Anda di halaman 1dari 16

Nama : Rr.

Nazauma Nareswara Wulantaka (18204031007)

Prodi : S2 PIAUD

Kelas / Semester : B /I

Tugas : Resume buku Studi Tafsir Al – Qur’an karya Dr. H. Abdul Mustaqim

BAGIAN I

TINJAUAN UMUM MADZAHIBUT TAFSIR

A. Pengertian Madzahibut Tafsir


Secara etimologi, istilah madzahib al – tafsir merupakan susunan idlafah
(gabungan kata), terdiri dari kata madzahib dan al – tafsir. Kata madzahib adalah
bentuk jamak dari kata madzab, dalam bahasa arab berarti jalan yang dilalui atau
yang dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang, baik konkrit maupun
abstrak.
Menurut para ulama, yang dinamakan madzhab adalah metode yang
dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang
menjalaninya, menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batas – batasannya,
bagian – bagiannya, dibangun di atas prinsip – prinsip dan kaidah – kaidah.
Dengan kata lain, madzhab adalah aliran pemikiran, berisi tentang hasil – hasil
ijtihad, berupa penafsiran atau pemikiran para ulama dengan metode dan
pendekatan tertentu, yang kemudian dikumpulkan dan biasanya diikuti oleh orang
– orang berikutnya.
Sebuah madzhab adakalanya dinisbatkan kepada tokoh. Misalnya :
1. Ilmu fikih : Madzab Hanafi, al – Syafi’I, Maliki, Hanbali.
2. Madzab dalam tafsir yang dikategorisasikan berdasarkan corak
kecenderungannya, yakni sudut padang keilmuannya yang menjadi prespektif
dalam menafsirkan al – Qur’an misalnya corak tafsir :Lughawi, Fiqhi, Sufi,
Falsafi, Ilmi, I’tiqadi
3. Kategorisasi madzab tafsir berdasarkan kronologi waktu atau periodesasi,
maka kita mengenal istilah : Madzab tafsir era klasik, era abad tengah dan era
modern-kontemporer.
Tujuan penafsiran untuk memperjelas suatu makna ayat – ayat al –
Qur’an atau menguraikan berbagai dimensi dan aspek yang terkandung dalam
al – Qur’an, sesuai dengan kemampuan manusia memahaminya. Munculnya
Madzahibut Tafsir, sesungguhnya merupakan sebuah keniscayaan sejarah,
sebab setiap generasi ingin selalu “mengkonsumsi” dan menjadikan al –
Qur’an sebagai pedoman hidup, bahkan kadang – kadang sebagai legitimasi
bagi sikap dan tindakan perilakunya. Pluraritas penafsiran al – Qur’an
menunjukkan kekayaan khazanah pemikiran umat islam yang digali dari al –
qur’an
B. Sebab – sebab Munculnya Madzahibut Tafsir
Perbedaan produk tafsir yang dikemukaan menjadi aliran – aliran tafsir,
secara teoritik disebabkan oleh beberapa faktor, yang secara umum dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Faktor Internal :
Pertama, kondisi objektif teks al – Qur’an itu sendiri yang memungkinkan
untuk dibaca secara beragam.
Kedua, kondisi objektif teks al – Qur’an dimana kata atau kalimat yang ada
dalam al – Qur’an memang memungkinkan untuk ditafsirkan secara beragam.
2. Faktor Eksternal :
Faktor – faktor yang berada di luar teks al – Qur’an, yaitu situasi dan
kondisi yang melingkupi para mufasir sendiri dan juga para audiennya.
Termasuk dalam faktor eksternal adalah kondisi sosio – kultural, konteks
politik, pra-anggapan, paradigm, dan sumber dan metedologi yang dipakai
dalam menafsirkan al – Qur’an, bahkan juga latar belakang keilmuan
ditekuni.
C. Objek Kajian Madzahibut Tafsir
1. Objek Material :
Objek Material adalah bidang penyelidikan sebuah ilmu yang
bersangkutan. Dalam hal ini, berarti seluruh produk – produk penafsiran yang
telah dilakukan oleh para ulama, yang berupa kitab – kitab tafsir dan sejarah
para penafsirannya, sejak era Nabi SAW hingga sekarang adalah sebagai
objek material kajian Madzahibut Tafsir.

2. Objek Formal :
Objek formal adalah sudut pandang dari mana sebuah ilmu
pengetahuan memandang objek material tersebut. Objek material yang sama
bisa saja dipelajari oleh berbagai ilmu pengetahuan yang berbeda, dimana
masing – masing memandang objek tersebut dari satu sudut yang berlainan.
Objek kajian Madzahibut Tafsir adalah aspek – aspek yang terkait
dengan bagaimana dinamika perjalanan tafsir dengan menitikberatkan pada
sisi kecenderungan, corak, aliran, metode – pendekatan dan episteme yang ada
dalam masing – masing produk penafsiran al – Qur’an.
D. Signifikansi Kajian Madzahibut Tafsir
Secara khusus arti penting kajian terjahadap Madzahibut Tafsir adalah untuk :
1. Membuka wawasan
2. Menyadari pluralitas Penafsiran
3. De-sakralisasi Pemikiran Agama
E. Teori Pemetaan Madzahibut Tafsir
1. Teori Ignaz Goldziher
Menurutnya ada lima madzhab kecenderungan dalam manfsirkan al – Qur’an,
yaitu :
a. Tardisional (al – Tafsir bil Ma’tsur), yaitu penafsiran dengan bantuan
hadis dan para sahabat.
b. Tafsir teologis (al – Tafsir fi Dlau’ al – Aqidah) yakni tafsir yang disusun
dalam prespektif teologi, atau penafsiran yang bersifat dogmatis.
c. Tafsir sufitik (al – Tafsir fi Dlau’ I al – Tasawwuf al Islamu), tafsir dalam
prespektif sufisme islam.
d. Tafsir sektarian (al – Tafsir fi Dlau Firaq al – Diniyyah), yakni penafsiran
yang bersifat sectarian, sebab terjadinya kelompok – kelompok aliran
teologi.
BAGIAN II

MADZAHIBUT TAFSIR PERIODE KLASIK

(Dari Abad I – II H/ 6 – 7 M)

A. Pengertian Periode Klasik


Pengertian periode klasik dimulai sejak zaman Nabi Saw dan sahabat,
abad ke I H, hingga abad ke II H, yakni era generasi tabi’in, dan bahkan juga era
generasi awal atba’ tabi/in. Pada era klasik umumnya tafsir belum dibukukan, dan
masih berbentuk tradisi oral atau periwayatan.
B. Tafsir Era Nabi Saw
Awal muncul tafsir al – qur’an terjadi era Nabi Saw, yakni sejak al –
Qur’an diturunkan, sebab begitu al – Qur’an diturunkan kepadanya sejak itu pula
beliau melakukan proses dan praktik penafsiran untuk menjelaskan al – Qur’an
kepada para sahabat.
1. Motif Tafsir Nabi Saw
a. Al – Tafsir al – Irsyadi Pengarahan
Tafsir Nabi Saw yang berupa pengarahan adalah :
Artinya : Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.(Qs. Ali Imran [3]:92)
Ketika ayat itu turun, ada seorang sahabat bernama Abu Thalhah
memyampaikan keinginanya untuk menyedekahkan tanah miliknya yang
sangat disanyanginya.

b. Al – Tafsir al – Tathbiqi (untuk Petunjuk Pelaksanaan)


Penafsiran Nabi Saw yang motifnya untuk penjelasan aplikatif melalui
peragaan.
Artinya : Dan (ingatlah), ketika kami menjadikan rumah itu
(Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.
Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah
Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail :“Bersihkanlah rumah-
Ku untuk orang – orang yang thawaf, yang itikaf, yang rukuk dan
yang sujud”. (Qs. al – Baqarah [2]: 125)

Berkaitan dengan ayat diatas, Nabi saw pernah memberikan


penjelasan secara aplikatif melalui peragaan bagaimana cara thawaf
dan sa’i.
2. Jenis Tafsir Nabi Saw
a. Bayan al – Ta’rif
Yaitu menjelaskan apa yang dimaksud dengan term atau istilah yang
disebutkan dalam al – Qur’an. Contonya :
Artinya : Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat
yang banyak. (Qs. al – Kautsar. [108]: 1).
Nabi Saw menjelaskan apa yang dimaksud “al kautsar” adalah sungai
di surge yang kedua tepinya dilapisi dengan mutiara.

b. Bayan Tafshili
Yaitu penjelasan bersifat rincian mengenai konsep – konsep yang
terkandung dalam lafadz. Contohnya :
Artinya : Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah mamafkan
sebagian besar (dari kesalahan – kesalahanmu).(Qs. al – Syurs [42]:
30)
Nabi Saw menafsirkan kata “musisah” tersebut dengan memerinci
pengertiannya yaitu, uqubah (siksa), sakit atau penyakit, bencana, dan cobaan
didunia.

c. Bayan Tawsi
Yaitu penjelasan yang sifatnya memperluas pengertian yang
terkandung dalam suatu term atau istilah. Contohnya :
Artinya : Dan Tuhanmu berfirman :”Berdoalah kepada-Ku, niscaya
akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang – orang yang
menyombongkan diri dari menyembah – Ku akan masuk neraka
Jahanam dalam keadaan hina dina. (Qs. al – Mukmin[40]: 60)
Dalam hal ini menafsirkan kata ud’uni ditafsirkan dengan beribadahlah kalian.

d. Bayan Tamtsii
Artinya penjelasan yang sifatnya dalam konteks memberi contoh,
sesuai realitas kontekstual saat itu. Contohnya :
Artinya : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa
saja yang kamu sanggupi dan dari kuda – kuda yang ditambat untuk
berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh
Allah dan musuhmu dan orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. (Qs. al – Anfal [8]: 60)
Untuk konteks sekarang, kekuatan untuk menghadapi musuh bisa
dengan bom nuklir, atau senjata pemusnah masal, sesuai dengan
perkembangan zaman.

C. Tafsir Era Sahabat


Pasca wafat Nabi Saw, proses penafsiran dilanjutkan oleh generasi
sesudahnya, yakni para sahabat yang mendalami al – Qur’an. Para sahabat yang
menekuni tafsir setelah Nabi Saw, wafat adalah Abdullah bub Abbas, Abdullah
ibn Tsabit, dan sebagainya.
1. Kualifikasi Pemahaman Sahabat
Ada faktor lain yang menyebabkan tingkat pemahaman para sahabat berbeda
– beda yaitu :
a. Perbedaan penguasaan bahasa
b. Perbedaan dalam intensitasnya mendampingi Nabi Saw
c. Perbedaan dalam Pengetahuan tentang adat dan istiadat orang arab
jahiliyah
d. Perbedaan dalam pengetahuannya mengenai orang – orang yahudi dan
nasrani di Jazarah Arab pada waktu diturunkan al – Qur’an.

2. Sumber Tafsir Era Sahabat


Setidaknya ada lima sumber penafsiran para sahabat dalam memahami
al – Qur’an, yaitu :
a. Al – Qur’an : yakni pernyataan al – Qur’an lain yang sedang dibahas dan
ditafsirkan.
Contoh :
Artinya : Wahai orang – orang yang beriman, penuhilah akad – akad,
dihalalkan bagimu binatang ternak kecuali yang akan dibacakan
kepadamu…..(Qs. al – Maidah [5]: 1)
Ayat tersebut ditafsirkan dengan firman Allah Swt :
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, dan daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah,
hewan yang tercekik, hewan yang mati karena dipukul, hewan yang
mati karena jatuh, hewan yang mati karena terkena tanduk dan mati
dimakan binatang buah….”(Qs. al – Maidah [5]: 3)
b. Sunnah Nabi : karena hadis merupakan penjelasan terhadap ayat – ayat
yang musykil yang ditanyakan sahabat kepada Nabi Saw. Contoh
mengenai tafsir sahabat berdasar hadis adalah ketika Ibnu Mas’ud
menafsirkan firman Allah Swt :
Artinya : Jagalah semua sholat dan sholat wustha (shalat tengah).
Berdirilah untuk Allah dalam sholatmu dengan khusyu’ (penuh
ketundukan). (Qs. al – Baqarah [2]: 238)

Ibnu Mas’ud merujuk kepada hadis Nabi Saw yang menyatakan


bahwa sholat wusha adalah ashar sebagaimana riwayat berikut ini :
Artinya : Dari Samurah bahwa Rasulullah Saw bersabda, shalat
wustha itu adalah sholat ashar. (HR. Ahamd)

c. Akal/ Ijtihad
Para sahabat melakukan istimbath dan ijtihad dengan
memanfaatkan kekuatan akal sehat, berbekal kepada : 1. Pengetahuan
tentang berbagai aspek bahasa arab, 2. Pengetahuan tentang tradisi Arab,
3. Pengetahuan tentang hal ihwal orang Yahudi dan Nasrani di saat al –
Qur’an turun. Contoh hasil ijtihad sahabat ketika memahami firman Allah
Swt :
Artinya : Sesungguhnya “mengundur – undurkan bulan haram” itu
adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang – orang yang kafir
dengan mengundur – undurkan itu, mereka menghalalkannya pada
suatu tahun mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka
dapat mempersesuaikan dengan bilangan apa yang diharamkan Allah.
(syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang
buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang – orang
yang kafir. (Qs. al – Tawbah [9]: 37).

Berbekal pengetahuan tradisi arab, para sahabat memahami


kalimat al – nasi’ ziyadah pada ayat tersebut dengan ta’khir hurmati al –
syahr illa akhar, ya ni tahlil al – Muharram wa ta’khiruhu ila shafar.
Sebelum islam datang, bulan Muharram, Rajab, Zulqa’ dah, dan Zulhijjah
adalah bulan – bulan yang dihormati dan dalam bulan – bulan tersebut
tidak boleh diadakan peperangan. Tetapi peraturan ini dilanggar oleh
mereka kamu musyrik Arab.
d. Ragam Qira’at
Qiraat satu dengan yang lainya bisa saling memperjelas pengertian
sebuah maksud ayat. Misalnya dalam firman Allah Swt :
Artinya : Laki – laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai siksaan Allah. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. (Qs. al – Maidah [5]: 38)

Kata faqtha’ u’ aydiyahuma (potonglah tangan kedua pencuri),


ditafsirkan dengan salah satu qira’ah bacaan Ibnu Ma’sud “aimanahuma”
(tangan kanan kedua pencuri).
e. Keterangan Ahli Kitab
Sebagian para sahabat ada yang ingin tahu tentang rincian mengenai hal –
hal yang dalam al – Qur’an hanya diceritakan secara global. Mereka
kemudian mengambil banyak cerita yang tidak ada keterangannya dalam
al – Qur’an dari ahli kitab yang telah masuk islam. Sebagai contoh ketika
menafsirkan Firman Allah Swt :
Artinya : Ingatlah tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung
ke dalam gua, lalu mereka berdoa :”wahai Tuhan kami, berikanlah
rahmat kepada kami dari sisiMu dan sempurnakanlah bagi kami
petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini). (Qs. al – Khafi [18]:
10).

