a swimming pool in certain percent eat dinner and 25 percent eat breakfast at
geographical areas. These economy hotels would all McDonald's. McDonald's claims that within the last
be of new construction and a consistent architecture. four weeks, 89 percent of all children between the

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


ages of two and seven and 64 percent of all adults words for many of its products and services.
have eaten at a McDonald's restaurant. Indeed, over McChicken, Chicken McNuggets, Egg McMuffin or
95 percent of the entire American population has Sausage McMuffin, McD.L.T., McHappy Day,
eaten at a McDonald's, and eight percent of the entire McFortune Cookie, McFeast, McCola, McPizza,
work force in the United States once worked at a McSnack are but some of the many. It has obtained
McDonald's restaurant. trademark registrations for all of these.

In mass marketing McDonald's has widely promoted McDonald's marks are not limited to the fast food
its business philosophy of “quality, service, area, and it has obtained registrations for the use of
cleanliness and value,” or “Q.S.C.V.” It first began marks in other areas as well. In the areas of children's
network television advertising in 1965, and today 85 clothing, it owns McKids; in interstate travel plazas,
percent of its advertising is television advertising, McStop; in job programs, McJobs; in computer
although it also advertises on the radio and in print. software, McClass; in ground shuttle transportation,
In fiscal 1987, it spent over $400 million in media McShuttle. It calls its own hotel at its home offices in
advertising in the United States alone. Its total Oak Brook, Illinois, McLodge.
expenditures for advertising and promotion over the
last years have been in excess of six percent of its There is no evidence to suggest that anyone prior to
total sales and approximately $917 million for fiscal McDonald's used “Mc” with a generic word. This is
1987. It is the largest single brand advertiser in the not to say, however, that every use today of “Mc”
United States. plus a generic word belongs to McDonald's family of
marks, a subject that is discussed further, below.
At trial McDonald's presented diverse examples of its
advertising directed at particular groups and designed IV. SELECTION OF THE NAME “McSLEEP”
for particular purposes. Approximately 22 years ago,
McDonald's created the figure of Ronald McDonald, The trade name for Quality International's new
a fictitious clown who presides over McDonaldland. economy line of hotels, McSleep Inn, is the
While Ronald McDonald over the years has brainchild of its CEO, Robert C. Hazard, Jr. At trial
promoted values consistent with McDonald's he described how he thought of the name at 2 o'clock
intended image, he has never urged directly that one morning in November or December 1986 and
children purchase McDonald's products. Ronald jotted down notes of his ideas at bedside. He wanted
McDonald is also used extensively in connection a name that conveyed thrift and consistency, and
with Ronald McDonald Houses, a charitable function from a list of several names that he considered, he
supported by McDonald's. selected “McSleep.” He said that the “Mc” from the
Scottish surname conveyed thrift. The notion of
McDonald's has achieved an extremely high “consistency” was the new generic meaning of the
awareness in the minds of the American public. It prefix “Mc” in the English language. He denied that
claims that when asked to name a fast food his selection was an imitation of McDonald's or that
restaurant, 90 percent of the public will name McDonald's occurred to him at the time that he
McDonald's. The recognition of Ronald McDonald selected the name McSleep. For the reasons given,
by children between the ages of two and eight is 100 the Court does not credit this testimony.
percent, a figure matched only by Santa Claus.
When Mr. Hazard first developed his five-year plan
In 1977, McDonald's began advertising a fanciful for Quality International, which he issued on January
language called “McLanguage” that featured the 1, 1983, he identified nine corporations whose values
formulation of words by combining the “Mc” prefix he emulated. One of the nine was McDonald's, and
with a variety of nouns and adjectives. In television the values that he attributed to McDonald's, which he
advertising viewed by the Court, Ronald McDonald did not attribute to any of the other eight, were
is shown teaching children how to formulate “Mc” “quality, cleanliness and value” (actually McDonald's
words, and he used words such as McService, corporate philosophy was Q.S.C.V. or quality,
McPrice, McFries and McBest. service, cleanliness and value). Those are the very
values that later became the values of Quality
In a consistent vein McDonald's has coined “Mc” International for its new McSleep Inn product in a

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


slightly different form. food restaurant was on the Quality International
agenda at the time Mr. Hazard selected “McSleep.”
In presenting his idea of McSleep Inns to the Board
of Directors of Quality International in June, 1987 for Years before, McDonald's had adopted and used the
approval, Mr. Hazard described the new product in name McStop in connection with a traveler's plaza
terms not only suggestive of McDonald's advertising for the long distance traveler. The plaza by concept
but openly modeled on the McDonald's concept: included a McDonald's fast-food restaurant, a
convenience store, gas station, lodging, and related
The marketing promise of McSleep is “a businesses. While McDonald's would only own the
consistent, convenient, quality product at a low restaurant, it would supervise the development and
price.” quality of the entire plaza and thus call it “McStop.”

The marketing hook is the name “McSleep;” not In the summer of 1986, Mr. James H. Nelms, a
McSleep Motor Inn or McSleep Motel-just regional manager of Quality International, had been
“McSleep.” The name McSleep should help pursuing various discussions with McDonald's and
consumers instantly identify the product for what Kroh Brothers, a real estate developer, for possible
it is-a consistently clean, quality product at a low participation in McStop plazas. Prior to a trade show
price. in September of 1986, Mr. Nelms had numerous
conversations to this end, and at the trade show he
McSleep is aimed at the entire travel market. introduced the McDonald's representatives to Mr.
Like McDonald's, it is acceptable for the upscale Hazard. Following that brief meeting, a
traveler who wants only a good night's sleep and representative of Kroh Brothers wrote to Mr. Hazard:
for the economy traveler who wants to save
money. As you recall, Kroh Brothers Development
Company is working with McDonald's on the
Yet, when questioned at trial whether the promise of McStop concept. I have enclosed a flier that
a consistent, convenient and quality product at a low provides you with more information about what
price brought to mind McDonald's, Mr. Hazard said it a McStop should be.
never occurred to him, though it was possible “it
might remind some folks of McDonald's.” He added, This letter was received by Mr. Hazard on October 2,
however, “it didn't remind me of McDonald's.” 1986, and he referred it to Mr. Frederick W. Mosser,
Quality International's vice president in charge of
Around the time that the McSleep concept was being franchising.
presented to the Board, an early draft of the franchise
brochure describing a McSleep Inn referred to the Quality International and McDonald's pursued the
name as “instantly recognizable.” This McStop concept further, with discussions continuing
characterization was considered “wrong” by a into the Spring of 1987 but without reaching any
number of management of Quality International and agreement. It was after Mr. Hazard received the letter
was deleted from the final published version. about McStop, however, when he selected the name
Nevertheless, the draft evidenced a perception at McSleep for his new, budget-market product.
Quality International at that time that the McSleep
Inn would enjoy instant recognition, much as Mr. The final factor contributing to the Court's belief that
Hazard had promised to his Board when he said, “the Mr. Hazard had McDonald's in mind when he
name McSleep should help consumers instantly selected the name McSleep is the evidence that Mr.
identify the product.” Hazard's thinking was not limited to the one word
McSleep, but rather a family of words, all created by
In addition to his overtly expressed admiration for using the prefix “Mc” with a generic word. In the
McDonald's and its method of doing business, which Spring of 1987 when he instructed his attorneys to
appears to be the same course that Mr. Hazard register and protect the name McSleep, he also
pursued for Quality International, the possibility of directed registration of the names “McSuite” (which
actually working with McDonald's in a joint venture he intended to use for two rooms at McSleep Inn
involving an inexpensive, quality hotel with a fast- connected by a door) and “McBudget.” At trial,

