2006-07-Pekerjaan Tanah PDF
2006-07-Pekerjaan Tanah PDF
MODUL
SIB – 07 : PEKERJAAN TANAH
2006
MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
Modul SIB-07 : Pekerjaan Tanah Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
LEMBAR TUJUAN
NOMOR : SIB-07
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
LEMBAR TUJUAN ii
PANDUAN PEMBELAJARAN ix
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
HAND OUT
DAFTAR MODUL
PANDUAN INSTRUKTUR
A. BATASAN
B. RENCANA PEMBELAJARAN
1. Ceramah : Pembukaan
OHT
Menjelaskan tujuan instruksional Mengikuti penjelasan TIU dan
(TIU & TIK) TIK dengan tekun dan aktif
Merangsang motivasi peserta Mengajukan pertanyaan
dengan pertanyaan atau pengala- apabila kurang jelas.
mannya dalam penerapan gambar
pelaksanaan
Waktu : 5 menit
5. Penutup
Waktu : 5 menit
BAB I
SIFAT-SIFAT DAN KLASIFIKASI TANAH
Tekstur, atau ukuran butir, seringkali mempunyai peranan yang penting dalam
pengklasifikasian tanah serta mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Secara umum, tekstur
telah digunakan untuk membagi tanah menjadi dua kelompok besar, yaitu tanah berbutir
kasar dan tanah berbutir halus. Ukuran dan distribusi butir-butir mineral yang terdapat pada
suatu tanah tergantung pada banyak faktor, termasuk komposisi mineral, cuaca, lamanya
pelapukan dan cara pemindahan.
Sesuai dengan ukuran butirnya, tanah berbutir kasar dibagi menjadi bongkah (boulder),
kerikil (gravel) dan pasir. Sifat-sifat teknis tanah berbutir kasar seringkali sangat dipengaruhi
oleh tekstur dan gradasinya.
Tanah berbutir halus dibagi menjadi lanau dan lempung. Butir-butir yang membentuk lanau
dan lempung mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga tidak bisa dibedakan dengan
mata telanjang. Sifat-sifat teknis lanau dan lempung lebih dipengaruhi oleh kekuatan
permukaan dan kekuatan listrik butiran daripada oleh kekuatan gravitasi sebagaimana yang
berlaku pada tanah berbutir kasar. Oleh karena itu, tekstur tanah berbutir halus mempunyai
pengaruh yang lebih kecil terhadap sifat-sifat teknis daripada tekstur tanah berbutir kasar.
Lanau biasanya mempunyai plastisitas yang lebih rendah daripada lempung dan dalam
keadaan kering mempunyai kekuatan yang rendah atau sama sekali tidak mempunyai
kekuatan.
Sesuai dengan Klasifikasi Unified, ukuran tekstur tanah ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Meskipun ukuran butir yang ditunjukkan pada Tabel 1.1 hanyalah pilihan, namun nilai-nilai
tersebut diusulkan dalam rangka menyeragamkan definisi. Perbedaan utama antara lanau
dengan lempung adalah plastisitasnya. Lanau pada dasarnya terbentuk melalui pelapukan
mekanis, sehingga sebagian besar sifat-sifatnya menyerupai sifat-sifat bahan induknya,
sedangkan lempung dihasilkan melalui pelapukan mekanis dan kimia dan pada dasarnya
berukuran koloidal.
Untuk membedakan lempung dari lanau di lapangan, terdapat beberapa pengujian
sederhana. Dalam keadaan kering, lanau mempunyai kekuatan yang sangat rendah,
sehingga segumpal lanau mudah dihancurkan dengan jari tangan. Di sisi lain, segumpal
lempung yang kering sulit dihancurkan dengan jari tangan. Apabila segumpal lanau yang
ditambah air ditempatkan pada telapak tangan dan digoyang-goyang, maka permukaan
lanau tersebut akan mengkilap (ada lapisan air) dan apabila lanau tersebut diremas
(squeeze), maka lapisan air akan hilang. Pada lempung berair yang digoyang-goyang, air
tidak muncul ke permukaan sehingga permukaannya tidak mengkilap.
Pola dimana individu butir dalam masa tanah tersusun disebut struktur primer (primary
structure). Untuk tanah berbutir kasar, struktur primer sering kali dapat dilihat dengan mata
telanjang atau dengan bantuan kaca pembesar (hand lens). Cara untuk mengamati struktur
tanah berbutir halus (lanau dan lempung) sejauh ini berkembang lambat. Namun demikian,
teknologi di bidang mikroskop elektron yang dikembangkan akhir-akhir ini memberi harapan
untuk memudahkan pengamatan struktur tanah berbutir halus.
Meskipun dalam banyak kasus struktur primer tidak dapat diamati dan mungkin sangat
bervariasi, namun para ahli telah berusaha menetapkan dan mengklasifikasikan berbagai
struktur primer tanah. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.1, beberapa kelompok
struktur primer tersebut adalah:
a. Butir tunggal (single-grained).
b. Sarang lebah (honeycomb).
c. Flokulen (flocculent).
Sering kali tanah menunjukkan struktur jenis yang lain, yang dikenal dengan struktur
sekunder. Istilah tersebut menggambarkan pola retak, patahan atau bentuk kerenggangan
lain yang terjadi pada formasi tanah.
Baik struktur primer maupun struktur sekunder sering mempunyai pengaruh yang besar
terhadap sifat-sifat teknis tanah (permeabilitas, elastisitas, kompresibilitas, kekuatan geser).
Pedologi merupakan ilmu mengenai proses pelapukan tanah serta pembentukan profil tanah.
Faktor cuaca yang terutama mempengaruhi pembentukan profil tanah adalah tingkat aliran
permukaan (surface runoff) dan suhu.
Profil tanah merupakan hasil pelapukan alamiah yang merubah tanah induk. Profil tipikal
tanah, sebagaimana yang berlaku pada bidang teknik sipil, terdiri atas tiga lapis atau tiga
horizon sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.2.
Horizon paling bawah, disebut bahan induk (parent material) atau Horizon C, terdiri atas
tanah asli yang belum mengalami pelapukan. Horizon C dapat merupakan bahan pindahan
atau bahan endapan, sedangkan Horizon A dan B merupakan zona-zona yang telah
mengalami pelapukan. Horizon yang ditunjukkan pada Gambar 1.2 merupakan
penyederhanaan daripada horizon menurut pedologi (pedologi membagi horizon menjadi
horizon-horizon yang lebih kecil).
Horizon A organik
(Organic A horizon)
Horizon A
Horizon B
tergantung pada jumlah air yang melewati tanah. Tanah muda dan tanah yang terjadi pada
lereng terjal akan membentuk profil yang dangkal, sedangkan tanah tua dan tanah yang
terjadi pada cekungan akan membentuk horizon yang dalam.
Dalam praktek rekayasa jalan raya dan lapang terbang, kegiatan dalam bidang geologi dan
pedologi tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Para ahli geologi dan pedologi biasanya telah
membuat peta daerah-daerah yang dapat memberikan informasi rinci mengenai jenis-jenis
tanah dan konsistensinya. Meskipun informasi yang diperoleh dari peta tanah menurut
geologi dan pertanian sering kali tidak memberikan gambaran yang tepat tentang kasus-
kasus rekayasa (engineering problems), namun apabila seseorang telah memiliki latar
belakang yang cukup tentang proses geologi dan mekanika pembentukan tanah, maka dia
dapat memperoleh data dengan cara menafsirkan informasi geologi dan pedologi. Tanah
yang berasal dari bahan induk yang identik serta di bawah pengaruh kondisi cuaca dan
pelapukan yang juga identik, akan terbentuk menjadi tanah yang sama. Namun demikian,
tanah yang terbentuk tersebut jangan diharapkan selalu seragam. Masing-masing kasus
hendaknya diselidiki secara rinci, dimana semua ketidakkonsistenan mengenai profil tanah,
muka air tanah dan jenis bahan induk harus diselidiki. Untuk keperluan tersebut, seseorang
harus memiliki pengetahuan tentang geologi serta memahami distribusi tanah dan kelompok
tanah.
Berdasarkan proses pembentukannya, bahan atau batuan induk dapat dibagi menjadi batuan
sedimen, batuan beku dan batuan metamorf.
Batuan sedimen terbentuk melalui akumulasi sedimen (butir-butir halus) dalam air. Sedimen
dapat terdiri atas partikel-partikel atau fragmen mineral (sebagaimana pada kasus batu pasir
(sandstone) atau batu serpih (shale)), sisa-sisa binatang (beberapa batu kapur), sisa-sisa
tumbuhan (batu bara dan gambut), produk ahir proses kimia atau penguapan (garam,
gipsum), atau kombinasi bahan-bahan tersebut.
Disamping itu, batuan sedimen sering disebut juga batuan sedimen bersifat silika (siliceous)
atau gampingan (calcareous), dimana batuan sedimen bersifat silika adalah batuan yang
mengandung banyak silika. Batuan yang mengandung banyak kalsium karbonat (batu kapur)
disebut batuan bersifat gampingan.
Batuan beku terdiri atas bahan cair (magma) yang telah mendingan dan memadat. Terdapat
dua jenis batuan beku, yaitu batuan ekstrusif dan batuan intrusif. Batuan beku ekstrusif
terbentuk dari magma yang tertumpah ke permukaan bumi pada saat letusan vulkanik atau
kegiatan geologi yang sejenis. Karena pada saat tumpah magma bersentuhan dengan
atmosfir yang memungkinkan cepat mendingin, maka batuan yang terbentuk mempunyai
penampilan dan struktur yang menyerupai kaca. Riolit, andesit dan basal merupakan contoh
batuan ekstrusif.
Batuan beku intrusif terbentuk jauh di bawah permukaan bumi. Karena terperangkap di
bawah permukaan, maka magma mendingin dan mengeras secara perlahan-lahan yang
memungkinkan terbentuknya struktur kristal. Oleh karena itu, batuan beku intrusif
mempunyai penampilan dan struktur sperti kristal; contoh, granit, diorit dan gabro. Akibat
proses pergerakan dan erosi kulit bumi, batuan beku intrusif dapat muncul ke permukaan
sehingga dapat ditambang.
Batuan metamorf umumnya merupakan batuan sedimen atau batuan beku yang telah
mengalami perubahan akibat tekanan dan panas dalam bumi serta reaksi kimia. Karena
proses pembentukan tersebut kompleks, maka batuan metamorf sulit ditentukan secara pasti
asal kejadiannya.
Beberapa jenis batuan metamorf mempunyai ciri yang nyata, yaitu mineralnya tersusun
dalam bidang atau lapisan yang sejajar. Pemisahan batuan pada bidang tersebut akan lebih
mudah daripada pemisahan pada arah lain. Batuan metamorf yang mempunyai ciri tersebut
disebut batuan pipih (foliated); contoh, geneis (gneisses) dan sekis (schists) (terbentuk dari
batuan beku) dan slate (terbentuk dari batuan sedimen, yaitu batuan serpih). Tidak semua
batuan metamorf berbentuk pipih; marmer (terbentuk dari batu kapur) dan kuarsit (terbentuk
dari batu pasir) merupakan batuan metamorf tanpa proses pemipihan.
Tanah terdiri atas partikel-partikel padat yang membentuk struktur porus (mengandung pori-
pori). Tergantung pada kondisinya, pori-pori dapat berisi air atau udara atau kedua-duanya.
Dengan menggunakan grafik-segi tiga yang ditunjukkan pada Gambar 1.3, komposisi suatu
tanah dapat ditunjukkan oleh suatu titik, dimana koordinat titik tersebut menyatakan
persentase volume ketiga komponen. Dengan Gambar 1.3, dapat ditelusuri juga setiap
perubahan komposisi; Garis A menunjukkan perubahan komponen pada saat pengujian
Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) I-5
Modul SIB-07 : Pekerjaan Tanah Bab I : Sifat-sifat & Klasifikasi Tanah
50 50
60
%)
40
L(
RA
VO
A. PENGUJIAN
LU
IN
PEMADATAN
ME
LM
70
30
IKE
UD
A
T
RA
AR
EP
(%
80 20
)
LUM
VO
90 10
C. PENGUJIAN
B. PENGUJIAN KONSOLIDASI
PENYUSUTAN
100 0
0 10 20 30 40 50
VOLUME AIR (%)
Meskipun grafik pada Gambar 1.3 dapat menunjukkan komposisi tanah dalam persentase
volume, namun dalam praktek partikel mineral (bahan padat) dan air biasanya dinyatakan
dengan berat dalam suatu satuan volume, misal lb/ft3 atau gr/cm3, karena berat lebih mudah
diukur daripada volume. Berat bahan padat yang terkandung dalam satu satuan volume
tanah biasanya dikenal dengan kepadatan kering dan hal tersebut berbeda dengan volume
suatu berat tanah setelah dikeringkan. Kepadatan kering merupakan berat bahan padat yang
terdapat pada satuan volume tanah dimana setelah air secara hipotetis terbuang volume
tersebut tidak mengalami perubahan.
Meskipun dalam praktek tidak mungkin memisahkan ketiga bagian tanah, namun secara
diagram, ketiga bagian tanah tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.4. Apabila tanah benar-
benar kering (misal setelah dikeringkan dalam oven), maka tanah hanya terdiri atas bahan
padat dan udara; sedangkan dalam keadaan jenuh, tanah hanya terdiri atas bahan padat dan
air.
VOLUME BERAT
Va UDARA 0
Vv VW AIR WW
V W
Vs BAHAN Ws
PADAT
Hubungan antara komponen-komponen tanah pada Gambar 1.4 yang telah dikembangkan
dalam mekanika tanah, tidak hanya untuk mendapatkan gambaran tidak langsung mengenai
struktur tanah, tetapi juga dapat digunakan untuk memperkirakan penurunan (settlement),
permeabilitas dan derajat kepadatan.
Va
b. Kandungan udara (Va), % = x100 ........................................................... . 1.2
V
Vv Va V w
c. Angka pori (e) = ....................................................................... . 1.3
Vs Vs
Vv V Vw
d. Porositas (n), % = x100 a x100 .................................................... . 1.4
V V
Vw
e. Derajat kejenuhan (Sr), % = x100 ............................................................ . 1.5
Vv
Secara umum, nilai-nilai di atas serta parameter-parameter lain tanah dapat diperoleh
dengan mengukur berat dan volume contoh tanah yang mewakili.
Bahan induk, komposisi mineral, kandungan bahan organik, cuaca, umur, cara perpindahan,
letak endapan, cara pemadatan dan derajat kepadatan, tekstur tanah, gradasi butir serta
struktur tanah merupakan faktor-faktor yang saling berhubungan dan mempunyai pengaruh
yang besar terhadap sifat-sifat dasar tanah. Namun demikian, sifat dasar tanah tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, tetapi juga oleh kondisi pada saat pengujian
dilakukan.
Karena tanah merupakan bahan yang mempunyai karakteristik sangat heterogin, maka untuk
mendapatkan gambaran tentang “perilakunya” serta untuk memudahkan penanganannya,
terlebih dahulu perlu dipahami sifat-sifat dasar tanah. Beberapa sifat dasar tanah yang
dipandang penting adalah:
1.7.1 KADAR AIR, BERAT JENIS, BERAT ISI, ANGKA PORI, POROSITAS DAN
DERAJAT KEJENUHAN
Kadar air, berat jenis, berat isi, angka pori, porositas dan derajat kejenuhan merupakan
parameter yang biasa digunakan untuk menunjukkan hubungan antara berat dengan volume
komponen-komponen tanah.
Sebagaimana telah ditunjukkan pada Persamaan 1.1, kadar air adalah perbandingan antara
berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat kering tanah yang biasa dinyatakan
dalam persen.
Di laboratorium, kadar air biasanya ditentukan dengan menempatkan contoh tanah dalam
wadah (container) dan kemudian menimbang contoh basah, mengeringkan dan menimbang
contoh kering tanah. Dengan demikian, maka berat contoh kering dan berat air (selisih antara
berat contoh basah dengan berat contoh kering). Pengeringan biasanya dilakukan dalam
tungku (oven) pada suhu 100-105 0C dalam waktu sampai berat contoh tetap.
Berat jenis tanah (biasa dinyatakan dengan simbol G) adalah perbandingan antara berat
bahan padat dengan berat air pada suhu tertentu (biasanya 4 0C), untuk volume yang sama.
Berat jenis tanah biasanya berkisar antara 2,60 sampai 2,80, dimana secara umum, nilai
yang rendah adalah untuk bahan berbutir kasar, sedangkan nilai yang tinggi adalah untuk
tanah berbutir halus. Meskipun demikian, kadang-kadang dijumpai jenis tanah yang
mempunyai berat jenis di luar rentang yang disebutkan, yaitu jenis tanah yang berasal dari
batuan induk sangat ringan atau sangat berat. Penentuan berat jenis di laboratorium biasa
dlakukan dengan menggunakan piknometer.
Berat isi tanah didefinisikan sebagai berat masa tanah per satuan volume. Dalam teknik jalan
raya, dikenal istilah “berat isi basah”, yaitu satuan berat masa tanah yang mengandung
berbagai tingkat kadar air, serta “berat isi kering”, yaitu satuan berat masa tanah setelah
dikeringkan dalam tungku (tidak mengandung air). Berat isi kering dapat diperoleh dengan
membagi berat isi basah oleh kadar air.
Angka pori didefiniskan sebagai perbandingan antara volume rongga (udara dan air) dengan
volume bahan padat; porositas adalah istilah yang mirip dengan angka pori, yaitu
perbandingan antara volume rongga dengan volume total; sedangkan derajat kejenuhan
merupakan perbandingan antara volume air terhadap volume total (biasa dinyatakan dalam
persen).
Sebagaimana ditunjukkan pada Butir 1.7 dan pada butir-butir selanjutnya, antara parameter-
parameter di atas dapat dibuat hubungan, sehingga parameter yang satu dapat diperoleh
berdasarkan parameter lain yang diketahui.
1.7.2 PERMEABILITAS
Pada Tabel 1.2 ditunjukkan perkiraan koefisien dan karaketristik drainase berbagai jenis
bahan.
1.7.3 ELASTISITAS
1.7.4 PLASTISITAS
Plastisitas mengandung arti kemampuan tanah untuk dirubah bentuknya tanpa retak atau
hancur serta setelah beban lepas, perubahan bentuk tersebut tetap dipertahankan.
Perubahan bentuk yang tidak kembali atau deformasi plastis kemungkinan merupakan
gabungan daripada sejumlah besar pergeseran kecil antara butir serta keruntuhan kecil
struktur lokal pada masa tanah. Menurut teori Goldschmidt, plastistas merupakan akibat
kehadiran partikel-partikel pada muatan elektro-magnetik, dimana molekul-molekul air
mempunyai sifat bi-polar yang mengatur dirinya mirip magnit-magnit kecil dalam daerah
magnetik yang berdampingan dengan permukaan butir-butir tanah. Pada jarak yang sangat
dekat dengan permukaan, air menjadi sangat kental dan apabila jaraknya bertambah, maka
viksositas air menurun sampai pada jarak tertentu menjadi air normal. Apabila air hadir dalam
Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) I-10
Modul SIB-07 : Pekerjaan Tanah Bab I : Sifat-sifat & Klasifikasi Tanah
jumlah yang cukup, maka partikel-partikel tanah terpisahkan oleh tetes-tetes air kental yang
memungkinkan partikel bergeser satu sama lain ke posisi yang baru tanpa ada
kecenderungan untuk kembali ke posisi awal, tanpa ada perubahan pada rongga serta tanpa
mengganggu kohesi. Kebenaran teori Goldschmidt ditunjukkan oleh kenyataan bahwa
lempung tidak menjadi plastis apabila dicampur dengan cairan yang mempunyai molekul
tidak berpolarisasi, misal minyak tanah.
Dalam pekerjaan rekayasa jalan raya dan pondasi, deformasi plastis dapat menjadi faktor
yang besar dan penting. Mudah dipahami bahwa apabila deformasi plastis makin membesar
akibat pembebanan yang makin meningkat, maka butir-butir tanah mulai berorentasi kembali
pada suatu zona kritis di dalam masa tanah. Apabila beban cukup besar dan butir-butir tanah
(mungkin terorentasi sejajar satu sama lain) pada zona kritis jumlahnya cukup besar pula,
maka masa tanah akan mengalami keruntuhan geser. Pada atau dekat zona tersebut,
tahanan geser atau kekuatan tanah dapat dikatakan telah dilampaui.
Telah diketahui bahwa apabila deformasi plastis dalam tanah berbutir halus menjadi lebih
besar akibat pembebanan yang makin besar, maka dalam zona kritis tertentu pada tanah
akan terjadi reorentasi butir. Apabila beban cukup besar dan butir-butir tanah (dengan jumlah
yang cukup) dalam zona kritis mengalami orentasi yang sejajar satu sama lain, maka pada
zona kritis tersebut, tanah akan mulai mengalami keruntuhan geser. Pada atau di dekat
daerah tersebut, tahanan geser atau kekuatan tanah dikatakan telah dilampaui.
Kekuatan geser tanah merupakan sumbangan dari friksi antara butir serta kohesi (kohesi
merupakan kekuatan geser di luar sumbangan friksi butir). Oleh karena itu, kohesi (dengan
demikian kekuatan geser) tidaklah tetap, tetapi berubah-ubah sesuai dengan perubahan
kadar air, tingkat dan lama pembebanan, tegangan tidak bebas (confining pressure) serta
beberapa faktor lain. Namun demikian, tanah yang dipadatkan pada kadar air optimum
biasanya mempunyai kekuatan geser yang lebih besar daripada tanah yang dipadatkan pada
kadar air di atas optimum. Kekuatan geser tanah merupakan persoalan yang rumit dan telah
banyak penelitian untuk merumuskan prosedur paling baik untuk menentukan sifat tersebut.
Menurut definisi, bahan yang mengalami deformasi akibat beban tanpa mengalami
perubahan volume mempunyai Angka Poisson sama dengan setengah; sedangan bahan
yang mengalami deformasi semata-mata akibat perubahan volume mempunyai Angka
Poisson sama dengan nol. Angka Poisson tanah yang dapat dipercaya, sejauh ini sulit
ditentukan. Namun demikian, Angka Poisson untuk sebagian besar tanah berkisar antara 0
dan 0,5. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa deformasi yang terjadi akibat
pembebanan terdiri atas dua bagian, yaitu deformasi elastis-plastis dan perubahan volume.
Karena butir-butir mineral dan air dalam masa tanah relatif tidak dapat memampat, maka
sebagian besar perubahan volume pada tanah merupakan akibat perubahan struktur tanah
yang diikuti dengan keluarnya (expulsion) air atau udara atau kedua-duanya dari masa
tanah. Pemampatan atau perubahan bentuk sebagai akibat keruntuhan geser tidak
dimasukkan dalam katagori ini. Istilah “konsolidisi” biasa digunakan untuk menyatakan porsi
deformasi perubahan volume yang semata-mata diakibatkan oleh keluarnya air pori;
sedangkan istilah “densifikasi” merupakan istilah yang sering digunakan untuk menyatakan
perubahan volume yang diakibatkan oleh keluarnya udara dari masa tanah.
Sehubungan dengan hal di atas, maka pemampatan sangat dipengaruhi oleh struktur tanah
dan sejarah tegangan yang pernah bekerja pada endapan. Endapan yang terjadi sebagai
akibat proses sedimentasi biasanya mempunyai pemampatan yang lebih besar daripada
tanah residual atau endapan yang dipindahkan oleh angin. Pemampatan pada sebagian
besar tanah telah dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa metoda pengujian di
laboratorium.
Deformasi atau perubahan volume sering kali terjadi pada masa tanah, meskipun tanpa
pemberian atau pelepasan beban luar. Hal tersebut dapat terjadi akibat sekurang-kurangnya
dua fenomena yang berbeda; yaitu, penurunan muka air tanah pada suatu daerah akan
mengakibatkan peningkatan tegangan tanah sehingga efektif untuk menimbulkan perubahan
volume pada lapisan kompresibel di bawah permukaan air tanah awal dan selanjutnya terjadi
penurunan (settlement) pada timbunan atau bangunan yang terletak pada atau dekat
permukaan. Pada kasus yang lain, perubahan volume dalam bentuk deformasi pada tanah
(tidak tergantung pada beban luar) dapat terjadi sebagai akibat fenomena penyusutan atau
pemuaian.
Dalam keadaan normalnya, semua jenis tanah dapat memampat. Namun demikian,
pemampatan pada tanah jenuh lebih merupakan akibat pengurangan volume rongga
daripada pemampatan butir-butir tanah dan air dalam rongga. Apabila tanah jenuh dibebani,
maka sebelum pemampatan terjadi, air yang mengisi rongga akan terlebih dulu harus
terdorong keluar. Besarnya pemampatan pada suatu jenis tanah tergantung pada berbagai
faktor, diantaranya adalah: besar beban, angka pori, struktur dan sejarah tanah; sedangkan
besarnya konsolidasi pada tanah jenuh merupakan fungsi permeabilitas.
Penyusutan dan pemuaian lebih nyata terjadi pada tanah berbutir halus, terutama lempung.
Penyusutan dan pemuaian terjadi sebagai akibat terbentuk dan terlepasnya tegangan tarik
kapiler pada air pori tanah serta tingkat penyerapan air (thirst for water) oleh mineral lempung
yang terdapat pada tanah.
Apabila memungkinkan, penggunaan tanah yang mempunyai perubahan volume besar untuk
pembangunan jalan raya hendaknya dihindarkan. Pada kasus dimana penggunaan tanah
tersebut tidak dapat dihindarkan, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi
potensi pemuaian, atau mengurangi fluktuasi kandungan air. Lempung yang mempunyai
perubahan volume besar seringkali mempunyai batas cair dan indeks plastis yang tinggi.
Pengujian di laboratorium dapat membantu dalam mengidentifikasi dan menentukan
pemuaian tanah.
Istilah penyusutan dan pemuaian yang mempunyai pengertian berbeda dengan pengertian di
atas dikenal pula pada pekerjaan tanah. Pada pekerjaan tersebut, penyusutan dikaitkan
dengan volume tanah dalam keadan lepas dan volume tanah setelah dipadatkan, sedangkan
pemuaian diartikan dikaitkan dengan volume tanah dalam keadaan asli dan volume setelah
digali (dalam keadaan lepas).
Meskipun indeks plastis dan batas cair sangat bermanfaat dalam mendeskripsikan dan
mengklasifikasikan tanah berbutir halus serta mempunyai hubungan erat dengan sifat-sifat
dasar fraksi lempung, namun kegunaannya akan makin meningkat apabila menghubungkan
plastisitas dengan gradasi butir. Diketahui bahwa berbagai jenis lempung dengan jumlah
yang sama, mempunyai kemampuan yang berbeda untuk merubah tanah menjadi plastis;
misalnya, kaolin dan monmorilonit dalam takaran yang sama akan mempunyai peengaruh
yang berbeda. Demikian pula, dua tanah yang mempunyai indeks plastis dan batas cair
sama kemungkinan mempunyai kandungan lempung yang sangat berbeda, apabila aktifitas
secara fisikokimia daripada campuran lempung-air berbeda. Sebagai upaya mendapatkan
ukuran relatif tentang aktifitas lempung dalam tanah berbutir halus, Skempton (Krebs, 1971)
mendefinisikan aktifitas sebagai perbandingan antara indeks plastis dengan persentase berat
butir yang lebih kecil dari 0,002 mm. Aktifitas lempung berkisar mulai dari 0,4 untuk kaolin
sampai 5 untuk monmorilonit. Aktifitas lempung dapat dikelompokkan menjadi tiga kelas
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.3.
Dibandingkan dengan sifat-sifat yang lain, aktifitas merupakan konsep yang baru. Salah satu
penggunaanya adalah untuk mengidentifikasi lempung yang mempunyai potensi pemuaian
tinggi. Dengan diketahuinya aktifitas, maka dengan cepat akan dapat diketahui aktif-tidaknya
lempung, karena karakterisasi berdasarkan plastistas saja tidak cukup.
AKTIVITAS KLASIFIKASI
< 0,75 Lempung tidak aktif
0,75 – 1,25 Lempung norma
>1,25 Lempung aktif
*Sumber: Krebs, 1971
Tanah akan tetap dalam keadaan keseimbangan alami untuk beberapa lama, apabila
struktur yang telah terbentuk dan tersusun oleh air tidak diganggu. Tanah berbutir halus yang
dibebani, digeser, dimanipulasi atau dikerjakan akan terganggu, setidak-tidaknya sebagian.
Penggangguan dapat terjadi secara alami (misal longsor pada tanah tidak stabil), namun
demikian, sebagian besar tanah akan tetap dalam keadaan asli, sampai kegiatan manusia
merubahnya.
Meskipun sebagian besar pembangunan jalan menyangkut bahan terganggu, namun tanah
asli akan dijumpai pada galian dan sering digunakan sebagai pondasi bagi tanah dasar,
timbunan dan struktur (misal jembatan).
Apabila dikaitkan dengan tanah asli, konsistensi mengandung arti sebagai besar relatif
kohesi antara partikel-partikel tanah serta tahanan tanah terhadap gaya yang akan merubah
bentuk atau meruntuhkan tanah. Dengan perkataan lain, konsistensi dapat diartikan sebagai
sifat tanah yang menunjukkan kemudahan relatif untuk dirubah bentuknya. Istilah tersebut
biasa digunakan terhadap tanah berbutir halus. Contoh beberapa istilah yang dapat
digunakan konsistensi tanah adalah: lunak (soft), kokoh (firm), teguh (stiff), keras (hard).
Meskipun konsistensi sering dihubungkan dengan kuat tekan bebas, namun karena pada
saat pengujian, contoh biasanya terganggu, maka korelasi konsistensi dengan kuat tekan
bebas kurang dapat dipercaya. Disamping itu, hasil pengujian penetrasi standar (standard
penetratin test) juga dapat digunakan untuk menyatakan konsitensi. Cara lain untuk
memperkirakan konsistensi adalah berdasarkan perilakunya apabila dimanipulasi dengan
tangan.
Pada Tabel 1.4 ditunjukkan konsistensi tanah kohesif asli berdasarkan beberapa parameter
serta cara pengujian praktis. Pada setiap konsistensi, jumlah tumbukan adalah lebih kecil
untuk lempung plastisitas tinggi dan lebih besar untuk lempung kelanauan plastisitas rendah.
Tabel 1.4. Konsistensi tanah kohesif asli dan cara pengujian praktis*
Tanah berbutir halus dapat kehilangan kekuatannya dan kekakuannya apabila diganggu dan
dibentuk kembali (remolded) pada kadar air dan kepadatan atau angka pori yang tetap,
terutama pada kadar air tinggi. Penomena tersebut disebut sensitivitas, dimana untuk
lempung, sensitifitas merupakan perbandingan antara kuat tekan bebas pada keadaan asli
dengan kuat tekan bebas setelah dibentuk kembali.
Sensitifitas biasa dikelompokkan menjadi beberapa kelas sebagaimana yang ditunjukkan
pada Tabel 1.6. Pada tabel tersebut terlihat bahwa lempung dapat kehilangan setengah
kekuatannya dan masih dikatagorikan sebagai lempung tidak sensistif, atau dapat kehilangan
hampir seluruh kekuatannya sehingga dikatagorikan sebagai lempung “hidup” (quick). Dalam
prkatek, lempung hidup akan menjadi encer apabila dibentuk kembali. Apabila lempung
sensitif diganggu, stabilitasnya dapat menurun yang diserta dengan deformasi geser
progresif yang kemudian diikuti dengan terjadinya longsor. Gangguan umumnya merupakan
ulah manusia. Sebagai prinsip dasar kiranya perlu diingat bahwa pelemahan progresif
bersama deformasi terjadi pada tanah berbutir halus yang basah. Hal tersebut
mengakibatkan sangat sulitnya rehabilitasi lereng galian dan timbunan, pondasi timbunan
dan tanah dasar setelah longsor.
Apabila tabung gelas bersih yang mempunyai lubang sangat kecil ditempatkan secara
vertikal pada permukaan air, maka akibat daya kapiler, air akan naik melalui tabung. Dengan
demikian, maka daya kapiler dalam tanah umumnya dikaitkan dengan naiknya air dari
permukaan air bebas, meskipun dalam kenyataan, pergerakan air dapat ke semua arah.
Dengan daya kapiler, pada tanah (terutama tanah berbutir halus) dapat terbentuk suatu zona
“jenuh secara kapiler” yang letaknya cukup jauh dari permukaan air bebas. Meskipun tanah
pada zona tersebut tidak perlu benar-benar jenuh, karena sejumlah udara kemungkinan akan
tetap mengisi rongga di sekitar partikel tanah, tetapi derajat kejenuhan yang tinggi akan
bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama. Di atas zona jenuh secara kapiler, tanah ada
kemungkinan jenuh sebagian.
Terjadinya air kapiler diakibatkan oleh dua penomena, yaitu pertama, gaya tarik antara
molekul-molekul air dimana pada perbatasan dengan udara, gaya tarik tersebut meningkat
(tegangan tarik membentuk meniskus); penomena yang ke dua adalah gaya tarik antara air
dengan dinding tabung sehingga terjadi pembasahan. Untuk air yang mempunyai suhu 15
0
C, tegangan tarik permukaan adalah sekitar 0,075 gram/cm, dimana nilai tersebut akan
agak menurun sesuai dengan meningkatnya suhu air. Derajat pembasahan dapat dinyatakan
dengan istilah “sudut kontak” (contact angle). Sudut kontak 00 menunjukkan pembasahan
sempurna, sedangkan sudut kontak yang lebih besar dari 900 menunjukkan tidak terjadi
pembasahan, sebagaimana yang terjadi antara air raksa dengan dinding gelas.
Ditinjau dari segi pengaruh jelek air kapiler, kondisi paling kritis dijumpai pada lanau halus.
