Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perbuatan manusia ada yang baik dan ada yang tidak baik atau buruk. Baik dan buruk
merupakan dua istilah yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang. Kadang-kadang di suatu tempat, perbuatan itu dianggap salah atau
buruk. Hati manusia memiliki perasaan dan dapat mengenal, perbuatan itu baik atau buruk
dan benar atau salah.
Penilaian terhadap suatu perbuatan adalah relatif, hal ini disebabkan adanya perbedaan
tolok ukur yang digunakan untuk penilaian tersebut. Perbuatan tolok ukur tersebut
disebabkan karena adanya perbedaan agama, kepercayaan, cara berfikir, ideologi, lingkungan
hidup, dan sebagainya.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai kekuatan insting. Hal
ini berfungsi bagi manusia untuk dapat membedakan mana yang baik dan buruk, karena
pengaruh kondisi dan situasi lingkungan. Dan seandainya dalam satu lingkungan pun belum
tentu mempunyai kesamaan insting. Kemudian pada diri manusia juga mempunyai ilham
yang dapat mengenal nilai sesuatu itu baik atau buruk. Di dalam Ilmu Akhlak kita berjumpa
dengan istilah baik dan buruk. Apakah kebiasaan-kebiasaan yang kita perbuat itu baik atau
buruk.

A. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari baik dan buruk?
2. Bagaimana menentukan ukuran untuk menilai baik dan buruk?
3. Apa saja aliran tentang baik dan buruk?
4. Apakah sifat dari baik dan buruk?
5. Bagaimana baik dan buruk menurut ajaran islam?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Baik Dan Buruk

Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa Arab,
ataugood dalam bahasa Inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid, mengatakan bahwa
yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Sementara itu,
dalamWebster’s New Twentieth Century Dictionary, dikatakan bahwa yang disebut baik
adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian,
dan seterusnya. Selanjutnya yang baik itu juga adalah sesuatu yang mempunyai nilai
kebenaran atau nilai yang diharapkan, yang memberikan kepuasan. Yang baik itu dapat juga
berarti sesuatu yang sesuai dengan keinginan. Dan yang disebut baik dapat pula berarti
sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia. Dan ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa secara umum yang disebut baik atau kebaikan adalah
sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku
manusia adalah baik, jika tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan
disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang konkret.
Sedangkan pengertian buruk merupakan sesuatu yang tidak berharga, tidak berguna untuk
tujuan, apabila yang merugikan, atau yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan adalah
“buruk”.

Pengertian baik dan buruk juga ada an yang subyektif dan relatif, baik bagi seseorang
belum tentu baik bagi orang lain. Sesuatu itu baik bagi seseorang apabila hal ini sesuai dan
berguna untuk tujuannya. Hal yang sama adalah mungkin buruk bagi orang lain, karena hal
tersebut tidak akan berguna bagi tujuannya. Masing-masing orang mempunyai tujuannya
yang berbeda-beda, bahkan ada yang bertentangan, sehingga yang berharga untuk seseorang
atau untuk sesuatu golongan berbeda dengan yang berharga untuk orang atau golongan
lainnya.

Akan tetapi secara obyektif, walaupun tujuan orang atau golongan di dunia ini berbeda-
beda, sesungguhnya pada akhirnya semuanya mempunyai tujuan yang sama, sebagai tujuan
akhir tiap-tiap sesuatu, bukan saja manusia bahkan binatang pun mempunyai tujuan. Dan
tujuan akhir dari semuanya itu sama, yaitu bahwa semuanya ingin bahagia. Tak ada
seorangpun dan sesuatupun yang tidak ingin bahagia..

B.Penentuan Ukuran Baik Dan Buruk

Dalam sesuatu benda ada ukurannya, berapa besarnya? Berapa beratya? Berapa
tingginya? Berapa luasya ? baik dan buruk pada perbuatan manusia maka ukuran dan
karakternya selalu dinamis, sulit dipecahkan. Namun demikian karakter baik dan buruk
perbuatan manusia dapat diukur menurut fitrah manusia.
Kenyataanya yang ada di dalam kehidupan, bahwa ada benda pendapat (berselisih)
dalam melihat baik dan buruk. Sekarang seseorang melihat hal itu buruk , tapi pada sesuatu
saat dia melihatnya itu baik dan sebaliknya

Setiap bangsa memiliki adat istiadat tertentu. Mereka menganggap baik bila
mengikutinya, mendidik anak –anak kejurusan adat istiadat itu dan menanam perasaan
kepada mereka bahwa adat istiadat itu agak membawa kesucian. Sehingga apabila seorang
dari mereka menyalahi adat istiadat itu agak membawa kesucian sehingga apabila seorang
dari mereka menyalahi adat istiadat itu, sangat dicela dan dianggap ke luar dari golongan
bangsaya

Dengan merujuk kepada berbagai kutipan tersebut di atas beberapa aliran filsafat yang
memengaruhi pemikiran akhlak tersebut dapat dikemukakan -istiadat yang berlaku dan
ditentukan berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat.
Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang baik, dan orang yang
menentang dan tidak mengikuti adat-istiadat dipandang buruk, dan kalau perlu dihukum
secara adat

Adat-istiadat selanjutnya disebut pula sebagai pendapat umum. Ahmad Amin


mengatakan bahwa tiap-tiap bangsa mempunyai adat-istiadat yang tertentu dan menganggap
baik bila mengikutinya, mendidik anak-anaknya sesuai dengan adat-istiadat itu, dan
menanamkan perasaan kepada mereka, bahwa adat-istiadat itu akan membawa kepada
kesucian, sehingga apabila seseorang menyalahi adat-istiadat itu sangat dicela dan dianggap
keluar dari golongan bangsanya.

Di dalam masyarakat kita jumpai adat-istiadat yang berkenaan dengan cara berpakaian,
makan, minum, bercakap-cakap, bertandang dan sebagainya. Orang yang mengikuti cara-cara
yang demikian itulah yang dianggap orang yang baik, dan orang yang menyalahinya adalah
orang yang buruk.

Kelompok yang menilai baik dan buruk berdasarkan adat-istiadat ini dalam tinjauan
filsafat dikenal dengan istilah aliran sosialisme. Munculnya paham ini bertolak dari anggapan
karena masyarakat itu terdiri dari manusia, maka ada yang berpendapat bahwa masyarakatlah
yang menentukan baik buruknya tindakan manusia yang menjadi anggotanya. Lebih jelas lagi
apa yang lazim dianggap baik oleh masyarakat tertentu, itulah yang baik. Inilah yang kami
sebut ukuran sosialistis dalam etika.

1. Baik dan Buruk Menurut Aliran Hedonisme

Aliran hedonisme adalah aliran filsafat yang terhitung tua, karena berakar pada
pemikiran filsafat Yunani, khususnya pemikiran filsafat Epicurus (341-270 SM), yang
selanjutnya dikembangkan oleh Cyrenics dan belakangan ditumbuhkembangkan oleh Freud.
Menurut paham ini banyak yang disebut perbuatan yang baik adalah perbuatan yang
banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan nafsu biologis. Aliran ini tidak
mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan, melainkan ada pula yang
mendatangkan kepedihan, dan apabila ia disuruh memilih manakah perbuatan yang harus
dilakukan, maka yang dilakukan adalah yang mendatangkan kelezatan. Epicurus sebagai
peletak dasar paham ini mengatakan bahwa kebahagiaan atau kelezatan itu adalah tujuan
manusia. Tidak ada kebaikan dalam hidup selain kelezatan dan tidak ada keburukan kecuali
penderitaan. Dan akhlak itu tak lain dan tak bukan adalah berbuat untuk menghasilkan
kelezatan dan kebahagiaan serta keutamaan. Keutamaan itu tidak mempunyai nilai tersendiri,
tetapi nilainya terletak pada kelezatan yang menyertainya. .