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


Quality International indicated its abandonment of that read as follows: “What is your overall
the “McSuite” name and concept, and no evidence impression of the name ‘McSleep Inn’ for the type of
was received about the role or intended use of hotel/motel accommodations described in the above
McBudget. statement?” The respondent was then given a choice
of four grades ranging from “excellent name” to
Following selection of the name McSleep, and prior “poor name.” Over 40 of the respondents volunteered
to presentation of the concept to the Board of a written comment in response to that question
Directors of Quality International in June, 1987, a suggesting an association with McDonald's. Typical
trademark search was conducted of “McSleep” in of the comments were: “Sounds like relationship to
which the report revealed to Quality International McDonald's food chain,” or “Sounds cute but I
management numerous uses of “Mc” formatives thought it might be affiliated with McDonald's,” or
owned by McDonald's. Mr. Frederick W. Mosser, the “Possibly owned by McDonald's,” or “Reminds me
vice president in charge of franchising, said that he of McDonald's.”
was surprised at how many marks McDonald's
owned. He indicated that while he perceived some When Mr. Charles Riter, president of the research
risk in proceeding with the name McSleep, he felt firm, advised Mr. Hazard of the result some three to
that these reservations were overcome in his mind by four weeks before the public announcement, Mr.
the facts that McDonald's was in the food business Hazard agreed that it had occurred to him that “some
and Quality International was in the lodging business, people might associate or refer to or see in the name
and that the names would be displayed in a McSleep some relationships with McDonald's.” He
distinctive manner. observed that the confusion, if any, associated the
room with a “greasy hamburger” and that did not
Following approval by the Board in June of 1987, bother him, because the rooms were better.
Mr. Hazard directed Susan B. Dynerman, his director
of public relations, to make preparations for the In September 1987, at a meeting of Quality
public announcement of McSleep Inn at the trade International's sales force convened to announce the
show in Chicago in September 1987. When Mr. new McSleep Inn product, questions also were raised
Hazard advised Ms. Dynerman of the new product, by salespersons of Quality International whether
she raised questions “whether we could use the Quality International had the right to use the name
name.... I associated it with McDonald's.” McSleep.

A similar concern was expressed by Quality Despite the persistent questioning by representatives
International's advertising agency. The account of Quality International with respect to its rights to
representative, Mr. Barry Smith, anticipated that use McSleep Inn, Mr. Hazard proceeded with the
McDonald's “would be overjoyed” with the McSleep public announcement on September 21, 1987. A
Inn announcement, and he promptly proceeded to press release was issued and Mr. Hazard also
obtain an indemnity agreement from Quality delivered a speech to the trade show in Chicago
International, protecting the agency against litigation describing his new hotel. Prior to the public
by McDonald's. He had never before asked for an announcement, he invited interviews with the
indemnity agreement from Quality International Washington Post and a trade magazine, Hotel and
during the ten years that the agency had been Motel Management. In the Washington Post article,
representing Quality International. Mr. Hazard is quoted as saying:

Several weeks before the public announcement, Mr. Obviously, [the name is] a takeoff on
Hazard engaged a market research firm to conduct a McDonald's and quality at a consistent price....
survey to determine which of several mock up We think we're going to let McDonald's
versions of a McSleep Inn room had the most continue to use their name.
consumer appeal. The survey was conducted of 120
people outside of Quality International and a slightly Mr. Hazard admitted making that statement generally
larger number of employees. Each participant was but stated he did not refer to the name of McDonald's
given a questionnaire inquiring about specific aspects but rather the concept. He added that the final
of the rooms under consideration. There was one sentence in the quote was made in jest in response to
question, however, inserted at Mr. Hazard's request,

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


the reporter's persistent questioning about behind the registration desk. It changed the name
McDonald's. from “McSleep” to “McSleep Inn.” It adopted a
policy of including the four chain logo with all
With respect to the interview given to Hotel and corporate advertising. And three weeks before trial,
Motel Management, Mr. Hazard expressed complete after the Court had already heard motions for
confidence in the reporter, who was a long-time summary judgment in this case, it added a small sign
friend. Mr. Hazard acknowledged the accuracy of all underneath the McSleep Inn sign on the main pylon
the quotations made of him and does not fault the in front of the hotel which reads “by Quality
reporter for making any comments. That article International.”
reported as follows:
The McSleep Inn mark has not been exposed to the
And yes, the not-so-subtle reference to fast-food consuming public in connection with the sale of
giant McDonald's is purely intentional. McSleep Inn services, although hundreds of franchise
packets have been sent out to potential franchisees of
“The concept is just like McDonald's,” Hazard McSleep Inn. To date only four franchises are signed
said. “A guy making $150,000 a year can eat up, but others are in process. The first McSleep Inn is
there and feel comfortable and a guy making scheduled to open in Pikesville, Maryland, in
$10,000 a year can eat there and feel comfortable December 1988.
because he knows what he's getting-consistent
quality. And that doesn't exist in the lodging The earliest justifications given by Mr. Hazard and
industry.” Mr. Mosser, the vice president in charge of
franchising, for using the name McSleep Inn in the
The inquiries about McDonald's, that began with face of McDonald's family of marks, were grounded
employees and continued with reporters, were on the observation that McDonald's was in the fast-
repeated by the attendees at the conference in food business and Quality International was in the
Chicago. lodging business. Later they urged that the “Mc”
prefix had become generic and was in the English
Quality International not only was aware of the risk lexicon and that the mark McSleep Inn would be
that attended its adoption and use of the name displayed in a distinctive manner.
McSleep Inn, a risk that it was infringing McDonald's
family of marks, but it also had good reason to [Rest of the opinion omitted]
believe that the public might be actually confused. It
nevertheless proceeded with both the announcement
and its plans to sell franchises for McSleep Inn.

Three days after the public announcement,


McDonald's wrote to Quality International
complaining of its planned use of the words
“McSleep” and “McSuite” and demanding the
immediate discontinuance of those plans. There
followed some telephone conversations between the
parties, but before any issue was resolved, Quality
International filed suit in this court, five days after
McDonald's sent its letter.

Beginning in June, 1987 Quality International began


making changes in the presentation of McSleep Inn
that were intended to emphasize McSleep Inn's
association with Quality International. Quality
International's four chain logo was to be pictured on a
flag to be placed outside each McSleep Inn, on a
decal to be placed on the front door, and on the wall

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


THIS DISPOSITION IS NOT CITABLE AS
PRECEDENT OF THE TTAB June 25, 1997

Paper No. 50
JER

U.S. DEPARTMENT OF COMMERCE


PATENT AND TRADEMARK OFFICE
_____

Trademark Trial and Appeal Board


______

Champagne Louis Roederer, S.A.


v.
Delicato Vineyards
_____

Opposition No. 80,932


to application Serial No. 73/701,485
filed on December 17, 1987
_____

Perla M. Kuhn and Julius Rabinowitz of Kuhn and Muller for


opposer.

I. Steven Siglin, Esq. for applicant.


______

Before Sams, Rice, and Seeherman, Administrative Trademark


Judges.

Opinion by Rice, Administrative Trademark Judge:

An application has been filed by Somerset Vintage

Cellars, Inc., and subsequently assigned to New World Wines

Acquisition Corporation and then to Delicato Vineyards,1 to

register the mark CRYSTAL CREEK for wines.2

1 The assignment from New World Wines Acquisition Corporation


to Delicato Vineyards occurred after the commencement of this
proceeding, but prior to the opening of the testimony periods.
In accordance with the Board's customary practice in such
instances (see §512.01 of the Trademark Trial and Appeal Board
Manual of Procedure ("TBMP")), Delicato Vineyards was joined,
rather than substituted, as a party defendant. Inasmuch as the

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


Registration has been opposed by Champagne Louis

Roederer, S.A., a French joint stock company, under Section

2(d) of the Trademark Act of 1946, 15 U.S.C. §1052(d), on

the ground that applicant's mark, as applied to its goods,

so resembles the marks CRISTAL and CRISTAL CHAMPAGNE,

previously used by opposer in the United States for

champagne, as to be likely to cause confusion, or to cause

mistake, or to deceive. Opposer also pleaded ownership of a

registration of its mark CRISTAL CHAMPAGNE,3 and that the

mark has become famous in the United States.

Applicant, in its answer to the notice of opposition,

has denied the salient allegations thereof.4

The record consists of the pleadings; the file of

applicant's subject application; copies of two registrations

owned by opposer;5 the testimony upon written questions of

discovery and testimony periods have now closed, Delicato


Vineyards is hereby substituted as party defendant.
2 Application Serial No. 73/701,485, filed December 17, 1987,
asserting first use and first use in commerce on April 16, 1987.
3 Registration No. 1,163,998 issued August 4, 1981, under the
provisions of Section 2(f) of the Act, 15 U.S.C. §1052(f), with
a disclaimer of CHAMPAGNE, from an application filed August 28,
1978 claimimg first use anywhere on May 13, 1876 and first use
in commerce on March 25, 1937; affidavit Sec. 8 accepted;
affidavit Sec. 15 received.
4 Applicant also pleaded 10 "affirmative defenses," all of
which are lacking in that they are not true affirmative
defenses, or are legally insufficient, and/or constitute a
collateral attack upon opposer's pleaded registration and, as
such, cannot be entertained in the absence of a counterclaim to
cancel the registration. "Shotgun pleading" of this nature is
strongly disfavored by the Board, and counsel for applicant
would be wise to avoid such pleading in future cases before the
Board.
5 The registrations were made of record as an exhibit to the
testimony of opposer's witness, who testified as to their
current status and title. One of the registrations so made of
record by opposer was the registration pleaded in the notice of

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


opposer's vice president, Fabrice Rosset; the testimony

declarations of Patricia Towers and Beth Brown in behalf of

applicant; and the rebuttal testimony declaration of

opposer's witness Fabrice Rosset.6 Both parties briefed the

case; neither requested an oral hearing.

Opposer's evidence indicates that the mark CRISTAL was

first adopted and used by opposer (outside of the United

States) in 1876, when opposer developed a special champagne

for the Russian czar and bottled it in genuine crystal.

Opposer has used the marks CRISTAL and CRISTAL CHAMPAGNE in

the United States in connection with champagne continuously

since 1937, except for a period of disrupted use during

opposition. The second registration was Registration No.


662,343 for the mark CRISTAL CHAMPAGNE and design (CRISTAL
CHAMPAGNE disclaimed), issued May 27, 1958 from an application
filed October 29, 1956, claiming first use anywhere on May 13,
1876 and first use in commerce on March 25, 1937; affidavit Sec.
8 accepted; once renewed. Although this registration was not
pleaded by opposer, applicant did not object to it as unpleaded,
and thus this objection is deemed waived.
Applicant did assert in its brief that because opposer made
the certificate of its pleaded registration of record, the
entire file of the registration should be considered to be of
record in this case. However, it is only the registration
certificate, with the presumptions flowing therefrom, that is of
record herein. If applicant wanted us to consider the entire
file of the registration, it was incumbent upon applicant to
make a copy of the file contents properly of record during its
testimony period, such as by filing, during that period, a copy
of the file contents together with a notice of reliance thereon.
See TBMP §703.02(a) (last paragraph). Although applicant
attached parts of the registration file to its brief on the
case, exhibits and other evidentiary materials attached to a
party's brief on the case can be given no consideration unless
they were properly made of record during the time for taking
testimony. See TBMP §705.02, and cases cited therein.
6 The parties stipulated to the introduction of the testimony
of Patricia Towers and Beth Brown, and the rebuttal testimony of
Fabrice Rosset, in declaration form.

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


World War II.7 Opposer's champagne bearing these marks is

sold throughout the United States in prestige retail

outlets, hotel restaurants, and supermarkets. It is carried

in this country by more than 80 distributors and about 4,000

retailers, restaurants, etc. Opposer's annual advertising

expenditures for the product in the United States amounted

to more than $100,000 for each of the five years preceding

February 28, 1994 (the date of Mr. Rosset's testimony

deposition). In addition, the product has frequently been

featured in articles appearing in such publications as Wine

Enthusiast, Wine & Spirits, Gourmet, Wine News, Bon Appétit,

The Wine Spectator, The Press-Enterprise, Miami Herald, Sun-

Tattler (Hollywood, Florida), and Chicago Sun-Times.

Sales of opposer's champagne bearing the marks CRISTAL

and CRISTAL CHAMPAGNE in the United States amounted to

approximately 150,000 bottles, having a wholesale value of

more than $40 million, and a retail value of more than $80

million, for each of the five years preceding Mr. Rosset's

testimony. The champagne sells in the United States for

between $90 and $120 per bottle; it is one of the most

expensive champagnes sold in this country.

Opposer's witness Mr. Rosset is not aware of any

instances of actual confusion arising from the use of

opposer's mark CRISTAL for champagne and applicant's mark

7 There is testimony that the mark CRISTAL was licensed for use
on cavier in 1983. However, there is no evidence as to the
extent of the use, if any, made under this license.

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


CRYSTAL CREEK for wine. Opposer first became aware of

applicant's use of the mark CRYSTAL CREEK on May 25, 1989,

and has never objected to that use.8

In response to a question by applicant as to whether

opposer has ever raised any objection to the use or

registration of certain specified marks (identified in the

question only by mark and a registration number or

application serial number, without any information as to the

goods)9 in the United States, Mr. Rosset stated that opposer

had objected to three of the marks, CRYSTAL OAK CELLARS,

CALIFORNIA CRYSTAL, and CRYSTAL COMFORT, and that in all

three cases, opposer has been successful "in persuading the

owner of the registration or the user of the marks to stop

using the mark or persuaded it or him to give up to [sic]

the registration."

Applicant's witnesses, Patricia Towers and Beth Brown,

testified concerning third-party uses of marks containing

the term CRYSTAL or variations thereof for beverages.10


8 This opposition, however, was filed on August 7, 1989.
9 As noted by opposer in its reply brief, applicant's mere
reference in its question to these marks and their asserted
registration numbers or application serial numbers does not
suffice to make the registrations or applications of record.
For information concerning the proper method for making third-
party registrations or applications of record, see TBMP
§§703.02(b) and 703.03.
10 Opposer objected to some of applicant's third-party use
evidence on the ground that the uses in question were not
identified in applicant's responses to opposer's
interrogatories, including interrogatory 17. However, opposer
failed to file a copy of its interrogatories in support of the
objection, so we cannot determine whether the objection is well-
taken. Moreover, opposer failed to preserve the objection in
its brief on the case. Under the circumstances, the objection
cannot be sustained.

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


Specifically, Patricia Towers testified that on August 21,

1995 she visited Central Liquors, a retail liquor store in

Washington, D.C., and found there AGUARDIENTE CRISTAL, a

(liquor) product of Columbia; CRYSTAL Lager Beer and CRYSTAL

Diplomat Dark Beer, both distributed by a company of the

Czech Republic; and CRYSTAL PALACE GIN, manufactured by

Barton Distilling.

Beth Brown's testimony establishes that in early June

1995, she visited certain establishments and found there

certain third-party beverage products, namely, at Hi-Time

Cellars, a retail liquor, tobacco, etc., store located in

Costa Mesa, California, she found CRYSTAL GEYSER sparkling

mineral water, AGUARDIENTE CRISTAL liquor, and STOLICHNAYA

CRISTALL vodka; at each of four different Von's supermarket

stores (1 in Costa Mesa, California, 1 in Anaheim,

California, and 2 in Santa Ana, California), she found

CRYSTAL GEYSER sparkling mineral water, CRYSTAL LIGHT soft

drinks, and STOLICHNAYA CRISTALL vodka; at Trader Joe's

grocery store in Costa Mesa, California, she found CRYSTAL

GEYSER alpine spring water; at Cost Plus Imports store in

Santa Ana, California, she found CRISTALINO sparkling water;

at Tony's Sea Landing restaurant in Tustin, California, she

found CRYSTAL LAKE wines; at Felix Continental Cafe

restaurant in Orange, California she found CRYSTAL LAKE

wines, sparkling wine, and California champagne; at Back Bay

Cafe in Newport Beach, California, she found CRYSTAL LAKE

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


California champagne; and at The Wine Exchange in Orange,

California, she found STOLICHNAYA CRISTAL vodka.

In his rebuttal testimony declaration, dated December

12, 1995, Mr. Rosset stated that in August 1995, opposer

learned that applicant claimed a company was selling wine

products in the Orange County, California area under the

mark CRYSTAL LAKE; that opposer had never heard of this use

before; that subsequently, opposer learned that the company

in question was San Antonio Winery, Inc.; that on October

23, 1995, opposer sent that company a cease and desist

letter; and that the company responded by asking if it could

resolve the matter through negotiation of a license

agreement.11

Aside from the fact that opposer owns a registration of

its mark CRISTAL CHAMPAGNE for champage, so that the issue

of priority does not arise as to the mark,12 the record

clearly establishes opposer's long-prior use of its marks

CRISTAL and CRISTAL CHAMPAGNE. Thus, the only issue to be

determined herein is the issue of likelihood of confusion.

Turning first to the goods of the parties, wine and

champagne are very closely related. Indeed, as indicated by

the cross-examination testimony of Mr. Rosset (pages 21-22

11 Applicant has objected to this declaration on the ground of


hearsay. However, we are not persuaded that the objection is
well-taken.
12 See King Candy Co. v. Eunice King's Kitchen, Inc., 496 F.2d
1400, 182 USPQ 108 (CCPA 1974).

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


of the deposition), champagne is a type of wine.13

Applicant's brief is replete with arguments based on

asserted differences between the respective goods of the

parties as to price, channels of trade, classes of

purchaser, etc. However, applicant offered no evidence as

to the price range, channels of trade, classes of purchaser,

etc. for its goods. Moreover, the issue of likelihood of

confusion must be determined on the basis of the

identification of goods in applicant's application and the

goods specified in opposer's registration (as well as the

goods on which opposer has proved prior use of its mark).

Inasmuch as the parties' identifications of goods contain no

restrictions as to these matters, they must be considered to

include wines (in applicant's case) and champagne (in

opposer's case) sold in all of the usual price ranges,

through all of the customary trade channels, to all of the

normal classes of purchasers, for goods of the type

identified. That is, for purposes herein, we can draw no

distinctions between the goods of the parties as to price,

channels of trade, or classes of purchasers. Under the

circumstances, we have no doubt that the contemporaneous


13 Specifically, Mr. Rosset testified that technically
speaking, "champagne" means sparkling wine produced in the
Champagne appelation zone of France in accordance with strict
regulations concerning all aspects of production, planting, the
choice of grape varieties, harvesting, wine making, etc., but
that people in the United States generally use "champagne" for
any category of sparkling, effervescent wines. Similarly, in
Webster's New World College Dictionary (3rd ed. 1997),
"champagne" is defined as, inter alia, "1 orig., any of various
wines produced in Champagne, France 2 a) now, any effervescent
white wine made there or elsewhere...."

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


marketing by applicant and opposer of wine and champagne,

respectively, under the same or similar marks would be

likely to cause confusion.

This brings us to the marks. We note at the outset

that applicant's assertion, on page 9 of its appeal brief,

that opposer's mark "is purely descriptive, and has come to

serve as a generic reference to a pure, high quality

product", and other similar assertions in the brief and in

applicant's pleading, constitute collateral attacks upon the

validity of opposer's pleaded registration and as such

cannot be entertained in the absence of a counterclaim or

separate petition to cancel the same. See Contour Chair-

Lounge Co., Inc. v. Englander Co., Inc., 324 F.2d 186, 139

USPQ 285 (CCPA 1963), and Clorox Co. v. State Chemical

Manufacturing Co., 197 USPQ 840 (TTAB 1977). Moreover, it

is clear that, as a result of opposer's long and extensive

use of its mark over the years, with resulting recognition,

any weakness which the mark may have had initially has long

since been overcome, and the mark has come to serve as a

very strong indication of origin for opposer's champagne.

Similarly unpersuasive are applicant's arguments based

on differences in the labels used by the parties. Aside

from the fact that the specimens in an application do not

constitute evidence in applicant's behalf unless they are

identified and introduced in evidence as exhibits during the

period for taking testimony [Trademark Rule 2.122(b)(2), 37

CFR §2.122(b)(2)], which applicant here did not do, it is

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


well settled that the issue of likelihood of confusion in a

proceeding such as this must be determined on the basis of

the mark sought to be registered, as shown in the

application drawing, vis-a-vis the mark shown in opposer's

registration,14 without consideration for other matter which

may be used therewith. See, for example, Kimberly-Clark

Corp. v. H. Douglas Enterprises, Ltd., 774 F.2d 1144, 227

USPQ 541 (Fed. Cir. 1985); Miles Laboratories Inc. v.

Naturally Vitamin Supplements Inc., 1 USPQ2d 1445 (TTAB

1986); Purex Corp., Ltd. v. Thompson-Hayward Chemical Co.,

179 USPQ 190 (TTAB 1973).

Further, the lack of evidence of actual confusion is of

little significance in a case such as this, where there is

no evidence as to the nature and extent of applicant's use.

That is, we cannot determine whether there has been any real

opportunity for confusion to arise. In any event, the

standard under Section 2(d) is likelihood of confusion, not

actual confusion.

Finally, applicant's argument that CRISTAL and CRYSTAL

have different pronunciations is not well taken. As noted

by opposer, there is no correct pronunciation of a trademark

[Kabushiki Kaisha Hattori Seiko v. Satellite International

Ltd., 29 USPQ2d 1317 (TTAB 1991); Jockey International Inc.

v. Mallory & Church Corp., 25 USPQ2d 1233 (TTAB 1992); and

Yamaha International Corp. v. Stevenson, 196 USPQ 701 (TTAB

14 Opposer is also entitled to rely, of course, on any other


mark as to which it has shown prior use.

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


1977)], and we have no doubt that a substantial segment of

the purchasing public for goods of the type involved here

would pronounce CRISTAL and CRYSTAL in a similar manner.

Notwithstanding all of the foregoing, we find that

there is no likelihood of confusion in this case because of

the differences in the marks CRISTAL and CRISTAL CHAMPAGNE,

on the one hand, and CRYSTAL CREEK, on the other. Comparing

applicant's mark CRYSTAL CREEK, considered in its entirety,

to opposer's mark CRISTAL (the mark of opposer which is most

similar to applicant's mark), it is clear that the two marks

differ substantially in significance. We note, in this

regard, that the noun "crystal" is defined in Webster's New

World College Dictionary, supra, as, inter alia, "a clear,

transparent quartz"; "a very clear, brilliant glass";

"articles made of this glass, such as goblets, bowls, or

other ware"; and "anything clear and transparent like

crystal", while the adjective form of the word is defined

as, inter alia, "of or composed of crystal" and "like

crystal; clear and transparent." Opposer's mark CRISTAL is

likely to be recognized by purchasers as the French language

equivalent of the English word "crystal"15 or, to those


15 Attached to applicant's brief on the case was a page from
Cassell's French Dictionary showing that the French word
"cristal" is defined as "Crystal, fine glass, crystal ware, cut
glass; (fig.) limpidity." The dictionary definition evidence
was offered by applicant in support of its arguments concerning
the pronunciation of the marks. Opposer has objected to our
consideration of this evidence, on the grounds that it was not
properly submitted during applicant's testimony period, and that
it is improper for the Board to take judicial notice of the
dictionary definition of a foreign word. For the reasons
indicated earlier in this opinion, applicant's arguments

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


unfamiliar with the French language, as a phonetic

misspelling of the word "crystal." In either case, CRISTAL

would likely signify to purchasers (in addition to its

acquired significance as a trademark for opposer's

champagne) the clear or transparent nature of opposer's

champagne,16 and/or the crystal bottles in which the product

was originally sold. Applicant's mark CRYSTAL CREEK, in

contrast, conjures up the image of a very clear (and hence

probably remote from civilization) creek or stream.17

Moreover, there are differences between the marks in sound

and appearance. Because of the differences in the marks in

significance, sound, and appearance, they create distinctly

different commercial impressions.

Opposer argues that CRYSTAL is the dominant part of

applicant's mark because it is the first word thereof, and

that where the dominant portions of two marks are the same

concerning the proper pronunciations of the marks are not well


taken, and we have not considered the dictionary entry for
pronunciation purposes. On the other hand, it is well settled
that the Board may take judicial notice of the definitions of
words in dictionaries. See B.V.D. Licensing Corp. v. Body
Action Design Inc., 846 F.2d 727, 6 USPQ2d 1719 (Fed. Cir.
1988); In re Sarkli, Ltd., 721 F.2d 353, 220 USPQ 111 (Fed. Cir.
1983); and In re Anania Associates, Inc., 223 USPQ 740 (TTAB
1984). Opposer's objection that we cannot take judicial notice
of the meanings of words in foreign dictionaries is not
convincing. Here, we take judicial notice of the French
dictionary definition of "cristal" to show its significance to
those in the United States who are familiar with the French
language.
16 Opposer's witness Mr. Rosset testified, at pages 24-25 of
his testimony deposition, that opposer has never sold, under the
mark CRISTAL, any champagne that was opaque in appearance.
17 The noun "creek" is defined in Webster's New World College
Dictionary, supra, as "a small stream, somewhat larger than a
brook."

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015


or highly similar, likelihood of confusion is more readily

found. Inasmuch as CRYSTAL is an adjective modifying the

word CREEK, however, we cannot agree with this analysis.

Nor does the fact that CREEK is a topographical designation

mean that it is in any way lacking in trademark significance

as applied to wines.

For the reasons set forth above, we conclude that

applicant's mark CRYSTAL CREEK, when applied to wines, does

not so resemble opposer's marks CRISTAL and CRISTAL

CHAMPAGNE as to be likely to cause confusion.

Decision: The opposition is dismissed.

J. D. Sams

J. E. Rice

E. J. Seeherman
Administrative Trademark
Judges, Trademark Trial
and Appeal Board

Masalah Persamaan ..., Abdurrahman Hadi, FH UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai