Anda di halaman 1dari 13

1

Penyusun:Oleh Dokter Muda Nurul Mahirah Binti Meor Halil030.04.267Fakultas


Kedokteran Universitas TrisaktiJakarta 2011

Antidepresan untuk Profilaksis Migrain


Christian Lampl dan Christine Schweiger Afiliasi: Departemen Kedokteran
Neurologi dan Nyeri, Konvent hospital Barmherzige Bru¨der Linz,
Linz,Austria
Abstrak Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk memberikan analisis kritis
yang komprehensif daribeberapa laporan penelitian uji coba terkontrol
secara acak terkait penggunaan antidepresanuntuk mengurangi nyeri
kepala di kalangan orang dewasa dengan migrain, serta untuk menentukan
apakah adanya variasi hasil pengobatan sesuai dengan karakteristik lain
pasienyang penting, seperti depresi. Mekanisme dimana amitriptyline dan
antidepresan lainmenghasilkan efek analgesik masih belum diketahui,
namun blokade serotonin dannorepinefrin-serapan kembali telah diduga
memainkan peran penting. Mengenaiamitriptyline, ada beberapa bukti
bahwa antidepresan trisiklik ini mungkin bermanfaat dalamprofilaksis migrain
di beberapa pasien. Untuk inhibitor
reuptake
serotonin selektif (SSRI) daninhibitor serotonin
reuptake
norepinefrin (SNRIs), efek menguntungkan setara dengan yangterlihat
pada kelompok plasebo dalam waktu 2 bulan terapi. Sebagai kesimpulan,
ada buktiyang terbatas untuk menyatakan keunggulan klinis amitriptyline
dan SSRI berbandingpengobatan lain dengan ß-blocker, antikonvulsan,
atau penghambat saluran kalsium dalammencegah migrain. Antidepresan pada
migrain harus dipertimbangkan jika obat lini pertamaatau kedua tidak mengurangi
jumlah serangan bulanan atau jika terjadi depresi secarabersamaan. Oleh
karena itu, antidepresan merupakan agen profilaksis yang kedua
atau(bahkan) ketiga pada pasien dengan migrain saja.Kata kunci: Migrain,
antidepresan, pengobatan profilaksis, SSRI, SNRIs
Korespondensi: Christian Lampl, Departemen Kedokteran Neurologi dan
Nyeri, Konventhospital BarmherzigeBru¨der Linz, Linz, Austria Tel: (43)-
732-780-625320; Fax: (43)-732-780-625398;e-mail:
christian.lampl@bblinz.at

PENDAHULUANMigrain merupakan salah satu masalah neurologis yang


sering diteliti di pusatkesehatan primer. Migren yang rekuren dapat
merugikan, dan akibat dari absensi kerja sertapenurunan kinerja yang
berhubungan dengan migrain melebihi biaya intervensi medis
secaralangsung.Di negara-negara barat, penelitian prevalensi migrain
berbasis masyarakat yangmenggunakan kriteria diagnostik standar
estimasi prevalensi 1 tahun, sekitar 10-12% [1, 2],dengan tingkat tertinggi
dilaporkan dalam rentang usia 25-55 tahun; wanita sebagai
mayoritaspasien dengan migrain [3].Tanpa mengabaikan manajemen yang
tepat untuk migrain akut, terapi pencegahandapat mengurangi frekuensi
migrain sebesar 50% atau lebih, dan pasien harus dievaluasiuntuk
memulai terapi pencegahan. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan
untuk mendapat terapi pencegahan dengan segera termasuk penurunan
kualitas hidup yang berat,beban pekerjaan, kehadiran di sekolah, frekuensi
serangan per bulan, pengobatan migren akutyang tidak responsif, atau
disertai aura yang berlangsung lama, berulang dan tidak nyaman[4]. Agen
lini pertama untuk profilaksis migren termasuk betablocker non-
selektif propranolol [5, 6] dan betablocker beta-1-selektif metoprolol [7].
Bisoprolol berkemungkinanefektif, tetapi hanya diteliti dalam dua studi [8,
9]. Dari kelompok antagonis kalsium, hanyaflunarizine telah dipastikan
efektif [10-12]. Dosis 5 mg berkemungkinan sama efektif dengan10 mg
[13]. Dalam beberapa penelitian prospektif, antikonvulsif asam valproik
telah terbuktiefektif [14-16]. Topiramate memiliki sifat profilaksis migrain
yang dikonfirmasi dalam tigastudi plasebo-terkontrol yang besar [17-19].
Kecuali untuk bisoprolol, semua obat yangdisebutkan di atas
direkomendasikan (obat pilihan pertama) untuk pengobatan
profilaksismigrain [4].ANTIDEPRESAN-PENDEKATAN
KRITISSebagaimana mekanisme yang mendasari migrain masih tidak
sepenuhnya dipahami,berbagai jenis obat telah digunakan untuk profilaksis
migrain sejauh ini. Penelitian barutentang patofisiologi migrain telah
membawa konsep baru untuk pencegahan migrain.Mekanisme untuk
meringankan nyeri migrain dianggap karena adanya
penghambatanserapan kembali serotonin dan norepinefrin dalam kornu
dorsal, namun, mekanisme lain yangmungkin termasuk blokade alfa-
adrenergik, efek saluran natrium, dan antagonis reseptor

MENINGITIS

Meningitis adalah syndroma klinik yang dikarakteristik oleh inflamasi meningen. Secara klinik,
kondisi medis ini memunculkan manifestasi gejala-gejala meningeal seperti; sakit kepala, nuchal
rigidity, photophobia dan peningkatan leukosit dalam cairan serebrospinal (pleositosis).
Tergantung pada durasi gejala-gejala, meningitis dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronik.
Meningitis akut menunjukkan evolusi dari gejala-gejala antara beberapa jam sampai hari,
sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi dalam minggu sampai bulan. Durasi
gejala-gejala dari meningitis kronik dikarakteristik sekurangnya 4 minggu.

Meningitis Bakterial

Terdapat sejumlah penyebab infeksi dan non infeksi dari meningitis. Contoh yang paling sering
adalah penggunaan obat-obatan, misalnya obat antiinflamasi non streroid, antibiotic; dan
carsinomatosis.
Meningitis dapat juga diklasifikasikan sesuai dengan etiologinya. Meningitis bacterial akut
menunjukkan penyebab bakteri syndrome ini. Meningitis bacterial dikarakteristik oleh onset akut
gejala-gejala meningeal dan neutrophilic pleocytosis. Syndroma dinamai tergantung pada
penyebab bacterial spesifik, misalnya, Streptococcus pneumoniae meningitis, meningococcal
meningitis, atau Haemophilus influenzae meningitis. Penyebab fungi dan parasit dari meningitis
juga diberi nama sesuai dengan agent penyebabnya, seperti cryptococcal meningitis, Histoplasma
meningitis, dan amebic meningoencephalitis.
Aseptic meningitis adalah istilah yang digunakan secara luas yang dinyatakan dengan respon
seluler non-piogenik, dimana meningitis ini disebabkan oleh beberapa agent yang berbeda. Pada
beberapa kasus, penyebab tidak terlihat sesudah evaluasi awal. Karakteristik pasien
menunjukkan onset gejala meningeal akut, demam dan pleositosis cerebrospinal yang ditandai
limpositosis menonjol. Sesudah pemeriksaan teliti beberapa kasus ditemukan dengan penyebab
virus dan kemudian diklasifikasikan sebagai meningitis virus akut (misalnya, enterovirus
meningitis, herpes simplex virus [HSV] meningitis). Selain virus, pada banyak kasus meningitis
aseptic, dapat juga disebabkan oleh bakteri, fungi, mycobakterial dan agent parasit.3,4

Patofisiologi

Ada jalur utama dimana agent infeksi (bakteri, virus, fungi, parasit) dapat mencapai system saraf
pusat (CNS) dan menyebabkan penyakit meningeal. Awalnya, agent infeksi berkolonisasi atau
membentuk suatu fokal infeksi pada host. Kolonisasi ini bisa berbentuk infeksi pada kulit,
nasopharynx, traktus respiratorius, traktus gastrointestinal atau traktus urinarius. Kebanyakan
pathogen meningeal ditransmisikan melewati rute respiratorik1,3,4
Dari area kolonisasi ini, organism menembus submucosa melawan pertahanan host (misalnya,
barier fisik, imunitas local, fagosit/makrofag) dan mencapai akses ke system saraf pusat melalui
(1) invasi kedalam sirkulasi darah (bakteremia, viremia, fungemia, dan parasitemia) dan
selanjutnya secara hematogenous dilepaskan ke system saraf pusat, dimana ini merupakan mode
yang penyebaran yang paling sering untuk kebanyakan agent (misalnya, meningokokkus,
cryptococcal, syphilitic, dan pneumococcal meningitis); (2) kerusakan neuronal (misalnya,
nervus olfactory dan peripheral) dengan agent penyebab misalnya, Naegleria fowleri,
Gnathostoma spinigerum; atau (3) kontak langsung (misalnya, sinusitis, otitis media, congenital
malformations, trauma, inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial).1,5,6
Virus-virus respirasi tertentu dipikirkan mempertinggi masuknya agent bacterial kedalam
kompartement intravaskuler, mungkin melalui kerusakan pertahanan mukosa. Sekali didalam
sirkulasi darah, agent-agent infeksi harus melepaskan diri dari pengawasan imun (misalnya,
antibodi, complement-mediated bacterial killing, neutrophil phagocytosis). Akibatnya,
penyebaran hematogenous jauh dapat terjadi, termasuk system saraf pusat. Mekanisme
patofisiologi spesifik terjadi melalui invasi agent kedalam ruang subaracnoid masih belum jelas.

Sekali berada di dalam system saraf pusat, agent-agent infeksi ini akan dapat bertahan hidup oleh
karena pertahanan host (misalnya, immunoglobulin, neutrophil, komponen komplement) terbatas
dalam kompartemen tubuh ini. Adanya agent dan replikasi yang dilakukan tidak terkontrol dan
mendorong terjadinya suatu cascade inflamasi meningeal.

Kunci patofisiologi dari meningitis termasuk peran penting dari cytokines (mis, tumor necrosis
factor-alpha [TNF-alpha], interleukin [IL]–1), chemokines (IL-8), dan molekul proinflamasi lain
dalam pathogenesis pleocytosis dan kerus akan neuronal selama bacterial meningitis.
Peningkatan konsentrasi TNF-alpha, IL-1, IL-6, dan IL-8 dalam cairan serebrospinal adalah
temuan khas pasien meningitis bacterial.

Frekuensi

Amerika Serikat. Insiden meningitis bervariasi sesuai dengan agent etiologi spesifik.
Meningitis bacterial masih merupakan penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas di seluruh
dunia. Angka serangan di Amerika Serikat pertahun dilaporkan 0.6-4 kasus per 100,000
populasi. Sebelumnya, 3 kasus yang paling pathogen dengan kasus mencapai 80 %, yaitu H
influenzae type B (HIB), N meningitidis, dan S pneumoniae. Lebih dari dua decade lalu,
epidemologi telah mengalami perubahan secara substansial oleh karena berbagai perkembangan.

Internasional. Insiden meningitis diperkirakan lebih tinggi pada negara yang sedang berkembang
oleh karena kurangnya akses pelayanan pencegahan seperti vaksinasi. Angka insdien 10 kali
lipat lebih tinggi terjadi di negara sedang berkembang.2,3,6

Mortalitas dan morbiditas

Mortalitas meningitis bervarias tergantugn agent spesifik.


• Angka mortalitas untuk meningitis virus (tanpa encephalitis) kurgan dari 1 %. Pada pasien
dengan defisiensi imunitas humoral (misalnya, agammaglobulinemia), enterovirus meningitis
dapat memberikan hasil yang fatal.
• Meningitis bacterial umumnya fatal sebelum era antimicrobial. Dengan adanya terapi
antimicrobial, keseluruhan angka mortalitas meningitis bacterial menurun tapi masih masih
mengkuatirkan. Laju mortalitas diperkirakan 25%. Diantara penyebab yang sering dari acute
bacterial meningitis, angka mortalitas tertinggi ditemukan pada pneumococcus. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk tiap-tiap organism spesifik adalah 19-26% untuk S pneumoniae
meningitis, 3-6% untuk H influenzae meningitis, 3-13% untuk N meningitidis meningitis, dan
15-29% untuk L monocytogenes meningitis.1,3,5

Ras dan jenis kelamin

Semua ras tanpa terkecuali dapat terkena. Di Amerika Serikat, kulit hitam dilaporkan 3.3 kasus
per 100,000 populasi dibandingkan dnegan 2.6 wanita per 100,000 populasi. Angka serangan
untuk meningitis bacterial dilaporkan 3.3 kasus pria per 100,000 populasi sedangkan wanita 2.6
kasus per 100,000 populasi.2,4

Riwayat

Klinik
• Presentasi klasik dari meningitis termasuk demam, sakit kepala, kekakuan pada leher,
photophobia, nausea, vomiting, dan tanda-tanda disfungsi serebral (mis, lethargy, confusion,
coma).
• Terdapat triad: demam, nuchal rigidity, dan perubahan status mental ditemukan pada 2/3
pasien. Akan tetapi nilai prediktif negatif gejala-gejala ini tinggi (misalnya, jika demam,
kekakuan leher, atau perubahan status mental tidak ada, akan mengeliminasi diagnosis
meningitis pada 99-100% kasus).
• Presentasi klasik dari meningitis akut adalah onset gejala yang terjadi antara jam sampai
beberapa hari, dibandingkan dengan meningitis kronis sampai minggu.
• Presentasi yang tidak khas dapat diobservasi pada kelompok tertentu.
o Orang tua, khususnya bagi mereka dengan adanya komorbiditas (mis, diabetes, renal dan liver
disease), bisa muncul lethargi tanpa gejala meningeal.
o Pasien-pasien dengan neutropenia dapat muncul dengan gejala iritasi meningeal tersembunyi.
o Host dengan immunocompromised, termasuk resipien transplant organ dan jaringan serta
pasien dengan HIV dan AIDS, dapat menunjukkan presentasi yang tidak khas.

Fisik
• Tanda-tanda disfungsi serebral sering terjadi misalnya, confusion, irritability, delirium, dan
koma. Ini biasanya bersamaan dengan demam dan photophobia.
• Tanda-tanda iritasi meningeal ditemukan hanya pada kira-kira 50% pasien meningitis bacterial,
dan bila hal ini tidak ada tidak menyingkirkan meningitis.
• Palsy saraf cranial dapat ditemukan, terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial atau adanya
eksudat yang membungkus nerve roots.
• Tanda neurologik fokal dapat terbentuk akibat iskemia yang berasal dari inflamasi vascular dan
thrombosis.
• Kejang dapat terjadi pada kira-kira 30% pasien.
• Papilledema dan tanda-tanda peningkatan intracranial lain dapat muncul.3,4,5,6
Etiologi
• Meningitis bacterial akut
Penggunana vaksin HIB yang luas secara dramatikal merubah epidemiology bacterial meningitis
dalam dekade terakhir (tabel 1). Meningitis yang paling sering kena pada seluruh kelompok
umur, H influenzae meningitis secara dramatikal mengalami penurunan dari 48% sampai 7%
dari seluruh kasus. Angka N meningitidis masih konstan pada 14-25%, dan organisme pada
beberapa kasus terjadi antara umur 2-18 tahun. S pneumoniae menjadi penyebab paling sering
pada seluruh kelompok umur (tabel 2).1,3

Resiko dan/atau faktor predisposisi

Bateri pathogen
Umur 0-4 minggu S agalactiae (group B streptococci)
E coli K1
L monocytogenes
Umur 4-12 minggu S agalactiae
E coli
H influenzae
Spneumoniae
N meningitidis

Umur 3 bulan sampai 18 tahun N meningitidis


S pneumoniae
H influenzae

Umur 18-50 tahun S pneumoniae


N meningitidis
H influenzae

Umur > 50 tahun S pneumoniae


N meningitidis
L monocytogenes
Aerobic gram-negative bacilli

Immunocompromised state S pneumoniae


N meningitidis
L monocytogenes
Aerobic gram-negative bacilli

Intracranial manipulation, including neurosurgery Staphylococcus aureus


Coagulase-negative staphylococci
Aerobic gram-negative bacilli, including
Pseudomonas aeruginosa
Basilar skull fracture S pneumoniae
H influenzae
Group A streptococci

CSF shunts Coagulase-negative staphylococci


S aureus
Aerobic gram-negative bacilli
Propionibacterium acnes

Sindroma meningitis aseptic

Aseptic meningitis adalah syndrome ifeksious yang paling sering mempengaruhi system saraf
pusat. Kebanyakan episode disebabkan oleh virus pathogen, tapi dapat juga disebabkan oleh
bakteri, fungi, atau parasit.

Penanganan

Penanganan prehospital 1,5

 Evaluasi dan penanganan pasien shock atau hipotensi dengan infuse kristaloid
sampai terjadi euvolemik.
 Penanganan kejang sesuai protokol
 Proteksi jalan nafas pasien yang mengalami penurunan kesadaran.
 Untuk pasien sadar dengan kondisi stabil denga n tanda vital normal, berikan
oksigen, akses intravena dan kirim cepat ke bagian emergensy.

