Anda di halaman 1dari 30

SMF/BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2018


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Gagal Jantung Kongestif e.c Mitral Stenosis dalam


kehamilan

Disusun Oleh :

Christian D.L. Kleden, S.Ked

Pembimbing :

dr. Jansen L. Lalandos, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA/RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Maternal cardiac disease merupakan salah satu penyebab kesakitan dan

kematian non obstetrik pada kehamilan. Reumatik heart disease walaupun sudah

berkurang dalam beberapa tahun terakhir namun masih merupakan salah satu masalah

kesehatan pada beberapa Negara berkembang. Mitral stenosis merupakan reumatik

valvular lesion tersering pada kehamilan dengan tingkat toleransi yang rendah.

Perubahan pada system kardiovaskular dalam masa kehamilan yang meliputi

meningkatnya volume darah, cardiac output, stroke volume, dan penurunan pada

resistensi perifer yang dimulai pada trimester awal kehamilan untuk meningkatkan

kebutuhan metabolic akibat pertumbuhan janin dapat mengakibatkan komplikasi

dalam kehamilan bahkan dapat mengakibatkan kematian janin dan ibu pada

kehamilan dengan kelainan katup jantung. (1,2)

Angka kejadian mitral stenosis dalam kehamilan pada Negara-nagara maju

sudah berkurang namun angka kejadian masih cukup tinggi pada Negara yang sedang

berkembang. Angka kejadian mitral stenosis dari jumlah semua Negara di Eropa

mencapai 34% dari jumlah pasien dengan kelainan jantung dalam kehamilan.

Sedangkan pada Negara India mencapai 88% dari total pasien yang datang kepusat

rujukan dengan gangguan jantung. Sedangkan di Indonesia diperoleh angka 3,1%

dari sekitar 20% penderita yang dirawat di bagian kebidanan dan kandungan RSCM
Jakarta. Angka kematian akibat penyakit jantung menempati peringkat keempat

setelah eklamsia, perdarahan dan infeksi.(3,4,5)

Sekitar 50% pasien dengan mitral stenosis dalam kehamilan akan jatuh

kedalam kondisi gagal jantung. Sesak napas NHYA kelas ≥ II merupakan predictor

independen dari kejadian jantung ibu selama kehamilan. Gejala kelebihan cairan

berupa edema paru harus ditangani dengan diuretic secara hati-hati untuk periode

waktu yang singkat bersama dengan pembatasan asupan garam. Kelebihan diuresis

dapat mengurangi air ketuban dan menyebakan gawat janin.(4)


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perubahan Hemodinamik selama kehamilan

Adaptasi fisiologis kehamilan dapat menyebabkan perubahan signifikan dalam

sistem kardiovaskular yang memungkinkan wanita untuk meningkatkan kebutuhan

metabolik akibat pertumbuhan janin. Wanita dengan fungsi struktur jantung normal

dapat beradaptasi dengan baik sedangkan wanita dengan penyakit jantung akan

mengalami dekompensasi yang dapat mengakibatkan komplikasi dalam kehamilan

bahkan menyebabkan kematian janin dan ibu. Perubahan sistem kardiovaskular yang

terjadi pada awal trimester pertama kehamilan yang tidak terdiagnosis sebelumnya

akan mengakibatkan cadangan jantung berkurang. Peningkatan kerja jantung

disebabkan oleh karena Peningkatan konsumsi oksigen karena pertumbuhan janin,

Pembesaran rahim dan payudara yang membutuhkan oksigen yang lebih besar,

Peningkatan berat badan ibu hamil berkisar 10-14 kg dan Lapisan plasenta bekerja

seperti fistula arterio-vena.

Pengisian jantung adalah peningkatan volume sirkulasi yang terjadi mulai dari

usia kehamilan 6 minggu sampai akhir kehamilan trimester kedua pada level 50-70%

lebih tinggi dibandingkan pada wanita tidak hamil. Massa sel darah merah biasanya

meningkat tetapi hanya sekitar 40% yang menyebabkan peningkatan proporsional

volume sel darah merah yang mengarah ke hemodilusi relatif disebut “anemia
fisiologi kehamilan”. Hasil dari peningkatan volume darah pada akhir diastolik

ventrikel kiri (LVED) akan terjadi peningkatan volume yang dapat dilihat pada

ekokardiografi dari 10 minggu usia kehamilan. Seln peningkatan volume plasma

darah, terdapat pula kenaikan mutlak dari natrium sebanyak 20 meq/minggu atau

sektar total 500meq selama usia kehamilan trimester kedua dan ketiga sebagai akibat

dari disekresikannya hormone aldosteron. Peningkatan darah ini menjadi masalah

tertentu bagi wanita dengan kardiomiopati dilatasi dan lesi obstruktif seperti stenosis

mitral atau hipertensi paru.

B. Patofisiologi dan perjalanan penyakit

Penyebab tersering stenosis mitral ialah demam rematik yang disebabkan oleh

infeksi bakteri streptokokus β hemolitikus grup A setelah terjadinya infeksi saluran

napas atas. Streptokokus ini kemudian melepaskan toksin yang kemudian akan

bereaksi dengan antibody yang dihasilkan oleh system retikuloendotelian manusia.

Antibody kemudian tidak hanya bereaksi terhadap toksin streptokokus tetapi juga

bereaksi terhadap katup jantung yang memiliki protein structural yang mirip dengan

toksin streptokokus. Kerusakan katup mitral merupakan hal yang paling sering terjadi

yang disebabkan oleh beban kerjanya yang lebih berat ketimbang katup jantung yang

lain. Kerusakan ini kemudian mengakibatkan terbentuknya jaringan parut yang terjadi

secara bersamaan pada daun katup yang berdekatan sehingga tepi-tepi daun melekat

menjadi satu. Beberapa minggu, bulan atau tahun kemudian terbentuk parut yang

secara permanen menyatukan bagian katup.


Berkurangnya luas efektif lubang mitral mengakibatkan berkuranggnya daya alir

katup mitral yang mengakibantkan timbulnya perbedaan tekanan atrium kiri dengan

ventrikel kiri waktu diastole. Jika perbedaan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan

jumlah darah yang cukup untuk memeuhi kebutuhan tubuh maka akan terjadi

bendungan atrium kiri yang selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan

kapiler paru. Bendungan ini menyebabkan terjadinya sembab intestinal dan kemudian

terjadi sembab alveolar. Selain itu juga tekanan pada atrium kiri yang tinggi

menyebabkan pembesaran progresif pada atrium sehingga meningkatkan jarak yang

harus ditempuh impuls eksitasi listrik yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya

fibrasi atrium. Hal ini kemudian diperberat oleh meningkatnya volume plasma pada

kehamilan dan meningkatnya denyut jantung yang mengakibatkan semakin tinginya

tekanan pada atrium kiri.

C. Diagnosis

Penegakan diagnosis mitral stenosis harus berdasarkan anamnesis,

pemeriksaanfisik, foto toraks, elektrokardiografi, dan ekokardiografi. Pada

anamnesis sesak napas merupakan salah satu tanda pasien dengan gangguan

jantung Pada pemeriksaan fisik, palpasi pada toraks anterior sinistra menunjukkan

adanya ketukan ventrikel kanan pada penderita dengan peningkatan tekanan

ventrikel kanan. Dari auskultasi dijumpai tingginya suara jantung

S1 (berkaitan dengan penutupan katup mitral) pada awal penyakit. Tingginya S1

diakibatkan peningkatan gradien tekanan antara atrium dan ventrikel yang


membukakatup mitral selama diastole; ketika onset fase sistol, kontraksi ventrikel

menyebabkan katup yang terbuka tersebut tutup secara tiba-tiba yang

mengakibatkan suara penutupan yang keras. Pada tahap akhir penyakit, intensitas

S1 mungkin normal atau berkurang karena penebalan katup, kalsifikasi dan

immobilitas

Hasil elektrokardiogram pada mitral stenosis menunjukkan adanya

pembesaran atrium kiri dan jika hipertensi pulmonal terjadi, dapat dijumpai

hipertrofi ventrikel kanan. Dari foto toraks dada, dapat dijumpai adanya

pembesaran atriumkiri, redistribusi pembuluh pulmonal, dan edema interstitial.

Dalam perkembangan hipertensi pulmonal, pembesaran ventrikel kanan dan

penonjolan arteri pulmonal dapat dijumpai.

D. Tatalaksana

a. Evaluasi Kardiovaskular selama Kehamilan

Kebanyakan wanita dengan penyakit jantung mengalami kehamilan yang sukses,

tetapi kepuasan dalam diagnosis dan manajemen pasien hamil dapat memiliki

konsekuensi yang mengerikan bagi ibu dan janin. Oleh karena itu penting untuk

mengevaluasi setiap wanita hamil dengan penyakit jantung untuk risiko yang

merugikan selama kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan. Secara umum, semua

perempuan tersebut harus dirujuk ke pusat spesialis yang mana perawatannya

dilaksanakan bersama oleh dokter kandungan, ahli jantung, ahli genetika klinis, dan

neonatologist. Idealnya, pasien dengan penyakit jantung harus berkonsultasi dengan

dokter mereka sebelum mereka menjadi hamil.


Evaluasi dari pasien hamil dengan riwayat gagal jantung mencakup pengkajian

status fungsional (New York Heart Association kelas fungsional) dan optimalisasi

rejimen medis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah x-ray dada,

elektrokardiogram, dan echocardiographyDoppler.

Tujuan dari evaluasi medis adalah untuk mengoptimalkan hemodinamik

selama trimester pertama.Hal inidapat dicapai dengan terapi rutin pada kongesti paru,

penurunan afterload jika diindikasikan, pengendalian hipertensi, dan kateterisasi

jantung kanan jika terdapat tanda-tanda fisik yang buruk. Dua tujuan dapat dicapai

dengan menggunakan rejimen yang sama dengan pasien CHF yang tidak hamil

seperti: digoksin, diuretik, restriksi natrium, dan vasodilator.

b. Penggunaan Obat-Obat Kardiovaskular

1. Diuretik

Diuretik dapat digunakan untuk pengobatan gagal jantung kongestif yang tidak

dapat dikontrol dengan retriksi natrium dan merupakan obat lini terdepan untuk

pengobatan hipertensi.Tidak satu diuretik pun merupakan kontra indikasi dan yang

paling sering digunakan adalah golongan diuretik tiazid dan forosemid.Diuretik tidak

boleh digunakan untuk profilaksis terhadap toksemia atau pengobatan terhadap

edema pedis.

