edisi IV
© 20 l.f p11b!ished by
EDITOR Chris Tanto; Frans Liwang; Sonia Hanifati; Eka Adip Pradipta I DESAIN DAN TATA LETAK Reiva
Wisdharilla M.D. I ILUSTRASI GAMBAR Andreas Michael I TIM PENERBITAN DAN PRODUKSI Hanifah Rahmani
Nursanti; Naela Himayati Afifah; Teguh Hopkop; Setyo Budi Premiaji Widodo
Hak Cipta ©2014, 2000, 1999, 1982, 1977 Penerbit Media Aesculapius. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
MEDIA f AESCULAPIUS
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik
maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam. atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya
tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Cetakan I, 2014
Cetakan II, 20 16 (Revisi)
Kapita selekta kedokteran I editor, Chris Tanto ... [et al.]. -- Ed. 4. -- Jakarta: Media Aesculapius, 2014.
2 jil. ; l 5x23 cm.
CATATAN
Ilmu kedokteran merupakan ilmu yang terus berkembang semng dengan banyaknya penemuan riset dan
pengalaman klinis. Para penulis dan penerbit buku ini sudah melakukan pengecekan terhadap sumber-sumber
terpercaya dalam upaya memberikan informasi yang lengkap, mutakhir, dan sesuai standar-standar yang
diterima pada saat diterbitkan. Namun, mengingat kemungkinan kesalahan manusiawi atau perubahan di bidang
pengetahuan medis, penulis maupun penerbit atau pihak lain yang terlibat dalam penyusunan atau penerbitan
buku ini tidak menjamin bahwa informasi yang dimuat dalam buku ini akurat atau lengkap, dan mereka juga
menolak klaim atas segala tanggung jawab atas kesalahan atau kealpaan atau atas akibat yang ditimbulkan oleh
penggunaan informasi yang terkandung dalam buku ini. Pembaca dianjurkan untuk mengonfirmasi informasi yang
terkandung di sini dengan sumber-sumber lain. Sebagai contoh, pembaca dianjurkan mengecek lembar informasi
produk yang terdapat di dalam kemasan setiap obat mengenai rencana pemberiannya untuk memastikan bahwa
informasi yang ditulis di dalam buku ini akurat dan bahwa belum ada perubahan pada dosis yang dianjurkan a tau
kontraindikasi pemberiannya. Rekomendasi ini terutama sangat penting untuk obat-obat baru atau obat yang
jarang digunakan.
ii
•
untuk Bangsa
Indonesia
yang lebih
sehat.
erawal dari gagasan sekelompok
iv
appreciation
to our
previous writers.
Edisi II
Kusdijanto Roosyana
Agus Purwadianto
v
appreciation
to our
previous writers.
Arif Mansjoer
Suprohaita
Winda Azwani
Wendyansyah
vi
contributions
consultants. by
Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH , MMB dr. Endang Mangunkusumo, SpTHT-KL(K)
Divisi Gastroenterologi Divisi Rinologi
Departemen llmu Penyakit Dalam Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Kepala dan Leher
FKUI/RSUPN-CM. Jaka rta FKUI/RSUPN-CM. Jakarta
vii
contributions
by consultants.
Dr. dr. I Putu Gede Kayika, SpOG(K) dr. Muzal Kadim, SpA(K)
Divisi Obstetri Sosial Divisi Gastrohepatologi
Departemen llmu Kebidanan dan Kandungan Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta FKUI/RSUPN-CM. Jakarta
Dr. dr. Iris Rengganis, SpPD-KAI dr. Mulya Rahma Karyanti, SpA(K), MSc, IBCLC
Divisi Alergi Imunologi Divisi lnfeksi dan Pediatrik Tropis
Depanemen Ilmu Penyakit Dalam Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta FKUI/RSUPN-CM. Jakarta
dr. lskandar Rahardjo Budianto, SpB, SpBA dr. Nadia Ayu Mulansari, SpPD
Divisi Bedah Anak Divisi Hematologi Onkologi Medik
Departemen Ilmu Bedah Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUl/RSUPN-CM. Jakarta FKUl/RSUPN-CM. Jakarta
dr. I Wayan Muma Y, SpRad(K) Dr. dr. Najib Advani SpA(K), Mmed (Paed)
Oivisi Gastrointestinal Divisi Kard iologi
Departemen Radiologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta FKUI/RSUPN-CM. Jakarta
Dr. dr. Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI dr. Nyimas Diana Yulisa, SpRad(K)
Divisi Tropik Infeksi Divisi Musku loskeletal
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Departemen Radiologi
FKUl/RSUPN-CM. Jakarta FKUl/RSUPN-CM. Jakarta
viii
contributions
consultants. by
dr. Rosalina Dewi Roeslani , SpA(K) dr. Umar Said Dharmabakti, SpTHT-KL(K)
Divis\ Perinatologi Divis\ Rinologi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Kepala dan Leher
FKUJ/RSUPN-CM. Jakarta FKUI/RSUPN-CM, Jakarta
dr. Rr Dyah Purnamasari S, SpPD, KEMD dr. Vally Wulani , SpRad(K)
Divis\ Metabolik Endokrin Divisi Toraks
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Departemen Radiologi
FKUJ/RSUPN-CM. Jakarta FKUJ/RSUPN-CM. Jakarta
i
acknowledgement
to our team.
lil1itl!r
Chris Tanto
Frans Liwang
Sonia Hanifati
Eka Adip Pradipta
Andy Arifputera
Chrysilla Calistania
Cindya Klarisa
Dimas Priantono
Dyah Paramita Wardhani
Elita Wibisono
Gracia Lilihata
Hasiana Lumban Gaol
Indra Maharddhika Pambudy
Novita Suprapto
Risca Marcelena
Selti Rosani
Widyaningsih Oentari
Venita
Direksi
Pemimpin Dlreksi: Hanifah Rahmani Nursanti
Sekretar is dan Bendahara: Naela Himayati Afifah
Hubungan Eksternal: Teguh Hopkop
x
Staf Direksi:
Ade Irma Malyana Artha
Aditya Indra Pratama
Amajida Fadia Ratnasari
Anita Tiffany
Annisaa Yuneva
Berli Kusuma
Danny Darmawan
Diadra Annisa Setio Utami
Dyah Ayu K. Buwono
Elvina Johanna Yunasan
Febrine Rahmalia
Fidinny Izzaturrahmi Hamid
Hardya Gustada H
Fatimah Sania
Fildzah Hilyati
Herdanti Rahma Putri
Herliani Dwi Putri Halim
Nikodemus Hosea
Nobian Andre
Patria Wardana Yuswar
Raymond Surya
Sukma Susilawati
Tiara Kemala Sari
Wilton Wylie Iskandar
Zatuilla Zahra
Produksi
Ilustrator
Andreas Michael
Tata Letak
Koordjnator Layout
Reiva Wisdharilla M.D.
Anggota
Andrew John Widya Sieman
Eda Rezaprasga
Eiko Bulan Matiur
Hafizh Ahmad Boenjamin
Meivita Sarah Devianti
Selvi Nafisa Shahab
Setyo Budi Premiaji Widodo
Tim Revisi:
Juniarto Jaya Pangestu, Edwin Wijaya. Tiroy Junita, Robby Hertanto. Gabriella Juli Lonardy. Herlien Widjaja. Indah Lestari.
Nadim Marchian Tedyamo. Anita Tiffany. Diadra Annisa Serio Utami. Eiko Bulan Matiur, Elvina Johanna Yunasan. Herdanti Rahma
Putri. Selvi Nafisa Shahab, Berli Kusuma. Eka Adip Pradipta, Tiara Kemala Sari. Rosyid Mawardi
xi
a p
Sebuah impian. rangka ian kerja keras. dan curahan
dedikasi. Tak ada ha! lain ya ng dapat lebih menggam-
barka n usaha kami dalam me nyusun buku ini. Kapita
Selekta Kedoktera n (KSK) edisi 4. lahir em pat be las ta-
hun seja k pendahu lunya mengisi hampir se tiap lemari
buku di be rbagai fasilitas kesehatan di seantero nusan-
tara. Oidorong oleh semangat untuk terus memberikan
nilai lebih bagi dunia kesehatan Indonesia, dengan rasa
syukur atas rahmat Tuhan yang Maha Kuasa. KSK ed isi 4
dapat berada di tangan Anda saat in i.
Ilmu kedokteran berkembang pesat dalam empat
belas tahun terakh ir. Hal itulah ya ng memutuskan kami
untuk menulis ulang seluruh naskah dalam buku ini. na-
mun tetap mengac u pada KSK edisi sebel umnya. Setiap
bab da lam buku ini disesuaikan dengan Standar Kom-
petensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012 se hingga
diharapkan dapat memenuhi tuntuta n profesi dari segi
ke ilmuan dan praktik sehari- hari.
Seiring de ngan perkembangan zaman. KSK edisi 4
menambahka n bab-bab seperti Kedokteran Berbasis
Bukli dan Konse p Sehat Sakit Abad 2 1 aga r teta p re-
levan. Berbagai pranala luar di dun ia maya juga kami
serta kan dalam bab-bab tertentu sehingga dapat memu -
da hkan akses da n aplikasi di lapa ngan. Refere nsi serta
pa nduan dalam buku ini juga diselaraskan de ngan ke lu-
aran terbaru yang sudah tervalid asi.
Akhirnya. terima kasih kami haturkan ke pada semua
pihak yang turut berperan dalam terbitnya buku ini.
Kami sampaikan hormat untuk guru-guru kami di Fakul-
tas Kedokteran Univers itas Indonesia. Tan pa bimbingan
dan peran serta Kalian, ten tu buku ini akan semakin jauh
dari se mpurna. Untuk pen ulis. tata letak dan ce tak. staf
direksi dan produ ksi. tim inti KSK edisi IV, serta pihak-pi-
ha k yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu, se-
lamat menikmati hasil jerih lelah selama ini.
Kami menyadari. buku ini masih jauh dari sempur·
na. Akan me njadi ke hormatan bagi kami apab ila Rekan-
rekan dapat membe rikan saran. kritik, dan masukan bagi
pengembangan buku ini selanjutnya. Kami menyadari
karena belaja r haruslah sepanjang hayat.
Jakarta, 2014
Untuk Bangsa Indo nesia ya ng lebih sehat
Tim Ed itor
xii
dekan
UPheri•1 1ndones1a
Tidak lupa. Saya juga memberikan apresiasi dan uca pan selamat
bagi seluruh tim Media Aesculapius yang berkolaborasi dengan
staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo atas kerja keras dan dedikasi sehing-
ga buku ini dapat terbit dan tiba ke tanga n Pembaca. Fakultas.
Universitas. dan Bangsa Indonesia akan terus menanti kehadiran
buku-buku dan goresan pena Media Aesculapius lainnya.
xiii
31.lnfeksi Saluran Kemih. _ _ _ _ _ _91
Pendahuluan
32. Sindrom Nefrotik (SN) 93
l. Konsep Sehat-Sakit Abad 21 2 Neurologi
2. Prinsip Pemilihan dan Pemakaian Obat_ 4 33. Ensefalitis Virus & Meningitis Aseptik_95
3. Panduan Diet dan Nutrisi 12
34. Epilepsi 98
4. Kedokteran Berbasis Bukti 20
35. Kejang Demam 102
36. Meningitis Bakterialis 105
llmu Kesehatan Anak
37. Meningitis Tuberkulosis 111
Endokrinologi 38. Sindrom Guillain Barre 114
5. Diabetes Melitus Tipe 1 29 Gizi dan M etabolik
6. Gangguan Pertumbuhan-Short Stature_34 39. Asuhan Nutrisi Anak 117
7. Pubertas Prekoks 36 40. Defisiensi Besi 120
8. Hipotiroid Kongenital 38 4 l. Defisiensi Vitamin A 122
Gastroenterologi 4 2. Gizi Buruk 123
9. Diare 41 43. Obesitas 126
10. Disentri 44 Pediatri Sosial
11. Konstipasi 45 44. Imunisasi 129
12.Muntah 47 4 5. Tumbuh Kemban 133
Hematologi-Onkologi Perinatologi
13. Anemia pada Anak 49 46. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir_ l 54
14. Hemofilia 53 47.Ikterus Neonatorum 155
15. Leukemia Akut 55 48. Manajemen Bayi Lahir Sakit._ _ _ _ 158
16. Purpura Trombositopenia Imun___ 58 49. Manajemen Bayi Lahir Sehat 159
17. Talasemia 59 50. Sepsis Neonatorum 161
Hepatologi Respirologi
18. Hepatitis Virus 62 51.Asma_ __ _ __ _ _ _ _~ l63
19. Kolestasis 65 52. Bronkiolitis 171
Infeksi 53. Infeksi Saluran Napas Akut 172
20.Campak 67 54.Pneumonia 174
21. Demam Berdarah Dengue 68 55. Sesak Na pas l 77
22. Difteria 71 56. Tuberkulosis 180
23. Pertusis 72
24. Tifoid 74
llmu Bedah
Kardiologi
25. Demam Reumatik 76 Umum &Minor
26. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik_78 57. Anestesi Lokal. _ _ _ _ _ _ _ _ 186
27. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik__ 82 58. Asepsis dan Antisepsis 188
28. Penyakit Kawasaki, _ _ _ _ _ _ _ 86 59. Biopsi dan Ekstirpasi 190
Nefrologi 60. Instrumen Bedah dan Penjahitan_ _ 193
29. Gangguan Ginjal Akut (GGA). _ _ _ _ 88 61. Rosser Plasty 196
30. Glomerulonefritis Akut Pasca 62. Sirkumsisi._ _ _ _ _ __ _ _ _ 197
Streptokokus (GNAPS), _ _ _ _ __ 89 63. Teknik Penjahitan 201
xiv
...... I essential contents
xv
168. Partograf 432
Oftalmologi
169. Induksi Persalinan 436
. Mata Merah Visus Tidak Turun 170. Persalinan Preterm 439
134. Konjungtivitis 368 171. Ketuban Pecah Dini 442
135. Perdarahan Subkonjungtiva _ _ 369 172. Perdarahan Antepartum 444
136. Pterigium 370 173. Perdarahan Postpartum 446
Mata Merah Visus Turun 174 . Trauma Persalinan 447
137. Endoftalmitis 371 175. Infeksi Intrapartum 449
138. Glaukoma Akut 372 Asuhan Pasca Persalinan
139. Keratitis Akut 373 176. Masa Nifas 451
140. Ulkus Kornea 377 177. Manajemen Laktasi 453
141. Uveitis Anterior 379 178. Masalah pada Menyusui 455
Mata Tenang Visus Turun Mendadak 179. Postpartum Blues 457
142. Ablasio Retina 38 1 Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar
143. Oklusi Vena dan Arteri Retina- - 383 180. Distosia Bahu 459
Mata Tenang Visus Turun Perlahan 181. Ekstraksi Cunam 462
144 . Glaukoma 385 182. Ekstraksi Vakum 465
145. Katarak 388 183. Infeksi Nifas 469
146. Kelainan Retraksi 390 184. Kelainan Presentasi 473
147. Retinopati 394 185. Kompresi Bimanual 479
Penyakit Kelopak Mata 186. Manual Plasenta 480
148. Blefaritis 397 Obstetri Sosial
149. Ektropion 398 187. Kontrasepsi Alamiah 482
150. Entropion 399 188. Kondom 482
151. Hordeolum 400 189. AKDR 483
152. Kalazion 400 190. Kontrasepsi Hormonal 484
Trauma 19 1. Sterilisasi 486
153. Trauma Kimia 401 llmu Ginekologi
154. Benda Asin 403 192. Gangguan Haid 487
155. Trauma Bola Mata 403 193. Infertilitas 489
Tumor 194 . Kanker Endometrium 491
156. Retinoblastoma 406 195. Kanker Ovarium 493
196. Kanker Serviks 496
Obstetri-Ginekologi 197. Laparotomi KET 500
Kehamilan dan Asuhan Antenatal 198. Menopause 501
157. Anemia pada Kehamilan 408 199. Prolaps Uteri 502
158. Diabetes Melitus Gestasional 410 200. Seksio Sesarea 504
159. Diagnosis Kehamilan dan Asuhan
Prosedur Medis
Antenatal 412
160. Hidramnion 413
20 1. Biopsi ]arum Halus 507
161. Hiperemesis Gravidarum_ _ _ 4 15
202. Teknik Injeksi 508
162. Hipertensi dalam Kehamilan _ _ 416
203. Nebulisasi 510
163. Keputihan dalam Kehamilan_ _ 420
204. Pungsi Pleura 511
164. Perdarahan pada Kehamilan Muda42 2
20 5. Pungsi Suprapubik 5 14
165. Perdarahan pada Kehamilan Tua_ 425
206. Spirometri 5 15
Persalinan Aman 207. Splint dan Cast 516
166. Langkah Persalinan Aman _ _ _ 428
208. Venaseksi 5 17
167. Perineorafi 430
xvi
3. Kategori Obat dalam Kehamilan _ _530
Lampiran 4. Sistem Penukar Makanan 533
xvi
269. Penyakit Jantung Hipertensif_ _ 746 Forensik
270. Penyakit Jantung Koroner_ _ _ 748
305. Prosedur Medikolegal dan
271. Aritmia 756
Visum et Repertum 869
272. Perikarditis 763
306. Asfiksia, Tenggelam & Keracunan_87 l
273. Kardiomiopati 767
307. Auto psi 874
274. Kelainan Katup Jantung 769
. Metabolik-Endokrinologi
308.
309.
Etikolegal
Forensik Molekuler
886
887
275. Diabetes Melitus 777
310. Forensik pada Kasus Perlukaan
276. Dislipidemia 783
(Traumatologi) 888
277. Hipertiroidisme 787
311. Identifikasi Personal 891
278. Hipoglikemia 790
312. Malapraktik 892
279. Kaki Diabetik 792
313. Pemeriksaan Laboratorium Forensik
280. Ketoasidosis Diabetikum 796
Sederhana 893
281. Nodul Tiroid 799
314. Pengguguran Kandungan dan
282. Terapi Insulin 802
Pembunuhan Anak Sendiri_ __ 896
Pulmonologi
315. Tanatologi 899
283. Asma 805
284. Bronkiektasis 810 Psikiatri
285. Efusi Pleura 811
316. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa_ 903
286. Gaga! Napas 813
317. Gangguan Mental Organik (F0)_906
287. Hemoptisis 816
318. Gangguan Penggunaan Zat (Fi)_908
288. Kanker Paru 818
319. Skizofrenia (F2) 910
289. Penyakit Paru Obstruktif Kronis_ 824
320. Gangguan Suasana Perasaan (F3)_913
290. Tuberkulosis 828
321. Gangguan Neurotik (F4) 915
Reumatologi Sindrom Perilaku (F5)
322. 918
291. Artritis Gout 833
323. Gangguan Kepribadian (F6) _ _921
292. Artritis Reumatoid 835
324. Retardasi Mental (F7) 924
293. Osteoartritis 837
325. Terapi Kognitif-Perilaku 926
294. Osteoporosis 839
326. Psikoterapi Suportif 927
295. Lupus Eritematosus Sistemik_ _842
327. Penggunaan Psikofarmaka_ _ _929
Kegawatdaruratan Penyakit Dalam
296. Edema Paru 846 Radiologi
297. Gigitan Ular Berbisa 848
328. Radiologi Sendi 935
298. Heat-Related Illness 850
329. Radiologi Tulan 937
299. Hipotermia 852
330. Radiologi Vertebra 941
300. Sengatan Listrik 855
331. Radiologi Abdomen 942
301. Sepsis dan Syok Sepsis 857
332. Radiologi Anak dan Neonatus _ _946
302. Syok Anafilaktik 860
333. Radiologi Tengkorak 948
303. Syok Hipovolemik 863
334. Radiologi Toraks 949
304. Syok Kardiogenik 865
335. Radiologi Traktus Genitourinarius_951
336. Radiologi Wajah 953
xviii
• Hidung
Neurologi
371. Epistaksis,_ _ _ _ _ _ _ _ _ 1044
337. Bell's Palsy 957 372. Rinosinusitis 104 6
338 Cluster Type Headache 958 373. Hipertrofi Adenoid 1049
339. Demensia Vaskular 959 374. Karsinoma Nasofarin 1051
340. Epilepsi 961 375. Rinitis Alergi 1054
341. Hernia Nukleus Pulposus_ _ _963 Tenggorok
342. Kompresi Medula Spinalis Akut_ 965 376. Faringitis._ _ _ _ _ _ _ _ _ 1057
343. Migren 967 377. Kanker Larin 1060
344. Nyeri Trigeminal 969 378. Laringitis 1064
345. Penyakit Parkinson 971 379. Tonsilitis_ _ _ _ _ _ _ _ _ 1067
346. Status Epileptikus 973 380. Abses Peritonsilar 1070
347. Stroke 975 381. Benda Asing Tenggorokan_ _ _ 1072
348. Tension Type Headach e 981 382. Esofagitis Korosif 107 5
349. Tetanus 982
350. Trauma Kapitis 984
Lab Sederhana
35 1. Trauma Medula Spinalis 987
352. Tumor Sistem Saraf Pusat_ _ _989 383. Apus Darah Tepi 1079
353. Infeks i Sistem Saraf Pusat_ _ _993 384. Analisis Gas Darah 1081
354 Mild Cognitive Impairment___ 1001 385. Hematologi Rutin 1082
355. Spondilitis TB 1004 386. Analisis Feses 1085
356. Myasthenia Gravis 1005 387. Kerokan Kulit 1086
388. Pewarnaan Gram 1087
Telinga Hidung Tenggorok
389. Sputum BTA 1088
Telinga 390. Urinalisis 1089
357. Gangguan Fungsi Tuba Eustachius_l 008
358. Mastoiditis 1009 Lampiran
359. Otitis Eksterna 1011
360. Otitis Media Akut 1015 1. Daftar Obat Kegawatdaruratan_ _ _ 1092
361. Otitis Media Efusi 1019 2. Nilai Rujukan Laboratorium 1097
362. Otitis Media Supuratif Kronik_ _ 1021 3. Keamanan Obat dalam Kehamilan _ _ l 103
363. Sumbatan Telinga 1025 4. Sistem Penukar Makanan_ _ _ _ _ l 106
364. Gangguan Pendengaran 5. Lampiran Gastroenterologi 1108
Akibat Bisin 1028
365. Neuritis Vestibularis 1030
366. Penyakit Meniere 1031
367 Presbikusis 1033
368. Tuli Akibat Intoksikasi Obat_ _ 1035
369. Tuli Mendadak 1036
370. Vertigo 1038
xix
I
l
daftar s.i.n.g.k.a.t.a.n.
A DM : diabetes melitus
ABC : ai1Way. breathing. circulation DNA · deoxyribose nucleic acid
ACE : angiotensin converting enzyme DNR . do not resuscitate
ADB : anemia defisiensi besi DOE · dyspnea on exertion
AF ·atrial fibrillation; fibrilasi atrial DPL : darah perifer lengkap
AGD : analisis gas darah DPT : difteri, tetanus. pertusis
AIDS . acquired immunodeficiency syndrome DSS : dengue shock syndrome
AKDR : alat kontrasepsi dalam rahim DVT : deep vein thrombosis ; trombosis vena dalam
AKI : acute kidney injury 05 : dekstrosa 5%
ALT : alanine transaminase
ANA : antinuclear antibody f;
ANCA : anti-neucrophil cytoplasmic antibody EBM : evidence based medicine
a PTT : activated partial chromboplascin time EBV : Epstein~Barr virus
AP : anteroposterior EEG : elektroensefalografi
ARB . anglocensin receptor blocker EI : endokarditis infektif
ARDS : acute respiratory distress syndrome EKG : elektrokard iografi
ARV : anti retrovi ral ELISA ·enzyme-linked immunosorbent assay
AS! : air susu ibu EMC . elektromiografi
AST : aspartate transaminase ETT : endotracheal cube
ASTO . antistreptolysin 0
ATN : acute tubular necrosis f
AV . atrioventrikular FAM : fibroadenoma mammae
Fe : ferrum; zat besi
~ FEVl : forced expiratory volume I: volum ekspirasi
BAB : buang air besar paksa detik ke-1
BAK : buang air kecil FFP : fresh frozen plasma
BB · berat badan FVC : forced vital capacity
BBB : bundle branch block
BBLR · bayi berat lahir rendah ~
BBLSR . bayi berat lahir sangat rendah G6PD : glucose-6-phosphate dehydrogenase
BHD : bantuan hidup dasar GCS : Glasgow coma scale
BJ : bunyi jantu ng GDP : gula darah puasa
BJH : biopsi jarum halus GDZPP : gula darah 2 jam pose prandial
BNP . brain natriuretic peptide CDS : gula darah sewaktu
BPH : benign proscace hyperplasia; pembesaran prostat GERO : gastroesophageal reflux disease
jinak GI : gastrointestinal
BTA : bakteri tahan asam GN : glomerulonefritis
BU : bising usus
BUN : blood urea nitrogen H
Hb : hemoglobin
_(; HD : hemodialisis
CAPO : continuous ambulatory peritoneal dialysis HDL : high density lipoprotein
Ca : (1) kalsium: (2) kanker (Ii hat konteks) HIV : human immunodeficiency virus
CCB : calcium channel blocker HLA : human le ukocyte antigen
CFU . colony form ing unit HNP . hernia nukleus pulposus
CHF · congestive heart failure HPHT · hari pertama haid terakhir
CK . creatine kinase HSV . herpes simpleks virus
CKB : cedera kepala berat HT : hipertensi
CKMB : creatine kinase MB isoenzyme Ht : hematokrit
CKR : cedera kepala ringa
CKS : cedera kepala sedang !
CI klorida IBD : inflammatory bowel disease
CMV : cytomegalovirus !BS : irritable bowel syndrome
CRP : C-reactive protein ICU : intensive care unit; unit perawatan intensif
CRT : capillary refill time lg : imunoglobulin
css · cairan serebrospinal IL : interleukin
CT . computerized tomography IM . intramuskular
CTG : cardiotocography !MT : indeks massa tubuh
CTR : cardiothoracic ratio !SK : infeksi saluran kemih
Cr : creatinlne: kreatinin !SPA : infeksi saluran pernapasan akut
CVP : central venous pressure: tekanan vena sentral ITP : idiopathic/immune thrombocytopenic purpura
JU : international unit; unit internasional
.Q IUFD : intrauterine fetal death
DA DRS : diare akut deh idrasi ringan sedang IUGR : intrauterine growth restriction
DBD : demam berdarah dengue IV : intravena
DIC : disemminated intravascular coagulation !VP : intravenous pyelography
DJJ · denyu tjantungjanin IWL . insensible water Joss
xx
RNA : ribonucleic acid
l ROM : range of motion
JVP :jugular venous pressure: tekanan ve najugularis ROSC : return of spontaneous circulation
RS : rumah sakit
~ RT : rectal touche; colok dubur
K : kalium RVH : right ventricular hypertrophy
KAO : ketoasidosis diabetik
KB
KgB
: keluarga berencana
: kelenjar getah bening
.s SA · sinoatrial
KNF : karsinoma nasofaring SC : sectio caesarea
KPD : ketuban pecah dini SF · sulfat ferosus
KU : keadaan umum SCOT : serum glutamic oxaloacetic transaminase: AST
SGPT : serum g/utamic pyruvic transaminase: ALT
1 SI :serum iron
LBP : low back pain SIADH : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
LES : lupus eritematosus sistemik secretion
LOH : laktat dehidrogenase SIAS : spina iliaka anterior superior
LDL · low density lipoprotein SIPS : spina iliaka posterior superior
LFG : laju filtrasi glomerulus SIRS : systemic inflammatory response syndrome
LMN : lower motor neuron SK : subkutan
LMWH : low molecular weight heparin SMNT : struma multinodosa nontoksik
LP : lumbar puncture: lumbal pungsi SN : sindrom nefrotik
Lp(a) : lipoprotein a SNNT : struma nodosa nontoksik
LVH : left ventricular hypertrophy: hipertrofi ventrikel SOL · space occupying lesion
kiri SSP sistem saraf pusat
SVT : supraventricular tachycardia
M
MAP : mean arterial pressure I
MCV : mean corpuscular volume TB : tinggi badan
MCH : mean corpuscular hemoglobin TBC : tuberkulosis
MCHC : mean corpuscular hemoglobin concentration TC : thrombocyte concentrate
Mg : magnesium TD : tekanan darah
MN : monomorfonuklear TFU : tinggi fundus uteri
MPASI . makanan pendamping air susu ibu TGF : transforming growth factor
MR : mitral regurgitation THT : telinga, hidung, tenggorok
MRI : magnetic resonance imaging TIA : transient ischemlc attack
MS : mitral stenosis TIBC : total iron binding capacity
TIK : tekanan intrakranial
N TDD : tekanan darah diastolik
Na : natrium TDS : tekanan darah sistolik
NGT : nasogastric tube TNF : tumor necrosis factor
NICU : neonatal intensive-care unit ToF : tetralogy of Fa/Jot
NK : nasal kanul TR : trikuspid regurgitasi
NRM : nonrebreathing mask TS : trikuspid stenosis
NS : normal saline: salin normal TSH : thyroid stimulating hormone
TT : tetanus toksoid
Q TTGO : tes toleransi glukosa oral
OA : osteoartritis
OAINS : obat antiinflamasi nonsteroid 1!
OE : otitis eksterna u : unit
OMA : otitis media akut UFH : unfractionated heparin
OME : otitis media efusi UMN : upper motor neuron
OMSK : otitis media supuratif akut UL : urinalisis
Ur : ure um
f USG : ultrasonografi
PA : postero-anterior uu : undang-undang
PCR : polymerase chain reaction UUB : ubun-ub un besar
PEB : preeklamsia berat UUK : ubun-ubun kecil
PEA : pulseless electrical activity
PGK : penyakit ginjal kronis y
PICU : pediatric in tensive care unit VeR : visum et repertum
PJK : penyakitjantung koroner VE : vu/nus excoriatum
PMN . polimorfonuklear YES : ventricular extra systole
PND : paroxysmal nocturnal dyspnea VF : ventricular fibrilla tion ; fibrilasi ve ntrikel
PO : per oral VL : vulnus laseratum
PPOK : penyakit paru obstruktif kronis VLDL : very low density lipoprotein
PRC : packed red cell VT : ventricular tachycardia
PT : prothrombin time vzv : varicela-zoster virus
PTH : parathyroid hormone; hormon paratiroid
w
R WHO : world health organization
RA : reumatoid artritis wso : water sealed drainage
RJP : resusitasijantung paru
RL : ringer laktat
xxi
cara menggunakan
buku ini.
Penulis
~
$:\)
::I Navigasi Samping.
L Nomor Halaman.
xxii
pendahuluan.
0 Konsep Sehat-Sakit Abad 21
Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan Tingkat Kemampuan 3B: gawat darurat
Mampu mengenali dan menjelaskan gambaran Mampu membuat diagnosis klinis dan memberi-
klinik penyakit, dan mengetahui cara yang paling kan terapi pendahuluan pada keadaan gawat daru-
tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut rat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
mengenai penyakit tersebut, selanjutnya menentu- keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.
kan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Mampu menentukan rujukan yang paling tepat
Mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari bagi penanganan pasien selanjutnya.
rujukan. Mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Mampu membuat diagnosis klinis terhadap penya- Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis. melakukan
kit tersebut dan menentukan rujukan yang paling penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Mampu membuat diagnosis klinis dan melakukan
Mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri
rujukan. dan tuntas.
Tingkat Kemampuan 4A: kompetensi yang dicapai
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan pada saat lulus dokter.
penatalaksanaan awal, dan merujuk Tingkat Kemampuan 4B: profisiensi (kemahiran) yang
Tingkat Kemampuan 3A: bukan gawat darurat dicapai setelah selesai internsip dan/atau pendidikan
Mampu membuat diagnosis klinis dan memberi- kedokteran.
kan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan
gawat darurat. Sumber Bacaan
Mampu menentukan rujukan yang paling tepat 1. Konsil Kedokteran Indonesia (KKD. Standar kompetensi
bagi penanganan pasien selanjutnya. dokter Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta; 2012.
Mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari 2. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 11 Tahun 2012
rujukan. tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
1
Konsep Sehat Sakit Abad 21
Sonia Hanifati
Tabel I . Kelas Keamanan Obar Berdasarkan Food and Drugs Administration (FDA)
KalPgon l)('sk11psi
A Studi terkontrol pada perempuan hamil tidak menunjukkan risiko pada janin/fetus.
B Studi pada hewan percobaan gaga! menunjukkan risiko pada fetus: belum ada studi pada perempuan hamil.
Studi pada hewan percobaan menunjukkan efek yang tidak diinginkan pada fetus (teratogenik. embriosidal. atau
c lainnya); belum ada studi pada perempuan hamil; diberikan hanya bila keuntungan potensial melebihi risiko
yang mungkin terjadl pada fetus.
Ada bukti positif pada fetus manusia. Hanya boleh digunakan pada kondisi mengancam nyawa ibu atau penyak it
D
berat dimana obat yang lebih aman tidak dapat digunakan/ tidak efektif.
Obat lni dikontraindikasikan untuk perempuan han1il atau yang akan hamil karena adanya abnormalitas pada
x
fetus manusia maupun hewan.
teratogenik pada embrio/fetus. Berbagai faktor ber- kokinetik dari orang dewasa sehingga diperlukan
peran dalam transfer obat dari sirkulasi maternal ke penyesuaian dosis obat. Setiap obat memiliki dosis
sirkulasi fetus. Untuk menghindari efek teratogenik, rekomendasi sendiri untuk anak yang biasanya dinya-
Food and Drug Association (FDA) telah mengeluarkan takan dalam miligram per kilogram berat badan. Na-
sistem klasifikasi potensi teratogenik yang dapat dipa- mun, untuk mempermudah perhitungan dosis dapat
kai sebagai panduan untuk memilih obat dalam kondi- digunakan perkiraan berdasarkan usia, berat badan.
si kehamilan (lihat Tabel I ). a tau pun luas permukaan tubuh. Sa tu hal yang wajib
diingat adalah perkiraan menggunakan metode ini ti-
Jenis-jenis obat beserta kelas keamanannya pada ke- dak seakurat dengan dosis rekomendasi.
hamilan dapat dilihat pada bagian Lampiran: Daftar 5
Keamanan Obat dalam Kehamilan. Beberapa rumus yang dapat digunakan untuk mem-
perkirakan dosis pada anak:
Menvusui Rumus Young:
Kebanyakan obat yang diminum oleh perempu- [(usia anak dalam tahun)/(usia anak dalam tahun +
an menyusui akan terdeteksi pada air susu ibu (ASD. 12)] x dosis dewasa (untuk anak di bawah 8 tahun)
Namun, biasanya konsentrasi obat tersebut relatif Rumus Dilling:
rendah sehingga bayi tidak akan mendapatkan dosis [usia anak dalam tahun/20] x dosis dewasa (untuk
terapeutik. Beberapa panduan yang dapat digunakan anak di atas 8 tahun)
untuk meningkatkan keamanan konsumsi obat selama Rumus Fried:
menyusui adalah sebagai berikut: (usia anak dalam bulan/ 150) x dosis dewasa (un-
l. Minum obat 30-60 menit setelah menyusui dan tuk anak dibawah 2 tahun).
3-4 jam sebelum menyusui berikutnya.
2. Hindari obat-obatan yang belum memiliki data Geriatri
keamanan selama menyusui (lihat Lampiran Ka- Pada usia Ianjut, komposisi dan fungsi beberapa organ
tegori Obat dalam Kehamilan). tubuh berbeda dengan orang dewasa muda sehingga
3. Beberapa golongan obat yang dihindari karena mengakibatkan beberapa perubahan sebagai berikut:
efek sampingnya pada bayi antara lain: l. Farmakokinetik
a. Antibiotik seperti tetrasiklin (gigi berwarna) , a. Perubahan absorpsi obat dapat diakibatkan
isoniazid (defisiensi piridoksin), dan kloramfe- oleh perubahan pola makan. meningkatnya
nikol (supresi sums um tulang) ; konsumsi obat bebas (seperti analgetik dan
b. Hipnotik sedatif seperti diazepam dan barbi- antasida), dan melambatnya pengosongan
turat akan menyebabkan sedasi pada bayi; lambung.
c. !odium dan propitiourasil (PTU) akan menye- b. Pada orang lanjut usia terjadi penurunan Jean
babkan supresi tiroid; body mass, jumlah cairan tubuh, kadar albu-
d. Opioid seperti heroin, metadon, morfin, dan min dan peningkatan kadar a -acid glycopro-
kodein. tein dan lemak tubuh. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan peningkatan kadar obat bebas
Neonatus dan Anak terutama yang bersifat asam lemah. Peruba-
Anak dan neonatus memiliki perbedaan farma- han komposisi lemak dan air dalam tubuh
Tabel 2. Perkiraan Dosis Obat pada Anak Berdasarkan Berat Badan. Usia, atau Luas Permukaan Tubuh
3 Neonatus 0,2 12
6 3 bulan 0,3 18
10 I tahun 0,45 28
30 9 tahun 60
40 12 tahun 1.3 78
50 14 tahun 1.5 90
Aktivilas Ringan (kkal/Kg/ hari) Sod,mg (kkal / Kg/ h,m) Berat (kkal/Kg/ hari)
Gemuk 25 30 35
Normal 30 35 40
Kurus 35 40 40-50
Dukungan Nutrisi dan Jalur Pemberian Makanan pilihan akhir apabila jalur enteral tidak dapat digu-
Dukungan nutrisi (nutritional support) harus di- nakan. Pemberian makan melalui jalur ini tergolong
berikan pada pasien dengan atau berisiko malnutrisi invasif dan relatif mahal. Beberapa indikasi untuk
(asupan oral tidak adekuat, sepsis, Iuka bakar, trau- memberikan nutrisi parenteral:
ma) . Dukungan nutrisi dapat diberikan melalui jalur Saluran cerna tidak fungsional: obstruksi, ileus.
enteral maupun parenteral. Terapi enteral dapat dibe- fistula, dismotilitas, atau ada perforasi;
rikan per oral atau melalui selang (selang nasogastrik, Saluran cerna tidak dapat diakses: muntah-
nasoduedenum. gastrostomi, jejunostomi, a tau kombi- muntah he bat denganjejunum tidak dapat diakses;
nasinya) sedangkan terapi parenteral menggunakan Kebutuhan nutrisi pasien tidak dapat dipenuhi
akses intravena sebagai sarana pemberian makan. melalui jalur oral atau enteral. 13
Gaster NGT Pasien dengan pengosongan Efektif biaya, paling Risiko refluks gastroesofagus
OGT lambung dan duodenum normal mudah dimasukkan. tinggi dengan/ tanpa aspirasi
TOFT makanan dapat ke paru
PEG dibolus tanpa pompa
Duodenum NOT Pasien dengan gangguan Menurunkan risiko Kemungkinan terjadi intoleransi
pengosongan lambung atau refluks, dapat gaster (kembu ng. melilit. diare).
berisiko mengalami refluks gastro- digunakan dalam diperlukan pompa untuk
esofagus waktu cepat pada mengatur kecepatan pemberian
kasus trauma
Jejunum NJT Pasien dengan gangguan Menurunkan risiko Tidak bisa diaspi rasi untuk
Surgical JJ pengosongan lambung atau refluks. dapat memastikan adanya intoleransi
JJ:jejunostomy: NDT: nasoduodenal tube; NGT: nasogastric tube: NJT: nasojejunal tube: OCT: orogastric tube; TOFT: trans-
oesophagea/ feeding tube.
Bentuk Makanan di Rumah Sakit Tabel 4. Konstituen Nutrisi Cairan Parenteral 3 in J
Selama perawatan di rumah sakit, pasien disa- Konstitut•n Pt>r I L Nutrisi Pan•nlt'rttl
rankan mengonsumsi bentuk makanan yang sesuai
Energi 900-1200 kkal
dengan kondisinya. Terdapat empat jenis bentuk
makanan yang tersedia, yakni: Glukosa 100-175 g
1. Makanan Biasa Protein 35-50 g
Makanan biasa memiliki bentuk makanan pokok Lipid 25-50 g
berupa nasi. Makanan biasa mengandung semua
K 25-35mmol
zat-zat gizi dengan serat dalam jumlah cukup. De-
14 ngan istilah lain. makanan ini sama seperti asupan Na 30-40mmol
di rumah. Makanan dipilih yang tidak merangsang Mg 2.5-5mmol
saluran cerna.
PO, 7,5-20mmol
2. Makanan Lunak
Makanan pokok dalam makanan lunak adalah nasi
tim atau bubur nasi. Kandungan serat selulosa Makanan cair penuh bertujuan memenuhi
dalam bentuk makanan ini lebih rendah daripa- kebutuhan gizi tanpa memberatkan kerja
da makanan biasa. Makanan lunak diindikasikan saluran cerna. Formula rumah sakit tersedia
pada pasien dengan gangguan saluran cerna dengan bahan dasar susu. susu rendah laktosa.
ringan serta demam ringan; biasa juga diberikan dan tanpa susu. Sementara itu. makanan cair
untuk lansia. Tujuan pemberian makanan lunak komersial tersedia dalam berbagai merek yang
adalah untuk memudahkan tertelan dan tercer- disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Jenis
nanya makanan. makanan cair komersial dapat dilihat pada
3. Makanan Saring Tabel 5.
Makanan saring memiliki kandungan gizi yang pa- c. Makanan cair jernih (teh manis. jus buah. si-
ling rendah dibandingkan jenis makanan lainnya. rup. kaldu, susu yang diencerkan)
Pasien yang menerima makanan jenis ini biasanya Biasa diberikan pada pasien pascaoperasi
memiliki gangguan mengunyah atau demam ting- sebagai awal pemberian makanan kembali.
gi. Bentuk makanan berupa makanan lumat atau Makanan cair jernih diberikan dalam waktu
halus (kemudian disaring) dengan kandungan yang sangat singkat melihat respons dari pa-
serat rendah. Biasanya diberikan 6-8 kali sehari. sien. Makanan ini hanya bertujuan untuk me-
Makanan saring hanya diberikan sebentar sebagai menuhi kebutuhan cairan tubuh.
adaptasi ke makanan lebih padat.
4. Makanan Cair Diet Pada Kondisi Khusus
a. Makanan cair pekat Alergi
Makanan cair pekat terbuat dari campuran Beberapa makanan dapat menyebabkan alergi.
berbagai makanan (makanan pokok. ]auk Makanan dengan tingkat alergenik tinggi, antara lain
pauk. sayur. buah. gula. minyak). Makanan cair telur, susu, kacang-kacangan, kacang kedelai, ikan,
pekat diberikan pada pasien yang tidak dapat kerang-kerangan, dan gandum. Makanan tersebut se-
menelan. tidak mau makan. pascaoperasi. dan baiknya dihindari pada pasien dengan alergi makanan.
sebagainya.
b. Makanan cair penuh (formula rumah sakit, Diet Jantung
makanan komersial) Diet jantung diberikan pada pasien dengan pe-
nyakit jantung, terutama penyakit jantung koroner.
Tabe l 5. Makanan Cair Komersial
BCAA: branched chain amino acid: MCT: medium chain trigly iceride
Tujuan dari diet ini adalah: yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol
Mengurangi beban kerja jantung; total, trigliserida, dan LDL. Selain itu juga bertujuan
Menormalkan berat badan; untuk menurunkan berat badan bila terlalu gemuk.
Memenuhi kebutuhan gizi pasien; Syarat diet rendah kolesterol adalah sebagai berikut:
Mengurangi cairan tubuh; serta I. Energi disesuaikan berat badan dan aktivitas fisik,
Mengurangi risiko penyumbatan pembuluh darah. dibatasi pada pasien gemuk;
2. Karbohidrat 50-60% energi total;
Syarat diet jantung adalah: 3. Protein I 0-20% dari energi total;
1. Energi cukup; 4. Lemak <30%, diutamakan lemak tidak jenuh. Ko-
2. Protein 0,8 Kg/ KgBB ideal/hari. Sumber protein lesterol dibatasi 200-300 mg/ hari; 15
nabati yang dihindari adalah kacang merah. ka- 5. Tinggi serat (>25 g/hari).
cang mente, dan oncom;
3. Lemak 25-30% dengan 7% lemak jenuh dan 10- Pada diet rendah kolesterol, pengolahan masak
15% lemak tidak jenuh; disarankan untuk tidak digoreng. Makanan tumis
4. Rendah kolesterol ; masih diperbolehkan, namun dengan jumlah minyak
5. Rendah garam (3-5 g/hari) jika terdapat hiperten- yang dibatasi. Konsumsi kuning telur dibatasi pa-
si/edema; ling banyak dua kali per minggu. Disarankan untuk
6. Makanan mudah dicerna dan tidak menghasilkan mengganti daging dengan ikan. Sebagian porsi sayur
gas. Jenis makanan tersebut antara lain: disarankan untuk tidak dimasak. Jenis makanan diet
a. Sayur: kol, kembang kol, lobak, sawi, nangka rendah kolesterol dapat dilihat di Tabel 6.
muda;
b. Buah: durian, nangka, cempedak, dan nenas; Diet Hipertensi
7. Cukup serat untuk menghindari konstipasi; Diet hipertensi diberikan pada pasien dengan
8. Cukup vitamin dan mineral, suplemen (K'. Ca 2', tekanan darah diatas normal untuk membantu
dan Mg2 · ) dihindari jika tidak diperlukan. menurunkan tekanan darah dan mengurangi tim-
bunan cairan dalam tubuh. Secara umum, makanan
Jen is makanan lain yang harus dihindari adalah dapat beraneka ragam tetapi ada bahan makanan
kopi, teh kental. minuman bersoda. dan alkohol. Bum- yang dihindari, yakni:
bu tajam (pedas, asin, asam) dan bumbu olahan yang I . Jeroan (otak, ginjal, paru, jantung) dan daging
mengandung natrium juga dihindari. Penting untuk kambing;
diberitahukan pada pasien jantung untuk mengolah 2. Makanan olahan dengan garam Na: crackers, pas-
makanan dengan cara direbus/ dikukus. Pengolahan tries, kerupuk, keripik, dan sebagainya;
makanan dengan cara digoreng sebaiknya dihindari. 3. Makanan dan minuman kaleng;
4. Makanan diawetkan: dendeng, abon, ikan as in.
Diet Rendah Kolesterol ikan pindang, udang kering. telur asin, telur pin-
Diet ini ditujukan pada pasien dengan dislipidemia dang, selai kacang, acar, manisan buah;
Sayur Worrel. labu slam. kacang panjang, Bayam, buncis, daun/ biji melinjo,
terong. pare. oyong. ketimun. labu kaprl. kacang polong. kembang
air. selada air. tomal lobak kol, asparagus. kangkung, dan
jamur dibatasi maks. I 00 g/ hari
Bu ah Semuajenis. Dianjurkan yang
banyak menga ndu ng air.
Lain-lain Kopi atau teh kental. Makanan Makanan beralkohol: arak.
berlemak. santan. makanan bir, minuman bersoda
digoreng
2. Hindari makan berlemak, jeroan, daging olahan, 5. Restriksi garam bila ada edema dan asites;
gajih, keju. susu full cream: 6. Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan
3. Sayuran dan buah yang menimbulkan gas sebaik- saluran cerna.
nya dihindari, misalnya kol, kembang kol, lobak,
sawi, nangka muda, sayuran mentah, durian, nang- Berikut ini adalah jenis-jenis makanan yang harus di-
ka, cempedak, nenas. atau buah yang diawetkan; hindari pada diet hati:
4. Hindari minuman beralkohol atau bersoda; 1. Karbohidrat: ketan, ubi, singkong, talas, kue gurih,
5. Zat yang dapat mengiritasi lambung seperti cuka, dan cake;
acar, merica, dan cabai juga dihindari; 2. Protein: daging berlemak, daging asap, sosis,
6. Makanan dengan santan kental dan goreng- sarden, ikan/ daging kalengan, susu kental man is,
gorengan hams dihindari. susu full cream , keju, dan es krim. Asupan ka-
cang-kacangan dibatasi.
Diet Hati 3. Sayuran yang berserat dan menumbulkan gas:
Diet hati diberikan kepada pasien dengan hepatitis kol, sawi, lobak, daun singkong, nangka muda,
dan sirosis hati. Diet hati bertujuan untuk mencegah kembang kol. Sayuran yang dianjurkan adalah
kerusakan hati lebih lanjut, memperbaiki jaringan yang tidak banyak serat dan tidak menimbulkan
yang rusak, mengurangi beban kerja hati, mem- gas seperti bayam, labu kuning, labu siam, wortel,
perbaiki/mempertahankan status gizi pasien, serta kacang panjang.
menghindari komplikasi yang dapat terjadi. Syarat 4. Buah yang tinggi serat, tinggi lemak. dan menim-
diet hati adalah: bulkan gas: nangka, nanas, durian, dan kedondong;
1. Energi 40-45 Kkal/KgBB/hari: 5. Minuman: soda, alkohol, arak, dan bir;
2. Lemak 20-25% dari kebutuhan energi total; 6. Lain-lain: santan kental, kelapa, tape,
3. Protein 1,25-1,5 g/ KgBB. Asupan protein dibatasi goreng-gorengan. Hindari cabe, cuka, lada, kecap
pada kondisi tertentu: asin, dan saus tomat.
a. Hepatitis fulminan dengan nekrosis + gejala
ensefalopati: _ J-4 0 g/ hari; Disarankan untuk menggunakan minyak kedeleai
b. Sirosis hari: 1,25 g/KgBB dengan asupan mini- atau minyak jagung untuk menumis. Penting diper-
mal 0,8-1 g/KgBB/ hari. hatikan untuk memasak sayuran dengan matang dan
4. Suplemen vitamin B kompleks, vitamin C, dan vita- tidak menggunakan santan kental selama memasak
min K apabila terdapat anemia; sayur.
Diet !bu Hamil bolehkan/tidak untuk pasien DM. Untuk pasien DM ,
Masa kehamilan sangat penting bagi ibu dan ja- konsumsi sayur tidak perlu dibatasi atau dihindari (di-
nin. Kebutuhan zat gizi bervariasi sesuai dengan usia anjurkan tinggi serat >25 g/hari).
kehamilan. Tujuan diet sehat bagi ibu hamil adalah
untuk kesehatan sang ibu, pertumbuhan janin, saat Diet Usia Lanjut
persalinan, menyusui, dan tumbuh kembang bayi Pada usia Janjut, kecukupan nutrisi merupakan ha!
kedepannya. Syarat pengaturan makanan untuk ibu yang sangat penting. Namun, seringkali banyak ha!
hamil adalah sebagai berikut: yang dapat menimbulkan kelainan gizi seperti:
1. Energi, disesuaikan dengan usia kehamilan: Gangguan gigi geligi: ompong, gigi palsu, atau gin-
18 a. Trimester I: givitis dapat menimbulkan kesulitan mengunyah
kebutuhan sebelum hamil + 180 kkal/hari; makanan;
b. Trimester II dan III: Sensitivitas terhadap rasa berkurang akibatnya
kebutuhan sebelum hamil + 300 kkal/hari. banyak asupan garam dan gula yang tidak baik
Sumber karbohidrat 50-60% dari total energi. untuk tubuh. Rasa haus juga berkurang sehingga
2. Protein 10-15% dari total energi ATAU kecukupan rentan mengalami dehidrasi;
protein sebelum hamil ditambah 17 g/hari selama Banyak obat-obatan menyebabkan mual atau naf-
kehamilan: su makan turun;
3. Lemak 20-25% dari total energi; Faktor sosio-ekonomi dan kejiwaan dapat meme-
4. Vitamin dan mineral sesuai angka kecukupan gizi ngaruhi pola makan pasien.
(AKG):
5. Suplemen zat besi setiap hari selama 90 hari. Prinsip diet usia Janjut adalah gizi seimbang de-
ngan makanan yang bervariasi. Frekuensi makan tiga
Apabila ibu tergolong gemuk, porsi sumber energi kali makan besar dan dua kali selingan dalam satu
lemak dan karbohidrat dapat dikurangi. Sedangkan, hari. Beberapa ha! yang dapat diterapkan untuk mem-
bila ibu terlalu kurus jumlah kalori dan asupan protein bantu meningkatkan asupan makanan:
dapat ditambahkan. Untuk menghindari penimbunan Sayuran dipotong lebih kecil, dimasak sampai em-
cairan (edema), batasi asupan garam. puk. Buah-buahan dapat dijus;
Daging dicincang:
Diet Diabetes Melitus (DM) Minum air 6-8 gelas/hari;
Perhitungan kebutuhan kalori untuk pasien dapat Olah makanan dengan berbagai bumbu untuk
dilihat pada Bab Diabetes Melitus. Pada bab ini, akan meningkatkan cita rasa;
dibahas mengenai jenis-jenis makanan yang diper- Makan dapat dilakukan bersama dengan teman-
teman untuk meningkatkan nafsu makan.
Sumber karbohidrat Nasi, bubur, roti. mie, kentang, singkong, ubi. Gula pasir, gula merah, gula batu, madu. Makanan
sagu, gandum, pasta, jagung, talas, sereal, manis seperti cake. dodo!. kue manls, coklat,
ketan, makaroni mayonalse, permen. tape. Minuman manls seperti
sirup dan selai man is juga dihindarl
Protein Ayam tanpa kulit. ikan, putih telur. daging Hewani tinggi lemak jenuh (kornet, sosis, sarden.
tidak berlemak, tempe, tahu, kacang hijau. jeroan. kuning telur). keju. abon. dendeng. susu
kacang merah. kacang tanah. kacang kedelai full cream
Bu ah Jeruk. ape!. pepaya,jambu, salak, anggur, Buah yang manis dan diawetkan, durlan, kurma,
mangga, pisang, alpukat, dsb (disesuaikan manisan buah
dengan kebutuhan)
Lemak Makanan digoreng. makanan dengan santan
kental, margarin. mayonaise
Etiologl Apakah anak yang lahir dengan secuo-cesarea memlliki risiko kejadian P: Anak
asma saat dewasa yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan anak I: Riwayat sectio-cesarea
ya ng lahir metode partus lainnya? C: Tidak sectio-cesarea
0: Kejadian asma saat dewasa
Diagnosis Bila dibandingkan dengan baku emas. apakah sistem skor Alvarado P: Pasien usia lanjut
mampu mendeteksi kejadian apendisitis akut pada pasien usia lanjut? I: Sistem skor Alvarado
C: Baku emas (histopatologi)
0: Deteksi apendisitis akut
Tera pi Pada dewasa dengan hipertensi. apakah penggunaan ACE-I dapat P: Dewasa dengan hipertensi
menurunkan rislko mortalitas yang lebih baik bila dibandingkan I: ACE-i
dengan ARB? C:ARB
0 : Mortalitas
Prognostis Apakah konsumsi statin pada pasien usia lanjut dengan pneumon ia P: Usia lanjut dengan pneumonia
dapat menurunkan angka mortalitas? I: Stalin
C: -
0: Angka mortalitas
Keterangan: EBM. evidence-based medicine: ACE-I. angiotensin-convertizing enzyme penyekar: ARB. angiotensin receptor blockers.
dari infeksi hepatitis B?" articles dan buku).
Contoh pertanyaan foreground: "Apakah vaksinasi Dalam praktik EBM, tidak semua sumber kepus-
hepatitis B pada bayi baru lahir dapat mencegah takaan memiliki bobot yang sama. Stratifikasi EBM
kejadian hepatitis kronis di kemudian hari?" (per- tersebut dikenal dengan istilah "Kadar of Evidence",
tanyaan mengenai prognosis) yakni hierarki sumber informasi kedokteran yang
disusun sesuai tingkat kesahihan (validitity) dan bobot
Praktik EBM diawali dengan menyusun pertanyaan metodologinya. Kadar of evidence sering juga disa-
klinis yang spesifik mengenai suatu permasalah- jikan dalam bentuk Piramida EBM (lihat Gambar I).
an klinis yang ditemukan pada pasien. Pertanyaan Sumber literatur atau bukti yang berasal dari telaah
tersebut dapat dikategorikan untuk kepentingan: sistematis memiliki bobot yang paling tinggi. sementa- 21
etiologi, diagnosis, terapi, atau prognosis pasien. ra opini atau pendapat dari pakar atau senior menem-
Masing-masing kelompok pertanyaan tersebut memi- pati posisi paling rendah.
liki kriteria berbeda untuk langkah EBM selanjutnya. Selain tersusun dalam hierarki, masing-masing
Pertanyaan EBM mengacu pada formula PICO (Ea- pertanyaan EBM membutuhkan jenis penelitian yang
tient/Problem-lnterventionllndicator-~omparison-Qut berbeda sebagai jawaban (lihat Tabel 2). Sebagai
come) yang dapat dilihat pada Tabel 1. contoh, pertanyaan EBM terapi paling baik dijawab
2. Penelusuran Literatur (Searchin11 for the Evi- dengan penelitian randomized-controlled trial (RCT).
dence) sementara pertanyaan diagnostik paling baik dijawab
Secara garis besar. sumber literatur (atau bukti) dengan studi potong lintang analitik (cross-sectional).
kedokteran dapat dikategorikan menjadi: (I) sumber Dari kadar of evidence tersebut, disusunlah "Grade of
primer dan (2) sumber sekunder. Sumber primer ber- Recommendation" yang dipakai untuk merumuskan
asal dari eksperimen atau hasil publikasi penelitian, panduan praktik klinis atau kebijakan kesehatan (lihat
sementara sumber sekunder merupakan literatur Tabel 2).
yang disintesis dari sumber-sumber primer. Contoh Penelurusan literatur idealnya dilakukan pada ba-
sumber sekunder adalah telaah sistematis (systematic sis data (database) kedokteran elektronik, bukan pada
review). panduan praktik klinis (clinical practice guide- satu layanan jurnal tertentu, dengan menggunakan
line). serta naskah tinjauan/telaah pustaka (review mes in pencari elektronik (search engine). Penelurusan
Tinjauan Pustaka,
Opini Pakar Buku Ajar
"-~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~_...
\
IA Telaah sistematis dari RCT Telaah sistematis dari studi kohort; atau Telaah sistematis dari studi diagnostik
panduan praktlk klinls yang tervalidasi tingkat pertama; atau PPK yang
tervalidasl
IB RCT tu nggal (nilai Cl Studi kohort tunggal dengan Perbandingan secara termasar dan
sempit) pemantauan ~ 80% independen (kedua grup menjalani uji
diagnostik dan uji baku emas)
22
IC Uji kllnis 'all or none· Laporan kasus serial "all or none· Uji diagnositik yang hanya melihat nilai
speslfisitas dan sensitivitas
2A Telaah sistematis dari studi Telaah sistematis dari studi kohort Telaah sistematis darl studi diagnostik
kohort retrospektif; atau pemantauan grup tingkat kedua dan seterusnya
kontrol pada RCT
28 Studi kohort tungga l Studi kohort retrospektif atau Salah satu dari:
(termasuk RCT kualltas pemantauan grup kontrol pada RCT • Tersamar lndependen
rendah, pemantauan • Studi dilakukan pada spektum pasien
<80%) yang sempit
• PPK diagnostik tidak tervalidasi
dalamstudi
2C Studi berorientasi hasil semata
literatur yang baik harus terstruktur dan sistematis, dilihat pada Tabel 3.
menggunakan kata kunci (keywords) dan menu pe- Dalam pengembangannya, metode dan kriteria
nyaring (filter) yang jelas, menyebutkan tanggal pen- pencarian literatur ilmiah harus dapat dipertang-
carian dan jumlah individu yang melakukan pencari· gungjawabkan. Sebagai contoh, Dokter boleh memilah
an, serta menghimpun literatur terkait (sesuai PICO literatur 5 tahun terakhir apabila jumlah penelitian
yang ditetapkan) sebanyak dan selengkap mungkin yang ditemukan sangat banyak. Umumnya, semakin
(lazimnya dilakukan pada lebih dari satu database). luas topik PICO yang ditentukan, maka hasil pen-
Namun. tidak ada kesepakatan apa dan berapajumlah carian akan semakin sebanyak sehingga sulit untuk
database yang menjadi rujukan utama dalam melaku- menarik kesimpulan. Demikian sebaliknya. Namun,
kan praktik EBM. Beberapa database yang digunakan penelitian in vivo maupun in vitro tidak diperkenan-
oleh beberapa lembaga penelitian terkemuka dapat kan diikutsertakan dalam praktik EBM.
Tabel 3. Beberapa Basis Data Jurnal Kedokteran
i\.1111.1 H.1'1' D.11a clan Alam.ti Suu-., I Pmhc1g.1 Pt>ngt>mh.rng
Cochrane Library (http://www.thecochranelibrary.com) The Cochrane Collaboration (John Wiley & Sons, Ltd.)
ClinicaiTrials (http:/ /www.clinicaltrials.gov) U.S. National Institutes of Health
EBSCO Host (https://search.ebscohost.com) EBSCO Industries
23
OvidSP (http://gateway.ovid.com) Ovid Techonoiogies. Inc. (Wolters Kluwer Health)
Web of Science (https://webofknowledge.com) Thompson Reuters™
Scopus (http://www.scopus.com) Elsevier B.C.
Google Scholar (http-(/scholar.google.com) Google, Inc.
B) TINGKAT KEPENTINGAN: Apakah studi ini penting? (11hat bag1an Hasil) Jawaban
1. Berapa besar asosiasi antara pajanan dan keluaran?
Keluaran (+) Keluaran {-)
Pajanan (-)
(C) (D) (C+D) atau
TOTAL
OR= ......................... .
(A+C) (B+D) (A+B+C+D)
OR =AD/BC
1. Apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan pada pasien saya? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
2. Apakah efek dari risiko tersebut cukup besar bagi pasien saya? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
3. Apakah saya harus menghentikan pajanan? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
Lembar Kerja Telaah Kritis EBM Diagnosis
A) KESAHIHAN· Apak,1h studi ini sahih7 (hlldl bag wi \l!'todc) Jawaban
I. Apakah pertanyaan penelitian didefin isikan secarajelas? 0 Ya 0 Tidak 0 Tidak Jelas
2. Apakah penelitian menggunakan pemeriksaan baku emas atau refere nsi standar 0 Ya 0 Tidak 0 Tida k Jelas
yang tervalidasi?
Apakah perbandingan perangkat diagnostik dengan pemeriksaan baku emas 0 Ya 0 Tidak 0 Tidak Jelas
dilakukan secara tersamar dan independen?
3. Apakah subyek merupakan populasi yang tepat untuk perangkat diagnostik yang D Ya D Tidak D Tidak Jelas
diuji? 25
4. Apakah pemeriksaan baku emas atau referensi standar dilakukan pada seluruh 0 Ya =i Tidak 0 Tidak Jelas
subyek?
B) TINGKAT KEPENTINGAN· Apakah studi ini prnting? (lihit bapw1 Has1JI jawaban
l. Berapakah nilai akurasi dari perangkat diagnostik ya ng diuj i?
Akurasi diagnosis dapat diukur dengan kriteria berikuc:
Perangkat diagnoscik mampu mendeceksi penyakic apabila penyakic cersebuc me- • Sensitivitas = ..
mang ada (positif asli). Apabila perangkat diagnostik mendeteksi penyakit. namun Se11sitivitas = A/(4+C,I
seharusnya penyakit itu ridak ada. maka disebut posirif palsu.
Perangkat diagnostik mampu mengekslusi penyakit apabila penyakit rersebut me- • Spesilisitas =
mang tidak ada (negatif asli). Apabila perangkat diagnostik mengeklusi penyakit. Spesifisitas = D/(B+D)
namun seharusnya penyakit itu ada. maka disebuc negacif palsu.
• PPV =..........
Keluaran (+} Keluaran (-)
PPV = A/ (4+B)
Pajanan (+}
(A) (BJ (A+B) NPV =..
NPV = D/(C+D)
Pajanan (-}
(C) (D) (C+D)
• LLR(+}=
TOTAL
LL!?(+)= Se11s/ (J-Spec)
(A+C) (B+D) (A+B+C+D)
• LLR(-}=
Terminologi unruk peni/aian akurasi dari sebuah perangkac diagnoscik:
LL!?(-)= (J-Se11s)/Spec
Sensitivitas: kemungkinan hasil uji diagnostik positif bila dilakukan pada subyek sakit.
Spesilisitas: kemungkinan hasil uji diagnostik negacif bi/a dilakukan pada subyek sehat.
• Pre*test prob. =..
Positive Predictive Value (PPV) probabilitas seseorang benar-benar mengalami pe-
Pre-test prob= (4+B}/ (4+B+C+D)
nyakit bi/a hasil uji diagnostiknya positif Negative Predictive Value (NPV): probabilitas
seseorang benar-benar tidak mengalami penyakit bila hasil uji diagnostiknya negatif
• Pre-test odds =
Dalam EBM. nilai PPV dan NPV lebih bermakna dibandingkan sensitivitas dan spesiflsi-
Pre-test odds= Pre-test prob /
tas karena beroritenrasi pada pasien. bukan pada uji diagnostik.
(J- Pre-test prob)
Pre-test probability (atau prior probability): besarnya kemungkinan seseorang me-
ngalami penyakit berdasarkan ciri demografl dan klinis. Pre-test probability dalam pop-
Aoabila basil(+}'
ulasi sama dengan prevalensi.
• Post-test odds = ..
likelihood ratio (LLR) unruk hasil positif rasio kemungkinan seseorang mendapatkan
Post-test odds=
hasil posicif pada uji diagnostik. likelihood ratio (LLR) unruk hasil negatif rasio kemu-
Pre-test odds x LR(+)
ngkinan seseorang mendapa ikan hasil positif pada uji diagnostik.
Pre-test odds: kemungkinan seseorang sakic bandingkan kemungkinan ia tidak sakit
• Post-test prob = ..
sebelum dilakukan ujl diagnostik. Post-test odds: kemungkinan seseorang sakit band-
Post-test prob=
ingkan kemungkinan ia cidak sakit secelah dilakukan uji diagnosrik. Posc-tesc odds meru-
Post-test odds/ (post-test odds+ I)
pakan pre-rest odds dikalikan nilai LLR.
Post-test probability besarnya kemungkinan seseorang mengalami penyakit secelah
dilakukan uji diagnostik.
2. Apakah kedua grup memiliki karakteristik ya ng sama d i awa l penelitian? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
3. Selain perlak uan intervensi, apakah kedua grup diperlakukan secara sama? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
4. Apakah seluruh subyek ya ng diikutsertakan da lam penelitian turut diperhitungkan D Ya D Tidak .:::J Tidak Jelas
dalam analisis akhir? (idealnya menggunakan pendekatan Intention-to-treat, bukan
Per-protocol)
26
5. Apakah subyek tersebut diana lisis sesuai dengan grup randomisasi masing-masing? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
6. Apakah pengukuran hasil dilakukan secara obyektif, atau intervensi dibe rikan secara D Ya D Tidak D Tidak Jelas
tersamar (blind) pada dokter dan subyek?
B) I INl.KAI Kf PFN I INl.AN Ap.ikah stt1di ini pc111111g'1 (/Jlw haQ1<111 Hrnll ]a\\,1h,m
C) l INGKAT PFNERAPAN Apaka h studi mi mampu d1ter.1pkan" (11hat bag1111 /id"' l.nvahan
>i)
I. Apakah pasien saya berbeda dengan subyek penelitian sehi ngga hasil penelitian ini D Ya D Tidak D Tidak Jelas
tida k dapat diterapkan?
2. Apakah pasien saya dapat memperoleh manfaat aktua l seperti pada penelitian ini? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
(nilai NNT dapat dikoreksi dengan faktor pengka/i f sesuai kondisi pasien; O<fa l)
3. Apakah pengobatan ini mampu laksana sesuai kondisi pra ktik saya? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
4. Apakah ada potens i manfaat terapi ya ng lebih besa r dibandingkan efek sa mping D Ya D Tidak D Tidak Je las
intervensi ini pada pasien saya?
Lembar Kerja Telaah Kritis EBM Prognosis
A) KESAHIHAN Apaka h studi ini sahih7 (fJhat /Jag1c111 Melude) Jawaban
I. Apakah subyek pada penelitian diamati pada titik awal yang sama 0 Ya O Tidak 0 Tidak Jelas
dalam perjalanan penyakit mereka?
2. Apakah pemantauan !follow-up) subyek cukup panjang dan lengkap? 0 Ya 0 Tidak 0 Tidak Jelas
3. Apakah kriteria keluaran ditentukan secara obyektif atau dilakukan D Ya D Tidak 0 Tidak Jelas
secara tersamar (blind)?
4. Apabila subkelompok dengan prognosis yang berbeda diidentifikasi 0 Ya 0 Tidak 0 Tidak Jelas 27
lebih lanjut, apakah penyesuaian terhadap faktor prognostik tersebut
dapat mempengaruhi hasil?
(faktor prognostik ialah karakteristik pasien. seperti usia, stadium
penyakit, yang dapat mempengaruhi perjalanan penyakit alami pasien.
Faktor-faktor ini harus diatur (adjust) agar tidak terjadi distorsi hasil
analisis)
ana •
D Diabetes Melitus Tipe I D Gangguan Ginjal Akut (GGA)
D Gangguan Pertumbuhan - Short Stature D Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
D Pubertas Prekoks (GNAPS)
D Hipotiroid Kongenital D Infeksi Saluran Kemih
D Sindrom Nefrotik (SN)
D Diare
D Disentri D Ensefalitis Virus dan Meningitis Aseptik
D Konstipasi D Epilepsi
D Muntah D Kejang Demam
D Meningitis Bakterialis
D Meningitis Tuberkulosis
D Sindrom Guillain-Barre
D Hepatitis Virus
D Kolestasis D Imunisasi
D Tumbuh Kembang
D Campak
D Demam Berdarah Dengue D Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir
D Difteria D Ikterus Neonatorum
D Pert us is
D Manajemen Bayi Lahir Sakit
D Tifoid
D Manajemen Bayi Lahir Sehat
D Sepsis Neonatorum
D Demam Reumatik
D Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
D Asma
D Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
D Bronkiolitis
D Penyakit Kawasaki D Infeksi Saluran Napas Akut
D Pneumonia
D Sesak Napas
D Tuberkulosis
Tabel l. Jenis dan Kerja Insulin (Dikutip dari Konsensus Nasional Pengelolaan DMTI : 201 1)
Jt•11is lnsuli11 A\\ ll<lll ij.1111) Pum "k Kt'IJ·' lj.1111) I .1111.i Kr1 J•t (Jcilll)
Kerja menengah
Semllente 1-2 4-10 8-16
NPH 2-4 4- 12 12-24
!ZS lente type 3-4 6-15 18-24
Insulin Basal
Glargineat 2-4 Tidak Ada 24'
Detemir 1-2 6-12 20-24'
Kerja Panjang
Ultralente 4-8 12-24 20-30
Insulin Campuran
Cepat-menengah 0.5 1-12 16-24
Pendek-menengah 0.5 1-12 16-24
insulin akan lebih mudah untuk mengatasi ta tinggi dan berat badan saat penghitungan Oihat
lonjakan kadar glukosa pagi hari. Pada Bab Asuhan Nutrisi Anak).
kasus Dawn phenomenon, pasien dianjurkan Jumlah kalori kemudian dibagi menjadi 50-
untuk menambah jumlah asupan protein 60% karbohidrat, 15-20% protein, serta 30%
dibandingkan karbohidrat pada makan malam lemak. Parsi makanan pun dibagi sesuai jumlah
terakhir, meningkatkan aktivitas fisik di malam kalori harian tersebut: 20% sarapan, I 0% snack
hari, dan pasien harus tetap sarapan meski pagi, 25% makan siang, I 0% snack siang, 25% ma-
terjadi Dawn phenomenon (untuk menurunkan kan malam, serta I 0% snack malam.
kadar hormon kontrainsulin).
3. Olahraga
Cara penyuntikan insulin subkutan: Olahraga yang rutin dan terukur saat dianjur-
I . Menyiapkan suntikan insulin, baik menggu- kan bagi setiap pasien DMTI. Tidak ada anjurkan
nakan pena insulin maupun spuit. Perhatikan khusus mengenai jenis olahraga yang terbaik,
dosis dan jenis (tunggal atau campuran) yang asal tidak ada komplikasi dan kontrol glikemik
akan disuntikkan. baik. Sekitar 40% kejadian hipoglikemia dicetus-
2. Pilih lokasi penyuntikan: antara lapisan lemak kan saat berolahraga.
tepat di bawah kulit dan jaringan otot yang Apabila sebelum berolahraga, kadar gula da-
ada di bawahnya Oaringan subkutis). Di tubuh, rah <90 mg/ dL dan cenderung tu run, tambahkan
jaringan tersebut ada di bagian atas dan luar ekstra karbohidrat. Apabila kadar gu la darah 90-
lengan, di pinggul, di atas pinggang belakang, 250 mg/dL, tidak diperlukan ekstra kaborhidrat.
32 di perut, kecuali daerah sekitar pusat dan ping- Namun bila kadar gula darah <:250 mg/ dL dan
gang. keton urin/ darah (-), tunda olahraga sampai gula
3. Bersihkan daerah yang hendak disuntik darah normal dengan insulin.
dengan swab alkohol. Selama olahraga, monitor gula darah setiap
4. Dengan perlahan, cubit kulit kira-kira setebal 5 30 menit. Pasikan asupan cairan cukup, serta
cm dan segera suntikkan jarum ke kulit. Sudut konsumsi karbohidrat setiap 30 menit bila dibu-
penyuntikan biasanya 4 5-90 derajat. Biarkan tuhkan. Setelah berolahraga, pertimbangkan
jarum berada di subkutan selama I 0 detik. tambahkan karbohidrat lagi untuk menhindari
Jangan terlalu cepat mencabutjarum. hipoglikemia awitan lambat (sering terjadi dalam
5. Setelah insulin habis, cabut jarum dari kulit. interval 2x24 jam setelah latihan fisis).
Jangan memijat atau menggosok bagian yang
disuntik tersebut. 7. Edukasi dan Monitoring
6. Untuk penyuntikan berikutnya, lakukan rotasi Pasien dan keluarga perlu diberi edukasi yang
penyuntikan. Misalnya, setiap suntikan harus baik mengenai penyakit DMTI serta tata laksana
berjarak ±3/5 cm atau sepanjang satu ruas yang direncanakan. Demikian halnya dengan
jari. Gunakan satu daerah tubuh yang sama penggunaan insulin yang harus dipahami betul
selama I minggu, setelah itu baru berpindah. oleh pasien dan keluarga. Tak kalah pentingnya,
Apabila penyuntikan dilakukan dua kali sehari, monitor gula darah serta pemeriksaan parameter
gunakan bagi kiri untuk suntikan di pagi hari metabolik (dalam ha! ini HbAlc) perlu dilakukan
dan bagian yang sama di sebelah kanan untuk secara berkesinambungan. Kadar HbAl c meng-
suntikan kedua. gambarkan kontrol metabolik dalam 2-3 bulan
terakhir, dan tidak dipengaruhi oleh kadar gluko-
Efek samping pemberian insulin: sa darah sewaktu. Aspek tumbuh kembang anak,
Berat badan meningkat (efek anabolisme) yang menjadi indikator keberhasilan jangka pan-
Lipodistrofi, terutama di daerah penyuntikan jang, juga perlu dipantau secara berkala.
Efek hipoglikemia. Sebaiknya pasien selalu
diingatkan untuk membawa permen atau Tata Laksana dalarn Keadaan Khusus
makanan gula untuk mengantisipasi kondisi I . Saat sakit
tersebut. Tujuan pengelolaan saat sakit ialah mencegah
dan menatalaksana secara dini timbulnya
2. Pengaturan Makan hipoglikemia, hiperglikemia bermakna, serta ke-
Berbeda dengan DMT2 yang identik dengan toasidosis diabetikum. Kondisi sakit sering me-
kegemukan, kalori optimal tetap dibutuhkan un- nyebabkan mual dan muntah yang berakibat pada
tuk menjaga tumbuh kembang anak pada DMTI. menurunnya kebutuhan terhadap insulin. Semen-
Jumlah kalori per hari dihitung berdasarkan berat tara itu, kecemasan terhadap penyakit juga dapat
badan ideal, sesuai dengan usia, jenis kelamin, ser- mengakibatkan peningkatan hormon kontrain-
l sulin sehingga kebutuhan terhadap insulin akan
meningkat.
Prinsip umum pengelolaan saat sakit ialah obati
penyakit dasar dan keluhan yang menyertai. serta
istirahat yang adekuat. Prioritaskan penggunaan
an, memiliki komplikasi serius (angina tidak stabil
atau hipertensi), riwayat KAD, infeksi berulang, ser-
ta sering mengalami serangan hipoglikemia atau
hiperglikemia (dua kali atau lebih selama bulan
Ramadhan).
obat-obatan bebas glukosa dan waspadai kondisi Pada prinsipnya, berpuasa tidak mengubah
kekurangan cairan pada pasien. Insulin kerja pen- kontrol metabolik jangka pendek. Pasien DM yang
dek atau ultra pendek, alat periksa glukosa da- berpuasa memerlukan pemberian insulin yang
rah, makanan manis, dan sebagainya harus selalu disesuaikan dengan waktu makan (sahur dan
disiapkan selama sakit. berbuka). Perlu diperhatikan jarak waktu antara
bersahur dan berbuka pada penentuan dosis dan
2. Operasi ringan (tindakan gigil jenis insulin yang digunakan.
Prosedur operasi elektif hanya direkomendasi- Berikut rekomendasi bersama IDA! dan WDF
kan pada pasien diabetes terkontrol di rumah sakit (World Diabetes Federation) untuk pasien DMTl
dengan fasilitas pediatrik untuk perawatan anak yang hendak berpuasa:
dan remaja diabetes. Jika glukosa darah belum Nutrisi dan puasa Ramadhan. Kebiasaan buruk
terkontrol, pasien harus dirawat di rumah sakit makan berlebih (karbohidrat dan lemak tinggi)
untuk menilai dan menstabilkan kontrol metabolik. sebelum dan setelah berpuasa harus dihindari
Pada prinsipnya, pengelolaan DM untuk ope- karena dapat menimbulkan hiperglikemia dan
rasi telah dimulai saat pasien dipuasakan, yakni penambahan berat badan. Distribusi porsi
sebelum prosedur anestesi, selama operasi (tergan- makan juga harus disesuaikan: porsi dosis 33
tung lamanya operasi), dan pascaoperasi. Prosedur sebelum buka puasa lebih besar dari dosis
invasif juga akan meningkatkan risiko ketoasidosis sebelum makan sahur.
karena peningkatan kebutuhan insulin perioperatif Aktivitas fisis. Berpuasa tidak menganggu
akibat stres fisiologis dan pelepasan hormon kon- toleransi terhadap aktivitas fisik. Aktivitas fisik
trainsulin. Dalam tulisan ini, hanya akan dibahas rutin harus tetap dilanjutkan, terutama selama
mengenai manajemen DMTl saat operasi ringan masa tidak berpuasa.
yang sering ditemui, yaitu tindakan gigi. Penggunaan insulin yang berhasil diuji: 1)
Pengelolaan saat operasi ringan atau tindakan gigi: Tiga dosis regimen insulin: dua dosis lepas
Prosedur sebaiknya dilakukan di pagi hari, lambat sebelum makan (subuh dan magrib)
tunda pemberian insulin pagi. dan satu dosis lepas sedang pada malam hari;
Berikan dosis yang dikurangi sampai pasien 2) Dua dosis regimen insulin: insulin di sore
diizinkan makan; misalkan prosedur dilakukan hari dikombinasikan dengan insulin lepas
pukul 8 pagi, penundaan pemberian makan lambat dan lepas sedang yang setara dengan
masih ditolerir sampai pukul I 0 pagi. dosis pagi hari, serta dosis insulin saat sahur
Monitor glukosa darah setiap jam. Glukosa menggunakan dosis umum 0,1-0,2 U/ KgBB.
intravena biasanya dibutuhkan, terutama bagi Monitor glukosa darah harus dilakukan
prosedur yang cukup lama. sebelum sahur, sebelum berbuka puasa, dan
Jika makanan ditunda pascaoperasi, misalnya tiga jam sesudah makan berbuka.
hingga pukul I 0 pagi, berikan insulin kerja Setelah Ramadan berakhir, regimen terapi
singkat/kerja cepat melalui infus a tau subkutan, harus dikembalikan seperti biasa.
tambahkan infus glukosa. dan tetap monitor Pasien harus mendapatkan edukasi menyeluruh
glukosa darah secara berkala. mengenai efek puasa.
Khusus bagi pengguna pompa insulin, pompa
insulin tetap dilanjutkan pada dosis basal untuk Komplikasi DMTl
mempertahankan infus glukosa minimal. Dosis Komplikasi jangka pendek:
insulin koreksi dapat diberikan sebelum dan 1. Ketoasidosis diabetikum (KAD). Secara umum
sesudah operasi, bila dibutuhkan. terjadi akibat pemecahan asam lemak (dari
adiposit) dan asam amino (dari hepar) , sehingga
3. Menjalankan ibadah puasa terbentuk benda keton ( (3 -OHB dan asetoasetat)
Pasien DMTl diperbolehkan menjalani puasa yang menyebabkan asidosis.
Ramadan apabila kontrol metaboliknya baik dan 2. Hipoglikemia;
monitor glukosa darah dapat dilakukan di rumah. 3. Hiperglikemia.
Sebaliknya, berpuasa tidak dianjurkan pada pasien
dengan DMTl tidak terkontrol, sering melanggar Komplikasi jangka panjang:
anjuran penggunaan obat, diet, dan aktivitas hari- 1. Mikrovaskular:
4. Gastropati;
a. Retinopati diabetik, berupa obstruksi pembu-
s . Vitiligo;
luh darah, kelainan progresif mikrovaskular di
6. Insufisiensi adrenal primer;
retina. serta infark serabut saraf retina yang
7. Necrobiosis lipoidica diabetikorum;
mengakibatkan bercak pada retina. Gambaran
8. Gangguan gerakan sendi.
khasnya ialah neovaskularisasi, yang dapat
pecah dan mengakibatkan perdarahan ke ruang
Sumber Bacaan
vitreus, hingga terjadi kebutaan.
l . American Diabetes Associat ion (ADA). Kaufman FR. Medical
b. Oleh karena itu. deteksi dini retinopati sangat
management of type l diabetes. Edis i ke-6. Vi rginia. Ameri-
diperlukan. Pasien yang terdiagnosis sebelum
ka Serikat: ADA: 2012.
pubertas, pemeriksaan mata dilakukan 5 ta-
2. International Diabetes Federation (IDF). Global IDF/ ISPAD
hun setelah diagnosis. Sebelum usia 15 tahun,
for diabetes in childhood and ado lesce nce. Brussels: IDF
pasien dianjurkan untuk kontrol setiap 2 tahun,
Publication: 20 11.
sedangkan setelah usia 15 tahun, dianjurkan
3. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja-lkatan Dokter Anak
kontrol setiap tahun. Pada anak dengan kontrol
Indonesia ODAO . World Diabetic Fou nd ation (WDF).
metabolik buruk, direkomendasikan untuk kon-
Konsensus nasional pengelolaan diabetes melitus tipe 1.
trol mata setiap 3 bulan.
Jakarta: Sadan Penerbit !DAI: 2009.
c. Nefropatik diabetik. Sekitar 30-40% nefropati
4. Rustama OS. Subarj a D. Oentario MC. Ya t i NP. Satriono.
DMTl akan berlanjut menjadi gaga] ginjal kro-
Harjanti en N. Diabetes melitus. Dalam: Batubara JR. Tridjaja
nis.
B. Pulungan AB. pe nyunting. Buku aja r endokrinologi anak.
d. Neuropati perifer
34 UKK Endokrinologi Anak dan Remaja !DAL Ja ka rta: Sadan
2. Makrovaskular. Komplikasi penyakitjantung dan
Penerbit !DAI: 20 10.
pembuluh darah sangat jarang ditemukan pada
5. Pudjiadi AH. Hegar B, Hardyastu ti S. Idris NS. Ganda putra
anak. Namun, kontrol metabolik yang buruk akan
EP. Harmoniati ED, penyun ting. Pedoman pelayanan medis
meningkatkan risiko tersebut di kemudian hari.
lkatan Dokter Anak Indonesia ODAO. Jakarta: Badan Pener-
bit !DAI: 201 1.
Komplikasi lain yang berhubungan:
6. Brink S. Lee WR. Pillay K. Diabetes in children and adoles-
1. Gangguan pertumbuhan, perkembangan. dan
cents: bas ic training for healthcare professionals in devel-
pubertas;
oping countries. Dalam: Patel L. Zac harin M. pe nyunting.
2. Hipotiroidisme dan hipertiroidisme;
PracticaJ paediatric endocrinology in a limited resource
3. Lipodistrofi;
setting. Australia: Elsevier Saunders: 20 1 1.
Gangguan Pertumbuhan
Short Stature
Frans Liwang, Aman Bhakti Pulungan
+
+
Dismorfisme Dlsproporsional
Laju pertumbuhan norma
I
Pubertas Prekoks
Frans Liwang, Aman Bhakti Pulungan
Kela inan s istem sa raf pusat: Stimulas i ovarium yang berlebihan: s inrom McCune-Albright.
Kelainan kongenital kista atau tumor ovarium
Kelainan didapat: tumor hiporalamus-pituita ri. radiasi krania l. Ke lainan adrenal: congenital adrenal hyperplasia (CAH). tumor
hidrose fa lus. menigitis-ense falitis. perd arahan intraventriku ler; adrenal;
Sumber human charionic gonadatrophin (H CG) ektopik: Pajanan steroid seks eksoge n
hepatoblastoma. koriokarsinoma; Hiperaktivitas testikuler: testitoksikosis. tumor sel Leydig atau
Hipotiroidisme primer berkepanjangan sel Sertoli.
ldiopat ik
Fa milial (autosomal dominan)
Pajana n steroid se ks ja ngka pa nja ng
Congenital adrenal hyperplasia (CAH) awitan lambat
Hipotiroid Kongenital
Frans Liwang, Aman Bhakti Pulungan
Disgenesis: aplasia. hipoplasia Diinduksi oleh obat-obatan: PTU, metimazol, yod ium
Dishormogenesis:
Tidak respon cerhadap TSH Defisiensi yodium
Defek trapping iodium
Defek pada tiroglobulin Diinduksi oleh antibodi maternal
Defisiensi iodotirosin-deiodinase
Jdiopatik
Hipotiroid sentral:
Ano mali hipofisis-hipotalamus
Panhi popituitarisme
Defisiensi TSH cerisolasi
Keterangan: TSH. thyroid-stimulating hormone: PTU, propil-tio-urail.
hingga TSH akan menurun dan hormon tiroid akan penurunan aktivitas;
menurun. Kondisi ini tidak disertai struma. kuning;
hipotonia;
Tanda dan Gejala Sekilas seperti sindrom Down, tetapi bayi dengan
39
Horman tiroid telah diproduksi dan dibutuhkan ja- sindrom Down lebih aktif;
nin sejak usia gestasi 12 minggu. Bayi yang menunjuk- Komplikasi berupa defek septum atrium dan
kan gejala hipotiroid pada minggu pertama kehidupan ventrikel.
sebenarnya telah mengalami hipotiroid lama sebelum
bayi tersebut dilahirkan. Selain itu, hormon tiroid di- Pemeriksaan Penunjang
butuhkan untuk metabolisme sel di seluruh tubuh, Pemeriksaan fungsi tiroid T, dan TSH;
serta berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Pemeriksaan hematologi rutin;
Oleh sebab itu, adanya manifestasi klinis hipotiroid Pemeriksaan fungsi tiroid lainnya (bila ada
sudah menunjukkan keterlambatan diagnosis sehingga indikasi): Pemeriksaan radiologis: bone age
dibutuhkan skrining penyakit ini. (sering kali terlambat) , skintigrafi tiroid (untuk
Anamnesis: menentukan penyebab);
pada bayi baru lahir sampai usia 8 minggu, keluhan Pemeriksaan elektrokardiogram, ekokardiografi,
tidak spesifik; dan, untuk mendeteksi efek sekunder(komplikasi)
retardasi perkembangan; hipotiroidisme.
gaga! tumbuh atau perawakan pendek;
letargi, kurang aktif; Kriteria Diagnosis
konstipasi; Manifestasi klinis hipotiroid harus dikonfirmasi dengan
malas menyusu; pemeriksaan T, dan TSH untuk memastikan diagnosis.
suara menangis serak; Diagnosis hipotiroid primer: kadar T4 be bas
pucat; menurun, kadar TSH meningkat.
bayi dilahirkan di daerah dengan kretinisme Hipotiroid kompensata: awalnya kadar T,
endemik dan kekurangan yodium; bebas normal/menurun, kadar TSH meningkat.
biasanya lahir matur atau lebih bulan (postmature); Selanjutnya, kadar T, normal dan kadar TSH
riwayat berat badan lahir kurang dari 2000 g atau meningkat;
lebih dari 4000 g; Hipotiroid transien: awalnya kadar T4 be bas
riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit menurun, kadar TSH meningkat. Selanjutnya,
ibu saat hamil, obat antitiroid yang sedang kadar T4 normal dan kadar TSH normal.
diminum, atau terapi sinar. Diagnosis hipotiroid sekunder/tersier: kadar T,
bebas menurun, kadar TSH juga menurun.
Pemeriksaan fisis :
ubun-ubun besar lebar atau terlambat menutup; Meski demikian, interpretasi hasil fungsi tiroid
dull face; muka yang khas tersebut sulit dilakukan pada bayi prematur atau yang
lidah besar; mengalami penyakit non-tiroid karena sering dijumpai
kulit kering; kadar T, dan T3 rendah dengan TSH normal. Pada bayi
hernia umbilikalis; prematur, kadar T3 dan T, akan kembali normal pada
mottling, kutis marmorata; usia 12 bulan, sedangkan pada penyakit non-tiroid,
nilai akan kembali normal setelah penyakit itu diatasi. Setiap 1-2 bulan selama 6 bulan pertama
Pada kasus dengan hasil fungsi tiroid yang me- kehidupan
ragukan, bila bayi cukup bulan, maka pemeriksaan Setiap 3-4 bulan pada usia 6 bulan-3 tahun
skintigrafi tiroid dapat dilakukan untuk memastikan Selanjutnya setiap 6-12 bulan
diagnosis. Namun bila bayi prematur, pemeriksaan Pemeriksaan bone-age setiap tahun
kadar T4 dan TSH perlu dilakukan secara serial; Pemantauan psikometrik(test IQ}: uji IQ sebelum
umumnya kadar T4 akan terus menurun dan TSH sekolah
meningkat.
Skrining Hipotiroidisme
Tata Laksana Program skrining hipotiroidisme pada bayi baru
Medikamentosa. Prinsip terapi ialah replacement lahir telah dilakukan di negara maju untuk mencegah
therapy. Terapi bisa seumur hidup karena tubuh retardasi mental akibat hipotiroid kongenital. Skrining
tidak dapat mencukupi kebutuhan hormon tiroid. dilakukan dengan mengukur kadar TSH neonatus
Preparat L-tiroksin (Na-L tiroiksin) diberikan pada usia 48 jam-4 hari. Kadar TSH awal >50 µU/mL
dengan dosis sesuai usia (lihat Tabel 2). Dosis memiliki kemungkinan sangat besar untuk mengala-
awal diberikan tinggi, terutama pada usia periode mi hipotiroid permanen dan sebaiknya segera mulai
perkembangan otak (usia 0-3 tahun). diobati setelah diperiksa ulang, sementara kadar TSH
Terapi Suportif: mengatasi anemia berat, serta 20-49 µU / mL dikonfirmasi dan periksa ulang sebelum
rehabilitasi atau fisioterapi pada kasus dengan diterapi.
retardasi perkembangan motorik yang telah Karena belum ada program skrining nasional di
40 terjadi, termasuk pemantauan nilai IQ. Indonesia, maka diagnosis banding hipotiroid kon-
genital harus dipikirkan pada setiap kasus delayed
Tabel 2. Dosis L-tiroksin pada Hipotiroid Kongenital development. Deteksi dini dan pengobatan adekuat
Usia Dosis (µg/ KgBB/ han) sebelum usia 1-3 bulan memiliki prognosis yang baik
terhadap tumbuh kembang anak. termasuk kecer-
0-3 bulan 10-15
dasan IQ.
3-6 bulan 8-10
A. Diare Akut
Definisi Diagnosis
Perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba I. Anamnesis
akibat kandungan air di dalam tinja melebihi normal Perlu ditanyakan deskripsi diare (frekuensi,
( l 0 mL/KgBB/ hari) dengan peningkatan frekuensi lama diare berlangsung, warna. konsistensi tinja,
defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung adanya lendir/darah dalam tinja). adanya muntah,
kurang dari 14 hari. Pola defekasi neonatus dan bayi, tanda dehidrasi (rasa haus, anak rewel/ lemah,
hingga usia 4-6 bulan, yang defekasi >3 kali/hari BAK terakhir). demam, kejang, jumlah cairan ma-
dan konsistensinya cair atau lembek masih dianggap suk, riwayat makan dan minum, penderita sekitar,
normal selama tumbuh kembangnya baik. pengobatan yang diterima, dan gejala invaginasi
(tangisan keras dan bayi pucat).
Etiologi
I. lnfeksi: virus (rotavirus. adenovirus, norwalk) , bak- 2. Pemeriksaan Fisis
teri (Shigella sp.. Salmonella sp.. E. coli, Vibrio sp.). Periksa keadaan umum, kesadaran, tanda vital , 41
parasit (protozoa: E. hystolytica, G. lamblia. Balan- dan berat badan;
tidium coli; cacing: Ascaris sp.. Trichuris sp .. Stron- Selidiki tanda-tanda dehidrasi: rewel/ gelisah,
gyloides sp.; jamur: Candida sp.), infeksi ekstra usus letargis/ kesadaran berkurang, mata cekung,
(otitis media akut, infeksi saluran kemih. pneumo- cubitan kulit perut kembali lambat (turgor ab-
nia). Terbanyak disebabkan rotavirus {20-40%); domen). haus/ minum lahap, malas/tidak dapat
2. Alergi makanan: alergi susu sapi, protein kedelai, minum, ubun-ubun cekung, air mata berku-
alergi multipel: rang/ tidak ada, keadaan mukosa mulut;
3. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa) , le- Tanda-tanda ketidakseimbangan asam basa dan
mak. dan protein; elektrolit: kembung akibat hipokalemia, kejang
4. Keracunan makanan (misalnya makanan kaleng akibat gangguan natrium, napas cepat dan da-
I akibat Botulinum sp.); lam akibat asidosis metabolik.
Periksa kembali dan klasifikasikan ulang perorangan. cuci tangan sebelum makan: (3) Menjaga
setelah 3 jam. kebersihan lingkungan, BAB di jamban; (4) Imunisasi
campak; (5) Memberikan makanan penyapihan yang
- Diare Akut Tanpa Dehidrasi
benar; (6) Penyediaan air minum bersih, serta (7)
Dapat dilakukan terapi rawat jalan dengan empat
Makanan yang selalu dimasak secara adekuat.
aturan perawatan di rumah sebagai berikut Ouga
berlaku untuk diare dengan dehidrasi setelah per-
Komplikasi
awatan):
Dehidrasi, gangguan elektrolit, penurunan berat
Beri cairan tambahan, seperti AS!. yang lebih
badan, gaga! tumbuh, serta diare yang lebih berat dan
sering dan lama. Jika anak tidak memper-
sering terjadi.
oleh AS! eksklusif, berikan oralit, air matang,
atau cairan makanan (kuah sayur, air tajin).
B. Diare Persisten Tata Laksana
Definisi Terapi cairan sesuai derajat dehidrasi (seperti kla-
Diare persisten adalah diare akut dengan atau sifikasi pada diare akut). Atasi kelainan asam basa
tanpa disertai darah dan berlanjut sampai 14 hari dan gangguan elektrolit jika terjadi;
atau lebih. Pemberian diet sesuai usia dan status gizi. Pada
perawatan di rumah sakit, setidaknya diberikan
Faktor Risiko I I 0 Kal/KgBB/ hari. ASI tidak dihentikan;
Usia <6 bulan, lahir prematur, kondisi malanutrisi, Suplementasi mikronutrien zink selama 10 hari
tidak mendapat ASI, penyakit komorbid, dan anemia. untuk regenerasi mukosa usus, dengan dosis se-
bagai berikut:
Etiologi o Anak usia <6 bulan: J 0 mg atau Y.! tablet per
Untuk mengetahui etiologi diare persisten, perlu hari;
ditentukan apakah diare tergolong osmotik atau o Anak usia ~6 bulan: 20 mg atau 1 tablet per
sekretorik, misalnya dengan memuasakan pasien hari;
selama 24 jam. Pada diare osmotik, diare akan • Tata laksana spesifik sesuai etiologi yang men-
berkurang atau berhenti; demikian sebaliknya untuk dasari:
diare sekretorik: - Kasus infeksi: antibiotik sesuai hasil identifika-
Diare osmotik: intoleransi laktosa sekunder, si bakteri penyebab. Berikan metronidazol 50
cow's milk protein sensitive enteropathy (CMPSE), mg/ Kg PO dibagi 3 dosis selama 5 hari untuk
sindrom malabsorpsi; kasus amubiasis dan giardiasis, atau metroni-
Diare sekretorik: bacteria/ overgrowth, antibi- dazol 30 mg/ KgBB dibagi 3 dosis untuk kasus
otic-induced. infeksi persisten (Shigella sp., Cryp- Clostridium difficile. Pada kasus infeksi Klebsi- 43
tosporidium sp., E. coli, serta infeksi virus, jamur, ela sp. atau E. coli patogen, berikan antibiotik
dan parasit). sesuai hasil uji sensitivitas;
Setiap anak dengan diare persisten perlu diperiksa Kasus intoleransi laktosa: berikan formula/ diet
kemungkinan infeksi di luar usus, seperti pneumonia, bebas laktosa;
sepsis, infeksi saluran kencing, sariawan mulut. dan Kasus alergi susu sapi: teruskan AS! dan
otitis media. hindari makanan dari susu sapi;
Kasus malabsorpsi: berikan makanan atau for-
Diagnosis mula elemental secara oral atau parenteral;
Diare persisten memiliki tanda dan gejala yang Kasus antibiotic-induced: hentikan antibiotik
serupa dengan diare akut. Namun karena diare dan berikan probiotik selama 7- 10 hari;
bersifat berlanjut, maka perlu dilakukan identifikasi Evaluasi keberhasilan pengobatan: asupan
etiologi yang mendasari (lihat Gambar 1).
membaik tetap
+
Diare osmotik
+
Hindari laktosa +
sembuh
+
Intoleransi laktosa
.
lidak sembuh
+
Terapi sesuai penyebab dan terapl nutrisi
+
Formula kedelai/ protein hidrolisat
sembuh tidak sembuh
+
Alergl susu sapi
+
gaga!
Nutrisi enteral - - - - - .- Nutrisi parenteral total
Gambar 1. Alur Tata Laksana Diare Persisten pada Anak (Panduan RS Cipto Mangunkusumo. Jakarta: 2007)
makanan cukup, penambahan berat badan, Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders; 20 1 1.
diare berkurang, tidak ada demam. 2. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS. Gandaputra
EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
lndikasi Rawat lkatan Dokter Anak Indonesia (!DAI). Jakarta: Badan Pen-
Anak mengalami gizi buruk, atau disertai tanda- erbit !DAI; 20 11 .
tanda dehidrasi berat Oihat Bab Diare Akut) . 3. World Heal th Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
anak di rumah sakit. pedoman bagi ru mah sakit rujukan
Komplikasi tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO; 2009.
Dehidrasi. syok hipovolemik, hipokalemia. 4. Sastroasmoro S. penyunring. Panduan pelaya nan medis de-
hipoglikemia, kejang, malanutrisi energi protein. partemen kesehatan anak RSC:vt. Jakarta: RSUPN Dr. Cipro
Mangunkusumo; 2007.
Sumber Bacaan 5. Kadim M. Disentri. Divisi Gastroheparologi Departemen
I. Wyllie R. Clinical manifestations of gastrointestinal dis- Jlmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Dr. Cipro Mangunku-
ease. Dalam: Kliegman RM. Stanton BM. Geme J. Schor N. sumo. Jakarta.
Behrman RE. penyunting. Nelson's textbook of pediatrics.
10
Kompelcn"i TV
• Disentri
11
44
Definisi
•• Venita, Muzal Kadim
11
Kompetensi JV
• Konstipasi
11
•• Venita, Muzal Kadim
Definisi Patogenesis
Muntah berarti dikeluarkannya isi lambung Proses muntah dikendalikan oleh pusat muntah
secara ekspulsif melalui mulut dengan kontraksi otot di sistem saraf pusat dengan aktivasi impuls dari
dinding perut. Muntah pada bayi terutama harus chemoreceptor trigger zone (CTZ) lewat nervus vagus.
dibedakan dengan regurgitasi, yaitu pengeluaran isi Proses muntah terjadi dalam tiga tahap: nausea ,
lambung secara ekspulsi tanpa kekuatan. retching, dan emesis. Nausea adalah sensasi ingin
Istilah lain yang berkaitan muntah adalah refluks muntah akibat berbagai stimulus. ditandai rasa mual,
gastroesofageal. yaitu kembalinya isi lambung gerakan peristaltik aktif berhenti, tekanan fundus dan
ke esofagus secara pasif akibat hipotoni sfingter korpus menurun, sedangkan di antrum-pars desenden
esofagus, posisi abnormal sambungan esofagus- duodenum tekanan akan meningkat. Lalu pada fase
kardia, a tau lambatnya pengosongan isi lambung. Jika retching terjadi inspirasi dalam dengan gerakan otot
isi lambung tersebut dikeluarkan dari mulut, maka napas spasmodik diikuti kontraksi otot perut dan
disebut regurgitasi. Makanan yang diregurgitasi, diafragma. serta relaksasi sfingter esofagus bawah. 47
kemudian dikunyah atau ditelan kembali disebut Kemudian pada fase emesis, perubahan tekanan
dengan ruminasi. intratoraks menjadi positif dan sfingter esofagus akan
relaksasi sehingga isi lambung keluar dari mulut.
Anatomi/obstruksi Atresia dan webs Hyperrrophic pyloric lntususepsi Obstruksi akibat ulkus peptikum
Malarotasi/vo/vu/us stenosis Hernia inguinal Hernia inguinal
hirschsprung disease Hernia Inguinal Bezoar Bezoar
Meconium ileus/plug Hirschsprung disease Sindrom a. mesenterika superior
Intususepsi
~
sentrasi hemoglobin dan massa eritrosit dibanding- kepada anemia defisiensi besi. Riwayat pengobatan
kan kontrol pada usia yang sama. Anemia pada anak dapat mengindikasikan adanya defisiensi G6PD atau
adalah masalah yang sering ditemui dalam prak- anemia aplastik. Infeksi virus juga dapat menyebab- 0
tik sehari-hari. Bentuk yang tersering dari anemia kan aplasia sel darah merah. Diare berulang mening-
.....
I
tn
~
mikrositik adalah anemia defisiensi besi, talasemia, katkan kecurigaan malabsorpsi dan kehilangan dasar
atau keracunan timbal. Penyebab anemia normositik samar. misalnya dalam gluten-sensitive-enteropathy
lebih banyak sehingga diagnosisnya lebih sulit. Ane- dan inflammatory bowel disease. ~
mia makrositik biasanya disebabkan oleh defisiensi E
Q)
asam folat dan atau vitamin B,,. hipotiroidisme, dan Pemeriksaan Fisis ::r:
penyakit hati. Bentuk anemia ini cukup jarang pada Temuan pada anemia kronis meliputi mood irrita-
anak-anak. bel, pucat (biasanya tidak terlihat sampai Hb kurang 49
dari 7 g/ dL), glositis, murmur sistolik, keterlambatan
Fisiologi pertumbuhan, splenomegali dan perubahan kuku.
Eritropoetin adalah hormon regulator utama Anak dengan anemia akut, biasanya memiliki gamba-
dalam produksi eritrosit. Pada fetus, eritropoetin di- ran klinis yang lebih khas, misalnya ikterus, takipnea,
hasilkan oleh sistem makrofag-monosit di hati. Setelah takikardia, splenomegali, hematuria, dan gaga! jan-
kelahiran, eritropoetin diproduksi oleh sel peritubular tung kongestif.
di ginjal. Dalam proses produksi dan maturasi, eritro-
sit kehilangan nukleusnya sehingga kehilangan fungsi Pemeriksaan Penunjang
sintesisnya. Eritrosit normal akan bertahan selama Darah perifer lengkap: eritrosit, hemoglobin, he-
120 hari, sementara eritrosit abnormal hanya berta- matokrit, indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC),
han setidaknya 15 hari. Molekul hemoglobin adalah RDW. dan hitung retikulosit.
kompleks hemeprotein yang terdiri atas dua rantai - Mean corpuscular volume (MCV) adalah indeks
polipeptida yang mirip. Terdapat enam tipe hemoglo- perkiraan volume eritrosit.
bin pada manusia, yaitu embrionik, Gower I. Gower II, MCV = (Ht/Eritrosit) x 10
Portland, hemoglobin fetal (HbF). dan hemoglobin de- MCV normal 79-96 fl. MCV >79 fL mikro-
wasa (HbA dan HbA 2). HbF adalah hemoglobin primer sitik, MCV >96 fL makrositik.
pada fetus yang memiliki afinitas oksigen lebih tinggi - Mean corpuscular hemoglobin (MCH) adalah
dibandingkan HbA dan HbA2 sehingga memungkinkan indeks untuk mengetahui perkiraan kandu-
efisiensi transfer oksigen ke fetus yang lebih baik. ngan Hb dalam eritrosit.
J umlah HbF akan berkurang secara cepat hingga ka- MCH = (Hb/Eri) x 10
dar trace pada usia 6-12 bulan dan akan digantikan MCH normal 27-32 pg. Apabila MCH <2 7
oleh tipe Hb dewasa yaitu HbA dan HbA 2. hipokrom, MCH >32 hiperkrom.
- Mean corpuscular hemoglobin concentration
Pendekatan Klinis (MCHC) adalah indeks untuk mengetahui
Diagnosis spesifik penyebab anemia dapat ditegak- persentase Hb dalam darah.
kan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan labora- MCHC = (Hb/Ht) xl00%
torium sederhana. Klarifikasi anemia menjadi mikrosi- MCHC normal 32-37%. Apabila MCHC
tik, normositik, atau makrositik merupakan salah satu <32% disebut hipokrom.
pendekatan diagnostik anemia. Anak dengan anemia - Red ce/l distribution width (RDW) untuk mem-
umumnya tidak menunjukkan gejala klinis dan memi- perkirakan variasi ukuran eritrosit. Semakin
liki hemoglobin atau hematokrit abnormal pada skri- tinggi nilainya, berarti ukuran eritrosit makin
ning rutin. Pada beberapa anak, dapat ditemui pucat, anisositosis
fatigue, atau ikterik. - Hitung retikulosit membedakan anemia akibat
penurunan produksi eritrosit dengan proses
destruktif
Hitung retikulosit rendah: supresi sumsum Anak: Coombs test, G6PD. piruvat kinase,
tulang dan krisis aplastik; elektroforesis Hb
Hitung retikulosit tinggi: hemolisis atau - Anemia aplastik: bone marrow puncture (BMP)
perdarahan aktif. Anemia pasca perdarahan: faktor koagulasi,
waktu pembekuan, waktu perdarahan,
Pemeriksaan khusus - Anemia akibat keganasan: BMP. USG
- Anemia defisiensi besi
Serum iron (SO . total iron binding capacity Diagnosis Banding
(TlBC) , feritin Sebagai ringkasan, diagnosis banding dari anemia
::r:
l'D
Saturasi transferin = (SI/TIBC) x 100 dapat dilihat pada Tabel 1.
- Anemia hemolitik
3 Bayi: golongan darah ABO, Rhesus, Coombs
~ A. Anemia Defisiensi Besi
2. test. G6PD, piruvat kinase, elektroforesis Anemia defisiensi besi merupakan masalah yang
0 Hb sering ditemui pada anak dan dapat terjadi pada ber-
u:l
......
I
g Tabel l . Diagnosis Band ing Anemia pada Anak Berdasarkan Tanda & Gejala Penyerta
Perdarahan 0
0
Asu pan ku rang 1ii
5 tahun - remaja
Perdarahan oleh karena infeksi e
Q)
bagai kelompok usia anak dengan penyebab yang kasi sebagai berikut
::i::
berbeda-beda a. Hb <5 g/dL; 51
b. Hb <6 g/ dL dengan gangguan jantung, infeksi
Diagnosis berat, distres pernapasan, dehidrasi, asidosis,
Anamnesis atau hendak menjalani pembedahan.
Pucat kronis, mudah lelah, berdebar-debar, sering
pusing, kadang dapat ditemui sesak napas: Suplementasi Besi
Orang tua bisa mengeluhkan adanya keterlam- Pemberian suplementasi besi bertujuan untuk pence-
batan pertumbuhan; gahan atau terapi.
Pada bayi dan anak kecil dapat ditemukan keter- I. Dosis profilaksis
lambatan perkembangan psikomotor. Pada usia a. Diberikan jika SI masih menunjukkan batas
yang lebih lanjut dapat dijumpai gangguan kog- normal atau pada bayi yang berisiko tinggi
nitif; mengalami anemia defisiensi besi;
Perubahan perilaku: pika (makan benda-benda se- b. Dosis besi elemental yang diberikan 1 mg/
perti tan ah, batu, kertas, dll). KgBB/hari.
2. Dosis terapeutik
Pemeriksaan Fisis a. Diberikan jika telah dapat pemeriksaan labo-
Pucat dan tidak ditemukan organomegali: ratorium;
Atrofi papil lidah: b. Dosis besi elemental 3-5 mg/KgBB/hari, diba-
Koilonikia (perubahan pada epitel kuku): gi dalam 3 dosis, dan diberikan 30 menit se-
Gangguan jantung bila sudah terjadi komplikasi belum makan:
jantung. c. Lama pemberian:
Feritin turun: 2 bulan:
Pemeriksaan Penunjang ii. Hb turun: diberikan sampai Hb normal di-
Hb turun tambah 2 bulan setelahnya untuk mengisi
MCV dan MCHC dapat normal pada awalnya. Pada cadangan besi.
tahap Ianjut dapat ditemukan mikrositik hipokrom
Status besi (Feritin turun, SI turun, TIBC naik, dan Suplemen besi tersedia dalam bentuk oral dan
saturasi transfer in). Awalnya terjadi penurunan intravena dengan keuntungan dan kerugian
feritin (stadium deplesi besi). Pada tahap lanjut masing-masing:
(defisiensi besi), juga dapat disertai penurunan SI. I. Oral
Sediaan oral yang paling banyak tersedia adalah
Tata Laksana Anemia Defisiensi Besi sulfas ferrosus (100 mg sebanding dengan 20 mg
Tata laksana anemia defisiensi besi meliputi: besi elemental). Sebaiknya sediaan oral diberikan
I. Mengatasi etiologi (lihat Tabel 3): saat perut kosong untuk meningkatkan penyera-
2. Pemberian suplementasi besi; pan tetapi sering terjadi efek samping berupa
3. Tranfusi packed red cell (PRC) sesuai dengan indi- mual, muntah, dan kolik abdomen. Apabila hendak
diberikan saat perut terisi, dosis boleh dinaikkan 2 Anemia Hemolitik Auto-imun
kalinya. Penyerapan besi meningkat pada senyawa Anemia hemolitik auto-imun (autoimmune hemo-
asam seperti vitamin C. Hindari diberikan bersama lytic anemia- AIHA) adalah anemia yang disebabkan
teh. kopi. susu. kuning telur. dan antasida karena produksi antibodi oleh tubuh terhadap eritrosit sendi-
menurunkan absorbsi besi. ri. AIHA dibagi menjadi dua: tipe hangat dan dingin
2. Intramuskular/intravena diberikan apabila (lihat Tabel 5).
respon terapi dengan besi oral tidak baik atau
kehilangan besi terjadi dalam waktu yang cepat. C. Talasemia
Efek samping besi intravena adalah muntah. mual. Lihat Bab Talasemia.
demam, lemas, nyeri kepala. sampai anafilaksis.
D. Anemia Aplastik
Suplementasi Besi Neonatus diberikan untuk bayi Anemia aplastik ditandai dengan pansitopenia
preterm mulai usia 4 bulan sedangkan bayi aterm mu- (turunnya semua jumlah sel darah) tanpa adanya buk-
lai usia 6 bulan. Suplemen besi diberikan sampai usia ti keganasan sistem hematopoiesis atau metastasis
I tahun. Dosis yang diberikan: kanker yang menekan sumsum tulang. Biasanya leu-
Aterm: I mg/KgBB/hari kosit dan trombosit turun terlebih dahulu baru diikuti
Bayi berat lahir rendah: anemia. Diagnosis pasti ditentukan dengan pemerik-
1500 -2000 g: 2 mg/ KgBB/ hari saan biopsi sumsum tulang yang menunjukkan gam-
I 000 -1500 g: 3 mg/KgBB/ hari baran hiposeluler (dapat digantikan jaringan lemak).
- <I 000 g: 4 mg/KgBB/hari Gambaran klinis merupakan manifestasi rendah-
Dosis maksimal suplemen besi 15 mg/ hari nya komponen sel darah. Pada fase awal dijumpai per-
52
darahan karena trombositopenia. Neutropenia menga-
B. Anemia Hemolitik kibatkan mudahnya infeksi. demam. serta sariawan.
Anemia hemolitik adalah anemia yang diakibatkan Anemia dapat menyebabkan pucat. lemas. takikardia,
pemecahan eritrosit yang berlebih. Anemia hemoli- sampai anoreksia. Apabila menemukan pasien dengan
tik dapat dibagi menjadi akut dan kronis. Perbedaan kecurigaan anemia aplastik sebaiknya dirujuk ke dok-
keduanya dapat dilihat pada Tabel 4. ter spesialis anak. Tata laksana mulai dari imunosu-
presi sampai transplantasi sumsum tulang. Prognosis
Defisiensi Glucose-6-Peroxide-Dehidrogenase (G6PD) dari penyakit ini buruk, hanya sekitar 0-20% pasien
Pada anak. defisiensi G6PD merupakan salah yang sembuh.
satu penyebab anemia hemolitik yang sering. Enzim
G6PD berfungsi menghasilkan sumber energi bagi Sumber Bacaan
metabolisme eritrosit. Enzim ini membantu dalam I . Irwin JJ. Kirchner JT. Anemia in childen. Am Fam Physician.
proses reduksi NADP menjadi NADPH yang berfungsi 200 I:64:1379-86.
melindungi eritrosit dari oksidasi. Kurangnya G6PD 2. Janus J. Moerschel SK. Evaluation of anemia in children.
akan membuat eritrosit rentan lisis. Defisiensi G6PD Am Fam Physician. 20 I 0:81 ( 12): 14 62-71.
diturunkan melalui kromosom X. 3. Glader. The anemias. Dalam: Kliegman RM. Stanton BM.
Geme J, Schor N. Behrman RE. penyunting. Nelson's text-
Anamnesis
Pucat mendadak Anamnesis
Riwayat konsumsl obat atau terkena racun. Obat yang Pucat sejak Jama
dapat menyebabkan anemia hemolitlk antara lain Anoreksia
primakuin. klorokuin, kotrimoksasol, kloramfenlkol. Perut membesar
aspirin. dsb.
Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan Fisis
Anemia Anemia
Organomegali (-) Organomegali (-) / (+)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang Anisosltosls. polkllositosis. sel target, fragmentosit.
Hb urine(+) hlpokrom. sel berinti
Dapat ditemukan Hb anormal
Tabel 5. Perbedaan AIHA Tipe Hangat dan Tipe Dingi n
Sferositosis .....
Pemeriksaan Uji Coomb's (+) akibat IgG. IgA. atau IgG
Sferositosis kurang jelas t:J'I
Laboratorium dan komplemen
Uji Coomb's (+) akibat komplemen (C3d)
Aglutinasi pada suhu dingin
~
Deteksi antibodi pada suhu 37°C
~
0
Tata laksana utarna mengatasl penyebab dasar: .....
I
Hemofilia
Dimas Priantono, Chris Tanto, Hikari Ambara Sjakti
Normal 50-100%
Hemofilia ringan >5% dan < 50%
Hemofilia sedang 1%-5%
Hemofilia berat <1 %
Faktor pembekuan diberikan dengan loading dose karena adanya risiko obstruksi saluran kemih aki-
(2 kali dos is normal). bat bekuan darah.
Terapi tambahan lain yang dapat diberikan pada epi- Evaluasi Dan Pemantauan Komplikasi
sode perdarahan atau hemarthrosis adalah: Evaluasi perlu dilakukan setiap 6-12 bulan untuk
I. Pada pasien hemofilia A ringan, produksi endogen semua pasien hemofiia, meliputi status muskuloskele-
faktor Vlll dapat diinduksi dengan desmopressin tal, transfusion related infection (terutama pada pasien
asetat (DDAVP®). Desmopressin asetat adalah yang mendapat transfusi kriopresipitat I FFP) , keseha-
senyawa kimia menyerupai hormon yang dipro- tan gigi-mulut, vaksinasi dan adanya penyekat.
duksi oleh tubuh, yang berfungsi untuk melepas-
kan faktor Vlll yang disimpan di jaringan tubuh. Sumber Bacaan
Desmopressin dapat diberikan intravena (dosis 0 ,3 I. Wo rld Fede ration of He moph ilia. Guidelines for the man-
µg/ KgBB) atau spray nasal (dosis 300 µg) untuk ageme nt of hemop hil ia. Edis i ke-2. Montreal: World Feder-
meningkatkan kadar F VIII 3-6 kali dari baseline. ation of Hemop hilia: 20 12.
Pada pasien hemofilia A sedang atau berat, jum- 2. Ljung R. Hemophil ia and prophylaxis. Pediatr Blood Ca n-
lah faktor VIII tidak mencukupi, sehingga terapi ce r. 2013:60 Suppl 1:S23-6.
dengan desmopressin tidak efektif. 3. Dunn AL. Malignum ncy in pa tients with haemophilia: a re-
2. Terapi lainnya dapat berupa antifibrinolitik (Ep- view of the literature. Haemophi lia. 20 10 May: l 6(3):427-
silon Amino Caproic Acid) adalah senyawa kimia 36 .
yang diberikan melalui vena atau oral (baik dalam 4. Franchi ni M. Zaffanello M. Lippi G. Acquired he mophilia in
bentuk pil atau sirup) . Bekerja dengan mencegah pediatrics: a syste mat ic review. Pediatr Blood Cance r. 2010
55
pemecahan bekuan darah, menghasilkan bekuan Oct:55(4):606- l I.
yang lebih rapat dan kuat. Terapi ini digunakan 5. Franchini M. Ma nnucci PM. Acquired haemophilia A: a
untuk perdarahan pada mulut atau setelah pen- 2013 update. Thromb Hae most. 201 3 Dec: l 10(6): 111 4-
cabutan gigi karena terapi ini mencegah enzim 20 .
pada saliva yang memecah bekuan darah. 6. Mo ntgomery RR. Scott JP. Hemorrhagic a nd thrombot ic
3. Asam traneksamat (antifibrinolitik) juga dapat disease. Dalam: Kliegman RM , Stanton BM, Geme J, Schor
digunakan unuk perdarahan mukosa seperti N, Behrma n RE. pe nyunti ng. Nelson·s textbook of pediat-
epistaksis dan perdarahan gusi dengan dosis 25 rics. Edisi ke- 19. Philadelphia: Elsevie r Saunde rs: 2011.
mg/ KgBB/ kali (3 x sehari, oral/intravena, dapat 7. Pudjiadi AH . Hega r B. Ha rdyastut i S. Idris NS. Gandaputra
diberikan 5- 10 hari). Kontraindikasi pemberian EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pe!ayanan medis
antifibrinolitik adalah perdarahan saluran kemih Jkatan Dokter Anak Indonesia (!DAI). Ja karta: Sada n Pen-
erbit !DAI: 20 1 1.
Leukemia Akut
I
Definisi Epidemiologi
Leukemia adalah kelompok penyakit keganasan Leukemia adalah keganasan tersering pada anak-
yang diakibatkan oleh abnormalitas genetik pada anak, yaitu sekitar 41 % dari semua keganasan yang
sel hematopoetik sehingga terdapat prolife rasi klon- terjadi pada anak di bawah usia 15 tahun. Kejadian
al sel darah. Progeni sel tersebut memiliki kelainan leukemia limfoblastik akut (LLA) mencapai 77% dari
komponen genetik sehingga kemampuan prolife rasi semua jenis leukemia pada anak, leukemia mielositik
menjadi berlebihan, penurunan laju apoptosis spon- akut (LMA) sebanyak 11 %, dan leukemia mielositik
tan, atau keduanya. Akibatnya terdapat disrupsi fung- kronis (LMK) hanya 2-3%.
si sumsum tulang normal yang berakibat kegagalan
sumsum tulang. Gambaran kJinis, temuan laboratori- A. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
um dan respon terhadap terapi berbeda tergantung Etiologi
pada tipe leukemia. Etiologi LLA tidak diketahui meskipun beberapa
faktor genetik dan lingkungan berkaitan erat dengan
leukemia pada anak. Pajanan terhadap radiasi diag-
nostik baik saat dalam kandungan atau masa anak- I 0.000/µL atau >80.000/ µL (hiperleukositosis) .
anak berkaitan dengan peningkatan angka kejadian Pada sebagian kasus, sel leukemik terkadang
LLA. Faktor lain yang diduga berkaitan adalah infeksi dilaporkan sebagai limfosit atipikal, diperlukan evalu-
EBY. asi lebih lanjut, untuk menentukan sel tersebut ber-
asal dari ganas. Apabila analisis darah tepi menun-
Patofisiologi jukkan kemungkinan leukemia, pemeriksaan sumsum
Pada LLA, komponen genetik progenitor sel lim- tulang belakang harus dilakukan untuk menegakkan
foid mengalami perubahan dan mengalami disregula- diagnosis. Aspirasi sumsum tulang belakang biasanya
si proliferasi dengan ekspansi klonal. Sel limfoid yang cukup tetapi terkadang dibutuhkan biopsi sumsum
::r::
C'D
bertransformasi menggambarkan ekspresi gen yang tulang belakang untuk menyediakan sampel jaringan
s~ berubah yang terlibat dalam perkembangan normal
sel B dan sel T. Beberapa studi menunjukkan bahwa
yang lebih banyak untuk studi lebih lanjut atau
mengeksklusi penyebab lain dari kegagalan sumsum
2. sel punca leukemik ada pada jenis tertentu dari LLA. tulang belakang.
0 LLA didiagnosis dengan evaluasi sumsum tulang
IQ
......
I
Diagnosis yang didominasi lebih dari 25% sel sumsum tulang be-
0 Anamnesis lakang sebagai populasi limfoblas. Stratifikasi risiko
i
IQ
......
Awai perjalanan LLA biasanya tidak spesifik dan
berjalan singkat. Anoreksia, kelelahan, gelisah kadang-
kadang ada, dan terdapat demam hilang timbul. Nyeri
tulang atau sendi, pada ekstremitas bawah juga bi-
didasarkan pada usia , jumlah leukosit. asam urat,
keterlibatan susunan saraf pusat dan imunofenotipe.
LLA didasarkan atas pemeriksaan likuor serebral.
Pungsi lumbal dapat dilakukan sejalan dengan dosis
asanya dikeluhkan. Nyeri tulang bersifat persisten dan pertama kemoterapi intratekal apabila diagnosis leu-
56
perlu dibedakan dengan growing pain, nyeri akibat kemia sudah ditegakkan dari evaluasi sumsum.
pertumbuhan tulang. Gejala dapat berdurasi beberapa
bulan Oarang) dan terlokalisasi pada tulang atau sendi Diagnosis Banding
dan mungkin terdapat pembengkakan sendi. LLA harus dibedakan dari LMA atau penyakit ke-
Pasien biasanya memiliki riwayat infeksi saluran ganasan lain yang menginvasi sumsum tulang dan
pernapasan atas berulang 1-2 bulan sebelumnya. menyebabkan kegagalan sumsum tulang seperti neu-
Dalam perkembangannya, gejala dan tanda kegaga- roblastoma dan rabdomiosarkoma.
lan sumsum tulang menjadi lebih jelas yang berupa
tampilan fisis pucat. fatigue, memar. atau mimisan dan Tata Laksana
demam yang mungkin diakibatkan oleh infeksi. Faktor prognostik terpenting pada LLA adalah
derajat risiko dan pengobatan, karena tanpa terapi
Pemeriksaan Fisis efektif, penyakit ini berakibat fatal. Survival rate pada
Pada pemeriksaan fisis, anak tampak pucat, lesu, anak dengan LLA 40 tahun terakhir sudah mening-
purpura dan petekie pada kulit dan perdarahan kat dengan meningkatnya terapi dan outcome dari uji
membran mukosa merefleksikan kegagalan sumsum klinis. Terdapat tiga fase dan durasi kemoterapi untuk
tulang. Aktivitas proliferatif dari penyakit dapat ber- LLA yang akan dibahas sebagai berikut:
manifestasi sebagai limfadenopati, hepatomegali dan a. Fase terapi
splenomegali. Pada pasien dengan nyeri tulang dan Tata laksana LLA pada anak umumnya , memiliki
sendi. pada palpasi dapat ditemukan pembengkakan 3 fase yaitu induksi. konsolidasi. dan pemeli-
sendi dan efusi. Tidak jarang terjadi peningkatan TIK, haraan.
yang ditandai dengan papiledema. perdarahan retina Tujuan fase induksi adalah untuk mencapai
dan kelumpuhan nervus kranial. Distres pernapasan remisi sumsum tulang yang didefmisikan sebagai
biasanya berkaitan dengan anemia tetapi kadangkala kurang dari 5% bias dari sumsum tulang. Terapi
terjadi pada pasien dengan obstruksi jalan napas oleh induksi biasanya terdiri atas 3-4 macam obat, an-
massa limfoblastik pada mediastinum yang berukuran tara lain glukokortikoid. vincristine, asparaginase,
besar. Masalah ini umum dijumpai pada anak remaja dan anthracycline. Terapi ini menginduksi remisi
dengan LLA sel T. komplit berdasarkan morfologi pada 98% pasien.
Pengukuran minimal residual disease (MRD) de-
Pemeriksaan Penunjang ngan flowsitometri atau PCR menunjukkan peme-
Diagnosis LLA dilakukan dengan pemeriksaan riksaan morfologik bias yang spesifik dan sensitif,
darah tepi yang mengindikasikan adanya kegagalan mencapai kurang dari 0, I% pada akhir fase induk-
sumsum tulang. Anemia dan trombositopenia ditemui si.
pada banyak kasus. Se! leukemik biasanya tidak dili- Terapi konsolidasi diberikan segera setelah
hat pada pemeriksaan rutin darah tepi. Sebagian besar remisi tercapai untuk mengurangi beban sel leu-
pasien LLA menunjukkan hitung leukosit kurang dari kemik sebelum adanya resistensi obat dan relaps
pad a situs tertentu (misal testis, SSP,dll). Pada losit. Hal ini menentukan subtipe LMA yang terjadi,
fase terapi ini, pasien diberikan obat lain seper- terkadang dengan pola dan pertumbuhan yang sangat
ti siklofosfamid, methotrexate, cytarabine dan/ berbeda satu sama lain.
atau 6-mercaptopurine (6MP). Terapi konsolidasi LMA pada umumnya berkaitan dengan fusi gen
bertujuan untuk meningkatkan long term survival yang menyebabkan translokasi kromosom. Banyak
pada pasien dengan penyakit risiko standar. translokasi merupakan karakteristik beberapa subtipe
Fase pemeliharaan merupakan fase terlama. leukemia akut dan terkadang membantu mempredik-
Fase tersebut bertujuan untuk mempertahankan si prognosis. Sel leukemik yang tidak lagi mengalami
remisi. Terapi fase tersebut terdiri atas methotrex-
ate intratekal, vincristine, dan steroid, 6-MP dan
siklus hidup sel yang normal, kehilangan kemampuan-
nya untuk apoptosis dan memiliki waktu hidup yang
....t1
0
metotreksat per oral. lebih lama serta mengalami proliferasi tanpa batas
b. Durasi Terapi
sehingga berkompetisi dengan sel hematopoetik nor-
mal. Hasilnya adalah akumulasi sel abnormal dengan ~
Untuk mencapai angka kesembuhan untuk pasien defek kualitatif. Penyebab utama morbiditas dan mor- ....0t1
I
LLA galur sel B dan sel T membutuhkan sekitar talitas adalah defisiensi sel hematopoetik yang ber-
0
2- 2,5 tahun untuk melanjutkan terapi. Percobaan fungsi normal dibandingkan dengan sel ganas.
