1. Definisi
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab
(banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis
atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan social budaya.1,2
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu
gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi,
pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.
2. Etiologi
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisis penyebab
skizofrenia, antara lain:
a. Faktor Genetik
Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-
keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur.
Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7
– 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7
– 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar
dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 –
86%.
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang
disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat
mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat
yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa
ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami
gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk
mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah
anggota keluarga yang memiliki penyakit ini.
b. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang
disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan
neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan
bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang
berlebihan di bagian- bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas
yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa
aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia.
Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine
tampaknya juga memainkan peranan
c. Faktor Psikologis dan sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama
semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan
orang tua- anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam
keluarga (Wiraminaradja & Sutardjo, 2005).
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam
keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah
schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan
tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang
diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya (Durand &
Barlow, 2007).
Menurut Coleman dan Maramis (1994 dalam Baihaqi et al, 2005),
keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam
pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak
untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada
kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau
tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.
3. Tipe-tipe Skizofrenia
a. Skizofrenia Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah adanya waham yang mencolok atau
halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan efek yang
relatif masih terjaga. Wahamnya biasanya adalah waham kebesaran, atau
keduanya, tetapi waham dengan tema lain misalnya waham kecemburuan,
keagamaan mungkin juga muncul (Arif , 2006).
Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe paranoid :
1) Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering mengalami
halusinasi auditorik.
3
2) Tidak ada ciri berikut yang mencolok : bicara kacau, motorik kacau atau
katatonik, efek yang tak sesuai atau datar.
4
Skizofrenia jenis ini gejalanya sulit untuk digolongkan pada tipe skizofrenia
tertentu.
5. Gejala Skizofrenia
a. Gejala Positif Skizofrenia
1) Delusi atau Waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional.
Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu
tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
2) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan.
Misalnya penderita mendengar bisikan - bisikan di telinganya padahal
tidak ada sumber dari bisikan itu
3) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya.
Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat
diikuti alur pikirannya
4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara
dengan semangat dan gembira berlebihan
5
5) Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan
sejenisnya
6) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman
terhadap dirinya
7) Menyimpan rasa permusuhan
a. Thought echo
Isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak
keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya
berbeda; atau Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari
6
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal);
dan Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.
b. Delusion of control
Qaham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar;
atau Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau Delusion of passivity : waham tentang
dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar.
Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi Auditorik
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara). jenis suara halusinasi lain yang berasal dari
salah satu bagi tubuh.
d. Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain). Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini
yang harus selalu ada secara jelas.
e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang.
7
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme.
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor.
h. Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika.
i. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan
bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek
kehidupan perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut
dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri secara sosial.
Pedoman Diagnostik
1. Minimal satu gejala yang jelas (dua atau lebih, bila gejala kurang jelas)
yang tercatat pada kelompok a sampai d diatas, atau paling sedikit dua
gejala dari kelompok e sampai h, yang harus ada dengan jelas selama
kurun waktu satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi
persyaratan pada gejala tersebut tetapi lamanya kurang dari satu bulan
(baik diobati atau tidak) harus didiagnosis sebagai gangguan psikotik lir
skizofrenia akut.
2. Secara retrospektif, mungkin terdapat fase prodromal dengan gejala-gejala
dan perilaku kehilangan minat dalam bekerja, adalam aktivitas (pergaulan)
8
sosial, penelantaran penampilan pribadi dan perawatan diri, bersama
dengan kecemasan yang menyeluruh serta depresi dan preokupasi yang
berderajat ringan, mendahului onset gejala-gejala psikotik selama
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Karena sulitnya menentukan
onset, kriteria lamanya 1 bulan berlaku hanya untuk gejala-gejala khas
tersebut di atas dan tidalk berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal.
3. Diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan bila terdapat secara luas
gejala-gejala depresif atau manic kecuali bila memang jelas, bahwa gejala-
gejala skizofrenia itu mendahului gangguan afektif tersebut.
4. Skizofrenia tidak dapat didiagnosis bila terdapat penyakit otak yang nyata,
atau dalam keadaan intoksikasi atau putus zat.
----
7. Penatalaksanaan Skizofrenia
7.1 Terapi Medikamentosa
---- Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola
fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis
antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-
benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan
merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati Skizofrenia.
Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik
konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).3,4,5,6
9
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional
antara lain :
Haldol (haloperidol)
Stelazine ( trifluoperazine)
Mellaril (thioridazine)
Thorazine ( chlorpromazine)
Navane (thiothixene)
Trilafon (perphenazine)
Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama,
pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan
antipsikotik konvensionaltanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua,
bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat
diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
10
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
11
Quetiapin 300-800 tablet IR (25 mg, 100
mg, 200 mg, 300 mg),
tablet XR (50 mg, 300
mg, 400 mg)
2. Fluphenazine
Indikasi : Antipsikosis atipikal
Efek samping : Sedasi, hiperprolektinemia, efek samping ekstrapiramidal.
12
Interaksi obat : Karbamazepine dapat menginduksi enzim hati cytokrom
P450 yang dapat meningkatkan metabolisme dari obat
antipsikosis seperti haloperidol, clozapine, flupenasin.
3. Haloperidol
Indikasi : Antipsokosis yang kuat dan efektif untuk fase mania
penyakit mania depresif dan skizofrenia.
Farmakokinetik : Cepat diserap disaluran pencernaan, cp max dalam waktu
2-6 jam, ekskresinya lewat ginjal lambat, kira – kira 40%
dikeluarkan selama 5 hari.
Efek samping : Reaksi ekstrapiramidal, leucopenia, agranulosis.
Kontraindikasi : Sebaiknya tidak diberikan kepada wanita hamil.
Interaksi obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom
P450 yang dapat meningkatkan metabolisme dari obat
antipsikosis seperti haloperidol, clozapine, flupenasin,
olanzapin.
4. Loxapin
Indikasi : Mengobati skizofrenia dan psikosis lainnya, disamping itu
memiliki efek antiemetik, sedatif, antikolinergik dan anti
adrenergik.
Farmakokinetik : Diabsorbsi baik peroral, Cp max 1 jam (IM) dan 2 jam
(oral), t1/2 3 jam.
Efek samping : Insiden reaksi ekstrapiramidal.
Kontraindikasi : Harus hati – hati penggunaannya untuk pasien dengan
riwayat kejang.
5. Molindon
13
Indikasi : Antipsikosis, antiemetik, meningkatkan efek stimulasi dari
dihidroksifenilanin dan 5-hidroksitriptopan tanpa inhibitor
MAO.
Farmakokinetik : Cepat diabsorbsi di GI 76% molidon yang terikat pada
protein plasma, t1/2 nya 2 jam.
Efek samping : Sedasi, hiperprolaktinemia, efek samping ekstrapiramidal,
efek endokrin, pigmentasi kulit.
Kontraindikasi : Kontraindikasi untuk pasien comatose, pasien yang
mengalami depresi SSP dan mengalami hipersensivitas.
Interaksi obat : Menghambat absorbsi bersama dengan fenitoin atau
tetrasiklin.
6. Mesoridazine, pherpherazine
Indikasi : Antipsikosis, skizofrenia
Efek samping : Pruritus, fotosensosifitas, eosinofilia, trombositopenia,
hiperprolaktinemia, konstipasi, dyspepsia, reaksi
ektrapiramidal.
Kontraindikasi : Kontraindikasi untuk pasien comatose, pasien yang
mengalami depresi SSP, kerusakan otak subkortikal,
kelainan sumsum tulang.
Interaksi obat : Biasanya dikombinasi dengan depresan SSP seperti opiate,
analgetik, barbiturate, dan sedative untuk menghindari efek
sedasi yang tinggi atau depresi SSP.
14
Farmakokinetik : diabsorbsi secara cepat dan sempurna, Cp max nya 1,6 jam,
t1/2, 11,8 jam.
Efek samping : agranulositosis, hipertmia, takikardi, sedasi, pusing kepala,
hipersalivasi.
Kontraindikasi : penggunaan dibatasi hanya pada pasien yang resisten atau
tidak dapat mentoleransi psikosis yang lain.
Interaksi Obat : kombinasi klozapin dan karbamazepin tidak
direkomendasikan karena kemungkinan terjadi kompresi
sumsum tulang dengan kedua agent tersebut.
2. Risperidon
Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala negatif maupun positif.
Disamping itu diindikasikan pula untuk gangguan bipolar,
depresi ciri psikosis dan Tourette Syndrome.
Farmakokinetik : bioavailibilitas oral 70%, ikatan protein plasma 90%, dan
di eliminasi lewat urin dan sebagian lewat feses.
Efek samping : insomnia, agitas, ansietas, somnolen, mual, muntah,
peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia dan reaksi
ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia.
Interaksi Obat : paraoxetin dilaporkan dapat meningkatkan total risperidon
dalam plasma sebanyak 76% kalinya.
3. Olanzapine
Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala negatif maupun positif
dan sebagai antimania.
Farmakokinetik : diabsorbsi baik pada pemberian oral, Cp 4-6 jam, eksresi
lewat urin.
15
Efek samping : reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia, peningkatan
berat badan, intoleransi glukosa, hiperglikemia,
hiperlipidemia.
Interaksi Obat : karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom
P450 yang dapat meningkatkan metabolisme dari obat
antipsikosis seperti haloperidol, clozapin, flupenasin,
olanzapin.
4. Quetiapin
Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala positif maupun negatif
Farmakokinetik : absorpsi cepat, Cp max 1-2 jam, ekskresi sebagian besar
lewat urin dan sebagian kecil lewat feses.
Efek samping : sakit kepala, somnolen dan dizziness, efek samping
ekstrapiramidalnya rendah, peningkatan berat badan,
hiperprolaktinemia.
Interaksi Obat : jika penghambat CYP 3A4 (seperti cimetidine,
ketoconazole, nefazodone, jus anggur, dan erythromycin)
dikombinasikan dengan quetiapin maka peningkatan efek
samping (seperti sedasi, ortostatik) mungkin dapat terjadi.
5. Ziprasidone
Indikasi : mengatasi keadaan akut skizofrenia dan gangguan bipolar
Farmakokinetik : absorpsinya cepat dan ikatan protein plasmanya 99%.
Efek samping :sakit kepala, somnolen dan dizziness, efek samping
ekstrapiramidalnya rendah, peningkatan berat badan,
hiperprolatinemia.
Interaksi Obat : kombinasi antara antipsikotik dengan pengkonduksi
miokardial dapat meningkatkan efek samping dari
antipsikosis.
16
7.2 Fase Akut
Pada Fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya atau orang
lain, mengendalikan perilaku yang merusak, mengurangi beratnya gejala psikotik dan
gejala terkait lainnya misalnya agitasi, agresi dan gaduh gelisah.
Obat oral
17
ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis anjuran dinaikkan perlahan-lahan secara
bertahap dalam waktu 1-3 minggu, sampai dosis optimal yang dapat
mengendalikan gejala.
Cara penggunaan
1. Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek
klnis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek
samping sekunder.
2. Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen.
3. Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat
diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak
sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu
sama.
4. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis
obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan
baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
18
setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal, dipertahankan
sekitar 8-12 minggu (stabilisasi), diturunkan setiap 2 minggu dosis
maintenance, dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug
holiday 1-2 hari/minggu), tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu)
stop.
7. Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi
pemeliharaan dapat dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.
8. Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
9. Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama
3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.
Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah
hilangnya gejala dalam kueun waktu 2 minggu – 2 bulan.
10. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat
walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi
ketergantungan obat kecil sekali.
11. Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic
rebound yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar
dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic
agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2
mg/hari).
12. Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien
yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif
terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada
bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1cc setap bulan. Pambarian anti
psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan
terhadap kasus skizofrenia.
13. Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada
waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan
19
mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM). Haloperidol sering
menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet
trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari.
Psikoedukasi
20
kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas
hidup.2
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang
dilakukan di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini
diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita
dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat
yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran
listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu
yang digunakan 2-3 detik.2,7
Pada pelaksanaan terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut :
Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.
Penderita harus puasa
Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan
Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan
Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak
keras.
Bagian kepala yang akan dipasang elektroda (antara os prontal dan os
temporalis) dibersihkan.
Diantara kedua rahang diberi bahan lunak dan di suruh agar pasien
menggigitnya.2,7,9,10
Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi :
2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari
2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan
Maintenance tiap 2-4 minggu
Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak
dianut lagi.2,7
21
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi
pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau
tidak adanya perbaikan setelah pemberian antipsikotik.7 Kontra indikasi Elektro
konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang
dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien
dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor
otak.7,9,10
Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur
pada vertebra, robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi
degenerasi sel-sel otak.7,9,10
Farmakoterapi
Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau
untuk mengontrol, meminimalisasi risiko atau konsekuensi kekambuhan dan
mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery). Setelah diperoleh
dosis optimal, dosis tersebut dipertahankan selama lebih kurang 8-10 minggu
sebelum masuk ke tahap rumatan. Pada fase ini dapat juga diberikan obat anti
psikotika jangka panjang (long acting injectable), setiap 2-4 minggu.
Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah meningkatkan keterampilan orang dengan
skizofrenia dan keluarga dalam mengelola gejala. Mengajak pasien untuk
mengenali gejala-gejala, melatih cara mengelola gejala, merawat diri,
mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan. Teknik intervensi perilaku
bermanfaat untuk diterapkan pada fase ini.
Terapi perilaku2
22
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan
memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku
adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk
hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit.
Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang
seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh
aneh dapat diturunkan.
Psikoterapi individual2
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu
dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam
psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan
terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi
oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan
pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan
seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak
terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas,
bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang
cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,
dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada
informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan
diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat
dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.
23
7.4 Fase Rumatan
Farmakoterapi
Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis
minimal yang masih mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi akut,
pertama kali, terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah berjalan kronis
dengan beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun bahkan
seumur hidup.
Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah mempersiapkan pasien kembali pada
kehidupan masyarakat. Modalitas rehabilitasi spesifik, misalnya remediasi
kognitif, pelatihan keterampilan sosial dan terapi vokasional, cocok
diterapkan pada fase ini. Pada fase ini pasien dan keluarga juga diajarkan
mengenali dan mengelola gejala prodromal, sehingga mereka mampu
mencegah kekambuhan berikutnya.
Terapi berorintasi-keluarga2
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia
kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat
namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting
yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya
lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan
aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal
dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya.
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia
tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan
24
bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam
penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps
tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi
keluarga.
Terapi kelompok2
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan,
atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien
skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam
cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
25
Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting
untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang
penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat
tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat
untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih
rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai
anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat
obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer
atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik
atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi
dengan obat-obatan diatas gagal.
26
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin
masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek
samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan
kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan
akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah
tremor pada tangan dan kaki. Bila tidak dapat ditanggulangi, berikan obat-obat
antikolinergik, misalnya triheksilfenidil, benztropin, sulfas atropin atau difenhidramin
injeksi IM atau IV. 10,11
Tabel 2 Daftar Obat yang dipakai mengatasi Efek Samping Anti Psikotik11
Nama Generik Dosis Waktu paruh Target efek
(mg/hari) eliminasi (jam) samping
ekstrapiramid
al
Triheksilfenidil 1-15 4 Akatisia,
distonia,
parkinsonisme
Amantadin 100-300 10-14 Akatisia,
parkinsonisme
Propranolol 30-90 3-4 Akatisia
Lorazepam 1-6 12 Akatisia
Difenhidramin 25-50 4-8 Akatisia,
distonia,
parkinsonisme
Sulfas Atropin 0.5-0.75 12-24 Distonia akut
27
kedua terutama klozapin. Kondisi Sindroma Neuroleptik Malignansi (SNM)
memerlukan penatalaksanaan segera atau gawat darurat medik karena SNM
merupakan kondisi akut yang mengancam kehidupan.10,11
Dalam kondisi ini semua penggunaan antipsikotika harus dihentikan.
Lakukan terapi simtomatik, perhatikan keseimbangan cairan dan observasi
tanda-tanda vital (tensi, nadi, temperatur, pernafasan dan kesadaran). Obat
yang perlu diberikan dalam kondisi kritis adalah dantrolen 0.8-2.5
mg/kgBB/hari atau bromokriptin 20-30 mg/hari dibagi dalam 4 dosis. Jika
terjadi penurunan kesadaran, segera dirujuk untuk perawatan intensif
(ICU).10,11
28
3. National Institue of Mental Health, National Institues of Health.
www.nimh.nih.gov diakses tanggal 8 Mei 2007.
4. Expert Consensus Treatment Guidelines for Schizophrenia: A Guide for Patients
and Families. www.nmah.com diakses tanggal 8 Mei 2007.
5. Pratiwi A. Penatalaksanaan Skizofrenia. Fakultas farmasi Universitas Hasanudin
Makassar. 2010.
6. Schizophrenia. www.emedicine.com diakses tanggal 9 Mei 2007.
7. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta : PT
Nuh Jaya. 2007. hal 14-22
8. Schizophrenia Treatment. www. Psychiatrist4u.co.uk diakses tanggal 9 Mei 2007.
9. Introducing Schizophrenia. www. Emedicine.com diakses tanggal 9 Mei 2007.
10. American Psychiatric Association. Practice Guideline for the Treatment of
Patients With Schizophrenia. Second Edition.2004
11. Amir N, dkk. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa/ Psikiatri (PNPK
Jiwa / Psikiatri). PP PDSKJI. 2012. hal 42-62
29