Anda di halaman 1dari 576

your sign here.

edisi IV

© 20 l.f p11b!ished by

MEDIA' AES CU LAPIUS


KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN
EDISI KE-4

EDITOR Chris Tanto; Frans Liwang; Sonia Hanifati; Eka Adip Pradipta I DESAIN DAN TATA LETAK Reiva
Wisdharilla M.D. I ILUSTRASI GAMBAR Andreas Michael I TIM PENERBITAN DAN PRODUKSI Hanifah Rahmani
Nursanti; Naela Himayati Afifah; Teguh Hopkop; Setyo Budi Premiaji Widodo

Hak Cipta ©2014, 2000, 1999, 1982, 1977 Penerbit Media Aesculapius. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.

MEDIA f AESCULAPIUS

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


JI. Salemba Raya 6, Jakarta Pusat I 0430
PO BOX 4201 I Jakarta 10042
e-mail : buku.ksk@gmail.com

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik
maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam. atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Cetakan I, 2014
Cetakan II, 20 16 (Revisi)

Kapita selekta kedokteran I editor, Chris Tanto ... [et al.]. -- Ed. 4. -- Jakarta: Media Aesculapius, 2014.
2 jil. ; l 5x23 cm.

ISBN 978-602-17338-3-7 (no.jil.lengkap)


ISBN 978-602-17338-4-4 Gil. I)
ISBN 978-602-17338-5-1 Gil.2)

I. Kedokteran. I. Chris Tanto


610

CATATAN

Ilmu kedokteran merupakan ilmu yang terus berkembang semng dengan banyaknya penemuan riset dan
pengalaman klinis. Para penulis dan penerbit buku ini sudah melakukan pengecekan terhadap sumber-sumber
terpercaya dalam upaya memberikan informasi yang lengkap, mutakhir, dan sesuai standar-standar yang
diterima pada saat diterbitkan. Namun, mengingat kemungkinan kesalahan manusiawi atau perubahan di bidang
pengetahuan medis, penulis maupun penerbit atau pihak lain yang terlibat dalam penyusunan atau penerbitan
buku ini tidak menjamin bahwa informasi yang dimuat dalam buku ini akurat atau lengkap, dan mereka juga
menolak klaim atas segala tanggung jawab atas kesalahan atau kealpaan atau atas akibat yang ditimbulkan oleh
penggunaan informasi yang terkandung dalam buku ini. Pembaca dianjurkan untuk mengonfirmasi informasi yang
terkandung di sini dengan sumber-sumber lain. Sebagai contoh, pembaca dianjurkan mengecek lembar informasi
produk yang terdapat di dalam kemasan setiap obat mengenai rencana pemberiannya untuk memastikan bahwa
informasi yang ditulis di dalam buku ini akurat dan bahwa belum ada perubahan pada dosis yang dianjurkan a tau
kontraindikasi pemberiannya. Rekomendasi ini terutama sangat penting untuk obat-obat baru atau obat yang
jarang digunakan.

ii

untuk Bangsa
Indonesia
yang lebih
sehat.
erawal dari gagasan sekelompok

B mahasiswa kedokteran pada 1977, Kapita


Selekta Kedokteran (KSK) kini telah menjadi
primadona para tenaga kesehatan. Di tengah •
keringnya sumber bacaan kedokteran berbahasa
Indonesia, kehadiran KSK sangat "melegaka n"
bagi mahasiswa kedokteran. dokter. bidan, hingga
ahli farmasi kala itu. Tidak jarang KSK ditemukan
di puskesmas terpencil. bahkan menjadi referensi
pegangan di institusi tertentu. Apalagi. nama-
nama seperti Sukman Tulus Putra dan Soedibjo
Sastroasmoro turut membidani lahirnya edisi
pertama buku ini.
"Kapan KSK terbaru terbit?"
Pertanyaan itu berulang kali didengar para anggota
Media Aesculapius. Sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan. KSK teiah mengalami revisi pada
1982, 2000. dan 20 12. Perjalanan memperbaharui
KSK tidaklah mudah. Tiga kali revisi daiam
rentang 37 tahun pun masih jauh dari ideal. Meski
demikian, peninjauan kelayakan informasi dalam
KSK tidak pernah berhenti.
Upaya itu tampak dari perubahan-perubahan
yang dialami KSK. Pada edisi ketiga lalu. tim
penyusun akhirnya membagi konten KSK yang
semakin komprehensif ke dalam dua jilid. Pada
edisi keempat ini, tim penyusu n semakin berfokus
pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia untuk
dokter umum sehingga tidak memasukkan materi
ilmu kedokteran gigi dan mulut. Melalui berbagai
penyelarasan, KSK didesain agar semakin
kredibel dan sesuai untuk dokter
umum di Indonesia.
Na mun akhirnya, tiada gading yang tak
retak. KSK bukanlah karya yang paling sempurna.
Tim penyusun menyadari berbagai kekurangan
yang ada dan selaiu membuka pintu terhadap
masukan dari pembaca. Saran-sa ran itulah yang
menginspirasi tim penyusun untuk terus berinovasi
menghasilkan KSK yang Jebih baik lagi.

iv
appreciation
to our
previous writers.

Edisi II

Edisi I Atiek S. Soemasto

Sukman Tulus Putra Husna Amelz

Soedibjo Sastroasmoro Purnawan Junadi

Erwin Silman Muchtaruddin Mansyur

Alan Roland Tumbelaka Chairil Anwar Saleh

Chairil Hamdani Refni Muslim

Kusdijanto Roosyana

Ahmad Thamrin Somad Hasbullah Thabrany

Faisal Yunus Imam Subekti

Laurentia Loany Pudjiadi Gatot Purwoto

Agus Purwadianto

v
appreciation
to our
previous writers.

Edisi III Jilid 2

Arif Mansjoer

Suprohaita

Edisi III Jilid 1 Wahyu Ika Wardhani

Arif Mansjoer Wiwiek Setiowulan

Kuspuji Triyanti Aditya Wicaksono

Rakhmi Savitri Arif Hamsah

Wahyu Ika Wardhani Azizah Rukmawati

Wiwiek Setiowulan Dewi Anggraini

Anantha Dian Tiara Edi Patmini

Arif Hamsah Eva Suarthana

Edi Patmini Fredrico Patria

Evi Armilasari Ikhwan Rinaldi

Evy Yunihastuti Kuntjoro Harimurti

Fauzia Madona Kuspuji Triyanti

Irfan Wahyudi Pribadi W. Busroh

Kartini Purwita W. Laksmi

Kuntjoro Harimurti Rakhmi Savitri

Nurbaiti Rudi Febrianto

Suprohaita Syamsu Hudaya

Usyinara Tiara Aninditha

Winda Azwani Virginia Dwiyandari

Winda Azwani

Wendyansyah

Wenny Fitrina Dewi

vi
contributions
consultants. by

dr. Adityo Susilo, SpPD dr. Elvie Zulka K Rachmawati, SpTHT-KL


Divisi Tropik Infeksi Divisi Endoskopi - Bronkoesofagologi
Departemen llmu Penyakit Dalam Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Kepala dan Leher
FKUI/ RSUPN-CM. Jakarta FKUI/RSUPN-CM. Jakarta

Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH , MMB dr. Endang Mangunkusumo, SpTHT-KL(K)
Divisi Gastroenterologi Divisi Rinologi
Departemen llmu Penyakit Dalam Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Kepala dan Leher
FKUI/RSUPN-CM. Jaka rta FKUI/RSUPN-CM. Jakarta

dr. Anggi Gayatri, SpFK dr. Farida Briani, SpB(K)Onk


Departemen Farmakologi dan Terapeutik Divisi Bedah Onkologi
FKUI. Jakarta Departemen llmu Bedah
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta
dr. Alexander Jayadi Utama, SpB(K)V
Divisi Vaskular dan Endovaskular dr. Fauziah Fardizza, SpTHT-KL(K)
Departemen llmu Bedah Divisi Laring - Faring
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Kepala dan Leher
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta
dr. Alfian Farid Hafil, SpTHT-KL(K)
Divisi Otologi dr. Fitri Octaviana Sumantri, SpS(K), MPdKed
Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Kepala dan Leher Divisi Neuromuskular, Saraf Perifer
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta Departemen Neurologi
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta
dr. Arif Mansjoer, SpPD, KIC
Departemen Ilmu Penyakit Dalam dr. Galuh Ayu , SpRad
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta Divisi Radiologi Anak
Departemen Radiologi
FKUI/ RSUPN-CM. Jakarta
dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA(K)
Divisi Endokrinologi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak dr. Hikari Ambara Sjakti , SpA(K)
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta Divisi Hemato Onkologi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta
dr. Andon Hestiantoro, SpOG(K)
Divisi Fertilisasi Endokri nologi Reproduksi
Departemen llmu Kebidanan dan Kandungan dr. Hervita Diatri , SpKJ(K)
Divisi Psikiatri Komunitas. Rehabilitasi Psikososial. dan Trauma
FKUI/ RSUPN-CM. Jakarta Psikososial
Departemen Psikiatri
dr. Anna Uyainah, SpPD-KP, MARS FKUI/ RSUPN-CM. Jakarta
Divisi Pulmonologi
Departemen llmu Penyakit Dalam Prof. Dr. dr. Harry lsbagio, SpPD-KR
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta Divisi Reumatologi
Departemen llmu Penyakit Dalam
dr. Brastho Bramantyo , SpTHT-KL(K) FKUI/RSUPN-CM. Jakarta
Divisi Neurotologi
Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Kepala dan Leher Dr. dr. Hanifah Oswari, SpA(K)
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta Divisi Gastrohepatologi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
dr. Chaidir Arif Mochtar, SpU, PhD FKUI/RSUPN-CM. Jakarta
Departemen Urologi
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta dr. lka Prasetya Wijaya, SpPD-KKV
Divisi Kardiologi
Dr. Med. Damar Prasmusinto, SpOG(K) Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Divisi Fetomaternal FKUI/RSUPN-CM. Jakarta
Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan
FKUI/ RSUPN -CM. Jakarta

vii
contributions
by consultants.

Dr. dr. I Putu Gede Kayika, SpOG(K) dr. Muzal Kadim, SpA(K)
Divisi Obstetri Sosial Divisi Gastrohepatologi
Departemen llmu Kebidanan dan Kandungan Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta FKUI/RSUPN-CM. Jakarta

Dr. dr. Iris Rengganis, SpPD-KAI dr. Mulya Rahma Karyanti, SpA(K), MSc, IBCLC
Divisi Alergi Imunologi Divisi lnfeksi dan Pediatrik Tropis
Depanemen Ilmu Penyakit Dalam Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta FKUI/RSUPN-CM. Jakarta

dr. lrsan Hasan SpPD-KGEH dr. lka Dewi Mayangsari, SpTHT-KL


Divisi Hepatologi Divisi Onkologi THT
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Departemen Telinga Hidung Tenggorok · Kepala dan Leber
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta FKUI/RSUPN-CM. Jakarta

dr. lskandar Rahardjo Budianto, SpB, SpBA dr. Nadia Ayu Mulansari, SpPD
Divisi Bedah Anak Divisi Hematologi Onkologi Medik
Departemen Ilmu Bedah Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUl/RSUPN-CM. Jakarta FKUl/RSUPN-CM. Jakarta

dr. I Wayan Muma Y, SpRad(K) Dr. dr. Najib Advani SpA(K), Mmed (Paed)
Oivisi Gastrointestinal Divisi Kard iologi
Departemen Radiologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta FKUI/RSUPN-CM. Jakarta

dr. Juferdy Kurniawan, SpPD dr. Nikmah Salamia Idris, SpA


Divisi Hepatologi Divisi Kardiologi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Departemen llmu Kesehatan Anak
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta FKUI/RSUPN-CM. Jakarta

dr. Kristaninta Bangun, SpBP-RE(KKF) dr. Nina lrawati, SpTHT-KL(K)


Divisi Bedah Plastik Divisi Alergi lmunologi
Departemen Ilmu Bedah Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Kepala dan Leher
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta FKUI/RSUPN-CM. Jakarta

Dr. dr. Kuntjoro Harimurti, SpPD-KGer dr. Ni Made Hustrini, SpPD


Divisi Geriatri Divisi Ginjal Hipertensi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUl/RSUPN-CM. Jakarta FKUl/RSUPN-CM. Jakarta

Dr. dr. Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI dr. Nyimas Diana Yulisa, SpRad(K)
Divisi Tropik Infeksi Divisi Musku loskeletal
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Departemen Radiologi
FKUl/RSUPN-CM. Jakarta FKUl/RSUPN-CM. Jakarta

dr. Marcel Prasetyo, SpRad dr. Oktavinda Safitry, SpF, MPdKed


Divisi Muskuloskeletal Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Departemen Radiologi FKUl/RSUPN-CM. Jakarta
FKUl/RSUPN-CM. Jakarta

viii
contributions
consultants. by

dr. Pryambodho, SpAn, KIC dr. Thariqah Salamah, SpRad


Departemen Anestesiologi dan Intensive Care Divis\ Musku\oske\etal
FKUJ/RSUPN-CM, Jakarta Departemen Radiologi
FKUJ/RSUPN-CM. Jakarta
Dr. dr. Rini Sekartini, SpA(K)
Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Dr. dr. Tiara Anindhita , SpS(K)
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divis\ Neuroonkologi. Sefalgia dan Nyeri
FKUJ/RSUPN-CM. Jakarta Departemen Neurologi
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta
dr. Riwanti Estiasari, SpS(K) dr. Titis Prawitasari, SpA(K)
Divis\ Neuroinfeksi dan lmunologi Divis\ Nutrisi dan Penyakit Metabolik
Departemen Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/ RSUPN-CM, Jakarta FKUJ/RSUPN-CM. Jakarta

dr. Rosalina Dewi Roeslani , SpA(K) dr. Umar Said Dharmabakti, SpTHT-KL(K)
Divis\ Perinatologi Divis\ Rinologi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Kepala dan Leher
FKUJ/RSUPN-CM. Jakarta FKUI/RSUPN-CM, Jakarta
dr. Rr Dyah Purnamasari S, SpPD, KEMD dr. Vally Wulani , SpRad(K)
Divis\ Metabolik Endokrin Divisi Toraks
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Departemen Radiologi
FKUJ/RSUPN-CM. Jakarta FKUJ/RSUPN-CM. Jakarta

dr. Sigit Purbadi, SpOG(K) dr. Wifanto Saditya Jeo, SpB(K)BD


Divis\ Onkologi Ginekologi Divis\ Bedah Digestif
Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan Departemen Ilmu Bedah
FKUJ/RSUPN-CM. Jakarta FKUJ/RSUPN-CM. Jakarta
Dr. dr. Sri Linuwih Menaldi, SpKK(K) dr. Wahyu Widodo, SpOT
Divisi Marbus Hansen Divisi Tangan dan Bedah Mikro .
Departemen llmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Departemen Medik Ortopedi dan Traumatolog1
FKUI/ RSUPN-CM, Jakarta FKUI/ RSUPN-CM. Jakarta

dr. Sudung 0. Pardede, SpA(K) dr. Wahyuni lndawati, SpA(K)


Divis\ Nefrologi Divis\ Respirologi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Departemen llmu Kesehatan Anak
FKUJ/RSUPN-CM, Jakarta FKUJ/RSUPN-CM, Jakarta

Dr. dr. Susyana Tamin , SpTHT-KL(K) dr. Yunia lrawati, SpM(K)


Divisi Endoskopi - Bronkoesofagologi Divisi Rekonstruksi dan Bedah Plastik Mata
Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Kepala dan Leher Departemen Ilmu Kesehatan Mata
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta FKUJ/RSUPN-CM. Jaka rta
Dr. dr. RA Setyo Handryastuti, SpA(K) dr. Yusuf Bahasoan
Divisi Neurologi Departemen Patologi Klinik
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUJ/RSUPN-CM. Jakarta
FKUJ/RSUPN-CM, Jakarta

i
acknowledgement
to our team.

Ketua Tjm Kapita Selekta Kedokteran


Eka Adip Pradipta

lil1itl!r
Chris Tanto
Frans Liwang
Sonia Hanifati
Eka Adip Pradipta

Andy Arifputera
Chrysilla Calistania
Cindya Klarisa
Dimas Priantono
Dyah Paramita Wardhani
Elita Wibisono
Gracia Lilihata
Hasiana Lumban Gaol
Indra Maharddhika Pambudy
Novita Suprapto
Risca Marcelena
Selti Rosani
Widyaningsih Oentari
Venita

Direksi
Pemimpin Dlreksi: Hanifah Rahmani Nursanti
Sekretar is dan Bendahara: Naela Himayati Afifah
Hubungan Eksternal: Teguh Hopkop

x
Staf Direksi:
Ade Irma Malyana Artha
Aditya Indra Pratama
Amajida Fadia Ratnasari
Anita Tiffany
Annisaa Yuneva
Berli Kusuma
Danny Darmawan
Diadra Annisa Setio Utami
Dyah Ayu K. Buwono
Elvina Johanna Yunasan
Febrine Rahmalia
Fidinny Izzaturrahmi Hamid
Hardya Gustada H
Fatimah Sania
Fildzah Hilyati
Herdanti Rahma Putri
Herliani Dwi Putri Halim
Nikodemus Hosea
Nobian Andre
Patria Wardana Yuswar
Raymond Surya
Sukma Susilawati
Tiara Kemala Sari
Wilton Wylie Iskandar
Zatuilla Zahra

Produksi
Ilustrator
Andreas Michael

Tata Letak
Koordjnator Layout
Reiva Wisdharilla M.D.
Anggota
Andrew John Widya Sieman
Eda Rezaprasga
Eiko Bulan Matiur
Hafizh Ahmad Boenjamin
Meivita Sarah Devianti
Selvi Nafisa Shahab
Setyo Budi Premiaji Widodo

Ucapan Terima Kasih


Alia Nessa Utami
Amila Tikyayala
Andy Omega
Aulia Akbar Bramantyo
Davrina Rianda
Johny Bayu Fitantra
Oviliani Wijayanti
Rahmanu Reztaputra
Ratna Moniqa

Tim Revisi:
Juniarto Jaya Pangestu, Edwin Wijaya. Tiroy Junita, Robby Hertanto. Gabriella Juli Lonardy. Herlien Widjaja. Indah Lestari.
Nadim Marchian Tedyamo. Anita Tiffany. Diadra Annisa Serio Utami. Eiko Bulan Matiur, Elvina Johanna Yunasan. Herdanti Rahma
Putri. Selvi Nafisa Shahab, Berli Kusuma. Eka Adip Pradipta, Tiara Kemala Sari. Rosyid Mawardi

xi
a p
Sebuah impian. rangka ian kerja keras. dan curahan
dedikasi. Tak ada ha! lain ya ng dapat lebih menggam-
barka n usaha kami dalam me nyusun buku ini. Kapita
Selekta Kedoktera n (KSK) edisi 4. lahir em pat be las ta-
hun seja k pendahu lunya mengisi hampir se tiap lemari
buku di be rbagai fasilitas kesehatan di seantero nusan-
tara. Oidorong oleh semangat untuk terus memberikan
nilai lebih bagi dunia kesehatan Indonesia, dengan rasa
syukur atas rahmat Tuhan yang Maha Kuasa. KSK ed isi 4
dapat berada di tangan Anda saat in i.
Ilmu kedokteran berkembang pesat dalam empat
belas tahun terakh ir. Hal itulah ya ng memutuskan kami
untuk menulis ulang seluruh naskah dalam buku ini. na-
mun tetap mengac u pada KSK edisi sebel umnya. Setiap
bab da lam buku ini disesuaikan dengan Standar Kom-
petensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012 se hingga
diharapkan dapat memenuhi tuntuta n profesi dari segi
ke ilmuan dan praktik sehari- hari.
Seiring de ngan perkembangan zaman. KSK edisi 4
menambahka n bab-bab seperti Kedokteran Berbasis
Bukli dan Konse p Sehat Sakit Abad 2 1 aga r teta p re-
levan. Berbagai pranala luar di dun ia maya juga kami
serta kan dalam bab-bab tertentu sehingga dapat memu -
da hkan akses da n aplikasi di lapa ngan. Refere nsi serta
pa nduan dalam buku ini juga diselaraskan de ngan ke lu-
aran terbaru yang sudah tervalid asi.
Akhirnya. terima kasih kami haturkan ke pada semua
pihak yang turut berperan dalam terbitnya buku ini.
Kami sampaikan hormat untuk guru-guru kami di Fakul-
tas Kedokteran Univers itas Indonesia. Tan pa bimbingan
dan peran serta Kalian, ten tu buku ini akan semakin jauh
dari se mpurna. Untuk pen ulis. tata letak dan ce tak. staf
direksi dan produ ksi. tim inti KSK edisi IV, serta pihak-pi-
ha k yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu, se-
lamat menikmati hasil jerih lelah selama ini.
Kami menyadari. buku ini masih jauh dari sempur·
na. Akan me njadi ke hormatan bagi kami apab ila Rekan-
rekan dapat membe rikan saran. kritik, dan masukan bagi
pengembangan buku ini selanjutnya. Kami menyadari
karena belaja r haruslah sepanjang hayat.

Jakarta, 2014
Untuk Bangsa Indo nesia ya ng lebih sehat

Tim Ed itor

xii
dekan
UPheri•1 1ndones1a

Mewujudkan Indonesia Sehat melalui Buku

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Kepada Para Dokter dan Tenaga Medis di seluruh Indonesia.


Pembaca Kapita Selekta Kedokteran yang budiman.

Sejak awal tahun 20 14, Bangsa Indonesia telah meneguh kan


langkah untuk mewujudkan jaminan kesehatan semesta bagi
seluruh rakyatnya. Terlepas dari segala kekurangan yang ada,
s istem pembiayaan kesehatan baru ini selayaknya menumbuh-
kan semangat dan antusiasme untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu oleh para dokter dan tenaga medis di
seantero nusantara. Adanya jarninan kesehatan ini akan mening-
katkan jumlah. varias i. dan severity pasien. dan Dokter dituntut
agar tetap kompeten dan terampil. mampu bekerja interdis iplin.
serta menjunjung tinggi nilai-nilai etika kedokteran. Hal ini meru-
pakan tantangan yang harus dihadapi oleh Dokter dengan tetap
mengutamakan mutu pelaya nan dan patient safety.

Sebagai institusi penyelenggara pendidikan. Fakultas Kedokter-


an Univers itas Indonesia menyadari bahwa selalu terdapat celah
antara ilmu dan keterampilan yang diperoleh selama masa pen-
didikan dengan keb utuhan praktik klinis mandiri selanjutnya.
Perkembangan ilmu kedokteran yang semakin modern dan
mutakhir juga menjadi tantangan terse ndiri bagi seorang dokter
untuk mampu menguasai medan kerjanya seraya menerapkan
prinsip kedokteran berbasis bukti. Oleh karena itu. sudah menja-
di tugas institusi penyelenggara pendidikan Dokter untuk mengi-
kuti seluruh perkembangan tersebut dan menginformas ikan/
menyebarluaskan agar dapat diterapkan dalam praktik klinis
yang nantinya akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Kehadiran buku Kap ita Selekta Kedokteran Media Aesculapius ini


bertujuan menjadi penghubung antara inslitusi pendidikan dan
layanan kesehatan, terutama bagi layanan primer di perifer yang
masih minim akses informasi. Semoga buku ini dapat digunakan
sebagai su mber pengetahuan yang dibutuhkan dengan konsep
dan panduan yang benar. sehingga memperbarui ilmu yang lama.
serta memacu semangat untuk terus belajar sepanjang hayat
(continuing medical education). Besar harapan kami, buku ini
dapat berkontribusi mewujudkan Indonesia Sehat melalui tena-
ga-tenaga med is yang kompeten dan berkualitas.

Tidak lupa. Saya juga memberikan apresiasi dan uca pan selamat
bagi seluruh tim Media Aesculapius yang berkolaborasi dengan
staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo atas kerja keras dan dedikasi sehing-
ga buku ini dapat terbit dan tiba ke tanga n Pembaca. Fakultas.
Universitas. dan Bangsa Indonesia akan terus menanti kehadiran
buku-buku dan goresan pena Media Aesculapius lainnya.

Wabillahi Tauflq Walhidayah.


Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Dr. dr. Ratna Sitompul SpM(K)


Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

xiii
31.lnfeksi Saluran Kemih. _ _ _ _ _ _91
Pendahuluan
32. Sindrom Nefrotik (SN) 93
l. Konsep Sehat-Sakit Abad 21 2 Neurologi
2. Prinsip Pemilihan dan Pemakaian Obat_ 4 33. Ensefalitis Virus & Meningitis Aseptik_95
3. Panduan Diet dan Nutrisi 12
34. Epilepsi 98
4. Kedokteran Berbasis Bukti 20
35. Kejang Demam 102
36. Meningitis Bakterialis 105
llmu Kesehatan Anak
37. Meningitis Tuberkulosis 111
Endokrinologi 38. Sindrom Guillain Barre 114
5. Diabetes Melitus Tipe 1 29 Gizi dan M etabolik
6. Gangguan Pertumbuhan-Short Stature_34 39. Asuhan Nutrisi Anak 117
7. Pubertas Prekoks 36 40. Defisiensi Besi 120
8. Hipotiroid Kongenital 38 4 l. Defisiensi Vitamin A 122
Gastroenterologi 4 2. Gizi Buruk 123
9. Diare 41 43. Obesitas 126
10. Disentri 44 Pediatri Sosial
11. Konstipasi 45 44. Imunisasi 129
12.Muntah 47 4 5. Tumbuh Kemban 133
Hematologi-Onkologi Perinatologi
13. Anemia pada Anak 49 46. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir_ l 54
14. Hemofilia 53 47.Ikterus Neonatorum 155
15. Leukemia Akut 55 48. Manajemen Bayi Lahir Sakit._ _ _ _ 158
16. Purpura Trombositopenia Imun___ 58 49. Manajemen Bayi Lahir Sehat 159
17. Talasemia 59 50. Sepsis Neonatorum 161
Hepatologi Respirologi
18. Hepatitis Virus 62 51.Asma_ __ _ __ _ _ _ _~ l63
19. Kolestasis 65 52. Bronkiolitis 171
Infeksi 53. Infeksi Saluran Napas Akut 172
20.Campak 67 54.Pneumonia 174
21. Demam Berdarah Dengue 68 55. Sesak Na pas l 77
22. Difteria 71 56. Tuberkulosis 180
23. Pertusis 72
24. Tifoid 74
llmu Bedah
Kardiologi
25. Demam Reumatik 76 Umum &Minor
26. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik_78 57. Anestesi Lokal. _ _ _ _ _ _ _ _ 186
27. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik__ 82 58. Asepsis dan Antisepsis 188
28. Penyakit Kawasaki, _ _ _ _ _ _ _ 86 59. Biopsi dan Ekstirpasi 190
Nefrologi 60. Instrumen Bedah dan Penjahitan_ _ 193
29. Gangguan Ginjal Akut (GGA). _ _ _ _ 88 61. Rosser Plasty 196
30. Glomerulonefritis Akut Pasca 62. Sirkumsisi._ _ _ _ _ __ _ _ _ 197
Streptokokus (GNAPS), _ _ _ _ __ 89 63. Teknik Penjahitan 201

xiv
...... I essential contents

99. Hiperplasia Prostat Jinak _ _ _ 284


Anak
205 100. Trauma Buli 290
64. Hernia Anak
207 101. Trauma Ginjal 291
65. Kriptorkidismus
102. Trauma Uretra 292
66. Malaformasi Anorektal 208
211 103. Tumor Ganas Buli 294
6 7. Penyakit Hirschprun
Vaskular
Digestif
213 104. Insufisiensi Vena Kronis 296
68. Apendisitis
215 105. Penyakit Oklusi Arteri Perifer_ _ 297
69. Batu Empedu
217 106. Trauma Vaskular 300
70. Hemoroid
219 107. Trombosis Vena Dalam 302
71.Hernia
72. Ileus Mekanlk 221
73. Karsinoma Kolorektal 222 Kulit dan Kelamin
7 4. Perforasi 226
7 5. Trauma Abdomen 227 . Infeksi
Onkologi 108. Frambusia (Yaws) 307
7 6. Tumor Paro tis 229 109. Herpes Simpleks 308
77. Kanker Payudara 230 110. Herpes Zoster 309
78. Karsinoma Tiroid 236 111. Infeksi Parasit 310
Ortopedi 112. Kusta 312
79. Dislokasi 240 113. Mikosis 316
80.Fraktur 241 114. Moluskum Kontagiosum 319
81. Osteomielitis 243 115. Pioderma 320
82. Sindrom Terowongan Karpal 245 116. Tuberkulosis Kutis 323
83. Sindrom Terowongan Tarsal 246 117. Ulkus Tropikum 326
. Plastik-Rekonstruksi 118 . Varisela 327
84. Hemangioma 247 119. Veruka Vulgaris 327
85. Hipospadia 249 Non-Infeksi
86. Luka Bakar 251 120. Akne Vulgaris 329
87.Sumbing 257 121. Dermatitis 330
88. Trauma Wajah 259 122. Dermatitis Eritroskuamosa_ _ _334
Toraks 123. Erupsi Obat Alergik 336
89.Empiema 264 124. Prurigo 337
90. Fraktur Iga 265 125. Tumor Ganas Kulit 338
91. Fraktur Sternum 266 126. Tumor Jinak Kulit 339
92. Hematotoraks 267 Venereologi
93. Manual WSD 268 127. Go no re 341
94. Pneumotoraks 271 128. Infeksi Genital NonSpesifik_ _ _346
95. Tamponade Jantung 274 129. Kandidosis Genitalis 348
Urologi 130. Kondiloma Akuminatum 351
96. Batu Saluran Kemih 277 131. Limfogranuloma Venereum _ _353
97. Kanker Prostat 280 132. Sifilis 355
98. Kelainan Testis 282 133. Trikomoniasis 364

xv
168. Partograf 432
Oftalmologi
169. Induksi Persalinan 436
. Mata Merah Visus Tidak Turun 170. Persalinan Preterm 439
134. Konjungtivitis 368 171. Ketuban Pecah Dini 442
135. Perdarahan Subkonjungtiva _ _ 369 172. Perdarahan Antepartum 444
136. Pterigium 370 173. Perdarahan Postpartum 446
Mata Merah Visus Turun 174 . Trauma Persalinan 447
137. Endoftalmitis 371 175. Infeksi Intrapartum 449
138. Glaukoma Akut 372 Asuhan Pasca Persalinan
139. Keratitis Akut 373 176. Masa Nifas 451
140. Ulkus Kornea 377 177. Manajemen Laktasi 453
141. Uveitis Anterior 379 178. Masalah pada Menyusui 455
Mata Tenang Visus Turun Mendadak 179. Postpartum Blues 457
142. Ablasio Retina 38 1 Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar
143. Oklusi Vena dan Arteri Retina- - 383 180. Distosia Bahu 459
Mata Tenang Visus Turun Perlahan 181. Ekstraksi Cunam 462
144 . Glaukoma 385 182. Ekstraksi Vakum 465
145. Katarak 388 183. Infeksi Nifas 469
146. Kelainan Retraksi 390 184. Kelainan Presentasi 473
147. Retinopati 394 185. Kompresi Bimanual 479
Penyakit Kelopak Mata 186. Manual Plasenta 480
148. Blefaritis 397 Obstetri Sosial
149. Ektropion 398 187. Kontrasepsi Alamiah 482
150. Entropion 399 188. Kondom 482
151. Hordeolum 400 189. AKDR 483
152. Kalazion 400 190. Kontrasepsi Hormonal 484
Trauma 19 1. Sterilisasi 486
153. Trauma Kimia 401 llmu Ginekologi
154. Benda Asin 403 192. Gangguan Haid 487
155. Trauma Bola Mata 403 193. Infertilitas 489
Tumor 194 . Kanker Endometrium 491
156. Retinoblastoma 406 195. Kanker Ovarium 493
196. Kanker Serviks 496
Obstetri-Ginekologi 197. Laparotomi KET 500
Kehamilan dan Asuhan Antenatal 198. Menopause 501
157. Anemia pada Kehamilan 408 199. Prolaps Uteri 502
158. Diabetes Melitus Gestasional 410 200. Seksio Sesarea 504
159. Diagnosis Kehamilan dan Asuhan
Prosedur Medis
Antenatal 412
160. Hidramnion 413
20 1. Biopsi ]arum Halus 507
161. Hiperemesis Gravidarum_ _ _ 4 15
202. Teknik Injeksi 508
162. Hipertensi dalam Kehamilan _ _ 416
203. Nebulisasi 510
163. Keputihan dalam Kehamilan_ _ 420
204. Pungsi Pleura 511
164. Perdarahan pada Kehamilan Muda42 2
20 5. Pungsi Suprapubik 5 14
165. Perdarahan pada Kehamilan Tua_ 425
206. Spirometri 5 15
Persalinan Aman 207. Splint dan Cast 516
166. Langkah Persalinan Aman _ _ _ 428
208. Venaseksi 5 17
167. Perineorafi 430

xvi
3. Kategori Obat dalam Kehamilan _ _530
Lampiran 4. Sistem Penukar Makanan 533

1. Daftar Obat Kegawatdaruratan _ _ _ 519 5. Lampiran Formula WHO 535

2. Nilai Rujukan Laboratorium 524 6. Lampiran Skor Ballard 536

t:I I essential contents


237. Sindrom Nefritik Akut 647
Anestesiologi 649
238. Sindrom Nefrotik
209. Bantuan Hidup Dasar 538 Hematologi-Onkologi

Bantuan Hidup Lanjut 539 239. Anemia Aplastik 652


210.
541 240. Anemia Defisiensi 653
211. Intubasi
Manajemen Nyeri 544 241. Anemia Hemolitik 656
212.
Manajemen Praoperasi 550 242. Anemia Penyakit Kronis 659
213.
214. Tata Laksana Jalan Napas Dasar_ 553 243. Koagulasi Intravaskular
Tata Laksana Jalan Napas Lanjut_ 557 Diseminata 660
215.
216. Tata Laksana Pascaoperasi_ _ _560 244. Leukemia Granulositik Kronis __662

217. Terapi Cairan 561 245. Leukemia Mielositik Akut_ _ _664


Transfusi Darah 565 246. Limfoma Malignum 665
218.
247. Purpura Trombositopenia
ldiopatik 668
Ilmu Penyakit Dalam
Hepatologi
Alergi dan Imunologi 248. Abses Hepar 670
219. Hipersensitivitas 570 249. Batu Empedu 673
220. Infeksi HIVI AIDS 573 250. Perlemakan Hali 675
Gastroenterologi 251. Hepatitis A 681
221. Diare 584 252. Hepatitis B 683
222. Dispepsia 591 253. Hepatitis C 689
223. Irritable Bowel Syndrome _ _ _595 254. Sirosis Hati 693
224 . Inflammatory Bowel Disease _ _598 255. Asites 698
225. Konstipasi 601 256. Varises Esofagus 700
226. Pankreatitis Akut 604 257. Ensefalopati Hepatikum 702
227. Penyakit Refluks Gastroesofagea1_607 258. Karsinoma Hali 705
228. Ulkus Peptik dan Duodenum_ _612 Infeksi Tropik
Geriatri 259. Cacingan 709
229. Acute Confusional State 617 260. Demam Berdarah Dengue _ _ _716
230. Inkontinensia Urin 618 261. Demam Tifoid 721
Ginja/-Hipertensi 262. Filariasis 723
231. Gangguan Elektrolit 263. Leptospirosis 726
dan Asam-Basa 620 264. Malaria 728
232. Gangguan Ginjal Akut 632 265. Rabies 733
233. Hipertensi 635 Kardiologi
234. Infeksi Saluran Kemih 640 266. Elektrokardiografi 736
r 235. Krisis Hipertensi 642 267. Endokarditis Infektif 740
236. Penyakit Ginjal Kronis 644 268. Gaga! Jantun 742

xvi
269. Penyakit Jantung Hipertensif_ _ 746 Forensik
270. Penyakit Jantung Koroner_ _ _ 748
305. Prosedur Medikolegal dan
271. Aritmia 756
Visum et Repertum 869
272. Perikarditis 763
306. Asfiksia, Tenggelam & Keracunan_87 l
273. Kardiomiopati 767
307. Auto psi 874
274. Kelainan Katup Jantung 769
. Metabolik-Endokrinologi
308.
309.
Etikolegal
Forensik Molekuler
886
887
275. Diabetes Melitus 777
310. Forensik pada Kasus Perlukaan
276. Dislipidemia 783
(Traumatologi) 888
277. Hipertiroidisme 787
311. Identifikasi Personal 891
278. Hipoglikemia 790
312. Malapraktik 892
279. Kaki Diabetik 792
313. Pemeriksaan Laboratorium Forensik
280. Ketoasidosis Diabetikum 796
Sederhana 893
281. Nodul Tiroid 799
314. Pengguguran Kandungan dan
282. Terapi Insulin 802
Pembunuhan Anak Sendiri_ __ 896
Pulmonologi
315. Tanatologi 899
283. Asma 805
284. Bronkiektasis 810 Psikiatri
285. Efusi Pleura 811
316. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa_ 903
286. Gaga! Napas 813
317. Gangguan Mental Organik (F0)_906
287. Hemoptisis 816
318. Gangguan Penggunaan Zat (Fi)_908
288. Kanker Paru 818
319. Skizofrenia (F2) 910
289. Penyakit Paru Obstruktif Kronis_ 824
320. Gangguan Suasana Perasaan (F3)_913
290. Tuberkulosis 828
321. Gangguan Neurotik (F4) 915
Reumatologi Sindrom Perilaku (F5)
322. 918
291. Artritis Gout 833
323. Gangguan Kepribadian (F6) _ _921
292. Artritis Reumatoid 835
324. Retardasi Mental (F7) 924
293. Osteoartritis 837
325. Terapi Kognitif-Perilaku 926
294. Osteoporosis 839
326. Psikoterapi Suportif 927
295. Lupus Eritematosus Sistemik_ _842
327. Penggunaan Psikofarmaka_ _ _929
Kegawatdaruratan Penyakit Dalam
296. Edema Paru 846 Radiologi
297. Gigitan Ular Berbisa 848
328. Radiologi Sendi 935
298. Heat-Related Illness 850
329. Radiologi Tulan 937
299. Hipotermia 852
330. Radiologi Vertebra 941
300. Sengatan Listrik 855
331. Radiologi Abdomen 942
301. Sepsis dan Syok Sepsis 857
332. Radiologi Anak dan Neonatus _ _946
302. Syok Anafilaktik 860
333. Radiologi Tengkorak 948
303. Syok Hipovolemik 863
334. Radiologi Toraks 949
304. Syok Kardiogenik 865
335. Radiologi Traktus Genitourinarius_951
336. Radiologi Wajah 953

xviii
• Hidung
Neurologi
371. Epistaksis,_ _ _ _ _ _ _ _ _ 1044
337. Bell's Palsy 957 372. Rinosinusitis 104 6
338 Cluster Type Headache 958 373. Hipertrofi Adenoid 1049
339. Demensia Vaskular 959 374. Karsinoma Nasofarin 1051
340. Epilepsi 961 375. Rinitis Alergi 1054
341. Hernia Nukleus Pulposus_ _ _963 Tenggorok
342. Kompresi Medula Spinalis Akut_ 965 376. Faringitis._ _ _ _ _ _ _ _ _ 1057
343. Migren 967 377. Kanker Larin 1060
344. Nyeri Trigeminal 969 378. Laringitis 1064
345. Penyakit Parkinson 971 379. Tonsilitis_ _ _ _ _ _ _ _ _ 1067
346. Status Epileptikus 973 380. Abses Peritonsilar 1070
347. Stroke 975 381. Benda Asing Tenggorokan_ _ _ 1072
348. Tension Type Headach e 981 382. Esofagitis Korosif 107 5
349. Tetanus 982
350. Trauma Kapitis 984
Lab Sederhana
35 1. Trauma Medula Spinalis 987
352. Tumor Sistem Saraf Pusat_ _ _989 383. Apus Darah Tepi 1079
353. Infeks i Sistem Saraf Pusat_ _ _993 384. Analisis Gas Darah 1081
354 Mild Cognitive Impairment___ 1001 385. Hematologi Rutin 1082
355. Spondilitis TB 1004 386. Analisis Feses 1085
356. Myasthenia Gravis 1005 387. Kerokan Kulit 1086
388. Pewarnaan Gram 1087
Telinga Hidung Tenggorok
389. Sputum BTA 1088
Telinga 390. Urinalisis 1089
357. Gangguan Fungsi Tuba Eustachius_l 008
358. Mastoiditis 1009 Lampiran
359. Otitis Eksterna 1011
360. Otitis Media Akut 1015 1. Daftar Obat Kegawatdaruratan_ _ _ 1092
361. Otitis Media Efusi 1019 2. Nilai Rujukan Laboratorium 1097
362. Otitis Media Supuratif Kronik_ _ 1021 3. Keamanan Obat dalam Kehamilan _ _ l 103
363. Sumbatan Telinga 1025 4. Sistem Penukar Makanan_ _ _ _ _ l 106
364. Gangguan Pendengaran 5. Lampiran Gastroenterologi 1108
Akibat Bisin 1028
365. Neuritis Vestibularis 1030
366. Penyakit Meniere 1031
367 Presbikusis 1033
368. Tuli Akibat Intoksikasi Obat_ _ 1035
369. Tuli Mendadak 1036
370. Vertigo 1038

xix
I
l
daftar s.i.n.g.k.a.t.a.n.

A DM : diabetes melitus
ABC : ai1Way. breathing. circulation DNA · deoxyribose nucleic acid
ACE : angiotensin converting enzyme DNR . do not resuscitate
ADB : anemia defisiensi besi DOE · dyspnea on exertion
AF ·atrial fibrillation; fibrilasi atrial DPL : darah perifer lengkap
AGD : analisis gas darah DPT : difteri, tetanus. pertusis
AIDS . acquired immunodeficiency syndrome DSS : dengue shock syndrome
AKDR : alat kontrasepsi dalam rahim DVT : deep vein thrombosis ; trombosis vena dalam
AKI : acute kidney injury 05 : dekstrosa 5%
ALT : alanine transaminase
ANA : antinuclear antibody f;
ANCA : anti-neucrophil cytoplasmic antibody EBM : evidence based medicine
a PTT : activated partial chromboplascin time EBV : Epstein~Barr virus
AP : anteroposterior EEG : elektroensefalografi
ARB . anglocensin receptor blocker EI : endokarditis infektif
ARDS : acute respiratory distress syndrome EKG : elektrokard iografi
ARV : anti retrovi ral ELISA ·enzyme-linked immunosorbent assay
AS! : air susu ibu EMC . elektromiografi
AST : aspartate transaminase ETT : endotracheal cube
ASTO . antistreptolysin 0
ATN : acute tubular necrosis f
AV . atrioventrikular FAM : fibroadenoma mammae
Fe : ferrum; zat besi
~ FEVl : forced expiratory volume I: volum ekspirasi
BAB : buang air besar paksa detik ke-1
BAK : buang air kecil FFP : fresh frozen plasma
BB · berat badan FVC : forced vital capacity
BBB : bundle branch block
BBLR · bayi berat lahir rendah ~
BBLSR . bayi berat lahir sangat rendah G6PD : glucose-6-phosphate dehydrogenase
BHD : bantuan hidup dasar GCS : Glasgow coma scale
BJ : bunyi jantu ng GDP : gula darah puasa
BJH : biopsi jarum halus GDZPP : gula darah 2 jam pose prandial
BNP . brain natriuretic peptide CDS : gula darah sewaktu
BPH : benign proscace hyperplasia; pembesaran prostat GERO : gastroesophageal reflux disease
jinak GI : gastrointestinal
BTA : bakteri tahan asam GN : glomerulonefritis
BU : bising usus
BUN : blood urea nitrogen H
Hb : hemoglobin
_(; HD : hemodialisis
CAPO : continuous ambulatory peritoneal dialysis HDL : high density lipoprotein
Ca : (1) kalsium: (2) kanker (Ii hat konteks) HIV : human immunodeficiency virus
CCB : calcium channel blocker HLA : human le ukocyte antigen
CFU . colony form ing unit HNP . hernia nukleus pulposus
CHF · congestive heart failure HPHT · hari pertama haid terakhir
CK . creatine kinase HSV . herpes simpleks virus
CKB : cedera kepala berat HT : hipertensi
CKMB : creatine kinase MB isoenzyme Ht : hematokrit
CKR : cedera kepala ringa
CKS : cedera kepala sedang !
CI klorida IBD : inflammatory bowel disease
CMV : cytomegalovirus !BS : irritable bowel syndrome
CRP : C-reactive protein ICU : intensive care unit; unit perawatan intensif
CRT : capillary refill time lg : imunoglobulin
css · cairan serebrospinal IL : interleukin
CT . computerized tomography IM . intramuskular
CTG : cardiotocography !MT : indeks massa tubuh
CTR : cardiothoracic ratio !SK : infeksi saluran kemih
Cr : creatinlne: kreatinin !SPA : infeksi saluran pernapasan akut
CVP : central venous pressure: tekanan vena sentral ITP : idiopathic/immune thrombocytopenic purpura
JU : international unit; unit internasional
.Q IUFD : intrauterine fetal death
DA DRS : diare akut deh idrasi ringan sedang IUGR : intrauterine growth restriction
DBD : demam berdarah dengue IV : intravena
DIC : disemminated intravascular coagulation !VP : intravenous pyelography
DJJ · denyu tjantungjanin IWL . insensible water Joss

xx
RNA : ribonucleic acid
l ROM : range of motion
JVP :jugular venous pressure: tekanan ve najugularis ROSC : return of spontaneous circulation
RS : rumah sakit
~ RT : rectal touche; colok dubur
K : kalium RVH : right ventricular hypertrophy
KAO : ketoasidosis diabetik
KB
KgB
: keluarga berencana
: kelenjar getah bening
.s SA · sinoatrial
KNF : karsinoma nasofaring SC : sectio caesarea
KPD : ketuban pecah dini SF · sulfat ferosus
KU : keadaan umum SCOT : serum glutamic oxaloacetic transaminase: AST
SGPT : serum g/utamic pyruvic transaminase: ALT
1 SI :serum iron
LBP : low back pain SIADH : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
LES : lupus eritematosus sistemik secretion
LOH : laktat dehidrogenase SIAS : spina iliaka anterior superior
LDL · low density lipoprotein SIPS : spina iliaka posterior superior
LFG : laju filtrasi glomerulus SIRS : systemic inflammatory response syndrome
LMN : lower motor neuron SK : subkutan
LMWH : low molecular weight heparin SMNT : struma multinodosa nontoksik
LP : lumbar puncture: lumbal pungsi SN : sindrom nefrotik
Lp(a) : lipoprotein a SNNT : struma nodosa nontoksik
LVH : left ventricular hypertrophy: hipertrofi ventrikel SOL · space occupying lesion
kiri SSP sistem saraf pusat
SVT : supraventricular tachycardia
M
MAP : mean arterial pressure I
MCV : mean corpuscular volume TB : tinggi badan
MCH : mean corpuscular hemoglobin TBC : tuberkulosis
MCHC : mean corpuscular hemoglobin concentration TC : thrombocyte concentrate
Mg : magnesium TD : tekanan darah
MN : monomorfonuklear TFU : tinggi fundus uteri
MPASI . makanan pendamping air susu ibu TGF : transforming growth factor
MR : mitral regurgitation THT : telinga, hidung, tenggorok
MRI : magnetic resonance imaging TIA : transient ischemlc attack
MS : mitral stenosis TIBC : total iron binding capacity
TIK : tekanan intrakranial
N TDD : tekanan darah diastolik
Na : natrium TDS : tekanan darah sistolik
NGT : nasogastric tube TNF : tumor necrosis factor
NICU : neonatal intensive-care unit ToF : tetralogy of Fa/Jot
NK : nasal kanul TR : trikuspid regurgitasi
NRM : nonrebreathing mask TS : trikuspid stenosis
NS : normal saline: salin normal TSH : thyroid stimulating hormone
TT : tetanus toksoid
Q TTGO : tes toleransi glukosa oral
OA : osteoartritis
OAINS : obat antiinflamasi nonsteroid 1!
OE : otitis eksterna u : unit
OMA : otitis media akut UFH : unfractionated heparin
OME : otitis media efusi UMN : upper motor neuron
OMSK : otitis media supuratif akut UL : urinalisis
Ur : ure um
f USG : ultrasonografi
PA : postero-anterior uu : undang-undang
PCR : polymerase chain reaction UUB : ubun-ub un besar
PEB : preeklamsia berat UUK : ubun-ubun kecil
PEA : pulseless electrical activity
PGK : penyakit ginjal kronis y
PICU : pediatric in tensive care unit VeR : visum et repertum
PJK : penyakitjantung koroner VE : vu/nus excoriatum
PMN . polimorfonuklear YES : ventricular extra systole
PND : paroxysmal nocturnal dyspnea VF : ventricular fibrilla tion ; fibrilasi ve ntrikel
PO : per oral VL : vulnus laseratum
PPOK : penyakit paru obstruktif kronis VLDL : very low density lipoprotein
PRC : packed red cell VT : ventricular tachycardia
PT : prothrombin time vzv : varicela-zoster virus
PTH : parathyroid hormone; hormon paratiroid
w
R WHO : world health organization
RA : reumatoid artritis wso : water sealed drainage
RJP : resusitasijantung paru
RL : ringer laktat

xxi
cara menggunakan
buku ini.

Penulis

Nomor Naskah. Kotak Nomor Kompetensi


Terhitung sepanjang buku sesuai SKDI
t:l jilid 1 dan jilid 2. (Standar Kompetensi
§: Dokter Indonesia) .
.....
Cll Terdiri atas 1, 2, 3, dan 4.
tel Spesifikasi kompetensi 3A/3B/ 4A/ 4B
0: tertera di bawah Nomor Naskah.
~ Penjelasan mengenai SKDI sesuai Kon- _ _ __.
sil Kedokteran Indonesia dapat dibaca
IQ
:;.;: di halaman berikutnya.
.....
Cll

~
$:\)
::I Navigasi Samping.

e Terdiri atas nama divisi bidang keilmuan dan nomor halaman.


Lokasi descending untuk setiap divisi, dan dapat terlihat dari sisi
samping pinggir buku.

L Nomor Halaman.

xxii
pendahuluan.
0 Konsep Sehat-Sakit Abad 21

0 Prinsip Pemilihan dan Pemakaian Obat

0 Panduan Diet dan Nutrisi

0 Kedokteran Berbasis Bukti

Standar Kompetensi Dokter Indonesia

Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan Tingkat Kemampuan 3B: gawat darurat
Mampu mengenali dan menjelaskan gambaran Mampu membuat diagnosis klinis dan memberi-
klinik penyakit, dan mengetahui cara yang paling kan terapi pendahuluan pada keadaan gawat daru-
tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut rat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
mengenai penyakit tersebut, selanjutnya menentu- keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.
kan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Mampu menentukan rujukan yang paling tepat
Mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari bagi penanganan pasien selanjutnya.
rujukan. Mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Mampu membuat diagnosis klinis terhadap penya- Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis. melakukan
kit tersebut dan menentukan rujukan yang paling penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Mampu membuat diagnosis klinis dan melakukan
Mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri
rujukan. dan tuntas.
Tingkat Kemampuan 4A: kompetensi yang dicapai
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan pada saat lulus dokter.
penatalaksanaan awal, dan merujuk Tingkat Kemampuan 4B: profisiensi (kemahiran) yang
Tingkat Kemampuan 3A: bukan gawat darurat dicapai setelah selesai internsip dan/atau pendidikan
Mampu membuat diagnosis klinis dan memberi- kedokteran.
kan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan
gawat darurat. Sumber Bacaan
Mampu menentukan rujukan yang paling tepat 1. Konsil Kedokteran Indonesia (KKD. Standar kompetensi
bagi penanganan pasien selanjutnya. dokter Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta; 2012.
Mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari 2. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 11 Tahun 2012
rujukan. tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia.

1
Konsep Sehat Sakit Abad 21

Sonia Hanifati

Definisi Sehat sudah saatnya WHO membangun konsep baru untuk


2 Sehat atau health berasal dari bahasa Inggris kuno definisi sehat sehingga terdapat suatu standar jelas
'hoe/th' yang berarti suatu keadaan bugar dan um um mengenai definisi sehat di seluruh dunia. Tantangan
digunakan untuk menyatakan kebugaran tubuh. Pada yang cukup sulit adalah bagaimana membuat defini-
zaman Hippocrates, kesehatan didefinisikan sebagai si sehat yang menyatukan kesehatan fisik dan jiwa.
hadiah yang istimewa. la menyatakan bahwa apa yang Salah satu definisi sehat yang menarik diajukan oleh
disebut 'sehat' adalah keseimbangan antara empat Sarrachi, yaitu suatu keadaan sejahtera, terbebas dari
cairan tubuh, yaitu darah, yellow bile, black bile, dan penyakit dan kelemahan, serta merupakan hak asasi
phlegm. 'Sakit' adalah hasil dari ketidakseimbangan manusia dasar dan universal (/lea/th is a condition of
dari empat cairan tersebut. well being free of disease or infirmity and a basic and
Terlepas dari berbagai definisi sehat yang be- universal human right).
ragam, apa sebenarnya sehat pada abad 21 ini? Sehat Meski belum ada kata sepakat untuk definisi se-
menurut WHO adalah suatu keadaan yang sempurna hat itu sendiri, perlu ditekankan bahwa kesehatan
secara fisik, mental, dan sosial, serta bukan sekedar merupakan hak asasi dasar manusia. Setiap manusia
terbebas dari penyakit atau kelemahan (a state of berhak mendapatkan akses kesehatan dan menjalani
complete physical, mental and social well-being and hidup dengan sehat.
not merely the absence of disease or infirmity). Definisi Konsep sehat sakit dalam sejarah, dapat dijabar-
tersebut tercantum dalam Preamble atau Pembukaan kan dalam berbagai teori. Di antaranya sebagai beri-
Konstitusi WHO tahun 1947. Definisi ini terus digu- kut:
nakan hingga lebih dari 50 tahun.
Banyak yang mulai mempertanyakan definisi se- Teori Segitiga Epidemiologi (Host-Agent-Environ-
hat menurut WHO. Definisi tersebut dinilai utopia dan ment)
tidak realistis. Kata 'complete' atau 'sempurna' dalam Model segitiga ini terutama dipakai untuk mema-
kalimat tersebut membuat sulit sekali seseorang ter- hami konsep terjadinya penyakit infeksi. Penyebaran
golong 'sehat' mengingat manusia sulit sekali menca- penyakit membutuhkan pejamu (/lost) yang sesuai,
pai kondisi sempurna. agen yang infeksius, serta lingkungan yang men-
Definisi sehat WHO juga terkesan lebih menekan- dukung. Adanya ketidakseimbangan dari ketiga ha! ini
kan kepada kebahagiaan. Sehat dan bahagia merupa- dapat menimbulkan penyakit.
kan dua ha! yang berbeda. Keduanya belum tentu ber- Dalam mencegah penyakit, dapat dilakukan mo-
banding lurus. Dibutuhkan pengalaman atau kejadian difikasi terhadap salah satu atau lebih faktor tersebut.
dalam hidup yang berbeda untuk merasakan sehat Sebagai contoh, imunisasi pada pejamu, menciptakan
dan bahagia. Oleh karena itu, bila kita salah dalam lingkungan yang bersih sehingga tidak mendukung
menilai sehat atau bahagia, gangguan kebahagiaan pertumbuhan agen infeksi. atau langsung mengeli-
seseorang dapat kita artikan menjadi gangguan ke- minasi agen tersebut.
sehatan. Model ini juga dapat diaplikasikan pada penyakit
UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan menya- non-infeksi. Contohnya kasus kecelakaan kerja. Ke-
takan bahwa "kesehatan adalah keadaan sejahtera celakaan kerja dapat terjadi bila terdapat agen berba-
dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan haya (kimia, biologi, atau fisika) , pejamu yang sesuai
hidup produktif secara sosial dan ekonomi". Tidak (pekerja tanpa alat pelindung diri) , dan lingkungan
berbeda jauh dengan definisi sehat dari WHO, namun kerja yang berbahaya (tidak ada sistem pengawasan
definisi ini menambahkan sisi produktivitas. Lagi-lagi, yang baik).
sehat adalah sesuatu yang berbeda dengan produktif.
Bila kita salah mengidentifikasi gangguan produkti- The Environment Health Model
vitas sosial ekonomi, apakah kita akan mengatakan Blum (1974) menyatakan bahwa terdapat empat
orang tersebut mengalami gangguan kesehatan? faktor yang paling berpengaruh dalam kesehatan,
Berdasarkan pemikiran tersebut, menurut penulis, yaitu lingkungan, gaya hidup. biologi manusia, dan
sistem pelayanan kesehatan. Selain itu, terdapat 5 terdapat faktor gaya hidup (perpaduan personal be-
latar belakang yang memengaruhi keempat faktor havior dan lingkungan psikososioekonomi), dan fak-
tersebut, antara lain populasi, budaya, kesehatan tor pekerjaan (perpaduan faktor fisik dan psikososio-
mental, sumber daya alam, dan keseimbangan ekolo- ekonomi).
gi. Kelima latar belakang itu akan menentukan faktor
mana yang paling berperan dalam kesehatan seseo- Sumber Bacaan:
rang. I. Preamble to the Constitution of the World Health Organi-
zation as adopted by the International Health Conference,
Mandala of Health New York. 19-22 June, 1946: signed on 22 July 1946 by
the representatives of 61 States (Official Records of the 3
Hancock & Perkins mengemukakan teori dalam
bentuk mandala, yakni berupa lingkaran-lingkaran World Health Organization. no. 2. p. 100) and entered into

yang menggambarkan alam semesta. Di tengah model force on 7 April 1948.


2. Ostiln & Jakob. Re-defining health. WHO Bulletin.
ini, terdapat kesehatan individu yang terdiri atas tiga
2005:83:802.
komponen: mind. body, dan spirit. Pengaruh yang
3. Sarrachi RT. World Health Organization needs to recon-
ada terhadap kesehatan digambarkan dengan tiga
sider its definition of health. BMJ. 1997:314: 1409-10.
lingkaran di sekitar individu tersebut, yaitu keluarga,
4. Soejoeti SZ. Konsep sehat. sakit. dan penyakit dalam kon-
komunitas, lingkungan buatan manusia, dan biosfer.
teks sosial budaya. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Penulis menjelaskan empat faktor sub-grup yang me-
5. VanLeuween JA. Toews-Waltner D. Abernathy T. Smit B.
mengaruhi kesehatan dalam keluarga dan komunitas, Evolving models of human health coward an ecosystem
yaitu personal behavior. human biology, physical dan context. Ecosystem Health. 1999:5(3):204-19.
psychosocioeconomic. Selain empat faktor tersebut,
Prinsip Pemilihan dan Pemakaian Obat

Chris Tanto, Anggi Gayatri

A. Peresepan Rasional adalah respon pengobatan dan efek samping obat.


4 Tata laksana merupakan bagian penting dalam 7. Rencanakan program edukasi pasien. Beberapa
praktik seorang dokter. Berbagai pilihan terapi mulai ha! yang perlu diketahui pasien mengenai obat
dari pembedahan, radiasi, fisioterapi. edukasi, konse- yang dikonsumsinya, yaitu bahwa antibiotik harus
ling, farmakologi, sampai nonfarmakologi sebaiknya dihabiskan, obat simtomatis diminum jika diperlu-
dipilih berdasarkan indikasi dan toleransi pasien. Di- kan, obat yang harus diminum dalam jangka pan-
antara semua itu , obat-obatan merupakan modalitas jang, dan sebagainya.
terapi yang paling sering digunakan. Peresepan obat
harus dilakukan secara rasional dengan mempertim- Menurut WHO, setidaknya terdapat empat pain pen-
bangkan efektivitas. efek samping, serta biaya. ting dapat menjadi pertimbangan dalam memilih jenis
dan bentuk sediaan obat bagi pasien:
Langkah-langkah peresepan obat yang rasional, yaitu: 1. Efikasi (Efficacy). Efikasi merupakan faktor pen-
1. Tentukan diagnosis spesifik. Diagnosis ditentukan ting dalam pemberian obat. Perhatikan apakah ter-
melalui anamnesis, pemeriksaan fisis , dan peme- dapat kondisi fisiologis atau patologis yang dapat
riksaan penunjang. menyebabkan penurunan efikasi obat.
2. Pertimbangkan implikasi patofisiologi dari diag- 2. Keamanan (Safety). Perhatikan efek samping obat.
nosis. Dengan memahami patofisiologi sebuah 3. Kesesuaian (Suitability). Sesuaikan jenis obat de-
penyakit maka seorang dokter tidak perlu terlalu ngan kemampuan pasien. Apakah pasien dapat
banyak meresepkan obat untuk gejala yang masih menerima obat parenteral atau sebaiknya sediaan
terkait dengan proses tersebut. oral saja. Tingkat kepatuhan berobat pasien ber-
3. Tentukan tujuan terapi yang spesifik. banding lurus dengan kesesuaian bentuk dan do-
4. Tentukan obat pilihan. World Health Organization sis obat
(WHO) menyarankan dokter untuk memiliki per- 4. Harga (Cost) . Sesuaikan harga obat dengan ke-
sonal-drug (P-drug) masing-masing. ?-drug ada- mampuan ekonomi pasien. Obat yang terlalu
lah obat umum yang paling dikenal oleh seorang mahal atau tidak mampu dibeli akan menjadi
dokter. hambatan dalam tata laksana pasien. Harga obat
5. Tentukan dosis dan bentuk sediaan yang sesuai. berbeda-beda bergantung dari negara dan perusa-
Pemilihan regimen obat didasarkan kepada kondi- haan yang memproduksi obat tersebut.
si khusus pada pasien, baik kondisi fisiologis (neo-
natus, anak, kehamilan, menyusu, dan geriatri) B. Panduan Pemilihan Obat pada Kondisi Fisiologis
maupun patologis (adanya penyakit tertentu). Kehamilan
6. Rencanakan pemantauan obat dan tentukan tu- Kebanyakan obat dapat melewati plasenta se-
juan akhir terapi. Hal-ha! yang perlu dipantau hingga dapat menimbulkan efek farmako logi atau

Tabel I . Kelas Keamanan Obar Berdasarkan Food and Drugs Administration (FDA)

KalPgon l)('sk11psi

A Studi terkontrol pada perempuan hamil tidak menunjukkan risiko pada janin/fetus.

B Studi pada hewan percobaan gaga! menunjukkan risiko pada fetus: belum ada studi pada perempuan hamil.

Studi pada hewan percobaan menunjukkan efek yang tidak diinginkan pada fetus (teratogenik. embriosidal. atau
c lainnya); belum ada studi pada perempuan hamil; diberikan hanya bila keuntungan potensial melebihi risiko
yang mungkin terjadl pada fetus.
Ada bukti positif pada fetus manusia. Hanya boleh digunakan pada kondisi mengancam nyawa ibu atau penyak it
D
berat dimana obat yang lebih aman tidak dapat digunakan/ tidak efektif.
Obat lni dikontraindikasikan untuk perempuan han1il atau yang akan hamil karena adanya abnormalitas pada
x
fetus manusia maupun hewan.
teratogenik pada embrio/fetus. Berbagai faktor ber- kokinetik dari orang dewasa sehingga diperlukan
peran dalam transfer obat dari sirkulasi maternal ke penyesuaian dosis obat. Setiap obat memiliki dosis
sirkulasi fetus. Untuk menghindari efek teratogenik, rekomendasi sendiri untuk anak yang biasanya dinya-
Food and Drug Association (FDA) telah mengeluarkan takan dalam miligram per kilogram berat badan. Na-
sistem klasifikasi potensi teratogenik yang dapat dipa- mun, untuk mempermudah perhitungan dosis dapat
kai sebagai panduan untuk memilih obat dalam kondi- digunakan perkiraan berdasarkan usia, berat badan.
si kehamilan (lihat Tabel I ). a tau pun luas permukaan tubuh. Sa tu hal yang wajib
diingat adalah perkiraan menggunakan metode ini ti-
Jenis-jenis obat beserta kelas keamanannya pada ke- dak seakurat dengan dosis rekomendasi.
hamilan dapat dilihat pada bagian Lampiran: Daftar 5
Keamanan Obat dalam Kehamilan. Beberapa rumus yang dapat digunakan untuk mem-
perkirakan dosis pada anak:
Menvusui Rumus Young:
Kebanyakan obat yang diminum oleh perempu- [(usia anak dalam tahun)/(usia anak dalam tahun +
an menyusui akan terdeteksi pada air susu ibu (ASD. 12)] x dosis dewasa (untuk anak di bawah 8 tahun)
Namun, biasanya konsentrasi obat tersebut relatif Rumus Dilling:
rendah sehingga bayi tidak akan mendapatkan dosis [usia anak dalam tahun/20] x dosis dewasa (untuk
terapeutik. Beberapa panduan yang dapat digunakan anak di atas 8 tahun)
untuk meningkatkan keamanan konsumsi obat selama Rumus Fried:
menyusui adalah sebagai berikut: (usia anak dalam bulan/ 150) x dosis dewasa (un-
l. Minum obat 30-60 menit setelah menyusui dan tuk anak dibawah 2 tahun).
3-4 jam sebelum menyusui berikutnya.
2. Hindari obat-obatan yang belum memiliki data Geriatri
keamanan selama menyusui (lihat Lampiran Ka- Pada usia Ianjut, komposisi dan fungsi beberapa organ
tegori Obat dalam Kehamilan). tubuh berbeda dengan orang dewasa muda sehingga
3. Beberapa golongan obat yang dihindari karena mengakibatkan beberapa perubahan sebagai berikut:
efek sampingnya pada bayi antara lain: l. Farmakokinetik
a. Antibiotik seperti tetrasiklin (gigi berwarna) , a. Perubahan absorpsi obat dapat diakibatkan
isoniazid (defisiensi piridoksin), dan kloramfe- oleh perubahan pola makan. meningkatnya
nikol (supresi sums um tulang) ; konsumsi obat bebas (seperti analgetik dan
b. Hipnotik sedatif seperti diazepam dan barbi- antasida), dan melambatnya pengosongan
turat akan menyebabkan sedasi pada bayi; lambung.
c. !odium dan propitiourasil (PTU) akan menye- b. Pada orang lanjut usia terjadi penurunan Jean
babkan supresi tiroid; body mass, jumlah cairan tubuh, kadar albu-
d. Opioid seperti heroin, metadon, morfin, dan min dan peningkatan kadar a -acid glycopro-
kodein. tein dan lemak tubuh. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan peningkatan kadar obat bebas
Neonatus dan Anak terutama yang bersifat asam lemah. Peruba-
Anak dan neonatus memiliki perbedaan farma- han komposisi lemak dan air dalam tubuh

Tabel 2. Perkiraan Dosis Obat pada Anak Berdasarkan Berat Badan. Usia, atau Luas Permukaan Tubuh

3 Neonatus 0,2 12

6 3 bulan 0,3 18

10 I tahun 0,45 28

20 5,5 tahun 0.8 48

30 9 tahun 60

40 12 tahun 1.3 78

50 14 tahun 1.5 90

60 Dewasa 1,7 102

70 Dewasa 1,76 103


juga memengaruhi dosis regimen yang dapat Namun, sampai saat ini belum ada panduan terinci
diberikan. mengenai dosis obat pada penyakit hati. Beberapa
c. Metabolisme obat lebih lambat karena fungsi panduan yang dapat digunakan. antara lain:
hati yang menurun. 1. Pilih obat yang dieliminasi melalui ginjal. Namun,
d. Eliminasi obat lebih lambat sehingga terjadi harus diperhatikan apakah pasien memiliki sin-
perpanjangan waktu paruh obat dan akumula- drom hepato-renal. Ukur kadar ureum kreatinin
si obat dalam tubuh. untuk memastikannya.
2. Farmakodinamik. 2. Hati-hati terhadap obat yang terutama dielimina-
Usia lanjut dikenal "lebih sensitif" terhadap si di hati seperti golongan sedatif, analgesik yang
6 mekanisme kerja berbagai obat. Perubahan efek bekerja sentral, dan ansiolitik. Penggunaannya
obat terhadap tubuh dapat terjadi terutama aki- dapat menyebabkan ensefalopati hepatik.
bat perubahan farmakokinetik. Beberapa studi 3. Untuk obat-obatan dengan eliminasi utama di hati,
menyimpulkan bahwa pasien geriatri lebih sensitif turunkan dosis pemberian. Hal tersebut berlaku
terhadap obat tertentu seperti golongan hipnotik untuk semua jalur pemberian obat. Jangan lupa
sedatif dan analgetik. Selain itu, pada usia lanjut untuk melakukan pemantauan setelahnya. Dosis
mekanisme homeostatis juga sudah mengalami obat kemudian dapat dititrasi untuk mendapatkan
penurunan. Oleh karenanya, diperlukan penga- efek terapeutik yang diinginkan.
wasan khusus terhadap penggunaan obat-obat
tertentu, misalnya pada penggunaan antihiperten- Penyakit Ginjal
si yang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik. Gangguan pada ginjal dapat menyebabkan pe-
rubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat.
Beberapa prinsip pemberian obat untuk pasien geri- Keadaan ini menyebabkan pasien berisiko tinggi me-
atri, antara lain: ngalami kejadian yang tidak diinginkan. Ginjal me-
1. Anamnesis dengan teliti mengenai riwayat minum rupakan organ penting dalam sistem eliminasi obat
obat. Penyakit dapat disebabkan oleh obat yang serta metabolitnya. Penurunan laju filtrasi glomerulus
dikonsumsi atau obat yang dikonsumsi dapat ber- (LFG) akan menurunkan bersihan obat sehingga wak-
interaksi dengan obat yang akan diberikan; tu paruhnya akan memanjang. Beberapa prinsip pemi-
2. Resepkan obat hanya untuk indikasi spesifik. lihan obat pada penyakit ginjal adalah sebagai berikut:
3. Tentukan tujuan pengobatan kemudian mulai pe- I. Tentukan estimasi LFG. Secara klinis, modifikasi
ngobatan dengan dosis rendah. Dosis dapat dititra- dosis obat tidak diperlukan apabila angka estimasi
si sampai diperoleh respon yang diharapkan. LFG masih lebih dari 30 mL/ menit.
4. Ketahui riwayat pengobatan pasien (obat diresep- 2. Hindari obat-obatan dan metabolit nefrotoksik,
kan, obat bebas, atau obat herbal). seperti:
5. Pilihlah regimen obat yang paling sederhana. Ku- Nefrotoksin langsung terhadap tubulus:
rangi jumlah obat jika memungkinkan dan pilih aminoglikosida, vankomisin, amfoterisin,
jenis obat yang dapat dikonsumsi bersamaan de- cisplatin. penghambat kalsineurin, dan kontras
ngan obat lainnya. radiografi.
Nefrotoksik terkait hemodinamik: penghambat
C. Panduan Pemilihan Obat untuk Kondisi Patolo- ACE, ARB, OAINS, diuretik, dan laksatif.
gis Uropati obstruktif: asiklovir, golongan statin,
Setiap kondisi patologis berpengaruh terhadap dan antidepresan trisiklik.
kerja obat. Namun, pada bagian ini hanya akan diba- Untuk pasien dialisis, penggunaan obat
has panduan pemilihan obat pada kondisi patologis nefrotoksik dapat dipertimbangkan.
organ yang berperan penting dalam metabolisme dan 3. Untuk pasien dengan restriksi cairan, sebisa
ekskresi obat. yakni hati dan ginjal. mungkin hindari penggunaan obat parenteral
yang diberikan melalui infus.
Penyakit Hati
Hati berperan penting dalam farmakokinetik se- D. Interaksi Obat
bagian besar obat. Disfungsi hati akan menurunkan Interaksi obat terjadi apabila efek suatu obat
bersihan plasma dan memengaruhi ikatan obat oleh berubah karena dipengaruhi obat yang lain. Secara
protein. Pasien dengan penyakit hati juga dapat umum, interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi
menjadi lebih sensitif terhadap efek obat, baik yang farmakologis, farmakokinetik, dan farmakodinamik.
diinginkan maupun tidak. Pengaturan dosis obat pada Pada Tabel 3 dicantumkan beberapa interaksi obat
pasien dengan penyakit hati penting untuk mence- yang penting dan sering digunakan dalam praktik
gah akumulasi obat serta metabolit yang berlebihan. sehari-hari.
Tabel 3. Conteh lnteraksi Obat Penting dan Me kanismenya

Besi: antasid yang mengandung kalsium dapat


menurunkan absorpsi besi
ltrakonazol: penurunan absorpsi karena absorpsi
itrakonazol lebih mudah pada suasana asam
Antasid dapat menunmkan absorpsl berbagai
Ketokonazol: penurunan absorpsi ketokonazol
Antasid obat, mempercepat pengosongan lambung, dan 7
Fluorokuinolon: penurunan absorpsi
menganggu ekskresl obat lewat urin
slprofloksasln. norfloksasin
Salisilat: penlngkatan bersihan salisilat melalui
ginjal
Tetrasiklin: penurunan absorpsi tetrasiklin

Warfarin dimetabolisme oleh sitokrom Peningkatan efek antikoagulan:


(CYP)2C9. Metabolisme warfarin mudah Amiodaron, simetidin, Oukonazol,
Antikoagulan diindu ksi atau dihambat oleh berbagai metronidazole, OAINS, sulfametoksazol.
oral obat.
Warfarin juga terikat ku at dengan protein Penurunan efek antikoagulan:
plasma. Barbiturat. karbamazepin. rifampin.

Barbiturat: peningkatan metabolisme itrakonazol.


ketokonazo l
Goiongan azol dimetabolisme oleh enzim CCB (calcium channel blockel): penurunan
CYP3A4 . metabolisme CCB
Golongan azol merupakan penghambat Karbarnazepin: penurunan metabolisme
Antlfungi
enzlm CYP3A4 (ltrakonazol = ketokonazol karbamazepin
golongan -awl
> posakonazole > vorikonazol > flukonazoi). Siklosporin: penurunan metabolisme siklosporin
penghambat enzim CYP2C9. dan Fenitoin: penurunan metabolisme fenitoin
penghambat glikoprotein P. PPI: penurunan absorbs! azol
Rlfampln: peningkatan metabolisme itrakonazol,
ketokonazol

Peningkat.an efek beta-bic ker: simetidin, SSRI


Penurunan efek beta-bicker: OAINS, fenitoin.
rifampin
Efek Lain:
Insulin: menghambat kembalinya kadar gula
Pe nyekat beta (teru ta ma golongan nonselektif
Penyekat dari kondis i hipoglikemia. menyamarkan
seperti propranolol) menganggu respon
reseptor- ll gejala simpatis hipoglikemia
s impatomimetik.
Prazosin: peningkata n res pon hipotensif pada
dosis prazosin pertama
Simpatomimetik: peningkatan respo n va-
sopresor dari epinefrin (terucama dengan
golonga n beta-bicker nonselektif)

Verapamil dan dUtiazem dlmetabolisme oleh


Calcium Channel Karbarnazepin: penurunan metabolisme
enzim CYP3A4 dan dapat menghambat kerja
Blocker (CCB) Rlfampin: penlngkatan metabolisme CCB
enzim CYP3A4.
Simetidin: penurunan metabolisme karbamazepin
Kortikosteroid: peningkatan metabolisme kor-
Karbamazepin dimetabolisme oleh enzim
tikosteroid
Karbamazepin CYP3A4.
Estrogen: peningkatan metabolisme estrogen
Karbamazepin dapat menginduksi kerja
Rifampin: peningkatan metabo lisme karbamaz-
enzim CYP3A4.
epin

Peningkatan efek digitalis: amiodaron, diltiazem,


8 Digoksin mudah terganggu dalam absorpsl
kuinidln, verapamil, obat penurun kadar kalium,
gastrointestinal. Toksisitas digoksin dapat
Digoksin antifungal golongan azol
menlngkat pada gangguan elektrolit
Penurunan efek digitalis: kaolin-pektin, rifampin,
(hipokalemia).
antasid

Golongan statin dimetabolisme oleh enzim Karbamazepin: peningkatan metabolisme statin


Penghambat
CYP3A4 . Klaritromisin: penurunan metabolisme statin
HMGCo-A
Statin dapat meningkatkan risiko miopati Eritromisin: penurunan metabolisme statin
reductase
jika digunakan bersama dengan obat lain Rifampin: peningkatan metabo lisme statin
(Sta tin)
dengan efek samping miopati. Verapamil: penurunan metabolisme statin

Berikatan dengan obat di traktus


Besi gastrointestinal sehingga menurunkan absorbs Mikofenolat, kuinolon, tetrasiklin. tlroid
obat lain

lnhibisi prostaglandin menyebabkan Penghambat ACE: penurunan respon antihip-


penurunan ekskresi natrium melalui ginjal. ertensi
OAINS (Obat
Hampir sem ua OAINS menghambat fungsi ARB: penurunan respon ant ihipertensi
anti-inflamasi
trombosit. meningkatkan risiko perdarahan Furosemide: penurunan diuresis. natriuresis. dan
nonsteroid)
jika digunakan bersama dengan obat lain respon antihipertensi
yang mengganggu hemostasis. SSRI: peningkatan risiko perdarahan

Obat yang metabolismenya distimulasi fenitoin:


Fenitoin dimetabolisme oleh enzim CY- korlikosteroid. eritromisin
P2C9. Obat yang menghambat metabolisme fenitoin:
Fenitoin
Fenltoin dapat menglnduksi kerja enzim amiodaron, metronidazol
CYP3A4, CYP2C9, dan CYP2C 19. Obat yang memperkuat metabolisme fenitoin:
barbiturat, fenitoin

Bebe rapa kuinolon menghambat enzi m


Kafein: inhibisi metabolisme kafein
CYPA 12.
Kuinolon Sukralfat: penurunan absorpsi kuinolon
Beberapa obat meng hambat absorpsi
Teofilin: inhibisi metabolisme teofilin
kuinolon di saluran cerna .

Kortikosteroid: penigkatan metabolisme hepatik


Rifampin dapat menginduksi kerja enzim CY-
Rifampin kortikosteroid. menurunkan efek kortikosteroid
P3A4 dan CYP I A2
Teofilin: penurunan efek teofilin

Penurunan metabolisme teofilin: diltiazem, ver·


Teofilin dim etabolisme oleh enzim CYP l A2 dan
Teofilin apamil. eritromisin
CYP3A4
Meningkatkan metabolisme teofilin: merokok
E. Penggunaan Antibiotik dan Resistensi biotik yang sudah diresepkan.
Antibiotik adalah agen farmakologi yang secara
selektif membunuh (bakterisidal) atau menghambat F. Kortikosteroid
pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Pemakaian Kortikosteroid merupakan hormon yang sangat
antibiotik yang semakin luas dan tidak bijak dapat penting untuk kelangsungan hidup organisme. Hor-
menimbulkan resistensi yang merugikan manusia di mon anabolik ini berperan dalam metabolisme kar-
kemudian hari. Pada prinsipnya, antibiotik hanya di- bohidrat, lipid, protein, asam nukleat, keseimbangan
gunakan pada pasien dengan penyakit infeksi ak.ibat cairan dan elektrolit, tulang, kalsium, dan lain-lain. Se-
bakteri. Beberapa prinsip pemberian dan penggunaan lain itu, kortikosteroid juga berperan dalam berbagai
antibiotik adalah sebagai berikut: fungsi fisiologis tubuh, seperti tekanan darah dan ka- 9
1. Terapi empiris dipilih berdasarkan bakteri yang dar gula dalam darah.
paling sering menginfeksi lokasi/ organ tertentu Kortikosteroid bekerja dengan meningkatkan ke-
dan kondisi pasien (imunokompeten/imunokom- cepatan sintesis protein. Setelah diabsorpsi, kortiko-
promais). Antibiotik spektrum luas merupakan steroid akan melintasi membran sel sasaran, diikat
pilihan untuk terapi empiris. reseptor, dan membentuk kompleks reseptor-steroid
2. Pengambilan spesimen untuk biakan dan uji re- dalam sitoplasma. Kompleks ini akan bertranslokasi
sistensi harus dilakukan sebelum terapi empiris ke nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan
diberikan. tersebut menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis
3. Tentukan rute pemberian antibiotik berdasarkan protein baru.
tempat dan derajat keparahan infeksi. Sediaan Secara garis besar, pemberian kortikosteroid ber-
intravena (IV) dipilih pada infeksi berat atau jika tujuan sebagai terapi substitusi dan non-endokrin,
tidak dapat diberi obat per oral. terutama sebagai antiinflamasi dan imunosupresan.
4. Antibiotik diberikan sampai infeksi teratasi. Pe- Dari pengalaman klinis, disimpulkan terdapat enam
nilaian dapat dilakukan dari pemeriksaan kli- prinsip dalam pemberian kortikosteroid, yaitu:
nis maupun penunjang. Durasi terapi bervariasi Dosis efektif untuk pasien pada tiap indikasi
bergantung kepada lokasi infeksi dan organisme ditetapkan berdasarkan trial and error dan harus
penyebab. dievaluasi dari waktu ke waktu sesuai perkem-
5. Apabila hasil pemeriksaan mikrobiologi dan uji bangan penyakit.
sensitivitas antibiotik sudah tersedia, segera beri- Dosis tunggal dan besar umumnya tidak berbaha-
kan terapi definitif sesuai dengan hasil tersebut. ya.
6. Kombinasi dua atau lebih antibiotik dapat diberi- Penggunaan kortikosteroid selama beberapa hari
kan pada kondisi berikut ini: tanpa ada kontraindikasi spesifik umumnya tidak
a. Pasien dengan sakit kritis yang memerlukan berbahaya, kecuali dengan dosis sangat besar.
antibiotik sebelum biakan dan uji resistensi Bila pengobatan diperpanjang hingga dua minggu
selesai dikerjakan. atau lebih hingga melebihi dosis substitusi, ke-
b. Kedua antibiotik memiliki efek sinergis, misal- mungkinan terjadinya efek samping akan semakin
nya golongan {3 -laktam dan aminoglikosida. besar.
c. Infeksi polimikrobial. sehingga diperlukan an- Pengecualian pada kasus insufisiensi adrenal,
tibiotik lain untuk memperluas spektrum. penggunaan kortikosteroid bukan merupakan te-
rapi kausal namun hanya paliatif.
Beberapa faktor dalam penggunaan antibiotik yang • Penghentian pengobatan secara tiba-tiba pada te-
meningkatkan angka kejadian resistensi, antara lain: rapi jangka panjang dengan dosis besar berisiko
I. Penggunaan antibiotik berlebihan. Hindari perese- menimbulkan insufisiensi adrenal yang hebat dan
pan antibiotik secara berlebihan. dapat mengancam jiwa.
2. Penggunaan antibiotik spektrum luas yang tidak
tepat. Jangan membeFikan antibiotik TANPA tanda Efek samping penggunaan kortikosteroid dapat
infeksi bakteri. diakibatkan oleh dua ha!, yaitu (1) penghentian
3. Dosis tidak tepat. Perhatikan apakah antibiotik ter- pemberian secara tiba-tiba pada penggunaan jangka
masuk dalam golongan time-dependent (misalnya panjang atau (2) pemberian jangka panjang terutama
f3 -laktam, eritromisin, klindamisin, dan linezolid) dalam dosis tinggi. Pemberian kortikosteroid jangka
atau concentration-dependent (misalnya amino- panjang yang dihentikan tiba-tiba dapat menyebab-
glikosida dan fluorokuinolon) untuk menentukan kan insufisiensi adrenal dengan gejala berupa demam,
dosis pemberian. mialgia, atralgia, dan malaise. Sedangkan, pemberian
4. Ketidakpatuhan dalam konsumsi antibiotik. Perlu kortikosteroid secara terus-menerus dapat menimbul-
diingatkan pada pasien untuk menghabiskan anti- kan berbagai efek samping, antara lain:
Sindrom Cushing; Banyaknya efek samping yang ditimbulkan oleh
Peningkatan berat badan; kortikosteroid mengingatkan klinisi untuk tidak sem-
Hirsutisme; barangan dalam pemberiannya.
Gangguan emosi; Kortikosteroid terdiri dari berbagai jenis yang
Hiperglikemia; dibagi menurut waktu kerjanya. Tabel 4 menjabarkan
Osteoporosis; konversi dosis kortikosteroid oral. Konversi ini bergu-
Ulkus peptikum; na apabila hanya terdapat jenis steroid tertentu.
Hipertensi; Kortikosteroid sistemik yang banyak digunakan
Akne vulgaris; adalah prednison. Bentuk oralnya tablet berwarna
10 Edema; hijau kecil dengan dosis satu tablet 5 mg. Apabila ter-
Atrofi kulit; dapat gangguan hepar, prednisolon lebih dipilih kare-
na tidak memerlukan perubahan prednison menjadi
prednisolon di hepar agar dapat bekerja. Selain ben-

Tabel 4. Konversi Dosis Kortikosteroid Oral


Polf'n..,i RPlalir d1hc11Hlingk.m ll1drokort1,on Waktu Paruh
- - - - -- - - - - - --
Do'1' Glukokortikoid Anl i mlla l\1mPr.ilokm tikoid Pla\111.1 Duras1 KPrja
l·k.ui\.. 1IP11 (mg} 111<1'1 {nwnil) ijam)

Kerja pendek (short acring)


Hidrokortison 20 90 8- 12
Kortlson 25 0,8 0,8 30 8-12
Kerja sedang (intermediate acting)
Prednison 5 0,8 60 12-36
Prednisolon 5 0.8 200 12-36
Triamsinolon 5 0 300 12-36
Metilprednisolon 5 0.5 180 12-36
Kerja panjang (long acting)
Deksametason 0.75 30 0 200 36-54
Betametason 0.6 30 0 300 36-54
Tabe/ ini dibaca sebagai berikur: 25 mg konison setara dengan 5 mg prednison. 0. 75 mg deksametason. 0.6 mg betametason dan
seterusnya.

Tabel 5. Penggolongan Kortikosteroid Topikal untuk Kulit

Golongan l: Super Paten Betametason dipropionat 0.05%


Klobetasol proprionat 0.05%
Golongan 2: Potensi Tinggi Amsinonid 0.1 96
Mometason furoat 0.0 l 96
Golongan 3: Potensi Tinggl Trlamsinolon asetonid 0, I%
Flutikason proplonat 0.005%
Golongan 4: Potensi Sedang Flurandrenolid 0.0596
Fluosinolon asetonid 0.02596
Hidrokorrison valerat 0.296
Golongan 5: Potensl Sedang Hidrokortison butirat O. l 96
Betametason valerat 0.1 %
Desonid 0.05%
Golongan 6: Potensi Sedang Triamsinolon asetonid 0.02596
Golongan 7: Potensi Lemah Obat topikal yang mengandung hidrokortison. deksametason, prednisolon, metil-
prednisolon
Keterangan: golongan I adalah yang golongan konlkosteroid paling paten semencara golongan Vil paling lemah.
tuk oral, kortikosteroid juga terdapat dalam sediaan microbial therapy. Mayo Clin Proc. 20 I I Feb:86(2): 156-
intravena. inhalasi, dan topikal. Kortikosteroid sediaan 67.
topikal untuk penyakit kulit memiliki berbagai tingkat 5. Cervelli MJ. Russ GR. Principles of drug therapy, dosing.
potensi yang dapat dilihat pada Tabel 5. and prescribing in chronic kidney disease and renal re-
placement therapy. Dalam: Feehaly J, Floege J, Jonhson RJ.
Sumber Bacaan: penyunting. Comprehensive clinical nephrology. Edisi ke-4.
1. de Vries TPGM. Henning RH, Hogerzeil HV, Fresle DA. St. Loi us: Elsevier Saunders: 2010.
Gu ide to good prescribing. Geneva: World Health Organi- 6. Facts and Comparisons. Inc. Adrenal cortical steroids. Da-
zation: 1994. lam: Drug Facts and Comparisons. Edisi ke-68. St. Louis:
2. Verbeeck RK. Pharmacokinetics and dosage adjustment in Facts and Comparisons: 2014. 11
patients with hepatic dysfunction. Eur J Clin Pharmacol. 7. Hamzah M. Dermatoterapi. Dalam: Djuanda A. Hamzah M.
2008:64:1147-61. Aisah S. penyunting. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi
3. Leekha S. Terrell CL. Edson RS. General pri nciples of antimi- ke-6. Jakarta: Sadan Penerbit FKUI: 2009.
crobial therapy. Mayo Clin Proc. February 2011:86(2):156- 8. Suherman SK Ascobat P. Adrenokortikotropin. adrenokor-
167. tikosteroid, analog-si ntetik dan antago nisnya. Dalam: Gu-
4. Leekha S. Terrell CL Edson RS. General principles of anti- nawan SG. Setiabudy R. Nafr ialdi. Elysabeth. penyunting.
Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5 . Jakarta: Sadan Penerbit
FKUI; 2007.
Panduan Diet dan Nutrisi
Chris Tanto

Pendahuluan bilitasi setelah cedera. Asupan protein dikurangi pada


12 Nutrisi merupakan salah satu komponen penting pasien dengan penyakit ginjal (dapat menyebabkan
dalam kehidupan seorang manusia. lndividu yang se- uremia) dan gangguan fungsi hati (presipitasi ense-
hat memerlukan gizi dalam jumlah yang cukup agar fa lopati hepatikum pad a sirosis hati). Konsumsi lemak
dapat berfungsi maksimal. Sementara itu. bagi orang dianjurkan 20-35% dari total energi. Lemak trans
yang sedang sakit, diet yang tepat dapat membantu dan tersaturasi dibatasi <l 0% dari total kalori. Lemak
proses penyembuhan, mencegah progresivitas penya- polysaturated juga dibatasi < 10% dari total kalori.
kit, dan menghindari terjadinya komplikasi. Pemberi-
an terapi nutrisi pada orang sakit memerlukan pertim- Kebutuhan Kalori
bangan klinis yang baik, mulai dari jenis diet, bentuk Berikut adalah langkah-langkah untuk mengetahui ke-
makanan, rute pemberian, sampai ke edukasi yang butuhan kalori seseorang dalam satu hari:
tepat bagi penderita dan keluarga pasien. 1. Ketahui berat badan dan tinggi badan;
2. Hitung berat badan ideal dengan cara:
Diet pada Orang Sehat a. Berat badan ideal =
Prinsip diet bagi orang sehat adalah gizi seimbang. (Tinggi badan - 100) - 10%
Energi yang diasup dari makanan harus sesuai dengan b. Apabila pendek (laki-laki tinggi badan < 160
keluarannya. Selain itu, komponen diet harus menca- cm, perempuan <150 cm) , tidak perlu diku-
kup makronutrien (karbohidrat, protein. dan lemak) , rangi 10 %. Berat badan ideal =
vitamin. mineral, dan air. Manusia memerlukan nu- (Tinggi badan - 100)
trien organik seperti 9 asam amino esensial, asam le- 3. Hitung berat badan normal= BB ideal ± 10%
mak. glukosa, vitamin, serat. dan kolin. Gizi seimbang 4. Ketahui status gizi (normal. kurus, atau gemuk)
juga memperhatikan usia dan kondisi fisiologis tubuh. a. BB normal = BB ideal ± 10%
Konsumsi karbohidrat dianjurkan 45-65% dari b. Kurus apabila kurang dari BB normal
total kebutuhan energi. Sumber glukosa ini sangat c. Gemuk apabila lebih dari BB normal
penting terutama untuk otak. Konsumsi protein dian- 5. Hitung kebutuhan kalori per KgBB ideal. Kebutu-
jurkan 10-35% dari total kebutuhan energi. Protein han kalori dihitung berdasarkan status gizi dan
diperlukan lebih banyak saat masa pertumbuhan, jenis aktivitas (ringan, sedang, berat).
kehamilan, menyusui, kondisi malnutrisi, dan reha- 6. Kebutuhan kalori sehari: BB idaman x kebutuhan
kalori per KgBB ideal

Tabel I. Berbagai Aktivitas menu rut Jenis Kelompoknya

Ringan SP<iang Bt•rat


Pegawai kantor. pegawai toko Mahasiswa Pelaut
Guru Pegawai industri Buruh
Supir !bu rumah tangga Penari
Sekretaris Atlit

Tabel 2. Kebutuhan Kalori menurut Status Gizi dan Jenis Aktivitas

Aktivilas Ringan (kkal/Kg/ hari) Sod,mg (kkal / Kg/ h,m) Berat (kkal/Kg/ hari)

Gemuk 25 30 35

Normal 30 35 40
Kurus 35 40 40-50
Dukungan Nutrisi dan Jalur Pemberian Makanan pilihan akhir apabila jalur enteral tidak dapat digu-
Dukungan nutrisi (nutritional support) harus di- nakan. Pemberian makan melalui jalur ini tergolong
berikan pada pasien dengan atau berisiko malnutrisi invasif dan relatif mahal. Beberapa indikasi untuk
(asupan oral tidak adekuat, sepsis, Iuka bakar, trau- memberikan nutrisi parenteral:
ma) . Dukungan nutrisi dapat diberikan melalui jalur Saluran cerna tidak fungsional: obstruksi, ileus.
enteral maupun parenteral. Terapi enteral dapat dibe- fistula, dismotilitas, atau ada perforasi;
rikan per oral atau melalui selang (selang nasogastrik, Saluran cerna tidak dapat diakses: muntah-
nasoduedenum. gastrostomi, jejunostomi, a tau kombi- muntah he bat denganjejunum tidak dapat diakses;
nasinya) sedangkan terapi parenteral menggunakan Kebutuhan nutrisi pasien tidak dapat dipenuhi
akses intravena sebagai sarana pemberian makan. melalui jalur oral atau enteral. 13

Nutrisi Enteral Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan


Nutrisi enteral standar terdiri atas komponen berikut: melalui pembuluh darah perifer ataupun sentral. Pem-
Kepadatan kalori: I KKal/mL; buluh darah sentral lebih dipilih karena osmolaritas
Protein: - 14% dari total kalori; berupa ka- nutrisi parenteral yang tinggi. Akses perifer dapat
sein. protein soya. atau laktalbumin; dipertimbangkan apabila pemberian tidak dalamjang-
Lemak: -30% dari total kalori; ka waktu yang panjang (<14 hari).
Karbohidrat: -60% dari total kalori; Kebutuhan nutrisi parenteral bergantung kepada
Dilengkapi dengan mineral dan vitamin berat badan, usia, jenis kelamin. aktivitas, dan kebu-
yang diperlukan. tuhan metabolik pasien. Sebelum memberikan nutrisi
parenteral, diperlukan pemeriksaan apakah pasien be-
Komposisi nutrisi enteral disesuaikan dengan risiko mengalami refeeding syndrome. Refeeding syn-
kondisi klinis masing-masing pasien. Risiko mayor drome adalah keadaan dimana kadar fosfat, kalium,
pemasangan selang makan adalah aspirasi, diare, keti- dan magnesium sangat rendah ketika pasien diberi
dakseimbangan elektrolit, sinusitis, dan esofagitis. asupan nutirisi secara cepat setelah puasa lama. Satu
kantong nutrisi parenteral berisi campuran dari asam
Nutrisi Parenteral amino, glukosa, dan lemak (cairan three in one).
Pemberian nutrisi parenteral biasanya merupakan

Tabel 3. Berbagai Jenis Rute Pemberian Makanan Enteral


T(•mpat i\.ksl's lndikas1 Kl untung<1n
1
Kr1 ugian

Gaster NGT Pasien dengan pengosongan Efektif biaya, paling Risiko refluks gastroesofagus
OGT lambung dan duodenum normal mudah dimasukkan. tinggi dengan/ tanpa aspirasi
TOFT makanan dapat ke paru
PEG dibolus tanpa pompa
Duodenum NOT Pasien dengan gangguan Menurunkan risiko Kemungkinan terjadi intoleransi
pengosongan lambung atau refluks, dapat gaster (kembu ng. melilit. diare).
berisiko mengalami refluks gastro- digunakan dalam diperlukan pompa untuk
esofagus waktu cepat pada mengatur kecepatan pemberian
kasus trauma

Jejunum NJT Pasien dengan gangguan Menurunkan risiko Tidak bisa diaspi rasi untuk
Surgical JJ pengosongan lambung atau refluks. dapat memastikan adanya intoleransi

PEJ berisiko mengalami refluks gastro- digunakan dalam


esofagus. waktu cepat pada Perlu fluoroskopi untuk
kasus trauma memasang selang
Pasien pasca bedah saluran cerna
bagian atas Risiko te rtarik nya selang ke
lambung

JJ:jejunostomy: NDT: nasoduodenal tube; NGT: nasogastric tube: NJT: nasojejunal tube: OCT: orogastric tube; TOFT: trans-
oesophagea/ feeding tube.
Bentuk Makanan di Rumah Sakit Tabel 4. Konstituen Nutrisi Cairan Parenteral 3 in J
Selama perawatan di rumah sakit, pasien disa- Konstitut•n Pt>r I L Nutrisi Pan•nlt'rttl
rankan mengonsumsi bentuk makanan yang sesuai
Energi 900-1200 kkal
dengan kondisinya. Terdapat empat jenis bentuk
makanan yang tersedia, yakni: Glukosa 100-175 g
1. Makanan Biasa Protein 35-50 g
Makanan biasa memiliki bentuk makanan pokok Lipid 25-50 g
berupa nasi. Makanan biasa mengandung semua
K 25-35mmol
zat-zat gizi dengan serat dalam jumlah cukup. De-
14 ngan istilah lain. makanan ini sama seperti asupan Na 30-40mmol
di rumah. Makanan dipilih yang tidak merangsang Mg 2.5-5mmol
saluran cerna.
PO, 7,5-20mmol
2. Makanan Lunak
Makanan pokok dalam makanan lunak adalah nasi
tim atau bubur nasi. Kandungan serat selulosa Makanan cair penuh bertujuan memenuhi
dalam bentuk makanan ini lebih rendah daripa- kebutuhan gizi tanpa memberatkan kerja
da makanan biasa. Makanan lunak diindikasikan saluran cerna. Formula rumah sakit tersedia
pada pasien dengan gangguan saluran cerna dengan bahan dasar susu. susu rendah laktosa.
ringan serta demam ringan; biasa juga diberikan dan tanpa susu. Sementara itu. makanan cair
untuk lansia. Tujuan pemberian makanan lunak komersial tersedia dalam berbagai merek yang
adalah untuk memudahkan tertelan dan tercer- disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Jenis
nanya makanan. makanan cair komersial dapat dilihat pada
3. Makanan Saring Tabel 5.
Makanan saring memiliki kandungan gizi yang pa- c. Makanan cair jernih (teh manis. jus buah. si-
ling rendah dibandingkan jenis makanan lainnya. rup. kaldu, susu yang diencerkan)
Pasien yang menerima makanan jenis ini biasanya Biasa diberikan pada pasien pascaoperasi
memiliki gangguan mengunyah atau demam ting- sebagai awal pemberian makanan kembali.
gi. Bentuk makanan berupa makanan lumat atau Makanan cair jernih diberikan dalam waktu
halus (kemudian disaring) dengan kandungan yang sangat singkat melihat respons dari pa-
serat rendah. Biasanya diberikan 6-8 kali sehari. sien. Makanan ini hanya bertujuan untuk me-
Makanan saring hanya diberikan sebentar sebagai menuhi kebutuhan cairan tubuh.
adaptasi ke makanan lebih padat.
4. Makanan Cair Diet Pada Kondisi Khusus
a. Makanan cair pekat Alergi
Makanan cair pekat terbuat dari campuran Beberapa makanan dapat menyebabkan alergi.
berbagai makanan (makanan pokok. ]auk Makanan dengan tingkat alergenik tinggi, antara lain
pauk. sayur. buah. gula. minyak). Makanan cair telur, susu, kacang-kacangan, kacang kedelai, ikan,
pekat diberikan pada pasien yang tidak dapat kerang-kerangan, dan gandum. Makanan tersebut se-
menelan. tidak mau makan. pascaoperasi. dan baiknya dihindari pada pasien dengan alergi makanan.
sebagainya.
b. Makanan cair penuh (formula rumah sakit, Diet Jantung
makanan komersial) Diet jantung diberikan pada pasien dengan pe-
nyakit jantung, terutama penyakit jantung koroner.
Tabe l 5. Makanan Cair Komersial

Jrnis Makanan Cair Komrrsial lndikasi (onloh

Rendah/bebas laktosa lntoleransi laktosa NutrUon® low lactose


Protein tinggi Kondisi katabolik Peptisol®, Peptamen®
Protein rendah Gangguan ginjal Nephrisol®
Prote in terhidrolisis Alergi protein
Dengan BCAA (branched chain amino acid) Sirosis hati
Indeks glisemik rendah Diabetes melitus Diabetasol®. Nutrien Diabet®
Dengan MCT (medium chain trygliceride) Gannguan absorbsi lemak

BCAA: branched chain amino acid: MCT: medium chain trigly iceride
Tujuan dari diet ini adalah: yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol
Mengurangi beban kerja jantung; total, trigliserida, dan LDL. Selain itu juga bertujuan
Menormalkan berat badan; untuk menurunkan berat badan bila terlalu gemuk.
Memenuhi kebutuhan gizi pasien; Syarat diet rendah kolesterol adalah sebagai berikut:
Mengurangi cairan tubuh; serta I. Energi disesuaikan berat badan dan aktivitas fisik,
Mengurangi risiko penyumbatan pembuluh darah. dibatasi pada pasien gemuk;
2. Karbohidrat 50-60% energi total;
Syarat diet jantung adalah: 3. Protein I 0-20% dari energi total;
1. Energi cukup; 4. Lemak <30%, diutamakan lemak tidak jenuh. Ko-
2. Protein 0,8 Kg/ KgBB ideal/hari. Sumber protein lesterol dibatasi 200-300 mg/ hari; 15
nabati yang dihindari adalah kacang merah. ka- 5. Tinggi serat (>25 g/hari).
cang mente, dan oncom;
3. Lemak 25-30% dengan 7% lemak jenuh dan 10- Pada diet rendah kolesterol, pengolahan masak
15% lemak tidak jenuh; disarankan untuk tidak digoreng. Makanan tumis
4. Rendah kolesterol ; masih diperbolehkan, namun dengan jumlah minyak
5. Rendah garam (3-5 g/hari) jika terdapat hiperten- yang dibatasi. Konsumsi kuning telur dibatasi pa-
si/edema; ling banyak dua kali per minggu. Disarankan untuk
6. Makanan mudah dicerna dan tidak menghasilkan mengganti daging dengan ikan. Sebagian porsi sayur
gas. Jenis makanan tersebut antara lain: disarankan untuk tidak dimasak. Jenis makanan diet
a. Sayur: kol, kembang kol, lobak, sawi, nangka rendah kolesterol dapat dilihat di Tabel 6.
muda;
b. Buah: durian, nangka, cempedak, dan nenas; Diet Hipertensi
7. Cukup serat untuk menghindari konstipasi; Diet hipertensi diberikan pada pasien dengan
8. Cukup vitamin dan mineral, suplemen (K'. Ca 2', tekanan darah diatas normal untuk membantu
dan Mg2 · ) dihindari jika tidak diperlukan. menurunkan tekanan darah dan mengurangi tim-
bunan cairan dalam tubuh. Secara umum, makanan
Jen is makanan lain yang harus dihindari adalah dapat beraneka ragam tetapi ada bahan makanan
kopi, teh kental. minuman bersoda. dan alkohol. Bum- yang dihindari, yakni:
bu tajam (pedas, asin, asam) dan bumbu olahan yang I . Jeroan (otak, ginjal, paru, jantung) dan daging
mengandung natrium juga dihindari. Penting untuk kambing;
diberitahukan pada pasien jantung untuk mengolah 2. Makanan olahan dengan garam Na: crackers, pas-
makanan dengan cara direbus/ dikukus. Pengolahan tries, kerupuk, keripik, dan sebagainya;
makanan dengan cara digoreng sebaiknya dihindari. 3. Makanan dan minuman kaleng;
4. Makanan diawetkan: dendeng, abon, ikan as in.
Diet Rendah Kolesterol ikan pindang, udang kering. telur asin, telur pin-
Diet ini ditujukan pada pasien dengan dislipidemia dang, selai kacang, acar, manisan buah;

Tabel 6. Daftar Anjuran Jenis Makanan Diet Rendah Kolesterol

frnis Maka nan D1an1urk~rn ll1h.tl<1<.,1 D1h111da1 i

Sumber Beras merah. rot! gandum. Kue, biskuJt, pastries,


karbohidrat havermout, makaroni. jagung, dan gula
kentang. ubi. talas, dan sereal
Protein Ayam/ bebek tanpa kulit. ikan segar. Daging tanpa lemak. Daging beriemak. isi daiam (otak. limpa.
susu non-fat udang. kuning telur ginjal. hat i. babat, usus) , oiahan (ham.
sosis. sarden kaieng). dan cumi
Lemak Minyak dari tumbuhan (kacang, Lemak jenuh (berasal dart hewan sepertl
kelapa, jagung, kedelai. wijen, biji lemak sapi, babi, kambing) , susu full
bunga matahari. zaitun. margrin) cream, krim. mentega. dan keju

Buah dan sayur Semuajenis


Lain-lain Makanan beralkohol: arak, blr. minuman
bersoda
5. Mentega dan keju: pepaya.
6. Bumbu: kecap asin, terasi, petis, garam, saus
tomat. saus samba!, tauco, bumbu penyedap; Cara mengurangi kalium dari bahan makanan
7. Makanan beralkohol: durian, tape. adalah dengan cara mencuci bahan makanan yang se-
belumnya sudah dikupas dan dipotong-potong. Kemu-
Seringkali pasien dengan diet hipertensi memiliki dian, rendam bahan makanan tersebut dengan air
masalah dalam hal rasa makanan karena terbatasnya hangat yang banyak selama dua jam. Setelah itu, cuci
garam yang boleh dikonsumsi dalam satu hari. Ada dengan air mengalir selama beberapa menit. Dianjur-
beberapa cara yang dapat digunakan untuk mening- kan untuk memasak dengan air lima kali banyaknya
16 katkan asupan makan: bahan makanan.
Rasa dapat ditambah dengan gula merah, gula
pasir, bawang merah, bawang putih, jahe, kencur, Diet Rendah Purin
atau bumbu lain yang tidak mengandung Na·; Bagi pasien hiperurisemia. diet rendah purin disa-
Gunakan garam rendah Na·; rankan untuk mengurangi kadar asam urat. Purin
Olah makanan dengan ditumis, digoreng, atau di- biasa ditemukan di protein hewani. Bagi orang sehat,
panggang: diet purin berkisar antara 600-1000 mg per hari. Diet
Garam dapat dibubuhkan diatas meja makan, tidak rendah purin dibatasi sampai 100-150 mg per hari-
lebih dari V2 sendok teh. nya. Syarat diet rendah purin adalah:
I. Energi sesuai dengan kebutuhan tubuh;
Diet Ginjal 2. Karbohidrat 65 -7 5% dari kebutuhan energi total;
Diet ginjal yang dimaksudkan disini adalah un- 3. Protein 1-1.2 g/KgBB atau I 0-15% dari kebutu-
tuk pasien penyakit ginjal kronis (PGK). Pengaturan han energi total. Hindari sumber protein dengan
makan diperlukan pada pasien PGK untuk mencegah kandungan purin > 150 mg/ I 00 g:
penurunan fungsi ginjal lebih lanjut. Selain itu. juga 4. Lemak <30%, 10%-nya dari protein hewani;
untuk mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit 5. Cairan disesuaikan. Banyak minum dapat mem-
sambil mempertahankan status nutrisi tetap optimal. bantu pengeluaran asam urat yang berlebih.
Asupan protein dibatasi pada pasien PGK, namun Asupan cairan 2-3 L/hari dapat mencegah terja-
menyesuaikan dengan klinis pasien (lihat Bab Penya- dinya batu asam urat di ginjal;
kit Ginjal Kronis). Berikut panduan umum diet ginjal: 6. Kurangi berat badan karena akan membantu
I . Energi 35 Kkal/KgBB ideal/hari; menurunkan kadar purin dalam darah.
2. Karbohidrat 60-65% dari energi total; Jenis makanan yang dibatasi dan dihindari dalam diet
3. Protein (sebelum dialisis); 0,6-0,75 g/KgBB ideal rendah purin dapat dilihat pada Tabel 7.
terdiri dari 50% hewani dan 50% nabati;
4. Lemak 25-30%, terutama lemak tidakjenuh; Diet Lambung
5. Cairan: jumlah urine 24 jam + insensible water Diet lambung bertujuan untuk meringankan beban
loss . Makanan sebaiknya tidak dibuat dalam ben- kerja saluran cerna, membantu menetralisir kelebihan
tuk berkuah: asam lambung, serta memberikan makanan yang ti-
6. Kali um dibatasi jika terjadi hiperkalemia; dak merangsang dengan zat gizi yang cukup. Diet ini
7. Restriksi asupan garam. Sumber garam tidak ha- dapat diberikan pada pasien dengan gastritis, esofagi-
nya garam dapur melainkan soda, kaldu instan, tis. tifoid, diare, radang usus besar, dan pascaoperasi
ikan asin, telur asin, serta makanan yang diawet- saluran cerna. Syarat diet lambung:
kan. I. Makanan dalam bentuk lunak dan mudah dicerna:
2. Makanan yang merangsang lambung dihindari,
Prinsipnya tidak ada jenis makanan yang dihindari misa!nya asam, pedas. terlalu panas/dingin, dan
untuk pasien PGK, tetapi ada beberapa makanan yang makanan yang keras;
harus dibatasi, antara lain: 3. Porsi kecil dan diberikan sering (small, but fre-
I. Karbohidrat kompleks: nasi, jagung, kenyang, ma- quent);
karoni, pasta, havermout, ubi/talas. 4. Makanan diolah dengan cara direbus, dikukus, di-
2. Protein hewani dan nabati; panggang, atau ditumis.
3. Lemak: minyak kelapa sawit, santan kental, mente-
ga, lemak hewan; Jenis makanan yang dihindari atau dibatasi pada diet
4. Sayuran tinggi kalium: peterseli, buncis, bayam. lambung adalah:
daun pepaya muda; I. Karbohidrat: batasi mie, roti putih, ketan, kue,
5. Buah tinggi kalium: ape!. apukat, jeruk, pisang, cake, biskuit, dan pastries:
Tabel 7. Anjuran Makanan Diet Rendah Purin

Jmis Makan.m llianjurkan llihatasi llihindari

Sumber Nasi, bubur. bihun. roti. gandum,


karbohidrat makaroni. pasta, jagung, kentang.
ubi, talas, singkong, havemout
Protein Telur. susu s kim/ susu rend ah lemak Dibatas i 50 g/hari: daging. aya m. Tinggi purin ( 150-800
ikan tongkol, tenggi ri. bawal. mg/ 100 g makanan).
bandeng. kerang. udang seperti:
Protein nabati seperti ternpe dan Hati. g injal. jantung. Jimpa. 17
tahu di batasi maks. 50 g/ hari: otak. ham. sosis. ba bat.
Kacang (kacang hijau, kedelai, usus. paru. sarden. kaldu
tanah) dibatas i 25 g/hari daging. bebek. burung.
angsa, remis, dan ragi

Sayur Worrel. labu slam. kacang panjang, Bayam, buncis, daun/ biji melinjo,
terong. pare. oyong. ketimun. labu kaprl. kacang polong. kembang
air. selada air. tomal lobak kol, asparagus. kangkung, dan
jamur dibatasi maks. I 00 g/ hari
Bu ah Semuajenis. Dianjurkan yang
banyak menga ndu ng air.
Lain-lain Kopi atau teh kental. Makanan Makanan beralkohol: arak.
berlemak. santan. makanan bir, minuman bersoda
digoreng

2. Hindari makan berlemak, jeroan, daging olahan, 5. Restriksi garam bila ada edema dan asites;
gajih, keju. susu full cream: 6. Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan
3. Sayuran dan buah yang menimbulkan gas sebaik- saluran cerna.
nya dihindari, misalnya kol, kembang kol, lobak,
sawi, nangka muda, sayuran mentah, durian, nang- Berikut ini adalah jenis-jenis makanan yang harus di-
ka, cempedak, nenas. atau buah yang diawetkan; hindari pada diet hati:
4. Hindari minuman beralkohol atau bersoda; 1. Karbohidrat: ketan, ubi, singkong, talas, kue gurih,
5. Zat yang dapat mengiritasi lambung seperti cuka, dan cake;
acar, merica, dan cabai juga dihindari; 2. Protein: daging berlemak, daging asap, sosis,
6. Makanan dengan santan kental dan goreng- sarden, ikan/ daging kalengan, susu kental man is,
gorengan hams dihindari. susu full cream , keju, dan es krim. Asupan ka-
cang-kacangan dibatasi.
Diet Hati 3. Sayuran yang berserat dan menumbulkan gas:
Diet hati diberikan kepada pasien dengan hepatitis kol, sawi, lobak, daun singkong, nangka muda,
dan sirosis hati. Diet hati bertujuan untuk mencegah kembang kol. Sayuran yang dianjurkan adalah
kerusakan hati lebih lanjut, memperbaiki jaringan yang tidak banyak serat dan tidak menimbulkan
yang rusak, mengurangi beban kerja hati, mem- gas seperti bayam, labu kuning, labu siam, wortel,
perbaiki/mempertahankan status gizi pasien, serta kacang panjang.
menghindari komplikasi yang dapat terjadi. Syarat 4. Buah yang tinggi serat, tinggi lemak. dan menim-
diet hati adalah: bulkan gas: nangka, nanas, durian, dan kedondong;
1. Energi 40-45 Kkal/KgBB/hari: 5. Minuman: soda, alkohol, arak, dan bir;
2. Lemak 20-25% dari kebutuhan energi total; 6. Lain-lain: santan kental, kelapa, tape,
3. Protein 1,25-1,5 g/ KgBB. Asupan protein dibatasi goreng-gorengan. Hindari cabe, cuka, lada, kecap
pada kondisi tertentu: asin, dan saus tomat.
a. Hepatitis fulminan dengan nekrosis + gejala
ensefalopati: _ J-4 0 g/ hari; Disarankan untuk menggunakan minyak kedeleai
b. Sirosis hari: 1,25 g/KgBB dengan asupan mini- atau minyak jagung untuk menumis. Penting diper-
mal 0,8-1 g/KgBB/ hari. hatikan untuk memasak sayuran dengan matang dan
4. Suplemen vitamin B kompleks, vitamin C, dan vita- tidak menggunakan santan kental selama memasak
min K apabila terdapat anemia; sayur.
Diet !bu Hamil bolehkan/tidak untuk pasien DM. Untuk pasien DM ,
Masa kehamilan sangat penting bagi ibu dan ja- konsumsi sayur tidak perlu dibatasi atau dihindari (di-
nin. Kebutuhan zat gizi bervariasi sesuai dengan usia anjurkan tinggi serat >25 g/hari).
kehamilan. Tujuan diet sehat bagi ibu hamil adalah
untuk kesehatan sang ibu, pertumbuhan janin, saat Diet Usia Lanjut
persalinan, menyusui, dan tumbuh kembang bayi Pada usia Janjut, kecukupan nutrisi merupakan ha!
kedepannya. Syarat pengaturan makanan untuk ibu yang sangat penting. Namun, seringkali banyak ha!
hamil adalah sebagai berikut: yang dapat menimbulkan kelainan gizi seperti:
1. Energi, disesuaikan dengan usia kehamilan: Gangguan gigi geligi: ompong, gigi palsu, atau gin-
18 a. Trimester I: givitis dapat menimbulkan kesulitan mengunyah
kebutuhan sebelum hamil + 180 kkal/hari; makanan;
b. Trimester II dan III: Sensitivitas terhadap rasa berkurang akibatnya
kebutuhan sebelum hamil + 300 kkal/hari. banyak asupan garam dan gula yang tidak baik
Sumber karbohidrat 50-60% dari total energi. untuk tubuh. Rasa haus juga berkurang sehingga
2. Protein 10-15% dari total energi ATAU kecukupan rentan mengalami dehidrasi;
protein sebelum hamil ditambah 17 g/hari selama Banyak obat-obatan menyebabkan mual atau naf-
kehamilan: su makan turun;
3. Lemak 20-25% dari total energi; Faktor sosio-ekonomi dan kejiwaan dapat meme-
4. Vitamin dan mineral sesuai angka kecukupan gizi ngaruhi pola makan pasien.
(AKG):
5. Suplemen zat besi setiap hari selama 90 hari. Prinsip diet usia Janjut adalah gizi seimbang de-
ngan makanan yang bervariasi. Frekuensi makan tiga
Apabila ibu tergolong gemuk, porsi sumber energi kali makan besar dan dua kali selingan dalam satu
lemak dan karbohidrat dapat dikurangi. Sedangkan, hari. Beberapa ha! yang dapat diterapkan untuk mem-
bila ibu terlalu kurus jumlah kalori dan asupan protein bantu meningkatkan asupan makanan:
dapat ditambahkan. Untuk menghindari penimbunan Sayuran dipotong lebih kecil, dimasak sampai em-
cairan (edema), batasi asupan garam. puk. Buah-buahan dapat dijus;
Daging dicincang:
Diet Diabetes Melitus (DM) Minum air 6-8 gelas/hari;
Perhitungan kebutuhan kalori untuk pasien dapat Olah makanan dengan berbagai bumbu untuk
dilihat pada Bab Diabetes Melitus. Pada bab ini, akan meningkatkan cita rasa;
dibahas mengenai jenis-jenis makanan yang diper- Makan dapat dilakukan bersama dengan teman-
teman untuk meningkatkan nafsu makan.