Pada tahap selanjutnya paham hedonisme ini ada yang bercorak individual dan
universal. Corak pertama berpendapat bahwa yang dipentingkan terlebih dahulu adalah
mencari sebesar-besarnya kelezatan dan kepuasan untuk diri sendiri, dan segenap daya upaya
harus diarahkan pada upaya mencari kebahagiaan dan kelezatan yang bercorak individualistik
itu. Selanjutnya corak kedua (Universalistis Hedonisme) memandang bahwa perbuatan yang
baik itu adalah yang mengutamakan mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk
sesama manusia, bahkan segala makhluk yang berperasaan. Karena kesenangan yang
dikehendaki oleh pengikut paham ini bukan kenikmatan bagi orang per orang saja, tetapi
untuk semua orang, maka bagi setiap yang melakukan perbuatan perlu mempertimbangkan
jangan sampai berat sebelah kepada dirinya, tetapi sedapat mungkin ia harus menjadikan
sama antara kenikmatan yang dirasakan dirinya dan dirasakan orang lain.

Hedonisme model pertama yang individualistik lebih banyak mewarnai masyarakat


barat yang bercorak liberal dan kapitalistik, sementara hedonisme model kedua yang
sosialistik banyak mewarnai masyarakat Eropa yang bercorak komunis.

2. Baik dan Buruk Menurut Paham Intuisisme (Humanisme)

Intuisi merupakan kekuatan batin yang dapat menentukan sesuatu sebagai baik atau
buruk dengan sekilas tanpa melihat buah atau akibatnya. Kekuatan batin atau disebut juga
sebagai kata hati adalah potensi rohaniah yang secara fitrah telah ada pada diri setiap orang.
Paham ini berpendapat bahwa pada setiap manusia mempunyai kekuatan insting batin yang
dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang. Kekuatan batin ini terkadang
berbeda refleksinya, karena pengaruh masa dan lingkungannya, akan tetapi dasarnya ia tetap
sama dan berakar pada tubuh manusia. Apabila ia melihat sesuatu perbuatan, ia mendapat
semacam ilham yang dapat memberi tahu nilai perbuatan itu, lalu menetapkan hukum baik
dan buruknya. Oleh karena itu, kebanyakan manusia sepakat mengenai keutamaan seperti
benar, dermawan, berani, dan mereka juga sepakat menilai buruk terhadap perbuatan yang
salah, kikir, dan pengecut.

Menurut paham ini perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan penilaian
yang diberikan oleh hati nurani atau kekuatan batin yang ada dalam dirinya. Dan sebaliknya
perbuatan buruk adalah perbuatan yang menurut hati nurani atau kekuatan batin dipandang
buruk. Paham ini selanjutnya dikenal dengan paham humanisme. Poedjawijatna mengatakan
bahwa menurut aliran ini yang baik adalah yang sesuai dengan kodrat manusia, yaitu
kemanusiaannya yang cenderung kepada kebaikan. Penentuan terhadap baik-buruknya
tindakan yang konkret adalah perbuatan yang sesuai dengan kata hati orang yang bertindak.
Dengan demikian ukuran baik-buruk suatu perbuatan menurut paham ini adalah tindakan
yang sesuai dengan derajat manusia, dan tidak menentang atau mengurangi keputusan hati.
Secara batin setiap orang pasti tidak akan dapat membohongi kata hatinya. Jika suatu ketika
seseorang mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya, hal yang demikian hanya dapat
dilakukan atau diterima oleh ucapannya, tetapi kata hatinya tetap tidak mengakui kebohongan
itu.

Penentuan baik-buruk perbuatan melalui kata hati yang dibimbing oleh ilham atau
intuisi ini banyak dianut dan dikembangkan oleh para pemikir akhlak dari kalangan Islam.
Murthada Muthahhari misalnya dapat dimasukkan ke dalam kelompok ini. Dalam bukunya
berjudul, falsafah Akhlak ia mengatakan bahwa etika adalah tidak emosionalistik seperti
dalam falsafah etika Hindu dan Kristen. Juga bukan rasional dan berdasarkan kehendak
sebagaimana yang dikatakan filosof. Tetapi etika adalah ilham-ilham intuisi. Menurut
kekuatan itu tidak berupa emosi dan rasio. Kekuatan itulah yang menginstruksikan pada
manusia agar melakukan berbagai kewajiban dalam hidupnya. Kekuatan itu terletak dalam
diri dan batin manusia. Ia mengilhami manusia untuk melakukan suatu perkara ini dan
meninggalkan perkara itu. Kekuatan itu tak ada kaitannya dengan akal. Akal adalah hasil
perolehan (iktisaby), sedangkan intuisi adalah fitri dan intrinsik pada batin manusia. Semua
manusia memilikinya secara primordial. Intuisi menjadi ilham manusia pada banyak hal, dan
tindakan akhlaki selalu diilhami oleh intuisi.

3. Baik dan Buruk Menurut Paham Utilitarianisme

Secara harfiah utilis berarti berguna. Menurut paham ini bahwa yang baik adalah yang
berguna. Jika ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut individual, dan jika berlaku bagi
masyarakat dan negara disebut sosial.

Paham penentuan baik-buruk berdasarkan nilai guna ini mendapatkan perhatian di masa
sekarang. Dalam abad sekarang ini kemajuan di bidang teknik cukup meningkat, dan
kegunaanlah yang menentukan segala-galanya. Namun demikian, paham ini terkadang
cenderung ekstrem dan melihat kegunaan hanya dari sudut pandang materialistik. Orang tua
yang sudah jompo misalnya semakin kurang dihargai, karena secara material tidak ada lagi
kegunaannya. Padahal kedua orang tua tetap berguna untuk dimintakan nasihat dan doanya
serta kerelaannya. Selain itu paham ini juga dapat menggunakan apa saja yang dianggap ada
gunanya. Untuk memperjuangkan kepentingan politik misalnya tidak segan-segan
menggunakan fitnah, khianat, bohong, tipu muslihat, kekerasan, paksaan, dan lain
sebagainya, sepanjang semua yang disebutkan itu ada gunanya.

Namun demikian, kegunaan dalam arti bermanfaat yang tidak hanya berhubungan
dengan materi melainkan juga dengan yang bersifat rohani bisa diterima. Dan kegunaan bisa
juga diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang tidak menimbulkan kerugian bagi orang
lain. Nabi misalnya menilai bahwa orang yang baik adalah orang yang memberi manfaat pada
yang lainnya.

4. Baik dan Buruk Menurut Paham Vitalisme

Menurut paham ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup
manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap
sebagai yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang, dan berlaku hukum
siapa yang kuat dan menang itulah yang baik.
Paham vitalisme ini pernah dipraktikkan para penguasa di zaman feodalisme terhadap
kaum yang lemah dan bodoh. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki ia
mengembangkan pola hidup feodalisme, kolonialisme, diktator dan tiranik. Kekuatan dan
kekuasaan menjadi lambang dan status sosial untuk dihormati. Ucapan, perbuatan dan
ketetapan yang dikeluarkannya menjadi pegangan bagi masyarakat. Hal ini bisa berlaku,
mengingat orang-orang yang lemah dan bodoh selalu mengharapkan pertolongan dan
bantuannya.

5. Baik dan Buruk Menurut Paham Religiosisme

Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak
Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak
Tuhan. Dalam paham ini keyakinan teologis, yakni keimanan kepada Tuhan sangat
memegang peranan penting, karena tidak mungkin orang mau berbuat sesuai dengan
kehendak Tuhan, jika yang bersangkutan tidak beriman kepada-Nya. Menurut Poedjawijatna
aliran ini dianggap yang paling baik dalam praktik. Namun, terdapat pula keberatan terhadap
aliran ini, yaitu karena ketidakumuman dari ukuran baik dan buruk yang digunakannya.

Diketahui bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam agama, dan masing-masing


agama menentukan baik buruk menurut ukurannya masing-masing. Agama Hindu, Budha,
Yahudi, Kristen, dan Islam, misalnya, masing-masing memiliki pandangan dan tolok ukur
tentang baik dan buruk yang satu dan lainnya berbeda-beda. Poedjawijatna mengatakan
bahwa pedoman itu tidak sama, malahan di sana-sini tampak bertentangan: misalnya
poligami, talak dan rujuk, aturan makan dan minum, hubungan suami-istri dan sebagainya.

Di atas ialah berbagai aliran dalam Etika dan itu belumlah semuanya. Untuk
menyatakan dengan jelas, bahwa soal baik-buruknya dalam tingkah laku manusia itu telah
lama menjadi bahan renungan para ahli pikir dan bahwa penyelesaiannya berhubungan erat
dengan pandangan tentang manusia. Betapa tidak, sebab yang menjadi objek penelaahan itu
tidak lain daripada tindakan manusia. Syarat yang dituntut untuk aliran di atas yaitu umum
dan objektif.

6. Baik dan Buruk Menurut Paham Evolusi (Evolution)

Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam
ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kesempurnaan. Pendapat
seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang tampak seperti binatang, manusia,
dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga berlaku pada benda yang tidak dapat dilihat atau diraba
oleh indera seperti akhlak dan moral.

Herbert Spencer (1820-1903) salah seorang ahli filsafat Inggris yang berpendapat
evolusi ini mengatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian
berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan ke arah cita-cita yang dianggap sebagai
tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat dengan cita-cita itu dan buruk bila jauh daripadanya.
Sedang tujuan manusia dalam hidup ini ialah mencapai cita-cita atau paling tidak
mendekatinya sedikit mungkin.

Dalam sejarah paham evolusi, Darwin (1809-1882) adalah seorang ahli pengetahuan
yang paling banyak mengemukakan teorinya. Dia memberikan penjelasan tentang paham ini
dalam bukunya The Origin of Species. Dikatakan bahwa perkembangan alam ini di dasari
oleh ketentuan-ketentuan berikut:

a. Ketentuan alam (Selection of Nature)

b. Perjuangan hidup (Struggle for life)

c. Kekal bagi yang lebih pantas (Survival for the fit test)

C. Sifat Dari Baik Dan Buruk

Sifat dan corak baik buruk yang didasarkan pada pandangan filsafat sebagaimana
disebutkan di atas adalah sesuai dengan sifat dari filsafat itu sendiri, yakni berubah, relatif
nisbi, dan tidak universal. Dengan demikian sifat baik atau buruk yang dihasilkan
berdasarkan pemikiran filsafat tersebut menjadi relatif dan nisbi pula, yakni baik dan buruk
yang dapat terus berubah. Sifat baik buruk yang dikemukakan berdasarkan pandangan
tersebut sifatnya objektif, lokal, dan temporal. Dan oleh karenanya nilai baik dan buruk itu
sifatnya relatif.

Untuk itu perlu ada suatu ketentuan baik dan buruk yang didasarkan pada nilai-nilai
yang universal. Uraian tersebut diatas sebagian ada yang menunjukkan keuniversalan, yaitu
penentuan baik dan buruk yang didasarkan pada pandangan intuisisme sebagaimana telah
diuraikan diatas. Namun demikian, bagaimanapun intuisi itu tetap saja tidak semutlak wahyu
yang datang dari Allah SWT.

D. Baik Dan Buruk Menurut Ajaran Islam

Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumberkan wahyu Allah SWT, Al-Qur’an yang
dalam penjabarannya dilakukan oleh hadist Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak dan
ajaran Islam sangat mendapatkan perhatian yang begitu besar sebagaimana telah diuraikan
pada bagian terdahulu.

Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al-
Qur’an dan al-Hadist. Jika kita perhatikan Al-Qur’an maupun hadist dapat dijumpai berbagai
istilah yang mengacu kepada baik, dan adapula istilah yang mengacu kepada yang buruk.
Diantara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnya al-hasanah, thayyibah, khairah,
karimah, mahmudah, azizah, dan al-birr.

Al-hasanah sebagaimana dikemukakan oleh Al-Raghib al-Asfahani adalah suatu istilah


yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang baik. Al-
hasanah selanjutnya dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama hasanah dari segi akal, kedua
dari segi hawa nafsu atau keinginan dan hasanah dari segi pancaindera. Lawan darial-
hasanah adalah al-sayyiah. Yang termasuk al-hasanah misalnya keuntungan, kelapangan
rezeki, dan kemenangan. Sedangkan yang termasuk al-sayyiah misalnya kesempitan,
kelaparan, dan keterbelakangan. Pemakaian kata al-hasanah yang demikian itu misalnya kita
jumpai pada ayat yang berbunyi:
َ ‫ظ ِة ْال َح‬
‫سنَ ِة‬ َ ‫س ِبي ِل َر ِبكَ ِب ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬ ُ ْ‫اد‬
َ ‫ع ِإ ِلى‬
“Ajaklah manusia menuju Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS Al-
Nahl [16]: 125).

َ ‫َم ْن َجا َء بِ ْال َح‬


‫سنَ ِة فَلَهُ َخي ٌْر ِم ْن َها‬

“Barangsiapa yang mendatangkan kebaikan, maka baginya kebaikan.” (QS Al-


Qashash [28]: 84).

Adapun kata al-thayyibah khusus digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang


memberikan kelezatan kepada pancaindra dan jiwa, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal,
dan sebagainya. Lawannya adalah al-qabihah artinya buruk. Hal ini misalnya terdapat pada
ayat yang berbunyi:

‫ت َما َرزَ ْقنَا ُك ْم‬ َ ‫َوأ َ ْنزَ ْلنَا َعلَ ْي ُك ُم ْال َم َّن َوالس َّْل َو ٰى ۖ ُكلُوا ِم ْن‬
ِ ‫ط ِيبَا‬

“Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (QS Al-Baqarah [2]: 57).

Selanjutnya kata al-khair digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang baik oleh
seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu yang bermanfaat.
Lawannya adalah al-syarr. Hal ini misalnya terdapat pada ayat yang berbunyi.

َّ ‫ع َخي ًْرا فَإ ِ َّن‬


‫َّللاَ شَا ِك ٌر َع ِلي ٌم‬ َ َ ‫َو َم ْن ت‬
َ ‫ط َّو‬
“Barangsiapa yang melakukan sesuatu kebaikan dengan kerelaan hati, maka
sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.”(QS Al-Baqarah
[2]:
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa Arab,
ataugood dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Arab, yang buruk itu dikenal dengan
istilah syarr, dan diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, yang tidak seperti yang
seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, di bawah standar, kurang dalam nilai, tak
mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat
diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik, dan perbuatan yang bertentangan dengan
norma-norma masyarakat yang berlaku.

2. Poedjawijatna lebih lanjut menyebutkan sejumlah pandangan filsafat yang digunakan


dalam menilai baik dan buruk adalah aliran adat-istiadat (sosialisme), hedonisme, intuisisme
(humanisme), utilitarianisme, vitalisme, religiousisme, dan evolusisme.

3. Sifat baik atau buruk yang dihasilkan berdasarkan pemikiran filsafat tersebut menjadi
relatif dan nisbi pula, yakni baik dan buruk yang dapat terus berubah. Sifat baik buruk yang
dikemukakan berdasarkan pandangan tersebut sifatnya objektif, lokal, dan temporal. Dan
oleh karenanya nilai baik dan buruk itu sifatnya relatif.

4. Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al-
Qur’an dan al-Hadist. Perbuatan yang dianggap baik dalam Islam adalah perbuatan yang
sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Al-Sunnah, dan perbuatan yang buruk adalah
perbuatan yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah,
DAFTAR PUSTAKA

Al Baqir, Muhammad. 1994. Membentuk Akhlak Mulia. Bandung: Karisma.

Mustofa, Akhmad. 1999. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia.

Nata, Abidin. 1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Drs.H. A. MUSTOFA,(akhlak tasawuf,;(pustaka setia,bandung,2014)61-62)

Anda mungkin juga menyukai