Anda di halaman 1dari 13

Dinamika Pendirian Gereja Kristen Songka dan Gereja Toraja Jemaat Marannu di Kota Palopo

Muh. Dachlan, halaman 69-81

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN


RANAH AFEKTIF MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK
Developing Affective Assessment Instrument of Aqidah Ahlak

TRI KUSUMAWATI

Fakultas Agama Islam UWH


Semarang
Abstract
Jl. Menoreh Tengah X/22 This research aimed to develop affective instrumentt assessment on the subjects Aqidah
Sampangan Akhlak and develop the guidelines. The research method adapted R and D of Borg and
Email : tri_kus33@yahoo.com Gall without the last step (dissemination and implementation). The data were analyzed
quantitatively: the validity test using the Product Moment, reliability test of Cronbach Alpha
Naskah diterima: 22 Maret 2015;
Naskah diseleksi: 22 Mei 2015; and generalizability test inter-rater. The development of instrument produced a guidebook
Naskah direvisi: 31 Mei 2015; for affective assessment. The book contained questionnaire instrument for attitude scale,
Naskah disetujui penulis: 30 Juni observation instrument, and interview instrument. The empirical test resulted in valid and
2015. highly reliable items. The guidebook can be used by teachers to do affective assessment
objectively and comprehensively.

Keyword: affective assessment, instrument, aqidah akhlak.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan instrumen penilaian ranah afektif mata
pelajaran Aqidah Akhlak dan menyusun panduan tentang instrumen penilaian ranah
afektif yang teruji valid dan reliabel. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah R
and D dengan mengadaptasi prosedur pengembangan dari Borg dan Gall tanpa tahapan
yang terakhir, yaitu diseminasi dan implementasi. Analisis data menggunakan pendekatan
kuantitatif, yang meliputi uji validitas, uji reliabilitas, dan uji generalisabilitas antar rater.
Pengembangan instrumen menghasilkan sebuah produk yang berupa buku Panduan
Instrumen Penilaian Afektif. Buku panduan memuat instrumen angket skala sikap, instrumen
observasi, dan instrumen wawancara. Hasil uji empiris di lapangan menghasilkan item-
item pernyataan yang valid dan mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi. Buku panduan
dapat dimanfaatkan oleh guru dalam melakukan penilaian afektif yang lebih obyektif dan
komprehensif sehingga menghasilkan penilaian yang lebih bermakna.
Kata kunci: instrumen penilaian; penilaian afektif; aqidah akhlak.

Pendahuluan kurang memiliki sikap, minat, sistem nilai


maupun apresiasi positif terhadap apa yang
Pelaksanaan pendidikan selama ini lebih
mereka ketahui (Suyanto, 2010: 159).
berorientasi pada ranah kognitif, sedangkan
ranah afektifnya cenderung kurang diperhatikan. Pendidikan Agama Islam di Madrasah
Hal ini dapat merugikan perkembangan siswa Ibtidaiah (MI) terdiri dari empat mata pelajaran,
secara individual maupun masyarakat secara yaitu: Al-Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, Fikih,
keseluruhan. Tendensi yang ada siswa menjadi dan Sejarah Kebudayaan Islam. Muatan ranah
tahu banyak tentang sesuatu, namun mereka afektif yang paling banyak, menurut penelitian

111
Jurnal SMaRT Volume 01 Nomor 01 Juni 2015

yang dilakukan Nurmawati (2007: 84) terdapat akhlak yang terpuji.


pada mata pelajaran Aqidah Akhlak dibandingkan
Penelitian ini bertujuan untuk
dengan mata pelajaran Fikih dan Al-Qur’an Hadits.
mengembangkan instrumen penilaian ranah
Aqidah Akhlak sebagai salah satu mata afektif dan menguji tingkat validitas dan
pelajaran pembentuk nilai spiritual yang reliabilitasnya. Pengembangan instrumen
mengedepankan keimanan, keyakinan dan penilaian fokus pada mata pelajaran Aqidah
perilaku yang mulia, sering dipertanyakan Akhlak sehingga dihasilkan sebuah panduan
efektifitas dan kontribusinya dalam menanamkan tentang instrumen penilaian afektif mata
integritas etik pada siswa sejak dini, khususnya di pelajaran Aqidah Akhlak yang standar.
MI. Aqidah akhlak seharusnya lebih didasarkan
Upaya meningkatkan mutu pendidikan
pada keyakinan hati dan dimanifestasikan
secara keseluruhan, Aqidah Akhlak seharusnya
dalam bentuk sikap dan perbuatan yang baik
menjadi tolok ukur dalam membentuk watak dan
dalam keseharian. Materi Aqidah Akhlak lebih
pribadi siswa, serta membangun moral bangsa.
terfokus pada unsur pengetahuan (kognitif) dan
Proses membangun karakter bangsa ini perlu
sedikit sekali dalam pembentukan sikap serta
dilakukan dengan berbagai langkah dan upaya
pembiasaan (afektif).
yang sistemik. Salah satunya adalah dengan
Pembelajaran Aqidah Akhlak tidak terlepas pengembangan ranah afeksi yang sangat penting
dari pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh dalam pembentukan akhlak, moral, budi pekerti
guru pengampunya. Menyimak kondisi objektif di dan pembentukan karakter yang baik.
lapangan selama penelitian, ada kecenderungan
Hall (2010: 10) menyatakan dalam sebuah
guru Aqidah Akhlak kurang memperhatikan
penelitiannya:
tujuan evaluasi itu sendiri. Salah satu faktor
penyebabnya adalah kurang mampunya guru “Affective assessment, frequently neglected in
practice, is quite possibly the one missing piece of
melaksanakan evaluasi secara bervariasi dan
the puzzle when it comes to educational reform.
kontinu, karena mengejar target yang harus Armed with data about student’s affective status,
dicapai tanpa memperhatikan kualitas materi educators are in a much better position to
yang diharapkan, sehingga tingkat kemampuan provide a complete educational experience that
is clearly relevant and of interest to learners.
siswa terabaikan.
Simply stated, affective assessment is worthy of
Guru menyadari sesungguhnya masalah afektif the time and effort it requires, and without it, the
educational experience is incomplete.”
penting dalam pembelajaran Aqidah Akhlak. Pada
kenyaataannya, hampir sebagian besar guru tidak Penilaian afektif, yang sering diabaikan
menilai domain afektif dengan menggunakan dalam praktek pembelajaran, merupakan salah
instrumen yang relevan. Penilaian yang dilakukan satu bagian yang sangat mungkin hilang dalam
tidak memiliki acuan yang jelas dan dianggap sudah reformasi pendidikan. Berbekal data tentang
menilai secara tak terstruktur dan terencana afektif siswa, pendidik berada dalam posisi yang
Mutu evaluasi pendidikan di MI secara jauh lebih baik untuk memberikan pengalaman
umum tidak terlepas dari kualitas penggunaan pendidikan yang lengkap dan relevan serta
instrumen penilaian yang relevan, baik aspek menarik bagi peserta didik. Hanya saja penilaian
kognitif, afektif, maupun psikomotorik. afektif memang membutuhkan waktu dan usaha
yang lebih banyak, dan tanpa itu pengalaman
Berbicara instrumen penilaian tentu tidak lepas
pendidikan peserta didik belumlah lengkap.
dari bagaimana mengembangkan perangkat
penilaian pada ketiga aspek tersebut. Penilaian Pelaksanaan pendidikan yang selama ini
yang dilakukan pada ketiga aspek tersebut akan berlangsung lebih berorentasi pada ranah
menghasilkan siswa yang tidak hanya menguasai kognitif sedangkan ranah afektifnya terabai­
pengetahuan, tetapi juga memiliki sikap dan kan. Menurut Suyanto (2010: 159) pengabaian

112
Pengembangan Instrumen Penilaian Ranah Afektif Mata Pelajaran Aqidah Akhlak
Tri Kusumawati, halaman 111-124

ranah afektif merugikan perkembangan peserta dalam disposisi yang diinginkan. Jika penilaian
didik baik secara individual maupun masyarakat mengungkapkan perasaan negatif, maka harus
secara keseluruhan. Tendensi yang ada ialah berusaha untuk mendapatkan pengalaman
peserta didik menjadi tahu banyak tentang pendidikan yang akan menghasilkan disposisi
sesuatu, namun kurang memiliki sikap, minat, positif yang diharapkan.
sistem nilai maupun apresiasi positif terhadap
Penilaian aspek afektif dapat dilakukan
apa yang mereka ketahui.
dengan menggunakan instrumen afektif.
Ranah afektif merupakan salah satu taksonomi Instrumen yang dapat digunakan untuk
tujuan instruksional yang berkaitan dengan mengukur domain afektif di antaranya adalah
kondisi psikologis atau perasaan seseorang. Ada dengan menggunakan skala sikap, observasi,
lima karakteristik afektif yang penting, yaitu “sikap, laporan diri, dan wawancara. Dalam penelitian
minat, konsep diri, nilai dan moral” (Depdiknas, ini instrumen yang dikembangkan adalah skala
2008: 4). Menurut Krathwohl ranah afektif dalam
sikap, observasi, dan wawancara. Skala sikap
taksonomi dirinci dalam lima jenjang (Sudijono,
biasanya digunakan untuk mengukur sikap
2008:54), yaitu: receiving/attending, responding,
seseorang terhadap objek tertentu.
valuing, organization, and characterization by a
value or value complex. Mengembangkan sebuah instrumen
langkah-langkah tertentu. Ada sepuluh langkah
Struktur ranah afektif tidak sejelas seperti
pengembangan instrumen penilaian afektif, yaitu:
struktur pada ranah kognitif. Unsur ranah
(1) menentukan spesifikasi instrumen, (2) menulis
kognitif bisa dikatakan hierarkis, artinya unsur
yang satu merupakan syarat mutlak bagi unsur instrumen, (3) menentukan skala instrumen, (4)
yang lain, sedangkan unsur-unsur ranah afektif menentukan sistem penskoran, (5) menelaah
saling tumpang tindih, oleh karena itu tidaklah instrumen, (6) merakit instrumen, (7) melakukan
mengherankan apabila pendidikan lebih uji coba, (8) menganalisis instrumen, (9)
mengorientasikan tujuannya pada ranah kognitif melaksanakan pengukuran, dan (10) menafsirkan
karena lebih mudah dirumuskan dan dinilai. hasil pengukuran (Mardapi, 2012: 148-149).

Melihat tahapan yang diajukan Kratwohl Terdapat beberapa hal yang harus dipehatikan
(dalam Sudijono 2008: 54), maka untuk meng­ dalam menyusun spesifikasi instrumen yaitu
ukur ranah afektif memang memerlukan waktu menentukan tujuan pengukuran, menyusun
yang relatif lebih lama. Hal ini disebabkan ranah kisi-kisi instrumen memilih bentuk dan format
afektif bukan hanya sekedar mementingkan instrument, dan menentukan panjang instrumen.
penguasaan materi kognisi ataupun keterampilan, Setelah tujuan pengukuran ditetapkan maka
dilanjutkan dengan menyusun kisi-kisi yang
tetapi juga menginginkan terinternalisasinya
berisi tentang definisi konseptual dan definisi
nilai-nilai yang telah diajarkan dalam kehidupan
operasional yang kemudian diuraikan menjadi
sehari-hari peserta didik.
sejumlah indikator sebagai acuan untuk menulis
Menurut Mardapi (2012:164-165) penilaian instrumen.
ranah afektif peserta didik selain menggunakan
Langkah pertama dalam menulis suatu
kuesioner juga bisa dilakukan melalui observasi pertanyaan/pernyataan adalah informasi apa
atau pengamatan. Hasil observasi akan yang ingin diperoleh, struktur pertanyaan, dan
melengkapi informasi hasil kuesioner. Dengan pemilihan kata-kata. Pertanyaan yang diajukan
demikian informasi yang diperoleh akan lebih jangan sampai bias, yaitu mengarahkan jawaban
akurat, sehingga kebijakan yang ditempuh akan responden pada arah tertentu, positif atau negatif.
lebih tepat. Penilaian afektif harus digunakan Penulisan instrumen harus menggunakan kata
untuk pengambilan keputusan instruksional kerja operasional untuk merumuskan TIK
dengan maksud mendorong perubahan positif atau kompetensi dasar yang mengukur jenjang

113
Jurnal SMaRT Volume 01 Nomor 01 Juni 2015

kemampuan dalam ranah afektif. pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat


kemudahan dalam menjawab atau mengisinya.
Skala yang sering digunakan dalam instrumen
penelitian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Langkah lanjut instrumen diujicobakan
Likert, dan Skala Beda Semantik jika instrumen kepada responden sesuai dengan tujuan penilaian.
yang digunakan adalah angket atau kuesioner. Saat uji coba yang perlu dicatat adalah saran-saran
Jika menggunakan instrumen observasi maka dari responden atas kejelasan pedoman pengisian
harus ditentukan dengan skala penilaian atau instrumen, kejelasan kalimat yang digunakan, dan
rubric scoring. Jika instrumen yang digunakan waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen.
adalah interviu maka penilaian yang digunakan Waktu yang digunakan disarankan bukan waktu
adalah analisa hasil secara kualitatif, dan bila saat responden sudah lelah. Perlu diingat bahwa
ingin dikuantitatifkan maka hasil penilaian pengisian instrumen penilaian afektif bukan
bisa dikategorisasikan sesuai dengan tingkatan merupakan tes, sehingga walau ada batasan waktu
kesimpulan akhir yang didapat. namun tidak terlalu ketat.
Kegiatan menentukan cara memberi skor Analisis hasil uji coba meliputi variasi
harus sesuai dengan konteks tujuan penilaian
jawaban tiap butir pertanyaan atau pernyataan.
dan karakteristik aspek yang dinilai, seperti
Semakin besar variasi jawaban tiap butir maka
yang dikemukakan oleh Anderson dan Anderson
akan semakin baik instrumen. Bila variasi skor
(2006: 525):
suatu butir sangat kecil berarti bukan variabel
“correct interpretation always requires yang baik. Indikator lain yang diperhatikan
examination of the scores within the context of
adalah indeks kehandalan yang dikenal dengan
the purpose of the assessment (principle 1) and
the nature of the characteristic being assessed indeks reliabilitas. Besarnya indeks minimum
(principle 2)”. 0.70, bila indeks lebih kecil dari 0.70 maka
kesalahan pengukuran akan melebihi batas
Sistem penskoran pada instrumen ini adalah
(Basrowi & Siskandar, 2012: 118).
untuk mengukur sikap, dan perilaku, maka
digunakan skala Likert yang dapat mengungkap Langkah terakhir dalam mengembangkan
sejauh mana sikap yang dimiliki oleh responden, sebuah instrumen adalah menafsirkan hasil
sedangkan untuk observasi sistem penskoran pengukuran. Hasil pengukuran berupa skor atau
yang digunakan adalah dengan kategorisasi yang angka. Untuk menafsirkan hasil pengukuran atau
disusun dari rentang skor paling tinggi sampai bisa disebut dengan penilaian, diperlukan suatu
yang paling rendah.
kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada
Telaah dilakukan oleh pakar yang memiliki skala dan jumlah butir pertanyaan/pernyataan
kompetensi yang sesuai dengan tujuan penilaian. yang digunakan.
Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat
bila yang diinginkan adalah masukan tentang Metode Penelitian
bahasa dan format instrumen. Bahasa yang
digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat Pendekatan penelitian yang digunakan
pendidikan responden. Hasil telaah selanjutnya adalah R and D dengan mengadaptasi prosedur
digunakan untuk memperbaiki instrumen. pengembangan Borg dan Gall (1989: 783) yang
terdiri dari 10 langkah yaitu:
Instrumen yang telah diperbaiki selanjutnya
dirakit, yaitu menentukan format tata letak “research and information collecting, planning,
instrumen dan urutan pertanyaan/pernyataan. develop preliminary form of product,
preliminary field testing, main product revision,
Format instrumen harus dibuat menarik dan
main field testing, operational product revision,
tidak terlalu panjang sehingga responden tertarik operational field testing, final product revision,
untuk membaca dan mengisinya. Urutkan and dissemination and implementation”.

114
Pengembangan Instrumen Penilaian Ranah Afektif Mata Pelajaran Aqidah Akhlak
Tri Kusumawati, halaman 111-124

Teknik pengumpulan data yang digunakan ranah afektif. Hal ini disadari sepenuhnya
adalah dokumentasi, wawancara, dan, observasi. oleh para guru pengampu mata pelajaran PAI
Instrumen pengumpul data terdiri dari angket khususnya Aqidah Akhlak. Guru merasa kesulitan
skala sikap, lembar observasi, dan pedoman dalam melakukan penilaian ranah afektif
wawancara. Teknik analisis data menggunakan karena keterbatasan instrumen, keterbatasan
metode kuantitatif dengan uji validitas product pengetahuan dan keterbatasan waktu.
moment, uji reliabilitas menggunakan Alpha
cronbach, dan uji generalisability antar rater. Pengembangan Instrumen Penilaian
Instrumen penilaian afektif diujicobakan Afektif Aqidah Akhlak
secara terbatas dengan subjek uji coba 10 peserta Instrumen penilaian afektif yang
didik, uji coba lanjutan 20 peserta didik, dan uji dikembangkan memiliki spesifikasi sebagai
coba lapangan sebanyak 53 siswa yang merupakan berikut: (1) instrumen yang dikembangkan adalah
siswa kelas V MIT Nurul Islam Semarang. Alasan 4 aspek akhlak terpuji yaitu teguh pendirian,
pemilihan lokasi penelitian karena peneliti dermawan, akhlak hidup bertetangga dan akhlak
merupakan salah satu tenaga pendidik di sekolah hidup bermasyarakat, yang masing-masing sikap
tersebut, sehingga peneliti telah memahami kondisi, atau perilaku diurai secara rinci indikatornya, (2)
karekteristik siswa, serta proses pembelajaran yang instrumen dibuat dalam bentuk lembar observasi,
berlangsung. Pemilihan kelas V sebagai sampel angket skala sikap dan pedoman wawancara
penelitian dikarenakan waktu penelitian bertepatan yang masing-masing dilengkapi dengan skala
dengan jadwal materi pembelajaran Aqidah Akhlak
penilaian, (3) adanya petunjuk pengisian,
yang menjadi fokus penelitian.
pedoman penilaian dan criteria penskoran, (4)
butir pertanyaan dan pernyatan disesuaikan
Hasil dan Pembahasan
dengan materi yang ada pada kompetensi dasar
Bentuk Penilaian Ranah Afektif Aqidah yang diajarkan.
Akhlak di MIT Nurul Islam Langkah pengembangan instrumen penilaian
Bentuk penilaian ranah afektif yang selama afektif ini sesuai dengan model penelitian
ini dilaksanakan pada mata pelajaran Aqidah pengembangan Borg & Gall (1989) yang terdiri
Akhlak di MIT Nurul Islam Semarang adalah dari spuluh tahap yaitu: (1) penelitian pra survei
dengan observasi (pengamatan) dan interviu dan pengumpulan data, (2) perencanaan, (3)
(wawancara) yang dilakukan secara sekilas tanpa pengembangan draf produk, (4) uji ahli, (5)
indikator yang terinci. Pelaksanaan penilaian revisi produk awal, (6) uji coba lapangan kecil,
ranah afektif mata pelajaran Aqidah Akhlak yang (7) revisi produk, (8) uji coba operasional,
selama ini dilakukan hampir seluruhnya tidak (9) penyempurnaan produk akhir, dan (10)
menggunakan instrumen, walaupun sebenarnya diseminasi dan implementasi. Dari sepuluh
ditemukan instrumen yang berupa lembar langkah yang dilakukan dalam penelitian ini,
pengamatan, namun sangat jauh dari bentuk langkah terakhir dilaksanakan penulis dengan
sebuah instrumen yang bisa dipertanggung- cara memuat hasil penelitian dalam jurnal ilmiah.
jawabkan keobyektifan dan keefektifannya dalam Hal ini dilakukan sebagai upaya sosialisasi produk
menilai karena tanpa indikator yang jelas dan penelitian. Tahap diseminasi dan implementasi
tidak terdapat petunjuk dan pedoman yang jelas tidak dilakukan karena ketiadaan sarana dan
dalam menilai. prasarana yang mendukung terutama waktu,
tenaga, dan dana yang sangat terbatas dalam
Keterbatasan dan ketiadaan instrumen
melaksanakan tahapan yang dimaksud.
dalam penilaian ranah afektif di MIT Nurul Islam
memunculkan permasalahan tersendiri bagi Penyusunan dan pembuatan instrumen
kualitas hasil evaluasi pembelajaran khususnya penilaian afektif Aqidah akhlak yang dilakukan

115
Jurnal SMaRT Volume 01 Nomor 01 Juni 2015

mengikuti prosedur sebagai berikut : Tabel 2 Kisi-Kisi Pengembangan Instrumen penila-


1. Berpedoman pada standar kompetensi 6 dan ian Afektif Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Standar
kompetensi dasar 6.1 dan 6.2 dari standar Kompetensi Membiasakan Akhlak Terpuji
isi mata pelajaran Aqidah Akhlak MI kelas V
semester 2 yang ditetapkan oleh Dirjen Pendis
Depag RI.
2. Standar kompetensi dan kompetensi dasar
dikembangkan menjadi indikator-indikator
pembelajaran.
3. Indikator pembelajaran dikembangkan
menjadi indikator butir pertanyaan dan
pernyataan yang dijabarkan dalam kisi-kisi
instrumen penilaian.
4. Jumlah indikator disesuaikan dengan cakupan
materi pembelajaran.
5. Menyusun butir-butir pertanyaan dan
pernyataan sesuai dengan indikator dari aspek
akhlak terpuji yang akan diukur.
6. Menyusun rubrik skoring untuk instrumen
yang memakai skala penilaian yang
membutuhkan analisa hasil secara kuantitatif.
Tabel 1 Spesifikasi Instrumen Penilaian Ranah Afek-
tif Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Standar Kompe-
tensi Membiasakan Akhlak Terpuji

Kegiatan pengumpulan data dilakukan


melalui studi dokumen dan wawancara,
diperoleh informasi bentuk instrumen penilaian
yang tepat untuk menilai afektif adalah angket
skala sikap, wawancara, dan observasi. Peneliti
berusaha mengembangkan instrumen penilaian
afektif pada mata pelajaran Aqidah Akhlak dari
penilaian yang sudah ada atau pernah dilakukan
oleh tiga orang guru yang menjadi responden
dalam penelitian. Pengembangan instrumen
penilaian ranah afektif disusun dalam bentuk
penilaian sikap berupa angket skala sikap,
lembar pengamatan, dan pedoman wawancara.
Dipilihnya ketiga bentuk instrumen membuat
guru dapat menilai indikator akhlak mulia secara
komprehensif dan mendalam, serta dapat menilai
sikap siswa dari pandangan diri siswa maupun
dari sisi pengamatan guru sehingga penilaian

116
Pengembangan Instrumen Penilaian Ranah Afektif Mata Pelajaran Aqidah Akhlak
Tri Kusumawati, halaman 111-124

ranah afektif bisa lebih komprehensif dan lebih tabel 3 berikut.


obyektif. Tabel 3 Uji Efektifitas Instrumen Angket Skala Sikap
Berpegang pada hasil survei dan pengum­
pulan data maka dapat disusun rencana
pengembangan produk yang meliputi ran­
cangan produk yang dihasilkan serta proses
pengembangannya. Rancangan produk yang
dikembangkan meliputi: (1) tujuan dari peng­
gunaan produk, (2) siapa pengguna produk, dan Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa uji
(3) deskripsi dari komponen-komponen produk validitas untuk instrumen angket skala sikap,
dan penggunaannya. dari 40 butir uji coba terbatas dihasilkan 29 butir
Pengembangan instrumen penilaian afektif valid, kemudian diujicobakan lagi mendapat 22
ini meliputi: (1) angket skala sikap; yang terdiri butir yang valid. Selanjutnya hanya diambil 20
40 butir, (2) lembar pengamatan dengan jumlah butir untuk diuji coba lapangan sesuai dengan
pernyataan 20 butir, (3) pedoman wawancara indikator yang ada. Dari 20 butir, yang valid ada
dengan jumlah pertanyaan adalah 20 butir. 19 butir dan 1 butir tidak valid. Sedangkan untuk
koefisien reliabilitas dihasilkan nilai 0,92 (uji
Expert judgement dilakukan oleh empat
coba terbatas), 0,9 (uji coba lanjutan) dan 0,82
orang ahli/pakar, dua orang ahli dalam bidang
(uji coba lapangan).
pengukuran, satu orang praktisi dalam bidang
Tabel 4 Uji Efektifitas Instrumen Observasi
Pendidikan Agama Islam dan satu orang guru
Aqidah Akhlak yang merupakan rekan sejawat
penulis. Hasil penilaian para ahli yang menilai
instrumen dari segi konstruk maupun isi
menunjukkan bahwa instrumen penilaian afektif
Aqidah Akhlak (instrumen angket skala sikap, Tabel 4 memberikan gambaran bahwa uji
instrumen observasi dan instrumen wawancara) validitas instrumen observasi adalah sebagai
adalah dikategorikan baik digunakan sebagai berikut. Dari 20 butir pernyataan pada uji coba
perangkat untuk menilai ranah afektif di sekolah. terbatas dihasilkan 19 butir valid dan 1 butir tidak
valid, dan pada uji coba lapangan 20 butir secara
Uji Coba Terbatas, Uji Coba Lanjutan, dan keseluruhan valid. Untuk koefisien reliabilitas
Uji Coba Lapangan didapatkan nilai 0.98 (uji coba terbatas) dan
0,92 (uji coba lapangan). Sedangkan untuk
Subjek uji coba terbatas berjumlah 10 siswa
konsistensi penilaian antar rater diketahui dari
yang berasal dari kelas V A dan V B, sedangkan
koefisien generalisabilitasnya menghasilkan nilai
untuk uji coba lanjutan subjek berjumlah 20
0,94 untuk KD 1 dan 0,91 untuk KD 2 (uji coba
siswa dan untuk uji coba lapangan subjeknya terbatas). Pada uji lapangan diperoleh nilai 0,85
adalah seluruh siswa kelas V yang berjumlah untuk KD 1 dan 0,82 untuk KD 2.
53 siswa. Data hasil uji coba dientri dan diolah
Tabel 5 Uji Efektifitas Instrumen Wawancara
menggunakan rumus product momen untuk
mencari validitasnya dengan taraf signifikansi
0,05 (95%), dan uji reliabilitas dengan mencari
koefisien reliabilitasnya dengan teknik Alpha
Cronbach, serta untuk konsistensi antar rater
dicari koefisien generalisabilitasnya. Perhitungan
dan olah data menggunakan program Excel 2007. Uji validitas instrumen wawancara dapat
Adapun hasil yang diperoleh disajikan dalam diketahui dari Tabel 5, dimana dari 20 butir

117
Jurnal SMaRT Volume 01 Nomor 01 Juni 2015

pertanyaan pada uji coba terbatas dihasilkan 18 siswa sendiri maupun dari sisi pengamatan yang
butir valid, dan pada uji coba lapangan 20 butir dilakukan guru. Sehingga dengan dua instrumen
secara keseluruhan valid. Sedangkan untuk atau lebih, penilaian ranah afektif bisa lebih
reliabilitas diketahui dari koefisien reliabilitas komprehensif dan lebih obyektif. Hal ini sejalan
dihasilkan nilai 0,932 (uji coba terbatas), dan dengan yang dikemukakan oleh Mardapi (2012:
0,78 (uji coba lapangan). Reliabilitas instrumen 165) bahwa hasil observasi dan interviu akan
hampir seluruhnya masuk dalam kriteria sangat melengkapi informasi hasil kuesioner. Dengan
tingi kecuali instrumen wawancara pada uji coba demikian informasi yang diperoleh akan lebih
lapangan hanya masuk kategori tinggi. Sesuai akurat, sehingga kebijakan yang ditempuh akan
dengan kriteria penafsiran koefisien reliabilitas lebih tepat.
menurut Guilford (1956) yang menyebutkan jika
Kegiatan pra survei dan pengumpulan data
koefisien reliabilitas berada pada rentang angka
dilanjutkan pada tahap perencanaan. Pada tahap
0,80 – 1,00 maka masuk dalam kriteria sangat
ini disusun rencana pengembangan produk
tinggi dan jika berada pada rentang 0,60 – 0,79
yang meliputi rancangan produk yang akan
maka diketegorikan tinggi.
dihasilkan serta proses pengembangannya. Ran­
cangan produk yang dikembangkan meliputi
Pembahasan
tujuan dari penggunaan produk, siapa pengguna
Tahapan pengembangan instrumen penilaian produk tersebut, dan deskripsi dari komponen-
afektif ini diawali dengan langkah penelitian komponen produk dan penggunaannya.
pra survei dan pengumpulan data. Menurut
Tujuan penggunaan produk perlu dirumuskan
Sukmadinata (2012: 172), untuk mengembangkan
sejelas dan sekongkrit mungkin. Dalam teknologi
suatu produk pendidikan diperlukan studi yang
instruksional tujuan dirumuskan dalam bentuk
mendalam guna menemukan konsep-konsep
obyektif yang menggambarkan perilaku-perilaku
dan landasan-landasan teoritis dan empiris yang
yang bisa diamati atau diukur (Sukmadinata,
mendukung suatu produk perlu dikembangkan.
2012: 173).
Kegiatan pengumpulan data dan pra survei
Pengembangan instrumen penilaian afektif
yang dilakukan pada obyek penelitian di lapangan
bertujuan untuk menilai hasil belajar siswa
memberikan informasi bahwa bentuk penilaian
pada ranah afektif. Indikator pencapaian tujuan
afektif yang sesuai digunakan untuk menilaian
ranah afektif pada setiap kompetensi dasar mata
ranah afektif adalah pengamatan (observasi),
pelajaran Aqidah Akhlak yang tercantum dalam
penilaian diri (angket skala sikap) dan interviu
silabus diharapkan benar-benar diaplikasikan
(wawancara). Hal ini sesuai dengan beberapa
melalui penilaian afektif yang valid dan reliabel,
pendapat pakar tentang bentuk instrumen
dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
penilaian yang tepat untuk menilai ranah afektif.
melakukan refleksi terhadap nilai-nilai afeksi
Pendapat Naga (1992: 1), Haryati (2007: 38), Aqidah Akhlak yang telah dipelajarinya sehingga
dan Mardapi (2012: 164) tentang pengukuran dapat diinternalisasikan menjadi bagian yang
aspek afektif yang dapat diukur melalui kuesioner tak terpisahkan pada diri setiap siswa.
(skala sikap), wawancara, dan juga pengamatan
Langkah ketiga dalam pengembangan
memperkuat bentuk instrumen yang akan
instrumen penilaian afektif ini adalah mengem­
dikembangkan dalam penelitian ini.
bangkan produk awal yang dilakukan dengan
Dipilihnya ketiga bentuk instrumen mengem­ bangkan bentuk instrumen penilaian
penilaian sikap tersebut memungkinkan guru ranah afektif yang sudah ada. Instrumen penilaian
dapat menilai indikator akhlak mulia secara afektif yang dikembangkan terdiri dari angket
lebih komprehensif dan mendalam, serta dapat skala sikap, lembar pengamatan, dan pedoman
menilai sikap siswa dari sisi pandangan diri wawancara.

118
Pengembangan Instrumen Penilaian Ranah Afektif Mata Pelajaran Aqidah Akhlak
Tri Kusumawati, halaman 111-124

Setelah instrumen tersusun, maka langkah oleh observer atau rater.


selanjutnya adalah melakukan uji ahli untuk
Uji validitas mengacu pada nilai koefisien
mengetahui validitas konstruk dan validitas isi dari
korelasi atau nilai r dari perhitungan product
instrumen. Tujuannya adalah untuk mengukur
moment pada taraf kepercayaan 95% dengan
apakah instrumen yang dikembangkan sudah
membandingkan nilai t-hitung dan t-tabel. Untuk
tepat dan sesuai dengan tujuan pengumpulan
menafsirkan signifikan atau tidak dari butir-butir
data. Untuk menilai validitas konstruk dan
yang telah diuji, menurut Arikunto (2012: 89) jika
validitas isi adalah dengan mengkonsultasikan
harga harga r lebih kecil dari harga kritik dalam
kepada para ahli dalam bidang yang diukur.
tabel, maka korelasi tersebut tidak signifikan,
Uji ahli atau validasi dilakukan dengan begitu juga arti sebaliknya.
responden para ahli perancang model atau produk.
Butir-butir dalam instrumen penilaian
Kegiatan ini dilakukan untuk mereview produk
afektif angket skala sikap berjumlah 40 butir
awal, memberikan masukan untuk perbaikan.
dan yang valid ada 29 butir, sedangkan butir
Proses validasi ini disebut dengan Expert
yang tidak valid ada 11 butir. Sedangkan butir-
Judgement (Rachman, 2012:274). Hasil validasi
butir pernyataan (pengamatan) dalam instrumen
dari beberapa expert judgement memberikan
penilaian afektif observasi berjumlah 20 butir
pernyataan bahwa instrumen penilaian afektif
baik instrumen observasi KD1 maupun KD 2
dapat digunakan dalam penelitian.
hanya 1 butir yang tidak valid. Untuk butir-
Hasil validasi pada instrumen penilaian butir instrumen wawancara yang keseluruhan
afektif, baik instrumen angket skala sikap, berjumlah 20 butir, terdapat 18 butir yang valid.
observasi maupun wawancara menghasilkan
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien
penilaian yang dilakukan oleh validator dengan
reliabilitas yang angkanya berada pada rentang
nilai rata-rata di atas 3 terhadap aspek yang
dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi
dinilai baik konstruk maupun isi. Masukan
koefisien reabilitas mendekati angka 1,00 berarti
dan saran dari seluruh validator dalam uji ahli
semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya,
sangat berarti dalam perbaikan instrumen
koefisien yang semakin rendah mendekati angka
yang akan dipakai dalam penelitian ini. Revisi
0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar,
telah dilakukan secara redaksional kalimat tiap
2011: 83).
butir pernyataan dan pertanyaan yang menjadi
sorotan para ahli, maupun secara teknis dalam Hasil perhitungan koefisien reliabilitas
rangka mempermudah dan memperjelas proses instrumen angket dapat diketahui dari tabel 3.
penilaian yang akan dilakukan dalam uji coba Nilai 0,92 yang ditunjukkan merupakan koefisien
instrumen. Revisi ini dilakukan pada produk reliabilitas dari instrumen angket. Reliabilitas
awal. butir instrumen observasi dapat dilihat pada
tabel 4 yang menunjukkan hasil perhitungan
Langkah selanjutnya adalah dengan
koefisien reliabilitasnya adalah 0,98. Adapun
melakukan uji coba terhadap produk awal. Uji
untuk instrumen wawancara reliabilitas butir
coba pertama dilakukan secara terbatas. Uji
instrumennya dapat diketahui dari tabel 5, yang
coba ini dilakukan pada subjek penelitian yang
menghasilkan angka perhitungan koefisien
berjumlah 10 siswa. Uji coba terbatas dilakukan
reliabilitas 0,93.
pada semua instrumen, baik angket, observasi,
maupun wawancara. Uji coba terbatas dilakukan Ketiga nilai (0.92, 0.98, dan 0,93) yang
untuk mengetahui tingkat validitas dan dihasilkan dalam perhitungan uji reliabilitas
reliabilitas dari pada butir-butir pernyataan dan keseluruhan instrumen penilaian memberikan
pertanyaan yang ada dalam instrumen dan juga makna bahwa instrumen pada uji coba terbatas
mengetahui konsistensi penilaian yang dilakukan ini telah reliabel dan reliabilitasnya sangat

119
Jurnal SMaRT Volume 01 Nomor 01 Juni 2015

tinggi. Hal ini didasarkan pada pedoman kriteria tiap aspek yang diukur. Untuk menjaring 20
penafsiran koefisien reliabilitas yang terdapat butir pernyataan yang akan diuji cobakan secara
pada tabel 3, dimana disebutkan jika koefisien operasional maka uji coba terbatas dilakukan
reliabilitas berada pada rentang angka 0,80 – sekali lagi pada 29 butir yang sudah valid pada
1,00 maka masuk dalam kriteria sangat tinggi uji coba terbatas yang pertama. Hal ini dilakukan
(Guilford,1956: 145). Dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan butir-butir angket yang
instrumen penilaian afektif secara keseluruhan benar-benar tervalidasi secara empiris dengan
telah reliabel dan reliabilitasnya sangat tinggi baik.
berdasar pedoman kriteria penafsiran koefisien
Berdasarkan hasil validitas uji coba
reliabilitas.
lanjutan pada instrumen angket skala sikap
Untuk instrumen observasi, terdapat yang berjumlah 29 ditemukan 22 butir yang
pengujian konsistensi antar rater yang valid, sedangkan butir yang tidak valid ada 7
dilakukan dengan menghitung koefisien butir. Instrumen angket skala sikap yang telah
generalisabilitasnya. Berdasar tabel 4 dapat dilakukan uji validitas lanjutan menghasilkan 22
diketahui koefisien generalisabilitasnya butir pernyataan yang valid dan setelah dianalisis
adalah 0.94 dan 0.91. Hal ini dapat dimaknai ternyata tidak semua butir yang valid mewakili
bahwa pengamatan yang dilakukan oleh rater indikator yang ada. Ada 19 indikator yang
mempunyai konsistensi yang tinggi berdasar terwakili oleh butir-butir yang valid tersebut, dan
pedoman kriteria penafsiran koefisien reliabilitas, ada 3 indikator yang memiliki butir valid yang
dengan kata lain hasil pengukuran yang dilakukan dobel. Untuk itu indikator yang belum terwakili
oleh rater konsisten antara satu rater dengan oleh butir yang valid harus diubah atau diganti
yang lainnya. dengan butir baru atau butir yang disempurnakan
sesuai dengan indikator yang ada. Sedangkan
Sebagai tambahan untuk instrumen
butir yang dobel harus dibuang salah satu yaitu
wawancara, analisis hasil jawaban-jawaban
yang mempunyai nilai r hitung lebih rendah dari
interviu terhadap 10 responden yang merupakan
butir yang lain. Oleh karena itu untuk melengkapi
subjek uji coba terbatas instrumen penilaian
menjadi 20 butir yang merepresentasikan semua
afektif diperoleh suatu kesimpulan bahwa
indikator maka indikator yang butirnya tidak
(1) respon siswa dalam memberikan jawaban
valid direvisi secara redaksional dengan harapan
terhadap pertanyaan yang diajukan merupakan
pada uji coba lapangan akan menghasilkan butir
cerminan yang sebenarnya sikap siswa yang
yang secara keseluruhan valid. Akhirnya untuk
ingin diukur, karena interviewer dapat menilai
instrumen penilaian afektif angket skala sikap
langsung gerak-gerik responden dalam menjawab,
didapat 20 butir pernyataan yang siap untuk
sehingga kejujuran responden dalam menjawab
diujicobakan secara operasional dalam uji coba
terlihat apa adanya, dan (2) sikap responden lebih
lapangan.
dapat dieksplor interviewer melalui pertanyaan-
pertanyaan yang lebih mendalam sampai tingkat Revisi juga dilakukan terhadap instrumen
yang diinginkan, sehingga sikap responden dapat observasi berdasarkan uji validitas butir yang
diketahui lebih jelas. ternyata dari 20 butir pernyataan (pengamatan)
ada 1 butir yang tidak valid, maka dilakukan
Khusus instrumen angket skala sikap dari
revisi redaksional terhadap butir yang tidak valid
awal perencanaan peneliti memang hanya akan tersebut dengan harapan untuk uji coba lapangan
mencantumkan 20 butir pernyataan dalam seluruh butirnya dapat valid. Revisi juga
angket dengan asumsi setiap aspek yang dinilai dilakukan berdasar masukan para observer dan
hanya memuat 5 butir pernyataan sebagai rekan sejawat mengenai sikap atau perilaku yang
implementasi dari indikator yang ada pada tiap- diamati pada beberapa indikator aspek akhlak

120
Pengembangan Instrumen Penilaian Ranah Afektif Mata Pelajaran Aqidah Akhlak
Tri Kusumawati, halaman 111-124

terpuji yang menjadi fokus pengukuran atau skor yang variasinya menyebar secara normal.
penilaian. Revisi dilakukan pada butir pernyataan Parameter-parameter item yang diperoleh dari
tentang sikap yang diamati yang bersifat negatif skor terdistribusi secara normal akan lebih
dirubah susunan kalimatnya menjadi pernyataan representatif dan menggambarkan estimasi yang
yang bersifat positif. Revisi ini dilakukan untuk cermat terhadap item yang dianalisis.
mempermudah observer dalam memberi
Uji reliabilitas instrumen secara keseluruhan
penilaian sesuai dengan indikator yang ada dan
dinyatakan reliabel dengan melihat hasil uji
tidak bias dalam memahami setiap sikap atau
reliabilitas yang menghasilkan nilai koefisien
perilaku yang diamati.
reliabilitas dan koefisien generalisabilitas sebagai
Sama halnya dengan instrumen yang berikut: (1) instrumen angket skala sikap: 0.82,
lainnya, instrumen penilaian afektif yang berupa (2) instrumen observasi: 0.92, 0.85, dan 0.82,
pedoman wawancara tidak luput dari revisi atau dan (3) instrumen wawancara: 0.78. Instrumen
perbaikan. Berdasar hasil uji validitas butir telah dinyatakan reliabel, namun tingkat
ternyata 2 dari 20 butir yang tidak valid, oleh reliabilitas dari masing-masing instrumen
karena itu dilakukan revisi redaksional terhadap berbeda kategorisasinya. Instrumen angket dan
butir yang tidak valid tersebut dengan harapan observasi dapat dimaknai bahwa reliabilitasnya
untuk uji coba lapangan dapat valid seluruh sangat tinggi, sedangkan untuk instrumen
butirnya. Revisi tersebut berdasarkan masukan wawancara reliabilitasnya masuk kategori
dari teman sejawat dan guru mata pelajaran tinggi. Hal ini sesuai dengan kriteria penafsiran
Aqidah Akhlak yang mendampingi peneliti ketika koefisien reliabilitas dimana disebutkan jika
melakukan sesi wawancara dan menganalisis koefisien reliabilitas berada pada rentang angka
hasil wawancara yang telah dilakukan. Revisi 0,80 – 1,00 maka masuk dalam kriteria sangat
secara redaksional juga dilakukan pada beberapa tinggi dan jika berada pada rentang 0,60 – 0,79
butir pertanyaan yang ada dalam pedoman maka diketegorikan tinggi (Guilford,1956: 145).
wawancara. Revisi dilakukan dengan tujuan agar
Mencermati proses uji coba lapangan
responden dapat langsung menentukan jawaban
instrumen wawancara dan menelaah jawaban-
yang dimaksud tanpa harus banyak dieksplor oleh
jawaban responden selama proses berlangsungnya
interviewer, mengingat waktu yang dibutuhkan
uji coba terhadap 53 responden serta menganalisis
untuk wawancara terbatas. berlangsungnya proses uji coba didapat beberapa
Langkah selanjutnya setelah revisi dilakukan catatan: (1) respon siswa dalam memberikan
yaitu uji coba lapangan. Uji coba lapangan ini jawaban (secara tertulis) terhadap pertanyaan
dimaksudkan untuk menguji instrumen secara yang diajukan merupakan gambaran sikap siswa
lebih luas, sehingga menghasilkan butir-butir yang ingin diukur walaupun interview tidak bisa
yang validitas dan reliabilitasnya lebih teruji secara detail menilai kelugasan dan kejujuran
secara baik karena memakai subyek uji yang lebih responden dalam menjawab, karena gerak gerik
banyak, uji coba lebih luas ini juga dimaksudkan dan tatapan mata responden tidak bisa dicermati
untuk mendapatkan instrumen yang standar dan secara langsung, (2) sikap responden kurang
lebih baku karena diuji coba lebih dari satu kali dapat dieksplor interviuer melalui pertanyaan-
pada subyek dan waktu yang berbeda. pertanyaan yang lebih mendalam sampai tingkat
yang diinginkan, sehingga sikap responden
Menurut Azwar (2011: 57), agar
hanya dapat diketahui dari jawaban tertulis
menghasilkan parameter-parameter yang cukup
yang diberikan dan dianalisis berdasar jawaban
akurat dan stabil maka data empiris dari uji
tertulis yang ada.
coba harus diperoleh dari subjek dalam jumlah
yang banyak. Dari subyek yang jumlahnya Analisis hasil temuan di atas dapat
cukup banyak diharapkan dapat diperoleh skor- disimpulkan bahwa instrumen wawancara efektif

