A. LAPORAN PENDAHULUAN
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai
pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu
rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan kecil.
Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di
depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di
belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus besar. Hati
menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus
halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa
terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior
abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior,
reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.
2. Definisi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan
cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa)
atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan
mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 2000).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma
yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding
perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis.
1) Trauma penetrasi
a. Trauma Tembak
b. Trauma Tumpul
2) Trauma non-penetrasi
a. Kompresi
c. Sabuk pengaman
d. Cedera akselerasi
3. Etiologi
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
b. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau
terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati
harus dieksplorasi
5. Pathofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas,
penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan
hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat
trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan
tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan
menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga
penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan
jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan
tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa
jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal
tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar
seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya
ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur
tulang dinding thoraks.
c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ
dan pedikel vaskuler.
Pohon masalah:
6. Manifestasi klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi:
nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi,
peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
c. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan
biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
d. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
e. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.
d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
a. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka
atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi
rekumben.
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.
7. Komplikasi
b. Lambat : infeksi
c. Trombosis Vena
d. Emboli Pulmonar
g. Tekanan ulserasi
h. Atelektasis
i. Sepsis
8. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto thoraks
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula
dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya
infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase
yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan
transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum,
corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat
menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5) VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat
membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
· Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
· Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
· Hamil
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma
pada hepar dan retroperitoneum.
b. Penatalaksanaan medis
1) Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2) Pemeriksaan laparoskopi
3) Pemasangan NGT
4) Pemberian antibiotic
Mencegah infeksi.
5) Laparotomi
c. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.
2) Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi
bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
a) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
5) Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung,
mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
6) Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah
kekeringan visera.
7) Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau
haluaran urine.
8) Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya
udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono,
1994).
a. Aktifitas/istirahat
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma)
b. Sirkulasi
Data Obyektif : kecepatan (bradipneu, takhipneu), polana pas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
d. Eliminasi
f. Neurosensori.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,Kesulitan dalam
menentukan posisi tubuh.
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
h. Pernafasan
i. Keamanan
b) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya
peluru.
c) Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi.
Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal, jika ada tanda iritasi peritonium,
biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
d) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau
nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
e) Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan
semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
· Metode cedera.
· Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk
keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
· Kecenderungan perdarahan.
· Alergi.
Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi masalah yang mengancam
kehidupan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :
3. Intervensi
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994).
mplementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen
(Wilkinson, 2006) meliputi :
I. Dx I
Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak
diinginkan.
b. Kriteria hasil :
c. Intervensi:
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan
yang tepat.
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan
plester kertas.
Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal
lainnya.
Rasional : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar
tidak terjadi infeksi.
Rasional : antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko
terjadi infeksi.
II. Dx II
Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula
darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
b. Kriteria hasil :
c. Intervensi:
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya
proses infeksi.
III. Dx III
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya
kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang
tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau
dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
b. Kriteria Hasil :
c. Intervensi:
Rasional : merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.
IV. Dx IV
Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi
fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang
diinginkan.
b. Kriteria hasil :
c. Intervensi :
Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk
aktivitas seperlunya secar optimal.
Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan
menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
V. Dx V
Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang
bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
b. Kriteria hasil :
- 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
c. Intervensi:
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta:
EGC
Doenges. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian
perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. : Jakarta:
EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
NAMA : NURHISANTI
KELOMPOK : IV
CI LAHAN CI INSTITUSI
PROGRAM STUDI
S1 KEPERAWATAN
2013
BAB I
1. DEFINISI
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang
hebat. (Brooker,2001)
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma
yang di sengaja atau tidak di sengaja. (Smeltzer, 2001)
2. ETIOLOGI
Di sebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt).
(FKUI, 1995).
3. PATOFISIOLOGI
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang
serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah
yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka
tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma
abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising
usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan
peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum
tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat
kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).
4. MANIFESTASI KLINIK
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
· Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka
atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi
rekumben.
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal hock hemoragi.
5. KOMPLIKASI
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar, kuldosentesi,
kemungkinan adanya darah dalam lambung dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi
pada saluran kencing.
4) IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
5) Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya
kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat,
dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut
didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih
dahulu.
6) Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan garam
fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium (FKUI, 1995)
7. PENATALAKSANAAN
c. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan).
d. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan
peritoneal : syok, bising usus tidak terdengar, prolaps visera melalui luka tusuk, darah dalam lambung,
buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga
perut) (FKUI, 1995).
BAB II
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono,
1994).
· Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya
peluru.
· Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi.
Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal, jika ada tanda iritasi peritonium,
biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
· Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot
atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
· Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan
semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
· Metode cedera.
· Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk
keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
· Kecenderungan perdarahan.
· Alergi.
Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi masalah yang mengancam
kehidupan.
B. PENATALAKSANAAN KEDARURATAN
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.
2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi
bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
a) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
3. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya hati dan
limpa mengalami trauma.
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.
c) Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering
5. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung,
mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
6. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah
nkekeringan visera.
muntah.
9. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian mengenai
perdarahan intraperitonium.
10. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.
12. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. Trauma dapat menyebabkan infeksi akibat
karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver
diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
13. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya udara
bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen
(Wilkinson, 2006) meliputi :
Dx I
Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak
diinginkan.
Kriteria hasil :
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
4. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan
plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi
infeksi.
Dx II
Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula
darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Kriteria hasil :
3. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
4. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses
infeksi.
Dx III
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya
kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang
tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau
dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Kriteria Hasil :
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
Dx IV
Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi
fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang
diinginkan.
Kriteria hasil :
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas
seperlunya secar optimal.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
Dx V
Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang
bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Kriteria hasil :
§ 0 mandiri penuh
§ 2 memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
4. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
E. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan
keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
(Brooker, 2001).
6. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC :
Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA TUMPUL ABDOMEN
DEFINISI
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1998).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
A. Trauma penetrasi
1. Luka tembak
2. Luka tusuk
B. Trauma non-penetrasi
1. Kompres
3. Sabuk pengaman
4. Cedera akselerasi
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di
eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati
harus dieksplorasi (Sjamsuhidayat, 1998).
ETIOLOGI
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya
banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi
yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir
mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang
besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk,
akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen
bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat
berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada
abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
PATOFISIOLOGI
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen
yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah
merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi,
maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma
abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising
usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan
peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum
tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat
kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).
MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka
atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi
rekumben.
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto thoraks
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum,
corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat
menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat
membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
o Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
o Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
o Hamil
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma
pada hepar dan retroperitoneum.
B. Pemeriksaan khusus
1. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam
rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi
untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
C. Penatalaksanaan Medis
1. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan laparoskopi
3. Pemasangan NGT
4. Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
5. Laparotomi
A. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan
cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan
luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan
prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1. Airway
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda
asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’
tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka
bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru
segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2
kali bantuan napas).
2. Imobilisasi
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali
dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah
antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali
kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada
verban steril.
4. Imobilisasi pasien.
B. Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman
akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna
bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau
untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk
menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
c. Uretrografi.
d. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada :
o fraktur pelvis
o trauma non-penetrasi
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk
pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus
di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara
ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan
laparotomi segera.
PATHWAY
Trauma
(kecelakaan)
Motilitas usus
↓
Kelemahan fisik
(Sumber : Mansjoer,2001)
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian
kepala ke ujung kaki.
1. Aktifitas/istirahat
2. Sirkulasi
3. Integritas ego
4. Eliminasi
6. Neurosensori
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama.
8. Pernafasan
9. Keamanan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Intervensi :
5. Tranfusi darah
Intervensi :
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Intervensi :
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi.
Intervensi :
1. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu
2. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan
R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk
memberikan penjelasan kepada klien.
3. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien
mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
R/ memotifasi klien
Intervensi :
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian
perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
http://www.primarytraumacare.org/ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pdf/ 10,17,2009,13.10am
Rabu, 02 Oktober 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam era Modernisasi kemajuan dibidang tekhnologi trasnportasi dan semakin berkembangnya
mobilitas manusia berkendaraan di jalan raya, menyebabkan kecelakaan yang terjadi semakin
meningkat serta angka kematian semakin tinggi. Salah satu kematian akibat kecelakaan adalah
diakibatkan trauma abdomen. Kecelakaan laulintas merupakan penyebab kematian 75 % trauma tumpul
abdomen, sedangkan penyebab lainnya adalah penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
tempat ketinggian, sedangkan akibat dari penganiayaan ini disebabkan oleh karena senjata tajam dan
peluru. Oleh karena hal tersebut diatas akan mengakibatkan kerusakan dan menimbulkan robekan dari
organ – organ dalam rongga abdomen atau mengakibatkan penumpukan darah dalam rongga abdomen
yang berakibat kematian. Di Rumah Sakit data kejadian trauma abdomen masih cukup tinggi. Dalam
kasus ini “ Waktu adalah nyawa ” dimana dibutuhkan suatu penanganan yang professional yaitu cepat,
tepat, cermat dan akurat, baik di tempat kejadian ( pre hospital ), transportasi sampai tindakan definitif
di rumah sakit.
2. Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk perawatan pasien penderita
trauma abdomen
3. Menguraikan prosedur perawatan yang digunakan untuk pasien penderita trauma abdomen.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma
dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman,
2006).
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas,
ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal)
dan mengakibatkan ruptur abdomen.
2.1 ETIOLOGI
Disebabkan oleh :
Disebabkan oleh :
2.3 PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu lintas,
penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan
hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat
trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan
tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan
menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga
penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan
jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan
tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa
jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal
tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
· Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar
seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya
ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
· Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur
tulang dinding thoraks.
· Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ
dan pedikel vaskuler.
· Kontaminasi bakteri
· Kematian sel
· Kehilangan darah.
· Kerusakan organ-organ.
· Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.
1. Penanganan awal
- Imobilisasi
- Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali
dengan adanya tim medis
- Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah
antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
- Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan
kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila
ada verban steril.
- Imobilisasi pasien
· Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika penderita dalam
keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain pemberantasan syok (operasi)
· Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar
(perdarahan).
· Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan
peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung,
buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga
perut)
· Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma intra-
abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera
dilakukan pembedahan
· Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan status
klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
· Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk menunjukkan
gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan
· Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan
BAB III
3.1 PENGKAJIAN
a) Identitas
Nama anak, umur, jenis kelamin, alamat, nama KK, pekrjaan, pendidikan, dll.
b) keluhan utama
sering menjadi alasan untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri pada abdomen.
c) Riwayat kesehatan
Pasien belum pernah mengalami penyakit trauma abdomen seperti yang diderita pasien sekarang
· Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga,misalnya ada anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama
d) Prioritas keperawatan
· Menghentikan perdarahan
· menghilangkan/mengurangi nyeri
· mencegah komplikasi
e) Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital :
· TD : 100/65 mmHg
· ND : 120 x/menit
· RR : 30 x/menit
Inspeksi :
· Adanya ekimosis
· Adanya hematom
Auskultasi :
Palpasi :
· Nyeri tekan
Perkusi :
· Suara dullness
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. Kerusakan integritas kulit b/d trauma tajam/tumpul ditandai dengan adanya hematoma, ekimosis,
luka terbuka, jejas pada daerah abdomen
4. Perubahan perfusi jaringan b/d hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang
ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan penurunan produksi
urine.
NO
ETIOLOGI
MASALAH KEP
1.
DO :
-mual
-muntah
-distensi abdomen
DO :
-wajah meringis
-gelisah
-emosi labil
3.
DO :
-aktifitas terbatas
-gerakan lambat
Kelemahan fisik
Gangguan mobilitas
3.4 EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta ssat pasien pindah dari IRD,
sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana perawatan.
Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan criteria / sasaran secara rinci di tulis pada
lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data Subyek, Obyek, Assesment,
Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.).
Dari catatan perkembangan ini seorang perawat dapat mengetahui beberapa hal antara lain :
BAB IV
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
Dalalam penulisan makalah ini, dilihat dari beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
trauma abdomen dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti yang tertera di bagian etiologi makalah
ini. Trauma abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak menyebabkan kerusakan
pada organ-organ padat maupun organ-organ berongga abdomen dibandingkan dengan trauma
abdomen yang disebabkan oleh benda tajam.
4.2 SARAN
Dalam pebuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan makalah masi terdapat
banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan
materi. Utnuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih
baik dan penulis berharap kepada semua pmbaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam
pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta