Budi Susilo
K.2598025
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi bahan
bakar adalaah :
1. Pemasangan kipaas udara sebelum intake manifold
2. Pemasangan kipas udara sebelum karburator
3. Pemasangan turbo charger atau super charger
4. Pemasangan intercooler
5. Kompresi mesin
6. Sistem pengapian
7. Kerapatan udara
8. Kecepatan angin alat pendingin koil pengapian
9. Putaran mesin
C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan ini tidak menyimpang dari permasalahan yangditeliti,
maka peneliti membatasi permasalahan pada kecepatan angin alat pendingin koil
pengapain dan putaran mesinyang dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian
terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc ?
2. Adakah perbedaan pengaruh putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada
mesin Suzuki Carry 1000 cc ?
3. Adakah interaksi pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dan
putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc?
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan mempunyai manfaat antar lain :
1. Manfaat Praktis
a. Memperoleh secara langsung mengenai kelemahan dan kelebihan alat pendingin
koil pengapian.
b. Menemukan cara pnghematan bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc
2. Manfaat Teoritis
a. Menerapkan ilmu yang didapat di bangku kuliah untuk diaplikasikan dalam
penelitian
b. Sebagai gahan wacana dan acuan bagi penelitian sejenis
BAB II
LANDASAN TEORI
G. Tinjauan Pustaka
1. Koil Pengapian
Koil pengapian adalah salah satu komponen utama dalam sistem pengapian.
Koil pengapian tidak dapat bekerja sendiri dalam menjalankan tugasnya. Walaupun
demikian kerja koil sangat menentukan kualitas hasil sistem pengapian, sebagaimana
dijelaskan oleh Boentarto (2002 :51) “koil merupakan komponen pengapian yang
menentukan baik atau tidaknya pembakaran. Dan pembakaran menentukan boros
tidaknya konsumsi bahan bakar”.
Walaupun semua komponen sistem pengapian bekerja dengan baik, tetapi jika
koil pengapian tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka pembakaran didalam
silinder tidak dapat berjalan sempurna. Sebaliknya apabila kerja komponen yang baik
didukung oleh kerja koil yang baik akan mendukung proses pembakaran sempurna.
Sebuah koil terdiri dari dua kumparan atau lilitan yaitu lilitan
primer dan sekunder, yang mempunyai inti lilitan dari besi, inti
besi atau core terbuat dari baja silikon tipis yang digulung ketat.
Lilitan sekunder terbuat dari kawat tembaga dengan diameter kecil
(0,05 – 0,1 mm) digulung pada inti besi. Sedangkan lilitan primer
terbuat dari kawat tembaga dengan diameter relatif lebih besar (0,5
– 1 mm) digulung mengelilingi lilitan sekunder. Lilitan primer
mempunyai jumlah lilitan antara 150 - 300 lilitan sedangkan lilitan
sekunder 150.000 – 300.000 lilitan. Walaupun lilitan keduanya
berbeda akan tetapi “biasanya kedua kumparan itu mempunyai
perbandingan 1:100 (primer : sekunder) “ (Yayat Supriyatna dan
Sumarsono, 1998:56).
Koil mempunyai tiga terminal yaitu terminal positif (terminal 15), terminal
negatif (terminal 1) dan terminal tegangan tinggi (terminal 4). Terminal-terminal
tersebut adalah ujung-ujung dari kedua lilitan yang dimiliki koil. Salah satu dari liitan
primer dihubungakan denga terminal positif dan ujung yang lain dihubungakan
dengan terminal negatif. Sedangakan lilitan sekunder salah satu ujungnya
dihubungkan dengan terminal positif dan ujung yang lain dihubungakn dengan
terminal tegangan tinggi melalui sebuah pegas. Kedua lilitan digulung pada arah yang
sama.
Untuk mencegah terjadinya hubungan singkat antara lapisan yang berdekatan
maka lapisan yang satu dengan yang lain disekat dengan kertas yang mempunyai
tahanan sekat tinggi. Seluruh ruangan kosong di dalam tabung koil diisi dengan
minyak atau campuran penyekat untuk menambah daya tahan terhadap panas yang
dapat mengurangi kinerja dari koil pengapian itu sendiri.
Gambar 1. Kontruksi Koil Pengapian
(Yayat Supriatna dan Sumarsono, 1998:57)
keterangan:
1. Terminal tegangan tinggi.
2. Isolasi pemisah kumparan.
3. Isolasi penutup.
4. Penghubung tegangan tinggi
melalui kontak.
5. Rumah atau Body.
6. Pengikat.
Untuk lebih jelasnya, konstruksi alat pendingin koil pengapian dapat dilihat
pada Gambar 2 berikut ini.
GAMBAR 2. PENAMPANG ALAT PENDINGIN KOIL PENGAPIAN
qc = hc . A. ∆T
Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa laju perpindahan panas dipengaruhi
oleh koefisien perpindahan panas. Harga koefisien perpindahan panas sangat sulit
ditentukan (tergantung kondisi), bahkan harus dilakukan eksperimen untuk setiap
kondisi yang berbeda. Namun yang perlu ditekankan disini bahwa “... harga angka hc
dalam sebuah sistem tergantung pada geometri permukaannya dan kecepatannya
maupun pada sifat-sifat fisik fluidanya dan acap kali bahkan pada beda suhu ∆T”.
(Frank Kreith, 1986 : 13)
Dari beberapa rumus diatas dapat diketahui bahwa tegangan induksi lilitan
primer sangat dipengaruhi oleh kemagnetan yang terjadi pada lilitan primer. Pada
suatu koil pengapian perbandingan antara jumlah lilitan sekunder dengan lilitan
primer adalah tetap. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi
besarnya tegangan tinggi pada suatu koil pengapian adalah besarnya kekuatan
magnet yang terjadi pada lilitan primer.
Besarnya kekuatan magnet pada lilitan primer dipengaruhi oleh beberapa hal
sebagaimana dijelaskan oleh TAM (7-2) berikut : “Kekuatan magnetnya tergantung
dari : banyaknya lilitan, harga tahanan dari lilitan dan lamanya titik kontak
menutup”.
Kekuatan magnet listrik dapat dinyatakan dalam suatu perkalian antara
jumlah lilitan dengan besarnya arus yang mengalir dalam pada lilitan tersebut.
Apabila lilitan banyak, maka kekuatan magnet listrik yang timbul juga besar begitu
juga sebaliknya jika jumlah lilitan sedikit maka kekuatan magnet listriknya juga
kecil.
Di samping jumlah lilitan, besarnya tahanan pada lilitan juga mempengaruhi
kekuatan magnet listrik. Harga tahanan yang besar akan mengakibatkan arus yang
mengalir pada lilitan primer berkurang, sehingga kekuatan medan magnet yang
terbentuk akan berkurang. Besarnya harga tahanan pada lilitan primer dipengaruhi
beberapa hal yaitu : panjang kawat lilitan, luas penampang kawat lilitan dan harga
tahanan jenis bahan kawat lilitan sehingga dapat dirumuskan
l
R=ρ
q
Dimana : R = tahanan ( ohm )
ρ = tahanan jenis ( ohm. meter )
l = panjang penghantar ( meter )
q = luas penampang penghantar ( meter2 )
Disamping dipengaruhi oleh ketiga faktor diatas, besarnya harga tahanan
kawat lilitan juga dipengaruhi oleh temperatur dari kawat lilitan tersebut. Sebagian
besar bahan akan meningkat harga tahanan jika temperaturnya meningkat, begitu
juga dengan kawat lilitan primer akan semakin besar harga tahanan jika
temperaturnya meningkat sebagaimana rumus berikut ini.
Rθ2 = Rθ1 [ 1+ε (θ2-θ1)] ohm.
Dimana : Rθ2 = tahanan pada suhu akhir ( ohm ).
Rθ1 = tahanan pada suhu awal ( ohm ).
θ2 = suhu akhir penghantar ( 0C )
θ1 = suhu awal penghantar ( 0C )
ε = koefisien panas jenis ( /0C )
Pengertian tentang kemagnetan dan kelistrikan diatas dapat diterapkan pada
koil pengapian. Pada saat temperatur koil meningkat, maka tahanan pada lilitan
primer meningkat juga meningkat. Arus yang mengalir pada lillitan primer menurun.
Hal ini mengakibatkan pembentukan magnet (kekuatan magnet) menurun, akibatnya
tegangan induksi lilitan primer menurun. Jika tegangan induksi lilitan primer
menurun sementara perbandingan jumlah lilitan sekunder dan jumlah lilitan primer
tetap, maka tegangan induksi yang dihasilkan oleh lilitan sekunder juga menurun.
Jika ingin mempertahankan besarnya tegangan tinggi yang dihasilkan oleh lilitan
sekunder, maka koil pengapian harus didinginkan. Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa pendinginan koil pengapian dapat mempengaruhi besar kecilnya
tegangan tinggi yang dihasilkan koil pengapian.
e. Pengaruh Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Pengapian Terhadap Konsumsi
Bahan Bakar
Kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dapat mempengaruhi
efektifitas pendinginan pada koil pengapian. Pendinginan koil pengapian
mempengaruhi tegangan induksi tinggi yang dihasilkan oleh koil pengapian.
Tegangan induksi yang tinggi akan menghasilkan bunga api dengan kualitas bagus
dan bunga api yang bagus akan membantu sempurnanya pembakaran didalam
silinder. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Boentarto (2002 : 48) “Kualitas api
busi harus baik agar pembakaran gas sempurna”. Boentarto (48) melanjutkan bahwa
api yang baik adalah “Api busi yang berwarna biru”. Api yang berwarna biru dapat
diperoleh apabila eleketroda busi bersih, celahnya berukuran standar dan tegangan
listriknya cukup tinggi.
Agar dapat terjadi percikan bunga api, maka tegangan induksi harus lebih
besar daripada tegangan pembakaran. Tegangan pembakaran adalah tegangan yang
dibutuhkan untuk memulai pembakaran. Apabila tegangan induksi lebih kecil dari
tegangan pembakaran, maka percikan bunga api tidak akan terjadi. Sebaliknya jika
tegangan induksi lebih besar, maka akan dapat terjadi percikan bunga api dan
kelebihan tegangan akan tetap bermanfaat.
Daryanto (2001 : 8) menjelaskan bahwa “Jika tingkat voltage tertentu dicapai
maka pada celah elektroda, busi tiba-tiba terjadi konduktif dan bunga api akan dapat
terloncat. Tegangan yang terjadi disebut tegangan pembakaran”. Sebagaimana
diketahui bahwa sebelum terjadi percikan bunga api, celah elektroda busi tidak
bersifat konduktif (tidak dapat menghantarkan arus). Setelah tegangan induksi cukup
untuk melewati celah busi dan tahanan-tahanan lain (kabel busi, celah rotor
distributor dan lain-lain), maka celah busi bersifat sebagai konduktor. Hal ini akan
terjadi selama tegangan yang tersedia cukup untuk memenuhi tegangan pembakaran.
Daryanto (2002 :8) menjelaskan bahwa “Setelah energi yang tersedia dari peralatan
penyimpanan menurun sampai ke batas minimum tertentu maka percikan bunga api
tidak dapat lebih lam diperpanjang dan akan berhenti”, pada saat ini celah busi tidak
bersifat konduktif. Lamanya percikan bunga api sekitar 1,4 milidetik.
Yang dimaksud dengan energi yang tersedia dari peralatan penyimpan adalah
tegangan induksi yang dihasilkan oleh koil pengapain, sebagaimana dijelaskan oleh
Daryanto (2002 : 3) bahwa “Penyimpanan energi pada medan magnet didasarkan
pada proses induksi sebagai akibat pengapian koil sebagai alat penyimpan induksi”.
Dengan kata lain bahwa koil pengapian juga sebagai sumber arus listrik karena
tegangan induksi pada sistem pengapian dihasilkan oleh koil pengapian
Percikan bunga api yang bagus akan mempengaruhi pembakaran. Percikan
bunga api merupakan awal dari proses pembakaran dan awal proses pembakaran
sangat mempengaruhi tahap pembakaran berikutnya. Pembakaran sempurna bukan
hanya dipengaruhi oleh percikan bunga api busi tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain yang secara umum dapat diringkas menjadi 3 yaitu pengapian (termasuk
didalamnya kualitas percikan bunga api), kondisi campuran gas dan tekanan
kompresi.
Kondisi campuran harus bagus yaitu perbandingan campuran yang tepat,
kerapatan campuran yang cukup tinggi, homogenitas campuran yang tinggi serta
temperatur yang tepat. Disamping itu gerakan gas harus mempuat turbulensi agar
perambatan api saat pembakaran lebih lancar. Tekanan kompresi tidak terlalu tinggi
karena dapat menimbulkan detonasi tetapi juga tidak terlalu rendah karena tekanan
akhir pembakaran akan rendah. Sedangkan pengapian harus tepat dan dengan bunga
api yang besar atau berwarna biru.
Pembakaran yang sempurna akan lebih menghemat bahan bakar karena
dengan pembakaran sempurna tenaga yang dihasilkan dapat maksimal. Disamping
itu dengan pembakaran sempurna tidak banyak bahan bakar yang terbuang percuma
karena hampir semua bahan bakar dapat dibakar didalam silinder.
Dari uraian diatas dapat diringkas bahwa kecepatan angin alat pendingin koil
pengapian mempengaruhi efektifitas pendinginan. Pendinginan yang efektif pada
koil pengapian mempengaruhi tegangan induksi tinggi dan tegangan induksi tinggi
mempengaruhi percikan api busi. Percikan api busi mempengaruhi pembakaran dan
pembakaran mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dapat mempengaruhi
konsumsi bahan bakar.
b. Putaran Rendah
“… putaran rendah dibawah 1000 rpm.” (Toyota Astra Motor, 1996 : 27 ).
Putaran rendah adalah ketika mobil beroperasi diatas putaran stasionernya dan
dibawah 1000 rpm. Pada putaran rendah ini, mesin tidak bekerja secara optimal.
c. Putaran Menengah
“…mesin diset pada 1000 rpm atau putaran tengah…”(Toyota Astra Motor,
1995 : 58). Putaran menengah adalah putaran yang terjadi antara 1000 rpm sampai
dengan 3000 rpm. Pada saat ini, mesin bekerja dengan optimal, namun masih dalam
batas yang kondusif bagi karakteristik mesin.
d. Putaran Tinggi
“…pada saat putaran tinggi/ 3000 rpm keatas, bodi terasa…….”(Toyota Astra
Motor, 1995 : 97). Putaran tinggi adalah ketika di atas 3000 rpm.. Pada saat ini,
mesin bekerja pada tingkat yang optimal dari mesin, sampai pada batas putaran yang
dapat dicapai oleh sebuah mesin.
Konsumsi bahan bakar adalah banyaknya bahan bakar yang dipakai selama
proses pembakaran berlangsung. Secara umum, faktor yang mempengaruhi konsumsi
bahan bakar adalah kecepatan. Pada kecepatan yang semakin meningkat maka
pemakaian bensin makin tidak menguntungkan (semakin banyak bahan bakar yang
dikonsumsi) (BPM. Arends & H. Berenschot 1980 : 27)
Ada dua cara untuk menunjukkan pemakaian bahan bakar diantaranya adalah
dengan cara memberitahukan bahwa sebuah mobil memakai bensin 1 dm3 untuk 12
km (BPM. Arends & H. Berenschot. 1980 : 28)
12
dm3 tiap kilometer
11
10
9
8
7
6
5
0 20 40 60 80 100 120
km/h
Gambar 9. Grafik Kecepatan dan Konsumsi Bahan Bakar (BPM. Arends & H.
Barenschot. 1980 : 27)
H. Kerangka Berfikir
dinding koil. Pendinginan akan semakin efektif apabila kecepatan aliran udara atau
kecepatan anginsemakin besar. Dari uraian diatas dapatlah diringkas bahwa
kecepatan angin menambah efektifitas pendinginan. Pendinginan pada koil
pengapian meningkatkan tegangan induksi. Tegangan induksi tinggi dapat
menimbulkan bunga api besar yang dapat menyempurnakan pembakaran.
Pembakaran sempurna akan menghemat bahan bakar. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dapat
mempengaruhi konsumsi bahan bakar.
Putaran mesin juga dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Pada putaran
mesin tertentu akan dicapai pengisian yang efisien. Pengisian yang efisien akan
membantu kesempurnaan pembakaran. Pembakaran sempurna akan menimbulkan
tenaga yang besar. Pada pembakaran sempurna semua bahan bakar dapat diubah
menjadi tenaga, sehingga pada pembakaran sempurna akan didapat tingkat konsumsi
bahan bakar yang rendah. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa putarn
mesin dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar.
I. Hipotesis
Dari uraian pada kerangka berfikir dapat dirumusakan hipotesis sementara :
1. Ada perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian terhadap
konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc
2. Ada perbedaan pengaruh putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada
mesin Suzuki Carry 1000 cc
3. Ada interaksi pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dan putaran
mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2003 sampai dengan Agustus
2003. Adapun rencana jadual waktu penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Waktu Penelitian
Waktu Mar 03 Apr 03 Mei 03 Jun 03 Jul 03 Agst 03
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Ke Ke Ke Ke ke ke
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengaj. Judul
Proposal
Seminar prop.
Revisi prop.
Perijinan
Penelitian
Penulisan
laporan
Metode Penelitian
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian
eksperimen, yaitu suatu penelitian yang mencari pengaruh variabel tertentu terhadap
variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol sangat ketat (Sugiyono, 1997 : 4)
Sedangkan desain eksperimen yang dipakai pada penelitian ini adalah desain
faktoial 4x4. Ada dua faktor dalam penelitian ini yaitu faktor A dan faktor B. Faktor
A adalah perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian yang terdiri dari
empat buah taraf faktor yaitu kecepatan angin 0 m/det (normal/tanpa pendingin,
kecepatan angin 0,8 m/det (pendingin I), kecepatan angin 1,5 m/det (pendingin II)
dan kecepatan angin 2,2 m/det (pendingin III). Sedangkan faktor B adalah variasi
putaran mesin yang terdiri dari empat taraf faktor yaitu 800 rpm, 1500 rpm, 2200
rpm dan 3000 rpm. Adapun sifat taraf faktor adalah tetap yaitu banyaknya taraf
faktor tetap dan semua taraf faktor dipakai dalam eksperimen.
1. Populasi Penelitian
2. Sampel Penelitian
Jumlah sampel penelitian ini dilaksanakan pada motor bensin empat langkah
empat silinder merk Suzuki Carry 1000 cc yang masih menggunakan pengapian
konvensional tanpa alat pendingin (kecepatan angin 0 m/det) dan kemudian ditambah
alat pendingin koil dengan kecepatan angin 0,8 m/det, 1,5 m/det, 2,2 m/det masing-
masing dengan variasi putaran 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm 3000 rpm, dengan
replikasi data sebanyak 4 kali untuk tiap perlakuan sehingga didapatkan sampel
sejumlah 64 buah.
K. Pelaksanaan Penelitian
b. Tahapan Penelitian
Untuk memperjelas teknik pengambilan data, maka alur penelitian yang
digunakan adalah sebagai berikut:
a. Persiapan
1) Menyiapkan sampel yang akan digunakan yaitu Mesin Suzuki Carry 1000 cc
kondisi standar.
2) Menyiapkan alat-alat yang akan dipergunakan dalam penelitian.
3) Memasang alat pengukur bahan bakar dan mengisi bahan bakar untuk
pemanasan mesin.
4) Menghidupkan mesin untuk mendapatkan suhu kerja mesin yang optimal.
5) Men-set stop watch pada posisis nol.
6) Mengukur tegangan accu
7) Menyiapkan alat ukur yang lain dan bahan percobaan :
b. Pengujian
1) Mengisi alat ukur bahan bakar dengan premium.
2) Menghidupkan mesin dan menyetel putaran mesin pada 800 rpm.
3) Mencatat waktu habisnya bahan bakar sebanyak 50 ml.
4) Mematikan mesin dan menunggu agar mesin dan koil kembali pada suhu
yang ditetapkan pada variabel kontrol
5) Mengulangi langkah 1 – 4 sampai ke-4 untuk tiga percobaan selanjutnya.
6) Melaksanakan langkah ke-1 sampai ke-5 untuk percobaan selanjutnya,
dengan putaran 1500 rpm, 2200 rpm, 3000 rpm.
7) Menambahkan alat pendingin koil dengan kecepatan angin 0,8 m/det
8) Melaksanakan langkah pengujian ke-1) sampai ke-6) kembali dengan alat
pendingin dengan kecepatan angin 1,5 m/det, dan 2,2 m/det
1,5m/det
2,2 m/det
1500 rpm
3000 rpm
800 rpm
2200 rpm
0m/det
/det
Analisis Data
Kesimpulan
L. Sumber Data
Data yang diperoleh dengan cara melakukan eksperimen. Adapun data yang
diambil adalah waktu yang diperlukan untuk mengkonsumsi bahan bakar sebanyak
50 mlpada mesin Suzuki Carry 1000 cc dengan kecepatan angin alat pendingin koil
pengapian 0 m/det (tanpa alat pendingin), 0,8 m/det (pendingin I), 1,5
m/det(pendingin II), 2,2 m/det (pendingin III) berturut-turut masing-masing dengan
variasi putaran mesin 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm, 3000 rpm.
Data yang diperoleh dalam satuan menit/50 ml. Kemudian untuk
mempermudah pengolahan data satuan ini diubah menjadi ml/detdengan langkah
sebagai berilkut :
1. Satuan menit/50 ml diubah menjadi detik/ml
2. Stuan det/ml diubah menjadi ml/det.
Data yang diperoleh ini bisa dilihat pada lampiran 1.
Untuk menguji pengaruh dua variabel bebas terhadap variabel terikat dan
untuk menguji interaksi dua variabel bebas terhadap variabel terikat, maka teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitia ini adalah uji alisis varian dua jalan.
Namun sebelum dilakukan uji anava dua jalan terlebih akan dilakukan uji analisis
varian duajalanyang antara lainadalah uji normalitas dan uji homogenitas
Rancangan analisis data pada desain ksperimen 4x4 adalah seperti pada tabel
berikut ini :
NΣX i − (ΣX i )
2 2
S=
N ( N − 1)
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Bartlett dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis
Ho: σ12=σ22=σ32=….=σk2 (Varian homogen)
Ha: tidak semua variansi sama ( Varian tidak homogen)
2) Menentukan taraf nyata α=0,01
3) Uji Statistik :
χ2
2,303 k
X2 = f log RKG − ∑ f j log S 2j
C
j =1
k = banyaknya populasi = banyaknya sampel
f = derajat kebebasan untuk RKG = N – K
fj = derajat kebebasan untuk SJ2 = nj – 1
J = 1, 2, ...k
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)
nj = banyaknya nilai (ukuran ) sampel ke-j = ukuran sampai ke-j.
1 1 1
C=1+ ∑ −
3(k − 1) fj ∑ fj
∑ SSj
RKG =
∑ fj
(∑ Xj ) = (nj − 1)sSj
2
SSj = ∑X 2
j −
nj
2
a b n
∑Y 2
=∑
i −1
∑ ∑Y
j =1 k =1
2
ijk dengan dk = abn
Jij0 = Jumlah pengamatan yang ada dalam taraf ke I faktor A dalam taraf ke j
faktor B.
n
= ∑Y
k =1
ijk
2
J 000
Ry = , dengan dk = 1
abn
Ay = Jumlah kuadrat (JK) untuk semua taraf faktor A
a
= bn ∑ (Yi 00 − Y000 )
2
i =1
a
J 000
2
= ∑
i =1
bn
− Ry dengan dk = (a-1)
∑ (Y − Y000 )
2
= an 100
i =1
a
2
= ∑ J
i =1
000
an
− Ry dengan dk = (b-1)
Jab = Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk semua sel untuk daftar axb
= n ∑∑ (Y0 j 0 − Y000 )
a b
2
i =1 j =1
b b
∑∑ J − Ry
2
0 j0
=
i =1 j =1
n
∑∑ (Y − Y000 − Y0 j 0 − Y000 )
a b
2
=n ij 0
i =1 j =1
Ey = ∑Y 2
- Ry – Ay – By – ABy dengan dk = ab (n-1)
Karena dalam penelitian ini ada 4 buah taraf faktor A dan 4 buah taraf faktor B, yang
semuanya digunakan dalam eksperimen, maka untuk menghitung statistik F,
digunakan model tetap, yaitu :
Ha1 dipakai statistik FA = A/E
Ha2 dipakai statistik FB = B/E
Ha3 dipakai statistik FAB = AB/E
3. Uji Lanjut
1 1
RKG +
n n
i j
Dengan :
Fi-j = nilai Fobs pada pembanding baris ke-i dan baris ke-j
X i = rataan pada baris ke-i
RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi
Ni = ukuran sampel baris ke-i
Nj = ukuran sampel baris ke-j
Sedangkan daerah kritiknya untuk uji itu adalah :
DK = {F/ F > F (p – 1),(N – pq}
b. Komparasi Rataan Antar Sel pada Baris yang Sama dan Kolom yang Sama
Uji Scheff untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama dan baris
yang sama :
Fij-ik =
(X ij − X ik )
2
1 1
RKG +
n
ij nik
Dengan :
Fi-j = nilai Fobs pada pembanding rataan pada sel ij dan rataan pada sel kj
X ij = rataan pada sel ij
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Program Pendidikan Teknik
Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FKIP dan Laboratorium Fakultas
MIPA UNS. Dengan pertimbangan segi praktis dan ekonomis karena jarak yang
tidak begitu jauh dari tempat tinggal peneliti. Dari segi ilmiahnya, di Laboratorium
Program Teknik Mesin dan Laboratorium Fakultas MIPA alat yang akan digunakan
ada di sana.
