Anda di halaman 1dari 73

A.

Perbedaan pengaruh kecepatan angin pendingin koil pengapian dan variasi


putaran mesin terhadap konsumsi
B. bahan bakar pada mesin suzuki
C. carry 1000 cc
Oleh :

Budi Susilo

K.2598025

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu faktor yang mempengaruhi kesempurnaan pembakaran agar bahan


bakar menjadi lebih irit adalah sistem pengapian. Sistem pengapian harus dapat
menghasilkan api pada saat yang tepat dan dengankualitas api yang bagus untuk
membakar campuran bahan bakar dan udara
Berkaitan dengan nyala api, ada satu permasalahn yang perlu diperhatikan
yaitu pada saat mesin beroperasi cukup lam koil pengapian akan meaningkat
temperaturnya. Hal ini disebabkan adanya pereubahan energi listrik menjadi energi
panas didalam koil yang dialiri arus listrik. Panas ini akan mengakibatkan nilai
tahanana koil meningkat, maka arus yang melewati lilitan primer akan menurun.
Penurunan arus ini menyebabkan kuat medan magnet pada lilitan primer menurun
sehingga tegangan induksi yang dihasilkan oleh kumparan sekunder juga menurun.
Untuk itu agar nyala api yang bagus dapat dipenuhi maka koil pengapian harus
didinginkan.
Pendinginan pada koil dilakukan dengan mengalirkan udara pada dinding luar
koil. Aliran udara dengan kecepatan tinggi akan membantu proses perpindahan panas
dari dinding luar koil menuju udara bebas. Semakin tinggi kecepatan udara , maka
semakin besar pula panas yang dibebaskan dari dinding koil.
Selain faktor-faktor di atas faktor lain yang uga dapat mempengaruhi
konsumsi bahan bakar adalah putarn mesin. BPM Arends dan H Berenshot ( 1980 :
28) menjelaskan bahwa “... untuk mencapai bahan bakarspesifik yang terendah hanya
bila motor berputar dengan putaran tertentu dengan pembebanan tertentu. Pada
putaran stasioner konsumsi bahan bakar cukup tinggi, semakin ditambah putaran
mesin konsumsi bahan bakar semakin hemat. Setelah kondisi ini putaran ditambah
lagi maka konsumsi bahan bakar akan meningkat lagi.
Dari uaian di atasa perlu dilakukan penelitian untuk menguji hal-hal secara
nyata hal-hal yang telah dikemukakan. Adapun judul penelitian yang diambil adalah
“PENGARUH PERBEDAAN KECEPATAN ANGIN ALAT PENDINGIN KOIL
PENGAPIAN DAN VARIASI PUTARAN MESIN TERHADAP KONSUMSI
BAHAN BAKAR PADA MESIN SUZUKI CARRY 1000 CC”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi bahan
bakar adalaah :
1. Pemasangan kipaas udara sebelum intake manifold
2. Pemasangan kipas udara sebelum karburator
3. Pemasangan turbo charger atau super charger
4. Pemasangan intercooler
5. Kompresi mesin
6. Sistem pengapian
7. Kerapatan udara
8. Kecepatan angin alat pendingin koil pengapian
9. Putaran mesin
C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan ini tidak menyimpang dari permasalahan yangditeliti,
maka peneliti membatasi permasalahan pada kecepatan angin alat pendingin koil
pengapain dan putaran mesinyang dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian
terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc ?
2. Adakah perbedaan pengaruh putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada
mesin Suzuki Carry 1000 cc ?
3. Adakah interaksi pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dan
putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan darai penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh


kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dan variasi putaran mesin terhadap
konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan akan mempunyai manfaat antar lain :
1. Manfaat Praktis
a. Memperoleh secara langsung mengenai kelemahan dan kelebihan alat pendingin
koil pengapian.
b. Menemukan cara pnghematan bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc
2. Manfaat Teoritis
a. Menerapkan ilmu yang didapat di bangku kuliah untuk diaplikasikan dalam
penelitian
b. Sebagai gahan wacana dan acuan bagi penelitian sejenis

BAB II

LANDASAN TEORI

G. Tinjauan Pustaka

1. Koil Pengapian

Koil pengapian adalah salah satu komponen utama dalam sistem pengapian.
Koil pengapian tidak dapat bekerja sendiri dalam menjalankan tugasnya. Walaupun
demikian kerja koil sangat menentukan kualitas hasil sistem pengapian, sebagaimana
dijelaskan oleh Boentarto (2002 :51) “koil merupakan komponen pengapian yang
menentukan baik atau tidaknya pembakaran. Dan pembakaran menentukan boros
tidaknya konsumsi bahan bakar”.
Walaupun semua komponen sistem pengapian bekerja dengan baik, tetapi jika
koil pengapian tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka pembakaran didalam
silinder tidak dapat berjalan sempurna. Sebaliknya apabila kerja komponen yang baik
didukung oleh kerja koil yang baik akan mendukung proses pembakaran sempurna.

a. Fungsi Koil Pengapian


Koil pengapian sebenarnya hanya mempunyai satu fungsi namun fungsi yang
sangat penting. Koil adalah komponen sistem pengapian yang berfungsi sebagi
transformator “yang berfungsi untuk menaikkan tegangan listrik dari baterai menjadi
tegangan yang cukup tinggi ....” (Wardan Suyanto, 1989 : 269). Tegangan yang
dimiliki baterai adalah 12 volt dan tegangan ini tidak mampu melewati celah
elektroda busi, sehingga tidak akan terjadi percikan bunga api di dalam silinder yang
mempunyai tekanan cukup tinggi.
Tegangan yang dihasilkan oleh koil pengapian untuk melewati celah elektroda
busi sangat tinggi. Wardan Suyanto (1989 : 98) menjelaskan “untuk menghasilkan
tegangan tinggi, maka digunakanlah koil yang dapat menghasilkan tegangan listrik
sampai sekitar 20 KV sampai 45 KV”. Sedangkan BM Surbhakty dan R Suhardjo
(1978 : 78) yang menyebut tegangan tinggi dengan GGL (gaya gerak listrik)
menyatakan bahwa gaya gerak listrik yang tinggi itu (mencapai 10.000 volt
sampai20.000 volt) ....”. Toyota Astra Motor (TAM) (7-2) menjelaskan fungsi koil
bahwa “... ignition koil berfungsi untuk memperbesar tegangan dari 12 volt menjadi
15.000 sampai 20.000 volt”.
Dari ketiga sumber diatas dapat kita ketahui ada perbedaan mengenai berapa
tegangan tinggi yang dapat dihasilkan oleh koil. Kemudian terdapat perbedaan
dimensi dari koil yang mereka jadikan obyek dalam menerangkan tegangan tinggi
dari suatu koil. Namun dapat diambil suatu titik temu bahwa besarnya tegangan
tinggi itu lebih dari 10.000 volt.

b. Konstruksi Koil Pengapian

Sebuah koil terdiri dari dua kumparan atau lilitan yaitu lilitan
primer dan sekunder, yang mempunyai inti lilitan dari besi, inti
besi atau core terbuat dari baja silikon tipis yang digulung ketat.
Lilitan sekunder terbuat dari kawat tembaga dengan diameter kecil
(0,05 – 0,1 mm) digulung pada inti besi. Sedangkan lilitan primer
terbuat dari kawat tembaga dengan diameter relatif lebih besar (0,5
– 1 mm) digulung mengelilingi lilitan sekunder. Lilitan primer
mempunyai jumlah lilitan antara 150 - 300 lilitan sedangkan lilitan
sekunder 150.000 – 300.000 lilitan. Walaupun lilitan keduanya
berbeda akan tetapi “biasanya kedua kumparan itu mempunyai
perbandingan 1:100 (primer : sekunder) “ (Yayat Supriyatna dan
Sumarsono, 1998:56).
Koil mempunyai tiga terminal yaitu terminal positif (terminal 15), terminal
negatif (terminal 1) dan terminal tegangan tinggi (terminal 4). Terminal-terminal
tersebut adalah ujung-ujung dari kedua lilitan yang dimiliki koil. Salah satu dari liitan
primer dihubungakan denga terminal positif dan ujung yang lain dihubungakan
dengan terminal negatif. Sedangakan lilitan sekunder salah satu ujungnya
dihubungkan dengan terminal positif dan ujung yang lain dihubungakn dengan
terminal tegangan tinggi melalui sebuah pegas. Kedua lilitan digulung pada arah yang
sama.
Untuk mencegah terjadinya hubungan singkat antara lapisan yang berdekatan
maka lapisan yang satu dengan yang lain disekat dengan kertas yang mempunyai
tahanan sekat tinggi. Seluruh ruangan kosong di dalam tabung koil diisi dengan
minyak atau campuran penyekat untuk menambah daya tahan terhadap panas yang
dapat mengurangi kinerja dari koil pengapian itu sendiri.
Gambar 1. Kontruksi Koil Pengapian
(Yayat Supriatna dan Sumarsono, 1998:57)
keterangan:
1. Terminal tegangan tinggi.
2. Isolasi pemisah kumparan.
3. Isolasi penutup.
4. Penghubung tegangan tinggi
melalui kontak.
5. Rumah atau Body.
6. Pengikat.

7. Plate jacket (magnetic).


8. Kumparan primer
9. Kumparan sekunder.
10. Sealing Compound.
11. Insulator.
12. Inti besi.
2. Alat Pendingin Koil Pengapian

a. Konstruksi Alat Pendingin Koil Pengapian


Sebuah tabung/silinder yang terbuat dari bahan plastik yang kedua ujungnya
terbuka. Tabung ini berfungsi untuk mengarahkan aliran udara agar sejajar dengan
sisi memanjang koil pengapian. Hal ini dimaksudkan agar aliran udara hanya
melewati dinding koil saja. Disamping itu dengan adanya tabung untuk mencegah
adanya aliran udara yang dapat melemahkan atau memperlambat aliran udara yang
berasal dari alat pendingin koil.
Pada ujung yang satu dipasang klem untuk menjepit badan koil. Klem diikat
pada rangka dengan sambungan mur dan baut. Pada klem ini juga ada mur pengatur
yang berfungsi untuk mengatur posisi klem agar bisa bergeser menjauhi dan
mendekati terhadap dinding tabung agar posisi koil pengapian dapat berada
ditengah-tengah tabung.
Sedangkan ujung tabung yang lain dipasang dudukan kipas. Pada dudukan
kipas dibuat alur tempat baut pengikat agar bisa dipasang kipas dengan ukuran
diameter yang berbeda-beda. Dudukan kipas di ikat pada rangka dengan sambungan
las.
Salah satu sisi rangka dipasang sebuah batang berbentuk siku untuk
memasangkan alat pendingin pada bodi mesin atau bodi mobil. Batang tadi di ikat
dengan sambungan las dan dibuat lubang untuk baut pengikat. Bagian-bagian utama
dari alat pendingin koil adalah :
1. Tabung 4. Dudukan kipas udara
2. Rangka 5. Mur penyetel klem penjepit
3. Klem penjepit 6. Sambungan alat ke bodi mesin

Untuk lebih jelasnya, konstruksi alat pendingin koil pengapian dapat dilihat
pada Gambar 2 berikut ini.
GAMBAR 2. PENAMPANG ALAT PENDINGIN KOIL PENGAPIAN

b. Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Pengapian


Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa semakin besar kecepatan
angin alat pendingin koil pengapian, maka semakin besar perpindahana panas dari
koil pengapian menuju ke udara bebas.
Kecepatan angin pada alat pendingin koil pengapian ditimbulkan oleh sebuah
kipas udara yang dipasang pada alat pendingin tersebut. Kipas udara digerakkan oleh
motor dengan arus DC yang mengambil arus dari bateraimelalui terminal IG kunci
kontak. Adapun data dari kipas udara serta kecepatan angin yang ditimbulkan adalah
sebagai berikut :
a. Kipas udara pada alat pendingin I
Diameter sudu luar kipas : 60 mm
Diameter sudu dalam kipas : 30 mm
Sumber arus : DC (12 volt - 0,20 A)
Kecepatan angin : 0,8 m/det
b. Kipas udara pada alat pendingin II
Diameter sudu luar kipas : 80 mm
Diameter sudu dalam kipas : 30 mm
Sumber arus : DC (12 volt - 0,20 A)
Kecepatan angin : 1,5 m/det
c. Kipas udara pada alat pendingin III
Diameter sudu luar kipas : 95 mm
Diameter sudu dalam kipas : 30 mm
Sumber arus : DC (12 volt - 0,20 A)
Kecepatan angin : 2,2 m/det

c. Pendinginan Koil Pengapian


Koil pengapian pada mobil akan menjadi panas setelah bekerja beberapa saat.
PT. Indomobil Suzuki Internasional ( GDI-7) menjelaskan tentang pengukuran
tahanan koil pada temperatur kerja bahwa “Pengukuran dilaksanakan pada
temperatur panas kira-kira 80o C (176o F), karena kita bermaksud mengukur
kemampuannya pada pada temperatur kerja normal... .” Apabila koil bekerja terlalu
lama, maka temperatur koil bisa mencapai lebih dari 80o C. Hal ini akan berakibat
menurunnya kemampuan koil bahkan akibat paling fatal adalah koil bisa terbakar.
Panas yang timbul pada koil akibat adanya perubahan energi listrik menjadi
energi panas yang dilakukan oleh tahanan yang ada pada lilitan koil pengapian.
Lilitan koil adalah penghantar dan setiap penghantar pada hakekatnya adalah
tahanan. Penghantar adalah suatu materi atau zat yang terdiri dari atom-atom dan
molekul-molekul. Atom-atom dan molekul-molekul ini aka menyusun diri menjadi
miliaransistem pengambilan ruang bangun kotak persegi. Selanjutnya sistem
pengambilan ruang bangun kotak persegi ini akan membentuk untaian ortogonal
sehingga menjadi kristal-kristal dalam berbagai bentuk seperti kubus, belah ketupat,
persegi panjang,segi enam dan sebagainya. Namun demikian masih ada ruang bebas
dalam sistem pengambilan ruang tersebut dan ruang bebas inilah yang dialiri elektron
bebas saat terjadinya aliran arus listrik.
Panas yang terjadi pada suatu tahanan karena adanya benturan antara elektron
bebas dengan atom-atom dan molekul-molekul dalam sistem pengambilan ruang.
HM Rusli Harahap (1996 : 320) menjelaskan

Benturan yang timbul antara kawanan elektron yang melaju cepat


dalam kuat medan listrik (dalam arah berlawanan adalah aliran arus listrik)
terhadap atom-atom dan molekul-molekul dari sistem pengambilan ruang
bahan penghantar yang diam, menyebabkan atom-atom dan molekul-molekul
terguncang dari tempatnya sehingga menimbulkan getaran. Semakin banyak
kawanan elektron yang berpindah, semakin besar arus yang mengalir dan
semakin giat pula atom-atom dan molekul-molekul dalam untaian sistem
pengambilan ruang benda bergetar sehingga suhu yang ditimbulkannya pada
penghantar semakin tinggi.
Uraian diatas dapat di ilustrasikan melalui gambar tentang aliran elektron
diantara atom dan molekul berikut ini.
Gambar 3. Aliran Elektron Dalam Suatu Penghantar
(HM Rusli Harahap, 1996 :319)
Panas yang ditimbulkan oleh lilitan koil akan merembet ke bagian-bagian lain
dari koil dan akhirnya sampai pada dinding luar koil. Dari dinding luar koil inilah
energi panas dilepas ke udara bebas. Pada koil sebenarnya sudah ada pendingin
namun tetap saja koil mencapai temperatur yang tinggi saat bekerja. Oleh karena itu
perlu adanya pendinginan dari luar koil. Pendinginan ini dilakukan pada dinding koil
dengan maksud jika dinding koil didinginkan, maka pelepasan energi panas didalam
koil akan lebih cepat.

Prinsip pendinginan disini adalah mepercepat perpindahan energi panas dari


dinding koil ke udara bebas. Hal ini dilakukan dengan konveksi paksa yaitu
menimbulkan aliran udara disekitar dinding luar koil dengan kipas udara.

Besarnya perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan


dengan fluida (dalam hal ini udara)dapat dihitung dengan rumus berikut ini :

qc = hc . A. ∆T

dimana : qc = laju perpindahan panas dengancara konveksi (Btu/h)

hc = koefisien perpindahan panas konveksi (Btu/h.ft2.F)

A = luas permukaan (ft2)


∆T = beda antar suhu permukaan Ts dan suhu fluida To dilokasi yang
ditentukan.

Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa laju perpindahan panas dipengaruhi
oleh koefisien perpindahan panas. Harga koefisien perpindahan panas sangat sulit
ditentukan (tergantung kondisi), bahkan harus dilakukan eksperimen untuk setiap
kondisi yang berbeda. Namun yang perlu ditekankan disini bahwa “... harga angka hc
dalam sebuah sistem tergantung pada geometri permukaannya dan kecepatannya
maupun pada sifat-sifat fisik fluidanya dan acap kali bahkan pada beda suhu ∆T”.
(Frank Kreith, 1986 : 13)

Kecepatan aliran udara (kecepatan angin) sangat mempengaruhi koefisien


perpindahan panas. Semakin besar kecepatan angin, maka semakin besar pula harga
koefisien perpindahan panas. Oleh karena itu untuk melakukan pendinginan pada
koil pengapian dapat dilakukan dengan cara mengalirkan udara pada dinding luar
koil pengapian agar perpibdahan panas dari permukaan dinding koil pengapian ke
udara bebas dapat berlangsung dengan lancar dan cepat.

d. Pengaruh Pendinginan Koil Pengapian Terhadap Pembentukan Tegangan Tinggi


Tegangan tinggi yang dikeluarkan oleh koil pengapian untuk diubah menjadi
percikan bunga api pada busi adalah tegangan yang dihasilkan oleh lilitan sekunder.
Tegangan lilitan sekunder merupakan hasil penaikan tegangan dari lilitan primer
yang tidak cukup untuk menimbulkan percikan bunga api pada busi. Oleh karena itu
besarnya tegangan sekunder sangat tergantung oleh tegangan yang dihasilkan lilitan
primer. Disamping itu tegangan sekunder juga tergantung oleh perbandingan jumlah
lilitan sekunder dan jumlah lilitan primer. Semakin besar perbandingan keduanya,
maka semakin besar pula tegangan sekunder yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan
rumus dibawah ini :
Ep Es
=
Np Ns
Dimana : Ep = tegangan induksi pada lilitan primer
Es = tegangan induksi pada lilitan sekunder
Np= jumlah lilitan primer
Ns= jumlah lilitan sekunder
(TAM :7-5)
Sedangkan besarnya tegangan induksi pada lilitan primer dapat dicari dengan rumus :
di
E=L
dt
Dimana : E = GGL induksi / tegangan induksi lilitan primer (volt)
di = besarnya penurunan arus (amper)
dt = waktu yang dibutuhkan dalam penurunan arus (detik)
L = induktansi diri (henry)
(Kamajaya, 1996 :121)
Sedangkan untuk mencari induktansi diri dengan rumus :

L=
I
Dimana : N = jumlah lilitan
Φ = flux magnet (weber)
I = kuat arus (amper)
(Kamajaya, 1996 :121)
Flux magnet dapat dicari dengan rumus :
Φ = B.A
N
B = µo .I
l
Dimana : B = induksi magnet (weber/meter)
A = luas penampang kumparan (meter2)
µo= 4π. 10-7 weber/amper meter
l = panjang kawat (meter)
(Kamajaya , 1996 :120)
Untuk menggambarkan terjadinya induksi yang terjadi pada lilitan primer dan
lilitan sekunder, perhatikan gambar berikut ini.
Gambar 4. Induksi Bersama (TAM : 7-2)

Dari beberapa rumus diatas dapat diketahui bahwa tegangan induksi lilitan
primer sangat dipengaruhi oleh kemagnetan yang terjadi pada lilitan primer. Pada
suatu koil pengapian perbandingan antara jumlah lilitan sekunder dengan lilitan
primer adalah tetap. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi
besarnya tegangan tinggi pada suatu koil pengapian adalah besarnya kekuatan
magnet yang terjadi pada lilitan primer.
Besarnya kekuatan magnet pada lilitan primer dipengaruhi oleh beberapa hal
sebagaimana dijelaskan oleh TAM (7-2) berikut : “Kekuatan magnetnya tergantung
dari : banyaknya lilitan, harga tahanan dari lilitan dan lamanya titik kontak
menutup”.
Kekuatan magnet listrik dapat dinyatakan dalam suatu perkalian antara
jumlah lilitan dengan besarnya arus yang mengalir dalam pada lilitan tersebut.
Apabila lilitan banyak, maka kekuatan magnet listrik yang timbul juga besar begitu
juga sebaliknya jika jumlah lilitan sedikit maka kekuatan magnet listriknya juga
kecil.
Di samping jumlah lilitan, besarnya tahanan pada lilitan juga mempengaruhi
kekuatan magnet listrik. Harga tahanan yang besar akan mengakibatkan arus yang
mengalir pada lilitan primer berkurang, sehingga kekuatan medan magnet yang
terbentuk akan berkurang. Besarnya harga tahanan pada lilitan primer dipengaruhi
beberapa hal yaitu : panjang kawat lilitan, luas penampang kawat lilitan dan harga
tahanan jenis bahan kawat lilitan sehingga dapat dirumuskan
l
R=ρ
q
Dimana : R = tahanan ( ohm )
ρ = tahanan jenis ( ohm. meter )
l = panjang penghantar ( meter )
q = luas penampang penghantar ( meter2 )
Disamping dipengaruhi oleh ketiga faktor diatas, besarnya harga tahanan
kawat lilitan juga dipengaruhi oleh temperatur dari kawat lilitan tersebut. Sebagian
besar bahan akan meningkat harga tahanan jika temperaturnya meningkat, begitu
juga dengan kawat lilitan primer akan semakin besar harga tahanan jika
temperaturnya meningkat sebagaimana rumus berikut ini.
Rθ2 = Rθ1 [ 1+ε (θ2-θ1)] ohm.
Dimana : Rθ2 = tahanan pada suhu akhir ( ohm ).
Rθ1 = tahanan pada suhu awal ( ohm ).
θ2 = suhu akhir penghantar ( 0C )
θ1 = suhu awal penghantar ( 0C )
ε = koefisien panas jenis ( /0C )
Pengertian tentang kemagnetan dan kelistrikan diatas dapat diterapkan pada
koil pengapian. Pada saat temperatur koil meningkat, maka tahanan pada lilitan
primer meningkat juga meningkat. Arus yang mengalir pada lillitan primer menurun.
Hal ini mengakibatkan pembentukan magnet (kekuatan magnet) menurun, akibatnya
tegangan induksi lilitan primer menurun. Jika tegangan induksi lilitan primer
menurun sementara perbandingan jumlah lilitan sekunder dan jumlah lilitan primer
tetap, maka tegangan induksi yang dihasilkan oleh lilitan sekunder juga menurun.
Jika ingin mempertahankan besarnya tegangan tinggi yang dihasilkan oleh lilitan
sekunder, maka koil pengapian harus didinginkan. Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa pendinginan koil pengapian dapat mempengaruhi besar kecilnya
tegangan tinggi yang dihasilkan koil pengapian.
e. Pengaruh Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Pengapian Terhadap Konsumsi
Bahan Bakar
Kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dapat mempengaruhi
efektifitas pendinginan pada koil pengapian. Pendinginan koil pengapian
mempengaruhi tegangan induksi tinggi yang dihasilkan oleh koil pengapian.
Tegangan induksi yang tinggi akan menghasilkan bunga api dengan kualitas bagus
dan bunga api yang bagus akan membantu sempurnanya pembakaran didalam
silinder. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Boentarto (2002 : 48) “Kualitas api
busi harus baik agar pembakaran gas sempurna”. Boentarto (48) melanjutkan bahwa
api yang baik adalah “Api busi yang berwarna biru”. Api yang berwarna biru dapat
diperoleh apabila eleketroda busi bersih, celahnya berukuran standar dan tegangan
listriknya cukup tinggi.
Agar dapat terjadi percikan bunga api, maka tegangan induksi harus lebih
besar daripada tegangan pembakaran. Tegangan pembakaran adalah tegangan yang
dibutuhkan untuk memulai pembakaran. Apabila tegangan induksi lebih kecil dari
tegangan pembakaran, maka percikan bunga api tidak akan terjadi. Sebaliknya jika
tegangan induksi lebih besar, maka akan dapat terjadi percikan bunga api dan
kelebihan tegangan akan tetap bermanfaat.
Daryanto (2001 : 8) menjelaskan bahwa “Jika tingkat voltage tertentu dicapai
maka pada celah elektroda, busi tiba-tiba terjadi konduktif dan bunga api akan dapat
terloncat. Tegangan yang terjadi disebut tegangan pembakaran”. Sebagaimana
diketahui bahwa sebelum terjadi percikan bunga api, celah elektroda busi tidak
bersifat konduktif (tidak dapat menghantarkan arus). Setelah tegangan induksi cukup
untuk melewati celah busi dan tahanan-tahanan lain (kabel busi, celah rotor
distributor dan lain-lain), maka celah busi bersifat sebagai konduktor. Hal ini akan
terjadi selama tegangan yang tersedia cukup untuk memenuhi tegangan pembakaran.
Daryanto (2002 :8) menjelaskan bahwa “Setelah energi yang tersedia dari peralatan
penyimpanan menurun sampai ke batas minimum tertentu maka percikan bunga api
tidak dapat lebih lam diperpanjang dan akan berhenti”, pada saat ini celah busi tidak
bersifat konduktif. Lamanya percikan bunga api sekitar 1,4 milidetik.
Yang dimaksud dengan energi yang tersedia dari peralatan penyimpan adalah
tegangan induksi yang dihasilkan oleh koil pengapain, sebagaimana dijelaskan oleh
Daryanto (2002 : 3) bahwa “Penyimpanan energi pada medan magnet didasarkan
pada proses induksi sebagai akibat pengapian koil sebagai alat penyimpan induksi”.
Dengan kata lain bahwa koil pengapian juga sebagai sumber arus listrik karena
tegangan induksi pada sistem pengapian dihasilkan oleh koil pengapian
Percikan bunga api yang bagus akan mempengaruhi pembakaran. Percikan
bunga api merupakan awal dari proses pembakaran dan awal proses pembakaran
sangat mempengaruhi tahap pembakaran berikutnya. Pembakaran sempurna bukan
hanya dipengaruhi oleh percikan bunga api busi tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain yang secara umum dapat diringkas menjadi 3 yaitu pengapian (termasuk
didalamnya kualitas percikan bunga api), kondisi campuran gas dan tekanan
kompresi.
Kondisi campuran harus bagus yaitu perbandingan campuran yang tepat,
kerapatan campuran yang cukup tinggi, homogenitas campuran yang tinggi serta
temperatur yang tepat. Disamping itu gerakan gas harus mempuat turbulensi agar
perambatan api saat pembakaran lebih lancar. Tekanan kompresi tidak terlalu tinggi
karena dapat menimbulkan detonasi tetapi juga tidak terlalu rendah karena tekanan
akhir pembakaran akan rendah. Sedangkan pengapian harus tepat dan dengan bunga
api yang besar atau berwarna biru.
Pembakaran yang sempurna akan lebih menghemat bahan bakar karena
dengan pembakaran sempurna tenaga yang dihasilkan dapat maksimal. Disamping
itu dengan pembakaran sempurna tidak banyak bahan bakar yang terbuang percuma
karena hampir semua bahan bakar dapat dibakar didalam silinder.
Dari uraian diatas dapat diringkas bahwa kecepatan angin alat pendingin koil
pengapian mempengaruhi efektifitas pendinginan. Pendinginan yang efektif pada
koil pengapian mempengaruhi tegangan induksi tinggi dan tegangan induksi tinggi
mempengaruhi percikan api busi. Percikan api busi mempengaruhi pembakaran dan
pembakaran mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dapat mempengaruhi
konsumsi bahan bakar.

3. Variasi Putaran Mesin


Putaran mesin adalah tenaga yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar di
ruang bakar. Bentuk dari tenaga tersebut adalah putaran yang terjadi pada poros
engkol. Kecepatan mesin yang dimaksud adalah kecepatan torak atau kecepatan
putar dan dinyatakan dalam satuan rotation per minute (rpm).
Kecepatan putaran mesin mempengaruhi daya spesifik yang dihasilkan karena
mempertinggi frekuensi putarannya berarti lebih banyak langkah yang terjadi pada
waktu yang sama. Dalam aplikasinya, putaran mesin dibedakan menjadi :

a. Putaran Stasioner/ Idle


“... lalu stel kembali putaran stasoiner pada 800 rpm ....” (Indomobil Suzuki
Internasional : 11-7). Penyetelan putaran stasioner mempengaruhi kenyamanan
pengendaraan. Jika putaran stasioner terlalu mobil cenderung melompat saat kopling
dibebaskan setelah start. Tetapi jika putaran stasioner terlalu rendah kopling
cenderung mati jika dibebaskan setelah start.

b. Putaran Rendah
“… putaran rendah dibawah 1000 rpm.” (Toyota Astra Motor, 1996 : 27 ).
Putaran rendah adalah ketika mobil beroperasi diatas putaran stasionernya dan
dibawah 1000 rpm. Pada putaran rendah ini, mesin tidak bekerja secara optimal.

c. Putaran Menengah
“…mesin diset pada 1000 rpm atau putaran tengah…”(Toyota Astra Motor,
1995 : 58). Putaran menengah adalah putaran yang terjadi antara 1000 rpm sampai
dengan 3000 rpm. Pada saat ini, mesin bekerja dengan optimal, namun masih dalam
batas yang kondusif bagi karakteristik mesin.
d. Putaran Tinggi
“…pada saat putaran tinggi/ 3000 rpm keatas, bodi terasa…….”(Toyota Astra
Motor, 1995 : 97). Putaran tinggi adalah ketika di atas 3000 rpm.. Pada saat ini,
mesin bekerja pada tingkat yang optimal dari mesin, sampai pada batas putaran yang
dapat dicapai oleh sebuah mesin.

e. Pengaruh Putaran Terhadap Konsumsi Bahan Bakar


Puatran mesin dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Pada saat
putaran rendah tekanan vakum di dalam silinder besar. Hal ini akan menyebabkan
penghisapan gas ke dalam silinder bagus sehingga efisiensi pengisian dapat
maksimal. Namun kelancaran gas atau campuran bahan bakar kurang baik (karena
katup gas tertutup). Hal ini dapat menyebabkan efisiensi pengisian berkurang.
Sebaliknya pada saat putaran tinggi tekanan vakum di dalam silinder rendah, tetapi
kelancaran gas masuk baik. Demikianlah bertambah dan berkurangnya tekanan
vakum dan tingkat kelancaran gas masuk kedalam silinder. Pada putaran tertentu
akan didapat kondisi yang sangat bagus dimana efisiensi pengisian pada tingkat yang
tinggi.
Efisiensi pengisian dapat mempengaruhi efisien total dari mesin. Jika
efisiensi pengisiab tinggi maka efisiensi total mesin juga tinggi, begitu pula
sebaliknya. Jika efisiensi mesintinggi berarti kerja mesin sangat efektif. Mesin yang
mempunyai efisiensi tinggi akan lebih menghemat bahan bakar.Sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa putaran mesin dapat mempengaruhi konsumsi bahan
bakar.
Adapun putaran mesin yang digunakan dalam penelitian ini adalah 800 rpm,
1500 rpm, 2200 rpm dan 3000 rpm. Pada kenyataanya putaran mesin tidak akan bisa
dipertahankan pada putaran-putaran tersebut. Putaran mesin akan selalu berfluktuasi,
namun selama fluktuasinya tidak terlalu besar (masih dalam batas toleransi), maka
dapat dikatakan putaran tersebut tetap. Adapun toleransinya sebesar ± 50 rpm.
Toleransi sebesar ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Toyota Astra Motor (2-
21) yang menjelaskan putaran idle mesin Toyota Kijang seri - K bahwa “Putaran idle
: 750 ± 50 rpm”. Jadi walaupun putaran mesin idle berfluktasi disekitar 750 rpm,
namun bisa diasumsikan bahwa putaran mesin idle untuk Toyota Kijang seri-K
adalah 750 rpm (demikian juga asumsi untuk putaran 1500, 2200 dan 3000 rpm)

4. Konsumsi Bahan Bakar

Konsumsi bahan bakar adalah banyaknya bahan bakar yang dipakai selama
proses pembakaran berlangsung. Secara umum, faktor yang mempengaruhi konsumsi
bahan bakar adalah kecepatan. Pada kecepatan yang semakin meningkat maka
pemakaian bensin makin tidak menguntungkan (semakin banyak bahan bakar yang
dikonsumsi) (BPM. Arends & H. Berenschot 1980 : 27)
Ada dua cara untuk menunjukkan pemakaian bahan bakar diantaranya adalah
dengan cara memberitahukan bahwa sebuah mobil memakai bensin 1 dm3 untuk 12
km (BPM. Arends & H. Berenschot. 1980 : 28)

12
dm3 tiap kilometer

11
10
9
8
7
6
5
0 20 40 60 80 100 120
km/h

Gambar 9. Grafik Kecepatan dan Konsumsi Bahan Bakar (BPM. Arends & H.
Barenschot. 1980 : 27)

Cara lain adalah dengan pemberitahuan berapa banyak penggunaan bensin


dalam dm3 untuk jarak sejauh 100 km. Untuk mobil dengan pemakaian 1 dm3 untuk
12 km dapat ditulis pemakaiannya adalah 100/12 x 1 dm3 = 8,5 dm3 tiap 100 km.
Rumus yang mudah untuk menentukan bensin rata-rata kendaraan biasa 4 tak adalah
sebagai berikut :
Pemakaian bensin sebanyak 1 dm3 tiap 100 km untuk berat kendaraan 100 kg.
Jadi untuk kendaraan seberat 900 kg memakai 90 dm3 pada 100 km atau beroperasi 1
banding 11.
Untuk motor yang tidak dipasang dalam keadaan berjalan, maka bahan
bakarnya ditetapkan dalam kilogram tiap kilo watt jam. Inilah yang disebut dengan
bahan bakar spesifik, dan untuk motor juga digunakan cara penghitungan bahan
bakar yang sama, hal ini bertujuan untuk mengadakan perbandingan “penghematan”
dari jenis motor sejenis dan untuk menentukan frekuensi putar yang paling
ekonomis.
Bila besarnya bahan bakar spesifik sebuah motor bensin adalah 0,4 Kg/kwj,
ini berarti bahwa untuk motor itu diperlukan bahan bakar sebanyak 0,4 Kg untuk
menghasilkan 1 kw selama 1 jam (BPM. Arends & H. Barenschot 1980 : 27).

H. Kerangka Berfikir
dinding koil. Pendinginan akan semakin efektif apabila kecepatan aliran udara atau
kecepatan anginsemakin besar. Dari uraian diatas dapatlah diringkas bahwa
kecepatan angin menambah efektifitas pendinginan. Pendinginan pada koil
pengapian meningkatkan tegangan induksi. Tegangan induksi tinggi dapat
menimbulkan bunga api besar yang dapat menyempurnakan pembakaran.
Pembakaran sempurna akan menghemat bahan bakar. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dapat
mempengaruhi konsumsi bahan bakar.
Putaran mesin juga dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Pada putaran
mesin tertentu akan dicapai pengisian yang efisien. Pengisian yang efisien akan
membantu kesempurnaan pembakaran. Pembakaran sempurna akan menimbulkan
tenaga yang besar. Pada pembakaran sempurna semua bahan bakar dapat diubah
menjadi tenaga, sehingga pada pembakaran sempurna akan didapat tingkat konsumsi
bahan bakar yang rendah. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa putarn
mesin dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar.
I. Hipotesis
Dari uraian pada kerangka berfikir dapat dirumusakan hipotesis sementara :
1. Ada perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian terhadap
konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc
2. Ada perbedaan pengaruh putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada
mesin Suzuki Carry 1000 cc
3. Ada interaksi pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dan putaran
mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat Dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Program Pendidikan Teknik
Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FKIP dan Laboratorium Fakultas
MIPA UNS. Dengan pertimbangan segi praktis dan ekonomis karena jarak yang
tidak begitu jauh dari tempat tinggal peneliti. Dari segi ilmiahnya, di Laboratorium
Program Teknik Mesin dan Laboratorium Fakultas MIPA alat yang akan digunakan
ada di sana.

2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2003 sampai dengan Agustus
2003. Adapun rencana jadual waktu penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Waktu Penelitian
Waktu Mar 03 Apr 03 Mei 03 Jun 03 Jul 03 Agst 03
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Ke Ke Ke Ke ke ke
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengaj. Judul
Proposal
Seminar prop.
Revisi prop.
Perijinan
Penelitian
Penulisan
laporan

Metode Penelitian
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian
eksperimen, yaitu suatu penelitian yang mencari pengaruh variabel tertentu terhadap
variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol sangat ketat (Sugiyono, 1997 : 4)
Sedangkan desain eksperimen yang dipakai pada penelitian ini adalah desain
faktoial 4x4. Ada dua faktor dalam penelitian ini yaitu faktor A dan faktor B. Faktor
A adalah perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian yang terdiri dari
empat buah taraf faktor yaitu kecepatan angin 0 m/det (normal/tanpa pendingin,
kecepatan angin 0,8 m/det (pendingin I), kecepatan angin 1,5 m/det (pendingin II)
dan kecepatan angin 2,2 m/det (pendingin III). Sedangkan faktor B adalah variasi
putaran mesin yang terdiri dari empat taraf faktor yaitu 800 rpm, 1500 rpm, 2200
rpm dan 3000 rpm. Adapun sifat taraf faktor adalah tetap yaitu banyaknya taraf
faktor tetap dan semua taraf faktor dipakai dalam eksperimen.

Populasi Dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi Arikunto,


1998;115). Pada penelitian ini digunakan populasi terbatas yaitu penelitian dilakukan
pada mesin Suzuki Carry 1000 cc dengan pengapian konvensional.

2. Sampel Penelitian

Jumlah sampel penelitian ini dilaksanakan pada motor bensin empat langkah
empat silinder merk Suzuki Carry 1000 cc yang masih menggunakan pengapian
konvensional tanpa alat pendingin (kecepatan angin 0 m/det) dan kemudian ditambah
alat pendingin koil dengan kecepatan angin 0,8 m/det, 1,5 m/det, 2,2 m/det masing-
masing dengan variasi putaran 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm 3000 rpm, dengan
replikasi data sebanyak 4 kali untuk tiap perlakuan sehingga didapatkan sampel
sejumlah 64 buah.

Tabel 2. Rancangan Pengukuran Konsumsi Bahan Bakar.


Faktor A Faktor B (Variasi Putaran Mesin)
(Perbedaan
800 1500 2200 3000
kecepatan angin)
(rpm)
(rpm) (rpm) (rpm)
0 m/det 4X 4X 4X 4X
0,8 m/det 4X 4X 4X 4X
1,5 m/det 4X 4X 4X 4X
2,2 m/det 4X 4X 4X 4X

J. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik “Purposive Sampling” (sampel bertujuan). Artinya adalah pengambilan
sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata,
random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. (Suharsimi
Arikunto; 1993:127) .