Meskipun lempung mempunyai kenaikan air kapiler yang lebih besar daripada lanau, namun
kenaikan air kapiler pada lempung berjalan jauh lebih lambat. Oleh karena itu, pembentukan
daerah kejenuhan tinggi pada lempung akan jauh lebih lama daripada pembentukan pada
lanau. Hasil percobaan (Krebs, 1971) menunjukkan bahwa kenaikan maksimum selama 24
jam terjadi pada contoh tanah yang mempunyai ukuran butir 0,02 mm.
Meskipun pemodelan daya kapiler berguna untuk memahami naiknya air, namun perlu
diingat bahwa tertahannya air dalam tanah (lempung) tidak semata-mata akibat penomena
tegangan tarik permukaan saja, tetapi merupakan cerminan daripada gabungan potensi daya
kapiler, penyerapan dan osmotik. Pengaruh tersebut sering disebut penyerapan (suction).
Oleh karena itu, pengaruh air terhadap sifat-sifat tanah yang lain sering dihubungkan pula
dengan pengisapan, disamping dengan daya kapiler.
Nilai tipikal kenaikan air kapiler untuk beberapa jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 1.7.
1.7.12 DILATANSI
Dilatansi merupakan sifat tanah dimana apabila contoh tanah diletakkan pada telapak tangan
dan kemudian diguncang-guncang (shaking), maka air yang terkandung pada contoh tanah
akan naik ke permukaan sehingga permukaan tersebut nampak mengkilap, dan apabila
contoh tanah ditekan (squeezed), maka air di permukaan akan hilang kembali dan pada
contoh tanah dapat terjadi retak. Pengujian dilatansi sangat berguna untuk membedakan
lanau dari lempung.
Meskipun udara dalam tanah penting bagi pertanian (karena diperlukan oleh tanaman),
namun untuk kepentingan rekayasa, sejauh mungkin udara perlu dikurangi (karena tidak
menyumbang apapun terhadap kekuatan tanah).
Air mempunyai pengaruh besar terhadap sifat-sifat fisik tanah. Sebagian besar studi klasik
dalam mekanika tanah, yaitu tentang konsolidasi, stabilitas dan pemadatan, menaruh
perhatian terhadap hubungan antara air dan bahan padat tanah. Air berperan juga sebagai
pelarut garam yang terdapat dalam tanah.
Dampak daripada hidrasi partikel adalah pemuaian pada tanah lempung. Pada jarak yang
pendek dari permukaan partikel lempung, kekuatan pengorentasian dan penyerapan yang
bekerja pada molekul air adalah sangat kuat dan air dipandang lebih menyerupai bahan
padat daripada sebagai bahan cair (air serapan). Apabila lapis air serapan terbentuk pada
saat pembasahan lempung, maka volume efektif bahan padat (yang terkait dengan masing-
masing partikel) meningkat; apabila lapis air serapan berhubungan satu sama lain, maka
pemuaian masing-masing lapisan akan ditunjukkan dengan peningkatan volume total struktur
tanah.
Dalam praktek, tebal air serapan pada lempung akan makin tebal, sampai tekanan
penyerapan pada air sama dengan tekanan beban (overburden pressure) pada permukaan
tanah, baik sebagai akibat pembebanan tanah sendiri maupun akibat beban luar. Apabila
beban meningkat pada saat kesimbangan dicapai, maka tebal film air serapan berkurang
sehingga terjadi penurunan. Penomena tersebut disebut konsolidasi. Struktur yang terbentuk
dalam lempung mudah mengalami perubahan kadar air, bertambah atau berkurang,
tergantung pada kondisi perubahan kadar air tersebut.
Meskipun penyusutan pada lempung mungkin merupakan akibat dari beban luar
(konsolidasi), namun hal tersebut sering terkait dengan hilangnya air akibat penguapan atau
penyerapan oleh tumbuhan. Grafik tipikal yang menunjukkan hubungan antara volume tanah
dengan kadar air ditunjukkan pada Gambar 1.5.
Pada Gambar 1.5 terlihat bahwa grafik terdiri atas dua bagian; bagian pertama adalah garis
linear, sedangkan bagian ke dua adalah garis non-linear dimana untuk penurunan kadar air
yang sama dengan penurunan kadar air pada bagian pertama, penurunan volume adalah
lebih kecil.
70
VOLUME UNTUK 100 gram TANAH (cm3)
65
60
55
50 BATAS SUSUT
45
Gambar 1.5.
40 Hubungan volume dengan kadar air
0 5 10 15
(Sumber: TRRL, 1952) 20 25
KADAR AIR (%)
Pada bagian pertama, penurunan volume tanah adalah ekivalen dengan volume air yang
hilang, namun tanah tetap dalam keadaan jenuh; sedangkan pada bagian ke dua, udara
mulai memasuki tanah sehingga penurunan volume tanah menjadi relatif kecil.
Apabila garis pertama diperpanjang sehingga memotong garis mendatar yang melewati titik
volume pada kadar air nol, maka kadar air pada perpotongan kedua garis tersebut dikenal
dengan batas susut (SL), yaitu kadar air dimana pada kadar air dibawahnya, tanah hanya
mengalami penyusutan yang kecil.
Pada saat suatu masa tanah diberi tegangan di atas batas elastisnya, maka tanah tersebut
akan berubah bentuk dan runtuh. Apabila tanah bersifat kohesif dan kadar airnya cukup
tinggi, maka terjadinya deformasi tidak diikuti dengan pemisahan struktur, tetapi akan diikuti
dengan pengaliran plastis. Dengan demikian, plastisitas merupakan karakteristik tanah
dimana hubungannya dengan sifat-sifat fisik dan kinerja mekanis sangat penting dalam
klasifikasi tanah.
Terjadinya plastisitas tanah disebabkan oleh pengaruh pelumasan oleh film air terhadap
butir-butir tanah yang berdekatan. Oleh karena itu, plastistisitas tanah tergantung pada
faktor-faktor yang mempengaruhi luas dan tebal film air, yaitu ukuran dan bentuk masing-
masing butir serta sifat-sifat kimia permukaan butir-butir tersebut. Karena tebal film air
terutama tergantung pada kadar air, maka karakteristik plastisitas tanah biasanya diteliti
melalui penentuan kadar air yang diperlukan untuk menjadikan tanah dalam keadaan
berbagai tingkat plastisitas. Meskipun metoda penentuan kadar air tersebut berbeda untuk
setiap cabang teknologi tanah, namun metoda yang semula dikembangkan oleh Atterberg
untuk pertanian telah digunakan secara luas dalam rekayasa tanah.
Pengkajian sifat-sifat tanah yang dibentuk kembali dalam kaitannya dengan kadar air telah
menghasilkan hubungan antara konsitensi dengan kadar air yang menjadi dasar untuk
berbagai kepentingan yang terkait dengan tanah berbutir halus, yaitu klasifikasi, identifikasi,
pendeskripsian, pengecekan keseragaman persediaan bahan serta untuk penilaian
kecocokan penggunaan dan penanganan sebagai bahan jalan.
Konsistensi pada kondisi terganggu tegantung pada kadar air. Dengan penambahan air
secukupnya, lempung yang dalam keadaan aslinya kokoh (stiff) dapat dijadikan bubur
(melalui pengadukan). Apabila bubur tanah dikeringkan melalui penguapan, maka tanah
akan makin kental sampai pada suatu tingkat dimana sifat keencerannya hilang dan berubah
menjadi plastis. Dengan melanjutkan pengeringan, plastisitas tanah akan hilang, meskipun
tanah masih dapat dibentuk dengan jari tangan. Pengeringan lebih lanjut akan
mengakibatkan retaknya “benang” tanah pada saat digulung. Pada kondisi tersebut tanah
dalam keadaan semi padat dan pengeringan seterusnya menjadikan tanah dalam keadaan
kering dan padat (solid). Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.6, konsitensi tanah dapat
dibagi menjadi empat tingkat, yaitu cair, plastis, semi padat dan padat. Pada gambar tersebut
ditunjukkan bahwa melalui penambahan/pengurangan air dan pembentukan kembali, secara
perlahan-lahan tanah dapat berubah dari satu tingkat konsistensi ke tingkat konsistensi yang
lain.
Berdasarkan metoda pengujian standar, kadar air yang menjadi batas konsitensi perlu
ditentukan. Oleh karena itu, batas-batas kadar air yang ditetapkan adalah batas cair (kadar
air yang menjadi batas antara kondisi cair dan plastis dan batas plastis (kadar air yang
menjadi batas antara kondisi plastis dan semi padat). Disamping itu, terdapat kadar air di
bawah batas plastis dimana pengeringan mulai kadar air tersebut, penyusutan tanah
berhenti. Kadar air tersebut disebut batas susut, yaitu kadar air terendah dimana tanah masih
dalam keadaan semi padat. Pada batas susut, film air menghilang dari butir tanah sehingga
tanah menjadi kusam (tone). Perbedaan antara batas cair dengan batas plastis dikenal
dengan indeks plastis, sedangan batas cair dan batas plastis dikenal pula sebagai batas
Atterberg.
400
300
BATAS PLASTIS
BATAS SUSUT
BATAS CAIR
200
100
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
KADAR AIR (%)
Baik batas cair maupun batas plastis tergantung pada kandungan lempung dalam tanah.
Tanah yang mengandung banyak lempung biasanya mempunyai batas cair dan batas plastis
yang tinggi, sedangkan tanah kurang kohesif berpasir mempunyai batas cair dan batas
plastis yang lebih rendah. Sebagian besar lempung mempunyai batas cair yang berkisar
antara 50 sampai 90 persen. Batas cair yang nilainya lebih kecil dari 20 persen merupakan
batas cair yang luar biasa dan sulit ditentukan secara eksperimen. Tanah yang mengandung
banyak bahan organik mempunyai batas cair dan batas plastis yang lebih tinggi daripada
tanah yang sama tetapi tidak mengandung bahan organik, meskipun kedua tanah tersebut
mempunyai indeks plastis yang sama. Secara umum dapat dikatakan bahwa indeks plastis
merupakan fungsi kandungan lempung, sedangkan batas cair dan batas plastis merupakan
fungsi kandungan dan jenis lempung. Sehubungan dengan hal tersebut, apabila batas cair
dihubungkan dengan indeks plastis, perbedaan hubungan tersebut akan merupakan akibat
perbedaan jenis lempung, kecuali untuk tanah yang mengandung banyak bahan organik dan
tanah yang partikel-partikelnya porus dan berongga, dimana kedua jenis tanah tersebut
mempunyai batas cair yang relatif tinggi untuk indeks plastis tertentu.
Berdasarkan batas cairnya, tanah dapat dibagi menjadi lima kelompok sebagai berikut:
Batas cair rendah : batas cair 20 – 25 persen
Batas cair menengah : batas cair 25 – 50 persen
Batas cair tinggi : batas cair 50 – 70 persen
Batas cair sangat tinggi : batas cair 70 – 90 persen
Batas cair ekstra tinggi : batas cair >90 persen
Untuk menyatakan plastisitas tanah kadang-kadang digunakan istilah gemuk (fat), kurus
(lean), plastis dan lunak (soft). Namun demikian sitilah tersebut kurang berguna apabila tidak
disertai dengan definisi yang jelas tentang cara mengukurnya. Meskipun sejauh ini tidak ada
standar, namun definisi plastisitas yang ditunjukkan pada Tabel 1.8 umum digunakan.
Prosedur tersebut sangat berguna terutama pada saat pencatatan (logged) contoh hasil
pemboran mungkin tidak sampai ke laboratorium.
Meskipun indeks plastis tidak selalu berkorelasi langsung dengan sifat-sifat teknis tanah,
tetapi untuk tanah anorganik hal tersebut umumnya benar, yaitu indeks plastis yang makin
meningkat akan meningkatkan kekuatan geser pada batas plastis, pemampatan pada batas
cair dan potensi perubahan volume sesuai dengan perubahan kadar air.
Pengkajian hubungan antara batas plastis dengan batas cair telah memberikan gambaran
yang lebih baik tentang derajat plastisitas. Telah terbukti bahwa dengan bantuan grafik
plastisitas, beberapa sifat lempung dan lanau dapat dikorelasikan dengan batas Atterberg
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.9.
Tabel 1.9. Hubungan umum batas Atterberg, indeks plastis dan sifat-sifat teknis1)
PERBANDINGAN DUA PERBANDINGAN DUA
KARAKTERISTIK
KELOMPOK TANAH2) KELOMPOK TANAH3)
Pemampatan Kira-kira sama Meningkat
Permeabilitas Menurun Meningkat
Perubahan volume Meningkat
Keuletan (toughness) dekat PL Meningkat Meningkat
Kekuatan kering Meningkat Meningkat
1) Sumber: Kerbs, 1971
2) Batas cair sama, indeks plastis meningkat; 3) Indeks plastis sama, batas cair meningkat
Sifat lain tanah yang dipengaruhi oleh pelumasan butir-butir tanah oleh air adalah kepadatan,
dimana butir-butir tanah merapat lebih dekat sebagai akibat keluarnya udara. Apabila tanah
dipadatkan (dengan menggunakan daya pemadatan tertentu) pada berbagai kadar air yang
makin meningkat, maka kepadatan tanah akan mencapai nilai maksimum dan kemudian
menurun sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.7.
Apabila tanah kering dipadatkan, maka gesekan antara butir akan menahan pergeseran
antara butir-butir tersebut sehingga perubahn volume tanah menjadi kecil. Apabila
pemadatan dilakukan pada tanah yang telah ditambah air, maka air akan melumasi butir-butir
tanah sehingga butir-butir tersebut akan merapat lebih dekat dan tanah menjadi padat.
Apabila tanah terus ditambah air, maka mulai kadar air tertentu, tanah akan menjadi jenuh
sehingga pemadatan akan menghasilkan kepadatan yang lebih rendah.
1,95
KEPADATAN KERING (gram/cm3)
1,85
1,70
1,65
1,60
0 5 10 15 20 25 30
KADAR AIR (%)
Disamping penyerapan (suction), gaya hidrostatis lain mungkin akan timbul sebagai akibat
gravitasi, tekanan luar dan pembentukan es sehingga menambah pergerakan air dalam
tanah. Peningkatan pergerakan tersebut, sebagian tergantung pada besarnya ketiga gaya
yang telah disebutkan, sedangkan sebagian lagi tergantung pada tahanan tanah untuk
mengalirkan air, yaitu permeabilitas; dimana permeabilitas selanjunya mempengaruhi sifat-
sifat drainase dan konsolidasi.
Bahan padat dalam tanah terdiri atas campuran bahan yang dihasilkan dari pelapukan fisik
dan kimia batuan serta bahan organik yang terdiri atas hasil pembusukan sisa-sisa tumbuhan
atau binatang. Ditinjau dari asal kejadian dan sifatnya, kedua kelompok bahan tersebut
sangat berbeda sehingga perlu ditinjau secara terpisah.
Bahan organik berasal dari tumbuhan atau binatang mati yang kemudian membusuk, baik
melalui proses kimia ataupun kegiatan bakteri. Fraksi yang berasal dari binatang volumenya
relatif sedikit dan cenderung tidak terakumulasi dalam tanah, karena sisa binatang cepat
membusuk dan hasil pembusukan merupakan makanan bagi tumbuhan yang masih hidup. Di
sisi lain, fraksi yang berasal dari tumbuhan volumenya besar dan tetap berada pada tanah
untuk jangka waktu yang panjang, karena proses pembusukannya memerlukan waktu yang
lama. Volume kedua jenis bahan organik dalam tanah tergantung pada pasokan dari
organisme yang mati serta produk pembusukan (yang mungkin dipindahkan).
Karena berasal dari organisme yang hidup pada atau dekat permukaan tanah, dalam kondisi
normal, bahan organik cenderung berkumpul pada bagian permukaan yang mempunyai tebal
2 sampai 12 inci (5 sampai 30 cm). Namun demikian, peluluhan pada tanah berpasir
kemungkinan akan mengakibatkan terendapkannya bahan organik di bagian yang lebih
dalam. Disamping itu, cacing tanah kemungkinan dapat menambah kedalaman lapis bahan
organik. Distribusi endapan organik seperti pit, lignit atau batu bara dikondisikan oleh faktor-
faktor geologi sehingga dapat terletak jauh di bawah permukaan.
Komposisi bahan organik tergantung pada kelebatan tumbuhan serta tingkat pembusukan.
Dengan demikian, pada tanah di hutan, sebagian besar bahan organik berasal dari ranting
dan daun, sedangkan pada tanah di padang rumput, bahan organik terutama berasal dari
daun dan akar rumput-rumputan. Pada beberapa kasus, bahan organik mungkin
mengandung sisa tumbuhan yang masih dapat dilihat, sedangkan pada kasus yang lain,
pembusukan telah terjadi sedemikian rupa sehingga struktur asli tumbuhan sudah lenyap
dan hanya meninggalkan bahan berwarna gelap yang disebut “humus”. Bahan organik dan
humus hasil pembusukan yang baru mempunyai karakteristik yang berbeda dengan bahan
organik kelompok pertama. Ditinjau dari fisik atau kimia, kelompok pertama (terdiri atas
partikel makro atau serat) masih dalam keadaan aslinya, sedangkan humus bersifat asam
dan koloidal serta mempunyai kapasitas yang besar untuk menukar basa dan menyerap air
sehingga dapat merubah volume yang sangat besar. Bahan organik yang ke dua tersebut
dipandang merupakan bahan kompleks yang berasal dari lignin dan protein tumbuhan
dimana komposisi rinci antara tanah yang satu dengan tanah yang lain berbeda.
Bahan organik mempunyai sifat teknis yang tidak menguntungkan, karena strukturnya yang
terbuka mirip busa serta bahannya yang secara mekanis lemah. Apabila dibebani atau kadar
airnya berubah, bahan tersebut mudah mengalami perubahan volume; kadar air aslinya juga
sangat tinggi (100 sampai 500 persen) sehingga stabilitas mekanisnya sangat rendah. Sifat
asam cenderung menimbulkan reaksi asam dengan air dan selanjutnya dapat menimbulkan
karat pada logam yang ditanam dalam tanah.
Tanah yang mengandung banyak bahan organik perlu dibuang. Apabila hal tersebut tidak
memungkinkan (sebagaimana halnya terhadap endapan pit yang tebal) dan relokasi jalan
tidak mungkin dilakukan, maka cara mengatasinya pada pekerjaan jalan yang akan melayani
lalu-lintas ringan adalah dengan memasang karpet atau memilih bahan jalan yang ringan
sehingga jalan seolah-olah terapung.
Sejauh ini belum diketahui konsentrasi bahan organik yang mulai dapat mempengaruhi
karakteristik tanah. Pengaruh secara kimia telah ditunjukkan pada stabilisasi semen terhadap
tanah yang mengandung sekitar 0,5 persen berat bahan organik, tetapi karakteristik fisik
tanah biasanya tidak terpengaruh apabila kandungan bahan organiknya di bawah 2 sampai 4
persen.
Untuk mengetahui kandungan organik dalam tanah telah dikembangkan beberapa metoda,
baik yang didasarkan pada berat tanah setelah bahan organiknya dihilangkan atau yang
didasarkan pada persentase karbon organik dalam bahan organik (dianggap konstan, yaitu
sekitar 58 persen dari bahan organik).
Bahan anorganik atau komponen mineral biasanya merupakan bagian terbesar tanah. Bahan
tersebut berasal dari berbagai jenis batuan yang terbentuk pada kulit bumi, yaitu melalui
proses pembentukan tanah atau proses “pedogenik”, baik secara fiksik maupun kimia.
Pelapukan fisik atau pelapukan primer mencakup penghancuran batuan sebagai akibat
adanya perbedaan pemuaian dan penyusutan yang mengikuti perubahan suhu serta proses
glasial dan abrasi batuan oleh angin dan air sehingga menghasilkan partikel-partikel. Proses
pelapukan sekunder pada dasarnya berlangsung secara kimia yang terjadi melalui peluluhan
oleh air yang mengandung karbon dioksida sehingga terjadi pemindahan berbagai bahan
kimia ke berbagai zona tanah. Sifat bahan hasil proses pelapukan fisik dan kimia dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu batuan induk, cuaca, topografi, tumbuh-tumbuhan masa geologi.
Bahan mineral dalam tanah biasanya terjadi dalam bentuk berbagai jenis partikel padat,
dimana karakteristik fisik tanah yang didominasi oleh bahan anorganik merupakan
pencerminan daripada sifat-sifat partikel-partikel tersebut. Beberapa sifat penting daripada
partikel adalah ukuran, bentuk dan kandungan mineralnya.
Ukuran dan bentuk partikel sampai tingkat tertentu merupakan fungsi kandungan mineral,
misal, pada tanah yang mengandung mika, struktur partikel adalah laminar. Mineral yang
sangat keras (misal kwarsa) mempunyai bentuk butir yang kurang bulat dibandingkan
dengan bentuk butir mineral yang lebih lunak, meskipun di bawah kondisi pelapukan yang
sama. Mineral lempung almunium-silikat yang terdiri atas kaolin dan montmorilonit terjadi
hanya dalam ukuran yang halus, kemungkinan sebagai akibat modus pembentukannya.
Sifat-sifat yang paling berpengaruh terhadap karakteristik fisik partikel adalah ukuran butir,
yang dievaluasi melalui distribusi butir. Karena tidak mungkin dilakukan untuk setiap butir,
maka penentuan ukuran butir dilakukan menurut voulme/berat butir yang ukurannya terletak
antara beberapa pasangan batas ukuran. Batas ukuran tersebut dinyatakan dengan istilah
“diameter butir ekivalen” (“equivalent particle diameters”) dimana butiran dianggap bulat.
Ukuran di antara dua batas disebut “fraksi” tanah dan diberi nama sesuai dengan jenis tanah,
yaitu pasir, lanau, lempung.
Berbagai sistem batasan ukuran butir telah dikembangkan oleh para ahli, sesuai dengan
keperluan berbagai cabang teknologi tanah, diantaranya adalah:
Fraksi kerikil – butiran berdiameter ekivalen antara 60 dan 2,0 mm.
Fraksi pasir – butiran berdiameter ekivalen antara 2,0 dan 0,06 mm.
Fraksi lanau – butiran berdiameter ekivalen antara 0,06 dan 0,002 mm.
Fraksi lempung – butiran berdiameter ekivalen lebih kecil dari 0,002 mm.
Untuk pasir dan lanau, fraksi di atas dapat dibagi lagi menjadi fraksi kasar, medium dan
halus.
Setiap fraksi mempunyai karakteristik spesifik dan sifat tersebut akan ditunjukkan oleh tanah
yang didominasi oleh fraksi yang terkait.
1.10.2.1 Kerikil
Kerikil terdiri atas partikel-partikel kasar sebagai hasil disintegrasi batuan. Di beberapa
daerah, kerikil sering dipindahkan oleh air dari lokasi asalnya sehingga akibat gesekan
antara butir, bentuknya menjadi bulat.
1.10.2.2 Pasir
Di beberapa wilayah di dunia, pasir biasanya terdiri atas partikel silika atau kwarsa, tetapi
beberapa pasir pantai mengandung kalsium karbonat dalam bentuk partikel-partikel kerang,
pasir glasial mengandung butir-butir halus mineral batuan. Butir-butir pasir dapat dilihat
dengan mata telanjang dan apabila diraba terasa berisik.
Sumbangan pasir terhadap stabilitas tanah adalah sebagai akibat interaksi mekanis antara
butir (gesekan internal). Antara butir-butir pasir dapat dikatakan tidak ada kohesi, karena
kecilnya pengaruh film air antara partikel atau efek permukaan dan butir-butir tersebut hanya
memberikan sumbangan yang kecil terhadap pengisapan (suction). Rendahnya penyerapan
air oleh permukaan butir menyebabkan pasir tidak mengalami pemuaian dan penyusutan.
Tanah yang mengandung banyak pasir biasanya mempunyai struktur yang terbuka sehingga
mudah mengalirkan air (permeabel). Pada tanah tersebut, konsolidasi adalah relatif kecil dan
apabila terdapat pada pondasi jalan, pasir tidak rawan kerusakan akibat pembekuan.
1.10.2.3 Lanau
Secara fisik dan kimia, partikel lanau mirip partikel pasir, sedangkan perbedaan utamanya
adalah ukurannya. Sebagaimana halnya dengan pasir, sumbangan utama kekuatan dari
lanau adalah akibat gesekan internal, tetapi film air antara partikel menyumbangkan tingkat
tertentu kohesi pada tanah.
Tanah yang didominasi oleh lanau sangat rawan terhadap pembekuan. Hal tersebut
dipandang merupakan aspek penting bagi insinyur jalan raya. Karena permeabilitasnya yang
lebih tinggi, maka lanau mempunyai konsolidasi yang lebih kecil daripada lempung. Demikian
juga, lanau mempunyai pemuaian dan penyusutan yang lebih kecil daripada lempung.
1.10.2.4 Lempung
Butir pada fraksi lempung berbeda dari butir pada dua fraksi di atas, baik dalam hal
komposisi kimianya maupun sifat-sifat fisiknya. Secara kimia, butir lempung terdiri atas
almunium-silika terhidrasi yang terbentuk pada saat proses peluluhan partikel kasar mineral
batuan primer. Diantara mineral yang terbentuk dalam partikel lempung adalah kaolinit,
monmorilonit dan mika.
Secara fisik, perbedaan partikel lempung dengan partikel fraksi yang lebih kasar adalah
bentuknya yang pipih dan lonjong atau lamelar, sehingga per satuan berat mempunyai
permukaan yang lebih luas daripada partikel bulat atau mendekati kubus.
Bentuknya yang pipih merupakan faktor utama yang menyebabkan tanah menjadi plastis
pada saat dicampur air. Air yang terdapat dalam tanah mengakibatkan butir-butir terorentasi
secara sejajar dan kemudian mudah bergeser satu sama lain (lihat Gambar 1.8). Perubahan
orentasi butir dipandang sebagai penyebab adanya perbedaan perilaku antara contoh asli
dan contoh tidak asli lempung.
Film air di sekeliling butir-butir lempung sangat penting, karena fraksi lempung mempunyai
permukaan spesifik yang besar sehingga kadar air lempung menjadi relatif besar. Partikel
lempung dikatakan dapat “terhidrasi”, yaitu partikel dapat menyerap air di sekitarnya.
Karena intensitas gaya penyerapan makin menurun sejalan dengan makin jauhnya jarak dari
permukaan partikel, maka kondisi kontak air dengan partikel juga berubah. Beberapa ahli
berpendapat bahwa air yang paling dekat ke permukaan partikel menempel sangat kuat
sehingga berbentuk bahan padat, sedangkan agak jauh dari permukaan partikel, air
berbentuk bahan cair murni. Pada titik di antara ke dua posisi tersebut, air mempunyai wujud
antara padat dan cair. Pengaruh air terserap tersebut sangat besar terhadap pengisapan,
pemuaian dan penyusutan pada lempung.
Kecilnya rongga antara butir lempung mengakibatkan permeabilitas lempung sangat rendah
sehingga lempung sulit mengalirkan air. Terhambatnya pengaliran air akan mengakibatkan
konsolidasi pada lempung berlangsung lama.
Sifat fraksi lempung adalah sedemikian rupa sehingga kehadirannya, sekalipun dalam kadar
yang relatif kecil, mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat tanah. Dengan
demikian, tanah yang mengandung banyak partikel pasir (70 sampai 80%) dapat bersifat
kohesif apabila tanah tersebut mengandung sekurang-kurangnya 10% lempung; sedangkan
agar tanah dapat benar-benar bersifat lempung, tanah tersebut cukup mengandung 40
sampai 50% partikel berukuran lempung.
oleh setiap orang, maka tanah harus dideskripsikan secara rinci sesuai dengan sistem
klasifikasi standar.
Pengklasifikasian tanah yang tepat harus mendasar dan menunjukkan potensi penggunaan
tanah serta harus memenuhi beberapa ketentuan minimum.
Berikut ini diberikan tabel yang menunjukkan klasifikasi tanah menurut Sistem AASHTO
(Tabel 1.10 dan 1.11) dan Sistem Klasifikasi Unified (Tabel 1.12 dan 1.13).
sedikit atau
tanpa butir Kerikil atau campuran kerikil pasir Ukuran butir dominan seragam atau
KERIKIL
halus GP bergradasi jelek, sedikit atau mempunyai rentang tetapi beberapa butir yang
tanpa bahan halus berukuran menengah hilang
Kerikil Kerikil kelanauan atau campuran Bahan halus non plastis atau plastisitas rendah
GM
mengan- kerikil-pasir-lanau (prosedur identifikasi, lihat ML di bawah)
dung
banyak butir Kerikil kelempungan atau Bahan halus plastis (prosedur identifikasi, lihat
GC
halus campuran kerikil-pasir-lempung CL di bawah)
Pasir atau pasir kekerikilan Butir mempunyai rentang ukuran yang lebar
(Lebih dari 50% tanah
Pasir SW bergradasi menerus, sedikit atau dan mengandung banyak butir berukuran
bersih, tanpa bahan halus menengah.
lolos saringan No. 4) 3)
sedikit atau
tanpa butir Pasir atau pasir kekerikilan Ukuran butir dominan seragam atau
SP bergradasi jelek, sedikit atau mempunyai rentang tetapi beberapa butir yang
PASIR
halus
tanpa bahan halus berukuran menengah hilang
Pasir Pasir kelanauan atau campuran Bahan halus non plastis atau plastisitas rendah
SM
mengan- pasir-lanau (prosedur identifikasi, lihat ML di bawah)
dung
banyak butir Pasir kelempungan atau Bahan halus plastis (prosedur identifikasi, lihat
SC
halus campuran pasir-lempung CL di bawah)
PROSEDUR IDENTIFIKASI
TANAH BERBUTIR HALUS (LEBIH DARI 50% TANAH BERUKURAN
1)
Tanpa butir yang lebih besar dari 3 inci (75 mm) dan fraksi didasarkan atas persentase berat;
2)
Saringan 0,075 mm (No. 200) adalah kira-kira sama dengan ukuran butir yang dapat dilihat mata telanjang;
3) Untuk pengklasifikasian visual, ukuran 6 mm (¼ inci) dianggap setara dengan saringan 4,75 mm (No. 4).
Tabel 1.13. Sistem Klasifikasi Unified, termasuk identifikasi dan deskripsi (lanjutan)
KRITERIA UNTUK PENGKLASIFIKASIAN DI LABORATORIUM
(7)
Gunakan kurva gradasi dalam mengidentifikasi fraksi sebagaimana diuraikan pada Prosedur identifikasi lapangan untuk tanah atau
D 60
Cu = >4
D 10
KERIKIL
BERSIH
GW
D30 2
Cu = >6
dikelmpokkan sebagai berikut:
D 10
SW
Cc =
D30 2 antara 1 dan 3
D10 x D60
PASIR
Kurang dari 5%
Lebih dari 12%
HALUS
fraksi halus
BHN
ML
(BATAS CAIR <50%)
60
30
OL
20 CL
MH & OH
LANAU DAN LEMPUNG
10
MH CL - ML
(BATAS CAIR >50%)
ML OL
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
CH BATAS CAIR
GRAFIK PLASTISITAS
Untuk klasifikasi tanah berbutir halus di laboratorium
OH
Catatan
(1) Klasifikasi perbatasan: tanah yang mempunyai karakteristik dua kelas ditunjukkan dengan
gabungan simbol kelompok; contoh, GW GC adalah campuran kerikil pasir bergradasi
menerus mengandung lempung.
(2) Ukuran saringan yang ditunjukkan dalam tabel adalah menurut Standard Amerika Serikat.
(3) Catatan lebih lanjut diuraikan di bawah.
BAB I ............................................................................................................................................................. 1
SIFAT-SIFAT DAN KLASIFIKASI TANAH .................................................................................................... 1
1.1 TEKSTUR TANAH ......................................................................................................1
1.2 STRUKTUR TANAH ...................................................................................................2
1.3 HORIZON TANAH ......................................................................................................3
1.4 BAHAN INDUK ...........................................................................................................4
1.4.1 BATUAN SEDIMEN .......................................................................................4
1.4.2 BATUAN BEKU..............................................................................................5
1.4.3 BATUAN METAMORF ...................................................................................5
1.5 KOMPONEN TANAH ..................................................................................................5
1.6 HUBUNGAN AIR, BAHAN PADAT DAN UDARA DALAM TANAH..............................6
1.7 SIFAT-SIFAT DASAR TANAH ....................................................................................7
1.7.1 KADAR AIR, BERAT JENIS, BERAT ISI, ANGKA PORI, POROSITAS
DAN DERAJAT KEJENUHAN ....................................................................................8
1.7.2 PERMEABILITAS ..........................................................................................9
1.7.3 ELASTISITAS .............................................................................................. 10
1.7.4 PLASTISITAS .............................................................................................. 10
1.7.5 KOHESI DAN KEKUATAN GESER ............................................................. 11
1.7.6 PEMAMPATAN (COMPRESSIBILITY) ........................................................ 12
1.7.7 PENYUSUTAN DAN PEMUAIAN (SHRINKAGE AND SWELLING) ............. 12
1.7.8 AKTIFITAS (ACTIVITY) ............................................................................... 13
1.7.9 KONSISTENSI TANAH ASLI ....................................................................... 14
1.7.10 SENSITIFITAS (SENSITIVITY) .................................................................... 16
1.7.11 DAYA KAPILER (CAPILLARITY) DAN PENGISAPAN (SUCTION).............. 16
1.7.12 DILATANSI .................................................................................................. 17
1.8 UDARA DALAM TANAH ........................................................................................... 18
1.9 AIR DALAM TANAH ................................................................................................. 18
1.9.1 PENGARUH AIR SEBAGAI BAHAN CAIR TERHADAP SIFAT-SIFAT
TANAH 18
1.10 BAHAN PADAT DALAM TANAH .............................................................................. 24
1.10.1 Bahan organik .............................................................................................. 25
1.10.2 . BAHAN ANORGANIK ............................................................................... 26
1.11 KLASIFIKASI TANAH ............................................................................................... 29
BAB II
PEKERJAAN GALIAN
yang sejenis) beserta lampu merah atau kuning guna menjamin keselamatan
para pengguna jalan, sesuai dengan yang diperintahkan Direksi Pekerjaan.
Ketentuan yang disyaratkan dalam ketentuan tentang, Pemeliharaan Lalu Lintas
harus diterapkan pada seluruh galian di Daerah Milik Jalan.
Pekerjaan galian yang tidak memenuhi toleransi, sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Kontraktor dan harus diperbaiki oleh Kontraktor sesuai dengan ketentuan yang
dipersyaratkan dalam Spesifikasi.
Bilamana bahan timbunan pilihan atau lapis pondasi agregat, agregat untuk campuran aspal
atau beton atau bahan lainnya diperoleh dari galian sumber bahan di luar daerah milik jalan,
Kontraktor harus melakukan pengaturan yang diperlukan dan membayar konsesi dan
retribusi kepada pemilik tanah maupun pihak yang berwenang untuk ijin menggali dan
mengangkut bahan-bahan tersebut.
Penggunaan dan Pembuangan Bahan Galian
Semua bahan galian tanah dan galian batu yang dapat dipakai dalam batas-
batas dan lingkup proyek, bilamana memungkinkan harus digunakan secara
efektif untuk formasi timbunan atau penimbunan kembali.
Bahan galian yang mengandung tanah yang sangat organik, tanah gambut
(peat), sejumlah besar akar atau bahan tetumbuhan lainnya dan tanah
kompresif yang menurut pendapat Direksi Pekerjaan akan menyulitkan
Kecuali diperintahkan lain oleh Direksi Pekerjaan, semua struktur sementara seperti
cofferdam atau penyokong (shoring) dan pengaku (bracing) harus dibongkar oleh
Kontraktor setelah struktur permanen atau pekerjaan lainnya selesai. Pembongkaran
harus dilakukan sedemikian sehingga tidak mengganggu atau merusak struktur atau
formasi yang telah selesai.
Bahan bekas yang diperoleh dari pekerjaan sementara tetap menjadi milik Kontraktor
atau bila memenuhi syarat dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan, dapat dipergunakan
untuk pekerjaan permanen dan dibayar menurut Mata Pembayaran yang relevan sesuai
dengan yang terdapat dalam Daftar Penawaran.
Setiap bahan galian yang sementara waktu diijinkan untuk ditempatkan dalam saluran air
harus dibuang seluruhnya setelah pekerjaan berakhir sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu saluran air.
Seluruh tempat bekas galian bahan atau sumber bahan yang digunakan oleh Kontraktor
harus ditinggalkan dalam suatu kondisi yang rata dan rapi dengan tepi dan lereng yang
stabil dan saluran drainase yang memadai.
Penggalian harus mengikuti prosedur yang ditentukan dalam Spesifikasi, yang secara
garis besar dikelompokkan ke dalam 5 jenis prosedur sebagai berikut :
Prosedur Umum.
Prosedur penggalian pada tanah dasar perkerasan dan bahu jalan,
pembentukan berm, selokan dan talud.
Prosedur penggalian untuk struktur dan pipa.
Prosedur penggalian pada sumber bahan.
Prosedur penggalian pada perkeraan aspal yang ada.
Sebagian besar pekerjaan galian dalam Kontrak tidak akan diukur dan dibayar
menurut ketentuan ini, pekerjaan tersebut dipandang telah dimasukkan ke dalam
harga penawaran untuk berbagai macam bahan konstruksi yang dihampar di
atas galian akhir, seperti pasangan batu (stone masonry) dan gorong-gorong
pipa. Jenis galian yang secara spesifik tidak dimasukkan untuk pengukuran
dalam ketentuan ini adalah :
Galian di luar garis yang ditunjukkan dalam profil dan penampang melintang
yang disetujui tidak akan dimasukkan dalam volume yang diukur untuk
pembayaran kecuali bilamana :
Galian diperlukan untuk membuang bahan yang lunak atau tidak
memenuhi syarat, atau untuk membuang batu atau bahan keras lainnya
seperti yang disyaratkan dalam Spesifikasi;
Galian diperlukan sebagai pekerjaan tambah, sebagai akibat dari
longsoran lereng atau struktur sementara penahan tanah atau air (seperti
penyokong, pengaku, atau cofferdam) yang sebelumnya telah diterima
oleh Direksi Pekerjaan secara tertulis.
Pekerjaan galian untuk selokan drainase dan saluran air, kecuali untuk
galian batu, tidak akan diukur untuk pembayaran menurut ketentuan ini.
Pengukuran dan Pembayaran harus dilaksanakan menurut ketentuan dari
Spesifikasi.
Pekerjaan galian yang dilaksanakan untuk pemasangan gorong-gorong pipa,
tidak akan diukur untuk pembayaran, kompensasi dari pekerjaan ini
dipandang telah dimasukkan ke dalam berbagai harga satuan penawaran
untuk masing-masing bahan tersebut, sesuai dengan ketentuan dari
Spesifikasi.
Pekerjaan galian yang dilaksanakan dalam pengembalian kondisi
(reinstatement) perkerasan lama tidak akan diukur untuk pembayaran,
kompensasi untuk pekerjaan ini telah dimasukkan dalam berbagai harga
satuan penawaran yang untuk masing-masing bahan yang digunakan pada
operasi pengembalian kondisi sesuai dengan ketentuan dari Spesifikasi.
Galian untuk pengembalian kondisi bahu jalan dan pekerjaan minor lainnya,
kecuali untuk galian batu, tidak akan dibayar menurut ketentuan ini.
Pengukuran dan pembayaran akan dilaksanakan sesuai ketentuan dari
Spesifikasi.
Galian yang diperlukan untuk operasi pekerjaan pemeliharaan rutin tidak
akan diukur untuk pembayaran, kompensasi untuk pekerjaan ini telah
termasuk dalam harga penawaran dalam lump sum untuk berbagai operasi
pemeliharaan rutin yang tercakup dalam ketentuan dari Spesifikasi.
Pekerjaan galian yang dilaksanakan untuk memperoleh bahan konstruksi dari
sumber bahan (borrow pits) atau sumber lainnya di luar batas-batas daerah
kerja tidak boleh diukur untuk pembayaran, biaya pekerjaan ini dipandang
telah dimasukkan dalam harga satuan penawaran untuk timbunan atau
bahan perkerasan.
Pekerjaan galian dan pembuangan yang diuraikan dalam Spesifikasi ini
selain untuk tanah, batu dan bahan perkerasan lama, tidak akan diukur
untuk pembayaran, kompensasi untuk pekerjaan ini telah dimasukkan
dalam berbagai harga satuan penawaran yang untuk masing-masing
operasi pembongkaran struktur lama sesuai dengan ketentuan dari
Spesifikasi.
Dasar Pembayaran
Kuantitas galian yang diukur menurut ketentuan di atas, akan dibayar
menurut satuan pengukuran dengan harga yang dimasukkan dalam Daftar
Kuantitas dan Harga untuk masing-masing Mata Pembayaran yang terdaftar
di bawah ini.
Harga dan pembayaran tersebut merupakan kompensasi penuh untuk
seluruh pekerjaan termasuk cofferdam, penyokong, pengaku dan pekerjaan
yang berkaitan, dan biaya yang diper-lukan dalam melaksanakan pekerjaan
galian sebagaimana diuraikan dalam ketentuan ini.
Bilamana cofferdam, penyokong, pengaku dan pekerjaan yang berkaitan,
termasuk dalam Mata Pembayaran yang terdapat dalam Daftar Kuantitas dan
Harga, maka pekerjaan ini akan dibayar menurut Harga Penawaran dalam
lump sum sesuai dengan ketentuan berikut ini :
Pekerjaan ini mencakup penyediaan, pembuatan, pemeliharaan dan
pembuangan setiap dan semua cofferdam, penyokong, pengaku,
sumuran, penurapan, pengendali air (water control), dan operasi-operasi
lainnya yang diperlukan untuk diterimanya penyelesaian galian yang
termasuk dalam pekerjaan dari Pasal ini sampai suatu kedalaman yang
ditentukan.
BAB II ............................................................................................................................................................ 1
PEKERJAAN GALIAN ................................................................................................................................... 1
2.1 CAKUPAN PEKERJAAN ............................................................................................1
2.2 SASARAN PEKERJAAN GALIAN ..............................................................................1
2.3 JENIS GALIAN ...........................................................................................................1
2.4 TOLERANSI DIMENSI................................................................................................2
2.5 PENGAMANAN PEKERJAAN GALIAN ......................................................................2
2.6 PERBAIKAN TERHADAP PEKERJAAN GALIAN YANG TIDAK MEMENUHI
KETENTUAN .......................................................................................................................4
2.7 UTILITAS BAWAH TANAH .........................................................................................4
2.8 RETRIBUSI UNTUK BAHAN GALIAN ........................................................................4
2.9 PENGEMBALIAN BENTUK DAN PEMBUANGAN PEKERJAAN SEMENTARA .........5
2.10 PROSEDUR PENGGALIAN .......................................................................................6
2.11 PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN..........................................................................6
BAB III
PEKERJAAN TIMBUNAN
Bahan yang dipasang sebagai landasan untuk pipa atau saluran beton,
Bahan drainase porous yang dipakai untuk drainase bawah permukaan
atau untuk mencegah hanyutnya partikel halus tanah akibat proses
penyaringan.
Elevasi dan kelandaian akhir setelah pemadatan harus tidak lebih tinggi atau
lebih rendah 2 cm dari yang ditentukan atau disetujui.
Seluruh permukaan akhir timbunan yang terekspos harus cukup rata dan harus
cukup kelandaiannya, untuk menjamin aliran air permukaan yang bebas.
Permukaan akhir lereng timbunan tidak boleh bervariasi lebih dari 10 cm dari
garis profil yang ditentukan.
Timbunan tidak boleh dihampar dalam lapisan dengan tebal padat lebih dari 20
cm atau dalam lapisan dengan tebal padat kurang dari 10 cm.
AASHTO :
Timbunan Biasa
Timbunan yang diklasifikasikan sebagai timbunan biasa harus terdiri dari bahan
galian tanah atau bahan galian batu yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan
Timbunan Pilihan
Timbunan hanya boleh diklasifikasikan sebagai “Timbunan Pilihan” bila
digunakan pada lokasi atau untuk maksud dimana timbunan pilihan telah
ditentukan atau disetujui secara tertulis oleh Direksi Pekerjaan. Seluruh timbunan
lain yang digunakan harus dipandang sebagai timbunan biasa (atau drainase
porous bila ditentukan atau disetujui sesuai dengan ketentuan dari Spesifikasi).
Timbunan yang diklasifikasikan sebagai timbunan pilihan harus terdiri dari bahan
tanah atau batu yang memenuhi semua ketentuan di atas untuk timbunan biasa
dan sebagai tambahan harus memiliki sifat-sifat tertentu yang tergantung dari
maksud penggunaannya, seperti diperintahkan atau disetujui oleh Direksi
Pekerjaan. Dalam segala hal, seluruh timbunan pilihan harus, bila diuji sesuai
dengan SNI 03-1744-1989, memiliki CBR paling sedikit 10.% setelah 4 hari
perendaman bila dipadatkan sampai 100.% kepadatan kering maksimum sesuai
dengan SNI 03-1742-1989.
Bahan timbunan pilihan yang akan digunakan bilamana pemadatan dalam
keadaan jenuh atau banjir yang tidak dapat dihindari, haruslah pasir atau kerikil
atau bahan berbutir bersih lainnya dengan Indeks Plastisitas maksimum 6 %.
Bahan timbunan pilihan yang digunakan pada lereng atau pekerjaan stabilisasi
timbunan atau pada situasi lainnya yang memerlukan kuat geser yang cukup,
bilamana dilaksanakan dengan pemadatan kering normal, maka timbunan pilihan
dapat berupa timbunan batu atau kerikil lempungan bergradasi baik atau
lempung pasiran atau lempung berplastisitas rendah. Jenis bahan yang dipilih,
dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan akan tergantung pada kecuraman dari lereng
yang akan dibangun atau ditimbun, atau pada tekanan yang akan dipikul.
Penghamparan Timbunan
Timbunan harus ditempatkan ke permukaan yang telah disiapkan dan disebar
dalam lapisan yang merata yang bila dipadatkan akan memenuhi toleransi tebal
lapisan yang disyaratkan dalam Spesifikasi. Bilamana timbunan dihampar lebih
dari satu lapis, lapisan-lapisan tersebut sedapat mungkin dibagi rata sehingga
sama tebalnya.
Tanah timbunan umumnya diangkut langsung dari lokasi sumber bahan ke
permukaan yang telah disiapkan pada saat cuaca cerah dan disebarkan.
Penumpukan tanah timbunan untuk persediaan biasanya tidak diperkenankan,
terutama selama musim hujan.
Timbunan di atas atau pada selimut pasir atau bahan drainase porous, harus
diperhatikan sedemikian rupa agar kedua bahan tersebut tidak tercampur. Dalam
pembentukan drainase sumuran vertikal diperlukan suatu pemisah yang
menyolok di antara kedua bahan tersebut dengan memakai acuan sementara
dari pelat baja tipis yang sedikit demi sedikit ditarik saat pengisian timbunan dan
drainase porous dilaksanakan.
Penimbunan kembali di atas pipa dan di belakang struktur harus dilaksanakan
dengan sistematis dan secepat mungkin segera setelah pemasangan pipa atau
struktur. Akan tetapi, sebelum penimbunan kembali, diperlukan waktu perawatan
tidak kurang dari 8 jam setelah pemberian adukan pada sambungan pipa atau
pengecoran struktur beton gravity, pemasangan pasangan batu gravity atau
pasangan batu dengan mortar gravity. Sebelum penimbunan kembali di sekitar
struktur penahan tanah dari beton, pasangan batu atau pasangan batu dengan
mortar, juga diperlukan waktu perawatan tidak kurang dari 14 hari.
Bilamana timbunan badan jalan akan diperlebar, lereng timbunan lama harus
disiapkan dengan membuang seluruh tetumbuhan yang terdapat pada
permukaan lereng dan dibuat bertangga sehingga timbunan baru akan terkunci
pada timbunan lama sedemikian sampai diterima oleh Direksi Pekerjaan.
Selanjutnya timbunan yang diperlebar harus dihampar horizontal lapis demi lapis
sampai dengan elevasi tanah dasar, yang kemudian harus ditutup secepat
mungkin dengan lapis pondasi bawah dan atas sampai elevasi permukaan jalan
lama sehingga bagian yang diperlebar dapat dimanfaatkan oleh lalu lintas
secepat mungkin, dengan demikian pembangunan dapat dilanjutkan ke sisi jalan
lainnya bilamana diperlukan.
Pemadatan Timbunan
Setiap lapis timbunan harus dipadatkan dengan peralatan pemadat yang
memadai dan disetujui Direksi Pekerjaan sampai mencapai kepadatan yang
disyaratkan dalam Spesifikasi.
Pemadatan timbunan tanah harus dilaksanakan hanya bilamana kadar air bahan
berada dalam rentang 3 % di bawah kadar air optimum sampai 1% di atas kadar
air optimum. Kadar air optimum harus didefinisikan sebagai kadar air pada
kepadatan kering maksimum yang diperoleh bilamana tanah dipadatkan sesuai
dengan SNI 03-1742-1989.
Seluruh timbunan batu harus ditutup dengan satu lapisan atau lebih setebal 20
cm dari bahan bergradasi menerus dan tidak mengandung batu yang lebih besar
dari 5 cm serta mampu mengisi rongga-rongga batu pada bagian atas timbunan
batu tersebut. Lapis penutup ini harus dilaksanakan sampai mencapai kepadatan
timbunan tanah yang disyaratkan dalam Spsifikasi.
Setiap lapisan timbunan yang dihampar harus dipadatkan seperti yang disya-
ratkan, diuji kepadatannya dan harus diterima oleh Direksi Pekerjaan sebelum
lapisan berikutnya dihampar.
Timbunan harus dipadatkan mulai dari tepi luar dan bergerak menuju ke arah
sumbu jalan sedemikian rupa sehingga setiap ruas akan menerima jumlah usaha
pemadatan yang sama. Bilamana memungkinkan, lalu lintas alat-alat konstruksi
dapat dilewatkan di atas pekerjaan timbunan dan lajur yang dilewati harus terus
menerus divariasi agar dapat menyebarkan pengaruh usaha pemadatan dari lalu
lintas tersebut.
Bilamana bahan timbunan dihampar pada kedua sisi pipa atau drainase beton
atau struktur, maka pelaksanaan harus dilakukan sedemikian rupa agar timbunan
pada kedua sisi selalu mempunyai elevasi yang hampir sama.
Bilamana bahan timbunan dapat ditempatkan hanya pada satu sisi abutment,
tembok sayap, pilar, tembok penahan atau tembok kepala gorong-gorong, maka
tempat-tempat yang bersebelahan dengan struktur tidak boleh dipadatkan secara
berlebihan karena dapat menyebabkan bergesernya struktur atau tekanan yang
berlebihan pada struktur.
Terkecuali disetujui oleh Direksi Pekerjaan, timbunan yang bersebelahan dengan
ujung jembatan tidak boleh ditempatkan lebih tinggi dari dasar dinding belakang
abutment sampai struktur bangunan atas telah terpasang.
Timbunan pada lokasi yang tidak dapat dicapai dengan peralatan pemadat mesin
gilas, harus dihampar dalam lapisan horizontal dengan tebal gembur tidak lebih
dari 15 cm dan dipadatkan dengan penumbuk loncat mekanis atau timbris
(tamper) manual dengan berat minimum 10 kg. Pemadatan di bawah maupun di
tepi pipa harus mendapat perhatian khusus untuk mencegah timbulnya rongga-
rongga dan untuk menjamin bahwa pipa terdukung sepenuhnya.
Timbunan Pilihan di atas Tanah Rawa mulai dipadatkan pada batas permukaan
air dimana timbunan terendam, dengan peralatan yang disetujui oleh Direksi
Pekerjaan.
Penyiapan Tanah Dasar Pada Timbunan
Untuk penyiapan tanah dasar pada timbunan berlaku ketentuan terkait dengan
Penyiapan Badan Jalan.
Percobaan Pemadatan
Kontraktor harus bertanggungjawab dalam memilih metode dan peralatan untuk
mencapai tingkat kepadatan yang disyaratkan. Bilamana tidak sanggup mencapai
kepadatan yang disyaratkan, prosedur pemadatan berikut ini harus diikuti :
Percobaan lapangan harus dilaksanakan dengan variasi jumlah lintasan peralatan
pemadat dan kadar air sampai kepadatan yang disyaratkan tercapai sehingga dapat
diterima oleh Direksi Pekerjaan. Hasil percobaan lapangan ini selanjutnya harus
digunakan dalam menetapkan jumlah lintasan, jenis peralatan pemadat dan kadar air
untuk seluruh pemadatan berikutnya.
Pengukuran Timbunan
Timbunan harus diukur sebagai jumlah kubik meter bahan terpadatkan yang
diperlukan, diselesaikan di tempat dan diterima. Volume yang diukur harus
berdasarkan gambar penampang melintang profil tanah asli yang disetujui atau
profil galian sebelum setiap timbunan ditempatkan dan gambar dengan garis,
kelandaian dan elevasi pekerjaan timbunan akhir yang disyaratkan dan diterima.
Metode perhitungan volume bahan haruslah metode luas bidang ujung, dengan
menggunakan penampang melintang pekerjaan yang berselang jarak tidak lebih
dari 25 m.
diperlukan untuk mengisi bagian belakang struktur penahan akan diukur dan
dibayar menurut ketentuan ini.
Timbunan yang digunakan dimana saja di luar batas Kontrak pekerjaan, atau
untuk mengubur bahan sisa atau yang tidak terpakai, atau untuk menutup
sumber bahan, tidak boleh dimasukkan dalam pengukuran timbunan.
Drainase porous akan diukur menurut ketentuan dari Spesifikasi ini dan tidak
akan termasuk dalam pengukuran dari ketentuan ini.
Dasar Pembayaran
Kuantitas timbunan, dalam jarak angkut berapapun yang diperlukan, harus
dibayar untuk per satuan pengukuran dari masing-masing harga yang
dimasukkan dalam Daftar Kuantitas dan Harga untuk Mata Pembayaran terdaftar
di bawah.
Harga tersebut harus sudah merupakan kompensasi penuh untuk pengadaan,
pemasokan, penghamparan, pemadatan, penyelesaian akhir dan pengujian
bahan, seluruh biaya lain yang perlu atau biasa untuk penyelesaian yang
sebagaimana mestinya dari pekerjaan yang diuraikan dalam ketentuan ini.
BAB IV
PENYIAPAN BADAN JALAN
Ketinggian akhir setelah pemadatan tidak boleh lebih tinggi atau lebih rendah
satu centimeter dari yang disyaratkan atau disetujui.
Seluruh permukaan akhir harus cukup halus dan rata serta memiliki kelandaian
yang cukup, untuk menjamin berlakunya aliran bebas dari air permukaan.
Standar rujukan yang relevan adalah standar rujukan yang diberikan dalam
ketentuan dari Spesifikasi.
Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) IV-
Modul SIB-07 : Pekerjaan Tanah Bab IV : Penyiapan Badan Jalan
Tanah dasar dapat dibentuk dari Timbunan Biasa, Timbunan Pilihan, Lapis Pondasi
Agregat atau Drainase Porous, atau tanah asli di daerah galian. Bahan yang
digunakan dalam setiap hal haruslah sesuai dengan yang diperintahkan Direksi
Pekerjaan, dan sifat-sifat bahan yang disyaratkan untuk bahan yang dihampar dan
membentuk tanah dasar haruslah seperti yang disyaratkan dalam Spesifikasi untuk
bahan tersebut.
Dasar Pembayaran
Kuantitas dari pekerjaan Penyiapan Badan Jalan, diukur seperti ketentuan di
atas, akan dibayar per satuan pengukuran sesuai dengan harga yang
dimasukkan dalam Daftar Kuantitas dan Harga untuk Mata Pembayaran seperti
terdaftar di bawah ini.
Harga dan pembayaran tersebut sudah mencakup kompensasi penuh untuk
seluruh pekerjaan dan biaya lainnya yang telah dimasukkan untuk keperluan
pembentukan pekerjaan penyiapan tanah dasar seperti telah diuraikan dalam
ketentuan ini.
BAB IV ........................................................................................................................................................... 1
PENYIAPAN BADAN JALAN ........................................................................................................................ 1
4.1 CAKUPAN PEKERJAAN ............................................................................................1
4.2 TOLERANSI DIMENSI................................................................................................1
4.3 STANDAR RUJUKAN .................................................................................................1
4.4 BAHAN UNTUK BADAN JALAN .................................................................................2
4.5 PELAKSANAAN PENYIAPAN BADAN JALAN ...........................................................2
4.6 PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN ........................................................................2
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA