Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara biologis wanita dan pria memang tidak sama, akan tetapi
sebagai makhluk jasmani dan rohani yang diperlengkapi dengan akan budi
dan kehendak merdeka, kedua macam insan itu mempunyai persamaan
yang hakiki. Keduanya adalah pribadi yang mempunyai hak sama
untuk berkembang. Namun dalam kenyataannya, baik di negara maju
maupun di negara berkembang, wanita dianggap sebagai warga negara kelas
dua II, yang selalu mengalami kesulitan untuk dapat menikmati hak yang
dimilikinya.
Pada periode Wanita Pasif, kehidupan wanita berputar disekitar
kehidupan rumah tangga. Tujuan wanita seakan-akan hanyalah untuk menikah
dan membangun rumah tangga, oleh karena itu anak gadis tidak sempat
memiliki cita-cita. Mereka tidak mengenal masa remaja, karena sesudah berusia
sekitar dua belas tahun mereka telah berumah tangga. Calon suami
ditentukan oleh orang tuanya, terutama oleh ayahnya (Marshall, 1983;
Kartini, 1979). Sesudah menikah hampir seluruh kehidupannya disibukkan
oleh pekerjaan rumah tangga.
Dalam masa transisi menuju ke masyarakat industrial terdapat
perubahan sistem nilai. Hal ini erat hubungannya dengan pembangunan
yang mendatangkan teknologl Barat bersama dengan penasihat-nasihatnya.
Dari teknologi Barat ini manfaat yang diambil cukup besar, tetapi disamping
itu terdapat pula dampaknya, berupa benturan-benturan antara kebudayaan
tradisional dan Barat. Pertemuan antar kebudayaan secara mendadak itu
menimbulkan permasalahan sosial yang erat hubungannya dengan moralitas.
Partisipasi wanita dalam menangani masalah ini sangat diharapkan karena
hal ini sesuai dengan ketentuan tentang peranan wanita dalam GBHN 1988.
Ketentuan itu menerangkan bahwa peranan wanita adalah mewujudkan dan
mengembangkan keluarga sehat, sejahtera dan bahagia, termasuk
pengembangan generasi muda, terutama anak dan remaja dalam rangka
pembangunan manusia seutu

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kekerasan ?
2. Apa itu perkembangan seksual yang menyimpang?
3. Apa itu drug abuse?
4. Apa itu pendidikan?
5. Apa itu upah?

C. Tujuan
1. Mengetahui tentang kekerasan .
2. Mengetahui perkembangan seksual yang meyimpang.
3. Mengetahui drug abuse.
4. Mengetahui pendidikan.
5. Mengetahui tentang upah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kekerasan

Pengertian kekerasan
Pasal 89 KUHP :
Melakukan kekerasan adalah pempergunakan tenaga atau kekuatan
jasmani tidak kecil secara yang tidak sah misalnya memukul dengan tangan atau
dengan segala macam senjata, menepak, menendang dsb.

 Bentuk- Bentuk Kekerasan


a. Kekerasan psikis.

Misalnya: mencemooh, mencerca, men&na, memaki, mengancam, melarang


berhubungan dengan keluarga atau kawan dekat / raasyarakat, intimidasi, isolasi,
melarang istri bekerja.

b. Kekerasan fisik.

Misalnya memukul, membakar, menendang, melempar sesuatu, menarik rambut,


mencekik, dll.

c. Kekerasan ekonomi.

Misalnya: Tidak memberi nafkah, memaksa pasangan untuk prostitusi, memaksa


anak untuk mengemis,mengetatkan istri dalam keuangan rumah tangga, dan lain-
lain.

d. Kekerasan seksual.

Misalnya: perkosaan, pencabulan, pemaksaan kehendak atau melakukan


penyerangan seksual, berhubungan seksual dengan istri tetapi istri tidak
menginginkannya.

3
Banyak kasus terjadi kekerasan psikis berupa makian, hinaan (ungkapan
verbal ) Bering berkembang menjadi kekerasan fisik. Pada awalnya mungkin
belum terjadi, tetapi ketidaksengajaan pria kemudian berlanjut pada tindakan
kekerasan fisilk secara nyata.

Penyebab terjadinya kekerasan adalah

1. Perselisihan tentaing ekonomi.


2. Cemburu pada pasangan.
3. Pasangan mempunyai selingkuhan
4. Adanya problema seksual (misalnya: impotensi, frigid, hiperceks).
5. Pengaruh kebiasaan minum alkohol, drugs abused.
6. Permasalahan dengan anak.
7. Kehilangan pekerjaan/PHK/menganggur/belum mempunyai pekerjaan.
8. Istri ingin melanj utkan studi/ingin bekerja.
9. Kehamilan tidak diinginkan atau infertilitas.
 Alasan Tindak Kekerasan Oleh Pria
A. Tindakan kekerasan dapat mencapai suatu tujuan.
 Bila terjadi adi konflik, tanpa harus musyawarah kekerasan merupakan cara
cepat penyelesaian masalah.
 Dengan melakukan perbuatan kekerasan, prig merasa hidup lebih berarti karena
dengan berkelahi maka pria merasa menjadi lebih digdaya.
 Pada saat melakukan kekerasan pria merasa memperoleh `kemenangan' dan
mendapatkan apa yang dia harapkan, maka korban akan menghindari pada
konflik berikutnya karena untuk menghindari rasa sakit.
B. Pria merasa berkuasa atas wanita. Bila pria merasa mempunyai istri ‘kuat' maka
dia berusaha untuk melemahkan wanita agar merasa tergantung padanya atau
membutuhkannya.
C. Ketidaktahuari priaa. Bila latar belakang pria dari keluarga yang selalu
mengandalakan kekerasan sebagai satu-satunyajclan menyelesaikan masalah dan
tidak mengerti cara lain maka kekerasan merupakan jalan pertama dan ut-aina
baginya sebagai cara yang jitu setiap ada kesulitan atau tertekan karena memang
dia tidak pernah belajar cara lain untuk bersikap.

4
 Akilbat Tindakan Kekerasan
a. Kurang bersemangat atau kurang percaya diri.
b. Gangguan psikologi sampai timbul gagguan system dalam tubuh(psikosomatik),
seperti: cemas, tertekan, st-I-ess, anoreksia (kurang nafsu makan), insomnia
(susah tidur, Bering mimpibtwik,jantw-igterasa berdebar-debar, keringat dingin,
rnual, gastritis, nyeri perut, posing, nyeri kepala.
c. Cidera ringan sampai berat, seperti: lecet, memar, luka terkena benda tajam,
patah tulang, luka bakar.
d. Masalah seksual, ketakutan hubungan seksual, nyeri saat hubungan seksual,
tidak ada hasrat seksual, frigid.
e. Bila perempuan korban kekerasan sedang hamil dapat terjadi abortus/
keguguran.

B. Perkembangan Seksual Yang Menyimpang


1. Seks Bebas

Pengertian seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual
terhadap lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan di luar hubungan pernikahan
mulai dari necking, petting sampai intercourse dan bertentangan dengan norma-norma
tingkah laku seksual dalam masyarakat yang tidak bisa diterima secara umum.

PENYEBAB PERILAKU SEKS BEBAS


Penyebab perilaku seks bebas sangat beragam. Pemicunya bisa karena pengaruh
lingkungan, sosial budaya, penghayatan keagamaan, penerapan nilai-nilai, faktor
psikologis hingga faktor ekonomi. Adapun beberapa penelitian mengungkapkan faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seks bebas menurut Hyde (1990) yaitu:
1. Usia
Makin dewasa seseorang, makin besar kemungkinan remaja untuk melakukan
hubungan seks bebas. Hal ini dikarenakan pada usia ini adalah potensial aktif bagi
mereka untuk melakukan perilaku seks bebas.
2. Agama
Kereligiusan dan rendahnya sikap serba boleh dalam perilaku seks berjalan
sejajar seiringan. Clayton & Bokemier meneliti bahwa sikap permisif terhadap

5
hubungan seks bebas dapat dilihat dari aktivitas keagamaan dan religiusitas (Rice,
1990).
3. Pacar
Remaja yang memiliki pacar lebih mungkin untuk melakukan seks bebas
daripada remaja yang belum memiliki pacar.
4. Orang tua
Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang
masih mentabukkan pembicaraan mengenai seks dengan anak tidak terbuka pada
anak, malah cenderung membuat jarak pada anak mengenai masalah seks.
5. Teman sebaya (peers group)
Remaja cenderung untuk membuat standar seksual sesuai dengan standar teman
sebaya secara umum, remaja cenderung untuk menjadi lebih aktif secara seksual
apabila memiliki kelompok teman sebaya yang demikian, serta apabila mereka
mempercayai bahwa teman sebayanya aktif secara seksual (disamping kenyataan
bahwa teman sebayanya sebenarnya memang aktif atau tidak secara seksual)
pengaruh kelompok teman sebaya pada aktivitas seksual remaja terjadi melalui dua
cara yang berbeda, namun saling mendukung, pertama, ketika kelompok teman
sebaya aktif secara seksual, mereka menciptakan suatu standar normatif bahwa
hubungan seks bebas adalah suatu yang dapat diterima, kedua, teman sebaya
menyebabkan perilaku seksual satu sama lainnya secara langsung, baik melalui
komunikasi diantara teman ataupun dengan pasangan seksualnya.
6. Kebebasan
Kebebasan sosial dan seksual yang tinggi berkorelasi dengan sikap permisif
dalam seks yang tinggi.
7. Penyebaran Informasi Melalui Media Massa
Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran
informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya
tekhnologi yang semakin berkembang (video kaset, foto kopi, vcd, hp, internet)
menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan
ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa.

6
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab perilaku seks
bebas adalah dari dalam keluarga, media massa, dan dari pengaruh peers (teman
sebaya).

Berikut beberapa bahaya utama akibat seks pranikah dan seks bebas:

1. Menciptakan kenangan buruk. Apabila seseorang terbukti telah melakukan seks


pranikah atau seks bebas maka secara moral pelaku dihantui rasa bersalah yang
berlarut-larut. Keluarga besar pelaku pun turut menanggung malu sehingga
menjadi beban mental yang berat.
2. Mengakibatkan kehamilan. Hubungan seks satu kali saja bisa mengakibatkan
kehamilan bila dilakukan pada masa subur. kehamilan yang terjadi akibat seks
bebas menjadi beban mental yang luar biasa. Kehamilan yang dianggap
“Kecelakaan” ini mengakibatkan kesusahan dan malapetaka bagi pelaku bahkan
keturunannya.
3. Menggugurkan Kandungan (aborsi) dan pembunuhan bayi. Aborsi merupakan
tindakan medis yang ilegal dan melanggar hukum. Aborsi mengakibatkan
kemandulan bahkan Kanker Rahim. Menggugurkan kandungan dengan cara
aborsi tidak aman, karena dapat mengakibatkan kematian.
4. Penyebaran Penyakit. Penyakit kelamin akan menular melalui pasangan dan
bahkan keturunannya. Penyebarannya melalui seks bebas dengan bergonta-ganti
pasangan. Hubungan seks satu kali saja dapat menularkan penyakit bila
dilakukan dengan orang yang tertular salah satu penyakit kelamin. Salah satu
virus yang bisa ditularkan melalui hubungan seks adalah virus HIV.
5. Timbul rasa ketagihan. Sekalisaja melakukan hubungan seksual akan
mengakibatkan ketagihan untuk melakukan hubungan seksual.

2. Sodomi

Sodomi adalah istilah hukum yang digunakan dalam untuk merujuk kepada
tindakan seks "tidak alami“ ,yang bergantung pada yuridiksinya dapat terdiri
atas seks oral atau seks anal atau semua bentuk pertemuan organ non-kelamin
dengan alat kelamin, baik dilakukan secara heteroseksual, homoseksual, atau
antara manusia dan hewan.

3. Homoseksual/lesbian/Biseksual

Homoseksual berasal dari bahasa Yunani yaitu homoios (sama) dan bahasa latin
sexus (jenis kelamin). Pengertian homoseksualitas secara umum adalah suatu
keterarahan kepada kelamin yang sama.

7
Sedangkan definisi umum adalah seorang homophile ialah seorang pria atau
wanita, tua atau muda, yang tertarik atau jatuh cinta kepada orang yang berjenis kelamin
sama, dengan tujuan mengadakan persatuan hidup, baik untuk sementara atau
selamanya.
Homoseksual sendiri adalah rasa ketertarikan romantis dan atau seksual atau
perilaku antara individu berjenis kelamin atau bergender sama.
Istilah umum dalam homoseksualitas yang sering digunakan adalah lesbi untuk
perempuan pecinta sesama jenis dan gay untuk pria pecinta sesama jenis, walaupun gay
dapat merujuk pada pria atau wanita. Dalam modernitas Barat, menurut berbagai
penelitian, 2% sampai 13% dari populasi manusia adalah homoseksual atau pernah
melakukan hubungan sesama jenis dalam hidupnya.
 Dampak Perilaku Homoseksual dan Lesbian
Menurut pandangan Islam perilaku homoseksual termasuk dosa besar, karena
perbauatn ini bertentangan dengan norma agama, norma sosial, dan bertentangan pula
dengan sunatullah dan fitrah manusia itu sendiri sebab Allah SWT telah menjadikan
manusia dari pria dan wanita supaya berpasang-pasangan sebagai suami isteri untuk
mendapatkan keturunan yang sah dan untuk ketenangan dan kasih saying.
Perilaku homoseksual ini mempunyai dampak negatif, antara lain:
1. Seorang homo tidak mempunyai keinginan terhadap wanita. Jika mereka
melangsungkan perkawinan maka isterinya tidak akan mendapatkan kepuasan
biologis, dan akibatnya suami isteri menjadi renggang
2. Perasaan sesama jenis membawa kelainan jiwa yang menimbulkan suatu sikap
dan perilaku yang ganjil, karena seorang yang homo kadang berperilaku sebagai
laki-laki dan wanita.
3. Mengakibatkan rusak saraf dan otak, melemahkan akal dan menghilangkan
semangat kerja dsb.
 Cara Mengatasi Perilaku Homoseksual dan Lesbian
Perilaku ini dapat diatasi dengan terapi. Yang paling utama dalam terapi ini
adalah dengan adanya motivasi yang kuat yang berasal dari dalam diri individu itu
sendiri. Sedangkan agar meminimalisir kemungkinana homoseksualitas maka pada saat
masih kanak-kanak, individu harus diberikan pendidikan secara proporsional oleh kedua
orang tua. Seorang ayah harus memerankan perannya sebagai seorang bapak yang baik
dan begitu pula seorang ibu harus memerankan perannya sebagai seorang ibu secara
baik pula. Oleh karena itu pola asuh orang tua yang baik dapat meminimalisir
kemungkinan individu menjadi homoseksual.

Faktor Penyebab Homoseksual


Faktor penyebab homoseksual ada yang dari dalam diri sendiri dan ada pula
yang dari sekitar lingkungannya. Ada beberapa factor pula yang dapat menyebabkan
homoseksual, seperti kekurangan hormon laki-laki selama masa pertumbuhan,
mendapatkan pengalaman homoseksual yang menyenangkan selama masa remaja,

8
memandang perilaku heteroseksual sebagai sesuatu yang menakutkan atau tidak
menyenangkan, atau karena dibesarkan oleh keluarga 'broken home'.
Penyebab homoseksual yang berasal dari internal adalah, contohnya ketika
seorang laki-laki atau perempuan mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan
saat memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis. Misalnya menurut pria itu, si
perempuan hanya bisa membuat susah dia. Atau misalnya perempuan itu disakiti oleh si
pria. Mereka berpikir akan lebih baik jika memilih tertarik pada sesama jenis, karena
mereka berpikir sesama jenis pasti akan lebih mengerti perasaan mereka. Atau mereka
kurang nilai agama dan moralnya.
Sedangkan yang berasal dari eksternal adalah, misalnya dia berada di
lingkungan yang menganggap homoseksual adalah sesuatu yang biasa. Jika ia mudah
terpengaruh, maka ia akan mengikuti orang yang berada di sekitarnya.

4. Incest

Incest adalah hubungan seksual yang terjadi antar anggota keluarga. Anggota
keluarga yang dimaksud adalah anggota keluarga yang mempunyai hubungan pertalian
darah. Batas pertalian darah paling atas adalah kakek, paling bawah adalah cucu, batas
kesamping adalah keponakan. Keluarga diluar itu bukan termasuk incest. Pelaku
biasanya adalah orang yang lebih dewasa (lebih kuasa) dan korban lebih banyak adalah
anak-anak. Sering terjadi pada anak tiri oleh bapak tiri, menantu oleh mertua, cucu oleh
kakeknya.

Incest dapat terjadi karena saling suka atau saling cinta dan dapat juga terjadi
akibat paksaan tanpa rasa cinta. Incest ada yang diluar perkawinan, namun ada juga
yang sengaja dilakukan dalam ikatan perkawinan. Diluar negri, perkawinan incest
diperbolehkan, sedangkan di Indonesia perkawinan incest tidak dibenarkan menurut
hukum. Perkawinan di Indonesia dinyatakan sah dilakukan menurut agama. Sedangkan
pencatatannya, bila agama Islam di Kantor Urusan Agama (KUA) dan selain agama
Islam di Kantor Pencatatan Sipil. Sah tidaknya perkawinan di Indonesia berdasarkan
ajaran agama masing-masing. Semua agama di Indonesia melarang perkawinan incest.
Bila diketahui ada pertalian darah (muhrim dalam agama islam) sedangkan perkawinan
telah dilakukan dan walaupun sudah mempunyai anak, maka perkawinan harus
dibatalkan.

 Gambaran incest di luar ikatan perkawinan

9
a. Pelaku kebanyakan orang yang kerap berinteraksi dengan korban, tinggal dalam
satu rumah.
b. Korban mayoritas anak-anak sehingga tidak kuasa melakukan perlawanan diri.
Biasanya dibawah tekanan karena ancaman pelakusehingga ketakutan atau
diberi imbalan atau dengan bujuk rayu misalnya diberi uang atau makanan.
c. Sering berakibat trauma fisik dan psikis.

 Upaya Mengatasi
a. Waspada dalam mengasuh anak. Tidak membiasakan anak dirumah sendirian
dengan anggota keluarga yang berlainan jenis.
b. Tidak mengabaikan kata hati tiap ada gelagat yang menjurus pada tindakan
pelecehan dalam keluarga.
c. Memisahkan tempat tidur anak mulai umur 3 tahun dari ayah atau saudara baik
sesama jenis kelamin maupun berlainan jenis kelamin.
d. Perlu juga melibatkan orang lain diluar lingkungan keluarga.
e. Lapor pada petugas penegak hukum walaupun dibawah ancaman pelaku.

5. Pedopelia
Pedopelia adalah suatu kelainan seksual (dan kejiwaan) pada seseorang
yang punya ketertarikan pada anak di bawah umur (children). Atau
penyimpangan seksual di mana anak-anak adalah objek seksual disukai.
Pedofilia adalah paraphilia yang melibatkan minat abnormal pada anak.
Paraphilia adalah gangguan yang ditandai dengan berulang intens dorongan
seksual dan syur fantasi umumnya melibatkan : objek bukan manusia,
penderitaan atau penghinaan diri sendiri atau pasangan seseorang (bukan hanya
simulasi), atau hewan, anak-anak, atau orang nonconsenting lainnya. Pedofilia
juga gangguan psikoseksual di mana tindakan fantasi atau sebenarnya terlibat
dalam aktivitas seksual dengan anak-anak sebelum pubertas adalah berarti
disukai atau eksklusif untuk mencapai rangsangan seksual dan kepuasan. Ini
mungkin ditujukan terhadap anak-anak dari jenis kelamin yang sama atau anak-
anak dari jenis kelamin lainnya. Beberapa pedofil yang tertarik pada kedua anak
laki-laki dan perempuan. Beberapa tertarik hanya untuk anak-anak, sementara
yang lain tertarik untuk orang dewasa maupun anak-anak.
Penyebab yang mendasari pedofilia tidak jelas. Meskipun kelainan
biologis seperti hormon ketidakseimbangan dapat menyebabkan gangguan di

10
beberapa individu, faktor biologis belum terbukti sebagai penyebab. Dalam
banyak kasus kelakuan pedofilia tampak terkait dengan pelecehan seksual atau
penelantaran alami selama masa kanak-kanak dan dengan atau kerdil emosional
perkembangan psikologis. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa anak laki-
laki yang mengalami pelecehan seksual lebih cenderung menjadi pedofil atau
pelanggar seks. Anak perempuan yang mengalami pelecehan seksual lebih
sering menanggapi dengan terlibat dalam perilaku merusak diri sendiri, seperti
penyalahgunaan zat atau prostitusi.
Karena pedofilia dianggap serius pelanggaran seksual, pasien yang
didiagnosis dengan gangguan tersebut diharapkan untuk berpartisipasi dalam
program pengobatan. Di antara bentuk-bentuk perawatan yang efektif untuk
pedofilia yaitu kognitif dan terapi perilaku yang mempekerjakan pelatihan
empati dan restrukturisasi pola pikir menyimpang dan terdistorsi. Pelatihan
Empati mengajarkan pasien untuk melihat perilakunya dari sudut pandang
korban. Upaya distorsi kognitif terapi untuk merestrukturisasi pasien
menyimpang gagasan-misalnya, dengan memperkuat fakta bahwa pemaksaan
terhadap anak-anak ke dalam kegiatan seksual adalah perilaku yang tidak pantas.
Dalam beberapa obat kasus seperti cyproterone yang menekan aktivitas
testosteron pada pria dapat efektif dalam mengurangi perilaku yang agresif dan
dorongan seksual.

C. Drug Abuse

Penyalahgunaan obat dimaksud bila suatu obat digunakan tidak untuk tujuan
mengobati penyakit, akan tetapi digunakan dengan sengaja untuk mencari atau
mencapai kesadaran tertentu karena pengaruh obat pada jiwa.

Dari segi hukum obat-obat yangs ering disalah gunakan dapat dibagi dalam dua
kelompok, yaitu: narkotika atau obat bius dan bahan psikotropika. Untuk mencegah
penyalahgunaan obat, pemerintah baru-baru ini telah mengesahkan dua Undang-Undang
penting yaitu:

a. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tanggal 11 Maret 1997


tentang Psikotropika.
b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1997 tanggal 1 September
1997 tentang Narkotika.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

11
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Contohnya adalah opium, morphine, cocaine,
ganja/marihuana, dan sebagainya.

 Narkotika dibedakan menjadi :


a. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
b. Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
c. Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Bahan
psikotropika adalah bahan/obat yang mempengaruhi jiwa atau keadaan jiwa, yaitu :

 Keadaan kejiwaan diubah menjadi lebih tenang, ada perasaan nyaman sampai
tidur.
 Dalam hal inni pemakai menjadi gembira, hilang rasa susah/sedih,
capek/depresi.
 Bahan memberi halusinasi, yaitu si pemakai melihat/merasakan segala sesuatu
lebih indah dari yang sebenarnya dihadapi.

Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma


ketergantungan digolongkan menjadi :

1) psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk


tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

12
2) Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan an
dapat digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai poensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
3) Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiatpengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
4) Psikotropika golongan IV psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat
luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
 Cara Pencegahan Tindak Penyalahgunaan Obat Terlarang

Penggunaan obat terlarang tersebut sudah melanggar hukum, agar generasi


muda tidak semakin terjerumus maka perlu adanya pencegahan. Upaya-upaya yang
dapat ditempuh antar lain:

a. Melakukan kerjasama dengan pihak yang berwenang untuk melakukan


penyuluhan tentang bahaya narkoba. Misalnya dengan mengadakan seminar,
maupun temu wicara antara gerakan anti narkobadengan para pelajar,
penyuluhan kepada masyarakat umum maupun sekolah-sekolah mengnai
bahaya narkoba.
b. Mengadakan razia mendadak secara rutin. Razia ini perlu dilakukan agar para
pengedar, pengguna dapat terjaring disaat tanpa mereka ketahui (saat transaksi
jual beli obat terlarang). Razia dapat dilakukan di sekolah, diskotik, club
malam, cafe, maupun tempat-tempat sunyi yang diduga sebagai tempat
transaksi.
c. Pendampingan dari orangtua siswa itu senadiridengan memberikan perhatian
dan kasih sayang. Salah satu penyebab banyaknya remaja terjerumus dalam
pemakaian obat terlarang adalah kurang kasih sayang dari keluarga, sebab
mereka berpikir tidak perlu lagi ada beban pikiran keluarga ketika mereka
memakai obat tersebut.
d. Pihak sekolah harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap gerak-gerik
anak didiknya, karena biasanya penyebaran (transaksi) narkoba sering terjadi
disekitar lingkingan sekolah.

13
e. Pendidikan moral keagamaan harus lebih ditekankan kepada siswa, karena salah
satu penyebab terjerumusnya anak-anak kedalam lingkaran setan ini adalah
kurangnya pendidikan moral dan keagamaan yang mereka serap, sehingga
perbuatan tercela seperti inipun akhirnya mereka jalani.
 Solusi atau cara mengatasi tindak penyalahgunaan obat terlarang
a) Membawa anggota keluarga (pemakai) ke panti rehabilitasi untuk mendapatkan
penanganan yang memadai.
b) Pembinaan kehidupan beragama, baik disekolah, keluarga dan lingkungan.
c) Adanya komunikasi yang harmonis antara remaja dan orang tua, guru serta
lingkungannya.
d) Selalu berperilaku positif dengan melakukan aktivitas fisik dalam penyaluran
energi remaja yang tinggi seperti berolahraga.
e) Perlunya pengembangan diri dengan berbagai program/hobi baik di sekolah
maupun dirumah dan lingkungan sekitar.
f) Mengetahui secraa pasti gaya hidup sehat sehingga mampu menangkal pengaruh
atau bujukan memakai obat terlarang.
g) Saling menghargain sesama remaja (peer group) dan anggota keluarga.
h) Penyelaesaian berbagai masalah dikalangan remaja/pelajar serta positif dan
konstruktif.

D. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai
subjek dan objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Pendidikan
juga merupakan proses sadar dan sistematis disekolah, keluarga, dan masyarakat
untuk menyaqmpaikan suatu maksud dari suatu konsep yang sudah diterapkan.
Tujuan pendidikan yaitu diharapkan individu mempunyai kemampuan dan
ketrampilan secara mandiri untuk meningkatkan taraf hidup lahir batin dan
meningkatkan perannyasebagai pribadi, pegawai/karyawan, warga masyarakat,
warga negara, dan makhlik Tuhan dalam mengisi pembangunan.
Tingkat kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa pada
hakekatnya ditentukan oleh kualitas pendidikan yang diperoleh. Pendidikan
yang baik dan berkualitas saat melhirkan individu yang baik dan berkualitas

14
pula. Sebaliknya apabila pendidikan yang diperoleh tidak baik dan tidak
berkualitas, maka hal ini akan berdampak terhadap kualitas SDM yang
dibangun. Peningkatan pendidikan bagi kaum perempuan merupakan keharusan
yang tidak dapat dielakkan demi mencapai kesetaraan dan keadilan gender.
Analisis gender dalam pembangunan pendidikan ditingkat nasional menemukan
adanya kesenjangan gender dalam pelaksanaan pendidikan terutama di tingkat
SMK dan perguruan tinggi, namun lebih seimbang peda tingkat SD, SMP, dan
SMU. Kecenderungan adalah semakin tinggi jenjang pendidikan, maka makin
meningkat kesenjangan gendernya.
Pendidikan yang tinggi dipandang perlu bagi kaum wanita, karena
pendidikan yang tinggi maka mereka dapat meningkatkan taraf hidup, membuat
keputusan yang menyangkut masalah kesehatan mereka sendiri. Seorang wanita
yang lulus dari perguruan tinggi akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan
mampu berperilaku hidupn sehat bila dibandingkan dengan seorang wanita yang
memiliki pendidikan rendah. Semakin tinggi pendidikan seorang wanita maka ia
semakin mampu mandiri dengan sesuatu yang menyangkut diri mereka sendiri.

E. Upah
Fenomena perempuan bekerja bukanlah barang baru ditengah masyarakat kita.
Sebenarnya tidak ada perempuan yang benar-benar menganggur, biasanya para
perempuan juga memiliki pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangganya entah itu dengan mengelola sawah, membuka warung dirumah,
mengkreditkan pakaian dan lain sebagainya. Mungkin sebagian besar
masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa perempuan dengan pekerjaaan
diatas bukan termasuk kategori perempuan bekerja. Hal ini karena perempuan
bekerja identik dengan wanita karir atau wanita kantoran, padahal dimanapun
dan kapanpun perempuan itu bekerja seharusnya tetap dihargai pekerjaannya.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Permasalahan kesehatan wanita dalam dimensi sosial wanita yang
mengcangkup kekerasan, perkembangan seksual yang menyimpang, drug abuse,
pendidikan, dan upah. Rusaknya masa depan wanita karena penyalahgunaan
obat terlarang dan juga penularan penyakit menular seksual karena penggunaan
jarum suntik yang bergantian. Rendahnya derajat kesehatan wanita dan
tingginya angka kematian ibu dan anak karena kurangnya pendidikan wanita.
Diskriminasi wanita terhadap upah pada pekerjaan karena wanita dianggap
sebagai “skala bawah”.

16
DAFTAR PUSTAKA

Pinem, Soraha. 2011. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info
Media

Porwoastuti, Endang dkk. 2014. Panduan Materi Kesehatan Reproduksi dan Keluarga
Berencana. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

17

Anda mungkin juga menyukai