Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN AKIBAT TRAUMA ( TRAUMA ABDOMEN)

A. LAPORAN PENDAHULUAN

1. Anatomi dan Fisiologi

Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai
pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu
rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan kecil.

Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di
depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di
belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.

Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus besar. Hati
menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus
halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa
terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior
abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior,
reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.

Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.

2. Definisi

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).

Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan
cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa)
atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan
mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 2000).

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma
yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding
perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis.

1) Trauma penetrasi

a. Trauma Tembak

b. Trauma Tumpul

2) Trauma non-penetrasi

a. Kompresi

b. Hancur akibat kecelakaan

c. Sabuk pengaman

d. Cedera akselerasi

3. Etiologi

Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.

Menurut sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah, sebagai berikut :

a. Penyebab trauma penetrasi

· Luka akibat terkena tembakan

· Luka akibat tikaman benda tajam

· Luka akibat tusukan

b. Penyebab trauma non-penetrasi

· Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh

· Hancur (tertabrak mobil)

· Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut

· Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga


4. Klasifikasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :

a. Kontusio dinding abdomen

Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.

b. Laserasi

Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau
terjadi karena trauma penetrasi.

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:

a. Perforasi organ viseral intraperitoneum

Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.

b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen

Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.

c. Cedera thorak abdomen

Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati
harus dieksplorasi

5. Pathofisiologi

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas,
penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan
hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat
trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan
tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan
menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga
penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan
jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan
tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa
jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal
tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :

a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar
seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya
ruptur dari organ padat maupun organ berongga.

b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur
tulang dinding thoraks.

c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ
dan pedikel vaskuler.

Pohon masalah:

6. Manifestasi klinis

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi:
nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi,
peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.

Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:

a. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen

b. Terjadi perdarahan intra abdominal.

c. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan
biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).

d. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.

e. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.

Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:


a. Terdapat luka robekan pada abdomen.

b. Luka tusuk sampai menembus abdomen.

c. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah keadaan.

d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

a. Nyeri

Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka
atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.

b. Darah dan cairan

Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.

c. Cairan atau udara dibawah diafragma

Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi
rekumben.

d. Mual dan muntah

e. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)

Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.

7. Komplikasi

a. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.

b. Lambat : infeksi

c. Trombosis Vena

d. Emboli Pulmonar

e. Stress Ulserasi dan perdarahan


f. Pneumonia

g. Tekanan ulserasi

h. Atelektasis

i. Sepsis

8. Penatalaksanaan

a. Pemeriksaan Diagnostik

1) Foto thoraks

Untuk melihat adanya trauma pada thorak.

2) Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula
dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya
infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase
yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan
transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.

3) Plain abdomen foto tegak

Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum,
corpus alineum dan perubahan gambaran usus.

4) Pemeriksaan urine rutin

Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat
menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.

5) VP (Intravenous Pyelogram)

Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.

6) Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)

Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat
membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

a Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :

· Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya


· Trauma pada bagian bawah dari dada

· Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas

· Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)

· Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)

· Patah tulang pelvis

b Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :

· Hamil

· Pernah operasi abdominal

· Operator tidak berpengalaman

· Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan

7) Ultrasonografi dan CT Scan

Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma
pada hepar dan retroperitoneum.

b. Penatalaksanaan medis

1) Abdominal paracentesis

Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi.

2) Pemeriksaan laparoskopi

Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.

3) Pemasangan NGT

Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.

4) Pemberian antibiotic

Mencegah infeksi.

5) Laparotomi

c. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.
2) Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi
bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.

a) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.

b) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.

c) Gunting baju dari luka.

d) Hitung jumlah luka.

e) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.

3) Kaji tanda dan gejala hemoragi.

4) Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.

5) Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung,
mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.

6) Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah
kekeringan visera.

7) Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau
haluaran urine.

8) Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya
udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.

A. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Akibat Trauma Abdomen

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono,
1994).

a. Aktifitas/istirahat

Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,

Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma)

b. Sirkulasi

Data Obyektif : kecepatan (bradipneu, takhipneu), polana pas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).

c. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)

Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.

d. Eliminasi

Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.

e. Makanan dan cairan

Data Subyektif :Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.

Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

f. Neurosensori.

Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo

Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,Kesulitan dalam
menentukan posisi tubuh.

g. Nyeri dan kenyamanan

Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.

Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.

h. Pernafasan

Data Subyektif : Perubahan pola nafas.

i. Keamanan

Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.

Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.

Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :

1) Trauma Tembus abdomen

a) Dapatkan riwayat mekanisme cedera, kekuatan tusukan/tembakan, kekuatan tumpul (pukulan).

b) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya
peluru.

c) Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi.
Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal, jika ada tanda iritasi peritonium,
biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
d) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau
nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.

e) Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra abdomen, observasi cedera yang berkaitan.

f) Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.

2) Trauma tumpul abdomen

Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan
semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :

· Metode cedera.

· Waktu awitan gejala.

· Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk
keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.

· Waktu makan atau minum terakhir.

· Kecenderungan perdarahan.

· Penyakit danmedikasi terbaru.

· Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.

· Alergi.

Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi masalah yang mengancam
kehidupan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :

1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.

2) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.


3) Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan


aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

3. Intervensi

Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994).

mplementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan (Effendi, 1995).

Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen
(Wilkinson, 2006) meliputi :

I. Dx I

Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak
diinginkan.

a. Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

b. Kriteria hasil :

· Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

· Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

· Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

c. Intervensi:

1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.

Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan
yang tepat.

2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.

Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.

3) Pantau peningkatan suhu tubuh.

Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan
plester kertas.

Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.

5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.

Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal
lainnya.

6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.

Rasional : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar
tidak terjadi infeksi.

7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

Rasional : antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko
terjadi infeksi.

II. Dx II

Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula
darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.

a. Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.

b. Kriteria hasil :

· Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

· Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

· Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

c. Intervensi:

1) Pantau tanda-tanda vital.

Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.

2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

Rasional : mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.

3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.

Rasional : untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.


4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.

Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya
proses infeksi.

5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

Rasional : antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

III. Dx III

Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya
kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang
tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau
dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.

a. Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.

b. Kriteria Hasil :

· Nyeri berkurang atau hilang

· Klien tampak tenang.

c. Intervensi:

1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga

Rasional : hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif

2) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri

Rasional : tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri

3) Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri

Rasional : memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri

4) Observasi tanda-tanda vital.

Rasional : untuk mengetahui perkembangan klien

5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic

Rasional : merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.

IV. Dx IV
Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi
fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang
diinginkan.

a. Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

b. Kriteria hasil :

· Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.

· Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.

· Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

c. Intervensi :

1) Rencanakan periode istirahat yang cukup.

Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk
aktivitas seperlunya secar optimal.

2) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan
menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.

Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.

4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.

Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

V. Dx V

Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang
bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.

a. Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

b. Kriteria hasil :

· Penampilan yang seimbang..

· Melakukan pergerakkan dan perpindahan.

· Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :


- 0 = mandiri penuh

- 1 = memerlukan alat Bantu.

- 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.

- 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.

- 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

c. Intervensi:

1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.

Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

Rasional : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan


ataukah ketidakmauan.

3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

Rasional : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

Rasional : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

Rasional : sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan


mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta:
EGC
Doenges. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian
perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. : Jakarta:
EGC.

Lutfyaini. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Askep Trauma Abdomen.(dalam


http://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askep-trauma.html). Diakses pada
tanggal 8 September 2014 Pukul 18.00 Wita.
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA ABDOMEN DI RUANGAN IGD

RUMAH SAKIT UMUM SAYANG RAKYAT

NAMA : NURHISANTI

NIM : 10 3145 105 064

KELOMPOK : IV

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) (Ns. Edison Siringoringo S.Kep)

PROGRAM STUDI

S1 KEPERAWATAN

STIKES MEGA REZKY MAKASSAR

2013
BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

1. DEFINISI

Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang
hebat. (Brooker,2001)

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma
yang di sengaja atau tidak di sengaja. (Smeltzer, 2001)

2. ETIOLOGI

a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga peritonium).

Di sebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak

b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ke dalam rongga peritonium).

Di sebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt).
(FKUI, 1995).

3. PATOFISIOLOGI

Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang
serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah
yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka
tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma
abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising
usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan
peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum
tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat
kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

4. MANIFESTASI KLINIK

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

· Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka
atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.

· Darah dan cairan

Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.

· Cairan atau udara dibawah diafragma

Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi
rekumben.

· Mual dan muntah

· Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)

Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal hock hemoragi.

5. KOMPLIKASI

Segera : hemoragi, syok, dan cedera.

Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001).

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1) Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar, kuldosentesi,
kemungkinan adanya darah dalam lambung dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi
pada saluran kencing.

2) Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.

3) Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.

4) IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.

5) Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya
kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat,
dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut
didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih
dahulu.

6) Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan garam
fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium (FKUI, 1995)
7. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan kedaruratan ; ABCDE.

b. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.

c. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan).

d. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan
peritoneal : syok, bising usus tidak terdengar, prolaps visera melalui luka tusuk, darah dalam lambung,
buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga
perut) (FKUI, 1995).

BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono,
1994).

Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :


1) Trauma Tembus abdomen

· Dapatkan riwayat mekanisme cedera, kekuatan tusukan/tembakan, kekuatan tumpul (pukulan).

· Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya
peluru.

· Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi.
Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal, jika ada tanda iritasi peritonium,
biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).

· Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot
atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.

· Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra abdomen, observasi cedera yang berkaitan.

· Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.

2) Trauma tumpul abdomen

Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan
semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :

· Metode cedera.

· Waktu awitan gejala.

· Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk
keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.

· Waktu makan atau minum terakhir.

· Kecenderungan perdarahan.

· Penyakit danmedikasi terbaru.

· Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.

· Alergi.

Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi masalah yang mengancam
kehidupan.

B. PENATALAKSANAAN KEDARURATAN
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.

2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi
bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.

a) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.

b) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.

c) Gunting baju dari luka.

d) Hitung jumlah luka.

e) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar

3. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya hati dan
limpa mengalami trauma.

4. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.

a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.

b) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan

memperbaiki dinamika sirkulasi.

c) Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering

merupakan tanda adanya perdarrahan internal.

d) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.

5. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung,
mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.

6. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah
nkekeringan visera.

a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.

b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan

muntah.

7. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria

dan pantau haluaran urine.


8. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan tekanan
vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.

9. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian mengenai
perdarahan intraperitonium.

10. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.

a) Jahitan dilakukan disekeliling luka.

b) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.

c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah

penetrasi peritonium telah dilakukan.

11. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.

12. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. Trauma dapat menyebabkan infeksi akibat
karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver
diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).

13. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya udara
bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :

1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.

2) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.

3) Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan


aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

D. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994).

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan (Effendi, 1995).

Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen
(Wilkinson, 2006) meliputi :

Dx I

Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak
diinginkan.

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

Kriteria hasil :

· Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

· Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

· Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

1. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.

R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.

2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.

R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.

3. Pantau peningkatan suhu tubuh.

R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.

4. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan
plester kertas.

R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.

5. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.

R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.

6. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.


R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak
terjadi infeksi.

7. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi
infeksi.

Dx II

Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula
darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.

Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.

Kriteria hasil :

· Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

· Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

· Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

1. Pantau tanda-tanda vital.

R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.

2. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.

3. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.

R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

4. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.

R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses
infeksi.

5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

Dx III
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya
kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang
tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau
dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.

Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil :

· Nyeri berkurang atau hilang

· Klien tampak tenang.

Intervensi dan Implementasi :

1. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga

R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif

2. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri

R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri

3. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri

R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri

4. Observasi tanda-tanda vital.

R/ untuk mengetahui perkembangan klien

5. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik

R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.

Dx IV

Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi
fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang
diinginkan.

Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

Kriteria hasil :

· Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.


· Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.

· Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

Intervensi dan Implementasi :

1. Rencanakan periode istirahat yang cukup.

R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas
seperlunya secar optimal.

2. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

3. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.

R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.

4. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.

R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

Dx V

Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang
bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.

Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Kriteria hasil :

· Penampilan yang seimbang..

· Melakukan pergerakkan dan perpindahan.

· Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :

§ 0 mandiri penuh

§ 1 memerlukan alat Bantu.

§ 2 memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.

§ 3 membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.

§ 4 ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.ü


Intervensi dan Implementasi :

1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.

R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

2. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah


ketidakmauan.

3. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

4. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan


mobilitas pasien.

E. EVALUASI

Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan
keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
(Brooker, 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :

1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.

3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.

4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.


DAFTAR PUSTAKA

1. Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta.

2. Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.

3. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.FKUI. 1995.

4. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

5. Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.

6. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC :
Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA TUMPUL ABDOMEN

DEFINISI

Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1998).

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk

Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu :

A. Trauma penetrasi

1. Luka tembak

2. Luka tusuk

B. Trauma non-penetrasi

1. Kompres

2. Hancur akibat kecelakaan

3. Sabuk pengaman

4. Cedera akselerasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :

1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi

Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.

2. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di
eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:

1. Perforasi organ viseral intraperitoneum

Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.

2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen

Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.

3. Cedera thorak abdomen

Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati
harus dieksplorasi (Sjamsuhidayat, 1998).

ETIOLOGI

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya
banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi
yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir
mobil atau benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang
besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk,
akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen
bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat
berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada
abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

PATOFISIOLOGI
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen
yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah
merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi,
maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma
abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising
usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan
peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum
tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat
kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

MANIFESTASI KLINIS

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

1. Nyeri

Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka
atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.

2. Darah dan cairan

Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.

3. Cairan atau udara dibawah diafragma

Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi
rekumben.

4. Mual dan muntah

5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)

Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan diagnostik

1. Foto thoraks

Untuk melihat adanya trauma pada thorak.

2. Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula
dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya
infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase
yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan
transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.

3. Plain abdomen foto tegak

Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum,
corpus alineum dan perubahan gambaran usus.

4. Pemeriksaan urine rutin

Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat
menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.

5. VP (Intravenous Pyelogram)

Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.

6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)

Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat
membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

1. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :

o Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya

o Trauma pada bagian bawah dari dada

o Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas

o Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)

o Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)

o Patah tulang pelvis

2. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :

o Hamil

o Pernah operasi abdominal

o Operator tidak berpengalaman

o Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan


7. Ultrasonografi dan CT Scan

Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma
pada hepar dan retroperitoneum.

B. Pemeriksaan khusus

1. Abdomonal Paracentesis

Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam
rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi
untuk laparotomi.

2. Pemeriksaan Laparoskopi

Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.

3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.

C. Penatalaksanaan Medis

1. Abdominal paracentesis

Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi.

2. Pemeriksaan laparoskopi

Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.

3. Pemasangan NGT

Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.

4. Pemberian antibiotik

Mencegah infeksi.

5. Laparotomi

PENANGANAN PRE HOSPITAL DAN HOSPITAL

A. Pre Hospital

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan
cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan
luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan
prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.

1. Airway

Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan

teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda
asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.

2. Breathing

Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’
tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).

3. Circulation

Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka
bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru
segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2
kali bantuan napas).

Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)

1. Stop makanan dan minuman

2. Imobilisasi

3. Kirim kerumah sakit.

Penetrasi (trauma tajam)

1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali
dengan adanya tim medis.

2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah
antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.

3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali
kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada
verban steril.

4. Imobilisasi pasien.

5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.


6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.

7. Kirim ke rumah sakit.

B. Hospital

1. Trauma penetrasi

Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman
akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna
bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.

a. Skrinning pemeriksaan rontgen

Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau
untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk
menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.

b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning

Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.

c. Uretrografi.

Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.

d. Sistografi

Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada :

o fraktur pelvis

o trauma non-penetrasi

2. Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit :

a. Pengambilan contoh darah dan urine

Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk
pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.

b. Pemeriksaan rontgen

Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus
di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara
ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan
laparotomi segera.

c. Study kontras urologi dan gastrointestinal


Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur
(Hudak & Gallo, 2001).

PATHWAY

Trauma

(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen

(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus → Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan Nutrisi kurang dari

dan eloktrolit kebutuhan tubuh


Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik

(Sumber : Mansjoer,2001)

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian
kepala ke ujung kaki.

Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah :

1. Aktifitas/istirahat

Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas

Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).

2. Sirkulasi

Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).

3. Integritas ego

Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)

Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.

4. Eliminasi

Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.

5. Makanan dan cairan

Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.

Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen

6. Neurosensori

Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo


Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, kesulitan dalam
menentukan posisi tubuh

7. Nyeri dan kenyamanan

Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama.

Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.

8. Pernafasan

Data Subyektif : Perubahan pola nafas

9. Keamanan

Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.

Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan

Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.

Intervensi :

1. Kaji tanda-tanda vital

R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan

2. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin

R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan

3. Kaji tetesan infus

R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.

4. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.

R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.

5. Tranfusi darah

R/ menggantikan darah yang keluar.


Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.

Tujuan : Nyeri teratasi

Intervensi :

1. Kaji karakteristik nyeri

R/ mengetahui tingkat nyeri klien.

2. Beri posisi semi fowler.

R/ mengurngi kontraksi abdomen

3. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi

R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian

4. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.

5. Managemant lingkungan yang nyaman

R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien

Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh.

Tujuan : Tidak terjadi infeksi

Intervensi :

1. Kaji tanda-tanda infeksi

R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.

2. Kaji keadaan luka

R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi.

3. Kaji tanda-tanda vital

R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi.

4. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi


R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial

5. Kolaborasi pemberian antibiotik

R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar

Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan

Tujuan : Ansietas teratasi

Intervensi :

1. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu

R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.

2. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan

R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk
memberikan penjelasan kepada klien.

3. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit

R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien
mengerti dan diharapkan ansietas berkurang

4. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres

R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi

5. Dorong dan dukungan orang terdekat

R/ memotifasi klien

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : Dapat bergerak bebas

Intervensi :

1. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak

R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi

2. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien


R/ meminimalisir pergerakan kien

3. Berikan latihan gerak aktif pasif

R/ melatih otot-otot klien

4. Bantu kebutuhan pasien

R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien

5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.

R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian
perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

http://www.primarytraumacare.org/ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pdf/ 10,17,2009,13.10am
Rabu, 02 Oktober 2013

LAPORAN PENDAHULUAN TEROMA ABDOMEN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam era Modernisasi kemajuan dibidang tekhnologi trasnportasi dan semakin berkembangnya
mobilitas manusia berkendaraan di jalan raya, menyebabkan kecelakaan yang terjadi semakin
meningkat serta angka kematian semakin tinggi. Salah satu kematian akibat kecelakaan adalah
diakibatkan trauma abdomen. Kecelakaan laulintas merupakan penyebab kematian 75 % trauma tumpul
abdomen, sedangkan penyebab lainnya adalah penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
tempat ketinggian, sedangkan akibat dari penganiayaan ini disebabkan oleh karena senjata tajam dan
peluru. Oleh karena hal tersebut diatas akan mengakibatkan kerusakan dan menimbulkan robekan dari
organ – organ dalam rongga abdomen atau mengakibatkan penumpukan darah dalam rongga abdomen
yang berakibat kematian. Di Rumah Sakit data kejadian trauma abdomen masih cukup tinggi. Dalam
kasus ini “ Waktu adalah nyawa ” dimana dibutuhkan suatu penanganan yang professional yaitu cepat,
tepat, cermat dan akurat, baik di tempat kejadian ( pre hospital ), transportasi sampai tindakan definitif
di rumah sakit.

1.2 TUJUAN MENULIS

1. Memahami pengertian, penyebab, klasifikasi, anatomi fisiologi, perjalanan penyakit,Manifestasi klinis,


Komplikasi, Pemeriksaan diagnostic, dan pelaksanaan , beserta konsep dasar asuhan keperawatan.

2. Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk perawatan pasien penderita
trauma abdomen

3. Menguraikan prosedur perawatan yang digunakan untuk pasien penderita trauma abdomen.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma
dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman,
2006).

Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas,
ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal)
dan mengakibatkan ruptur abdomen.

(Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 200)

2.1 ETIOLOGI

Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).

Disebabkan oleh :

· Luka akibat terkena tembakan

· Luka akibat tikaman benda tajam

· Luka akibat tusukan

2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).

Disebabkan oleh :

· Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh

· Hancur (tertabrak mobil)

· Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut

· Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga.

2.3 PATOFISIOLOGI

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu lintas,
penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan
hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat
trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan
tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan
menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga
penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan
jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan
tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa
jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal
tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :

· Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar
seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya
ruptur dari organ padat maupun organ berongga.

· Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur
tulang dinding thoraks.

· Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ
dan pedikel vaskuler.

2.4 MANIFESTASI KLINIS

1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :

· Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

· Respon stres simpati

· Perdarahan dan pembekuan darah

· Kontaminasi bakteri

· Kematian sel

2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).

· Kehilangan darah.

· Memar/jejas pada dinding perut.

· Kerusakan organ-organ.

· Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.

· Iritasi cairan usus.


2.5 PENATALAKSANAAN

1. Penanganan awal

· trauma non- penetrasi (trauma tumpul)

- Stop makanan dan minuman

- Imobilisasi

- Kirim kerumah sakit.

· Penetrasi (trauma tajam)

- Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali
dengan adanya tim medis

- Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah
antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.

- Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan
kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila
ada verban steril.

- Imobilisasi pasien

- Tidak dianjurkan memberi makan dan minum

2. Penanganan dirumah sakit

· Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika penderita dalam
keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain pemberantasan syok (operasi)

· Lakukan prosedur ABCDE.

· Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.

· Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar
(perdarahan).

· Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan
peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung,
buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga
perut)
· Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma intra-
abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera
dilakukan pembedahan

· Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan status
klinik dan derajat luka yang terlihat di CT

· Pemberian obat analgetik sesuai indikasi

· Pemberian O2 sesuai indikasi

· Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan

· Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan keterlibatan


intraperitoneal

· Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk menunjukkan
gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan

· Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan

· Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan

BAB III

PENGKAJIAN KASUS TRAUMA ABDOMEN

3.1 PENGKAJIAN

a) Identitas

Nama anak, umur, jenis kelamin, alamat, nama KK, pekrjaan, pendidikan, dll.

b) keluhan utama

sering menjadi alasan untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri pada abdomen.

c) Riwayat kesehatan

· Riwayat kesehatan sekarang

Penderita trauma abdomen menampakkan gejala nyeri dan perdarahan

· Riwayat kesehatan yang lalu

Pasien belum pernah mengalami penyakit trauma abdomen seperti yang diderita pasien sekarang
· Riwayat kesehatan keluarga

Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga,misalnya ada anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama

d) Prioritas keperawatan

· Menghentikan perdarahan

· menghilangkan/mengurangi nyeri

· menghilangkan cemas pasien

· mencegah komplikasi

· memberikan informasi tentang penyakit dan kebutuhan pasien

e) Pemeriksaan fisik

Tanda-tanda vital :

· TD : 100/65 mmHg

· ND : 120 x/menit

· RR : 30 x/menit

Inspeksi :

· Adanya ekimosis

· Adanya hematom

Auskultasi :

· Menurun/tidak adanya suara bising usus

Palpasi :

· Pembengkakan pada abdomen

· Adanya spasme pada abdomen

· Adanya masa pada abdomen

· Nyeri tekan

Perkusi :

· Suara dullness
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Defisit Volume cairan dan elektrolit b/d perdarahan

2. Nyeri b/d adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.

3. Kerusakan integritas kulit b/d trauma tajam/tumpul ditandai dengan adanya hematoma, ekimosis,
luka terbuka, jejas pada daerah abdomen

4. Perubahan perfusi jaringan b/d hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang
ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan penurunan produksi
urine.

5. Resiko tinggi infeksi b/d kontaminasi bakteri dan feses.

3.3 ANALISA DATA

NO

ETIOLOGI

MASALAH KEP

1.

DS : Klien mengatakan tidak nafsu makan.

DO :

-mual

-muntah

-distensi abdomen

Kurangnya masukan cairan dan elektrolit.

Kekurangan cairan dan elekrolit


2.

DS : klien mengatakan merasa sakit pd daerah luka.

DO :

-wajah meringis

-gelisah

-emosi labil

trauma pada daera abdomen

Nyeri dan kenyamanan

3.

DS : pasien mengatakan takut untuk bergerak

DO :

-aktifitas terbatas

-gerakan lambat

-berjalan tidak stabil

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas

3.4 EVALUASI

Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta ssat pasien pindah dari IRD,
sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana perawatan.
Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan criteria / sasaran secara rinci di tulis pada
lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data Subyek, Obyek, Assesment,
Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.).

Dari catatan perkembangan ini seorang perawat dapat mengetahui beberapa hal antara lain :

1. Apakah datanya sudah relevan dengan kondisi saat ini.


2. Apakah ada data tambahan selama melaksanakan intervensi (perencanaan perawatan).

3. Adakah tujuan perencanaan yang belum tercapai.

4. Tujuan perencanaan perawatan manakah yang belum tercapai.

5. Apakah perlu adanya perubahan dalam perencanaan perawatan.

BAB IV

PENUTUP

4.1 SIMPULAN

Dalalam penulisan makalah ini, dilihat dari beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
trauma abdomen dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti yang tertera di bagian etiologi makalah
ini. Trauma abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak menyebabkan kerusakan
pada organ-organ padat maupun organ-organ berongga abdomen dibandingkan dengan trauma
abdomen yang disebabkan oleh benda tajam.

4.2 SARAN

Dalam pebuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan makalah masi terdapat
banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan
materi. Utnuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih
baik dan penulis berharap kepada semua pmbaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam
pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Dorland,2002,Kamus Saku Kedokteran .Jakarta :EGC

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta

American College of Surgeon Committee of Trauma,2004.Advanced Trauma Life Support Seventh


Edition.Indonesia: Ikabi

Scheets,Lynda J.2002.Panduan Belajar Keperawatan Emergency.Jakarta: EGC

ENA (Emergency Nurse Association )2000.Emergency Nursing Core Curiculum,5th,USA:W.B.Saunders


Company

Anda mungkin juga menyukai