Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manajemen keperawatan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
perencanaan, pengorganisasian, pengaturan staf, kepemimpinan, dan pengendalian
aktivitas-aktivitas upaya keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu, kualitas dan
kwantitas pelayanan dibidang kesehatan secara komprehensif sesuai dengan standard
kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Sering kita lihat bahwa manajemen
keperawatan ini diberbagai rumah sakit belum semaksimal diterapkan atau kurang
terkoodinir dengan baik dalam menciptakan lingkungan yang nyaman dan harmonis
antara perawat dan pasien untuk melakukan tindakan keperawatan atau praktik
keperawatan dan asuhan keperawatan.(Huston & Marquis, 2016).
Perencanaan merupakan fungsi dasar manajemen. Perencanaan adalah pandangan
ke depan dan merupakan fungsi yang paling penting tentang suatu rencana kegiatan
yang berisi tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, tempat
kegiatan tersebut dilaksanakan, bagaimana indikator atau tolak ukur untuk mencapai
tujuan serta kegiatan apa yang harus dilakukan selanjutnya atau berkelanjutan.
Perencanaan tenaga keperawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan
pelayanan keperawatan yang optimal dan bermutu tinggi. Perencanaan ketenagaan
menjadi permasalahan besar diberbagai organisasi keperawatan seperti di tatanan
rumah sakit, perawatan di rumah dan tempat- tempat pelayanan keperawatan lain.
Oleh karena itu, perencanaan ketenagaan harus sesuai dengan ketentuan atau
pedoman yang berlaku, tenaga yang dibutuhkan dalam memberikan pelayanan
keperawatan harus sesuai dengan standart keperawatan yang ada.(Nursalam, 2015).
Perencanaan dalam keperawatan merupakan upaya dalam meningkatkan
profesionalisme pelayanan keperawatan sehingga mutu pelayanan keperawatan dapat
dipertahankan bahkan ditingkatkan. Dengan melihat penting nya fungsi perencanaan
yang baik dan profesional. Perencanaan yang baik harus berdasarkan sasaran, bersifat
sederhana, mempunyai standar, fleksibel, seimbang dan menggunakan sumber –
sumber yang tersedia terlebih dahulu secara efektif dan efisien.(Swansburg, 1993)

4
B. TUJUAN
1. Mengetahui Konsep Dasar, Tujuan, Syarat Dan Prinsip Perencanaan
2. Mengetahui Hakekat Ketenagaan
3. Mengetahui Perencanaan Tenaga Keperawatan
4. Mengetahui Perencanaan Tenaga Keperawatan
5. Mengetahui Perkiraan Kebutuhan Tenaga
6. Mengetahui Pembagian Tenaga Keperawatan Dan Penyusunan Jadwal
7. Mengetahui Modifikasi Kerja Mingguan
8. Mengetahui Komponen Perencanaan
9. Mengetahui Jenis Perencanaan Yang Disusun Oleh Kepala Ruang Rawat
10. Mengetahui Proses Penyusunan Rencana Penyelesaian Masalah

C. MANFAAT
Adapun manfaat yang dapat diambil dari makalah Perencanaan dalam Manajemen
Keperawatan
1. Bagi Penulis
Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pembelajaran
khususnya terkait Perencanaan Dalam Manajemen Kesehatan.
2. Bagi Pembaca
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang Perencanaan Dalam
Manajemen Kesehatan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perencanaan
Perencanaan merupakan usaha sadar dan pembuatan keputusan yang telah
dipertimbangkan secara matang tentang hal – hal yang akan di kerjakan di masa
depan dalam dan oleh suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah di
tetapkan (Siagian, 2007). Perencanaan yang juga merupakan suatu kegiatan penting
dalam manajemen keperawatan adalah perencanaan SDM Keperawatan. Perencanaan
SDM Keperawatan sangat menentukan efektivitas dan efensiensi kegiatan dalam
organisasi pelayanan keperawatan.
Perencanaan SDM adalah kegiatan merencanakan tenaga kerja agar sesuai
dengan kebutuhan organisasi serta efektif efisien dalam membantu terwujudnya
tujuan (Hasibuan, 2005). Perencanaan SDM Kesehatan adalah proses estimasi
terhadap jumlah SDM berdasarkan tempat, ketrampilan, dan perilaku yang
dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan (Ilyas,2004).

B. Dasar Perencanaan
Dalam membuat perencanaan SDM tentu harus ada yang mendasari.(Hasibuan,
2005). Berikut adalah beberapa hal yang mendasari pembuatan perencanaan SDM
keperawatan.
1. Perencanaan tidak akan timbul dengan sendirinya, tetapi perencanaan timbul
didasari oleh hasil pemikiran yang bersumber dari hasil – hasil penelitian.
Perencanaan tidak boleh hanya mengandalkan asumsi. Tanpa data yang faktual
dan valid, perencanaan yang dibuat tidak akan dapat digunakan untuk menjawab
permasalahan yang di hadapi.
2. Perencanaan mutlak harus memiliki keberanian mengambil keputusan dengan
segala resikonya. Perencanaan yang kita buat tidak hanya sekedar berupa sebuah
rencana. Rencana dibuat harus ada dasarnya. Perencanaan dibuat untuk
dikerjakan. Apa pun resikonya, seorang manajer keperawatan harus berani
mengambil keputusan terhadap perencanaan yang dibuat dan akan di kerjakan.
3. Orientasi suatu rencana adalah masa depan. Artinya, rencana diibaratkan suatu
titik yang akan kita tuju dan kita capai. Rencana harus mempunyai arah ke depan,
maju, dan realistis. Sebagai contoh: dalam lima tahun ke depan berapa jumlah
SDM keperawatan yang dibutuhkan dan lain-lain.
4. Rencana harus mempunyai makna. Artinya, janganlah membuat rencana yang
tidak jelas arah dan tujuan nya. Janganlah hanya berpikiran “daripada tidak
mempunyai rencana” karena pekerjaan yang sudah kita lakukan akan sia-sia.
Dengan dukungan data dan fakta yang objektif, akan memunculkan masalah yang
aktual sehingga perencanaan yang dibuat kan bermakna. Jika dilaksanakan, akan
mempermudah usaha yang akan dilakukan dalam pencapaian tujuan organisasi.

6
Mengacu pada dasar pembuatan perencaan, harapannya dapat digunakan untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan “who”, siapa SDM
keperawatan yang dibutuhkan (lulusan DIII Keperawatan, S1 Keperawatan, atau S2
Keperawatan, atau yang lainnya). “what” ketrampilan dan kompetensi seperti apa
yang harus dipunyai oleh calon perawat yang dibutuhkan (gawat darurat,perawatan
anak,perawatan maternitas,perawatan KMB atau lainnya). “where” ruang mana yang
kekurangan dan membutuhkan tenaga keperawatan?, “when” kapan tenaga
keperawatan dibutuhkan?, “Why” mengapa SDM keperawatan tadi dibutuhkan?,
“how” bagaimana rekrutmennya?

C. Tujuan Perencanaan
Menurut Hasibuan (2005), tujuan perencanaan SDM keperawatan adalah sebagai
berikut.
1. Menentukan kualitas dan kuantitas tenaga keperawatan.
Perencanaan yang baik akan menghasilkan suatu draf yang memunculkan
kualifikasi SDM keperawatan seperti yang dibutuhkan. Contoh kebutuhan SDM
berdasarkan tingkat pendidikan ( D3 Keperawatan atau S1 Keperawatan),
kebutuhan SDM berdasarkan spesialisasi (perawat anak,perawat medikal
bedah,perawat kegawatdaruratan,perawat maternitas dan lain-lain). Selain itu,
draf yang ada juga memuat berapa jumlah kebutuhan SDM keperawatan yang
sudah ada dan berapa kekurangannya. Hal ini semua dapat dijadikan dasar untuk
melakukan pengembangan tenaga keperawatan.
2. The right man on the right place and the right man on the right job (efektifitas dan
efisiensi).
Penempatan SDM keperawatan sesuai minat, spesialisasi, dan kualifikasi
pendidikannya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas-
tugas keperawatan.
3. Menjamin tersedianya tenaga keperawatan masa sekarang maupun masa
mendatang.
Perencanaan SDM keperawatan harus dibuat secara cermat dan teliti. Data-data
penunjang harus tersedia dengan cukup, antara lain dalam hal apakah dalam
waktu dekat atau beberapa tahun kemudian ruang perawatan akan dikembangkan,
berapa jumlah tenaga keperawatan yang kira-kira dibutuhkan dan berapa jumlah
tenaga keperawatan yang pensiun tahun ini atau tahun-tahun berikutnya.
4. Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas.
Perencanaan yang cermat akan menghasilkan hitung-hitungan yang matang dalam
hal SDM. Dengan demikian, tidak sampai terjadi penggendutan atau kekurangan
SDM pada speksifikasi area tertentu atau area secara keseluruhan yang menjadi
penyebab tumpang tindihnya pelaksanaan tugas.
5. Mempermudah koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi (KIS).
6. Menjadi pedoman dalam menetapkan program penarikan, seleksi, pengembangan,
kompensasi, pengintergrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian
karyawan.
7. Menjadi pedoman dalam melaksanakan mutasi dan pensiun tenaga keperawatan.

7
D. Syarat Perencanaan
Dalam sebuah perencanaan pasti terdapat sebuah syarat dimana perencanaan
tersebut memenuhi sebagai penyelesaian masalah seperti yang sudah dirancang
sebelumnya. Berikut adalah syarat perencanaan dalam manajemen
keperawatan.(Nursalam, 2015).
1. Harus mengetahui secara jelas masalah yang akan direncanakannya.
2. Harus mampu mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang SDM.
3. Harus mempunyai pengalaman luas tentang job analysis, organisasi dan situasi
persediaan SDM.
4. Harus mampu membaca situasi SDM masa kini dan masa mendatang.
5. Mampu memperkirakan peningkatan SDM dan teknologi masa depan.
6. Mengetahui secara luas peraturan dan kebijaksanaan perburuhan pemerintah.

E. Komponen Perencanaan
Memandang proses perencanaan sebagai suatu masalah yang harus diselesaikan
dengan menggunakan teknik ilmiah artinya harus disususn dengan cara sistematis dan
didasarkan pada langkah sebagai berikut.(Nursalam, 2015).
1. Mengetahui sifat hakiki dan masalah yang dihadapi.
2. Mengetahui data yang akurat sebelum menyusun rencana.
3. Menganalisis dan menginterpretasi data yang telah terkumpul.
4. Menetapkan beberapa alternative pemecahan masalah.
5. Memilih cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalah.
6. Melaksanakan rencana yang telah tersusun.
7. Menilai hasil yang telah dicapai.

F. Prinsip Perencanaan
Menurut siagian (1983), perencanaan yang baik harus memiliki prinsip-prinsip
sebagai berikut.
1. Mengetahui sifat atau ciri suatu rencana yang baik yaitu:
a. Mempermudah tercapainya tujuan organisasi Karen rencana merupakan
suatu keputusan yang menentukan kegiatan yang akan dilakukan dalam
rangka mencapai tujuan.
b. Dibuat oleh orang yang benar-benar memahami tujuan organisasi
c. Dibuat oleh orang yang sungguh-sungguh mendalami teknik perencanaan
d. Adanya suatu perincian yang teliti, yang berarti rencana harus segera diikuti
oleh program kegiatan terinci
e. Tidak boleh terlepas dari pemikiran pelaksanaan, artinya harus tergambar
bagaimana rencana tersebut dilaksanakan.
f. Bersifat sederhana, yang berarti disusun secara sistemis dan prioritasnya jelas
terlihat.
g. Bersifat luwes, yang berarti bias diadakan penyesuaian bila ada perubahan

8
h. Terdapat tempat pengambilan resiko karena tidak ada seorang pun yang
mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan datang
i. Bersifat praktis, yang berarti bias dilaksanakan sesuai dengan kondisi
organisasi
j. Merupakan prakiraan atau peramalan atas keadaan yang mungkin terjadi.

2. Memandang proses perencanaan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang harus


dijawab dengan memuaskan menggunakan pendekatan 5W 1H
Pendekatan 5W 1H:
What  kegiatan apa yang harus dijalankan dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah disepakati?
Where  dimana kegiatan akan dilakukan?
When  kapan kegiatan tersebut akan dilakukan?
Who  siapa yang harus melaksanakan kegiatan tersebut?
Why  mengapa kegiatan tersebuit perlu dilaksanakan?
How  bagaimana cara melaksanakan kegiatan tersebut kearah pencapaian
tujuan?

3. Memandang proses perencanaan sebagai suatu masalah yang harus diselesaikan


dengan menggunakan teknik ilmiah, artinya harus disusun dengan cara sistematis
dan didasarkan pada langkah sebagai berikut.
a. Mengetahui sifat hakiki dari maslaah yang dihadapi
b. Mengetahui data yang akurat sebelum menyusun rencana
c. Menganalisis dan menginterpretasi data yang telah terkumpul
d. Menetapkan beberapa alternative pemecahan masalah
e. Memilih cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalah
f. Melaksanakan rencana yang telah tersusun
g. Menilai hasil yang telah dicapai.

Jika ketiga prinsip tersebut dilaksanakan, maka dapat tersusun suatu perencanaan
yang baik termasuk perencanaan tenaga keperawatan.

G. Hakekat Ketenagaan
Hakekat ketenagakerjaan menurut Huston & Marquis (2016) pada intinya adalah
pengaturan, mobilisasi potensi, proses motivasi dan pengembangan sumber daya
manusia dalam memenuhi kepuasan melalui karyanya. Hal ini berguna untuk
tercapainya tujuan individu, organisasi, ataupun komunitas dimana ia berkarya.
Ketenagaan juga didefinisikan sebagai rencana sumber daya manusia untuk
mengisi posisi dalam sebuah organisasi dengan personil yang berkualitas. Strategi
ketenagaan merupakan tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sumber
daya di masa depan, merekrut dan memilih pegawai yang memenuhi sayar dan sesuai
dengan kebutuhan organisasi. Strategi ketenagaan juga disesuaikan dengan misi
rumah sakit, dan sasaran yang akan dicapai dalam jangka waktu tertentu.

9
Rencana manajemen ketenagaan merupakan pendekatan terstruktur untuk
mengidentifikasi dan mengalokasikan pegawai berbasis unit tertentu dengan cara
paling efektif dan efisien. Ketenagaan mengkuantifikasi jumlah staff menurut tingkat
keterampilan yang dijadwalkan setiap hari dan setiap shiftnya. Keefektifan
ketenagaan dilihat dari hasil evaluasi dari pengaruh pegawai terhadap penanganan
pasien, keuangan serta organisasi (Rumah Sakit). Efektivitas ketenagaan adalah
evaluasi pengaruh ketenagaan terhadap hasil pasien, keuangan, dan organisasi
(Huston & Marquis, 2016).

H. Tujuan Ketenagaan
Adapun tujuan dari ketenagaan tersebut menurut Huston & Marquis (2016)
adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi kebutuhan harian unit.
2. Mencapai tujuan organisasi.
3. Mencegah terjadinya burnout.
4. Mencegah terjadinya turn over yang tinggi.
5. Memberikan perawatan berkualitas.
6. Evaluasi secara periodik pelaksanaan penempatan perawat.
7. Merekrutpersonelperawat yang berkualitas.
8. Mendayagunakan semaksimal mungkin bakat dan ketrampilan setiap tingkatan
perawat melalui metode penugasan yang digunakan.
9. Memberikan periode orientasi yang memadai pada personel baru.
10. Menciptakan kondisi kerja yang dipaham ipersonel.
11. Mengembangkan kebijasanaan personalia yang menarik bagi personel dan
mampu mendapatkan personel yang dapat bekerja secara efektif.
12. Menciptakan rencana induk penempatan personel dalam rangka pengalokasian
jumlah personel.

I. Tanggung Jawab Ketenagaan


Berikut urutan langkah-langkah tanggung jawab ketenagaan yang tertulis dalam
buku (Huston & Marquis, 2016), meskipun setiap langkah memiliki interdependensi
dengan semua kegiatan ketenagaan :
1. Agar dapat memenuhi filosofi, memenuhi tanggungjawab perencanaan keuangan
dan menjalankan organisasi manajemen asuhan pasien yang dipilih, tentukan
jumlah dan tipe personal yang dibutuhkan.
2. Terima tenaga baru, wawacara, pilih, dan pekerjakan seseorang berdasarkan
standar deskripsi hasil kerja yang telah ditetapkan.
3. Menggunakan sumber daya organisasi untuk induksi dan orientasi.
4. Memastikan bahwa setiap pegawai cukup tersosialisasi terhadap nilai organisasi
dan norma unit.
5. Mengembangkan program pendidikan staf yang akan membantu pegawai
memenuhi tujuan organisasi.
6. Menggunakan penjadwalan yang kreatif dan fleksibel berdasarkan kebutuhan
asuhan pasien untuk meningkatkan produktivitas dan retensi.

10
J. Perencanaan Tenaga Keperawatan
Perencanaan tenaga atau staffing merupakan salah satu fungsi utama seorang
pemimpin organisasi, termasuk organisasi keperawatan. Keberhasilan suatu organisasi
salah satunya ditentukan oleh klualitas sumber daya manusianya. Hal ini berhubungan
erat dengan bagaimana seorang pimpinan merencanakan ketenagaan di unit kerjanya.
Langkah perencanaan tenaga keperawatan menurut Druckter dan gillies (1994)
meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi bentuk dan beban pelayanan keperawatan yang akan diberikan.
b. Menentukan kategori perawat yang akan ditugaskan untuk melaksanakan
pelayanan keperawatan.
c. Menentukan jumlah masing-masing kategori perawat yang dibutuhkan
d. Menerima dan menyaring untuk mengisi posisi yang ada
e. Melakukan seleksi calon-calon yang ada
f. Menentukan tenaga perawat sesuai dengan unit atau shift
g. Memberikan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas pelayanan keperawatan
Penentuan tenaga keperawatan dipengaruhi oleh keinginan untuk menggunakan
tenaga keperawatan yang sesuai. Untuk lebih akuratnya dalam perencanaan tenaga
keperawatan, maka pimpinan keperawatan harus mempunyai keyakinan tertentu
dalam organisasinya, seperti:
a. Rasio antara perawat dan klien di dalam ruangan perawat intensif adalah 1:1 atau
1:2;
b. Perbandingan perawat ahli dan terampil di ruang medical bedah, kebidanan, anak
dan psikiatri adalah 2:1 atau 3:1;
c. Rasio antara perawat dan klien saat shift pagi atau sore adalah 1:5, untuk malam
hari di ruang rawat dan lain-lain 1:10.
Jumlah tenaga terampil ditentukan oleh tingkat ketergantungan klien. Menurut
Abdullah dan Levine (1965) dalam Gillies (1994), seharusnya dalam suatu unit ada
55% tenaga ahli dan 45% tenaga terampil.

K. Perkiraan Kebutuhan Tenaga


Penetapan jumlah tenaga keperawatan harus disesuaikan dengan kategori yang
akan dibutuhkan untuk asuhan keperawatan klien disetiap unit. Beberapa pendekatan
dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah staf yang dibutuhkan berdasarkan
kategori klien yang dirawat, rasio perawat, dan klien untuk memenuhi standart praktik
keperawatan.(Gillies, 1994).
Kategori keperawatan klien:
a. Perawatan mandiri (self care), yaitu klien memerlukan bantuan minimal dalam
melakukan tindakan keperawatan dan pengobatan. Klien melakukan aktivitas
perawatan diri secara mandiri.
b. Perawatan sebagian (partial care), yaitu klien memerlukan bantuan sebagian
dalam tindakan keperawatan dan pengobatan tertentu, misalnya pemberian obat
intravena, mengatur posisi dan lain sebagainya.

11
c. Perawatan total (total care), yaitu klien memerlukan bantuan secara penuh dalam
perawatan diri dan memerlukan observasi secara ketat.
d. Perawatan intensif (intensive care), yaitu klien memerlukan observasi dan
tindakan keperawatan yang terus-menerus.
Cara menetukan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk setiap unit sebagai berikut.
a. Rasio perawat-klien disesuaikan dengan standart perkiraan jumlah klien sesuai
data sensus.
b. Pendekatan teknik industry, yaitu identifikasi tugas perawat dengan menganalisis
alur kerja perawat atau work flow. Rata-rata frekuensi dan waktu kerja ditentukan
dengan data sensus klien, di hitung untuk menentukan jumlah perawat yang
dibutuhkan.
c. System Approach staffing atau pendekatan system ketenagaan dapat menentukan
jumlah optimal yang sesuai dengan kategori perawat untuk setiap unit serta
mempertimbangkan komponen input-proses-output-umpan balik.
Kebutuhan tenaga dapat ditinjau berdasarkan waktu perawatan langsung, waktu
perawatan tidak langsung dan waktu pendidikan kesehatan.
Perkiraan jumlah tenaga dapat dihitung berdasarkan tingkat ketergantungan klien.
Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk perawatan langsung (direct care) adalah
berkisar 4-5jam/klien/hari. Menurut Minetti & Hurchinsun (1975) dalam Gillies
(1994), waktu yang dibutuhkan untuk perawatan langsung didasarkan pada kategori
berikut.
a. Perawatan mandiri (self care) adalah ½ x 4jam = 2jam
b. Perawatan sebagian (partial care) adalah ¾ x 4jam = 3jam
c. Perawatan total (total care) adalah 1-1½ x 4jam = 4-6jam
d. Perawatan Intensif (intensive care) adalah 2 x 4jam = 8jam
Perkiraan jumlah tenaga juga dapat didasarkan atas waktu perawatan tidak
langsung. Berdasarkan penelitian perawat di rumah sakit, Grace Detroit dalam Gillies
(1994), menyatakan bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk perawatan tidak
langsung adalah 36menit/klien/hari. Di pihak lain, menurut Wolfe dan Young (1965)
dalam buku yang sama menyatakan sebesar 60 menit/klien/hari.
Selain cara di atas, waktu pendidikan kesehatan dapat juga digunakan sebagai
dasar perhitungan kebutuhan tenaga. Menurut Gillies (1994), waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan pendidikan kesehatan berkisar 15menit/klien/hari.
Menghitung waktu yang dibutuhkan dalam perawatan klien per hari, perlu
menjumlahkan ketiga cara tersebut, yaitu perawatan langsung, waktu perawatan tidak
langsung, dan waktu pendidikan kesehatan. Selanjutnya, jumlah tenaga yang
dibutuhkan dihitung berdasarkan beban kerja perawat.
Hal-hal yang perlu di pertimbangkan dalam menentukan beban kerja perawat yaitu:
a. Jumlah klien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut;
b. Kondisi atau tingkat ketergantungan;
c. Rata-rata hari perawatan;
d. Pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung, dan pendidikan
kesehatan;
e. Frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhkan klien

12
f. Rata-rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan kesehatan.
Di samping itu, ada beberapa factor lain yang mempengaruhi beban kerja perawat
yaitu masalah komunitas, bencana alam, kemajuan IPTEK, pendidikan konsumen,
keadaan ekonomi, iklim/musim, politik dan hokum/peraturan.
Dengan mengelompokkan klien menurut jumlah dan kompleksitas pelayanan
keperawatan yang dibutuhkan klien, pimpinan keperawatan dapat memperhitungkan
jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan untuk maisng-masing unit. Metode
perhitungan yang digunakan, yaitu metode rasio, metode Gillies, metode lokakarya
keperawatan, metode di Thailand dan Filipina, dan metode perhitungan ISN
(indicator staf need).
Metode rasio didasarkan atas Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor 262
tahun 1979, kebutuhan tenaga didasarkan pada rasio tempat tidur yang tersedia di
kelas masing-masing. Metode Gillies (1994), digunakan khusus untuk menghitung
tenaga keperawatan.
Metode berikutnya yang dapat digunakan untuk memperhitungkan jumlah
kebutuhan tenaga adalah metode lokakarya keperawatan (1989). Metode ini juga
dikhususkan untuk menghitung tenaga keperawatan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.
Metode ke empat adalah metode Thailand dan Filipina yang didasarkan pada
jumlah jam perawatan yang dibutuhkan per pasien, hari kerja efektif perawat dalam 1
tahun, dan jumlah jam kerja efektif dalam 1 tahun.
Metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan tenaga adalah
dengan metode perhitungan ISN (Indicator Staff Need). Dasar yang digunakan dalam
metode ini adalah beban kerja dari tiap-tiap unit atau institusi. Setiap unit harus
memproyeksikan kegiatan atau keluaran yang akan dihasilkan pada masa mendatang.
Tiga factor yang mendasari formula ISN, yaitu:
1. Indicator Beban Kerja.
Indicator ini merupakan pembilang dan sebagai factor variable dalam formula
ISN yang dihitung berdasarkan hasil pelaksanaan yang dicapai oleh masing-
masing kategori tenaga selama satu tahun kalender. Untuk tenaga yang sama yang
bertugas pada institusi yang berbeda akan memiliki beban kerja dan kapasitas
yang berbeda pula.
Beban Kerja sendiri menurut Huber (2000) adalah didefinisikan sebagai
volume kerja pada suatu unit atau departemen. Beban kerja perawat adalah
menghitung aktivitas kerja perawat dan ketergantungan klien pada pelayanan
keperawatan. Aktivitas perawatan dibedakan menjadi perawatan langsung dan
tidak langsung.
Gillies (2006), Memperkirakan beban kerja keperawatan dalam suatu unit :
1. Jumlah pasien yang dirawat perhari, perbulan atau pertahun.
2. Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien.
3. Rata-rata hari perawatan pasien.
4. Jenis kegiatan tindakan keperawatan, frekuensi dari masing masing tindakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien.
5. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk melakukan tindakan tersebut.

13
2. Bobot (weighting);
3. Kapasitas Tenaga

L. Pembagian Tenaga Keperawatan Dan Penyusunan Jadwal


Penyusunan jadwal dinas menurut Swansburg (1990) merupakan tanggung jawab
kepala ruangan atau pengawas, tetapi lebih di utamakan kepala ruang karena lebih
mengetahui tingkat kesibukan ruangan dan karakteristik stafnya. Hal ini akan
memudahkan dalam menerapkan orang yang tepat untuk setiap periode jaga (shift).
Prinsif penyusunan jadwal hendaknya memenuhi beberapa prinsip, diantaranya
harus ada kesinambungan antara kebutuhan unit kerja dan kebutuhan staf. Misalnya,
kebutuhan staf untuk rekreasi, memperhatikan siklus jadwal penugasan yang sibuk
dan tidak sibuk, berat dan ringan, harus dilalui oleh semua staf yang terlibat dalam
rotasi serta staf yang mempunyai jam kerja yang sama. Prinsip berikutnya, yaitu
setiap staf harus terlibat dalam siklus atau rotasi pagi-sore-malam; metode yang
dipakai harus sesuai dnegan kuantitas dan kualitas staf dalam suatu unit kerja; siklus
yang digunakan mengikuti metode penugasan yang dipakai; dan setiap staf harus
dapat mencatat hasil dina, libur dan shift.(Swansburg,1990).
Berdasarkan prinsip tersebut, dapat diperkirakan formulasi jumlah staf pada
setiap shift-nya. Menurut Swanburg (1990), dari hasil sensus harian selama 6bulan di
Unit medical Bedah dengan 25 unit tempat tidur, ditemukan 19 pasien rata-rata
dirawat. Rata-rata minimal perawat kontak dengan pasien adalah 5 jam per klien per
24 jam. Dengan demikian, total jam perawatan yang dibutuhkan dalam sehari adalah
19 klien x 5 jam = 95jam. Bila jam dinas adalah 8 jam, jumlah staf yang diobutuhkan
adalah 95/8 = 11,9 atau 12 staf dalam 24 jam. Total jam kerja per minggu adalah 40
jam maka jumlah shift perminggu adalah 12 staf x 7hari =84 jam. Bila jumlah staf
setiap hari kerja per minggu dan 8 jam per shift maka jumlah staf yang dibutuhkan
perhari adalah 84jam/5jam = 16,8 orang (16-17staf). Disamping itu, perlu
dipertimbangkan juga tentang proporsi jaga pagi, sore dan malam. Menurut Wesler
dalam swansburg (1990) proporsi dinas pagi, sore dan malam adalah 47% : 36% :
17%. Hal ini menunjukkan bahwa jika total staf adalah 17 orang, yang akan
didinaskan pagi adalah 8 orang, sore sebanyak 6orang dan malam adalah 3 orang.

M. Modifikasi Kerja Mingguan


Beberapa pendekatan digunakan untuk penyusunan jadwal dinas mingguan.
Pendekatan tersebut dilihat dari karakteristik tugas dan karakteristik staf yang ada
dalam tim. Modifikasi tugas mingguan meliputi:
1. Total jam kerja perminggu adalah 40 jam dengan 10 jam per hari dan 4hari kerja
per minggu. Pada metode ini terjadi tumpang tindih kurang lebih 6jam per 24jam,
dimana jam-jam tersebut dapat dipergunakan untuk ronde keperawaatan,
penyelesaian rencana keperawatan atau kegiatan lainnya. Kelemahan cara ini
adalah memerlukan staf yang banyak.
2. Perincian 12 jam dalam 1 shift, yaitu 3 hari kerja, 4 hari libur, dan 4 hari kerja.
System ini sama dengan system pertama yang membutuhkan tenaga yang banyak.

14
3. Perincian 70 jam dalam 2 minggu, yaitu 10 jam per hari (7hari kerja dan 7 hari
libur).
4. System 8jam per hari dengan 5 hari kerja per minggu. System ini lebih banyak
disukai karena mengurangi kelelahan staf dan produktifitas staf tetpa dapat
dipertahankan.
Selain pendekatan di atas, digunakan juga penjadwalan dengan metode Nursing
Management Information System (NMIS) atau pembagian jadwal dinas dnegan
mempertimbangkan produktivitas kerja staf. Pengukuran produktivitas kerja dapat
dilakukan dengan perbandingan antara output dan input ,atau perbandingan antara
jam staf yang dibutuhkan dengan jam staf yang tersedia dikalikan 100%. Hasil
penelitian Swanburg (1990) tentang time motion study diperoleh data bahwa rata-rata
perbandingan jam staf yang dibutuhkan dengan jam staf yang tersedia adalah
380,50/402,00 x 100% = 94,7%. Dengan kata lain, makin rendah jam staf yang
tersedia, makin tinggi produktivitas kerja staf. Meskipun demikian, aspek kelelahan
staf perlu dipertimbangkan.

N. Jenis Perencanaan Yang Disusun Oleh Kepala Ruang Rawat


Adapun tanggung jawab kepala ruangan menurut Gillies (1994) adalah peran
kepala ruangan harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan kualitas
pelayanan keperawatan, bertanggung jawab terhadap hasil dari pelayanan
keperawatan yang berkwalitas, dan menghindari terjadinya kebosanan perawat serta
menghindari kemungkinan terjadinya saling melempar kesalahan.
Kepala ruangan disebuah ruangan keperawatan, perlu melakukan kegiatan
koordinasi kegiatan unit yang menjadi tanggung jawabnya dan melakukan kegiatan
evaluasi kegiatan penampilan kerja staf dalam upaya mempertahankan kualitas
pelayanan pemberian asuhan keperawatan. Berbagai metode pemberian asuhan
keperawatan dapat dipilih disesuaikan dengan kondisi dan jumlah pasien, dan kategori
pendidikan serta pengalaman staf di unit yang bersangkutan (Arwani, 2005).
Kegiatan perencanaan dalam manajemen keperawatan adalah membuat
perencanaan jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek. Perencanaan jangka
pendek atau disebut juga “perencanaan operasional” adalah perencanaan yang dibuat
untuk kegiatan satu jam sampai dengan satu tahun; perencanaan jangka menengah
adalah perencanaan yang dibuat untuk kegiatan satu hingga lima tahun (Marquis &
Huston,1998) sedangkan perencanaan jangka panjang atau sering disebut
“perencanaan strategis” adalah perencanaan yang dibuat untuk kegiatan tiga sampai
dengan dua puluh tahun (Swansburg,1993)
Dalam ruang perawatan, perencanaan biasanya hanya dibuat untuk jangka
pendek. Menurut Keliat, dkk (2006), rencana jangka yang dapat diterapkan di ruang
perawatan adalah rencana harian, rencana bulanan, dan rencana tahunan.
a. Rencana Harian
Rencana harian adalah rencana yang berisi kegiatan masing-masing perawat yang
dibuat setiap hari sesuai perannya. Rencana harian ini dibuat oleh kepala ruang,
ketua tim/perawat primer dan perawat pelaksana.
b. Rencana Bulanan

15
Rencana bulanan adalah rencana yang berisi kegiatan dalam satu bulan. Rencana
bulanan ini harus disinkronkan dengan rencana harian. Rencana bulanan dibuat
oleh kepala ruang dan ketua tim/perawat primer.
c. Rencana Tahunan
Rencana tahunan adalah rencana yang dibuat setiap setahun sekali. Rencana
tahunan disusun berdasarkan hasil evaluasi kegiatan tahun sebelumnya, rencana
tahunan dibuat oleh kepala ruang.

O. Fungsi Kepala Ruangan


Adapun fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston (2000) sebagai berikut:
1. Perencanaan : dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, sasaran, kebijaksanaan,
dan peraturan – peraturan : membuat perencanaan jangka pendek dan jangka
panjang untuk mencapai visi, misi, dan tujuan, organisasi, menetapkan biaya –
biaya untuk setiap kegiatan serta merencanakan dan pengelola rencana
perubahan.
2. Pengorganisasian : meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan
perencanaan, menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien
yang paling tepat, mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan unit serta
melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan power serta
wewengan dengan tepat.
3. Ketenagaan : pengaturan ketegagaan dimulai dari rekruetmen, interview, mencari,
dan orientasi dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf, dan sosialisasi staf.
4. Pengarahan : mencangkup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya
manusia seperti motivasi untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasian,
komunikasi, dan memfasilitasi kolaborasi.
5. Pengawasan meliputi penampilan kerja, pengawasan umum, pengawasan etika
aspek legal, dan pengawasan professional. Seorang manajer dalam mengerjakan
kelima fungsinya tersebut sehari – sehari akan bergerak dalam berbagai bidang
penjualan, pembelian, produksi, keuangan, personalia dan lain – lain.

P. Proses Penyusunan Rencana Penyelesaian Masalah Manajemen


Dalam menyusun rencana untuk menyelesaikan masalah manajemen keperawatan
di perlukan cara yang tepat sehingga mampu untuk menyelesaikan pokok
permasalahan manajemen dengan baik dan sesuai dengan yang di harapkan, Namun
dalam proses tersebut banyak hal yang harus di perhatikan agar dalam menyusun
perencanaan tidak terjadi kesalahan. Adapun hal yang harus di lakukan yaitu sebagai
berikut.
1. Identifikasi Masalah Manajemen Keperawatan
Proses yang pertama atau yang paling awal adalah mengidentifikasi masalah
manajemen yaitu dengan melakukan pengkajian serta analisa terhadapan aspek
permasalahan manajemen pelayanan kesehatan yang terjadi, setelah menemukan
pokok permasalahan haruslah dilakukan konfirmasi terhadap masalah agar tidak
terjadi salah sasaran dalam menyusun perencanaan.
2. Prioritas Masalah Manajemen Keperawatan

16
Adapun cara penentuan prioritas masalah menggunakan kriteria matrik ialah
a. Pentingnya masalah ( I : Importancy )
b. Masalah lebih banyak di temukan ( P : Prevalensi )
c. Akibat yang di timbulkan lebih serius ( S : Severity )
d. Kenaikan masalah lebih cepat ( RI : Rate of Increase )
e. Keprihatinan masyarakat ( PC : Public Concern )
f. Teknologi yang ada
g. Sumber daya yang ada
3. Seleksi terhadap alternatif penyelesaian masalah
a. Identifikasi penyebab masalah yang telah di prioritaskan
b. Validasi data penyebab masalah
c. Menyusun daftar penyebab masalah
d. Konfirmasi penyebab masalah
e. Prioritas penyebab masalah
f. Menetapkan cara penyelesaian masalah

Q. Reward dan Punishment


Tenaga kesehatan yang paling banyak dirumah sakit adalah perawat, karena
perawat merupakan ujung tombak dari rumah sakit, perawat yang selalu mengawasi
pasien selama 24 jam. Oleh karena itu kebutuhan perawat harus diperhatikan untuk
memotivasi dalam bekerja. Dalam hal ini pemberian reward dan punishment sangat
diperlukan untuk memotivasi perawat dalam bekerja.(Mangkunegara, 2005, p. 36).
Reward dan punishment sama-sama dibutuhkan untuk merangsang perawat agar
meningkatkan kualitas kerja dan memiliki motivasi yang tinggi dalam melakukan
pekerjaannya. Kedua system tersebut digunakan sebagai bentuk reaksi pemimpin
tehadap kinerja para bawahannya. Meskipun sekilas fungsi dari reward dan
punishment berlawanan, namun pada dasarnya reward dan punishment sama-sama
memiliki tujuan agar seseorang menjadi lebih baik, lebih berkualitas, dan lebih
bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepadanya.
Motivasi adalah tenaga dalam diri individu yang memengaruhi kekuatan atau
mengarahkan perilaku. Karena motivasi berasal dari dalam diri seseorang individu,
dan manajer tidak dapat secara langsung memotivasi para pegawainya. (Mills, 1998
dalam Marquis, 2010, p. 363).
1. Reward
Reward adalah usaha menumbuhkan perasaan diterima (diakui) di lingkungan
kerja yang menyentuh aspek kompensasi dan aspek hubungan antara para pekerja
yang satu dengan yang lainnya (Nawawi, 2005 dalam Febrianti, 2014).
Reward dimunculkan untuk memotivasi seseorang supaya giat dalam
menjalankan tanggung jawab karena terdapat anggapan bahwa dengan pemberian
hadiah atas hasil pekerjaannya, karyawan akan lebih bekerja maksimal. Salah satu
dasar tujuan reward adalah memotivasi anggota organisasi. Maksud dari
pernyataan tersebut adalah system imbalan atau reward dirancang oleh
perusahaan bertujuan untuk memacu gairah kerja para karyawannya supaya dapat
meningkatkan prestasinya dalam bekerja. Bentuk dari Reward bermacam-macam,

17
Kepala Ruang sebagai pimpinan dari Ruang Rawat yang mempunyai hak untuk
selalu memberikan reward seperti contoh (insentif,pujian secara langsung,
promosi jabatan dan lain nya) bagi yang telah bekerja dengan baik dan
giat.(Febrianti, 2014).
2. Punishment
Punishment adalah tindakan yang dirancang untuk mengurangi perilaku yang
tidak diinginkan dengan menciptakan konsekuensi negative untuk individu yang
melakukannya (Shanks, 2011, p. 28). Tujuan dari pemberian punishment adalah
agar pegawai yang telah melanggar peraturan merasa jera dan tidak akan
mengulangi lagi pelanggaran tersebut (Mangkunegara,2000 dalam Tangkuman,
2015, p. 886).
Punishment merupakan ancaman hukuman yang bertujuan untuk memperbaiki
karyawan pelanggar, memelihara peraturan yang berlaku dan memberikan
pelajaran kepada. Secara umum pemberian punishment pada karyawan bertujuan
untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga seorang karyawan akan
maksimal dalam bekerja. Punishment dimunculkan bagi seorang karyawan yang
melakukan kesalahan dan pelanggaran agar termotivasi untuk menghentikan
perilaku menyimpang dan mengarahkan pada perilaku positif ( Febrianti, 2014).
Adapun pemberian punishment oleh Kepala Ruang bisa seperti (teguran lisan
dan teguran tertulis) diberikan untuk perawat yang belum maksimal dalam
bekerja agar perawat pelaksana selalu memiliki motivasi yang tinggi dalam
bekerja sehingga selain dapat meningkatkan kualitas kinerja perawat itu sendiri
juga meminimalisir jika terjadi kesalahan atau pun kinerja yang masih belum
maksimal.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perencanaan merupakan suatu proses pemikiran dan penentuan dari hal-hal
yang dilaksanakan di masa yang akan datang. Perencanaan juga termasuk penggunaan
sumber-sumber dan kebijakan yang dirumuskan dalam rencana yang mencakup
pengaturan tenaga sehingga perencanaan harus betul-betul akurat dan tepat. Seorang
pemimpin keperawatan pada level manapun harus mampu mengidentifikasi
kebutuhan tenaga keperawatan pada unitnya, dengan menetapkan jumlah dan kategori
perawat yang dibutuhkan, sesuai dengan beban kerja unit yang bersangkutan. Jumlah
tenaga dapat ditetapkan melalui berbagai teknik dan disesuaikan dengan metode yang
dipilih serta kebutuhan unit tersebut. Agar jumlah tenaga yang ada dapat di
dayagunakan secara efektif dan efisien maka perlu disusun jadwal sesuai dnegan
komposisi dan jumlah tenaga yang ada. Selain itu, diselaraskan pula antara kebutuhan
unit kerja dan kebutuhan staf dan pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas
kerja.

B. Saran
Dari penulisan makalah perencanaan dan ketenagaan dalam manajemen keperawatan
diharapkan dapat menjadi suatu metode pembelajaran dan menambah pengalaman
terkait ilmu tentang perencanaan dan ketenagaan khususnya dalam bidang
keperawatan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. (2015). Manajemen keperawatan : aplikasi dalam praktik keperawatan


professional (5 ed). Jakarta: Salemba Medika
Huston, C. J., & Marquis, B. L. (2016). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan (4 ed.).
Jakarta: EGC.
Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan . Yogyakarta : Nuha Medika
Swansburg, R. C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan.Terjemahan. Jakarta:EGC.

Departemen Kesehatan RI. (1997). Modul 2: Manajemen Sumber Daya manusia di Rumah
Sakit. Jakarta: Pusdiknakes Dep. Kes. RI.

Gillies, D. A. (1994). Nursing Manajement: A System Approach. Philadelphia: W. B.


Saunders.

20

Anda mungkin juga menyukai