Diuretik diberikan untuk mengurangi gejala-gejala dispnea nokturnal

paroksismal dan exertional dan edema perifer yang nyata dalam kehamilan.

Komplikasi ibu terhadap terapi diuretik mirip dengan pasien yang tidak hamil seperti

kontraksi volume, alkalosis metabolik, penurunan toleransi karbohidrat, hipokalemia,


hiponatremia, hiperurisemia, dan pankreatitis. Sebuah diatesis perdarahan dan

hiponatremia telah dilaporkan pada neonatus dari ibu yang telah mengkonsumsi

diuretik thiazide selama kehamilan.

2. Obat Inotropik

Digoksin bermanfaat untuk efek baik pada kontraktilitas ventrikel dan pada

kontrol di tingkat atrial fibrilasi.Indikasi penggunaan digitalis tidak berubah pada

kehamilan. Digoksin dan digitoksin dapat melalui plasenta, dan kadar serum pada

janin lebih kurang sama dengan ibu. Digoksin dengan dosis yang sama bila diberikan

pada ibu hamil, akan menghasilkan kadar serum yang lebih rendah bila dibanding

diberikan pada wanita yang tidak hamil. Jika efek yang diinginkan tidak tercapai,

maka perlu diukur kadarnya dalam serum. Digitalis dapat memperpendek masa

gestasi dan kelahiran, karena efeknya pada miometrium sama dengan efek

inotropiknya pada miokardium. Digoxin juga disekresi dalam ASI.

Bila inotropik intravena atau vasopressor diperlukan, obat-obat standar seperti

dopamin, dobutamin, atau norepinefrin dapat digunakan, tetapi efeknya

membahayakan janin karena akan menurunkan aliran darah ke uterus dan

mestimulasi kontraksi uterus. Efedrin adalah obat awal yang baik pada percobaan

binatang dan tidak mempengaruhi aliran darah ke uterus

3. Vasodilator

Bila diperlukan pada krisis hipertensi atau untuk mengurangi afterload dan

preload emergensi, nitropruside merupakan obat vasodilator pilihan.Rekomendasi

yang kontroversi telah dibuat karena obat ini sangat efektif, bekerja segera, dan
mudah ditoleransi.Juga efeknya segera menghilang bila penggunaan obat tersebut

segera dihentikan. Namun, nitroprusside natrium harus digunakan hanya ketika

semua intervensi lain telah gagal dan ketika itu sangat penting untuk kesejahteraan

ibu. Bahkan di bawah kondisi, dosis dan durasi terapi harus diminimalkan karena

metabolisme agen ini untuk tiosianat dan sianida, yang dapat mengakibatkan

keracunan sianida janin pada model binatang, akan tetapi tidak menjadi problem yang

signifikan pada manusia.

Hidralazin, nitrogliserin, dan labetalol intravena adalah pilihan lain untuk obat

parenteral. Reduksi afterload kronik untuk pengobatan hipertensi, regurgitasi aotral

atau mitral, atau disfungsi ventrikel selama kehamilan telah didapat dengan calcium

chanel blocker, hidralazin, dan metildopa.Efek yang membahayakan terhadap janin

tidak dilaporkan. ACE inhibitor merupakan kontra indikasi pada kehamilan karena

obat ini menambah risiko untuk terjadinya kelainan pada perkembangan ginjal janin.

Hingga kini, tidak ada data yang melaporkan mengenai penggunaan losartin,

valsartin, dan penghambat angiotensi II.

4. Obat Penghambat Reseptor Adrenergik

Dalam observasi terlihat bahwa penggunaan obat penghambat beta dapat

menurunkan darah ke umbilikus, memulai kelahiran prematur, dan mengakibatkan

plasenta yang kecil serta infark plasenta dan mempunyai potensi untuk menimbulkan

bayi berat badan lahir rendah, sehingga penggunaannya memerlukan

perhatian.Sebagian besar penelitian tidak mendukung hal ini dan obat penghambat
beta telah banyak digunakanpada wanita hamiltanpa efek yang merugikan.Sehingga

penggunaannya untuk indikasi klinis sangat beralasan.

Beta blockers umumnya aman dan efektif selama kehamilan, walaupun mungkin

ada tingkat peningkatan pembatasan pertumbuhan janin ketika mereka diberikan.

Sesekali kasus apnea neonatus, hipotensi, bradikardia, dan hipoglikemia juga telah

dilaporkan, terutama setelah penggunaan jangka panjang dari propanolol. Beta

blocker tidak berhubungan dengan peningkatan risiko kelainan kongenital.

Propranolol, labetalol, atenolol, nadolol, dan metoprolol diekskresikan dalam ASI.

Meskipun efek samping belum dilaporkan, adalah tepat untuk memantau bayi yang

baru lahir untuk gejala blokade beta ketika obat tersebut pernah digunakan.

