Paper ROI - Nanang - Rev01
Paper ROI - Nanang - Rev01
Abstrak: Sektor pembangkitan tenaga listrik memegang peranan yang sangat penting dalam
proses penyediaan tenaga listrik bagi konsumen secara keseluruhan. Biaya training yang sudah
dikeluarkan di tahun 2018 oleh PT Indonesia Power untuk pelatihan dan pengembangan personel
bidang pemeliharaan dan operasi mencapai angka yang terbilang cukup besar. Training adalah
salah satu elemen strategi yang di banyak organisasi dan dapat menjadi pertimbangan penting
dalam hal biaya. Mengukur return of training investment akan dapat menunjukkan seberapa besar
manfaat yang dapat dicapai dari sebuah training yang dihubungkan dengan nilai yang dapat
diukur dengan uang. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui peluang penerapan evaluasi
return on investment (ROI) dari program training bidang operasi dan pemeliharaan pembangkit.
Abstract : The electricity generation sector plays a very important role in the process of providing
electricity to consumers as a whole. The training costs that have been issued in 2018 by PT
Indonesia Power for training and development of maintenance and operations personnel have
reached a fairly large number. Training is one element of strategy in many organizations and can
be an important consideration in terms of costs. Measuring the return of training investment will
be able to show how much benefits can be achieved from a training if it is associated with values
that can be measured by money. The main objective of this study is to find out the opportunities
for evaluating return on investment (ROI) from training programs in operation and maintenance
power plant.
Kata kunci/keyword : ROI, operasi, pemeliharaan
I. PENDAHULUAN
Era globalisasi merupakan sebuah era baru peradaban manusia dimana terjadi perubahan
yang sangat cepat dalam berbagai bidang kehidupan, hal ini ditandai dengan pesatnya
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan berkembang khususnya dalam teknologi
1
informasi yang pada akhirnya mengakibatkan perubahan pola hidup manusia. Kesiapan
perusahaan dalam menghadapi era globalisasi perlu mendapatkan dukungan dari para pelaku
bisnis dan akademisi. Strategi Sumber Daya Manusia (SDM) perlu dipersiapkan secara seksama
agar mampu menghasilkan keluaran yang mampu bersaing di tingkat dunia. Sumber daya
manusia memegang peranan penting dan merupakan kunci pokok dalam meningkatkan
produktivitas suatu perusahaan. Maka dari itu, sumber daya manusia harus digunakan dengan
sebaik-baiknya dengan dilatih dan dikembangkan kemampuannya agar hasil kerjanya produktif.
Produktif tidaknya pekerjaan seseorang dapat dilihat dari hasil kerjanya, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Sumber daya manusia dapat menunjang terhadap peningkatan produktivitas
suatu perusahaan ataupun sebaliknya, yaitu menurunkan produktivitas.
PT. Indonesia Power (PT IP) sebagai salah satu anak perusahaan PT PLN yang
mempunyai peran strategis dalam sistem pembangkitan tenaga listrik di Indonesia diharapkan
memiliki sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan mengantisipasi persaingan
(competitive competences), kemampuan profesional yang tinggi, proaktif, adaptif, inovatif,
disiplin, berintegritas tinggi, semangat pengabdian, jujur, berwawasan bisnis, dan mampu
menyesuaikan diri terhadap kemajuan teknologi dan persaingan bisnis. Salah satu hal yang perlu
dilakukan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam perusahaan adalah dengan
melaksanakan pendidikan dan pelatihan. Melalui Human Resource Roadmap yang sudah dibuat,
PT. IP berupaya meningkatkan kompetensi para pegawainya melalui program-program yang telah
terencana. Untuk memaksimalkan efektifitas dan efisiensi program pendidikan dan pelatihan
pegawai serta menunjukan peningkatan kompetensi pegawai, hal penting lainnya yang perlu
dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan evaluasi terhadap pelatihan-pelatihan yang telah
dilakukan.
Perubahan istilah Human resource menjadi Human Capital pada PT. IP dapat diartikan
bahwa perusahaan menganggap pegawai sebagai modal atau investasi bagi perusahaan. Dari
aspek finansial, berapa jumlah investasi yang ditanam tentu harus dapat diukur tingkat
pengembaliannya. Terkait pelatihan, maka biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan juga
digolongkan sebagai investasi, sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap tingkat pengembalian
investasi suatu pelatihan yang dapat dilakukan melalui penerapan metode evaluasi yang
dijelaskan oleh Phillips (1994: 1-21), yaitu metode Return on Training Investment (level V).
Noe (2002) mengartikan evaluasi pelatihan sebagai suatu proses pengumpulan keluaran
yang dibutuhkan untuk menilai apakah sebuah program pelatihan sudah efektif atau belum.
Kirkpatrick & Kirkpatrick (2006) menjelaskan bahwa prosedur evaluasi pelatihan dapat
dibedakan menjadi empat tingkat kriteria, yang disebutnya sebagai four-level framework, yaitu
reaksi (reaction), pembelajaran (learning), perilaku (behavior), dan hasil (results). Reaksi,
didefinisikan sebagai bagaimana tanggapan peserta terhadap program pelatihan. Pembelajaran,
merupakan tahapan di mana peserta diuji secara tertulis untuk mengetahui sejauh mana materi
pelatihan telah diterima oleh mereka. Perilaku, ditujukan untuk mengukur perubahan sikap kerja
dalam kegiatan sehari-hari. Hasil digunakan untuk mengetahui seberapa besar program pelatihan
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
3
Tabel 2. Tingkatan Evaluasi Pelatihan
4
usually expressed Time value of costly and time
as a percentage. money is a factor. consuming.
Bentuk-bentuk evaluasi yang digunakan atau dipilih sangat tergantung pada kriteria apa yang
akan digunakan sebagai dasar penilaian keberhasilan dari suatu pelatihan. PT IP sendiri sudah
melaksanakan evaluasi terhadap pelatihan dengan menggunakan model kirkpatrick level 1 sampai
dengan level 3, namun dikarenakan keterbatasan waktu evaluasi level 4 dan level 5 belum
sepenuhnya bisa dilakukan.
6
pelatihan. Perbedaan dalam kinerja kedua kelompok dikaitkan dengan program
pelatihan. Ketika diatur dan diimplementasikan dengan benar, pengaturan kelompok
kontrol adalah cara paling efektif untuk mengisolasi efek pelatihan.
Trend lines digunakan untuk memproyeksikan nilai-nilai variabel output tertentu jika
pelatihan belum dilakukan. Proyeksi dibandingkan dengan data aktual setelah pelatihan,
dan perbedaannya mewakili estimasi dampak pelatihan. Dalam kondisi tertentu, strategi
ini dapat secara akurat mengisolasi dampak pelatihan.
Hubungan matematis antara variabel input dan output diketahui, model peramalan
digunakan untuk mengisolasi efek pelatihan. Dengan pendekatan ini, variabel output
diprediksi menggunakan model peramalan dengan asumsi bahwa tidak ada pelatihan
yang dilakukan. Kinerja aktual variabel setelah pelatihan kemudian dibandingkan
dengan nilai perkiraan, yang menghasilkan estimasi dampak pelatihan.
Peserta memperkirakan jumlah peningkatan yang didapat terkait dengan pelatihan.
Dengan pendekatan ini, peserta diberikan jumlah total peningkatan, berdasarkan
program awal dan pasca-program, dan diminta untuk menunjukkan persentase
peningkatan yang sebenarnya terkait dengan program pelatihan.
Pengawas peserta memperkirakan dampak pelatihan terhadap variabel output. Dengan
pendekatan ini, pengawas peserta diberikan jumlah total peningkatan dan diminta untuk
menunjukkan persentase terkait dengan pelatihan.
Manajemen senior memperkirakan dampak pelatihan. Dalam kasus ini, manajer
memberikan perkiraan atau "penyesuaian" untuk mencerminkan bagian dari peningkatan
terkait dengan program pelatihan. Meskipun mungkin tidak akurat, ada beberapa
keuntungan melibatkan manajemen senior dalam proses ini.
Para ahli memberikan perkiraan dampak pelatihan terhadap variabel kinerja. Karena
perkiraan didasarkan pada pengalaman sebelumnya, para ahli harus terbiasa dengan jenis
pelatihan dan situasi khusus.
Feasibility, faktor-faktor pengaruh lainnya diidentifikasi dan dampaknya diperkirakan
atau dihitung, meninggalkan peningkatan yang tersisa, yang tidak dapat dijelaskan yang
dikaitkan dengan pelatihan. Dalam hal ini, pengaruh semua faktor lain dikembangkan,
dan pelatihan tetap menjadi satu variabel yang tidak diperhitungkan dalam analisis.
Bagian output yang tidak dapat dijelaskan kemudian dikaitkan dengan pelatihan.
Dalam beberapa situasi, peserta memberikan masukan tentang sejauh mana pelatihan
telah memengaruhi keputusan mereka untuk menggunakan produk atau layanan.
Meskipun strategi ini memiliki aplikasi yang terbatas, itu bisa sangat berguna dalam
layanan pelanggan dan pelatihan penjualan.
7
c) Mengkonversi Pengaruh-pengaruh Pelatihan ke dalam Nilai Moneter
Pengaruh atau nilai tambah yang diperoleh sebagai hasil dari program pelatihan harus selalu
diidentifikasi, dipilah, dan dikonversikan ke dalam bentuk moneter. Perubahan terhadap
kinerja karyawan sebaiknya dinilai dengan melibatkan berbagai pihak seperti supervisor,
direktur, manajer, dan pihak lain dalam organisasi. Keputusan dengan melibatkan berbagai
pihak akan jauh lebih objektif ketimbang menyerahkan semua penilaian kepada Manajer
Sumber Daya Manusia. Pengaruh dapat bersifat terlihat (tangible) atau tak terlihat
(intangible), dan biasanya disebut sebagai “hard data” dan “soft data”. Hard data bersifat
kuantitatif, statistikal, berorientasi angka dan dengan mudah dapat dikonversikan ke dalam
bentuk moneter. Soft data lebih bersifat kualitatif dan lebih sulit diukur dan dikonversikan ke
dalam bentuk uang. Contoh soft data dapat berupa peningkatan kepuasan kerja, peningkatan
komitmen organisasi, peningkatan komunikasi antar karyawan berbeda lini, dan sebagainya
d) Menghitung Biaya Pelatihan
Tahap ini sering disebut sebagai analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis). Analisis biaya
manfaat dalam perhitungan ROI adalah proses menentukan nilai ekonomis dari suatu
program pelatihan dengan menggunakan metode akuntansi. Menentukan nilai ekonomis dari
suatu program pelatihan meliputi perhitungan biaya pelatihan (cost) dan hasil (benefits ) yang
didapat setelah mengikuti program pelatihan (Noe, 2002). Dalam menghitung biaya suatu
program pelatihan, jangan lupa untuk memperhitungkan biayabiaya tidak langsung, seperti
penggunaan material, peralatan, ruangan, dan sebagainya. Contoh biaya yang terlibat dalam
program pelatihan:
1) Pengembangan modul – perancangan, penulisan, ilustrasi, validasi tes dan instrumen
evaluasi.
2) Gaji dan upah staf HRD, manajer, dan karyawan lain yang terlibat dalam perancangan
program.
3) Gaji dan upah instruktur dan staf pendukungnya.
4) Gaji dan upah peserta pelatihan (sering disebut “seat time“).
5) Upah karyawan tidak tetap yang dipekerjakan untuk menjaga tingkat produktivitas selama
masa pelatihan.
6) Kehilangan pendapatan selama peserta terlibat dalam pelatihan.
7) Honor trainer dari luar organisasi atau konsultan.
8) Bahan pelatihan – cetakan, foto kopi, video, disket, alat tulis kantor yang diperoleh karena
sengaja membeli dari suplier di luar organisasi.
9) Peralatan dan fasilitas – meliputi peralatan audio-video, komputer, software, biaya ruangan
atau biaya sewa fasilitas lainnya.
10) Administrasi – marketing, penjadualan, pendaftaran, dokumentasi, foto kopi, telepon, dan
waktu yang digunakan untuk tugas-tugas administratif.
8
11) Logistik – penginapan, makanan, dan pengiriman.
12) Waktu perjalanan – menuju dan kembali dari tempat pelatihan.
e) Membandingkan Biaya Pelatihan dengan Nilai Tambah Moneter
Rumus ROI adalah sebagai berikut:
Net Program Benefits adalah program benefits dikurangi total program costs. Program
benefits merupakan sejumlah keuntungan yang diperoleh karena melakukan investasi.
Program costs merupakan biaya yang dikeluarkan sebagai investasi. Rumus ROI ini
diturunkan dari rumus BCR (Benefits/Cost Ratio).
Program Benefits
𝐵𝐶𝑅 =
Program Costs
Nilai ROI yang didapat ini kemudian dianalisis dan dimanfaatkan sebagai salah satu hal
penting dalam pengambilan keputusan maupun perbaikan dan pengembangan program
pelatihan.
IV. PEMBAHASAN
Dalam penyelenggaraan program training internal di PT IP, evaluasi pelaksanaan pelatihan dilakukan
secara rutin terhadap setiap kegiatan, metode evaluasi yang digunakan menggunakan model evaluasi dari
Kirkpatrick, berikut beberapa sample data yang ada :
9
Evaluasi level 1-3 dilakukan melalui aplikasi sistem informasi, sehingga sangat memudahkan penarikan
data mentah (raw data) yang diperlukan untuk diolah kemudian. Sedangkan untuk perhitungan biaya
pelaksanaan (program cost) bisa menggunakan data rencana anggaran dan biaya (RAB) yang dibuat untuk
setiap pelaksanaan kegiatan, yang mencantumkan semua komponen biaya.
CENTRE OF EXCELLENCE
RENCANA ANGGARAN DAN BIAYA
TRAINING PEMELIHARAAN MEKANIK ROTARY UNTUK PELAKSANA UTAMA
SEMARANG, 22 - 26 APRIL 2019
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan yang
diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian
ini. Kesimpulan-kesimpulan tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Proses pelaksanaan evaluasi level 1-3 di PT. IP telah sesuai dengan teori yang digunakan oleh
perusahaan, yaitu teori yang dijelaskan oleh Kirkpatrick (1993: 120).
2. Penerapan evaluasi level 5 di PT. IP memiliki peluang yang baik untuk dilakukan dilihat dari
ketersediaan data yang dimiliki oleh perusahaan untuk menunjang pelaksanaan evaluasi level
4 dan 5, seperti ketersediaan rincian biaya pelatihan, data peserta yang mengikuti pelatihan,
pencatatan hasil kinerja peserta pelatihan dan gaji pihak yang terlibat dalam pelatihan. Selain
10
itu, hal-hal lain yang ada di perusahaan memungkinkan untuk dilaksanakannya evaluasi level
5, seperti kebijakan tentang rotasi pegawai, namun untuk kemampuan bidang SDM yang telah
memiliki pembekalan pembelajaran tentang evaluasi level 5 belum banyak sehingga
perusahaan perlu mengeluarkan biaya lebih untuk melaksanakan evaluasi level 5 sehingga
proses ini dapat dilakukan sendiri.
3. Dengan melakukan evaluasi Return on Training Investment perusahaan akan memperoleh
manfaat sebagai berikut:
a) Mengetahui tingkat keberhasilan investasi yang dikeluarkan untuk program pelatihan.
b) Membantu personel HR untuk mengambil keputusan berkaitan dengan program pelatihan.
c) Membantu pihak manajemen memahami hubungan pelatihan dengan keuntungan yang
akan diperoleh perusahaan.
11
DAFTAR PUSTAKA
a. Jurnal
Aksu, A.A. dan Yildiz, S. 2011. Measuring Results of Training With ROI Method : An Application in
a 5-Star Hotel in Antalya Region of Turkey. An Internation Multidisciplinary Journal of Tourism
Vol 6, Number 1, Spring 2011, pp. 193212.
Driwantara. 2005. Mengukur ROI Terhadap Efektivitas Suatu Pelatihan. Jurnal Sitem Teknik Industri
Volume 6, No 4 Oktober 2005.
Oki Sunardi. 2005. Training Return-on-investment : suatu perspektif dalam mengevaluasi keefektifan
program pelatihan.
Barker, K. 2001. Return on Training Investment : An Environmental Scan and Literature Review.
FuturEd.
b. Disertasi, tesis, skripsi
Resty Halida., 2008. Analisis implementasi metode evaluasi return on training investment untuk
meningkatkan kualitas pelatihan. Skripsi, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Telkom.
c. Buku
Phillips, J.J. 2003. Return On Investment in Training and Performance Improvements
Programs, 2nd edition. United States of America : Elsevier Science.
Kirkpatrick, Donald L., and Kirkpatrick, J. D. (2006). Evaluating Training Programs. San Francisco:
Berrett-Koehler
d. Informasi dari internet
ITS Surabaya, 2012. Evaluasi pelatihan untuk operator dengan menggunakan metode return on
investment. Diunduh pada tanggal 20 Mei 2019
12