0
~
mengurangi durasi terapi menghasilkan angka re-
laps yang tinggi Manifestasi Klinis
Anamnesis
B. Leukemia Mielositik Akut (LMA) Tanda dan gejala pada pasien LMA hampir sama ::i::
LMA terdiri atas sekelompok keganasan yang di- dengan gejala LLA disebabkan akibat dominasi sum- 57
cirikan dengan penggantian sumsum tulang normal sum tulang dengan sel ganas dan karena kegagalan
dengan sel hematopoetik primitif abnormal. Apabila sumsum tulang sekunder.
tidak diobati, kelainan ini menyebabkan kematian,
yang biasanya karena infeksi atau perdarahan. Meski- Pemeriksaan Fisis
pun angka keberhasilan pengobatan meningkat, tera- Gejala yangjarang adalah nodul subkutan atau lesi
pi berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas. Angka blueberry muffin , infiltrasi pada gusi, koagulasi intra-
kesintasan hidup jangka panjang untuk pasien anak vaskular diseminata (sering pada leukemia promie-
hampir 60%. Kematian merupakan konsekuensi ke- lositik akut) dan massa diskret, yang disebut dengan
lainan yang progresif atau toksisitas akibat terapi. ch/aroma atau sarkoma granulositik. Massa ini terjadi
Klasifikasi LMA dapat dibagi menurut subtipe tanpa keterlibatan sumsum tulang dan biasanya ber-
dari temuan pada sumsum tulang belakang. Beberapa kaitan dengan subkategori LMA M2 dengan translo-
dari subtipe ini memiliki gambaran klinis yang khas. kasi kromosom t(8;2 l).
Klasifikasi French-America-British (FAB classification)
mengenal 7 tipe primer LMA (Ml - M7), yang ditegak- Pemeriksaan Penunjang
kan berdasarkan morfologi dari pemeriksaan sumsum Analisis aspirasi sumsum tulang belakang dan
tulang belakang. Berikut ini adalah klasifikasi primer spesimen biopsi dengan LMA menunjukkan gambaran
LMA: sumsum tulang hiperselular terdiri atas pola monoton
a. M 1 leukemia mieloblastik akut tanpa maturasi dengan gambaran dominan sesuai subtipe. Pewarnaan
b. M2 leukemia mieloblastik akut dengan maturasi khusus membantu identifikasi sel yang mengandung
c. M3 leukemia promieloblastik akut mieloperoksidase, sehingga dapat mengonfirmasi sel
d. M4 leukemia mielomonositik akut dari galur mieloid dan diagnosis. Beberapa abnormali-
e. M5 leukemia monositik akut tas kromosomal dan marker genetik molekular akan
f. M6 eritroleukemia bersifat spesifik untuk masing-masing subtipe.
g. M7 leukemia megakariositik akut
Tata Laksana
Etiologi Kemoterapi multiagen agresif dapat menginduksi
Meskipun penyebab LMA belum diketahui pada remisi pada 80% pasien. Sekitar I 0% pasien mening-
sebagian besar pasien. beberapa faktor dipikirkan gal karena infeksi atau perdarahan sebelum remisi
berkaitan dengan terjadinya LMA. LMA merupakan dapat dicapai. Sumsum tulang dari saudara kandung
penyakit yang sangat heterogen jika dilihat dari sisi yang cocok atau transplantasi sel punca setelah re-
molekuler. Transformasi onkogenik menjadi sel leu- misi mencapai Jong-term-disease-free survival pada
kemik dapat terjadi pada berbagai tahapan maturasi 60-70% pasien.Kemoterapi berkelanjutan pada pasien
sel hematopoetik, dari sel punca hematopoetik yang yang tidak memiliki donor yang cocok kurang efektif
paling primitif sampai ke tahapan berikutnya, terma- dibandingkan transplantasi sumsum tulang.
suk sel progenitor mieloid/ monositoid dan promie- Leukemia akut promielositik yang ditandai dengan
perubahan susunan gen yang berkaitan dengan resep- of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. Oxford:
tor asam retinoat sangat responsif terhadap asam reti- Elsevier Saunders: 2010. h.5 18-63.
noat yang dikombinasikan dengan antrasiklin. Terapi 3. Coiffier B. Altman A. Pui CH. Younes A , Cairo MS.
suportif sangat dibutuhkan untuk pasien LMA. Guideline for the management of pediatric and adult
tumor lysis syndrome: an evidence-based review. JCO.
Sumber Bacaan: 2008:26(16) :2767-78
1. Tubergen DG. Bleyer A. The leukemias. Dalam: Kliegman 4. Creutzig U. Van den Heuve l-Eibrink MM. Gibson B. Dworzak
RM. Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. penyun- MN. Adachi S. de Bont E, dkk. Diagnosis and management
ting. Nelson·s textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadel - of acute myeloid leukemia in children and adolescents: rec-
::r: phia: Elsevier Saunders: 2011. ommendations from an international expert panel. Blood.
ro
2012:120(1 6):3 187-205.
3 2. Lanzkowsky P. Leukemias. Dalam: Lanzkowsky P. Manual
~
.... 16
IQ
0
I IU•mpelt'mi Ill
Purpura Trombositopenia lmun
11
i....
IQ
•• Dimas Priantono. Chris Tanto. Hikari Ambara Sjakti
meningkat, sel darah lainnya normal. BMP dilaku- pasien. Konsultasi dengan ahli hematologi dibutuhkan
0
kan untuk menyingkirkan penyebab hematologi saat memulai terapi.
0
lain. 1ii
Tata Laksana
Prognosis
Sekitar 83% anak mengalami remisi spontan dan
e
Q)
Bila tidak ada kegawatan, pasien dapat dirujuk 89% anak dapat sembuh sempurna lebih dari 50% pa- ::i::
ke Spesialis Anak. Tata laksana ITP bergantung pada sien membaik dalam waktu 4-8 minggu, dan sekitar 59
kondisi klinis pasien: 2% pasien meninggal.
1. Perdarahan ringan: anak dengan hitung trom-
bosit >20.000/mm 3 dan asimtomatis atau hanya Sumber Bacaan
memiliki sedikit purpura, cukup diobservasi dan 1. Montgomery RR. Scott JP. Hemorrhagic and thrombotic
tidak memerlukan terapi. disease. Dalam: Kliegman RM, Stanton BM. Geme J, Schor
2. Perdarahan sedang: anak dengan hitung trom- N, Behrman RE, penyunting. Nelson's textbook of pediat-
bosit <20.000/mm 3 dan perdarahan membran rics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders; 20 11.
mukosa yang bermakna dan anak dengan hitung 2. Lanzkowsky P. Disorders of platelets. Dalam: Lanzkowsky
trombosit <! O.OOO/mm3 dan sedikit purpura ha- P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-
rus diberi terapi kortikosteroid oral. 5. Oxford: Elsevier Saunders; 20 10. h.343-5.
3. Perdarahan berat: epistaksis yang tidak terhenti 3. Cooper N. A review of the management of childhood
dengan tampon, hematuria, perdarahan intrakra- immune thrombocytopenia: how can we provide
nial. serta perdarahan saluran cerna membutuh- an evidence-based approach? Br J Haematol. 2014
kan intervensi intensif meliputi glukokortikoid Jun; 165(6):756-67.
dosis tinggi dan imunogobulin intravena (!Vig) de-
17
Kompetensi IV
• Talasemia
11
•• Dimas Priantono, Chris Tanto, Hikari Ambara Sjakti
- Diberikan sampai target Hb 12 g/ dL, tidak yor atau intermedia berkaitan dengan stimulasi ber- ::i::
boleh melebihi 15 g/dL; lebih sumsum tulang, eritropoesis yang tidak efektif, 61
- Bila Hb >5 g/dL, berikan 10-15 mL/KgBB/ kali dan kelebihan besi akibat transfusi berulang. Masalah
dalam 2 jam atau 20 mL/KgBB/ kali dalam 3-4 kelebihan besi Qron overload) merupakan masalah
jam; utama pada talasemia yang memerlukan transfusi
- Bila Hb <5 g/dL, berikan 5 mL/KgBB/ kali de- berulang. Kondisi ini menganggu semua fungsi or-
ngan kecepatan 2 mL/KgBB/jam. Beri oksigen. gan tubuh terutama jantung. Dengan transfusi darah
Pemantauan dan kontrol berulang, penyerapan besi akan berlanjut dan akan
- Kontrol 2-4 minggu sekali bagi penderita ta- menimbulkan penimbunan besi pada organ viseral
lasemia lama; (hemosiderosis). Pada jantung menyebabkan kardio-
- Kadar feritin dan besi diperiksa tiap 6 bulan; miopati, pada hati timbul gangguan pembekuan darah
- Fungsi organ dipantau tiap 6 bulan; dan metabolik, pada kelenjar endokrin dapat terjadi
- Pemeriksaan penanda hepatitis B dan C. hipogonadisme dan diabetes melitus (pada masa
remaja dan dewasa).
Tata laksana medikamentosa lainnya dapat diberikan: Bayi yang tidak diberi tata laksana akan mengala-
Asam folat, untuk memenuhi peningkatan kebutu- mi keterlambatan pertumbuhan, abnormalitas skele-
han akibat eritropoiesis yang inefektif; tal, pubertas terlambat, diabetes melitus, gangguan
Vitamin E sebagai antioksidan; tiroid, dan osteoporosis.
Terapi kelasi besi, untuk mengatasi kelebihan besi Splenomegali dapat terjadi pada talasemia sim-
akibat tranfusi. lndikasi kelasi besi: tomatis. Splenomegali dapat memperburuk anemia
- Feritin >1000 mg/ dL dan saturasi transferin dan menyebabkan neutropenia dan trombositopenia.
serum >50%, atau Pada umumnya kematian diakibatkan komplikasi
- Tranfusi >5 La tau tranfusi sudah > 10 kali atau jantung dan infeksi (terlebih pada penderita dengan
tranfusi kurang lebih sudah 1 tahun splenektomi).
Kadar feritin dipertahankan 1000-2000 mg/ dL.
Deferoksamin mengikat besi dan kation divalen Sumber Bacaan
lain. sehingga dimungkinkan ekskresi melalui I. Muncie HL. Campbell JS. Alpha and beta ta lasem ia. Am
urine dan feses. Deferoksamin diberikan secara Fam Physician. 2009: 80(4):339-4 4, 71.
subkutan selama 10-12 jam, 5-6 hari dalam satu 2. Origa R. Galanello R. Pathophysiology of beta thalassaemia.
minggu dengan dosis 40 mg/ KgBB. Pediatr Endocrinol Rev. 20 11 Mar;8 Suppl 2:263-70.
Obat kelasi besi oral saat ini sudah tersedia dan 3. Quirolo K. Vichinsky E. Talasem ia syndromes. Dalam:
memberikan efikasi yang baik (deferiprox dan Kliegman RM, Stanton BM, Geme J, Schor N, Behrman RE.
deferasirox). Dos is deferiprox adalah 7 5 mg/ Kg/ penyunting. Ne lson's textbook of pediatrics. Edisi ke-19.
hari dibagi dalam 3 dosis. Obat kelasi besi oral ku- Philadelphia: Elsevier Sau nd ers; 20 11 .
rang stabil tetapi memiliki keunggulan dalam ha! 4. Cappellini MD. Cohen A. Eleftheriou A, Piga A. Porter J,
proteksi terhadap jantung dibandingkan deferok- Taher A: Thalasemia International Federation. Gu idelines
samin. fo r the clinical management of thalassae mia. Edisi ke-2.
Nicosia: Thalassaem ia International Federation: 2008.
18
Kompctcnsi rv
•II Hepatitis Virus
•• Frans Liwang, Hanifah Oswari
Transmisl Fekal-oral, jarang parenteral Transfusi. seksual. inokulasi, Parenteral, transfusl. perinatal
perinatal
Penanda Hepatitis A
lgM Anti-HAV Antibodi (subkelas lgM) terhadap HAV lnfeksi HAV saat ini. Terdeteksi dalam 6 bulan
pertama.
lgGAnti-HAV Antibodi (subkelas lgG) terhadap HAV Riwayat infeksi HAV, pascaimunisasi.
P<•nanda HC'patith B
HBsAg Antigen permukaan HBV. Ditemukan pada Infeksi HBV (akut maupun kronls)
permukaan virus yang utuh serta pada serum
sebagai partlkel bebas
HBcAg Antigen inti HBV. Ditemukan pada inti virus yang Tidak terdeteksi pada serum (hanya pada jaringan
utuh. he par)
HBeAg Antigen Be hepatitis, antigen solubel yang lnfeksi HBV akti.f. Berkorelasl dengan kecepatan
diproduksl selama pembelahan HBcAg replikasi HBV; perslsten selama 6-8 rninggu. Atau
menunjukkan karier kronis atau penyakit hati
kronis. 63
Anti-HBs Antibod i terhadap HBsAg subkelas lgM dan lgG Menu njukkan penyembuhan dari infeksi HBV, atau
imunitas (pascaimunisasi)
Anti-HBc Antibodi terhadap antigen inti (HBcAg) Menunjukkan infeksi HBV akti.f (akut dan kronis).
tidak meningkat dengan lmunlsasl.
lgM Anti-HBc Antibodi lgM terhadap HBcAg Petunjuk awal untuk deteksi infeksi HBV akut:
meningkat pada fase akut, kemudian menurun (4-6
bulan). Tidak ditemukan pada infeksi HBV kronis.
Anti-HBe Antibodi terhadap HBeAg Serokonversi HBeAg menjadi antl-HBe
menunjukkan resolusi dari fase aktlf pada sebagian
besar kasus.
HBV DNA DNA dari HBV lndikasi replikasi HBV. Dapat dihitung secara
kuantitatif.
PPnandct HqMtitis C
ALT
Manifostasi Klinis
Viremia
HAVpada Fest!$
Garn bar 1. Perjalanan Penyakit dan Penanda Serologi Infeksi Virus Hepatitis A
(diterjemahkan dari Nelson's textbook of pediatrics, 20 I l )
Total A
\,,!gM anti-HBc
''..... ,
'•
:x:
C'D
'tj
20 24 28
~ Mluggu5t'lelahpajalllln
" '""
2..
0 C.jala
....
\Q
Gambar 2. Perjalanan Penya kit dan Penanda Serologi Infe ks i Virus Hepatitis B
>
::s
(diterjemahkan dari Nelson 's textbook of pediatrics. 20 1 1)
$11
::ii;' - - - - - - Ami-HCV
64
r=
Bulan
RNAHCVlllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
Gejala +/-
-
fulminan dan kronis (pada hepatitis B dan C). Hepatitis 2. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS. Gandaputra
B akut memiliki angka pemulihan yang tinggi, lebih EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelaya nan medis
dari 90%, pemantauan gejala kronis lebih penting. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDA!). Jakarta: Badan Pener-
Pada hepatitis C akut lakukan pemantauan serologi. bit IDA!; 2011.
Serokonversi HCV RNA atau HCV Ag positif dapat 3. Mack CL. Gonzalez-Peralta RP. Gupta N. Leung D. Narkewicz
menjadi indikasi pemberian interferon alfa dini karena MR. Roberts EA. dkk. NASPGHAN practice guidelines: diag-
dapat menurunkan risiko infeksi kronis. nosis and management of hepa titis C infection in infants.
childre n and ado lscents. JPGN. 20 l 2;54:838-55.
Komplikasi 4. Sokal EM. Paganelli M. With S. Socha P. Vajro P, Lacaille F.
Hepatitis kronis pada hepatitis B dan C. Disebut dkk. Management of chronik hepatitis B in ch ildhood: ESP-
hepatitis kronis, apabila gejala klinis/ penanda se- GHAN clinical practice guide lines. consensus of a n expert
rologi infeksi masih ditemukan setelah 6 minggu panel on behalf of the Europea n Society of Pediatric Gas-
infeksi akut. troen terology. Hepatology and Nutrition. J of Hepatology.
Hepatitis fulminan: penyakit hati kronis dengan 20 l 3;59:8 14-29.
awitan ensefalopati hepatikum pada 8 minggu 5. Heathcote J. ELewaut A. Fedail S. Gangl A. Hamid S. Shah
setelah gejala awal muncul, tanpa adanya penyakit M. dkk. Wo rld Gast roenterology Organization practice
hati kronis. guidelines: management of acute viral hepatitis. World Gas-
troenterology Organization; 2007.
Sumber Bacaan 6. Harber BA. Block JM. Jonas MM. Karpen SJ. London WT.
1. Synder JD. Pic kering LK. Vira l he pa titis. Da lam: Kl iegman McMahon BJ. dkk. Recommendations for screening. moni-
RM. Stanton BM. Ge me J. Schor N, Behrman RE. penyunting. tor ing and referra l of pediatric chronic hepatitis B. Pediat-
Ne lson's textbook of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia: rics. 2009;124(5):el-e7.
Elsevie r Saund ers: 20 1 l .
19 Kolestasis
••
Kompctcnsi lllB
Definisi
• Frans Liwang, Hanifah Oswari
Keterangan: ALT. alanine transaminase; AST asparrate transaminase; ALP alkaline phosphatase; GGT. gamma-glutamyl transferase
Skrining IT4 dan TSH, untuk menyingkirkan/ koreksi operasi dengan prosedur Kasai
mendukung dugaan hipotiroidisme; portoenterostomi (eksisi segmen distal yang
Pemeriksaan radiologi: kolangiongrafi (gold atresia). Prosedur Kasai yang dilakukan sejak
standard untuk atresia bilier). dini dapat memberikan angka survival 20 tahun
yang baik, dapat mencapai 60,5%. Namun,
Tata Laksana aliran empedu akan sulit dikembalikan apabila
Suportif: operasi dilakukan setelah usia 8 minggu. Tata
Stimulasi asam empedu: asam ursodeoksikolat laksana lainnya ialah transplantasi hepar. Oleh
I 0-30 mg/ KgBB dibagi 2-3 dosis. sebab itu, bayi yang dicurigai atresia bilier
Nutrisi yang adekuat (umumnya 150% dari sebaiknya dirujuk sebelum usia 6-8 minggu
kebutuhan bayi normal) dan mengandung agar perawatan masih dapat dilakukan sebelum
66 lemak rantai sedang (medium chain triglyseride). usia 8 minggu.
Vitamin yang larut lemak: vitamin A 5.000-
25.000 IU/ hari, vitamin D (kalsitriol 0,05-0,2 Sumber Bacaan
µg/KgBB/hari). vitamin E 25-200 IU/KgBB/ 1. A-Kader HH , Balistreri WF. Cholestasis. Dalam: Kliegman
hari. vitamin K 2,5-5 mg/ hari diberikan 2-7 RM. Stanton BM. Geme J, Schor N. Behrman RE, penyunting.
kali/minggu. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia:
Mineral dan trace element: kalsium (25-100 Elsevier Saunders: 201 I.
mg/ KgBB/hari) , fosfat (25-50 mg/KgBB/hari), 2. Pudjiadi AH, Hegar B. Hardyastuti S, Idris NS. Gandaputra
mangan (1-2 mEq/KgBB/hari per oral). zink EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
(I mg/KgBB/hari per oral). selenium (1 -2 µg / lkatan Dokter Anak Indonesia ODAI). Jakarta: Badan Pener-
KgBB/hari per oral), serta zat besi (5-6 mg/ bit IDAI; 201 !.
KgBB/hari per oral). 3. Bijl EJ. Bharwani KD. Houwen RH. de Man RA. The long-term
Terapi simtomatis untuk gejala pruritus: outcome of the Kasai operation in patients with biliary atre-
difenhidramin 5-10 mg/KgBB/hari, atau sia: a systematic review. Neth J Med.2013 May;7l(4):170-3.
hidroksizin 2-5 mg/ KgBB/hari. 4. Firmansyah A. Bisanto J. Nasar SS. Dwipurwantoro PG,
Oswari H. Dari kehidupan intrauterin sampai transplantasi
Tata Laksana Khusus: organ: Aktualisasi gastroenterologi-hepatologi dan gizi.
Atresia bilier. Merupakan suatu keadaan Dalam: Naskah lengkap Pendidikan berkelanj utan lkatan
obstruksi total saluran biliaris ekstrahepatik. Dokter Anak Indonesia (IDAO. Jakarta: Balai Penerbit FKUI:
Kondisi ini membutuhkan tindakan 1999.
20
Kompetensi JV
• Campak
11
•• Novita Suprapto, Mulya Rahma Karyanti
21
Kompeteosi l\'A
•II Demam Berdarah Dengue
•• Novita Suprapto, Mulya Rahma Karyanti
Diagnosis Banding
Penyakit dengan gejala demam akut lainnya, se-
Potensi Dehidrasi Perdaraliaril
perti demam tifoid, campak, influenza. malaria, chiku-
masalah ngunya, atau leptospirosis.
klinis
Tata Laksana
Perubahan Berdasarkan rekomendasi WHO 2011 , prinsip
laboratoris umum terapi dengue ialah sebagai berikut:
I. Pemberian cairan kristaloid isotonik selama peri-
lgM/lgG
ode kritis, kecuali pada bayi usia <6 bulan yang
Serologi _.w_...----#.:.------#-•• disarankan mengggunakan NaCl 0,45%;
dan Viremia
2. Penggunaan cairan koloid hiperonkotik, misalnya
Virologi ./ ·· ... .
dekstran 40, dapat dipertimbangkan pada pasien
dengan kebocoran plasma yang berat, dan tidak
Fase Demam Kritis Fase
lnfeksi Dengue ada perbaikan yang adekuat setelah pemberian
penyembuhan kristaloid;
3. Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan kebu-
Gambar I. Skema Perjalanan Penya kit lnfeks i Dengue
tuhan rumatan (maintenance) ditambah 5% untuk
(WHO, 2009)
Tabel I. Klas ifikas i Derajat lnfeksi Dengue (WHO. 20 1 1)
dehidrasi. Jumlah tersebut hanya untuk menja- Manajemen DBD Derajat III (Kasus Syok)
ga agar volume intravaskular dan sirkulasi tetap
Tanda Vital Tldak Stabll
adekuat:
Keluaran urin J,
4. Durasi pemberian terapi cairan intravena tidak
boleh melebihi 24 -48 jam pada kasus syok. Pada Tanda-tanda Syok
kasus tanpa syok, durasi terapi tidak lebih dari 60- (DBD grade lll)
5.
72 jam;
Pada pasien obesitas, perhitungan volume cairan
sebaiknya menggunakan berat badan ideal.
•
Perbaikan •
Tidak Ada Perbaikan
• •
dasikan pada anak.
4.
bit IDA!; 20 I I.
White horn J. Simmons CP. The pathogenesis of dengue.
Vaccine 2011 ;29:722 1-8.
Sumarmo SPS. Herry G. Sri RSH. Hindra IS, penyunt ing.
-
.!le:
QI
~
.....
71
an inotropik dan rawat intensif bila jumlah cairan Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jaka rta: Badan Pen-
diberikan sudah adekuat. e rbit IDA!; 201 2.
22
Kompt•tens1 lllR Difteria
11
•• Novita Suprapto, Mulya Rahma Karyanti
23
K.11nipdcn\i IVA
• Pertusis
11
•• Novita Suprapto, Mulya Rahma Karyanti
Definisi dan Epidemiologi pertussis atau agen infeksi lainnya. seperti B. para-
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Bordetel/a pertussis. B. bronchiseptica, Mycoplasma pneumoniae,
maupun adenovirus. Pertusis sering disebut juga Biakan sekret nasofaring (pada stadium kataralis
sebagai batuk rejan, batuk seratus hari, whooping dan awal stadium paroksismal) , atau
cough, tussis quinta, atau violent cough. uji immunofluorescent, atau
Manusia adalah satu-satunya pejamu pertusis. pemerik.saan polymerase chain reaction (PCR) , atau
Penularan terjadi melalui droplet penderita pertusis • enzyme immunoassay IgG dan IgM.
lainnya, baik anak-anak maupun dewasa. Namun, Sebagai pendukung, pada pemeriksaan hematologi
pertusis paling sering dialami oleh balita (60%) dengan rutin, ditemukan leukositosis dengan limfositosis.
faktor risiko berat lahir rendah atau imunikompromais. Sementara itu, pemeriksaan radiologi bermanfaat
untuk mendeteksi komplikasi paru atau infeksi
Etiologi sekunder, bukan untuk diagnosis pertusis.
B. pertussis merupakan bakteri Gram negatif,
berbentuk basil pleomorfik. Rata-rata masa inkubasi
sekitar 6 hari.
Diagnosis Banding
lnfeksi virus RSV (respiratory syncytial virus),
....
Cl)
i::
......
73
saluran pernapasan. Interaksi tersebut menimbulkan
penurunan daya tahan, tetapi daya kemotaksis Tata Laksana
berkurang. Pada pemeriksaan darah perifer, seringkali Medikamentosa:
ditemui adanya limfositosis. o Eritromisin 40-50 mg/ KgBB/ hari per oral,
Proses akan berlanjut hingga merusak jaringan terbagi menjadi 4 dosis (maksimal 2 gram),
lokal di saluran pernapasan. Bakteri juga dapat diberikan selama 14 hari. Apabila diberikan
menghasilkan toksin yang akan menimbulkan gejala pada stadium kataralis dapat memperpendek
sistemik. periode penularan.
o Alternatif: trimetoprim-sulfametoksasol (TMP-
. Tanda dan Gejala SMZ) 6-8 mg/ KgBB/ hari PO, terbagi menjadi 2
Masa inkubasi 5-10 hari (dapat memanjang dosis (maksimal 1 gram).
hingga 21 hari dengan rata-rata 7 hari). Suportif: hindari faktor yang menimbulkan
Stadium kataralis (prodromal, preparoksismal) serangan batuk, pemberian cairan, oksigen, dan
1-2 minggu. Gejala umum infeksi saluran napas nutrisi secara adekuat.
atas, injeksi dan peningkatan sekret nasal, dapat Untuk bayi usia <6 bulan, dianjurkan untuk
disertai demam ringan. Penyakit ini sangat pengobatan rawat inap karena dapat timbul
infeksius pada fase-fase awal. komplikasi serius seperti apnea, sianosis, atau
Stadium paroksismal (spasmodik) 1-6 minggu. kejang.
Batuk keras terus menerus yang diawali dengan
inspirasi panjang (whoop), batuk pada fase Komplikasi
ekspirasi, dan diakhiri dengan muntah. Disebut Kejang (1 ,4-3,0%):
juga sebagai whopping cough syndrome. Pola batuk Pneumonia (9,5-2 1,7%);
terjadi pada ekspirasi karena sulitnya membuang Ensefalopati (0,2-0,8%);
mukus dan sekret tebal yang menempel pada epitel Mortalitas (bayi kecil 1,3%; usia 2-1 1 bulan 0,2-
saluran napas. 0,3%).
Pada bayi kecil, gejala klasik pertusis sering
tidak khas dan sering ditemukan pertama kali Sumber Bacaan
dalam kondisi apnea. Komplikasi ke sistem saraf 1. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Id ris NS. Gandaputra
akibat hipoksia juga Jebih sering terjadi pada bayi. EP. Harmon iati ED. penyunt ing. Pedoman pelaya nan med is
Stadium penyembuhan (beberapa minggu hingga lkatan Dokter Anak Indonesia (IDA!) . Jakarta: Badan Pener-
bulan). Batuk akan menghilang secara bertahap. bit !DAI: 201 1.
Dengan demikian, total Jama sakit antara 6-10 2. Long SS. Pertussis (Bordetella pertussis and B. parapercus-
minggu. sis). Dalam: Kliegman RM. Stanton BM. Geme J. Schor N.
Behrman RE. penyun ting. Ne lson's textbook of pediatrics.
Diagnosis Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders: 20 1 1.
Ditegakkan dengan temuan gejala klinis yang khas, 3. Sumarmo SPS. Herry G. Sri RSH. Hindra IS. penyuncing.
seperti batuk rejan, dan dibuktikan dengan identifikasi Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Badan Pen-
bakteri penyebab melalui: erbit !DAI: 20 12.
24
Kiintpt'lt'n~I IVA
• Tifoid
11
•• Novita Suprapto, Mulya Rahma Karyanti
Definisi
• Andy Arifputera, Najib Advani. Nikmah Salamia Idris
Penlsilin
Klindamisin 20 mg/ KgBB (maks. 1,8 g/ hari) PO dibagi 3 dosis/ hari selama I 0 hari
Klaritromisin 15 mg/ KgBB (maks. 500 mg/hari) PO dibagi 2 dosis/hari selarna I 0 hari
Penisilin G Benzatin
527 Kg: 600.000 Ul IM setiap 4 minggu
.n
>27 Kg : 1.200.000 U! IM setiap 4 minggu
Andy Arifputera, Eka Adip Pradipta, Najib Advani, Nikmah Salamia Idris
80
nous return. Kedekatan nod us sinoatrial ke DSA dapat pasien yang dicurigai DSA harus menjalani EKG, foto
menyebabkan disfungsi nodus SA dan aritmia atrial. toraks, dan ekokardiografi. EKG menunjukkan aksis
yang normal atau sedikit deviasi ke kanan dan pola
Patofisiologi rsR' umum ditemukan pada sadapan prekordial kanan.
DSA diasosiasikan dengan pirau kiri-ke-kanan de- Jrama atrial ektopik atau bukti lain disfungsi nodus
ngan berbagai variasi. Penentu utama arah dan besar SA dapat ditemukan. Foto toraks dapat menunjuk-
aliran pirau adalah ukuran defek dan compliance relatif kan pembesaran atrium kanan, ventrikel kanan, dan
dari ventrikel kiri dan ventrikel kanan. arteri pulmonalis. Terdapat pembesaran difus pem-
buluh-pembuluh darah pulmonal akibat peningkatan
Manifestasi Klinis aliran darah ke paru. Pasien yang memiliki hipertensi
Kebanyakan pasien dengan DSA ostium sekundum pulmonal sebaiknya menjalani kateterisasi jantung
atau DSA sinus venosus tidak memiliki gejala hingga kanan untuk menentukan tekanan dan resistansi arteri
dewasa muda. Saat pasien mendekati paruh baya, com- pulmonal. Ekokardiografi mengonfirmasi kehadiran
pliance ventrikel kiri dapat menurun, sehingga mening- DSA, menentukan ukurannya. memungkinkan per-
katkan besar pirau kiri-ke-kanan. Dilatasi atrium jang- hitungan aliran pirai, dan mengidentifikasi anomali
ka panjang dapat menyebabkan berbagai aritmia atrial, lain.
diantaranya kontraksi atrial prematur (premature atrial
contractions), takikardia supraventrikular, dan fibrilasi Tata Laksana
atrial. Sejumlah pasien paruh baya mengeluh sesak na- DSA besar (DSA dengan rasio aliran pul-
pas. terutama saat beraktivitas, walaupun tidak memili- monal-ke-sistemik [Qp:Qs] lebih dari 1,5: I) sebaiknya
ki hipertensi pulmonal. Sekitar I 0% pasien dengan DSA ditutup untuk mencegah kemungkinan timbulnya
ostium sekundum akan berprogresi menjadi hipertensi hipertensi pulmonal dan menurunkan resiko paradox-
pulmonal yang diasosiasikan dengan penyakit obstruk- ical emboli (trombosis arteri akibat bekuan darah dari
tif vaskuler paru (sindrom Eisenmenger). Seiring pe- vena). Penutupan dapat dilakukan melalui operasi atau
ningkatan tekanan pulmonal, pirau kiri-ke-kanan akan kateterisasi intervensi.
berkurang dan akhirnya digantikan pirau kanan-ke-kiri
dengan manifestasi sianosis dan hipertensi pulmonal. B. Defek Septum Ventrikel
Tanda klinis utama DSA adalah wide and fixed splitting Definisi
bunyi jantung II. Bising ejeksi sistolik (akibat pening- Pembukaan abnormal pada septum yang memisahkan
katan aliran pulmonal) umum ditemukan, dan jika ventrikel kiri dan kanan.
terdapat pirau kiri-ke-kanan yang besar, aliran tamba-
han dari katup trikuspid dapat menyebabkan diastolic Epidemiologi
rumble seperti pada stenosis trikuspid. Suatu studi ekokardiografi menunjukkan insidens
defek septum ventrikel (DSV) yang tinggi, yakni 5-50
Diagnosis per 1000 kelahiran hidup. Akan tetapi, kebanyakan
DSA ditegakkan dengan ekokardiografi. Semua adalah DSV muskular kecil yang menutup sendiri
secara spontan. DSV sedikit lebih banyak terjadi pada jantung untuk menentukan derajat hipertensi pulmo-
perempuan (56%:44%). DSV juga merupakan penyakit nal dan tingkat resistansi pulmonal. Ekokardiografi
jantung kongenital yang paling banyak ditemukan dapat mengidentifikasi lokasi, ukuran. dan derajat DSV.
pada kelainan kromosom.
Tata Laksana
Patologi Pasien DSV dengan rasio Qp:Qs lebih besar dari
Defek septum ventrikel merupakan salah satu ke- 1,5: I harus dipertimbangkan untuk menjalani operasi
lainan kongenital jantung yang paling sering ditemu- penutupan defek. Pasien dengan hipertensi pulmonal
kan saat kelahiran tetapi jarang ditemukan sebagai lesi dapat menjalani operasi bila resistansi pulmonal ti-
soliter saat dewasa. Hal ini terjadi karena kebanyakan dak lebih dari 50% resistensi sistemik. Prolaps katup
DSV pada anak bersifat (I) besar dan non-restriktif aorta dapat menyebabkan regurgitasi aorta, sehingga
(memungkinkan ekuilibrium tekanan antar ventrikel) mengurangi besar pirau, tetapi merupakan indikasi
sehingga menyebabkan gaga! jantung dan membutuh- tambahan untuk menutup defek. Pilihan lain selain .....
tn
kan operasi penutupan segera, atau (2) kecil dan me- operasi adalah penutupan dengan alat transkateter. 0
nutup secara spontan. Sistem klasifikasi DSV biasanya Tata laksana pascapenutupan adalah penilaian DSV 0
.....
menggunakan pembagian embriologik septum ventri- residual atau rekuren, aritmia atrial atau ventrikel, 't:j
1-1
kel menjadi inlet, outlet, muskular, dan pars membran- dan juga evaluasi fungsi ventrikel kanan. Terapi gaga! 11:1
osa. Defek tersering adalah defek perimembranosa. jantung simtomatis pada DSV adalah diuretik (sebagai
:::.::
contoh: furosemid 1-3 mg/ KgBB/ hari dibagi dalam 81
Manifestasi Klinis 2-3 dosis) , penghambat ACE(sebagai contoh: kaptopril
Pasien DSV kecil biasanya tidak bergejala, dengan 0,5 - 2 mg/ KgBB/ hari) , dan bila gejala masih menetap,
pengecualian pasien yang mengalami endokarditis in- digoksin (5-10 µg / KgBB/hari).
fektif atau dengan sindrom Eisenmenger. Tanda klasik
yang dapat ditemukan adalah bising pansistolik keras, C. Duktus Arteriosus Paten
sering dapat teraba, di batas sternum kiri bawah. Pada Definisi
pasien dengan prolaps kuspis aorta, bising regurgitasi Komunikasi persisten antara aorta desendens dengan
aorta dapat terdengar. arteri pulmonalis akibat gaga! menutupnya duktus
arteriosus setelah lahir.
Diagnosis Epidemiologi
Diagnosis ditegakkan dengan ekokardiografi. Pa- Insidens DAP diperkirakan 6 - 20 tiap 10.000 bayi
sien harus menjalani pemeriksaan EKG, foto toraks, hidup. Tidak ada data yang mendukung predileksi
dan ekokardiografi. EKG mungkin normal atau menun- terhadap ras tertentu. Akan tetapi, DAP lebih sering
jukkan hipertrofi ventrikel kiri dan pola diastolic over- terjadi pada perempuan (rasio 2: I).
load, gelombang Q signiflkan pada sadapan prekordial
kiri V5 ,V6, I, dan aVL. Fata toraks mungkin normal Patofisiologi
atau menunjukkan pembesaran ventrikel kiri dan pem- Pirau dari aorta ke arteri pulmonalis meningkatkan
besaran arteri pulmonalis. Pasien yang memiliki tanda aliran darah pulmonal dan pengembaliannya ke jan-
hipertensi pulmonal sebaiknya menjalani kateterisasi tung kiri. Ukuran defek dan resistansi relatif vaskular
Stenosis Pulmonal
84
Gambar I. Skematik Tetralogi Fallot.
Tet spell (cyanotic spell)-suatu keadaan yang B. Transposisi Arteri Besar (TAB)
dicirikan anak tiba-tiba menangis, iritabel, dan Definisi
bernafas cepat serta dalam. Paling sering terjadi Ketidaksesuaian arterioventrikular. yaitu aorta keluar
pada usia 2-4 bulan; dari ventrikel kanan dan arteri pulmonal keluar dari
Takipnea, peningkatan sianosis seringkali ventrikel kiri.
menyebabkan pasien kelelahan dan tertidur
sehingga menurunkan intensitas bising (aliran Epidemiologi
darah melalui obstruksi RVOT berkurang); lnsidens TAB adalah 20-30 kasus tiap 100.000
Pad a pemeriksaan fisis didapatkan bunyi jantung II bayi lahir hidup. Pada 90% pasien. TAB merupakan lesi
tunggal akibat stenosis pulmonal berat (obstruksi tunggal dan jarang dihubungkan dengan sindrom atau
RVOT). malaformasi ekstrakardiak. Bayi dari ibu penderita DM
memiliki risiko lebih tinggi mengidap kelainan ini.
Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan klinis, Patofisiologi
EKG, foto toraks, dan ekokardiografi. EKG akan menun- Pada transposisi arteri besar, sirkulasi pulmonal
jukkan deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel dan sistemik berfungsi secara paralel. bukan secara
kanan. Foto toraks akan menunjukkan gambaran boot- seri seperti seharusnya. Darah kaya oksigen kembali
shaped heart serta penurunan vaskularisasi di paru. ke atrium kiri dan ventrikel kiri tetapi disirkulasikan
Ekokardiografi menunjukkan adanya kelainan katup kembali ke vaskularisasi paru melewati koneksi arteri
dan DSV dengan jelas. pulmonal abnormal ke ventrikel kiri. Darah miskin
oksigen dari vena sirkulasi sistemik kembali ke atrium
Tata Laksana kanan dan ventrikel kanan, dan kemudian dipompa ke
Jika terjadi spell berikan: sirkulasi sistemik. Sirkulasi paralel ini menyebabkan
Oksigen; suplai oksigen ke tubuh rendah dan kerja ventrikel kiri
Posisikan knee chest (tempatkan bayi pada bahu dan kanan yang berlebih. Pasien tidak dapat bertahan
ibu dengan lutut terlipat) hidup lama kecuali terdapat pembauran darah kaya
Bolus cairan; dan miskin oksigen pada suatu struktur anatomis ter-
Morfin sulfat untuk menurunkan dorongan tentu. Tiga struktur anatomis yang umum menjadi tem-
respirasi dan menurunkan aliran balik vena pat pembauran tersebut adalah defek septum atrium.
sistemik (0, 1-0.2 mg/KgBB IM atau SK); defek septum ventrikel, dan duktus arteriosus paten.
Propanolol.
Operasi dikerjakan dalam 2 tahun pertama kehidupan Manifestasi Klinis
atau lebih awal bila terdapat sianosis signifikan. tet Bayi dengan TAB biasanya lahir cukup bulan.
spell, atau obstruksi RVOT berat. dengan sianosis yang tampak dalam beberapa jam
setelah lahir. Manifestasi klinis dan perjalanan penya-
85
Gambar 2. Skematis Tra nsposisi Arteri Besar dengan duktus arteriosus paten
se bagai penghubung sirkulasi s istemik dan pulmonal.
kit bergantung pada tingkat pembauran antar sirkulasi dan ventrikel kanan.
dan kehadiran lesi anatomis. Pada pasien TAB dengan
septum ventrikel intak, sianosis yang progresif dan Epidemiologi
berat terjadi dalam 24 jam pertama (seiring penutupan Atresia trikuspid merupakan penyakit jantung bawaan
duktus arteriosus) . Pada pasien TAB dengan defek sep- sianotik tersering ke-3.
tum ventrikel besar, gejala gaga! jantung mungkin baru
timbul dalam 3 - 6 minggu pertama seiring pening- Patofisiologi
katan aliran darah pulmonal. Pada pasien TAB dengan Tanpa adanya katup trikuspid dan hubungan
defek septum ventrikel dan obstruksi left ventricular antara atrium dan ventrikel kanan, darah vena yang
outflow tract (LVOT), tingkat sianosis akan propor- kembali ke atrium kanan keluar melalui komunikasi
sional dengan tingkat obstruksi LVOT. Bising jantung intra-atrial. Karena pirau kanan-ke-kiri yang hadir di
tidak terdengar apabila tidak terdapat defek septum tingkat atrium, saturasi darah atrium kiri berkurang.
ventrikel. Aliran darah intra-kardiak pada atresia trikuspid
juga bergantung pada kehadiran/ ketiadaan kelainan
Diagnosis arteri pulmonal. Jika tidak terdapat atresia pulmonal
Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan klinis, atau stenosis katup pulmonal, volume darah ke paru
EKG, foto toraks, dan ekokardiografi. EKG akan menun- mungkin normal dengan oksigenasi normal, sehingga
jukkan deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel menyebabkan sianosis yang lebih ringan. Atresia tri-
kanan. Foto toraks akan menunjukkan penampakan kuspid juga sering diasosiasikan dengan transposisi
jantung berbentuk telur dengan mediastinum sempit arteri besar.
(egg on a string).
Manifestasi klinis
Tata Laksana Atresia trikuspid biasanya terdeteksi saat bayi
Infus prostaglandin E 1 untuk membiarkan duktus karena adanya sianosis, tanda gaga! jantung, dan ga-
arteriosus tetap terbuka hingga septostomi atau ope- ga! tumbuh. Pasien juga memiliki riwayat kulit pucat.
rasi (arterial switch procedure). Bayi tanpa DSV harus ketidakmampuan menyelesaikan makan, sering ber-
dioperasi dalam 2 minggu untuk mencegah kelemahan henti saat makan, atau anoreksia. Pada pemeriksaan
otot ventrikel kiri. fi sis, dapat ditemukan sianosis, distensi vena juguler,
hepatomegali, dan jari tabuh. Pada pemeriksaan jan-
C. Atresia Trikuspid tung, dapat ditemukan impuls apeks yang hiperdina-
Definisi mik dengan distensi ke lateral linea midklavikula kiri.
Kegagalan pembentukan katup trikuspid dengan Bising jantung terdapat pada 80% pasien dengan atre-
ketiadaan hubungan langsung antara atrium kanan sia trikuspid, umumnya bising holosistolik akibat DSV.
Tata Laksana
Perawatan medik bergantung pada keadaan bayi.
Pada bayi dengan penurunan aliran darah ke paru
dengan hipoksemia berat, dapat diberikan infus pros-
taglandin E untuk mempertahankan patensi duktus ar-
teriosus dan meningkatkan aliran darah ke paru. Pada
bayi dengan peningkatan aliran darah ke paru, dapat
diberikan terapi digitalis dan diuretik sampai operasi
dapat dilakukan. Terapi operatif biasanya dilakukan
pada tahun pertama kehidupan. Operasi pembuatan
pirai Blalock Taussig (arteri subklavia ke arteri pul-
monal) atau pirai Glenn (anastomosis kavopulmonal)
dapat dilakukan, dan bila masih terdapat hipoksemia
berulang dilakukan prosedur Fontan.
Sumber Bacaan
I . Pa rk MK. penyunting. Pathop hysio logy of cyanotic congen-
ital heart defects. Dalam: Pediatric cardiology for practi-
Gambar 3. Gambaran egg-on-a-string pada Roentgen dada AP. tioners. Edisi ke-6. Singapura: Mosby Elsevier: 2014 .
(Sumber: Transposition of the great arteries - Radiopaedia.org) 2. Bonhoeffer P. De Groot NMS, Haan FD. Deanfiel JE. Galie
N. Gatzoulis MA, dkk. ESC Guideline for the management
of grown-up co ngenital heart disease (new version 20 I 0) :
Diagnosis The task force on the management of grown-up congenital
Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan klinis, heart disease of the European Society of Cardiology (ESC) .
foto toraks, dan ekokardiografi. Pada foto toraks dapat Eur Heart J.2010:31:2915-57.
ditemukan kardiomegali, dilatasi atrium kanan, dan 3. Apiu C. Webb GD. Redington AN. Tetralogy of fallot. Lancet.
penurunan vaskularisasi paru. Ekokardiografi digu- 2009 Oct 24:374(9699): 14 62-71
nakan untuk menilai anatomi, ukuran DSA, hubungan 4. Le Gloan L. Mo ngeon FP. Mercier LA, Dore A. Marcotte F.
arteri besar. tingkat aliran darah pulmonal, fungsi ven- Ibrahim R. dkk. Tetralogy of Fallot and aort ic root disease.
trikel, dan fungsi katup. Expert Rev Cardiovasc Ther. 20 13Feb:11(2):233-8.
5. Rao PS. Diagnosis and management of cyanotic congenital
heart disease: part I. Indian J Pediatr. 2009 Jan:76(1):57-70.
Penyakit Kawasaki
Andy Arifputera, Najib Advani, Nikmah Salamia Idris
Definisi Patofisiologi
Vaskulitis akut yang terutarna rnengenai arteri Pada stadium awal penyakit, sel endotel dan tunika
berukuran sedang, terutama arteri koroner. media mengalami edema, tetapi lamina elastik interna
tetap intak. Kemudian, sekitar 7-9 hari setelah demam,
Epidemiologi terjadi influks neutrofil yang segera diikuti proliferasi
Penyakit Kawasaki merupakan penyebab utama limfosit CD8+ dan sel plasma yang memproduksi IgA.
penyakit jantung didapat pada anak di negara maju. Sel-sel radang mengeluarkan berbagai sitokin dan
Biasanya menyerang anak di bawah usia 5 tahun. Lebih matrix metalloproteinase yang memengaruhi sel endo-
sering mengenai ras Asia, terutama ras Mongoloid, tel dan menyebabkan kaskade yang berakhir dengan
dibandingkan Afrika maupun Kaukasia. fragmentasi lamina elastik interna dan kerusakan
vaskuler. Pada pembuluh darah yang mengalami
Etiologi kerusakan berat, tunika media mengalami inflamasi
Belum diketahui, diduga infeksi saluran nafas atas dengan nekrosis sel otot polos. Lamina elastik interna
yang memicu respons imun tubuh. dan eksterna dapat terpisah, sehingga menyebabkan
aneurisma.
Selama beberapa minggu/bulan, sel-sel inflamasi
aktif akan digantikan oleh fibroblas dan monosit, serta Tata Laksana
jaringan ikat fibrosa mulai terbentuk dalam dinding Jmunoglobulin IV (2g/Kg BB) untuk mencegah atau
pembuluh darah. Tunika intima berproliferasi dan mengurangi resiko terjadinya aneurisma koroner;
menebal. Dinding pembuluh darah pada akhirnya Aspirin dosis tinggi (80-100 mg/Kg BB/hari dalam
menyempit atau teroklusi akibat stenosis atau trombus. 4 dosis) hingga 2-3 hari setelah demam reda (untuk
Kematian dapat terjadi akibat infark miokard sekunder mencapai efek anti-inflamasi);
yang disebabkan trombosis aneurisma koroner atau Aspirin dosis rendah, dimulai setelah 2-3 hari
ruptur aneurisma koroner yang besar. demam reda: 3-5 mg/KgBB sekali sehari (efek anti-
platelet) selama 6-8 minggu atau lebih lama lagi
Manifestasi Klinis bila terdapat aneurisma arteri koroner;
Fase akut (selama demam masih ada, sekitar 10 Ekokardiogram 2 dimensi pada awal presentasi
hari) penyakit, 2 minggu, dan 6 minggu setelahnya.
Hampir semua kriteria diagnostik dapat Jika ada kelainan koroner, ekokardiografi ulangan
muncul; bergantung pada derajat kelainan koroner.
lritabilitas, meningitis aseptik, miokarditis,
perikarditis, gaga! jantung; Komplikasi
Diare, hidrops vesica felea, pankreatitis, Komplikasi utama adalah vaskulitis arteri koroner
uretritis, artritis; dengan pembentukan aneurisma, terjadi pada 20- 87
Fase subakut (resolusi demam, kulit mengelupas, 25% pasien yang tidak diobati, <5% jika menerima
peningkatan LED dan trombosit, biasanya pada imunoglobulin intravena dalam waktu slO hari
hari 11 -2 1) demam:
Artritis; 50% aneurisma mengecil dalam 2 tahun;
Umumnya mulai timbul kelainan jantung pada Antikoagulan seperti warfarin dibutuhkan
minggu ke dua; untuk aneurisma koroner raksasa (> 8 mm);
Fase konvalesen (berlangsung hingga LED dan Faktor risiko untuk timbulnya aneurisma koroner:
trombosit normal kembali, ~ 21 hari) laki-laki, usia <l tahun atau >9 tahun, demam > 10
Aneurisma arteri koroner, ruptur aneurisma, hari.
infark miokard, gaga! jantung;
Beau's lines: garis putih melintang yang terlihat Sumber Bacaan
pada kuku. 1. Son MB. Gauvreau K. Ma L, Baker AL, Sund e) RP. Fulton
DR. dkk. Treatment of Kawasaki disease: analysis of 27
Diagnosis US pediatric hospitals from 200 1 to 2006. Pediatrics.
Kriteria diagnostik penyakit Kawasaki: 2009: 124: 1-8 .
Demam persisten selama 5 hari atau lebih DAN 2. Rowley AH. Shu lman ST. Pathogenesis and management of
4 dari 5 karakteristik berikut: Kawasaki disease. Expert Rev Ant Infect Ther. 2010:8: 197-
Konjungtivitis bilateral non-purulen; 203.
Bibir pecah-pecah, lidah berwarna merah 3. Pinna GS. Kafetzis DA. Tselkas 01. Skevaki CL. Kawasaki
seperti stroberi, eritema orofaring; disease: an overview. Curr Op in Infect Dis. 2008:2 1:263-70.
Perubahan pada ekstremitas perifer, berupa: 4. Satou GM. Giamelli J. Gewitz MH. Kawasaki disease: diagno-
Fase akut: eritema, edema kaki dan tangan; sis. management. and long-term implications. Cardiol Rev.
Fase subakut: pengelupasan ujung jari kaki 2007:15: 163-9.
dan jari tangan. 5. Advani. N. Mengenal penya kit Kawasaki. Jakarta: Badan
Ruam polimorfik (berbagai bentuk); Penerbit FKUI: 2004.
Ljmfadenopati servikal dengan diameter > 1,5 6. Newburge r JW. Takahashi M, Gerber MA. Gewitz MH, Tani
cm. LY. Burns JC, dkk. Diagnosis. treatment. and long-te rm man-
Eksklusi penyakit lain (sebagai contoh: campak, agement of Kawasaki disease: statement for health profes-
scarlet fever). sionals from the Cornmitcee on Rheumatic Fever. Endocar-
Penyakit Kawasaki inkomplit: <5 dari 6 ciri diagnostik, ditis and Kawasaki Disease. Circulation. 2004: I 10:2747-71.
tetapi dengan keterlibatan arteri koroner.
Gangguan Ginjal Akut (GGA)
Novita Suprapto, Sudung 0 Pardede
~....
si tubulus) secara mendadak. Istilah GGA telah meng- Ultrasonografi ginjal. Ekogenisitas parenkim gin-
gantikan istilah sebelumnya, gaga! ginjal akut (acute jal akan meningkat pada nekrosis tubular akut.
IQ renal failure/ ARF), karena lebih menggambarkan per- Dapat digunakan untuk menilai suatu nefritis gin-
~
jalanan penyakit menuju kegagalan fungsi ginjal Oihat jal atau obstruksi saluran kemih.
Tabel I). GGA dapat dikategorikan berdasarkan esti- Biopsi ginjal. Biasanya dilakukan secara perkutan;
~ masi bersihan kreatinin atau keluaran urine (Tabel I). bermanfaat untuk menegakkan diagnosis, menge-
tahui derajat keparahan penyakit (misalnya pada
88
Etiologi dan Patofisiologi nefritis lupus), respons terapi, maupun prognosis.
Mekanisme GGA sangat bervariasi sesuai etiolo-
ginya. Secara garis besar, penyebab GGA dibagi Tata Laksana
menjadi pre-renal, intrinsik renal, dan pasca-renal Tata laksana GGA harus disesuaikan dengan eti-
(lihat Tabel 2) . Penyakit ginjal pre-renal diakibatkan ologi yang mendasari. Pada umumnya, pasien dirujuk
penurunan perfusi ke ginjal; dapat disebabkan oleh ke dokter spesialis anak, namun ada beberapa hal
deplesi volume cairan atau hipotensi relatif. Nekrosis umum yang harus diperhatikan:
tubular akut adalah penyebab tersering pada anak Menentukan balans cairan yang sesuai, antara ma-
akibat penurunan perfusi ginjal. Sementara etiologi sukan (input) dan keluaran cairan (output). Balans
intrinsik ginjal dapat berupa kelainan vaskular, glo- cairan harus dipantau berkala, setidaknya setiap
merular, tubular maupun interstitial. Obstruksi ureter l2jam:
adalah etiologi pasca-renal tersering. Terapi cairan dan elektrolit harus memperhitung-
kan kebutuhan dasar, insensible water Joss, dan
Tanda dan Gejala kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Bila
Sesuai klasifikasi GGA pada Tabel 2, tanda dan terjadi hipovolemia, maka berikan cairan fisiologis
gejala GGA akan sangat bervariasi (lihat Tabel 3). NaCl 0 ,9% l 0 mL/KgBB secara intravena selama
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik akan sa- 30-60 menit. Bila terjadi hipervolemia, maka digu-
ngat membantu dalam mencari etiologi AKI. Namun, nakan furosemid 2 mL/KgBB atau diuretik lainnya
seringkali sulit membedakan penyakit ginjal pre-re- yang sesuai.
nal dan intrinsik renal. Salah satu pemeriksaan yang Makanan, cairan, dan obat-obatan yang mengan-
dapat membantu ialah perhitungan fraksi ekskresi dung kalium harus dikurangi hingga fungsi ginj al
natrium (FEN,) dan rasio BUN/ kreatinin. membaik. Hiperkalemia dapat menyebabkan arit-
mia jantung.
Pemeriksaan Penunjang Penanganan hipokalsemia dan hiperfosfatemia
Urinalisis, profil elektrolit, dan analisis gas da- dilakukan dengan menurunkan kadar fosfat se-
k = 0.45 untuk usia 1-52 minggu; 0.55 untuk 1-13 tahun; 0.55 untuk perempuan 13-18 tahun; 0. 7 untuk laki-Jaki 13-18 tahun.
Ta bel 2. Penyebab Gangguan Ginjal Akut pada Anak
Pemeriksaan fisis Tanda-tanda deplesi cairan Hipertensi. edema Massa tu mpul. distensi buli
Na· urine (mEq/ L) <20 <20 -30 >40 >40 Bervariasi, dapat >40
i
90
tertimbun pada mesangium glomerulus ginjal sehingga
menimbulkan kerusakan ginjal.
Diagnosis Banding
Riwayat infeksi saluran pernapasan 1-2 minggu se- Diagnosis banding GNAPS adalah kondisi-kondisi
belumnya atau infeksi kulit (pioderma) 3-6 minggu lain yang menyebabkan hematuria (lihat Tabel I) .
sebelumnya: Secara umum, hematuria dapat dibedakan menjadi
Hematuria makroskopis atau sembab (edema) di hematuria glomerular dan ekstra-glomerular.
kedua kelopak mata dan tungkai; Pada hematuria glomerular, urine berwarna merah,
Pada stad ium lebih lanjut, dapat ditemukan kom- kadang kecoklatan, umumnya ditemukan eritrosit
plikasi kejang, penurunan kesadaran (ensepalopati yang dismorfik. Hematuria glomerular sering disertai
hipertensi) , gagaljantung, atau edema paru; proteinuria >500 mg/ hari. Sementara pada hematuria
Oliguria atau anuria. ekstra-glomerular, urine berwarna merah atau merah
muda, morfologi eritrosit normal. dan silinder eritrosit
Pemeriksaan Penunjang tidak selalu ada.
Urinalisis: proteinuria, hematuria, dan adanya
silinder eritrosit: Tata Laksana
Laboratorium: kadar kreatinin dan ureum darah Medikamentosa:
umumnya meningkat: o Antibiotik untuk eradikasi bakteri: amoksisilin
Jmunoserologi: titer ASTO meningkat (75-80% ka- 50 mg/ KgBB/ hari dibagi dalam 3 dosis selama
sus), kadar komplemen C3 menurun (pada minggu 10 hari. Bila anak alergi, dapat digunakan eri-
91
31
Kl1mpckmi I\'
• Infeksi Saluran Kemih
11
Definisi
•• Novita Suprapto, Sudung 0 Pardede
zct> Seftriakson
Seftazidim
75
150
Sekali sehari
Dibagi setiap 6-8 jam
[ Sefazolin
Tobramisin
50
5
Dlbagi setiap 8 jam
Dibagi setiap 8 jam
0 Ticarsilin JOO Dlbagi setiap 6 jam
19. Oral
~
Rawatjalan, antibiotik oral (pengobatan standar)
Amoksisilin 20-40 mg/Kg/hari q8h
Ampisilin 50-100 mg/ Kg/hari q6h
92 Amoksisilin-klavulanat 50 mg/Kg/hari q8h
Sefaleksln
Sefiksim 50 mg/Kg/hari q6-8h
Nitrofurantoin' 4 mg/Kg ql2h
Sulfisoksazol' 6-7 mg/Kg q6h (prolilaksis: 1-2 mg/Kg satu ka/i malam hari)
Trimetoprim' 120- 150 q6-8h (prolilaksis: 50 mg/Kg saw kali ma/am hari)
Sulfarnetoksazol 6-12 mg/Kg q6h (prolilaksis: 2 mg/Kg satu kali malam hart)
30-60 mg/Kg q6-8h (prolilaksis: J0 mg/Kg satu ka/J malam hart)
• Tidak diberikan pada neonatus atau dengan insulisiensi ginjal
Pada bayi, gejalanya berupa demam, berat badan pada kultur urine memiliki intepretasi yang berbeda
tidak naik, atau anoreksia; untuk cara penampungan yang berbeda (lihat Tabel 1).
Pada anak besar, gejala berupa nyeri BAK,
frekuensi BAK meningkat, nyeri perut atau ping- Tata Laksana
gang, mengompol, polakisuria, atau urine berbau Sebelum ada hasil biakan, diberikan pengobatan
menyengat; empiris selama 7-10 hari. Jenis antibiotik dapat
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan demam, dilihat pada Tabel 2. Umumnya, setelah terapi an-
nyeri ketok sudut kosto-vertabrae. nyeri tekan tibiotik 2x24 jam, gejala menghilang. Bila belum,
suprasimfisis, kelainan genitalia eksterna (fimosis, pik.irkan antibiotik yang lain.
hipospadia, epispadia, atau sinekia vulva), atau ke- Indikasi rawat inap: diserta dehidrasi, muntah, ti-
lainan tulang belakang (spina bifida). dak dapat minum per oral, berusia !> 1 bulan, atau
dicurigai urosepsis. Tata laksana mencakup rehi-
Pemeriksaan Penunjang drasi dan antibiotika intravena.
Urinalisis: proteinuria, leukosituria (leukosit >5/ Suportif. Asupan cairan yang adekuat, perawatan
LPB) , hematuria (eritrosit >5/LPB) , uji nitrit positif, higienitas daerah perineum dan periuretra, serta
leukosit esterase positif. pencegahan konstipasi. Pasien dan pengasuh juga
Diagnosis pasti: menemukan bakteriuria bermakna perlu diedukasi agar anak tidak menahan buang air
pada kultur urin kecil dan penggunaan lampin sekali pakai.
Pemeriksaan lainnya (sesuai indikasi): USG, Ront-
gen abdomen, atau miksio-sisto-uretrogram dan Sumber Bacaan
pielografi intravena. 1. Pudjiadi AH. Hegar B, Hardyastuti S, Idris NS. Gandaputra
EP. Harmoniati ED, penyuming. Pedoman pelayanan medis
Diagnosis Ikatan Dokter Anak Indonesia ODA!). Jakarta: Badan Pener-
bit !DAI: 2011.
Batasan diagnosis !SK ialah pertumbuhan bakteri
2. Eder JS. Urinary tract infections. Dalam: Kliegman RM, Stan-
<: 105 unit koloni per mL urine segar pancar tengah
ton BM, Geme J. Schor N, Behrman RE, penyuming. Nelson"s
(midstream urine) pagi hari. Namun, penemuan bakteri textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier
Saunders: 201 I.
Sindrom Nefrotik (SN)
Novita Suprapto, Sudung 0 Pardede
-z~
dan hiperkolesterolemia (>250 mg/ dL). Berdasarkan Edema pun terjadi akibat penurunan volume darah
penyebab, sindrom nefrotik pada anak dapat efektif dan peningkatan reabsorpsi natrium klorida
dibagi menjadi sindrom nefrotik kongenital, primer pada tubulus yang selanjutnya mengaktifkan jaras QJ
(idiopatik), atau sekunder. Dalam tulisan ini hanya akan renin-angiotensin-aldosteron. Kadar lipid serum
dibahas mengenai SN yang paling sering ditemukan meningkat karena kondisi hipoproteinemia akan
yaitu sindrom nefrotik primer. menstimulasi sintesis lipoprotein di hepar, sementara
93
metabolisme lipid berkurang.
Epidemiologi
Insidens SN primer pada anak sekitar 2- 7 per Tanda dan Gejala
100.000 anak, dan lebih banyak ditemukan pada anak Bengkak pada kedua kelopak mata, perut (asites),
laki-laki (perbandingan 2: I). Sindrom nefrotik primer tungkai, skrotum/labia, atau seluruh tubuh.
paling sering terjadi pada usia 1,5-5 tahun. Kejadian Penurunan jumlah urin. Kadang disertai keluhan
SN primer sering dikaitkan dengan tipe genetik HLA urine keruh atau berwarna kemerahan (hematu-
tertentu (HLA-DR7 , HLA-B8, dan HLA-Bl2). Usia, ras, ria) ;
dan geografis juga turut mempengaruhi insidens SN. Kadang ditemukan hipertensi.
Enterovirus: Enterovirus:
poliovirus, poliovirus.
Penyebab
coxsackievirus. coxsackievirus,
tersering
echo virus echo virus
Herpes simplex virus (tipe 1 dan 2)
Mt•ningitis l\IPning1t1'
Konclisi Baklt'ndlis 1
ulwrkulo,is Mt•111ngo1111spf.1l111' \11111., Nonn<ll
Xantokrom.
Jernih (kecuali bila
Warna Purulen. keruh Terdapat endapan Jernih
jumlah sel >300/ uL)
benang-benang fibrin
Diagnosis Diferensial tol 20% 0,25- 1 gr/KgBB/kali tiap 6-8 jam sambil di-
Harus dibedakan dari ensefalitis pasca-infeksi, pantau balans cairan dan elektrolit, waspada terjadi
ensefalitis pasca imunisasi, maupun ensefalomielitis dehidrasi dan syok. Bila terjadi kejang, tangani sesuai
(misalnya acute disseminated encephalomyelitis) yang protokol kejang. Gejala akut meningitis aseptik akan
patogenesisnya disebabkan reaksi imun terhadap an- sembuh dalam satu minggu, namun malaise dan sa-
tigen virus yang beredar. Antigen dapat berasal dari kit kepala mungkin berlanjut beberapa minggu. Pada
infeksi di tempat lain atau dari imunisasi. ensefalitis HSV yang mendapatkan terapi, perbaikan
Infeksi SSP juga dapat disebabkan bakteri, tu- sudah mulai tampak dalam 24-48 jam, dan akan sem-
berkulosis, maupun jamur, yang dapat dibedakan buh dalam satu bulan.
berdasarkan gambaran klinis dan analisis CSS. Terapi
meningitis bakterialis yang tidak tuntas, abses otak, Komplikasi
empiema subdural maupun epidural dapat tampak Komplikasi akut seperti kejang, peningkatan TIK,
serupa dengan infeksi virus. Pada abses otak, empiema dan koma. Pasien juga dapat sembuh namun memiliki
subdural maupun epidural, perjalanan lebih kronis dan komplikasi jangka panjang seperti gangguan koordi-
secara klinis anak tampak lebih baik. nasi motorik, palsi serebral, epilepsi, tuli, perubahan
Ensefalopati juga dapat menyebabkan penurunan perilaku, retardasi mental dan gangguan penglihatan.
kesadaran dan defisit neurologis, namun perlu dicari
penyebabnya seperti syok, gangguan fungsi, gangguan Prognosis
fungsi ginjal, atau dehidrasi berat. Pada meningitis aseptik umumnnya kesembuhan
total terjadi pada sebagian besar penderita, namun
Tata Laksana pada ensefalitis sebagian besar mengalami komplikasi
Jika menemukan manifestasi klinis ensefalitis jangka panjang berupa gejala sisa neurologis perma-
herpes simpleks, yaitu demam, penurunan kesadaran, nen. Prognosis bergantung pada beratnya gejala, agen
kejang fokal/defisit neurologis fokal dapat dianggap penyebab dan terapi, serta usia anak.
sebagai ensefalitis herpes simpleks sampai terbukti se- Semakin berat gejala klinis, hilang kesadaran,
baliknya. Terapi dengan asiklovir IV 10 mg/KgBB/kali dan keterlibatan parenkim yang luas memiliki
pada anak atau 20 mg/KgBB/kali pada neonatus, tiap kemungkinan lebih besar meninggalkan gejala
8 jam selama 14-2 1 hari. Terapi definitif yang efektif sisa permanen.
bagi virus lain sampai saat ini belum tersedia. Beberapa agen penyebab diasosiasikan dengan
Secara bersamaan, berikan pula terapi suportif prognosis lebih buruk. HSV memiliki angka mor-
berupa tirah baring, antipiretik, analgesik. nutrisi, talitas > 70% bila tidak diobati sama sekali, 28%
cairan, dan elektrolit. Jaga jalan napas, pantau per- bila diterapi sesudah hari ke-4 sejak muncul geja-
napasan dan sirkulasi pasien dengan ketat. Bila terjadi la, dan 8% bila diterapi sebelum hari ke-4. Entero-
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), elevasi kepala virus memiliki angka mortalitas tinggi pada pasien
30° dapat membantu menurunkan TIK, berikan mani- dengan agamaglobulinemia.
Usia anak <I tahun diasosiasikan dengan morbi- Philadelphia: Elsevier Saunders: 2011.
ditas lebih tinggi. Infeksi enterovirus pada anak < 1 3. Tunkel AR. Glaser CA, Bloch KC. Sejvar JJ. Marra CM. Roos
tahun memiliki kemungkinan 10-15% mengalami KL, dkk. The management of encephalitis: clinical practice
guidelines by the infectious diseases society of America.
defisit motorik dan retardasi mental.
Clinical Infectious Disease. 2008:470 Agustus).
4. Chong HT. Tan CT. Epidemiology of central nervous system
Sumber Bacaan infections in Asia, recent trends. Neurology Asia. 2005:
I . Menkes JH. Sarnat HB, Maria BL, penyunting. Child neurol-
10:7-11.
ogy. Edisi ke-7. USA: Lippincott Williams & Wilkins: 2006.
5. Fenichel G. penyunting. Clinical pediatric neurology: a signs
2. Prober CG. Central nervous systems infection. Dalam:
and symptoms approach. Edisi ke-7. USA: Elsevier Saunders:
Kliegman RM. Stanton BM, Geme J, Schor N. Behrman RE,
20 13.
penyunting. Ne lso n's textbook of pediatrics. Edisi ke-19.
34
Kompeten->i lllA II Epilepsi
98 •• Gracia Lilihata, Setyo Handryastuti
~
Aton ik Myoclonic encephalopathy in dengan pasti.
nonprogressive disorder
Kej ang fo kal,
a. Kejang fokal sederhana Anak-anak (l -12 tahun) 99
Tanpa penurunan kesadaran Febrile seizures plus (FS+)
Kompo nen motorik atau Panayiotopus syndrome
otonom saja (fo kal motor Epilepsy with myoclonic atonic seizures
atau fokal otonom) Benign epilepsy with cencrotempora/ spikes
Komponen sensorik atau (BECTS)
psikis saja (aura) Autosomal-dominanc nocturnal frontal lobe
b Kejang fokal kompleks epilepsy (/IDNFLE)
Dengan penurunan kesadaran Late onset childhood occipital epilepsy
c. Kejang fokal menjadi umum (Gastau type)
Epilepsy with myoclonic absance
Unknown Lennox-Gastaut syndrome
Epileptic spasm Epileptic encephalopathy with continuous
lnfancile spasm spike-and-wave during sleep (CSWS)
Landau-Kleffner syndrome (LKS)
Childhood absance epilepsy (CA£)
Kejang tonik adalah terjadinya peningkatan Kejang umum tonik-klonik (disebut pula 'gran
kontraksi otot yang menetap beberapa detik hingga mal') adalah jenis kejang yang paling sering ditemui.
menit, biasanya melibatkan otot kepala, batang terj adi sebagai kombinasi dari kejang tonik diikuti
tubuh, dan ekstremitas. oleh fase klonik, atau dapat juga berupa kJonik-
MiokJonik adalah kontraksi tiba-tiba, aritmik, dan tonik-klonik. Anak akan kehilangan kesadaran secara
singkat, (< 1 detik) dari otot atau kelompok otot di tiba-tiba, mata berputar ke belakang, seluruh tubuh
berbagai bagian tubuh (ektremitas distal, proksimal. menjadi tonik (kaku) bahkan dapat tampak sianotik
maupun aksial) . MiokJonik yang berulang secara karena apnea, kemudian dilanjutkan fase kejang
reguler melibatkan kelompok otot yang sama, pada kJonik yang ritmik dan makin lama makin lambat
frekuensi 2-3x/detik disebut kejang kJonik. hingga berhenti secara tiba-tiba. Selama kejang pasien
sering kehilangan kontrol sfingter vesika urinaria dan otomatisme atau versive seizures.
sehingga mengompol dan dapat menggigit lidahnya
sendiri. Diagnosis
Atonik adalah hilang atau melemahnya tonus otot Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis
tanpa mioklonik maupun tonik ~l detik sebelumnya, yang teliti dan detail, pemeriksaan fisis lengkap dan
melibatkan kepala, batang tubuh, rahang dan EEG serta dibantu oleh pemeriksaan pencitraan bila
ekstremitas. ada indikasi.
Absance (petit ma!) adalah kejang non-konvulsif Pada episode kejang pertama, anamnesis harus
ketika tiba-tiba semua aktvitas motorik terhenti, ditujukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
pasien tampak 'kosong', dapat disertai sedikit lain sebagai penyebab kejang, seperti infeksi SSP,
automatisme terutama di daerah wajah seperti trauma, kelainan metabolik, hipoglikemi, gangguan
mata mengedip-ngedip, dan tidak disertai aura. elektrolit, keracunan obat, atau toksin. Bila tidak
Absance umumnya berlangsung 30 detik, tidak ada ditemukan penyebab tersebut, kecurigaan dapat
periode kebingungan atau mengantuk post-iktal mengarah pada epilepsi dan minta orang tua untuk
sehingga pasien akan langsung melanjutkan aktivitas menggambarkan dengan detail faktor pemicu,
sebelumnya. Absance lebih banyak terjadi pada anak awitan, durasi, frekuensi, dan jenis bangkitan kejang.
perempuan dan paling sering dicetuskan oleh periode Selidiki apakah ada keadaan organik yang mendasari
100 hiperventilasi pada anak. Absance atipikal adalah melalui pemeriksaan lingkar kepala, pertumbuhan,
absance yang disertai oleh gerakan motorik seperti pemeriksaan neurologis lengkap, maupun funduskopi.
mioklonik pada wajah atau ekstremitas. Kejang fokal Tanyakan mengenai postur tubuh, sianosis, kontrol
dengan penurunan kesadaran dapat serupa dengan sfingter kandung kemih, dan periode post-iktal
absance, namun dapat dibedakan karena kejang fokal apakah tampak mengantuk atau sakit kepala.
didahului aura sedangkan absance tidak. Pemeriksaan EEG berguna untuk menegakkan
diagnosis epilepsi bila ditemukan aktivitas epileptiform
Kejang fokal pada periode inter-iktal atau abnormalitas fokal.
Pada kejang fokal hanya salah satu hemisfer Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada keadaan
yang terlibat dan anak dapat mengalami penurunan kurang tidur (sleep-deprived).
kesadaran atau tidak. Aura merupakan tanda khas Pemeriksaan pencitraan diindikasikan pada :
kejang fokal. l. Anak dengan gambaran kejang fokal atau kejang
Kejang fokal tanpa penurunan kesadaran umum yang bukan merupakan bagian dari sin-
(kejang fokal simpleks) paling sering disertai gejala drom klinis dengan penyebab genetik (misalnya
motorik berupa gerakan tonik atau klonik yang BECTS, CAE, JAE, atau JME)
tidak sinkron, meliputi daerah wajah, leher, dan 2. Anak usia <2 tahun
ekstremitas. Dapat disertai aura atau hanya aura Pemeriksaan pencitraan yang disarankan adalah
saja yang muncul tanpa aktivitas motorik. Contoh MRI karena lebih superior dalam mengidentifikasi
aura yang sering muncul adalah sakit kepala, sakit struktur anatomi dan proses patologis, seperti
dada, lemas, perasaan tidak enak, nyeri ulu hati, atau mesial temporal sclerosis, malaformasi vaskular,
ketakutan. Kejang berlangsung selama 10-20 detik. atau tumor kecil (misalnya glioma). CT scan dapat
Versive seizures merupakan tanda kejang fokal, yaitu digunakan bila MRI tidak tersedia atau bila terdapat
kepala menoleh disertai gerakan mata konjugat. kontraiindikasi penggunaan MRI, namun perlu diingat
Kejang fokal disertai penurunan kesadaran bahwa beberapa keadaan di atas mungkin tidak dapat
(kejang fokal kompleks) seringkali disertai aura. diidentifikasi pada CT Scan.
Terdapat otomatisme pada sebagian besar kejadian,
pada bayi dominan di daerah oral seperti mengecap- Tata Laksana
ngecap, mengunyah atau hipersalivasi, sementara Saat kejang
pada anak lebih dewasa berupa gerakan tidak Pertama, pastikan jalan napas bebas, ventilasi,
bertujuan dan tidak terkoordinasi seperti menggaruk dan sirkulasi dalam keadaan baik. Longgarkan
benda, berjalan atau berlari ke arah sembarang pakaian yang ketat, baringkan anak dalam posisi
atau tampak ketakutan. Total berlangsung selama miring agar lendir atau cairan dapat mengalir keluar.
1-2 menit. Kejang fokal dapat berlanjut menjadi Leher dan rahang hiperekstensi agar jalan napas
kejang umum tonik-klonik. Kejang fokal kompleks bebas. Boleh masukkan handuk kecil ke dalam mulut
sering disebabkan karena lesi struktural, seperti untuk mencegah lidahnya tergigit, namun jangan
mesial temporal sclerosis, infark atau malaformasi dipaksa baik menggunakan benda keras maupun jari,
arterivena. agar tidak ada gigi yang tanggal dan tertelan atau
Kunci untuk membedakan kejang fokal dari teraspirasi. Lakukan pemeriksaan tekanan darah,
kejang umum adalah bila terdapat aura, parestesia, suhu, dan glukosa darah. Singkirkan setiap penyebab
berbahaya yang dapat menyebabkan kejang. seperti interval 1-2 minggu.
trauma, infeksi atau keracunan. Langkah berikutnya - Lamotrigine (Lamictal). Dosis inisial 0.15 mg/
adalah memastikan bahwa kejang disebabkan karena KgBB/ hari dalam 2 dosis selama 2 minggu,
epilepsi, bukan karena etiologi lain. lalu naikkan menjadi 0,3 mg/KgBB/hari dalam
2 dosis.
Memilih antikonvulsan - Levetirasetam (Keppra). Dosis inisial 10 mg/
International League Against Epilepsy pada KgBB/ hari dalam 2 dosis.
tahun 2006 mengeluarkan pedoman pemilihan - ACTH atau steroid dapat digunakan untuk
antikonvulsan monoterapi pada anak berdasarkan infantile spasm atau epilepsi berat yang tidak
jenis bangkitan kejang. Pedoman tersebut dapat terkontrol dengan medikasi lain.
dilihat pada Tabet 3. Kadar antikonvulsan pada serum harus diukur
Pemilihan obat harus berdasarkan efektivitas pada saat dimulai terapi, namun tidak seterusnya. .....tTI
mengontrol kejang dan efek samping paling sedikit. Follow up rutin dilakukan untuk mengontrol 0
Berikan dosis awal seminimal mungkin yang dapat kepatuhan minum obat, kejang terkontrol atau tidak, 0,..
mengontrol kejang, dosis dinaikkan secara bertahap dan efek samping dari obat.
sampai kejang terkontrol atau efek samping yang Lamanya terapi antikonvulsan diberikan ~
tidak diinginkan muncul. Jika dengan obat lini bergantung pada jenis bangkitan kejang dan
z
pertama dosis maksimal kejang belum terkontrol, gambaran klinis serta EEG, yaitu: 101
evaluasi ulang: Pada kejang neonatus, antikonvulsan dapat dibe-
(1) Keteraturan minum obat, rikan hingga satu tahun hingga terjadi perbaikan
(2) Apakah diagnosis epilepsi sudah benar, klinis dan EEG.
(3) Apakah serangan yang masih timbul memang Pada anak dengan kejang umum tonik klonik,
manifestasi kejang, antikonvulsan diberikan hingga 2 tahun bebas
(4) Adakah faktor pencetus seperti kurang tidur, kejang, namun bila pada pemeriksaan EEG masih
kelelahan. ditemukan kelainan terapi dilanjutkan hingga 3
Obat lini kedua dapat ditambahkan bila faktor tahun bebas kejang.
pencetus dapat disingkirkan. Rujuklah pasien jika Pada anak dengan kejang fokal, antikonvulsan
membutuhkan 2 macam anti-epilepsi. dilanjutkan hingga 3 tahun bebas kejang.
Bila tanpa melihat jenis bangkitan kejang, dapat Pada anak dengan kejang absance, antikonvulsan
diberikan terapi berikut: diberikan hingga 2 tahun bebas kejang.
Obat lini pertama Pada anak dengan Juvenile myoclonic, antikonvul-
- Asam valproat 10-40 mg/ KgBB/ hr, dalam 2-3 san dapat diberikan seumur hidup.
dosis. Pemberhentian terapi antikonvulsan harus
- Fenobarbital 4-5 mg/KgBB/hr, dalam 2 dosis. dilakukan secara bertahap dalam 3-4 bulan, karena
- Karbamazepin I 0-30 mg/ KgBB/ hr, dalam 2-3 bila dilakukan tiba-tiba dapat memicu episode kejang
dosis. lainnya.
- Fenitoin 5-7 mg/ KgBB/ hr, dalam 2 dosis.
Obat lini kedua Prognosis
- Topiramate (Topamax). Dosis inisial 1-3 Banyak jenis epilepsi berprognosis baik. Remisi
mg/KgBB/hari, naikkan perlahan dengan didefinisikan sebagai periode bebas kejang, minimal
Keterangan:
• dapat memicu kejang tonik-klonik atau kejang umum lain pada pasien dengan kejang tonik-klonik
•• dapat mengeksaserbasi kejang pada JME
CBZ: Carbamazepin; PB: Phenobarbital; PHT: Phenyrain; VPA: Valproic acid: TPM: Topiramate; OXC: Oxcarbazepine: ESM: ethosuximide;
ETH: erhorain; FBM: fe/bamate: LTG: Lamotrigin: GBP: Gabapentin; CZP: Clonazepam: VGB: Vigabatrin: STM: Sulthiame: ZNS: Zonisamide
5 tahun, dengan penggunaan obat-obatan anti- comission on classification and terminology. 2005-2009.
epileptik. Sebanyak 70% penderita epilepsi dapat Epilepsia. 20 I 0:51 (4):676-85
mengalami remisi dengan terapi yang optimal, bahkan 4. Glauser T. Ben-Menachem E, Bourgeois B. Cnaan A. Chad-
wick D. Guerreiro C, dkk. lLAE treatment gu idelines: evi-
75% diantaranya dapat berhenti menggunakan obat
de nce-based ana lysis of antiep ileptic drug efficacy and
antikonvulsan tanpa kembali mengalami rekurensi.
effectiveness as initial monotherapy for epileptic seizures
Pasien yang memiliki prognosis lebih buruk and syndromes. Ep ile psia. 2006;4 7 (7): I 094-120.
adalah pasien dengan defisit neurologi sebelumnya 5. Gaillard WD. Ch iron C. Cross JH. Harvey AS. Kuzniecky
(seperti retardasi mental atau palsi serebral), usia saat R. Heres-Pannier L. dkk. Guidelines for imaging infants
onset pertama >12 tahun, riwayat kejang neonatus and chi ldren with recent-onset epile psy. Epilepsia.
sebelumnya, dan frekuensi kejang yang tinggi sebelum 2009:50(9):2 14 7-53.
kontrol optimal tercapai. Pada kelompok pasien ini, 6. Blume WT. Luders HO. Mizrahi E. Tassinari C. Emde Boas
angka remisi lebih rendah dan rekurensi lebih tinggi. W. Engel J. Glossa ry of descript ive terminology for ictal se-
miology: report of the lLAE task force on classification and
terminology. Epilepsia. 200 I;4 2(9):1212-18.
Sumber Bacaan
7. Fisher RS. Emde Boas W. Blume WT. Elger C. Genton P.
l. Fisher RS, Acevedo C, Arzi manoglou A. Bogacz A. Cross JH.
Lee P, dkk. Epileptic seizures and epilepsy: definitions pro-
Elger CE. dkk. lLAE officia l report: a practical clinical defini-
posed by the international league against epilepsy OLAE)
tion of epile psy. Epilepsia. 20 l 4 Apr;55(4):4 75-82.
a nd the international bureau for epilepsy OBE). Epilepsia.
2. Newton CR. Neville BG. Paediatric neurology: advances on
102 2005:46(4):470-2.
many fronts. Lance t Neural. 2009 Jan:8( I): 14-5.
8. Johnston MV. Seizures in childhood. Da lam: Kliegman RM.
3. Berg AT. Berkovic SF. Brodie MJ. Buchhalter J. Cross JH.
Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE, penyunting.
Emde Boas W. dkk. Revised terminology and co ncepts for
Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia:
organization of seizures and epilepsies: report of the lLAE
Elsevier Sau nd ers: 20 11 .
35
Kompetensi IVA
• Kejang Demam
11
Definisi
•• Klasifikasi
Gracia Lilihata, Setyo Handryastuti
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang Secara klinis, klasifikasi kejang demam dibagi
terjadi karena peningkatan suhu tubuh dengan cepat menjadi dua, yaitu kejang demam simpleks/sederhana
hingga >38° C, dan kenaikan suhu tersebut diakJbatkan dan kompleks. Keduanya memiliki perbedaan
oleh proses ekstrakranial. Perlu diperhatikan bahwa prognosis dan kemungkinan rekurensi.
demam harus terjadi mendahului kejang. Umumnya Kejang demam simpleks:
terjadi pada anak usia 6 bulan-5 tahun, puncaknya Kejang umum tonik, k.lonik, atau tonik-klonik,
pada usia 14-18 bulan. anak dapat terlihat mengantuk setelah kejang;
Kejang demam merupakan penyebab kejang Berlangsung singkat < 15 menit;
tersering pada anak dan memiliki prognosis sangat Tidak berulang dalam 24 jam;
baik. Kejang disertai demam juga terjadi pada diagnosis Tanpa kelainan neurologis sebelum dan sesudah
diferensial lain yang berbahaya, seperti infeksi sistem kejang.
saraf pusat (SSP). Oleh karena itu. diagnosis selain Kejang demam kompleks:
kejang demam harus dipikirkan bila ditemukan: Kejang fokal/parsial, atau kejang fokal menjadi
Kecurigaan atau bukti proses intrakranial, baik umum;
infeksi, radang. massa, dan proses lainnya melalui Berlangsung >15 menit;
anamnesis, pemeriksaan fisis, maupun penunjang; Berulang dalam 24 jam;
Terdapat gangguan elektrolit; Ada kelainan neurologis sebelum atau sesudah
Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya; kejang.
Terjadi pada bayi <I bulan; Kejang demam simpleks paling banyak ditemukan
Bila terjadi pada anak <6 bulan atau >5 tahun, dan memilikJ prognosis baik. Kejang demam kompleks
maka harus dipikirkan penyebab lain yang lebih memiliki risiko lebih tinggi terjadinya kejang demam
sering, yaitu infeksi SSP. berulang dan epilepsi di kemudian hari.
Epidemiologi dengan segera dari kejang demam. Kejang demam
Jnsidens di negara-negara barat berkisar antara khas ditandai adanya peningkatan suhu tubuh secara
3-5%. Di Asia berkisar antara 4.4 7% di Singapura, cepat diikuti oleh kejang. Sementara pada proses
sampai 9,9% di Jepang. Data di Indonesia belum infeksi intrakranial, demam terjadi bersamaan atau
ada secara nasional. Sekitar 80% diantaranya adalah setelah kejang.
kejang demam simpleks. Sedikit lebih banyak terjadi Pada anak <I tahun, diagnosis banding yang
pada laki-laki dibanding perempuan. harus dipikirkan adalah meningitis. Pada meningitis,
bayi tampak letargi, ubun-ubun besar membonjol, dan
Etiologi pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis.
Beberapa teori dikemukakan mengenai penyebab Pada keadaan ini pemeriksaan pungsi lumbal sangat
terjadinya kejang demam, dua di antaranya adalah dianjurkan.
karena Iepasnya sitokin inflamasi (IL- I -beta), a tau
hiperventilasi yang menyebabkan alkalosis dan Pemeriksaan Penunjang
meningkatkan pH otak sehingga terjadi kejang. Pemeriksaan laboratorium seperti darah
Kejang demam juga diturunkan secara genetik perifer lengkap, gula darah dan elektrolit tidak
sehingga eksitasi neuron terjadi lebih mudah. Pola rutin dilakukan, hanya atas indikasi jika dicurigai
penurunan genetik masih belum jelas, namun hipoglikemi, ketidakseimbangan elektrolit, maupun
beberapa studi menunjukkan keterkaitan dengan infeksi sebagai penyebab kejang. Pungsi lumbal
103
kromosom tertentu seperti ! 9p dan 8q 13-21, dilakukan untuk menegakkan maupun menyingkirkan
sementara studi lain menunjukkan pola autosomal diagnosis meningitis. Tingkat rekomendasi untuk
dominan. pungsi lumbal berdasarkan usia anak:
Demam yang memicu kejang berasal dari proses l. Sangat dianjurkan pada anak < 12 bulan;
ekstrakranial, paling sering disebabkan karena infeksi 2. Dianjurkan untuk anak usia 12-18 bulan;
saluran napas akut, otitis media akut, roseola, infeksi 3. Tidak rutin dilakukan pada anak > 18 bulan. Hanya
saluran kemih, dan infeksi saluran cerna. dilakukan bila tanda meningitis positif.
Elektroensefalografi (EEG) tidak rutin dilakukan,
Manifestasi Klinis namun dianjurkan pada anak dengan kejang demam
Kejang selalu didahului oleh naiknya suhu tubuh usia >6 tahun, ataupun ada gambaran kejang fokal.
dengan cepat. Pada kejang demam simpleks, tipe Pemeriksaan seperti X-ray. CT Scan, a tau MRI hanya
kejang berupa kejang umum klonik atau tonik-klonik. diindikasikan bila ada kelainan neurologis fokal,
Adanya tanda kejang demam fokal atau parsial selama kelainan saraf kranial yang menetap, atau papiledem.
maupun sesudah kejang (misalnya pergerakan satu
tungkai saja, atau satu tungkai terlihat lebih lemah Tata Laksana
dibanding yang lain} menunjukkan kejang demam Saatkejang
kompleks. Pertama-tama tenangkan dan yakinkan orang tua
Kejang demam simpleks berlangsung < 15 menit, bahwa kejang demam memiliki prognosis yang sangat
namun periode mengantuk atau tertidur pasca-iktal baik. Risiko kematian sangat kecil, demikian pula
dapat terjadi >15 menit. dengan terjadinya epilepsi di masa mendatang.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis harus diarahkan Saat kejang, pastikan jalan napas tidak terhalang,
untuk mencari fokus infeksi penyebab demam, pakaian ketat dilonggarkan, anak diposisikan miring
tipe kejang, serta pengobatan yang telah diberikan agar lendir atau cairan dapat mengalir keluar. Periksa
sebelumnya. Selain itu, tanyakan riwayat trauma, tanda vital, baik pernapasan, nadi dan suhu. Berikan
riwayat perkembangan dan fungsi neurologis, serta antipiretik seperti parasetamol (10-15 mg/ KgBB/kali,
riwayat kejang demam maupun kejang tanpa demam sampai 4-5x) atau ibuprofen (5-10 mg/ KgBB/ kali,
pada keluarga. sampai 3-4x). Penggunaan salisilat tidak dianjurkan.
Pada kejang demam, ditemukan perkembangan Kemudian lanjutkan dengan tata laksana kejang akut
dan neurologis yang normal. Tidak ditemukan tanda- pada anak.
tanda meningitis maupun ensefalitis (misalnya kaku Bila di rumah, dapat diberikan diazepam rektal 5
kuduk a tau penurunan kesadaran) . mg (BB < 10 Kg) atau 10 mg (BB > 10 Kg).
Pemberian dapat diulangi maksimal dua kali. Bila
Diagnosis Banding kejang belum berhenti hingga sampai di rumah sakit,
Kejang disertai demam adalah hal yang sering berikan diazepam N dengan dosis 0,25-0,5 mg/KgBB
terjadi pada anak. Banyak di antaranya disebabkan secara intravena dengan kecepatan 2 mg/menit, dosis
proses intrakranium yang berbahaya ataupun proses maksimal 20 mg.
sistemik. Kondisi-kondisi ini harus dapat dibedakan Bila kejang tidak berhenti, berikan dosis inisial
fenitoin 10-20 mg!KgBB dengan kecepatan pelan oral 0,3 mg/ KgBB sampai 3x sehari (1 mg/ Kg/ 24
1 mg/ Kg/menit, maksimum 50 mg/menit. Karena hr). yang dapat diberikan sampai 2-3 hari selama
bersifat basa dan dapat mengiritasi vena bila terlalu anak masih demam, disamping antipiretik. Dapat
pekat, fenitoin harus diencerkan terlebih dahulu pula berupa diazepam rektal 5 mg atau 1O mg.
dengan NaCl 0,9% dengan komposisi 10 mg fenitoin Cara ini relatif aman, dengan efek samping yang
I 1 mL NaCl 0,9%, dosis inisial maksimal adalah 1 minor seperti letargi, iritabilitas, dan ataksia yang
gram. Bila kejang berhenti, 12 jam kemudian lanjutkan dapat dikurangi dengan menurunkan dosis.
dengan dosis rumatan fenitoin 5- 7 mg/Kg/hari dibagi Pencegahan terus-menerus
2 dosis. Pencegahan terus-menerus dilakukan dengan
Bila kejang tidak berhenti dengan fenitoin, berikan mengkonsumsi antikonvulsan setiap hari, namun
dosis inisial fenobarbital 20 mg!KgBB secara intravena penggunaannya harus hati-hati mengingat efek
dengan kecepatan 20 mg/menit, dosis inisial maksimal samping dari antikonvulsan yang digunakan.
1 gram. Setelah kejang berhenti, lanjutkan dengan Berdasarkan Kesepakatan Unit Neurologi Anak
dosis rumatan 4-6 mg/ KgBB/hari dibagi 2 dosis yang !DAI 2006, terdapat dua kategori rekomendasi
diberikan 12 jam kemudian. Bila kejang tidak kunjung profilaksis terus-menerus:
berhenti. dilakukan knock down dengan midazolam, Dianjurkan, bila:
tiopental atau propofol dan pasien harus dirawat di - Terdapat kelainan neurologis nyata
104 Unit Rawat Intensif. sebelum atau sesudah kejang (misalnya
Sesudah kejang serebral palsi, paresis Tod's, hidrosefalus) ;
Pencegahan rekurensi kejang ada yang bersifat - Kejang berlangsung lama > 15 menit;
intermiten dan terus menerus. - Kejang fokal atau parsial.
Pencegahan intermiten Dipertimbangkan, bila:
Pencegahan intermiten disarankan pada pasien Kejang berulang dalam satu episode
dengan kejang demam kompleks yang rekuren, demam;
tidak disarankan pada pasien kejang demam - Kejang pada bayi usia < 12 bulan;
simpleks. Caranya adalah ketika pasien demam lagi - Kejang demam kompleks berulang ;>:4 kali
di kemudian hari (>38,5° C) dan orang tua sangat dalam satu tahun.
khawatir akan terjadi kejang, berikan diazepam Antikonvulsan yang menjadi pilihan untuk
Periksa airwav.
rumah sakit/ Diazepam 0,25-0,5 mg/kg/iv, brPalhing , 10-20
UGO kecepacan 2 mg/menlt, max dosls 20 mg circullation menit
a tau
----
Midazolam 0.2mg/kg/iv bolus
Periksa EKG. gula darah,
a tau
elektrolit, AGD. koreksi
Lorazepam 0,05-0, I mg/kg/iv, kecepatan 2 mg/menlt
t
ICU/ Kejang stop, fenitoin 20mg/kg/iv (larutkan 10 mg/lml NS), 20 -30 Kadar obat
- - lanjul 5-7mg/ kg-
UGD 12 jam kemudian kec I mg!kgBB/menit max dosis I gram me nil darah
Meningitis Bakterialis
Gracia Lilihata, Setyo Handryastuti
Definisi
Meningitis bakterialis adalah peradangan pada cairan serebrospinal (CSS). Meningitis bakterialis
selaput otak (meningens) yang disebabkan infeksi merupakan salah satu infeksi yang paling berbahaya
bakteri. ditandai adanya bakteri penyebab dan pada anak karena tingginya kejadian komplikasi akut
peningkatan sel-sel polimorfonuklear pada analisis dan kecacatan neurologis permanen di kemudian hari.
Tabel l. Etiologi Meningitis Bakterialis pada Tiap Kelompok Umur
Etiologi
Etiologi meningitis bakterialis pada tiap kelompok
buka pada trauma kepala, iatrogenik pada tinda-
kan pungsi lumbal, atau prosedur bedah.
....
IQ umur berbeda karena tergantung pada lingkungan 4. Meningitis neonatus
dan daya tahan tubuh. Tabel l menunjukkan etiologi Neonatus mengalami infeksi yang berasal dari as-
tersering pada tiap kelompok umur. pirasi amnion, kuman pada jalan lahir, atau infeksi
Jenis patogen yang menyebabkan meningitis transplasental.
pada neonatus biasanya berasal dari flora normal ibu, Metode penyebaran paling sering adalah secara
106
seperti Streptococcus dan E. coli. Sementara Neisseria hematogen dari fokus infeksi yang jauh, misalnya
meningitidis dan S. pneumonia adalah patogen utama nasofaring. Kolonisasi bakteri disertai dengan infeksi
pada bayi yang lebih besar. Pada keadaan seperti saluran napas oleh virus pada waktu bersamaan akan
imunodefisiensi, pasien dapat terinfeksi oleh patogen meningkatkan patogenisitas bakteri. Bakteri akan
yang lebih jarang, seperti Pseudomonas aeruginosa. menembus mukosa saluran napas dan menyebar
Staphylococcus aureus. Salmonella, atau Staphylococcus secara hematogen, virulensi bertambah bila terdapat
koagulase negatif. defek pada sistem imun pejamu.
Bakteri masuk ke dalam CSS dan ruang
Faktor Risiko subarakhnoid melalui pleksus koroid di ventrikel
Faktor risiko utama adalah kurangnya imunitas lateral dan meningens serta bereplikasi dengan
pada usia muda, seperti: cepat didalamnya Oihat Gambar 1). Terjadi infiltrasi
Defek imunitas spesifik. seperti defek pada pro- polimorfonuklear dan produksi berbagai sitokin
duksi immunoglobulin dan sistem komplemen inflamasi seperti TNF- a. IL-I , dan prostaglandin
sehingga meningkatkan kerentanan terhadap me- E secara masif. Akibatnya sawar darah-otak
ningokok; mengalami kerusakan, terjadi trombosis vaskular,
Asplenia meningkatkan kerentanan terhadap dan permeabilitas vaskular meningkat. Produksi
pneumokok dan H. influenza type B; sitokin inflamasi secara besar-besaran inilah yang
AIDS. keganasan, atau pasca kemoterapi rentan ter- bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala sisa
infeksi Listeria monocytogenes. inflamasi kronis di kemudian hari, bahkan ketika CSS
Pada neonatus, faktor risiko utama adalah telah bersih dari bakteri.
prematuritas, riwayat infeksi intrapartum pada ibu, !SK Peningkatan permeabilitas vaskular dan
pada ibu, dan ketuban pecah dini. kerusakan sawar darah-otak menyebabkan transudasi,
efusi subdural, edema serebri, yang mengakibatkan
Patogenesis peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan iskemia
Bakteri dapat mencapai sistem saraf pusat melalui serebral. Trombosis vaskular yang terjadi di sinus
empat cara: venosus menyebabkan perdarahan subarakhnoid yang
I. Hematogen akhirnya menyebabkan nekrosis kortikal. Kerusakan
Infeksi dari fokus lain menyebar secara hematogen korteks secara klinis menyebabkan perubahan status
langsung ke SSP. Fokus infeksi tersering adalah mental, kejang, defisit sensorik, motorik dan retardasi
saluran napas (di daerah nasofaring, pneumonia). psikomotor.
dapat juga dari endokarditis, tromboflebitis, atau Tanda rangsang meningeal muncul karena
sepsis. inflamasi pada saraf dan akar spinal, sementara
2. Perkontinuitatum paresis saraf kranial terjadi karena inflamasi juga
Infeksi meluas secara langsung dari lokasi mengenai saraf kranial yang keluar dari batang
yang berdekatan dengan SSP, seperti dari sinus otak. Paresis saraf kranial, terutama okulomotor dan
paranasal, mastoid, sinus cavernosus, atau OMSK. abdusen juga dapat terjadi karena herniasi tentorial
3. Implantasi langsung akibat peningkatan TIK.
Terjadi infeksi langsung ke SSP seperti fraktur ter-
Manifestasi Klinis klinis bayi mengalami demam, muntah, tampak
Umumnya didahului oleh demam beberapa hari gelisah/iritabel, kejang, UUB membonjoL namun
disertai infeksi saluran napas atas atau saluran cerna, tanda rangsang meningeal sulit dievaluasi (tanda
diikuti tanda infeksi SSP yang tidak spesifik seperti Kernig dan Brudzinski sering negatif). Salah satu
letargi dan iritabilitas. Anak juga tampak anoreksia tanda khas adalah high pitched cry (tangis dengan
dan tidak mau makan, mialgia, artralgia, takikardi, lengkingan yang tinggi).
hipotensi, dan muncul beragam bentuk bercak merah Usia >2 tahun
di kulit. seperti petekie, purpura, atau ruarn makula Pada anak yang lebih besar, gambaran klinis lebih
eritematosa. Ada pula gambaran yang lebih berat, klasik menunjukkan infeksi meningens. Anak
namun kurang umum terjadi, yaitu syok yang cepat demam, menggigil, terdapat tanda peningkatan
dan progresif disertai purpura, koagulasi intravaskular TIK yaitu sakit kepala, muntah, UUB membonjol,
diseinata, hilang kesadaran, dan kematian dalam 24 paresis N.III dan N.VI, hipertensi dengan
jam. bradikardi, apnea atau hiperventilasi, postur
Meskipun demikian, manifestasi klinis sangat dekortikasi atau deserebrasi, pupil anisokor,
bervariasi bergantung pada usia, respons imun stupor, koma, atau perubahan tingkah laku. Tanda
terhadap infeksi, dan lama sakit sebelum dibawa ke rangsang meningeal (kaku kuduk, tanda Kernig,
pelayanan kesehatan. dan brudzinski) jelas diperoleh pada pemeriksaan
Neonatus hingga 3 bulan fisis, defisit neurologis fokal, kejang fokal
107
Gambaran klinis sering tidak khas. Bayi tampak atau umum, dan neuropati kranial. Tanda lain
letargi, malas minum, dan muntah. Pemeriksaan meningitis adalah fotofobia dan tache cerebrale ,
fisis menunjukkan demam atau hipotermia, ubun- yaitu munculnya garis merah menimbul 30-60
ubun besar (UUB) membonjol, kejang hingga apnea. detik setelah kulit dipukul dengan benda tumpul.
Setiap neonatus dengan demam tinggi, pneumonia,
atau sepsis disertai kejang harus dicurigai Diagnosis
meningitis bakterialis. Risiko tinggi terdapat pada Segera setelah terdapat kecurigaan akan
nenonatus yang lahir prematur, memiliki riwayat meningitis bakterialis dari anamnesis dan pemeriksaan
infeksi intrapartum, dan ketuban pecah dini. fisis, harus segera dilakukan pungsi lumbal dan kultur
Usia 3 bulan-2 tahun darah.
Meningitis bakterialis harus dipikirkan pada 1. Pungsi Lumba/
setiap anak usia 3 bulan-2 tahun yang mengalami Pungsi lumbal dilakukan untuk menemukan bak-
manifestasi kejang demam kompleks. Secara teri penyebab di dalam CSS melalui perwarnaan
- - - - - - - - - - - - - - -1Bakteremia·1- - - - - - - - - - - - -
Penetrasi t
patogen di SSP Pelepasan
l+
Interaksi
ltokin sistemi
Inflamasi
meningens
Edema
serebral
r __. TIK meningkat
-....
>"(
0 naan Gram memiliki sensitivitas 60-90% dan dilakukan resusitasi;
0 spesifisitas 97%, namun hasil ini dapat berku- 3) Infeksi di kulit tempat dilakukannya pungsi
IQ
rang secara signifikan bila sudah mendapat- lumbal;
)> kan terapi antibiotika sebelumnya. 4) Gangguan hemostasis dan koagulasi.
!::$
~ 0 Latex agglutination Kontraindikasi relatif adalah trombositopenia.
::i::" Cara ini menggunakan antiserum untuk men- Pungsi lumbal tidak boleh dilakukan jika jumlah
108 deteksi antigen kapsul polisakarida dari bak- trombosit < 50.000/ Ji L
teri patogen. Kelebihan pemeriksaan ini lebih 2. Kultur Darah
cepat dan sederhana. Kultur darah harus dilakukan sebelum ter-
Cara ini disarankan sebagai alternatif bagi api antibiotik dimulai. Pemeriksaan ini dapat
pasien yang telah mendapat terapi antibiotik mengisolasi bakteri penyebab pada 80-90% ka-
sebelumnya dan pemeriksaan kultur maupun sus meningitis. Bila pungsi lumbal ditunda. kultur
Gram menunjukkan hasil negatif. darah tetap dilakukan sambil dilakukan CT scan
o PCR untuk mengonfirmasi atau menyingkirkan adanya
PCR dapat mendeteksi DNA dari patogen lesi desak ruang (abses, tumor, perdarahan) .
meningens yang umum, seperti Nmeningiti-
dis, S Pneumonia, H.Influenza type b. S Aga- Tata Laksana
lactiae, dan L. Monocytogenes. Sensitivitas dan Sambil menunggu hasil analisis CSS, terapi empiris
spesifisitasnya sangat baik (> 90%) dan men- dan suportif harus segera diberikan.
jadi salah satu alternatif pemeriksaan yang l. Terapi suportif berupa cairan intravena, nutrisi,
sangat menjanjikan di kemudian hari. antipiretik dan antikonvulsan. Pasien jangan
o Analisis CSS menerima makanan melalui mulut terlebih dulu.
Selain mengisolasi bakteri patogen penyebab, Lakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan
diagnosis juga dapat ditegakkan dari laju nafas dengan ketat, demikian pula dengan
Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Cairan Serebrospinal pada lnfeksi Bakteri. Tube rkulosis dan Virus
f\.frningit is i\1Pn111g111s
Korufo,j BdktPI iali\ Tulwr kulo..,1s Ml'n111gop11s<•fa li11s Virus Norm,11
Xa ntokrom.
Jernih (kecuali bila
Warna Purulen. keruh Terdapat endapan Jernih
jumlah sel >300/ uL)
benang-benang fibrin
Tekanan Normal atau sediklt
200-750+ 150-750+ <160
(mmH2 0) meningkat
Ribuan (> 1000 0-5 limfosit: 1-3 PM N pada 3 bulan
Jumlah sel 250-500. terutama
sel/ uL) , terutama 50-300. terutama limfosit pertama, sampai 30 limfosit pada
/uL limfosit
PMN neonacus. 20-50 eritrosit
inflamasi dan mencegah ketulian, berikan dek- Gambar 2. Alur tata laksana men ing itis bakterialis pada bayi
sametason IV 0,6 mg/ KgBB/ hari dibagi 4 dosis, dan anak menurut Infectious Diseases Society of America.
15-20 menit sebelum atau bersamaan dengan 2004. (Tunkel et al. Practice Guidelines for the Management
pemberian antibiotik. Steroid hanya diberikan of Bacterial Meningitis. CJD 2004 : 39 (1 November) dengan
pada bayi usia >I bulan karena tidak ada data modifikasi
Ampisilin ( 150-200 mg/ Kg/ har i IV dibagi da lam 2-3 dosis) dan sefotaksim ( l 50-200 mg/ Kg/ hari IV dibagi
Neonatus dalam 3-4 dosis) : arau
Ampisilin dan gentamisin (5-7 .5 mg/ Kg/ hari IV dibagi dalam 2 dos is)
Ampisilin (200-400 mg/ Kg/ hari IV dibagi dalam 4 dosis) dan sefotaksim (200-300 mg/Kg/ hari IV dibagi
J-3 bulan dalam 4 dosis): atau
Am plsilln dan Seftrlakson (100 mg/Kg/ hari JV dibagi dalam 2 dosis)
•cacatan: Vankomisin 60 mg/ Kgl hari dibagi tiap 6 jam dapa c dicambahkan jika banyak dicemukan kasus Methyl resistance
streptococcus. ]ika tidak. pemberian ancibiotika disesuaikan dengan pola resistensi kuman masing-masing rumah sakic. Prinsipnya
adalah menggunakan ancibiotik yang dapac menembus sawar-darah otak dengan baik, berspektrum kuat terhadap Gram positif (usia >
I bulan) dan terhadap Gram positif dan nega tif (pada neonatus).
110
iritabel) dan abses otak. mikrobial, CSS sudah menjadi steril. Waktu yang
Komplikasi neurologi jangka panjang tersering lebih lama untuk mensterilisasi CSS berkorelasi
adalah tuli sensorineural akibat labirintitis dengan luaran yang lebih buruk.
setelah infeksi koklea. Selain itu dapat juga terjadi
hidrosefalus komunikans, gangguan perkembangan Sumber Bacaan
motorik, bicara dan perilaku, retardasi mental, l.Prober CG. Central nervous systems infection. Dalam:
gangguan penglihatan dan epilepsi. Kliegman RM , Stanton BM. Ge me J. Schor N, Behrman RE.
penyunting. Nelson's textboo k of pediat rics. Edisi ke- 19.
Philadelphia: Elsevier Sau nd ers: 20 I I .
Prognosis
2. Fenichel G, penyunti ng. Cli nica l ped iatric neurology: a
Pronosis bergantung pada:
signs and symptoms ap proac h. Edisi ke- 7. USA: Elsevier
Usia pasien Saunders: 20 I 3.
Bayi usia < 6 bulan memiliki prognosis lebih bu- 3. Chavez-Bueno S. McCracken CH Jr. Bacterial meningitis in
ruk. children. Pediatr Clin N Am. 2005:52:795-8 10.
Manifestasi kejang dan penurunan kesadaran 4. Tunkel AR, Ha rtman BJ. Kaplan SL, Kaufman BA. Roos KL.
Kejang yang menetap setelah hari keempat sejak Scheid WM. dkk. Practice guide lines for the manageme nt
awitan berhubungan dengan defisit neurologi of bacterial meni ngit is (IDSA Gu idelines). Clin Infect Dis.
2004 Nov 1:39(9): 1267-84.
yang lebih buruk.
5. Hay WW, Levin MJ. Sondheimer JM, Deterding RR, penyun-
}enis dan jumlah mikroorganisme penyebab
ting. Cu rrent pediatric diagnos is & treatme nt. Edisi ke-2 1.
Infeksi oleh Pneumokok memiliki angka mortali-
Philadelphia: McGraw-Hill: 20 I 2.
tas dan gejala sisa neurologi yang tinggi. Jumlah 6. Polin R. Meningitis. Da lam: Polin R, Lo renz J. penyunting.
mikroorganisme lebih dari 106 colony-forming/ Pocket clinician neonatology. Ca mbridge: Cambridge Uni-
mL dalam CSS lebih sulit diobati. versity Press: 2008.
Kadar glukosa 7. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS, Gandapur.ra
Kadar glukosa yang sangat rendah berkorelasi de- EP, Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
ngan gangguan pendengaran permanen. Jkatan Dokter Anak Indonesia (IDA!). Jakarta: Badan Pen-
erbit !DAI: 20 I 1.
Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi CSS
Umumnya dalam 24-36 jam setelah terapi anti-
Meningitis Tuberkulosis
Gracia Lilihata. Setyo Handryastuti
Komplikasi
I
113
38
Kompetemi TTIB Sindrom Guillain-Barre
11
•• Gracia Lilihata, Setyo Handryastuti
114
Definisi Patofisiologi
Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah sekumpulan Patofisiologi sindrom ini belum dapat dijelaskan
gejala poliradikuloneuropati autoimun yang terjadi dengan jelas. Namun. salah satu yang paling banyak
pasca-infeksi, terutama mengenai neuron motorik. diteliti adalah infeksi C. jejuni. Pada infeks i C. jejuni,
namun dapat juga mengenai neuron sensorik dan antigen pada kapsul bakteri serupa dengan antigen
otonom. Manifestasi klinis tersering adalah paralisis gangliosida pada selubung mielin saraf (seperti
flaksid disertai menurunnya refleks tendon dalam, GMI dan GD!) sehingga tubuh membentuk antibodi
dan keseluruhan gejala dapat pulih setelah beberapa yang tidak hanya menyerang patogen ini. namun
minggu atau beberapa bulan. juga menyerang dan merusak selubung mielin
SGB kini dikenal terdiri atas beberapa subtipe, yaitu saraf. Terjadi infiltrasi limfosit dan fagositosis oleh
acute inflammatory demyelinating polyneuropathy makrofag. Rusaknya mielin menyebabkan hantaran
(AIDP). acute motor axonal neuropathy (AMAN) , acute saraf terhambat atau tidak terjadi sama sekali
motor and sensory axonal neuropathy (AMSAN) dan sehingga terjadi paralisis.
Miller-Fisher syndrome.
Manifestasi Klinis
Epidemiologi Pada sebagian kecil pasien, infeksi C. jejuni tidak
Studi di Amerika Serikat, Australia, dan Eropa menyebabkan gejala klinis sama sekali sehingga
menunjukkan insidens 1-3/ I 00.000 penduduk per pasien dapat menunjukkan gejala SGB tanpa riwayat
tahun dan hasil serupa juga ditemukan di negara- infeksi sebelumnya. Namun, pada sebagian besar
negara lain di Asia. Insidens sedikit lebih tinggi pasien terdapat riwayat infeksi di saluran cerna atau
pada laki-laki Oaki-laki: perempuan = 1,5: I). Risiko respirasi, seperti diare, common cold. dan pneumonia.
mengalami SGB semakin tinggi seiring bertambahnya Sekitar I 0 hari kemudian, pasien mengalami paralisis
usia, memuncak pada dua kelompok usia, yaitu 15-35 yang khas, yang dikenal Landry's ascending paralysis.
tahun, dan 50-75 tahun. Disebut 'ascending' karena paralisis dimulai dari
ekstremitas bawah, kemudian naik ke batang tubuh,
Etiologi ekstremitas atas, dan terakhir ke otot-otot bulbaris.
Pada sebagian besar kejadian SGB, terdapat Refleks tendon kemudian menghilang. Anak tampak
riwayat infeksi yang mendahului beberapa minggu iritabel dan menolak atau tidak bisa berjalan.
sebelumnya. lnfeksi pada saluran pernapasan dan Keterlibatan otot-otot bulbar akan menyebabkan
saluran pencernaan adalah yang paling sering ditemui. paralisis nervus kranialis (kelumpuhan saraf fasialis,
Organisme yang berhasil diisolasi terutama adalah disfagia, disartria, dan ptosis) serta paralisis otot-otot
Campylobacter jejuni, diikuti oleh cytomegalovirus pernapasan yang dapat menyebabkan gaga! napas.
dan Epstein-Barr virus. Penyebab lain yang lebih Dapat juga terjadi keterlibatan sensorik dan otonom.
jarang adalah HIV, Mycoplasma pneumonia. dan virus Kelainan sensorik bermanifestasi sebagai rasa nyeri,
varicella-zoster. Beberapa studi menunjukkan adanya baal, parestesia, hilangnya sensasi getar, sentuh, nyeri
asosiasi antara SGB dengan vaksinasi, misalnya pada dan proprioseptif di bagian distal. Sementara itu,
vaksinasi flu babi, influenza, rabies, dan meningokok. disfungsi otonom menyebabkan hipotensi postural,
hipertensi, irama jantung tidak teratur, takikardi Gambaran klinis
atau bradikardi sinus, hipersalivasi, anhidrosis, atau Terdapat riwayat infeksi yang mendahului bebe-
fluktuasi tekanan darah yang sangat lebar. .. rapa minggu sebelumnya. diikuti kelemahan otot
Pada umumnya pasien mencapai titik nadir yang progresif, ascending. simetris serta adanya
setelah 12 hari dan memasuki fase plateau setelah arefleksia.
3-4 minggu. Setelah itu kondisi pasien akan Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)
membaik seiring dengan terjadinya remielinisasi. Pada fase akut khas tampak disosiasi albumin,
Penyembuhan total terjadi dalam 6-12 bulan, paling yaitu tingginya kadar protein (protein >0,55 g/L)
lama adalah 18 bulan. Perbaikan dimulai dengan pola tanpa disertai peningkatan jumlah leukosit pada
yang terbalik, otot-otot bulbar yang paling pertama CSS. Jumlah monosit biasanya <I O/mm 3 dan tidak
mengalami perbaikan, diikuti oleh ekstremitas atas, terjadi pleositosis. Pemeriksaan serial CSS dengan
batang tubuh, dan ekstremitas bawah. Refleks tendon hasil disosiasi albumin yang konsisten adalah
adalah yang paling terakhir kembali. Kematian dapat diagnostik kuat pada SGB, namun biasanya baru
terjadi akibat paralisis otot-otot pernapasan yang terlihat 1-2 minggu setelah paralisis terjadi. Pa-
tidak ditangani dengan baik sehingga terjadi gaga! sien dengan SGB dan infeksi HIV akan mengalami
napas. pleositosis pada CSS disamping peningkatan kadar
Infeksi C. jejuni diasosiasikan dengan manifetasi protein, sehingga disosiasi albumin tidak khas.
klinis yang lebih berat dan proses penyembuhan yang Pemeriksaan EMG
115
lebih lama. AIDP, bentuk SGB yang paling sering ditemukan,
akan menunjukkan gambaran EMG yang tipikal
Subtipe pada demielinisasi neuron berupa kecepatan
AIDP konduksi yang berkurang, blokade konduksi atau
AIDP merupakan tipe SGB yang paling sering disperse response , gelombang F menghilang atau
ditemui. AIDP terutama mengenai neuron pemanjangan fase laten dan latensi terminal. Pe-
motorik, namun dapat mengenai neuron sensorik rubahan konduksi ini harus ditemukan pada mini-
dan otonom. Serologi C. jejuni ditemukan positif mal dua neuron dalam satu regio seperti di lengan,
pada sekitar 40% kasus subtipe ini, dan sebagian tungkai. atau wajah. Subtipe SGB yang lain memili-
kecil ditemukan antibodi GM I. ki gambaran EMG yang berbeda. yaitu:
AMAN o AMAN: amplitudo compound muscle action po-
AMAN merupakan bentuk SGB yang paling sering tential (CMAP) berkurang atau hilang, semen-
terjadi pada anak-anak dan menyerang hanya tara kecepatan konduksi normal dan potensial
akson dari neuron motorik. Secara klinis terjadi aksi sensorik juga normal.
kelemahan simetris yang berprogresi dengan o AMSAN: amplitudo sensory nerve action poten-
cepat diikuti oleh gaga! napas pada 70% kasus tial action (SNAP) berkurang atau menghilang,
serologi C. jejuni positif dan hampir semua CMAP berkurang atau menghilang, kecepatan
menunjukkan adanya antibodi menyerang GM 1. konduksi normal.
AM SAN Pada beberapa keadaan. gambaran EMG dapat
AMSAN paling banyak terjadi pada dewasa. normal karena demielinisasi terjadi pada otot paling
Antibodi menyerang akson neuron motorik proksimal sehingga tidak dapat dinilai oleh EMG.
dan sensorik serta menyebabkan gejala klinis Sebagai pendukung diagnosis, bukti infeksi C.
yang berat dan berprogresi cepat. Pada AMSAN jejuni dapat diperoleh melalui pemeriksaan serologi
sering terjadi muscle-wasting. penyembuhan dan maupun kultur feses. Namun, kultur feses sering
prognosis lebih buruk dibanding tipe SGB yang negatif karena infeksi mikroorganisme biasanya
lain. berlangsung singkat. Ditemukan maupun tidak
Miller-Fisher Syndrome ditemukannya C. jejuni tidak mengubah terapi dan
Terjadi trias yang terdiri dari paralisis otot-otot tidak memerlukan antibiotik tambahan karena infeksi
ekstraokular, ataksia, dan arefleksia. Kadang bersifat self-limited. Pemeriksaan serologi biasanya
disertai papiledema, kelumpuhan saraf fasialis, berguna untuk kepentingan riset dan epidemiologi.
ptosis, dan retensi urine yang bersifat transien. Pemeriksaan antibodi antigangliosida dilakukan
Pemeriksaan serologi menunjukkan adanya bila diagnosis SGB sulit ditegakkan. Antibodi terhadap
antibodi terhadap antigen gangliosida GQ I b. GM I dan GD I meningkat terutama pada varian
AMAN dan AMSAN. Pemeriksaan darah lengkap dan
Diagnosis metabolik dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
Diagnosis klasik SGB berdasarkan gambaran lain paralisis. Pemeriksaan MRI dan CT scan dapat
klinis, analisis cairan serebrospinal, dan pemeriksaan menunjukkan penyangatan di daerah radiks yang
EMG.
sugestif pada SGB. Selain itu, MRI dan CT scan juga datang dalam 2 minggu sejak awitan gejala.
dapat menilai dan menyingkirkan penyebab mekanik Penggunaan steroid maupun terapi kombinasi
pada tulang belakang. (plasma exchange + NIG) tidak menunjukkan
manfaat sehingga tidak direkomendasikan.
Tata Laksana
Tiga ha! penting dalam tata laksana SGB meliputi Komplikasi
terapi suportif, imunoterapi, dan rehabilitasi. Pasien dapat meninggal karena gaga! napas,
Terapi Suportif sepsis, pneumonia, tromboemboli, dan henti jantung
Pada fase akut, pasien harus dirawat di yang merupakan komplikasi dari penggunaan
rumah sakit untuk mendapatkan terapi suportif intubasi dan ventilator, tirah baring berkepanjangan,
dan pengawasan ketat terhadap komplikasi. Bila atau disfungsi otonom.
terjadi paralisis otot-otot pernapasan. pasien Sebagian kecil pasien mengalami chronic
membutuhkan intubasi dan ventilator di ICU agar relapsing polyradiculoneuropathy atau chronic
tidak terjadi gaga! napas. Intubasi dan ventilasi remitting polyradiculoneuropathy, yaitu sindrom SGB
dibutuhkan bila: yang berulang terus-menerus dan tidak mengalami
(I) Kapasitas Vital Paksa <15-20 mL/Kg, perbaikan untuk waktu yang sangat lama.
(2) tekanan inspirasi maksimum <30 cm H20,
116 (3) tekanan ekspirasi maksimum <40 cm H20, Prognosis
a tau Sebagian besar memiliki prognosis yang sangat
(4) bila saturasi oksigen berkurang (P0 2 <70 baik. Prognosis lebih buruk ditandai oleh:
mmHg). keterlibatan nervus kranialis;
Rata-rata pasien membutuhkan ventilator hingga intubasi;
50 hari. disabilitas maksimal saat sakit; serta
Monitor tekanan darah, frekuensi, dan irama perubahan usia.
nadi dengan ketat. Bantuan obat-obat vasoaktif Angka mortalitas berkisar antara 4-15% dan
mungkin diperlukan bila terjadi hipotensi diakibatkan oleh berbagai macam komplikasi
dan syok, atau obat antihipertensi bila terjadi selama progresi penyakit. Pasien berusia >60 tahun
hipertensi. ditemukan memiliki risiko kematian 6x lebih besar
Pada pasien dengan disfagia atau dengan dibanding pasien berusia 40 tahun, dan l 57x lebih
pemakaian ventilator, nutrisi diberikan secara besar dibanding pasien < 15 tahun. Sebanyak 20%
enteral maupun parenteral dengan kalori yang pasien mengalami disabilitas yang menetap.
cukup untuk mencegah risiko aspirasi.
Heparin diperlukan sebagai profilaksis Sumber Bacaan:
tromboemboli karena pasien tirah baring dalam 1. Sarnat HB. Neuromuscular disorders. Dalam: Kliegman RM.
waktu yang lama. Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. penyunting.
Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia:
Bila sudah stabil dan fase plateau tercapai,
Elsevier Saunders; 2011.
pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat biasa
2. Hughes RAC. Wijdicks EFM. Barohn R. Benson E. Cornblath
namun tetap dengan pengawasan ketat.
DR. Hahn AF. dkk. Practice parameter: immunotherapy for
lmunoterapi Guillain-Barre syndrome. Report of the quality standards
Setelah terapi suportif, pasien perlu dirujuk subcomittee of the American Academy of Neurology.
untuk mendapat tata laksana lanjutan, seperti Neurology. September 2003;6 l :736-9
imunoterapi. Imunoterapi terutama diberikan 3. Ryan MM. Pediatric Guillain-Barre syndrome. Curr Opin
pada pasien SGB dengan paralisis yang Pediatr. 2013 Dec;25(6):689-93.
berprogresi dengan cepat. Imunoterapi bail< 4. Agrawa l S. Peake D. Whitehouse WP. Management of
intravenous immunoglobulin (]VIG) maupun children with Guillain-Barre syndrome. Arch Dis Child Educ
Pract Ed. 2007 Dec:92(6): 161 -8.
plasma exchange (PE) akan mengurangi durasi
5. Bonadio W. Pediatric lumbar puncture and cerebrospinal
gejala secara signfikan, namun tidak menurunkan
fluid analysis. J Emerg Med. 2014Jan:46(1):141-50.
risiko terjadinya defisit neurologi yang menetap.
Terapi dengan NIG atau plasma exchange akan
memberikan hasil yang lebih baik bila pasien
39
Kompcknsi !VA
• Asuhan Nutrisi Anak
11
•• Dimas Priantono. Titis Prawitasali
Asupan makanan diperlukan untuk kebutuhan energi dan memenuhi syarat, pemberian AS! harus di- ...,
sehari-hari, mempertahankan fungsi organ tubuh, ke-
butuhan energi untuk penyembuhan saat sakit, serta
mulai sesaat setelah bayi lahir (inisiasi menyusui
dini). AS! merupakan asupan terbaik untuk usia
~
yang paling penting untuk masa kanak-kanak adalah ini karena mengandung semua nutrien yang di- 117
sebagai energi untuk tumbuh dan berkembang. butuhkan oleh bayi untuk enam bulan pertama
Asupan gizi yang dibutuhkan oleh anak meliputi kehidupan, termasuk lemak, karbohidrat, pro-
makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien terdiri tein. vitamin, mineral dan air. AS! mudah dicerna
dari karbohidrat, protein dan lemak; zat gizi tersebut dan dapat digunakan oleh tubuh secara efektif.
dibutuhkan dalam jumlah besar. Sementara, mikro- AS! juga mengandung faktor bioaktif yang mem-
nutrien berupa vitamin dan mineral yang dibutuhkan perkuat sistem imun bayi yang belum matur,
dalam jumlah sedikit. Asupan nutrisi yang seimbang melindungi dari infeksi dan faktor lain yang mem-
akan menunjang tumbuh kembang yang optimal, bantu pencernaan dan absorpsi nutrien. Selain
sebaliknya asupan yang berlebih atau kurang juga itu, pemberian AS! eksklusif mampu memberikan
menimbulkan konsekuensi. Kelebihan asupan menye- manfaat ekonomis serta membangun kedekatan
babkan obesitas, penyakit metabolik dan penyakit emosional antara ibu dan bayi.
muskuloskeletal dan tentunya memberikan dampak Berdasarkan rekomendasi WHO, AS! sebaiknya di-
bagi psikis anak. Sementara, kekurangan asupan berikan sedini mungkin melalui inisiasi menyusui
menyebabkan keterlambatan tumbuh dan kembang, dini (IMD). !MD dilakukan dengan menempatkan
bahkan gaga! tumbuh. bayi baru lahir ke ibunya secara kulit ke kulit sela-
Tiga tahun pertama kehidupan adalah saat yang ma minimal satu jam. Proses !MD ini bermanfaat
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan pemberian AS! eksklusif di
fungsi otak sehingga asupan nutrisi optimal disertai kemudian hari.
stimulasi menjadi faktor yang sangat menentukan. Edukasi kepada orang tua perlu dilakukan sehing-
Mengingat pentingnya peran nutrisi, penting untuk ga AS! diberikan ad libitum (on demand). diberikan
selalu melakukan asuhan n utrisi anak, yang terdiri kapanpun saat bayi merasa lapar. Apabila bayi
atas langkah - langkah berikut: tidak dapat diberi AS!, pilihan utama adalah susu
1. Penilaian status nutrisi anak, meliputi riwayat formula yang dibuat dari susu sapi yang telah di-
asupan makanan, riwayat pertumbuhan dan fortifikasi dengan zat besi. Apabila terdapat alergi
perkembangan keterampilan dan perilaku makan terhadap susu sapi atau terdapat alasan yang tidak
(termasuk oromotor skill), riwayat alergi, riwayat memungkinkan konsumsi susu sapi, pilihan perta-
pengobatan tertentu, penilaian antropometri, lab ma adalah formu la hidrolisat sempurna atau asam
dan klinis, dan sebagainya. Penilaian antroprome- amino. Apabila karena ketidaktersediaan atau ken-
tri dilakukan dengan mem-plot tinggi badan ber- dala ekonomis tidak memungkinkan untuk menye-
dasarkan umur (TB/U), berat badan berdasarkan diakan salah satu dari kedua formula tersebut,
umur (BB/U), dan tinggi badan berdasarkan berat maka formula kedelai dapat dipergunakan.
badan (TB/BB). Untuk anak usia lebih dari 2 ta- Kebutuhan cairan bayi usia 0-6 bulan adalah >
hun, gunakan kurva CDC 2000, sedangkan untuk I 00 mL/KgBB/ hari, tetapi dengan adalanya kehi-
langan cairan melalui ginjal, paru, kulit dan laju (mengambil dengan dua jari) sereal a tau makanan
metabolik yang lebih tinggi, bayi usia 0-6 bulan yang diberikan dan mulai dapat minum dari cang-
akan rentan mengalami dehidrasi, terutama saat kir yang dipegang oleh orang lain.
muntah dan/ a tau diare. Karena AS! dan formula Kebutuhan kalori dari MPASI pada usia ini adalah
terdiri atas 90% air, bayi tidak membutuhkan tam- sekitar 200 Kkal/hari. Frekuensi pemberian MPA-
bahan cairan lagi. SI dianjurkan 2-3 kali/hari, dengan selingan kuda-
Yang perlu diperhatikan pada masa ini adalah: pan 1-2 kali/ hari. Anak usia ini biasanya mengon-
(1) pertumbuhan (kenaikan berat badan), dan sumsi volume. makanan mulai dari 2-3 sendok
(2) perkembangan dan kemampuan makan, yang makan, ditingkatkan bertahap hingga sekitar 125
z ditandai oleh kemampuan untuk menghisap cc setiap kali makan.
a.....
