Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

TRAUMA KEPALA

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 8
DENDI ANARKHI IRWAN
MARIA AYU K
PUTRI ANINGSIH

POLTEKES KEMENKES KENDARI


JURUSAN DIII KEPERAWATAN
T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya kami dapat
menyelesaikan makalah Dengan judul TRAUMA KEPALA.
Pada kesempatan ini pula penyusun menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada
Dosen Pengajar kami . Penusun menyadari bahwa dalam penusunan makalah masih banyak
terdapat kekurangan,maka segala kritik dan saran membangun dari para pembaca sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penyusun mengucapkan
terimakasih,semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cidera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala
tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang
trauma tertutup maupun trauma tembus. Cidera kepala merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama
transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat
sangat menentukan penatalaksanaan dan prognonis selanjutnya. Cidera kepala dibagi
menjadi tiga yaitu cidera kepala ringan, sedang dan berat. Cidera kepala ringan adalah
trauma kepala dengan skala Glasgow Coma Scale 15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan
kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala dapat terjadi abrasi, lacerasi, haematoma
kepala dan tidak ada kriteria cidera sedang dan berat. Sedangkan cidera berat adalah
keadaan dimana struktur lapisan otak mengalami cidera berkaitan dengan edema,
hyperemia, hipoksia dimana pasien tidak dapat mengikuti perintah, coma (GSC < 8) dan
tidak dapat membuka mata.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Cidera kepala ?
2. Apa Etiologi Cidera kepala ?
3. Apa patofisiologi Cidera kepala ?
4. Apa tanda dan gejala Cidera kepala?
5. Apa Pemeriksaan penunjang Trauma kepala?
6. Bagaimana Penatalaksanaan trauma kepala?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang trauma kepala?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Cidera kepala
2. Untuk mengetahui Etiologi Cidera kepala
3. Untuk mengetahui patofisiologi Cidera kepala
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala Cidera kepala
5. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang Trauma kepal
6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan trauma kepala
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang trauma kepala
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Cedera epalamerupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak.
(Morton,2012)
Klasifikasi cedera kepala
Berdasarakan patologi
1. Cedera kepala primer
Merupaka akibat cedera awal. cedera awal menyebabkan gangguan integritas fisik,
kimia dan listrik dari sel di area tersebut yang menyebabkan kematian sel.
2. Cedera kepala sekunder
Cedera ini meruupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut yang
terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang tak terkendali, meliputi
respon fisiologis cedera otak, termassuk edema cerebral, iskemia serebral, hipotensi
sistemik dan infeksi lokal atau iskemik.
Menurut jenis cedera
1. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi 2
meter. Trauma yang menmbus tengkorak dan jaringan otak.
2. Cedera kepala tertutup : Dapat disamakan pada pasien dengan geger otak ringan
dengan cedera serebral yang luas
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glasown Coma Scale)
1. Cedera kepala ringan/minor
~ GCS 14-15
~ Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia tetapi kurang dari 30 m
~ Tidak adafraktur tengkorak
~ Tidak ada kontusia serebral
2. Cedera kepala sedang
~ GCS 9-13
~ Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 m tetapi kurang dari24
jam
~ dapat mengalami fraktur tengkorak
~ diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial
3. Cedera kepala berat
~ GCS 3-8
~ Kehilangaan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
~ Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma Intrakranial
B. Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-deselerasi,
coup-countre coup dan cedera rotasional
1. Cedera akselerasi terjasdi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (mis, alat pemukul menghantam kepaka atau peluru yang ditembakkan
kekepala)
2. Cedera Deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti
pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil,
3. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan
bbermotor dan episode kekerasan fisik.
4. Cedera Coup-Countre Coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta areakepala yang pertama kali terbenttur. sebagai contoh pasien
dipukul dibagian belakang kepala.
5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan ottak berputar dalam
rongga tengkorak yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam
substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian
dalam rongga tengkorak.
C. Patofisiologis
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi
jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti
badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi
badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan
posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada
substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak
ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar”
sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih
khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral
dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh
perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan
dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan
karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral,
batang otak, atau dua-duanya.
D. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan klinis biasa yang di pakai untuk menentukan cedera kepala
menggunakan pemerksaan GCS yang dikelompokkan menjadi cedera kepala ringan,
sedang dan berat seperti diiatas.
Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan adanya fraktur. (Smeltzer,
suzana, 2002)
1. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur
2. Fraktur dasar engkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.
3. Laserasi atau kontusia otak di tunjukkan oleh cairan spinal berdarah
Kondisi cedera kepala yang dapat terjadi antara lain :
1. Komosio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat
(pingsan<10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala.
2. Kontusio serebri
Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (Pingsan > 10 menit) atau terdapat
lesi neurologis yang jelas. kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di
lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian
otak. kntusio serebry dalam waktu beberapa jam atau hari dapat berubah menjadi
perdaraha intraserebral yagn membutuhkan tindaka operasi.
3. Laserasi Serebri
Kerusakan otak yang disertai durameter serta fraktur terbuk pada kranium
4. Epidural Hematom (EDH)
Hematom antara durameter dan tulang, biasaya sumber perdarahannya adalah
robeknya arteri meningea media. Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan
ketidak samaan neurologis sisi kiri dan kanan (hemiparase/plegi, pupil anisokor,
Reflex patologis satu sisi)
5. Subdural Hematom (SDH)
Hematom dibawah lapisan durameter dengan sumber perdarahan dapat berasal dari
bridging vein, a/v cortical, sinus venous. Subdural hematom adalah terkumpulnya
darah antara durameter dan jaringan otak, dapa terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah Vena, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat
terjadi antara 48 jam, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala gejalanya adalah nyer
kepala, bingung, mengantuk, berpikir lambat, kejang dan udem pupil dan secara
klinis di tandai dengan penurunan kesadaran.
6. Subarachnoid Hematom (SAH)
Merupakan pendarahan lokal di daerah subarachnoid. Gejala klinisnya menyyerupai
kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT Scan di dapatkan lesi hiperdens yang
mengikuti arah girus-girus serebri di daerah yang berdekatan dengan hematom.
7. Intracerebral Hematom (ICH)
Perdarahan intracerbral adalah pedarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Pada pemeriksaan CT
scan didapatkan lesi perdarahan di antara neuron otak yang relatif normal. Indikasi
dilakukan operasi adanya hiperdens, diameter > 3 cm, adanya pergeseran garis
tengah.
8. Fraktur Basis Kranii (Misulis KE, Head TC)
Fraktur dari dasar tengkorak biasanya melibatkan tulang temporal, oksipital,
sphenoid dan etmoid. Terbagi menjadi Fraktur basis kranii anterior dan posterior.
Padafraktur anterior melibatkan tulang etmooid dan sphenoid, sedangkan pada
fraktur posterior melibatkan tulang temporal, oksipital dan beberapa bagian tulang
sphenoid.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Polos tengkorak (skull X-ray)
2. Angiografi serebral
3. Pemeriksaan MRI
4. CT scan
F. Penatalaksanaan
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi
tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak
dalam satu kalimat.
Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi
saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari
mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

