Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gonorrhoeae adalah salah satu penyakit menular seksual yang ditandai
dengan keluarnya cairan putih kental berupa nanah dari OUE (orifisium uretra
eksternum) sesudah melakukan hubungan kelamin. Penyakit ini disebabkan oleh
infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae. Insidensi tertinggi terjadinya penyakit ini
adalah di negara berkembang1.
Gonorrhoeae biasanya ditandai dengan uretritis purulen kelamin dan
disuria. Infeksi juga bisa tanpa gejala, terutama pada wanita. Pada umumnya,
penularan terjadi melalui hubungan seksual secara genito-genital, oro-genital atau
ano-genital. Tetapi dapat juga terjadi secara manual melalui alat-alat, pakaian,
handuk, thermometer, dsb2. Kejadian gonorrhoeae diperkirakan sekitar 62 juta
orang terinfeksi setiap tahunnya. Komplikasi yang terjadi pada penyakit
gonorrhoeae ini adalah termasuk epididimitis pada pria dengan risiko berikutnya
infertilitas dan kehamilan ektopik. Dalam sekitar 1% kasus, gonococcus menjadi
invasif dan bakteremia berkembang1.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui penyakit gonorrhoeae.
2. Untuk mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, patofisiologi,
gambaran klinik, penegakan diagnose, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,
komplikasi, prognosis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gonorrhoeae adalah Gonorrhoeae adalah salah satu penyakit menular
seksual yang ditandai dengan keluarnya cairan putih kental berupa nanah dari
OUE (orifisium uretra eksternum) sesudah melakukan hubungan kelamin1.
Gonorrhoeae adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae, sebuah diplococcus gram ngatif yang reservoirnya adalah manusia.
infeksi ini hampir selalu dikontrak selama aktifitas seksual3.

2.2 Epidemiologi
Insidensi tertinggi terjadi di negara berkembang. Insiden gonorrhoeae di
Amerika Serikat meningkat secara dramatis pada tahun 1960 dan awal 1970
mencapai lebih dari 1 juta kasus dilaporkan setiap tahun. Diperkirakan bahwa
kurang dari sepertiga dari kasus baru dilaporkan. Pada tahun 1980, terjadi
penurunan yang lambat dalam kasus yang dilaporkan sekitar 700.000 per tahun.
Penurunan bertahap terus sampai kurang dari 400.000 kasus gonorrhoeae yang
dilaporkan pada tahun 20003,4.
Dari survey terpadu biologis dan perilaku (STBP) yang dilaksanakan pada
tahun 2013 oleh Kementrian Kesehatan, didapatkan data bahwa prevalensi infeksi
gonore ditemukan pada populasi wanita yang berhubungan seks dengan lelaki
yaitu sebesar 32% sedangkan pada populasi lelaki seks lelaki (LSL) terjadi
peningkatan sebesar 4% yaitu menjadi 36%5.

2.3 Etiologi
Penyebab penyakit gonorrhoeae adalah Gonokokus yang ditemukan oleh
Neisser pada tahun 1879 dan baru berhasil dilakukan kultur pada tahun 1882 oleh
leistikow. Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria, terdapat 4 spesies dan
diantaranya adalah N. gonorrhoeae, N. meningitidis dimana kedua spesies ini
bersifat patogen serta N. catarrhalis dan N. pharyngis sicca yang sukar dibedakan
kecuali dengan tes fermentasi2.

2
Gonokokus termasuk golongan bakteri diplokok berbentuk seperti biji
kopi yang bersifat tahan terhadap asam dan mempunyai ukuran lebar 0,8µ dan
mempunyai panjang 1,6µ. Dalam sediaan langsung yang diwarnai dengan
pewarnaan gram, kuman tersebut bersifat gram negatif, tampak diluar dan didalam
leukosit, kuman ini tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan
kering, tidak tahan terhadap suhu diatas 39oc, dan kuman ini tidak tahan terhadap
zat desinfektan2.

2.4 Patogenesis
Gonococ menyerang membran selaput lendir dari saluran genitourinaria,
mata, rektum dan tenggorokan, menghasilkan nanah akut yang menginvasi
jaringan, hal ini yang diikuti dengan inflamasi kronis dan fibrosis. Pada pria,
biasanya terjadi peradangan uretra, nanah berwarna kuning dan kental, disertai
rasa sakit ketika kencing. Infeksi urethral pada pria dapat menjadi penyakit tanpa
gejala. Pada wanita, infeksi primer terjadi di endoserviks dan menyebar ke urethra
dan vagina, meningkatkan sekresi cairan mukopurulen. Ini dapat berkembang ke
tuba uterina, menyebabkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba5.
Bakterimia yang disebabkan oleh gonokokus mengarah pada lesi kulit
(terutama Papula dan Pustula yang hemoragis) yang terdapat pada tangan, lengan,
kaki dan tenosynovitis dan arthritis bernanah yang biasanya terjadi pada lutut,
pergelangan kaki dan tangan. Endocarditis yang disebabkan oleh gonococci
kurang dikenal namun merupakan infeksi yang cukup parah. Gonococci kadang
dapat menyebabkan meningitis dan infeksi pada mata orang dewasa, penyakit
tersebut memiliki manisfestasi yang sama dengan yang disebabkan oleh
meningococci5.
Gonococ yang menyebabkan infeksi lokal sering peka terhadap serum
tetapi relatif resisten terhadap obat antimikroba. Sebaliknya, gonococci yang
masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan infeksi yang menyebar biasanya
resisten terhadap serum tetapi peka terhadap penisilin dan obat antimikroba
lainnya serta berasal dari auksotipe yang memerlukan arginin, hipoxantin, dan
urasil untuk pertumbuhannya5.

3
2.5 Gambaran klinik
Masa tunas gonorrhoeae sangat singkat yaitu sekitar 2 hingga 5 hari pada
pria. Sedangkan pada wanita, masa tunas sulit ditentukan karena pada umumnya
asimtomatik6.
Tempat masuk kuman bergantung cara melakukan kontak seksual,
umumnya di uretra pada pria heteroseksual sehingga menimbulkan gejala
urethritis. Yang paling sering adalah urethritis anterior. Keluhan subjektif berupa
rasa gatal, panas dibagian distal uretra di sekitar orifisium uretra eksternum gejala
disertai dysuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari ujung uretra yang kadang
disertai darah, dan nyeri saat ereksi. Pada pemeriksaan tampak mukosa orifisium
uretra eksternum hiperemis, edema dan kadang ditemui ektropion. Tampak pula
duh tubuh yang mukopurulen. Pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran
KGB inguinal unilateral atau bilateral6.

2.6 Penegakan Diagnosis


Penegakan diagnosis dilakukan dengan cara yaitu anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang5.

2.6.1 Anamnesis
Pertanyaan yang diajukan kepada pasien dengan dugaan IMS gonorrhoeae
meliputi5:
a. Keluhan dan riwayat penyakit saat ini.
b. Keadaan umum yang dirasakan.
c. Pengobatan yang telah diberikan, baik topikal ataupun sistemik dengan
penekanan pada antibiotik.
d. Riwayat seksual yaitu kontak seksual baik di dalam maupun di luar
pernikahan, berganti-ganti pasangan, kontak seksual dengan pasangan
setelah mengalami gejala penyakit, frekuensi dan jenis kontak seksual,
cara melakukan kontak seksual, dan apakah pasangan juga mengalami
keluhan atau gejala yang sama.
e. Riwayat penyakit terdahulu yang berhubungan dengan IMS atau
penyakit di daerah genital lain.

4
f. Riwayat keluarga yaitu dugaan IMS yang ditularkan oleh ibu kepada
bayinya.
g. Keluhan lain yang mungkin berkaitan dengan komplikasi IMS,
misalnya erupsi kulit, nyeri sendi dan pada wanita tentang nyeri perut
bawah, gangguan haid, kehamilan dan hasilnya.
h. Riwayat alergi obat.

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pasien pria, organ reproduksi lebih mudah diraba. Mula-mula
inspeksi daerah inguinal dan raba adakah pembesaran kelenjar dan
catat konsistensi, ukuran, mobilitas, rasa nyeri, serta tanda radang pada
kulit di atasnya. Pada waktu bersamaan, perhatikan daerah pubis dan
kulit sekitarnya, adanya pedikulosis, folikulitis atau lesi kulit lainnya.
Lakukan inspeksi skrotum, apakah asimetris, eritema, lesi superfisial
dan palpasi isi skrotum dengan hati-hati. Perhatikan keadaan penis
mulai dari dasar hingga ujung. Inspeksi daerah perineum dan anus
dengan posisi pasien sebaiknya bertumpu pada siku dan lutut4.
Pada pasien wanita, pemeriksaan meliputi inspeksi dan palpasi
dimulai dari daerah inguinal dan sekitarnya. Untuk menilai keadaan di
dalam vagina, gunakan spekulum dengan informed consent kepada
pasien terlebih dahulu. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menilai
ukuran, bentuk, posisi, mobilitas, konsistensi dan kontur uterus serta
deteksi kelainan pada adneksa5.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pengambilan bahan duh tubuh uretra pria, dapat dilakukan dengan
menggunakan lidi kapas yang dimasukkan ke dalam uretra. Sedangkan
pengambilan duh tubuh genital pada wanita dilakukan dengan spekulum
dan mengusapkan kapas lidi di dalam vagina dan kemudian dioleskan ke
kaca objek bersih6.

5
a. Pemeriksaan Gram
Pemeriksaan Gram dengan menggunakan sediaan langsung dari duh uretra
Pemeriksaan ini akan menunjukkan N.gonorrhoeae yang merupakan
bakteri gram negatif dan dapat ditemukan baik di dalam maupun luar sel
leukosit6.
b. Kultur
Kultur untuk bakteri N.gonorrhoeae umumnya dilakukan pada media
pertumbuhan Thayer-Martin yang mengandung vankomisin untuk
menekan pertumbuhan kuman gram positif dan kolimestat untuk menekan
pertumbuhan bakteri negatif-gram dan nistatin untuk menekan
pertumbuhan jamur6.
c. Tes defenitif
Tes oksidasi akan ditemukan semua Neisseria akan mengoksidasi dan
mengubah warna koloni yang semula bening menjadi merah muda hingga
merah lembayung. Sedangkan dengan tes fermentasi dapat dibedakan
N.gonorrhoeae yang hanya dapat meragikan glukosa saja6.
d. Tes beta-laktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc dan akan tampak perubahan warna
koloni dari kuning menjadi merah6.

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Non Medikamentosa2
a. Periksa dan lakukan pengobatan pada pasangan tetapnya.
b. Anjurkan abstinensia sampai infeksi dinyatakan sembuh secara
laboratoris
c. Anjurkan penggunaan kondom
d. Lakukan konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat
terjadi
e. Kepatuhan pasien berobat
f. Kunjungan ulang pada hari ketujuh

6
2.8.2 Medikamentosa6
a. Sefalosporin
Dosis yang diberikan adalah 400mg, diberikan satu kali sehari
peroral. Sefalosporin injeksi dengan dosis 250mg IM.
b. Spektinomisin
Digunakan untuk pasien yang intoleran terhadap golongan
sefalosporin. Dosisnya ialah 2 gram IM untuk penderita alergi
penisilin yang mengalami kegagalan pengobatan dengan penisilin
dan terhadap pasien sifilis.
c. Kanamisin
Dosisnya ialah 2 gram IM. Kontraindikasi: kehamilan.
d. Tiamfenikol
Dosisnya 2,5-3,5 gram secara oral. Kontraindikasi: kehamilan.
e. Kuinolon
Obat yang menjadi pilihan adalah levofloksasin, dosis 500mg per
oral dosis tunggal. Penggunaan ofloksasin 400mg atau
siprofloksasin 500mg. kuinolon tidak boleh digunakan untuk
perempuan hamil atau menyusui ataupun remaja dibawah 17 tahun.

2.9 Komplikasi
2.9.1 Pada Pria
a. Uretritis
Uretritis yang paling sering dijumpai adalah uretritis anterior akut, dan
dapat menjalar ke proksimal, selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal,
ascenden, dan diseminata2.
b. Tysonitis
Kelenjar tyson ialah kelenjar yang menghasilkan smegma. Infeksi
biasanya terjadi pada penderita denga preputium yang sangat panjang dan
kebersihan yang kurang baik. Diagnosa dibuat berdasarkan ditemukannya
butir pus atau pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila
duktus tertutup akan timbul abses dan merupakan sumber infeksi laten2.

7
c. Parauretritis
Sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau
hipospadia. Infgeksi pada pus ditandai dengan butir pus pada kedua muara
parauretra2.
d. Littritis
Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan benang-benang atau
butir-butir. Bila salah satu saluran tersumbat, bisa terjadi abses folikular.
Didiagnosis dengan bantuan pemeriksaan uretroskopi2.
e. Cowperitis
Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala. Kalau infeksi
terjadi pada kelenjar cowperdapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri dan
adanya benjolan pada daerah perinium disertai rasa penuh dan penas, nyeri
pada waktu defekasi dan disuria. Jika tidak diobati abses akan pecah
melalui kulit perineum, uretra, atau rektum, dan mengakibatkan proktitis2.
f. Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum
dan suprapubis, malaise, demam, nyeri kencing sampai hematuri, spasme
otot uretra sehingga terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang airbesar
dan obstipasi2.
g. Vesikulitis
Vesikulitis biasanya radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan
duktus ejakulatorius, dapat timbul menyertai prostatitis akut atau
epididimis akut. Gejala subyektif menyerupai prostatitis akut, berupa
demam, polakisuria, hematuria terminal, nyeri pada waktu ereksi atau
ejakulasi dan spasme mengandung darah2.
h. Vasdeferentitis dan funikulitis
Gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada
sisi yang sama2.
i. Epididimitis
Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya
disertai deferentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epididimitis

8
ini adalah trauma pada uretra posterior yang disebabkan oleh salah
penanganan atau kelalain penderita sendiri2.
j. Trigonitis
Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika
urinaria. Trigonitis menimbulkan gejala poliuria, disuria terminal, dan2.

2.9.2 Pada wanita


Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dengan
pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin
pria dan wanita. Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat
kelamin pria dan wanita. Pada wanita, baik penyakitnya akut maupun kronik,
gejala subyektif jarang ditemuka dan hampir tidak pernah didapati kelainan
obyektif. Pada umumnya wanita datang kalau sudah ada komplikasi. Sebagian
penderita ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan
keluarga berencana2.
a. Uretritis
Gejala utama ialah disuria kadang-kadang poliuria. Pada pemeriksaan
orifiisum uretra eksternum tampak merah, edematosa, dan ada sekret
mukopurulen2.
b. Parauretritis/skenitis
Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi2.
c. Servisitis
Dapat asimptomatis, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada
punggung bawah. Pada pemeriksaan servik tampak merah dengan erosi
dan sekret mukopurulen. Sekret tubuh akan terlihat lebih banyak, bila
terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis. Yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis2.
d. Barthonilitis
Labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan
nyeritekan. Kelenjar bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila
penderita berjalan dan penderita sukar duduk. Bila saluran kelenjar

9
tersumbatdapat timbul abses dan dapat pecah menjadi mukosa atau kulit.
Kalau tidak diobati dapat menjadi rekuren atau kista2.
e. Salpingitis
Peradangan dapat bersifat akut, subakut atau kronis. Ada beberapa faktor
predisposisi yaitu2:
1. Masa puerperium (nifas)
2. Dilatasi setelah kuratese
3. Pemakaian IUD, tindakan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim).

Cara infeksi langsung dari servik melalui tuba fallopi sampai pada daerah
salping dan ovarium. Sehingga dapat menimbulkan penyakit radang panggul
(PRP). Infeksi PRP ini dapat menimbulkan kehamilan ektopik dan sterilitas. Kira-
kira 10% wanita dengan gonore akan berakhir dengan PRP. Gejalanya terasa nyeri
pada daerah abdomen bawah, discharge tubuh vagina, disuria, dan menstruasi
yang tidak teratur atau abnormal2.

2.11 Prognosis
Infeksi gonorrhoeae yang belum menyebar melalui aliran darah ke daerah
lain hampir selalu dapat disembuhkan dengan antibiotik. Gonorrhoeae yang telah
menyebar merupakan infeksi yang lebih serius tapi hampir selalu dapat membaik
dengan pengobatan5.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Gonorrhoeae adalah penyakit kelamin yang pada permulaannya keluar cairan
putih kental berupa nanah dari OUE (orifisium uretra eksternum) sesudah
melakukan hubungan kelamin.
2. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae, yang
termasuk golongan bakteri diplokok berbentuk seperti biji kopi yang bersifat
tahan terhadap asam dan mempunyai ukuran lebar 0,8µ dan mempunyai panjang
1,6µ
3. Insidensi tertinggi terjadinya penyakit ini adalah di negara berkembang.
4. Gonorrhoeae Biasanya ditandai dengan uretritis purulen kelamin dan disuria.
Infeksi juga bisa tanpa gejala, terutama pada wanita.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Wong, Brian. 2011. Gonococcal Infections. diakses 1 November 2013 dari


http://emedicine.medscape.com/article/218059-overview
2. Sri Linuwuh SW Menaldi. Kusmarinah B. Wresti I. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ketujuh. Cetakan kedua. FK UI. Jakarta
3. Freedberg, IM. 2003. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. USA:
McGraw-Hill
4. Wolff K, Richard AJ, Dick S. 2005. fitzpatrick's color atlas and synopsis of clinical
dermatology. English: McGraw-Hill Professional
th
5. Daili, S.F., 2009. Gonore. In: Daili, S.F., et al., Infeksi Menular Seksual. 4 ed.
Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 65-76.
6. Daili, SF., et al., 2017. Infeksi Menular Seksual. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FK
UI.

12
13

Anda mungkin juga menyukai