Anda di halaman 1dari 7

TUGAS ISBD

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN NILAI, MORAL, DAN


HUKUM

Oleh :
Kelompok 7
Anggota :
B. URPA JUSTITIASKI
BINAR KAUTSAR ARIZY
LALU HIRJAN ADITIA
RAMLAH

UNIVERSITAS MATARAM TAHUN 2018


Hubungan manusia dengan nilai moral dan hukum.

1. Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat.

Pengertian kearifan lokal (local wisdom) dalam kamus terdiri dari dua kata yaiu kearifan
(wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols danHassan
Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan.
Secara umum, maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dimengerti sebagai gagasan-
gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,bernilai baik, yang tertanam
dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dalam disiplinantropologi dikenal istilah local
genius.Gobyah (2003), mengatakan bahwa kearifan lokal (local wisdom) adalah kebenaran
yang telah mentradisi atau tradisi dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan
antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada.Kearifan lokal terbentuk
sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupunkondisi geografis dalam arti luas.
Kearifan lokal merupakan produk budaya masa laluyang patut secara terus-menerus dijadikan
pegangan hidup. Meskipun bernilai lokaltetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap
sangat universal.Menurut Caroline Nyamai-Kisia (2010), kearifan lokal adalah sumber
pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi
tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan
budayasekitarnya.Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal
dibidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan
kegiatanmasyarakat pedesaan. Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya
lokal.Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian
menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalamtradisi dan
mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.

Kearifan lokal merupakan suatu bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, dan


kebiasaan sebagai produk budaya masa lalu yang memiliki keunggulan setempat sehingga
melembaga secara tradisional dan menjadi pedoman hidup masyarakat. Nilai-nilai kearifan
lokal diwariskan dari generasi ke generasi melalui sosialisasi dan enkulturasi yang
terinternalisasi pada setiap individu dalam masyarakat, sehingga memiliki kepribadian yang
sesuai dengan norma.

Ridwan (2007) mengemukakan bahwa kearifan lokal dapat dipahami sebagai usaha
manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap
sesuatu, objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu.

Pengertian tersebut disusun secara etimologi, dimana wisdom/kearifan dipahami


sebagai kemampuan seseorang dengan menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau
bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek atau peristiwa yang terjadi. Sebagai
sebuah istilah wisdom kemudian diartikan sebagai kearifan/kebijaksanaan.
Sementara Local secara spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai
yang terbatas pula. Sebagai ruang interaksi yang sudah didesain sedemikian rupa yang di
dalamnya melibatkan suatu pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia atau
manusia dengan lingkungan fisiknya. Pola interaksi yang sudah terdesain tersebut disebut
settting. Setting adalah sebuah ruang interaksi tempat seseorang dapat menyusun hubungan-
hubungan face to face dalam lingkungannya. Sebuah setting kehidupan yang sudah terbentuk
secara langsung akan memproduksi nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut yang akan menjadi
landasan hubungan mereka atau menjadi acuan tingkah-laku mereka.

Ahimsa-Putra, menyatakan kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai perangkat


pengetahuan dan praktek-praktek baik yang berasal dari generasi-generasi sebelumnya
maupun dari pengalaman berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat lainnya milik
suatu komunitas di suatu tempat, yang digunakan untuk menyelesaikan secara baik dan benar
berbagai persoalan dan/atau kesulitan yang dihadapi (2008 : 12).

Secara umum, kearifan lokal dianggap pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal
dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dengan pengertian-
pengertian tersebut, kearifan lokal bukan sekedar nilai tradisi atau ciri lokalitas semata
melainkan nilai tradisi yang mempunyai daya-guna untuk untuk mewujudkan harapan atau
nilai-nilai kemapanan yang juga secara universal yang didamba-damba oleh manusia. (dalam
situs Departemen Sosial RI)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal merupakan seperangkat


pengetahuan, nilai-nilai, perilaku, serta cara bersikap terhadap objek dan peristiwa tertentu di
lingkunganya yang diakui kebaikan dan kebenarannya oleh komunitas tersebut.

Lombok adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pulau ini terletak di
sebelah timur Pulau Bali yang dipisahkan oleh Selat Lombok dan di sebelah barat Pulau
Sumbawa yang dipisahkan oleh Selat Atas. Luas wilayah pulau Lombok adalah sekitar 5435
km2 merupakan pulau terbesar ke 108 di dunia. Pulau ini juga terdiri dari 5 kota dan
kabupaten yakni Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah,
Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Lombok Utara. Pulau Lombok didiami kurang
lebih sekitar 3 juta jiwa yang 80% nya merupakan penduduk asli pulau lombok yaitu Suku
Sasak.

Suku Sasak dikenal sebagai etnis terbesar yang mendiami Pulau Lombok. Suku ini
adalah etnis asli yang telah mendiami Pulau Lombok selama berabad-abad. Ada pendapat
yang mengatakan bahwa masyarakat Suku Sasak berasal dari campuran penduduk asli
Lombok dengan pendatang dari Jawa tengah yang dikenal dengan julukan Mataram. Konon,
pada masa pemerintahan Raja Rakai Pikatan, banyak pendatang dari Jawa Tengah ke Pulau
Lombok kemudian banyak juga diantaranya yang melakukan pernikahan dengan warga
setempat sehingga menjadi masyarakat suku sasak. Akan tetapi, menurut sejarah pada abad
ke-16 Pulau Lombok berada dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit. Hal ini terbukti dengan
diutusnya Maha Patih Gajah Mada untuk datang ke Pulau Lombok.

Di akhir abad ke 16 hingga abad ke 17 awal, banyak para pendatang dari Jawa yang
masuk ke Pulau Lombok sambil menyebarkan pengaruh Islam. Salah satunya adalah dakwah
yang dilakukan oleh Sunan Giri pada masa itu. Setelah masuknya dakwah Islam pada masa
ini, agama Suku Sasak berubah dari agama Hindu menjadi agama Islam. Dan pada abad ke
18 Lombok diserang dan ditaklukan oleh pasuakan gabungan kerajaan karang asem dari Bali.
Akibat dari pendudukan kerajaan karangasem dari Bali yang menguasai lombok bagian barat
memunculkan kultur atau corak budaya khas Bali di Lombok. Berdasarkan runutan sejarah
tersebut Suku Sasak bisa saja diidentifikasi merupakan akulturasi dari beberapa kebudayaan
yaitu pengaruh Islam, Hindu, Budaya Jawa dan Bali. Walaupun begitu kebudayaan Suku
Sasak memiliki corak kebudayaan asli yang mapan dan berbeda dari budaya suku-suku lain.

Nama suku sasak berasal dari kata sak-sak (dalam bahasa sasak) yang berarti sampan.
Hal ini karena nenek moyang orang Lombok dahulu menggunakan sampan untuk mengitari
Pulau Lombok dari arah barat menuju ke arah timur atau sekarang dikenal dengan Pelabuhan
Lombok menggunakan sampan. Sumber lain yang menyebutkan makna kata sasak dari aspek
filosofisnya adalah kitab Negara kertagama yang merupakan kitab yang memuat catatan
kekuasaan Kerajaan Majapahit yang digubah oleh Mpu Prapanca. Dalam kitab ini disebutkan
bahwa kata sasak berasal dari tradisi lisan masyarakat setempat yaitu lombok sasak mirah
adi. Dalam tradisi lisan masyarakat setempat kata sasak berasal dari kata sa-saq yang berarti
satu atau kenyataan dan lombok berasal dari kata lomboq (bahasa kawi) yang berarti lurus
atau jujur sedangkan mirah berarti permata dan adi artinya baik atau yang baik. Maka lombok
mirah sasak adi berarti kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau utama.

Masyarakat Suku Sasak merupakan masyarakat yang masih memegang teguh tradisi
dan mempertahankan kebudayaan sampai saat ini. Kini, Suku Sasak bukan hanya sebuah
kelompok masyarakat tapi juga merupakan salah satu etnis yang melambangkan kekayaan
tradisi yang dimiliki oleh Indonesia.