5. Obat Anti Aritmia

Penghambatan nodus atrioventrikuler (AV node) kadang-kadang diperlukan

semasa kehamilan.Untuk itu dapat digunakan digoksin, penyekat beta, dan penyekat

kalsium.Laporan awal menyokong, penggunaan adenosin yang dapat digunakan

secara aman sebagai obat penyekat nodus.Obat ini umumnya lebih disukai untuk

menghindarkan penggunaan obat anti aritmia standar pada pasien semasa

kehamilan.Bila diperlukan untuk aritmia berulang atau untuk keselamatan ibu, maka

dapat digunakan.

Lidokain merupakan obat lini pertama yang diberikan. Depresi neonatus transien

telah terbukti terjadi bila kadar lidokain darah janin melebihi 2,5 mikrogram/liter.

Untuk itu, direkomendasikan untuk memelihara kadar lidokain darah pada ibu 4

mikrogram/liter, karena kadar pada janin 60% dari kadar pada ibu.
Jika diperlukan obat anti aritmia oral, dapat dimulai dengan kuinidin karena

mempunyai availabilitas jangka panjang.Dan obat ini paling sering digunakan karena

tidak jelas efek yang membahayan pada bayi.Informasi awal mengenai amiodaron

mendukung kemungkinan meningkatnya angka kehilangan janin dan deformitas

janin.

6. Antikoagulasi

Fenomena tromboembolik tidak jarang merupakan komplikasi CHF. Lebih lanjut,

pasien hamil bahkan tanpa penyakit jantung akan mengalami peningkatan risiko

untuk terjadinya thromboemboli. Sebagai contoh, kejadian tromboemboli vena

mungkin sebanyak5 kasus dalam 1.000 kelahiran dan selanjutnya meningkat setelah

melahirkan.

Bila diperlukan antikoagulan, sebagian penulis menganjurkan menggunakan

heparin untuk trimester pertama dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian

warfarin pada lima bulan berikutnya, dan kembali lagi menggunakan heparin sebelum

melahirkan. Walaupun kehamilan yang sukses dapat dicapai dengan cara ini, penulis

memilih untuk menghindarkan penggunaan warfarin selama kehamilan. Obat anti

platelet ternyata meningkatkan kesempatan untuk terjadinya perdarahn maternal dan

dapt melewati plasenta. Selain itu, warfarin juga memberikan efek teratogenikpada

janin, termasuk warfarin embryopathy dan kelainan sistem saraf yang terdiri dari

displasia garis tengah punggung dan perut serta perdarahan ketika digunakan selama

trimester pertama.
Meskipun heparin memiliki sejumlah efek samping, termasuk menipisnya

antitrombin III, trombositopenia, dan dini osteoporosis ibu, itu tetap merupakan agen

yang aman pada kehamilan. Suatu studi dengan melakukanevaluasi pada 100

kehamilan terkait dengan terapi heparin memperoleh hasil yaitu terdapat 17 janin

yang dilahirkan dengan efek samping heparin.Sembilan adalah kelahiran prematur,

yang memiliki hasil akhir normal dan lima dikaitkan dengan kondisi komorbiditas

yang dirasakan menjadi faktor risiko komplikasi lainnya.

Baik heparin atau warfarin tidak disekresikan ke dalam ASI dan karena itu tidak

menimbulkan efek antikoagulan pada bayi yang menkonsumsi ASI. Akibatnya, kedua

obat tersebut dapat digunakan pada periode postpartum.

c. Manajemen Umum

Dalam kebanyakan kasus, manajemen melibatkan pendekatan timahli jantung

dengananestesiologist dan dokter kandungan, dan spesialis lain sesuai kebutuhan.

Perubahan kardiovaskular yang terjadi pada wanita hamil cenderung buruk

ditoleransi oleh seorang individu dengan kelainan jantung sebelumnya, dan rencana

diformulasikan untuk meminimalkan efek kehamilan tersebut.

Adapun hal-hal yang diperhatikan dalam penatalaksanaan umum adalah

sebagai berikut.

a. Prekonsepsi

Pada semua wanita yang menunjukkan gejala dan tanda adanya penyakit jantung

sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh tentang status kardiologinya sebelum

kehamilan. Evaluasi itu antara lain:


1. Riwayat penyakit jantung yang diderita beserta penanganannya

2. Pemeriksaan fisik umum

3. Pemeriksaan foto thoraks dan EKG 12 lead

4. Pemeriksaan pulse oxymetri

5. Pemeriksaan trans toraks ekokardiografi (untuk mencari lesi spesifik maupun

menentukkan fraksi ejeksi

6. Evaluasi status fungsional jantung (menurut NYHA atau ACC/AHA)

7. Pengelompokkan penyakit jantung berdasarkan kelompok risiko

8. Bila perlu dilakukan pemeriksaan MSCT scan jantung

Selain itu, dibutuhkan konseling individual oleh spesialis kandungan ataupun

kardiologi.

b. Antepartum

Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pasien melakukan kunjungan antenatal

antara lain:

1. Pendekatan multidisiplin

2. Konfirmasi usia kehamilan berdasarkan HPHT maupun USG

3. Pemeriksaan ekokardiografi janin dilakukan pada usia kehamilan 20-24

minggu khususnya pada ibu dengan penyakit jantung kongenital

4. Pemeriksaan kesejahteraan janin dilakukan untuk menilai pertumbuhan janin

baik dengan biometri janin, doppler velocimetry, maupun NST dimulai saat

usia kehamilan 30-34 minggu


5. Deteksi dini kelainan yang menyertai misalnya preeklampsia, anemia,

hipertiroid, maupun infeksi.

6. Perencanaan kapan terminasi kehamilan dan mode of deliverynya.

c. Intrapartum

Induksi persalinan, penanganan persalinan, dan pasca persalinan memerlukan

perhatian dan keahlian khusus serta manajemen kolaboratif oleh dokter ahli

kandungan, ahli jantung, dan ahli anestesia, dengan pengalaman yang tinggi terhadap

unit dan obat maternal fetal.

d. Waktu kelahiran

Pada pasien dengan penyakit jantung lebih disarankan untuk melakukan induksi

persalinan.Waktu yang tepat sangatlah individual tergantung pada status jantung

gravida, skor bishop, kesejahteraan janin dan maturitas paru janin.

e. Induksi persalinan

Oksitosin dan pecah ketuban buatan diindikasikan jika skor bishop >5.Waktu

induksi yang memanjang perlu dihindari jika serviks belum matang. Metode-metode

mekanik seperti penggunaan kateter foley lebih baik jika dibandingkan dengan agen

farmakologis, khususnya pada pasien dengan sianosis dimana adanya penurunan

tahanan vaskular sistemik atau tekanan darah akan sangat merugikan.

f. Monitor hemodinamik

Pulse Oxymetri dan pengawasan EKG digunakan sesuai kebutuhan. Tekanan

arteri sistemik dan denyut jantung ibu dipantau ketat dikarenakan anestesia lumbal

epidural dapat menyebabkan hipotensi.


g. Anestesia dan Analgesia

Penanganan untuk rasa sakit dan ketakutan juga berperan penting. Meskipun

analgesik intravena memberikan penatalaksanaan nyeri yang memuaskan bagi

beberapa wanita, namun analgesia epidural terus menerus tidak direkomendasikan

dalam banyak kasus. Masalah utama dengan analgesia konduksi adalah hipotensi ibu.

Hal ini sangat berbahaya pada wanita dengan shunts intracardiac di antaranya aliran

dapat dibalik. Darah dapat mengalir dari kanan ke kiri jantung atau aorta dan dengan

demikian dapat melewati paru-paru. Hipotensi juga bisa mengancam jiwa dengan

hipertensi paru atau stenosis aorta karena output ventrikel tergantung pada preload

memadai. Pada wanita dengan kondisi ini, konduksi analgesia narkotik atau anestesi

umum mungkin lebih baik.

Untuk penglahiranpervaginam pada wanita dengan gangguan jantung ringan,

analgesia epidural sering diberikan dengan sedasi intravena.Hal ini telah dibuktikan

dapat meminimalkan fluktuasi curah jantung intrapartum dan memungkinkan

penggunaan forsep atau vakum yang dapat membantu persalinan. Blokade

subarachnoid umumnya tidak dianjurkan pada wanita dengan penyakit jantung yang

signifikan. Untuk kelahiran sesar, epidural analgesia lebih disukai oleh kebanyakan

dokter dengan peringatan bila digunakan pada pasien dengan hipertensi paru.

Anestesi umum dengan thiopental endotrakeal, succinylcholine, nitrous oxide, dan

sedikitnya oksigen 30-persen juga telah terbukti memuaskan.


h. Persalinan Pervaginam atau Perabdominam

Cara persalinan secara umum yang dipilih adalah pervaginam.Rencana persalinan

harus dilakukan perindividu, dan hal yang perlu diinformasikan adalah waktu

persalinan, metode persalinan, induksi persalinan, anastesia analgesia/regional, dan

monitoring yang diperlukan. Persalinan harus dilakukan di pusat kesehatan tersier

dengan tim perawatan multidisiplin. Secara umum persalinan sesar dilakukan bila ada

indikasi obstetrik.

Adapun indikasi obstetrik persalinan sesar adalah sebagai berikut:

1. Stenosis aorta berat (AS)

2. Bentuk hipertensi pulmonal berat (termasuk sindrom Eisenmenger)

3. Gagal jantung akut

4. Dipertimbangkan pada pasien dengan prostesis katup jantung mekanik untuk

mencegah masalah dengan persalinan pervaginam yang terencana.

5. Sindrom Marfan

6. Diseksi aorta kronik atau akut.

Prinsip umum manajemen intrapartum adalah meminimalkan stres

kardiovaskular. Pada sebagian besar kasus, prinsip ini akan dicapai dengan

penggunaan anestesia epidural inkremental awal lambat dan dibantu persalinan

pervaginam.

Saat persalinan, hindari posisi supinasi dan pasien berada dalam posisi lateral

dekubitus serta pemberian oksigen untuk meminimalisir dampak hemodinamik dari

kontraksi uterus. Kontraksi uterus harus dapat menurunkan kepala janin hingga ke
perineum tanpa adanya dorongan mengejan, untuk menghindari efek samping dari

manuver valsava.

Persalinan sebaiknya dibantu dengan forsep rendah atau ekstraksi vakum, dan

disarankan untuk melakukan monitoring denyut jantung janin secara terus menerus.

Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan selama persalinan:

1. Monitoring ketat

2. Posisi left lateral dekubitus

3. Balans cairan

4. Bila memungkinkan pengukuran saturasi O2 dengan pulse oxymetri

5. Pada kasus risiko tinggi pertimbangkan monitoring invasif

6. Pertimbangkan penggunaan intrapartum analgesia

7. Mempercepat kala II

8. Pasien yang menggunakan warfarin harus dihentikan minimal 2 minggu

sebelum persalinan dan diganti dengan heparin.

i. Pasca persalinan

Infus oksitosin intra vena lambat (<2 U/menit) deberikan setelah pengeluaran

plasenta. Metilergonovine dikontraindikasikan karena adanya risiko vasokontriksi

dan hipertensi melebihi 10%. Bantuan berupa pemasangan stolking elastik pada

tungkai bawah, dan ambulasi dini sangat penting untuk mengurangi risiko

tromboemboli.

Pemantauan hemodinamik harus dilanjutkan selama minimal 24 jam setelah

melahirkan. Wanita yang telah menunjukkan bukti sedikit atau tidak ada tekanan
jantung selama kehamilanatau persalinan mungkin masih dapat mengalami

dekompensasi postpartum. Oleh karena itu, penting dilakukan perawatan seteliti

mungkin hingga ke masa nifas (Keizer dan rekan, 2006; Zeeman, 2006). Perdarahan

postpartum, anemia, infeksi, dan tromboemboli merupakan komplikasi yang lebih

serius pada wanita dengan penyakit jantung. Dalam banyakmisalnya, sepsis dan

preeklamsia beratdisebabkan oleh edema paru atau diperburuk oleh edema

permeabilitas yang dihasilkan dari aktivasi endotel dan kebocoran kapiler-alveolar.


BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Ny. AH
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Swasta
Agama : Kristen Protestan
Status : Menikah
Alamat : Kuanino
MRS : 5 Desember 2018 pukul 09.30 wita
No. RM : 377923

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri pada daerah perut dan sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada daerah perut disertai dengan rasa
kencang-kencang yang sesekali timbul.Keluar lender darah dan air-air dari
jalan lahir disangkal. Pasien juga mengeluhkan sesak napas yang pertama kali
dirasakan ketika pasien hamil 4 bulan. Sesak napas kemudian dirasakan
semakin memberat terutama 2 hari SMRS sehingga untuk melakukan aktivitas
sehari-hari seperti mandi saja pasien merasa cepat capek dan membutuhkan
aktu untuk istirahat. Menurut pengakuan pasien sesak napas dirasakan
semakin memberat di malam hari dan pasien harus tidur menggunakan 2
bantal untuk mengurangi sesak yang dialami. Rasa sesak terkadang disertai
dengan nyeri pada daerah dada diikuti dengan batuk. Menurut pasien, pasien
sebelumnya memiliki masalah dengan katup jantung pasien sejak pasien kecil,
sehingga pasien sangat dibatasi dalam beraktivitas karena jika pasien
melakukan aktivitas yang cukup berat seperti berlari maka pasien akan
merasakan sesak. Pasien juga merasakan cepat capek bila menaiki tangga.
Menurut ibu pasien, saat lahir kondisi pasien dalam keadaan baik dan
dilahirkan secara normal di rumah sakit. Ketika pasien kelas 4 pasien
megalami demam dan dirawat di rumah sakit dan sejak saat itu pasien merasa
cepat capek ketika beraktivitas. Selama ini pasien rutin control dan
mendapatkan obat dari poli jantung.
Pasien 4 tahun yang lalu pernah mengalami kecelakaan lalulintas sehingga
mengakibatkan panggul pasien tidak simetris.
Riwayat Penyakit Dahulu : Asma (-), Hipertensi (-) DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : Asma (-), Hipertensi (-), DM (-)

Menarche : 13 tahun

Siklus Haid : 30 hari dan teratur


Lamanya Haid : 4 hari
ANC : 1x di puskesmas bakunase dan 2 kali di Sp.OG
Riwayat Kontrasepsi: Tidak ada
Riwayat Imunisasi : Tidak ada

Riwayat persalinan
1. Hamil saat ini
Haid Terakhir : 29 Maret 2018

Taksiran Persalinan : 5 Desember 2018

Usia Kehamilan : 39-40 minggu

3.3 Status Generalis


Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 37,1 C
BB : 55 kg
TB : 155 cm
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran KGB (-/-) pembesaran tiroid (-/-)
Jantung : S1S2 tunggal regular, Murmur (+) Gallop (-)
Paru : Vesikuler +/+, ronki +/+, wheezing -/-
Abdomen :
- Inspeksi : tampak cembung
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : akral hangat, edema (+/+), CRT < 2 detik

3.4 Pemeriksaan Obstetri


Leopold 1 : punggung, TFU 29 cm
Leopold 2 : Punggung kiri
Leopold 3 : Kepala
Leopold 4 : belum masuk PAP
DJJ : 150 x/menit, regular
HIS : (+) jarang
Pemeriksaan Dalam (vt obstetri): Vulva vagina tak ada kelainan, portio keras,
pembukaan 0 cm, kantung ketuban sde ,bagian terendah kepala, denominator
sde,
3.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 05/12/2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah Rutin
Hemaglobin 10,7 g/Dl 12.0 – 16.0
Jumlah eritrosit 5,32 10^6/uL 4.00 – 5.30
Hematokrit 21,0 % 35.0 – 45.0
MCV,MCH,MCHC
MCV 66,0 fL 75.0 – 91.0
MCH 19,8 Pg 25.0 – 33.0
MCHC 30,0 g/L 31.0 – 37.0
Jumlah leukosit 21,43 10^3/uL 11.0 – 16.0
Trombosit 251 103 150-400
PT 9,7 Detik 10.8-14.4
APTT 30,8 Detik 26.4 – 37.6
HBsAg Non reaktif
HIV Negatif

