Anda di halaman 1dari 17

PERSPEKTIF ETIKA BISNIS DALAM AJARAN ISLAM DAN BARAT

Liyana Trivirdiantini
Mahasiswa Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Trunojoyo Madura

Abstract
This paper attempts to explain business ethics from Islamic perspective. Ethics is a code
or set of principles that distinguish what is right from what is wrong. Ethics is a part of
philosophy that discussed rationally and intensively the values, norms, and moralities. The
reality of Muslim world which face the economical backward and dependent on developed
countries has played an important role in creating collective thought and vision to develop
their economic activities based on the Islamic ethical system. This ethics has become an
important guideline to whole economic activities in the Muslim world. In doing so, the Islamic
business ethics has to become a basis of practical guidance which leads them to religious
consciousness in entire of economic activities.
Key words: Etika, bisnis, ekonomi, Islam.
Abstrak
Makalah ini mencoba menjelaskan etika bisnis dari perspektif Islam. Etika adalah kode
atau seperangkat prinsip yang membedakan apa yang benar dari yang salah. Etika adalah
bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan intensif nilai-nilai, norma, dan
moralitas. Realitas dunia Muslim yang menghadapi kemunduran ekonomi dan bergantung pada
negara-negara maju telah memainkan peran penting dalam menciptakan pemikiran dan visi
kolektif untuk mengembangkan kegiatan ekonomi mereka berdasarkan sistem etika Islam.
Etika ini telah menjadi pedoman penting bagi seluruh kegiatan ekonomi di dunia Muslim.
Dalam melakukan hal itu, etika bisnis Islam harus menjadi dasar pedoman praktis yang
menuntun mereka pada kesadaran beragama di seluruh kegiatan ekonomi.
Kata kunci: Etika, bisnis, ekonomi, Islam.

1. DEFINISI ETIKA

Secara etimologi, Etika (ethics) yang berasal dari bahasa Yunani ethikos mempunyai
beragam arti : pertama, sebagai analisis konsep-konsep terhadap apa yang harus, mesti,
tugas, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib, tanggung jawab dan lain-lain. Kedua,
aplikasi ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, aktualisasi
kehidupan yang baik secara moral.

Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang
menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan pengertian etika kepada tiga
pengertian juga; Pertama, etika digunakan dalam pengertian nilai-niai dan norma-norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Kedua, etika dalam pengertian kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau
kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu tentang baik dan buruk.

Secara umum etika dapat didefinisikan sebagai satu usaha sistematis, dengan
menggunakan akal untuk memaknai individu atau sosial kita, pengalaman moral, dimana
dengan cara itu dapat menetukan peran yang akan mengatur tindakan manusia dan nilai
yang bermanfaat dalam kehidupan. Kadang kala etika disinonimkan dengan moralitas
sebuah tindakan, yang secara moral dianggap benar, disebut tindakan yang etis. Kode
moralitas disebut dengan kode etik. Etika bisnis juga didefinisikan sebagai moralitas
bisnis. Moralitas sebagai suatu tindakan normatif dan model yang tercermin dalam tingkah
laku kita. Etika normatif, berusaha menyuplai dan menilai sistem moral yang masuk akal.
Sistem moral tersebut memberi tataaturan yang mengatur perilaku individu dengan
mendefinisikan tindakan-tindakan yang benar dan salah.

Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yang baik, aturan hidup yang baik,
dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari
satu generasi ke generasi yang lain. Menurut kamus Webster “etik” adalah suatu ilmu yang
mempelajari tentang apa yang baik dan yang buruk secara moral. Adapun “etika” adalah
ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup didalam
masyarakat yang menyangkut aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang menentukan tingkah
laku yang benar yaitu baik dan buruk, kewajiban dan tanggung jawab. Etika berkaitan
dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu msyarakat
atau kelompok masyarakat yang diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari
satu generasi ke generasi yang lain. Dalam makna yang lebih tegas etika merupakan studi
sistematis tentang tabiat, konsep nilai, baik, buruk, benar, salah, dan lain sebagainya serta
prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja

2. DEFINISI BISNIS
Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya yang digunakan al-tijarah, al-bai’,tadayantum,
dan isytara. Tetapi yang seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan dalam bahasa
arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna
berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut
kamus al-munawwir). Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi gharib al-
Qur’an , at-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan.
Menurut Ibnu Farabi, yang dikutip ar-Raghib , fulanun tajirun bi kadza, berarti seseorang
yang mahir dan cakap yang mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya.
Dalam penggunaannya kata tijarah pada ayat-ayat di atas terdapat dua macam
pemahaman. Pertama, dipahami dengan perdagangan yaitu pada surat Al-Baqarah ; 282.
Kedua, dipahami dengan perniagaan dalam pengertian umum.
Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa term bisnis dalam Al-Qur’an dari tijarahpada
hakikatnya tidak semata-mata bersifat material dan hanya bertujuan mencari keuntungan
material semata, tetapi bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih meliputi dan
mengutamakan hal yang bersifat immaterial dan kualitas. Aktivitas bisnis tidak hanya
dilakukan semata manusia tetapi juga dilakukan antara manusia dengan Allah swt, bahwa
bisnis harus dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan dalam proses administrasi dan
perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan, dan
kebohongan hanya demi memperoleh keuntungan.Dalam hal ini, ada dua definisi tentang
pengertian perdagangan, dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu menurut mufassir
dan ilmu fikih:

1. Menurut Mufassir, Bisnis adalah pengelolaan modal untuk


mendapatkan keuntungan.
2. Menurut Tinjauan Ahli Fikih, Bisnis adalah saling menukarkan harta dengan
harta secara suka sama suka, atau pemindahan hak milik dengan adanya
penggantian.
3. Menurut cara yang diperbolehkan penjelasan dari pengertian diatas :
4. Perdagangan adalah suatu bagian muamalat yang berbentuk transaksi antara
seorang dengan orang lain.
5. Transaksi perdagangan itu dilaksanakan dalam bentuk jual beli yang
diwujudkan dalam bentuk ijab dan qabul.
6. Perdagangan yang dilaksanakan bertujuan atau dengan motif untuk mencari
keuntungan.

3. DEFINISI ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM


Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan kalau etika sebagai perangkat prinsip moral
yang membedakan apa yang benar dari apa yang salah, sedangkan bisnis adalah suatu
serangkaian peristiwa yang melibatkan pelaku bisnis, maka etika diperlukan dalam bisnis.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa, Etika bisnis adalah norma-norma atau kaidah etik
yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi, maupun dalam interaksi
bisnisnya dengan “stakeholders”nya. Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis
merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam
institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Pembahasan
tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip-prinsip dasar
pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, hanya dengan cara
itu selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis.

Etika dan Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi
umum terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika
bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah
etis dalam bisnis. Dengan demikian, bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis
yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis
tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan
kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu
tanggung jawab pribadi dan sosial dihadap masyarakat, Negara dan Allah swt.

a) DASAR HUKUM
i) Al Baqarah : 282
Yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah
akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan
jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh)
seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang
mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu
menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah
itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka
tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan
persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan
saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian),
Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu;dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.
Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan
sebagainya.

ii) An Nisa’ : 29
Yang artinya :Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu. Larangan membunuh diri
sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab
membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat
merupakan suatu kesatuan.

iii) At Taubah 24
Yang artinya: Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-
isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal
yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya
dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik.

iv) An Nur : 37
Yang artinya : laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh
jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang,
dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang
(di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.

v) As Shaff 10
Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?.

4. PEMBAHASAN MASALAH
A. TUJUAN UMUM ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Dalam hal ini, etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam
perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr.
Syahata, bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para
pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut :

1. Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan


menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini
juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.
2. Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para
pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis,
masyarakat, dan diatas segalanya adalah tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
3. Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan
persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4. Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang
terjadi antara sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja.
5. Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama
antara mereka semua.

B. PANDUAN RASULULLAH DALAM ETIKA BISNIS


Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di
antaranya ialah:

1. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran
merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens
menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau bersabda:“Tidak
dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia
menjelaskan aibnya”(H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan
kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam
berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah
dan barang baru di bagian atas.
2. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam,
tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang
diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap
ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya,
berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi
kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
3. Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para
pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah
hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-
barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu
Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah
palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat(H.R.
Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena
dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau
pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh
berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
4. Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis.
Nabi Muhammad Saw mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang
ramah dan toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik
membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian
melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk
menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain
untuk membeli).
6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi
Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan
maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
7. Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa
tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar
pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
8. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang
benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi orang
yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka
minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).
9. Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang
yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat
dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan
penglihatan menjadi goncang”.
10. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda,
“Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini
mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran
upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
11. Tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi
monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan)
individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya
seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara
pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.
12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat
merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan
bisnis senjata di saat terjadi chaos(kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang
halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras,
mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat
merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara
cermat.
13. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang
haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw
bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan
“patung-patung”(H.R. Jabir).
14. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil,
kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS.
4: 29).
15. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang
muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw,
“Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R.
Hakim).
16. Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar.
Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar
hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya
pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17. Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-
orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman(QS. al-Baqarah::
278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan(QS. 2: 275).
Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.

C. TEORI DAN SISTEMATIKA ETIKA BISNIS


Sistem etika Islam secara umum memiliki perbedaan mendasar dibanding sistem etika
barat. Pemaparan pemikiran yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung
memperlihatkan perjalanan yang dinamis dengan cirinya yang berubah-ubah dan bersifat
sementara sesuai dinamika peradaban yang dominan. Lahirnya pemikiran etika biasanya
didasarkan pada pengalaman dan nilai-nilai yang diyakini para pencetusnya. Pengaruh
ajaran agama kepada model etika di Barat justru menciptakan ekstremitas baru dimana
cenderung merenggut manusia dan keterlibatan duniawi dibandingkan sudut lain yang
sangat mengemukakan rasionalisme dan keduniawian. Sedangkan dalam Islam
mengajarkan kesatuan hubungan antar manusia dengan Penciptanya. Kehidupan totalitas
duniawi dan ukhrawi dengan berdasarkan sumber utama yang jelas yaitu Al-Qur’an dan
Hadis.

D. Etika Dalam Perspektif Barat


Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :

1. Teleologi
Teori yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini
mendasarkan pada dua konsep yakni :
a. konsepUtility (manfaat) yang kemudian disebut Utilitarianisme. artinya,
pengambilan keputusan etika yang ada pada konsep ini dengan menggunakan
pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya. Dengan
kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah sesuatu yang memaksimalisasi apa
yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi banyak pihak. Maka,
sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis ketika sesuatu itu semakin bermanfaat
bagi banyak orang.
b. teori Keadilan Distribusi (Distribitive Justice) atau keadilan yang berdasarkan
pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah perbuatan itu dinilai etis apabila
menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan pada konsep
Fairness. Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan.
Dalam hal ini, suatu perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada
pemerataan atau kesamaan kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini berfokus pada
metode distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya,
sumbangan sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat
meningkatkan kerjasama antar anggota masyarakat.

2. Deontologi
Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa
keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan
“hasil” atau “konsekuensi” seperti yang ada dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan
karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik.

Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu :


a. Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar dari teori ini bukanlah aturan
atau prinsip yang secara universal benar atau diterima, akan tetapi apa
yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini adalah
tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia
sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang
adil, jujur, mura hati, dsb sebagai keseluruhan.
b. Hukum Abadi (Eternal Law), dasar dari teori ini adalah bahwa
perbuatan etis harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.
3. Hybrid
Dalam teori ini terdapat lima teori, meliputi :

a. Personal Libertarianism : Dikembangkan oleh Robert Nozick, dimana perbuatan


etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun dengan keadilan
atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada
(diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akan
tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
b. Ethical Egoism : Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu
dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini
bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga
bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil
keputusan.
c. Existentialism : Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre.
Menurutnya, standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan
yang benar-benar salah ataua benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang
dapat memilih prinsip etika yang disukai karena manusia adalah apa yang ia
inginkan dirinya menjadi.
d. Relativism : Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari
etika itu tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak
ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu
mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda setiap budaya dan negara.
e. Teori Hak (right) : Nilai dasar yang dianut dalam teori in adalah kebebasan.
Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap kebebasan memilih.
Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.

E. Etika dalam Perpektif Islam


Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban.
Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya
pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan “Akal” sebagai dasar
kebenarannya. Maka, Islam meletakkan “Al-Qur’an” sebagai dasar kebenaran.

Berbagai teori etika Barat dapat dilihat dari sudut pandang Islam, sebagai berikut :

1. Teleologi Utilitarian dalam Islam adalah hak individu dan kelompok adalah penting
dan tanggungjawab adalah hak perseorangan.
2. Distributive Justice dalam Islam adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak orang
miskin berada pada harta orang kaya. Islam mengakui kerja dan perbedaan
kepemilikan kekayaan.
3. Deontologi dalam Islam adalah Niat baik tidak dapat mengubah yang haram menjadi
halal. Walaupun tujuan, niat dan asilnya baik, akan tetapi apabila caranya tidak baik,
maka tetap tidak baik.
4. Eternal Law dalam Islam adalah Allah mewajibkan manusia untuk mempelajari dan
membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya harus dilakukan dengan seimbang,
Islam mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan duniawi yang berupa muamalah
sebagai proses penyucian diri.
5. Relativisme dalam Islam adalah perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai dengan
tuntunan Al-Qur’an dan Hadis. Prinsip konsultasi dengan pihak lain sangat
ditekankan dalam Islam dan tidak ada tempat bagi egoisme dalam Islam.
6. Teori Hak dalam Islam adalah menganjurkan kebebasan memilih sesuai
kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggungjawab
tidak dapat diterima. Dan tanggungjawab kepada Allah adalah hak individu.

F. KETENTUAN UMUM ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM


a. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid
yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang
ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan
konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka islam
menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan.
Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal
maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem
Islam.

b. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)

Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang
berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun
keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang
yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara
kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.

Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci


keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum
muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan
sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.

“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah


dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya”.(Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat
adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi
saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat
dengan takwa”.
c. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi
kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka
lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif
berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia
untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan
dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak
dan sedekah.

d. Tanggungjawab (Responsibility)

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia
karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi
tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya
secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan
batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab
atas semua yang dilakukannya.

e. Kebenaran: kebajikan dan kejujuran


Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks
bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.

Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan
berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang
melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.

G. TINGKATAN APLIKASI ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM


Adapun penerapan etika bisnis dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu;
individual, organisasi, dan sistem. Pertama, pada tingkat individual, etika bisnis
mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab pribadinya dan
kesadaran sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer. Kedua, pada tingkat
organisasi, seseorang sudah terikat kepada kebijakan perusahaan dan persepsi
perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya. Ketiga, pada tingkat sistem, seseorang
menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem etika tertentu.
Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Nilai moral
yang selaras dengan etika bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan,
persamaan, emosi atau religiusitas hanya dipegang oleh pelaku bisnis yang kurang
berhasil dalam berbisnis. Sementara para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-
prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas,
individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.

5.KESIMPULAN
Etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah
aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika
bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis. Prinsip
ekonomi, menurut para pebisnis dan para konglomerat adalah untuk mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menggunakan etika bisnis yang ada.

Panduan Rasulullah dalam etika bisnis yang perlu diperhatikan dalam berbisnis :

1. Prinsip essensial dalam bisnis adalah kejujuran


2. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis
3. Tidak melakukan sumpah palsu
4. Ramah tamah
5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik
membeli dengan harga tersebut. Islam menawarkan keterpaduan agama,
ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula
maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk
suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Para pelaku
bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya
maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen
konflik.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Main, M.Hum, 2009, Dialog Pemikiran Etika Barat dan Islam (Membangun
LandasanEpistemologis Etika Organisasi Pemerintah)
Pemerintah), http://abdulmainwidyaiswara.blogspot.com
(diakses Mei 2015

AM. M. Hafidz MS., H. Sam’ani Sya’roni, Marlina, 2012, Etika Bisnis Al Ghazali dan
AdamSmith dalam Perspektif Ilmu Bisnis dan Ekonomi, Jurnal Penelitian Vol.
9, No. 1, Mei2012

.Any Setianingrum, 2013, Maslahah VS Utility, Perilaku Konsumen Dalam Ekonomi Islam
Dan Konvensional, Islamic Economics, Management & Accounting ,http://any-
setianingrum-pasca12.web.unair.ac.id (diakses Mei 2015

Muhammad Saifullah, 2011, Etika Bisnis Islami Dalam Praktek Bisnis Rasulullah,
WalisongoVolume 19 Nomor 1, Mei 2011

Muhishak, 2011, Kebatilan Jaminan Sosial Sistem Kapitalisme,Ideologi


Islam, https://muhishak.wordpress.com/

Nafis Irkhami, 2007, INTERNALISASI ETIKA BISNIS ISLAM: PERSPEKTIF EKOLOGI,


Jurnal Ulumuddin No. 03, th. X, Jan-Juni,
2007 http://hes.stainsalatiga.ac.id/?p=132

Pembebasan, 2008, Kapitalisme, Imperialisme, dan Neoliberalisme, http://pembebasan-


pusat.blogspot.com/2008/02/kapitalisme-imperialisme-dan.html

Republika Online, 2015, Ekonomi Invisible Hand Jauh Sebelum Adam Smith,
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/celoteh-kang-
erick/12/11/01/mcaqtn- ekonomi-invisible-hand-jauh-sebelum-adam-smith
https://www.academia.edu/16475929/KRITIK_ATAS_ETIKA_BISNIS_BARAT( diakses tanggal 3 Mei
2019)
https://ismayanugraha12.wordpress.com/2015/11/16/perspektif-etika-bisnis-dalam-ajaran-islam-
dan-barat-etika-profesi/ (diakses tanggal 3 Mei 2019)

Anda mungkin juga menyukai