Kita bisa memperoleh keterangan tentang nama – nama itu melalui


sumber isra’ilyat dari Yahudi dan nasrani.
3. Karakteristik Tafsir – Sahabat
Adapun karakteristik pada sahabat adalah sebagai berikut :
 Penafsiran sahabat bersifat secara global, dan belum merupakan tafsir
yang utuh.
 Penafsiran saat itu masih sedikit perdebatan dalam memahami al –
Qur’an.
 Membatasi penafsiran dengan penjelasan berdasarkan makna bahasa yang
primer dan belum muncol corak – corak tafsir seperti ilmi, fiqhi dan
madzabhabi.
 Belum ada pembukuan tafsir.
 Penafsiran saat itu merupakan bentuk perkembangan dari hadis, bahkan
merupakan bagian dari perkembangan hadis.

4. Ahli tafsir Era Sahabat


Tokoh tokoh mufassir di masa sahabat dapat ditinjau dari beberapa segi :
 Dari segi popularitas : Abu Bakar ash – Shidiq, Umar bin al – Khattab,
Utsman bin ‘Afan, dll.
 Dari segi Intensitas dan kuantitas : Ali bin Abi Thalib, Abdullah Ibn
‘Abbas, Abdullah Ibn Mas’ud, Ubay bin Ka’ab.
D. Tafsir Era Tabi’in
1. Aliran – aliran Tafsir Tabi’in
a. Aliran Mekah
b. Aliran Madinah
c. Aliran Irak
2. Sumber Tafsir Tabi’in
a. Ayat Al – Qur’an
b. Hadis Nabi Saw
c. Pendapat Para sahabat
d. Keterangan ahli kitab
e. Ijtihad para tabi’in sendiri
3. Karakteristik Tafsir Tabi’in
 Tafsir belum dikodifikasikan
 Bersifat hafalan melalaui periwayatan
 Tafsir sudah kemasukan riwayat – riwayat israiliyat
 Muncul benih – benih perbedaan mazhab dalam penafsirannya
 Sudah mulai banyak perbedaan pendapat antara penafsiran para tabi’in
dengan para sahabat.
E. Tafsir Tabi’in Tabi’in
Tafsir yang muncul di era formatif – klasik ini masih sangat kental dengan
nalar bayani dan bersifat deduktif, dimana teks al – Qur’an menjadi dasar
penafsiran dan bahasa menjadi perangkat analisisnya.
F. Plus Minus Tafsir Periode Klasik
Faktok plus
1. Tidak bersifat sectarian yang dimaksudkan untuk membela kepentingan
madzab tertentu.
2. Tidak banyak perbedaan pendapat di antara mereka mengenai hasil
penafsirannya.
3. Belum kemasukan riwayat – riwayat isra ‘iliyyat yang dapat merusak akidah
islam.

Faktor minus

1. Belum mencakup keseluruhan penafsiran ayat al – Qur’an


2. Penafsiran masih bersifat parsial kurang detail
3. Pada masa tabi’in, tafsir sudah mulai bersifat sektarian
4. Tafsir pada masa tabi’in dan tabiin sudah mulai kemasukan riwayat – riwayat
isra ‘illiyyat.
BAGIAN III

MADZAHIBUT TAFSIR PERIODE PERTENGAHAN

(Dari Abad III-IX H/9-15 M)

A. Pengertian Periode Pertengahan


Periode pertengahan adalah sebuah era di mana kajian tafsir merupakan
produk tafsir yang telah dibukukan dan telah menjadi disiplin ilmu tersendiri,
setelah sebelumnya masih bergabung dalam tradisi periwayatan hadis, sampai
kemudian muncul kritik terhadap kecenderungan tafsir periode pertengahan oleh
Muhammad Abduh dan tokoh – tokoh tafsir era Modern – Kontemporer.
B. Kitab – kitab Tafsir Periode Pertengahan
Diantara kitab – kitab tafsir di era keemasan Islam yang muncul antara
lain seperti tafsir Jami’ al – Bayan an Ta’wil Ayal al – Qur’an karya Ibn Jarir al –
Thabari (w.923 M), al – Kasysyaf an Haqa’iq al – Qur’an karya Abu al – Qasim
Mahmud ibn Umar al – Zamakhsyari (w. 1144 M) dengan corak ideology
Mu’tazilah, dll.
C. Relasi Kuasa dan Perkembangan Tafsir
Dukungan resmi pemerintah terhadap disiplin ilmu atau madzhab tertentu
pada gilirannya menjadikan para ulama bangga dan berminat pada disiplin ilmu
atau madzhabnya, tetapi di sisi lain mereka lalu mengecilkan arti penting disiplin
ilmu atau madzhab yang lain. Mereka yang menekuni filsafat misalnya,
mengatakan bahwa cara berfikir ahli kalam sebagai tidak memuaskan, sebab
bersifat deduktif dan tidak demonstratif demikian pula dengan ahli kalam, mereka
menganggap para ahli fikih terlalu partikularis dan sebaliknya mereka
menganggap ahli kalam dan ahli ushul sebagai orang yang ahli bicara saja.