Tabet 8. Oaftar Anjuran Jenis Makanan pada Diet OM

Sumber karbohidrat Nasi, bubur, roti. mie, kentang, singkong, ubi. Gula pasir, gula merah, gula batu, madu. Makanan
sagu, gandum, pasta, jagung, talas, sereal, manis seperti cake. dodo!. kue manls, coklat,
ketan, makaroni mayonalse, permen. tape. Minuman manls seperti
sirup dan selai man is juga dihindarl
Protein Ayam tanpa kulit. ikan, putih telur. daging Hewani tinggi lemak jenuh (kornet, sosis, sarden.
tidak berlemak, tempe, tahu, kacang hijau. jeroan. kuning telur). keju. abon. dendeng. susu
kacang merah. kacang tanah. kacang kedelai full cream
Bu ah Jeruk. ape!. pepaya,jambu, salak, anggur, Buah yang manis dan diawetkan, durlan, kurma,
mangga, pisang, alpukat, dsb (disesuaikan manisan buah
dengan kebutuhan)
Lemak Makanan digoreng. makanan dengan santan
kental, margarin. mayonaise

Minuman Alkohol, susu kental manls, bersoda, es krim,


yoghurt, susu
Lain-lain Kecap. saus tiram, bumbu penyedap
Sumber Bacaan Z. Shenkin A. dkk.: ESPEN (European Society for Parenteral
I. Dwyer J. Nutrient requirements and dietary assessment. and Enteral Nutrition). ESPEN guidelines on parenteral nu-
Dalam: Longo DL. Kasper DL. Jameson JL, Fauci AS, Hauser trition: geriatrics. Clin Nutr. 2009 Aug:28(4):46 l-6.
SL, Loscalzo J. penyunting. Harrison's principles of internal I 0. Volkert D. Berner YN, Berry E. Cederholm T. Coti Bertrand
medicine. Edisi ke-18. New York: McGraw-Hill: 2012. h. P. Milne A. dkk.: DGEM (German Society for Nutritional
588-93. Medicine). Lenzen-Grossimlinghaus R. Krys U, Pirlich M.
2. Waspadji S. Semiardji G, Sukardj i K. Moenarko R. Listyanur. Herbst B. Schutz T. Schroer W. dkk.: ESPEN (European
Cara mudah mengatur makanan sehari-hari. Edisi ke-2. Society for Parenteral and Enteral Nutrition). ESPEN
Jakarta: Badan Penerbit FKUI: 20 11. h.1-32. gu idelines on enteral nutrition: geriatrics. Clin Nutr. 2006
3. Ferrie S. Daniells S. Gagnon S. Hamlyn J. Jukkola K. Riley . Apr:25(2):330-60. 19
dkk. Enteral nutrition manual for ad ults in health care fa- 11. Plauth M. Cabre E. Riggio 0. Assis-Camilo M. Pirlich M.
cilities. Australia: Dietitians Association of Australia: 20 I I. Kondrup J: DGEM (German Society for Nutritional Medi-
4. Watt H. Parenteral nutrition pocketbook: for ad ul ts. New cine). Ferenci P, Holm E. Yorn Dahl S. Muller MJ. Nolte W:
South Wales: Agency for Clinical Innovation: 201 1. ESPEN (European Society for Parenteral and Enteral Nutri-
5. Cano NJ. Aparicio M. Brunori G. Carrero JJ. Cianciaruso B, tion). ESPEN guidelines on enteral nutrition: Liver disease.
Fiaccadori E. dkk.: ESPEN (European Society for Parenteral Clin Nutr. 2006 Apr:25(2):285-94.
and Enteral Nutrition). ESPEN guidelines on parenteral nu- 12. Lochs H. Dejong C. Hammarq vist F, Hebuterne X. Le-
trition: adult renal failure. Clin Nutr. 2009 Aug:28(4):401- on-Sanz M. Schutz T. dkk.: DGEM (German Society for
14. Nutritional Medicine). Lubke H. Bischoff S. Engelmann
6. Plauth M. Cabre E. Campillo B. Kondrup J. Marchesini G. N. Thul P: ESPEN (Eu ropean Society for Parenteral and
Schutz T. dkk.: ESPEN (European Society for Parenteral Enteral Nutrition). ESPEN guidelines on enteral nutrition:
and Enteral Nutrition). ESPEN guidelines on parenteral Gastroenterology. Clin Nutr. 2006 Apr:25(2):260-7 4.
nutrition: hepatology. Clin Nutr. 2009 Aug:28(4):436-44. 13. Cano N. Fiaccadori E. Tesinsky P, Taiga G. Drum! W: DGEM
7. Van Gossum A. Cabre E. Hebuterne X. Jeppesen P. Krznaric (German Society for Nutritional Medicine). Kuhlmann M,
Z. Messing B. dkk.: ESPEN (European Society for Parenteral Mann H. Hori WH: ESPEN (European Society for Parenteral
and Enteral Nutrition). ESPEN gu idelines on parenteral nu- and Enteral Nutrition). ESPEN guidelines on enteral nutri-
trition: gastroenterology. Clin Nutr. 2009 Aug:28(4):4 l 5- tion: ad ult renal failure. Clin Nutr. 2006 Apr:25(2):295-
27. 3 I0.
8. Anker SD. Laviano A. Filippatos G, John M. Paccagnella A, 14. Anker SD, John M. Pedersen PU. Raguso C, Cicoira M.
Ponikowski P, Schols AM. dkk.: ESPEN (European Society Dardai E. dkk.: DGEM (German Society for Nu tritional Med-
for Parenteral and Enteral Nutrition). ESPEN guidelines on icine). Becker HF. Bohm M. Brunkhorst FM. Vogelmeier C:
parenteral nutrition: on cardiology and pneumology. Clin ESPEN (European Society for Parenteral and Enteral Nutri-
Nutr. 2009 Aug:28(4):455-60. tion). ESPEN guidelines on enteral nutrition: cardiology and
9. Sobotka L. Schneider SM. Berner YN. Cederholm T. Krznaric pulmonology. Clin Nu tr. 2006 Apr:25(2):3 l I-8.
Kedokteran Berbasis Bukti
Frans Liwang

Pendahuluan 3. Melakukan telaah kritis (critical appraisal) terha-


20
Kedokteran Berbasis Bukti, atau Evidence-based dap bukti literatur yang ditemukan;
medicine (EBM) merupakan suatu pendekatan dalam 4. Menerapkan hasil telaah pada pasien; serta
mengaplikasikan bukti-bukti terbaik yang diperoleh 5. Melakukan reevaluasi terhadap proses dan hasil
dari literatur kedokteran ke dalam praktis klinis se- penerapan.
hingga tercapai penanganan terbaik bagi pasien.
Pendekatan EBM lahir karena pesatnya perkem- Berikut uraian langkah EBM pertama hingga ketiga
bangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang membutuhkan metode dan pemahaman khusus.
(serta sistem literasi kedokteran) yang diiringi dengan
semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap 1. Menyusun Pertanyaan Klinis
pelayanan kesehatan yang efektif dan lebih baik. Sebuah pertanyaan harus disusun terlebih dahulu
Apabila sistem kedokteran dahulu menganut dalam rangka menjawab permasalahan klinis pasien.
metode "opinion-based medicine" atau "senior-based Terdapat perbedaan antara pertanyaan dasar (back-
medicine", maka saat ini praktik kedokteran sangat ground question) dan pertanyaan klinis (foreground
berlandaskan pada penelitian dan bukti mutahir yang question). Pertanyaan dasar lebih ditujukan mening-
banyak tersedia dan dapat digunakan dalam praktik. katkan pemahaman umum mengenai suatu hal, baik
Dengan demikian, EBM harus dipandang sebagai itu ilmu dasar kedokteran maupun penyakit; semen-
suatu paradigma (model) baru dalam praktik kedok- tara pertanyaan klinis ditujukan untuk menangani
teran, bukan semata-mata sebuah teknik, dan harus secara spesifik suatu permasalahan klinis pada pa-
berorientasi terhadap permasalahan klinis pasien. sien. Jawaban dari pertanyaan dasar seringkali dapat
Secara umum, terdapat lima langkah dalam penerapan ditemukan pada buku ajar, panduan praktik klinis,
EBM: atau penjelasan dari seorang pakar; namun jawaban
I. Memformulasikan pertanyaan klinis pasien yang dari pertanyaan foreground seringkali membutuhkan
dapat dicari jawabannya; penelusuran literatur, serta telaah dan diskusi yang
2. Melakukan penelusuran literatur untuk mencari mendalam.
bukti dari pertanyaan tersebut; Contoh pertanyaan dasar: "Apa saja faktor risiko

Tabel 1. Formulasi dan Contoh Pertanyaan EBM

Jonis FBM Contoh Per lanyaan Formulasi PICO

Etiologl Apakah anak yang lahir dengan secuo-cesarea memlliki risiko kejadian P: Anak
asma saat dewasa yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan anak I: Riwayat sectio-cesarea
ya ng lahir metode partus lainnya? C: Tidak sectio-cesarea
0: Kejadian asma saat dewasa
Diagnosis Bila dibandingkan dengan baku emas. apakah sistem skor Alvarado P: Pasien usia lanjut
mampu mendeteksi kejadian apendisitis akut pada pasien usia lanjut? I: Sistem skor Alvarado
C: Baku emas (histopatologi)
0: Deteksi apendisitis akut

Tera pi Pada dewasa dengan hipertensi. apakah penggunaan ACE-I dapat P: Dewasa dengan hipertensi
menurunkan rislko mortalitas yang lebih baik bila dibandingkan I: ACE-i
dengan ARB? C:ARB
0 : Mortalitas
Prognostis Apakah konsumsi statin pada pasien usia lanjut dengan pneumon ia P: Usia lanjut dengan pneumonia
dapat menurunkan angka mortalitas? I: Stalin
C: -
0: Angka mortalitas
Keterangan: EBM. evidence-based medicine: ACE-I. angiotensin-convertizing enzyme penyekar: ARB. angiotensin receptor blockers.
dari infeksi hepatitis B?" articles dan buku).
Contoh pertanyaan foreground: "Apakah vaksinasi Dalam praktik EBM, tidak semua sumber kepus-
hepatitis B pada bayi baru lahir dapat mencegah takaan memiliki bobot yang sama. Stratifikasi EBM
kejadian hepatitis kronis di kemudian hari?" (per- tersebut dikenal dengan istilah "Kadar of Evidence",
tanyaan mengenai prognosis) yakni hierarki sumber informasi kedokteran yang
disusun sesuai tingkat kesahihan (validitity) dan bobot
Praktik EBM diawali dengan menyusun pertanyaan metodologinya. Kadar of evidence sering juga disa-
klinis yang spesifik mengenai suatu permasalah- jikan dalam bentuk Piramida EBM (lihat Gambar I).
an klinis yang ditemukan pada pasien. Pertanyaan Sumber literatur atau bukti yang berasal dari telaah
tersebut dapat dikategorikan untuk kepentingan: sistematis memiliki bobot yang paling tinggi. sementa- 21
etiologi, diagnosis, terapi, atau prognosis pasien. ra opini atau pendapat dari pakar atau senior menem-
Masing-masing kelompok pertanyaan tersebut memi- pati posisi paling rendah.
liki kriteria berbeda untuk langkah EBM selanjutnya. Selain tersusun dalam hierarki, masing-masing
Pertanyaan EBM mengacu pada formula PICO (Ea- pertanyaan EBM membutuhkan jenis penelitian yang
tient/Problem-lnterventionllndicator-~omparison-Qut­ berbeda sebagai jawaban (lihat Tabel 2). Sebagai
come) yang dapat dilihat pada Tabel 1. contoh, pertanyaan EBM terapi paling baik dijawab
2. Penelusuran Literatur (Searchin11 for the Evi- dengan penelitian randomized-controlled trial (RCT).
dence) sementara pertanyaan diagnostik paling baik dijawab
Secara garis besar. sumber literatur (atau bukti) dengan studi potong lintang analitik (cross-sectional).
kedokteran dapat dikategorikan menjadi: (I) sumber Dari kadar of evidence tersebut, disusunlah "Grade of
primer dan (2) sumber sekunder. Sumber primer ber- Recommendation" yang dipakai untuk merumuskan
asal dari eksperimen atau hasil publikasi penelitian, panduan praktik klinis atau kebijakan kesehatan (lihat
sementara sumber sekunder merupakan literatur Tabel 2).
yang disintesis dari sumber-sumber primer. Contoh Penelurusan literatur idealnya dilakukan pada ba-
sumber sekunder adalah telaah sistematis (systematic sis data (database) kedokteran elektronik, bukan pada
review). panduan praktik klinis (clinical practice guide- satu layanan jurnal tertentu, dengan menggunakan
line). serta naskah tinjauan/telaah pustaka (review mes in pencari elektronik (search engine). Penelurusan

Alat bantu pengambilan keputusan


berbasis teknologi informatika

Summaries Telaah kritis,


(Rangkuman) Panduan berbasis bukti

Artikel jurnal yang ditelaah


Sinopsis secara kritis

Sintesis Telaah sisternatis

RCT. Studi Kohort


Studi/Penelitian Studi Kasus-Kontrol
Lapora n kasus/ Kasus Sen

Tinjauan Pustaka,
Opini Pakar Buku Ajar

"-~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~_...
\

Gambar 1. Piramida Evidence-Based Medicine


Tabel 2. Levels of Evidence dan Grade of Recommendation

I.1•wls of PP!lanyaan h1cJern" /J.1" d II< d1< 1111• (fBM)


~~~~~~--~~~~~~~~~-~~~--~--~~~~~~~~~~~~~~~~~

faidrnu· ~llolog1 tlan Tl'ri.lp! Prog11os1\ Diilgnos1s

IA Telaah sistematis dari RCT Telaah sistematis dari studi kohort; atau Telaah sistematis dari studi diagnostik
panduan praktlk klinls yang tervalidasi tingkat pertama; atau PPK yang
tervalidasl

IB RCT tu nggal (nilai Cl Studi kohort tunggal dengan Perbandingan secara termasar dan
sempit) pemantauan ~ 80% independen (kedua grup menjalani uji
diagnostik dan uji baku emas)
22
IC Uji kllnis 'all or none· Laporan kasus serial "all or none· Uji diagnositik yang hanya melihat nilai
speslfisitas dan sensitivitas

2A Telaah sistematis dari studi Telaah sistematis dari studi kohort Telaah sistematis darl studi diagnostik
kohort retrospektif; atau pemantauan grup tingkat kedua dan seterusnya
kontrol pada RCT

28 Studi kohort tungga l Studi kohort retrospektif atau Salah satu dari:
(termasuk RCT kualltas pemantauan grup kontrol pada RCT • Tersamar lndependen
rendah, pemantauan • Studi dilakukan pada spektum pasien
<80%) yang sempit
• PPK diagnostik tidak tervalidasi
dalamstudi
2C Studi berorientasi hasil semata

3A Telaah sistematis dari studi


kasus-kontrol

3B Studi kas us- kontrol Tersamar independen. namun tanpa


tunggal baku emas

4 Laporan kasus serial Laporan kasus serial Salah satu dari:


• Baku emas tidak objektif, tidak tersa-
mar, tldak independen
• Uji positlf dan negatif diverifikasi
dengan baku emas secara terpisah
• Studi dilakukan hanya pada ·sekelom-
pok" pasien
5 Opini Pakar canpa ada unsur telaah kritis dari berbagai literatur; hanya berdasarkan fisiologi, riset dasar, acau
prinsip-prinsip kedokteran.
Gr ade ofRecommendation
A : level of evidence 1A-1 C
B : level of evidence 2A-38
C : level of evidence 4
D . level of evidence 5
Keterangan: RCT. randomized-controlled trial; PPK. p anduan p rak tik klinis.

literatur yang baik harus terstruktur dan sistematis, dilihat pada Tabel 3.
menggunakan kata kunci (keywords) dan menu pe- Dalam pengembangannya, metode dan kriteria
nyaring (filter) yang jelas, menyebutkan tanggal pen- pencarian literatur ilmiah harus dapat dipertang-
carian dan jumlah individu yang melakukan pencari· gungjawabkan. Sebagai contoh, Dokter boleh memilah
an, serta menghimpun literatur terkait (sesuai PICO literatur 5 tahun terakhir apabila jumlah penelitian
yang ditetapkan) sebanyak dan selengkap mungkin yang ditemukan sangat banyak. Umumnya, semakin
(lazimnya dilakukan pada lebih dari satu database). luas topik PICO yang ditentukan, maka hasil pen-
Namun. tidak ada kesepakatan apa dan berapajumlah carian akan semakin sebanyak sehingga sulit untuk
database yang menjadi rujukan utama dalam melaku- menarik kesimpulan. Demikian sebaliknya. Namun,
kan praktik EBM. Beberapa database yang digunakan penelitian in vivo maupun in vitro tidak diperkenan-
oleh beberapa lembaga penelitian terkemuka dapat kan diikutsertakan dalam praktik EBM.
Tabel 3. Beberapa Basis Data Jurnal Kedokteran
i\.1111.1 H.1'1' D.11a clan Alam.ti Suu-., I Pmhc1g.1 Pt>ngt>mh.rng

Pubmed (http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed) National Center for Biotechnology Information (NCBI).


U.S. National institutes of Health
EMBASP"' (http://www.embase.com/ login) Elsevier B.C.

Cochrane Library (http://www.thecochranelibrary.com) The Cochrane Collaboration (John Wiley & Sons, Ltd.)
ClinicaiTrials (http:/ /www.clinicaltrials.gov) U.S. National Institutes of Health
EBSCO Host (https://search.ebscohost.com) EBSCO Industries
23
OvidSP (http://gateway.ovid.com) Ovid Techonoiogies. Inc. (Wolters Kluwer Health)
Web of Science (https://webofknowledge.com) Thompson Reuters™
Scopus (http://www.scopus.com) Elsevier B.C.
Google Scholar (http-(/scholar.google.com) Google, Inc.

3. Telaah Kritis (Critical Appraisal) Tingkat penerapan (applicability) dinilai secara


Telaah kritis ditujukan untuk menilai tiga hal personal oleh Dokter, apakah hasil penelitian tersebut
(akronim VIA): ( 1) kesahihan C{alidity), {2) tingkat dapat diterapkan untuk pasien atau populasi setem-
kepentingan (importance), dan (3) tingkat penerapan pat. Penelitian yang sahih dan memiliki hasil penting,
l.1pplicability). Penilaian kesahihan bertujuan untuk yang idealnya mampu mengubah praktik klinis, belum
menilai dua ha!: (1) apakah hasil penelitian dapat tentu dapat diterapkan karena karakteristik pasien
dipercaya? (validitas interna), serta (2) apakah hasil yang berbeda serta situasi lingkungan (termasuk as-
penelitian dapat digeneralisir? (validitas eksterna) . pek sosiobudaya dan ekonomis).
Apabila validitas interna yang baik namun validitas Pada naskah ini akan disajikan lembar kerja (work-
eksterna kurang baik, maka subyek penelitian terse- sheet) untuk telaah kritis EBM terapi, diagnosis, eti-
but tidak dapat merepresentasikan populasi sebe- ologi, dan prognosis.
narnya. Apabila validitas interna kurang baik, maka
tidak relevan untuk menilai validitas eksterna dari Sumber Bacaan
suatu studi. I. Heneghan C, Badenoch D. Evidence-based medicine toolkit.
Studi yang sahih perlu dilanjutkan untuk me- Edisi ke-2. Massachusetts: Blackwell Publishing: 2006.
nilai bobot penting/tidaknya hasil penelitian yang 2. Mayer D. penyunting. Essential evidence-based medicine.
diperoleh. Telaah tingkat kepentingan bertujuan un- Edisi ke-2. Singapore: Cambridge University Press: 20 I 0.
tuk menilai ukuran atau besarnya efek dari penelitian 3. Pusponegoro HD. Wirya JG. Pudjiadi AH. Bisanto J. Zulkar-
tersebut. Semakin besar efek yang diperoleh, maka pe- nain SZ. Uji diagnostik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S.
nelitian itu semakin penting. Dalam melakukan anali- penyunting. Jakarta: Sagung Seto: 2011.
sis importance , perlu dibedakan antara istilah "clinical 4. Firmanda D. Dari penelitian ke praktik kedokteran. Daiam:
significance" dan "statistical significance". Melihat nilai Sastroasmoro S, Ismael S. penyunting. Jakarta: Sagung
kemaknaan p (p value) atau besaran statistik saja ti- Seto: 2011.
dak cukup dalam praktik EBM. Penjelasan terkait poin 5. Prasad K. Fundamentals of evidence-based medicine. Edisi
akan diulas lebih lanjut dalam lembar telaah kritis ke-2. India: Springer: 20 14.
masing-masingjenis studi EBM.
Lembar Kerja Telaah Kritis EBM Etiologi
'
A) KESAHIHAN: Apakah studi ini sahih? (hhac bag1an Metode) Jawaban
1. Apakah pertanyaan penelitian didefinisikan dengan jelas? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
2. Apakah kriteria pembagian kelompok ditentukan dengan jelas {bukan D Ya D Tidak D Tidak Jelas
karena kepentingan tertentu) ?
3. Apakah keluaran (outcome) dan pajanan (exposure) diukur dengan D Ya D Tidak D Tidak Jelas
cara yang sama pada kedua kelompok? {ldentifikasi potensi bias: bias
daya ingat, bias pewawancara)
24
4. Apakah pemantauan (fa/low-up) dilakukan cukup panjang dan Ieng- D Ya D Tidak D Tidak Jelas
kap?
5. Apakah hubungan temporal (waktu) dari penelitian ini masuk aka!? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
6. Apakah penelitian ini bergantung pada besarnya dosis (dose-response D Ya D Tidak D Tidak Jelas
gradient)?

B) TINGKAT KEPENTINGAN: Apakah studi ini penting? (11hat bag1an Hasil) Jawaban
1. Berapa besar asosiasi antara pajanan dan keluaran?
Keluaran (+) Keluaran {-)

Pajanan (+) • RR = ........................ ..


(A) ( B) (A+B) RR= {Al(A+B)l(C!(C+D)}

Pajanan (-)
(C) (D) (C+D) atau

TOTAL
OR= ......................... .
(A+C) (B+D) (A+B+C+D)
OR =AD/BC

Apabila penelitian ialah randomised trial atau studi kohort, gunakan


• PEER=..........................
perhitungan Relati ve Risk (RR).
Apabila penelitian ialah kasus kontrol, gunakan perhitungan Odds Ratio
• NNH= ........................ ..
(OR).
NNH =
Patient's Expected Even t Rate (PEER). Peluang munculnya keluaran
(outcome) pada pasien. Nilai PEER dapat sama seperti Con tr ol Even t
Rate (CER) a tau Experimen tal Even t Rate (EER). terganrung pasien
sedang mendapatkan pajanan atau tidak CER = C/(C+D) EER =Al
(A+B). [PEER (OR-1)] + 1
PEER (O R-1 )X(1-PEER)
N umber Needed to H arm (NNH). Jumlah pasien yang diperlukan
untuk menyebabkan 1 keluaran buruk apabila pajanan/intervensi
diberikan. Semakin kecil NNH menandakan bahwa pajanan semakin
berbahaya.

2. Berapa presisi estimasi risiko yang diperoleh?


Presisi dari estimasi prognosis ditencukan berdasarkan interval
kepercayaan (IK 95%) Semakin sempit rentang /K 95%, yang presisi hasil
penelitian tersebut.

C) TINGKAT PENERAPAN: Apakah studi ini mampu diterapkan? (/1hat Jawaban


bag1a11 D1skus1)

1. Apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan pada pasien saya? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
2. Apakah efek dari risiko tersebut cukup besar bagi pasien saya? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
3. Apakah saya harus menghentikan pajanan? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
Lembar Kerja Telaah Kritis EBM Diagnosis
A) KESAHIHAN· Apak,1h studi ini sahih7 (hlldl bag wi \l!'todc) Jawaban
I. Apakah pertanyaan penelitian didefin isikan secarajelas? 0 Ya 0 Tidak 0 Tidak Jelas
2. Apakah penelitian menggunakan pemeriksaan baku emas atau refere nsi standar 0 Ya 0 Tidak 0 Tida k Jelas
yang tervalidasi?
Apakah perbandingan perangkat diagnostik dengan pemeriksaan baku emas 0 Ya 0 Tidak 0 Tidak Jelas
dilakukan secara tersamar dan independen?

3. Apakah subyek merupakan populasi yang tepat untuk perangkat diagnostik yang D Ya D Tidak D Tidak Jelas
diuji? 25
4. Apakah pemeriksaan baku emas atau referensi standar dilakukan pada seluruh 0 Ya =i Tidak 0 Tidak Jelas
subyek?

B) TINGKAT KEPENTINGAN· Apakah studi ini prnting? (lihit bapw1 Has1JI jawaban
l. Berapakah nilai akurasi dari perangkat diagnostik ya ng diuj i?
Akurasi diagnosis dapat diukur dengan kriteria berikuc:
Perangkat diagnoscik mampu mendeceksi penyakic apabila penyakic cersebuc me- • Sensitivitas = ..
mang ada (positif asli). Apabila perangkat diagnostik mendeteksi penyakit. namun Se11sitivitas = A/(4+C,I
seharusnya penyakit itu ridak ada. maka disebut posirif palsu.
Perangkat diagnostik mampu mengekslusi penyakit apabila penyakit rersebut me- • Spesilisitas =
mang tidak ada (negatif asli). Apabila perangkat diagnostik mengeklusi penyakit. Spesifisitas = D/(B+D)
namun seharusnya penyakit itu ada. maka disebuc negacif palsu.
• PPV =..........
Keluaran (+} Keluaran (-)
PPV = A/ (4+B)
Pajanan (+}
(A) (BJ (A+B) NPV =..
NPV = D/(C+D)
Pajanan (-}
(C) (D) (C+D)
• LLR(+}=
TOTAL
LL!?(+)= Se11s/ (J-Spec)
(A+C) (B+D) (A+B+C+D)

• LLR(-}=
Terminologi unruk peni/aian akurasi dari sebuah perangkac diagnoscik:
LL!?(-)= (J-Se11s)/Spec
Sensitivitas: kemungkinan hasil uji diagnostik positif bila dilakukan pada subyek sakit.
Spesilisitas: kemungkinan hasil uji diagnostik negacif bi/a dilakukan pada subyek sehat.
• Pre*test prob. =..
Positive Predictive Value (PPV) probabilitas seseorang benar-benar mengalami pe-
Pre-test prob= (4+B}/ (4+B+C+D)
nyakit bi/a hasil uji diagnostiknya positif Negative Predictive Value (NPV): probabilitas
seseorang benar-benar tidak mengalami penyakit bila hasil uji diagnostiknya negatif
• Pre-test odds =
Dalam EBM. nilai PPV dan NPV lebih bermakna dibandingkan sensitivitas dan spesiflsi-
Pre-test odds= Pre-test prob /
tas karena beroritenrasi pada pasien. bukan pada uji diagnostik.
(J- Pre-test prob)
Pre-test probability (atau prior probability): besarnya kemungkinan seseorang me-
ngalami penyakit berdasarkan ciri demografl dan klinis. Pre-test probability dalam pop-
Aoabila basil(+}'
ulasi sama dengan prevalensi.
• Post-test odds = ..
likelihood ratio (LLR) unruk hasil positif rasio kemungkinan seseorang mendapatkan
Post-test odds=
hasil posicif pada uji diagnostik. likelihood ratio (LLR) unruk hasil negatif rasio kemu-
Pre-test odds x LR(+)
ngkinan seseorang mendapa ikan hasil positif pada uji diagnostik.
Pre-test odds: kemungkinan seseorang sakic bandingkan kemungkinan ia tidak sakit
• Post-test prob = ..
sebelum dilakukan ujl diagnostik. Post-test odds: kemungkinan seseorang sakit band-
Post-test prob=
ingkan kemungkinan ia cidak sakit secelah dilakukan uji diagnosrik. Posc-tesc odds meru-
Post-test odds/ (post-test odds+ I)
pakan pre-rest odds dikalikan nilai LLR.
Post-test probability besarnya kemungkinan seseorang mengalami penyakit secelah
dilakukan uji diagnostik.

C) TINGKAT PENERAPAN: Apakah studi ini mampu ditrrapkan? Jawaban


(1111,H bagian Wskusi!

... . 0 Ya 0 T1dak 0 T1dak Jelas


saya?
Lembar Kerja Telaah Kritis EBM Terapi
A) KESAHIHAN Apakah studi irn sahih' (h/ldl /J<1gH11 Mc101h) Jawa han

I. Apakah alokasi subyek dilakukan seca ra randomisasi? [] Ya 0 Tidak D Tidak Jelas

2. Apakah kedua grup memiliki karakteristik ya ng sama d i awa l penelitian? D Ya D Tidak D Tidak Jelas

3. Selain perlak uan intervensi, apakah kedua grup diperlakukan secara sama? D Ya D Tidak D Tidak Jelas

4. Apakah seluruh subyek ya ng diikutsertakan da lam penelitian turut diperhitungkan D Ya D Tidak .:::J Tidak Jelas
dalam analisis akhir? (idealnya menggunakan pendekatan Intention-to-treat, bukan
Per-protocol)
26
5. Apakah subyek tersebut diana lisis sesuai dengan grup randomisasi masing-masing? D Ya D Tidak D Tidak Jelas

6. Apakah pengukuran hasil dilakukan secara obyektif, atau intervensi dibe rikan secara D Ya D Tidak D Tidak Jelas
tersamar (blind) pada dokter dan subyek?

B) I INl.KAI Kf PFN I INl.AN Ap.ikah stt1di ini pc111111g'1 (/Jlw haQ1<111 Hrnll ]a\\,1h,m

I . Berapa besar efe k intervensi ya ng d iperoleh?


(buat tabe l 2x2. tentukan nilai CER. EER. ARR. RRR. dan NNT)
Ke/uaran (+) Ke/uaran {-}

Pajanan (+) • GER= ...........................


I A) (B) (A+B)
CER = C / (C+D)
Pajanan {-)
(CJ (D) (C+D) • EER = ..........................
TOTAL EER =A / (A+B)
(A+C) (B+D) (A+B+C+D)
• RR = ..........................
Intereretasi: RR=EER/CER
• Control Event Rate (CER):pe/uang muncu/nya ke/uaran (outcome) pada kelompok kontfoi
• Experimental Event Rate (EER):peluang munculnya ke/uaran pada ke/ompok intervensi • ARR= ........................ ..
• Relative Risk (RR): ris1ko terjadinya ke/uaran pada ke/ompok intervensi d1bandi11gka11 risiko ARR= CER - EER
te1jadike/uaran pada ke/ompok kontfoi
lnterpretasl RR=1 berani inrervensi tidak memi/iki dek; RR<1 . inrervensi mampu menurunk- • RRR = ..........................
an rfsiko keluara11 ,·serta RR> J berarti intervens1jusrru meningkatkan risiko keluaran. RRR = (CER - EER)/
• Absolute Risk Reduction (ARR): selisih anrara risiko terjadinya keluaran pada ke/ompok CER
kontrol dengan risiko terjadinya ke/uaran pada ke/ompok intervensi
• Relative Risk Reduction (RRR): perbandingan antara pengurangan ris1ko abso!ut dengan • NNT = .... ..................... .

risiko terjadinya ke/uaran pada kelompok kontfoi NNT= !/ARR


• Number Needed to Treat (NNT):jumlah pasien yang diperlukan untuk mencegah 1 kelu-
aran buruk apabila intervensi diberikan. Semakin kecil NNT menMdakan bahwa inrervensl
semakin baik
2. Bera pa presisi estimasi efek intervensi yang diperoleh? (Elek inrervensi disebut akurat dan • IK95% terhadap
presisi bi/a mlaip bermakna secara statlstik !li!Jl interval kepercayaan 95% sempir) ARR = ......................... .
Nilai IK 95% terhadap ARR= ±l,96 X jumr::R~~::~::~trot + Ju1tda:E:::;:~n~:~v•n.fi
• IK95% terhadap
Ni/ai IK95% terhadap NNT = J / (nilai IK95%pada ARR) NNT = ..........................

C) l INGKAT PFNERAPAN Apaka h studi mi mampu d1ter.1pkan" (11hat bag1111 /id"' l.nvahan
>i)

I. Apakah pasien saya berbeda dengan subyek penelitian sehi ngga hasil penelitian ini D Ya D Tidak D Tidak Jelas
tida k dapat diterapkan?

2. Apakah pasien saya dapat memperoleh manfaat aktua l seperti pada penelitian ini? D Ya D Tidak D Tidak Jelas
(nilai NNT dapat dikoreksi dengan faktor pengka/i f sesuai kondisi pasien; O<fa l)
3. Apakah pengobatan ini mampu laksana sesuai kondisi pra ktik saya? D Ya D Tidak D Tidak Jelas

4. Apakah ada potens i manfaat terapi ya ng lebih besa r dibandingkan efek sa mping D Ya D Tidak D Tidak Je las
intervensi ini pada pasien saya?
Lembar Kerja Telaah Kritis EBM Prognosis
A) KESAHIHAN Apaka h studi ini sahih7 (fJhat /Jag1c111 Melude) Jawaban
I. Apakah subyek pada penelitian diamati pada titik awal yang sama 0 Ya O Tidak 0 Tidak Jelas
dalam perjalanan penyakit mereka?
2. Apakah pemantauan !follow-up) subyek cukup panjang dan lengkap? 0 Ya 0 Tidak 0 Tidak Jelas
3. Apakah kriteria keluaran ditentukan secara obyektif atau dilakukan D Ya D Tidak 0 Tidak Jelas
secara tersamar (blind)?
4. Apabila subkelompok dengan prognosis yang berbeda diidentifikasi 0 Ya 0 Tidak 0 Tidak Jelas 27
lebih lanjut, apakah penyesuaian terhadap faktor prognostik tersebut
dapat mempengaruhi hasil?
(faktor prognostik ialah karakteristik pasien. seperti usia, stadium
penyakit, yang dapat mempengaruhi perjalanan penyakit alami pasien.
Faktor-faktor ini harus diatur (adjust) agar tidak terjadi distorsi hasil
analisis)

B) TINGKAT KEPENTINGAN: Apakah studi ini penting? ilr/Jat /Jag1c111 Jawaban


H asII)

1. Berapa besar angka kejadian keluaran (dalam satuan waktu tertentu)?

Efek keluaran pada dinyatakan dalam salah satu besaran berikut:


• Persentase kesintasan (survival) pada satu besaran waktu yang sama;
• Angka median kesintasan: waktu terjadinya 50%subyek pada peneli-
tian akan mengalami keluaran;
• Angka kesintasan yang ditentukan berdasarkan kurva kesintasan
(pad a satu besaran waktu yang sama).
2. Berapa presisi estimasi prognosis berdasarkan penelitian ini?
/K95%= ........................ ..
Presisi dari estimasi prognosis ditentukan berdasarkan interval
kepercayaan (IK 95%) Semakin sempit rentang IK 95%, yang presisi hasil /K95% = ± 1,96 x SE
penelitian tersebut. IK 95% dihitung dengan ± J,96 x standar eror (SE), IK95% = ±1,96 x l<
;P)
dan SE merupakan fungsi dari proposi (p).

C) TINGKAT PENERAPAN. Apakah studi ini mampu diterapkan? (lihat Jawaban


bagian Diskus1)
1. Apakah pasien saya berbeda dengan subyek penelitian sehingga hasil D Ya 0 Tidak D Tidak Jelas
penelitian ini tidak dapat diterapkan?
2. Apakah bukti ini dapat mempengaruhi keputusan pemilihan atau peng- D Ya 0 Tidak 0 Tidak Jelas
hindaran terapi tertentu?
3. Apakah bukti ini dapat mempengaruhi kesimpulan klinis yang akan 0 Ya 0 Tidak 0 Tidak Jelas
saya sampaikan pada pasien ini?
i Im u kesehatan

ana •
D Diabetes Melitus Tipe I D Gangguan Ginjal Akut (GGA)
D Gangguan Pertumbuhan - Short Stature D Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
D Pubertas Prekoks (GNAPS)
D Hipotiroid Kongenital D Infeksi Saluran Kemih
D Sindrom Nefrotik (SN)

D Diare
D Disentri D Ensefalitis Virus dan Meningitis Aseptik
D Konstipasi D Epilepsi
D Muntah D Kejang Demam
D Meningitis Bakterialis
D Meningitis Tuberkulosis
D Sindrom Guillain-Barre

D Anemia pada Anak


D Hemofilia
D Asuhan Nutrisi Anak
D Leukemia Akut D Defisiensi Besi
D Purpura Trombositopenia !mun D Defisiensi Vitamin A
D Talasemia
D Gizi Buruk
D Obesitas

D Hepatitis Virus
D Kolestasis D Imunisasi
D Tumbuh Kembang

D Campak
D Demam Berdarah Dengue D Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir
D Difteria D Ikterus Neonatorum
D Pert us is
D Manajemen Bayi Lahir Sakit
D Tifoid
D Manajemen Bayi Lahir Sehat
D Sepsis Neonatorum

D Demam Reumatik
D Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
D Asma
D Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
D Bronkiolitis
D Penyakit Kawasaki D Infeksi Saluran Napas Akut
D Pneumonia
D Sesak Napas
D Tuberkulosis

~ i have read everything.


5Kompctcnsi IV
• Diabetes Melitus Tipe 1
11
•• Frans Liwang, Aman Bhakti Pulungan

Definisi tahun. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data regis-


Diabetes melitus (OM) adalah kelompok penyakit trasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (!DAD tahun 2012 ,
metabolik yang ditandai dengan karakteristik hiper- insidens DMTl berkisar 0,2- 0,42 per 100.000 anak
glikemia dan terjadi akibat defek sekresi insulin, kerja per tahun (bervariasi di setiap provinsi).
insulin, atau keduanya. Disebut diabetes melitus tipe
1 (DMTl). apabila terjadi defisiensi sekresi insulin Tanda dan Gejala
bersifat absolut. Sebagian besar DMTl (70%) bersifat asimtomatis;
Gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsia,
Etiologi polifagia, serta berat badan yang menurun cepat
Pada DMTl, terjadi kerusakan sel f3 pankreas pada umumnya muncul secara akut (l -2 minggu
akibat proses autoimun atau idiopatik. Secara umum, sebelum diagnosis ditegakkan). Gejala/tanda
American Diabetes Association (ADA) dan International poliuria yang sering ditemui berupa enuresis 29
Society for Pediatric and Adolescent Diabetes (ISPAD) nokturnal (pada anak besar), atau pada anak
membagi klasifikasi DM seperti berikut: dengan dehidrasi sedang-berat tetapi masih
1. DM Tipe 1 (destruksi sel f3 ): autoimun atau idi- diuresis (poliuria);
opatik; Gejala lain akibat hiperglikemia: Iuka sulit sembuh,
2. DM Tipe 2; kulit kering dan gatal, parestesia pada kaki, atau
3. DM Tipe lain, yang disebabkan oleh: pandangan kabur;
a. Defek genetik fungsi sel f3 pankreas (mono- Pada kasus yang terlambat terdiagnosis, dapat
genik): maturity-onset diabetes of the young ditemui komplikasi DMT 1 berupa ketoasidosis
(MODY}, neonatal diabetes melitus (NDM). (pernapasan Kussmaul, napas berbau keton,
MODY umumnya ditandai dengan hiper- penurunan kesadaran, tanda-tanda asidosis).
glikemia ringan pada usia muda. biasanya sebe-
lum 25 tahun. Sementara NDM merupakan dia- Perjalanan Penyakit
betes yang terjadi dalam enam bulan pertama 1. Periode pre-diabetes. Karena adanya kerentanan
kehidupan, genetik dan ditandai dengan ditemukannya antibo-
b. Defek genetik kerja insulin, di (!AA, GAD. IA, dan sebagainya) yang merupakan
c. Kelainan eksokrin pankreas, prediktor terjadinya diabetes.
d. Gangguan endokrin: akromegali, sindrom Cush- 2. Manifestasi klinis diabetes; namun 73% pasien
ing, glukagonoma, feokromositoma, hiperti- tidak menunjukkan gejala yang khas (asimtomatis)
roidisme, somatostatinoma, aldosteronoma, 3. Periode "honeymoon". Merupakan fase remisi, baik
e. Terinduksi obat: Vacor, pentamidin, asam niko- itu parsial atau total, yakni berfungsinya kembali
tinat, glukokortikoid, diazoxid, interferon- a. jaringan residual pankreas, sehingga pankreas
takrolimus, antipsikotik generasi kedua, mensekresikan kembali sisa insulin yang ada. Se-
f. Infeksi: rubela kongenital, sitomegalovirus, cara klinis, pada fase ini, pasien DMTl yang telah
g. DM bentuk immune-mediated, atau mendapatkan insulin akan sering mengalami
h. Sindrom lainnya yang berhubungan dengan hipoglikemia sehingga dosis insulin harus di-
DM: sindrom Down, Klinefelter, Turner. Wolf- kurangi. Namun, ha! tersebut tidak berarti "sem-
ram, Prader-Willi, dan sebagainya; buh" karena cadangan insulin akan terus berkurang
5. DM gestasional. hingga habis.
4. Ketergantungan insulin yang menetap. Apabila
Epidemiologi kebutuhan insulin sudah mencapai 0,25 U/ KgBB/
Menurut data In ternational Diabetes Federation hari, maka dikatakan pasien telah mengalami fase
(IDF) tahun 2011, jumlah anak di dunia (usia 0-14 "remisi total".
tahun) dengan DMTl ialah 490. 100 anak, dengan
penambahan kasus baru sebanyak 77.800 anak per Kriteria Diagnosis (apabi/a memenuhi salah satu kri-
teria berikut) : metabolik yang baik. Pemeriksaan HbAlc merupakan
1. Ditemukan gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, parameter kontrol metabolik standar pada pasien DM.
polifagia, maupun penurunan berat badan) dan Nilai HbA 1c <7% berarti kontrol metabolik baik; HbA 1c
kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/ dL (11 , 1 7-8% berarti kontrol metabolik cukup. serta HbA le >
mmol/L) ; 8% dianggap kontrol metabolik buruk.
2. Pada pasien yang asimtomatis, ditemukan kadar Secara garis besar, tata laksana DMT 1 meliputi em-
glukosa darah sewaktu >200 mg/ dL (11 ,l mmol/ L) pat hal berikut: pemberian insulin, pengaturan makan,
atau kadar glukosa puasa lebih tinggi dari normal olahraga, serta edukasi, yang didukung oleh pemantau-
(~ 126 mg/dL atau 7 mmol/L). dengan hasil tes an mandiri (hom e monitoring).
toleransi glukosa (TTG) terganggu pada lebih dari 1. Pemberian Insulin
satu kali pemeriksaan. Insulin merupakan elemen utama kelangsungan
Cara melakukan tes toleransi glukosa {TTG): hidup penderita DMT 1. Pemberian insulin eksogen
Sebelum pemeriksaan, pastikan selama tiga pada prinsipnya ingin mengikuti pola sekresi nor-
hari berturut-turut anak telah mendapat diet mal insulin endogen. Secara fisiologis, kadar insu-
tinggi karbohidrat {150-200 g per hari). lalu lin darah akan meningkat sebagai respon terhadap
puasa semalam menjelang pemeriksaan TTG. peningkatan kadar glukosa darah setelah makan.
Biarkan anak beraktivitas seperti biasa. Waktu paruh (T '/ 2) insulin endogen hanya 5-6
Hitung kadar glukosa darah sewaktu terlebih menit sehingga akan kembali ke kadar basal dalam
dahulu (sebelum tes) . waktu 2-3 jam. Insulin kemudian didegradasi di
Larutkan sebanyak 1,75 g/ KgBB glukosa hepar (50%), ginjal, dan otot. Berbagai jenis insulin
30 (maksimum 75 g) ke dalam air 200-250 mL. eksogen dapat dikategorikan berdasarkan cara ker-
Larutan glukosa tersebut diberikan secara oral janya Oihat Tabel 1).
dalamjangka waktu 5 menit. Kebutuhan harian insulin pada anak ialah 0 ,5-1 U/
Tunggu selama 2jam, lalu hitung kembali kadar KgBB/ hari, yang diberikan secara subkutan. Na-
glukosa darah sewaktu. mun, respon klinis terhadap insulin tergantung dari
Interpretasi hasil TTG: usia, dosis insulin, kepekatan, jenis, dan campuran
Menderita OM, apabila: kadar glukosa insulin, serta tempat injeksi, tebal jaringan lemak,
puasa ~140/dL (7 ,8 mmol/ L) atau kadar status pubertas, latihan fisik , dan suhu tubuh.
glukosa darah pada jam ke-2 ~ 200 mg/ dL Aplikasi praktis terapi insulin pada DMTI dapat
(I 1.1 mmol/L) ; menggunakan regimen:
Toleransi glukosa terganggu (TGT) , a. Basal-bolus regimen: insulin dosis rendah di-
apabila: kadar glukosa puasa < 140/dL (7,8 berikan untuk memenuhi kebutuhan basal (mis-
mmol/ L) dan kadar glukosa darah pada jam alnya Glargine, Determir) dan dikombinasikan
ke-2: 140-199 mg/ dL (7 ,8-11,1 mmol/ L): dengan insulin dosis besar untuk memenuhi
Normal, apabila: kadar glukosa puasa kebutuhan prandial (setiap kali makan) yang
<110/ dL (6,7 mmol/ L) dan kadar glukosa dosisnya disesuaikan dengan kandungan kar-
darah pada jam ke-2 <140 mg/ dL (7 ,8 bohidrat dalam diet tersebut.
mmol/ L). Dalam menentukan dosis bolus. digunakan ra-
sio karbohidrat:insulin (rasio K:O . yaitu jumlah
Pemeriksaan Penunjang gram karbohidrat yang dapat ditutupi oleh 1
Deteksi autoantibodi pada serum: unit insulin kerja cepat. Sebagai contoh, rasio
Islet cell autoantibodies (ICAs) , K:I = 20: 1 artinya setiap 20 gram konsumsi
Glutamic acid decarboxylase (GAD65A). karbohidrat akan membutuhkan 1 unit insulin
Insulin autoantibodies (!AA) , prandial. Rasia tersebut disesuaikan dengan be-
Transmembrane tyrosine phosphatase rat badan dan total dosis harian (TDH) insulin
(ICA512A), pasien yang dihitung dengan rumus rasio K:I =
Zinc transporter 8 autoantibody (ZnT8A); {1650/ TDH) x 0,33.
Keton darah; Rasia K:I bermanfaat untuk penentuan dosis
Urinalisis (reduksi, keton, protein); tambahan insulin berdasarkan kadar glukosa
C-peptide (<0 ,85 ng/ mL). menggambarkan kadar preprandial dan 2 jam pascaprandial. Ide-
insulin secara tidak langsung: alnya, kadar glukosa preprandial pasien bila
HbA 1c, sebagai parameter kontrol metabolik. mendapatkan insulin harian ialah 80-120 mg/
dL. Rasia K:I dikatakan sudah tepat apabila
Tata Laksana terjadi peningkatan kadar glukosa 30-50 mg/
Tujuan dan sasaran terapi DMTI ditujukan agar dL setelah 2 jam pascaprandial, lalu tu run kem-
kualitas hidup pasien tetap optimal. dengan kontrol bali menjadi 80-120 mg/ dL dalam waktu 5 jam
setelah insulin bolus diberikan. hyperglycemia). Pada beberapa pasien, kadar
b. Split-mix regimen. Metode ini menggunakan glukosa darah pagi hari lebih tinggi, atau lebih
dua dosis regimen insulin: campuran short act- sulit mencapai target, padahal kontrol glikemik
ing (regular) insulin dengan intermediate atau sudah baik. Ada dua fenomena yang dapat
long acting insulin. Total dosis harian dibagi menjelaskan hal tersebut, yaitu Somogyi effect
(split) menjadi 2 kali suntik, yang diberikan se- dan Dawn phenomenon. Keduanya ditandai
belum makan pagi dan sebelum makan malam. dengan morning hyperglycemia , namun
Pada anak/remaja yang kebutuhannya tidak patogenesis dan tata laksananya berbeda. Dawn
terpenuhi dengan 2 kali suntik, regimen ini da- phenomenon terjadi pada 27,4% kasus DMTl
pat diberikan 3 kali sehari: insulin kerja cepat/ pada anak, sedangkan kejadian Somogyi effect
pendek di pagi hari dan sebelum makan siang, diprediksikan sebesar 18% pada DMT 1.
dilanjutkan dengan insulin kerja menengah Somogyi effect terjadi akibat pemberian
menjelang tidur malam. insulin eksogen malam hari yang berlebihan
c. Pompa insulin. Hanya boleh menggunakan sehingga terjadi hipoglikemia nokturnal,
analog insulin kerja cepat yang diprogram se- yang kemudian memicu pelepasan hormon
bagai insulin basal dan bolus sesuai kebutuhan, kontrainsulin pada dini hari sehingga
misalnya 40-60% untuk basal dari dosis total terjadi hiperglikemia. Sementara itu, Dawn
insulin harian. phenomenon terjadi akibat peningkatan
fisiologis hormon kontrainsulin pada subuh
Pada beberapa kasus DMTl, terdapat kondisi hari dan penurunan fisiologis sekresi insulin
khusus yang perlu penyesuaian dosis insulin. yaitu: endogen (pukul 3-5 dini hari) atau efek insulin 31
Pada honeymoon period. Dosis insulin kadang eksogen telah berkurang. Untuk membedakan
diturunkan hingga sangat rendah, atau tanpa keduanya, diperlukan pengukuran kadar
insulin sama sekali. glukosa darah pada pukul 3-5 dini hari: Dawn
Pada masa remaja, kebutuhan insulin akan phenomenon akan menghasilkan kadar glukosa
meningkat karena meningkamya hormon seks yang tinggi/normal, sedangkan Somogyi effect
steroid dan sekresi growth hormone. akan menghasilkan kadar glukosa yang rendah.
Pada saat sakit, dosis insulin perlu disesuaikan Tata laksana keduanya sangat berbeda.
dengan asupan makanan {lihat mengenai Tata Kasus Somogyi effect memerlukan penyesuaian
Laksana dalam Keadaan Khusus di bawah) . dosis insulin malam hari agar tidak terjadi
Pada saat terjadi perubahan pola makan untuk hipoglikemia nokturnal. Regimen insulin
jangka tertentu , misalnya pada bulan puasa kerja panjang seperti Glargine dan Detemir
Gihat mengenai Tata Laksana dalam Keadaan lebih disukai daripada NPH kerja intermediet
Khusus di bawah). yang efek puncaknya terjadi 4-5 jam setelah
Kondisi hiperglikemia pagi hari (morning injeksi. Bila tersedia, penggunaan pompa

Tabel l. Jenis dan Kerja Insulin (Dikutip dari Konsensus Nasional Pengelolaan DMTI : 201 1)

Jt•11is lnsuli11 A\\ ll<lll ij.1111) Pum "k Kt'IJ·' lj.1111) I .1111.i Kr1 J•t (Jcilll)

Kerja cepat (rapid acting)


(aspart. glulisine. dan lispro) 0,15-0,35 1-3 3-5

Kerja pendek (regular/soluble) 0.5-1 2-4 5-8

Kerja menengah
Semllente 1-2 4-10 8-16
NPH 2-4 4- 12 12-24
!ZS lente type 3-4 6-15 18-24

Insulin Basal
Glargineat 2-4 Tidak Ada 24'
Detemir 1-2 6-12 20-24'

Kerja Panjang
Ultralente 4-8 12-24 20-30

Insulin Campuran
Cepat-menengah 0.5 1-12 16-24
Pendek-menengah 0.5 1-12 16-24
insulin akan lebih mudah untuk mengatasi ta tinggi dan berat badan saat penghitungan Oihat
lonjakan kadar glukosa pagi hari. Pada Bab Asuhan Nutrisi Anak).
kasus Dawn phenomenon, pasien dianjurkan Jumlah kalori kemudian dibagi menjadi 50-
untuk menambah jumlah asupan protein 60% karbohidrat, 15-20% protein, serta 30%
dibandingkan karbohidrat pada makan malam lemak. Parsi makanan pun dibagi sesuai jumlah
terakhir, meningkatkan aktivitas fisik di malam kalori harian tersebut: 20% sarapan, I 0% snack
hari, dan pasien harus tetap sarapan meski pagi, 25% makan siang, I 0% snack siang, 25% ma-
terjadi Dawn phenomenon (untuk menurunkan kan malam, serta I 0% snack malam.
kadar hormon kontrainsulin).
3. Olahraga
Cara penyuntikan insulin subkutan: Olahraga yang rutin dan terukur saat dianjur-
I . Menyiapkan suntikan insulin, baik menggu- kan bagi setiap pasien DMTI. Tidak ada anjurkan
nakan pena insulin maupun spuit. Perhatikan khusus mengenai jenis olahraga yang terbaik,
dosis dan jenis (tunggal atau campuran) yang asal tidak ada komplikasi dan kontrol glikemik
akan disuntikkan. baik. Sekitar 40% kejadian hipoglikemia dicetus-
2. Pilih lokasi penyuntikan: antara lapisan lemak kan saat berolahraga.
tepat di bawah kulit dan jaringan otot yang Apabila sebelum berolahraga, kadar gula da-
ada di bawahnya Oaringan subkutis). Di tubuh, rah <90 mg/ dL dan cenderung tu run, tambahkan
jaringan tersebut ada di bagian atas dan luar ekstra karbohidrat. Apabila kadar gu la darah 90-
lengan, di pinggul, di atas pinggang belakang, 250 mg/dL, tidak diperlukan ekstra kaborhidrat.
32 di perut, kecuali daerah sekitar pusat dan ping- Namun bila kadar gula darah <:250 mg/ dL dan
gang. keton urin/ darah (-), tunda olahraga sampai gula
3. Bersihkan daerah yang hendak disuntik darah normal dengan insulin.
dengan swab alkohol. Selama olahraga, monitor gula darah setiap
4. Dengan perlahan, cubit kulit kira-kira setebal 5 30 menit. Pasikan asupan cairan cukup, serta
cm dan segera suntikkan jarum ke kulit. Sudut konsumsi karbohidrat setiap 30 menit bila dibu-
penyuntikan biasanya 4 5-90 derajat. Biarkan tuhkan. Setelah berolahraga, pertimbangkan
jarum berada di subkutan selama I 0 detik. tambahkan karbohidrat lagi untuk menhindari
Jangan terlalu cepat mencabutjarum. hipoglikemia awitan lambat (sering terjadi dalam
5. Setelah insulin habis, cabut jarum dari kulit. interval 2x24 jam setelah latihan fisis).
Jangan memijat atau menggosok bagian yang
disuntik tersebut. 7. Edukasi dan Monitoring
6. Untuk penyuntikan berikutnya, lakukan rotasi Pasien dan keluarga perlu diberi edukasi yang
penyuntikan. Misalnya, setiap suntikan harus baik mengenai penyakit DMTI serta tata laksana
berjarak ±3/5 cm atau sepanjang satu ruas yang direncanakan. Demikian halnya dengan
jari. Gunakan satu daerah tubuh yang sama penggunaan insulin yang harus dipahami betul
selama I minggu, setelah itu baru berpindah. oleh pasien dan keluarga. Tak kalah pentingnya,
Apabila penyuntikan dilakukan dua kali sehari, monitor gula darah serta pemeriksaan parameter
gunakan bagi kiri untuk suntikan di pagi hari metabolik (dalam ha! ini HbAlc) perlu dilakukan
dan bagian yang sama di sebelah kanan untuk secara berkesinambungan. Kadar HbAl c meng-
suntikan kedua. gambarkan kontrol metabolik dalam 2-3 bulan
terakhir, dan tidak dipengaruhi oleh kadar gluko-
Efek samping pemberian insulin: sa darah sewaktu. Aspek tumbuh kembang anak,
Berat badan meningkat (efek anabolisme) yang menjadi indikator keberhasilan jangka pan-
Lipodistrofi, terutama di daerah penyuntikan jang, juga perlu dipantau secara berkala.
Efek hipoglikemia. Sebaiknya pasien selalu
diingatkan untuk membawa permen atau Tata Laksana dalarn Keadaan Khusus
makanan gula untuk mengantisipasi kondisi I . Saat sakit
tersebut. Tujuan pengelolaan saat sakit ialah mencegah
dan menatalaksana secara dini timbulnya
2. Pengaturan Makan hipoglikemia, hiperglikemia bermakna, serta ke-
Berbeda dengan DMT2 yang identik dengan toasidosis diabetikum. Kondisi sakit sering me-
kegemukan, kalori optimal tetap dibutuhkan un- nyebabkan mual dan muntah yang berakibat pada
tuk menjaga tumbuh kembang anak pada DMTI. menurunnya kebutuhan terhadap insulin. Semen-
Jumlah kalori per hari dihitung berdasarkan berat tara itu, kecemasan terhadap penyakit juga dapat
badan ideal, sesuai dengan usia, jenis kelamin, ser- mengakibatkan peningkatan hormon kontrain-
l sulin sehingga kebutuhan terhadap insulin akan
meningkat.
Prinsip umum pengelolaan saat sakit ialah obati
penyakit dasar dan keluhan yang menyertai. serta
istirahat yang adekuat. Prioritaskan penggunaan
an, memiliki komplikasi serius (angina tidak stabil
atau hipertensi), riwayat KAD, infeksi berulang, ser-
ta sering mengalami serangan hipoglikemia atau
hiperglikemia (dua kali atau lebih selama bulan
Ramadhan).
obat-obatan bebas glukosa dan waspadai kondisi Pada prinsipnya, berpuasa tidak mengubah
kekurangan cairan pada pasien. Insulin kerja pen- kontrol metabolik jangka pendek. Pasien DM yang
dek atau ultra pendek, alat periksa glukosa da- berpuasa memerlukan pemberian insulin yang
rah, makanan manis, dan sebagainya harus selalu disesuaikan dengan waktu makan (sahur dan
disiapkan selama sakit. berbuka). Perlu diperhatikan jarak waktu antara
bersahur dan berbuka pada penentuan dosis dan
2. Operasi ringan (tindakan gigil jenis insulin yang digunakan.
Prosedur operasi elektif hanya direkomendasi- Berikut rekomendasi bersama IDA! dan WDF
kan pada pasien diabetes terkontrol di rumah sakit (World Diabetes Federation) untuk pasien DMTl
dengan fasilitas pediatrik untuk perawatan anak yang hendak berpuasa:
dan remaja diabetes. Jika glukosa darah belum Nutrisi dan puasa Ramadhan. Kebiasaan buruk
terkontrol, pasien harus dirawat di rumah sakit makan berlebih (karbohidrat dan lemak tinggi)
untuk menilai dan menstabilkan kontrol metabolik. sebelum dan setelah berpuasa harus dihindari
Pada prinsipnya, pengelolaan DM untuk ope- karena dapat menimbulkan hiperglikemia dan
rasi telah dimulai saat pasien dipuasakan, yakni penambahan berat badan. Distribusi porsi
sebelum prosedur anestesi, selama operasi (tergan- makan juga harus disesuaikan: porsi dosis 33
tung lamanya operasi), dan pascaoperasi. Prosedur sebelum buka puasa lebih besar dari dosis
invasif juga akan meningkatkan risiko ketoasidosis sebelum makan sahur.
karena peningkatan kebutuhan insulin perioperatif Aktivitas fisis. Berpuasa tidak menganggu
akibat stres fisiologis dan pelepasan hormon kon- toleransi terhadap aktivitas fisik. Aktivitas fisik
trainsulin. Dalam tulisan ini, hanya akan dibahas rutin harus tetap dilanjutkan, terutama selama
mengenai manajemen DMTl saat operasi ringan masa tidak berpuasa.
yang sering ditemui, yaitu tindakan gigi. Penggunaan insulin yang berhasil diuji: 1)
Pengelolaan saat operasi ringan atau tindakan gigi: Tiga dosis regimen insulin: dua dosis lepas
Prosedur sebaiknya dilakukan di pagi hari, lambat sebelum makan (subuh dan magrib)
tunda pemberian insulin pagi. dan satu dosis lepas sedang pada malam hari;
Berikan dosis yang dikurangi sampai pasien 2) Dua dosis regimen insulin: insulin di sore
diizinkan makan; misalkan prosedur dilakukan hari dikombinasikan dengan insulin lepas
pukul 8 pagi, penundaan pemberian makan lambat dan lepas sedang yang setara dengan
masih ditolerir sampai pukul I 0 pagi. dosis pagi hari, serta dosis insulin saat sahur
Monitor glukosa darah setiap jam. Glukosa menggunakan dosis umum 0,1-0,2 U/ KgBB.
intravena biasanya dibutuhkan, terutama bagi Monitor glukosa darah harus dilakukan
prosedur yang cukup lama. sebelum sahur, sebelum berbuka puasa, dan
Jika makanan ditunda pascaoperasi, misalnya tiga jam sesudah makan berbuka.
hingga pukul I 0 pagi, berikan insulin kerja Setelah Ramadan berakhir, regimen terapi
singkat/kerja cepat melalui infus a tau subkutan, harus dikembalikan seperti biasa.
tambahkan infus glukosa. dan tetap monitor Pasien harus mendapatkan edukasi menyeluruh
glukosa darah secara berkala. mengenai efek puasa.
Khusus bagi pengguna pompa insulin, pompa
insulin tetap dilanjutkan pada dosis basal untuk Komplikasi DMTl
mempertahankan infus glukosa minimal. Dosis Komplikasi jangka pendek:
insulin koreksi dapat diberikan sebelum dan 1. Ketoasidosis diabetikum (KAD). Secara umum
sesudah operasi, bila dibutuhkan. terjadi akibat pemecahan asam lemak (dari
adiposit) dan asam amino (dari hepar) , sehingga
3. Menjalankan ibadah puasa terbentuk benda keton ( (3 -OHB dan asetoasetat)
Pasien DMTl diperbolehkan menjalani puasa yang menyebabkan asidosis.
Ramadan apabila kontrol metaboliknya baik dan 2. Hipoglikemia;
monitor glukosa darah dapat dilakukan di rumah. 3. Hiperglikemia.
Sebaliknya, berpuasa tidak dianjurkan pada pasien
dengan DMTl tidak terkontrol, sering melanggar Komplikasi jangka panjang:
anjuran penggunaan obat, diet, dan aktivitas hari- 1. Mikrovaskular:
4. Gastropati;
a. Retinopati diabetik, berupa obstruksi pembu-
s . Vitiligo;
luh darah, kelainan progresif mikrovaskular di
6. Insufisiensi adrenal primer;
retina. serta infark serabut saraf retina yang
7. Necrobiosis lipoidica diabetikorum;
mengakibatkan bercak pada retina. Gambaran
8. Gangguan gerakan sendi.
khasnya ialah neovaskularisasi, yang dapat
pecah dan mengakibatkan perdarahan ke ruang
Sumber Bacaan
vitreus, hingga terjadi kebutaan.
l . American Diabetes Associat ion (ADA). Kaufman FR. Medical
b. Oleh karena itu. deteksi dini retinopati sangat
management of type l diabetes. Edis i ke-6. Vi rginia. Ameri-
diperlukan. Pasien yang terdiagnosis sebelum
ka Serikat: ADA: 2012.
pubertas, pemeriksaan mata dilakukan 5 ta-
2. International Diabetes Federation (IDF). Global IDF/ ISPAD
hun setelah diagnosis. Sebelum usia 15 tahun,
for diabetes in childhood and ado lesce nce. Brussels: IDF
pasien dianjurkan untuk kontrol setiap 2 tahun,
Publication: 20 11.
sedangkan setelah usia 15 tahun, dianjurkan
3. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja-lkatan Dokter Anak
kontrol setiap tahun. Pada anak dengan kontrol
Indonesia ODAO . World Diabetic Fou nd ation (WDF).
metabolik buruk, direkomendasikan untuk kon-
Konsensus nasional pengelolaan diabetes melitus tipe 1.
trol mata setiap 3 bulan.
Jakarta: Sadan Penerbit !DAI: 2009.
c. Nefropatik diabetik. Sekitar 30-40% nefropati
4. Rustama OS. Subarj a D. Oentario MC. Ya t i NP. Satriono.
DMTl akan berlanjut menjadi gaga] ginjal kro-
Harjanti en N. Diabetes melitus. Dalam: Batubara JR. Tridjaja
nis.
B. Pulungan AB. pe nyunting. Buku aja r endokrinologi anak.
d. Neuropati perifer
34 UKK Endokrinologi Anak dan Remaja !DAL Ja ka rta: Sadan
2. Makrovaskular. Komplikasi penyakitjantung dan
Penerbit !DAI: 20 10.
pembuluh darah sangat jarang ditemukan pada
5. Pudjiadi AH. Hegar B, Hardyastu ti S. Idris NS. Ganda putra
anak. Namun, kontrol metabolik yang buruk akan
EP. Harmoniati ED, penyun ting. Pedoman pelayanan medis
meningkatkan risiko tersebut di kemudian hari.
lkatan Dokter Anak Indonesia ODAO. Jakarta: Badan Pener-
bit !DAI: 201 1.
Komplikasi lain yang berhubungan:
6. Brink S. Lee WR. Pillay K. Diabetes in children and adoles-
1. Gangguan pertumbuhan, perkembangan. dan
cents: bas ic training for healthcare professionals in devel-
pubertas;
oping countries. Dalam: Patel L. Zac harin M. pe nyunting.
2. Hipotiroidisme dan hipertiroidisme;
PracticaJ paediatric endocrinology in a limited resource
3. Lipodistrofi;
setting. Australia: Elsevier Saunders: 20 1 1.

Gangguan Pertumbuhan
Short Stature
Frans Liwang, Aman Bhakti Pulungan

Konsep Dasar bah mengikuti alur sebenarnya setelah usia 3 tahun,


Proses pertumbuhan pada anak terjadi sejak dalam dapat bergerak ke atas atau ke bawah. Sebelum usia
kandungan hingga pubertas. Proses tersebut dapat puber juga sering terjadi perlambatan (prepubertal
dibagi menjadi beberapa fase berdasarkan kontribusi- dip).
nya: fetus 30%. bayi 15%, masa kanak-kanak 40%, Pertumbuhan normal ialah pertambahan ukuran
serta pubertas 15%. Setiap fase juga memiliki kece- yang bergerak paralel sesuai kurva pertumbuhan.
patan tumbuh yang berbeda-beda: fase fetus 1,2- 15 lstilah "pertumbuhan" (growth) itu sendiri digunakan
cm/minggu, bayi 23-28 cm/tahun, masa kanak-kanak untuk menggambarkan proses peru bahan ukuran ting-
5-6,5 cm/ tahun, serta pubertas 8,3 cm/ tahun untuk gi atau panjang. Apabila ukuran tinggi atau panjang
perempuan atau 9,5 cm/tahun untuk laki-laki. badan hanya diukur sesaat (satu waktu). maka disebut
Dengan demikian, fase cepat pertumbuhan terjadi sebagai "perawakan" (size). Disebut sebagai gangguan
pada usia 0-1 tahun dan pubertas. Namun, pada ren- perawakan, apabila ukuran berada di luar nilai batas
tang usia I hingga 3 tahun, terdapat istilah kanalisasi normal (3-97 persentil kurva normal/P 3 P97).
genetik, yaitu pola pertambahan tinggi badan mulai Potensi tinggi genetik:
mengikuti alur sebenarnya, bisa catch-up atau catch- Tinggi ayah + Tinggi ibu -13 cm
Anak perempuan = 2
± 8,5 cm
down fisiologis . Kondisi tersebut kemudian akan beru-
Anak laki _ laki Tinggi ayah + Tinggi ibu + 13 cm ± BS cm pendek seorang anak disebabkan oleh suatu gangguan
2 •
pertumbuhan atau bukan (berupa constitutional delay
Pemeriksaan Fisis a tau variasi normal):
Pengukuran tinggi/ panjang badan, berat badan, Variasi normal. Bersifat familial, ayah dan/ibu
lingkar kepala; memang pendek.
Tinggi dan berat badan harus diukur dan diplot Constitutional delay. Suatu keterlambatan
ke kurva pertumbuhan secara berkesinambungan pertumbuhan yang disertai perlambatan pubertas.
(Iihat Bab Tumbuh Kembang). Untuk usia <1 Setelah usia 2-3 tahun, pertumbuhan mulai
tahun, diukur saat lahir, 1, 2, 4, 6, 9, dan 12 bulan melambat sehingga anak berperawakan pendek
(rekomendasi American Academy of Pediactric hingga sebelum pubertas. Pubertas pun terlambat.
[AAP] dan Ikatan Dokter Anak Indonesia [IDA!]). Namun setelah pubertas, pertumbuhan melaju
Untuk usia 1-2 tahun, diukur setiap 3 bulan, serta pesat (catch-up) hingga mencapai potensi genetik.
untuk usia 3-18 tahun, diukur setiap tahun. Pada kondisi ini, salah satu orang tua seringkali
Pengukuran tinggi duduk dan rentang lengan; juga memiliki riwayat terlambat pubertas.
Tanda-tanda dismorfisme (misalnya pada sindrom Intrauterine growth retardation/small age of
Turner, sindrom Prader Wili) ; gestational (IUGR/SGA). Anak berperawakan
Adanya keluhan sistem saraf pusat (misalnya pada pendek karena riwayat IUGR/SGA. Sebanyak 10-
tumor otak); 15% kasus ini tidak dapat catch-up ke potensi
Adanya penyakit organik atau nonorganik lainnya. genetiknya dan tetap berperawakan pendek.
Kelainan endokrin, seperti hipotiroidisme, defisien-
Pemeriksaan Penunjang si hormon petumbuhan, atau hipopituitarisme. 35
Darah tepi lengkap dan laju endap darah; Penyebab genetik dan metabolik:
Elektrolit serum dan urin, profil asam basa Kelainan tulang (skeletal dysplasia):
(terutama di bawah 5 tahun); akondroplasia, osteogenesis imperfekta, dan
Fungsi tiroid; sebagainya.
Usia tulang dengan metode Greulich dan Pyle Kelainan kromosom: sindrom Turner, trisomi
(berdasarkan pusat osifikasi serta prediktor tinggi 21, trisomi 18, dan sebagainya:
akhir) ; Inborn errors metabolism: mucopolisakaridosis,
Analisis kromosom (misalnya untuk mendiagnosis galaktosemia, dan sebagainya:
sindrom Turner pada anak perempuan): Kelainan genetik lain: sindrom Prader-Willi,
Kadar growth hormone (GH). insulin-like growth Noonan, Russel Silver, dan sebagainya.
factor-I (IGF-1) , dan insulin-like growth factor Penyakit kronis: penyakit ginjal, jantung, paru,
binding protein 3 (IGFBP3). hematologi, serta keganasan.
Malanutrisi. Harus dicurigai apabila:
Diferensial Diagnosis Short Stature dan Gangguan tinggi badan <P3,
Pertumbuhan tinggi bawah di bawah tinggi potensi genetik;
Sangat penting untuk membedakan apakah perawakan kecepatan tumbuh <5 cm/tahun pada usia 3

Perawakan terkesan normal

+
+
Dismorfisme Dlsproporsional
Laju pertumbuhan norma

I •Slndmm: • Penyakit kmnis JVarian normal


• Sindrom:
Turner,N
+
• Tungka! pendek
• Dlsplasia tulang
i +
Tungkallpunggung
pendek
Tumer
Kelainan
• Malanutrlsl
• J(clalnan jantung sianotik
Endokrlnologl: • Gangguan renal: gagal
delistensi GH. ginjal kronis
~ Perawakan
pendt!k famil.ia
• Consf/lutloml
delil)'
••IUGR • Hipokondroplasla Mukooollsakarldosis
hipotiroldlsme • Artritis kronis juvenll Fumbuhan
• Re!<!rdasJ: • Akondroplasla
keleblhan lalonya (bers1fat silent):
Russell-Silver • Rlketsia
h1lukokortlko!d Coellac dtsease,
inflammatory bowel disease.
renal wbul.ar defects

Gambar I. Algoritma Diagnosis Anak dengan Short Stature


tahun-pubertas; mg/KgBB/ hari. Dikatakan respansif terhadap GH apa-
kurva pertumbuhan menyilang ke bawah bila kecepatan tumbuh minimal 2 cm per tahun di atas
setelah usia l 8 bulan. kecepatan tumbuh sebelum mendapat terapi. Rata-rata
Idiopathic Short Stature (!SS), apabila tidak diketa- kecepatan tumbuh pada tahun pertama pengabatan
hui penyebabnya setelah semua hasil pemeriksaan adalah 9-12 cm per tahun. Sementara itu , terapi GH
dalam batas normal. pada kasus perawakan pendek yang tidak diketahui
Secara ringkas, algoritme (Gambar 1) dapat penyebabnya (idiapatik) masih menunjukkan hasil
digunakan untuk mendeteksi suatu gangguan per- yang bervariasi.
tumbuhan. Pertama-tama dibedakan dahulu apakah
anak memiliki perawakan abnormal atau khas untuk Sumber Bacaan:
sindrom tertentu. Apabila perawakan terkesan normal, I. Pulungan AB. Wall HA. Management of growth disorders.
hitung laju pertumbuhan anak. Perawakan serta laju Peadiatr lndones. 2002:42(9-10):225-38.
pertumbuhan anak yang normal menandakan suatu 2. Batubara JR. Susanto R. Cahyono HA. Pertumbuhan dan
varian normal atau constitutional delay. gangguan pertumbuhan. Dalam: Batubara JR. Tridjaja B.
Pulungan AB. penyunting. Buku ajar endokrinologi anak.
Tata Laksana UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI. Jakarta: Badan
Setiap anak dengan perawakan pendek harus Penerbit IDAI: 20 I 0.
diketahui penyebabnya. Pihak keluarga pun perlu 3. Kothandapani JS. Bane1jee I, Patel L. Growth: importance
diedukasi mengenai potensi normal pertumbuhan and implication of variations. Dalam: Patel L. Zacharin M.
anak yang sesuai dengan potensi genetiknya. Sebagian penyunting. Practical paediatric endocrinology in a limited
36 kasus tidak perlu langsung mendapat terapi dan hanya resource setting. Aust ralia: Elsevier Saunders: 2011.
dipantau secara berkala, namun sebagian kasus yang 4. Pudjiadi AH. Hegar B, Hardyastu ti S. Idris NS. Gandaputra
jelas penyebabnya dapat diterapi sesuai kausanya. EP, Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
Kasus yang jelas etiologinya, seperti defisiensi growth Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta: Badan Pener-
hormone (GH) atau tiroid, malanutrisi, ataupun penya- bit IDAI: 201 I.
kit kronis, dapat diobati sesuai penyebabnya. 5. Pulungan AB. Apakah anak pendek dapat diobati? Dalam:
Kasus dengan kecurigaan defisiensi hormon atau Gunardi H. Tehuteru ES, Kurniati N. Advani N, Setyanyo DB.
kelainan genetik dan metabolik perlu dirujuk ke spe- Wulandari HF. dkk. Buku kumpulan tips pediatri. Jakarta:
sialis anak untuk mendapatkan terapi yang adekuat. Badan Penerbit IDAI: 20 l I.
Kasus defisiensi GH dapat diberikan terapi substitusi
GH (somatotropin recombinant) dengan dosis 25-50

I
Pubertas Prekoks
Frans Liwang, Aman Bhakti Pulungan

Definisi nad (dari perifer).


Timbulnya tanda-tanda seks sekunder sebelum 3. Varian lainnya, seperti premature thelarche atau
usia 9 tahun (pada laki-laki) atau 8 tahun (pada pe- premature adrenarche.
rempuan). Narmalnya, pubertas dimulai dalam rentang
9-14 tahun (pada laki-laki) atau 8-13 tahun (pada pe- Patofisiologi Pubertas Prekoks
rempuan). Pubertas mencakup perubahan-perubahan Lesi primer pubertas prekaks dengan GDPP ter-
bialagis (fisis) atau neuroendakrin yang penting. letak pada sistem saraf pusat (SSP). Hipatalamus mele-
paskangonadotropin-releasing hormone (GnRH) dalam
Klasifikasi jumlah yang berlebihan sehingga akan merangsang
1. Gonadotrophin-dependent precocious puberty hipafisis untuk mengeluarkan luteinizing hormone
(GDPP). Bersifat sentral, akibat reaktivasi dini pa- (LH) maupun follicle-stimulating hormone (FSH) dalam
ras hipatalamus-hipafisis-ganad. jumlah yang besar pula. Horman hipafisis tersebut
2. Gonadotrophin-independent precocious p uberty kemudian merangsang gonad untuk mengeluarkan
(GIPP). Sumber seks steroid bersifat atanam, tidak estradial (E2) atau testosteron. Karena lesi memang
dipengaruhi oleh proses hipatalamus-hipafisis-ga- terletak pada sentral, maka umpan balik negatif dari
Tabet I. Etiologi Pube rtas Prekoks {Dikutip dari Patel l , dkk, 2011)

Co11adotrop111 dependent precocwus puherty (CDPP) Canadatropi11-111depe11de11t pn•cociaus pubert)' (GIPP)

Kela inan s istem sa raf pusat: Stimulas i ovarium yang berlebihan: s inrom McCune-Albright.
Kelainan kongenital kista atau tumor ovarium
Kelainan didapat: tumor hiporalamus-pituita ri. radiasi krania l. Ke lainan adrenal: congenital adrenal hyperplasia (CAH). tumor
hidrose fa lus. menigitis-ense falitis. perd arahan intraventriku ler; adrenal;
Sumber human charionic gonadatrophin (H CG) ektopik: Pajanan steroid seks eksoge n
hepatoblastoma. koriokarsinoma; Hiperaktivitas testikuler: testitoksikosis. tumor sel Leydig atau
Hipotiroidisme primer berkepanjangan sel Sertoli.
ldiopat ik
Fa milial (autosomal dominan)
Pajana n steroid se ks ja ngka pa nja ng
Congenital adrenal hyperplasia (CAH) awitan lambat

E2 atau testosteron tidak terjadi Sekresi GnRH dan Diagnosis


LH/ FSH tetap tinggi. I. Anamnesis
Sementara pada GIPP. lesi primer berasal dari luar Awitan, progresivitas, tanda-tanda sekunder
(bukan dari porns hormonal) . Sebagai contoh, tumor yang timbul (varian a tau bukan);
adrenal adalah kelainan yang juga dapat mensekresi Ada/ tidaknya gejala neurologis (tumor SSP)
hormon steroid sehingga kadar estradiol dan/ atau dan gejala khas tumor (hamartoma); 37
testoteron meningkat. Peningkatan hormon tersebut Riwayat keluarga (testoksikosis - hanya pada
akan memicu umpan balik negatif ke hipotalamus dan laki-laki, hiperplasia adrenal kongenital);
hipofisis, sehingga hormon GnRH dan LH/ FSH tidak Pemakaian obat-obatan (hormon, non-homon);
tersekresi. Riwayat pertumbuhan linier;
Varian lainnya, seperti premature thelarche, hanya Penyakit sistem saraf pusat: ensefalitis,
merupakan pembesaran kelenjar mammae saja, se- meningitis;
dangkan gambaran hormonalnya normal. Hal tersebut 2. Pemeriksaan fisis
terjadi akibat peningkatan sensitivitas jaringan lokal Antropometri (tall stature, obesitas) dan
terhadap estrogen. Umumnya benigna, timbul pada keadaan umum lainnya (retardasi mental,
usia <8 tahun, sebagian besar akan mengalami regresi tekanan darah) ;
spontan Tanda-tanda kelebihan hormonal (akne,
hirsutisme, moon fa ce );
Gejala Klinis Status pubertas (volume testis - pada GnRH
1. GDPP (Sentral) : independent tetap kecil ; isoseksual atau
Selalu isoseksual, heteroseksual);
Perkembangan tanda-tanda pubertas mengikuti 3 . Pemeriksaan hormonal: LH/ FSH (basal, stimulated
pola stadium pubertas normal, dengan uji GnRH), estrogen/ testosteron serum,
Gambaran hormonal: peningkatan aktivitas atau kadar hormonal lainnya (17-0 H progesteron).
hormon di seluruh porns. 4. Kadar basal LH >0,83 U/L sudah cukup untuk
2. GIPP (Perifer): menunjang diagnosis puberas prekoks sentral.
Dapat isoseksual atau heteroseksual (pada CAH Sebaliknya, kadar LH yang tidak terdeteksi, kadar
awitan lambat, tumor adrenal), FSH yang lebih tinggi, dan rasio LH/ FSH <I me-
Perkembangan seks sekunder tidak sinkron, nunjukkan stadium perkembangan prepubertas,
misalnya volume testis lebih kecil dari sedangkan rasio LH/ FSH >I menunjukkan stadium
seharusnya, pubertas. Pemeriksaan LH juga dapat dilakukan
Peningkatan kadar hormon seks, tanpa disertai setelah tes stimulasi GnRH (atau analog GnRH) ,
peningkatan kadar GnRH dan LH/ FSH. kadar puncak LH 5-8 U/ L menunjukkan puberkas
Gejala umum akibat peningkatan hormon seks prekoks progresif.
steroid: perilaku seksual, agresif; 5. Pemeriksaan pencitraan: usia tulang (bone age)
Gejala akibat peningkatan estrogen: -tall child dan USG pelvis pada anak perempuan wajib di-
but short adult" (karena penutupan dini epifisis lakukan. Pemeriksaan lainnya yang dilakukan atas
tulang) , ginekomastia; indikasi antara lain USG testis pada anak laki-laki
Gejala akibat peningkatan testosteron: ada pembesaran testis asimetris, USG/ CT-scan ab-
hirsutisme, akne, habitus laki-laki. domen, MRJ kepala (terutama daerah hipotalamus
untuk mencari lesi etiologik).
Tata Laksana Tipe varian. Tidak ada terapi khusus untuk tipe
Kasus pubertas prekoks perlu dirujuk ke spesialis varian. Sekitar 70% kasus premature thelarche akan
anak untuk evaluasi dan pengobatan lebih lanjut. Tata mengalami regresi spontan.
laksana yang dapat dilakukan untuk masing-masing
kategori adalah sebagai berikut. Sumber Bacaan
GDPP. Untuk kasus yang diketahui penyebab 1. Pulungan AB. Pubertas dan gangguannya. Dalam: Batubara
primernya. terapi kausa harus dilakukan terlebih JR. Tridjaja B. Pulu ngan AB. penyunt ing. Buku ajar endokri-
dahulu. Sementara untuk kasus idiopatik, terapi nologi anak. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDA!.
menggunakan analog GnRH (depot Leuprorelin Jakarta: Badan Pe nerbit !DAI; 20 I 0.
acetate) untuk menghilangkan stimulus GnRH 2. Pulungan AB. Hendarto A. Hegar B. Oswari H, penyunt ing.
terhadap sintesis dan pelepasan gonadotropin. Nutrition growth-development. Continuing professional
Pemantauan dilakukan setiap 3-6 bulan setelah development IDA! Jaya 2006. Jakarta: Badan Penerbit !DAI:
awitan terapi. Yang perlu dipantau ialah kecepatan 2006.
tumbuh anak, tanda seks sekunder (status 3. Papadimitriou A. Nicolaidou P. Fretzayas A. Chrousos GP.
pubertas). kadar LH atau testosteron/estradiol , Clinical review: constitutional advancement of growth.
serta maturitas skeletal (usia tulang) . a.k.a. early growth acce leration. predicts early puberty
GIPP. Terapi ditujukan untuk mengurangi a nd childhood obesity. J Clin Endocrinol Metab. 20 I 0
produksi hormon steroid seks. Preparat yang Oct:95(l 0):4535-4 I.
digunakan antara lain medroksi-progesteron 4. Zacharin M, Banerjee. Patel L. Puberty: normal and ab-
(MPA). penghambat sintesis steroid (ketokonazol). normal. Dalam: Patel L. Zacharin M. penyunting. Practical
38 penghambat aromatase (testolakton dan paediatric endocrinology in a limited resource setting. Aus-
anastrazol), a tau antagonis reseptor estrogen tra lia: Elsevier Sau nders: 20 I 1.
(tamoksifen). Anak dengan CAH dan hipotiroid 5. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS. Gandaputra
primer yang diterapi adekuat memiliki prognosis EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
yang baik. lkatan Dokter Anak Indonesia (!DAI). Jakarta: Badan Pener-
bit IDA!; 20 I l.

Hipotiroid Kongenital
Frans Liwang, Aman Bhakti Pulungan

Definisi kadar TSH akan meningkat tanpa adanya struma.


Sindrom klinis yang diakibatkan oleh kurangnya 2. Defisiensi yodium. Sintesis dan sekresi hormon
atau tidak adanya hormon tiroid sejak dalam kan- tiroid akan menurun sehingga merangsang hipofi-
dungan. Hipotiroid kongenital merupakan salah satu sis untuk mengeluarkan TSH lebih banyak. Pada
penyebab retardasi mental yang dapat dicegah. awalnya ditemukan pembesaran kelenjar tiroid
(struma difusa) sebagai kompensasi dan pening-
Etiologi katan TSH dengan kadar hormon tiroid normal.
Umumnya kasus hipotiroid kongenitaI bersifat spo- Namun selanjutnya. pada stadium dekompensasi,
radik. Etiologinya pun sangat bervariasi, dapat bersifat ditemukan struma difusa dan peningkatan TSH
permanen maupun transien (lihat Tabel 1) . Namun, dengan hormon tiroid yang menurun.
penyebab tersering ialah defisiensi yodium, yang me- 3. Dishormogenesis, yakni segela sesuatu yang da-
rupakan komponen pokok tiroksin (T,) dan triiodo- pat menganggu atau menurunkan sintesis hormon
tironin (T J. Faktor genetik hanya berperan pada tipe- tiroid. Dapat berupa hormon tiroid itu sendiri, in-
tipe tertentu yang diturunkan secara autosomal resesif. flamasi, infeksi, pascatiroidektomi, dan sebagainya.
Horman tiroid akan menurun, diserta kadar TSH
Patogenesis yang tinggi, dengan/tanpa struma.
Hipotiroid kongenital dapat terjadi melalui beberapa 4. Kelainan hipofisis. Kadar TSH menurun sehingga
jalur mekanisme berikut: hormon tiroid akan menurun. Kondisi ini tidak di-
l. Agenesis tiroid dan kondisi lain yang menyebab- sertai struma.
kan sintesis hormon tiroid menurun. Dalam ha! ini, 5. Kelainan hipotalamus. Kadar TRH menurun se-
Tabel 1. Penyebab Hipotiroid Kongenital
flipol iroid Pt·111i.11w11 Hipol mud I r<.111\U' ll

Disgenesis: aplasia. hipoplasia Diinduksi oleh obat-obatan: PTU, metimazol, yod ium
Dishormogenesis:
Tidak respon cerhadap TSH Defisiensi yodium
Defek trapping iodium
Defek pada tiroglobulin Diinduksi oleh antibodi maternal
Defisiensi iodotirosin-deiodinase
Jdiopatik
Hipotiroid sentral:
Ano mali hipofisis-hipotalamus
Panhi popituitarisme
Defisiensi TSH cerisolasi
Keterangan: TSH. thyroid-stimulating hormone: PTU, propil-tio-urail.

hingga TSH akan menurun dan hormon tiroid akan penurunan aktivitas;
menurun. Kondisi ini tidak disertai struma. kuning;
hipotonia;
Tanda dan Gejala Sekilas seperti sindrom Down, tetapi bayi dengan
39
Horman tiroid telah diproduksi dan dibutuhkan ja- sindrom Down lebih aktif;
nin sejak usia gestasi 12 minggu. Bayi yang menunjuk- Komplikasi berupa defek septum atrium dan
kan gejala hipotiroid pada minggu pertama kehidupan ventrikel.
sebenarnya telah mengalami hipotiroid lama sebelum
bayi tersebut dilahirkan. Selain itu, hormon tiroid di- Pemeriksaan Penunjang
butuhkan untuk metabolisme sel di seluruh tubuh, Pemeriksaan fungsi tiroid T, dan TSH;
serta berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Pemeriksaan hematologi rutin;
Oleh sebab itu, adanya manifestasi klinis hipotiroid Pemeriksaan fungsi tiroid lainnya (bila ada
sudah menunjukkan keterlambatan diagnosis sehingga indikasi): Pemeriksaan radiologis: bone age
dibutuhkan skrining penyakit ini. (sering kali terlambat) , skintigrafi tiroid (untuk
Anamnesis: menentukan penyebab);
pada bayi baru lahir sampai usia 8 minggu, keluhan Pemeriksaan elektrokardiogram, ekokardiografi,
tidak spesifik; dan, untuk mendeteksi efek sekunder(komplikasi)
retardasi perkembangan; hipotiroidisme.
gaga! tumbuh atau perawakan pendek;
letargi, kurang aktif; Kriteria Diagnosis
konstipasi; Manifestasi klinis hipotiroid harus dikonfirmasi dengan
malas menyusu; pemeriksaan T, dan TSH untuk memastikan diagnosis.
suara menangis serak; Diagnosis hipotiroid primer: kadar T4 be bas
pucat; menurun, kadar TSH meningkat.
bayi dilahirkan di daerah dengan kretinisme Hipotiroid kompensata: awalnya kadar T,
endemik dan kekurangan yodium; bebas normal/menurun, kadar TSH meningkat.
biasanya lahir matur atau lebih bulan (postmature); Selanjutnya, kadar T, normal dan kadar TSH
riwayat berat badan lahir kurang dari 2000 g atau meningkat;
lebih dari 4000 g; Hipotiroid transien: awalnya kadar T4 be bas
riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit menurun, kadar TSH meningkat. Selanjutnya,
ibu saat hamil, obat antitiroid yang sedang kadar T4 normal dan kadar TSH normal.
diminum, atau terapi sinar. Diagnosis hipotiroid sekunder/tersier: kadar T,
bebas menurun, kadar TSH juga menurun.
Pemeriksaan fisis :
ubun-ubun besar lebar atau terlambat menutup; Meski demikian, interpretasi hasil fungsi tiroid
dull face; muka yang khas tersebut sulit dilakukan pada bayi prematur atau yang
lidah besar; mengalami penyakit non-tiroid karena sering dijumpai
kulit kering; kadar T, dan T3 rendah dengan TSH normal. Pada bayi
hernia umbilikalis; prematur, kadar T3 dan T, akan kembali normal pada
mottling, kutis marmorata; usia 12 bulan, sedangkan pada penyakit non-tiroid,
nilai akan kembali normal setelah penyakit itu diatasi. Setiap 1-2 bulan selama 6 bulan pertama
Pada kasus dengan hasil fungsi tiroid yang me- kehidupan
ragukan, bila bayi cukup bulan, maka pemeriksaan Setiap 3-4 bulan pada usia 6 bulan-3 tahun
skintigrafi tiroid dapat dilakukan untuk memastikan Selanjutnya setiap 6-12 bulan
diagnosis. Namun bila bayi prematur, pemeriksaan Pemeriksaan bone-age setiap tahun
kadar T4 dan TSH perlu dilakukan secara serial; Pemantauan psikometrik(test IQ}: uji IQ sebelum
umumnya kadar T4 akan terus menurun dan TSH sekolah
meningkat.
Skrining Hipotiroidisme
Tata Laksana Program skrining hipotiroidisme pada bayi baru
Medikamentosa. Prinsip terapi ialah replacement lahir telah dilakukan di negara maju untuk mencegah
therapy. Terapi bisa seumur hidup karena tubuh retardasi mental akibat hipotiroid kongenital. Skrining
tidak dapat mencukupi kebutuhan hormon tiroid. dilakukan dengan mengukur kadar TSH neonatus
Preparat L-tiroksin (Na-L tiroiksin) diberikan pada usia 48 jam-4 hari. Kadar TSH awal >50 µU/mL
dengan dosis sesuai usia (lihat Tabel 2). Dosis memiliki kemungkinan sangat besar untuk mengala-
awal diberikan tinggi, terutama pada usia periode mi hipotiroid permanen dan sebaiknya segera mulai
perkembangan otak (usia 0-3 tahun). diobati setelah diperiksa ulang, sementara kadar TSH
Terapi Suportif: mengatasi anemia berat, serta 20-49 µU / mL dikonfirmasi dan periksa ulang sebelum
rehabilitasi atau fisioterapi pada kasus dengan diterapi.
retardasi perkembangan motorik yang telah Karena belum ada program skrining nasional di
40 terjadi, termasuk pemantauan nilai IQ. Indonesia, maka diagnosis banding hipotiroid kon-
genital harus dipikirkan pada setiap kasus delayed
Tabel 2. Dosis L-tiroksin pada Hipotiroid Kongenital development. Deteksi dini dan pengobatan adekuat
Usia Dosis (µg/ KgBB/ han) sebelum usia 1-3 bulan memiliki prognosis yang baik
terhadap tumbuh kembang anak. termasuk kecer-
0-3 bulan 10-15
dasan IQ.
3-6 bulan 8-10

6-12 bulan 6-8 Sumber Bacaan


1-5 tahun 4-6 l. Susanto R, Julia M. Gangguan kelenjar tiroid. Dalam: Ba-
tubara JR. Tridjaja B, Pulungan AB. penyunting. Buku ajar
6-12 tahun 3-5
endokrinologi anak. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja
>12 tahun 2-4 IDA!. Jakarta: Badan Penerbit IDA!: 20 I 0.
2. Abduljabbar MA. Afifi AM. Congenital hypothyroidism. J
Pemantauan Pediatr Endocrinol Metab. 2012:25(1 -2):13-29.
Pertumbuhan dan perkembangan; 3. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS. Gandaputra
Skrining pendengaran saat diagnosis; EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
Pemantauan kadar T, dan TSH: lkatan Dokter Anak Indonesia (IDA!) . Jakarta: Sadan Pen-
Dua minggu setelah inisial terapi dengan erbit IDA!: 20 I l.
L-tiroksin 4. Pulungan AB. Hipotiroidisme kongenital. Dalam: Gunardi
Empat minggu setelah inisial terapi dengan H. Tehuteru ES. Kurniati N. Adva ni N. Setyanyo DB. Wulan-
L-tiroksin dari HF. dkk. Buku kumpulan tips pediatri. Jakarta: Badan
Penerbit IDA!: 20 I I .
9
Kompelcn~i I\'
• , Diare
11
••
I

Venita, Muzal Kadim

A. Diare Akut
Definisi Diagnosis
Perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba I. Anamnesis
akibat kandungan air di dalam tinja melebihi normal Perlu ditanyakan deskripsi diare (frekuensi,
( l 0 mL/KgBB/ hari) dengan peningkatan frekuensi lama diare berlangsung, warna. konsistensi tinja,
defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung adanya lendir/darah dalam tinja). adanya muntah,
kurang dari 14 hari. Pola defekasi neonatus dan bayi, tanda dehidrasi (rasa haus, anak rewel/ lemah,
hingga usia 4-6 bulan, yang defekasi >3 kali/hari BAK terakhir). demam, kejang, jumlah cairan ma-
dan konsistensinya cair atau lembek masih dianggap suk, riwayat makan dan minum, penderita sekitar,
normal selama tumbuh kembangnya baik. pengobatan yang diterima, dan gejala invaginasi
(tangisan keras dan bayi pucat).
Etiologi
I. lnfeksi: virus (rotavirus. adenovirus, norwalk) , bak- 2. Pemeriksaan Fisis
teri (Shigella sp.. Salmonella sp.. E. coli, Vibrio sp.). Periksa keadaan umum, kesadaran, tanda vital , 41
parasit (protozoa: E. hystolytica, G. lamblia. Balan- dan berat badan;
tidium coli; cacing: Ascaris sp.. Trichuris sp .. Stron- Selidiki tanda-tanda dehidrasi: rewel/ gelisah,
gyloides sp.; jamur: Candida sp.), infeksi ekstra usus letargis/ kesadaran berkurang, mata cekung,
(otitis media akut, infeksi saluran kemih. pneumo- cubitan kulit perut kembali lambat (turgor ab-
nia). Terbanyak disebabkan rotavirus {20-40%); domen). haus/ minum lahap, malas/tidak dapat
2. Alergi makanan: alergi susu sapi, protein kedelai, minum, ubun-ubun cekung, air mata berku-
alergi multipel: rang/ tidak ada, keadaan mukosa mulut;
3. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa) , le- Tanda-tanda ketidakseimbangan asam basa dan
mak. dan protein; elektrolit: kembung akibat hipokalemia, kejang
4. Keracunan makanan (misalnya makanan kaleng akibat gangguan natrium, napas cepat dan da-
I akibat Botulinum sp.); lam akibat asidosis metabolik.

l 5. Lain-lain: obat-obatan (antibiotik atau obat lainnya) ,


kelainan anatomi.
Pertimbangkan apakah diare termasuk primer
{infeksi pada saluran cerna) a tau sekunder (gejala ikutan
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja, namun tidak rutin dilakukan,
kecuali ada tanda-tanda intoleransi laktosa dan
kecurigaan amubiasis. Dapat dilakukan secara
dari penyakit sistemik, seperti bronkopneumonia,
makroskopis, mikroskopis, maupun kimiawi;
ensefalitis, dan sebagainya).

Tabel I . Klasifikasi Diare pada Anak Berdasarkan Derajat Dehidrasi

Klasifikasi 'I anda d,m Ct>jala

Dehidrasl Berat Dua atau lebih tanda berikut:


(kehllangan cairan >I 0% berat badan) Kondisi umum lemah, letargis/ tidak sadar
Ubun-ubun besar, mata sangat cekung
Malas mlnum/ Udak dapat minum
Cubitan perut kembali sangat lan1bat (>=2detlk)
Dehidrasi Ringan-Sedang Dua atau lebih tanda berikut:
(kehilanga n ca iran 5-10% berat badan) Rewel, gelisa h. cengeng
Ubun ubun besar. mata sedikit cekung
Tampak kehausan. minum lahap
Cubitan perut kembali lambat
Tanpa Dehidrasi
Tldak ada cukup tanda untuk diklasifikaslkan ke dua krlterla di atas.
(kehilangan cairan <5% berat badan)
Dehidrasi berat: elektrolit serum, analisis gas Pada kasus diare dengan dehidrasi. berikan 6
darah, nitrogen urea. kadar gula darah. bungkus oralit (@200 cc) , berikan 100 cc tiap
kali BAB:
Klasifikasi Diare {lihat Tabet I) Beri tablet zink selama 10-14 hari. yaitu 12
tablet ( 10 mg) / hari untuk anak usia <6 bulan
Tata Laksana dan 1 tablet (20 mg)/ hari untuk anak usia >6
Pada prinsipnya ada lima pilar tata laksana diare bulan. Zink bermanfaat untuk menurunkan
menurut WHO: I) Rehidrasi; 2) Dukungan nutrisi, 3) frekuensi BAB dan memperbaiki volume tinja,
Pemberian antibiotik sesuai indikasi, 4) Pemberian mengurangi lama diare, serta menurunkan ke-
zink, dan 5) Edukasi pada orang tua. Berikut alur tata jadian diare pada bulan-bulan berikutnya;
laksana diare sesuai derajat dehidrasinya. Beri makanan segera setelah anak dapat
- Diare Akut Dehidrasi Berat makan. Lanjutkan pemberian makan atau ASI,
Rehidrasi intravena, I 00 cc/KgBB cairan ring- dengan pola sedikit tapi sering (sekitar 6 kali/
er laktat atau ringer asetat Oika tidak ada, hari):
gunakan salin normal) dengan ketentuan Edukasi kapan harus kembali Oika keadaan
berikut: anak memburuk. tidak dapat/malas minum.
timbul demam, timbul darah dalam tinja, tidak
Prrtam.t. lw1 i
kmi .lO" tKgBB S1·J,111ju111\ a 70" I membaik setelah 5 hari).
KgllB d,1J.i111
cl.11.un
Terapi Lainnya:
Umur <12 • Antibiotik tidak digunakan secara rutin dan hanya
I jam 5jam
bulan
42 bermanfaat pada anak dengan diare berdarah
Umur ~ 1 2 (disentri), suspek kolera, dan infeksi berat lain
30 menit 2 \.1? jam
bu Ian yang tidak berhubungan saluran pencernaan.
Diikuti rehidrasi oral jika sudah dapat minum, Penggunaan antibiotik tidak rasional akan meng-
dimulai 5 cc/ KgBB/jam selama proses rehi- ganggu keseimbangan flora usus sehingga mem-
drasi; perpanjang diare menjadi persisten, mempersulit
Periksa kembali status hidrasi anak setiap 15- penyembuhan, dan meningkatkan kemungkinan
30 menit. klasifikasikan ulang derajat dehidra- penularan. Selain itu juga menyebabkan resistensi
si setelah 3 jam (untuk anak) atau 6 jam (un- kuman terhadap antibiotik;
tuk bayi). Tata laksana selanjutnya diberikan Obat antiprotozoa jarang digunakan;
sesuai derajat dehidrasi tersebut: Obat-obatan antidiare tidak boleh diberikan pada
• Jika tidak ada fasil itas intravena, pasang pipa anak karena tidak mencegah dehidrasi maupun
nasogastrik dan beri 20 cc/ KgBB/jam selama meningkatkan status gizi anak, namun memiliki
6 jam atau rujuk segera ke rumah sakit. efek samping berbahaya hingga fatal:
- Diare Akut Dehidrasi Ringan-Sedang Probiotik dapat bermanfaat mempersingkat lama
Pasien dipantau di puskesmas/ rumah sakit; diare pada anak dan mencegah diare pada bayi:
Berikan larutan oralit dalam waktu 3 jam per- • Vaksin rotavirus menimbulkan imunogenitas yang
tama sebanyak 75 cc/ KgBB, ajarkan ibu mem- baik pada anak dan efek samping yang rendah, di-
beri oralit sedikit-sedikit tapi sering (small but berikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3 kali pem-
frequ ent) dengan sendok teh, cangkir, mang- berian dengan interval 4-6 minggu.
kok, atau gelas. Bila anak muntah tunggu 10
menit. lalu lanjutkan dengan lebih lambat: Langkah Promotif/ Preventif:
Lanjutkan pemberian AS!; {!) AS! tetap diberikan; (2) Menjaga kebersihan

Periksa kembali dan klasifikasikan ulang perorangan. cuci tangan sebelum makan: (3) Menjaga
setelah 3 jam. kebersihan lingkungan, BAB di jamban; (4) Imunisasi
campak; (5) Memberikan makanan penyapihan yang
- Diare Akut Tanpa Dehidrasi
benar; (6) Penyediaan air minum bersih, serta (7)
Dapat dilakukan terapi rawat jalan dengan empat
Makanan yang selalu dimasak secara adekuat.
aturan perawatan di rumah sebagai berikut Ouga
berlaku untuk diare dengan dehidrasi setelah per-
Komplikasi
awatan):
Dehidrasi, gangguan elektrolit, penurunan berat
Beri cairan tambahan, seperti AS!. yang lebih
badan, gaga! tumbuh, serta diare yang lebih berat dan
sering dan lama. Jika anak tidak memper-
sering terjadi.
oleh AS! eksklusif, berikan oralit, air matang,
atau cairan makanan (kuah sayur, air tajin).
B. Diare Persisten Tata Laksana
Definisi Terapi cairan sesuai derajat dehidrasi (seperti kla-
Diare persisten adalah diare akut dengan atau sifikasi pada diare akut). Atasi kelainan asam basa
tanpa disertai darah dan berlanjut sampai 14 hari dan gangguan elektrolit jika terjadi;
atau lebih. Pemberian diet sesuai usia dan status gizi. Pada
perawatan di rumah sakit, setidaknya diberikan
Faktor Risiko I I 0 Kal/KgBB/ hari. ASI tidak dihentikan;
Usia <6 bulan, lahir prematur, kondisi malanutrisi, Suplementasi mikronutrien zink selama 10 hari
tidak mendapat ASI, penyakit komorbid, dan anemia. untuk regenerasi mukosa usus, dengan dosis se-
bagai berikut:
Etiologi o Anak usia <6 bulan: J 0 mg atau Y.! tablet per
Untuk mengetahui etiologi diare persisten, perlu hari;
ditentukan apakah diare tergolong osmotik atau o Anak usia ~6 bulan: 20 mg atau 1 tablet per
sekretorik, misalnya dengan memuasakan pasien hari;
selama 24 jam. Pada diare osmotik, diare akan • Tata laksana spesifik sesuai etiologi yang men-
berkurang atau berhenti; demikian sebaliknya untuk dasari:
diare sekretorik: - Kasus infeksi: antibiotik sesuai hasil identifika-
Diare osmotik: intoleransi laktosa sekunder, si bakteri penyebab. Berikan metronidazol 50
cow's milk protein sensitive enteropathy (CMPSE), mg/ Kg PO dibagi 3 dosis selama 5 hari untuk
sindrom malabsorpsi; kasus amubiasis dan giardiasis, atau metroni-
Diare sekretorik: bacteria/ overgrowth, antibi- dazol 30 mg/ KgBB dibagi 3 dosis untuk kasus
otic-induced. infeksi persisten (Shigella sp., Cryp- Clostridium difficile. Pada kasus infeksi Klebsi- 43
tosporidium sp., E. coli, serta infeksi virus, jamur, ela sp. atau E. coli patogen, berikan antibiotik
dan parasit). sesuai hasil uji sensitivitas;
Setiap anak dengan diare persisten perlu diperiksa Kasus intoleransi laktosa: berikan formula/ diet
kemungkinan infeksi di luar usus, seperti pneumonia, bebas laktosa;
sepsis, infeksi saluran kencing, sariawan mulut. dan Kasus alergi susu sapi: teruskan AS! dan
otitis media. hindari makanan dari susu sapi;
Kasus malabsorpsi: berikan makanan atau for-
Diagnosis mula elemental secara oral atau parenteral;
Diare persisten memiliki tanda dan gejala yang Kasus antibiotic-induced: hentikan antibiotik
serupa dengan diare akut. Namun karena diare dan berikan probiotik selama 7- 10 hari;
bersifat berlanjut, maka perlu dilakukan identifikasi Evaluasi keberhasilan pengobatan: asupan
etiologi yang mendasari (lihat Gambar 1).

membaik tetap

+
Diare osmotik
+
Hindari laktosa +
sembuh

+
Intoleransi laktosa
.
lidak sembuh

Alergi susu sapi


Infeksi persisten

+
Terapi sesuai penyebab dan terapl nutrisi
+
Formula kedelai/ protein hidrolisat
sembuh tidak sembuh
+
Alergl susu sapi
+
gaga!
Nutrisi enteral - - - - - .- Nutrisi parenteral total

Gambar 1. Alur Tata Laksana Diare Persisten pada Anak (Panduan RS Cipto Mangunkusumo. Jakarta: 2007)
makanan cukup, penambahan berat badan, Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders; 20 1 1.
diare berkurang, tidak ada demam. 2. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS. Gandaputra
EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
lndikasi Rawat lkatan Dokter Anak Indonesia (!DAI). Jakarta: Badan Pen-
Anak mengalami gizi buruk, atau disertai tanda- erbit !DAI; 20 11 .
tanda dehidrasi berat Oihat Bab Diare Akut) . 3. World Heal th Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
anak di rumah sakit. pedoman bagi ru mah sakit rujukan
Komplikasi tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO; 2009.
Dehidrasi. syok hipovolemik, hipokalemia. 4. Sastroasmoro S. penyunring. Panduan pelaya nan medis de-
hipoglikemia, kejang, malanutrisi energi protein. partemen kesehatan anak RSC:vt. Jakarta: RSUPN Dr. Cipro
Mangunkusumo; 2007.
Sumber Bacaan 5. Kadim M. Disentri. Divisi Gastroheparologi Departemen
I. Wyllie R. Clinical manifestations of gastrointestinal dis- Jlmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Dr. Cipro Mangunku-
ease. Dalam: Kliegman RM. Stanton BM. Geme J. Schor N. sumo. Jakarta.
Behrman RE. penyunting. Nelson's textbook of pediatrics.

10
Kompelcn"i TV
• Disentri
11
44

Definisi
•• Venita, Muzal Kadim

plikasi diare akut, seperti dehidrasi, gangguan


Disentri adalah diare yang disertai darah, terutama pencernaan. dan kekurangan zat gizi.
disebabkan oleh Shigella sp.. dan memerlukan Pemeriksaan Penunjang
antibiotik untuk pengobatan. Disentri lebih lama Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang beru-
sembuh dari diare akut cair dan dapat menyebabkan pa pemeriksaan tinja untuk mengidentifikasi trofo-
komplikasi serius, seperti gangguan pertumbuhan zoit pada amuba dan Giardia sp.
dan risiko kematian.
Tata Laksana
Etiologi 1. Terapi Medikamentosa
Sebagian besar kasus disebabkan oleh Shigella, Antibiotik. Semua diare berdarah diobati se-
khususnya S. flexneri dan S. dysenteriae tipe I: bagai shigellosis dan diberikan kotrimoksazol
Penyebab lainnya. antara lain Yersinia enterocoli- (trimetoprim 4 mg/ KgBB dan sulfametoksasol
ca. Campylobacter jejuni (terutama pada bayi). Sal- 20 mg/ KgBB PO dua kali sehari), bila di dae-
monella sp., Eschericia coli enteroinvasif Qarang. rah tersebut masih sensitif. Jika dalam dua
tetapi berat) , Entamoeba histolytica Qarang pad a hari tidak membaik ganti antibiotik, yang sen-
balita). serta amuba; sitif terhadap Shigella sp. antara lain sefiksim
Penyebab non-infeksi, antara lain invaginasi (ge- (8 mg/KgBB PO selama 5 hari dosis tunggal)
jala dominan lendir dan darah, kesakitan dan ge- dan asam nalidiksat (55 mg/KgBB/hari terbagi
lisah. massa intra-abdominal dan muntah) , alergi 4 dosis untuk dosis awal, dilanjutkan 33 mg/
susu sapi, gangguan hematologi seperti defisiensi KgBB/ hari terbagi 4 dosis lanjutan);
vitamin K, dan kelainan imunologis (Penyakit Apabila terdapat amuba vegetatif pada peme-
Crohn, kolitis ulseratif). riksaan tinja, berikan metronidazol dengan
dosis 50 mg/KgBB dibagi tiga dosis selama 5
Diagnosis hari;
Manifestasi Klinis Jangan berikan obat simtomatis untuk kelu-
BAB yang cair, frekuensi sering, dan disertai han nyeri perut, nyeri anus, maupun untuk
darah yang dapat dilihat dengan jelas. Feses hi- mengurangi frekuensi BAB karena dapat mem-
tam atau darah mikroskopis menandakan darah perburuk kondisi. Obat-obat tersebut tidak ter-
pada saluran cerna atas dan bukan diare berda- bukti bermanfaat dalam mencegah dehidrasi
rah. Pada beberapa episode, pertama-tama tinja maupun memperbaiki status gizi, sebaliknya
cair kemudian menjadi berdarah setelah 1-2 hari. berpotensi menimbulkan efek samping yang
Selanjutnya dapat timbul gejala dan tanda kom- berbahaya hingga fatal ;
Sebagaimana diare akut, tangani dehidrasi, Komplikasi
lanjutkan pemberian makan, dan berikan zink Perforasi usus, megakolon toksik, kekurangan
Oihat Bab Diare Akut); kalium, demam tinggi, prolaps rekti, kejang, sindrom
Pemantauan ketat selama 24-48 jam. Evaluasi hemolitik-uremik, serta hiponatremi berkepanjangan.
tanda perbaikan (demam hilang, BAB berku-
rang, nafsu makan meningkat), jika tidak Sumber Bacaan
membaik periksa ulang feses (kultur dan tes 1. Wyllie R. Clinical manifestations of gastrointestinal dis-
sensitivitas jika memungkinkan). ease. Dalam: Kliegman RM, Stanton BM. Geme J , Schor N.
Behrman RE. penyunting. Ne lson's textbook of pediatrics.
2. Terapi Non-medikamentosa Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders; 20 l l.
Lanjutkan pemberian makan. Pada anak usia 2. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS, Gandaputra
<6 bulan, pemberian AS! diberikan lebih dari EP, Harmoniati ED. penyun ting. Pedoman pelayanan medis
frekuensi biasanya, bila memungkinkan. Pada Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDA!). Jakarta: Badan Pen-
anak usia ~6 bulan, berikan makanan yang erbit !DAI; 20 l l.
biasa diberikan, atau biarkan anak memilih 3. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
makanan yang disukai. anak di rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan
tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO; 2009.
lndikasi Rawat !nap 4. Sastroasmoro S. penyunting. Panduan pelayanan medis de-
Anak dengan gizi buruk, bayi muda (<2 bulan), partemen kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
keracunan, letargis, perut kembung dan nyeri tekan, Mangunkusumo; 2007.
kejang, risiko sepsis. Selebihnya dapat menjalani 5. Kadim M. Disentri. Divisi Gastrohepatologi Departemen
rawat jalan. llmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunku- 45
sumo. Jakarta.

11
Kompetensi JV
• Konstipasi
11
•• Venita, Muzal Kadim

Definisi cerebral palsy), kelainan endokrin (hipotoni, hiper-


Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan paratiroid, hiperkalsemi), botulisme infantil, tumor
pasase feses yang menyangkut konsistensi tinja medula spinalis;
dan frekuensi defekasi. Umumnya frekuensi kurang Kelainan tinja: diet, dehidrasi, malanutrisi.
dari 3 kali/minggu dan konsistensi lebih keras dari
biasanya, serta tinja berbentuk bulat, seperti pelet Manifestasi Klinis
atau kotoran kambing. Keluhan berlangsung selama I. Anamnesis
dua minggu atau lebih dan dapat menyebabkan stres Awitan gejala, dapat membantu membedakan
pada pasien. antara penyebab anatomis (gejala sejak lahir)
dengan fungsional (gejala mulai saat usia toilet
Etiologi training);
Fungsional (>90% kasus); retensi tinja. depresi, Ekplorasi keluhan gastrointestinal: gejala nyeri
latihan defekasi yang salah, fobia toilet, enggan dan distensi abdomen, riwayat tinja keras atau
BAB di sekolah; besar. episode kecipirit di antara tinja besar;
Nyeri saat defekasi: fisura ani, benda asing, Keluhan penyerta lainnya: anoreksia, berat
pelecehan seksual, pemakaian pencahar berlebi- badan sulit naik, upaya menahan tinja, inkonti-
han, proktitis, prolaps rekti; nensia urin, serta gejala-gejala infeksi saluran
Obstruksi mekanis: penyakit Hirschsprung, massa kemih (!SK) ;
di pelvis, obstruksi usus bagian atas, stenosis rek- Pola hidup: pola diet yang berubah (kurang
tum, atresia ani, ileus mekonium; sayur dan buah), riwayat minum obat-obatan,
Motilitas dan sensasi menurun; obat-obatan (an- masalah psikis anak;
tikolinergik, opiat), infeksi virus, penyakit neuro- Singkirkan kemungkinan penyakit lain, seperti:
muskular (hipotoni, penyakit Werdnig-Hoffman, o Hirschsprung; gejala ada sejak lahir, ke-
terlambatan pengeluaran mekonium >48 karena lebih tidak invasif dan tidak traumatik).
jam. distensi yang prominen, demam. Program evakuasi tinja dilakukan 3 hari berturut-
mual, muntah, penurunan berat badan, turut agar evakuasi sempurna:
diare berdarah akibat enterokolitis, gaga! Per oral, dapat diberikan: minyak mineral
tumbuh. Lihat Bab Hirschprung): 15-30 mL/tahun usia (kecuali pada bayi) ,
o Hipotiroidisme: kelemahan tubuh. ham- polietilen g!ikol 20 mL/KgBB/jam (maksimal
batan perkembangan, kulit kering. makro- I 000 mL/jam) per NGT selama 4 jam/hari;
glosia, dan hernia umbilikalis (lihat Bab Per rektal, dapat diberikan: enema fosfat hiper-
Hipotiroidisme). tonik (3 mL/KgBB 1-2 kali/hari, maksimal 6
kali pemberian) , enema garam fisiologis (600-
2. Pemeriksaan Fisis
1000 mL) , mineral oil 120 mL. Pada bayi, gu-
Perlu dicari adanya distensi abdomen dengan
nakan supositoria/enema gliserin 2-5 mL.
bising usus normal atau berubah; massa abdomen
pada palpasi region kiri, kanan bawah, dan supra- 2. Terapi rumatan. Terapi rumatan berikut mungkin
pubis; fisura ani; spina bifida di punggung; peme- diperlukan selama beberapa bulan, hingga anak
riksaan colok dubur (pada penyakit Hirschsprung memliki pola defekasi teratur:
feses akan menyemprot); serta pemeriksaan neu- Intervensi diet (banyak minum, konsumsi kar-
rologi (tonus, kekuatan, serta refl eks kremaster bohidrat dan serat);
dan tendon). Modifikasi perilaku dan toilet training, serta
aktivitas fisis teratur;
Diagnosis Pemberian laksatif (tidak diberikan pada bayi):
Diagnosis konstipasi ditegakkan bila terdapat polietilen g!ikol, laktulosa 1-3 mL/KgBB/ hari
46
minimal dua dari kondisi berikut: dalam 2-3 kali pemberian, atau sorbitol 1-3
Frekuensi defekasi dua kali atau kurang dalam mL/KgBB/ hari dalam 2-3 kali pemberian, atau
seminggu tanpa pemberian pencahar; mineral oil 1-3 mL/KgBB/ hari.
Dua kali atau lebih episode soi/ing/enkopresis se-
3. Tata Laksana lainnya:
tiap minggu;
a. Edukasi orang tua. Jelaskan bahwa tata lak-
Terdapat periode pengeluaran feses dalam jumlah
sana konstipasi membutuhkan proses dan
besar tiap 7 -30 hari;
waktu;
Teraba massa abdominal (skibala) atau massa rek-
b. Konsultasi. Penyebab psikogenik perlu dikon-
tal pada pemeriksaan fisis .
sul ke bagian psikiatri. Penyebab fungsional
Istilah soiling yang dimaksud ialah pengeluaran
perlu melibatkan bagian rehabilitasi medik.
feses secara tidak sadar dalam jumlah sedikit hingga
mengotori pakaian dalam, sementara enkopresis
Sumber Bacaan
ialah pengeluaran feses secara tidak sadar dalam
1. Pudjiadi AH, Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS, Gandaputra
jumlah besar.
EP. Harmoniati ED, penyunting. Pedoman pelayanan medis
lkatan Dokter Anak Indonesia (IDAO. Jakarta: Sadan Pen-
Pemeriksan Penunjang
erbit IDA!: 20 I I.
Dapat berupa uji darah samar tinja, urinalisis Qika
2. World Health Organization (WHO). Pelaya nan kesehatan
ada gejala !SK), roentgen abdomen, enema barium,
anak di ruma h sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan
biopsi hisap rektum (pada kecurigaan penyakit
tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO: 2009.
Hirschsprung) . hingga manometri.
3. Sastroasmoro S, penyunting. Pa ndu an pelayanan medis de-
partemen kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
Tata Laksana
Mangunkusumo: 2007.
Konstipasi Fungsional (>90% kasus)
4. Kadim M. Konstipasi fungsional pada anak. Divisi Gastro-
1. Evakuasi tinj a. Pengeluaran skibala dengan obat
hepatologi Departemen llmu Kesehatan Anak FKUJ/RSUPN
oral atau per rektal (lebih dianjurkan per oral
Dr. Cipto Mangunkusumo. Ja karta.
12
Komrr1cns1 IV
• Muntah
11
•• Venita, Muzal Kadim

Definisi Patogenesis
Muntah berarti dikeluarkannya isi lambung Proses muntah dikendalikan oleh pusat muntah
secara ekspulsif melalui mulut dengan kontraksi otot di sistem saraf pusat dengan aktivasi impuls dari
dinding perut. Muntah pada bayi terutama harus chemoreceptor trigger zone (CTZ) lewat nervus vagus.
dibedakan dengan regurgitasi, yaitu pengeluaran isi Proses muntah terjadi dalam tiga tahap: nausea ,
lambung secara ekspulsi tanpa kekuatan. retching, dan emesis. Nausea adalah sensasi ingin
Istilah lain yang berkaitan muntah adalah refluks muntah akibat berbagai stimulus. ditandai rasa mual,
gastroesofageal. yaitu kembalinya isi lambung gerakan peristaltik aktif berhenti, tekanan fundus dan
ke esofagus secara pasif akibat hipotoni sfingter korpus menurun, sedangkan di antrum-pars desenden
esofagus, posisi abnormal sambungan esofagus- duodenum tekanan akan meningkat. Lalu pada fase
kardia, a tau lambatnya pengosongan isi lambung. Jika retching terjadi inspirasi dalam dengan gerakan otot
isi lambung tersebut dikeluarkan dari mulut, maka napas spasmodik diikuti kontraksi otot perut dan
disebut regurgitasi. Makanan yang diregurgitasi, diafragma. serta relaksasi sfingter esofagus bawah. 47
kemudian dikunyah atau ditelan kembali disebut Kemudian pada fase emesis, perubahan tekanan
dengan ruminasi. intratoraks menjadi positif dan sfingter esofagus akan
relaksasi sehingga isi lambung keluar dari mulut.

Tabel I. Etiologi Muntah pada Anak Berdasarkan Usia

Nronatus (0 28 han) lt1yi (<I tahun) Anak R1•111aj<1

Infeksi Sepsis Gastroenteritis Gastroenteritis Gastroenteritis


{pikirkan jika ada Meningitis Meningitis Otitis media Sinusitis
demam pada anak) Infeksi Saluran Kemih Otitis media Sinusitis lnfeksi saluran napas
lnfeksl saluran napas !SK
!nfeksi saluran kemih

Anatomi/obstruksi Atresia dan webs Hyperrrophic pyloric lntususepsi Obstruksi akibat ulkus peptikum
Malarotasi/vo/vu/us stenosis Hernia inguinal Hernia inguinal
hirschsprung disease Hernia Inguinal Bezoar Bezoar
Meconium ileus/plug Hirschsprung disease Sindrom a. mesenterika superior
Intususepsi

Gastrointestinal Necrotizing Gastritis Gastritis Gastritis


enterocolitis Apendisitis Apendisitls, pankreatitis
Overfeeding Pankreatitis Hepatitis
Sindrom Hepatitis Diskinesla empedu
pseudoobstruksl

Neurologis Hematom subdural Hematom subdural Cedera kepala Cedera kepala


(pikirkanjika Cedera kepala Neo plasma Neop lasma
ada gangguan Hidrosefalus Migren Migren
kesadaran/defisit Sindrom Reye
neurologis)

Metabolik Organic acidemia Intoleransi/alergi Diabetes Melitus Diabetes melitus


endokrin Amino acidemia makanan Kehamilan
Urea cycle defect Uremia Toksin/obat
Galaktosemia Psikologls/bulimia
hiperkalsernia Porfiria intermiten
Lainnya (non-organik): kesalahan teknik pemberian makanan, psikogenik, motion sickness.
Etiologi Radiologis (kasus bedah): Roentgen abdomen,
Penyebab tersering muntah pada anak ialah foto abdomen dengan kontras, USG, barium
keadaan refluks, gastroenteritis, dan infeksi saluran enema (kecurigaan morbus Hirschsprung);
kemih. Secara praktis, berdasarkan usia, etiologi Endoskopi (kecurigaan gastritis/ulkus).
muntah dapat dilihat pada Tabel l.
Tata Laksana
Manifestasi Klinis I. Atasi keadaan dehidrasi dan kelainan metabolik
l. Anamnesis akibat muntah;
Usia anak, dapat membantu diferensial diag- 2. Cari penyebab muntah, konsultasi ke Departemen
nosis (lihat Tabel l); bedah jika ada kelainan organik;
Pola mual/muntah: akut (episode pendek dan 3. Atasi infeksi yang ada;
tiba-tiba), kronis (episode ringan dan sering, 4. Berikan dukungan nutrisi;
> 1 bulan; siklik (berulang, episode berat, 5. Terapi medikamentosa, diberikan pada kasus
diselingi periode asimtomatis) ; muntah berlebihan, antara lain:
Awitan muntah dan riwayat: sejak lahir dan Domperidon 0,25 mg/ KgBB PO, 3 kali sehari,
dengan riwayat keterlambatan mekonium atau
(morbus Hirschsprung), riwayat hidramnion Prometazin 0.25-1 mg/ KgBB PO, 4 kali sehari,
(atresia esofagus); bila perlu, atau
Pemicu muntah: bila muntah segera setelah Ondansetron 0, 1 mg/ KgBB IV, bila perlu, atau
makanan masuk mulut, pikirkan infeksi. Bila Dimenhidrinat 1,25 mg/ KgBB JV, 4 kali sehari
selalu terjadi pada keadaan tertentu. pikirkan Namun, waspadai efek samping ekstrapiramidal
48 psikogenik; dan sindrom Reye.
Gejala penyerta: bila didahului nyeri perut dan 6 . Edukasi: pemberian minuman bertahap dengan
kembung, pikirkan obstruksi saluran cerna. cara yang benar, hindari makanan padat pada 6
jam pertama, berikan rasa nyaman (berbaring,
2. Pemeriksaan Fisis
turunkan suhu tubuh), hindari aktivitas berlebihan
Mulut: cari tanda infeksi, bercak putih (kan-
setelah makan.
didosis oral), hipersalivasi (atresia esofagus);
Perut: gerakan peristaltik lambung segera
Komplikasi dan Jndikasi Rawat !nap
setelah min um (stenosis pilorus hipertrofik),
Dehidrasi, gangguan metabolik, gangguan elektrolit.
distensi perut disertai ampula kolaps (fnorbus
Hirschsprung). distensi perut dan bising usus
Sumber Bacaan:
meningkat di proksimal menurun di distal (ob-
l. Pudjiadi AH. Hega r B. Ha rdyastuti S, Idris NS, Gandaputra
struksi saluran cerna);
EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan me-
Anus: eritema perianal (intoleransi laktosa).
dis lkatan Dokter Ana k Indonesia (!DAO. Jakarta: Badan
3. Pemeriksaan Penunjang Penerbi t IDA!; 20 ! ! .World Health Organizatio n (W HO).
Laboratorium: kultur, darah. urin, C-reactive Pelayana n kesehatan anak di rumah sakit, pedoman bagi
protein (CRP), analisis gas darah, kadar amo- rumah sa kit rujukan tingkat perta ma di kabupaten/ kota.
nia, elektrolit, urinalisis (kecurigaan !SK) . Jakarta: WHO: 2009.
amilase dan lipase (kecurigaan pankreatitis), 2. Sastroasmoro S. penyunting. Panduan pelayanan medis de-
bilirubin dan SGOT/SGPT (kecurigaan hepati- partemen kese ha tan a nak RSCM. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
tis). cairan serebrospinal (kecurigaan infeksi Mangu nkusumo; 2007.
intrakranial);
13
Kompetcnsi Ill Anemia pada Anak
111
•• Dimas Priantono. Chris Tanto, Hikari Ambara Sjakti

Pendahuluan Anamnesis '6'


Anemia didefinisikan sebagai menurunnya kon- Defisiensi zat gizi, pica. atau geofagia mengarah 0

~
sentrasi hemoglobin dan massa eritrosit dibanding- kepada anemia defisiensi besi. Riwayat pengobatan
kan kontrol pada usia yang sama. Anemia pada anak dapat mengindikasikan adanya defisiensi G6PD atau
adalah masalah yang sering ditemui dalam prak- anemia aplastik. Infeksi virus juga dapat menyebab- 0
tik sehari-hari. Bentuk yang tersering dari anemia kan aplasia sel darah merah. Diare berulang mening-
.....
I

tn
~
mikrositik adalah anemia defisiensi besi, talasemia, katkan kecurigaan malabsorpsi dan kehilangan dasar
atau keracunan timbal. Penyebab anemia normositik samar. misalnya dalam gluten-sensitive-enteropathy
lebih banyak sehingga diagnosisnya lebih sulit. Ane- dan inflammatory bowel disease. ~
mia makrositik biasanya disebabkan oleh defisiensi E
Q)
asam folat dan atau vitamin B,,. hipotiroidisme, dan Pemeriksaan Fisis ::r:
penyakit hati. Bentuk anemia ini cukup jarang pada Temuan pada anemia kronis meliputi mood irrita-
anak-anak. bel, pucat (biasanya tidak terlihat sampai Hb kurang 49
dari 7 g/ dL), glositis, murmur sistolik, keterlambatan
Fisiologi pertumbuhan, splenomegali dan perubahan kuku.
Eritropoetin adalah hormon regulator utama Anak dengan anemia akut, biasanya memiliki gamba-
dalam produksi eritrosit. Pada fetus, eritropoetin di- ran klinis yang lebih khas, misalnya ikterus, takipnea,
hasilkan oleh sistem makrofag-monosit di hati. Setelah takikardia, splenomegali, hematuria, dan gaga! jan-
kelahiran, eritropoetin diproduksi oleh sel peritubular tung kongestif.
di ginjal. Dalam proses produksi dan maturasi, eritro-
sit kehilangan nukleusnya sehingga kehilangan fungsi Pemeriksaan Penunjang
sintesisnya. Eritrosit normal akan bertahan selama Darah perifer lengkap: eritrosit, hemoglobin, he-
120 hari, sementara eritrosit abnormal hanya berta- matokrit, indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC),
han setidaknya 15 hari. Molekul hemoglobin adalah RDW. dan hitung retikulosit.
kompleks hemeprotein yang terdiri atas dua rantai - Mean corpuscular volume (MCV) adalah indeks
polipeptida yang mirip. Terdapat enam tipe hemoglo- perkiraan volume eritrosit.
bin pada manusia, yaitu embrionik, Gower I. Gower II, MCV = (Ht/Eritrosit) x 10
Portland, hemoglobin fetal (HbF). dan hemoglobin de- MCV normal 79-96 fl. MCV >79 fL mikro-
wasa (HbA dan HbA 2). HbF adalah hemoglobin primer sitik, MCV >96 fL makrositik.
pada fetus yang memiliki afinitas oksigen lebih tinggi - Mean corpuscular hemoglobin (MCH) adalah
dibandingkan HbA dan HbA2 sehingga memungkinkan indeks untuk mengetahui perkiraan kandu-
efisiensi transfer oksigen ke fetus yang lebih baik. ngan Hb dalam eritrosit.
J umlah HbF akan berkurang secara cepat hingga ka- MCH = (Hb/Eri) x 10
dar trace pada usia 6-12 bulan dan akan digantikan MCH normal 27-32 pg. Apabila MCH <2 7
oleh tipe Hb dewasa yaitu HbA dan HbA 2. hipokrom, MCH >32 hiperkrom.
- Mean corpuscular hemoglobin concentration
Pendekatan Klinis (MCHC) adalah indeks untuk mengetahui
Diagnosis spesifik penyebab anemia dapat ditegak- persentase Hb dalam darah.
kan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan labora- MCHC = (Hb/Ht) xl00%
torium sederhana. Klarifikasi anemia menjadi mikrosi- MCHC normal 32-37%. Apabila MCHC
tik, normositik, atau makrositik merupakan salah satu <32% disebut hipokrom.
pendekatan diagnostik anemia. Anak dengan anemia - Red ce/l distribution width (RDW) untuk mem-
umumnya tidak menunjukkan gejala klinis dan memi- perkirakan variasi ukuran eritrosit. Semakin
liki hemoglobin atau hematokrit abnormal pada skri- tinggi nilainya, berarti ukuran eritrosit makin
ning rutin. Pada beberapa anak, dapat ditemui pucat, anisositosis
fatigue, atau ikterik. - Hitung retikulosit membedakan anemia akibat
penurunan produksi eritrosit dengan proses
destruktif
Hitung retikulosit rendah: supresi sumsum Anak: Coombs test, G6PD. piruvat kinase,
tulang dan krisis aplastik; elektroforesis Hb
Hitung retikulosit tinggi: hemolisis atau - Anemia aplastik: bone marrow puncture (BMP)
perdarahan aktif. Anemia pasca perdarahan: faktor koagulasi,
waktu pembekuan, waktu perdarahan,
Pemeriksaan khusus - Anemia akibat keganasan: BMP. USG
- Anemia defisiensi besi
Serum iron (SO . total iron binding capacity Diagnosis Banding
(TlBC) , feritin Sebagai ringkasan, diagnosis banding dari anemia
::r:
l'D
Saturasi transferin = (SI/TIBC) x 100 dapat dilihat pada Tabel 1.
- Anemia hemolitik
3 Bayi: golongan darah ABO, Rhesus, Coombs
~ A. Anemia Defisiensi Besi
2. test. G6PD, piruvat kinase, elektroforesis Anemia defisiensi besi merupakan masalah yang
0 Hb sering ditemui pada anak dan dapat terjadi pada ber-
u:l
......
I

g Tabel l . Diagnosis Band ing Anemia pada Anak Berdasarkan Tanda & Gejala Penyerta

[ AbnormalJtas Hematologlk Lainnya


0 Anemia aplastik
u:l
...... Leukemia
Penyaklt sumsum tulang belakang lainnya
50
Retikulositosis
Perda rahan akti f
Hemo lis is

Peningkatan bllirubln dan laktat dehidrogenase serum


(Terjadi akibat hemolisis. sehingga harus dilakukan apusan darah tepl
Sferosit (sferositosts herediter. anemia hemolitlk autolmun, penyaklt Wilson)
Bentuk sabit (sickle cell disease. sickle- f3 thalassemia)
Sel target (hemoglobin SC disease)
Hlpokromik . eritroslt bernukleus ( talasemla {J homozigot, talasemla {J-HgB)
Mlkroangopati (slndrom hemolJtik-uremlk. thrombotic thrombocytopenla)
Bite cells/ blisters cells (delislensi G6PD)

Terdapat respon retikulosit yang rendah

Tabel 2. Diagnosis banding berdasarkan MCV


Mikrositlk
Delislensl besi
Thalassemla {J atau a heterozlgot
Anemia penyaklt kronis
Makrositik
Terdapat hipersegmentasi netrofil (perubahan megaloblastik)
Defisiensi fol at
Defisiens i vitamin 81 2
Inborn errors of metabolism
Tidak terdapat hipersegmentasl netrofil
Anemia Diamond-Blac kfan
Anemia kongenital diseritropoetik
Anemia Fanconi
Sindroma Pearson
Normosltlk
Anemia penyakit kronis
Anemia karena penyakit ginjal
Htpotiroidlsme
Tabel 2. Etiologi Anemia Defisiensi Besi Berdasarkan Usia

Berat badan lahir rendah


Cemeli
<I tahun AS! eksklusif tanpa suplemen besl
Susu formula rendah besi
Anemia selama kehamilan

Asupan kurang ....


~
lnfeksi berulang
1-2 tahun
Obesitas
Malabsorbsi
~
2·5 tahun
Asupan kurang
Kebutuhan meningkat
....0tn
I

Perdarahan 0
0
Asu pan ku rang 1ii
5 tahun - remaja
Perdarahan oleh karena infeksi e
Q)

bagai kelompok usia anak dengan penyebab yang kasi sebagai berikut
::i::
berbeda-beda a. Hb <5 g/dL; 51
b. Hb <6 g/ dL dengan gangguan jantung, infeksi
Diagnosis berat, distres pernapasan, dehidrasi, asidosis,
Anamnesis atau hendak menjalani pembedahan.
Pucat kronis, mudah lelah, berdebar-debar, sering
pusing, kadang dapat ditemui sesak napas: Suplementasi Besi
Orang tua bisa mengeluhkan adanya keterlam- Pemberian suplementasi besi bertujuan untuk pence-
batan pertumbuhan; gahan atau terapi.
Pada bayi dan anak kecil dapat ditemukan keter- I. Dosis profilaksis
lambatan perkembangan psikomotor. Pada usia a. Diberikan jika SI masih menunjukkan batas
yang lebih lanjut dapat dijumpai gangguan kog- normal atau pada bayi yang berisiko tinggi
nitif; mengalami anemia defisiensi besi;
Perubahan perilaku: pika (makan benda-benda se- b. Dosis besi elemental yang diberikan 1 mg/
perti tan ah, batu, kertas, dll). KgBB/hari.
2. Dosis terapeutik
Pemeriksaan Fisis a. Diberikan jika telah dapat pemeriksaan labo-
Pucat dan tidak ditemukan organomegali: ratorium;
Atrofi papil lidah: b. Dosis besi elemental 3-5 mg/KgBB/hari, diba-
Koilonikia (perubahan pada epitel kuku): gi dalam 3 dosis, dan diberikan 30 menit se-
Gangguan jantung bila sudah terjadi komplikasi belum makan:
jantung. c. Lama pemberian:
Feritin turun: 2 bulan:
Pemeriksaan Penunjang ii. Hb turun: diberikan sampai Hb normal di-
Hb turun tambah 2 bulan setelahnya untuk mengisi
MCV dan MCHC dapat normal pada awalnya. Pada cadangan besi.
tahap Ianjut dapat ditemukan mikrositik hipokrom
Status besi (Feritin turun, SI turun, TIBC naik, dan Suplemen besi tersedia dalam bentuk oral dan
saturasi transfer in). Awalnya terjadi penurunan intravena dengan keuntungan dan kerugian
feritin (stadium deplesi besi). Pada tahap lanjut masing-masing:
(defisiensi besi), juga dapat disertai penurunan SI. I. Oral
Sediaan oral yang paling banyak tersedia adalah
Tata Laksana Anemia Defisiensi Besi sulfas ferrosus (100 mg sebanding dengan 20 mg
Tata laksana anemia defisiensi besi meliputi: besi elemental). Sebaiknya sediaan oral diberikan
I. Mengatasi etiologi (lihat Tabel 3): saat perut kosong untuk meningkatkan penyera-
2. Pemberian suplementasi besi; pan tetapi sering terjadi efek samping berupa
3. Tranfusi packed red cell (PRC) sesuai dengan indi- mual, muntah, dan kolik abdomen. Apabila hendak
diberikan saat perut terisi, dosis boleh dinaikkan 2 Anemia Hemolitik Auto-imun
kalinya. Penyerapan besi meningkat pada senyawa Anemia hemolitik auto-imun (autoimmune hemo-
asam seperti vitamin C. Hindari diberikan bersama lytic anemia- AIHA) adalah anemia yang disebabkan
teh. kopi. susu. kuning telur. dan antasida karena produksi antibodi oleh tubuh terhadap eritrosit sendi-
menurunkan absorbsi besi. ri. AIHA dibagi menjadi dua: tipe hangat dan dingin
2. Intramuskular/intravena diberikan apabila (lihat Tabel 5).
respon terapi dengan besi oral tidak baik atau
kehilangan besi terjadi dalam waktu yang cepat. C. Talasemia
Efek samping besi intravena adalah muntah. mual. Lihat Bab Talasemia.
demam, lemas, nyeri kepala. sampai anafilaksis.
D. Anemia Aplastik
Suplementasi Besi Neonatus diberikan untuk bayi Anemia aplastik ditandai dengan pansitopenia
preterm mulai usia 4 bulan sedangkan bayi aterm mu- (turunnya semua jumlah sel darah) tanpa adanya buk-
lai usia 6 bulan. Suplemen besi diberikan sampai usia ti keganasan sistem hematopoiesis atau metastasis
I tahun. Dosis yang diberikan: kanker yang menekan sumsum tulang. Biasanya leu-
Aterm: I mg/KgBB/hari kosit dan trombosit turun terlebih dahulu baru diikuti
Bayi berat lahir rendah: anemia. Diagnosis pasti ditentukan dengan pemerik-
1500 -2000 g: 2 mg/ KgBB/ hari saan biopsi sumsum tulang yang menunjukkan gam-
I 000 -1500 g: 3 mg/KgBB/ hari baran hiposeluler (dapat digantikan jaringan lemak).
- <I 000 g: 4 mg/KgBB/hari Gambaran klinis merupakan manifestasi rendah-
Dosis maksimal suplemen besi 15 mg/ hari nya komponen sel darah. Pada fase awal dijumpai per-
52
darahan karena trombositopenia. Neutropenia menga-
B. Anemia Hemolitik kibatkan mudahnya infeksi. demam. serta sariawan.
Anemia hemolitik adalah anemia yang diakibatkan Anemia dapat menyebabkan pucat. lemas. takikardia,
pemecahan eritrosit yang berlebih. Anemia hemoli- sampai anoreksia. Apabila menemukan pasien dengan
tik dapat dibagi menjadi akut dan kronis. Perbedaan kecurigaan anemia aplastik sebaiknya dirujuk ke dok-
keduanya dapat dilihat pada Tabel 4. ter spesialis anak. Tata laksana mulai dari imunosu-
presi sampai transplantasi sumsum tulang. Prognosis
Defisiensi Glucose-6-Peroxide-Dehidrogenase (G6PD) dari penyakit ini buruk, hanya sekitar 0-20% pasien
Pada anak. defisiensi G6PD merupakan salah yang sembuh.
satu penyebab anemia hemolitik yang sering. Enzim
G6PD berfungsi menghasilkan sumber energi bagi Sumber Bacaan
metabolisme eritrosit. Enzim ini membantu dalam I . Irwin JJ. Kirchner JT. Anemia in childen. Am Fam Physician.
proses reduksi NADP menjadi NADPH yang berfungsi 200 I:64:1379-86.
melindungi eritrosit dari oksidasi. Kurangnya G6PD 2. Janus J. Moerschel SK. Evaluation of anemia in children.
akan membuat eritrosit rentan lisis. Defisiensi G6PD Am Fam Physician. 20 I 0:81 ( 12): 14 62-71.
diturunkan melalui kromosom X. 3. Glader. The anemias. Dalam: Kliegman RM. Stanton BM.
Geme J, Schor N. Behrman RE. penyunting. Nelson's text-

Tabel 4. Perbedaan Anemia Hemolilik Akut dan Kronis

ArH'mia llt>moli11k Akut Anrmia ffpmolitik Kroni~

Anamnesis
Pucat mendadak Anamnesis
Riwayat konsumsl obat atau terkena racun. Obat yang Pucat sejak Jama
dapat menyebabkan anemia hemolitlk antara lain Anoreksia
primakuin. klorokuin, kotrimoksasol, kloramfenlkol. Perut membesar
aspirin. dsb.
Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan Fisis
Anemia Anemia
Organomegali (-) Organomegali (-) / (+)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang Anisosltosls. polkllositosis. sel target, fragmentosit.
Hb urine(+) hlpokrom. sel berinti
Dapat ditemukan Hb anormal
Tabel 5. Perbedaan AIHA Tipe Hangat dan Tipe Dingi n

I i1ur fipt• Hangal l 1pt' ll111g111


lmunologl Berhubungan dengan lgG Berhubungan dengan lgM
Terjadi pada suhu tubuh (37"C) Terjadi pada suhu dingin (<37°C)
Hemolis is
Ektravaskular. terutama di limpa lntravaskular dan ekstravaskular (di hati)

Pucat. ikterik ringan. dan akrosianosis (kuning pada


Gambaran
Puca~ lkterik, dan splenomegall. ujung hidung, telinga. dan jari karena aglutinasi sel
Klinis
darah merah dalam pembuluh darah kecil)

Sferositosis .....
Pemeriksaan Uji Coomb's (+) akibat IgG. IgA. atau IgG
Sferositosis kurang jelas t:J'I
Laboratorium dan komplemen
Uji Coomb's (+) akibat komplemen (C3d)
Aglutinasi pada suhu dingin
~
Deteksi antibodi pada suhu 37°C
~
0
Tata laksana utarna mengatasl penyebab dasar: .....
I

Lalnnya: Tata laksana utama mengatasi penyebab dasar: Lainnya: t:J'I


0
Kortikosteroid Pertahankan pasien tetap hangar
0
Tata Laksana
lm.;,.oglobulin intravena
Splenektomi
AIHA tipe dingin tidak responsif terhadap
kortikosteroid dan splenektomi
g(I)
Tranfusi darah
::c:
Keterangan: ATHA. Autoimmune Hemolytic Anemia
childhood . Dalam: Lanzkowsky P. penyunting. Manual of
53
book of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia: Elsevier Saun-
pediatric hematology and oncology. Edis i ke-5. Oxford: El-
ders: 2011.
sevier Saunders: 2010. h. l -14.
4. Lanzkowsky P. Classification and diagnosis of anemia in

Hemofilia
Dimas Priantono, Chris Tanto, Hikari Ambara Sjakti

Definisi terkadang mengalami gejala hemofilia. Perempuan ini


Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang di- dapat menurunkan hemofilia kepada anaknya secara
turunkan secara resesif melalui kromosom X, ditandai resesif terkait kromosom X.
dengan terganggunya proses pembekuan darah aki- Hemofilia juga dapat ditemukan pada penderita
bat rendah atau tidak adanya faktor VIII atau IX. tanpa riwayat keluarga hemofilia. Hal ini diakibatkan
adanya mutasi pada gen yang mengekspresikan pro-
Klasifikasi tein faktor pembekuan sehingga didapatkan defisiensi
Terdapat dua tipe hemofilia yang paling sering: atau sama sekali tidak ada faktor pembekuan. Sekitar
a. Hemofilia A (classic hemophilia). Disebabkan ku- 30% pasien hemophilia termasuk dalam kelompok ini.
rang atau tidak adanya faktor VIII. Sekitar 90%
kasus hemofilia menderita hemofilia tipe ini. Tanda dan Gejala
b. Hemofilia B (Christmas disease). Disebabkan ku- Manifestasi utama hemofi lia adalah perdarahan
rang atau tidak adanya faktor IX. yang sulit berhenti atau berlangsung lebih lama (de-
layed bleeding) yang dapat terjadi dengan atau tanpa
Etiologi penyebab yangjelas atau perdarahan dan memar tan-
Hemofilia disebabkan oleh gangguan pada salah pa sebab yang jelas. Jumlah perdarahan tergantung
satu gen terkait kromosom X (X"). Laki-laki yang pada tipe dan derajat keparahan hemofilia.
mendapatkan kromosom X dengan hemofilia (X"Y) Tanda umum lainnya adalah:
akan menderita hemofilia. Pada perempuan. apabila Perdarahan pada sendi (hemartrosis) yang tampak
terdapat dua kromosom X dengan hemophilia (X"X"). sebagai pembengkakan, nyeri atau rasa kencang
perempuan tersebut akan menderita hemofilia. Apa- pada sendi. Biasanya mengenai sendi lutut, siku
bila hanya terdapat satu kromosom X hemofilia, pe- dan pergelangan kaki. Biasanya tampak saat anak
rempuan tersebut akan menjadi karier hemofilia, yang mulai merangkak;
Perdarahan di bawah kulit (memar) atau otot atau (vWF Ag). Pada hemofilia A. aktivitas faktor VIII
jaringan lunak yang menyebabkan timbunan da- rendah. Namun, perlu diingat bahwa kadar fak-
rah pada area tersebut (hematoma); tor VIII meningkat pada kondisi inflamasi, infeksi,
Perdarahan pada mulut dan gusi dan perdarahan serta kerusakan jaringan.
yang sulit berhenti setelah menyikat gigi;
Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi Tata Laksana
atau ekstraksi gigi; Tata laksana pasien hemofilia harus bersifat kom-
Perdarahan intrakranial pada neonatus setelah prehensif dan multidisiplin, melibatkan tenaga medis
persalinan yang sulit; di bidang hematologi. bedah ortopedi, gigi, psikiatri,
::r::
('!)
Epistaksis yang sering dan sulit dihentikan. rehabilitasi medis serta unit transfusi darah. Tata lak-
s~ Diagnosis
sana komprehensif akan menurunkan morbiditas dan
memberikan hasil yang baik.
2. Diagnosis mencakup tes penyaring dan tes faktor
0 pembekuan. Tes penyaring adalah pemeriksaan da- Prinsip umum penanganan hemofilia:
.....
IQ
I
rah yang menunjukkan apakah darah membeku de- Pencegahan terjadinya perdarahan
0 ngan baik. Tes penyaring terdiri atas: • Tata laksana perdarahan akut sedini mungkin (da-
::s l. Pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL). Pe- lam waktu kurang dari 2 jam)
[ meriksaan DPL umumnya normal pada penderita • Pemberian suntikan intramuskular maupun
0 hemofilia tanpa perdarahan. Apabila penderita pengambilan darah vena/arteri yang sulit sedapat
.....
IQ
sedang mengalami perdarahan berat atau jang- mungkin dihindari
ka waktu lama, hemoglobin dan eritrosit akan Pemberian obat-obatan yang menganggu fungsi
54
menurun. trombosit (asetosal dan OAINS) sebaiknya di-
2. Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) hindari.
test. pemeriksaan ini mengukur berapa waktu Sebelum menjalani prosedur medis invasif harus
yang dibutuhkan darah untuk membeku. Tes ini diberikan faktor VIII / IX.
mengukur kemampuan pembekuan faktor VIII. Hindari aktivitas yang memungkinkan terjadinya
IX, XI, dan XII. Pemeriksaan akan menujukkan trauma.
pemanjangan waktu pembekuan, baik pada hemo-
filia A atau B. Pada hemofilia berat, nilai APTT Tata laksana perdarahan pada hemofilia menggu-
akan meningkat 2-3x. nakan prinsip RICE:
3. Prothrombin Time (PT) test. Pemeriksaan ini R: rest (diistirahatkan)
mengukur kemampuan pembekuan faktor I, II, I: ice (didinginkan)
VII, dan X. Apabila ada salah satu faktor yang C: compression (pembebatan)
kadarnya rendah. akan dibutuhkan waktu lebih E: elevation
panjang untuk pembekuan darah. Biasanya tes ini • Replacement therapy (Dikerjakan dalam waktu ku-
menunjukkan hasil yang normal pada penderita rang lebih 2 jam setelah kejadian)
hemofilia. Sumber faktor VIII adalah konsentrat faktor VIII
4. Pemeriksaan kadar fibrinogen Pemeriksaan ini dan kriopresipitat, sedangkan sumber faktor IX
juga membantu menilai kemampuan pembekuan adalah konsentrat faktor IX dan FFP (fresh fro -
darah. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan apabila zen plasma). Replacement therapy diutamakan
pasien memiliki nilai PT atau aPTT atau keduanya. menggunakan konsentrat faktor VIII/IX. Apabila
yang abnormal. Fibrinogen adalah nama lain dari konsentrat tidak tersedia dapat diberikan kriopre-
faktor I. sipitat.
5. Tes faktor pembekuan (fa ctor assay) dibutuh- Perhitungan dosis:
kan untuk diagnosis gangguan perdarahan dan - F VIII (unit)= BB(Kg) x % (target kadar plasma -
menunjukkan tipe hemofilia serta derajat kepara- kadar F VIII pasien) x 0,5
hannya (Tabel 1). Faktor yang diperiksa adalah - F IX (unit) = BB(Kg) x %(target kadar plasma -
faktor VIII, faktor IX, dan faktor von Willebrand kadar F IX pasien)

Tabel I. lnterpretasi Hasil Pemeriksaan Faktor Pembekuan (CDC. 2013)

Normal 50-100%
Hemofilia ringan >5% dan < 50%
Hemofilia sedang 1%-5%
Hemofilia berat <1 %
Faktor pembekuan diberikan dengan loading dose karena adanya risiko obstruksi saluran kemih aki-
(2 kali dos is normal). bat bekuan darah.

Terapi tambahan lain yang dapat diberikan pada epi- Evaluasi Dan Pemantauan Komplikasi
sode perdarahan atau hemarthrosis adalah: Evaluasi perlu dilakukan setiap 6-12 bulan untuk
I. Pada pasien hemofilia A ringan, produksi endogen semua pasien hemofiia, meliputi status muskuloskele-
faktor Vlll dapat diinduksi dengan desmopressin tal, transfusion related infection (terutama pada pasien
asetat (DDAVP®). Desmopressin asetat adalah yang mendapat transfusi kriopresipitat I FFP) , keseha-
senyawa kimia menyerupai hormon yang dipro- tan gigi-mulut, vaksinasi dan adanya penyekat.
duksi oleh tubuh, yang berfungsi untuk melepas-
kan faktor Vlll yang disimpan di jaringan tubuh. Sumber Bacaan
Desmopressin dapat diberikan intravena (dosis 0 ,3 I. Wo rld Fede ration of He moph ilia. Guidelines for the man-
µg/ KgBB) atau spray nasal (dosis 300 µg) untuk ageme nt of hemop hil ia. Edis i ke-2. Montreal: World Feder-
meningkatkan kadar F VIII 3-6 kali dari baseline. ation of Hemop hilia: 20 12.
Pada pasien hemofilia A sedang atau berat, jum- 2. Ljung R. Hemophil ia and prophylaxis. Pediatr Blood Ca n-
lah faktor VIII tidak mencukupi, sehingga terapi ce r. 2013:60 Suppl 1:S23-6.
dengan desmopressin tidak efektif. 3. Dunn AL. Malignum ncy in pa tients with haemophilia: a re-
2. Terapi lainnya dapat berupa antifibrinolitik (Ep- view of the literature. Haemophi lia. 20 10 May: l 6(3):427-
silon Amino Caproic Acid) adalah senyawa kimia 36 .
yang diberikan melalui vena atau oral (baik dalam 4. Franchi ni M. Zaffanello M. Lippi G. Acquired he mophilia in
bentuk pil atau sirup) . Bekerja dengan mencegah pediatrics: a syste mat ic review. Pediatr Blood Cance r. 2010
55
pemecahan bekuan darah, menghasilkan bekuan Oct:55(4):606- l I.
yang lebih rapat dan kuat. Terapi ini digunakan 5. Franchini M. Ma nnucci PM. Acquired haemophilia A: a
untuk perdarahan pada mulut atau setelah pen- 2013 update. Thromb Hae most. 201 3 Dec: l 10(6): 111 4-
cabutan gigi karena terapi ini mencegah enzim 20 .
pada saliva yang memecah bekuan darah. 6. Mo ntgomery RR. Scott JP. Hemorrhagic a nd thrombot ic
3. Asam traneksamat (antifibrinolitik) juga dapat disease. Dalam: Kliegman RM , Stanton BM, Geme J, Schor
digunakan unuk perdarahan mukosa seperti N, Behrma n RE. pe nyunti ng. Nelson·s textbook of pediat-
epistaksis dan perdarahan gusi dengan dosis 25 rics. Edisi ke- 19. Philadelphia: Elsevie r Saunde rs: 2011.
mg/ KgBB/ kali (3 x sehari, oral/intravena, dapat 7. Pudjiadi AH . Hega r B. Ha rdyastut i S. Idris NS. Gandaputra
diberikan 5- 10 hari). Kontraindikasi pemberian EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pe!ayanan medis
antifibrinolitik adalah perdarahan saluran kemih Jkatan Dokter Anak Indonesia (!DAI). Ja karta: Sada n Pen-
erbit !DAI: 20 1 1.

Leukemia Akut
I

Dimas Priantono, Hikari Ambara Sjakti

Definisi Epidemiologi
Leukemia adalah kelompok penyakit keganasan Leukemia adalah keganasan tersering pada anak-
yang diakibatkan oleh abnormalitas genetik pada anak, yaitu sekitar 41 % dari semua keganasan yang
sel hematopoetik sehingga terdapat prolife rasi klon- terjadi pada anak di bawah usia 15 tahun. Kejadian
al sel darah. Progeni sel tersebut memiliki kelainan leukemia limfoblastik akut (LLA) mencapai 77% dari
komponen genetik sehingga kemampuan prolife rasi semua jenis leukemia pada anak, leukemia mielositik
menjadi berlebihan, penurunan laju apoptosis spon- akut (LMA) sebanyak 11 %, dan leukemia mielositik
tan, atau keduanya. Akibatnya terdapat disrupsi fung- kronis (LMK) hanya 2-3%.
si sumsum tulang normal yang berakibat kegagalan
sumsum tulang. Gambaran kJinis, temuan laboratori- A. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
um dan respon terhadap terapi berbeda tergantung Etiologi
pada tipe leukemia. Etiologi LLA tidak diketahui meskipun beberapa
faktor genetik dan lingkungan berkaitan erat dengan
leukemia pada anak. Pajanan terhadap radiasi diag-
nostik baik saat dalam kandungan atau masa anak- I 0.000/µL atau >80.000/ µL (hiperleukositosis) .
anak berkaitan dengan peningkatan angka kejadian Pada sebagian kasus, sel leukemik terkadang
LLA. Faktor lain yang diduga berkaitan adalah infeksi dilaporkan sebagai limfosit atipikal, diperlukan evalu-
EBY. asi lebih lanjut, untuk menentukan sel tersebut ber-
asal dari ganas. Apabila analisis darah tepi menun-
Patofisiologi jukkan kemungkinan leukemia, pemeriksaan sumsum
Pada LLA, komponen genetik progenitor sel lim- tulang belakang harus dilakukan untuk menegakkan
foid mengalami perubahan dan mengalami disregula- diagnosis. Aspirasi sumsum tulang belakang biasanya
si proliferasi dengan ekspansi klonal. Sel limfoid yang cukup tetapi terkadang dibutuhkan biopsi sumsum
::r::
C'D
bertransformasi menggambarkan ekspresi gen yang tulang belakang untuk menyediakan sampel jaringan
s~ berubah yang terlibat dalam perkembangan normal
sel B dan sel T. Beberapa studi menunjukkan bahwa
yang lebih banyak untuk studi lebih lanjut atau
mengeksklusi penyebab lain dari kegagalan sumsum
2. sel punca leukemik ada pada jenis tertentu dari LLA. tulang belakang.
0 LLA didiagnosis dengan evaluasi sumsum tulang
IQ
......
I
Diagnosis yang didominasi lebih dari 25% sel sumsum tulang be-
0 Anamnesis lakang sebagai populasi limfoblas. Stratifikasi risiko

i
IQ
......
Awai perjalanan LLA biasanya tidak spesifik dan
berjalan singkat. Anoreksia, kelelahan, gelisah kadang-
kadang ada, dan terdapat demam hilang timbul. Nyeri
tulang atau sendi, pada ekstremitas bawah juga bi-
didasarkan pada usia , jumlah leukosit. asam urat,
keterlibatan susunan saraf pusat dan imunofenotipe.
LLA didasarkan atas pemeriksaan likuor serebral.
Pungsi lumbal dapat dilakukan sejalan dengan dosis
asanya dikeluhkan. Nyeri tulang bersifat persisten dan pertama kemoterapi intratekal apabila diagnosis leu-
56
perlu dibedakan dengan growing pain, nyeri akibat kemia sudah ditegakkan dari evaluasi sumsum.
pertumbuhan tulang. Gejala dapat berdurasi beberapa
bulan Oarang) dan terlokalisasi pada tulang atau sendi Diagnosis Banding
dan mungkin terdapat pembengkakan sendi. LLA harus dibedakan dari LMA atau penyakit ke-
Pasien biasanya memiliki riwayat infeksi saluran ganasan lain yang menginvasi sumsum tulang dan
pernapasan atas berulang 1-2 bulan sebelumnya. menyebabkan kegagalan sumsum tulang seperti neu-
Dalam perkembangannya, gejala dan tanda kegaga- roblastoma dan rabdomiosarkoma.
lan sumsum tulang menjadi lebih jelas yang berupa
tampilan fisis pucat. fatigue, memar. atau mimisan dan Tata Laksana
demam yang mungkin diakibatkan oleh infeksi. Faktor prognostik terpenting pada LLA adalah
derajat risiko dan pengobatan, karena tanpa terapi
Pemeriksaan Fisis efektif, penyakit ini berakibat fatal. Survival rate pada
Pada pemeriksaan fisis, anak tampak pucat, lesu, anak dengan LLA 40 tahun terakhir sudah mening-
purpura dan petekie pada kulit dan perdarahan kat dengan meningkatnya terapi dan outcome dari uji
membran mukosa merefleksikan kegagalan sumsum klinis. Terdapat tiga fase dan durasi kemoterapi untuk
tulang. Aktivitas proliferatif dari penyakit dapat ber- LLA yang akan dibahas sebagai berikut:
manifestasi sebagai limfadenopati, hepatomegali dan a. Fase terapi
splenomegali. Pada pasien dengan nyeri tulang dan Tata laksana LLA pada anak umumnya , memiliki
sendi. pada palpasi dapat ditemukan pembengkakan 3 fase yaitu induksi. konsolidasi. dan pemeli-
sendi dan efusi. Tidak jarang terjadi peningkatan TIK, haraan.
yang ditandai dengan papiledema. perdarahan retina Tujuan fase induksi adalah untuk mencapai
dan kelumpuhan nervus kranial. Distres pernapasan remisi sumsum tulang yang didefmisikan sebagai
biasanya berkaitan dengan anemia tetapi kadangkala kurang dari 5% bias dari sumsum tulang. Terapi
terjadi pada pasien dengan obstruksi jalan napas oleh induksi biasanya terdiri atas 3-4 macam obat, an-
massa limfoblastik pada mediastinum yang berukuran tara lain glukokortikoid. vincristine, asparaginase,
besar. Masalah ini umum dijumpai pada anak remaja dan anthracycline. Terapi ini menginduksi remisi
dengan LLA sel T. komplit berdasarkan morfologi pada 98% pasien.
Pengukuran minimal residual disease (MRD) de-
Pemeriksaan Penunjang ngan flowsitometri atau PCR menunjukkan peme-
Diagnosis LLA dilakukan dengan pemeriksaan riksaan morfologik bias yang spesifik dan sensitif,
darah tepi yang mengindikasikan adanya kegagalan mencapai kurang dari 0, I% pada akhir fase induk-
sumsum tulang. Anemia dan trombositopenia ditemui si.
pada banyak kasus. Se! leukemik biasanya tidak dili- Terapi konsolidasi diberikan segera setelah
hat pada pemeriksaan rutin darah tepi. Sebagian besar remisi tercapai untuk mengurangi beban sel leu-
pasien LLA menunjukkan hitung leukosit kurang dari kemik sebelum adanya resistensi obat dan relaps
pad a situs tertentu (misal testis, SSP,dll). Pada losit. Hal ini menentukan subtipe LMA yang terjadi,
fase terapi ini, pasien diberikan obat lain seper- terkadang dengan pola dan pertumbuhan yang sangat
ti siklofosfamid, methotrexate, cytarabine dan/ berbeda satu sama lain.
atau 6-mercaptopurine (6MP). Terapi konsolidasi LMA pada umumnya berkaitan dengan fusi gen
bertujuan untuk meningkatkan long term survival yang menyebabkan translokasi kromosom. Banyak
pada pasien dengan penyakit risiko standar. translokasi merupakan karakteristik beberapa subtipe
Fase pemeliharaan merupakan fase terlama. leukemia akut dan terkadang membantu mempredik-
Fase tersebut bertujuan untuk mempertahankan si prognosis. Sel leukemik yang tidak lagi mengalami
remisi. Terapi fase tersebut terdiri atas methotrex-
ate intratekal, vincristine, dan steroid, 6-MP dan
siklus hidup sel yang normal, kehilangan kemampuan-
nya untuk apoptosis dan memiliki waktu hidup yang
....t1
0
metotreksat per oral. lebih lama serta mengalami proliferasi tanpa batas

b. Durasi Terapi
sehingga berkompetisi dengan sel hematopoetik nor-
mal. Hasilnya adalah akumulasi sel abnormal dengan ~
Untuk mencapai angka kesembuhan untuk pasien defek kualitatif. Penyebab utama morbiditas dan mor- ....0t1
I

LLA galur sel B dan sel T membutuhkan sekitar talitas adalah defisiensi sel hematopoetik yang ber-
0
2- 2,5 tahun untuk melanjutkan terapi. Percobaan fungsi normal dibandingkan dengan sel ganas.
0
~
mengurangi durasi terapi menghasilkan angka re-
laps yang tinggi Manifestasi Klinis
Anamnesis
B. Leukemia Mielositik Akut (LMA) Tanda dan gejala pada pasien LMA hampir sama ::i::
LMA terdiri atas sekelompok keganasan yang di- dengan gejala LLA disebabkan akibat dominasi sum- 57
cirikan dengan penggantian sumsum tulang normal sum tulang dengan sel ganas dan karena kegagalan
dengan sel hematopoetik primitif abnormal. Apabila sumsum tulang sekunder.
tidak diobati, kelainan ini menyebabkan kematian,
yang biasanya karena infeksi atau perdarahan. Meski- Pemeriksaan Fisis
pun angka keberhasilan pengobatan meningkat, tera- Gejala yangjarang adalah nodul subkutan atau lesi
pi berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas. Angka blueberry muffin , infiltrasi pada gusi, koagulasi intra-
kesintasan hidup jangka panjang untuk pasien anak vaskular diseminata (sering pada leukemia promie-
hampir 60%. Kematian merupakan konsekuensi ke- lositik akut) dan massa diskret, yang disebut dengan
lainan yang progresif atau toksisitas akibat terapi. ch/aroma atau sarkoma granulositik. Massa ini terjadi
Klasifikasi LMA dapat dibagi menurut subtipe tanpa keterlibatan sumsum tulang dan biasanya ber-
dari temuan pada sumsum tulang belakang. Beberapa kaitan dengan subkategori LMA M2 dengan translo-
dari subtipe ini memiliki gambaran klinis yang khas. kasi kromosom t(8;2 l).
Klasifikasi French-America-British (FAB classification)
mengenal 7 tipe primer LMA (Ml - M7), yang ditegak- Pemeriksaan Penunjang
kan berdasarkan morfologi dari pemeriksaan sumsum Analisis aspirasi sumsum tulang belakang dan
tulang belakang. Berikut ini adalah klasifikasi primer spesimen biopsi dengan LMA menunjukkan gambaran
LMA: sumsum tulang hiperselular terdiri atas pola monoton
a. M 1 leukemia mieloblastik akut tanpa maturasi dengan gambaran dominan sesuai subtipe. Pewarnaan
b. M2 leukemia mieloblastik akut dengan maturasi khusus membantu identifikasi sel yang mengandung
c. M3 leukemia promieloblastik akut mieloperoksidase, sehingga dapat mengonfirmasi sel
d. M4 leukemia mielomonositik akut dari galur mieloid dan diagnosis. Beberapa abnormali-
e. M5 leukemia monositik akut tas kromosomal dan marker genetik molekular akan
f. M6 eritroleukemia bersifat spesifik untuk masing-masing subtipe.
g. M7 leukemia megakariositik akut
Tata Laksana
Etiologi Kemoterapi multiagen agresif dapat menginduksi
Meskipun penyebab LMA belum diketahui pada remisi pada 80% pasien. Sekitar I 0% pasien mening-
sebagian besar pasien. beberapa faktor dipikirkan gal karena infeksi atau perdarahan sebelum remisi
berkaitan dengan terjadinya LMA. LMA merupakan dapat dicapai. Sumsum tulang dari saudara kandung
penyakit yang sangat heterogen jika dilihat dari sisi yang cocok atau transplantasi sel punca setelah re-
molekuler. Transformasi onkogenik menjadi sel leu- misi mencapai Jong-term-disease-free survival pada
kemik dapat terjadi pada berbagai tahapan maturasi 60-70% pasien.Kemoterapi berkelanjutan pada pasien
sel hematopoetik, dari sel punca hematopoetik yang yang tidak memiliki donor yang cocok kurang efektif
paling primitif sampai ke tahapan berikutnya, terma- dibandingkan transplantasi sumsum tulang.
suk sel progenitor mieloid/ monositoid dan promie- Leukemia akut promielositik yang ditandai dengan
perubahan susunan gen yang berkaitan dengan resep- of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-5. Oxford:
tor asam retinoat sangat responsif terhadap asam reti- Elsevier Saunders: 2010. h.5 18-63.
noat yang dikombinasikan dengan antrasiklin. Terapi 3. Coiffier B. Altman A. Pui CH. Younes A , Cairo MS.
suportif sangat dibutuhkan untuk pasien LMA. Guideline for the management of pediatric and adult
tumor lysis syndrome: an evidence-based review. JCO.
Sumber Bacaan: 2008:26(16) :2767-78
1. Tubergen DG. Bleyer A. The leukemias. Dalam: Kliegman 4. Creutzig U. Van den Heuve l-Eibrink MM. Gibson B. Dworzak
RM. Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. penyun- MN. Adachi S. de Bont E, dkk. Diagnosis and management
ting. Nelson·s textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadel - of acute myeloid leukemia in children and adolescents: rec-
::r: phia: Elsevier Saunders: 2011. ommendations from an international expert panel. Blood.
ro
2012:120(1 6):3 187-205.
3 2. Lanzkowsky P. Leukemias. Dalam: Lanzkowsky P. Manual

~
.... 16
IQ

0
I IU•mpelt'mi Ill
Purpura Trombositopenia lmun
11

i....
IQ
•• Dimas Priantono. Chris Tanto. Hikari Ambara Sjakti

Definisi pencetus ITP.


58 Immun e thrombocytopenic purpura (ITP) dan
autoimmune thrombocytopenic purpura (ATP) ada- Diagnosis
lah trombositopenia dengan sumsum tulang normal Anamnesis
dan ketiadaan penyebab lain dari trombositopenia. Bertujuan untuk mendapatkan informasi:
Penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi bukan a. Karakteristik perdarahan Genis, durasi, keparah-
akibat pajanan racun atau penyakit yang berkaitan an) dan gejala yang dapat menyingkirkan penye-
dengan berkurangnya jumlah trombosit. bab lain trombositopenia;
b. Menemukan faktor risiko HIV dan gejala sistemik
Klasifikasi lain yang berkaitan dengan penyakit lain atau
Terdapat dua jenis ITP yaitu: pengobatan tertentu (misaJ heparin, alkohol. kina,
I. Akut: berlangsung kurang dari 12 bulan, terjadi sulfonamid) yang mungkin menyebabkan trom-
pada anak. baik laki-laki atau perempuan. Jenis bositopenia;
ini merupakan tipe terbanyak dan biasanya terjadi c. Mencari faktor risiko untuk peningkatan perda-
setelah infeksi virus. rahan misalnya penyakit gastrointestinal, sistem
2. Kronis: berlangsung lebih dari 12 bulan, terjadi saraf pusat, urologi, dan pola hidup sehari-hari,
pada beberapa remaja/anak, dan lebih banyak karena faktor ini akan mempengaruhi agresivitas
mengenai perempuan (2-3 kali dibandingkan la- terapi;
ki-laki). d. Tanda dan gejala pada umumnya, serta faktor
pencetus, termasuk onset yang tiba-tiba (ITP pada
Etiopatogenesis anak)/onset yang perlahan/ kronis (ITP pada de-
Satu sampai empat minggu setelah pajanan infeksi wasa), purpura. menoragia. epistaksis, perdarah-
virus, sebagian anak memiliki autoantibodi terhadap an gusi. riwayat imunisasi Jive-attenuated virus,
permukaan trombosit. Target antigenik yang pasti riwayat infeksi virus, tendensi memar.
dari sebagian besar autoantbodi pada ITP akut tidak Pemeriksaan Fisis
diketahui. Setelah terjadi ikatan antara antibodi de- Bertujuan untuk mengevaluasi derajat perdarahan
ngan permukaan trombosit, ikatan tersebut akan dike- dan mengeksklusi penyebab lain perdarahan. Temuan
nali oleh reseptor Fe pada makrofag limpa. kemudian fisis bermakna yang umum dijumpai:
dihancurkan. Riwayat penyakit akibat virus didapat- a. Petekie biasanya muncul pada berbagai area;
kan pada 50- 65% kasus ITP yang terjadi pada masa b. Bulla hemoragik pada membran mukosa;
kanak-kanak. Hampir semua infeksi virus diduga ber- c. Purpura;
kaitan dengan ITP. termasuk Epstein-Barr Virus (EBV) d. Perdarahan gusi;
dan HIV. ITP terkait EBV biasanya terjadi dalam durasi e. Tanda-tanda perdarahan saluran cerna:
singkat dan terjadi setelah periode infeksi. ITP terkait f. Menometroragia/menoragia;
HIV biasanya kronis. Selain pajanan infeksi, pajanan g. Perdarahan intrakranial, dengan atau tanpa gejala
oleh antigen lain seperti imunisasi dapat menjadi neurologis.
ngan atau tanpa transfusi trombosit (disesuaikan
Pemeriksaan Penunjang dengan klinis pasien). Transfusi trombosit diindi-
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap: trombositope- kasikan pada perdarahan berat. Ketahanan trom-
nia; bosit meningkat apabila trombosit ditransfusikan
b. Apus darah tepi, trombosit sangat besar menun- segera setelah infus !Vig.
jukkan trombositopenia kongenital; Dosis transfusi sebagai berikut 6-8 U konsen-
c. Pemeriksaan faktor koagulasi darah (bleeding trat trombosit, atau 1 U/10 KgBB (1 U trombosit
time, clotting time, aPTT, PT). Biasanya menunjuk- dapat meningkatkan hitung trombosit 5.000-
kan hasil yang normal;
d. Skrining HIV, Hepatitis C, Hpylori, atau infeksi lain
10.000/ mm 3 pada dewasa seberat 70 Kg dan
20.000/mm 3 pada anak seberat 18 Kg.
....b'I
0
yang mungkin berkaitan dengan ITP;
e. CT scan apabila dicurigai terdapat perdarahan in-
trakranial;
Sebagai terapi pemeliharaan, glukokortikoid dan
!Vig adalah pilar utama terapi medis. Indikasi, dosis, ~
f Bone marrow puncture (BMP): megakariosit dan cara administrasi didasarkan atas keadaan klinis ....b'I0
I

meningkat, sel darah lainnya normal. BMP dilaku- pasien. Konsultasi dengan ahli hematologi dibutuhkan
0
kan untuk menyingkirkan penyebab hematologi saat memulai terapi.
0
lain. 1ii
Tata Laksana
Prognosis
Sekitar 83% anak mengalami remisi spontan dan
e
Q)

Bila tidak ada kegawatan, pasien dapat dirujuk 89% anak dapat sembuh sempurna lebih dari 50% pa- ::i::
ke Spesialis Anak. Tata laksana ITP bergantung pada sien membaik dalam waktu 4-8 minggu, dan sekitar 59
kondisi klinis pasien: 2% pasien meninggal.
1. Perdarahan ringan: anak dengan hitung trom-
bosit >20.000/mm 3 dan asimtomatis atau hanya Sumber Bacaan
memiliki sedikit purpura, cukup diobservasi dan 1. Montgomery RR. Scott JP. Hemorrhagic and thrombotic
tidak memerlukan terapi. disease. Dalam: Kliegman RM, Stanton BM. Geme J, Schor
2. Perdarahan sedang: anak dengan hitung trom- N, Behrman RE, penyunting. Nelson's textbook of pediat-
bosit <20.000/mm 3 dan perdarahan membran rics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders; 20 11.
mukosa yang bermakna dan anak dengan hitung 2. Lanzkowsky P. Disorders of platelets. Dalam: Lanzkowsky
trombosit <! O.OOO/mm3 dan sedikit purpura ha- P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-
rus diberi terapi kortikosteroid oral. 5. Oxford: Elsevier Saunders; 20 10. h.343-5.
3. Perdarahan berat: epistaksis yang tidak terhenti 3. Cooper N. A review of the management of childhood
dengan tampon, hematuria, perdarahan intrakra- immune thrombocytopenia: how can we provide
nial. serta perdarahan saluran cerna membutuh- an evidence-based approach? Br J Haematol. 2014
kan intervensi intensif meliputi glukokortikoid Jun; 165(6):756-67.
dosis tinggi dan imunogobulin intravena (!Vig) de-

17
Kompetensi IV
• Talasemia
11
•• Dimas Priantono, Chris Tanto, Hikari Ambara Sjakti

Definisi akibat kelebihan besi.


Talasemia adalah kelompok kelainan hematologik
diturunkan akibat defek sintesis satu atau lebih ran- Epidemiologi
tai globin. Talasemia alfa disebabkan kurangnya atau Sekitar 5% populasi dunia memiliki varian globin
tidak adanya sintesis rantai globin alfa dan talasemia tetapi hanya 1,7% memiliki trait talasemia al fa a tau
beta disebabkan oleh kurang atau tidak adanya sinte- beta. Talasemia mengenai baik laki-lak.i maupun pe-
sis rantai globin beta. Ketidakseimbangan rantai glo- rempuan dan terjadi sekitar 4,4 setiap 10.000 kela-
bin menyebabkan hemolisis. Pembawa sifat talasemia hiran hidup. Talasemia alfa terjadi paling sering pada
baik alfa maupun beta bersifat asimtomatis dan tidak keturunan Afrika dan Asia Tenggara sedangkan ta-
membutuhkan terapi. Pasien dengan talasemia beta lasemia beta paling umum terjadi pada orang Medite-
mayor berisiko meninggal karena komplikasi kardiak rania, Afrika dan keturunan Asia Tenggara.
Patofisiologi Riwayat keluarga akan penyakit yang sama;
Hemoglobin terdiri atas cincin heme yang berisi Organomegali: perut yang semakin membesar
besi dan empat rantai globin {dua rantai alfa dan dua atau teraba massa di perut;
rantai non-alfa). Komposisi empat rantai globin me-
nentukan tipe hemoglobin: Pemeriksaan Fisis
1. Hemoglobin fetal {HbF): dua rantai alfa dan dua Pu cat;
rantai gamma. Organomegali: hepatosplenomegali diakibatkan
2. Hemoglobin A (HbA, tipe dewasa): dua rantai alfa oleh (I) destruksi eritrosit berlebihan, (2) hemo-
dan dua rantai beta. poiesis ekstramedular, dan (3) penumpukan besi.
3. Hemoglobin A,: dua rantai alfa dan rantai delta. Splenomegali meningkatkan kebutuhan darah de-
ngan meningkatkan volume plasma;
Ketika lahir, jumlah HbF mencapai 80% dan jum- • Facies cooley diakibatkan oleh hiperplasia sum-
lah HbA hanya 20%. Transisi dari globin gamma ke sum tulang dan penipisan korteks;
globin beta dimulai sejak kelahiran. Sekitar usia 6 bu- Gangguan pertumbuhan dan status gizi yang ku-
lan, bayi yang sehat sudah akan bertransisi ke HbA. rang.
Jumlah HbA2 dan HbF sang at kecil sehingga dapat
diabaikan. Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap
Klasifikasi - Anemia mikrositik ringan. Anemia mikrositik
1. Talasemia Alfa dapat disebabkan oleh defisiensi besi, talase-
Talasemia alfa adalah hasil dari defisiensi atau mia, keracunan timbal, anemia sideroblastik
60
tidak adanya sintesis rantai globin alfa, sehingga atau anemia penyakit kronis. lndeks MCV,
rantai globin beta berlebih. Produksi rantai globin RDW, dan anamnesis riwayat pasien dapat
alfa dikendalikan oleh dua gen pada masing-masing mengeksklusi etiologi. MCV biasanya kurang
kromosom 16. Penurunan produksi biasanya dise- dari 7 5 fl pada talasemia dan jarang kurang
babkan oleh delesi satu atau lebih dari gen ini. Delesi dari 80 fl pada anemia defisiensi besi sampai
gen tunggal akan menyebabkan karier talasemia alfa hematokrit kurang dari 30%.
(minor) dengan mikrositosis dan biasanya tidak ter- - Indeks Mentzer (MCV / eritrosit). Pada talase-
dapat anemia. Delesi tiga gen menyebabkan produksi mia, indeks Mentzer < 13 sedangkan pada
signifikan hemoglobin H (HbH) yang memiliki empat anemia defisiensi besi, indeks Mentzer Indeks
rantai beta. Talasemia alfa intermedia atau penyakit lebih dari > 13. Rasio bernilai I 3 dianggap
HbH, menyebabkan anemia mikrositik, hemolisis, dan meragukan.
splenomegali. Delesi empat gen akan menyebabkan - Nilai red blood cell distribution width (RDW)
produksi hemoglobin Barts' (Hb Barts') yang memiliki meningkat. RDW dapat membantu membeda-
empat rantai gama. Talasemia alfa mayor dengan Hb kan defisiensi besi dan anemia sideroblastik
Barts' biasanya disertai hidrops fetalis. dengan talasemia. Semakin tinggi RDW berarti
semakin anisositosis.
2. Talasemia Beta - Leukositosis palsu akibat retikulosit/ eritrosit
Talasemia beta disebabkan oleh kurangnya atau berinti yang terhitung sebagai sel darah putih.
tidak adanya sintesis rantai globin beta, sehingga ter- - Trombositopenia akibat hipersplenisme.
jadi kelebihan rantai alfa. Sintesis globin beta diken-
dalikan oleh satu gen pada kromosom I 1. Talasemia
beta terjadi akibat lebih dari 200 mutasi titik dan Analisis hemoglobin pada talasemia beta trait bi-
delesi dari dua gen Uarang) . Produksi rantai glob in asanya menunjukkan kurang atau tidak adanya HbA,
beta dapat berkisar antara mendekati normal sampai peningkatan kadar HbA 2 atau HbF. Penderita talase-
sama sekali tidak ada sehingga terdapat lebih banyak mia beta mayor umumnya terdiagnosis pada masa
variasi keparahan dari kelebihan rantai globin alfa bayi. Pucat, gelisah, keterlambatan perkembangan,
dibandingkan rantai globin beta. Apabila terjadi satu pembesaran perut, dan ikterus muncul saat semester
defek gen akan menjadi trait (minor) yang asimtoma- kedua kehidupan. Penderita dengan anemia mikrosi-
tis, mikrositik dan anemia ringan. Bila kedua gen tidak tik tetapi gejala lebih ringan yang muncul belakangan
ada, akan menimbulkan talasemia beta mayor, gejala dalam kehidupan menderita talasemia beta interme-
akan muncul saat usia 6 bulan. dia.

Diagnosis Tata Laksana


Anamnesis Setelah terdiagnosis dan bila tidak ada kegawatan,
Pucat kronis dan riwayat tranfusi berulang: pasien dapat dirujuk ke Spesialis Anak. Penderita
trait talasemia tidak membutuhkan pengobatan khu- • Vitamin C hanya diberikan bagi mereka yang
sus. Pada talasemia simtomatis dibutuhkan transfusi mendapat terapi kelasi besi, diberikan 100 mg per
darah untuk mempertahankan kadar Hb 9 g/dL dan hari sebelum terapi kelasi besi.
mendukung pertumbuhan yang normal. Untuk pen-
derita talasemia beta intermedia, kebutuhan transfusi Splenektomi diindikasikan pada kondisi:
disesuaikan dengan penilaian klinis. Talasemia alfa Limpa terlalu besar (Schuffner IV-VIII atau >6 cm)
intermedia atau penyakit HbH menyebabkan hemoli- karena bahaya terjadi ruptur;
sis ringan atau sedang. Hemosiderosis transfusional Hipersplenisme dini: jika jumlah tranfusi >250
dapat dicegah dengan penggunaan obat kelasi besi. mL/KgBB dalam 1 tahun terakhir;
Hipersplenisme lanjut: pansitopenia.
....O'I
Panduan Tranfusi Packed Red Cell (PRC) bagi Pen- 0
derita Talasemia Splenektomi dilakukan pada usia >5 tahun. Sebe-
0
Indikasi lum usia 5 tahun limpa masih membentuk sistem imu- ~
- Hb <8 g/ dL;
- Hb >8 g/dL dengan keadaan umum kurang
nitas tubuh. Splenektomi dapat dikerjakan pada usia ....0O'I
I

<5 tahun jika terdapat trombositopenia yang berat


0
baik, anoreksia, gangguan aktivitas, gangguan akibat hipersplenisme.
0
pertumbuhan, adanya pembesaran limpa yang ~
cepat, dan perubahan pada tulang.
Pemberian dan kecepatan pemberian
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada talasemia beta ma-
e
Cl)

- Diberikan sampai target Hb 12 g/ dL, tidak yor atau intermedia berkaitan dengan stimulasi ber- ::i::
boleh melebihi 15 g/dL; lebih sumsum tulang, eritropoesis yang tidak efektif, 61
- Bila Hb >5 g/dL, berikan 10-15 mL/KgBB/ kali dan kelebihan besi akibat transfusi berulang. Masalah
dalam 2 jam atau 20 mL/KgBB/ kali dalam 3-4 kelebihan besi Qron overload) merupakan masalah
jam; utama pada talasemia yang memerlukan transfusi
- Bila Hb <5 g/dL, berikan 5 mL/KgBB/ kali de- berulang. Kondisi ini menganggu semua fungsi or-
ngan kecepatan 2 mL/KgBB/jam. Beri oksigen. gan tubuh terutama jantung. Dengan transfusi darah
Pemantauan dan kontrol berulang, penyerapan besi akan berlanjut dan akan
- Kontrol 2-4 minggu sekali bagi penderita ta- menimbulkan penimbunan besi pada organ viseral
lasemia lama; (hemosiderosis). Pada jantung menyebabkan kardio-
- Kadar feritin dan besi diperiksa tiap 6 bulan; miopati, pada hati timbul gangguan pembekuan darah
- Fungsi organ dipantau tiap 6 bulan; dan metabolik, pada kelenjar endokrin dapat terjadi
- Pemeriksaan penanda hepatitis B dan C. hipogonadisme dan diabetes melitus (pada masa
remaja dan dewasa).
Tata laksana medikamentosa lainnya dapat diberikan: Bayi yang tidak diberi tata laksana akan mengala-
Asam folat, untuk memenuhi peningkatan kebutu- mi keterlambatan pertumbuhan, abnormalitas skele-
han akibat eritropoiesis yang inefektif; tal, pubertas terlambat, diabetes melitus, gangguan
Vitamin E sebagai antioksidan; tiroid, dan osteoporosis.
Terapi kelasi besi, untuk mengatasi kelebihan besi Splenomegali dapat terjadi pada talasemia sim-
akibat tranfusi. lndikasi kelasi besi: tomatis. Splenomegali dapat memperburuk anemia
- Feritin >1000 mg/ dL dan saturasi transferin dan menyebabkan neutropenia dan trombositopenia.
serum >50%, atau Pada umumnya kematian diakibatkan komplikasi
- Tranfusi >5 La tau tranfusi sudah > 10 kali atau jantung dan infeksi (terlebih pada penderita dengan
tranfusi kurang lebih sudah 1 tahun splenektomi).
Kadar feritin dipertahankan 1000-2000 mg/ dL.
Deferoksamin mengikat besi dan kation divalen Sumber Bacaan
lain. sehingga dimungkinkan ekskresi melalui I. Muncie HL. Campbell JS. Alpha and beta ta lasem ia. Am
urine dan feses. Deferoksamin diberikan secara Fam Physician. 2009: 80(4):339-4 4, 71.
subkutan selama 10-12 jam, 5-6 hari dalam satu 2. Origa R. Galanello R. Pathophysiology of beta thalassaemia.
minggu dengan dosis 40 mg/ KgBB. Pediatr Endocrinol Rev. 20 11 Mar;8 Suppl 2:263-70.
Obat kelasi besi oral saat ini sudah tersedia dan 3. Quirolo K. Vichinsky E. Talasem ia syndromes. Dalam:
memberikan efikasi yang baik (deferiprox dan Kliegman RM, Stanton BM, Geme J, Schor N, Behrman RE.
deferasirox). Dos is deferiprox adalah 7 5 mg/ Kg/ penyunting. Ne lson's textbook of pediatrics. Edisi ke-19.
hari dibagi dalam 3 dosis. Obat kelasi besi oral ku- Philadelphia: Elsevier Sau nd ers; 20 11 .
rang stabil tetapi memiliki keunggulan dalam ha! 4. Cappellini MD. Cohen A. Eleftheriou A, Piga A. Porter J,
proteksi terhadap jantung dibandingkan deferok- Taher A: Thalasemia International Federation. Gu idelines
samin. fo r the clinical management of thalassae mia. Edisi ke-2.
Nicosia: Thalassaem ia International Federation: 2008.
18
Kompctcnsi rv
•II Hepatitis Virus
•• Frans Liwang, Hanifah Oswari

Definisi dan Etiologi sumber penularannya. Gejala muncul tiba-tiba, dimulai


Secara umum, hepatitis adalah peradangan hati dengan keluhan tidak khas: demam, malaise, mual,
atau kerusakan dan nekrosis sel hepatosit. Penyebab- anoreksia, dan rasa tidak nyaman pada perut. Ikterus
nya sangat bervariasi, mencakup infeksi virus (hepa- dapat dijumpai pada anal< besar atau remaja, sementa-
totropik dan non-hepatotropik), bakteri atau jamur, ra pada anak usia kurang dari 5 tahun, gejala ikterus
autoimun, toksin, dan lain-lain. sering tidak tampak.
Hingga saat ini, dikenal beberapa jenis virus hepa- Gejata prodromal hepatitis B menyerupai serum
totropik: virus hepatitis A, B, C. D, E, dan G. lnfeksi virus sickness, seperti atralgia, mialgia, nyeri kepata. muntah,
hepatitis A, selanjutnya disebut hepatitis A, merupakan dan fotofobia. ldentifikasi faktor risiko penularan dapat
yang paling sering menyebabkan gejala hepatitis akut. membantu diagnosis: riwayat keluarga, imunisasi {lihat
Sedangkan hepatitis B dan C lebih sering menyebabkan Bab lmunisasi) , dan imunodefisiensi. Gejala hepatitis C
hepatitis kronis. Hepatitis D. E, dan G masih sangat juga tidak khas dan menyerupai gejala hepatitis pada
jarang dilaporkan. Pembahasan ini difokuskan pada umumnya.
infeksi akut virus hepatitis A, B, dan C pada anak. Pada pemeriksaan fisis, dapat ditemukan ikterus,
urine berwarna gelap, dan feses berwarna dempul
Patogenesis dan Patofisiotogi Uight-colored) yang terjadi beberapa hari hingga
Virus hepatitis A, B, dan C memiliki karakterisik seminggu setelah gejala sistemik. Selain itu dapat
yang berbeda, baik dari segi struktur virus, transmisi, ditemukan hepatomegali, nyeri tekan abdomen pada
masa inkubas i, hingga perjalanan penyakit yang ditim- kuadran kanan atas, dan splenomegali (10-20% kasus).
bulkan (lihat Tabet 1) . Namun secara umum, hepatitis Kadang disertai demam.
akut dapat dibagi menjadi tiga fase: inkubasi, stadium
prodromal (flu-like syndrome), lalu fase ikterik. lnfeksi Pemeriksaan Penunjang
akut tersebut kemudian dapat sembuh, atau berlanjut Pada hepatitis akut, kadar enzim transaminase
menjadi kronis atau fulminan. kecuali hepatitis A yang serum akan meningkat (ALT>AST), dan kadang
tidak dapat menjadi kronis. disertai peningkatan kadar biliburin (terutama bila
terjadi kolestasis)
Manifestasi Klinis Pemeriksaan serologi, untuk menentukan
Pemeriksaan klinis ditujukan untuk memperoleh jenis infeksi hepatitis dan dapat menunjukkan
gejala klasik hepatitis akut. Penentuan penyebab infek- perjalanan penyakit {lihat Gambar 1, Gambar 2,
si hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan serologi dan Gambar 3). Berikut interpretasi dengan hasil
atau PCR. penanda serologi hepatitis A, B, dan C (Tabet 2).
Manifestasi hepatitis A akut sangat bervariasi,
mulai dari asimtomatis, manifestasi ringan tidak khas,
gejata khas, hingga gejala fulminan. Gejata infeksi he- Tata Laksana
patitis A sering disertai gejala saluran cerna (misalnya Tata laksana hepatitis akut bersifat suportif: istirahat,
diare) atau adanya kejadian luar biasa atau diketahui asupan kalori yang cukup, serta pemantauan gejala

Tabel I. Karakteristik Virus Hepatitis A. B, dan C

Asam Nukleat RNA DNA RNA

Masa Inkubasi 15-30 hari 60- 180 hari 30-60 hari

Transmisl Fekal-oral, jarang parenteral Transfusi. seksual. inokulasi, Parenteral, transfusl. perinatal
perinatal

lnfeksi Kronis Tidak 5-10% (90% pada infeksi perinatal) 85%

Stadium Fulminan Jarang Jarang Jarang


Tabel 2. Jenis da n lnterpretasi Penanda Serologi pada Hepatitis A. B, dan C (Dikutip dari konsensus IDA!. 20 I 0)

I>l'llms1 lnt<•rp1 l'l<isi

Penanda Hepatitis A

lgM Anti-HAV Antibodi (subkelas lgM) terhadap HAV lnfeksi HAV saat ini. Terdeteksi dalam 6 bulan
pertama.

lgGAnti-HAV Antibodi (subkelas lgG) terhadap HAV Riwayat infeksi HAV, pascaimunisasi.

P<•nanda HC'patith B
HBsAg Antigen permukaan HBV. Ditemukan pada Infeksi HBV (akut maupun kronls)
permukaan virus yang utuh serta pada serum
sebagai partlkel bebas
HBcAg Antigen inti HBV. Ditemukan pada inti virus yang Tidak terdeteksi pada serum (hanya pada jaringan
utuh. he par)
HBeAg Antigen Be hepatitis, antigen solubel yang lnfeksi HBV akti.f. Berkorelasl dengan kecepatan
diproduksl selama pembelahan HBcAg replikasi HBV; perslsten selama 6-8 rninggu. Atau
menunjukkan karier kronis atau penyakit hati
kronis. 63
Anti-HBs Antibod i terhadap HBsAg subkelas lgM dan lgG Menu njukkan penyembuhan dari infeksi HBV, atau
imunitas (pascaimunisasi)

Anti-HBc Antibodi terhadap antigen inti (HBcAg) Menunjukkan infeksi HBV akti.f (akut dan kronis).
tidak meningkat dengan lmunlsasl.
lgM Anti-HBc Antibodi lgM terhadap HBcAg Petunjuk awal untuk deteksi infeksi HBV akut:
meningkat pada fase akut, kemudian menurun (4-6
bulan). Tidak ditemukan pada infeksi HBV kronis.
Anti-HBe Antibodi terhadap HBeAg Serokonversi HBeAg menjadi antl-HBe
menunjukkan resolusi dari fase aktlf pada sebagian
besar kasus.
HBV DNA DNA dari HBV lndikasi replikasi HBV. Dapat dihitung secara
kuantitatif.

PPnandct HqMtitis C

Anti-HCV Antibodi terhadap HCV Menunjukkan pajanan terhadap HCV: tidak


protektif.
HCV RNA RNA dari HCV lnfeksi HCV (dapat dihitung secara kuantitatif).

ALT

Manifostasi Klinis
Viremia
HAVpada Fest!$

Garn bar 1. Perjalanan Penyakit dan Penanda Serologi Infeksi Virus Hepatitis A
(diterjemahkan dari Nelson's textbook of pediatrics, 20 I l )
Total A

\,,!gM anti-HBc
''..... ,
'•

:x:
C'D
'tj
20 24 28
~ Mluggu5t'lelahpajalllln
" '""
2..
0 C.jala

....
\Q
Gambar 2. Perjalanan Penya kit dan Penanda Serologi Infe ks i Virus Hepatitis B
>
::s
(diterjemahkan dari Nelson 's textbook of pediatrics. 20 1 1)
$11
::ii;' - - - - - - Ami-HCV
64

r=

Bulan

RNAHCVlllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
Gejala +/-

Gambar 3. Perjalanan Penyakit dan Penanda Serologi Infeksi Virus Hepatitis C


(diterje mahka n dari Nelson's textbook of pediatrics. 20 1 l)
Tahun

-
fulminan dan kronis (pada hepatitis B dan C). Hepatitis 2. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS. Gandaputra
B akut memiliki angka pemulihan yang tinggi, lebih EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelaya nan medis
dari 90%, pemantauan gejala kronis lebih penting. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDA!). Jakarta: Badan Pener-
Pada hepatitis C akut lakukan pemantauan serologi. bit IDA!; 2011.
Serokonversi HCV RNA atau HCV Ag positif dapat 3. Mack CL. Gonzalez-Peralta RP. Gupta N. Leung D. Narkewicz
menjadi indikasi pemberian interferon alfa dini karena MR. Roberts EA. dkk. NASPGHAN practice guidelines: diag-
dapat menurunkan risiko infeksi kronis. nosis and management of hepa titis C infection in infants.
childre n and ado lscents. JPGN. 20 l 2;54:838-55.
Komplikasi 4. Sokal EM. Paganelli M. With S. Socha P. Vajro P, Lacaille F.
Hepatitis kronis pada hepatitis B dan C. Disebut dkk. Management of chronik hepatitis B in ch ildhood: ESP-
hepatitis kronis, apabila gejala klinis/ penanda se- GHAN clinical practice guide lines. consensus of a n expert
rologi infeksi masih ditemukan setelah 6 minggu panel on behalf of the Europea n Society of Pediatric Gas-
infeksi akut. troen terology. Hepatology and Nutrition. J of Hepatology.
Hepatitis fulminan: penyakit hati kronis dengan 20 l 3;59:8 14-29.
awitan ensefalopati hepatikum pada 8 minggu 5. Heathcote J. ELewaut A. Fedail S. Gangl A. Hamid S. Shah
setelah gejala awal muncul, tanpa adanya penyakit M. dkk. Wo rld Gast roenterology Organization practice
hati kronis. guidelines: management of acute viral hepatitis. World Gas-
troenterology Organization; 2007.
Sumber Bacaan 6. Harber BA. Block JM. Jonas MM. Karpen SJ. London WT.
1. Synder JD. Pic kering LK. Vira l he pa titis. Da lam: Kl iegman McMahon BJ. dkk. Recommendations for screening. moni-
RM. Stanton BM. Ge me J. Schor N, Behrman RE. penyunting. tor ing and referra l of pediatric chronic hepatitis B. Pediat-
Ne lson's textbook of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia: rics. 2009;124(5):el-e7.
Elsevie r Saund ers: 20 1 l .
19 Kolestasis
••
Kompctcnsi lllB

Definisi
• Frans Liwang, Hanifah Oswari

Riwayat keluhan serupa pada keluarga;


Kolestasis merupakan kondisi terganggunya Kosanguinitas;
sekresi dan ekskresi empedu dari hati ke duodenum. Riwayat keluhan saat ini: awitanjaundice, warna
Dengan demikian, substansi yang seharusnya feses dan urin, riwayat pengobatan, nutrisi
dikeluarkan bersama empedu akan tertahan di hepar. parenteral, perdarahan, riwayat pemberian
Parameter kolestasis ialah kadar bilirubin direk serum makanan, adanya diare atau muntah;
>I mg/dL apabila bilirubin total <5 mg/dL, atau Warna urine hitam atau gelap;
bilirubin direk >20% dari bilirubin total apabila kadar Warna feses dempul (acholic);
bilirubin total >5 mg/dL. Disebut neonatal kolestasis, Adanya gangguan tumbuh kembang.
bila kolestasis terjadi selama 90 hari kehidupan 65
ekstra-uterin. Pemeriksaan fisis:
Adanya ikterus;
Etiologi Feses berwarna dempul atau pucat (analisis feses
Terdapat sejumlah penyakit yang mendasari 3 porsi);
terjadinya kolestasis (lihat Tabel 1). Namun, penyebab Urin berwarna hitam atau gelap;
kolestasis secara umum dibagi menjadi kolestasis Tanda-tanda perdarahan (defisiensi vitamin K);
intrahepatik dan ekstrahepatik (misalnya atresia Hepatomegali atau hepatosplenomegali;
bilier). Klasifikasi tersebut juga sangat penting dalam Massa abdominal, asites;
menentukan penyebab yang bisa dilakukan terapi Gagal tumbuh;
(umumnya pada kausa intrahepatik) . Tanda-tanda lain terkait sindrom atau penyakit
khusus: tanda-tanda dismorfik (Trisomi, sindrom
Manifestasi Klinis Alagille); murmur jantung (sindrom Alagille, extra-
Anamnesis: hepatic biliary atresia!EHBA); bayi sakit, tanda vital
Riwayat kehamilan dan persalinan ibu (infeksi tidak normal (sepsis, hemophagocytic lymphohis-
TORCH); tiocytosis [HLH], infeksi kongenital); mikropenis
Berat lahir dan usia gestasi; (panhipopituitarisme); karatarak (rubella, galakto-
Riwayat pemberian vitamin K; semia); situs inversus (EHBA) ; masalah pada retina
(infeksi TORCH, sindrom Alagille) ; massa abdo-
Tabel 1. Diagnosis Diferensial Kolestasis Neo natal men (kista duktus koledokus); hemangioma kutan
Pt•nyphah Contoh Kf' l.iirt.Jll (hemangioma hepar) ; rambut putih (HLH).

Kelainan Atresia bilier


anatomlk Pemeriksaan Penunjang
Klsta koledokus
Profil hematologi rutin untuk skrining dasar;
lnfeksi Toksoplasma Tes biokimia hati: fraksi bilirubin serum,
Rubella
kadar aspartat aminotransferase (AST), alanin
Sitomegalovirus
aminotransferase (ALT), alkaline phosphatase
Herpes simpleks
(ALP), dan Gamma-glutamil transpeptidase (GGT).
Sifilis
lnterpretasi sederhana untuk membedakan kausa
Sepsis bakterialis
lnfeksi saluran kemih
intrahepatik dan ekstrahepatik dapat dilihat pada
Tabel 2.
Kelainan Tirosinemia
metabolik Tes fungsi sintesis hati: PT, aPTT, albumin, profil
Calaktosemia
kolesterol, profil glukosa;
Kelainan Hipotiroidisme Kultur bakteri: urine dan/ atau darah, bila ada
endokrin Hipokortisolisme kecurigaan infeksi berat;
Cenetik Sindrom Alagille Urinalisis, termasuk pemeriksaan gula pereduksi,
Progressive familial imrahepatlc USG ha ti dua fase (puasa dan sesudah makan),
cholestasls (PFIC)
biopsi hati;
Tabel 2. Perbedaan Biokimia Hati pada Kolestasis (Dikutip dari Konsensus IDAI. 20 I 0)

Keterangan: ALT. alanine transaminase; AST asparrate transaminase; ALP alkaline phosphatase; GGT. gamma-glutamyl transferase

Skrining IT4 dan TSH, untuk menyingkirkan/ koreksi operasi dengan prosedur Kasai
mendukung dugaan hipotiroidisme; portoenterostomi (eksisi segmen distal yang
Pemeriksaan radiologi: kolangiongrafi (gold atresia). Prosedur Kasai yang dilakukan sejak
standard untuk atresia bilier). dini dapat memberikan angka survival 20 tahun
yang baik, dapat mencapai 60,5%. Namun,
Tata Laksana aliran empedu akan sulit dikembalikan apabila
Suportif: operasi dilakukan setelah usia 8 minggu. Tata
Stimulasi asam empedu: asam ursodeoksikolat laksana lainnya ialah transplantasi hepar. Oleh
I 0-30 mg/ KgBB dibagi 2-3 dosis. sebab itu, bayi yang dicurigai atresia bilier
Nutrisi yang adekuat (umumnya 150% dari sebaiknya dirujuk sebelum usia 6-8 minggu
kebutuhan bayi normal) dan mengandung agar perawatan masih dapat dilakukan sebelum
66 lemak rantai sedang (medium chain triglyseride). usia 8 minggu.
Vitamin yang larut lemak: vitamin A 5.000-
25.000 IU/ hari, vitamin D (kalsitriol 0,05-0,2 Sumber Bacaan
µg/KgBB/hari). vitamin E 25-200 IU/KgBB/ 1. A-Kader HH , Balistreri WF. Cholestasis. Dalam: Kliegman
hari. vitamin K 2,5-5 mg/ hari diberikan 2-7 RM. Stanton BM. Geme J, Schor N. Behrman RE, penyunting.
kali/minggu. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia:
Mineral dan trace element: kalsium (25-100 Elsevier Saunders: 201 I.
mg/ KgBB/hari) , fosfat (25-50 mg/KgBB/hari), 2. Pudjiadi AH, Hegar B. Hardyastuti S, Idris NS. Gandaputra
mangan (1-2 mEq/KgBB/hari per oral). zink EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
(I mg/KgBB/hari per oral). selenium (1 -2 µg / lkatan Dokter Anak Indonesia ODAI). Jakarta: Badan Pener-
KgBB/hari per oral), serta zat besi (5-6 mg/ bit IDAI; 201 !.
KgBB/hari per oral). 3. Bijl EJ. Bharwani KD. Houwen RH. de Man RA. The long-term
Terapi simtomatis untuk gejala pruritus: outcome of the Kasai operation in patients with biliary atre-
difenhidramin 5-10 mg/KgBB/hari, atau sia: a systematic review. Neth J Med.2013 May;7l(4):170-3.
hidroksizin 2-5 mg/ KgBB/hari. 4. Firmansyah A. Bisanto J. Nasar SS. Dwipurwantoro PG,
Oswari H. Dari kehidupan intrauterin sampai transplantasi
Tata Laksana Khusus: organ: Aktualisasi gastroenterologi-hepatologi dan gizi.
Atresia bilier. Merupakan suatu keadaan Dalam: Naskah lengkap Pendidikan berkelanj utan lkatan
obstruksi total saluran biliaris ekstrahepatik. Dokter Anak Indonesia (IDAO. Jakarta: Balai Penerbit FKUI:
Kondisi ini membutuhkan tindakan 1999.
20
Kompetensi JV
• Campak
11
•• Novita Suprapto, Mulya Rahma Karyanti

Definisi dan Epidemiologi Pemeriksaan untuk komplikasi: ensefalopati/


Infeksi akut akibat infeksi virus campak. Penyakit ensefalitis (pemeriksaan cairan serebrospinal,
ini sangat infeksius dengan transmisi utama melalui analisis gas darah dan elektrolit); enteritis (analisis
droplet. Angka kasus campak di Indonesia sejak tahun
1990 sampai 2002 masih tinggi, sekitar 3000-4000
feses lengkap); atau bronkopneumonia (rontgen
toraks dan analisis gas darah) .
....
Cl)

per tahun. Penyakit ini paling banyak ditemui pada ~


balita usia <I bulan, lalu kelompok usia 1-4 tahun, Diagnosis 'E
.....
dan usia 5-14 tahun. Gejala klinis yang khas yaitu melalui 3 fase trias
dapat ditegakkan secara klinis (demam, ruam, batuk, 67
Etiologi dan Patogenesis dan konjungtivitis, atau ditemukan bercak Koplik)
Virus campak (measles atau rubeola) merupakan dikonfirmasi dengan: ( 1) identifikasi sel-sel besar
virus tipe paramyxovirus. Port d'entree virus ialah multinukleus apusan mukosa nasal, (2) isolasi virus
saluran pernapasan atas, kemudian ke kelenjar untuk kultur, (3) deteksi antibodi serum (pada fase
gentah bening regional, hingga penyebaran akut dan penyembuhan).
hematogen. Secara patologi, monosit yang terinfeksi
virus akan menyebarkan virus ke saluran respirasi, Diagnosis Banding
kulit, dan organ lainnya. Penyakit lainnya dengan karakterisik demam yang
disertai ruam makulopapular: rubela, roseola, infeksi
Tanda dan Gejala enteroviral atau adenovirus, infeksi mononukleosis,
Masa inkubasi (10-12 hari) toksoplasmosis. meningokoksemia, demam skarlet,
Stadium prodromal (2-4 hari) . Demam tinggi penyakit riketsia, sindrom Kawasaki, maupun akibat
terus menerus (2'38,5° C) yang disertai batuk, obat-obatan.
pilek, faring hiperemis, dan nyeri menelan,
stomatitis, serta mata merah (konjungtivitis) dan Tata Laksana
fotofobia. Tanda patognomonik ialah enantema • Suportif: tirah baring, hindari cahaya, serta
mukosa pipi di depan molar tiga, yang disebut pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat.
sebagai bercak Koplik. Kadang-kadang stadium Indikasi rawat inap: hiperpireksia, dehidrasi,
ini disertai juga dengan diare. kejang, asupan oral sulit, atau disertai komplikasi.
Stadium erupsi. Pada demam hari ke-4 atau 5, • Pemberian vitamin A untuk usia <6 bulan sebanyak
muncul ruam makulopapular, didahului oleh 50.000 IU, usia 6 bulan-1 tahun sebanyak 100.000
peningkatan suhu dari sebelumnya. Ruam secara IU, anak >l tahun sebanyak 200.000 IU. Apabila
bertahap muncul dari batas rambut dibelakang disertai gejala pada mata akibat kekurangan
telinga, lalu menyebar ke wajah, dan akhirnya ke vitamin A atau gizi buruk, diberikan 3 kali; hari 1,
ekstremitas. Ruam tersebut bertahan selama 5-6 hari 2, dan 2-4 minggu setelah dosis kedua.
hari. • Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi
Stadium penyembuhan. Setelah 3 hari, ruam sekunder.
berangsur-angsur menghilang sesuai urutan Pemberian vaksin campak sebagai profilaksis
timbulnya. Ruam akan menjadi kehitaman pasca pajanan dapat diberikan pada individu
(hiperpigmentasi) dan mengelupas, serta baru imunokompromais atau dengan penyakit kronis,
akan menghilang setelah 1-2 minggu. Penderita dalam 72 jam pasca pajanan. Alternatif lainnya
campak sangat infeksius sejak 1-2 hari sebelum ialah imunoglobulin dalam 6 hari pasca paparan.
stadium prodromal, hingga 4 hari setelah ruam Pada kasus dengan komplikasi:
menghilang. Ensefalopati:
Kloramfenikol 7 5 mg/KgBB/hari dibagi
Pemeriksaan Penunjang 4 dosis dan ampisilin 100 mg/KgBB/hari
Laboratorium hematologi rutin: jumlah leukosit dibagi 4 dosis selama 7-10 hari
normal atau sedikit meningkat (apabila disertai Deksametason dengan dosis awal 1 mg/
infeksi sekunder) , KgBB/ hari, dilanjutkan 0,5 g/KgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran kejadian 1-2 kasus per 1000 kasus);
membaik. Pemberian yang melebihi 5 hari, Subacute sclerosing panencephalitis. Degenerasi
lakukan tapering-a ff saat menghentikan susunan saraf pusat akibat infeksi menetap
terapi. campak dengan gejala deteriorisasi tingkah laku
Kebutuhan cairan dikurangi sampai dan intelektual yang diikuti oleh kejang. Angka
:Y. kebutuhan, serta koreksi gangguan kejadiannya I per 25 ribu kasus campak, insidens
elektrolit tertinggi pada usia 8-10 tahun.
Bronkopneumonia:
Oksigen 2 liter/menit; Sumber Bacaan
....::s
-
~
....
(/)
Kloramfenikol 75 mg/KgBB/hari dibagi
4 dosis dan ampisilin I 00 mg/ KgBB/ hari
dibagi 4 dosis selama 7-10 hari.
I . Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS. Ganda putra
EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan med is
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDA!). Ja karta: Sadan Pen-
erbit !DAI: 20 11.
Komplikasi 2. Maldonado Y. Measles. Dalam: Kliegman RM. Stanto n
Otitis media; BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. penyunting. Nelson·s
Pneumonia interstitial, terutama karena infeksi textbook of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia: Elsevier
sekunder; Saunders: 20 I I.
68
Miokarditis Garang) ; 3. Sumarmo SPS. Herry G. Sri RSH. Hind ra IS. penyunting.
Limfadenitis mesenterika Garang) ; Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Sadan Pen-
Ensefalitis akut atau ensefalomielitis (angka erbit !DAI: 20 12.

21
Kompeteosi l\'A
•II Demam Berdarah Dengue
•• Novita Suprapto, Mulya Rahma Karyanti

Definisi dan Epidemiologi Secara klinis, perjalanan penyakit dengue dibagi


Penyakit demam akut akibat infeksi virus den- menjadi tiga, yaitu fase demam (febrile), fase kritis,
gue. dengan manifestasi yang sangat bervariasi, mu- dan fase penyembuhan (Gambar 1) . Fase demam ber-
lai dari demam akut hingga sindrom renjatan yang langsung pada demam hari ke-1 hingga 3, fase kri-
dapat menyebabkan mortalitas. Indonesia termasuk tis terjadi pada demam hari ke-3 hingga 7, dan fase
negara endemis deng ue; morbiditas dan mortalitas penyembuhan terjadi setelah demam hari ke-6-7.
dipengaruhi oleh usia, kepadatan vektor, tingkat Perjalanan penyakit tersebut menentukan dinamika
penyebaran virus, dan kondisi iklim. perubahan tanda dan gejala klinis pada pasien dengan
infeksi demam berdarah dengue (DBD).
Etiologi Demam merupakan tanda utama infeksi dengue,
Virus dengue termasuk dalam genus Flavivirus, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari. Demamjuga
famili Flaviviridae, dan terdiri dari empat serotipe: disertai gejala konstitusional lainnya seperti lesu, ti-
DEN-I , DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Seluruh serotipe dak mau makan, dan muntah. Selain itu, pada anak
beredar di Indonesia, dengan serotipe DEN-3 yang lebih sering terjadi gejala facial flush , radang faring,
paling dominan dan ditemukan pada kasus dengue serta pilek.
dengan masa inkubasi sekitar 4-10 hari. Pada DBD, terjadi peningkatan permeabilitas vas-
kular yang menyebabkan kebocoran plasma ke jari-
Patogenesis dan Patofisiologi ngan, sedangkan pada demam deng ue tidak terjadi
Virus deng ue ditransmisi melalui nyamuk Aedes ha! ini. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan syok hi-
aegypti atau Aedes albopictus. Vektor tersebut terse- povolemia. Peningkatan permeabilitas vaskular akan
bar meluas di daerah tropis dan subtropis di ber- terjadi pada fase kritis dan berlangsung maksimal 48
bagai belahan dunia. Virus dengue masuk ke sirkulasi jam (lihat Gambar 1). Hal tersebut yang menjadi ala-
perifer manusia melalui gigitan nyamuk. Virus akan san mengapa cairan diberikan maksimal 48 jam.
berada di dalam darah sejak fase akut/fase demam Kebocoran plasma terjadi akibat disfungsi endo-
hingga klinis demam menghilang (lihat Gambar 1). tel serta peran kompleks dari sistem imun: monosit
dan sel T, sistem komplemen, serta produksi mediator melebihi 1:1280.
inflamasi dan sitokin lainnya. Trombositopenia pun Jnfeksi sekunder. Titer serum akut <I :20 dan
terjadi akibat beberapa mekanisme yang kompleks, serum konvalesens I :2560; atau serum akut
seperti gangguan megakariositopoiesis (akibat infeksi 1:20 dan konvalesens naik 4x atau lebih.
sel hematopoietik) , serta peningkatan destruksi dan Tersangka infeksi sekunder yang baru terjadi.
konsumsi trombosit. Titer serum akut I: 1280, serum konvalesens
Pada kasus DBD, tanda hepatomegali dan kelainan dapat lebih besar atau sama.
fungsi hati lebih sering ditemukan. Manifestasi per- Pemeriksaan radiologis untuk mendeteksi adanya
darahan yang paling dijumpai pada anak ialah perda- efusi pleura: Rontgen toraks posisi right lateral de-
rahan kulit (petekie} dan mimisan (epistaksis}. Tanda cubitus. USG.
perdarahan lainnya yang patut diwaspadai, antara
lain melena, hematemesis, dan hematuria. Pada kasus Diagnosis Demam Berdarah Dengue/Sindrom Ren-
tanpa pendarahan spontan maka dapat dilakukan uji jatan Dengue
....
-
(I)
,!I;
turniket. 1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis: Q)
Kecoboran plasma secara masif akan menyebabkan Demam: awitan akut, tinggi dan bersifat kon-
pasien mengalami syok hipovolemik. Kondisi ini dise- tinu, berlangsung selama dua hingga tujuh .....~
but sindrom syok dengue (SSD). hari pada kebanyakan kasus;
69
Adanya tanda-tanda perdarahan, termasuk uji
Pemeriksaan Penunjang turniket positif. petekie, purpura (pada lokasi
Laboratorium (sesuaikan dengan perjalanan pungsi vena) , ekimosis, epistaksis, perdarahan
penyakit): pada hari ke-3 umumnya leukosit gusi, dan hematemesis/melena:
menurun atau normal, hematokrit mulai mening- Temuan hepatomegali, sering ditemukan pada
kat (hemokonsentrasi}, dan trombositopenia terjadi 90-98% kasus anak;
pad a hari ke 3-7. Pada pemeriksaan jenis leukosit, Tanda-tanda syok: takikardia, perfusi perifer
ditemukan limfositosis (peningkatan I 5%) mulai buruk dengan nadi lemah dan tekanan nadi
hari ke-3, ditandai adanya limfosit atipik. (pulse pressure; selisih sistolik dan diastolik) <
Uji serologi: uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan 20 mmHg, atau hipotensi dengan akral dingin,
saat fase akut dan fase konvalesens. pucat, dan tampak lemas.
o Infeksi primer. Titer serum akut <I :20 dan se- 2. Pemeriksaan Laboratorium:
rum konvalesens naik 4x atau lebih tetapi tidak • Trombositopenia (~IOO . OOO/ mm 3 } ;
Hemokonsentrasi: peningkatan hematokrit
~20% dari nilai awal atau rata-rata populasi
Demam seusia.
harike- 1--~~~~3,,,.,_.+4_,,.,.5,_,..,..+G~7~~~9~1~0~ Temuan klinis demam dan tanda-tanda perdara-
han, yang disertai trombositopenia dan hemokonsen-
Temperatur trasi sudah cukup untuk mendiagnosis DBD.

Diagnosis Banding
Penyakit dengan gejala demam akut lainnya, se-
Potensi Dehidrasi Perdaraliaril
perti demam tifoid, campak, influenza. malaria, chiku-
masalah ngunya, atau leptospirosis.
klinis
Tata Laksana
Perubahan Berdasarkan rekomendasi WHO 2011 , prinsip
laboratoris umum terapi dengue ialah sebagai berikut:
I. Pemberian cairan kristaloid isotonik selama peri-
lgM/lgG
ode kritis, kecuali pada bayi usia <6 bulan yang
Serologi _.w_...----#.:.------#-•• disarankan mengggunakan NaCl 0,45%;
dan Viremia
2. Penggunaan cairan koloid hiperonkotik, misalnya
Virologi ./ ·· ... .
dekstran 40, dapat dipertimbangkan pada pasien
dengan kebocoran plasma yang berat, dan tidak
Fase Demam Kritis Fase
lnfeksi Dengue ada perbaikan yang adekuat setelah pemberian
penyembuhan kristaloid;
3. Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan kebu-
Gambar I. Skema Perjalanan Penya kit lnfeks i Dengue
tuhan rumatan (maintenance) ditambah 5% untuk
(WHO, 2009)
Tabel I. Klas ifikas i Derajat lnfeksi Dengue (WHO. 20 1 1)

(,raclr I amla dan Lt•Jala Pc>nw1 iksaan Lahoratorium


Demam dengan minimal dua kriteria berikut:
Nyeri kepala,
Nyeri retroorbita. Leukopenia (,; 5000/ mm')
Mialgla, Trombositopenia (< 150.000/ mm')
Demam dengue
Artralgia/ nyeri tu lang, Peningkatan hematokrit (5-10%)
Ruam (rash). Tidak ada bukti kebocoran plasma
....
-....
Manifestasi perdarahan
::s Tidak ada bukti kebocoran plasma
('!)
::-;' Demam dan manifestas i perda rahan (uji
Demam berdarah Trombositopenia (< I 00.000/ mm' );
en to urniket positif) dan ad anya bukti kebocoran
dengue peningkatan hematokrit ~ 20%.
plasma.
~

Demam berdarah
II
Sama seperti Grade I, ditambah adanya Trombosltopenla (< 100.000/ mm');
::-;' dengue perdarahan spontan. peningkatan hematokrit ~ 20%.
Sama seperti Grade I dan II. ditambah tanda
Demam berdara h Trombosito penia (< I 00.000/ mm' );
70 Illkegagalan sirkulas i: nadi lemah. tekanan nadi ' ,;
dengue peni ngkatan hematokrit ~ 20%.
20 mmHg. hi potensi, ta mpak Jemas.
Sama sepertl Grade Ill. ditambah bukti nyata
Demam berdarah Trombositopenla (< I 00.000/ mm' );
IV adanya syok dengan tekanan darah tidak terukur
dengue peningkatan hematokrlt ~ 20%.
dan nadi tidak teraba.
Demam berd arah dengue derajat III-IV disebut juga sind ro m renjatan dengue (dengue shock syndrome).
Kecerangan: ' cekanan nadi (pulse pressure)= cekanan siscolik - diascolik.

dehidrasi. Jumlah tersebut hanya untuk menja- Manajemen DBD Derajat III (Kasus Syok)
ga agar volume intravaskular dan sirkulasi tetap
Tanda Vital Tldak Stabll
adekuat:
Keluaran urin J,
4. Durasi pemberian terapi cairan intravena tidak
boleh melebihi 24 -48 jam pada kasus syok. Pada Tanda-tanda Syok
kasus tanpa syok, durasi terapi tidak lebih dari 60- (DBD grade lll)

5.
72 jam;
Pada pasien obesitas, perhitungan volume cairan
sebaiknya menggunakan berat badan ideal.

Perbaikan •
Tidak Ada Perbaikan

6. Pemberian cairan selalu disesuaikan dengan kondi-


si klinis. Kebutuhan cairan intravena pada anak Kurangi
berbeda dengan dewasa Oihat Tabel 2). kecepatan kalsium, kadar glukosa darah.
7. Pemberian transfusi trombosit tidak direkomen- Koreksi kelainan yang ada

• •
dasikan pada anak.

Manajemen DBD Derajat I dan II (Kasus Non-.syok) Penlngkatan Hematokrit


Cairan diberikan sejumlah kebutuhan rumatan (un- hematokrlt Menurun
tuk 1 hari) + defisit 5% (oral maupun intravena) selama
Lebih
48 jam. Sebagai contoh, anak dengan berat badan 20
Lanjut •Resusltasl I 0
Kg, m a ka de fisit 5 % = 50 ml/KgBB x 20 Kg = 1000
mUKgBB/jam
mL. Kebutuhan rumatan ialah 1500 mL untuk 1 hari.
Dengan demikian, total pemberian cairan ialah M + 5% Hentikan

Tabel 2. Laju Pemberian Infus pada Anak (WHO. 2011)


I .IJtl p.ula
I dJU 1><1d.1 \n.1k DP\\,l..,.t
lml:Kglm 1.11111 Perbaikan
(111[ J.1111 )

Setengah rumatan 1.5 40-50


urangi kecepatan infus menjadl 7; 5: 3; I ,5 mLKgBB/jam
Ruma tan 3 80-100
Rumatan + defisit 5% 5 100-120 Ter l dlhentikan setelah 24-48 ~·
Rumatan + defisit 7% 7 120-150
Ruma tan + defislt I 0% 10 300-500 Gambar 2. Manajemen DBD Grad e III (WHO. 201 I)
= 2500 mL, yang diberikan selama 48 jam. Laju infus Komplikasi
dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah cairan tersebut di- Ensefalopati dengue: edema otak dan alkalosis.
sesuaikan dengan kondisi klinis, tanda vital, keluaran Dapat terjadi baik pada syok maupun tanpa syok.
urin, dan kadar hematokrit. Kelainan ginjal; akibat syok berkepanjangan.
Edema paru; akibat pemberian cairan berlebihan.
Manajemen DBD Derajat IV (Kasus Syok)
I. Pemberian cairan dilakukan lebih agresif: 10 Sumber Bacaan:
mL/KgBB bolus selama 10-15 menit. Evaluasi I. Wo rld Health Organization (WHO). Comprehe ns ive guide-
tekanan darah; bila ada perbaikan, lanjutkan terapi lines for prevention a nd co ntrol of dengue and dengue
seperti manajemen kasus grade III. haemorragic fever. India: WHO: 20 I I.
2. Bila syok belum teratasi, ulangi pemberian cairan 2. Pudjiadi AH, Hegar B. Ha rdyastuti S, Idris NS. Ga ndapu tra
bolus 10 mL/KgBB, serta evaluasi dan atasi ab-
normalitas hasil laboratorium (asidosis, gangguan
EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pe laya nan medis
lkatan Dokte r Anak Indonesia (!DAO . Jakarta: Badan Pe ner-
....
(/)

keseimbangan elektrolit, hipoglikemia) .


3. Transfusi segera (mempertimbangkan kadar he-
matokrit sebelum resusitasi) dapat diberikan.
4. Bila syok belum teratasi, pertimbangkan pemberi-
3.

4.
bit IDA!; 20 I I.
White horn J. Simmons CP. The pathogenesis of dengue.
Vaccine 2011 ;29:722 1-8.
Sumarmo SPS. Herry G. Sri RSH. Hindra IS, penyunt ing.
-
.!le:
QI

~
.....
71
an inotropik dan rawat intensif bila jumlah cairan Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jaka rta: Badan Pen-
diberikan sudah adekuat. e rbit IDA!; 201 2.

22
Kompt•tens1 lllR Difteria
11
•• Novita Suprapto, Mulya Rahma Karyanti

Definisi dan Epidemiologi eksotoksin yang awalnya bersifat lokal, kemudian


Infeksi akut yang disebabkan oleh Corynebacterium menyebar secara limfogen dan hematogen, seperti:
diphtheriare. Infeksi ini sering mengenai saluran Kelenjar getah bening regional (pembesaran dan
pernapasan atas. Indonesia termasuk negara yang edema; disebut juga "bullneck") ,
endemik difteria dengan insidens tertinggi pada usia • Jantung (inflamasi dan degenerasi miokardium) ,
2-5 tahun, mesk.i bergantung juga dengan status Ginjal dan hati (nekrosis lokal, interstitial nefritis) ,
imunitas populasi setempat. Bayi usia <6 bulan dan • Jaringan saraf (destruksi dan degenerasi selubung
anak usia >10 tahunjarang terdiagnosis difteria. Faktor mielin, edema akson).
sosial ekonomi, pemukiman yang padat, nutrisi yang
kurang, terbatasnya fasilitas kesehatan merupakan Tanda dan Gejala
faktor yang berperan untuk timbulnya penyak.it ini. Tanda patognomonik difteria ialah ditemukannya
pseudomembran, yaitu jaringan nekrotik dan fibrin
Etiologi yang berwarna abu-abu keputihan, sulit untuk
Bakteri C. diphtheriare termasuk bakteri Gram dilepaskan, dan mudah berdarah. Namun, gejala dapat
positif, non-motil, dan tidak membentuk spora. Pada bervariasi sebagai berikut:
pemeriksaan mikroskopis, tampak bakteri berbentuk Gejala umum: demam ringan-sedang, malaise, dan
basil yang tersusun paralel membentuk huruf "V". nyeri kepala;
Masa inkubasi kuman 2-6 hari. Transimisi paling Manifestasi spesifik (sesuai lokalisasi). seperti
sering dari orang yang sak.it difteria sebelumnya atau pilek, odinofagia, dispnea, maupun stridor;
'karier' akibat penularan droplet. Manifestasi lokal:
Nasal diphetheria (2%). Gejala mulai dari
Patogenesis dan Patofisiologi pilek ringan hingga produksi sekret purulen
Basil C. diphtheriar e bermultiplikasi di saluran sanguinosa:
pernapasan atas yang ditularkan melalui kontak Tonsil dan faring (fau cial diptheria), insidens
dengan pasien atau droplet. Meski jarang, multiplikasi sek.itar 7 5%. Paling sering mengenai adenoid,
dapat juga terjadi pada mukosa lainnya seperti vulva, uvula, dan palatum mole. Gejala mulai dari
kulit, konjungtiva, umbilikus, dan telinga. Basil akan demam subfebris, pseudomembran, nyeri
membentuk pseudomembran dan menghasilkan tenggorokan, odinofagia, disfagia, perubahan
vokal suara, pembesaran kelenjar getah bening kongenital;
regional; Untuk faucial diphtheria: tonsilitis folikularis.
Laringotrakeal (25%). Apabila infeksi menyebar angina plaut vincent (penyakit stomatitis
hingga ke faring. lnfeksi yang berat dapat ulseromembranosa);
menimbulkan obstruksi saluran napas; Untuk laringitis diphtheria : laringitis akut,
Cutaneous diphtheria. pada area aurikuler. laringotrakeitis, korpus alienum.
konjungtiva, umbilikus, maupun vagina.
Tata Laksana
Pemeriksaan Penunjang • Tata laksana umum: isolasi pasien. tirah baring to-
.....
-....
:;j
CD
l:ll;'
(/)
Penurunan hemoglobin dan eritrosit;
Leukositosis dengan kecenderungan shift to left:
Urinalisis: albuminuria ringan. ditemukan silinder
hialin. hematuria, piuria.
tal. serta observasi terjadinya komplikasi .
Medikamentosa:
o Antidiphtheria serum (ADS) 20.000 JU selama
2 hari. Cepat/ lambatnya pemberian antitoksin
sangat mempengaruhi mortalitas. Penundaan
Komplikasi pemberian lebih dari 4 hari menimbulkan
Kardiovaskular. Terjadi pada akhir minggu pertama risiko mortalitas sebesar 25%. Sebelumnya wa-
atau awal minggu kedua. jib dilakukan uji kulit dikarenakan ADS dapat
72
Takikardia (pada awalnya) . lalu terjadi inflamasi memicu reaksi anafilaktik dengan menyuntikan
miokardium akut (bradikardia); 0,1 mL dalam larutan garam fisiologis 1:1000
Abnormalitas elektrokardiogram: depresi secara intrakutan. Hasil positif bila dalam 20
ringan segmen ST. kadang disertai inversi ge- menit terjadi undurasi >I Omm;
lombang T. gangguan konduksi (prognosis bu- o Antibiotik diberikan untuk mengeradikasi bak-
ruk) ; teri dan menghentikan produksi toksin. Penisi-
Miokarditis. Bunyi jantung I melemah. hiper- lin Prokain (PP) 50.000-100.000 IU/ KgBB;
trofi jantung, irama gallop. murmur sistolik; o Kortikosteroid: prednison 2 mg/ KgBB/ hari sela-
Syok kardiogenik, ak.ibat kerusakan miokardi- ma 2 minggu, lakukan tappering-off bila meng-
um yang ekstensif; hentikan steroid;
Dekompensasi kordis. o Apabila terjadi paralisis: strychinine 0,25 mg.
Urogenital: nefritis. vitamin B1 100 mg selama 10 hari
Sistem saraf: paralisis palatum (perubahan suara, Selain tirah baring. sangat dianjurkan untuk
disfagia) ; paralisis otot oftalmik (tidak bisa memba- melakukan pemeriksaa EKG. pemeriksaan hema-
ca, strabismus, dilatasi pupil, ptosis); paralisis otot tologi dan urinalisis setiap minggu.
wajah, paralisis nervus frenikus (batuk, dispnea,
pernapasan torakoabdominal. sianosis) ; sistem Sumber Bacaan
respirasi (obstruksi. bronko-pneumonia, atelekta- 1. Pudjiadi AH . Hegar B. Hardyastuli S. Idris NS. Gandaputra
sis). EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayana n medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia ODAI). Jakarta: Badan Pener-
Diagnosis bit !DAI: 201 1.
Ditegakkan berdasarkan manifestasi k.linis, pemerik- 2. Long SS. Diphtheria (corynebacterium diphteriae). Dalam:
saan preparat langsung atau kultur dari usap tenggo- Kliegman RM. Stanton BM. Geme J. Schor . Behrman RE.
rok untuk menemukan kuman. dan riwayat imunisasi. penyunting. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke- 19.
Philadelphia: Elsevier Saunders: 2011.
Diagnosis Banding 3. Sumarmo SPS, Herry G. Sri RSH. Hindra IS. penyunting.
Untuk nasal diphtheria: corpus alienum. sifilis Buku ajar infeksl da n pediatrl tropis. Jakarta: Badan Pen-
erbit !DAI; 20 12.

23
K.11nipdcn\i IVA
• Pertusis
11
•• Novita Suprapto, Mulya Rahma Karyanti

Definisi dan Epidemiologi pertussis atau agen infeksi lainnya. seperti B. para-
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Bordetel/a pertussis. B. bronchiseptica, Mycoplasma pneumoniae,
maupun adenovirus. Pertusis sering disebut juga Biakan sekret nasofaring (pada stadium kataralis
sebagai batuk rejan, batuk seratus hari, whooping dan awal stadium paroksismal) , atau
cough, tussis quinta, atau violent cough. uji immunofluorescent, atau
Manusia adalah satu-satunya pejamu pertusis. pemerik.saan polymerase chain reaction (PCR) , atau
Penularan terjadi melalui droplet penderita pertusis • enzyme immunoassay IgG dan IgM.
lainnya, baik anak-anak maupun dewasa. Namun, Sebagai pendukung, pada pemeriksaan hematologi
pertusis paling sering dialami oleh balita (60%) dengan rutin, ditemukan leukositosis dengan limfositosis.
faktor risiko berat lahir rendah atau imunikompromais. Sementara itu, pemeriksaan radiologi bermanfaat
untuk mendeteksi komplikasi paru atau infeksi
Etiologi sekunder, bukan untuk diagnosis pertusis.
B. pertussis merupakan bakteri Gram negatif,
berbentuk basil pleomorfik. Rata-rata masa inkubasi
sekitar 6 hari.
Diagnosis Banding
lnfeksi virus RSV (respiratory syncytial virus),
....
Cl)

Patogenesis dan Patofisiologi


Bakteri pertusis memiliki sejumlah antigen
permukaan yang dapat menempel pada silia epitel
parainfluenza, Klebsiella sp, atau C. pneumonia
(pada bayi) .
Infeksi M. pneumonia yang menyebabkan bronkitis
kronis (pada anak besar atau remaja) .
-
.!II:
Q)

i::
......
73
saluran pernapasan. Interaksi tersebut menimbulkan
penurunan daya tahan, tetapi daya kemotaksis Tata Laksana
berkurang. Pada pemeriksaan darah perifer, seringkali Medikamentosa:
ditemui adanya limfositosis. o Eritromisin 40-50 mg/ KgBB/ hari per oral,
Proses akan berlanjut hingga merusak jaringan terbagi menjadi 4 dosis (maksimal 2 gram),
lokal di saluran pernapasan. Bakteri juga dapat diberikan selama 14 hari. Apabila diberikan
menghasilkan toksin yang akan menimbulkan gejala pada stadium kataralis dapat memperpendek
sistemik. periode penularan.
o Alternatif: trimetoprim-sulfametoksasol (TMP-
. Tanda dan Gejala SMZ) 6-8 mg/ KgBB/ hari PO, terbagi menjadi 2
Masa inkubasi 5-10 hari (dapat memanjang dosis (maksimal 1 gram).
hingga 21 hari dengan rata-rata 7 hari). Suportif: hindari faktor yang menimbulkan
Stadium kataralis (prodromal, preparoksismal) serangan batuk, pemberian cairan, oksigen, dan
1-2 minggu. Gejala umum infeksi saluran napas nutrisi secara adekuat.
atas, injeksi dan peningkatan sekret nasal, dapat Untuk bayi usia <6 bulan, dianjurkan untuk
disertai demam ringan. Penyakit ini sangat pengobatan rawat inap karena dapat timbul
infeksius pada fase-fase awal. komplikasi serius seperti apnea, sianosis, atau
Stadium paroksismal (spasmodik) 1-6 minggu. kejang.
Batuk keras terus menerus yang diawali dengan
inspirasi panjang (whoop), batuk pada fase Komplikasi
ekspirasi, dan diakhiri dengan muntah. Disebut Kejang (1 ,4-3,0%):
juga sebagai whopping cough syndrome. Pola batuk Pneumonia (9,5-2 1,7%);
terjadi pada ekspirasi karena sulitnya membuang Ensefalopati (0,2-0,8%);
mukus dan sekret tebal yang menempel pada epitel Mortalitas (bayi kecil 1,3%; usia 2-1 1 bulan 0,2-
saluran napas. 0,3%).
Pada bayi kecil, gejala klasik pertusis sering
tidak khas dan sering ditemukan pertama kali Sumber Bacaan
dalam kondisi apnea. Komplikasi ke sistem saraf 1. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Id ris NS. Gandaputra
akibat hipoksia juga Jebih sering terjadi pada bayi. EP. Harmon iati ED. penyunt ing. Pedoman pelaya nan med is
Stadium penyembuhan (beberapa minggu hingga lkatan Dokter Anak Indonesia (IDA!) . Jakarta: Badan Pener-
bulan). Batuk akan menghilang secara bertahap. bit !DAI: 201 1.
Dengan demikian, total Jama sakit antara 6-10 2. Long SS. Pertussis (Bordetella pertussis and B. parapercus-
minggu. sis). Dalam: Kliegman RM. Stanton BM. Geme J. Schor N.
Behrman RE. penyun ting. Ne lson's textbook of pediatrics.
Diagnosis Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders: 20 1 1.
Ditegakkan dengan temuan gejala klinis yang khas, 3. Sumarmo SPS. Herry G. Sri RSH. Hindra IS. penyuncing.
seperti batuk rejan, dan dibuktikan dengan identifikasi Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Badan Pen-
bakteri penyebab melalui: erbit !DAI: 20 12.
24
Kiintpt'lt'n~I IVA
• Tifoid
11
•• Novita Suprapto, Mulya Rahma Karyanti

...... Definisi dan Epidemiologi karier kronis) .


a Infeksi sistemik oleh bakteri Salmonella sp.
i....
(/)
Sebagian besar kasus terjadi pada anak berusia >5 Pemeriksaan Penunjang
tahun tetapi gejala dan tanda klinisnya masih sangat Laboratorium hematologi rutin: anemia, leuko-
luas sehingga sukar didiagnosis. penia, uneosinofilia, limfositosis relatif, atau
trombositopenia (pada kasus berat) :
Etiologi Peningkatan laju endap darah;
Sekitar 95% kasus demam tifoid di Indonesia Peningkatan enzim transaminase;
74
disebabkan oleh S. typhi , sementara sisanya disebabkan Serologi: antibodi IgM 09 Salmonella thy pii,
oleh S. paratyphi. Keduanya merupakan bakteri Gram- Pemeriksaan radiologik:
negatif. Masa inkubasi sekitar 10-14 hari. o Rontgen toraks apabila diduga terjadi
komplikasi pneumonia
Patogenesis o Rontgen abdomen bila dicurigai terjadi kompli-
Bakteri awalnya masuk bersama makanan hingga kasi intraintestinal (peritonitis, perforasi usus
mencapai epitel usus halus (ileum) dan menyebabkan atau perdarahan saluran cerna)
inflamasi lokal, fagositosis, serta pelepasan endotoksin
di lamina propria. Bakteri kemudian menembus Diagnosis
dinding usus hingga mencapai jaringan limfoid ileum Diagnosis demam tifoid ditegakkan apabila
yang disebut plak Peyeri. Dari tempat tersebut, bakteri ditemukan gejala klinis tifoid yang didukung dengan
dapat masuk ke aliran limfe mesenterika hingga minimal salah satu pemeriksaan penunjang berikut:
ke aliran darah (bakteremia n bertahan hidup dan Uji diagnostik lainnya yang lebih sensitif dan
mencapai jaringan retikuloendotelial (hepar, limpa, spesifik, seperti serologi IgM , immunoblotting
sumsum tulang) untuk bermultiplikasi memproduksi (Typhi-dot). DNA probe, serta pemeriksaan PCR.
enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam Biakan Salmonella typhi.
kripta usus yang menyebabkan keluarnya elektrolit
dan air ke lumen interstinal. Selanjutnya, bakteri Diagnosis Banding
kembali beredar ke sirkulasi sistemik (bakteremia Influenza, gastroenteritis, bronkitis dan bronko-
ID dan menginvasi organ lain, baik intra- maupun pneumonia. Pada demam tifoid yang berat maka
ekstraintestinal. sepsis, leukemia, limfoma, dan penyakit Hodgin dapat
dipikirkan.
Tanda dan Gejala
Masa inkubasi (10-14 hari): asimtomatis: Komplikasi
Fase invasi. Demam ringan, naik secara bertahap, Peritonitis dan perdarahan saluran cerna: suhu
terkadang suhu malam lebih tinggi dibandingkan menurun, nyeri abdomen, muntah, nyeri tekan pada
pagi hari. Gejala lainnya ialah nyeri kepala, rasa palpasi, bising usung menurun atau menghilang,
tidak nyaman pada saluran cerna, mual, muntah, ditemukan defans muskular, dan pekak hati
sakit perut, batuk, lemas, konstipasi; menghilang;
Di akhir minggu pertama, demam telah mencapai Perforasi intestinal;
suhu tertinggi dan akan konstan tinggi selama Ensefapaloti tifoid (toxic ty phoid) :
minggu kedua. Tanda lainnya ialah bradikardia Hepatitis tifosa.
relatif, pulsasi dikrotik, hepatomegali, splenomega-
li. lidah tifoid (di bagian tengah kotor, di tepi hiper- Tata Laksana
emis). serta diare dan konstipasi; 1. Suportif: Tirah baring, isolasi memadai, serta kebu-
Stadium evolusi. Demam mulai turun perlahan, tuhan cairan dan kalori yang adekuat. Berikan diet
tetapi dalam waktu yang cukup lama. Dapat terja- makanan lunak (mudah dicerna) dan tidak berserat.
di komplikasi perforasi usus. Pada sebagian kasus, Setelah demam menurun, dapat diberikan makanan
bakteri masih ada dalam jumlah minimal (menjadi yang lebih padat dengan kalori terpenuhi sesuai ke-
butuhan. 1-3 mg/ KgBB/ hari intravena. dibagi 3 dosis.
2. Medikamentosa: hingga kesadaran membaik.
Antibiotik: Pertimbangkan transfusi darah pada kasus
Lini I: perdarahan saluran cerna.
Kloramfenikol 100 mg/KgBB/ hari per oral atau • Tindakan bedah diperlukan bila terjadi perforasi
intravena. dibagi dalam 4 dosis, selama 10-14 usus.
hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun.
Kloramfenikol tidak diberikan apabila leukosit Sumber Bacaan
<2000/µL: I. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS. Gandaputra
Amoksisilin 100 mg/KgBB/hari per oral atau EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
intravena selama 10 hari; Ikatan Dokter Anak Indonesia ODA!) . Jakarta: Badan Pen-
Kotrimoksazol (Sulfamethoxazole/TMP) 6-8 erbit IDA!: 201 I.
mg/ KgBB/ hari 3 bulan 7 hari dibagi 2 dosis. 2. Cleary TG. Salmonella. Dalam: Kliegman RM. Stanton
Lini II (Mu/tidrug resistant 5. thypii): BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. penyunting. Nelson's
Seftriakson 80 mg/ KgBB/ hari intravena atau textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier
intramuskular. sekali sehari, selama 5 hari. Saunders: 201 I.
Sefiksim 10 mg/ KgBB/ kali per oral. dibagi 3. Sumarmo SPS. Herry G. Sri RSH. Hindra IS. penyunting. 75
dalam 2 dosis. selama 10 hari. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Badan Pen-
Kortikosteroid diberikan pada kasus berat erbit IDA!: 2012.
dengan penurunan kesadaran: deksametason
25 Demam Reumatik
••
Kompetensi lrtA

Definisi
• Andy Arifputera, Najib Advani. Nikmah Salamia Idris

sendi besar, seperti lutut, mata kaki, siku, dan


Penyakit inflamasi akibat reaktivitas-silang antibodi pergelangan tangan. Artritis bersifat transien dan
setelah infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup A. dapat terjadi bersamaan atau berpindah dari satu
sendi ke sendi yang lain. Awitan biasanya 2-3
Epidemiologi minggu setelah episode faringitis dan memiliki
Diperkirakanl5,6 juta orang di dunia memiliki respons baik dengan pemberian aspirin;
penyakitjantung reumatik dan 470 ribu kasus demam Karditis: terjadi pada 30-60% kasus demam
reumatik (60%-nya akan berkembang menjadi penya- reumatik akut pertama. Lebih sering terjadi pada
kit jantung reumatik). Setiap tahun terjadi 230 ribu anak-anak dibandingkan dewasa. Pada pemeriksaan
kematian akibat komplikasi penyakit ini. lnsidens fisis dapat ditemukan takikardia, kardiomegali,
76 demam reumatik mencapai 50 kasus tiap 100.000 bunyi jantung III, regurgitasi mitral, regurgitasi
anak di negara-negara berkembang. Demam reumatik aorta, bising Carey-Coombs, ronki basah halus, dan
merupakan penyakit akibat kemiskinan dan kepadatan edema. Kelainan valvular dapat dipastikan dengan
penduduk. ekokardiografi. Perikarditis bermanifestasi sebagai
Risiko timbulnya demam reumatik setelah suatu efusi perikardial atau pericardia] friction rub;
episode faringitis streptokokal diperkirakan sekitar Sydenham chorea: gangguan neurologis yang
0,3 - 3%. Faringitis akibat SGA biasanya terjadi pada ditandai gerakan involunter. kelemahan muskular,
masa kanak-kanak (5-15 tahun). instabilitas emosi, dan perubahan kepribadian.
Gerakan jerking yang terjadi biasanya cepat, tidak
Etiologi terkoordinasi, dan timbul pada tangan, kaki, atau
Respon imun yang abnormal terhadap komponen wajah. Biasanya ditemukan pada usia di bawah 20
streptokokal pascainfeksi Streptokokus beta tahun atau perempuan. Hal ini diakibatkan reaksi
hemolitikus grup A. autoantibodi dengan gangliosida otak. Chorea
dapat berlangsung hingga 2-3 tahun tetapi tidak
Patofisiologi meninggalkan kerusakan permanen;
Demam reumatik akut ditandai dengan lesi in- Eritema marginatum: erupsi eritematosa pada
flamasi nonsupuratif pada sendi, jantung, jaringan batang tubuh dengan pola serpiginosa, tidak gatal,
subkutan, dan sistem saraf pusat. Demam reumatik dan tidak nyeri. Umumnya ditemukan pada pasien
terjadi setelah infeksi faring oleh Streptokokus beta dengan warna kulit terang.
hemolitikus grup A (SGA) strain reumatogenik. Mi- Nodul subkutan: jarang terjadi (<20% kasus)
mikri molekular merupakan penyebab jejas jaringan dan dihubungkan dengan karditis berat. Nodul
yang terjadi pada demam reumatik. Baik pertahanan umumnya ditemukan di atas permukaan tulang
humoral maupun selular terlibat pada pejamu yang atau pembungkus tendon seperti pada siku, lutut,
rentan secara genetik. Pada proses ini, respon imun pergelangan tangan /kaki, tendon Ac~illes, bagian
pasien (baik yang dimediasi sel B maupun sel T) tidak belakang kepala, dan prosesus spinosus vertebra;
dapat membedakan mikroba yang menginvasi dengan Gejala lain: demam, nyeri abdomen, artralgia,
jaringan pejamu. Hasilnya adalah inflamasi yang dapat malaise, epistaksis.
bertahan setelah infeksi akut.
Diagnosis
Manifestasi Klinis Diagnosis ditegakkan dengan kriteria Jones (dengan
Demam reumatik bermanifestasi dalam berbagai gejala revisi):
dan tanda tunggal atau kombinasi: Membutuhkan 2 kriteria mayor ATAU 1 kriteria
Nyeri tenggorokan: hanya sekitar 35-60% mayor dan 2 kriteria minor ditambah bukti infeksi
pasien mengingat adanya gejala infeksi saluran Streptococcus sebelumnya
pernapasan atas yang terjadi beberapa minggu Kriteria mayor:
sebelumnya. Nodul subkutan: nodul berkonsistensi keras,
Poliartritis: simetris dan melibatkan sendi- berukuran kacang polong, tidak nyeri terutama
Tabel I . Regimen Antibiotik Profilaksis pada Demam Reumatik (AAP. 2009)

Penlsilin

Amoksisilin 50 mg/ KgBB (maks. l g) PO selama I 0 hari

~2 7 Kg : 600.000 UI IM dosls tunggal


Penisilin GBenzatin
>27 Kg : 1.200.000 Ul JM dosis tunggal

~27 Kg: 250 mg PO 2-3x/ hari selama I 0 hari


Penisilin V Kaliu m
527 Kg: 500 mg PO 2-3x/ har i selama I 0 hari
Primer
Non-penisilin

Sefalosporin (Sefadroksil) Dosis bervariasi selama min. l 0 hari

Azitromisin 12 mg/ KgBB (maks. 500 mg) PO l x/harl selama 5 hart

Klindamisin 20 mg/ KgBB (maks. 1,8 g/ hari) PO dibagi 3 dosis/ hari selama I 0 hari

Klaritromisin 15 mg/ KgBB (maks. 500 mg/hari) PO dibagi 2 dosis/hari selarna I 0 hari

Penisilin G Benzatin
527 Kg: 600.000 Ul IM setiap 4 minggu
.n
>27 Kg : 1.200.000 U! IM setiap 4 minggu

Penlsllin V Kallum 250 mg PO 2x/hari


Sekunder
527 Kg : 0.5 g p.o I x/ hari
Sulfadiazin
>27 Kg : I g PO I x/ hari

Makrolid Dos is bervariasi selama min. I 0 hari

pada permukaan ekstensor; laksana faringitis bakterial lainnya silahkan lihat


Pankarditis: inflamasi yang melibatkan Bab Faringitis;
perikardium, endokardium, dan miokardium; Aspirin untuk karditis ringan atau sedang
Artritis migratorik: sendi sangat nyeri, merah. (ditentukan oleh derajat kardiomegali pada foto
bengkak. dan hangat; terutama sendi besar; toraks). Dosis I 00 mg/ KgBB per hari dibagi
Chorea sydenham: dapat ditandai dengan dalam 4-5 dosis dengan dosis maksimal 125 mg/
gerakan involunter. kesulitan menulis; KgBB per hari (untuk anak) atau 6-8 g/ hari (untuk
Erythema marginatum: dimulai sebagai makula dewasa) . Dosis dapat diturunkan menjadi 60-70
berwarna merah muda dengan pucat di daerah mg/KgBB per hari setelah pemberian 2 minggu dan
sentral; dilanjutkan selama 3-6 minggu. Hindari pemberian
Kriteria minor: aspirin atau kortikosteroid sebelum diagnosis
Poliartralgia; demam reumatik akut ditegakkan;
Demam; Prednison untuk karditis berat (kardiomegali
Peningkatan laju endap darah atau C-reactive berat, gaga! jantung kongestif, atau blok derajat
protein atau leukositosis; III) atau tidak responsif dengan salisilat. Dosis 1-2
Bukti riwayat infeksi streptokokus (dalam 45 hari mg/ KgBB per hari I x/ hari dengan dosis maksimal
terakhir) : 80 mg/ hari. Setelah pemberian 2-3 minggu dapat
Interval PR memanjang. dilakukan tapering off 20-25% setiap minggu.
Peningkatan titer anti-streptolisin 0 atau Mulai pemberian aspirin pada masa tapering off
antibodi streptokokus lainnya untuk mencegah perburukan gejala kembali.
Kultur tenggorok positif Digoksin, diuretik (furosemid dan spironolakton),
Rapid antigen test positif penghambat ACE, serta diet rendah garam dan
Riwayat scarlet fever cairan untuk mengatasi gaga! jantung kongestif
Fenobarbital a tau diazepam untuk chorea;
Tata Laksana Profilaksis sekunder dengan penisilin (benzathin
Penisilin atau eritromisin. baik untuk eradikasi penisilin) atau antibiotik harian lainnya. lama
bakteri saat akut maupun proftlaksis sekunder. pemberian bergantung pada:
Benzathin penisii in intramuskular masih Tanpa karditis: 5 tahun atau hingga usia 2 1
merupakan terapi pilihan utama. Untuk tata tahun, manapun yang lebih lama;
Dengan karditis tetapi tanpa penyakit jantung Shulma n ST. dkk. Prevention of rheumatic fever and diag-
residual (tan pa penyakit jantung katup): IO nosis and treatment of acute Streptococcal pharyngitis: a
tahun atau lebih; scientific statement from the American Heart Association
Karditis dan penyakit jantung residual (penyakit Rheumatic Fever, Endocarditis, and Kawasaki Disease
jantung katup persisten): setidaknya 10 tahun Committee of the Council on Cardiovascular Disease in
setelah episode terakhir atau profilaksis the Young. the Interdisciplinary Council on Functional Ge-
seumur hidup. nomics and Translational Biology, and the Interdisciplinary
Council on Quality of Care and Outco mes Research: en-
Komplikasi: dorsed by the American Academy of Pediatrics. Circulation.
Akut: miokarditis, gangguan sistem konduksi 2009:1 19(1 1):1544.
jantung (sinus takikardia, fibrilasi atrium), valvulitis 2. World Health Organbization (WHO). Report of a WHO ex-
(regurgitasi mi tr al akut), perikarditis; pert consultation on rheumatic fever and rheumatic heart
Kronis: penyakit jantung katup reumatik disease. Geneva: WHO: 2004.
(regurgitasi/stenosis katup mitral/aorta) , 3. Cilliers AM. Rheumatic fever and its management. Br Med ].
peningkatan risiko endokarditis infeksi dengan 2006: 333: I 153-6.
atau tanpa fenomena tromboemboli. Awitan gejala 4. Carapetis JR. Rheumatic heart disease in deve loping coun-
biasanya I 0-20 tahun setelah karditis akut atau tries. N Engl J Med. 2007:357:439-41.
demam reumatik. 5. Agarwal T, Fischer N, Sharma S, Wee W. Rheumatic Fever.
Dalam: Vojvod ic M, Young A, penyunting. Toronto Notes
Sumber Bacaan 2014. Ontario: Toronto Notes: 20 14.
l. Gerber MA. Baltimore RS. Eaton CB, Gewitz M, Rowley AH.

Penyakit j an tung Bawaan Asianotik

Andy Arifputera, Eka Adip Pradipta, Najib Advani, Nikmah Salamia Idris

Pendahuluan Riwayat keluarga PJB;


Kelainan kardiovaskular kongenital merupakan ke- Riwayat penggunaan indometasin;
lainan kongenital yang paling sering ditemui. Penyakit Riwayat infeksi rubela pada trimester pertama;
jantung bawaan (PJB) ditemui pada sekitar I% kelahi- Tempat tinggal di dataran tinggi;
ran hidup di seluruh dunia dan sekitar 4-5% pada bayi Riwayat keluarga dengan kelainan genetik.
dengan riwayat keluarga ibu dengan PJB.
Secara garis besar PJB dapat dibagi menjadi dua Curigai adanya kelainan jantung kongenital jika
jenis. yaitu asianotik dan sianotik. Jenis PJB asiano- ditemui salah satu gejala berikut ini:
tik yang sering ditemukan antara lain defek septum Kesulitan menyusu (menyusu lebih dari 30 menit
ventrikel (DSV) . defek septum atrial (DSA) . stenos is setiap kalinya);
pulmonal, duktus arteriosus paten (DAP). stenosis aor- Takipnea;
ta dan koarktasio aorta. Manifestasi klinis awal yang Berkeringat yang tidak wajar;
paling sering mun cul pada PJB adalah gaga! jantung Retraksi subkostal;
kongestif. Bab ini akan membicarakan mengenai PJB Gaga! jantung kongestif (80% kasus PJB kritis).
asianotik saja, sementara PJB sianotik akan di bah as Ada atau tidaknya murmur tidak selalu berkaitan
pada bab setelah ini. dengan kelainan jantung kongenital. PJB tanpa mur-
mur dapat ditemui pada atresia trikuspid. koarktasio
Diagnosis Dini PJB aorta, dan transposisi arteri besar (TAB). Jika murmur
Sekitar 30-60% kelainan jantung kongenital dapat terdengar dalam 24 jam pertama, maka terdapat risiko
diketahui pada masa prenatal menggunakan ditemukan PJB sekitar I dari 12 bayi dan biasanya
ekokardiografi transvaginal resolusi tinggi. Selain itu, diakibatkan oleh DAP (duktus arteriosus paten)yang
perempuan dengan faktor risiko berikut ini memiliki akan menutup secara spontan. Jika murmur terdengar
risiko melahirkan bayi dengan PJB: pertama kali pada usia 6 bulan, terdapat risiko I dari
Diabetes melitus; 7 bayi memiliki PJB dan sekitar I dari 50 bayi pada
usia 12 bulan.
Tabel I. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan Asianotik Berdasarkan Oerajat Vaskularisasi Pulmonal dan Jenis Hipertrofi Ventrikel
(disadur dari Pediatric Cardiology for Practitioners: 2008)
\.i..,k1Jl,111'>.t"'1 pulmo11,il 1111 11 1111~k,n \ .isku!,111s.1...,1 p1i1111nn.d nrn 111.tl

llVK1 "'"" 11\'B II\ K.i H\ K1 II\ Ka


OSV OSA (biasanya disertai RBBB) SA atau RA SP
OAP PAPVR Koarktasio aorta Koarktasio aorta (pada balita)
ECO PVOO Oesi pirau Ki-Ka sekunder) RM SM
Keterangan: OAP: Duktus arteriosus paten: DSA: Defek septum atrial: DSV: Defek septum ventrikel: ECD: Endocardial cushion defect;
HVB: Hipertrofi ventrikel bilateral; HVKa: Hipertrofi ventrikel kanan; HVKi: Hipertrofi vemrikel kiri; PAPVR: Partial anomalous
pulmonary venous return; PVOD: Pulmonary vascular obstructive disease (atau Sindrom Eisenmenger): RA: Regurgitasi aorta; RBBB:
Right bundle branch block: RM: Regurgitasi mitral; SA: Stenosis aorta; SM: Stenosis mitral: SP: Stenosis pulmonal. Sumber: Park MK
Pediatric cardiology for practitioners. 2008 ....tn
Murmur inosen
Murmur merupakan salah satu alasan yang menye-
arus darah balik maksimal. ....~
babkan seseorang datang ke dokter. Namun tidak
Kecurigaan murmur patologis sebaiknya dilanjutkan 1?
semua murmur bersifat patologis pada anak dan balita.
dengan pemeriksaan penunjang berupa rontgen
dada dan/atau EKG. Jika diperlukan dapat dilakukan
::.::"'
Murmur inosen merupakan murmur nonpatologis pemeriksaan ekokardiografi untuk diagnosis pasti. 79
yang diakibatkan oleh arus darah fisiologis tanpa
disertai kelainan anatomis atau struktural jantung. Klasifikasi
Dengan demikian perubahan posisi atau manuver yang Penyakit jantung bawaan asianotik dapat dikelom-
memengaruhi arus darah balik, seperti posisi duduk, pokkan berdasarkan derajat vaskularisasi pulmonal
jongkok. berdiri atau manuver Vasalva, juga dapat dan karakteristik hipertrofi ventrikel. Berdasarkan
memengaruhi kualitas murmur pada murmur inosen. derajat vaskularisasi pulmonal dapat dikelompokkan
Membedakan murmur inosen dan patologis sangat menjadi 2 kelompok yaitu, vaskularisasi menurun atau
penting dalam menentukan tata laksana berikutnya. meningkat. Jenis hipertrofi ventrikel dapat dikelom-
Beberapa jenis murmur inosen klasik, antara lain: pokkan menjadi hipertrofi ventrikel kiri, kanan atau
J. Still's murmur. Murmur nada rendah di daerah tepi bilateral. Kedua informasi tersebut dapat diketahui
sternum kiri bawah. Kualitas suara berubah dengan dengan melakukan pemeriksaan rontgen toraks atau
perubahan posisi atau menghilang pada manuver EKG untuk jenis hipertrofi ventrikel.
Vasalva. Biasanya ditemukan antara usia 3 tahun
hingga remaja. A. Defek Septum Atrium
2. Pulmonary flow murmur. Murmur sistolik nada Definisi
tinggi, kasar pada daerah tepi sternum kiri atas Pembukaan abnormal pada sekat yang memisahkan
hingga aksila atau punggung. Kualitas suara beru- atrium kiri dan kanan.
bah dengan perubahan posisi atau menghilang
pada manuver Vasalva. Murmur dihasilkan oleh Epidemiologi
ventrikel kanan dan menjalar sepanjang arteri Penelitian menunjukan penyakit jantung bawaan
pulmonal. Disebabkan oleh perbedaan diameter ditemukan pada 0,8% bayi lahir hidup. Defek septum
antara arteri pulmonal proksimal dan distal. Da- atrium (DSA) merupakan defek kongenital kedua
pat dibedakan dari stenosis pulmonal karena tidak tersering dan memiliki insidens 0 ,67-2, l tiap 1000
disertai dengan k.lik ejeksi. Sering ditemukan pada kelahiran hidup. DSA lebih sering ditemukan pada pe-
anak remaja. rempuan dibanding laki-laki, dengan rasio 2: I .
3. Murmur arus sistemik (Bruit suprak.lavikular
sistemik). Murmur sistolik nada tinggi dan kasar Patologi
sepanjang arkus aorta hingga arteri di leher (a. DSA dapat terjadi di tiga lokasi utama: regio fossa
karotid) dan kepala. Terdengar paling jelas di dada ovalis (DSA ostium sekundum), bagian superior sep-
dan diatas tulang klavikula. Tidak disertai klik tum atrium dekat dengan vena kava superior (DSA
ejeksi. sinus venosus). dan bagian inferior septum atrium
4. Venous hums . Murmur kontinu nada rendah yang dekat annulus katup trikuspid (DSA ostium prim um).
dihasilkan oleh arus darah balik dari vena. Kualitas DSA ostium primum dikategorikan dalam spektrum
murmur sangat bergantung kepada posisi tubuh, defek septum atrioventrikular. DSA ostium sekundum
kepala dan leher, sementara murmur duktus arte- merupakan yang paling sering ditemukan. Defek yang
riosus paten tidak terpengaruh. Venous hums pa- diasosiasikan dengan DSA adalah prolaps katup mitral,
ling keras terdengar pada fase diastol saat terjadi defek sinus venosus. dan anomalous pulmonary ve-
DSA Ostium Primum

DSA Sinus Venosus

Garn bar 1. Tipe - tipe defek septum atrial (DSA)

80
nous return. Kedekatan nod us sinoatrial ke DSA dapat pasien yang dicurigai DSA harus menjalani EKG, foto
menyebabkan disfungsi nodus SA dan aritmia atrial. toraks, dan ekokardiografi. EKG menunjukkan aksis
yang normal atau sedikit deviasi ke kanan dan pola
Patofisiologi rsR' umum ditemukan pada sadapan prekordial kanan.
DSA diasosiasikan dengan pirau kiri-ke-kanan de- Jrama atrial ektopik atau bukti lain disfungsi nodus
ngan berbagai variasi. Penentu utama arah dan besar SA dapat ditemukan. Foto toraks dapat menunjuk-
aliran pirau adalah ukuran defek dan compliance relatif kan pembesaran atrium kanan, ventrikel kanan, dan
dari ventrikel kiri dan ventrikel kanan. arteri pulmonalis. Terdapat pembesaran difus pem-
buluh-pembuluh darah pulmonal akibat peningkatan
Manifestasi Klinis aliran darah ke paru. Pasien yang memiliki hipertensi
Kebanyakan pasien dengan DSA ostium sekundum pulmonal sebaiknya menjalani kateterisasi jantung
atau DSA sinus venosus tidak memiliki gejala hingga kanan untuk menentukan tekanan dan resistansi arteri
dewasa muda. Saat pasien mendekati paruh baya, com- pulmonal. Ekokardiografi mengonfirmasi kehadiran
pliance ventrikel kiri dapat menurun, sehingga mening- DSA, menentukan ukurannya. memungkinkan per-
katkan besar pirau kiri-ke-kanan. Dilatasi atrium jang- hitungan aliran pirai, dan mengidentifikasi anomali
ka panjang dapat menyebabkan berbagai aritmia atrial, lain.
diantaranya kontraksi atrial prematur (premature atrial
contractions), takikardia supraventrikular, dan fibrilasi Tata Laksana
atrial. Sejumlah pasien paruh baya mengeluh sesak na- DSA besar (DSA dengan rasio aliran pul-
pas. terutama saat beraktivitas, walaupun tidak memili- monal-ke-sistemik [Qp:Qs] lebih dari 1,5: I) sebaiknya
ki hipertensi pulmonal. Sekitar I 0% pasien dengan DSA ditutup untuk mencegah kemungkinan timbulnya
ostium sekundum akan berprogresi menjadi hipertensi hipertensi pulmonal dan menurunkan resiko paradox-
pulmonal yang diasosiasikan dengan penyakit obstruk- ical emboli (trombosis arteri akibat bekuan darah dari
tif vaskuler paru (sindrom Eisenmenger). Seiring pe- vena). Penutupan dapat dilakukan melalui operasi atau
ningkatan tekanan pulmonal, pirau kiri-ke-kanan akan kateterisasi intervensi.
berkurang dan akhirnya digantikan pirau kanan-ke-kiri
dengan manifestasi sianosis dan hipertensi pulmonal. B. Defek Septum Ventrikel
Tanda klinis utama DSA adalah wide and fixed splitting Definisi
bunyi jantung II. Bising ejeksi sistolik (akibat pening- Pembukaan abnormal pada septum yang memisahkan
katan aliran pulmonal) umum ditemukan, dan jika ventrikel kiri dan kanan.
terdapat pirau kiri-ke-kanan yang besar, aliran tamba-
han dari katup trikuspid dapat menyebabkan diastolic Epidemiologi
rumble seperti pada stenosis trikuspid. Suatu studi ekokardiografi menunjukkan insidens
defek septum ventrikel (DSV) yang tinggi, yakni 5-50
Diagnosis per 1000 kelahiran hidup. Akan tetapi, kebanyakan
DSA ditegakkan dengan ekokardiografi. Semua adalah DSV muskular kecil yang menutup sendiri
secara spontan. DSV sedikit lebih banyak terjadi pada jantung untuk menentukan derajat hipertensi pulmo-
perempuan (56%:44%). DSV juga merupakan penyakit nal dan tingkat resistansi pulmonal. Ekokardiografi
jantung kongenital yang paling banyak ditemukan dapat mengidentifikasi lokasi, ukuran. dan derajat DSV.
pada kelainan kromosom.
Tata Laksana
Patologi Pasien DSV dengan rasio Qp:Qs lebih besar dari
Defek septum ventrikel merupakan salah satu ke- 1,5: I harus dipertimbangkan untuk menjalani operasi
lainan kongenital jantung yang paling sering ditemu- penutupan defek. Pasien dengan hipertensi pulmonal
kan saat kelahiran tetapi jarang ditemukan sebagai lesi dapat menjalani operasi bila resistansi pulmonal ti-
soliter saat dewasa. Hal ini terjadi karena kebanyakan dak lebih dari 50% resistensi sistemik. Prolaps katup
DSV pada anak bersifat (I) besar dan non-restriktif aorta dapat menyebabkan regurgitasi aorta, sehingga
(memungkinkan ekuilibrium tekanan antar ventrikel) mengurangi besar pirau, tetapi merupakan indikasi
sehingga menyebabkan gaga! jantung dan membutuh- tambahan untuk menutup defek. Pilihan lain selain .....
tn
kan operasi penutupan segera, atau (2) kecil dan me- operasi adalah penutupan dengan alat transkateter. 0
nutup secara spontan. Sistem klasifikasi DSV biasanya Tata laksana pascapenutupan adalah penilaian DSV 0
.....
menggunakan pembagian embriologik septum ventri- residual atau rekuren, aritmia atrial atau ventrikel, 't:j
1-1
kel menjadi inlet, outlet, muskular, dan pars membran- dan juga evaluasi fungsi ventrikel kanan. Terapi gaga! 11:1
osa. Defek tersering adalah defek perimembranosa. jantung simtomatis pada DSV adalah diuretik (sebagai
:::.::
contoh: furosemid 1-3 mg/ KgBB/ hari dibagi dalam 81
Manifestasi Klinis 2-3 dosis) , penghambat ACE(sebagai contoh: kaptopril
Pasien DSV kecil biasanya tidak bergejala, dengan 0,5 - 2 mg/ KgBB/ hari) , dan bila gejala masih menetap,
pengecualian pasien yang mengalami endokarditis in- digoksin (5-10 µg / KgBB/hari).
fektif atau dengan sindrom Eisenmenger. Tanda klasik
yang dapat ditemukan adalah bising pansistolik keras, C. Duktus Arteriosus Paten
sering dapat teraba, di batas sternum kiri bawah. Pada Definisi
pasien dengan prolaps kuspis aorta, bising regurgitasi Komunikasi persisten antara aorta desendens dengan
aorta dapat terdengar. arteri pulmonalis akibat gaga! menutupnya duktus
arteriosus setelah lahir.
Diagnosis Epidemiologi
Diagnosis ditegakkan dengan ekokardiografi. Pa- Insidens DAP diperkirakan 6 - 20 tiap 10.000 bayi
sien harus menjalani pemeriksaan EKG, foto toraks, hidup. Tidak ada data yang mendukung predileksi
dan ekokardiografi. EKG mungkin normal atau menun- terhadap ras tertentu. Akan tetapi, DAP lebih sering
jukkan hipertrofi ventrikel kiri dan pola diastolic over- terjadi pada perempuan (rasio 2: I).
load, gelombang Q signiflkan pada sadapan prekordial
kiri V5 ,V6, I, dan aVL. Fata toraks mungkin normal Patofisiologi
atau menunjukkan pembesaran ventrikel kiri dan pem- Pirau dari aorta ke arteri pulmonalis meningkatkan
besaran arteri pulmonalis. Pasien yang memiliki tanda aliran darah pulmonal dan pengembaliannya ke jan-
hipertensi pulmonal sebaiknya menjalani kateterisasi tung kiri. Ukuran defek dan resistansi relatif vaskular

Gambar 2. Duktus arte riosius paten.


pulmonal dan sistemik menentukan derajat shunting. arteri-vena pulmonal, hingga edema paru. Pada EKG
Pasien dewasa yang datang dengan DAP umumnya dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri, pembesaran
memiliki lesi kecil tanpa pirau kiri-ke-kanan yang atrium kiri, dan bila terdapat hipertensi pulmonal sig-
besar atau dengan lesi besar atau disertai sindrom nifikan, ditemukan hipertrofi ventrikel kanan.
Eisenmenger.
Tata Laksana
Manifestasi Klinis Sebagian besar DAP akan menutup sendiri. Pada
Pasien umumnya asimtomatis. Bayi 3 - 6 minggu bayi prematur, penutupan secara farmakologis dapat
dapat ditemukan dengan takipnea, diaforesis, kesulitan dilakukan dengan ibuprofen (I 0 mg/KgBB bolus kemu-
makan, dan penurunan (atau tidak ada kenaikan) berat dian diikuti 5 mg/ KgBB selama 2-3 hari setelahnya).
badan. DAP dengan pirau ukuran sedang hingga besar Terapi ini tidak responsif pada bayi yang matur.
sering mengalami tangisan serak, batuk, infeksi salu- Agen diuretik dan digoksin dapat digunakan bila
ran napas bawah, atelektasis, atau pneumonia. Pasien timbul gejala gaga! jantung. Penutupan DAP secara
dengan defek besar biasanya memiliki riwayat gaga! transkateter dapat dilakukan bila penutupan secara
tumbuh. farmokologis gaga!.
Pada pemeriksaan fisis , pasien biasanya memi-
liki frekuens i pernafasan dan nadi yang normal. Jika Sumber Bacaan
terdapat sirkulasi berlebih di pulmonal, maka dapat 1. Park MK, penyunting. Pathophysiology of left to right shunt
ditemukan takipnea, takikardia, dan pelebaran tekanan lesions. Dalam: Pediatric cardiology for practitioners. Ed isi
nadi. Pemeriksaan jantung akan memperlihatkan pe- ke-6. Singapura: Mosby Elsevier: 2014.
ningkatan aktivitas prekordial , impuls apeks bergeser 2. Bonhoeffer P. De Groot NMS, Haan FD. Deanfiel JE. Galie
ke lateral, dan mungkin teraba thrill pada daerah N. Gatzoulis MA. dkk. ESC Guideline for the ma nagement
suprasternal notch atau di regio infraklavikula kiri. of grown-up congenital heart disease (new version 2010):
Bunyi jantung I umumnya normal dan bunyi jantung The task force on the management of grown-up co ngenital
II biasanya sulit didengar karena tertutup oleh bising heart disease of the European Society of Cardiology (ESC).
kontinu. Tanda patognomonik DAP adalah bising jan- Eu r Heart].2010:31 :2915-57.
tung yang terus-menerus, terdengar dari sistol hingga 3. Biancaniello T. Innocent murmurs. Circulation.
diastol {bising kontinu) . 2005: 1 1 I :e20-e22.
4. Mahoney LT. Skorton DJ. Congenital heart disease: acyanot-
Diagnosis ic disorders. 2006. Data diunduh dari ACP Medicine Online.
Diagnosis DAP didasarkan pada pemeriksaan klinis, 5. Penny DJ. Vick GW 3rd. Ventricu lar septa! defect. Lancet.
EKG, foto toraks, dan ekokardiografi. Ekokardiografi 20 11 Mar26:377(9771): 1103-12.
merupakan alat diagnostik utama untuk mendiagnosis 6. Heuchan AM. Clyman RI. Managing the patent ductus
dan mengevaluasi DAP. Temuan pada foto toraks dapat arte riosus: curre nt treatment options. Arch Dis Child Fetal
normal atau didapatkan kardiomegali, pembesaran Neo natal Ed. 2014 Sep:99(5):F431-6.

Penyakit j an tung Bawaan Sianotik

Andy Arifputera, Eka Adip Pradipta, Najib Advani

Pendahuluan kelainan paru atau SSP, namun justru memburuk pada


Pada umumnya penyakit jantung bawaan (PJB) etiologi kelainan jantung. Berikut temuan klinis yang
sianotik menunjukkan manifestasi klinis sianosis pada mendukung etiologi kelainan jantung pada sianosis
saat neonatus. Namun, tidak semua sianosis pada neo- neonatus:
natus disebabkan oleh PJB sianotik. Oleh karena itu, Takipnea tanpa retraksi;
diperlukan pemeriksaan yang tepat untuk mengetahui Tidak ditemukan ronki atau bunyi nafas tambahan
etiologi sianosis. pada kasus tanpa gaga! jantung:
Sianosis sentral pada neonatus dapat disebabkan Terdengar murmur kontinu (duktus ateriosus
oleh kelainan jantung, paru atau depresi sistem saraf paten) ;
pusat (SSP). Penyebab sianosis biasanya dapat diten- Terdengar murmur (murmur bisa tidak terdengar
tukan melalui pemeriksaan klinis saja. Sebagai contoh, pada PJB sianotik berat) ;
menangis dapat mengurangi sianosis dengan etiologi Tidak terdapat peningkatan P0 2 yang bermakna
Tabel I. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Berdasarkan Derajat Vaskularisasi Pulmonal dan Jenis Hipertrofi Ventrikel
(disadur dari Pediatric Cardiology for Practitioners; 2008)
\,1\kt1l.111s,1sr 1n1l111<111,1I r111•n111t;k,11 \.i•-.k11l.u 1'> t'>I ]>ul111011,tl 111P11urur1

l l\K1.ir.111ll\li ll\K,1 11\1: ll\K1 11\K.i


TA perslsten TAB TAB+ SP AT TOF
TA persisten + Hipoplasia AP + Hipolasia PVOD (dengan pirau Ka-Ki
Ventrikel tunggal TAPVR
arteri pulmonal vemrikel kanan sekunder)
Anomali Ebsteln (dengan
TAB+ DSV SJKH Ventrikel tunggal +SP
RBBB)
Keterangan: AP: Atresia pulmonal: AT: Atresia trikuspid: DSV: Defek septum ventrikel: HVB: Hipertrofi ventrikel bilateral: HVKa: Hipertrofi
ventrikel kanan: HVKi: Hipertrofi ventrikel kiri: PVOD: Pulmonary vascular obstructive disease(atau Sindrom Eisenmenger): RBBB:
Right bundle branch block: SJKH: Sindrom jantung kiri hipoplastik: SP: Stenosis pulmonal: TA: Trunkus arreriosus: TAB: Transposisi
arteri besar: TAPVR: Total anomalous pulmonary venous return: TOF: Tetralogy of Fa/lot. Sumber: Park MK. Pediatric cardiology for
practitioners, 2008

meski dengan pemberian oksigen. dikelompokkan berdasarkan derajat vaskularisasi


pulmonal dan karakteristik hipertrofi ventrikel. Ber-
Pada keadaan dimana manifestasi klinis tidak dasarkan derajat vaskularisasi pulmonal dapat dike- 83
menunjukkan karakteristik yang tipikal maka dapat lompokkan menjadi dua kelompok, yaitu vaskularisasi
dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang. Selain menurun atau meningkat. Jenis hipertrofi ventrikel
itu jika sianosis diduga kuat disebabkan oleh kelainan dapat dikelompokkan menjadi hipertrofi ventrikel kiri,
jantung dan perlu menjaga patensi duktus arteriosus kanan atau bilateral.
maka dapat diberikan Prostaglandin El. Berikut Dalam bab ini akan dibahas PJB sianotik yang se-
beberapa langkah tata laksana sianosis sentral pada ring antara lain Tetralogy of Fallot (TOF) , transposisi
neonatus: arteri besar (TAB) , dan atresia trikuspid.
l. Rontgen dada. Dapat menunjukkan adanya kardio-
megali, kelainan siluet jantung, peningkatan atau A. Tetralogi Fallot
penurunan vaskularisasi paru. Definisi
2. EKG. Dapat menunjukkan karakteristik hipertrofi Defek tunggal hipoplasia konus yang menyebab-
ruang jantung dan gangguan konduksi. kan: l)defek septum ventrikel (DSV) . 2)obstruksi
3. Analisis gas darah (AGD) dalam udara ruangan. right ventricular outflow tract (RVOT) (sebagai contoh:
Peningkatan PC0 2 menunjukkan adanya kelainan stenosis pulmonal), 3)aorta mengangkang (overriding
paru atau SSP. Tingkat pH yang rendah dapat dite- aorta), dan 4)hipertrofi ventrikel kanan.
mukan pada sepsis. syok atau hipoksemia berat.
4. Tes Hiperoksi (AGD pasca-pemberian Oksigen Epidemiologi
100%). Lakukan pemberian oksigen 100% se- Tetralogi Fallot mencakup 10% dari keseluruhan
lama 10 menit menggunakan masker. Kadar PO, penyakit jantung kongenital serta merupakan penyakit
dibawah 100 mmHg atau peningkatan kurang dari jantung bawaan (PJB) sianotik tersering yang didiagno-
30 mmHg pasca-pemberian oksigen mengarahkan sis setelah tahun pertama kehidupan.
diagnosis kepada kelainan jantung bawaan.
5. Pemberian Prostaglandin El. Pada suspek PJB Patofisiologi
sianotik atau defek jantung dependen duktus ar- Tingkat obstruksi RVOT mempengaruhi secara
teriosus perlu diberikan Prostaglandin E 1 untuk langsung arah dan besar pirau, serta sianosis klinis
menjaga patensi duktus arteriosus. Dosis inisial dan hipertrofi ventrikel kanan. Pasien mungkin awal-
0,05-0, 1 mg/KgBB per menit melalui infus kon- nya memiliki pirau kiri-ke-kanan (pink Fallot) dan tidak
tinu. Dosis dapat diturunkan secara bertahap 0,01 sianotik. tetapi karena obstruksi RVOT yang progresif,
mg/ KgBB per menit jika terdapat perbaikan (P0 2 terjadi pirau kanan-ke-kiri sehingga terjadi hipoksemia
meningkat, perbaikan pH dan tekanan darah). Jika dan sianosis.
dosis awal tidak memberikan perbaikan maka da-
pat ditingkatkan hingga 0,4 mg/ KgBB per menit. Manifestasi Klinis
Perhatikan efek samping PGE I. antara lain apnea, Hipoksia yang menyebabkan peningkatan
demam dan flushing. resistansi vaskular pulmonal dan penurunan
resistansi sistemik. Biasanya terjadi pada aktivitas
Klasifikasi yang memerlukan energi tinggi (menangis,
Penyakit jantung bawaan sianotik juga dapat berolahraga);
Aorta Mengangkang

Stenosis Pulmonal

Defek Septum Ventrikel

Hipertrofi Ventrikel Kanan

84
Gambar I. Skematik Tetralogi Fallot.

Tet spell (cyanotic spell)-suatu keadaan yang B. Transposisi Arteri Besar (TAB)
dicirikan anak tiba-tiba menangis, iritabel, dan Definisi
bernafas cepat serta dalam. Paling sering terjadi Ketidaksesuaian arterioventrikular. yaitu aorta keluar
pada usia 2-4 bulan; dari ventrikel kanan dan arteri pulmonal keluar dari
Takipnea, peningkatan sianosis seringkali ventrikel kiri.
menyebabkan pasien kelelahan dan tertidur
sehingga menurunkan intensitas bising (aliran Epidemiologi
darah melalui obstruksi RVOT berkurang); lnsidens TAB adalah 20-30 kasus tiap 100.000
Pad a pemeriksaan fisis didapatkan bunyi jantung II bayi lahir hidup. Pada 90% pasien. TAB merupakan lesi
tunggal akibat stenosis pulmonal berat (obstruksi tunggal dan jarang dihubungkan dengan sindrom atau
RVOT). malaformasi ekstrakardiak. Bayi dari ibu penderita DM
memiliki risiko lebih tinggi mengidap kelainan ini.
Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan klinis, Patofisiologi
EKG, foto toraks, dan ekokardiografi. EKG akan menun- Pada transposisi arteri besar, sirkulasi pulmonal
jukkan deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel dan sistemik berfungsi secara paralel. bukan secara
kanan. Foto toraks akan menunjukkan gambaran boot- seri seperti seharusnya. Darah kaya oksigen kembali
shaped heart serta penurunan vaskularisasi di paru. ke atrium kiri dan ventrikel kiri tetapi disirkulasikan
Ekokardiografi menunjukkan adanya kelainan katup kembali ke vaskularisasi paru melewati koneksi arteri
dan DSV dengan jelas. pulmonal abnormal ke ventrikel kiri. Darah miskin
oksigen dari vena sirkulasi sistemik kembali ke atrium
Tata Laksana kanan dan ventrikel kanan, dan kemudian dipompa ke
Jika terjadi spell berikan: sirkulasi sistemik. Sirkulasi paralel ini menyebabkan
Oksigen; suplai oksigen ke tubuh rendah dan kerja ventrikel kiri
Posisikan knee chest (tempatkan bayi pada bahu dan kanan yang berlebih. Pasien tidak dapat bertahan
ibu dengan lutut terlipat) hidup lama kecuali terdapat pembauran darah kaya
Bolus cairan; dan miskin oksigen pada suatu struktur anatomis ter-
Morfin sulfat untuk menurunkan dorongan tentu. Tiga struktur anatomis yang umum menjadi tem-
respirasi dan menurunkan aliran balik vena pat pembauran tersebut adalah defek septum atrium.
sistemik (0, 1-0.2 mg/KgBB IM atau SK); defek septum ventrikel, dan duktus arteriosus paten.
Propanolol.
Operasi dikerjakan dalam 2 tahun pertama kehidupan Manifestasi Klinis
atau lebih awal bila terdapat sianosis signifikan. tet Bayi dengan TAB biasanya lahir cukup bulan.
spell, atau obstruksi RVOT berat. dengan sianosis yang tampak dalam beberapa jam
setelah lahir. Manifestasi klinis dan perjalanan penya-
85
Gambar 2. Skematis Tra nsposisi Arteri Besar dengan duktus arteriosus paten
se bagai penghubung sirkulasi s istemik dan pulmonal.

kit bergantung pada tingkat pembauran antar sirkulasi dan ventrikel kanan.
dan kehadiran lesi anatomis. Pada pasien TAB dengan
septum ventrikel intak, sianosis yang progresif dan Epidemiologi
berat terjadi dalam 24 jam pertama (seiring penutupan Atresia trikuspid merupakan penyakit jantung bawaan
duktus arteriosus) . Pada pasien TAB dengan defek sep- sianotik tersering ke-3.
tum ventrikel besar, gejala gaga! jantung mungkin baru
timbul dalam 3 - 6 minggu pertama seiring pening- Patofisiologi
katan aliran darah pulmonal. Pada pasien TAB dengan Tanpa adanya katup trikuspid dan hubungan
defek septum ventrikel dan obstruksi left ventricular antara atrium dan ventrikel kanan, darah vena yang
outflow tract (LVOT), tingkat sianosis akan propor- kembali ke atrium kanan keluar melalui komunikasi
sional dengan tingkat obstruksi LVOT. Bising jantung intra-atrial. Karena pirau kanan-ke-kiri yang hadir di
tidak terdengar apabila tidak terdapat defek septum tingkat atrium, saturasi darah atrium kiri berkurang.
ventrikel. Aliran darah intra-kardiak pada atresia trikuspid
juga bergantung pada kehadiran/ ketiadaan kelainan
Diagnosis arteri pulmonal. Jika tidak terdapat atresia pulmonal
Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan klinis, atau stenosis katup pulmonal, volume darah ke paru
EKG, foto toraks, dan ekokardiografi. EKG akan menun- mungkin normal dengan oksigenasi normal, sehingga
jukkan deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel menyebabkan sianosis yang lebih ringan. Atresia tri-
kanan. Foto toraks akan menunjukkan penampakan kuspid juga sering diasosiasikan dengan transposisi
jantung berbentuk telur dengan mediastinum sempit arteri besar.
(egg on a string).
Manifestasi klinis
Tata Laksana Atresia trikuspid biasanya terdeteksi saat bayi
Infus prostaglandin E 1 untuk membiarkan duktus karena adanya sianosis, tanda gaga! jantung, dan ga-
arteriosus tetap terbuka hingga septostomi atau ope- ga! tumbuh. Pasien juga memiliki riwayat kulit pucat.
rasi (arterial switch procedure). Bayi tanpa DSV harus ketidakmampuan menyelesaikan makan, sering ber-
dioperasi dalam 2 minggu untuk mencegah kelemahan henti saat makan, atau anoreksia. Pada pemeriksaan
otot ventrikel kiri. fi sis, dapat ditemukan sianosis, distensi vena juguler,
hepatomegali, dan jari tabuh. Pada pemeriksaan jan-
C. Atresia Trikuspid tung, dapat ditemukan impuls apeks yang hiperdina-
Definisi mik dengan distensi ke lateral linea midklavikula kiri.
Kegagalan pembentukan katup trikuspid dengan Bising jantung terdapat pada 80% pasien dengan atre-
ketiadaan hubungan langsung antara atrium kanan sia trikuspid, umumnya bising holosistolik akibat DSV.
Tata Laksana
Perawatan medik bergantung pada keadaan bayi.
Pada bayi dengan penurunan aliran darah ke paru
dengan hipoksemia berat, dapat diberikan infus pros-
taglandin E untuk mempertahankan patensi duktus ar-
teriosus dan meningkatkan aliran darah ke paru. Pada
bayi dengan peningkatan aliran darah ke paru, dapat
diberikan terapi digitalis dan diuretik sampai operasi
dapat dilakukan. Terapi operatif biasanya dilakukan
pada tahun pertama kehidupan. Operasi pembuatan
pirai Blalock Taussig (arteri subklavia ke arteri pul-
monal) atau pirai Glenn (anastomosis kavopulmonal)
dapat dilakukan, dan bila masih terdapat hipoksemia
berulang dilakukan prosedur Fontan.

Sumber Bacaan
I . Pa rk MK. penyunting. Pathop hysio logy of cyanotic congen-
ital heart defects. Dalam: Pediatric cardiology for practi-
Gambar 3. Gambaran egg-on-a-string pada Roentgen dada AP. tioners. Edisi ke-6. Singapura: Mosby Elsevier: 2014 .
(Sumber: Transposition of the great arteries - Radiopaedia.org) 2. Bonhoeffer P. De Groot NMS, Haan FD. Deanfiel JE. Galie
N. Gatzoulis MA, dkk. ESC Guideline for the management
of grown-up co ngenital heart disease (new version 20 I 0) :
Diagnosis The task force on the management of grown-up congenital
Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan klinis, heart disease of the European Society of Cardiology (ESC) .
foto toraks, dan ekokardiografi. Pada foto toraks dapat Eur Heart J.2010:31:2915-57.
ditemukan kardiomegali, dilatasi atrium kanan, dan 3. Apiu C. Webb GD. Redington AN. Tetralogy of fallot. Lancet.
penurunan vaskularisasi paru. Ekokardiografi digu- 2009 Oct 24:374(9699): 14 62-71
nakan untuk menilai anatomi, ukuran DSA, hubungan 4. Le Gloan L. Mo ngeon FP. Mercier LA, Dore A. Marcotte F.
arteri besar. tingkat aliran darah pulmonal, fungsi ven- Ibrahim R. dkk. Tetralogy of Fallot and aort ic root disease.
trikel, dan fungsi katup. Expert Rev Cardiovasc Ther. 20 13Feb:11(2):233-8.
5. Rao PS. Diagnosis and management of cyanotic congenital
heart disease: part I. Indian J Pediatr. 2009 Jan:76(1):57-70.

Penyakit Kawasaki
Andy Arifputera, Najib Advani, Nikmah Salamia Idris

Definisi Patofisiologi
Vaskulitis akut yang terutarna rnengenai arteri Pada stadium awal penyakit, sel endotel dan tunika
berukuran sedang, terutama arteri koroner. media mengalami edema, tetapi lamina elastik interna
tetap intak. Kemudian, sekitar 7-9 hari setelah demam,
Epidemiologi terjadi influks neutrofil yang segera diikuti proliferasi
Penyakit Kawasaki merupakan penyebab utama limfosit CD8+ dan sel plasma yang memproduksi IgA.
penyakit jantung didapat pada anak di negara maju. Sel-sel radang mengeluarkan berbagai sitokin dan
Biasanya menyerang anak di bawah usia 5 tahun. Lebih matrix metalloproteinase yang memengaruhi sel endo-
sering mengenai ras Asia, terutama ras Mongoloid, tel dan menyebabkan kaskade yang berakhir dengan
dibandingkan Afrika maupun Kaukasia. fragmentasi lamina elastik interna dan kerusakan
vaskuler. Pada pembuluh darah yang mengalami
Etiologi kerusakan berat, tunika media mengalami inflamasi
Belum diketahui, diduga infeksi saluran nafas atas dengan nekrosis sel otot polos. Lamina elastik interna
yang memicu respons imun tubuh. dan eksterna dapat terpisah, sehingga menyebabkan
aneurisma.
Selama beberapa minggu/bulan, sel-sel inflamasi
aktif akan digantikan oleh fibroblas dan monosit, serta Tata Laksana
jaringan ikat fibrosa mulai terbentuk dalam dinding Jmunoglobulin IV (2g/Kg BB) untuk mencegah atau
pembuluh darah. Tunika intima berproliferasi dan mengurangi resiko terjadinya aneurisma koroner;
menebal. Dinding pembuluh darah pada akhirnya Aspirin dosis tinggi (80-100 mg/Kg BB/hari dalam
menyempit atau teroklusi akibat stenosis atau trombus. 4 dosis) hingga 2-3 hari setelah demam reda (untuk
Kematian dapat terjadi akibat infark miokard sekunder mencapai efek anti-inflamasi);
yang disebabkan trombosis aneurisma koroner atau Aspirin dosis rendah, dimulai setelah 2-3 hari
ruptur aneurisma koroner yang besar. demam reda: 3-5 mg/KgBB sekali sehari (efek anti-
platelet) selama 6-8 minggu atau lebih lama lagi
Manifestasi Klinis bila terdapat aneurisma arteri koroner;
Fase akut (selama demam masih ada, sekitar 10 Ekokardiogram 2 dimensi pada awal presentasi
hari) penyakit, 2 minggu, dan 6 minggu setelahnya.
Hampir semua kriteria diagnostik dapat Jika ada kelainan koroner, ekokardiografi ulangan
muncul; bergantung pada derajat kelainan koroner.
lritabilitas, meningitis aseptik, miokarditis,
perikarditis, gaga! jantung; Komplikasi
Diare, hidrops vesica felea, pankreatitis, Komplikasi utama adalah vaskulitis arteri koroner
uretritis, artritis; dengan pembentukan aneurisma, terjadi pada 20- 87
Fase subakut (resolusi demam, kulit mengelupas, 25% pasien yang tidak diobati, <5% jika menerima
peningkatan LED dan trombosit, biasanya pada imunoglobulin intravena dalam waktu slO hari
hari 11 -2 1) demam:
Artritis; 50% aneurisma mengecil dalam 2 tahun;
Umumnya mulai timbul kelainan jantung pada Antikoagulan seperti warfarin dibutuhkan
minggu ke dua; untuk aneurisma koroner raksasa (> 8 mm);
Fase konvalesen (berlangsung hingga LED dan Faktor risiko untuk timbulnya aneurisma koroner:
trombosit normal kembali, ~ 21 hari) laki-laki, usia <l tahun atau >9 tahun, demam > 10
Aneurisma arteri koroner, ruptur aneurisma, hari.
infark miokard, gaga! jantung;
Beau's lines: garis putih melintang yang terlihat Sumber Bacaan
pada kuku. 1. Son MB. Gauvreau K. Ma L, Baker AL, Sund e) RP. Fulton
DR. dkk. Treatment of Kawasaki disease: analysis of 27
Diagnosis US pediatric hospitals from 200 1 to 2006. Pediatrics.
Kriteria diagnostik penyakit Kawasaki: 2009: 124: 1-8 .
Demam persisten selama 5 hari atau lebih DAN 2. Rowley AH. Shu lman ST. Pathogenesis and management of
4 dari 5 karakteristik berikut: Kawasaki disease. Expert Rev Ant Infect Ther. 2010:8: 197-
Konjungtivitis bilateral non-purulen; 203.
Bibir pecah-pecah, lidah berwarna merah 3. Pinna GS. Kafetzis DA. Tselkas 01. Skevaki CL. Kawasaki
seperti stroberi, eritema orofaring; disease: an overview. Curr Op in Infect Dis. 2008:2 1:263-70.
Perubahan pada ekstremitas perifer, berupa: 4. Satou GM. Giamelli J. Gewitz MH. Kawasaki disease: diagno-
Fase akut: eritema, edema kaki dan tangan; sis. management. and long-term implications. Cardiol Rev.
Fase subakut: pengelupasan ujung jari kaki 2007:15: 163-9.
dan jari tangan. 5. Advani. N. Mengenal penya kit Kawasaki. Jakarta: Badan
Ruam polimorfik (berbagai bentuk); Penerbit FKUI: 2004.
Ljmfadenopati servikal dengan diameter > 1,5 6. Newburge r JW. Takahashi M, Gerber MA. Gewitz MH, Tani
cm. LY. Burns JC, dkk. Diagnosis. treatment. and long-te rm man-
Eksklusi penyakit lain (sebagai contoh: campak, agement of Kawasaki disease: statement for health profes-
scarlet fever). sionals from the Cornmitcee on Rheumatic Fever. Endocar-
Penyakit Kawasaki inkomplit: <5 dari 6 ciri diagnostik, ditis and Kawasaki Disease. Circulation. 2004: I 10:2747-71.
tetapi dengan keterlibatan arteri koroner.
Gangguan Ginjal Akut (GGA)
Novita Suprapto, Sudung 0 Pardede

zCl> Definisi dan Klasifikasi


Penurunan signifikan fungsi ginjal (LFG atau fung-
rah. Berguna sebagai penilaian awal kerusakan
ginjal;

~....
si tubulus) secara mendadak. Istilah GGA telah meng- Ultrasonografi ginjal. Ekogenisitas parenkim gin-
gantikan istilah sebelumnya, gaga! ginjal akut (acute jal akan meningkat pada nekrosis tubular akut.
IQ renal failure/ ARF), karena lebih menggambarkan per- Dapat digunakan untuk menilai suatu nefritis gin-

~
jalanan penyakit menuju kegagalan fungsi ginjal Oihat jal atau obstruksi saluran kemih.
Tabel I). GGA dapat dikategorikan berdasarkan esti- Biopsi ginjal. Biasanya dilakukan secara perkutan;
~ masi bersihan kreatinin atau keluaran urine (Tabel I). bermanfaat untuk menegakkan diagnosis, menge-
tahui derajat keparahan penyakit (misalnya pada
88
Etiologi dan Patofisiologi nefritis lupus), respons terapi, maupun prognosis.
Mekanisme GGA sangat bervariasi sesuai etiolo-
ginya. Secara garis besar, penyebab GGA dibagi Tata Laksana
menjadi pre-renal, intrinsik renal, dan pasca-renal Tata laksana GGA harus disesuaikan dengan eti-
(lihat Tabel 2) . Penyakit ginjal pre-renal diakibatkan ologi yang mendasari. Pada umumnya, pasien dirujuk
penurunan perfusi ke ginjal; dapat disebabkan oleh ke dokter spesialis anak, namun ada beberapa hal
deplesi volume cairan atau hipotensi relatif. Nekrosis umum yang harus diperhatikan:
tubular akut adalah penyebab tersering pada anak Menentukan balans cairan yang sesuai, antara ma-
akibat penurunan perfusi ginjal. Sementara etiologi sukan (input) dan keluaran cairan (output). Balans
intrinsik ginjal dapat berupa kelainan vaskular, glo- cairan harus dipantau berkala, setidaknya setiap
merular, tubular maupun interstitial. Obstruksi ureter l2jam:
adalah etiologi pasca-renal tersering. Terapi cairan dan elektrolit harus memperhitung-
kan kebutuhan dasar, insensible water Joss, dan
Tanda dan Gejala kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Bila
Sesuai klasifikasi GGA pada Tabel 2, tanda dan terjadi hipovolemia, maka berikan cairan fisiologis
gejala GGA akan sangat bervariasi (lihat Tabel 3). NaCl 0 ,9% l 0 mL/KgBB secara intravena selama
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik akan sa- 30-60 menit. Bila terjadi hipervolemia, maka digu-
ngat membantu dalam mencari etiologi AKI. Namun, nakan furosemid 2 mL/KgBB atau diuretik lainnya
seringkali sulit membedakan penyakit ginjal pre-re- yang sesuai.
nal dan intrinsik renal. Salah satu pemeriksaan yang Makanan, cairan, dan obat-obatan yang mengan-
dapat membantu ialah perhitungan fraksi ekskresi dung kalium harus dikurangi hingga fungsi ginj al
natrium (FEN,) dan rasio BUN/ kreatinin. membaik. Hiperkalemia dapat menyebabkan arit-
mia jantung.
Pemeriksaan Penunjang Penanganan hipokalsemia dan hiperfosfatemia
Urinalisis, profil elektrolit, dan analisis gas da- dilakukan dengan menurunkan kadar fosfat se-

Tabet I . Kriteria Pediatric RIFLE


Estirnasi B<•r\than Kn•atinin (<'Cr) " K<•luaran Unn

B!sk eCr <25% <0.5 mL/KgBB/jam selama 8 jam

Injury eCr<50% <0.5 mL/KgBB/jam selama 16 jam


eCr <75%, atau <0.3 mL/KgBB/jam selama 24 jam. atau
Eailure
eCr <35 mL/ menit/ 1.73 m' Anuria selama 12 jam
loss Kriteria Failure persisten >4 minggu
Penyaklt gi1tjal stadium akhir
fi.nd-stage
(Kriteria Failure persisten >3 bulan)
Keterangan: 'Perhitungan eCr menggunakan rumus Schwar tz: k (konstanta) x tinggi atau panjang badan (cm}l kreatinin serum.

k = 0.45 untuk usia 1-52 minggu; 0.55 untuk 1-13 tahun; 0.55 untuk perempuan 13-18 tahun; 0. 7 untuk laki-Jaki 13-18 tahun.
Ta bel 2. Penyebab Gangguan Ginjal Akut pada Anak

Pre rrnal, I lipnvolermk.


l1111m\ 1k PaM.t 1t·nal (0h'>truh1)
Hipot<•11s i

Nekrosis tubular akut:


Obstruksi uretra: striktur, valvula uretra
Nefrotoksin (obat-obatan)
posterior, divertikulum
Dehidrasi Nekrosis korteks akut
Obstruks i ureter: kalkuli/ kristal. bekuan
Syok sepsis Glomerulonefritis
darah
Gagal janrung Nefritis interstisial
Ureterokel
Perdarahan Vasku lar: trombosis vena re nal is,
Tumor ekstrinsik yang menekan buli-buli
Luka bakar tromboemboli arteri. disseminated
Tumor ekstrinsik saluran kemih
Peritonitis. asites. sirosis intravascular coagulation. skleroderma
Neurogenic bladder
Pigmenruria: hemoglobinuria.
Tumor /isis syndrome
mioglobinuria

Tabel 3. Perbedaan Masing-mas ing Penyebab Ga ngguan Gi njal Akut


Pn•n•1lc1I R< •n<t l
Anak N<•on alu'> A1Mk NPonalu'> Past il H'Tl.ll

Diare, muntah. perdarahan, Hipotensi. anoksia, pajanan Gangguan berkemih (pancaran


Anamnesls 89
atau penggunaan diuretik terhadap nefroroksln maupun kuantitas urin)

Pemeriksaan fisis Tanda-tanda deplesi cairan Hipertensi. edema Massa tu mpul. distensi buli

Na· urine (mEq/ L) <20 <20 -30 >40 >40 Bervariasi, dapat >40

FEN,. (%)' <l <2-5 >2 >2-5 Bervariasi. dapat >2


Osmolalitas urine
>500 >300 -500 -300 - 300 Bervariasi. dapat <300
(mOsm/ L)
Ras io BUN/
>20 2 10 - 10 <:10 Bervariasi, da pat >20
kreatinin serum
Hematurla, plurla. sedimen. Bervariasi. dapat normal, dapat juga
Urinalisis Normal
roteinuria ditemukan kristal
'FE.w Fractional excretion of sodium (%) = (UN/P.-)l(U,re•"'•/P.,,,,,,,.):Us, kadar natrium dalam urin: P., kadar natrium dalam
plasma: U1rearimrt kadar kreatinin dalam urin: P~rt•mmrt kadar krearinin dalam plasma: BUN, blood urea nitrogen.

rum: diet rendah fosfat, pemberian molekul Sumber Bacaan


pengikat fosfat, kalsium asetat, atau kalsium kar- 1. Pudj iadi AH. Hega r B. Handryastut i S. Idris NS, Gandaputra
bonat. EP. Harmoniati ED. penyu nting. Pedoman pelayanan medis
Indikasi dialisis pada GGA anak ialah hipervole- lkatan Dokter Anak Indonesia (IDA!). Jaka rta: Badan Pe n-
erbit !DAI: 20 1 1.
mia yang tidak berespon terhadap restriksi cairan
2. Vogt BA, Avne r ED. Renal failure. Dalam: Kliegman RM,
dan diuretik, abnormalitas elektrolit mayor yang
Stanton BM. Geme ]. Schor N, Behrman RE. penyunting.
tidak membaik dengan medikamentosa, serta tan- Ne lson's textboo k of pediatrics. Edis! ke- 19. Philadelphia:
da-tanda sindrom uremia. Elsevier Sau nders: 20 11 .
Prognosis GGA bervariasi sesuai etiologi dan de- 3. AkcanArikan A, Zappitelli M. Loftis LL. Washburn KK. Jef-
rajat keparahan penyakit. Komplikasi komorbitas ferso n LS, Go ldste in SL. Modified RIFLE criteria in critical-
utama pada GGA ialah sepsis. ly ill childre n wi th ac ute kidney inj ury. Kidney Int. 2007
May:71(10):102835.

Glomerulonefritis Akut Pasca-


Streptokokus (GNAPS)
Novita Suprapto, Sudung 0 Pardede

Definisi dan Epidemiologi timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan


Sindrom nefritik akut yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal (azotemia). Gejala timbul
setelah infeksi bakteri Streptokokus- (3 hemolitikus pertama) ;
grup A pada saluran pernapasan atau di kulit. GNAPS Pemeriksaan elektrolit (untuk komplikasi gaga!
biasa mengenai anak usia sekolah dan jarang pada ginjal akut): hiperkalemia, hiperfosfatemia. hipoka-
anak usia <3 tahun. lsemia, dan asidosis metabolik.

Patogenesis dan Patofisiologi Diagnosis


Sebagian besar penyakit ini bersifat swasirna Ditegakkan berdasarkan klinis sindrom nefritis yang
(95%), namun dapat menyebabkan gaga! ginjal akut. disertai bukti keterlibatan infeksi Streptokokus
Gaga! ginjal dapat didahului oleh infeksi streptokokus sebelumnya. Pemeriksaan penunjang yang sangat
z
Cl)
- (3 hemolitikus grup A seperti radang tenggorokan membantu ialah penurunan kadar C3 yang menurun.
yang menyebabkan terbentuknya suatu kompleks Akan tetapi, kadar C3 yang menurun juga dapat
[ imun yang bers irkulasi sehingga terjadi penumpukan ditemukan pada lupus eritematosus sistemik dan
0 kompleks imun in situ. Infeksi sebelumnya akan eksaserbasi akut pada glomerulonefritis kronis.
.....
IQ
merangsang tonsil menghasilkan IgA yang akhirnya Pemeriksaan lainnya dapat menunjukkan tanda infeksi

i
90
tertimbun pada mesangium glomerulus ginjal sehingga
menimbulkan kerusakan ginjal.

Tanda dan Gejala


streptokokus sebelumnya seperti titer antistreptolisin
A, antihialuronidase. anti-DNAase, dan lain-lain.

Diagnosis Banding
Riwayat infeksi saluran pernapasan 1-2 minggu se- Diagnosis banding GNAPS adalah kondisi-kondisi
belumnya atau infeksi kulit (pioderma) 3-6 minggu lain yang menyebabkan hematuria (lihat Tabel I) .
sebelumnya: Secara umum, hematuria dapat dibedakan menjadi
Hematuria makroskopis atau sembab (edema) di hematuria glomerular dan ekstra-glomerular.
kedua kelopak mata dan tungkai; Pada hematuria glomerular, urine berwarna merah,
Pada stad ium lebih lanjut, dapat ditemukan kom- kadang kecoklatan, umumnya ditemukan eritrosit
plikasi kejang, penurunan kesadaran (ensepalopati yang dismorfik. Hematuria glomerular sering disertai
hipertensi) , gagaljantung, atau edema paru; proteinuria >500 mg/ hari. Sementara pada hematuria
Oliguria atau anuria. ekstra-glomerular, urine berwarna merah atau merah
muda, morfologi eritrosit normal. dan silinder eritrosit
Pemeriksaan Penunjang tidak selalu ada.
Urinalisis: proteinuria, hematuria, dan adanya
silinder eritrosit: Tata Laksana
Laboratorium: kadar kreatinin dan ureum darah Medikamentosa:
umumnya meningkat: o Antibiotik untuk eradikasi bakteri: amoksisilin
Jmunoserologi: titer ASTO meningkat (75-80% ka- 50 mg/ KgBB/ hari dibagi dalam 3 dosis selama
sus), kadar komplemen C3 menurun (pada minggu 10 hari. Bila anak alergi, dapat digunakan eri-

Tabel I. Diagnosis Band ing Hematuria pada Anak

Hrn1t1turi.t GlomPnilar lfpmaturia Pkstr.1 GlomPrular

Isolated renal disease


Nefropati lgA (contoh: penyakit Berger) Kelainan anatomls: hidronefrosis, penyakit gin.Jal kistik. tumor
GN pasca-infeksi (contoh: GN pasca-streptokokus) (Wilms. rabdorniosarkoma)
Kristaluria: kalsium, oksalat. asam urat
Nefropati membran basal glomerulus tebal
Sindrom Alport (nefritls herediter) Urolitiasis
Trauma
Nefropati membranosa
GN membranoproliferatif Latihan fists yang berat
Glomerulosklerosls fokal segmental Tubulointerstitial gin.Jal: pielonefritis, nefritls interstitial. nekro-
Penyakit anti-membran basal glomerulus sis tubular akut
lnflamasi (infeksi maupun non-infeksi): sistisi. uretritis
Penyakit Multisistem Vaskular: trombosis arteri/vena, malaformasi vaskular
Nefritis purpura Henoch-Schoniein Hemoglobinopati: sickle cell trait/disease. SC hemoglobin
Sinrom uremia-hemolitik
Koagulopati
Glomeru lopati sel sabit
Nefropati HIV
Nefritis lupus eritematosis sistemik
Granulomatosis Wegener
Nodosa poliarteritis
Sindrom Goodpasture
tromisin dosis 30 mg/KgBB/ hari dibagi dalam baik dalam I minggu. dan menjadi normal dalam
3 dosis. 3-4 minggu. Komplemen serum akan menjadi nor-
o Diuretik apabila disertai retensi cairan dan mal dalam 6-8 minggu. Namun, kelainan sedimen
hipertensi urine dapat terlihat selama berbulan-bulan atau
o Obat hipertensi dapat dipertimbangkan bila di- bertahun-tahun. Pasien sebaiknya dirujuk ke dok-
sertai hipertensi ter spesialis anak.
Suportif: Tirah baring. diet nefritik yaitu diet
rendah protein dan rendah garam apabila terjadi Sumber Bacaan:
penurunan fungsi ginjal dan retensi cairan. Tata 1. Pudjiadi AH. Hegar B, Hardyastuti S, Idris NS, Gandaputra
laksana suportif lainnya disesuaikan dengan kom- EP. Harmoniati ED, penyunting. Pedoman pelayanan medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia (!DAI). Jakarta: Badan Pener-
plikasi yang ada (gaga! ginjal, ensefalopati hiper-
tensif, gaga! jantung. edema paru) . Atasi kelainan
2.
bit !DAI: 201 1.
Davis ID, Avner ED. Glomerulonephritis associated with in-
....t:n
elektrolit dan metabolik yang terjadi. fections. Dalam: Kliegman RM. Stanton BM, Geme J. Schor
Pemantauan: Fungsi ginjal diharapkan akan mem- N. Behrman RE. penyunting. Nelson's textbook of pediatrics.
Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders: 201 1. iz
<II

91
31
Kl1mpckmi I\'
• Infeksi Saluran Kemih
11

Definisi
•• Novita Suprapto, Sudung 0 Pardede

anak ialah Escherichia coli. Faktor predisposisinya


Infeksi saluran kemih (!SK) adalah istilah umum ialah gangguan aliran urine (obstruksi mekanik atau
untuk menyatakan adanya pertumbuhan dan fungsional), dan kelainan anatomi saluran kemih.
perkembangbiakan bakteri di dalam saluran kemih,
termasuk kandung kemih dan parenkim ginjal. dalam Tanda dan Gejala
jumlah yang signifikan. Gambaran !SK sangat bervariasi dan sering tidak
khas. dari asimtomatis hingga gejala sepsis berat.
Etiologi dan Epidemiologi Pada neonatus hingga usia 2 bulan. gejala dapat
!SK merupakan penyebab demam kedua tersering berupa demam. apatis. berat badan tidak naik.
setelah infeksi saluran pernapasan pada anak usia muntah, mencret, anoreksia, tidak mau minum, dan
kurang dari dua tahun. Penyebab tersering !SK pada sianosis;

Tabet 1. lnterpretasi Hasil Biakan Urin


C1r.i Pt•nilmpungiln Juml.th Kolon1 Krmungkinan l11f Pksi
Bakteri gram (-): asal ada bakteri
Pungsi suprapubik > 99%
Bakteri gram (+): beberapa ribu
> 10' 95%
Kateterisasi kandung kemih 10' - JO' Diperkirakan !SK
103 - 10' Diragukan. ulangi

Urin pancar tenga h


>10' Diperkirakan !SK
Laki-laki
3 x biakan > 10 5 95%
Perempuan
2 x biakan > ios 90%
1 x biakan > 10' 80%
5x l 0' - 10' Diragukan. ulangi
10' - 5x 10' (klinis s imptomati k) Diperkirakan !SK. ulangi
10' - 5x 1o• (klinis asimptomatik) Tidak ada !SK
< 10 4 Tidak ada !SK
Urine collector disimpan pada
tempat steril. lazim digunakan pada
anak atau bayi
Tabel 2. Dosis Antibiotik untuk Pengobatan ISK

Obat Dosis mglKg/hari frl'ktll'nsi/(usia bayi)


Parenteral
Ampisilin 100 Tlap l 2 jam (bayi< I minggu)
Tiap 6-8 jam (bayi> 1 minggu)
Sefotaksim 150 Dibagi setiap 6-8 jam
Gentamisin 5 Tiap 12 jam (bayi< 1 minggu)
Tlap 24 jam (bayi> l minggu)

zct> Seftriakson
Seftazidim
75
150
Sekali sehari
Dibagi setiap 6-8 jam

[ Sefazolin
Tobramisin
50
5
Dlbagi setiap 8 jam
Dibagi setiap 8 jam
0 Ticarsilin JOO Dlbagi setiap 6 jam
19. Oral

~
Rawatjalan, antibiotik oral (pengobatan standar)
Amoksisilin 20-40 mg/Kg/hari q8h
Ampisilin 50-100 mg/ Kg/hari q6h
92 Amoksisilin-klavulanat 50 mg/Kg/hari q8h
Sefaleksln
Sefiksim 50 mg/Kg/hari q6-8h
Nitrofurantoin' 4 mg/Kg ql2h
Sulfisoksazol' 6-7 mg/Kg q6h (prolilaksis: 1-2 mg/Kg satu ka/i malam hari)
Trimetoprim' 120- 150 q6-8h (prolilaksis: 50 mg/Kg saw kali ma/am hari)
Sulfarnetoksazol 6-12 mg/Kg q6h (prolilaksis: 2 mg/Kg satu kali malam hart)
30-60 mg/Kg q6-8h (prolilaksis: J0 mg/Kg satu ka/J malam hart)
• Tidak diberikan pada neonatus atau dengan insulisiensi ginjal

Pada bayi, gejalanya berupa demam, berat badan pada kultur urine memiliki intepretasi yang berbeda
tidak naik, atau anoreksia; untuk cara penampungan yang berbeda (lihat Tabel 1).
Pada anak besar, gejala berupa nyeri BAK,
frekuensi BAK meningkat, nyeri perut atau ping- Tata Laksana
gang, mengompol, polakisuria, atau urine berbau Sebelum ada hasil biakan, diberikan pengobatan
menyengat; empiris selama 7-10 hari. Jenis antibiotik dapat
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan demam, dilihat pada Tabel 2. Umumnya, setelah terapi an-
nyeri ketok sudut kosto-vertabrae. nyeri tekan tibiotik 2x24 jam, gejala menghilang. Bila belum,
suprasimfisis, kelainan genitalia eksterna (fimosis, pik.irkan antibiotik yang lain.
hipospadia, epispadia, atau sinekia vulva), atau ke- Indikasi rawat inap: diserta dehidrasi, muntah, ti-
lainan tulang belakang (spina bifida). dak dapat minum per oral, berusia !> 1 bulan, atau
dicurigai urosepsis. Tata laksana mencakup rehi-
Pemeriksaan Penunjang drasi dan antibiotika intravena.
Urinalisis: proteinuria, leukosituria (leukosit >5/ Suportif. Asupan cairan yang adekuat, perawatan
LPB) , hematuria (eritrosit >5/LPB) , uji nitrit positif, higienitas daerah perineum dan periuretra, serta
leukosit esterase positif. pencegahan konstipasi. Pasien dan pengasuh juga
Diagnosis pasti: menemukan bakteriuria bermakna perlu diedukasi agar anak tidak menahan buang air
pada kultur urin kecil dan penggunaan lampin sekali pakai.
Pemeriksaan lainnya (sesuai indikasi): USG, Ront-
gen abdomen, atau miksio-sisto-uretrogram dan Sumber Bacaan
pielografi intravena. 1. Pudjiadi AH. Hegar B, Hardyastuti S, Idris NS. Gandaputra
EP. Harmoniati ED, penyuming. Pedoman pelayanan medis
Diagnosis Ikatan Dokter Anak Indonesia ODA!). Jakarta: Badan Pener-
bit !DAI: 2011.
Batasan diagnosis !SK ialah pertumbuhan bakteri
2. Eder JS. Urinary tract infections. Dalam: Kliegman RM, Stan-
<: 105 unit koloni per mL urine segar pancar tengah
ton BM, Geme J. Schor N, Behrman RE, penyuming. Nelson"s
(midstream urine) pagi hari. Namun, penemuan bakteri textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier
Saunders: 201 I.
Sindrom Nefrotik (SN)
Novita Suprapto, Sudung 0 Pardede

Definisi dan Epidemiologi Kadar albumin yang menurun akan mengakibatkan


Kondisi klinis yang ditandai dengan proteinuria penurunan tekanan onkotik plasma sehingga terjadi
berat, terutama albuminuria (>I g/m' /24 jam). perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial,
hipoproteinemia (albumin serum <2,5 g/dL). edema, yang secara klinis mengakibatkan edema anasarka.
......
~

-z~
dan hiperkolesterolemia (>250 mg/ dL). Berdasarkan Edema pun terjadi akibat penurunan volume darah
penyebab, sindrom nefrotik pada anak dapat efektif dan peningkatan reabsorpsi natrium klorida
dibagi menjadi sindrom nefrotik kongenital, primer pada tubulus yang selanjutnya mengaktifkan jaras QJ
(idiopatik), atau sekunder. Dalam tulisan ini hanya akan renin-angiotensin-aldosteron. Kadar lipid serum
dibahas mengenai SN yang paling sering ditemukan meningkat karena kondisi hipoproteinemia akan
yaitu sindrom nefrotik primer. menstimulasi sintesis lipoprotein di hepar, sementara
93
metabolisme lipid berkurang.
Epidemiologi
Insidens SN primer pada anak sekitar 2- 7 per Tanda dan Gejala
100.000 anak, dan lebih banyak ditemukan pada anak Bengkak pada kedua kelopak mata, perut (asites),
laki-laki (perbandingan 2: I). Sindrom nefrotik primer tungkai, skrotum/labia, atau seluruh tubuh.
paling sering terjadi pada usia 1,5-5 tahun. Kejadian Penurunan jumlah urin. Kadang disertai keluhan
SN primer sering dikaitkan dengan tipe genetik HLA urine keruh atau berwarna kemerahan (hematu-
tertentu (HLA-DR7 , HLA-B8, dan HLA-Bl2). Usia, ras, ria) ;
dan geografis juga turut mempengaruhi insidens SN. Kadang ditemukan hipertensi.

Patogenesis dan Patofisiologi Pemeriksaan Penunjang


Diawali dengan suatu kelainan primer yang Pemeriksaan proteinuria: dipstik (~ 2+), urinalisis,
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus serta urine tampung 24 jam. Dianjurkan untuk
terhadap protein. Hal tersebut diakibatkan oleh mengambil sampel urine pagi hari untuk penguku-
mekanisme yang kompleks, namun biasanya ran protein total dan kreatinin. Sugestif sindrom
akibat kerusakan sialoprotein pada membran basal nefrotik apabila rasio protein terhadap kreatinin
glomerulus (yang berfungsi menghasilkan muatan >0 ,5;
negatif) . Proteinuria akan terus berlangsung hingga • Pemeriksaan kadar elektrolit serum, BUN, kreati-
menyebabkan kadar protein dalam serum, terutama nin (hitung bersihan kreatinin), protein total, albu-
albumin, menurun. Meski demikian, aliran darah min, dan kolesterol;
ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) tidak Pengukuran steroptozyme, C3 , C4 , dan ANA jika di-
berkurang. curigai sindrom nefrotik sekunder.
Secara histologis, kelainan pada glomerulus
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Diagnosis
• Minimal change nephrotic syndrome (MCNC). Tipe Sindrom nefrotik adalah diagnosis klinis sesuai
paling sering, 70-80%. definisinya. Sebagian besar penyebabnya ialah primer,
• Focal segmental glomerulosclerosis (FSGS). kejadian sehingga kemungkinan penyebab sekunder harus
sekitar I 0%. Tipe ini sering terjadi mendahului tipe disingkirkan terlebih dahulu. Beberapa kriteria yang
MCNC. dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis SN
Nefropati membranosa (I %). Seringkali disebabkan primer, antara lain:
oleh infeksi sistemik: hepatitis B, sifilis, malaria, dan • Usia 1-8 tahun;
toksoplasmosis, maupun obat-obatan. • Fungsi ginjal normal;
Sindrom nefrotik kongenital adalah sindrom ne- Tidak ada hematuria makroskopik;
frotik yang terjadi hingga 3 bulan pertama kehidupan. Tidak ada gejala dan tanda penyakit sistemik
Dapat disebabkan oleh pengaruh genetik (autosomal (demam, ruam kulit, nyeri sendi, penurunan berat
resesif) , atau sekunder akibat infeksi (sifilis, hepatitis badan);
B) dan lupus eritematosa sistemik. Kadar komplemen serum normal;
Pemeriksaan ANA negatif; turut) , pemberian dilanjutkan dengan 2/3
Skirining infeksi viral (HIV, hepatitis B dan C) dosis awal (40 mg/ m2/ hari, maksimum 60
negatif; serta mg/ hari) dosis tunggal pagi selama sehari
• Tidak ada riwayat penyakit ginjal dalam keluarga. (alternating dose) selama 4 minggu. Total
pengobatan menjadi 8 minggu.
Diagnosis Banding Namun, bila terjadi relaps, berikan prednison
Proteinuria transien. Dapat terjadi akibat latihan 60 mg/ m'/hari sampai terjadi remisi (maksi-
fisis yang berlebihan, atau pada anak yang dehidra- mal 4 minggu) , dilanj utkan 2/3 dosis awal (40
si atau febris. Proteinuria biasanya ringan dan tidak mg/ m2/ hari) secara alternating selama 4 ming-
ada kelainan ginjal. gu. Pemberian prednison jangka panjang dapat
Proteinuria postural (ortostatik). Proteinuria ri- menyebabkan efek samping hipertensi.
ngan yang terjadi sewaktu pasien berubah posisi o Apabila sampai 4 minggu pengobatan steroid
dari berbaring menjadi berdiri. dosis penuh belum juga terjadi remisi, maka
Proteinuria glomerular. Kondisi ringan (<0,5/ g/ disebut steroid resisten. Kasus dengan resis-
m2/ hari) sering disebabkan oleh pielonefritis, pe- ten steroid atau toksik steroid, diterapi meng-
nyakit kistik ginjal, uropati obsturktif, dan glomer- gunakan imunosupresan seperti siklofosfamid
ulonefritis ringan. Kondisi sedang (0,5-1/g/m'/ per oral dengan dosis 2-3 mg/KgBB/ hari da-
94 hari) sering disebabkan oleh glomerulonefritis akut lam dosis tunggal. Dosis dihitung berdasarkan
pasca-infeksi Streptokokus, nefritis Henoch-Sch6n- berat badan tanpa edema. Pemberian siklo-
lein ringan, pielonefritis berat, glomerulonefritis fosfamid dapat menyebabkan efek samping de-
be rat, dan sindrom uremik hemolitik (HUS). Pro- presi sumsum tulang (apabila leukosit <3000/
teinuria berat (> 1/g/m2/ hari) sangat dicurigai µL , terapi dihentikan) .
suatu sindrom nefrotik.
Komplikasi
Tata Laksana Infeksi: selulitis, peritonitis bakterialis spontan (2-
Suportif: 6%);
Tirah baring pada kasus edema ansarka; Tromboemboli (1 ,8-5%);
Pemberian diet protein normal (1,5-2 g/ KgBB/ Gaga! ginjal;
hari) , diet rendah garam (1-2/g/hari), serta Pada kasus SN jangka panjang, telah dilaporkan
diuretik: furosemid 1-2 mg/ KgBB/ hari) . Bila komplikasi kardiovaskular pada anak.
perlu, furosemid dapat dikombinasikan dengan
spironolakton 2-3 mg/ KgBB/ hari; Prognosis
Pemberian antihipertensi dapat diper- Angka kejadian relaps SN pada anak yang respon-
timbangkan bila disertai hipertensi; sif terhadap steroid berkisar antara 60-80%. Namun,
Pada kasus edema refrakter, syok, atau kadar angka relaps tersebut semakin kecil seiring bertam-
albumin ,;; l g/ dL, dapat diberikan albumin bahnya usia anak.
20-25% dengan dosis 1 g/KgBB selama 2-4
jam. Apabila kadar albumin 1-2 g/dL, dapat Sumber Bacaan
dipertimbangkan pemberian albumin dosis 0,5/ l. Pudjiadi AH. Hega r B. Ha rdyastut i S. Idris NS. Gandaputra
KgBB/ hari. EP, Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan
Medikamentosa: medis Ikatan Dokter Anak Indonesia ODA!) . Jakarta: Sadan
Penerbit IDA!: 20 l l.
Prednison dengan dosis awal 60 mg/ m2 / hari
2. Vogt BA. Avne r ED. Conditions particularly associated with
atau 2 mg/KgBB/ hari. diberikan dengan dosis proteinuria. Dalam: Kliegman RM, Stanton BM. Geme J.
terbagi 3, selama 4 minggu. Apabila terjadi Schor N, Be hrman RE, penyunting. Ne lson's textbook of
remisi (proteinuria negatif 3 hari berturut- pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders:
201 l.
Ensefalitis Virus dan
Meningitis Aseptik
Gracia Lilihata, Setyo Handryastuti

Definisi ling berbahaya dan dapat berakibat fatal bila tidak


Ensefalitis adalah inflamasi pada jaringan paren- ditangani dengan baik. Oleh karena itu, setiap kasus
kim otak yang disertai defisit neurologis yang nyata. ensefalitis virus maupun meningitis aseptik harus dio-
Ensefalitis paling sering disebabkan infeksi virus. bati sebagai infeksi HSY sampai terbukti sebaliknya. .....
~
Di sisi lain, virus dapat menginfeksi meningens 0
saja. Keadaan itu disebut meningitis virus (atau
meningitis aseptik, meskipun sebagian kecil meningi-
Faktor Risiko
Menurunnya sistem imun merupakan faktor risiko
e~
tis aseptik juga dapat disebabkan obat). Meningitis
aseptik merupakan penyebab sebagian besar inflama-
utama, seperti pasien HIVI AIDS, pengguna steroid
jangka panjang, atau kemoterapi.
z
si meningens akut yang umumnya bersifat self-limited 95
dan tidak berbahaya. Patogenesis
Metode penularan setiap virus berbeda-beda. En-
Epidemiologi dan Etiologi terovirus menyebar melalui kontak dengan mukus,
Infeksi virus merupakan bentuk infeksi sistem saliva, atau feses yang mengandung virus. Periode
saraf pusat (SSP) yang paling sering terjadi di dunia. inkubasi-4-6 hari. HSY tipe 1 menular lewat kontak
Ensefalitis virus lebih sering terjadi pad a anak (16 langsung, sementara HSY tipe 2 menular lewat kontak
dari 100.000 per orang per tahun dibandingkan 3,5- seksual, pada neonatus biasanya tertular dari jalan la-
7,4 dari 100.000 per orang per tahun pada dewasa). hir ibu. Japanese B encephalitis (banyak ditemukan
Penyebab tersering ensefalitis virus anak adalah en- di Bali) bereplikasi di hewan, seperti babi, kera, dan
terovirus (hingga 80%) diikuti Virus Herpes Simpleks burung. Kemudian ditularkan ke manusia melalui gigi-
(10-20%). Penyebab meningitis aseptik terseringjuga tan nyamuk.
enterovirus (lihat Tabel 1). Meski demikian, sekitar Infeksi virus ke SSP biasanya berasal dari fokus
60% ensefalitis virus tidak dapat diidentifikasi penye- infeksi di tempat lain, seperti di saluran pernapasan,
babnya walaupun telah menggunakan metode diag- saluran pencernaan, atau kulit. Virus lalu mencapai
nostik optimal. SSP melalui salah satu atau secara simultan, lewat
HSY adalah penyebab ensefalitis virus yang pa- jalur penyebaran di bawah ini, yaitu:

Tabel 1. Etiologi Ensefalitis Virus dan Meningitis Aseptik

Enterovirus: Enterovirus:
poliovirus, poliovirus.
Penyebab
coxsackievirus. coxsackievirus,
tersering
echo virus echo virus
Herpes simplex virus (tipe 1 dan 2)

Rabies Herpes simplex virus (tlpe I dan Z)


Arbovirus Arbovirus
Western Equine encephalitis virus Western Equine encephalitis virus
Eastern Equine encephalitis virus Eastern Equine encephalitis virus
Japanese encephalitis virus Japanese encephalitis virus
Penyebab lain, St. Louis encephalitis virus St Louis encephalitis virus
lebih jarang California- La Crosse virus California- La Crosse virus
Mumps Mumps
Measles (terutama bagi yang tidak divaksin) Varlcella
VarlceUa Nipah virus
Nipah virus Influenza
HIV
Infeksi lokal sering negatif pada bayi. Keseluruhan gejala meningi-
lnfeksi langsung selaput atau permukaan SSP. tis aseptik umumnya berlangsung singkat <1 minggu.
Penyebaran hematogen Keterlibatan parenkim otak pada ensefalitis akan
Metode penyebaran tersering virus ke SSP. Terba- menghasilkan tanda beru pa penurunan kesadaran
gi menjadi dua: (delirium, apatis, somnolen, atau koma), atau anakjus-
o Hematogen primer tru menjadi agresif. Selain itu, dapat pula ditemukan
Infeksi berasal dari fokus infeksi di tempat ataksia, kejang, dan defisit neurologis fokal (misalnya
yang jauh, masuk ke dalam darah dan menca- kelemahan ekstremitas, kejang fokal, paresis saraf
pai SSP, kemudian bereplikasi di SSP. Misalnya kranial, atau afasia) dan tanda peningkatan TIK.
golongan enterovirus (coxsackievirus dan Ruam kulit akan muncul sebelum atau bersamaan
echovirus). dengan gejala neurologis pada beberapa jenis virus,
o Hematogen sekunder seperti virus varisela-zoster, coxsackievirus, echovirus,
Infeksi berasal dari fokus infeksi di tempat dan rubela.
yang jauh dan bereplikasi terlebih dahulu di
tempat tersebut, baru kemudian masuk ke Diagnosis
dalam darah, dan mencapai SSP. Misalnya po- Diagnosis didasarkan pada perjalanan klinis, ana-
liovirus yang bereplikasi di usus, virus herpes lisis cairan serebrospinal (CSS) , dan identifikasi virus
96 simpleks bereplikasi di traktus respiratorius, melalui PCR. Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG)
dan arbovirus di epitel vaskular. dan pencitraan jika ada indikasi, tidak rutin dilakukan.
Penyebaran melalui saraf Perjalanan k.linis menunjukkan proses akut (gejala
Beberapa jenis virus dapat menyebar ke SSP prodromal diikuti defisit neurologis cepat). Identifi-
melalui saraf perifer dan saraf kranial. Misalnya kasi virus melalui PCR CSS sangat sensitif dan spe-
rabies, herpes simpleks, dan polio. sifik untuk mendeteksi HSV dan enterovirus, namun
kurang baik untuk virus yang lain. Pemeriksaan an-
Kerusakan parenkim otak terjadi akibat berbagai tibodi lgM pada CSS, IgM dan IgG pada serum dapat
proses, yaitu: membantu mengidentifikasi beberapa agen penyebab
1 . Invasi dan destruksi langsung virus ke neuron lain, seperti infeksi varice/la-zoster maupun arbovi-
(ensefalitis primer/akut) , rus. ldentifikasi virus melalui PCR sulit dilakukan di
2 . Respons imun tubuh melalui pelepasan berbagai tempat dengan fasilitas terbatas, oleh karena itu ha-
sitokin dan perekrutan sel-sel inflamasi menye- sil analisis CSS paling sering digunakan untuk men-
babkan demielinisasi juga kerusakan vaskular dukung penegakan diagnosis (lihat Tabel 2).
dan perivaskular yang dapat terus berlanjut Analisis CSS akan menunjukkan warna jernih,
setelah virus hilang, pleositosis dengan leukosit 50-300/mL didominasi
3 . Destruksi oleh virus neurotropik yang dapat ber- oleh monosit, glukosa normal atau sedikit menurun,
sifat la ten (pada ensefalitis sekunderI ensefalitis dan protein sedikit meningkat. Hasil pewarnaan Gram
pasca infeksi). maupun BTA menunjukkan hasil negatif untuk bak-
Masing-masing virus memiliki tempat predileksi teri, tuberkulosis, maupun jamur. Tabel 2 menunjuk-
tertentu yang berhubungan dengan gejala k.linis yang kan perbandingan karakteristik cairan serebrospinal
khas. HSV paling sering menyerang lobus temporal, (CSS) pada infeksi virus, bakteri, dan tuberkulosis.
polio mengenai area motorik di girus presentral, Pemeriksaan EEG pada ensefalitis virus akan
talamus, globus pallidus, serebelum, nukleus saraf menunjukkan perlambatan aktivitas difus, sementara
kranial dan formasio retikularis, sementara rabies MRI menunjukkan edema parenkim difus. Pemerik-
menyerang struktur basal otak. Namun. ada pula vi- saan CT scan tidak sebaik MRI untuk menilai paren-
rus yang menyerang seluruh bagian otak tanpa ada kim otak. Oleh karena itu, CT scan hanya digunakan
predileksi spesifik, misalnya arbovirus. pada keadaan MRI menjadi kontraindikasi.
Adanya defisit neurologis fokal (seperti kejang
Manifestasi Klinis fokal, paresis saraf kranial , hemiparesis, afasia, dan
Infeksi virus pada SSP menghasilkan gejala akut. defek lapang pandang) , didukung oleh gambaran
Gejala prodromal selama 1-4 hari, seperti demam, EEG berupa perlambatan fokal di lobus temporal,
hiperestesia, sakit kepala, mual, muntah, anoreksia, serta MRI berupa edema fokal dan nekrosis di Jobus
nyeri tenggorokan, diare. Bayi yang Jebih kecil akan temporal adalah sugestif terhadap ensefalitis HSV. En-
tampak iritabel dan letargi. sefalitis HSV penting untuk didiagnosis dan diterapi
Pada meningitis aseptik, anak demam, sakit kepa- dengan tuntas karena merupakan satu-satunya infeksi
la hebat, muntah , iritabel, fotofobia , dan meningismus virus yang dapat diobati. Selain itu, bila tidak ditera-
yang ditandai dengan kaku kuduk, Kernig, dan Brud- pi dengan tepat, ensefalitis HSV akan meninggalkan
zinski yang positif. Meskipun demikian, meningismus gejala sisa neurologis yang berat, bahkan kematian.
Tabel 2. Perbadingan Karakteristik Cairan Serebrospinal pada Infeksi Bakteri. Tuberkulosis. dan Virus

Mt•ningitis l\IPning1t1'
Konclisi Baklt'ndlis 1
ulwrkulo,is Mt•111ngo1111spf.1l111' \11111., Nonn<ll

Xantokrom.
Jernih (kecuali bila
Warna Purulen. keruh Terdapat endapan Jernih
jumlah sel >300/ uL)
benang-benang fibrin

Tekanan Normal atau sedikit


200-750+ 150-750+ <160
(mmH 20) meningkat
Ribuan (> 1000 0-5 limfosit: 1-3 PMN pada 3 bulan
Jumlah sel 250-500. terutama
sel/ uL). terutama 50-300. terutama limfosit pertama. sampai 30 limfosit pada
IµL limfosit
PMN neonatus. 20-50 eritrosit

45-1000. jumlah sel 20-125


Protein Ratusan hingga
meningkat seiring (normal atau sedikit 15-35 Oumbal), 5-15 (vernrikel)
(mg/dL) ribuan
waktu meningkat)
Sangat menurun,
Rasio CSS/
Glukosa Sangat menurun. Normal atau sedikit
darah ~0 . 6 pada 50-80 (2 / 3 dari glukosa darah)
(mg/dL) Ras ia CSS/ darah ~0.4 berkurang 97
neonatus: :S 0.4
pada anak besar

Diagnosis Diferensial tol 20% 0,25- 1 gr/KgBB/kali tiap 6-8 jam sambil di-
Harus dibedakan dari ensefalitis pasca-infeksi, pantau balans cairan dan elektrolit, waspada terjadi
ensefalitis pasca imunisasi, maupun ensefalomielitis dehidrasi dan syok. Bila terjadi kejang, tangani sesuai
(misalnya acute disseminated encephalomyelitis) yang protokol kejang. Gejala akut meningitis aseptik akan
patogenesisnya disebabkan reaksi imun terhadap an- sembuh dalam satu minggu, namun malaise dan sa-
tigen virus yang beredar. Antigen dapat berasal dari kit kepala mungkin berlanjut beberapa minggu. Pada
infeksi di tempat lain atau dari imunisasi. ensefalitis HSV yang mendapatkan terapi, perbaikan
Infeksi SSP juga dapat disebabkan bakteri, tu- sudah mulai tampak dalam 24-48 jam, dan akan sem-
berkulosis, maupun jamur, yang dapat dibedakan buh dalam satu bulan.
berdasarkan gambaran klinis dan analisis CSS. Terapi
meningitis bakterialis yang tidak tuntas, abses otak, Komplikasi
empiema subdural maupun epidural dapat tampak Komplikasi akut seperti kejang, peningkatan TIK,
serupa dengan infeksi virus. Pada abses otak, empiema dan koma. Pasien juga dapat sembuh namun memiliki
subdural maupun epidural, perjalanan lebih kronis dan komplikasi jangka panjang seperti gangguan koordi-
secara klinis anak tampak lebih baik. nasi motorik, palsi serebral, epilepsi, tuli, perubahan
Ensefalopati juga dapat menyebabkan penurunan perilaku, retardasi mental dan gangguan penglihatan.
kesadaran dan defisit neurologis, namun perlu dicari
penyebabnya seperti syok, gangguan fungsi, gangguan Prognosis
fungsi ginjal, atau dehidrasi berat. Pada meningitis aseptik umumnnya kesembuhan
total terjadi pada sebagian besar penderita, namun
Tata Laksana pada ensefalitis sebagian besar mengalami komplikasi
Jika menemukan manifestasi klinis ensefalitis jangka panjang berupa gejala sisa neurologis perma-
herpes simpleks, yaitu demam, penurunan kesadaran, nen. Prognosis bergantung pada beratnya gejala, agen
kejang fokal/defisit neurologis fokal dapat dianggap penyebab dan terapi, serta usia anak.
sebagai ensefalitis herpes simpleks sampai terbukti se- Semakin berat gejala klinis, hilang kesadaran,
baliknya. Terapi dengan asiklovir IV 10 mg/KgBB/kali dan keterlibatan parenkim yang luas memiliki
pada anak atau 20 mg/KgBB/kali pada neonatus, tiap kemungkinan lebih besar meninggalkan gejala
8 jam selama 14-2 1 hari. Terapi definitif yang efektif sisa permanen.
bagi virus lain sampai saat ini belum tersedia. Beberapa agen penyebab diasosiasikan dengan
Secara bersamaan, berikan pula terapi suportif prognosis lebih buruk. HSV memiliki angka mor-
berupa tirah baring, antipiretik, analgesik. nutrisi, talitas > 70% bila tidak diobati sama sekali, 28%
cairan, dan elektrolit. Jaga jalan napas, pantau per- bila diterapi sesudah hari ke-4 sejak muncul geja-
napasan dan sirkulasi pasien dengan ketat. Bila terjadi la, dan 8% bila diterapi sebelum hari ke-4. Entero-
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), elevasi kepala virus memiliki angka mortalitas tinggi pada pasien
30° dapat membantu menurunkan TIK, berikan mani- dengan agamaglobulinemia.
Usia anak <I tahun diasosiasikan dengan morbi- Philadelphia: Elsevier Saunders: 2011.
ditas lebih tinggi. Infeksi enterovirus pada anak < 1 3. Tunkel AR. Glaser CA, Bloch KC. Sejvar JJ. Marra CM. Roos
tahun memiliki kemungkinan 10-15% mengalami KL, dkk. The management of encephalitis: clinical practice
guidelines by the infectious diseases society of America.
defisit motorik dan retardasi mental.
Clinical Infectious Disease. 2008:470 Agustus).
4. Chong HT. Tan CT. Epidemiology of central nervous system
Sumber Bacaan infections in Asia, recent trends. Neurology Asia. 2005:
I . Menkes JH. Sarnat HB, Maria BL, penyunting. Child neurol-
10:7-11.
ogy. Edisi ke-7. USA: Lippincott Williams & Wilkins: 2006.
5. Fenichel G. penyunting. Clinical pediatric neurology: a signs
2. Prober CG. Central nervous systems infection. Dalam:
and symptoms approach. Edisi ke-7. USA: Elsevier Saunders:
Kliegman RM. Stanton BM, Geme J, Schor N. Behrman RE,
20 13.
penyunting. Ne lso n's textbook of pediatrics. Edisi ke-19.

34
Kompeten->i lllA II Epilepsi
98 •• Gracia Lilihata, Setyo Handryastuti

Definisi Faktor Risiko dan Etiologi


Epilepsi merupakan penyakit pada otak akibat pe- Beberapa faktor meningkatkan risiko terjadi epi-
ningkatan kerentanan sel neuron terhadap kejadian lepsi, seperti retardasi mental, palsi serebral, ayah
kejang epileptik yang berdampak pada aspek neu- atau ibu dengan epilepsi, maupun riwayat kejang tan-
robiologis, psikologis, kognitif, dan sosial individu. pa demam atau 'tanpa diprovokasi' sebelumnya. Epi-
Menurut ILAE 2014, epilepsi dapat ditegakkan pada lepsi dapat disebabkan kelainan struktural-metabolik
salah satu dari kondisi berikut: (1) terdapat minimal seperti pada Tabel 1.
dua episode kejang tanpa diprovokasi; (2) terdapat
satu episode kejang tanpa diprovokasi, namun risiko Klasifikasi
rekurensi dalam I 0 tahun sama dengan risiko reku- Secara garis besar epilepsi pada anak dapat dikla-
rensi setelah dua episode kejang tanpa provokasi; sifikasikan berdasarkan jenis bangkitan kejang, sin-
serta (3) sindrom epilepsi (berdasarkan pemeriksaan drom elektroklinis, dan etiologi {Ii hat Ta be I 2).
elektroensefalografi). Klasifikasi epilepsi baik berdasarkan jenis bang-
Secara umum. epilepsi hanya terjadi pada kurang kitan kejang. sindrom elektroklinis. maupun penye-
dari sepertiga kasus kejang pada anak, sementara babnya bermanfaat dalam menentukan kelainan yang
sisanya merupakan kejang yang dipicu demam, ke- mendasari, prognos is, serta memberikan terapi. Misal,
lainan metabolik, trauma, infeksi, toksin, maupun anak usia sekolah umumnya memiliki prognosis baik
psikiatrik. dan tidak perlu menggunakan antikonvulsan jangka
panjang. Demikian pula, anak dengan kejang umum
Epidemiologi tonik-klonik akan berespon lebih baik terhadap terapi
Sebagian besar epilepsi terjadi pada masa anak- dibanding anak dengan kejang fokal.
anak, namun banyak anak mengalami remisi ketika
dewasa. Di Amerika Serikat, sebanyak 3 juta orang Jenis Bangkitan Kejang
mengalami epilepsi dan 200.000 kasus baru didiag- Kejang Umum (Generalisata)
nosis setiap tahunnya. Angka kejadian epilepsi sedikit Kejang umum adalah kejang yang melibatkan
lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan. Usia kedua belah hemisfer dan menyebabkan hilangnya
<2 tahun adalah kelompok usia dengan insidens ter- kesadaran. Kejang umum tidak harus selalu tampak
tinggi. simetris.

Tabel I. Penyebab Struktural-Metabolik Epilepsi

Malaformasi otak lnfeksi s istem sa raf pusat


Hipoksia sebelum, saat. atau sesudah kela- Tumor otak
hiran Malaformasi otak
Inborn error of mecabolism Trauma kepa la
Perdarahan intrakranial Kelainan kongenital seperti sindrom Down, tuberous sklerosis dan
Penggunaan obat-obatan oleh ibu neurofibromatosis
Ta bel 2. Klasifikasi Kejang Berdasarkan Jenis Bangkitan Kejang, Sindrom Elektrok.linis. dan Etiologi

Keja ng umum Neonatus (<28 hari) Genetik


Tonik-klonik Benign familial neonatal epilepsy (BFNE) Hasil langsung defek genetik tertentu,
Absance Early myoclonlc encephalopathy (EME) contoh: Dravet Syndrome.
Tipikal Ohtahara syndrome
Atipikal Struktural-metabolik
Absance miokloni k Bayi (1 -12 bulan) Karena adanya kelainan struktural-
Eyelid mioklo ni k Epilepsy of infancy with migrating focal metabolik yang meningkatkan
Mioklon ik seizures kerentanan tejadinya epilepsi. Conteh:
Mioklonik West syndrome pada stroke, trauma, atau infeksi SSP.
Mioklonik atonik Myoclonic epilepsy In infancy (MEI) .....
Mioklonik tonik Benign infantile epilepsy Unknown causes t:7I
Klonik Benign familial infantile epilepsy Sekitar 70% kasus epilepsi
0
Tonik Dravet Syndrome penyebabnya bel um bisa diketah ui
0

~
Aton ik Myoclonic encephalopathy in dengan pasti.
nonprogressive disorder
Kej ang fo kal,
a. Kejang fokal sederhana Anak-anak (l -12 tahun) 99
Tanpa penurunan kesadaran Febrile seizures plus (FS+)
Kompo nen motorik atau Panayiotopus syndrome
otonom saja (fo kal motor Epilepsy with myoclonic atonic seizures
atau fokal otonom) Benign epilepsy with cencrotempora/ spikes
Komponen sensorik atau (BECTS)
psikis saja (aura) Autosomal-dominanc nocturnal frontal lobe
b Kejang fokal kompleks epilepsy (/IDNFLE)
Dengan penurunan kesadaran Late onset childhood occipital epilepsy
c. Kejang fokal menjadi umum (Gastau type)
Epilepsy with myoclonic absance
Unknown Lennox-Gastaut syndrome
Epileptic spasm Epileptic encephalopathy with continuous
lnfancile spasm spike-and-wave during sleep (CSWS)
Landau-Kleffner syndrome (LKS)
Childhood absance epilepsy (CA£)

Remaja dan dewasa (l 2 tahun -18 tahun)


Juvenile absance epilepsy UAE)
Juvenile myoclonic epilepsy UME)
Epilepsy with generalized tonic-clonic
seizures alone
Progressive myoclonus epilepsies (PME)
Autosomal dominant epilepsy with auditory
features (/IDEAF)
Other familial temporal lobe epilepsies

Less-specific age relationship


Familial focal epilepsy with variable foci
(childhood to adulthood)
Reflex epilepsies

Kejang tonik adalah terjadinya peningkatan Kejang umum tonik-klonik (disebut pula 'gran
kontraksi otot yang menetap beberapa detik hingga mal') adalah jenis kejang yang paling sering ditemui.
menit, biasanya melibatkan otot kepala, batang terj adi sebagai kombinasi dari kejang tonik diikuti
tubuh, dan ekstremitas. oleh fase klonik, atau dapat juga berupa kJonik-
MiokJonik adalah kontraksi tiba-tiba, aritmik, dan tonik-klonik. Anak akan kehilangan kesadaran secara
singkat, (< 1 detik) dari otot atau kelompok otot di tiba-tiba, mata berputar ke belakang, seluruh tubuh
berbagai bagian tubuh (ektremitas distal, proksimal. menjadi tonik (kaku) bahkan dapat tampak sianotik
maupun aksial) . MiokJonik yang berulang secara karena apnea, kemudian dilanjutkan fase kejang
reguler melibatkan kelompok otot yang sama, pada kJonik yang ritmik dan makin lama makin lambat
frekuensi 2-3x/detik disebut kejang kJonik. hingga berhenti secara tiba-tiba. Selama kejang pasien
sering kehilangan kontrol sfingter vesika urinaria dan otomatisme atau versive seizures.
sehingga mengompol dan dapat menggigit lidahnya
sendiri. Diagnosis
Atonik adalah hilang atau melemahnya tonus otot Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis
tanpa mioklonik maupun tonik ~l detik sebelumnya, yang teliti dan detail, pemeriksaan fisis lengkap dan
melibatkan kepala, batang tubuh, rahang dan EEG serta dibantu oleh pemeriksaan pencitraan bila
ekstremitas. ada indikasi.
Absance (petit ma!) adalah kejang non-konvulsif Pada episode kejang pertama, anamnesis harus
ketika tiba-tiba semua aktvitas motorik terhenti, ditujukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
pasien tampak 'kosong', dapat disertai sedikit lain sebagai penyebab kejang, seperti infeksi SSP,
automatisme terutama di daerah wajah seperti trauma, kelainan metabolik, hipoglikemi, gangguan
mata mengedip-ngedip, dan tidak disertai aura. elektrolit, keracunan obat, atau toksin. Bila tidak
Absance umumnya berlangsung 30 detik, tidak ada ditemukan penyebab tersebut, kecurigaan dapat
periode kebingungan atau mengantuk post-iktal mengarah pada epilepsi dan minta orang tua untuk
sehingga pasien akan langsung melanjutkan aktivitas menggambarkan dengan detail faktor pemicu,
sebelumnya. Absance lebih banyak terjadi pada anak awitan, durasi, frekuensi, dan jenis bangkitan kejang.
perempuan dan paling sering dicetuskan oleh periode Selidiki apakah ada keadaan organik yang mendasari
100 hiperventilasi pada anak. Absance atipikal adalah melalui pemeriksaan lingkar kepala, pertumbuhan,
absance yang disertai oleh gerakan motorik seperti pemeriksaan neurologis lengkap, maupun funduskopi.
mioklonik pada wajah atau ekstremitas. Kejang fokal Tanyakan mengenai postur tubuh, sianosis, kontrol
dengan penurunan kesadaran dapat serupa dengan sfingter kandung kemih, dan periode post-iktal
absance, namun dapat dibedakan karena kejang fokal apakah tampak mengantuk atau sakit kepala.
didahului aura sedangkan absance tidak. Pemeriksaan EEG berguna untuk menegakkan
diagnosis epilepsi bila ditemukan aktivitas epileptiform
Kejang fokal pada periode inter-iktal atau abnormalitas fokal.
Pada kejang fokal hanya salah satu hemisfer Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada keadaan
yang terlibat dan anak dapat mengalami penurunan kurang tidur (sleep-deprived).
kesadaran atau tidak. Aura merupakan tanda khas Pemeriksaan pencitraan diindikasikan pada :
kejang fokal. l. Anak dengan gambaran kejang fokal atau kejang
Kejang fokal tanpa penurunan kesadaran umum yang bukan merupakan bagian dari sin-
(kejang fokal simpleks) paling sering disertai gejala drom klinis dengan penyebab genetik (misalnya
motorik berupa gerakan tonik atau klonik yang BECTS, CAE, JAE, atau JME)
tidak sinkron, meliputi daerah wajah, leher, dan 2. Anak usia <2 tahun
ekstremitas. Dapat disertai aura atau hanya aura Pemeriksaan pencitraan yang disarankan adalah
saja yang muncul tanpa aktivitas motorik. Contoh MRI karena lebih superior dalam mengidentifikasi
aura yang sering muncul adalah sakit kepala, sakit struktur anatomi dan proses patologis, seperti
dada, lemas, perasaan tidak enak, nyeri ulu hati, atau mesial temporal sclerosis, malaformasi vaskular,
ketakutan. Kejang berlangsung selama 10-20 detik. atau tumor kecil (misalnya glioma). CT scan dapat
Versive seizures merupakan tanda kejang fokal, yaitu digunakan bila MRI tidak tersedia atau bila terdapat
kepala menoleh disertai gerakan mata konjugat. kontraiindikasi penggunaan MRI, namun perlu diingat
Kejang fokal disertai penurunan kesadaran bahwa beberapa keadaan di atas mungkin tidak dapat
(kejang fokal kompleks) seringkali disertai aura. diidentifikasi pada CT Scan.
Terdapat otomatisme pada sebagian besar kejadian,
pada bayi dominan di daerah oral seperti mengecap- Tata Laksana
ngecap, mengunyah atau hipersalivasi, sementara Saat kejang
pada anak lebih dewasa berupa gerakan tidak Pertama, pastikan jalan napas bebas, ventilasi,
bertujuan dan tidak terkoordinasi seperti menggaruk dan sirkulasi dalam keadaan baik. Longgarkan
benda, berjalan atau berlari ke arah sembarang pakaian yang ketat, baringkan anak dalam posisi
atau tampak ketakutan. Total berlangsung selama miring agar lendir atau cairan dapat mengalir keluar.
1-2 menit. Kejang fokal dapat berlanjut menjadi Leher dan rahang hiperekstensi agar jalan napas
kejang umum tonik-klonik. Kejang fokal kompleks bebas. Boleh masukkan handuk kecil ke dalam mulut
sering disebabkan karena lesi struktural, seperti untuk mencegah lidahnya tergigit, namun jangan
mesial temporal sclerosis, infark atau malaformasi dipaksa baik menggunakan benda keras maupun jari,
arterivena. agar tidak ada gigi yang tanggal dan tertelan atau
Kunci untuk membedakan kejang fokal dari teraspirasi. Lakukan pemeriksaan tekanan darah,
kejang umum adalah bila terdapat aura, parestesia, suhu, dan glukosa darah. Singkirkan setiap penyebab
berbahaya yang dapat menyebabkan kejang. seperti interval 1-2 minggu.
trauma, infeksi atau keracunan. Langkah berikutnya - Lamotrigine (Lamictal). Dosis inisial 0.15 mg/
adalah memastikan bahwa kejang disebabkan karena KgBB/ hari dalam 2 dosis selama 2 minggu,
epilepsi, bukan karena etiologi lain. lalu naikkan menjadi 0,3 mg/KgBB/hari dalam
2 dosis.
Memilih antikonvulsan - Levetirasetam (Keppra). Dosis inisial 10 mg/
International League Against Epilepsy pada KgBB/ hari dalam 2 dosis.
tahun 2006 mengeluarkan pedoman pemilihan - ACTH atau steroid dapat digunakan untuk
antikonvulsan monoterapi pada anak berdasarkan infantile spasm atau epilepsi berat yang tidak
jenis bangkitan kejang. Pedoman tersebut dapat terkontrol dengan medikasi lain.
dilihat pada Tabet 3. Kadar antikonvulsan pada serum harus diukur
Pemilihan obat harus berdasarkan efektivitas pada saat dimulai terapi, namun tidak seterusnya. .....tTI
mengontrol kejang dan efek samping paling sedikit. Follow up rutin dilakukan untuk mengontrol 0
Berikan dosis awal seminimal mungkin yang dapat kepatuhan minum obat, kejang terkontrol atau tidak, 0,..
mengontrol kejang, dosis dinaikkan secara bertahap dan efek samping dari obat.
sampai kejang terkontrol atau efek samping yang Lamanya terapi antikonvulsan diberikan ~
tidak diinginkan muncul. Jika dengan obat lini bergantung pada jenis bangkitan kejang dan
z
pertama dosis maksimal kejang belum terkontrol, gambaran klinis serta EEG, yaitu: 101
evaluasi ulang: Pada kejang neonatus, antikonvulsan dapat dibe-
(1) Keteraturan minum obat, rikan hingga satu tahun hingga terjadi perbaikan
(2) Apakah diagnosis epilepsi sudah benar, klinis dan EEG.
(3) Apakah serangan yang masih timbul memang Pada anak dengan kejang umum tonik klonik,
manifestasi kejang, antikonvulsan diberikan hingga 2 tahun bebas
(4) Adakah faktor pencetus seperti kurang tidur, kejang, namun bila pada pemeriksaan EEG masih
kelelahan. ditemukan kelainan terapi dilanjutkan hingga 3
Obat lini kedua dapat ditambahkan bila faktor tahun bebas kejang.
pencetus dapat disingkirkan. Rujuklah pasien jika Pada anak dengan kejang fokal, antikonvulsan
membutuhkan 2 macam anti-epilepsi. dilanjutkan hingga 3 tahun bebas kejang.
Bila tanpa melihat jenis bangkitan kejang, dapat Pada anak dengan kejang absance, antikonvulsan
diberikan terapi berikut: diberikan hingga 2 tahun bebas kejang.
Obat lini pertama Pada anak dengan Juvenile myoclonic, antikonvul-
- Asam valproat 10-40 mg/ KgBB/ hr, dalam 2-3 san dapat diberikan seumur hidup.
dosis. Pemberhentian terapi antikonvulsan harus
- Fenobarbital 4-5 mg/KgBB/hr, dalam 2 dosis. dilakukan secara bertahap dalam 3-4 bulan, karena
- Karbamazepin I 0-30 mg/ KgBB/ hr, dalam 2-3 bila dilakukan tiba-tiba dapat memicu episode kejang
dosis. lainnya.
- Fenitoin 5-7 mg/ KgBB/ hr, dalam 2 dosis.
Obat lini kedua Prognosis
- Topiramate (Topamax). Dosis inisial 1-3 Banyak jenis epilepsi berprognosis baik. Remisi
mg/KgBB/hari, naikkan perlahan dengan didefinisikan sebagai periode bebas kejang, minimal

Tabet 3. Pilihan Antikonvulsan Berdasarkan Jenis Bangkitan Kejang


Kt'Jdllg llll1Ulll
Kq.mg lokal tomk klomk Absance P/JJ/epsy Jll·C IS JMI

CZP. LTG ... TPM. VPA, ZNS


Pilihan CBZ". PB. PHT".
pertama
oxc TPM. VPA
ESM, VPA. LTG CBZ. VPA (namun sedikit sekali data yang
mendukung)

CBZ. PB, PHT, Tidak ada.


Alternatif
TPM. VPA
oxc• GBP harus dihindari
GBP,STM

Keterangan:
• dapat memicu kejang tonik-klonik atau kejang umum lain pada pasien dengan kejang tonik-klonik
•• dapat mengeksaserbasi kejang pada JME
CBZ: Carbamazepin; PB: Phenobarbital; PHT: Phenyrain; VPA: Valproic acid: TPM: Topiramate; OXC: Oxcarbazepine: ESM: ethosuximide;
ETH: erhorain; FBM: fe/bamate: LTG: Lamotrigin: GBP: Gabapentin; CZP: Clonazepam: VGB: Vigabatrin: STM: Sulthiame: ZNS: Zonisamide
5 tahun, dengan penggunaan obat-obatan anti- comission on classification and terminology. 2005-2009.
epileptik. Sebanyak 70% penderita epilepsi dapat Epilepsia. 20 I 0:51 (4):676-85
mengalami remisi dengan terapi yang optimal, bahkan 4. Glauser T. Ben-Menachem E, Bourgeois B. Cnaan A. Chad-
wick D. Guerreiro C, dkk. lLAE treatment gu idelines: evi-
75% diantaranya dapat berhenti menggunakan obat
de nce-based ana lysis of antiep ileptic drug efficacy and
antikonvulsan tanpa kembali mengalami rekurensi.
effectiveness as initial monotherapy for epileptic seizures
Pasien yang memiliki prognosis lebih buruk and syndromes. Ep ile psia. 2006;4 7 (7): I 094-120.
adalah pasien dengan defisit neurologi sebelumnya 5. Gaillard WD. Ch iron C. Cross JH. Harvey AS. Kuzniecky
(seperti retardasi mental atau palsi serebral), usia saat R. Heres-Pannier L. dkk. Guidelines for imaging infants
onset pertama >12 tahun, riwayat kejang neonatus and chi ldren with recent-onset epile psy. Epilepsia.
sebelumnya, dan frekuensi kejang yang tinggi sebelum 2009:50(9):2 14 7-53.
kontrol optimal tercapai. Pada kelompok pasien ini, 6. Blume WT. Luders HO. Mizrahi E. Tassinari C. Emde Boas
angka remisi lebih rendah dan rekurensi lebih tinggi. W. Engel J. Glossa ry of descript ive terminology for ictal se-
miology: report of the lLAE task force on classification and
terminology. Epilepsia. 200 I;4 2(9):1212-18.
Sumber Bacaan
7. Fisher RS. Emde Boas W. Blume WT. Elger C. Genton P.
l. Fisher RS, Acevedo C, Arzi manoglou A. Bogacz A. Cross JH.
Lee P, dkk. Epileptic seizures and epilepsy: definitions pro-
Elger CE. dkk. lLAE officia l report: a practical clinical defini-
posed by the international league against epilepsy OLAE)
tion of epile psy. Epilepsia. 20 l 4 Apr;55(4):4 75-82.
a nd the international bureau for epilepsy OBE). Epilepsia.
2. Newton CR. Neville BG. Paediatric neurology: advances on
102 2005:46(4):470-2.
many fronts. Lance t Neural. 2009 Jan:8( I): 14-5.
8. Johnston MV. Seizures in childhood. Da lam: Kliegman RM.
3. Berg AT. Berkovic SF. Brodie MJ. Buchhalter J. Cross JH.
Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE, penyunting.
Emde Boas W. dkk. Revised terminology and co ncepts for
Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia:
organization of seizures and epilepsies: report of the lLAE
Elsevier Sau nd ers: 20 11 .

35
Kompetensi IVA
• Kejang Demam
11

Definisi
•• Klasifikasi
Gracia Lilihata, Setyo Handryastuti

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang Secara klinis, klasifikasi kejang demam dibagi
terjadi karena peningkatan suhu tubuh dengan cepat menjadi dua, yaitu kejang demam simpleks/sederhana
hingga >38° C, dan kenaikan suhu tersebut diakJbatkan dan kompleks. Keduanya memiliki perbedaan
oleh proses ekstrakranial. Perlu diperhatikan bahwa prognosis dan kemungkinan rekurensi.
demam harus terjadi mendahului kejang. Umumnya Kejang demam simpleks:
terjadi pada anak usia 6 bulan-5 tahun, puncaknya Kejang umum tonik, k.lonik, atau tonik-klonik,
pada usia 14-18 bulan. anak dapat terlihat mengantuk setelah kejang;
Kejang demam merupakan penyebab kejang Berlangsung singkat < 15 menit;
tersering pada anak dan memiliki prognosis sangat Tidak berulang dalam 24 jam;
baik. Kejang disertai demam juga terjadi pada diagnosis Tanpa kelainan neurologis sebelum dan sesudah
diferensial lain yang berbahaya, seperti infeksi sistem kejang.
saraf pusat (SSP). Oleh karena itu. diagnosis selain Kejang demam kompleks:
kejang demam harus dipikirkan bila ditemukan: Kejang fokal/parsial, atau kejang fokal menjadi
Kecurigaan atau bukti proses intrakranial, baik umum;
infeksi, radang. massa, dan proses lainnya melalui Berlangsung >15 menit;
anamnesis, pemeriksaan fisis, maupun penunjang; Berulang dalam 24 jam;
Terdapat gangguan elektrolit; Ada kelainan neurologis sebelum atau sesudah
Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya; kejang.
Terjadi pada bayi <I bulan; Kejang demam simpleks paling banyak ditemukan
Bila terjadi pada anak <6 bulan atau >5 tahun, dan memilikJ prognosis baik. Kejang demam kompleks
maka harus dipikirkan penyebab lain yang lebih memiliki risiko lebih tinggi terjadinya kejang demam
sering, yaitu infeksi SSP. berulang dan epilepsi di kemudian hari.
Epidemiologi dengan segera dari kejang demam. Kejang demam
Jnsidens di negara-negara barat berkisar antara khas ditandai adanya peningkatan suhu tubuh secara
3-5%. Di Asia berkisar antara 4.4 7% di Singapura, cepat diikuti oleh kejang. Sementara pada proses
sampai 9,9% di Jepang. Data di Indonesia belum infeksi intrakranial, demam terjadi bersamaan atau
ada secara nasional. Sekitar 80% diantaranya adalah setelah kejang.
kejang demam simpleks. Sedikit lebih banyak terjadi Pada anak <I tahun, diagnosis banding yang
pada laki-laki dibanding perempuan. harus dipikirkan adalah meningitis. Pada meningitis,
bayi tampak letargi, ubun-ubun besar membonjol, dan
Etiologi pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis.
Beberapa teori dikemukakan mengenai penyebab Pada keadaan ini pemeriksaan pungsi lumbal sangat
terjadinya kejang demam, dua di antaranya adalah dianjurkan.
karena Iepasnya sitokin inflamasi (IL- I -beta), a tau
hiperventilasi yang menyebabkan alkalosis dan Pemeriksaan Penunjang
meningkatkan pH otak sehingga terjadi kejang. Pemeriksaan laboratorium seperti darah
Kejang demam juga diturunkan secara genetik perifer lengkap, gula darah dan elektrolit tidak
sehingga eksitasi neuron terjadi lebih mudah. Pola rutin dilakukan, hanya atas indikasi jika dicurigai
penurunan genetik masih belum jelas, namun hipoglikemi, ketidakseimbangan elektrolit, maupun
beberapa studi menunjukkan keterkaitan dengan infeksi sebagai penyebab kejang. Pungsi lumbal
103
kromosom tertentu seperti ! 9p dan 8q 13-21, dilakukan untuk menegakkan maupun menyingkirkan
sementara studi lain menunjukkan pola autosomal diagnosis meningitis. Tingkat rekomendasi untuk
dominan. pungsi lumbal berdasarkan usia anak:
Demam yang memicu kejang berasal dari proses l. Sangat dianjurkan pada anak < 12 bulan;
ekstrakranial, paling sering disebabkan karena infeksi 2. Dianjurkan untuk anak usia 12-18 bulan;
saluran napas akut, otitis media akut, roseola, infeksi 3. Tidak rutin dilakukan pada anak > 18 bulan. Hanya
saluran kemih, dan infeksi saluran cerna. dilakukan bila tanda meningitis positif.
Elektroensefalografi (EEG) tidak rutin dilakukan,
Manifestasi Klinis namun dianjurkan pada anak dengan kejang demam
Kejang selalu didahului oleh naiknya suhu tubuh usia >6 tahun, ataupun ada gambaran kejang fokal.
dengan cepat. Pada kejang demam simpleks, tipe Pemeriksaan seperti X-ray. CT Scan, a tau MRI hanya
kejang berupa kejang umum klonik atau tonik-klonik. diindikasikan bila ada kelainan neurologis fokal,
Adanya tanda kejang demam fokal atau parsial selama kelainan saraf kranial yang menetap, atau papiledem.
maupun sesudah kejang (misalnya pergerakan satu
tungkai saja, atau satu tungkai terlihat lebih lemah Tata Laksana
dibanding yang lain} menunjukkan kejang demam Saatkejang
kompleks. Pertama-tama tenangkan dan yakinkan orang tua
Kejang demam simpleks berlangsung < 15 menit, bahwa kejang demam memiliki prognosis yang sangat
namun periode mengantuk atau tertidur pasca-iktal baik. Risiko kematian sangat kecil, demikian pula
dapat terjadi >15 menit. dengan terjadinya epilepsi di masa mendatang.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis harus diarahkan Saat kejang, pastikan jalan napas tidak terhalang,
untuk mencari fokus infeksi penyebab demam, pakaian ketat dilonggarkan, anak diposisikan miring
tipe kejang, serta pengobatan yang telah diberikan agar lendir atau cairan dapat mengalir keluar. Periksa
sebelumnya. Selain itu, tanyakan riwayat trauma, tanda vital, baik pernapasan, nadi dan suhu. Berikan
riwayat perkembangan dan fungsi neurologis, serta antipiretik seperti parasetamol (10-15 mg/ KgBB/kali,
riwayat kejang demam maupun kejang tanpa demam sampai 4-5x) atau ibuprofen (5-10 mg/ KgBB/ kali,
pada keluarga. sampai 3-4x). Penggunaan salisilat tidak dianjurkan.
Pada kejang demam, ditemukan perkembangan Kemudian lanjutkan dengan tata laksana kejang akut
dan neurologis yang normal. Tidak ditemukan tanda- pada anak.
tanda meningitis maupun ensefalitis (misalnya kaku Bila di rumah, dapat diberikan diazepam rektal 5
kuduk a tau penurunan kesadaran) . mg (BB < 10 Kg) atau 10 mg (BB > 10 Kg).
Pemberian dapat diulangi maksimal dua kali. Bila
Diagnosis Banding kejang belum berhenti hingga sampai di rumah sakit,
Kejang disertai demam adalah hal yang sering berikan diazepam N dengan dosis 0,25-0,5 mg/KgBB
terjadi pada anak. Banyak di antaranya disebabkan secara intravena dengan kecepatan 2 mg/menit, dosis
proses intrakranium yang berbahaya ataupun proses maksimal 20 mg.
sistemik. Kondisi-kondisi ini harus dapat dibedakan Bila kejang tidak berhenti, berikan dosis inisial
fenitoin 10-20 mg!KgBB dengan kecepatan pelan oral 0,3 mg/ KgBB sampai 3x sehari (1 mg/ Kg/ 24
1 mg/ Kg/menit, maksimum 50 mg/menit. Karena hr). yang dapat diberikan sampai 2-3 hari selama
bersifat basa dan dapat mengiritasi vena bila terlalu anak masih demam, disamping antipiretik. Dapat
pekat, fenitoin harus diencerkan terlebih dahulu pula berupa diazepam rektal 5 mg atau 1O mg.
dengan NaCl 0,9% dengan komposisi 10 mg fenitoin Cara ini relatif aman, dengan efek samping yang
I 1 mL NaCl 0,9%, dosis inisial maksimal adalah 1 minor seperti letargi, iritabilitas, dan ataksia yang
gram. Bila kejang berhenti, 12 jam kemudian lanjutkan dapat dikurangi dengan menurunkan dosis.
dengan dosis rumatan fenitoin 5- 7 mg/Kg/hari dibagi Pencegahan terus-menerus
2 dosis. Pencegahan terus-menerus dilakukan dengan
Bila kejang tidak berhenti dengan fenitoin, berikan mengkonsumsi antikonvulsan setiap hari, namun
dosis inisial fenobarbital 20 mg!KgBB secara intravena penggunaannya harus hati-hati mengingat efek
dengan kecepatan 20 mg/menit, dosis inisial maksimal samping dari antikonvulsan yang digunakan.
1 gram. Setelah kejang berhenti, lanjutkan dengan Berdasarkan Kesepakatan Unit Neurologi Anak
dosis rumatan 4-6 mg/ KgBB/hari dibagi 2 dosis yang !DAI 2006, terdapat dua kategori rekomendasi
diberikan 12 jam kemudian. Bila kejang tidak kunjung profilaksis terus-menerus:
berhenti. dilakukan knock down dengan midazolam, Dianjurkan, bila:
tiopental atau propofol dan pasien harus dirawat di - Terdapat kelainan neurologis nyata
104 Unit Rawat Intensif. sebelum atau sesudah kejang (misalnya
Sesudah kejang serebral palsi, paresis Tod's, hidrosefalus) ;
Pencegahan rekurensi kejang ada yang bersifat - Kejang berlangsung lama > 15 menit;
intermiten dan terus menerus. - Kejang fokal atau parsial.
Pencegahan intermiten Dipertimbangkan, bila:
Pencegahan intermiten disarankan pada pasien Kejang berulang dalam satu episode
dengan kejang demam kompleks yang rekuren, demam;
tidak disarankan pada pasien kejang demam - Kejang pada bayi usia < 12 bulan;
simpleks. Caranya adalah ketika pasien demam lagi - Kejang demam kompleks berulang ;>:4 kali
di kemudian hari (>38,5° C) dan orang tua sangat dalam satu tahun.
khawatir akan terjadi kejang, berikan diazepam Antikonvulsan yang menjadi pilihan untuk

Pre-hosp i t a l - - - - - Diazepam 5-10 mg/rektal '- - - - - - - 0 _10 meni t


_____________________________f ____________________________ _
max 2x. jarak 5 menit

Periksa airwav.
rumah sakit/ Diazepam 0,25-0,5 mg/kg/iv, brPalhing , 10-20
UGO kecepacan 2 mg/menlt, max dosls 20 mg circullation menit
a tau
----
Midazolam 0.2mg/kg/iv bolus
Periksa EKG. gula darah,
a tau
elektrolit, AGD. koreksi
Lorazepam 0,05-0, I mg/kg/iv, kecepatan 2 mg/menlt

t
ICU/ Kejang stop, fenitoin 20mg/kg/iv (larutkan 10 mg/lml NS), 20 -30 Kadar obat
- - lanjul 5-7mg/ kg-
UGD 12 jam kemudian kec I mg!kgBB/menit max dosis I gram me nil darah

Kejang stop, t 30-60


ICU--lanjul 4-5mg/ kg Fenobarbital 20rng/kg/iv dalam 5-10 menit. max dosis 1 g r - rnenit
l 2 jam kemudian
t
ICU- - - - - - - - - - - - - - - - R e f r a k t e r

Midazolam 0,2mg/kg/iv bolus, Pentotal - Tiopental


+
Propofol 3-5mg/kg/infusion
lanjut infus 0,02-0,04mg/kg/jam 5-8mg/kg/iv

Gambar I. Algoritma Tata laksana Kejang


profilaksis terus-menerus adalah: kemudian hari akan meningkat apabila terdapat:
l. Fenobarbital 3-4 mg/KgBB perhari, dibagi 2x Kejang demam kompleks
sehari. Efek sampingnya dapat mengurangi Riwayat keluarga epilepsi
fungsi kognitif pada pemakaian jangka pan- Kejang demam sebelum usia 9 bulan
jang; atau Adanya perkembangan yang terlambat atau ter-
2. Sodium valproate 15-40 mg/ KgBB per hari. dapat kelainan neurologis sebelumnya
dibagi 2-3x dosis. Efek sampingnya dapat Adanya satu faktor risiko meningkatkan
menyebabkan hepatitis pada anak di atas 2 ta- kemungkinan epilepsi menjadi 4-6%. sementara
hun. Obat ini adalah obat pilihan utama untuk bila terdapat beberapa faktor risiko sekaligus
profilaksis terus-menerus. kemungkinannya naik hingga 10-49%. Pemberian
Antikonvulsan di atas diberikan secara terus- profilaksis terus-menerus tidak dapat menurunkan
menerus selama 1 tahun sejak kejang demam terakhir,
dan diberhentikan perlahan-lahan dalam 1-2 bulan.
risiko kejadian epilepsi.
Kematian setelah kejang demam adalah hal yang
....tJ'I
0
Paradigma saat ini profilaksis terus menerus hanya sangat jarang terjadi, bahkan pada anak risiko tinggi
0
diberikan pada pasien dengan defisit neurologis
yang nyata. Hal ini mengingat efek samping obat
sekalipun.
~
antikonvulsan jika diberikan dalam waktu lama. serta Sumber Bacaan: z<I>
kejang demam mempunyai prognosis yang baik. I. Vestergaard M. Pedersen MG. Ostergaard JR. Pedersen
105
Terkadang kekhawatiran orangtua untuk kekambuhan CB. Olsen J. Christensen J. Death in children with fe-
kejang juga menjadi pertimbangan untuk memberikan brile seizures: a population-based cohort study. Lancet.
profilaksis terus menerus. 2008:372(9637):4 57 -63.
2. Lee WL, Low PS. Murugasu B. Epidemiology of febrile
Prognosis seizures in Singapore children. Neurol J Southeast Asia.
Anak dengan kejang demam memiliki kemungkinan 1996: I :53-5.
30-50% mengalami kejang demam berulang. dan 3. Johnston MV. Seizures in childhood. Dalam: Kliegman RM.
75%nya terjadi dalam satu tahun setelah awitan yang Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. penyunting.
pertama. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia:
Risiko rekurensi bertambah bila: Elsevier Saunders: 20 I I.
Kejang demam terjadi <l tahun, risiko berulang 4. David RB. Bodensteiner JB. Mandelbaum DE. Olson B.
adalah 50%. Kejang demam terjadi > 1 tahun. risiko penyunting. Febrile seizure. Dalam: Clinical pediatric neu-
berulang adalah 28%; rology. Edisi ke-3. New York: Demos Medical Publishing:
Riwayat keluarga kejang demam atau epilepsi; 2009. h.5 17-20.
Cepatnya kejang setelah demam; 5. Pudjiadi AH. Latief A. penyunting. Buku ajar pediatri gawat
Kejang yang terjadi pada suhu tidak terlalu tinggi darurat. Jakarta: Badan Penerbit !DAI: 2008.
(38° C) 6. HD Pusponegoro. DP Widodo. S Ismael, penyunting. Kon-
Adanya keempat faktor tersebut meningkatkan sensus penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: Badan
risiko kejang demam berulang hingga 80%. Namun bila Penerbit !DAI: 2006.
tidak satupun faktor di atas ditemukan. kemungkinan 7. Pudjiadi AH. Hegar B. Handryastuti S. Idris NS. Gandaputra
berulang 10-15%. EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
Anak yang mengalami kejang demam simpleks Jkatan Dokter Anak Indonesia ODAI). Jakarta: Badan Pen-
tidak memiliki risiko lebih tinggi mengidap epilepsi erbit IDAI: 2011.
dibandingkan populasi normal. Risiko epilepsi di

Meningitis Bakterialis
Gracia Lilihata, Setyo Handryastuti

Definisi
Meningitis bakterialis adalah peradangan pada cairan serebrospinal (CSS). Meningitis bakterialis
selaput otak (meningens) yang disebabkan infeksi merupakan salah satu infeksi yang paling berbahaya
bakteri. ditandai adanya bakteri penyebab dan pada anak karena tingginya kejadian komplikasi akut
peningkatan sel-sel polimorfonuklear pada analisis dan kecacatan neurologis permanen di kemudian hari.
Tabel l. Etiologi Meningitis Bakterialis pada Tiap Kelompok Umur

NPOIJalu\ 1 bulan 5 tahun > 5 tahun


Neisseria meningitidis
Streptococcus group B
Streptococcus pneumonia
haemolyticus Neisseria meningltidis
Haemofilus inf/uenzae type B
Escherichia coli Streptococcus pneumoniae
Eschericia coli
Listeria monocytogenes Haemolilus influenzae type B
L. monocytogenes
Enterobacter
S. agalactiae
z
s
2.
0
Ket: yang dicetak tebal adalah penyebab tersering

Etiologi
Etiologi meningitis bakterialis pada tiap kelompok
buka pada trauma kepala, iatrogenik pada tinda-
kan pungsi lumbal, atau prosedur bedah.
....
IQ umur berbeda karena tergantung pada lingkungan 4. Meningitis neonatus
dan daya tahan tubuh. Tabel l menunjukkan etiologi Neonatus mengalami infeksi yang berasal dari as-
tersering pada tiap kelompok umur. pirasi amnion, kuman pada jalan lahir, atau infeksi
Jenis patogen yang menyebabkan meningitis transplasental.
pada neonatus biasanya berasal dari flora normal ibu, Metode penyebaran paling sering adalah secara
106
seperti Streptococcus dan E. coli. Sementara Neisseria hematogen dari fokus infeksi yang jauh, misalnya
meningitidis dan S. pneumonia adalah patogen utama nasofaring. Kolonisasi bakteri disertai dengan infeksi
pada bayi yang lebih besar. Pada keadaan seperti saluran napas oleh virus pada waktu bersamaan akan
imunodefisiensi, pasien dapat terinfeksi oleh patogen meningkatkan patogenisitas bakteri. Bakteri akan
yang lebih jarang, seperti Pseudomonas aeruginosa. menembus mukosa saluran napas dan menyebar
Staphylococcus aureus. Salmonella, atau Staphylococcus secara hematogen, virulensi bertambah bila terdapat
koagulase negatif. defek pada sistem imun pejamu.
Bakteri masuk ke dalam CSS dan ruang
Faktor Risiko subarakhnoid melalui pleksus koroid di ventrikel
Faktor risiko utama adalah kurangnya imunitas lateral dan meningens serta bereplikasi dengan
pada usia muda, seperti: cepat didalamnya Oihat Gambar 1). Terjadi infiltrasi
Defek imunitas spesifik. seperti defek pada pro- polimorfonuklear dan produksi berbagai sitokin
duksi immunoglobulin dan sistem komplemen inflamasi seperti TNF- a. IL-I , dan prostaglandin
sehingga meningkatkan kerentanan terhadap me- E secara masif. Akibatnya sawar darah-otak
ningokok; mengalami kerusakan, terjadi trombosis vaskular,
Asplenia meningkatkan kerentanan terhadap dan permeabilitas vaskular meningkat. Produksi
pneumokok dan H. influenza type B; sitokin inflamasi secara besar-besaran inilah yang
AIDS. keganasan, atau pasca kemoterapi rentan ter- bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala sisa
infeksi Listeria monocytogenes. inflamasi kronis di kemudian hari, bahkan ketika CSS
Pada neonatus, faktor risiko utama adalah telah bersih dari bakteri.
prematuritas, riwayat infeksi intrapartum pada ibu, !SK Peningkatan permeabilitas vaskular dan
pada ibu, dan ketuban pecah dini. kerusakan sawar darah-otak menyebabkan transudasi,
efusi subdural, edema serebri, yang mengakibatkan
Patogenesis peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan iskemia
Bakteri dapat mencapai sistem saraf pusat melalui serebral. Trombosis vaskular yang terjadi di sinus
empat cara: venosus menyebabkan perdarahan subarakhnoid yang
I. Hematogen akhirnya menyebabkan nekrosis kortikal. Kerusakan
Infeksi dari fokus lain menyebar secara hematogen korteks secara klinis menyebabkan perubahan status
langsung ke SSP. Fokus infeksi tersering adalah mental, kejang, defisit sensorik, motorik dan retardasi
saluran napas (di daerah nasofaring, pneumonia). psikomotor.
dapat juga dari endokarditis, tromboflebitis, atau Tanda rangsang meningeal muncul karena
sepsis. inflamasi pada saraf dan akar spinal, sementara
2. Perkontinuitatum paresis saraf kranial terjadi karena inflamasi juga
Infeksi meluas secara langsung dari lokasi mengenai saraf kranial yang keluar dari batang
yang berdekatan dengan SSP, seperti dari sinus otak. Paresis saraf kranial, terutama okulomotor dan
paranasal, mastoid, sinus cavernosus, atau OMSK. abdusen juga dapat terjadi karena herniasi tentorial
3. Implantasi langsung akibat peningkatan TIK.
Terjadi infeksi langsung ke SSP seperti fraktur ter-
Manifestasi Klinis klinis bayi mengalami demam, muntah, tampak
Umumnya didahului oleh demam beberapa hari gelisah/iritabel, kejang, UUB membonjoL namun
disertai infeksi saluran napas atas atau saluran cerna, tanda rangsang meningeal sulit dievaluasi (tanda
diikuti tanda infeksi SSP yang tidak spesifik seperti Kernig dan Brudzinski sering negatif). Salah satu
letargi dan iritabilitas. Anak juga tampak anoreksia tanda khas adalah high pitched cry (tangis dengan
dan tidak mau makan, mialgia, artralgia, takikardi, lengkingan yang tinggi).
hipotensi, dan muncul beragam bentuk bercak merah Usia >2 tahun
di kulit. seperti petekie, purpura, atau ruarn makula Pada anak yang lebih besar, gambaran klinis lebih
eritematosa. Ada pula gambaran yang lebih berat, klasik menunjukkan infeksi meningens. Anak
namun kurang umum terjadi, yaitu syok yang cepat demam, menggigil, terdapat tanda peningkatan
dan progresif disertai purpura, koagulasi intravaskular TIK yaitu sakit kepala, muntah, UUB membonjol,
diseinata, hilang kesadaran, dan kematian dalam 24 paresis N.III dan N.VI, hipertensi dengan
jam. bradikardi, apnea atau hiperventilasi, postur
Meskipun demikian, manifestasi klinis sangat dekortikasi atau deserebrasi, pupil anisokor,
bervariasi bergantung pada usia, respons imun stupor, koma, atau perubahan tingkah laku. Tanda
terhadap infeksi, dan lama sakit sebelum dibawa ke rangsang meningeal (kaku kuduk, tanda Kernig,
pelayanan kesehatan. dan brudzinski) jelas diperoleh pada pemeriksaan
Neonatus hingga 3 bulan fisis, defisit neurologis fokal, kejang fokal
107
Gambaran klinis sering tidak khas. Bayi tampak atau umum, dan neuropati kranial. Tanda lain
letargi, malas minum, dan muntah. Pemeriksaan meningitis adalah fotofobia dan tache cerebrale ,
fisis menunjukkan demam atau hipotermia, ubun- yaitu munculnya garis merah menimbul 30-60
ubun besar (UUB) membonjol, kejang hingga apnea. detik setelah kulit dipukul dengan benda tumpul.
Setiap neonatus dengan demam tinggi, pneumonia,
atau sepsis disertai kejang harus dicurigai Diagnosis
meningitis bakterialis. Risiko tinggi terdapat pada Segera setelah terdapat kecurigaan akan
nenonatus yang lahir prematur, memiliki riwayat meningitis bakterialis dari anamnesis dan pemeriksaan
infeksi intrapartum, dan ketuban pecah dini. fisis, harus segera dilakukan pungsi lumbal dan kultur
Usia 3 bulan-2 tahun darah.
Meningitis bakterialis harus dipikirkan pada 1. Pungsi Lumba/
setiap anak usia 3 bulan-2 tahun yang mengalami Pungsi lumbal dilakukan untuk menemukan bak-
manifestasi kejang demam kompleks. Secara teri penyebab di dalam CSS melalui perwarnaan

- - - - - - - - - - - - - - -1Bakteremia·1- - - - - - - - - - - - -

Penetrasi t
patogen di SSP Pelepasan
l+
Interaksi
ltokin sistemi

Pelepasan • Asupan oral berkurang


leukosit-endotel
sitokin SSP Deplesi volum • - - - - - • Muntah
intravaskular • Cairan hilang karena dcmam
• Restriksi cairan IV

Inflamasi
meningens

Edema
serebral
r __. TIK meningkat

Gambar 1. Patogenesis Meningitis Bakterialis


Disadur dan diterjemahkan dari Chavez-Bueno Set al. Bacterial Meningitis in Children. Pediatr Clin N Am 52 (2005) 795-810
Gram, kultur, serta analisis CSS. karakteristik cairan serebrospinal yang
o Kultur CSS diperoleh. Infeksi bakteri memiliki gambaran
Kultur CSS merupakan baku emas, memiliki khas dan berbeda dari infeksi virus maupun
sensitivitas hingga 85% bila belum mendapat TB (Tabel 2) .
terapi antimikrobial sebelumnya, namun
membutuhkan waktu setidaknya 48 jam sam- Pungsi lumbal dikontraindikasikan bila:
pai diperoleh hasil. 1) Terdapat tanda-tanda peningkatan TIK yang
0 Pewarnaan Gram disebabkan oleh lesi desak ruang seperti abses
Pewarnaan Gram dapat memberikan hasil atau tumor karena dapat menyebabkan herni-
z
11> yang lebih cepat dan relatif lebih murah untuk asi otak yang fatal ;
s:: mengidentifikasi bakteri penyebab. Pewar- 2) Kegagalan sirkulasi kardiopulmoner dan perlu

-....
>"(
0 naan Gram memiliki sensitivitas 60-90% dan dilakukan resusitasi;
0 spesifisitas 97%, namun hasil ini dapat berku- 3) Infeksi di kulit tempat dilakukannya pungsi
IQ
rang secara signifikan bila sudah mendapat- lumbal;
)> kan terapi antibiotika sebelumnya. 4) Gangguan hemostasis dan koagulasi.
!::$
~ 0 Latex agglutination Kontraindikasi relatif adalah trombositopenia.
::i::" Cara ini menggunakan antiserum untuk men- Pungsi lumbal tidak boleh dilakukan jika jumlah
108 deteksi antigen kapsul polisakarida dari bak- trombosit < 50.000/ Ji L
teri patogen. Kelebihan pemeriksaan ini lebih 2. Kultur Darah
cepat dan sederhana. Kultur darah harus dilakukan sebelum ter-
Cara ini disarankan sebagai alternatif bagi api antibiotik dimulai. Pemeriksaan ini dapat
pasien yang telah mendapat terapi antibiotik mengisolasi bakteri penyebab pada 80-90% ka-
sebelumnya dan pemeriksaan kultur maupun sus meningitis. Bila pungsi lumbal ditunda. kultur
Gram menunjukkan hasil negatif. darah tetap dilakukan sambil dilakukan CT scan
o PCR untuk mengonfirmasi atau menyingkirkan adanya
PCR dapat mendeteksi DNA dari patogen lesi desak ruang (abses, tumor, perdarahan) .
meningens yang umum, seperti Nmeningiti-
dis, S Pneumonia, H.Influenza type b. S Aga- Tata Laksana
lactiae, dan L. Monocytogenes. Sensitivitas dan Sambil menunggu hasil analisis CSS, terapi empiris
spesifisitasnya sangat baik (> 90%) dan men- dan suportif harus segera diberikan.
jadi salah satu alternatif pemeriksaan yang l. Terapi suportif berupa cairan intravena, nutrisi,
sangat menjanjikan di kemudian hari. antipiretik dan antikonvulsan. Pasien jangan
o Analisis CSS menerima makanan melalui mulut terlebih dulu.
Selain mengisolasi bakteri patogen penyebab, Lakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan
diagnosis juga dapat ditegakkan dari laju nafas dengan ketat, demikian pula dengan

Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Cairan Serebrospinal pada lnfeksi Bakteri. Tube rkulosis dan Virus

f\.frningit is i\1Pn111g111s
Korufo,j BdktPI iali\ Tulwr kulo..,1s Ml'n111gop11s<•fa li11s Virus Norm,11

Xa ntokrom.
Jernih (kecuali bila
Warna Purulen. keruh Terdapat endapan Jernih
jumlah sel >300/ uL)
benang-benang fibrin
Tekanan Normal atau sediklt
200-750+ 150-750+ <160
(mmH2 0) meningkat
Ribuan (> 1000 0-5 limfosit: 1-3 PM N pada 3 bulan
Jumlah sel 250-500. terutama
sel/ uL) , terutama 50-300. terutama limfosit pertama, sampai 30 limfosit pada
/uL limfosit
PMN neonacus. 20-50 eritrosit

45- 1000,jumlah sel 20-125


Protein Ratusan hingga
meningkat seiring (normal atau sedlkit 15-35 (lumbal), 5-15 (ventrlkel)
(mg/dL) ribuan
waktu meningkat)
Sangat menurun.
Rasia CSF/
Glukosa Sangat menurun, No rmal atau sedikit
darah s0.6 pada 50-80 (2/3 dari glukosa darah)
(mg/dL) Rasia CSS/darah s0.4 berkurang
neonatus: ~ 0.4
pada anak besar
pemeriksaan neurologis seperti kesadaran,
Curiga meningitis bakterialis
refleks pupil, gerak bola mata, saraf kranial,
kekuatan motorik, dan kejang dalam 7 2 jam t
pertama. Pemberian cairan intravena tidak lmunokompromais, riwayat penyakit SSP tertentu 3 •
dibatasi, kecuali terbukti terjadi syndrome of
papiledema, defisit neurologi fokal /curiga SOLb,
inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) dan
tidak ada dehidrasi. Pasien dengan peningkatan
TIK dan syok mungkin memerlukan vasoaktif Tidak+
seperti dopamin dan dobutamin, dan pemberian
cairan dimonitor dengan central venous access kultur darah dan
di ICU agar tercapai perfusi yang baik ke organ pungsi lumbal SEGERA
tanpa memperburuk TIK.
2. Bila terjadi peningkatan TIK akibat edema si- t
Deksarnetason +terapi Deksarnetason +terapi
totoksik, berikan manitol 20% dosis 0,25 - I gr/
KgBB/ kali, tiap 6-8 jam, infus cepat dalam 30 antimikrobial empiris antimikrobial emP.iris
menit sambil terus diawasi balans cairan, elektro-
lit, dan diuresis. Berikan pula antipiretik, eleva-
t
Analisa CSS konsisten
t
si kepala 30°, hiperventilasi (hingga PaC0 2 25
dengan meningitis 109
mmHg) , dan dapat dibantu furosemid 1 mg/ KgBB bakterialis
untuk menurunkan TIK. Sebisa mungkin hindari
berbagai tindakan yang agresif, misalnya intubasi
trakea, pengisapan lendir, pengambilan sampel ..__ Lakukan pungsi lurnbal
darah yang sering. Penggunaan agen osmotik dan
diuresis harus dengan hati-hati karena dapat ter- Ket: •Shunt CSS, hidrosefalus. trauma. setelah bedah saraf. atau
jadi dehidrasi dan syok. space-occupying lesion. ' Palsi N.Vi dan VII bukan alasan untuk
3. Sebagai terapi tambahan untuk menekan sitokin menunda pungsi lumbal. CSS : Cairan SerebroSpinal

inflamasi dan mencegah ketulian, berikan dek- Gambar 2. Alur tata laksana men ing itis bakterialis pada bayi
sametason IV 0,6 mg/ KgBB/ hari dibagi 4 dosis, dan anak menurut Infectious Diseases Society of America.
15-20 menit sebelum atau bersamaan dengan 2004. (Tunkel et al. Practice Guidelines for the Management
pemberian antibiotik. Steroid hanya diberikan of Bacterial Meningitis. CJD 2004 : 39 (1 November) dengan
pada bayi usia >I bulan karena tidak ada data modifikasi

yang cukup untuk penggunaannya pada bayi usia


< 1 bulan. Steroid tidak lagi perlu diberikan bila 2. Neonatus dengan infeksi basil Gram negatif.
terapi antibiotik telah dimulai sebelumnya karena pungsi lumbal perlu dilakukan kembali untuk
tidak ada manfaatnya. mengevaluasi dan mendokumentasikan apakah
4. Terapi antibiotik empiris harus segera diberi- CSS sudah steril. Hal ini disebabkan karena respon
kan sebelum hasil analisis CSS diperoleh, bah- neonatus terhadap terapi tidak khas dan sering
kan bila pungsi lumbal ditunda. Semakin lama terjadi keterlambatan sterilisasi CSS.
antibiotik ditunda, semakin besar kemungkinan
terjadi gejala sisa neurologi di kemudian hari. Komplikasi
Tabel 3 menuajukkan terapi empiris berdasar- Kemungkinan terjadinya komplikasi semakin
kan rekomendasi Infectious Diseases Society of besar bila pengobatan diberikan terlambat. tidak
America, 2004. selesai. atau pasien tidak mengalami perbaikan
Setelah hasil analisis CSS diperoleh, terapi dapat klinis setelah terapi antibiotik satu minggu pertama.
ditambah atau dirubah sesuai dengan hasil uji Komplikasi dibagi menjadi komplikasi yang muncul
kerentanan bakteri penyebab. selama perawatan di rumah sakit dan komplikasi
5. Bila terjadi kejang atau hipoglikemi, tata laksana neurologi jangka paajang.
sesuai dengan protokol kejang dan hipoglikemi Komplikasi saat perawatan berupa ventrikulitis,
pada anak. efusi subdural, syok, gangguan elektrolit, peningkatan
Lama pengobatan bergantung pada etiologi TIK dan herniasi, perdarahan, infark. serta SIADH.
bakteri patogen. Secara empiris. untuk anak besar SIADH merupakan salah satu komplikasi tersering
selama I 0-14 hari, sedangkan neonatus ~ 3 minggu. yang menyebabkan hilangnya natrium dan
Pungsi lumbal tidak perlu diulangi setelah terapi, menurunnya osmolalitas serum sehingga dapat
kecuali bila: memperburuk edema serebral. Komplikasi lain yang
I. Pasien tidak berespon dengan baik setelah terapi lebihjarang adalah empiema subdural (harus dicurigai
selama 48 jam. bila demam berkepanjangan dan anak tampak terus
Tabel 3. Daftar Antibiotik Sebagai Terapi Empiris Berdasarkan Kelompok Usia (IDAI. 20 l OJ

K<•lompok U"a Antihiotik

Ampisilin ( 150-200 mg/ Kg/ har i IV dibagi da lam 2-3 dosis) dan sefotaksim ( l 50-200 mg/ Kg/ hari IV dibagi
Neonatus dalam 3-4 dosis) : arau
Ampisilin dan gentamisin (5-7 .5 mg/ Kg/ hari IV dibagi dalam 2 dos is)

Ampisilin (200-400 mg/ Kg/ hari IV dibagi dalam 4 dosis) dan sefotaksim (200-300 mg/Kg/ hari IV dibagi
J-3 bulan dalam 4 dosis): atau
Am plsilln dan Seftrlakson (100 mg/Kg/ hari JV dibagi dalam 2 dosis)

Sefotaksim (200-300 mg/Kg/ hari IV dibagi da lam 3-4 dosis): atau


Seftriakson (l 00 mg/Kg/hari JV dibagi dalam 2 dosis): acau
>3 bulan
Ampisilin (200-400 mg/Kg/har i IV dibagi dalam 4 dosis) dan Kloramfenikol (JOO mg/Kg/ ha ri JV dibagi
dalam 4 dosis)

•cacatan: Vankomisin 60 mg/ Kgl hari dibagi tiap 6 jam dapa c dicambahkan jika banyak dicemukan kasus Methyl resistance
streptococcus. ]ika tidak. pemberian ancibiotika disesuaikan dengan pola resistensi kuman masing-masing rumah sakic. Prinsipnya
adalah menggunakan ancibiotik yang dapac menembus sawar-darah otak dengan baik, berspektrum kuat terhadap Gram positif (usia >
I bulan) dan terhadap Gram positif dan nega tif (pada neonatus).

110

Tabel 4 . Lama Terapi Berdasarkan Jenis Pacogen

N('o natw.. lhi.i -. I hulan

Je nis patoge n Lama terapi Jenis patogen Lama terapi

Streptococcus group B J 4-21 hari N. meningitides 4-7 hari

L. monocycogenes 10- 14 hari H. influenza 7- 10 hari

Ente rlc Gram negatif 2: 3 minggu S. Pneumollia 10-14 hari

iritabel) dan abses otak. mikrobial, CSS sudah menjadi steril. Waktu yang
Komplikasi neurologi jangka panjang tersering lebih lama untuk mensterilisasi CSS berkorelasi
adalah tuli sensorineural akibat labirintitis dengan luaran yang lebih buruk.
setelah infeksi koklea. Selain itu dapat juga terjadi
hidrosefalus komunikans, gangguan perkembangan Sumber Bacaan
motorik, bicara dan perilaku, retardasi mental, l.Prober CG. Central nervous systems infection. Dalam:
gangguan penglihatan dan epilepsi. Kliegman RM , Stanton BM. Ge me J. Schor N, Behrman RE.
penyunting. Nelson's textboo k of pediat rics. Edisi ke- 19.
Philadelphia: Elsevier Sau nd ers: 20 I I .
Prognosis
2. Fenichel G, penyunti ng. Cli nica l ped iatric neurology: a
Pronosis bergantung pada:
signs and symptoms ap proac h. Edisi ke- 7. USA: Elsevier
Usia pasien Saunders: 20 I 3.
Bayi usia < 6 bulan memiliki prognosis lebih bu- 3. Chavez-Bueno S. McCracken CH Jr. Bacterial meningitis in
ruk. children. Pediatr Clin N Am. 2005:52:795-8 10.
Manifestasi kejang dan penurunan kesadaran 4. Tunkel AR, Ha rtman BJ. Kaplan SL, Kaufman BA. Roos KL.
Kejang yang menetap setelah hari keempat sejak Scheid WM. dkk. Practice guide lines for the manageme nt
awitan berhubungan dengan defisit neurologi of bacterial meni ngit is (IDSA Gu idelines). Clin Infect Dis.
2004 Nov 1:39(9): 1267-84.
yang lebih buruk.
5. Hay WW, Levin MJ. Sondheimer JM, Deterding RR, penyun-
}enis dan jumlah mikroorganisme penyebab
ting. Cu rrent pediatric diagnos is & treatme nt. Edisi ke-2 1.
Infeksi oleh Pneumokok memiliki angka mortali-
Philadelphia: McGraw-Hill: 20 I 2.
tas dan gejala sisa neurologi yang tinggi. Jumlah 6. Polin R. Meningitis. Da lam: Polin R, Lo renz J. penyunting.
mikroorganisme lebih dari 106 colony-forming/ Pocket clinician neonatology. Ca mbridge: Cambridge Uni-
mL dalam CSS lebih sulit diobati. versity Press: 2008.
Kadar glukosa 7. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS, Gandapur.ra
Kadar glukosa yang sangat rendah berkorelasi de- EP, Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
ngan gangguan pendengaran permanen. Jkatan Dokter Anak Indonesia (IDA!). Jakarta: Badan Pen-
erbit !DAI: 20 I 1.
Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi CSS
Umumnya dalam 24-36 jam setelah terapi anti-
Meningitis Tuberkulosis
Gracia Lilihata. Setyo Handryastuti

Definisi sistem imun seluler mengenali antigen bakteri dan


Meningitis tuberkulosis adalah proses inflamasi mengaktifkan sistem pertahanan oleh limfosit.
di meningens (khususnya arakhnoid dan piamater) Hipersensitivitas jaringan dan pelepasan berbagai
akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis. Meningitis sitokin inflamasi menyebabkan terjadinya nekrosis
tuberkulosis merupakan bentuk tuberkulosis perkijuan (kaseosa). Sebagian bakteri terbunuh,
ekstrapulmonal kelima yang paling sering ditemui namun bakteri yang bertahan di dalam makrofag yang
sekaligus yang paling berbahaya, dan kejadian inaktif akan ikut menyebar ke kelenjar limfe regional
terbanyak ditemukan pada anak-anak. Bila tidak dan sebagian masuk ke peredaran darah sistemik
diobati dengan tepat akan menyebabkan gejala sisa mencapai organ-organ lain.
neurologis permanen, bahkan dapat menyebabkan Bila bakteri yang berhasil mencapai meningens 111
kematian. dalam jumlah banyak, dapat segera terjadi meningitis.
Namun, bila dalam jumlah kecil, bakteri akan
Epidemiologi berkolonisasi, bereplikasi, dan terbentuk tuberkel yang
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2003, disebut fokus Rich di area subpial atau subepindemal.
sekitar 1,3 juta anak terinfeksi tuberkulosis setiap Bertahun-tahun setelah infeksi, fokus Rich dapat
tahunnya di negara-negara berkembang dan 40.000 ruptur ke ruang subrakhnoid menyebabkan meningitis
di antaranya meninggal dunia. Meningitis tuberkulosis tuberkulosis, atau ruptur ke parenkim otak yang lebih
terjadi pada satu dari setiap 300 infeksi tuberkulosis dalam menjadi tuberkuloma atau abses. Ruptur dapat
pada anak yang tidak diobati atau sekitar 0,3%. terjadi karena trauma atau turunnya imunitas tubuh
Meningitis tuberkulosis menyerang semua usia, namun karena infeksi HIV, pertusis, campak, atau anak dengan
insidens tertinggi terjadi pada usia 6 bulan-5 tahun. gizi buruk.
Hampir tidak ada kasus yang ditemukan pada bayi <3 Rupturnya fokus Rich tersebut mengeluarkan
bulan karena perjalanan penyakit ini membutuhkan eksudat gelatinosa yang lengket dan menimbulkan
waktu beberapa bulan sampai menimbulkan gejala. reaksi hipersensitivitas yang predominan terjadi di
lnsidens antara laki-laki dan perempuan tidak berbeda area basal otak. Proses ini menyebabkan tersumbatnya
pada anak-anak dibawah 20 tahun. aliran cairan serebrospinal (CSS) pada sisterna basalis
Tingkat mortalitas adalah 10-20%, sementara sehingga sering terjadi hidrosefalus komunikans.
morbiditas berupa gejala sisa neurologik permanen Eksudat juga menginfiltrasi pembuluh darah di korteks
mencapai 82%. dan meningens, menyebabkan vaskulitis dan obstruksi,
diikuti oleh infark korteks dan edema serebri. Batang
Etiologi otak juga ikut terkena, menyebabkan paresis saraf
M. tuberculosis adalah basil Gram positif, hidup kranial, terutama N. III, IV, VI, dan VII di area basal.
secara obligat aerob, tidak berspora dan tidak bergerak. Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
Panjangnya 2-4 µ. m, memiliki dinding sel kaya lipid (SIADH) sering terjadi, menyebabkan retensi cairan
yang dapat melindungi bakteri dari serangan antibodi dan dapat memperburuk edema serebri.
dan komplemen. Tumbuh sangat pelan, butuh sekitar Tuberkuloma adalah fokus perkijuan dibungkus
3-6 minggu untuk mengisolasi bakteri dari spesimen kapsul fibrosa berbatas tegas yang terbentuk dan
klinis di agar Lowenstein Jensen. Uji sensitivitas obat terletak dalam parenkim otak. sering ditemukan di
membutuhkan 4 minggu tambahan. Ciri khas bakteri area korteks, talamus, atau infratentorial di basal
ini adalah tahan asam, yaitu kemampuan membentuk otak dekat dengan serebelum. Karena letaknya itu,
kompleks mikolat berwarna kemerahan bila diwarnai tuberkuloma dapat berukuran sangat besar tanpa
dengan pewarna arilmetan dan mempertahankan menyebabkan tanda meningitis, namun anak akan
warnanya walau dicuci dengan etanol. merasa sakit kepala, demam berkepanjangan, defisit
neurologis fokal serta kejang.
Patogenesis dan Patofisiologi
Bakteri masuk ke dalam tubuh (paru) dengan cara Manifestasi Klinis
inhalasi, setelah difagosit oleh makrofag alveolar, Pada umumnya, perjalanan klinis meningitis
tuberkulosis melalui tiga tahap/stadium, yaitu:
1 . Stadium I: prodromal kecil dapat mengalami perburukan yang lebih cepat.
Stadium ini berlangsung selama 1-3 minggu hanya beberapa hari sebelum terjadi hidrosefalus.
dengan gejala tidak khas dan belum ditemukan kejang. dan edema serebri.
kelainan neurologis. Gejala yang dialami beru-
pa demam. lemas. anoreksia. nyeri perut dan Diagnosis
sakit kepala. siklus tidur berubah. mual. muntah. Diagnosis meningitis tuberkulosis adalah ha!
konstipasi. iritabel hingga apatis. tapi tidak ada yang tidak mudah. terutama pada stadium awal.
penurunan kesadaran. Pemeriksaan fisis menun- Kecurigaan akan meningitis tuberkulosis harus
jukkan ubun-ubun besar membonjol pada bayi muncul bila anak demam berkepanjangan (> 14 hari;
kecil. Anak yang lebih besar akan mengalami pe- atau > 7 hari ditambah riwayat kontak dengan anggota
rubahan suasana hati yang mencolok dan prestasi keluarga yang menderita TBC) . pasien tetap tidak
sekolah menurun. Dapat timbul kejang intermiten sadar dengan terapi antimikrobial. tanda rangsang
yang bersifat umum. meningeal basilaris positif, hidrosefalus dan stroke
Stadium prodromal dapat berlangsung sangat tanpa penyebab yang jelas.
singkat bila tuberkel pecah ke dalam ruang sub- Evaluasi riwayat kontak dengan anggota keluarga
arakhnoid secara tiba-tiba sehingga perjalanan yang menderita tuberkulosis. kemungkinan adanya
klinisnya dapat langsung melompat ke stadium imunodefisiensi atau penggunaan obat-obatan yang
112 berikutnya dengan cepat. dapat menyebabkan imunodepresi. Tanyakan pula
2 . Stadium II: Stadium transisional/meningitik riwayat vaksinasi BCG, karena vaksin BCG dapat
Pada stadium ini eksudat terkumpul pada menurunkan risiko meningitis tuberkulosis hingga
girus-girus serebri sehingga tanda rangsang 50-80%.
meningeal positif. yaitu kaku kuduk. Kernig. dan Uji tuberkulin dan foto toraks yang positif
Brudzinski (kecuali pada bayi tanda rangsang membantu memperkuat kecurigaan. namun hasil
meningeal sering negatif). Terjadi penurunan negatif tidak menyingkirkan kecurigaan karena
kesadaran (namun tidak sampai koma atau deliri- tuberkulin non reaktif dan foto toraks normal
um) . hidrosefalus. papiledema ringan serta adanya diperoleh pada hampir 50% penderita. Pemeriksaan
tuberkel di koroid. dan kelumpuhan saraf kranial. darah tepi lengkap disertai laju endap darah (LED)
Saraf kranial yang paling sering terkena adalah perlu dilakukan.
N. VI diikuti N. III. N. IV. dan N. VII menyebab- Baku emas diagnosis adalah menemukan basil M.
kan strabismus. diplopia, ptosis, dan reaksi pupil tuberculosis pada kultur cairan serebrospinal (CSS) .
terhadap cahaya menurun. Anak yang lebih besar namun menumbuhkan bakteri membutuhkan waktu
akan mengeluhkan sakit kepala hebat dan muntah. yang lama yaitu sekitar 3-6 minggu dan hasil positif
sedangkan bayi akan tampak iritabel dan muntah. hanya diperoleh pada 50-75% kasus bilajumlah cairan
Anak dapat mengalami gejala ensefalitis berupa CSS yang diperoleh cukup (5-10 ml). Oleh karena itu.
defisit neurologis fokal yang nyata disertai dengan terapi dapat diberikan berdasarkan hasil analisis CSS
gerakan yang involunter dan gangguan bicara. Hi- yang khas atau ditemukannya basil tahan asam (BTA)
drosefalus yang terjadi sebelum gejala ensefalitis pada pemeriksaan mikroskopik .
merupakan salah satu ciri khas pada meningitis Hasil analisis CSS menunjukkan warna yang
tuberkulosis. xantokrom. serta endapan benang-benang fibrin.
3 . Stadium III: Stadium terminal jumlah leukosit meningkat menjadi 10-500 sel/ mm3
Stadium ini berlangsung cepat. selama 2-3 (sebagian besar adalah limfosit. namun pada tahap
minggu. Terjadi infark batang otak akibat lesi awal dapat ditemukan banyak PMN). protein sangat
pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat meningkat (0.4-1.3 g/dL). glukosa rendah (<40 mg/dL.
yang mengalami organisasi. Kesadaran menurun jarang sampai < 20 mg/ dL. atau rasio glukosa serum/
hingga stupor dan koma. defisit neurologis fokal CSS s0.4). Untuk tabel perbandingan karakteristik CSS
makin berat (hemiplegia hingga paraplegia). hi- pada infeksi bakterialis dan tuberkulosis. lihat Tabel 2
perpireksia. papiledema. hiperglikemia, opistoto- pada Bab "Meningitis Bakterialis".
nus. postur deserebrasi. nadi dan pernapasan Pewarnaan tahan asam CSS dapat mendeteksi BTA
tidak teratur, pupil melebar dan tidak bereaksi hanya pada 30% kasus danjuga membutuhkanjumlah
terhadap cahaya. hingga meninggal. cairan CSS yang cukup banyak seperti pada kultur.
Jumlah CSS yang terlalu sedikit akan menurunkan
Sering kali ketiga stadium tersebut tidak memiliki kemampuan deteksi.
batas yang jelas dan dapat langsung berprogresi Pemeriksaan CT scan atau MRI otak paling
dengan sangat cepat. umumnya pasien yang tidak berguna pada stadium lanjut karena dapat mendeteksi
diobati dalam tiga minggu akan meninggal. Kelompok berbagai komplikasi, seperti hidrosefalus komunikans.
usia yang lebih muda, yaitu bayi dan anak yang lebih edema serebri, iskemi. penyangatan di daerah basal
dan tuberkuloma. Tuberkuloma dapat tunggal atau tahun.
multipel, pada CT scan atau MRI tampak sebagai lesi Selama pemberian anti tuberkulosis, pemantauan
berbatas tegas dikelilingi jaringan yang edematosa. harus dilakukan setiap bulan untuk menilai kepatuhan
Penguatan dengan kontras akan menunjukkan minum obat, progresivitas penyakit dan gejala, serta
gambaran ring-like lesion. efek samping obat. Fungsi hati diperiksa saat anti
tuberkulosis dimulai, lalu diperiksa lagi pada minggu
Tata Laksana ke-2, -4, -6, dan -8, dan setiap bulan.
Terapi suportif dan penanganan peningkatan TIK
sama dengan pada meningitis bakterialis (Lihat Tata Diagnosis Banding
laksana di Bab "Meningitis Bakterialis'). Meningitis Diagnosis Banding adalah semua penyakit yang
tuberkulosis diterapi selama 12 bulan dan juga menyebabkan demam dan perubahan sensorik, di
mengikuti konsep pengobatan tuberkulosis secara antaranya infeksi SSP oleh bakteri, jamur (seperti ....tr
umum, yaitu: histoplasmosis, kriptokokus), virus (aseptik
0
Fase intensif meningoensefalitis), spiroseta maupun parasit. Selain
Fase ini berlangsung selama 2 bulan, menggu-
nakan 4 atau 5 obat antituberkulosis (OAT), yaitu
isoniazid (!NH) , rifampin (RIF), pirazinamid (PZA) ,
etambutol (E), dan streptomisin (STM). Streptomi-
sin diberikan jika terdapat resistensi OAT.
itu juga harus dibedakan dari metastasis keganasan,
limfoma, abses epidural, hematoma subdural maupun
empiema subdural.

Komplikasi
I
113

Fase lanjutan Meningitis tuberkulosis memiliki angka


Fase ini berlangsung selama 10 bulan berikutnya, komplikasi yang sangat tinggi, baik mayor maupun
menggunakan 2 obat anti tuberkulosis, yakni !NH minor, bahkan setelah diobati dengan tuntas
dan RIF. dan dinyatakan sembuh. Gejala sisa neurologis
Dosis obat antituberkulosis yang diberikan adalah: permanen mayor berupa serebral palsi, retardasi
lsoniazid 5-15 mg/ KgBB/ hari, maksimal 300 mg mental, epilepsi, paraplegia dan gangguan sensorik
sehari ekstremitas. Gejala sisa neurologis minor berupa palsi
Rifampisin 10-20 mg/ KgBB/ hari, maksimal 600 saraf kranial, nistagmus, ataksia, dan kelainan ringan
mg sehari pada koordinasi dan spastisitas.
Pirazinamid 20-40 mg/ KgBB/ hari, maksimal 2 g Angka kejadian retardasi mental adalah
sehari hampir 70%, kalsifikasi intrakranial sebesar 30%,
Etambutol 15-25 mg/KgBB/ hari, maksimal 1,25 g dan kelainan endokrin seperti pubertas prekoks,
sehari hiperprolaktinemia, defi siensi hormon pertumbuhan,
Streptomisin 15-40 mg/ KgBB/ hari, maksimal 1 g diabetes insipidus, kortikotropin, dan gonadotropin
sehari akikbat gangguan pada hipofisis dan hipotalamus
Antibiotik lini kedua adalah etionamid, sik.loserin, adalah sebesar 20% pasien. Dapat pula terjadi
ofloksasin, dan asam para-aminosalisilat (PAS) . Pada komplikasi pada mata yang menyebabkan atrofi optik
minggu-minggu pertama terapi antibiotik, dapat terjadi dan kebutaan, serta pada telinga yang menyebabkan
peningkatan jumlah PMN dan reaksi hipersensitivitas turunnya pendengaran hingga tuli.
besar-besaran akibat pelepasan protein dinding sel
bakteri ketika bakteri hancur. Oleh karena itu, berikan Prognosis
kortikosteroid untuk menekan proses inflamasi dan Prognosis sangat bergantung pada stadium
mengurangi edema, yaitu prednison dengan dosis 1-2 pasien saat terdiagnosis dan diterapi. Pada stadium
mg/ KgBB/ hari selama 4-6 minggu yang diturunkan awal prognosis sangat baik, namun sebagian besar
bertahap dalam 2-4 minggu. Pemberian steroid pasien pada stadium dua atau tiga memiliki gejala
terbukti mengurangi angka mortalitas, komplikasi sisa neurologis permanen. Usia pasien <3 tahun
neurologis jangka panjang, dan sekuelae permanen. mempunyai prognosis yang lebih buruk. Pasien yang
Walaupun terapi antituberkulosis telah dimulai, tidak diterapi dapat menyebabkan kematian.
tetap dilakukan kultur dan uji sensitivitas agar terapi
dapat diatur sesuai dengan kerentanan bakteri. Sumber Bacaan
Bila terdapat bukti hidrosefalus obstruktif dan 1. Pusponegoro H. penyunting. Standar pelayanan medik
perburukan neurologis, tindakan bedah berupa kesehatan anak. Jakarta: Badan Penerbit !DAI: 2004.
ventrikuloperitoneal (VP) shunt mungkin diperlukan. 2. Prober CG. Central nervous systems infection. Dalam:
Pembedahan untuk tuberkuloma tidak diperlukan Kliegman RM. Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE.
karena akan mengalami resolusi dengan pengobatan penyunt ing. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke -19.
medikamentosa. Meskipun demikian, tuberkuloma Philadelphia: Elsevier Saunders; 201 1.
dapat bertahan lama, berbulan-bulan hingga bertahun- 3. Munoz FM. Tubercul osis. Dalam: Kliegman RM. Stanton
BMD. St.Geme]. Schor N. Behrman RE. Ne lson textbook of Dec:52(12):1135-43.
pediatrics. Edisi ke-19. USA: Saunders: 20 11. 6. Principi N. Esposito S. Diagnosis and therapy of tubercu-
4. Fenichel G. penyunting. Clinical pediatric neurology: a lous meningitis in children. Tuberculosis (Edinb). 20 12
s igns and sym ptoms approach. Edisi ke-7. USA: Elsevier Sep:92(5):377-83.
Saunders: 20 13. 7. Buonsenso D. Serranti D. Valen tin i P. Management or
5. Vadivelu S. Effendi S. Starke JR. Luerssen TG. Jea A A central nervous system tu berculosis in children: light and
review of the neurological and neurosurgica l implications shade. Eu r Rev Med Pharmacol Sci. 20 10 Oct:I4(10):845-
of tubercu losis in children. Clin Pediatr (Ph ila). 2013 53.

38
Kompetemi TTIB Sindrom Guillain-Barre
11
•• Gracia Lilihata, Setyo Handryastuti
114
Definisi Patofisiologi
Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah sekumpulan Patofisiologi sindrom ini belum dapat dijelaskan
gejala poliradikuloneuropati autoimun yang terjadi dengan jelas. Namun. salah satu yang paling banyak
pasca-infeksi, terutama mengenai neuron motorik. diteliti adalah infeksi C. jejuni. Pada infeks i C. jejuni,
namun dapat juga mengenai neuron sensorik dan antigen pada kapsul bakteri serupa dengan antigen
otonom. Manifestasi klinis tersering adalah paralisis gangliosida pada selubung mielin saraf (seperti
flaksid disertai menurunnya refleks tendon dalam, GMI dan GD!) sehingga tubuh membentuk antibodi
dan keseluruhan gejala dapat pulih setelah beberapa yang tidak hanya menyerang patogen ini. namun
minggu atau beberapa bulan. juga menyerang dan merusak selubung mielin
SGB kini dikenal terdiri atas beberapa subtipe, yaitu saraf. Terjadi infiltrasi limfosit dan fagositosis oleh
acute inflammatory demyelinating polyneuropathy makrofag. Rusaknya mielin menyebabkan hantaran
(AIDP). acute motor axonal neuropathy (AMAN) , acute saraf terhambat atau tidak terjadi sama sekali
motor and sensory axonal neuropathy (AMSAN) dan sehingga terjadi paralisis.
Miller-Fisher syndrome.
Manifestasi Klinis
Epidemiologi Pada sebagian kecil pasien, infeksi C. jejuni tidak
Studi di Amerika Serikat, Australia, dan Eropa menyebabkan gejala klinis sama sekali sehingga
menunjukkan insidens 1-3/ I 00.000 penduduk per pasien dapat menunjukkan gejala SGB tanpa riwayat
tahun dan hasil serupa juga ditemukan di negara- infeksi sebelumnya. Namun, pada sebagian besar
negara lain di Asia. Insidens sedikit lebih tinggi pasien terdapat riwayat infeksi di saluran cerna atau
pada laki-laki Oaki-laki: perempuan = 1,5: I). Risiko respirasi, seperti diare, common cold. dan pneumonia.
mengalami SGB semakin tinggi seiring bertambahnya Sekitar I 0 hari kemudian, pasien mengalami paralisis
usia, memuncak pada dua kelompok usia, yaitu 15-35 yang khas, yang dikenal Landry's ascending paralysis.
tahun, dan 50-75 tahun. Disebut 'ascending' karena paralisis dimulai dari
ekstremitas bawah, kemudian naik ke batang tubuh,
Etiologi ekstremitas atas, dan terakhir ke otot-otot bulbaris.
Pada sebagian besar kejadian SGB, terdapat Refleks tendon kemudian menghilang. Anak tampak
riwayat infeksi yang mendahului beberapa minggu iritabel dan menolak atau tidak bisa berjalan.
sebelumnya. lnfeksi pada saluran pernapasan dan Keterlibatan otot-otot bulbar akan menyebabkan
saluran pencernaan adalah yang paling sering ditemui. paralisis nervus kranialis (kelumpuhan saraf fasialis,
Organisme yang berhasil diisolasi terutama adalah disfagia, disartria, dan ptosis) serta paralisis otot-otot
Campylobacter jejuni, diikuti oleh cytomegalovirus pernapasan yang dapat menyebabkan gaga! napas.
dan Epstein-Barr virus. Penyebab lain yang lebih Dapat juga terjadi keterlibatan sensorik dan otonom.
jarang adalah HIV, Mycoplasma pneumonia. dan virus Kelainan sensorik bermanifestasi sebagai rasa nyeri,
varicella-zoster. Beberapa studi menunjukkan adanya baal, parestesia, hilangnya sensasi getar, sentuh, nyeri
asosiasi antara SGB dengan vaksinasi, misalnya pada dan proprioseptif di bagian distal. Sementara itu,
vaksinasi flu babi, influenza, rabies, dan meningokok. disfungsi otonom menyebabkan hipotensi postural,
hipertensi, irama jantung tidak teratur, takikardi Gambaran klinis
atau bradikardi sinus, hipersalivasi, anhidrosis, atau Terdapat riwayat infeksi yang mendahului bebe-
fluktuasi tekanan darah yang sangat lebar. .. rapa minggu sebelumnya. diikuti kelemahan otot
Pada umumnya pasien mencapai titik nadir yang progresif, ascending. simetris serta adanya
setelah 12 hari dan memasuki fase plateau setelah arefleksia.
3-4 minggu. Setelah itu kondisi pasien akan Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)
membaik seiring dengan terjadinya remielinisasi. Pada fase akut khas tampak disosiasi albumin,
Penyembuhan total terjadi dalam 6-12 bulan, paling yaitu tingginya kadar protein (protein >0,55 g/L)
lama adalah 18 bulan. Perbaikan dimulai dengan pola tanpa disertai peningkatan jumlah leukosit pada
yang terbalik, otot-otot bulbar yang paling pertama CSS. Jumlah monosit biasanya <I O/mm 3 dan tidak
mengalami perbaikan, diikuti oleh ekstremitas atas, terjadi pleositosis. Pemeriksaan serial CSS dengan
batang tubuh, dan ekstremitas bawah. Refleks tendon hasil disosiasi albumin yang konsisten adalah
adalah yang paling terakhir kembali. Kematian dapat diagnostik kuat pada SGB, namun biasanya baru
terjadi akibat paralisis otot-otot pernapasan yang terlihat 1-2 minggu setelah paralisis terjadi. Pa-
tidak ditangani dengan baik sehingga terjadi gaga! sien dengan SGB dan infeksi HIV akan mengalami
napas. pleositosis pada CSS disamping peningkatan kadar
Infeksi C. jejuni diasosiasikan dengan manifetasi protein, sehingga disosiasi albumin tidak khas.
klinis yang lebih berat dan proses penyembuhan yang Pemeriksaan EMG
115
lebih lama. AIDP, bentuk SGB yang paling sering ditemukan,
akan menunjukkan gambaran EMG yang tipikal
Subtipe pada demielinisasi neuron berupa kecepatan
AIDP konduksi yang berkurang, blokade konduksi atau
AIDP merupakan tipe SGB yang paling sering disperse response , gelombang F menghilang atau
ditemui. AIDP terutama mengenai neuron pemanjangan fase laten dan latensi terminal. Pe-
motorik, namun dapat mengenai neuron sensorik rubahan konduksi ini harus ditemukan pada mini-
dan otonom. Serologi C. jejuni ditemukan positif mal dua neuron dalam satu regio seperti di lengan,
pada sekitar 40% kasus subtipe ini, dan sebagian tungkai. atau wajah. Subtipe SGB yang lain memili-
kecil ditemukan antibodi GM I. ki gambaran EMG yang berbeda. yaitu:
AMAN o AMAN: amplitudo compound muscle action po-
AMAN merupakan bentuk SGB yang paling sering tential (CMAP) berkurang atau hilang, semen-
terjadi pada anak-anak dan menyerang hanya tara kecepatan konduksi normal dan potensial
akson dari neuron motorik. Secara klinis terjadi aksi sensorik juga normal.
kelemahan simetris yang berprogresi dengan o AMSAN: amplitudo sensory nerve action poten-
cepat diikuti oleh gaga! napas pada 70% kasus tial action (SNAP) berkurang atau menghilang,
serologi C. jejuni positif dan hampir semua CMAP berkurang atau menghilang, kecepatan
menunjukkan adanya antibodi menyerang GM 1. konduksi normal.
AM SAN Pada beberapa keadaan. gambaran EMG dapat
AMSAN paling banyak terjadi pada dewasa. normal karena demielinisasi terjadi pada otot paling
Antibodi menyerang akson neuron motorik proksimal sehingga tidak dapat dinilai oleh EMG.
dan sensorik serta menyebabkan gejala klinis Sebagai pendukung diagnosis, bukti infeksi C.
yang berat dan berprogresi cepat. Pada AMSAN jejuni dapat diperoleh melalui pemeriksaan serologi
sering terjadi muscle-wasting. penyembuhan dan maupun kultur feses. Namun, kultur feses sering
prognosis lebih buruk dibanding tipe SGB yang negatif karena infeksi mikroorganisme biasanya
lain. berlangsung singkat. Ditemukan maupun tidak
Miller-Fisher Syndrome ditemukannya C. jejuni tidak mengubah terapi dan
Terjadi trias yang terdiri dari paralisis otot-otot tidak memerlukan antibiotik tambahan karena infeksi
ekstraokular, ataksia, dan arefleksia. Kadang bersifat self-limited. Pemeriksaan serologi biasanya
disertai papiledema, kelumpuhan saraf fasialis, berguna untuk kepentingan riset dan epidemiologi.
ptosis, dan retensi urine yang bersifat transien. Pemeriksaan antibodi antigangliosida dilakukan
Pemeriksaan serologi menunjukkan adanya bila diagnosis SGB sulit ditegakkan. Antibodi terhadap
antibodi terhadap antigen gangliosida GQ I b. GM I dan GD I meningkat terutama pada varian
AMAN dan AMSAN. Pemeriksaan darah lengkap dan
Diagnosis metabolik dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
Diagnosis klasik SGB berdasarkan gambaran lain paralisis. Pemeriksaan MRI dan CT scan dapat
klinis, analisis cairan serebrospinal, dan pemeriksaan menunjukkan penyangatan di daerah radiks yang
EMG.
sugestif pada SGB. Selain itu, MRI dan CT scan juga datang dalam 2 minggu sejak awitan gejala.
dapat menilai dan menyingkirkan penyebab mekanik Penggunaan steroid maupun terapi kombinasi
pada tulang belakang. (plasma exchange + NIG) tidak menunjukkan
manfaat sehingga tidak direkomendasikan.
Tata Laksana
Tiga ha! penting dalam tata laksana SGB meliputi Komplikasi
terapi suportif, imunoterapi, dan rehabilitasi. Pasien dapat meninggal karena gaga! napas,
Terapi Suportif sepsis, pneumonia, tromboemboli, dan henti jantung
Pada fase akut, pasien harus dirawat di yang merupakan komplikasi dari penggunaan
rumah sakit untuk mendapatkan terapi suportif intubasi dan ventilator, tirah baring berkepanjangan,
dan pengawasan ketat terhadap komplikasi. Bila atau disfungsi otonom.
terjadi paralisis otot-otot pernapasan. pasien Sebagian kecil pasien mengalami chronic
membutuhkan intubasi dan ventilator di ICU agar relapsing polyradiculoneuropathy atau chronic
tidak terjadi gaga! napas. Intubasi dan ventilasi remitting polyradiculoneuropathy, yaitu sindrom SGB
dibutuhkan bila: yang berulang terus-menerus dan tidak mengalami
(I) Kapasitas Vital Paksa <15-20 mL/Kg, perbaikan untuk waktu yang sangat lama.
(2) tekanan inspirasi maksimum <30 cm H20,
116 (3) tekanan ekspirasi maksimum <40 cm H20, Prognosis
a tau Sebagian besar memiliki prognosis yang sangat
(4) bila saturasi oksigen berkurang (P0 2 <70 baik. Prognosis lebih buruk ditandai oleh:
mmHg). keterlibatan nervus kranialis;
Rata-rata pasien membutuhkan ventilator hingga intubasi;
50 hari. disabilitas maksimal saat sakit; serta
Monitor tekanan darah, frekuensi, dan irama perubahan usia.
nadi dengan ketat. Bantuan obat-obat vasoaktif Angka mortalitas berkisar antara 4-15% dan
mungkin diperlukan bila terjadi hipotensi diakibatkan oleh berbagai macam komplikasi
dan syok, atau obat antihipertensi bila terjadi selama progresi penyakit. Pasien berusia >60 tahun
hipertensi. ditemukan memiliki risiko kematian 6x lebih besar
Pada pasien dengan disfagia atau dengan dibanding pasien berusia 40 tahun, dan l 57x lebih
pemakaian ventilator, nutrisi diberikan secara besar dibanding pasien < 15 tahun. Sebanyak 20%
enteral maupun parenteral dengan kalori yang pasien mengalami disabilitas yang menetap.
cukup untuk mencegah risiko aspirasi.
Heparin diperlukan sebagai profilaksis Sumber Bacaan:
tromboemboli karena pasien tirah baring dalam 1. Sarnat HB. Neuromuscular disorders. Dalam: Kliegman RM.
waktu yang lama. Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. penyunting.
Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia:
Bila sudah stabil dan fase plateau tercapai,
Elsevier Saunders; 2011.
pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat biasa
2. Hughes RAC. Wijdicks EFM. Barohn R. Benson E. Cornblath
namun tetap dengan pengawasan ketat.
DR. Hahn AF. dkk. Practice parameter: immunotherapy for
lmunoterapi Guillain-Barre syndrome. Report of the quality standards
Setelah terapi suportif, pasien perlu dirujuk subcomittee of the American Academy of Neurology.
untuk mendapat tata laksana lanjutan, seperti Neurology. September 2003;6 l :736-9
imunoterapi. Imunoterapi terutama diberikan 3. Ryan MM. Pediatric Guillain-Barre syndrome. Curr Opin
pada pasien SGB dengan paralisis yang Pediatr. 2013 Dec;25(6):689-93.
berprogresi dengan cepat. Imunoterapi bail< 4. Agrawa l S. Peake D. Whitehouse WP. Management of
intravenous immunoglobulin (]VIG) maupun children with Guillain-Barre syndrome. Arch Dis Child Educ
Pract Ed. 2007 Dec:92(6): 161 -8.
plasma exchange (PE) akan mengurangi durasi
5. Bonadio W. Pediatric lumbar puncture and cerebrospinal
gejala secara signfikan, namun tidak menurunkan
fluid analysis. J Emerg Med. 2014Jan:46(1):141-50.
risiko terjadinya defisit neurologi yang menetap.
Terapi dengan NIG atau plasma exchange akan
memberikan hasil yang lebih baik bila pasien
39
Kompcknsi !VA
• Asuhan Nutrisi Anak
11
•• Dimas Priantono. Titis Prawitasali

Pendahuluan anak di bawah usia 2 tahun, gunakan kurva WHO;


Pertumbuhan bayi pada satu tahun pertama me- 2. Perhitungan kebutuhan nutrisi anak, utamanya
rupakan perubahan dramatis, dilanjutkan dengan menghitung kebutuhan energi ;
pertumbuhan berikutnya sampai remaja sehingga 3. Pemilihan jalur pemberian makanan (oral, enteral
membutuhkan nutrisi yang berbeda. Hal tersebut atau parenteral);
berkenaan dengan laju metabolik dan laju turnover 4. Pemilihan formula atau bentuk makanan; serta
nutrien yang lebih tinggi pada bayi dan anak diban- 5. Pemantauan asuhan nutrisi.
dingkan dewasa. Lebih dari itu, cepatnya pertumbuh-
an juga disertai perkembangan fungsi dan kompo- Bayi Usia 0 - 6 Bulan
sisi organ sehingga defisiensi nutrien pada masa ini Asupan nutrisi yang dibutuhkan pada masa ini
.....
mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan. adalah AS! eksklusif. Apabila ibu dan bayi bugar .....,.,
(/.I

Asupan makanan diperlukan untuk kebutuhan energi dan memenuhi syarat, pemberian AS! harus di- ...,
sehari-hari, mempertahankan fungsi organ tubuh, ke-
butuhan energi untuk penyembuhan saat sakit, serta
mulai sesaat setelah bayi lahir (inisiasi menyusui
dini). AS! merupakan asupan terbaik untuk usia
~
yang paling penting untuk masa kanak-kanak adalah ini karena mengandung semua nutrien yang di- 117
sebagai energi untuk tumbuh dan berkembang. butuhkan oleh bayi untuk enam bulan pertama
Asupan gizi yang dibutuhkan oleh anak meliputi kehidupan, termasuk lemak, karbohidrat, pro-
makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien terdiri tein. vitamin, mineral dan air. AS! mudah dicerna
dari karbohidrat, protein dan lemak; zat gizi tersebut dan dapat digunakan oleh tubuh secara efektif.
dibutuhkan dalam jumlah besar. Sementara, mikro- AS! juga mengandung faktor bioaktif yang mem-
nutrien berupa vitamin dan mineral yang dibutuhkan perkuat sistem imun bayi yang belum matur,
dalam jumlah sedikit. Asupan nutrisi yang seimbang melindungi dari infeksi dan faktor lain yang mem-
akan menunjang tumbuh kembang yang optimal, bantu pencernaan dan absorpsi nutrien. Selain
sebaliknya asupan yang berlebih atau kurang juga itu, pemberian AS! eksklusif mampu memberikan
menimbulkan konsekuensi. Kelebihan asupan menye- manfaat ekonomis serta membangun kedekatan
babkan obesitas, penyakit metabolik dan penyakit emosional antara ibu dan bayi.
muskuloskeletal dan tentunya memberikan dampak Berdasarkan rekomendasi WHO, AS! sebaiknya di-
bagi psikis anak. Sementara, kekurangan asupan berikan sedini mungkin melalui inisiasi menyusui
menyebabkan keterlambatan tumbuh dan kembang, dini (IMD). !MD dilakukan dengan menempatkan
bahkan gaga! tumbuh. bayi baru lahir ke ibunya secara kulit ke kulit sela-
Tiga tahun pertama kehidupan adalah saat yang ma minimal satu jam. Proses !MD ini bermanfaat
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan pemberian AS! eksklusif di
fungsi otak sehingga asupan nutrisi optimal disertai kemudian hari.
stimulasi menjadi faktor yang sangat menentukan. Edukasi kepada orang tua perlu dilakukan sehing-
Mengingat pentingnya peran nutrisi, penting untuk ga AS! diberikan ad libitum (on demand). diberikan
selalu melakukan asuhan n utrisi anak, yang terdiri kapanpun saat bayi merasa lapar. Apabila bayi
atas langkah - langkah berikut: tidak dapat diberi AS!, pilihan utama adalah susu
1. Penilaian status nutrisi anak, meliputi riwayat formula yang dibuat dari susu sapi yang telah di-
asupan makanan, riwayat pertumbuhan dan fortifikasi dengan zat besi. Apabila terdapat alergi
perkembangan keterampilan dan perilaku makan terhadap susu sapi atau terdapat alasan yang tidak
(termasuk oromotor skill), riwayat alergi, riwayat memungkinkan konsumsi susu sapi, pilihan perta-
pengobatan tertentu, penilaian antropometri, lab ma adalah formu la hidrolisat sempurna atau asam
dan klinis, dan sebagainya. Penilaian antroprome- amino. Apabila karena ketidaktersediaan atau ken-
tri dilakukan dengan mem-plot tinggi badan ber- dala ekonomis tidak memungkinkan untuk menye-
dasarkan umur (TB/U), berat badan berdasarkan diakan salah satu dari kedua formula tersebut,
umur (BB/U), dan tinggi badan berdasarkan berat maka formula kedelai dapat dipergunakan.
badan (TB/BB). Untuk anak usia lebih dari 2 ta- Kebutuhan cairan bayi usia 0-6 bulan adalah >
hun, gunakan kurva CDC 2000, sedangkan untuk I 00 mL/KgBB/ hari, tetapi dengan adalanya kehi-
langan cairan melalui ginjal, paru, kulit dan laju (mengambil dengan dua jari) sereal a tau makanan
metabolik yang lebih tinggi, bayi usia 0-6 bulan yang diberikan dan mulai dapat minum dari cang-
akan rentan mengalami dehidrasi, terutama saat kir yang dipegang oleh orang lain.
muntah dan/ a tau diare. Karena AS! dan formula Kebutuhan kalori dari MPASI pada usia ini adalah
terdiri atas 90% air, bayi tidak membutuhkan tam- sekitar 200 Kkal/hari. Frekuensi pemberian MPA-
bahan cairan lagi. SI dianjurkan 2-3 kali/hari, dengan selingan kuda-
Yang perlu diperhatikan pada masa ini adalah: pan 1-2 kali/ hari. Anak usia ini biasanya mengon-
(1) pertumbuhan (kenaikan berat badan), dan sumsi volume. makanan mulai dari 2-3 sendok
(2) perkembangan dan kemampuan makan, yang makan, ditingkatkan bertahap hingga sekitar 125
z ditandai oleh kemampuan untuk menghisap cc setiap kali makan.
a.....
"'i
puting susu dengan baik, selesai minum (dalam
keadaan cukup/kenyang) selama 45 menit, dapat
Red flags: pengukuran berat badan berkala tidak
menunjukkan peningkatan dan perkembangan ti-
.....
(/)
menunjukkan tanda lapar yaitu peningkatan akti- dak sesuai dengan usia anak .
vitas (tampak gelisah), mouthing atau rooting, dan
menangis. Bayi Usia 9-12 Bulan
Red flags: penurunan berat badan turun 2 persen- Antara usia 9-11 bulan, frekuensi pemberian
til atau lebih (failure to thrive), kehilangan lebih makanan tambahan ditingkatkan, sampai 3-4 kali
dari 7% dari berat lahir, berat badan naik namun sehari, caregiver atau orangtua sebaiknya melaku-
tidak adekuat (tidak naik dalam 10 hari, <750 g! kan motivasi untuk makan dengan mandiri dan
bulan untuk usia 0-3 bulan, <600 g/bulan untuk memberikan makanan tekstur yang lebih keras
usia 4-6), tidak menunjukkan pergerakan usus 3 (makin menyerupai makanan keluarga). Pada usia
kali setiap harinya setelah hari pertama, jumlah 12 bulan, apabila susu sapi adalah sumber utama
118 popok yang basah kurang dari 6 kali dengan urine susu. berikan 500 ml dengan makanan lain sum-
warna pekat, pembuatan formula tidak menurut ber vitamin D. Apabila bayi sudah disapih sebelum
ketentuan (pengenceran yang salah, atau air ko- usia 12 bulan, pemberian susu sapi sapi segar
tor), dan sebagainya. (whole milk) tidak diperbolehkan, dan dianjurkan
susu formula dari susu sapi yang telah difortifikasi
Bayi Usia 6-9 Bulan dengan zat besi.
Bayi usia 6-9 bulan sudah dapat diberikan Pada usia ini, anak sudah dapat menggunakan
makanan tambahan di samping ASL Pada usia ini, rahang dan lidah untuk menggigit dan meng-
bayi dapat dikenalkan dengan makanan yang telah hancurkan berbagai tekstur makanan, mencoba
difortifikasi dengan besi serta susu sapi. Apabila menggunakan sendok, serta beberapa anak men-
ingin mengenalkan makanan baru, sebaiknya dibe- coba makan dengan mandiri dengan sendok atau
rikan jarak 2 hari sehingga bayi dapat mengenali tangan. Peralihan cara minum anak sebaiknya
rasa dan memudahkan identifikasi apabila terjadi disesuaikan berdasarkan keterampilan oromotor
reaksi alergi. Pemberian makanan tambahan di- dan perkembangan anak. Pada usia 9 bulan, anak
mulai dengan porsi kecil (1-3 sendok makan) de- sudah dapat minum dari gelas, walaupun masih
ngan frekuensi 2-3 kali sehari. Tekstur makanan ada tumpahan.
dapat ditingkatkan secara berkala, mulai dari Kalori dari MPASI sebaiknya sekitar 300 Kkal/
bubur sampai makanan lunak yang lebih kental. hari. Anak dapat diberikan makanan yang dima-
Berdasarkan rekomendasi WHO, pemberian AS! kan dengan tangan untuk melatih kemampuan
sebaiknya dilanjutkan sampai usia 2 tahun. Pada motoriknya. Frekuensi makanan di luar AS! dian-
usia 6 bulan ini anak diperkenalkan dengan MPA- jurkan 3-4 kali/hari, dengan 1-2 selingan kuda-
SI, sambil mempertahankan pemberian AS! sese- pan. Volume yang dapat ditoleransi anak setiap
ring mungkin. Dalam mempersiakan MPASI, perlu kali makan adalah sekitar 125 cc.
diperhatikan kebersihannya agar tidak menyebab- Red flags: popok basah <6 kali/hari atau plot
kan penyakit pada anak. pertumbuhan menjauhi grafi.k di atasnya, yang
Pada usia ini, secara fi.siologis bayi sudah siap menandakan adanya kemungkinan terdapat se-
untuk mendapatkan makanan padat. Bayi nor- suatu yang harus dievaluasi), sampai usia I 0 bulan
mal sudah menunjukkan tahapan perkembangan bayi belum dapat makan dengan tekstur lembut,
dan peningkatan keterampilan makan sebagai perkembangan tidak sesuai dengan usia.
berikut: dapat duduk tanpa bantuan untuk waktu
yang singkat, dapat memegang botol susu, dapat Anak Usia 12-24 Bulan
makan dari sendok atau tangan orang dewasa, Anak usia ini masih dapat diberikan ASL Apabi-
dapat menolak apabila diberikan tekstur makanan la tidak disusui. whole milk (3,25% lemak) dapat
yang tidak biasa dimakan, dan dapat menjimpit diberikan, namun susu skim, I% dan 2% harus
Tabel I. Laju Pertumbuhan dan Kebutuhan Kalori Anak (disadur dari Nelson Textbook of Pediatrics: 20 I I )

. Prrk1r.ia11
Pl'1 k11 .rn11 KC'lldlkdn Bt·r .ti Pt>r.1c1ml><thc1t1 ~t·rtumhuh.rn Rt·tommt·ndt'd J).11
Us1c1 Kt·11.i1k.111 Ht·1.11 Bddt1n Bul.tri.m PanJclllg H.ut.111 I mgkc1r KPpalc1 ly Allm\..1rn p/ RDA
ll,111,111 llan,111 (g) (Kgl lrm/hulan) (cm/hulan) (K<al/Kg/lrnn)

0-3 bulan 30 0.9 3,5 2.00 115

3-6 bulan 20 0,5 7 2,0 1.00 110

6-9 bulan 15 0.45 1,5 0.50 100

9- 12 bulan 12 0.3 7 1.2 0.50 100

1-3 tahun 8 0.23 1,0 0.25 100

4-6 tahun 6 0.17 3 cm/ tahun I cm/ tahun 90- 100

dihindari, Pemberian makanan dilakukan de- atau minuman soya yang sudah difortifikasi untuk
ngan frekuensi 3 kali makanan pokok porsi kecil memenuhi kebutuhan vitamin D. Bagi anak yang
dan 2-3 kudapan tiap hari. Hindari pemberian tidak minum susu, kalsium dan vitamin D dapat
makanan dan minuman, kecuali air di antara ma- diperoleh dari sumber makanan lain yang sudah
kanan yang sudah terjadwal. Makanan pelengkap difortifikasi misalnya susu, margarin. mentega, ....
yang diberikan sebagai tambahan hendaknya atau minyak ikan, frekuensi pemberian makan 3 ....,...
(/)

mengandung energi dalam jumlah besar, protein, kali makanan utama dengan porsi sesuai usia dan
mikronutrien (zat besi, seng, kalsium. vitamin A,
vitamin C dan folat) , tidak pedas a tau asin, mudah
2-3 kudapan per hari, pembatasan konsumsi gula
sebaiknya dilakukan.
~
dimakan anak, disukai anak, serta tersedia di pasar Pada usia ini, anak sudah makan sebagian besar 119
lokal dan mampu dibeli orang tua. Makanan yang makanan keluarga, keterampilan makan sudah
diberikan, baik sebagai makanan utama atau ma- lebih baik sehingga kejadian tersedak atau batuk
kanan pelengkap, sebaiknya bervariasi, dan me- jarang terjadi, anak sudah terampil makan de-
ngandung makanan yang berasal dari hewan, pro- ngan peralatan makan tanpa tumpah . Pada usia
duk susu, produk biji-bijian (sumber protein dan ini anak mungkin menolakjenis makanan tertentu.
besi). buah-buahan dan sayuran hijau yang kaya Red flags: anak tidak mau makan makanan padat,
vitamin A, vitamin C, lemak serta minyak. Pembe- berat badan tidak naik atau turun menurut kurva
rian suplementasi vitamin perlu dipertimbangkan NHANES, konsumsi banyak cairan (susu >750 mL
terutama bila anak tidak tumbuh optimal, memili- dan jus >175 mL sehari), perkembangan tidak se-
ki kondisi kesehatan tertentu yang membutuhkan suai usia.
asupan mikronutrien, atau tidak makan sesuai
komposisi yang seharusnya. Hal-ha! yang perlu diperhatikan dalam pemberian
Pada anak usia 12-18 bulan, pertumbuhan mulai nutrisi anak:
melambat dibandingkan dengan satu tahun per- l. Pemantauan pertumbuhan
tama kehidupan dan pada usia 15 bulan, anak Untuk pemantauan pertumbuhan, kurva per-
dapat makan mandiri dengan sendok dan jenis tumbuhan WHO dapat digunakan. Pengukuran
makanan yang dimakan adalah makanan kelu- secara serial lebih berguna daripada pengukurara
arga. Pada usia 18-24 bulan, anak sudah dapat satu kali dengan acuan berat badan dan tinggi
mengonsumsi sebagian besar jenis makanan pada badan ideal menurut usia dan jenis kelamin.
makanan keluarga, nafsu makan yang berfluktuasi 2. Pemilihan formula bayi
adalah ha! yang umum ditemui, terutama sekitar Baik untuk bayi yang disusui secara eksk.lusif
tumbuhnya gigi baru, dan menolak makanan yang atau tidak, pemilihan formula dilakukan sesuai
tidak disenangi. kebutuhan atau keadaan kesehatan bayi dan pre-
Jumlah kalori dari MPASI dianjurkan sekitar 550 ferensi keluarga. Berikut ini formula yang dapat
Kkai/ hari. Frekuensi makan MPASI dianjurkan dipilih:
3-4x/hari, dengan 1-2 selingan kudapan. Anak da- Susu formula yang dibuat dari susu sapi dan
pat mengkonsumsi volume makanan 180-250 cc. telah difortifikasi zat besi, paling sesuai se-
Red flag kurva pertumbuhan datar atau turun, bagai substitusi ASL
anak tidak dapat makan makanan padat, sumber Susu formula berbahan dasar soya untuk bayi
makanan utama berasal dari makanan cair. yang tidak dapat mengonsumsi susu sapi
(misalnya galaktosemia), preferensi budaya,
Anak Usia 2-6 Tahun agama, atau alasan pribadi.
Anak usia 2-6 tahun, dapat diberikan 500 mL susu Formula hipoalergenik, apabila dicurigai ter-
dapat alergi susu sapi. Sumber Bacaan
Formula bebas laktosa, jarang dibutuhkan dan I . Sarnat HB. Neuromuscul ar disord ers. Dalam: Kliegman RM.
hanya sesuai untuk bayi dengan defisiensi lak- Stanton BM . Geme J. Schor N. Be hrman RE. penyunting.
tase kongenital Nelson's textbook of pediatrics. Edis i ke- 19. Philadelphia:
3. Persiapan formula bayi Elsevier Saunde rs: 20 11 .
Air yang digunakan untuk melarutkan formula 2. Hughes RAC. Wijdicks EFM. Baro hn R. Benson E. Cornblath
sebaiknya air yang sudah direbus hingga men- DR. Hahn AF. dkk. Practice pa rameter: immunothe rapy fo r
didih selama dua menit, lalu didinginkan sesaat Guillain-Barre syndrome. Report of the quality sta nd ards
sampai suhu 70 °C (didinginkan tidak kurang dari subcomittee of the American Academy of Ne urology. Ne u-

~.....
70 °C untuk meminimalisasi kontaminasi bakteri) rology. Septembe r 2003;6 I :736-9
pada botol dan dicampur sesuai dengan keten- 3. Ryan MM. Pediatric Guillain-Barre synd rome. Curr Opin
"'(
tuan. Formula sebaiknya baru dibuat saat akan Pediatr. 2013 Dec;2 5 (6) :689-93.
.....
(/)
memberikan minum dan tidak disimpan lebih dari 4. Agrawal S. Peake D. White house WP. Management of ch il-
dua jam. Bayi dan batita rentan tersedak sehingga dren with Guillain-Barre syndrome. Arch Dis Child Educ
orang tua atau caregiver wajib mendampingi saat Pract Ed. 2007 Dec;9 2 (6) :161 -8.
memberikan susu formula. 5. Bonadio W. Pediatric lumbar puncture a nd ce rebrospinal
fluid analysis. J Emerg Med. 201 4 Jan:46( 1): 14 1-50 .

40
Kompetensi IVA
• Defisiensi Besi
111
120
•• Dimas Priantono, Titis Prawitasari

Pendahuluan mis, terutama pada konjungtiva, telapak tangan, dan


Defisiensi besi merupakan salah satu defisiensi zat kuku. Pada anemia berat dapat ditemukan murmur
gizi yang paling banyak terjadi pada anak. Di seluruh sistolik. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, anak
dunia, anemia akibat defisiensi besi mempengaruhi dengan defisiensi zat besi cenderung mengalami
sekitar 4-5 miliar orang. Defisiensi besi menyebab- gangguan pertumbuhan dan perkembangan sehingga
kan terjadinya anemia defisiensi besi. Gangguan yang perlu dilakukan skrining.
ditimbulkan oleh anemia defisiensi besi terhadap
masyarakat adalah gangguan kognitif dan perilaku Pemeriksaan Penunjang
anak. Anemia defisiensi besi merupakan gangguan Pemeriksaan penunjang merupakan patokan
yang mudah diatasi sehingga penatalaksanaan secara obyektif untuk mendiagnosis anemia defisiensi besi.
dini sangat penting untuk mencegah terjadinya keca- Secara umum, pemeriksaan laboratorium akan me-
catan pada anak. nunjukkan kadar hemoglobin yang rendah dengan
ukuran eritrosit yang kecil (mikrositik). Sebelum
Pendekatan Klinis menentukan diagnosis anemia defisiensi besi, harus
Anamnesis dipastikan bahwa anemia yang terjadi bukan akibat
Keluhan yang disampaikan oleh anak atau orang talasemia, anemia penyakit kronis, atau jenis anemia
tua pasien adalah penampilan yang tampak pucat. lainnya. Penentuan jenis anemia dapat dilihat pada
Anak yang tampak pucat biasanya memiliki kadar tabel di bawah ini.
hemoglobin yang sudah menurun hingga 7-8 g/dL. Menurut World Health Organization (WHO}, anemia
Pada anemia berat, dapat menyebabkan gangguan defisiensi besi ditegakkan apabila memenuhi setidak-
kognitif. motorik, iritabilitas, cenderung mengantuk, nya 3 kriteria pertama dari 4 kriteria berikut, yaitu;
dan gejala-gejala gaga! jantung. 1. Kadar Hb <normal untuk usia pasien
Gejala lain dari anemia defisiensi besi adalah pica, 2. Kadar Fe serum <50 mcg/dL (nilai normal=80-180
yaitu tindakan memakan benda-benda yang bukan mcg/ dL}
bahan makanan, dan pagofagia, yaitu keinginan un- 3. Saturasi transferin <15% (nilai normal=Z0-50%)
tuk memakan es. 4. MCHC <15% (nilai normal =32-25%)

Pemeriksaan Fisis Apabila dengan pemeriksaan darah jenis anemia


Pemeriksaan fisis menunjukkan anak tampak ane- masih tidak dapat ditentukan, misalnya akibat infeksi
Tabel I. Diagnosis Banding Anemia Mikrositik Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan A1wmia IJpfi~irnsi BPsi Talasemia n atau fl Anrmia Prnyakit Kr on is
Hb Menu run Menurun Menu run
MCV Menu run Menurun Normal-menu run

RDW Menlngkat Normal Normal-menlngkat


RBC Menu run Normal-meningkat Normal-menurun

Feritin Serum Menu run Normal Meningkat


TIBC Meningkat No rmal Menu run
Sarurasi Transfertn Menu run Normal Menurun
Free Erithrocyte Portoporfirin (FEP) Meningkat Normal Meningkat
Reseptor Transferin Meningkat Normal Meningkat
Konsentrasi Hb Retikulosit Menu run Normal Normal-menurun
Keterangan: MCV. mean corpuscular volume: RBC. red blood cell: RDW. reticulocyte distribution width: TIBC. total iron binding
capacity.

atau inflamasi yang sedang berlangsung. makan biop- sehingga anak dapat mengkonsumsi bahan makanan .....
si sumsum tulang dapat dilakukan untuk menentukan lain yang mengandung zat besi. Makanan yang .....i...
Cl)

~
jenis anemia yang terjadi. Di daerah dengan fasilitas mengandung vitamin C akan meningkatkan absorpsi
terbatas, pemeriksaan di atas tidak dapat dilakukan zat besi. sedangkan teh, fosfat, dan fitat akan mengu-
sehingga anemia defisiensi besi dapat ditegakkan apa rangi absorpsinya.
bila terdapat anemia tanpa perdarahan. tidak adanya Pada tempat-tempat dengan angka kejadian ane- 121
organomegali, gambaran apusan darah tepi mikrosi- mia defisiensi besi yang tinggi. dapat diberikan suple-
tik, hipokrom, sel target, anisositosis. serta adanya mentasi besi dengan dosis besi elemental sebesar:
respon setelah diberikan terapi besi. l. Pada bayi dengan berat lahir normal, suplementasi
diberikan dari usia 6 bulan, sebesar 1 mg/KgBB/
Tata Laksana hari besi elemental;
Pada anemia defisiensi besi, perlu diatasi pe- 2. Bayi 1.500-2.000 g diberikan sejak usia 2 minggu
nyakit penyerta yang memperberat terjadinya anemia, sebesar 2 mg/ KgBB/ hari;
seperti perdarahan atau infeksi cacing. Pemberian 3. Bayi 1.000-1.500 g diberikan sejak usia 2 minggu
preparat besi dengan dosis 4-6 mg/ KgBB/ hari besi sebesar 3 mg/ KgBB/ hari;
elemental apabila menunjukkan respon yang baik da- 4. Bayi <1.000 g diberikan sejak usia 2 minggu sebe-
pat meningkatkan Hb >2 g/dL. Apabila respon terapi sar 4 mg/ KgBB/ hari.
baik, terapi besi elemental dapat diteruskan hingga
2-3 bulan. Kandungan besi elemental pada preparat Sumber Bacaan
besi yang beredar antara lain ferous fumarat (33%), I. Lerner NB. Sills R. Iron deficiency anemia. Dalam: Kliegman
ferous glukonas (11,6%), dan ferous sulfat/SF (20%). RM. Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. penyun-
Pada anemia berat dengan Hb <4 g/dL, dapat diberi- ting. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadel-
kan transfusi PRC. phia: Elsevier Saunders; 201 1.
2. Harmatz P. Butensky E. Lubin B. Nutritional anemias. Da-
Pencegahan lam: Walker WA. Watkins JB. Duggan C. penyunting. Nu-
Pencegahan terhadap anemia defisiensi besi se- trition in pediatrics. basic science and clinical applications.
baiknya dimulai sedini mungkin. AS! eksklusif disa- Edisi ke-3. London: BC Decker; 2007.
rankan untuk dipertahankan hingga usia 6 bulan. 3. Pudjiadi AH. Hegar B. Handryast uti S. Idris NS. Gandaputra
Apabila tidak memungkinkan, gunakan susu formula EP. Harmoniati ED, penyunting. Pedoman pelayanan medis
yang difortifikasi zat besi. Setelah itu, anak mulai lkatan Dokter Anak Indonesia (IDA!) . Jakarta: Badan Pen-
mengkonsumsi sereal yang difortifikasi dengan zat erbit IDA!; 2011.
besi. Asupan susu sapi sebaiknya tidak berlebihan
41
Kompctcru:i !VA
• Defisiensi Vitamin A
111
•• Dimas Priantono, Titis Prawitasari

~
Pendahuluan vitamin A menyebabkan kulit menjadi kering dan ber-
Defisiensi vitamin A adalah salah satu masalah sisik, terutama pada daerah lengan, kaki, bahu, dan
.....
"'I
kesehatan yang sering ditemui pada komunitas mis- bokong. Gangguan pada epitel mukosa organ dalam
.....
(/)
kin, terutama di negara dengan pendapatan rendah . menyebabkan pasien menjadi lebih mudah terkena
Penyebab utamanya adalah insufisiensi kandungan infeksi di organ bersangkutan. Gangguan pada muko-
vitamin A dalam diet secara kronis, sehingga terjadi sa usus menyebabkan diare, gangguan pada mukosa
deplesi cadangan vitamin A dan kegagalan memenuhi saluran napas dapat menyebabkan obstruksi bronkus,
kebutuhan fisiologis ( misalnya mendukung pertum- gangguan pada mukosa saluran kemih dapat menye-
buhan jaringan, metabolism normal, ketahanan terha- babkan infeksi saluran kemih CTSK).
dap infeksi). Pasien atau orang tua pasien sering mengeluhkan
Vitamin A merupakan mikronutrien yang sangat gangguan penglihatan. Pada awalnya. anak menga-
penting untuk menjadi bagian dari asupan makanan. lami kesulitan untuk mengadaptasi penglihatan di
Tubuh manusia tidak memiliki kemampuan sinte- tempat yang gelap. Keadaan ini apabila tidak ditata
sis vitamin A sehingga harus mengandalkan asupan laksana akan berlanjut menjadi buta di malam hari
122
dari luar. Makanan yang kaya akan vitamin A antara (night blindness). Gangguan pada lapisan epitel mata
lain hati, minyak hati ikan, telur, biji-bijian (grains). menyebabkan anak juga mengalami fotofobia.
sayur-sayuran. daging, dan produk susu atau olahan-
nya. Vitamin A dan provitamin A merupakan senya- Pemeriksaan Fisis
wa larut lemak sehingga penyerapannya bergantung Pemeriksaan fisis yang dilakukan meliputi peme-
pada kadar lemak dan protein dalam makanan, serta riksaan fisis secara menyeluruh dan terarah, peme-
fungsi absorpsi lemak di saluran cerna. riksaan tumbuh kembang anak, dan mencari ada-
Vitamin A lebih banyak diyakini fungsinya da- nya tanda-tanda yang mendukung kelainan sesuai
lam penglihatan, sebagai komponen yang penting hasil anamnesis. Pada pemeriksaan fisis juga dapat
dalam fisiologi fotoreseptor di retina. Oleh sebab itu, ditemukan tanda-tanda yang mengarah kepada gang-
defisiensi vitamin A merupakan penyebab utama ke- guan tumbuh, anemia, retardasi mental, peningkatan
butaan pada usia muda terutama di negara-negara tekanan intrakranial, dan separasi lebar tulang kranial
berkembang. pada daerah sutura.
Selain itu, vitamin Ajuga memegang peranan pen- Pemeriksaan mata dapat menunjukkan karak-
ting mulai dari embriogenesis hingga organogenesis. teristik yang khas pada defisiensi vitamin A. Pada
Defisiensi vitamin A penting untuk ditata laksana tahap awal defisiensi, kornea tampak kering, ber-
karena dapat menyebabkan kecacatan permanen. Se- sisik, berkeratin, dan opak. Kondisi ini memudahkan
lain itu, kurangnya vitamin A berpengaruh terhadap terjadinya infeksi. Selanjutnya akan terjadi ulserasi
menurunnya imunitas sehingga anak lebih mudah dan nekrosis kornea yang berujung pada kerusakan
terkena penyakit infeksi, misalnya campak. malaria, permanen pada kornea (keratomalasia) yang berakhir
diare. Peranan vitamin A dalam transpor, absorp- pada kebutaan. Konjungtiva akan mengalami kerati-
si, penyimpanan dan release besi ke dalam sumsum nisasi dan membentuk plak yang disebut bintik Bitot.
tulang juga berpengaruh besar terhadap eritropoeisis Pada bagian dalam mata, epitel pigmen yang menyo-
sehingga defisiensi vitamin A dapat meningkatkan kong sel-sel fotoreseptor mengalami kerusakan. dan
risiko anemia defisiensi besi. berakibat pada kebutaan.
Pada anak dengan defisiensi vitamin A juga dapat
Diagnosis ditemui klinis anemis dengan gambaran yang berse-
Anamnesis suaian dengan anemia defisiensi besi. Hal ini berkai-
Vitamin A memegang peranan penting dalam me- tan dengan peran vitamin A dalam metabolisme besi
melihara fungsi epitel. Pada anak dengan defisiensi serta peran esensial vitamin A dalam menyokong res-
vitamin A, gejala yang muncul dapat berkaitan de- pon imun innate dan acquired sehingga defisiensi vi-
ngan gangguan fungsi epitel di seluruh organ tubuh, tamin A akan memicu sekuestrasi besi yang diinduksi
termasuk mukosa organ dalam. Pada kulit. defisiensi oleh inflamasi sehingga meningkatkan risiko anemia.
Diagnosis defisiensi vitamin A tahap awal dapat 5. Pada anak di atas 12 bulan, dosis tunggal vitamin
dilakukan tes adaptasi gelap. Pemeriksaan penunjang A sebanyak 200.000 JU (60.000 µ g RE) sebaik-
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pe- nya diberikan tiap 4-6 bulan.
meriksaan sitologi impresi konjungtiva, relative dose Pada kasus defisiensi vitamin A laten, suplementasi
response, danmodified relative dose response. Apabila harian 1.500 µ g vitamin A cukup untuk mengatasi
diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan kadar reti- defisiensi yang terjadi. Pada pasien dengan xeroftal-
nol plasma dan plasma retinal-binding protein. mia, dapat diberikan vitamin A 1.500 µ g/KgBB per
oral selama 5 hari, kemudian dilanjutkan dengan in-
Tata Laksana jeksi Vitamin A dalam minyak (in oil) 7.500 µ g IM.
Rekomendasi pemberian vitamin A sebagai upaya Pemberian dilanjutkan hingga mencapai pemulihan,
pencegahan defisiensi vitamin A adalah sebagai beri- sambil memantau toksisitas yang timbul karena
kut: kelebihan vitamin A.
I . Pemberian AS! eksklusif untuk empat sampai
enam bulan pertama kehidupan sebaiknya tetap Sumber Bacaan:
dilanjutkan sebagai upaya promotif untuk mence- l. Zile MH. Vitamin A deficiencies and excess. Dalam: Klieg-
gah defisiensi vitamin A pada bayi. man RM. Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. pe-
2. Dosis vitamin A untuk ibu postpartum harus nyunting. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Phil-

........
ditingkatkan sampai 400.000 JU (120.000 µ g RE) ade lphia: Elsevier Saund ers: 20 11.
dan sebaiknya dibagi dalam dua dosis. Suplemen- 2. Villamar E. Kupka R. Fawzi W. Vitamins. Dalam: Walker Cl)

tasi postpartum sebaiknya diberikan baik pada ibu WA. Watkins JB. Duggan C. penyunting. Nutrition in pe- lo<

menyusui maupun tidak.


3. Usia di bawah satu tahun harus mendapatkan tiga
diatrics. basic science and cli nical app lications. Edisi ke-3.
London: BC Decker: 2007.
~
dosis vitamin A sebanyak 50.000 JU dalam enam 3. World Health Organization (WHO). Guideline: vitamin A 123
bulan pertama kehidupan. Tiga dosis ini dapat di- supple me ntation in infants 1-5 months of age. Geneva:
berikan bersamaan imunisasi, misalnya imunisasi WHO: 201 l.
DTP pada bulan ke-2 , 4, dan 6 dan harus tercatat 4. West KP Jr. Gernand A, Sommer A Vitamin A in nutritional
dalam buku imunisasi anak atau KMS. anemia. Dalam: Kraemer K. Zimmerman MB. penyunting.
4. Pada bayi di atas 6 bulan, anjuran pemberian vita- Nutritional anemia. Basel: Sight and Life Press: 2007.
min A dilakukan berdasarkan umur. Antara 6-1 1 h.1 33-53.
bulan. dosis besar tunggal vitamin A sebanyak 5. World Health Organization (WHO). Globa l prevalence of vi-
100.000 JU (30.000 µ g RE) harus diberikan. tamin A deficiency in populations at risk 1995-2005. WHO
Dosis ini penting untuk mempertahankan status Global Database on Vitamin A Deficiency. Geneva: WHO:
vitamin A tetap adekuat selama satu tahun awal 2009. h.1-18.
kehidupan. Idealnya, pemberian vitamin A dilaku- 6. De Benoist B, Martines J. Goodman T Bitamin A supple-
kan simultan dengan imunisasi campak saat bayi mentation and the control of vitamin A deficiency: concl u-
berusia 9 bulan, tetapi ha! ini dapat diubah sesuai sio ns. Food and Nutrition Bulletin. 2001:22(3):335-7.
kesepakatan antar tenaga kesehatan terkait.

42
Kompctcmi !VA
• Gizi Buruk
11
•• Dimas Priantono, Titis Prawitasari

Pendahuluan sial-Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2007, 5,5% balita


Gizi buruk merupakan salah satu spektrum dari mengalami gizi buruk dan 13% balita mengalami gizi
kelainan yang disebut malanutrisi energi protein kurang.
(MEP) . MEP merupakan salah satu dari empat ma- Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan ener-
salah gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi gi dan protein, MEP diklasifikasikan menjadi MEP
terdapat pada anak di bawah 5 tahun (balita) serta derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP derajat
pada ibu hamil dan menysui. Pada Riset Kesehatan berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan
Dasar (Riskesdas) 20 13, terdapat 17,9% balita gizi gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan per-
kurang dan 5, 7% gizi buruk. Berdasarkan Survei So- tumbuhan dan tampak kurus. Akan tetapi, gangguan
pertumbuhan dapat terjadi pada semua status gizi, atrofi otot;
demikian pula kata kurus yang tidak dapat mencer- edema simetris pada kedua punggung kaki,
minkan gizi kurang. Pada gizi buruk, di samping ge- dapat sampai seluruh tubuh.
jala klinis didapatkan kelainan biokimia sesuai bentuk 2. Marasmus
klinis. Pada gizi buruk didapatkan tiga bentuk klinis penampilan wajah seperti orang tua, terlihat
yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashi- sangat kurus;
orkor. Pada Bab ini akan lebih dibahas mengenai gizi perubahan mental, cengeng;
buruk, yaitu keadaan seorang anak yang sangat kurus kulit kering, dingin dan mengendor, keriput;
dengan berat badan dibanding panjang badan < -3 lemak subkutan menghilang hingga turgor ku-

~
standar deviasi (SD) dari median kurva WHO. Selain lit berkurang;
itu, dapat pula didapatkan edema nutrisional, serta otot atrofi sehingga kontur tulang terlihatjelas:
.....
"1
untuk usia 5-59 bu Ian didapatkan lingkar kengan atas bradikardia (kadang-kadang);
.....
(I)
(LLA) <110 mm. tekanan darah lebih rendah dibandingkan
Kwashiokor, atau malanutrisi edematosa, adalah anak yang sehat.
keadaan gizi buruk yang terutama disebabkan oleh 3. Marasmik-kwashiorkor: terdapat tanda dan gejala
kurangnya asupan protein. Sementara marasmus me- klinis marasmus dan kwashiorkor secara bersa-
rupakan malanutrisi nonedematosa dengan wasting maan
berat yang disebabkan terutama oleh kurangnya
asupan energi atau gabungan kurangnya asupan Kriteria diagnosis
energi dan asupan protein. Apabila anak menunjukan terlihat sangat kurus;
karakteristik dari kedua kondisi di atas, yaitu adanya edema yang simetris;
edema disertai wasting, maka kondisi gizi buruk ini BB/TB < -3 SD;
124 disebut marasmik-kwashiokor. lingkar lengan atas <11,5 cm.

Diagnosis Pemeriksaan penunjang


Anamnesis kadar gula darah, darah tepi lengkap, urine leng-
Pada anak dengan gizi buruk, keluhan yang sering kap, feses lengkap, elektrolit serum, protein serum
ditemukan adalah berat badan tidak naik atau berat (albumin, globulin), feritin;
badan kurang. Selain itu, ada keluhan anak tidak mau Tes Mantoux;
makan, sering menderita sakit berulang atau timbul- Roentgen (dada, AP dan lateral) ;
nya bengkak pada kedua kaki, kadang sampai seluruh Pemeriksaan EKG.
tubuh.
Pada gizi buruk marasmus, keluhan yang disam- Tata Laksana
paikan oleh orang tua pasien terkait perubahan fisis Gizi buruk ditata laksana melalui tiga fase yaitu:
anak meliputi kulit keriput, penipisan lemak subkutan, l. Pase inisial (stabilisasi dan transisi)
atrofi otot (makin tampak kurus). serta penampakan Bertujuan untuk mengidentifikasi dan menata lak-
lain yang disebabkan oleh defisiensi mikronutrien sana masalah yang mengancam nyawa di rumah
yang menyertai defisiensi protein dan energi. sakit sehingga defisiensi spesifik dan abnormalitas
Pada gizi buruk kwashiokor, anak tampak letargis, metabolik dapat dikembalikan dan pemberian ma-
apa tis, dan/ atau iritabel. Manifestasi khas yang dapat kanan dimulai.
dikeluhkan oleh orangtua pasien adalah bengkak/ 2. Pase rehabilitasi
buncit (edema), yang terkadang menyebabkan berat Pemberian makanan secara intensif bertujuan un-
badan pasien tampak tidak berkurang pada awal ter- tuk mengembalikan berat badan yang hilang, dan
jadinya gizi buruk kwashiokor. meningkatkan stimulasi emosional dan fisis. !bu
sebagai pelaku rawat dilatih dan dipersiapkan un-
Pemeriksaan Pisis tuk melanjutkan perawatan di rumah dan dilaku-
Pemeriksaan fisis pada anak dengan gizi buruk kan persiapan keluar dari RS.
menunjukkan tanda-tanda berikut: 3. Pase pemantauan
I. Kwashiorkor Setelah keluar dari RS, dilakukan pemantauan pa-
perubahan mental sampai apatis; sien dan keluarganya untuk menghindari kejadian
anemia; malanutrisi berulang dan memastikan perkemban-
perubahan warna dan tekstur rambut, mudah gan fisik, mental dan emosional pasien tetap baik.
dicabut atau rontok;
gangguan sistem gastrointestinal; Tiga fase di atas dicapai dengan 10 langkah seperti
pembesaran hati; dimuat dalam tabel 1.
perubahan kulit (dermatosis);
Tabet I. Fase- Fase Penatalaksanaan Gizi Buruk

Stabihsasi Rt'lMhilitclSi dan


Transisi
No fasP Pemantauan
11.iri kr I 2 !Ian k<• 2 7 M111ggu ke 2 • .
M111ggu ke J 2h

Hlpoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
Elektrolit .... ....................... ....
5
6
lnfeksi
Mulai Pemberian Makanan
.... ....................... ....

7 Pemberian Makanan un-


tuk Tumbuh Kejar (F-100)
·- . ... .. ..................... ....
8
9
Mikronutrien

Slimulasi
.... dengan Fe

IO Tindak Lanjut
....
....
(/)
i-..
Tabel 2. Kebutuhan zat Gizi Anak Gizi Buruk menurut Fase Pemberian Makanan ;
Zat Giz1 Stc1hilis.1s1 I ransisi lkll<1bilit.1si z
Energi 80- i 00 kkal/ KgBB/ hari 100-150 Kkal/ KgBB/ hari 150- 220 Kkal/KgBB/ hari 125
Protein 1 - 1.5 g/KgBB/hari 2-3 g/KgBB/hari 4-6 g/KgBB/hari
Cai ran 130 ml/KgBB/hari atau I 00 ml/KgBB/ hari 150 mL/KgBB/hari 150-200 mL/KgBB/hari
bila edema berat

Medikame ntosa BB/TB > -2 SD 1


Pengobatan gangguan keseimbangan cairan dan 2. Tumbuh kembang:
elektrolit. Rehidrasi oral dengan cara Resomal. Memantau statu s gizi secara rutin dan berkala
rehidrasi secara parenteral hanya pada dehidrasi Memantau perkembangan psikomotor
berat atau syok; 3. Edukasi
Atasi /cegah hipoglikemia; 4. Memberikan pengetahuan pada orang tua tentang:
Atasi gangguan e lektrolit; Pengetahuan gizi,
Atasi/ cegah hipotermia; Melatih ketaatan dalam pemberian diet, serta
Antibiotik (bila t idak jelas ada infeksi, dapat dibe- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
rikan kotrimoksasol selama 5 hari, bila terdapat
infeksi nyata, berikan ampisilin IV selama 2 hari, Sumber Bacaan
dilanjutkan dengan oral sampai 7 hari, ditambah 1. Susanto JC. Mexitalia. Nasar SS. Malanutrisi aku t berat dan
dengan gentamisin IM selama 7 hari) terapi nutrisi berbasis komunitas. Dalam: Sjarif DR. Lestari
Atasi penyakit penyerta yang ada sesuai pedoman ED. Mexitalia M. Nasar SS, penyunting. Buku ajar nutrisi
Vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu <6 bulan: pediatrik dan penyakit metabolik. Jilid !. Jakarta: Badan
50.000 SI, 6- 12 bulan: 100.000 SI dan > 1 tahun: Penerbit !DAI: 2011.
200.000 SO pada awal perawatan da n hari ke- 15 2. Alderman H. Shekar M. Severe acute malnutrition (pro-
atau sebelum pulang tein-energy malnutrition). Dalam: Kliegman RM. Stanton
Multivitamin-mineral , khusus asam folat hari per- BM. Geme J. Schor N, Behrman RE, penyunting. Nelson's
tama 5 mg, sela njutnya 1 mg per hari. textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier
Saunders: 2011.
Su portif/ Dietetik 3. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk teknis tata laksana
Ora l (enteral) ; anak gizi buruk: buku II. Jakarta: Departemen Kesehatan
Intravena (parenteral): diberikan pada indikasi RI: 2003.
tertentu 4. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS, Gandaputra
EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
Pemantauan Ikatan Dokter Anak Indonesia (!DAI). Jakarta: Badan Pen-
I. Kriteria sembuh: erbit !DAI: 2011.
5. World health orga nization (WHO). Management of severe Dalam: Kliegman RM, Stanton BM. Geme J, Schor N. Behr-
malnutrition: a manual for physician and other senior man RE, penyunting. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi
health wo rkers. Geneva: WHO: 1999. h.1 -26. ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders: 2011.
6. Heird WC. Food insecurity, hunger, and undernutrition.

'

43
Kompeteosi IVA
• Obesitas
z 11
........~
(/)
•• Dimas Priantono, Titis Prawitasari

Pendahuluan pseudohipoparatiroidisme, sindrom Bardet-Biedl, sin-


Obesitas adalah istilah awam yang diketahui se- drom Cohen, sindrom Down, dan sindrom Turner. Ke-
bagai kelebihan berat badan. Namun sebetulnya, lainan hormon juga dapat menjadi penyebab obesitas,
obesitas memiliki arti yang lebih dalam lagi, yaitu termasuk defisiensi atau resistensi hormon pertum-
penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. buhan, hipotiroidisme, defisiensi atau resistensi leptin,
Penyebab obesitas bersifat multifaktorial sehingga kelebihan glukokortikoid (sindroma Cushing), puber-
usaha terbaik untuk menanganinya adalah melalui tas prekoks, tumor sekretor prolaktin, dan sebagainya.
pencegahan. Ada kalanya obesitas yang terjadi akibat pemakaian
126 obat-obatan seperti kortisol/steroid, sulfonilurea, an-
Definisi tidepresan trisiklik, penghambat monoamin-oksidase,
Obesitas adalah kelainan atau penyakit yang kontrasepsi oral, insulin, tiazolidinedion, dan anti-
ditandai dengan penimbunan adiposa secara berlebi- psikotik (risperidon dan klozapin).
han: sedangkan overweight adalah kelebihan berat
badan dibandingkan dengan berat badan ideal, yang Diagnosis
mungkin dapat disebabkan oleh peningkatan massa Diagnosis obesitas ditegakkan melalui anamnesis,
otot seperti pada atlet binaraga. Obesitas dapat diten- pemeriksaan fisis , antropometri, dan pemeriksaan
tukan berdasarkan perhitungan indeks massa tubuh penunjang yang terarah.
(!MT) yang lebih dari persentil 95 , dan overweight jika Anamnesis dilakukan secara terarah untuk men-
berada di antara persentil 85-95 kurva CDC 2000. Un- cari adanya karakteristik yang mengarah kepada
tuk anak di bawah 2 tahun, obesitas dapat ditentukan obesitas, seperti wajah yang bulat, pipi yang tembem,
apabila !MT >3 standar deviasi (>3 SD) di atas median dagu berlipat, leher pendek, perut buncit dan dinding
sesuai dengan umur pada kurva WHO. perut berlipat-lipat, tungkai bentuk huruf x, dan seba-
gainya. Anamnesis harus mencakup riwayat tumbuh
Etiologi kembang anak dan pola makan sejak lahir hingga saat
Regulasi simpanan lemak dan etiologi obesitas datang kepada dokter. Temuan anamnesis ini kemu-
pada manusia bersifat multifaktorial; serta menun- dian dikonfirmasi melalui pemeriksaan fisis untuk me-
jukkan interaksi yang kompleks antara genetik dan mastikan tanda-tanda yang sudah disebutkan di atas.
lingkungan. Dalam lingkungan yang menawarkan se- Pada pemeriksaan fisis , sebagian besar anak
gala kemudahan makanan tinggi kalori, makanan ce- dengan obesitas akan tampak secara klinis hanya
pat saji, memudahkan intervensi lingkungan yang ber- melalui inspeksi terhadap habitus pasien. Pemerik-
dampak pada obesitas sejak masa anak-anak. Faktor saan fisis lebih mendalam ditujukan untuk mencari
yang penting dalam memelihara berat badan adalah penyebab sekunder dari obesitas, misalnya defek ge-
interaksi antara berat badan dan keluaran energi to- netik (Sindrom Prader-Willi, Bardet-Biedl, Allbright,
tal. Faktor genetikjuga berperan dalam memengaruhi Carpenter, Cohen, atau Sindrom Alstrom), gangguan
aktivitas fisis dan keluaran energi yang lebih sedikit hormonal (Sindrom Cushing, hipotiroidisme).
yang diamati pada bayi yang kemudian tumbuh men- Dalam menentukan obesitas, salah satu alat bantu
jadi anak obese. Keluaran energi dan produksi panas yang dapat menjadi patokan adalah dengan melaku-
utamanya dikendalikan oleh interaksi saraf simpatis kan pengukuran antropometrik. Kriteria antropomet-
dan protein mitokondrial. rik yang diperlukan untuk diagnosis di antaranya:
Di samping itu, terdapat beberapa sindrom gene- 1. Pengukuran berat badan lalu dibandingkan de-
tik yang memiliki gambaran klinis obesitas dengan ngan berat badan ideal (BB/ TB) . Untuk BB/ TB di
berbagai kelainan, misalnya sindrom Prader-Willi, atas persentil ke-90 atau 120% berat badan ideal ,
menunjukkan obesitas. yang sudah terjadi. Prinsipnya dengan balans negatif
2. Penghitungan indeks massa tubuh (dalam Kg/ m' ). antara asupan makanan dengan keluaran energi de-
menu rut usia dan jenis kelamin anak. Untuk anak ngan cara penetapan target penurunan berat badan,
berusia di atas 5 tahun, digunakan kurva CDC pengaturan diet, aktivitas fisis, modifikasi perilaku,
2000. lndeks massa tubuh di atas persentil ke- serta keterlibatan keluarga.
85 menunjukkan overweight dan di atas persentil Pencegahan primer terhadap obesitas adalah de-
ke-95 menunjukkan obesitas. Untuk anak berusia ngan mempromosikan gaya hidup sehat kepada anak
di bawah 2 tahun, digunakan kurva WHO. Indeks sedini mungkin. Pola makan dengan gizi seimbang,
massa tubuh >2 SD menunjukkan overweight dan disertai olahraga teratur dapat membantu mencegah
>3 SD menunjukkan obesitas. terjadinya obesitas. Anak-anak sebaiknya disediakan
3. Pengukuran tebal lipatan kulit (TLK) , yaitu TLK tempat bermain yang mendukung aktivitas fisis.
biseps. triseps, subskapular dan suprailiaka. Dika- Salah satu pilar utama dalam penatalaksanaan
takan obese apabila TLK triseps di atas persentil obesitas pada anak adalah dengan mengurangi
ke-85 asupan kalori dan lemak sambil meningkatkan asupan
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mencari serat. Pengaturan diet ditambah dengan aktivitas fisis
penyebab sekunder obesitas (hipotiroidisme. hiper- bertujuan agar tidak terjadi kelebihan kalori. Pemili-
kortisolemia, hingga gangguan pada kadar leptin apa- han makanan dapat diarahkan pada bahan makanan
bila memungkinkan untuk diperiksa) serta evaluasi
terhadap faktor risiko kardiovaskular dan diabetes
yang mengandung lebih sedikit karbohidrat, apabila
metode ini dapat ditoleransi oleh anak. Pada kasus
....
(I)

yang ada pada pasien terkait obesitas yang dialami di mana anak menolak atau sulit untuk mengura-
·;:::
(pemeriksaan kadar gula darah puasa dan insulin plas-
ma, HbAlC, dan profil lipid).
ngi jumlah asupan kalori, maka penatalaksaan dapat
ditekankan pada peningkatan jumlah energi yang
~
dikeluarkan. Aktivitas fisis yang dilakukan dapat dipi- 127
Dampak lih sesuai dengan kegemaran anak, namun sebaiknya
Obesitas pada masa kanak-kanak memberikan diprioritaskan pada latihan aerobik. Pada anak de-
dampak jangka pendek dan panjang terhadap keseha- ngan obesitas, sebaiknya waktu untuk menonton tele-
tan. Dampak yang segera terjadi di antaranya: visi atau bermain video game dikurangi.
I. Anak obese cenderung memiliki faktor risiko lebih Secara spesifik. anak dengan obesitas sebaiknya
tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskular, membatasi makanan dan minuman dengan densitas
seperti peningkatan kolesterol darah dan tekanan kalori tinggi namun rendah nutrisi, seperti minuman
darah. Pada sampel di populasi usia 15-17 tahun, bergula, serta permen dan biskuit tinggi lemak. Menu
70% remaja obese, setidaknya memiliki satu faktor makanan yang dianjurkan meliputi whole grains (gan-
risiko penyakit kardiovaskular. dum utuh) , buah-buahan, dan sayur-sayuran.
2. Remaja obese lebih berisiko jatuh dalam keada- Ada kalanya terapi intensif diperlukan untuk obesi-
an prediabetes, suatu kondisi yang menunjukkan tas morbid yang disertai penyakit penyerta atau tidak
risiko tinggi penyakit diabetes melitus. memberikan respon pada terapi konvensional. Terapi
3. Anak dan remaja obese memiliki risiko lebih tinggi diet rendah kalori dan penggunaan obat-obatan tidak
untuk masalah tulang dan persendian, sleep apnea. dianjurkan pada tata laksana obesitas pada anak. Teta-
masalah sosial dan psikologi seperti stigmatisasi pi penggunaan obat (orlistat) yang telah disetujui FDA
dan kepercaaan diri yang rendah. dapat digunakan untuk obese. morbid, remaja usia
> 12 tahun, dapat digunakan. Terapi bedah, dalam ha!
Dampak jangka panjang obesitas di antaranya: ini gastricbanding, dapat diterapkan. Tentunya kedua
I. Anak dan remaja obese sangat mungkin menjadi modalitas tersebut harus dipandu oleh tim yang kom-
dewasa obese dan oleh karena itu, menjadi lebih prehensif, terdiri dari dokter spesialis anak, psikolog/
berisiko untuk menderita masalah kesehatan se- psikiater, dokter bedah, maupun pelatih fisik. Sasaran
perti penyakit jantung, diabetes melitus tipe 2. yang harus dicapai pada penatalaksanaan obesitas
stroke, beberapa jenis kanker dan osteoartritis. adalah penurunan berat badan sebesar l 0% pada
2. Overweight dan obesitas berkaitan dengan pening- anak yang besar, atau tidak adanya peningkatan berat
katan risiko berbagai jenis kanker, seperti kanker badan pada anak yang berusia masih lebih kecil. Pada
payudara, kolon, endometrium, esofagus, tiroid, dasarnya, jangan sampai penurunan asupan kalori
ovarium, serviks, prostat, dan lainnya. menyebabkan gangguan pertumbuhan tinggi badan.
Selain itu, sasaran lain yang harus dicapai adalah pe-
Tata Laksana rubahan gaya hidup. Gaya hidup sehat yang diterap-
Tata laksana obesitas harus bersifat kompre- kan untuk mengatasi obesitas harus tetap dijalankan
hensif meliputi penanganan obesitas dengan target sehingga mencegah kejadian obesitas terulang di
penurunan berat badan dan penatalaksanaan dampak kemudian hari.
Pencegahan Sumber Bacaan
Gaya hidup sehat, termasuk makan sehat dan ak· 1. Donohause PA. Obesity. Dalam: Kliegman RM. Stanton BM,
tivitas fisik dapat menurunkan risiko obesitas dan Geme ]. Schor N. Behrman RE, penyunting. Ne lson's text·
terjangkit penyakit yang berkaitan erat dengan book of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia: Elsevier Saun·
obesitas. ders: 2011.
Perilaku diet dan aktivitas fisis dari anak dan rema· 2. Lenders CM. Hoppin AG. Evaluation and management of
ja dipengaruhi oleh berbagai sektor dalam komu· obesity. Dalam: Walker WA. Watkins JB. Duggan C. penyunt·
nitas, di antaranya keluarga, sekoiah, penitipan ing. Nutrition in pediatrics, basic science and clinical appli-
anak, penyedia iayanan kesehatan, agama, media cations. Edisi ke-4. London: BC Decker: 2007.
z dan industri makanan, minuman serta hiburan. 3. Sjarif DR. Obesitas anak dan remaja. Dalam: Sjarif DR. Le-
a....
>"(
Sekolah memiliki peranan besar dengan cara
menyediakan lingkungan yang aman dan suportif
stari ED. Mexitalia M. Nasar SS, penyunt ing. Buku ajar nutri·
si pediatrik dan penyakit metabolik. Jilid 1. Jakarta: Sadan
.....
(/)
untuk penerapan gaya hidup sehat, misalnya de· Pe nerbit !DAI: 20 11. h.230·4 1.
ngan kurikulum olahraga, praktik makan sehat, 4. Freedman DS. Kettel L. Serdula MK. Dietz WH. Srinivasa n SR.
dan sebagainya. Berenson GS. The relation of childhood BM! to adult adipos-
ity: the Bogalusa Heart Study. Pediatrics. 2005: 115:22· 7.

128
44 KompetensilV

-
Imunisasi
•• Indra Maharddhika Pambudy, Rini Sekartini

Definisi c. Sisi lateral lengan atas (usia >3 tahun).


Imunisasi merupakan proses induksi imunitas Suntikan dikerjakan dengan mengarahkan jarum
secara buatan baik melalui vaksinasi atau pemberian 45° terhadap kulit, mencubit tebal kulit, dan
antibodi. Vaksinasi adalah pemberian vaksin atau tok- menyuntikkan vaksin subkutan, salah satunya
soid untuk mencegah terjadinya penyakit. dapat diberikan untuk imunisasi campak.
3. lntrakutan (untuk vaksin BCG)
Imunisasi dapat digolongkan menjadi: Lokasi yang dipilih adalah kulit di atas insersi
1. Imunisasi aktif (dengan memberikan vaksinasi). deltoid dekstra. Jarum yang dipilih adalah ukuran
2. Imunisasi pasif (dengan memberikan antibodi): 25-27 dengan panjang 10 mm. Regangkan kulit 129
a. Alami (transplasenta pada janin), yang akan disuntikkan, arah sudut 15° terhadap
b. Artifisial dengan memberikan imunoglobulin. kulit, suntik perlahan dan perhatikan apakah ter-
Terdapat dua pendekatan untuk melakukan vaksinasi, bentuk benjolan pada kulit untuk memastikan
yaitu dengan menggunakan agen infeksius hidup yang bahwa vaksin masuk ke intradermal. Ilustrasi
dilemahkan atau dengan ekstrak agen infeksius atau teknik penyuntikkan dapat dilihat pada bab Teknik
rekombinannya. Injeksi.

Teknik Pemberian Pencatatan lmunisasi


1. Intramuskular Pencatatan meliputi:
a. M. vastus lateralis (regio paha anterolateral) 1. Jenis vaksin yang diberikan, nomor batch, nama
dengan jarum mengarah ke arah lutut, un- dagang vaksin, serta tanggal kadaluarsa dan Vial
tuk bayi berusia di bawah 12 bulan sampai di Vaccine Monitoring/vaksin vial monitor (WM).
bawah 3 tahun, 2. Tanggal pemberian vaksin.
b. M. deltoid dengan jarum mengarah ke bahu 3. Efek samping yang terjadi, apabila ada.
membentuk sudut 60°-90°, untuk anak usia >3 4. Tanggal vaksinasi selanjutnya.
tahun. 5. Nama tenaga medis yang memberikan vaksin.
2. Subkutan
Teknik pemberian subkutan dapat dikerjakan pada Kualitas Vaksin
tiga tempat: Kualitas vaksin dapat dinilai melalui beberapa para-
a. Paha regio anterolateral (usia 0-12 bulan), meter:
b. Paha anterolateral atau daerah lateral lengan 1. Vaksin vial monitor (WM) menunjukkan apakah
atas (usia 1-3 tahun), vaksin sudah pernah terpapar suhu di atas 8°C.

Tabel I. Suhu penyimpanan vaksin.


ft>J11S vc1ksin Suhu prn) impdnan Umur vak~in
BCG +2°C - +8°C atau - !5°C - -25°C I tahun
Polio +2°C - +8°C 6 bulan
-ISoC - -25°C 2 tahun
Campak +2'C · +8°C atau - 15oC - -25°C 2 tahun
DPT +2'C · +8°C 2 tahun
Hepatitis B +2°C · +8°C 26 bulan
TT +2'C · +8°C 2 tahun
DT +2'C - +8°C 2 tahun
DPT-HB +2'C · +8°C 2 tahun
Warna awal Vaksin
harusru•ng

Warna awal VVM cidak pernah berwarna pucih bersih, selalu Sejak dari petanda "vaksin
en berwarna kebiru-keabuabuan . Sebclum vaksin terpajan dcngan harus dibuang" tcrcapai.

....0en
suhu dan/atau lama pajanan suhu mencapai lingkat yang dapat warna kocak akan ~
mendegradasi vaksin melebihi batas keamanan. kotak di dalamnya semakin menjadi lebih
~ akan berwarna lebih terang djbandingkan lingkaran di luarnya. ge lap dibandingkan warna
lingkaran di luarnya .

130 ..-L-------- GUNAKAN - - - - - - - - - - a . i - - - - - - JANGAN GUNAKAN VAKSIN !NI •


VAKSIN !NI INFORMASIKAN ATASAN ANDA - - - -..

Gambar I. lnterpretasi Vaccine Vial Monitor (VVM) (Sumber: WHO. 2003).

2. Warna dan kejernihan vaksin merupakan indikator Jadwal anjuran: 3 kali, diberikan segera setelah
stabilitas vaksin. lahir (sebelum 12jam) . usia 1, dan 6 bulan,
a. Vaksin polio harus berwarna kuning oranye. Di Efektivitas pertahanan: menetap minimal 15 tahun,
luar spektrum warna tersebut, pH telah beru- KIP!: reaksi lokal sementara, demam ringan 1-2
bah dan vaksin tidak boleh diberikan kepada hari, syok anafilaktik,
pasien. Kontraindikasi: reaksi anafilaksis pada vaksin,
b. Toksoid rekombinan dan polisakarida berwarna reaksi anafilaksis pada konstituen vaksin (ragi).
putih jernih dan sedikit berkabut. Bila meng- sakit sedang atau berat, dengan atau tanpa demam.
gumpal dan tidak hilang setelah pengocokan
(shake test). vaksin sudah tidak boleh diberikan 2. Poliomielitis
kepada pasien. Pada tahun 2014, WHO telah menyatakan Indonesia
sebagai negara bebas polio. Meski demikian. penting-
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIP!)
nya imunisasi polio masih tetap digalakkan. Tersedia
KIP! adalah kejadian medis yang berhubungan de-
dua jenis vaksin polio:
ngan imunisasi. baik berupa efek vaksin atau efek sam-
I. Oral (oral polio vaccine/OPV jenis Sabin yang
ping toksisitas. reaksi sensitivitas, efek farmakologis
mengandung 3 strain).
atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan,
2. Injeksi (inactivated polio vaccine/IPV jenis Salk).
atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
OPV memberikan keuntungan yaitu menghasilkan
KIP! akan dijabarkan lebih lanjut pada pembahasan
IgA di dalam mukosa usus dan orofaring sehingga
setiap vaksin.
mencegah replikasi virus di tempat tersebut dan selan-
jutnya akan menurunkan penularan penyakit melalui
JENIS-JENIS IMUNISASI (lihat Gambar 2)
tinja. IPV memiliki keuntungan yaitu tidak memiliki
l. Hepatitis B
risiko kejadian vaccine associated polio paralysis.
Pencegahan hepatitis B dapat dilakukan dengan
Cara pemberian: oral (OPV) atau IM (IPV),
vaksinasi atau menggunakan imunoglobulin hepatitis.
Jadwal anjuran: usia 0 (dianjurkan OPV). 2, 4, 6.
Vaksin hepatitis B tersedia dalam bentuk vaksin re-
18-20 bulan. dan 5 tahun.
kombinan.
Dosis: 2 tetes (OPV) ,
Secara umum, vaksin hepatitis B dianjurkan bagi
KIP!: vaccine associated polio paralysis (VAPP) pada
semua bayi baru lahir, individu yang berisiko tertular
I :3,3 juta dosis, vaccine derived polio virus (VDVP)
hepatitis B karena pekerjaan, pasien hemodialisis.
pada OPV,
karyawan yang bekerja di lembaga perawatan cacat
Kontraindikasi: infeksi HIV atau kontak HIV
mental, pasien koagulopati yang membutuhkan trans-
serumah, imunodefisiensi, imunodefisiensi
fusi berulang. serta individu yang serumah dengan
penghuni satu rumah (OPV). Reaksi anafilaksis
penderita hepatitis B atau mengalami kontak seksual.
terhadap neomisin. streptomisisn, atau polimiksin
Cara pemberian: intramuskular.
B (IPV).
H. influenzae tipe B dan dapat dikonjugasikan baik
2. BCG (Bacillus-Calmette Guerin) dengan protein membran Neisseria meningitidis (PRP-
Vaksin BCG berasal dari strain M. bovis. BCG me- OMP) atau dikonjugasikan dengan protein tetanus dan
rupakan vaksin yang sangat aman untuk pasien-pasien disebut PRP-T. Vaksin HiB diberikan untuk mencegah
imunokompeten. BCG dapat mencegah TB berat yang meningitis dan pneumonia yang disebabkan oleh H.
mematikan pada balita dan anak. Efektivitas BCG ber- influenza tipe B.
variasi tergantung dari sumber data yang digunakan. Cara pemberian: intramuskular,
Data meta-analisis menyatakan bahwa BCG mampu Jadwal anjuran: Vaksin pertama kali diberikan
mencegah 50% kejadian TB paru, dan TB diseminata usia 2 bulan, PRP-OMP diberikan 2 kali, PRP-T
atau meningitis TB hingga 50-80%. diberikan 3 kali dengan jarak 2 bulan, .'iii...
Cl)
Cara pemberian: intrakutan, diberikan di deltoid Kontraindikasi: reaksi anafilaksis pada vaksin, 0
kanan, reaksi anafilaksis pada konstituen vaksin, sakit en
Jadwal anjuran: usia <3 bulan, optimal usia 2 bulan; sedang atau berat dengan atau tanpa demam. ·s::
apabila >3 bulan harus Mantoux negatif, ....10
'tj
Oasis: 0,05 ml untuk bayi baru lahir, 0, 1 ml untuk 6. Pneumokokus
anak, Terdapat dua jenis vaksin pneumokokus: &!
KIP!: ulkus superfisial 3 minggu pasca-penyuntikan, I . Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV) 131
limfadenitis. menimbulkan respon imun yang tidak dapat
Kontraindikasi: reaksi uji tuberkulin >5mm, diprediksi pada anak usia <2 tahun. Hasil peneli-
menderita HIV, keadaan imunokompromais, tian menunjukkan data yang kontroversial menge-
menderita gizi buruk, demam tinggi, infeksi kulit nai vaksin ini.
luas, pernah sakit TB. 2. Pneumococcal conjugate vaccine (PCV). PCV memi-
liki efikasi yang tinggi dalam mencegah terjadinya
3. Difteri, Tetanus, Pertusis (DTP) pneumonia, otitis media akut, sepsis, dan meningi-
Vaksinasi difteri dan tetanus diberikan dalam tis.
bentuk toksoid. Vaksin pertusis yang diberikan pada Cara pemberian: intramuskular,
vaksin DTwP merupakan suspensi B. pertusis mati, se- • Jadwal anjuran: vaksin diberikan pada usia 2,4,
mentara DTaP mengandung fraksi sel dari B. pertusis. dan 6 bulan.
Cara pemberian: intramuskular, Usia 7-11 bulan: 3 dosis, dengan interval dosis
Jadwal anjuran: 2, 4, 6, 18 bulan, 5 tahun, kemudian pertama dan kedua 4 minggu, dan dosis ketiga
booster setiap 10 tahun (Td/ TT), diberikan setelah 12 bulan.
KIP!: reaksi lokal berupa kemerahan, demam Usia 12-23 bulan: 2 dosis dengan interval 2
ringan, anak gelisah dan menangis tanpa sebab bulan.
yang jelas selama beberapa jam, kejang demam, Usia 24 bulan - 5 tahun: 1 dosis.
ensefalopati atau reaksi anafilaksis. KIP!: eritema, bengkak, indurasi, nyeri bekas
Kontraindikasi: riwayat anafilaksis pada pemberian suntikan, demam, gelisah, pusing, tidur tidak
vaksin sebelumnya, riwayat ensefalopati pada tenang, nafsu makan menurun, diare, urtikaria,
pemberian vaksin sebelumnya. Kontraindikasi: reaksi anafilaksis pada vaksin,
reaksi anafilaksis pada konstituen vaksin, sakit
4. Campak sedang atau berat dengan atau tanpa demam.
lmunisasi campak dapat diberikan dalam bentuk
tunggal atau kombinasi (vaksin campak dengan gon- 7. Rotavirus
dongan dan rubella). Rotavirus merupakan virus penyebab gastroenteritis
Cara pemberian: subkutan, dengan manifestasi klinis berupa diare, demam ringan,
Jadwal artjuran: usia 9 bulan, 24 bulan (apabila dan muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan de-
belum mendapat MMR) dan diberikan lagi pada ngan imunisasi. Tiga jenis vaksin tersedia, yakni:
usia 6 tahun, 1. Vaksin monovalen, diberikan secara oral dan
Oasis: 0,5 ml, dalam 2 dosis dengan interval ± 4 minggu. Oasis
KIP!: demam >39,5°C, ruam-ruam, ensefalitis (1:1 pertama biasanya diberikan dalam 6-14 minggu
milyar dosis), ensefalopati (1:1 milyar dosis). dan dosis kedua pada interval minimal 4 minggu
(sebaiknya selesai sebelum 16 minggu dan maksi-
5. HiB (Haemophylus influenzae tipe B) mal 24 minggu).
Terdapat dua tipe vaksin HiB dengan perbedaan 2. Vaksin tetravalen sempat beredar namun saat ini
pada protein pembawanya. Polyribisyribitol phosphate sudah ditarik dari pasaran karena adanya risiko
(PRP) yang merupakan bagian dari kapsul bakteri terjadinya intususepsi.
3. Vaksin pentavalen diberikan dalam 3 dosis per oral
dengan jadwal usia bayi 6-14 minggu, dengan in- Kontraindikasi: demam tinggi, limfosit <1200
terval dosis kedua dan ketiga 4-10 minggu, dan sel/mcl, defisiensi imun selular, penerima
harus selesai sebelum usia 32 minggu. kortikosteroid dosis tinggi, alergi neomisin,
KIP!: demam, ruam vesikopapular ringan.
Diperlukan perhatian khusus pada bayi-bayi
yang hipersensitif terhadap vaksin, imunodefisien, 10. Campak, Gondongan, Rubela (Measles, Mumps,
dan yang mendapatkan terapi aspirin. KIP! berupa Rubella ; MMR)
demam, feses berdarah, muntah, diare, nyeri perut, Gondongan merupakan penyakit yang diakibatkan
gastroenteritis, atau dehidrasi. Intususepsi terjadi oleh virus dari famili paramyxovirus. Virus ini teru-
"(j
Cl) pada 0,5-4.3 kasus/1000 kelahiran. tama menyerang kelenjar getah bening dan jaringan
....
p.
saraf. Rubela merupakan infeksi akut ringan yang
e:. 8. Influenza disebabkan oleh virus rubela. Penyebaran rubela
....
"'(
Influenza akibat virus memiliki epidemiologi yang melalui udara. Tujuan utama imunisasi rubela adalah
en kompleks karena melibatkan pejamu hewan yang mencegah terjadinya sindrom rubela kongenital. Pem-
0
....
(/)
dapat berperan sebagai reservoir berbagai strain berian MMR tidak berhubungan dengan kejadian
~ dengan potensi infeksius pada populasi manusia. autisme.
Adanya fenomena antigenic drift dan antigenic shift Cara pemberian: intramuskular atau subkutan
132 dalam,
menyebabkan WHO secara rutin melakukan peng-
kajian terhadap strain virus yang akan bersirkulasi di Jadwal anjuran: 12-18 bulan,
musim yang akan datang. Dosis: 0,5 ml,
Anak yang direkomendasikan mendapatkan Kontraindikasi: penyakit keganasan yang tidak
vaksinasi ini adalah anak sehat berusia 6 bulan - 2 diobati, gangguan imunitas, mendapatkan terapi
tahun, anak dengan penyakit jantung kronis, penyakit imunosupresi, alergi berat teradap gelatin atau
saluran napas kronis, diabetes, penyakit ginjal kronis, neomisin, dalam terapi steroid dosis tinggi (2 mg/
kelemahan sistem imun, pengguna obat imunosupre- KgBB), demam akut, mendapatkan vaksin hidup
san, dan anak yang tinggal bersama seperti di asrama, lainnya dalam 4 minggu, 3 bulan pasca transfusi,
panti asuhan, sekolah, atau pesantren. HIV, imunodefisiensi, menerima suntikan
Cara pemberian: intramuskular atau subkutan, imunoglobulin dalam 6 minggu,
J adwal anjuran: setiap tahun pada usia >6 bulan. KIP!: malaise, demam, ruam, kejang demam,
Imunisasi pertama pada usia <9 tahun diberi 2 ensefalitis paca imunisasi (1: 1 ju ta), meningo-
dosis dengan interval minimal 4 minggu, ensefalitis (1:1 juta) , trombositopenia.
Dosis: <3 tahun 0,25 ml; >3 tahun 0 ,5 ml; s8 tahun
diperlukan booster 4 minggu kemudian, 11. Tifoid
Kontraindikasi: reaksi anafilaksis pada vaksin Vaksin oral dibuat dari galur Salmonella typhi
sebelumnya, alergi telur, sedang menderita non-patogen yang telah dilemahkan. Vaksin paren-
demam akut berat, memiliki riwayat sindrom teral dibuat dari polisakarida dan kuman Salmonella
Guillain-Barre, typhii, sementara bahan lainnya termasuk fenol dan
KIP!: nyeri, bengkak, demam, dan eritema, nyeri larutan dapar.
otot, nyeri sendi. Vaksin oral dapat menstimulasi produksi IgA
sekretorik didalam mukosa usus. Vaksin oral memiliki
9. Varisela efek samping yang lebih rendah.
Penyakit ini ditularkan melalui droplet. Berbagai Cara pemberian: oral atau parenteral,
komplikasi dapat terjadi seperti infeksi sekunder oleh Jadwal anjuran: usia 2-3 tahun,
kuman streptokokus, serebelitis, meningitis aseptik, Dosis:
trombositopenia, dan penumonia.Vaksin yang digu- Parenteral: 0,5ml, suntikan intramuskular
nakan adalah vaksin varicella-zoster hidup galur OKA. atau subkutan pada daerah deltoid atau paha.
Cara pemberian: subkutan, Imunisasi ulangan setiap 3 tahun.
Jadwal anjuran: diberikan di atas usia 1 tahun, Oral (direkomendasikan untuk anak usia~
sebelum masuk sekolah. Pada usia > 12 tahun 6 tahun): 1 kapsul vaksin dimakan tiap hari
diberikan dua kali dengan selang 1 bulan. ke 1,3, dan 5; 1 jam sebelum makan dengan
Apabila terjadi kontak dengan penderita varisela, minuman yang suhunya <37°C. Vaksin
pemberian vaksin untuk pencegahan dapat tidak boleh diberikan bersamaan dengan
diberikan dalam 72 jam pasca kontak dan sumber antibiotik sulfonamid atau antimalaria yang
infeksi terpisah dari pasien. aktif terhadap Salmonella. Imunisasi ulangan
Dosis: 0,5 ml, dilakukan dalam 5 tahun.
-~
~
Jadwal lmunisasi Anak Umur O-18 tahun

-IJhlr
Hepatitis B
Pollo
BCG
DTP
lbli
Rekomendasi lkatan Dokter Anak Indonesia (IDAI}, Tahun 2014

Bulan
6
ilu!l!i.!J,,!.i§lfl,llM qn
12 15 1824

6(Tdl
j
,,,,.,.
Hlb
PCV
....~
(/)
Rotavirus 0
Influenza
C.mpak
....
(/)

MMR
Tiro Id ~ntintiap3tahufi ....~'"'
"CS
Hepatitis A Zkali,iot ~6·12bulan

Varise!a
HPV
1.bll
JUii
~
133
Gambar 2. Jadwa l Imunisasi Anak

Kontraindikasi: alergi terhadap bahan vaksin, J adwal anjuran: > 10 tahun. Bivalen: dos is kedua
demam, penyakit akut atau kronis progresif. interval 1 bulan dan dosis ketiga interval 6 bulan.
Tetravalen dengan dosis kedua interval 2 bulan dan
12. Hepatitis A dosis ketiga interval 6 bulan.
Vaksin hepatitis A dibuat dari virus yang dimatikan.
Vaksinasi hepatitis A terutama diberikan pada anak Sumber Bacaan
yang tinggal di daerah endemis atau dengan wabah l. Ranuh IGNG. Suyitno H. Hadinegoro SRS. Kartasasmita
periodik. CB. Ismoedijanto. Soedjatmiko. penyunting. Edi si ke-4.
Cara pemberian: intramuscular, Pedoman imun isasi di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit
Jadwal anjuran: diberikan usian ;::2 tahun +booster !DAI: 20 11.
antara 6 bulan - 18 bulan setelah dosis pertama, 2. World Health Organi zation (WHO). What is VVM and how
Dosis: bervariasi tergantung produk, does it wo rk. Geneva: WHO: 20 13.
Kontraindikasi: pasien yang mengalami reaksi 3. Munoz FM, Starko JF. Tuberculosis (Mycobacterium tuber-
berat pasca-penyuntikan dosis pertama. cu losis). Dalam: Kliegman RM. Stanton BM. Geme J. Schor
KIP!: demam dan reaksi lokal. N. Behrman RE. penyunting. Nelson's textbook of pediatrics.
Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevie r Saunders: 2011.
13. Human Papilloma Virus (HPV) 4. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (!DAI).
Vaksin HPV diberikan pada anak berusia di atas 10 Jadwal imunisasi anak umur 0-18 tahun: rekomendasi !DAI.
tahun. 20 14.
Cara pemberian: intramuskular,

45
Komrl'len:>i IV
• Tumhuh Kembang
11

Definisi
•• Indra Maharddhika Pambudy. Rini Sekartini

nya ukuran fisik dan struktur tubuh, dan bersifat kuan-


Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan titatif. Perkembangan didefinisikan sebagai bertam-
ukuran dan jumlah sel, disertai dengan pertambahan bahnya kemampuan struktur tubuh dan fungsi tubuh
jaringan interseluler, yang berujung pada bertambah- yang lebih kompleks, dan bersifat kualitatif.
Masa tumbuh kembang dibagi atas beberapa peri- 2. Timbangan injak
ode, yaitu: a. Timbangan ditempatkan di tempat yang tidak
l. Masa prenatal mudah bergoyang,
b. Masa embrio: sejak konsepsi hingga 8 minggu b. Lihat posisi jarum harus berada pada angka 0 ,
usia kehamilan, c. Anak hanya memakai baju sehari-hari yang
c. Masa fetus: usia kehamilan 9 minggu hingga tip is,
kelahiran. d. Anak berdiri di atas timbangan tanpa dipegangi,
2. Masa pascanatal e. Lihat jarum timbangan saat jaru m sudah ber-
a. Masa neonatus: usia 0 - 28 hari, henti,
"'Cl
tD b. Masa bayi: usia I - 12 bulan (usia bayi dini) dan f. Bila anak terus bergerak, maka baca angka
....0. I - 2 tahun (masa bayi akhir). ditengah-tengah persimpangan jarum .
~ c. Masa prasekoiah: 2 - 6 tahun,
::s. d. Masa sekolah atau masa pra-pubertas: iaki-laki Pengukuran Tinggi atau Panjang Badan Anak
(I)
0 8 - 12 tahun dan perempuan 6 - I 0 tahun. 1. Cara mengukur dengan posisi berbaring (sebaiknya
(/)
e. Masa remaja: iaki-laki 12 -20 tahun dan perem- dilakukan oieh dua orang)
e!: puan I 0 -18 tahun. a. Bayi dibaringkan teientang dengan alas datar,
b. Kepala bayi terietak menempel di pembatas
134
I. Pertumbuhan angka 0 ,
Jadwal pengukuran pertumbuhan anak adalah: c. Petugas 1: memfiksasi kepaia bayi,
l. Usia 0-1 tahun: 1 buian sekali, d. Petugas 2: memfiksasi kaki sehingga lutut lurus
2. Usia 1 -5 tahun: 3 bulan sekali, dan tangan kanan menekan batas kaki dengan
3. Usia anak sekolah/remaja: 6 bulan sekali. telapak kaki, kemudian membaca angka di tepi
luar pengukur.
Pengukuran Berat Badan Anak 2. Cara mengukur dengan posisi berdiri
l. Timbangan bayi (pada anak ~2 tahun atau selama a. Anak tidak memakai alas kaki,
anak masih bisa berbaring/ duduk tenang). b. Berdiri tegak menghadap ke depan,
a. Timbangan ditempatkan di tempat yang tidak c. Punggung, pantat, dan tumit menempel pada
mudah bergoyang, tiang pengukur,
b. Pastikan jarum berada pada posisi 0 , d. Turunkan batas atas pengukur sampai menem-
c. Bayi sebaiknya telanjang tanpa mengenakan pel di ubun-ubun,
sehelai pakaian pun, e. Baca angka pada batas tersebut.
d. Baringkan dengan hati-hati di atas timbangan,
e. Lihatjarum timbangan sampai berhenti, Pemantauan Pertumbuhan Anak
f. Baca angka yang ditunjuk oleh jarum. Bila bayi Pertumbuhan anak dapat dipantau dengan:
terus bergerak, maka baca angka ditengah- A. Kurva pertumbuhan dari World Health Organiza-
tengah simpangan jarum. tion (WHO 2006), untuk anak berusia 0 - 5 tahun.

Gambar I . Alat ukur panjang badan posisi terlentang.


(Sumber: A health profesionars guide to using growth chart. Paediatr Child Health: 2004)
B. Kurva pertumbuhan dari Centers for Disease Con- 2. Lakukan plot usia (dalam minggu, bulan, atau
trol and Prevention (CDC 2000) , untuk usia selan- tahun) yang telah lengkap pada garis vertikal.
jutnya. Contoh, apabila anak berusia 3,5 bulan, maka
titik plot harus ditandai pada usia 3 bulan.
A. KurvaWHO 3. Lakukan plot tinggi atau panjang badan setepat
Pada kurva WHO, digunakan penyimpangan ±2 SD mungkin pada garis horizontal. Contoh, apabila
(standar deviasi) untuk mendefinisikan penyimpangan anak memiliki panjang badan 55,5 cm maka ti-
dalam pertumbuhan. Angka 0 menunjukkan tinggi tik plot harus ditandai pada garis di antara garis
badan atau berat badan rerata dari anak-anak untuk horizontal 55 cm dan 56 cm.
usianya. 4. Apabila sudah didapatkan dua titik dari dua .iii...
(/)
Pertumbuhan merupakan keadaan yang dinamis, atau lebih kunjungan, maka dua titik yang 0
sehingga untuk mendefinisikan gangguan pertumbuh-
an diperlukan lebih dari satu kali pengamatan. Penting
saling berdekatan harus dihubungkan untuk
mempermudah membaca tren pertumbuhan
....
CJ')

lo<

juga untuk melihat proporsi tinggi badan dengan berat anak. ."d~...
badan seorang anak. Hal ini dapat dilakukan dengan <11
menggunakan kurva pertumbuhan yang dikeluarkan Plot kurva berat badan-usia fl.
oleh WHO atau CDC sesuai dengan usia anak. 1. Timbang berat badan anak dengan cara yang
135
Cara untuk melakukan plotting dari kurva WHO sesuai usia anak.
adalah sebagai berikut: 2. Lakukan plot usia (dalam minggu, bulan, atau
Plot kurva tinggi/ panjang badan-usia tahun) yang telah lengkap pada garis vertikal.
I . Ukur tinggi badan dengan cara yang sesuai usia 3. Lakukan plot berat badan pada garis horizontal
anak. atau pada ruang antar garis untuk menunjuk-

Tabel I. lnterpretasi Kurva WHO.

l11dik.ito1 P<·t 1u111lml1.111


z SllHI'
P.1111.ing t1ngg1 ll"'l.l Bt>1.11h.ul.11111,1,1 Bf •1c1 1 h.ul.111 P.1111.111g h.u l.111 Bl\f l u'1"

Di atas 3 (Lihat catatan 1) Obesitas Obesitas

Di atas 2 Overweight Overweight


(Li hat catatan 2)
Possible risk of
Possible risk of overweight
Di atas 1 overweight (lihat
(lihat catatan 3)
catatan 3)
0 (median)

Di bawah - 1

Stunted (lihat catatan


Di bawah -2 Underweight Wasted Wasted
4)

Severely
Severely stunted (lihat
Di bawah -3 underweight (Lihat Severely wasted Severely wasted
catatan 4)
catatan 5)

Tabel diadaptasi dari: World Health Organization. Training course on child growth assessment; c interpreting growth indicator.
2008. World Health Organization. Tersedia dihttp://www.who.int/ childgrowth/ training.

= merupakan nilai normal

Cata lan:
1. Fisik yang tinggijarang menimbulkan masalah. Masalah timbul apabila seseorang terlalu tinggi dan keadaan klinis menunjukkan
adanya gangguan sistem endokrin. seperti tumor penghasil hormon pertumbuhan. Sebaiknya anak dirujuk apabila terdapat
kecurigaan kelainan endokrin (contoh: anak dari kedua orang tua yang pendek dan berukuran tubuh tinggi).
2. Anak yang berat untuk usianya jatuh pada rentang ini mungkln memiliki gangguan pertumbuhan. namun sebaiknya gangguan
ini Jebih dalam dikaju dengan bantuan kurva berat badan-panjang badan atau IMT-usia.
3. Titik yang diplot di atas 1 menunjukkan risiko. Tren ke arah garis skor Z 2 merupakan risiko.
4. Mungkin saja anak yang stunted menjadi overweight.
5. Ini disebut sebagai very low weight dalam modul pelatihan IMCI {Integrated Management of Childhood Illness. In-service
training. WHO. Geneva. 1997
kan pengukuran berat badan hingga ketelitian Interpretasi dari hasil plot grafik tersebut dapat
0.1 Kg. Contoh: 8,9 Kg. dilihat pada Tabel 2. Dalam mengintepretasikan hasil
4. Apabila sudah didapatkan dua titik dari dua plot pada kurva pertumbuhan, beberapa faktor harus
atau lebih kunjungan, maka dua titik yang dipertimbangkan. Anak prematur harus dikurangi
saling berdekatan harus dihubungkan untuk minggu prematuritasnya dari usia kelahirannya. Un-
mempermudah membaca tren pertumbuhan tuk remaja, waktu growth spurt yang bervariasi dapat
anak. mengakibatkan salah diagnosis dari abnormalitas per-
tumbuhan. Perhatikan tinggi orang tua sang anak, kare-
Plot kurva berat badan-panjang/tinggi badan na adanya faktor genetik yang dapat mempengaruhi
"t1
(D 1. Lakukan plot panjang atau tinggi badan pada pertumbuhan anak. Selalu perhatikan potensi genetik
....
0. garis vertikal (contoh: 77 cm atau 80 cm). anak saat mempertimbangkan kemungkinan kelainan
~ Penting untuk membulatkan pengukuran (bu- pertumbuhan.
....
~
latkan ke bawah untuk 0.1 - 0,4 dan bulatkan Setelah didapatkan data antropometri dari seorang
C/'J
0 ke atas untuk 0,5 - 0,9) , dan bentuk garis pada anak, maka diagnosis gangguan pertumbuhan dapat
....
(/)
sumbu x hingga berpotongan dengan penguku- ditegakkan. Failure to thrive didefinisikan apabila garis
~ ran berat. pertumbuhan anak memotong dua persentil pada
2. Plot berat badan seteliti mungkin dengan keteli- kurva pada kurva pertumbuhan. Penurunan dari berat
136
tian hingga 0, I Kg, dengan memanfaatkan garis badan berdasarkan umur merupakan petanda ganggu-
horizontal yang ada atau garis antar ruang. an gizi akut pada anak. Gangguan gizi kronis biasanya
3. Saat dua titik dari dua kunjungan yang berbeda. mengakibatkan gangguan pertambahan tinggi se-
maka dihubungkan keduanya untuk memper- hingga proporsi dapat saja menunjukkan kesan dalam
hatikan tren pertumbuhan anak. batas normal.

Plot Indeks Masa Tubuh OMT) -Usia Pengukuran Lingkar Kepala


1. Lakukan pengukuran !MT dengan mengguna- Lingkar kepala diukur dengan menggunakan alat
kan rumus [BB dalam Kg/ (TB dalam m)'] . pengukur yang dilingkarkan di kepala dan melewati
2. Lakukan plot usia (dalam minggu, bulan, atau dahi. menutupi alis mata, di atas kedua telinga, dan
tahun) yang telah lengkap pada garis vertikal. bagian belakang kepala yang menonjol, tarik agak
3. Plot !MT pada garis horizontal atau pada ruang kencang. Dilakukan 3 kali pengukuran dan hasil yang
antar garis. Pembulatan !MT dilakukan hingga diambil adalah rerata dari 3 hasil pengukuran tersebut.
satu desimal dibelakang koma. Lingkar kepala diukur setiap tiga bulan pada usia
4. Apabila dilakukan dua pengukuran pada dua 0 -11 bulan dan setiap enam bulan pada usia 12-72
kunjungan yang berbeda, maka hubungkan dua bulan. Kurva yang digunakan adalah kurva Nelhaus
titik dengan garis lurus untuk memperhatikan dengan interpretasi sebagai berikut:
tren pertumbuhan 1. Normal apabila lingkar kepala berdasarkan usia
jatuh pada +2 SD s.d. - 2 SD.
Setelah dilakukan plot, dapat dilakukan inter- 2. Makrosefal apabila lingkar kepala berdasarkan usia
pretasi data. Interpretasi data untuk kurva WHO jatuh di atas + 2 SD.
dijelaskan dalam Tabel 1. 3. Mikrosefal apabila lingkar kepala berdasarkan usia
jatuh di bawah - 2 SD.
B. Kurva CDC Kurva lain yang dapat digunakan adalah kurva WHO.
Kurva CDC digunakan dengan cara yang hampir sama. dengan interpretasi sebagai berikut:
Plot dilakukan dengan cara sebagai berikut: I. Makrosefal apabila lingkar kepala berdasarkan usia
I. Temukan usia anak pada aksis horizontal. Saat jatuh di atas Z score +2.
melakukan plot berat badan-panjang badan, te- 2. Mikrosefal apabila lingkar kepala berdasarkan usia
mukan panjang badan pada aksis horizontal. Tarik jatuh di bawah Z score -2.
garis membentuk garis vertikal lurus dari titik
tersebut. 2. Perkembangan
2. Gunakan tabel yang sesuai dengan parameter yang Perkembangan anak meliputi beberapa aspek:
sedang diukur (berat badan, panjang/ tinggi badan, 1. Motorik kasar,
!MT), dan temukan ukuran yang sesuai yang dida- 2. Motorik halus.
patkan dari pengukuran anak pada garis vertikal. 3. Bahasa dan bicara.
Tarik garis horizontal lurus hingga berpotongan 4. Personal sosial dan kemandirian.
dengan garis vertikal yang sebelumnya telah Dalam perkembangan anak, terdapat beberapa penca-
dibuat. paian yang normalnya dicapai pada usia tertentu
3. Tandai titik di mana dua garis berpotongan.
Weight-for-age BOYS IA\ World Health
'@9 Organization
Birth to 5 years (z-scores)

137

WHO Child Growth Standards

Weight-for-age GIRLS (t.li;i\ World Health


9 organization
Birth to 5 years {z-scores)

W HO Child Growth Standards

Gambar 2. Kurva Berat Badan-Usia Standar Anak Laki-laki (atas). Perempuan (bawah) WHO.
Length/height-for-age BOYS tia World Health
'@ti Organization
Birth to 5 yea rs (z-scores}

'"ti
CD
p..
.....
~
.....
"-I

en
0
en
.....
e.
138

WHO Child Growth Standards

Length/height-for-age GIRLS f8 World Health


'@ti Organization
Birth to 5 yea rs (z-scores}

l l
r-i
L. . .
1 _•••••
"j t
:J . . J-[_.j _
t ' I
r--: 1-1-1 1-

WHO Child Growth Standards

Ga mbar 3 . Kurva panjang badan-usia standar anak laki-laki (atas). perempuan (bawah} WHO.
Weight-for-height BOYS tt8 World Health
'«f/I Organization
2 to 5 yea rs (z-scores)

'ii1
.....
(/)
0
(/)
.....1-4
-:;;
.....
'O
&
139

WHO Child Growth Standards

Weight-for-Height GIRLS IA\ World Health


'U!JI Organization
2 to 5 years (z-scores)

WHO Child Growth Standards

Gambar 4 . Kurva Berat Bada n-Panjang Badan Stand ar Anak Laki-laki (atas). Pe rempu an (bawah) WHO.
Weight-for-length BOYS { . \ World Health
@)Organization
Birth to 2 years (z-scores)

~
....
p..
~
....
'"'I

en
....0
(/)

e.
140

WHO Child Growth Standards

Weight-for-length GIRLS 16\ World Health


\91 Organization
Birth to 2 years (z-scores)

WHO Child Growth Standards

Gambar 5. Kurva Berat Badan-Panjang Badan Standar Anak Laki-laki (atas) .


Perempuan (Bawah) Standar WHO.
2 to 20 years: Girls NAME -------------------------------
Stature-for-age and Weight-for-age percentiles RECORD # - - - - - · - - -

12 13 14 15 16 17 18 19 20
Mother's Stature Father's Stature ~- cm in
Date Aae Wei a ht Stature BMI'
AGE (YEARS) 76
190
74 -
185 s
72
180 T
70 A
95- 175 T
68 - u
' To Calculate BM!: Weight (kg) + Stature (cm) + Stature (cm) x 10,000
~- 90-
or Weight (lb) + Stature (in) + Stature (in) x 703

cm >--3-4-5-6-7-8-9-10-11
/ v - 75-
170
165
66 - R
E
/// v
in so-
~
!.-
64 -
160 160
/j / / v
25-
62 ~ 62 - 141
155 10- 155
-60 /; '/ / / v / v::~ s- -60-
f-58
150
145
/, /; '/ // v 150

-56
140 / // / / / I/ 105 230
s
,_54
135
/ ~/ / / / / / J 100 220
T
A
-52
130 // / / / / ·~ / 95 210
T -50
125
/; '// / / /:, / 90 200
u -48 /I/ / / ~ /
R
E -46
-44
120
115
110
1/1 v///
fl V/ v,;,;;
,...v
v ...-- -- 95-

go- -
85
80
75
190
180
170
/I/; ti/, '/
---- ---- -6570 150
-42 ~
160

-40
105
~ VJ, ~ /
v vv w
- 38
100
/; V;-j lf / v ),..,,.-- ---- --- 60 140
75:: E
I
-95
-36- r-90 (///, Vj / / ---- ~-
- so- 130 G

- 55 120 H
v~ v
v
-34 r-85 I / v/ /
i..--~
2s- T

-32 ~80 r 1/ / v v~ c-- 10-


- s-
50 110

v / v ....-- ---- 45 100


/

-30 // /
/
/
v 40 -90
80- r-35 ~
/
/
/
/
/
/
v:_ v ~ 35 -80
/ / / v/. ~
/ / /
w -70-
r-30 // 30
- 70
/ ~ / ~/
E
I
-60-
r-25 / / 25
-60
G 50- ~ / [::::.. ~ ~
;v/' -50
r-20 20
H -40 ,,,,_ ~ ~~ % -- -40
T
30-
"lb
r- 15
- 10 ~
kg
~ -- AGE (YEARS)
15 -30
10
kg l b
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Published May 30, 2000 (modified 11 /21/00) .
SOURCE: Developed by the National Center !or Health Sta1istics in collaboration with
the National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion (2000).
http:// www.cde.gov/growthcharts
tmt
SAf'll:R • HEALTHlllR • Pll:OPLIE "'

Gambar 6. Kurva Berat Badan-Usia dan Tinggi Badan-Usia untuk Perempuan


Usia 2-20 Tahun Standar CDC.
2 to 20 years: Boys NAME _ _ _ _ _ _ __ _ __
Stature-for-age and Weight-for-age percentiles RECORD# - - - - -

12 13 14 15 16 17 18 19 20
Mother's Stature Father's Stature >---- cm _ In
Weiqht Stature BM!•
AGE (YEARS) 76-
Date AQe

95-
190
74-
"'d -~ 90-
185
tD
....
0.
~
/~
// / ....
--- -
75-

- 50-
180
72-
-70
s
T
A
::i. 175 T
en *To Calculate BMI : Weight (kg)+ Stature (cm)+ Stature (cm) x 10,000 II / / .... _,,,- - ~ 25-
170
68- u

--
0 .___..... R
....
(II
in cm
or Weight (lb) + Stature (in) +Stature (in) x 703
~3 4 5 6 7 8 9 10 11
J// / / i.--
10-
5- 165
-66
E
e!.. >--
160
'// / ; / / ;::....- 160
64-

142 -62-
155 0 I I; /, v 155
62-
s
T
-60-
150
·~ I// / / ; v 150
-60
A >-58-
145 ~// / / I/
T
u -56- 140 /, v/ // / rfi 105 230
R >-54-
E 135
j ~/ v/ / '~ V
100 220
52- // v/ '/ V,:; v -95 210
-so
130
125
,t/ v/v/ V,/"' /
v ~s5"'

90 200
48-
120 /. "i:V/ // / _,.. 90-
190
1'1 v/ //
85
46
115 / /v 80
180
v
~ V/,: v~
75-
44- / / v 170
V/ v/,
110 75
42 /;
'/
I
v/v /
v 160
105 50"' >--70
40- ~~ ~ 'V vv / ,/
~ 150 w

38-
100
-95
/; v;, / / v / vv v 25-
65 140 E
I
60 130 G
36 >--90 ~ !// J / / /v L--'
10-

o/} I~ / v vv/ v ...... 5">--55 120 H T


34- >--85 /
32- -so f Vf vv~
v v 50 110

-30- vv v/ v v vl,'i"'v.;:;v 45 100


40 >-90
80- >--35 v vv
v/ v , , v ,,. t;:/'
35 >-80
w 70- >--30 ~ ~ 30
>--70
E
I
60-
>-25
.. ~ v v / k::: v 25
>-60
G
H
50-
-20 lb
~ .....
v t;::.- t::::: ~ ~

20
>-50

~~~~
40- >-40
T
30- -15 ,.... 15
-10 ~~
10
-30
l b kg AGE (YEARS) kg 'ttJ
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Published May 30. 2000 (modified 11i 21/00) .
SOURCE. Developed by the National Center for Health Statistics in collaboration with
the National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion (2000)
http://www.cdc.gov/growthcharts
tmi
SAFER• HIEAL.THll:R • PEOPLE "

Gambar 7. Kurva Berat Badan-Usia dan Tinggi Badan-Usia untuk Laki-Laki


Usia 2-20 Tah un Standar CDC.
NAME - - - - - - - - - - - -
Weight-for-stature percentiles: Boys RECORD# - - - - - -

Date Age Weight Stature Comments kg lb


76
34
33
~
72
- -- 32

.
31 68
f- ·

-
30
-
29 64
--
- - -
- --- >=- - - -
28
-- --
- -- - - - /
lb - kg ·- - --- ----; -
27 60
- 1-- - ~-
- /
,. 143
26 _- - - - -- ---
-- - - - 95 _
- - / 26
56 ..
/ / , 56
25 v 25
/ / 00/
24 24
52
23 / / / 85/
23
52

48 22
/ / / vv / / /75
22 48
21 / // / ~50 /
21
44 20 v~ V/ _, v 25/ _.:;
20 44
/ V/"v / ,, v,,...~~ /
40
19
18 V// v / / v v / 19
18 40
~ :?"'/ V v /:/'
v~ . . .
17 17
36 16 / ~/ / 16 36

15 / # / / "/~ v 15
32
14 ~ ~/ / / :,y 14
32
_/, ~ / / ~
13 13
28
12 ~ ~ .--
/ ~ 12
28

24 11 ~~ ~ 11 t-24
10 0
~ 10
.....
20 ~9
~ 9- >- 20
r- 8 8-
r- lb - kg STATURE kg r- lb -
I
cm 80 85 90 95 100 105 110 115 120
I I I I I I I I I

in 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47

Published May 30, 2000 (modified 10/16/00).


SOURCE : Developed by the National Center for Health Statistics in collaboration with
the National Center for Chronic Disease Prevention and Heallh Promotion (2000).
http://WWW.cdc.gov;growthcharts SAFE R• Hl!ALTHll!R• PEOPLE "

Gambar 8. Kurva Berat Badan-Panjang Tinggi untuk Anak Laki-laki (atas).


Perempuan (bawah) Standar CDC.
NAME - - - - - - - - - - - - -
Weight-for-stature percentiles: Girls RECORD# - - ---

Date Age Weight Stature Comments kg lb


76
34
33
-- - -- - - -- 72
~ 32
....
Q.
-
--
31
~ - 68
::I. --
- -- 30
(/)

....0
(I) 29 64
~ 28
/./ 60
lb - kg / 27
144 )5
26 v 26

-+- ~97 z=
56
-/ 56

52
25
24
~-

23
- -
-
- -
- -
-
-
-
- -
-
--
- -
--
_, --
-

~ '/~/
75-
25
24
23
52

/ / 7 - ~
- - -

48 22
/ 22 48
21 / / V/ / ,50 / '/
21
V / / / _, v 25/
/ / / / / / /t~~ 7- 19
/
44 20 20 44
19
40 18
V / / ' / / / / 0s 18 40
17 / / : / / / / /~ 17
36 16 / ~/ / /~ / 16 36

15 / h / // / ~ 15
32
14 h ~/ / ~ 14
32

13 / ~ ~/_, ~ ,
13
,.,,,.-
~ /~ ~
28 I 28
_/
12 12
_........--::: ~~
~ :::-:::-
'/"'
24 11 11 24
10 / ~~ 10
20 -9 ~~ 9- 20
-8 8-
>- lb - kg STATURE kg -lb
I
cm 80 85 90 95 100 105 110 115 120
I I I I I I I I I

in 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47

Published May 30, 2000 (modified 10/16/00)


SOURCE: Developed by the Nationol Center for Health Statistics in collaborn.tion with
the Nat!onal Center for Chronic Disease Prevention and Health Promobon (2000) .
http:f/www.cdc.gov/growthcharts S A FIE R • HE A L T H ll: R • PEOPL E "'

Ga mba r 9. Kur;a bera t Badan-Panjang Ti nggi untuk Anak Laki-laki (atas).


Perempuan (bawah) Standar CDC.
2 to 20 years: Boys
Body mass index-for-age percentiles RECORD# - - - - -

Date Age Weight Stature BMI' Comments


BMI -

35-
...'ient1
34- 0
Cl
33- ....>-
32- ....~
't
Q
31-
/ ~
v 30-
'To Calculate BMt: Weight (kg) • Stature (cm) +Stature (cm) x 10,000 / 95
145
or Weight (lb) + Stature (in) • Stature (in) x 703 29-

~ BMI
/ /
28-
/ v
/ /90
-27
V" v v
-
27-
-26
v /
/ /
/
85

/
-26-
-25
v /
v
/ /75
25-

-24
v I/v / v /
v 24-

-23
/ v / // _,,.50
/
23-

- 22
/ v :/ v /
22-

-21
v/ / 21-
~

/ / /
v /
/ /25
/

v
/
-20
-19 \.

v IV /
/
/
/
/
v
v /
/
/10
~
20-
19-

-18 0 .. /
/ ,/
/ / ,,V ,,V ,.,,..,.s,... 18-
~~
~
l,..-/
v /
/
/'/ I/
v
v v"
" '----
~
~
- 17 17-
--- ~ / /
~
/

-- -
-16
~ / / / 16-
--.....
'--...__ ~-
~
~
~ ---:::::: v 15-
-15 ,,.,...,..,
-::: :::::.-
~

-...::::::: ::::::-- ,..___ !.----


-14 14-

-13 13-

-12 12-

A~E (~EAR S)
kg/m'
1 kg/m'
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Published May 30. 2000 (modified 10/16/00).


SOURCE : Developed by the National Center for Health Statistics in collaboration with
the National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion (2000).
http://www.cdc.gov/growthcharts SAFER• HEALTHIER• Pl!OPLI!'"

Gambar 10. Kurva BMI- Usia Anak Laki-laki Usia 2-20 Tahun Standar CDC.
2 to 20 years: Girls NAME - - - - - - - - - - - - -
Body mass index-for-age percentiles RECORD# - - - - - -

Date Age Weight Stature BMI• Comments

BMI -

35-

34-

33-
(/)
0 32-
....
(/)
I/ 31-
~ vgs
_,,
30-
146 *To Calculate BMI : Weight (kg)+ Stature (cm) ·•·Stature (cm) x 10,000
v
/
BMI
or Weight (lb) + Stalure (in) +Stature (in) x 703

v
v vgo v
,
29-

28-
/
-27 v 27-
~26
,I/
v
v v ss b:::::: ~26-

~25
I/ / v ,
25-
v
~24
I/ /I/ v 751:::::::::: ~24-

'- 23
I/ / ,,V _/
v 23-
'-- 22
/ I/ /
v /v 22-
/ I/ /I/ /I/ _1,..--so 1---
' 21
20 /
7
[7 I/ v /
v 21-
~

:...... 19 /
!/
7 17 /
17
/
v 1__..---
i--25 L----
20-

~ v .,r7, 17 /
17
v"' v
[,,.-"
!---10 L----
19 -
~ 18
~ ... 1--- __,..
1/ v v
, /
v I/
v v / J,...-
J.-- 5- 18-
~ 17
r-.." !'---_
vv _v /
I/
/
v -v"' 17 -

_,, v
' 16 16 -
""1'-- - [.....--" I,/ v
~ -
--
_/
,_ 15 15 -
L...---- _, v"'
c-- r::::::="
L ....

'
14

13
r:::::--
-
!--._
------- ..__- ~
~ 14 -

13 -
'-- 12 12 -

kg/m' AGE {)'.EARS) kg/m'


2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Published May 30. 2000 (modified 10116/00i


SOURCE.: Developed by ttie Nahonal Center for Healtt1 Statistics In collaborat1on wiltl
the National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion {2000).
http://www.cdc.govigrowtttcharta SAFER • HEALTHIER • PEOPLE '"

Gamba r 11. Kurva BM! - Usia Anak Pe re mpuan Usia 2-20 tahun.
Tabel 2. lnterpretasi Kurva CDC.
lml<'k\ A1111opo11w111k Pt•r\t•n11I St.itus Nutri..,1

!MT - Usia ~ 97 Overweight


>85. <97 Risk of overweight
<5 Underweight
berat badan-panjang/tinggi badan >95 Overweight
<5 Underweight
Tinggi badan/panjang badan-usia <5 Shore strature
i\1
.....
(I)
Tahapan Perkembangan anak 5. Menggenggam erat pensil 0
(/)
Umur 0-3 bulan 6. Memasukkan benda ke mulut ....."4
I. Mengangkat kepala setinggi 45°· 7. Menyebut 2-3 suku kata tanpa arti
1iS
.....
2. Menggerakkan kepala dari kiri/ kanan menuju 8. Senang bermain "cilukba"
'ti
tengah
~
9. Mulai mengenali anggota keluarganya dan takut
3. Melihat dan menatap wajah dengan orang yang tidak dikenalinya
4. Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh 147
5. Suka tertawa keras Umur 12-18 bulan
6. Bereaksi terkejut terhadap suara keras I . Berdiri tanpa berpegangan
7. Membalas tersenyum ketika diajak bicara atau 2. Berjalan mundur beberapa langkah
tersenyum 3. Memanggil orang tuanya dengan panggilan papa
8. Mengenal ibu dengan pengelihatan, penciuman, dan mama
pendengaran, kontak 4. Menumpuk 2 kubus
5. Memasukkan kubus ke dalam kotak
Umur 3-6 bulan 6. Menunjuk apa yang diinginkannya
I. Berbalik dari tengkurap menjadi telentang 7. Memperlihatkan adanya rasa bersaing
2. Mengangkat kepala setinggi 90° 8. Memiliki kosa kata sebanyak 2-15 kata yang benar
3. Mempertahankan posisi kepala tegak dan tetap danjelas
stab ii
4. Menggenggam pensil Umur 18-24 bulan
5. Meraih benda yang ada dalam jangkauannya 1. Berdiri tanpa berpegangan selama 5 detik
6 . Memegang tangannya sendiri 2. Berjalan dengan baik
7. Berusaha memperluas pandangannya 3. Menumpuk kubus sampai dengan 4 buah
8. Mengarahkan matanya pada benda-benda kecil 4. Menyebut 3-6 kata yang memiliki arti
9. Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau 5. Menirukan/ membantu berbagai kerja rumahan
memekik 6. Mulai belajar makan sendiri
10. Tersenyum ketika melihat mainan/gambar yang 7. Membuka pakaian sendiri
menarik saat bermain
Umur 24-36 bulan
Umur 6-9 bulan 1. Naik tangga sendiri
1. Duduk sikap tripod, sendiri 2. Dapat bermain dengan bola-bola kecil
2. Belajar berdiri dengan kedua kakinya sendiri 3. Mulai mencorat-coret di kertas
3. Merangkak untuk meraih benda atau orang lain 4. Dapat menunjuk bagian tubuhnya apabila diminta
4. Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan 5. Bicara dengan baik, mulai merangkai 2 kata
lainnya 6. Dapat menyebutkan nama gambar dengan benar
5. Memungut 2 benda, masing-masing tangan me- 7. Makan nasi sendiri tanpa banyak yang tumpah
megang I benda pada saat yang bersamaan menggunakan sendok dan garpu
6. Bersuara tanpa arti (babbling) 8. Dapat mencopot pakainnya sendiri
7. Makan kue sendiri
Umur 36-48 bulan
Umur 9-12 bulan I. Dapat berdiri dengan 1 kaki sampai dengan 2 detik
1. Mengangkat badannya ke posisi berdiri 2. Mulai dapat melompat
2. Belajar berdiri selama 1-2 detik 3. Bisa mengendarai sepeda roda tiga
3. Dapat berjalan dengan dituntun 4. Menumpuk kubus hingga 8 buah
4. Mengulurkan tangannya untuk mendapatkan 5. Mengenal 2-4 warna
main an 6. Dapat menyebutkan umur, nama, dan tempat
Head circumference-for-age BOYS ( . \ World Health
. . . . Organization
Birth to 5 years (z-scores)

(/)
0(/)
.....
e.
~ 148

WHO Child Growth Standards

Head circumference-for-age GIRLS t&\ World Health


VJ Organization
Birth to 5 years (z-scores)

WHO Child Growth Standards

Garn bar 12. Kurva WHO unruk Lingkar Kepala-Usia Anak Laki-laki dan Perempuan Usia 0 -5 tahun.
HEAD CIRCUMFERENCE BOYS
CM IN
I& ,...,. lam. or GI LSI
2
24
0
~
58 23 ~
~-
t... iii
56
....... ·~
... l..i 22

J
54
,., .... ,. 21
....'RS
-· -··-· ·-
I.' ~
62
... !. Cl)

--- --
0
60
- .. "

- ,...,, Cl)
~\
"" '" iii ·i::
8
,. 19 ~ Cl)
46

...
11' 1/
,' ~
v
,.
--- -· -·
-_..-.. -2 p1211
18

17
.= >-
.. o
~ cc
.g
....~
'1j
Q)
ll.

.J
42

J .i-'
" .,
40 I >- 15 ! 149
,' &
38
r1 ;
15
3
36
II/ >- 14 ".,;
34
.,, ""
32
13
~
z
30
10 12 14 16 18 10 12 14 16 18
>- 12 :
- - - - - - - - M O N T H S - - - - - -- - 1 - - ---YEAAS

GIRLS
CM

2
···- ... . MBI .., HEAD CIRCUMFERENCE
IN

24
60

58 ,_ ~ 23

58
Lo
'" 22
~-

-
54
l..' 21
,_,.
_. _. ·- - "" - ..
52
+2 D (9 "'1
60 - ' 20

48

... ,. '"
I'
-i..--

I/
1.... ~
.......

,t•-
i-
-_...-. - ,,
"-- [,j

..... I' ~

~
19

18

17
.....
Cl)

cc
~

2 -· '
I ' II'
....'·'
>- 18

,,/ /·'
40

38 16

36 ,.

~

34

2
,/ 13

0 12
L 10 12 14 16 18 10 12 14 18 18

HI - - - - - - - - M O NTHS - - - - - - - - 1 : - - - - - Y E A R S - - - - -

Gambar 13. Kurva Nelhaus untuk Lingkar Kepala-Usia Anak Laki-laki (atas)
dan Perempuan (bawah) Usia 0-18 Tahun.
7. Mengerti arti kata yang menunjukkan posisi seper- sesuai dengan perkembangannya (S).
ti di atas, di bawah, di depan 3. Jumlah jawaban Ya 7-8 : perkembangan anak me-
8. Dapat mengenakan sepatu, celana panjang, kemeja ragukan (M).
secara mandiri 4. Jumlah jawaban Ya ~6: Perkembangan anak me-
9. Bermain bersama teman, dan mulai mengikuti atu- ngalami penyimpangan (P).
ran permainan 5. Untuk jawaban tidak harus dirinci apakah tidak
untuk motorik kasar, halus, bicara dan bahasa, so-
Umur 48-60 bulan sialisasi atau kemandirian.
1. Berdiri dengan I kaki selama 6 detik
~ 2. Melompat-lompat dengan I kaki Intervensi
....
0. 3. Menggambar berbagai objek seperti tanda silang, 1. Apabila ditemukan hasil pemeriksaan M, maka:
~ lingkaran, dan orang dengan tiga bagian tubuh a. Orang tua dianjurkan untuk melakukan stimu-
....
>-c
(/)
4. Apabila bermain boneka dapat mengancing baju lasi perkembangan pada anak lebih sering, apa-
0 boneka bila mungkin setiap saat,
....
en
Ill
5. Menyebut namanya sendiri dengan lengkap tanpa b. Ajarkan cara melakukan stimulasi intervensi,
' ...... di ban tu c. Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk men-
6. Senang menyebut kata-kata baru cari penyakit yang mendasari keadaan ini.
150 d. Lakukan pemeriksaan KPSP ulang dalam 2
7. Senang bertanya
8. Menjawab pertanyaan dengan kata yang benar minggu dengan daftar KPSP yang sesuai usia
9 . Dapat membandingkan benda berdasarkan ukuran anak,
dan bentuknya e. Jika hasil tidak berubah, pikirkan bahwa anak
10. Menggosok giginya sendiri tanpa dibantu ini mengalami penyimpangan tumbuh kem-
I I. Tidak rewel saat ditinggal ibunya bang.
2. Apabila ditemukan hasil pemeriksaan ada penyim-
Umur 60-72 bulan pangan, maka rujuk ke rumah sakit dengan menu-
1. Berjalan lurus liskan jenis dan jumlah penyimpangan perkem-
2. Beridri dengan 1 kaki selama 11 detik bangan. Tabet 3 menunjukkan contoh tindakan
3. Menggambar orang dengan lengkap intervensi yang dapat dilakukan.
4. Mengerti konsep lawan kata
5. Mengenal angka, dapat berhitung sampai dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Masa Remaja
angka 10 Perkembangan remaja dapat dibagi atas tiga tahapan
6. Dapat berbicara, mengerti pembicaraan sampai yaitu tahapan remaja awal, pertengahan, dan akhir.
dengan 7 kata atau lebih Setiap tahapan memiliki ciri khas perkembangan
7. Mengenal berbagai warna masing-masing. Akan tetapi, perlu diingat bahwa taha-
8. Dapat berpakaian sendiri tanpa perlu bantuan pan perkembangan ini bervariasi pada masing-masing
9. Dapat bermain sesuai dengan peraturan remaja.
1. Usia Remaja Awai
Skrining/pemeriksaan Perkembangan Anak dengan Kognitif dan Moral
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) Remaja mulai memahami konsep abstrak se-
Skrining bertujuan untuk menentukan apakah perti persamaan aljabar, membentuk alasan
terdapat penyimpangan perkembangan anak. Jadwal dari kaidah etika dasar, untuk memahami
pemeriksaan dilakukan antara usia 3-72 bulan setiap berbagai sudut pandang, dan memahami proses
3 bulan sekali. Apabila pasien dikeluhkan mengalami berfikir itu sendiri. Kemampuan ini muncul
gangguan perkembangan pada usia yang belum masuk dengan kecepatan yang bervariasi.
usia skrining, gunakan form KPSP yang terdekat yang Konsep diri
lebih muda dari usia anak. Keadaran akan dirinya cenderung berpusat
pada karakteristik eksternal. Remaja mulai
Interpretasi KPSP merasa bahwa dirinya diperhatikan oleh orang
1. Hitung berapa jumlah jawaban "Ya": di sekitarnya, dan menimbulkan masalah per-
a. Jawaban dianggap "Ya" apabila ibu/ perawat caya diri.
mengatakan anak bisa atau pernah atau sering Hubungan dengan keluarga, teman sebaya, dan
melakukan hal yang ditanyakan, masyarakat
b. Jawaban diangap "tidak" apabila ibu/ perawat Tahapan remaja dini ditandai dengan awal dari
mengatakan anak tidak pernah melakukan hal anak mulai melepas diri dari keluarga. Kelom-
tersebut atau tidak diketahui.
2. Jumlah jawaban Ya 9-10: perkembangan anak
Tabel 3. Contoh Intervensi yang Dapat Dilakukan pada Anak Sesuai dengan Temuan dari KPSP

[..,lei
ll<t..,11p1111t'11b.i.tn KPSP T111dc1k.m l111t·1 \1•11..,1
lllul"nl

Usahakan selal u tersenyum saat melakukan kegiatan bersama bayi, ajak bicara,
3 Bayi tidak membalas senyum tunjukkan mimik wajah cerah. peluk dan cium dengan penuh kelembutan dan kasih
sayang

Bicara dengan anak sesering mungkln. Usahakan anak mau mengulangl suku kata
Belum bisa menyebutkan 2
12 yang diucapkan sepertl "pa.. pa···pa· kemudian bicara dengan menatap mata anak
suku kata yang sama
sehingga anak dapat melihat biblr orang tua.

Dengan menggunakan kubus berukuran 2.5-5 cm. ajak anak bermain. sambil
...Cl)
.'i\i
Belum bisa menumpuk 2 0
21
buah kubus
berusaha mengajarkan bagaimana cara menumpukkan kubus. Berikan pujian pada en
anak untuk keberhasi lannya.

Sediakan bola besar atau tennis. Ajak anak bermain menendang bola dengan
30 Belum bisa menendang bola
sesering munKgin.

Mulai memberikan perintah sederhana kepada anak. Contoh "Taruh sendok kamu
Belum bisa mengerjakan
36 di atas meja" atau "Ambii kemeja berwarna biru·. Berikan contoh kepada anak 151
peritntah sederhana
bagaimana cara mengerjakan hal tersebut

Belum bisa menggambar Bantu anak memegang alat tulis dengan benar. Ajarkan kepada anak bagaimana
42
lingkaran cara menggan1bar lingkaran. Puji apabUa anak berhasil

Berikan anak pakaian yang berkancing. ajarkan bagaimana cara mengancingkan


Belum bisa mengancing baju
54 baju. Berikan pakaian dengan kancing yang besar. minta anak mengancingkan
sendiri
bajunya berkali-kali. Puji apabiia dia berhas il.

Letakkan sejumlah benda dengan bermacam warna. Tunjuk dan sebutkan


66 Belum mengenal warna warnanya kemudian minta anak menlrukan hal tersebul Puji apabila dia berhasil
melakukannya. dan minta anak mengerjakannya lagi pada benda lainnya.

pok sosial mereka biasanya adalah anak-anak kode etik pribadi untuk pembenaran perilaku.
dengan jenis kelamin yang sama; dan pergaulan Konsep diri
anak pada usia ini biasanya berpusat di sekolah. Remaja mulai bereksperimen dengan berbagai
2. Usia Remaja Pertengahan persona dirinya, mengganti gaya berpakaian,
Perkembangan kognitif dan moral kelompok teman dan ketertarikan dari waktu
Remaja mulai menganalisis berbagai macam ke waktu
pola etik di sekitar mereka dan membentuk Hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan

I
I I

~I
l.
i

Gambar 14. Maturitas Seksual Berdasarkan Klasifikasi Tanner.


Perhatikan Gambar A untuk Laki-laki dan Gambar B untuk Perempuan. Angka pada masing- masing gambar
menunjukkan stadium Tanner yang sesuai.
Tabel 4. Klasifikasi Stadium Maturitas Seks pada Anak Laki-laki

Tidak ada Prapubertas Prapubertas


Skrotum membesar, tesktur merah
2 Sedikit. panjang, sediklt berplgmen Pembesaran ringan
muda
3 Lebih hitam, mulai keriting. sedikit Lebih panjang Lebih besar

Menyerupai dewasa, jumlah Lebih besar. ukuran glans dan


4 Lebih besar. skrotum hitam
sediklt. kasar, kerlting besar penis bertambah
Distribusi dewasa. menyebar ke
5 Ukuran dewasa Ukuran dewasa
permukaan medial paha

masyarakat
Perpisahan dengan orang tua semakin nyata,
mengarahkan energi emosi dan seksual ke
arah teman sebaya. Mereka juga mulai me-
mikirkan dengan serius apa yang ingin mere-
ka lakukan pada saat dewasa.

3. Usia remaja akhir


Perkembangan psikososial
Eksperimentasi seksual berkurang karena
( identitas seksual seorang remaja sudah mulai
stabil dan sifat egois berkurang.

II
Perubahan fisik yang melambat membantu
seseorang untuk semakin menjadi nyaman
dengan tubuhnya sendiri.

Pada masa remaja, terjadi proses pubertas. Ma-


turitas seksual dan growth spurt menandai periode
ini. Diagram pertumbuhan remaja dapat dilihat pada
Gambar 12 dan 13. Stadium maturitas seks dapat
dinilai dengan skala Tanner pada anak perempuan
dan laki-laki dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.

Sumber Bacaan
l. Tanuwidjaya S. Konsep umum tumbuh kembang. Dalam:
~../-- Narendra MB. Suiaryo TS, Soetjiningsih. Suyitno H, Ranih
IGNG. Wiradisuria S. penyunting. Tumbuh kembang anak
dan remaja. Jakarta: Sagung Seto; 2008. h. l 12.

( 2. Narendra MB. Penilaian pertumbuhan dan perkem-


bangan anak. Dalam: Narendra MB. Sularyo TS. Soet-

I jiningsih, Suyitno H. Ranih IGNG, Wiradisuria S. penyunt-


ing. Tumbuh kembang anak dan remaja. Jakarta: Sagung
Seto: 2008. h.95111.
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pelaksanaan stimu-
lasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak di
tingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Departemen
,/ Kesehatan RI; 2010.
/ 4. Needlman RD. Growth and development. Daiam: Klieg-

\ man RM. Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE,


penyunting. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke-19.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.
Gambar 15. Maturitas Payudara Berdasarkan 5. Ne lihaus G. Head circumference from birth to eighteen
Klasifikasi Tanner years. Pediatrics. 1968:41(1):106-14.
Tabel 5. Klasifikasi Maturitas Seks pada Anak Perempuan

Tidak ada Pra-pubertas

Payudara dan papilla menonjol sebagai bukit kecil.


2 Jarang, sedlklt berpigmen, lurus, batas medial labia
diameter areola bertambah
Payudara dan areola membesar, tidak ada pemisahan
3 Lebil1 hitam, mulai kerit ing,jumla h bertambah
garis bentuk
Kasar. keriting. banyak. tetapi leih sedikit dari orang
4 Areola dan papilla membentuk bukit kedua

5
dewasa
Segitiga perempuan dewasa. menyebar ke permukaan Bentuk dewasa, papilla menonjol. Areola merupakan ....'iU
(/)
medial paha bagian dari garis bentuk umum payudara 0
en
·i::
6. Needlma n RD. Adolescence. Dalam: Kliegman RM. Stanton
BM. Geme ]. Schor N. Behrman RE, penyunting. Nelso n·s
growth assessment: interpreting growth indicator. Geneva:
WHO: 2008.
....'t:I~
CIJ
textbook of pediatrics. Edisi ke- 19. Philadelphia: Elsevier ll<
Saunders: 2011.
7. World Health Orga nization (WHO). Training course on child 153
Gangguan Napas pada
Bayi Baru Lahir
Venita. Rosalina Dewi

Definisi Transient tachypnea of the newborn/


Gangguan napas pada bayi baru lahir adalah TIN (wet lung syndrome). yaitu gangguan
suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan yang pernapasan yang terutama berisiko terjadi
ditandai dengan takipnea (frekuensi napas ?:60 kali/ pada bayi Jahir dengan seksio sesarea.
menit) , sianosis sentral, retraksi, merintih, napas bayi prematur, partus presipitus, dan
cuping hidung, maupun apnea periodik. polihidramnion.
Gejala klinis tampak segera setelah
Etiologi lahir dan membaik dalam beberapa jam
154 Secara praktis, penyakit yang mendasari terjadinya (umumnya <2 4 jam), kemudian hilang
gangguan napas dibagi menjadi kelainan paru dan dalam 5-7 hari;
ekstra paru: Pemeriksaan Roentgen: gambaran
l. Penyakit Paru hiperinflasi dada, fisura interlobaris yang
Sindrom aspirasi mekonium, terjadi opak, efusi pleura, dan peningkatan pola
karena mekonium masuk ke saluran napas vaskular parahiler.
sehingga menyumbat bronkus perifer Pneumonia, adalah gangguan pernapasan
dan mengakibatkan pneumonitis kimiawi. akibat infeksi yang terjadi intrauterin atau
Pada penghisapan mulut dan jalan selama proses persalinan, umumnya bakterial
napas (suction) didapati adanya meko- (tersering ialah E. coli dan umumnya pada bayi
nium; prematur).
Pemeriksaan Roentgen: gambaran Gejala klinis tampak pada 12-24 jam
hiperinflasi dada, infiltrat kasar yang pertama kehidupan;
menyebar di lapang paru, efusi pleura Pemeriksaan Roentgen: tampak
minimal, hingga atelektasis paru; infiltrat pada lapang paru;
Komplikasi: pneumotoraks, pneumo- Komplikasi: sepsis.
mediastinum, hipertensi pulmonal, dan Displasia bronkopulmoner (penyakit paru
bronkospasme. kronis neonatorum) adalah gangguan
Penyakit membran hialin/PMH (hyaline pernapasan pada bayi yang membutuhkan
membrane disease; sindrom gawat napas/ terapi oksigen untuk mempertahankan
SGN), terjadi akibat paru bayi yang belum Pa0 2 >50 mmHg, dan sebagian besar
matang dan defisiensi surfaktan. Kondisi disebabkan pemberikan oksigen dengan
ini biasanya terjadi pada neonatus prematur tekanan positif. Bayi tetap membutuhkan
(usia gestasi <34 minggu). oksigen hingga berusia lebih dari 28 hari. Pada
Gangguan napas terjadi segera setelah la- Roentgen dijumpai gambaran paru hiperaerasi
hir dan semakin memburuk dalam 48-72 dengan densitas berbentuk garis atau tali
jam (kecurigaan PMH dieksklusi jika geja- yang kasar dan ireguler. serta daerah lusen
la timbul >8 jam pertama kehidupan); menyerupai kista.
Selain distres pernapasan, dapat ditemu- Penyebab lainnya: emfisema paru interstisial,
kan adanya edema perifer dan bayi tam- pneumotoraks, pneumomediastinum. pneumo-
pak letargi. perikardium, pneumoperitoneum, tumor
Pemeriksaan Roentgen: tampak ada- intratorakal, efusi, serta hipoplasia paru.
nya ground glass appearance yang
tampak retikulogranuler menyeluruh, 2. Penyakit Ekstra Paru
gambaran air bronchogram; Penyebab gangguan pernapasan akibat kelainan
Komplikasi: perdarahan intrakranial, di luar paru, antara lain syok, instabilitas suhu tubuh,
perdarahan paru, gagal jantung kongestif, sumbatan jalan napas atas, hernia diafragmatika,
dan berbagai komplikasi akibat gaga! jantung kongestif, kelainan metabolik seperti
penggunaan bantuan ventilasi. asidosis, dan kelainan susunan saraf pusat.
Diagnosis 4. Antibiotik diberikan sesuai dengan peta kuman
Diagnosis distres pernapasan pada bayi yang ada di rumah sakit atau daerah tersebut.
mencakup anamnesis riwayat antenatal dan perinatal.
pemeriksaan fisis , pemeriksaan Roentgen, dan Sumber Bacaan:
pemeriksaan laboratorium berupa analisis gas darah, I. Kliegman RM, Stoll BJ. Respiratory tract disorders. Dalam:
elektrolit, dan kadar gula darah. Kliegman RM, Stanton BM, Geme J, Schor N, Behrman RE,
penyunting. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke-19.
Philadelphia: Elsevier Saunders: 20 I I.
Tata Laksana Umum
2. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra
1. Bayi dirawat di inkubator dan suhu tubuh aksilar
dipertahankan 36,5-37,S°C;
EP, Harmoniati ED, penyunting. Pedoman pelayanan medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDA!). Jakarta: Badan Pen-
....b'I
2. Oksigenasi dengan target saturasi 0 2 sebagai 88- erbit !DAI: 20 I I. 0
92%. Berikan terapi oksigen untuk mempertahank- 3. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan 0
an saturasi tersebut; anak di rumah sakit. pedoman bagi rumah sakit rujukan n;
3. Cairan rumatan secara parenteral sesuai: usia tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO; 2009. ....s::
gestasi, usia kronologis, berat lahir dan kondisi 4. Sastroasmoro S, penyunting. Panduan pelayanan medis de- '"'
Q)
0..
klinis (60-150 mL/KgBB/ hari). Bila terjadi hipoper- partemen kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo: 2007.
fusi diberikan cairan NaCL 0,9% 10 mL/KgBB da- 155
lam 30 menit, dapat diulang sampai 2 kali;

Ikterus Neonatorum
Venita. Rosalina Dewi

Definisi dan Klasifikasi Ikterus berat pada neonatus kurang bulan (telapak
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, tangan dan kaki bayi kuning);
konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan Menetap >2 minggu.
bilirubin dalam serum. Lebih dari separuh bayi
normal dan sebagian besar bayi kurang bulan Etiologi
mengalami ikterus. l. Ikterus Fisiologis:
Ikterus dapat diklasifikasikan menjadi Peningkatan produksi bilirubin: akibat masa
ikterus normal (fisiologis) dan patologis. Ikterus hidup eritrosit yang lebih singkat, peningkatan
fisiologis ditandai keadaan umum bayi toleransi eritropoiesis yang tidak efektif;
minum baik, berat badan naik, dan kuning menghilang Peningkatan sirkulasi enterohepatik:
pada minggu 1-2 pasca kelahiran. Sedangkan ikterus gangguan ambilan bilirubin oleh hepar, gang-
patologis memiliki ciri: guan konjugasi karena aktivitas enzim trans-
Dimulai sebelum usia 24 jam; ferase yang rendah, penurunan ekskresi hepa-
Peningkatan bilirubin serum >5 mg/ dL/24 jam tik.
atau kadar bilirubin terkonjugasi >2 mg/dL(> 20% 2. Ikterus Patologis:
bilirubin total); Infeksi bakteri berat atau infeksi intrauterin: si-
Disertai demam atau tanda sakit (muntah, filis kongenital, TORCH;
letargi, kesulitan minum, penurunan berat badan, Penyakit hemolitik: inkompabilitas golongan
asfiksia, apnea, takipnea, instabilitas); darah (Rh, ABO), defisiensi enzim G6PD;
Ikterus pada bayi berat lahir rendah; Penyakit hati: hepatitis, atresia bilier;

Tabel I. Rumus Kramer untuk Total Cutaneus Bilirubin (TcB)

Zrn l<l Hr1 g 1.1 11 luln1h \.111 g Ku11111g l~ .it .1 1.11 .1 St' llltll Biluuh111 lnd11 Pk
---- - - --- - - ~

Kepala dan leher I00 µmol/L (6 mg/dL)


2 Pusat - leher 150 µmol/L (9 mg/dL)
3 Pusat - paha 300 µmol/L (12 mg/dL)
4 Lengan dan tungkai 250 µmol/L (15 mg/dL)
5 Tangan dan kaki >250 µmol/L (>15 mg/dL)
----
Tabel 2. Anjuran Pemeriksaan sesuai Usia Bayi

Waklu Diagnosis Banding A111u1 <tn P('lll<-'t iksaan

Infeksi intrauterin, sferositosis, Kadar bilirubin, Hb, golongan darah ibu & bayi. uji Coombs.
Hari ke-1
penyakit hemolitik. hemato krit. da rah perifer lengkap.
lnfeksi. fisiologis, keadaan hari I Seperti hari pertama. dicambah : darah tepi, biakan darah/ urin,
Hari ke-2
yang terlambat muncul. pungsi lumbal (atas indikasl), faro paru (atas indlkasi)
Urin alisis pancaran tengah, darah te pi. golongan darah. dan uji
Hari ke-3 s/ d 5 Fis iologis.
Coombs (pada kecurigaan hemolitik) .
'ti
(I) lnfeksl, anemia hemolitik, kunlng
::t >5 hari, atau
karena AS!, obat-obatan.
~ menetap>lO
galaktosemia, hipotlrold. fibrosis
Pemeriksaan darah dan urin, sesuai dugaan penyebab.

~....
hari
kistik. ikterus obstruktif.

IQ
Hipotiroidisme kongenital; darah, uji Coombs bila dicurigai inkompabilitas
156 IbuDM; ABO, kadar enzim G6PD, uji fungsi hati, urinalisis.
Riwayat persalinan dengan alat, seperti va-
kum atau forsep; Tata Laksana
Trauma lahir sat persalinan (sefal hematoma). Tata laksana ikterus neonatorum harus dilakukan
3. Kuning karena AS!: sesuai etiologi yang mendasari (Ii hat Tabel 2).
Breastfeeding jaundice, ikterus akibat keku- Algoritme pada Gambar 1 menyajikan manajemen
rangan asupan AS! sehingga terjadi pening- ikterus pada bayi baru lahir menurut American
katan sirkulasi enterohepatik. Timbul 7 hari Academy of Pediatrics (2004). Beberapa terapi yang
pertama saat produksi AS! belum banyak. diberikan, antara lain:
Breast-milk jaundice, ikterus yang timbul aki- 1. Terapi sinar dan transfusi tukar. Diindikasikan
bat minum AS! dan akan berkurang saat AS! sesuai pada kadar bilirubin total bayi (lihat Tabel
dihentikan. Penampakan kuning diduga mun- 3 atau Gambar 3). Terapi sinar atau fototerapi (li-
cul karena pada AS! sebagian ibu terdapat ha- hat Gambar 4) menggunakan pancaran sinar (460-
sil metabolisme progesteron yang mengham- 490 nm) pada kulit bayi untuk mengkonversi
bat enzim UDGPA. molekul bilirubin menjadi isomer larut air yang
dapat diekskresi tubuh melalui urin. Sedangkan
Diagnosis transfusi tukar adalah prosedur yang menggan-
1. Anamnesis. Riwayat keluarga ikterus, kelainan tikan sebagian volume darah bayi dengan darah
metabolik, kelainan kongenital, penyakit hati, atau plasma dari donor. Biasanya volume yang
sakit selama kehamilan, obat-obatan selama ke- digantikan sekitar 2 kali volume darah bayi yaitu
hamilan, trauma lahir akibat persalinan, riwayat 80-90 mL/KgBB, dan pemasangan kateter pembu-
pemberian AS! eksklusif; luh darah dilakukan di vena umbilikal;
2. Pemeriksaan Fisis: 2. Antibiotik, pada dugaan infeksi (lihat Bab Sepsis);
a. lnspeksi warna kuning pada kulit, konjung- 3. Antimalaria, jika terdapat demam dan bayi be-
tiva, dan mukosa serta warna feses (dempul) rasal dari daerah endemis malaria;
dan urine (coklat tua). Ikterus terbaik dilihat 4. Lanjutkan pemberian AS! pada bayi setiap 2-3 jam,
dengan cahaya matahari dengan meregang- pastikan ibu menyusui dengan metode yang tepat.
kan daerah kulit yang diperiksa, dan perkiraan Pada kasus yang disebabkan breastmilk jaundice,
kadar bilirubin dilihat dengan rumus Kramer ibu disarankan tetap menyusui bayi.
(Tabel 1) . 5. Evaluasi berkala (follow-up) sesuai dengan
b. Periksa tanda-tanda dehidrasi, letargi (sepsis). usia bayi dan kadar bilirubin saat dipulangkan
pucat (anemia hemolitik) , trauma lahir, pe- (lihat Tabel 4) .
tekie, mikrosefali (kelainan kongenital) , hepa-
tosplenomegali, hipotiroidisme, atau massa Dengan menggunakan panjang gelombang dan
abdomen (duktus koledokus); intensitas cahaya yang sesuai, lampu diletakkan 35-
3. Pemeriksaan Penunjang (lihat Tabel 2): biliru- 50 cm di atas bayi. Hangatkan ruangan tempat terapi
bin total dan direk (curiga kolestasis atau ikterus sinar dilakukan. Gunakan kain putih untuk menutupi
menetap >2 minggu). darah perifer lengkap dan seluruh kotak inkubator agar cahaya terpantulkan se-
apusan darah tepi (morfologi eritrosit), golongan banyak mungkin pada bayi. Tutup mata bayi, pastikan
Ukur kadar TSB atau
cB (lihat Tabet I) dan
interpretasikan sesuai
usia dalam ·am

TSB > persentil 95%


120 132
Oihat Gambar 2) " 30 .., 80 12
Postnatal Age {tlourt)
&4 "

Garn bar 2. Penentuan Risiko pada Bayi Baru Lahir dengan

valuasl penyebab, tata Ikterus


Evaluasi kadar TSB.
laksana jlka sesual usia kehamilan. usia
kriterta (Gambar 3). 157
bay!. Tata laksana jlka
ulangi pemeriksaan sesual dengan kriterla
TSB dalam 4-24 ·am. r-r-T'"-r-,..--.---,.....,..,...--.-.,-....,.-,..--,.---,.....,,.........., "'
(Gambar 3). 30
=:-•••• 1ntan1•ac10werriek~38wk•ndwell)
t va
_
1-- - - lnfanlt 11 mtdlum rl8ll: (~ 38 wk• rilk fad ors or 35-37 517 Wk. and we• _
k'Vantsat1Wghefr18k(36-37617wti:.+ rldtlactots)

i ,.
1.- -

Apakah kadar TSB l-l-.l--l--+--l-'--'--...l-<..ci= .1--+-+--l-'--'--..J.....- l-J 428

meningkat sesuai I
~ ~ ,....._ _.__,_--"'._-1-_,.,__--+-_,_ _.__,__._-1---<>----+--'-" ~2
- ii-. -

t
~i...--==a;,,__..
~~~~~~~~~~~~~~~
dengan gads persentU
(Gambar 2)
1~ E 15 257

+--
Tidak
10
,.. 48h 72 h 96h 5 Oeyt
..
LI'--...1.....-l-.l--L-+-....L-.JL-..J.....-l-.l--L-+-...J...-.JU
8 Days 7 0.,..
171

Gambar 3. Pe nentuan Risiko dan Terapi sesuai Kadar Bilirubin


Tidak Ada faktor risiko atau Bayi
+-- bayi <72 am?

i Ya

Evaluasi ulang pada usla


48-120jam
(sesuai Tabel 4) Tabel 4. Anjuran Follow- up ses uai Usia Bay i saat Dipulangkan

Keterangan: TSB. total serum bilirubin; TcB. total cutaneus <24 jam 72jam
bilirubin.
24-47,9jam 96jam
Gambar 1. Aigori tme Ma naje men Ikterus Bayi Baru Lahir
48-72jam l20jam
(American Academy of Pediatrics. 2004)

Tabel 3. Ind ikas i Terapi Sesuai Kada r Biliru bi n Bayi


fl•J .ip1 S1mn Tr <J11sfus1 Tuka1

H.:i yi ( ukup Bulcm Hay1 Kurcmg Bul,111 Btlyl l ukup Bulcm B.1yi Kur,111g Bul.m

Hari ke- 1 Ikterus yang terlihat di tubuh 15 mgl dL 13 mg/ dL


Hari ke-2 15 mg/ dL 13 mg/ dL 25 mg/dL 15 mg/ dL
Harl ke-3 18 mg/ dL 16 mg/dL 30 mg/dL 20 mg/dL
Hari ke-4 20 mg/ dL 17 mg/ dL 30 mg/ dL 20 mg/ dL
lubang hidung tidak ikut tertutup. Balikkan posisi bayi 2. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
setiap 3 jam. Selama terapi sinar, pemberian cairan dan anak di rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan
asupan nutrisi tetap dilakukan sesuai kebutuhan. tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO: 2009.
3. Sastroasmoro S, penyunting. Panduan pelayanan medis de-
partemen kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
Sumber Bacaan:
Mangunkusumo: 2007.
I. Pudjiadi AH, Hegar B. Hardyastuti S, Idris NS, Gandaputra
4. American Academy of Pediatrics. Management of hyper-
EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
bilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of
Ikatan Dokter Anak Indonesia (!DAO. Jakarta: Badan Pener-
gestation. Pediatrics. 2004: 114:297.
bit !DAI: 20 I I.

48 Manajemen Bayi Lahir Sakit


Kompe1ensi 1118 -

••
I

Venita, Rosalina Dewi


158

Pada neonatus, perlu diwaspadai ada tidaknya satu target pemberian cairan. Hati-hati dengan tanda-
atau lebih tanda bahaya dan dilakukan tata laksana tanda hidrasi berlebihan, seperti edema, tanda-
segera dengan pemantauan ketat. Secara umum bayi tanda gaga! jantung, serta abnormalitas pemerik-
baru lahir sakit membutuhkan perawatan penunjang saan laboratorium (elektrolitoleran, urinalisis, dan
sebagai berikut: sebagainya);
I. Suhu Bayi, dipertahankan 36,5-37,5°C dengan 3. Pemberian Oksigen. Diindikasikan pada bayi
suhu ruang 24 -28°C. Bayi dijaga tetap kering, sianosis atau gangguan napas dengan saturasi ok-
diselimuti, dan diberikan topi. Metode perawatan sigen <90%. Berikan terapi oksigen sesuai keadaan
bayi kangguru memiliki manfaat seperti inkuba- sesaknya. Target saturasi 0 2 88-92%.
tor, yaitu dada dan perut bayi kontak kulit dengan 4. Atasi Demam. Atur suhu lingkungan. Antipiretik
dada ibu dengan kepala bayi sedikit ditengadahkan, tidak diindikasikan untuk mengontrol demam
posisi dipertahankan dengan gendongan kain dan pada bayi muda.
pakaian ibu;
2. Pemberian Cairan. Target pemberian cairan enteral Bayi Berat Lahir Rendah
ialah 60 mL/KgBB pada hari pertama, kemudian Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan
ditingkatkan 10-30 mL/KgBB/hari hingga men- berat lahir <2500 g tanpa melihat usia gestasi. BBLR
capai 180 mL/KgBB/ hari. AS! diberikan sesering merupakan salah satu penyebab utama morbiditas
mungkin secara langsung atau dengan sendok dan mortalitas neonatus. Adapun faktor risiko
atau per NGT, kecuali pada kondisi berikut: bayi BBLR lainnya, antara lain kelahiran prematur; usia ibu
mengalami obstruksi usus (ditandai dengan dis- <20 tahun atau >40 tahun; multiparitas; kehamilan
tensi abdomen dan muntah); bayi letargis; kejang; ganda; gangguan vaskularisasi/plasenta. Kemudian,
gangguan sirkulasi. Jika AS! tidak mencukupi, beri- masalah yang perlu diawasi pada BBLR. antara
kan tambahan cairan parenteral hingga mencapai lain gangguan pada organ yang belum matang,

Tabel I. Tanda Bahaya Bagi Bayi

Fenobarbital 20 mg/KgBB IV dalam 5- 10 menit. dapat ditambahkan 10 mg/ KgBB hingga


Kejang 40 mg/ KgBB jika kejang tidak berhenti. Bila kejang berlanjut. diberikan fenitoin 20 mg/ KgBB
IV dalam garam fisiologis dengan kecepatan I mg/ KgBB/ menit.
Periksa kadar glukosa darah. Jika <45 mg/dL, lakukan tata laksana hipoglikemia (D 10% 2
Mengantuk, tidak dapat
mL/KgBB) selama 5 menit. ulangi sesual keperluan. diperlukan infus dekstrosa rumatan
menyusu. tidak sadar
untuk mempertahankan kadar gula darah antara 50-100 mg/dL.
Sianosis sentral atau Terapi oksigen: kanul nasal, continuous persistent airway pressure (CPA?), ventilasi mekanik.
gangguan napas berat dan sebagainya).
Ventilasi tekanan posltif (VTP) dengan halon dan sungkup. Lihat alur resusitasl bayi baru lahir
Apnea
pada Bab Manajemen Bayi Baru lahir Sehat
Infeksi bakteri berat Kombinasi ant ibiotik ampisilin/penisilin dan gentamisin (lihat Bab Sepsis Neonatorum).
seperti paru, jantung. otak, hati, mata, telinga; dan anjurkan ibu menemani bayi;
jaringan lemak subkutan yang masih sedikit untuk 6. Pada usia ± 28 hari minggu berikan suplemen-
mempertahankan suhu; gangguan pencernaan; dan tasi besi per oral 2-4 mg/ KgBB/ hari sampai usia
peningkatan risiko infeksi. 2 tahun;
7. Pada usia 4 minggu atau usia gestasi ±32 ming-
Pendekatan Diagnosis gu, lakukan skrining ke bagian Oftalmologi (evalu-
Lakukan anamnesis faktor risiko ibu sebelum dan asi retinopathy of prematurity), THT, serta pe-
selama kehamilan termasuk riwayat obat-obatan. meriksaan kadar alkali fosfatase (ALP), fosfat (P)
Kemudian lakukan pemeriksaan fisis penimbangan serum, dan kalsium (Ca'•) serum untuk deteksi os-
berat badan dan periksa tanda prematuritas (Ballard teopenia of premature;
score: lihat Lampiran). Apabila diperlukan lakukan 8. Berikan imunisasi seperti bayi normal, kecuali
pemeriksaan penunjang berupa darah perifer hepatitis B:
lengkap, kadar glukosa darah, elektrolit darah, 9. Pemantauan ke dokter pada hari ke-
analisis gas darah, Roentgen (pada bayi dengan 2, 10, 20, 30, dan dilanjutkan setiap bulan.
gangguan napas) , serta USG kepala (pada neonatus
kurang bulan) . Sumber Bacaan:
1. Kliegman RM, Stoll BJ. Clinical manifestations of diseases 159
Tata Laksana Umum in the newborn period. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,

1. lnjeksi vitamin K 1 mg IM atau per oral 2 mg seba- Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-
19. Philadelphia: Elsevier Saunders: 201 1.
nyak 3 kali (lahir usia 3-10 hari, usia 4-6 minggu) ;
2. Pudjiadi AH, Hegar B, Hardyastuti S, Idris NS. Gandaputra
2. Pertahankan suhu tubuh normal dan patensi jalan
EP, Harmoniat i ED, editor. Pedoman pelayanan medis ika-
napas: tan dokter anak indonesia ODA!). Jakarta: Penerbit !DAI:
3. Perhatikan asupan cairan: pada bayi berat 2010.
<2000 g, berikan minum AS! perah melalui pipa 3. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
lambung dengan volume ~ I 0 mL/KgBB/ hari anak di rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan
dapat diberikan dan ditingkatkan jika toleransi tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO: 2009.
baik, hingga berat mencapai 2000 g. Sedangkan 4. Sascroasmoro S, editor. Panduan pelayanan medis depar-
pada bayi berat 2000-2500 g, AS! perah diberi- temen kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSUP Nasional dr.
Cipto Mangunkusumo: 2007.
kan per oral jika memungkinkan;
5. Rao R. GeorgieffMK. fron in fetal and neonatal nutrition. Se-
4. Tata laksana penyulit yang timbul seperti hipoter-
min Fetal Neonatal Med. 2007: 12( 1):54-63.
mi, kejang, gangguan napas, hiperbilirubinemia;
5. Dukungan emosional kepada orangtua/keluarga

49
Kompelens1 l\.'A

-
Manajemen Bayi Lahir Sehat

•• Venita, Rosalina Dewi

Sebagian besar bayi (90%) hanya sedikit atau tidak a. Bayi dijaga tetap kering di ruangan hangat dan
memerlukan bantuan untuk memulai pernapasan dan hindari aliran udara untuk mencegah pengua-
hanya memerlukan rangsangan minimal pada saat pan. Selimutilah bayi dengan baik;
dilahirkan. Akan tetapi, penolong harus selalu siap b. Bayi rawat gabung bersama ibu;
melakukan resusitasi pada setiap kelahiran. c. lnisiasi menyusui dini (!MD) dalamjam pertama
l. Persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan (Tabel kehidupan;
1): Lakukan evaluasi dan resusitasi sesuai alur (Ii- d. Jika bayi mampu mengisap, berikanlah AS! se-
hat Gambar 2); suai permintaan;
2. Nilai skor APGAR bayi pada menit pertama dan ke- e. Jaga tali pusat tetap bersih dan kering untuk
lima (Iihat Tabel 2) : mencegah infeksi;
3. Penanganan bayi sakit dapat dilihat pada Bab Ma- f. Beri tetrasik.lin salep mata pada kedua mata,
najemen Bayi Baru Lahir Sakit. masing-masing satu kali;
4. Setelah bayi stabil, maka dilakukan perawatan ru- g. Beri vitamin Kl (fitomenadion) I mg IM di paha
tin sebagai berikut: kiri;
Tabel 1. Peralatan yang Disiapkan pada Kelahiran Bayi

SPmua Krlahiran Ba\ 1 I .1h11 <27 l\Jrnggu Masa Kt:>hanulan

Aiiway Penghisap. selang penghisap. stetoskop Endotracheal tube. mandrin. laringoskop blade. detektor CO,
Pompa. sungkup. oksigen 40%.
Breathing Surfaktan. balon sungkup atau T piece reusitator
oksimeter
Kateter vena umbilikus.
Circulation Cairan NaCl 0.9%
epinefrin. cairan NaCl 0,9%,
Thermoregulation Radiant warmer I pemancar panas Penutup kepala, matras pemanas, inkubator pemanas 37'C

"d
(I)
::S. Tabel 2. Penilaian Skor APGAR

~ Detak jantung
Klinis 0
Tidak ada
1
< I 00 kali/menit
2
>I 00 kali/menit
2. ,fernapasan Tidak ada Tidak teratur TangJs kuat
'8..... Refleks saat pembersihan
Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
jalan napas
160 Tonus Lung la! Fleksi ekstremitas (lemas) Fleksi kuat. gerak aktif
Warna kulit Biru/pucat Tubuh merah. ekstremitas biru Merah seluruh tubuh
Interpretasi: Skor Apgar 7-10: normal. skor 0-6: distres pada bayi.

h. Beri vaksin hepatitis B 0,5 mL IM di paha nyunting. Nelson's textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Phila-
kanan, minimal I jam sesudah pemberian vi- delphia: Elsevier Saunders: 20 i 1.
tamin Kl; 2. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS. Gandaputra
EP, Harmoniati ED. penyunting. Pedoman peiayanan medis
i. Pada kelahiran di rumah sakit, dapat dipertim-
lkatan Dokter Anak lndonesia (lDAI). Jakarta: Badan Pener-
bangkan pemberian imunisasi BCG intrakutan
bit !DAI: 2011.
dengan dosis 0,05 mL dan vaksin polio oral 2 3. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
tetes saat bayi akan pulang dari rumah sakit. anak di rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan
tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO: 2009.
Sumber Bacaan 4. Sastroasmoro S. penyunting. Panduan pelayanan medis de-
I. Kliegman RM. Stoll BJ. The newborn infant. Dalam: Klieg- partemen kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
man RM. Stanton BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. pe- Mangunkusumo: 2007.

Bay! LAHIR, evaluasl : Perawatan Rutlo:


• Cukup bulan? Ya
• Berlkan kehangatan.;
• Cairan amnionjemih? • Berslhkan jalan napas:
• Bernapas/menangis? • Keringkao:
• Tonus otot baik? • Nilal warna.

• Berikan kehangatan;
frekuensi jantung > I 00 Perawatao
• Posi.sikan dan berSihkanjalan napas bila perlu; bcrnapas dan kcmcrahan observasl
• Keriogkan, rangsang, reposisl bayi.

I
Evaluasi perna2asan. denyut nadl, wama kulit
Apnea. atau
frekuensi
jancung
< 100

• kemerahan

frekuensi j antung > 100


Berikao ventilasl te.kanao poslrlf (pertimbao kan intubasi) vcntilasi efektif. dan kemcrahan~
Frekuensi
jantung <60 +I Frekuensi
jantung >60
+I

Gambar 1. Alur Resusitasi Bayi Baru Lahir (WHO. 2009)


50
Komretemi IIIB -
Sepsis Neonatorum
•• Venita, Rosalina Dewi

Definisi
2. Pemeriksaan fisis: keadaan umum (kesadaran,
Sepsis neonatorum adalah sindrom klinis penyakit
tanda vital), kulit (perfusi, warn a, dan bercak pada
sistemik akibat infeksi yang terjadi dalam satu
kulit), abdomen (kembung. hepatomegali) . perna-
bulan pertama kehidupan. Berdasarkan awitannya.
pasan (otot bantu napas) , serta neurologi (ubun-
sepsis neonatorum terbagi menjadi:
ubun menonjol, kaku kuduk);
Early onset sepsis (EOS). Timbul pada usia :<;72jam,
3. Pemeriksaan penunjang: hitung Ieukosit,
biasanya mikroorganisme berasal dari ibu. Terjadi
hitung trombosit, rasio neutrofil imatur dengan
gangguan multisistem terutama sistem pernapas-
neutrofil total < 0,2, C-reactive protein (CRP), 161
an. awitan mendadak, dan cepat menjadi syok sep-
pewarnaan Gram dan pemeriksaan kultur, ana-
sis dan berakibat kematian.
lisis gas darah (bila sesak), pemeriksaan cairan
Late onset sepsis (LOS). Timbul pada usia ~72
serebrospinal (kecurigaan meningitis) . kadar gula
jam. biasanya di atas 1 minggu, mikroorganisme
darah, kadar bilirubin, foto toraks, CT-scan kepala
didapat dari proses persalinan dengan infeksi
(gejala neurologis) .
awitan lambat atau infeksi nosokomial. Terdapat
fokus infeksi dan seringkali terjadi meningitis.
Tata Laksana
l. Bayi harus dirawat di rumah sakit dan dipasang
Etiologi
jalur intravena serta diberikan 0 2 .
Penyebab yang paling sering dilaporkan pada
2. Pemberian antibiotik: sesuai peta kuman rumah
EOS ialah Staphylococcus koagulase negatif,
sakit pada lini pertama dapat diberikan golongan
Enterococcus sp., serta Staphylococcus aureus.
penisilin dan aminoglikosida seperti gentamisin.
sedangkan pada LOS adalah Gram negatif.
3. Terapi lainnya: pemberian cairan dosis rumatan
berupa NaCl 0,9% atau 10 mL/KgBB/30 menit
Faktor Risiko
pada gangguan perfusi; transfusi komponen da-
Riwayat ibu dengan infeksi (demam >3 7,9 ' C
rah yang diperlukan; serta manajemen nutrisi se-
sebelum/sesudah persalinan) dan ketuban pecah dini
cara adekuat. Pada hari-hari awal pengobatan,
(>18 jam sebelum persalinan).
biasanya neonatus mengalami kesulitan makan
sehingga disarankan untuk nothing by mouth atau
Manifestasi Klinis
nil per os (NPO). Selanjutnya upayakan pemberian
1. Anamnesis. Bayi dicurigai mengalami sepsis jika
AS! enteral atau pada kondisi yang berat, per NGT.
memiliki ~2 gejala kriteria A atau ~3 gejala kriteria
4. Terapi spesifik sesuai etiologi dan gangguan
B (lihat Tabel 1).
sistem yang terjadi.

Tabel I. Tanda dan Gejala pada Kecurigaan Sepsis Neonatorum

Persalinan di lingkungan kurang higienis:


Ke~ulitan bernapas: apnea. napas >60 kali/ menit, retraksi dinding dada. grunting ekspirasi, sianosis sentral:
KeJang:
KrlterlaA
Tidak sadar:
Suhu .tubuh tidak normal (sejak lahir dan tidak berespon terapi, atau tidak stabil sesudah pengukuran ;,3 kali);
Kond1s1 memburuk cepat dan dramatis.

Air ketuban bercampur mekonium:


Tremor:
Letargi atau lunglai;
KrlteriaB Mengantuk atau aktivitas berkurang;
lritabel/muntah/ perut kembung:
Malas minum (sebelumnya baik):
Tanda-tanda mulai muncul setelah hari ke-4.
Upaya Pencegahan Sumber Bacaan:
Perawatan antenatal, mencegah dan mengobati I. Pudjiadi AH, Hegar B, Hardyastuti S. Idris NS. Gandaputra
infeksi pada ibu, pertolongan persalinan yang bersih EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
dan aman, resusitasi adekuat, dan cuci tangan setiap Ikatan Dokter Anak Indonesia ODA!). Jakarta: Badan Pen-
erbit !DAI: 20 11.
sebelum melakukan tindakan.
2. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
anak di ru mah sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan
Komplikasi tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO: 2009.
Berupa gejala sisa neurologis: retardasi mental, 3. Sastroasmoro S, penyunting. Pa nduan pelayanan medis de-
gangguan penglihatan, gangguan konsentrasi, serta partemen kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
kelainan tingkah laku, dll. Mangunkusumo: 2007.

162
51
Kompetcmi I\'
• Asma
1111

•• Chrysilla Calistania, Wahyuni Indawati

Definisi (tahun 2001-2003) prevalensi asma sebesar 6,7%


Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas pada dewasa dan 8,5% pada anak-anak. Sebelum
yang ditandai oleh mengi dan/atau batuk berulang pubertas, prevalens asma lebih tinggi pada laki-
dengan karakteristik: laki daripada perempuan (3: 1). Prevalensi menjadi
1. Timbul secara episodik, seimbang antara laki-laki dan perempuan pada masa
2. Cenderung pada malarn/dini hari (nokturnal}, remaja. Pada anak, asma paling sering terjadi pada
3. Bersifat musiman, usia 13-14 tahun.
4. Timbul setelah aktivitas fisis, serta
s. Terdapat riwayat asma dan/atau atopi lain pada Etiologi
pasien dan/atau keluarganya. Serangan akut umumnya timbul akibat pajanan
Eksaserbasi (serangan) asma merupakan episode terhadap faktor pencetus, seperti infeksi virus atau
perburukan gejala-gejala asma secara progresif yang alergen. Selain itu, asma dapat pula dicetuskan oleh 163
umumnya ditandai dengan distres pernapasan. Dapat cuaca dingin, kegiatan jasmani, gastroesofageal
timbul gejala sesak napas, batuk, mengi, dada terasa refluks, dan ketidakstabilan emosi (psikis).
tertekan, atau berbagai kombinasi gejala tersebut.
Patogenesis
Epidemiologi Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan
Berdasarkan data US Centers for Disease Control merangsang pengeluaran IgE oleh sel plasma, yang
and Prevention (CDC) Asthma Surveillance Survey kemudian akan menempel pada reseptor dinding sel

Pencetus

• Bronkokonstriksi
• Edema mukosa
• Sekresi mukus berlebihan

Obstruksi ·alan na as

+
Atelektasis Ventilasi tldak sera am HI rinflasl aru

Ventilation-perfusion missmatch Penurunan compliance paru

Peningkatan kerja napas

PaCO i
Paco,.!.
Keterangan:
Ventilation-perfusion mismatch. hipoventilasl alv11<>lar. dan penlngkatan kerja napas menyebabkan perubahan pada gas darah.
Awalnya. terjadl hlperventllasi untuk mengkompensasl hipoksla (PaCO, i ). Selanjutnya (pada onstruksl jalan napas berat) terjadi
kelelahan otot napas dan hlpoventllasl alveolar. Hal lnl beraklbat pada hlperkapnla dan terjadl asldosls resplratorlk (PaCO, '1' ).

Gambar 1. Patofisiologi Asma


mast. Pada pajanan berikutnya, alergen serupa akan Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa
menempel pada sel mast yang sudah tersensitisasi. Se! berat, atau batuk setelah terpajan polutan/ aler-
mast akan mengalami degranulasi dan mengeluarkan gen?
mediator kimia, seperti histamin, leukotrien, pla telet Apakah jika mengalami pilek. anak membutuhkan
activating factor, bradikinin, dan prostaglandin. >10 hari untuk sembuh?
Mediator kimia tersebut menyebabkan peningkatan Apakah gejala klinis membaik setelah pemberian
permeabilitas kapiler (edema), peningkatan sekresi pengobatan anti-asma?
mukus, dan kontraksi otot polos bronkial. Pencetus yang spesifik dapat berupa aktivitas,
emosi (misalnya menangis atau tertawa), debu,

~
Klasifikasi makanan/ minuman, pajanan terhadap hewan ber-
en Asma diklasifikasikan berdasarkan derajat penyakit- bulu, perubahan suhu lingkungan/ cuaca, aroma
....
"d nya (aspek kronis) dan derajat serangannya (aspek parfum/aerosol yang kuat, asap rokok atau asap
2.
0
akut). Berdasarkan derajat penyakitnya, asma dibagi
menjadi asma episodik jarang, asma episodik sering,
dari perapian.

....
IQ dan asma persisten (lihat Tabel l ). Berdasarkan 2. Pemeriksaan Fisis
"ti serangannya, terdapat tiga kelompok, yaitu serangan Umumnya tidak ada kelainan saat pasien tidak
Cl>
....0. asma ringan, serangan asma sedang, dan serangan mengalami serangan. Saat serangan dapat dijumpai
sesak napas, hiperinflasi dada, chest indrawing,
....~
asma berat.
ekspirasi memanjang dengan mengi yang dapat
Diagnosis didengar. Pada pemeriksaan fisis , dilakukan penilaian
164 1. Anamnesis derajat serangan asma (lihat Tabel 2) .
Beberapa ha! yang sangat berguna dalam pertim- Diagnosis asma pada bayi dan anak dibawah usia
bangan diagnosis asma me!iputi: 5 tahun hanya merupakan diagnosis klinis (penilaian
Apakah anak mengalami batuk dan/atau serangan hanya berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisis, serta
mengi berulang? respon terhadap pengobatan) . Hal terse but dikare-
Apakah anak sering terganggu oleh batuk dan/ nakan tes pemeriksaan fungsi paru atau pemeriksaan
atau mengi di malam hari? untuk mengetahui adanya hipersensitivitas saluran
Apakah anak mengalami mengi dan/atau batuk napas tidak mungkin dilakukan dalam praktik se-
setelah berolahraga? hari-hari pada kelompok usia ini.

Tabel 1. Pembagian Derajat Penyakit Asma pada Anak (Konsensus Nasional Asma Anak Indonesia. 2004)

No P<11aml'trr Khms Aslll<I Ep1sod1k Ja1d11g Asm.t fp1smhk SPri11g Asma PPrs1stl'n
K1•hutulw1 Ohat, dan (As111<1 Ring.rn) (As111<1 S('(lang) (As111<1 lll'r.11)
I ~ial Paru 7:i'~, Kasus 20'~, Kasus 5 1\, Kasus

1. Frekuensi serangan < l kali/ bulan > l kali/ bulan Sering

2. Lama serangan <I minggu ::I minggu Hampir sepanjang tahun,


tidak ada remisi

3. Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam

4. Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu


5. Pemeriksaan fisis di No rm al Mungkin terganggu Tidak pe rnah normal

luar serangan (tidak ada kelainan) (ada kelainan)


6. Obat pengendali Tidak perlu Non-steroid atau steroid Steroid inhalasi/oral
inhalasi dosis rendah
{anti-inflamasi)

7. Uj i fa al paru PEF/ FEV 1> 80% PEF/ FEY I 60-80% PEF/ FEV ,< 60%: variabilitas
20-30%
(di luar se rangan)

8. VariabUitas faal paru Variabilitas > 15% Varlabilitas > 30% Variabilitas > 50%

(bila ada serangan)


Kererangan: PEF. Peak Expiration Flow (Ekspirasi Arns Puncak): FEV 1, Force Expiration Volume-1 (Volume Ekspirasf Paksa deeik ke-1): variabi/itas harian adalah
perbedaan (peningkacanlpenurunan) nilai faal paru dalam I hari.
Tabel 2. Penilaian Derajat Serangan Asma (GINA. 2006)

Am .1111.in H1 ·1111
Pt11.111wt1•1 R111g.i11 S1·1l.111g B1•1.it
N.1fJ.1"
I. Sesak Berjalan; Berbicara; lstirahat;

Bayi: menangis keras Pada bayi: tangis Pada bayi: tidak mau
pendek dan lemah, minum atau makan
kesulitan menyusu/
makan
·i:::
2. Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang
~
......
lengan
't:S
Q)
3. Bicara Kali mat Penggal kalimat Kata-kata
ll.
4. Kesadaran Mungkin iritabel Biasanya iritabel Biasanya iritabel Kebingungan
......
b'I
5. Sianosis Tidakada Tidak ada Ada Nyata 0
0
6. Mengl Sedang, sering hanya Nyaring. sepanjang Sangat nyaring, Sulit/tidak terdengar ......
'"'
p,.
pada akhir ekspirasi ekspirasi dan inspirasi terdengar tanpa Ill
Q)
stetoskop
~
7. Penggunaan Otot Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradoks
Bantu Respiratorik torako- abdominal 165
8. Retraksi Dangkal. retraksi Sedang, ditambah Dalam, ditambah Dangkal/ hilang
lnterkostal retraksi suprasternal napas cuping hidung
9. Laju Na pas Takipnea Takipnea Takipnea Bradipnea
Pedoman nilai baku laju napas pada anak sadar:
Usla Frekuensl napas norma l
< 2 bulan < 60 x/menit,
2-12 bulan < 50 x/menit,
1-5 tahun < 40 x/menit,
6-8 tahun < 30x/menit
10. Laju Nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku laju nadi pada anak:
Usla Laju nadl normal
2-12 bulan < 160 x/menlt
1-2 tahun < 120 x/menit
3-8 tahun < 110 x/menit
11. Pulsus Paradoksus Tidak ada Ada Ada Tidak ada
(pemeriksaan tidak
praktis) < 10 mmHg 10-20 mmHg >20 mmHg (tanda kelelahan otot
napas)

12. PEFR a tau FEV 1 (%


nilai prediksl/%
nilai terbaik)
• Pre-bronko- >60% 40-60% <40%
dilatasi
• Pas- >80% 60-80% 60%. respon < 2j
ca-bronko-dilatasi
13. sao, > 95% 91-95% < 90%
14. Pao, Normal (blasanya >60mmHg <60mmHg
tidak perlu diperiksa)
15. Paco, < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
Keterangan: PEFR. peak expiratory flow rate: FEV,. Force Expiration Volume-! (Volume Ekspirasi Paksa detik ke-1).
3. Pemeriksaan Penunjang dapat terjadi pada banyak penyakit lainnya. Gambar
Pemeriksaan fungsi paru: peak flow meter, 1 menyajikan langkah sistematik menegakkan maupun
spirometer; mengeksklusi diagnosis asma pada anak. Beberapa
Analisis gas darah. Dapat terjadi asidosis respira- keluhan sesak yang menjadi diagnosis banding asma
torik dan metabolik bila serangan berat; dapat dilihat pada Bab Sesak pada Anak.
Darah lengkap dan serum elektrolit. Berguna un-
tuk menyingkirkan etiologi lain (misalnya infeksi) , Tata Laksana
serta menilai derajat beratnya asma; Secara umum. penatalaksanaan asma dibagi
Foto rontgen toraks, umumnya tampak hiperaera- menjadi obat pereda (reliever) dan pengendali
si, dapat dijumpai komplikasi berupa atelektasis, (controller). Agen reliever berguna untuk mengatasi
pneumotoraks, dan pneumomediastinum. eksaserbasi, sementara controller untuk mencegah
kekambuhan. Algoritme penatalaksanaan jangka
Diagnosis Banding panjang asma dan saat serangan asma akut dapat
Keluhan batuk, mengi, maupun sesak pada anak dilihat pada Gambar 1.

Batuk dan/atau Mengi

Riwa t Pen akit-Pemeriksaan Fisis-U i Tuberkulln

166 Patut diduga asma, bila: Tldakjelas asma, misalnya:


• episodik, • timbul pada masa neonatus,
• nokturnal, • gaga! tumbuh.
• musiman. • infeksi kronis,
• pasca-aktlvtcas fisik berat, • muntah/tersedak.
• riwayat atop! pada pasien/keluarga. • kelainan fokal paru, atau
• kelainan sistem kardiovaskular.

Jika tersedia. periksa dengan peak flow


meter atau splrometer untuk menilai: Pertlmbangkan pemeriksaan:
• reversibllltas ( > 15%), • foto Rontgen toraks dan sinus,
• varlabilttas ( > 15%). serta • ujl fungst paru,
• hiper-reaktlvltas ( >20%). • ujl respon terhadap bronkodilator,
• ujl keringat.

1
Berikan ronkodllator
• ujl lmunologik,
• pemeriksaan motllltas sllla,
• pemeriksaan refluks gastroesofagus (RGE).

Berhasll Tidak berhasil


Diagnosis ker : Asma
+
Mendukung
+
Tldak
Tentukan derajat dan pencetusnya diagnosis lain mendukung
Bila asma eplsodik sering/perslsten dia~sis lain

----~~
foto Rontgen
+
Pertlmbangkan asma
+
Bukanasma
sebagal penyaklt
Berikan obat anti asma
penyerta
Bila tidak berhasil: nilal ulang
diagnosis dan ketaatan berobat

Gambar 2. Alur Diagnosis Asma (Konsensus Nasional Asma Anak. 2004)


Asma e isodik jar.mg Obat rlu,teofilin (inhalasl atau oral)

> 3x dosis / minggu


t
..: 3x dosis / minggu
4-6 minggu:

Asma e isodlk serln Tambahkan obat • t


ndaJi•: steroid lnhalasi dosis rendah
t
H (+)


6-8 rninggu, berespon:

t
Pertimbangkan 8lternaili penambahan saJah satu obat:
fj-2 agonts kerja pan.Jang (LABA)
• teolllln lepas lambat
• antlleukotrlen, atau
• dosts steroid lnhalasl ditingkatkan (medium)

rslsten

(-)
t
(+)
6-8 minggu, berespon:

• t
Steroid dosis me<ilum illtaml:iilhkiin saiafi satu ollit
fj-2 agonts kerja panjang (LABA) 167
• teofilin lepas lambat
• antUeukotrlen, atau
• dosls steroid lnhalasl dltingkatkan (tlnggi}

• t
6-8 minggu. berespon: (- ) (+)

• Obat steroid oral


t
Gambar 3. Algoritma Tata Laksana Asma (Konsensus Nasional Asma pada Anak. 2004)
• Ketotifen dapat diberikan pada asma yang disertai rinitis alergi

Berikut adalah jenis obat pelega dan pengendali asma Tabel 3. Dosis Obat f3 Agonis Kerja Pendek
pada anak:
Salbutamol
1. Obat pelega (reliever):
Oral 0, 1-0.15 mg/KgBB/kali, setiap 6 jam
a. Golongan {3 agonis kerja pendek atau short-
!nhalasi 0, l-0.15 mg/KgBB (maksimum 5
acting {3 -agonist!SABA {lihat Tabel 3).
mg/kali). interval 20 men it
Pemberian SABA per oral: efek bronkodila-
Subkutan 0-20 µg/KgBB/kali
tasi dicapai setelah 30 menit, efek puncak
Terbutalin
dalam 2-4 jam, dan lama kerja hingga 5 jam.
Oral 0.05-0.1 mg/ KgBB/ kali. setiap 6 jam
Pemberian SABA secara inhalasi: awitan
Inhalasi 2.5 mg/ kali
kerja cepat (<I menit) , efek puncak dalam
Subkutan 5- 10 µg/ KgBB/ kali
I 0 menit, dan lama kerja hingga 4-6 jam.
Penggunaan metered-dose inhaler (MDn:
serangan asma ringan 2-4 puff (semprotan) b. Golongan Methyl-Xanthine (Teofilin kerja ce-
tiap 3-4 jam, serangan asma sedang: 6-10 pat): Aminofilin intravena.
puff setiap 1-2 jam, dan pada serangan Hanya diberikan pada serangan asma berat
asma sedang: 10 puff setiap 1-2 jam yang kurang/ tidak dengan pemberian kombi-
Pasien yang tidak berespon terhadap 2 kali nasi SABA, antikolinergik (seperti ipratropium
inhalasi (nebulizerl inhaler) dikategorikan bromida), serta steroid.
sebagai non-responder, pada inhalasi ke-3 Dosis inisial: jika belum mendapatkan ami-
dapat ditambahkan ipratropium bromida. nofilin 6-8 mg/KgBB. dilarutkan dalam 20
Efek samping SABA: tremor. sakit kepala, mL dekstrosa 5%/ garam fisiologis. diberi-
agitasi, palpitasi, takikardia. kan dalam 20-30 menit;
Jika sudah mendapatkan aminofilin sebe- memberikan hasil yang lebih baik daripada
lumnya (< 4 jam) , berikan setengah dosis. meningkatkan dosis steroid inhalasi menja-
Dosis rumatan: 0,5-1 mg/KgBB/jam. Ka- di dua kali lipat
dar aminofilin dalam darah dipertahankan Kombinasi steroid inhalasi dan LABA sudah
10-20 µg / mL. Dosis maksimal 16-20 mg/ tersedia dalam 1 paket:
KgBB/ hari (apabila tidak dapat mengukur o Salmeterol + fluticasone propionate a
konsentrasi plasma) . Seretide® (MDn:
Efek samping: mual, muntah, sakit kepala. o Formeterol + budesonide a Symbicort®
Pada konsentrasi tinggi dapat menimbulkan (DPn.
::ti
(!)
kejang, takikardi, aritmia.
(/) c. Golongan Antikolinergik: Ipratropium bromida b. Golongan anti inflamasi steroid
....
"CS
~
nebulisasi 0, 1 mL/KgBB setiap 4 jam . Budesonide
Awitan kerja 15 menit, efek puncak dalam
2. Bentuk: lnhalasi (MDI, Turbuhaler)
0 1-3 jam, dan lama kerja hingga 3-4 jam. Se-
....
IQ
cara umum tidak ada efek samping berarti.
• Asma episodik sering
- Usla < 12 tahun: 100-200 µg
'ti Efek samping yang dapat terjadi meliputi - Usia > 12 tahun: 200-400 µg
(!)
....
p.. kekeringan/ rasa tidak enak di mulut (mini- • Asma persiSten
~ mal) . Kombinasi SABA dan ipratropium bro- - Usia < 12 tahun: 200-400 µg
::I. mida memberikan efek yang lebih baik dari- - Usia > 12 tahun: 400-600 µg
pada penggunaan obat secara terpisah (sendi-
Fluticasone
168 ri-sendiri).
Bentuk: Inhalasi (MDI)
d. Golongan Kortikosteroid Sistemik. Diberikan
• Asma episodik sering
apabila terapi inisial SABA gaga! mencapai per-
- Us ia < 12 tahun: 50-100 µg
baikan klinis, atau serangan asma tetap terjadi
- Usia > 12 tahun: I 00-200 µg
walaupun sudah menggunakan kortikosteroid
• Asma persisten
inhalasi, atau serangan asma ringan dengan ri-
- Us ia < 12 tahun: I 00-200 µg
wayat serangan asma berat.
• Usia > 12 tahu n: 200-300 µg
Metilprednisolon memiliki kemampuan pene-
trasi jaringan paru lebih baik, efek antiinflamasi Prednlson
lebih besar, serta efek mineralokortikoid mini- Bentuk: Oral
mal sehingga menjadi pilihan utama. • Dosls 1-2 mg/KgBB/ hari; kemudian diturunkan
hingga dosis terkecil yang diberikan, selang
Tabet 4. Dosis Obat Kortikosteroid Sistemik sehari, pada pagi hari

Metilpredniso- Dosis I mg/KgBB, setlap


lon IV 4-6Jam.
c. Golongan anti-inflamasi nonsteroid (sodium
kromogilat. nedokromil) . Sudah tidak diguna-
Hidrokortison IV Dosis 4 mg/ KgBB. setiap
4-6jam.
kan Iagi karena kemampuan mengatasi inflama-
si dan mencegah remodeling yang kurang baik
Deksametason IV Bolus 0,5-1 mg/KgBB; dilan-
(lebih rendah daripada steroid dosis rend ah).
jutkan 1mg/KgBB/hari diberi-
kan setiap 6-8 jam.
d. Golongan antileukotrien
Prednison. pred- Dosis 1-2 mg/ KgBB/ hari. 2-3
nisolon. kali/ hari. selama 3·5 hari. Zafirlukast
triamsinolon Usia < 5 tahun : tidak digunakan:
oral
Usla 5-11 tahun: 2 x 10 mg/ hari PO antecunam;
Usia >12 tahun : 2 x 20 mg/ hari PO antecunam.
2. Obat Pengendali (Controller)
a. Golongan {3 agonis kerja panjang (LABA)
Zafirlukast dikontraindikasikan pada gangguan
Salmeterol Inhalasi Dosis untuk > 4 tahun: fungsi hati. Dapat menyebabkan peningkatan
50 µg/inhalasl. 2 kali enzim transaminase; pada bulan pertama
sehari penggunaannya diperlukan pemantauan fungsi
Formoterol Inhalasi Dosis untuk > 5 tahun: hati. Oleh karena efek sampingnya yang besar,
12 µg/inha lasi. 2 kali zafirlukast jarang digunakan.
sehari
e. Golongan teofilin lepas lambat. Kurang dian-
Kombinasi steroid inhalasi dengan LABA jurkan karena sulit mengontrol kadar teofilin
dalam serum. Tidak dapat dibuat puyer: peng- o Mulut kanister diletakkan diantara bibir, bi-
gunaannya terbatas pada anak yang lebih besar bir dirapatkan, lalu pasien melakukan inspi-
(sudah dapat menelan tablet/ kapsul). rasi secara perlahan hingga maksimal:
o Di tengah-tengah inspirasi, kanister ditekan
Cara Pemberian Obat untuk mengeluarkan obat:
Cara pemberian obat asma disesuaikan dengan o Pada saat inspirasi maksimal, pasien mena-
usia (kemampuan menggunakan alat inhalasi) dan han napas selama 10 detik:
keinginan anak Oihat Tabel 4). o Prosedur yang sama diulang kembali
setelah 30-60 detik (apabila diperlukan):
Tabel 4. Jenis Alat Inhalasi sesuai Usia o Setelah selesai, pasien berkumur untuk
'
lJ,rn .\ Jdl l11Jrnld'I menghilangkan sisa obat yang tertinggal di
mulut.
< 5 tahun • Nebulizer
• Metered Dose Inhaler (MDI) dengan alat 3. Metered Dose Inhaler (MDI)! Inhaler Dosis Terukur .....
peregang (spacer) (IDT) dengan spacer. Spacer dapat berupa tabung
tn
5-8 tahun •

Nebulizer
Metered Dose Inhaler (MDn dengan alat
(panjang 10-20 cm, volume 80 mL) atau kerucut
700-1000 mL. Bila tidak ada, dapat digunakan
~
.....
peregang (spacer) gelas plastik yang dilubangi dasarnya. Tujuannya ~
Cl)
• Dry Powder Inhaler (DPI) : Turbuhaler. ialah menambah jarak antara inhaler dengan mu- l:t:
Diskhaler lut (memperpanjangjarak tempuh aerosol sebelum
dihirup pasien). Kecepatan aerosol berkurang dan 169
> 8 tahun • Nebulizer
ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan
• Metered Dose Inhaler (MDI) dengan alat
tanpa penggunaan spacer (mengurangi pengenda-
peregang (spacer)
pan di mulut-orofaring). Obat MDI disemprotkan ke
• Dry Powder Inhaler (DPU: Turbuhaler.
dalam spacer. pasien menghirup dari spacer.
Dlskhaler
Kelebihan: meningkatkan deposisi obat di paru
• Metered Dose Inhaler (MDU tanpa
20% bila dibandingkan dengan MDI tanpa
(spacer)
spacer.
• Teknik penggunaan:
Berikut deskripsi singkat masing-masing alat inhalasi. o Kanister dikocok beberapa kali (dengan arah
I. Nebulizer. Mengubah obat bentuk larutan men- atas bawah) , kemudian dibuka tutupnya:
jadi aerosol yang dihirup pasien melalui sungkup o MDI dimasukkan ke dalam spacer dalam
(masker atau mouthpiece.) posisi tegak:
Kelebihan: tidak memerlukan koordinasi pa- o Obat MDI disemprotkan ke dalam spacer;
sien. o Obat dalam spacer dihirup melalui mouth-
Kekurangan: alat besar (kurang praktis), me- piece (pada anak besar) dan melalui masker
merlukan sumber tenaga listrik, relatif mahal. yang telah dipasang pada spacer (pada bayi
dan anak kecil) :
2. M etered Dose Inhaler (MDI) /Inhaler Dosis Terukur o Pasien dibiarkan bernapas melalui spacer
(IDT) tanpa spacer. Bahan aktif obat disuspensikan selama 20-30 detik sehingga semua obat
ke dalam cairan pendorong (propelan) , hidrofluoro- terhirup:
alkana (HFA) .Penekanan kanister (tabung) akan o Prosedur yang sama diulangi setelah 30-60
menyemprotkan aerosol dengan kecepatan tinggi detik (bila diperlukan) :
(30 mis) dalam bentuk droplet. Kecepatan tinggi o Setelah selesai, pasien berkumur untuk
dan ukuran besar menyebabkan sebagian besar menghilangkan sisa obat yang tertinggal di
aerosol mengendap dalam mulut-orofaring, hanya mulut.
sekitar 10% yang sampai ke paru.
Kelebihan: praktis dibawa. 4. Dry Powder Inhaler (DPI). Tidak mengandung pro-
Kekurangan: perlu koordinasi antara pelan.
penekanan kanister dan inspirasi, banyak obat • Kelebihan: kurang memerlukan koordinasi bila
yang mengendap di mulut-orofaring. dibandingkan dengan MDI, deposisi obat dalam
• Teknik penggunaan: paru lebih besar dan konstan bilan dibanding-
o Kanister dikocok agar obat tetap homogen, kan dengan MDI tanpa spacer.
kemudian tutupnya dibuka: Kekurangan: memerlukan inspirasi yang kuat
o Inhaler dipegang tegak, kemudian pasien (sulit diberikan pada anak yang kecil - kemam-
melakukan ekspirasi maksimal perlahan: puan inspirasi masih kurang).
Klinlk/Unlt Gawat Daruarat
Nilai derajat serangan

Tatalaksana Awai;
• Nebula" JJ ·agonis I·2 kali, selang 20 menll;
• Nebulas! kedua + antlkolinerglk;
• Jlka serangan sedang/berat. nebulas! langsung dengan JJ ·2 agonls • antikollnergik

+
Serangan ringan Serangan sedang
+
Serangan berat
(nebulas! I kall. respon balk) (nebulas! 2 kalL respon parslal) Oika telah nebulas! 3 kall, respon buruk)
• obseivasl 1-2 jam • berikan oksigen: • sejak awal berikan oksigen saat/di luar
• jlka efek bertahan, boieh pulang; • nilal kembali derajat serangan. jlka nebulas I:
• jlka gejala tlmbul lagl. perlakukan sesual dengan serangan sedang. • pasangjalur parenter•I:
sebagal serangan sedang. observas1 di ruang rawat seharl: • nilal ulang kecidaan klinis. jika sesuai
• ~rlkan steroid oral dengan scrangan berat. rawat di ruang
'ti
11> rawat inap
p.
..... B<>leh pulang
~
.....
>-c
• bekali dengan obat JJ -agonls lnhalasi
atau oral
Ruang raw<;tt sehari/observoitsi
• teruskan pemberlan okslgen. Ruang rawat inap ~ ---
• jlka sudah ada obat pengendall • lanjutkan steroid oral; • teru."ikan oksigen:
170 teru-,kan; • nebulas! tiap 2 jam; • atasl dehldrasl dan asidosls jlka ada:
• jlk• pencelusnya adalah infeksl virus, • bil'1 dalam 12 jam perbaikan kltnls stabil • steroid IV tiap 6-8 jam:
dapat diberikan steroid oral: boleh pulang: U!tapl jlka klin!s tetap • nebulasi tlap l-2jam.
• dalam 24-48 jam. komrol ke kllnlk rawat belum membalk atau memburuk. al!h ke • aminofilin IV awal GmgikgBB dalam 30
jalan. untuk evaluasl. ruang rawat inap _ _ _ _ _ __ menlt. la1tjutkan rumatan 0.5-
1mg/kgBB/Jam:
Cata tan: • jlka membalk dalam 4 6 knll nebulasi.
• jlka menurut penllaian. serangannya sedanglberat. nebullsasl pertama kali Interval menjadi 4-6 jam.
langsung dengan f1 -agonls+antlkoUnerglk • jika dalam 24 jam perbaikan kllnls stahll.
• bila terdapat ancaman ht'ntl napas, segera ke ruang rawat lnteri>if boleh pulang:
• jlka alat nebulisasl tldak tersedla. nebullsasl dapat diganu dengan adrenalin • jika dengan steroid dan aminoftlin
subkutan 0.0 I mllkgBB/kali. makslmal 0.3 ml/kalt parenteral tJdak membaik. bahkan ctmbttl
• untuk serangan sedang dan terutama berat. okslgen 2-4 L/menlt diberlkan sejak ancaman hentl napa.<. alih ke ruang
awat. tennasuk pada saat nebuUsasi rawat lntensif.

Gambar 4. Algoritma Penatalaksanaan Serangan Asma pada Anak

Teknik penggunaan: Prognosis


o Tutup turbuhaler dibuka; Mortalitas akibat asma lebih rendah pada anak-anak
o Turbuhaler dipegang dalam posisi tegak. dibandingkan dewasa (0.3 kematian/ 100.000 anak vs
bagian bawahnya diputar ke kanan (searah 1,9 kematian/ 100.000 dewasa).
jarum jam) hingga mentok, kemudian dipu·
tar balik ke kiri (berlawanan arah jarum Sumber Bacaan
jam) hingga terdengar bunyi "klik". Langkah 1. Center for Disease Control and Prevention (CDC). Asthma
ini dilakukan 2 kali (untuk pemakaian per· prevalence and control characteristics by race/ethnici·
tama), selanjutnya cukup I kali, ty - United States, 2002. MMWR Morb Mortal Wk ly Rep.
o Mouthpiece dimasukkan ke dalam mulut, 2004:53(7): j 45-8.
kemudian bibir dirapatkan; 2. Barry PW. Fouroux B. Pederson S. O'Callaghan C. Neb ulizers
o Lakukan ekspirasi maksimal, kemudian in- in childhood. Eur Respir Rev. 2000:10:527-35.
spirasi cepat dan dalam hingga maksimal; 3. Moorman JE. Rudd RA. Johnson CA. King M. Minor P. Bai-
o Napas ditahan selama 10 detik, kemudian ley C. dkk. National surveillance for asthma. United States.
hembuskan; 1980-2004. MMWR Surveill Summ. Oct 2007:56(8): 1-54.
o Setelah selesai, pasien berkumur untuk 4. Nataprawira HMO. Diagnosis asma pada anak. Dalam: Ra·
menghilangkan sisa obat yang tertinggal di hajoe NN. Supriyatno B. Setyanto DB. penyunting. Buku ajar
mulut. respirologi anak. Edisi I cetakan 2. Jakarta: Badan Penerbit
!DAI: 2010.
Komplikasi s. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS. Gandaputra
Pneumotoraks, pneumomediastinum, gaga! napas. EP. Harmo niati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia ODAO . Jakarta: Badan Pener·
bit !DAI: 2011.
6. Supriyatno B. Makmuri MS. Serangan asma akut. Dalam: Ra- Dalam: Rahajoe NN. Supriyatno B. Setyanto DB. penyunting.
hajoe NN. Supriyatno B. Setyanto DB. penyu nting. Buku ajar Buku ajar respirologi anak. Edisi I cetakan 2. Jakarta: Badan
respirologi anak. Edisi I cetakan 2. Jakarta: Badan Penerbit Penerbit !DAI; 20 10.
!DAI: 2010. 9. Sastroasmoro S. penyu nting. Panduan pelayanan medis de-
7. Supriyatno B. Kaswa ndani N. Tera pi inhalasi. Dalam: Raha- partemen kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
joe NN. Su priyatno B. Setyanto DB. penyunting. Buku ajar Mangunkusumo; 2007.
respirologi anak. Edisi I cetakan 2. Jakarta: Badan Penerbit 10. World Health Organization (WHO). Pelayanan kese hatan
!DAI; 2010. anak di rumah sakit. pedoman bagi rumah sakit rujukan
s. Rahajoe N. Tata laksana jangka panjang asma pada anak. tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO: 2009.

52
Kompc1cnsi I\'

-
Bronkiolitis
•• Chrysilla Calistania, Wahyuni Indawati

Definisi dan Epidemiologi dung-retraksi dinding dada merupakan usaha per-


Bronkiolitis merupakan penyakit obstruksi akibat napasan tambahan untuk mengatasi obstruksi.
inflamasi akut pada bronkioli yang terjadi pada anak Bila gejala memberat, dapat terjadi apnea ter- 171
berusia kurang dari 2 tahun. Insidens tertinggi terjadi utama pada bayi berusia< 6 minggu, bayi prema-
pada usia 3-6 bulan dan umumnya disebabkan oleh tur. atau dengan berat lahir rendah. Fine inspira-
infeksi virus. Penyakit ini merupakan penyebab rawat tory crackles pada seluruh lapang paru seringkali
inap tersering pada anak berusia 2-6 bulan. ditemukan (tetapi tidak selalu) . Ekspirasi meman-
jang-mengi disebabkan oleh adanya obstruksi salu-
Etiologi dan Faktor Risiko ran napas bawah sebagai respon inflamasi akut.
Sebagian besar kasus (95%) disebabkan oleh respi- 3. Pemeriksaan Penunjang
ratory syncytial virus (RSV). Penyebab lainnya meliputi Saturasi oksigen. dilakukan pada setiap anak
rinovirus, adenovirus, parainfluenza virus. enterovirus. yang datang ke rumah sakit dengan bronki-
dan virus infuenza. Faktor risiko terjadinya bronkiolitis olitis. Bayi dengan saturasi oksigen s 92%
berat terdiri dari usia muda, lahir prematur. kelainan memerlukan perawatan di ruang intensif. Bila
jantung bawaan, chronic Jung disease of prematurity. saturasi oksigen > 94%, dipertimbangkan untuk
orang tua perokok, berada di tempat penitipan. dan rawat jalan:
tingkat sosioekonomi rendah. Pemeriksaan darah tepi. Untuk menyingkirkan
etiologi lain, meski seringkali tidak khas;
Diagnosis Analisis gas darah. tidak bersifat rutin, namun
1. Anamnesis dilakukan pada distres pernapasan berat dan
Gejala awal berupa gejala infeksi virus. yaitu kemungkinan mengalami gaga! napas. Didapat-
pilek ringan, batuk, dan demam Qarang terjadi kan gambaran hiperkarbia karena adanya air
demam tinggi). Batuk disertai gejala nasal juga trapping.
merupakan gejala yang pertama kali muncul pada Foto Rontgen toraks. Dapat ditemukan gam-
bronkiolitis. Satu sampai dua hari setelah geja- baran hiperinflasi paru dan patchy infiltrate
la awal muncul. akan timbul batuk yang disertai (tidak spesifik, dapat ditemukan pula pada
sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan mengi. asma, pneumonia, serta aspirasi). peningkatan
sianosis, merintih (grunting). muntah setelah batuk, diameter anteroposterior pada foto lateral, air
rewel. dan penurunan nafsu makan. Batuk kering trapping. diafragma datar, atelektasis. Peme-
dan mengi khas untuk bronkiolitis. riksaan foto toraks juga dipertimbangkan pada
2. Pemeriksaan Fisis bayi dengan diagnosis meragukan atau penya-
Dapat ditemukan demam ringan yang disertai kit atipikal. Pada bronkiolitis tipikal, sebaiknya
takipnea. napas cuping hidung. retraksi dinding foto toraks tidak dilakukan:
dada (subkosta. interkosta, atau supraklavikula). Pemeriksaan rapid test antigen RSV.
hiperinflasi dinding dada (membedakan bronkiol-
itis dengan pneumonia), expiratory e ffort (ekspirasi Tata Laksana
memanjang, mengi), mengi yang tidak berespon Bronkiolitis umumnya tidak memerlukan pengo-
baik terhadap bronkodilator. Napas cuping hi- batan. Pasien dengan klinis ringan dapat menjalani
rawat jalan, sedangkan klinis berat harus rawat inap. berhubungan dengan terjadinya asma pada usia 3
Terapi suportif (pemberian oksigen, nasal suction) tahun.
dapat dilakukan. Oksigen paling baik diberikan via
nasal prongs (kanul hidung). 1-2 L/menit (0,5 L/menit Prognosis
pada bayi muda) . Pemberian oksigen ini akan mem- Sebagian besar kasus bronkiolitis akan sembuh
berikan kadar oksigen inspirasi 30-35%. Fisioterapi sendiri dalam 7- 10 hari. Rawat inap dibutuhkan pada
dada dengan vibrasi dan perkusi tidak direkomen- 2% dari keseluruhan kasus, sebagian besar pada anak
dasikan untuk pasien bronkiolitis yang tidak dirawat berusia <6 bulan. Morbiditas dan mortalitas akibat RSV
di ruang intensif. Berdasarkan hasil penelitian, pembe- umumnya terjadi pada anak berusia <2 tahun (hanya
::ti rian antiviral. antibiotik, inhalasi (3 -2 agonis, inhalasi 1-3%).
Cl)
en antikolinergik (ipatropium) , dan inhalasi kortikosteroid
.....
"d juga tidak bermanfaat. Sumber Bacaan
2.0 Indikasi Rawat Inap
I. Holman RC. Shay DK, Cums AT, Lingappa JR. Anderson W.
Risk factors for bronchiolitis-associated deaths amo ng in-
.....
IQ
Belum terdapat kriteria objektif sebagai indikasi fants in United States. Pediatr Infect Dis J. 2003:22(6):483-
"C rawat inap. Namun, adanya faktor risiko terjadinya 90.
Cl)
.....
0.. perburukan (bronkiolitis berat) dapat dijadikan 2. Lind I, Calabretta N. What are hospital admission criteria for

~ pertimbangan. Faktor tersebut meliputi usia muda (< infants with bronchiolitis? JFP. 2008:55:67-9.
.....
~
3 bulan), masa gestasi < 34 minggu, BBLR, kelainan 3. Papoff P. Moretti C. Cangiano G. Incidence and predisposing
jantung bawaan. chronic Jung disease of prematurity. factors for severe disease in previously healthy term infants
172 pajanan asap rokok (orang tua merokok), serta ex periencing their first episode of bronchiolitis. Acta Paedi-
sosioekonomi rendah. atr. 2011: I 00(7):e 17 -23.
4. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS. Gandaputra
Indikasi Rawat di Ruang Intensif EP. Hannoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
Gaga! mempertahankan saturasi oksigen >92% de- lkatan Dokter Anak Indonesia ODAO. Jakarta: Sadan Pener-
ngan terapi oksigen; bit !DAI: 20 I I.
Perburukan status pernapasan, ditandai dengan pe- 5. Sastroasmoro S. penyunting. Panduan pelayanan medis de-
ningkatan dis tr es napas dan/ a tau kelelahan; partemen kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
Apnea berulang. Mangunkusumo: 2007.
6. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
Komplikasi anak di rumah sakit. pedoman bagi rumah sakit rujukan
Acute respiratory distress syndrome (ARDS), tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO: 2009.
pneumotoraks, penyakit paru kronis. Beberapa studi 7. Zain MS. Bronkiolitis. Dalam: Rahajoe NN. Supriyatno B.
menunjukkan bahwa bronkiolitis akut berat pada bayi Setyanto DB. penyu nting. Buku ajar respirologi anak. Edisi I
cetakan 2. Jakarta: Sadan Penerbit !DAI: 20 I 0.

'

53
Kompelenst rv

II lnfeksi Saluran Napas Akut
•• Chrysilla Calistania, Wahyuni Indawati

Definisi Epidemiologi
Infeksi saluran pernapasan akut (!SPA) sering dise- IRA meliputi 50% dari keseluruhan penyakit pada
but juga dengan infeksi respiratori akut (IRA). Jnfeksi anak berusia di bawah 5 tahun dan 30% pada anak
respirator! akut terdiri dari infeksi respiratori atas akut berusia 5-1 2 tahun. Sebagian besar IRA terbatas pada
(IRAA) dan infeksi respiratori bawah akut (IRBA). Dise- saluran pernapasan atas saja (IRAA), hanya sekitar 5%
but akut, jika infeksi berlangsung hingga 14 hari. kasus yang melibatkan saluran pernapasan bawah.
IRAA merupakan infeksi primer respiratori di atas IRAA lebih sering dialami oleh anak-anak dari
laring yang meliputi rinitis, faringitis, tonsilitis, rinosi- pada orang dewasa (6-8 kali vs 2-4 kali per tahun).
nusitis, termasuk otitis media. Sementara itu, IRBA lnsidensnya meningkat seiring pertambahan usia,
terdiri dari epiglotitis, laringotrakeobronkitis (croup) , mencapai puncak pada usia 4-7 tahun. IRAA yang dise-
bronk.itis, bronkiolitis, dan pneumonia. babkan oleh bakteri (faringitis Streptococcus) memiliki
insidens tertinggi pada usia 5-18 tahun dan jarang di- ditemukan edema-eritema mukosa hidung di-
alami pada usia di bawah 3 tahun. sertai dengan rinorea, nyeri tekan di lokasi si-
nus, postnasal-drip di dinding belakang faring,
Etiologi dan deviasi septum nasi/polip sebagai faktor
Lebih dari 90% IRAA disebabkan oleh virus. Virus predisposisi.
tersebut meliputi rinovirus, influenza virus, parainflu-
enza virus, adenovirus, coxsackievirus, RSV, corona 2. Pemeriksaan Penunjang
virus. Sedangkan bakteri tersering penyebab IRAA ada- Faringitis: kultur swab tenggorok pada faringi-
lah Streptococcus {3 -haemolyticus. tis bakterial, bertujuan untuk mendeteksi ada-
nya bakteri Streptooccus f3 -haemolyticus grup
Faktor Risiko A.
Gizi kurang/buruk Rinosinusitis:
Tidak mengkonsumsi AS! Roentgen: menunjukkan adanya
Berat badan lahir rendah perselubungan homogen, penebalan
Imunisasi tidak lengkap mukosa sedikitnya 4 mm, atau adanya air
Pendidikan orang tua rendah fluid level.
Tingkat sosioekonomi rendah Waters (occipitomental), untuk melihat
sinus frontalis dan maksilaris;
Diagnosis Caldwell (posteroanterior), untuk
1. Manifestasi Klinis melihat sinus frontalis dan etmoidalis;
Rinitis, disebut juga common cold, coryza, Lateral, untuk melihat sinus spenoidalis 173
cold, atau selesma. Ditandai dengan pilek, hi- dan adenoid.
dung gatal, bersin, hidung tersumbat, iritasi CT-scan sinus paranasal: dapat memberikan
tenggorokan, dapat disertai demam. Selain itu, gambaran yang lebih akurat daripada
dapat ditemukan gejala umum infeksi virus, Roentgen, namun bukan pemeriksaan yang
seperti mialgia, malaise, iritabel. Pemeriksaaan hams rutin dilakukan.
fisis tidak menunjukkan tanda yang khas, dapat Pemeriksaan mikrobiologi dengan bahan
ditemukan edema dan eritema mukosa hidung sekret hidung (yang umumnya dilakukan,
serta limfadenopati servikalis anterior. namun akan ditemukan pula kuman
Faringi tis-Tonsilitis-Tonsilofaringitis bakte- yang merupakan flora normal hidung di
rial (Streptococcus sp.) ditandai dengan nyeri samping kuman patogen). Baku emasnya
tenggorokan dengan awitan mendadak, disfa- adalah spesimen yang didapat dari pungsi
gia, demam tinggi (dapat mencapai 40 °C) , atau aspirasi sinus maksilaris (tidak rutin
nyeri kepala, dan keluhan gastrointestinal, se- dilakukan pada anak karena memerlukan
perti nyeri peruUmuntah. Pada pemeriksaan fi- anestesi umum). Diagnosis ditegakkan
sis ditemukan faring hiperemis, tonsil bengkak apabila ditemukan bakteri >10' U/mL.
dengan eksudasi, kelenjar getah bening leher Pemeriksaan transluminasi untuk
anterior bengkak dan nyeri, uvula bengkak dan mengetahui adanya cairan di sinus yang
hiperemis, petekie palatum mole, dan ruam sakit (akan terlihat lebih suram daripada
skarlatina (ruam kemerahan seperti sunburn, yang sehat).
dapat rasa gatal; muncul pada wajah dan leher,
menyebar ke dada dan punggung, kemudian ke Tata Laksana
seluruh tubuh). Sebagian rinitis disebabkan oleh virus sehingga
Faringitis viral. Ditandai dengan rinorea, suara terapi antobiotik tidak diberikan. Pemberian antibiotik
serak, batuk, konjungtivitis, diare, awitan yang tidak bermanfaat dan juga tidak terbukti dapat mence-
bertahap, melibatkan beberapa mukosa. dan gah infeksi sekunder.
adanya kontak dengan pasien rinitis. 1 . Terapi nonmedikamentosa, seperti elevasi kepala,
Faringitis difteri. Ditandai dengan membrana minum, dan istirahat yang cukup bermanfaat da-
simetris (dapat meluas dari batas anterior ton- lam tata laksana rinitis.
sil hingga ke palatum mole dan/atau ke uvula), 2 . Terapi medikamentosa:
mudah berdarah, berwarna kelabu pada faring. a. Pengobatan simtomatis: dekongestan, antihista-
Rinosinusitis. Ditandai dengan rinorea, hidung min, atau analgetik.
tersumbat, bersin-bersin/gatal, batuk, nyeri b. Pada faringitis umumnya hanya diberikan tera-
tekan wajah/pipi, nyeri kepala, ingus purulen, pi simtomatis.
postnasal-drip, napas bau, hiposmia/anosmia, Apabila curiga faringitis Streptococcal. be-
dan demam. Pada pemeriksaan fisis dapat rikan antibiotik selama I 0 hari: penisilin
15-30 mg/ KgBB/ hari (3 kali sehari); ampisi- komplikasi akibat penyebaran langsung (otitis media,
lin 50-100 mg/ KgBB/ hari (4 kali sehari); rinosinusitis, mastoiditis, adenitis servikal, abses retro-
amoksisilin 25-50 mg/ KgBB/ hari (3 kali faringeal/parafaringeal, pneumonia) atau penyebaran
sehari); eritromisin 30-50 mg/ KgBB/ hari (4 hematogen (meningitis, osteomielitis, artritis septik,
kali sehari). demam rematik, glomerulonefritis). Prognosis IRAA
Pemberian antibiotik golongan sefalosporin umunya baik.
generasi I dan II juga dapat memberikan
efek yang sama, namun tidak diberikan Sumber Bacaan
karena risiko resistensinya lebih besar. l. Dau lay RM, Dalimunthe W, Kaswandani N. Rinosinusitis.
c. Pada rinosinusitis dapat diberikan amoksisilin Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B. Setyanto DB, penyunting.
4 5 mg/ KgBB/ hari (2 kali sehari). Buku ajar respi rologi anak. Edisi I cetakan 2. Jakarta: Badan
Pada anak yang alergi amoksisilin dapat di- Penerbit !DAI: 20 I 0.
berikan sefodoksim 10 mg/ KgBB/ hari dosis 2. Haddad GG, Fontan JJP. The respiratory system. Dalam:
tunggal atau sefuroksim 30 mg/ KgBB/ hari Kliegman RM, Stanton BM, Geme J, Schor N. Behrman RE,
(2 kali sehari). penyunting. Ne lson's textbook of pediatrics. Edisi ke-19.
Pada anak dengan reaksi alergi berat dapat Philadelphia: Elsevier Saunders: 2011.
diberikan k.laritromisin 15 mg/ KgBB/ hari (2 3. Naning R Triasih R, Setyati A. Rinitis. Dalam: Rahajoe NN.
kali sehari) atau azitromisin 10 mg/ KgBB/ Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respi-
hari pada hari pertama dan dilanjutkan 5 rologi anak. Edisi I cetaka n 2. Jakarta: Badan Penerbit IDA!;
mg/ KgBB/ hari dosis tunggal selama 3-4 2010.
174 hari. 4. Naning R Triasih R, Setyati A. Faringitis, tonsilitis, tonsilo-
Jika kuman resisten penisilin, dapat dibe- faringitis akut. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B. Setyanto
rikan klindamisin 30-40 mg/ KgBB/ hari (3 DB, penyunting. Buku aja r respirologi anak. Edisi I cetakan
kali sehari). 2. Jakarta: Badan Penerbit !DAI: 2010.
Pada anak yang tidak kunjung sembuh 5. Sastroasmoro S, penyu nting. Panduan pelayanan medis
dengan pemberian amoksisilin, diberikan departemen ilmu kesehatan anak. Jakarta; RSVP Nasional
amoksisilin-klavunalat dosis tinggi (80-90 Dr. Ciptomangu nkusumo; 2007.
mg/ KgBB/ hari komponen amoksisilin dan 6. Wantania JM, Naning R, Wahani A. Epidemiologi infeksi
6,4 mg/ KgBB/ hari komponan klavunalat, respirato rik. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B. Setyanto DB,
dibagi dalam 2 dosis). penyunting. Buku aja r respirologi anak. Edisi I cetakan 2.
Jakarta: Badan Penerbit !DAI: 2010.
Komplikasi dan Prognosis 7. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
Secara umum, IRAA jarang menimbulkan kom- anak di rumah sakit. pedoman bagi rumah sakit rujukan
plikasi. Faringitis Streptococcus dapat menimbulkan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO: 2009.

54
K11mpeknsi IV
• Pneumonia
11
•• Chrysilla Calistania, Wahyuni Indawati

Definisi
Pneumonia merupakan infeksi akut parenkim paru Etiologi dan Faktor Risiko
yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial. Penyebab tersering pneumonia bakterial adalah 5.
pneumoniae. Virus lebih sering ditemukan pada anak
Epidemiologi <5 tahun dan respiratory syncytial virus (RSV) meru-
Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan pakan penyebab tersering pada anak <3 tahun. Virus
utama dan menyebabkan lebih dari 5 ju ta kematian per lain penyebab pneumonia meliputi adenovirus, parain-
tahun pada anak balita di negara berkembang. Penya- fluenza virus, dan influenza virus. Mycoplasma pneu-
kit inijuga merupakan penyebab utama morbiditas dan monia dan Chlamydia pneumonia lebih sering ditemu-
mortalitas anak berusia <5 tahun. Insidens pneumonia kan pada anak >I 0 tahun. Sementara itu, bakteri yang
pada anak berusia <5 tahun adalah I 0-20 kasus/ I 00 paling banyak ditemukan pada apus tenggorok pasien
anak/tahun di negara berkembang dan 2-4 kasus/ usia 2-59 bulan adalah Streptococcus pneumonia,
anak/tahun di negara maju. Staphylococcus aureus, dan Hemophilus influenzae.
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan angka merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat
kejadian dan derajat pneumonia adalah defek anatomi pada pneumonia virus;
bawaan. imunodefisiensi. polusi, GERD, aspirasi, gizi infiltrat alveolar berupa konsolidasi seg-
buruk. berat badan lahir rendah, tidak mendapat AS!. men/ lobar. bronkopneumonia, dan air bron-
imunisasi tidak lengkap, terdapat anggota keluarga c;J;;,ogram sangat mungkin disebabkan oleh
serumah yang menderita batuk, dan kamar tidur yang bakteri;
terlalu padat. c. Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram
sputum dengan kualitas yang baik direkomen-
Diagnosis dasikan dalam tata laksana anak dengan pneu-
1. Anamnesis monia berat;
Bergantung pada berat ringannya infeksi. Secara d. Pemeriksaan antigen virus dengan atau tanpa
umum dapat ditemukan: kultur Oika fasilitas tersedia) dilakukan pada
Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala. geli- anak usia < 18 bulan;
sah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan e. Analisis cairan pleura, bila terdapat efusi pleu-
gastrointestinal (mual, muntah, diare); ra: pemeriksaan mikroskopis, kultur, deteksi
Gangguan respiratori: batuk, sesak napas, re- antigen Oika tersedia);
traksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air f. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP) , laju
hunger, merintih, sianosis. endap darah (LED). dan protein fase akut lain-
2. Pemeriksaan Fisis nya tidak direkomendasikan sebagai pemerik-
Dapat ditemukan pekak perkusi, suara napas yang saan rutin.
melemah, dan terdengar ronki. Pada neonatus dan 175
bayi kecil. gejala pneumonia tidak selalu jelas ter- Klasifikasi WHO menggunakan kriteria klinis berikut
lihat. Umumnya tidak ditemukan kelainan pada untulc diagnosis pneumonia pada daerah dengan ke-
perkusi dan auskultasi paru. Pernapasan tak tera- terbatasan sarana:
tur dan hipopnea dapat ditemukan pada bayi muda. a. Bayi berusia < 2 bulan
3. Pemeriksaan Penunjang Pneumonia berat: napas cepat (?_ 60 kali/menit)
a. Darah perifer lengkap atau retraksi yang berat;
Pneumonia viral!Mycoplasma: leukosit nor- Pneumonia sangat berat: tidak mau menetek/
mal atau sedikit meningkat; minum, kejang. letargis, demam/hipotermia,
Pneumonia bakterial: leukositosis, berkisar bradipnea, atau pernapasan ireguler.
antara l 5.000-40.000/ mm 3 , predomi- b. Anak berusia 2 bulan-5 tahun
nan PMN. Pada infeksi Chlamydia kadang • Pneumonia ringan: napas cepat (?_50x/menit
ditemukan eosinofilia. pada usia 2 bulan hingga 1 tahun, 2'.40x/menit
b. Foto toraks pada usia> 1-5 tahun);
Tidak direkomendasikan untuk dilakukan • Pneumonia berat: retraksi;
secara rutin pada anak dengan infeksi saluran • Pneumonia sangat berat: tidak dapat makan/
pernapasan bawah akut ringan. Pemeriksaan minum, kejang. letargis, malanutrisi.
dilakukan pada penderita pneumonia yang
dirawat inap atau bila tanda klinis yang mem- Tata Laksana
bingungkan. Fata toraks ulang hanya dilakukan 1. Pneumonia ringan
bila didapatkan atelektasis, kecurigaan terjadi • Rawat jalan,
kompikasi pneumonia berat, gejala yang mene- • Kotrimoksasol (4 mg TMP/KgBB/kali- 20 mg
tap atau memburuk, atau tidak respon terhadap sulfametoksazol/ KgBB/kali). 2 kali sehari sela-
antibiotik. ma 3 hari. atau amoksisilin 25 mg/KgBB/kali, 2
Secara umum, gambaran foto toraks pada kali sehari selama 3 hari.
pneumonia dapat berupa: 2. Pneumonia berat
Infiltrat interstisial: peningkatan corakan Oksigen untuk mempertahankan saturasi
bronkovaskular, hiperaerasi; >92%, dipantau setiap 4 jam. Pada anak yang
infiltrat alveolar (konsolidasi paru dengan stabil dapat dilakukan uji coba tanpa menggu-
air bronchogram), disebut sebagai pneumo- nakan oksigen setiap hari. Bila saturasi tetap
nia lobaris bila mengenai 1 lobus paru; stabil, pemberian oksigen dapat dihentikan;
bronkopneumonia: bercak-bercak infil- Bila asupan per oral kurang. dapat diberikan
trat difus merata pada kedua paru (dapat cairan intravena dan dilakukan balans cairan
meluas hingga daerah perifer paru) disertai ketat agar tidak terjadi hidrasi berlebihan (pada
dengan peningkatan corakan peribronkial; pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi
penebalan peribronkial, infiltrat interstisial hormon antidiuretik;
Pada distres pernapasan berat, pemberian Untuk anak:
makanan per oral harus dihindari, dapat digan- - Saturasi oksigen< 92%;
ti dengan NGT/intravena dengan perhitungan - Frekuensi napas > 50 kali/ menit;
balans cairan yang ketat; - Distres pernapasan;
Bila suhu ?.39° C dapat diberikan parasetamol; - Grunting;
Nebulisasi agonis (3 -2 dan/atau NaCl 0,9% - Terdapat tanda dehidrasi;
dapat diberikan untuk memperbaiki mucocilli- - Keluarga tidak dapat merawat di rumah.
ary clearance, namun bukan merupakan terapi
yang rutin dilakukan;
Pemberian antibiotik: Kriteria Pulang
Amoksisilin 50-100 mg/ KgBB IV atau IM Gejala dan tanda sudah menghilang,
setiap 8 jam, dipantau ketat dalam 72 jam Asupan oral adekuat,
pertama. Bila respon baik, terapi diteruskan Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah
hingga 5 hari, kemudian dilanjutkan (per oral},
dengan amoksisilin oral 15 mg/ KgBB/ kali, Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian te-
3 hari sekali, selama 5 hari berikutnya. Bila rapi serta rencana kontrol.
keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan
atau terdapat keadaan yang berat (tidak lanjutan di rumah.
dapat menyusu, makan, atau min um; kejang,
letargis, sianosis, distres pernapasan be rat) , Komplikasi
176 tambahkan kloramfenikol 25 mg/ KgBB/ kali Pneumonia Staphylococcus
IM atau IV setiap 8 jam. - Perburukan klinis yang cepat walapun sudah
Antibiotik lini kedua: seftriakson 80-100 diterapi;
mg/KgBB IM atau IV satu kali sehari. - Foto toraks: pneumatokel/pneumotoraks de-
Bila dicurigai pneumonia Staphylococcus (ter- ngan efusi pleura;
dapat perburukan klinis walaupun sudah dite- - Apusan sputum : kokus Gram positif;
rapi yang ditandai dengan adanya pneumatokel, - Infeksi kulit yang disertai pus/ pustul men-
pneumotoraks dengan efusi pleura, ditemukan dukung diagnosis.
bakteri kokus Gram positif pada tes sputum, Empiema torasis: merupakan komplikasi tersering
didukung oleh infeksi kulit yang disertai pus): pada pneumonia bakteri
o Kloksasilin 50 mg/ KgBB IM atau IV seti- Perikarditis purulenta
ap 6 jam dan gentamisin 7,5 mg/ KgBB IM Infeksi ekstrapulmoner, misalnya meningitis puru-
atau IV sekali sehari. Bila respon membaik, lenta
lanjutkan dengan kloksasilin oral 50 mg/ Miokarditis (pada anak berusia 2-24 bulan)
KgBB/ hari, 4 kali sehari selama 3 minggu.
Keterangan: Prognosis
Pada anak usia <5 tahun, amoksisilin merupakan Data Survei Kesehatan Nasional (SKN, 200 1) menun-
antibiotik oral lini pertama (efektif melawan seba- jukkan bahwa 27,6% kematian bayi dan 22,8% kema-
gian besar patogen yang menyebabkan pneumo- tian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respi-
nia pada anak, ditoleransi dengan baik. murah}. ratori, terutama pneumonia.
Alternatifnya meliputi ko-amoksiklav, eritromisin,
klaritromisin, atau azitromisin. Sumber Bacaan
Pada anak usia ?.5 tahun, pneumonia sering dise- I. World Health Organization (WHO) . Pelayanan kesehata n
babkan M. pneumoniae. antibiotik lini pertama ada- anak di rumah sakit. pedoman bagi rumah sakit rujukan
lah makrolid. tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO: 2009.
Kriteria Rawat !nap 2. Pudjiadi AH. Hegar B. Hardyastuti S, Idris NS. Gandaputra
Untuk bayi: EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoman pelayanan medis
- Saturasi oksigen ~ 92%, sianosis; Ikatan Dokter Anak Indonesia ODA!). Jakarta: Badan Pener-
Frekuensi napas > 60 kali per menit; bit IDA!: 2011.
Distres pernapasan, apnea intermiten, atau 3. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN. Supriyatno B.
grunting: Setyanto DB. penyunting. Buku ajar resp irologi anak. Edisi I
- Tidak mau minum atau menetek; cetakan 2. Jakarta: Badan Penerbit !DAI: 20 I 0.
Keluarga tidak bisa merawat di rumah. 4. Ilten F. Senocak F. Zorlu P. Tezic T. Cardiovascular change in
children with pneumonia. Turk J Pediatr. 2003:45:306- 10.
Sesak Napas
Chrysilla Calistania, Wahyuni Indawati

Definisi
Secara umum, sesak napas berarti napas yang su- Patofisiologi
lit. Keluhan tersebut merupakan gabungan gejala sub- Gangguan Ventilasi
jektif yang dirasakan pasien dan gejala objektif yang Volume udara yang mengalir dalam saluran per-
dilihat melalui pemeriksaan fisis. napasan (ventilasi) terdiri dari dua komponen, yaitu
Sesak napas didefinisikan keadaan yang terjadi aliran udara (flow) dan volume udara yang masuk ke
akibat mekanisme pernapasan tidak dapat memenuhi saluran pernapasan (tujuan akhirnya alveoli). Ganggu-
kebutuhan proses metabolisme dalam tubuh. Hal itu an pada salah satu atau kedua komponen akan menye-
menurtjukkan adanya ketidakseimbangan antara ke- babkan gangguan ventilasi dan sebagai hasil akhirnya
butuhan dan pemenuhan ventilasi. Sesak napas akan akan mempengaruhi rasio ventilasi/perfusi. Apabila
muncul apabila terjadi peningkatan kebutuhan, seperti ha! tersebut terjadi, tubuh akan mengompensasi de-
pada peningkatan metabolisme, atau adanya gangguan ngan meningkatkan ventilasi, dalam hal ini berupa 177
pemenuhan kebutuhan akibat gangguan ventilasi pada usaha napas ekstra, yang terlihat sebagai sesak napas.
sistem pernapasan/gangguan sirkulasi pada sistem 1. Kelompok 1: gangguan aliran terjadi saat inspirasi;
kardiovaskular atau keduanya. manifestasi klinis berupa stridor inspirasi; kelainan
dapat berupa polip nasal yang besar, rinitis dengan
Etiologi obstruksi nasal yang berat, hipertrofi tonsil-ade-
Lihat Tabel 1. noid (misalnya pada OSAS). laringotrakeomalasia,
epiglotitis, croup, massa di leher yang menekan
Klasifikasi trakea dari luar;
1. Berdasarkan derajat sesak napas: 2. Kelompok 2: manifestasi klinis berupa sesak napas
Normal, dengan tanda expiratory effort (seperti mengi atau
Pasien dapat berjalan beriringan dengan orang ekspirasi memanjang); penyakit yang mendasari
sehat di tempat datar tanpa sesak, tetapi tidak dapat berupa bronkiolitis, asma, aspirasi benda
dapat jalan mendaki/naik tangga tanpa rasa asing padat, massa intratorakal yang menekan
sesak, bronkus seperti hipertrofi timus;
Pasien tidak dapat berjalan beriringan dengan 3. Kelompok 3: yang termasuk dalam kelompok ini
orang sehat di tempat datar tanpa rasa sesak, adalah pneumonia, atelektasis, edema paru, sepsis,
tetapi dapat berjalan di tempat datar tanpa rasa near drowning
sesak dengan kecepatan jalannya sendiri, 4. Kelompok 4: terjadi karena proses desak ruang
Pasien tidak dapat berjalan lebih dari 90 meter yang megakibatkan terganggunya pengembangan
(JOO yard), paru intratorakal; yang termasuk dalam kelompok
Pasien tidak dapat berjalan tanpa rasa sesak, ini meliputi pneumotoraks, pneumomediastinum,
sesak timbul saat melakukan aktivitas ringan efusi pleura, hernia diafragmatika, deformitas
seperti mandi/berpakaian; toraks seperti pectus excavatum atau skoliosis be-
2. Berdasarkan etiologi (lihat bagian Etiologi) rat;
3. Waktu munculnya sesak: 5. Kelompok 5: manifestasi klinis berupa muscular
Saat istirahat. misalnya pneumotoraks, efusi constraint; terjadi karena gangguan pengembangan
pleura, pneumonia, asma, asidosis metabolik toraks akibat kelainan di luar toraks, umumnya
Terpicu aktivitas, misalnya gaga! jantung; disebabkan oleh organ dalam abdomen, misalnya
4. Awitan dan progresivitasnya: gastritis, ulkus peptikum, peritonitis, asites, hepa-
Mendadak: pneumotoraks, emboli paru. asma, tosplenomegali, tumor padat abdomen; dapat pula
aspirasi benda asing, bronkiolitis berupa gangguan neuromuskular seperti sindrom
Subakut, progresif dalam hitungan minggu/ bu- Guillian Barre, miastenia gravis atau spinal muscu-
lan: gaga! jantung, anemia, efusi pleura lar atrophy;
Kronis: bronkitis kronis, emfisema. 6. Kelompok 6: terjadi karena adanya rangsangan
yang memberi sinyal ke pusat pernapasan untuk
Tabel l. Kerusakan Lokasi Anatomis yang Menyebabkan Keluhan Sesak Napas pada Anak
Par u Pompa PPrn~IJM S dll

Obstruksijalan napas sentral Rongga toraks


Atresia koana Kifosko\iosis
Hipertrofi tonsil-adenoid Hernia diafragmatika
La ringomalasia Flail chest
Abses perintonsil/ retrofaring Penonjolan diafragma (eventerasio)
Epig lotitis Sindrom Prune Belly
Paralisis plika vokalis Dermatomiositis
Laringotrakealis Distensi abdomen
Stenosis subglotis
Massa mediastinum Batang otak
Asp irasi benda asing Malaformasi Arno ld Chiari
Apnea tidur obstrukt if Sindrom hipoventilasi pusat
Depresi sumsum saraf pusat
Obstruksi jalan napas perifer Trauma
Asma Ti nggi tekanan intrakranial
Bronkioli tis lnfeksi sistem saraf pusat
Aspirasi benda asing
Pneumonia aspirasi Medula spinalis
178
Fibrosis stenosis Trauma
Defisiensi a - 1-a ntitripsin Mielitis transversa
Atrofi muskul ar spina lis
Penyakic alveolar-interstisial Poliomielitis
Pneumonia lobaris Tumor/ abses
Penyakit membran hialin
Pneumonia interstisial Neuromuskular
Hemosiderosis Cedera nervus frenikus
Trauma kelahiran
Keracunan botulinum pada bayi
Sindrom Gui llain-Barre
Oistrofi muskular
M iastenia gravis
Keracunan organofosfat

hiperventilasi; manifestasi klinis berupa pernapas- pencetus, ada/tidaknya sianosis sentral, gejala lain
an Kussmaul; terjadi asidosis metabolik, anemia, (demam, pilek, suara "ngik-ngik" saat bernapas,
keracunan salisilat, trauma kapitis. infeksi saraf atau batuk). riwayat tersedak. riwayat atopi pada
pusat (meningitis, ensefalitis). ensefalopati (tifoid, pasien dan keluarga;
demam berdarah dengue, metabolik) . atau ganggu- 2. Pemeriksaan fisis umum. Apakah ditemukan sia-
an panik. nosis sentral, merintih (grunting). pernapasan cu-
ping hidung. mengi, stridor, gerakan kepala yang
Pendekatan Klinis sesuai dengan inspirasi (menunjukkan distres
1. Anamnesis. Tanyakan sudah berapa lama, faktor pernapasan). peningkatan tekanan vena jugularis,

LJJ
Gangguan aliran
-c Ekstra-torakal _ .
------
lntra-torakal _ .
Obstruksi saluran napas besar atau ekstra-torakal

Obstruksl saluran napas lntratorakal

Gangguan parenkim paru


W
W
___ 0
w
Gambar l. Patofisiologi Sesak Napas
w
telapak tangan pucat; riksaan darah rutin, foto toraks, ultrasonografi, ' nalisis
3. Pemeriksaan fisis dada. Frekuensi pernapaan yang gas darah, pulse oximetry, spirometri, rinoskol?1· lari-
cepat (usia <2 bulan: ~60 kali, usia 2-11 bulan: ngoskopi, bronkoskopi, elektrokardiografi, maupun
~50 kali, usia 1-5 tahun: ~40 kali, usia >5 tahun: ekokardiografi. Namun demikian, pemilihan p; nggu-
~3 0 kali), chest-indrawing, trakea tidak di tengah, naannya disesuaikan dengan hasil arahan anamnesis
terdapat tanda efusi pleura (redup) atau pneumo- dan pemeriksaan fisis. Foto toraks seringkali memban-
toraks (hipersonor) pada perkusi paru, auskultasi tu dalam mencari etiologi sesak napas.
paru didapatkan suara napas bronkilal, ronki, stri- Sesak napas dengan keadaan klinis yang jelas, kon-
dor, atau mengi. Dapat pula ditemukan irama gallop firmasi dengan foto toraks;
pada auskultasi jantung; Sesak napas yang jelas, foto toraks abnormal;
4. Pemeriksaan fisis abdomen. Apakah ditemukan Konsolidasi parenkim tanpa retraksi, pikirkan
massa abdominal, hepatosplenomegali. pneumonia;
Perselubungan disertai retraksi, pikirkan aspirasi
Pemeriksaan Penunjang benda cair;
Terdapat beberapa alat bantu diagnosis dalam Gambaran lusen yang terlokalisasi, pikirkan aspira-
mengidentifikasi penyebab sesak napas, yaitu peme- si benda padat;

Tabel 2. Diagnosis Banding Sesak Napas pada Anak

Pneumonia Demam
179
Batuk dengan napas cepat
Ronki pada auskultasi paru
Kepala terangguk-angguk sesuai inspiras i (tanda distres pernapasan)
Chest indrawing
Grunting
Sianosis

Bronkiolitis Episode pertama wheezing pada anak usia < 2 tahun


Hiperinflasi dinding dada
Ekspirasi memanjang
Gejala pneumonia juga dapat dijumpai
Kurang/tidak berespon terhadap bronkodilator

Asma Riwayat wheezing berul ang. kadang tidak berhubungan dengan batuk/ pilek
Hiperinflasi dinding dada
Ekspirasi memanjang
Berespon baik cerhadap bronkodilator

Gaga! jantu ng Peningkatan tekanan vena jugularis


Denyut apeks bergeser ke kiri
Irama derap (S,)
Bising jantung
Ronki pada daerah basal paru
Hepatomegali
Penyakit jantung Sulit makan atau menyusu
bawaan Sianosis
Bising jantung
Hepatomegaii
Efusi/empiema Tanda pendorongan organ intratoraks (blla masif)
Pekak pada perkusi
Benda as ing Riwaya t tiba-t iba tersedak
Stridor atau discres pernapasan tiba-tiba
Wheezing atau suara pernapasan menurun ya ng bersifat fokal
Pneu motoraks Awitan tiba-tiba
Hipersonor pada perkusi di satu sisi toraks
Pergesaran mediastinum
Distensi paru bilateral, pikirkan asma atau bronki- terjadinya sesak napas. Pemberian oksigen mungkin
olitis; diperlukan pada sebagian besar kasus, namun harus
Avaskular hemitoraks dengan pendorongan organ dievaluasi kembali penggunaannya. Misalnya, pada
kontralateral, pikirkan pneumotoraks; sesak napas yang disebabkan oleh rasa nyeri epigas-
Sesak napas dengan foto toraks normal, pikirkan trium (pada gastritis akut) , pemberian oksigen tidak
aspirasi benda asing dengan obstruksi yang belum diperlukan.
nyata, atau sebab non-pernapasan, seperti asidosis
metabolik/ kecemasan. Sumber Bacaan
1. Setyanto OB. Sesak napas pada anak: suatu pendekatan klin-
Diagnosis Banding is. Oalam: Sugiman T. Bernida I. penyunting. Sesak napas.
Lihat Tabel 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2012.
2. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan
Tata Laksana anak di rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan
Disesuaikan dengan penyebab yang mendasari tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO: 2009.

56 II
Koropetcnsi IV
Tuberkulosis
180
••• Chrysilla Calistania, Wahyuni Indawati

Definisi Tabel 1. Klasifikasi Berdasarkan Status TB


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi Krlas Kontak lnfeksi Sakll Tata Laksana
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang bersifat siste- TB TB TB
mik sehingga dapat mengenai hampir semua organ
0 (-) (- ) (- )
tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer. (+) (- ) (-) Profilaksis I'
Terdapat perbedaan antara infeksi TB dengan sakit II (+) (+) (- ) Profilaksis II'
TB. Seorang anak yang positif terinfeksi TB belum ten- III (+) (+) (+) Terapi OAT
tu menderita sakit TB (lihat Tabel 1). Pasien sakit TB * Pada kelompok risiko tinggi: balita, pubertas, steroid sistemik
perlu mendapat terapi obat antituberkulosis (OAT) , se- jangka panjang, sitostatika. gizi buruk. morbili. varisela. HIVI
dangkan infeksi TB tanpa sakit TB tidak memerlukan AIDS. maupun keganasan.
terapi OAT. Pada kelompok risiko tinggi, pasien infeksi
TB tanpa sakit TB, perlu mendapatkan profilaksis. Diagnosis
1. Anamnesis
Epidemiologi Nafsu makan menurun;
Pada tahun 2000, terdapat 8,3 juta kasus baru TB Berat badan sulit naik, menetap, atau malah
di dunia dan 10, 7% diantaranya terjadi pada anak- turun tanpa penyebab yangjelas (kemungkinan
anak; 75% kasus TB anak tersebut terjadi di negara masalah gizi sebagai penyebab harus disingkir-
berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia, TB ter- kan dahulu dengan tata laksana yang adekuat
jadi pada 23 orang per 100.000 anak. selama 1 bulan);
Demam subfebris yang berkepanjangan, teruta-
Faktor Risiko ma jika berlanjut hingga 2 minggu (penyebab
Faktor risiko infeksi TB: kontak TB positif, daerah demam kronis yang lain, seperti infeksi saluran
endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat kemih, tifoid, atau malaria perlu disingkirkan);
(higiene dan sanitasi tidak baik); Pembesaran kelenjar superfisial di daerah le-
Faktor risiko sakit TB: faktor usia (anak berusia her, aksila, inguinal, atau tempat lain;
s 5 tahun memiliki risiko lebih tinggi; terkait imu- Keluhan respiratoris berupa batuk kronis lebih
nitas yang belum sempurna), malanutrisi, kondisi dari 3 minggu atau nyeri dada;
immunocompromised (HIV, keganasan, transplan- Keluhan gastrointestinal, seperti diare persisten
tasi organ, pengobatan imunosupresi), serta sosioe- yang tidak sembuh dengan pengobatan baku.
konomi rendah dan lingkungan padat.
disertai nyeri tekan pada TB kelenjar; kaku kuduk
Inhalasl dan tanda rangsang meningeal lain pada meningi-
M.tuberculosis tis TB; ulkus kulit dengan skinbridge yang umumya
terjadi di daerah leher, aksila. atau inguinal pada
(droplet)
skrofuloderma: konjungtivitis fliktenularis (bintik

Fagosltosls oleh
makrofag

Destruksi basil
(mat!)
putih di limbus yang sangat nyeri) pada TB mata .

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji tuberkulin


Dosis 0, 1 mL tuberkulin PPD. intrakutan di
bagian volar lengan dengan arah suntikan
memanjang lengan (longitudinal) . Reaksi
Basil hldup. repllkasi (indurasi transversal) diukur 48-72 jam
lntraseluler setelah penyuntikan; tidak ada indurasi
ditulis dengan 0 mm;
Uji tuberkulosis positif jika indurasi :::10
mm, meragukan dan perlu diulang dalam
Penyebaran limfogeni
jarak waktu minimal 2 minggu jika indurasi
(limfangitis) 5-9 mm, negatif jika indurasi <5 mm;
Pada anak yang sudah diimunisasi BCG.
jika indurasi :;:15 mm dapat dipikirkan
Pembentukan tuberkel kemungkinan penyebab infeksi alamiah
M. tuberculosis. Namun pada kondisi
(fokus primer) imunosupresi. nilai :;:5 mm dinyatakan
positif;
Hasil positif pada anak menunjukkan adanya
'lar lymph nodes infeksi TB. Akan tetapi. reaksi tuberkulin
(limfadenitls) tidak digunakan untuk memantau
pengobatan karena akan bertahan lama
hingga bertahun-tahun, walaupun pasien
sudah sembuh.
Penyebaran hematogenik b. Foto toraks AP dan lateral kanan. Terdapat
tujuh gambaran radiologis sugestif TB, yaitu

+
Akut
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal,
konsolidasl segmen/lobus paru, milier, kavitas,
efusi pleura, atelektasis. atau kalsifikasi;

• •
TB
disemlnata
Fokus pad<t
organ
o Pemeriksaan mikrobiologi. menggunakan
sputum atau bilasan lambung untuk men-
cari Basil Tahan Asam (BTA) pada pemerik-
saan langsung dan Mycobacterium tubercu-
losis dari biakan. Hasil positif menunjukkan
Gambar 1. Patogenesis Tuberkulosis diagnosis pasti TB. namun hasil negatif be-
lum menyingkirkan diagnosis TB.
c. Pemeriksaan serologi tidak lebih unggul di-
2. Pemeriksaan Fisis bandingkan uji tuberkulin sehingga tidak dlan-
Pada sebagian besar kasus tidak dijumpai ke- jurkan untuk dilakukan;
lainan yang khas pada pemeriksaan fisis. Demam d. Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah,
subfebris terjadi pada sebagian besar kasus. Pe- urine dan feses rutin sebagai pelengkap data.
meriksaan antropometri menunjukkan status gizi namun tidak berperan penting dalam diagnos-
kurang. Temuan yang lebih spesifik dapat diper- tik TB;
oleh jika TB mengenai organ tertentu, seperti gibus. e. Pungsi lumbal dilakukan pada TB milier untuk
kifosis. paraparesis, atau paraplegia pada TB verte- mengetahui ada tidaknya meningitis TB;
bra; jalan pincang dan nyeri pada pangkal paha/lu- f. Pemeriksaan lainnya. seperti funduskopi
tut pada koksitis TB/ gonitis TB; pembesaran kelen- dilakukan pada TB milier dan meningitis TB,
jar getah bening multipel yang berkonfluens tanpa foto tulang dan pungsi pleura dilakukan bila
terdapat indikasi.
Untuk memudahkan diagnosis, terutama di layanan Pada meningitis TB diberikan prednison
kesehatan dengan sarana terbatas, Ikatan Dokter Anak selama 4 minggu dan diturunkan bertahap
Indonesia (!DAI) membuat skor TB untuk anak yang selama 4 minggu (total 2 bulan). Pemberian
dapat menentukan pemberian OAT (lihat Tabet 2) . steroid dimaksudkan untuk mengurangi proses
Tata Laksana inflamasi dan mencegah perlengketan jaringan.
1. Terapi medikamentosa: TB kelenjar superfisial: sama dengan TB paru.
Obat anti-tuberkulosis (OAT) diberikan dalam 2
fase, yaitu fase intensif (3-5 OAT selama 2 bulan Secara umum, obat TB (terutama rifampisin) se-
awal) dan fase lanjutan (INH-rifampisin) hingga baiknya diminum pada saat perut kosong, yaitu 1

~
6-12 bulan. Penelitian telah menunjukkan bahwa jam sebelum makan/minum susu, atau 2 jam sesudah
(II etambutol dosis 15-25 mg/KgBB/hari tidak menye- makan. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam
....
"CS babkan neuritis optika pada pasien hingga 10 ta- minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk
2.0 hun pascapengobatan.
Regimen untuk masing-masing jenis TB berbeda.
kombinasi dosis tetap (KDT) yang pemberiannya dise-
suaikan dengan berat badan (lihat Tabel 4).
....
IQ
sebagai berikut:
'ti TB paru: 2HRZ-4RH 2. Terapi non-medikamentosa:
11>
p.. TB paru berat (milier, destroyed lung) dan Pendekatan Directly Observed Treatment
..... Shortcourse (DOTS) , yang meliputi:
~ TB ekstra paru: 4-5 OAT selama 2 bulan fase
::s. intensif, dilanjutkan dengan INH-rifampisin Komitmen politis dari para pengambil kepu-
hingga genap 9-12 bulan terapi. Untuk TB tusan, termasuk dukungan dana
182 milier dan efusi pleura, diberikan tambahan Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum
prednison 1-2 mg/KgBB/ hari selama 2 minggu, secara mikroskopis
yang kemudian dosis diturunkan bertahap Pengobatan dengan OAT dengan penga-
selama 2 minggu sehingga total waktu wasan langsung oleh pengawas menelan
pemberian 1 bulan. obat (PMO)

Tabel 2. Sistem Skoring Gejala dan Pemeriksaan Penunjang TB Anak (IDA!)

Paramolo1 0 I 2 '.!

Kontak dengan Tidakjelas Laporan keluarga. kontak Kontak dengan pasien BTA
pasien TB dengan pasien BTA negatifl positif
tidak tahu/ BTA tidakjelas

Uji tuberkulin Negatif Positif ~ IO mm atau i! 5 mm


pada keadaan imunosupresl)

Berat badan I Gizi kurang: Gizi buruk:


keadaan gizi • BB/TB< 90% • BB/ TB< 70%
• BB/ U < 80% • BB/ U < 60%

Demam tanpa i!2 minggu


penyebab yang
jelas
Batuk kronis .2::. 3 minggu
Pembesaran ;;: 1 cm.jumlah >I,
kelenjar llmfe tidak nyeri
koli, akslla, atau
inguinal
Pembe ngkakan Ada pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang

Foto dada Nonmal/ SugestifTB


tldakjelas
Kecerangan: Pasien dengan skor;;: 6 dicerapi OAT. kemudian dilakukan pemamauan respon klinis se/ama 2 buIan.
Tabel 3. Oasis Obat Antituberkulosis untuk Anak

lso niazid (INH / H) 5-15 mg/ KgBB/ hari 300 mg/ hari

Rifampisin (R) 10-20 mg/KgBB/hari 600mg/hari


Pirazinamid (Z) 30-40 mg/ KgBB/ hari 2000 mg/ hari

Etambutoi (E) 15-20 mg/KgBB/hari I 2 50 mg/hari


Streptomisi n (S) I 5-40 mg/ KgBB/ hari 1000 mg/hari

Kesinambungan ketersediaan OAT dengan Komplikasi


mutu terjamin Hepatotoksisitas (hepatitis imbas obat):
Pencatatan dan pelaporan secara baku un- 1. Umumnya terjadi pada fase intensif;
tuk memudahkan pemantauan dan evaluasi 2. Umumnya muncul pada kombinasi pemberian
program penanggulangan TB OAT dengan obat lain yang bersifat hepatotoksik
Asuhan glZI, berperan penting dalam (misalnya parasetamol, fenobarbital, dan asam val-
keberhasilan pengobatan TB. Tanpa asupan gizi proat);
yang baik, pengobatan TB tidak akan mencapai 3. Pada kasus yang dicurigai adanya gangguan fungsi
hasil optimal. hepar, dilakukan pemeriksaan serum transaminase
3. Terapi profilakis, untuk kelompok risiko tinggi: pada awal pemberian OAT dan dipantau setiap 2
Profilaksis primer. Bertujuan untuk mencegah minggu selama fase intensif;
infeksi pada kelompok yang mengalami kontak 4. Jika terjadi ikterus, OAT dihentikan; 183
erat dengan pasien TB dewasa BTA positif. 5. Pemberian OAT dimulai kembali dengan dosis
Terapi yang diberikan ialah !NH 10 mg/ terendah jika ikterus sudah hilang dan kadar
KgBB/ hari, diberikan selama kontak masih transaminase <3 kali batas atas normal.
ada, minimal 3 bulan. Pada akhir bulan ketiga,
dilakukan uji tuberkulin ulang: Prognosis
- hasil negatif dan kontak sudah tidak ada: Data tahun 1998-2002 dari 7 rumah sakit pusat
proftlaksis primer dihentikan; pendidikan di Indonesia menunjukkan terdapat 1.086
- hasil positif: dievaluasi apakah hanya infek- kasus TB anak dengan angka kematian yang bervariasi
si TB atau sudah sakit TB: antara 0 - 14,1 %. Kelompok usia terbanyak adalah 12-
o jika hanya infeksi: dilanjutkan dengan 60 bulan (42 ,9%).
profilaksis sekunder,
o jika sakit TB: terapi OAT. Sumber Bacaan:
o Profilaksis sekunder. Bertujuan untuk mence- 1. Pudjiadi AH, Hegar B, Hardyastuli S, Idris NS, Gandaputra
gah terjadinya sakit TB pada kelompok yang su- EP. Harmoniati ED, penyunting. Pedoman peiayanan medis
dah terinfeksi TB, tetapi belum sakit TB. Terapi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDA!) . Jakarta: Badan Pener·
yang diberikan ialah !NH 5-10 mg/KgBB/ hari bit !DAI: 2011.
selama 6-12 bulan. Durasi 6-12 bulan merupa- 2. Rahajoe NN, Setyanto DB. Diagnosis tuberku iosis pada anak.
kan waktu risiko tertinggi terjadinya sakit TB Daiam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, pe nyunting.
pada orang yang sudah terinfeksi TB. Buku ajar respiroiogi a nak. Edisi I cetakan 2. Jakarta: Badan

SkorTB DA 2: 6

Beri OAT
selama 2 bulan dan dievaluasi

+
Respon (+)
Teruskan tera i OAT

Respon (-)
Teruskan terapi OAT sambil
mencari

Gambar 2. Evaiuasi Tera pi OAT pada Skar TB IDA!"° 6


label 4. Regimen Kombinasi Oasis Tetap (KDT) OAT

BPr .tt B.ut.rn {Kg) f·asC' intf'nsif 2 bulan. Sl'lidp ha11 F.tsc lanjutan 4 bu Ian. st'li.tp ha11
RllZ (75/ 501 1501 Rll (7G ,50)
5-9 1 tablet I tablet

10-14 2 tablet 2tablet


15- 19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Keterangan: Bayi dengan BB < 5 Kg perlu dirujuk: anak dengan BB ,:,, 33 Kg disesuaikan dengan dosis dewasa.

Penerbit IDA!; 2010. 2010.


3. Rahajoe NN, Setiawati L. Tata laksana TB. Dalam: Rahajoe 4. World Health Organization (WHO). Pelayanan kese hatan
NN. Supriyatno B. Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respi- anak di rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan
rologi anak. Edisi I cetakan 2. Jakarta: Badan Penerbit !DAI: tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta: WHO: 2009.

184
mu


e
D
D
Anestesi Lokal
s
::::>
Asepsis dan Antisepsis ..c:
t1S
D Biopsi dan Ekstirpasi
D Hemangioma ~
D Instrumen Bedah dan Penjahitan Q)

D Rosser Plasty D Hipospadia i:x:i


D Sirkumsisi D Luka Bakar
185
D Teknik Penjahitan D Sum bing
D Trauma Wajah

D Hernia Anak
D Kriptorkidismus D Empiema Toraks
D Malaformasi Anorektal D Fraktur Iga
D Penyakit Hirschprung D Fraktur Sternum
D Hematotoraks
D Manual WSD
D Pneumotoraks
D Apendisitis D Tamponade Jantung
D Batu Empedu
D Hemoroid
D Hernia
D Batu Saluran Kemih
D lieus Mekanik
D Kanker Prostat
D Karsinoma Kolorektal
D Kelainan Testis
D Perforasi
D Hiperplasia Prostat Jinak
D Trauma Abdomen
D Trauma Buli
D Trauma Ginjal
D Trauma Uretra
D Tumor Parotis D Tumor Ganas Buli
D Kanker Payudara
D Karsinoma Tiroid
D lnsufisiensi Vena Kronis
D Penyakit Oklusi Arteri Perifer
D Dislokasi D Trauma Vaskular
D Fraktur D Trombosis Vena Dalam
D Osteomielitis
D Sindrom Terowongan Karpal
D Sindrom Terowongan Tarsal

Mi have read everything.


57
Kompetensi IVA
• Anestesi Lokal
11
•• Chrysilla Calistania, lskandar Rahardjo Budianto

Definisi dan Indikasi Golongan asam amino ester: prokain, klorprokain,


Anestesi lokal dimaksudkan untuk menghilang- tetrakain, kokain, dan
kan sensasi (nyeri) pada suatu daerah (regional) saat Golongan asam amino amida: lidokain, mepivaka-
melakukan prosedur operasi atau tindakan lain yang in, prilokain, bupivakain, serta etidokain.
menimbulkan nyeri. Zat anestesi lokal (ZAL) bekerja Namun, berdasarkan metode aplikasinya, ZAL
dengan cara memblok konduksi saraf dengan meng- dapat juga diklasifikasikan menjadi anestesi topikal.
hambat influks Na·, zat anestesi lokal menghambat anestesi infiltrasi, maupun blok saraf perifer.
depolarisasi membran sehingga ambang potensial
dan aksi potensial tidak tercapai. Hal tersebut menye- 1. Anestesi Topikal
babkan konduksi impuls (dalam ha! ini sensorik) ter- Merupakan aplikasi ZAL pada kulit utuh, muko-
ganggu. sa, atau kulit yang sudah terputus integritasnya.
Metode ini mudah untuk dilakukan, namun ber-
Prinsip Farmakologi Zat Anestesi Lokal (ZAL) potensi menyebabkan toksisitas pada penggunaan
186 Profil ZAL dipengaruhi oleh daya larutnya dalam dosis yang besar.
lemak Qipid solubility). bentuk ikatannya dengan pro- a. Kulit utuh: menggunakan ZAL topikal yang me-
tein (protein binding). konstanta disosiasi asam(pKa}, ngandung 25 mg lidokain dan 50 mg prilokain
dan efek vasodilatornya. Struktur dan sifat tersebut dalam bentuk emulsi minyak dalam air. Emulsi
akan mempengaruhi potensi dan kecepatan awitan tersebut diaplikasikan pada lapangan operasi
suatu ZAL. dan dibalut occlusive dressing selama I jam
Kemampuan lipid solubility dan protein binding pra-bedah. Metode ini juga efektif digunakan
akan mengaruhi tingkat penetrasinya dan potensi ZAL pada pengambilan donor split thickness skin
melintasi membran sel. Sementara itu, nilai pKa. dosis, graft;
dan konsentrasinya akan mempengaruhi kecepatan b. Mukosa atau kulit yang sudah terputus integri-
awitan (onset of action) suatu ZAL. Sebagai contoh. tasnya: anestesi lokal menggunakan lidokain,
tetrakain (pKa 8,6) membutuhkan waktu yang lebih dibukain, tetrakain, atau benzokain dalam ben-
lama untuk memberikan efek yang sama dengan li- tuk cairan.
dokain (pKa 7.4). Semua ZAL, kecuali kokain, memi-
liki efek vasodilator. Semakin besar efek vasodilator. 2. Anestesi Infiltrasi
jumlah ZAL di jaringan semakin sedikit (banyak yang Metode ini menimbulkan anestesi terbatas
diserap pembuluh darah). Hal tersebut berujung pada pada lapangan operasi, tanpa menginterupsi
semakin kecilnya efektivitas suatu ZAL. konduktivitas saraf spesifik. Dapat menggunakan
Tersedia pula ZAL dengan campuran vasokons- semua jenis ZAL, kecuali kokain karena memiliki
triktor (umumnya epinefrin). Penambahan vasokon- efek vasokonstriksi yang besar dan berpotensi
triktor dapat meminimalisasi perdarahan dan mem- menyebabkan toksisitas kardiovaskular (Iihat Ta-
perpanjang masa kerja. Selain itu. dapat pula mening- bel !}. Anestesi infiltrasi dilakukan dengan sunti-
katkan efektivitas dan mengurangi toksisitas ZAL kan intradermal atau subkutan. Pada lapangan
(karena mengurangi absorbsi pembuluh darah). Akan operasi yang cukup. ZAL dapat diencerkan (dilusi)
tetapi, vasokonstriktor tidak boleh digunakan pada terlebih dahulu.
daerah-daerah di mana nekrosis mudah terjadi, seper- Jarum ditusukkan menembus kulit dengan
ti jari. telinga, atau penis. Demikian pula pada pasien sudut 45° hingga mencapai lapisan lemak sub-
hipertensi, kelainan jantung, dan kelainan pembuluh kutis. Sambil menyuntikan ZAL, jarum didorong
darah perifer. maju dengan arah horizontal. Sebelum sampai ke
pangkalnya, jarum ditarik dan diubah arahnya,
Klasifisikasi hingga seluruh tepi lapangan operasi terinfiltrasi
Berdasarkan gugus yang terdapat pada rantai in- (Iihat Bagian Prosedur Medis). Saat proses depo-
termediat (gugus amid atau ester) yang memisahkan sisi ZAL tersebut, pasien akan merasakan sensasi
ujung aromatik dan ujung amin. ZAL dikelompokkan nyeri/burning sensation.
menjadi:
Tabel I. Karakteristik, Dosis, dan Durasi Anestesi lnfiltrasi Saraf Perifer

Solusio Murni Solusm l\frnganclung l·p111rl1 in

PrPtMrat Konst•ntr.1si Dos1s Maksimal Du1as1 Oasis f\l.tks1111.tl


Dur.1\1 (mPnil)
(%) (mg) (nll'nit) (mg)

Durasi Singkat
Prokain
Klorprokain 1-2 800 15-30 1.000 30-90

Durasi Menengah
Lidokain 0.5-1 300 30-60 500 120-360
Mepivakain 0.5-1 300 45-90 500 120-360
Prilokain 0.5- 1 500 30-90 600 120-360

Durasi Lama
Bupivakain 0,25-0.5 175 120-240 225 120-480

I Etidokain 0,5-1 300 120-180 400 180-420

3. Blok Saraf Perifer (berlebihan). Toksisitas ZAL berhubungan dengan


Terdapat dua jenis blok saraf. yaitu blok saraf susunan saraf pusat dan sistem kardiovaskular{lihat
mayor dan blok saraf minor. Blok saraf minor ber- Tabel 4) ; meski lebih sering melibatkan sistem saraf
tujuan untuk blokade satu saraf (misalnya saraf pusat. Pada sistem saraf pusat, ZAL menyebabkan
radialis), sedangkan blokade mayor bila dilaku- depresi jaras inhibisi korteks, menimbulkan eksitasi
187
kan pada dua atau lebih saraf perifer, atau plek- pada fase awal, selanjutnya menyebabkan depresi
sus (misalnya pleksus brak.ialis). Blokade minor sistem saraf pusat. Pada sistem kardiovaskular, ZAL
memiliki awitan cepat Oihat Tabel 2), sedangkan menyebabkan depresi miokardium sehingga menye-
blokade mayor memiliki durasi yang lama (lihat babkan depresi sistem kardiovaskular.
Tabel 3). Penatalaksanaan kegawatdaruratan akibat toksisi-
tas ZAL:
Toksisitas 1. Bebaskan jalan napas, berikan 0 2 I 00% dengan
Sebagian besar toksisitas ZAL terjadi karena sungkup muka. Hiperventilasi dengan 0 2 ini u-
penyuntikan intravaskular Ookasi anatomis yang tidak mumnya dapat mengatasi serangan konvulsi;
tepat) atau pemberian dalam dosis yang sangat besar 2. Mengatasi gangguan sirkulasi/syok dengan pem-

Tabel 2. Karakteristik, Dosis. dan Durasi Anestesi Lokal untuk Blok Minor Saraf Perifer

Solu..,io !\lu1 n1 SolusmMc>nganclung I p11wlrin

PrPJMfdl Konsrntr<1s1 \'olunll' Dos1s I>ura\i R,tt.i 1,Ha Duras1 R.ll.t 1.ttct
(%) (ml) (mg) (nll'llll) (nll'nit)

Prokain 2 5-20 100-400 15-30 30-60


Klorprokain
Lidokain
Mepivakain 5-20 50-200 60-120 120-180
Prilokain
Buplvakain 0,25 5-20 12.5-50 180-360 240-480
Eeidokain 0,5 5-20 25-100 120-240 180-240

Tabel 3. Karakteristik. Dosis. dan Durasi Anestesi Lokal untuk Blok Mayor Saraf Perifer

PrPJ>al .H dPngan I· p11wfrin Ko11..,Pnl 1asi \mlunw Do,1s m.tks11nc1! Awil<Hl r.11,1 rat a Dur.t\I rat,1 rat.1
I 200 000 ('\,) (ml) (mg) (111!'ml) (11ll'mt)

Lidokain 1- 1.5 30-50 500 10-2 0 120-240


Mepivakain 1- 1.5 30-50 500 10-2 0 180-300
Prilokain 1-2 30-50 600 10-2 0 180-300
Bupivakain 0,25-0.5 30-50 225 15-30 360-720
Etidokain 0.5- 1 30-50 400 10-20 360-720
Tetrakain 0.25-0.5 30-50 200 20-30 300-600
Tabel 4. Gejala Toksis itas ZAL 3. Pada fase awal, bila serangan konvulsi tidak mem-
Susunan Saraf Pt1'at Ka1diovaskular baik dengan pemberian oksigen, berikan diazepam
0.1 mg/ KgBB atau tiopental 2mg/KgBB intravena;
Ge lisah Kolaps kardiovaskula r
4. Bila terjadi aritmia, umumnya diperlukan tindakan
Tlnitus - hlpotensi resusitasi.
Slurred speech - perfusi jar ingan (syok)

Meta/Jc taste - takikard! Sumber Bacaan


I. Boros M. Surgical tec hniques. Szeged: Facu lty of Medicine
Numbness lip-tounge Fibrilasi ventri kel
University of Szeged; 2006.
Tremor Cardiac arrest 2. Moenadjat Y. Bedah minor. Jakarta: Kolegium llm u Bedah
Ga nggua n kesadaran Indonesia (IKABI); 2002.
3. Thorne AC. Local a nest hetics. Dalam: Thorne CH, Beasley
Apnea
RW. Aston SJ. Bartlett SP. Gurtner GC. Spear SL. penyun-

berian cairan. kadang-kadang diperlukan va- ting. Crabb and Smith's plastic surgery. Edisi ke-7. Phila-

sokonstriktor perifer (misalnya fenilefrin). Pasien delphia: Lippincott Williams & Wilk ins; 20 13.

dalam posisi Trendelenburg;

58
Kompetens1 IVA
• Asepsis dan Antisepsis
11
188

•• Chrysilla Calistania, Iskandar Rahardjo Budianto

Definisi toklaf) atau tanpa tekanan.


Tindakan asepsis merupakan sikap dan perilaku Pada tekanan tinggi. suhu uap dapat
dalam melakukan tindakan secara bebas kuman/ melebihi 100°C (121 °C pada tekanan 108
bakteri (steril). Hal tersebut meliputi aspek operator kPa, 13 4°C padatekanan 206 kPa). Waktu
(penggunaan baju operasi, topi, masker, google, alat/ yang diperlukan untuk sterilisasi adalah 20
bahan steril, serta metode mencuci tangan) dan aspek menit pada suhu 121 °C dan I 0 menit pada
pasien (penggunaan baju operasi, lapangan operasi suhu 134°C. Alat-alat yang disterilkan dengan
dalam keadaan steril). cara ini harus berkontak langsung dengan uap
Antisepsis merupakan prosedur atau tindakan panas yang dihasilkan;
untuk membuat kondisi bebas patogen pada jaringan Menggunakan antiseptikum, seperti alkohol
hidup (kulit dan mukosa) untuk mencegah terjadinya 70% atau campuran k.lorheksidin glukonat
sepsis. Antisepsis dilakukan dengan menggunakan zat 1,5% dan alkohol 70% dengan perbandingan
yang memiliki khasiat antimikroba (antiseptikum). 1:100.
Terkait dengan asepsis-antisepsis, dilakukan 2. Sterilisasi kering, antara lain:
upaya untuk menghindari kontaminasi patogen de- Uap tablet formalin. Alat dan tablet formalin
ngan cara sterilisasi dan disinfeksi. Berbeda dengan yang telah dibungkus kasa dimasukkan ke
proses sterilisasi yang memusnahkan seluruh bentuk dalam tempat tertutup rapat minimum selama
mikroba (termasuk spora). proses disinfeksi tidak 24jam;
memusnahkan spora. Zat yang digunakan dalam pro- Gas etilenoksida. Bersifat sangat penetratif dan
ses disinfeksi benda mati (peralatan medis) disebut aktif membunuh bakteri, virus, maupun spora.
disinfektan. Akan tetapi, zat ini meninggalkan residu toksik
pada alat yang disterilisasi sehingga alat per-
Cara Sterilisasi lu untuk dianginkan terlebih dahulu sebelum
l. Sterilisasi basah, dapat dilakukan dengan ber- dipakai;
bagai cara berikut Radiasi, misalnya dengan sinar gamma atau
Merebus dalam air mendidih (suhu :o:l00°C) ultraviolet.
selama 30-60 menit. Alat yang direbus harus
dalam keadaan bersih dan seluruh bagiannya Antiseptikum/ Disinfektan
terendam dalam air; Dapat bersifat bakteriostatik (mencegah pertum-
Menggunakan uap panas dengan tekanan (au- buhan dan perkembangan mikroba) dan bakterisid
(membunuh kuman). Berikut adalah antiseptikum/ lambung. Pada pengenceran 1:10, bleach me-
disinfektan yang sering digunakan dalam prosedur rupakan disinfektan yang efektif untuk pera-
medis. latan medis yang terkontaminasi tumpahan
darah. Tumpahan darah pada peralatan medis
1. Alkohol harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum so-
Bersifat bakterisid kuat. Efeknya tidak bertahan dium hipoklorit digunakan sebagai disinfektan
lama karena mudah menguap (efektif dalam wak- mengingat hipoklorit terinaktivasi oleh darah.
tu 2 menit). Alkohol memiliki potensi antiseptik Penggunaan lainnya meliputi disinfektan un-
optimal pada konsentrasi 70%. Pada konsentrasi tuk manikin, mesin hemodialisa, dan laundry.
tersebut, alkohol mudah diserap oleh sel sehingga c. Biguanid Antiseptik
proses denaturasi protein sel bakteri dapat ter- Memiliki potensi antiseptik kuat dan germisid.
jadi secara optimal. Pada konsentrasi yang lebih Zat ini bersifat iritatif kuat terhadap muko-
tinggi, alkohol menyebabkan presipitasi protein sa. parenkim otak, selaput otak (meningens).
pada permukaan sel sehingga penetrasi ke dalam dan mukosa liang telinga. Tidak boleh digu-
sel menjadi terhambat dan tidak efektif. Sediaan nakan pada daerah genital, kontak dengan
yang tersedia meliputi konsentrasi 70% dan 96%. meningens, atau sebagai antiseptik preoperatif
Alkohol juga digunakan untuk mendisinfeksi per- pada daerah wajah dan kepala. Bila masuk ke
mukaan dari alat-alat medis, seperti termometer telinga tengah, antiseptik ini dapat menyebab-
dan stetoskop. kan ketulian melalui perforasi gendang telinga.
Sediaannya berupa klorheksidin glukonat (Sav-
2. Golongan Halogen dan Senyawanya lon®). Dalam bentuk scrubb 1,5% (digunakan
a. Iodophor sebagai pencuci tangan prabedah) dan solusio
Merupakan campuran iodium dan agen pela- 4,5% (digunakan untuk presipitasi lapangan
rut, di mana senyawa ini melepaskan sejumlah operasi).
iodium bebas ke dalam larutan. Bersifat anti-
septik kuat dan berpotensi sebagai germisid. 3. Golongan Aldehid
Sediaan yang ada berupa tingtura (tingturaio- a. Formaldehid
dii) yang merupakan campuran iodium-na- Memiliki aktivitas biosidal yang luas (broad
trium klorida-alkohol, solusio (mengandung spectrum), formaldehid merupakan cairan de-
povidoniodin I 0%). dan scrubb (mengandung kontaminasi yang efektif. Memiliki bau yang
povidoniodin 7,5%). Berbeda dengan solusio sangat tajam dan bersifat iritatif kuat. Pajanan
dan scrubb , tingtura iodii bersifat iritatif dan terhadap zat ini memiliki efek jangka panjang
korosif terhadap jaringan, sehingga tidak di- berupa gangguan pernapasan dan dermatitis.
gunakan sebagai antiseptik. Jenis yang paling Kedua ha! ini. ditambah dengan efek karsino-
sering dipakai ialah povidoniodin I 0%. Povidon genik {berhubungan dengan kanker paru-pa-
iodin mudah dicuci karena larut dalam air dan ru) menyebabkan formaldehid (Formalin®)
bertahan lama karena tidak mudah menguap. tidak lagi digunakan sebagai disinfektan.
Jika digunakan berulang kali, zat tersebut akan b. Paraformaldehid
mengendap (terakumulasi) sehingga efeknya Merupakan polimer padat dari formaldehid.
bertahan lama. Selain digunakan sebagai anti- Paraformaldehid akan terdepolimerisasi men-
septik, iodophor juga digunakan sebagai disin- jadi gas formaldehid bila dipanaskan hingga
fektan peralatan medis, seperti endoskop. Io- suhu 232°C-246°C. Gas ini umumnya digu-
dophor yang diformulasikan sebagai antiseptik nakan untuk mendekontaminasi safety cabi-
memiliki kandungan iodium bebas yang lebih net. Namun demikian, gas formaldehid dapat
sedikit daripada iodophor yang diformulasikan menyebabkan Jedakan sehingga hanya tenaga
sebagai disinfektan. terlatih yang diperbolehkan menggunakan gas
b. Klarin ini.
Zat ini memiliki aktivitas antimikroba yang c. Glutaraldehid
luas dan awitan kerja segera. Tersedia dalam Merupakan cairan tidak berwarna dengan aro-
bentuk larutan (sodium hipoklorit) dan padat ma tajam yang khas. Zat ini digunakan dalam
(kalsium hipoklorit, sodium dikloroisosian- proses sterilisasi peralatan medis, tetapi me-
urat). Bentuk yang paling banyak tersedia merlukan waktu pajanan yang lama (beberapa
adalah larutan sodium hipoklorit 4-6%, biasa jam). Solusio glutaraldehid 2% memiliki akti-
digunakan sebagai pemutih dalam kehidupan vitas yang baik melawan bakteri, spora, mau-
rumah tangga (bleach). Pada konsentrasi 4-6%, pun virus. Glutaraldehid memiliki efektivitas
sodium hipoklorit menyebabkan iritasi kulit, I 0 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan
mukosa okular. orofaringeal. esofageal, dan formaldehid. Selain itu, glutaraldehid juga
memiliki toksisitas yang lebih rendah daripada 8. Feno!
formaldehid. Namun demikian. penggunaannya Bahan aktif yang banyak ditemukan pada pem-
harus hati-hati karena dapat menyebabkan sen- bersih rumah tangga (Lysol®). Efektif terhadap
sitisasi kulit dan inhalation hazard. Cidex®. glu- bakteri (terutama Gram positif) dan virus yang
taraldehid dalam bentuk komersial. digunakan memiliki selubung (enveloped virus). Tidak digu-
secara rutin untuk sterilisasi alat medis. nakan sebagai disinfektan pada peralatan medis
4. Sublimat (merkuriklorida) semicritical (peralatan medis yang akan bersentu-
Memiliki potensi antiseptik kuat. Zat ini berkha- han langsung dengan kulit yang tidak intak atau
siat menghambat pertumbuhan bakteri dan membran mukosa. tetapi pada umumnya tidak
jamur. Sublimat tersedia dalam bentuk laru- penetrasi ke dalam jaringan). Hal ini disebabkan
tan. Memerlukan biaya yang sangat mahal dan karena residu disinfektan pada bahan berpori
dapat menimbulkan limbah lingkungan. sehing- dapat menyebabkan iritasi jaringan walaupun su-
ga zat ini sudah tidak digunakan. dah dibilas berkali-kali. Fenol digunakan sebagai
5. Kalium Permanganat disinfektan pada peralatan medis noncritical (pera-
Merupakan kristal halus berwarna ungu tua. latan medis yang hanya akan bersentuhan dengan
Zat ini bersifat bakterisid dan fungisid lemah. kulit yang intak) dan lingkungan rumah sakit. ter-
Awitan kerjanya lama dengan masa kerja yang masuk laboratorium.
pendek. Dalam pemakaiannya. kalium per-
manganat dilarutkan dengan air (I :5000). Sumber Bacaan
6. Hidrogen peroksida 1. Boros M. Surgical tec hniqu es. Szeged: Faculty of Medici ne
Antiseptik lemah. masa kerja pendek. konsen- University of Szeged: 2006.

190 trasinya sekitar 2-3%. Penggunaannya teruta- 2. Health Ca re Infec tion Control Practices Ad visory Commit-
ma ditujukan untuk membuang kotoran dari tee. Guideline for disinfection and steril ization in health-
dalam Iuka dan membunuh kuman anaerob. care facilities. 2008. Atlanta: Centers of Disease Control
7. Basa Amonium Kuartener and Prevention: 2008.
Digunakan sebagai disinfektan, tetapi tidak 3. Isaac-Renton J. Fung J. Mcintyre L, Stephens G. Petric M. A
sebagai antiseptik. Tidak digunakannya zat Guide to selection and use of disinfectants. British Cloum-
ini sebagai antiseptik berhubungan dengan bia: BC Centre for Disease Control: 20 03.
peningkatan angka kejadian infeksi akibat 4. Moenadjat Y. Bedah minor. Jakarta: Kolegium llmu Bedah
penggunaannya. Hal ini disebabkan oleh ab- Indonesia CTKABO : 2002.
sorbsi bahan aktif zat oleh kassa yang menye- 5. Univers ity of Colorado at Boulder. De partment of environ-
babkan berkurangnya efek mikrobiosidalnya. mental health and safety. Environmental health and safety
Umumnya digunakan sebagai disinfektan guidance doc ument for disinfectan ts and steriliza tion
pada lantai, dinding ruangan. dan sanitasi methods. Colorado: Univers ity of Colorado: 2008.
lingkungan.

Biopsi dan Ekstirpasi


Chrysilla Calistania. Iskandar Rahardjo Budianto

A. Biopsi ning yang sering dilakukan dalam praktik umum


Definisi dan Indikasi sehari-hari.
Pengambilan jaringan hidup untuk pemerik- Pada biopsi massa di bawah kulit dapat dilaku-
saan mikroskopik dalam rangka menegakkan di- kan biopsi insisi dan biopsi eksisi. Biopsi eksisi
agnosis secara histopatologis. Biopsi dapat dilaku- adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan
kan dengan berbagai cara. tergantung lokasi dan massa untuk pemeriksaan histopatologi. sementa-
jenis dari massa. Beberapa jenis biopsi antara lain ra biopsi insisi hanya sebagian jaringan saja.
kerokan epitel. biopsi jarum (core biopsy dan bi-
opsi jarum halus). biopsi endoskopik, biopsi eksisi l. Biopsi Kulit. dibagi menjadi biopsi insisi dan
dan insisi. Dalam bab ini. pembahasan hanya akan biopsi eksisi.
ditujukan pada biopsi kulit dan kelenjar getah be-
Alat dan Bahan Lesi jinak. Seluruh tebal kulit hingga 1-2
Lidokain 2%; mm kulit sehat di tepi lesi (minimal mar-
Spuit; gin).
Skalpel; Karsinoma sel basal (KSB). Seluruh tumor
Pinset sirurgis; diangkat hingga minimal 4 mm kulit sehat
Gunting jaringan; untuk KSB dengan diameter kurang dari 2
Klem jaringan; cm; 5 mm kulit sehat untuk KSB rekuren.
Needle holder; Karsinoma sel skuamosa (KSS). Seluruh
• ]arum dan benang. tumor diangkat hingga minimal 4 mm kulit
sehat untuk KSS dengan kedalaman kurang
Langkah Kerja Biopsi Insisi dari 2 mm; 6mm kulit sehat untuk KSS de-
1) Tandai daerah yang akan dibiopsi; ngan kedalaman lebih dari 6 mm atau di-
2) Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis ameter lebih dari 1 cm. Kedalaman eksisi
{lihat Bab Tindakan Asepsis dan Antisep- minimal harus mencapai seluruh lapisan
sis). serta lakukan anestesi lokal (lihat Bab lemak superfisial
Anestesi Lokal);
3) Buat insisi bentuk elips dengan bilah (mata 2. Biopsi Kelenjar Getah Bening
pisau) nomor 15; kulit yang akan diinsisi Alat dan Bahan
diregangkan dengan tangan yang tidak me- Lidokain 2%;
megang pisau, pisau dipegang dalam posisi Spuit;
memegang pensil dengan posisi vertikal; Skalpel;
4) Angkat tepi kulit normal dengan pinset Pinset sirurgis; 19l
sirurgis; Gun ting jaringan;
5) lnsisi diteruskan hingga diperoleh contoh Klem jaringan;
jaringan; Needle holder;
6) Jahit Iuka bekas insisi dengan menggu- ]arum dan benang.
nakan benang yang tidak diserap.
Langkah Kerja
Langkah Kerja Biopsi Eksisi 1) