Anda di halaman 1dari 110

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN
DISTRIBUSI KEFARMASIAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 15 JULI– 26 JULI 2013

SARI RAHAYU SETYANINGSIH, S.Farm. 1206330085

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN
DISTRIBUSI KEFARMASIAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 15 JULI– 26 JULI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

SARI RAHAYU SETYANINGSIH, S.Farm. 1206330085

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


iii Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


iv Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia pada periode 15 Juli – 26 Juli 2013. Kegiatan PKPA bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman mahasiswa dan mengaplikasikan ilmu yang telah
diperoleh selama perkuliahan.
Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh
ujian akhir Apoteker pada Fakultas Farmasi UI. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan ini, yaitu kepada:
1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
2. Dr. Drs Hayun, M.Si, Apt. selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
3. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengenal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada
umumnya, serta Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
pada khususnya.
4. Dra. Engko Sosialine, Apt., M.Biomed. selaku Direktur Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis
untuk mengenal direktorat ini.
5. Anwar Wahyudi, SE.,S.Farm., Apt., MKM. Selaku Kasubag Tata Usaha dan
pembimbing dalam penulisan tugas umum yang selalu memberi saran dan
mendukung penulis.
6. Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si. selaku pembimbing dan Kasubdit
Produksi Kosmetika dan Makanan beserta staf yang telah banyak membantu
dan membimbing penulis.

v Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


7. Dra. Nadirah Rahim, Apt., M.Kes. selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi
Obat dan Obat Tradisional beserta staf yang telah banyak membantu dan
membimbing penulis.
8. Drs. Riza Sultoni, Apt., MM. selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi
Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus beserta staf
yang telah banyak membantu dan membimbing penulis.
9. Dita Novianti S.A, S.Si., Apt., MM. selaku Kasubdit Kemandirian Obat dan
Bahan Baku Obat beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing
penulis;
10. Anton Bahtiar M.Biomed., P.h.D., Apt. Selaku dosen pembmbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam
penyusunan laporan ini.
11. Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas
segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan
PKPA;
12. Seluruh dosen pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi UI yang telah membantu kelancaran dalam perkuliahan dan
penyusunan laporan ini.
13. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran,
dorongan, semangat, dan doa yang tidak henti-hentinya.
14. Teman-teman Apoteker Angkatan 77 Fakultas Farmasi UI atas dukungan dan
kerjasama selama ini.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah turut
serta membantu selama penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala
kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan PKPA
ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia
farmasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Penulis
2014
vi Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


vii Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


ABSTRAK

Nama : Sari Rahayu Setyaningsih, S.Farm


Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia Periode 15 Juli – 26 Juli 2013

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen


bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya Upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dapat melalui
pelayanan kefarmasian yang profesional. Oleh sebab itu, diperlukan suatu
lembaga pemerintahan yang bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan
dan standarisasi di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, yaitu
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen Binfar dan
Alkes). Di lembaga pemerintahan ini apoteker berperan dalam sediaan farmasi
dan alat kesehatan, dan bertujuan memperkenalkan program pemerintah dalam
meningkatkan peran apoteker di masyarakat. maka Program Profesi Apoteker
Universitas Indonesia bekerja sama dengan Kementerian kesehatan
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan pada15 Juli
- 26 Juli 2013 di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia untuk mengetahui dan memahami peran apoteker
mengenai kebijakan, regulasi dan standarisasi terkait bidang kefarmasian. Tugas
khusus yang diberikan pada Praktek Kerja Profesi Apoteker adalah rekapitulasi
sarana produksi dan distribusi farmasi di Indonesia yang telah melakukan
pembaharuan izin sesuai dengan perauran yang berlaku periode Januari – Juli
2013.

Kata Kunci : Pembagunan Kesehatan, Praktek Kerja Profesi Apoteker di


Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, kebijakan, regulasi dan standarisasi
bidang kefarmasian, tugas khusus

Laporan Tugas Umum : xi + 56 halaman; 4 gambar; 7 tabel; 8 lampiran


Laporan Tugas Khusus : ii + 32 halaman; 5 gambar; 1 tabel; 1 lampiran
Daftar Acuan Laporan Tugas Umum : 6 (1997 - 2013)
Daftar Acuan Laporan Tugas Khusus : 10 (2010 - 2013)

viii Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


ABSTRACT

Name : Sari Rahayu Setyaningsih, S.Farm


Program Study : Apothecary Profession
Title : Report of the Working Practice Pharmacist in Directorate of
Production and Distribution of Pharmaceutical Directorate
General of Pharmaceutical and Medical Devices Ministry of
Health, Republic of Indonesia Period July 15th to July 26th
2013

Health development is an effort undertaken by all components of the nation that aims
to raise awareness, willingness and ability of healthy life for every person to manifest
the degree of public health as high Efforts to improve health care can through
professional pharmacy services. Therefore, required a government agency in charge
of formulating and implementing policies and standardization in the field of
pharmacy services and medical devices,the Directorate General of Pharmaceutical
and Medical Devices (DG Binfar and Medical Devices). The governmental agencies
pharmacist role in pharmaceutical preparations and medical devices, and aims to
introduce government programs to increase the role of the pharmacist in the
community. The Pharmacists Profession Program University of Indonesia in
cooperation with the Ministry of Health organized Practice Pharmacist (PKPA)
conducted on 15th July - July 26th 2013 At The Directorate of Production and
Distribution of Pharmaceutical Directorate General of Pharmaceutical and Medical
Devices Ministry of Health, Republic of Indonesia to know and understand the role
of pharmacists regarding policies, regulations and standards related to the field of
pharmacy. Special assignment given to the Practice Pharmacist is recapitulation of
the means of production and distribution of pharmaceuticals in Indonesia, which has
made the renewal of a permit in accordance with applicable regulations the period
from January to July 2013.

Key Words : Health Development, Practice Pharmacist in Production Development


Directorate and Distribution of Pharmaceutical Directorate General of
Pharmaceutical and Medical Devices Ministry of Health, Republic of Indonesia,
policy, regulation and standardization fields of pharmacy, special assignment.

General Assignment Report : xi+56 pages; 4 picture; 7 table; 8 appendix


Special Assignment Report : ii + 32 pages; 5 picture; 1 table; 1 appendix
General Assignment Report Bibliography : 7 (2004-2009)
Special Assignment Report Bibliography : 11 (1996-2013)

ix Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iv
KATA PENGANTAR........................................................................................ v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS............................................. vii
ABSTRAK.......................................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM............................................................................. 3


2.1. Tinjauan Umum Kementrian Kesehatan............................................... 3
2.2. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .................... 12

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN


DISTRIBUSI KEFARMASIAN ......................................................... 19
3.1. Tugas Pokok dan Fungsi .................................................................... 19
3.2. Tujuan ................................................................................................. 19
3.3. Visi dan Misi ...................................................................................... 20
3.4. Sasaran ............................................................................................... 20
3.5. Strategi ............................................................................................... 20
3.6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian ........................................................................................ 21
3.7. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional ....... 21
3.8. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan ................................. 22
3.9. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotik, Psikotropik,
Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus ................................................. 23
3.10. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat ....................... 25
3.11. Sub Bagian Tata Usaha ........................................................................ 26
3.12. Strategi Pelaksanaan ............................................................................ 27
3.13. Sumber Daya ....................................................................................... 28

BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN ........................................... 31

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 35


5.1. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional ....... 35
5.2. Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan ................................... 38
x Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


5.3. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotik, Psikotropik,
Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus ................................................ 40
5.4. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat ...................... 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 45


6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 45
6.2 Saran ................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 47
LAMPIRAN ...................................................................................................... 48

xi Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Logo Kementrian Kesehatan ........................................................ 3


Gambar 5.1. Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang
Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Obat yang
Diterbitkan oleh 2012 Subdirektorat Produksi dan Distribusi
Obat dan Obat Tradisional............................................................. 38
Gambar 5.2. Grafik Izin Produksi Kosmetika ................................................... 40
Gambar 5.3. Izin Impor/Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekusor
Farmasi Tahun 2012 yang Diterbitkan Subdirektorat Produksi
dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan
Farmasi Khusus............................................................................. 43

xii Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Distribusi Pegawai Menurut Jabatan ............................................. 29


Tabel 3.2 Distribusi Pegawai Menurut Pendidikan........................................ 29
Tabel 3.3 Distribusi Pegawai Menurut Golongan .......................................... 29
Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia......................................... 31
Tabel 5.1 Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang
Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat yang
Diterbitkan oleh 2012 Subdirektorat Produksi dan Distribusi
Obat dan Obat Tradisional............................................................. 37
Tabel 5.2 Izin Industri Kosmetika yang Diterbitkan oleh 2011
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan
Makanan ....................................................................................... 40
Tabel 5.3 Izin Impor/Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekusor
Farmasi Tahun 2012 yang Diterbitkan Subdirektorat Produksi
dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan
Farmasi Khusus............................................................................. 42

xiii Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan.................................. 49


Lampiran 2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan.............................................................................. 50
Lampiran 3 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan................................................... 51
Lampiran 4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kefarmasian................................................................ 52
Lampiran 5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ......... 53
Lampiran 6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan.............................................................................. 54
Lampiran 7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian.................................................................................. 55
Lampiran 8 Alur Proses Perizinan.................................................................... 56

xiv Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Departemen Kesehatan
RI, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan, pembangunan kesehatan dibangun dengan asas
perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap
hak, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah bertanggung jawab dalam pembangunan kesehatan, yaitu
merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat
agar tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Seluruh rakyat Indonesia
berhak memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
dan terjangkau. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus-menerus
berupaya agar pelayanan kesehatan semakin baik kualitasnya. Hal ini berkaitan
dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia
kesehatan.
Upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dapat melalui pelayanan
kefarmasian yang profesional. Oleh sebab itu, diperlukan suatu lembaga yang
bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi di bidang
pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, yaitu Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dibagi
menjadi empat direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Produksi dan

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


2

Distribusi Kefarmasian. Direktorat ini bertugas melaksanakan penyiapan,


perumusan, dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian.
Pada pemerintahan, apoteker berperan dalam penanganan sediaan farmasi
dan alat kesehatan, mengingat pentingnya hal-hal tersebut, maka diperlukan
adanya pembekalan bagi para calon apoteker mengenai tugas dan fungsi apoteker
dalam bidang kefarmasian yang bertujuan memperkenalkan program pemerintah
dalam meningkatkan peran apoteker di masyarakat. Oleh karena itu,
diselenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian
Kesehatan, dengan harapan calon apoteker dapat memperoleh gambaran nyata
tentang peran apoteker di masyarakat secara umum dan di Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara khusus, terutama di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

1.2. Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker :
1. Mengetahui dan memahami tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
2. Memahami peran dan fungsi profesi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan
kefarmasian di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1. Tinjauan Umum Kementrian Kesehatan


Kementerian Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah
dibidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan dan bertanggung
jawab kepada Presiden.

2.1.1. Logo Kementerian Kesehatan

Gambar 2.1. Logo Kementerian Kesehatan

Arti simbol-simbol pada logo Bhakti Husada adalah sebagai berikut:


1. Palang Hijau terletak di dalam Bunga Wijayakusuma dengan lima daun
mahkota makna Pancakarsa Husada melambangkan tujuan pembangunan
kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional.
2. Bunga Wijayakusuma ditopang oleh lima kelompok daun berwarna hijau
melambangkan Pancakarya Husada pada hakikatnya adalah penjabaran
makna pembangunan kesehatan.
3. Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota berwarna putih dan
kelopak daun berwarna hijau mempunyai makna melambangkan pengabdian
luhur.
4. Palang Hijau melambangkan pelayanan kesehatan.
5. Tulisan “BHAKTI HUSADA” bermakna pengabdian dalam upaya kesehatan
paripurna.

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


4

6. Bentuk garis bulat telur melambangkan kebulatan tekad, keterpaduan


dengan berbagai unsur masyarakat.
Pancakarya Husada :
a. Peningkatan kemampuan masyarakat menolong dirinya sendiri dalam
bidang kesehatan.
b. Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan.
c. Peningkatan status gizi masyarakat.
d. Pengurangan angka kesakitan (Morbiditas) dan angka kematian
(Mortalitas).
e. Pengembangan keluarga sehat sejahtera dengan semakin diterimanya norma
keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.

2.1.2. Dasar hukum


Dasar hukum terbentuknya organisasi ini adalah :
1. Perpres RI No. 47 Tahun 2009 nomor 144 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara.
2. Perpres RI No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara.
3. Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan.

2.1.3. Visi dan Misi


Visi yang dimiliki oleh kementerian kesehatan adalah “Masyarakat
Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan”. Sedangkan dalam rangka mendukung visi
tersebut, Kementerian Kesehatan memiliki Misi sebagai berikut :
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
5

2.1.4. Strategi
Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka
pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan Visi dan Misi yang telah
ditetapkannya. Adapun strategi yang dijalankan adalah :
a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan
berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif
dan preventif.
c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.
d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang
merata dan bermutu.
e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan
berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan
yang bertanggungjawab.

2.1.5. Nilai-Nilai
Guna mewujudkan Visi dan mengembangkan Misi yang ada, Kementerian
Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai, yaitu :
1. Pro Rakyat
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan
selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang
terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa
membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi.
2. Inklusif
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
6

karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh


Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen
masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi
profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan
masyarakat akar rumput.
3. Responsif
Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat,
serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi
setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi
dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda,
sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula.
4. Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang
telah ditetapkan dan bersifat efisien.
5. Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.

2.1.6. Tugas
Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara.

2.1.7. Fungsi
Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kesehatan
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
1. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis
di bidang kesehatan;
2. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya;
3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabnya;
4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
7

5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang


tugas dan fungsinya kepada Presiden;

2.1.8. Tujuan
Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan
berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Pembangunan kesehatan yang berhasil-guna dan berdaya-guna dapat
dicapai melalui pembinaan, pengembangan, dan pelaksanaan, serta pemantapan
fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh sistem informasi
kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta hukum kesehatan.

2.1.9. Sasaran Strategis


Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun 2010-2014, yaitu :
1. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat, dengan:
a. Meningkatnya umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun;
b. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per
100.000 kelahiran hidup;
c. Menurunnya angka kematian bayi dari 34 menjadi 24 per 1.000
kelahiran hidup;
d. Menurunnya angka kematian neonatal dari 19 menjadi 15 per 1.000
kealahiran hidup;
e. Menurunnya prevalensi anak balita yang pendek (stunting) dari 36,8
persen menjadi kurang dari 32 persen;
f. Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh naskes terlatih (cakupan PN)
sebesar 90%;
g. Persentase puskesmas rawat inap yang mampu melaksanakan
Pelayanan Obstetri Neonatus Esensial Dasar (PONED) sebesar 100%;
h. Persentase Rumah Sakit Kabupaten Kota yang melaksanakan Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Komperhensif (PONEK) sebesar 100%;
i. Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN lengkap) sebesar 90%.
2. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular, dengan :

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
8

a. Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 per 100.000


penduduk;
b. Menurunnya kasus malaria (Annual Paracite Index-API dari 2 menjadi
1 per 1.000 penduduk;
c. Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa dari 0,2 menjadi
di bawah 0,5%;
d. Meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan
dari 80% menjadi 90%;
e. Persentase desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI)
dari 80% menjadi 100%;
f. Angka kesakitan demam berdarah dengue (DBD) dari 55 menjadi 51
per 100.000 penduduk.
3. Menurunnya disparasitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan
antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparasitas
separuh dari tahun 2009.
4. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka
mengurangi resiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh
penduduk, terutama penduduk miskin.
5. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah
tangga dari 50 persen menjadi 70 persen.
6. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal,
Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
7. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak
menular.
8. Seluruh Kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

2.1.10. Arah Kebijakan


Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan didasarkan pada arah
kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam Rencana
Pembangunan jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dengan
memperhatikan permasalahan kesehatan yang telah diindentifikasi melalui hasil
review pelaksanaan pembangunan kesehatan sebelumnya.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
9

Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan periode tahun 2010-2014.


Perencanaan program dan kegiatan secara keseluruhan telah dicantumkan di
dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Namun untuk menjamin
terlaksanannya berbagai upaya kesehatan yang dianggap prioritas dan mempunyai
daya ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan
upaya yang bersifat reformatif dan akseleratif.
Upaya tersebut meliputi pengembangan Jaminan Kesehatan Masyarakat,
peningkatan pelayanan kesehatan di DTPK, ketersediaan, keterjangkauan obat di
seluruh fasilitas kesehatan, saintifikasi jamu, pelaksanaan reformasi birokrasi,
pemenuhan bantuan operasional kesehatan (BOK), penanganan daerah
bermasalah kesehatan (PDBK), pengembangan pelayanan untuk Rumah Sakit
Indonesia Kelas Dunia (World Class Hospital). Langkah-langkah pelaksanaan
upaya reformasi tersebut disusun di dalam dokumen tersendiri, dan menjadi
dokumen yang tidak terpisahkan dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan 2010-2014 ini.
Upaya kesehatan tersebut juga ditujukan untuk peningkatan akses dan
kualitas pelayanan kesehatan yang dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan
status kesehatan dan gizi masyarakat antar wilayah, gender, dan antar tingkat
sosial ekonomi, melalui : pemihakan kebijakan yang lebih membantu kelompok
miskin dan daerah yang tertinggal, pengalokasikan sumberdaya yang lebih
memihak kepada kelompok miskin dan daerah yang tertinggal, pengembangan
instrument untuk memonitor kesenjangan antar wilayah dan antar tingkat sosial
ekonomi, dan peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah yang
tertinggal.
Selain itu, untuk dapat meningkatkan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan, kedelapan fokus prioritas pembangunan nasional bidang kesehatan
didukung oleh peningkatan kualitas manajemen dan pembiayaan kesehatan,
sistem informasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, melalui:
1. Peningkatan kualitas perencanaan, penganggaran dan pengawasan
pembangunan kesehatan;
2. Pengembangan perencanaan pembangunan kesehatan berbasis wilayah;
3. Penguatan peraturan perundangan pembangunan kesehatan;

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
10

4. Penataan dan pengembangan sistem informasi kesehatan untuk menjamin


ketersediaan data dan informasi kesehatan melalui pengaturan sistem
informasi yang komprehensif dan pengembangan jejaring;
5. Pengembangan penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan dalam bidang kedokteran, kesehatan masyarakat, rancang bangun
alat kesehatan dan penyediaan bahan baku obat;
6. Peningkatan penapisan teknologi kesehatan dari dalam dan luar negeri yang
cost effective;
7. Peningkatan pembiayaan kesehatan untuk kegiatan preventif dan promotif;
8. Peningkatan pembiayaan kesehatan dalam rangka pencapaian sasaran luaran
dan sasaran hasil;
9. Peningkatan pembiayaan kesehatan di daerah untuk mencapai indikator SPM;
10. Penguatan advokasi untuk peningkatan pembiayaan kesehatan;
11. Pengembangan kemitraan dengan penyedia pelayanan masyarakat dan
swasta;
12. Peningkatan efisiensi penggunaan anggaran;
13. Peningkatan biaya opersional Puskesmas dalam rangka peningkatan kegiatan
preventif dan promotif dengan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

2.1.11. Kewenangan
Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan dalam
menyelenggarakan fungsinya. Kewenangan tersebut yaitu :
1. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung
pembangunan secara makro;
2. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib
dilaksanakan oleh kabupaten/Kota di bidang Kesehatan;
3. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan;
4. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga
profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan;
5. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang
meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di
bidang kesehatan;

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
11

6. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan


atas nama Negara di bidang kesehatan;
7. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan;
8. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang
kesehatan;
9. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan;
10. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan;
11. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan;
12. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka
kematian ibu, bayi, dan anak;
13. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat;
14. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga
kesehatan;
15. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan;
16. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi
kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan;
17. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan
gizi;
18. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan;
19. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan
penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa;
20. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar
sangat esensial (buffer stock nasional);
21. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yaitu :
a. penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu;
b. pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.

2.1.12 Susunan Organisasi


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:
1144/MENKES/PER/VIII/2010 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, susunan organisasi Kementerian Kesehatan terdiri atas :

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
12

a. Sekretariat Jenderal.
b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
f. Inspektorat Jenderal.
g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.
j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat.
k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.
l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi.
m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal.
n. Pusat Data dan Informasi.
o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri.
p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.
q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan.
r. Pusat Komunikasi Publik.
s. Pusat Promosi Kesehatan.
t. Pusat Inteligensia Kesehatan.
u. Pusat Kesehatan Haji.
Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada
lampiran 1.

2.2. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan


Sesuai dengan Permenkes RI Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan unsur pelaksana yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh seorang
Direktur Jenderal.
2.2.1 Visi dan Misi
Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
13

mengacu kepada rencana strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 yaitu:


1. Visi Kementerian Kesehatan
“Masyarakat Sehat Yang Mandiri Dan Berkeadilan”
2. Misi Kementerian Kesehatan
Untuk mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan ditempuh
melalui Misi sebagai berikut:
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya
upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.2.2 Tugas dan Fungsi
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai
tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan.
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian
dan alat kesehatan.
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
2.2.3 Tujuan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tujuan
sebagai berikut :
1. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, dan
perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan;
2. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
14

yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan dan kerasionalan;


3. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit
dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh
tenaga farmasi yang profesional.
2.2.4 Kegiatan
Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan
dilakukan meliputi :
1. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
2. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga (PKRT).
3. Peningkatan pelayanan kefarmasian.
4. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.
2.2.5 Struktur Organisasi
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin
oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri
Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari :
(Lampiran 2)
2.2.5.1 Sekretariat Direktorat Jenderal
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan
teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam
melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:
a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran.
b. Pengelolaan data dan informasi.
c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional, dan
hubungan masyarakat.
d. Pengelolaan urusan keuangan.
e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah
tangga, dan perlengkapan.
f. Evaluasi dan penyusunan laporan.
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai struktur organisasi yang
terdiri dari (Lampiran 3):
1) Bagian Program dan Informasi.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
15

2) Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat.


3) Bagian Keuangan.
4) Bagian Kepegawaian dan Umum.
5) Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat
publik dan perbekalan kesehatan.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi
harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan
kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan; dan evaluasi program obat publik dan perbekalan
kesehatan.
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis
dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik
dan perbekalan kesehatan.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
16

struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 4):


1) Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat.
2) Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
3) Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
4) Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan.
5) Subbagian Tata Usaha.
6) Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina
Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi
klinik, dan penggunaan obat rasional.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat
rasional.
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat
rasional.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi
yang terdiri dari (Lampiran 5):
1) Subdirektorat Standarisasi
2) Subdirektorat Farmasi Komunitas
3) Subdirektorat Farmasi Klinik

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
17

4) Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional


5) Subbagian Tata Usaha
6) Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.5.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 588, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi
dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan
sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 6):
1) Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.
2) Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.
3) Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
18

4) Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi.


5) Subbagian Tata Usaha.
6) Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai
struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 7):
1) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.
2) Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan.
3) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan
Sediaan Farmasi Khusus.
4) Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
5) Subbagian Tata Usaha.
6) Kelompok Jabatan Fungsional.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN

3.1. Tugas Pokok dan Fungsi


Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempuyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan
RI, 2010).
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan
fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang
produksi dan distribusi kefarmasian.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis
dibidang produksi dan distribusi kefarmasian.
e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
f. Pelaksanaan perizinan dibidang produksi dan distribusi kefarmasian.
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

3.2. Tujuan
Tujuan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian tahun 2011-2014 adalah sebagai arah dalam penyelenggaraan
program produksi dan distribusi kefarmasian serta pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Kementerian
Kesehatan RI, 2011).

19 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


20

3.3. Visi dan Misi (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013)


Agar tujuan yang diinginkan tercapai, aktivitas operasional Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian beradasarkan Visi dan Misi sebagai
berikut :
a. Visi
Industri farmasi dan Makanan yang mampu memenuhi kebutuhan dalam
negeri dan bersaing di era globalisasi.
b. Misi
1. Menyusun dan mengembangkan standar dan persyaratan di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan.
2. Melaksanakan pelayanan publik yang prima dalam bidang produksi dan
distribusi kefarmasian dan makanan.
3. Membentuk aliansi strategis dalam bidang obat, obat tradisonal, sediaan
farmasi khusus, kosmetik dan makanan.
4. Melaksanakan pembinaan sarana produksi dan distribusi farmasi dan
makanan.

3.4. Sasaran (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013)


a. Tersedia bahan baku obat dan obat tradisional.
b. Tersusunnya standar kefarmasian di bidang obat, obat tradisional, kosmetik,
dan makanan.
c. Industri farmasi prakualifikasi WHO.

3.5. Strategi (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013)


a. Menyusun dan mengembangkan standar dan persyaratan di bidang produksi
dan distribusi kefarmasian dan makanan.
b. Melaksanakan koordinasi dan pembinaan yang terpadu.
c. Meningkatkan kapasitas SDM yang kompeten dan profesional.
d. Membentuk aliansi strategis dan mengintegrasikan sumber daya.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
21

3.6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi


Kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian memiliki Struktur Organisasi sebagai berikut
(Kementerian Kesehatan RI, 2010):
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.
b. Sudirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan.
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan
Sediaan Farmasi Khusus.
d. Subdirekorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
e. Subbagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.

3.7. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional


(Kementerian Kesehatan RI, 2010)
3.7.1. Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan,
bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di
bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi
dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan
distribusi obat dan obat tradisional.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) di
bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat
tradisional.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan
distribusi obat dan obat tradisional.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
22

produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.

3.7.2. Struktur Organisasi


Struktur Organisai Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat
Tradisional terdiri atas :
a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi
Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat
tradisional.
b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi
Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana
produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menangani
penerbitan usaha industri farmasi, pedagang besar farmasi, pedagang besar
bahan baku farmasi, industri obat tradisional dan penyusunan standar dan
pedoman di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

3.8. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan (Kementerian


Kesehatan RI, 2010)
3.8.1. Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Poduksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang produksi
kosmetika dan makanan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi
Kosmetika dan Makanan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang produksi
kosmetika dan makanan.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
23

b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang


kosmetika dan makanan.
c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi kosmetika.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi
kosmetika dan makanan.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang
produksi kosmetika dan makanan.

3.8.2. Struktur Organisasi


Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan
terdiri atas:
a. Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan
Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi kosmetika dan makanan.
b. Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika
Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang sarana produksi
kosmetika.
Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menangani penerbitan
izin usaha di bidang produksi kosmetika dan makanan dan penyusunan standar
dan pedoman di bidang produksi ksometika dan makanan.

3.9. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,


Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus (Kementerian Kesehatan RI,
2010)
3.9.1. Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor,
dan Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
24

penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika,


prekursor, dan sediaan farmasi khusus.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi
dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan
pedoman di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika prekursor,
dan sediaan farmasi khusus dan makanan.
c. Pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika,
prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan.
d. Penyiapan bahan bimbingan dan pengendalian di bidang produksi dan
distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan
makanan.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan
sediaan farmasi khusus dan makanan.

3.9.2. Struktur Organisasi


Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika,
Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus terdiri dari atas :
a. Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan
teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan
distribusi narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi.
b. Seksi Sediaan Farmasi Khusus
Seksi Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan,

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
25

evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sediaan farmasi khusus dan


makanan.
Subdirekorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor
dan Sediaan Farmasi Khusus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, maka
dalam hal ini Subdirektorat tersebut menangani/menerbitkan izin import/eksport
prekusor, psikotropika.

3.10. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (Kementerian


Kesehatan RI, 2010)
3.10.1. Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan
bahan baku obat.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat
Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat menyelengarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kemandirian
obat dan bahan baku obat.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang
kemandirian obat dan bahan baku obat.
c. Penyiapan bahan koordinasi serta pelakasanaan kerjasama lintas program dan
lintas sektor di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang kemandirian obat dan bahan baku
obat.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang
kemandirian obat dan bahan baku obat.

3.10.2. Struktur Organisasi


Struktur Organisasi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku
Obat terdiri atas:
a. Seleksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
26

Seleksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan,
evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku
obat.
b. Seksi Kerjasama
Seksi Kerjasama mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan koordinasi,
pelaksanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor, pengendalian serta
evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerjasama di bidang
kemandirian obat dan bahan baku obat.

3.11. Sub Bagian Tata Usaha


Sub Bagian Tata Usaha tmempunyai tugas untuk melaksanakan urusan tata
usaha dan runah tangga Direktorat sebagai berikut :
3.11.1 Kepegawaian
Tugas Sub Bagian Tata Usaha Kepegawaian adalah membuat data dan
informasi kepegawaian. Data dan informasi tersebut antara lain:
a. Daftar nama-nama pejabat berdasarkan nomor urut kepangkatan berikut nama
jabatan, eselon dan golongan.
b. Daftar seluruh pegawai berdasarkan nomor urut kepangkatan dan nama jabatan
serta alamat.
c. Informasi tentang kenaikan pangkat maupun memasuki masa pensiun.
d. Menyusun dan menyimpan berkas-berkas yang berkaitan dengan pegawai
untuk seluruh pegawai.
e. Menyusun dan menyimpan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan)
seluruh pegawai berdasarkan urutan tahun penilaian.
f. Menyusun dan menyimpan data KP4 (Surat Keterangan Untuk Mendapat
Tunjangan Keluarga) maupun daftar riwayat hidup seluruh pegawai.
g. Mengurus kenaikan pangkat pegawai.
h. Membantu pengurusan kenaikan pangkat berkala.
i. Membantu pengurusan pembuatan SIMKA (Sistem Informasi Kepegawaian).

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
27

3.11.2. Kerumahtanggaan Direktorat


Tugas Sub Bagian Tata Usaha kerumahtangaan adalah sebagai berikut :
a. Melakukan inventarisasi barang-barang inventaris milik negara.
b. Melakukan pendataan yang berkaitan dengan pemeliharaan barang-barang
inventaris dan bekerjasama dengan bagian umum dan kepegawaian Setditjen
(Sekertaris Direktorat Jenderal) Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
c. Melakukan pendataan barang-barang inventaris yang akan diusulkan
penghapusannya secara administratif yang selanjutnya diteruskan ke Bagian
Umum dan Kepegawaian Setditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
d. Menyiapkan bahan-bahan untuk keperluan rapat atau tamu-tamu Direktur.
e. Menata dan mengatur ruang penyimpanan berkas/barang inventaris di Gudang
Direktorat.

3.12. Strategi Pelaksanaan (Direktorat Bina ProDis Kefarmasian, 2013)


Strategi yang dilaksanakan oleh masing – masing Subdirektorat untuk
mencapai target indikator adalah sebagai berikut :
3.12.1. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
a. Aliansi strategis dalam kemandirian di bidang obat tradisional
b. Penyusunan NSPK di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional
c. Pembinaan kepada sarana di bidang produksi dan distribusi obat dan obat
tradisional
d. Penguatan kapasitas SDM pusat, provinsi, dan kabupaten/kota di bidang
pembinaan obat dan obat tradisional
e. Membangun jejaring kerja dengan pemangku kepentingan nasional di bidang
produksi dan distribusi obat dan obat tradisional

3.12.2. Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan


a. Aliansi strategi di bidang produksi kosmetik dan makanan
b. Penyusunan NSPK di bidang produksi kosmetik dan makanan
c. Pembinaan kepada produsen kosmetik dan makanan
d. Penguatan kapasitas SDM pusat, provinsi, kabupaten/kota di bidang
pembinaan produksi makanan

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
28

e. Membangun jejaring kerja dengan pemangku kepentingan nasional di bidang


produksi kosmetik dan makanan

3.12.3. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor


dan Sediaan Farmasi Khusus
a. Membangun jejaring kerjasama dengan stake holder terkait melalui aliansi
strategi di bidang produksi narkotika, psikotropika, prekursor dan sediaan
farmasi khusus
b. Penyusunan NSPK di bidang produksi narkotik, psilotropik, prekursor dan
sediaan farmasi khusus
c. Pembinaan terhadap industri farmasi dan PBF yang melakukan produksi dan
distribusi narkotika, psikotropika, prekursor dan sediaan farmasi khusus
d. Penguatan kapasitas SDM pusat, provinsi, kabupaten/kota di bidang
pembinaan produksi dan distibusi narkotika, psikotropika, prekursor dan
sediaan farmasi khusus

3.12.4. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat


a. Pendirian kelompok kerja kemandirian bahan baku obat. Kelompok kerja
kemandirian bahan baku obat beranggotakan lintas kemandirian dan stake
holder terkait lain dengan kementrian kesehatan sebagai koordinator
b. Kerjasama dan fasilitas penelitian dengan lembaga penelitian (BPPT dan LIPI)
di bidang pengembangan bahan baku obat
c. Pembentukan jejaring kerja dengan berbagai stake holder diantaranya institusi
penelitian, kalangan indutri dan asosiasi pengusaha

3.13. Sumber Daya (Direktorat Bina ProDis Kefarmasian, 2013)


3.13.1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang bertugas di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
sampai akhir tahun 2012 berjumlah 34 orang dengan perincian pejabat struktural
12 orang dan tenaga staf 22 orang. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.1.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
29

Tabel 3.1 Distribusi Pegawai Menurut Jabatan


No Jabatan Jumlah
1 II 1
2 III 3
3 IV 8
4 Staf 22
Jumlah 34
Berdasarkan jenjang pendidikan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian mempunyai 8 orang S2, 16 orang Apoteker, 4 orang S1, 2 orang D3
Farmasi, 3 orang SMA, dan 1 orang SMP. Kondisi kepegawaian berdasarkan
jenjang pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Distribusi Pegawai Menurut Pendidikan

No Pendidikan Jumlah
1 SD 0
2 SLTP 1
3 SLTA 3
4 D3 2
5 S1 4
6 Apoteker 16
7 Dokter 0
8 S2 8
Jumlah 34

Distribusi pegawai menurut golongan kepangkatan terlihat pada tabel 3.3.


Tabel 3.3 Distribusi Pegawai Menurut Golongan
No Golongan Jumlah
1 I 0
2 II 4
3 III 23
4 IV 7
Jumlah 34

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
30

3.13.2 Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang tersedia di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian sesuai dengan Laporan Barang Milik Negara (BMN) pada
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menggunakan data yang
berasal dari Sistem Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN).

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
BAB 4
PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Fakultas Farmasi Universitas


Indonesia dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian,
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Kegiatan PKPA berlangsung dari
tanggal 15 Juli - 26 Juli 2013, yang dilakukan setiap hari kerja, yaitu Senin hingga
Jum’at pada pukul 08.00 - 15.00 WIB. Berikut jadwal kegiatan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) yang dirangkum dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia
Hari dan Jam
No Uraian Kegiatan
Tanggal
1 Senin, 09.00 - 11.00 1. Penerimaan mahasiswa PKPA
15 Juli 2013 WIB Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh
Bapak Kamit Waluyo, SH., MM
2. Penjelasan umum mengenai struktur
organisasi dan tata kerja Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia dan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan oleh Bapak Kamit
Waluyo, SH., MM
3. Pembagian mahasiswa PKPA menjadi
tiga kelompok dan ditempatkan di tiga
direktorat yang berada di bawah
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

31 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


32

dan Alat Kesehatan, yaitu :


a. Kelompok I (Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan)
b. Kelompok II (Direktorat Bina
Pelayanan Kefarmasian)
c. Kelompok III (Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi
Kefarmasian)
11.00 – 12.00 4. Penerimaan mahasiswa PKPA UI
WIB oleh staf Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Kefarmasian oleh Ibu
Liza Fitrislani, S.Si., Apt
12.00 - 13.00 5. ISHOMA (istirahat, sholat dan
WIB makan)
13.30 – 14.00 6. Penjelasan umum tentang struktur
WIB organisasi dan tata kerja Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian oleh Kasubag Tata
Usaha Bapak Anwar Wahyudi SE.,
S.Farm., Apt., MKM
14.00 – 15.00 7. Penjelasan dan pengarahan tentang
WIB Subdirektorat Produksi Kosmetika
dan Makanan oleh Ibu Dra. Nur
Ratih Purnama, Apt., MM. selaku
Kasubdit.
15.00 – 15.15 8. Pemberian jaadwal kegiatan harian
WIB oleh Kasubag Tata Usaha Bapak
Anwar Wahyudi SE., S.Farm., Apt.,
MKM

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


33

2 Selasa, 09.00 - 11.00 1. Penjelasan dan pengarahan tentang


16 Juli 2013 WIB Subdirektorat Produksi dan
Distribusi Narkotika, Psikotropika,
Prekusor dan Sediaan Farmasi
Khusus oleh Bapak Drs. Riza
Sultoni, Apt., MM. selaku Kasubdit.
12.00 - 13.00 2. ISHOMA (istirahat, sholat dan
WIB makan)
3. Diskusi mengenai Undang-undang
13.30 - 15.00 terkait kesehatan, Peraturan
WIB Pemerintah, Peraturan Menteri
Kesehatan, Harmonisasi ASEAN,
Codex Alimentarius, Farmasi Klinik
Kosmetik dan Makanan oleh Ibu
Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., MM.
3 Rabu, 09.00 - 11.00 1. Penjelasan dan pengarahan tentang
17 Juli 2013 WIB Subdirektorat Produksi dan
Distribusi Obat dan Obat
Tradisional oleh Ibu Dra. Nadirah
Rahim, Apt., M.Kes selaku
Kasubdit.
12.00 - 13.00 2. ISHOMA (istirahat, sholat dan
WIB makan).
3. Pengerjaan tugas umum dan khusu
13.00 - 14.00 bagi yang telah mendapat tugas oleh
WIB pembimbing masing – masing
kasubdit.
14.00 - 15.00 4. Diskusi Codex Alimentarius, alat
WIB pengukur rasa, Bahan Tambahan
Pangan, Undang – Undang Narkotik
dan Psikotropik oleh Ibu Dra. Nur

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
34

Ratih Purnama, Apt., MM.


4 Kamis, 08.00 - 12.00 1. Mengerjakan tugas Khusus dan
18 Juli 2013 WIB Umum.
12.00 – 13.00 2. ISHOMA (istirahat, sholat dan
WIB makan).
3. Penjelasan dan pengarahan tentang
13.00 – 15.00 Subdirektorat Kemandirian Obat
WIB dan Bahan Baku Obat oleh Ibu Dra.
Rostilawati R, Apt selaku Kasie
Kerja Sama dan Distribusi Subdit
BBO.
5 Jumat, 08.00 – 15.00 1. Mengerjakan tugas Umum dan
19 Juli 2013 WIB Khusus.
12.00 – 13.30 2. ISHOMA (istirahat, sholat dan
WIB makan).
13.30 – 15.30 3. Mengerjakan tugas Umum dan
WIB Khusus.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
BAB 5
PEMBAHASAN

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian yang dibentuk pada


tanggal 3 Januari 2011 merupakan suatu Direktorat yang diciptakan oleh
Kementerian Kesehatan guna mempermudah pihak produsen dan penyalur produk
farmasi. Direktorat ini dibentuk, dengan tujuan untuk membina industri farmasi,
industri obat tradisional, Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar
Farmasi Bahan Obat (PBFBO) agar mampu memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Direktorat bina produksi dan
distribusi kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria
serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian. Program yang ditetapkan oleh Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian bertujuan untuk menciptakan industri farmasi yang
memenuhi standar atau persyaratan, mandiri (mampu memenuhi teknologi dan
bahan baku sendiri tidak bergantung sepenuhnya dengan impor), serta memiliki
daya saing sehingga dapat memenuhi kebutuhan obat dalam negeri dan menjadi
sumber devisa negara. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka diperlukan
komponen-komponen berikut: pedoman, regulasi, infrastruktur, kemandirian,
aliansi strategis, pembinaan industri, reposisi dan revitalisasi obat generik berlogo
(OGB). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian melakukan
pembinaan bukan pengawasan sehingga membantu industri farmasi, industri obat
tradisional, Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar Farmasi Bahan
Obat (PBFBO) serta industri kosmetika dan makanan agar mampu memenuhi
persyaratan (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

5.1. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat Dan Obat Tradisional


Subdirektorat produksi dan distribusi obat dan obat tradisional melakukan
pendataan kapasitas produksi kepada tiap industri farmasi yang bertujuan untuk