"'i
puting susu dengan baik, selesai minum (dalam
keadaan cukup/kenyang) selama 45 menit, dapat
Red flags: pengukuran berat badan berkala tidak
menunjukkan peningkatan dan perkembangan ti-
.....
(/)
menunjukkan tanda lapar yaitu peningkatan akti- dak sesuai dengan usia anak .
vitas (tampak gelisah), mouthing atau rooting, dan
menangis. Bayi Usia 9-12 Bulan
Red flags: penurunan berat badan turun 2 persen- Antara usia 9-11 bulan, frekuensi pemberian
til atau lebih (failure to thrive), kehilangan lebih makanan tambahan ditingkatkan, sampai 3-4 kali
dari 7% dari berat lahir, berat badan naik namun sehari, caregiver atau orangtua sebaiknya melaku-
tidak adekuat (tidak naik dalam 10 hari, <750 g! kan motivasi untuk makan dengan mandiri dan
bulan untuk usia 0-3 bulan, <600 g/bulan untuk memberikan makanan tekstur yang lebih keras
usia 4-6), tidak menunjukkan pergerakan usus 3 (makin menyerupai makanan keluarga). Pada usia
kali setiap harinya setelah hari pertama, jumlah 12 bulan, apabila susu sapi adalah sumber utama
118 popok yang basah kurang dari 6 kali dengan urine susu. berikan 500 ml dengan makanan lain sum-
warna pekat, pembuatan formula tidak menurut ber vitamin D. Apabila bayi sudah disapih sebelum
ketentuan (pengenceran yang salah, atau air ko- usia 12 bulan, pemberian susu sapi sapi segar
tor), dan sebagainya. (whole milk) tidak diperbolehkan, dan dianjurkan
susu formula dari susu sapi yang telah difortifikasi
Bayi Usia 6-9 Bulan dengan zat besi.
Bayi usia 6-9 bulan sudah dapat diberikan Pada usia ini, anak sudah dapat menggunakan
makanan tambahan di samping ASL Pada usia ini, rahang dan lidah untuk menggigit dan meng-
bayi dapat dikenalkan dengan makanan yang telah hancurkan berbagai tekstur makanan, mencoba
difortifikasi dengan besi serta susu sapi. Apabila menggunakan sendok, serta beberapa anak men-
ingin mengenalkan makanan baru, sebaiknya dibe- coba makan dengan mandiri dengan sendok atau
rikan jarak 2 hari sehingga bayi dapat mengenali tangan. Peralihan cara minum anak sebaiknya
rasa dan memudahkan identifikasi apabila terjadi disesuaikan berdasarkan keterampilan oromotor
reaksi alergi. Pemberian makanan tambahan di- dan perkembangan anak. Pada usia 9 bulan, anak
mulai dengan porsi kecil (1-3 sendok makan) de- sudah dapat minum dari gelas, walaupun masih
ngan frekuensi 2-3 kali sehari. Tekstur makanan ada tumpahan.
dapat ditingkatkan secara berkala, mulai dari Kalori dari MPASI sebaiknya sekitar 300 Kkal/
bubur sampai makanan lunak yang lebih kental. hari. Anak dapat diberikan makanan yang dima-
Berdasarkan rekomendasi WHO, pemberian AS! kan dengan tangan untuk melatih kemampuan
sebaiknya dilanjutkan sampai usia 2 tahun. Pada motoriknya. Frekuensi makanan di luar AS! dian-
usia 6 bulan ini anak diperkenalkan dengan MPA- jurkan 3-4 kali/hari, dengan 1-2 selingan kuda-
SI, sambil mempertahankan pemberian AS! sese- pan. Volume yang dapat ditoleransi anak setiap
ring mungkin. Dalam mempersiakan MPASI, perlu kali makan adalah sekitar 125 cc.
diperhatikan kebersihannya agar tidak menyebab- Red flags: popok basah <6 kali/hari atau plot
kan penyakit pada anak. pertumbuhan menjauhi grafi.k di atasnya, yang
Pada usia ini, secara fi.siologis bayi sudah siap menandakan adanya kemungkinan terdapat se-
untuk mendapatkan makanan padat. Bayi nor- suatu yang harus dievaluasi), sampai usia I 0 bulan
mal sudah menunjukkan tahapan perkembangan bayi belum dapat makan dengan tekstur lembut,
dan peningkatan keterampilan makan sebagai perkembangan tidak sesuai dengan usia.
berikut: dapat duduk tanpa bantuan untuk waktu
yang singkat, dapat memegang botol susu, dapat Anak Usia 12-24 Bulan
makan dari sendok atau tangan orang dewasa, Anak usia ini masih dapat diberikan ASL Apabi-
dapat menolak apabila diberikan tekstur makanan la tidak disusui. whole milk (3,25% lemak) dapat
yang tidak biasa dimakan, dan dapat menjimpit diberikan, namun susu skim, I% dan 2% harus
Tabel I. Laju Pertumbuhan dan Kebutuhan Kalori Anak (disadur dari Nelson Textbook of Pediatrics: 20 I I )
. Prrk1r.ia11
Pl'1 k11 .rn11 KC'lldlkdn Bt·r .ti Pt>r.1c1ml><thc1t1 ~t·rtumhuh.rn Rt·tommt·ndt'd J).11
Us1c1 Kt·11.i1k.111 Ht·1.11 Bddt1n Bul.tri.m PanJclllg H.ut.111 I mgkc1r KPpalc1 ly Allm\..1rn p/ RDA
ll,111,111 llan,111 (g) (Kgl lrm/hulan) (cm/hulan) (K<al/Kg/lrnn)
dihindari, Pemberian makanan dilakukan de- atau minuman soya yang sudah difortifikasi untuk
ngan frekuensi 3 kali makanan pokok porsi kecil memenuhi kebutuhan vitamin D. Bagi anak yang
dan 2-3 kudapan tiap hari. Hindari pemberian tidak minum susu, kalsium dan vitamin D dapat
makanan dan minuman, kecuali air di antara ma- diperoleh dari sumber makanan lain yang sudah
kanan yang sudah terjadwal. Makanan pelengkap difortifikasi misalnya susu, margarin. mentega, ....
yang diberikan sebagai tambahan hendaknya atau minyak ikan, frekuensi pemberian makan 3 ....,...
(/)
mengandung energi dalam jumlah besar, protein, kali makanan utama dengan porsi sesuai usia dan
mikronutrien (zat besi, seng, kalsium. vitamin A,
vitamin C dan folat) , tidak pedas a tau asin, mudah
2-3 kudapan per hari, pembatasan konsumsi gula
sebaiknya dilakukan.
~
dimakan anak, disukai anak, serta tersedia di pasar Pada usia ini, anak sudah makan sebagian besar 119
lokal dan mampu dibeli orang tua. Makanan yang makanan keluarga, keterampilan makan sudah
diberikan, baik sebagai makanan utama atau ma- lebih baik sehingga kejadian tersedak atau batuk
kanan pelengkap, sebaiknya bervariasi, dan me- jarang terjadi, anak sudah terampil makan de-
ngandung makanan yang berasal dari hewan, pro- ngan peralatan makan tanpa tumpah . Pada usia
duk susu, produk biji-bijian (sumber protein dan ini anak mungkin menolakjenis makanan tertentu.
besi). buah-buahan dan sayuran hijau yang kaya Red flags: anak tidak mau makan makanan padat,
vitamin A, vitamin C, lemak serta minyak. Pembe- berat badan tidak naik atau turun menurut kurva
rian suplementasi vitamin perlu dipertimbangkan NHANES, konsumsi banyak cairan (susu >750 mL
terutama bila anak tidak tumbuh optimal, memili- dan jus >175 mL sehari), perkembangan tidak se-
ki kondisi kesehatan tertentu yang membutuhkan suai usia.
asupan mikronutrien, atau tidak makan sesuai
komposisi yang seharusnya. Hal-ha! yang perlu diperhatikan dalam pemberian
Pada anak usia 12-18 bulan, pertumbuhan mulai nutrisi anak:
melambat dibandingkan dengan satu tahun per- l. Pemantauan pertumbuhan
tama kehidupan dan pada usia 15 bulan, anak Untuk pemantauan pertumbuhan, kurva per-
dapat makan mandiri dengan sendok dan jenis tumbuhan WHO dapat digunakan. Pengukuran
makanan yang dimakan adalah makanan kelu- secara serial lebih berguna daripada pengukurara
arga. Pada usia 18-24 bulan, anak sudah dapat satu kali dengan acuan berat badan dan tinggi
mengonsumsi sebagian besar jenis makanan pada badan ideal menurut usia dan jenis kelamin.
makanan keluarga, nafsu makan yang berfluktuasi 2. Pemilihan formula bayi
adalah ha! yang umum ditemui, terutama sekitar Baik untuk bayi yang disusui secara eksk.lusif
tumbuhnya gigi baru, dan menolak makanan yang atau tidak, pemilihan formula dilakukan sesuai
tidak disenangi. kebutuhan atau keadaan kesehatan bayi dan pre-
Jumlah kalori dari MPASI dianjurkan sekitar 550 ferensi keluarga. Berikut ini formula yang dapat
Kkai/ hari. Frekuensi makan MPASI dianjurkan dipilih:
3-4x/hari, dengan 1-2 selingan kudapan. Anak da- Susu formula yang dibuat dari susu sapi dan
pat mengkonsumsi volume makanan 180-250 cc. telah difortifikasi zat besi, paling sesuai se-
Red flag kurva pertumbuhan datar atau turun, bagai substitusi ASL
anak tidak dapat makan makanan padat, sumber Susu formula berbahan dasar soya untuk bayi
makanan utama berasal dari makanan cair. yang tidak dapat mengonsumsi susu sapi
(misalnya galaktosemia), preferensi budaya,
Anak Usia 2-6 Tahun agama, atau alasan pribadi.
Anak usia 2-6 tahun, dapat diberikan 500 mL susu Formula hipoalergenik, apabila dicurigai ter-
dapat alergi susu sapi. Sumber Bacaan
Formula bebas laktosa, jarang dibutuhkan dan I . Sarnat HB. Neuromuscul ar disord ers. Dalam: Kliegman RM.
hanya sesuai untuk bayi dengan defisiensi lak- Stanton BM . Geme J. Schor N. Be hrman RE. penyunting.
tase kongenital Nelson's textbook of pediatrics. Edis i ke- 19. Philadelphia:
3. Persiapan formula bayi Elsevier Saunde rs: 20 11 .
Air yang digunakan untuk melarutkan formula 2. Hughes RAC. Wijdicks EFM. Baro hn R. Benson E. Cornblath
sebaiknya air yang sudah direbus hingga men- DR. Hahn AF. dkk. Practice pa rameter: immunothe rapy fo r
didih selama dua menit, lalu didinginkan sesaat Guillain-Barre syndrome. Report of the quality sta nd ards
sampai suhu 70 °C (didinginkan tidak kurang dari subcomittee of the American Academy of Ne urology. Ne u-
~.....
70 °C untuk meminimalisasi kontaminasi bakteri) rology. Septembe r 2003;6 I :736-9
pada botol dan dicampur sesuai dengan keten- 3. Ryan MM. Pediatric Guillain-Barre synd rome. Curr Opin
"'(
tuan. Formula sebaiknya baru dibuat saat akan Pediatr. 2013 Dec;2 5 (6) :689-93.
.....
(/)
memberikan minum dan tidak disimpan lebih dari 4. Agrawal S. Peake D. White house WP. Management of ch il-
dua jam. Bayi dan batita rentan tersedak sehingga dren with Guillain-Barre syndrome. Arch Dis Child Educ
orang tua atau caregiver wajib mendampingi saat Pract Ed. 2007 Dec;9 2 (6) :161 -8.
memberikan susu formula. 5. Bonadio W. Pediatric lumbar puncture a nd ce rebrospinal
fluid analysis. J Emerg Med. 201 4 Jan:46( 1): 14 1-50 .
40
Kompetensi IVA
• Defisiensi Besi
111
120
•• Dimas Priantono, Titis Prawitasari
atau inflamasi yang sedang berlangsung. makan biop- sehingga anak dapat mengkonsumsi bahan makanan .....
si sumsum tulang dapat dilakukan untuk menentukan lain yang mengandung zat besi. Makanan yang .....i...
Cl)
~
jenis anemia yang terjadi. Di daerah dengan fasilitas mengandung vitamin C akan meningkatkan absorpsi
terbatas, pemeriksaan di atas tidak dapat dilakukan zat besi. sedangkan teh, fosfat, dan fitat akan mengu-
sehingga anemia defisiensi besi dapat ditegakkan apa rangi absorpsinya.
bila terdapat anemia tanpa perdarahan. tidak adanya Pada tempat-tempat dengan angka kejadian ane- 121
organomegali, gambaran apusan darah tepi mikrosi- mia defisiensi besi yang tinggi. dapat diberikan suple-
tik, hipokrom, sel target, anisositosis. serta adanya mentasi besi dengan dosis besi elemental sebesar:
respon setelah diberikan terapi besi. l. Pada bayi dengan berat lahir normal, suplementasi
diberikan dari usia 6 bulan, sebesar 1 mg/KgBB/
Tata Laksana hari besi elemental;
Pada anemia defisiensi besi, perlu diatasi pe- 2. Bayi 1.500-2.000 g diberikan sejak usia 2 minggu
nyakit penyerta yang memperberat terjadinya anemia, sebesar 2 mg/ KgBB/ hari;
seperti perdarahan atau infeksi cacing. Pemberian 3. Bayi 1.000-1.500 g diberikan sejak usia 2 minggu
preparat besi dengan dosis 4-6 mg/ KgBB/ hari besi sebesar 3 mg/ KgBB/ hari;
elemental apabila menunjukkan respon yang baik da- 4. Bayi <1.000 g diberikan sejak usia 2 minggu sebe-
pat meningkatkan Hb >2 g/dL. Apabila respon terapi sar 4 mg/ KgBB/ hari.
baik, terapi besi elemental dapat diteruskan hingga
2-3 bulan. Kandungan besi elemental pada preparat Sumber Bacaan
besi yang beredar antara lain ferous fumarat (33%), I. Lerner NB. Sills R. Iron deficiency anemia. Dalam: Kliegman
ferous glukonas (11,6%), dan ferous sulfat/SF (20%). RM. Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. penyun-
Pada anemia berat dengan Hb <4 g/dL, dapat diberi- ting. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadel-
kan transfusi PRC. phia: Elsevier Saunders; 201 1.
2. Harmatz P. Butensky E. Lubin B. Nutritional anemias. Da-
Pencegahan lam: Walker WA. Watkins JB. Duggan C. penyunting. Nu-
Pencegahan terhadap anemia defisiensi besi se- trition in pediatrics. basic science and clinical applications.
baiknya dimulai sedini mungkin. AS! eksklusif disa- Edisi ke-3. London: BC Decker; 2007.
rankan untuk dipertahankan hingga usia 6 bulan. 3. Pudjiadi AH. Hegar B. Handryast uti S. Idris NS. Gandaputra
Apabila tidak memungkinkan, gunakan susu formula EP. Harmoniati ED, penyunting. Pedoman pelayanan medis
yang difortifikasi zat besi. Setelah itu, anak mulai lkatan Dokter Anak Indonesia (IDA!) . Jakarta: Badan Pen-
mengkonsumsi sereal yang difortifikasi dengan zat erbit IDA!; 2011.
besi. Asupan susu sapi sebaiknya tidak berlebihan
41
Kompctcru:i !VA
• Defisiensi Vitamin A
111
•• Dimas Priantono, Titis Prawitasari
~
Pendahuluan vitamin A menyebabkan kulit menjadi kering dan ber-
Defisiensi vitamin A adalah salah satu masalah sisik, terutama pada daerah lengan, kaki, bahu, dan
.....
"'I
kesehatan yang sering ditemui pada komunitas mis- bokong. Gangguan pada epitel mukosa organ dalam
.....
(/)
kin, terutama di negara dengan pendapatan rendah . menyebabkan pasien menjadi lebih mudah terkena
Penyebab utamanya adalah insufisiensi kandungan infeksi di organ bersangkutan. Gangguan pada muko-
vitamin A dalam diet secara kronis, sehingga terjadi sa usus menyebabkan diare, gangguan pada mukosa
deplesi cadangan vitamin A dan kegagalan memenuhi saluran napas dapat menyebabkan obstruksi bronkus,
kebutuhan fisiologis ( misalnya mendukung pertum- gangguan pada mukosa saluran kemih dapat menye-
buhan jaringan, metabolism normal, ketahanan terha- babkan infeksi saluran kemih CTSK).
dap infeksi). Pasien atau orang tua pasien sering mengeluhkan
Vitamin A merupakan mikronutrien yang sangat gangguan penglihatan. Pada awalnya. anak menga-
penting untuk menjadi bagian dari asupan makanan. lami kesulitan untuk mengadaptasi penglihatan di
Tubuh manusia tidak memiliki kemampuan sinte- tempat yang gelap. Keadaan ini apabila tidak ditata
sis vitamin A sehingga harus mengandalkan asupan laksana akan berlanjut menjadi buta di malam hari
122
dari luar. Makanan yang kaya akan vitamin A antara (night blindness). Gangguan pada lapisan epitel mata
lain hati, minyak hati ikan, telur, biji-bijian (grains). menyebabkan anak juga mengalami fotofobia.
sayur-sayuran. daging, dan produk susu atau olahan-
nya. Vitamin A dan provitamin A merupakan senya- Pemeriksaan Fisis
wa larut lemak sehingga penyerapannya bergantung Pemeriksaan fisis yang dilakukan meliputi peme-
pada kadar lemak dan protein dalam makanan, serta riksaan fisis secara menyeluruh dan terarah, peme-
fungsi absorpsi lemak di saluran cerna. riksaan tumbuh kembang anak, dan mencari ada-
Vitamin A lebih banyak diyakini fungsinya da- nya tanda-tanda yang mendukung kelainan sesuai
lam penglihatan, sebagai komponen yang penting hasil anamnesis. Pada pemeriksaan fisis juga dapat
dalam fisiologi fotoreseptor di retina. Oleh sebab itu, ditemukan tanda-tanda yang mengarah kepada gang-
defisiensi vitamin A merupakan penyebab utama ke- guan tumbuh, anemia, retardasi mental, peningkatan
butaan pada usia muda terutama di negara-negara tekanan intrakranial, dan separasi lebar tulang kranial
berkembang. pada daerah sutura.
Selain itu, vitamin Ajuga memegang peranan pen- Pemeriksaan mata dapat menunjukkan karak-
ting mulai dari embriogenesis hingga organogenesis. teristik yang khas pada defisiensi vitamin A. Pada
Defisiensi vitamin A penting untuk ditata laksana tahap awal defisiensi, kornea tampak kering, ber-
karena dapat menyebabkan kecacatan permanen. Se- sisik, berkeratin, dan opak. Kondisi ini memudahkan
lain itu, kurangnya vitamin A berpengaruh terhadap terjadinya infeksi. Selanjutnya akan terjadi ulserasi
menurunnya imunitas sehingga anak lebih mudah dan nekrosis kornea yang berujung pada kerusakan
terkena penyakit infeksi, misalnya campak. malaria, permanen pada kornea (keratomalasia) yang berakhir
diare. Peranan vitamin A dalam transpor, absorp- pada kebutaan. Konjungtiva akan mengalami kerati-
si, penyimpanan dan release besi ke dalam sumsum nisasi dan membentuk plak yang disebut bintik Bitot.
tulang juga berpengaruh besar terhadap eritropoeisis Pada bagian dalam mata, epitel pigmen yang menyo-
sehingga defisiensi vitamin A dapat meningkatkan kong sel-sel fotoreseptor mengalami kerusakan. dan
risiko anemia defisiensi besi. berakibat pada kebutaan.
Pada anak dengan defisiensi vitamin A juga dapat
Diagnosis ditemui klinis anemis dengan gambaran yang berse-
Anamnesis suaian dengan anemia defisiensi besi. Hal ini berkai-
Vitamin A memegang peranan penting dalam me- tan dengan peran vitamin A dalam metabolisme besi
melihara fungsi epitel. Pada anak dengan defisiensi serta peran esensial vitamin A dalam menyokong res-
vitamin A, gejala yang muncul dapat berkaitan de- pon imun innate dan acquired sehingga defisiensi vi-
ngan gangguan fungsi epitel di seluruh organ tubuh, tamin A akan memicu sekuestrasi besi yang diinduksi
termasuk mukosa organ dalam. Pada kulit. defisiensi oleh inflamasi sehingga meningkatkan risiko anemia.
Diagnosis defisiensi vitamin A tahap awal dapat 5. Pada anak di atas 12 bulan, dosis tunggal vitamin
dilakukan tes adaptasi gelap. Pemeriksaan penunjang A sebanyak 200.000 JU (60.000 µ g RE) sebaik-
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pe- nya diberikan tiap 4-6 bulan.
meriksaan sitologi impresi konjungtiva, relative dose Pada kasus defisiensi vitamin A laten, suplementasi
response, danmodified relative dose response. Apabila harian 1.500 µ g vitamin A cukup untuk mengatasi
diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan kadar reti- defisiensi yang terjadi. Pada pasien dengan xeroftal-
nol plasma dan plasma retinal-binding protein. mia, dapat diberikan vitamin A 1.500 µ g/KgBB per
oral selama 5 hari, kemudian dilanjutkan dengan in-
Tata Laksana jeksi Vitamin A dalam minyak (in oil) 7.500 µ g IM.
Rekomendasi pemberian vitamin A sebagai upaya Pemberian dilanjutkan hingga mencapai pemulihan,
pencegahan defisiensi vitamin A adalah sebagai beri- sambil memantau toksisitas yang timbul karena
kut: kelebihan vitamin A.
I . Pemberian AS! eksklusif untuk empat sampai
enam bulan pertama kehidupan sebaiknya tetap Sumber Bacaan:
dilanjutkan sebagai upaya promotif untuk mence- l. Zile MH. Vitamin A deficiencies and excess. Dalam: Klieg-
gah defisiensi vitamin A pada bayi. man RM. Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. pe-
2. Dosis vitamin A untuk ibu postpartum harus nyunting. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Phil-
........
ditingkatkan sampai 400.000 JU (120.000 µ g RE) ade lphia: Elsevier Saund ers: 20 11.
dan sebaiknya dibagi dalam dua dosis. Suplemen- 2. Villamar E. Kupka R. Fawzi W. Vitamins. Dalam: Walker Cl)
tasi postpartum sebaiknya diberikan baik pada ibu WA. Watkins JB. Duggan C. penyunting. Nutrition in pe- lo<
42
Kompctcmi !VA
• Gizi Buruk
11
•• Dimas Priantono, Titis Prawitasari
~
standar deviasi (SD) dari median kurva WHO. Selain lit berkurang;
itu, dapat pula didapatkan edema nutrisional, serta otot atrofi sehingga kontur tulang terlihatjelas:
.....
"1
untuk usia 5-59 bu Ian didapatkan lingkar kengan atas bradikardia (kadang-kadang);
.....
(I)
(LLA) <110 mm. tekanan darah lebih rendah dibandingkan
Kwashiokor, atau malanutrisi edematosa, adalah anak yang sehat.
keadaan gizi buruk yang terutama disebabkan oleh 3. Marasmik-kwashiorkor: terdapat tanda dan gejala
kurangnya asupan protein. Sementara marasmus me- klinis marasmus dan kwashiorkor secara bersa-
rupakan malanutrisi nonedematosa dengan wasting maan
berat yang disebabkan terutama oleh kurangnya
asupan energi atau gabungan kurangnya asupan Kriteria diagnosis
energi dan asupan protein. Apabila anak menunjukan terlihat sangat kurus;
karakteristik dari kedua kondisi di atas, yaitu adanya edema yang simetris;
edema disertai wasting, maka kondisi gizi buruk ini BB/TB < -3 SD;
124 disebut marasmik-kwashiokor. lingkar lengan atas <11,5 cm.
Hlpoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
Elektrolit .... ....................... ....
5
6
lnfeksi
Mulai Pemberian Makanan
.... ....................... ....
Slimulasi
.... dengan Fe
IO Tindak Lanjut
....
....
(/)
i-..
Tabel 2. Kebutuhan zat Gizi Anak Gizi Buruk menurut Fase Pemberian Makanan ;
Zat Giz1 Stc1hilis.1s1 I ransisi lkll<1bilit.1si z
Energi 80- i 00 kkal/ KgBB/ hari 100-150 Kkal/ KgBB/ hari 150- 220 Kkal/KgBB/ hari 125
Protein 1 - 1.5 g/KgBB/hari 2-3 g/KgBB/hari 4-6 g/KgBB/hari
Cai ran 130 ml/KgBB/hari atau I 00 ml/KgBB/ hari 150 mL/KgBB/hari 150-200 mL/KgBB/hari
bila edema berat
'
43
Kompeteosi IVA
• Obesitas
z 11
........~
(/)
•• Dimas Priantono, Titis Prawitasari
yang ada pada pasien terkait obesitas yang dialami di mana anak menolak atau sulit untuk mengura-
·;:::
(pemeriksaan kadar gula darah puasa dan insulin plas-
ma, HbAlC, dan profil lipid).
ngi jumlah asupan kalori, maka penatalaksaan dapat
ditekankan pada peningkatan jumlah energi yang
~
dikeluarkan. Aktivitas fisis yang dilakukan dapat dipi- 127
Dampak lih sesuai dengan kegemaran anak, namun sebaiknya
Obesitas pada masa kanak-kanak memberikan diprioritaskan pada latihan aerobik. Pada anak de-
dampak jangka pendek dan panjang terhadap keseha- ngan obesitas, sebaiknya waktu untuk menonton tele-
tan. Dampak yang segera terjadi di antaranya: visi atau bermain video game dikurangi.
I. Anak obese cenderung memiliki faktor risiko lebih Secara spesifik. anak dengan obesitas sebaiknya
tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskular, membatasi makanan dan minuman dengan densitas
seperti peningkatan kolesterol darah dan tekanan kalori tinggi namun rendah nutrisi, seperti minuman
darah. Pada sampel di populasi usia 15-17 tahun, bergula, serta permen dan biskuit tinggi lemak. Menu
70% remaja obese, setidaknya memiliki satu faktor makanan yang dianjurkan meliputi whole grains (gan-
risiko penyakit kardiovaskular. dum utuh) , buah-buahan, dan sayur-sayuran.
2. Remaja obese lebih berisiko jatuh dalam keada- Ada kalanya terapi intensif diperlukan untuk obesi-
an prediabetes, suatu kondisi yang menunjukkan tas morbid yang disertai penyakit penyerta atau tidak
risiko tinggi penyakit diabetes melitus. memberikan respon pada terapi konvensional. Terapi
3. Anak dan remaja obese memiliki risiko lebih tinggi diet rendah kalori dan penggunaan obat-obatan tidak
untuk masalah tulang dan persendian, sleep apnea. dianjurkan pada tata laksana obesitas pada anak. Teta-
masalah sosial dan psikologi seperti stigmatisasi pi penggunaan obat (orlistat) yang telah disetujui FDA
dan kepercaaan diri yang rendah. dapat digunakan untuk obese. morbid, remaja usia
> 12 tahun, dapat digunakan. Terapi bedah, dalam ha!
Dampak jangka panjang obesitas di antaranya: ini gastricbanding, dapat diterapkan. Tentunya kedua
I. Anak dan remaja obese sangat mungkin menjadi modalitas tersebut harus dipandu oleh tim yang kom-
dewasa obese dan oleh karena itu, menjadi lebih prehensif, terdiri dari dokter spesialis anak, psikolog/
berisiko untuk menderita masalah kesehatan se- psikiater, dokter bedah, maupun pelatih fisik. Sasaran
perti penyakit jantung, diabetes melitus tipe 2. yang harus dicapai pada penatalaksanaan obesitas
stroke, beberapa jenis kanker dan osteoartritis. adalah penurunan berat badan sebesar l 0% pada
2. Overweight dan obesitas berkaitan dengan pening- anak yang besar, atau tidak adanya peningkatan berat
katan risiko berbagai jenis kanker, seperti kanker badan pada anak yang berusia masih lebih kecil. Pada
payudara, kolon, endometrium, esofagus, tiroid, dasarnya, jangan sampai penurunan asupan kalori
ovarium, serviks, prostat, dan lainnya. menyebabkan gangguan pertumbuhan tinggi badan.
Selain itu, sasaran lain yang harus dicapai adalah pe-
Tata Laksana rubahan gaya hidup. Gaya hidup sehat yang diterap-
Tata laksana obesitas harus bersifat kompre- kan untuk mengatasi obesitas harus tetap dijalankan
hensif meliputi penanganan obesitas dengan target sehingga mencegah kejadian obesitas terulang di
penurunan berat badan dan penatalaksanaan dampak kemudian hari.
Pencegahan Sumber Bacaan
Gaya hidup sehat, termasuk makan sehat dan ak· 1. Donohause PA. Obesity. Dalam: Kliegman RM. Stanton BM,
tivitas fisik dapat menurunkan risiko obesitas dan Geme ]. Schor N. Behrman RE, penyunting. Ne lson's text·
terjangkit penyakit yang berkaitan erat dengan book of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia: Elsevier Saun·
obesitas. ders: 2011.
Perilaku diet dan aktivitas fisis dari anak dan rema· 2. Lenders CM. Hoppin AG. Evaluation and management of
ja dipengaruhi oleh berbagai sektor dalam komu· obesity. Dalam: Walker WA. Watkins JB. Duggan C. penyunt·
nitas, di antaranya keluarga, sekoiah, penitipan ing. Nutrition in pediatrics, basic science and clinical appli-
anak, penyedia iayanan kesehatan, agama, media cations. Edisi ke-4. London: BC Decker: 2007.
z dan industri makanan, minuman serta hiburan. 3. Sjarif DR. Obesitas anak dan remaja. Dalam: Sjarif DR. Le-
a....
>"(
Sekolah memiliki peranan besar dengan cara
menyediakan lingkungan yang aman dan suportif
stari ED. Mexitalia M. Nasar SS, penyunt ing. Buku ajar nutri·
si pediatrik dan penyakit metabolik. Jilid 1. Jakarta: Sadan
.....
(/)
untuk penerapan gaya hidup sehat, misalnya de· Pe nerbit !DAI: 20 11. h.230·4 1.
ngan kurikulum olahraga, praktik makan sehat, 4. Freedman DS. Kettel L. Serdula MK. Dietz WH. Srinivasa n SR.
dan sebagainya. Berenson GS. The relation of childhood BM! to adult adipos-
ity: the Bogalusa Heart Study. Pediatrics. 2005: 115:22· 7.
128
44 KompetensilV
•
-
Imunisasi
•• Indra Maharddhika Pambudy, Rini Sekartini
Warna awal VVM cidak pernah berwarna pucih bersih, selalu Sejak dari petanda "vaksin
en berwarna kebiru-keabuabuan . Sebclum vaksin terpajan dcngan harus dibuang" tcrcapai.
....0en
suhu dan/atau lama pajanan suhu mencapai lingkat yang dapat warna kocak akan ~
mendegradasi vaksin melebihi batas keamanan. kotak di dalamnya semakin menjadi lebih
~ akan berwarna lebih terang djbandingkan lingkaran di luarnya. ge lap dibandingkan warna
lingkaran di luarnya .
2. Warna dan kejernihan vaksin merupakan indikator Jadwal anjuran: 3 kali, diberikan segera setelah
stabilitas vaksin. lahir (sebelum 12jam) . usia 1, dan 6 bulan,
a. Vaksin polio harus berwarna kuning oranye. Di Efektivitas pertahanan: menetap minimal 15 tahun,
luar spektrum warna tersebut, pH telah beru- KIP!: reaksi lokal sementara, demam ringan 1-2
bah dan vaksin tidak boleh diberikan kepada hari, syok anafilaktik,
pasien. Kontraindikasi: reaksi anafilaksis pada vaksin,
b. Toksoid rekombinan dan polisakarida berwarna reaksi anafilaksis pada konstituen vaksin (ragi).
putih jernih dan sedikit berkabut. Bila meng- sakit sedang atau berat, dengan atau tanpa demam.
gumpal dan tidak hilang setelah pengocokan
(shake test). vaksin sudah tidak boleh diberikan 2. Poliomielitis
kepada pasien. Pada tahun 2014, WHO telah menyatakan Indonesia
sebagai negara bebas polio. Meski demikian. penting-
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIP!)
nya imunisasi polio masih tetap digalakkan. Tersedia
KIP! adalah kejadian medis yang berhubungan de-
dua jenis vaksin polio:
ngan imunisasi. baik berupa efek vaksin atau efek sam-
I. Oral (oral polio vaccine/OPV jenis Sabin yang
ping toksisitas. reaksi sensitivitas, efek farmakologis
mengandung 3 strain).
atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan,
2. Injeksi (inactivated polio vaccine/IPV jenis Salk).
atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
OPV memberikan keuntungan yaitu menghasilkan
KIP! akan dijabarkan lebih lanjut pada pembahasan
IgA di dalam mukosa usus dan orofaring sehingga
setiap vaksin.
mencegah replikasi virus di tempat tersebut dan selan-
jutnya akan menurunkan penularan penyakit melalui
JENIS-JENIS IMUNISASI (lihat Gambar 2)
tinja. IPV memiliki keuntungan yaitu tidak memiliki
l. Hepatitis B
risiko kejadian vaccine associated polio paralysis.
Pencegahan hepatitis B dapat dilakukan dengan
Cara pemberian: oral (OPV) atau IM (IPV),
vaksinasi atau menggunakan imunoglobulin hepatitis.
Jadwal anjuran: usia 0 (dianjurkan OPV). 2, 4, 6.
Vaksin hepatitis B tersedia dalam bentuk vaksin re-
18-20 bulan. dan 5 tahun.
kombinan.
Dosis: 2 tetes (OPV) ,
Secara umum, vaksin hepatitis B dianjurkan bagi
KIP!: vaccine associated polio paralysis (VAPP) pada
semua bayi baru lahir, individu yang berisiko tertular
I :3,3 juta dosis, vaccine derived polio virus (VDVP)
hepatitis B karena pekerjaan, pasien hemodialisis.
pada OPV,
karyawan yang bekerja di lembaga perawatan cacat
Kontraindikasi: infeksi HIV atau kontak HIV
mental, pasien koagulopati yang membutuhkan trans-
serumah, imunodefisiensi, imunodefisiensi
fusi berulang. serta individu yang serumah dengan
penghuni satu rumah (OPV). Reaksi anafilaksis
penderita hepatitis B atau mengalami kontak seksual.
terhadap neomisin. streptomisisn, atau polimiksin
Cara pemberian: intramuskular.
B (IPV).
H. influenzae tipe B dan dapat dikonjugasikan baik
2. BCG (Bacillus-Calmette Guerin) dengan protein membran Neisseria meningitidis (PRP-
Vaksin BCG berasal dari strain M. bovis. BCG me- OMP) atau dikonjugasikan dengan protein tetanus dan
rupakan vaksin yang sangat aman untuk pasien-pasien disebut PRP-T. Vaksin HiB diberikan untuk mencegah
imunokompeten. BCG dapat mencegah TB berat yang meningitis dan pneumonia yang disebabkan oleh H.
mematikan pada balita dan anak. Efektivitas BCG ber- influenza tipe B.
variasi tergantung dari sumber data yang digunakan. Cara pemberian: intramuskular,
Data meta-analisis menyatakan bahwa BCG mampu Jadwal anjuran: Vaksin pertama kali diberikan
mencegah 50% kejadian TB paru, dan TB diseminata usia 2 bulan, PRP-OMP diberikan 2 kali, PRP-T
atau meningitis TB hingga 50-80%. diberikan 3 kali dengan jarak 2 bulan, .'iii...
Cl)
Cara pemberian: intrakutan, diberikan di deltoid Kontraindikasi: reaksi anafilaksis pada vaksin, 0
kanan, reaksi anafilaksis pada konstituen vaksin, sakit en
Jadwal anjuran: usia <3 bulan, optimal usia 2 bulan; sedang atau berat dengan atau tanpa demam. ·s::
apabila >3 bulan harus Mantoux negatif, ....10
'tj
Oasis: 0,05 ml untuk bayi baru lahir, 0, 1 ml untuk 6. Pneumokokus
anak, Terdapat dua jenis vaksin pneumokokus: &!
KIP!: ulkus superfisial 3 minggu pasca-penyuntikan, I . Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV) 131
limfadenitis. menimbulkan respon imun yang tidak dapat
Kontraindikasi: reaksi uji tuberkulin >5mm, diprediksi pada anak usia <2 tahun. Hasil peneli-
menderita HIV, keadaan imunokompromais, tian menunjukkan data yang kontroversial menge-
menderita gizi buruk, demam tinggi, infeksi kulit nai vaksin ini.
luas, pernah sakit TB. 2. Pneumococcal conjugate vaccine (PCV). PCV memi-
liki efikasi yang tinggi dalam mencegah terjadinya
3. Difteri, Tetanus, Pertusis (DTP) pneumonia, otitis media akut, sepsis, dan meningi-
Vaksinasi difteri dan tetanus diberikan dalam tis.
bentuk toksoid. Vaksin pertusis yang diberikan pada Cara pemberian: intramuskular,
vaksin DTwP merupakan suspensi B. pertusis mati, se- • Jadwal anjuran: vaksin diberikan pada usia 2,4,
mentara DTaP mengandung fraksi sel dari B. pertusis. dan 6 bulan.
Cara pemberian: intramuskular, Usia 7-11 bulan: 3 dosis, dengan interval dosis
Jadwal anjuran: 2, 4, 6, 18 bulan, 5 tahun, kemudian pertama dan kedua 4 minggu, dan dosis ketiga
booster setiap 10 tahun (Td/ TT), diberikan setelah 12 bulan.
KIP!: reaksi lokal berupa kemerahan, demam Usia 12-23 bulan: 2 dosis dengan interval 2
ringan, anak gelisah dan menangis tanpa sebab bulan.
yang jelas selama beberapa jam, kejang demam, Usia 24 bulan - 5 tahun: 1 dosis.
ensefalopati atau reaksi anafilaksis. KIP!: eritema, bengkak, indurasi, nyeri bekas
Kontraindikasi: riwayat anafilaksis pada pemberian suntikan, demam, gelisah, pusing, tidur tidak
vaksin sebelumnya, riwayat ensefalopati pada tenang, nafsu makan menurun, diare, urtikaria,
pemberian vaksin sebelumnya. Kontraindikasi: reaksi anafilaksis pada vaksin,
reaksi anafilaksis pada konstituen vaksin, sakit
4. Campak sedang atau berat dengan atau tanpa demam.
lmunisasi campak dapat diberikan dalam bentuk
tunggal atau kombinasi (vaksin campak dengan gon- 7. Rotavirus
dongan dan rubella). Rotavirus merupakan virus penyebab gastroenteritis
Cara pemberian: subkutan, dengan manifestasi klinis berupa diare, demam ringan,
Jadwal artjuran: usia 9 bulan, 24 bulan (apabila dan muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan de-
belum mendapat MMR) dan diberikan lagi pada ngan imunisasi. Tiga jenis vaksin tersedia, yakni:
usia 6 tahun, 1. Vaksin monovalen, diberikan secara oral dan
Oasis: 0,5 ml, dalam 2 dosis dengan interval ± 4 minggu. Oasis
KIP!: demam >39,5°C, ruam-ruam, ensefalitis (1:1 pertama biasanya diberikan dalam 6-14 minggu
milyar dosis), ensefalopati (1:1 milyar dosis). dan dosis kedua pada interval minimal 4 minggu
(sebaiknya selesai sebelum 16 minggu dan maksi-
5. HiB (Haemophylus influenzae tipe B) mal 24 minggu).
Terdapat dua tipe vaksin HiB dengan perbedaan 2. Vaksin tetravalen sempat beredar namun saat ini
pada protein pembawanya. Polyribisyribitol phosphate sudah ditarik dari pasaran karena adanya risiko
(PRP) yang merupakan bagian dari kapsul bakteri terjadinya intususepsi.
3. Vaksin pentavalen diberikan dalam 3 dosis per oral
dengan jadwal usia bayi 6-14 minggu, dengan in- Kontraindikasi: demam tinggi, limfosit <1200
terval dosis kedua dan ketiga 4-10 minggu, dan sel/mcl, defisiensi imun selular, penerima
harus selesai sebelum usia 32 minggu. kortikosteroid dosis tinggi, alergi neomisin,
KIP!: demam, ruam vesikopapular ringan.
Diperlukan perhatian khusus pada bayi-bayi
yang hipersensitif terhadap vaksin, imunodefisien, 10. Campak, Gondongan, Rubela (Measles, Mumps,
dan yang mendapatkan terapi aspirin. KIP! berupa Rubella ; MMR)
demam, feses berdarah, muntah, diare, nyeri perut, Gondongan merupakan penyakit yang diakibatkan
gastroenteritis, atau dehidrasi. Intususepsi terjadi oleh virus dari famili paramyxovirus. Virus ini teru-
"(j
Cl) pada 0,5-4.3 kasus/1000 kelahiran. tama menyerang kelenjar getah bening dan jaringan
....
p.
saraf. Rubela merupakan infeksi akut ringan yang
e:. 8. Influenza disebabkan oleh virus rubela. Penyebaran rubela
....
"'(
Influenza akibat virus memiliki epidemiologi yang melalui udara. Tujuan utama imunisasi rubela adalah
en kompleks karena melibatkan pejamu hewan yang mencegah terjadinya sindrom rubela kongenital. Pem-
0
....
(/)
dapat berperan sebagai reservoir berbagai strain berian MMR tidak berhubungan dengan kejadian
~ dengan potensi infeksius pada populasi manusia. autisme.
Adanya fenomena antigenic drift dan antigenic shift Cara pemberian: intramuskular atau subkutan
132 dalam,
menyebabkan WHO secara rutin melakukan peng-
kajian terhadap strain virus yang akan bersirkulasi di Jadwal anjuran: 12-18 bulan,
musim yang akan datang. Dosis: 0,5 ml,
Anak yang direkomendasikan mendapatkan Kontraindikasi: penyakit keganasan yang tidak
vaksinasi ini adalah anak sehat berusia 6 bulan - 2 diobati, gangguan imunitas, mendapatkan terapi
tahun, anak dengan penyakit jantung kronis, penyakit imunosupresi, alergi berat teradap gelatin atau
saluran napas kronis, diabetes, penyakit ginjal kronis, neomisin, dalam terapi steroid dosis tinggi (2 mg/
kelemahan sistem imun, pengguna obat imunosupre- KgBB), demam akut, mendapatkan vaksin hidup
san, dan anak yang tinggal bersama seperti di asrama, lainnya dalam 4 minggu, 3 bulan pasca transfusi,
panti asuhan, sekolah, atau pesantren. HIV, imunodefisiensi, menerima suntikan
Cara pemberian: intramuskular atau subkutan, imunoglobulin dalam 6 minggu,
J adwal anjuran: setiap tahun pada usia >6 bulan. KIP!: malaise, demam, ruam, kejang demam,
Imunisasi pertama pada usia <9 tahun diberi 2 ensefalitis paca imunisasi (1: 1 ju ta), meningo-
dosis dengan interval minimal 4 minggu, ensefalitis (1:1 juta) , trombositopenia.
Dosis: <3 tahun 0,25 ml; >3 tahun 0 ,5 ml; s8 tahun
diperlukan booster 4 minggu kemudian, 11. Tifoid
Kontraindikasi: reaksi anafilaksis pada vaksin Vaksin oral dibuat dari galur Salmonella typhi
sebelumnya, alergi telur, sedang menderita non-patogen yang telah dilemahkan. Vaksin paren-
demam akut berat, memiliki riwayat sindrom teral dibuat dari polisakarida dan kuman Salmonella
Guillain-Barre, typhii, sementara bahan lainnya termasuk fenol dan
KIP!: nyeri, bengkak, demam, dan eritema, nyeri larutan dapar.
otot, nyeri sendi. Vaksin oral dapat menstimulasi produksi IgA
sekretorik didalam mukosa usus. Vaksin oral memiliki
9. Varisela efek samping yang lebih rendah.
Penyakit ini ditularkan melalui droplet. Berbagai Cara pemberian: oral atau parenteral,
komplikasi dapat terjadi seperti infeksi sekunder oleh Jadwal anjuran: usia 2-3 tahun,
kuman streptokokus, serebelitis, meningitis aseptik, Dosis:
trombositopenia, dan penumonia.Vaksin yang digu- Parenteral: 0,5ml, suntikan intramuskular
nakan adalah vaksin varicella-zoster hidup galur OKA. atau subkutan pada daerah deltoid atau paha.
Cara pemberian: subkutan, Imunisasi ulangan setiap 3 tahun.
Jadwal anjuran: diberikan di atas usia 1 tahun, Oral (direkomendasikan untuk anak usia~
sebelum masuk sekolah. Pada usia > 12 tahun 6 tahun): 1 kapsul vaksin dimakan tiap hari
diberikan dua kali dengan selang 1 bulan. ke 1,3, dan 5; 1 jam sebelum makan dengan
Apabila terjadi kontak dengan penderita varisela, minuman yang suhunya <37°C. Vaksin
pemberian vaksin untuk pencegahan dapat tidak boleh diberikan bersamaan dengan
diberikan dalam 72 jam pasca kontak dan sumber antibiotik sulfonamid atau antimalaria yang
infeksi terpisah dari pasien. aktif terhadap Salmonella. Imunisasi ulangan
Dosis: 0,5 ml, dilakukan dalam 5 tahun.
-~
~
Jadwal lmunisasi Anak Umur O-18 tahun
-IJhlr
Hepatitis B
Pollo
BCG
DTP
lbli
Rekomendasi lkatan Dokter Anak Indonesia (IDAI}, Tahun 2014
Bulan
6
ilu!l!i.!J,,!.i§lfl,llM qn
12 15 1824
6(Tdl
j
,,,,.,.
Hlb
PCV
....~
(/)
Rotavirus 0
Influenza
C.mpak
....
(/)
MMR
Tiro Id ~ntintiap3tahufi ....~'"'
"CS
Hepatitis A Zkali,iot ~6·12bulan
Varise!a
HPV
1.bll
JUii
~
133
Gambar 2. Jadwa l Imunisasi Anak
Kontraindikasi: alergi terhadap bahan vaksin, J adwal anjuran: > 10 tahun. Bivalen: dos is kedua
demam, penyakit akut atau kronis progresif. interval 1 bulan dan dosis ketiga interval 6 bulan.
Tetravalen dengan dosis kedua interval 2 bulan dan
12. Hepatitis A dosis ketiga interval 6 bulan.
Vaksin hepatitis A dibuat dari virus yang dimatikan.
Vaksinasi hepatitis A terutama diberikan pada anak Sumber Bacaan
yang tinggal di daerah endemis atau dengan wabah l. Ranuh IGNG. Suyitno H. Hadinegoro SRS. Kartasasmita
periodik. CB. Ismoedijanto. Soedjatmiko. penyunting. Edi si ke-4.
Cara pemberian: intramuscular, Pedoman imun isasi di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit
Jadwal anjuran: diberikan usian ;::2 tahun +booster !DAI: 20 11.
antara 6 bulan - 18 bulan setelah dosis pertama, 2. World Health Organi zation (WHO). What is VVM and how
Dosis: bervariasi tergantung produk, does it wo rk. Geneva: WHO: 20 13.
Kontraindikasi: pasien yang mengalami reaksi 3. Munoz FM, Starko JF. Tuberculosis (Mycobacterium tuber-
berat pasca-penyuntikan dosis pertama. cu losis). Dalam: Kliegman RM. Stanton BM. Geme J. Schor
KIP!: demam dan reaksi lokal. N. Behrman RE. penyunting. Nelson's textbook of pediatrics.
Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevie r Saunders: 2011.
13. Human Papilloma Virus (HPV) 4. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (!DAI).
Vaksin HPV diberikan pada anak berusia di atas 10 Jadwal imunisasi anak umur 0-18 tahun: rekomendasi !DAI.
tahun. 20 14.
Cara pemberian: intramuskular,
45
Komrl'len:>i IV
• Tumhuh Kembang
11
Definisi
•• Indra Maharddhika Pambudy. Rini Sekartini
lo<
juga untuk melihat proporsi tinggi badan dengan berat anak. ."d~...
badan seorang anak. Hal ini dapat dilakukan dengan <11
menggunakan kurva pertumbuhan yang dikeluarkan Plot kurva berat badan-usia fl.
oleh WHO atau CDC sesuai dengan usia anak. 1. Timbang berat badan anak dengan cara yang
135
Cara untuk melakukan plotting dari kurva WHO sesuai usia anak.
adalah sebagai berikut: 2. Lakukan plot usia (dalam minggu, bulan, atau
Plot kurva tinggi/ panjang badan-usia tahun) yang telah lengkap pada garis vertikal.
I . Ukur tinggi badan dengan cara yang sesuai usia 3. Lakukan plot berat badan pada garis horizontal
anak. atau pada ruang antar garis untuk menunjuk-
Di bawah - 1
Severely
Severely stunted (lihat
Di bawah -3 underweight (Lihat Severely wasted Severely wasted
catatan 4)
catatan 5)
Tabel diadaptasi dari: World Health Organization. Training course on child growth assessment; c interpreting growth indicator.
2008. World Health Organization. Tersedia dihttp://www.who.int/ childgrowth/ training.
Cata lan:
1. Fisik yang tinggijarang menimbulkan masalah. Masalah timbul apabila seseorang terlalu tinggi dan keadaan klinis menunjukkan
adanya gangguan sistem endokrin. seperti tumor penghasil hormon pertumbuhan. Sebaiknya anak dirujuk apabila terdapat
kecurigaan kelainan endokrin (contoh: anak dari kedua orang tua yang pendek dan berukuran tubuh tinggi).
2. Anak yang berat untuk usianya jatuh pada rentang ini mungkln memiliki gangguan pertumbuhan. namun sebaiknya gangguan
ini Jebih dalam dikaju dengan bantuan kurva berat badan-panjang badan atau IMT-usia.
3. Titik yang diplot di atas 1 menunjukkan risiko. Tren ke arah garis skor Z 2 merupakan risiko.
4. Mungkin saja anak yang stunted menjadi overweight.
5. Ini disebut sebagai very low weight dalam modul pelatihan IMCI {Integrated Management of Childhood Illness. In-service
training. WHO. Geneva. 1997
kan pengukuran berat badan hingga ketelitian Interpretasi dari hasil plot grafik tersebut dapat
0.1 Kg. Contoh: 8,9 Kg. dilihat pada Tabel 2. Dalam mengintepretasikan hasil
4. Apabila sudah didapatkan dua titik dari dua plot pada kurva pertumbuhan, beberapa faktor harus
atau lebih kunjungan, maka dua titik yang dipertimbangkan. Anak prematur harus dikurangi
saling berdekatan harus dihubungkan untuk minggu prematuritasnya dari usia kelahirannya. Un-
mempermudah membaca tren pertumbuhan tuk remaja, waktu growth spurt yang bervariasi dapat
anak. mengakibatkan salah diagnosis dari abnormalitas per-
tumbuhan. Perhatikan tinggi orang tua sang anak, kare-
Plot kurva berat badan-panjang/tinggi badan na adanya faktor genetik yang dapat mempengaruhi
"t1
(D 1. Lakukan plot panjang atau tinggi badan pada pertumbuhan anak. Selalu perhatikan potensi genetik
....
0. garis vertikal (contoh: 77 cm atau 80 cm). anak saat mempertimbangkan kemungkinan kelainan
~ Penting untuk membulatkan pengukuran (bu- pertumbuhan.
....
~
latkan ke bawah untuk 0.1 - 0,4 dan bulatkan Setelah didapatkan data antropometri dari seorang
C/'J
0 ke atas untuk 0,5 - 0,9) , dan bentuk garis pada anak, maka diagnosis gangguan pertumbuhan dapat
....
(/)
sumbu x hingga berpotongan dengan penguku- ditegakkan. Failure to thrive didefinisikan apabila garis
~ ran berat. pertumbuhan anak memotong dua persentil pada
2. Plot berat badan seteliti mungkin dengan keteli- kurva pada kurva pertumbuhan. Penurunan dari berat
136
tian hingga 0, I Kg, dengan memanfaatkan garis badan berdasarkan umur merupakan petanda ganggu-
horizontal yang ada atau garis antar ruang. an gizi akut pada anak. Gangguan gizi kronis biasanya
3. Saat dua titik dari dua kunjungan yang berbeda. mengakibatkan gangguan pertambahan tinggi se-
maka dihubungkan keduanya untuk memper- hingga proporsi dapat saja menunjukkan kesan dalam
hatikan tren pertumbuhan anak. batas normal.
137
Gambar 2. Kurva Berat Badan-Usia Standar Anak Laki-laki (atas). Perempuan (bawah) WHO.
Length/height-for-age BOYS tia World Health
'@ti Organization
Birth to 5 yea rs (z-scores}
'"ti
CD
p..
.....
~
.....
"-I
en
0
en
.....
e.
138
l l
r-i
L. . .
1 _•••••
"j t
:J . . J-[_.j _
t ' I
r--: 1-1-1 1-
Ga mbar 3 . Kurva panjang badan-usia standar anak laki-laki (atas). perempuan (bawah} WHO.
Weight-for-height BOYS tt8 World Health
'«f/I Organization
2 to 5 yea rs (z-scores)
'ii1
.....
(/)
0
(/)
.....1-4
-:;;
.....
'O
&
139
Gambar 4 . Kurva Berat Bada n-Panjang Badan Stand ar Anak Laki-laki (atas). Pe rempu an (bawah) WHO.
Weight-for-length BOYS { . \ World Health
@)Organization
Birth to 2 years (z-scores)
~
....
p..
~
....
'"'I
en
....0
(/)
e.
140
12 13 14 15 16 17 18 19 20
Mother's Stature Father's Stature ~- cm in
Date Aae Wei a ht Stature BMI'
AGE (YEARS) 76
190
74 -
185 s
72
180 T
70 A
95- 175 T
68 - u
' To Calculate BM!: Weight (kg) + Stature (cm) + Stature (cm) x 10,000
~- 90-
or Weight (lb) + Stature (in) + Stature (in) x 703
cm >--3-4-5-6-7-8-9-10-11
/ v - 75-
170
165
66 - R
E
/// v
in so-
~
!.-
64 -
160 160
/j / / v
25-
62 ~ 62 - 141
155 10- 155
-60 /; '/ / / v / v::~ s- -60-
f-58
150
145
/, /; '/ // v 150
-56
140 / // / / / I/ 105 230
s
,_54
135
/ ~/ / / / / / J 100 220
T
A
-52
130 // / / / / ·~ / 95 210
T -50
125
/; '// / / /:, / 90 200
u -48 /I/ / / ~ /
R
E -46
-44
120
115
110
1/1 v///
fl V/ v,;,;;
,...v
v ...-- -- 95-
go- -
85
80
75
190
180
170
/I/; ti/, '/
---- ---- -6570 150
-42 ~
160
-40
105
~ VJ, ~ /
v vv w
- 38
100
/; V;-j lf / v ),..,,.-- ---- --- 60 140
75:: E
I
-95
-36- r-90 (///, Vj / / ---- ~-
- so- 130 G
- 55 120 H
v~ v
v
-34 r-85 I / v/ /
i..--~
2s- T
-30 // /
/
/
v 40 -90
80- r-35 ~
/
/
/
/
/
/
v:_ v ~ 35 -80
/ / / v/. ~
/ / /
w -70-
r-30 // 30
- 70
/ ~ / ~/
E
I
-60-
r-25 / / 25
-60
G 50- ~ / [::::.. ~ ~
;v/' -50
r-20 20
H -40 ,,,,_ ~ ~~ % -- -40
T
30-
"lb
r- 15
- 10 ~
kg
~ -- AGE (YEARS)
15 -30
10
kg l b
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Published May 30, 2000 (modified 11 /21/00) .
SOURCE: Developed by the National Center !or Health Sta1istics in collaboration with
the National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion (2000).
http:// www.cde.gov/growthcharts
tmt
SAf'll:R • HEALTHlllR • Pll:OPLIE "'
12 13 14 15 16 17 18 19 20
Mother's Stature Father's Stature >---- cm _ In
Weiqht Stature BM!•
AGE (YEARS) 76-
Date AQe
95-
190
74-
"'d -~ 90-
185
tD
....
0.
~
/~
// / ....
--- -
75-
- 50-
180
72-
-70
s
T
A
::i. 175 T
en *To Calculate BMI : Weight (kg)+ Stature (cm)+ Stature (cm) x 10,000 II / / .... _,,,- - ~ 25-
170
68- u
--
0 .___..... R
....
(II
in cm
or Weight (lb) + Stature (in) +Stature (in) x 703
~3 4 5 6 7 8 9 10 11
J// / / i.--
10-
5- 165
-66
E
e!.. >--
160
'// / ; / / ;::....- 160
64-
142 -62-
155 0 I I; /, v 155
62-
s
T
-60-
150
·~ I// / / ; v 150
-60
A >-58-
145 ~// / / I/
T
u -56- 140 /, v/ // / rfi 105 230
R >-54-
E 135
j ~/ v/ / '~ V
100 220
52- // v/ '/ V,:; v -95 210
-so
130
125
,t/ v/v/ V,/"' /
v ~s5"'
90 200
48-
120 /. "i:V/ // / _,.. 90-
190
1'1 v/ //
85
46
115 / /v 80
180
v
~ V/,: v~
75-
44- / / v 170
V/ v/,
110 75
42 /;
'/
I
v/v /
v 160
105 50"' >--70
40- ~~ ~ 'V vv / ,/
~ 150 w
38-
100
-95
/; v;, / / v / vv v 25-
65 140 E
I
60 130 G
36 >--90 ~ !// J / / /v L--'
10-
20
>-50
~~~~
40- >-40
T
30- -15 ,.... 15
-10 ~~
10
-30
l b kg AGE (YEARS) kg 'ttJ
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Published May 30. 2000 (modified 11i 21/00) .
SOURCE. Developed by the National Center for Health Statistics in collaboration with
the National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion (2000)
http://www.cdc.gov/growthcharts
tmi
SAFER• HIEAL.THll:R • PEOPLE "
.
31 68
f- ·
-
30
-
29 64
--
- - -
- --- >=- - - -
28
-- --
- -- - - - /
lb - kg ·- - --- ----; -
27 60
- 1-- - ~-
- /
,. 143
26 _- - - - -- ---
-- - - - 95 _
- - / 26
56 ..
/ / , 56
25 v 25
/ / 00/
24 24
52
23 / / / 85/
23
52
48 22
/ / / vv / / /75
22 48
21 / // / ~50 /
21
44 20 v~ V/ _, v 25/ _.:;
20 44
/ V/"v / ,, v,,...~~ /
40
19
18 V// v / / v v / 19
18 40
~ :?"'/ V v /:/'
v~ . . .
17 17
36 16 / ~/ / 16 36
15 / # / / "/~ v 15
32
14 ~ ~/ / / :,y 14
32
_/, ~ / / ~
13 13
28
12 ~ ~ .--
/ ~ 12
28
24 11 ~~ ~ 11 t-24
10 0
~ 10
.....
20 ~9
~ 9- >- 20
r- 8 8-
r- lb - kg STATURE kg r- lb -
I
cm 80 85 90 95 100 105 110 115 120
I I I I I I I I I
in 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
....0
(I) 29 64
~ 28
/./ 60
lb - kg / 27
144 )5
26 v 26
-+- ~97 z=
56
-/ 56
52
25
24
~-
23
- -
-
- -
- -
-
-
-
- -
-
--
- -
--
_, --
-
~ '/~/
75-
25
24
23
52
/ / 7 - ~
- - -
48 22
/ 22 48
21 / / V/ / ,50 / '/
21
V / / / _, v 25/
/ / / / / / /t~~ 7- 19
/
44 20 20 44
19
40 18
V / / ' / / / / 0s 18 40
17 / / : / / / / /~ 17
36 16 / ~/ / /~ / 16 36
15 / h / // / ~ 15
32
14 h ~/ / ~ 14
32
13 / ~ ~/_, ~ ,
13
,.,,,.-
~ /~ ~
28 I 28
_/
12 12
_........--::: ~~
~ :::-:::-
'/"'
24 11 11 24
10 / ~~ 10
20 -9 ~~ 9- 20
-8 8-
>- lb - kg STATURE kg -lb
I
cm 80 85 90 95 100 105 110 115 120
I I I I I I I I I
in 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
35-
...'ient1
34- 0
Cl
33- ....>-
32- ....~
't
Q
31-
/ ~
v 30-
'To Calculate BMt: Weight (kg) • Stature (cm) +Stature (cm) x 10,000 / 95
145
or Weight (lb) + Stature (in) • Stature (in) x 703 29-
~ BMI
/ /
28-
/ v
/ /90
-27
V" v v
-
27-
-26
v /
/ /
/
85
/
-26-
-25
v /
v
/ /75
25-
-24
v I/v / v /
v 24-
-23
/ v / // _,,.50
/
23-
- 22
/ v :/ v /
22-
-21
v/ / 21-
~
/ / /
v /
/ /25
/
v
/
-20
-19 \.
v IV /
/
/
/
/
v
v /
/
/10
~
20-
19-
-18 0 .. /
/ ,/
/ / ,,V ,,V ,.,,..,.s,... 18-
~~
~
l,..-/
v /
/
/'/ I/
v
v v"
" '----
~
~
- 17 17-
--- ~ / /
~
/
-- -
-16
~ / / / 16-
--.....
'--...__ ~-
~
~
~ ---:::::: v 15-
-15 ,,.,...,..,
-::: :::::.-
~
-13 13-
-12 12-
A~E (~EAR S)
kg/m'
1 kg/m'
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Gambar 10. Kurva BMI- Usia Anak Laki-laki Usia 2-20 Tahun Standar CDC.
2 to 20 years: Girls NAME - - - - - - - - - - - - -
Body mass index-for-age percentiles RECORD# - - - - - -
BMI -
35-
34-
33-
(/)
0 32-
....
(/)
I/ 31-
~ vgs
_,,
30-
146 *To Calculate BMI : Weight (kg)+ Stature (cm) ·•·Stature (cm) x 10,000
v
/
BMI
or Weight (lb) + Stalure (in) +Stature (in) x 703
v
v vgo v
,
29-
28-
/
-27 v 27-
~26
,I/
v
v v ss b:::::: ~26-
~25
I/ / v ,
25-
v
~24
I/ /I/ v 751:::::::::: ~24-
'- 23
I/ / ,,V _/
v 23-
'-- 22
/ I/ /
v /v 22-
/ I/ /I/ /I/ _1,..--so 1---
' 21
20 /
7
[7 I/ v /
v 21-
~
:...... 19 /
!/
7 17 /
17
/
v 1__..---
i--25 L----
20-
~ v .,r7, 17 /
17
v"' v
[,,.-"
!---10 L----
19 -
~ 18
~ ... 1--- __,..
1/ v v
, /
v I/
v v / J,...-
J.-- 5- 18-
~ 17
r-.." !'---_
vv _v /
I/
/
v -v"' 17 -
_,, v
' 16 16 -
""1'-- - [.....--" I,/ v
~ -
--
_/
,_ 15 15 -
L...---- _, v"'
c-- r::::::="
L ....
'
14
13
r:::::--
-
!--._
------- ..__- ~
~ 14 -
13 -
'-- 12 12 -
Gamba r 11. Kurva BM! - Usia Anak Pe re mpuan Usia 2-20 tahun.
Tabel 2. lnterpretasi Kurva CDC.
lml<'k\ A1111opo11w111k Pt•r\t•n11I St.itus Nutri..,1
(/)
0(/)
.....
e.
~ 148
Garn bar 12. Kurva WHO unruk Lingkar Kepala-Usia Anak Laki-laki dan Perempuan Usia 0 -5 tahun.
HEAD CIRCUMFERENCE BOYS
CM IN
I& ,...,. lam. or GI LSI
2
24
0
~
58 23 ~
~-
t... iii
56
....... ·~
... l..i 22
J
54
,., .... ,. 21
....'RS
-· -··-· ·-
I.' ~
62
... !. Cl)
--- --
0
60
- .. "
- ,...,, Cl)
~\
"" '" iii ·i::
8
,. 19 ~ Cl)
46
...
11' 1/
,' ~
v
,.
--- -· -·
-_..-.. -2 p1211
18
17
.= >-
.. o
~ cc
.g
....~
'1j
Q)
ll.
.J
42
J .i-'
" .,
40 I >- 15 ! 149
,' &
38
r1 ;
15
3
36
II/ >- 14 ".,;
34
.,, ""
32
13
~
z
30
10 12 14 16 18 10 12 14 16 18
>- 12 :
- - - - - - - - M O N T H S - - - - - -- - 1 - - ---YEAAS
GIRLS
CM
2
···- ... . MBI .., HEAD CIRCUMFERENCE
IN
24
60
58 ,_ ~ 23
58
Lo
'" 22
~-
-
54
l..' 21
,_,.
_. _. ·- - "" - ..
52
+2 D (9 "'1
60 - ' 20
48
... ,. '"
I'
-i..--
I/
1.... ~
.......
,t•-
i-
-_...-. - ,,
"-- [,j
..... I' ~
~
19
18
17
.....
Cl)
cc
~
2 -· '
I ' II'
....'·'
>- 18
,,/ /·'
40
38 16
36 ,.
'·
~
34
2
,/ 13
0 12
L 10 12 14 16 18 10 12 14 18 18
HI - - - - - - - - M O NTHS - - - - - - - - 1 : - - - - - Y E A R S - - - - -
Gambar 13. Kurva Nelhaus untuk Lingkar Kepala-Usia Anak Laki-laki (atas)
dan Perempuan (bawah) Usia 0-18 Tahun.
7. Mengerti arti kata yang menunjukkan posisi seper- sesuai dengan perkembangannya (S).
ti di atas, di bawah, di depan 3. Jumlah jawaban Ya 7-8 : perkembangan anak me-
8. Dapat mengenakan sepatu, celana panjang, kemeja ragukan (M).
secara mandiri 4. Jumlah jawaban Ya ~6: Perkembangan anak me-
9. Bermain bersama teman, dan mulai mengikuti atu- ngalami penyimpangan (P).
ran permainan 5. Untuk jawaban tidak harus dirinci apakah tidak
untuk motorik kasar, halus, bicara dan bahasa, so-
Umur 48-60 bulan sialisasi atau kemandirian.
1. Berdiri dengan I kaki selama 6 detik
~ 2. Melompat-lompat dengan I kaki Intervensi
....
0. 3. Menggambar berbagai objek seperti tanda silang, 1. Apabila ditemukan hasil pemeriksaan M, maka:
~ lingkaran, dan orang dengan tiga bagian tubuh a. Orang tua dianjurkan untuk melakukan stimu-
....
>-c
(/)
4. Apabila bermain boneka dapat mengancing baju lasi perkembangan pada anak lebih sering, apa-
0 boneka bila mungkin setiap saat,
....
en
Ill
5. Menyebut namanya sendiri dengan lengkap tanpa b. Ajarkan cara melakukan stimulasi intervensi,
' ...... di ban tu c. Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk men-
6. Senang menyebut kata-kata baru cari penyakit yang mendasari keadaan ini.
150 d. Lakukan pemeriksaan KPSP ulang dalam 2
7. Senang bertanya
8. Menjawab pertanyaan dengan kata yang benar minggu dengan daftar KPSP yang sesuai usia
9 . Dapat membandingkan benda berdasarkan ukuran anak,
dan bentuknya e. Jika hasil tidak berubah, pikirkan bahwa anak
10. Menggosok giginya sendiri tanpa dibantu ini mengalami penyimpangan tumbuh kem-
I I. Tidak rewel saat ditinggal ibunya bang.
2. Apabila ditemukan hasil pemeriksaan ada penyim-
Umur 60-72 bulan pangan, maka rujuk ke rumah sakit dengan menu-
1. Berjalan lurus liskan jenis dan jumlah penyimpangan perkem-
2. Beridri dengan 1 kaki selama 11 detik bangan. Tabet 3 menunjukkan contoh tindakan
3. Menggambar orang dengan lengkap intervensi yang dapat dilakukan.
4. Mengerti konsep lawan kata
5. Mengenal angka, dapat berhitung sampai dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Masa Remaja
angka 10 Perkembangan remaja dapat dibagi atas tiga tahapan
6. Dapat berbicara, mengerti pembicaraan sampai yaitu tahapan remaja awal, pertengahan, dan akhir.
dengan 7 kata atau lebih Setiap tahapan memiliki ciri khas perkembangan
7. Mengenal berbagai warna masing-masing. Akan tetapi, perlu diingat bahwa taha-
8. Dapat berpakaian sendiri tanpa perlu bantuan pan perkembangan ini bervariasi pada masing-masing
9. Dapat bermain sesuai dengan peraturan remaja.
1. Usia Remaja Awai
Skrining/pemeriksaan Perkembangan Anak dengan Kognitif dan Moral
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) Remaja mulai memahami konsep abstrak se-
Skrining bertujuan untuk menentukan apakah perti persamaan aljabar, membentuk alasan
terdapat penyimpangan perkembangan anak. Jadwal dari kaidah etika dasar, untuk memahami
pemeriksaan dilakukan antara usia 3-72 bulan setiap berbagai sudut pandang, dan memahami proses
3 bulan sekali. Apabila pasien dikeluhkan mengalami berfikir itu sendiri. Kemampuan ini muncul
gangguan perkembangan pada usia yang belum masuk dengan kecepatan yang bervariasi.
usia skrining, gunakan form KPSP yang terdekat yang Konsep diri
lebih muda dari usia anak. Keadaran akan dirinya cenderung berpusat
pada karakteristik eksternal. Remaja mulai
Interpretasi KPSP merasa bahwa dirinya diperhatikan oleh orang
1. Hitung berapa jumlah jawaban "Ya": di sekitarnya, dan menimbulkan masalah per-
a. Jawaban dianggap "Ya" apabila ibu/ perawat caya diri.
mengatakan anak bisa atau pernah atau sering Hubungan dengan keluarga, teman sebaya, dan
melakukan hal yang ditanyakan, masyarakat
b. Jawaban diangap "tidak" apabila ibu/ perawat Tahapan remaja dini ditandai dengan awal dari
mengatakan anak tidak pernah melakukan hal anak mulai melepas diri dari keluarga. Kelom-
tersebut atau tidak diketahui.
2. Jumlah jawaban Ya 9-10: perkembangan anak
Tabel 3. Contoh Intervensi yang Dapat Dilakukan pada Anak Sesuai dengan Temuan dari KPSP
[..,lei
ll<t..,11p1111t'11b.i.tn KPSP T111dc1k.m l111t·1 \1•11..,1
lllul"nl
Usahakan selal u tersenyum saat melakukan kegiatan bersama bayi, ajak bicara,
3 Bayi tidak membalas senyum tunjukkan mimik wajah cerah. peluk dan cium dengan penuh kelembutan dan kasih
sayang
Bicara dengan anak sesering mungkln. Usahakan anak mau mengulangl suku kata
Belum bisa menyebutkan 2
12 yang diucapkan sepertl "pa.. pa···pa· kemudian bicara dengan menatap mata anak
suku kata yang sama
sehingga anak dapat melihat biblr orang tua.
Dengan menggunakan kubus berukuran 2.5-5 cm. ajak anak bermain. sambil
...Cl)
.'i\i
Belum bisa menumpuk 2 0
21
buah kubus
berusaha mengajarkan bagaimana cara menumpukkan kubus. Berikan pujian pada en
anak untuk keberhasi lannya.
Sediakan bola besar atau tennis. Ajak anak bermain menendang bola dengan
30 Belum bisa menendang bola
sesering munKgin.
Mulai memberikan perintah sederhana kepada anak. Contoh "Taruh sendok kamu
Belum bisa mengerjakan
36 di atas meja" atau "Ambii kemeja berwarna biru·. Berikan contoh kepada anak 151
peritntah sederhana
bagaimana cara mengerjakan hal tersebut
Belum bisa menggambar Bantu anak memegang alat tulis dengan benar. Ajarkan kepada anak bagaimana
42
lingkaran cara menggan1bar lingkaran. Puji apabUa anak berhasil
pok sosial mereka biasanya adalah anak-anak kode etik pribadi untuk pembenaran perilaku.
dengan jenis kelamin yang sama; dan pergaulan Konsep diri
anak pada usia ini biasanya berpusat di sekolah. Remaja mulai bereksperimen dengan berbagai
2. Usia Remaja Pertengahan persona dirinya, mengganti gaya berpakaian,
Perkembangan kognitif dan moral kelompok teman dan ketertarikan dari waktu
Remaja mulai menganalisis berbagai macam ke waktu
pola etik di sekitar mereka dan membentuk Hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan
I
I I
~I
l.
i
masyarakat
Perpisahan dengan orang tua semakin nyata,
mengarahkan energi emosi dan seksual ke
arah teman sebaya. Mereka juga mulai me-
mikirkan dengan serius apa yang ingin mere-
ka lakukan pada saat dewasa.
II
Perubahan fisik yang melambat membantu
seseorang untuk semakin menjadi nyaman
dengan tubuhnya sendiri.
Sumber Bacaan
l. Tanuwidjaya S. Konsep umum tumbuh kembang. Dalam:
~../-- Narendra MB. Suiaryo TS, Soetjiningsih. Suyitno H, Ranih
IGNG. Wiradisuria S. penyunting. Tumbuh kembang anak
dan remaja. Jakarta: Sagung Seto; 2008. h. l 12.
5
dewasa
Segitiga perempuan dewasa. menyebar ke permukaan Bentuk dewasa, papilla menonjol. Areola merupakan ....'iU
(/)
medial paha bagian dari garis bentuk umum payudara 0
en
·i::
6. Needlma n RD. Adolescence. Dalam: Kliegman RM. Stanton
BM. Geme ]. Schor N. Behrman RE, penyunting. Nelso n·s
growth assessment: interpreting growth indicator. Geneva:
WHO: 2008.
....'t:I~
CIJ
textbook of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia: Elsevier ll<
Saunders: 2011.
7. World Health Orga nization (WHO). Training course on child 153
Gangguan Napas pada
Bayi Baru Lahir
Venita. Rosalina Dewi
Ikterus Neonatorum
Venita. Rosalina Dewi
Definisi dan Klasifikasi Ikterus berat pada neonatus kurang bulan (telapak
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, tangan dan kaki bayi kuning);
konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan Menetap >2 minggu.
bilirubin dalam serum. Lebih dari separuh bayi
normal dan sebagian besar bayi kurang bulan Etiologi
mengalami ikterus. l. Ikterus Fisiologis:
Ikterus dapat diklasifikasikan menjadi Peningkatan produksi bilirubin: akibat masa
ikterus normal (fisiologis) dan patologis. Ikterus hidup eritrosit yang lebih singkat, peningkatan
fisiologis ditandai keadaan umum bayi toleransi eritropoiesis yang tidak efektif;
minum baik, berat badan naik, dan kuning menghilang Peningkatan sirkulasi enterohepatik:
pada minggu 1-2 pasca kelahiran. Sedangkan ikterus gangguan ambilan bilirubin oleh hepar, gang-
patologis memiliki ciri: guan konjugasi karena aktivitas enzim trans-
Dimulai sebelum usia 24 jam; ferase yang rendah, penurunan ekskresi hepa-
Peningkatan bilirubin serum >5 mg/ dL/24 jam tik.
atau kadar bilirubin terkonjugasi >2 mg/dL(> 20% 2. Ikterus Patologis:
bilirubin total); Infeksi bakteri berat atau infeksi intrauterin: si-
Disertai demam atau tanda sakit (muntah, filis kongenital, TORCH;
letargi, kesulitan minum, penurunan berat badan, Penyakit hemolitik: inkompabilitas golongan
asfiksia, apnea, takipnea, instabilitas); darah (Rh, ABO), defisiensi enzim G6PD;
Ikterus pada bayi berat lahir rendah; Penyakit hati: hepatitis, atresia bilier;
Zrn l<l Hr1 g 1.1 11 luln1h \.111 g Ku11111g l~ .it .1 1.11 .1 St' llltll Biluuh111 lnd11 Pk
---- - - --- - - ~
Infeksi intrauterin, sferositosis, Kadar bilirubin, Hb, golongan darah ibu & bayi. uji Coombs.
Hari ke-1
penyakit hemolitik. hemato krit. da rah perifer lengkap.
lnfeksi. fisiologis, keadaan hari I Seperti hari pertama. dicambah : darah tepi, biakan darah/ urin,
Hari ke-2
yang terlambat muncul. pungsi lumbal (atas indikasl), faro paru (atas indlkasi)
Urin alisis pancaran tengah, darah te pi. golongan darah. dan uji
Hari ke-3 s/ d 5 Fis iologis.
Coombs (pada kecurigaan hemolitik) .
'ti
(I) lnfeksl, anemia hemolitik, kunlng
::t >5 hari, atau
karena AS!, obat-obatan.
~ menetap>lO
galaktosemia, hipotlrold. fibrosis
Pemeriksaan darah dan urin, sesuai dugaan penyebab.
~....
hari
kistik. ikterus obstruktif.
IQ
Hipotiroidisme kongenital; darah, uji Coombs bila dicurigai inkompabilitas
156 IbuDM; ABO, kadar enzim G6PD, uji fungsi hati, urinalisis.
Riwayat persalinan dengan alat, seperti va-
kum atau forsep; Tata Laksana
Trauma lahir sat persalinan (sefal hematoma). Tata laksana ikterus neonatorum harus dilakukan
3. Kuning karena AS!: sesuai etiologi yang mendasari (Ii hat Tabel 2).
Breastfeeding jaundice, ikterus akibat keku- Algoritme pada Gambar 1 menyajikan manajemen
rangan asupan AS! sehingga terjadi pening- ikterus pada bayi baru lahir menurut American
katan sirkulasi enterohepatik. Timbul 7 hari Academy of Pediatrics (2004). Beberapa terapi yang
pertama saat produksi AS! belum banyak. diberikan, antara lain:
Breast-milk jaundice, ikterus yang timbul aki- 1. Terapi sinar dan transfusi tukar. Diindikasikan
bat minum AS! dan akan berkurang saat AS! sesuai pada kadar bilirubin total bayi (lihat Tabel
dihentikan. Penampakan kuning diduga mun- 3 atau Gambar 3). Terapi sinar atau fototerapi (li-
cul karena pada AS! sebagian ibu terdapat ha- hat Gambar 4) menggunakan pancaran sinar (460-
sil metabolisme progesteron yang mengham- 490 nm) pada kulit bayi untuk mengkonversi
bat enzim UDGPA. molekul bilirubin menjadi isomer larut air yang
dapat diekskresi tubuh melalui urin. Sedangkan
Diagnosis transfusi tukar adalah prosedur yang menggan-
1. Anamnesis. Riwayat keluarga ikterus, kelainan tikan sebagian volume darah bayi dengan darah
metabolik, kelainan kongenital, penyakit hati, atau plasma dari donor. Biasanya volume yang
sakit selama kehamilan, obat-obatan selama ke- digantikan sekitar 2 kali volume darah bayi yaitu
hamilan, trauma lahir akibat persalinan, riwayat 80-90 mL/KgBB, dan pemasangan kateter pembu-
pemberian AS! eksklusif; luh darah dilakukan di vena umbilikal;
2. Pemeriksaan Fisis: 2. Antibiotik, pada dugaan infeksi (lihat Bab Sepsis);
a. lnspeksi warna kuning pada kulit, konjung- 3. Antimalaria, jika terdapat demam dan bayi be-
tiva, dan mukosa serta warna feses (dempul) rasal dari daerah endemis malaria;
dan urine (coklat tua). Ikterus terbaik dilihat 4. Lanjutkan pemberian AS! pada bayi setiap 2-3 jam,
dengan cahaya matahari dengan meregang- pastikan ibu menyusui dengan metode yang tepat.
kan daerah kulit yang diperiksa, dan perkiraan Pada kasus yang disebabkan breastmilk jaundice,
kadar bilirubin dilihat dengan rumus Kramer ibu disarankan tetap menyusui bayi.
(Tabel 1) . 5. Evaluasi berkala (follow-up) sesuai dengan
b. Periksa tanda-tanda dehidrasi, letargi (sepsis). usia bayi dan kadar bilirubin saat dipulangkan
pucat (anemia hemolitik) , trauma lahir, pe- (lihat Tabel 4) .
tekie, mikrosefali (kelainan kongenital) , hepa-
tosplenomegali, hipotiroidisme, atau massa Dengan menggunakan panjang gelombang dan
abdomen (duktus koledokus); intensitas cahaya yang sesuai, lampu diletakkan 35-
3. Pemeriksaan Penunjang (lihat Tabel 2): biliru- 50 cm di atas bayi. Hangatkan ruangan tempat terapi
bin total dan direk (curiga kolestasis atau ikterus sinar dilakukan. Gunakan kain putih untuk menutupi
menetap >2 minggu). darah perifer lengkap dan seluruh kotak inkubator agar cahaya terpantulkan se-
apusan darah tepi (morfologi eritrosit), golongan banyak mungkin pada bayi. Tutup mata bayi, pastikan
Ukur kadar TSB atau
cB (lihat Tabet I) dan
interpretasikan sesuai
usia dalam ·am
i ,.
1.- -
meningkat sesuai I
~ ~ ,....._ _.__,_--"'._-1-_,.,__--+-_,_ _.__,__._-1---<>----+--'-" ~2
- ii-. -
t
~i...--==a;,,__..
~~~~~~~~~~~~~~~
dengan gads persentU
(Gambar 2)
1~ E 15 257
+--
Tidak
10
,.. 48h 72 h 96h 5 Oeyt
..
LI'--...1.....-l-.l--L-+-....L-.JL-..J.....-l-.l--L-+-...J...-.JU
8 Days 7 0.,..
171
i Ya
Keterangan: TSB. total serum bilirubin; TcB. total cutaneus <24 jam 72jam
bilirubin.
24-47,9jam 96jam
Gambar 1. Aigori tme Ma naje men Ikterus Bayi Baru Lahir
48-72jam l20jam
(American Academy of Pediatrics. 2004)
H.:i yi ( ukup Bulcm Hay1 Kurcmg Bul,111 Btlyl l ukup Bulcm B.1yi Kur,111g Bul.m
••
I
Pada neonatus, perlu diwaspadai ada tidaknya satu target pemberian cairan. Hati-hati dengan tanda-
atau lebih tanda bahaya dan dilakukan tata laksana tanda hidrasi berlebihan, seperti edema, tanda-
segera dengan pemantauan ketat. Secara umum bayi tanda gaga! jantung, serta abnormalitas pemerik-
baru lahir sakit membutuhkan perawatan penunjang saan laboratorium (elektrolitoleran, urinalisis, dan
sebagai berikut: sebagainya);
I. Suhu Bayi, dipertahankan 36,5-37,5°C dengan 3. Pemberian Oksigen. Diindikasikan pada bayi
suhu ruang 24 -28°C. Bayi dijaga tetap kering, sianosis atau gangguan napas dengan saturasi ok-
diselimuti, dan diberikan topi. Metode perawatan sigen <90%. Berikan terapi oksigen sesuai keadaan
bayi kangguru memiliki manfaat seperti inkuba- sesaknya. Target saturasi 0 2 88-92%.
tor, yaitu dada dan perut bayi kontak kulit dengan 4. Atasi Demam. Atur suhu lingkungan. Antipiretik
dada ibu dengan kepala bayi sedikit ditengadahkan, tidak diindikasikan untuk mengontrol demam
posisi dipertahankan dengan gendongan kain dan pada bayi muda.
pakaian ibu;
2. Pemberian Cairan. Target pemberian cairan enteral Bayi Berat Lahir Rendah
ialah 60 mL/KgBB pada hari pertama, kemudian Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan
ditingkatkan 10-30 mL/KgBB/hari hingga men- berat lahir <2500 g tanpa melihat usia gestasi. BBLR
capai 180 mL/KgBB/ hari. AS! diberikan sesering merupakan salah satu penyebab utama morbiditas
mungkin secara langsung atau dengan sendok dan mortalitas neonatus. Adapun faktor risiko
atau per NGT, kecuali pada kondisi berikut: bayi BBLR lainnya, antara lain kelahiran prematur; usia ibu
mengalami obstruksi usus (ditandai dengan dis- <20 tahun atau >40 tahun; multiparitas; kehamilan
tensi abdomen dan muntah); bayi letargis; kejang; ganda; gangguan vaskularisasi/plasenta. Kemudian,
gangguan sirkulasi. Jika AS! tidak mencukupi, beri- masalah yang perlu diawasi pada BBLR. antara
kan tambahan cairan parenteral hingga mencapai lain gangguan pada organ yang belum matang,
1. lnjeksi vitamin K 1 mg IM atau per oral 2 mg seba- Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-
19. Philadelphia: Elsevier Saunders: 201 1.
nyak 3 kali (lahir usia 3-10 hari, usia 4-6 minggu) ;
2. Pudjiadi AH, Hegar B, Hardyastuti S, Idris NS. Gandaputra
2. Pertahankan suhu tubuh normal dan patensi jalan
EP, Harmoniat i ED, editor. Pedoman pelayanan medis ika-
napas: tan dokter anak indonesia ODA!). Jakarta: Penerbit !DAI:
3. Perhatikan asupan cairan: pada bayi berat 2010.
<2000 g, berikan minum AS! perah melalui pipa 3. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
lambung dengan volume ~ I 0 mL/KgBB/ hari anak di rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan
dapat diberikan dan ditingkatkan jika toleransi tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO: 2009.
baik, hingga berat mencapai 2000 g. Sedangkan 4. Sascroasmoro S, editor. Panduan pelayanan medis depar-
pada bayi berat 2000-2500 g, AS! perah diberi- temen kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSUP Nasional dr.
Cipto Mangunkusumo: 2007.
kan per oral jika memungkinkan;
5. Rao R. GeorgieffMK. fron in fetal and neonatal nutrition. Se-
4. Tata laksana penyulit yang timbul seperti hipoter-
min Fetal Neonatal Med. 2007: 12( 1):54-63.
mi, kejang, gangguan napas, hiperbilirubinemia;
5. Dukungan emosional kepada orangtua/keluarga
49
Kompelens1 l\.'A
•
-
Manajemen Bayi Lahir Sehat
Sebagian besar bayi (90%) hanya sedikit atau tidak a. Bayi dijaga tetap kering di ruangan hangat dan
memerlukan bantuan untuk memulai pernapasan dan hindari aliran udara untuk mencegah pengua-
hanya memerlukan rangsangan minimal pada saat pan. Selimutilah bayi dengan baik;
dilahirkan. Akan tetapi, penolong harus selalu siap b. Bayi rawat gabung bersama ibu;
melakukan resusitasi pada setiap kelahiran. c. lnisiasi menyusui dini (!MD) dalamjam pertama
l. Persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan (Tabel kehidupan;
1): Lakukan evaluasi dan resusitasi sesuai alur (Ii- d. Jika bayi mampu mengisap, berikanlah AS! se-
hat Gambar 2); suai permintaan;
2. Nilai skor APGAR bayi pada menit pertama dan ke- e. Jaga tali pusat tetap bersih dan kering untuk
lima (Iihat Tabel 2) : mencegah infeksi;
3. Penanganan bayi sakit dapat dilihat pada Bab Ma- f. Beri tetrasik.lin salep mata pada kedua mata,
najemen Bayi Baru Lahir Sakit. masing-masing satu kali;
4. Setelah bayi stabil, maka dilakukan perawatan ru- g. Beri vitamin Kl (fitomenadion) I mg IM di paha
tin sebagai berikut: kiri;
Tabel 1. Peralatan yang Disiapkan pada Kelahiran Bayi
Aiiway Penghisap. selang penghisap. stetoskop Endotracheal tube. mandrin. laringoskop blade. detektor CO,
Pompa. sungkup. oksigen 40%.
Breathing Surfaktan. balon sungkup atau T piece reusitator
oksimeter
Kateter vena umbilikus.
Circulation Cairan NaCl 0.9%
epinefrin. cairan NaCl 0,9%,
Thermoregulation Radiant warmer I pemancar panas Penutup kepala, matras pemanas, inkubator pemanas 37'C
"d
(I)
::S. Tabel 2. Penilaian Skor APGAR
~ Detak jantung
Klinis 0
Tidak ada
1
< I 00 kali/menit
2
>I 00 kali/menit
2. ,fernapasan Tidak ada Tidak teratur TangJs kuat
'8..... Refleks saat pembersihan
Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
jalan napas
160 Tonus Lung la! Fleksi ekstremitas (lemas) Fleksi kuat. gerak aktif
Warna kulit Biru/pucat Tubuh merah. ekstremitas biru Merah seluruh tubuh
Interpretasi: Skor Apgar 7-10: normal. skor 0-6: distres pada bayi.
h. Beri vaksin hepatitis B 0,5 mL IM di paha nyunting. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Phila-
kanan, minimal I jam sesudah pemberian vi- delphia: Elsevier Saunders: 20 i 1.
tamin Kl; 2. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS. Gandaputra
EP, Harmoniati ED. penyunting. Pedoman peiayanan medis
i. Pada kelahiran di rumah sakit, dapat dipertim-
lkatan Dokter Anak lndonesia (lDAI). Jakarta: Badan Pener-
bangkan pemberian imunisasi BCG intrakutan
bit !DAI: 2011.
dengan dosis 0,05 mL dan vaksin polio oral 2 3. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
tetes saat bayi akan pulang dari rumah sakit. anak di rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan
tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO: 2009.
Sumber Bacaan 4. Sastroasmoro S. penyunting. Panduan pelayanan medis de-
I. Kliegman RM. Stoll BJ. The newborn infant. Dalam: Klieg- partemen kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
man RM. Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. pe- Mangunkusumo: 2007.
• Berikan kehangatan;
frekuensi jantung > I 00 Perawatao
• Posi.sikan dan berSihkanjalan napas bila perlu; bcrnapas dan kcmcrahan observasl
• Keriogkan, rangsang, reposisl bayi.
I
Evaluasi perna2asan. denyut nadl, wama kulit
Apnea. atau
frekuensi
jancung
< 100
i·
• kemerahan
Definisi
2. Pemeriksaan fisis: keadaan umum (kesadaran,
Sepsis neonatorum adalah sindrom klinis penyakit
tanda vital), kulit (perfusi, warn a, dan bercak pada
sistemik akibat infeksi yang terjadi dalam satu
kulit), abdomen (kembung. hepatomegali) . perna-
bulan pertama kehidupan. Berdasarkan awitannya.
pasan (otot bantu napas) , serta neurologi (ubun-
sepsis neonatorum terbagi menjadi:
ubun menonjol, kaku kuduk);
Early onset sepsis (EOS). Timbul pada usia :<;72jam,
3. Pemeriksaan penunjang: hitung Ieukosit,
biasanya mikroorganisme berasal dari ibu. Terjadi
hitung trombosit, rasio neutrofil imatur dengan
gangguan multisistem terutama sistem pernapas-
neutrofil total < 0,2, C-reactive protein (CRP), 161
an. awitan mendadak, dan cepat menjadi syok sep-
pewarnaan Gram dan pemeriksaan kultur, ana-
sis dan berakibat kematian.
lisis gas darah (bila sesak), pemeriksaan cairan
Late onset sepsis (LOS). Timbul pada usia ~72
serebrospinal (kecurigaan meningitis) . kadar gula
jam. biasanya di atas 1 minggu, mikroorganisme
darah, kadar bilirubin, foto toraks, CT-scan kepala
didapat dari proses persalinan dengan infeksi
(gejala neurologis) .
awitan lambat atau infeksi nosokomial. Terdapat
fokus infeksi dan seringkali terjadi meningitis.
Tata Laksana
l. Bayi harus dirawat di rumah sakit dan dipasang
Etiologi
jalur intravena serta diberikan 0 2 .
Penyebab yang paling sering dilaporkan pada
2. Pemberian antibiotik: sesuai peta kuman rumah
EOS ialah Staphylococcus koagulase negatif,
sakit pada lini pertama dapat diberikan golongan
Enterococcus sp., serta Staphylococcus aureus.
penisilin dan aminoglikosida seperti gentamisin.
sedangkan pada LOS adalah Gram negatif.
3. Terapi lainnya: pemberian cairan dosis rumatan
berupa NaCl 0,9% atau 10 mL/KgBB/30 menit
Faktor Risiko
pada gangguan perfusi; transfusi komponen da-
Riwayat ibu dengan infeksi (demam >3 7,9 ' C
rah yang diperlukan; serta manajemen nutrisi se-
sebelum/sesudah persalinan) dan ketuban pecah dini
cara adekuat. Pada hari-hari awal pengobatan,
(>18 jam sebelum persalinan).
biasanya neonatus mengalami kesulitan makan
sehingga disarankan untuk nothing by mouth atau
Manifestasi Klinis
nil per os (NPO). Selanjutnya upayakan pemberian
1. Anamnesis. Bayi dicurigai mengalami sepsis jika
AS! enteral atau pada kondisi yang berat, per NGT.
memiliki ~2 gejala kriteria A atau ~3 gejala kriteria
4. Terapi spesifik sesuai etiologi dan gangguan
B (lihat Tabel 1).
sistem yang terjadi.
162
51
Kompetcmi I\'
• Asma
1111
Pencetus
• Bronkokonstriksi
• Edema mukosa
• Sekresi mukus berlebihan
Obstruksi ·alan na as
+
Atelektasis Ventilasi tldak sera am HI rinflasl aru
PaCO i
Paco,.!.
Keterangan:
Ventilation-perfusion mismatch. hipoventilasl alv11<>lar. dan penlngkatan kerja napas menyebabkan perubahan pada gas darah.
Awalnya. terjadl hlperventllasi untuk mengkompensasl hipoksla (PaCO, i ). Selanjutnya (pada onstruksl jalan napas berat) terjadi
kelelahan otot napas dan hlpoventllasl alveolar. Hal lnl beraklbat pada hlperkapnla dan terjadl asldosls resplratorlk (PaCO, '1' ).
~
Klasifikasi makanan/ minuman, pajanan terhadap hewan ber-
en Asma diklasifikasikan berdasarkan derajat penyakit- bulu, perubahan suhu lingkungan/ cuaca, aroma
....
"d nya (aspek kronis) dan derajat serangannya (aspek parfum/aerosol yang kuat, asap rokok atau asap
2.
0
akut). Berdasarkan derajat penyakitnya, asma dibagi
menjadi asma episodik jarang, asma episodik sering,
dari perapian.
....
IQ dan asma persisten (lihat Tabel l ). Berdasarkan 2. Pemeriksaan Fisis
"ti serangannya, terdapat tiga kelompok, yaitu serangan Umumnya tidak ada kelainan saat pasien tidak
Cl>
....0. asma ringan, serangan asma sedang, dan serangan mengalami serangan. Saat serangan dapat dijumpai
sesak napas, hiperinflasi dada, chest indrawing,
....~
asma berat.
ekspirasi memanjang dengan mengi yang dapat
Diagnosis didengar. Pada pemeriksaan fisis , dilakukan penilaian
164 1. Anamnesis derajat serangan asma (lihat Tabel 2) .
Beberapa ha! yang sangat berguna dalam pertim- Diagnosis asma pada bayi dan anak dibawah usia
bangan diagnosis asma me!iputi: 5 tahun hanya merupakan diagnosis klinis (penilaian
Apakah anak mengalami batuk dan/atau serangan hanya berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisis, serta
mengi berulang? respon terhadap pengobatan) . Hal terse but dikare-
Apakah anak sering terganggu oleh batuk dan/ nakan tes pemeriksaan fungsi paru atau pemeriksaan
atau mengi di malam hari? untuk mengetahui adanya hipersensitivitas saluran
Apakah anak mengalami mengi dan/atau batuk napas tidak mungkin dilakukan dalam praktik se-
setelah berolahraga? hari-hari pada kelompok usia ini.
Tabel 1. Pembagian Derajat Penyakit Asma pada Anak (Konsensus Nasional Asma Anak Indonesia. 2004)
No P<11aml'trr Khms Aslll<I Ep1sod1k Ja1d11g Asm.t fp1smhk SPri11g Asma PPrs1stl'n
K1•hutulw1 Ohat, dan (As111<1 Ring.rn) (As111<1 S('(lang) (As111<1 lll'r.11)
I ~ial Paru 7:i'~, Kasus 20'~, Kasus 5 1\, Kasus
3. Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
7. Uj i fa al paru PEF/ FEV 1> 80% PEF/ FEY I 60-80% PEF/ FEV ,< 60%: variabilitas
20-30%
(di luar se rangan)
8. VariabUitas faal paru Variabilitas > 15% Varlabilitas > 30% Variabilitas > 50%
Am .1111.in H1 ·1111
Pt11.111wt1•1 R111g.i11 S1·1l.111g B1•1.it
N.1fJ.1"
I. Sesak Berjalan; Berbicara; lstirahat;
Bayi: menangis keras Pada bayi: tangis Pada bayi: tidak mau
pendek dan lemah, minum atau makan
kesulitan menyusu/
makan
·i:::
2. Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang
~
......
lengan
't:S
Q)
3. Bicara Kali mat Penggal kalimat Kata-kata
ll.
4. Kesadaran Mungkin iritabel Biasanya iritabel Biasanya iritabel Kebingungan
......
b'I
5. Sianosis Tidakada Tidak ada Ada Nyata 0
0
6. Mengl Sedang, sering hanya Nyaring. sepanjang Sangat nyaring, Sulit/tidak terdengar ......
'"'
p,.
pada akhir ekspirasi ekspirasi dan inspirasi terdengar tanpa Ill
Q)
stetoskop
~
7. Penggunaan Otot Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradoks
Bantu Respiratorik torako- abdominal 165
8. Retraksi Dangkal. retraksi Sedang, ditambah Dalam, ditambah Dangkal/ hilang
lnterkostal retraksi suprasternal napas cuping hidung
9. Laju Na pas Takipnea Takipnea Takipnea Bradipnea
Pedoman nilai baku laju napas pada anak sadar:
Usla Frekuensl napas norma l
< 2 bulan < 60 x/menit,
2-12 bulan < 50 x/menit,
1-5 tahun < 40 x/menit,
6-8 tahun < 30x/menit
10. Laju Nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku laju nadi pada anak:
Usla Laju nadl normal
2-12 bulan < 160 x/menlt
1-2 tahun < 120 x/menit
3-8 tahun < 110 x/menit
11. Pulsus Paradoksus Tidak ada Ada Ada Tidak ada
(pemeriksaan tidak
praktis) < 10 mmHg 10-20 mmHg >20 mmHg (tanda kelelahan otot
napas)
1
Berikan ronkodllator
• ujl lmunologik,
• pemeriksaan motllltas sllla,
• pemeriksaan refluks gastroesofagus (RGE).
•
Diagnosis ker : Asma
+
Mendukung
+
Tldak
Tentukan derajat dan pencetusnya diagnosis lain mendukung
Bila asma eplsodik sering/perslsten dia~sis lain
----~~
foto Rontgen
+
Pertlmbangkan asma
+
Bukanasma
sebagal penyaklt
Berikan obat anti asma
penyerta
Bila tidak berhasil: nilal ulang
diagnosis dan ketaatan berobat
•
6-8 rninggu, berespon:
t
Pertimbangkan 8lternaili penambahan saJah satu obat:
fj-2 agonts kerja pan.Jang (LABA)
• teolllln lepas lambat
• antlleukotrlen, atau
• dosts steroid lnhalasl ditingkatkan (medium)
rslsten
•
(-)
t
(+)
6-8 minggu, berespon:
• t
Steroid dosis me<ilum illtaml:iilhkiin saiafi satu ollit
fj-2 agonts kerja panjang (LABA) 167
• teofilin lepas lambat
• antUeukotrlen, atau
• dosls steroid lnhalasl dltingkatkan (tlnggi}
• t
6-8 minggu. berespon: (- ) (+)
Berikut adalah jenis obat pelega dan pengendali asma Tabel 3. Dosis Obat f3 Agonis Kerja Pendek
pada anak:
Salbutamol
1. Obat pelega (reliever):
Oral 0, 1-0.15 mg/KgBB/kali, setiap 6 jam
a. Golongan {3 agonis kerja pendek atau short-
!nhalasi 0, l-0.15 mg/KgBB (maksimum 5
acting {3 -agonist!SABA {lihat Tabel 3).
mg/kali). interval 20 men it
Pemberian SABA per oral: efek bronkodila-
Subkutan 0-20 µg/KgBB/kali
tasi dicapai setelah 30 menit, efek puncak
Terbutalin
dalam 2-4 jam, dan lama kerja hingga 5 jam.
Oral 0.05-0.1 mg/ KgBB/ kali. setiap 6 jam
Pemberian SABA secara inhalasi: awitan
Inhalasi 2.5 mg/ kali
kerja cepat (<I menit) , efek puncak dalam
Subkutan 5- 10 µg/ KgBB/ kali
I 0 menit, dan lama kerja hingga 4-6 jam.
Penggunaan metered-dose inhaler (MDn:
serangan asma ringan 2-4 puff (semprotan) b. Golongan Methyl-Xanthine (Teofilin kerja ce-
tiap 3-4 jam, serangan asma sedang: 6-10 pat): Aminofilin intravena.
puff setiap 1-2 jam, dan pada serangan Hanya diberikan pada serangan asma berat
asma sedang: 10 puff setiap 1-2 jam yang kurang/ tidak dengan pemberian kombi-
Pasien yang tidak berespon terhadap 2 kali nasi SABA, antikolinergik (seperti ipratropium
inhalasi (nebulizerl inhaler) dikategorikan bromida), serta steroid.
sebagai non-responder, pada inhalasi ke-3 Dosis inisial: jika belum mendapatkan ami-
dapat ditambahkan ipratropium bromida. nofilin 6-8 mg/KgBB. dilarutkan dalam 20
Efek samping SABA: tremor. sakit kepala, mL dekstrosa 5%/ garam fisiologis. diberi-
agitasi, palpitasi, takikardia. kan dalam 20-30 menit;
Jika sudah mendapatkan aminofilin sebe- memberikan hasil yang lebih baik daripada
lumnya (< 4 jam) , berikan setengah dosis. meningkatkan dosis steroid inhalasi menja-
Dosis rumatan: 0,5-1 mg/KgBB/jam. Ka- di dua kali lipat
dar aminofilin dalam darah dipertahankan Kombinasi steroid inhalasi dan LABA sudah
10-20 µg / mL. Dosis maksimal 16-20 mg/ tersedia dalam 1 paket:
KgBB/ hari (apabila tidak dapat mengukur o Salmeterol + fluticasone propionate a
konsentrasi plasma) . Seretide® (MDn:
Efek samping: mual, muntah, sakit kepala. o Formeterol + budesonide a Symbicort®
Pada konsentrasi tinggi dapat menimbulkan (DPn.
::ti
(!)
kejang, takikardi, aritmia.
(/) c. Golongan Antikolinergik: Ipratropium bromida b. Golongan anti inflamasi steroid
....
"CS
~
nebulisasi 0, 1 mL/KgBB setiap 4 jam . Budesonide
Awitan kerja 15 menit, efek puncak dalam
2. Bentuk: lnhalasi (MDI, Turbuhaler)
0 1-3 jam, dan lama kerja hingga 3-4 jam. Se-
....
IQ
cara umum tidak ada efek samping berarti.
• Asma episodik sering
- Usla < 12 tahun: 100-200 µg
'ti Efek samping yang dapat terjadi meliputi - Usia > 12 tahun: 200-400 µg
(!)
....
p.. kekeringan/ rasa tidak enak di mulut (mini- • Asma persiSten
~ mal) . Kombinasi SABA dan ipratropium bro- - Usia < 12 tahun: 200-400 µg
::I. mida memberikan efek yang lebih baik dari- - Usia > 12 tahun: 400-600 µg
pada penggunaan obat secara terpisah (sendi-
Fluticasone
168 ri-sendiri).
Bentuk: Inhalasi (MDI)
d. Golongan Kortikosteroid Sistemik. Diberikan
• Asma episodik sering
apabila terapi inisial SABA gaga! mencapai per-
- Us ia < 12 tahun: 50-100 µg
baikan klinis, atau serangan asma tetap terjadi
- Usia > 12 tahun: I 00-200 µg
walaupun sudah menggunakan kortikosteroid
• Asma persisten
inhalasi, atau serangan asma ringan dengan ri-
- Us ia < 12 tahun: I 00-200 µg
wayat serangan asma berat.
• Usia > 12 tahu n: 200-300 µg
Metilprednisolon memiliki kemampuan pene-
trasi jaringan paru lebih baik, efek antiinflamasi Prednlson
lebih besar, serta efek mineralokortikoid mini- Bentuk: Oral
mal sehingga menjadi pilihan utama. • Dosls 1-2 mg/KgBB/ hari; kemudian diturunkan
hingga dosis terkecil yang diberikan, selang
Tabet 4. Dosis Obat Kortikosteroid Sistemik sehari, pada pagi hari
Tatalaksana Awai;
• Nebula" JJ ·agonis I·2 kali, selang 20 menll;
• Nebulas! kedua + antlkolinerglk;
• Jlka serangan sedang/berat. nebulas! langsung dengan JJ ·2 agonls • antikollnergik
+
Serangan ringan Serangan sedang
+
Serangan berat
(nebulas! I kall. respon balk) (nebulas! 2 kalL respon parslal) Oika telah nebulas! 3 kall, respon buruk)
• obseivasl 1-2 jam • berikan oksigen: • sejak awal berikan oksigen saat/di luar
• jlka efek bertahan, boieh pulang; • nilal kembali derajat serangan. jlka nebulas I:
• jlka gejala tlmbul lagl. perlakukan sesual dengan serangan sedang. • pasangjalur parenter•I:
sebagal serangan sedang. observas1 di ruang rawat seharl: • nilal ulang kecidaan klinis. jika sesuai
• ~rlkan steroid oral dengan scrangan berat. rawat di ruang
'ti
11> rawat inap
p.
..... B<>leh pulang
~
.....
>-c
• bekali dengan obat JJ -agonls lnhalasi
atau oral
Ruang raw<;tt sehari/observoitsi
• teruskan pemberlan okslgen. Ruang rawat inap ~ ---
• jlka sudah ada obat pengendall • lanjutkan steroid oral; • teru."ikan oksigen:
170 teru-,kan; • nebulas! tiap 2 jam; • atasl dehldrasl dan asidosls jlka ada:
• jlk• pencelusnya adalah infeksl virus, • bil'1 dalam 12 jam perbaikan kltnls stabil • steroid IV tiap 6-8 jam:
dapat diberikan steroid oral: boleh pulang: U!tapl jlka klin!s tetap • nebulasi tlap l-2jam.
• dalam 24-48 jam. komrol ke kllnlk rawat belum membalk atau memburuk. al!h ke • aminofilin IV awal GmgikgBB dalam 30
jalan. untuk evaluasl. ruang rawat inap _ _ _ _ _ __ menlt. la1tjutkan rumatan 0.5-
1mg/kgBB/Jam:
Cata tan: • jlka membalk dalam 4 6 knll nebulasi.
• jlka menurut penllaian. serangannya sedanglberat. nebullsasl pertama kali Interval menjadi 4-6 jam.
langsung dengan f1 -agonls+antlkoUnerglk • jika dalam 24 jam perbaikan kllnls stahll.
• bila terdapat ancaman ht'ntl napas, segera ke ruang rawat lnteri>if boleh pulang:
• jlka alat nebulisasl tldak tersedla. nebullsasl dapat diganu dengan adrenalin • jika dengan steroid dan aminoftlin
subkutan 0.0 I mllkgBB/kali. makslmal 0.3 ml/kalt parenteral tJdak membaik. bahkan ctmbttl
• untuk serangan sedang dan terutama berat. okslgen 2-4 L/menlt diberlkan sejak ancaman hentl napa.<. alih ke ruang
awat. tennasuk pada saat nebuUsasi rawat lntensif.
52
Kompc1cnsi I\'
•
-
Bronkiolitis
•• Chrysilla Calistania, Wahyuni Indawati
~ pertimbangan. Faktor tersebut meliputi usia muda (< infants with bronchiolitis? JFP. 2008:55:67-9.
.....
~
3 bulan), masa gestasi < 34 minggu, BBLR, kelainan 3. Papoff P. Moretti C. Cangiano G. Incidence and predisposing
jantung bawaan. chronic Jung disease of prematurity. factors for severe disease in previously healthy term infants
172 pajanan asap rokok (orang tua merokok), serta ex periencing their first episode of bronchiolitis. Acta Paedi-
sosioekonomi rendah. atr. 2011: I 00(7):e 17 -23.
4. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS. Gandaputra
Indikasi Rawat di Ruang Intensif EP. Hannoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
Gaga! mempertahankan saturasi oksigen >92% de- lkatan Dokter Anak Indonesia ODAO. Jakarta: Sadan Pener-
ngan terapi oksigen; bit !DAI: 20 I I.
Perburukan status pernapasan, ditandai dengan pe- 5. Sastroasmoro S. penyunting. Panduan pelayanan medis de-
ningkatan dis tr es napas dan/ a tau kelelahan; partemen kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
Apnea berulang. Mangunkusumo: 2007.
6. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
Komplikasi anak di rumah sakit. pedoman bagi rumah sakit rujukan
Acute respiratory distress syndrome (ARDS), tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO: 2009.
pneumotoraks, penyakit paru kronis. Beberapa studi 7. Zain MS. Bronkiolitis. Dalam: Rahajoe NN. Supriyatno B.
menunjukkan bahwa bronkiolitis akut berat pada bayi Setyanto DB. penyu nting. Buku ajar respirologi anak. Edisi I
cetakan 2. Jakarta: Sadan Penerbit !DAI: 20 I 0.
'
53
Kompelenst rv
•
II lnfeksi Saluran Napas Akut
•• Chrysilla Calistania, Wahyuni Indawati
Definisi Epidemiologi
Infeksi saluran pernapasan akut (!SPA) sering dise- IRA meliputi 50% dari keseluruhan penyakit pada
but juga dengan infeksi respiratori akut (IRA). Jnfeksi anak berusia di bawah 5 tahun dan 30% pada anak
respirator! akut terdiri dari infeksi respiratori atas akut berusia 5-1 2 tahun. Sebagian besar IRA terbatas pada
(IRAA) dan infeksi respiratori bawah akut (IRBA). Dise- saluran pernapasan atas saja (IRAA), hanya sekitar 5%
but akut, jika infeksi berlangsung hingga 14 hari. kasus yang melibatkan saluran pernapasan bawah.
IRAA merupakan infeksi primer respiratori di atas IRAA lebih sering dialami oleh anak-anak dari
laring yang meliputi rinitis, faringitis, tonsilitis, rinosi- pada orang dewasa (6-8 kali vs 2-4 kali per tahun).
nusitis, termasuk otitis media. Sementara itu, IRBA lnsidensnya meningkat seiring pertambahan usia,
terdiri dari epiglotitis, laringotrakeobronkitis (croup) , mencapai puncak pada usia 4-7 tahun. IRAA yang dise-
bronk.itis, bronkiolitis, dan pneumonia. babkan oleh bakteri (faringitis Streptococcus) memiliki
insidens tertinggi pada usia 5-18 tahun dan jarang di- ditemukan edema-eritema mukosa hidung di-
alami pada usia di bawah 3 tahun. sertai dengan rinorea, nyeri tekan di lokasi si-
nus, postnasal-drip di dinding belakang faring,
Etiologi dan deviasi septum nasi/polip sebagai faktor
Lebih dari 90% IRAA disebabkan oleh virus. Virus predisposisi.
tersebut meliputi rinovirus, influenza virus, parainflu-
enza virus, adenovirus, coxsackievirus, RSV, corona 2. Pemeriksaan Penunjang
virus. Sedangkan bakteri tersering penyebab IRAA ada- Faringitis: kultur swab tenggorok pada faringi-
lah Streptococcus {3 -haemolyticus. tis bakterial, bertujuan untuk mendeteksi ada-
nya bakteri Streptooccus f3 -haemolyticus grup
Faktor Risiko A.
Gizi kurang/buruk Rinosinusitis:
Tidak mengkonsumsi AS! Roentgen: menunjukkan adanya
Berat badan lahir rendah perselubungan homogen, penebalan
Imunisasi tidak lengkap mukosa sedikitnya 4 mm, atau adanya air
Pendidikan orang tua rendah fluid level.
Tingkat sosioekonomi rendah Waters (occipitomental), untuk melihat
sinus frontalis dan maksilaris;
Diagnosis Caldwell (posteroanterior), untuk
1. Manifestasi Klinis melihat sinus frontalis dan etmoidalis;
Rinitis, disebut juga common cold, coryza, Lateral, untuk melihat sinus spenoidalis 173
cold, atau selesma. Ditandai dengan pilek, hi- dan adenoid.
dung gatal, bersin, hidung tersumbat, iritasi CT-scan sinus paranasal: dapat memberikan
tenggorokan, dapat disertai demam. Selain itu, gambaran yang lebih akurat daripada
dapat ditemukan gejala umum infeksi virus, Roentgen, namun bukan pemeriksaan yang
seperti mialgia, malaise, iritabel. Pemeriksaaan hams rutin dilakukan.
fisis tidak menunjukkan tanda yang khas, dapat Pemeriksaan mikrobiologi dengan bahan
ditemukan edema dan eritema mukosa hidung sekret hidung (yang umumnya dilakukan,
serta limfadenopati servikalis anterior. namun akan ditemukan pula kuman
Faringi tis-Tonsilitis-Tonsilofaringitis bakte- yang merupakan flora normal hidung di
rial (Streptococcus sp.) ditandai dengan nyeri samping kuman patogen). Baku emasnya
tenggorokan dengan awitan mendadak, disfa- adalah spesimen yang didapat dari pungsi
gia, demam tinggi (dapat mencapai 40 °C) , atau aspirasi sinus maksilaris (tidak rutin
nyeri kepala, dan keluhan gastrointestinal, se- dilakukan pada anak karena memerlukan
perti nyeri peruUmuntah. Pada pemeriksaan fi- anestesi umum). Diagnosis ditegakkan
sis ditemukan faring hiperemis, tonsil bengkak apabila ditemukan bakteri >10' U/mL.
dengan eksudasi, kelenjar getah bening leher Pemeriksaan transluminasi untuk
anterior bengkak dan nyeri, uvula bengkak dan mengetahui adanya cairan di sinus yang
hiperemis, petekie palatum mole, dan ruam sakit (akan terlihat lebih suram daripada
skarlatina (ruam kemerahan seperti sunburn, yang sehat).
dapat rasa gatal; muncul pada wajah dan leher,
menyebar ke dada dan punggung, kemudian ke Tata Laksana
seluruh tubuh). Sebagian rinitis disebabkan oleh virus sehingga
Faringitis viral. Ditandai dengan rinorea, suara terapi antobiotik tidak diberikan. Pemberian antibiotik
serak, batuk, konjungtivitis, diare, awitan yang tidak bermanfaat dan juga tidak terbukti dapat mence-
bertahap, melibatkan beberapa mukosa. dan gah infeksi sekunder.
adanya kontak dengan pasien rinitis. 1 . Terapi nonmedikamentosa, seperti elevasi kepala,
Faringitis difteri. Ditandai dengan membrana minum, dan istirahat yang cukup bermanfaat da-
simetris (dapat meluas dari batas anterior ton- lam tata laksana rinitis.
sil hingga ke palatum mole dan/atau ke uvula), 2 . Terapi medikamentosa:
mudah berdarah, berwarna kelabu pada faring. a. Pengobatan simtomatis: dekongestan, antihista-
Rinosinusitis. Ditandai dengan rinorea, hidung min, atau analgetik.
tersumbat, bersin-bersin/gatal, batuk, nyeri b. Pada faringitis umumnya hanya diberikan tera-
tekan wajah/pipi, nyeri kepala, ingus purulen, pi simtomatis.
postnasal-drip, napas bau, hiposmia/anosmia, Apabila curiga faringitis Streptococcal. be-
dan demam. Pada pemeriksaan fisis dapat rikan antibiotik selama I 0 hari: penisilin
15-30 mg/ KgBB/ hari (3 kali sehari); ampisi- komplikasi akibat penyebaran langsung (otitis media,
lin 50-100 mg/ KgBB/ hari (4 kali sehari); rinosinusitis, mastoiditis, adenitis servikal, abses retro-
amoksisilin 25-50 mg/ KgBB/ hari (3 kali faringeal/parafaringeal, pneumonia) atau penyebaran
sehari); eritromisin 30-50 mg/ KgBB/ hari (4 hematogen (meningitis, osteomielitis, artritis septik,
kali sehari). demam rematik, glomerulonefritis). Prognosis IRAA
Pemberian antibiotik golongan sefalosporin umunya baik.
generasi I dan II juga dapat memberikan
efek yang sama, namun tidak diberikan Sumber Bacaan
karena risiko resistensinya lebih besar. l. Dau lay RM, Dalimunthe W, Kaswandani N. Rinosinusitis.
c. Pada rinosinusitis dapat diberikan amoksisilin Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B. Setyanto DB, penyunting.
4 5 mg/ KgBB/ hari (2 kali sehari). Buku ajar respi rologi anak. Edisi I cetakan 2. Jakarta: Badan
Pada anak yang alergi amoksisilin dapat di- Penerbit !DAI: 20 I 0.
berikan sefodoksim 10 mg/ KgBB/ hari dosis 2. Haddad GG, Fontan JJP. The respiratory system. Dalam:
tunggal atau sefuroksim 30 mg/ KgBB/ hari Kliegman RM, Stanton BM, Geme J, Schor N. Behrman RE,
(2 kali sehari). penyunting. Ne lson's textbook of pediatrics. Edisi ke-19.
Pada anak dengan reaksi alergi berat dapat Philadelphia: Elsevier Saunders: 2011.
diberikan k.laritromisin 15 mg/ KgBB/ hari (2 3. Naning R Triasih R, Setyati A. Rinitis. Dalam: Rahajoe NN.
kali sehari) atau azitromisin 10 mg/ KgBB/ Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respi-
hari pada hari pertama dan dilanjutkan 5 rologi anak. Edisi I cetaka n 2. Jakarta: Badan Penerbit IDA!;
mg/ KgBB/ hari dosis tunggal selama 3-4 2010.
174 hari. 4. Naning R Triasih R, Setyati A. Faringitis, tonsilitis, tonsilo-
Jika kuman resisten penisilin, dapat dibe- faringitis akut. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B. Setyanto
rikan klindamisin 30-40 mg/ KgBB/ hari (3 DB, penyunting. Buku aja r respirologi anak. Edisi I cetakan
kali sehari). 2. Jakarta: Badan Penerbit !DAI: 2010.
Pada anak yang tidak kunjung sembuh 5. Sastroasmoro S, penyu nting. Panduan pelayanan medis
dengan pemberian amoksisilin, diberikan departemen ilmu kesehatan anak. Jakarta; RSVP Nasional
amoksisilin-klavunalat dosis tinggi (80-90 Dr. Ciptomangu nkusumo; 2007.
mg/ KgBB/ hari komponen amoksisilin dan 6. Wantania JM, Naning R, Wahani A. Epidemiologi infeksi
6,4 mg/ KgBB/ hari komponan klavunalat, respirato rik. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B. Setyanto DB,
dibagi dalam 2 dosis). penyunting. Buku aja r respirologi anak. Edisi I cetakan 2.
Jakarta: Badan Penerbit !DAI: 2010.
Komplikasi dan Prognosis 7. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
Secara umum, IRAA jarang menimbulkan kom- anak di rumah sakit. pedoman bagi rumah sakit rujukan
plikasi. Faringitis Streptococcus dapat menimbulkan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO: 2009.
54
K11mpeknsi IV
• Pneumonia
11
•• Chrysilla Calistania, Wahyuni Indawati
Definisi
Pneumonia merupakan infeksi akut parenkim paru Etiologi dan Faktor Risiko
yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial. Penyebab tersering pneumonia bakterial adalah 5.
pneumoniae. Virus lebih sering ditemukan pada anak
Epidemiologi <5 tahun dan respiratory syncytial virus (RSV) meru-
Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan pakan penyebab tersering pada anak <3 tahun. Virus
utama dan menyebabkan lebih dari 5 ju ta kematian per lain penyebab pneumonia meliputi adenovirus, parain-
tahun pada anak balita di negara berkembang. Penya- fluenza virus, dan influenza virus. Mycoplasma pneu-
kit inijuga merupakan penyebab utama morbiditas dan monia dan Chlamydia pneumonia lebih sering ditemu-
mortalitas anak berusia <5 tahun. Insidens pneumonia kan pada anak >I 0 tahun. Sementara itu, bakteri yang
pada anak berusia <5 tahun adalah I 0-20 kasus/ I 00 paling banyak ditemukan pada apus tenggorok pasien
anak/tahun di negara berkembang dan 2-4 kasus/ usia 2-59 bulan adalah Streptococcus pneumonia,
anak/tahun di negara maju. Staphylococcus aureus, dan Hemophilus influenzae.
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan angka merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat
kejadian dan derajat pneumonia adalah defek anatomi pada pneumonia virus;
bawaan. imunodefisiensi. polusi, GERD, aspirasi, gizi infiltrat alveolar berupa konsolidasi seg-
buruk. berat badan lahir rendah, tidak mendapat AS!. men/ lobar. bronkopneumonia, dan air bron-
imunisasi tidak lengkap, terdapat anggota keluarga c;J;;,ogram sangat mungkin disebabkan oleh
serumah yang menderita batuk, dan kamar tidur yang bakteri;
terlalu padat. c. Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram
sputum dengan kualitas yang baik direkomen-
Diagnosis dasikan dalam tata laksana anak dengan pneu-
1. Anamnesis monia berat;
Bergantung pada berat ringannya infeksi. Secara d. Pemeriksaan antigen virus dengan atau tanpa
umum dapat ditemukan: kultur Oika fasilitas tersedia) dilakukan pada
Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala. geli- anak usia < 18 bulan;
sah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan e. Analisis cairan pleura, bila terdapat efusi pleu-
gastrointestinal (mual, muntah, diare); ra: pemeriksaan mikroskopis, kultur, deteksi
Gangguan respiratori: batuk, sesak napas, re- antigen Oika tersedia);
traksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air f. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP) , laju
hunger, merintih, sianosis. endap darah (LED). dan protein fase akut lain-
2. Pemeriksaan Fisis nya tidak direkomendasikan sebagai pemerik-
Dapat ditemukan pekak perkusi, suara napas yang saan rutin.
melemah, dan terdengar ronki. Pada neonatus dan 175
bayi kecil. gejala pneumonia tidak selalu jelas ter- Klasifikasi WHO menggunakan kriteria klinis berikut
lihat. Umumnya tidak ditemukan kelainan pada untulc diagnosis pneumonia pada daerah dengan ke-
perkusi dan auskultasi paru. Pernapasan tak tera- terbatasan sarana:
tur dan hipopnea dapat ditemukan pada bayi muda. a. Bayi berusia < 2 bulan
3. Pemeriksaan Penunjang Pneumonia berat: napas cepat (?_ 60 kali/menit)
a. Darah perifer lengkap atau retraksi yang berat;
Pneumonia viral!Mycoplasma: leukosit nor- Pneumonia sangat berat: tidak mau menetek/
mal atau sedikit meningkat; minum, kejang. letargis, demam/hipotermia,
Pneumonia bakterial: leukositosis, berkisar bradipnea, atau pernapasan ireguler.
antara l 5.000-40.000/ mm 3 , predomi- b. Anak berusia 2 bulan-5 tahun
nan PMN. Pada infeksi Chlamydia kadang • Pneumonia ringan: napas cepat (?_50x/menit
ditemukan eosinofilia. pada usia 2 bulan hingga 1 tahun, 2'.40x/menit
b. Foto toraks pada usia> 1-5 tahun);
Tidak direkomendasikan untuk dilakukan • Pneumonia berat: retraksi;
secara rutin pada anak dengan infeksi saluran • Pneumonia sangat berat: tidak dapat makan/
pernapasan bawah akut ringan. Pemeriksaan minum, kejang. letargis, malanutrisi.
dilakukan pada penderita pneumonia yang
dirawat inap atau bila tanda klinis yang mem- Tata Laksana
bingungkan. Fata toraks ulang hanya dilakukan 1. Pneumonia ringan
bila didapatkan atelektasis, kecurigaan terjadi • Rawat jalan,
kompikasi pneumonia berat, gejala yang mene- • Kotrimoksasol (4 mg TMP/KgBB/kali- 20 mg
tap atau memburuk, atau tidak respon terhadap sulfametoksazol/ KgBB/kali). 2 kali sehari sela-
antibiotik. ma 3 hari. atau amoksisilin 25 mg/KgBB/kali, 2
Secara umum, gambaran foto toraks pada kali sehari selama 3 hari.
pneumonia dapat berupa: 2. Pneumonia berat
Infiltrat interstisial: peningkatan corakan Oksigen untuk mempertahankan saturasi
bronkovaskular, hiperaerasi; >92%, dipantau setiap 4 jam. Pada anak yang
infiltrat alveolar (konsolidasi paru dengan stabil dapat dilakukan uji coba tanpa menggu-
air bronchogram), disebut sebagai pneumo- nakan oksigen setiap hari. Bila saturasi tetap
nia lobaris bila mengenai 1 lobus paru; stabil, pemberian oksigen dapat dihentikan;
bronkopneumonia: bercak-bercak infil- Bila asupan per oral kurang. dapat diberikan
trat difus merata pada kedua paru (dapat cairan intravena dan dilakukan balans cairan
meluas hingga daerah perifer paru) disertai ketat agar tidak terjadi hidrasi berlebihan (pada
dengan peningkatan corakan peribronkial; pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi
penebalan peribronkial, infiltrat interstisial hormon antidiuretik;
Pada distres pernapasan berat, pemberian Untuk anak:
makanan per oral harus dihindari, dapat digan- - Saturasi oksigen< 92%;
ti dengan NGT/intravena dengan perhitungan - Frekuensi napas > 50 kali/ menit;
balans cairan yang ketat; - Distres pernapasan;
Bila suhu ?.39° C dapat diberikan parasetamol; - Grunting;
Nebulisasi agonis (3 -2 dan/atau NaCl 0,9% - Terdapat tanda dehidrasi;
dapat diberikan untuk memperbaiki mucocilli- - Keluarga tidak dapat merawat di rumah.
ary clearance, namun bukan merupakan terapi
yang rutin dilakukan;
Pemberian antibiotik: Kriteria Pulang
Amoksisilin 50-100 mg/ KgBB IV atau IM Gejala dan tanda sudah menghilang,
setiap 8 jam, dipantau ketat dalam 72 jam Asupan oral adekuat,
pertama. Bila respon baik, terapi diteruskan Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah
hingga 5 hari, kemudian dilanjutkan (per oral},
dengan amoksisilin oral 15 mg/ KgBB/ kali, Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian te-
3 hari sekali, selama 5 hari berikutnya. Bila rapi serta rencana kontrol.
keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan
atau terdapat keadaan yang berat (tidak lanjutan di rumah.
dapat menyusu, makan, atau min um; kejang,
letargis, sianosis, distres pernapasan be rat) , Komplikasi
176 tambahkan kloramfenikol 25 mg/ KgBB/ kali Pneumonia Staphylococcus
IM atau IV setiap 8 jam. - Perburukan klinis yang cepat walapun sudah
Antibiotik lini kedua: seftriakson 80-100 diterapi;
mg/KgBB IM atau IV satu kali sehari. - Foto toraks: pneumatokel/pneumotoraks de-
Bila dicurigai pneumonia Staphylococcus (ter- ngan efusi pleura;
dapat perburukan klinis walaupun sudah dite- - Apusan sputum : kokus Gram positif;
rapi yang ditandai dengan adanya pneumatokel, - Infeksi kulit yang disertai pus/ pustul men-
pneumotoraks dengan efusi pleura, ditemukan dukung diagnosis.
bakteri kokus Gram positif pada tes sputum, Empiema torasis: merupakan komplikasi tersering
didukung oleh infeksi kulit yang disertai pus): pada pneumonia bakteri
o Kloksasilin 50 mg/ KgBB IM atau IV seti- Perikarditis purulenta
ap 6 jam dan gentamisin 7,5 mg/ KgBB IM Infeksi ekstrapulmoner, misalnya meningitis puru-
atau IV sekali sehari. Bila respon membaik, lenta
lanjutkan dengan kloksasilin oral 50 mg/ Miokarditis (pada anak berusia 2-24 bulan)
KgBB/ hari, 4 kali sehari selama 3 minggu.
Keterangan: Prognosis
Pada anak usia <5 tahun, amoksisilin merupakan Data Survei Kesehatan Nasional (SKN, 200 1) menun-
antibiotik oral lini pertama (efektif melawan seba- jukkan bahwa 27,6% kematian bayi dan 22,8% kema-
gian besar patogen yang menyebabkan pneumo- tian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respi-
nia pada anak, ditoleransi dengan baik. murah}. ratori, terutama pneumonia.
Alternatifnya meliputi ko-amoksiklav, eritromisin,
klaritromisin, atau azitromisin. Sumber Bacaan
Pada anak usia ?.5 tahun, pneumonia sering dise- I. World Health Organization (WHO) . Pelayanan kesehata n
babkan M. pneumoniae. antibiotik lini pertama ada- anak di rumah sakit. pedoman bagi rumah sakit rujukan
lah makrolid. tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO: 2009.
Kriteria Rawat !nap 2. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S, Idris NS. Gandaputra
Untuk bayi: EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
- Saturasi oksigen ~ 92%, sianosis; Ikatan Dokter Anak Indonesia ODA!). Jakarta: Badan Pener-
Frekuensi napas > 60 kali per menit; bit IDA!: 2011.
Distres pernapasan, apnea intermiten, atau 3. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN. Supriyatno B.
grunting: Setyanto DB. penyunting. Buku ajar resp irologi anak. Edisi I
- Tidak mau minum atau menetek; cetakan 2. Jakarta: Badan Penerbit !DAI: 20 I 0.
Keluarga tidak bisa merawat di rumah. 4. Ilten F. Senocak F. Zorlu P. Tezic T. Cardiovascular change in
children with pneumonia. Turk J Pediatr. 2003:45:306- 10.
Sesak Napas
Chrysilla Calistania, Wahyuni Indawati
Definisi
Secara umum, sesak napas berarti napas yang su- Patofisiologi
lit. Keluhan tersebut merupakan gabungan gejala sub- Gangguan Ventilasi
jektif yang dirasakan pasien dan gejala objektif yang Volume udara yang mengalir dalam saluran per-
dilihat melalui pemeriksaan fisis. napasan (ventilasi) terdiri dari dua komponen, yaitu
Sesak napas didefinisikan keadaan yang terjadi aliran udara (flow) dan volume udara yang masuk ke
akibat mekanisme pernapasan tidak dapat memenuhi saluran pernapasan (tujuan akhirnya alveoli). Ganggu-
kebutuhan proses metabolisme dalam tubuh. Hal itu an pada salah satu atau kedua komponen akan menye-
menurtjukkan adanya ketidakseimbangan antara ke- babkan gangguan ventilasi dan sebagai hasil akhirnya
butuhan dan pemenuhan ventilasi. Sesak napas akan akan mempengaruhi rasio ventilasi/perfusi. Apabila
muncul apabila terjadi peningkatan kebutuhan, seperti ha! tersebut terjadi, tubuh akan mengompensasi de-
pada peningkatan metabolisme, atau adanya gangguan ngan meningkatkan ventilasi, dalam hal ini berupa 177
pemenuhan kebutuhan akibat gangguan ventilasi pada usaha napas ekstra, yang terlihat sebagai sesak napas.
sistem pernapasan/gangguan sirkulasi pada sistem 1. Kelompok 1: gangguan aliran terjadi saat inspirasi;
kardiovaskular atau keduanya. manifestasi klinis berupa stridor inspirasi; kelainan
dapat berupa polip nasal yang besar, rinitis dengan
Etiologi obstruksi nasal yang berat, hipertrofi tonsil-ade-
Lihat Tabel 1. noid (misalnya pada OSAS). laringotrakeomalasia,
epiglotitis, croup, massa di leher yang menekan
Klasifikasi trakea dari luar;
1. Berdasarkan derajat sesak napas: 2. Kelompok 2: manifestasi klinis berupa sesak napas
Normal, dengan tanda expiratory effort (seperti mengi atau
Pasien dapat berjalan beriringan dengan orang ekspirasi memanjang); penyakit yang mendasari
sehat di tempat datar tanpa sesak, tetapi tidak dapat berupa bronkiolitis, asma, aspirasi benda
dapat jalan mendaki/naik tangga tanpa rasa asing padat, massa intratorakal yang menekan
sesak, bronkus seperti hipertrofi timus;
Pasien tidak dapat berjalan beriringan dengan 3. Kelompok 3: yang termasuk dalam kelompok ini
orang sehat di tempat datar tanpa rasa sesak, adalah pneumonia, atelektasis, edema paru, sepsis,
tetapi dapat berjalan di tempat datar tanpa rasa near drowning
sesak dengan kecepatan jalannya sendiri, 4. Kelompok 4: terjadi karena proses desak ruang
Pasien tidak dapat berjalan lebih dari 90 meter yang megakibatkan terganggunya pengembangan
(JOO yard), paru intratorakal; yang termasuk dalam kelompok
Pasien tidak dapat berjalan tanpa rasa sesak, ini meliputi pneumotoraks, pneumomediastinum,
sesak timbul saat melakukan aktivitas ringan efusi pleura, hernia diafragmatika, deformitas
seperti mandi/berpakaian; toraks seperti pectus excavatum atau skoliosis be-
2. Berdasarkan etiologi (lihat bagian Etiologi) rat;
3. Waktu munculnya sesak: 5. Kelompok 5: manifestasi klinis berupa muscular
Saat istirahat. misalnya pneumotoraks, efusi constraint; terjadi karena gangguan pengembangan
pleura, pneumonia, asma, asidosis metabolik toraks akibat kelainan di luar toraks, umumnya
Terpicu aktivitas, misalnya gaga! jantung; disebabkan oleh organ dalam abdomen, misalnya
4. Awitan dan progresivitasnya: gastritis, ulkus peptikum, peritonitis, asites, hepa-
Mendadak: pneumotoraks, emboli paru. asma, tosplenomegali, tumor padat abdomen; dapat pula
aspirasi benda asing, bronkiolitis berupa gangguan neuromuskular seperti sindrom
Subakut, progresif dalam hitungan minggu/ bu- Guillian Barre, miastenia gravis atau spinal muscu-
lan: gaga! jantung, anemia, efusi pleura lar atrophy;
Kronis: bronkitis kronis, emfisema. 6. Kelompok 6: terjadi karena adanya rangsangan
yang memberi sinyal ke pusat pernapasan untuk
Tabel l. Kerusakan Lokasi Anatomis yang Menyebabkan Keluhan Sesak Napas pada Anak
Par u Pompa PPrn~IJM S dll
hiperventilasi; manifestasi klinis berupa pernapas- pencetus, ada/tidaknya sianosis sentral, gejala lain
an Kussmaul; terjadi asidosis metabolik, anemia, (demam, pilek, suara "ngik-ngik" saat bernapas,
keracunan salisilat, trauma kapitis. infeksi saraf atau batuk). riwayat tersedak. riwayat atopi pada
pusat (meningitis, ensefalitis). ensefalopati (tifoid, pasien dan keluarga;
demam berdarah dengue, metabolik) . atau ganggu- 2. Pemeriksaan fisis umum. Apakah ditemukan sia-
an panik. nosis sentral, merintih (grunting). pernapasan cu-
ping hidung. mengi, stridor, gerakan kepala yang
Pendekatan Klinis sesuai dengan inspirasi (menunjukkan distres
1. Anamnesis. Tanyakan sudah berapa lama, faktor pernapasan). peningkatan tekanan vena jugularis,
LJJ
Gangguan aliran
-c Ekstra-torakal _ .
------
lntra-torakal _ .
Obstruksi saluran napas besar atau ekstra-torakal
Pneumonia Demam
179
Batuk dengan napas cepat
Ronki pada auskultasi paru
Kepala terangguk-angguk sesuai inspiras i (tanda distres pernapasan)
Chest indrawing
Grunting
Sianosis
Asma Riwayat wheezing berul ang. kadang tidak berhubungan dengan batuk/ pilek
Hiperinflasi dinding dada
Ekspirasi memanjang
Berespon baik cerhadap bronkodilator
56 II
Koropetcnsi IV
Tuberkulosis
180
••• Chrysilla Calistania, Wahyuni Indawati
Fagosltosls oleh
makrofag
•
Destruksi basil
(mat!)
putih di limbus yang sangat nyeri) pada TB mata .
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji tuberkulin
•
Dosis 0, 1 mL tuberkulin PPD. intrakutan di
bagian volar lengan dengan arah suntikan
memanjang lengan (longitudinal) . Reaksi
Basil hldup. repllkasi (indurasi transversal) diukur 48-72 jam
lntraseluler setelah penyuntikan; tidak ada indurasi
ditulis dengan 0 mm;
Uji tuberkulosis positif jika indurasi :::10
mm, meragukan dan perlu diulang dalam
Penyebaran limfogeni
jarak waktu minimal 2 minggu jika indurasi
(limfangitis) 5-9 mm, negatif jika indurasi <5 mm;
Pada anak yang sudah diimunisasi BCG.
jika indurasi :;:15 mm dapat dipikirkan
Pembentukan tuberkel kemungkinan penyebab infeksi alamiah
M. tuberculosis. Namun pada kondisi
(fokus primer) imunosupresi. nilai :;:5 mm dinyatakan
positif;
Hasil positif pada anak menunjukkan adanya
'lar lymph nodes infeksi TB. Akan tetapi. reaksi tuberkulin
(limfadenitls) tidak digunakan untuk memantau
pengobatan karena akan bertahan lama
hingga bertahun-tahun, walaupun pasien
sudah sembuh.
Penyebaran hematogenik b. Foto toraks AP dan lateral kanan. Terdapat
tujuh gambaran radiologis sugestif TB, yaitu
+
Akut
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal,
konsolidasl segmen/lobus paru, milier, kavitas,
efusi pleura, atelektasis. atau kalsifikasi;
• •
TB
disemlnata
Fokus pad<t
organ
o Pemeriksaan mikrobiologi. menggunakan
sputum atau bilasan lambung untuk men-
cari Basil Tahan Asam (BTA) pada pemerik-
saan langsung dan Mycobacterium tubercu-
losis dari biakan. Hasil positif menunjukkan
Gambar 1. Patogenesis Tuberkulosis diagnosis pasti TB. namun hasil negatif be-
lum menyingkirkan diagnosis TB.
c. Pemeriksaan serologi tidak lebih unggul di-
2. Pemeriksaan Fisis bandingkan uji tuberkulin sehingga tidak dlan-
Pada sebagian besar kasus tidak dijumpai ke- jurkan untuk dilakukan;
lainan yang khas pada pemeriksaan fisis. Demam d. Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah,
subfebris terjadi pada sebagian besar kasus. Pe- urine dan feses rutin sebagai pelengkap data.
meriksaan antropometri menunjukkan status gizi namun tidak berperan penting dalam diagnos-
kurang. Temuan yang lebih spesifik dapat diper- tik TB;
oleh jika TB mengenai organ tertentu, seperti gibus. e. Pungsi lumbal dilakukan pada TB milier untuk
kifosis. paraparesis, atau paraplegia pada TB verte- mengetahui ada tidaknya meningitis TB;
bra; jalan pincang dan nyeri pada pangkal paha/lu- f. Pemeriksaan lainnya. seperti funduskopi
tut pada koksitis TB/ gonitis TB; pembesaran kelen- dilakukan pada TB milier dan meningitis TB,
jar getah bening multipel yang berkonfluens tanpa foto tulang dan pungsi pleura dilakukan bila
terdapat indikasi.
Untuk memudahkan diagnosis, terutama di layanan Pada meningitis TB diberikan prednison
kesehatan dengan sarana terbatas, Ikatan Dokter Anak selama 4 minggu dan diturunkan bertahap
Indonesia (!DAI) membuat skor TB untuk anak yang selama 4 minggu (total 2 bulan). Pemberian
dapat menentukan pemberian OAT (lihat Tabet 2) . steroid dimaksudkan untuk mengurangi proses
Tata Laksana inflamasi dan mencegah perlengketan jaringan.
1. Terapi medikamentosa: TB kelenjar superfisial: sama dengan TB paru.
Obat anti-tuberkulosis (OAT) diberikan dalam 2
fase, yaitu fase intensif (3-5 OAT selama 2 bulan Secara umum, obat TB (terutama rifampisin) se-
awal) dan fase lanjutan (INH-rifampisin) hingga baiknya diminum pada saat perut kosong, yaitu 1
~
6-12 bulan. Penelitian telah menunjukkan bahwa jam sebelum makan/minum susu, atau 2 jam sesudah
(II etambutol dosis 15-25 mg/KgBB/hari tidak menye- makan. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam
....
"CS babkan neuritis optika pada pasien hingga 10 ta- minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk
2.0 hun pascapengobatan.
Regimen untuk masing-masing jenis TB berbeda.
kombinasi dosis tetap (KDT) yang pemberiannya dise-
suaikan dengan berat badan (lihat Tabel 4).
....
IQ
sebagai berikut:
'ti TB paru: 2HRZ-4RH 2. Terapi non-medikamentosa:
11>
p.. TB paru berat (milier, destroyed lung) dan Pendekatan Directly Observed Treatment
..... Shortcourse (DOTS) , yang meliputi:
~ TB ekstra paru: 4-5 OAT selama 2 bulan fase
::s. intensif, dilanjutkan dengan INH-rifampisin Komitmen politis dari para pengambil kepu-
hingga genap 9-12 bulan terapi. Untuk TB tusan, termasuk dukungan dana
182 milier dan efusi pleura, diberikan tambahan Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum
prednison 1-2 mg/KgBB/ hari selama 2 minggu, secara mikroskopis
yang kemudian dosis diturunkan bertahap Pengobatan dengan OAT dengan penga-
selama 2 minggu sehingga total waktu wasan langsung oleh pengawas menelan
pemberian 1 bulan. obat (PMO)
Paramolo1 0 I 2 '.!
Kontak dengan Tidakjelas Laporan keluarga. kontak Kontak dengan pasien BTA
pasien TB dengan pasien BTA negatifl positif
tidak tahu/ BTA tidakjelas
lso niazid (INH / H) 5-15 mg/ KgBB/ hari 300 mg/ hari
SkorTB DA 2: 6
Beri OAT
selama 2 bulan dan dievaluasi
+
Respon (+)
Teruskan tera i OAT
•
Respon (-)
Teruskan terapi OAT sambil
mencari
BPr .tt B.ut.rn {Kg) f·asC' intf'nsif 2 bulan. Sl'lidp ha11 F.tsc lanjutan 4 bu Ian. st'li.tp ha11
RllZ (75/ 501 1501 Rll (7G ,50)
5-9 1 tablet I tablet
184
mu
•
e
D
D
Anestesi Lokal
s
::::>
Asepsis dan Antisepsis ..c:
t1S
D Biopsi dan Ekstirpasi
D Hemangioma ~
D Instrumen Bedah dan Penjahitan Q)
D Hernia Anak
D Kriptorkidismus D Empiema Toraks
D Malaformasi Anorektal D Fraktur Iga
D Penyakit Hirschprung D Fraktur Sternum
D Hematotoraks
D Manual WSD
D Pneumotoraks
D Apendisitis D Tamponade Jantung
D Batu Empedu
D Hemoroid
D Hernia
D Batu Saluran Kemih
D lieus Mekanik
D Kanker Prostat
D Karsinoma Kolorektal
D Kelainan Testis
D Perforasi
D Hiperplasia Prostat Jinak
D Trauma Abdomen
D Trauma Buli
D Trauma Ginjal
D Trauma Uretra
D Tumor Parotis D Tumor Ganas Buli
D Kanker Payudara
D Karsinoma Tiroid
D lnsufisiensi Vena Kronis
D Penyakit Oklusi Arteri Perifer
D Dislokasi D Trauma Vaskular
D Fraktur D Trombosis Vena Dalam
D Osteomielitis
D Sindrom Terowongan Karpal
D Sindrom Terowongan Tarsal
Durasi Singkat
Prokain
Klorprokain 1-2 800 15-30 1.000 30-90
Durasi Menengah
Lidokain 0.5-1 300 30-60 500 120-360
Mepivakain 0.5-1 300 45-90 500 120-360
Prilokain 0.5- 1 500 30-90 600 120-360
Durasi Lama
Bupivakain 0,25-0.5 175 120-240 225 120-480
•
I Etidokain 0,5-1 300 120-180 400 180-420
Tabel 2. Karakteristik, Dosis. dan Durasi Anestesi Lokal untuk Blok Minor Saraf Perifer
PrPJMfdl Konsrntr<1s1 \'olunll' Dos1s I>ura\i R,tt.i 1,Ha Duras1 R.ll.t 1.ttct
(%) (ml) (mg) (nll'llll) (nll'nit)
Tabel 3. Karakteristik. Dosis. dan Durasi Anestesi Lokal untuk Blok Mayor Saraf Perifer
PrPJ>al .H dPngan I· p11wfrin Ko11..,Pnl 1asi \mlunw Do,1s m.tks11nc1! Awil<Hl r.11,1 rat a Dur.t\I rat,1 rat.1
I 200 000 ('\,) (ml) (mg) (111!'ml) (11ll'mt)
berian cairan. kadang-kadang diperlukan va- ting. Crabb and Smith's plastic surgery. Edisi ke-7. Phila-
sokonstriktor perifer (misalnya fenilefrin). Pasien delphia: Lippincott Williams & Wilk ins; 20 13.
58
Kompetens1 IVA
• Asepsis dan Antisepsis
11
188
190 trasinya sekitar 2-3%. Penggunaannya teruta- 2. Health Ca re Infec tion Control Practices Ad visory Commit-
ma ditujukan untuk membuang kotoran dari tee. Guideline for disinfection and steril ization in health-
dalam Iuka dan membunuh kuman anaerob. care facilities. 2008. Atlanta: Centers of Disease Control
7. Basa Amonium Kuartener and Prevention: 2008.
Digunakan sebagai disinfektan, tetapi tidak 3. Isaac-Renton J. Fung J. Mcintyre L, Stephens G. Petric M. A
sebagai antiseptik. Tidak digunakannya zat Guide to selection and use of disinfectants. British Cloum-
ini sebagai antiseptik berhubungan dengan bia: BC Centre for Disease Control: 20 03.
peningkatan angka kejadian infeksi akibat 4. Moenadjat Y. Bedah minor. Jakarta: Kolegium llmu Bedah
penggunaannya. Hal ini disebabkan oleh ab- Indonesia CTKABO : 2002.
sorbsi bahan aktif zat oleh kassa yang menye- 5. Univers ity of Colorado at Boulder. De partment of environ-
babkan berkurangnya efek mikrobiosidalnya. mental health and safety. Environmental health and safety
Umumnya digunakan sebagai disinfektan guidance doc ument for disinfectan ts and steriliza tion
pada lantai, dinding ruangan. dan sanitasi methods. Colorado: Univers ity of Colorado: 2008.
lingkungan.
[< -~ 10 c~1=3' 15
/<~ 21
{__ c=:::=;.__z'
~ J
lOA 15A
{ ( ---- -==- 22
~
{_ c:=:= (... c=::=- ~ ~
128 16 24
'
cc::::::=:. ~ 12D {_ c:=:= ~ 18
(_< ~ 25
{ c~
(~ > ... 14 20
{_ c:::::::::::. > 36
8
Gambar 3. Jenis Gunt ing Bedah.
Kecerangan: Gunting balucan (a). gunting Mayo (b). gunting Metzenbaum (c), gunt ing benang (d)
pada insisi yang memerlukan presisi atau Kocher, dan Mosquito termasuk dalam golongan
akurasi yang tinggi. traumatik dan dapat digunakan untuk diseksi tum-
b. Gunting pul di samping sebagai sarana hemostat. Dieffen-
Terdiri dari gunting Mayo, gunting Metzen- bach serranne (b ulldog} termasuk dalam kelompok
baum, gunting runcing, dan gunting balutan atraumatik, umumnya digunakan dalam tindakan
(lihat Gambar 3). Gunting Mayo dan Metzen- yang menghindari kerusakan jaringan atau pem-
baum memiliki ujung yang tumpul. Gunting buluh darah.
194 mayo digunakan untuk memotong struktur 4. Instrumen pemegang jarum (needle holder)
yang liat. seperti fasia dan tendon. Gunting (Gambar 6)
Metzenbaum digunakan untuk memotong jari- Needle holder digunakan untuk memegang jarum
ngan. Gunting runcing digunakan untuk men- jahit. lnstrumen ini juga tidak memiliki gerigi dan
diseksi lebih cermat dan rapi. Gunting balutan umumnya memiliki celah di bagian dalam, dekat
digunakan untuk memotong kain pembalut. sisi ujung.
2. lnstrumen penjepit: Pinset (Gambar 4)
Terdiri dari pinset anatomis (ujungnya tidak ]arum
memiliki "gigi") dan pinset sirurgis (ujungnya Terdapat tiga macam ujung jarum dasar dalam
memiliki "gigi"). Pinset anatomis digunakan untuk ilmu bedah, yaitu:
memegang jaringan elastis, lunak, a tau lentur, se- 1. Cutting. Ujungnya berbentuk segitiga yang pun-
perti mukosa. Pinset sirurgis digunakan untuk me- caknya menghadap ke lingkar bagian dalam jarum
megang jaringan yang lebih liat, seperti jaringan (menghadap ke tepi Iuka) . Digunakan pada jari-
subkutis, otot, fasia, dan kulit. ngan yang cukup liat (kulit, tendon, atau ligamen).
3. Instrumen hemostatik: klem (Gambar 5) 2. Reverse cutting. Ujungnya berbentuk segitiga yang
Klem digunakan sebagai sarana hemostatik sela- puncaknya menghadap ke lingkar bagian luar
ma operasi berlangsung. Alat ini digunakan untuk jarum (tidak menghadap ke tepi Iuka). Kerusa-
menghentikan perdarahan dengan menjepit ujung kan jaringan yang ditimbulkan minimal. Jenis ini
pembuluh darah yang terpotong. Selain itu, dapat digunakan pada jaringan liat yang sulit ditembus
pula digunakan sebagai tindakan pencegahan de- (penetrasi) jarum, seperti tendon sheath atau dae-
ngan menjepitkannya sebelum memotong pembu- rah anatomis tertentu yang memerlukan penyem-
luh darah. buhan dengan parut minimal (mata, kasus bedah
Secara umum, dikelompokkan menjadi dua ba- plastik).
gian, yaitu traumatis dan atraumatis. Klem Pean, 3. Tapper. Ujungnya berbentuk lingkaran, tidak me-
motong/mengiris jaringan. Jenis ini digunakan
pada peritoneum, organ visera, miokardium.
;;
Berdasarkan ada tidaknya mata untuk memasuk-
kan benang, jarum dapat pula dibedakan menjadi tipe
traumatis dan atraumatis (Gambar 8) . Jarum yang
memiliki mata untuk memasukkan benang pada ba-
gian ujungnya yang tumpul disebut sebagai jarum
traumatis karena ukuran penampang pada bagian
yang ber-"mata" lebih besar daripada penampang
Gambar 4. Pinset Sirurgis (a). Pinset Anatomis (b)
pada bagian ujungnya yang tajam, sehingga akan
j) c
menghasilkan bekas Iuka yang lebih besar. Keun- menimbulkan jaringan parut (karena tubuh
tungannya adalah jarum dapat dipakai berulang kali. membuat jaringan fibrosa di sekitar jahitan).
Jarum atraumatis merupakan jarum dengan benang b. Tidak diserap (non-absorbable). Perlu angkat
yang melekat pada "mata"-nya sehingga tidak menim- jahitan, reaksi jaringan minimal, dan lebih ja-
bulkan trauma bermakna padajaringan. rang menimbulkanjaringan parut.
Selain jenisnya, benang dalam ilmu bedah juga
Benang tersedia dalam berbagai ukuran. United States Stan-
195
Terdapat berbagai jenis benang dengan struk- dard Pharmacology menetapkan ukuran benang yang
tur, materi, dan daya serap yang berbeda-beda. dipakai sebagai standar internasional, yang terdiri
Masing-masingjenis tersebut digunakan untuk kondi- dari berbagai macam ukuran (0.0-10.0). Semakin be-
si a tau indikasi yang berbeda Oihat Tabel l ). sar nilai nominalnya, semakin kecil ukurannya Oihat
Struktur benang: Tabel I) .
a. Monofilamen, hanya terdiri dari l helai
benang. Keuntungan: lebih jarang terjadi infek- Sumber Bacaan:
si, reaksi jaringan minimal I. Boros M. penyunting. Surgical techniques. Szeged: Faculty
b. Multifilamen. terdiri dari beberapa helai of Medicine Unive rsity of Szeged: 2006.
benang yang dianyam/ dipintal. Keuntungan: 2. Moenadjat Y. Bedah minor. Jakarta: Kolegium IlmuBedah
lebih kuat Indonesia OKABI): 2002.
Materi benang:
a. Organik (natural) . menghasilkan reaksi en-
zimatik. Bahan organik merangsang reaksi
leukosit polimorfonuklear (PMN) . dan enzim
proteolitik pada lisosom PMN akan menghan-
ii
p
curkan benang.
b. Sintetik, menghasilkan reaksi hidrolisis. Reaksi
hidrolisis akan mengubah komposisi air dalam
benang, sehingga benang menjadi rapuh dan
hancur.
Gambar 7. Cutting (a). Reverse Cutting (b) . Tapper (c)
Penyerapan
a. Diserap (absorbable). Akan diserap jaringan,
a
tidak perlu diangkat (aff hecting). dan reaksi
jaringan lebih banyak sehingga lebih sering
c:: subkutaneus
3r:: Poliglaktln Sintetis, multifilamen, 4-6 minggu Vicryl® Traktus gastrointestinal dan
dlserap Safi!® urinarlus, otot. fascia, lapisan
3 subkutaneus
61
Kompctensi IVA
• Rosser Plasty
11
•• Chrysilla Calistania, Iskandar Rahardjo Budianto
Definisi Ka pas;
Disebut juga nail plasty. Merupakan upaya me- Alkohol;
ngatasi iritasi ujung kuku yang tumbuh ke jaringan Kasa;
dengan membuang sebagian kuku dan mengupaya- Perban;
kan kuku tumbuh di atas jaringan lunak. Povidoniodin 10%, serta;
Salep antibiotik.
Indikasi
Unguis incamatus (kuku tumbuh ke jaringan). Langkah Kerja
Prosedur dilakukan setelah infeksi mereda. I. Lakukan prosedur antisepsis pada daerah nail
plasty dengan menggunakan povidon iodin I 0%
Alat dan Bahan (lihat Bab Tindakan Asepsis dan Antisepsis) ;
Set bedah minor; 2. Lakukan anestesi lokal pada sisi lateral dan medial
Bilah disposable nomor I 0, dengan gagangnya falangs (topografi cabang saraf interdigitalis), di
atau gunting jaringan kecil; proksimal falangs (Ii hat Bab Anestesi Lokal) ;
Benang monofilamen nomor 2.0 atau 3.0; 3. Pasang torniket pada bagian proksimal falangs;
]arum cutting; 4. Buat sayatan elips di jaringan yang tumbuh me-
Karet penjepit ibu jari (torniket); nutupi kuku; bagian kuku yang tumbuh masuk ke
Gt=1
y .
62 . •
Kompdt'.ns1 l\'A Sirkumsisi
11
•• Chrysilla Calistania, Iskandar Rahardjo Budianto
b. Bersihkan daerah genitalia dengan povidon darah yang teraspirasi, posisi jarum dipindah-
iodin l 0% secara sentrifugal {dari sentral ke kan, kemudian dilakukan aspirasi kembali. Bila
perifer, membentuk lingkaran ke arah luar), tidak ada darah yang teraspirasi, penyuntikkan
dengan batas atas tepi pusar dan batas bawah larutan anestesi boleh dilakukan;
meliputi seluruh skrotum (lihat Gambar 1); d. Anestesi infiltrasi di lapisan subkutis ventral
c. Letakkan duk steril yang tengahnya berlubang. penis 0,5-0,75 mL untuk kedua sisi.
3. Anestesi lokal dengan lidokain 2% {lihat Bab 4. Mengevaluasi apakah anestesi lokal sudah efektif.
198 Anestesi Lokal): Dilakukan dengan menjepit ujung kulit preputium
a. Anestesi blok pada cabang saraf dorsalis penis; dengan klem dan memperhatikan mimik pasien.
b. Penis dipegang dengan tangan kiri operator.
]arum diarahkan ke proksimal batang penis 5. Pembersihan glans penis
(±0.5-1 cm daripangkal penis). ]arum ditusuk- Glans penis dibuka hingga sulkus koronarius ter-
kan ke kulit dan masukkan ±0,25 mL larutan papar. Bila ada perlengketan preputium ke glans,
anestesi di bawah kulit. ]arum diteruskan hing-
ga menembus fasia Buck (seperti menembus
kertas), kemudian diarahkan ke lateral garis
tengah, dan masukkan ±0,5-1 mL larutan
anestesi. Prosedur yang sama dilakukan pada
sisi kontralateral (lihat Gambar 2);
c. Perhatian, penyuntikkan larutan anestesi ha-
rus didahului dengan tindakan aspirasi untuk
mengetahui apakah ujungjarum berada dalam
pembuluh darah atau tidak. Apabila terdapat
Gambar !.Antisepsis dari Sentral ke Perifer (Sentrifugal) Gambar 2. Anestesi Blok pada Sirkumsisi
Gambar 3. Pembersihan Glans Penis.Menggunakan klem (a). menggunakan kassa (b).
bebaskan dengan klem arteri atau dengan kassa sulkus koronarius glans penis:
steril. Bersihkan smegma yang terdapat di sekitar e. Pada batas ujung dorsumsisi (titik ±0,5 cm
sulkus koronarius glans penis dengan menggu- dari sulkus koronarius glans penis) , dilakukan
nakan kassa yang megandung larutan sublimat jahitan yang bertujuan sebagai kendali Qahitan
(lihat Gambar 3). Alat-alat yang digunakan untuk teugel/jahitan kendali) agar pemotongan kulit
membersihkan glans penis tidak boleh digunakan selanjutnya lebih mudah dan simetris;
untuk prosedur selanjutnya karena sudah tidak f. Gunting secara melingkar (Gambar 5), dimu- 199
steril. lai dengan jahitan kendali pada arah jam 12,
ke arah frenulum Qam 6) pada satu sisi, men-
6. Pengguntingan dan Penjahitan: cakup kulit bagian luar dan dalam preputium.
a. Lakukan pemasangan 2 buah klem lurus pada Sisakan ± 0,5 cm mukosa atau 0,5 cm dari
preputium bagian dorsal, masing-masing pada sulkus koronarius. Prosedur yang sama dilaku-
posisi jam 1 dan 11 dengan ujung klem men- kan pada sisi kontralateral. Bila setelah peng-
capai jarak ± 0,5 cm dari sulkus koronarius guntingan masih terdapat mukosa berlebih,
glans penis; dapat dilakukan pemotongan kembali agar
b. Lakukan pemasangan klem ketiga pada frenu- bentuk menjadi lebih baik;
lum penis (posisijam 6 [Gambar 41): g. Lakukan penjahitan aproksimasi kulit (Gam-
c. Tujuan pemasangan ketiga klem ini adalah se- bar 5) dengan mukosa pada posisi jam 3 dan
bagai pemandu tindakan dorsumsisi dan sara- 9, masing-masing 2-3 simpul. Prinsipnya ada-
na hemostasis: lah mempertemukan pinggir kulit dan pinggir
d. Lakukan prosedur dorsumsisi (Gambar 4) de- mukosa:
ngan menggunakan pisau atau gunting jari- h. Lakukan penjahitan mukosa distal frenulum
ngan pada posisi jam 12, menyusur dari distal (posisi jam 6) dengan jahitan angka 8 atau O:
ke proksimal hingga mencapai ± 0,5 cm dari i. Setelah selesai penjahitan, mukosa frenulum di
a b
pa balutan.
8. Pemberian obat-obatan (analgesik dan antibiotik
oral).
200
Anjuran Pascaprosedur
Perhatikan adanya infeksi, pus, hematom, atau
Iuka yang belum menutup;
Jika dibalut, balutan dibuka 4-5 hari kemudian
setelah membasahi perban dengan rivanol;
Balutan jangan terkontaminasi urien. Bila terkon-
Gambar 6. Jahitan Kendali pada Sirkumsisi
taminasi, lakukan penggantian balutan.
Sumber Bacaan:
sebelah distal digunting dari jahitan sebelum- I. Moenadjat Y. Bedah minor. Jakarta: Kolegium llmu Bedah
nya. dibersihkan dengan povidon iodin I 0% Indonesia (IKABQ: 2002.
dan diberikan salep antibiotik. 2. Bahcsinar B. Karakata S. Sirkumsisi. Jakarta: Hippocrates:
7. Pembalutan (Gambar 7), dengan menggunakan 1995.
kassa yang sudah diolesi salep antibiotik. Hati-ha- 3. Weiss H. Larke N. Halperin D. Schenker I. Neonatal and
ti, jangan sampai penis terpuntir saat pembalutan. child male circumcis ion: a global review. Joint United Na-
Dapat pula dilakukan perawatan Iuka terbuka tan- tions Programme on HIV/AIDS (UNA!DS): 2010.
b ct
I
, __ -
I
,.,'
ringan. Pendekatan ini digunakan pada Iuka yang 2. Irigasi dan debridemen. lrigasi menggunakan
202 sangat terkontaminasi, Iuka yang telah lama dibi- cairan fisiologis (seperti ringer laktat atau salin
arkan, cedera berat dengan banyak jaringan mati. normal) untuk membuang bekuan darah, benda
Fase inflamasi yang lebih panjang diperlukan un- asing, serta mikroorganisme. Setelah itu, debride-
tuk mengurangijumlah bakteri dan meminimalisir men dikerjakan. Debridemen adalah pembuangan
risiko infeksi setelah penutupan. jaringan yang mengalami nekrosis atau terinfeksi
untuk mempercepat proses penyembuhan. Ben-
Langkah-langkah Penjahitan Luka: tuk Iuka yang ireguler atau tidak beraturan dapat
1. Anestesi lokal atau infiltrasi. lnjeksi anestesi di- dieksisi untuk menghasilkan tepi tajam sehingga
lakukan sebelum debridemen dan irigasi: lidokain mempermudah penyembuhan Iuka sewaktu
I% I 0 mg/ mL dosis 5 mg/KgBB (bila tanpa epine- aproksimasi (penyatuan jaringan).
frin, bertahan 40-60 menit) atau dosis 7 mg/KBB 3. Teknik Penjahitan.
bila diberikan bersama epinefrin (bertahan 2-6 Pemilihan jenis benang sangat tergantung dari
jam). Apabila terjadi perdarahan, pemberian epine- operator, yang disesuaikan dengan jenis Iuka, ser-
frin I :150.000 dapat diberikan sebagai vasokon- ta kelebihan-kekurangan masing-masing materi
striktor. benang Oihat Bab Instrumen Bedah). Demikian
Waspadai tanda-tanda toksisitas lidokain: eksi- halnya dengan teknik penjahitan. Beberapa teknik
tasi sistem saraf pusat, diikuti dengan depresi penjahitan sederhana yang lazim digunakan, an-
neurologis sentral, respiratorik, dan kardiovas- tara lain:
kular. a. Simple interrupted (lihat Gambar 1). Dapat di-
Gambar 3. Teknik Penjahitan mattress: Vertikal (kiri). Horizontal (tengah dan kanan)
gunakan hampir pada seluruh situasi. yang baik, pemasangan drainase, atau
b. Intrakuticular Oihat Gambar 2) . Hasil lebih baik balut tekan dengan verban elastis. Hindari
secara kosmetik, namun kekuatan jahitan rela- regangan berlebihan pada kulit. lepas jahi-
tif lemah. Biasanya teknik ini dikombinasikan tan dalam 7-10 hari (5 hari untuk wajah).
dengan jahitan dalam.
c. Vertical mattress (!ihat Gambar 3). Teknik ter- Selain penjahitan Iuka, terdapat materi untuk
pilih untuk area yang sulit dijangkau, misalnya aproksimasi kulit lainnya, antara lain:
dorsum tangan. 203
d. Horizontal mattress (lihat Gambar 3).
e. Continuous (lihat Gambar 4). Relatif lebih
menghemat waktu, bermanfaat untuk hemo-
stasis.
Hernia inguinalis merupakan satu dari permasala- omfalokel dan gastroskisis. Omfalokel adalah defek
han bedah yang paling sering dijumpai pada masa kongenital pada dinding abdomen dimana isi perut
bayi dan anak. Operasi hernia merupakan salah satu terbungkus oleh peritoneum dan membran amnion.
operasi elektif yang tersering dilakukan. Berbeda dengan omfalokel, pada gastroskisis, organ
abdomen tidak terbungkus kantong melainkan bebas
Embriologi dan Patogenesis keluar.
Berbeda dengan dewasa, hernia inguinalis pada
bayi disebabkan karena kegagalan penutupan prose- Epidemiologi
sus vaginalis (penonjolan peritoneum yang berbentuk Insidens hernia inguinalis pada anak berkisar
seperti jari dan bertugas mengiringi testis turun ke antara I 0-20 per 1000 kelahiran hidup. Pada bayi
skrotum). Penutupan prosesus vaginalis normalnya prematur, angka kejadian naik menjadi 300 per 1000
terjadi beberapa bulan sebelum kelahiran. Oleh ka- kelahiran hidup. Hernia inguinalis lebih sering terjadi
rena itu, insidens hernia inguinalis tinggi pada bayi pada anak laki-laki dibanding perempuan (10:1). Her- 205
prematur. Pada penutupan prosesus vaginalis yang nia lebih sering terjadi pada sebelah kanan dibanding-
parsial (tidak utuh) menyebabkan cairan terjebak kan kiri atau bilateral. Hal ini diperkirakan karena
dalam skrotum sehingga menyebabkan terbentuknya testis kanan turun belakangan. Bayi lebih rentan
hidrokel. mengalami hernia strangulata karena cincin inguinal
yang sempit.
Klasifikasi
I. Hernia Inguinalis Lateral (Gambar 1) Diagnosis
Umumnya, hernia pada anak adalah hernia ingui- Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
nalis lateral. Kantung hernia berasal dari sisi lateral fisis, dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut.
pembuluh darah epigastrik inferior dan turun sepan-
jang korda spermatikus dalam fasia kremaster. Kan- Anamnesis
tung ini dapat bertahan sepenuhnya dalam kanalis Adanya penonjolan di daerah inguinal/skrotum yang
inguinalis atau turun melalui cincin inguinalis ekster- intermiten. Biasanya terlihat lebih jelas pada saat me-
nal. Apabila masuk ke skrotum disebut hernia skrota- nangis atau mengedan. Seringkali, penonjolan dapat
lis, sedangkan apabila masuk ke labia mayor disebut hilang saat istirahat atau dapat dimasukkan secara
hernia labialis. Hernia inguinalis lateral dapat dibeda- manual.
kan menjadi:
Hernia inguinalis lateral reponibel, apabila hernia Pemeriksaan Fisis
dapat keluar masuk; Tonjolan pada skrotum/kanal inguinal/labia yang
Hernia inguinalis lateral ireponibel. apabila hernia membesar apabila pasien mengedan;
tidak dapat dimasukkan kembali kedalam rongga Korda pada sisi yang terkena terasa lebih tebal
perut; dibandingkan sisi yang tidak terkena;
Hernia inguinalis lateral strangulata, apabila her- Hernia strangulata: tonjolan tidak dapat dimasuk-
nia terjepit oleh cincin hernia. Hal ini menyebab- kan. Apabila sudah beberapa jam, anak akan re-
kan gangguan vaskularisasi dan gangguan pasase. wel, tidak mau makan, merasa nyeri, mengalami
distensi abdomen, muntah, serta sulit buang angin
2. Hernia Umbilikalis atau mengeluarkan kotoran. Tonjolan yang mem-
Hernia umbilikalis terjadi karena kegagalan penu- bengkak, kemerahan, serta terdapat perubahan
tupan cincin umbilikus sehingga menimbulkan defek warna pada kulit yang melapisinya;
sentral pada linea alba. Defek pada fascia menyebab- Pemeriksaan transiluminasi untuk membedakan
kan protrusi isi rongga perut. Hernia umbilikalis hernia dengan hidrokel. Pemeriksaan translumina-
berukuran <I cm pada waktu kelahiran biasanya akan si dilakukan di ruangan gelap. Kemudian, tempel-
menutup sendirinya pada tahun keempat kehidu- kan senter pada area skrotum yang dicurigai. Hi-
pan. Hernia umbilikalis dapat bermanifestasi sebagai drokel memberikan hasil positif (tembus cahaya)
Cincin inguinalis internal
Normal
Hernia skrocalis
alau hidrokel komunikans
Hernia
Kriptorkidismus
207
Definisi tempatnya.
Kriptorkidismus atau undescended testis merujuk Gubernakulum adalah sebuah struktur yang
pada kondisi adanya kelainan pada penurunan testis menggabungkan bagiah bawah tunika vaginalis
ke skrotum. Testis dapat berada di intraperitoneum, dengan dasar skrotum. Struktur tersebut membantu
cincin inguinal internal, kanalis inguinalis, atau cincin penurunan testis dengan melebarkan kanalis
inguinal eksternal. lstilah tersebut perlu dibedakan inguinalis sehingga testis dapat mencapai skrotum.
dengan testis ektopik, yakni testis yang telah Kelainan intrinsik testis dan epididimis diperkirakan
melewati cincin eksternal, tetapi diam di lokasi yang juga menyebabkan testis tidak dapat turun ke
abnormal (bukan pad a jalur penurunannya), seperti di skrotum.
abdomen, paha bagian medial, atau perineum.
Diagnosis
Epidemiologi Pemeriksaan Fisis
Sebanyak 3,4% bayi laki-laki aterm mengalami I. Inspeksi: skrotum dengan rugae-rugae yang
kriptorkidismus. Pada bayi preterm, angka kejadian sedikit (hipoplastik);
meningkat menjadi 30%. Kebanyakan testis yang 2. Palpasi (pasien dalam posisi supinasi): testis
kriptorkidismus turun sendirinya dalam usia 3 bulan teraba di kanalis inguinalis atau skrotum bagian
sampai 6 bulan. atas. Apabila testis sulit atau tidak dapat dipalpasi,
kemungkinan testis berada di abdomen atau testis
Embriologi dan Patogenesis tidak terbentuk. Apabila pada posisi supinasi
Testis bermula sebagai penebalan dari urogenital testis sulit diraba, pemeriksaan dilakukan dengan
ridge pada minggu ke-5 sampai 6 kehamilan. Antara kaki anak menyilang sambil duduk. Manuver ini
minggu ke-12 sampai I 7, testis mengalami migrasi meniadakan refleks kremaster.
transabdominal menuju cincin inguinalis interna. Pada
bulan ketujuh dan kedelapan, testis turun melalui Pemeriksaan Penunjang
kanalis inguinalis ke skrotum bagian atas. Seiring I. Pemeriksaan radiologi seperti USG, CT-scan, dan
dengan proses ini, prosesus vaginalis terbentuk dan MRI dapat dikerjakan tetapi seringkali inakurat;
tertarik bersamaan dengan testis yang bermigrasi. 2. Laparoskopi diagnostik merupakan pilihan.
Penurunan testis dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti tarikan gubernakulum, tekanan intrabdomen, Tata Laksana
dan faktor endokrin. Berbagai kelainan pada faktor Saat ini direkomendasikan bahwa testis yang belum
ini diperk.irakan menyebabkan testis tidak turun ke turun direposisi antara usia 6 bulan - 1 tahun dengan
pembedahan. Pembedahan untuk memindahkan Komplikasi
testis yang belum turun ke skrotum disebut dengan Laki-laki dengan testis undesensus bilateral
orkidopeksi. Orkidopeksi dilakukan oleh dokter seringkali infertil. lnsidens infertilitas pada pasien
spesialis bedah. orkidopeksi unilateral kurang lebih dua kali
Pada pasien dengan kriptorkidismus unilateral, dibandingkan dengan penurunan testis yang normal.
orkidopeksi merupakan pilihan; Ada kecenderungan testis mengalami keganasan
Penggunaan hormon chorionic gonadotropin pada pasien-pasien kriptorkidismus yang terlambat
mungkin efektif pada pasien dengan testis dioperasi atau tidak dioperasi.
undesensus bilateral. Apabila penurunan testis
tidak terjadi dalam 1 bulan, operasi harus $umber Bacaan
dikerjakan; 1. Hackam DJ, Newman K. Ford HR Pediatric surgery. Dalam:
Pendekatan pada pasien dengan testis yang tidak Brunicardi FC, Andersen DK. Billiar TR, Dunn DL, Hunter
teraba adalah dengan melakukan laparoskopi JG, Pollock RE, editor. Schwartz's manual of surgery. Edisi
terlebih dahulu. Laparoskopi ditujukan untuk ke-8. New York: McGraw-Hill; 2006. h. l 024-6.
mengidentifikasi lokasi testis. Apabila lokasi 2. Minevich E. Sheldon CA. Pediatric genitourinary system.
testis dekat dengan cincin internal, orkidopeksi Dalam: Greenfield's surgery: scientifiv principles and
dilakukan. Apabila testis dinilai terlalu jauh dari practice. Edisi ke-4. Maryland: Lippincot Williams &
skrotum, biasanya dilakukan operasi dengan dua Wilkins; 2006. h.1953.
tahapan (pendekatan Fowler-Stephens).
208
Malaformasi Anorektal
Chris Tanto, Iskandar Rahardjo Budianto
Definisi
Malformasi anorektal adalah kelainan-kelainan Klasifikasi
kongenital yang ditemukan pada saluran cerna bagian Klasifikasi malformasi anorektal dapat dilihat pada
anus dan rektum. Kelainan yang terjadi dapat berupa Tabel 1.
tidak terbentuknya lubang anus, lubang anus terletak
tidak pada tempatnya, sampai bersatunya lubang Epidemiologi
keluar anus, saluran kemih, dan saluran genitalia. Malformasi anorektal terjadi pada 1 dari 4000-
5000 kelahiran hidup dengan angka kejadian lebih
Tabel I . Klasifikasi Malaformas i Anorektal (Alberto Pena)
tinggi sedikit pada laki-laki dibandingkan perempuan.
l aki ldki PPn•mpuan Defek yang paling sering terjadi adalah atresia ani
dengan fistula rektouretra (pada laki-laki) dan fistula
Lesi letak rendah Fistula kutaneus rektovestibulum (pada perempuan).
Fistula kutaneus (perinea!)
Stenosis anal Fistula vestibular
Pa to genesis
Anal membran Fistula vagina Normalnya, pada minggu kelima terjadi pemisa-
Malafonnasi Anus imperforata
han rektum dengan sinus urogenital. Pada minggu
bucket handle tanpa fistula ke-8 terjadi ruptur membran anus sehingga terdapat
Fistula rektouretra Atresia rektum dan lubang di kulit anus. Malformasi anorektal terjadi
bulbar stenos is
karena terganggunya proses perkembangan organ
Fistula rektouretra Kloaka persisten atau adanya kelainan saat embriogenesis. Namun de-
prostat
mikian, etiologinya belum diketahui secara pasti, didu-
Fistula rektovesika ga bersifat multifaktorial.
(leher kandung
kemih)
Manifestasi Klinis
Anus imperforata Neonatus dengan malformasi anorektal biasanya
tanpa fistula
terdeteksi pada pemeriksaan awal kelahiran. Malfor-
Atresia rektum dan
masi tanpa fistula yang tidak terdeteksi dalam 24 jam
stenosis
akan bermanifestasi sebagai distensi abdomen akibat Pasien dipuasakan:
kegagalan mengeluarkan mekonium. Cairan intravena. dapat diberikan kristaloid
(lihat Bab Manajemen Bayi Baru Lahir Sehat);
Diagnosis Tata laksana kondisi yang mengancam hidup
Adanya atresia ani dengan atau tanpa fistula; seperti infeksi, hipotermi, dan lain-lain. Antibi-
Adanya mekonium di urine atau keluar spontan otik spektrum luas dapat diberikan (lihat Bab
dari uretra; Manajemen Bayi Baru Lahir Sakit).
Pemeriksaan penunjang. Edukasi kepada keluarga pasien mengenai
prosedur operasi beberapa tahap dan lama,
Pemeriksaan Penunjang adanya kemungkinan infeksi dan operasi be-
Invertogram/knee chest position. Pemeriksaan ini rulang, terjadi neurogenic bladder. dan inkon-
digunakan untuk menentukan hubungan antara tinensia alvi pasca-operasi.
ujung distal rektum dengan perineum. Pasien
dibiarkan dalam posisi knee-chest selama 5-10 2. Tata Laksana Operatif
menit. kemudian dilakukan foto lateral. Apabila Pasien dengan kasus malformasi anorektal dirujuk
jarak rektum dan kulit < I cm, maka disebut lesi ke spesialis bedah anak untuk mendapatkan tata lak-
letak letak rendah; bila > l cm disebut lesi letak sana definitif. Tata laksana operatif pada bayi laki-laki
tinggi. dan perempuan berbeda bergantung kepada jenis dan
MRI atau CT-scan untuk mengevaluasi kompleks atau letak lesi.
otot pelvis dan panggul;
Urinalisis. Bayi Laki-laki
209
Apabila pada pemeriksaan fisis didapatkan lesi
Selain itu, lakukan pemeriksaan lain karena anak de- letak rendah (fistula perineum, bucket handle,
ngan malformasi anorektal memiliki asosiasi dengan stenosis anal, anal membran, dan fistula midline
kelainan lainnya. Asosiasi VACTERL (vertebral, anal, raphe), kolostomi tidak diperlukan. Anak hanya
cardiac, tracheal-esophageal. renal, and limb) harus memerlukan tindakan PSARP minimal. Pada tin-
diselidiki pada setiap pasien dengan malformasi dakan ini dilakukan pemisahan rektum dan hanya
anorektal. otot sfingter eksternus yang dibelah.
Apabila didapatkan pasien dengan flat bottom atau
Tata Laksana ada mekonium di dalam urine atau udara pada
l. Tata Laksana Um.um kandung kemih, kolostomi diperlukan sebelum
Tata laksana umum untuk anak dengan malforma- operasi definitif. Empat sampai delapan minggu
si anorektal adalah sebagai berikut: setelahnya, PSARP dapat dikerjakan.
•
t t
• Fistula perineum
•"Bucket handle"
• Stenosls anal t t
• Anal membran Jarak ujung Jarak ujung
• Fistula mldline raphe usus distal - kulit >I cm usus distal - kulit > l cm
•
PSARP minimal tanpa
kolostomi
Kolostoml
kolostomi
Gambar I. Algoritme Tata Laksana Malaformasi Anorektal pada Laki-laki (Pena A. 1990).
Neonatus dengan malaformasi anorektal
•
lnspeksi perineum
+ (90%)
Ada fistula
I
•
Tidak ada fistula (I 0%)
+
Kloaka
+
Vagina/vestibular
•
Kutaneus •
Invertogram
• •
(perinea]) 1
+
Kolostomi dan
vaginostomi
diversi urin
Qika diperlukan)
Kolostomi
+ 48mmggu
PSARP
1
J
Jarak ujung usus
distal - kulit s I cm
Jarak ujung usus
distal - kulit > l cm
Kolostomi
.6 bulan
PSARP minimal tanpa kolostomi · 4-8 minggu
PSARPVUP PSARP
Keterangan: PSARP. Posterior Sagittal Anorectoplasty: PSARPUV Posterior Sagittal Anorectoplasty & Vaginal-urethroplasty.
Gambar 2. Algoritme Tata Laksana Malaformasi Anore ktal pada Perempuan (Pena A, 1990).
Apabila dari pemeriksaan k.linis masih meragukan, Tata laksananya sama dengan bayi laki-laki.
invertogram dikerjakan. Apabila jarak kulit dan
usus > 1 cm, kolostomi diperlukan sebelum PSARP. Manajemen
Pada kasus lesi letak rendah (laki-laki dan perem-
Bayi Perempuan puan) , dilakukan prosedur perbaikan tunggal tanpa
Adanya kloaka pada bayi perempuan merupakan kolostomi. Terdapat tiga jenis pendekatan yang digu-
kondisi yang sangat serius dan diperlukan tinda- nakan:
kan segera. Kolostomi, vesikostomi, dan vaginos- 1. Fistula terletak di lokasi normal. Dilatasi (businasi)
tomi mungkin dikerjakan. Apabila bayi tumbuh saja biasanya bersifat kuratif.
dalam keadaan baik, PSARVUP akan dikerjakan 2. Fistula terletak di anterior sfingter eksternus de-
enam bulan kemudian. ngan jarak lubang ke pertengahan sfingter dekat.
Pasien dengan fistula vagina/ vestibular akan men- Pada kasus ini dilakukan PSARP minimal.
jalani kolostomi diikuti dengan PSARP 4-8 minggu 3. Fistula terletak di anterior sfingter eksternus de-
kemudian. ngan jarak lubang ke pertengahan sfingter jauh.
Pasien dengan f,,,ula kutaneus/ perineum menja- Pada kasus ini dapat dilakukan limited PSARP
lani minimal PSARP tanpa kolostomi pada masa dimana otot sfingter eksternus, serabut otot, dan
neonatus sebagai terapi. kompleks otot dibedah, tetapi tidak membelah os.
Pasien tanpa fistula yang tidak terhubung dengan koksigeus.
genital atau perineum memerlukan invertogram.
Pada kasus letak sedang dan tinggi, diperlukan rekon-
Tabel 2. Ukuran busi yang direkomendasikan sesuai dengan
struksi yang terdiri dari tiga tahap:
usia anak.
1. Tahap 1: kolostomi. Pada tahap ini, kolon sigmoid
dibagi utuh menjadi 2 bagian: bagian proksimal
sebagai kolostomi dan bagian distal untuk mukosa
1-4 bulan No. 12 fistula;
4-12 bulan No. 13 2. Tahap 2: prosedur pull through. Prosedur ini
8- 12 bulan No. 14
dilakukan 3-6 bulan setelah kolostomi. Dilakukan
penarikan kantung rektal yang paling ujung ke
1-3 tahun No. 15
posisi yang normal. Prosedur dari Pena (1990).
3- 12 tahun No. 16 PSARP (posteriosagital rektoanoplasti) merupakan
> 12tahun No. 17 prosedur yang paling sering digunakan. PSARP
membelah otot sfingter eksternus, kompleks otot, mation. New York: Springer-Verlag: 1990. h. I-70.
dan os. koksigeus. 2. Warner BW. Pediatric surgery-imperforate anus. Dalam:
3. Tahap 3: penutupan kolostomi dan businasi. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, pe-
Dilatasi anus (businasi) dimulai 2 minggu setelah nyunting. Sabiston textbook of surgery. Edisi ke- 17. Elsevi-
tahap 2 sampai ukuran businasi sudah tercapai er-Saunders: 2004. h.2114-6.
sesuai usia (Tabel 2), baru dilakukan penutupan 3. Sato TT. Oldham KT. Pediatric abdomen. Dalam: Mulhollan
kolostomi. MW, Lillemoe KO, Doherty GM. Maier RV. Upchurch GR, pe-
nyunting. Dalam: Greenfield's surge ry: scientific principles
Sumber Bacaan and practice. Edisi ke-4. Maryland: Lippincot Williams &
1. Pena A. Atlas of surgical management of anorectal malfor- Wilkins: 2006. h.1890-4.
Penyakit Hirschsprung
Chris Tanto. Iskandar Rahardjo Budianto
Definisi
• Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jeo
-
(!) operasi terbuka apabila endoskopi (ERCP) gaga! di-
ditemukan leukositosis, hiperbilirubinemia, dan pe-
....en
.... ningkatan alkali fosfatase serta transaminase. kerjakan atau terdapat banyak batu dan dilatasi duk-
tus. Batu yang terlalu kecil didorong ke duodenum de-
5. Pankreatitis bilier ngan irigasi salin melalui kateter kolangiografi setelah
216
Sumbatan duktus pankreatikus oleh batu atau batu relaksasi sfingter Oddi.
yang melewati ampula dapat menyebabkan pankreati-
tis. Prosedur drainase common bile duct (CBD)
Prosedur ini dilakukan apabila batu tidak dapat
Diagnosis dibersihkan dan/atau duktus sangat terdilatasi (dia-
Diagnosis batu empedu ditegakkan dari anamnesis meter > 1,5 cm)
pasien berupa 4F, manifestasi klinis, pemeriksaan fi-
sis, dan pemeriksaan penunjang seperti USG, CT-scan, Sfingterotomi transduodenal
MRCP, serta pemeriksaan laboratorium yang menun- Duodenum diinsisi secara transversal, kemudian
jukkan penyakit yang terkait. dilakukan insisi sfingter, dan batu dikeluarkan dari
duktus.
Tata Laksana
Pilihan tata laksana batu empedu adalah secara Sumber Bacaan
operatif. Sambil menunggu, pasien harus menghindari 1. Pham TH. Hunter JG. Gallbladder and extrahepatic biliary
asupan lemak dan makan besar serta diberi tata lak- system. Dalam: Brunicardi FC. Andersen DK. Billiar TR.
sana preoperatif yakni pemberian hidrasi, analgesik, Dunn DL. Hunter JG. Pollock RE, penyunting. Schwartz's
dan antibiotik sistemik. Beberapa pilhan tata laksana manual of surgery. Edisi ke- 10. New York: McGraw-Hill:
pembedahan akan dijelaskan secara singkat. 2014 . h.1309-40.
2. Henry MM. Thompson JN. penyunting. Gallstones. Dalam:
Kolesistostomi Clinical surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier Saunders:
Pada kolesistotomi, dilakukan dekompresi dan drai- 2012.
nase kandung empedu yang terdistensi. mengalami 3. Shah SA. Chari RS. Biliary system. Dalam: Townsend CM.
inflamasi, atau purulen dengan memasukkan kateter Beauchamp RD. Evers BM. Mattox KL. penyunting. Sabiston
atau drain melalui bantuan USG. textbook of surgery: the biological basis of modern surg i-
cal practice. Edisi ke- 19. Philadelphia: Elsevier Saunders:
Kolesistektomi 2012.
Kolesistektomi merupakan prosedur yang sering
70
Kompekmi IV
• Hemoroid
11
•• Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jeo
-
dubur saat defekasi tetapi masih bisa masuk
Pendarahan Daerah Anorektal kembali secara spontan; .+'....
Drainase daerah anorektal diperankan oleh vena o Derajat 3: seperti deraj at 2 namun tidak dapat (/)
hemoroidales superior dan inferior. masuk spontan. harus didorong kembali; Cl.I
1. Vena hemoroidales superior mengembalikan da- o Derajat 4: telah terjadi prolaps yang tidak bisa .....tn
Q
rah ke v. mesenterika inferior dan berjalan dalam masuk kembali.
lapisan submukosa, mulai dari daerah anorektal ~
't:S
dalam kolumna Morgagni berjalan memanjang Manifestasi Klinis Cl.I
secara radier sambil beranastomosis. Apabila Perdarahan - biasanya saat defekasi, warna merah fXI
vena ini menjadi varises disebut hemoroid inter- segar, menetes, tidak bercampur feses, jumlah
217
na. Lokasi primer hemoroid interna (pada posisi bervariasi.
litotomi) terdapat pada tiga tempat yaitu anterior Prolaps - bila hemoroid bertambah besar. pada
kanan, posterior kanan. dan lateral kiri dengan mulanya hemoroid dapat tereduksi spontan. tetapi
ukuran Jebih kecil dapat timbul diantaranya. lama kelamaan tidak bisa dimasukkan.
2. Vena hemoroidales inferior memulai venuler Rasa tidak nyaman hingga nyeri - bila teregang.
dan pleksus kecil di daerah anus dan distal dari terdapat trombosis luas dengan edema. atau
garis anorektal. Pleksus ini dibagi menjadi 2 yakni peradangan.
vv. hemoroidales media yang menuju v. pudenda Feses di pakaian dalam - karena hemoroid
interna dan w. hemoroidales inferior yang menuju mencegah penutupan anus dengan sempurna.
v. hipogastrika. Pleksus inilah yang apabila menja- Gata! - apabila proses pembersihan kulit perianal
di tonjolan disebut hemoroid eksterna. menjadi sulit atau apabila ada cairan keluar.
Bengkak - hanya pada hemoroid intero-eksterna
Etiologi atau eksterna.
Penyebab timbulnya keluhan hemoroid dapat Nekrosis pada hemoroid interna yang prolaps dan
dipicu oleh pekerjaan, mengedan berlebihan. dan ke- tidak dapat direduksi kembali.
biasaan buang air besar yang sulit.
Diagnosis
Klasifikasi Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemerik-
Berdasarkan letaknya. hemoroid dapat dibagi saan fisis. dan pemeriksaan penunjang.
menj adi eksterna, interna, atau gabungan keduanya. Anamnesis: keluhan yang terdapat pada
1. Hemoroid eksterna manifestasi klinis.
Hemoroid eksterna diselubungi oleh anoderm dan Pemeriksaan fisis: hemoroid eksterna dapat
terletak di sebelah distal linea dentata. Hemoroid dilihat dengan inspeksi terutama bila telah terjadi
eksterna dapat membengkak dan menimbulkan trombosis, sedangkan hemoroid interna dapat
rasa tidak nyaman bahkan nyeri apabila terjadi diamati apabila mengalami prolaps.
trombosis. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan dalam
2. Hemoroid interna rektal secara digital dan anoskopi.
Hemoroid interna terletak di sebelah proksimal
linea dentata dan diselubungi mukosa anorektal. Diagnosis Banding
biasanya tidak nyeri dan timbul perdarahan merah Prolaps rekti, karsinoma kolon, karsinoma rektum,
terang atau prolaps saat defekasi. Rasa nyeri bi- kelainan divertikuler, polip adenomatosa, kolitis ulse-
asanya berkaitan dengan fisura, abses, atau trom- ratif, dan kelainan lain pada kolon dan rektum.
Tata Laksana buka dan diharapkan terjadi penyembuhan sekunder.
Tata laksana hemoroid dapat dibedakan menjadi Selain kedua teknik tersebut, terdapat berbagai teknik
nonbedah dan bedah (hemoroidektomi). Selain itu. pi- lain yang dapat digunakan :
lihan tata laksana bergantung pada derajat hemoroid. Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan eksisi
Kebanyakan pasien dengan hemoroid derajat 1 dan 2 sirkumferensial bantalan hemoroid di sebelah
dapat diobati dengan tindakan lokal dan modifikasi proksimal linea dentata. Kemudian, mukosa rektal
diet. Pada sebagian derajat 2, derajat 3 dan 4 pasien dijahit hingga linea dentata. Dengan teknik ini
perlu dirujuk ke dokter spesialis bedah untuk dilaku- terdapat risiko terjadinya ektropion.
kan hemoroidektomi. Teknik operasi Langenbeck dilakukan dengan
Derajat 1: modifikasi diet, medikamentosa; menjepit vena hemoroidales interna secara
Derajat 2: rubber band ligation. koagulasi, ligasi radier dengan klem. Jahitan jelujur dilakukan
arteri hemoroidalis-repair rektoanal, modifikasi di bawah klem dengan chromic gut no.22, eksisi
diet, medikamentosa; jaringan di atas klem sebelum akhirnya klem
Derajat 3: hemoroidektomi, ligasi arteri dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat.
t:D hemoroidalis-repair rektoanal. hemoroidopexy Teknik ini lazim dipakai karena mudah dan tidak
11)
p. dengan stapler. rubber band ligation. modifikasi mengandung risiko timbulnya parut sirkuler.
~ diet Teknologi baru dengan menggunakan doppler
0 Derajat 4: hemoroidektomi (cito untuk kasus untuk mendeteksi pembuluh darah atau arteri
...... trombosis) , hemoroidopexy dengan stapler, yang terdapat pada submukosa dan dilakukan
IQ
-
11) ligasi dengan jahitan. Teknik ini dikenal dengan
(/)
modifikasi diet.
......
...+
Hemorrhoidal Artery Ligation (HAL). Dapat pula
Tata Laksana Nonbedah dikombinasikan dengan teknik Recto Anal Repair
Menjaga higienitas, menghindari pengejanan (RAR).
218
berlebihan saat defekasi, atau aktivitas berat. Teknik Longo dilakukan untuk tata laksana
Modifikasi diet dengan makanan berserat, banyak prolaps sirkumferensial dengan perdarahan atau
minum, dan mengurangi daging. dikenal dengan stapled hemorrhoidopexy. Dengan
Medikamentosa: antibiotik apabila ada infeksi, teknik ini dilakukan eksisi sirkumferensial mukosa
salep rektal/supositoria untuk anestesi dan dan submukosa kanalis anal bawah dan atas
pelembab kulit (sediaan supositoria/krim yang me- serta reanastomosis dengan alat stapling sirkular.
ngandung fluocortolone pivalate dan lidokain). dan Dengan teknik ini, rasa nyeri pascabedah dapat
pelancar defekasi (cairan parafin, ya!, magnesium dikurangi.
sulfat). Pemakaian krim dilakukan dengan cara
dioleskan pada hemoroid dan kemudian dicoba Komplikasi
untuk dikembalikan ke dalam anus. Perdarahan hebat, abses, fistula perianal, inkarserasi,
Ligasi hemoroid (rubber band ligation) dengan dan striktur ani.
anoskopi. Mukosa sebelah proksimal hemoroid
dijepit dengan band. Prognosis
Fotokoagulasi inframerah, skleroterapi. Keluhan pasien hemoroid dapat dihilangkan dengan
terapi yang tepat.
Tata Laksana Bedah
Hemoroidektomi dilakukan apabila terapi konser- Sumber Bacaan
vatif tidak berhasil, pada hemoroid dengan prolaps I. Dunn KM. Rothenberger DA. Colon. rectum. and anus.
tanpa reduksi spontan (hemoroid derajat 3 dan 4) , Dalam: Brunicardi FC. Andersen DK, Billiar TR. Dunn DL.
hemoroid dengan strangulasi, ulserasi. fisura. fistula, Hunter JG. Pollock RE. pe nyunting. Schwartz's manual
atau pada hemoroid eksterna dengan keluhan. of su rgery. Edisi ke- 10. New York: McGraw-Hill: 2014.
Prinsip utama hemoroidektomi adalah eksisi ha- h.1175-240.
nya pada jaringan yang menonjol dan eksisi konser- 2. Henry MM. Thompson JN. penyunting. Hemorrhoid. Da-
vatif kulit serta anoderm normal. Hemoroidektomi lam: Clinical surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier
terdiri dari prosedur terbuka dan tertutup. Pada Saunders: 20 12.
hemoroidektomi terbuka (!'arks or Ferguson hemor- 3. Nelson H. Ci ma RR. Anus. Dalam: Townsend CM, Beau-
rhoidectomy) dilakukan reseksi jaringan hemoroid champ RD. Evers BM. Mattox KL. penyunting. Sabiston
dan penutupan Iuka dengan jahitan benang yang textbook of su rgery: the biological basis of modern surgi-
dapat diserap. Sedangkan pada hemoroidektomi tertu- cal practice. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders:
tup (Milligan and Morgan hemorrhoidectomy) dilaku- 20 12.
kan teknik yang sama. hanya saja Iuka dibiarkan ter-
71
Kompetmsi Ill Hernia
11
•• Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jeo
B. Berdasarkan sifatnya:
Reponibilis: isi hernia keluar masuk:
Ireponibilis: isi hernia tidak dapat
dikembalikan ke rongga asalnya:
Inkarserata: isi hernia tidak dapat
dikembalikan dan terjepit oleh cincin hernia,
terdapat gangguan pasase usus.Istilah ini tidak
digunakan di praktik klinis sehari-hari karena
Ligamentum sama dengan istilah ireponibilis;
inguinalis mediate
Strangulata: isi hernia tidak dapat
dikembalikan dan terjepit oleh cincin hernia,
Gambar l. Anatomi Inguinal terdapat gangguan vaskularisasi, nyeri hebat.
Kanalis inguinalis memiliki panjang 4 cm dan ter- Hernia Inguinalis Lateralis Ondirekl
letak 2-4 cm di sebelah sefal ligamen inguinalis. Ka- Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang
nalis ini membentang antara cincin inguinal internal melalui anulus (cincin) inguinalis interna yang terletak
(profunda} dan eksternal (superfisial). Pada laki-laki, di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menelusuri
kanalis inguinalis berisi korda spermatikus sedangkan kanalis inguinalis, dan keluar di anulus eksternal di
atas krista pubis dengan diselubungi kantong korda. asanya jarang sekali menjadi ireponibilis karena be-
Kanalis inguinalis normal pada fetus karena pada sarnya defek pada dinding posterior. Benjolan yang
bulan ke-8 kehamilan terjadi desensus testis melalui teraba di bawah ligamentum inguinalis biasanya me-
kanal tersebut. Penurunan testis menarik peritoneum rupakan hernia femoralis.
ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan perito-
neum yang disebut prosesus vaginalis peritonei. Pada Pemeriksaan Penunjang
bayi yang sudah lahir, biasanya prosesus ini mengala- Ultrasonografi dan CT-scan dapat digunakan namun
mi obliterasi. Bila prosesus terbuka terus akan timbul kurang berguna dibandingkan pemeriksaan fisis
hernia inguinalis lateralis kongenital. Pada orang de- langsung.
wasa, kanal telah menutup namun karena merupakan
lokus minoris resistensie, maka pada keadaan yang Diagnosis Banding
meningkatkan tekanan intraabdominal, kanal tersebut Hidrokel, limfadenitis inguinal, varikokel. testis ek-
dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis topik, lipoma, hematoma, kista sebasea, hidradenitis
lateralis akuisita. Jika isi dan kantong hernia lateralis inguinal. abses psoas, limfoma, neoplasma metastatik,
turun hingga skrotum disebut hernia skrotalis. epididimitis, dan torsio testis.
Karsinoma Kolorektal
Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jeo
Tabel l. Klasifikasi TNM karsinoma kolorektal (American Joint Committee on Cancer (AJCC)) edisi 7
T Tumor pr 1mr 1
Deposit tumor di lapisan subserosa. mesenterium. atau jaringan perikolik/ perirektal tanpa peri -
Nie
toneum, tidak ada metastasis kelenjar limfe regional
N2
M l\lt'tastasis 1auh
Metastasis terbatas pada I organ/tempat (seperti hat!. paru, ovarlum, kelenjar llmfe non-re-
Mia
gional)
0 Tis NO MO
Tl NO MO A A
T2 NO MO A Bl
HA T3 NO MO B 82
us T4a NO MO B 82
IlC T4b NO B 83
IIIA
Tl-T2 Nl/N!c
MO
c Cl
to Tl N2a c Cl
CD
p.
T3-T4a Nl/Nl c c C2
~ IIIB T2-T3 N2a MO c Cl/ C2
....0
IQ
Tl -T2 N2b c Cl
CD
-
....
....
(/)
T4a N2a c C2
IIIC T3-T4a N2b MO c C2
T4b Nl-N2 c C3
224
IVA Setiap T Setiap N Mia
Tabel 3. Pengelompokan Stadium Histologi (G) Karsinoma Ko- bahan pola defekasi yakni konstipasi. Dapat pula
lorektal (AJCC edisi 7) terjadi obstruksi parsial atau total yang ditan-
Stadium D1rp1 Pnsi<1s1
dai dengan rasa penuh di perut dan nyeri yang
meningkat. Perdarahan biasanya tidak masif dan
GI Berdiferensiasi baik feses yang keluar bercampur darah segar atau da·
G2 Berdiferensiasi sedang rah tua serta lendir.
c. Pada rektum dan sigmoid
G3 Berdiferenslasi buruk
Karsinoma sigmoid menyerupai divertikuli-
G4 Tidak berdiferensiasi tis dengan nyeri, demam, dan gejala obstruktif.
Keluhan utama berupa buang air besar berdarah
Diagnosis dan Manifestasi Klinis dan berlendir. Pola defekasi berubah berupa diare
Anamnesis yang bergantian dengan konstipasi serta feses se·
Anamnesis dilakukan dengan mencari manifestasi perti kotoran kambing. Perdarahan yang terjadi bi·
klinis yang bervariasi bergantung pada lokasi, penye· asanya banyak karena berasal dari arteri hemoroid
baran. dan komplikasi (perforasi. obstruksi. perdara· superior. inferior, dan media. Pasien merasakan
han). Gejala yang dijumpai biasanya berupa hemato- kembung dan mulas sehingga terjadi anoreksia
skezia. dan penurunan berat badan.
a. Pada kolon asenden
Lumen besar, berdinding tipis, dan masa feses Pemeriksaan Fisis
agak cair sehingga sering asimtomatis. Gejala Colok dubur untuk menilai tonus sfingter ani.
awal pasien tampak lesu karena anemia dan dapat mukosa, ampula rektum, dan terabanya tumor serta
dijumpai darah samar pada tinja. Apabila perda- ditemukannya darah. Jarak tumor dari garis anorektal,
rahan lebih banyak, dapat timbul melena. Pasien lokasi, pergerakan dari dasar, permukaan, lumen yang
mengeluh rasa tidak nyaman di perut kanan teru- dapat ditembus jari, batas atas, dan jaringan sekitar
tama setelah makan. juga perlu dinilai.
b. Pada kolon desenden
Lumen relatif kecil dan massa feses semisolid Pemeriksaan Penunjang
sehingga timbul gejala konstriktif berupa peru· Laboratorium: Hb dapat turun. ditemukan darah
samar tinja. sinoma rekti dengan pembuangan segmen rektum
Barium enema: merupakan pemeriksaan rutin yang terkena bersamaan dengan suplai vaskular dan
sebelum pemeriksaan lain, akan tampang filling kelenjar limfenya. Terapi spesifik stadium bergantung
defect berbentuk anular a tau apple core, dinding pada:
usus rigid, dan mukosa rusak. Stadium 0 (Tis, NO, MO): eksisi lokal, reseksi
Proktosigmoidoskopi. tumor secara en bloc apabila eksisi transanal tak
Kolonoskopi: standar baku diagnosis karsinoma dapat dilakukan;
kolorektal, dapat dilakukan biopsi sekaligus. Stadium I (Tl-2, NO, MO): reseksi , kemoradiasi
CT scan abdomen dan CT-kolangografi ajuvan untuk pasien risiko tinggi yang menolak
(kolonoskopi virtual). Bila tidak dapat dilakukan reseksi radikal;
CT scan bisa menggunakan USG abdomen. Stadium II (T3-4, NO, MO): reseksi mesorektal
Sistoskopi: apabila dicurigai invasi keganasan ke total, kemoradiasi;
kandung kencing. Stadium III (setiap T, Nl , MO): kemoterapi dan
radiasi pra dan pascaoperasi, reseksi radikal;
Tata Laksana Stadium IV (setiap T, setiap N, Ml): reseksi hepar
Tata Laksana Karsinoma Kolon apabila terdapat metastasis; prosedur paliatif,
Tata laksana bertujuan untuk membuang tumor pri- reseksi radikal untuk kontrol nyeri, perdarahan;
mer bersama suplai vaskular dan kelenjar limfe re- terapi lokal (kauter, ablasi laser) untuk kontrol
gionalnya (en bloc). Hemikolektomi dilakukan pada perdarahan atau pencegahan obstruksi, kolostomi.
massa karsinoma setempat. Kemoterapi diberikan
sebagai terapi adjuvan. Pada operasi dapat dilakukan Prognosis (lihat Tabel 4)
anastomosis primer apabila usus sehat dan apabila Ta bel 4 . Angka Harapan Hidup 5 Tahun Pasien Karsinoma Ko-
tumor primer tidak dapat direseksi dapat dilakukan lorektal
225
prosedur paliatif dan pembuatan stoma proksimal
atau bypass. Terapi spesifik berdasarkan stadium ada-
lah sebagai berikut: 70 - 95%
Stadium 0 (Tis, NO, MO): eksisi polip total dan II 54 - 65%
batas sekitar harus bebas dari lesi patologis
39 -60%
displasia, pada kasus polip tak dapat dieksisi total
dapat dilakukan eksisi segmental; IV 0 - 16%
Stadium I (Tl , NO, MO): reseksi total polip,
kolektomi segmental; Sumber Bacaan
Stadium I dan II (Tl-3, N-, MO): reseksi surgikal, 1. Dunn KM. Rothenberger DA. Colon. rectum, a nd anus.
kemoterapi adjuvan hanya diberikan pada Dala m: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR. Dunn DL.
stadium II khusus (usia muda, risiko tinggi secara Hunte r JG. Pollock RE, penyunting. Schwartz°s manual
histologis): of surgery. Edisi ke- 10. New York: McGraw-Hill: 2014.
Stadium III (setiap T, N 1, MO): reseksi surgikal, h.1175-240.
kemoterapi adjuvan; 2. Henry MM, Thompson JN, penyunting. Large bowel includ-
Stadium IV (setiap T, setiap N, Ml): reseksi ing appendix: neoplasia. Dalam: Clinical surgery. Edisi ke-3.
surgikal, reseksi hepar apabila terdapat metastasis, Philade lphia: Elsevier Saunders: 2012.
kemoterapi adjuvan, terapi paliatif. 3. Fry RD, Mahmoud N, Maron DJ, Ross HM. Rombeau J.
Colon and rectum. Dalam: Townsend CM. Beauchamp RD.
Tata Laksana Karsinoma Rekti Evers BM. Mattox KL, penyunting. Sabiston textbook of sur-
Prinsip operasi adalah reseksi total tumor primer, gery: the biological basis of modern surgical practice. Edisi
jaringan limfatik, dan organ terkait. Pilihan terapi ber- ke-19. Philadelphia: Elsevier Saund ers: 2012.
gantung pada stadium klinis, lokas i, resektabilitas, dan
keadaan umum pasien. Terapi lokal dapat dilakukan
dengan eksisi transanal dan transanal endosco pic mi-
crosurgery (TEM), serta disertai teknik ablasi, biasanya
untuk adenoma rekti jinak dan nonsirkumferensial.
Reseksi radikal lebih dipilih untuk kebanyakan kar-
'
Perforasi
Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jeo,
Etiologi Diagnosis
Perforasi organ saluran pencernaan dapat disebabkan Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
oleh 2 penyebab: fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Nontrauma: tifoid, ulkus ventrikuli, apendisitis,
konsumsi obat berlebihan (obat antiinflamasi Anamnesis
non steroid, aspirin. steroid), inflammatory bowel Riwayat trauma, konsumsi obat. riwayat penyakit
disease, necrotizing vasculitis, a tau tertelan agen ulkus peptikum atau kolitis ulseratif, riwayat men-
kaustik. jalani prosedur bedah, dan keluhan khas (rasa nyeri
226 Trauma: trauma tajam, trauma tumpul, tiba-tiba dan tajam, muntah).
cedera saat prosedur (endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP), kolonoskopi, Pemeriksaan Fisis
laparoskopi). Tanda peritonitis, nyeri tekan abdomen, demam, taki-
kardia, menurun/menghilangnya bising usus, dan pe-
Patofisiologi kak hati menghilang.
Normalnya, lambung relatif bebas dari bakteri
karena tingkat keasamannya yang tinggi. Apabila ter- Pemeriksaan Penunjang
jadi perforasi, asam lambung dapat mencapai rongga Laboratorium (leukositosis, anemia). Roentgen abdo-
peritoneum dan terjadilah peritonitis kimiawi. Apabila men (udara bebas subdiafragma, terlihatnya ligamen
perforasi dibiarkan terus sehingga partikel makanan falsiformis, batas cairan-udara), ultrasonografi, mau-
dapat mencapai peritoneum, peritonitis bakteri dapat pun CT scan.
terjadi.
Pada usus, persebaran bakteri berbeda tergantung Diagnosis Banding
lokasi. Pada usus proksimal bakteri lebih sedikit se- Ulkus peptikum, gastritis, pankreatitis akut, kole-
dangkan pada bagian distal Qejunum dan ileum), ba- sistitis, kolik bilier, torsio ovarium, endometriosis,
nyak bakteri anaerobik maupun aerobik. Oleh karena penyakit inflamasi pelvis, salpingitis akut, apendisi-
itu, infeksi abdomen lebih sering terjadi pada perfora- tis akut, divertikulum merkel, tifoid, kolitis, penyakit
si usus bagian distal. Crohn. dan konstipasi.
Adanya bakteri pada rongga peritoneum merang-
sang influks sel radang akut. Kemudian terjadi infla- Tata Laksana
masi difus pada omentum dan organ dalam. Hipoksia Tata laksana paling tepat untuk perforasi adalah
yang terjadi pada daerah ini memfasilitasi pertum- tindakan operatif dengan menstabilkan ABC (airway.
buhan bakteri anaerob serta menganggu kemampuan breathing, circulation) dan mengatasi syok terlebih da-
granulosit untuk membunuh bakteri. Lebih lanjut lagi hulu. Dalam penanganan syok, cairan yang diberikan
dapat terjadi peningkatan degradasi sel, hipertonisi- adalah kristaloid terlebih dahulu dan koloid apabila
tas cairan pembentuk abses, efek osmotik, keluarnya target perbaikan belum tercapai. Apabila telah diketa-
cairan lebih banyak ke daerah abses, dan perluasan hui adanya perforasi maka direncanakan operasi
abses tersebut. Jika dibiarkan, dapat terjadi sepsis, ke- emergensi dengan rujukan ke dokter spesialis bedah.
gagalan multi-organ. dan syok. Sebelum operasi ha! yang perlu diperhatikan adalah
akses intravena, terapi cairan, puasa. medikamentosa
Manifestasi Klinis (antibiotik, analgesik). pemasangan kateter dan NGT.
Gejala perforasi saluran pencernaan adalah nyeri Operasi dilakukan dengan laparotomi, eksisi tepi Iuka.
tiba-tiba, mual, muntah, defans muskular, ileus para- dan ditutup secara primer. Pada apendisitis perforasi
dilakukan pencucian rongga abdomen secara bersih. Dalam: Clinical surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier
Pada perforasi ulkus ventrikuli dilakukan reseksi pri- Saunders; 2012.
mer lambung dan gastroenterostomosis. 2. Maa J. Kirkwood KS. The appendix. Dalam: Townsend CM.
Beauchamp RD. Evers BM. Mattox KL. penyunting. Sabiston
Prognosis textbook of surgery: the biological basis of modern surgi-
Jika tindakan operasi dan pemberian antibiotik cal practice. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders:
spektrum luas cepat dilakukan maka prognosisnya 2012.
dubia ad bonam. 3. Brown CV. Small bowel and colon perforation. Surg Clin
North Am. 2014 Apr;94(2):471 -5.
Sumber Bacaan
1. Henry MM. Thompson JN. penyunting. Acute appendicitis.
Trauma Abdomen
Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jeo
Jinak C,mas
Kanker Payudara
Hasiana Lumban Gaol, Farida Briani
Epidemiologi dan Faktor Risiko sebagai kanker tersering pada perempuan dengan
Kanker payudara menempati urutan pertama insidens 22%. Berbagai faktor risiko diduga berkon-
Tabel I. Faktor Risiko Kanker Payudara
r Demografi
Usia lanjut
Penduduk di negara maju
Status ekonomi menengah ke atas
Genetik dan familial
Mutasi genetik BRCA I. BRCA2. chkCHEK2, pp53, ATM. NBSI. LKBI
Riwayat kanker payudara pada anggota keluarga ya ng berusia muda (<40 tahun)
Riwayat menderita hiperplasia atipik
Riwayat menderita kanker pada salah satu payudara
Riwayat kanker payudara pada laki-laki
Riwayat kanker ovarium
Reproduksi dan hormonal
Usiamenarche <LO tahun
Usia menopause >55 tahun
Usia kehamilan pertama >35 tahun
Penggunaan hormon eksogen (kontrasepsi oral, terapi sulih hormon >LO tahun, penggunaan dietilstilbestrol pada masa kehami-
lan)
Menyusui <27 mlnggu seumur hidup
Gaya hidup
Asupan lemak jenuh
Berat badan (premenopause !MT <35, pascamenopause IMT>35)
231
Konsumsi alkohol berlebih
Merokok
Lingkungan
Riwayat terpapar radiasi pengion >I 0 tahun
Pajanan DDT. cadmium
tribusi dalam meningkatkan risiko terjadinya kanker 4. Menyusui. Menyusui dalam rentang waktu yang
payudara (Tabet 1). lama mengurangi risiko kanker payudara. Risiko
relatifnya berkurang 4,3% untuk setiap 12 bulan
Penjelasan mengenai beberapa faktor risiko adalah menyusui.
sebagai berikut: 5. Usia menopause. Insidens kanker payudara
1. Usia menarche. Tiap jeda satu tahun dalam usia berkurang pada masa menopause, dan perempuan
menarche berkorelasi dengan penurunan risiko se- dengan usia menopause Jebih tua terkait dengan
banyak 5-10%. Usia menarche dini terkait dengan risiko kanker yang lebih tinggi.
paparan hormon endogen yang Jebih Jama. Selain 6. Hormon eksogen. Secara umum, terdapat hubu-
itu, pada individu tersebut, kadar estrogen relatif ngan positif, meskipun lemah, antara penggunaan
lebih tinggi sepanjang usia produktif. kontrasepsi oral dan risiko terjadinya karsinoma
2. Paritas. Perempuan yang pernah melahirkan payudara. Sementara, penggunaan hormon-hor-
memiliki risiko lebih rendah dibanding yang tidak. mon untuk perempuan pascamenopause juga
Awalnya risiko meningkat setelah kehamilan per- banyak diteliti. Ditemukan bahwa perempuan
tama, Jalu berkurang selama 10 tahun, dan efek yang menggunakan hormon pascamenopause
protektifnya akan terus berjalan. Peningkatan memiliki peningkatan risiko kanker payudara,
risiko yang sifatnya sementara itu diduga terjadi dengan hubungan dosis-respons berdasarkan
karena peningkatan kadar hormon dan proliferasi durasi penggunaan. Efek dari hormon tersebut
sel epitel payudara secara cepat, sementara efek tampaknya lebih kuat pada perempuan kurus
protektif jangka panjang terkait diferensiasi sel- dibanding perempuan obes. Kombinasi estro-
sel epitel, yang cenderung kurang sensitif terha- gen-progestin memiliki risiko yang Jebih tinggi
dap karsinogen. Persalinan berikutnya semakin dibanding estrogen saja.
menurunkan risiko kanker payudara. 7. Berat badan dan indeks massa tubuh. Berat
3. Usia pada kehamilan aterm pertama. Pasien yang badan yang berlebih diduga menjadi faktor risiko.
kehamilan aterm pertamanya berusia lebih dari 35 Hipotesis saat ini adalah peningkatan produksi es-
tahun memiliki risiko 40-60% lebih tinggi. trogen endogen hasil konversi dari androgen oleh
enzim aromatase pada lemak-lemak adiposa. Anamnesis
8 . Gaya hidup dan pola makan. Faktor-faktor yang Keluhan dan gejala yang telah dituliskan dalam
diduga memiliki hubungan adalah alkohol. rokok, manifestasi klinis serta pengaruh siklus menstru-
aktivitas fisik. dan konsumsi fitoestrogen. asi terhadap gejala yang timbul;
Faktor-faktor risiko yang dimiliki;
Patogenesis Kemungkinan metastasis ke organ otak. paru. hati.
Patogenesis kanker payudara terbagi atas bebera- dan tulang dengan menanyakan gejala seperti ada-
pa tahap: nya sesak napas. nyeri tulang. dan sebagainya.
1. Hiperplasia duktal. Terjadi proliferasi sel epitel
poliklonal yang tersebar tidak rata dengan inti Pemeriksaan Fisis
saling bertumpang tindih dan lumen duktus tidak Sebaiknya dilakukan antara 7-10 hari setelah hari per-
teratur. Sering merupakan tanda awal keganasan. tama haid. Pemeriksaan fisis payudara adalah sebagai
2. Hiperplasia atipik (klonal). Perubahan lebih lan- berikut:
jut. sitoplasma sel menjadi lebih jelas dan tidak Posisi duduk. lnspeksi pada saat kedua tangan
tumpang tindih dengan lumen duktus yang tera- pasien jatuh ke bawah. apakah payudara simetris,
tur. Secara klinis risiko kanker payudara mening- adakah kelainan letak atau bentuk papila. retrak-
kat. si puting. retraksi kulit. ulserasi. tanda radang.
3. Karsinoma in situ. baik duktal maupun lobular. Kemudian pasien diminta angkat kedua tangan
Terjadi proliferasi sel dengan gambaran sitologis lurus ke atas. lihat apakah ada bayangan tumor
sesuai keganasan. Proliferasi belum menginvasi yang ikut bergerak atau tertinggal. Untuk posisi:
stroma atau menembus membran basal. Karsino- (1) tangan di samping badan. (2) tangan ke atas.
ma in situ lobular biasanya menyebar ke seluruh (3) bertolak pinggang. (4) badan menunduk.
jaringan payudara. bahkan hingga bilateral. dan Posisi berbaring. Punggung di belakang payuda-
232
tidak teraba pada pemeriksaan serta tidak terlihat ra diganjal bantal sesuai dengan sisi yang akan
pada pencitraan. Karsinoma in situ duktal sifatnya diperiksa. Palpasi payudara dimulai dari area luar
segmental. dapat mengalami kalsifikasi sehingga memutar hingga ke dalam dan mencapai puting.
gambarannya bervariasi. Nilai apakah ada cairan yang keluar. Jika teraba
4. Karsinoma invasif. Terjadi saat sel tumor telah tumor. tetapkan lokasi dan kuadran. ukuran. kon-
menembus membran basal dan menginvasi stro- siste!Jsi. batas. dan mobilitas. Palpasi pula KgB re-
ma. Sel kanker dapat menyebabr baik secara he- gional sesuai kelompok kelenjar. yaitu area aksila.
matogen maupun limfeogen dan dapat menimbul- mamaria. dan klavikula.
kan metastasis. Kelenjar getah bening (KgB). Dilakukan dalam
posisi duduk dari depan pasien dan kedua tangan
Manifestasi Klinis di kedua sisi tubuh. Lakukan pemeriksaan KgB
Manifestasi klinis yang timbul bergantung pada lo- aksilaris, infraklavikula. dan supraklavikula. Pada
kasi dan jenis tumor. Biasanya pasien datang dengan: KgB aksilaris terdapat 4 kelompok nodus yang
Benjolan di payudara yang tidak nyeri (sebanyak harus dipalpasi. antara lain nodus aksilaris sentral
66%); (midaksilaris) pada apeks aksila kemudian sepan-
Nyeri lokal di salah satu payudara; jang garis midaksilaris dinding dada untuk nodus
Retraksi kulit atau puling; pektoralis (anterior). ke arah lateral untuk nodus
Keluarnya cairan dari puling. radang. atau ulserasi; brakial (lateral) dan ke arah kaput humerus untuk
Benjolan ketiak serta edema. Benjolan superfisial nodus subskapular (posterior).
biasanya dapat terpalpasi. namun tidak jika lokasi
cukup dalam; Pemeriksaan Penunjang
Retraksi kulit akibat infiltrasi kanker pada otot Untuk deteksi kanker payudara. digunakan mamogra-
pektoralis akan bertambah jelas saat otot dikon- fi dan ultrasonografi. sementara untuk melihat adanya
traksikan; metastasis digunakan Roentgen toraks. USG abdomen
Limfangitis karsinoma tampak sebagai infla- (hepar). dan bone scanning.
masi infeksius (nyeri. bengkak. merah. demam. Mamografi
malaise). Limfangitis karsinoma menyebabkan Merupakan metode pilihan untuk skrining dan
obstruksi limfe kulit dan jaringan subkutan me- deteksi dini. terutama pada kasus kecurigaan
ngalami retraksi. menyebabkan gambaran peau keganasan atau kasus payudara kecil yang tidak
d'orange (kulitjeruk). terpalpasi pada perempuan berusia di atas 40 ta-
hun. Jndikasi: (1) kecurigaan klinis keganasan. (2)
Diagnosis tindak lanjut pascamastektomi, (3) pasca-breast
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis. pemerik- conserving therapy (BCT). (4) adanya adenokarsi-
saan fisis. dan pemeriksaan penunjang. noma metastatik dengan tumor primer yang be-
Gambar l. Berbagai posis i pemeriksaan fisis payud ara. Dari kiri ke kanan: tangan disamping. tangan ke atas. berkaca k pinggang.
dan pemeriksaan saat posisi tidur. Palpasi dilakukan dengan 3 jari (II. lll. IV) menggunakan falang distal dan media. mulai dari sela
iga 2-6. sternum sampai midaksila.
233
Gambar 2. Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening (KGB) . Dua gambar di kiri menunjukkan pemeriksaan KgB aksila. Berikutnya peme-
riksaan KgB sup rakl avikula dan infra klavikula. Perhatikan posisi tanga n pemeriksa.
lum diketahui, dan (5) sebagai program skrining. atau PR(+) diperkirakan akan berespons terhadap
Mamograf perempuan berusia di bawah 35 tahun terapi hormonal. Pasien dengan HER-2(+) beres-
sulit diinterpretasi karena jaringan kelenjar yang pons terhadap terapi target dengan trastuzumab.
masih padat. Temuan yang mengarah ke kegana- Pasien dengan ER(-) , PR(-), dan HER-2 neu (-). atau
san adalah tumor berbentuk spikula, distorsi atau kerapkali disebut sebagai tripe! negatif. cenderung
iregularitas, mikrokalsifikasi (karsinoma intraduk- berprognosis buruk.
tal). dan pembesaran kelenjar limfe. Biopsi. Diagnosis pasti keganasan ditegakkan de-
Ultrasonografi (USG) ngan pemeriksaan histopatologi melalui biopsi.
Kegunaan USG adalah untuk membedakan lesi Biopsi aspirasi jarum halus (B.AJAH). Pada
solid/kistik, ukuran. tepi, dan adanya kalsifikasi B.AJAH, sampel yang didapat berupa sel dan
dan vaskularisasi intralesi. Penggunaan USG ber- prosedur ini paling mudah dilakukan, meski-
sama mamografi dapat meningkatkan sensitivitas pun kadang tidak memberikan diagnosis yang
mamografi. Akan tetapi, USG sendiri bukan alat jelas karena jumlah spesimen sedikit.
skrining keganasan payudara. Core biopsy. ]arum yang digunakan cukup
Magnetic Resonance Imaging (MRI) besar. Hasilnya berupa jaringan sehingga lebih
MRI dilakukan apabila USG atau mamografi belum bermakna dibanding B.AJAH. Pemeriksaan ini
memberi informasi yang cukup jelas. dapat membedakan tumor non-invasif atau in-
Imunohistokimia vasif serta grade tumor.
Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat jenis Biopsi terbuka. Dilakukanjika hasil anamnesis,
kanker dan sensitivitasnya terhadap terapi hor- pemeriksaan fisis , dan pemeriksaan penunjang
monal. Reseptor estrogen (ER), reseptor proges- lainnya tidak cocok atau memberi keraguan.
teron (PR). dan c-erbB-2 (HER-2 neu) merupakan Biopsi eksisional mengangkat seluruh mas-
komponen yang diperiksa. Pasien dengan ER(+) sa tumor, sementara biopsi insisional hanya
mengambil sebagian massa.
Klasifikasi
Tl T2 T4a
>10-20 mm=Tic
Perluasan ke
.
>6,2-2 mm
'
1
pNO(I+)
)
M. pectoralis minor
~
pN3a: >I 0 nodi(salah~
satu deposit tumor
>2.0 mm)
s; 0 .2 nun atau
kumpulan sel <200
Stadium
235
Penentuan stadium kanker payudara dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Penentuan Stadium Kanker Payudara Berdasarkan American Joint Committee on Cancer. edisi ke-7.
Angka htlrapan h1dup da lam
Stad ium T N M
5 tahun
78
KompeteMi m II Karsinoma Tiroid
•• Hasiana Lumban Gaol, Chris Tanto, Farida Briani
Epidemiologi K.lasifikasi
Karsinoma tiroid merupakan keganasan terbanyak Neoplasma tiroid dapat timbul dari semua jenis sel
pada sistem endokrin. Insidensnya meningkat seiring yang terdapat dalam kelenjar tersebut (Tabel 1) .
dengan usia dan mendatar setelah usia 50 tahun. Keja- Di samping klasifikasi tersebut, American Joint
dian pada perempuan dua kali lebih banyak dibanding Committee on Cancer (AJCC) juga membuat klasifikasi
laki-laki. berdasarkan sistem TNM (Tabel 2).
Jinak
Kllnls
Sus k benl na
•
0 erabel FNAB
1- - Blopsi insisi
+
Suspek mallgna
I
ollkulare pattern Hurtle ce/J
Lesl 'inak , ....&.------!~: vcl
• • •
Follkulare Medulare Ana lastlk
ll
+
Debulking
+ 239
Tlroidektomi total
+
I
______ _________ __ __ _____ __ _______________ ___ J
Gambar I. Pendekatan Nodul Tiroid dengan Fasilitas Pemeriksaan FNAB
Nodul tiroid
+ •
Suspek benigna
+ •
Op(lrabel
+
• Gejala penekanan
• Terapl konservatif
•
Observasi
Observasl
ll
Tiroidektomi total
Fraktur
Dimas Priantono, Wahyu Widodo
Peningkatan tekanan
intraoseus
lnvolukrum
tulang. Jnfeksi yang terjadi dapat menyebabkan oste- kadang sering disertai riwayat prosedur urologi yang
olisis sehingga bakteri dapat masuk ke dalam sirkulasi diikuti dengan demam dan sakit punggung. Tulang
sistemik dan menyebabkan septikemia. Selanjutnya, lain jarang terlibat, kecuali jika terdapat diabetes, mal-
pus mulai terbentuk di antara tulang dan mendesak nutrisi, adiksi obat, leukemia, terapi imunosupresan.
kanal Volkmann sampai ke permukaan untuk mem- Pada geriatri atau defisiensi imun, gambaran sistemik
produksi abses subperiosteal. Hal ini dimungkinkan ringan dan diagnosis ini sering terlewatkan.
karena terutama pada anak-anak, periosteum belum
melekat kuat dengan tulang. Dari abses subperiosteal, Pemeriksaan Penunjang
pus dapat menyebar sepanjang tulang panjang dan Pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan
244
memasukijaringan lunak di sekitarnya. Jnfeksi padaja- CRP yang meningkat dalam 12-24 jam dan LED yang
ringan lunak akan menyebabkan selulitis hingga abses. meningkat dalam 24-48 jam setelah awitan gejala.
Apabila infeksi terus menyebar hingga ke sendi, akan Hitung leukosit meningkat dan hemoglobin dapat
terjadi artritis septik (lihat Gambar I). menurun. Namun, pada bayi dan geriatri. tes ini kurang
Peningkatan tekanan intraoseus, stasis vaskular, andal (reliable).
dan trombosis pembuluh darah kecil akan diikuti gang- Pada Roentgen yang diambil dalam minggu perta-
guan aliran darah, sehingga kematian tulang terjadi. ma, tidak tampak infeksi tulang walaupun progresi tel-
Kepingan tulang nekrotik dapat terpisah satu sama ah terjadi, setelah minggu pertama barulah destruksi
lain. Kepingan jaringan tulang yang sudah mati ini tulang pada metafisis dan tanda pertama pembentukan
disebut sebagai sekuestrum. Sebagai respon, kejadian tulang reaktif. Sementara bone-scan atau scintigrafi
ini akan diikuti dengan pembentukan jaringan tulang memiliki nilai lebih untuk diagnosis pada minggu
baru, yang disebut sebagai involukrum. Apabila infeksi pertama awitan infeksi. Pada MRI, osteomielitis dapat
yang terjadi tidak teratasi, bakteri dapat menyebar ke menunjukkan adanya dark focus pada Tl -weighted
tulang lain, bahkan ke organ lain dan menimbulkan image atau bright signal pada T2- weighted image.
komplikasi yang dapat menyebabkan kematian. Dengan USG, pembengkakan jaringan lunak pertama
terlihat pada hari-hari pertama awitan infeksi.
Manifestasi Klinis Untuk memastikan diagnosis klinis dapat dipakai
Nyeri konstan dan berat pada dekat ujung tulang pemeriksaan histologi dengan cara aspirasi pus atau
yang terlibat. Gejala lain terkait septikemia, seperti cairan dari abses subperiosteal. soft tissue ekstra-
malaise, anoreksia, dan demam (dalam 24 jam). Kedua osseus atau sendi terdekat. dengan menggunakan
ha! terse but harus menjadi dasar diagnosis klinis acute jarum trokar 16-18 G. Apabila tidak ada pus. apusan
hematogenous osteomielitis hingga terbukti sebaliknya. aspirat dapat diperiksa dengan pewarnaan Gram se-
Adanya riwayat trauma atau infeksi saluran pernapas- hingga dapat membantu mengidentifikasi tipe infeksi
an atas pada anak memperkuat diagnosis osteomielitis. dan membantu pemilihan antibiotik. Aspirasi jaringan
hanya memberikan hasil positif pada 60% kasus. se-
Diagnosis mentara kultur darah positif pada kurang dari 50%
Tanda kardinal acute hematogenous osteomielitis kasus.
pada anak meliputi nyeri, demam, menolak untuk
menahan beban, dan menggerakan bagian tubuh yang Diagnosis Banding
terlibat, serta tidak mau disentuh pada bagian yang Acute suppurative arthritis, streptococcal necrotiz-
nyeri. Terkadang ditemukan limfadenopati. Pada dewa- ing myositis, acute rheumatism. Sickle-cell crisis, Gau-
sa, predileksi tersering adalah vertebra torakolumbar, cher's disease.
Tata Laksana dapat diobati. Namun, apabila terjadi pus dan nekrosis
Prinsip tata laksana meliputi (I) mengistirahat- tulang, maka dibutuhkan tindakan drainase operatif.
kan bagian yang terinfeksi, (2) pemberian antibiotik
spektrum luas, (3) mengurangi nyeri dan sebagai Sumber Bacaan
tata laksana suportif, (4) mengidentifikasi organisme l. Solomon L, Srinivasan H. Tuli S. Cavender S. Infection.
yang menginfeksi, (5) mengeluarkan pus secepat dan Dalam: Solomon L. Warwick D. Nayagam S, penyunting.
sebersih mungkin serta mengurangi tekanan intra- Apley's system of orthopaedics and fractures. Edisi ke-9.
osseus, (6) stabilisasi tulang apabila terjadi fraktur, London: Hodder Arno ld: 20 I 0. h.29-43.
(7) mengeradikasi jaringan avaskular dan nekrotik 2. Salter RB. penyunting. Fractures and joint injuries-ge neral
serta mengembalikan kontinuitas apabila terjadi gap features. Dalam: Textbook of disorders and injuries of the
pada tulang, dan (8) mempertahankan jaringan lunak muscu loskeletal system. Edisi ke-3. Baltimore: Lippincott
dan kulit. Pada infeksi akut, apabila ditangani dengan Williams & Wilkins; 1999. h.207-2 4.
antibiotik efektif dan secara dini, penyakit ini biasanya
Definisi
• Dimas Priantono, Wahyu Widodo
Hipospadia 249
86
Komrl."tcn~i IV
•
II Luka Bakar
•• Cindya Klarisa, Kristaninta Bangun
Patologi Hanya mengenai epi- Seluruh epidermis dan Seluruh epidermis. Seluruh epide rmis, seluruh
dermis (contoh: sun- lapisa n atas dermis. lapisan dermis lebih dermis, hi ngga lapisan sub-
burn) dalam lagi (tidak sel u- kutan.
ruh dermis)
Warna Kemerahan Merah muda - kemera- Merah - putih Putih, coklat kehitaman
han
Capillary Refill
Nyeri +(tu mpul)
Tera pi Tidak perlu (terapl su- Dressing: Polyurethrane film, foam dressing, atau Silversulfadiazine, eksisi ta-
portif: analgesik) bacterial sellulose ngensial. skin graft
······ Zona hiperemia
idermis
Patofisiologi dan Jenis Luka Bakar kat hingga 3 kali lipat. Keadaan tersebut, diper-
Respon Tubuh berat hipoperfusi splanknik, membutuhkan nutrisi
1. Respon Lokal enteral segera, untuk mengurangi katabolisme dan
a. Zona koagulasi. Titik kerusakan maksimum menjaga keutuhan usus.
terjadinya kehilangan jaringan ireversibel aki- Perubahan imunologis. Terjadi down regulation
bat koagulasi protein. tidak spesifik sistem imun, baik selular maupun
b. Zona stasis. Area hipoperfusi yang masih ber- humoral.
potensi untuk diselamatkan. Merupakan target
252 utama resusitasi untuk meningkatkan perfusi Mekanisme Kerusakan
ke daerah ini dan mencegah kerusakan baru I. Trauma Termal
yang ireversibel. Keadaan lainnya seperti hi- Hingga 70% Iuka bakar pada anak disebabkan oleh
potensi berkelanjutan, infeksi, ataupun ede- air panas.
ma dapat mengubah area ini menjadi rusak Air mendidih menyebabkan Iuka bakar derajat Ila
ireversibel. hingga derajat Jib.
c. Zona hiperemia. Di zona ini perfusi jaringan Api - sering juga menyebabkan trauma inhalasi
meningkat. J a ring an akan membaik. kecua- dan trauma lainnya. Biasanya menyebabkan Iuka
li terdapat sepsis berat atau hipoperfusi derajat lib atau derajat III.
berkepanjangan. Kontak benda panas - Biasanya terjadi pada pasien
Ketiga zona tersebut bersifat tiga dimensi dan kehila- epilepsi, akibat pengaruh alkohol atau obat-obatan
ngan jaringan di zona stasis akan membuat Iuka sema- terlarang, atau pada kecelakaan di area industri.
kin dalam dan lebar (lihat Gambar I) . J uga pada pasien tua dengan penurunan kesada-
ran sehingga menyebabkan kontak dengan objek
2. Respon Sistemik panas. Kontak tersebut biasanya menyebabkan
Ketika luas Iuka bakar mencapai 15-20% total per- Iuka derajat Jib atau derajat Jll.
mukaan tubuh, terjadi pelepasan sitokin dan mediator
inflamasi pada lesi yang memberi efek sistemik. 2. Trauma Listrik
Perubahan Kardiovaskular. Permeabilitas kapiler Biasanya arus listrik akan membuat jalur dengan
meningkat membuat pelepasan protein dan cairan membentuk satu titik masuk dan keluar dan jaringan
intravaskular ke kompartemen intersisial. Selain diantara kedua titik tersebut akan mengalami jejas
itu terjadi juga vasokonstriksi arteri-arteri perifer seketika. Jumlah panas yang masuk menentukan de-
dan splanknik. Pelepasan TNF- a menyebabkan rajat kerusakan jaringan. Dapat dihitung dengan 0,24
kontraktilitas miokard menurun. Keadaan terse- x (tegangan listrik, dalam volt) 2 x resistensi listrik.
but diperberat dengan hilangnya cairan dari Iuka, Tampak bahwa tegangan menjadi faktor utama derajat
menyebabkan hipotensi sistemik dan berujung kerusakan jaringan.
pada hipoperfusi organ. Trauma listrik dapat dibagi menjadi tiga, sebagai
Perubahan Respiratorik. Mediator inflamasi berikut.
menyebabkan bronkokonstriksi dan pada keadaan Listrik setempat. Terkena tegangan rendah yang
yang berat dapat menyebabkan respiratory distress menyebabkan Iuka kecil namun dalam. Dapat
syndrome. mengganggu siklus jantung dan menyebabkan
Perubahan Metabolik. Basal metabolic rate mening- aritrnia.
3. Trauma Kimia
Dapat terjadi di area industri atau rumah tangga.
Pada umumnya Iuka dalam karena selama agen koro-
sif masih kontak dengan kulit, ia akan terus berlanjut
menyebabkan nekrosis koagulatif. Bahan yang ber-
sifat alkali mengakibatkan penetrasi lebih dalam dan
menyebabkan Iuka bakar lebih buruk daripada asam.
Tata laksana awal adalah dengan mengirigasi
an= 9% seluruh badan pasien dengan air untuk melepaskan
seluruh bahan kimia. Hal tersebut terbukti mengura-
ngi dalam Iuka. Kertas lakmus dapat digunakan untuk
mengetahui sifat bahan korosif.
Punggung
Asesmen Area Luka Bakar
Ketika mengestimasi area Iuka bakar, eritema dan
....
(I)
Leng n 9'16
untuk membuka permukaan selama penilaian, namun
lingkungan harus tetap hangat.
Permukaan palmar - Gunakan area permukaan
palmar pasien (termasuk jari-jari) secara kasar me-
rupakan 0,8% total permukaan tubuh. Dapat digu-
nakan untuk mengestimasi Iuka bakar kecil (< 15%)
1~
I
.....
~
1. \__
./. -----------'
1 i; 1 -1 I
-·- j
·r:.i)' 2 2
c c c r~ B B B
v r~~
B
-
~cW c r~-
I
r- I i
[<.,1.t
254 Area
10 I '> l>P\\,1 , ,1 0 I :>
A 1/ 2 luas kepala 5 1/2 4 112 3 112 9 1/2 8 112 6 1/2
B I/ 2 luas satu paha 4 1/ 4 4 1/ 2 4 3/ 4 2 3/ 4 3 1/4
c 1/ 2 luas satu 3 3 1/ 4 3 1/ 2 2 1/ 2 2 112 2 3/ 4
tu ngkai bawah
% Luas Permukaan Luka Bakar
Suspek Iuka Kepala _ _ Leher _ _ Torso _ _ Lengan acas _ _ Lengan bawah - - - - - -
bakar derajat 3
Total Iuka bakar Kepala _ _ Leher _ _ Torso _ _ Lengan acas _ _ Lengan bawah _ _ _ _ __
Genital _ _ Bokong _ _ Paha _ _ Tungkai bawah __ Kaki _ _ _ _ _ __
Jangan gunakan air de ngan es karena vasokon- katun steril. Luka bakar pada tangan dapat ditutup
striksi yang disebabkannya dapat menyebabkan dengan plastik jernih penutup sajian makanan/
progresi Iuka bakar. Namun. mendinginkan area clingwrap. Cegah penggunaan dressing basah.
kulit Iuka bakar yang luas dapat menyebabkan Jangan pula gunakan krim topikal apapun karena
hipotermia, terutama pada anak-anak. Luka bakar dapat mengganggu penilaian Iuka. Pe nggunaan an-
kimia dapat diirigasi air sebanyak-banyaknya. tibiotik topikal tidak dianjurkan.
3 . Analgesik. Dapat diberikan golongan OAINS seper-
ti ibuprofen. Indikasi pasien Iuka bakar yang dapat di rawat
4. Tutup Iuka bakar. Sebaiknya dressing yang digu- jalan adalah sebagai berikut.
nakan lentur, lembut, tidak menempel, kedap, dan Luka bakar derajat II menu tu pi <I 0 % total permu-
transparan. Sebaiknya penutup hanya untuk menu- kaan tubuh dewasa.
tupi Iuka tanpa benar-benar membungkus Iuka. Se- Luka bakar derajat II menutupi <5% total permu-
limut baik untuk menjaga pasien tetap hangat. Bila kaan tubuh anak-anak.
tidak ada film yang lengket, dapat digunakan alas Tidak ada komorbid.
Tata laksana lanjutan sebagai berikut.
l. Bersihkan Iuka. Bersihkan dengan sabun dan air Anarnnesis
atau cairan antibakteri seperti cairan klorheksidin. Dari anamnesis dapat diketahui:
Bila terdapat bula yang besar, sebaiknya dipecah- Bahan yang menyebabkan Iuka bakar (api, air
kan dari bagian dasar, kulit mati sebaiknya dibuang panas, listrik atau kimia) .
dengan gunting atau jarum steril. Bula yang kecil Bagaimana kontaknya dengan pasien.
sebaiknya dibiarkan saja. Pertolongan pertama yang telah dilakukan dan tata
a. Luka bakar derajat I - Cuci dengan air dan laksana lanjutan yang telah diberikan.
sabun, berikan pelembab atau antibiotik topi- Adakah kejadian lain yang menyertai (seperti jatuh,
kal. Dalam beberapa hari akan sembuh. tabrakan, atau ledakan).
b. Luka bakar derajat II Adakah risiko trauma inhalasi (terutama pada keja-
Bila terdapat bula intak, biarkan karena dian di dalam ruangan tertutup).
membantu penyembuhan Iuka. Kapan terjadi dan berapa lama pajanannya.
Bila bula sudah terbuka, buang semua kulit Sudahkah resusitasi cairan dimulai.
mati.
Berikan antibiotik topikal , biasanya krim Survey Primer
neomicyn basitrasin (Nebacetin®) atau A1!wav - Sama halnya dengan bantuan hidup lanjut,
salep MEBO® dua kali sehari dan tutup sebaiknya servikal tetap dilindungi kecuali yakin ti-
dengan penutup kering. dak terdapat jejas servikal. Inhalasi gas panas dapat
Derajat II superfisial biasanya sembuh menyebabkan edema pita suara beberapa saat kemu-
dalam 10-14 hari. Sedangkan derajat II dian. Oleh karena itu jaga jalan napas tetap paten. Bila
dalam sembuh dalam 3-4 minggu. diperlukan dapat dilakukan intubasi.
c. Luka bakar derajat III. Tanda-tanda trauma inhalasi adalah sebagai berikut.
Berikan antibiotik topikal. 1. Riwayat Iuka bakar karena api atau Iuka bakar di
Biasanya butuh waktu minimal 4 minggu ruangan tertutup.
untuk sembuh dan sembuh dengan jaringan 2. Luka bakar yang luas dan dalam di area wajah, le-
parut hipertrofik. her, atau upper torso.
Biasanya membutuhkan eksisi tangensial 3. Bulu hidung yang terbakar.
dan skin graft (kecuali Iuka dengan diameter 4. Adanya sputum berkarbon atau partikel karbon di
< 4cm). orofaring.
2. Gunakan penutup. Idealnya dalam 24 jam perlu
dilakukan pemeriksaan dressing ulang. Pertama lndikasi untuk dilakukan intubasi adalah sebagai beri-
kali dressing diganti setelah 48 jam kemudian kut.
setiap 3-5 hari berikutnya. Bila Iuka yang diberi 1. Edema atau eritema area orofaring dari inspeksi
dressing terasa nyeri, berbau, terkontaminasi, langsung dengan laringoskop
keluar cairan berlebihan, atau adanya tanda-tanda 2. Suara yang berubah menjadi kasar atau batuk
infeksi seperti demam, segera ganti dressing. Bila kasar.
Iuka tidak sembuh dalam 3 minggu, segera rujuk 3. Stridor, takipnea, atau dispnea.
ke bedah plastik yang menangani Iuka bakar. Bekas
Iuka bakar akan kering dan sensitif. Dalam masa Breathing - seluruh pasien Iuka bakar sebaiknya
penyembuhan dapat terasa gatal. Sebaiknya beri- mendapat oksigen 100% dengan non-rebreathing
kan krim pelembut dan hindarkan dari paparan mask.
sinar matahari langsung. Luka bakar yang mengelilingi dada, atau sangat
3. Luka Bakar di Wajah. Sebaiknya dirujuk ke spesi- luas dan dalam di area dada, dapat membatasi
alis bedah plastik. Namun bila hanya sunburn, Iuka pergerakan dada dan membuat ventilasi inadekuat.
sebaiknya dibersihkan 2 kali sehari dengan solu- Dibutuhkan tindakan eskarotomi.
sio koroheksidin terdilusi. Sebaiknya dilapisi krim Jejas yang mempenetrasi menyebabkan tension
seperti parafin cair, setiap 1-4 jam untuk memini- pneumotoraks, kontusio paru, dan trauma alveolar
malisasi pembentukan krusta. Pasien sebaiknya ti- yang dapat menyebabkan adult respiratory distress
dur dengan 2 bantal dalam 48 jam pertama untuk syndrome.
mencegah edema wajah. Sekalipun telah dingin, hasil kombustio dapat
masuk ke dalam paru-paru dan mengiritasi paru
Tata laksana Awai Luka Bakar Mayor yang menyebabkan inflamasi, bronkospasme, dan
Luka bakar yang mencapai 25% atau lebih total bronkorhoea. Silia pneumosit yang rusak dapat
permukaan tubuh. Namun Iuka bakar yang sudah lebih berlanjut menjadi atelektasis atau pneumonia.
dari 10% sebaiknya diperlakukan sama dengan Iuka Dapat diberikan nebuliser atau ventilasi tekanan
bakar mayor.
positif dengan positive end-expiratory pressure terapi cairannya disesuaikan berdasarkan keluaran
(PEEP). urine (dengan target keluaran urine seperti di atas) dan
Afinitas ikatan karbonmonoksida dengan deoksi- keadaan klinis pasien.
hemoglobin 40 kali lebih kuat bila dibandingkan
dengan afinitas oksigen. Karbonmonoksida juga Suportif
berikatan dengan protein intraseluler terutama Berikan analgesik, terutama Iuka bakar superfisial
melalui jalur sitokrom oksidase. Kedua proses karena sangat nyeri. Bila NSA!Ds tidak dapat mengata-
tersebut menyebabkan hipoksia ekstraseluler dan si nyeri, dapat diberikan morfin oral (pada Iuka bakar
intraseluler. Pulse oximetry tidak dapat membeda- kecil) atau intravena. Dengan dosis 2-3 mg setiap kali
kan keduanya sehingga dapat menunjukkan hasil pemberian dan di titrasi untuk kontrol. Hati-hati pem-
yang normal. Analisis gas darah dapat menunjuk- berian karena dosis berlebihan dapat menyebabkan
kan asidosis metabolik dan peningkatan karboksi- pasien tidak bernapas. Jangan berikan lebih dari 0, I
hemoglobin. Berikan oksigen I 00% untuk meng- mg/KgBB dalam periode 1-2 jam. Berlaku pada anak
geser kedudukan karbon monoksida dengan cepat. dan dewasa.
Circulation - Buat dua jalur intravena yang besar Indikasi Rujuk ke Unit Luka Bakar
segera di area tanpa Iuka. Seluruh Iuka bakar yang kompleks harus dirujuk,
yakni
D - Stabilitas Neurologi - Periksa tingkat kesadaran 1. Usia < 5 tahun atau > 60 tahun.
pasien dengan Glasgow coma scale. Penurunan kesada- 2. Luka bakar mengenai wajah, tangan, atau perine-
ran dapat terjadi karena hipoksia atau hipovolemi. um.
Di kaki, bila kehilangan banyak kulit.
E - Environment - Paparan dengan Lingkungan Bila mengenai lipatan seperti aksila atau leher.
Seluruh permukaan tubuh pasien harus diperik- Luka bakar yang melingkar di ekstremitas, tor-
sa termasuk punggung, untuk mendapatkan estimasi so, atau leher.
256 akurat dari area Iuka bakar dan jejas yang menyertai. 3. Trauma inhalasi.
Pasien sebaiknya segera ditutupi selimut karena rentan 4. Trauma kimia > 5% total area tubuh, pajanan ter-
hipotermi, terutama anak-anak. hadap radiasi yang mengionisasi, trauma listrik
tegangan tinggi, trauma panas tekanan tinggi, Iuka
F - Fluid Resuscitation (Resusitasi Cairan) bakar asam hidrofluorat >I% total luas permukaan
Pada Iuka bakar > 20% diperlukan pemasangan ka- tubuh, atau trauma yang diduga karena disengaja
teter urine untuk memonitor keluaran urin. Pada anak. (seperti kekerasan).
bila tidak memungkinkan dengan akses intravena, 5. Luas kulit yang terkena:
dapat menggunakan akses interoseus untuk sementa- a. Anak-anak berusia < 16 tahun: bila >5% dari
ra. Namun, jalur intravena tetap harus segera dipasang. seluruh luas permukaan tubuh.
Setelah periode 24 jam pemberian kristaloid, se- b. Dewasa > 16 tahun bila > 10% luas permukaan
lanjutnya dapat dilanjutkan pemberian koloid, karena tubuh.
dapat memperbaiki ekspansi volume intravaskular. 6. Adanya kondisi komorbid lain yang menyertai se-
Berikan 0,3-0,5 mL x berat badan (Kg) x % total per- perti kehamilan, imunosupresi, gangguan jantung,
mukaan area Iuka bakar selama 24 jam. Setelahnya, fraktur, trauma kepala atau kecelakaan.
Sumber Bacaan
Resusitasi Cairan Formula Parkland
Total Cairan yang dibutu hkan dalam 24 jam;
1. Hettiaratchy S, Dziewulski P. Introduction. BMJ. 2004 June
5; 328(7452):1366-8.
4 mL x persentase (%) luas Iuka bakar x berat badan (Kg)
2. Hettiaratchy S. Dziewulski P. Pathophysiology and types of
Lima puluh persen (50%) diberikan dalam 8 jam pertama,
burns. BMJ 2004. June 12;328(7453):1427-9.
selebihnya dalam 16 jam setelahnya.
3. Semer NB. penyunting. Burns. Dalam: Practical plastic sur-
gery for nonsurgeons. Philadelphia: Hanley& Belfus; 2001.
Pada anak-anak, ditambahkan cairan dosis pemeliharaan
h.191-200.
dalam tiap jamnya:
4. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
4 ml / KgBB untuk 10 Kg pertama berat badan. (ditambah .. )
ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course
2 ml/Kg untuk 10 Kg kedua berat badan, (ditambah .. )
manual. Edisi ke-9. 2012.
1 ml/Kg untuk > 20 Kg berat badan.
Epidemiologi Klasifikasi
Paling sering mengenai pria daripada perempuan. Sumbing bibir unilateral: microform cleft lip,
Presentasi paling sering sumbing bibir unilateral sisi incomplete cleft lip, complete cleft lip.
kiri, yang disertai sumbing palatum. Sekitar 25% ka- Sumbing bibir bilateral: incomplete bilateral cleft
sus disertai dengan anomali lainnya seperti kelainan lip. complete bilateral cleft lip.
neurologi. jantung. maupun club foot/ amniotic band Sumbing palatum: unilateral cleft lip and palate,
sequence. bilateral cleft lip and palate, isolated cleft palate,
submucous cleft palate.
Etiopatogenesis
Dalam perkembangan fetus, bibir dan palatum ter- Diagnosis
bentuk pad a trimester pertama (gestasi hari 30-60) . Ditegakkan dari pemeriksaan fisis . Setiap sumbing
Sumbing terbentuk ketika ada gangguan selama proses bibir yang tampak dari luar harus dinilai palatum apa-
fusi normal dan penetrasi mesodermal dari prosesus kah juga sumbing. Lakukan pemeriksaan seluruh tu-
frontonasal dan prosesus maksilari wajah semasa em- buh, juga jantung, bila terdapat kemungkinan disertai
brio. Namun, sumbing dapat pula menjadi bagian dari sindrom lainnya.
suatu kelainan yang disertai sindrom lain. Pemeriksaan USG dapat mendiagnosis sumbing
Merupakan proses multifaktorial akibat pajanan sejak trimester kedua kehamilan ketika posisi wajah
berbagai bahan yang bersifat teratogenik dan faktor janin berada pada posisi yang tepat. Pemeriksaan kro-
genetik berkontribusi dalam menyebabkan terjadinya. mosom jika diperlukan.
Palatum normal Sumbing pada Sum bing pada Sum bing komplit Surnbing palatum
palatum mo/Je palatwn durum pada palaturn bilateral
7-8 tahun Alveolar Bone Grafting (ABC) untuk Dilakukan ketika gigi kaninus mulai erupsi. dapat dilakukan secara
perbaikan hard palate anterior sukses pada anak iebih tua (I 0-12 tahun)
> l 7 - 18 tahun Osteotomi Le Fo1t I: operasi rahang Biasanya maksila tidak tumbuh normal pada anak dengan sumbing
(dilakukan setelah atas palatum dan membutuhkan untuk dipotong dan di reposisi untuk
pubertas. dimana memperbaiki hubungan antara rahang atas dan bawah.
skeletal telah matur)Rinoplasti Mencakup cartilage graft, reposisi tulang. dan perbaikan septum 259
deviasl.
operasi bibir, yakni antara usia 9-18 bulan. Namun, lines fo r breastfeeding infants with cleft lip, cleft palate. or
pada keadaan tertentu, bibir dan palatum dapat diper- cleft lip and palate. revised 20 13. Breastfeed Med. 20 13
baiki bersamaan. Jika operasi palatum terlambat diker- Aug;8(4):349-53.
jakan, maka pasien akan mengalami gangguan fungsi 3. Mossey P. Castilla E. Global registry and database on cra-
bicara, yakni bicara menjadi sengau. Bersamaan de- niofaciai anomalies: report of a WHO registry meeting on
ngan operasi palatum, dapat pula dilakukan operasi craniofacial anomalies. Geneva: World Health Organization:
myringotomi atau pemasangan gromet tube olah dok- 2003.
ter spesialis telinga hidung dan tenggorok. 4. Nickel RE. Desch LW, penyunting. Guidelines for the care
of children and adolesce nts with cleft lip and palate. Dalam:
Sumber Bacaan The physician's guide to caring for children with disabili-
l . Hopper RA. Cutting C. Grayso n B. Cleft lip and palate. Dalam: ties and chron ic conditions. Baltimore: Brookes Publishing;
Thorne CH. Beasley RW. Aston SJ. Bartlett SP. Gurtner GC. 2000.
Spear SL. penyunting. Crabb and Smith's plastic surgery. Ed- 5. Semer NB. Cleft lip/ palate. Dalam: Practical plastic surgery
is i ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins: 20 13. for nonsurgeons. Philadelphia: Hanley & Belfus: 200 I.
2. Re illy S. Reid J. Skeat J. Cahir P. Mei C, Bunik M; Academy of h.235-4 1.
Breastfeeding Medicine. ABM clinical protocol # 18: guide-
Trauma Wajah
Cindya Klarisa, Kristaninta Bangun
Trauma wajah dapat mengancam banyak fungsi sien dengan nyeri, laserasi, kontusio, defisit neurologi,
(melihat, mendengar, menghidu, bernapas, makan. dan maloklusi , gangguan penglihatan, dan asimetri pada
bi car a). Fraktur wajah harus dicurigai pada semua pa- wajah.
Klasifikasi. menekan bola mata atau orbital rim, tekanan intraor-
Area maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian sebagai bita meningkat, dan mentransmisikan tekanan tersebut
berikut. lalu menyebabkan kerusakan pada bagian terlemah or-
1. Upper face - Fraktur yang melibatkan os frontalis bita yakni dinding medial dan dasar. Dapat pula terjadi
dan sinus frontalis. herniasi bagian orbita ke dalam sinus maksila.
2. Midface - dibagi menjadi bagian atas dan bawah.
Bagian atas: os zigoma, os nasal, os etmoid, dan os Tanda dan Gejala.
maksila bagian non-gigi. Mencakup fraktur maksila Dari anamnesis sebaiknya dapat ditentukan apakah
Le Fort II dan Le Fort III, dan atau fraktur os nasal, pasien memiliki riwayat penetrasi bola mata iatrogenik
kompleks nasoetmoidal, atau kompleks zigoma- seperti operasi katarak. Hal tersebut penting ditanya-
tikomaksila, dan dasar orbita. Bagian bawah: alveo- kan karena meningkatkan risiko ruptur bola mata pas-
lus maksila, gigi, dan palatum dan dimana fraktur ca trauma.
Le Fort I terjadi. Tanda lainnya mencakup hematoma atau edema
3. Lower face: os mandibula. periorbital, ekimosis, perdarahan subkonjungtiva,
enoftalmus, perubahan ketajaman visus, diplopia.
Pemeriksaan wajah sebaiknya mencakup beberapa hal Kerusakan nervus infraorbitalis dapat menimbulkan
sebagai beriku t. parestesia atau anestesi dari lateral hidung, bibir atas,
Inspeksi untuk tiap deformitas dan asimetri. dan gingiva maksila. Lakukan pemeriksaan lapang
Palpasi seluruh tulang kraniofasial untuk melihat pandang, karena kerusakan nervus optikus pertama
ada tidaknya iregularitas atau krepitasi. kali bermanifestasi dengan terbatasnya lapang pan-
Pemeriksaan nervus trigeminal dan fasial. dang dibandingkan perubahan visus yang signifikan.
lnspeksi intranasal untuk melihat hematoma Lakukan juga pemeriksaan gerakan bola mata maupun
septum. refleks pupil langsung dan tidak langsung.
Pemeriksaan oftalmologi untuk menilai adanya
jebakan ekstraokular atau defisit nervus optikus. 3. Fraktur Zigoma
260 Pemeriksaan intraoral untuk menilai adanya Os Zigoma memiliki empat kaki, yakni zigoma-
maloklusi dan fraktur atau gigi yang hilang. tikofrontal, zigomatikotemporal, zigomatikomaksila
dan zigomatikoorbita. Fraktur yang isolated sering
1. Fraktur Frontal terlewatkan karena tidak menimbulkan gangguan
Diakibatkan adanya energi besar yang mengenai fungsional. Sementara fraktur yang melibatkan zigo-
dahi. Tidak selalu diikuti dengan tanda/gejala akut. matikoorbita dan zigomatikomaksila (zygomaticomaxi-
lary complex, ZMC) dapat menyebabkan maloklusi dan
Tanda dan Gejala diplopia. Garis fraktur zigomatikoorbita dapat meman-
Jelas tampak deformitas pada dahi, adanya la- jang melalui foramen infraorbita dan dasar orbita, dan
serasi, kontusio, nyeri fasial, atau hematoma di dahi. menyebabkan diplopia. Sedangkan, garis fraktur ZMC
Dapat pula disrupsi atau krepitasi supraorbita rims, dapat menyebabkan maloklusi.
emfisema subkutan, atau parestesia supraorbita dan Gangguan estetik yang sering disebabkan oleh frak-
saraf supratroklear. Dapat pula terdapat rinorea cairan tur zigoma adalah depresi malar eminence atau tulang
serebrospinal yang menunjukkan adanya keterlibatan pipi yang rata, yang menyebabkan wajah asimetri.
kerusakan sinus frontalis. Jejas pada sinus frontalis
seringkali melibatkan sistem saraf pusat dan evaluasi Tanda dan Gejala
sejak awal dibutuhkan. Pada fraktur arkus zigoma, dapat teraba defek
pada palpasi daerah yang terkena dan disertai nyeri.
Pemeriksaan Penunjang Fraktur Zigomatikoorbita dapat muncul bersamaan
Lakukan CT scan potongan aksial untuk menentu- dengan perdarahan subkonjungtiva, defek saat palpasi
kan derajat jejas dan keterlibatan sisi anterior, poste- di sepanjang orbital lateral atau infraorbita rim. Selain
rior, dan nasofrontal. Pasien dengan fraktur posterior itu juga dapat muncul bersamaan dengan diplopia, tris-
berisiko pada meningitis akut dan terbentuknya mu- mus (karena tertekannnya arkus zigomatikus), epistak-
kokel intraserebral. sis, ekimosis intraoral, atau Iuka pada gusi. Parestesia
dapat muncul pada sisi lateral nasal dan bibir atas yang
2. Fraktur Dasar Orbita disebabkan tubrukan nervus infraorbita.
Paling sering terjadi "blow-out fracture" yang meli-
batkan dinding medial dan dasar orbita. Jejas pada din- Pemeriksaan Penunjang
ding orbita menyebabkan fraktur tertutup atau disertai CT scan dengan rekonstruksi tiga dimensi (3D)
dengan fraktur dinding medial. Ketika tekanan besar dapat digunakan untuk menentukan derajat deformi-
Gambar I. Fraktur Le Fort
tas. Lihat dinding orbita lateral pada potongan aksial zigomatikomaksila, dan berlanjut ke arah posterior
yang menunjukkan artikulasi zigomatikoorbita. dan lateral melalui maksila, dibawah zigoma, dan
menuju lempeng pterigoid.
4. Fraktur Nasal Tanda dan Gejala. Dapat ditemukan edema wajah,
Paling sering terjadi. Os nasal dapat bergeser ke telekantus, perdarahan subkonjungtiva, pergerakan
arah lateral atau posterior, dan fraktur dapat melibat- maksila pada sutura nasofrontal, epistaksis, dan
kan kartilago septum dan atan os nasal. rinore cairan serebrospinal.
Le Fort III. Fraktur atau disjunction kraniofasial
261
Tanda dan Gejala dimana terjadi pemisahan antara seluruh os
Diagnosis cukup berdasarkan gambaran klinis fasial dari basis kranii dengan fraktur simultan
saja. Datang dengan riwayat trauma pada hidung. Pe- dari os zigoma, os maksila, dan os nasal. Garis
meriksaan fisis didapatkan hidung yang edema, epis- fraktur meluas secara posterolateral melalui os
taksis, nyeri, deviasi, krepitasi. dan terdapat fraktur. etmoid, orbita, dan suturan pterigomaksila ke fosa
Lakukan inspeksi intranasal untuk menilai hematoma sfenopalatina.
septum. Hematoma septum yang tidak tertangani Tanda dan Gejala. Edema masif wajah, dengan
dapat menyebabkan resorpsi ke kartilago septum dan wajah yang elongasi atau mendatar, epistaksis,
menyebabkan deformitas hidung. ataupun rinore cairan serebrospinal. Dapat teraba
gerakan seluruh tulang wajah dengan kaitannya
Pemeriksaan Penunjang dengan basis kranii, atau yang dikenal dengan
Hanya dikerjakan jika dicurigai ada cedera pada 'maksila goyang'.
tulang wajah lainnya, dalam ha! ini lakukan CT scan Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah
wajah. CT scan dengan rekonstruksi 3D, namun jika tidak
tersedia, dapat menggunakan Roentgen waters view
5. Fraktur Maksila (oksipitomental)
Merupakan fraktur yang melepaskan maksila dari Fraktur Le Fort jarang muncul dalam bentuk tung-
dasar tengkorak. Maksila menjadi mobile dan dapat gal, melainkan berupa kombinasi antara Le Fort seperti
mengakibatkan maloklusi maupun diplopia. Fraktur Le Fort I pada satu sisi dan Le Fort III pada sisi lain-
harus memanjang sepanjang lempeng pterygoid untuk nya. Evaluasi preoperatif difokuskan terutama pada
membuat fraktur Le Fort komplit. hubungan oklusal. Setiap tanda maloklusi sebaiknya
Dapat dik.lasifikasikan menjadi tiga jenis: dievaluasi dengan hati-hati.
Le Fort I. Fraktur maksila secara horizontal
melewati bagian inferior maksila, yang membagi 6. Fraktur Naso-Orbito-Ethmoidalis !NOE)
prosesus alveolar yang terdiri dari gigi dan hard Fraktur yang melibatkan os nasal, os orbita, dan os
palate, dengan maksila lainnya. etmoidalis dan menyebabkan kerusakan kantus media,
Tanda dan Gejala. Dapat ditemukan edema wajah aparatus lakrimalis, atau duktus nasofrontalis.
dan pergerakan dari hard palate. alveolus maksila,
dan gigi. Tanda dan Gejala
Le Fort II. Merupakan fraktur piramidal yang Tanda yang paling khas adalah adanya telekantus
dimulai pada os nasal, meluas melalui os etmoid (bertambahnya jarak antara kantus media dan kelopak
dan lakrimal, turun ke bawah melalui sutura mata) yang disebabkan bergesernya fragmen tulang
yang menahan tendon kantus media, ke arah lateral.
Dapat disertai epistaksis, nyeri prosesus frontal maksi-
laris, fraktur nasal comminuted, dan rinore cairan se-
rebrospinal. Pada pasien dengan edema wajah berat.
dapat tampak posisi kantus media asimetris. Fraktur tipe I
Pemeriksaan Penunjang
CT scan dapat menentukan lokasi jejas dan derajat
keparahan fraktur (dua faktor penentu tata laksana).
7. Fraktur Mandibula
Paling sering ditemukan pada korpus, angulus dan
kondilus, atau ramus dan simfisis mandibula. Fraktur
mandibula seringkali multipel.
Fraktur tipe II
Tanda dan Gejala
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri
saat menggerakkan rahang bawah, maloklusi gigi,
dan kesulitan membuka mulut atau menggigit ke
arah bawah. Derajat maloklusi yang terjadi bervariasi.
Maloklusi adalah keadaan dimana tidak bertemunya
molar 1 atas dan bawah, kiri dan kanan dalam posi-
si yang baik. Pada palpasi dapat dirasakan mobilitas
dan krepitasi sepanjang simfisis, sudut, atau korpus.
Selain itu dapat disertai edema intraoral, ekimosis,
262 dan perdarahan gusi. Terkenanya nervus alveolaris Frak tur ti pe III
inferior dapat menyebabkan parestesia, anestesia dari
setengah bibir bawah, dagu, gigi, dan gusi.
Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan paling baik untuk menilai mandibula
adalah Roentgen panoramik. Pasien duduk tegak de- Gambar 2. Klasifikasi Fraktur Fraktur Naso-Orbi-
ngan leher yang mobile. Daerah simfisis paling baik to-Ethmoidalis (NOE)
dinilai dengan Roentgen posteroanterior mandibula. Prinsip Pemilihan Pemeriksaan Penunjang Trauma
CT scan wajah dengan rekonstruksi 3D juga sensitif Wajah
dan spesifik dalam mengidentifikasi fraktur mandibula. Upper face: pilihannya adalah CT scan dengan
rekonstruksi 3D. Alternatif lainnya adalah
Corpus
90 Fraktur Iga
Kompctcnsi UL.\.
••
Definisi
• Elita Wibisono. Chris Tanto. Iskandar Rahardjo Budianto
266
Fraktur Sternum
Elita Wibisono, Chris Tanto, Iskandar Rahardjo Budianto
Definisi Diagnosis
Fraktur sternum adalah fraktur yang melibatkan dis- Anamnesis
rupsi dari korteks sternum. Tanyakan mengenai mekanisme kejadian yang di-
alami pasien (termasuk arah benturan serta kekuatan-
Epidemiologi nya) . Selain itu tanyakan keluhan yang terdapat pada
Fraktur sternum jarang terjadi. Kejadiannya ha- bagian manifestasi klinis. Cari tanda-tanda kontusio
nya 3, 7% dari seluruh fraktur yang diakibatkan ke- kardiopulmoner, seperti adanya sesak napas atau pal-
celakaan kendaraan bermotor. pitasi. Pada pasien yang berusia tua tanyakan riwayat
menstruasi serta cari kemungkinan adanya tanda-tan-
Etiologi da penyakit jantung koroner sebagai diagnosis ban-
Fraktur sternum dapat disebabkan oleh berbagai hal ding.
seperti:
Trauma tumpul dinding dada anterior yang sangat Pemeriksaan Fisis
keras. Penyebab yang sering adalah kecelakaan Pemeriksaan fisis dilakukan menyeluruh dengan
kendaraan bermotor, cedera olahraga (biasanya fokus pada pemeriksaan fisis paru.
pada atlet angkat besi) , atau jatuh. Dapat pula di- Inspeksi: tampak deformitas pada tempat hubu-
sertai dengan kontusio jantung; ngan manubrium sternum dan korpus sternum
Stress fracture: osteoporosis. terutama pada pe- serta pernapasan cepat dan dangkal;
rempuan berusia tua; Palpasi: cari tanda krepitasi dan patahan tulang
Tindakan resusitasi jantung paru. yang kemungkinan tidak berada pada tempatnya;
Auskultasi: perlu ditentukan ada tidaknya aritmia
Manifestasi KJinis atau bising jantung untuk mendeteksi adanya
Keluhan yang muncul dapat berupa rasa nyeri saat kontusio jantung;
bernapas. Apabila sendi sternomanubrial mengalami Selain itu cari kemungkinan cedera lain seperti
fraktur, dapat timbul nyeri setempat yang berat. Pada fraktur iga, flail chest , pneumotoraks, hemotoraks,
fraktur akibat stres, nyeri biasanya lebih bersifat difus. tamponade jantung, atau cedera vaskular.
Pemeriksaan Penunjang tur sternum karena dapat menyebabkan komplikasi
Pemeriksaan rontgen dada lateral dan postero-an- seperti atelektasis paru atau kontusio.
terior (PA) Stabilisasi dengan fiksasi internal dilakukan untuk
Pemeriksaan EKG apabila dicurigai adanya kontu- meminimalisasi rasa nyeri hingga pernapasan kembali
sio miokard normal. Selain itu dapat diberikan anestesi setempat
Pemeriksaan lab: penanda infark miokard jantung seperti infiltrasi atau blok. Kelainan penyerta yang
apabila sangat diperlukan perlu diwaspadai adalah disrupsi aorta, kontusio
jantung, aritmia, dan efusi perikardial. Setelah stabil
Tata Laksana dapat dilakukan fisioterapi.
Tata laksana definitif fraktur sternum dikerjakan
oleh dokter spesialis bedah toraks. Tata laksana awal Sumber Bacaan
yang dapat dikerjakan di ruang gawat darurat adalah: l. Henry MM. Thompson JN. penyunting. Dalam: Clinical
Pemberian oksigen; surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.
Monitoring jantung; 2. Sugarbaker DJ. Lukanich JM. Chest wall and pleura. Dalam:
Pemasangan akses intravena; Townsend CM. Beauchamp RD. Evers BM. Mattox KL. pe-
Pemberian analgesik; nyunting. Sabiston textbook of surgery: the biological basis
Protokol trauma lainnya apabila ada jejas lain of modern surgical practice. Edisi ke- 19. Philadelphia:
yang berhubungan. Elsevier Saunders; 20 12.
Dilarang melakukan modifikasi atau manipulasi frak- 3. Harston A, Roberts C. Fixation of sternal fractures: a sys-
tematic review. J Trauma. 2011 Dec;? I (6): 1875-9.
267
92 Hematotoraks
••
l\:omrctcnsi nm
Definisi
• Elita Wibisono, Iskandar Rahardjo Budianto
Jejas intrapleura
Hematotoraks adalah pengumpulan darah dalam Jejas tumpul atau tajam yang mengenai
rongga pleura. Apabila akumulasi darah melebihi seluruh struktur intratoraks dapat menyebab-
1500 mL atau sepertiga/lebih volume darah pasien, kan hematotoraks. Biasanya jejas terhadap arteri
maka disebut hematotoraks masif. Jumlah cairan ini atau vena besar dalam toraks atau jantung dapat
dapat dihitung dari darah yang keluar melalui selang menyebabkan hematotoraks masif. Hematotoraks
dada atau WSD. juga dapat terjadi apabila ada jejas yang meng-
hubungkan perikardium dan pleura. Selain itu
Etiologi jejas intrapleura juga disebabkan oleh metastasis
Penyebab utama hematotoraks adalah laserasi tumor serta pecahnya aneurisma.
paru, pembuluh darah interkosta atau arteri mamaria
interna akibat trauma tajam atau tumpul. Penyebab Patofisiologi
lain berupa komplikasi penyakit, iatrogenik, atau Respon fisiologis yang muncul dapat dibagi men-
dapat muncul secara tiba-tiba (neoplasma, konsumsi jadi respon hemodinamik dan respon respiratorik.
antikoagulan, emfisema bulosa, infeksi TB, aneurisma, Respon hemodinamik yang muncul adalah tanda dan
dan lain-lain) . gejala syok apabila terjadi kehilangan darah 30% atau
lebih dari 1500 mL. Respon respiratorik dapat beru-
Patogenesis pa sesak napas dan takipnea. Apabila tidak ditangani
Perdarahan ke rongga pleura dapat terjadi karena je- dengan tepat, hemotoraks dapat berkembang men-
jas ektrapleura atau jejas intrapleura. jadi empiema karena terjadi infeksi dan fibrotoraks
J ejas ekstrapleura di mana terdapat endapat fibrin yang membatasi ek-
Trauma pada jaringan dinding dada dapat spansi maksimal rongga dada.
menyebabkan gangguan membran pleura sehing-
ga menyebabkan darah terkumpul pada rongga Manifestasi Klinis
pleura. Sumber perdarahan pada jejas ekstrapleu- Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dada dan
ra adalah arteri mamaria interna dan arteri inter- sesak napas. Kecepatan munculnya gejala bergantung
kosta. kepada etiologi yang mendasari. Pada trauma dan
pecahnya aneurisma gejala muncul cepat sedangkan volume darah dengan pemasangan akses intravena
pada metastasis tumor gejala muncul perlahan. dan pemberian cairan kristaloid cepat serta transfusi
darah sambil dilakukan persiapan pemasangan WSD.
Diagnosis Insersi jarum (ukuran 38 French) dilakukan pada ka-
Diagnosis hematotoraks ditegakkan melalui anamne- dar puting payudara, sebelah anterior linea midaksila
sis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. ipsilateral.
Apabila keluarnya darah dari rongga pleura se-
Anamnesis banyak l 500 mL atau 200 mL/jam selama 2-4 jam
Pada kasus trauma perlu ditanyakan jenis trauma, atau 3-5 cc/KgBB/jam selama 3 jam berturut-turut
mekanisme jejas, waktu terjadinya. dsb; atau lebih dari 5cc/KgBB/jam, harus dilakukan tora-
Pertanyaan seputar etiologi nontrauma lainnya kotomi cito untuk menghentikan perdarahan karena
(keganasan, infeksi, penggunaan obat-obatan an- dapat terjadi syok. Pada kasus hematopneumotoraks,
tikoagulan, dan lain-lain); setelah selang dada terpasang, pengisapan bekuan
Keluhan: nyeri dada dan sesak napas, serta waktu darah yang terbentuk akibat pencampuran darah dan
muncul dan progresi gejala. udara harus dilakukan dengan menggunakan alat suc-
tion.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis paru dapat ditemukan hasil Prognosis
sebagai berikut: Secara umum prognosis hematotoraks traumatik ada-
Inspeksi: gerakan napas tertinggal, pucat akibat lah baik. Kematian biasanya disebabkan oleh empie-
perdarahan; ma (pada 5% pasien) atau fibrotoraks (pada l % kasus).
Palpasi: fremitus sisi yang terkena lebih lemah; Pada kasus nontrauma, perjalanan pasien bergantung
268
Perkusi: pekak dengan batas seperti garis miring kepada penyebab yang mendasarinya.
atau mungkin tidak jelas;
Auskultasi: bunyi napas menurun atau meng- Sumber Bacaan
hilang. 1. He nry MM. Thompson JN, pe nyunting. Dalam: Clinical
surgery. Edis i ke-3. Philadelphia: Elsevie r Saunders: 20 12.
2. Hoyt DB, Coimbra R. Acosta J. Management of acute trau-
Pemeriksaan Penunjang
ma. Dalam: Townse nd CM. Beau cha mp RD, Evers BM,
Roentgen dada;
Mattox KL. pe nyunting. Sabiston textbook of surgery: the
Produksi cairan dari pleurosentesis atau water
biological bas is of modern surgical prac tice. Edisi ke- 19.
sealed drainage (WSD). Jumlah darah yang ter- Philadelphia: Elsevier Saunders: 201 2.
kumpul dapat dihitung dari produksi cairan terse- 3. Wurya ntoro. Nug roho A. Saunar R. Manua l pe masangan
but. WSD. Jakarta: Bada n Penerbit FKUl; 20 1 1.
4. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
Tata Laksana ma. Adva nced trauma life support (ATLS) student course
Prinsip utama tata laksana hematotoraks ada- manual. Edisi ke-9. 201 2.
5. Brode rick SR. He mothorax: etiology. diagnos is. a nd man-
lah dekompresi dengan pemasangan WSD. Pada
age me nt. Thorac Surg Clin. 201 3 Feb:23(1 ):89-96, vi-vii.
hematotoraks masif perlu dilakukan pengembalian
93
Kompetens1 III Manual WSD
11
•• Elita Wibisono, Iskandar Rahardjo Budianto
Teknik Pemasangan
I. Posisi pasien diusahakan duduk. Apabila tidak
mungkin, setengah duduk, dan bila masih tidak
mungkin, berbaring dengan sedikit miring ke sisi
sehat;
2. Tentukan dan tandai lokasi insersi, biasanya
setingkat puting payudara pada laki-laki, yakni
sela iga V sebelah anterior dari linea midaksilaris ____ _...
'------,
_______
....
.......
'
ipsilateral Oihat Gambar 2):
----"
_,..
'"----.
3. Lakukan tindakan asepsis, anestesi lokal dengan
infiltrasi lidokain, dan pemasangan duk steril pada
lokasi yang telah ditandai;
4. Bu at insisi transversal 2-3 cm menembus jaringan
subkutan secara tumpul, tepat di atas iga (lihat Lokasi
Gambar 3); insisi WSD
5. Lakukan tusukan pleura parietal dengan ujung
klem sambil jari diletakkan ke dalam insisi untuk
mencegah cedera pada organ lain dan untuk
membersihkan perlekatan dan bekuan darah;
270 Gambar 2. Lokasi Insisi WSD
6. Se!ang torakostomi diklem pada ujung proksimal
dan dimasukkan ke dalam rongga pleura dengan (Manual Pemasangan WSD. 20 I 1).
Gambar 3. Teknik Pemasangan Selang WSD dan WSD yang Telah Terpasang (Sumber: Manual Pemasangan WSD. 20 11 ).
Pneumotoraks
Elita Wibisono. Iskandar Rahardjo Budianto
Manifestasi Klinis
Pasien biasanya mengalami sesak napas dengan
riwayat nyeri dada sebelumnya, dan batuk-batuk.
Nyeri dada yang dirasakan bersifat tajam seperti di-
tusuk dan sangat sakit. Nyeri biasanya menjalar ke
pundak ipsilateral dan memberat pada saat inspirasi
(pleuritik).
Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan dengan anamnesis, peme-
riksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
272
Pneumotoraks spontan biasanya muncul saat isti-
rahat;
Tanyakan dan periksa faktor risiko: perokok, usia
18-40 tahun, bertubuh tinggi dan kurus, atau ke-
hamilan;
Riwayat penyakit paru, baik akut maupun kronis.
Tanyakan juga mengenai trauma. jenis trauma,
mekanisme, waktu terjadi, dan sebagainya;
• Tanyakan riwayat pneumotoraks sebelumnya un- Gambar 1. Garis Ellis Damoiseau Memiliki Ciri Khas Konveks-
tuk kemungkinan rekurensi; Kranial. Puncaknya pada Garis Midaksila.
Eksplorasi gejala dan tanda yang telah dijabarkan
dalam bagian Manifestasi Klinis. Tata Laksana
Tata laksana di ruang emergensi meliputi:
Pemeriksaan Fisis Paru Periksa kondisi ABC (airway, breathing, circulation)
Jnspeksi: rongga dada lebih besar daripada biasa dari pasien. Periksa saturasi oksigen dan tanda
atau normal, bagian dada yang terkena tertinggal vital;
dalam gerak pernapasan (pada saat ekspirasi); Berikan oksigen 3-4 L dengan nasal kanul;
Palpasi: fremitus taktil berkurang di sisi yang ter- Lakukan pemeriksaan untuk mengetahui luas
kena, krepitasi akibat emfisema subkutis bila ada paru yang mengalami pneumotoraks.
hubungan ke subkutis;
Perkusi: hipersonor ; Apabila pneumotoraks <I 5% dan pasien asim-
Auskultasi: suara pernapasan berkurang atau tomatis, maka terapi pilihan adalah dengan observasi
menghilang pada daerah yang terkena, dapat ter- disertai pemberian oksigen. Apabila pneumotoraks
dengar rhonki atau wheezing. > 15% (atau diperkirakan luas), udara perlu dikeluar-
kan dengan water sealed drainage (WSD). Pada pasien
Pemeriksaan Penunjang pneumotoraks sekunder dengan penyakit dasar yang
Pada foto toraks PA dapat terlihat bagian toraks berat perlu dilakukan torakostomi. Pleurodesis dilaku-
yang avaskular, paru yang kolaps, dan apabila besar kan setelah paru mengalami reinflasi untuk mencegah
tampak pergeseran trakea dan mediastinum ke sisi rekurensi.
yang sehat. Tampak gambaran garis Eliis-Damoiseu Jndikasi tindakan pembedahan pada pasien pneu-
pad a foto toraks (Ii hat Garnbar 1). motoraks:
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dikerja- Pneumotoraks rekuren pada sisi ipsilateral;
kan adalah analisis gas darah (untuk mengetahui ada- Pneumotoraks bilateral;
nya hipoksemia dan hiperkarbia) , CT Scan, dan USG.
Pasien dengan kebocoran udara persisten lebih
dari 7 hari;
Pneumotoraks pertama pada pasien yang memiliki
perkerjaan dengan risiko tinggi (penye lam, pilot) ;
Pasien SIDA.
A. Pneumotoraks Terbuka
Definisi
Pneumotoraks terbuka merupakan gangguan
pada dinding dada karena adanya hubungan langsung
antara rongga pleura dan lingkungan sehingga
tekanan atmosfer dan intratorakal segera mencapai
titik seimbang. Apabila ukuran Iuka pada dinding dada Gambar 2. Penutupan Luka pada Pneumotoraks Terbuka yang
mendekati dua pertiga diameter trakea, udara akan Membentuk Efek Flutter-Type Valve
masuk melalui defek tersebut karena mengikuti resis-
tensi terendah. Hal ini menyebabkan gangguan venti-
Jasi yang berujung pada hipoksia dan hiperkarbia. viseral. Selain itu, dapat terjadi akibat trauma tumpul 273
dada dimana cedera parenkim paru gaga! menutup
Diagnosis dan Manifestasi Klinis atau akibat pemasangan kateter vena subklavia dan
Tanda dan gejala klinis yang timbul berupa ge- jugular interna yang kurang tepat.
rakan abnormal jaringan dan organ dalam medias-
tinum (bolak-balik atau naik turun) selama gerakan Patofisiologi
pernapasan (m ediastinal flutter) dan Iuka menghisap Tension pneumothorax diakibatkan oleh ganggu-
(sucking chest wound). Oleh karena itu, pneumotoraks an pada pleura viseral, pleura parietal, atau trakea-
terbuka dapat didiagnosis tanpa melalui pemeriksaan bronkus sehingga terbentuk fistula dengan katup satu
fisis. arah. Udara dapat masuk melalui katup ini tetapi tidak
bisa keluar (terperangkap). Volume udara yang ter-
Tata Laksana perangkap meningkat setiap kali inspirasi. Hal terse-
Tata laksana yang perlu segera dilakukan adalah but menyebabkan peningkatan tekanan intrapleural
penutupan Iuka terbuka dengan lapisan penutup steril yang progresif. Paru ipsilateral akan kolaps, mediasti-
yang cukup lebar menutupi tepi defek dan diplester num terdorong ke arah kontralateral sampai menekan
pada tiga sisi membentuk efek flutter-type valve (lihat paru di sisi tersebut, dan terjadi gangguan balikan da-
Gambar 2). Saat inspirasi, kassa akan menutup defek rah vena menuju atrium kanan. Hipoksia dan ganggu-
dan mencegah udara luar masuk, sedangkan saat ek- an balikan darah vena menyebabkan penurunan curah
spirasi bagian terbuka kassa akan membuka sehingga jantung. Akibatnya dapat terjadi hipotensi, gangguan
udara keluar dari rongga pleura. pernapasan, sampai menimbulkan kematian bila tidak
Tata laksana berikutnya adalah pemasangan WSD ditangani segera.
yang tidak berdekatan dengan Jokasi defek. Loka-
si ideal pemasangan WSD adalah setingkat puting Manifestasi Klinis
payudara, yakni sela iga V sebelah anterior dari linea Pada pasien sadar dapat ditemukan sesak napas
midaksilaris ipsilateral. progresif dan berat, sianosis, nyeri dada pleuritik,
distres pernapasan, takipnea, takikardia, agitasi,
B. Tension Pneumothorax serta penurunan kesadaran dengan pulsasi nadi
Definisi lemah yang berujung pada bradipneu, hipotensi,
Tension pneumothorax adalah suatu pneumoto- dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik
raks progresif dan cepat yang membahayakan jiwa dapat ditemukan hasil yang serupa pada pneumo-
dalam waktu singkat. toraks pada umumnya. Dapat disertai dengan tan-
da pendesakan mediastinum ke arah kontralateral
Etiologi yang terlihat sebagai deviasi trakea dan distensi
Penyebab utama berupa ventilasi mekanis dengan vena leher;
ventilasi tekanan positif pada pasien cedera pleura Pada pasien dengan ventilasi mekanik tampak
penurunan Sp02 cepat, hipotensi, takikardia, pe- 1. Henry MM, Thompson JN, penyunting. Dalam: Cli nical
ningkatan tekanan ventilasi, penurunan bunyi surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier Sau nders; 2012.
napas, deviasi trakea, distensi vena leher, dan sia- 2. Hoyt DB. Coimbra R. Acosta ]. Management of acute
nosis. trauma. Dalam: Townsend CM. Beauchamp RD. Evers BM,
Tata Laksana Mattox KL, penyunting. Sabiston textbook of surgery: the
Kasus tersebut tergolong sebagai kegawatdaru- biological basis of modern su rg ical practice. Ed isi ke-l 9.
ratan. Tata laksana tidak dapat menunggu konfirmasi Philadelphia: Elsevier Saunders: 20 l 2.
radiologis. Tindakan dekompresi harus segera dilaku- 3. Wuryantoro. Nugroho A. Saunar R. Manual pemasangan
kan dengan cara insersi jarum pada sela iga II linea WSD. Jakarta: Badan Penerbit FKUI: 20 l l.
midklavikula hemitoraks ipsilateral. Setelah keadaan 4. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
tenang, dilanjutkan dengan pemasangan WSD. ma. Advanced trauma life su pport (ATLS) student course
manual. Edisi ke-9. 2012.
Sumber Bacaan
Tamponade jantung
274
Elita Wibisono, Chris Tanto, Iskandar Raharcljo Budianto
Patofisiologi Anamnesis
Pada umumnya tamponade jantung terjadi pada Tanyakan pasien mengenai kemungkinan penyebab
kasus akut. Kantung perikardial sebenarnya dapat tamponade jantung:
menampung cairan cukup banyak jika terjadi da- Keganasan: penurunan berat badan, lemas, dan
lam jangka waktu yang lama sebelum menunjuk- anoreksia;
kan manifestasi klinis. Namun dalam keadaan akut, Perikarditis atau infark miokard:
Nyeri dada; atau pericardia! window, dan elektrokardiogram. Pada
Penyakit jaringan ikat: nyeri muskuloskeletal. elektrokardiogram dapat ditemukan low voltage pada
demam; kompleks QRS seluruh sadapan.
Tuberkulosis: batuk-batuk, keringat malam,
demam, penurunan berat badan; Diagnosis Banding
Riwayat penyakit gaga! ginjal, pembedahan kar- Syok kardiogenik, perikarditis konstriktif, perikarditis
diovaskular, intervensi koroner, radiasi ke rongga konstriktif-efusif, emboli paru, tension pneumothorax
dada, pemasangan alat pacu jantung, dan sebagai-
nya. Tata Laksana
Jejas trauma tajam di daerah perikardium atau Pasien dengan tamponade jantung disarankan
sekitar jantung. untuk dirawat di intensive care unit CTCU). Untuk
pasien dengan kondisi hemodinamik stabil dirujuk
Pemeriksaan Fisis ke spesialis kardiologi sedangkan untuk pasien de-
Gelisah, pucat, keringat dingin, peningkatan ngan kondisi hemodinamik tidak stabil dirujuk ke
tekanan vena jugularis, pekak jantung melebar spesialis bedah toraks dan kardiovaskular;
Trias klasik Beck: peningkatan tekanan vena Pemberian O,. ekspansi volume plasma dengan
jugularis, bunyi jantung melemah/menghilang, infus cairan (kristaloid, koloid, darah) sesuai tata
hipotensi laksana syok hipovolemik dengan pemberian awal
Tanda Kussmaul: peningkatan tekanan vena de- hingga 2 L segera, elevasi tungkai untuk menaik-
ngan inspirasi saat pasien bernapas spontan kan venous return, penggunaan obat inotropik se-
Pulsus paradoksus: tekanan darah sistemik turun perti dobutamin;
>12 mmHg atau >9% saat inspirasi Perikardiosentesis dilakukan dengan bantuan
275
monitor EKG dan USG. Pantau tanda vital dan EKG
Pemeriksaan Penunjang pasien sebelum prosedur. Lakukan asepsis dan an-
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk tisepsis serta anestesi lokal pada daerah penusu-
menegakkan diagnosis dan mengetahui etiologi kan. Perikardiosentesis (lihat Gambar l) dilakukan
penyebab tamponade jantung. dengan penusukan di sebelah inferior sudut kosto-
Roentgen dada: kardiomegali, jantung berbentuk sifoid kiri dengan jarum nomor l 6-l 8G sepanjang
botol air, dan tanda trauma dada; 1-2 cm. Tusuk ke arah sefaloposterior dengan
CT scan; sudut 45° terhadap perut dan 45° terhadap garis
Ekokardiografi; tengah sagital, seolah-olah mengarah ke tip skapu-
Elektrokardiografi; la kiri. Tertusuknya jantung menimbulkan adanya
Pemeriksaan laboratorium, disesuaikan dengan rasa gesekan sebagai tanda bahwa jarum harus
kemungkinan etiologi terdekat segera ditarik. Apabila ada, darah akan segera
nampak. Apabila penusukan terlalu jauh (menge-
Diagnosis nai otot ventrikel). maka akan tampak perubahan
Diagnosis utama dilakukan dengan ekokardio- EKG seperti perubahan ekstrim segmen ST, QRS
gram, focused assessment sonogram in trauma (FAST) , melebar, atau VES.
Gambar l. Perikardiosentesis
Apabila perikardiosentesis tidak dapat mengatasi Sumber Bacaan
tamponade, pertimbangkan prosedur torakotomi 1. Henry MM. Thompson JN, penyunting. Clinical surgery. Ed-
di kamar operasi. isi ke-2. Elsevier; 2005.
2. Hoyt DB. Coimbra R, Acosta J. Management of acute trauma.
Dalam: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM. Mattox
Prognosis
KL, penyunting. Sabiston textbook of surgery; the biological
Prognosis bergantung kepada waktu yang dibu-
basis of modern surgical practice. Edisi ke- 19. Philadelphia:
tuhkan dalam memberikan tata laksana karena tam- Elsevier Saunders; 20 12.
ponade jantung merupakan kasus gawat darurat. 3. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trauma.
Prognosis jauh lebih buruk jika berkaitan dengan ka- Advanced trauma life suppo rt (ATLS) student course manu-
sus keganasan dibandingkan nonkeganasan. al. Edisi ke -9. 2012.
4. Loukas M, Walters A. Boon JM, Welch TP. Meiri ng JH, Abra-
hams PH. Pericardiocentesis: a clinical anatomy review. Clin
Anat. 2012 Occ;25(7)872-8 1.
276
Batu Saluran Kemih
Hasiana Lumban Gaol, Chaidir Arif Mochtar
ganggu dan ukurannya kurang dari 0,5 cm, berlokasi Obstruksi anatomis distal dari batu
di ureter distal dan tidak terjadi obstruksi total. Pasien Pembedahan. Pembedahan dikerjakan apabila cara
dengan sepsis, nyeri tidak terkontrol atau fungsi gin- nonbedah tidak berhasil dan tidak tersedia alat untuk
jal yang buruk tidak disarankan menggunakan terapi litotripsi. Indikasi bergantung pada lokasi batu. Indi- ....t7
konservatif. Terapi konservatif terdiri atas: kasi pembedahan pada batu ginjal: 0
~
Peningkatan asupan minum dan pemberian Batu kaliks: adanya hidrokaliks, kasus nefrolitiasis
diuretik target diuresis 2 liter/ hari; kompleks, tidak berhasil dengan ESWL;
~
Pemberian nifedipin atau agen a -blocker, seperti Batu pelvis: jika terjadi hidronefrosis, infeksi, atau
tamsulosin nyeri hebat, batu berbentuk tanduk rusa;
Q)
Manajemen nyeri, khususnya pada kolik: Batu ureter: telah terjadi gangguan fungsi ginjal, j:Q
pemberian simpatolitik atau antiprostaglandin, nyeri hebat, terdapat impaksi ureter;
analgesik Oihat Bab Manajemen Nyeri). Batu buli-buli: ukuran >3 cm. 279
Pemberian OAINS supositoria memberikan onset
lebih cepat dan efek samping lebih rendah. Pencegahan
Pe mantauan berkala setiap 1-14 hari sekali selama Pencegahan bergantung pada komposisi batu:
maksimal 6 minggu untuk menilai posisi batu dan Batu asam urat: pengaturan diet dan/atau
derajat hidronefrosis. pemberian allopurinol 1 x 100 mg.
Batu kalsium fosfat: lakukan pemeriksaan eksreksi
Pelarutan. Jenis batu yang dapat dilarutkan ada- kalsium dalam urine dan nilai kalsium darah. Nilai
lah batu asam urat, yang hanya terjadi pada keadaan yang melebihi normal dapat menandakan etiologi
urine asam (pH <6,2). Pada kasus ini, dapat diberi- primer, seperti hiperparatiroidisme.
kan natrium bikarbonat serta makanan yang bersifat Batu kalsium oksalat, sumbernya dapat berasal
alkalis. Jika perlu, beri allopurinol untuk membantu dari eksogen maupun endogen. Makanan yang
menurunkan kadar asam urat darah dan urine. Batu banyak mengandung oksalat adalah bayam, teh,
struvit tidak dapat dilarutkan, namun dapat dicegah kopi, dan cokelat. Selain itu, hiperkalsemia dan
pembesarannya melalui cara yang sama serta pembe- hiperkalsiuria dapat disebabkan penyakit lain,
rian antiurease. Infeksi sulit diatasi karena bakteri di seperti hiperparatiroidisme dan kelebihan vitamin
batu tidak dapat dicapai antibiotik. D.
Litotripsi. Litotripsi merupakan metode pemeca-
han/penghancuran batu. Batu dapat dipecahkan Sumber Bacaan
secara mekanis atau dengan gelombang ultrasonik, I. Pearle MS, Goldfarb DS, Assimos DC, Curhan G, Denu-Ci-
elektrohidrolik, atau sinar laser. Metode yang banyak occa CJ, Matlaga BR dkk: American Urological Assocation
digunakan saat ini extracorporeal shock wave litho- (AUA). Medical management of kidney stones: AUA guide-
tripsy (ESWL) , menggunakan gelombang kejut yang line. J Ural. 20 14 Aug: 192(2):316-24.
dialirkan melalui air dan dipusatkan pada batu, tanpa 2. Bultitude M. Rees J. Management of renal colic. BMJ. 20 12
adanya perlukaan pada kulit. Batu diharapkan pecah Aug 29:345:e5499.
menjadi ukuran kurang dari 2 mm dan keluar ber- 3. lkatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman penatalaksanaan
sama urin. Lokasi batu dipastikan dengan bantuan batu saluran kemih di Indonesia. Jakarta: 2007.
sinar Rontgen atau ultrasonografi. Kontraindikasi dari 4. Sjamsuhidajat R Karnadihardja W, Prasetyono TOH. Rudi-
ESWL antara lain: man R penyunting. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de
Hamil Jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC: 2010. h.872-9.
Perdarahan diatesis 5. O'Connor OJ, Maher MM. CT urography. AJR
lnfeksi saluran kemih tidak terkontrol 20 10: l 95:W320-4.
Obesitas yang berat, menghalangi kerja dari 6. Lokhandwalla M, Sturtevant B. Fracture mechanics model
gelombang kejut of stone comminution in ESWL and implications for tissue
Aneurisma arteri di sekitar batu damage. Phys Med Biol. 2000:40: 1923-40.
Kanker Prostat
Hasiana Lumban Gaol. Chris Tanto, Chaidir AiifMochtar
Pendekatan Nyeri pada Skrotum dapat mengalami iskemia yang prosesnya mulai
A. Torsio Testis berlangsung jika torsio terjadi lebih dari empat
Definisi jam. Derajat iskemia bergantung pada lama ber-
Torsio testis adalah adanya tarsi (puntiran) ter- langsungnya torsio dan derajat putaran korda
hadap struktur korda spermatikus yang diikuti hi- spermatikus (berkisar antara 180-7 20°).
langnya suplai darah ke testis ipsilateral. Keadaan
ini merupakan kondisi darurat. _Diagnosis
Diagnosis torsio testis perlu dilakukan se-
Epidemiologi cara cepat dan tepat. Penundaan diagnosis dapat
Kejadian tersering torsio testis adalah pada laki-la- menyebabkan kerusakan fungsi testis. sementara
ki muda berusia <25 tahun. diagnosis berlebihan dapat menyebabkan pasien
menjalani tata laksana yang tidak diperlukan.
Etiologi
282 Kebanyakan torsio testis terjadi tanpa ada- Anamnesis
nya kejadian pemicu. Hanya 4-8% kejadian yang Nyeri skrotum ipsilateral akut;
disebabkan oleh trauma. Faktor predisposisi lain Pemeriksaan Fisis
adalah peningkatan volume testis (terkait dengan Testis yang mengalami torsio dapat tampak
masa pubertas), tumor testis, testis yang posisinya lebih tinggi dibanding testis kontralateral
mendatar, atau riwayat kriptorkidisme. akibat adanya perputaran pada korda
spermatikus;
Patofisiologi Testis tampak lebih besar;
Torsio dapat menyumbat aliran balik vena. Refleks kremaster berkurang atau hilang.
Sumbatan aliran balik vena akan meningkatkan Refleks kremaster dipicu dengan menggores
tekanan sehingga aliran darah masuk melalui atau mencubit bagian medial paha, yang
arteri juga dapat terhambat. Akibatnya, testis menyebabkan kontraksi otot kremaster dan
•
lnflamasl (orkitis atau torsio a~ndiks testis •
Torsio testis
•
Tidak perlu tes lebih lanjut Bedah segera
~
Diagnosis Banding demam, dan sakit kepala.
Trauma testis, epididimitis/ orkitis, hernia
inkarserata, varikokel, edema skrotum idiopatik, Diagnosis
dan torsio apendiks testis (apendiks testis adalah Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pe- ..c::
llS
sisa duktus Mullerian). Diagnosis banding pada meriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. ~
anak-anak adalah torsio apendiks testis, yang Anamnesis <Ll
i:Q
dapat dibedakan dengan adanya 'tanda titik biru' Tanyakan keluhan pasien yang ada dalam
('blue dot sign'), yaitu nodul Jembek berwarna biru bagian manifestasi klinis; 283
pada ujung atas testis. Tanyakan riwayat penyakit gondongan/
mumps dalam 4-7 hari sebelumnya;
Tata Laksana Tanyakan mengenai riwayat hubungan
Hal utama yang per Ju dilakukan begitu diagno- seksual.
sis torsio testis ditegakkan adalah mengembalikan Pemeriksaan Fisis
aliran darah ke testis. Jeda waktunya paling Jama Pemeriksaan testis: pembesaran, indurasi
kurang dari 6 jam sejak onset. Detorsi manual testis disertai tanda peradangan. Kulit
dapat dilakukan secara cepat dan sifatnya non- skrotum terlihat merah dan edematosa.
invasif. Dokter berdiri di kak.i pasien dan memu- Apabila epididimis membesar, curigai adanya
tar testis menjauhi garis tengah, seperti gerakan epididimo-orkitis;
membuka buku. Prosedur ini dilakukan dengan Prehn 's sign positif. Rasa nyeri tidak bertambah
sedasi intravena, dengan atau tanpa anestesi Jo- atau bahkan berkurang saat testis diangkat.
kal. Jika berhasil, derajat nyeri pasien akan sangat Pemeriksaan Penunjang
berkurang. Kadangkala torsio terjadi sebanyak Laboratorium: Jaju endap darah meningkat,
360° atau lebih sehingga dibutuhkan Jebih dari urinalisis menunjukkan adanya infeksi;
satu kali detorsi manual. Meskipun detorsi manual Pemeriksaan biakan dan mikrobiologi dengan
dapat mengatasi masalah akut, orkidopeksi elektif bahan cairan uretra.
tetap direkomendasikan. Selain itu, eksplorasi be-
dah tetap perlu dilakukan untuk menata Jaksana Tata Laksana
secara definitif. Tata Laksana Awai
Di ruang gawat darurat pasien diistirahatkan,
Komplikasi dapat dikompres panas/ dingin untuk meringan-
Hilangnya fungsi testis, infertilitas kan nyeri. Selain itu pengangkatan testis dapat
dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. Setelah
B. Orkitis itu lakukan konsultasi atau rujuk pasien ke dokter
Definisi spesialis urologi untuk penanganan lebih lanjut.
Orkitis merupakan peradangan akut pada testis
akibat infeksi. Tata Laksana Medikamentosa
Orkitis viral: obat-obatan suportif berupa
Etiologi analgesik dan antipiretik;
Infeksi bakteri: Neisseria gonorrhoeae Orkitis bakterialis diberikan antibiotik,
dan Escherichia coli merupakan penyebab pilihannya: seftriakson, doksisiklin,
tersering; azitromisin, siprofloksasin selama 7-14 hari,
atau kotrimoksazol.
Prosesus Paten lnfantil Vaginal Hidroke l korda
Gambar l. Tipe Hidrokel Testis
'
b. Farmakologi
i. Penyekat adrenergik- a , selektif Edukasi + saran gaya hldup
o Cara kerja: Pemberian penyekat- a ber- dengan atau tanpa
tujuan menghambat kontraksi otot polos 5 a -reduktase inhibitor ± a , -blocker I PDE5I
prostat sehingga mengurangi resistensi to-
nus leher kandung kemih dan uretra;
o Contoh obat:
D Prazosin 2 x 1-2 mg;
•
Gejala penylmpanan
residu urln
+ Tambahkan antagonis
reseptor muskarinik
D Tamsulosin 1 x 0,2-0,4 mg;
D Pilihan lain: terazosin dan doksazosin Gambar 1. Skema Tata Laksana pada Lower Urinary Tract Syn-
(diberikan 1 kali per hari); drome (LUTS) Tanpa Indikasi Bedah Menurut EAU. 2014
o Efek samping: hipotensi postural, dizzi-
ness, a tau astenia. Efek samping sistemik repens, dan Hypoxis rooperi. Mekanismenya
paling ringan ditunjukan oleh obat tam- masih belum diketahui dengan pasti, namun
sulosin, yang memiliki sifat sangat selektif penggunaannya diduga dapat menurunkan
terhadap reseptor a , . Dibutuhkan titrasi resistensi pengeluaran urine dan memperkecil
dosis sebelum penggunaan, kecuali tam- volume prostat.
sulosin.
ii. Penghambat 5 a -reduktase c . Pembedahan
o Cara kerja: menghambat enzim 5 alfa-re- Pembedahan dapat memperbaiki klinis pasien BPH
duktase, suatu katalisator perubahan tes- secara objektif, namun dapat disertai berbagai
tosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT). penyulit pada saat atau setelah operasi. Indikasi
Efek maksimumnya terlihat setelah enam pembedahan adalah:
bulan; Retensi urin;
o Contoh obat: Jnfeksi saluran kemih berulang;
D Dutasterid 1 x 0,5 mg; Hematuria makroskopis;
D Finasterid 1 x 5 mg; Gaga! ginjal;
o Efek samping: penurunan libido, gineko- Divertikulum buli yang besar;
mastia, dan dapat menurunkan nilai PSA Batu buli;
(menimbulkan masking effect). Keluhan pasien sedang hingga berat;
iii. Fitoterapi Tidak ada perbaikan dengan terapi nonbedah,
Fitoterapi yang banyak digunakan di an- a tau
taranya adalah Pygeum africanum , Serenoa Pasien menolak medikamentosa.
Tiga teknik pembedahan yang direkomendasikan ct . Tindakan invasif minimal
adalah: Termoterapi, pemanasan dengan suhu di atas
Prostatektomi terbuka. Prostaktemi terbuka 4 5°C yang menyebabkan nekrosis koagulasi
disarankan pada pasien dengan volume prostat jaringan prostat. Panas dapat dihasilkan
>80-100 cm 3 . Komplikasi yang dapat terjadi melalui berbagai cara, seperti transurethral
adalah striktur uretra dan inkontinensia urin. microwave thermotherapy (TUMT) ,
lnsisi prostat transuretra (TUIP). Prosedur transurethral needle ablation (TUNA) , high
TUIP dilakukan pada volume prostat yang intensity focused ultrasound (HIFU) , dan laser.
kecil, kurang dari 30 cm 3 , tidak terdapat Pemasangan stent prostat. Stent dipasang
pembesaran lobus medius, dan tanpa intraluminal untuk mengatasi obstruksi akibat
kecurigaan karsinoma prostat. pembesaran prostat. Terdapat stent jenis
Reseksi pros tat transuretra (TURP). Saat ini, sementara ataupun permanen. Stent sementara
TURP menjadi prosedur baku. Kejadian trauma terbuat dari bahan yang tidak diserap dan
lebih sedikit dengan masa pemulihan lebih d.ipasang selama 6-36 bulan.
singkat.
Komplikasi
LUTS Pria Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, dapat
Dengan indikasi absolut untuk operasi atau tidak ditemukan residu urine pada akhir miksi. Lama-ke-
lamaan, terjadi obstruksi total dan pasien tidak
berespon dengan obat atau pasien yang ingin
dapat miksi sama sekali (retensi urine). Sementara
mendapat terapl aktlf
itu, produksi urine terus terjadi sehingga meningkat-
kan tekanan di dalam kandung kemih. Saat tekanan 28'Z
lebih tinggi dibandingkan tekanan sfingter, terjadi
.
Risiko Risiko
inkontinensia paradoks (overflow incontinence). urine
dapat mengalami refluks ke ureter, yang dapat ber-
lanjut hingga menjadi hidroureter, hidronefrosis, dan
gaga! ginjal. Pasien juga dapat mengedan terus-me-
•
tinggi
nerus saat mlksi sehingga menyebabkan hernia atau
hemoroid.
Sumber Bacaan
1. Oelke M, Bachmann A. Descazeaud A. Emberton M, Gravas
S, Michel MC. dkk: European Association of Urology (EAU).
Dapat menghentikan EAU guidelines on the treatment and fo llow-up of non -neu-
rogenic male lower urinary tract symptoms including be-
obat anti koagulan?
nign prostatic obstruction. Eur Ural. 20 13 Jul;64 (1): 118-
yai 2.
40.
Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman penatalaksanaan
BPH di Indonesia. Jakarta: 2003.
3. Sjamsuhidajat R. Karnadihardja W, Prasetyono TOH. Rudi-
man R. penyunting. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de
Jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC. 20 10. h.899-903.
4. Neoplasms of the prostate gland. Presti JC, Kane CJ, Shino-
hara K, Carroll PR Dalam: Thorne CH. Beasley RW, Aston
TURP Open prostarectomy SJ, Bartlett SP, Gurtner CC. Spear SL. penyunting. Crabb
Laser enucleation HoLEP and Smith·s plastic surge ry. Ed is i ke-7. Philadelphia: Lip-
Laser vaporization Laser vaporization pincott Williams & Wilkins: 2013.
TUMT TURP
TUNA
(,pjala dalarn satu hulan t<•1 akhir I idak Ku rang dari Kurang Kadang I Phih d<1ri Harnpir
pC'rnah sPkali dalam dati :io.t'l('n kctd,mg Sl'l<>ngc1h sf'ialu
tuna han gah (sC'kitar 50'Xi)
Incomplete emptying
Seberapa sering Anda merasa ada 0 2 3 5
sisa selesai kenci ng?
Frequency
Seberapa sering Anda harus
kembali kenclng dalam waktu 0 2 3 5
kurang darl 2 j am setelah selesai
kencing?
tel lntermittency
C'1>
0.. Seberapa sering Anda menda-
0 2 3 5
Pl patkan bahwa Anda kencing
::r
c:: terputus-putus?
""'2. Urgency
0 Seberapa sering Anda merasa sullt 0 2 3 4 5
IQ untuk menahan kencing Anda?
~·
Weak s tream
288
Seberapa sering pancaran kencing 0 2 3 5
Anda lemah?
Straining
Seberapa sering Anda harus 0 2 3 5
mengejan untuk mulai kencing?
) bil1
I 1d<1k
I k.111 2 k,il1 'l k.il1 I k<1l1 "'""
pP!lldlJ
leb1h
Nocturla
Seberapa sering Anda harus
bangun untuk kencing, sejak mulai 0 2 3 4 5
tidur pada malam hari hingga
bangun di pagi hari?
lnterpretasi:
]ika total !PSS 0- 7: simtomatis ringan; 8- I 9: simtomatis sedang: 20-35: simtomatis berat
+
Pemerlksaan tambahan:
.
BPH dengan komplikasi BukanBPH
• Retensi urine berulang • Karsinoma prostat
Pemeriksaan tambahan:
• Hematuria • Karsinoma buli-buli
• Uroflometri
• Batu buli-buli • Striktura uretra
• PVR (volume residual urin}
• !SK berulang • Buli-buli neurogeni
·USG
• Insuflsiensi ginjal
•
Memilih teraP.i non invasifl
______..
Pemeriksaan tambahan:
• Urodlnamika
• Uretrosistoskopi
Non obstruksi
I
. Obstruksi
Gagal
1
Medikamentosa
Terapi intervensi
Pembedahan
DRE: digital rectal examination, !PSS: intemattonal prostatic symptom score. QoL: quality of life. PVR: post
voiding residual urine, !VP: intravenous pyelography, TAUS: rransabdominal ultrasonography, TRUS: transrecta
ult:rasonography. BPO: benign prostatic eniargement.
Gambar 3. Skema Tata Laksana BPH di Indo nesia Menurut !AUi, 2003
100 Trauma Buli
•••
Kompeteosi l!IR
Epidemiologi
• Hasiana Lumban Gaol, Chaidir Arif Mochtar
Trauma Uretra
Hasiana Lumban Gaol, Chris Tan to, Chaidir Arif Mochtar
Klasifikasi Patofisiologi
Secara anatomis, trauma uretra laki-laki dibagi men- Adanya gaya tumpul dan hebat ke peritoneum
jadi: menyebabkan jaringan uretra hancur. Jejas awal
Trauma uretra anterior (apabila mengenai uretra biasanya diabaikan oleh pasien. Oleh karena itu,
pars glandularis. pars pendulans, dan pars jejas uretra sering kali bermanifestasi sebagai
bulbosa); striktur beberapa tahun kemudian. Striktur diin-
Trauma uretra posterior (apabila mengenai uretra 1duksi oleh iskemia pada tempat jejas.
pars membranosa dan uretra pars prostatika).
Manifestasi Klinis
l. Trauma Uretra Anterior Terdapat dua macam patologi yang dapat terjadi,
Etiologi yaitu kontusio atau laserasi.
Penyebab trauma uretra anterior adalah: Pada kontusio, yang terjadi pada uretra
Tumpul: straddle injury, tendangan/pukulan hanyalah memar disertai hematom, yang dapat
ke peritoneum; menghilang tanpa komplikasi;
Tajam. Pada laserasi, terjadi robekan uretra dengan
Penyebab iatrogenik seperti pemasangan kateter, ekstravasasi urin, yang dapat meluas ke
skrotum, penis, hingga dinding abdomen, yang pros tate. Pada fraktur tulang pelvis, pecahan dapat
jika tidak ditangani dengan baik dapat terjadi merobek atau menarik uretra pars membranosa
infeksi hingga sepsis sehingga terjadi trauma.
Gejala lainnya:
Hematuria; Manifestasi Klinis
Ketidakmampuan berkemih. Pasien dengan trauma uretra posterior biasanya
datang mengeluhkan tidak bisa buang air ke-
Diagnosis cil dan adanya nyeri pada daerah perut bagian
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemerik- bawah. Trauma juga menyebabkan darah yang
saan fisis, dan pemeriksaan penunjang, menetes dari uretra, dan kadang ini merupakan
Anamnesis satu-satunya gejala. Hematuria merupakan indika-
Riwayat trauma pada area selangkangan atau si pemeriksaan uretrogram retrograd.
riwayat pemasangan alat di area uretra;
Apakah ada darah menetes saat buang air Diagnosis
kecil atau nyeri dan hematoma pada daerah Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemerik-
perineum. Jika terjadi retensi urine dapat saan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
dilakukan pemasangan sistostomi suprapubik.
Anamnesis
Pemeriksaan Fisis Mekanisme trauma;
Darah di meatus uretra eksterna. Tanyakan gejala yang ada pada bagian
Manifestasi Klinis.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Fisis 293
Uretrogram retrograd. Gambaran ekstravasasi Tanda-tanda fraktur pelvis dan nyeri
tampak pada laserasi uretra, namun tidak pada suprapubik;
kontusio uretra. Jika tidak tampak gambaran Colok dubur: floating prostate karena
ekstravasasi, kateter boleh dipasang. terputusnya ligamen puboprostatika.
Pemeriksaan Penunjang
Tata Laksana Pemeriksaan darah dapat menunjukkan
Pada kasus trauma uretra anterior, tata laksa- adanya anemia akibat pendarahan. Jika pasien
na yang dapat dilakukan adalah eksplorasi segera dapat berkemih, lakukan urinalisis;
dan repair uretra. Pemasangan kateter urine me- Pemeriksaan radiologis dapat memperlihatkan
rupakan kontraindikasi sebelum uretrogram re- fraktur pelvis. Uretrogram retrograd
trogad dikerjakan. Oleh karena itu, pasien perlu menunjukkan ekstravasasi.
segera dirujuk ke dokter spesialis urologi.
Tata Laksana
Komplikasi Pada kasus trauma uretra posterior, kateterisa-
Perdarahan, infeksi/sepsis, dan striktur uretra. si merupakan kontra indikasi karena dapat menye-
babkan infeksi periprostatika atau hematom
2. Trauma Uretra Posterior perivesika. Selain itu , dapat terjadi laserasi parsial
Etiologi hingga total. Setelah kondisi gawat darurat diatasi,
Penyebab trauma uretra posterior adalah: pasang sistostomi suprapubik. Saat pemasangan,
Tumpul: jatuh, kecelakaan kendaraan; nilai apakah terdapat trauma juga pada buli-buli.
Tajam; Selama minggu pertama pemasangan sistostomi
Trauma uretra posterior sering diikuti dengan suprapubik, pemasangan kateter dapat dicoba de-
fraktur tulang pelvis anterior. ngan bantuan endoskopi dalam anestesi.
Patofisiologi Komplikasi
Pada trauma uretra posterior, bagian yang bi- Striktur uretra, impotensi, dan inkontinensia.
asanya terkena adalah bagian proksimal dari di-
afragma urogenital, yang dilewati oleh uretra pars Sumber Bacaan
membaranosa. Trauma dapat menyebabkan putus- 1. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau -
nya uretra pars membaranosa pada daerah apeks ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course
prostat. Prostat dapat berubah posisi ke arah su- manual. Edisi ke-9. 201 2.
perior dengan terbentuknya hematoma peripros- 2. Reksoprodjo S, penyunting. Kumpulan kuliah ilmu bedah.
tat dan perivesika. yang disebut sebagai floating Tangerang: Bina Ru pa Aksara: 1995.
r
Tumor Ganas Buli
Hasiana Lum ban Gaol, Chris Tanto. Chaidir Arif Mochtar
Kelenjar getah bening (KGB) regional mencakup daerah drainase primer dan sekunder. Kelenjar getah bening lain di atas
bifurkasi aorta merupakan KGB jauh.
~
merupakan tindakan paliatif unuk mengurangi kelu-
Pemeriksaan Penunjang han. Setelah sistektomi. pengeluaran urine dialihkan
Laboratorium:anemia dapat ditemukan jika melalui stoma ke dinding perut.
tumor sudah tahap lanjut. Pada urinalisis dapat ~
't:S
ditemukan hematuria; Sumber Bacaan cu
IXI
Pielografi intravena untuk menilai keadaan ginjal, I. Reksoprodjo S. penyunting. Kumpulan kuliah ilmu bedah.
ureter. dan buli.Lihat apakah terdapat gangguan Tangerang: Bina Ru pa Aksara: 1995. 295
fungsi ekskresi ginjal, hidronefrosis, hidroureter. 2. Babjuk M. Burger M, Zigeu ner R. Shariat SF. van Rhijn
dan defek pengisian (filling defect) pada buli: BW, Comperat E. dkk; European Assoc iation of Urology
Pemeriksaan lain untuk menilai metastasis; (EAU). EAU guidelines on non-muscle-invasive urothelial
Biopsi sebagai pemeriksaan baku. carcinoma of the bladder: update 2013. Eur Urol. 20 13
Oct:64(4):639-53.
Stadium
Stadium tumor ganas buli dapat dilihat pada Tabel I .
104 Insufisiensi Vena Kronis
••
Knmpt'tcns1 II1A
Definisi
• Selti Rosani. Alexander Jayadi Utama
11 Femoral - komunis
12 Femoral - profunda
13 Femoral superfisial
14 Poplitea
Krural·tibia anterior I
15
posterior. peroneal
16 Gastroknemius. soleal
d. Disarankan menggunakan kaos kaki untuk c. Prosedur invasif: skin laser, skleroterapi. fle-
kompresi medik secara kontinu; bektomi, maupun ablasi vena safena magna
e. Olahraga teratur sangat dianjurkan, tetapi pen- dengan operasi atau tindakan endovena. 297
ting diingat untuk menghindari olahraga yang d. Suplemen hidrosmin 3 x 200 mg per oral.
terlalu berat dan intensif terutama yang dapat
meningkatkan tekanan vena (misalnya tenis Sumber Bacaan
dan bulu tangkis). l. Cronenwett JL. Johnston KW, penyunting. Rutherford's
2. Medikamentosa: vascular surgery. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Sau n-
a. Kompresi, merupakan terapi utama yang ders; 2012.
menunjang semua terapi yang lain; 2. Jusi HD. Dasardasar ilmu bedah vaskuler. Edisi ke-5. Jakar-
b. Fisioterapi; ta: Balai Penerbit FKUI: 20 I0.
Tabel I. Klasi fikasi Penyakit Arteri Perifer Menurut Fontaine dan Rutherford
Fonlauw Rutlwrfoul
Asimtomatis 0 0 Asimtomatis
Trauma Vaskular
Selti Rosani, Alexander Jayadi Utama
Definisi Diagnosis
Trauma vaskular dapat melibatkan pembuluh da- Anamnesis dan pemeriksaan fisis (/Jard signs dan
rah arteri maupun vena serta struktur lain, seperti soft signs) yang menunjang diagnosis.
saraf, otot, dan jaringan lunak. Trauma vaskular dapat Pemeriksaan penunjang
berupa Iuka tembus, trauma tumpul, trauma himpit, Pemeriksaan laboratorium meliputi pemerik-
iatrogenik ataupun radiasi, yang jumlah kasusnya saan darah perifer dan pemeriksaan lain yang
cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya bertujuan untuk menilai toleransi operasi
kecelakaan lalu lintas, kekerasan senjata tajam/tum- maupun mendiagnosis cedera penyerta yang
pul, kecelakaan kerja, ataupun tindakan yang ada di terjadi;
rumah sakit. Pulse oxymetry, untuk menilai saturasi oksi-
300
Berdasarkan bentuknya, trauma vaskular dapat gen pasien;
terjadi secara tangensial maupun transeksi komplit. Ultrasonografi Doppler/ ultrasonografi Dup-
Selain itu, perlu diperhatikan adanya kemungkinan plex, dapat digunakan untuk menentukan
perdarahan yang tidak terdeteksi yang dapat mening- lokasi lesi vaskular.
katkan angka mortalitas pasien. CT angiografi.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan
Manifestasi Klinis adanya spasme arteri, sumbatan, ekstravasasi
Masalah yang dihadapi pada trauma vaskular kontras, memperkirakan lokasi cedera pembu-
adalah perdarahan, iskemia jaringan, atau gabungan luh darah sebelum dilakukan eksplorasi.
dari keduanya. Adanya riwayat trauma yang signifikan Arteriografi
dengan 'hard signs· mengharuskan eksplorasi pem- Penggunaan arteriografi terutama digunakan
buluh darah baik dengan arteriografi maupun non-ar- dalam menegakkan diagnosis, menghentikan
teriografi. Sedangkan jika didapat 'soft signs', harus perdarahan, penentuan terapi, serta evaluasi
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memperta- hasil rekonstruksi.
jam diagnosis. Berikut ini adalah gejala klinis tipikal
yang mengarah pada kemungkinan trauma vaskular: Tata Laksana
Hard signs: Prinsip penanganan trauma vaskular ialah pe-
Perdarahan yang sifatnya berdenyut; ngendalian perdarahan (hemostasis) dan perbaikan
Nekrosis jaringan yang semakin meluas; (repair) dari pembuluh darah.
Pulsasi distal yang tidak teraba: Setelah penanganan awal selesai, dilakukan evalu-
Dingin dan pucat; asi terhadap kerusakan pembuluh darah untuk ke-
Teraba thrill: mungkinan dilakukan tindakan perbaikan. Teknik per-
Terdengar suara bruit. baikan arteri atau vena, dapat disertai fasiotomi Qika
Soft signs: diperlukan) , berupa anastomosis primer, penambalan,
Ditemukan defisit neurologis; jahitan langsung. maupun graft vena. Pemberian an-
Hematom yang terbatas pada bagian tubuh tibiotik spektrum luas, obat-obatan simtomatis, dan
tertentu ; antikoagulan sampai batas waktu yang diperlukan
Riwayat timbulnya perdarahan di tempat sangat tergantung dari dokter yang menanganinya.
kejadian;
Pulsasi yang melemah pada pembuluh darah 1. Tata Laksana Umum:
besar. Stabilisasi kondisi umum pasien (airway,
breathing, dan circulation) ;
Menghentikan perdarahan aktif, dapat dilaku- diperkirakan akan terjadi peningkatan te-
kan dengan: kanan intrakompartemen. Fasiotomi dapat
Penekanan pada daerah perdarahan jika memperbaiki sirkulasi kolateral sehingga
ada perdarahan aktif. Pemasangan turni- mencegah terjadinya iskemia dan nekrosis
ket secara terus-menerus tidak disarankan jaringan;
karena dapat merusak sistem kolateral Amputasi primer pada fraktur tibia terbuka
dari pembuluh darah yang terkena trauma. dengan trauma vaskular dipertimbangkan
Turniket dipasang pada bagian proksi- jika terdapat:
mal lesi vaskular. Turniket dikencangkan Indikasi absolut: terdapat kerusakan
hingga perdarahan berhenti, tetapi penting berat atau terputus pada saraf posteri-
untuk diingat, setiap 10-15 menit turni- or; ekstremitas remuk dengan iskemia
ket harus dilonggarkan untuk mencegah panas lebih dari 6 jam.
nekrosis jaringan distal. Indikasi relatif: trauma ganda pada
Teknik endovaskuler dengan memasang ekstremitas lain; trauma berat pada ek-
endostent atau balon oklusi. stremitas yang sama; tidak cukup jari-
Anastomosis sementara pembuluh darah ngan untuk menutup Iuka.
yang terpotong (thromboresistent plastic tube) Amputasi dilakukan jika terdapat salah
dapat dipasang untuk mencegah timbulnya satu indikasi absolut atau minimal dua
iskemia pada bagian distal trauma selama dari indikasi relatif.
operasi. Thromboresistent plastic tube meru- b. Trauma vaskular pada rongga panggul
pakan sejenis materi plastik dengan agen anti- Konservatif, jika hematoma yang timbul
trombosis untuk membuat sejenis materi yang tidak meluas dengan sirkulasi yang stabil;
resisten terhadap trombosis dan digunakan Embolisasi arteri iliaka interna dengan
untuk prosedur yang berkontak dengan darah teknik endovaskular; 301
a tau produk darah, misalnya jantung artifisial. Eksplorasi pembuluh darah pada rongga
mesin jantung-paru, mesin dialisis ginjal. pacu panggul lewat transperitoneal (laparotomi)
jantung, graft vaskuar, dan lainnya. atau ekstraperitoneal tergantung indikasi.
Rekonstruksi pembuluh darah lewat tindakan c. Trauma aorta, vena kava, dan vena iliaka
operasi. Rekonstruksi arteri dilakukan lebih Penderita jarang sekali dapat bertahan hidup
dulu , baru kemudian vena. Prosedur ini mem- hingga mendapatkan pertolongan di rumah
butuhkan keahlian di bidang bedah vaskular. sakit. Diperlukan seorang ahli bedah vaskular
Tujuan utama rekonstruksi vaskular adalah untuk menangani dan memperbaiki cedera ini.
untuk menurunkan angka amputasi.
Prosedur rekonstruksi arteri sangat ber- 3. Pencegahan dan Edukasi
gantung dengan luasnya Iuka dan mekanisme Setelah operasi, perlu dilakukan latihan fi-
trauma. Bagian proksimal dan distal dibe- sis segera guna mencegah stasis vena maupun
baskan terlebih dahulu dan kedua ujungnya merangsang pembentukan pembuluh kolateral
dipotong dengan rapi. Jahitan pada arteri baru. Pasien sebaiknya dikonsulkan ke bagian
harus mengenai seluruh lapisan, baik dari in- Rehabilitasi Medik untuk fisioterapi. Penting
tima maupun adventisia. Penting untuk dia- pula diingatkan agar pasien berhenti merokok,
mati agar tidak ada penyempitan dan tegangan mengontrol kadar gula darah, dan mencegah fak-
pada pembuluh darah. Bila perlu, digunakan tor risiko untuk penyembuhan pembuluh darah
graft menggunakan vena autogen {misalnya yang optimal.
vena safena) a tau PTFE/ dacron.
Fasciotomi dapat dilakukan jika diperkirakan Komplikasi Trauma Vaskular
akan timbul reperfusion injury setelah revasku- Kausalgia: nyeri yang timbul akibat adanya cede-
larisasi. ra pada saraf perifer; sering ditemui pada trauma
arteri;
2. Tata Laksana Khusus Sindrom kompartemen akut;
a. Trauma vaskular pada fraktur ekstremitas Infeksi lokal maupun sistemik;
Rekonstruksi pembuluh darah dilakukan Fistula arteri-vena;
terlebih dulu pada kasus iskemia, baru di- Amputasi ekstremitas bersangkutan.
lakukan fiksasi tulang;
Dapat dipasang fiksasi eksterna pada frak- Komplikasi Paska-operatif
tur ekstremitas bawah (lihat Bab Fraktur); Kausalgia;
Fasiotomi dilakukan pada kondisi yang Trombosis akut paska-rekonstruksi;
Infeksi lokal maupun sistemik; 80%, arteri femoral superfisial 45%, arteri poplitea
Stenosis; 85%. Diharapkan dengan dilakukannya revaskularisa-
Fistula arteri-vena. si dapat menurunkan angka amputasi tersebut.
Aneurisma palsu.
Sumber Bacaan:
Prognosis 1. Cronenwett JL, Johnston KW. penyunting. Rutherford·s
Angka mortalitas trauma vaskular bervariasi se- vascular surgery. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saun-
suai lokasinya: toraks dan abdomen sekitar 30-50%, ders: 2012.
sedangkan trauma vaskular pada ekstremitas sekitar 2. Jus i HD. Dasardasar ilmu bedah vaskuler. Edisi ke-5. Jakar-
5%. Sementara untuk morbiditas, bila dilakukan li- ta: Balai Penerbit FKUI: 2010.
gasi pembuluh darah secara spesifik (tanpa sistem 3. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
kolateral), didapat angka amputasi sebagai berikut: ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course
arteri aksilaris dan brakialis 4 5-60%, arteri femoralis manual. Edisi ke-9. 20 12.
Definisi Patofisiologi
302
Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis/ Pembentukan trombus dapat terjadi di vena dalam
DVT) didefinisikan sebagai kondisi timbulnya trombus akibat berbagai faktor. Trombus yang terbentuk di
pada vena dalam. Trombosis vena dalam sering tersa- vena iliaka dan vena femoralis proksimal dapat lepas
markan karena tidak ada tanda peradangan lokal yang dari tempatnya dan mengikuti aliran darah (emboli)
terlihat seperti pada trombosis vena perifer. Adanya hingga ke jantung dan paru. Adanya emboli kemudian
trombosis akan merusak vena distal beserta katupnya dapat menyumbat pembuluh darah di paru sehingga
(akibat refluks) sehingga menyebabkan terjadinya in- menimbulkan emboli paru. Sementara itu, emboli ber-
sufisiensi vena. ukuran kecil akan menyumbat kapiler paru sehingga
terjadi infark jaringan paru. Akan tetapi, jika emboli
Epidemiologi berukuran cukup besar, dapat terjadi penyumbatan
Setiap tahunnya ditemukan I kasus di antara parsial atau bahkan seluruh aliran darah dari ventrikel
1000 orang yang mengalami masalah ini. Darijumlah kanan dan menyebabkan kematian. Pembuluh vena
tersebut, sekitar 1-5% penderitanya meninggal dikare- yang dapat mengalami trombosis vena dalam antara
nakan komplikasi yang ditimbulkan. lain: vena tibialis, vena poplitea, vena iliofemoral, vena
cava, dan vena aksilaris.
Etiologi
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya Faktor Risiko
trombosis pada vena dalam, yaitu : Usia >40 tahun;
1. Cedera pada pembuluh vena. Timbulnya cedera Pasien kanker;
dapat dipicu oleh tindakan bedah, suntikan bahan Gangguan koagulasi darah:
yang menimbulkan iritasi, atau abnormalitas pada Perempuan hamil dan pascapersalinan;
pembuluh vena; Pasien yang menjalani terapi hormonal;
2. Peningkatan risiko terjadinya trombus, misalnya Perempuan yang menggunakan kontrasepsi hor-
pada pasien kanker, penggunaan kontrasepsi oral, monal;
persalinan, tindakan operasi, geriatri, dehidrasi, Pasien dengan imobilisasi lama;
dan perokok; Tindakan operasi dalam jangka waktu >30 menit;
3. Aliran darah yang lebih lambat pada pembuluh Riwayat DVT dalam keluarga;
vena. Kondisi ini dapat terjadi pada penderita yang Pasien dengan varises;
menjalani perawatan lama (imobilisasi) di rumah Pasien dengan komorbiditas penyakit berat.
sakit atau penerbangan jarak jauh. Pada kondisi
tersebut, otot-otot pada daerah tungkai bawah Manifestasi Klinis
tidak berkontraksi sehingga aliran darah dari kaki Trombosis vena dalam umumnya bersifat asim-
menuju ke jantung menjadi lambat dan berkurang, tomatis. Pada sebagian penderita, dapat timbul gejala
memudahkan terjadinya trombosis. klinis yang tidak khas, misalnya nyeri dada akibat dari
emboli paru yang menandakan timbulnya komplika- sementara USG Doppler berwarna memiliki
si. Pada trombus berukuran besar akan menyumbat nilai sensitivitas 97% dan spesifisitas 98%
pembuluh vena utama sehingga muncul gejala dan untuk mendeteksi adanya trombus.
tanda berikut: CT venografi
pembengkakan pada ekstremitas (tungkai/lengan) Penggunaan CT venografi ekstremitas
mulai dari distal, bawah ditujukan untuk mendeteksi
otot kaku (tidak lunak), trombosis vena dalam dengan sensitivitas
nyeri otot terutama saat berdiri dan berjalan, I 00% dan spesifisitas 96%. Pemeriksaan
nyeri pada betis saat pedis di posisikan dorsofleksi ini lebih superior dibandingkan venografi
dan sendi lutut dalam kondisi ekstensi penuh (ffo- konvensional untuk mendeteksi perluasan
man 's sign). trombus ke vena pelvis dan vena cava
kulit kebiruan (sianosis). inferior.
vena superfisial tampak jelas akibat dilatasi vena o lnvasif: flebografi. merupakan prosedur inva-
kolateral superfisialis, sif untuk visualisasi vena (terutama vena ek-
beberapa trombus dapat mengalami perbaikan stremitas bawah) yang menggunakan sinar X
secara spontan dan membentuk jaringan parut (dengan kontras). Flebografi dapat mengonfir-
di sekitar katup. Jaringan parut yang terbentuk masi diagnosis DVT dan membedakan penggu-
dapat merusak fungsi katup pada pembuluh vena mpalan darah dari penyumbat lainnya.
di tungkai bawah yang mengakibatkan trombosis
vena dalam kronis berulang (post phlebitic syn- Diagnosis Banding
drome). Cedera otot tungkai (hematom. ruptur otot), ruptur
kista Baker, selulitis, tromboflebitis vena superfisialis.
Diagnosis
Anamnesis yang mengarah pada faktor risiko dan Tata Laksana 303
gejala klinis, serta pemeriksaan fisis ditujukan un- Tata laksana DVT harus dilakukan secara komprehen-
tuk menemukan adanya tanda dan gejala trombo- sif. meliputi pencegahan dan terapi.
sis vena dalam. Secara sederhana dapat digunakan 1. Pencegahan
kriteria Wells 2003 Oihat Tabel 1). Kaas kaki elastis. Pasien dengan imobilisasi
Pemeriksaan laboratorium: kadar D-Dimer i dapat disarankan menggunakan kaos kaki
(trombosis yang aktif); dapat dipengaruhi oleh elastik.
adanya keganasan atau kerusakan jaringan. Antikoagulan. Antikoagulan sebagai agen pro-
Pemeriksaan penunjang lain: filaksis diberikan pada pasien yang akan men-
Non-invasif jalani operasi besar dan pada pasien dengan
USG Doppler, untuk memberikan gambaran kelainan vaskular. Heparin dosis rendah (Iow-
aliran darah arteri dan vena pada bagian dose unfractioned heparin / DUH) diberikan 0,2
tungkai. USG Doppler klasik memiliki nilai mL subkutan dua kali sehari selama 5-7 hari.
sensitivitas 88% dan spesifisitas 88%. Tidak diperlukan pemantauan.
a
CD
D
D
Va rise la
Veruka Vulgaris
~
en
.....
306
D Akne Vulgaris
D Dermatitis
D Dermatitis Eritroskuamosa
D Erupsi Obat Alergik
D Prurigo
D Tumor Ganas Kulit
D Tumor Jinak Kulit
v ,.\ v
D Gonore
D Infeksi Genital Non-Spesifik
D Kandidosis Genitalis
D Kondiloma Akuminatum
D Limfogranuloma Vereneum
D Sifilis
D Trikomoniasis
pul akan berkembang menjadi ulkus dengan mal, dan mikroabses intraepidermal dengan neutrofil. 307
dasar papilomatosa dan krusta kuning kehi- Pada dermis tampak infiltrat padat yang terdiri atas
jauan; sel plasma, limfosit, histiosit, neutrofil, eosinofil, dan
Dapat ditemukan pembesaran kelenjar getah proliferasi endotel.
bening dengan konsistensi keras dan tidak
nyeri; Tata Laksana
Fase ini bertahan selama beberapa bulan dan Antibiotik lini pertama:
sembuh sendiri dengan meninggalkan sika- Benzatin benzilpenisilin- Dosis untuk dewasa
triks. adalah 1,2 juta unit dosis tunggal, diberikan
2. Stadium II secara intramuskular. Dosis untuk anak di
Lesi kulit (tersebar generalisata): papul-papul bawah usia 12 tahun adalah 0,6 juta unit do-
berkelompok dengan ukuran milier sampai sis tunggal, diberikan secara intramuskular.
lentikular tersusun korimbiformis, arsinar, Pada pasien anak yang alergi terhadap penisi-
atau numular. Papul muncul 3-12 bulan lin dapat diberikan eritromisin oral 8-10 mg!
setelah sejak dimulainya penyakit. Lesi ini KgBB setiap 6 jam selama 15 hari.
akan menjadi basah dan membentuk krusta. Azitromisin oral 30 mg/KgBB (maksimal 2 g).
Stadium ini sangat infeksius; dosis tunggal sama efektifnya dengan pembe-
Pada telapak kaki terjadi keratoderma (dry rian penisilin intramuskular;
crab yaws) sehingga pasien berjalan seperti Alternatif: Doksisiklin oral I 00 mg 2 kali/hari se-
kepiting karena nyeri. Tulang panjang pada lama 15 hari, atau menggunakan tetrasik.lin oral:
ekstremitas juga dapat terserang. 500 mg 4 kali/hari selama 15 hari.
3. Stadium III.
Pada stadium ini, terjadi destruksi pada kulit, Prognosis
tulang dan persendian. Kelainan yang ditemukan Apabila tata laksana dilakukan pada stadium awal,
berupa: maka tingkat kesembuhan tinggi dan tidak ada keca-
Nodus: dapat melunak dan menjadi ulkus. catan.
Sumber Bacaan 20 l 3;381 (9869) :763-73.
1. Menaldi SL. Bramono K. Indriatmi W. penyunting. Ilmu 3. Arenas R. Estrada R. penyunting. Tropical dermatology.
penya kit kuli t dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe- Georgetown: Landes Bioscience: 20 01 .
nerbit FKUI: 2014 . 4. Lupi 0 , Madkan V. Tyring SK. Tropical dermatology: bacte-
2. Mitja 0. Asiedu K. Mabey 0. Yaws. Lancet. rial tropical disease. J Am Acad Oermatol. 2006:54 :559 -78.
109 •Ill
Kon1pl'lens1 IVA
Herpes Simpleks
•• Widyaningsih Oentari. Sri Linuwih Menaldi
s
~
HSV tipe 1 dan HSV tipe 2. HSV tipe 1 tidak ditularkan
secara seksual, sedangkan HSV tipe 2 ditularkan se-
dan sampai ke sirkulasi fetus. Hal tersebut dapat
menimbulkan kematian atau kecacatan janin. Ke-
cara seksual. Transmisi dari virus ini terjadi secara lainan yang dapat timbul berupa ensefalitis, kera-
2. tokonjungtivitis, dan hepatitis.
0 kontak langsung. kemudian diikuti dengan fase inva-
l.Q
...... sif asimtomatis. dilanjutkan dengan fase replikasi dan
-
S'
11>
:>;'
......
(I)
berakhir dengan fase lisis sel. Waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan satu siklus ini adalah 5-6 jam.
Masa inkubasi dapat terjadi dalam 2-20 hari.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, dan pemerik-
saan fisis, serta berdasarkan pemeriksaan penunjang,
yaitu pemeriksaan Tzanck, dengan ditemukannya sel
308 Manifestasi Klinis datia berinti banyak.
Infeksi primer berlangsung sekitar 3 minggu
dengan gejala sistemik berupa demam, malaise, Diagnosis Banding
anoreksia, dan pembesaran kelenjar getah bening. Impetigo vesikobulosa, ulkus durum, ulkus mole,
Lesi di kulit kemudian muncul berupa vesikel ulkus mikstum.
berkelompok dengan dasar eritematosa. Vesikel
tersebut dapat pecah dan menjadi ulkus. Tata Laksana
Pada herpes simpleks tipe I, predileksi pada ping- SaJap atau krim idoksuridin: untuk tata laksana
gang ke atas terutama pada hidung dan mulut. lesi dini.
sementara pada tipe II lokasi predileksi ialah ping- Asiklovir: topikal atau 200 mg PO 5 kaJi/hari
gang ke bawah. terutama pada area genital. Na- selama 5 hari.
mun predileksi ini sering sulit dibedakan karena
adanya hubungan secara seksual orogenital. Sumber Bacaan
Fase laten seringkali tidak ditemukan gejala klinis. 1. Ojuanda A. Hamzah M. Aisah S. penyunting. Ilmu penyakit
Virus berada dalam keadaan dorman di ganglion kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI:
dorsalis. 2009.
Infeksi rekuren. Virus herpes simpleks yang 2. Wo lff K. Johnson RA. Saavedra AP. penyunting. Fitzpat-
sebelumnya dalam keadaan tidak aktif pada rick's color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi
ganglion dorsalis akan menjadi aktif dan ke-7. Singapura: Elsevier Saunders: 201 3.
menimbulkan gejaJa kJinis yang lebih ringan 3. Arenas R. Estrada R. penyunting. Tropical dermatology.
dibandingkan dengan infeksi primer. Hal tersebut Georgetown: Landes Bioscience: 2001.
110 Herpes Zoster
••
Kompctmsi lllA
Definisi
• Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi
Diagnosis Banding
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus va- Herpes simpleks
risela-zoster (VZV) pada kulit dan mukosa, atau me-
rupakan hasil reaktivasi virus setelah infeksi primer. Tata Laksana
Obat antiviral, lebih baik diberikan pada 3 hari
Patogenesis pertama sejak timbulnya lesi. Pilihan obat:
VZV ditularkan melalui kontak langsung atau Asiklovir 500 mg PO 5 kali/hari selama 7 hari
inhalasi. Predileksi awal infeksi adalah mukosa salu- Valasiklovir: 1000 mg PO 3 kali/ hari selama 1
ran napas atau konjungtiva. Virus ini akan mengala- hari. Namun, bila lesi baru tetap muncul, obat
mi fase laten karena dikontrol oleh imunitas seluler. ini dapat diteruskan hingga 2 hari bebas lesi;
Akan tetapi, saat terjadi penurunan limfosit T (akibat Analgesik, untuk mengatasi keluhan nyeri;
neoplasma, transplantasi, AIDS, penuaan, atau kondisi Kortikosteroid diberikan apabila terjadi sindrom
imunodefisiensi lainnya) , maka dapat terjadi reaktiva- Ramsay-Hunt untuk mencegah terjadinya parali-
si. Virus ini mengalami dua fase replikasi, yai tu yang sis:
pertama pada ganglia, kemudian pada hepar, limpa, Prednison 20 mg PO 3 kali/hari, setelah
dan organ lainnya. seminggu dosis dapat diturunkan secara ber-
tahap.
Manifestasi Klinis
Diawali dengan gejala prodromal berupa demam, Komplikasi
pusing, malaise, nyeri otot tulang, gatal dan pegal; Neuralgia pascaherpetik: rasa nyeri yang tim-
Lesi kulit berupa vesikel berkelompok dengan bul pada daerah bekas penyembuhan lebih dari
dasar eritematosa yang disertai rasa nyeri, bersifat sebulan setelah penyakit sembuh. Komplikasi ini
unilateral dan dermatomal (tidak melewati batas kebanyakan timbul pada usia di atas 40 tahun; 309
garis tengah) sesuai tempat persarafan. Masa aktif Komplikasi herpes zoster oftalmikus: ptosis parali-
penyakit ini dapat berlangsung hingga 1 minggu; tik, keratitis, skleritis, uveitis, koriorenitis, neuritis
Pembesaran kelenjar getah bening; optik;
Pada herpes zoster oftalmikus terjadi infeksi pada Paralisis motorik muncul dalam 2 minggu pas-
cabang pertama nervus trigeminus cabang oftal- caawitan lesi.
mika sehingga timbul kelainan pada mata;
Sindrom Ramsay Hunt: apabila terdapat gangguan Prognosis
pada saraf fasialis dan otikus yang menyebabkan Pada umumnya bonam bila ditangani secara adekuat.
paralisis otot muka, kelainan kulit sesuai derma-
tom, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nis- Sumber Bacaan
tagmus, mual, dan gangguan pengecapan. 1. Menaldi SL. Bramono K, lndriatmi W. penyunting. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
Diagnosis nerbit FKUI; 2014.
Ditegakkan berdasarkan anamnesis dan temuan 2. Wolff K. Johnson RA. Saavedra AP, penyunting. Fitzpat-
lesi kulit yang khas (vesikel berkelompok, dermato- rick's co lor atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi
mal, dan nyeri). Dapat pula dilakukan pemeriksaan ke-7. Singapura: Elsevier Saunders; 2013.
Tzanck untuk membantu diagnosis dengan ditemukan 3. Arenas R, Estrada R. penyunting. Tropical dermatology.
sel datia berinti banyak. Georgetown: Landes Bioscience; 2001.
111
Kompctcnsi IVA
• Infeksi Parasit
11
•• Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi
A. Pedikulosis 1%
Definisi Cara pemakaian: zat dioleskan di rambut
Infeksi pada kulit dan rambut pada manusia yang dan didiamkan 12 jam. Setelah itu rambut
disebabkan oleh Pediculus sp. dicuci dan disisir dengan sisir rapat untuk
mengambil kutu ataupun telur. Dapat di-
Klasifikasi ulang 1 minggu kemudian, apabila masih
l. Pedikulosis Kapitis ditemukan kutu.
Definisi: Benzi! benzoat 2 5%
Infeksi kulit dan rambut kepala akibat Pe- Prognosis: baik.
diculus humanus var. capitis.
Epidemiologi: 2. Pedikulosis Korporis
Biasanya menyerang anak usia muda. In- Definisi:
0 feksi ini mudah tersebar pada lingkungan yang Infeksi kulit akibat Pediculus humanus var.
Cl>
i
padat dengan kondisi higiene yang kurang. corporis.
Cara Penularan: Cara penularan:
Penularan dapat terjadi akibat kontak Pakaian dan kontak langsung.
0 dengan barang yang sudah digunakan oleh Manifestasi Klinis:
....
-
\Q
orang yang telah terinfeksi, seperti topi dan Rasa gatal akibat liur dan ekskreta kutu .
!j sisir. Selain itu, dapat pula terjadi akibat kon- Lesi kulit terjadi akibat garukan dan terkadang
ct tak langsung antara kepala orang yang telah dapat timbul pembesaran kelenjar getah
B. Skabies
dengan dua jari dan dibuat irisan tipis. lrisan
tersebut dilihat dengan mikroskop.
Membuat biopsi eksisional dan diberikan pe-
-....
~
(IJ
i;:::
.....
b'l
Definisi warnaan H.E.
Penyakit kulit akibat infeksi dan sentisisasi ~
~
Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Diagnosis Banding
Penyakit ini termasuk dalam penyakit akibat Prurigo, pedikulosis korporis dan dermatitis.
hubungan seksual. (IJ
Tata Laksana Cl
Patogenesis Terapi Farmakologi
311
Cara penularan dari infeksi dapat disebabkan Belerang endap 4-20%. Tidak boleh digunakan
karena kontak langsung (kulit dan kulit) dan kon- kurang dari 3 hari karena tidak efektif pada
tak tidak langsung (melalui benda seperti handuk, stadium telur. Dapat dipakai oleh bayi usia <2
sprei, dan sebagainya). Kelainan kulit yang terjadi tahun.
pada skabies disebabkan karena garukan akibat Emulsi benzil-benzoat (20-25%). diberikan
gatal dan tungau skabies itu sendiri. Gata[ pada setiap malam selama 3 hari. Efektif terhadap
skabies dapat terjadi akibat sensitisasi terhadap semua stadium.
sekreta dan ekstreta tungau. Gama benzena heksa klorida (gameksan) I%,
Pemberian cukup sekali. Efektif untuk semua
Manifestasi Klinis stadium. Tidak dianjurkan untuk anak usia <6
Kelainan kulit yang dapat ditemukan berupa tahun dan ibu hamil.
papul. vesikel, urtika. Selain itu, akibat garukan Permetrin 5%, aplikasi sekali dan dihapus
terdapat lesi berupa erosi, ekskoriasi, krusta, dan setelah I 0 jam. Tidak dianjurkan pada bayi di
infeksi sekunder. Pada penyakit ini terdapat empat bawah 2 bulan.
tanda kardinal yang harus dipenuhi minimal dua. Krotamiton I 0%.
Empat tanda kardinal ini mencakup: Prognosis: baik.
Pruritus nokturna: gatal pada malam hari
akibat aktivitas tungau yang lebih aktif pada C. Creeping Eruption
malam hari dan suhu yang lebih panas dan Definisi
lembab; Kelainan kulit berupa peradangan berbentuk
Menyerang sekelompok orang, misalnya se- linier atau berkelok-kelok, menimbul, dan bersifat
keluarga, satu asrama; progresif yang disebabkan karena invasi larva
• Terdapat terowongan atau kunikulus pada cacing tambang.
area predileksi. Terowongan berbentuk garis
lurus atau berkelok dengan rata-rata panjang
Patogenesis Diagnosis banding antara lain skabies, dermatofi-
Penyebab dari kelainan ini adalah larva cacing tosis, herpes zoster.
tambang Ancylostoma braziliense dan Ancylosto-
ma caninum. Larva ini melakukan penetrasi pada Tata Laksana
kulit dan berjalan sepanjang dermoepidermal Tiabendazol 50 mg/ KgBB/ hari PO, dibagi da-
sehingga menimbulkan gejala di kulit setelah be- lam 2 dosis selama 2 hari;
berapa jam atau hari. Albendazol 400 mg PO. dosis tunggal, diberi-
kan selama 3 hari berturut-turut;
Manifestasi Klinis Krioterapi.
Lesi kulit: papul dan lesi linier atau berkelok-
kelok dengan diameter 2-3 mm dan berwar- Sumber Bacaan
na kemerahan pada tungkai, tangan, anus, 1. Menaldi SL, Bramono K. lndriatmi W. penyunting. Ilmu
bokong, dan paha; penyakit ku lit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
Keluhan gatal yang lebih berat pada malam nerbit FKUJ; 20 14.
2. Wolff K, Johnson RA. Saavedra AP, penyunting. Fitzpat-
hari dan panas.
rick"s color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi
ke-7. Singapura: Elsevier Saunders; 2013.
Diagnosis dan Diagnosis Banding 3. Arenas R. Estrada R. penyunting. Tropical dermatology.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Georgetown: Landes Bioscience; 200 I.
0
CD
3 112
Kompetensl VAi
• Kusta ~
[ 11
0
....
IQ
......
•• Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi
-....
:::s
CD
:i;'
en
Definisi
Penyakit infeksi kronis akibat Mycobacterium
leprae yang bersifat intraseluler obligat. Disebut juga
logis yang berbeda (lihat Tabel 2 dan Tabel 3). Ragam
manifestasi klinis tersebut sangat dipengaruhi oleh
imunitas seluler penderita. lmunitas seluler yang baik
312 Marbus Hansen atau lepra. akan memberikan gambaran klinis ke arah tuberku-
loid, sedangkan imunitas seluler yang rendah akan
Etiologi dan Faktor Risiko memberikan gambaran ke arah lepromatosa.
M. Jeprae merupakan basil tahan asam, obligat in- Apabila penyakit mengenai saraf perifer. geja-
traseluler yang dapat bereproduksi secara maksimal la klinis akan sesuai dengan nervus yang terkena.
pada suhu 27-30 °C. Mikroba ini berkembang biak Kemudian, dilakukan pemeriksaan pembesaran saraf
dengan baik pada jaringan dengan suhu rendah, se- perifer. konsistensi, dan nyeri tekan dari nervus per-
perti kulit, saraf perifer, saluran pernapasan atas dan ifer. Saraf yang perlu diperiksa yaitu N. fasialis, N. au-
testis. Jalur transmisinya masih belum jelas, diperkira- rikularis magnus, N. radialis, N. ulnaris, N. medianus,
kan transmisi terjadi melalui droplet, vektor serang- N. poplitea lateralis, dan N. tibialis posterior.
ga, atau kontak dengan tanah dengan mikroba yang
bersangkutan. Faktor risiko penyakit ini antara lain Diagnosis
tinggal di area endemis. kontak dengan pengidap lep- Pemeriksaan Bakterioskopis. Bertujuan untuk
ra dan kemiskinan. penegakkan diagnosis dan evaluasi hasil pengo-
batan.
Epidemiologi Dilakukan pengambilan bahan sediaan dengan
Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkem- cara kerokan kulit minimal dari 4-6 tempat, yaitu
bang seperti India, Cina, Myanmar, Indonesia, Brazil, kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 lesi
dan Nigeria. Setiap tahunnya terdapat 600.000 kasus lain yang paling aktif (paling eritematosa dan in-
baru dengan total sebanyak 1,5 hingga 8 ju ta kasus di filtratif). Selain itu, sediaanjuga dapat diambil dari
seluruh dunia. Penyakit ini berhubungan dengan ting- sekret hidung melalui nose blow di pagi hari, atau
kat kemiskinan, daerah pedesaan dan penyakit HIV. mukosa hidung dengan menggunakan kapas lidi.
Madrid (1953)
Puskesmas PB MB
Keterangan: TT. Tuberkuloid polar, bentuk stabil (tidak mungkin berubah tipe): BT. Borderline tuberculoid; BB, Mid Borderline; BL, Bor-
derline lepromatous; LL. Lepromatosa polar. bentuk stabil (tidak mungkin berubah tipe); Multibasiler (MB}, mengandung banyak basil,
yaitu tipe BB. BL, dan LL; Pausibasiler (PB). mengandung sedikit basil. yaitu BT. TT, dan Indeterminate.
Tabel 2.Gejala Klinis. Bakteriologis, dan Imunologis dari Tipe Kusta Multibasiler (Buku Ajar Kulit Kelamin FKUI; 2007)
S1fat Lepromatosa (LL) Borderline Lepronwtosa (BL) Mid Borderline (llB)
Lesi
Tabel 3.Gejala Klinis, Bakteriologis, dan Imunologis dari Tipe Kusta Pausibasiler (Buku Ajar Kulit Kelamin FKUI; 2007)
Sifat lndNPTmllmlP (I) Hmderlmf' llliwrkuloid (llT) Tuherkulmd (IT)
Lesi
Bentuk lnfiltrat Makula dibatasl Jnfiltrat Makulasaja
Jumlah Satu atau beberapa Beberapa atau satu dengan Satu, dapat beberapa
sate lit
Distribusi Variasl Masih aslmetris Aslmetrls
Permukaan Halus, agak berkilat Kering bersisik Kering bersisik
Batas Dapatjelas, atau Jelas Jelas
dapat tidak jelas
Anestesia Tidak ada, atau Jelas Jelas
tidakjelas
Basil Tahan Asam (BTA)
Lesi kulit Biasanya negatif Negatif atau hanya 1+ Hampir selalu negatif
Tes lepromln Dapat positiflemah. atau Posltif lemah
negatlf
sehingga hanya sedikit darah yang keluar; hingga banyak antigen yang tersebar dan memicu
- Lakukan kerokan dengan menggunakan reaksi imun humoral. Pada ENL tidak terjadi pe-
skalpel steril. lrisan dilakukan sampai sedalam rubahan tipe.
dermis; Reaksi reversal. Terjadi pada tipe BL, BB, BT dan
- Kerokan dioleskan pada gelas alas dan difiksa- berhubungan dengan hipersensitivitas tipe lam-
si di atas api. Sediaan diwarnai dengan pewar- bat. Reaksi ini terjadi akibat peningkatan sistem
naan Ziehl Neelsen. imun seluler yang mendadak, umumnya terjadi
pada 6 bulan pertama pengobatan. Pada reaksi
Indeks Bakteri (IB) ditentukan dengan cara: reversal terjadi perubahan tipe penyakit.
0: tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang
l+: 1-10 BTA dalam 100 lapang pandang Tata Laksana
2+: 1-10 BTA dalam 10 lapang pandang 1. Terapi Farmakologis
3+: 1-10 BTA dalam l lapang pandang Alur serta regimen pengobatan kusta berbeda
4+: 11 -100 BTA dalam 1 lapang pandang pada tipe MB dan BB (lihat Gambar 1). Ada tiga
5+: 101-1000 BTA dalam l lapang pandang obat lini pertama yang digunakan, yaitu dapson,
6+: > 1000 BTA dalam 1 lapang pandang. rifampisin, serta klofazimin. Masing-masing obat
memiliki indikasi serta efek samping yang harus
Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan Jn- diwaspadlli.
deks Morfologi (IM) yang merupakan persentase Dapson (Diaminodifenil sulfon/DDS). Prinsip
perbandingan bentuk solid (basil hidup) dengan pemberiannya adalah tidak boleh diberikan
t:7
11) jumlah solid dan non-solid (basil mati) dikalikan sebagai monoterapi, harus dikombinasikan
~.....
berkel terdiri atas sel epiteloid, sel datia Langhans buminemia, serta methemoglobinemia.
dan limfosit. Pasien dengan sistem imunologik Rifampisin. Digunakan sebagai salah satu
seluler yang rendah, tampak sel Virchow atau sel kombinasi DDS dengan dosis 10 mg/ KgBB
lepra atau sel busa yang merupakan bentuk his- diberikan setiap hari atau setiap bulan. Efek
314
tiosit yang tidak mampu memfagositosis M. Jep- samping yang dapat timbul berupa hepa-
rae dan bahkan dijadikan sebagai tempat untuk totoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal,
berkembang biak. flu -like syndrome , dan erupsi kulit.
Klofazimin, dosis awal adalah 300 mg/bulan,
Pemeriksaan Imunologis, bertujuan untuk mem- dilanjutkan dengan 50 mg/hari, atau 100 mg
bantu diagnosis kusta yang meragukan. Pemerik- selang sehari atau 100 mg 3 kali/minggu. Efek
saan imunologis yang dapat dilakukan, yaitu uji sampingnya adalah warna kecoklatan pada ku-
MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Agglutina- lit, warna kekuningan pada sklera yang akan
tion), uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent menghilang setelah 3 bulan obat dihentikan.
Assay). dan mL dipstick (Mycobacterium leprae Dalam dosis tinggi dapat menyebabkan efek
dipstick). samping gastrointestinal.
Alternatif obat lainnya, antara lain:
Diagnosis Banding o Protionamid, dosis 5-10 mg/KgBB per
Sarkoidosis, leishmaniasis, lupus vulgaris, lim- hari, namun obat ini tidak digunakan di
foma, sifilis, y aws, granuloma annulare, necrobiosis Indonesia.
lipoidica. o Ofloksasin, dosis optimal adalah 400 mg!
hari. Efek samping berupa gangguan gas-
Reaksi Kusta trointestinal, insomia, nyeri kepala, halusi-
Reaksi kusta merupakan episode akut dari perjala- nasi, dan pusing.
nan kronis penyakit. Terdapat dua jenis, yaitu Eritema o Minosiklin. Dosis standar adalah 100 mg!
Nodosum Leprosum (ENL) dan reaksi reversal. hari. Efek samping yang dapat timbul pada
ENL. Timbul pada tipe LL dan BL dan merupakan anak adalah pewarnaan gigi dan terkadang
reaksi imun humoral yang terjadi biasanya pada dapat menyebabkan hiperpigmentasi kulit
tahun kedua pengobatan. Reaksi ini muncul kare- dan mukosa, gangguan gastrointestinal
na banyaknya basil lepra yang mati dan hancur se- dan susunan saraf pusat. Penggunaan obat
ini tidak dianjurkan pada anak-anak atau Komplikasi
pada masa kehamilan. Neuropati, mencakup penurunan fungsi sensorik,
motorik, atau otonom saraf perifer:
2. Terapi Non-Farmakologis Ulkus atau fisura yang dapat mengakibatkan os-
Pasien kusta secara rutin perlu menjaga ke- teomielitis hingga amputasi digiti;
bersihan diri, terutama pada regio yang me- Pembentukan kalus, akibat penurunan aktivitas
ngalami penurunan fungsi neurologis. Tangan kelenjar keringat;
atau kaki yang anestetik dapat direndam setiap Kontraktur sendi, akibat paralisis otot. Latihan
hari selama 10-15 menit. Lesi kalus atau kulit fisis secara aktif maupun pasif diperlukan untuk
keras di sekitar ulkus dapat diabrasi. paling mencegah komplikasi ini.
baik dilakukan oleh tenaga medis dengan bilah Kelainan oftalmologis: penurunan sensoris kornea
skapel. Selaajutnya, untuk menjaga nutrisi dan (neuropati trigeminal) . lagoftalmos (neuropati fa-
kelembapan yang adekuat pada kulit, dapat di- sialis) .
berikan pelembab topikal: • Pada reaksi ENL dapat ditemukan uveitis, dakti-
Istirahatkan regio yang terlihat kemerahan lis, artritis, limfadenitis, neuritis, miositis, maupun
atau melempuh. Hindari tekanan yang berlebi- orchitis.
han pada regio lesi. misalnya dengan elevasi
tungkai saat istirahat atau mencegah berjalan Prognosis
kaki dalam jangka waktu yang lama: Umumnya baik apabila dilakukan pengobatan
Untuk mencegah dan menangani komplika-
si yang ada, dibutuhkan kerja sama dengan
yang tepat. Akan tetapi, perlu dilakukan upaya pence-
gahan serta deteksi dini terhadap komplikasi yang
....
(I)
.!I:
bagian bedah ortopedi, podiatrist, neurologi. mungkin terjadi. Q)
'E
.i.
oftalmologi, dan rehabilitasi medik.
.....
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
0
'lii
Sus k kusta
e
Q)
0
PausibasUer
315
Konflnnasl diagnosis dengan :
t
• Pemeriksaan baktertoskoplk
• Pemer1ksaan hlstopatologls
•Pemeriksaan imunologi:j
MB
•
Anak (10-14 tahun nak (10-14 tahun
t t
Pengobatan 12 bulan Pengobatan 12 bulan: Pengobatan 6 bulan Pengobatan 6 bulan:
Harl pertama tiap bulan: ari pertama tlap bulan: Han pertama tiap bulan: Harl pertama tlap bulan:
• Rlfampisin 300 mg: • RJfamplsin 300 mg • RJfamplsin 300 mg: • Rifampisln 300 mg
2 kapsul I kapsul 2 kapsul I kapsul
Klofazimln I 00 mg RJfamplsin 150 mg • Dapson 100 mg: • RJfampisin 150 mg
3 kapsul I kapsul I tablet I kapsul
Dapson 100 mg: Clofazlmln I 00 mg Harl 2-28: • Dapson 50 mg
I tablet 3 kapsul • Dapson 100 mg I tablet
Harl 2-28: Dapson 50 mg I tablet ari 2-28:
• Klofazlmln 50 mg l tablet • Dapson 50 mg
l kapsul ari 2-28: I tablet
• Dapson 100 mg • Clofazimln 50 mg
l tablet I kapsul (dua hari sekali)
• Dapson 50 mg
1 tablet
Gambar 1.Alur Tata Laksana Kusta
Sumber Bacaan rosy as a public health problem. Geneva: WHO: 2000.
1. Menaldi SL. Bramono K. Indriatmi W. penyunt ing. Ilmu 3. Wolff K. Johnson RA. Saavedra AP. penyu nting. Fitzpat-
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Sadan Pe- rick's color atlas & sy nops is of clinical dermato logy. Edisi
nerbit FKUI: 2014. ke-7. Singapura: Elsevier Saunders: 2013.
2. Wo rl d Health Organization (WHO). Gu ide to eliminate lep-
113
Kompcten!ii IVA
• Mikos is
11
•• Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi
~.....
I.Cl
Definisi:
Penyakit kronis dan supuratif pada jaringan
subkutan yang disebabkan oleh Actinomycetes
keterlibatan organ lain. Pada umumnya
menggunakan regimen amfoterisin B IV.
.....
-....
::s
11>
::-;-
{/)
dan Nocardia.
Manifestasi Klinis:
Pembengkakan, abses, sinus. dan fistel mul-
tipel yang muncul unilateral. Inflamasi yang
3. Kromomikosis
Definisi:
Infeksi oleh berbagai jamur yang berwarna
{dematiaceous). seperti Fonsecaea pedrosoi.
316 terjadi dapat menyerang subkutis. fasia, otot, Manifestasi Klinis:
dan tulang. Nodus verukosa kutan yang kemudian mem-
Diagnosis: bentuk vegetasi papilomatosa yang besar. Bi-
Diagnosis ditegakkan dari gejala klinis, gamba- asanya terjadi pada kaki dan tungkai. Infeksi
ran histologis, dan hasil biakan. dapat terjadi akibat trauma.
Tata Laksana: Diagnosis:
Reseksi radikal atau dipertimbangkan untuk Pada pemeriksaan langsung dengan larutan
amputasi. Apabila kelainan belum meluas dan KOH 20-40% dapat ditemukan struktur ber-
disebabkan oleh aktinomikotik, dapat diberi- dinding ganda dengan diameter 4-10 µm {fum-
kan pengobatan kombinasi kotrimoksazol 480 agoid cells a tau Medlar bodies) atau juga dapat
mg PO 2kali/hari (terdiri dari sulfametoxazol ditemukan hifa hitam dan tebal.
23 mg/ KgBB/ hari dan trimetoprim 4,6 mg/ Tata Laksana:
KgBB/ hari) dan streptomisin 14 mg/ KgBB/ Operasi: dilakukan pada lesi kecil;
hari IV selama 9- 12 bulan. Pada misetoma Terapi antifungal oral: diberikan selama
maduromikotik (Madura foot) dapat dipertim- setidaknya I tahun. Obat-obatan yang
bangkan pemberian itrakonazol. dapat digunakan berupa terbinafin 2 50
mg/ hari, itrakonazol 200-600 mg/ hari,
2. Sporotrikosis atau ketokonazol 400-800 mgl hari.
Definisi: Terapi antifungal sistemik, seperti
Infeksi kronis akibat Sporotrichium schenkii. amfoterisin B IV.
Manifestasi Klinis:
Pembesaran kelenjar getah bening dan ulkus. 4. Zigomikosis, Fikomikosis, dan Mukormikosis
Penyakit ini biasanya ditemukan pada pekerja Definisi:
di hutan dan petani. Penyakit akibat infeksi jamur yang taksonomi
Diagnosis: dan perannya masih didiskusikan.
Biakan pada mencit dan pemeriksaan histopa- Etiologi:
tologis. Jenis jamur meliputi Mucor, Rhizopus, Absid-
ia, Mortierel/a. Cunning-hamel/a. Penyakit ini Kulit.
jarang ditemukan pada orang yang sehat dan Biakan dengan menggunakan medium agar
sifatnya oportunistik. Sabouraud.
Diagnosis: Diagnosis Banding:
Diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan histo- Dermatitis, kandidosis, sifilis, psoriasis, derma-
patologis dan hasil biakan. titis seboroik, pitiriasis rosea, dan eritrasma.
Tata Laksana: Tata Laksana:
Pada fikomikosis dapat diberikan kalium io- Griseovulfin: pengobatan dilanjutkan
dida 10-15 tetes 3 kali sehari, yang perlahan hingga 2 minggu setelah sembuh klinis dan
dinaikkan hingga tampak gejala intoksika- diberikan dengan makanan yang banyak
si (mual dan muntah). Setelah itu, dosis di- mengandung lemak. Dosis:
turunkan 1-2 tetes dan dipertahankan sampai Dewasa: 0,5- 1 g/ hari dibagi untuk 4
tumor menghilang. Selain itu, dapat dipertim- kali pemberian;
bangkan pemberian itrakonazol 200 mg per Anak: 0,25-0 ,5 g/hari atau 10-2 5 mg/
hari selama 2-3 bulan. KgBB.
Ketokonazol: untuk kasus yang resisten
B. Mikosis Superfisialis griseofulvin, dengan dosis 200 mg/ hari
Mikosis superfisialis dibagi menjadi dermatofitosis selama I 0-14 hari pada pagi hari setelah
dan nondermatofitosis. makan. Absorpsi ketokonazol akan lebih
l. Dermatofitosis
Definisi:
baik pada pH asam sehingga pemberiannya
dapat dikombinasikan dengan vitamin C.
....
Cl)
~
.........tn
rambut, atau kuku. diberikan dosis I 00-200 mg 2 kali/ 0
Etiologi: hari selama 3 hari. Untuk tata laksana 0
Dermatofita terbagi dalam tiga genus, yaitu onikomikosis, diberikan terapi denyut ~
Microsporum, Tricophyton, dan Epidermophy-
ton. Jen is jamur ini dapat mencerna keratin.
itrakonazol selama 3 bulan, yaitu
pemberian 3 tahap dengan interval I
e
Cl
<I)
~
hari PO selama 10 hari. Alternatifnya mencuci rambut dengan larutan sublimat
dapat berupa mikonazol, klotrimazol, 1/2000 tiap hari. Obat antijamur (derivat
isokonazol, dan ekokonazol. azol) dapat digunakan juga untuk tata lak-
~ Prognosis: baik. Pengobatan dilanjutkan sana ini.
....
IQ
.....
hingga 2 minggu setelah fluoresensi nega-
a
Cl>
tif pemeriksaan lampu Wood . d. Tinea Nigra Palmaris
Definisi:
:o;' b. Pitirosporum Folikulitis Infeksi jamur superfisial yang asimtomatis
....
(/)
Definisi: pada stratum korneum. Di Indonesia sa-
Penyakit kronis pada folikel pilosebasesa ngat jarang.
318
akibat infeksi Pityrosporum. Etiologi:
Manifestasi Klinis: C/adosporium wemeckii (Amerika Utara
Papul dan pustul perifolikular berukuran dan Selatan), Cladosporium mansonii (Asia
2-3 mm. Tempat predileksi adalah dada, dan Afrika).
punggung, dan lengan atas. Epidemiologi:
Diagnosis Banding: Pada umumnya ditemukan pada usia <19
Akne vulgaris, folikulitis bakterial, erupsi tahun dan dapat ditemukan dalam bentuk
akneiformis. kronis pada usia dewasa. Penyakit ini lebih
Tata Laksana: banyak ditemukan pada perempuan diban-
Ketokonazol: 200 mg/hari PO selama dingkan laki-laki.
2-4 minggu, atau; Manifestasi Klinis:
ltrakonazol: 200 mg/hari PO selama 2 Kelainan berupa bercak-bercak tenguli
minggu, atau; hitam pada telapak tangan dan dapat ber-
Flukonazol: 150 mg/minggu PO selama sisik. Keluhan hanya bersifat estetik.
2-4 minggu. Diagnosis:
Prognosis: baik. Pemeriksaan kerokan kulit dengan laru-
tan KOH 10% ditemukan hifa bercabang
c. Piedra bersekat dengan warna coklat muda sam-
Definisi: pai hijau tua. Selain itu, dapat dilakukan
Infeksi jamur pada rambut. ditandai de- biakan pada agar Sabouraud dan akan tam-
ngan benjolan (nodus) sepanjang rambut. pak koloni filamen warna hijau tua atau
Etiologi: hi tam.
Piedraia hortai menyebabkan black piedra,
Trichosporon beige/ii menyebabkan white Diagnosis Banding:
piedra. Dermatitis kontak, tinea versikolor, hiper-
kromia, nevus pigmentosus, dan kulit yang f. Keratomikosis
terkena zat kimia seperti perak nitrat. Definisi:
Tata Laksana: Infeksi jamur pada kornea mata yang terja-
Obat antijamur konvensional seperti salap di setelah trauma. Infeksi ini dapat menye-
salisil sulfur. tincturajodii. babkan inflamasi dan ulserasi.
Etiologi:
e. Otomikosis Aspergillus, Fusarium. Cephalosporum, Cur-
Definisi: vularia, Penicillium.
Infeksi jamur kronis atau subakut pada li- Manifestasi Klinis:
ang telinga luar. Benjolan putih kelabu dan berambut halus.
Etiologi: Selain itu, dapat terbentuk ulkus dangkal.
Aspergillus, Penisi/ium, dan Mukor. Diagnosis:
Manifestasi Klinis: Pemeriksaan sediaan langsung dan biakan.
Keluhan rasa penuh, nyeri dan gatal di te- Diagnosis Banding:
linga, serta penurunan pendengaran. Liang Keratitis dendritik.
telinga tampak hiperemis dan banyak kru- Tata Laksana:
sta. lnfeksi dapat berlanjut hingga bagian Tetes mata nistatin dan amfoterisin B dibe-
luar telinga dan dapat juga menyerang rikan tiap jam.
tulang rawan telinga, namun gendang te- Prognosis:
linga jarang diserang. Baik, jika diagnosis dan tata laksana dini.
Diagnosis:
Pemeriksaan sediaan langsung kerokan ku- Sumber Bacaan
lit dengan diberikan larutan KOH 20%. Dari 1. Menaldi SL, Bramono K. Indriatmi W. penyunting. Ilmu
pemeriksaan tersebut akan tampak hifa tak penyakit kulit dan kelam in. Edisi ke-7. Jakarta: Sadan Pe-
berspora. Kemudian, dapat dilajutkan de- nerbit FKUI: 2014.
ngan biakan pada media agar Sabouraud. 2. Wolff K. Johnson RA, Saavedra AP. penyunting. Fitzpat-
Tata Laksana: rick's color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi
lrigasi liang telinga dan pemberian anti- ke- 7. Singapura: Elsevier Saunders: 20 13.
fungal atau antibiotik. 3. Arenas R. Estrada R. penyunting. Tropical dermatology.
Georgetown: Landes Bioscience: 2001.
319
114
Kmnpetemi IVA
• Moluskum Kontagiosum
11
•• Widyaningsih Oentari. Sri Linuwih Menaldi
'
115
Kompetensi IVA
• Pioderma
11
•• Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi
s
(1)
cus, Streptococcus, atau infeksi keduanya. Penyebab Antibiotik topikal: basitrasin, neomisin, mupi-
yang paling utama adalah Staphylococcus aureus rosin 2%.
~
g. dan Streptococcus (3 -hemolyticus. Keadaan ini dapat Kompres: larutan permanganas kalikus
0 diklasifikasikan menjadi: 115000, larutan rivanol 1 %o, yodium povidon
....
-a
IQ
Pioderma primer: infeksi yang terjadi pada kulit
normal dan biasanya disebabkan oleh satu mikro-
organisme: serta
7,5% dilarutkan 10 kali.
Bentuk-Bentuk Pioderma
~ Pioderma sekunder: infeksi yang terjadi pada kulit A. Impetigo
~ .:::. yang telah mengalami penyakit kulit lain. Penya- Merupakan pioderma superfisialis yang terbatas
320 kit kulit yang disertai pioderma sekunder disebut hanya pada epidermis. Terdapat dua bentuk im-
sebagai impetigenisata, misalnya dermatitis impe- petigo:
tigenisata, skabies impetigenisata. 1. Impetigo Krustosa
Etiologi: Streptococcus (3 -hemolyticus. Lesi ini
Faktor Predisposisi sering ditemukan pada anak.
Kebersihan yang kurang baik; Manifestasi Klinis:
Penurunan daya tahan tubuh yang dapat disebab- Tanpa gejala umum,
kan karena gizi kurang, anemia, penyakit kronis, Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel
keganasan, diabetes melitus: yang mudah pecah. Vesikel yang pecah
• Terdapat penyakit lain di kulit. menyebabkan pembentukan krusta ber-
warna kuning dan tebal seperti madu.
Pengobatan Secara Umum Predileksi di wajah pada area sekitar
1. Sistemik lubang hidung dan mulut.
Golongan Penisilin Diagnosis Banding: Ektima.
Ampisilin 500 mg PO 4 kali/hari. 1 jam se- Tata Laksana:
belum makan Apabila krusta sedikit maka krusta dapat dile-
Amoksisilin 500 mg PO 4 kali/hari, diberi- paskan dan diberikan salep antibiotik. Pada
kan setelah makan krusta yang banyak, diberikan antibiotik siste-
Golongan obat penisilin resisten-penisi- mik.
linase: kloksasilin 250 mg PO 3 kali/ hari Komplikasi:
sebelum makan. Glomerulonefritis pascastreptokokal, mes-
Linkomisin 500 mg PO 3 kali/hari; atau klin- ki jarang ditemukan. Keadaan ini terjadi 18-2 1
damisin 150 mg PO 4 kali/hari, pada infeksi hari setelah infeksi akibat kompleks antibo-
berat diberikan 300-500 mg 4 kali/hari; di-antigen yang terbentuk terhadap komponen
Eritromisin 500 mg PO 4 kali/ hari; streptokokus. Kompleks imun ini terbentuk
Sefalosporin: sefadroksil 500 mg PO 3 kali/ pada glomerulus dan menyebabkan inflamasi
lokal sehingga terjadi glomerulonefritis. C. Furunkel dan Karbunkel
Definisi: Radang folikel rambut dan sekitarnya.
2. Impetigo Bulosa Kumpulan furunkel disebut karbunkel.
Etiologi: Staphylococcus aureus. Lesi ini Etiologi: Staphylococcus aureus.
dapat ditemukan pada anak dan orang Manifestasi Klinis: Nodus eritematosa berbentuk
dewasa. kerucut dengan pustul di tengahnya.
Manifestasi Klinis: Diagnosis Banding: Hidradenitis supurativa, nec-
Tanpa gejala umum. Kelainan kulit beru- rotizing lymphadengitis, kista epidermiod yang
pa eritema, bula dan bula hipopion. Pada ruptur.
vesikel atau bula yang telah pecah akan Tata Laksana: antibiotik topikal.
tampak koleret dengan dasar eritematosa.
Predileksi pada ketiak, dada, dan pung- D. Ektima
gung. Definisi: Ulkus superfisial dengan krusta yang di-
Diagnosis Banding: sebabkan oleh Streptococcus.
Vesikel atau bula yang pecah akan mem- Etiologi: Streptococcus ~ -hemolyticus.
berikan gambaran yang mirip dengan der- Manifestasi Klinis: Krusta tebal berwarna kuning
matofitosis. dengan tempat predileksi di tungkai bawah.
Tata Laksana: Diagnosis Banding: Impetigo krustosa.
Apabila terdapat sedikit vesikel atau bula, Tata Laksana:
vesikel atau bula dapat dipecahkan dan di- Apabila terdapat dalam jumlah sedikit, krusta ......
(/)
berikan salap antibiotik. Jika vesikel atau diangkat dan diberikan antibiotik topikal. Jika
.!t4
~
bula terdapat dalam jumlah banyak, maka ditemukan dalam jumlah banyak, diberikan anti-
diberikan antibiotik sistemik. biotik sistemik.
....
.....
3. Impetigo Neonatorum E. Pionikia
t'1
0
Etiologi: Staphylococcus aureus. Penyakit Definisi: Radang di sekitar kuku oleh piokokus. 'O
~
ini merupakan varian dari impetigo bulosa Etiologi: Staphylococcus aureus dan/ a tau Strepto-
pada neonatus. coccus ~ -hemolyticus.
Manifestasi Klinis: Lokasi bula ditemukan Manifestasi Klinis: Infeksi diakibatkan trauma (I)
pada seluruh tubuh disertai demam. dan dimulai pada lipat kuku kemudian menjalar Q
Diagnosis Banding: Sifilis kongenital. ke matriks dan lempeng kuku hingga membentuk
321
Tata Laksana: Antibiotik sistemik dan be- abses subungual.
dak salisil 2%. Tata Laksana: Kompres dengan larutan antiseptik
dan antibiotik sistemik. Pada abses subungual.
B. Folikulitis dilakukan ekstraksi kuku.
Didefinisikan sebagai infeksi folikel rambut. Eti-
ologi yang paling sering ialah Staphylococcus au- F. Erisipelas
reus. Berdasarkan lokasinya, dapat diklasifikasikan Definisi: Lesi kulit akibat infeksi pada jaringan
menjadi: dermis, merupakan selulitis superfisialis.
1. Folikulitis Superfisialis Etiologi: Streptococcus ~ -hemoly ticus.
Definisi: Radang terbatas pada epidermis. Manifestasi Klinis:
Manifestasi Klinis: Penyakit ini didahului oleh trauma dengan tempat
Ditandai dengan lesi kulit berupa pustul atau predileksi pada tungkai bawah. Eritema berwarna
papul yang eritematosa dan di tengahnya ter- merah cerah berbatas tegas disertai gejala kons-
dapat rambut, dengan predileksi pada tungkai titusi berupa demam dan malaise. Lapisan yang
bawah. diserang adalah epidermis dan dermis.
Tata Laksana: Antibiotik topikal. Diagnosis Banding: Selulitis.
Tata Laksana: Dilakukan elevasi pada bagian yang
2. Folikulitis Profunda sakit. Berikan antibiotik sistemik dan kompres ter-
Definisi: Radang folikel rambut yang meluas buka dengan larutan antiseptik.
hingga ke subkutan. Prognosis: Umumnya baik.
Manifestasi Klinis: Kelainan berupa pustul
atau papul eritematosa dan teraba infiltrat di G. Selulitis
subkutan. Definisi: Lesi kulit akibat infeksi yang telah menca-
Diagnosis Banding: Tinea barbe. pai jaringan subkutan.
Tata Laksana: Antibiotik sistemik/topikal. Etiologi: Streptococcus ~ -hemolyticus
Manifestasi Klinis: Apabila abses belum melunak, dilakukan kompres
Sama dengan erisipelas, tetapi kelainan kulit yang terbuka.
ditemukan berupa infiltrat difus pada subkutan.
Jika dibandingkan dengan erisipelas, selulitis K. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
mempunyai lesi dengan batas yang tidak tegas Definisi: Infeksi kulit oleh Staphylococcus aureus
dan lesi tidak menonjol. Selulitis yang mengalami dengan ciri epidermolisis.
supurasi disebut sebagai flegmon. Etiologi: Staphylococcus aureus grup II faga 52,
Diagnosis Banding: 55, dan/atau 71.
Deep vein thrombophlebitis, dermatitis statis, giant Pa to genesis:
urticaria, gigitan serangga, flxed drug eruption, Awalnya dimulai dari infeksi pada mata, hidung,
erythema nodosum, gout akut, erythema migrans, tenggorok, dan telinga. Mikroorganisme penyebab
herpes zoster prevesicular, Welts syndrome. cu- infeksi melepaskan eksotoksin yang beredar di
taneous antrax, pyoderma gangrenosum, Sweet's seluruh tubuh. Zat ini bersifat epidermolitik dan
syndrome, penyakit Kawasaki, carcinoma erysi- menyebabkan kerusakan epidermis. Pada orang
peloides. dewasa dengan fungsi ginjal yang baik, maka ek-
Tata Laksana: sotoksin ini dengan cepat dikeluarkan lewat urin.
Lakukan elevasi pada bagian yang sakit dan beri- Sedangkan pada anak dan bayi yang diduga mem-
kan antibiotik sistemik serta kompres terbuka punyai fungsi ginjal yang belum sempurna, terja-
dengan larutan antiseptik. Pada kasus flegmon, di pengeluaran eksotoksin tidak berjalan dengan
tata laksana serupa tetap diberikan dan dilakukan cepat sehingga penyakit ini seringkali menyerang
insisi drainase. kelompok usia ini.
Prognosis: Umumnya baik. Manifestasi Klinis:
Dimulai dengan demam tinggi dan infeksi saluran
H. Ulkus Piogenik napas atas. Kemudian, kelainan kulit yang perta-
Definisi: Ulkus dengan gambaran klinis tidak khas ma ditemukan adalah eritema pada wajah, leher,
disertai pus di atasnya. ketiak dan lipat paha. Lesi ini kemudian menye-
Etiologi: Ulkus ini disebabkan oleh bakteri gram bar ke seluruh tubuh dalam 24 jam. Setelah 24-48
negatif sehingga hanya dapat dibedakan melalui jam, muncul bula-bula besar. Kemudian kulit yang
biakan. tampak normal akan mengelupas apabila dilaku-
kan penekanan dan penggeseran, tanda ini dise-
I. Abses Multipel Kelenjar Keringat but sebagai tanda Nikolsky. Dalam 2-3 hari terjadi
322
Definisi: Infeksi kelenjar keringat berupa abses pengeriputan dan pengelupasan kulit. Mukosa ja-
multipel tidak nyeri yang disebabkan oleh Stap- rang diserang. Penyembuhan akan terjadi setelah
hylococcus aureus. I 0 -14 hari tanpa menyisakan sikatriks.
Etiologi: Staphylococcus aureus. Kasus ini banyak Pemeriksaan histopatologis: Tampak celah pada
ditemukan pada anak dan faktor predisposisinya stratus granulosum.
adalah daya tahan tubuh yang menurun. Diagnosis Banding: Nekrolisis epidermal toksik
Manifestasi Klinis: Nodus eritematosa, multipel, (NET).
tidak nyeri pada area yang banyak berkeringat. Tata Laksana: Berikan antibiotik dan perhatikan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Kortikosteroid
]. Hidraadenitis tidak perlu diberikan.
Definisi: Infeksi kelenjar apokrin oleh Staphylococ- Komplikasi: Selulitis, pneumonia, dan septikemia.
cus aureus. Prognosis: Kematian dapat terjadi dengan penye-
Etiologi: Staphylococcus aureus bab utama adalah ketidakseimbangan elektrolit/
Manifestasi Klinis: Didahului trauma dan terjadi cairan dan sepsis.
pada usia sesudah akil-balik sampai dewasa muda
dengan tempat predileksi pada ketiak dan perine- Sumber Bacaan
um. Gambaran berupa nodus dengan tanda ra- 1. Menaldi SL, Bramono K. Jndriatmi W. penyunting. Jlmu
dang yang dapat berkembang menjadi abses yang penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke- 7. Jakarta: Badan Pe-
mudah pecah dan membentuk fistel. Keadaan ini nerbit FKUJ: 2014.
disebut sebagai hidraadenitis supurativa. Kemudi- 2. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. pe nyunting. Fitzpat-
an, keadaan ini disertai dengan gejala konstitusi rick's color atlas & synopsis of cli nical dermatology. Edisi
berupa demam dan malaise. ke-7. Singapu ra: Elsevier Saunders: 20 I 3.
Diagnosis Banding: Skrofuloderma. 3. Are nas R. Estrada R. penyunting. Tropical dermatology.
Tata Laksana: Antibiotik sistemik dan insisi abses. Georgetown: Landes Bioscience: 200 I.
116
Kompetensi IVA
• Tuberkulosis Kutis
11
•• I
a
~
Lupus Miliaris Diseminatus Fasiei
Tempat Predileksi: wajah.
ma.
3. Golongan III: koloni tidak dapat atau sedikit
g. Manifestasi Klinis: membentuk pigmen.
0 Papul eritematosa bulat dengan diame- Mikroorganisme: M. avium-intracellulare,
........
IQ ter tidak melebihi 5 mm yang kemudi- M. ulcerans .
an dapat meninggalkan sikatriks. Dapat Gejala klinis:
a
tD
ditemukan gambaran apple jelly colour. • M. avium-intracellulare: jarang menye-
~..........
Regimen Intermiten: tiga kalilminggu
Definisi Diagnosis
Lesi nekrotik yang disertai nyeri dan terjadi akibat Pada keadaan akut, diagnosis dapat ditegakkan
infeksi berbagai jenis bakteri. Ulkus ini berkembang berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan sediaan
cepat, lebih sering ditemui pada anak-anak kurang langsung dari sekret ulkus. Pada keadaan kronis, di-
gizi, dengan predileksi utama pada tungkai bawah. agnosis didapatkan berdasarkan pemeriksaan klinis.
Pada pemeriksaan Gram, ditemukan campuran bak-
Etiologi dan Faktor Risiko teri gram positif maupun negatif.
Trauma, biasanya terjadi pada tungkai bawah dan
berupa trauma ringan; Diagnosis Banding
Higiene dan gizi yang kurang; Ulkus tropikum termasuk penyakit yang
Infeksi: dipengaruhi oleh lokasi geografik sehingga diagno-
Bacillus fusiformis. Penyebab yang lebih sering. sis bandingnya ialah Leishmaniasis kuteneus, infeksi
Merupakan bakteri gram negatif berbentuk Mycobakteria atipikal, serta pioderma gangrenosum.
batang lurus atau bengkok dengan ujung Selain itu, ulkus venosum juga seringkali menyerupai
pipih, bersifat anaerob, ulkus tropikum pada stadium kronis.
Borrelia vincentii. Penyebab yang lebih jarang:
berbentuk seperti kumparan dan bersifat Tata Laksana
anaerob. • Terapi Medikamentosa:
Penisilin IM dosis 600.000 unit - 1,2 ju ta unit
Manifestasi Klinis selama 7-10 hari. atau
Awalnya berupa trauma ringan pada tungkai Tetrasiklin 500 mg PO 4 kali/ hari selama 7
bawah bagian lateral. Lokasi trauma akan berkem- hari dan metronidazol 250 mg PO 3 kali/ hari
326 bang menjadi lepuhan yang kemudian pecah sehingga selama I 0 hari.
membentuk ulkus dengan krusta dan jaringan nekro- • Terapi Nonmedikamentosa: perbaikan keadaan
tik serta sekret sanguinolen di atasnya. Ulkus dapat gizi; ulkus dicuci dan dikompres dengan kalium
meluas hingga mencapai diameter 5 cm dan merusak permanganas 1:5000.
otot, tendon, dan tulang, serta menimbulkan bau bu-
suk. Pasien sering mengeluh nyeri, tanpa demam dan Komplikasi
pembesaran kelenjar getah bening. Erisipelas, selulitis, flebitis, limfangitis, dan septike-
Pada ulkus tropikum yang sudah kronis, maka mia.
tanda peradangan sudah berkurang dan tepi ulkus
mengeras karena terjadi fibrosis. Kemudian, rasa nyeri
dan bau busuk sudah menghilang. Bagian yang sudah Sumber Bacaan
sembuh akan tampak berupa jaringan parut dan hi- 1. Menaldi SL, Bramono K. Indriatmi W. penyunting. llmu
popigmentasi. penyaklt kulit dan kelamin. Edis l ke- 7. Jakarta: Sadan Pe-
nerbit FKUI: 2014.
2 . Lupi 0. Madkan V, Ty ring SK. Tropical dermatology: bacte-
rial tropical disease. J Am Acad Dermatol. 2006:54:559· 78.
118
Knnlf't.'len.s1 IVA
• Varisela
11
•• Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi
Diagnosis Prognosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan Baik dan potensi menimbulkan jaringan parut juga
pemeriksaan fisis. Selain itu, diagnosis ditegakkan kecil.
juga menggunakan pemeriksaan penunjang, yaitu: pe- 327
meriksaan Tzanck dari kerokan dasar vesikel dengan Sumber Bacaan
temuan sel datia berinti banyak. 1. Wolff K. Johnson RA. Saavedra AP, pe nyunting. Fitzpat-
rick's color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi
Diagnosis banding ke-7. Singapura: Elsevier Saund ers: 20 13.
Variola, eczema herpeticum. eczema vaccinatum, impe- 2. Menaldi SL, Bramono K. Indriatmi W, penyunting. Ilmu
tigo bulosa. penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
nerbit FKUI; 2014.
119
Knmpt:kmi l\'A
• Veruka Vulgaris
11
Definisi
•• Widyaningslh Oentari, Sri Linuwih Menaldi
328
120 •
Kompetcn.-.i IVA Akne Vulgaris
111
•• Sonia Hanifati, Sri Linuwih Menaldi
329
Tabel l .Gradasi Derajat Keparahan Akne
R111gc111 St·d.111g B(' I di
Komedo. atau <20 20-100 >100 atau kista>5
Lesi inflam
- as
- i, -ara _,1:5: ::::::::::::::::1s~-~5~
: -"u"-----...-...-...---------------< 0...-----:::::::::::,:->
";s."'o,.-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-..
Total lesi <30 30- 125 >125
+
Tentukan derajat akne
+
Guel kulit wajah 3x/hari dengan sabun pH-balanced. kurangi makanan
berlemak & pedas. kurangi pemakalan bedak padat& foundation/alas bedak
Ringan:
+ SMang:
+
Berat:
lesi komedonal diberl retlnoid topikal Lesi papular pustular maupun nodular dlbe · Diberlkan isotretlnoin
(krlm tretlnoln 0,025%-0, 1'lli), lesi antlblotlk oral (doksisiklln 2x50- I OOmg) da oral 0,1-2 mg/kg/harl
papular-pustular ditambahkan retinold toplkaL Antlbiotlk oral dlberikan 6- , sampai dosis kumulatlf
antlmlkroba toplkal (kllndamisin gel 1,2% min88!!. makslmal 12-18 min 120-ISOm~g
121
I\:ompdcnsi TV:\
• Dermatitis
11
•• Sonia Hanifati, Sri Linuwih Menaldi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis DKA timbul akibat reaksi imunologi tipe IV. Ter-
dan dermis) sebagai respons terhadap faktor eksogen dapat dua fase dalam reaksi tersebut, yaitu fase
dan/atau endogen, yang menyebabkan lesi berupa sensitisasi dan elisitasi. Gejala dapat timbul setelah
efloresensi polimorfik, berupa eritema, edema, papul, pasien mengalami kedua fase tersebut. Fase sensiti-
ti vesikel, skuama, atau likenifikasi. sasi terjadi ketika hapten melewati stratum korneum
Cl)
§ A. Dermatitis Kontak
dan ditangkap sel Langerhans, kemudian dikonju-
gasikan dengan HLA-DR sehingga menjadi antigen
~
Definisi lengkap. Proses-proses tersebut berjalan seiring akti-
2. Dermatitis kontak adalah dermatitis yang diakibat- vasi berbagai sitokin (IL- I , TNF a). Antigen lengkap
0
....
IQ kan oleh kontak terhadap substansi yang menempel akan dipresentasikan kepada sel T spesifik yang ke-
::s0 pada kulit. beradaannya ditentukan secara genetik. Sel T spesifik
::s..... akan terus berproliferasi dan menghasilkan turunan
Klasifikasi sel T memori. Se! T memori ini yang akan beredar le-
a
Cl)
I . Dermatitis kontak iritan (DKO . merupakan reaksi wat kelenjar getah bening dan menyebar ke seluruh
peradangan kulit non-imunologis (tanpa sensitisa- tubuh. Inilah yang diebut sebagai sensitisasi. Proses
....~ si). DK! lebih sering dihubungkan dengan peker- ini berlangsung 2-3 minggu .
jaan (deterjen, bahan kimia, dll). Sementara itu, elisitasi terjadi pada saat pajanan
330
2. Dermatitis kontak alergi (DKA), merupakan reaksi ulang hapten atau alergen. Prosesnya sama hingga
peradangan kulit yang didahului proses sensitisa- terbentuk antigen lengkap. Antigen lengkap akan
si. DKA lebih dihubungkan terhadap stigmata ato- dipresentasikan kepada sel T memori, kemudian ter-
pi (asma, rinitis alergi, konjungtivitis alergi). jadi aktivasi. Sel T teraktivasi ini mengeluarkan IFN
T untuk aktivasi keratinosit. Keratinosit akan meng-
Etiologi hasilkan IL-I , IL-6, TNF- a dan GMCSF; semua sitokin
Bahan iritan: pelarut, deterjen, minyak pelumas, tersebut dapat mengaktivasi sel T lebih banyak. Selain
asam, alkali, dan serbuk kayu; itu, terjadi pula aktivasi sel mast dan makrofag. Akti-
Faktor yang berpengaruh: lama kontak, frekuensi, vasi sel mast akan menyebabkan vasodilatasi, aktivasi
gesekan, trauma fisik, suhu. kelembapan. komplemen, dan kinin masuk ke dalam epidermis dan
dermis, aktivasi netrofil dan monosit. Fase inilah yang
Patogenesis disebut elisitasi.
Bahan iritan menyebakan kerusakan lapisan tan-
duk melalui denaturasi keratin dan perubahan daya Manifestasi Klinis
ikat air terhadap kulit. Selain itu, bahan iritan juga I. Dermatitis Kontak lritan
merusak membran lipid keratinosit yang menginduk- Gejala yang timbul bergantung terhadap sifat
si pelepasan sitokin proinflamasi (fosfolipase, asam iritan. lritan kuat menimbulkan gejala akut, iri-
arakidonat, diasilgliserida, platelet activating factor. tan lemah memberikan gejala kronis. Gejala akut
inositida) yang berujung kepada vasodllatasl dan pe- berupa kulit terasa pedih. panas, dan terbakar.
nlngkatan permeabllltas vaskular. Serangkalan proses Etloresensl bisa berupa eritema, edema, bula, dan
tersebut menlmbulkan gejala lnflamasl di tempat ter- nekrosls, biasanya berbatas tegas. Gejala kronis
jadlnya kontak di kullt. berupa kullt kerlng. erltema. skuama, penebalan
kulit (hiperkeratosis). dan likenifikasi difus serta Tata Laks;;ma
fisura.
Dermatitis Kontak Ir!tan
2. Dermatitis Kontak Alergi
Keluhan utama adalah gatal. Keluhan lain ber-
gantung derajat penyakit dan lokasi. Lesi akut
berbentuk eritematosa batas tegas, dengan Non-farmakologis Farmakologis
edema, papul, vesikel, bula, erosi, dan eksudasi. iMenghindari pajanan
I
Lesi kronis berbentuk kulit kering, berskuama,
papul, likenifikasi, fisur, dengan batas tidak jelas.
Lokasi DKA tersering adalah tangan (mencuci,
dan menggunakan
alat pelindung saat
+
Topikal Sistemik
bekerja
memasak), lengan, wajah (kosmetik) , telinga
(anting, gagang telepon), leher (kalung, parfum).
badan, genitalia, paha. Akut: kompres asam salisilat 1%0
Epidemiologi
Gambar 1.Alur Tata Laksana DK!
Prevalensi DA secara um um berkisar antara 10-20%
pada anak, sedangkan 1-3% pada populasi dewasa.
nya gejala DA antara lain makanan (telur, susu, gan-
Patogenesis dum, kedelai, kacang) , tungau debu rumah, bulu bina-
DA merupakan hasil perpaduan faktor genetik, tang, infeksi yang disebabkan bakteri kokus.
respons imun kulit, respons imun sistemik, dan faktor
pemicu. Kromosom tertentu pada penderita DA (didu- Manifestasi Klinis
ga kromosom 5q3 l -33) menentukan ekspresi sitokin, Kulit kering;
yaitu IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF yang memegang Pruritus dapat hilang timbul, dapat pula sepanjang
peran penting dalam manifestasi klinis DA. bari, umumnya lebib gatal saat malam bari;
Respons imun kulit penderita DA juga berbeda di- Papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksu-
bandingkan kulit normal. Jumlah T-helper 2 di kulit dasi, krusta;
penderita DA lebih banyak dibandingkan kulit orang Fase DA beserta tempat predileksinya:
normal. Sel Langerhans penderita DA juga dapat men- - Infantil (2 bulan-2 tabun): lesi di wajah (dahi,
stimulasi sel T-helper tanpa adanya antigen, sehingga pi pi);
peradangan mudah terjadi. Selain respon lokal di kulit, - Anak (2-10 tabun): Ii pat siku, Ii pat lutut, perge-
respons sistemik DA berbeda dengan orang tanpa ato- langan tangan fleksor, kelopak mata, leher, ja-
pi. Pada penderita DA, sel mononuklearnya menurun, rang di wajab;
dengan jumlah IgE serum meningkat. - Remaja, dewasa: plak papular eritematosa
Faktor pemicu yang dapat terlibat dalam timbul- hingga plak likenifikasi di lipat siku, lipat lutut,
samping leher, dahi, sekitar mata. Tata Laksana
Tata Laksana
Diagnosis
Dermatitis Atopis
Diagnosis DA didasarkan 3 kriteria mayor + 3 kriteria
minor dari kriteria Hanifin dan Rajka.
Kriteria mayor +
Non-farmakologis
+
Farmakologls
I. Pruritus
Edukasi
2. Dermatitis di wajah atau ekstensor pada bayi dan I
anak
3. Dermatitis di fleksor pada dewasa
pasien/keluarga
mengenai kronisitas +
~Topikal
+
Sistemik
4. Dermatitis kronis/ residif penyaklt mencegah
5. Riwayat atopi pada penderita/ keluarga kekambuhan,jaga
kebersihan, sabun
Kriteria minor Sistemik
lunak, pakai;m tipis,
I. Xerosis kutis antlhistamin generasi
menyerap keringat,
2. Infeksi kulit pertama
udara ventilasl baik.
3. Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki antibiotik blia ada irJeksi
4. Iktiosis/hiperlinier palmaris/ keratosis piliaris
hindarl faktor
sekunder
5. Pitiriasis alba pencetus
6. Dermatitis di papila mammae
7. White demographism dan delayed blanch response
Toplkal
8. Cheilitis
9. Lipatan infraorbita Dennie-Morgan Bila lesl kering: Berlkan krim kortlkosterold potensi
10. Konjungtivitis berulang rendah/sedang 1·2 kali per hari setelah ma.Mi
1 I. Keratokonus
12. Katarak subkapsular anterior Bila lesi akui/basah: kompres 1arutan asam salisilat
13. Orbita gelap 1%o atau PK l :l0.000, 2-3 kall seharl, selama 1-2
14. Muka pucat/eritema ) amm
15. Gata! bila berkeringat
16. Intolerans terhadap wol/pelarut lemak
Krim kortikosterold potensi rendah/sedang l -2 kali
17. Aksentuasi perifolikular
per hari sete1ah mandi
18. Hipersensitif terhadap makanan
332 19. Perjalanan penyakit terpengaruh faktor lingku- Gambar 2.Alur Tata Laksana Dermatitis Atopik
ngan/emosi
20. Tes kulit alergi tipe akut positif rentan terhadap degranulasi, sehingga mudah menim-
21. Kadar IgE serum meningkat bulkan rasa gatal.
22. Awitan usia dini
Manifestasi Klinis
C. Neurodermatitis Sirkumsripta Usia tersering 30-50 tahun, jarang terjadi pada
Sinonim: liken simpleks kronis. anak. Gata! hebat, sering timbul malam hari atau wak-
tu senggang, sulit menahan untuk tidak menggaruk.
Definisi Lesi soliter, diawali plak eritematosa dengan edema,
Radang kulit dengan gatal, kronis, sirkumskrip, di- kemudian menjadi menebal, likenifikasi berskuama,
sertai penebalan kulit dan likenifikasi, akibat garukan ekskoriasi, hiperpigmentasi, dan batas tidak jelas.
berulang karena rangsangan pruritogenik. Lokasi tersering ialah kulit kepala, tengkuk, Jeher
sisi lateral, ekstensor lengan, pubis, vulva, skrotum,
Etiopatogenesis perineum, medial paha, lutut, lateral tungkai bawah
Pruritus merupakan penyebab utama pola reaksi lateral, ventral pergelangan kaki, dan punggung kaki.
kulit (prurigo nodularis dan likenifikasi). Perlu dicu-
rigai adanya kelainan yang mendasari, seperti gaga! Diagnosis
ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma Diagnosis ditegakkan secara klinis.
Hodgkin, hipertiroid, dermatitis atopik, hingga psiko-
logis. Pruritus ditimbulkan akibat peningkatan jum- Diagnosis Banding
lah eosinofil, calcitonin gene related peptide (C_9RP), Liken planus, liken amiloidosis, psoriasis, atau DA.
dan substansi P. Zat tersebut menyebabkan sel mast
Tata Laksana Etiologi
Edukasi bahwa menggaruk akan memperparah Penyebabnya adalah gangguan sistem katup pada
penyakit; insufisiensi vena kronis. Hal tersebut menyebabkan
Antihistamin generasi I atau 2; backflow darah dari vena profunda ke vena superfisial.
Kortikosteroid topikal potensi kuat, bila perlu Selain itu, gangguan fungsi katup dapat disebabkan
ditutup bahan impermeabel; oleh usia, riwayat pembedahan, atau trauma.
Kortikosteroid intralesi.
Patogenesis
D. Dermatitis Numularis Terdapat beberapa teori patogenesis dermatitis stasis:
Definisi I . Teori hipoksia/stasis menyebutkan bahwa berku-
Dermatitis numularis dicirikan dengan lesi bentuk rangnya perfusi oksigen merupakan faktor uta-
mata uang (koin) atau agak lonjong, batas tegas, de- ma. Sistem vena yang inkompeten menyebabkan
ngan papulovesikel, mudah pecah dan basah. pengumpulan darah di vena superfisial sehingga
menurunkan aliran dan tekanan oksigen di kapiler
Etiopatogenesis dermis.
Patogenesis masih belumjelas, diduga melibatkan fak- 2. Teori nbrin cuffs. Peningkatan tekanan hidrosta-
tor-faktor berikut tik vena hingga ke sirkulasi dermal menyebab-
Infeksi stafilokokus dan mikrokokus; kan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal itu
Dermatitis kontak; menyebabkan makromolekul seperti fibrinogen
Trauma fisis dan kimiawi; dapat keluar dari kapiler ke jaringan. Selanjutnya,
Kulit penderita yang cenderung kering. polimerisasi fibrinogen menjadi fibrin berakibat .....
(I)
Gejala Klinis
Keluhan utama adalah gatal hebat. Lesi akut ber-
bentuk vesikel/papulovesikel, kemudian berkonflu-
pada pembentukan selubung fibrin (fibrin cuff) di
sekitar kapiler dermis sehingga menghalangi difu-
si oksigen. yang berujung pada hipoksia jaringan
dan kerusakan sel.
-
~
.....s::
s::
0
ens sehingga membentuk seperti koin, eritem, edem s::
dan batas tegas. Vesikel pecah membentuk eksudat. Manifestasi Klinis
Lesi kronis berbentuk likenifikasi dan skuama. Jumlah • Adanya pelebaran vena, varises, dan edema di
lesi soliter hingga multipel, ukuran variatif dan dapat tungkai bawah;
tersebar. Predileksi di tungkai bawah. badan. lengan, Kulit merah kehitaman dan purpura;
dan punggung tangan. Kelainan mulai dari medial atau lateral tungkai
bawah di atas maleolus, meluas ke bawah lutut
Diagnosis dan punggung kaki;
Ditegakkan secara klinis. Terdapat perubahan eksematisasi (eritem, skua- 333
ma, eksudasi, gatal) ;
Diagnosis Banding Lesi kronis: fibrotik, tebal. meliputi tungkai seper-
Dermatitis kontak. DA, neurodermatitis sirkumsripta. tiga bawah seperti botol terbalik, disebut lipoder-
dan dermatomikosis. matosklerosis;
Komplikasi: ulkus varikosum. selulitis.
Tata Laksana
Menghindari faktor pencetus; Diagnosis
Emolien untuk kulit kering; Diagnosis ditegakkan secara klinis.
Kompres PK (permanganas kalium) J; 10.000 un-
tuk lesi basah; Diagnosis Banding
Antibiotik sistemik bila terdapat infeksi sekunder; Dermatitis kontak dan numularis.
Pengobatan topikal menggunakan ter. glu-
kokrtikoid, atau takrolimus; Tata Laksana
Antihistamin; Posisikan tungkai lebih tinggi saat tidur dan duduk
(15-20 cm di atas permukaan jantung);
E. Dermatitis Stasis Menggunakan kaos kaki penyangga varises atau
Definisi pembalut elastis, bila lesi basah dikompres;
Dermatitis stasis adalah dermatitis sekunder karena Lesi kering diberi kortikosteroid topikal potensi
insufisiensi vena kronis di tungkai bawah. ringan hingga sedang;
• Antibiotik bila terdapat infeksi sekunder.
Sumber Bacaan 2. Departemen llmu Kesehata n Kulit dan Kelamin FKUI/
I. Menaldi SL. Bramono K. lndriatmi W. penyuming. llmu RSUPN Dr. Cipro Mangunkusumo. Panduan pelayanan me-
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe- dis departemen penyakil kulit dan kelamin. Jakarta: RSUPN
nerbit FKUI: 20 14. Dr. Cipro Mangunkusumo: 2007.
122 • Dermatosis
Kompetcnsi illA
11 Eritroskuamosa
•• Sonia Hanifati. Sri Linuwih Menaldi
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan secara klinis, pemeriksaan
penunjang (histopatologi) dilakukan bila terdapat di- Bayi
agnosis banding. • Pelepasan skuama dan krusta:
asam salisllat 3-5% dalam oleum olivarum
C. Pitiriasis Rosea
• Krim/lotio hldrokortison 1%
Definisi
• Sampo antljamur (imidazol)
Pitiriasis rosea adalah erupsi kulit akut yang dapat
sembuh sendiri, dimulai dengan lesi inisial (mother
patch) eritema berskuama halus, diikuti munculnya le- Bila lesi kering: Berikan krim kortikosteroid
si-lesi kecil generalisata di badan, lengan dan tungkai potensi rendah/sedang 1-2 kall per hari setelah
atas. Lesi biasanya tersusun sesuai lipatan kulit. mandi
Etiologi
Alergi obat;
Manifestasi Klinis I 0 mg 4 kali/hari. Dapat pula diberikan emolien (krim
Gejala berupa eritroderma universalis (90-100% per- urea 10% atau salap lanolin 10%). Pada golongan I,
mukaan kulit). pemberian obat tersangka pencetus alergi harus di-
I. Golongan I: akibat alergi obat, biasanya s istemik. hentikan. Pada golongan II, kortikosteroid dapat di-
Awitan biasanya segera hingga 2 minggu. tingkatkan hingga setara prednison 15 mg 4 kali/ hari.
2. Golongan II: akibat perluasan penyakit kulit, misal
dermatitis seboroik pada bayi (Leiner disease), Sumber Bacaan
psoriasis. I. Menaldi SL. Bramono K. lndriatmi W. penyunting. llmu
3. Golongan llI: akibat penyakit sistemik, bukan kare- penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
na golongan I atau II. nerbit FKUI: 20 14.
2. Departemen llmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/
Tata Laksana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Panduan pelayanan me-
Tata laksana eritroderma dilakukan berdasarkan dis departemen penya kit kulit dan kelamin. Jakarta: RSUPN
penyebabnya. Secara umum, tata laksana sistemik di- Dr. Cipro Mangunkusumo: 2007.
berikan kortikosteroid yang setara dengan prednison
123 •
Kompcti:nsi IVA -
Erupsi Obat Alergik
•• Sonia Hanifati, Sri Linuwih Menaldi
124 Prurigo
••
KompetensiUI
....
• Sonia Hanifati, Sri Linuwih Menaldi
-
~
(I)
i:::
......
Prurigo merupakan erupsi papular kronis dan Anithistamin (CTM 4mg 3 kali/hari atau setirizin
rekuren. Bentuk paling sering adalah prurigo Hebra, 10 mg 1 kali/ hari} ;
kemudian prurigo nodularis. Antibiotik bila ada infeksi sekunder;
Kortikosteroid topikal.
A. Prurigo Hebra
Definisi B. Prurigo Nodularis
Prurigo Hebra adalah penyakit kulit kronis yang Epidemiologi
dimulai sejak bayi atau anak. Kelainannya berupa Berbeda dengan prurigo Hebra, prurigo nodularis
papul miliar berbentuk kubah yang sangat gatal, lebih biasanya dijumpai pada orang dewasa. Penyakit ini
mudah diraba dibanding dilihat, dan ditemukan teru- ditandai dengan nodus gatal di ekstensor ekstremitas. 337
tama di bagian ekstensor ekstremitas.
Manifestasi Klinis
Etiopatogenesis Nodus soliter/multipel. ukuran sebesar kacang po-
Penyakit ini belum jelas penyebabnya. Ada bebe- long/ lebih besar. keras, merah/ kecoklatan, dan dapat
rapa faktor yang diduga terkait penyakit ini, yaitu he- berubah menjadi verukosa atau fisura.
rediter, gigitan serangga, suhu, parasit dan atopi.
Tata Laksana
Gejala Klinis Kortikosteroid topikal potensi kuat sebanyak 2
Sering ditemukan pada anak usia > 1 tahun; kali/ hari (salap betametason propionat 0,05%,
Papul miliar tidak berwarna, berbentuk kubah, le- salap klobetasol propionat 0 ,05%);
bih mudah diraba dibandingkan dilihat; Rujuk ke dokter spesialis kulit dan kelamin.
Lesi akibat garukan: erosi, ekskoriasi, krusta, hi-
perpigmentasi, likenifikasi; Sumber Bacaan
Predileksi: ekstensor ekstremitas, simetris, dapat 1. Menaldi SL. Sramono K. Indriatmi W. penyunting. llmu
meluas ke bokong perut, dan wajah; penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Sadan Pe-
Kelenjar getah bening biasanya tidak membesar. nerbit FKUI: 2014.
2. Departemen llmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/
Tata Laksana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Panduan pelayanan me-
Menghindari gigitan serangga/nyamuk; dis departemen penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: RSUPN
Higiene pribadi; Dr. Cipto Mangunkusumo: 2007.
Tumor Ganas Kulit
Sonia Hanifati, Sri Linuwih Menaldi
Tabel l.Perbandinga n Kars inoma Sel Basal. Karsinoma Sel Sku amosa. dan Melanoma Malignum
KSB KSS MM
s~ sekitar)
Res idif
Jarang bermetastas is
Meru sakjaringan se ki ta r
-
0
0
.....
IQ
::s
Nodulus (ulkus rodens) awalnya
Superfisial
Bercak, ukuran berva-
rlas!. warna bervarlasi
0 berwarna seperti kulit normal/
(putih. waxy, kehitaman.
::s kutil. Kemudian menjadi khas:
..... lntraepidermal coklat. blru). tidak tera-
....t'D
::s tidak berarnbut_ warna coklat/
hitarn. tidak berkila~ tepinya
Tumbuh larnbat tur. batas tegas, sedikit
::-;' lnvasif penonjolan di atas kulit
papular, meninggi. DI bagian
.....
(/)
Contoh
gambar
MM di tungkai atas
(metastasis)
Ulkus rodens KSS di kuli t kepala Sumber: derm is.net
Sumber: dermis.net Sumber: dermis.net
Keterangan: KSB, karsinoma sel basal: KSS. karsinoma sel skuamosa: MM. melanoma malignum.
Definisi ngan KSS. Sinar X dan radium sering menyebabkan
Tumor ganas kulit merupakan tumor yang dari kanker kulit. Kerusakan kulit akibat radiasi mirip de-
segi histopatologik terdiri atas kumpulan sel ganas ngan kerusakan akibat sinar UV.
(inti polimorfik). Biasanya pertumbuhan tumor ini ce-
pat dan didapatkan gambaran mitosis abnormal. Jenis Diagnosis
tumor kulit yang paling sering ditemukan adalah kar- Dari anamnesis dapat digali adanya. benjolan,
sinoma sel basal (KSB). karsinoma sel skuamosa (KSS), gatal/nyeri, warna (pucat, gelap), ukuran membesar,
dan melanoma malignum (MM) . pelebaran tidak merata, permukaan tidak rata, trau-
ma, perdarahan/ mudah berdarah, luka/ infeksi sulit
Etiopatogenesis sembuh.
Etiologi kanker diduga dipengaruhi dua faktor,
yaitu faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen Tata Laksana
yang dimaksud adalah genetik. imunologi, ras dan Rujuk ke dokter spesialis kulit atau bedah tumor
jenis kelamin. Sementara itu, faktor eksogen yang di-
maksud adalah bahan karsinogen, virus, sinar ultravi- Sumber Bacaan
olet, dan radiasi. I. Menaldi SL. Bramono K. lndriatmi W. penyunting. llmu
Tumor kulit akibat virus dengan inti DNA akan penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Sadan Pe-
menyebabkan tumor jinak. sedangkan inti RNA nerbit FKUI: 20 14.
menyebabkan tumor ganas. Sinar UV merangsang 2. Departemen llmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/
pertumbuhan kanker. DNA sel kulit paling banyak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Panduan pelayanan me-
menyerap sinar UV bergelombang 290 nm atau UV-B. dis departemen penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: RSUPN
sehingga UV-B dikatakan paling sering berhubungan
dengan kanker kulit. Radiasi paling erat dikaitkan de-
Dr. Cipto Mangunkusumo: 2007.
-~
.....s::
s::0
....s::
Tumor Jinak Kulit t>'
0
0
':d
Sonia Hanifati. Sri Linuwih Menaldi 5Q)
Cl
A. Keratosis Seboroik dipengaruhi endotelin-1 yang berperan dalam mela-
Definisi nisasi kulit manusia. 339
Keratosis seboroik merupakan tumor jinak yang
paling sering ditemukan pada usia tua. Penyakit ini Manifestasi Klinis
berasal dari proliferasi sel-sel epidermal dan tampilan Biasanya asimtomatis, namun sering dikeluhkan
klinisnya bervariasi. adanya gangguan secara kosmetik;
Dapat disertai gatal;
Etiologi Awalnya berupa satu makula datar, coklat muda,
Etiologi penyakit ini belum diketahui dengan jelas. berbatas jelas, kemudian menjadi lebih verukosa;
Namun, tampakan histologi menunjukkan proliferasi Warna dapat berubah menjadi variatif, mulai dari
berlebih sel epidermal. Peningkatan replikasi sel ter- merah muda hingga coklat atau hitam;
bukti dari studi inkorporasi bromodeoxyuridine dan Lesi yang berpigmen penuh, biasanya tidak me-
imunohistokimia untuk antigen-antigen yang berpe- mantulkan cahaya {suram). Di permukaannya,
ran dalam proliferasi. dapat ditemukan skuama yang berminyak;
Membesar secara lambat (penambahan ketebalan
Patofisiologi lesi atau adanya lesi baru);
Epidermal growth factors dan reseptornya berpe- Dapat terjadi di hampir seluruh tubuh, kecuali
ran dalam patofisiologi penyakit ini. Selain itu, telapak tangan, kulit. dan mukosa.
ditemukan pula ekspresi gen BCLZ (onkogen supre-
sor apoptosis) yang rendah pada pasien keratosis Tata Laksana
seboroik. Keratosis seboroik memiliki derajat pigmen- Rujuk ke spesialis kulit dan kelamin untuk dilaku-
tasi yang bervariasi. Keratinosit yang berproliferasi kan krioterapi, kuretase, shave biopsy, atau eksisi (de-
memicu aktivasi melanosit sekitar untuk mensekresi ngan kulit kepalael. laser, atau dermabrasi).
melanocyte-stimulating cytokine. Pigmentasi ini juga
Klasifikasi
Tabel l.Klasifikasi Nevus Pigmentosus
Jenis Lrtak Lrsi Warna B£'ntuk SC'haran Ukuran Lain-lain
Dermal-
Biasanya <Icm;
epidermal Makula.
Tan. coklat. bila >l cm
junction atau Bulat I oval.
Junctional coklat tua. Diskret kongenital.
(membran peninggian tepi reguler
hi tam atipikal. atau
basalis da ri sedikit
melanoma
epidermis)
Ku bah.
Biasanya <l cm;
pennukaa n
Invasi ke bila >!cm
Papul, Coklat tua, halus/ Bisa
Compound papilla kongenital,
nodu l kecil kadang hiam cobblestone, berambut
de mi is atipikal. atau
batas tegas,
melanoma
tepi reguler
Sewarna kulit.
Bu lat, kuba h,
Papul. ta n. coklat.
Dermal lntradermal permukaan diameter < l cm
nodu l Sering disertai
halus
telangiektasia
Etiologi
Terjadinya nevus pigmentosus dapat berhubungan
Syringoma adalah adenoma jinak dari duktus
ekrin. Syringoma biasanya berupa papul, sewarna ku-
lit atau kuning, dan berukuran 1-2 mm. Tumor ini se-
ring dijumpai pada perempuan, biasanya awitan pada
pubertas. Syringoma lebih sering ditemukan multipel
340 dengan berbagai faktor, di antaranya ras, keturunan. dan berada di daerah periorbital (inferior). Biasanya
dan pajanan sinar matahari. ditemukan simetris.
Tata Laksana
Manifestasi Klinis Rujuk ke Spesialis Kulit dan Kelamin untuk bedah
Biasanya nevus pigmentosus bersifat asimtomatis, elektro.
dapat tumbuh disertai rasa gatal. Jika lesi menjadi
gatal persisten, maka harus diperhatikan atau diek- D. Skar Hipertrofik dan Keloid
sisi karena keluhan tersebut merupakan tanda awal Skar hipertrofik dan keloid merupakan jaringan
keganasan. fibrotik hasil proses penyembuhan. setelah terjadinya
jejas di kulit. Skar hipertrofik hanya sebatas jejas awal
Tata Laksana sedangkan keloid meluas lebih dari jejas awal.
Pasien dengan nevus pigmentosus dirujuk ke spesia-
lis kulit dan kelamin untuk mendapatkan tata laksana Manifestasi Klinis
definiti f. Gata!, kadang nyeri;
Lesi berupa papul hingga nodul;
Indikasi Pengangkatan Sewarna kulit, merah, atau kebiruan;
Lesi di kulit kepala. mukosa, anogenital (sulit di- Biasanya di daun telinga, bahu, punggung atas.
pantau); dada.
Tumbuh cepat;
Warna bervariasi; Tata Laksana
Tepi ireguler; Pasien dirujuk ke spesialis kulit dan kelamin untuk
mendapatkan tata laksana sebagai berikut: ke-7. Si ngapura: Elsevier Saunders: 2013.
lnjeksi glukokortikoid intralesi; 2. Menaldi SL. Bramono K, lndriatmi W. penyunting. llmu
Eksisi; penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
Krim silikon atau gel sheet. nerbit FKUI: 2014.
3. Departemen llmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/
Sumber Bacaan RSUPN Dr. Cipto Mangun kusumo. Panduan pelayanan me-
l. Wolff K. Jo hnson RA. Saavedra AP. penyu nting. Fitzpat- dis departemen penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: RSUPN
rick·s color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi Dr. Cipto Mangunkusumo: 2007.
127 •
Kompetensi IVA Gonore
11
•• Risca Marcelena, Sri Linuwih Menaldi
- 7. Vesikulitis 4. Bartolinitis
5' Definisi: Definisi:
....~
Radang akut pada vesikula seminalis dan duk- Radang pada kelenjar bartolin.
tus ejakulatorius, dapat menyertai prostatitis Manifestasi Klinis:
atau epididimitis akut. Pasien mengalami nyeri hebat pada area labia
Manifestasi Klinis: minora saat berjalan. Pasien juga mengaku su-
Demam, polakisuria, hematuria terminal, nyeri kar duduk. Pada pemeriksaan fisis. didapatkan
saat ereksi/ejakulasi, sperma mengandung da- labium mayor ipsilateral eritematosa, edema-
rah. Pada colok dubur, dapat teraba pembeng- tosa, dan nyeri apabila ditekan, kelenjar Bar-
kakan vesikula seminalis yang keras seperti tholin membengkak, serta abses jika saluran
sosis dan memanjang di atas prostat, kadang kelenjar tersumbat.
sulit menentukan batas pembesaran kelenjar 5. Salpingitis
pros tat. Definisi:
342 8. Vasa deferentitis (funikulitis) Radang akut, subakut, atau kronis dengan fak-
Definisi: tor predisposisi: masa nifas, dilatasi pascakure-
Radang pada vasa deferens. tase, dan pemasangan alat kontrasepsi dalam
Manifestasi Klinis: rahim.
Pasien sering mengeluh nyeri abdomen bawah Patogenesis:
ipsilateral sisi yang terkena. Infeks i asendens dari serviks --> tuba Fallopii
9. Epididimitis --> salping --> ovarium --> penyakit radang
Faktor risiko: panggul (PRP).
Pada orang dengan trauma uretra posterior Manifestasi Klinis:
yang salah penanganan/kelalaian, misalnya Nyeri abdomen bawah, duh tubuh vagina,
irigasi terlalu sering. cairan irigator terlalu disuria, menstruasi abnormal/ireguler.
panas/pekat. intrumentasi kasar, pengurutan Pemeriksaan Penunjang:
prostat berlebihan, maupun aktivitas seksual/ Pungsi kavum Douglasi dilanjutkan biakan
jasmani berlebihan. Laparoskopi mikroorganisme.
Manifestasi Klinis:
Epididimitis akut unilateral, sering disertai fu- Gonore ekstragenital
nikulitis. Jika bilateral, dapat terjadi sterilitas. 1. Proktitis
Pada pemeriksaan fisis . didapatkan pembeng- Cara Penularan :
kakan pada epididimis dan tali spermatika Pada perempuan, akibat kontaminasi vagina mau-
sehingga tampak seperti hidrokel sekunder pun hubungan genitoanal. Pada laki-laki, akibat
dengan rasa panas dan nyeri tekan. hubungan genitoanal.
10. Trigonitis Manifestasi Klinis:
Definisi : Pada umumnya asimtomatis. Jika simtomatis, bi-
Infeksi asendens dari uretra posterior yang asanya gejala pada perempuan lebih ringan, misal-
nya rasa panas pada anus. Pada pemeriksaan fisis , Tabel l.Hasil Pembacaan Urine pada Tes Thomson
didapatkan mukosa eritematosa, edematosa, serta Gelas I (, .. Jas II M.tkna
sekret mukopurulen.
Jernih Jernih Tidak ada infeksi
2. Orofaringitis
Keruh Jemlh Uretritls anterior
Cara Penularan:
Keruh Keruh Panuretritis
Penyakit ini menular melalui hubungan orogenital.
Manifestasi Klinis: Jernlh Keruh Tidal< mungkin
Lebih sering faringitis dan tonsilitis gonore
dibandingkan stomatitis, gingivitis, atau laringitis. Tes fermentasi: tambahkan koloni gonokokus
Penyakit ini bersifat asimtomatis atau menyerupai pada larutan glukosa, maltosa, dan sukrosa.
infeksi akibat bakteri lain. Pada pemeriksaan fisis , Perubahan warna hanya ditemukan pada glu-
ditemukan sekret mukopurulen pada orofaring. kosa karena gonokokus hanya meragikan glu-
3. Konjungtivitis kosa.
Cara Penularan: 4. Tes beta laktamase:
Pada bayi baru lahir dari ibu dengan servisitis Memakai cefinase TM disc. BBL 961192 yang me-
gonore, orang dewasa yang tertular lewat tangan ngandung sefalosporin kromogenik. Jika kuman
atau alat. mengandung enzim beta laktamase, warna akan
Manifestasi Klinis: berubah dari kuning menjadi merah.
Fotofobia, konjungtiva bengkak dan merah, sekret 5. Tes Thomson
mukopurulen. Pengambilan urine dilakukan dengan syarat:
Komplikasi: Urine dalam kandung kemih minimal 80 mL,
Ulkus kornea, panoftalmitis, kebutaan. Sebaiknya setelah bangun pagi,
4. Gonore diseminata Urine dibagi dalam 2 gelas,
Manifestasi Klinis: Tidak boleh menahan miksi dari gelas I ke ge-
Seki tar 1% kasus gonore, terutama yang asim- las II.
tomatis pada perempuan, berlanjut menjadi
gonore diseminata. Dapat berupa artritis, miokar- Tata Laksana
ditis, endokarditis, perikarditis, meningitis, atau Tata Laksana Non Farmakologi
dermatitis. Konseling: mengenai penyakit, cara penularan,
komplikasi, pentingnya mengobati pasangan sek-
Beberapa galur yang telah mengalami resistansi: suaJ, risiko tertular penyakit lain (HIV, hepatitis B,
N. gonorrhoeae penghasil penisilinase (NGPP) --> hepatitis C, infeksi menular seksual lain).
sulit diobati dengan penisilin dan derivatnya Periksa dan obati pasangan seksual pasien. 343
Tetra cycline resistant N. gonorrhoeae (TRNG) Abstinensia hingga terbukti sembuh dari peme-
riksaan laboratorium. Jika terpaksa, gunakan kon-
Diagnosis dom.
Anamnesis, pemeriksaan fisis, serta 5 tahap pemerik- Kunjungan ulang pada hari ke-3 dan ke-8.
saan penunjang.
1. Sediaan langsung Tata Laksana Farmakologi
Bahan: duh tubuh laki-laki (daerah fossa na- 1. Terai;>i gonore untuk daerah dengan insidens NGPP
vikularis), perempuan (uretra, muara kelenjar tinggi berdasarkan CDC:
Bartholin, serviks, rektum). Seftriakson 250 mg IM + azitromisin 1 g dosis
Pewarnaan Gram: diplokokus Gram negatif tunggal selama 7 hari
intraseluler dan ekstraseluler leukosit polimor- - Atau seftriakson 250 mg IM + doksisikJin I 00
fonuklear. mg 2 kali/ hari selama 7 hari
2. Biakan, memakai dua macam media: - Terapi ini merupakan lini pertama untuk
Media transpor: Stuart, Transgrow. pengobatan gonore urogenital, anorektal, dan
Media pertumbuhan: agar cokelat Mc Lead, faringeal tanpa komplikasi
agar Thayer-Martin, atau agar Thayer-Martin Sefiksim 400 mg per oral dosis tunggal + azitromi-
modifikasi. sin I 00 mg 2 kali/hari selama 7 hari
3. Tes definitif - Atau sefiksim 400 mg per oral dosis tunggal +
Tes oksidasi: tambahkan reagen oksidasi (laru- doksisiklin I 00 mg 2 kali/ hari selama 7 hari
tan tetrametil-p-fenilendiamin hidroklorida Azitromisin 2 g dosis tunggaJ
1%) pada koloni gonokokus tersangka. Warna Untuk para pasien yang diberikan pengobatan alter-
bening berubah menjadi merah muda-lem- natif dari setriakson, wajib kembali untuk pemeriksa-
bayung menandakan positif. an kembali setelah obat selesai diminum.
Pasien dengan keluhan duh tubuh uretra/vagina
Terapi alternatif untuk gonore:
Sefuroksim 1 g per oral + probenesid 1 g; atau t
Sefotaksim 1 g IM + doksisiklin/tetrasiklin/eritro- Anamnesis dan pemeriksaan fisis
misin.
t
Sediaan basah dan gram duh tubuh uretra/vagina
2. Terapi gonore untuk daeran dengan insidens NGPP
rendah:
Penisilin, ampisilin. amoksisilin: Leukosit penuh, diplokokus intraselgram negarif (•)
- Penisilin G prokain akua 4,8 juta U + probene- Diobatl sebagal gonore
sid 1 g, dapat menutupi gejala sifilis; atau
- Ampisilin 3.5 g + probenesid 1 g; atau t
- Amoksisilin 3 g + probenesid 1 g. Konrrol setelah 7 hari
Kontraindikasi: pasien di daerah dengan NGPP
yang tinggi.
Ke! uhan/gejala?
Gonore NGPP: spektinomisin, kanamisin, se-
falosporin , tiamfenikol, kuinolon I
Sefalosporin:
- Seftriakson 250 mg IM;
+
Tidak ada
+
Ada
...... - Sefoperazon 0,5-1 g IM; atau
~
- Sefiksim 400 mg per oral dosis tunggal.
Biakan dan uji reslstensi
Spektinomisin dan kanamisin:
....
en - Spektinomisin 2 g IM; atau
- Kanamisin 2 g IM. Obati sesuai hasil uji resiStensi
+ :+
Terapi .__ Alergi pcnisilin? i
Diplokokus intrasel (+) Diplokokus intrasel (-)
I
alternatif
+
Leukosit < 5
:+
Leukosit > 5
•
Terapi standar gonore
7 hari
I Terapi (-) Terapi NGU
7 hari
Diplokokus intrasel (-) Diplokokus (-) Diplokokus (-)
I
Leukosit < 5
• •
Tera pi
alternatif
Leukosit > 5
1'erapi NGU
7 hari
+
Leukoslt < 5
+
Leukosit > 5
Rujuk
Ga rn bar 3.Tata Laksana Pasien Tersangka Gonore di Pelayanan Kese hatan dengan Laboratorium (Mikroskop) 1
•
NGPP Non-NGPP + uji resistensi Leukosit < 5
•
Terapi alternatif NGPP •
Terapi alternatif non NGPP
3 hari
Terapi (-) •
Terapi NGU
7 hari
I
:+ . I
t
•
Diplokokus (-) Diplokokus (+) Leukosit < 5 Leukosit > 5
...
Sembuh Terapi sesuai uji resistensi Sembuh Terapi NGU
Gambar 4.Tata Laksana Pasie n Tersangka Go nore di Pelayanan Kesehatan dengan Laboratorium Lengkap'
Sumber Bacaan TL, Alam TNA. penyunting. Panduan pelayanan medis dok-
I. Daili SF. Gonore. Dalam: Daili SF. Makes WIB, Zubier F. pe- ter spesialis kulit dan kelamin. Perhimpunan Dokter Spesi-
nyunting. Jnfeksi menu Jar seksual. Edisi Ke-4. Jakarta: Balai alis Ku lit dan Kelamin (PERDOSKI). Jakarta: 201 1.
Penerbit FKUI: 20 I I. 4. Wibisono B. Daili SF, Makes WIB. Pedoman penatalaksa-
2. Menaldi SL. Bramono K, lndriatmi W, penyunting. llmu naan infeksi menular seksual. Direktorat Jenderal Pengen-
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Ja karta: Sadan Pe- dalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3L) Depar-
nerbit FKUI: 20 14. temen Kesehatan RI. Jakarta: 20 I 0.
3. Sugiw TL. Hakim L. Suseno LSU. Suriadiredja ASD. Toruan
128 Infeksi Genital Nonspesifik
••
Kompttensi JJl
Definisi
• Risca Marcelena, Sri Linuwih Menaldi
Uretritls
Tidak ..
Gonore•~ .....
Komrol s~rclah 7 hart
Obati onore
=i=;;.;.;;J
Tidak . +
Tklak ada
+
da
Uretrltis +
Tidakada
+
rekuren Ada
.....
I/)
--
.!>I:;
Rttjuk Ruuk (!)
s::
Gambar I .Tata Laksana Uretritis (Infeksi Menular Seksual, Garnbar 2.Tata Laksana Pasien Tersangka lnfeksi Genital Nons-
pesifik (PPM Dokter Spesia/is Ku/it dan Kelamin, 201 I). 347
2009)
a tau
Tata Laksana
Ofloksasin 200 mg 2 kali/ hari sehari selama IO
Tata Laksana Nonfarmakologi
hari.
Konseling mengenai penyakit. cara penularan.
komplikasi. pentingnya mengobati pasangan sek-
Jika IGNS bercampur dengan infeksi gonore. dapat
sual. risiko tertular penyakit lain (HIV. hepatitis B.
diberikan:
hepatitis C. infeksi menular seksual lain) ;
Siprofloksasin 500 mg di hari pertama dilanjutkan
Periksa dan obati pasangan seksual pasien.
doksisiklin I 00 mg 2 kali/ hari selama 7 hari atau
azitromisin I g dosis tunggal; atau
Tata Laksana Farmakologi
Azitromisin 2 g dosis tunggal; atau
Tetrasiklin HCI 500 mg 4 kali/ hari selama I ming-
Tiamfenikol 2.5 g di hari pertama dilanjutkan 500
gu atau 250 mg 4 kali/hari selama 2 minggu; atau
mg 3 kali/ hari selama 5 hari.
Oksitetrasiklin 250 mg 4 kali/ hari selama 2 ming-
gu; atau
Sumber Bacaan
Doksisiklin 100 mg 2 kali/hari selama 7 hari; atau
l. Lurnintang H. lnfeksi genital non spesifik. Dalarn: Daill SF.
Eritromisin 500 mg 4 kali/ hari selama I minggu
Ma kes WIB, Zubier F. penyunting. lnfeksi menular seksual.
atau 250 mg 4 kali/ hari selama 2 minggu. untuk
Edisi Ke-4 . Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 20 l l.
anak dan ibu hamil atau pasien yang tidak dapat
2. Daili SF. lnfeksi ge nital nonspesifik. Dalarn: Daili SF. Makes
memakai tetrasiklin; atau
WIB. Zubier F, penyunting. Infeksi rnenu lar seksual. Edisi
Sulfametoksazol-trimetoprim 2 tablet 2 kali/ hari
Ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2011.
selama I minggu; atau
3. Sugito TL. Hakim L. Suseno LSU. Suriadiredja ASD. Toruan
Azitromisin I g dosis tunggal; atau
TL. Ala m TNA. penyunting. Panduan pelayanan medis dok-
Spiramisin 500 mg 4 kali/ hari selama I minggu;
ter spesialis kulit dan kelamin. Perhimpunan Dokter Spesi-
alis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI). Jakarta: 20 11 .
129 •
Komp~tt:nsi l\'A Kandidosis Genitalis
11
•• Risca Marcelena, Sri Linuwih Menaldi
Balanitis/ balanopostitis
Penyakit jamur akibat Candida sp. pada glans
- Kandidos is oral (thrush); penis dan prepusium laki-laki. Dapat pula mengenai
- Perleche: infeksi pada sudut bibir bagian luar; uretra (uretritis).
- Kandidosis vulvovaginalis;
- Kandidosis mukokutan kronis; Diagnosis
- Kandidosis bronkopulmoner. Anamnesis
Kandidosis kutis Perempuan
- Lokalisata: daerah intertriginosa atau daerah - Duh vagina berwarna putih susu;
perianal; - Gata! dan panas di area vulva;
Generalisata; Nyeri pascaberkemih (disuria eksterna) ;
348 - Paronikia, onikomikosis; - Dispareunia.
- Kandisosis kutis granulomatosa. Laki-laki
Kandidosis sistemik: endokarditis, meningitis, - Kemerahan pada glans dan bawah prepusium
Faktor Predisposisi
Tabel l.Faktor Pred isposisi Kandidosis Genitalis
.....
+ I/)
-....
.!I:;
PMN > 30 untuk perempuan, pseudohlfa/blastospora {+). Pseudohifa/blastospora (-) Q)
pH < 415, diplokokus (-).clue cells (-), Trichomonas vagina/Ls (-) pl! < 4/5, PMN sedikit. Trichomonas s:::
Diobati sebagai kandidosls vulvova...g_in_a_Us_ _ _ _--" va inalis {-). clue ce1_
1s...(-.)__ _
349
Keluhan/gejala?
I
Tidak ada
+
Ada
Tidak ada
Rujuk
Gambar ! .Tata Laksana Pasien Tersangka Kandidosis Vulvovaginalis (PPM Dokter Spesia!is Kulir dan Kelamin. 2011).
Infeksi dapat ditemukan hingga skrotum dan - Amfoterisin B intravena untuk kandidosis
inguinal. sistemik; atau
- Ketokonazol 200 mg PO 2 kali/ hari selama 5
Pemeriksaan Penunjang hari; atau
l. Mikroskop: - Itrakonazol I 00 mg PO 2 kali/hari selama 3
Bahan: kerokan kulit, usapan mukokutan, atau duh hari atau 200 mg PO 2 kali/hari dosis tunggal;
tubuh vagina di dinding lateral vagina; a tau
Sediaan basah: spesimen ditetesi larutan KOH l 0 - Flukonazol 150 mg PO dosis tunggal.
%·
Pewarnaan Gram: Untuk kandidosis vulvovaginalis rekuren (kambuh <!
Untuk mencari sel ragi (sel-sel tunas berbentuk 4 kali per tahun):
lonjong. Gram positif) , blastospora, atau pseudo- Klotrimazol 500 mg intravaginal sekali seminggu;
hifa (sel-sel memanjang bersambung tersusun se- Flukonazol 150 mg per oral sekali seminggu atau
perti sos is). I 50 mg selama 3 hari;
2. Biakan agar dekstrosa glukosa Saboraud yang Dosis pemeliharaan selama 6 bulan:
dapat ditambahi bubuk kloramfenikol yang disim- - Ketokonazol l 00 mg per oral setiap hari;
pan dalam suhu kamar atau 37 "C selama 1-5 hari. - Flukonazol I 00-150 mg per oral setiap ming-
Hasil positif diitandai dengan timbulnya koloni gu;
berwarna putih (yeast-like colony). - Itrakonazol 400 mg setiap bulan atau 100 mg
..... setiap hari;
a Diagnosis Banding - Klotrimazol tablet vagina 500 mg;
~ Trikomoniasis, vaginosis bakterial, gonore akut, leuko-
....
en plakia, dan liken planus. Untuk ibu hamil, sebaiknya tidak diberikan obat siste-
mik namun dapat diganti dengan:
Tata Laksana Mikonazol:
Tata Laksana Nonfarmakologi - Krim 2.5% intravaginal selama 7 hari; atau
Konseling mengenai penyakit, cara pencegahan, - Tablet vagina 100 mg setiap malam selama 7
dan penanganan: hari; atau
Hindari/hilangkan faktor predisposisi: - Tablet vagina 200 mg setiap malam selama 3
Hindari bahan iritan lokal, seperti produk berpar- hari;
fum; Klotrimazol:
Hindari pakaian ketat, bahan sintesis. - Krim 1,5% setiap malam selama 7-14 hari: atau
350 - Tablet vagina 200 mg setiap malam selama 3
Tata Laksana Farmakologi hari: atau
Topikal - Tablet vagina 500 mg selama 1 hari: atau
- Larutan gentian ungu l -2% untuk selaput mu- Butokonazol, terkonazol topikal.
kosa, oles 2 kali sehari selama 3 hari;
- Nistatin (krim, salep, emulsi); Untuk balanopostitis:
- Amfoterisin B; Krim nistatin 2 kali sehari selama 7 hari: atau
Golongan azol: Krim imidazol 2 kali sehari selama 7 hari: atau
D Mikonazol 2 % {krim. bedak); atau Krim klotrimazol 2 kali sehari selama 7 hari; atau
D Klotrimazol I % (bedak, larutan, krim) ; atau Flukonazol 150 mg per oral dosis tunggal.
D Tiokonazol , bufonazil, isokonazol, buto-
konazol; Sumber Bacaan
- Sikloprioksolamin I % (larutan, krim); I. Pudjiati SR. Soedarmadi. Kandidosis genitalis. Dalam: Daili
- Antimikotik spektrum luas lain. SF. Makes WIB, Zubie r F. p€nyu nting. Infeksi menular sek-
Lokal sual. Edisi Ke-4 . Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.
- Klotrimazol intravaginal 500 mg dosis tunggal, 2. Menaldi SL. Bramono K. lndriatmi W, penyunting. Ilmu
200 mg setiap hari selama 3 hari, atau I 00 mg penyakit kulit dan kelamin. Ed isi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
selama 6 hari; atau nerb it FKUI; 20 14.
- Nistatin I 00.000 U intravaginal sekali sehari 3. Sugito TL. Hakim L. Suseno LSU. Suriadiredja ASD. Toruan
selama I 0-14 hari; atau TL. Alam TNA. penyunting. Panduan pelayanan med is dok-
- Amfoterisin B intravaginal 50 mg I kali/ ter spesialis kulit dan kelamin. Perhimpunan Dokter Spesi-
hari selama 7-12 hari {dikombinasi dengan alis Ku lit dan Kelamin (PERDOSKD. Jakarta; 20 I I.
tetrasiklin I 00 mg I kali/ hari per oral selama 4. Wibisono B. Daill SF. Makes WIB. Pedoman penatalaksa-
7- 12 hari) . naan infeksi menular seksual. Oirektorat Jende ral Pengen-
Sistemik dalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3L) Depar-
temen Kesehatan RI. Jakarta; 20 I 0.
130 Kondiloma Akuminatum
•••
Kompcknsi 111
Sinonim:genitaJ warts , kutil kelamin, penyakitjengger yang bersatu akan membuat KA tampak seper-
ayam. ti kembang kol. Jika muncul infeksi sekunder,
vegetasi akan menjadi abu-abu dan berbau
Definisi tidak enak.
lnfeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu Bentuk papul
menimbulkan fibroepitelioma kulit dan mukosa beru- - Pada daerah dengan keratinisasi sempurna,
pa vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot seperti korpus penis, vulva lateral, daerah peri-
dan tersebar kosmopolit yang disebut kondiloma aku- anal, dan perineum;
minatum (KA). Penularan virus melalui kontak kulit - Papul dengan permukaan halus dan licin,
langsung. tersebar diskret.
Bentuk datar
Etiologi - Makula atau tak tampak kelainan (infeksi sub-
Beberapa tipe HPV yang dapat menimbulkan kon- klinis) yang baru terlihat dengan tes asam ase-
diloma. antara lain 6, 11 , 16, 18, 30, 31, 33, 35, 39, tat. Dapat terlihat dengan kolposkopi.
41, 42 , 44 , 51, 52, dan 56. Klasifikasi HPV adalah se-
bagai berikut: Bentuk klinis KA lainnya yang terkait keganasan:
HPV risiko rendah (tipe 6 dan I I) tersering Giant condyloma Buschke-Lowenstein
ditemukan pada KA yang eksofitik dan displasia - Bentuk karsinoma sel skuamosa dengan kega-
derajat rendah Vow risk). nasan derajat rendah (HPV tipe 6 dan I I);
HPV risiko tinggi (tipe 16 dan 18), sering ditemu-
kan pada displasia derajat tinggi (high risk) dan
- Pada penis, vulva, anus;
- Vegetasi besar, invasif lokal, tidak berme-
....
(/)
--
.!II:;
keganasan. tastasis; Q)
- Perlu dibiopsi, refrakter terhadap pengobatan. s:::
Faktor Risiko Papulosis Bowenoid
Higiene kurang, terdapat fluor albus, dan laki-laki ti- - Likenoid berwarna coklat kemerahan, dapat 351
dak disirkumsisi sehingga mudah lembap. berkonfluens menjadi plakat. Dapat pula be-
rupa makula eritematosa, lesi seperti leukopla-
Manifestasi Klinis kia, atau lesi subklinis. Biasanya lesi multipel,
Masa inkubasi KA selama 1-8 bulan. Lewat kadang berpigmen dengan permukaan halus/
mikrolesi pada kulit, misalnya pada daerah yang mu- sedikit papilomatosa;
dah mengalami trauma saat hubungan seksual, HPV - Jarang menjadi ganas, dapat regresi spontan.
masuk dan menimbulkan KA.
Laki-laki: perineum. sekitar anus, sulkus korona- Diagnosis
rius, glans penis, orifisium uretra eksterna, frenu- Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pe-
lum, korpus dan pangkal penis; meriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pemerik-
Perempuan: vulva, introitus vagina, dan porsio saan penunjang yang dapat dikerjakan adalah:
uteri. Tes asam asetat
Pada ibu hamil atau banyak mengeluarkan fluor Bubuhkan asam asetat 5% memakai lidi kapas
albus dan orang imunokompromais, pertumbuhan KA pada lesi tersangka. Hasil positif ditunjukkan oleh
akan menjadi lebih cepat dan lebih besar. perubahan warna lesi menjadi putih (acetowhite)
dalam beberapa menit, kecuali pada daerah peri-
!- Terdapat tiga bentuk klinis KA: anal yang butuh 15 menit.
Bentuk akuminata Kolposkopi
- Pada daerah lipatan yang lembab, seperti ge- Untuk melihat KA subklinis, dapat dilakukan ber-
nitalia eksterna; sama tes asam asetat.
- Vegetasi bertangkai dan papilomatosa (ber- Pemeriksaan histopatologi
jonjot) yang awalnya kemerahan lalu lama-ke- Gambaran papilomatosis, akantosis, pemanjangan
lamaan menjadi kehitaman. Beberapa kutil dan penebalan rete ridges, parakeratosis, dan kois-
ilositosis (vakuolisasi pada plasma).
Pasien dengan keluhan vegetasi pada genital
Diagnosis Banding t
Pearly penile papule: papul putih kekuningan/ Anamnesis dan pemeriksaan fisis
sewarna kulit berukuran 1-2 mm yang tersebar
diskret mengelilingi sulkus koronarius. tampak
Tes asam asetat, kolposkopi, biopsi jika perlu
seperti cobblestone. Sebagai varian normal dari
kelenjar sebasea, papul ini tidak perlu diobati.
Veruka vulgaris: vegetasi bertangkai, kering, ber-
Diobali sebagai kondiloma akuminatum
warna keabuan/ serupa dengan warna kulit.
Kondiloma latum: plakat erosif infektif atau
papul-papul bulat dan halus pada sifilis stadium II Kontrol setelah 7 hari
yang sering mengenai anus dan vulva.
Karsinoma sel skuamosa: vegetasi seperti kem-
bang kol , mudah berdarah dan berbau. Perlu di- Keluhan/ gejaJa?
curigai jika pengobatan tidak berhasil, lakukan
I
biopsi dan pemeriksaan histopatologi.
+
Tidak ada
+
Ada
Tata Laksana
...... Tata Laksana Nonfarmakologi
a
(I)
Konseling penyakit dan risiko tertular HIV:
Obati pasangan seksual pasien:
Carl faktor prcdisposisi
~
..... Kunjungan ulang 3-7 hari setelah terapi.
Keluhan/ gejala?
Tata Laksana Farmakologi
I
Disesuaikan dengan besar, lokasi, jenis, dan jumlah
lesi serta keterampilan dokter. +
Tidak ada
+
Ada
l. Kemoterapi
Podofilin
Rujuk
Cara pemakaiannya adalah sebagai berikut:
Sebelum dioles, gunakan pasta/vaselin pada
352 kulit sekitar untuk mencegah iritasi. Oleskan Gambar l. Tata Laksana Pasien Tersangka Kondiloma Akumi-
tingtur podofilin 10-25% maksimal 0,5 mL. natum (PPM Dokter Spesialis Ku/it dan Ke/amin. 201 1).
Diamkan 1-4 jam. Cuci daerah lesi dan seki-
tarnya. Jika belum membaik, pengobatan dapat
5-fluorourasil
diulangi 3 hari kemudian (2 kali seminggu)
Pemakaian krim 5-fluorourasil 1-5%, terutama
hingga lesi hilang. Pemakaian podofilin dapat
pada lesi di meatus uretra, setiap hari hingga
menimbulkan toksisitas dengan gejala: mual
lesi hilang. Sebaiknya pasien tidak berkemih
dan muntah, nyeri abdomen, gangguan sistem
hingga 2 jam pascapengobatan.
respirasi, berkeringat dan kulit dingin, supresi
2. Interferon
sumsum tulang dengan trombositopenia dan
Bentuk sediaan: injeksi (intramuskular,
le ukopenia. Kontraindikasinya adalah ibu
intralesi), topikal (krim);
ha mil (toksik bagi janin).
Interferon alfa 5-6 mU IM 3 kali seminggu
Podofilotoksin
selama 6 minggu atau 1-5 mU IM selama 6
Podofilotoksin 0,5% (podofiloks) merupakan
minggu.
zat aktif dalam podofilin, dioleskan sendiri
Interferon beta 2x l 0 6 U IM selama l 0 hari.
oleh pasien sebanyak 2 kali sehari selama 3
3. Imunoterapi
hari berturut-turut. Risiko iritasi dan reaksi
Jika lesi luas dan resistan terhadap pengobatan,
sistemik pada pemberian podofilotoksin lebih
tambahkan imunostimulator.
jarang.
Krim irniquimod dioleskan 3 kali seminggu, maksi-
Asam triklorasetat
maJ 16 minggu. dicuci setelah 6 -8 jam.
Gunakan larutan asam triklorasetat 80-90%
Tata Laksana Bedah
sekali setiap minggu. Hati-hati karena dapat
Bedah skalpel:
menimbulkan ulkus dalam. Asam triklorasetat
Bedah listrik (elektrokauterisasi) ;
dapat diberikan untuk ibu hamil.
Bedah cair (N, cair, N, O cair); WIB, Zubier F, penyunting. lnfeksi menular seksual. Edisi
Bedah laser (laser CO,), luka lebih cepat sembuh Ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.
dengan sedikit jaringan parut. 2. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, penyunting. Ilmu
penyakit kulit dan kelam in. Edisi ke- 7. Jakarta: Badan Pe-
Prognosis nerbit FKUI; 2014.
Prognosis baik meskipun residif sehingga perlu dicari 3. Sugito TL. Hakim L, Suseno LSU, Su riadiredja ASD. Toruan
adanya faktor predisposisi. TL, Ala m TNA. penyunting. Panduan pelayanan medis dok-
ter spesialis kulit dan kelamin. Perhimpunan Dokter Spesi-
Sumber Bacaan alis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI). Jakarta: 20 11.
l. Zubier F. Kondiloma akuminata. Dalam: Daili SF. Makes
Definisi
• Risca Marcelena, Sri Linuwih Menaldi
Lirnfadenitis:
Konfluensi beberapa KGB yang mengalami radang
dengan permukaan berbenjol-benjol, teraba padat, dan
terasa nyeri
Inflamasi:
T;mda-tanda radang akut
2.
Sentono HK. Limfogranuloma venereum. Dalam: Daili SF.
Makes WIB. Zubier F. penyunting. ln[eksi menular seksual.
Edisi Ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 20 11 .
Menaldi SL, Bramono K. lndriatmi W. penyunting. Ilmu
-
~
(I)
i::
......
355
perlunakan. penyakit kulit dan ke lamin. Edisi ke-7. Jakarta: Sadan Pe-
Hernia inguinalis nerbit FKUI: 2014.
LGV memiliki lima tanda radang. sedangkan her- 3. Wibisono B. Daili SF. Makes WIB. Pedoman penatalaksa-
nia inguinalis hanya memiliki tumor sebagai tanda naan infeksi menular seksual. Direktorat Jenderal Pengen-
radang. dalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3L) Depar-
temen Kesehatan RI. Jakarta: 20 I 0.
Tata Laksana Nonfarmakologi
Tirah baring;
132 •
Kompch'nsi !VA Sifilis
11
••
Sinonim: lues. lues venereal, raja singa.
Risca Marcelena. Sri Linuwih Menaldi
+ + +
Sll
(6·8 mlnggu pasca-S 1)
+
Jskemia~ ~ Erosi ~ 1J lulkus timbul ~lama l-5 min.l!!!UJ
St adium
Kese imb a ngan p e r t ah a nan ~ .__ Fa ktor
tubuh t e rgan g gu pr es ipit as i Ja nj u t
• I minggu primer
S I yang diterapi
Infeksi treponema bum out atau kasus lama (beberapa kasus)
...... ±I- Reaksi positif semu biologik
::s
......
Cl)
:><;' sel dan protein total menunjukkan inflamasi kutis gumosa, karsinoma.
.....
(/)
sistem saraf pusat nonspesifik neurosifilis
Tata Laksana
Pemeriksaan Khusus Tata Laksana Nonfarmakologi
Kehamilan Konseling tentang sifilis, cara penularan,
!bu hamil harus menjalani TSS pada trimester per- pengobatan, dan pencegahan serta risiko tertular
tama dan ketiga untuk mencegah sifilis kongenital. HN
Apabila ibu mengidap sifilis dan telah diobati, bayi Periksa dan obati pasangan seksual pasien
tetap perlu diperiksakan TSS dari spesimen darah Abstinensia hingga sembuh
saat usia 6 minggu dan 2 bulan. Tata Laksana Farmakologi
TSS reaktif memiliki 2 makna klinis: sifilis Penisilin
362 kongenital atau perpindahan pasif serum dari Ada beberapa macam:
ibu ke bayi (titer bayi tidak lebih tinggi dari - Penisilin G benzatin {benzatin benzilpenisilin.
titer ibu dan dalam waktu tiga bulan. titer akan benzilpenisilin benzatin, benzatin penisilin)
menurun) - Penisilin G prokain dalam akua (aqueous ben-
- Bayi belum dapat membentuk IgM hingga usia zylpenicillin, crystalline penicillin. benzilpenisi-
3 bulan lin potasium, benzilpenisilin sodium, penisilin
- Perlu dilanjutkan dengan ITA-Abs IgM G potasium, penisilin G sodium)
Tujuan diberikan penisilin secara injeksi ialah
Neurosifilis mencapai konsentrasi 0,03 unit/ mL dalam se-
Gunakan tes I 9S IgM SPHA karena IgM dalam cairan rum selama 30 hari pada sifilis dini dan di atas
serebrospinalis adalah penanda neurosifilis. 30 hari pada sifilis lanjut
Terapi penisilin dibedakan menjadi:
Diagnosis banding 0 S I. S II, dan sifilis laten dini kurang dari
S I: herpes simpleks, ulkus piogenik, skabies, 2 tahun
balanitis, limfogranuloma venereum, karsinoma Penisilin G benzatin IM 2.4 juta unit
sel skuamosa, penyakit Behcet. ulkus mole. satu kali seminggu.
granuloma inguinale, trauma, liken planus. Penisilin G prokain dalam akua IM 0,6
S II: erupsi obat alergik, morbili, pitiriasis rosea, ju ta unit per hari selama I 0 hari jika
psoriasis, dermatitis seboroik, kondiloma seronegatif dan 14 hari jika seropositif.
akuminata, alopesia areata. PAM (penisilin G prokain dan 2% alu-
S lll: sporotrikosis, aktinomikosis, tuberkulosis minium monostrerat) dosis total 4.8
juta unit ~ 1,2 juta unit per kali se-
banyak 2 kali per minggu. ilin, seperti alergi, syok anafilaktik, reaksi Jarish-Harx-
D Sifilis laten lanjut lebih dari 2 tahun atau heimer (pseudoalergi), serta reaksi Hoigine (gejala
masa infeksinya tidak diketahui psikotik akut yang ditimbulkan prokain dalam penisi-
Penisilin G benzatin dosis total 7,2 ju ta lin} Lama pengobatan S I dan S selama II 30 hari
unit -7 2,4 ju ta unit per minggu selama stadium laten >30 hari.
3 minggu , atau; Tetrasiklin 500 mg 4 kali/ hari
Penisilin G prokain dalam akua dosis Eritromisin 500 mg 4 kali/ hari
total 12 juta unit -7 0 ,6 juta unit per Doksisiklin 100 mg 2 kali/hari
hari selama 20-21 hari, atau; Sefaleksin 500 mg 4 kali/ hari
PAM dosis total 7,2 juta unit -7 l ,2 juta Seftriakson 2 g 1 kali/hari
unit per kali sebanyak 2 kali seminggu Sefaloridin 1 g 2 kali/ hari
selama 3 minggu. Azitromisin 500 mg per hari selama 10 hari
D S III Reaksi Jarish-Harxheimer diperkirakan terjadi aki-
Penisilin G benzatin dosis total 9,6 juta bat hipersensitivitas terhadap toksin dari banyak T
unit. pallidum yang mati. Setelah 6-12 jam sejak suntikan
Penisilin G prokain dalam akua dosis pertama, pada 50-80 % kasus sifilis dini dapat ditemu-
total 18 juta unit -7 0 .6 juta unit per kan manifestasi:
hari selama 30 hari. Gejala lokal: afek primer jadi semakin merah,
PAM dosis total 9,6 juta unit -7 1,2 ju ta bengkak, dan nyeri.
unit per kali sebanyak 2 kali seminggu Ge jala umum: demam tinggi, nyeri kepala, ar-
selama 4 minggu. tralgia, malaise, menggigil, berkeringat, muka
D Sifilis kardiovaskular kemerahan, vasokonstriksi, hiperventilasi, ke-
Penisilin G benzatin 9,6 juta unit -7 2,4 naikan tekanan darah, kenaikan curah jantung.
juta unit 3 kali/hari interval 1 kali se-
minggu. Reaksi umumnya menghilang setelah 10-12 jam.
D Neurosifilis Akan tetapi, jika ditemukan pada sifilis lanjut, dapat
Penisilin G prokain dalam akua N 12- membahayakan karena dapat terjadi:
24 ju ta unit per hari -7 2-4 ju ta unit per Gumma di laring -7 edema glotis,
4 jam sehari selama 10-14 hari. Penyempitan arteri koronaria,
....
-
Cl)
......
::s
ct
•
Tldak ada •...
Ada
I. Hutapea NO. Sifilis. Dalarn: Daili SF. Makes WIB. Zubier F.
2.
penyunting. Jnfeksi rnenular seksual. Edisi Ke-4. Jakarta:
Ba\ai Penerbit FKUI: 20 l l.
Menaldi SL. Bramono K. lndriatmi W. penyunting. llrnu
::r;'
....
(/)
Tempi ulang
...
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
nerbit FKUI: 2014.
Kenaikan titer TSS? 3. Sugito TL. Hakim L. Suseno LSU. Suriadiredja ASD. Toruan
•
Tldakada •
Ada
...
TL. Alam TNA. penyunting. Panduan pelayanan med is dok-
ter spesialis kulit dan ke\arnin. Perhimpunan Dokter Spesi-
a\is Ku lit dan Ke\amin (PERDOSKI). Jakarta: 20 l l.
4. Wibisono B. Daili SF. Makes WIB. Pedoman penatalaksa-
Rujuk
naan infeksi menular seksual. Direktorat Jenderal Pengen-
dalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3L) Depar-
Garnbar ! .Tata Laksana Pasien Sifilis
temen Kesehatan RI. Jakarta: 20 l 0.
364
133 Trikomoniasis
••
Kompcttnsi Ill
Mikroskop Rujuk
- Sediaan basah dengan NaCl 0.9%: parasit de-
ngan gerakan flagel:
- Pewarnaan Giemsa: parasit T vaginalis; Gambar I.Tata Laksana Pas ien Tersangka trikomoniasis (PPM
- Pewarnaan Gram: parasit T vaginalis; Dokcer Spesialis Kulit dan Kelamin. 2011 ).
Kunjungan ulang pada hari ke-8. vagina 500 mg pada malam hari selama 3-7 hari. Apa-
bila masih gagal, dilakukan biakan serta uji resistensi.
Tata Laksana Farmakologi
Topikal Trikomoniasis pada neonatus
Cairan irigasi: hidrogen peroksida 1-2% dan Setelah bayi penderita trikomoniasis simtomatis atau
asam laktat 4 %: dengan kolonisasi T vaginalis berusia 4 bulan ke atas,
- Metronidazol sediaan supposituria vagina; berikan metronidazol PO 5 mg/KgBB sebanyak 3 kali
- Jel metronidazol I%; sehari selama 5 hari.
- Krim metronidazol 0 ,7 5% dan I%;
- Losio metronidazol 0,75%. Sumber Bacaan
Oral I. Djajakusumah TS. Trikomoniasis. Dalam: Daili SF. Makes
- Metronidazol 2 g dosis tunggal atau 500 mg 2 WIB. Zubier F. penyunting. Infeksi menular seksual. Edisi
kali/ hari selama 7 hari; Ke-4. Jaka rta: Balai Penerbit FKUI: 20 I I.
- Nimorazol 2 g dosis tunggal: 2. Menaldi SL. Bramono K. Indriatmi W. penyunting. Ilmu
- Tinidazol 2 g dosis tunggal atau 500 mg 2 kali/ penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
hari selama 7 hari; nerbit FKUI: 2014.
Omidazol 1,5 g dosis tunggal. 3. Sugito TL. Hakim L. Suseno LSU, Suriadiredja ASD. Toruan
Konsums i alkohol harus dihentikan selama minum TL, Alam TNA. penyu nting. Panduan pelayanan med is dok-
metronidazol hingga 24 jam berikutnya. ter spesialis kulit da n kelamin. Perhimpunan Dokter Spesi-
-
.....
::I
ID
::>;"
....
CJ)
Apabila pengobatan awal gaga!, berikan metroni-
dazol PO 500 mg 2 kali/hari selama 7 hari. Apabila
masih gaga! berikan metronidazol 2 g dosis tunggal
selama 3-7 hari ditambah dengan metronidazol tablet
alis Ku lit dan Kelamin (PERDOSKQ. Jakarta: 20 l I.
4. Wibisono B, Daili SF. Makes WIB. Pedoman penatalaksa-
naan infeksi menu Jar seksual. Direktorat Jenderal Pengen-
dalian Penyakil dan Penyehatan Lingkungan (P3L) Depar-
temen Kesehatan RJ. Ja karta; 20 I 0.
366
i I m u kesehatan
•
D Konjungtivitis
D Perdarahan subkonjungtiva
D Pterigium
D Glaukoma
D Katarak
D Kelainan Refraksi
D Retinopati
i::
D Endoftalmitis ::s
1-1
D Glaukoma Akut ::s
D Keratitis Akut f...
~
D Ulkus Kornea ns
D Uveitis Anterior
D
D
Blefaritis
Ektropion
...."Clf...
(I)
D Entropion ::s
D Hordeolum ....
(I)
D Kalazion >
.i:=
ns
1-1
Cl)
~
D Trauma Kimia
....,ns
ns
D Benda Asing ~
D Ablasio Retina
D Trauma Bola Mata
D Oklusi Vena dan Arteri Retina 367
D Retinoblastoma
Mata merah ++ +
Kemosis ++ ± ++ ±
Perdarahan
± ± ±
subkonjungti va
Purulen/
Discharge Cair Cair Mukopurulen
mukopurulen
368 Pap ii ± ±
Folikel + ++ +
Pseudomembran ± ±
Keratitis berulang ± ± ±
Demam ± ±
Keterangan : +++ : sangat ditemukan: ++ : ditemukan: + . kadang diremukan: ±. dapar rer/ihar arau ridak
-: tidak ditemukan.
Tabel 2. Terapi Konjungtivitis Infeksi Berdasarkan Etiologi
Klasifikasi
Etiologi Terapi
Konjungtivilis
Inclusion
Chlamydia Topikal : eritromis1n atau terrasiklin 2-3 minggu
Trakoma
Eptdemuc
Virus Tidak ada terapi spesifik
keratoconjunctfvitis
Herpes simplex atau
Topikal asiklovir
herpes zoster
(berasosiasi dengan edema dan hipertrofi papil). rasa lam: Riordan-Eva P, Wh itcher JP, penyunting. Vaughan &
gatal atau terbakar, fotofobia. Kelopak mata sering Asbury's general ophthalmology. Edisi ke-18. Philadelphia:
menempel pada pagi hari karena peningkatan sekresi McG raw-Hill; 2011.
kotoran mata. Pseudoptosis (kelopak mata turun) 2. Lang GK. Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK. penyun-
dapat terjadi karena pembengkakan kelopak mata. ting. Ophthalmology; a short textbook. New York: Thieme;
Nyeri pada mata dan blefarospasme dapat ditemukan 2000. h.67-104.
setelah adanya keterlibatan kornea. 3. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam: Compre-
hensive ophthalmology. Edisi ke-5. New Delhi: New Age
Tata Laksana International; 2014.
Tata laksana konjungtivitis berdasarkan etiologi 4. Kanski JJ. Conjunctiva. Dalam: Kanski JJ. Bowling B. pe-
dapat dilihat di Tabel 2. nyunting. Clin ical ophthalmology. a systematic approach.
Edisi ke- 7. Edinburgh: Elsevier Buttenworth-Heinnemann;
Prognosis 2011.
Baik, apabila etiologi diketahui secara tepat. 5. Bielory L, Friedlaender MH. Allergic conju nctivitis. lmmu-
135 •Ill
Kompelcns1 fV Perdarahan Subkonjungtiva
•• Novita Suprapto, Yunia Irawati
136
Kompelensi IIIA II Pterigium
•• Novita Suprapto, Yunia Irawati
Diagnosis Banding
Tidak ada.
Tera pi
Diberikan lubrikan topikal dan dilanjutkan dengan
pembedahan. Operasi eksisi pterigium dengan
Jaringan fibrovaskular
autograf (conjunctiva! limbalgraft) konjungtiva akan
Gambar 1. Pterigium dan Klasifikasinya menurunkan angka kekambuhan.
Prognosis ophthalmology. Edisi ke- I 8. Philadelphia: McGraw-Hill:
Kekambuhan tinggi pada negara yang beriklim tropis. 2011.
3. Scholete T Pocket atlas or ophthalmology. New York:
Sumber Bacaan: Thieme: 2006.
I. Diver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: 4. Agarwal A, Jacob S. penyunting. Color atlas or ophthalmol-
Blackwell Publishing: 2005. ogy: the quick reference manual for diagnosis and treat-
2. Garcia-Ferre r FJ. Schwab IR. Shetlar DJ Dalam: Riordan-Eva ment. Edisi ke-2. New York: Thieme: 2009.
P. Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general
Endoftalmitis
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati
138
Kompelt."nsi UIB
Glaukoma Akut
11
•• I
'
139
Kamp.:tensi llLA II Keratitis Akut
•• Indra Maharddhika Parnbudy, Yunia Irawati
Ulkus Kornea
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati
Ulkus berwarna kelabu. berbatas tegas. dan menyebar menuju sentral. Ulkus pada lesi awal
Screpcococcus pneumoniae memberikan gambaran sembuh sementara baras yang lain menunjukkan lesi aktif. Sering
ditemukan hipopion.
Lesi awal berwarna kelabu atau kekuningan, disertai nyeri hebat. Lesi menyebar ke segala
Pseudomonas aerugtnosa arah. Lesi tumbuh cepat karena enzim proteolitik patogen. dan dapat mengakibatkan
perforasi kornea serta infeksi lntraokular beral. Eksudat berwarna hijau kebiruan.
Staphylococcus aureus.
Staphylococcus epidermidis.
Sering kali ditemukan pada mata dengan rerapi steroid topikal. Ulkus bersifat superfisial.
dan Streptococcus alfa-
hemolitik
Ulkus indolen dengan infiltrat kelabu dan batas ireguler. memiliki lesi satelit. ulserasi
Fungi
superfisial. dan peradangan bola mata yang nyata.
Seringkali unilateral. diawali dengan iritasi. fotofobia, dan mata berair. Terkadang tidak
terasa nyeri. Ulkus membentuk lesi dendritik. gambaran khas untuk herpes s impleks. Ulkus
Herpes s impleks
geografik dapat terjadi saat les i dendritik meluas. dengan batas yang seperti bulu diserrai
sensasi kornea ya ng menurun. Ulkus perifer dapat ditemui di kornea.
Lesi amorfik. dengan pseudodendrit linear. opasitas stroma. dan infiltrasi selular ringan.
Varicella zoster
Penyakit stroma dapat mengakibatkan nekrosis dan vaskularisasi.
Gejala awalnya adalah nyeri di luar proporsi dari temuan klinis. mata merah. dan fotofobia.
Acanthamoeba
Ciri khasnya adalah ulkus indolen. cincin stroma. dan infiltrat perineural.
parahan penyakit. Berikan agen antiglaukoma apabila 2. Pemeriksaan TIO dengan cara non-kontak.
ulkus melewati 1/3 stroma. Terbentuknya desmatokel 3. Pemeriksaan dengan slit lamp.
atau perforasi merupakan indikasi tindakan bedah. 4. Pemeriksaan sensibilitas kornea dan fluoresen.
Uveitis Anterior
Indra Maharddhika Pambudy. Yunia Irawati
Definisi lain;
Uveitis merupakan proses peradangan intraokular Penurunan sensibilitas kornea dapat terjadi pada
yang kompleks dan melibatkan jaringan uvea, yaitu uveitis anterior yang disebabkan oleh herpes sim-
iris, korpus silier, dan koroid. Uveitis anterior merupa- pleks, herpes zoster. atau kusta.
kan jenis uveitis yang paling sering terjadi. Dapat terjadi perubahan tekanan intraokular.
Uveitis anterior sendiri dapat dibagi menjadi:
I. lritis: peradangan yang terutama melibatkan iris. Uveitis Anterior Akut
2. lridosikJitis: peradangan yang terutama melibat- Uveitis anterior akut merupakan bentuk uveitis
kan iris dan pars plicata dari korpus silier. yang paling um um. Uveitis anterior akut sendiri memi-
liki batasan durasi 3 bulan atau kurang dengan awitan
Patogenesis yang mendadak.
379
Berbagai faktor dapat mencetuskan terjadinya
uveitis, seperti trauma, infeksi, penyakit autoimun, Gejala kJinis yang muncul pada uveitis anterior akut:
neoplasma, dan idiopatik. Trauma mengakibatkan I. Mata merah, nyeri unilateral, fotofobia, dan mung-
terlepasnya antigen yang tersekuestrasi dalam uvea, kin disertai lakrimasi;
kontaminasi mikroba, dan akumulasi produk nekrotik. 2. Tajam penglihatan menurun;
Mikroba memiliki sifat mimikri molekular dan ke- 3. Injeksi silier;
mampuan menstimulasi respons imun tidak spesifik 4. Non-reactive pupil/miosis karena spasme sfingter
antigen. Dari empat macam reaksi hipersensitivitas, yang mempredisposisi terbentuknya sinekia pos-
hipersentitivitas tipe IV merupakan tipe yang paling terior;
sering terlibat dalam uveitis. 5. Keratik presipitat;
6. Se! pada aqueous atau bilik mata depan yang
Manifestasi Klinis menunjukkan beratnya penyakit;
Keratik presipitat ditemukan di endotel kornea; 7. Se! pada vitreous anterior yang menunjukkan
Se! dan flare di bilik ma ta depan; iridosiklitis;
Hipopion ditemukan terutama pada penyakit Be- 8. Aqueous flare;
hcet, namun juga dapat ditemukan pada penyakit 9. Eksudat fibrin pada aqueous;
I 0. Hipopion; ABS, MHA-TP}, dan pemeriksaan mikroskopis
I 1. Sinekia posterior; lapang gelap.
12. Tekanan intraokular yang rendah, normal, atau b. Toksoplasmosis: uji pewarnaan, antibodi im-
tinggi. munofluoresen, uji hemaglutinin, ELISA.
c. Pemeriksaan enzim: enzim angiotensin-con-
Uveitis Anterior Kronis verting enzyme (ACE) dan lisozim untuk men-
Ditandai dengan peradangan persisten yang kam- deteksi sarkoidosis.
buh, kurang dari tiga bulan setelah dihentikannya 3. Radiologi
terapi. Peradangan dapat bersifat granulomatosa atau a. Roentgen toraks untuk mengeksklusi tuberku-
nongranulomatosa. Lebih sering bilateral dibanding- losis dan sarkoidosis.
kan uveitis anterior akut. b. Roentgen sendi sakroiliaka untuk mendiagno-
sis spondiloartropati.
Gejala klinis yang muncul pada uveitis anterior kronis: c. CT-scan dan MRI otak dan toraks untuk peme-
I. Gejala biasanya muncul perlahan, sebagian be- riksaan sarkoidosis dan multipel sklerosis.
sar asimtomatis dan datang dengan komplikasi
katarak atau keratopati; Tata Laksana
2. Pemerikaan eksternal mata menunjukkan sklera 1. Steroid topikal
putih, terkadang merah muda karena eksarsebasi Sebelum steroid topikal digunakan, pastikan tidak ada
berat dari aktivitas peradangan; defek epitel. ruptur bola mata saat riwayat trauma
3. Se! dan flare pada aqueous di bilik mata depan ditemukan, dan periksa sensasi kornea serta tekanan
dengan jumlah bervariasi tergantung aktivitas intraokular (TIO) untuk mengeksklusi herpes sim-
penyakit; pleks atau herpes zoster. lndikasi steroid topikal:
4. Presipitat keratik yang merupakan kumpulan de- I. Terapi uveitis anterior akut: digunakan setiap jam
posit selular pada endotel epitel yang terdiri dari pada awalnya, setelah peradangan terkontrol di-
sel-sel epiteloid, limfosit, dan polimorfik; turunkan menjadi setiap 2 jam, kemudian setiap
5. Pembuluh darah iris yang terdilatasi; 3 jam, empat kali sehari. dan terakhir satu tetes
6. Nodul iris; per minggu.
7. Atrofi iris. 2. Terapi uveitis anterior kronis: eksarsebasi diterapi
sama dengan uveitis anterior. Kontrol peradangan
Pemeriksaan Penunjang ditandai dengan hitung sel kurang dari + 1. Setelah
Pemeriksaan penunjang tidak diindikasikan pada ke- terapi dihentikan, pasien harus diperiksa dalam
adaan: waktu dekat untuk memastikan bahwa uveitis ti-
I . Uveitis anterior akut episode tunggal/ tidak be- dak kambuh lagi.
rulang tanpa adanya kemungkinan penyakit yang
mendasari. Komplikasi pemberian steroid topikal:
2. Uveitis yang khas seperti simpatetik oftalmitis dan 1. Peningkatan TIO terutama pada penggunaan jang-
siklitis Fuchs. ka panjang.
3. Penyakit sistemik yang sudah sesuai dengan uve- 2. Katarak.
itis, seperti penyakit Behcet atau sarkoidosis. 3. Komplikasi kornea akibat fungi, herpes simpleks,
380 Pemeriksaan penunjang diindikasikan pada keadaan: dan luluh kornea.
1. Peradangan granulomatosa; Selain sediaan topikal. steroid juga tersedia dalam se-
2. Uveitis berulang; diaan periokular, intraokular, dan sistemik.
3. Penyakit yang melibatkan mata bilateral;
4. Manifestasi sistemik tanpa diagnosis spesifik. 2. Midriatikum
Pilihan midriatikum yang dapat digunakan:
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat I. Kerja pendek: tropikamid (0,5% dan I %) durasi 6
dikerjakan pada kecurigaan uveitis anterior: jam, siklopentolat (0,5% dan I%) durasi 24 jam,
1. Skin test. dapat berupa: atau feliefrin (2,5% dan I 0%) durasi 3 jam tan pa
a. Uji tuberkulin. siklopegik.
b. Uji pathergy (peningkatan sensitivitas kulit 2. Kerja panjang: homatropin 2% durasi 2 hari. at-
terhadap trauma jarum) sebagai bagian dari ropine I% sikloplegik dan midriatik kuat dengan
kriteria diagnosis sindroma Behchet. durasi sampai dengan 2 minggu.
c. Uji lepromin pada kasus yang dicurigai kusta. Indikasi midriatikum:
2. Pemeriksaan serologi I. Memberikan rasa nyaman: atropin digunakan 1-2
a. Pemeriksaan serologi sifilis: uji terponemal minggu hingga peradangan mereda, kemudian di-
(RPR, VDRL) , Uji antibodi treponema (FTA- ganti dengan agen dengan kerja pendek.
2. Melepaskan sinekia posterior yang baru. l. Siklosporin: merupakan obat pilihan pada sindrom
3. Mencegah terbentuknya sinekia posterior. Behcet.
2. Takrolimus: merupakan obat alternatif siklosporin
3. Terapi antimetabolit untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi atau
Termasuk di dalamnya: azatioprin, metotreksat, tidak berespons terhadap siklosporin.
dan mikofenolat mofetil. Jndikasi antimetabolit topi-
kal adalah: Sumber Bacaan
l . Uveitis yang mengancam penglihatan. biasanya I. Kanski JJ, Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology.
bilateral, non-infeks i, dan gaga! memberikan a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But-
respons pada pemberian steroid yang adekuat. tenworth-Heinnemann; 20 I I.
2. Terapi steroid-sparing pada pasien dengan efek 2. Cunningham ET. Uveal tract Dalam: Riordan-Eva P, Whitch-
samping steroid sistemik yang tidak tertahankan er JP. penyunting. Vaughan & Asbury·s general ophthal-
atau penyakit kronis yang kambuh dan membu- mology. Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill; 20 I I.
tuhkan dosis prednisolon lebih dari l 0 mg/ hari. 3. Forster DJ General approach to the uveitis patient and
treatment strategies. Dalam: Yanoff M. Duker JS. penyun-
4. Penyekat kalsineurin ting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4. Philadel-
Pilihan penyekat kalsineurin yang dapat digunakan: phia: Mosby Elsevier: 20 13.
Ablasio Retina
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati
Definisi Diagnosis
Ablasio retina (retinal detachment) merupakan keada- Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
an terpisahnya bagian sensoris retina (fotoreseptor fisis, serta penunjang.
dan lapisan jaringan dalam) dari retinal pigment epi- Anamnesis
r thelium (RPE). I . Fotopsia: merupakan sensasi subjektif seperti me-
lihat kilatan cahaya. Biasanya berlangsung singkat
Klasifikasi pada lapang pandang temporal, terlihat terutama
Secara umum terdapat tiga jenis ablasio retina, yaitu: saat gelap, dan setelah pergerakan mata. Hal ini
l. Rhegmatogen: terjadi sekunder akibat adanya menggambarkan proses traksi dari tempat adhesi
robekan pada retina sensoris, yang memung- vitreoretina.
kinkan cairan yang berasal dari vitreus mencapai 2. Floaters: sensasi subjektif seperti melihat objek be-
rongga subretina. terbangan berwarna gelap yang terjadi di vitreus.
2. Traksional: terjadi karena adanya kontraksi 3. Defek lapang pandang: dideskripsikan sebagian
, membran vitreoretina atau tarikan tanpa adanya
robekan retina sebelumnya.
lapang pandang seperti tertutup tirai gelap.
Pemeriksaan Fisis
3. Eksudatif: terjadi karena adanya cairan subretina 1. Relative afferent pupillary defect muncul pada
yang berasal dari pembuluh darah retina neuro- mata dengan ablasio retina ekstensif.
sensoris, koroid, atau keduanya. 2. Tekanan intraokular: lebih rendah 5 mmHg diban-
dingkan mata yang tidak mengalami ablasio.
Ablasio Retina Rhegmatogen 3. lritis ringan sering kali ditemukan.
Patogenesis 4. Gambaran tobacco dust terdiri atas sel pigmen 381
Biasanya keadaan ini didahului dengan kondisi yang terlihat pada vitreus anterior.
yang disebut posterior vitreous detachment dan ber- 5. Robekan retina nampak seperti diskontinuitas dari
hubungan dengan miopia, afakia, lattice degeneration, permukaan retina berwarna kemerahan pada fun-
serta trauma mata yang mengakibatkan terjadinya duskopi.
break. Break atau robekanjuga dapat diakibatkan oleh 6. Kelainan pada retina sesuai dengan lamanya abla-
atrofi lapisan retina. Adanya break mengakibatkan sio retina yang terjadi.
vitreus yang mencair masuk menuju rongga subretina. a. Ablasio Retina Baru, dapat ditandai dengan:
Ablasio retina memiliki konfigurasi
konveks dan tampilan yang sedikit
opak karena edema retina mukaan yang licin.
ii. Cairan subretina dapat meluas sampai b. Gambaran "shifting fluid" sesuai gaya gravitasi.
ora serata. Pada keadaan berdiri tegak, cairan sub retina
b. Ablasio Retina Lama, dapat ditandai dengan: terletak pada retina inferior, namun pada saat
Kekeruhan vitreus; pada berada pada posisi supinasi. dapat melu-
ii. Retina yang pucat dan didapatkan pro- as ke superior.
liferative vitreoretinopathy (PVR); c. Apabila ablasio didasari oleh tumor koroid,
iii. Garis demarkasi subretina yang diaki- maka dapat terlihat penyebab yang men-
batkan oleh proliferas i dari sel pigmen dasarinya.
retina pada sambungan retina. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang I . USG mata: diindikasikan apabila media mengalami
Pada mata dengan media yang keruh, diagnosis ab- kekeruhan.
lasio retina dapat ditegakkan dengan menggunakan 2. Pemeriksaan darah untuk uveitis dapat menentu-
ultrasonografi. kan penyebab yang mendasari.
Tata Laksana 3. Fluoresin angiography dapat membantu menentu-
Tata laksana adalah dengan pembedahan. Pada kasus kan sumber cairan subretina.
retinal break yang ringan, dimana cairan subretina Tata Laksana
terbatas di sekitar break, dapat dilakukan fotokoagu - Tata laksana terutama ditujukan pada penyakit
lasi laser. Sebelum dilakukan pembedahan, pasien yang mendasari timbulnya keadaan ini. Terapi dengan
disarankan untuk tirah baring dengan satu bantal laser, krioterapi, atau steroid intravitreus dapat digu-
untuk mencegah penyebaran cairan subretina menuju nakan pada keadaan tertentu.
makula. Terapi bedah yang dapat dipilih adalah se-
bagai berikut: Ablasio Retina Traksional
1. Pneumatic retinopexy: gas SF6 atau C3F8 diin- Etiopatogenesis
jeksikan menuju vitreus untuk mengembalikan Keadaan yang paling umum mengakibatkan abla-
posisi retina. sio retina traksional adalah retinopati diabetik proli-
2. Sciera} buckling: terapi ini bertujuan untuk feratif. Penyebab lain termasuk gangguan proliferatif
menempelkan kembali retina yang terlepas lainnya seperti vitreoretina proliferatif dan retinopa-
dengan menempatkan exp/ant pada daerah yang thy of prematurity. Trauma mata juga dapat menjadi
mengalami robekan. Komplikasi termasuk gang- penyebab.
guan refraksi, diplopia, ekstrusi eksplan, dan ke- Traksi muncul karena terbentuknya membran
mungkinan terjadinya retinipati proliferatif. vitreus, epiretina, atau subretina yang terdiri atas
3. Vitrektomi pars-plana: terapi ini memungkinkan fibroblas. sel epitel pigmen retina, dan sel glia. Daya
untuk melepaskan traksi vitreo-retina. tarikan ini akan menarik retina bagian sensoris menu-
ju basis vitreus.
Ablasio Retina Eksudatif
Etiopatogenesis Diagnosis
Pada jenis ablasio retina ini, tidak ditemukan ada- Diagnosis ditegakkan dari anamnesis. pemeriksaan
nya robekan atau traksi vitreoretina, melainkan terjadi fisis , serta penunjang.
akumulasi cairan pada lapisan di bawah retina senso- Anamnesis
ris. Berbagai macam kondisi dikaitkan dengan kejadi- l. Mata tenang dengan penglihatan menurun, sering
an ablasio retinajenis ini termasuk proses degeneratif, kali berjalan lambat.
peradangan. infeksi, tumor daerah koroid, neovasku- 2. Bisa terdapat fotopsia atau floaters.
larisasi subretina karena berbagai sebab. Pemeriksaan Fisis
I . Penurunan tajam penglihatan.
Diagnosis 2. Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan:
382 Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan a. Konfirgurasi konkaf dari ablasio retina.
fisis. serta penunjang. b. Tidak ditemukannya fenomena shifting fluid
Anamnesis seperti pada kasus eksudatif.
I . Penglihatan menurun seperti tertutup tirai. c. Elevasi retina yang paling tinggi terjadi pada
2. Floaters dapat muncul karena adanya vitritis, na- tempat traksi vitreoretina.
mun tidak umum. d. Apabila terdapat robekan, maka akan muncul
Pemeriksaan Fisis gambaran khas ablasio retina rhegmatogen
I . Penurunan tajam penglihatan. dan penyakit akan memiliki progresivitas yang
2. Pada pemeriksaan retina akan memunculkan gam- lebih cepat.
baran: Pemeriksaan Penunjang
a. Konfigurasi ablasio yang konveks dengan per-
Ultrasonografi dilakukan pada media yang keruh. tenworth-Heinnemann: 2011.
Tata Laksana 2. Fletcher EC. Chong NV. Retina. Dalam: Riordan-Eva P.
Vitrektomi pars plana untuk membuang jaringan Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general oph-
yang mengakibatkan traksi. Injeksi heavy fluid mu- thalmology. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill; 20 I I.
ngkin dibutuhkan untuk meratakan retina. Tam- 3. RSUPN Or. Cipro Mangunkusumo Kirana. Panduan prak-
ponade gas, cairan silikon, atau scleral buckling dapat tik klinik (PPK). Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
dibutuhkan. Kirana; 2012.
4. American Academy of Ophthalmology (AAO) Retina Pan-
Sumber Bacaan el, Hoskins Center for Quality Eye Care. Posterior vitreous
I. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. detachment, retinal breaks. and lattice degeneration. San
a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But- Francisco: AAO: 2008.
Mamfestasi Klinis Central Reeinal Artery Ocdusion (CRAO) Brach Retmal Artery Occlusion (BRAO)
Pemeriksaan fisis
3. Funduskopi. dengan temuan:
3. Funduskopi. dengan temuan:
a. Gambaran cherry-red spot muncul akibat foveo la
a. Retina pucat. berkabut dan
ya ng tipis dan koroid yang intak.
mengalami edema pada daerah
384 b. Retina di sekitar papil dapat mengalami pucat
yang mengalami iskem i.
dan edema.
b. Penyempitan arteri dan vena.
c. Pada mata dengan arteri siliorecina ya ng paten.
c. Emboli dapat terli hat.
sebagian makula nampak normal.
144
Kompcknsi urn II Glaukoma
•• Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati
Analog pros- Meningkatkan 25-33 . Cystoid macular Macular oedema Latanoprost 0,005%
taglandin allran keluar
uveosklera atau .. edema (CME)
lnjeksi konjungtiva
Riwayat keratitis
herpes
satu kali setiap hari
periokular
.
Beta blocker Menurunkan
produksi
20- 25
.. Toksisitas kornea
Reaksi alergi
PPOK (nonselektif)
Asma (non-selek-
Timolol 0.25% dan
0,5% 2x/hari
aqueous humor
.. Bronkospasme
Bradikardi
tif)
Gaga! jantu ng Betaxolol 0.5% 2x/
. Depresi
lm potensi
kongestif (konsul-
tasi kardiolog)
hari
Bradikard ia
Hipotensi
Blok jantung lebih
dari derajat I
i:
It
..ci
It
...
'j:
Agonis al- Non-selektif: 20-25 lnjeksi konjungtiva Terapi monoamine Brimonidine 0,2% Q,
fa-adrenergik memperbaiki Reaksi alergi oksidase penyekat 2x/hari lli
f.1
aliran aqueous
.. Kelelahan
Somnolen
Anak usla <2 tahun
Apraclonidine l %, e
~
aqueous. ~
menurunkan t
f.1
tekanan vena II
episklera atau ~
meningkatkan ~
aliran keluar !1
Agen
uveosklera
.. Katarak
Dermatitis kontak
meriksaan fundus
secara rutin
..
periokuler
Toksisitas kornea
Penutupan sudut
paradoksal
Carbonic Menurunkan 15-20 Pada pemberian topikal: Alergi sulfonamid Dorzolamide 2% 3x/
an/1ydrase produksl • Sensasl rasa metalik Batu gilljal hari sebagai terapi
penyekat aqueous /Jumor • Dermatitis atau kon- Anemia aplastik tunggal atau 2x/
jungtivitis alergi Trombositopenla hari sebagai terapi
• edema kornea Penyakit anemia tambahan
sel sabit
Dengan rute oral: Brinzolamide I%
• Sindrom Steven-John- 2x/hari atau 3x/
son hari sama dengan
• Malaise. anoreksia. dorzolamide
depresi
• Ketidak seimbangan Obat sistemik:
elektrolit serum Asetazolamld 250 -
• Batu glnjal 1000 mg 2x/hari
• Diskrasia darah (ane·
mia ap lastik, trombos-
itopenia)
• Rasa metalik
memiliki risiko tinggi seperti pasien berusia lanjut, systematic approach. Edisi ke- 7. Edinburgh: Elsevier Butten-
atau dengan riwayat keluarga glaukoma. worth-Hein neman n: 20 I I.
Metode skrining yang dapat digunakan adalah sebagai 2. Vaughan D. Eva PR. Glaucoma. Dalam: Riordan-Eva P.
berikut: Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general oph-
l. Pengukuran TIO: bukanlah metode yang efektif thalmology. Ed isi ke- I 8. Philadelphia: McGraw-Hill: 20 1 I.
untuk skrining populasi karena batas nilai normal 3. Tan JC. Kaufman PL. Primary Open-Angle Glaucoma. Dalam:
TIO. yaitu 21 mmHg hanya memiliki sensitivitas Yanoff M. Duker JS. penyunting. Ya noff & Duker ophthal-
4 7.1% dan spesifitas 92.4%. mo logy. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 2013.
2. Pemeriksaan papil nervus optikus: memiliki sensiti- 4. See JLS. Chew PTK. Ang le-Closure Glaucoma. Dalam: Yanoff
vitas dan spesifisitas tinggi, namun membutuhkan M. Duker JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology.
tenaga kesehatan yang ahli dalam menginterpreta- Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 20 I 3.
sikan hasil pemeriksaan. 5. American Academy of Op hthalmology (AAO) Glaucoma Pan-
3. Pemeriksaan lapang pandang: Dapat digunakan el. Hoskins Center for Quality Eye Care. Primary open-angle
untuk skrining masal, namun sensitivitas atau spe· glaucoma. San Francisco: AAO: 20 I 2.
sifitasnya belum diketahui dengan pasti. 6. American Academy of Ophthalmology (AAO) Glaucoma
Panel. Hoskins Center for Quality Eye Care. Primary angle
Sumber Bacaan closure. San Francisco: AAO: 20 I 0.
l. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. a
'
Katarak
388
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati
Epidemiologi Klasifikasi
Tahun 2002. World Health Organization (WHO) Klasifikasi katarak berdasarkan maturitasnya:
memprediksi katarak sebagai penyebab kebutaan Katarak insipien: kekeruhan awal pada lensa de-
yang dapat disembuhkan pada 17 ju ta {4 7,8%) dari ngan visus pasien masih mencapai 6/6.
37 juta kebutaan di seluruh dunia, dan jumlah ini Katarak imatur: lensa mengalami kekeruhan par·
sial. 3. Pemeriksaan segmen anterior dengan sen-
Katarak matur: lensa mengalami kekeruhan total. ter atau slit lamp didapatkan kekeruhan lensa.
Katarak hipermatur: katarak menyusut dan kapsul Pemeriksaan shadow test dengan membuat sudut
anterior berkerut karena kebocoran air dari lensa. 4 5° arah sumber cahaya (senter) dengan dataran
Katarak morgani: liquefaksi korteks lensa katarak iris. Bayangan iris yang jatuh pada lensa, menun-
hipermatur berakibatkan nukleus jatuh ke inferior. jukkan shadow test (+) yang berarti katarak masih
imatur. Sementara shadow test (-) menunjukkan
Patogenesis dan Patofisiologi katarak sudah matur.
Patogenesis katarak masih belum dapat sepenuh- 4. Pemeriksaan refleks pupil langsung dan tidak
nya dimengerti, akan tetapi penuaan merupakan fak- langsung (+). Bila terdapat relative afferent pupil-
tor yang paling berperan. Berbagai temuan menunjuk- lary defect, perlu dipikirkan adanya kelainan pa-
kan bahwa lensa yang mengalami katarak mengala- tologis lain yang mengganggu tajam pengelihatan
mi agregasi protein yang berujung pada penurunan pasien.
transparansi, perubahan warna menjadi kuning atau
kecoklatan, ditemukannya vesikel antara lensa, dan Tata Laksana
pembesaran sel epitel. Perubahan lain yang juga Tata laksana utama katarak adalah pembedahan. Ti-
muncul adalah perubahan fisiologi kanal ion, absorpsi dak ada manfaat dari suplementasi nutrisi atau terapi
cahaya, dan penurunan aktivitas anti-oksidan dalam farmako logi dalam mencegah atau memperlambat
lensa juga dapat mengakibatkan katarak. progresivitas dari katarak.
Katarak komplikata merupakan katarak yang tim-
bul akibat penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Indikasi bedah:
Berbagai kondisi yang dapat mengakibatkan terja- I. Penurunan fungsi penglihatan yang tidak dapat
dinya karatak sekunder adalah uveitis anterior kronis, lagi ditoleransi pasien karena mengganggu aktivi-
glaukoma akut, miopia patologis dan diabetes melitus tas sehari-hari .
merupakan penyebab yang paling umum. 2. Adanya anisometropia yang bermakna secara kli-
Penggunaan obat-obatan (steroid) dan trauma, nis.
baik trauma tembus, trauma tumpul, kejutan listrik, 3. Kekeruhan lensa menyulitkan pemeriksaan seg-
radiasi sinar inframerah, dan radiasi pengion untuk men posterior.
tumor mata juga dapat mengakibatkan kekeruhan 4. Terjadi komplikasi terkait lensa seperti perada-
lensa/ katarak. ngan peradangan atau glaukoma sekunder (fa-
koanafilaksis, fakolisis, dan fakomorfik glaukoma).
Manifestasi Klinis
Akibat perubahan opasitas lensa, terdapat berbagai Kontraindikasi bedah:
gangguan pada penglihatan termasuk: I. Penurunan fungsi penglihatan yang masih dapat
I. Penurunan tajam penglihatan perlahan; ditoleransi oleh pasien
2. Penurunan sensitivitas kontras: pasien mengeluh- 2. Tindakan bedah diperkirakan tidak akan memper-
kan sulitnya melihat benda di luar ruangan pada baiki tajam pengelihatan dan tidak ada indikasi
cahaya terang. bedah lainnya.
3. Pergeseran ke arah miopia. Normalnya. pasien 3. Pasien tidak dapat menjalani bedah dengan
usia lanjut akan mengeluhkan perubahan hipero- aman karena keadaan medis atau kelainan okular
pia, akan tetapi pasien katarak mengalami peru- lainnya yang ada pada pasien.
bahan miopia karena perubahan indeks refraksi 4. Perawatan pascabedah yang sesuai tidak bisa di-
lensa. dapatkan oleh pasien
4. Diplopia monokular. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan indeks refraksi antara satu bagian Teknik operasi yang digunakan: 38!
lensa yang mengalami kekeruhan dengan bagian I. Fakoemulsifikasi: teknik operasi yang memung-
lensa lainnya. kinkan lensa dihancurkan dan diemulsifikasi
5. Sensasi silau (glare). Opasitas lensa mengakibat- kemudian dikeluarkan dengan bantuan probe dan
kan rasa silau karena cahaya dibiaskan akibat pe- ekstraksi dikerjakan ekstrakapsular.
rubahan indeks refraksi lensa. 2. Teknik ekstraksi katarak manual.
a. Intracapsular cataract extraction (ICCE): eks-
Diagnosis traksi lensa utuh serta seluruh kapsul lensa.
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis serta peme- b. Extracapsular cataract extraction (ECCE): eks-
riksaan oftalmologi. traksi lensa utuh dengan meninggalkan bagian
1. Anamnesis riwayat perjalanan penyakit pasien. posterior dari kapsul lensa.
2. Tajam penglihatan dengan dan tanpa koreksi. c. Small incision cataract surgery (SICS): ekstraksi
Jensa dengan insisi yang kecil fungsi visual, dan medis.
Terapi pasca-operasi yang diberikan biasanya kombi- Pada pasien dengan komplikasi intraoperatif, pasien
nasi antibiotik dan steroid tetes mata 6 kali hari sehari dengan satu mata yang fungsional, atau berisiko tinggi
hingga 4 minggu pasca-operasi. mengalami komplikasi pasca-operasi, fol/ow up perta-
Komplikasi dari operasi katarak termasuk: ma dikerjakan dalam 24 jam pascaoperasi. Fol/ow-up
I. Intra-operatif selanjutnya dilakukan lebih sering. Obat-obatan tamba-
a. Ruptur kapsul posterior atau zonula. han diberikan sesuai dengan komplikasi yang terjadi.
b. Trauma pada corpus siliaris atau iris.
c. Masuknya materi nukJeus lensa ke vitreus. Sumber Bacaan
d. Dislokasi lensa intraokular posterior. 1. Kanski JJ. Bowling B, penyunting. Clinical ophthalmology. a
e. Perdarahan suprakoroid. systematic app roach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
2. Pasca-operasi worth-Heinnemann: 2011.
a. Kekeruhan kapsul posterior. 2. Harper RA. Shock JP. Lens. Dalam: Riordan-Eva P. Whitcher
b. Cystoid macular edema. JP. penyunting. Va ughan & Asbury·s general ophthalmolo-
c. Edema kornea. gy. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
d. Ruptur atau kebocoran Iuka. 3. Allen David. Phacoemulsification. Dalam: Yanoff M. Duker
e. Ablasio retina. JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4.
f. Endoftalmitis, dapat terjadi dini atau terlambat Philadelphia: Mosby Elsevier: 2013.
{4 minggu bahkan 9 bulan). 4. Howes FW. Manual cataract extraction. Dalam: Yanoff M.
g. lritis persisten. Duker JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi
Fol/ow- up pasca-operasi dikerjakan dalam 24 jam ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 20 13.
setelah operasi pada pasien tanpa risiko atau tanda 5. llyas S. Dasar - teknik pemeriksaan dalam ilmu penya kit
kemungkinan komplikasi setelah operasi katarak (un- mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2009.
tuk menemukan dan mengatasi komplikasi dini seperti 6. American Academy of Ophthalmology (AAO) Cataract and
kebocoran Iuka, hipotonus, peningkatan TIO, edema Anterior Segment Panel. Hoskins Center for Quality Eye
kornea, dan tanda peradangan). Kunjungan kedua Care. Cataract in the adult eye. San Francisco: AAO: 20 I0.
dilakukan 4-7 hari pasca-operasi untuk menemukan 7. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kirana. Panduan praktik
dan mengatasi komplikasi endoftalmitis yang sering klinik (PPK). Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Kira-
muncul pada minggu pertama pasca-operasi. Kun- na: 2012.
jungan selanjutnya bergantung pada kondisi refraksi,
Kelainan Refraksi
Indra Maharddhika Pambudy. Yunia Irawati
Kelainan refraksi terjadi apabila berkas cahaya gka 0 pada titik pusat pupil pasien dan hitung
paralel yang masuk ke ma ta tidak jatuh tepat di retina jarak antara titik pusat pupil kanan dengan pu-
(keadaan mata tanpa akomodasi). Mata normal tanpa pil kiri.
kelainan refraksi disebut emetropia. Keberadaan ke- c. Mata yang tidak diperiksa ditutup terlebih da-
390 lainan refraksi pada mata seseorang disebut dengan hulu. Biasanya pemeriksaan dikerjakan pada
ametropia. Ametropia meliputi miopia, hipermetropia, mata kanan terlebih dahulu atau mata yang
astigmatisma. dan presbiopia. dikeluhkan.
d. Pasien diminta untuk membaca huruf yang ter-
Pemeriksaan Kelainan Refraksi tulis pada diagram Snellen dari yang paling be-
l. Pemeriksaan Tajam Penglihatan sar, kemudian setelah satu baris terbaca, maka
a. Pasien didudukkan dengan jarak 6 meter dari diminta untuk membaca baris di bawahnya.
diagram Snellen. e. Catat tajam penglihatan terbaik pada pasien,
b. Pasangkan gagang lensa coba (trial frame) pada yaitu baris terbawah yang dapat dibaca dengan
pasien. Sesuaikan ukuran gagang lensa coba benar oleh pasien.
dengan jarak pupil pasien. Jarak pupil diukur f. Apabila pasien tidak dapat membaca huruf ter-
dengan menggunakan penggaris, letakkan an- besar pada diagram Snellen, lanjutkan dengan
uji hitung jari. (Jnterpretasi: jarak antara jari - Miopia sangat ringan :<ID
yang dilihat dengan pasien yang diuji diinter- - Miopia ringan : 1- 3 D
pretasikan dalam bilangan per-60. Contoh: pa- - Miopia sedang : 3-6 D
sien dapat menghitung jari pada jarak 2 meter, - Miopia tinggi : 6 - !OD
maka diinterpetasikan sebagai tajam pengliha- - Miopia sangat tinggi : > !OD
tan 2/ 60).
g. Apabila pasien gaga! pada uji hitungjari, diker- Manifestasi Klinis
jakan uji lambaian tangan dengan jarak 1 me- I . Penglihatan jarak jauh buram dan penglihatan ja-
ter. Apabila pasien dapat mengenali gerakan rak dekat lebih baik.
lambaian dalam jarak I meter. dicatat sebagai 2. Nyeri kepala.
11300. Apabila gaga!, dilanjutkan dengan maka 3. Terdapat kecenderungan untuk mengalami juling
dikerjakan uji persepsi cahaya, dan apabila saat melihat jauh.
pasien mengenali cahaya, diinterpetasikan se-
bagai 1/- (l/tidak terhingga). Pemeriksaan Refraksi pada Miopia
h. Pencatatan hasil: a. Apabila dengan lensa +0,50 D penglihatan menjadi
Apabila dapat membaca baris bertuliskan tambah kabur, gunakanlah lensa negatif terkecil
6 maka tajam penglihatan 6/6 berarti pada gagang lensa uji.
orang tersebut dapat melihat huruf pada b. Tambahkan minus lensa sferis negatif hingga pa-
jarak 6 meter, sementara populasi normal sien dapat membaca huruf pada baris 6/6.
dapat melihat huruf tersebut pada jarak 6 c. Pada pasien dengan miopia, maka derajat miopia
meter juga. lni merupakan tajam pengli- yang dicatat adalah lensa sferis negatif terkecil
hatan normal. yang dapat memperbaiki tajam penglihatan pasien.
ii. Apabila dapat membaca baris bertuliskan d. Lakukan tes Duke Elder untuk mengetahui apakah
30 maka tajam penglihatan adalah 6/30, ada koreksi berlebihan yang terjadi karena mata
dan berarti orang tersebut dapat melihat berakomodasi. Tambahkan lensa sferis +0,25 D.
huruf padajarak 6 meter dimana populasi Target tes Duke Elder haruslah negatif.
normal dapat melihat huruf tersebut pada
jarak 30 meter. Tata Laksana
iii. Apabila pasien dapat membaca satu baris Miopia dikoreksi dengan lensa sferis negatif dengan
dengan jumlah kesalahan 2, maka dicatat kekuatan terkecil yang dapat memberikan tajam peng-
sebagai 6/ nomor pada baris tersebut -2. lihatan terbaik sesuai dengan catatan hasil pemerik-
Contoh: 6/30 - 2. saan.
2. Pemeriksaan Refraksi
a. Pemeriksaan dikerjakan sama dengan pemer- Edukasi
iksaan tajam penglihatan sampai dengan taha- Progresivitas miopia dihambat dengan mengurangi
pan diatas. Setelah itu, pada gagang lensa uji usaha akomodasi dan menggunakan kacamata dengan
pasien dipasangkan lensa sferis +0,50 D. Apa- koreksi terbaik. Aktivitas melihat dekat juga mem-
bila dengan lensa sferis positif pasien merasa pengaruhi cepatnya progresivitas miopia, sehingga pa-
penglihatannya semakin kabur maka dilanjut- sien dianjurkan untuk lebih sering melakukan aktivitas
kan dengan sferis negatif. Apabila dengan len- yang memanfaatkan penglihatan jauh.
sa sferis positif pasien merasa penglihatannya
membaik dilanjutkan dengan sferis positif. B. Hipermetropia
b. Langkah pemeriksaan selanjutnya dijelaskan Definisi
pada masing-masing kelainan mata. Hiperopia atau hipermetropia merupakan keadaan
di mana bayangan obyek difokuskan di belakang retina 391
&_Miopia oleh mata yang tidak berakomodasi. Hal ini disebabkan
Definisi mata memiliki power optik yang terlalu rendah.
Miopia merupakan keadaan dimana bayangan dari
obyek yang jauh difokuskan di depan retina oleh mata Klasifikasi
yang tidak berakomodasi. Hal ini disebabkan mata Hipermetropia dapat diklasifikasikan atas:
memiliki kekuatan optik yang terlalu tinggi karena 1. Hipermetropia manifes: didapatkan tanpa pembe-
kornea yang terlalu cembung atau panjang aksial bola rian sikloplegik dan dapat dikoreksi dengan lensa
mata yang terlalu besar. terkuat. Dibagi atas dua:
a. Absolut: tidak dapat diimbangi dengan akomo-
Klasifikasi dasi;
Miopia diklasifikasikan berdasarkan derajatnya: b. Fakultatif: dapat diimbangi dengan akomoda-
si. Apabila diberikan lensa positif yang tepat, Etiologi
maka otot akomodasi akan mengalami relak- I. Kelainan kornea: terdapat perubahan
sasi. kelengkungan kornea, diuji dengan tes Placido.
2. Hipermetropia laten: selisih antara hipermetropi 2. Kelainan pada lensa: kekeruhan pada lensa
total dan manifes. Hipermetropi laten ini diatasi (katarak insipien a tau imatur).
oleh pasien dengan melakukan akomodasi terus
menerus. Klasifikasi
3. Hipermetropia total: hipermetropia laten dan I. Astigmatisma reguler.
manifes, didapatkan setelah pemeriksaan dikerja- Terdapat 2 meridian utama yang saling tegak
kan dengan sikloplegik. lurus (meridian dengan daya bias maksimal dan
meridian dengan daya bias minimal)
Manifestasi Klinis a. Astigmatisma with the rule, kekuatan refraksi
I. Bila lebih dari 3 D, atau pasien berusia tua, pengli- yang lebih besar berada pada merdian vertikal
hatan jauh kabur. kornea. Biasanya lebih sering pada anak-anak.
2. Penglihatan dekat cepat buram. b. Astigmatisma against the rule. kekuatan re-
3. Nyeri kepala yang muncul dipicu oleh melihat fraksi yang lebih besar berada pada meridian
dekat dalam jangka panjang. horizontal kornea. Biasanya lebih sering pada
4. Sensitif terhadap cahaya. dewasa.
5. Spasme akomodasi. 2. Astigmatisma ireguler.
Pemeriksaan Refraksi pada Hipermetropia Berdasarkan letak titik fokus meridiannya astigmatis-
a. Tambahkan kekuatan lensa sferis positif hingga ma dapat dibagi atas:
pasien dapat membaca huruf pada baris 6/ 6. I. Astigmatisma miopia simpleks: fokus bayangan
b. Apabila huruf pada baris 6/6 sudah tercapai, maka pada salah satu meridian jatuh di depan retina.
kekuatan lensa ditambahkan +0.25 D dan tanya- 2. Asitmatisme miopia kompositus: fokus bayangan
kan apakah masih dapat melihat huruf tersebut. kedua meridian jatuh di depan retina.
c. Apabila pada penambahan +0,25 D masih dapat 3. Astigmatisma campuran: fokus bayangan salah
terlihat jelas huruf pada baris 6/ 6 maka tambah- satu meridian jatuh di depan retina dan meridian
kan lagi kekuatan lensa hingga pandangan menja- lain jatuh di belakang retina.
di kabur. maka derajat hipermetropia yang dicatat 4. Astigmatisma hiperopia simpleks: fokus bayangan
adalah kekuatan lensa terbesar yang memberikan salah satu meridian jatuh di belakang retina.
tajam penglihatan terbaik. 5. Astigmatisma hiperopia kompositus: fokus
d. Kerjakan cara yang sama pada mata yang lain. bayangan kedua meridian jatuh di belakang retina.
Retinopati
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati
Sedang: adanya cemuan patologis lain selain mikroaneurisma namun lebih ringan
dibandingkan/tidak memenuhi kriterla NPDR berat.
Berat: salah sacu dari kriceria berikut canpa adanya canda retinopati diabetik proliferatif:
I. Adaya perdarahan intraretina berat dan mikroaneurisma pada masing- masing 4 kuadran:
2. Adanya beading vena pada 2 kuadran atau lebih:
3. lnrra retinal microvascular abnormalities (IRMA) sedang pada I atau lebih kuadran.
1. Adanya neovaskularlsasl
2. Adanya perdarahan vicreus acau perdarahan praretina
maka gambaran yang muncul adalah penyempitan a. Tanpa retinopati atau dengan NPDR sedang:
perifer, silver-wiring dan obliterasi, mirip dengan setiap 3-12 bulan.
oklusi arteri cabang. b. NPDR berat atau lebih buruk: setiap 1-3 bulan.
Pencegahan retinopati terutama dikerjakan dengan:
PDR memberikan gambaran khusus pada pemeriksa- l. Melakukan kontrol ketat terhadap gula darah;
an oftalmologi, yaitu: 2. Pada pasien DM dengan hipertensi, dilakukan kon-
1. New vessel at the disc (NVD) merupakan neovasku- trol tekanan darah.
larisasi di atau dalam satu diameter diskus dari pa-
pil nervus optikus. Tata Laksana
2. New vessel elsewhere (NYE) merupakan neovasku- Secara singkat, terapi untuk retinopati diabetik
larisasi yang jauh dari disk us, yang dapat menga- dapat diringkas dalam Tabel 2. Terapi dikerjakan oleh
kibatkan fibrosis apabila bertahan lama. dokter spesialis mata.
3. New vessel on the iris (NVn merupakan neovasku- Follow-up dikerjakan sesuai dengan indikasi se-
larisasi pada iris, disebut juga rubeosis iridis, dan bagai berikut:
memiliki kemungkinan berlanjut menjadi glauko- a. NPDR ringan: setiap 6-12 bulan;
ma neovaskular. b. NPDR sedang:
a. Tanpa edema makula: setiap 4-6 bulan tanpa
Manifestasi Klinis memerlukan pemeriksaan fundus fluorescein
Manifestasi klinis pada awalnya asimtomatis. Pada angiography (FFA) atau ocular coherence to-
kasus yang lebih berat, biasanya dapat ditemukan mography (OCT).
penyempitan lapang pandang, floater (bercak hitam b. Dengan edema makula: setiap 2-4 bulan, de-
pada lapang pandang) , penurunan tajam penglihatan. ngan pemeriksaan penunjang FFA dan/atau
OCT. 395
Skrining dan Pencegahan c. NPDR berat:
Skrining diperuntukkan bagi: a. Tanpa edema makula: Setiap 4 bulan, pemerik-
l. Penderita DM tipe l: 3-5 tahun setelah diagnosis saan FFA diindikasikan.
DM tipe l , dan dilanjutkan dengan follow-up se- b. Dengan edema makula: setiap 2-4 bulan.
tiap tahun. d. PDR dengan atau tanpa CSME: setiap 2-3 bulan,
2. Penderita DM tipe 2: pada saat diagnosis DM tipe e. Pada PDR dengan komplikasi yang tidak dapat
2 ditegakkan dan dilanjutkan dengan follow-up ditangani dengan terapi laser, maka dikerjakan
setiap tahun. pemeriksaan setiap 6 bulan.
3. Sebelum kehamilan (DM tipe l dan DM tipe 2):
skrining dikerjakan sebelum konsepsi dan pada B. Retinopati Hipertensi
awal trimester satu, dengan follow-up: Definisi
Tabel 2. Rekomendasi Terapi Reti nopati Diabetik Berdasarkan Beramya Retinopati.
K('tH'rada<m <•tlt•mc1
Panretinal Focal dan/
B('I atnya nmkula yang Follow up Fluoresm
photocoagulation atau grid
R<'tinopati hP1 maknc1 st•cara (hulan) laser angiograplJy laser
klinis
Tidak Tidak
Tidak ada 6-12 Tidak dikerjakan
NPDR ringan dikerjakan dikerjakan
hingga sedang
Ada 2-4 Tidak dikerjakan Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 2-4 Terkadang Jarang
NPDR berat dikerjakan
Ada 2-4 Terkadang Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 2-4 Terkadang Jarang
dikerjakan
PDR risiko rendah
Ada 2-4 Terkadang Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 2-4 Biasanya Jarang
dikerjakan
PDR risiko tinggi
Ada 2-4 Biasanya Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 6-12 Tidak dikerjakan Biasanya
PDR inaktif dikerjakan
Ada 2-4 Tidak dikerjakan Biasanya Biasanya
148.II
Kompclensi 1V
Blefaritis
•• Novita Suprapto, Yunia lrawati
Ektropion
Novita Suprapto, Yunia Irawati
398
Definisi kantus medial atau lateral) yang dihubungkan dengan
Berputarnya tepi kelopak mata (margo palpebra) men- penuaan, pada umumnya terjadi pada kelopak mata
jauhi bola mata. biasanya terjadi pada palpebra bawah. bawah yang disebabkan oleh efek gravitasi. Ektropi-
Ektropion dibagi menjadi ektropion kongenital, ektro- on kongenital disebabkan oleh karena pemendekan
pion senilis (involusional) , ektropion paralitik, dan ek- dari lame! anterior kelopak mata. Ektropion sikatrik
tropion sikatrik. disebabkan karena kontraktur lamela anterior atau
kehilangan lapisan kulit akibat trauma panas, kimia,
Epidemiologi mekanik, operasi, dan kerusakan kulit akibat inflamasi
Ektropion senilis (involusional) berhubungan de- kronis seperti penyakit dermatitis atopik rosasea dan
ngan usia. sering pada usia tua dan banyak terjadi herpes zoster. Ektropion paralitik biasanya disebabkan
secara bilateral. sedangkan pada ektropion kongenital paralisis atau palsy nervus fasia lis (N.vm.
kasus jarang ditemukan.
Gejala dan Tanda
Patogenesis Tepi kelopak mata menjauhi bola mata, mata merah
Ektropion senilis (involusional) biasanya disebab- atau mudah iritasi pada mata, berair, dan dapat timbul
kan oleh kekenduran kelopak mata horizontal (tendon keratitis.
Terapi 2. James B. Bron A. Lecture notes on ophthalmology. Edisi ke-
Terapi awal dapat diteteskan lubrikanlartificial tears 11. Ame rika Serikat: Wiley-Blackwell: 2012.
(eye drop/eye gel) dan selanjutnya dirujuk untuk 3. Lang GK. Ophthalmology a short textbook. New York:
dilakukan pembedahan. Thieme: 2000.
4. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
Prognosis well Publishing: 2005.
Baik setelah dilakukan tindakan bedah. 5. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. a
systematic app roach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
Sumber Bacaan worth-He innemann; 20 I l .
l. Scholete T. Pocket atlas of ophthalmology. New York: 6. Michele B. Ectropion. fundamentals of clinical ophtalmology
Thieme: 2006. plastic and orbi tal surgery. London: BMJ: 200 l.
Entropion
Novita Suprapto, Yunia Irawati
Definisi Diagnosis
Berputarnya tepi kelopak mata (margo palpebra) ke Pemeriksaan kelopak yang harus dilakukan yaitu snap
arah bola mata. Entropion kelopak mata bawah umum- test. blink test, distraction test lateral dan medial, serta
nya involusional, sedangkan entropion sikatrik lebih eversi kelopak.
sering ditemukan pada kelopak mata atas. Bisa terjadi
unilateral atau bilateral. Diagnosis Banding
Epiblepharon harus dibedakan dengan entropion kon-
Epidemiologi genital.
Paling banyak ditemukan jenis entropion senilis/in-
volusional dan tidak ada kaitannya dengan predispo- Tata Laksana
sisi jenis kelamin. Pada entropion kongenital banyak Terapi awal dengan pemberian lubrikan pada mata dan
ditemukan di Asia dibanding Eropa. dilanjutkan untuk tindakan pembedahan. Pada entro-
pion spastik dapat diberikan injeksi toksin botulinum.
Jenis berdasarkan Etiologi dan Patogenesis
Entropion senilis/involusional disebabkan oleh Prognosis
overriding m. orbicularis oculi preseptal ke pre- Tergantung pada etiologi dan patogenesis yang men-
tarsal. kekenduran dari kelopak mata, disinsersi dasari. Prognosis terburuk didapatkan oleh entropion
retraktor kelopak, dan atrofi lemak dari lapisan sikatrik yang disebabkan inflamasi kronis.
kelopak.
Entropion sikatrik terjadi karena kontraktur dari Sumber Bacaan 399
vertikal tarso konjungtiva yang disebabkan Iuka l. Scholete T. Pocket atlas of ophthalmology. New York:
bakar, cedera sebelumnya, inflamasi (khususnya Thieme: 2006.
pemfigoid, sindrom Steven-Johnson, trakoma) , 2. James B, Bron A. Lecture notes on ophthalmology. Edisi ke-
trauma atau pembedahan. 11. Amer ika Serikat: Wiley-Blackwell: 20 12.
Entropion kongenital, yaitu adanya inversi margo 3. Lang GK. Ophthalmology a sho rt textbook. New York:
kelopak mata umumnya terkait disgenesis retrak- Thieme: 2000.
tor kelopak mata bawah. defek struktur tasus, dan 4. Arthur LSW. Constable U. Colo r atlas of op hthamology. Edisi
pemendekan lame! posterior. ke-3. Amerika Serikat: World Scientific Publishing: 2007.
Entropion spastik erat kaitannya dengan blefaro- 5. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
spasme esensial. we ll Publishing: 2005.
6. Kanski JJ, Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology, a
Gejala dan Tanda systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
Tepi kelopak mata berputar ke arah bola mata, mu- worth-Heinnemann: 20 11.
dah iritasi pada mata, dan mata merah. Apabila entro- 7. Ewa n GK. Entropion, fundamentals of clinical ophtalmology
pion sudah kronis. maka ditemukan komplikasi pada plastic and orbital surgery. London: BMJ: 200 l.
kornea.
Hordeolum
Novita Suprapto, Yunia Irawati
Kalazion
Novita Suprapto, Yunia Irawati
153
Kompetensi IV II
••
Trauma Kimia
Novita Suprapto, Yunia Irawati
iI).,
401
Definisi Epidemiologi
Trauma yang diakibatkan oleh bahan kimia. Biasanya ditemukan pada usia dewasa muda, laki-laki,
dan bekerja di lingkungan industri.
Klasifikasi
Bahan kimia yang dapat menyebabkan kelainan Patofisiologi
pada mata dapat dibedakan menjadi trauma asam dan Derajat trauma dipengaruhi oleh luas permukaan
trauma basa. Trauma basa biasanya didapatkan dari kontak, kedalaman penetrasi, dan derajat keparahan
amonia yang terdapat pada cairan pembersih rumah, sel induk limbal. Trauma kimia basa menyebabkan
potassium hydroxide (KOH), magnesium hydroxide, reaksi saponifikasi atau persabunan. Sedangkan trau-
dan kapur. Sementara itu, trauma asam paling sering ma kimia asam menyebabkan denaturasi dan presipi-
dikarenakan sulfur, hydrofluoric, acetic (CH 3 COOH), tasi protein pada jaringan. Kerusakan trauma kimia
krom (Cr 2 03) , dan hidroklor (HCI). asam cenderung lebih ringan dibanding dengan trau-
ma kimia basa.
Tabel 1. Derajat Klasifikasi Trauma Kimia Mata
Bahan basa menyebabkan kerusakan kolagen kimia 7,7. Perlu dilakukan eversi palpebra dan irigasi bagian
dan terjadi proses saponifikasi atau persabunan yang forniks untuk membersihkan benda asing dan jaringan
disertai dengan hidrasi. Bahan basa tersebut dapat me- nekrotik.
nembus bilik mata depan dalam waktu ± 7 detik. Se- Pemberian steroid topikal, anti-glukoma dan
dangkan, pada bahan asam langsung terjadi pengenda- sikloplegik diindikasikan untuk 2 minggu pertama
pan atau penggumpalan protein permukaan yang sa- namun setelahnya steroid harus dihindari karena
ngat dipengaruhi pH bahan tersebut, apabila semakin dapat menghambat reepitelisasi.
asam maka akan mempengaruhi prognosis. Menurut
klasifikasi Troft maka trauma basa dibagi menjadi: Komplikasi
Derajat 1: Hiperemi konjungtiva disertai dengan Dapat menyebabkan glaukoma sekunder, simblefaron
keratitis pungtata; dan katarak.
Derajat 2: Hiperemi konjungtiva disertai dengan
hilangnya epitel kornea; Prognosis
Derajat 3: Hiperemi disertai dengan nekrosis Tergantung dari derajat keparahan trauma kimia.
konjungtiva dan lepasnya epitel kornea;
Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak Sumber Bacaan:
50%. 1. Kuhn F. Pieramici DJ. Ocular trauma principles and practice.
New York: Thieme: 2002.
Berdasarkan American Academy of Ophthalmology, 2. lyas S. Penentu ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001.
terdapat klasifikasi Hughes untuk trauma basa karena
3. !yas S. Kedaruratan ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Pen-
alkali (diunduh dari External Disease and Cornea; 2012)
erbit FKUI: 2000.
4. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
402 Tata Laksana
well Publishing: 2005.
Penatalaksanaan awal adalah irigasi secepatnya
5. Riordan-Eva P. Whitcher JP, penyunting. Vaughan & As-
dengan air mengalir atau cairan isotonik (salin normal
bury's general ophthalmology. Edisi ke-18. Philadelphia:
atau ringer Jaktat) dianjutkan selama 15-30 menit McGraw-Hill: 2011.
sebelumnya diberikan anastesi topikal. Dilakukan 6. Weiss JS, American Academy of Ophtalmology. External
pengecekan pH berulang sampai pH mencapai 7,3- disease and cornea: LEO clinical updates. Amerika Serikat:
2012.
Tabel 1. Terapi medikamentosa pada trauma kimia (disadur dari Vaughan & Asbury·s General Ophthalmology. 2007)
Ohat Dos1s
155
Kompetensl Ill II
Trauma Bola Mata 403
Beberapa trauma mempunyai mekanisme yang perdarahan tidak berkurang dan terdapat gamba-
kompleks. Agar memudahkan diagnosis maka Bir- ran brill hematom (darah masuk ke dalam rong-
mingham Eye Trauma Terminology (BETT) menya- ga orbita hingga melewati batas septum orbita
makan istilah diagnosis dengan membagi berdasarkan kelopak mata) maka perlu dicurigai pecah arteri
jenis objek dan bentuk trauma (lihat Gambar 1 dan 2). oftalmika yang diakibatkan oleh fraktur basis
kranii.
Diagnosis 2. Edema konjungtiva
Trauma yang diakibatkan oleh benda tumpul dapat Penatalaksanaan dapat menggunakan dekonges-
menyebabkan: tan untuk mencegah pembendungan cairan dida-
l. Hematoma palpebra lam selaput lendir konjungtiva.
Sering terjadi akibat tinju atau benturan benda 3. Perdarahan subkonjungtiva (baca Bab Perdarah-
tumpul. Perlu diteliti apakah melibatkan bagian an Subkonjungtiva)
mata yang lebih dalam atau tidak. Hematom ha- 4. Edema kornea
nya terbentuk segera setelah terjadinya trauma. Terjadi akibat trauma tumpul dengan intensitas
Sebagai terapi dapat segera diberikan kompres keras, menyebabkan edema kornea hingga rup-
dingin untuk menghentikan perdarahan serta ture membrane descement. Penglihatan akan men-
menghilangkan rasa sakit. Apabila dalam 24 jam jadi kabur, rasa sakit, silau dan terlihatnya pelangi
Tabel I. Trauma Pada Bola Mata Menu rut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT)
Luka full thickness dari dinding bola mata Akibat peningkatan TIO yang cepat mengakibatkan
Ruptur
akibat benda tumpul yang ukurannya besar dinding bola mata ruptur pada titik-titik terlemah
Luka full thickness dari bola mata yang Luka diakibatkan oleh mekanisme "outside-in-
Laserasi
disebabkan benda tajam mechanism ".sering ditemukan prolapsjaringan
Perforating injury Didapatkan Iuka masuk dan Iuka keluar Kedua Iuka ditimbulkan oleh sebab yang sama
disekitar sumber cahaya yang dilihat. Tata laksana miopi) dan luksasi lensa (putusnya seluruh zonula
404
yang diberikan adalah larutan hipertonik (NaCl zinii yang dibagi menjadi luksasi lensa ke anterior
5%) atau larutan glucose 40%. dan posterior). Pada penanganannya harus dikirim
5. Dislokasi lensa ke dokter mata untuk pengeluaran lensa.
Dislokasi lensa dapat dalam bentuk subluksasi 8. lridoplegia
lensa (putusnya zonula zinii sebagian yang terja- Kelumpuhan otot springter pupil sehingga dida-
di spontan pasca trauma, gambaran iridodenesis, patkan pupil berdilatasi atau midriasis. Pasien
miopi) dan luksasi lensa (putusnya seluruh zonula akan mengeluhkan susah untuk melihat dekat
zinii yang dibagi menjadi luksasi lensa ke anterior (gangguan akomodasi), silau. lridoplegia ber-
dan posterior). Pada penangannya harus dikirim langsung 2- 3 minggu setelah trauma tumpul
ke dokter mata untuk pengeluaran lensa. terjadi. Tata laksana berupa tirah baring untuk
6. Iridoplegia mencegah terjadinya kelelahan springter serta di-
Apabila terjadinya trauma tumpul yang keras berikan juga pilokarpin.
dapat menyebabkan edema kornea hingga rupture 9. lridosiklitis
membrane descemet. Penglihatan akan menjadi Pada trauma tumpul yang terjadi melibatkan reak-
kabur, rasa sakit, silau dan terlihatnya pelangi si jaringan uvea. Tajam penglihatan menurun di-
disekitar sumber cahaya yang dilihat. Tata laksa- sertai mata merah (akibat adanya sel-sel radang
na yang diberikan adalah larutan hipertonik (NaCl pada bilik mata depan). Perlu dilakukan pemerik-
5%) atau larutan glucose 40%. saan fundus dan tekanan bola mata. Pada uveitis
7. Dislokasi lensa anterior tata laksananya dapat diberikan tetes
Dislokasi lensa dapat dalam bentuk subluksasi midriatik dan steroid topikal hingga steroid siste-
lensa (putusnya zonula zinii sebagian yang terja- mik.
di spontan pasca-trauma, gambaran iridodenesis,
10.Hifema Trauma
Darah yang terdapat dalam bilik mata depan yang
diakibatkan robeknya pembuluh darah iris atau
badan siliar. Trauma ini selalu dikaitkan trauma
yang diakibatkan oleh bola tenis. Pasien akan
mengeluh sakit, epifora, dan blefarospasme. Pasien
sebaiknya dirawat karena dapat timbul perdarahan +
ulang dalam 5 hari pasca trauma. Pengobatan de-
ngan melakukan elevasi kepala (30 ' ), sikloplegik.
atau midriatikum untuk mengurangi nyeri dan
risiko terjadinya sinekia posterior, kortikosteroid
topikal, terapi anti fibrinolitik oral (asam tranek- Gambar I. Klasifikasi Trauma Bola Mata
samat), dan anti koagulan. Biasanya hifema akan
hilang sempurna tetapi dapat pula dilakukan pem- komplikasi (hifema atau ablasio retina).
bedahan untuk mengeluarkan darah atau nanah Sumber Bacaan
dari bilik mata depan (parasentesis). Apabila terjadi l. Kuhn F, Pieramici DJ. Ocular trauma principles and practice.
hifema spontan maka dipikirkan penyakit penyerta New York: Thieme: 2002.
seperti leukemia dan retinoblastoma. 2. Kuhn F. Ocular traumatology: prevention. prevention,
prevention. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2010
Sedangkan pada trauma terbuka diberikan an- Mar:248(3):299-300.
titetanus, antibiotik topikal broad sprektum, mata di- 3. Gelsto n CD. Common eye emergencies. Am Fam Physician.
tutup dan selanjutnya dikirim pada dokter mata untuk 2013 Oct 15:88(8):515-9.
dilakukan pembedahan. Jangan diberikan salep mata, 4. Ledford JK, Hoffman J. Quick reference dictionary of eye-
steroid lokal. care terminology. Edisi ke-5. Amerika Serikat: SLACK Inter-
corporated: 2007.
Pemeriksaan Penunjang 5. Riordan -Eva P. Whitcher JP, penyunting. Vaughan & As-
Apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan slit bury's general op hth almology. Edisi ke- 18. Philadelphia:
lamp, X-ray, Rontgen (Comberg), USG mata dan CT McGraw-Hill; 2011.
scan orbita. 6. Iyas S. Penentu ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI: 2001.
Prognosis 7. Iyas S. Kedaruratan ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Pen-
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah erbit FKUI: 2000.
jaringan prolaps, luas dan panjang Iuka, ada tidaknya 8. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
well Publishing: 2005.
405
9. James B. Bron A. Lecture notes on ophthalmology. Edisi ke-
11. Amerika Serikat: Wiley-Blackwell: 2012.
Objek peuyebab
raurna
aaro ----i
D~
ln-
d~ln-
g~l/~
o.l~
a-m~
a-ta"'""'
-
dinding bola mata terbuka
+
l
..
full thickness?
- i i
IYa T!dak Apakah objek , Tidal¢
meninggalkan ____... -
bola mara?
Ya i
Apakah Iuka sama?
I i
Ya i !idak
"llii!F!ii!MA 1Miiii!ii'iii4
Gambar 2. Diagnosis Trauma Bola Mata
Retinoblastoma
Chrysilla Calistania, Yunia Irawati
n •
D Distosia Bahu
D Anemia pada Kehamilan D Ekstraksi Cunam
D Diabetes Melitus Gestasional D Ekstraksi Vakum
D Diagnosis Kehamilan dan Asuhan Antenatal D Infeksi Nifas
D Hidramnion D Kelainan Presentasi
D Hiperemesis Gravidarum D Kompresi Bimanual
D Hipertensi dalam Kehamilan D Manual Plasenta
D Keputihan dalam Kehamilan
D Perdarahan pada Kehamilan Muda
D Perdarahan pada Kehamilan Tua
D Kontrasepsi Alamiah
D Kondom
D AKDR
D Kontrasepsi Hormonal
D Sterilisasi
D Langkah-Langkah Persalinan Aman cu....
D Perineorafi RS
D Partograf
s::
<I)
D Induksi Persalinan ~
<(
D Persalinan Preterm
s::
D Ketuban Pecah Dini D Gangguan Haid RS
D Perdarahan Antepartum .c:
D Infertilitas ::s
Cl)
D Perdarahan Post-partum D Kanker Endometrium <(
D Trauma Persalinan D Kanker Ovarium s::
RS
D Infeksi Intrapartum D Kanker Serviks 'Cl
D Laparotomi KET s::
RS
D Menopause r,::::;
D Prolaps Uteri s
RS
D Seksio Sesarea .c:<I)
:::.:::
D Masa Nifas
D Manajemen Laktasi 407
D Masalah pada Menyusui
D Postpartum Blues
c • •
•
0
•
MCV 80-94
•
< MCV{'.'::,9_4,)
•
Ferritin i. TIBC t, • kadar folat dan B 12
•
Normal
Fe serum t Folat <3 ng/mL,
Bl2 <80 pg/mL,
Talasemia Hipersegmentasi
Anemia Tal'!semia neutrofil
defisiensi besi
•
• Hemoglobinopati
• Kelainan membran
• Obat-obatan
• Penyaklt kronis
• eritro~it • KelaJnan sumsum tulang 409
• Obat-obatan • Defisiensi Fe ringan
• Autoimun
• Defisiensi G6PD
Kehami!an
••
merupakan kondisi maternal ter- Diagnosis pasti:
Chris Tanto, I Putu Gede Kayika
dapatnya embrio atau fetus yang sedang berkembang Denyut jantung janin (DJJ) : usia I 0 minggu ke-
dalam tubuh. Hasil fertilisasi sampai minggu ke-8 hamilan dengan Doppler; usia 18-20 minggu ke-
kehamilan disebut embrio. Dari minggu ke-8 sampai hamilan dapat menggunakan fetoskop Laenec;
kelahiran disebut fe tus. Palpasi fetus: biasanya setelah 22 minggu kehami-
lan;
Diagnosis Kehamilan Pemeriksaan ultrasonografi (USG) fetus.
Diagnosis presumtif (pr esumtive): Perhitungan Usia Kehamilan dan Estimasi Kelahiran
Amenorea, diakibatkan peningkatan produksi Kehamilan normal berlangsung 36-40 minggu
estrogen dan progesteron oleh korpus luteum. dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Perhitungan
Amenorea lebih dapat diandalkan sebagai tanda usia kehamilan dapat dilakukan dengan kalender.
kehamilan pada perempuan dengan siklus mens- Kelahiran diestimasi dengan rumus Nagele: ku rangi
truasi yang teratur; bulan (B) HPHT dengan 3, tambahkan hari (H) HPHT
Mual dan muntah; dengan 7, dan tambahkan tahun (T) HPHT dengan I
Perubahan pada payudara: pembesaran, sekresi bila diperlukan (H+7, B-3, T+l ).
kolostrum, serta perubahan warna;
Perubahan pada traktus urinarius: frekuensi dan Asuhan Antenatal
nokturia; Asuhan antenatal (antenatal care! ANC) bertujuan un-
Perubahan pada kulit: linea nigra. stretch marks, tuk:
dan telangiektasis. I. Menentukan status kesehatan ibu dan fetus,
2. Memperkirakan usia kehamilan,
Diagnosis dugaan (probable): 3. Menginisiasi rencana perawatan kehamilan serta
Tanda Chadwick: perubahan warna vagina dan kelahiran, termasuk pemilihan tempat bersalin.
serviks menjadi kebiruan/ keunguan;
Tanda Hegar: perlunakan daerah ismus sehingga Berdasarkan rekomendasi WHO, ANC dilakukan
dapat dirasakan dengan penekanan pada peme- minimal empat kali. Satu kali pada trimester pertama
riksaan bimanual: (sampai usia kehamilan 14 minggu}, satu kali pada
Leukorea: peningkatan sekresi duh tubuh vagina. trimester kedua (usia 15-28 minggu kehamilan). dan
Pada pulasan tidak membentuk pola seperti daun dua kali pada trimester ketiga (usia 29-4 2 minggu
412
pakis; kehamilan). ANC mencakup anamnesis, pemeriksaan
Perubahan struktur !igamen dan tulang pelvis; fisis, serta pemeriksaan laboratorium yang esensial
Pembesaran abdomen, pembesaran progresif mu- bagi ibu hamil.
lai usia kehamilan 7 -28 minggu ;
Kontraksi Braxton-Hicks, mulai pada usia kehami- Anamnesis
lan 28 minggu. Perlu digali informasi mengenai riwayat obstetri
sebelumnya karena adanya kecenderungan untuk ber- yang kecil, ireguler, dan mobile.
ulang. Selain itu, perlu ditanyakan riwayat menstruasi. 3. Leopold 3, untuk menentukan bagian terbawah
penggunaan kontrasepsi, kondisi psikososial pasien janin (presentasi).
(perkerjaan, lingkungan tempat tinggal, nilai budaya, 4. Leopold 4, untuk menilai apakah dan seberapa
serta akses ke fasilitas kesehatan). Hal lain yang per- banyak bagian terbawah janin sudah memasuki
lu ditanyakan adalah faktor risiko yang dapat meng- pintu atas panggul (PAP). Dilakukan dengan cara
ganggu kehamilan seperti merokok konsumsi alkohol , pemeriksa menghadap kaki pasien dan merapat-
dan penggunaan obat-obatan. Pada tiap kunjungan, kan keduajari-jari tangan. Apabila divergen, berar-
ditanyakan tanda bahaya pada kehamilan. ti bagian terbawahjanin sudah memasuki PAP; de-
mikian sebaliknya.
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis lengkap dan pemeriksaan pelvis Rujukan
pada awal kehamilan; lndikasi merujuk pasien ke dokter spesialis obstetri
Tekanan darah dan berat badan ibu; dan ginekologi:
Pemeriksaan Leopold: menentukan tinggi fundus, 1. Hipertensi, penyakit jantung/ ginjal, endokrin,
posisi janin. presentasi janin, dan denyut jantung psikiatri, hematologi, epilepsi, diabetes, autoimun,
janin (DJJ). keganasan, dan infeksi HN;
2. !bu tanpa dukungan keluarga;
Pemeriksaan Laboratorium 3. Usia >40 tahun atau <18 tahun;
Hematokrit dan hemoglobin, untuk mendeteksi 4. IMT ~25 Kg/ m2 atau :Sl8 Kg/ m 2;
anemia dalam kehamilan; 5. Riwayat seksio sesarea;
Golongan darah serta Rhesus; 6. Pre-eklamsi berat (PEB) atau eklamsia;
Urinalisis, khususnya protein urine serta bakteri 7. Riwayat PEB atau eklamsia;
urin, untuk skrining pre-eklamsia serta infeksi sa- 8. Aborsi spontan 3 kali/ lebih;
luran kemih; 9. Riwayat prematuritas;
Kadar glukosa darah, untuk mendeteksi diabetes I 0. Riwayat penyakit psikiatri atau psikosis masa ni-
dalam kehamilan; fas;
Serologi hepatitis B; 11. Riwayat kematian neonatus atau stillbirth;
Pada perempuan yang berisiko dianjurkan pe- 12. Riwayat bayi dengan kelainan kongenital;
meriksaan serologi HN, infeksi rubella, sifilis, 13. Riwayat bayi besar a tau kecil untuk usia gestasi;
gonokokus, chlamydia , dan skrining defek neural serta
tube. 14. Riwayat penyakit genetik pada keluarga.
Hidramnion
Chris Tanto, I Putu Gede Kayika
Definisi
• Chris Tanto. I Putu Gede Kayika
DAN
Atau.jika tidak ada proteinuria. hipercensi ya ng baru timbul dengan awitan saiah satu dari :
Insufisiensi ginjal Konsentrasi kreatinin serum> I. I mg/ dL atau lebih dari dua kali kadarnya
dan tidak terdapat penyakit ginjal lainnya
Gangguan fungsi hati Konsentrasi transaminase lebih dari dua kali nilal normal
Edema paru
Eklamsia
• Usia kehamilan kurang dart 37 017 minggu Prioritas utama adalah menjaga jalan napas agar
• Rawat lnap atau rawat jalan dengan evaluasi tetap bebas serta mencegah cedera dan aspirasi isi
ibu setiap 2 mingguan lambung. Pasien yang sedang kejang sangat mungkin
jatuh dari tempat tidur sehingga pencegahanjatuh ha-
valuasi janin:
rus dikerjakan. Diazepam atau lorazepam hanya boleh
•Dengan pre eklamsla:
digunakan jika kejang tetap bertahan. Pemberian
2 minggu sekali dengan uji non-stres
MgSO 4 parenteral sangatlah direkomendasikan untuk
•Dengan hipertensi gestasional:
pasien eklamsia setelah kejang berlalu.
1 min u sekali den an u i non-stres
+ Pencegahan
Usia kehamilan 37 017 minggu atau leblh Beberapa pain terbaru dikeluarkan oleh ACOG pada
Kondisi ibu atau janin mernburuk tahun 2013 mengenai pencegahan preeklamsia:
/n partu atau KPD Pemberian aspirin 60-80 mg/hari dimulai
pada akhir trimester pertama disarankan pada
Ya +
----
• Lahirkan (terminasi kehamilan)
perempuan dengan riwayat eklamsia dan kela-
hiran preterm kurang dari 34 017 minggu atau
Prosta landin 'ika di rlukan untuk induksi preeklamsia pada lebih dari satu kehamilan se-
belumnya;
Gambar l. Manajemen Hipertensi Gestasional Ringan atau
Preeklamsia Tanpa Tanda-tanda Bahaya (ACOG. 20 13). Pemberian vitamin C dan E untuk mencegah
Keterangan: 017 menunjukkan hari dalam seminggu. preeklamsia tidak direkomendasikan;
Asupan garam harian disarankan untuk tidak
direstriksi selama kehamilan untuk pencegahan
untuk sang bayi, misalnya usia kehamilan masih
pre-eklamsia;
preterm. Keputusan terminasi kehamilan bergantung
Tirah baring atau pembatasan aktivitas fisik lain
kepada beberapa hal. seperti beratnya penyakit. ke-
tidak disarankan sebagai pencegahan primer
matangan janin. kondisi ibu dan janin. serta kondisi 419
preeklamsia dan komplikasinya.
serviks. Manajemen preeklamsia dapat dilihat pada
Gambar I dan Gambar 2.
Su mber Bacaan
I. Roberts JM. August PA. Bakris G. Barton JR. Bernstein IM,
Pasien preeklamsia berat atau dengan tanda baha- Druzin M, dkk. Hypertension in pregnancy. Washington:
ya harus dirawat. Beberapa tata laksana medikamen- American College of Obstetricians and Gynecologist: 20 13.
• Pantau di ruang bersalin selama 24-48 jam
• Kortikosteroid, MgS04, dan antihlpertensi
• USG. pantau DJJ, gejala. dan hasil laboratorium
Manajemen segera
• Terdapat fasilitas ICU dan N!CU • Uji CTG harian
• Viabilitas janin-usia kehamilan 33 617 minggu • Tanda vital. gejala, dan pemeriksaan darah
• Hanya pasien rawat !nap dan stop MgS04 • Antihipertensi oral
Gambar 2. Manajemen Preeklamsia Berat pada Usia Kehamilan Kurang dari 34 minggu.
Keterangan· HELLP hemolysis. elevated liver enzyme. and low platelet count.
2. Young BC. Levine RJ. Karumanchi A. Pathogenesis of pre- gy of the clinical manifestation of preeclampsia. Clin j Arn
eclampsia. Annu Rev Pathol Mech Dis. 20 I 0:5: 173-92. Soc Nephrol. 2007:2:543-9.
3. Cu nningham F. Leveno K. Bloom S. Spong CY. Dashe J. 5. Miller DA. Hypertension in pregnancy. Dalam: Cherney AH.
penyunting. William obstetrics. Edisi ke-24. Philadelphia: Nathan L. Goodwin TM. Laufer . Roman A. penyunting.
McGraw-Hill: 20 14. Current diagnosis & trea tment obstetrics & gynecology.
4. Hladunewich M. Karumanchi A, Lafayette R. Parophysiolo- Edisi ke- 11 . Si ngapura: McGraw-Hill : 20 13.
I
• Tidak Komplikasi pada Kehamilan
Ketuban pecah dini, kelahiran preterm. dan bayi berat
Obati sebagai Obati sebagai BV, lahir rendah.
C.trachomatis ± gonore, tr:ikomoniasis dan
C. Kandidosis Vulvovaginalis
trikomoniasis, dan BV kandidiasis 421
Etiologi dan Patogenesis
Kandidosis vulvovaginalis disebabkan oleh Can-
Gambar 1. Al ur Tata Laksana Duh Tubuh pada Kehamilan dida albicans yang merupakan flora normal vagina
(WHO. 2008)
pada 25% perempuan. Kandidosis bukanlah penyakit
Keterangan: IMS. infeksi menular seksual;
menular seksual. Pada kehamilan, lingkungan vagina
BV. bacterial vaginosis.
menjadi Jembab serta produksi estrogen meningkat.
Akibatnya terjadi pembentukan glikogen di epitel va- Tata Laksana
gina yang merubah pH. Oleh karena itu, infeksi Candi- Pada kehamilan, hanya obat topikal golongan azol
da menjadi meningkat. yang direkomendasikan untuk kandidiasis: klotri-
mazol atau mikonazol. dapat diberikan sampai 7
Faktor Risiko hari;
Kondisi imunosupresi (infeksi HIV) , diabetes melitus, Flukonazol dikontraindikasikan pada kehamilan.
obesitas, dan penggunaan antibiotik spektrum luas.
Manajemen Sindrom pada Duh Tubuh Vagina
Manifestasi Klinis Sebuah pendekatan dikeluarkan oleh WHO untuk ka-
Rasa gatal; sus duh tubuh vagina. Pendekatan ini dipakai apabila
Disuria eksternal dan dispareunia superfisial; tidak ada pemeriksaan mikroskop (Gambar 1)
Duh tubuh vagina berwarna putih susu dan ber-
gumpal-gumpal; Sumber Bacaan
Eritema dan edema pada vagina dan vulva. 1. Boardman LA. Kennedy CM. Benign vulvovaginal disorders.
Dalam: Gibbs RS, Karlan BY. Haney AF. Nygaard IE, penyun-
ting. Danfonh·s obstetrics and gynecology. Edisi ke- 10.
Diagnosis
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins: 2008.
Pada pemeriksaan sediaan basah ditemukan
2. Cunningham F. Leveno K. Bloom S. Spong CY. Dashe J.
pseudohifa dan ragi bertunas:
penyunting. William obstetrics. Edisi ke -2 4. Philadelphia:
Pada pemeriksaan Gram: sel-sel polimorfonuklear, McGraw-Hill: 2014.
ragi bertunas. dan pseudohifa. 3. World Health Organization (WHO). Vaginal discharge (bac-
terial vaginosis. vulvovaginal candidiasis. trichomoniasis).
Geneva: WHO: 2008. h.1-16.
Perdarahan pada
Kehamilan Muda
Chris Tanto, I Putu Gede Kayika
Ultrasonografi: melihat kantung gestasi, em- ii. Gentamisin 1,5 mg/KgBB/ 8 jam diberikan
brio, denyut jantung, dan sebagainya. IV atau IM,
iii. Metronidazole oral 500 mg/6 jam atau I
Tata Laksana g IV/ 12 jam;
l. Abortus iminens/ mengancam: b. Terapi suportif: infus cairan (NaCl, ringer lak-
a. Tirah baring: tat). pemasangan kateter urin, pemberian teta-
b. Analgesik untuk meredakan nyeri: nus toksoid 0 ,5 mL IM:
c. Pemeriksaan kadar {3 -hCG dan progesteron c. Pemeriksaan tambahan: pemeriksaan Gram,
bila memungkinkan; kultur bakteri dari endoserviks, darah, dan
d. Evakuasi kehamilan apabila perdarahan berat produk konsepsi, Roentgen abdomen.
de ngan anemia dan hipovolemia.
2. Abortus insipien dan abortus inkomplit: Prognosis
a. Evakuasi sisa hasil konsepsi de ngan kuretase Pada abortus iminens, janin biasanya masih dapat
tajam atau aspirasi vakum manual. Kuretase diselamatkan, bergantung pada jumlah perdarahan
dapat dilakukan dengan menggunakan blok yang dialami sang ibu. Prognosis ibu pada abortus
paraservikal (analgesik) dan infus I 0 -20 U ok- imine ns juga baik. Pada abortus insipien, inkomplit,
sitosin dalam NaCl 0 .9%: dan komplit, prognosis sang ibu baik.
b. Pada pasie n dengan perdarahan yang tidak
terkontrol, hasil konsepsi harus segera die- Komplikasi
vakuasi. Perdarahan hebat dan persisten, sepsis, infeksi,
3. Abortus komplit sinekia intrauterin, infertilitas, perforasi dinding ute-
a. Apabila diagnosis sudah dipastikan, abortus rus. serta cedera usus dan kandung kemih.
komplit tidak me merlukan terapi apapun;
b. Jika belum dipastikan, dapat dilakukan peme- Pencegahan dan Edukasi
riksaan USG untuk konfirmasi. Anjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan awal
4. Missed abortion kehamilan. Perlindungan terhadap paparan zat-zat
a. Pada trimester kedua, uterus dikosongkan kimia/lingkungan yang berbahaya bagi kehamilan.
dengan metode dilatasi dan evakuasi. Serviks Edukasi untuk mencegah terjadinya infeksi yang
dipersiapkan dengan menggunaka n misopros- dapat membahayakan kehamilan. Kontrol kondisi se-
tol dan/ atau dilatasi pasif dengan laminaria. pe rti hipertensi dan diabetes melitus juga diperlukan.
Setelah itu, dilakukan evakuasi secara mekanis;
b. Pilihan lain evakuasi dengan induksi kelahiran Abortus Habitualis
menggunakan PGE2 per vaginam. Abortus habitualis didefinisikan sebagai abortus spon-
423
5. Abortus septik tan tiga kali atau lebih secara berturut-turut. Kondisi
a. Prinsip terapi: evakuasi uterus dan antibio- ini diperkirakan karena faktor genetik, adanya ke-
tik parenteral (sebelum, selama, dan sesudah lainan pada uterus. faktor endokrin, imunologis, dan
pembersihan jaringan nekrosis dengan kure- lingkungan. Faktor nutrisi, infeksi, diabetes melitus.
tase). Pilihan antibiotik: agen toksik, dan psikologis diperkirakan kurang ber-
Ampisilin oral 500 mg/ 6 jam atau I g IV I 4 peran. Tata laksana berkisar dengan mencari etiologi
jam, serta menanganinya. Sayangnya, hanya sebanyak 50%
pasangan yang berhasil terdeteksi penyebabnya. rotomi harus dipersiapkan. Apabila terjadi perforasi
atau perdarahan, histerotomi, histerektomi. serta
B. Mola Hidatidosa !igase arteri sebaiknya dilakukan. Setelah evakuasi,
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang pemeriksaan (3 -hCG serial harus dilakukan sampai
memiliki karakter seperti buah anggur serta uterus kadarnya tidak terdeteksi lagi.
yang mengalami distensi. Biasanya, tidak ada janin in-
tak yang terbentuk. Sinonimnya adalah hamil anggur. C. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Mola hidatidosa dapat komplit atau parsial. Pada mola Pada kehamilan ektopik terjadi implantasi ovum
yang parsial. embrio masih terbentuk. diluar rongga uterus. Sebanyak 95% kehamilan ek-
topik terjadi di tuba fallopii sedangkan 5% sisanya ter-
Faktor Risiko distribusi di ovarium, serviks, dan rongga peritoneum.
Perempuan usia <20 tahun a tau >40 tahun, nulipa-
ra, status ekonomi rendah, diet rendah protein. asam Etiologi dan Faktor Risiko (Tabel 2)
folat rendah, dan kadar karoten darah rendah. Etiologi kehamilan ektopik belum sepenuhnya diketa-
hui. Namun. faktor-faktor risiko telah teridentifkasi.
Patofisiologi
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti ter- Patofisiologi
jadinya mola hidatidosa. Ada beberapa teori yang Ruptur biasanya terjadi spontan, dan awitan rup-
muncul untuk menj elaskan terjadinya kondisi ini. tur dipengaruhi oleh lokasi implantasi. Apabila di is-
Pada teori missed abortion, janin yang terbentuk mati mus. waktu ruptur biasanya pada minggu ke-6 sam-
pada minggu ke-3 sampai 5 kehamilan. Akibatnya, pai 8 karena diameternya relatif kecil. lmplantasi di
terjadilah gangguan peredaran darah sehingga cairan ampula biasanya ruptur pada minggu ke-8 sampai 12,
tertimbun dalam jaringan mesenkim viii. sedangkan di interstisium pada minggu ke-12 sampai
Teori neoplasma menjelaskan terj adi abnormalitas 16 kehamilan. Perdarahan pada ruptur interstisium
sel trofoblas dan fungsinya sehingga terjadi resorbsi lebih masif karena lebih dekat dengan pembuluh da-
cairan dalam jumlah berlebihan kedalam viii. Akibat- rah uterus dan ovarium. Setelah ruptur, hasil konsepsi
nya, muncul gelembung-gelembung yang menganggu Ta bel 2. Berbagai Faktor Ris iko Kehamilan Ektopik
peredaran darah. Selanjutnya, terjadi kematian janin.
Risiko
Risiko Tinggi Risiko Rrndah
Sec1ang
Tanda dan Gejala 1
Perdarahan pada kehamilan tua adalah perdarahan tertutup sebagian oleh plasenta (Ii hat Garn bar l);
yang terjadi pada kehamilan >20 minggu. Penyebab Plasenta previa marginalis: ujung plasenta berada
kondisi ini antara Jain plasenta previa, solusio plasen- pada tepi ostium serviks interna.
ta, dan vasa previa.
Faktor Risiko
A. Plasenta Previa Usia tua, multiparitas, riwayat seksio sesarea sebelum-
Plasenta previa adalah istilah yang digunakan un- nya, serta kebiasaan merokok.
425
tuk menunjukkan plasenta yang terimplantasi dekat
atau pada ostium serviks interna. Ada beberapa Jetak Temuan Klinis
p!asenta previa: Perdarahan tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya
Plasenta previa total: ostium serviks interna jarang dalam jumlah banyak melainkan terus
tertutup seluruhnya oleh p!asenta; berkurang. Sesekali perdarahan juga berulang;
Plasenta previa parsial: ostium serviks interna Plasenta previa biasanya berasosiasi dengan im-
r~ .-
~~~".@
Plasenta Previa Marginalis Plasenta Previa Parsial Plasenta Previa Totalis
Gambar I. Letak Plasenta Previa: (A) plase nta previa marginalis. (B) plase nta previa parsial. (C) plasenta previa totalis.
Diagnosis Diagnosis
Dilakukan berdasarkan tanda klinis: perdarahan Pada pemeriksaan digital, akan teraba pembuluh
per vaginam, kontraksi uterus, dan nyeri abdomen. darah janin. Jika pembuluh darah ini ditekan, maka
akan terjadi bradikardia pada janin. Selain itu, dapat
digunakan pemeriksaan USG Doppler transvaginal un-
tuk memastikan diagnosis.
Tata Laksana
Penderita dengan kecurigaan vasa previa dirujuk
ke spesialis obstetri dan ginekologi. Kelahiran pada
kasus vasa previa dilakukan dengan seksio sesarea.
Sumber Bacaan:
I. Cunningham F, Leveno K. Bloom S, Spong CY. Dashe J,
penyunting. William obstetrics. Edis! ke-2 4. Philade lphia: 427
McGraw-Hill: 2014 .
2. Roman AS. Late pregnancy complications. Dalam: Cherney
AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Roman A. penyun -
Gambar 2. Soluslo Plasenta Akibat Abruptlo Placentae Total ting. Current diagnosis & treatment obstetrics & gynecolo-
gy. Edis! ke- 1 I. Singapura: McGraw-Hill; 2013.
Langkah-Langkah Persalinan
Aman
Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika
Perineorafi
Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika
Definisi Jndikasi
4 30 Penjahitan Iuka atau robekan pada daerah perine- Klasifikasi robekan perineum dibagi menjadi 4, yaitu:
um dan sekitarnya. Terjadinya Iuka dapat diakibatkan Derajat 1: Iuka yang terkena hanya sebatas kulit
oleh robekan saat persalinan atau episiotomi. perineum saja;
m. ischiocavernosus
m. transversus pe1·i11ei
superlidans
m. gluteus maximus
433
PARTOGRAF
~;iq!;tt[ I I I I I 11 I ~JO•I• .. ._. ................ u" .. ....... G ... P ... 1 .••
~o ?;nn u I I I I I I I I rtqg• I __ .. _____ ____________ .. Ju --------------
~ e'• ea • cec=~ ~ t a1 1air. _ _ __ _ _ _ _ __ _ _ __ _ _ _ _ _ __ _ _ Iii • Its ! t at !i 1 _________________ _
1n ~~~~~~~~~~~~~~~~
I !C f--+-lf--+-lf--+-l-l--1-l--l-+-+-+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-I
I IC ~~io-+-t-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+'-+-+"-+-+"""'1-t"""'l-t-"'1'-'t-"'1-1
I - ~ 1--+-11--+-11--+-1-+-t-+-t--+-t--+-t--+-+--+-+-t-t--t-t--t-t--+-+-+-+-t-t--t-1
I !C >--+--<>--+--<>--+--<--+--+--+--+-+-+--+-+--+-+-+-+--+--+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-1
DI 'J•I I IC f--+-lf--+-lf--+-l-l--l-l--1-+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-I
:u l~ "j IH f--+-lf--+-lf--+-l-l--1-l--l-+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-I
1"1; tn I/ : ; ; f-+-1--+-11--+-1-+-t-+-t--+-t--+-t--+-+--+-+-t-t--t-t--+-+-t--t--t--t--t-t--t-1
11 0 f-+-f--+-lf--+-l-l--1-+-l-+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-I
I 0 t ~~io-+-t-+-+-+-+-+-+-+-+.........-+-+-+-+'-+-+"-+-+"""'1-t"""'l-t"""'l-t""'1-1
;c f-+-1--+-11--+-1-+-t-+-t--+-+--+-+--+-+--+-+-t-t--t-t--+-+-+-+-+-+-t-t--t-1
IC L......J..-L.......L......'---'---'---'--'---'--'---L.......l.---L.......1.--'--'--'--'--'--'-......._._......___,_........__._........__._........__.__._,
:;'.,~·;~::: IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
ll ...... ...... ......
' ,... ...
l
-......
~ . ~ \
... ....... ""'""'"
<
~
5 i ! 12
l l
' ! l 10 11 ll Ii 15 Ii
~
": ~;: ~ :r·J 11111111111111111111111111111 I I I
(il
~:, u, :~ I I IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
0
a -: :;':
s·
~
0 b a Id II
C11111 IV
p..
llol IIC ~t---r--it---r--i-+-t---.--t---.--t--.,.--+--.,.--+--..--+--..--+--..--+--.-+---.-+--.-+--.-+-....--i
::s • Nl di 11 0 >-+->--+--<>--+--<--+--+--+--+-+-+-+-+--+-+-+-+--+--+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-1
I 60 f-+-l--+-ll--+-l-l--l-l--l-+-+--+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-1
~
llol
I IC
1lO
130
f-+-l--+-ll--+-ll--+-l-+-t--+-t--+-+--+-+--+-+-t-t--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-1
>-+->--+--<>-+---<--+--+--+--+-+-+-+-+--+-+--+-+--+--+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-1
>-+->--+--<>-+---<--+--+---+-t-+-+-+-+--+-+--+-+--+--+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-1
~-
11 0 f-+-l--+-ll--+-ll--+-l-+-t--+-t--+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-1
- et u u 11 0 >-+->--+--<>-+---<---+-t---+-t-+-+-+-+--+-+--+-+-+-+-+-+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-1
d!II b I 0C f-+-l--+-ll--+-ll--+-l-+-t--+-+--+-+--+-+--+-+-t-t--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-1
;o >-+->--+--<>-+---<--+--+--+--+-+-+-+-+--+-+--+-+--+--+-+-+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-1
't:I 80 f-+-l--+-ll--+-ll--+-ll--+-l-+-+--+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-1
~
10 f-+-l--+-ll--+-ll--+-l-+-t--+-+--+-+-+-+-+-+-t-t--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-1
60 ~~~~~~~~~~~~~~~~
434
CATATAN PERSALINAN
••
Definisi
• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika
diletakkan di kanalis servikal dalam waktu maksimum kenaikannya hingga 32 mU/ menit.
> 12 jam, dapat memberikan efek dilatasi Umumnya, oksitosin I 0 unit diencerkan dalam
mekanik dan amniotomi pun dapat dilaku- lOOOcc cairan isotonik, konsentrasi 10 mU/cc.
kan. Selain itu, juga menstimulasi prosta- Uterus mulai berespon dalam 5 menit
glandin keluar (cervical ripening). setelah pemberian oksitosin dan steady state
Kateter Foley dan balloon devices : diletak- oksitosin di dalam plasma tercapai dalam
kan di dalam kanalis servikalis sehingga 30-45 menit. Tujuannya mempertahankan
dapat mendilatasi serviks, menggunakan kontraksi dalam frekuensi 3-4x/ 10 menit. Se-
ukuran 14-26 F, serta dikembangkan 30- hingga beberapa kasus butuh maintenance !>
80cc. 12 mU/menit.
Ketika sudah terjadi dilatasi serviks meng- Kerberhasilan induksi ini dipengaruhi oleh
gunakan kedua teknik di atas, induksi BM! rendah, dilatasi serviks, paritas, serta usia
dapat dilanjutkan dengan amniotomi dan/ gestasi. Efek sampinnya takisistol uterus (kon-
atau pemberian oksitosin. Efek samping traksi uterus >5 kali dalam 10 menit dalam
yang dapat terjadi adalah infeksi. Lakukan beberapa kali interval 10 menit), deselerasi de-
pengawasan pada fetus dan ibu (denyut nyut jantung janin, ruptur uterus, dan solusio
jantung, suhu). plasenta. Namun, pemberian dosis tinggi dan
lnfus dengan salin di ekstra-amnion - infus frekuensi peningkatan dosis lebih sering, akan
dengan NaCl 0 ,9% ke dalam ruang ekstra-am- mempercepat persalinan dan korioamnionitis
nion melalui kateter Foley (kecepatan: 30- lebih rendah.
40cc/jam). Teknik ini seefektif induksi dengan
protaglandin topikal, tidak ada perbedaan in- Prostaglandin
sidensi morbiditas infeksi pada fetus dan ibu . Dapat terjadi perubahan pada serviks,
Namun, beberapa studi mengatakan bahwa meningkatkan komplians, stimulasi kontraksi
dapat meningkatkan operasi sesar. uterus, dan induksi persalinan. Biasanya digu-
Amniotomi - keberhasilan amniotomi diten- nakan pada induksi persalinan dimana serviks
tukan dari kondisi serviks (dilatasi dan ef- unfavourable. Prostaglandin yang digunakan
facement; favorable servix), paritas ibu hamil. E,. F2 ,. dan E, analog (misoprostol). Dapat di-
dan penurunan presentasi. Efek samping yang berikan secara oral, intravagina, intraservikal,
dapat terjadi adalah prolaps/ kompresi tali atau intravena. Intraservikal dan intravagina.
pusat. korioamnionitis. Sebelum dan setelah efek sistemik lebih sedikit.
amniotomi, segera lakukan pemeriksaan DJJ. Berdasarkan meta-analisis, penggunaan
Kontraindikasi: infeksi HN. prostaglandin untuk ripening serviks dan in-
Pada ibu dengan serviks yang sesuai, da- duksi persalinan jauh lebih menguntungkan
lam 24 jam setelah amniotomi. dapat ter- dibandingkan oksitosin sendiri , diantaranya:
jadi persalinan Peningkatan keberhasilan persalinan
Amniotomi + infus oksitosin: lebih sedikit pervaginam dalam 24 jam
jumlah ibu yang tidak melahirkan dalam Penurunan insidensi sesar
24 jam (lebih cepat terjadinya persalinan). Penurunan risiko unfavourable serviks
dalam 48jam
2. Medikamentosa Mengurangi penggunaan epidural
Oksitosin (l-8 mU/ menit) - Pemberiannya de- Efek samping yang timbul adalah masalah
ngan infusion pump, biasanya dimulai dari rate gastrointestinal dan hipertonus uterus 437
paling rendah (1 -2 mU/ menit) dan dinaikkan (pada 1% perempuan dengan pemberian
bertahap dalam interval 10-30 menit dengan ~2mg intravagina). Pemberian prostaglan-
din direkomendasikan menjadi metode ada respon perbaikan dengan pemberian oksigen/
induksi lini pertama. reposisi ibu, perlu dilakukan operasi sesar. Oosis
oral lebih aman dibandingkan dengan intravagi-
Tata cara pemberian prostaglandin na. seperti pola abnormal dari OJJ dan terjadinya
Sediaan PGE 2, yang tersedia adalah gel (2,5 takisistol lebih sedikit. Namun, efficacy pemberian
cc mengandung 0.5 mg dinoprostone) dan tablet intravagina lebih bagus dibandingkan oral.
(pervaginam, berisi I Omg dinopristone).
Beberapa protokol mengatakan pemberian Estrogen, relaxin, dan antiprogrestogen
3 dosis dengan interval per 6 jam. Atau setelah (mifepristone)
pemberian single prostaglandin, 15 jam kemudian Relaxin: gel yang diberikan intravagina untuk
baru boleh diberikan infus oksitosin + amniotomi menginduks i cervical ripening, dosis: 1-4 mg.
Qika belum ada persalinan). Pemberian >3-4 dosis. Mifepristone: untuk ripening serviks. Bisa
hanya sedikit memberikan keuntungan. Samajuga melewati sawar plasenta (mengganggu meta-
dengan pemberian dengan interval 6 jam atau do- bolisme aldosteron dan glukokortikoid) , ha-
sis >4mg (gel) atau >6mg (tablet), tidak ada keun- ti-hati efek samping ke fetus. lndikasi pembe-
tungan dan hanya memberikan respon sedikit rian: pada !UFO (kematian fetus intrauterin).
pada beberapa ibu.
3. Metode tradisional
PGE , (misoprostol) - pemberiannya dapat in- Castor oil : dikonsumsi melalui peroral. Oapat
travagina. peroral, atau sublingual. Tidak boleh menstimulasi kontraksi dari usus halus dan be-
pada bekas SC atau ada parut uterus (miomekto- sar melalu efek otot halus dalam visera, yang
mi) . Awalnya. untuk terapi dan pencegahan ulkus mana dapat memberikan efek samping beru-
peptikum. Saal ini. digunakan untuk membantu pa stimulasi aktivitas uterus, diare profus. dan
kontraksi uterus (induksi persalinan) , cervical kram abdomen. Keamanannya hingga saat ini
ripening. dan dapat pula bersifat mengugurkan . belum diketahui pasti.
Misoprostol lebih murah dan sangat mudah dida- Akupuntur
patkan daripada prostaglandin lainnya. Pengobatan herbal: produk yang mengan-
dung derivatif ergot dikatakan dapat mensti-
Tata cara pemberian misoprostol mulasi persalinan. Selain itu, efek dari daun teh
Sediaan: tablet I 00 mcg. 200 mcg. Oasis: rasberry. Namun, belum ada bukti yang kuat.
25 µg . 50 µg (diberikan per 4 jam intravagina, Stimulasi puting susu dan payudara : men-
maksimal 5 dos is), I 00 µg (dosis tunggal a tau stimulasi pengeluaran oksitosin dari hipofisis
diulang). Oasis awal pemberian misoprostol untuk posterior. Beberapa laporan kasus, didapatkan
induksi dan cervical ripening adalah 25 µg (tab- bahwa stimulasi puling susu dapat menye-
let I 00 atau 200 mcg, dibelah beberapa bagian). babkan hipertonus uterus (takisistol) dan bra-
Frekuensi pemberian setiap 3-6 jam. Oksitosin dikardiajanin sehingga perlu dilakukan penga-
boleh diberikan dengan selang waktu > 4 jam dari wasan terhadap janin yang ketat.
pemberian terakhir dosis misoprostol. Hubungan seksual : semen kaya akan prosta-
Hati-hati pemberian > 50 µg . dapat menimbul- glandin. namun hanya sedikit bukti yang men-
kan efek samping bagi ibu dan fetus. Efek sam- dukung hubungan seks dapat meningkatkan
ping: hipertonus uterus, deselerasi denyut jantung cervical ripening.
janin, perdarahan post-partum. cairan amnion ter-
campur mekonium. Selain itu, jika diberikan pada Tata Laksana Gaga! Induksi
ibu dengan riwayat sesar atau operasi uterus, Rekomendasi dari NICE, jika induksi gaga!, tata laksa-
dapat menyebabkan ruptur uterus. na selanjutnya:
Jika terjadi takisistol. OJJ masuk katagori Ill Metode induksi lain (tergantung dari situasi klinik
(pola sinusoid, tidak ada baseline variabilitas, tan- dan keinginan ibu)
da: late deselerasi berulang/bradikardia). dan tidak Operasi sesar
Multipara: I mg- I mg 2 mg
Jika dalam 2 jam tidak ada perubahan, harus siklus pemberian PGE 2 controlled-released pessary (l 0
langsung sesar. mg) selama 24 jam. Atau dilatasi serviks tidak mening-
kat dari 3 cm setelah pemberian oksitosin adekuat (6
Dimana dan Kapan Memulai Induksi jam setelah rate infus maksimal). Bisa menyebabkan
Kompetensi induksi persalinan adalah kompetensi ruptur uterus, infeksi, status asam-basa fetus tergang-
3. Dokter umum diharapkan dapat memberikan tata gu , dll
laksana awal dan segera merujuk pasien ke Spesi- Cord prolapse
alis Obstetri & Ginekologi. Boleh dilakukan di mana Solusio plasenta
ada personel dan peralatan yang lengkap untuk bisa !bu: hiponatremia, hiperstimulasi uterus, dan per-
melakukan pengawasan bagi fetus dan ibu. Normal- darahan post-partum
nya, kontraksi uterus dapat terjadi sesuai dengan ira- Fetus: prematur, hiperbilirubinemia.
ma sirkadian, yaitu antarajam 10-12 malam. Sehingga
mulainya pemberian induksi di waktu tersebut dapat Sumber bacaan:
memberikan peluang keberhasilan yang lebih besar I. Hayman R. Induction of Jabour. Dalam: Lu esley OM .
dibandingkan waktu lain. Namun, hingga saat ini be- Baker PN. penyunting. Obstetrics and gynaecology evi-
lum ada data yang mendukung hipotesis tersebut. dence-based text for MRCOG. Edisi ke-2. London: Hodder
Arnold: 20 I 0. h.341 -54.
Komplikasi 2. Moeloek FA. Nuranna L. Wibowo N. Purbadi S. lnduksi
Gaga! induksi persalinan. Dalam: Standar pelayanan medik obstetri dan
Berdasarkan guideline dari NICE, gaga! induksi ginekologi. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indone-
didefinisikan jika setelah pemberian 1 siklus (pembe- sia (POGJ) . Jakarta POGI: 2003.
rian 2 kali dengan PGE 2 tab (3 mg) atau gel (1-2 mg) 3. Ramirez M. Ramin S. Induction of Jabour. ACOG Practi ce
dengan interval 6 jam) tidak terjadi persalinan. Atau l Bulletin No. I 07. Obstet Gynecol. 2009: I 14:386-97.
'
Definisi
• Dyah Paramita Wardhani. I Putu Gede Kayika
ACOG:
dosis inisial 30 mg.
Lanjut. I 0-20mg.
setiap 4-6 jam
Penyekat Indometasin Loading dose: 30mg Gangguan ginjal. Mual , heartburn Penu tupan
sintesis per rektal atau 50- he par duktus arteriosus.
prostaglandin I OOmg PO. Lanjut, hipertensi
25-50mg PO setiap 6 pu lmonal,
jam. selama 2 hari fu ngsi ginjal s:::
n:s
menurun dengan
oligohidramnion
....s:::
'iU
(reversibel). Cl)
M
perdarahan Q)
intraventriku lar. 0..
hiperbili rubinemia.
n:s
't'l
NEC n:s
P..
Ketorolak Loading dose: 60 mg Ulkus peptikum s:::
IM. Lanjut. 30 mg IM aktif n:s
....n:ss:::
ulindac
setiap 6 jam. selama
2 hari.
Keterangan: RCOG. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists: AGOG. American College of Obstetricians and Gynecologists.
Sumber Bacaan: 2. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG).
I. Mochtar AB. Persalinan preterm. Dalam: Saifuddin AB. Tocolysis for women in preterm labour. Green-top guide-
Rachimhadhi T. Wiknjosastro GH. penyunting. Ilmu ke- line No. l B. London: RCOG: 20 l I.
bidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Praw- 3. Thorp JM. Management of preterm labor. ACOG Practice
irohardjo: 2008. h.667-75. Bulletin No 43. Obstet Gynecol. 2003: !Ol:l039-47.
••
Definisi
• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika
443
172 Perdarahan Antepartum
Komptterui m
••
Definisi
• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika
•
Deflntgjld: 201 o. h.315-28.
Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika
susu
Perdarahan postpartum atau pasca persalinan Pemberian oksitosin dan turunan ergot secara
(PPP) adalah perdarahan >500 cc dari traktus IM, N, atau SC
genitalia setelah bayi lahir. PPP bukan diagnosis, harus Pemberian derivat prostaglandin F2 a
dicari penyebabnya. seperti atonia uteri, robeknya (carboprost tromethamine). Namun. obat ini
jalan lahir, sisa plasenta, gangguan pembekuan darah. belum tersedia di Indonesia
Pascapersalinan disebut aman jika kesadaran, tanda Pemberian misoprostol 800-1000 µ g per
vital, kontraksi uterus baik, dan tidak ada perdarahan. rektal
Kompresi bimanual eksterna/interna
KlasifLkasi Kompresi aorta abdominalis
PPP primer jika terjadi dalam 24 jam pertama. Pemasangan tampon kondom. Kondom di
Penyebab tersering adalah atonia, sisa plasenta, kavum uteri disambungkan ke kateter, fiksasi
robekanjalan lahir, dan inversio uteri. Jika perdarahan dengan karet gelang dan diisi cairan infus 200
<500 cc, namun telah menyebabkan syok hipovolemia, cc (akan mengurangi perdarahan) . Tindakan
tetap dikatakan perdarahan paska persalinan primer. ini hanya bersifat sementara sebelum tindakan
PPP sekunder terjadi setelah 24 jam, namun masih bedah di RS rujukan.
dalam 6 minggu awal setelah persalinan. Penyebab Bila tindakan di atas gaga!, laparotomi
tersering akibat sisa plasenta. Perdarahan dikatakan pilihannya dengan tetap mempertahankan
masif jika darah yang hilang;,, 1000 , 1500, atau 2500 uterus atau histerektomi.
cc.
Robekan Jalan Lahir
Etiologi Terjadi karena episiotomi, robekan spontan
Penyebab perdarahan postpartum primer paling perineum, trauma forseps/ekstraksi vakum, atau
sering adalah atonia uteri, diikuti trauma traktus
genitalia. Sedangkan perdarahan postpartum
Tabel 1. Dosis Uterotonika
sekunder. mayoritas akibat sisa plasenta dan
endometritis.
Utt•rotonika RutP Dos is
pemberian
Atonia Uteri
Adalah lemahnya kontraksi uterus sehingga
Simocinon lV Oasis bolus 5 JU.
perdarahan dari tempat implantasi plasenta tidak bisa (oksitosin) Dilajutkan. drip
tertutup. Dapat dilakukan pencegahan dengan: 40 IU dalam 40 cc
manajemen aktif kala III cairan salin . 10 eel
pemberian misoprostol 2-3 tab PO {400-600 µif) jam Qika perlu)
setelah bayi lahir
Jika fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
dan kontraksi tidak bagus, perdarahan banyak, curiga Sintometrin IM I cc
174 •
Kompl;'tcnsi IV Trauma Persalinan
11
•• '
Definisi Klasifikasi
Trauma yang terjadi di jalan lahir selama persalinan. Trauma di perineum dibagi menjadi 4 derajat, yaitu:
Derajat I: di kulit perineum saja
Trauma Perineum Derajat 2: di perineum, otot perineum,
Umumnya, terjadi pada ibu yang baru melahirkan Derajat 3a: hingga mengenai sfingter ani eksterna
pertama kali, angka kejadian hingga 90%, dengan epi- <50%
siotomi 40-60%. Luka di perineum dapat menyebab- Derajat 3b: hingga sfingter ani ekterna >50%
kan nyeri. dispareunia, hingga disfungsi psikoseksual. Derajat 3c: hingga sfingter ani interna dan hampir 447
seluruh sfingter ani ekterna
Derajat 4: hingga mengenai mukosa rektum.
Faktor Risiko turun (descent) saat kala II pasif kemudian diper-
Bayi besar, persalinan lama, persalinan dengan timbangkan untuk induksi (augmentation) dengan
bantuan alat (contoh: forcep). Terdapat beberapa usa- oksitosin pada ibu nullipara. Namun, ha! ini masih
ha untuk mengurangi terjadinya risiko trauma perine- dievaluasi antara risiko dan keuntungannya.
a! dengan derajat yang semakin besar, diantaranya:
Episiotomi Analgesik epidural dan kala II laten
Rekomendasi dari NICE berdasarkan buk- Analgesik epidural dikatakan berkaitan de-
ti-bukti dengan evidence tinggi mengatakan bah- ngan peningkatan risiko persalinan pervaginam
wa episiotomi yang dilakukan secara rutin tidak menggunakan alat, hal ini yang dapat meningkat-
terlalu menguntungkan untuk jangka pendek/ kan risiko terjadinya trauma perineum.
panjang bagi ibu dibandingkan tidak melakukan
episiotomi. Namun, beberapa sumber menyatakan, Ruptur Uterus
tidak dilakukannya episiotomi (restricted episioto- Penyebab tersering dari ruptur uterus adalah
my) juga dapat menyebabkan trauma vagina ante- pemisahan skar histerektomi dari operasi sesar
rior dan trauma perineum yang berat (derajat 3-4). sebelumnya. Faktor prediposisi lainnya adalah
NICE memberikan pernyataan kembali, jika kuretase, perforasi, atau miomektomi. Selain itu,
akhirnya dilakukan episiotomi, sebaiknya meng- induksi dengan oksitosin untuk menstimulasi
gunakan teknik episiotomi mediolateral dari uterus yang berlebihan/tidak sesuai juga dapat
vaginal fourchette dan biasanya menuju ke sisi menyebabkan ruptur uterus.
kanan. Sudut dari aksis vertikal diantara 4 5-60° Ruptur uterus juga bisa disebabkan trauma
ketika episiotomi dilakukan. Episiotomi midline (traumatic rupture), seperti trauma abdomen
dapat meningkatkan risiko trauma yang semakin (blunt trauma), akibat forcep , janin besar karena
meluas. Namun, episiotomi mediolateral pun juga hidrosefalus. Umunya, trauma tumpul pada uterus
tidak menunjukkan penurunan insidensi robekan jarang menyebabkan uterus ruptur. Namun, pada
derajat 3. perempuan hamil, trauma apapun yang mengenai
Persalinan normal (tanpa alat bantu) abdomen, harus diwaspadai terjadinya ruptur ute-
Beberapa minggu sebelum melahirkan, rus dan solusio plasenta.
melakukan pemijatan pada daerah perineum dapat Ruptur uterus juga bisa terjadi secara spontan.
melindungi dari trauma perineum pada nullipara. Angka kejadiannya I: 15000 kelahiran. Biasanya
Mode of delivery (metode persalinan) terjadi pada ibu dengan paritas tinggi. Terutama
Persalinan dengan sesar elektif serta berku- pada ibu paritas tinggi dan menggunakan induk-
rangnya persalinan pervaginam dengan bantuan si oksitosin. Obat-obat uterogenik lainnya, selain
alat dapat menurunkan insidensi trauma perine- oksitosin pun, dapat menyebabkan ruptur (tablet
um. Proses melahirkan secara spontan dikatakan vaginal prostaglandin E, atau gel prostaglandin
lebih sedikit menyebabkan trauma sfingter ani E,).
dibandingkan dengan forcep.
Ketika akhirnya diputuskan melakukan per- Sumber Bacaan:
salinan pervaginam dengan bantuan alat, maka I. Kean L. Perinea! trauma. Dalam: Luesley OM. Baker PN.
dianjurkan untuk melakukan episiotomi dahulu, penyunting. Obstetrics and gynaecology evidence-based
terutama pada nu Iii para dan menggunakan forcep. text for MRCOG. Edisi ke-2. London: Hodder Arnold: 20 I 0.
h.447-52.
Dibandingkan persalinan pervaginam dengan alat
2. Cunningham F. Leveno K, Bloom S. Spong CY. Dashe J.
yang dikatakan meningkatkan risiko trauma, lebih
penyunting. William obstetrics. Edisi ke-24. Philadelphia:
dianjurkan untuk menunggu hingga kepala bayi McGraw-Hill: 2014.
448
175 •
Komretensl JV - Infeksi Intrapartum
•• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika
450
Masa Nifas
Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika
v
I
---1----Hari pertama
~-T----Hari kedua
451
~----1--1Hari kesepuluh
Gambar 1. Perubahan lnvolusi Uterus, Tinggi dan Ukuran, dalam IO Hari Pertama
Postpartum (Sumber: Current Diagnosis and Treatments in Obstetrics and Gynecology)
rongga pelvis dan beratnya sekitar 300 gram. Banyak minum 1500 cc / hari, makanan tambahan
3. Setelah 6 minggu, uterus kembali ke ukuran mencapai 21 00 kkal/hari untuk memenuhi
normal dan beratnya ,;; 100 gram. kebutuhan selama menyusui;
Mobilisasi dilakukan pada hari pertama setelah
Penilaian Lakia melahirkan. Dapat mengurangi masalah miksi dan
Lakia adalah cairan normal yang keluar setelah defekasi;
melahirkan (uterine discharge) berisi eritrosit, Pemeriksaan tinggi fundus, kondisi umum, tanda
desidua, sel epitel, dan bakteri. Jenis-jenis lokia, yaitu: vital, dan keluhan lain;
1. Lakia rubra {darah, sisa jaringan, dan desidua) Pemberian tablet besi karena 50% ibu hamil dan
- dalam beberapa jam pertama, darah mengalir bersalin di Indonesia mengalami anemia;
keluar. Kemudian dalam 3-4 hari pertama, jumlah Rujuk bila ada komplikasi saat nifas.
cairan akan berkurang secara perlahan dan
berubah warna menjadi merah kecoklatan. Perawatan Luka Episiotomi
2. Lakia serosa - setelah 3-4 hari, serosa menjadi Jika episiotomi midline, tidak melebihi otot
mukopurulen, warna menjadi lebih muda, dan perineum transversal, daerah tersebut dijaga
tidak berbau. supaya tetap bersih dan kering serta diberikan
3. Lakia alba (leukosit dan sel desidua yang analgesik OAINS
berdegenerasi) - setelah 10 hari atau 2-3 minggu Pada pasien dengan robekan derahat 3-4,
setelah melahirkan. lokia akan menjadi lebih episiotomi meluas. atau episiotomi mediolateral,
kental, mukoid, dan warna putih agak kuning. biasanya perlu analgesik lebih kuat.
4. Produksi lokia akan bertahan hingga minggu ke- Jika ada edema, dikompres dengan air dingin/
4. ice pack atau dengan sizt bath {berendam dengan
5. Selama minggu ke-5 dan -6 postpartum, sekresi air hangat/dingin) pada waktu di rumah untuk
lokia sudah jauh berkurang dan berhenti di mengurangi pembengkakan dan nyeri.
minggu ke-8. Boleh diberikan obat untuk melembutkan feses.
Edukasi kepada ibu untuk tidak melakukan
Program Masa Nifas aktivitas yang berat <lulu, seperti mengangkat
Program-program tersebut meliputi pencegahan, barang yang berat.
deteksi dini, dan pengobatan penyakit atau
komplikasi; konseling pemberian AS! dan perawatan Perawatan Setelah Operasi Sesar
bayi; penjarangan kehamilan; imunisasi; dan nutrisi Setelah operasi sesar, dilakukan pengawasan
bagi ibu. terhadap jalan napas {dapat bernapas tanpa
Konseling mengenai kontrasepsi selama masa ini bantuan), kardiorespirasi stab ii a tau tidak
diperlukan. Bila ibu melakukan pemberian AS! ekslusif (frekuensi napas, frekuensi nadi, tekanan darah) ,
selama 6 bulan, tanpa diselingi PAS!, pemberian nyeri, dan pengaruh sedasi (dapat berkomunikasi).
8-1Ox/hari dapat mendapatkan efek kontrasepsi Dilakukan observasi setiap 30 menit selama 2 jam.
amenore laktasi. Setelahnya, kontrasepsi lain. seperti Selanjutnya. setiap jam.
pi! progestin, DMPA. AKDR, metode barier. Pemberian analgesik - NSAID dapat diberikan
Pelayanan diberikan berdasarkan kebutuhan. sebagai analgesik tambahan dan dapat mengurangi
Biasanya menggunakanjadwal waktu "6 jam, 6 hari, 6 kebutuhan dari analgesik opioid.
minggu, 6 bulan" untuk menentukan waktu kritis bagi 6. Makan dan minum (intake oral) sedini mungkin.
pengenalan, pemenuhan kebutuhan, dan penegakan Jika proses pemulihan baik dan tidak ada
komplikasi. komplikasi setelah operasi sesar, boleh makan
dan minum ketika merasa lapar/ haus. Pemberian
Tata Laksana dan Konseling asupan oral sedini mungkin, berhubungan dengan
!bu perlu istirahat yang cukup 8-12 jam/hari; berkurangnya waktu untuk rawat inap di rumah
452
'
177 •
K{1mpelensi !VA Manajemen Laktasi
11
•• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika
178
Kompetens1 IIIA
Masalah pada Menyusui
11
•• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika
Menyusui adalah proses fisiologi normal yang menarik puting keluar. Yang perlu diingat bahwa bayi
terjadi pada seorang ibu sehingga diperlukan tidak mengisap puting, namun areola.
kemampuan beradaptasi dari ibu dan bayi ketika
proses ini berlangsung. Apabila tidak timbul masalah B. Puting Lecet
selama proses ini berlangsung dan keduanya mampu Penyebab tersering adalah karena perlekatan bayi
beradaptasi, proses menyusui akan berjalan dengan dan ibu yang salah saat menyusui. Namun, bisa juga
baik. Namun, beberapa ibu mengalami gangguan akibat infeksi Candida.
pada masa tersebut. Masalah-masalah berikut di Cek perlekatan sudah benar atau belum: 455
payudara yang mungkin bisa timbul selama proses • Periksakan adakah infeksi Candida (kulit merah,
pemberian AS!. berkilat, nyeri);
• Jika luka tidak terlalu nyeri, tetap lanjutkan
A. Puting Terbenam pemberian AS!. Jika nyeri sekali, perah AS!;
Puting terbenam setelah melahirkan dapat ditarik Oleskan puting dengan AS!, biarkan kering;
dengan nipple puller sesaat sebelum menyusui. • Jangan pernah mencuci daerah areola dan puting
Sebelum AS! keluar dari puting, areola segera dengan sabun.
dimasukkan ke mulut bayi sehingga bayi dapat
Bendungan Payudara pembesaran payudara (mastitis obstruktif). Hal ini
Hal ini terjadi karena adanya peningkatan aliran dapat berkembang menjadi mastitis infektif. Pada
vena dan limfe di payudara sehingga penyebabnya intinya. terjadi akibat sumbatan saluran susu atau
bukan karena overdistensi dari saluran laktasi. pengeluaran AS! tidak baik.
Jika terdapat bendungan payudara dan ibu
memberikan AS! kepada bayi, beberapa hal yang Faktor Risiko
perlu diperhatikan: Lima faktor yang berkaitan dengan pembesaran
Usahakan memberikan AS! lebih sering; payudara (breast engorgement). yaitu:
Berikan susu dari kedua payudara, jangan hanya I. Penundaan pemberian AS! di awal.
satu payudara saja; 2. Jarang memberikan AS!.
Sebelum menyusui, kompres hangat dahulu 3. Keterbatasan waktu pemberian AS!.
kedua payudara; 4. Keterlambatan perubahan dari kolostrum menjadi
Untuk permulaan menyusui. dibantu dengan susu.
memijat payudara: 5. Kebiasaan pemberian makanan pendamping
Sangga payudara; lainnya.
Diantara waktu menyusui, lakukan kompres Jika bisa menghindari kelima faktor di atas.
dingin pada payudara; insidensi masalah akan berkurang.
Jika demam atau nyeri, minum parasetamol 500
mg PO per 4 jam; Tata Laksana
Evaluasi untuk mengetahui hasilnya setelah 3 Terapi yang paling efektif saat ini adalah
hari. menggunakan agen antiinflamasi. Intervensi lainnya.
Jika ibu tidak memberikan AS!: seperti pemakaian daun kembang kol. penggunaan
Sangga payudara; gel packs. serta terapi ultrasound menunjukkan
Lakukan kompres dingin pada kedua payudara perbaikan dari gejala. namun hasilnya tidak terlalu
untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit: berbeda dengan pemberian plasebo. Berdasarkan
Berikan parasetamol 500 mg P0/4 jam. jika postulat, perbaikan ini merupakan efek sekunder dari
demam: pemijatan dan warming secara flsik ke payudara.
Tidak boleh dipijat atau kompres hangat pada
payudara; Komplikasi
Kosongkan dan pompa payudara; Komplikasi dari pembengkakan payudara
Bebat payudara. (breast engorgement) adalah mastitis terinfeksi, jika
terjadi infeksi. Penyebab yang paling sering adalah
C. Mastitis Staphylococcus aureus. Lainnya. Staphylococcus
Definisi epidermidis, Streptokokus beta hemolitikus grup A. B,
Mastalgia adalah nyeri yang terjad i pada dan F; Haemophilus influenza: dan E.coli.
payudara. Pada minggu pertama setelah melahirkan, Tata laksananya dengan pemberian antibiotik yang
banyak ibu yang tiba-tiba memilih untuk tidak mau dapat melawan bakteri yang bisa menghasilkan beta-
menyusui kembali akibat mastalgia ini. Mastalgia laktamase dan jangan lupa umuk memberi dukungan
memang penyebab ketiga tersering yang membuat kepada ibu untuk tetap menyusui atau memberikan
ibu berhenti menyusui, mencapai sekitar 24%. air susu secara manual.
Sementara itu, mastitis adalah peradangan payudara
yang terjadi saat masa nifas atau hingga 3 minggu Tata Laksana Mastitis
setelah bersalin. Kompres hangat;
Masase punggung untuk merangsang pengeluaran
Etiologi dan Patofisiologi oksitosin agar AS! menetes ke luar:
Penyebab timbulnya kondisi ini akibat Istirahat, pemberian antibiotik dan analgetik.
456
ketidakseimbangan antara susu yang diproduksi dan
konsumsi susu oleh si bayi. Ketika susu yang dihasilkan Payudara Tegang/Indurasi dan Kemerahan
melebihi dari kebutuhan si bayi, celah alveolus Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama I 0 hari.
di daerah payudara menjadi membesar sehingga Keluhan akan berkurang. kecuali sudah terbentuk
payudara menjadi terasa hangat, bengkak. dan abses;
nyeri. Pembengkakan ini menyebabkan penyempitan Sangga payudara:
pada kapiler-kapiler darah sehingga meningkatkan Lakukan kompres dingin di kedua payudara:
tekanan arteri di payudara. menyebabkan kompresi Parasetamol 500 mg P0/4 jam, jika demam atau
pada jaringan ikat dan penurunan drainase limfatik. nyeri;
Kemudian, akan menyebabkan pembengkakan dan !bu tetap harus menyusui bayinya walau ada pus;
Evaluasi pengobatan setelah 3 hari.
superfisial, biasanya lebih dipilih melakukan insisi
Abses Payudara superfisial sedangkan abses yang dalam didrainasenya
Walaupun jarang terjadi serta prevalensi lebih melalui insisi radial.
masalah ini tidak dipublikasikan secara jelas, Langkah drainase abses payudara:
namun diperkirakan angka kejadiannya 0, 1%. Abses Perlu anestesi umum (ketamin);
payudara biasanya umum terjadi pada perempuan Insisi radial dari tengah dekat pinggir areola ke
dengan usia di atas 30 tahun, primipara, dan tepi supaya tidak memotong saluran laktasi;
pernah mastitis sebelumnya. Insidens sekitar 5-11 %. Pecahkan kantung pus dengan klem jaringan atau
Umumnya terjadi akibat tidak adekuatnya terapi jari;
mas ti tis. Memasang tampon dan drain. Kemudian, angkat
Pencegahan abses dapat dilakukan, yaitu dengan setelah 1 hari;
menghindari terjadinya stasis pada air susu. Tidak Pemberian kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama
seperti pada mastitis yang terinfe ksi, pada abses 10 hari;
payudara banyak yang merekomendasikan untuk Sangga payudara;
menghentikan pemberian AS! dari payudara yang Kompres dingin kedua payudara;
terkena abses ketika pus mengalir dari puling. Minumkan parasetamol 500 mg P0 / 4 jam, jika
demam;
Diagnosis !bu anjurkan tetap memberikan AS! walau ada pus;
Jika terdapat masa padat, memerah, mengeras di Evaluasi pengobatan setelah 3 hari.
bawah kulit, perlu dipikirkan abses payudara.
Sumber Bacaan
Tata Laksana I. Thompso n-Peter J. Postpartum pyrexia. Dalam: Luesley
Pilihan terapi untuk abses payudara adalah DM. Baker PN, penyunt ing. Obstetrics and gy naecology
dengan drainase dengan anestesi umum atau evidence-based text for MRCOG. Edisi ke-2. London:
menggunakan aspirasi jarum denganltanpa panduan Hodder Arno ld: 20 10. h.501 -3.
USG. Kemudian, diberikan antibiotik spektrum luas. 2. Departemen Kesehatan RI. Infeks i nifas . Dalam: Waspodo
Jika diputuskan untuk melakukan drainase, D. Madjid OA. Wiknyosastro G, Had ijono S, Kosim S, Sarosa
ternyata pemilihan teknik insisi masih menjadi GI. dkk. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri neo natal
perdebatan, antara insisi sirkumferensial eme rgensi dasar. Ja karta: Departemen Kesehatan RI: 2005.
(memberikan hasil secara kosmetik yang sangat h.36-40.
baik) atau insisi radial (memberikan risiko kerusakan
yang lebih kecil pada duktus laktiferus) . Pada abses
179
KompetC"nsi llIA Postpartum Blues
11
•• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika
Gangguan mood yang terjadi setelah melahirkan pada hari ke 4-5 dan menghilang pada hari ke I 0.
(sindrom psikiatri postnatal) dibagi menjadi tiga, Tidak berkaitan dengan gangguan metabolik atau
yaitu baby blues, post-natal depression, dan psikosis endokrinologi. Baby blues. mayoritas terjadi pada
puerpuralis. Biasanya bersifat sementara dan ringan. perempuan yang baru pertama kali melahirkan dan
tidak memiliki riwayat gangguan psikiatri sebelumnya. 457
Definisi
Postpartum blues (baby blues), istilah yang Etiologi dan Gejala
digunakan untuk mendeskripsikan perasaan sedih, Faktor-faktor yang diduga dapat memicu kondisi
cemas, dan irritable sementara yang dapat terjadi ini adalah kurang tidur, hospitalisasi, nyeri, hormon,
pada beberapa hari awal setelah melahirkan (minggu serta perubahan sosial dan psikologis yang terjadi
pertama). setelah melahirkan. Gejala yang ditemukan adalah
Epidemiologi disforia, mood irritable, labil, banyak menangis, cemas,
Prevalensi gangguan ini sebesar 30-85%. Kondisi dan insomnia.
ini bisa hilang dengan sendirinya. Puncaknya
Tata Laksana
menunjukkan perbaikan harus dimulai asesmen
Terapi suportif dan reassurance, bekerja sama
terhadap depresi postnatal. Dapat dirujuk ke
antara keluarga dan petugas kesehatan, untuk
Spesialis Kedokteran Jiwa.
menciptakan suasana yang dapat mendukung ibu;
Terapi medikamentosa tidak diindikasikan karena
Sumber Bacaan
gangguan ini termasuk swasirna;
I. Thompson-Peter J. Disturbed mood. Luesley DM. Baker PN.
Namun, hati-hatijika kondisi ini bertahan hingga di penyunting. Obstetrics and gynaecology evide nce-based
atas l 0- l 4 hari dan memiliki masalah pernikahan text for MRCOG. Edisi ke-2. London: Hodder Arnold: 20 I 0.
karena dapat meningkatkan risiko untuk terjadi h.504 -5.
psikosis puerpuralis. Rekomendasi dari NICE, 2. Sadock BJ. Sadock VA. Ruiz P. penyuting. Postpartum
dalam 10-14 hari harus dikonfirmasi bahwa psychiatric syndromes. Dalam: Kaplan & Sadock"s synopsis
gejala-gejala tersebut sudah membaik, jika tidak of psychiatry: behavioural/clinical psychiatry. Edisi ke-11.
New York: Lippincott William & Wilki ns; 2014.
458
180 Distosia Babu
••
l\omrdensl IIIB
Definisi
• Gracia Lilihata, Damar Prasmusinto
b
460
Rubin II
l !
0i 0
Rubin JI+
~
Woodscorkscrew
terbalik
Woodscorkscrew
••
•
Persalinan dengan ekstraksi cunam populer di- Bilah
Gracia Lilihata, Damar Prasrnusinto
gunakan untuk menolong persalinan yang sulit dan Bilah merupakan bagian yang berfungsi untuk me-
berhasil menyelamatkan banyak nyawa ibu dan janin. megang kepala janin, terdiri atas dua bilah logam,
terutama pada masa sebelum operasi caesar atau masing-masing yaitu bilah sisi kiri dan sisi kanan
ekstraksi vakum ditemukan. Ekstraksi cunam dan eks- bergantung pada sisi ibu tempat digunakannya. Bi-
traksi vakum bersama-sama disebut kelompok persa- tah dapat berbentuk oval atau elips, dan dirancang
linan per vaginam operatif. dengan kelengkungan tertentu agar sesuai dengan
Seiring dengan perkembangan fasilitas operasi kepala janin dan lengkungan pelvis ibu.
caesar, alat pemantauan janin intrauterin dan re- Shank (tangkai)
susitasi, serta persaingannya dengan metode ekstrak- Tangkai menghubungkan bilah dengan pegangan
si vakum. penggunaan ekstraksi cunam kini menurun Artikulasi
dengan signifikan. Data menunjukkan 5% dari per- Artikulasi merupakan penghubung antara kedua
salinan normal merupakan persalinan pervaginam bilah, dapat menyilang ditengah atau sejajar, ada
operatif. dan kurang dari seperempatnya merupakan yang terkunci dan ada yang dapat digeser dengan
462 be bas.
persalinan dengan ekstraksi cunam.
Penurunan ini sebagian disebabkan, pada ekstrak- Pegangan
si cunam, pengetahuan dan keterampilan yang diper- Pegangan merupakan tempat penolong persalinan
lukan lebih kompleks dan bersifat lebih traumatik memegang cunam dan melakukan traksi.
pada jalan lahir ibu. (sudah tidak boleh lagi)
Perbandingkan kekurangan dan kelebihan eks- Cunam terus mengalami modifikasi hingga kini
traksi cunam dibandingkan ekstraksi vakum dapat terdaftar ratusan jenis cunam. Beberapa jenis cunam
dilihat pada Tabel I. Perbandingan Kelebihan dan yang paling sering digunakan adalah sebagai berikut
Kekurangan Ekstraksi Vakum dan Ekstraksi Cunam I. Cunam Simpson
di BAB "Ekstraksi Vakum". Merupakan cunam yang paling sering digunakan,
terutama untuk persalinan oudet dan low. Memi-
Jenis-Jenis Cunam liki lengkungan kepala yang terelongasi panjang
Sebuah cunam terdiri atas dua sisi, yaitu sisi kiri dan sehingga sesuai digunakan bila terjadi molding
kanan, dan terdiri atas empat komponen yaitu bilah, kepala janin yang menyebabkan kepala menjadi
tangkai, artikulasi, serta pegangannya. lebih panjang.
Bilah-- - - - -
K< l<•hihan
1
Kt•ku1 angan KPIPhih._1n KPku1 angan
Resiko trauma
Resiko trauma perineum pada Tidak dapat digunakan umuk Dapat digunakan pada
kraniofasialis (falsi pasialis
ibu lebih rendah merocasi janin malapresentasi ringan
atau ekstraokular)
(oks iput posterior. defleksi
ringan. atau asintilisasi)
Sinergis dengan dorongan
dari ibu
Dapat digunakan untuk
Trauma kraniofasial lebih melahirkan kepala
sedikit pada after coming head
presentasi bokong
Obesitas
Gambar 1. Titik Pi vot untuk Pemasa ngan Ma ngkok Va kum dan Arah Traksi
Kepala tidak turun setelah traksi selama 30 menit dan koagulasi juga harus diperiksa tiap 4 jam. Bila ter-
Kepala tidak turun setelah dilakukan traksi seba- jadi syok, rawat di ruang perawatan intensif neonatus
nyak 3 kali dan siapkan transfusi darah.
Mangkok terlepas sebanyak 3 kali Kaput suksadenum adalah komplikasi yang sangat
Bradikardi janin berat (gawat janin) sering terjadi namun tidak berbahaya. Tampak seperti
benjolan berbatas tegas dan teraba padat pada tempat
Bila terjadi bradikardi janin berat, segera lanjut- mangkok vakum terpasang. dapat menyeberangi sutu-
kan dengan sectio casarea. Bila tidak tersedia fasilitas, ra, namun akan menghilang sendiri setelah 48-72 jam
lakukan resusitasi intrauterin dengan memberikan Sefal hematom adalah perdarahan di bawah peri-
tokolisis, oksigen, cairan dan posisikan ibu berbaring osteum, berbatas tegas, tidak menyeberangi sutura
pada sisi kiri sambil dirujuk ke fasilitas yang lebih dan biasanya terjadi di atas tulang parietal. Perdara-
lengkap. han ini tidak berbahaya. semakin besar pada 24 jam
Kegagalan ekstraksi vakum dapat disebabkan pertama, dan akan menghilang dalam 2-3 minggu.
karena berbagai faktor, seperti kesalahan teknik, Bayi yang lahir dengan ekstraksi vakum tidak ter-
adanya disproporsi sefalopelvik, kesalahan pemilihan bukti memiliki gangguan neurologis maupun intelek-
jenis dan ukuran mangkok, jaringan vagina yang ter- tual dibandingkan bayi yang lahir secara normal.
jepit di antara mangkok dan kulit kepala. atau penem-
patan mangkok yang tidak tepat pada titik pivot. Sumber Bacaan:
I. Keriakos R. Suguma r S. Hilal N. Instrumental vagi-
Komplikasi nal delivery-- back to basics. J Obstet Gynaecol. 20 13
Nov:33 (8): 78 l -6 .
Kematian janin jarang terjadi. sekitar 0.1-3 kasus
2. Putta LV. Spe ncer JP. Ass isted vagina l de li very using
468 I 1000 prosedur. Komplikasi yang sering terjadi
the vacuum extrac tion. Am Fam Phys icia n. 2000 Sep
adalah trauma pada kulit kepala, seperti memar,
1:62 (6) :13 16-20.
laserasi, kaput suksadenum, sefalhematom dan 3. Cargill YM . M acKinnon CJ (principal authors). Guidelines
perdarahan subgaleal. for operative vaginal birth. Society of Obstetricians and
Perdarahan subgaleal adalah komplikasi yang ber- Gynaecologysts of Ca nada (SOCG) Clinical Practi ce Guide-
bahaya karena dapat menyebabkan kehilangan darah lines. J Obstet Gynaecol Can. 2004 :26 (8) :7 4 7-53.
dalam jumlah banyak hingga terjadi hipovolemi dan 4. Ali UA. Norwitz ER. Vac uum -assisted vag ina l delivery. Rev
ensefalopati akut. Perdarahan subgaleal terjadi akibat Obstet Gynecol. 20 09 Winter:2(1):5- l 7.
rupturnya vena emisarius yang menghubungkan kulit 5. Tim Revisi Kelima Paket Pelatihan Klinik PONED. Pa ket
pelatihan pe layanan obstetri dan neo nata l e me rge nsi dasa r
kepala dengan sinus dura. Secara klinis bayi akan tam-
(PONED). Jakarta: Ja ringa n Nasional Pela tiha n Klinik Kese-
pak pucat, akral dingin, nadi cepat dan lemas karena
hatan Reproduksi (J NPKKP) : 2008.
syok hipovolemia. 6. Ame rica n College of Obstetricia ns and Gynecologists. Op-
Bayi dengan ekstraksi vakum berlangsung tidak erative vagina l delivery.A meri can College of Obstetricia ns
lancar harus dicurigai perdarahan subgaleal. Lakukan a nd Gynecologists Practice Bulle tin No. 17. June 2000.
observasi ketat selama 8 jam dengan mengukur tanda Washington DC.
vital, lingkar kepala dan edema tiap jam. Hematokrit
183 Infeksi Nifas
•••
Kampetensi In
Enrerococcus Prevotella
a. dan v. uterina
teraba tegang karena perut melunak akibat dis- menyebabkan kaki yang terkena bengkak, tegang,
tensi jangka panjang dan ruptur serat elastik kulit. panas, kemerahan dan nyeri hebat. Konftrmasi
Tromboflebitis septik diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan CT
Infeksi dapat menyebar melalui pembuluh vena scan atau MRI pelvis dan femur.
uterina dan vena ovarika Oihat Gambar 2). Penye- Tromboflebitis sering menjadi pus yang dapat
baran infeksi melalui vena ovarika menyebabkan menjadi emboli ke paru-paru atau ginjal. Aki-
trombosis pada pleksus vena ovarium. Sementara batnya, dapat terjadi infark atau abses paru-paru ,
itu, penyebaran infeksi melalui vena uterina dapat pneumonia, nekrosis ginjal dengan nyeri pingang,
menyebabkan trombosis hingga ke vena femoralis, hematuria dan proteinuria.
vena iliaka komunis , vena kava inferior dan vena Toxic shock syndrome
renalis. Keadaan ini harus dicurgai bila pasien te- Infeksi stafilokokus dan streptokokus dapat
tap demam walaupun telah mendapat antibiotik melepaskan eksotoksin yang menyebabkan keru-
intravena spektrum luas selama 5 hari. sakan endotel berat sehingga permeabilitas ka-
Tromboflebitis pleksus vena ovarium menye-
babkan nyeri perut bagian bawah atau nyeri -1----"f-l-----Vena kava infer ior
perut unilateral pada hari ketiga pasca persalinan, J+--lf.f--li---¥!"3------Vena ovarika dextra
471
dengan atau tanpa demam. Gambaran khasnya - -++- -Vena ovarika sinistra
adalah pasien tampak sakit berat dan menggigil
berulang kali hampir tanpa demam. Setelah itu Vena iliaka
suhu badan akan berfluktuasi dengan dengan komunis dextra
tidak dapat terj adi breast engorgement. 2. Cunningham F. Leveno K. Bloom S, Spong CY. Dashe J.
penyunting. Will iam obstetr ics. Edisi ke-2 4. Philadelphia:
Bila mastitis berkembang menjadi abses
McGraw-Hill: 20 14.
payudara. insisi dan drainase bedah dengan 3. Tim Revisi Kelima Paket Pelatih an Klinik PONED. Paket
anestesi mungkin diperlukan. Setelah itu pasang pelatihan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar
drainase sampai produksi drain minimal. Kultur (PONED). Jakarta: Jaringan Nasional Pelati han Klinik Kese-
bakteri dan Berikan terapi antibiotik sesuai resis- hatan Reproduksi (JNPKKP) : 2008.
tensi. 4. Maharaj D. Puerperal Pyrexia: a review. Part IL Obstet Gy-
lnfeksi saluran kemih necol Surv. Jun 2007:62 (6):400-6.
Terapi antibiotik lini pertama adalah ampicilin
Komplikasi
Pada persalinan biasanya akan dilakukan induksi
persalinan dan augmentasi dengan oksitosin
Persalinan lebih lama Dagu depa n Dagu Belakang
Memerlukan tindakan operasi SC akibat distosia
Penggunaan instrumen untuk persalinan perva- Gambar 2. Presentasi Muka ?11,.,,,J,~.J..
ginam
seperti adanya tumor, lilitan tali pusat disekitar leher.
Polihidroamnion berhubungan dengan presentasi
muka mungkin dikarenakan obstruksi dari esofagus
janin akibat hiperekstensi leher dan biasanya juga ter-
jadi pada bayi anensefalus.
Selain itu presentasi muka juga dapat terjadi pada
janin yang telah kehilangan tonusnya seperti kema-
tian janin intrauterin
Faktor risiko
Panggul platipelloid
Bayi besar
Anensefalus
Hidrosefalus
Riwayat operasi sesar
Multipara
Diagnosis
Pada pemeriksaan luar dada akan teraba seperti
punggung dan bagian belakang kepala terdapat di
sebelah yang berlawanan dengan letak dada. Pada
pemeriksaan dalam dapat diraba mulut, hidung, dagu,
dan pinggiran orbita. Dapat pula terjadi kesalahan
menentukan presentasi muka atau bokong, misalnya
karena kesalahan perabaan mulut atau anus.
Tata Laksana
Persalinan spontan pervaginam hanya dapat terja- Gambar 3. Pemeriksaan Leopold pada Letak Lintang
di pada presentasi muka dagu anterior jika tidak ada
disproporsi sefalopelvik :
Bila pembukaan sudah lengkap, lahirkan spontan Faktor Risiko
pervaginam. Namun bila kemajuan persalinan ti- Panggul sempit
dak lancar, dapat dibantu dengan ekstraksi cunam.
Bila pembukaan belum lengkap dan tidak ada Diagnosis
kemajuan pembukaan, segera rujuk untuk sectio Pada pemeriksaan dalam dapat diraba sutura
caesarea. frontalis dimana jika diikuti dapat teraba ubun-ubun
Presentasi dagu posterior merupakan indikasi untuk besar pada ujung yang satu dan pada ujung yang lain
dilakukan operasi caesar. terdapat pangkal hidung, dan lingkaran orbita. Pada
presentasi dahi mulut dan dagu tidak dapat teraba.
3. Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kepala ja- Tata Laksana 475
nin ektensi tetapi tidak mencapai ekstensi maksimal Persalinan spontan pervaginam pada presentasi
sehingga dahi menjadi bagian paling rendah yang dahi hanya dapat terjadi pada bayi kecil dan panggul
menjadi presentasi janin. Presentasi dahi umumnya luas. Pada janin yang besar persalinan pervaginam
bersifat transisional. Jika kepala janin lebih ekstensi dapat terjadi jika pada kepala terjadi moulage dan
maka akan menjadi presentasi muka sedangkan jika terjadinya fleksi menjadi presentasi oksiput (belakang
kepala lebih fleksi akan menjadi presentasi belakang kepala) atau terjadinya ekstensi menjadi presentasi
kepala. muka.
Persalinan harus dimonitor dengan seksama dan
Etiologi bila tidak ada kemajuan persalinan, segera rujuk un-
Penyebab terjadinya presentasi dahi sama seperti tuk operasi Seksio caesarea.
pada presentasi muka dan umumnya presentasi dahi
mendahului terjadinya presentasi muka. Keadaan Prognosis
yang membuat terjadinya ekstensi kepala tersebut Persalinan berlangsung lama dan hanya 15% yang
yaitu adanya tumor di leher, lilitan tali pusat, bayi en- dapat berlangsung spontan. Pada bayi yang dapat
cephalus. dan kematian janin intrauterin.
lahir pervaginam biasanya akan mengalami kaput umbilikus). Pada pemeriksaan luar dengan manuver
suksedaneum yang besar pada dahi disertai moulage Leopold tidak didapatkan bagian janin pada fundus
kepala. ataupun di atas sirnfisis kecuali jika bahu janin sudah
turun ke dalam panggul (lihat Gambar 3). Pada peme-
Letak Lintang riksaan ballotement kepala janin ditemukan pada sisi
Letak lintang adalah keadaan dimana sumbu me- fosa iliaka yang satu dan bokong di sisi lainnya. Pada
manjang janin tegak lurus terhadap sumbu meman- punggung janin yang berada di anterior akan teraba
jang uterus ibu dengan kepala pada salah satu fossa keras pada bagian depan abdomen, sedangkan pada
iliaka dan bokong pada sisi lainnya. Jika sumbu janin punggung di posterior maka akan teraba bagian janin
membentuk sudut lancip maka disebut letak oblik nodulasi ireguler di abdomen.
yang bersifat sementara karena akan menjadi letak Jika pada pemeriksaan luar dicurigai letak janin
lintang atau letak memanjang. melintang, maka pemeriksaan dalam berhati-hati
Pada letak lintang orientasi punggung dapat ke dan tidak dilakukan sebelum mengeksklusikan ada-
atas (dorsosuperior) atau ke bawah (dorsoinferior) nya plasenta previa. Apabila bahu sudah masuk ke
dan dapat menghadap ke depan (dorsoanterior) atau dalam panggul, maka pada pemeriksaan dalam dapat
ke belakang (dorsoposterior). Biasanya pada letak lin- diraba bahu, tulang iga, skapula atau klavikula, ketiak
tang akan terjadi presentasi bahu sehingga dapat ditentukan letak dan arah dari janin
menghadap.
Faktor Risiko
Kondisi klinis yang dapat menyebabkan letak lintang Tata Laksana
antara lain : Pada saat pemeriksaan antenatal. versi luar masih
Prematur dapat dilakukan namun berhati-hati terhadap adanya
Relaksasi dari dinding abdomen akibat multipara panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta
Plasenta previa previa karena dapat membahayakan janin. Jika versi
Panggul sempit (contracted pelvis) luar berhasil, janin mungkin masih dapat memutar
Kelainan anatomi uterus (uterus arkuata atau ute- kembali sehingga ibu dianjurkan untuk menggunakan
rus subseptus) atau terdapat tumor korset.
Polihidroamnion Letak lintang merupakan indikasi dilakukannya
Kehamilan ganda operasi caesar. Persalinan spontan mungkin dapat
terjadi pada bayi kecil (<800 g) yang sudah meninggal
Diagnosis dan panggul luas. Namun pada awal persalinan ma-
Pada inspeksi dapat dilihat abdomen lebih mele- sih dapat diupayakan versi luar apabila pembukaan
bar dengan fundus uterus lebih rendah (sedikit diatas <4cm, ketuban belum pecah dan tidak terdapat indi-
476
Definisi
• Gracia Lilihata, Damar Prasmusinto
plasenta menggunakan sisi ulner (kelingking) ta- Pada plasenta akreta. inkreta atau perkreta tidak
ngan kanan dengan gerakan yang sejajar dengan boleh dilakukan plasenta manual, harus dirujuk ke
dinding rahim, terus ke arah kranial sampai semua rumah sakit untuk histerektomi.
sisi plasenta terlepas. Plasenta yang berada pada dinding rahim bagian
12. Pastikan tidak ada sisa plasenta lain yang masih depan lebih sukar dilepaskan dibanding bila me-
melengket, lalu pegang plasenta dan tarik keluar nempel pada dinding belakang rahim. Bila plasen-
dengan perlahan sambil asisten tetap menegang- ta menempel di sisi depan. pindahkan tangan di
kan tali pusat. Tangan kiri dipindahkan ke atas atas tali pusat dan punggung tangan menghadap
suprasimfisis untuk menahan posisi uterus. atas.
13. Letakkan plasenta pada tempat yang telah dise-
diakan dan periksa apakah plasenta lengkap. Be- Komplikasi
rikan uteretonika (oksitosin) IM dan lakukan ma- Manual plasenta diasosiasikan dengan angka ke-
sase uterus untuk menstimulasi kontraksi uterus. jadian infeksi rahim (endometritis) yang lebih tinggi.
Bila ada robekanjalan lahir dapat langsung dijahit. Oleh karena itu antibiotik profilaksis dapat diberikan.
14 . Lepas sarung tangan, lakukan dekontaminasi Komplikasi lain adalah rupture uteri dan perdarahan
semua peralatan yang digunakan. Cuci tangan de- masif karena plasenta akreta. Pada keadaan ini, his-
ngan sabun dan air mengalir. terektomi harus segera dilakukan.
Periksa kembali tanda vital pasien dan kontraks i
uterus. Resiko terjadi atonia uteri sangat tinggi pada Sumber Bacaan
kasus retensio plasenta sehingga tindakan pencega- I. Ti m Revisi Ke li ma Paker Pelat iha n Kli ni k PONED. Paker 481
han dapat dilakukan berupa kompresi bimanual dan pelati han pelayanan obste tri dan neo natal emergensi
berikan uterotonuka ZOU dalam RL 500 cc dalam 12 dasar (PONED). Ja karta: Jaringan Nasiona l Pelati ha n Klinik
jam, ergometrin 0 ,2 mg IM/ IV, misoprostol 600 µg Kesehatan Reproduksi (JNPKKP): 2008.
2. Titis H, Wa llace A. Voak lande r DC. A Manua l removal of the
Beberapa kesulitan yang dapat ditemukan ketika placenta - a case-con tro l study. Aus t N Z J Obstet Gy naecol.
melakukan manual plasenta : 201 1 Feb41(1)4 1-4.
Terjadi konstriksi bagian bawah rahim pada 3. Os hod i YA. Akino la Ol, Fabamwo AO. Oludara B, Aki nola
plasenta inkarserata, sehingga plasenta tidak bisa RA, Adebayo SK. Ruptured uterus and bowel inju ry fro m
dikeluarkan. Pada keadaan ini, bila plasenta sudah ma nu al remova l of placenta: a case re port. Niger Postgrad
terlepas seluruhnya. tangan dalam melebarkan ba- Med]. 2012 Sep: I 9(3): 181-3.
gian bawah rahim secara perlahan-lahan, namun 4. Baxley E. Gobbo RW. Shoulder dystocia. Am Fam Physicia n.
pasien harus dalam narkose umum dan dalam. April 2004:69(7): 1708- 14.
I
187 •
Kompctcnsi IV -
Kontrasepsi Alamiah
•• Sonia Hanifati, Damar Prasmusinto
~
482
Kondom
Sonia Hanifati, Damar Prasmusinto
AKDR
Sonia Hanifati. Damar Prasmusinto
Definisi Kekurangan
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) merupakan alat Siklus haid berubah/tidak teratur,
yang dipasang di dalam uterus sebagai salah satu ben- Haid lama dan banyak,
tuk kontrasepsi. Spotting,
Nyeri haid.
Jenis
Jenis alat yang dipasang paling sering terbuat dari Penggunaan
tembaga, misalnya Cu T-380A. Jenis lainnya adalah Perempuan usia reproduktif,
Nova T. Ada pula AKDR yang dilengkapi dengan hor- Keadaan nulipara,
mon progrestin. Ingin menggunakan kontrasepsi jangka panjang,
Tidak ingin metode hormonal,
Cara Kerja Menyusui atau setelah melahirkan.
AKDR mencegah terjadinya pertemuan sperma
dan ovum dengan mengganggu jalan masuk sperma Kontraindikasi Pemasangan AKDR
ke tuba falopii dan ovum ke kavum uteri. AKDR tem- Hamil,
baga melepaskan sejumlah dosis kecil tembaga untuk Perdarahan per vaginam yang belum diketahui se-
mengubah kekentalan cairan di rahim dan tuba falopi babnya,
sehingga mengganggu pergerakan sperma. Sementara Riwayat abortus septik dalam 3 bulan terakhir,
itu, AKDR dengan hormon melepaskan progestogen Infeksi saluran reproduksi (vaginitis, servisitis) .
yang mengentalkan lendir rahim. AKDRjuga mencegah Uterus abnormal I tumor jinak di uterus,
implantasi jika ada sel telur yang dibuahi. Penyakit trofoblas ganas, 483
Adanya tuberkulosis pelvis,
Angka Keberhasilan Kanker saluran reproduksi,
Angka keberhasilan AKDR adalah 99%. Ukuran kavum uteri < Scm.
Penggunaan E. Implan
Suntikan pertama pada hari 1-7 haid. Jenis implan dibagi menjadi tiga:
Suntikan DMPA diberikan setiap 90 hari. I. Norplant: 6 batang berisi 36 mg levonorgestrel,
Suntikan NE diberikan tiap 8 minggu, mulai sun- masa kerja 5 tahun
tikan kelima diberikan tiap 12 minggu. 2. Implanon: I batang berisi 68 mg 3-keto-desogestrel,
lama kerja 3 tahun
Kelebihan 3. Indoplan dan Jadena: 2 batang berisi 7 5 mg levo-
Efektivitas tinggi (0,3 kehamilan per 100 perempu- norgestrel, lama kerja 3 tahun
an pada tahun pertama),
Jangka panjang, Cara Kerja
Tidak mengganggu hubungan seksual, Mengentalkan lendir serviks, membuat atrofi endo-
Tidak berpengaruh terhadap penyakit jantung dan metrium sehingga mengganggu implantasi, menekan
pembekuan darah, ovulasi, menghambat pergerakan silia tuba.
Tidak berpengaruh terhadap produksi AS!.
Cara Penggunaan
Kekurangan I. lnsersi implan dilakukan saat hari 2-7 siklus haid,
Gangguan haid (sikus tidak teratur, menorragia, 2. Daerah insersi dibiarkan kering dan bersih selama
spotting), 48 jam pertama. !bu dapat mengalami rasa perih,
!bu harus kembali ke layanan kesehatan tiap jadwal bengkak, serta kemerahan pada daerah insisi,
suntikan, 3. Segera kembali ke klinik bila ada demam dan nyeri
Kenaikan berat badan,
Kembalinya kesuburan setelah penghentian lam-
yang menetap hingga beberapa hari.
....'ii1
Cl)
0
bat, sekitar 4 bulan. Kelebihan en
Sangat efektif (0,2- 1 kehamilan per 100 perempu-
D. Pil Progestin !Minipill an),
Pil progestin tersedia dalam kemasan isi 35 pil (@300 Jangka panjang,
µ g levonorgestrel atau @300 µg noretindron) dan 28 Kesuburan dapat kembali setelah dicabut,
pil (@75 µgdesogestrel). Tidak mengganggu hubungan seksual,
Tidak mengganggu produksi air susu ibu. 485
Cara Kerja
Menghambat ovulasi, mengentalkan lendir serviks, Kekurangan
membuat endometrium atrofi, dan mengganggu Gangguan haid,
pergerakan silia tuba. Mual, muntah, dan nyeri kepala,
!bu tidak dapat menghentikan sendiri penggunaan-
Cara penggunaan nya (harus ke layanan kesehatan)
Pil pertama diminum hari 1-5 siklus haid,
Minum pil setiap hari pada jam yang sama, F. Kontrasepsi Darurat
Jangan sampai terlupa minum pil, Kontrasepsi darurat merupakan jenis kontrasepsi yang
Bila terlambat minum >3 jam, segera minum, dan digunakan pada periode pascakoitus dan sebelum ter-
gunakan kontrasepsi barrier bila ingin berhubung- jadi implantasi.
an seksual,
Bila lupa minum 1-2 pil, minum segera saat ingat, Indikasi
dan gunakan metode barrier hingga akhir bulan. Kesalahan pemakaian kontrasepsi, seperti kondom
bocor/lepas, diafragma sobek, salah hitung masa
Tabel I. Jen is Kontrasepsi Darurat Farmakologis
Pil kombinasi Microgynon 50 Ovral, 2x2 tablet Dalam waktu 3 hari pascasenggama, dosls kedua 12 jam kemudian
dosis tinggi Neogynon, Nordic!,
Eugynon
Pi! kornbinasi Microgynon 30. 2x4 tablet Dalam waktu 3 hari pascasenggama. dosis kedua 12 jam kemudian
dosis rendah Mikrodiol. Nordette
Progestin Postinor-2 2xl tablet Dalam waktu 3 hari pascasenggama. dosis kedua 12 jam kemudian
Estrogen Lynoral 2.5 mg/ Dalam waktu 3 hari pascasenggama. 2x l dosis selama 5 hari
Premarin dos is
Progynova 10 mg/ dosis
10 mg/ dosis
Danazol Danacrine, Azol 2x4 tablet Dalam waktu 3 hari pascasenggama dosis kedua 12 jam kemudian
subur, ekspulsi IUD, lupa minum pil KB >2 hari, Farmakologis (Tabel 1).
terlambat >I minggu untuk suntik KB I bulan, atau
terlambat >2 minggu untuk suntik KB 3 bulan Sumber Bacaan
Perempuan korban perkosaan kurang dari 72 jam I. Saifuddin AB. Affandi B. Baharuddin M. Soekir S. Buku
panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Edisi ke-3. Jakarta:
Jenis Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 20 I 1.
Mekanik, dengan memasang IUD kurang dari 7 hari 2. Center for Disease Control and Prevention (CDC). US medi-
setelah terjadi sanggama cal eligibility criteria for contraceptive use. Amerika Serikat:
CDC: 2010.
Sterilisasi
Sonia Hanifati, Damar Prasmusinto
a Vasektomi Kelebihan
Vasektomi merupakan prosedur klinis untuk meng- Sangat efektif (0,5 kehamilan per I 00 perempuan
486 hentikan kemampuan reproduksi laki-laki dengan selama tahun pertama penggunaan) ,
oklusi vas deferens. Oklusi ini menyebabkan transpor- Baik bagi ibu yang apabila terjadi kehamilan, mem-
tasi sperma terhambat. Vasektomi efektif setelah 20 bahayakan nyawanya,
ejakulasi atau sekitar 3 bulan. Tidak ada perubahan fungsi seksual.
Tubektomi Kekurangan
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela yang Harus diperhatikan ireversibilitas dari tindakan ini.
bertujuan menghentikan fertilitas perempuan. Tubek- meskipun ada pilihan rekanalisasi.
tomi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu minilaparotomi,
laparoskopi, dan histeroskopi. Tubektoi secara seder- Sumber Bacaan
hana dilakukan dengan mengoklusi tuba falopii. Oklusi 1. Saifuddin AB, Affandi B. Baharuddin M. Soekir S. Buku
dapat berupa mengikat dan memotong,memasang panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Edisi ke-3. Jakarta:
cincin, atau menutup tuba falopii. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 20 I I.
2. Center for Disease Control and Prevention (CDC). US medi-
Pasien yang Dapat Menjalani Tubektomi cal eligibil ity criteria for contraceptive use. Amerika Serikat:
Usia >26 tahun, CDC: 2010.
192
Kompetensi lllA II Gangguan Haid
•• Widyaningsih Oentari, Frans Liwang, Andon Hestiantoro
I. Kelainan Jumlah dan Lama Perdarahan Haid a. Metroragia: perdarahan haid dengan interval
a. Menoragia atau hipermenorea: perdarahan tidak teratur.
haid jumlah banyak (>80 mL darah) dan/atau b. Menometroragia: peningkatan perdarahan
durasi yang bertambah lama (> 7 hari) pada in- haid atau durasi perdarahan yang terjadi de-
terval haid yang normal. ngan interval yang tidak teratur.
b. Hipomenorea: perdarahan haid yang lebih
pendek dan/atau lebih kurang dari biasanya. Perdarahan di luar haid dapat diakibatkan oleh
Keadaan ini akibat gangguan endokrin, konsti- etiologi organik atau fungsional. Penyebab orga-
tusi penderita, dan pada uterus. nik mencakup kelainan pada serviks uteri, korpus
uteri, tuba falopii. dan ovarium. Perdarahan uterus
2. Kelainan Siklus Haid yang tidak disebabkan oleh etiologi organik atau
a. Polimenorea: perdarahan haid yang terjadi disebabkan oleh sebab fungsional disebut sebagai
dengan interval kurang dari 21 hari. Biasanya perdarahan disfungsional. Etiologinya berupa kor-
disebabkan gangguan hormonal, endometriosis, pus luteum persisten. insufisiensi korpus luteum,
maupun kongesti ovarium karena peradangan. apopleksia uteri, dan kelainan darah.
b. Oligomenorea: panjang siklus menstruasi lebih Diagnosis perdarahan di luar haid didapatkan
dari 35 hari. melalui anamnesis dan pemeriksaan ginekologis
c. Amenorea: tidak haid selama 3 bulan ber- yang teliti. Tata laksana dapat diberikan:
turut-turut. Adanya amenorea harus dipastikan Esterogen dosis tinggi: dipropionas estradiol
bukan suatu kondisi fisiologis, seperti pada IM 2.5 mg atau benzoas estradiol 1,5 mg atau
masa sebelum pubertas, kehamilan, masa lak- valeras estradiol 20 mg.
tasi, dan sesudah menopause. Amenorea pato- Progesteron: kaproas hidroksi-progesteron
logis dapat dibagi menjadi dua, yaitu: I 25 mg IM, atau norethindrone 15 mg atau
i. Amenorea primer: belum pernah haid asetas medroksi-progesteron I 0 mg.
hingga usia di atas 18 tahun. Paling sering Androgen.
disebabkan oleh kelainan genetik dan ab-
normalitas kongenital lainnya (lihat Tabel 4. Gangguan Lain yang Berhubungan dengan Haid
1). a. Premenstrual tension. Keluhan yang muncul
ii. Amenorea sekunder: sebelumnya pernah satu minggu atau beberapa hari sebelum haid
haid, tetapi kemudian tidak haid lagi. dan dapat bertahan hingga mulai haid atau
3. Perdarahan di Luar Haid sampai haid selesai. Gejalanya berupa irita-
t
Periksa hormon liroid, USG lransvaginal, atau SIS
t
Memerlukan kontrasepsi?
Ya . - - - - - - - - - - - -.....------------~Tidak
+
USG transvaginal atau SIS
Hiperplasia endometrium + Pengambilan sampel
(tebal endometrium "' I 0 mm) endometrium
t
Normal atau abnonnal dan tidak
bisa dilakukan terapi konservatif Adenomiosis + Pertimbangkan MRI, progestln,
LNG-IUS, leuprolide. atau histerektomi
+
Fungsi reproduksi komplit?
[-
Tidak ~-......---------------------~ ·ya
....
0
Gambar l. Tata Laksana Menoragia (HIFERI-POGI. 2007). LNG-IUS: levonorgestrel intrauterine system:
~
li';'
PKK: pil kontrasepsi kombinasi: SIS: saline infusion sonography.
2..
0 bilitas, insomnia, gelisah. nyeri kepala, perut pada perut bawah yang menyebar ke pinggang
....
l.Q
kembung. mual, pembesaran dan nyeri pada dan paha, rasa mual. muntah, sakit kepala,
payudara, dan sebagainya. Sampai sekarang diare, dan iritabilitas. Etiologinya antara lain
488 etiologi premenstrual tension belum jelas. faktor kejiwaan, konstitusi, obstruksi kanalis
Keadaan tersebut diduga akibat ketidakseim- servikalis. endokrin. dan alergi.
bangan estrogen dan progesteron. e. Pilihan tata laksana yang diberikan berupa
b. Mittelschmerz. Nyeri diantara masa haid dan edukasi suportif bahwa dismenorea tidak ber-
ovulasi yang muncul dalam hitungan jam bahaya, pemberian analgesik (Na diklofenak
hingga 3 hari. Nyeri dapat disertai perdarahan, 3x50 mg; ibuprofen 3x800 mg; asam mefena-
namun tidak menjalar dan tidak disertai mual mat dosis awal 500 mg, rumatan 4x250 mg),
muntah. terapi hormonal dengan pil kontrasepsi, terapi
c. Dismenorea. Dibagi menjadi dismenorea obat nonsteroid antiprostaglandin, maupun
primer dan sekunder. Dismenorea primer ada- prosedur dilatasi kanalis servikalis.
lah nyeri haid tanpa kelainan pada organ geni-
talia, sedangkan pada dismenorea sekunder Sumber Bacaan
terdapat kelainan ginekologis yang mendasari. l. Hestiantoro A. Wiweko B. penyunting. Panduan tata lak-
d. Gejala dismenorea primer mencakup nyeri sana perdarahan uterus disfungsional. Konsensus Him~
punan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia
(HIFERI) serta Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indo- Dalam: Will iam gynecology. Edisi ke-2. Philadelphia: Mc-
nesia (POGO: 2007 . Graw-Hill: 201 2.
2. Hoffman B. Schorge J. Schaffer J. Halvo rson L. Bradshaw 3. French L. Dys menorrhea. Am Fam Physician.
K. Cun ningham F. penyunti ng. Abnormal uterine bleeding. 2005:7 1(2):285-9 1.
193
Kompctcnsi TllA Infertilitas
11
Definisi
•• Widyaningsih Oentari, Frans Liwang, Andon Hestiantoro
Kanker Endometrium
Frans Liwang, Sigit Purbadi
Etiologi dan Faktor Risiko yang diikuti dengan biopsi endometrium atau dilatasi
Etiologi dari kanker endometrium adalah pajanan fraksional dan kuretase.
estrogen (eksogen atau endogen) yang terlalu pan-
jang. Faktor risiko yang berhubungan kanker endo- Diagnosis dan Staging
metrium adalah obesitas, infertilitas, menarche dini. Seki tar 7 5-80% kanker endometrium adalah ade-
menopause yang lambat, diabetes melitus, hipertensi, nokarsinoma, dan prognosisnya bergantung pada sta-
penggunaan tamoksifen, dan kondisi anovulasi kro- dium, histologic grade, dan derajat penyebaran. Grad-
nis. Sindrom Lynch juga menjadi salah satu faktor ing dari pemeriksaan mikroskop dapat dibagi menjadi
predisposisi dari kanker endometrium dan ovarium. tiga, yaitu grade I berupa adenokarsinoma yang ter-
diferensiasi baik, grade II yang mengandung beberapa
Epidemiologi area solid, dan grade III yang tidak berdiferensiasi.
Karsinoma endometrium merupakan keganasan Untuk melakukan staging pada kanker endome-
pada pelvis perempuan yang sering ditemukan. Tu- trium, dilakukan operasi histerektomi total dan salfi-
mor ini biasanya ditemukan terlokalisasi pada korpus ngo-oovorektomi bilateral, serta pengambilan sampel
491
uterus sehingga sebagian besar dapat langsung dita- cairan peritoneum. Melalui operasi tersebut, dapat
ngani. Penyakit ini kebanyakan ditemukan pada pe- dilihat penyebaran penyakit dan kedalaman invasi
rempuan usia pascamenopause dengan usia median miometrium, yang kemudian disesuaikan dengan ka-
63 tahun danjarang ditemukan di Asia. tegori The International Federation of Gynecology and
Obstetrics (FIGO) tahun 2009 (lihat Tabel 1).
Manifestasi Klinis
Karsinoma endometrium biasanya terjadi pada Prognosis
dekade keenam atau ketujuh kehidupan. Sebagian Angka 5-year-survival rate untuk kanker endome-
besar penderita terdiagnosis penyakit ini pada sta- trium ialah 69%. Namun bila ditemukan pada tahap
dium awal. Gejala klinis yang biasanya ditemukan yang lebih dini, maka angka 5-year-survival rate dapat
mencakup duh vagina yang abnormal, perdarahan mencapai 91 %.
pascamenopause yang abnormal, dan leukorea. Pada
pasien dengan dengan gejala klinis tersebut, perlu Sumber Bacaan:
ditelusuri riwayat kesehatannya, pemeriksaan pelvis I. Colombo N. Preti E. Landoni F, Carinelli S, Colombo A.
Tabel I . Stadiu m Kanker Endometrium berdasa rkan FIGO 2009
Stadium Keterangan
Stadium ProsPdut
Stadium I
IA Gl-G2 Histerektomi dengan salplngo-oovorektomi bilateral.
IAG3 Histerektomi dengan salpingo-oovore kto mi bilateral ± limfadenektomi pelvis/ paraaorta bilate ral.
Stadium II Histerektomi dengan salpingo-oovore kto mi bilateral ± limfadenektomi pelvis/ paraaorta bilate ral.
Stadium IV
Stadium Tmdakan
Stadium I
Observasi atau vaginal brachytherapy. Apabila faktor prognostik negatlf, penimbangkan radioterapi pelvis
rB GI G2
dan/atau kemoterapl tambahan.
Radioterapi pelvis. Apabila fakto r prognostik negatif. dipertimbangkan kombinasi radioterapi dan
IB G3
kemoterapi.
Radioterapi pelvis dan vaginal brachyteraphy.
Apabila tumor grade I dan 2. invasi rniometrium < 50%. LVSI negatif, dan comp/ere surgical staging:
Stadium II
hanya dilakukan brachytheraphy.
Apabila faktor prognostik negatif: kemoterapi ± radiasi.
Kemoterapi.
Stadium Ill
Apabila nodus positif: radi otera pi sekuensial.
dan IV
Apabila penyaki t metastatis: kemoterapi-radioterapi untuk tera pi paliat if.
Kanker Ovarium
Frans Liwang. Sigit Purbadi
Massa pelvis teraba pada abdomen/pemeriksaan rektal dan/atau asites. distensi abdomen, dan/atau
gejala klinis seperti kembung. nyeri abdomen atau pelvis, sulit makan, rnudah kenyang, atau
peningkatan frekuensi dan urgensi berkemih tanpa sumber keganasan Jain yangjelas.
•
Laparotorni/total abdominal hysterectomy (TAH)/salphingo-oforektorni bilateral dengan stadium
komprehensif atau salphingo-oforektoml unilateral (pada stadi1,1m IA hingga JC)
Atau
Operas! sitoreduksi (stadium II, 111, IV)
Atau
494 Kemoterapl neoadjuvan/sitoreduksi interval primer pada paslen stadium l!I/IV yang tidak menjadi kandidat
Staging:
.
untuk operasi (diagnosis dengan BJH, biopsl, atau parasemesis)
• Stadium IA atau IB
Grade 1 ..... observasi
Grade 2 ....+observasi atau taxane/carboplatin lV selama 3-6 siklus
Grade 3 -+ taxane/carboplatin IV selama 3-6 siklus
• Stadium IC Grade 1.2,3 _, taxane/carboplatin IV selama 3-6 siklus
• Stadium II, III, JV:
J<emoterapi JP pasien stadium 11 dan III dengan pengangkatan massa yang optimal
Taxane/carboplatln IV selama 6-8
dilakukan berdasarkan stadiumnya (lihat Tabel 2) . juga dapat digunakan sebagai salah satu faktor prog-
Kebanyakan kanker tipe ini didiagnosis pada stadi- nostik meskipun sampai sekarang perannya masih
um awal dan tata laksana biasanya memberikan hasil kurang jelas. Peningkatan kadar p53 berhubungan
yang memuaskan dengan prognosis baik. dengan prognosis yang lebih buruk.
Prognosis Skrining
Faktor prognostik pada kanker ovarium dipe- Skrining sangat penting dilakukan karena pada pe-
ngaruhi oleh residu penyakit dan derajat histologis. rempuan dengan kanker ovarium stadium awal (I dan
Kemudian. kadar dari CA-125 pre- dan pascaoperasi II) karena memiliki hasil yang baik dengan terapi kon-
vesional. Pemeriksaan yang digunakan untuk skrining RA. Chen L, dkk. Epithelial ovarian cancer. J Natl Compr
adalah USG transvaginal, meskipun dapat membe- Cane Netw. 20 I I :9:82-113.
rikan hasil positif palsu pada perempuan premeno- 3. Berek JS. Fried lander ML. Hacker F. Epithelial ovarian.
pause. Penggunaan Doppler dikombinasikan dengan fallopian tube. and peritoneal cancer. Dalam: Berek JS.
Hacker NF. penyunting. Gynecologic oncology. Edisi ke-5.
USG transvaginal dapat menurunkan kemungkinan
Lippincott Williams & Wilkins: 20 I 0.
hasil positif palsu dan meningkatkan akurasi.
4. Eisenhauer EL. Salan i R. Copeland W. Epithelial ovarian
cancer. Dalam: Di Saia PJ. Creasman WT. Manne! RS. Mc-
Sumber Bacaan: Meekin DS, Mutch DG. penyunting. Clinical gynecologic on-
I. Colombo N. Peiretti M, Garbi A. Carinelli S. Marini C. Sessa cology. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Sau nders: 20 12.
C. Non-epithelial ovarian cancer: ESMO clinical practice 5. Wiknjosastro H. Saifuddin AB. Rachimhadhi T. penyunting.
guidelines for diagnosis. treatment and follow-up. Annals llmu kandungan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiro-
of Oncology. 20 12:23(Suppl 7):vi i20-6. hardjo: 2008.
2. Morgan RJ. Alvarez RD. Armstrong DK. Boston B, Burger
Kanker Serviks
Frans Liwang, Sigit Purbadi
+I
496
Sekitar 15% berkembang
dalam 3-4 tahun
t pektineal dari anal. Berdasarkan data WHO, kanker
serviks dapat dibagi menjadi tiga kategori berdasara-
t
Lesi derajat rendah kan epitel tumornya yaitu skuamosa, glandular. dan
tipe lainnya yang mencakup tumor neuroendokrin
Scki1ar 30-70%
berkembang dalarn I 0 +I Kofaktor HPV
+..!~~·~_T.!:'ll!l.!..
dan karsinoma yang tidak dapat didiferensiasi. Keba-
nyakan kanker seviks adalah tipe skuamosa.
rahun Lesi derajat tinggi Setelah individu terinfeksi HPV, maka dapat terja-
di infeksi yang lokal dan stabil, atau membaik secara
spontan, atau berkembang menjadi lesi derajat rendah
Kanker invasif Vow-grade squamous intraepithelial lesion, disebut
juga cervical intraepithelial neoplasia/CJN derajat O.
Gambar l. Riwayat Alami Karsinoma Serviks Sebagian CJN derajat I dapat hilang tanpa pengobatan
(Sumber: Buku Acuan Pencegahan Kanker Leher Rahim dan
atau tidak berkembang, terutama pada perempu-
Kanker Payudara. Depkes RI 2007)
an muda (lihat Gambar I). Diperkirakan, dari 1 juta
perempuan yang terinfeksi, I 0% di antaranya akan Penatalaksanaan lesi prakanker serviks dapat
menjadi lesi prakanker serviks. Perubahan prakanker meliputi observasi saja, medikamentosa, terapi
tersebut terjadi pada perempuan berusia 30-40 tahun. destruksi, dan/atau terapi eksisi, sesuai derajat
Dari sej umlah lesi prakanker, sekitar 8% di antaranya penyakitnya. Tindakan observasi dilakukan
akan menjadi carcinoma in situ (CIS), lalu 1,6% akan pada tes Pap smear dengan hasil HPV, atipikal,
berkembang menjadi kanker ganas bila CIS tersebut serta NIS I yang termasuk dalam LSIL. Sementara
tidak terdeteksi. itu, terapi destruksi (seperti krioterapi) dan terapi
eksisi (seperti diatermi loop) dapat dilakukan pada
Faktor Risiko LSIL dan HSIL. Terapi destruksi tidak mengangkat
Hubungan seksual pertama di bawah usia 20 ta- lesi, tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi
hun, yang diangkat.
Berganti-ganti pasangan. 2. Tata Laksana Kanker Serviks
Kontak seksual dengan individu dengan risiko Secara umum. tata laksana karsinoma serviks
tinggi (pasien HIV dan individu yang melakukan mencakup operasi, radioterapi, atau kombinasi
praktik prostitusi) , radioterapi dan kemoterapi. Pemilihan tata laksa-
Riwayat keganasan serviks dalam keluarga, na tersebut disesuaikan dengan stadium penyakit
Hasil tes Pap sebelumnya yang abnormal, {lihat Tabel 2). Penanganan komprehensif kar-
Merokok, serta sinoma serviks membutuhkan kerja sama antara
Kondisi imunosupresi dan penggunaan kortiko- bidang ginekologi-onkologi, radioterapi-onkologi ,
steroid kronis. serta gizi klinik.
Sirkumsisi pada pria dan penggunaan kondom
dapat menurunkan risiko transmisi HPV akibat Evaluasi Respon Pengobatan dan Follow-up
hubungan seksual. Untuk evaluasi pengobatan biasanya dilakukan
pemeriksaan Pap smear setiap tiga bulan selama dua
Manifestasi Klinis tahun pertama, kemudian setiap enam bulan untuk
Biasanya pada pasien tidak ditemukan gejala kli- tiga tahun berikutnya dan berikutnya diperiksa setiap
nis dan penyakit ditemukan pada pemeriksaan rutin. tahun. Pemeriksaan CT-scan atau PET-scan dilakukan
Adapun gejala klinis yang dapat ditemukan mencakup apabila diindikasikan secara klinis.
perdarahan abnormal atau perdarahan pascakoitus
yang dapat berkembang menjadi perdarahan inter- Prognosis
menstrual atau menstrual. Kemudian dapat ditemukan Keberhasilan terapi untuk lesi prakanker dapat
juga keluhan adanya duh tubuh, nyeri lumbosacral, mendekati I 00%. Namun pada karsinoma serviks sta-
edema ekstremitas bawah, dan gejala berkemih. dium I, angka 5-year-survival mencapai 85%, stadium
II menjadi 65%, stadium III turun hingga 35%, dan bila
Diagnosis dan Staging telah menginvasi kandung kemih, rektum atau meta-
Pasien biasanya menjalani pemeriksaan awal (atau stasis jauh (stadium IV) , angka 5-year-surviva/ hanya
skrining) dengna metode inspeksi visual dengan asam 7%.
asetat (IVA) ataupun Pap smear (dijelaskan di bawah)
Hasil negatif akan mengeksklusi kemungkinan kega- Pencegahan dan Skrining
nasan atau lesi prakanker, namun bila hasilnya positif I. Pencegahan Primer: Vaksinasi HPV
diperlukan pemeriksaan biopsi dengan bantuan kol- Pencegahan dengan vaksinasi lebih baik dibe-
poskopi. Baku emas diagnosis dilakukan secara histo- rikan sebelum terjadinya pajanan terhadap HPV, 497
patologis pada biopsi jaringan serviks. yakni sebelum berhubungan seksual. Vaksinasi
Secara umum, keganasan serviks dapat dibagi ini dapat memberikan perlindungan setidaknya
menjadi: (I) Low-grade squamous intraepithelia/ le- selama 4,5 tahun setelah dilakukan 3 kali injek-
sions (LSIL). (2) High-grade squamous intra epithelial si dalam rentang waktu 6 bulan. Vaksinasi yang
lesions (HSIL}, dan (3) Karsinoma in situ. Kategori sekarang tersedia hanya mampu untuk mencegah
LSIL dan HS!L disebutjuga sebagai lesi Prakanker ser- infeksi HPV tipe 16, 18, 6, dan 11 sehingga Pap
viks. Sementara itu, pada kanker serviks perlu dilaku- smear yang berkala tetap harus dilakukan.
kan staging karsinoma didapatkan melalui klinis, pe- 2. Pencegahan Sekunder
meriksaan pelvis, X-ray toraks, pielografi intravena, Tes Pap smear dan inspeksi visual dengan
CT-scan, dan MRI; dapat dilihat pada Tabel 1. asam asetat (IVA) dapat mendeteksi perubahan
epitel pada fase prakanker (sebelum menjadi kan-
Tata Laksana ker serviks). Bila ditemukan pada fase prakanker,
1. Tata Laksana Lesi Prakanker Serviks (Neoplasia keberhasi!an terapi mendekati 100%.
Intraepitelial Serviks)
Tabel 1. Klasifikasi TNM dan FICO untuk Kars inoma Serviks
Klasifikasi Klasifikasi
TNM FICO KPtrra11ga11
Tl Karsinoma servi ks yang terbatas pada uterus (ekstensi sarnpal ke korpus tidak dihiraukan)
Karsinoma invasif yang didiagnosis hanya secara mikroskopik. Invasi stromal dengan kedalaman
Tlac IA maks imal 5.0 mm ya ng diuku r dari dasar epitel dan penyebaran secara horizontal sebesar s7.0
mm. Keterlibatan rua ng vaskul ar. vena atau limfatik tidak mempengaruhi klasifikasi
Tlal !Al lnvasi stroma denga n kedalaman s3.0 mm dan penyebaran horizontal s7.0 mm.
Tl a2 IA 2 Invas i stroma denga n kedalaman >3.0 mm tetapi s5.0 mm de ngan penyebaran horizontal s7.0 mm.
Tlb IB Lesi tampak secara klinis terbatas pada serviks atau lesi mikroskopik >Tla/ IA2.
Tlb2 IB2 Lesi tampak secara klinis >4.0 cm pada dimensi terbesar.
Karsinoma serviks denga n invas i yang melewati uteru s tetapi tidak mencapai dind ing pelvis atau
T2 II
sepertiga bawah vagina.
T2a2 llA2 Lesi tampak secara klinis >4.0 cm pada dirnensi terbesar.
Tumor me luas hi ngga dinding pelvis dan/atau melibatkan sepertiga bawah vagina. dan /atau
T3 III
menyebabkan hidronefrosis atau glnjal yang tidak berfungsi.
T3a IllA Tumor meluas hingga sepert iga bawah vagina. tanpa perluasan ke dinding pelvis.
Tumor meluas hingga ke dinding pelvis dan/atau menyebabkan hidronefrosls atau ginjal yang tidak
T3b l!IB
berfungsi.
Karsinoma telah meluas melewati pelvis atau te lah mencapai mukosa kand ung kemih atau rektum
T4 IV
(te rbukti melalui biopsi).
Keterangan: TNM. tumor-node-metastases: FICO, The International Federation of Gynecology and Obstetrics.
498
Prosedur Pap Smear: The American Cancer Society ma dalam waktu sekitar 7 hari kemudian.
merekomendasikan dilakukannya Pap smear setiap Hasil Pap smear dapat dilaporkan sebagai: (klasifi-
tahun selama 2 tahun berturut-turut pada perempuan kasi Bethesda 200 I)
usia lebih dari 20 tahun atau perempuan yang telah (I) Normal;
aktif secara seksual. Apabila hasilnya negatif, maka (2) Atypical squamous cells of undetermined signifi-
dianjurkan pemeriksaan Pap smear diulang setelah cance (ASCUS):
tiga tahun hingga mencapai usia 65 tahun. Langkah a. Atypical squamous cells of undetermin ed signif-
kerja Pap Smear dapat dilihat pada Bab Prosedur Pap icance (ASCUS) ,
Smear. b. Tidak dapat mengeksklusi high grade SIL
Pap smear merupakan prosedur sitologi dengan (ASC-H),
mengambil sel-sel epitel serviks dan diperiksa se- (3) Low-grade squamous intraepithelial lesions (LSIL):
cara histopatologis. Waktu pengambilan dianjurkan CINI;
setelah bersih haid minimal 3 hari, dan disarankan ti- (4) High-grade squamous intraepithelial lesions (LSIL):
dak melakukan hubungan seksual atau menggunakan CIN II. CIN Ill.
obat vaginal minimal 3 hari sebelum pemeriksaan. (5) Karsinoma serviks.
Sampel dikirim ke laboratorium dan hasil dapat diteri-
Tabel 2. Pilihan Terapi Keganasan Serviks
IA!
Conization. atau histerektomi sederhana ± salpingo-ovorektomi dan limfadenektomi pelvis apabila terjadi
invasi limfovaskular.
IA2 Conizationlcrachelectomy radikal atau histerektomi radikal yang dimodifikasi dan limfadenektomi pelvis.
IBI. llA Histerektomi radikal dan Jimfadenektomi pelvis.
IB2, serta IIB-IV Kombinasi computed tomography (CT)/terapi radiasi dengan cisplatin.
Kategori Temuan
Samar, transparan. tidak jelas. terdapat lesi bercak putih yang ireguler pada serviks;
Positlf I (+) Lesi bercak putih yang tegas, rnembentuk sudut (angular). geographic acetowhite lesions yang
terlet'!kjauh dari sambungan skumokolumnar.
Lesi acetowhite yang buram. padat, dan berbatas jelas sampe ke sambungan skuarnokolumnar.
Lesi acetowhite yang Ju as. circumorilicial, berbatas tegas. tebal dan padat.
Pertumbuhan pada leher rahim menjadi acetowhite.
Perempuan dengan ASCUS, ASC-H, atau low-grade akan menimbulkan perubahan pada sel-sel epitel
CIN harus mengulang Pap smear 3-6 bulan kemudian. serviks melalui reaksi "acetowhite". Langkah kerja
Sedangkan. perempuan dengan hasil Pap smear high IVA dapat dilihat pada Bab Prosedur Inspeksi Visual
grade CIN atau ganas harus melakukan pemeriksaan dengan Asam Asetat. Hasil temuan pemeriksaan IVA
biopsi dengan bantuan kolposkopi. Selanjutnya, dapat dapat dikategorikan seperti pada Tabel 3.
dilakukan cone biopsy apabila dicurigai adanya tumor Baku emas penegakan diagnosis lesi prakanker le-
endoserviks. kolposkopi dinilai tidak adekuat, pada her rahim ialah biopsi yang dipandu oleh kolposkopi.
biopsi menunjukkan karsinoma mikroinvasif, atau ter- Apabila hasil skrining positif, pasien dianjurkan untuk
dapat diskrepansi antara temuan Pap smear dan kol- menjalani prosedur berikutnya. yaitu dengan biopsi
poskopi. Sekitar 70% dari kanker serviks adalah tumor yang dipandu oleh kolposkopi (baku emas penegakan
sel skuamosa, 20-25 persen adalah adenokarsinoma, diagnosis). 499
dan 2-5 persen adalah adenoskuamosa dengan struk-
tur glandula dan epitel. Pemeriksaan DNA HPV
Saat ini, pendeteksian dari DNA HPV mulai di-
Pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat evaluasi dan dipertimbangkan sebagai skrining pri-
(IVA) mer pada perempuan usia 30-35 tahun. Pendeteksian
Selain Pap smear, metode skrining yang lebih se- DNA HPV inijuga dapat digunakan sebagai salah satu
derhana ialah inspeksi visual dengan asam asetat faktor prognostik pada pasien dengan hasil pemerik-
(IVA). Prosedur ini juga direkomendasikan untuk ru- saan sitologi yang ambigu (ASCUS, dan sebagainya).
tin pada perempuan usia <>:20 tahun atau telah aktif Pada suatu penelitian didapatkan bahwa deteksi virus
secara seksual. Kelebihan tes ini adalah metode yang pada ASCUS dapat memprediksi adanya lesi high-
lebih sederhana dan hasil yang lebih cepat dibanding- grade dengan sensitivitas yang tinggi.
kan Pap smear.
Pemeriksaan ini menggunakan larutan asam ase- Sumber Bacaan:
tat 5% yang dioleskan pada serviks. Larutan tersebut I. Oirektorat Pengendalian Penyakit Tidak menular Oepane-
men Kesehatan RI. Buku acuan pencegahan kanker leher infection and cervical cancer. Gynecologic Oncology.
rahim da n kanker payudara. Jakarta: Depkes RJ; 2007. 2008: 110:s4-7.
2. Hacker NF, Friedlander ML Cervical cancer. Dalam: Berek 5. Colombo N. Carinelli S. Colombo A. Marini C, Rollo D. Sessa
JS. Hac ker NF. penyunting. Gynecologic oncology. Ed isi ke- C. Cervical cancer: ESMO clinical practice gu idelines for
5. Lippincott Williams & Wilkins; 2010. diagnosis. treatment and follow-up. Annals of Oncology.
3. Tewari KS. Monk BJ Invasive cervical cancer. Dalam: Di- 20 l 2;23(Supp17): vii27-32.
Saia PJ Creasman WT. Manne! RS. McMeekin DS. Mutch 6. Kementerian Kesehatan RI. Skrining kanker leher rahim
DG. penyunting. Clinical gynecologic oncology. Edisi ke-8. dengan metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA).
Philadelphia: Elsevier Sau nders; 2012. Jakarta: 2008.
4. Castellsague X. Natural history and epidemiology of HPV
Laparotomi KET
Widyaningsih Oentari, Andon Hestiantoro
Pendahuluan perdarahan.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan sel o Ikatan-ikatan pada mesosalping dibenamkan
telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar dalam lipatan peritoneum dengan jahitan.
endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik yang o Ligamentum rotundum didekatkan ke kornu
menimbulkan abortus atau ruptur sehingga menga- dan dijahitkan ke dinding belakang uterus se-
kibatkan penurunan kondisi umum pasien disebut hingga menutup area operasi tuba.
dengan kehamilan ektopik terganggu (KET). Kasus
KET merupakan kegawatdaruratan obstetrik yang 2. Tindakan konservatif
mengancam nyawa ibu dan janin. Saat akan dilakukan tindakan konservatif,
maka harus dipertimbangkan kondisi tuba yang
Tata Laksana OperatifKehamilan Ektopik terlibat dan kemampuan operator. Tindakan ini
I. Salpingektomi dapat dibagi menjadi:
Definisi: Pengangkatan satu atau kedua tuba Fa- a. Salpingotomi
lopii. Definisi: Pembuatan celah (insisi) pada tuba
Indikasi: Falopii. namun tuba tetap dipertahankan.
Kondisi penderita buruk, misalnya syok; Prosedur ini dilakukan pada kehamilan di am-
Kondisi tuba buruk: jaringan parut pada tuba pula dan infundibulum.
dapat meningkatkan risiko kehamilan ektopik; Prosedur:
Penderita menginginkan fertilisasi in vitro; Tindakan untuk kehamilan di ampula:
Penderita tidak ingin punya anak lagi. Buka kavum peritoneum;
Prosedur: Lakukan insisi longitudinal pada tuba;
Setelah peritoneum terbuka, identifikasi tuba Keluarkan hasil konsepsi melalui
yang sakit dan dipegang dengan ibu jari insisi dengan kl em jepit. J aringan
dan telunjuk. Angkat tub tersebut sehingga nekrotik dan sisa trofoblas tidak perlu
500
pembuluh darah tuba pada mesosalping dikeluarkan semuanya;
tampak. Jahit Iuka insisi atau biarkan terbuka;
Jepit mesosalping dengan dua klem Kelly Tindakan untuk kehamilan di infundibulum:
pada area fimbria tuba dan sedekat mungkin Tidak dilakukan insisi, tetapi tuba di-
dengan tuba. urut hingga hasil konsepsi keluar.
Gunting mesosalping yang terjepit antara dua b. Reanastomosis tuba
klem. Klem yang dekat tuba tetap dibiarkan, Definisi: Prosedur mengembalikan patensi
sedangkan jaringan dekat klem satu lagi tuba Falopii setelah ligasi tuba. Pada kasus
dijahit dengan cat gut chromic. KET. prosedur ini dilakukan pada kehamilan
Prosedur diulang dengan menyusuri tuba di ismus.
hingga mencapai kornu uterus. Prosedur: salpingektomi parsialis. yang dilan-
Lakukan jahitan matras pada otot uterus di jutkan dengan reanastomosis tuba.
bawah insersi tuba tetapijangan diikat dahulu.
Tuba dipotong di daerah insersi dan Tata Laksana Operatif Kehamilan Ektopik Lanjut
jahitan matras diikat untuk menghentikan 3. Laparotomi, merupakan prosedur membuka
(insisi luas) dinding abdomen untuk mencapai alat-alat vital karena risiko perdarahan tinggi
organ-organ intra-abdominal, termasuk organ re- dan akan diserap atau autolisis sendiri dalam
produksi perempuan (uterus dan ovarium). Prose- beberapa bulan atau tahun.
dur laparotomi telah lama digunakan untuk tata Plasenta dikeluarkan apabila diperkirakan per-
laksana kasus KET, meski telah dikembangkan darahan dapat dikuasai dan jika perlu dapat
berbagai prosedur invasif minimal lainnya. dilakukan pengangkatan organ tempat plasen-
Prosedur: ta berimplantasi.
Insisi dinding perut.
Bebaskan omentum yang menutupi dan Sumber Bacaan
melekati kantung janin. 1 . Wiknjosastro H. Saifuddin AB. Rachimhadhi T. penyunting.
Kantung janin dibuka pada area yang paling llmu kandungan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiro-
sedikit pembuluh darahnya. hardjo: 2008.
2 . Hoffman B. Schorge J. Schaffer J, Halvorson L, Bradshaw K.
Bayi dilahirkan dan potong tali pusat dekat
Cunningham F. penyunting. Intraoperative considerations.
insersinya di plasenta.
Dalam: William gynecology. Edisi ke-2. Philadelphia: Mc-
Plasenta ditinggalkan apabila melekat pada Graw-Hill: 201 2.
Menopause
Widyaningsih Oentari, Frans Liwang, Andon Hestiantoro
199
Kompttensi lllA Prolaps Uteri
11
Definisi
•• Widyaningsih Oentari, Frans Liwang. Andon Hestiantoro
Aa Ba c
hiatus baclan panjang
genital perinea! total
vagina
gh pb tvl
Gambar 1. Petunjuk Ktasifikasi Prolaps Uteri Pelvic Organ Prolapse Quantifica tion
Stadium Kt iteria
Tidak terdapat prolaps. Titik Aa, Ap. Ba, Bp terdapat pada titik -3 cm dan t itik C dan D terletak di antara -TYL cm
0
dan -(TVL-2) cm
Tidak memenuhi kriteria stad ium 0, tetapi bagian paling distal dari prolaps terletak > 1 cm di atas hime n
III Bagian paling distal terletak > I cm di bawah hi men tetapi < +(TVL-2) cm
IV Eversi total dari total panjang saluran ge nital. Bagian distal dari prolaps ke luar sebanyak (TVL-2) cm
Tabet 2. Evaluasi Prolaps Organ Pelvis dengan Menggun akan Baden-Walker Halfway System
Seksio Sesarea
Widyaningsih Oentari, Andon Hestiantoro
dalam 24 jam pertama. Pastikan asupan hid rasi Edisi ke-2. Philadelphia: McGraw-Hill : 20 12.
2 . Wiknjosastro H. Saifuddin AB. Rachimhadhi T. penyu n-
yang adekuat pada pasien;
ting. !mu bedah kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Berikan analgesik dan antimetik bila perlu;
Prawiro hardjo: 20 10.
Anjurkan pasien untuk menyusu AS!, bila me- 3 . Gibbs RS. Karlan BY. Haney AF. Nygaard I. penyunt ing. Da-
mungkinkan. dalam beberapa jam pertama pasca- lam: Gibbs RS. Karlan BY. Haney AF. Nygaard IE. penyun-
persalinan; ting. Danforth's obstetrics and gynecology. Edisi ke- 10.
Kontrol dan rawat Iuka pascaoperasi. Waspadai Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
adanya tanda-tanda infeksi. 4 . Curtis MG. Overholt S. Hopkins MP. penyunting. Glass
office gynecology. Ed isi ke- 7. Philadelphia: Lippincott Wil-
Komplikasi Seksio Sesarea liams & Wilkins: 20 14.
505
ilmu keterampilan
prosedur.
D Biopsi ]arum Halus
D Teknik Injeksi
D Nebulisasi
D Pungsi Pleura
D Pungsi Suprapubik
D Spirometri
D Splint dan Cast
D Venaseksi
<\ \
Gambar l . Kiri: arah penusukan jarum pada massa/ KgB ya ng di lakukan ke segala arah.
Kanan: Pendorongan aspirat dengan spuit 20 cc ya ng sudah diisikan udara ke kaca objek.
Teknik Injeksi
Sonia Hanifati
A. Injeksi Intramuskular
Definisi
Pemberian obat dengan cara menyuntikkan kedalam \
jaringan otot. Injeksi intramuskular (IM) dilakukan un-
tuk memasukkan obat dengan karakteristik:
Mula kerja cepat. masa kerja cukup panjang \
Bersifat iritan bila diberikan secara subkutan.
Diperlukan deposit obat sehingga absorpsi dilaku-
kan secara bertahap. ----" -+~r----- M, gluteus maxirm
I\
I I
Prinsip yang harus diingat: \ -"-t-\---M. rectus femoris
Panjang jarum tidak boleh kurang dari 1 inci (2 ,5
cm) atau lebih dari 1,5 inci (3.75 cm). ]arum yang --+-'--f--+---Vastus Iateralis
sering digunakan berukuran 20-22G.
Volume maksimal obat adalah 5 ml/injeksi di satu
tempat penyuntikan untuk orang dewasa. J-.,~·--1---+---Tempat iI*ksi
Jumlah pelarut lebih sedikit pada suntikan IM
dibandingkan intravena. 1 ~'~-+---+--M. biceps femoris
I I:
Jenis Obat
Kontrasepsi hormonal
Vaksin (DPT. hepatitis B. TT, rabies, influenza)
Serum antitetanus
Haloperidol
Penisilin
Streptomisin
Diazepam
Gambar 2. Tempat Penyuntikan Vastus Lateralis
Kontraindikasi
mayor ke arah kepala, jari tengah diletak-
Infeks i, Ies i kulit. jaringan parut. tonjolan tulang, atau
kan pada Spina Iliaka Anterior Superior
terletak saraf dibawahnya.
(SIAS) lalu rentangkan menjauh mem-
Langkah Kerja
bentuk huruf V dan injeksi di!akukan
1. Cuci tangan dan memakai sarung tangan.
di tengah area ini (bila pasien miring ke
508 2. Cek kelengkapan alat: jarum, spuit, obat (perhati-
kanan).
kan tanggal kadaluarsa).
Dorsogluteal
3. Masukkan obat ke dalam spuit.
Bagilah area bokong menjadi 4 kuadran,
4. Cek identitas pasien.
injeksi dilakukan pada kuadran luar atas
5. Memilih lokasi injeksi:
atau dengan cara menarik garis bayangan
a. Gluteus (lihat Gambar 1). dengan teknik pemi-
dari Spina Iliaka Posterior Superior (SIPS)
lihan tempat:
ke trokanter mayor, injeksi pada area
Ventrogluteal
lateral superior.
Letakkan telapak tangan pada trokanter
b. Vastus lateralis (lihat Gambar 2): 1/3 tengah
Kontraindikasi
_,..o::::====..-----Krista iliaka
Inflamasi, edema. skar.
_.,+-+---Gluteus
nevus. tanda lahir di lo-
' \
kasi penyuntikan.
Langkah Kerja
1. Cuci tangan dan
memakai sarung tangan.
2. Cek kelengkapan
'' '
: ,.
/
I
~-+---Troka nter
alat: jarum, spuit, obat
:) (perhatikan tanggal
I' kadaluarsa).
'
3. Masukkan obat ke
' - - - - - ,f---lschium dalam spuit.
4. Cek identitas pa-
sien.
s. Pilihlah lokasi in-
Gambar 1. Pemilihan tempat penyuntikan regio gluteus. jeksi.
6. Lakukan antisepsis
antara trokanter mayor sampai dengan kondi- menggunakan kapas al-
lus femur lateral. kohol dengan gerakan sirkuler dari dalam ke luar.
c. Deltoid (lihat Gambar 3): Tigajari di bawah ak- 7. Cubit kulit secara perlahan dengan ibu jari dan
romion. telunjuk tangan non-dominan.
6. Lakukan antisepsis menggunakan kapas alkohol
8. Tusukkanjarum dengan sudut 45°.
dengan gerakan sirkuler dari dalam ke luar. 9. Aspirasi untuk melihat adanya darah.
7. Regangkan kulit dengan ibu jari dan telunjuk ta- 10. Jika tidak ada darah, dorong plunger spuit untuk
ngan non-dominan. memasukkan obat.
8. Tusukkan jarum secara tegak lurus kulit (90°).
11. Cabutjarum spuit.
9. Aspirasi untuk melihat adanya darah. 12. Masase untuk membantu absorpsi obat.
10. Jika tidak ada darah, dorong plunger spuit untuk
13. Beri plester pada tempat penyuntikan.
memasukkan obat. 14. Buang spuit dan jarum ke tempat sampah medis.
11. Cabut jarum spuit.
12. Masase untuk membantu absorpsi obat.
13. Beri plester.
14. Buang spuit dan jarum ke tempat
sampah medis.
e. Injeksi Subkutan
Definisi
Injeksi subkutan (SK) adalah injeksi
sejumlah cairan ke jaringan subkutan,
yaitu di bawah dermis dan di atas otot.
Jnjeksi dilakukan untuk memasukkan
obat yang butuh tingkat absorpsi lebih
lambat dibanding injeksi IM. Jarum
yang digunakan harus melalui epider-
mis dan dermis sehingga dapat men-
capai jaringan lemak subkutan. Obat
yang dapat diinjeksi subkutan: 509
Volume kecil,
Tidak bersifat iritan.
Contoh obat:
Insulin.
Low molecular weight heparin
(LMWH) .
Morfin.
Gambar 3. Pemilihan Tempat Penyuntikan
Imunisasi campak.
pada Regio Deltoid
Definisi
Injeksi intradermal
atau intrakutan (IK)
merupakan injeksi se-
jumlah kecil cairan ke
lapisan dermis kulit.
Biasanya dilakukan un-
tuk prosedur diagnostik,
seperti uji tuberkulin
dan uji alergi. ]arum
yang digunakan biasanya
adalah jarum No. 26 G
(panjangnya Y,, sampai V2
inci). Setelah disuntikkan,
biasanya obat akan mem-
buat "be njolan· kecil di
bawah kulit.
Gambar 4. Posisi jarum untuk penyumikan intrakutan
Langkah Kerja
1. Cuci tangan dan memakai sarung tangan. 10. Jika tidak ada darah, dorong plunger spuit untuk
2. Cek kelengkapan alat:jarum, spuit, expired date. memasukkan obat.
3. Masukkan obat ke dalam spuit. 11. Cabutjarum spuit dan beri plester.
4. Cek identitas pasien. 12. Buang spuit dan jarum ke tempat sampah medis.
s. Memilih lokasi injeksi:
Biasanya di daerah volar atau subskapular; Sumber Bacaan
Daerah inj eksi bebas dari gesekan pakaian. l. Patel N. Khingth D. Palazzo M. penyunting. Venepuncture
6. Lakukan antisepsis menggunakan kapas alkohol (peripheral and femoral) Dalam: Clinical practical proce-
dengan gerakan sirkuler dari dalam ke luar. dures for junior doctors. China: Churchill Livingstone: 2009.
7. Tekan bagian distal lokasi dengan ibu jari tangan 2. Patel N. Khingth D. Palaz20 M. penyunting. Subcutaneous
non-dominan. and intramuscu lar injection. Dalam: Clinical practical proce-
8. Dengan tangan dominan, pegang spuit. miringkan dures for junior doctors. China: Churchill Livingstone: 2009.
15-20° dari kulit. Jbu jari dan telunjuk berada di 3. Center for Disease Control and Prevention (CDC). Guideline
sampingspuit. Jangan letakkanjari di bawah spuit, for isolation precautions: preventing transmission of infec-
karena mengakibatkan sudut leb ih dari 15° yang tious age nts in health care settings 2007. Atlanta. GA: US
berarti jarum berada lebih dalam dari dermis. Department of Health and Human Services. CDC: 2007.
9. Aspirasi untuk melihat adanya darah.
203 •
Koruprtensl IV -
Nebulisasi
•• Sonia Hanifati
•
Pungsi pleura atau torakosentesis adalah pengeluaran
Sonia Hanifati
Tr ansudat Eksudat
' ._ ,
512
IA.
~~ \
Saraf dan
pe mbuluh darah
\
Cfr:c~~
Gambar I. Kiri: Lokasi penusukan sebaiknya I -2 ruang interkosta dibawah efusi. 5- 10 cm lateral da ri tulang belakang.
Kanan: Lakukan penusukan sepanjang batas superior iga untuk mencegah cedera saraf dan pembuluh darah.3
Tabel l .Kriteria Light's untuk Membedakan Cairan Pleura Tra n- Tabel 3. Diagnosis Definitif Berdasarkan Analisis Cairan Pleura.
sudat dan Eksudat.
Diagnosis Kriteria
Jcnis Ras10 Protein Rasia LOH LOH
Urinotoraks pH<7. transudat. ras io kreatinin pleura/
Cairan Pleura/ Pleura/ Scrum
serum >l
Serum Serum
Empiema Pus. ditemukan mikroorganisme dengan
Transudat s 0.5 s 0.6 s200 u/ L
pewamaan Gram atau kultur
Eksudat >0,5 >0,6 >200 u/L
Keganasan Uji sitologi positif
Kilotoraks Trigliserida > 11 0 mg/dL. chylomicron
bunyi redup saat perkusi, dan penurunan suara
Tuberkulosis. BTA positif atau terdapat
napas pada auskultasi. Pungsi dilakukan satu atau
infeksi jamur mikroorganisme dalam pewarnaan atau
dua interkostal di bawah batas efusi dan 5-10 cm
kultur
lateral dari vertebra. Untuk menghindari kompli·
kasi intra-abdomen, jangan memasukkan jarum di Hemotoraks Hematokrlt >50% darah
bawah kosta 9. Ruptur esofagus pH<7, am ilase tinggi
3. Tandai daerah yang akan dipungsi, lakukan tinda-
kan antisepsis, dan pasang duk steril.
4. Anestesi epidermis yang menutupi tepi superior tuhkan aspirasi lebih banyak, misalnya untuk tu-
kosta bagian bawah interkosta yang dipilih, meng- juan terapeutik, stopcock dapat disambungkan ke
gunakan lidokain 1-2% danjarum 25 G. wadah drainase. Kemudian buka stopcock ke arah
s. Masukkan kembali jarum 22 G di tepi superior pasien dan drainase. Cairan yang didrainase tidak
kosta. Lakukan anestesi lokal dan tarik plunger boleh melebihi 1500 cc untuk sekali pengambilan,
spuit secara bergantian setiap memperdalam in- untuk menghindari terjadinya re-expansion pulmo-
jeksi 2-3 mm untuk menghindari penusukan intra- nary edema.
vaskular sekaligus memastikan bila jarum sudah
menembus pleura. Has ii
6. Untuk menghindari jejas di saraf dan pembuluh da- Cairan pleura langsung dikirim ke laboratorium
rah, jarum tidak boleh menyentuh bagian inferior untuk dianalisis. Secara umum cairan pleura dapat
kosta. dibagi menjadi dua, yaitu transudat dan eksudat. Per-
7. Berhenti memperdalam jarum ketika cairan pleu- bedaannya dapat dilihat pada Tabel I.
ra sudah teraspirasi dan injeksikan lidokain untuk
pleura parietal yang sangat sensitif. Ingat dalamnya Komplikasi
penetrasi jarum sebelum mencabutnya. Nyeri. batuk-batuk. dan infeksi lokal.
8. Pasang kateter intravena 18 G ke spuit, tusuk- Pneumotoraks jarang terjadi,
kan jarum sepanjang tepi superior kosta, sambil Edema paru postekspansi jarang terjadi.
menarik plunger spuit terus menerus. Ketika cairan
pleura sudah masuk, hentikan penusukkan jarum Sumber Bacaan
lebih dalam. Masukkan kateter secara perlahan, l. Patel N. Khingth D. Palazzo M. penyunting. Pleural aspira-
dan cabut jarum dari kateter. Tutup lubang dari tion (of fluid or air). Dalam: Clinical practical procedures for
ujung kateter dengan jari untuk mencegah ma- junior doctors. China: Churchill Livingstone: 2009.
suknya udara ke rongga pleura. 2. Patel N. Khingth D. Palazzo M. penyunting. Chest drain in·
9. Sambungkan kateter dengan spuit besar dan three- sertion and management. Dalam: Clinical practical proce-
way stopcock. Dengan posisi three-way stopcock dures for junior doctors. China: Churchill Livingstone: 2009.
terbuka ke arah pasien dan spuit, aspirasi 50 cc 3. Thomse n TW. DeLaPena J. Setnik GS. Thoracocentesis. N
cairan pleura untuk analisis diagnostik. Jika dibu- Engl J Med. 2006:355:e 16.
513
205 Pungsi Suprapubik
KompC"tcnsi JJJ
••
• Sonia Hanifati
Langkah Kerja
1. Pasien berada dalam posisi supinasi.
Area abdomen dan suprapubik ha-
514 rus jelas tervisua!isasi.
2. Lokalisasi kandung kemih (se-
baiknya dengan ultrasonografi ; Bila
tidak tersedia, dapat dilakukan se-
cara palpasi ± 2 cm di atas simfisis
pubis).
3. Lakukan antisepsis dengan povidon
iodin.
4 . Palpasi simfisis pubis, lakukan Ga mbar I. Pungsi Supra pubik
Spirometri
Sonia Hanifati
Volume
(Liter) 4 .EY.~..... ·· ---- -- --- ----················ · · ·······:::
····:::
···:::
···:::
· · ··:::
·· ·:::
···::;:
···:::
···:::
····"'
···::::
-·= -·=
-··~
·· -------------Normal
- - - - -- - - - - Obstruktff
515
Normal
Obstruktif
Waktu
Volume
Normal
Restriktif
Waktu
Gambar 2. Pola obstruktif dan Restriktif pada Ku rva Spirometri
• Sonia Hanifati
Splint Cast
Venaseksi
Sonia Hanifati
Langkah Kerja
1. Pasien diposisikan telentang
dengan kaki rotasi eksterna.
c
2. Turniket bisa dipasang di
atas pergelangan kaki bila
diperlukan.
3. Lakukan asepsis dan anti-
sepsis dikerjakan dengan
menggunakan kasa alkohol
dan povidon iodin.
4. Pad a daerah venaseksi,
lakukan anestesi infiltrasi
dengan lidokain 1% pada
daerah venaseksi.
5. Insisi kulit transversal
sepanjang 2.5 cm.
6. Diseksi tumpul jaringan
subkutan dengan klem
bengkok. paralel terhadap
arah vena.
7. Bebaskan vena dari dasar
sepanjang 2 cm. g Gambar 1. Prosedur venaseksi. Sumber:
8. Dengan klem bengkok. Roberts: Clinical Procedures in Emergency
letakkan benang silk mele- Medicine. 5th ed
wati bawah vena yang su-
dah terlihat. di bagian prok-
simal dan distal.
9. Ligasi bagian distal vena
dan biarkan ujung bebas
benang untuk traksi.
10. Lakukan penarikan/traksi
benang proksimal untuk membuat vena lebih ter-
papar dari dasar.
11 Lakukan venotomi transversal kecil (kurang dari
50% diameter vena) dengan kulit kepalael. Hati-
hati agar tidak memotong seluruh vena.
12. Masukkan kateter vena (ukuran l 4G a tau lebih)
melalui venotomi kemudian fiksasi dengan benang
proksimal.
518 13. Sambungkan dengan infus set/kanul intravena. tu-
tup insisi dengan jahitan
Sumber Bacaan
l. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course
manual. Edisi ke-9. 2012.
Daftar Obat Kegawatdaruratan
Henti Jantung
Am iod aron Pengham- Dosis pertama 300 mg JV Dosis pertama 5 mg/ KgBB JV D Amp/Via l 3 mL (Lar
bat kanal bolus. dosis kedua 150 mg bolus. dapat diulang hingga 50 mg/ mL)
K· (Kelas JV bolus. 2 kali.
110
Epinefrin Agon is a ,. 1 mg JV/ JO bolus ce pat. 0.01 mg/ KgBB JV/ IO. dapat c Am p 1 mL (Lar 1
(Lar a ,. f3 ,. dapat diulang 3-5 men it diulang 3-5 menit bila perlu. rng/ mL)
1: 10.000) {3 ,-ad- bila perlu . Dosis via ETT (Lar I: 1000)=
renergik Dosis via ETT (Lar 0.1 rng/ KgBB [tidak melebi-
1: 1000)= 2-2.5 mg hingga hi 2.5 mgJ setiap 3-5 menit
terjadi sirkulasi spontan hingga terjad i sirkulasi spon-
atau tersedia akses JV / JO. tan atau tersedia akses JV/ JO.
Takiaritmia
Adenosin Agen puri - 6 mg IV / JO bolus ce pat. Dosis pertama 0.1 rng/ KgBB c Via l 2 rnL (Lar 3
nergik Bila tidak ada respon. JV / JO bolus ce pat (maksimal rng/ mL)
berikan 12 mg IV/ IO bolus 6 mg) .
ce pat. Dosis kedua 0.2 mg/ KgBB
JV / IO bolus ce pat (maksirnal
12 mg).
Amiod aron Pengham- 150 mg IV selarna 10 5 mg/ KgBB N ! IO selama D Am p/Vial 3 mL (Lar
bat kanal menit. dilanjutkan 1 mg/ 20-60 menit. 50 mg/ mL)
K· (Kelas menit selarna 6 j am. lalu
111) 0.5 mg/ menit selama
18jam.
Lidokain Pengham- 1-1.5 mg/ KgBB IV. 0.5· 1 mg/ KgBB IV/ IM/ ET B Vial 30 mL (Lar 30
bat kanal dilanjutkan 1-4 mg/ menit. bolus (maksimal 100 mg). mg/ mL) :
Na+ (Kelas dilanjutkan 20-50 µg/ KgBB/ Vial 30 mL (Lar I 0
IB) menit JV. mg/ mL) :
Amp 2 mL (Lar 20
mg/mL)
Verapamil Pengham- 2.5-5 mg JV selama Usia 1-15 tahun: 0,1-0.3 c Amp/Vial 4 ml (Lar
bat kanal 1-2 menit. (Bila perlu. mg/ KgBB JV (maksimal 5 2.5 mg/ mL)
Ca 2• Non- tambahkan 5-10 mg mg) JV selama 2 menir:
519
DHP selama 15-30). Lanjutkan dosis kedua (tidak melebih i
dengan 5-20 mg/jam. 10 mg) dapat diberikan
se telah 30 menit.
Bradiaritmia
Atropin Antiko- Dosis awal 0.5 mg IV 0.02 mg/ KgBB IV bolus. c Am p I mL (Lar 0.25
sulfat linergik bolus. dapat diulang setiap dapat diulang I kali. Dosis mg/ ml):
muskarinik 3-5 menit. Maksimum maksimal 0.5 mg. Amp I mL (Lar 0.5
3 mg. mg/ ml):
Amp I mL (Lar I
mg/ ml).
Epinefrin Agonis a 1
• 2-10 µg/menit IV. 0.0 I mg/ KgBB IV/ IO. dapat c Amp I mL (Lar I
a " /3 ,. diulang 3-5 menit bila perlu. mg/ ml)
(Lar f3 , -ad- Dosis via ETT (Lar I: I 000)=
1:10.000) renergik 0. 1 mg/KgBB [tidak melebihi
2.5 mg] setiap 3-5 menit
hingga terjadi sirkulasi
spontan atau tersedia akses
IV/ 10.
Vasodilator
Nitropru si- Nitrat 0.25- 10 µg/KgBB/menit 0.25- 10 µg/KgBB/menit IV. c Vial 5 rnL (Bubuk
da IV. maksimum I 0 µg/ KgBB/ I O mg/ mL)
menit (6 µg/ KgBB/men it
pada neonatus).
Dobutamin Agonis 2-20 µg/ KgBB/ menit IV. Dosis awal 0.5- 1 µg/ KgBB/ B Am p 5 mL (Lar 50
resepwr dosis titrasi. menit IV, dapat dilanjutkan mg/ ml)
{3 -ad- 2-20 µg/ Kg/ men it dosis
renergik titrasi. Vial 20 mL (Lar
(/3 ,> /3 ,) 12.5 mg/ mL)
Dopam in Agon is 0.5-2 µg/KgBB/rnenit IV. Dosis awal 1-5 µg/ KgBB/ c Amp 5 mL (Lar 40
reseptor dosis titrasi. menit IV. dapat dilanjutkan mg/ml)
a. /3.D 2-10 µg/KgBB/menit IV. 5-20 µg/KgBB/menit IV
dosis titrasi. dosis titrasi.
>I 0 µg/ KgBB/ menit IV,
dosis titrasi.
Norepine- Agon is a1 1-40 µg/ menit IV. dosis 0.05-2 µg/ KgBB/ menit IV. c Am p 4 mL (Lar I
frin adrenergik titrasi. dosis titrasi. mg/ mL)
520
Antlkonvulsan
Diazepam Benzod i- 5- 10 mg IV/IM bolus Per rektal: 5-10 mg/ rektal. D Amp 2 ml (lar 5
azepin 5-10 men it. dapat diu lang maksimal 2 kali pemberian mg/ ml):
hingga maksimum 30 mg. dengan jarak 5 menit. Tube rektal 2.5 ml
IV / IO: 0.25-0.5 mg/ KgBB IV I (10 mg):
IO. kecepatan 2 mg/ menit. Tube rektal 2.5 ml
maksimum 20 mg. (20 mg).
Fenitoin Golongan I 0 -15 mg/ KgBB IV Iambat. 20 mg/ KgBB IV drip 20 D Vial 5 ml (lar 50
hidantoin kecepatan 25-50 mg/ menit dalam NS 50 ml. mg/ml)
menit. Rumatan I 00 mg Dosis maksimal I g. Rumatan
IV / PO setiap 6-8 jam. 5-7 mg/KgBB IV 12 jam
kemudian.
Feno bar- Barbiturat 15-18 mg/ KgBB IV. 20 mg/ KgBB IV. kecepatan D Vial 2 ml (lar I 00
bi ta I (Agen kecepatan 25-60 mg/ 5-10 menit. maksimum I g. mg/ ml)
hipnotik menit dalarn 20 menit. Rumatan 4-5 mg/ KgBB IV 12
sedatif) maksimum 30 mg/ KgBB. jam kemudian.
Magnesium Larutan ion Eklampsia: loading 4-6 g IV bol us selama 15-20 menit, B Vial 20 ml (lar 0.5
su lfat 20% inorganik di lanjutkan rumata n 1-2 g/jam IV. g/ ml): Vial 50 ml
(Lar 0.5 g/ ml)
Sedasi
Midazo lam Benzodi- 0.5-2 mg IV bolus dalam 5 0.2 mg/ KgBB IV bolus. D Vial I 0 ml (La r 5
azepin menit: dapat dilanjutkan dilanjutkan 0.02-0.4 mg/ mg/ ml):
0.02-0. I mg/ KgBB/jam JV. KgBB/jam IV.
Vial I 0 ml (lar I
mg/ ml):
Morfin Opioid 1-30 mg/jam IV Usia <30 hari: 0.3- 1.2 mg/ c Vial IO ml (25
KgBB/ hari IM/ SC dibagi per mg/ ml)
4 jam: atau 0,005-0.03 mg/
KgBB/jam IV Iambat.
Bayi dan Anak: 0,05-0.2
mg/ KgBB IM / SC setiap 2-4
jam: tidak melebihi 15 mg/
kali dosls.
521
Sedasi
Nalokson Antagonis 0,4-2 mg IV selama 2-3 Pasca-anestesia dengan c Vial IO mL (Lar 0.4
opioid menit. Dapat diulang opioid: mg/mL)
hingga dosis maksimum Neonatus: 0.0 I mg/ KgBB IV
IO mg. melalui vena umbilikalis/ IM/
SC: dapat ditambahkan 0.1
mg/ KgBB bila perlu.
Anak: 0.0 I mg/ KgBB IV satu
ka li. dapat diulang 0.1 mg/
KgBB.
Propofol Agen 1-3 mg/KgBB IV bolus. Usia 3-16 tahu n: 2.5-3.5 mg/ B Amp 20 mL (Lar I 0
hipnotik dilanjutkan 0.3-5 mg/ KgBB IV selama 20-30 detik. mg/ mL)
sedatif KgBB/jam. dilanjutkan 0. 125-0.3 mg/
KgBB/ menit IV.
Atrakurium Penyekat 0.4-0,5 mg/ KgBB < I bulan: kontraindikasi: c Vial 5 mL (Lar 10
neuro- IV selama 60 detik. I bulan -2 tahun: 0.3-0.4 mg/ mL)
muskular dilanjutkan 0.08-0. 1 mg/ mg/ KgBB IV:
KgBB IV selama 20-4 5 >2 tahun: sama seperti
menit. Rumatan dapat dewasa.
diulang setiap 15-25
men it.
Cisa trak- Penyekat 0.15-0,2 mg/ KgBB IV. Usia 1-2 4 bulan: 0.15 mg/ B Vial 5 mL (Lar 2
urium neu- dilanjutkan rumata n 0.03 KgBB selama 5- 10 detik mg/mL)
romuskular mg/KgBB IV. 40-50 menit bersamaan dengan opioid
setelah dosis awal: 0.15 atau halotan.
mg/ KgBB IV. 50-60 menit Usia 2-12 tahun: 0.1 -0.15
setelah dosis awal: 0.2 mg/ KgBB selama 5-15 detik
mg/ KgBB IV. bersamaan dengan opioid
atau halotan.
Pankuro- Penyekat 0,06-0.1 mg/ KgBB IV Neonatus: 0,02 mg/KgBB c Amp 2 mL (Lar 2
nium neu- bolus. IV. dilanjutkan 0,05-0.1 mg/ mg/ mL) :
romuskular KgBB IV per 0.5-4 jam. Vial 5 mL (Lar 1
Usia > 1 bulan: 0,04-0.1 mg/ mg/ mL)
KgBB IV. dilanjutkan 0,015-
0. I mg/KgBB IV per 30-60
men it.
Rokuronium Penyekat 0.45-0.6 mg/ KgBB IV Sama seperti dewasa. Rapid- c Vial 5 mL (Lar 10
neu- bolus. sequence intubation tidak mg/ mL)
romuskular Untuk rapid-sequence dianjurkan pada anak.
incubation: 0.6- l.2 mg/
KgBB IV dosis tunggal.
dilanjutkan 0.1-0.2 mg/
KgBB IV setiap 20-30
menit.
Suksinilko- Agonis 0.3-1.1 mg/ KgBB IV dosis 1-2 mg/ KgBB IV dosis c Vial l 0 mL (Lar 20
lin reseptor tunggal. tunggal. atau 3-4 mg/KgBB mg/ mL)
ACh niko- IM dosis tunggal. Usia <6
522 tinik atau 3-4 mg/ KgBB IM tahun diperlukan rumatan
dosis tunggal. 0.3-0.6 mg/ KgBB IV dalam
5- 10 menit.
Agen lnhalasi
lpratropium Antiko- lnhalasi 500 µg setiap Bayi dan anak: 250 µg B Lar inhalasi 0,025%
bromida linergik 6-8jam. setiap 6-8 jam
Usia > 12 ta hun: 250-500 µg
setiap 6-8 jam
Salbutamol Agon is lnhalasi 2.5-5 mg setiap 0,05-0, 15 mg/ KgBB setiap c Lar inhalasi 0. 1%
Terbutalin Agonis lnhalasl 0.2-0.4 mL. dapat 0.2 mg/ KgBB. Maksimum B Lar inhalasi 0. I .
/3 2-ad- diulang dalam 15-30 6 mg.
renergik men it
Agen Lainnya
Aminofilln Pengham- 5.5 mg/ KgBB IV selama Bila belum pernah diberikan: c Amp IO mL (Lar 24
bat PDE 20 menit. dilanjutkan 0, 1- 5-7 mg/ KgBB lV selama 20- rng/ mL)
1 mg/ KgBB/jam IV. 30 menit.
Rumatan:
Usia 5-6 bulan: 0.5 mg/
KgBB/jam IV
Usia 6-12 bu lan: 0,6-0,7 mg/
KgBB/jam IV
Usia 1-9 tahun: 1 mg/ KgBB/
jam IV
Usia 9-12 tahun: 0,8-0,9 mg/
KgBB/jam IV
Usia 12- 16 tahun: 0, 7 mg/
KgBB/jam IV
Manitol Larutan 1,5-2 g/KgBB l V selarna 0,25- 1 g/KgBB l V, c Kolf 250 mL; Kolf
20% hiperos- 30-60 menit, dapat dilanjutkan rumatan 0.25-0.5 500 mL.
molar diulangi setiap 6- 12 jam g/KgBB IV per 4-6 jam.
untuk menjaga osmolaritas Osmolaritas: 1098
310-320 mOsm/ L. mOsm/L.
Ach: acethylcholine: DHP: dihidropiridln: D: dopamin: FIT: endotracheal tube; PDE: phosphodiesterase
Keterangan: •Dosis untuk kegawatdaruratan: 8Sesuai kategori keamanan obat menurut FDA: <sediaan obat dapat berbeda sesuai
produsen.
523
2. Nilai Rujukan Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1. Nila i Norma l Hematologi dan Koagulasi
Troponin T s e
rO
~
Populasi normal. persentil 99 0-0.01 ng/mL
Ambang infark miorkardium 0-0.1 ng/ mL 525
Tumor Marker
CA 125 s 0- 35 U/ mL
CA 19-9 s 0- 37 U/ mL
CA-15-3 s 0- 34 U/ mL
CA27-29 s 0-40 U/ mL
Elektrolit
Magnesium s 1.5-2.3 mg/dL
Natrium s 136-146 mEq/ L
Kalsium s 8.7- 10.2 mg/ dL
Kalsium, terionisasi WB 4.5-5.3 mg/ dL
Klorida (Cl) s 102- 109 meq/ L
Fosfat inorganik s 2.5- 4.3 mg/ dL
Kalium s 3.5-5.0 meq/ L
lmunologi
Komplemen
C3 s 83- 177 mg/ dL
C4 s 16-4 7 mg/ dL
C-reactive protein (CRP) s 0.2-3.0 mg/ L
Faktor Reumatoid S,JF <30 IU/ mL
Ginjal dan Saluran Kemih
Kreatinin s
Perempuan 0.5- 0.9 ng/ mL
Laki-laki 0.6- 1.2 ng/ mL
Ureum
Urea nitrogen s 7- 20 mg/ dL
Prostate-specific antigen (PSA) s
Laki-laki
<40 tahun 0.0-2.0 ng/ mL
>40 tahun 0.0- 4.0 ng/ mL
Besi
Feritin s
Perempuan 10- 150 ng/ mL
Laki-laki 29- 248 ng/mL
Fe s 41 - 141 ng/ dL
Total iron-binding capacity (TIBC) s 251 - 406 ng/ dL
Glukosa Darah
Glukosa darah (puasa) p
527
Tabel 3. Nilai Normal Cairan Serebrospinal (CSF)
Komponen NilaiNormal
Osmolaritas 292-297 mosmol/ L
Elektrolit
Na 137-145 meq/ L
K 2.7-3.9 meq/L
Ca 2.1-3.0 meq/ L
Mg 2.0-2.5 meq/ L
CJ 11 6-122 meq/L
pH 7,3 1-7,34
Glukosa 40- 70 mg/ dL
Laktat 10-20 mg/ dL
Protein total
Lumbar 15-50 mg/ dL
Cisternal 15-25 mg/ dL
Ventrikular 6-15 mg/ dL
Albumin 6.6-44.2 mg/ dL
Amonia 25-80 µg/ dL
Kreatinin 0 .5- 1.9 mg/ dL
Tekanan CSF 50-180 mmH 2 0
Volume CSF (dewasa) - 150 mL
Eritrosit 0
Leukosit
Total 0-5 sel mononuklear/mm 3
Hitungjenis
Limfosit 60-70%
Monosit 30-50%
Neutrofil Tidak ada
Sedimen
Eritrosit 0-2/ LPB
Leukosit 0-2/ LPB
Bakteri Tidak ada
Kristal Tidak ada
Sel kandung kemih Tidak ada
Se! skuamosa Tidak ada
Se! tubulus Tidak ada
Silinder papan Tidak ada
Silinder epitel Tidak ada
Silinder granular Tidak ada
Silinder hyaline 0-5/LPK
Silinder eritrosit Tidak ada
Silinder lilin (waxy) Tidak ada
Silinder leukosit Tidak ada
Natrium (bervariasi sesuai asupan) I 00- 260 meq/ hari
Beratjenis 1.001-1.035
Urea nitrogen 6-17 g/ hari
529
Asam urat (diet normal) 250- 800 mg/hari
3. Kategori Obat dalam Kehamilan
Kategori Obat dalam Kehamilan berdasarkan Food atau studi manusia, dan risiko penggunaan obat ini
and Drug Administration (FDA) melebihi keuntungannya (risk>benefit)
ranitidin B
t'""
Ill 2 azithromisin B
~.... 3 amoksisilin B
'"'I B
Ill 4 sefadroksil
::s 5 siprofloksasin c
530 6 sefiksim B
7 amoksisilin-klavulanat B
8 eritromisin B
9 gentamisin D
JO Jevofloksasin c
11 kaptopril D
12 amlodipin c
13 ambroksol
14 furosemid C, pada HT gestasional = D
15 nifedipin c
16 metildopa B
17 aspirin C, bila dosis penuh pada trimester 3 =D
18 klopidogrel B
19 ISDN c
20 ISMO B
21 klorfeniramin c
22 difenhidramin B
23 cetirizin B
24 loratadin B
25 feksofenadin c
C; bila digunakan jangka panjang a tau menjelang
26 kodein term=D
27 dekstrometorphan c
28 pseudoefedrin c
29 guaifenesin c
30 neomisin c
3 1 streptomisin D
32 albendazole c
33 dietilcarbamazine x
34 ivermektin c
35 mebendazole c
36 prazikuantel B
37 pirantel pamoat c
38 amfoterisin B B
C untuk l 50mg dosis tunggal candidiasis vaginal
39 flukonazol pada bumil; D untuk indikasi lainnya
40 griseofulvin x
.,,i:::
41
42
itrakonazol
ketokonazol
c
c
....p,,..
43 nistatin c s.,,
~
44 terbinafin B
45 dapson c 531
46 arthemeter x
47 artesunat NIA
48 klorokuin NIA
49 primakuin c
50 kina X (trimester pertama)
51 pirimetamin c
52 asiklovir B
53 valasiklovir B
54 meropenem B
55 magnesium oksida (antasid) A
56 aluminum hidroksida (antasida) c
NI A; tidak diabsorpsi, kecil menyebabkan risiko
57 attapulgit saat hamil
58 bismut subsalisilat C; D pada trimester 3
59 loperamid B
60 ondansetron B
61 granisetron B
62 bisacodil c
63 lansoprazol B
64 omeprazol c
65 pantoprazol B
66 metoklopramid B
67 akarbose B
68 metformin B
69 sitagliptin B
70 insulin B
71 glimepiride c
72 dexametason c
73 metilprednisolon c
74 prednison c
75 selekoksib C; D bila >30 minggu
76 diklofenak C; D bila >30 minggu
77 ibuprofen C; D bila >30 minggu
78 ketoprofen B; D bila >30 minggu
79 ketorolak C; D bila trimester 3
~....
>"(
81 meloksikam C; D bila trimester 3
Kacang
Ayam tanpa Semangka Salak 2
Mie basah 2 kedelai 2 Kacang Minyak kelapa
kulit 1 ptg I bua h bsr buah sdg
gls (200g) 1/2 sdm panjang I sdt (5g) LJ
sdg (40g) (180g) (65g) Keju l ptg i:::
"',..
(25g)
Hati ayam Kacang
kecil (35g) ..
.....p,
Singkok 1 ptg Ape l I buah Na ngka 3 bj Santan 1/3
(I 20g)
1 bg sedang merah segar Worre l
(85g) (45g) gelas (40g) LJ e
(30g)• 2 sdm (20g)
"'
...:I
533
Penukar I Penukar 2 Penukar 3 Penukar 4 Penukar 5 Penukar 6 Penukar 7
Sumber Kar- Sumber Sumber Sayuran Buah Susu & Minyak
bohidrat Protein Protein (IOOg Produk Susu
Hewani Nabati mentah/ l
mangkuk
ma tang)
Energi: Energi: Energi: Energi: 25 Energi: 50 kcal Energi: Energi:
I 75 kcal 50 kcal 75 kcal kcal Karbo- Karbohidrat: 12g 75 kcal 50 kcal
Protein: 4g Protein: 7g Protein: 5g hidrat: 5g Protein: 7g Lemak: 5g
Karbohidrat: Lemak: 2g Lemak: 3g Karbohidrat
40g Karbohidrat : !Og
: 7g
534
5. Lampiran Formula WHO
Tabel I. Bahan dan Zat Gizi dalam Formula WHO F75, FlOO, dan F l 35 (Kemenkes RI, 20 11 )
Tepung beras 35
NILA! GIZI
Protein (g) 9 29
Laktosa (g) 13 42
Kalium (mmol) 36 59
Natrlum (mmol) 6 19
Seng (mmol) 20 23
%Energi protein 5 12
% Energi Lemak 36 53
Osmolaritas 413 4 19
Catatan: F75 digunakan untuk fase stabilisasi. Fl 00 untuk fase transisi dan rehabilitasi
Cara Membuat Formula WHO Cara Pembuatan Formula Rehydration Solution for
l. F75: Campurkan gula dan minyak sayur. aduk Malnutrition (ReSoMal)
sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix, 1. Cara membuat cairan ReSoMal
kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedi- Bahan:
kit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel. Encerkan Bubuk WHO-ORS untuk 1 liter: 1 pak
dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil dia- Gula pasir : 50 gram
duk sampai omogeny dan volume menjadi 1000 Lautan elektrolit/mineral : 40ml
ml. Larutan ini bisa langsung diminum. Masak se- Ditambah air matang sampai larutan menjadi:
lama 4 menit, bagi anak yang disentri atau diare 2000 mL (2 liter)
persisten. Setiap 1 liter ReSoMal mengandung 37,5 mEq na-
2. F75 dengan tepung: Campurkan gula dan minyak trium, 40 mEq kalium, dan 1,5 mEq magnesium
sayur, aduk sampai rata dan tambahkan larutan
mineral mix, kemudian masukkan susu skim dan 2. Cara Membuat Larutan Mineral Mix
tepung sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan 1 sachet mineral mix (8 gram) dilarutkan dalam 20
berbentuk gel. Tambahkan air sedikit demi sedikit mL air matang untuk pembuatan 1 liter F75/ Fl00/
sambil diaduk sampai homogen sehingga menca-
pai 1000 mL dan didihkan sambil diaduk-aduk
hingga larut selama 5-7 menit.
3. FIOO: Campurkan gula dan minyak sayur, aduk
ReSoMal.
Bila tidak tersedia mineral mix, dapat dibuat cairan
pengganti ReSoMal. Cairan ini menggunakan bubuk
KC! sebanyak 4 gram sebagai pengganti mineral mix.
-
53.
sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix, Namun, cairan ini tidak mengandung Mg, Zn. dan Cu.
kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedi- Oleh karenanya anak perlu diberikan makanan yang
kit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel. Encerkan menjadi sumber mineral tersebut. Dapat diberikan
dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil di- pula MgS04 50% secara IM sebanyak l x dengan do-
aduk sampai omogeny volume menjadi 1000 ml. sis 0,3-2 cc/KgBB.
Larutan ini bisa langsung diminum atau dimasak
dulu selama 4 menit.
6. Lampiran Skor Ballard
Skar Ballard menilai ti ngkat maturitas neonatus berdasar- Korelasi Skar Ballard terhadap usia gestas i jan in adalah:
kan pemeriksaan sistem neuromuskular dan fisik. Skar untuk Ska r 5: 26 minggu
set iap aspek penilaian dijumlahkan dan dikorelasika n dengan Skar I 0: 28 minggu
masa usia gestasi. Penilaian ini ke mudian dapat digunakan un- Skar 15: 30 minggu
tuk menentukan apakah berat badan neonatus tersebut sesuai Skar 20: 3 2 minggu
dengan masa kehamilan atau tidak (dengan kurva Lubschenko) . Ska r 25: 3 4 minggu
Jika jumlah skor bukan kelipatan lima. maka korelasi usia Skar 30: 36 minggu
mengikuti usia terka it yang paling mend ekati. Contoh: Skar 3 5: 3 8 minggu
Skar Ballard total : 35 Usia Gestasi : 38 minggu Skar 40: 40 minggu
Skar Ballard total : 33 Usia Gestasi : 36-38 minggu Skar 45: 42 minggu
Skar Ballard total : 28 Usia Gestasi : 3 4-3 6 minggu Skar 50: 44 minggu
Maturitas
Neuromuskular -1 0 2 3 4 5
Square
window ·~ •+r= •+c -K eM:
(v.TiSl)
1<90' I 90" 160" 1450 ~ 30" r O'
Arm
• •
1' •
...... •
"t' •
1'
"'•
recoil
Popliceal
angle .~
••
-..,
180" 180' -1 40"
.~
110°-140°
• .1.. •-'- ••
.• •
90"-1 IO'
•-'
<90"
.. . .... -·
180" 160" 140" 120" 100° 90" <90°
Scarf sign •
........ -t' • . . •t ....
Heelw
......- ~ •.t ~cW
ear •'aliit'-
Maturitas fisik -1 0 2 3 4 5
permukaan
seperti kertas
mera h seperti gelatinosa. mengelupas daerah pucat. seperti kulit
Ku lit Jengket. friable. ku!it, retak
aga r. tra ns- merah. translu- dengan/ ra npa retak-retak. retak-retak
transparan lebih dalam.
pa ra n sen ruam. sedikit venajarang rnengerut
tidak ada vena
vena
Lanugo umumnya
tidak ada jarang banyak menip!s menghllang
tida k ada
A
alfa feco protein (AFP) 705, 706
alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
342. 424, 482
albuminuria 72, 93. 528
angina
pektoris 552. 748. 750. 767. 77 3
pektoris stabil 7 48
alfa-1-antitripsin 705 alkalosis 71, 103. 221. 4 15. 625, 628. pektoris tidak stab ii 7 50,
abortus 422 631. 847. 108 1 progresif 752. 753
habitualis 422, 423, 490 alkohol 588, 605. 606. 627, 636. 655. angina chronic inteslinal 594
iminens 423. 423 673. 675, 676. 680. 1002. 1026. angina plaut Vincent 72. 1069
inkomplit 422. 423 a/lerglccrease 1047, 1054 angina sifilitika eritematosa 35 7
insipien 422. 423 allergic salute 104 7. 1054 angioplasti 299, 751. 755
komplit 422, 423 allergic shiner 104 7, 1054 ankilosis 307
provokatus 66 1, 885 alzheimer 502. 906, 908. 960. 1002 ankilostomiasis 71 1
septik 423. 66 1 ambliopia 248 ansiolitik 6
spontan 420. 422. 423 amenorea 4 12. 487. 501. 849. 918. 992 anoreksia nervosa 487. 853. 918
abses 108 ametropia 390 anosmia 1047, 1054
adneksa 470 amiloidosis 650, 757. 764, 766 ansietas 560. 629
apendiks 214 amnesia 903 fobik 915. 916. 926,
epidural 113. 965 anterograd 904. 932 menyeluruh 926
epidural spinalis 966 retrograd 904 antasid 594, 602. 6 11. 6 13. 1105
hepar 264. 371. 588. 67 1, 67 4 amniosemesis 4 14 antenatal. asuhan 4 12
hati amebik 672 amniotomi, alat 428 anti dsDNA 378
intra-abdomen 812 amniotomi 433. 437, 438 antiaritmia 7 5 7
multipel kelenjar keringat 322 anemia 56. 592. 648. antidepresan 54 7. 593, 6 19, 931. 982
orbita 1049 aplastik 50. 388. 652 antiemetik 683. 1031. 1033
otak 907, 947. 993 berat 40, 359. 580 antikoagulan 7, 87. 27 4. 303. 304, 507
parafaring 1088 defisiensi asam folat antikonvulsan 98, 10 1. 104. 257. 521.
paravalvar 7 4 1 defisiensi besi 120.122 991. 995. 1094.
paravertebra 94 1 hemolisis intrakorpuskular 658 antimanik 922. 933
paru 494. 659, 8 16 hemolisis ekstrakorpuskular 658 antiprostaglandin 279. 488
payudara 457. 472 hemolitik 156, 3 14 . 417, 642 antipsikotik 29. 908. 9 12. 929. 930.
pelvis 470 hemolitik autoimun 52. 361. 5 7 2. 932
perianal 35 4 657 Anti-RNP 842
perinefrik 640 kronis 565 antistreptolisin 90
peritonsil 178. 1058, 1070 megaloblastik 654. 656 anulus. dilatasi 776.
psoas 220 mikrositik hipokrom 49. 60. 712 apendisitis 47. 2 13. 711
retrofaringeal 174 normosi tik normokrom 67 1, 741. akut 214. 222
subungual 321 1084 perforasi 226
subperiosteal 1018. 1023 pada kehamilan 408, APGAR 159. 160
tubo-ovarium 214 penyakit kronik 843 anritis
acute respiratory distress syndrome pernisiosa 656 aku t 854
(ARDS) 172. 255. 629. 730. 8 14, 843 sel sabit 2 15 gout 833, 834.
Acquired immunodeficiency Syndrome ANA. uji 378 migratorik 77
(AIDS) 95. 243, 376. 573. 574. 829, anensefalus 4 7 5 non-erosif 843
998 anestesi psoriatik 936
Activated prothrombin time test (APTT) epidermis 513 re umatoid 379. 55 1. 660, 758. 766.
54. 304. 524. 661. 754. 860. 1045 epidu ral 304 septik 174. 243. 244. 79 4.
adenoidektomi 1008. 10 18. 1020. 1050 infiltrasi 518 supurativa 359
adenoma coksik 788. 801. kornea 375 asidosis
adenoma vilosa 628 lokal 186, 191. 197. 198. 202. 270. laktat 578. 580. 628. 664. 781. 798.
afakia 381 275. 447. 5 11. 1071 821.
afon i 1061. 1065. 1066. 1073, 107 4 regional 4 53 metabolik 41. 90. 587. 523. 625.
agorafobia 905, 9 15, 9 16 spinal 304. 504 627. 863. 1081
air fluid level 8 10. 943. 949. 954. 1020. spray 1074 respiratorik 166. 625. 627. 628.
air susu ibu (AS!) 5. 453. 483, 485, topikal 403 63 1
akromegali 29, 223, 992 umum 457. 515, 559, asi tes 495, 512, 694. 697. 699, 706.
I
masif 718 bantuan hidup black dot 3 1 I
refrakter 7 19 - dasar 238 Black's law dictionary 802
volume sedang 699 - lanjut 27 4. 539 black piedra 318
volume besar 699 barium enema 94 4 Blalock Taussig 86
askariasis 709. 710. 7 12 barotrauma 890, I 020 blastospora 350
asma 163. 164. 166, 168, 629, 639. barrel chest 825 black water fever 729
805. 806. bartolinitis 34 2. 365 blefaritis 307
astigmatisma 390. 392 Bartolin, kelenjar 342 blighted ovum 425
atelektasis 154, 166, 175, 177, 265. Barr body 892 blok saraf 54 7
267. 816. 823, 950. 1074 basedow 800 blokade AV
atonia uteri 4 14. 430. 446, 479, 481. Bassini 220 derajat I 757
897 batu derajat II 758
atrofi testis 695. 706. 849 asam urat 278, 279 derajat Ill 758
audible slap I 074 empedu 2 15 blok saraf perifer 187
audiometri kalsium fosfat 279 botulisme 45. 8 14
Bekessy 1028 kalsium oksalat 279 Bouchard. nodus 838
impedans I 037 kolesterol 2 15 Bracht. perasat 4 78
nada murni I 037 pigmen 2 15 Bradiaritmia, 757
tutur 1037 saluran kemih 277 bradikardi
Austin Flint. bising 773 Batu k rejan 73 relatif 7 4, 859
autoimmune hemolytic anemia (AIHA) batuk darah 8 16 Braxton Hicks 412
52.658 BCG 129 Brenner. tumor 493
aborescem mark 890 Behcet. si ndrom 362 Breastfeeding jaundice 156
absance 100 Bekap. pembekapan 87 1. 899 Breastmilkjaundice 156
adi posera 875. 900 Bellocq. tampon I 045 Bronkiektasis 810
Aedes aegypti 68. 7 I 7 Bell's palsy 957 Bronkitis kronik 8 16.
Aedes albopictus 68. 71 7 benang j ahit 196 Bronkodilator 826
afasia 96. 856. 907. 967, 976, 997 benign paroxysmal positional vertigo Bronkografi 8 17
afonia 1065. 1073. 1074 1039 Bronkopneumonia I 7 5
agenesis benda asing Bronkoskopi 81 7. 8 18. 822
renal 415 faring 1049 body mass index. lihat indeks massa
Mtillerian 487 hidung 1042 tubuh
akantosis 307. 351. 821 Jiang telinga 1012. 1025 Bordetella pertusis I 064
akne vulgaris I 0. 3 18, 329 mata 403 bougie 355
algor morris 900 tenggorokan I 072 bradikinesia 904
alopesia 695. 788. 843 berat badan lahir rendah (BBLR) 158 breast conserving therapy 232
analgetik narkotik I 077 beta-hCG 422 bronkiolitis 17 1
analog nu kleosida 686 bercak Buchblatt condyloma 354
anogenital 341 - Koplik 67 Buckle, fraktur 24 1
apple-core appearance 225, 945 - Paltauf 872 bu la
apraksia 907 bilas Jambung 83, I 076 hemoragik 660
arteritis 327 bilious remittent fever 729 hipopion 321
arteritis. giam cell 385 biopsi bull neck I 068
arteritis kranial 376 endometrium 490 Burgemeester's hals I 068
arteritis septik 7 40 hisap rektum 46 bunyi
artralgia 70. 76. 107. 357. 684. 690. core 190 gallop 753
713. 718 eksisi 191 jantu ng tambahan 771
asepsis 188. 191. 270. 4 28. I 089 insisi 19 1 jantung melemah 575
asfiksia 155. 429. 4 77. 871. 899. 983. jarum halus 507 napas tambahan 553
1073. 1074 kulit 190 SI mengeras 77 4
ataksia 96. 104. 11 5. 359 Bishop, skor pelvik 436 S4 769
atresia pulmonal 79. 85 bising Bupivakain 186
aura I 00. 962. 967. 968. ejeksi sistolik 80 bundle branch block 7 5 7
Ausp itz, fenomena 334 menggerendang (rumble) 80 Left 750
autopsi 215. 284, 87 4. holosistolik 85 Right 759
kontinu 82 burut 220
pansistolik 81
B
badan moluskum 319
balanitis 348
usus 586. 602. 606
Bintik bitot 122
bidai 837.
c
cacar air 327
balanopostitis 348 bisul IOI I cacing
Ballard. skor 159 black bi le 2 - cambu k 712
II
- gelang 709 cold stiffening 900 rektal 212
- hati 712 cold turkey 909 saluran cerna 212, 222, 227
- kremi 710 Colles 842, 938 trans hepatik 6 71
- pita 715 Common cold 173, 1046 delirium 908
- tambang 7 11 conjunctiva! limbalgraft 370 delle 319
cadaveric spasm 900 coronary artery bypass grafting (CABG) , demam
CAH, congenital adrenal hyperp lasia 751, 753, 867 berdarah dengue 68, 716
37, 39 cowperitis 341 bifasik 718
cairan resusitasi 563 CPD, disproporsi kepala panggul 4 32 remiten 672
cairan rumatan 563 cradle cap 335 reumatik 76
cairan serebrospinal 976 creeping eruption 31 1 reumatik akut 76
calcitonin gene related peptide 332 Crohn, penyakit 598 tifo id 721
calcium channel blocker 637, 639. 646 crowing 553 demensia 906
Caldwell, posisi 173, 954 Crowning 465, 467 dengue shock syndrome (DSS) 70
Campak, imunisasi 131 CSF, lihat cairan serebrospinal dependen 923
Canalith repositioning therapy 104 1 CTR cardio thoracic ratio 950 depersonalisasi 905
cara cunam depresi 914
Bracht, 478 Elliot,463 segmen ST 739, 752, 759
Klasik, 302 Kielland. 463 depresi ans ietas, campuran 908
Loevset. 478 Piper. 463 dengue blot 720
Mauriceau, 478 Simpson. 462 derealisasi 905
Mueller. 478 Wigley, 463 desidua basalis 4 4 7
Cardiac output 864 Cushing, penyakit 992 deselerasi lambat 445
Carey coombs. bising 76 Cushing, sindrom 149, 907 dermatitis
Carpal tunnel syndrome 245 cutaneous diphtheria 72 atopik 331
Cast516 cutaneous larva migrans. lihat creeping kontak 330
Castor oil 439 eruption neurodermatitis 332
cedera CVP, central venous pressure 864 numularis 333
kepala 889 seboroik 334
kepala berat 986 stasis 333
kepala ringan 984 D dermatofitosis. lihat mikosis
kepala sedang 984 Daldiyono, metode 1 109 dermatografisme putih, lihat white
med ula spinalis 814, 856, 863, 987 dandruff 335 dermatographism
servikal 987 dapsone 314 dermatomikosis, mikosis 316
Cekik 871 Davis Rockey, teknik 214 dermatosis eritroskuamosa 334
Chadwick, tanda. 4 12 DBD 68, 716 deskuamasi 375, 1021
Chain of survival 538 DDS 314 desmopressin asetat 55
Charcot. arthropathy 935, 782. 793 de Quervain's 788 detritus 106 7
Charcot, trias 216 debridemen 253. 375. 376, 472 dexon 196
Cheyne Stokes, pernapasan 866 de fans muskular 7 4, 213 dev iasi septum 1047
Chicken pox 327 defek diabetes melitus 777
Chin lift 553 · septum atrium 80 edukasi 778
choking 553. 87 l, 872 - septum ventrikel 445 gestasional 4 10
chordee 250 Deferoksamin 61 latiha n jasmani 779
CKD-MBD 647 Deferiprox 61 obat hipoglikemik oral 780
Clue. sel 421 Deferasirox 61 pada kehamilan 410
cocktail party deafness. 1028 defibrilasi 540 terapi nutr is i medis 778
concealed hemmorhage 426 defisit sensorik 54 7 tipe 129
Confusion Asssessment Method, CAM defisiensi tipe II 777
6 17 faktor pembekuan 53. 566 diaforesis 82, 815
Coombs 50, 176 glukosa--fosfat dehidrogenase (GPD) diagnosis keham ilan 4 12
Cooper, ligamen 221 52 dialisis peritoneal 6 12. 64 7
Copper wiring, 396 insulin 761 diare
Corkscrew. 459-460 kompleks protrombin akut 584
clay, konsumi 623 laktase kongenital 120 akut dehidrasi ringan sedang 4 1
clay-coloured faeces piruvat kinase 658 akut dehidrasi berat 42
CLL, leukemia granulositik kronik 662 zat besi 120 inOamatorik 584
clubbing fingers, lihatjari tabuh 85 dekompensasi kord is 72 kronik 584
cluster type headache 858 dekompensasi sirosis 697 osmotik 584
cold abscess I 004 dekompresi sekretorik 584
cold nodule 238 laminektomi 966 diastolic ru mble 80
cold shock 858 nervus fasialis 958 diatermi 837
III
diatom 872 parapneumonik 5 12
diatesis hemoragik 897 E pleura 69. 182. 605. 666. 811
diet edema- perikarditis 763
alergi 14 anasarka 11 6. 722. 839. 848, 849 perikardial 76. 267. 764
diabetes melitus 18 generalisata 723 perikardium 766
lambung 16 glotis 363. 544 send i 56
ginj al 16 interstisial 726 subdural 106
hipertensi 15 kaput pankreas 606 teli nga tengah kronik 1021
hati 17 kelopak mata 90. 396, 1032 transudarif 8 12
lbu hamil 18 konjungtiva 922. 425 ekimosis 660
jantung 15 kulit kepala 899 periorbita bilateral 985
rendah kolesterol 15 laring 553. 861 mastoid bilateral 985
rendah purin 16 nonpitting 725 di sekitar tumor 248
usia lanjut 18 papil 715. 888. 1046 eklampsia I 094
difteria 71 paru 7 1, 7 43, 753, 84 7. 854. 865 ekokardiografi 76. 82. 551. 741. 776
difteria, vaksin 131 perifer 645, 694. 699 Doppler 867
dinner fo rk deformity 842 pitting 303, 725 dua dimensi 87. 773
disartria 954. 960. 971 pu lmonal 862 perikarditis konstriktif 766
disentri 985 serebri 735, 856. 885 stres 750
dislokasi 240 ekstremitas 665. transtorakal 760
dispareunia 346 efek samping transvaginal 78
disritmia 866 agen antipsikotik 930 ekolalia 9 10.
distensi abdomen 414. 606 agen antiansietas 932 eksan tema 35 7, 850. 1056
distensi uteru s 46. 426 allopurinol 834 eksentrasi 2 15
disuria 34 1. 342. 346. 348. 365 amfoterisin B 1002 ekstirpasi 874. 1060
divertikulitis Meckel 214 antiglaukoma 387 ekstraksi
diplopia monoku lar 389 antikolinergi k 597 benda asing 1025
directly obse1ved treatment shortcourse antihipertensi oral 639 cu nam 452. 464. 466, 474
(DOTS) 828 antihipertensi parenteral 64 3 DNA 887
disease modifying antirheumatoid drugs benzodiazepin 6 18 endoskopi I 073
(DMARD) 837 dapson 3 14 gigi 54. 1082
diseksi aorta 642 depresi napas 754 katarak 41 1
disfagia 654 dilator higroskopik 437 vakum 4 70. 485. 488. 491
dislipidemia 783 ekstrapiramidal 48 ektropion 2 18. 398, 499
dispepsia 592 kardiovaskular 6 14 elefantiasis 725
displasia bronkopulmoner 154 kolitis iskemik 597 elek troforesis
dispnea nokturnal paroksismal. PND konstipasi 597 gel 887
772 kortikosteorid sistemik 826, 844 Hb 50. 655, I 097
disproporsi sefalopelvik, Ii hat CPD 432 metildopa 4 18 protein 650
disseminated intravascular coagulation metotreksat 83 7 elektrokardiografi (EKG) I 79, 299. 736.
660 miopati 8 744. 749. 752. 764. 853. 854
distosia ballll 4 59 misprostol 438 elektrokokleografi I 032.
disuria 640 neuroleptik 618 emboli 471. 651
divertikulitis 2 14. 22 1. 224 neuritis perifer 994 kardiak 746
DJJ 4 12. 4 13. 428 OAINS nonselektif 548 karotis 385
Douglasi, kavum 432, 4 70 obat antituberkul osis 325. 831 paru 177. 552. 766. 812. 8 16. 505.
Down, sindrom 29. 39. 126 obat hipolipidemik 786 512
drainase postural 818 obat untuk LES 844 pu lmonal 750. 753. 765
drug induced hepatitis 83 1 opioid 549 seprik 670
drug induced lTP 668 pengobatan anafilaksis 862 udara 567. 629. 890. 897
double chin 459 penyekat adrenergik alfa-1 selektif embolisasi 247. 301
drum st ick 892 286 emerropia 390
dry powder inhaler 189 PGE l 83 emfisema 815. 880, 883
duh tubu h suplementasi besi 51. 52 paru 1074
seropurulen 346 terapi insulin 28, 804 polimielitis 629
uretra 34 1 teofilin 167 pulmonal 176
vagina 342. 346 toksisitas metabolik 5 77 subkutis 951.
Duhamel 212 efusi empiema 596.
duktus arteriosus paten 81 chylous 666 endarteritis 381
Dunphy 214 eksudati f 8 12 endoftalm itis 393. 396. 4 12
sendi 936 endokarditis 664. 679.
otitis media I 0 19. I 050 bakterialis 679. 949
IV
infektif 8 13. 845. nodosum 354. 599 universalis 336
nonbakterial 84 1 nodusum Jeprosum 314 erosi 614
orbita 954 nodus 322 dentin 609
endometriosis 8 16. 84 1 orofaring 87. 255 hati atau empedu 7 15
endometritis 442. 446. 481. 487 palpebra 397 juksta-artiku laris 936
endometrium 84 1 palmaris 695. 706 kartilago 1063
endoskopi 592. 600. 6 IO perianal pada papu l 38 1
biopsi 597. 6 14 sirk umskrip pembuluh darah 722
transnasal 1008 tidak ter kendali 720 plak 753
Ultrasonografi 592. 594. eritemacosa. batas tegas 33 1 tulang 836. I 0 I 0
endoskopik eritemacosa. plak 332 erythema
sfingerocomi 67 4 eritemacosa. makula 107. 35 1 M igrans 322
ligasi variseal 701 eritemacosa. papul 307. 327 Marginatum 77
terapi 697 eritemacosa. nodul 324 Nodosu m 322
engorgement. breast 456. 472 eritematosa. sifilitika 35 7
ensefalitis 37. 67. 11 2, 13 1 eritroleukemia 57 F
akut 68. 96 erupsi 28 1 facies
toksoplasma 581. 999. 1000 akniformis adenoid 104 7
pasca-in feksi 97 eritematosa cooley 60
sekunder 96 kulit akut bulldog 360
viral 95. kulit sekunder masked 97 1
ense falopati 682. 821. obat alergik failure to thrive 1 18. 136
aku t 468 papular pruritik 5 7 4 fakolisis 389
hepatikum 64, 694. 696. 701, 703. poliformik faringitis 194
907 estrogen 677 bakterial 76
hepatik rekuren 704 defisiensi 840 difteri 173
hipertensif 91. 642. 979 eksogen kronik 1059
hipoksia 856 terapi 628 streptokokal 76. 17 4. 1058
HIV 575 eviserasi 227 terapi 1069
renal 6 17 eczema viral 1057
urem ikum 635, 645 herpeticum 327 fatigue 49. 56
enteric fever 72 1 vaccinatum 327 feokromosicoma 29. 635. 852
entropion 373. 399 egg-on-a-string. appearance 86 feritin, serum 50. 61. 121. 654, 660,
enukleasi 406 eksisi 325 679.695
enzyme linked immunosorbent assay biopsi 19 1 fecor hepatikum 694
(ELISA) 575. 690. 7 14 . 725. 999 eksisional 31 1 fibrilasi, atrial 78. 7 46. 758. 766. 787
epididimitis 724 kuli t di atas kista 192 rapid vemricular response 761
epifora 957 polip total 225 fibr ilasi. ventrikel 540, 623. 763. 855.
epilepsi 715. 843. 883. 908. 961 pterigium 370 fibrinol isis 66 1
granmal 9 12 radi kal 725 fibr inolitik 660. 7 17. 838
psikomocor 903 sirkumferensial 2 18 terapi 753. 754
etiologi 973 sisi kuku 197 fi lariasis 723. 724
episiotomi 430. 448 tangensial 25 1, 255 filling defect 225. 295. 945. 953
midline 452 ekskoriasi 331. 332. 337. 1057 fimosis 197. 277. 5 14
mediolateral 4 52 eksositosis. tulang hidung 307 fistel 322
meluas 452 eksocoksin 71. 332. 10 19 bronkopleura 270
episkleritis 599. 836 stafilokokus 400 multipel 316
epistaksis 849. 1044. 105 1, 1074 ekstirpasi 192. 87 4. 1060 fisura 217, 3 15. 603. 793
anterior 104 4 eksudasi 173. 243. 1010 ani 45. 46
berulang 1054 eksudatif 590 horizontal 951
t idak terkendali 740 diare 58 4 interlobaris 154
perdarahan efusi 812 ireguler 358
posterior 1044, 1045 laringitis 1065 oblik 95 1
epsilon amino capro ic acid (EACA) 66 1 sekret 1013 fixed drug eruption 322. 336
eritema 154. 155. 275. 368. ablasio retina 381. 382 flail chest 178. 265. 266. 629. 814
dan skuama 334 ektima 32 1 flare 371. 380
difus 349 sifilitikum 357 aqueous 379
lokal 855 enterokolilis 46. 21 1 hepatitis 687. 688
maku ler nekrotikan neonatal 2 12 flegmon 322. 4 72
marginatum epidermolisis 322 parametrium 4 70
mukosa hidung 173 erisipelas 32 1, 326 flexibilitas cerea 904, 9 11
multiforme 354. 82 1 eritroderm a 335 fluor albus 349. 35 1
v
anterior 504 garis Kerley B 846
flushing 83. 4 4 1
okuli 354. 360 gargling 1073
flutter. atrial 761
uteri 4 13. 430. 445. 476, garis fraktur 24 1
fobia
involusio 4 5 1 multipel 949
khas916
fundus kopi I 00. 102. 370. 382. 384 zigomatikoorbita 260
spesifik 9 16
funikulitis 342 gastritis
sosial 915. 93 1
furunkel 321 akut 180
fo likel 368
kronis 59 1
tiroid
gastroenteritis akut 308. 3 19
rambu t 3 11. 32 1
pilosebasea 3 18. 329
G gauging 275
gaduh gelisah 91 1 gawat napas 154
matang dari ovarium 491
gaga! ginjal gej ala
fo likulitis 3 18
akut 88.90. 626. 632, 639, 698. depersonalisasi 905. 91 O
profunda 321
699. 729. 730, 755. 848. 849. 856, depresi 9 15. 9 18. 9 19. 93 1
superfisialis 321
979 depresif91l.914
fonofobia 967. 982
kronik 620. 624. 759, 764. 766 derealisasi 905. 91 O
forseps intubasi (Magill) 54 1
gagal hati 4 72. 549. 671. 685, 692. somatik 9 17
fotofobia 682. 690. 7 18. 726. 788. 967
707, 79 1 Gell & Coombs 5 70
fotopsia 381. 382. 396
akut 633, 683. 703 gerakan paradoksal flail chest 265
fo tokoagulasi
gagal jantung Ghan, tekn ik 828. 875
inframerah 2 18
diagnosis 7 4 4 giant cell arteritis 384. 385
laser 397
kanan 766, 767. 769, 775. 776 giant condyloma 351
fraktur 241. 617. 788. 794. 950
kiri 767. 846 gibbus 941
avu lsi 947
kongestif74 l. 767, 774 gigi Hutchinson 360
basis kranii 403. 555. 987, 997
gagal ventrikel kiri 866 ginekomastia 37, 639. 695. 706, 787
Calles 938
gagging 87 1 gingivitis 343. 575
dentoalveolar
galaktorea 487. 992 ginjal polikistik 953. 634. 645
femur 939
gamma-am inobutyric acid (GABA) 703. gips 5 16, 892
fragilitas 84 I
916. 932. 973. 982 glaukoma
hairline 937
gangguan akut 372
iga 228. 265. 8 15. 94 7
afektif 9 1 1. 933 kronis 385
klavikula 4 6 1
akomodasi 404 neovaskular 384. 406
komplet 240
ansietas menyeluruh 917 sekunder 385
kompresi vertebra 856
ansietas fobik 916. 926 sudut tertutup 385
kondilus
cemas menyeluruh 917. 920. 926 glomerul one frit is
koronoid
ekstrapiramidal 48. 416 akut 89. 648
mandibula 262
endokrin 29. 487 kronis 90
laring 872
haid 485. 487 membranosa 650
maksila 261. 954
kepribad ian pascastreptokokus 89
metafisis-diafisis 938
ambang 922 glomerulosklerosis fokal dan segmental
Monteggia 938
anankastik 922 90. 650
osteoporotik 842
antisosial 922 gnatoskizis 37 3
orbita 954
dependen 923 goiter endemik 80 I
panggul 84 1
emosional tak stabil 922 golongan
pelvis 290
histrionik 922 opiat 602. 99 1
patologis 280. 359
impulsif 922 prokinetik 594
rootlet 1028
menghindar 922 gonioskopi 372
sendi 838
paranoid 92 1 gonore 34 1
sinus frontalis 954
skizoid 92 1 diseminata 343
Smith 938
kognitif 51. 140 gout 833
suprakondilar
mental organik 906 grand mal 962
subkondilus 954
neurotik 915 granuloma 307. 324. 544. 764
terbuka 242
obsesi kompulsi 926, 931 granulomatosis
tibia terbuka 30 I
otonom 965 Wegener 379. 647. 1037)
tulang tengkorak 899. 948
panik 178, 9 15. 916. 9 17. 920, 926, Graves. penyakit 787
vertebra 94 I
931 Greenblatt. tanda 354
wajah 259
pendengaran akibat bising 1028 Guillain Barre. sindrom 114. 723. 814,
Zigomatikomaksilaris 995
psikotik 1002 815
Framingham. kriteria 7 44
soma tik I 002 guma 307
fresh frozen plasma (FFP) 54. 661. 755.
somatisas i 594
859. 978
tingkah laku 924. 925
friction rub 76. 764. 816
gangren 298
fundus 460.
VI
H skrotalis 205
herniasi
hipopion 321. 371
hipopituitarisme 487
halitosis l 062. l 070 diskus 965. 989 hipoproteinemia 93
halusinasi 903, 905- 10 herniorafi 220 hiposmia 173. 104 7
heartburn 608 herniotomi 206, 220 hipospadia 249
heat shock protein 605 herpes hipotensi 852, 862. 865
heaving 771 ensefalitis 97 hipotiroidisme kongenital 38
Heberden. nodus 838 simpleks 308 hirschsprung 211
He gar zoster 309 histerektomi 491
busi 20 I hesitancy 285 histrionik 922
tanda 412 heterokromia 406 HIV 573. 993
Heimlich, perasat 554 hidrokel 725 Hodge. bidang 463
hematemesis testis 206, 284 Hodgkin
melena 614. 694. 700, 706, 8 16 hidronefrosis 277, 952 limfoma 665
halogen 189. hidrops hordeolum 400
Hb Bart's 60 endolimf I 03 I Hughes, klasifikasi 402
HbeAg 63. 684. 686 fetalis 60 Huntington 906
HbF 49. 60. 1086 hidrosefalus 107, 111 , 989, 991
HbH 60 hidrotoraks 699
HbsAg 63, 454, 683. 685, 705
heat cramps 890
hifa 316, 350, I 087 I
hifema 404 identifikasi personal 891
heat exhaustion 851 high pitched cry I 07 immune thrombocytopenic purpura
heat stiffening 900 himen 503. 870 (ITP) 58
heat stroke 851 hiperaldosteronisme primer 636, 7 4 7 lgG anti-HBc 684
Heimlich; gerakan 554 hiperemesis gravidarum 4 15 lgM anti-HBc 685
Hemangioma 24 7 hiperinflasi paru I 7 1 ikterus
Hema tom 4 7, 260 hiperinsulinisme 791 fisiologis 155
hematoma hiperkalemia 16, 88, 623. 634. 639 neonatorum 155
epidural 984 hiperkalsemia 592. patologis 155
subdural 984 hiperkeratosis 331 ileus 943
hematotoraks 26 7, 269 hiperko!esterolemia 93. 783 mekanik 221
hematuria 89, 90. 93. 290. 293. 633, hiperlipidemia 649, 783 paralitik 222
641, 647, 720, 1091 hipermenore 487 impetigo 320
hemisfer 98, 100, 899. 962 hipermetropia 390 implan koklea 1029
hemiparesis 96, 960. 984, 989, hiperparatiroidisme 277 implanon 485
hemiplegi 11 2 hiperpigmentasi 67, 3 15, 332 imunisasi 129
hemisensorik 967 hipersalivasi 48, 4 15. 733 induksi persalinan 436
hemodialisis 624, 631. 647 hipersplenisme 61 infark miokard 7 48
hemofilia 53 hipertensi infeksi
hemoglobinuria 89, 652, 658. 730 primer 635 intrapartum 449
hemokromatosis 705 pulmonal 750. 775 nifas 469
hemolisis 656 renal 884 saluran kemih 91. 640
hemoptisis 8 16 sekunder 635 infertilitas 489
hemoroid 2 17 vena pulmonal 769 insufisiensi adrenal 34
hemoroidektomi 2 18 yang berhubungan dengan kehami- insulin 29-32, 777-782
hemosiderosis 6 1 lan 416 intoksikasi 907, 1073
Henoch Schonlein, purpura 90. 94, 64 7 hipertiroidisme 787 intoleransi laktosa 41
henti hipertrofi intubasi 541
j antung 5 19, 538, 539, 767 adenoid 1049 inversio uteri 447
napas 809, 856. l 081 atrium kanan 77 4 irigasi 402, 1025
hepar. pembesaran 943 prostat 284
hepatitis ventrikel kanan 83
akut 62, 690
fulminan 64
ventrikel kiri 7 42
hipnotik 908
J
Jackson 252, 1072
hepatomegali, hipoalbuminemia 649, 694, 846 Janeway, lesi 7 40
hepatosplenomegali 59, 65, 7 15 hipoglikemia 790 jari tabuh 85, 626, 810. 820, 822
herald patch 335 hipokalemia 622 Jones. kriteria 76
hernia hipokalsemia 63 i jahitan
abdominalis 219 hipokloremia 631 jelujur 218
inguinalis 205, 219 hipokondriasis 9 16 kendali 199
strangulata 205 hipomania 9 13 kontinu 221
nukleus pulposus 963 hiponatremia 620 kulit 958
VII
matras 500 hipermatur 389 kematianjanin 308. 424. 445. 468. 856
pembuluh darah 30 I imatur 389 kematianjanin intrauterin 438. 661
simple interrupted 202 insipien 392 kemosis 368. 373. 400. 849
subkutis I 91. 192. komplikata 389 kemoterapi 236. 352. 495. 652. 991.
tebruka 470 matur 389 993. 1053,
teugel 199 Morgagni 389 adjuvan 225
jarum subkapsu lar anterior 332 multiagen agresif 57
atraumatis 194 katatonik 904. 911 paliatif 823
cutting 196. 198. 269. 518 kateter standar 664
traumatis 194 Folley 437. 5 14. 1046 keracu nan 872
jerat 871. 872. 888. 899 intravena 5 18 antikolinergik 852
pembuluh darah 156 barbiturat 885
Swan-Ganz 866 barium 623
K urin 2 12, 222. 228. 504 botulinum 178
kaku mayat vena subklavia 273 Jogam 592
kaki diabetik 782. 792. 796 vena unbilikus 160 logam be rat 60 I. 8 7 4
kalazion 400 kateterisasi makanan 585
kalium permanganat 190 jantung 81 t imbal 49. 60
kandidosis 31 7 kandung kemih 9 1 organofosfat 605
genitalis 348 uretra 371 keratomalasia 122
vu lvovaginalis 350. 42 1 vena pasca-bedah 27 1 Kerley. garis 846
kanker kavum Douglasi 342 Kernig. tanda 96, 107. 112
endometrium 127, 490. 491. 492 KB, pil 486 ketergantungan obat 919, 920, 928,
kolorektal 223 keham ilan 412 932,
ovarium 493. ektopik 214. 500 ketuban pecah dini (KPD) 106, 161.
paru I 89. 818. 820. ektopik terganggu 424 421. 436. 439. 442.
payudara 231. 232. 965. 992 ganda 158. 4 76 Ketoasidosis Diabetikum (KAO) 33.
serviks I 27. 496-8 kembar 416. 436. 440 796,853
tiroid 237 prematur 4 4 2. kriteria diagnosis 797
Kaposi. sarkoma 764. 99 I keilosis 656 protokol 798
kaput suksadeneum 899 keinginan bunu h diri 912, 922 koagulasi intravaskular diseminata (KID)
karbunkel 32 I kejang 621, 730. 852, 871. 986. 427. 472
karditis 77, 78 absans 962 Kiesselbach. pleksus 1045
kardiomiopati 767 fokal 961 kifosis 181
dilatasi 743. 762 fokal kompleks 961. 962. kifosis vertebra 1004
hipertrofi 7 4 3 generalisata 997 Klinefelter. sindrom 29
klasifikasi 768. 768 klon ik 962 kista
primer 743 mioklon ik 962 aterom 192
restrikt if7 4 3 otot 1076 Baker 836
sekunder 7 4 3 tonik 962 duktus koledukus 65. 946
tako-tsubo 866 tonik-klonik 962 kongenital 271
karsinoma umum 961 nabothi 499
adenoid kistik 229 yang tidakt terkontrol 692 hidatid 507
endometrium 491 kelenjar ovarium 214. 414
in-situ 232 Bartolin 342 sebasea 220
invasif 232 Cowper 341 sinovial 964
kantong empedu 215 endokrin 61 subkondral 935
kolorektal 222. 224 getah ben ing regional 294 subkortikal 834
laring limfe regional 111. 223. 225 retensi 884
nasofaring lim fe inguinal 280 koarktasio aorta 79
paru Littre 34 1 kolangitis 2 16, 6 7 5. 7 15
papiler 237 mammae 37. koledokolitiasis 215. 592, 594. 606.
prostat 287 Meibom 397, 398. 400 673. 67 4. 1090
rektum 217 parotis 229 kolelitiasis 599. 673. 723
sel basal 191. 338 periuretra 514 kolesistektomi 590. 6 7 5
sel skuamosa 191. 280. 323, 338 pros tat 285. 34 2 kolesistitis 215, 592, 606. 673. 67 4
sel transisional 294 retroperitoneal 495 kolesteatom 1010. 102 I. 1023. 1024
serviks 496. 498 sebasea 329. 334. 352 kolitis
tiroid 236. 238. tiroid 38. 40 amebik akut 672
kartu baca 393 Tyson 341 be rat
Snellen. chart 377. 378. 390. 393 keilitis angular 574 iskemik 585. 590
katarak 388. 844 keloid 340 pseudomembran 586. 590
VIII
radiasi 590 mieloblastik akut 57 malabsorpsi
ulseratif 598. 600. 655. 1085 mielomonositik 660 asam empedu 590
kolonoskopi 222. 225, 226. 587, 590. promielositik 660 asam folat 656
596. 598, 602, leukoplakia 575 karbohidrat 41. 590. 1085
kolostrum 412. 453, 454. 456 leukore 412 lemak 41
kolporeksis 480 lidah tifoid 74 protein 41
kolposkopi 351. 499. lidokain 512 959. 1092 vitamin 812
kondom 446. 482, 484, 497 liken malaria
konjungtivitis 67. 173, 327, 343. 368. skrofu losorum 324 berat 730
akut 372 likenifikasi 330. 33 1lipoma 192 falsiparum 729
alergi 330 lilitan tali pusat 429 kuartana 729
bilateral non-puru len 87 limfadenitis 828 - laten 729
fliktenularis 181 limfadenopati 657. 666 - malariae 729
gonore 344 generalisata 643 ovale 729
unilateral 354 preaurikuler 106 relaps 729
kontusio jantung 266 limfangitis 828 tertiana 729
kor pulmonal 7 43 limfedema 725 vivaks 729
Koriokarsinoma 37. 820. 991 limfoma mallory weiss 700
Kramer. penilaian 155, 156 Hodgkin 665 malapresentasi 473
kraniotomi 979, 998 imunoblastik 666 mamografi 232
krikotirotomi 107 4 malignum 355 manajemen laktasi Oihat Jaktasi)
krioterapi 312. 339. 382. 497 litotripsi 279 mania 913
kriptokokosis 575 littritis 341 mantoux. tes 181
liver mortis 899 maserasi 898
Loeffler 709 rnastektomi
L Loevset 478 radikal klasik 235
labia 479 lokia 451. 452 radikal dimodifikasi 236
labirinitis 1030 alba 452 sederhana 236
lakrimasi 957. 959, rubra 452 mastitis 456
laktasi 453 serosa 452 mastoidektomi I 0 I 0
laminektomi 964 lower urinary tract symptoms 285 mastoiditis 1009
lampu Wood 31 7 L-tiroksin 40 ma ti
laringektomi I 062 Iuka batang otak 899
laringitis 1064 bacok 889 cara 874
akut 1064 bakar 890 klinis 899
kronik 1065 ir is/ sayat 889 mekanisme 87 4
tuberkulosis 1066 kekerasan setengah tajam 889 sebab874
laringoskopi 54 4 kekerasan tajam 889 seluler 899
Le Fort. kla.sifikasi 261. 954 kekerasan tumpu l 888 serebral 899
left bundle branch block (LBBB) 750 lecet 888 somatis 899
lensa 388. 390. 87 5 menghisap 296 suri 899
Leopold 413 petir 890 mauriceau, perasat 4 78
lepra 312 robek 888 mc-cune albright. sindrom 37
lepromatosa 3 13 suhu rendah 890 mean corpu scular volume (MCV) 49.
Leptospiremia 726 tangkis 889 524 , I 083. 1097
leptospirosis 726 tembak 890 measles 67
Letulle, teknik 876 trauma listrik 890 megakolon 45. 21 1
LES (Lupus Eritematosa Sistemik) 84 2 trauma kimia 890 meibom. radang kelenjar 397
derajat berat 843 tercemar 396 mekoniurn
derajat ringan 84 3 tusuk 889 aspirasi 154
lesi percobaan 889 warna 432
aktif 1086 Lund dan Browder 254 melena 224, 586, 694
Janeway 741 lupus vu lgaris 323 meniere, penyakit 1031
tuberculosis 829 meningismus 96, 723
letak meningitis
lintang 436. 4 76 M aseptik 95
sungsang 4 77 m. Jeprae 312 bakterial is 105, 993
leukemia madarosis 398 definisi 993
akut 55 magnetisasi 890 infektif 993
granulositik kronik 622 - makroangiopati 782 neonatus 106
limfoblastik akut 55 - makrospora 31 7 pencitraan 94 7
limfositik granuler besar 652 makula 3 13. 339 silifitika akut 360
IX
tuberkulosis 994 nebulizer 169. 510 nyeri 212, 213
virus 96, 994 nefritis akut 213
meningoensefalitis 994 interstitial 633 kronis 213
menometroragi 487 lupus (NL) 90, 649 neuropatik 212
menopause 50 I Henoch-Sch[8Jnlein 94 nosiseptif 21 2
menoragia 487 pyelonefritis 94 , 64 I radikuler 963
merkuri nefrolitiasis 277
klorida 190 nefropati
kehamilan 530. I I 03 diabetik 644, 650. I 090 0
nitrat 87 4 HIV90 Obat
metalisasi 890 igA 90 anestesi topikal 186
metallic membran basal 90 anestesi infiltrasi 186
sound 222 membranosa 90 anestesi blok saraf perifer 187
taste 645 nekrosis antituberkulosis I 13, 182. 830
meteorismus 772 necrotizing pancreatitis 604 antiansiecas 932
methemoglobinemia 314, 643 tuberkulosa 11 I cara penggunaan 4
metroragia 4 87 tubular 88, 44 7, 633 antiasma 16 7, 807
miastenia gravis 177, 572. 8 14 neonatus 89 antidepresan 931
midstream urine I 089 !SK 91 antidiare 4 2. 588
mieloma multipel 650. 660. 940 Meningitis, cairan serebrosinal 97. antihipertensi 636
mielomonositik 57. 660 995, 998 ant ikoagulasi 302, 754. 760
mielopati 82 I. 963. 965 penyebab epilepsi I 19 antimalaria 450. 730
migren 967 pipa trakea 548 antimania 933
mikosis 316 radiologi 946 antimotilitas dan sekresi usus 42.
mikroangiopati 394, 658. 782. 960 sindrom elektroklin is 98 588
mikrofilaria I 080 neoplasma antipsikosis 930
mikrokalsifikasi 233 kelenjar liur 229 antit iroid 788
mikrospora 31 7 laring 1060 hipoglikemik oral (OHO) 780
miksedema 512, 788 ovarium 493 pelumpuh otot 522. I 095
miksoma 863 t iroid 239 penenang 52 I. I 094
minilaparotomi 486 neuralgia penghambat fibrinolitik 754
miokarditis 87. 765 pascaherpetik 309 premedikasi 552
miomektomi 436. 438 trigeminal 969 hipolipidemik 786
miopati 8. 84 2 neu ritis optik 832 Obliterasi
miopia 391 neurodermatitis sirkumskripta 332 Arteri-vena umbilikus 898
miosis 379 neuroleptik ro ngga empiema 264
missed abortion 423 obat 618 kavitas perikardium 766
mo la hidatidosa 4 24 neu roma akustik 992 Obesitas 127
molase 432 neuropati Obsesi 165
moluskum kontagiosum 319 otonom 782. 793 Obstipasi 212. 22 I. 599
moniliasis 348 perifer 782. 793 Obstruksi
mood 904 vestibuler I 030 usus 22. 21 I. 943
morbili (lihat campak) neuroprotekt0r 978 duktur bilier 661. 673. 946
morbiliformis 336 neurosifilis 359 pembuluh darah 279. 976
morbus Hansen 312 neurotik 9 15 saluran kemih 89. 91. 951. 227
morfin 1085 nevus pigmentosus 340 saluran napas 171. 178. 824
mosquito, klem 194 night blindness 122 tuba Eustachius 1009
mud fever 726 Nikolsky. tanda 322 Odinofagia I 065
mueller. perasat 4 78 Nipple puller 455 Oftalmoplegia 849
mukokel 954 nistagmus I 030, I 039 Oftalmoskop 377, 397
mumifikasi 875 nodul Oksitosi 423. 428
muntah. anak 4 7 Bouchard 838 Oligohidramnion 4 14
murphy. tanda 215 Heberden 838 Oligomenore 487
mutilasi 891 pita suara I 060 Oliguria 1089
mutisme 907 reumato id 636 Onikomikosis 317
subkutan 57, 76. 636 Opening snap 77 4
tiroid 239 Operasi
N nokturia 285. 346 blalock taussig 86
napas Non Hodgkin. penyakit 665 hernia anak 206
bau 1069 norepinefrin 521 kazai 66
bau keton 29 Norplan 485 langenbeck 218
cupinghidung 154, 165. 171. 175 Nortman. cunam I 074 lichcenscein 220
x
manchester 503 pedikulosis konstriktif 275. 766
tukar arteri 85 kapitis 310 purulenta 176
whitehead 218 korporis 310 uremik 635
Opistotonus 983 pubis 3IO perikondritis I 066
Oralit 42. 587 pembuluh darah koroner perleche 348
Orkidopeksi 208 pembunuhan anak sendiri 896 perimetri 386.
Orkitis 283 pemeriksaan perimetrium 44 7
Orofaringitis 343, I 057 bimanual 479 periostitis 307. 358
Ortopnea 743. 846 Doppler 412 sifilitika 360
Osier's nodes 7 4 I forensik 875 peritonitis 74, 89. 177. 222. 226.
Osteitis 10 I 0 bedah jenazah 876 290, 422, 4 70, 4 72
Osteoartritis 837 bercak mani pada pakaian 895 bakterialis spontan 94
Osteomielitis 243 destruksi asam 896 pertusis 72
Otitis invertogram 209 petekie 56, 58, 69. 107. 173. 427.
eksterna IO I I jenazah 870 660. 662, 664, 695, 718, 727. 740.
media, lihat Bab Otitis Media korban abortus 897 795. 872,
akut IOl5 organ/alat dalam 876 Peyeri, plak 74. 722
efusi IOI 9 serologis. 894 pielonefritis 670. 723.
supuratif kronis I02 I sidikjari 891 akut 953
Otomikosis I 026 mikroskop lapangan gelap 360 akut non-komplikata 640
Overflow incontinence 287. 618 potong beku 238 pigmentasi cafe au lait
Overriding aorta 83 prostate spesific antigen 280 pioderma 320
Ovum, blighted 4 25 spektroskopi 894 pionikia 32 1
pemfigus sifilitika 359 pi pa
p penentuan
cairan mani (kimiawi) 895
endotrakeal 543
orofaring/nasofaring 541
packed red cell (PRC) 565. 566. 534, golongan darah 895 Piper, cunam 463
859, 864 golongan darah ABO pada cairan pitiriasis
p-ANCA (antineutrophil cytoplasmic mani 895 versikolor 31 7
antibodies) 600, 648. ras 892 pitting nail 334
palatoskizis IO 15 spermatozoa 895 piuria 449
pankarditis 77 penggantian plasenta. manual 447. 480. 505
pankolitis 223 darah yang hilang 4 4 4. 4 4 6 plasenta previa 247, 425. 426. 436. 438
pankreatitis 4 7 defisit cairan 622 pleuritis 723. 750. 812. 829. 843
akut 222. 226. 512 Penyakit pleurodesis 272
batu empedu 215 Crohn 44. 221. 223. 226 pneumomediastinum 154. 166, 170.
bilier 2 16 Cushing 628. 992. 177. 415,
kronis 591. 594 ginjal kronik 620. 634. 644 pneumonia 131, 172.174,647.65 1.
panoftalmitis 34 3 Graves 787, 788 750. 809, 983,
pap smear 499 jantung hipertensif 637, 7 46. aspirasi I 077
papiloma laring I 060 jantung reumatik 77 5 bakterial 575. 8 12. 816.
papul Meniere 1031. I 032. I037 berat 625
miliar 319 paru obstruktif kronik (PPOK) 387, dengan/ tanpa kavitasi 82 1
putih 352 511, 515 interstisial limfoid 8 19
parafimosis 197 radang panggul (lihat pelvic inflam- komunitas 858
parafin 218 macory disease) lobaris 179
parakeratosis 352 Wilson 50 nosokomial 858
paranoid, waham 905. 909 perasat Pneu mocystis carinii 511
paranoid, skizofrenia 91 I Bracht 475 pneumokokus 995
paranoid, gangguan kepribadian 92 1 Heimlich 555 pneumotoraks 154. 166. 172, 177, 179,
paraparesis 987 perdarahan 271. 415.
parasentesis 547, 697. 699 intrakranial 668. 899, 978 spontan 272
paratifus abdominalis 721, saluran cerna bagian atas 59. 612, tension 255. 265.
parauretritis 34 I 614, 849, 986, polakisuria 449
Parkinson 601. 602. 907. 971. 972 subarakhnoid 976 poliarteritis, nodosa 90. 64 7. 764.
Parkinsonisme 929. 931 varises esofagus 304, 694. 697. 700. poliartralgia 77
paronikia 298, 348, 358 perforasi usus 45, 74, 214. 228. 7 12. poliartritis 76. 606, 842
paroxysmal cold hemoglobinuria 657 pericardia! knock 766 polihidramnion 154. 414, 439, 442,
partograf 428. 432. 434 , 436 perikardiektomi 765. 766 445
parut perikardiosentesis 275 polimenore 487.
hipertrofik 255 perikarditis 64 7, 7 50, 84 3 polimiositls 821.
peau d'orange 232. 234 akut 753. 764. poli neuritis perifer 723
XI
poliomielitis 629. 814 psikotik. gej ala 907. 914. 927. fenoltalin 894
polisitemia vera 1084 psoriasis 692. 833. 936. 1012, 1026 florence 895
polymerase chain reaction (PCR) 994. pulsus fosfatase asam 896
1004 paradoksus 165.275. 766.809.815 hemolitik 567
Pomeroy. modifikasi selar 771 hoigine 363
posisi pungsi hipersensitivitas 570
Caldwell 173 lumbal 103. 994 id (kandidid) 34 8
Waters 173. 261. 263 pleura 511 intravital 891
Fowler 208. 214 purpura jarish-harxheimer 363
positive end expiratory pressure (PEEP) Henoch Schonlein 64 7 leukemoid 821
256 idiopatik trompositopenik 668, 84 3 nitroprusid 797
post nasal drip 173 trombotik trombositopenik 658. onion skin 940
praanestesi. persiapan 550 661. 679. 821. penyabunan 890
predileksi puting susu 11 8. 429. 438. 446. 454. periosteal 940
anus 311 873, presipitin 892
badan 324 puting terbenam 455 prozon 361
bokong 31 1 reversal 314
dada 318. 32 1 supravital 901
genitalia eksterna 308
hidung 320
Q
Q pacologis. gelombang 7 50
takayama 894
teichman 894
kepala 334 Quetiapin 9 12, 930 tuberkulin 181
leher 323 Quinolon. lihat kuinolon wagenaar 894
lengan 318 Quinin 668 reanastomosis tuba 500
lipat paha 323 Quinidin 668 recombinant TPA (r-TPA) 754, 978
lutut 324 QRS. kompl eks 738 reed Sternberg. sel 665
mulut 320 QT interval 739 refleks
perut 31 1 QT corrected (QTc) 739 babinski 960
punggung 318. 32 1 biseps 963
rambut kepala 318 dinding perut 966
tungkai bawah 307. 32 1. 323. 326 R glabella 929
wajah 319. 324. 329 racun hoffman tromner 966
preeklampsia 417. 436. 439. 445 antikolinergik 852 j alan napas bayi 160
presbikusis 1028. 1033. 1034 anilin 873 kornea 854, 970
presbiopia 390. 393 barium 623 kremaster 46. 270. 282
proktitis 45. 341, 342. 346, 354 botulinum 178. 814 laring 552
proktosigmoidoskopi 225 campuran 872 menelan 458
proptosis 406. 1010 definisi 872 mengisap 458
prostate specific antigen (PSA) 280 kalium klorat 873 muntah 541. 554
prostatektomi 280 karbonmonoksida 899 okular 854
prostatitis 34 1. 342. 344. 346 klna 873 oku losefalik 854
proteinuria masif 649 logam berat 592. 601 patela 419
protrusi lokal 872 patologis 630. 909
diskus 963 makanan 4 1. 585 penutupan glotis 1073
nukleus pulposus narkotika 873 pupil 109. 260
prurigo 337 nitrobenzena 873 triseps 963
pruritus obat 100 stapedius 1037
an i 710 organofosfat 178. 605 tendon 114
nokturna 3 11 salisilat 178 vagal 871
pseudohifa 422 sian ida 873. 899 vestibulookulik 1032
pseudomembran 71 timbal 49. 60 refluks
psikosis 413. 487. 687. 844. 928, 93 1 raja singa 34 1 gastroesofageal 4 7. 607
akut 932 ramsay Hunt, sindrom 309 hepatojugular 745
paranoid 909 ranson. kriteria 1108 vesikoureter 277. 449
puepuralis 457. 458 rapid urea breath test 592 regurgitasi
psikoterapi 549. 594. 598. 912. 920. raynaud. fenomena 842 aorta 76. 81, 771
928. reaksi makanan 47
dinamik 916 acetowhite 499 mitral 76. 771
kognitif perilaku, suportif. adaptasi 1028 nasal 105 1
suportif 916. 927. alergi 174 pulmonal 771
psikotik 617. 692. 929. 1002 benzidin 894 trikuspid 771
kronis 910 berberio 895 rektokel 60 1
transien 923 eritema nodosum leprosum 314 reperfusi koroner 753
XII
reposisi frak tur 242
reseksi
esofagus 1077
diskoid 943
polimorfik 87
makulaeritematosa 107
s
sadapan 540. 736-8. 7 48, 752-3. 759.
hemoroid 218 makulopapular 67. 712. 994 762
iga 264 malar 843 bipolar 736.
korpu s vertebra 966 skarlatina 173, 1057 ekstremitas 737.
lambung 227 vesikopapu lar 132 prekord ial 737
misetoma 316 rubeola 67 unipolar 737.
prostat transuretral 280 rubeosis iridis 384 , 406 sarkoma Kaposi 575. 764. 99 1
tulang temporal 1027 ruminasi 47 Schwabach I 028. I 037.
usus 206, 225 rumus Seboroik 3 10- 1, 3 18, 328. 33 4-6, 362.
respiratory syncytial virus 171 ast to platet ratio (apri) 695 396-8
resomal 535 broca 779 Keratosis -, 328. 339
resusitasi cockroft-gault 634 segitiga Hasselbach 220
jantung-paru 538 daldiyono 1109 seksio sesarea 411. 413, 419. 425-7.
bayi lahir sakit 158 de haas 898 440. 443, 475, 504
retardasi mental 924 dilling 5 lihat bab Seksio Sesarea
retensio fib4 695 sel Reed Sternberg 665
cairan 635, 698. 742, 847 fried 5 selulitis 32 1-2. 4 70
kontras 95 1 friedwald 783 serangan panik 915-6
natrium 4 17. 635, 698 homeostasis model assessment serum iron (SI) 50
plasenta 44 7, 480 (HOMA) 677 servisitis 342, 483
sekret bronkus 558 kramer 155 sferositosis herediter 50. 215. 658-9
sputum 8 15 model of end-stage liver disease shadow test 389
tinja 45 (MELD) 696 Sheehan, sindrom 446, 488,
urin 280. 285, 293, 549. 6 17. 965. modification of diet in renal disease sianosis 81. 83-6. 154. 158. 1073
97 1 (MORD) 634 sideroblastik 60. 408. 655. 1084
retinol 123 nagele 4 12 sifilis 355-84. 380. 413, 658
retinoblastoma 406 rasio karbohidrat-insulin 30 sigmoidoskopi 222, 225, 587, 602
retinopati schwartz 88 sikloplegik 375, 380, 39 1, 405
diabetik 34. 394 young 5 sindrom -
hipertensif 395 rupia 357 Behcet 381
prematuritas 396 ruptur Cushing 9. 29, 127. 603. 6 16
ret inopexy pneumatic 382 abses hepar 6 70 Down 29. 99. 1015
retraksi aneurisma 87. 359, 363, 41 8 Goodpasture 91. 572, 648. 816
napas bayi baru lahir 154 atrium 274 Gu illain Barre I 15, 133
hepar 358 bulbus okuli 260, 370, 380 HELLP 661. 679
interkostal 165. 171 buli 290 karsinoid 58 4. 707, 821
kelopak mata 787 dinding aorta 363 kauda ekuina 965
kulit 232 esofagus 920 kolon 2 11
pu ting 232 hemidiafragma 228 nefritik Akut 90. 64 7
subkostal 78. kapsul posterior 390 nefrotik 94, 649-50
suprasternal 165. 171 kista Baker 303 neuroleptik maligna 852. 93 1
supraklavikula 17 1 kista epidermoid 321 Ramsay Hunt 309
retroversi uteri (Jihat tata laksana kista ovarium 2 14 renjatan dengue 70-71. 716
inve rsio uteri. 447) limpa61 uremia hemolit ik 723
rhegmatogen 38 1 membran anus 208 sinov itis 835
ridley dan kopling, kriteria 3 13 membran desemen 403 sinus bradikardi 757
right bundle branch block (RBBB) 7 59 membran prematur 442 sinus paranasal 106. 153, 953-4, 999,
rigiditas motorik 911. 971. 982 membran timpani IO 18 1046-8
rigor morris 899 otot 303 sinus takikardi 759
riketsia 67 otot papilaris 865 sinusitis -
XII'
solusio plasenta 425-6 torakosentesis 812-3 vaskulitis akut I 07
Stenger. tes I 037 torakotomi 268. 273. 275 vasodilator541. 744
stenosis - total iron binding capacity (TIBC) vagotomi 590. 616
aorta 771 50. 121. 654-5, 660 vaksin hepatitis B 130
mitral 771 trakeostomi 558-9 varikokel 220
pulmonal 77 I transient ischemic attack 975 varisela. vaksin 132
trikuspid 771 transiluminasi 173. 205 varisela, infeksi 327
streptok inase 754 -5 transplantasi 66. 646. varises gastroesofagus 694
stroke 975-81 sumsum tulang 653 VAS. lihat visual analog scale
struma 787-8, 798-801 trauma vas deferens 486
subl uksasi 240 basa 401 VDRL 327
superimposed preeklampsia 417 asam 401 ventricular heaving 771
syok trias Whipple 790 ventrikel
anafi laktik 860 tromboemboli 651. 661. 7 40. 760. 772 asistolik 855
distributif 863 trombolisis 978 ekstrasistol 762
hipovolemik 863 trombolitik 305 fi bril asi 763
kardiogenik 863. 865 trombositopenia 52. 58, 69. 575. 652. kiri. hipertrofi 623
neurogenik 863. 890. 988 66 1 takikardia 762
septik 857 troponin 7 52 ventilasi dengan masker 556
systemic inflammatory response tuberkulosis I I I. I 80. 323. 828 vertigo
syndrome (SIRS) 85 7 tuli perifer I 038
konduktif 1020. 1022 posisi paroksismal jinak I 039
mendadak I 036 verukavulgaris 327
T sensorineural I 028, I 031-3 vesica felea. hidrops 87
takikardi. 759 tumo r Vestibulokolik 1032
supraventriku lar 762 ganas buli 294 Vestibulotoksik I 038
ventrikel 762 kelenjar parotis 229. viii korialis 447. 480
takssiran beratjanin 464. 466 kulit 338 vitrektomi 371-372. 382. 383
tali pusat 413. 427 laring 1061 Virchow. sel 314
tampon Bellocq 104 5-6 ovarium 495 Virchow. teknik 875
tamponade jantung 27 4 j inak 284, 944. 954, 992 virus dengue 68, 7 17
tanda kelenjar parotis 229 visual analog scale. 546
Chadwick 4 12 kulit 339 visum et repertum 869
Hegar 412 laring 1060 jenazah 890
Murphy 215 TURP 287 korban hidup 869
Nikolsky 322 korban kejahatan susila 890
tardive dyskinesia 930
tension pneumothorax 272, 540
Tes
u
uji
psikiatrik 890
vitamin A 67
vitamin A. defisiensi 122
Coombs 657-8 dengue blot 720 VCT, voluntary counseling and testing
pap 497 provokasi 337 575
penala 1028 tu suk 357 vu lnus laseratum 888
Stenger 1037 ulkus Vu lvovagin itis 348
toleransi glukosa oral (TTG0)778 kornea 343. 377
Tetanus 982
tetralogi Fallot 83
thought
peptikum 591. 612
urea breath test 6 15
uremia 635
w
warm nodule 258
broadcasting 905 uretritis 640- 1 warm. shock 7 44, 858
insertion 905 nonspesifik 345 washer woman's hand 872. 1109
withdrawal 905 ureterolitiasis 277 wasir, lihat hemoroid
thrush 348 urgensi 285 Wasserman 361
tinea 93 uveitis Waters. posisi 193. 954
barbe 317 anterior 379 wawancara psikiatrik 906
kapitis 3 17 urt ikaria 336 Weber I 028. I 037
korporis 31 7 Wegener. granulomatosis 379. 647.
kruris 317
ungu ium 317
Tiroidektomi 238
v
VACTERL 229
648, 1037
Wei l. disease 726
Western Blot. 976. 999
Tirotoksikosis 787 V sign 553 Whiff. uji 421
Tokolisis 440 Vaginal touche 463 Whipple, disease 590
tonometri 377 vaginosis bakterialis 420 Whipple. trias 790
tonsilitis 173. 1067 vaksinasi hepatitis B 151 Widal 722
XIV
wire loop l 074
wi thdrawa l oba t 908
withdrawal therapy 908
Withdrawal. thought 905. 9 10
Wood. lampu 337-338
Woods, cocksscrew 459-461
warfarin 7. 87, 304-305. 566. 760, 980
watchfull waiting 286
wheezing 179. 553
white, dermographism 332
white nipple sign 701
Whitehead. teknik 2 18
Whole brain radiotherapy 991
Whole blood 565
Whole blood clotting test 850
Whole milk 779
whooping cough 73
WSD. lihat bab Manual WSD
x
xantokrom 97, 108, 11 2
xeroftalmia 123
xerosis kutis 332
y
yeast like colony 350
yodium 38
yodium radioaktif 238. 789
yod ium sublimat 897
yodium tinktura 734
z
Ziehl Neelsen 3 14 , 32 4
zoofobia 905
zoonosis 726
xv
edia Aesculapius
M
bermula
dari ide sekelompok mahasiswa
yang kreatif dan peduli akan
informasi kedokteran. Penerbitan yang
mengambil nama dewa kedokteran Roma-
wi ini mencetak karya pertamanya, "Tab-
loid Aesculapius", pada 20 Juli 1970. Para
pendirinya, di antaranya Fahrni Alatas dan
Zulasmi Mamdi, memulai kerja mereka ber-
modalkan mesin cetak Heidelberg di kam-
pus UI Salemba.
"Tabloid Aesculapius" yang tadinya
hanya ditujukan bagi dokter umum dan
mahasiswa kedokteran terus berkembang.
Distribusinya meluas hingga mencakup
dokter spesialis, kalangan farmasi . dan pe-
merhati isu kesehatan. Dengan tiras menca-
pai 11.000 eksemplar setiap bulan, tabloid
ini juga menjangkau perpustakaan, rumah
sakit, serta puskesmas dari Aceh hingga
Irian Jaya dan Timor Timur.
Tidak berpuas diri dengan tabloid, Me-
dia Aesculapius terus berinovasi. "Surat
Kabar Media Aesculapius", "Kapita Selek-
ta Kedokteran", dan berbagai buletin ke-
dokteran menjadi bukti keseriusan Media
Aesculapius dalam memenuhi kebutuhan
pembaca. Dengan misi menjadi media ko-
munikasi para dokter, mahasiswa
kedokteran, kalangan farmasi,
dan pemerhati isu kesehatan di
tingkat nasional, media ini telah men-
jadi referensi dan sumber informasi aktual
bagi kaum profesional dan pengambil kebi-
jakan. Nama-nama seperti Alm. Azrul Azwar,
Umar Fahrni. dan Agus Purwadianto adalah
beberapa alumni Media Aesculapius yang
lalu berperan besar membangun kesehatan
Indonesia.
Banyak kendala muncul dalam berkarya,
namun Media Aesculapius tetap berta-
han hingga menjelang setengah
abad. Apresiasi dari dalam dan luar negeri
tidak serta-merta membuat Media Aescu-
lapius berpuas diri dan berhenti berkarya.
Layaknya semboyan kami: "Media Aes-
culapius, sekali menulis pantang
berhenti!"
XVI
catatan.
cata tan.
xvn