Bab Ii - Landasan Teori Backup Bab Ii
Bab Ii - Landasan Teori Backup Bab Ii
LANDASAN TEORI
1
Sesuai dengan buku “Manual Kapasitas Jalan Indonesia”,1997 perencanaan
jalan tol Bawen - Yogyakarta didefinisikan sebagai suatu perencanaan geometrik
secara detail dan kontrol lalu lintas untuk suatu fasilitas lalu lintas baru yang
perkiraan tingkat permintaannya ( demand ) telah diperhitungkan
EMP
2
Tabel 2.2 Nilai emp untuk jalan MW 4/2 D
EMP
EMP
Keterangan :
3
MHV : (Medium Heavy Vehicle) Kendaraaan berat
menengah, kendaraan bermotor dengan 2 gandar dengan jarak 3,5
– 5,0 m (termasuk truk 2 as dengan 6 roda, bis kecil, sesuai
dengan klasifikasi Bina Marga)
LB : (Large Bus) Bus besar, dengan 2 atau 3 gandar
dengan jarak as 5,0 –6,0 m
LT : (Large Truck) truk besar, truk 3 gandar dan truk
kombinasi dengan jarak gandar < 3,5 m
MC : (Motor Cycle)
FV = FV0 + FFVw
Keterangan :
FV = Kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan pada kondisi
lapangan
FV0 = Kecepatan arus bebas dasar bagi kendaraan ringan untuk
kondisi jalan dan tipe alinyemen yang dipelajari
FFVw = Penyesuaian untuk lebar efektif jalur lalu lintas dan bahu jalan
( km/jam )
Keterangan :
FV0 = Kecepatan arus bebas dasar kend Ringan ( LV )
4
FVw = Penyesuaian kecepatan akibat lebar lajur
5
2.2.4. Kapasitas
Kapasitas di definisikan sebagai arus maksimum yang melewati
suatu titik pada jalan bebas hambatan yang dapat dipertahankan persatuan
jam dalam kondisi yang berlaku. Untuk jalan bebas hambatan tak
terbagi, kapasitas adalah arus maksimum dua arah (kombinasi kedua
arah), sedangkan untuk jalan bebas hambatan terbagi, kapasitas adalah
arus maksimum per-lajur.
Kapasitas secara teoritis dapat diasumsikan sebagai suatu
hubungan matematis antara kerapatan, kecepatan dan arus. Kapasitas
dinyatakan dalam satuan mobil penumpang ( smp ). Persamaan dasar
untuk menentukan kapasitas jalan bebas hambatan adalah :
Keterangan :
C = Kapasitas (smp/jam)
Co = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan bebas hambatan
FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan bebas
hambatan tak terbagi)
6
Tipe jalan bebas hambatan Kapasitas Dasar
/ Tipe alinyemen (smp/jam/lajur)
Tabel 2.7 Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (FCW)
Per lajur
Empat-lajur terbagi 3,25 0,96
Enam-lajur terbagi
3,50 1,00
3,75 1,03
7,5 1,04
7
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
FCSP Jalan tol tak terbagi 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
Q
Ds =
C
Keterangan : Ds = Degree of Saturation
Q = Volume lalu lintas
C = Kapasitas
8
Apabila dari perhitungan didapatkan Ds < 0,75 maka jalan tersebut
masih dapat melayani kendaraan yang melewati ruas jalan tersebut dengan
baik. Apabila diperoleh harga Ds ≥ 0,75 maka jalan tersebut sudah tidak
mampu melayani banyaknya kendaraan yang melewatinya. Angka 0,75
diambil dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997
Besarnya nilai DS sangat mempengaruhi tingkat pelayanan
jalan, semakin kecil nilai DS maka jalan terkesan lengang. Dan
sebaliknya bila nilai DS mendekati nilai 0,75 jalan tersebut harus
diperlebar, dilakukan traffic management, atau dengan membuat jalan baru
9
Menurut Suryawan (2009), pemilihan dalam penggunaan jenis perkerasan
kaku dibandingankan dengan perkerasan lentur yang sudah lama dikenal dan lebih
sering digunakan, berdasarkan keuntungan dan kerugian masing-masing jenis
perkerasan tersebut.
Perbedaan antara perkerasan kaku dan lentur dapat dilihat pada Tabel 2.5
Tabel 2.5 Perbedaan antara perkerasan kaku dengan perkerasan lentur
No Perkerasan Kaku Perkerasan Lentur
1 Kebanyakan digunakan hanya pada jalan Dapat digunakan untuk semua tingkat
kelas tinggi, serta pada perkerasan lapangan volume lalu-lintas.
terbang.
2 Job Mix lebih mudah dikendalikan Kendali kualitas untuk Job Mix lebih
kualitasnya. Modulus elastisitas antara lapis rumit.
permukaan dan pondasi sangat berbeda.
3 Dapat lebih bertahan terhadap kondisi Sulit untuk bertahan terhadap kondisi
drainase yang buruk. drainase yang buruk.
4 Umur rencana dapat mencapai 20 tahun. Umur rencana relatif pendek 5-10 tahun.
11 Tebal konstruksi perkerasan kaku adalah Tebal konstruksi perkerasan lentur adalah
tebal pelat beton tidak termasuk pondasi. tebal seluruh lapisan yang ada diatas
tanah dasar.
(Sumber : Suryawan, 2009)
10
2.4. Pengertian Perkerasan Kaku
Menurut Suryawan (2009), perkerasan jalan beton semen atau perkerasan
kaku adalah suatu konstruksi perkerasan dengan bahan baku agregat dan
menggunakan semen sebagai bahan ikatnya. Perkerasan beton yang kaku dan
memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban terhadap
area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur
perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri. Hal ini berbeda dengan dengan
perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari lapisan-lapisan tebal
pondasi bawah, pondasi dan lapisan permukaan.
Perkerasan beton semen memiliki struktur yang terdiri dari atas pelat
beton semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau
menerus dengan tulangan, terletak di atas pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa
atau dengan lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara
tipikal sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1
11
adanya sambungan-sambungan melintang. Panjang pelat dari jenis
perkerasan ini berkisar 4-5 meter.
b) Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan (Jointed
Reinforced Concrete Pavement) adalah jenis perkerasan beton semen
yang dibuat dengan tulangan ukuran pelatnya berbentuk empat
persegi panjang, dimana panjang dari pelatnya dibatasi oleh adanya
sambungan-sambungan melintang. Panjang pelat dari jenis
perkerasan ini berkisar 8-15 meter.
c) Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
(Continously Reinforced Concrete Pavement) adalah jenis perkerasan
beton semen yang dibuat dengan tulangan dengan panjang pelat
menerus yang hanya dibatasi oleh adanya sambungan-sambungan
muai melintang. Panjang pelat dari jenis perkerasan ini lebih besar
dari 75 meter.
d) Perkerasan beton semen pra-tegang (Prestressed Concrete
Pavement) adalah jenis perkerasan beton semen menerus tanpa
tulangan yang menggunakan kabel-kabel pratekan guna mengurangi
pengaruh susut, muai, dan lenting akibat perubahan temperatur dan
kelembaban.
12
Tanah dasar sebagai pondasi jalan, terdiri dari material dalam galian
atau pada bagian atas timbunan dengan ketebalan sekitar 60 – 90 cm di
bawah dasar struktur perkerasan. Karena tanah dasar merupakan bagian
dari timbunan dimana pondasi bawah (subbase), pondasi (base) atau
perkerasan berada, maka integritas dari struktur perkerasan bergantung
pada stabilitas struktur tanah dasar
Tanah dasar harus dipadatkan dengan baik, agar kemungkinan
terjadinya perubahan volume atau terjadinya penurunan tak seragam akibat
beban kendaraan dapat diperkecil. Penanganan yang baik dan benar
diharapkan dapat mencegah persoalan yang mungkin timbul pada masa
operasi, yaitu :
a) Sifat mengembang dan menyusut akibat perubahan kadar air;
b) Intrusi dan pemompaan (pumping) pada sambungan, retak pada
tepi pelat sebagai akibat pembebanan lalu lintas;
c) Daya dukung yang tidak merata sukar ditentukan secara pasti
pada daerah dengan jenis tanah yang berbeda sifat dan
kedudukannya atau akibat pelaksanaan;
d) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan
penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah yang berbutir
kasar yang tidak dipadatkan secara baik
13
2.5.3. Lapis Permukaan
Lapis Permukaan perkerasan kaku terdiri dari pelat beton semen
yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan. Pada
perkerasan kaku, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat
beton. Hal tersebut disebabkan oleh sifat pelat beton yang cukup kaku
sehingga dapat menyebarkan beban pada bidang yang lebih luas dan
menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan – lapisan dibawahnya.
Pada konstruksi perkerasan beton semen, sebagai konstruksi utama adalah
berupa satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi bawah
(subbase berupa cement treated subbase maupun granular subbbase)
berfungsi sebagai konstruksi pendukung atau pelengkap.
2.6. Sambungan
Sambungan yang terdapat pada perkerasan kaku adalah untuk menyediakan
ruangan bagi pengembangan dan penyusutan perkerasan sehingga dapat
mengurangi tegangan – tegangan lentur akibat tekuk dan gesek dan memudahkan
pelaksanaan pekerjaan
Terdapat beberapa tipe sambungan pada perkerasan kaku. Kriteria
perancangan sambungan pada perkerasan kaku tidak bersambungan maupun
bersambungan sama. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002)
menyimpulkan bahwa secara umum, tipe-tpe sambungan perkerasan beton dapat
dibagi menjadi 4 tipe sebagai berikut.
a) Sambungan Susut (Contraction Joint)
b) Sambungan Muai (Expansion Joint)
c) Sambungan Pelaksanaan (Contruction Joint)
d) Sambungan Isolasi (Isolation Joint)
14
pengaruh perubahan temperatur dan kelembaban (Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah,2002).
15
Hardiyatmo (2015) menguraikan bahwa sambungan muai atau
sambungan ekspansi berfungsi untuk memberikan ruang pemuaian pelat
beton yang cukup di antara pelat-pelat perkerasan guna mencegah adanya
tegangan tekan berlebihan yang dapat mengakibatkan perkerasan beton
tertekuk. Lebar celah sambungan 19 mm (¾ in), dalam hal khusus lebar
celah dapat mencapai 25 mm (1 in). Sambungan muai yang tidak
menyediakan penguncian agregat, maka diperlukan alat penyalur beban,
yaitu dowel. Sambungan muai melintang, diletakkan pada lokasi dimana
akibat pemuaian perkerasan diperkirakan dapat merusak jembatan atau
bangunan di dekatnya.
16
2.6.4. Sambungan Isolasi (Isolation Joint)
17
Gambar 2.7 Sambungan Isolasi dengan Penebalan Tepi
(Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002)
18
2
Kuat tekan (benda uji silinder 15 x 30 cm) : fc' = 350. kg/cm
(disarankan)
19
6. Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen bukan merupakan
bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi
sebagai berikut :
Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
Mencegah instrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan
tepi-tepi pelat
Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.
20
2.9.1.1. Umur Rencana
AASHTO (1993) menyarankan umur perkerasan yang
diistilahkan dengan periode analisis. Penentuan periode analisis
sangat dipengaruhi oleh kondisi jalan perencanaan. Penentuan
umur rancangan sebagaimana yang ada pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Umur Rancangan Perkerasan
Periode Analisis Umur
Kondisi Jalan Raya Rancangan
(tahun)
Perkotaan Volume Tinggi 30 - 50
Pedesaan Volume Tinggi 20 - 50
Volume Rendah, Jalan Diperkeras 15 - 25
Volume Rendah, Permukaan Agregat 10 - 20
2.9.1.2. Lalu lintas harian rata- rata (LHR) dan pertumbuhan lalu lintas
tahunan.
Lalu lintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan
volume lalu lintas dan konfigurasi sumbu, menggunakan data
terakhir atau data 2 tahun terakhir. Ciri penggolongan kendaraan
berdasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 dapat dilihat
pada table 2.11 berikut ini:
Tabel 2.11 Penggolongan kendaraan berdasar MKJI
21
2.9.1.3. Vehicle Damage Factor (VDF)
Vehicle Damage Factor atau faktor daya rusak kendaraan
adalah perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu
kendaraan terhadap daya rusak oleh beban sumbu standar.
Diberikan kajian dan nilai – nilai VDF dari berbagai sumber berikut
ini, yang semuanya tidak ada kesamaan nilainya, dan bahkan ada
nilai yang berbeda sangat signifikan untuk jenis kendaraan yang
mewakili sama
Tabel 2.12 Vehicle damage factor (VDF) desain
Keterangan:
A: Bina Marga MST 10 Ton
B: NAASRA MST 10 Ton
C: PUSTRANS 2002(Overload)
D: CIPULARANG 2002
E: PANTURA 2003 MST 10 Ton
F: PUSTRANS 2004 Semarang – Demak
G: PUSTRANS 2004 Yogyakarta – Sleman / Tempel
H: VDF Rata-rata
22
Tabel 3.9 Faktor Distribusi Lajur (DL)
dengan:
W18 = Traffic design pada lajur lalu lintas (ESAL)
LHRj = Jumlah lalu lintas harian rata-rata 2 arah untuk kendaraan j
VDFj = Vehicle Damage Factor untuk jenis kendaraan j
DD = Faktor distribusi arah
DL = Faktor distribusi lajur
N1 = Lalu lintas pada tahun pertama jalan dibuka
Nn = Lalu lintas pada akhir umur rencana
23
Suryawan (2009) menguraikan lalu lintas yang
digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan kaku adalah lalu
lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini didapatkan
dengan mengalikan beban gandar standar kumulatif pada jalur
rencana selama setahun (W18) dengan besaran kenaikan lalu lintas
(traffic growth) yang dapat di lihat pada Persamaan berikut :
dengan:
Wt = Jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif selama umur
rancangan
W18 = Beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun
n = Umur pelayanan atau umur rencana (tahun)
g = Perkembangan lalu lintas (%)
Terminal serviceability index jalur utama ( major highway ) : Pt = 2,5
24
Terminal serviceability index jalan lalu – lintas rendah : Pt = 2,0
Jumlah total kehilangan kemampuan pelayanan (Total loss of
serviceability) : ∆PSI = Po – Pt
25
70 - 0.524
75 - 0.674
80 - 0.841
85 - 1,037
90 - 1,282
91 - 1,340
92 - 1,405
93 - 1,476
94 - 1,555
95 - 1,645
96 - 1,751
97 - 1,881
98 - 2,054
99 - 2,327
99,9 - 3,090
99,99 - 3,750
Sumber: AASHTO (1993)
26
modulus of subgrade reaction (k) dapat ditentukan dengan Persamaan 3.28
dan Persamaan 3.29.
dengan:
MR = Modulus resilient
CBR = California Bearing Ratio
k = Modulus of subgrade reaction
27
bawah. Faktor kehilangan dukungan (loss of support factors) seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13 Loss of Support Factors (LS)
No Tipe Material LS
1 Cement treated granular base (E = 1000000 - 2000000 psi) 0-1
2 Cement aggregate mixtures (E = 500000 - 1000000 psi) 0-1
3 Asphalt treated base (E = 350000 - 1000000 psi) 0-1
4 Bituminous stabilized mixtures (E = 40000 - 300000 psi) 0-1
5 Lime stabilized (E = 20000 - 70000 psi) 1-3
6 Unbound granular materials (E = 15000 - 45000 psi) 1-3
7 Fine grained / natural subgrade materials (E= 3000 - 4000 psi) 2-3
Sumber: AASHTO (1993)
Ec = 57.000 √ fc
dimana :
Ec = Modulus elastisitas beton (psi)
F’c = kuat tekan beton, kubus (psi)
28
2.9.10. Koefisien Drainase (Drainage coefficient)
AASHTO memberikan 2 variabel untuk menentukan nilai
koefisien drainase.
1) Variabel pertama : mutu drainase, dengan variasi sempurna, baik,
sedang, buruk, sangat buruk. Mutu ini ditentukan oleh berapa lama
29
Pendekatan dengan lama dan frekuensi hujan, yang rata – rata
terjadi selama 3 jam per hari dan jarang sekali terjadi hujan terus
menerus selama 1 minggu.
Maka waktu pematusan (penirisan/pengeringan) selama 3 jam dapat
diambil sebagai pendekatan dalam penentuan kualitas drainase adalah
berkisar baik, dengan pertimbangan air yang mungkin akan masuk,
kualitas drainase diambil kategori sedang.
Tabel 2.17 Kualitas Drainase
30
Penentuan nilai koefisien drainase bergantung pada kualitas
drainase yang mempertimbangkan air hujan atau air dari atas permukaan
jalan yang akan masuk ke dalam pondasi jalan, air dari samping jalan
yang akan masuk ke pondasi jalan serta muka air tanah yang tinggi di
bawah tanah dasar. Nilai koefisien drainase dapat di lihat pada Tabel
3.16
Tabel 3.16 Koefisien Drainase (Cd)
Kualitas Persentase Waktu Struktur Perkerasan Terkena Air
Drainase < 1% 1 - 5% 5 - 25% > 25 %
Sangat baik 1,25 - 1,20 1,20 - 1,15 1,15 - 1,10 1,10
Bai 1,20 - 1,15 1,15 - 1,10 1,10 - 1,00 1,00
k
Sedang 1,15 - 1,10 1,10 - 1,00 1,00 - 0,90 0,90
Buruk 1,10 - 1,00 1,00 - 0,90 0,90 - 0,80 0,80
Sangat Buruk 1,00 - 0,90 0,90 - 0,80 0,80 - 0,70 0,70
Sumber: AASHTO (1993)
2. Perkerasan Beton
Bertulang Kontinyu 2,9 - 3,2 Tidak Ada 2,3 - 2,9 Tidak Ada
(CRCP)
Sumber: AASHTO (1993)
31
2.9.12. Penentuan Tebal Pelat Beton (D) dengan Formulasi
Penentuan tebal perkerasan pelat beton dalam perancangan perlu
dipilih kombinasi yang paling optimum/ekonomis dari tebal pelat
beton dan lapis pondasi. AASHTO (1993) menentukan tebal perkerasan
beton dapat ditentukan dengan Persamaan 3.32.
dimana :
2.9.13. Penentuan Tebal Pelat Beton (D) dengan Nomogram AASHTO 1993
Penentuan tebal pelat selain menggunakan formulasi dapat juga
ditentukan dengan menggunakan nomogram. Penentuan tebal pelat
menggunakan nomogram parameter yang digunakan sama seperti tebal
pelat menggunakan formulasi. Parameter yang digunakan yaitu modulus
reaksi tanah dasar efektif (k), modulus elastisitas beton (Ec), kuat lentur
beton (Scˈ), koefisien transfer beban (J), koefisien drainase (Cd),
kehilangan kemampuan pelayanan (∆PSI), standar deviasi
keseluruhan (So), reliability (R), danlalu lintas rancangan (W18).
Penentuan tebal perkerasan dapat di lihat menggunakan Gambar 3.27
32
Gambar 3.27 Penentuan Tebal Pelat dengan Nomogram Menurut AASHTO 1993
(Sumber: AASHTO. 1993)
33
2.9.14. Parameter desain dan data perencanaan rigid pavement
Parameter desain dan data perencanaan untuk kemudahan bagi
perencana dalam menentukan tebal pelat beton rigid pavement, seperti
dibawah ini :
Tabel 2.21 Parameter dan data yang digunakan dalam perencanaan
34
2.11. Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Metode Bina Marga 2003
Perencanaan perkerasan kaku dengan metode Bina Marga 2003
(Pd-T-14-2003) atau Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen
merupakan pedoman perencanaan perkerasan kaku yang dikeluarkan oleh
Departemen Pekerjaan Umum. Pedoman ini merupakan penyempurnaan
Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) tahun 1985 –
SKBI 2.3.28.1985. Pedoman ini diadopsi dari AUSTROADS, Pavement
Design, A Guide to the Structural Design of Pavements (1992). Parameter
perencanaan perkerasan kaku Metode Bina Marga 2003 diuraikan sebagai
berikut:
1) Tanah Dasar
Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR
insitu sesuai dengan SNI 03-173101989 atau CBR laboratorium
sesuai dengan SNI 03-1744-1989, masing-masing untuk
perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru.
Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2 %,
maka harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus
(Lean-Mix Concreate) setebal 15 cm yang dianggap mempunyai
nilai CBR tanah dasar efektif 5%.
2) Pondasi Bawah
Bahan pondasi bawah dapat berupa :
a. Bahan berbutir.
b. Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled
Concrete).
c. Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete).
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi
perkerasan beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus
perihal jenis dan penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan
tegangan pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi
35
dengan lebar sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk
mereduksi perilaku tanah ekspansif.
Tebal lapis pondasi pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit
mempunyai mutu sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-
155 serta SNI 03-1743-1989. Bila direncanakan perkerasan beton semen
bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus menggunakan campuran beton
kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum yang disarankan dapat
dilihat pada Gambar 2.4 dan CBR tanah dasar efektif didapat dari Gambar
2.5.
Gambar 2.4 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen
(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003)
Gambar 2.5 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah
(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003)
36
3. Beton Semen
Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural
strenght) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan
pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3-5
MPa (30-50 kg/cm2).
Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti
serat baja, aramit atau serat karbon harus mencapai kuat tarik lentur 5–5,5
MPa (50-55 kg/cm2). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik
lentur karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2) terdekat.
Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton
dapat didekati dengan rumus berikut:
fcf = K (fc’)0,50 dalam Mpa atau..............................(1)
fcf = 3,13 K (fc’)0,50 dalam kg/cm2..........................(2)
Dengan pengertian :
fc’ = kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)
fcf = kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K = konstanta 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 agregat
pecah.
Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah
beton yang dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 sebagai berikut :
fcf = 1,37.fcs, dalam Mpa atau..............................(3)
fcf = 13,44.fcs, dalam kg/cm2................................(4)
Dengan pengertian :
Fcs = kuat tarik belah beton 28 hari
4. Lalu-lintas
37
beton semen adalah kendaraan niaga (commercial vehicle) yang mempunyai berat total
minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri dari atas empat jenis
kelompok sumbu dapat dilihat pada Gambar 2.6.
1) Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).
2) Sumbu tunggal roda ganda (STRG).
3) Sumbu tandem roda ganda (STdRG).
4) Sumbu tridem roda ganda (STrRG).
38
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas
jalan raya yang menampung lalu-lintas kendaraan niaga terbesar. Jika jalan
tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan koefsien distribusi
(C) kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel
2.2.
Tabel 2.2 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi
kendaraan niaga pada lajur rencana
Koefisien Distribusi
Lebar Perkerasan Jumlah Lajur
1 Arah 2 Arah
Lp < 5,50 m 1 lajur 1 1
5,50 m ≤ Lp < 8,25 m 2 lajur 0,7 0,5
8,25 m ≤ Lp < 11,25 m 3 lajur 0,5 0,475
11,25 m ≤ Lp < 15,00 m 4 lajur - 0,45
15,00 m ≤ Lp < 18,75 m 5 lajur - 0,425
18,75 m ≤ Lp < 22,00 m 6 lajur - 0,4
Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau sampai tahap dimana kapasitas jalan
dicapai dengan faktor pertumbuhan lalu-lintas yang dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :
R = (1 + ��)UR − 1/� .................................................(5)
Dengan pengertian :
i = Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %. UR = Umur rencana (tahun)
Faktor pertumbuhan lalu-lintas (R) dapat juga ditentukan berdasarkan
Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Faktor pertumbuhan lalu- lintas (R)
39
2.12. Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Metode NAASRA 1987
4.1.1. Kekuatan Lapisan Tanah Dasar
Untuk perencanaan tebal perkerasan kaku. daya dukung tanah
dasar diperoleh dengan nilai CBR, seperti halnya pada perencanaan
perkerasan lentur,meskipun pada umumnya dilak:ukan dengan
menggunakan nilai (k) yaitu modulus reaksi tanah dasar.
Nilai k, dapat diperoleh dengan pengujian '"Plate Beriring",
Jika nilai k pada perencanaan belum dapat diuk:ur; maka dapat
digunakan nilai k hasil korelasi dengan nilai CBR, akan tetapi nilai
korelasi ini harus diuji kembali di lapangan jika permukaan tanah
dasar sudah disiapkan
Untuk menentukan Modulus Reaksi Tanah Dasar (k)
Rencana yang mewakili suatu seksi jalan, dipergunakan rumus sebagai
berikut:
k0 = k - 2 S (u/ jalan tol)
k" = k - 1,64 S (u/ jalan arteri)
k0 = k - 1,28 S (u/ jalan kolektor / lokal)
dimana :
0
k = Modulus reaksi tanah dasar yang mewakili segmen
k = Modulus reaksi tanah dasar rata-rata
S = Standar deviasi =
n = jumlah data
40
Sumber: Pavement Design NAASRA (1987)
41
dimana:
fc = kuat tekan karakteristik beton usia 28 hari (MPa)
fct = kuat tarik (MPa)
42
dengan beban masing-masing kelipatan 0,5 ton (5-5,5 ton),
(5,5-6 ton), (6-6,5 ton) dst.
c) Mengubah beban trisumbu ke beban sumbu tandem
didasarkan bahwa trisumbu setara dengan dua sumbu tandem.
d) Hitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama usia
rencana.
JSKN = 365 x JSKNH x R... ... Rumus 2,6
dimana;
JSKN = jumlah sumbu kendaraan niaga
JSKNH = jumlah sumbu kendaraan niaga harian pada saat tahun ke 0
R = faktor pertumbuhan lalu lintas berdasarkan perturnbuhan lalu
lintas tahunan (i) dan umur rencana (n) untuk i ≠ 0
43
Cd = koefisien distribusi
44
3) Persentase fatigue untuk tiap kombinasi ditentukan dengan
membagi jurulah pengulangan beban rencana dengan jumlah
pengulangan beban ijin
4) Cari total fatigue dengan menjunillikan persentase fatigue dari
seluruh kombinasi konfigurasilbeban sumbu.
5) Mengulangi langkah-langkah diatas sampai didapat tebal plat
terkecil dengan total fatigue lebih kecil atau sama dengan 100 %.
45
Gambar 2.10 Nomogram STRT
46
Gambar 2.11 Nomogram STRG
47
Gambar 2.12 Nomagram SGRG
48
4.2.1. Jalan Toldua-lajur, dua-arah tak terbagi (MW 2/2 UD)
Tipe jalan Tolini meliputi semua jalan Toldua-arah dengan lebar jalur lalu lintas
antara 6,5 sampai 7,5 meter.Keadaan dasar jalan Tolini, yang digunakan untuk
menentukan kecepatan bebas dasar dan kapasitas adalah sebagai berikut:
Lebar jalur lalu lintas tujuh meter
Lebar efektif bahu diperkeras 1,5 m pada masing-masing sisi
Tidak ada median
Pemisahan arah lalu lintas 50 – 50
Tipe alinyemen : datar
Kelas jarak pandang : A
4.2.2. Jalan Tolempat-lajur dua-arah terbagi (MW 4/2 D)
Tipe jalan Tolini meliputi semua jalan Toldengan lebar lajur antara 3,25 sampai
3,75 m. Keadaan dasar jalan hehas hambatan tipe ini didefinisikan sebagai berikut:
Lebar jalur lalu lintas 2 × 7,0 m
Lebar efektif bahu diperkeras 3,75m (lebar bahu dalam 0,75 + lebar bahu
luar 3,00) untuk masing-masing jalur lalu lintas
Ada median
Tipe alinyemen : datar
Kelas jarak pandang : A
4.2.3. Jalan Tolenam atau delapan-lajur terbagi (MW 6/2D atau MW 8/2D)
Jalan behas hambatan enam atau delapan lajur terhagi dapat juga dianalisa dengan
karakteristik dasar yang sama seperti diuraikan di atas .
4.2.4.
49
Gambar 2.2 Skema Potongan Melintang Konstruksi Perkerasan Kaku (Aly, 2004)
3. Tulangan
50
Pada perkerasan beton semen terdapat dua jenis tulangan, yaitu
tulangan pada pelat beton untuk memperkuat pelat beton tersebut dan
tulangan sambungan untuk menyambung kembali bagian – bagian pelat
beton yang telah terputus (diputus). Adapun tulangan tersebut antara lain:
1). Tulangan Pelat
Adapun karakteristik dari tulangan pelat pada perkerasan beton
semen adalah sebagai berikut:
Bentuk tulangan pada umumnya berupa lembaran atau
gulungan. Pada pelaksanaan di lapangan tulangan yang
berbentuk lembaran lebih baik daripada tulangan yang
berbentuk gulungan. Kedua bentuk tulangan ini dibuat oleh
pabrik.
Lokasi tulangan pelat beton terletak ¼ tebal pelat di sebelah
atas.
Fungsi dari tulangan beton ini yaitu untuk “memegang
beton” agar tidak retak (retak beton tidak terbuka), bukan
untuk menahan momen ataupun gaya lintang. Oleh karena itu
tulangan pelat beton tidak mengurangi tebal perkerasan beton
semen.
2) Tulangan Sambungan
51
Gambar 2.3 Sambungan Pada Konstruksi Perkerasan Kaku (Aly, 2004)
52
4). Sambungan atau Joint
53