Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Maksud dan Tujuan....................................................................................................................... 2
1.3 Ruang Lingkup.............................................................................................................................. 3
BAB II PENGERTIAN DAN DEFINISI ............................................................................................... 4
BAB III UPAYA PENANGGULANGAN DAN PENGENDALIAN BANJIR .................................... 5
3.1 Penanggulangan Banjir. ................................................................................................................ 5
3.1.1 Sebelum Terjadinya Banjir .................................................................................................... 5
3.1.2 Selama Terjadinya Banjir....................................................................................................... 6
3.1.3 Setelah Terjadinya Banjir....................................................................................................... 6
3.2 Pengendalian Banjir ...................................................................................................................... 7
3.2.1 Upaya Struktural .................................................................................................................... 7
3.2.2 Upaya Non Struktural ............................................................................................................ 8
BAB IV PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RENCANA ...................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 12

i
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang

Banjir merupakan suatu fenomena alam yang biasa terjadi karena luapan sungai-
sungai, waduk, danau, laut atau badan air lain dan menggenangi dataran rendah atau
cekungan yang biasanya tidak terendam air. Banjir juga dapat terjadi bukan karena luapan
badan air tetapi air hujan yang terperangkap dalam suatu cekungan yang menjadi genangan.
Banjir dapat terjadi pada setiap kejadian hujan, musim penghujan atau beberapa kali musim
hujan. Banjir tersebut akan menimbulkan masalah dan menjadi bencana jika mengganggu dan
merugikan kehidupan manusia.

Banjir merupakan salah satu bencana yang terjadi hampir setiap tahun baik skala lokal
maupun nasional, tetapi apapun yang terjadi jika sudah merugikan kehidupan manusia harus
ditanggulangi dan dikendalikan dengan benar.

Banjir sangat erat hubungannya dengan urbanisasi dan pengembangan wilayah, baik
Kabupaten maupun Kota. Pengembangan wilayah akan mengundang urban yang akan
memerlukan pemukiman. Pemukiman akan menyebabkan naiknya limpasan permukaan yang
akan menyebabkan banjir baik kekerapan maupun besarannya. Upaya untuk mengatasi
masalah banjir telah dilakukan, namun dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan
perkembangan wilayah Kabupaten dan Kota, ketersediaan sarana dan prasarana pengendalian
banjir yang ada menjadi tertinggal. Sementara itu tingkat resiko akibat banjir yang terjadi
menjadi semakin meningkat.

Peristiwa tersebut sering menimbulkan masalah/ bencana /kerugian terhadap manusia


yang melakukan kegiatan di dataran banjir ( “flood plain “ )

Banjir adalah peristiwa alam, dan upaya untuk mengatasinya yaitu dalam rangka
memperkecil besarnya masalah/kerugian yang ditimbulkannya ( “flood damage mitigation” )
diperlukan berbagai kegiatan baik yang bersifat fisik ( struktur) berupa sarana pengendali
banjir,dan non fisik ( non struktur)

Sarana fisik pengendali banjir yang sering dilaksanaka antara lain berupa bangunan
bendungan, tanggul banjir, banjir canal, sudetan, normalisasi alur sungai dan sebagainya yang
pada umumnya merupakan kombinasi sehingga membentuk suatu sistim berdasarkan atas
dimensi tertentu tergantung pada besarnya debit banjir rencana.

Besar debit banjir rencana tersebut ditentukan menurut periode ulangnya, yang
sekaligus menggambarkan tingkat pengendalian banjir.

Bencana banjir sering mengakibatkan kerugian jiwa, harta dan benda, merupakan
kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat. Kejadian banjir tidak dapat dicegah, namun
hanya dapat dikendalikan dan dikurangi dampak kerugian yang diakibatkannya, karena
datangnya relatif cepat.Untuk mengurangi kerugian akibat bencana tersebut perlu
dipersiapkan penanganan secara cepat, tepat dan terpadu.

1
Salah satu tahapan pengelolaan/pengendalian banjir antara lain: Kegiatan pra banjir
yang meliputi :

- Pengkajian banjir yang pernah terjadi (mengenali besarnya debit banjir) dan perencanaan.

- Penyiapan potensi Sumber Daya Manusia untuk penanggulangan.

Perhitungan flood frekuensi ini antara lain dalam rangka pengkajian banjir yang telah
terjadi pada debit puncak banjir dengan data debit banjir maximum, juga untuk keperluan
perencanaan penanggulangan banjir dimasa mendatang. Dalam mendesain bangunan
pengendali banjir, terdapat beberapa kriteria desain yang harus dipertimbangkan dan
dipenuhi.

Kriteria Desain Debit Banjir Desain

Penentuan besarnya debit banjir tergantung pada ketersediaan data dan kebutuhan
analisa. Jika hanya membutuhkan puncak banjir dapat dilakukan dengan Analisa Frekuensi
tetapi jika membutuhkan penelusuran banjir maka harus dilakukan Analisa Hidrograf.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan membuat analisa debit banjir periode ulang dibeberapa sungai dipropinsi
Banten antara lain :

a Untuk memberikan informasi data debit banjir periode ulang yang terjadi pada waktu
kejadian banjir, agar mengetahui bahwa kejadian debit banjir tersebut akan dicorelasikan
dengan debit periode ulang yang telah dianalisa sebelumnya, atau pada periode tertentu.
Dengan adanya informasi data debit banjir periode ulang tersebut, diharapkan dapat
diestimasi elevasi-elevasi muka air banjir pada beberapa bangunan utama yang akan
memberikan tanda peringatan bagi petugas, seperti Siaga I, siaga II dan Siaga III dengan data
yang lengkap.

b Estimasi debit banjir periode ulang tersebut bisa juga dipergunakan untuk suatu
perencanaan yang ekonomis dari beberapa pekerjaan sipil (Engeneering works) termasuk
DAM, Spilways, jembatan dan penanggulangan banjir (flood protection works) dan bisa juga
diperlukan untuk keamanan Operasi Bangunan Pengendalian Banjir (the safe Operation of
Flood Control Struktures).

Maksud analisa ini antara lain juga untuk memberikan informasi tentang debit banjir yang
terjadi pada setiap tahun , dimana estimasi besarnya debit tersebut secara hydrology
kemungkinannya akan terulang kembali pada periode - periode mendatang.Dalam Flood
Frekuensi analisis ini digunakan beberapa methode ( Probability distribution ) untuk
menghitung estimasi besarnya debit periode ulang tertentu tersebut antara lain :

1. Normal Distribution
2. Log Normal Distribution
3. Peorson Type III Distribution
4. Gumel E-VI Distribution

2
Analisis frequensi debit ini membutuhkan rangkaian data debit yang sifatnya terus
menerus selama paling sedikit lebih besar dari 20 tahun . Data debit yang dipergunakan yaitu
data debit maximum tahunan ( annual flood peaks ) pada satu lokasi di sungai tertentu selama
jangka waktu lebih dari 20 tahun.Yang dimaksud dengan debit maximum disini adalah debit
terbesar yang terjadi selama kurun waktu setahun.

Hasil dari analisa ini masih kurang akurat disebabkan data base dari pada debit yang
dipakai untuk menghitung didapat dari alat ukur AWLR ( automatic Water Level Recorded )
dimana alat ini hanya mencatat tinggi muka air pada waktu banjir dan pada penampang
sungai tersebut telah dilakukan pengukuran kecepatan air pada waktu banjir dengan
ketinggian muka air yang berbeda beda sehingga didapatkan rating curve debit pada
penampang tersebut ,dimana luas penampang basah sungai tersebut tentunya tidak tetap
sehingga keakuratan debit menjadi masalah, bahkan kerap kali kejadian banjir dimana elevasi
muka airnya melebihi penampang basah sungai, disinilah terdapat kurang ke akuratan
tersebut.

Seharusnya pada stasiun pengamatan debit setiap tahun pada bulan-bulan hujan
dilakukan pengukuran debit secara terus menerus selama musim hujan ,kurang lebih selama
tiga bulan, sehingga didapat rating curva ( grafik hubungan tinggi muka air dengan debit)
yang terbaru dalam setiap tahunnya.

Data debit Sungai Cisadane di ambil dari stasiun pengamatan AWLR ( Automatic
Water Level Recorder ) Serpong yang terletak di sebelah udik Bendung Pasarbaru kurang
lebih berjarak 20 Km, Dari pengalaman selama pengamatan dilapangan, debit puncak yang
terjadi di serpong akan sampai di lokasi Bendung Pasarbaru kurang lebih 6 sampai dengan 7
jam.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penulisan ini meliputi, analisa debit kala ulang, pengertian debit kala
ulang itu sendiri,analisis debit andalan serta upaya penanggulangan dan pengendalian banjir
baik tindakan sebelum,selama terjadi dan setelah terjadinya banjir, yang dapat menimbulkan
dampak negative terhadap lingkungan hidup,serta informasi data debit banjir yang telah
terjadi dalam kurun waktu selama 25 tahun.

3
BAB II PENGERTIAN DAN DEFINISI

1) Banjir adalahsuatu keadaan sungai, dimana aliran sungai tidak tertampung oleh palung
sungai, sehingga terjadi limpasan dan atau genangan pada lahan yang semestinya kering.

2) Genangan adalah keberadaan air pada daerah rendah atau cekungan baik yang
dikehendaki maupun tidak dikehendaki, karena sistem drainase yang tidak baik.

3) Masalah Banjir adalah kondisi dimana banjir telah menimbulkan kerugian terhadap
masyarakat

4) Debit adalah besaran aliran air disungai atau disaluran dinyatakan dalam satuan m3/detik
yaitu volume air yang mengalir disungai atau saluran tersebut setiap detiknya.

Untuk mengetahui besarnya debit air yang mengalir disungai pada suatu lokasi pada saat
tertentu diadakan pengukuran, yaitu dengan cara mengukur kecepatan aliran (m/detik) dan
luas penampang basah aliran (dalam m2).

Dengan mengalikan keduanya maka diperoleh besarnya debit disungai (dalam m3/detik).

Debit yang mengalir disungai adalah tidak tetap dan selalu berubah menurut waktu, yang
dipengaruhi oleh banyak faktor, anatara lain; curah hujan, kondisi tanah di daerah pengaliran
sungai, serta pengaruh kegiatan manusia.

5) Debit Banjir Periode Ulang

Pernyataan yang menyangkut besaran debit banjir menurut kala ulang, (biasanya disebut
dengan debit banjir periode ulang) seperti : debit banjir 2 tahunan, 10 tahunan, 100 tahunan,
ini sudah sedemikian luas sampai kepada masyarakat awam dan menimbulkan banyak salah
pengertian. Karena dari pengalaman mengikuti diskusi tentang banjir yang selalu melibatkan
beberapa instansi pmerintah maupun swasta, ataupun masyarakat awam akan mengartikan
“debit banjir 100 tahunan” itu akan terjadi setiap 100 tahun sekali secara periodik, seolah-
olah banjir 100 tahunan itu akan berulang kali dalam 100 tahun lagi, dan selama 100 tahun
tidak akan terjadi banjir sebesar debit 100 tahun tersebut padahal anggapan itu sangat keliru.

Pengertian tersebut diatas sama sekali tidak benar, karena debit banjir periode ulang
berapapun dapat terjadi pada setiap waktu, hanya presentasenya kemungkinan terjadinya
yang berbeda, seperti contoh berikut :

Pernyataan debit banjir 10 tahun adalah sebesar 2000m3/det. Dengan demikian arti yang
sebenarnya menurut teori probabilitas adalah bahwa rata-rata dalam kurun waktu 10 tahun
akan terjadi satu kali debit yang lebih besar atau sama dengan 2000m3/detik dan peluang ini
kemungkinan 10% akan terjadi dalam setiap tahun.

Demikian pula debit banjir untuk kala ulang 100 tahun sebesar 4000 m3/det adalah identik
dengan setiap tahun akan terdapat 1% kemungkinan terjadi debit banjir yang sama atau lebih
besar dari 4000m3/det.

4
BAB III UPAYA PENANGGULANGAN DAN PENGENDALIAN
BANJIR

Upaya penanggulangan dan pengendalian banjir tidak akan pernah dapat


menghilangkan banjir sama sekali, tetapi upaya ini dilakukan untuk mengurangi besaran
banjir dan mengurangi dampak kerugian baik manusia maupun infrastrukturnya.

Penanganan masalah banjir merupakan salah satu aspek dari seluruh kegiatan dalam
rangka pengelolaan sumber daya air di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang bersangkutan,
sehingga misi pengendalian banjir harus terpadu dan membentuk satu kesatuan sistem dengan
misi perlindungan (konservasi) dan pendayagunaan sumber daya air.

Kebijakan yang diterapkan untuk mengatasi masalah banjir yang terbaik selama ini
adalah berupa pencegahan (Preventif) dan penjinakan (Mitigasi) sebelum terjadinya banjir
dengan menggunakan kombinasi antara pekerjaan struktur (bangunan pengendali banjir) dan
non struktur (perbaikan DPS). Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
banjir digolongkan dalam dua kategori yaitu struktural dan non struktural.

3.1 Penanggulangan Banjir.

Penanggulangan banjir bertujuan untuk mengurangi dan memperkecil resiko kerugian


yang timbul akibat peristiwa banjir. Upaya penanggulangan banjir dibutuhkan dukungan
biaya yang besar, karena itu setiap sistem pengendalian banjir yang direncanakan mempunyai
keterbatasan pada tingkat banjir tertentu berdasarkan kelayakan pertimbangan teknis,
ekonomis dan lingkungan. Jadi setiap rencana pengendalian banjir bukan bertujuan untuk
menanggulangi resiko terjadinya Debit Banjir yang terbesar, sehingga dalam pengendalian
banjir tidak dikenal adanya istilah “Daerah Bebas Banjir”. Kegiatan penanggulangan banjir
disusun dalam tahapan yaitu sebelum, selama dan sesudah terjadinya banjir.

3.1.1 Sebelum Terjadinya Banjir

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan ditujukan untuk mengurangi atau mengatasi masalah
banjir dengan tindakan :

1) Pencegahan (prevention), penjinakan (mitigation) dengan merencanakan dan


membangun pengendali banjir seperti Tanggul, sudetan, pengerukan sungai dan sebagainya.

2) Kesiapsiagaan (preperedness) dengan melatih dan memberikan penyuluhan pada


masyarakat didaerah rawan banjir untuk selalu siap menghadapi banjir yang datang
mendadak misalnya bagaimana melakukan evakuasi.

3) Peringatan dini (early warning) dengan membuat sistem peringatan dini yang dapat
dioperasikan pada saat banjir mengancam.

Indikator keberhasilan dalam tahapan ini adalah terciptanya masyarakat yang terlatih dalam
menghadapi bencana banjir, sistem peringatan dini berfungsi dengan baik serta tidak terjadi
keresahan masyarakat.

5
3.1.2 Selama Terjadinya Banjir

Kejadian banjir pada umumnya timbul secara mendadak dan berlangsung cepat,
meskipun gejala-gejalanya dapat diketahui sebelumnya. Hal tersebut menyebabkan sering
timbul korban jiwa ataupun kerusakan rumah, harta benda dan prasarana umum lainnya yang
dapat menimbulkan dampak negatif pada komponen fisik, sosial ekonomi dan sosial budaya
misalnya :

1) Kerusakan dan tidak berfungsinya bangunan/sarana pengendalian banjir.


2) Kerusakan dan tidak berfungsinya prasarana dan sarana umum seperti Jalan, Air Bersih,
Listrik dan Sistem Drainase.
3) Rusaknya estetika lingkungan.
4) Hilangnya mata pencaharian penduduk.
5) Timbulnya wabah penyakit karena kekurangan air bersih, kondisi penampungan sementara
dan sistem sanitasi yang buruk, serta timbulnya bau-bau yang tidak enak misalnya bangkai
binatang.
6) Keresahan sosial masyarakat.
7) Meningkatnya tindak Kriminal.
8) Terjadinya konflik sosial masyarakat.

Selama banjir terjadi, dampak-dampak tersebut diatas perlu segera ditangani melalui
upaya penanganan darurat (Emergency Response & Relief), agar tidak menimbulkan dampak
lanjutan yang menyebabkan rasa keputusasaan bagi penduduk yang terkena musibah. Upaya
yang di lakukan harus cepat seperti :
1) Evakuasi penduduk yang terkena banjir
2) Tempat penampungan sementara
3) Pembuatan MCK sementara di tempat penampungan
4) Dapur umum dan bantuan keperluan sehari-hari : pakaian layak pakai, selimut, alas tidur,
obat-obatan.

Indikator keberhasilan dalam pengelolaan ini adalah apabila pelaksanaan penanganan


darurat berjalan dengan lancar, emosional korban menurun dan peran serta masyarakat cukup
besar dalam membantu saudara-saudaranya yang terkena musibah.

3.1.3 Setelah Terjadinya Banjir

Pengaruh negatif yang timbul selama banjir terjadi, pada umumnya terus berlanjut,
dengan intensitas yang relatif lebih kecil, karena telah adanya upaya-upaya penanggulangan
darurat (Emergency Response & Relief ). Berbagai dampak di perkirakan akan meningkat
antara lain :

1) Meningkatnya wabah penyakit baik karena tercemarnya air bersih ataupun karena
banyaknya bangkai binatang.
2) Terganggunya kegiatan sosial ekonomi masyarakat
3) Rusaknya estetika lingkungan.
4) Rusaknya infrastruktur seperti rumah, jalan, sekolah, pasar, perkantoran, dan sebagainya.

6
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di perlukan tindakan segera yaitu :
1) Bersifat rehabilitasi untuk pemulihan prasarana dan sarana umum yang mengalami
kerusakan.
2) Pemulian terhadap kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat seperti pengobatan
gratis.
3) Bantuan air bersih.
Indikator kebersihan dalam mengatasi masalah tersebut antara lain normalnya
kehidupan sosial ekonomi masyarakat, membaiknya kondisi pemukiman, prasarana dan
sarana umum serta berfungsinya peran masyarakat.

Selain dampak negatif yang di timbulkan, dengan adanya banjir dapat juga
menghasilkan lahan yang subur di suatu areal pertanian, karena terjadinya tumpukan lapisan
lumpur yang mengandung unsur hara penyubur tanaman.

3.2 Pengendalian Banjir

Upaya pengendalian banjir yang dapat di lakukan di kelompokan menjadi upaya


berwujud fisik (Structural measures) dengan membuat bangunan pengendali banjir dan upaya
non fisik ( Non Structural Measures ), seperti prakiraan banjir dan peringatan dini (Early
Warning System), penangulangan banjir (Flood Fighting), pengelolaan dataran banjir ( Flood
plain Management), melengkapi bangunan pengendali banjir sedemikian rupa sehingga dapat
mengantisipasi apabila debit disainnya terlampaui (flood Proofing), penetapan sempadan
sungai, memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang membudidayakan dataran banjir,
penegakan hukum, pengelolaan/ manajemen sampah dan pengentasan kemiskinan.

Pengendalian bajir dengan upaya berwujud fisik ( Membangun bangunan-bangunan


pengendali banjir ) mempunyai keterbatasan dan tidak dapat membebaskan dataran banjir
dari genangan banjir dan atau limpasan banjir secara mutlak. Untuk itu perlu di lakukan
upaya yang bersifat komperhensif yaitu kombinasi upaya fisik dan non fisik.

Upaya pengendalian banjir untuk setiap lokasi kejadian banjir sangatlah beragam dan
berbeda-beda, di sesuaikan dengan kondisi karekteristik DPS, alur sungai atau saluran
drainase, pola curah hujan dan pendanaan untuk membuat infra struktur serta tingkat bahaya
banjir yang di tolelir.

3.2.1 Upaya Struktural

1) Pembuatan atau peninggian tanggul, hal ini membutuhkan lahan yang agak sulit di penuhi
di pemukiman padat.

2) Pengerukan dasar sungai : upaya ini dilakuakan untuk memperbesar kapasitas sungai. Jika
di lakukan tanpa upaya lain maka kegiatan ini di mungkinkan hanya memperbesar kapasitas
sementara karena kondisi sedimentasi akan terulang lagi. Konsekuensinya kegiatan ini harus
di ulang secara periodik.

3) Membuat saluran pengelak banjir dan fasilitasnya yang dibangun di luar pemukiman untuk
melindungi pemukiman dari banjir.

4) Pengendalian banjir dengan membangun waduk pengendalian banjir dan kombinasi


dengan perbaikan sungai.

7
3.2.2 Upaya Non Struktural
1) Merevisi tata ruang, misalnya, daerah yang langganan banjir jangan di jadikan
pemukiman.
2) Penegendalian dan pengelolaan di daerah tangkapan air sesuai tata ruang.
3) Pelestarian fungsi kawasan resapan air di daerah tangkapan air (catchment area), sehingga
aliran air permukaan minimal.
4) Pembangunan dan pengelolaan sistem peringatan dini bahaya banjir.
5) Penyesuaian diri dengan kondisi banjir yaitu dengan membuat peil lantai bangunan lebih
tinggi dari peil banjir.
6) Menyingkirkan sampah disepanjang alur sungai guna mencegah hambatan aliran air dan
pengendalian sedimen.
7) Kemungkinan lain adalah memindahkan penduduk dari daerah rawan banjir. Hal ini akan
berdampak sosial yang tidak mudah untuk ditangani.

Upaya diatas bukan hanya satu kemungkinan tapi masih ada kemungkinan lain dari
kombinasi beberpa solusi yang terbaik. Untuk memilih alternatif yang terbaik perlu
dipikirkan berbagai aspek baik dari segi dana, teknis maupun sosial.

Upaya pengendalian bangunan air harus mengikuti kriteria-kriteria yang ada maupun
tahapan-tahapan yang sesuai prosedurnya seperti tahapan survey dan infestigasi,
perencanaan, perancangan sampai konstruksi. Dalam tahapan desain sebaiknya mengikuti
kriteria desain.

8
BAB IV PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RENCANA

Perhitungan debit rencana menjadi bagian yang sangat penting dalam perencanaan
teknis bangunan sungai, karena nilai (besar-kecilnya) debit rencana akan menentukan besar
kecilnya dimensi hidrolis suatu bangunan air. Dimensi hidrolis suatu bangunan air yang lebih
besar akan lebih aman dalam mengalirkan debit tertentu, namun dimensi yang lebih besar
akan berdampak pada pembengkakan biaya. Sebaliknya dimensi hidrolis bangunan air yang
lebih kecil akan menjadi kurang aman dalam mengalirkan debit tertentu. Muara dari
perhitungan debit rencana adalah mendapatkan dimensi hidrolis (kapasitas) yang ideal dan
terbaik, terbaik dari segi teknis maupun ekonomi.
Dalam melakukan perhitungan debit rencana, data atau informasi dasar yang minimal
harus ada dan sangat dibutuhkan adalah sebagai berikut :
a Data klimatologi yang terdiri dari data hujan, angin, kelembapan dan temperatur dari
stasiun BMKG terdekat. Data tersebut minimal data dalan kurun waktu 10 tahun terakhir.
b Data hidrologi, seperti karakteristik daerah aliran, debit sungai, laju sedimentasi,
frekuensi banjir, dll.
c Peta-peta yang representatif, seperti peta tata guna lahan, peta topografi, peta sistem
jaringan jalan, peta sistem drainase, dll.
Ada beberapa metode yang sering digunakan dalam menghitung atau memperkirakan
besarnya debit rencana, seperti Metode Rasional, Melchior, Weduwen, Haspers, dll. Namun
kali ini yang akan dibahas hanyalah langkah-langkah perhitungan debit rencana secara garis
besar dengan Metode Rasional.
Metode Rasional dapat digunakan untuk menghitung debit puncak sungai atau
saluran, namun dengan daerah pengaliran yang terbatas.
Rumus umum dari Metode Rasional adalah :
Q = 0,278 x C x I x A ............................... (I)

Keterangan :
Q = debit puncak limpasan permukaan (m3/det).
C = angka pengaliran (tanpa dimensi)
A = luas daerah pengaliran (Km2)
I = intensitas curah hujan (mm/jam).

Jika persamaan diatas digunakan untuk menghitung debit rencana dengan periode
ulang tertentu, maka persamaan tersebut menjadi :
QT= 0,278 x C x IT x A ................................... (II)

Keterangan :
QT = debit puncak limpasan permukaan dengan periode ulang T tahun (m3/det).
C = angka pengaliran (tanpa dimensi)
A = luas daerah pengaliran (Km2)

Dengan melihat kenyataan di lapangan dimana sangat sulit menemukan daerah


pengaliran yang homogen (tidak melulu aspal semua atau hutan semua, pasti merupakan
gabungan atau heterogen), nilai C dapat dihitung dengan persamaan berikut :

9
............................................ (III)

Cara lain menghitung debit rencana adalah mensubtitusikan persamaan II dan III
sehingga menjadi seperti ini :
Q = 0,278 x IT x (Σ Ai x Ci) ....................................... (IV)

Keterangan :
Ci = Koefisien limpasan sub daerah pengaliran ke i
Ai = luas sub daerah pengaliran ke i
n = jumlah sub daerah pengaliran

Metode Rasional bisa dikembangkan dengan asumsi sebagai berikut :


a Hujan yang terjadi mempunyai intensitas yang seragam dan merata di seluruh daerah
pengaliran selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi (tc) daerah pengaliran.
b Periode ulang debit sama dengan periode ulang hujan.
c Koefisien pengaliran dari daerah pengaliran yang sama adalah tetap untuk berbagai
periode ulang.

Selanjutnya langkah-langkah perhitungan debit rencana adalah sebagai berikut :


1 Jika koefisien limpasan dari suatu daerah pengaliran atau daerah aliran sungai (DAS)
adalah tidak seragam maka daerah pengaliran atau DAS tersebut dibagi-bagi terlebih dahulu
menjadi sub DAS (Ai) sesuai dengan tata guna lahan (Ci).
2 Ukur tiap-tiap luas Ai
3 Hitung C Rata-rata pakai persamaan III
4 Hitung Σ Ai Ci
5 Hitung waktu konsentrasi menggunakan rumus Kirpich

.................................. (V)
Keterangan :
Tc = waktu konsentrasi (jam)
L = Panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau (Km).
S = Kemiringan rata-rata daerah lintasan air

6 Hitung intensitas hujan (I)


Jika data hujan yang tersedia adalah data harian maka hitung dengan menggunakan metode
Mononobe :

............................................................. (VI)

10
7. Setelah poin 1-6 hasilnya telah didapat, masukan dalam rumus untuk mendapatkan debit
rencana (Qt). Sesuaikan dengan ketersediaan data dan karakteristik daerah aliran, persamaan
mana yang dipakai, apakah persamaan II atau IV untuk mendapatkan nilai debit rencana ?
Hal yang sifatnya fundamental untuk diperhatikan dalam melakukan perhitungan debit
rencana adalah ketersediaan data, seperti harus tersedia data-data dalam periode waktu yang
panjang guna menjadi bahan kajian (data curah hujan, debit sungai, frekuensi banjir
misalnya).
Kira-kira seperti itu langkah-langkah perhitungan debit rencana secara garis besar
dengan Metode Rasional. Mungkin kelihatan agak rumit dan susah dicerna. Akan mudah
dipahami kalau ada datanya yang dibuat dalam contoh soal, umumnya debit rencana banyak
tabelnya dan perhitungannya panjang, namun ruang di blog ini terbatas. Jadi ringkasan
langkah-langkah perhitungan debit rencana dengan Metode Rasional demikian.

11
DAFTAR PUSTAKA

Kamiana, I Made. 2001. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha Ilmu.
Yogyakarta
http://www.kompasiana.com/mul/analisa-debit-kala-ulang-banjir-periode ulang_550e95 ea83
11ba2cbc6443

12
13

Anda mungkin juga menyukai