35 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


36

menjaga keseinambungan ketersediaan obat yang dibutuhkan dalam pelayanan


kesehatan, membuat materi–materi pemberdayaan masyarakat terkait obat
tradisional melalui media cetak seperti leafleat, permainandan gimmick,
melakukan kegiatan penyusunan sistem pelaporan triwulan oleh PBF (e – report
PBF), pengembangan pusat pengeringan pasca panen dan pusat ektrak nasional
dan daerah. Dalam rangka mendukung pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) tahun 2014 diperlukan jaminan akan ketersediaan obat, maka itu
subdirektorat produksi dan distribusi obat dan obat tradisional melakukan
pendataan kapasitas produksi kepada di seluruh industri farmasi di Indonesia yang
bertujuan untuk menjaga keseinambungan ketersediaan obat yang dibutuhkan
dalam pelayanan kesehatan menjelang SJSN tahun 2014. Kendala yang dihadapi
oleh subdirektorat ini adalah kurangnya sumber daya manusia yang membantu
evaluasi pendataan kapasitas produksi industri farmasi di seluruh Indonesia.
Kerja nyata yang telah dilaksanakan oleh Subdirektorat Obat dan Obat
Tradisional antara lain:
a. Pemetaan industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi
dan pedagang besar bahan baku farmasi
b. Perizinan industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi
dan pedagang besar bahan baku farmasi
c. Penyusunan Farmakope Herbal dan Suplemen Farmakope Indonesia.
d. Penyusunan Farmakope Indonesia
e. Sosialisasi perizinan dalam mewujudkan pelayanan perizinan terhadap
industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan
pedagang besar bahan baku farmasi.
Menurut pengamatan yang dilakukan selama praktek kerja profesi
apoteker terkait kegiatan ini, khususnya di loket 1 Unit Layanan Terpadu, masih
banyak pemohon perizinan yang kurang mengerti alur prosedur pengajuan
perizinan, karena perizinan yang ditangani Direktorat Produksi dan Distribusi
Kefarmasian ini merupakan suatu perizinan yang kompleks dan melibatkan juga
instansi lainnya seperti Dinas Kesehatan Propinsi, Badan Pengawas Obat dan
Makanan, BKPM. Pemohon juga sering mengeluh kurangnya sosialisasi dan

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
37

informasi yang diberikan pertugas tentang kelengkapan persyaratan adminsitrasi


sehingga harus berulang-kali datang. Pada tahap proses perizinan pun, pemohon
juga sulit mendapatkan informasi sampai tahap mana proses perizinannya karena
belum adanya sistem database tahapan proses perizinan dan ketika pemohon
menelpon ke Direktorat, petugas yang ada juga tidak mengetahuinya.
Penyelesaian proses perizinan juga ada yang tidak sesuai dengan janji hari kerja
yang ditetapkan dalam peraturannya. Hal ini dikarenakan kurangnya efisiensi
sistem birokrasi dan pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan yang membuat pejabat
penandatangan seringkali tidak ada di tempat. Selain itu, dari sekian banyak
kegiatan pelayanan perizinan sarana produksi dan distribusi yang ditangani oleh
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, baru perizinan
ekspor/impor narkotika saja yang menerapkan sistem online registration.
Perizinan lainnya masih dilakukan pemeriksaan secara manual saja, namun akan
diarahkan menjadi pelayanan online kedepannya.
Izin PBF lebih banyak dikeluarkan karena persyaratan untuk PBF lebih
ringan karena hanya memerlukan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) yang
dikeluarkan oleh Badan POM RI. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1 dan gambar
5.1 .

Tabel 5.1. Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang Besar
Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat yang Diterbitkan
oleh 2012 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat
Tradisional
No. Kategori Jumlah izin yang dikeluarkan

1. Izin IF 89
2. Izin PBF 220
3. Izin PBF-BO 28
4. IOT 10

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
38

Gambar 5.1. Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang Besar
Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat yang diterbitkan
oleh 2012 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat
tradisional

5.2. Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan


Subdirektorat produksi kosmetika dan makanan bertanggung jawab dalam
mengatur regulasi produksi kosmetik dan makanan yaitu penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi
dan penyusunan laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan, serta
bertanggung jawab dalam pembinaan terhadap industri kosmetik dan makanan
untuk dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1175/MENKES/PER/
VIII/2010 tentang izin produksi kosmetika, diatur mengenai tata cara perizinan
produksi kosmetika. Syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh izin produksi
kosmetika adalah industri kosmetika harus menerapkan Cara Pembuatan
Kosmetika yang Baik (CPKB) dalam produksinya. CPKB bertujuan untuk
menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
39

yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Izin produksi diberikan


sesuai bentuk dan jenis kosmetik yang akan dibuat. Izin produksi dibedakan atas
dua golongan sebagai berikut, industri kosmetik golongan A yaitu izin produksi
yang dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetik dan wajib
menerapkan seluruh aspek CPKB. Pada industri kosmetik golongan B yaitu izin
produksi untuk industri kosmetik yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan
kosmetik tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana, namun harus
mampu menerapkan hygiene sanitasi dan dokumentasi sesuai dengan CPKB. Hal
ini bertujuan untuk menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan kosmetika yang
beredar di masyarakat.
Di Indonesia peraturan kosmetik disesuaikan dengan harmonisasi ASEAN
tahun 1998.Penerapkan harmonisasi ASEAN di Indonesia pada tahun 2011 dalam
bentuk notifikasi kosmetika. Tujuan perubahan alur registrasi menjadi notifikasi
ialah agar masyarakat dilindungi dari peredaran dan penggunaan kosmetika yang
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, klaim manfaat produk serta
mempermudah perolehan izin edar kosmetik. Notifikasi kosmetik, menetapkan
aturan mengenai tata cara untuk memperoleh notifikasi dari suatu produk
kosmetik sebelum diedarkan kemasyarakat yang diatur berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No 1175/MENKES/PER/ VIII/2010 dan di bawah
kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Penerapan sistem
online dalam melakukan notifikasi mempermudah industri kosmetik dalam
mendaftarkan produknya melalui website http://notifkos.pom.go.id/bpom-
notifikasi/. Pada notifikasi, memiliki kelemahan, yaitu konsumen sulit untuk
mengetahui apakah produk yang beredar tersebut telah ternotifikasi atau belum
ternotifikasi. Hal ini disebabkan karena dalam notifikasi tidak wajib
mencantumkan nomor notifikasi di dalam kemasan produk kosmetik. Pada subdit
ini juga dilakukan standarisasi kosmetik yang beredar dengan menyusun
Formularium Kosmetik Indonesia.
Pada pengaturan produksi makanan, kegiatan yang dilakukan antara lain
melakukan regulasi, pembinaan, pengawasan terhadap industri makanan yang ada
di Indonesia. Pada subdit ini, dilakukan penetapan standar terhadap bahan

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
40

tambahan dalam pangan, diatur berdasarkan Permenkes Nomor 33 tahun 2012


yang menetepkan 27 bahan tambahan pangan, serta pembinaan terhadap industri
rumah tangga. Diharapkan produk yang sampai ke konsumen memenuhi syarat
mutu dan keamanan.
Selama tahun 2012 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan
Makanan telah memberikan izin di bidang Kosmetika dan melakukan pembinaan
pada Industri Rumah Tangga yang memproduksi makanan.

Tabel 5.2 Izin Industri Kosmetika yang Diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat
Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan
No. Kategori Izin yang dikeluarkan
1. Izin Industri Kosmetika 148

Gambar 5.2. Grafik Izin Produksi Kosmetika

5.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,


Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus.
Subdirektorat ini berkoordinasi dengan BPOM dalam hal pemberian izin

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
41

impor bagi importir narkotika, psikotropika, prekursor farmasi dan juga


mengurus perizinan sediaan farmasi khusus. Dalam hal narkotik, subdirektorat ini
mengatur regulasi dalam proses produksi sampai dengan distribusi dan bersifat
spesifik siapapun yang akan mengimpor dan memproduksi harus mendapat ijin
khusus. Pemerintah menunjuk satu industri milik negara yaitu PT. Kimia Farma
sebagai penanggung jawab. yang bertujuan untuk memudahkan pengawasan
narkotika di Indonesia. Pengawasan tersebut mulai dari narkotika masuk sampai
diedarkan di Indonesia. Begitu juga psikotropika, pemerintah memberikan izin
impor, produksi, dan distribusi kepada semua industri farmasi dan pedagang besar
farmasi (PBF) untuk memproduksi dan mendistribusikan, namun tetap disertai
dengan pengawasan.
Prekursor memerlukan pengawasan seperti narkotik dan psikotropik karena
prekursor merupakan bahan yang dapat diubah menjadi narkotik hanya dengan
satu tahap reaksi sehingga berisiko tinggi terjadi penyalahgunaan. Terlebih lagi
sediaan yang mengandung prekursor sangat mudah didapatkan dipasaran dengan
harga yang terjangkau dan pembeliannya tanpa pembatasan. Untuk itu setiap
bulannya industri farmasi dan PBF harus melaporkan narkotik, psikotropik dan
perkusor apa yang diproduksi dan diedarkan. Paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
Sediaan farmasi khusus merupakan sediaan farmasi yang belum
mempunyai izin edar di Indonesia, namun sangat dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan masyarakat atau merupakan obat sumbangan dari negara lain. Sediaan
tersebut diberi izin untuk digunakan bagi pengobatan penyakit langka atau
menyangkut keselamatan nyawa manusia serta kebutuhannya harus jelas.
Kurangnya nilai komersial pada sediaan ini menyebabkan tidak ada importir atau
produsen yang bersedia mengurus registrasi dan izin edarnya (Kementerian
Kesehatan RI, 2011).
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor,
dan Sediaan Farmasi Khusus melayani perizinan Surat Persetujuan Impor (SPI),
Surat Persetujuan Ekspor (SPE), Importir Terdaftar (IT), Importir Produsen (IP).
SPI adalah Surat Persetujuan Menteri Kesehatan untuk mengimpor Narkotika,

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
42

Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, sedangkan SPE adalah Surat Persetujuan


Menteri Kesehatan untuk mengekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi. Izin importir produsen (IP), yaitu izin yang diberikan kepada produsen
untuk mengimpor bahan baku psikotropik yang digunakan untuk proses produksi
sediaan psikotropik. Izin ini hanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
produksi industri itu sendiri sehingga bahan yang telah diimpor tidak diizinkan
untuk dialihkan kepada industri lain. Jumlah dan jenis bahan baku psikotropik
yang diimpor harus disesuaikan dengan daftar perencanaan kebutuhan tahunan
yang telah disetujui oleh Kemenkes. Sedangkan, Izin importir terdaftar (IT), yaitu
izin yang diberikan kepada PBF untuk mengimpor bahan baku psikotropik sesuai
dengan permintaan produsen. PBF tidak diizinkan untuk mengimpor bahan baku
psikotropik melebihi jumlah permintaan produsen.
Layanan kepada produsen mengenai permohonan izin impor bagi importir
narkotika disediakan di loket 1 lantai 5 gedung baru Kementerian Kesehatan.
Permohonan izin impor dan ekspor dapat diakukan melalui layanan online yang
terdapat di website www.e-pharm.dinkes.go.id. Namun, pada saat penyerahan
berkas produsen wajib datang untuk memberikan berkas yang diperlukan. Jika
berkas diterima maka selanjutnya akan mengikuti alur perizinan yang sesuai
(Lampiran 8). Jika berkas ditolak maka produsen dapat memperbaikinya dan
dapat kembali setelah diperbaiki. Waktu yang diperlukan untuk proses penerbitan
izin SPI adalah paling lama 10 hari kerja setelah dokumen diterima dan lengkap.

Tabel 5.3 Izin Impor/Ekspor narkotika, psikotropika dan prekusor farmasi tahun
2012 yang diterbitkan Subdirektorat Produksi dan Distribusi
Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus.
Jumlah
No. SPI SPE IP EP IT
1. Narkotika 53 0 1 1 0
2. Psikotropika 148 284 16s 4 4
3. Prekusor 212 61 31 10 3

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
43

Gambar 5.3 Izin Impor/Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekusor Farmasi


Tahun 2012 yang Diterbitkan Subdirektorat Produksi dan
Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi
Khusus.

5.4. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat


Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat melaksanakan
tugasnya yang bertujuan menjadikan negara Indonesia dapat mandiri dalam hal
pengadaan obat dan bahan baku obat karena hampir 95% kebutuhan produk obat
tersebut tergantung pada bahan baku obat (BBO) impor. Ada beberapa faktor
yang menghambat kemandirian obat dan bahan baku obat dalam negeri
diantaranya bahan baku hasil penelitian tidak sesuai kebutuhan bahan baku obat di
industri dan tingginya pajak yang dikenakan untuk komponen pembuatan bahan
baku obat. Hal ini mengakibatkan harga bahan baku hasil produksi dalam negeri
menjadi lebih tinggi dari pada harga bahan baku impor. Kemandirian yang
dimaksud adalah industri farmasi mudah mendapatkan bahan baku obat hasil
produksi dalam negeri sehingga tidak terpengaruh dengan kondisi pasar global.
Keadaan ini akan menjaga kestabilan harga obat dalam negeri. Untuk mencapai
tujuan kemandirian obat dan dan ketersediaan bahan baku obat, pemerintah
melakukan beberapa hal, dimulai dengan pengalokasian dana riset bekerjasama

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
44

dengan lembaga terkait dan industri farmasi, menstimulasi berdirinya industri


bahan baku obat, dan mengupayakan kerjasama distribusi bahan baku obat
produksi dalam negeri ke pasar internasional. Untuk memenuhi bahan baku obat
dalam negeri, pemerintah menyusun roadmap pengembangan bahan baku. Dengan
roadmap ini diharapkan terjalin kerjasama antara instansi/lembaga terkait dengan
industri farmasi. Dalam roadmap tersebut telah ditetapkan strategi yaitu
mengembangkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan bahan baku obat;
meningkatkan sinergitas Academic Business Goverment (ABG); menguatkan
riset di bidang bahan baku obat yang berorientasi pada kebutuhan; meningkatkan
kemampuan iptek; dan meningkatkan produksi bahan kimia sederhana,
pemanfaatan sumberdaya alam, dan bioteknologi. Untuk pengembangan bahan
baku obat yang lebih efektif, saat ini telah dibentuk POKJANAS pengembangan
bahan baku yang terdiri antara lain (Kementerian Kesehatan, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan POM, Kemenkoekuin,
Kemenkokesra, BPPT, LIPI, universitas, dan industri farmasi tambah Dirjen Bina
Farmasi dan Alkes).
Ketika bahan baku obat berhasil diproduksi secara mandiri di dalam
negeri, pemerintah akan membantu dalam hal pemasaran bahan baku dengan
menjalin kerja sama internasional untuk memperluas pasar bahan baku obat di
luar negeri. Hal tersebut dilakukan jika hasil produksi dari industri bahan baku
obat lokal telah memenuhi standar internasional. Dengan adanya pemasaran bahan
baku obat ke luar negeri, diharapkan industri bahan baku obat akan mendapatkan
profit yang lebih besar.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah
dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian,
Kementerian Kesehatan didapatkan kesimpulan bahwa:
1. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki tugas
membuat regulasi, membina, dan mengawasi produsen dan distributor di
bidang farmasi, kosmetika, dan makanan. Hal tersebut bertujuan untuk
memastikan bahwa produk yang berada di pasaran memenuhi persyaratan
serta terjamin mutu dan keamanannya.
2. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian merupakan tempat
bagi seorang apoteker untuk dapat menjalankan profesi apoteker yang
berkaitan dengan membaktikan hidup guna kepentingan perikemanusiaan
terutama dalam bidang kesehatan. Apoteker di lingkup pemerintahan,
khususnya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat
memberikan andil di bidang regulasi yang berkaitan dengan produk dan
distribusi produk farmasi, kosmetika dan makanan.

6.2 Saran
1. Dikarenakan adanya zat yang naik golongaan menjadi narkotika sebaiknya
maka diperlukan untuk menambah atau mengakomodasi kebutuhan
tersebut dalam peraturan terkait.
2. Mengevaluasi dan memperbaiki program SIP-NAP mengenai kepatuhan
apotek dalam pengisian data di program tersebut.
3. Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) setiap pegawai
agar lebih baik lagi dalam pembinaan petugas pusat dan daerah, industri
farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi, dan pedagang
besar bahan baku farmasi.
4. Menjalin kerjasama di bidang akademik dengan beberapa perguruan tinggi

45 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


46

berkaitan dengan pendidikan kemandirian wirausaha obat tradisional,


bahan baku obat, kosmetika dan makanan.
5. Meningkatkan upaya efisiensi perizinan melalui pengembangan sistem e-
registration terhadap semua perizinan yang ditangani Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian sehingga dapat mempermudah
proses pengajuan, penelusuran tahapan proses dan percepatan proses
sesuai janji hari kerja.
6. Melakukan sosialisasi pedoman dan prosedur perizinan karena masih
banyaknya sarana produksi dan distribusi yang kurang memahami alur
prosedur dan kelengkapan administrasi yang diperlukan sehingga masih
banyak sarana yang tidak melakukan pendaftaran.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
47

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1144/Menkes/PER/VIII/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, tentang


Narkotika. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, tentang


Psikotropika. Jakarta.

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian RI. (2013). Laporan


Tahunan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Unit Eselon
II 2012. Jakarta

Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI. (2013). Laporan
Akuntabilitas Kinerja Binfar Alkes tahun 2012.Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. (2010). Rencana Strategis Kementerian


Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta.

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
48

LAMPIRAN

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


49

Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
50

Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
51

Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
52

Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
53

Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
54

Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
55

Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
56

Lampiran 8. Alur Proses Perizinan

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN
DISTRIBUSI KEFARMASIAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 15 JULI– 26 JULI 2013

TUGAS KHUSUS
REKAPITULASI SARANA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
FARMASI DI INDONESIA YANG TELAH MELAKUKAN
PEMBAHARUAN IZIN SESUAI DENGAN PERATURAN
YANG BERLAKU PERIODE JANUARI – JULI 2013

SARI RAHAYU SETYANINGSIH, S.Farm


1206330085

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


DAFTAR ISI

COVER JUDUL……………………………………………………………………….... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Tujuan .................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 3


2.1. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional ........ 3
2.1.1. Tugas dan Fungsi .......................................................................... 3
2.1.2. Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat
dan Obat Tradisional .................................................................... 3
2.2. Sistem Jaminan Sosial Nasional ............................................................ 4
2.3. Peran Industri Farmasi dalam SJSN ...................................................... 4
2.4. Industri Farmasi (IF) .............................................................................. 5
2.4.1. Izin Industri Farmasi ..................................................................... 6
2.4.2. Persetujuan Prinsip ....................................................................... 6
2.4.3. Permohonan Izin Industri Farmasi ............................................... 8
2.4.4. Permohonan Pembaharuan Izin Industri Farmasi ......................... 10
2.5. Pedagang Besar Farmasi (PBF).............................................................. 11
2.5.1. Izin PBF ........................................................................................ 11
2.5.2. Pemberian Izin PBF ...................................................................... 12
2.6 . Industri Obat Tradisional (IOT)/Industri Ekstra Bahan Alam (IEBA). 14
2.6.1. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Persetujuan Prinsip……... 14
2.6.2. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin IOT/IEBA………….. 16

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 18


3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 18
3.2. Bahan ...................................................................................................... 18
3.3. Prosedur Kerja ....................................................................................... 18

BAB 4 PEMBAHASAN.................................................................................... 19
4.1. Sarana Produksi dan Distribusi Di Indonesia ......................................... 19
4.2. Industri Farmasi………………………………………………………. . 20
4.3. Industri Obat Tradisional (IOT)……………………………………… . 22
4.4. Pedagang Besar Farmasi (PBF)……………………………………….. 23
4.5. Semua Sarana Produksi dan Distribusi (IF, IOT, PBF)......................... 24

iii
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 26
6.2 Saran ...................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27
LAMPIRAN .......................................................................................................... 29

iv
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Gambar Peta Indonesia.................................................................... 19


Gambar 4.2. Jumlah Industri Farmasi di Indonesia yang telah Melakukan
Pembaharuan Izin sesuai dengan Peraturan Perundang –undangan
yang Berlaku ................................................................................... 21
Gambar 4.3. Jumlah Industri Obat Tradisional di Indonesia yang telah
Melakukan Pembaharuan Izin sesuai dengan Peraturan Perundang
–undangan yang Berlaku ................................................................ 22
Gambar 4.4. Jumlah Pedagang Besar Farmasi di Indonesia yang telah
Melakukan Pembaharuan Izin sesuai dengan Peraturan Perundang
–undangan yang Berlaku ................................................................. 23
Gambar 4.5. Jumlah Pedagang IF, IOT, dan PBF di Indonesia yang telah
Melakukan Pembaharuan Izin sesuai dengan Peraturan Perundang
–undangan yang Berlaku ................................................................. 24

v
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data Provinsi , Jumlah Sarana dan Distribusi Farmasi di


Indonesia yang telah Melakukan Pembaharuan Izin sesuai dengan
Peraturan Perundang –undangan yang Berlaku............................... 20

vi
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Sarana Produksi dan Distribusi di Indonesia yang telah


Melaksanakan Pembaharuan Izin sesuai dengan Perundang -
undangan yang Berlaku Periode Januari - Juli 2013 ...................29

vii
Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pokok-pokok rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat
2010, menggariskan arah pembangunan kesehatan yang mengedepankan
paradigma sehat. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010
antara lain meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat dan
memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan bermutu, adil dan merata
(Kementerian Kesehatan, 2006). Kesehatan merupakan salah satu hak dasar
manusia di Indonesia yang diakui dalam konstitusi UUD 1945. Sebagai
perwujudan dari perlindungan hak dasar tersebut. Pemerintah melalui kementerian
kesehatan bertangung jawab atas ketersediaan obat dan alat kesehatan. Dan sesuai
dengan rencana strategis Kementerian Kesehatan periode 2010 - 2014
mengamanatkan program kefarmasian dan alat kesehatan untuk dapat
meningkatkan ketersediaan,pemerataan dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan (kementerian Kesehatan, 2010a). Sediaan Farmasi, alat kesehatan dan
makanan merupakan komponen yang tidak dapat terpisahkan dari upaya
pembangunan kesehatan nasional yang berkesinambungan (Kementerian
Kesehatan, 2013a).
Untuk mewujudkan masyarakat Indonesian yang sehat maka usaha-usaha
dibidang pengobatan dan pelayanan kesehatan perlu ditingkatkan secara terus
menerus. Tercapainya derajat kesehatan yang optimal harus ditunjang oleh faktor
tersediannya obat yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga
terjangkau, berkhasiat, bermutu dan aman digunakan. Salah satu unsur yang dapat
menunjang peningkatan pelayanan kesehatan di Indonesia yaitu dengan didirikan
sarana produksi dan distribusi obat dan bahan obat. Dimana regulasi mengenai
perizinan sarana tersebut di laksanakan di Direktorat Jenderal Bina kefarmasian
dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Produksi dan
Distribusi Obat dan Obat Tradisional bagian perizinan sarana produksi dan
distribusi.

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


2

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan yang radikal dibidang


farmasi. Globalisasi yang ditandai dengan entry barrier perdagangan internasional
yang semakin tipis menebabkan produk farmasi secara cepat dapat tersebar
keseluruh pelosok Indonesia. sehingga pada saat yang sama kecenderungan
tingkat konsumsi produk farmasi terus meningkat. Dan Kementeriaan kesehatan
telah mennyiapkan roadmap kebijakan obat nasional yang tepat, guna menjamin
ketersediaan obat diseluruh Indonesia menjelang beroperasinya Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada tahun 2014. Penyebaran
sarana produksi dan distribusi harus diperhatikan di Indonesia, apakah telah
melakukan pembaharuaan izin dalam hal beroperasi.
Praktek Kerja Profesi Apoteker ini penulis mendapatkan tugas khusus
mengenai rekapitulasi jumlah sarana produksi dan distribusi di Indonesia yang
telah melakukan pembaharuan izin sesuai dengan peraturan yang berlaku, didalam
Direktorat Jenderal Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan,SubDirektorat Obat dan Obat Tradisional bagian perizinan produksi
dan distribusi.
1.2 Tujuan
Tugas khusus selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui perizinan sarana produksi dan distribusi kefarmasian di Indonesi.
b. Merekapitulasi jumlah sarana produksi dan distribusi di Indonesia yang telah
melakukan pembaharuan izin sesuai dengan peraturan yang berlaku periode
Januari – Juli 2013.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat


Tradisional (PerMenKesRI No. 1144, 2010)

2.1.1 Tugas dan Fungsi


Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan,
bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di
bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan
Obat Tradisional menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan
distribusi obat dan obat tradisional.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat
tradisional.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan
distribusi obat dan obat tradisional.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang
produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.

2.1.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan


Obat Tradisional terdiri atas:
a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi
Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


4

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan


distribusi obat dan obat tradisional.
b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi.
Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana
produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.

2.2 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) (Fadjriadinur, 2013; Ali


Ghufron, 2012)
Sistem Jaminan Sosial Nasional dilandasi oleh UUD 1945 yaitu Pasal 34
ayat (2) yang berisi “Negara mengembangkan sistem jaminan social bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan" dan Pasal 28 H ayat (3) yang menyebutkan
“Setiap orang berhak atas Jaminan Sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat". Program SJSN
diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang
merupakan penyatuan dari beberapa BUMN yang ditunjuk, yaitu PT.
JAMSOSTEK, PT. ASKES, PT. TASPEN, dan PT. ASABRI.

2.3 Peran Industri Farmasi dalam SJSN


Industri Farmasi sangat berperan penting dalam ketersediaan dan
keterjangkauan obat dalam SJSN terutama dalam kapasitas produksi dalam hal
untuk produksi obat generik.
Peran Industri Farmasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
1. Memproduksi obat generik yang memenuhi standar kualitas, mutu & efikasi.
a. Memiliki sistem manajemen mutu yang baik.
b. Memiliki sertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
c. Memiliki Nomor Registrasi.
2. Meningkatkan kapasitas produksi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


5

a. Penambahan ruang dan alat serta bangunan untuk Produksi, QC (Quality


Control), dan R&D (Research and Development).
b. Perbaikan ukuran bets, kapasitas kerja, dan jadwal kerja.
c. Menggunakan fasilitas aliansi untuk produk impor dan TOLL
Manufacturing.
3. Memberikan harga yang kompetitif.
a. E-Procurement, cost effectiveness, dan harga yang rasional.
b. Melakukan ketepatan suplai dan distribusi.
1) Dukungan distributor.
2) CSOB (Cara Suplai Obat yang Baik) dan CDOB (Cara Distribusi Obat
yang Baik).
c. Melakukan pengembangan produk, khususnya untuk obat generic.
1) Obat penyakit menular dan tidak menular.
2) Obat penyakit akut dan kronis.
3) Obat penyakit khusus.
Peran Industri Farmasi Swasta
1. Memproduksi obat generik yang memenuhi standar kualitas, mutu & efikas.i
a. Memiliki sistem manajemen mutu yang baik.
b. Memiliki sertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
c. Memiliki Nomor Registrasi.
2. Memberikan harga yang kompetitif yaitu E-Procurement, cost effectiveness,
dan harga yang rasional.
3. Melakukan penelitian dan pengembangan produk.
a. Pengembangan produk untuk orphan drug.
b. Penelitian untuk produksi bahan baku.

c. Pendirian laboratorium riset dan pengujian bioavailabilitas dan


bioekivalensi.

2.4. Industri Farmasi (IF)


Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat dan bahan obat. Industri
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


6

Farmasi terdiri industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Proses pembuatan
obat dan atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi. Industri
Farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan atau bahan obat
untuk semua tahapan dan atau sebagaian tahapan dimana harus berdasarkan
penelitian dan pengembangan yang menyangkut produk sebagai hasil kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. (Kementerian Kesehatan, 2010b).

2.4.1 Izin Industri Farmasi ( Kementerian Kesehatan, 2010b )


Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi
dari Direktur Jenderal. Sedangkan Industri Farmasi yang membuat obat dan atau
bahan obat golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk
memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Persyaratan untuk memperoleh izin Industri Farmasi terdiri atas:
a. Berbadan usaha hukum berupa perseroan terbatas.
a. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.
b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
c. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi dan pengawasan mutu.
d. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik secara langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundangan-undangan di bidang
kefarmasian.
e. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat
Yang Baik ), sertifikat CPOB berlaku 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi
persyaratan. Industri Farmasi wajib melakukan farmakovigilans, apabila
dalam melakukan kegiatan farmakovigilans menemukan obat atau bahan obat
yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan dan mutu wajib melaporkan kepada Kepala Badan.

2.4.2 Persetujuan Prinsip (Kementerian Kesehatan, 2010b)


Untuk memperoleh izin Industri Usaha Farmasi diperlukan persetujuan
prinsip. Tata cara pemberian persetujuan prinsip adalah :
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


7

a. Permohonan persetujuan prinsip diajukan Direktur Jenderal dengan tembusan


kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
b. Sebelum pengajuan permohonan persetujuan prinsip, pemohon wajib
mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP)
kepada Kepala Badan.
c. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) diberikan oleh Kepala Badan
dalam bentuk rekomendasi hasil analisis Rencana Induk Pembangunan (RIP)
paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejal permohonan
d. Permohonan persetujuan prinsip diajukan dengan kelengkapan :
1) Fotocopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Fotocopi Kartu Tanda Penduduk?Indentitas direksi dan komisaris
perusahaan.
3) Susunan Direksi dan Komisaris.
4) Pernyataan Direksi dan Komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi.
5) Fotocopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah.
6) Fotocopi Surat Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-undang
Gangguan (HO).
7) Fotocopi Surat Tanda Daftar Perusahaan.
8) Fotocopi Surat Izin Usaha Perdagangan Fotocopi Nomor Pokok Wajib
Pajak.
9) Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah Provinsi.
10) Persetujuan Rencana Induk pembangunan (RIP) dari Kepala Badan.
11) Rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.
12) Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing
apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu, apoteker penanggung jawab pemastian mutu.
13) Fotocopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penangung
jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu dan
apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


8

e. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam waktu
14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan
f. Pemohonan izin industri farmasi dengann status penanaman modal asing atau
penanaman modal dalam negeri yang telah mendapatkan surat persetujuan
penanaman modal dari instansi yang menyelenggarkan urusan penanaman
modal, wajib mengajuan permohonan persetujuan prinsip. Dalam hal
permohonan dilakukan dalam rangka penanaman modal, pemohon harus
memperoleh persetujuan penanaman modal dari instansi yang
menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan bila berupa PBF Lokal maka penanaman modal 100 % ,
Bila bekerjasama dengan instansi/perusahaan asing maka penanaman
modalnya 75% penanam modal asing : 25 % penanam modal lokal
g. Persetujuan prinsip berlaku selama 3 (tiga) tahun

2.4.3 Permohonan Izin Industri Farmasi (IF)


Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat
mengajukan permohonan izin industri farmasi.
a. Surat permohonan izin Industri Farmasi harus ditandatangani oleh Direktur
utama dan Apoteker penanggungjawab pemastian mutu dengan kelengkapan
sebagai berikut :
1) Fotocopi persetujuan prinsip Industri Farmasi.
2) Surat persetujuan penanaman modal untuk Industri Farmasi dalam rangka
penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri.
3) Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan.
4) Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya.
5) Fotocopi sertifikat upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan
lingkungan / analisis mengenai dampak lingkungan.
6) Rekomendasi kelengkapan administrative izin Industri Farmasi dari
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
7) Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan.
8) Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


9

9) Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing


Apoteker penanggung jawab pengawasan mutu dan Apoteker
penanggung jawab pemastian mutu.
10) Fotocopi surat pengangkatan bagi masing-masing Apoteker penanggung
jawab pengawasan mutu dan Apoteker penanggung jawab pemastian
mutu dari pimpinan perusahan.
11) Fotocopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari
masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, Apoteker
penanggung jawab pengawasan mutu dan Apoteker penanggung jawab
pemastian mutu.
12) Surat pernyataan Komisaris dan Direksi tidak pernah terlibat, baik
langsung atau tidak langsung dalam pelanggaraan perundang-undangan
di bidang kefarmasian.
b. Permohonan izin Industri Farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan.
c. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan, Kepala Badan melakukan audit pemenuhan persyaratan CPOB.
d. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi
kelengkapan persyaratan administratif.
e. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan
persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada dinas
kesehatan provinsi dan pemohon.
f. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
kelengkapan persyaratan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan pemohon.
g. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima
rekomendasi serta persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan izin
Industri Farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


10

Izin Industri Farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri Farmasi yang
bersangkutan masih diproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan. Setiap perubahan alamat dilokasi yang sama dan pindah lokasi,
perubahan penanggung jawab, atau nama industri harus dilakukan perubahan izin.
Tata cara permohonan perubahan izin mengikuti ketentuan tata cara permohonan
izin industri farmasi. (Kementerian Kesehatan,2010b)

2.4.4 Permohonan Pembaharuan Izin Industri Farmasi (IF)


a. Permohonan pembaharuan izin industri farmasi harus diajukan oleh pemohon
dengan kelengkapan sebagai berikut :
1) Surat permohonan kepada Direktur Jenderal yang ditandangani oleh
direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu.
2) Surat izin industri farmasi sebelumnya yang asli.
3) Fotocopi serifikat CPOB berdasarkan bentuk sediaan.
4) Daftar kapasitas produksi pertahun dan bentuk sediaan yang diproduksi.
5) Surat persetujuan penanaman modal untuk industri farmasi dalam rangka
penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri.
6) Daftar peralatan dan mesin yang digunakan .
7) Daftar dan jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya.
8) Fotocopi sertifikat izin lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
9) Fotocopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
10) Rekomendasi pembaharuan izin dari kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
11) Daftar pustaka wajib antara lain Farmakope Indonesia edisi terakhir.
12) Surat pernyataan asli mengenai kesediaan bekerja penuh dari masing-
masing apoteker penanggung jawab pengawasan mutu dan apoteker
penanggung jawab pemastian mutu.
13) Fotocopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung
jawab pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu
dari pimpinan perusahan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


11

14) Fotocopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-
masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu.
15) Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung
atau tidak langsung dalam pelanggaraan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
b. Paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
permohonan pembaharuan izin industri farmasi dan dinyatakan lengkap,
Direktur Jenderal menerbitkan izin industri farmasi. (Kementerian
Kesehatan,2013)

2.5. Pedagang Besar Farmasi (PBF). (Kementerian Kesehatan, 2011)


Pedagang besar farmasi selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaaan
berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. PBF dapat menyalurkan obat atau bahan obat,
PBF cabang. Dimana PBF cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki
pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran, obat dan atau
bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal permohonan dilakukan dalam rangka penanaman modal, pemohon
harus memperoleh persetujuan penanaman modal dari instansi yang
menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan bila berupa PBF Lokal maka penanaman modal 100 % , Bila
bekerjasama dengan instansi/perusahaan asing maka penanaman modalnya 75%
penanam modal asing : 25 % penanam modal lokal.
2.5.1 Izin Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal. Izin PBF
berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persayaratan sebagai
berikut :
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


12

c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung


jawab.
d. Komisaris atau dewan pengawas dan direksi atau pengurus tidak pernah
terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan dibidang farmasi.
e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.
f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang
dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai
CDOB.

2.5.2. Pemberian Izin PBF (Kementerian Kesehatan,2011)


Tata cara permohonan pemberian izin PBF meliputi :
a. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan permohonan
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM
b. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur atau ketua dan apoteker calon
penanggungjawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:
1) Fotocopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/ Identitas direktur/Ketua.
2) Susunan direksi atau pengurus.
3) Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi /pengurus tidak pernah
terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi
4) Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5) Surat Tanda Daftar PerusahaaFotocopi Surat Izin Usaha Perdagangan.
6) Fotocopi Nomor Pokok Wajib Pajak.
7) Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.
8) Peta lokasi dan denah bangunan.
9) Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab.
10) Fotocopi Surat Tanda Registrasi Apoteker Penanggung jawab
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


13

11) Untuk permohonan izin PBF yang akan menyalurkan bahan obat selain
harus memenuhi persyaratan juga harus melengkapi surat bukti
penguasaan laboratorium dan daftar peralatan.
12) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan,kepada Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi
kelengkapan administratif.
13) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan,kepada Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan
CDOB.
14) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan pemohon.
c. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan
persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal.
d. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
persyaratan CDOB, Kepala POM mengeluarkan rekomendasi hasil analisis
pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan,Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon.
e. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi
pemenuhan kelengkapana adminitratif dan persyaratan CDOB, serta
persyaratan lainnya yang telah ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin
PBF/PBFBO Kepala POM mengeluarkan rekomendasi hasil analisis
pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan,Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon.
f. Apabila dalam hal ketentuan diatas tidak dapat dilaksanakan pada
waktunya,pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan,Kepala Balai POM,
dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
g. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan
sebagaimana diatas, Direktur jenderal menerbitkan izin PBF dengan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


14

tembusan kepada Kepala Badan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala


Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM
Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila:
1) Masa berlakunya habis dan tidak diperpanajang
2) Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan atau
3) Izin PBF dicabut
PBF yang akan menyalurkan bahan obat juga harus memenuhi persyaratan :
a. Memiliki laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian bahan
obat yang disalurkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Direktur
jenderal.
b. Memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang terpisah dari
ruangan lain. (Kemeterian Kesehatan, 2011)

2.6. Industri Obat Tradisional dan Industri Ekstrak Bahan Alam


(IOT/IEBA). (Kementerian Kesehatan, 2012)
Industri Obat Tradisional yang selanjutnya disebut IOT adalah Industri
yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional. Sedangkan Industri
Ekstrak Bahan Alam disebut IEBA adalah Industri yang khusus membuat
sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir. IOT dapat melakukan
kegiatan proses pembuatan obat tradisional untuk semua tahapan dan sebagaian
tahapan dimana harus mendapat persetujuan dari Kepala Badan. IOT/IEBA hanya
dapat diselenggarakan oleh badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau
koperasi dan wajib memiliki izin dari Menteri mendelegasikan kewenangan
pemberian izin kepada Direktur Jenderal. Izin IOT/IEBA berlaku seterusnya
selama industri yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan (Kementerian Kesehatan,2012). Dalam hal
permohonan dilakukan dalam rangka penanaman modal, pemohon harus
memperoleh persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan
urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


15

2.6.1. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Persetujuan Prinsip ( Kementerian


Kesehatan, 2012)
Untuk memperoleh izin pendirian IOT/IEBA diperlukan persetujuan
prinsip yang diberikan oleh Direktur Jenderal. Persetujuan prinsip dimaksudkan
agar pemohon untuk dapat melakukan persiapan –persiapan dan usaha
pembangunan, pengadaan, pemasangan atau instansi peralatan dan lain-lain yang
diperlukan pada lokasi yang disetujui. Persetujuan prinsip berlaku untuk jangka
waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang paling lama untuk 1 (satu) tahun.
Persyaratan untuk memperoleh persetujuan prinsip terdiri dari :
1) Surat permohonan.
2) Fotocopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan perundang-
undangan.
3) Susunan direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas.
4) Fotocopi Kartu Tanda Penduduk?Indentitas Direksi/Pengurus dan
Komisaris/Badan Pengawas.
5) Pernyataan Direks/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas tidak pernah
terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi.
6) Fotocopi bukti penguasaan tanah dan bangunan.
7) Fotocopi Surat Izin Tempat Usaha.
8) Surat Tanda Daftar Perusahaan.
9) Fotocopi Surat Izin Usaha Perdagangan.
10) Fotocopi Nomor Pokok Wajib Pajak.
11) Persetujuan lokasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
12) Rencana Induk pembanguna (RIP) yang mengacu pada pemenuhan CPOTB
dan disetujui Kepala Badan.
13) Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari apoteker penanggung
jawab.
14) Fotocopi surat pengangkatan apoteker penangung jawab dari pimpinan
perusahaan.
15) Fotocopi Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
16) Jadwal rencana pendirian bangunan industri dan pemasangan
mesin/peralatan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


16

17) Persetujuan prinsip diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan


kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi .
18) Setelah memperoleh persetujuan prinsip, pemohon wajib menyampaikan
informasi mengenai kemajuan pembanguna sarana produksi setiap 6 (enam)
bulan sekali kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan.

2.6.2 Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin


a. Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat
mengajukan permohonan izin IOT/IEBA.
b. Surat persyaratan dan tata cara izin IOT/IEBA
1)Persyaratan izin sebagai berikut :
a. Surat permohonan.
b. Surat persetujuan prinsip.
c. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan.
d. Daftar jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya.
e. Diagram/alur proses produksi masing-masing bentuk sediaan obat
tradisional dan ekstrak yang akan dibuat.
f. Fotocopi sertifikat upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan
lingkungan / analisis mengenai dampak lingkungan.
g. Rekomendasi pemenuhan CPOTB dari Kepala Badan dengan
melampirkan Berita Acara Pemeriksaan dari Kepala Balai setempat.
h. Rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
2)Tata cara izin sebagai berikut :
a. Dalam hal terjadi perubahan data setelah persetujuan prinsip ditertibkan,
maka perubahan data tersebut harus disetujui oleh Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi atau Kepala Badan yang berkaitan dengan Rencana
Induk Pembangunan (RIP).
b. Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan
setempat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


17

c. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan, Kepala Badan melakukan audit pemenuhan
persyaratan CPOTB.
d. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan
verifikasi kelengkapan persyaratan administratif.
e. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi kelengkapan persyaratan administratif, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan
administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan dan pemohon.
f.Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi persyaratan CPOTB, Kepala Badan mengeluarkan
rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOTB kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada dinas kesehatan provinsi dan pemohon.
g. Apabila dalam 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah tembusan surat
permohonan diterimaoleh Kepala Badan atau Kepala Dinas Keehatan
Provinsi, pemohon tidak mendapat tanggapan atas permohonannya, maka
pemohon dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan atau Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi setempat.
h. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima
rekomendasi serta persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan
IOT/IEBA.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan berdasarkan data yang ada pada Direktorat Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, subdirektorat produksi dan distribusi
kefarmasian, seksi perizinan sarana produksi dan distribusi kefarmasian. Lama
penelitian 2 hari yaitu pada tanggal 18 – 19 Juli 2013.

3.2 Bahan
Bahan untuk penelitian diperoleh dari data seksi sarana perizinan produksi
dan distribusi kefarmasian meliputi Industri Framasi, Industri Obat Tradisional
atau Industri Ekstrak Bahan Alam, Pedagang Besar Farmasi atau Pedagang Besar
Bahan Obat di Indonesia, periode Januari 2013 – Juli 2013.

3.3 Prosedur Kerja


Sarana perizinan produksi dan distribusi kefarmasian meliputi Industri
Farmasi, Industri Obat Tradisional atau Industri Ekstrak Bahan Alam, Pedagang
Besar Farmasi atau Pedagang Besar Bahan Obat di Indonesia dari bulan Januari
2013 – Juli 2013 Data yang diperoleh tersebut akan di rekapitulasi menentukan
provinsi mana saja yang yang telah melaksanakan pembaharuan izin sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku. Data tersebut selanjutnya
dipergunakan sebagai acuan dalam pengadaan kapasitas produksi dan distribusi
kefarmasian secara merata sehingga dapat menimbulkan pelayanan kesehatan
yang optimal.

18 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Sarana Produksi dan Distribusi Di Indonesia


Saat ini Indonesia mempunyai 34 Provinsi, dimana dari 34 Provinsi yang
tercatat dalam data perizinan sarana produksi dan distribusi obat, obat
tradisional, bahan obat dan ekstrak bahan alam periode bulan Januari – Juli 2013
sebanyak 23 Provinsi meliputi : Provinsi Aceh, Bali, Banten, DI.Yogyakarta, Dki
Jakrta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Lampung, Maluku Utara,
Nusa Tenggara Barat, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi tengah, Sulawesi
Tenggara Sulawesi Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan dan Sumatra Utara.
Tercatat bahwa di Indonesia terdapat 11 Provinsi yang belum memiliki sarana
produksi dan distribusi farmasi, belum atau dalam proses pengajuan untuk
melakukan pembaharuan izin sarana produksi dan distribusi faramasi periode
bulan Januari - Juli 2013 (Kementerian Kesehatan, 2013).

[ Sumber : www.peta Indonesia.com ]


Gambar 4.1 Peta Negara Indonesia

Berdasarkan data yang diperoleh pada ( lampiran 1 ), bahwa terdapat 19


Provinsi dimana total sarana produksi dan distribusi yang telah melakukan
pembaharuan izin sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku
sebanyak 150 sarana produksi dan distribusi dari 23 Provinsi yang tercatat dalam
data perizinan periode Januari – Juli 2013, Dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
19 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


20

Tabel 4.1 Data Provinsi, Jumlah Sarana dan Distribusi Farmasi di


Indonesia yang telah melakukan Pembaharuan Izin sesuai dengan peraturan
Perundang –undangan yang berlaku.
SARANA DAN DISTRIBUSI FARMASI
NO NAMA PROVINSI
IF IOT PBF PBFBO
1 ACEH 0 0 1 0
2 BALI 0 0 1 0
3 BANTEN 3 0 2 0
4 DI YOGYAKARTA 0 0 3 0
5 DKI JAKARTA 5 0 30 10
6 JAWA BARAT 12 1 12 2
7 JAWA TENGAH 5 0 11 0
8 JAWA TIMUR 7 0 12 0
KEPULAUAN BANGKA
9 0 0 1 0
BELITUNG
10 KEPULAUAN RIAU 0 0 2 0
11 LAMPUNG 0 0 5 0
12 MALUKU UTARA 0 0 1 0
13 NUSA TENGGARA BARAT 0 0 1 0
14 PAPUA 0 0 4 0
15 SULAWESI SELATAN 0 0 5 0
16 SULAWESI TENGGARA 0 0 3 0
17 SULAWESI UTARA 0 0 2 0
18 SUMATERA BARAT 0 0 3 0
19 SUMATERA UTARA 1 0 5 0
33 1 104 12

Hal ini disebabkan, karena beberapa provinsi dimana sarana dan distribusi
farmasinya baru mendaftarkan izin berdirinya sarana produksi dan distribusi
farmasi, masih dalam proses pengajuan pembaharuan izin dan belum berakhirnya
masa izin produksi dan disrtribusi farmasi yang berlaku setiap 5 tahun sekali,
sehingga bila masanya telah habis wajib memperbaharui izin sesuai dengan
perundang –undangan yang berlaku.

4.2. Industri Farmasi ( IF)


Data Industri Farmasi ( IF) yang telah tercatat dalam perizinan Badan Pengawasan
Obat dan Makanan tahun 2012 sebanyak 213 Industri Farmasi, untuk periode

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


21

Januari – Juli 2013 baru yang telah melakukan pembaharuan izin sebanyak 33
Industri Farmasi dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :

Gambar 4.2 Jumlah Industri Farmasi di Indonesia yang telah melakukan


pembaharuaan izin sesuai dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku.

Dapat dijelaskan bahwa provinsi Jawa Barat memiliki jumlah Industri


Farmasi yang telah memperbaharui izin terbanyak sebanyak 12 Industri Farmasi
diikuti oleh Provinsi Jawa Timur sebanyak 7 Industri Farmasi , DKI Jakarta dan
Jawa Tengah masing-masing sebanyak 5 Industri Farmasi, serta Sumatera Utara
sebanyak 1 Industri Farmasi. Dimana Provinsi lainnya belum melakukan
pembaharuan izin Industri Farmasi atau masih dalam proses pembaharuan izin,
dan masih banyak Industri Farmasi lainnya yang belum memperbaharui izin
kemungkinan disebabkan banyak kendala misalnya, belum berakhir masa
berlakunya izin, sumber daya manusia yaitu apoteker yang belum memadai,
belum menjangkau ke seluruh wilayah, keadaan ekonomi, keterbatasan waktu dan
dana yang belum mencukupi untuk memenuhi syarat dalam hal pembaharuan izin
industri farmasi yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


22

4.3. Industri Obat Tradisional (IOT)


Jumlah Industri Obat Tradisional (IOT) di Indonesia yang tercatat dalam daftar
Industri Obat Tradisinal seluruh Indonesia tahun 2012 sebanyak 110 IOT, tetapi
yang telah melaksanakan pembaharuan izin IOT periode Januari – Juli 2013 dapat
dilihat pada Gambar dibawah ini :

Gambar 4.3 Jumlah Industri Obat Tradisional di Indonesia yang telah melakukan
pembaharuan izin sesuai dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku.

Dapat dijelaskan bahwa pada periode Januari – Juli 2013 baru satu
Provinsi yaitu Jawa Barat yang Industri Obat Tradisionalnya telah melaksanakan
pembaharuan izin yaitu 1 ( satu) IOT Dimana provinsi lain belum melakukan atau
masih dalam proses pengajuan pembaharuan izin IOT dan masih banyak IOT
lainnya yang belum memperbaharui izin kemungkinan disebabkan banyak
kendala misalnya, belum berakhir masa berlakunya izin, sumber daya manusia
yaitu apoteker yang belum memadai, belum menjangkau ke seluruh wilayah,
keterbatasan teknis pada waktu dan dana yang belum mencukupi untuk memenuhi
syarat pembaharuan izin IOT sesuai dengan peraturan perundang – undangan
yang berlaku.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


23

4.4 Pedagang Besar Farmasi ((PBF)


Jumlah Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Indonesia yang tercatat dalam
daftar Pedagang Besar Farmasi seluruh Indonesia tahun 2012 sebanyak 2.803
PBF, Pada periode Januari – Juli 2013 Jumlah PBF yang yang telah melakukan
pembaharuan izin sebanyak 116 PBF dari 19 Provinsi, dapat dilihat pada Gambar
dibawah ini :

Gambar 4.5 Jumlah Pedagang Besar farmasi di Indonesia yang telah melakukan
pembaharuan izin sesuai dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku

Dari data diatas dapat dijelaskan untuk di pulau Jawa, provinsi terbanyak
yang PBFnya telah memperbaharui izin adalah DKI Jakarta sebanyak 40 PBF,
diikuti oleh provinsi Jawa Barat sebanyak 14 PBF, Jawa Timur sebanyak 12
PBF, Jawa Tengah sebanyak 11 PBF, Banten dan DIY Yogyakarta masing –
masing 2 PBF. Untuk diluar pulau Jawa meliputi Provinsi Sulawesi Selatan dan
Sumatera Utara yaitu masing-masing 5 PBF, Provinsi Papua 4 PBF, diikuti
Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sumatera Barat sebanyak 3 PBF, Provinsi Kep.
Riau dan Sulawesi Utara sebanyak 2 PBF, dan sisa Provinsi lainnya masing –
jumlahnya masih sedikit kemungkinan masih banyak kendala misalnya sarana dan
prasarana PBF yang belum memenuhi persyaratan pembaharuan izin, kapasitas
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


24

sumber daya manusia dalam hal ini apoteker belum tersebar merata diseluruh
Indonesia.

4.5. Sarana Produksi dan Distribusi (IF, IOT , PBF )


Semua Jumlah sarana produksi dan distribusi di Indonesia yang melakukan
pembaharuan izin periode bulan Januari – Juli 2013 dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :

Gambar 4.7. Jumlah , IF, IOT, PBF di Indonesia yang telah melakukan
pembaharuan izin sesuai dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku.

Dapat dijelaskan bahwa dari 19 Provinsi, Provinsi yang memiliki semua


jenis sarana produksi dan distribusi yang telah melakukan pembaharuan izin
berasal dari pulau yaitu Jawa Barat yang diikuti DKI Jakarta. Diharapkan sampai
akhir 2013 Semua jenis sarana produksi dan distribusi dari berbagai Provinsi yang
telah terdata dalam daftar izin telah melakukan pembaharuan izin sesuai dengan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


25

peraturan perundang –undangan yang berlaku sehingga dapat mendukung


kapasitas produksi untuk memenuhi kebutuhan obat yang sangat tinggi menjelang
beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS) Kesehatan pada tahun
2014.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) yang telah dilaksanakan di Direktorat Jenderal Bina kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan bagian perizinan sarana didapatkan
kesimpulan bahwa :
a. Persyaratan perizinan sarana produksi dan distribusi farmasi di Indonesia
telah tercantum dan dijelaskan dalam perundang – undangan yang berlaku
sesuai dengan jenis sarana produksi dan distribusi.
b. Bahwa dari 23(dua puluh tiga) Provinsi yang tercatat dalam data perizinan
periode Januari – Juli 2013 terdapat 19 provinsi yang sarana produksi dan
distribusi farmasinya telah melakukan pembaharuan izin, dengan perincian
33 IF, 1 IOT, 116 PBF. Dimana Provinsi yang semua jenis sarana produksi
dan distribusi farmasi telah melakukan pembaharuan izin adalah Provinsi
Jawa barat yang diikuti Provinsi DKI Jakarta.
5.2. Saran
a. Meningkatkan upaya efisiensi perizinan khususnya mengenai proses
pembaharuan izin melalui pengembangan sistem e-registration terhadap
semua perizinan yang ditangani Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian sehingga dapat mempermudah proses pengajuan, penelusuran
tahapan proses dan percepatan proses sesuai janji hari kerja.
b. Melakukan sosialisasi pedoman dan prosedur perizinan karena masih
banyaknya sarana produksi dan distribusi yang kurang memahami alur
prosedur dan kelengkapan administrasi yang diperlukan sehingga masih
banyak sarana yang tidak melakukan pendaftaran.

26 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1144/Menkes/PER/VIII/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan. Jakarta.

Fadjriadinur. 2013. Persiapan PT. Askes sebagai BPJS Kesehatan 2014. Diunduh
pada tanggal: 1 Oktober 2013Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
(2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia KMK No.189
Tentang Kebijakan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis (Renstra)


Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang
Industri farmasi. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang
Pedagang Besar Farmasi. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012a). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 006 Tahun 2012 Tentang Industri Obat
dan Usaha Obat Tradisional. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012a). Daftar Pedagang Besar


Farmasi ( PBF) dan Industri Obat Tradisional (IOT) Seluruh Indonesia
Tahun 2012. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013a). komitmen untuk kesehatan:


Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013b). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No.16 Tahun 2013. Tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang
Industri Farmasi. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

27 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


28

Mukti, Ali Ghufron. 2012. Perkembangan Upaya Persiapan Penyelenggaraan


SJSN Sektor Kesehatan. Diunduh pada tanggal 1 Oktober 2013

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


LAMPIRAN

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


29

Lampiran 1. Data Sarana Produksi dan Distribusi di Indonesia


yang telah Melaksanakan Pembaharuan Izin sesuai dengan
Perundang - undangan yang Berlaku Periode Januari - Juli 2013

JENIS
NO. NAMA PERUSAHAAN PROVINSI
IZIN
PT. APEX PHARMA
1 BANTEN IF
INDONESIA
2 PT. IMEDCO DJAJA BANTEN IF
3 PT. YARINDO FARMATAMA BANTEN IF
4 PT. PFIZER INDONESIA DKI JAKARTA IF
PT. PROMEDRAHARDJO
5 DKI JAKARTA IF
FARMASI INDUSTRI
PT. PERUSAHAAN INDUSTRI
6 DKI JAKARTA IF
FARMASI PEMBANGUNAN
7 PT. PFIZER INDONESIA DKI JAKARTA IF
PT. BROMO
8 PHARMACEUTICAL DKI JAKARTA IF
INDUSTRIES
PT. DIPA PHARMALAB
9 JAWA BARAT IF
INTERSAINS
10 PT. DJOJONEGORO C-1000 JAWA BARAT IF
11 PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk JAWA BARAT IF
PT. SOLAS LANGGENG
12 JAWA BARAT IF
SEJAHTERA
PT. INDOFARMA (PERSERO)
13 JAWA BARAT IF
Tbk
PT. VITABIOTICS
14 JAWA BARAT IF
HEALTHCARE
PT. SMITHKLINE BEECHAM
15 JAWA BARAT IF
PHARMACEUTICALS
16 PT. EISAI INDONESIA JAWA BARAT IF
17 PT. TAKEDA INDONESIA JAWA BARAT IF
18 PT. GRACIA PHARMINDO JAWA BARAT IF
19 PT. CAPSUGEL INDONESIA JAWA BARAT IF
PT. STERLING PRODUCTS
20 JAWA BARAT IF
INDONESIA
PT. PABRIK PHARMASI
21 JAWA TENGAH IF
ZENITH
PT. GLOBAL MULTI
22 JAWA TENGAH IF
PHARMALAB
23 PT. CIUBROS FARMA JAWA TENGAH IF
24 PT. DEGEPHARM JAWA TENGAH IF
25 PT. GRATIA HUSADA FARMA JAWA TENGAH IF
26 PT. BALATIF JAWA TIMUR IF
27 PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk JAWA TIMUR IF
28 PT. OTSUKA INDONESIA JAWA TIMUR IF

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


30

(Lanjutan)
PT. PERDAGANGAN DAN
INDUSTRI IRAWAN DJAJA
29 JAWA TIMUR IF
AGUNG disingkat PT. IRAWAN
DJAJA AGUNG
PT. ADITAMA RAYA
30 JAWA TIMUR IF
FARMINDO
31 PT. SANDAI FARMA JAWA TIMUR IF
PT. IMFARMIND FARMASI
32 JAWA TIMUR IF
INDUSTRI
PT. UNIVERSAL
33 PHARMACEUTICAL SUMATERA UTARA IF
INDUSTRIES
JENIS
NO. NAMA PERUSAHAAN PROVINSI
IZIN
34 PT. INSULAR MULTI JAWA BARAT IOT
NATURAL
JENIS
NO. NAMA PERUSAHAAN PROVINSI
IZIN
35 PT. BUETNA HAREUKAT ACEH PBF
36 PT. BUDHI KURNIAWAN BALI PBF
SEJATI
37 PT. ACTIVE HUBRILLIANT BANTEN PBF
SUCCESS
38 PT.ROSA MITRA ABADI BANTEN PBF
39 PT. YOSEPH FARMA DI YOGYAKARTA PBF
40 PT. BINTANG MAAHIR DI YOGYAKARTA PBF
SANTOSA
41 PT. KA DUA EMPAT DI YOGYAKARTA PBF
42 PT. KICO JAYA LESTARI DKI JAKARTA PBF
43 PT. YAFEFA PRIMARTA DKI JAKARTA PBF
44 PT. TODOMA DKI JAKARTA PBF
45 PT. DJAJABIMA AGUNG DKI JAKARTA PBF
46 PT. KEBAYORAN PHARMA DKI JAKARTA PBF
47 PT. NAULI MAKMUR GRAHA DKI JAKARTA PBF
48 PT. GUNA ABDI WISESA DKI JAKARTA PBF
49 PT. LENKO SURYA PERKASA DKI JAKARTA PBF
50 PT. DISTRIVERSA BUANAMAS DKI JAKARTA PBF
51 PT. MANDIRA DISTRA ABADI DKI JAKARTA PBF
52 PT. DJEMBATAN DUA DKI JAKARTA PBF
53 PT. PRADIPTA CAKRAWALA DKI JAKARTA PBF
PACIFIC
54 PT. TANGGUK MAS DKI JAKARTA PBF
55 PT. RAJAWALI NUSINDO DKI JAKARTA PBF
56 PT. BAHTERA SEHAT DKI JAKARTA PBF
SEJAHTERA
57 PT. MERAPI UTAMA PHARMA DKI JAKARTA PBF

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


31

(Lanjutan)
58 PT. TUNGGAL IDAMAN ABDI DKI JAKARTA PBF
59 PT. PADMA MITRA DKI JAKARTA PBF
ANUGERAH
60 PT. LAWSIM ZECHA DKI JAKARTA PBF
61 PT. SAGI CAPRI DKI JAKARTA PBF
62 PT. MULYA RAYA PUSPITA DKI JAKARTA PBF
SEJAHTERA
63 PT. SURYA PRIMA PERKASA DKI JAKARTA PBF
64 PT. LABORA GLOBAL DKI JAKARTA PBF
PHARMA
65 PT. KALLISTA PRIMA DKI JAKARTA PBF
66 PT. HAGAMED PANCA ADI DKI JAKARTA PBF
SENTOSA
67 PT. INTER DASERA DKI JAKARTA PBF
68 PT. ERA SEHAT SEJAHTERA DKI JAKARTA PBF
69 PT. FRESENIUS MEDICAL DKI JAKARTA PBF
CARE INDONESIA
70 PT. KIJANG MAS CITRA DKI JAKARTA PBF
SEJATI
71 PT. PELOPOR USAHA DKI JAKARTA PBF
MANDIRI
72 PT. ALIDA PERINTISJAYA JAWA BARAT PBF
73 PT. NUANSA SARANA ABADI JAWA BARAT PBF
74 PT. DELVI PRIMATAMA JAWA BARAT PBF
75 PT. ZALFA MANDIRI JAWA BARAT PBF
76 PT. ANUGERAH SARANA JAWA BARAT PBF
ADHITAMA
77 PT. MADHISON UTAMA JAWA BARAT PBF
78 PT. KINARYA SATRIA FARMA JAWA BARAT PBF
79 PT. ARTHA GABE PRATAMA JAWA BARAT PBF
80 PT. PARAZELSUS INDONESIA JAWA BARAT PBF
81 PT. ANUGRAH ARGON JAWA BARAT PBF
MEDIKA
82 PT. ROSA TETRA DARMA JAWA BARAT PBF
83 PT. MITRA LAKSANA JAWA BARAT PBF
FARMINDO
84 PT. SAMUDRA CITRA JAWA TENGAH PBF
PERSADA
85 PT. FARINTEA JAWA TENGAH PBF
86 PT. SURYAMAS INTI JAWA TENGAH PBF
ARMINDO
87 PT. RESTU CAHAYA JAWA TENGAH PBF
SEJAHTERA FARMA
88 PT. PASOPANCA JAYA JAWA TENGAH PBF
89 PT. JEBRESINDO LOKA JAWA TENGAH PBF
90 PT. SINAR PURI PERKASA JAWA TENGAH PBF

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


32

(Lanjutan)
91 PT. TOTAL MANDIRI FARMA JAWA TENGAH PBF
92 PT. DITA SEHAT JAWA TENGAH PBF
93 PT. SEHAT BERSAMA JAWA TENGAH PBF
SEJAHTERA
94 PT. BOUTI USABDA FARMA JAWA TENGAH PBF
95 PT. DAYAANUGERAH JAWA TIMUR PBF
DEWATASAKTI
96 PT. PIEROSCA TERANG JAWA TIMUR PBF
SUKSES ABADI
97 PT. IRMA MITRA FARMA JAWA TIMUR PBF
98 PT. KINARYA JAYA ABADI JAWA TIMUR PBF
99 PT. SURYA EKA PUTRA JAWA TIMUR PBF
100 PT. NURROCHMAH SINAR JAWA TIMUR PBF
SEJATI
101 PT. TINALAN ANDATU JAWA TIMUR PBF
LESTARI
102 PT. SUN HODOS PHARMA JAWA TIMUR PBF
103 PT. RIO FARMA JAWA TIMUR PBF
104 PT. PODO MEKAR JAYA JAWA TIMUR PBF
SENTOSA
105 PT. FARMA HUSADA JAWA TIMUR PBF
MILLENIA
106 PT. MITRA FARMA JAWA TIMUR PBF
ANUGERAH LESTARI
107 PT. SURYA GRAHA MEDIKA KEPULAUAN PBF
MANDIRI BANGKA BELITUNG
108 PT. GOLDEN MITRA KEPULAUAN RIAU PBF
ANUGERAH
109 PT. INTAN PERSADA GLOBAL KEPULAUAN RIAU PBF
110 PT. ROSA NUGRAHA ABADI LAMPUNG PBF
111 PT. ENGGAL PERDANA LAMPUNG PBF
112 PT. ARIA JIWA FARMA LAMPUNG PBF
113 PT. SAKA MITRA SENTOSA LAMPUNG PBF
114 PT. SYFA CITRA RAGANI LAMPUNG PBF
115 PT. TERNATE FARMA MALUKU UTARA PBF
116 PT. DELAPAN DELAPAN NUSA TENGGARA PBF
UTAMA BARAT
117 PT. PAPUA SAIMONA PAPUA PBF
PHARMINDO
118 PT. PAPUA FIORO PAPUA PBF
119 PT. DUTA IRINDO PAPUA PBF
120 PT. SONAI PAPUA PAPUA PBF
121 PT. PETAMA MUSTIKA SULAWESI PBF
UTAMA SELATAN
122 PT. MITRA TRITUNGGAL SULAWESI PBF
ABADI SELATAN

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014


33

(Lanjutan)
123 PT. SAMUDRA BERKAT SULAWESI PBF
SEHATI SELATAN
124 PT. GATRA BINAKARYA SULAWESI PBF
KENCANA SELATAN
125 PT. MULIAINDO SULAWESI PBF
SELATAN
126 PT. HOGA PERMADANI SULAWESI PBF
NUSANTARA TENGGARA
127 PT. CAHAYA SATU SATU SULAWESI PBF
TENGGARA
128 PT. MATAKAR KENDARI SULAWESI PBF
TENGGARA
129 PT. UNOSON SULAWESI UTARA PBF
130 PT. SURAMANDO SULAWESI UTARA PBF
131 PT. TALANG GUGUN SARI SUMATERA BARAT PBF
NUSANTARA
132 PT. ANUGRAH PRADJA SUMATERA BARAT PBF
MANDIRI
133 PT. PANAY FARMALAB SUMATERA BARAT PBF
134 PT. MITRA BINAMULTI SUMATERA UTARA PBF
SEJAHTERA
135 PT. MESARINDA ABADI SUMATERA UTARA PBF
136 PT. BHAKTI SEHAT HUSADA SUMATERA UTARA PBF
137 PT. BASNITA SUMATERA UTARA PBF
138 PT. MEKADA ABADI SUMATERA UTARA PBF
JENIS
NO. NAMA PERUSAHAAN PROVINSI
IZIN
139 PT. JANNISKA SUMBER JAYA DKI JAKARTA PBFBO
140 PT. MITRACHEM NUTRI DKI JAKARTA PBFBO
DELTA
141 PT. NARDA TITA DKI JAKARTA PBFBO
142 PT. GLOBAL CHEMINDO DKI JAKARTA PBFBO
MEGATRADING
143 PT. TATARASA PRIMATAMA DKI JAKARTA PBFBO
144 PT. LAWSIM ZECHA DKI JAKARTA PBFBO
145 PT. KOLOSAL PRATAMA DKI JAKARTA PBFBO
146 PT. KAIROS TRITUNGGAL DKI JAKARTA PBFBO
147 PT. EKACITTA DIAN PERSADA DKI JAKARTA PBFBO
148 PT. SRI AMAN CORPORINDO DKI JAKARTA PBFBO
149 PT. NILA MERKINDO UTAMA JAWA BARAT PBFBO
150 PT. BINA SAN PRIMA JAWA BARAT PBFBO

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Sari Rahayu Setyaningsih, FFar UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai