Anda di halaman 1dari 12

HIGEIA 2 (3) (2018)

HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH


RESEARCH AND DEVELOPMENT
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

Personal Hygiene Kejadian Enterobiasis Siswa Sekolah Dasar Negeri

Mei Devi Anjarsari 

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Enterobiasis adalah penyakit akibat infeksi cacing Enterobiosis vermicularis yang menyerang anak-
Diterima 2 Maret 2018 anak. Prevelansi kecacingan di indonesia masih sangat tinggi yaitu 60%-80%. Penelitian ini
Disetujui 15 April 2018 dilakukan pada tahun 2017 dan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara personal hygiene
Dipublikasikan 30 Juli dengan kejadian enterobiasis pada siswa sekolah dasar negeri di desa klampok. Jenis penelitian
2018 survei analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel 38 orang dipilih menggunakan teknik
________________ random sampling. Instrumen yang digunakan kuesioner. Data analisis menggunakan uji chi-square.
Keywords: Hasil penelitian ini mendapatkan hasil bahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian
Enterobiasis, Personal enterobiasis diantaranya mencuci tangan setelah buang air besar menggunakan sabun p=0,00,
Hygiene, Elementary kebiasaan mencuci tangan sebelum makan menggunakan sabun p=0,03, kebiasaan mandi
Student menggunakan sabun p=0,003, kebiasaan memotong dan menjaga kebersihan kuku p=0,041,
____________________ kebiasaan buang air besar di sembarang tempat p=0,001 dan intensitas mengganti celana dalam
DOI: per hari p=0,000. Simpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara personal hygiene dengan
https://doi.org/10.15294 kejadian enterobiasis pada siswa sekolah dasar negeri klampok 1 dan klampok 2 Kecamatan
/higeia/v2i3/18872 Godong Kabupaten Grobogan.
____________________
Abstract
___________________________________________________________________
Enterobiasis was an infection of enterobiosis vermicularis worm effect disease which particularly affects
children. In addition, worm prevalence Indonesia was 60%-80%. This research had done in 2017 and aimed to
identify the relationship between personal hygiene and enterobiasis at student of elementary school in
Klampok. This research used analytical survey with cross sectional design and with 38 sample using technique
simple random sampling. Questionnaire was used research instrument. Analysis data used a chi-square test.
Results indicate that the factors association between personal hygiene with enterobiasis incidence were hand
washing by soap after having defecation p=0,00, hand washing habit with soap before eat p=0,03, take a bath
with soap p=0,003, nail cutting habit and keep it clean have p=0,041, habit of having defecation in random
place p=0,001 and intensity of underwear changing each day p=0,000 and correlated enterobiasis. It was
concluded that there was association between personal hygiene with enterobiasis incidence among students of
elementary school in Klampok Village Godong District, Grobogan Regency.

© 2018 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 e ISSN 1475-222656
E-mail: meidevi63@gmail.com

441
Mei D. A. dan Yuni W./Personal Hygiene / HIGEIA 2 (3) (2018)

PENDAHULUAN Salah satu faktor risiko tingginya kejadian


enterobiasis dapat disebabkan karena anak-anak
Enterobiasis atau oxyuriasis adalah penyakit yang sering menghabiskan waktu mereka di luar
akibat infeksi cacing Enterobiosis vermicularis atau rumah untuk bermain ataupun berkerumun
Oxyuris vermicularis yang terutama menyerang dengan anak lainnya, melakukan kontak
anak-anak, dimana cacing Enterobiosis langsung dengan air dan tanah yang memiliki
vermicularis tumbuh dan berkembang di dalam potensi untuk terinfeksi cacing Enterobiosis
usus. Penyakit ini ditemukan kosmopolit dan vermicularis penyebab penyakit enterobiasis
tersebar luas di seluruh dunia baik di negara (Dahal, 2015). Selanjutnya menurut Odigwe
maju maupun negara berkembang dan (2015) seseorang yang memiliki personal
Indonesia merupakan negara berkembang yang hygiene yang baik merupakan salah satu cara
terdapat kejadian enterobiasis menjadi salah satu yang paling efektif untuk melindungi dirinya
penyebab kecacingan yang paling sering dari berbagai serangan penyakit salah satunya
menyerang pada anak–anak. Cacing Enterobiosis adalah penyakit enterobiasis.
vermicularis ini tidak hanya tersebar pada daerah Penelitian yang dilakukan pada siswa di
yang memiliki iklim tropis saja melainkan juga Sekolah Dasar Negeri Pondokrejo 4 Jember,
terdapat pada daerah yang beriklim dingin. menemukan bahwa prevalensi siswa yang
Prevalensi enterobiasis cenderung lebih tinggi menderita enterobiasis yaitu sebanyak 34 anak
pada anak usia 6-8 tahun dan masih menjadi (51,52%) dari 66 anak yang diperiksa.
masalah kesehatan yang penting pada anak- Penyebaran penyakit enterobiasis lebih luas
anak usia sekolah dasar (Al-Shadood, 2015). dibandingkan dengan infeksi cacing lain serta
Penelitian yang dilakukan di Taiwan, penularannya dapat terjadi pada suatu keluarga
Thailand, Malaysia, Sri Lanka, Venezuela, atau kelompok-kelompok yang hidup dalam
Korea dan Cina melaporkan insidensi suatu lingkungan yang sama. Telur cacing dapat
enterobiasis mencapai 0,62% 38,8%, 40,4%, 38%, diisolasi dari debu yang terdapat di ruangan
19,4%, 18,5% dan 10,2% pada anak sekolah sekolah atau kantin sekolah dan mungkin
dasar dengan insidensi pada anak laki-laki lebih menjadi sumber infeksi pada anak-anak sekolah.
tinggi dibandingkan anak perempuan. Beberapa penelitian juga menemukan
Prevelansi kecacingan di Indonesia pada bahwa kejadian enterobiasis di beberapa daerah
umumnya masih sangat tinggi yaitu sebesar di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan
60%-80%. Hasil survei kecacingan pada siswa laporan Yulianti, Menteri Kesehatan (Menkes)
sekolah dasar di Indonesia tahun 2013 di 175 mengatakan bahwa sekitar 60%-80% anak usia
kabupaten/kota menunjukkan bahwa angka sekolah di Indonesia mengalami cacingan.
kecacingan tertinggi yakni 85,9% dengan rata- Hendratno S juga melaporkan bahwa beberapa
rata prevalensi 28,12%. daerah di Jawa Tengah masih memiliki angka
Penderita cacingan dapat mengalami prevalensi enterobiasis yang cukup tinggi yaitu
kurang gizi, anemia juga gangguan saluran sekitar 58,93% hingga 74,31%.
pencernaan. Akibatnya akan mengalami Penelitian yang dilakukan Perdana (2013)
penurunan daya tahan tubuh. Menurunnya menemukan adanya hubungan yang signifikan
stamina tubuh akan dapat menurunkan antara hygiene tangan dan kuku dengan kejadian
kemampuan belajar pada anak. Hal yang paling enterobiasis. Seseorang yang memiliki personal
merugikan adalah bila infeksi berat terjadi pada higiene buruk mempunyai potensi lebih tinggi
orang dewasa, infeksi cacingan akan untuk terinfeksi cacing Enterobiosis vermicularis
menyebabkan terjadinya penurunan penyebab penyakit enterobiasis (Suraweera,
produktifitas kerja. Dari berbagai dampak 2015).
negatif akibat kejadian cacingan tersebut pada Menjaga personal hygiene atau kebersihan
akhirnya bisa menurunkan kualitas diri seperti membiasakan mencuci tangan
sumberdaya manusia dari sebuah generasi. sebelum makan dan setelah buang air dapat

442
Mei D. A. dan Yuni W./Personal Hygiene / HIGEIA 2 (3) (2018)

dilakukan sebagai upaya dalam pencegahan dasar negeri di Desa Klampok, Kecamatan
penyakit kecacingan atau pada enterobiasis Godong, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah,
(Yudhastuti, 2012). Personal hygiene yang baik disebabkan karena daerah tersebut belum
akan meminimalkan pintu masuk (port de entry) pernah di lakukan penelitian tentang hubungan
dari organisme yang terdapat dimana saja, antara personal hygiene dengan kejadian
hingga dapat mengurangi risiko seseorang untuk enterobiasis selain itu terpenuhinya jumlah
terserang penyakit. Personal hygiene yang buruk sampel untuk penelitian yang akan dilaksanakan
menjadi salah satu faktor mempermudah serta selama dilakukan kegiatan studi
masuknya infeksi ke dalam tubuh termasuk pendahuluan ternyata didapatkan hubungan
infeksi enterobiasis (Celiksoz, 2010). antara personal hygiene dengan kejadian
Data dari profil kesehatan Indonesia enterobiasis di daerah tersebut maka peneliti
tahun 2015 disebutkan bahwa penyelenggaraan ingin mengetahui apakah di Sekolah Dasar
STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku Negeri Klampok 1 dan Sekolah Dasar Negeri
yang higienis dan saniter secara mandiri dalam Klampok 2 terdapat hubungan antara personal
rangka meningkatkan derajat kesehatan hygiene dengan kejadian enterobiasis.
masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam Cacing Enterobiosis vermicularis tumbuh
pelaksanaan STBM berpedoman pada lima pilar dan berkembang biak di dalam usus. Penyakit
yaitu: stop buang air besar sembarangan enterobiasis (oxyuris) ini lebih dikenal dengan
(BABS), cuci tangan pakai sabun, pengelolaan penyakit cacing kremi. Infeksi ini dapat terjadi
air minum dan makanan rumah tangga, akibat tertelannya telur cacing Enterobiosis
pengamanan sampah rumah tangga, vermicularis (Oxyuris vermicularis). Penularan
pengamanan limbah cair rumah tangga. cacing Enterobiosis vermicularis dapat terjadi pada
Persentase desa yang melaksanakan STBM di satu keluarga atau kelompok-kelompok yang
Provinsi Jawa Tengah sebesar 48,09% yang hidup di lingkungan yang sama, seperti asrama,
menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Tengah rumah piatu dan lain-lain. Cacing Enterobiosis
memiliki presentase yang rendah karena kurang vermicularis dapat dilihat dengan mata telanjamg
dari 50%. Dari beberapa pilar dalam pada anus penderita, terutama dalam waktu 1-2
pelaksanaan STBM menunjukkan bahwa jam setelah anak tertidur pada malam hari.
terdapat faktor risiko terhadap penyakit Cacing Enterobiosis vermicularis berwarna putih
enterobiasis selain itu juga presentase yang dan setipis rambut, mereka aktif bergerak. Telur
diperoleh dalam pelaksanaannya masih rendah. maupun cacingnya bisa didapat dengan cara
Hasil Susenas Kor 2015 mengenai menempelkan selotip di lipatan kulit di sekitar
persentase rumah tangga yang memiliki akses anus pada pagi hari sebelum anak terbangun.
terhadap sanitasi layak. Secara nasional, Kemudian, selotip tersebut ditempelkan pada
terdapat 62,14% rumah tangga yang memiliki kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop.
akses terhadap sanitasi layak. Provinsi Jawa Gejala utama enterobiasis adalah iritasi di
Tengah untuk persentase rumah tangga yang sekitar perianal yang menyebabkan penderita
memiliki akses terhadap sanitasi layak yaitu sering menggaruk (anus/vagina) sehingga
sebesar 67,20% sudah cukup baik. Jadi dari terjadi luka, gangguan tidur berupa mimpi
penjelasan-penjelasan di atas Provinsi Jawa buruk, enuresis, gigi menggertak, penurunan
Tengah sendiri merupakan lokasi yang masih nafsu makan, cepat tersinggung dan marah,
rawan terhadap penyakit enterobiasis. terjadi insomnia, gelisah dan berakhir dengan
Berdasarkan uraian di atas dan terdorong melakukan masturbasi, infeksi berat pada
oleh masih tingginya angka infeksi yang wanita dapat menyebabkan keluarnya cairan
disebabkan oleh cacing Enterobiosis vermicularis mukoid dari vagina, uterus dan tuba fallopi.
maka dilakukan penelitian untuk mengetahui Personal hygiene berasal dari bahasa
angka kejadian enterobiasis serta hubungannya Yunani, berasal dari kata personal yang artinya
dengan personal hygiene. Terpilihnya sekolah perseorangan dan hygiene berarti sehat. Dari

443
Mei D. A. dan Yuni W./Personal Hygiene / HIGEIA 2 (3) (2018)

pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa Jumlah sampel yang diperoleh dalam
kebersihan perorangan atau personal hygiene penelitian ini dengan menggunakan rumus
adalah tindakan untuk memelihara kebersihan Lemeshow untuk menaksir proporsi sampel
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan, sebanyak 38 orang. Teknik pengambilan sampel
baik fisik maupun psikisnya. Personal hygiene dalam penelitian ini menggunakan random
merupakan suatu tindakan untuk memelihara sampling. Kriteria sampel meliputi kriteria
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan tersebut menentukan dapat atau tidaknya
diri merupakan kondisi dimana seseorang tidak sampel digunakan. Adapun kriteria inklusi
mampu melakukan perawatan kebersihan untuk adalah anak usia 6-8 tahun, pendidikan orang
dirinya (Afnuhazi, 2015). Tujuan personal tua anak maksimal SMA, anak sedang
hygiene yaitu meningkatkan derajat kesehatan menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
seseorang, memelihara kebersihan diri Klampok 1 ataupun Sekolah Dasar Negeri
seseorang, memperbaiki personal hygiene yang Klampok 1, berdomisili di Desa Klampok
kurang, mencegah penyakit, menciptakan Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan dan
keindahan dan meningkatkan rasa percaya diri. bersedia menjadi informan. Kriteria eksklusi
Dampak yang timbul jika personal hygiene adalah data yang di dapatkan dari subjek sampel
kurang adalah dampak fisik berupa gangguan tidak lengkap dan anak memiliki cacat bawaan
fisik yang sering terjadi adalah gangguan dari lahir.
integritas kulit, gangguan membrane mukosa Instrumen penelitian yang digunakan
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan adalah Kuesioner. Kuesioner bertujuan untuk
gangguan fisik pada kuku dan dampak pasien mendapatkan data mengenai hubungan antara
psikososial berupa gangguan kebutuhan rasa personal hygiene dengan kejadian infeksi
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, Enterobiasis vermicularis pada siswa sekolah dasar
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan negeri di Desa Klampok, variabel yang akan
gangguan interaksi sosial (Rudi, 2017). diteliti yaitu kebiasaan mencuci tangan setelah
Penelitian ini bertujuan untuk buang air besar menggunakan sabun, kebiasaan
mengetahui hubungan antara personal hygiene mencuci tangan sebelum makan menggunakan
dengan kejadian enterobiasis pada siswa sekolah sabun, kebiasaan mandi menggunakan sabun,
dasar negeri di Desa Klampok Kecamatan kebiasaan memotong dan menjaga kebersihan
Godong Kabupaten Grobogan (studi kasus di kuku, kebiasaan buang air besar disembarang
Sekolah Dasar Negeri Klampok 1 dan 2. tempat (tidak menggunakan jamban), intensitas
menggati celana dalam per hari. Dalam
METODE penelitian ini, uji kuisioner dilakukan dengan uji
validitas dan reabilitas kuisioner.
Jenis penelitian ini adalah penelitian Uji validitas diujicobakan pada 25 sampel
potong lintang atau cross sectional. Populasi siswa kelas I dan II di Sekolah Dasar Negeri
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di Godong 1 yang memiliki karakteristik kriteria
sekolah dasar negeri di Desa Klampok tahun inklusi pada penelitian yang akan dilakukan
ajaran 2016/2017 dimana di Desa Klampok yaitu anak usia 6-8 tahun, pendidikan orang tua
memiliki 2 buah sekolah dasar negeri yakni anak maksimal SMA dan bersedia menjadi
Sekolah Dasar Negeri Klampok 1 dan Sekolah informan. Item pertanyaan dinyatakan valid
Dasar Negeri Klampok 2 merupakan siswa apabila r yang diperoleh dari hasil pengujian
kelas 1 dan 2 yang berjumlah 96 siswa, dengan setiap item lebih bedar dari r tabel (r hasil>r
pertimbangan bahwa kelas 1 dan 2 untuk semua tabel). Pengujian validitas instrument pada
siswanya rata-rata memiliki usia 6-8 tahun penelitian ini menggunakan program komputer,
dimana pada usia tersebut prevalensi terinfeksi dimana hasil akhirnya (r hitung) dibandingkan
Enterobiasis vermicularis cenderung lebih tinggi. dengan nilai r tabel Product moment pearson.

444
Mei D. A. dan Yuni W./Personal Hygiene / HIGEIA 2 (3) (2018)

Dengan nilai r tabel 0,337 dan dasar sesuai. Analisis statistik yang digunakan adalah
pengambilan keputusan dari uji validitas analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis
tersebut adalah sebagai berikut, jika r hasil univariat digunakan untuk mengetahui
positif, serta r hasil > r tabel, maka butir atau gambaran masing-masing variabel personal
variabel tersebut valid dan jka r hasil tidak hygiene. Data hasil analisis ini dapat berupa
positif, serta r hasil < r tabel, maka butir atau distribusi frekuensi dan presentase pada setiap
variabel tersebut tidak valid.Hasil akhir (r variabel. Analisis bivariat digunakan untuk
hitung) dibandingkan dengan r tabel product mencari hubungan dan membuktikan hipotesis
moment person dengan n=25 taraf signifikansi 5% variabel. Pada analisis bivariat, dilakukan
diketahui r tabel 0,337 dari 25 butir pertanyaan dengan membuat tabel silang antara variabel
yang diujikan dan didapatkan bahwa seluruh terikat dan bebas yaitu hubungan antara personal
pertanyaan valid, sehingga terdapat 25 butir soal hygiene dengan kejadian enterobiasis pada siswa
yang digunakan sebagai instrumen penelitian. Sekolah Dasar Negeri Klampok 1 dan Sekolah
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini Dasar Negeri Klampok 2 Kecamatan Godong
dilakukan dengan uji statistik Cronbach’s Alpha Kabupaten Grobogan.
pada program pengolahan data SPSS yang ada Peneliti menempuh tahapan-tahapan
dikomputer. Nilai N=25, signifikansi 5% penelitian agar dapat memperoleh hasil yang
diketahui r tabel (0,337) soal dikatakan reliabel optimal. Adapun tahapan-tahapan yang
jika r alpha>r tabel (0,337). Berdasarkan uji dilakukan dalam pelaksanaan penelitian dibagi
reliabilitas didapatkan r Alpha lebih besar menjadi 3 tahap yakni tahap 1 untuk persiapan
dibandingkan dengan nilai konstanta (0,337), dimana dilakukan bservasi ke sekolah yang akan
maka dari 25 item pertanyaan di dalam digunakan untuk meminta surat permohonan
kuesioner penelitian reliabel dan dapat izin penelitian dari Universitas Negeri
digunakan sebagai alat untuk pengumpul data. Semarang, mengajukan surat permohonan izin
Teknik pengumpulan data dilakukan penelitian kepada sekolah dasar negeri di Desa
dengan menggunakan beberapa metode yakni Klampok untuk mengadakan penelitian di
metode dokumentasi dimana peneliti mencari sekolah tersebut, mengajukan instrumen
data mengenai hal-hal atau variabel berupa penelitian, yaitu kuesioner untuk membantu
catatan, buku, majalah, dan lain-lain. Metode proses penelitian.
wawancara digunakan untuk menggali data Tahap 2 untuk pelaksanaan penelitian
tentang sampel, kondisi personal hygiene. Adapun dimana pada tahap ini yang dilakukan peneliti
instrumen pengumpulannya berupa interview adalah mendatangi sekolah dasar yang akan
secara terstruktur yang telah dibuat sebelumnya digunakan untuk tempat penelitian kemudian
dan wawancara dilakukan dengan siswa. membagikan kuesioner tentang hubungan
Metode observasi melakukan pengamatan antara personal hygiene dengan kejadian
langsung dan sistematis seperti kegiatan siswa enterobiasis yang akan diberikan kepada siswa
dalam melaksanakan personal hygiene. Metode sekolah dasar negeri di Desa Klampok yaitu
ini dilakukan pada saat proses observasi Sekolah Dasar Negeri Klampok 1 dan Sekolah
berlangsung dengan tujuan mengamati Dasar Negeri Klampok 2 pada siswa yang
kekurangan dan kelebihannya dan Uji usianya 6-8 tahun di masing-masing sekolah
laboratorium dilakukan untuk mengetahui yang jumlahnya sesuai dengan jumlah sampel
adanya telur ataupun cacing dari Enterobiasis yang akan dibutuhkan yang dilaksanakan dalam
vermicularis yang ada di tubuh anak yang akan jangka waktu 1 minggu untuk menyelesaikan
diuji. pelaksanaan pengumpulan data dengan
Data yang sudah terkumpul kemudian kuesioner. Selanjutnya mendatangi masing-
akan dilakukan pemeriksaan/validasi data, masing rumah siswa yang masuk menjadi
pemberian kode dan penyusunan data yang sampel penelitian untuk meminta ijin kepada
kemudian akan dilakukan analisis statistik yang orang tua siswa bahwa anaknya akan dilakukan

445
Mei D. A. dan Yuni W./Personal Hygiene / HIGEIA 2 (3) (2018)

pemeriksaan enterobiasis dengan cara Tabel 1. Distribusi Frekuensi Variabel Bebas


pengambilan spesimen menggunakan kaca dan Terikat
benda dan selotif pada waktu pagi hari sebelum No Variabel Kategori Jumlah %
anak mandi pagi. Tata cara pengambilan 1. Kebiasaan Baik 15 37,5
spesimen menggunakan kaca benda dan selotif Mencuci Tangan Buruk 23 57.5
Setelah Buang Air
yaitu pasang selotif ke dua sisi kaca benda dari
Besar
sisi memanjangnya menjadi dua bagian sama Menggunakan
panjang dengan bagian berperekat di sisi luar, Sabun
pegang bagian ujung selotif pada kedua sisi 2. Kebiasaan Baik 13 34,2
dengan 2 jari tangan agar selotif tidak bergeser, Mencuci Tangan Buruk 25 65,8
Sebelum Makan
gunakan tangan kiri untuk membuka bibir anus,
Menggunakan
letakkan bagian kaca benda berperekat pada Sabun
bagian perianal lalu lepaskan regangan bibir 3. Kebiasaan Mandi Baik 15 39,5
pantat hingga alat terjepit dalam bibir perianal, Menggunakan Buruk 23 60,5
setelah pantat ditekan beberapa kali, bukalah Sabun
4. Kebiasaan Baik 10 26,3
bibir pantat lalu angkat alat dari perianal,
Memotong dan Buruk 28 73,7
selanjutnya pasang kembali setelah posisi alat Menjaga
dibalik kedua sisinya, lakukan penekanan Kebersihan Kuku
kembali pada pantat lalu buka bibir anus dan 5. Kebiasaan Buang Baik 22 57,9
angkatlah alat dari perianal (efisiensi waktu Air Besar di Buruk 16 42,
Sembarang
yang dibutuhkan untuk pengambilan spesimen
Tempat
yakni rentang waktu antara 22 hingga 65 detik), (TidakMenggunak
rekatkan selotif hasil pengambilan spesimen an Jamban)
tersebut pada kaca benda dengan sempurnya, 6. Intensitas Baik 16 42,1
lalu simpan untuk dibawa ke laboratorium. Mengganti Celana Buruk 22 57,9
Dalam Per Hari
Tahap 3 untuk analisis dimana akan
7. Kejadian Positif 20 52,6
merekap instrumen yang telah terisi yang telah Enterobiasis Negatif 18 47,4
terisi, melakukan entri pada komputer,
mentabulasi hasil kuesioner dengan bantuan mencuci tangan setelah buang air besar
program komputer, menganalisis hasil menggunakan sabun (57,5%).
penelitian dan mendeskripsikan hasil penelitian. Kebiasaan mencuci tangan sebelum
Uji statistik pada penelitian ini makan menggunakan sabun oleh siswa Sekolah
menggunakan uji chi square, untuk melihat Dasar Negeri Klampok 1 dan Sekolah Dasar
apakah ada hubungan yang bermakna antara Negeri Klampok 2 lebih rendah (34,2%)
variabel bebas dan terikat. Syarat uji chi square dibanding yang tidak memiliki kebiasaan
adalah sel yang mempunyai nilai expected kurang mencuci tangan setelah buang air besar
dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel. Jika menggunakan sabun (65,8%).
syarat uji chi square tidak terpenuhi, maka uji Kebiasaan mandi menggunakan sabun
alternatifnya adalah uji fisher. oleh siswa Sekolah Dasar Negeri Klampok 1
dan Sekolah Dasar Negeri Klampok 2 lebih
HASIL DAN PEMBAHASAN rendah (39,5%) dibanding yang tidak memiliki
kebiasaan mandi menggunakan sabun (60,5%).
Tabel 1 menggambarkan bahwa Kebiasaan memotong dan menjaga kebersihan
kebiasaan mencuci tangan setelah buang air kuku oleh siswa Sekolah Dasar Negeri Klampok
besar menggunakan sabun oleh siswa Sekolah 1 dan Sekolah Dasar Negeri Klampok 2 lebih
Dasar Negeri Klampok 1 dan Sekolah Dasar rendah (26,3%) dibandingkan dengan siswa
Negeri Klampok 2 lebih rendah (37,5%) yang tidak memiliki kebiasaan memotong dan
dibandingkan yang tidak memiliki kebiasaan menjaga kebersihan kuku nya (73,7%).

446
Mei D. A. dan Yuni W./Personal Hygiene / HIGEIA 2 (3) (2018)

Tabel 2. Distribusi Analisis Bivariat


Variabel Kategori Kejadian Enterobiasis p- PR 95%
Positif Negatif value CI
Enterobiasis Enterobiasis
N % N %
Kebiasaan Mencuci Baik 2 13,3% 13 86,7% 0,000 0,043 0,007-
Tangan Setelah Buang 0,256
Air Besar Menggunakan
Buruk 18 78,3% 5 21,7%
Sabun
Kebiasaan Mencuci Baik 2 15,4% 11 84,6% 0,003 0,071 0,012-
Tangan Sebelum Makan 0,403
Menggunakan Sabun Buruk 18 72% 7 28%
Kebiasaan Mandi Baik 3 20% 12 80% 0,003 0,088 0,018-
Menggunakan Sabun 0,424
Buruk 17 73,9% 6 26,1%
Kebiasaan Memotong dan Baik 2 20% 8 80% 0,041 0,135 0,025-
Menjaga Kebersihan Kuku 0,785
Buruk 18 64,3% 10 35,7%
Kebiasaan Buang Air Besar Baik 6 27,3% 16 72,3% 0,001 0,54 0,009-
di Sembarang Tempat 0,309
(Tidak Menggunakan Buruk 14 87,5% 2 12,5%
Jamban)
Intensitas Mengganti Baik 1 6,2% 15 93,8% 0,000 0,11 0,001-
Celana Dalam Per Hari Buruk 19 86,4% 3 13,6% 0,112

Kebiasaan buang air besar di jamban Berdasarkan uji hipotesis menggunakan


oleh siswa Sekolah Dasar Negeri Klampok 1 uji chi square yang dilakukan terhadap kebiasaan
dan Sekolah Dasar Negeri Klampok 2 lebih mencuci tangan setelah buang air besar
tinggi (57,9%) dibandingkan yang tidak menggunakan sabun dengan kejadian enterobiasis
memiliki kebiasaan buang air besar di jamban didapatkan hasil nilai p value lebih besar dari
(42,1%). 0,000 (0,000<0,05). Hal ini menunjukan ada
Intensitas mengganti celana dalam per hubungan yang signifikan antara kebiasaan
hari oleh siswa Sekolah Dasar Negeri Klampok mencuci tangan setelah buang air besar
1 dan Sekolah Dasar Negeri Klampok 2 yang menggunakan sabun dengan kejadian enterobiasis
baik lebih rendah (42,1%) dibandingkan yang pada siswa sekolah dasar negeri di Desa
tidak memiliki kebiasaan mengganti celana Klampok Kecamatan Godong Kabupaten
dalam per hari yang baik (57,9%). Siswa Grobogan (studi kasus di Sekolah Dasar Negeri
Sekolah Dasar Negeri Klampok 1 dan Sekolah Klampok 1 dan Sekolah Dasar Negeri Klampok
Dasar Negeri Klampok 2 yang mengalami 2). Perhitungan risk estimate didapatkan PR
kejadian enterobiasis lebih tinggi (52,6%) 0,043 dengan 95% CI=0,007-0,256 karena nilai
dibanding yang tidak mengalami kejadian PR<1, berarti faktor yang diteliti merupakan
enterobiasis (47,4%). faktor protektif bukan faktor risiko. Jadi
Berdasarkan tabel 2 diperoleh data kebiasaan mencuci tangan setelah buang air
penelitian bahwa terdapat 13 anak yang besar menggunakan sabun yang baik merupakan
melakukan kebiasaan mencuci tangan setelah faktor pencegah kejadian enterobiasis, yakni anak
buang air besar menggunakan sabun dengan yang melakukan kebiasaan mencuci tangan
baik dan negatif enterobiasis serta terdapat 18 setelah buang air besar menggunakan sabun
anak yang melakukan kebiasaan mencuci yang buruk memiliki risiko untuk menderita
tangan setelah buang air besar menggunakan kejadian enterobiasis 0,043 kali apabila
sabun dengan buruk dan positif enterobiasis. dibandingkan dengan anak yang melakukan

447
Mei D. A. dan Yuni W./Personal Hygiene / HIGEIA 2 (3) (2018)

kebiasaan mencuci tangan setelah buang air mengalami kejadian lebih banyak dari pada
besar menggunakan sabun yang baik. anak yang memiliki kebiasaaan mencuci tangan
Alasan yang menjadi penyebab adanya setelah buang air besar menggunakan sabun
hubungan karena banyak responden yang yang baik. Seseorang dengan kebiasaan mencuci
melakukan kebiasaan mencuci tangan setelah tangan setelah buang air besar menggunakan
buang air besar menggunakan sabun dengan sabun yang tidak baik menyebabkan kejadian
buruk dan positif menderita enterobiasis. Hal ini enterobiasis disebabkan karena proses penularan
disebabkan karena responden tidak dapat terjadi melalui beberapa cara salah
membiasakan diri untuk mencuci tangan satunya adalah penularan dari tangan ke mulut
sesudah buang air besar menggunakan sabun sesudah memegang daerah sekitar anus dan
dengan benar dengan urutan membasahi tidak melakukan cuci tangan yang benar.
seluruh tangan, telapak tangan dan jari-jari Berdasarkan tabel 2 diperoleh data dari
tangan seluruhnya dengan air bersih mengalir, 11 anak yang melakukan kebiasaan mencuci
mengosok sabun ke telapak tangan, punggung tangan sebelum makan menggunakan sabun
tangan dan sela-sela jari, memersihkan bagian dengan baik dan negatif enterobiasis serta
bawah kuku-kuku, membilas tangan dengan air terdapat 18 anak yang melakukan kebiasaan
bersih yang mengalir, mengeringkan tangan mencuci tangan sebelum makan menggunakan
dengan tissue atau diangin-anginkan (Dinas sabun dengan buruk dan positif enterobiasis.
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2015), salah Berdasarkan uji hipotesis menggunakan
satu cara penularan dari penyakit adalah uji chi square yang dilakukan terhadap kebiasaan
melalui tangan yang tercemar oleh mencuci tangan sebelum makan menggunakan
mikroorganisme penyebab peny akit, salah sabun dengan kejadian didapatkan hasil nilai p
satunya enterobiasis. value lebih besar dari 0,003 (0,003<0,05). Hal ini
Cacing Enterobiasis vermicularis dapat menunjukan ada hubungan yang signifikan
menyebar melalui tangan penderita enterobiasis. antara kebiasaan mencuci tangan sebelum
Tinja yang menempel di tangan akan mudah makan menggunakan sabun dengan kejadian
menjadi tempat perindukan bakteri dan oleh enterobiasis pada siswa sekolah dasar negeri di
vektor tertentu akan dapat mencemari makanan Desa Klampok Kecamatan Godong Kabupaten
yang akan dikonsumsi manusia. Telah kita Grobogan (studi kasus di Sekolah Dasar Negeri
ketahui bahwa cacing Enterobiosis vermicularis Klampok 1 dan Sekolah Dasar Negeri Klampok
terdapat dalam permukaan atau dalam feses, 2). Perhitungan risk estimate didapatkan PR
seseorang tidak mencuci tangan dengan bersih 0,071 dengan 95% CI=0,012-0,403, berarti
setelah buang air besar/kecil maka Enterobiasis faktor yang diteliti merupakan faktor protektif,
vermicularis dapat dengan mudah berpindah ke bukan faktor risiko. Jadi kebiasaan mencuci
makanan yang dikonsumsi. Pentingnya bagi tangan sebelum makan menggunakan sabun
masyarakat untuk memiliki kebiasaan mencuci yang baik merupakan faktor pencegah kejadian
tangan setelah buang air besar/kecil agar enterobiasis, yakni anak yang melakukan
terhindar dari penularan enterobiasis. Hasil kebiasaan mencuci tangan sebelum makan
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang menggunakan sabun yang buruk memiliki risiko
dilakukan oleh Andhika (2013), Sukfitrianty untuk menderita kejadian enterobiasis 0,071 kali
(2016), Suraweera (2015) dan Yudhastuti dan apabila dibandingkan dengan anak yang
Lusno (2012) disebabkan karena kejadian melakukan kebiasaan mencuci tangan sebelum
enterobiasis dapat dipengaruhi oleh berbagai makan menggunakan sabun yang baik.
faktor salah satunya yaitu faktor kebiasaan Alasan yang menjadi penyebab adanya
mencuci tangan setelah buang air besar. Hal ini hubungan karena banyak responden yang
terlihat dari hasil penelitian bahwa sampel melakukan kebiasaan mencuci tangan sebelum
dengan kebiasaan mencuci tangan setelah buang makan menggunakan sabun dengan buruk dan
air besar menggunakan sabun yang tidak baik positif menderita enterobiasis. Hal ini disebabkan

448
Mei D. A. dan Yuni W./Personal Hygiene / HIGEIA 2 (3) (2018)

karena responden tidak membiasakan diri untuk menggunakan sabun dengan kejadian enterobiasis
mencuci tangan sebelum makan menggunakan pada siswa sekolah dasar negeri di Desa
sabun dengan benar. Menjaga personal hygiene Klampok Kecamatan Godong Kabupaten
atau kebersihan diri seperti membiasakan Grobogan (studi kasus di Sekolah Dasar Negeri
mencuci tangan sebelum makan dapat Klampok 1 dan Sekolah Dasar Negeri Klampok
dilakukan sebagai upaya dalam pencegahan 2). Perhitungan risk estimate didapatkan PR
penyakit kecacingan atau pada enterobiasis 0,088 dengan 95% CI=0,018-0,424, berarti
(Yudhastuti, 2012). Menurut Odigwe (2015) faktor yang diteliti merupakan faktor protektif,
seseorang yang memiliki personal hygiene yang bukan faktor risiko. Jadi kebiasaan mandi
baik merupakan salah satu cara yang paling menggunakan sabun yang baik merupakan
efektif untuk melindungi dirinya dari berbagai faktor pencegah kejadian enterobiasis, yakni anak
serangan penyakit. Personal hygiene yang baik yang melakukan kebiasaan mandi
akan meminimalkan pintu masuk (port de entry) menggunakan sabun yang buruk memiliki risiko
dari organisme yang terdapat dimana saja, untuk menderita kejadian enterobiasis 0,088 kali
hingga dapat mengurangi risiko seseorang untuk apabila dibandingkan dengan anak yang
terserang penyakit. Personal hygiene yang buruk melakukan kebiasaan mandi menggunakan
menjadi salah satu faktor mempermudah sabun yang baik.
masuknya infeksi ke dalam tubuh termasuk Alasan yang menjadi penyebab adanya
infeksi enterobiasis. hubungan karena banyak responden yang
Hasil penelitian ini sejalan dengan melakukan kebiasaan mandi menggunakan
penelitian yang dilakukan oleh Suraweera sabun dengan buruk dan positif menderita
(2015), Juhairiyah (2015) dan HM Li (2013) enterobiasis. Hal ini disebabkan karena
disebabkan karena infeksi enterobiasis dapat responden tidak membiasakan diri untuk mandi
dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya menggunakan sabun urutan mandi yang benar
yaitu faktor kebiasaan mencuci tangan sebelum yakni seluruh tubuh dicuci dengan sabun
makan menggunakan sabun. Hal ini terlihat dari mandi. kemudian tubuh disiram sampai bersih,
hasil penelitian bahwa sampel dengan kebiasaan seluruh tubuh digosok hingga keluar semua
mencuci tangan sebelum makan menggunakan kotoran atau daki dan gosok terus dengan
sabun yang tidak baik mengalami infeksi lebih tangan, kemudian seluruh tubuh disiram sampai
banyak dari pada anak yang memiliki bersih dan mandi dua kali sehari.
kebiasaaan mencuci tangan sebelum makan Hasil penelitian ini sejalan dengan
menggunakan sabun yang baik. Seseorang penelitian yang dilakukan oleh Yunidha (2016)
dengan kebiasaan mencuci tangan setelah disebabkan karena infeksi enterobiasis dapat
sebelum makan menggunakan sabun yang tidak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya
baik menyebabkan infeksi enterobiasis. yaitu faktor kebiasaan mandi menggunakan
Berdasarkan tabel 2 diperoleh data dari sabun. Hal ini terlihat dari hasil penelitian
12 anak yang melakukan kebiasaan mandi bahwa sampel dengan kebiasaan mandi
menggunakan sabun dengan baik dan negatif menggunakan sabun yang tidak baik mengalami
enterobiasis serta terdapat 17 anak yang infeksi lebih banyak dari pada anak yang
melakukan kebiasaan mandi menggunakan memiliki kebiasaaan mandi menggunakan
sabun dengan buruk dan positif enterobiasis. sabun yang baik. Seseorang dengan kebiasaan
Berdasarkan uji hipotesis menggunakan mandi menggunakan sabun yang tidak baik
uji chi square yang dilakukan terhadap kebiasaan menyebabkan infeksi enterobiasis.
mandi menggunakan sabun dengan kejadian Berdasarkan tabel 2 diperoleh data dari 8
enterobiasis didapatkan hasil nilai p value lebih anak yang melakukan kebiasaan memotong dan
besar dari 0,003 (0,003<0,05). menjaga kebersihan kuku dengan baik dan
Hal ini menunjukan ada hubungan yang negatif enterobiasis serta terdapat 18 anak yang
signifikan antara kebiasaan mandi melakukan kebiasaan memotong dan menjaga