1. CKR (Cidera Kepala Ringan)


 Definisi : Penderita sadar & berorientasi (GCS 14 – 15 ) CKR 80% UGD,
Sadar, Amnesia, Pingsan sesaat pulih sempurna, Gejala sisa ringan.
 Anamnesa : Nama, Umur, Jenis kelamin, Ras, Pekerjaan, Mekanisme dan waktu
cedera. Sadar atau tidak sadar, Tingkat kewaspadaan,amnesia Antegrad /
Retrograd, Sakit kepala.
 Pemeriksaan umum : Tensi, Nadi, Respirasi, Luka-luka tempat lain.
 Pemeriksaan mini neurologik : GCS, Pupil, Reaksi cahaya, Motorik.
 Foto polos kepala : Jejas kepala
 CT-Scan kepala : Atas indikasi
 Indikasi rawat : Pingsan > 15 : PTA > Jam, Pada OBS. Penurunan kesadaran, SK
>>, Fraktur, Otorhoe / Rinorhoe, Cedera penyerta, CT-Scan ABN, Tidak ada
keluarga, Intoksikasi alkohol / Obat-obatan.
 Indikasi pulang : Tidak memenuhi kriteria rawat, Kontrol setelah satu minggu.
Pesan untuk penderita / keluarga :
 Segera kembali ke Rumah Sakit bila dijumpai hal-hal sbb : Tidur / sulit
dibangunkan tiap 2 jam, mual dan muntah >>, SK >>, Kejang kelemahan tungkai
& lengan, Bingung / Perubahan tingkah laku, Pupil anisokor, Nadi naik / turun.

2. CKS (Cidera Kepala Sedang)


 Definisi :Penurunan kesadaran, Masih mampu mengikuti perintah sederhana (
GCS 9 – 13 ).
 Pemeriksaan awal : Sama dengan CKR + Pem. Darah sederhana. Pem.CT-Scan
kepala, Rawat untuk observasi.
 Setelah rawat : Pem. Tanda vital & Pem.Neurologik periodik, Pem. CT-Scan
kepala ulang bila ada pemburukan.
 Bila membaik: Pulang, Kontrol poli setelah 1 minggu
 Bila memburuk : CT-Scan kepala ulang = CKB.
3. CKB (Cidera Kepala Berat)
 Definisi :
Penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana OK. Kesadaran menurun (
GCS 3 – 8 )
 Penatalaksanaan : ABC (AirWay, Breathing, Circulation).
 Cedera otak sekunder. 100 Penderita CKB, Hipoksemia ( PAO2 < 65mm HG ) 30
%, Hipotensi ( Sistolik < 95mm HG ) 13 % Anemia ( HT < 30 % ) 12 %.
 Hipotensi mati 2 X, Hipotensi + Hipoksia mati 75 %
 Pemeriksaan mini neurologik, Pemeriksaan CT-Scan kepala.
 Kepala lebih tinggi 10 - 30 derajat ( Head Up )
 Intubasi, Pasang infus RL /NaCl 0,9 %, Pasang catheter
 Obat – obatan : Manitol 20 % : 1 – 2 mg/ Kg.BB, 3 X Pemberian, Tetesan cepat :
TD SIST, > 100 mmHg. Anti konvulsan, Hiperventilasi, pada kasus TTIK
untuk mengeluarkan CO2.
DAFTAR PUSTAKA
Nanda NIC-NOC Edisi 2016
http://ridhahyori19.blogspot.co.id/2014/02/makalah-tindakan-kedaruratan-
cedera.html
http://aprinosiiswahyudiputra.blogspot.co.id/2014/04/contoh-kasus-cedera-kepala-
berat.html

Anda mungkin juga menyukai