D. Karakteristik Tafsir Periode Pertengahan


1. Pemaksaan Gagasan Eksternal Qur’an
Contoh ayat ini di dapati dalam tafsir periode pertengahan yang ditulis
ahli fikih misalnya bagaimana al – Jashshash yang ahli fikih Mazhab Hanafi
mengembangkan diskusi fikih mengenai perbedaan pendapat disekitar
luqathah (harta temuan), dalam menafsirkan ayat 26 surat Yusuf :
Artinya : Yusuf berkata: “Dia menggodaku untuk menundukkan diriku
(kepadanya)”, dan seorang saksi dari keluarga wanita itu
memberikan kesaksiannya: “jika baju gamisnya koyak dimuka, maka
wanita itu benar dan Yusuf termasuk orang – orang yang dusta. (Qs.
Yusuf [12]: 26.
Padahal ayat ini muncul sebagai kisah pribadi Nabi Yusuf yang sedang
terlibat kasus dengan seorang wanita, namun ayat ini dipaksakan oleh al –
Jash – shash sebagai landasan dan legitimasi untuk membahasa persoalan
harta temuan.

2. Berfisaft ideologis
Contohnya adalah :
Artinya : Wajah – wajah (orang – orang mukmin) pada hari itu
berseri – seri. Kepada Tuhannyalah mereka Melihat. (Qs. al –
Qiyamah [75]: 22-23).
Menurut penafsiran al – Zamakhsyari, penulis tafsir al – Kasysyaf
yang nota bene bermadzab Mu’tazilah, kata nazhirah artinya bukan melihat
Tuhan, tetapi al – tawaqqu’ wa al – raja’ yang berarti intazhara ila
ni’matillah (berharap dan menunggu nikmat Tuhan), agar sesuai dengan
idelogi madzhab Mu’tazilah, yang berpendapat bahwa di akhirat Tuhan tidak
dapat dilihat dengan mata, sebab dalam logika Mu’tazilah, jika Tuhan dapat
dilihat, niscaya Tuhan butuh tempat, jika butuh tempat berarti menyamai
makhluk- Nya.

3. Bersifat Repetitif
Contohnya adalah :
Artinya : laki – laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. al – Maidah [5]: 38).
Tafsir yang bercorak fikih pada umumnya disibukkan oleh diskusi
tentang kriteria pencuri, yang diturunkan dari pembahasan tentang partikel
pencuri, yang diturunkan dari kata (al – sariq wa al – sariqu), juga batasan
harta curian yang menjadi tolak ukur jatuh tidaknya hukum pootong tangan
dan lain – lain, tetapi mengabaikan pesan moral al – Qur’an tentang keadilan
sosial dan pemetaraan ekonomi yang menjadi alasan hukum ini.

E. Corak Tafsir Periode Pertengahan


1. Corak linguistik
2. Corak fiqih
3. Corak teologis
4. Corak sufistik
5. Corak Falsafi
6. Corak ‘
7. Ilmi
F. Tokoh – tokoh Tafsir Periode Tengah
Dilihat dari biografi intelektual para musafir yang dapat dikategorikan
sebagai mufassir yang dapat dikatergorikan sebagai mufassir abad pertengahan.
Misalnya : al – Farra’ (ahli bahasa dan guru beberapa pangeran Abbasiyah), Ibn
Jarrir al Tabari (sejarawan muslim), dll.
Dalam wilayah pendukung fikih beserta mazhab – mazhabnya muncul al
Kiya’ al Hasari dari mazhab Syafi’I, al – Qurtubi dan Ibn Arabi propagandis teori
wihdah al wujud dalam tasafuf. Dari kalangan Syi’ah tampil mulia Muhsin al
Rasyi, Abu ali ath – Thabarsi, dll.
Dari para ahli kisah atau ahli atsar ada Abdur Rahman al Tsa’alibi adan
Ibn Kasir. Demikian pula ahli sastra ada Abu Hayyan, Jalaludin al Mahalli, al –
Nisaburi, dll.
BAGIAN IV

MADZAHIBUT TAFSIR PERIODE MODERN – KONTEMPORER

(Dari Abad Ke XII-XIV H/18-21 M)

A. Pengertian Periode Modern – Kontemporer


Madzab tafsir periode modern kontemporer berarti sebuah madzab tafsir
atau aliran yang muncul di era modern – kontemporer yang didesain dengan
menggunakan ide – ide dan metode baru, sesuai dengan dinamika perkembangan
tafsir di bawah pengaruh modernitas dan tuntutan era kekinian.
B. Kategori Tafsir Periode Modern – Kontemporer
Epistem yang dikembangkan di era kontemporer sekarang lebih cenderung
kepada nalar kritis, dimana setiap hasil penafsiran seseorang terhadap al – Qur’an
tidak identic dengan al – Qur’an itu sendiri, karena antara al – Qur’an tafsir dan
penafsirannya ada jarak.
C. Asumsi dalam Paradigma Tafsir Modern – Kontemporer
Paradigma dapat diartikan sebagai cara memandang sesuatu, totalitas
premis – premis dan metodologis yang menentukan suatu studi ilmiah, serta dasar
untuk menyeleksi problem dan pola untuk memecahkan problem – problem riset.
Paradigma tafsir modern – kontemporer dapat diartikan sebagai sebuah model
atau cara pandang, totalitas premis – premis dan metodologis yang dipergunakan
dalam penafsiran al – Qur’an di era kekinian.
D. Al – Qur’an Kitab yang Shalih li Kulli Zaman wa Makan
Prinsip – prinsip universal al – Qur’an akan shalih li kulli zaman wa
makan. Asumsi ini membawa implikasi bahwa problem – problem sosial
keagamaan di era kontemporer tetap dapat dijawab oleh al – Qur’an dengan cara
melakukan kontekstualisasi dan aktualisasi penafsiran secara terus – menerus,
seiring dengan semangat dan tuntutan problem kontemporer.

E. Karakteristik Tafsir Modern – Kontemporer


1. Memosisikan al – Qur’an sebagai kitab petunjuk
2. Bernuansa Hermeneutis
3. Ilmiah, Kritis dan Non Sektarian
F. Sumber, Metode dan Validasi Penafsiran
1. Sumber Penafsiran : Teks Akal dan Realitas
Bersumber pada teks al – Qur’an, akal dan realitas.
2. Validitas Tafsir Modern – Kontemporer
Validitas sebuah penafsiran dapat diukur dengan tiga teori kebenaran, yaitu :
Pertama, teori koherensi, artinya sebuah penafsiran dianggap benar, apabila ia
sesuai dengan proposisi – proposisi sebelumnya dan konsisten menerapkan
metedologi yang dibangun oleh setiap masing – masing mufassir. Kedua,
teori korespondensi, artinya sebuah penafsiran dikatakan benar apabila
penafsiran tersebut berkoresponensi, cocok dan sesuai dengan fakta ilmiah
yang empiris di lapangan. Ketiga, teori pragmatisme, artinya sebuah
penafsiran dikatakan benar apabila ia secara praktis mampu memberikan
solusi akternatif bagi problem sosial.

Anda mungkin juga menyukai