B. Faktor A adalah perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian yang
terdiri dari empat buah taraf faktor yaitu kecepatan angin 0 m/det (normal/tanpa
pendingin, kecepatan angin 0,8 m/det (pendingin I), kecepatan angin 1,5 m/det
(pendingin II) dan kecepatan angin 2,2 m/det (pendingin III). Sedangkan faktor B
adalah variasi putaran mesin yang terdiri dari empat taraf faktor yaitu 800 rpm, 1500
rpm, 2200 rpm dan 3000 rpm. Adapun sifat taraf faktor adalah tetap yaitu banyaknya
taraf faktor tetap dan semua taraf faktor dipakai dalam eksperimen.
pengapian konvensional tanpa alat pendingin (kecepatan angin 0 m/det) dan
kemudian ditambah alat pendingin koil dengan kecepatan angin 0,8 m/det, 1,5 m/det,
2,2 m/det masing-masing dengan variasi putaran 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm 3000
rpm, dengan replikasi data sebanyak 4 kali untuk tiap perlakuan sehingga didapatkan
sampel sejumlah 64 buah.
bebas dalam penelitian ini adalah perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil
pengapian dan variasi putaran mesin pada mesin Suzuki Carry 1000 cc.
Faktor A Faktor A (Perbedaan Kecepatan Angin)
(Perbedaan
800 1500 2200 3000
kecepatan angin)
(rpm)
(rpm) (rpm) (rpm)
0 m/det 0,8 m/det 1,5 m/det 2,2 m/det
Faktor A Kecepatan Angin Faktor A Kecepatan Angin
Ibu dan Nenekku Konsumsi Bahan Bakar
Koil Pengapian Alat Pendingin Koil Variasi Putaran Mesin
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Data pengukuran konsumsi bahan bakar pada penelitian ini melibatkan dua
faktor yaitu faktor A dan B. Faktor A adalah perbedaan kecepatan angin alat
pendingin koil pengapian dan faktor B adalah variasi putaran mesin. Data hasil
pengukuran konsumsi bahan bakar dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Data Konsumsi Bahan Bakar Pada Perbedaan Kecepatan Angin Alat
Pendingin Koil Pengapian Dan Variasi Putaran Mesin (mL/detik)
pend)
Jumlah 1.124 0.985 0.948 1.006 0.254
Rata-rata 0.281 0.247 0.237 0.252 4.063
kec. 0.269 0.233 0.216 0.236
Udara 0.265 0.227 0.217 0.239
0.8m/dt 0.266 0.223 0.218 0.234
(Pend. I) 0.276 0.226 0.211 0.235
Jumlah 1.076 0.908 0.862 0.944 3.791
Rata-rata 0.269 0.228 0.212 0.236 0.237
kec. 0.259 0.225 0.199 0.199
Udara 0.256 0.225 0.196 0.196
1.5m/dt 0.256 0.219 0.198 0.198
PENDIGIN KOIL)
0.30
Konsumsi Bahan Bakar (ml/det)
0.281
0.269
0.25 0.255 0.246 0.252
0.242 0.237 0.236
0.227
0.223 0.216
0.20 0.206 0.206
0.197 0.195 0 m/det
0.181
0.8 m/det
0.15
1.5 m/det
0.10 2.2 m/det
0.05
0.00
0 1000 2000 3000 4000
Putaran Mesin (rpm)
0.30
0.255
0.269
0.252
0.246
0.242
Konsumsi bahan bakar
0.237
0.236
0.227
0.223
0.216
0.25
0.206
0.206
0.197
0.195
0.181
0 m/det
0.20
(ml/det)
0.8 m/det
0.15 1.5 m/det
2.2 m/det
0.10
0.05
0.00
800 1500 2200 3000
Putaran mesin (rpm)
Kemudian harga Lmaks dikonsultasikan dengan harga Ltabel yang didapatkan pada
tabel. Jika hasil perhitungan mendapatkan harga Lmaks lebih kecil dari harga Ltabel,
maka data berdistribusi normal. Adapun keputusan uji normalitas data selengkapnya
adalah tersebut dalam Tabel 7 sebagai berikut :
1. Uji Homogenitas
tersebut (baris dan kolom) berasal dari populasi yang homogen. Perhitungan
selengkapnya dapat diperiksa pada Lampiran 3.
C. Pengujian Hipotesis
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui pengaruh dan
interaksi yang terjadi pada dua faktor (variabel bebas) dengan masing-masing faktor
mempunyai empat taraf taraf, maka pengujian hipotesis ini menggunakan analisis
varian dua jalan. Dari hasil pengujian analisis varian dua jalan tersebut akan
diketahui ada tidaknya pengaruh perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil dan
variasi putaran mesin serta interaksi kedua variabel tersebut terhadap tingkat
konsumsi bahan bakar.
Kemudian untuk melihat besarnya pengaruh masing-masing variabel serta
interaksi antara kedua variabel tersebut dapat ditunjukkan pada tabel 8, yaitu tabel
ringkasan hasil uji F, untuk anava dua jalan sebagai berikut :
Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji F Untuk Anava Dua Jalan
Sumber
Dk Jk RJK F Ftabel P
Variasi
Rata-rata 1 3.361722 3.361722 - -
Perlakuan
A 3 0.020894 0.006965 446.04 4.22 0.01
B 3 0.025362 0.008454 541.42 4.22 0.01
Ab 9 0.001252 0.000139 8.91 2.80 0.01
Kekeliruan 48 0.00075 0.0000156 - -
Jumlah 64 3.40998
Berdasarkan rangkuman hasil Uji F untuk anava dua jalan pada tabel 8 dapat
diambil keputusan uji sebagai berikut:
a. Perbedaan Pengaruh Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Pengapian Terhadap
Konsumsi Bahan Bakar (Faktor A)
Tabel 8 menunjukkan bahwa FA = 446.04 dan daridaftar distribusi F dengan
taraf 0.01 dengan dk pembilang 3, dk penyebut 48 didapat F(0.01, 3,48) = 4.22 sehingga
FA > F(0.01, 3,48)l. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang
signifikan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian terhadap konsumsi bahan
bakar mesin Suzuki Carry 1000 cc. Jadi hipotesis pertama dapat diterima.
b. Perbedaan Pengaruh Putaran Mesin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar (Faktor B)
Dari tabel 8 dapat terlihat bahwa FB = 541.42 sedangkan dari daftar distribusi
F dengan taraf 0.01 dan dk pembilang 3, dk penyebut 48 didapat F(0.01, 3,48) = 4.22
sehingga FB > F(0.01, 3,48)l. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikan putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin
Suzuki Carry 1000 cc. Jadi hipotesis kedua dapat diterima.
Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa ada 5 hipotesis nol yang ditolak dan ada
1 hipotesis nol yang diterima yaitu antara baris 2 dan baris 4. Hal ini berarti bahwa
antara 1500 rpm dengan 3000 rpm sama pengaruhnya terhadap konsumsi bahan
bakar.
Dari Tabel 11 dan 12dapat diketahui bahwa tidak semua Ho ditolak, ada
beberapa Ho yang diterima artinya ada beberapa perlakuan yang tidak mempunyai
perbedaan karena Fobs < (pq-1)Fα;pq-1, N-pq. Adapun beberapa perlakuan yang tidak
mempunyai perbedaan adalah :
1. Pada 800 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 800 rpm dengan
kecepatan angin 0,8 m/det.
2. Pada 800 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan 800 rpm dengan
kecepatan angin 1,5 m/det.
3. Pada 800 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 800 rpm dengan
kecepatan angin 2,2 m/det.
4. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan 1500 rpm dengan
kecepatan angin 1,5 m/det.
5. Pada 2200 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 2200 rpm dengan
kecepatan angin 2,2 m/det.
6. Pada 3000 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 0,8 m/det.
7. Pada 3000 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 2,2 m/det.
8. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 2200 rpm dengan
kecepatan angin 0 m/det.
9. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 1500 rpm dengan
kecepatan angin 0 m/det.
10. Pada 2200 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 0 m/det.
11. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan 2200 rpm dengan
kecepatan angin 1,5 m/det.
12. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 0,8 m/det.
13. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 1,5 m/det.
14. Pada 2200 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 1,5 m/det.
15. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 1,5 m/det.
16. Pada 2200 rpm dengan kecepatan angin 2,2 m/det dan 3000 rpm dengan
kecepatan angin 2,2 m/det.
BAB V
Implikasi
DAFTAR PUSTAKA
3 men 00.35 det 3 men 24.50 det 3 men 31.86 det 3 men 25.76 det
2 men 57.54 det 3 men 25.05 det 3 men 31.86 det 3 men 20.04 det
2 men 53.23 det 3 men 25.94 det 3 men 30.08 det 3 men 16.07 det
Pendingin I 3 men 06.03 det 3 men 34.79 det 3 men 51.48 det 3 men 31.86 det
3 men 09.03 det 3 men 40.61 det 3 men 50.04 det 3 men 29.30 det
3 men 08.21 det 3 men 44.37 det 3 men 49.23 det 3 men 33.02 det
3 men 01.19 det 3 men 41.43 det 3 men 56.96 det 3 men 32.76 det
Pendingin II 3 men 13.25 det 3 men 42.22 det 4 men 11.09 det 4 men 00.38 det
3 men 15.18 det 3 men 41.26 det 4 men 15.10 det 4 men 02.03 det
3 men 15.31 det 3 men 48.03 det 4 men 12.52 det 3 men 59.23 det
3 men 20.07 det 3 men 55.84 det 4 men 12.52 det 4 men 76.86 det
Pendingin III 3 men 28.51 det 3 men 58.09 det 4 men 30.37 det 4 men 23.15 det
3 men 25.14 det 4 men 01.54 det 4 men 34.72 det 4 men 17.23 det
3 men 28.27 det 4 men 07.52 det 4 men 03.05 det 4 men 17.86 det
3 men 26.86 det 4 men 06.30 det 4 men 36.24 det 4 men 10.07
Lampiran 2
14.668 2
RY = = 3.361722
64
4.063 2 13.7912 3.523 2 3.2912
AY = { + + + } – 3.361722
16 16 16 16
= 0.020894
4.187 2 3.607 2 3.323 2 3.5512
BY = { + + + } – 3.361722
16 16 16 16
= 0.025362
1
Jab = {1.1242 + 0.9852 + 0.9482 + 1.0062 + 1.0762 + 0.9092 + 0.8622 + 0.9442 +
4
1.0212 + 0.8912 + 0.7882 + 0.8232 + 0.9662 + 0.8222 + 0.7252 + 0.7782 } –
3.361722
= 0.047508
ABY= 0.047508 – 0.020894 – 0.025362
= 0.001252
EY = 3.40998 – 3.361722 – 0.020894 – 0.025362 – 0.001252
= 0.00075
Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat adalah :
dk rata-rata = 1
dk A = 4 – 1 = 3
dk B = 4 – 1 = 3
dk AB = (4-1) (4-1) = 9
dk E = (4x4) (4-1) = 48
Kriteria Pengujian
Ho1 ditolak apabila FA > Ftα(a-1), ab (n-1)
Ho2 ditolak apabila FB > Ftα(b-1), ab (n-1)
Ho3 ditolak apabila FAB > Ftα{(a-1) (b-1), ab (n-1)}
Ft 0.05(3, 48) = 2.8
Ft 0.05(3, 48) = 2.8
Ft 0.05(9, 48) = 2.08
FA ( =446.036) > Ft 0.05(3, 48) (=2.8)
FB (=541.4169 ) > Ft 0.05(3, 48) (=2.8)
FAB (=8.910829 ) > Ft 0.05(9, 48) = 2.08
Kesimpulan
a. Ada pengaruh pemasangan pendingin koil pengapian terhadap konsumsi bahan
bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc
a. Ada pengaruh variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin
Suzuki Carry 1000 cc
a. Ada interaksi pengaruh pemasangan pendingin koil pengapian dan variasi putaran
mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc
Lampiran 5
Uji Scheffe Pasca Anava Dua Jalan
Faktor A Faktor B ( Putaran Mesin )
Kecepatan 800 1500 2200 3000 Rataan
Angin (rpm) (rpm) (rpm) (rpm) Marginal
0 m/det 0.281 0.24625 0.237 0.2515 0.253938
0,8 m/det 0.269 0.22725 0.2155 0.236 0.236938
1,5 m/det 0.25525 0.22275 0.197 0.20575 0.220188
2,2 m/det 0.2415 0.2055 0.18125 0.1945 0.205688
Rataan 0.261688 0.225438 0.207688 0.221938
marginal
Fi-j =
(X i −Xj )
2
1 1
RKG +
n n
i j
F1-3 =
(0.253938 − 0.220188)2 = 584.1346154
1 1
0.0000156 +
16 16
F1-4 =
(0.253938 − 205688)2 = 1193.878205
1 1
0.0000156 +
16 16
F2-3 =
(0.253938 − 0.220188)2 = 143.878201
1 1
0.0000156 +
16 16
F2-4 =
(0.253938 − 0.205688)2 = 500.8012821
1 1
0.0000156 +
16 16
F3-4 =
(0.253938 − 0.265688)2 =107.8205128
1 1
0.0000156 +
16 16
DK = {F| F > (3)F0.05;3,48 }, maka {F| F > (3 x 2.8 = 8.4)}, sehingga semua Ho
ditolak. Maka keputusan ujinya yaitu baris 1≠2 , 1≠3, 1≠3, 2≠3, 2≠4, 3≠4
Kesimpulan :
Sumber Perlakuan Ho Fobs (p-1)Fα;p-1,N-pq Kesimpulan
Baris 1 >< Baris 2 µ1= µ2 148.2051283 (3)(2.8)= 8.4 Ho ditolak
Baris 1 >< Baris 3 µ1= µ3 584.1346154 (3)(2.8)= 8.4 Ho ditolak
Baris 1 >< Baris 4 µ1= µ4 1193.878205 (3)(2.8)= 8.4 Ho ditolak
Baris 2 >< Baris 3 µ2= µ3 143.8782051 (3)(2.8)= 8.4 Ho ditolak
Baris 2 >< Baris 4 µ2= µ4 500.801821 (3)(2.8)= 8.4 Ho ditolak
Baris 3 >< Baris 4 µ3= µ4 107.8205128 (3)(2.8)= 8.4 Ho ditolak
b. Uji Komparasi Rataan Antar Kolom
Fi-j =
(X i −Xj )
2
1 1
RKG +
n n
i j
F1-2 =
(0.261688 − 0.225438)2 = 673.8782051
1 1
0.0000156 +
16 16
F1-3 =
(0.261688 − 0.207688)2 = 1495.384615
1 1
0.0000156 +
16 16
F1-4 =
(0.261688 − 0.221938)2 = 810.2884615
1 1
0.0000156 +
16 16
F2-3 =
(0.225438 − 0.207688)2 = 161.5705128
1 1
0.0000156 +
16 16
F2-4 =
(0.225438 − 0.221938)2 = 6.282051285
1 1
0.0000156 +
16 16
F3-4 =
(0.207688 − 0.221938)2 = 104.1346154
1 1
0.0000156 +
16 16
DK = {F| F > (3)F0.05;3,48 }, maka {F| F > (3 x 2.8 = 8.4)}, sehingga Ho ditolak. Maka
keputusan ujinya yaitu kolom 1≠2 , 1≠3, 1≠3, 2≠3, , 3≠4
Sedangkan F2-4 (= 6.282051285) < (3)F0.05;3,48 (3 x 2.8 = 8.4),sehingga Ho diterima.
Maka keputusan ujinya kolom 2 = kolom 4.
Kesimpulan
Sumber Perbedaan Ho Fobs (q-1)Fα;q-1, N-pq Kesimpulan
Kolom 1><Kolom 2 µ1= µ2 673.8782051 (3)(2.8)=8.40 Ho ditolak
Kolom 1><Kolom 3 µ1= µ3 1495.384615 (3)(2.8)=8.40 Ho ditolak
Kolom 1><Kolom 4 µ1= µ4 810.2884615 (3)(2.8)=8.40 Ho ditolak
Kolom 2><Kolom 3 µ2= µ3 161.5705128 (3)(2.8)=8.40 Ho ditolak
Kolom 2><Kolom 4 µ2= µ4 6.282051285 (3)(2.8)=8.40 Ho diterima
Kolom 3><Kolom 4 µ3= µ4 104.1346154 (3)(2.8)=8.40 Ho ditolak
Fij-ik =
(X ij − X ik )2
1 1
RKG +
n
ij nik
DK = {F|F > (pq – 1) Fα; pq – 1, N – pq}
F11-12 =
(0.281 − 0.24625)2 = 154.8157051
1 1
0.0000156 +
4 4
F11-13 =
(0.281 − 0.237 )2 = 248.2051282
1 1
0.0000156 +
4 4
F11-14 =
(0.281 − 0.2515)2 = 111.5705128
1 1
0.0000156 +
4 4
F12-13 =
(0.24625 − 0.237)2 = 10.96955128
1 1
0.0000156 +
4 4
F12-14 =
(0.24625 − 0.2515)2 = 3.33653846
1 1
0.0000156 +
4 4
F13-14 =
(0.237 − 0.2515)2 = 26.95512821
1 1
0.0000156 +
4 4
F21-22 =
(0.269 − 0.22725)2 = 223.4695513
1 1
0.0000156 +
4 4
F21-23 =
(0.269 − 0.2155)2 = 366.9551282
1 1
0.0000156 +
4 4
F21-24 =
(0.269 − 0.236)2 = 139.6153846
1 1
0.0000156 +
4 4
F22-23 =
(0.22725 − 0.2155)2 = 17.70032051
1 1
0.0000156 +
4 4
F22-24 =
(0.22725 − 0.236)2 = 9.815705128
1 1
0.0000156 +
4 4
F23-24 =
(0.2155 − 0.236)2 = 53.87820513
1 1
0.0000156 +
4 4
F31-32 =
(0.25525 − 0.22275)2 = 135.4166667
1 1
0.0000156 +
4 4
F31-33 =
(0.25525 − 0.197)2 =435.0080128
1 1
0.0000156 +
4 4
F31-34 =
(0.25525 − 0.20575)2 = 314.1346154
1 1
0.0000156 +
4 4
F32-33 =
(0.22275 − 0.197)2 = 85.00801282
1 1
0.0000156 +
4 4
F32-34 =
(0.22275 − 0.20575)2 = 37.05128205
1 1
0.0000156 +
4 4
F33-34 =
(0.197 − 0.20575)2 = 9.815705128
1 1
0.0000156 +
4 4
F41-42 =
(0.2415 − 0.2055)2 = 166.1538462
1 1
0.0000156 +
4 4
F41-43=
(0.2415 − 0.18125)2 = 465.3926282
1 1
0.0000156 +
4 4
F41-44 =
(0.2415 − 0.1945)2 = 283.2051282
1 1
0.0000156 +
4 4
F42-43 =
(0.2055 − 0.18125)2 = 75.39262821
1 1
0.0000156 +
4 4
F42-44 =
(0.2055 − 0.1945)2 = 15.51282051
1 1
0.0000156 +
4 4
F42-44 =
(0.18125 − 0.1945)2 = 22.50801285
1 1
0.0000156 +
4 4
DK = {F| F > (15) F0.05; 15,48}maka {F|F> (15) (1.90)=28.5} sehingga Ho ditolak.
Maka keputusan ujinya yaitu 11≠12, 11≠13 , 11≠14 , 21≠22 , 21≠23 , 21≠24 , 23≠24 ,
Fij-ik =
(X ij − X ik )
2
1 1
RKG +
n
ij nik
DK = {F|F > (pq – 1) Fα; pq – 1, N – pq}
F11-21 =
(0.281 − 0.269)2 = 18.46153846
1 1
0.0000156 +
4 4
F11-31 =
(0.281 − 0.25525)2 = 85.00801282
1 1
0.0000156 +
4 4
F11-41 =
(0.281 − 0.2415)2 = 200.0320513
1 1
0.0000156 +
4 4
F21-31 =
(0.269 − 0.25525)2 = 24.23878205
1 1
0.0000156 +
4 4
F21-41 =
(0.269 − 0.2415)2 = 96.95512821
1 1
0.0000156 +
4 4
F31-41 =
(0.25525 − 0.2415)2 = 24.23878205
1 1
0.0000156 +
4 4
F12-22 =
(0.24625 − 0.22725)2 = 46.28205128
1 1
0.0000156 +
4 4
F12-32 =
(0.24625 − 0.22275)2 = 70.80128205
1 1
0.0000156 +
4 4
F12-42 =
(0.24625 − 0.2055)2 = 212.8926282
1 1
0.0000156 +
4 4
F22-32 =
(0.22725 − 0.22275)2 = 2.596153846
1 1
0.0000156 +
4 4
F22-42 =
(0.22725 − 0.2055)2 = 60.64903846
1 1
0.0000156 +
4 4
F32-42 =
(0.22275 − 0.2055)2 = 38.14903846
1 1
0.0000156 +
4 4
F13-23 =
(0.237 − 0.2155)2 = 59.26282051
1 1
0.0000156 +
4 4
F13-33 =
(0.237 − 0.197 )2 = 205.1282051
1 1
0.0000156 +
4 4
F13-43 =
(0.237 − 0.18125)2 = 398.4695513
1 1
0.0000156 +
4 4
F23-33 =
(0.2155 − 0.197)2 = 43.87820513
1 1
0.0000156 +
4 4
F23-43 =
(0.2155 − 0.18125)2 = 150.3926382
1 1
0.0000156 +
4 4
F33-43 =
(0.197 − 0.18125)2 = 31.80288462
1 1
0.0000156 +
4 4
F14-42 =
(0.2515 − 0.236)2 = 30.80128205
1 1
0.0000156 +
4 4
F14-43 =
(0.2515 − 0.20575)2 = 268.3413462
1 1
0.0000156 +
4 4
F14-44 =
(0.2515 − 0.1945)2 = 416.5384615
1 1
0.0000156 +
4 4
F24-34 =
(0.236 − 0.20575)2 = 117.3157051
1 1
0.0000156 +
4 4
F24-44 =
(0.236 − 0.1945)2 = 220.8012821
1 1
0.0000156 +
4 4
F34-44 =
(0.20575 − 0.1945)2 = 16.22596154
1 1
0.0000156 +
4 4
DK = {F| F > (15) F0.05; 15,48}maka {F|F> (15) (1.90)=28.5} sehingga Ho ditolak.
Maka keputusan ujinya yaitu 11≠13 , 11≠14 , 12≠14 , 21≠22 , 21≠23 , 21≠24 , 22≠24
23≠24 , 31≠32 , 31≠33 , 31≠34 , 32≠33 , 32≠34 , 33≠34, 41≠42 , 41≠43 , 41≠44 ,
42≠43 42≠43
Sedangkan = {F| F < (15) F0.05; 15,48}maka {F|F< (15) (1.90)=28.5} sehingga Ho
diterima. Maka keputusan ujinya adalah 11≠1212≠13, 13≠14, 13≠14, 22≠23, 43≠44
Kesimpulan
Ho Fobs (pq-1)Fα;pq-1,N-pq Kesimpulan
µ11= µ21 18.46153846 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ11= µ31 85.00801282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ11= µ41 200.0320513 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ21= µ31 24.23878205 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ21= µ41 96.95512821 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ31= µ41 24.23878205 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ12= µ22 46.28205128 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ12= µ32 70.80128205 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ12= µ42 212.8926282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ22= µ32 2.596153846 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima
µ22= µ42 60.64903846 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ32= µ42 38.14903846 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ13= µ23 59.26282051 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ13= µ33 205.1282051 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ13= µ43 398.4695513 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ23= µ33 43.87820513 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ23= µ43 150.3926282 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ33= µ43 31.80288462 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ14= µ24 30.80128205 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ14= µ34 268.3413462 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ14= µ44 416.5384615 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ24= µ34 1173157051 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ24= µ44 220.8012821 (15)(1.90)=28.5 Ho ditolak
µ34= µ44 16.22596154 (15)(1.90)=28.5 Ho diterima