3.6 Assesment
G1P0A0 AH0 UK 35-36 minggu T/H + inpartu kala I fase laten + CHF kls III
e.c. mitral stenosis + asimetris panggul + TBBJ 2600 gram
3.7 Planing
IVFD RL 500 cc/24 jam
O2 dengan nasal kanul 3lpm
Cefotaxim 2gr pre cito
Konsul Jantung (jawaban inj. Furosemid 1 amp segera setelah potong tali
pusar)
Konsul Anestesi
3.8 Diagnosis pre-operasi
G1P0A0 AH0 UK 35-36 minggu T/H + inpartu kala I fase laten + CHF kls III
e.c. mitral stenosis + asimetris panggul + TBBJ 2600 gram

3.9 Laporan Operasi


Dilakukan cito SC tanggal 5 Desember 2018 pukul 16.05 WITA oleh dr.
Dewi, Sp.OG dengan ahli anastesi dr. Harry, Sp.An. dengan indikasi SC
panggul sempit.
Prosedur Operasi :
a. Pasien tidur di atas meja operasi dalam pengaruh anestesi
b. Dilakukan aseptic antiseptic daerah tindakan
c. insisi dinding abdomen pada luka bekas operasi. Diperdalam lapis
demi lapis, bebaskan perlengketan, tampak meconium.
d. Insisi segmen bawah Rahim – meluksir kepala, badan, bokong, kaki
Lahir bayi laki-laki BB 2200 gram PB 44cm A/S 9/10 ketuban hijau
ballard 37mg jam 16.15 WITA
e. Klem dan potong tali pusar
f. Jahir SBR apis demilapis
g. Identifikasi tubaallopi bilateral, control perdarahan, perdarahan (-
),ovarium dalam batas normal
h. cuci cavum abdomen
i. Tutup dinding abdomen lapis demi lapis
j. Operasi selesai

Diagnosis post-operatif :
P1A0 AH1 post SC a/i panggul asimetris + CHF NHYA klas III
Ibu masuk ICU
Outcome
Bayi Laki-laki
Berat Badan : 2200 gram
Panjang Badan : 44 cm
LK / LD : 38 / 36 cm
LP : 31 cm
A/S : 9/10
Masuk NHCU karena ibu dirawat di ICU

Follow UP
Tanggal Subjektif Objektif Asessment Planing

06/12/18 Sesak TD: 118/70mmHg P1A0 Terapi obgyn:


berkurang, N: 111x/menit AH1 post  IVFD RL 20 tpm
lemah, RR: 24x/menit SC a/i  Cefotaxim 2 x 1gr
belum bias Suhu: 37 panggul  Kalnex 3 x 500mg
bergerak Throrax: asimetris  Ranitidine 2x1
PPV: + pengembangan + CHF
simetris NHYA
Paru: Rh(+/+), Wz(-/-) klas III Terapi Cardio
Cor: s1s2 tunggal, e.c. MS  Inj. Furosemide
murmur (+), gallop (-) 40mg-20mg-0
Abdomen:  Digoxin1x0,25 P.O
TFU 2 jari dibawah
pusar, kontraksi baik
Akral: hangat,
CRT<2’
07/12/18 Sesak TD: 100/60mmHg P1A0 Terapi obgyn:
berkurang N: 111x/menit AH1 post  IVFD RL 20 tpm
RR: 24x/menit SC a/i  Cefotaxim 2 x 1gr
Suhu: 37 panggul  Kalnex 3 x 500mg
Throrax: asimetris  Ranitidine 2x1
pengembangan + CHF
simetris NHYA
Paru: Rh(-/-), Wz(-/-) klas III Terapi Cardio:
Cor: s1s2 tunggal, e.c. MS Furesemid 4mg P.O
murmur (+), gallop (-) Digoxin1x0,25 P.O
Abdomen:
TFU 2 jari dibawah
pusar, kontraksi baik
Akral: hangat,CRT<2’

8/12/18 Sesak TD: 110/70mmHg P1A0 Terapi obgyn:


hanya jika N: 91x/menit AH1 post  IVFD RL 20 tpm
pasien RR: 22x/menit SC a/i  Eritromisin 4 x
berbaring Suhu: 36,7 panggul 500mg
Throrax: asimetris  Ranitidine 2x1
pengembangan + CHF  Antasid 3x 1C
simetris NHYA
Paru: Rh(-/-), Wz(-/-) klas III Terapi Cardio:
Cor: s1s2 tunggal, e.c. MS Furesemid 4mg P.O
murmur (+), gallop (-) Digoxin1x0,25 P.O
Abdomen:
TFU 3 jari dibawah
pusar, kontraksi baik
Akral: hangat,CRT<2’

9/12/18 Sesak (-) TD: 110/70mmHg P1A0 Terapi obgyn:


N: 87x/menit AH1 post  Eritromisin 4 x
RR: 29x/menit SC a/i 500mg
Suhu: 36,7 panggul  As. Mef 3x500
Throrax: asimetris  Livron 2x1
pengembangan + CHF poliklinis
simetris NHYA
Paru: Rh(-/-), Wz(-/-) klas III Terapi Cardio:
Cor: s1s2 tunggal, e.c. MS Digoxin1x0,25 P.O
murmur (+), gallop (-)
Abdomen: poliklinis
TFU 1jari diatas
simphisis pubis
Akral: hangat,CRT<2’
BAB IV

PEMBAHASAN

Maternal cardiac disease merupakan salah satu penyebab kesakitan dan

kematian non obstetrik pada kehamilan. Di Indonesia, penyakit jantung menjadi

penyebab ke 4 kematian pada ibu hamil setelah eklamsia, pedarahan dan infeksi.

Adaptasi fisiologis kehamilan dapat menyebabkan perubahan signifikan dalam sistem

kardiovaskular yang memungkinkan wanita untuk meningkatkan kebutuhan

metabolik akibat pertumbuhan janin. Perubahan itu diantaranya ialah meningkatnya

volume plasma dan resistensi absolute natrium. Pada wanita normal perubahan ini

dapat ditoleransi dengan baik namun pada wanita dengan gangguan jantung akan

menyebabkan komplikasi akibat hal tersebut seperti pada wanita dengan kelainan

katup jantung akan jatu kedalam kondisi gagal jantung.

Pasien dengan gagal jantung datang dengan keluhan sesak terutama pada

malam hari terutama ketika berbaring. Ada pasien ini didapati adanya sesak terutama

ketika malam hai dan ketika tidur sehingga asien menggunakan bantal tinggi untuk

tidur. Sesak pada pasien disebabkan oleh gagalnya toleransi pasien terhadap

perubahan fisiologi yang terjadi selama kehamilan yaitu meningkatnya volume

plasma dikarenakan pasien sebelummnya menderita stenosis mitral yang

mengakibatkan tingginya tekanan pada atrium kiri, sehingga darah dari jaringan paru

sulit masuk kedalam atrium yang mengakibatkan meningkatnya tekanan dalam


pembuluh darah paru sehingga terjadinya edema paru yang dapat dievaluasi melalui

pemeriksaan paru.

Pada pemerriksaan fisik didapatkan murmur sistolik akibat ffibrosis daun

katup mitral sehingga dibutuhkan tekanan yang tinggi untuk membuka katup

sehingga terdengarlah bising sistolik. Selain itu didapapatkan pula rhonki pada

kedualapangan paru yang menandakan terjadinya edema paru. Pada pemeriksaan

penunjang didapati sedikit penurunan HB akbat hemodelusi.

Pasien ini kemudian dilakukan tindakan SC. Tindakan SC ini dilakukan atas

indikasi bentuk panggul asimetris dari pasien akibat kecelakaan lalulintas 4 tahun

lalu.

Pasien ini diberikan obat-obatan berupa firosemide dan digoxin dimana

furosemid merupakan diuretic yang digunakan utuk mengurangi cairan sehingga

dihharapkan hilangnya edema paru dan digoxin merupakan obat dengan efek

inotropik positif dan kronotropik negative berfungsi untuk menuurnkan kontraksi

jantung dan memperbesar kekuatan pompa jantung sehinga obat ini dapat juga

mencegahh terjadinya fibrrilasi atrium akibat dilatasi atrium.

Pasien ini kemudian pulang dalam keadaan sehat dengan keluhan yang telah

menghilang.
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan seorang wanita dengan diagnosis G1P0A0 AH0 UK 35-36


minggu T/H + inpartu kala I fase laten + CHF kls III e.c. mitral stenosis + asimetris
panggul + TBBJ 2600 gram dimana dinilai tatalaksana dan terapi dari pasien telah
sesuai dengan teori. Pasien ini kemudian pulang dalam keadaan sehat.
DAFTAR PUSTAKA

1. European Society of Cardiology. Cardiovascular Disease During pregnancy.


2018
2. Rampengan S. Penyakit Jantung pada Kehamilan. Balai penerbit FKUI,
Jakarta: 2014
3. Rilantono L, Baraas F, Roebimo P, dkk. Buku Ajar Kardiologi. Balai penerbit
FKUI, Jakarta:2004
4. Yildirim E, Celik M, Akpak YK, Mitral stenosis and pregnancy. Open science
journal of clinical medicine: 2015
5. Sarwono P. Ilmu kebidanan. Bina pustaka sarwono prawirohardjo,
Jakarta:2013
6. DeCherney, AH., et al. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology, Tenth Edition. New York: The McGraw-Hill; 2003. p. 22.1-9.

7. Sovndal, S, Jeffrey AT. Cardiovascular Disorders in Pregnancy. In Pearlman,


MD., Judith ET., Pamela LD. Obstetrics& GynecologyEmergencies,
Diagnosis and Management, 1st edition . New York. McGraw-Hill. 2004. p.
20.1-21.

Anda mungkin juga menyukai