Bab 2 Referat Leptomening

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 26

BAB II

MALARIA SEREBRAL

A Definisi
Malaria serebral merupakan akut ensefalopati yang memenuhi 3 kriteria,
yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan atau koma yang menetap > 30 menit
setelah kejang (GCS < 11, Blantyre coma scale < 3) disertai adanya Plasmodium
falciparum yang ditunjukkan dengan hapusan darah dan penyebab lain dari akut
ensefalopati telah disingkirkan.6

B. Etiologi
Malaria cerebral terjadi akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di otak
karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah. Penyebab
infeksi malaria ialah Plasmodium yang pada manusia menginfeksi eritrosit dan
mengalami perkembangan aseksual di hati dan eritrosit. Plasmodium yang sering
dijumpai adalah Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae, Plasmodium ovale.. Plasmodium falciparum adalah yang paling
berbahaya dari 4 spesies dan dapat menyebabkan malaria serebral. Siklus hidup
semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama, yaitu terdiri dari siklus
seksual yang berlangsung pada nyamuk Anopheles dan siklus aseksual yang
berlangsung pada manusia. 4

C. Epidemiologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon
imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan dapat
meningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi
seseorang terinfeksi malaria adalah8:

1. Ras atau suku bangsa


Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi
sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat
menghambat perkembangbiakan P.falciparum.
2. Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD)
memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat.
Defisiensi terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan
manifestasi utama pada wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan
Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.
4. Hanya pada daerah dimana orang-orang mempunyai gametosit dalam
darahnya dapat menjadikan nyamuk anopheles terinfeksi. Anak-anak
mungkin terutama penting dalam hal ini.
Penularan malaria terjadi pada kebanyakan daerah tropis dan subtropics,
walaupun Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia dan Israel sekarang bebas
malaria local, wabah setempat dapat terjadi melalui infeksi nyamuk local oleh
wisatawan yang datang dari daerah endemis. Malaria congenital, disebabkan oleh
penularan agen penyebab melalui barier plasenta, jarang ada. Sebaliknya malaria
neonates, agak sering dan dapat sebagai akibat dari pencampuran darah ibu yang
terinfeksi dengan darah bayi selama proses kelahiran.8
Angka kejadian malaria serebral pada kasus malaria dewasa yang di rawat di
rumah sakit di beberapa daerah di Indonesia 3,18% - 14,8% dengan rata – rata 11%
- 12%. Malaria serebral merupakan penyebab utama ensefalopati non-traumatik di
dunia, sehingga merupakan penyakit parasitik terpenting pada manusia. Malaria
diperkirakan telah sekitar 5% populasi dunia dan menyebabkan 0,5 – 2,5 juta jiwa
meninggal setiap tahun.7

D. Faktor Risiko
Faktor predisposisi terjadinya malaria berat7 :
1. Anak-anak usia balita
2. Wanita hamil
3. Penderita dengan daya tahan tubuh rendah
4. Orang yang belum pernah tinggal di daerah malaria

C. Patofisiologi Malaria
Infeksi parasit malaria pada manusia dimulai bila nyamuk anopheles betina
menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh
darah dimana sebagian besar dalam waktu beberapa menit akan menuju ke hati dan
sebagian kecil sisanya akan mati dalam darah. Didalam sel parenkim hati, mulailah
perkembangan aseksual (intrahepatic schizogony). Perkembangan ini memerlukan
waktu 5,5 hari untuk plasmodium falciparum dan waktu 15 hari untuk plasmodium
malariae. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian parasit dalam sel hati membentuk
hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan
menyebabkan relaps pada malaria.9,10
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan
masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P. vivax, reseptor ini akan
berhubungan dengan faktor antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan
individu dengan golongan darah Duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax.
Reseptor untuk P. falciparum diduga suatu glycophorins, sedangkan pada
P.malariae dan P.ovale belum diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam, parasit
berubah menjadi bentuk cincin, pada P. falciparum berubah menjadi stereo-
headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya yang dikelilingi oleh
sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam membentuk
pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit
yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah lonjong. Pada P.
falciparum, dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang pada
nantinya penting dalam proses Cytoadherens dan rosetting.9
Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi sizont, dan
bila sizont pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit
yang lain. Siklus aseksual ini pada P.falciparum, P.vivax, dan P. ovale adalah 48
jam dan pada P. malariae adalah 72 jam.9
Didalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina,
bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam
tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi lebih
bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya akan
membentuk oocyt yang akan menjadi masak dan akan mengeluarkan sporozoit
yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia.9

Gambar . Siklus Hidup Plasmodium11


Patogenesis Malaria Serebral
Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopheles menggigit manusia
selanjutnya akan masuk ke dalam sel-sel hati (hepatosit) dan kemudian terjadi
skizogoni ekstra eritrositer. Skizon hati yang matang selanjutnya akan pecah dan
selanjutnya merozoit akan menginvasi sel eritrosit dan terjadi skizogoni intra
eritrositer, menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit (EP) mengalami
perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan
parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme transport membran sel, penurunan
deformabilitas, perubahan reologi, pembentukan knob, ekspresi varian
neonantigen di permukaan sel, sitoaderen, rosseting dan sekuestras. Skizon yang
matang dan pecah, melepaskan toksin malaria yang akan menstimulasi sistem RES
dengan dilepaskannya sitokin proinflamasi seperti TNF alfa dan sitokin lainnya dan
mengubah aliran darah lokal dan endotelium vaskular, mengubah biokimia
sistemik, menyebabkan anemia, hipoksia jaringan dan organ.9
Sampai saat ini masih belum memuaskan dan belum dimengerti dengan baik
patogenesis dan patofisiologi malaria serebral. Ada tiga teori yang dikemukakan,
yaitu Teori Mekanis (Sitoadherens, Rosetting dan Deformabilitas Eritrosit), Teori
Toksik dan Teori Permeabilitas. Namun tidak banyak perbedaan antara ketiga teori
tersebut dimana teori yang satu saling terkait dengan teori yang lain12:
a. Teori Mekanis
1) Sitoadherens
Plasmodium falciparum merupakan satu-satunya spesies yang
dapat menginduksi sitoadherens ke endotelium vaskular eritrosit yang
mengandung parasit matur. Sebagai parasit matur, protein parasit
dibawa dan dimasukkan ke membran eritosit. Sitoadherens
menyebabkan penyerapan eritrosit berparasit pada mikrosirkulasi,
terutama kapiler dan post kapiler venula.
Penelitian menunjukkan, penyerapan eritrosit berparasit lebih
banyak pada otak, tetapi juga pada hati, mata, jantung, ginjal,
intestinum dan jaringan adiposa. Penyerapan yang paling menonjol
pada serebrum, serebelum (medula oblongata). Dari penelitian pada
anak dengan malaria serebral didapatkan penyerapan eritrosit
berparasit dan akumulasi platelet intravaskular, yang berperan adalah
sitoadherens.
2) Deformabilitas eritrosit dan rosetting.
Eritrosit berparasit yang dapat melakukan sitoadherens juga
dapat melakukan resetting, dimana berkelompoknya eritrosit
berparasit yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit non parasit. Proses
ini mempermudah terjadinya sitoadherens karena obstruksi aliran
darah dalam jaringan.
Adanya sitoadherens, roset, penyerapan eritorsit berparasit
dalam otak dan menurunnya deformabilitas eritrosit berparasit
menyebabkan obstruksi mikrosirkulasi akibatnya terjadi hipoksia
jaringan.
b. Teori Toksik
Pada Malaria berat dengan infeksi berat, konsentrasi sitokin
proinflamasi dalam darah seperti TNF alfa, IL-1. IL-6, dan IL-8
meningkat, begitu juga dengan sitokin Th2 anti inflamasi (IL-4 dan IL-
10). Stimulator yang menginduksi produksi sitokin proinflamasi oleh
leukosit adalah glycosylphosphatidylinositol (GPI) yang dimiliki oleh
Plasmodium falciparum. GPI (glycosylphosphatidylinositol)
menstimulasi produksi TNF alfa dan juga limfotoksin. Kedua sitokin
tersebut dapat meregulasi ekspresi ICAM-1 (intercellular adhesion
molecule – 1) dan VCAM-1 pada sel endotelium, kemudian terjadi
penyerapan eritrosit berparasit di otak, dan menyebabkan koma.
Peningkatan konsentrasi plasma TNF alfa pada pasien dengan malaria
falciparum berhubungan dengan keparahan penyakit, termasuk koma,
hipoglikemia, hiperparasitemia dan kematian.
Selain hal tersebut, TNF alfa juga menyebabkan pelepasan NO
(Nitrit Oksida). Pelepasan NO (Nitrit Oksida) mengakibatkan kelainan
neurologis karena mengganggu neurotransmitter.
c. Teori Permeabilitas
Terdapat sedikit peningkatan permeabilitas vaskular pada malaria
berat, namun Blood Brain Barrier (BBB) pada pasien dewasa dengan
malaria serebral secara fungsional utuh. Penelitian pada anak – anak
afrika dengan malaria serebral memperlihatkan peningkatan
permeabilitas BBB (Blood Brain Barrier) dengan disrupsi endotel
interseluler.
Penelitian yang dilakukan pada pasien dewasa dengan malaria
serebral tidak memperlihatkan adanya oedem serebral. Namun pada anak
– anak afrika, frekuensi oedem serebral lebih banyak terjadi, meskipun
tidak secara konsisten ditemukan.
Disebutkan pula, pembukaan tekanan lumbal pungsi pada pasien
dewasa biasanya normal, namun meningkat > 80% pada anak dengan
malaria serebral. Peningkatan tekanan intrakranial sebagian disebabkan
oleh penyerapan eritrosit berparasit oleh otak.

Gambar 3. Platelet dan mikropartikel merupakan elemen patogenik pada


malaria serebral13
Selama fase akut malaria serebral, terlihat adanya peningkatan level
mikropartikel endotelial dalam plasma dari pasien mencerminkan aktivasi
endotel secara luas dan atau terjadi perubahan, disebabkan karena
peningkatan level TNF (Tumour Necrosis Factor). Secara in vitro, platelet
dapat memperkuat ikatan antara erirosit berparasit (PRBC) dengan sel endotel
dan menyebabkan molekul adhesi baru antara 2 tipe sel. Juga, platelet mampu
menginduksi perubahan PRBC monolayer endotel, terutama dengan
meningkatkan permeabilitas dan mempromosikan apoptosis.13

MANIFESTASI KLINIS
Malaria secara klinis ditandai dengan serangan demam paroksismal dan
periodik, disertai anemia, pembesaran limpa dan kadang-kadang dengan
komplikasi pernisiosa seperti ikterik, diare, black water fever, acutetubular
necrosis, dan malaria cerebral.
Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis yang
berbeda bentuk demamnya, yaitu :
1) Plasmodium vivax, secara klinis dikenal sebagai Malaria tertiana disebabkan
serangan demamnya yang timbul setiap 3 hari sekali.
2) Plasmodium malaria, secara klinis juga dikenal juga sebagai Malaria Quartana
karena serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali.
3) Plasmodium ovale, secara klinis dikenal juga sebagai Malaria Ovale dengan pola
demam tidak khas setiap 2-1 hari sekali.
4) Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai Malaria tropicana atau
Malaria tertiana maligna sebab serangan demamnya yang biasanya timbul setiap 3
hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh jenis
plasmodium lainnya.
Malaria cerebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium
falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang
yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak
secepatnya ditangani.
Gambaran klinis pada malaria cerebral ditandai dengan:
1) Fase Prodormal: Penderita mengeluh sakit pinggang, mialgia, demam yang
hilang timbul serta kadang-kadang menggigil, dan sakit kepala
2) Fase akut: gejala yang timbul menjadi bertambah berat dengan timbulnya
komplikasi seperti sakit kepala yang sangat hebat, mual, muntah, diare, batuk
berdarah, gangguan kesadaran (Penurunan kesadaran dalam berbagai tingkat antara
lain delirium, gelisah, apatis, koma), kejang, hemiplegi dan dapat berakhir dengan
kematian. Pada fase akut ini dalam pemeriksaan fisik akan ditemukan cornea mata
divergen, anemia, ikterik, purpura, akan tetapi tidak ditemukan adanya tanda
rangsang meningeal.(9)

2.4 PENEGAKKAN DIAGNOSIS


Penegakkan diagnosis malaria serebral adalah ditemukannya :
a. Gejala klinik: trias malaria (demam, menggigil dan berkeringat), sakit
kepala, gangguan mental, nyeri tengkuk, kaku otot dan kejang umum.
b. Pemeriksaan fisik:
1) Sering dijumpai splenomegali dan hepatomegali.
2) Gangguan kesadaran atau koma (biasanya 24 – 72 jam)  dewasa
GCS < 11 dan anak Blantyre coma score < 3.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pada pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis dijumpai bentuk
aseksual dari Plasmodium falciparum.
2) Tidak ditemukan infeksi lain.
3) Hipoglikemi, hiponatremi, hipofosfatemi, pleositosis sampai 80
sel/mikron3, limfosit sampai 15 sel/mikron3.
4) Analisa cairan serebrospinal  adanya peningkatan limfosit > 15/ul.
5) CT dan MRI  edema serebral.

Gejala Klinis
Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa
dibangunkan, bila dinilai dengan GCS (Glasgow Coma Scale) ialah di bawah 7 atau
equal dengan keadaan klinis soporous. Sebagian penderita terjadi gangguan
kesadaran yang lebih ringan seperti apatis, somnolen, delirium, dan perubahan
tingkah laku (penderita tidak mau bicara). Dalam praktek keadaan ini harus
ditangani sebagai malaria serebral setelah penyebab lain dapat disingkirkan.
Penurunan kesadaran menetap unuk waktu lebih dari 30 menit, tidak sementara
panas atau hipoglikemi membantu meyakinkan keadaan malaria serebral. Kejang,
kaku kuduk dan hemiparese dapat terjadi walaupun cukup jarang. Pada
pemeriksaan neirologi reaksi mata divergen, pupil ukuran normal dan reaktif,
funduskopi normal atau dapat terjai pendarahan. Papiledema jarang reflek kornea
normal pada orang dewasa, sedangkan pada anal reflek dapat hilang. Reflek
abdomen dan kremaster normal, sedang babinsky abnormal pad 50% penderita.
Pada keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi (lengan fleksi dan
tungkai ekstensi), decerebrasi (lengan dan tungkai ekstensi), opitotonus, deviasi
mata keatas dan lateral. Keadaan ini sering disrtai dengan hiperventilasi. Lama
koma pada orang dewasa dapat 2-3 hari, sedang pada anak satu hari.1
Biasanya gejala-gejala neurologi timbul pada minggu kedua atau ketiga
infeksi, tapi gejala-gejala tersebut bisa menjadi tanda-tanda manifestasi. Anak-anak
di daerah endemik satu dari banyak kemunginan terjangkit malaria serebral. Di
antara orang dewasa, hanya ibu hamil, dan individual dengam imunitas rendah yang
tidak di ikuti dengan medikasi prophylactic yang dapat menimbulkan penyakit pada
CNS. Pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk menemukan anemia dan
parasit pada sel darah merah. Tekanan CSF bisa naik dan terkadang berisi beberapa
sel darah putih ndan kandungan glukosa.3

Diagnosis Klinis
Diagnosis malaria serebral secara umum ditegakkan seperti diagnosis
penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Diagnosis dini dan pegobatan cepat merupakan salah satu sasaran perbaikan strategi
pemberantasan malaria.5
1. Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
 Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
 Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik
malaria.
 Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
 Riwayat sakit malaria.
 Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
 Riwayat mendapat transfusi darah.
2. Pemeriksaaan Fisik :
 Demam (T = 37,5°C).
 Konjungtiva atau telapak tangan pucat.
 Pembesaran limpa (splenomegali).
 Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:
 Temperatur rektal = 40°C.
 Nadi cepat dan lemah/kecil.
 Tekanan darah sistolik <70mmHg.
 Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per
menit pada balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit.
 Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.
 Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
 Tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir
kering, produksi air seni berkurang.
 Tanda-tanda anemia berat: konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah
pucat.
 Terlihat mata kuning atau ikterik.
 Adanya ronkhi pada kedua paru.
 Pembesaran limpa dan atau hepar.
 Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.
 Gejala neurologi: kaku kuduk, reflek patologis.
Gejala paling dini dari malaria serebral pada anak-anak umumnya adalah
demam (37,5°C sampai 41°C) selanjutnya tidak bisa makan atau minum. Sering
mengalami rasa mual dan batuk, jarang diare. Riwayat gejala yang mendahului koma
dapat sangat singkat, umumnya 1-2 hari. Anak-anak yang sering kehilangan
kesadaran setelah demam harus diperkirakan mengalami malaria serebral, terutama
. Onset koma dapat bertahap setelah stadium inisial konfusi atau mendadak
setelah serangan pertama. Tetapi, ketidak sadaran post iktal jarang menetap setelah
lebih dari 30-60 menit. Bila penyebab ketidaksadaran masih ragu-ragu, maka
penyebab ensefalopati lain yang lazim ditempat itu, seperti meningoensefalitis viral
atau bakterial harus disingkirkan.6
Manifestasi neurologis (1 atau beberapa manifestasi) berikut ini dapat
ditemukan:11
1. Ensefalopati difus simetris
2. Kejang umum atau fokal
3. Tonus otot dapat meningkat atau turun
4. Refleks tendon bervariasi
5. Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi
6. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah)
7. Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul
8. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity
9. Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada
10. Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi
spasme sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina serta papil udem
kadang terlihat
11. Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign) meningitis,
Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya meningitis harus
disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP)
12. Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering naik
ringan
Meskipun manifestasi klinis malaria serebral sangat beragam, namun
hanya terdapat 3 gejala terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu:9
1. Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik
2. Kejang umum dan sekuel neurologic
3. koma menetap selama 24 – 72 jam, mula-mula dapat dibangunkan,
kmudian tak dapat dibangukan
Dalamnya koma dapat dinilai sesuai dengan skala koma Glasgow atau
modifikasi khusus pada anak yaitu skala koma Blantyre, melalui pengamatan
terhadap respon rangsangan bunyi atau rasa nyeri yang standar, ketukan (knuckle)
niga pada dada anak dan jika tidak ada respon lakukan tekanan kuat pada kuku ibu
jari dengan pensil pada posisi mendatar. Selalu singkirkan dan atasi kemungkinan
hipoglikemia. Skala koma dapat digunakan berulang kali untuk menilai ada
kemajuan atau kemunduran. 8

Diagnosis malaria serebral ditegakkan berdasarkan (Zulkarnain dkk, 2009) :


1. Penderita berāsal dari daerah endemis atau berada di daerah endemis
malaria.
2. Demam atau riwayat demam yang tinggi.
3. Adanya manifestasi serebral berupa penurunan kesadaran dengan atau tanpa
gejala neurologis lain, sedangkan kemungkinan penyebab lain telah
disingkirkan.
4. Ditemukannya parasit malaria dalam sediaan darah tepi.
5. Tidak ditemukannya kelainan cairan serebrospinal yang berarti;
Nonne/Pandee positif/lemah, dan adanya hipoglikemi ringan.

Pada pemeriksaan neurologik reaksi mata divergen, pupil ukuran normal dan
reaktif, funduskopi normal atau dapat terjadi perdarahan. Papiledema jarang refleks
kornea normal pada orang dewasa. Lama koma pada orang dewasa dapat 2-3 hari
sedangkan pada anak satu hari. Pada pemeriksaan CT Scan biasanya normal,
adanya edema serebri hanya dijumpai pada kasus-kasus agonal.
Penurunan kesadaran dan parasitemia merupakan hal yang patognomonis
dalam diagnosa malaria cerebral. Meskipun demikian, kemungkinan penyebab lain
penurunan kesadaran harus disingkirkan. Ada empat pemeriksaan yang sering
digunakan dalam diagnosa penurunan kesadaran yaitu (Rooper, 1999) :
1. Analisa kimia / toksikologi darah dan urine;
2. CT scanning / MRI , edem cerebri
3. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG)
4. Pemeriksaan cairan serebrospinal,
Dengan lumbal pungsi dijumpai cairan serebrospinal jernih, menetes sedang,
none positif, pandy positif dan kadar gula menurun.7 Pada CT Scan, dapat
dijumpai edema otak atau serebri.2,7,9
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Mikroskopis : Pemeriksaan sediaan darah tebal dan
hapusan darah tipis dapat ditemukan parasit plasmodium. Pemeriksaan
ini dapat menghitung jumlah parasit dan identifikasi jenis parasit.
Pemeriksaan sediaan darah apus tebal dan tipis dengan pewarnaan
Giemsa adalah metode utama untuk mendiagnosis malaria.2,8 Sediaan
tebal lebih peka untuk mendeteksi parasite, tetapi sediaan tipis
diperlukan untuk mengidentifikasi Plasmodium dan memungkinkan
memperkirakan derajat parasitemia pada darah tepi.1,2,5,8 Plasmodium
falciparum dapat dibedakan dengan ketiga plasmodium lain dengan
parasitemia yang melebihi 2-5% dari sel darah merah. Gambaran yang
ditemukan khusus pada P. Falciparum adalah parasite berbentuk cincin,
dengan dua titik kromatin da nada pada semua usia sel darah merah.
Gametosit yang berbentuk pisang adalah patognomonik dari malaria
falsiparum.

b. QBC ( semi quantitative buffy coat) : Prinsip dasar: tes fluoresensi yaitu
adanya protein plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan
mengidentifikasikan eritrosit terinfeksi plasmodium. Tes QBC cepat
tapi tidak dapat membedakan jenis plasmodium dan hitung parasit.
c. Rapid Manual Test : Cara mendeteksi antigen P. Falsiparum dengan
menggunakan dipstick. Hasilnya segera diketahui dalam 10 menit.
Sensitifitasnya 73,3 % dan spesifitasnya 82,5 %.
d. PCR (Polymerase Chain Reaction) : Pemeriksaan biomolekuler
digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit plasmodium dalam
darah. Amat efektif untuk mendeteksi jenis plasmodium penderita
walaupun parasitemia rendah.

Penatalaksanaan
A. Pemberian obat anti malaria1,8,9,13,14
Diperlukan obat yang daya bunuh parasite secara cepat dan bertahan
cukup lama di darah untuk segera menurunkan derajat parasitemi. Oleh karena
itu dipilih pemakaian obat parenteral (intravena / per infus / intramuskuler) yang
efeknya cepat dan kurang menyebabkan resistensi.
1. Derivat Artemisin
a. Artemeter
Dalam larutan minyak dan diberikan i.m, memberikan
respon cukup baik yang tidak berbeda jauh dengan kina; kurang
menyebabkan hipoglikemi. Dosis : 3.2mg/kgbb i.m dosis
loading dibagi 2 dosis (tiap 12 jam), diikuti 1.6mg/kgbb/24 jam
selama 4 hari. Artemeter i.m mempercepat hilangnya parasite
tetapi memperpanjang masa koma dan tidak berbeda
mortalitasnya dengan pengobatan kina.
b. Artemisin
Bentuknya suppositoria (yang lain : artesunat,
dihidroartemisin) yang dapat dipakai sebagai obat anti malaria
berat khususnya pada anak – anak, kasus muntah – muntah atau
keadaan lain yang tidak memungkinkan pemberian parenteral.
Artesunat suppositoria sama efektifnya dengan pengobatan
parenteral.
2. Kina (kina HCl / Kinin Antipirin)
Kina sangat efektif untuk semua jenis plasmodium dan efektif
sebagai skizontosida maupun gametosida. Dipilih sebagai obat utama
untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap P.falciparum
yang resisten terhadap klorokuin, dapat diberikan dengan cepat per
infuse (i.v) dan cukup aman.
Cara pemberian dan dosis :
a. Dosis loading 20mg/kgbb kina HCl dalam 100 – 200 ml
Dextrose 5% (atau NaCl 0,9%) selama 4 jam, dilanjutkan
10mg/kgbb dalam 200ml dextrose 5% dalam 4 jam, selanjutnya
dosis sama tiap 8 jam. Bila sudah sadar, diberikan peroral
dengan dosis 3x10mg/kgbb tiap 8 jam selama 7 hari dihitung
dari hari pertama pemberian parenteral. Dosis loading tidak
dianjurkan untuk penderita yang telah mendapatkan kina atau
meflkuin 24 jam sebelumnya, pada usia lanjut, dan bila EKG
dijumpai pemanjangan !-Tc interval atau aritmia.
b. Dosis tetap 10mg/kgbb
c. Dapat diberikan intramuskuler bila tidak mungkin melalui infus.
Dosis loading 20mg/kgbb terbagi di 2 tempat suntikan, diikuti
dengan 10mg/kgbb tiap 8 jam sampai penderita dapat minum
peroral.

B. Pemberian cairan dan nutrisi


Pemberian cairan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan malaria berat. Pemberian cairan yang tidak adekuat (kurang)
akan menyebabkan timbulnya nekrosis tubuler akut. Sebaliknya pemberian
cairan yang berlebihan dapat menyebabkan edema paru.13
Sebagian penderita malaria berat sudah mengalami sakit beberapa
hari lmanya sehingga mungkin intake sdah berkurang, penderita juga sering
muntah – muntah, dan bil ademam tinggi akan memperbaerat keadaan
dehidrasi. Pemberian cairan hendaknya diperhitungkan lebih tepat,
misalnya : cairan maintenance diperhitungkan berdasar berat badam, untuk
30 ml/kgbb; dehidrasi ringan ditambah10%, dehidrasi sedang ditambah
20% dan dehidrasi berat ditambah 30%. Setiap kenaikan suhu 10oC
ditambah 10%.13
Monitoring pemberian cairan lebih akurat bila terpasang CVP line
yang tidak selalu dapat dikalukan di fasilitas kesehatan tingkat
puskesmas/RS kabupaten. Pemberian cairan dibatasi 1500/24 jam untuk
menghindari edema paru; yang sering dpakai ialah Dextrose 5% untuk
menghindari hipoglikemi khususnya pada pemberian kina. Bila kadar
elektrolit (natrium) dapat diukur, dipertimbangkan pemberian NaCl.13
C. Penanganan kerusakan/gangguan fungsi organ13
Tindakan / pengobatan tambahan pada malaria serebral
Kejang merupakan salah satu komplikasi malaria serebral. Penanganan /
pencegahan kejang penting untuk menghindari aspirasi.
Caranya dapat dipilih di bawah ini :
 Diazepam : i.v. 10 mg; atau intra-rektal 0,5-1,0 mg/kgbb
 Paraldehid : 0,1 mg/kgbb
 Klormetizol (bila kejang berulang) dipakai 0,8% larutan infus
sampai kejang hilang
 Fenitoin : 5 mg/kgbb i.v. diberikan selama 20 menit
 Fenobarbital : diberikan 3,5 mg/kgbb (untuk umur di atas 6 tahun)
mengurangi resiko konvulsi.

Hijau merah
Penatalaksanaan
Pengobatan Malaria Berat secara garis besar terdiri atas tiga komponen :
Pengobatan suportif (perawatan umum dan pengobatan simtomatis)
 Menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa.
Karena pada malaria terjadi gangguan hidrasi, maka sangat penting
mengatasi keadaan hipovolemi ini. Selain cairan perlu diperhatikan
oksigenisasi dengan memperlihatkan tekanan O2, lancarkan saluran nafas
dan kalau perlu dengan ventilasi bantu.
 Bila suhu 40oC (hipertermia ) : a.kompres dingin intensif. b.pemberian
antipiretik untuk mencegah hipertermia,parasetamol 15mg/kgBB/kali
diberikan setiap 4 jam.
 Bila anemia diberikan transfusi darah, yaitu bila Hb<5g/dl atau hematokrit
<15%. Pada keadaan asidosis perbaikan anemi merupakan tindakan yang
utama sebelum pemberian koreksi bikarbonat.
 Kejang diberi diazepam 10-20mg intravena diberikan secara perlahan,
phenobarbital 100mg um/kali (dewasa) di berikan 2 kali sehari.

Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria :


Artemisin
Golongan artemisin merupakan pilihan pertama untuk pengobatan malaria
berat mengingat keberhasilan selama ini dan mulai didapatkannya kasus-kasus
malaria oleh Plasmodium falciparum yang resisten terhadap maupun kuinin.
Golongan artemisin yang di pakai untuk pengobatan malaria berat antara lain:
 Artemeter di berikan dengan dosis 3,2 mg/kgbb/hari im pada hari pertama,
kemudian dilanjutkan dengan 1,6mg/kgbb/hari (biasanya diberikan dengan
dosis 160mg dianjurkan dengan dosis 80mg) sampai 4 hari (penderita dapat
minum obat),kemudian dilanjutkan dengan obat kombinasi peroral.
 Artesunate diberikan dengan dosis 2,4mg/bb/hari iv pada waktu masuk
(time = 0),kemudian pada jam ke 12 dan jam ke 24,selanjutnya tiap hari
sekali sampai penderita dapat minum obat dilanjutkan dengan obat oral
kombinasi.
Bentuk puder, dikemas dengan pelarutnya, diberikan secara i.v/i.m (sama
adekuat); menurunkan mortalitas 34.7% secara absolute dibandingkan kina
(mortalitas quinine 22% dan mortalitas artesunate 15%), efek hipoglikemi
yang kurang dan efek kardiotoksik yang minimal. Dosis : 2.4mg/kgbb,
diberikan setiap 12 jam sampai penderita sadar atau membaik. Bila sadar
diganti menjadi oral dengan dosis : 2mg/kgbb sampai hari ke 7. Untuk
mencegah rekrudensi digunakan klindamisin 2x150mg/hari selama 7 hari.

 Kuinin HCL 25% 500mg(dihitung BB rata-rata 50kg)di larutkan dalam


500cc dekstrose 5% atau dextrose dalam larutan salin diberikan slama 8
jam, atau pemberian infus pada cairan tersebut diberikan selama 4 jam
kemudian diulang dengan cairan yang sama terus menerus sampai
penderita dapat minum obat dan dilanjutkan dengan pemberian Kuinin
peroral dengan dosis 3 kali sehari 10mg/kgBB/ (3x600mg)dengan total
pemberian kuinin keseluruhannya selama 7 hari. Dosis loading ini tidak di
anjurkan pada penderita yang telah mendapatkan pengobatan kuinin atau
meflokuin dalam 24 Jam sebelumnya, penderita usia lanjut atau penderita
dengan Q-Tc interval/aritmia pada EKG.

Klorokuin
Klorokuin kini jarang digunakan untuk malaria berat karena banyak yang
telah resisten. Klorokuin diberikan bila masih sensitif atau pada kasus demam
dengan kencing hitam atau pada penderita yang hipersensitif terhadap kina.
Klorokuin dapat diberikan dengan :
 Dosis loading 10 mg/kgbb dilarutkan dalam 500 ml NaCl 0,9% diberikan
dalam 8 jam kemudian dilanjut dengan dosis 5 mg/kgbb per infus selama 8
jam dan sebanyak 3 kali (dosis total 25 mg/kgbb selama 32 jam).
 Bila secara intravena tidak memungkinkan, dapat diberikan secara
intramuskuler atau subkutan dengan cara: 3,5 mg/kgbb klorokuin basa
dengan interval setiap 6 jam, atau 2,5 mg/kgbb klorokuin basa dengan
interval setiap 4 jam.

Klorokuin
Masih efektif terhadap P.falciparum. Keuntungannya tidak
menyebabkan hipoglikemi dan tidak mengganggu kehamilan. Dengan
meluasnya resistensi terhadap klorokuin, obat ini sudah jarang dipakai
untuk pengobatan malaria berat.
Dosis loading : klorokuin 10mg basa/kgbb dilarutkan 500 ml
cairan isotonis diberikan dalam 8 jam dan dilanjutkan dengan dosis 5
mg basa/kgbb per infus selama 8 jam diulang 3 kali (dosis total
25mg/kgbb selama 32 jam)
Bila cara i.v per infus tidak mungkin, diberikan secara intra muskuler
atau sub-kutan dengan cara :
 3,5 mg/kgbb klorokuin basa tiap 6 jam interval atau
 2,5 mg/kgbb klorokuin basa tiap 4 jam
Bila penderita sudah dapat minum obat pengobatan parenteral segera
diberikan; biasanya setelah 2x pemberian parenteral.

kinidin
Merupakan isomer dari kina yang cukup aman dan efektif sebagai
anti malaria dengan dosis loading 15 mg basa/kgbb dilarutkan dalam
250 ml cairan isotonis dalam 4 jam, diteruskan 7.5 mg basa/kgbb
dalam 4 jam, tiap 8 jam, dilanjutkan peroral setelah sadar. Dengan
catatan, klinidin efektif bila sudah resisten terhadap kina, tetapi lebih
toksik daripada kina dan menimbulkan hipoglikemi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemberian kina :
 Kina tidak diberikan intravena (i.v) bolus karena efek toksik
pada jantung dan saraf. Jika harus diberikan i.v caranya
diencerkan dengan 30 – 50 ml cairan isotonus dan diberikan i.v
lambat (dengan pompa infus) selama 30 menit.
 Pemberian Kina dapat diikuti dengan hipoglikemi karenanya
perlu diperiksa gula darah / 8jam.
 Bila pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, dan
atau penderita dengan gangguan fungsi ginjal dosis dapat
diturunkan setengahnya (30 – 50%)
Pemberian dosis loading memerlukan pengamatan

Exchange transfusion (transfusi ganti)2,3,12,13


Tindakan transfusi ganti dapat menurunkan secara cepat pada keadaan
parasitemia. Pada malaria berat tindakan transfusi ganti berguna untuk :
mengeluarkan eritrosit yang berparasit, menurunkan kadar toksit hasil parasite dan
metabolismenya (sitokin & radikal bebas). Sebagai pengobatan alternatif untuk
kegawatdaruratan, transfusi ganti menurunkan beban parasite secara cepat dan
efektif, menghilangkan substansi yang beracun, mengurangi endapan pada
mikrosirkulasi, dan meningkatkan kapasitas membawa oksigen pada darah.
Parasitemia >30% tanpa komplikasi berat
- Parasitemia >10% disertai komplikasi berat (malaria serebral, gagal ginjal
akut, edema paru/ARDS, ikterik (bilirubin >25 mg/dl) dan anemia berat.
- Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan selama 12-24 jam pemberian
kemoterapi anti malaria yang optimal, atau didapatkan skizon matang dalam
sediaan darah perifer.
Adanya kemajuan secara klinis setelah transfusi ganti sel darah merah. Hitung
parasite menurun menjadi <5% setelah 1 kali penggantian. Dengan hasil yang
sangat rendah, penderita tidak perlu penggantian kembali, yang kemudian
diberikan obat anti malaria secara oral selama 5 – 7 hari. Setelah itu penderita
mencapai sembuh total, dengan sistem saraf yang normal. 1 volume transfusi
ganti adekuat untuk mengurangi jumlah sel yang terinfeksi 80% sampai 90%.2
Keuntungan dari transfusi ganti untuk anak – anak adalah2,12,13:
1. Menurunkan sel berparasit dengan cepat
2. Menurunkan resiko dari malaria serebral dan gagal ginjal
3. Memperbaiki ciri rheologis dengan transfusi sel darah merah dan
memperbaiki kapasitas pembawa oksigen

Pengobatan komplikasi
 Gagal ginjal akut.
Hemodialisis atau hemofiltrasi dilakukan sesuai dengan indikasi
umumnya. Dialisis dini akan memperpbaiki prognosis.
 Hipoglikemia (gula darah <50mg/dl)
Pada penderita dilakukan pemeriksaan darah tiap 4-6 jam. Bila
terjadi hipoglikemi, berikan suntik 50 ml dextrosa 40%i.v, dilanjutkan
dengan infus dextrosa 10% dan gula darah tetap dipantau tiap 4-6 jam.
Monitor gula darah juga dilakukan pada penderita dengan
pengobattankuinin/kuinidin.
Posisikan pasien pada posisi setengah duduk 45o, berikan oksigen,
berikan diuretik, hentikan pemberian cairan intravena, lakukan intubasi,
berikan tekanan akhir ekspirasi positif atau tekanan udara positif kontinu
hipoksemia mengancam jiwa.

 Koma
Jaga jalan nafas, singkirkan penyebab lain dari koma (hipoglikemi,
meningitis bakteri), hindari pemakaian kortikosteroid, heparin dan
adrenalin.
 Syok
Suspek septikemia, pemeriksaan kultur darah, antimikroba
parenteral, atasi gangguan hemodinamik.
Penanganan Komplikasi
Malaria Serebral
Perawatan pasien tidak sadar meliputi :
a. Buat grafik suhu, nadi, dan pernafasan secara akurat
b. Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi
yang sering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya diganti
setiap 2-3 hari
c. Pasang kateter urethra dengan drainase/kantong tertutup. Pemasangan
kateter dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.
d. Pasang gastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah
aspirasi pneumonia
e. Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus
kornea yang dapat terjadi karena tidak adanya reflek mengedip pada
pasien tidak sadar.
f. Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis
karena kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar.
g. Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus
dan hipostatik pneumonia
h. Hal-hal yang perlu dimonitor:
- Tensi, nadi, suhu, dan pernafasan setiap 30 menit
- Pemeriksaan derajat kesadaran setiap 6 jam
- Hitung parasit setiap 6 jam
- Ht dan atau Hb setiap hari, bilirubin dan kreatinin pada hari ke 1 dan
3
- Gula darah setiap 6 jam
- Pemeriksaan lain sesuai indikasi (misal Ureum,creatinin, dan kalium
darah pada komplikasi gagal ginjal)
Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Biasanya ditujukan
kepada orang yang berpergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak
terlalu lama. Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium
falciparum terhadap klorokuin, maka tidak digunakan klorokuin sebagai
kemoprofilaksis, oleh sebab itu doksisiklin menjadi pilihan, diminum satu hari
sebelum keberangkatan dengan dosis 2 mg/kgbb setiap hari selama tidak lebih dari
12 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu
hamil.5

2.5 PENATALAKSANAAN
Terapi yang diberikan untuk pasien malaria serebrum karena infeksi
Plasmodium falciparum berdasarkan pada terapi ACT (Artemisin
Combination Therapy) (WHO, 2010)
a. Pengobatan Lini – 1
Tabel 1. Terapi ACT Lini - 1

Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur

Ha 1–4 10 – > 15
0- 1 2 – 11 5–9
ri Dosis tunggal tahu 14 Tahu
bulan bulan tahun
n tahun n

Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4

1 Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Primakuin -- -- ¾ 1½ 2 2–3

Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
2
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
3
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Setelah pemberian Lini – 1, kemudian dipantau dari hari pertama


pemberian sampai hari ke 28. Dikatakan gagal pengobatan Lini – 1, bila
dalam 28 hari setelah pemberian obat:
1) Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif atau
2) Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang
atau timbul kembali.
b. Pengobatan Lini – 2
Tabel 2. Terapi ACT Lini - 2

Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur


Ha
0 – 11 1–4 5–9 10 – 14 > 15
ri Dosis tunggal
Bulan tahun tahun Tahun Tahun

3 x 10
Kina mg/kg 3x½ 3x1 3 x 1½ 3 x (2-3)
BB
1
Doksisiklin -- -- -- 2 x 50mg 2 x 100mg

Primakuin -- ¾ 1½ 2 2–3

3 x 10

2– Kina mg/kg 3x½ 3x1 3 x 1½ 3x2

3 BB

Doksisiklin -- -- -- 2 x 50mg 2 x 100mg

4x4
Dosis Tetrasiklin -- -- -- 4 x 250 mg
mg/kg BB

2 x 10 2 x 10
Dosis Clindamycin -- -- --
mg/kg BB mg/kg BB

2.6 PENCEGAHAN
a. Pemberian obat anti malaria secara teratur untuk mencegah komplikasi
malaria dan anemia.
b. Vaksinasi malaria, saat ini sedang dalam proses pengembangan namun
beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang menjanjikan (Milner et
al., n.d.).
c. Penanganan segera dan kombinasi pengobatan antimalaria yang adekuat
(WHO, 2010)
d. Penegakan diagnosis secara dini (WHO et al., 2001)
2.7 KOMPLIKASI
a. Kecacatan
b. Defisit neurologis, misalnya kelemahan, paralisis flaccid, kebutan,
gangguan bicara dan epilepsi (WHO et al., 2001)
c. Kematian (WHO, 2010)
2.8 PROGNOSIS
Tergantung pada (Zulkarnain dan setiawan, 2007; Harijanto, 2007):
a. Kecepatan/ ketepatan diagnosis dan pengobatan
Makin cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dan pengobatannya
akan memperbaiki prognosisnya serta memperkecil angka kematiannya.
Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitasnya sekitar
4% sampai 46%.
b. Kegagalan fungsi organ
Semakin sedikit bagian vital yang terganggu dan mengalami kegagalan
dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya. Prognosis malaria
berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada kegagalan
2 fungsi organ. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah >
50 %. Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah >
75 %.5 pink
c. Kepadatan parasit
Pada pemeriksaan hitung parasit (parasite count) semakin padat/ banyak
jumlah parasitnya yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya,
terlebih lagi bila didapatkan bentuk skizon dalam pemeriksaan darah
tepinya.
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat
yaitu:
- Kepadatan parasit < 100.000 u/L, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000 u/L, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000 u/L, maka mortalitas > 50 %
d. Kadar laktat pada CSS (cairan serebro-spinal)
Pada malaria serebral kadar laktat pada CSS meningkat, yaitu >2,2
mmol/l. Bila kadar laktat >6 mmol/l memiliki prognosa yang fatal.
II.10 Pencegahan
Pencegahan terjadinya malaria serebral adalah dengan mencegah
terjadinya malaria itu sendiri. Untuk mencegah malaria, dilakukan tindakan
sebagai berikut14 :
1. Mengurangi pengandung gametosit yang merupakan sumber infeksi
(reservoir)
Dengan jalan mengobati penderita malaria akut dengan obat yang efektif
terhadap fase awal dari siklus eritrosit aseksual sehingga gametosit tidak
sempat terbentuk di dalam darah penderita.
2. Memberantas nyamuk sebagai vector malaria
Menghilangkan tempat – tempat perindukan nyamuk
 Singkirkan tumbuhan air yang menghalangi saliran air
Melancarkan aliran saluran air
Menimbun lubang – lubang yang mengandung air
Membunuh larva atau jentik
 Menggunakan solar atau oli yang dituangkan ke air (cara sederhana)
Memakai insektisida
Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk (ikan kepala timah)
Memelihara crustacea kecil pemangsa jentik (Genus Mesocyclops)
Memanfaatkan bakteri Bacillus thuringiensis
Membunuh nyamuk dewasa
 Menggunakan insektisida, dengan cara disemprotkan
3. Melindungi orang yang rentan dan beresiko terinfeksi malaria
a. Mencegah gigitan nyamuk
Dengan memasang kasa pada pintu, jendela, dan lubang angin; memakai
repellent; memasang kelambu pada tempat tidur.
b. Memberikan obat – obat untuk mencegah penularan malaria

Anda mungkin juga menyukai