121
Jurnal SMaRT Volume 01 Nomor 01 Juni 2015

untuk menilai atau mengukur tentang aspek maupun perilaku siswa yang menjadi output
sikap yang menjadi fokus dalam penilaian ranah pembelajaran (implementasi pengetahuan
afektif yang dilakukan dalam mata pelajaran menjadi internalisasi nilai akhlak dalam
Aqidah Akhlak. Namun, dengan adanya kehidupan sehari-hari).
beberapa catatan di atas maka bisa ditarik satu 4. Instrumen penilaian afektif dapat digunakan
kesimpulan bahwa jika responden terlalu besar sebagai penilaian diagnostik untuk mene­
maka instrumen wawancara tersebut sangat mukan berbagai aspek sikap dan perilaku siswa
tidak efisien dalam hal waktu maupun eksplorasi yang perlu diperhatikan dan ditangani secara
interviewer terhadap sikap responden sehingga khusus untuk membentuk akhlak yang baik.
hasil yang didapat kurang maksimal. 5. Instrumen penilaian afektif ini bersifat
terbuka untuk dikembangkan lebih lanjut.
Tahapan-tahapan penelitian pengembangan
yang mengadopsi desain dari Borg & Gall telah Instrumen penilaian afektif mata pelajaran
dilaksanakan dan diperoleh suatu produk akhir Aqidah Akhlak ini memiliki beberapa kelebihan
yaitu instrumen penilaian afektif mata pelajaran antara lain;
Aqidah Akhlak yang valid (konstruk dan empiris) 1. Instrumen penilaian afektif relatif sederhana
dan reliabel. Instrumen penilaian afektif ini dalam implementasi tanpa mengurangi
merupakan instrumen yang sederhana dalam kelengkapan informasi yang dibutuhkan
pelaksanaannya namun lengkap informasi yang dalam penilaian afektif pembelajaran.
bisa diungkap, sehingga merupakan salah satu 2. Instrumen efektif digunakan tanpa
alternatif yang dapat digunakan oleh sekolah mengganggu proses pembelajaran yang telah
dalam mengadakan penilaian ranah afektif mata ada.
pelajaran Aqidah Akhlak. 3. Terdapat petunjuk pengisian, pedoman
penskoran dan kriteria penskoran sehingga
Instrumen penilaian afektif mata pelajaran
guru lebih mudah membuat kesimpulan dari
Aqidah Akhlak yang dihasilkan pada penelitian
evaluasi yang dilakukan.
ini disajikan dalam bentuk sebuah buku panduan
4. Butir-butir pernyataan dan pertanyaan dalam
instrumen penilaian ranah afektif yang mudah
instrumen telah diujicobakan dan hasilnya
diimplementasikan di berbagai ragam status
telah valid dan reliabel sehingga menjadi
dan karakteristik madrasah ibtidaiah. Instrumen
instrumen penilaian afektif mata pelajaran
penilaian afektif ini diharapkan dapat dipakai
Aqidah Akhlak yang standar.
sebagai panduan atau pedoman guru Aqidah
Akhlak dalam menyusun penilaian ranah afektif Selain kelebihan yang dimiliki, instrumen
yang dilakukan. penilaian afektif mata pelajaran Aqidah Akhlak
Instrumen penilaian afektif mata pelajaran juga memiliki keterbatasan-keterbatasan sebagai
Aqidah Akhlak memiliki beberapa karakteristik berikut;
yang membedakan dengan instrumen penilaian 1. Instrumen penilaian afektif baru diujikan
afektif lain yang telah ada sebelumnya, antara lain; dalam wilayah yang terbatas hanya pada satu
1. Instrumen penilaian afektif digunakan untuk sekolahan.
melakukan penilaian pembelajaran khususnya 2. Proses penilaian afektif ini belum melibatkan
mata pelajaran Aqidah Akhlak di MI. penilai independen dari luar, hanya
2. Penggunaan instrumen penilaian afektif tidak mengandalkan penilaian dari pihak intern
tergantung pada pendekatan pengajaran (guru-guru MI dan penulis sendiri) sehingga
tertentu yang dilaksanakan oleh guru. dimungkinkan dapat mengurangi tingkat
3. Instrumen penilaian afektif menilai hasil obyektifitas hasil penilaian.
belajar mata pelajaran Aqidah Akhlak secara 3. Belum diadakan uji kelayakan terhadap
komprehensif baik pengetahuan, sikap informasi hasil penilaian, dalam arti

122
Pengembangan Instrumen Penilaian Ranah Afektif Mata Pelajaran Aqidah Akhlak
Tri Kusumawati, halaman 111-124

informasi yang dihasilkan dari penilaian yang Basrowi & Siskandar. 2012. Evaluasi Belajar
menggunakan instrumen yang dikembangkan Berbasis Kinerja. Bandung: Karya Putra
belum diuji secara empiris oleh pengambil Darwati.
manfaat untuk digunakan sebagai dasar Borg, W.R.& Gall,M.D. 1989. Educational
dalam pengambilan keputusan terkait hasil Research and Introduction. New York &
belajar siswa oleh guru Aqidah Akhlak. London: Longman.
Depdiknas. 2008. Pengembangan Perangkat
Penutup
Penilaian Afektif. Jakarta: Direktorat Jenderal
Instrumen penilaian afektif yang Pendidikan Dasar dan Menengah.
dikembangkan dalam penelitian ada tiga
Guilford, J. P., Benjamin Fruchter. 1956.
instrumen yaitu instrumen angket skala sikap,
Fundamental Statistic in Psychology and
instrumen observasi dan instrumen wawancara.
Education. 5th ed. Tokyo: Mc-Graw-Hill.
Ketiga instrumen penilaian afektif dikembangkan
secara bersama-sama dengan tujuan untuk Hall, R. A. 2011, “Affective Assessment: The
menghasilkan penilaian yang obyektif dan Missing Piece of the Educational Reform
komprehensif baik dari sisi penilaian diri siswa Puzzle”. Academic journal article from Delta
maupun dari sisi penilaian yang dilakukan oleh Kappa Gamma Bulletin. Vol. 77, No. 2 (Jurnal
guru. Instrumen penilaian afektif Aqidah Akhlak Online). Diperoleh dari http://www.questia.
com/ library/ 1P3-2257394971. Diunduh
dinilai baik untuk menilai ranah afektif mata
tanggal 12 Pebruari 2013.
pelajaran Aqidah Akhlak karena instrumen
penilaian afektif terbukti telah valid dan Haryati, M. 2007. Model dan Teknik Penilaian
reliabel berdasar data empiris di lapangan dari Pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:
diujicobakannya instrumen penilaian afektif Gaung Persada Press.
secara terbatas sampai uji coba lapangan, dan Mardapi, D. 2012. Pengukuran Penilaian & Evaluasi
telah dilakukan beberapa kali revisi untuk Pendidikan. Yogyakarta: Nuha Medika.
perbaikan dan penyempurnaan instrumen. Naga, D.S. 1992. Pengantar Teori Sekor
Temuan penelitian direkomendasikan untuk Pada Pengukuran Pendidikan. Jakarta:
dimanfaatkan oleh guru dalam pelaksanaan Gunadarma.
penilaian afektif yang sistematis terarah agar Nurmawati. 2007. “Pengukuran Ranah Afektif
lebih obyektif dan komprehensif sehingga Mata Pelajaran PAI dalam Penilaian Berbasis
menghasilkan penilaian yang bermakna sejalan Kelas”. Analytica Islamica. Vol. 9, No.2, 2007.
dengan tujuan dan fungsi penilaian afektif hlm: 73-86.
sehingga menghasilkan siswa yang beriman dan
Rachman, M. 2012. Metode Penelitian Pendidikan
berakhlak mulia dalam kehidupan. Moral Dalam Pendekatan Kuantitatif.
Kualitatif, Campuran Tindakan Dan
Daftar Pustaka Pengembangan. Semarang: Unnes.
Anderson, L. W. & Anderson, J.C. 2006. “Affective Sudijono, A. 2008. Pengantar Evaluasi
Assessment Is Necessary and Possible”. Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Educational Leadership. Apr12. Vol. 39 Issue Persada.
7. p 524-525.
Sukmadinata, N.S. 2012. Metode Penelitian
Arikunto, S. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Suyanto, 2010. Refleksi Dan Reformasi Pendidikan
Azwar, S. 2011. Penyusunan Skala Psikologi. Di Indonesia Memasuki Millenium III.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

123

Anda mungkin juga menyukai