Telah disetujui dan dipresentasikan dihadapan pembimbing, Laporan kasus yang berjudul
“Herpes Zoster” sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik
Madya (KKM) pada SMF Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura, pada:
Hari/Tanggal :
Tempat :
Mengesahkan,
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi
vesicular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radicular unilateral yang
umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes zoster merupakanmanifestasi reaktivasi infeksi
laten endogen virus varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis,
ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf autonomic yang menyebar ke jaringan saraf dan
kulit dengan segmen yang sama. 1,200
1.2 Epidemologi
Penyakit herpes zoster terjadi sporadic sepanjang tahun tanpa mengenal musim.
Insidensnya 2-3 kasus per-10000 orang/tahun. Insiden dan keparahan penyakitnya meningkat
dengan bertambahnya usia. Lebih dari setengah jumlah keselurruhan kasus dilaporkan terjadi
pada usia lebih dari 60 tahun dan komplikasi terjadi hamper 50% di usia tua. Jarang dijumpai
pada usia dini (anak dan dewasa muda); bila terjadi, kemungkinan dihubungkan dengan
varisela maternal saat kehamilan. Risiko penyakit meningkat dengan adanya keganasan, atau
dengan transplantasi sumsum tulang/ginjal atau infeksi HIV. Tidak terdapat predileksi gender.
Penyakit ini bersifat menular namun daya tularnya kecil bila dibandingan dengan varisela.
1,3
00
1.3 Etiopatogenesis
Hope Simpson, 1965, mengajukan hipotesis bahwa imunitas terhadap varisela zoster
virus berperan dalam pathogenesis herpes zoster terutama imunitas selularnya. Mengikuti
infeksi primer virus varisela-zoster (varisela), partikel virus dapat tetap tinggal di dalam
ganglion sensoris saraf spinalis, kranialis, atau otonom selama tahunan. Pada saat respons
imunitas selular dan titer antibody spesifik terhadap virus varisela-zoster menurun (misal
oleh karena umur atau penyakit imunosupresif seperti HIV/AIDS) sampai tidak lagi efektif
mencegah infeksi virus, maka partikel virus varisela-zoster yang laten tersebut mengalami
reaktivasi dan menimbulkan ruam kulit yang terlokalisata di dalam satu dermatom. Faktor
lain seperti radiasi, trauma fisis, obat-obat tertentu, infeksi lain, atau stres dapat dianggap
sebagai pencetus walaupun belum pasti. 1,2,300
2
jantung, nyeri duodenum, kolesistitis, kolik ginjal atau empedu, apendistis. Gejala prodromal
biasanya mendahului erupsi kulit. Dapat juga dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri
kepala, malaise dan demam. Gejala prodromal berlangsung beberapa hari (1-10 hari, rata-rata
2 hari). 1,500
Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya gatal atau nyeri
terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa makula kemerahan. Kemudian berkembang
menjadi papul, vesikel jernih berkelompok selama 3-5 hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi
keruh dan akhirnya pecah menjadi krusta (berlangsung selama 7-10 hari). Krusta biasanya
bertahan hingga 2-3 minggu. Erupsi kulit mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian
besar kasus herpes zoster, erupsi kulitnya menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa.
1,2,5
00
Pada sejumlah kecil pasien dapat terjadi komplikasi berupa kelainan mata (10-20%
penderita) bila menyerang di daerah mata, infeksi sekunder, dan neuropati motorik. Pada
herpes zoster oftalmikus terjadi infeksi pada cabang pertama nervus trigeminus cabang
oftalmika sehingga timbul kelainan pada mata. Kadang-kadang dapat terjadi
meningitis,ensefalitis atau mielitis. 1,300
Ada beberapa bentuk khusus pada kasus herpes zoster yaitu herpes zoster oftalmikus
(HZO) yang timbul kelainan pada mata dan kulit didaerah persarafan cabang pertama nervus
trigeminus. Sindrom Ramsay-Hunt yang timbul gejala paralisis Bell, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga gangguan pengecapan. 3,500
Komplikasi yang sering terjadi adalah neuralgia pasca herpes (NPH), yaitu nyeri yang
masih menetap di area yang terkena walaupun kelainan kulitnya sudah mengalami resolusi.
Nyeri dapat menetap hingga 3 bulan setelah erupsi kulit menyembuh. 4,200
Perjalanan penyakit herpes zoster pada penderita imunokompromais sering rekuren,
cenderung kronik persisten, lesi kulitnya lebih berat (terjadi bula hemogarik, nekrotik dan
sangat nyeri), tersebar diseminata, dan dapat disertai dengan keterlibatan organ dalam. Proses
penyembuhannya juga berlangsung lebih lama. 1,4,500
Dikenal beberapa variasi klinis herpes zoster antara lain zoster sine herpete bila terjadi
nyeri segmental yang tidak diikuti dengan erupsi kulit. Herpes zoster abortif apabila erupsi
kulit hanya berupa eritema dengan atau tanpa vesikel yang langsung mengalami resolusi
sehingga perjalanan penyakitnya berlangsung singkat. Disebut herpes zoster aberans bila
erupsi kulitnya melalui garis tengah. 1,3,4,500
Bila virusnya menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius terjadi sindrom
Ramsay-Hunt yaitu erupsi kulit timbul di liang telinga luar atau membran timpani disertai
paresis fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah;
tinitus,vertigo dan tuli. 1,200
Terjadi herpes zoster oftalmikus bila virus menyerang cabang pertama nervus
trigeminus. Bila mengenai anak cabang nasosiliaris (timbul vesikel di puncak hidung yang
dikenal sebagai tanda Hutchinson) kemungkinan besar terjadi kelainan mata. Walaupun
jarang dapat terjadi keterlibatan organ dalam. 1,200
3
1.5 Diagnosis Banding
Herpes zoster awal dapat didiagnosis banding dengan dermatitis venenata atau
dermatitis kontak. Herpes zoster yang timbul didaerah genitalia mirip dengan herpes
simpleks, sedangkan herpes zoster diseminata dapat mirip dengan varisela. Bila terdapat
nyeri di daerah setinggi jantung, dapat salah diagnosis dengan angina pektoris pada herpes
zoster fase prodromal. 1,2,300
1.6 Diagnosis
Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran klinisnya memiliki
karakteristik tersendiri. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan temuan lesi kulit
yang khas (vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa, unilateral, dermatomal dan nyeri).
Untuk kasus-kasus yang tidak jelas, deteksi antigen atau nucleic acid varicella zoster virus,
isolasi virus dari sediaan hapus lesi atau pemeriksaan antibodi lgM spesifik diperlukan.
Pemeriksaan dengan teknik PCR merupakan tes diagnostik yang paling sensitif dan spesifik
(dapat mendeteksi DNA virus varisela zoster dari cairan vesikel). 1,2,3,500
Pemeriksaan kultur virus mempunyai sensitivitas yang rendah karena virus herpes labil
dan sulit to recover dari cairan vesikel. Pemeriksaan direct immunofluorecent antigen-
staining lebih cepat serta mempunyai sensivitas yang lebih tinggi daripada kultur dan dipakai
sebagai tes diagnostik alternatif bila pemeriksaan PCR tidak tersedia.¹
Pemeriksaan penunjang herpes zoster adalah dengan Tzank test. Pertama – tama,
mengambil dasar dari vesikel yang baru timbul/muncul dipermukaan kulit, kemudian sediaan
ditaruh pada object-glass, kemudian difiksasi dengan menggunakan Aseton atau Metanol,
dan diwarnai dengan pewarnaan Giemsa, HE (Hematoxylin-eosin), pewarnaan Parago. Pada
pemeriksaan ini dapat dilihat multinucleated giant cell (sel berinti banyak) dan adanya sel
epitel yang mengandung asidofilik intranuklear. Selain itu dapat juga dilakukan PCR
(Polymerase Chain Reaction) setelah mendeteksi antigen VZV dengan pewarnaan antibody-
flouresen. Biopsi pada kulit juga dapat dilakukan dengan cara immuno-histochemistry untuk
mendeteksi protein pada VZV. Tes serologic merupakan tes yang juga dapat dilakukan untuk
mendiagnosis riwayat varisella dan herpes zoster dan untuk membandingkan stadium akut
dan kronik. 2,400
1.7 Pengobatan
Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri secepat mungkin
dengan cara membatasi replika virus, sehingga mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.
1,2,3
00
Sistemik
1.1.7 Obat antivirus
Obat antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster dan derajat keparahan nyeri
herpes zoster akut. Efektivitasnya dalam mencegah NPH masih controversial. Tiga antivirus
4
oral yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi herpes zoster,
famsiklovir (Famvir ®), valasiklovir hidrokhlorida (Valtrex®), dan asiklovir (Zovirax®).
Bioavailabilitas asiklovir hanya 15-20%, lebih rendah dibandingkan valasiklovir (65%) dan
famsiklovir (77%). Antivirus famsiklovir 3x500 mg atau valasiklovir3x1000 mg atau asiklovir
5x800 mg diberikan sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari. 1,300
Dosis asiklovir untuk anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12 tahun 60
mg/kgBB/hari selama 7 hari. Bila lesi luas atau ada keterlibatan organ dalam, atau pada
imunokompromais diberikan asiklovir intravena 10 mg/kgBB/hari 3 kali sehari selama 5-10
hari. Asiklovir dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0.9% dan diberikan dalam waktu 1 jam. Obat
pilihan untuk ibu hamil ialah asiklovir berdasarkan pertimbangan risiko dan manfaat. 2,3,500
1. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid oral sering dilakukan, walaupun berbagai penelitian
menunjukkan hasil beragam. Prednison yang digunakan bersama asiklovir dapat mengurangi
nyeri akut. Hal ini disebabkan penurunan derajat neuritis akibat infeksi virus dan
kemungkinan juga menurunkan derajat kerusakan pada saraf yang terlibat. 1,200
Akan tetapi pada penelitian lain, penambahan kortikosteroid hanya memberikan sedikit
manfaat dalam memperbaiki nyeri dan tidak bermanfaat untuk mencegah NPH, walaupun
memberikan perbaikan kualitas hidup. Mengingat risiko komplikasi terapi kortikosteroid lebih
berat daripada keuntungannya, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/ RSCM
tidak mengajurkan pemberian kortikosteroid pada herpes zoster. 1,200
2. Analgesik
Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukkan respon baik terhadap AINS (asetosal,
piroksikam, ibuprofen, diklofenak), atau analgetik non opioid (parasetamol, tramadol, asam
mefenamat). Kadang-kadang dibutuhkan opioid (kodein, morfin, atau oksiodon) untuk pasien
dengan nyeri kronik hebat. Pernah dicoba pemakaian kombinasi parasetamol dengan kondein
30-60 mg. 1,2,300
3. Antidepresan dan antikovulsan
Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi terapi asiklovir dengan
antidepresan trisiklik atau gabapentin sejak awal mengurangi prevalensi NPH. 1,200
Pada pasien dengan kemungkinan terjadinya neuralgia pasca herpes zoster selain diberi
asiklovir pada fase akut, dapat diberikan : 2,500
Antidepresan trisiklik (amitriptilin dosis awal 10 mg/hari ditingkatkan 20mg setiap 7 hari
hingga 150 mg. Pemberian hingga 3 bulan, diberikan setiap malam sebelum tidur. ²
2,5
Gabapentin 300 mg/hari 4-6 minggu. 00
2,5
Pregabalin 2x75 mg/hari 2-4 minggu 00
5
Topikal
1. Analgetik topical
a. Kompres
Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio Calamin (Caladryl) dapat
digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri dan pruritus. Kompres dengan Solusio
Burowi (alumunium asetat 5%) dilakukan 4-6 kali/hari selama 30-60 menit. Kompres
dingin atau cold pack juga sering digunakan. 1,2,500
2. Anestetik lokal
Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jarak saraf yang terlibat dalam
herpes zoster telah banyak dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Pendekatan seperti
infiltrasi local subkutan, blok saraf perifer, ruang paravertebral atau epidural, dan blok
simpatis untuk nyeri yang berkepanjangan sering digunakan. Akan tetapi, dalam studi
prospektif dengan kontrol berskala besar, efikasi blok saraf terhadap pencegahan NPH belum
terbukti dan berpotensi menimbulkan risiko. 1,200
3. Kortikosteroid
Krim/losio yang mengandung kortikosteroid, tidak digunakan pada lesi akut herpes zoster
dan juga tidak dapat mengurangi risiko terjadinya NPH. 1,200
Herpes zoster oftalmikus diberikan Asiklovir/valasiklovir hingga 10 hari pada semua pasien
dan rujuk ke dokter spesialis mata. 1,200 Herpes zoster otikus dengan paresis nervus fasialis
diberikam Asiklovir/valasiklovir oral 7-14 hari dan kortikosteroid 40-60 mg/hari selama 1
minggu pada semua pasien dan rujuk ke dokter spesialis THT. 2,500
1.2 Pencegahan
6
Pemberian booster vaksin varisela strain Oka terhadap orangtua harus dipikirkan
untuk meningkatkan kekebalan spesifik terhadap VVZ sehingga dapat memodifikasi
perjalanan penyakit herpes zoster. 1,200
Vaksinasi, dosis VVZ hidup yang dilemahkan dosis tunggal direkomendasikan
kepada populasi yang berusia lebih dari 50 tahun, baik yang sudah memiliki riwayat
varisela ataupun belum. Tidak boleh diberikan pada pasien imunokompromais. 2,500
7
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesa
a. Keluhan Utama : Kulit kemerahan disertai bruntus-bruntus berisi cairan terasa
panas dan nyeri di daerah leher kanan dan daerah belakang telinga kanan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny.SR datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dok II
Jayapura dengan keluhan sejak ± 1 minggu yang lalu pada awalnya merasa nyeri
pada kepala pada pagi hari, lalu timbul bintik-bintik seperti biji keringat pada
leher sebelah kanan yang terasa gatal. Lalu keesokan harinya pasien mengalami
demam merasa nyeri dan panas pada daerah leher dan tenggorokan sehingga
pasien merasa sakit untuk menelan makanan dan minuman. Dan pasien
merasakan beberapa bintik-bintik pada leher bagian kanan sudah mulai terisi oleh
cairan dan bintik-bintik bertambah hingga ke belakang telinga kanan.
Pasien juga mengeluhkan rasa perih dan panas seperti terbakar di kulit
tempat terdapatnya bintik tersebut. Pasien juga mengatakan terasa nyeri di daerah
tempat munculnya bintik. Hal ini membuat pasien menjadi tidak nyaman dalam
melakukan aktivitas sehari-hari dan ketika tidur.
Pasien juga mengalami gejala tambahan lain seperti lemas dan pegal pada
daerah punggung.
8
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang
sama seperti pasien dalam rumah seperti yang sekarang dialami pasien. Riwayat
penyakit kronis dalam keluarga disangkal.
f. Riwayat alergi
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, obat,
maupun bahan-bahan alergen lainnya.
g. Riwayat pengobatan
9
Thoraks
Paru-paru
– Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris
– Palpasi : fokal fremitus +/+
– Perkusi : sonor kedua lapang paru
– Auskultasi: vesikuler (+) wheezing (-), rhonchi (-)
Jantung
– Inspeksi : iktus kordis tak terlihat
– Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V midclavicular sinistra
– Perkusi : batas jantung kanan: linia parasternal kanan ICS IV
Batas jantung kiri :linia midcalvikula ICS V
– Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
– Inspeksi : datar
– Palpasi : supel, hepatomegali dan splenomegali (-)
– Perkusi : tympani
– Auskultasi: BU (+) Normal
Ekstremitas
– Deformitas (-), udem (-), RCT < 2 dtk
b. Status Dermatologis
Lokasi : Regio Colli dextra, post aurikuler dextra
Efloresensi : Vesikel berkelompok dengan batas tegas, pustula, multipel,
tersebar unilateral dengan dasar kulit yang eritematosa.
10
2.4 Diagnosis kerja
Herpes Zoster
2.4 Penatalaksanaan
Non medikamentosa
- Menjelasan kepada pasien tentang penyakit yang diderita baik diagnosa dan
penyebabnya.
- Menjelaskan penggunaan obat, efek samping obat, serta menyarankan pasien
untuk meminum obat secara teratur agar penyakit bisa teratasi
- Memberikan penjelasan kepada pasien untuk hindari menggaruk bila terasa gatal.
- Edukasi pasien mandi minimal 2x sehari
- Menjaga kebersihan pakaian dan mengganti pakaian setiap mandi
- Tidak bergonta-ganti handuk dan pakaian kesesama anggota keluarga
Medikamentosa
- Asiklovir 5x800mg
11
- Neurobat 2x1
- Asam fusidat
- Asam mefenamat 3x500mg
12
BAB III
PEMBAHASAN
Dari teori juga didapatkan adanya faktor usia, faktor imun, riwayat terkena varicella
sebelumnya. Pada kasus ini didapatkan adanya faktor resiko yaitu faktor usia dan riwayat
1,2,3
mengalami varicella sebelumnya. 0
0
Kelainan khusus yang dapat ditemukan pada herpes zoster adalah lokasi dan distribusi
dari lesinya, yaitu unilateral dan pada kasus ini sesuai dengan keadaan pasien dimana lokasi
1,2,4
lesi unilateral yaitu hanya pada leher sebelah kanan. 0
0
Berdasarkan anamnesa, faktor-faktor yang mendukung timbulnya herpes zoster ini yaitu :
- Awalnya pasien mengalami gejala prodromal seperti nyeri kepala dan demam.
- Timbul suatu gelembung – gelembung ( vesikel ) dengan disertai rasa nyeri dan panas
unilateral.
- Pada pemeriksaan kulit ditemukan vesikel yang berkelompok, maupun pustul dengan
dasar eritematous Adapun diagnosis banding pada kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Herpes Simpleks
Gejala Efloresensi pada Herpes Zoster sama dengan Efloresensi pada Herpes
simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas dasar kulit
yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal atau
seperti terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes simpleks
terdiri atas 2, yaitu tipe 1 dan 2. Namun, yang membedakannya dengan herpes
13
simpleks yaitu Lesi yang disebabkan herpes simpleks tipe 1 biasanya ditemukan pada
bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan. Lokalisasi penyakit yang
disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya adalah di bawah pusat, terutama di
1,5
sekitar alat genitalia eksterna. Sedangkan Herpes Zoster bisa di semua tempat. 0 0
2. Varisela
Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah
menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear drops). Vesikel akan
berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar secara sentrifugal
1,5
dari badan ke muka dan ekstremitas. 0
0
14
BAB V
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari kajian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat yang khas ditandai oleh adanya nyeri
radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi
serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensoris dari nerfus kranialis. Infeksi ini
merupakan reaktivasi virus varisela zoster endogen yang menetap dalam fase laten di ganglia
sensoris. Pada pasien ini didiagnosa dengan herpes zoster karena berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik menunjang kearah diagnosis penyakit herpes zoster. Terapi pada pasien ini
meliputi terapi topikal dan terapi sistemik dengan tujuan untuk mengatasi infeksi virus akut,
mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster, mencegah timbulnya neuralgia
pasca herpetik. Herpes zoster merupakan suatu konsekuensi klinis dari reaktivasi virus VZV
yang dormant, diduga reaktivasi virus ini akibat suatu proses imunosupresi. Pada pasien ini
belum dapat ditentukan apa kira-kira penyebab reaktivasi virus VZV yang telah ada dalam
1,2,5
tubuhnya. 0
0
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusponegoro, HD, Erdina. Herpes Zoster. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2015.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan Praktik
Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2017.
3. Chris tanto, et al., (2014), Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media Aeskulapius.
4. Straus, SE. Oxman, MN. Schmader, KE. Varicella and Herpes Zoster. In : Wolff KG, LA.
Katz, SI. Gilchrest, BA. Paller, AS. Leffeld, DJ. Fitzpatrick’s Dermatology In General
Medicine. 7th ed: McGraw Hill; 2008.
5. Bag / SMF ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR / RSU Dr. Soetomo. Surabaya.
Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya. Airlangga University. 2007.
16