Penanganan gawat darurat 1,2,5

 Meningitis akut: sesuai keadaan pasien, pemeriksaan cairan serebrospinal


dalam mengindentifikasi meningitis akut untuk identifikasi organism spesifik dan
kerentanan.
 Meningitis sub akut: pada pasien ini, pemeriksaan cairan cerebrospinal
merupakan langkah penting untuk mendokumentasikan ada atau tidaknya infeksi
saraf pusat dan tipe organisme penyebab infeksi. Pemberian antibiotika untuk
memperlambat replikasi infeksi.
 Kondisi pasien dan perawatan bagian darurat selanjutnya dengan observasi 8-12
jam, kemudian periksa ulang cairan cerebrospinal (segera dilakukan bila kondisi
pasien memburuk). Jika terjadi perubahan granulositosis awal terhadap
mononuclear predominance, glukosa cairan cerebrospinal, dan pasien terlihat
baik, infeksi pasien mungkin nonbakterial.
 Pada pasien akut, lakukan lumbal punksi dan berikan dosis pertama antibiotic
dengan atau tanpa steroid antara 30 menit.
 Lakukan CT scan bila terjadi defisit neurologis.
 Penanganan komplikasi sistemik meningitis bacterial akut: hipotensi dan/atau
shock, hipoksemia, hiponatremia, aritmia jantung dan iskemia, cardiovaskuler
disease (CVD), dan eksaserbasi penyakit kronik.
 Perhatikan tanda hidrosephalus dan peningkatan tekanan intrakranial.
o Tangani demam dan nyeri, kontrol ketegangan dan batuk, hindari kejang,
dan hindari hipotensi sistemik.
o Sebaliknya pada pasien stabil, penanganan cukup dengan elevasi kepala
dan monitoring status neurologik.
o Beberapa center menganjurkan penggunaan dieresis awal (misalnya,
furosemide 20 mg IV, mannitol 1 g/kg IV), untuk memproteksi volume
sirkulasi.
o Hiperventilasi pada pasien yang diintubasi, dengan sasaran PaCO 2 25-30
mm Hg, dapat menurunkan tekanan intracranial dengan singkat;
hiperventilasi dengan PaCO2 <25 style="">cerebral blod flow yang tidak
sebanding dan memicu iskemia system saraf pusat.
o Pertimbangan pemasangan monitor ICP pada pasien koma atau mereka
dengan tanda peningkatan tekanan intracranial.
o Dengan peningkatan tekanan intrakranial, ambil cairan serebrospinal
sampai tekanan menurun 50 % dan pertahankan pada tekanan kurang
dari 300 mm air, hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu.2,5
 Pencegahan kejang: lorazepam 0.1 mg/kg IV dan IV load dengan phenytoin 15
mg/kg atau phenobarbital 5-10 mg/kg.
 Kontroversi seputar pemberian dexamethasone, yang diberikan dengan atau
sebelum antibiotika.2
o Dexamethasone dapat mengganggu cytokine-mediated neurotoxic effects
dari bacteriolysis. Efek maksimum pada hari pertama penggunaan
antibiotik.
o Meta-analysis 10 tahun pada percobaan klinik, dexamethasone
menurunkan morbiditas, khususnya insiden dan severeitas dari
neurosensory hearing loss, untuk meningitis H influenzae dan diduga
keuntungan yang diperoleh untuk meningitis S pneumoniae sebanding
pada pemakaian anak-anak. Tidak ada studi yang adekuat pada orang
dewasa mengenai penggunaan dexametazone, meskipun secara
patofisiologi mungkin sama. Meta-analysis menduga bahwa batas terapi
dexamethasone sampai 2 hari, diduga sudah optimal. Studi terbaru dari
Eropa terus mendukung penggunaan dexametasone di negara-negara
yang sedang berkembang (bila dibandingkan dengan negara maju),
barangkali berhubungan dengan insiden relatif meningitis TB.
o Secara teori, efek anti-inflamasi menurunkan permeabilitas blood-brain
barrier dan menghalangi penetrasi antibiotik kedalam cairan
serebrospinal.
 Menurunkan level vankomisin dalam cairan cerebrospinal telah
dikonfirmasi pada hewan yang ditangani dengan steroid, pada
manusia belum dilakukan.
 Beberapa center percaya bahwa seluruh antibiotika mencapai
konsentrasi inhibisi minimal dalam cairan serebrospinal tanpa
mempertimbangkan penggunaan streroid.
 Dexamethasone tidak mengganggu vankomisin secara klinik.
o Di negara yang sedang berkembang, penggunaan gliserol oral
(dexamethasone) telah dipelajari sebagai terapi adjunctive untuk
penanganan meningitis bacterial pada anak-anak. Dalam studi yang
terbatas, penggunaannya terlihat menurunkan insiden neurologic
sequelae dengan efek samping yang kecil.2
 Terapi antibiotika idealnya didasarkan pada identifikasi organisme dengan
pewarnaan gram.
o Neonati umur 1 bulan, mikroorganisme yang sering, streptokokus group B
atau D, Enterobacteriaceae (mis, E coli), dan L monocytogenes.
 Penanganan primer adalah kombinasi ampicillin (umur 0-7 hari: 50
mg/kg IV q8h; umur 8-30 hari: 50-100 mg/kg IV q6h) plus
cefotaxime 50 mg/kg IV q6h (sampai 12 g/d).
 Penanganan alternatif ampicillin (umur 0-7 hari: 50 mg/kg IV q8h;
umur 8-30 hari: 50-100 mg/kg IV q6h) plus gentamicin (umur 0-7
hari: 2.5 mg/kg IV atau IM q12h; umur 8-30 hari: 2.5 mg/kg IV atau
IM q8h).
 Beberapa center merekomendasikan penambahan acyclovir 10
mg/kg IV q8h untuk herpes simplex encephalitis.2,5
o Pada bayi (1-3 bulan).
 Penanganan primer adalah cefotaxime (50 mg/kg IV q6h, sampai
12 g/d) atau ceftriaxone (dosis awal: 75 mg/kg, 50 mg/kg q12h
sampai 4 g/day) plus ampicillin (50-100 mg/kg IV q6h).
 Penanganan alternative adalah chloramphenicol (25 mg/kg PO
atau IV q12h) plus gentamicin (2.5 mg/kg IV atau IM q8h).
 Jika yang ada cephalosporin-resistant S pneumoniae (DRSP),
>2%, tambahan vancomycin (15 mg/kg IV q8h). Sangat perlu
dexamethasone (0.4 mg/kg IV q12h untuk 2 hari atau 0.15 mg/kg
IV q6h untuk 4 hari) mulai 15-20 menit sebelum dosis awal
antibiotik.
o Pada bayi yang lebih tua atau anak-anak (3 bulan- 7 tahun),
mikroorganisme yang sering adalah S pneumoniae, N meningitidis, dan H
influenzae.
 Penanganan primer, cefotaxime (50 mg/kg IV q6h sampai 12
g/hari) atau ceftriaxone (dosis awal: 75 mg/kg, kemudian 50 mg/kg
q12h sampai 4 g/hari). Jika DRSP >2%, tambah vancomycin (15
mg/kg IV q8h). Negara-negara dengan prevalensi DRSP rendah,
pertimbangkan penicillin G (250,000 U/kg/d IM/IV dalam 3-4 dosis
terbagi). Bila penyebab DRSP, penicillin G.
 Penanganan alternatif (atau jika alergi penisilin berat) adalah
chloramphenicol (25 mg/kg PO/IV q12h) plus vancomycin (15
mg/kg IV q8h).
 Pertimbangkan dexamethasone (0.4 mg/kg IV q12h dalam 2 hari
atau 0.15 mg/kg IV q6h untuk 4 hari) mulai 15-20 menit sebelum
dosis pertama antibiotika.1,2,5
o Umur 7-50 tahun, mikroorganisme yang sering S pneumoniae, N
meningitidis, dan L monocytogenes.
 Area DRSP (drug resistant S pneumonia) >2%, cefotaxime (dosis
pediatri: 50 mg/kg IV q6h sampai 12 g/d; dewasa: 2 g IV q4h) atau
ceftriaxone (pediatri: initial dose: 75 mg/kg, kemudian 50 mg/kg
q12h sampai 4 g/hari; dosis dewasa: 2 g IV q12h) plus vancomycin
(pediatri: 15 mg/kg IV q8h; dewasa: 750-1000 mg IV q12h atau 10-
15 mg/kg IV q12h). Beberap center menambahkan rifampin
(pediatrik: 20 mg/kg/d IV; dewasa: 600 mg PO qd). Jika spesies
Listeria species, tambahkan ampicillin (50 mg/kg IV q6h).
 Alternatif (atau jika alergi penisilin) yaitu chloramphenicol (12.5
mg/kg IV q6h: tidak bactericidal) atau clindamycin (dosis pediatri:
40 mg/kg/hari IV dalam 3-4 dosis; dewasa: 900 mg IV q8h: aktif in
vitro tapi tidak ada data klinik) atau meropenem (pediatri: 20-40
mg/kg IV q8h; dewasa: 1 g IV q8h: aktif in vitro tapi sedikit data
klinik; hindari imipenem).
 Area prevalensi DRSP rendah, gunakan cefotaxime (dosis pediatri:
50 mg/kg IV q6h sampai 12 g/d; dewasa: 2 g IV q4h) atau
ceftriaxone (pediatri: 75 mg/kg dosis initial kemudian 50 mg/kg
q12h sampai 4 g/d; dewasa: 2 g IV q12h) plus ampicillin (50 mg/kg
IV q6h).
 Penanganan alternatif (atau jika alergi penicilin) adalah
chloramphenicol (12.5 mg/kg IV q6h) plus
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMX; TMP 5 mg/kg IV q6h)
atau meropenem (pediatri: 20-40 mg/kg IV q8h; dewasa: 1 g IV
q8h).
 Data terbatas pada penggunaan dexamethasone pada orang
dewasa. Pemberian dosis pertama dexamethasone (0.4 mg/kg
q12h IV selama 2 hari atau 0.15 mg/kg q6h untuk 4 hari) 15-20
menit sebelum dosis pertama antibiotika.2,5
o Lebih dari 50 tahun atau dewasa dengan penyakit keterbatasan atau
alkoholisme, mikroorganisme sering S pneumoniae, coliforms, H
influenzae, Listeria species, Pseudomonas aeruginosa, dan N
meningitidis.
 Penanganan primer dengan prevalensi DRSP >2% apakah dengan
cefotaxime (2 g IV q4h) atau ceftriaxone (2 g IV q12h) plus
vancomycin (750-1000 mg IV q12h atau 10-15 mg/kg IV q12h). Jika
pewarnaan gram CSF memperlihatkan basil gram negative,
gunakan ceftazidime (2 g IV g8h). Pada area prevalensi DRSP,
gunakan cefotaxime (2 g IV q4h) atau ceftriaxone (2 g IV q12h)
plus ampicillin (50 mg/kg IV q6h).
 Pilihan penanganan lain termasuk meropenem, TMP/SMX, dan
doxycycline.
 Data terbatasu untuk penggunaan deksametason, di negara
berkembang bila diduga S pneumoniae dan untuk dugaan TB atau
fungi. Dosis awal dexamethasone (0.4 mg/kg q12h IV untuk 2 hari
atau 0.15 mg/kg q6h untuk 4 hari) 15-20 menit sebelum dosis
antibiotik pertama.1,2,5
o Pasien trauma trauma atau neurosurgery microorganism S pneumoniae,
Staphylococcus aureus, coliforms, dan P aeruginosa.
 Penanganan primer vancomycin (1 g IV q12h) plus ceftazidime (2 g
IV q8h).
 Alternatif meropenem (1 g IV q8h).
 Profilaksis pasien dengan dugaan N meningitidis
o Rifampin (pediatri: anak <1 style=""> >1 mo - 10 mg/kg q12h; dewasa:
600 mg PO bid) for 4 doses
o Alternatif- Ciprofloxacin (dewasa) 500 mg PO dosis tunggal atau
ceftriaxone (<15>15 y: 250 mg) IM dosis tunggal.2

Prognosis 2

 Pasien-pasien dengan meningitis virus biasanya prognosisnya baik untuk


pemulihan
 Prognosis buruk pada pasien dengan umur ekstrim (yaitu, <2>60 tahun) dan
mereka dengan komorbiditas signifikan dan imunodefisiensi.
 Pasien yang menunjukkan gangguan level kesadaran, meningkatkan resiko
perkembangan neurologic sequelae atau kematian.
 Kejang selama episode meningitis juga menjadi faktor resiko mortalitas atau
neurologic sequelae.
 Meningitis bacterial akut adalah kondisi medis darurat dan keterlambatan
memulai terapi antimikroba yang efektif meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
 Adanya peositas level rendah (<20>
 Meningitis yang disebabkan oleh S pneumoniae, L monocytogenes, dan basil
gram negatif memiliki tingkat fatalitas lebih tinggi dibandingkan dengan
meningitis yang disebabkan oelh bakteri lain.
 Prognosis meningitis yang disebabkan oleh pathogen oportunistik, tergantung
pada pathogen oportunistik, juga tergantung pada fungsi imun yang mendasari
tuan rumah.

Anda mungkin juga menyukai