Teknik Pengumpulan Data


1. Identifikasi Variabel
Definisi Variabel Penelitian adalah sebagai obyek penelitian atau yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 1993:99). Adapun
variabel dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki pula
berbagai aspek atau unsur, yang berfungsi mempengaruhi atau menentukan
munculnya variabel lain yang disebut variabel terikat. Yang dimaksud variabel bebas
dalam penelitian ini adalah perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian
dan variasi putaran mesin pada mesin Suzuki Carry 1000 cc.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki pula
sejumlah aspek atau unsur di dalamnya yang berfungsi menyesuaikan diri dengan
kondisi variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah konsumsi bahan
bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc.
c. Variabel kontrol
Variabel kontrol adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki berbagai
aspek atau unsur didalamnya yang berfungsi untuk mengendalikan agar variabel
terikat yang muncul bukan karena variabel lain, tetapi benar-benar karena variabel
bebas yang tertentu.
Adapun variabel kontrol dalam penelitian ini adalah:
1) mesin yang digunakan adalah mesin Suzuki Carry 1000 cc.
2) Suhu mesin yang sama tiap replikasi (± 80° C).
3) Mobil dalam kondisi tidak jalan/ tanpa beban.
4) Mesn dalam kondisi standar.
5) Suhu dinding koil yang sama (± 33° C).
6) Tegangan baterai yang sama

K. Pelaksanaan Penelitian

Peralatan dan Bahan Penelitian


• Alat Penelitian :
Mesin Suzuki Carry 1000 cc
Alat pendingin koil
Tool set
Tachometer
AVO meter
Gelas ukur
Stop watch
Selang bahan bakar
Thermokopel
• Bahan Penelitian :
1) Premium

b. Tahapan Penelitian
Untuk memperjelas teknik pengambilan data, maka alur penelitian yang
digunakan adalah sebagai berikut:
a. Persiapan
1) Menyiapkan sampel yang akan digunakan yaitu Mesin Suzuki Carry 1000 cc
kondisi standar.
2) Menyiapkan alat-alat yang akan dipergunakan dalam penelitian.
3) Memasang alat pengukur bahan bakar dan mengisi bahan bakar untuk
pemanasan mesin.
4) Menghidupkan mesin untuk mendapatkan suhu kerja mesin yang optimal.
5) Men-set stop watch pada posisis nol.
6) Mengukur tegangan accu
7) Menyiapkan alat ukur yang lain dan bahan percobaan :

b. Pengujian
1) Mengisi alat ukur bahan bakar dengan premium.
2) Menghidupkan mesin dan menyetel putaran mesin pada 800 rpm.
3) Mencatat waktu habisnya bahan bakar sebanyak 50 ml.
4) Mematikan mesin dan menunggu agar mesin dan koil kembali pada suhu
yang ditetapkan pada variabel kontrol
5) Mengulangi langkah 1 – 4 sampai ke-4 untuk tiga percobaan selanjutnya.
6) Melaksanakan langkah ke-1 sampai ke-5 untuk percobaan selanjutnya,
dengan putaran 1500 rpm, 2200 rpm, 3000 rpm.
7) Menambahkan alat pendingin koil dengan kecepatan angin 0,8 m/det
8) Melaksanakan langkah pengujian ke-1) sampai ke-6) kembali dengan alat
pendingin dengan kecepatan angin 1,5 m/det, dan 2,2 m/det

Diagram Alir Penelitian

Mesin Suzuki Carry 1000 cc

Kecepatan angin alat Variasi


pendingin koil
pengapian
putaran mesin
0,8

1,5m/det

2,2 m/det

1500 rpm

3000 rpm
800 rpm

2200 rpm
0m/det

/det

Pengukuran konsumsi bahan bakar

Analisis Data

Kesimpulan

7) Menambahkan alat pendingin koil dengan kecepatan angin 0,8m/det


8) Melaksanakan langkah pengujian ke-1) sampai ke-6) kembali dengan
alat pendingin dengan kecepatan angin 1,5 m/det, dan 2,2 m/det

L. Sumber Data
Data yang diperoleh dengan cara melakukan eksperimen. Adapun data yang
diambil adalah waktu yang diperlukan untuk mengkonsumsi bahan bakar sebanyak
50 mlpada mesin Suzuki Carry 1000 cc dengan kecepatan angin alat pendingin koil
pengapian 0 m/det (tanpa alat pendingin), 0,8 m/det (pendingin I), 1,5
m/det(pendingin II), 2,2 m/det (pendingin III) berturut-turut masing-masing dengan
variasi putaran mesin 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm, 3000 rpm.
Data yang diperoleh dalam satuan menit/50 ml. Kemudian untuk
mempermudah pengolahan data satuan ini diubah menjadi ml/detdengan langkah
sebagai berilkut :
1. Satuan menit/50 ml diubah menjadi detik/ml
2. Stuan det/ml diubah menjadi ml/det.
Data yang diperoleh ini bisa dilihat pada lampiran 1.

H. Teknik Analisis Data

Untuk menguji pengaruh dua variabel bebas terhadap variabel terikat dan
untuk menguji interaksi dua variabel bebas terhadap variabel terikat, maka teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitia ini adalah uji alisis varian dua jalan.
Namun sebelum dilakukan uji anava dua jalan terlebih akan dilakukan uji analisis
varian duajalanyang antara lainadalah uji normalitas dan uji homogenitas
Rancangan analisis data pada desain ksperimen 4x4 adalah seperti pada tabel
berikut ini :

Tabel 3 Desain Eksperimen Faktorial axb


FAKTOR B (RPM)
800 1500 2500 3000 JUMLAH Rata-
rata
(B1) (B2) (B3) (B4)
Kec. Angin = 0 Y111 Y121 Y131 Y141
m/det Y112 Y122 Y132 Y142
(Perbedaan
Faktor A

(Tanpa alat Y113 Y123 Y133 Y143


pendingin) Y114 Y124 Y134 Y144

Jumlah J110 J120 J140 J150 J100


Rata-rata Y110 Y120 Y130 Y140 Y100

Kec angin = 0,8 Y211 Y221 Y231 Y241


m/det
Y212 Y222 Y232 Y242
Pendingin Y213 Y223 Y233 Y243
I
Y214 Y224 Y234 Y244
Jumlah Y210 Y220 Y230 Y240 J200
Rata-rata Y210 Y220 Y230 Y240 Y200
Kec.angin = Y311 Y321 Y331 Y341
1,5m/det
Y312 Y322 Y332 Y342
Pendingin
Y313 Y323 Y333 Y343
II
Y314 Y324 Y334 Y344
Jumlah J310 J320 J330 J340 J300
Rata-rata Y310 Y22.0 Y320 Y420 Y300

Kec. Angin = Y411 Y421 Y431 Y441


2,2 m/det
Y412 Y422 Y432 Y442
Pendingin
Y413 Y423 Y433 Y443
III
Y414 Y424 Y434 Y444
Jumlah J410 J420 J430 J440 J400
Rata-rata Y410 Y420 Y430 Y440 Y400
Jumlah Besar J010 J020 J030 J040 J000
Rata-rata Besar Y010 Y020 Y030 Y040 Y000
1. Uji Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas
Untuk menguji normalitas dari data yang tidak dalam distribusi frekuensi data
bergolong, maka digunakanlah uji normalitas dengan metode Liliefors (Budiyono,
2001 : 169). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1) Menentukan hipotesis
Ho: sample berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Ha: sample tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
2) Menentukan taraf nyata =0,01
3) Setiap data Xi (data pengamatan dari yang terbesar sampai yang terkecil)
diubah menjadi bilangan baku zi dengan transformasi:
Xi − X
z1 =
S
ΣX i
dimana X =
N

NΣX i − (ΣX i )
2 2
S=
N ( N − 1)

4) Mencari peluang untuk setiap bilangan baku F(zi) = P(Z ≤ zi)


5) Menghitung S(zi) yaitu proporsi cacah z ≤ zi terhadap seluruh zi
6) Statistik uji yang digunakan:
L= Maks [F(zi) – S(zi)]
7) Daerah kritis (daerah penolakan Ho)
Ho ditolak apabila L > L(α:n)
Ho diterima apabila L < L(α;n)
(Budiyono, 2000 : 169)

b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Bartlett dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis
 Ho: σ12=σ22=σ32=….=σk2 (Varian homogen)
 Ha: tidak semua variansi sama ( Varian tidak homogen)
2) Menentukan taraf nyata α=0,01
3) Uji Statistik :
χ2
2,303  k 
X2 =  f log RKG − ∑ f j log S 2j 
C   
j =1 
k = banyaknya populasi = banyaknya sampel
f = derajat kebebasan untuk RKG = N – K
fj = derajat kebebasan untuk SJ2 = nj – 1
J = 1, 2, ...k
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)
nj = banyaknya nilai (ukuran ) sampel ke-j = ukuran sampai ke-j.
 
1  1 1 
C=1+ ∑ −
3(k − 1)  fj ∑ fj 
 
 
 ∑ SSj 
RKG =  
 ∑ fj 

(∑ Xj ) = (nj − 1)sSj
2

SSj = ∑X 2
j −
nj
2

1) Daerah kritik (daerah penolakan Ho)


DK = {X2 / X ≥ X2 α ; V}
2) Keputusan Uji
Ho ditolak jika χ2 > DK
Ho diterima jika χ2hitung < DK
(Budiyono, 2000 : 176)

2. Uji Analisis Data

a. Uji Hipotesis dengan Anava Dua Jalan


Dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis setelah diperoleh data dengan
metode eksperimen yang berdistribusi normal dan memiliki varian yang homogen.
Maka digunakan analisis varian dua jalan. Adapun untuk keperluan anava dua jalan
berdasarkan desain eksperimen factorial A X B diatas, maka perlu dihitung harga-
harga :

a b n

∑Y 2
=∑
i −1
∑ ∑Y
j =1 k =1
2
ijk dengan dk = abn

Ji00 = Jumlah nilai pengamatan yang ada dalam taraf ke I faktor A


b
= ∑ ∑Y
j =1 k =1
ijk

J0J0 = Jumlah nilai pengamatan yang ada dalam taraf ke j factor B


a n
= ∑ ∑Y
i =1 k =1
ijk

Jij0 = Jumlah pengamatan yang ada dalam taraf ke I faktor A dalam taraf ke j
faktor B.
n
= ∑Y
k =1
ijk

J000 = Jumlah nilai semua pengamatan.


a b n
= ∑∑∑ Y
i =1 j =1 k =1
2
ijk

2
J 000
Ry = , dengan dk = 1
abn
Ay = Jumlah kuadrat (JK) untuk semua taraf faktor A
a
= bn ∑ (Yi 00 − Y000 )
2

i =1

a
 J 000
2

= ∑ 
i =1 
bn 
− Ry dengan dk = (a-1)

By = Jumlah kuadrat (JK) untuk semua taraf faktor B


a

∑ (Y − Y000 )
2
= an 100
i =1

a
 2

= ∑  J
i =1
000
an 
− Ry dengan dk = (b-1)

Jab = Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk semua sel untuk daftar axb

= n ∑∑ (Y0 j 0 − Y000 )
a b
2

i =1 j =1

b b

∑∑  J  − Ry
2
0 j0
=
i =1 j =1
n 

ABy = Jumlah kuadrat-kuadrat untuk interaksi antar faktor A dan faktor B.

∑∑ (Y − Y000 − Y0 j 0 − Y000 )
a b
2
=n ij 0
i =1 j =1

= Jab – Ay – By dengan dk = (a-1)(b-1)

Ey = ∑Y 2
- Ry – Ay – By – ABy dengan dk = ab (n-1)

A = Mean kuadrat untuk faktor A


= Ay / (a-1)
B = Mean kuadrat untuk faktor B
= Ay / (b-1)
AB = Mean kuadrat untuk A dan B
= ABy / (a-1)(b-1)
E = Ey / ab(n-1)
(Sudjana, 1988:90)

Tabel 5. Rangkuman Anava Dua Jalan


Sumber Variasi dk JK RJK F
Rata-rata perlakuan 1 Ry R
Baris (A) a–1 Ay A A/E
Kolom (B) b–1 By B B/E
Interaksi (AB) (a - b) – (b - 1) ABy AB AB/E
Kesalahan ab(n-1) Ey E
Total abn Σ Y2 - -
(Sudjana, 1988:93)

Karena dalam penelitian ini ada 4 buah taraf faktor A dan 4 buah taraf faktor B, yang
semuanya digunakan dalam eksperimen, maka untuk menghitung statistik F,
digunakan model tetap, yaitu :
Ha1 dipakai statistik FA = A/E
Ha2 dipakai statistik FB = B/E
Ha3 dipakai statistik FAB = AB/E

3. Uji Lanjut

Untuk mengetahui perbedaan pengaruh dari masing-masing perlakuan maka


dilakukan uji lanjut dengan metode Scheffe. Adapun langkah-langkah metode
Scheffe adalah sebagai berikut :
a. Komparasi Rataan antar Baris dan Kolom
Fi-j =
(X i −Xj )2

1 1 
RKG + 
n n 
 i j 

Dengan :
Fi-j = nilai Fobs pada pembanding baris ke-i dan baris ke-j
X i = rataan pada baris ke-i

X j = rataan pada baris ke-j

RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi
Ni = ukuran sampel baris ke-i
Nj = ukuran sampel baris ke-j
Sedangkan daerah kritiknya untuk uji itu adalah :
DK = {F/ F > F (p – 1),(N – pq}

b. Komparasi Rataan Antar Sel pada Baris yang Sama dan Kolom yang Sama
Uji Scheff untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama dan baris
yang sama :

Fij-ik =
(X ij − X ik )
2

 1 1 
RKG +
n 
 ij nik 

Dengan :
Fi-j = nilai Fobs pada pembanding rataan pada sel ij dan rataan pada sel kj
X ij = rataan pada sel ij

X ik = rataan pada sel ik


RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi.
Nij = ukuran sel ij
Nik = ukuran sel ik
Sedangkan daerah kritiknya untuk uji itu adalah :
DK = {F/ F > (pq – 1) Fα; pq – 1, N – pq}

(Budiyono, 2002 : 209 – 210)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Program Pendidikan Teknik
Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FKIP dan Laboratorium Fakultas
MIPA UNS. Dengan pertimbangan segi praktis dan ekonomis karena jarak yang
tidak begitu jauh dari tempat tinggal peneliti. Dari segi ilmiahnya, di Laboratorium
Program Teknik Mesin dan Laboratorium Fakultas MIPA alat yang akan digunakan
ada di sana.
B. Faktor A adalah perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian yang
terdiri dari empat buah taraf faktor yaitu kecepatan angin 0 m/det (normal/tanpa
pendingin, kecepatan angin 0,8 m/det (pendingin I), kecepatan angin 1,5 m/det
(pendingin II) dan kecepatan angin 2,2 m/det (pendingin III). Sedangkan faktor B
adalah variasi putaran mesin yang terdiri dari empat taraf faktor yaitu 800 rpm, 1500
rpm, 2200 rpm dan 3000 rpm. Adapun sifat taraf faktor adalah tetap yaitu banyaknya
taraf faktor tetap dan semua taraf faktor dipakai dalam eksperimen.
pengapian konvensional tanpa alat pendingin (kecepatan angin 0 m/det) dan
kemudian ditambah alat pendingin koil dengan kecepatan angin 0,8 m/det, 1,5 m/det,
2,2 m/det masing-masing dengan variasi putaran 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm 3000
rpm, dengan replikasi data sebanyak 4 kali untuk tiap perlakuan sehingga didapatkan
sampel sejumlah 64 buah.
bebas dalam penelitian ini adalah perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil
pengapian dan variasi putaran mesin pada mesin Suzuki Carry 1000 cc.
Faktor A Faktor A (Perbedaan Kecepatan Angin)
(Perbedaan
800 1500 2200 3000
kecepatan angin)
(rpm)
(rpm) (rpm) (rpm)
0 m/det 0,8 m/det 1,5 m/det 2,2 m/det
Faktor A Kecepatan Angin Faktor A Kecepatan Angin
Ibu dan Nenekku Konsumsi Bahan Bakar
Koil Pengapian Alat Pendingin Koil Variasi Putaran Mesin
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Data pengukuran konsumsi bahan bakar pada penelitian ini melibatkan dua
faktor yaitu faktor A dan B. Faktor A adalah perbedaan kecepatan angin alat
pendingin koil pengapian dan faktor B adalah variasi putaran mesin. Data hasil
pengukuran konsumsi bahan bakar dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Data Konsumsi Bahan Bakar Pada Perbedaan Kecepatan Angin Alat
Pendingin Koil Pengapian Dan Variasi Putaran Mesin (mL/detik)

FAKTOR B (VARIASI PUTARAN


MESIN) (rpm)
800 1500 2200 3000 Rata Jml
Kec.Udar 0.275 0.253 0.237 0.258
A LAT

0.278 0.245 0.236 0.243


a 0 m/det 0.282 0.244 0.237 0.250
0.289 0.243 0.238 0.255
(tanpa
FAKTOR A (PEREBEDAAN KECEPATAN ANGIN

pend)
Jumlah 1.124 0.985 0.948 1.006 0.254
Rata-rata 0.281 0.247 0.237 0.252 4.063
kec. 0.269 0.233 0.216 0.236
Udara 0.265 0.227 0.217 0.239
0.8m/dt 0.266 0.223 0.218 0.234
(Pend. I) 0.276 0.226 0.211 0.235
Jumlah 1.076 0.908 0.862 0.944 3.791
Rata-rata 0.269 0.228 0.212 0.236 0.237
kec. 0.259 0.225 0.199 0.199
Udara 0.256 0.225 0.196 0.196
1.5m/dt 0.256 0.219 0.198 0.198
PENDIGIN KOIL)

(Pend. II) 0.250 0.222 0.195 0.195


Jumlah 1.021 0.891 0.788 0.823 3.523
Rata-rata 0.255 0.223 0.197 0.206 0.220
kec. 0.240 0.240 0.185 0.190
Udara 0.244 0.244 0.182 0.194
2.2m/dt 0.240 0.240 0.177 0.194
(Pend.III) 0.242 0.242 0.181 0.200
Jumlah 0.966 0.822 0.725 0.778 3.291
Rata-rata 0.242 0.206 0.181 0.196 0.206

Jumlah 4.187 3.607 3.323 3.551 14.668


besar
Rata-rata 0.267 0.225 0.208 0.222
besar

0.30
Konsumsi Bahan Bakar (ml/det)

0.281
0.269
0.25 0.255 0.246 0.252
0.242 0.237 0.236
0.227
0.223 0.216
0.20 0.206 0.206
0.197 0.195 0 m/det
0.181
0.8 m/det
0.15
1.5 m/det
0.10 2.2 m/det

0.05

0.00
0 1000 2000 3000 4000
Putaran Mesin (rpm)

Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Perbedaan Kecepatan Angin Alat Pendingin


Koil Pengapian Dan Variasi Putaran Mesin Terhadap Konsumsi Bahan
Bakar
0.281

0.30
0.255
0.269

0.252
0.246
0.242
Konsumsi bahan bakar

0.237

0.236
0.227
0.223

0.216

0.25
0.206

0.206
0.197

0.195
0.181

0 m/det
0.20
(ml/det)

0.8 m/det
0.15 1.5 m/det
2.2 m/det
0.10

0.05

0.00
800 1500 2200 3000
Putaran mesin (rpm)

Gambar 20. Histogram Hubungan Antara Perbedaan Kecepatan Angin Alat


Pendingn Koil Pengapian Dan Variasi Putaran Mesin Terhadap
Konsumsi Bahan Bakar
B. Uji Persyaratan Analisis

Karena penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, maka data yang


diperoleh sebelum dianalisis dengan uji Analisis Variasi dua jalan, maka dilakukan
uji pendahuluan atau uji persyaratan analisis yang meliputi uji normalitas dengan
menggunakan uji normalitas Liliefors dan uji homogenitas dengan menggunakan Uji
Bartlet.
1.Uji Normalitas

Uji Normalitas dipakai untuk menguji apakah data yang didapatkan


mempunyai distribusi normal atau tidak. Untuk uji ini dilakukan dengan
menggunakan uji normalitas Liliefors, dengan taraf signifikasi 1 %. Selanjutnya
mencari harga Lmaks { F ( Zi ) − S ( Zi ) } pada masing-masing kelompok perlakuan.

Kemudian harga Lmaks dikonsultasikan dengan harga Ltabel yang didapatkan pada
tabel. Jika hasil perhitungan mendapatkan harga Lmaks lebih kecil dari harga Ltabel,
maka data berdistribusi normal. Adapun keputusan uji normalitas data selengkapnya
adalah tersebut dalam Tabel 7 sebagai berikut :

Tabel 6. Hasil Uji Normalitas


Sumber Perlakuan Data Hasil Uji Keputusan
Baris A1 (0 m/det) Lobs= 0.119 < L0.05;16 = 0.213 Normal
Baris A2 (0,8 m/det) Lobs= 0.148 < L0.05;16 = 0.213 Normal
Baris A3 (1,5 m/det) Lobs= 0.155 < L0.05;16 = 0.213 Normal
Baris A4 (2,2 m/det) Lobs= 0.205 < L0.05;16 = 0.213 Normal
Kolom B1 (800 rpm) Lobs= 0.195 < L0.05;16 = 0.213 Normal
Kolom B2 (1500 rpm) Lobs= 0.210 < L0.05;16 = 0.213 Normal
Kolom B3 (2200 rpm) Lobs= 0.202 < L0.05;16 = 0.213 Normal
Kolom B4 (3000 rpm) Lobs= 0.194 < L0.05;16 = 0.213 Normal
Karena Lmaks atau L eksperimen tidak berada pada daerah kritik atau lebih
kecil dari Ltabel maka Ho masing-masing perlakuan diterima. Jadi data hasil
pengukuran tingkat konsumsi bahan bakar mesin Suzki Carry 1000 cc dalam
penelitian ini secara keseluruhan berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Perhitungan selengkapnya dapat diperiksa pada Lampiran 2.

1. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan beberapa buah rata-rata.


Pada penelitian ini, digunakan metode Bartlett untuk uji homogenitas. Dan
2
pengambilan kesimpulan dengan taraf signifikasi 1 %. Jika didapatkan harga X hitung
2
lebih besar dari harga X tabel , berarti data yang didapatkan berasal dari sampel yang
2 2
tidak homogen. Namun bila didapatkan harga X hitung lebih kecil dari harga X tabel ,

berarti data yang didapatkan berasal dari sampel yag homogen.


Data hasil pengujian homogenitas yang telah dilakukan adalah terlihat dalam
tabel berikut:
Tabel 7. Hasil Uji Homogenitas
Sumber Variasi X2 X (21−∝ )( k −1) Keputusan Uji

Baris 4.42 11.3 Ho diterima


Kolom 1.48 11.3 Ho diterima

Keputusan Uji Homogenitas


Karena masing-masing sumber memenuhi kriteria X 2 < X (21−∝ )( k −1) sehingga
2
X hitung tidak terletak pada daerah kritik, maka Ho diterima. Jadi kedua sumber

tersebut (baris dan kolom) berasal dari populasi yang homogen. Perhitungan
selengkapnya dapat diperiksa pada Lampiran 3.
C. Pengujian Hipotesis

1. Hasil Pengujian dengan Analisis Varian Dua Jalan

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui pengaruh dan
interaksi yang terjadi pada dua faktor (variabel bebas) dengan masing-masing faktor
mempunyai empat taraf taraf, maka pengujian hipotesis ini menggunakan analisis
varian dua jalan. Dari hasil pengujian analisis varian dua jalan tersebut akan
diketahui ada tidaknya pengaruh perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil dan
variasi putaran mesin serta interaksi kedua variabel tersebut terhadap tingkat
konsumsi bahan bakar.
Kemudian untuk melihat besarnya pengaruh masing-masing variabel serta
interaksi antara kedua variabel tersebut dapat ditunjukkan pada tabel 8, yaitu tabel
ringkasan hasil uji F, untuk anava dua jalan sebagai berikut :
Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji F Untuk Anava Dua Jalan

Sumber
Dk Jk RJK F Ftabel P
Variasi
Rata-rata 1 3.361722 3.361722 - -
Perlakuan
A 3 0.020894 0.006965 446.04 4.22 0.01
B 3 0.025362 0.008454 541.42 4.22 0.01
Ab 9 0.001252 0.000139 8.91 2.80 0.01
Kekeliruan 48 0.00075 0.0000156 - -
Jumlah 64 3.40998

Keterangan : A : Perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil


B : Perbedaan pengaruh putaran mesin
AB : Pengaruh bersama (interaksi) antara perbedaan kecepatan
angin alat pendingin koil dan variasi putaran mesin.

Berdasarkan rangkuman hasil Uji F untuk anava dua jalan pada tabel 8 dapat
diambil keputusan uji sebagai berikut:
a. Perbedaan Pengaruh Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Pengapian Terhadap
Konsumsi Bahan Bakar (Faktor A)
Tabel 8 menunjukkan bahwa FA = 446.04 dan daridaftar distribusi F dengan
taraf 0.01 dengan dk pembilang 3, dk penyebut 48 didapat F(0.01, 3,48) = 4.22 sehingga
FA > F(0.01, 3,48)l. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang
signifikan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian terhadap konsumsi bahan
bakar mesin Suzuki Carry 1000 cc. Jadi hipotesis pertama dapat diterima.
b. Perbedaan Pengaruh Putaran Mesin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar (Faktor B)
Dari tabel 8 dapat terlihat bahwa FB = 541.42 sedangkan dari daftar distribusi
F dengan taraf 0.01 dan dk pembilang 3, dk penyebut 48 didapat F(0.01, 3,48) = 4.22
sehingga FB > F(0.01, 3,48)l. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikan putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin
Suzuki Carry 1000 cc. Jadi hipotesis kedua dapat diterima.

c. Pengaruh Bersama (Interaksi) Perbedaan Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil


Pengapian dan Variasi Putaran Mesin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar (Faktor
AB)
Dari tabel 8 dapat terlihat bahwa FAB = 8.92 sedangkan dari daftar distribusi
F dengan taraf 0.01 dengan dk pembilang 9, dk penyebut 48 didapat F(0.01, 9,48) = 2.80
sehingga FAB > Ftabel. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat interaksi antara
perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dan variasi putaran mesin
terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki carry 1000 cc. Jadi hipotesis
ketiga dapat diterima. Perhitungan analisis varaian dua jalan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 4.

2. Hasil Komparasi Ganda Pasca Anava Dua Jalan.

Setelah melakukan analisis data dengan menggunakan analisis variansi dua


jalan, maka untuk melihat perbedaan reratanya agar menjadi lebih jelas, dilanjutkan
dengan uji komparasi ganda. Komparasi ganda setelah anava yang dilakukan disini
adalah dengan mempergunakan uji scheffe untuk analisis varian dua jalan. Rataan
antar baris, antar kolom, antar sel pada kolom yang sama dan antar sel pada baris
yang sama untuk komparasi ganda pasca anava dengan hasil sebagaimana terlihat
dalam tabel-tabel berikut ini. Sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 5.

a. Komparasi Rataan Antar Kolom


Tabel 9. Ringkasan Hasil Perhitungan Komparasi Rataan Antar Kolom
Sumber Perbedaan Ho Fobs (q-1)Fα;q-1, N-pq Kesimpulan
Kolom 1><Kolom 2 µ1= µ2 673.88 (3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Kolom 1><Kolom 3 µ1= µ3 1495.38 (3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Kolom 1><Kolom 4 µ1= µ4 810.29 (3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Kolom 2><Kolom 3 µ2= µ3 161.57 (3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Kolom 2><Kolom 4 µ2= µ4 6.28 (3)(4.22)=12.66 Ho diterima
Kolom 3><Kolom 4 µ3= µ4 104.13 (3)(4.22)=12.66 Ho ditolak

Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa ada 5 hipotesis nol yang ditolak dan ada
1 hipotesis nol yang diterima yaitu antara baris 2 dan baris 4. Hal ini berarti bahwa
antara 1500 rpm dengan 3000 rpm sama pengaruhnya terhadap konsumsi bahan
bakar.

b. Komparasi Rataan Antar Baris


Tabel 10. Ringkasan Hasil Perhitungan Komparasi Antar Baris
Sumber Perlakuan Ho Fobs (p-1)Fα;p-1,N-pq Kesimpulan
Baris 1 >< Baris 2 µ1= µ2 148.21 (3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Baris 1 >< Baris 3 µ1= µ3 584.13 (3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Baris 1 >< Baris 4 µ1= µ4 1193.88 (3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Baris 2 >< Baris 3 µ2= µ3 143.88 (3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Baris 2 >< Baris 4 µ2= µ4 500.80 (3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Baris 3 >< Baris 4 µ3= µ4 107.82 (3)(4.22)=12.66 Ho ditolak

Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa semua hipotesis nol ditolak,sehingga


dapat disimpulkan bahwa antara alat pendingin koil pengapian dengan kecepatan
angin 0 m/det, 0,8 m/det, 1,5 m/det dan 2,2 m/det masing-masing mempunyai
pengaruh yang berbeda terhadap konsumsi bahan bakar.

c. Komparasi Rataan Antar Sel Pada Satu Kolom


Tabel 11. Ringkasan Hasil Perhitungan Komparasi Antar Sel Pada Satu Kolom
Ho Fobs (pq-1)Fα;pq-1,N-pq Kesimpulan
µ11= µ21 18.46 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ11= µ31 85.00801282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ11= µ41 200.0320513 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ21= µ31 24.23878205 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ21= µ41 96.95512821 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ31= µ41 24.23878205 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ12= µ22 46.28205128 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ12= µ32 70.80128205 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ12= µ42 212.8926282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ22= µ32 2.596153846 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ22= µ42 60.64903846 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ32= µ42 38.14903846 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ13= µ23 59.26282051 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ13= µ33 205.1282051 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ13= µ43 398.4695513 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ23= µ33 43.87820513 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ23= µ43 150.3926282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ33= µ43 31.80288462 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ14= µ24 30.80128205 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ14= µ34 268.3413462 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ14= µ44 416.5384615 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ24= µ34 1173157051 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ24= µ44 220.8012821 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ34= µ44 16.22596154 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima

d. Komparasi Rataan Antar Sel Pada Satu Baris


Tabel 12. Ringkasan Hasil Perhitungan Komparasi Rataan Antar Sel Pada Satu Baris
Ho Fobs (pq-1)Fα;pq-1,N-pq Kesimpulan
µ11= µ12 154.8157051 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ11= µ13 248.205282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ11= µ14 111.5705128 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ12= µ13 10.96955128 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ12= µ14 3.533653846 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ13= µ14 26.95512821 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ21= µ22 223.4695513 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ21= µ23 366.9551282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ21= µ24 139.6153846 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ22= µ23 17.70032051 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ22= µ24 9.815705128 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ23= µ24 53.87820513 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ31= µ32 135.4166667 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ31= µ33 435.0080128 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ31= µ34 314.1346154 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ32= µ33 85.00801282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ32= µ34 37.05128205 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ33= µ34 9.815705128 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ41= µ42 166.1538462 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ41= µ43 465.3926282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ41= µ44 283.2051282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ42= µ43 75.39262821 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ42= µ44 15.51282051 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ43= µ44 22.50801282 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima

Dari Tabel 11 dan 12dapat diketahui bahwa tidak semua Ho ditolak, ada
beberapa Ho yang diterima artinya ada beberapa perlakuan yang tidak mempunyai
perbedaan karena Fobs < (pq-1)Fα;pq-1, N-pq. Adapun beberapa perlakuan yang tidak
mempunyai perbedaan adalah :
1. Pada 800 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 800 rpm dengan
kecepatan angin 0,8 m/det.
2. Pada 800 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan 800 rpm dengan
kecepatan angin 1,5 m/det.
3. Pada 800 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 800 rpm dengan
kecepatan angin 2,2 m/det.
4. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan 1500 rpm dengan
kecepatan angin 1,5 m/det.
5. Pada 2200 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 2200 rpm dengan
kecepatan angin 2,2 m/det.
6. Pada 3000 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 0,8 m/det.
7. Pada 3000 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 2,2 m/det.
8. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 2200 rpm dengan
kecepatan angin 0 m/det.
9. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 1500 rpm dengan
kecepatan angin 0 m/det.
10. Pada 2200 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 0 m/det.
11. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan 2200 rpm dengan
kecepatan angin 1,5 m/det.
12. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 0,8 m/det.
13. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 1,5 m/det.
14. Pada 2200 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 1,5 m/det.
15. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 1,5 m/det.
16. Pada 2200 rpm dengan kecepatan angin 2,2 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 2,2 m/det.

D. Pembahasan Hasil Analisis Data

Setelah dilakukan analisis data hasil eksperimen dapat dikemukakan fakta-


fakta sebagai berikut :
1. Perbedaan Pengaruh Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Terhadap Konsumsi
Bahan Bakar Pada Mesin Suzuki Carry 1000 cc

Perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian terhadap


konsumsi bahan bakar ditunjukkan oleh harga FA yaitu 446,04 yang lebih besar dari
harga F0.01(3,48) yaitu 4.22 pada taraf signifikansi 0.01. Maka dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil terhadap
konsumsi bahan bakar.
Kecepatan angin alat pendingin koil akan berpengaruh pada konsumsi bahan
bakar. Angin yang bergerak di sekitar dinding luar koil akan membantu koil untuk
melepaskan energi panas yang timbul didalam koil. Dengan berkurangnya panas
pada koil, maka aliran arus primer akan tetap lancar (besar) karena hambatan yang
ditimbulkan oleh adanya panas bisa dihilangkan atau dikurangi.
Jika arus primer pada koil bisa dipertahankan kondisinya (tetap besar), maka
koil akan menghasilkan tegangan induksi yang tinggi. Akan tetapi jika arus primer
kecil, maka tegangan induksi yang ditimbulkan juga kecil.
Tegangan induksi yang tinggi adalah salah satu jaminan terjadinya bunga api
yang bagus pada celah elektroda busi. Jika api pada celah elektroda busi bagus, maka
pembakaran didalam silinder akan semakin sempurna. Pembakaran sempurna berarti
seluruh campuran bahan bakar dan udara terbakar pada saat dan kondisi yang tepat,
sehingga tidak banyak bahan bakar yang terbuang percuma.
Dari grafik dapat dilihat bahwa pemakaian pendingin dengan kecepatan
angin 2,2 m/det (pada putaran mesin 800, 1500, 2200 dan 3000 rpm) lebih rendah
konsumsi bahan bakarnya (lebih hemat) daripada pendingin dengan kecepatan angin
1,5 m/det. Sedangkan pendingin dengan kecepatan angin 1,5 m/det lebih rendah
konsumsi bahan bakarnya daripada pendingin dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan
pendingin dengan kecepatan angin 0,8 m/det lebih rendah konsumsi bahan bakar
daripada tanpa menggunakan pendingin (kecepatan angin 0 m/det).
Dilihat dari data pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata konsumsi
bahan bakar pada pemakaian pendingin dengan kecepatan angin 2,2 m/det (0,206
ml/det) lebih rendah daripada rata-rata konsumsi bahan bakar pada pemakaian
pendingin dengan kecepatan 1,5 m/det (0,220 ml/det). Rata-rata pada pemakaian
pendingin dengan kecepatan angin 1,5 m/det (0,220 ml/det) lebih rendah konsumsi
bahan bakar daripada pada pemakaian pendingin dengan kecepatan angin 0,8 m/det
(0,237 ml/det) dan rata-rata konsumsi bahan bakar pada pemakaian pendingin
dengan kecepatan angin 0,8 m/det (0,237 ml/det) lebih rendah daripada rata-rata
konsumsi bahan bakar pada tanpa pemakaian pendingin atau kecepatan angin 0 m/det
(0,254 ml/det). Dapat pula dijelaskan disini bahwa pendingin dengan kecepatan
angin lebih besar mempunyai efektifitas pendinginan yang lebih besar pula serta
mempunyai pengaruh terhadap konsumsi bahan bakar yang lebih besar.

2. Perbedaan Pengaruh Putaran Mesin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Pada


Mesin Suzuki Carry 1000 cc
Perbedaan pengaruh putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar
ditunjukkan dengan harga FB yaitu 541,42 yang lebih besar daripada harga F0.01(3,48)
yaitu 4.22 pada taraf signifikansi 0,01. maka dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan pengaruh putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar.
Putaran mesin dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Putaran mesin
pada saat stasioner/rendah akan menyebabkan tekanan vakum yang tinggi pada ruang
silinder, disamping itu waktu membukanya katup hisap lebih lama. Hal ini akan
menyebabkan proses pengisian berlangsung dengan baik. Akan tetapi pada saat ini
katup gas pada karburator tidak membuka dengan maksimal sehingga perjalanan gas
yang masuk kedalam silinder mengalami gangguan. Hambatan inilah yang
mengurangi tingkat pengisian atau efisiensi pengisian.
Jika putaran mesin ditambah lagi, maka akan mengakibatkan tekanan vakum
didalam silinder berkurang dan waktu membukanya katup hisap sebentar. Namun
disisi lain pembukaan katup gas pada karburator lebih lebar sehingga memungkinkan
lancarnya gas masuk kedalam silinder.
Begitulah seterusnya faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengisian
bertambah dan berkurang dan pada putaran mesin tertentu akan didapat harga
efisiensi pengisian yang paling tinggi. Pada saat efisiensi pengisian yang paling
tinggi inilah akan dihasilkan momen mesin yang maksimal. Momen mesin inilah
sebagai hasil dari tekanan rata-rata hasil pembakaran sehingga jika tekanan rata-rata
besar maka akan menghasilkan momen yang besar pula. Tekanan pembakaran yang
besar dihasilkan oleh pembakaran yang sempurna. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan yaitu apabila efisiensi pengisian tinggi akan menghasilkan pembakaran
sempurna (dan menghasilkan momen yang besar) sehingga konsumsi bahan bakar
lebih hemat.
Dilihat dari grafik dapat dilihat bahwa konsumsi bahan bakar (pada
pemakaian pendingin dengan kecepatan angin 2,2 m/det, 1,5 m/det, 0,8 m/det dan
tanpa pendingin) tertinggi terletak pada 800 rpm kemudian menurun sampai 2200
rpm. Mulai 2200 rpm sampai 3000 rpm konsumsi bahan bakar akan meningkat lagi.
Dilihat dari Tabel 5 (rata-rata antara 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpmdan 3000
rpm) ternyata tingkat konsumsi bahan bakar paling hemat terletak pada 2200 rpm
(0,222 ml/det). Konsumsi bahan bakar paling boros terletak pada 800 rpm (0,262
ml/det). Sedangkan antara 1500 rpm dan 3000 rpm walaupun rata-ratanya berbeda
tetapi setelah dilakukan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe ternyata
keduanya mempunyai pengaruh yang sama terhadap konsumsi bahan bakar.
Pada putaran mesin dari 2200 rpm menuju 3000 rpm konsumsi bahan bakar
meningkat. Hal ini karena pada saat menuju 3000 rpm kevacuuman ruang silinder
menurun sehingga efisiensi pengisian menurun (walaupun kelancaran gas masuk
meningkat, tetapi peningkatannya lebih kecil pengaruhnya daripada penurunan
kevacuuman ruang bakar di dalam silinder. Sedangkan pada 2200 rpm terjadi
efisiensi pengisian yang tertinggi sehingga menghasilkan konsumsi bahan bakar
paling hemat.

3. Interaksi Pengaruh Antara Perbedaan Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil


Pengapian Dan Variasi Putaran Mesin Pada Mesin Suzuki Carry 1000 cc
Interaksi pengaruh antara perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil
pengapian dengan variasi putaran mesin ditunjukkan dengan harga FAB yaitu 8,91
lebih besar daripada F0,01(9,48) yaitu 2,80 dengan taraf signifikansi 0,01. Maka dapat
disimpulkan bahwa ada interaksi pengaruh antara kecepatan angin alat pendingin
koil pengapian dengan variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar.
Pada grafik dapat di jelaskan bahwa konsumsi bahan bakar paling hemat
terletak pada 2200 rpm dan dengan pendingin dengan kecepatan angin 2,2 m/det.
Namun karena pengaruh pendingin dengan kecepatan angin 2,2 m/det dan pendingin
dengan kecepatan angin 1,5 m/det tidak terlalu besar selisihnya dan juga pengaruh
dari variasi putaran mesin, maka konsumsi bahan bakar paling hemat terletak pada
2200 rpm dengan memakai pendingin yang mempunyai kecepatan angin 1,5 m/det
dan 2,2 m/det serta pada 3000 rpm dengan pendingin yang mempunyai kecepatan
angin 2,2 m/det. Hal ini berdasarkan hasil uji scheffe pada Tabel 10 yang
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara µ 43 dan µ 44 dan pada Tabel 11 antara
µ 33 dan µ 43.

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN


Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada BAB IV dengan


mengacu pada perumusan masalah, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
1. Ada perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian terhadap
konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc. Hal ini ditunjukan
dengan hasil uji hipotesis bahwa FA > F0.01(3,48) (446,04 > 4.22) pada taraf
signifikansi 0,01. Kecepatan angin alat pendingin koil yang lebih besar akan
menyebabkan konsumsi bahan bakar lebih hemat dengan rata-rata (pendingin
dengan kecepatan angin 2,2 m/det – pendingin dengan kecepatan angin 1,5 m/det
– pendingin dengan kecepatan angin 0,8 m/det – tanpa pendingin/ kecepatan
angin 0 m/det) masing-masing adalah 0,206 – 0,220 – 0,237 – 0,254 (ml/detik).
2. Ada perbedaan pengaruh putaran mesin terhdap konsumsi bahan bakar pada
mesin Suzuki Carry 1000 cc. hal ini ditunjukkan dengan hasil uji hipotesis bahwa
FB > F0.01(3,48) (541,42 > 4.22) pada taraf signifikansi 0,01. Rata-rata konsumsi
bahan bakar dari 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm dan 3000 rpm berturut-turut
adalah 0,262 - 0,225 - 0,208 - 0,222 (ml/detik). Ternyata dari 800 rpm sampai
2200 rpm konsumsi bahan bakar menurun dan dari 2200 rpm sampai 3000 rpm
konsumsi bahan bakar naik lagi.
3. Ada interaksi pengaruh antara perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil
pengapian dengan variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada
mesin Suzuki Carry 1000 cc. hal ini ditunjukan dengan hasil uji hipotesis bahwa
FAB > F0.01(9,48) (8,91 > 2,80) pada taraf signifikansi 0,01.

Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian dan didukung landasan teori yang telah


dikemukakan tentang pengaruh perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil
pengapian dan variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar, maka ada
beberapa implikasi antara lain :
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan dasar pengembangan penelitian selanjutnya
tentang variabel-variabel lain yang dapat mempengaf\ruhi konsumsi bahan bakar
pada mesin Suzuki Carry 1000 cc, karena masih banyak variabel-variabel lain
yang perlu untuk diteliti.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan dasar untuk menciptakan alat pendingin koil
model yang lain misalnya dengan membuat sirip pada dinding koil atau dengan
membuat badan koil dari bahan yang lebih baik dalam menghantarkan panas,
sehingga panas pada koil cepat hilang.
3. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan dasar pengembangan penelitian untuk
mencari suhu kerja koil yang paling baik agar bisa menghasilkan tegangan
induksi yang tinggi. Dengan demikian produsen koil akan memproduksi koil
dengan pendinginan yang lebih baik lagi, sehingga koil tidak mengalami over
heating selalu bekerja pada suhu yang paling baik dan menghasilkan tegangan
induksi tinggi.
C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan implikasi yang ditmbulkan, maka dapat


disampaikan saran-saran sebagai berikut :
1. Usahakanlah koil pengapian selalu mendapatkan pendinginan, jika tidak
memakai alat pendingin, maka usahakanlah koil mendapat pendinginan dari
udara bebas.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang berapa suhu kerja koil yang paling baik
sehingga koil dapat menghasilkan tegangan tinggi sesuai dengan kebutuhan
sistem pengapian.

DAFTAR PUSTAKA

Arends, BPM. Dan Berenschot, H . 1980. Motor Bensin. Jakarta : Erlangga


Boentarto. 2002. Menghemat Bensin Sepeda Motor. Semarang : Efhar.
Budiyono. 2000. Statistik dasar untuk penelitian. Surakarta : UNS Press.
Surbhakty, BM dan Suhardjo, R. 1978. Motor Bakar. Jakarta : Depdikbud
Daryanto. 2001. Sistem Pengapian Mobil. Jakarta :Bumi Aksara.
Kreith, Frank. 1986. Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas. Jakarta : Erlangga.
Kamajaya. 1996. Fisika 3. Bandung : Ganeca Exact.
Rusli Harahap, HM. 1996. Mesin Listrik : Mesin Arus Searah. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Toyota Astra Motor. 1995. Step 1. Jakarta : Toyota Astra Motor.
_______________. 1996. Pedoman Reparasi Mesin Seri – K. Jakarta : Toyota Astra
Motor.
_______________. Step 2. Jakarta : Toyota Astra Motor.
Sudjana. 1991. Desain Dan Analisis Eksperimen. Bandung : Tarsito.
______. 2002. Metode Penelitian Administratif. Bandung : Tarsito.
Sugiyono. 1997. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta
: Rineka Cipta.
Indomobil Suzuki Internasional, Departemen Servis. Suzuki : SA 410 Servis Manual.
Jakarta : PT Indomobil Suzuki Internasional.
Wardan Suyanto. 1989. Teori Motor Bensin. Jakarta : Depdikbud
Wiranto Arismunandar. 1998. Penggerak Mula : Motor Bakar Torak. Bandung :
Institut Teknologi Bandung.
Yayat Supriatna dan Sumarsono. 1998. Listrik Otomotif. Bandung : Aksara.
Lampiran 1

a. Data Hasil Pengukuran Konsumsi Bahan Bakar (menit/50 ml)

Faktor A ( Putaran Mesin dalam RPM )


800 1500 2200 3000
Normal 3 men 02.06 det 3 men 17.75 det 3 men 31.97 det 3 men 19.78 det
Faktor B (Pemasangan Pendingin koil)

3 men 00.35 det 3 men 24.50 det 3 men 31.86 det 3 men 25.76 det
2 men 57.54 det 3 men 25.05 det 3 men 31.86 det 3 men 20.04 det
2 men 53.23 det 3 men 25.94 det 3 men 30.08 det 3 men 16.07 det
Pendingin I 3 men 06.03 det 3 men 34.79 det 3 men 51.48 det 3 men 31.86 det
3 men 09.03 det 3 men 40.61 det 3 men 50.04 det 3 men 29.30 det
3 men 08.21 det 3 men 44.37 det 3 men 49.23 det 3 men 33.02 det
3 men 01.19 det 3 men 41.43 det 3 men 56.96 det 3 men 32.76 det
Pendingin II 3 men 13.25 det 3 men 42.22 det 4 men 11.09 det 4 men 00.38 det
3 men 15.18 det 3 men 41.26 det 4 men 15.10 det 4 men 02.03 det
3 men 15.31 det 3 men 48.03 det 4 men 12.52 det 3 men 59.23 det
3 men 20.07 det 3 men 55.84 det 4 men 12.52 det 4 men 76.86 det
Pendingin III 3 men 28.51 det 3 men 58.09 det 4 men 30.37 det 4 men 23.15 det
3 men 25.14 det 4 men 01.54 det 4 men 34.72 det 4 men 17.23 det
3 men 28.27 det 4 men 07.52 det 4 men 03.05 det 4 men 17.86 det
3 men 26.86 det 4 men 06.30 det 4 men 36.24 det 4 men 10.07

b. Data Hasil Konversi Konsumsi Bahan Bakar ke dalam satuan mL/detik


Faktor B (rpm)
Rata Jml
800 1500 2200 3000
Normal 0.275 0.253 0.237 0.258
(tanpa pend) 0.278 0.245 0.236 0.243
0.282 0.244 0.237 0.25
FAKTOR A (PEMASANGAN PENDIGIN KOIL)

0.289 0.243 0.238 0.255


Jumlah 1.124 0.985 0.948 1.006 4.063
Rata-rata 0.281 0.2465 0.237 0.2515 0.253928
Pend. I 0.269 0.233 0.216 0.236
(kec. Udara 0.265 0.227 0.217 0.239
0.8m/dt 0.266 0.223 0.218 0.234
0.276 0.226 0.211 0.235
Jumlah 1.076 0.908 0.862 0.944 3.791
Rata-rata 0.269 0.2725 0.2155 0.236 0.236938
Pend. II 0.259 0.225 0.199 0.199
(kec. Udara 0.256 0.225 0.196 0.196
1.5m/dt) 0.256 0.219 0.198 0.198
0.250 0.222 0.195 0.195
Jumlah 1.021 0.891 0.788 0.823 3.523
Rata-rata 0.25525 0.22275 0.197 0.20575 0.220188
Pend.III 0.240 0.240 0.185 0.190
(kec. Udara 0.244 0.244 0.182 0.194
2.2m/dt) 0.240 0.240 0.177 0.194
0.242 0.242 0.181 0.200
Jumlah 0.966 0.822 0.725 0.778 3.291
Rata-rata 0.2415 0.2055 0.18125 0.1945 0.205688
Jml besar 4.187 3.607 3.323 3.551 14.668
Rata-rata 0.261688 0.225438 0.207688 0.221938
besar

Lampiran 2

Uji Normalitas Baris1 (Konsumsi Bahan Bakar Dengan Pendingin I)


1. Hipotesis :
Ho = Sampel berasal dari populasi normal
H1 = Sampel berasal dari populasi tidak normal
2. Komputasi :
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai :
X = 0.261688
SD = 0.015789
Tabel Uji Normalitas.

14.668 2
RY = = 3.361722
64
4.063 2 13.7912 3.523 2 3.2912
AY = { + + + } – 3.361722
16 16 16 16
= 0.020894
4.187 2 3.607 2 3.323 2 3.5512
BY = { + + + } – 3.361722
16 16 16 16
= 0.025362
1
Jab = {1.1242 + 0.9852 + 0.9482 + 1.0062 + 1.0762 + 0.9092 + 0.8622 + 0.9442 +
4
1.0212 + 0.8912 + 0.7882 + 0.8232 + 0.9662 + 0.8222 + 0.7252 + 0.7782 } –
3.361722
= 0.047508
ABY= 0.047508 – 0.020894 – 0.025362
= 0.001252
EY = 3.40998 – 3.361722 – 0.020894 – 0.025362 – 0.001252
= 0.00075
Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat adalah :
dk rata-rata = 1
dk A = 4 – 1 = 3
dk B = 4 – 1 = 3
dk AB = (4-1) (4-1) = 9
dk E = (4x4) (4-1) = 48

Rata-rata jumlah kuadrat masing-masing adalah :


3.361722
R = = 3.361722
1
0.020894
A = = 0.006955
3
0.020894
B = = 0.008454
3
0.001252
AB = = 0.000139
9
0.00075
E = = 0.0000156
48
Statistik Uji
0.006965
FA = = 446.036
0.0000156
0.008454
FB = = 541.4169
0.0000156
0.000139
FAB = = 8.910829
0.0000156

Ringkasan Anava Dua Jalan


SV dk JK RJK F F tabel Kesimpulan
Rata-rata 1 3.361722 3.3617223
Perlakuan
Ada
A 3 0.020894 0.0069647 446.036 2.8 Pengaruh
Ada
B 3 0.025362 0.008454 541.4169 2.8 Pengaruh
Ada
AB 9 0.001252 0.0001391 8.910829 2.08 Interaksi
E 48 0.00075 0.0000156
Jumlah 64 3.40998

Kriteria Pengujian
Ho1 ditolak apabila FA > Ftα(a-1), ab (n-1)
Ho2 ditolak apabila FB > Ftα(b-1), ab (n-1)
Ho3 ditolak apabila FAB > Ftα{(a-1) (b-1), ab (n-1)}
Ft 0.05(3, 48) = 2.8
Ft 0.05(3, 48) = 2.8
Ft 0.05(9, 48) = 2.08
FA ( =446.036) > Ft 0.05(3, 48) (=2.8)
FB (=541.4169 ) > Ft 0.05(3, 48) (=2.8)
FAB (=8.910829 ) > Ft 0.05(9, 48) = 2.08
Kesimpulan
a. Ada pengaruh pemasangan pendingin koil pengapian terhadap konsumsi bahan
bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc
a. Ada pengaruh variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin
Suzuki Carry 1000 cc
a. Ada interaksi pengaruh pemasangan pendingin koil pengapian dan variasi putaran
mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc
Lampiran 5
Uji Scheffe Pasca Anava Dua Jalan
Faktor A Faktor B ( Putaran Mesin )
Kecepatan 800 1500 2200 3000 Rataan
Angin (rpm) (rpm) (rpm) (rpm) Marginal
0 m/det 0.281 0.24625 0.237 0.2515 0.253938
0,8 m/det 0.269 0.22725 0.2155 0.236 0.236938
1,5 m/det 0.25525 0.22275 0.197 0.20575 0.220188
2,2 m/det 0.2415 0.2055 0.18125 0.1945 0.205688
Rataan 0.261688 0.225438 0.207688 0.221938
marginal

Ho = Tidak ada perbedaan pengaruh antara keduanya.


Ha = Ada perbedaan pengaruh antara keduanya .
a. Uji Komparasi Rataan Antar Baris

Fi-j =
(X i −Xj )
2

1 1 
RKG + 
n n 
 i j 

Dengan DK = {F/ F > (p-1)Fα;p-1,N-pq }


F1-2 =
(0.253938 − 0.236938)2 = 148.2051282
1 1
0.0000156 + 
 16 16 

F1-3 =
(0.253938 − 0.220188)2 = 584.1346154
1 1
0.0000156 + 
 16 16 

F1-4 =
(0.253938 − 205688)2 = 1193.878205
1 1
0.0000156 + 
 16 16 

F2-3 =
(0.253938 − 0.220188)2 = 143.878201
1 1
0.0000156 + 
 16 16 

F2-4 =
(0.253938 − 0.205688)2 = 500.8012821
1 1
0.0000156 + 
 16 16 

F3-4 =
(0.253938 − 0.265688)2 =107.8205128
1 1
0.0000156 + 
 16 16 
DK = {F| F > (3)F0.05;3,48 }, maka {F| F > (3 x 2.8 = 8.4)}, sehingga semua Ho
ditolak. Maka keputusan ujinya yaitu baris 1≠2 , 1≠3, 1≠3, 2≠3, 2≠4, 3≠4

Kesimpulan :
Sumber Perlakuan Ho Fobs (p-1)Fα;p-1,N-pq Kesimpulan
Baris 1 >< Baris 2 µ1= µ2 148.2051283 (3)(2.8)= 8.4 Ho ditolak
Baris 1 >< Baris 3 µ1= µ3 584.1346154 (3)(2.8)= 8.4 Ho ditolak
Baris 1 >< Baris 4 µ1= µ4 1193.878205 (3)(2.8)= 8.4 Ho ditolak
Baris 2 >< Baris 3 µ2= µ3 143.8782051 (3)(2.8)= 8.4 Ho ditolak
Baris 2 >< Baris 4 µ2= µ4 500.801821 (3)(2.8)= 8.4 Ho ditolak
Baris 3 >< Baris 4 µ3= µ4 107.8205128 (3)(2.8)= 8.4 Ho ditolak
b. Uji Komparasi Rataan Antar Kolom

Fi-j =
(X i −Xj )
2

1 1 
RKG + 
n n 
 i j 

Dengan DK = {F/ F > (q-1)Fα;q-1,N-pq }

F1-2 =
(0.261688 − 0.225438)2 = 673.8782051
1 1
0.0000156 + 
 16 16 

F1-3 =
(0.261688 − 0.207688)2 = 1495.384615
1 1
0.0000156 + 
 16 16 

F1-4 =
(0.261688 − 0.221938)2 = 810.2884615
1 1
0.0000156 + 
 16 16 

F2-3 =
(0.225438 − 0.207688)2 = 161.5705128
1 1
0.0000156 + 
 16 16 

F2-4 =
(0.225438 − 0.221938)2 = 6.282051285
1 1
0.0000156 + 
 16 16 

F3-4 =
(0.207688 − 0.221938)2 = 104.1346154
1 1
0.0000156 + 
 16 16 
DK = {F| F > (3)F0.05;3,48 }, maka {F| F > (3 x 2.8 = 8.4)}, sehingga Ho ditolak. Maka
keputusan ujinya yaitu kolom 1≠2 , 1≠3, 1≠3, 2≠3, , 3≠4
Sedangkan F2-4 (= 6.282051285) < (3)F0.05;3,48 (3 x 2.8 = 8.4),sehingga Ho diterima.
Maka keputusan ujinya kolom 2 = kolom 4.
Kesimpulan
Sumber Perbedaan Ho Fobs (q-1)Fα;q-1, N-pq Kesimpulan
Kolom 1><Kolom 2 µ1= µ2 673.8782051 (3)(2.8)=8.40 Ho ditolak
Kolom 1><Kolom 3 µ1= µ3 1495.384615 (3)(2.8)=8.40 Ho ditolak
Kolom 1><Kolom 4 µ1= µ4 810.2884615 (3)(2.8)=8.40 Ho ditolak
Kolom 2><Kolom 3 µ2= µ3 161.5705128 (3)(2.8)=8.40 Ho ditolak
Kolom 2><Kolom 4 µ2= µ4 6.282051285 (3)(2.8)=8.40 Ho diterima
Kolom 3><Kolom 4 µ3= µ4 104.1346154 (3)(2.8)=8.40 Ho ditolak

c. Uji Komparasi Rataan Antar Sel Pada Baris yang Sama

Fij-ik =
(X ij − X ik )2

 1 1 
RKG +
n 
 ij nik 
DK = {F|F > (pq – 1) Fα; pq – 1, N – pq}

F11-12 =
(0.281 − 0.24625)2 = 154.8157051
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F11-13 =
(0.281 − 0.237 )2 = 248.2051282
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F11-14 =
(0.281 − 0.2515)2 = 111.5705128
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F12-13 =
(0.24625 − 0.237)2 = 10.96955128
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F12-14 =
(0.24625 − 0.2515)2 = 3.33653846
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F13-14 =
(0.237 − 0.2515)2 = 26.95512821
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 
F21-22 =
(0.269 − 0.22725)2 = 223.4695513
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F21-23 =
(0.269 − 0.2155)2 = 366.9551282
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F21-24 =
(0.269 − 0.236)2 = 139.6153846
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F22-23 =
(0.22725 − 0.2155)2 = 17.70032051
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F22-24 =
(0.22725 − 0.236)2 = 9.815705128
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F23-24 =
(0.2155 − 0.236)2 = 53.87820513
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F31-32 =
(0.25525 − 0.22275)2 = 135.4166667
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F31-33 =
(0.25525 − 0.197)2 =435.0080128
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F31-34 =
(0.25525 − 0.20575)2 = 314.1346154
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 
F32-33 =
(0.22275 − 0.197)2 = 85.00801282
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F32-34 =
(0.22275 − 0.20575)2 = 37.05128205
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F33-34 =
(0.197 − 0.20575)2 = 9.815705128
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F41-42 =
(0.2415 − 0.2055)2 = 166.1538462
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F41-43=
(0.2415 − 0.18125)2 = 465.3926282
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F41-44 =
(0.2415 − 0.1945)2 = 283.2051282
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F42-43 =
(0.2055 − 0.18125)2 = 75.39262821
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F42-44 =
(0.2055 − 0.1945)2 = 15.51282051
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F42-44 =
(0.18125 − 0.1945)2 = 22.50801285
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 
DK = {F| F > (15) F0.05; 15,48}maka {F|F> (15) (1.90)=28.5} sehingga Ho ditolak.
Maka keputusan ujinya yaitu 11≠12, 11≠13 , 11≠14 , 21≠22 , 21≠23 , 21≠24 , 23≠24 ,

31≠32 , 31≠33 , 31≠34 , 32≠33 , 32≠34 , 41≠42 , 41≠43 , 41≠44 , 42≠43


Sedangkan = {F| F < (15) F0.05; 15,48}maka {F|F< (15) (1.90)=28.5} sehingga Ho
diterima. Maka keputusan ujinya adalah 12≠13, 13≠14, 13≠14, 22≠23, 22≠24,
33≠34, 42≠44, 43≠44
Kesimpulan
Ho Fobs (pq-1)Fα;pq-1,N-pq Kesimpulan
µ11= µ12 154.8157051 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ11= µ13 248.205282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ11= µ14 111.5705128 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ12= µ13 10.96955128 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ12= µ14 3.533653846 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ13= µ14 26.95512821 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ21= µ22 223.4695513 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ21= µ23 366.9551282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ21= µ24 139.6153846 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ22= µ23 17.70032051 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ22= µ24 9.815705128 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ23= µ24 53.87820513 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ31= µ32 135.4166667 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ31= µ33 435.0080128 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ31= µ34 314.1346154 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ32= µ33 85.00801282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ32= µ34 37.05128205 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ33= µ34 9.815705128 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ41= µ42 166.1538462 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ41= µ43 465.3926282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ41= µ44 283.2051282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ42= µ43 75.39262821 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ42= µ44 15.51282051 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ43= µ44 22.50801282 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
d. Ui Komparasi Rataan Antar Sel Pada Kolom yang Sama

Fij-ik =
(X ij − X ik )
2

 1 1 
RKG +
n 
 ij nik 
DK = {F|F > (pq – 1) Fα; pq – 1, N – pq}

F11-21 =
(0.281 − 0.269)2 = 18.46153846
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F11-31 =
(0.281 − 0.25525)2 = 85.00801282
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F11-41 =
(0.281 − 0.2415)2 = 200.0320513
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F21-31 =
(0.269 − 0.25525)2 = 24.23878205
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F21-41 =
(0.269 − 0.2415)2 = 96.95512821
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F31-41 =
(0.25525 − 0.2415)2 = 24.23878205
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F12-22 =
(0.24625 − 0.22725)2 = 46.28205128
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 
F12-32 =
(0.24625 − 0.22275)2 = 70.80128205
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F12-42 =
(0.24625 − 0.2055)2 = 212.8926282
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F22-32 =
(0.22725 − 0.22275)2 = 2.596153846
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F22-42 =
(0.22725 − 0.2055)2 = 60.64903846
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F32-42 =
(0.22275 − 0.2055)2 = 38.14903846
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F13-23 =
(0.237 − 0.2155)2 = 59.26282051
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F13-33 =
(0.237 − 0.197 )2 = 205.1282051
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F13-43 =
(0.237 − 0.18125)2 = 398.4695513
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F23-33 =
(0.2155 − 0.197)2 = 43.87820513
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 
F23-43 =
(0.2155 − 0.18125)2 = 150.3926382
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F33-43 =
(0.197 − 0.18125)2 = 31.80288462
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F14-42 =
(0.2515 − 0.236)2 = 30.80128205
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F14-43 =
(0.2515 − 0.20575)2 = 268.3413462
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F14-44 =
(0.2515 − 0.1945)2 = 416.5384615
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F24-34 =
(0.236 − 0.20575)2 = 117.3157051
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F24-44 =
(0.236 − 0.1945)2 = 220.8012821
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 

F34-44 =
(0.20575 − 0.1945)2 = 16.22596154
1 1 
0.0000156 + 
4 4 
 
DK = {F| F > (15) F0.05; 15,48}maka {F|F> (15) (1.90)=28.5} sehingga Ho ditolak.
Maka keputusan ujinya yaitu 11≠13 , 11≠14 , 12≠14 , 21≠22 , 21≠23 , 21≠24 , 22≠24
23≠24 , 31≠32 , 31≠33 , 31≠34 , 32≠33 , 32≠34 , 33≠34, 41≠42 , 41≠43 , 41≠44 ,

42≠43 42≠43
Sedangkan = {F| F < (15) F0.05; 15,48}maka {F|F< (15) (1.90)=28.5} sehingga Ho
diterima. Maka keputusan ujinya adalah 11≠1212≠13, 13≠14, 13≠14, 22≠23, 43≠44
Kesimpulan
Ho Fobs (pq-1)Fα;pq-1,N-pq Kesimpulan
µ11= µ21 18.46153846 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ11= µ31 85.00801282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ11= µ41 200.0320513 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ21= µ31 24.23878205 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ21= µ41 96.95512821 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ31= µ41 24.23878205 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ12= µ22 46.28205128 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ12= µ32 70.80128205 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ12= µ42 212.8926282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ22= µ32 2.596153846 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ22= µ42 60.64903846 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ32= µ42 38.14903846 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ13= µ23 59.26282051 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ13= µ33 205.1282051 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ13= µ43 398.4695513 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ23= µ33 43.87820513 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ23= µ43 150.3926282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ33= µ43 31.80288462 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ14= µ24 30.80128205 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ14= µ34 268.3413462 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ14= µ44 416.5384615 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ24= µ34 1173157051 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ24= µ44 220.8012821 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ34= µ44 16.22596154 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima

Anda mungkin juga menyukai