449
Mei D. A. dan Yuni W./Personal Hygiene / HIGEIA 2 (3) (2018)

kebersihan kuku dengan buruk dan positif yaitu faktor kebiasaan memotong dan menjaga
enterobiasis. kebersihan kuku. Hal ini terlihat dari hasil
Berdasarkan uji hipotesis menggunakan penelitian bahwa sampel dengan kebiasaan
uji chi square yang dilakukan terhadap kebiasaan memotong dan menjaga kebersihan kuku yang
memotong dan menjaga kebersihan kuku tidak baik mengalami infeksi lebih banyak dari
dengan kejadian enterobiasis didapatkan hasil pada anak yang memiliki kebiasaan memotong
nilai p value lebih besar dari 0,041 (0,041<0,05). dan menjaga kebersihan kuku yang baik.
Hal ini menunjukan ada hubungan yang Seseorang dengan kebiasaan memotong dan
signifikan antara kebiasaan memotong dan menjaga kebersihan kuku yang tidak baik
menjaga kebersihan kuku dengan kejadian menyebabkan infeksi enterobiasis.
enterobiasis pada siswa sekolah dasar negeri di Berdasarkan tabel 2 diperoleh data dari
Desa Klampok Kecamatan Godong Kabupaten 16 anak yang melakukan kebiasaan buang air
Grobogan (studi kasus di Sekolah Dasar Negeri besar disembarang tempat (tidak menggunakan
Klampok 1 dan Sekolah Dasar Negeri Klampok jamban) dengan baik dan negatif enterobiasis
2). Perhitungan risk estimate didapatkan PR serta terdapat 14 anak yang melakukan
0,139 dengan 95% CI=0,025-0,785 karena nilai kebiasaan buang air besar disembarang tempat
P<1, berarti faktor yang diteliti merupakan (tidak menggunakan jamban) dengan buruk dan
faktor protektif, bukan faktor risiko. Jadi positif enterobiasis.
kebiasaan memotong dan menjaga kebersihan Berdasarkan uji hipotesis menggunakan
kuku yang baik merupakan faktor pencegah uji chi square yang dilakukan terhadap kebiasaan
kejadian enterobiasis, yakni anak yang buang air besar disembarang tempat (tidak
melakukan kebiasaan memotong dan menjaga menggunakan jamban) dengan kejadian
kebersihan kuku yang buruk memiliki risiko enterobiasis didapatkan hasil nilai p value lebih
untuk menderita kejadian enterobiasis 0,139 kali besar dari 0,001 (0,001<0,05). Hal ini
apabila dibandingkan dengan anak yang menunjukan ada hubungan yang signifikan
melakukan kebiasaan memotong dan menjaga antara kebiasaan buang air besar disembarang
kebersihan kuku yang baik. tempat (tidak menggunakan jamban) dengan
Alasan yang menjadi penyebab adanya kejadian enterobiasis pada siswa sekolah dasar
hubungan karena banyak responden yang negeri di Desa Klampok Kecamatan Godong
melakukan kebiasaan memotong dan menjaga Kabupaten Grobogan (studi kasus di Sekolah
kebersihan kuku dengan buruk dan positif Dasar Negeri Klampok 1 dan Sekolah Dasar
menderita enterobiasis. Hal ini disebabkan karena Negeri Klampok 2). Perhitungan risk estimate
responden tidak membiasakan diri untuk didapatkan PR 0,54 dengan 95% CI=0,009-
memotong dan menjaga kebersihan kuku 0,309, berarti faktor yang diteliti merupakan
dengan benar yakni memotong ujung kuku faktor protektif, bukan faktor risiko. Jadi
sampai beberapa millimeter dari tempat kebiasaan buang air besar disembarang tempat
perlekatan antara kuku dan kulit, dan sesuaikan (tidak menggunakan jamban) yang baik
dengan bentuk ujung jari, mengkikir tepi kuku merupakan faktor pencegah kejadian enterobiasis,
yang telah dipotong agar menjadi rapi dan tidak yakni anak yang melakukan kebiasaan buang air
tajam, mencuci kuku dengan sabun dan sikat besar disembarang tempat (tidak menggunakan
sampai bersih dengan menggunakan air hangat, jamban) yang buruk memiliki risiko untuk
lalu keringkan dengan handuk kecil atau lap, menderita kejadian enterobiasis 0,54 kali apabila
sebaiknya memotong kuku seminggu sekali. dibandingkan dengan anak yang melakukan
Hasil penelitian ini sesuai dengan kebiasaan buang air besar disembarang tempat
penelitian yang dilakukan oleh Andhika (2013), (tidak menggunakan jamban) yang baik.
Sukfitrianty (2016), dan Yunidha (2016) Alasan yang menjadi penyebab adanya
disebabkan karena infeksi enterobiasis dapat hubungan karena banyak responden yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya melakukan kebiasaan buang air besar di

450
Mei D. A. dan Yuni W./Personal Hygiene / HIGEIA 2 (3) (2018)

sembarang tempat (tidak menggunakan jamban) enterobiasis, yakni anak yang melakukan
dengan buruk dan positif menderita enterobiasis. intensitas mengganti celana dalam per hari yang
Hal ini disebabkan karena responden tidak buruk memiliki risiko untuk menderita kejadian
membiasakan diri untuk melakukan kebiasaan enterobiasis 0,11 kali apabila dibandingkan
buang air besar di jamban. Langkah yang dapat dengan anak yang melakukan intensitas
dilakukan untuk mengatasi kejadian enterobiasis mengganti celana dalam per hari yang baik.
yang disebabkan oleh tidak melakukan buang Alasan yang menjadi penyebab adanya
air besar disembarang tempat (tidak hubungan karena banyak responden yang
menggunakan jamban) adalah melakukan intensitas mengganti celana dalam perharinya
buang air besar di jamban. buruk dan positif menderita enterobiasis.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Responden tidak membiasakan diri untuk
penelitian yang dilakukan oleh Ririh (2012) dan mengganti pakaian bersih 2 kali setiap hari
Fitri (2012) disebabkan karena infeksi enterobiasis padahal seharusnya ada pakaian yang khusus
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor salah untuk tidur dan bukannya pakaian yang sudah
satunya yaitu faktor buang air besar dikenakan sehari-hari yang sudah kotor.
disembarang tempat (tidak menggunakan Penelitian ini sejalan dengan penelitian
jamban). Hal ini terlihat dari hasil penelitian Salim (2014) yang menunjukkan bahwa ada
bahwa sampel dengan buang air besar hubungan yang bermakna antara intensitas
disembarang tempat (tidak menggunakan mengganti celana dalam dengan kejadian
jamban) mengalami infeksi lebih banyak dari enterobiasis, pencegahan penyakit enterobiasis
pada yang tidak buang air besar disembarang dapat ditunjukkan melalui kebersihan
tempat (tidak menggunakan jamban). Seseorang perorangan salah satunya adalah mandi
dengan buang air besar disembarang tempat menukar celama dalam terutama celana dalam
(tidak menggunakan jamban) menyebabkan yang bersih setelah mandi. Telur-telur cacing
kejadian enterobiasis. Enterobiasis vermicularis bisa berpindah tempat ke
Berdasarkan tabel 2 diperoleh data dari pakaian dalam dan pakaian tidur, serta
15 anak yang melakukan intensitas mengganti beberapa benda yang berada di sekitar kamar
celana dalam per hari dengan baik dan negatif seperti buku, meja dan kursi dimana
enterobiasis serta terdapat 19 anak yang perpindahan telur cacing yang begitu mudah
melakukan intensitas mengganti celana dalam mengakibatkan individu lain mudah terinfeksi
per hari dengan buruk dan positif enterobiasis. (Kim, 2012). Meskipun pengobatan untuk
Berdasarkuji hipotesis menggunakan uji infeksi cacing kremi telah lama ditemukan,
chi square yang dilakukan terhadap intensitas namun pengontrolan angka kejadiannya masih
mengganti celana dalam per hari dengan sulit karena beberapa faktor yaitu reinfeksi dan
kejadian enterobiasis didapatkan hasil nilai p value tidak tuntasnya pengobatan pada individu
lebih besar dari 0,001 (0,001<0,05). Hal ini terinfeksi (Lohiya, 2000).
menunjukan ada hubungan yang signifikan
intensitas mengganti celana dalam per hari PENUTUP
dengan kejadian enterobiasis pada siswa sekolah
dasar negeri di Desa Klampok Kecamatan Simpulan penelitian ini adalah terdapat
Godong Kabupaten Grobogan (studi kasus di hubungan antara personal hygiene dengan
Sekolah Dasar Negeri Klampok 1 dan Sekolah kejadian enterobiasis pada siswa sekolah dasar
Dasar Negeri Klampok 2). Perhitungan risk negeri klampok 1 dan klampok 2 Kecamatan
estimate didapatkan PR 0,11 dengan 95% Godong Kabupaten Grobogan. Saran bagi
CI=0,001-0, berarti faktor yang diteliti peneliti selanjutnya adalah perlu dilakukan studi
merupakan faktor protektif, bukan faktor risiko. yang lebih mendalam mengenai kejadian
Jadi intensitas mengganti celana dalam per hari enterobiasis pada siswa sekolah dasar untuk
yang baik merupakan faktor pencegah kejadian mengkaji faktor-faktor yang belum diteliti

451
Mei D. A. dan Yuni W./Personal Hygiene / HIGEIA 2 (3) (2018)

seperti status ekonomi, tingkat pengetahuan dan Developmental Center. West J Med, 172(5):
penggunaan alas kaki dengan menggunakan 305–308
metode wawancara, dokumentasi dan observasi. Odigwe, O. 2015. Good Personal hygiene: A Flight
Againstbthe Spread of Infectious Disease.
MOJ Public Health, 2(2)
DAFTAR PUSTAKA
Perdana, A., dan Setya, S. 2013. Hubungan Higiene
Tangan dan Kuku dengan Kejadian
Afnuhazi, R. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Enterobiasis pada Siswa Sekolah Dasar Negeri
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Kenjeran Nomer 248 Kecamatan Bulak
Publishing Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 7(1):
Al-Shadood, H. A. S. 2015. Study the Association 7–13
Between Enterobius vermicularis Infection Ririh., Yudhastuti, M., Farid, D., Lusno. 2012.
and Enuresis Among Children in Al-Najaf Personal Hygiene and House Sanitation
City. AL Qadisiyah Journal of Vet. Med. Sci, among Children Under Five Years Old with
14(1): 1 Helminthiasis. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andhika, S. P., Soedjajadi, K. 2013. Hubungan Nasional, 6(4)
Higiene Tangan dan Kuku dengan Kejadian Rudi, E., dan Herry, K. 2017. Hygiene Personal
Enterobiasis pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Pada Penjual Nasi Kucing. HIGEIA (Journal of
Kenjeran Nomor 248 Kecamatan Bulak Public Health Research and Development), 1(1):
Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 7(7): 48-51
13 Salim, N., Schindler, T., Abdul, U., Rothen, J.,
Celiksoz, A. A., Mehmet D, Serpil O. A., Yasemin, Genton, B., Lweno, O., Mohammed, E, S.,
A., Ahmet. 2010. Effects of Enterobiasis on Masimba, J., Kwaba, D., Abdulla, S., Tanner,
Primary School Children. African Journal of M., Daubenberger, C., Knopp, S. 2014.
Microbiology Research, 4(8): 634-639 Enterobiasis and Strongyloidiasis and
Dahal, T., Maharjan, M. 2015. Pinworm (Enterobius Associated Co-Infections and Morbidity
vermicularis) Infection in Children of Markers in Infants, Preschool and School
Barbhanjyang VDC Tanahun District Nepal. Aged Children from Rural Coastal Tanzania:
Journal of Institute of Science and Technology, A Cross-Sectional Study. BMC Infectious
20(2): 18-21 Diseases, 14: 644
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2015. Profil Sukfitrianty, Syahrir, Aswadi. 2016. Faktor yang
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan
Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Inpres
Tengah Nomor 1 Wora Kecamatan Wera Kabupaten
Fitri. Z., Saam, M. Y., Hamidy. 2012. Analisis Bima. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(1): 2443-
Faktor-Faktor Risiko Infeksi Kecacingan 1141
Murid Sekolah Dasar di Kecamatan Angkola Suraweera, Os., Galgamuwa, L., Iddawela, D.,
Timur Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun Wickrsmsdinghe, S. 2015. Prevalence and
2012. Jurnal Ilmu Lingkungan, 6(2) Associated Factors of Enterobius Vermicularis
HM, Li., Zhou, CH. Li, Z. S. 2013. Risk factors for Infection in Children from a Poor Urban
Enterobius vermicularis infection in children Community in Sri Lanka: a Cross-Sectional
in Gaozhou, Guangdong, China. Infect Dis Studi. International Journal of Research in
Poverty, 4: 28 Medical Sciences, 3(8)
Juhairiyah, A., Liestiana, Indriyati. 2015. Gambaran Yudhastuti, R., Lusno, M. F. D. 2012. Kebersihan
Faktor Resiko Kecacingan pada Anak Diri dan Sanitasi Rumah pada Anak Balita
Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin. Jurnal dengan Kecacingan. Jurnal Kesehatan
Vektor Penyakit, 9(1): 21-28 Masyarakat Nasional, 6(4)
Kim, D. Yu, H, S. Kang, I. S. 2012. Egg Positive Yunidha, Anwar, R., Irawati, Nuzulia, Masri, M.
Rates and Risk Factors of Enterobius 2016. Hubungan antara Higiene Perorangan
Vermicularis Infection Among Preschool dengan Infeksi Cacing Usus (Soil Transmitted
Children in South Korea. International Journal Helminths) pada Siswa Sekolah Dasar Negeri
of Infectious Diseases, 16: 158–316 25 dan 28 Kelurahan Purus, Kota Padang,
Lohiya, G., Tan-Figueroa, L., Crinella, F, M. 2000. Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(3)
Epidemiology and Control of Enterobiasis in a

452

Anda mungkin juga menyukai