Bab 2 Referat Leptomening
Bab 2 Referat Leptomening
Bab 2 Referat Leptomening
MALARIA SEREBRAL
A Definisi
Malaria serebral merupakan akut ensefalopati yang memenuhi 3 kriteria,
yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan atau koma yang menetap > 30 menit
setelah kejang (GCS < 11, Blantyre coma scale < 3) disertai adanya Plasmodium
falciparum yang ditunjukkan dengan hapusan darah dan penyebab lain dari akut
ensefalopati telah disingkirkan.6
B. Etiologi
Malaria cerebral terjadi akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di otak
karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah. Penyebab
infeksi malaria ialah Plasmodium yang pada manusia menginfeksi eritrosit dan
mengalami perkembangan aseksual di hati dan eritrosit. Plasmodium yang sering
dijumpai adalah Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae, Plasmodium ovale.. Plasmodium falciparum adalah yang paling
berbahaya dari 4 spesies dan dapat menyebabkan malaria serebral. Siklus hidup
semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama, yaitu terdiri dari siklus
seksual yang berlangsung pada nyamuk Anopheles dan siklus aseksual yang
berlangsung pada manusia. 4
C. Epidemiologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon
imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan dapat
meningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi
seseorang terinfeksi malaria adalah8:
D. Faktor Risiko
Faktor predisposisi terjadinya malaria berat7 :
1. Anak-anak usia balita
2. Wanita hamil
3. Penderita dengan daya tahan tubuh rendah
4. Orang yang belum pernah tinggal di daerah malaria
C. Patofisiologi Malaria
Infeksi parasit malaria pada manusia dimulai bila nyamuk anopheles betina
menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh
darah dimana sebagian besar dalam waktu beberapa menit akan menuju ke hati dan
sebagian kecil sisanya akan mati dalam darah. Didalam sel parenkim hati, mulailah
perkembangan aseksual (intrahepatic schizogony). Perkembangan ini memerlukan
waktu 5,5 hari untuk plasmodium falciparum dan waktu 15 hari untuk plasmodium
malariae. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian parasit dalam sel hati membentuk
hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan
menyebabkan relaps pada malaria.9,10
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan
masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P. vivax, reseptor ini akan
berhubungan dengan faktor antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan
individu dengan golongan darah Duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax.
Reseptor untuk P. falciparum diduga suatu glycophorins, sedangkan pada
P.malariae dan P.ovale belum diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam, parasit
berubah menjadi bentuk cincin, pada P. falciparum berubah menjadi stereo-
headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya yang dikelilingi oleh
sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam membentuk
pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit
yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah lonjong. Pada P.
falciparum, dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang pada
nantinya penting dalam proses Cytoadherens dan rosetting.9
Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi sizont, dan
bila sizont pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit
yang lain. Siklus aseksual ini pada P.falciparum, P.vivax, dan P. ovale adalah 48
jam dan pada P. malariae adalah 72 jam.9
Didalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina,
bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam
tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi lebih
bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya akan
membentuk oocyt yang akan menjadi masak dan akan mengeluarkan sporozoit
yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia.9
MANIFESTASI KLINIS
Malaria secara klinis ditandai dengan serangan demam paroksismal dan
periodik, disertai anemia, pembesaran limpa dan kadang-kadang dengan
komplikasi pernisiosa seperti ikterik, diare, black water fever, acutetubular
necrosis, dan malaria cerebral.
Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis yang
berbeda bentuk demamnya, yaitu :
1) Plasmodium vivax, secara klinis dikenal sebagai Malaria tertiana disebabkan
serangan demamnya yang timbul setiap 3 hari sekali.
2) Plasmodium malaria, secara klinis juga dikenal juga sebagai Malaria Quartana
karena serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali.
3) Plasmodium ovale, secara klinis dikenal juga sebagai Malaria Ovale dengan pola
demam tidak khas setiap 2-1 hari sekali.
4) Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai Malaria tropicana atau
Malaria tertiana maligna sebab serangan demamnya yang biasanya timbul setiap 3
hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh jenis
plasmodium lainnya.
Malaria cerebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium
falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang
yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak
secepatnya ditangani.
Gambaran klinis pada malaria cerebral ditandai dengan:
1) Fase Prodormal: Penderita mengeluh sakit pinggang, mialgia, demam yang
hilang timbul serta kadang-kadang menggigil, dan sakit kepala
2) Fase akut: gejala yang timbul menjadi bertambah berat dengan timbulnya
komplikasi seperti sakit kepala yang sangat hebat, mual, muntah, diare, batuk
berdarah, gangguan kesadaran (Penurunan kesadaran dalam berbagai tingkat antara
lain delirium, gelisah, apatis, koma), kejang, hemiplegi dan dapat berakhir dengan
kematian. Pada fase akut ini dalam pemeriksaan fisik akan ditemukan cornea mata
divergen, anemia, ikterik, purpura, akan tetapi tidak ditemukan adanya tanda
rangsang meningeal.(9)
Gejala Klinis
Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa
dibangunkan, bila dinilai dengan GCS (Glasgow Coma Scale) ialah di bawah 7 atau
equal dengan keadaan klinis soporous. Sebagian penderita terjadi gangguan
kesadaran yang lebih ringan seperti apatis, somnolen, delirium, dan perubahan
tingkah laku (penderita tidak mau bicara). Dalam praktek keadaan ini harus
ditangani sebagai malaria serebral setelah penyebab lain dapat disingkirkan.
Penurunan kesadaran menetap unuk waktu lebih dari 30 menit, tidak sementara
panas atau hipoglikemi membantu meyakinkan keadaan malaria serebral. Kejang,
kaku kuduk dan hemiparese dapat terjadi walaupun cukup jarang. Pada
pemeriksaan neirologi reaksi mata divergen, pupil ukuran normal dan reaktif,
funduskopi normal atau dapat terjai pendarahan. Papiledema jarang reflek kornea
normal pada orang dewasa, sedangkan pada anal reflek dapat hilang. Reflek
abdomen dan kremaster normal, sedang babinsky abnormal pad 50% penderita.
Pada keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi (lengan fleksi dan
tungkai ekstensi), decerebrasi (lengan dan tungkai ekstensi), opitotonus, deviasi
mata keatas dan lateral. Keadaan ini sering disrtai dengan hiperventilasi. Lama
koma pada orang dewasa dapat 2-3 hari, sedang pada anak satu hari.1
Biasanya gejala-gejala neurologi timbul pada minggu kedua atau ketiga
infeksi, tapi gejala-gejala tersebut bisa menjadi tanda-tanda manifestasi. Anak-anak
di daerah endemik satu dari banyak kemunginan terjangkit malaria serebral. Di
antara orang dewasa, hanya ibu hamil, dan individual dengam imunitas rendah yang
tidak di ikuti dengan medikasi prophylactic yang dapat menimbulkan penyakit pada
CNS. Pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk menemukan anemia dan
parasit pada sel darah merah. Tekanan CSF bisa naik dan terkadang berisi beberapa
sel darah putih ndan kandungan glukosa.3
Diagnosis Klinis
Diagnosis malaria serebral secara umum ditegakkan seperti diagnosis
penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Diagnosis dini dan pegobatan cepat merupakan salah satu sasaran perbaikan strategi
pemberantasan malaria.5
1. Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik
malaria.
Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
Riwayat mendapat transfusi darah.
2. Pemeriksaaan Fisik :
Demam (T = 37,5°C).
Konjungtiva atau telapak tangan pucat.
Pembesaran limpa (splenomegali).
Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:
Temperatur rektal = 40°C.
Nadi cepat dan lemah/kecil.
Tekanan darah sistolik <70mmHg.
Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per
menit pada balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit.
Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.
Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
Tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir
kering, produksi air seni berkurang.
Tanda-tanda anemia berat: konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah
pucat.
Terlihat mata kuning atau ikterik.
Adanya ronkhi pada kedua paru.
Pembesaran limpa dan atau hepar.
Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.
Gejala neurologi: kaku kuduk, reflek patologis.
Gejala paling dini dari malaria serebral pada anak-anak umumnya adalah
demam (37,5°C sampai 41°C) selanjutnya tidak bisa makan atau minum. Sering
mengalami rasa mual dan batuk, jarang diare. Riwayat gejala yang mendahului koma
dapat sangat singkat, umumnya 1-2 hari. Anak-anak yang sering kehilangan
kesadaran setelah demam harus diperkirakan mengalami malaria serebral, terutama
. Onset koma dapat bertahap setelah stadium inisial konfusi atau mendadak
setelah serangan pertama. Tetapi, ketidak sadaran post iktal jarang menetap setelah
lebih dari 30-60 menit. Bila penyebab ketidaksadaran masih ragu-ragu, maka
penyebab ensefalopati lain yang lazim ditempat itu, seperti meningoensefalitis viral
atau bakterial harus disingkirkan.6
Manifestasi neurologis (1 atau beberapa manifestasi) berikut ini dapat
ditemukan:11
1. Ensefalopati difus simetris
2. Kejang umum atau fokal
3. Tonus otot dapat meningkat atau turun
4. Refleks tendon bervariasi
5. Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi
6. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah)
7. Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul
8. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity
9. Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada
10. Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi
spasme sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina serta papil udem
kadang terlihat
11. Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign) meningitis,
Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya meningitis harus
disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP)
12. Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering naik
ringan
Meskipun manifestasi klinis malaria serebral sangat beragam, namun
hanya terdapat 3 gejala terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu:9
1. Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik
2. Kejang umum dan sekuel neurologic
3. koma menetap selama 24 – 72 jam, mula-mula dapat dibangunkan,
kmudian tak dapat dibangukan
Dalamnya koma dapat dinilai sesuai dengan skala koma Glasgow atau
modifikasi khusus pada anak yaitu skala koma Blantyre, melalui pengamatan
terhadap respon rangsangan bunyi atau rasa nyeri yang standar, ketukan (knuckle)
niga pada dada anak dan jika tidak ada respon lakukan tekanan kuat pada kuku ibu
jari dengan pensil pada posisi mendatar. Selalu singkirkan dan atasi kemungkinan
hipoglikemia. Skala koma dapat digunakan berulang kali untuk menilai ada
kemajuan atau kemunduran. 8
Pada pemeriksaan neurologik reaksi mata divergen, pupil ukuran normal dan
reaktif, funduskopi normal atau dapat terjadi perdarahan. Papiledema jarang refleks
kornea normal pada orang dewasa. Lama koma pada orang dewasa dapat 2-3 hari
sedangkan pada anak satu hari. Pada pemeriksaan CT Scan biasanya normal,
adanya edema serebri hanya dijumpai pada kasus-kasus agonal.
Penurunan kesadaran dan parasitemia merupakan hal yang patognomonis
dalam diagnosa malaria cerebral. Meskipun demikian, kemungkinan penyebab lain
penurunan kesadaran harus disingkirkan. Ada empat pemeriksaan yang sering
digunakan dalam diagnosa penurunan kesadaran yaitu (Rooper, 1999) :
1. Analisa kimia / toksikologi darah dan urine;
2. CT scanning / MRI , edem cerebri
3. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG)
4. Pemeriksaan cairan serebrospinal,
Dengan lumbal pungsi dijumpai cairan serebrospinal jernih, menetes sedang,
none positif, pandy positif dan kadar gula menurun.7 Pada CT Scan, dapat
dijumpai edema otak atau serebri.2,7,9
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Mikroskopis : Pemeriksaan sediaan darah tebal dan
hapusan darah tipis dapat ditemukan parasit plasmodium. Pemeriksaan
ini dapat menghitung jumlah parasit dan identifikasi jenis parasit.
Pemeriksaan sediaan darah apus tebal dan tipis dengan pewarnaan
Giemsa adalah metode utama untuk mendiagnosis malaria.2,8 Sediaan
tebal lebih peka untuk mendeteksi parasite, tetapi sediaan tipis
diperlukan untuk mengidentifikasi Plasmodium dan memungkinkan
memperkirakan derajat parasitemia pada darah tepi.1,2,5,8 Plasmodium
falciparum dapat dibedakan dengan ketiga plasmodium lain dengan
parasitemia yang melebihi 2-5% dari sel darah merah. Gambaran yang
ditemukan khusus pada P. Falciparum adalah parasite berbentuk cincin,
dengan dua titik kromatin da nada pada semua usia sel darah merah.
Gametosit yang berbentuk pisang adalah patognomonik dari malaria
falsiparum.
b. QBC ( semi quantitative buffy coat) : Prinsip dasar: tes fluoresensi yaitu
adanya protein plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan
mengidentifikasikan eritrosit terinfeksi plasmodium. Tes QBC cepat
tapi tidak dapat membedakan jenis plasmodium dan hitung parasit.
c. Rapid Manual Test : Cara mendeteksi antigen P. Falsiparum dengan
menggunakan dipstick. Hasilnya segera diketahui dalam 10 menit.
Sensitifitasnya 73,3 % dan spesifitasnya 82,5 %.
d. PCR (Polymerase Chain Reaction) : Pemeriksaan biomolekuler
digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit plasmodium dalam
darah. Amat efektif untuk mendeteksi jenis plasmodium penderita
walaupun parasitemia rendah.
Penatalaksanaan
A. Pemberian obat anti malaria1,8,9,13,14
Diperlukan obat yang daya bunuh parasite secara cepat dan bertahan
cukup lama di darah untuk segera menurunkan derajat parasitemi. Oleh karena
itu dipilih pemakaian obat parenteral (intravena / per infus / intramuskuler) yang
efeknya cepat dan kurang menyebabkan resistensi.
1. Derivat Artemisin
a. Artemeter
Dalam larutan minyak dan diberikan i.m, memberikan
respon cukup baik yang tidak berbeda jauh dengan kina; kurang
menyebabkan hipoglikemi. Dosis : 3.2mg/kgbb i.m dosis
loading dibagi 2 dosis (tiap 12 jam), diikuti 1.6mg/kgbb/24 jam
selama 4 hari. Artemeter i.m mempercepat hilangnya parasite
tetapi memperpanjang masa koma dan tidak berbeda
mortalitasnya dengan pengobatan kina.
b. Artemisin
Bentuknya suppositoria (yang lain : artesunat,
dihidroartemisin) yang dapat dipakai sebagai obat anti malaria
berat khususnya pada anak – anak, kasus muntah – muntah atau
keadaan lain yang tidak memungkinkan pemberian parenteral.
Artesunat suppositoria sama efektifnya dengan pengobatan
parenteral.
2. Kina (kina HCl / Kinin Antipirin)
Kina sangat efektif untuk semua jenis plasmodium dan efektif
sebagai skizontosida maupun gametosida. Dipilih sebagai obat utama
untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap P.falciparum
yang resisten terhadap klorokuin, dapat diberikan dengan cepat per
infuse (i.v) dan cukup aman.
Cara pemberian dan dosis :
a. Dosis loading 20mg/kgbb kina HCl dalam 100 – 200 ml
Dextrose 5% (atau NaCl 0,9%) selama 4 jam, dilanjutkan
10mg/kgbb dalam 200ml dextrose 5% dalam 4 jam, selanjutnya
dosis sama tiap 8 jam. Bila sudah sadar, diberikan peroral
dengan dosis 3x10mg/kgbb tiap 8 jam selama 7 hari dihitung
dari hari pertama pemberian parenteral. Dosis loading tidak
dianjurkan untuk penderita yang telah mendapatkan kina atau
meflkuin 24 jam sebelumnya, pada usia lanjut, dan bila EKG
dijumpai pemanjangan !-Tc interval atau aritmia.
b. Dosis tetap 10mg/kgbb
c. Dapat diberikan intramuskuler bila tidak mungkin melalui infus.
Dosis loading 20mg/kgbb terbagi di 2 tempat suntikan, diikuti
dengan 10mg/kgbb tiap 8 jam sampai penderita dapat minum
peroral.
Hijau merah
Penatalaksanaan
Pengobatan Malaria Berat secara garis besar terdiri atas tiga komponen :
Pengobatan suportif (perawatan umum dan pengobatan simtomatis)
Menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa.
Karena pada malaria terjadi gangguan hidrasi, maka sangat penting
mengatasi keadaan hipovolemi ini. Selain cairan perlu diperhatikan
oksigenisasi dengan memperlihatkan tekanan O2, lancarkan saluran nafas
dan kalau perlu dengan ventilasi bantu.
Bila suhu 40oC (hipertermia ) : a.kompres dingin intensif. b.pemberian
antipiretik untuk mencegah hipertermia,parasetamol 15mg/kgBB/kali
diberikan setiap 4 jam.
Bila anemia diberikan transfusi darah, yaitu bila Hb<5g/dl atau hematokrit
<15%. Pada keadaan asidosis perbaikan anemi merupakan tindakan yang
utama sebelum pemberian koreksi bikarbonat.
Kejang diberi diazepam 10-20mg intravena diberikan secara perlahan,
phenobarbital 100mg um/kali (dewasa) di berikan 2 kali sehari.
Klorokuin
Klorokuin kini jarang digunakan untuk malaria berat karena banyak yang
telah resisten. Klorokuin diberikan bila masih sensitif atau pada kasus demam
dengan kencing hitam atau pada penderita yang hipersensitif terhadap kina.
Klorokuin dapat diberikan dengan :
Dosis loading 10 mg/kgbb dilarutkan dalam 500 ml NaCl 0,9% diberikan
dalam 8 jam kemudian dilanjut dengan dosis 5 mg/kgbb per infus selama 8
jam dan sebanyak 3 kali (dosis total 25 mg/kgbb selama 32 jam).
Bila secara intravena tidak memungkinkan, dapat diberikan secara
intramuskuler atau subkutan dengan cara: 3,5 mg/kgbb klorokuin basa
dengan interval setiap 6 jam, atau 2,5 mg/kgbb klorokuin basa dengan
interval setiap 4 jam.
Klorokuin
Masih efektif terhadap P.falciparum. Keuntungannya tidak
menyebabkan hipoglikemi dan tidak mengganggu kehamilan. Dengan
meluasnya resistensi terhadap klorokuin, obat ini sudah jarang dipakai
untuk pengobatan malaria berat.
Dosis loading : klorokuin 10mg basa/kgbb dilarutkan 500 ml
cairan isotonis diberikan dalam 8 jam dan dilanjutkan dengan dosis 5
mg basa/kgbb per infus selama 8 jam diulang 3 kali (dosis total
25mg/kgbb selama 32 jam)
Bila cara i.v per infus tidak mungkin, diberikan secara intra muskuler
atau sub-kutan dengan cara :
3,5 mg/kgbb klorokuin basa tiap 6 jam interval atau
2,5 mg/kgbb klorokuin basa tiap 4 jam
Bila penderita sudah dapat minum obat pengobatan parenteral segera
diberikan; biasanya setelah 2x pemberian parenteral.
kinidin
Merupakan isomer dari kina yang cukup aman dan efektif sebagai
anti malaria dengan dosis loading 15 mg basa/kgbb dilarutkan dalam
250 ml cairan isotonis dalam 4 jam, diteruskan 7.5 mg basa/kgbb
dalam 4 jam, tiap 8 jam, dilanjutkan peroral setelah sadar. Dengan
catatan, klinidin efektif bila sudah resisten terhadap kina, tetapi lebih
toksik daripada kina dan menimbulkan hipoglikemi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemberian kina :
Kina tidak diberikan intravena (i.v) bolus karena efek toksik
pada jantung dan saraf. Jika harus diberikan i.v caranya
diencerkan dengan 30 – 50 ml cairan isotonus dan diberikan i.v
lambat (dengan pompa infus) selama 30 menit.
Pemberian Kina dapat diikuti dengan hipoglikemi karenanya
perlu diperiksa gula darah / 8jam.
Bila pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, dan
atau penderita dengan gangguan fungsi ginjal dosis dapat
diturunkan setengahnya (30 – 50%)
Pemberian dosis loading memerlukan pengamatan
Pengobatan komplikasi
Gagal ginjal akut.
Hemodialisis atau hemofiltrasi dilakukan sesuai dengan indikasi
umumnya. Dialisis dini akan memperpbaiki prognosis.
Hipoglikemia (gula darah <50mg/dl)
Pada penderita dilakukan pemeriksaan darah tiap 4-6 jam. Bila
terjadi hipoglikemi, berikan suntik 50 ml dextrosa 40%i.v, dilanjutkan
dengan infus dextrosa 10% dan gula darah tetap dipantau tiap 4-6 jam.
Monitor gula darah juga dilakukan pada penderita dengan
pengobattankuinin/kuinidin.
Posisikan pasien pada posisi setengah duduk 45o, berikan oksigen,
berikan diuretik, hentikan pemberian cairan intravena, lakukan intubasi,
berikan tekanan akhir ekspirasi positif atau tekanan udara positif kontinu
hipoksemia mengancam jiwa.
Koma
Jaga jalan nafas, singkirkan penyebab lain dari koma (hipoglikemi,
meningitis bakteri), hindari pemakaian kortikosteroid, heparin dan
adrenalin.
Syok
Suspek septikemia, pemeriksaan kultur darah, antimikroba
parenteral, atasi gangguan hemodinamik.
Penanganan Komplikasi
Malaria Serebral
Perawatan pasien tidak sadar meliputi :
a. Buat grafik suhu, nadi, dan pernafasan secara akurat
b. Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi
yang sering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya diganti
setiap 2-3 hari
c. Pasang kateter urethra dengan drainase/kantong tertutup. Pemasangan
kateter dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.
d. Pasang gastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah
aspirasi pneumonia
e. Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus
kornea yang dapat terjadi karena tidak adanya reflek mengedip pada
pasien tidak sadar.
f. Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis
karena kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar.
g. Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus
dan hipostatik pneumonia
h. Hal-hal yang perlu dimonitor:
- Tensi, nadi, suhu, dan pernafasan setiap 30 menit
- Pemeriksaan derajat kesadaran setiap 6 jam
- Hitung parasit setiap 6 jam
- Ht dan atau Hb setiap hari, bilirubin dan kreatinin pada hari ke 1 dan
3
- Gula darah setiap 6 jam
- Pemeriksaan lain sesuai indikasi (misal Ureum,creatinin, dan kalium
darah pada komplikasi gagal ginjal)
Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Biasanya ditujukan
kepada orang yang berpergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak
terlalu lama. Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium
falciparum terhadap klorokuin, maka tidak digunakan klorokuin sebagai
kemoprofilaksis, oleh sebab itu doksisiklin menjadi pilihan, diminum satu hari
sebelum keberangkatan dengan dosis 2 mg/kgbb setiap hari selama tidak lebih dari
12 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu
hamil.5
2.5 PENATALAKSANAAN
Terapi yang diberikan untuk pasien malaria serebrum karena infeksi
Plasmodium falciparum berdasarkan pada terapi ACT (Artemisin
Combination Therapy) (WHO, 2010)
a. Pengobatan Lini – 1
Tabel 1. Terapi ACT Lini - 1
Ha 1–4 10 – > 15
0- 1 2 – 11 5–9
ri Dosis tunggal tahu 14 Tahu
bulan bulan tahun
n tahun n
Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
1 Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Primakuin -- -- ¾ 1½ 2 2–3
Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
2
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
3
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
3 x 10
Kina mg/kg 3x½ 3x1 3 x 1½ 3 x (2-3)
BB
1
Doksisiklin -- -- -- 2 x 50mg 2 x 100mg
Primakuin -- ¾ 1½ 2 2–3
3 x 10
3 BB
4x4
Dosis Tetrasiklin -- -- -- 4 x 250 mg
mg/kg BB
2 x 10 2 x 10
Dosis Clindamycin -- -- --
mg/kg BB mg/kg BB
2.6 PENCEGAHAN
a. Pemberian obat anti malaria secara teratur untuk mencegah komplikasi
malaria dan anemia.
b. Vaksinasi malaria, saat ini sedang dalam proses pengembangan namun
beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang menjanjikan (Milner et
al., n.d.).
c. Penanganan segera dan kombinasi pengobatan antimalaria yang adekuat
(WHO, 2010)
d. Penegakan diagnosis secara dini (WHO et al., 2001)
2.7 KOMPLIKASI
a. Kecacatan
b. Defisit neurologis, misalnya kelemahan, paralisis flaccid, kebutan,
gangguan bicara dan epilepsi (WHO et al., 2001)
c. Kematian (WHO, 2010)
2.8 PROGNOSIS
Tergantung pada (Zulkarnain dan setiawan, 2007; Harijanto, 2007):
a. Kecepatan/ ketepatan diagnosis dan pengobatan
Makin cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dan pengobatannya
akan memperbaiki prognosisnya serta memperkecil angka kematiannya.
Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitasnya sekitar
4% sampai 46%.
b. Kegagalan fungsi organ
Semakin sedikit bagian vital yang terganggu dan mengalami kegagalan
dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya. Prognosis malaria
berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada kegagalan
2 fungsi organ. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah >
50 %. Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah >
75 %.5 pink
c. Kepadatan parasit
Pada pemeriksaan hitung parasit (parasite count) semakin padat/ banyak
jumlah parasitnya yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya,
terlebih lagi bila didapatkan bentuk skizon dalam pemeriksaan darah
tepinya.
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat
yaitu:
- Kepadatan parasit < 100.000 u/L, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000 u/L, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000 u/L, maka mortalitas > 50 %
d. Kadar laktat pada CSS (cairan serebro-spinal)
Pada malaria serebral kadar laktat pada CSS meningkat, yaitu >2,2
mmol/l. Bila kadar laktat >6 mmol/l memiliki prognosa yang fatal.
II.10 Pencegahan
Pencegahan terjadinya malaria serebral adalah dengan mencegah
terjadinya malaria itu sendiri. Untuk mencegah malaria, dilakukan tindakan
sebagai berikut14 :
1. Mengurangi pengandung gametosit yang merupakan sumber infeksi
(reservoir)
Dengan jalan mengobati penderita malaria akut dengan obat yang efektif
terhadap fase awal dari siklus eritrosit aseksual sehingga gametosit tidak
sempat terbentuk di dalam darah penderita.
2. Memberantas nyamuk sebagai vector malaria
Menghilangkan tempat – tempat perindukan nyamuk
Singkirkan tumbuhan air yang menghalangi saliran air
Melancarkan aliran saluran air
Menimbun lubang – lubang yang mengandung air
Membunuh larva atau jentik
Menggunakan solar atau oli yang dituangkan ke air (cara sederhana)
Memakai insektisida
Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk (ikan kepala timah)
Memelihara crustacea kecil pemangsa jentik (Genus Mesocyclops)
Memanfaatkan bakteri Bacillus thuringiensis
Membunuh nyamuk dewasa
Menggunakan insektisida, dengan cara disemprotkan
3. Melindungi orang yang rentan dan beresiko terinfeksi malaria
a. Mencegah gigitan nyamuk
Dengan memasang kasa pada pintu, jendela, dan lubang angin; memakai
repellent; memasang kelambu pada tempat tidur.
b. Memberikan obat – obat untuk mencegah penularan malaria