Prodi : S2 PIAUD
Kelas / Semester : B /I
Tugas : Resume buku Studi Tafsir Al – Qur’an karya Dr. H. Abdul Mustaqim
BAGIAN I
2. Objek Formal :
Objek formal adalah sudut pandang dari mana sebuah ilmu
pengetahuan memandang objek material tersebut. Objek material yang sama
bisa saja dipelajari oleh berbagai ilmu pengetahuan yang berbeda, dimana
masing – masing memandang objek tersebut dari satu sudut yang berlainan.
Objek kajian Madzahibut Tafsir adalah aspek – aspek yang terkait
dengan bagaimana dinamika perjalanan tafsir dengan menitikberatkan pada
sisi kecenderungan, corak, aliran, metode – pendekatan dan episteme yang ada
dalam masing – masing produk penafsiran al – Qur’an.
D. Signifikansi Kajian Madzahibut Tafsir
Secara khusus arti penting kajian terjahadap Madzahibut Tafsir adalah untuk :
1. Membuka wawasan
2. Menyadari pluralitas Penafsiran
3. De-sakralisasi Pemikiran Agama
E. Teori Pemetaan Madzahibut Tafsir
1. Teori Ignaz Goldziher
Menurutnya ada lima madzhab kecenderungan dalam manfsirkan al – Qur’an,
yaitu :
a. Tardisional (al – Tafsir bil Ma’tsur), yaitu penafsiran dengan bantuan
hadis dan para sahabat.
b. Tafsir teologis (al – Tafsir fi Dlau’ al – Aqidah) yakni tafsir yang disusun
dalam prespektif teologi, atau penafsiran yang bersifat dogmatis.
c. Tafsir sufitik (al – Tafsir fi Dlau’ I al – Tasawwuf al Islamu), tafsir dalam
prespektif sufisme islam.
d. Tafsir sektarian (al – Tafsir fi Dlau Firaq al – Diniyyah), yakni penafsiran
yang bersifat sectarian, sebab terjadinya kelompok – kelompok aliran
teologi.
BAGIAN II
(Dari Abad I – II H/ 6 – 7 M)
b. Bayan Tafshili
Yaitu penjelasan bersifat rincian mengenai konsep – konsep yang
terkandung dalam lafadz. Contohnya :
Artinya : Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah mamafkan
sebagian besar (dari kesalahan – kesalahanmu).(Qs. al – Syurs [42]:
30)
Nabi Saw menafsirkan kata “musisah” tersebut dengan memerinci
pengertiannya yaitu, uqubah (siksa), sakit atau penyakit, bencana, dan cobaan
didunia.
c. Bayan Tawsi
Yaitu penjelasan yang sifatnya memperluas pengertian yang
terkandung dalam suatu term atau istilah. Contohnya :
Artinya : Dan Tuhanmu berfirman :”Berdoalah kepada-Ku, niscaya
akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang – orang yang
menyombongkan diri dari menyembah – Ku akan masuk neraka
Jahanam dalam keadaan hina dina. (Qs. al – Mukmin[40]: 60)
Dalam hal ini menafsirkan kata ud’uni ditafsirkan dengan beribadahlah kalian.
d. Bayan Tamtsii
Artinya penjelasan yang sifatnya dalam konteks memberi contoh,
sesuai realitas kontekstual saat itu. Contohnya :
Artinya : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa
saja yang kamu sanggupi dan dari kuda – kuda yang ditambat untuk
berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh
Allah dan musuhmu dan orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. (Qs. al – Anfal [8]: 60)
Untuk konteks sekarang, kekuatan untuk menghadapi musuh bisa
dengan bom nuklir, atau senjata pemusnah masal, sesuai dengan
perkembangan zaman.
c. Akal/ Ijtihad
Para sahabat melakukan istimbath dan ijtihad dengan
memanfaatkan kekuatan akal sehat, berbekal kepada : 1. Pengetahuan
tentang berbagai aspek bahasa arab, 2. Pengetahuan tentang tradisi Arab,
3. Pengetahuan tentang hal ihwal orang Yahudi dan Nasrani di saat al –
Qur’an turun. Contoh hasil ijtihad sahabat ketika memahami firman Allah
Swt :
Artinya : Sesungguhnya “mengundur – undurkan bulan haram” itu
adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang – orang yang kafir
dengan mengundur – undurkan itu, mereka menghalalkannya pada
suatu tahun mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka
dapat mempersesuaikan dengan bilangan apa yang diharamkan Allah.
(syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang
buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang – orang
yang kafir. (Qs. al – Tawbah [9]: 37).
Faktor minus
2. Berfisaft ideologis
Contohnya adalah :
Artinya : Wajah – wajah (orang – orang mukmin) pada hari itu
berseri – seri. Kepada Tuhannyalah mereka Melihat. (Qs. al –
Qiyamah [75]: 22-23).
Menurut penafsiran al – Zamakhsyari, penulis tafsir al – Kasysyaf
yang nota bene bermadzab Mu’tazilah, kata nazhirah artinya bukan melihat
Tuhan, tetapi al – tawaqqu’ wa al – raja’ yang berarti intazhara ila
ni’matillah (berharap dan menunggu nikmat Tuhan), agar sesuai dengan
idelogi madzhab Mu’tazilah, yang berpendapat bahwa di akhirat Tuhan tidak
dapat dilihat dengan mata, sebab dalam logika Mu’tazilah, jika Tuhan dapat
dilihat, niscaya Tuhan butuh tempat, jika butuh tempat berarti menyamai
makhluk- Nya.
3. Bersifat Repetitif
Contohnya adalah :
Artinya : laki – laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. al – Maidah [5]: 38).
Tafsir yang bercorak fikih pada umumnya disibukkan oleh diskusi
tentang kriteria pencuri, yang diturunkan dari pembahasan tentang partikel
pencuri, yang diturunkan dari kata (al – sariq wa al – sariqu), juga batasan
harta curian yang menjadi tolak ukur jatuh tidaknya hukum pootong tangan
dan lain – lain, tetapi mengabaikan pesan moral al – Qur’an tentang keadilan
sosial dan pemetaraan ekonomi yang menjadi alasan hukum ini.