Anda di halaman 1dari 16

PERDARAHAN SUBARACHNOID

2.1 Definisi

Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak dan
selaput otak (rongga subaraknoid). Perdarahan subaraknoid dimasukan ke dalam klasifikasi
stroke hemoragik. (1)

2.2Anatomi (2)

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah pachymeninx atau
duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea dan piamater.

1. Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan
dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak
umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan
ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural),
dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.

Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk
periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri;
lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang berasal darinya membentang jauh
ke dalam cavum cranii. Di anatara kedua hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx
cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke
protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli
yang meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa
sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium cerebelli
terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa craniii posterior.
Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan
processus clinoideus. Di sebelah oral ia meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat
lewatnya trunkus cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua
lamina dura.

2. Arachnoidea

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah dengannya
oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang
menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh
trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-
rongga yang saling berhubungan.

Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam sinus-sinus venosus
utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi
arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa
liquor cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia villi
tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena
diploe.

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara relative
sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh
bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna
arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini
berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.

Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas subarachnoid di antara


medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini bersinambung dengan rongga
subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral dari pons mengandung
arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke
dua lobus temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum,
cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara peduncle
cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure
lateralis (cisterna sylvii).
3. Piamater

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak
dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater
juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia
membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim
dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-
ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela
choroidea di tempat itu.

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai
sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang
sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang
dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Otak
harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah total yang
dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang
pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang
menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang
kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan
sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak adalah
otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau
pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area
visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang
merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ

Gambar. Sel Glia Pada Otak

Gambar Pembuluh Darah di Otak


Gambar Bagian Otak dan Fungsi Otak

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota
gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di
atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.

2.3 Etiologi (3)

 Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma


(85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan kaitan
dari pendarahan aneurisma.

 Aneurisma sakular (berry) ditemukan pada titik bifurkasio arteri


intrakranial. Arteri ini terbentuk pada lesi pada dinding pembuluh darah yang
sebelumnya telah ada, baik akibat kerusakan struktural (biasanya kongenital)
maupun cedera akibat hipertensi. Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri
komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii
(20%),dinding lateral arteri karotis interna (pada tempatnya berasal nya arteri
oftalmika atau arteri komunikans posterior (30%)) dan basillar tip(10%).
Aneurisma pada lokasi lain, seperti pada tempat berasalnya PICA, segmen P2
arteriserebri posterior, atau segmen perikalosal arteri serebri anterior, jarang
ditemukan. Aneurisma dapat menimbulkan defisit neurologis dengan menekan
struktur di sekitarnya bahkan sebelum ruptur. Misalnya aneurisma pada arteri
komunikans posterior dapat menekan nervusokulomotorius, menyebabkan paresis
saraf kranial ketiga (pasien mengalami diplopia).
 Aneurisma fusiformis
. Pembesaran pembuluh darah yang memanjang aneurisma fusiformis. Aneurisma
tersebut umumnya melibatkan segmen intracranial arteri karotis interna, trunkus
utama arteri serebri media, dan arteri basilaris. Struktur ini biasanya disebabkan
oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi, dan hanya sedikit yang menjadi

sumber perdarahan. Aneurisma fusiformis yangbesar pada arteri basilaris dapat


menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalan aneurisma fusiformis dapat
mempercepat pembentukan bekuan intra-aneurismal, terutama pada sisi-sisinya
dengan akibat stroke embolik atau tersumbatnya pembuluh darah perforans
olehperluasan trombus secara langsung. Aneurisma ini biasanya tidak dapat
ditangani secara pembedahan saraf, karena merupakan pembesaran pembuluh
darah normal yang memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti
aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.
 Aneurisma mikotik.
Dilatasi aneurisma pembuluh darah intrakranial kadang-kadang disebabkan oleh
sepsis dengan kerusakan yang dimiliki oleh bakteri pada dinding pembuluh
darah.
Tidak seperti aneurisma sakular dan fusiformis, aneurisma mikotik umumnya ditemukan
pada arteri kecil otak.
 Selanjunya 10% kasus dikaitkan dengan non aneurisma perimesencephalic hemoragik,
dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah. Aneurisma tidak ditemukan secara
umum.
 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan rongga arteri, gangguan lain yang
mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh darah pada sum-sum tulang belakang
 perdarahan berbagai jenis tumor.
 Trauma kepala
PAS karena trauma dihubungkan dengan robeknya pembuluh darah yang melintas di
ruang subaraknoid karena teregang saat fase akselerasi dan deselerasi

2.4 Patofisologi

Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding pembuluh darah menuju ke
permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak ke dalam ruangan di sekitar
otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak atau pada sirkulasi
willisii. Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada umumnya dan sekitar 10 % disebabkan
karena tekanan darah yang naik dan terjadi saat aktivitas.
Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan hemodinamic pada dinding
arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk arteri
intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung faktor
adventitia yang membantu pembentukan aneurisma. Suatu bagian tambahan yang tidak didukung
dalam ruang subarachnoid.(4)
Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid bagian dalam dan
dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran wilis. Selama 25 tahun John Hopkins
mempelajari otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah atau tidaknya aneurisma dihubungkan
dengan hipertensi, cerebral atheroclerosis, bentuk saluran pada lingkaran wilis, sakit kepala,
hipertensi pada kehamilan, kebiasaan menggunakan obat pereda nyeri, dan riwayat stroke dalam
keluarga yang semua memiliki hubungan dengan bentuk aneurisma sakular(4).

Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah ruang subarachnoid. Pia mater
terikat erat pada permukaan otak. Ruang subarachnoid diisi dengan CSF. Trauma perdarahan
subarachnoid adalah kemungkinan pecahnya pembuluh darah penghubung yang menembus
ruang itu, yang biasanya sama pada perdarahan subdural. Meskipun trauma adalah penyebab
utama subarachoid hemoragik, secara umum digolongkan denga pecahnya saraf serebral atau
kerusakan arterivenous. Dalam hal ini, perdarahan asli arteri.(4)

2.5 Gambaran Klinis (5)

 Onset
Onset PSA mendadak, biasanya ketika pasien sedang melakukan aktivitas seperti
mengejan, mengangkat benda berat dan batuk yang paroksismal
 Sakit Kepala
Perjalanan penyakit PSA yang khas adalah sakit kepala hebat yang belum pernah
dirasakan sebelumnya. Sakit kepala berdenyut-denyut dan semakin progresif sehingga
menganggu aktivitas yang sedang dilakukan pasien. Sakit kepala segera diikuti oleh nyeri
dan kekakuan pada leher. Mual muntah sering dijumpai.
 Kaku Kuduk
Kaku kuduk hampir selalu dijumpai pada PSA. Kaku kuduk terjadi karena iritasi
meningeal oleh perdarahan dalam ruang subarachnoid. Kaku kuduk dapat menetap
hingga 2 minggu setelah perdarahan
 Gangguan Kesadaran
Gangguan kesadaran pada PSA mulai dari letargi, somnolen, sopor, hingga koma.
 Defisit Neurologis
Tanda neurologis seperti disfasia, hemiparesis, hemiplegik dan defisit hemisensorik
menunjukan adanya perluasan intraserebral atau infark serebral.
 Kejang

Secara klinis terdapat penggolongan PSA menurut Hunt and Hess sebagai berikut:

Derajat I : Asimptomatik atau sakit kepala minimal atau kaku kuduk

Derajat II : Sakit kepala lebih hebat atau kaku kuduk

Derajat III : Mengantuk atau bingung, mungkin disertai hemiparesis ringan


Derajat IV : Stupor dalam, mungkin disertai hemiparesis sedang-berat, reaksi awal
deserbrasi

Derajat V : Koma dalam dan deserbrasi

2.6 Diagnosis Banding (5)

 Stroke Non Hemoragik

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah
terjadi, gejala-gejala tersebut diantaranya adalah:
 Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila
gangguan terletak pada sisi dominan.
 Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral)
 Bisa terjadi kejang-kejang.
Yang membedakan dengan PSA adalah tidak didapatkannya gejala peningkatan intrakranial
seperti mual dan muntah. tidak didapatkan adanya tanda rangsang meningeal dan onset kejadian
yang mendadak tetapi tidak saat berakrtivitas. Gejala klinis pada stroke non hemoragik
kebanyakn lebih ringan daripada stroke hemoragik seperti PSA.
Penyingkiran diagnosis dapat dilihat dari hasil CT-Scan kepala, dimana pada stroke non
hemoragik akan didapatkan daerah infark dengan gambaran hipodens, sedangkan pada PSA
didapatkan perdarahan dengan gambaran hiperdens pada ruang subarachnoid.
 Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah
dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan
oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia
darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan
angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular. Pada
perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Gejala yang
membedakan adalah pada perdarahan intraserebral (PIS) tidak terdapat kaku kuduk, nyeri
kepalanya tidak lebih berat daripada PSA, pada lumbal pungsi tidak didapatkan darah,
kecuali apabila PIS meluas ke ruang subaraknoid.
 Meningitis
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur. Meningitis ditandai
dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, muntah dan kejang.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui
pungsi lumbal

2.7 Pemeriksaan Penunjang (6)

1. CT SCAN
Pemeriksaan ct scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial. Pada
pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah (densitas tinggi) dalam ventrikel
atau dalam ruang subarachnoid

Gambar 2 Gambar CT Scan Perdarahan Subarachnoid

2. Magnetic resonance imaging (MRI)

Perdarahan subarachnoid akut: perdarahan subarachnoid akut tidak biasanya terlihat pada T1W1
dan T2W1 meskipun bisa dilihat sebagai intermediate untuk pengcahayaan sinyal tinggi dengan
proton atau gambar FLAIR. CT pada umunya lebih baik daripada MRI dalam mendeteksi
perdarahan subarachnoid akut. Control perdarahan subarachnoid: hasil tahapan
control perdarahan subarachnoid kadang-kadang tampak MRI lapisan tipis pada sinyal
rendah

3. Lumbal Pungsi
Bila tidak dapat dilakukan CT Scan atau MRI dapan dilakukan lumbal pungsi untuk
membuktikan adanya perdarahan dalam rongga subaraknoid. Bila dilakukan pungsi lumbal maka
akan dijumpai cairan LCS yang mengandung darah, kadar protein meningkat sekitar 10-20 mg%.
Jumlah darah yang dijumpai pada LCS mempunyai nilai prognostik. Prognosis biasanya buruk
bila kadar hematokrit cairan spinal tinggi misalnya 3-5 %, hal ini sebagai indikator besarnya
perdarahan yang terjadi.

2.8 Tatalaksana (7)

2.8.1 Perawatan pra-rumah sakit

 Menilai prosedur ABC


 Triase dan pindahkan pasien dengan tingkat kesadaran berubah atau pemeriksaan
neurologis abnormal ke pusat medis terdekat yang memiliki CT scan dan bedah saraf.
 Idealnya, diarahkan untuk mencegah sedasi pada pasien ini.

2.8.2 Perawatan departemen emergensi

 Pada pasien yang diduga dengan PSA grade I atau II, perawatan departemen emergensi
dibatasi pada diagnosa dan terapi suportif.
o Identifikasi awal nyeri kepala sentinel merupakan kunci untuk mengurangi angka
mortalitas dan morbiditas.
o Penggunaan sedasi dengan bijaksana.
o Amankan akses intravena selama menetap di departemen emergensi dan pantau
status neurologis pasien.
 Pada pasien dengan PSA grade III, IV, atau V (misal, pemeriksaan neurologis berubah),
perawatan departemen emergensi lebih luas.

 Menilai prosedur ABC


 Intubasi endotrakeal pada pasien melindungi dari aspirasi yang disebabkan oleh refleks
proteksi saluran nafas yang tertekan.
 Intubasi untuk hiperventilasi pasien dengan tanda-tanda herniasi:
o Thiopental dan etomidate adalah agen induksi optimal pada PSA selama intubasi.
Thiopental bekerja singkat dan memiliki efek sitoprotektif barbiturat. Thiopental
harusnya hanya digunakan pada pasien hipertensi karena kecenderungannya
menurunkan tekanan darah sistolik, yang merupakan penyebab cedera otak
sekunder. Pada pasien hipotensi dan normotensi, gunakanlah etomidate.
o Gunakan rangkaian intubasi cepat jika memungkinkan. Pada prosesnya, untuk
mengurangi peningkatan TIK, idealnya gunakanlah sedasi, defasikulasi, blok
neuromuskular kerja-singkat, dan agen lain dengan kemampuan mengurangi-TIK
(seperti lidokain intravena).
o Hindari hiperventilasi berlebihan atau hiperventilasi yang tidak mencukupi.
Target pCO2 adalah 30-35 mmHg untuk mengurangi peningkatan TIK.
Hiperventilasi berlebihan mungkin membahayakan daerah yang mengalami
vasospasme.
 Cegah sedasi berlebihan, yang menyebabkan pemeriksaan neurologis serial menjadi lebih
sulit dan telah dilaporkan meningkatkan TIK secara langsung.
 Awasi aktivitas jantung, oksimetri, tekanan darah otomatis, dan CO2 tidal-akhir, ketika
diaplikasikan. Pengawasan CO2 tidal-akhir pada pasien yang diintubasi memungkinkan
klinisi menghindari hiperventilasi berlebihan atau tidak mencukupi. Target pCO2 adalah
30-35 mmHg untuk mengurangi peningkatan TIK.
 Pengawasan lini arteri invasif ketika berurusan dengan tekanan darah yang labil (sering
pada PSA tingkat tinggi). Agen anti hipertensi sebelumnya telah dianjurkan untuk
tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Jaga
tekanan darah sistolik dalam rentang 90-140 mmHg sebelum pengobatan aneurisma,
kemudian biarkan hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah sistolik < 200 mmHg.
 Sediakan oksigen tambahan untuk semua pasien dengan cacat SSP.
 Tinggikan kepala setinggi 30° untuk memudahkan drainase vena-vena intrakranial.
 Cairan dan hidrasi
o Pertahankan euvolemia (CVP, 5-8 mmHg); jika ada vasosapsme serebral,
pertahankan hipervolemia (CVP 8-12 mmHg, atau PCWP 12-16 mmHg)
o Jangan sampai pasien over hidrasi karena dapat meningkatkan resiko hidrosfalus
o Pasien dengan PSA juga mengalami hiponatremia dari terbuangnya garam dari
otak
 Suhu tubuh pusat: jaga agar tetap 37,2°C; berikan asetaminofen (325-650 mg per oral
setiap 4-6 jam) dan gunakan alat pendingin jika dibutuhkan.

2.8.3 Medikasi

1. Agen Osmotik.

Gunakan agen osmotik, seperti mannitol, yang mengurangi TIK sebesar 50% dalam
30 menit, puncaknya setelah 90 menir, dan berakhir dalam 4 jam.

2. Obat hemostatik

Obat ini merupakan penghambat poten fibrinolisis dan dapat membalik keadaan
yang dihubungkan dengan fibrinolisis luas. Penggunaannya masih kontroversial;
dihimbau untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakannya.

3. Antihipertensi

Manajemen pasien stroke hemoragik disertai hipertensi masih kontroversi. Penurunan


tekanan darah pada stroke akut dapat mencegah terjadinya perdarahan ulangan,
namun dilain pihak hal ini dapat mencetuskan iskemik perihematomal. Beberapa
peneliti menyarankan penurunan tekanan darah menuju tekanan darah rata-rata harus
dilakukan perlahan hingga , 130 mmHg namun penurunan tekanan darah lebih darah
20% harus dicegah dan tekanan darah tidak boleh turun lebih dari 84 mmHg.

4. Diuretik

Diuretik loop, seperti furosemid, juga menurunkan TIK tanpa meningkatkan serum
osmolalitas.

5. Vasopressor
Vasopresor dapat diindikasikan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik
melebihi 120 mmHg; hal ini mencegah kerusakan SSP pada penumbra iskemik dari
vasospasme reaktif yang terlihat pada PSA.

6. Antiemetik

Memberikan antiemetik untuk mual atau muntah.

7. Antikonvulsan

Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis tidak dengan segera mencegah kejang
setelah PSA, tapi gunakanlah anti konvulsan pada pasien yang memang kejang atau jika
praktek lokal menginginkan penggunaan rutin. Mulailah dengan anti konvulsan yang
tidak merubah tingkat kesadaran (misal, awalnya fenitoin, barbiturat atau benzodiazepin
hanya untuk menghentikan kejang aktif)

2.8.5 Pembedahan

Pembedahan dapat dilakukan untuk:


Menghilangkan kumpulan besar darah atau mengurangi tekanan pada otak jika
perdarahan tersebut karena cedera. Perbaikan aneurisma jika perdarahan yang disebabkan
oleh pecahnya aneurisma Jika pasien kritis, pembedahan mungkin harus menunggu
sampai orang yang lebih stabil. Pembedahan termasuk:
- Kraniotomi (membuka tengkorak) dan kliping aneurisma - untuk menutup aneurisma
- Endovascular coiling - kumparan ditempatkan dalam aneurisma untuk mengurangi
risiko perdarahan lebih lanjut
Jika aneurisma tidak ditemukan, orang tersebut harus diawasi ketat oleh tim perawatan
kesehatan dan mungkin perlu tes pencitraan.

2.9 Komplikasi (7)

 Hidrosefalus dapat terbentuk dalam 24 jam pertama karena obstruksi aliran CSS dalam
sistem ventrikular oleh gumpalan darah.
 Perdarahan ulang pada PSA muncul pada 20% pasien dalam 2 minggu pertama. Puncak
insidennya muncul sehari setelah PSA. Ini mungkin berasal dari lisis gumpalan
aneurisma.
 Vasospasme dari kontraksi otot polos arteri merupakan simtomatis pada 36% pasien.
 Defisit neurologis dari puncak iskemik serebral pada hari 4-12.
 Disfungsi hipotalamus menyebabkan stimulasi simpatetik berlebihan, yang dapat
menyebabkan iskemik miokard atau menurunkan tekanan darah labil.
 Hiponatremia dapat muncul sebagai hasil pembuangan garam serebral.
 Aspirasi pneumonia dan komplikasi lainnya dapat muncul.
 Disfungsi sistole ventrikel kiri: disfungsi sistole ventrikel kiri pada orang dengan PSA
dihubungkan dengan perfusi miokard normal dan inervasi/persarafan simpatetik
abnormal. Temuan ini dijelaskan oleh pelepasan berlebihan norepinefrin dari nervus
simpatetik miokard, yang dapat merusak miosit dan ujung saraf.

2.10 Prognosis (7)

 Munculnya defisit kognitif, bahkan pada kebanyakan pasien yang dianggap memiliki
hasil akhir yang baik.
 Lebih dari 1/3 yang selamat dari PSA memiliki defisit neurologis mayor.
 Faktor yang mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas adalah sebagai berikut:
o Beratnya perdarahan
o Derajat vasospasme serebral
o Muculnya perdarahan ulang
o Lokasi perdarahan
o Usia dan kesehatan keseluruhan pasien
o Kemunculan kondisi komorbid dan sumber dari rumah sakit (misal infeksi, infark
miokard)
o Angka ketahanan hidup dihubungkan dengan tingkatan PSA saat munculnya.
Laporan menggambarkan angka ketahanan hidup 70% untuk grade I, 60% untuk
grade II, 50% untuk grade III, 40% untuk grade IV dan 10% untuk grade V

Anda mungkin juga menyukai