Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

DENGUE HEMORAGIC FEVER

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan Dokter Internship

oleh

dr. Chandra Ristiadi

Pembimbing:
dr. Narti

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR
KABUPATEN KARANGANYAR
2019

1
BAB I

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An.W
Usia : 13 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Karang Rejo
Tanggal Masuk RS : 10 februaru 2019, pukul 20:30 Wib.
No. Rekam Medik : 461551

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam
Anamnesis Terpimpin :
Pasien masuk dengan keluhan utama demam yang dialami ± 5 hari
sebelum masuk rumah sakit, terus-menerus, menggigil, mimisan (-). Sakit
kepala (+), lidah kotor (+). Nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+), nyeri
sendi (+)nafsu makan berkurang, lemas (+), BAK lancar, BAB belum hari
ini.
Riwayat Penyakit Sebelumnya : Riwayat sakit dengan gejala yang
sama disangkal

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga : Riwayat sakit dengan gejala yang


sama disangkal

2
C. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum
Sakit sedang / gizi cukup / compos mentis ( E4M6V5 )
Tanda vital
 Tekanan darah : 100/70 mmHg
 Nadi : 110x/m
 Frekuensi Pernapasan : 25x/m
 Suhu : 40oC
 BB : 30 kg
Pemeriksaan kepala dan leher
 Mata : anemis ( -/- ) ikterus ( - /- )
: pupil bulat isokor diameter 2,5 cm / 2,5 cm
 Bibir : sianosis ( - )
 Leher : dalam batas normal
 Tonsil : dalam batas normal
 Faring : dalam batas normal
Pemeriksaan thoraks
 Inspeksi : simetris kiri dan kanan
 Palpasi : masa tumor ( - ), nyeri tekan ( - )
vocal premitus simetris kesan normal
 Perkusi : paru kiri : sonor
: paru kanan : sonor
: batas paru hepar : ICS IV dekstra
: batas paru belakang kanan : CV Th VIII dekstra
: batas paru belakang kiri : CV Th IX sinistra
 Auskultasi : Ronkhi ( -/- ), wheezing ( -/- )
Pemeriksaan jantung
 Inspeksi : apeks jantung tidak tampak
 Palpasi : apeks jantung tidak teraba

3
 Perkusi :Batas jantung :
- batas kanan atas : ICS II linea parastrenalis dextra
- batas kiri atas : ICS II linea parastrenalis sinistra
- batas kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dextra
- batas kiri bawah : ICS IV linea midclavicula
 Auskultasi : bunyi jantung S I/II regular, murmur ( - )
Pemeriksaan abdomen
 Inspeksi : datar, ikut gerak nafas
 Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
 Palpasi : nyeri tekan (+) regio hipokondrium kanan,
musculer (-), tidak teraba massa tumor. Hepar dan lien
tidak teraba.
 Perkusi : timpani (-), ascites (-)
Pemeriksaan ekstremitas
 Akral dingin : -/- -/-
 Edema : -/- -/-

4
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN
HEMATOLOGI RUTIN
Hb 14,6 g/dl 12.0 - 15.6
HCT 44,8%  33-45
AL 2,91 103/ul 4.5 – 11.0
AT 64 103/ul 150 – 450
AE 4.6 106/l 4.1 -5.1
Gol. Darah
INDEX ERITROSIT
MCV 86 /um 80.0 – 96.0
MCH 29,2 Pg 28.0 – 33.0
MCHC 33,7 Gr/dl 33.0 – 36.0
HITUNG JENIS
Eosinofil 0 % 0.00 – 4.00
Basofil 0 % 0.00 – 2.00
Batang 0 % 2-6
Segmen 46 % 50-70
Limfosit 22 % 20-40
Monosit 6 % 2-8

Tes Widal Hasil Nilai Rujukan


Titer O 1/80 Negatif

Titer H NEGATIF Negatif

Titer AH 1/160 Negatif

Titer BH 1/80 Negatif

5
E. DIAGNOSA
Dengue Hemoragic Fever

F. DIAGNOSA BANDING
 Malaria
 Demam Thypoid

G. PENATALAKSANAAN
 Bed Rest
 IVFD RL 20 tpm
 Inj santageksik 300 mg/eks
 Inj. Ranitidin 30 mg/12j/iv
 Inj. Ondancetron 4 mg/8j/iv
 Paracetamol sirup 3x15 ml c
 Observasi TTV tiap 6 jam

H. PROGNOSIS
Qua Ad Functionam : Dubia ad bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Qua Ad Vitam : Dubia ad bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan
renjatan yang dapat menyebabkan kematian.1
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan
oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.2

B. Epidemiologi
Epidemi penyakit yang berhubungan dengan demam dengue pertama kali
dilaporkan dalam literatur atau pustaka kedokteran terjadi pada tahun 1779 di
Batavia (sekarang disebut Jakarta). Dan pada tahun 1780 di Philadelphia. Sejak
saat itu epidemik telah dilaporkan di Calcutta (1824, 1853, 1871, 1905), India
Barat (1827), Hongkong (1901), Yunani (1927-1928), Australia (1925-1926,
1942), Amerika Serikat (1922) dan Jepang (1942-1945).5,6
Dengue sering terdapat di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, Afrika
dan bagian selatan Amerika. Epidemik DHF yang terbesar terjadi di Kuba pada
tahun 1981 dengan 24.000 kasus DHF dan 10.000 kasus DSS. Pada tahun 1986
dan 1987 angka kejadian Dengue dilaporkan di Brasil. Pada tahun 1988 epidemik
dengue dilaporkan terjadi di Meksiko dan pada tahun 1990 kira-kira seperempat
dari 300.000 penduduk yang tinggal di Iquitos Peru menderita Demam Dengue.6
Data yang terkumpul dari tahun 1968-1993 menunjukkan DHF dilaporkan
terbanyak terjadi pada tahun 1973 sebanyak 10.189 pasien dengan usia pada
umumnya di bawah 15 tahun. Penelitian di Pusat Pendidikan Jakarta, Semarang,
Yogya dan Surabaya menunjukkan bahwa DHF dan DSS juga ditemukan pada
usia dewasa, dan terdapat kecenderungan peningkatan jumlah pasiennya.5

7
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping
pula Aedes albapictus. Vektor ini bersarang di bejana-bejana yang berisi air jernih
dan tawar seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas dan lain-lainnya3,5,6

C. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang di kenal
sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype.(3)
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.(1)
Adapun 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-4, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. DEN-3 yang terbanyak
ditemukan di Indonesia dan merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan
banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.(4,6) Terdapat reaksi
silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever,
Japanese encephalitis dan West Nile virus. Pada Artropoda menunjukkan virus
dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (stegomyia) dan
Toxorhynchites.1
Cara penularannya infeksi virus dengue ini ada tiga factor yang memegang
peranan, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk aedes tersebut
dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang
biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation priod) sebelum dapat
menularkan kembali kepada manusia saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh
nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmission),
namun peranannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk
dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation priod) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat

8
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang viremia, yaitu 2 hari sebelum
demam sampai 5 hari setelah demam timbul.3

D. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah hingga saat ini masih
diperdebatkan. Dua teori yang banyak dianut pada DHF dan DSS adalah Hipotesis
immune enhancement dan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary hetelogous
dengue infection).1,3
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
Imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.1
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DHF adalah:
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Sel target virus ini adalah sel
monosit terutama dan sel makrofag sebagai tempat replikasi.
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4,
IL-5,IL-6,dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibody.
Aktifasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 yang akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.(1,3)
Hipotesis ”the secondary heterologous infection” yang di rumuskan oleh
Suvatte,1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang
berlainan pada seorang pasien, respon antibody anamnestik yang akan terjadi

9
dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi dengan
menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue.(3)

Gambar 1. Teori heterologous dengue infection

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak


langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DHF berat. Antibodi
herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan
syok.9,10

E. Manifestasi Klinis.
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau
dapat berupa demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami demam

10
dengan suhu tubuh 39-40oC, bersifat bifasik (menyerupai Pelana kuda), fase
demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis pada hari ke-3 selama 2-3
hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko
untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.(1,3)
Fase Febris: - Demam mendadak tinggi 2-7 hari
- Muka kemerahan, eritema kulit
- Sakit kepala
- Beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorokan,injeksi faring dan
konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.
- Dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan
mukosa, walau jarang terjadi dapat pula terjadi perdarahan
pervaginam dan gastrointestinal.
Fase Kritis: - Terjadi pada hari 3-7 sakit.
- Ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan
permeabilitas kepiler dan timbul kebocoran plasma yang biasanya
berlangsun 24-48 jam.
- Kebocoran plasma sering didahului lekopeni progresif disertai
penurunan hitung trombosit.
- Dapat terjadi syok.
Fase Pemulihan: - Terjadi setelah fase kritis.
- Terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
- KU membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik stabil, diuresis
membaik.
Menurut manifestasi kliniknya DHF sangat bervariasi, WHO (1997) membagi
menjadi 4 derajat : 7,8,9
Derajat I : Demam disertai uji tourniquet positif.
Derajat II : Demam + uji tourniquet positif disertai manifestasi perdarahan
(seperti : Epistaksis, perdarahan gusi )
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menyempit (<20 mmhg), hipotensi, sianosis,

11
disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan tekanan
darah tidak terukur.

F. Diagnosis
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. 7
Kriteria klinis :
 Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, atau riwayat demam akut,
berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik (plana kuda).
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji torniquet positif.
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa ( epitaksis atatu perdarahan gusi )
- Hematemesis atau melena.
 Pembesaran hati
 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi,kaki dan tangan dingin,kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Kriteria Laboratoris :
 Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/ul ).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut :
 Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin.
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

12
Gambar 2. Spektrum DHF

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis
relative disertai gambaran limfosit plasma biru.5
Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :
 Uji serologi: deteksi antibodi IgG dan IgM, uji HI
 Isolasi virus
 Deteksi RNA/DNA dengan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR).
 Deteksi antigen (pemeriksaan NS-I) Lebih Spesifisitas 100% dan
sensitivitas 92.3%
Pemeriksaan Dengue NSl Antigen adalah pemeriksaan baru terhadap
antigen non struktural-I dengue (NSl) yang dapat mendeteksi infeksi virus dengue
dengan lebih awal bahkan pada hari pertama onset demam. 5
- Pemeriksaan NS-I perlu dilakukan pada pasien yang megalami gejala
Demam/klinis lain < 3 hari, dikarenakan Early detection sangatlah

13
penting untuk menentukan pengobatan (terapisupportif) yang tepat
(cegah Resistensi antibiotik), serta pemantauanpasien dengan segera.
- Tanpa meninggalkan pemeriksaan Dengue serologi karena pemeriksaaan
NS1 bersifat komplementer (saling menunjang), terkhususapabila
didapatkan hasil Ns1 (-) dan gejala infeksi tetap muncul.
- Penggunaan Dengue IgG / IgM juga diperlukan bagi dokter penganut
paham "infeksi sekunder dapat menyebabkan infeksi yang lebih berat
dan memerlukan penanganan yang berbeda dengan infeksi primer"
- Dengan adanya Spesifisitas 100% dan sensitivitas 92.3%. Dengan
demikian pomakaian pemeriksaan ini akan dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis infeksi dengue.(5)

2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorak didapati efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan ( pasien tidur pada sisi badan
sebelah kanan ).(1)

H. Diagnosis Banding
Perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam
tipoid, influenza, idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), chikungunya dan
leptospirosis. 1
1. Belum / tanpa renjatan :
a. Campak
b. Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok
pnyakit exanthem, hepatitis, chikungunya)
2. Dengan renjatan
a. Demam tipoid
b. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain
3. Dengan perdarahan
a. Leukemia

14
b. ITP
c. Anemia Aplastik
4. Dengan kejang
a. Ensefalitis
b. Meningitis

I. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.
Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular.3
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan
DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini
terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut: 3,8,11
1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka DHF tanpa syok.


Seorang yang tersangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan
haemoglobin, hematokrit, dan trombosit, bila :
 Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,
pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke
poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya ( dilakukan pemeriksaan Hb,

15
Ht, lekosit dan trombosit tiap 24 jam ) atau bila keadaan penderita
memburuk segera kembali ke instalansi gawat darurat.
 Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.
 Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan
dirawat.

Gambar 3. Penanganan tersangka DHF tanpa syok

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DHF di ruang rawat.


Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
1500 + (20 x( BB-20) ml
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24 jam :
 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah
pemberian cairan tetap, tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap
12 jam.
 Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka Pemberian
cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DHF dengan peningkatan
Ht>20%.

16
Gambar 4. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawaT

17
Protokol 3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%.

Gambar 5. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%

18
Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DHF.
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah :
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali, perdarahan saluran cerna
(henatemesis dan melena atau hematokesia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.1,3

Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok dengue.


Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue pada dewasa (SSD)
maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi
dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera
dilakukan. Angka kematian pada sindrom syok dengue sepilih kali lipat
dibandingkan dengan penderita DHF tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi
karena keterlambatan penderita DHF mendapatkan pertolongan/pengobatan,
penatalaksanaan tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-
tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat. 1,3

19
Gambar 6. Tatalaksana sindroma syok dengue

20
Kriteria memulangkan pasien, apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini : 1
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distress pernafasan (efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cendrung naik > 50.000/nl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik

J. Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa syok
2. Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan 3

K. Prognosis

Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS
mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang,
dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya
lebih ringan dari pada anak-anak.2

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku ajar


Ilmu penyakit dalam, Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam
FK-UI, jakarta, 2006, ed.4, (III) 1709-1713
2. Sumarno S, Soedarmo P,Garna H,Rezeki S,Satari H. Buku Ajar Infeksi
dan Pediatri tropis, IDAI, jakarta 2008,ed.2, 155-179
3. Rejeki S, Adinegoro S (DHF) Demam Berdarah Dengue, Tatalaksana
Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta.2004
4. Mansjoer A,Triyanti K, Savitri R,Wardhani W,Setiowulan W, Kapita
selekta FKUI, Jakarta,(I),428-433
5. Berliandelima, Info terbaru Pemeriksaan Laboratorium terhadap Dengue,
availableat:http://www.mailarchive.com/dokter_umum@yahoogroups.com
/msg06092.html
6. Caribbean Epidemiologi Center (CAREC) Dengue dalam:
http://www.carec.org/publications/DENGUIDE_lab.htm
7. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://
www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/12-23.pdf
8. Hagop Isnar,MD, Dengue dalam : http://www.emedicine.com
9. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://
www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/1-11.pdf
10. WHO, Dengue and Dengue Haemorragic Fever dalam:
http://w3.whosect.org/en/section10/section332/section1631.htm
11. BHJ, Dengue, Dengue Haemorragic Fever, Dengue Shock Syndrome
dalam: http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.html

22

Anda mungkin juga menyukai