Selama ini, Lombok dikenal dengan daerah wisata yang mulai berkembang dan
disebut-sebut bersiap menyamai Bali sebagai leading tourism role di Indonesia. Belakangan
ini mulai banyak investor besar yang menggelontorkan uangnya untuk membangun wisata
Lombok. Mulai dari pemerintah sendiri yang membangun bandara baru untuk menggantikan
Bandar Udara Selaparang yang dinilai sudah tidak layak menyambut para pelancong
domestik maupun mancanegara ke Lombok.

Terlepas dari itu semua, Lombok kini menjadi daya tarik besar para wisatawan untuk
sekedar dikunjungi atau bahkan bermukim. Sebagai anak sasak, tidak ada yang salah dengan
itu semua. Dari sisi positifnya, hal tersebut membuat akses apapun mulai dari transportasi,
informasi, dan sebagainya menjadi lebih mudah. Pembangunan Lombok pun menjadi lebih
mudah dengan bantuan pihak luar. Orang lokal, tidak hanya suku sasak akan mendapatkan
keuntungan dari berkembangnya Lombok. Peredaran uang yang merupakan ukuran
berkembangnya ekonomi masyarakat juga jelas akan meningkat.

sebagai anak sasak kita wajib menjaga nilai-nilai positif yang turun-temurun
mengayomi suku sasak sebagai suku yang ramah dan beradab. Kearifan lokal tersebutlah
yang mampu mempertahankan originalitas suku sasak tersebut. Salah satunya adalah gotong
royong yang pasti ada di semua suku di Nusantara. Gotong royong ala Lombok adalah
sesuatu yang luar biasa. Sebagai contoh, jika sebuah keluarga akan melaksanakan acara
pernikahan. Maka mulai dari awal dan akhir si tuan rumah tidak perlu repot dalam
mengerjakan urusan dapur. Semua dikerjakan oleh masyarakat sekitar, atau dalam adat kami
disebut Banjar. Kelompok keluarga inilah yang kemudian merancang seluruh kegiatan acara
dari awal sampai akhir. Ketua banjar akan berkoordinasi dengan tuan rumah dalam
memimpin anggota banjar dalam bekerja. Para pria akan diarahkan untuk mengerjakan hal
kasar seperti menebah bambu untu keperluan penataan halaman rumah agar teduh (tetaring
dalam bahasa sasak). Selain itu, kebutuhan masak seperti pohon pisang (bahan dasar ares)
dan sebagainya akan dikerjakan oleh pihak lelaki. Sedangkan para wanita akan menyiapkan
bumbu dapur dan kebutuhan makan para pekerja pria. Namun yang unik adalah pada proses
memasak untuk keperluan acara biasanya dilakukan oleh para pria. Momen tersebut biasanya
dilakukan tengah malam dan disebut dengan beredang. Mulai dari mempersiapkan bahan
makanan hingga mencuci beras untuk kemudian di tanak. Singkatnya, acara begawe
(penyebutan sebuah acara dalam bahasa sasak) tersebut tidak akan merepotkan pihak
keluarga.

2. Problem nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat.

Perilaku atau perbuatan manusia, baik secara pribadi maupun hidup bernegara terikat
pada norma moral dan norma hukum. Secara ideal, seharusnya manusia taat pada norma
moral dan norma hukum yang tumbuh dan tercipta dalam hidup sebagai upaya mewujudkan
kehidupan yang damai, aman, dan sejahtera. Namun dalam kenyataannya terjadi berbagai
pelanggaran, baik terhadap norma moral maupun norma hukum. Pelanggaran norma moral
merupakan suatu pelanggaran etik, sedangkan pelanggaran terhadap norma hukum
merupakan suatu pelanggaran hukum.

A. Pelanggaran etik

Kebutuhan akan norma etik oleh manusia diwujudkan dengan membuat serangkaian
norma etik untuk suatu kegiatan atau profesi. Rangkaian norma moral yang terhimpun ini
biasa disebut kode etik. Kode etik merupakan bentuk aturan (code) tertulis secara sistematik
sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada. Masyarakat profesi secara
berkelompok membentuk kode etik profesi.

Kode etik profesi berisi ketentuan-ketentuan normatif etik yang seharusnya dilakukan
oleh anggota profesi. Kode etik profesi dibutuhkan untuk menjaga martabat serta kehormatan
profesi, dan disisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun
penyalahgunaan keahlian.

Faktor-faktor yang menyebabkan/mendorong seseorang melakukan pelanggaran etika


adalah sebagai berikut :

 tidak berjalannya control dan pengawasan dari masyarakat.


 Kurangnya iman dari individu tersebut.
 rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik pada setiap bidang,
karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak prepesi sendiri
 Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari orang tersebut.
 Tidak adanya kesadaran etis dan moralitas dari orang tersebut.
 Perilaku dan kebiasaan individu yang buruk sehingga menjadi sebuah kebiasaan.
 Lingkungan tidak etis mempengaruhi individu tersebut melakukan sebuah
pelanggaran.
 Kurangnya sanksi yang keras atau tegas di Negara kita tentang pelanggaran Kode
Etik.

B. Pelanggaran hukum

Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan atau perintah dari
luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri
tanpa tekanan, paksaan atau perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku.

Pelanggaran hukum berbeda dengan pelanggaran etik. Sanksi atas pelanggaran hukum
adalah sanksi pidana dari negara yang bersifat lahiriah dan memaksa. Masyarakat secara
resmi (Negara) berhak memberi sanksi bagi warga negara yang melanggar hukum. Negara
tidak berwewenang menjatuhi hukuman pada pelaku pelanggaran etik, kecuali pelanggaran
itu sudah merupakan pelanggaran hukum.

Bila diamati, ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum yaitu
sebagai berikut :

 Kesadaran/pengetahuan yang lemas


 Kurang Ketaatan terhadap hukum
 Perilaku patur hukum
 Faktor apatur hukum
 adanya transaksi terhadap penegakan hukum
 degradai penegakan hukum yang buruk
 adanya intervensi dari penguasa
 masyarakat tau aturan tapi tetap melanggar
 ketimpangan antar pasal
 ketimpangan antar pasal

3. Solusi Problem nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat.


 Keadilan hukum harus ditegakkan seadil-adilnya.
 Mensinkronkan antara sistem, pembuat hukum dan pelaksana penegakan hukum agar
hukum dapat berjalan dengan baik.
 Harus adanya sanksi hukum yang tegas, dalam proses penyelesaian perkara hukum
harus diselidiki pihak-pihak yang bersangkutan dengan sejelas-jelasnya agar perkara
hukum dapat diselesaikan dengan adil.
 Pemerintah sebagai fasilitasator memberikan atau memfasilitasi masyarakat dengan
memberikan pendidikan/penyuluhan/sosialisasi akan pentingnya penegakan hukum
yang sebaik-baiknya.
 Jangan memberikan peluang sekecil apapun kepada masyarakat untuk melakukan
pelanggaran.
 Dilakukannya amandemen untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan
dengan sejelas-jelasnya.

Sanksi yang diberikan :

 Tegas, berarti adanya aturan yang telah dibuat secara material telah di atur. Misalnya
dalam hukum pidana mengenai sanksi di atur dalam pasal 10 KUHP. Dalam pasal
tersebut ditegaskan bahwa sanksi pidana berbentuk hukuman yang mencakup :
 Hukuman pokok, yang terdiri dari : hukuman mati dan hukuman penjara
 Hukuman tambahan, yang terdiri dari : pencabutan hak-hak tertentu, perampasan
barang-barang tertentu, dan pengumuman keputusan hakim.

2. Nyata, berarti adanya aturan yang secara materil telah ditetapkan kadar hukuman
berdasarkan perbuatan yang dilanggarnya.

Anda mungkin juga menyukai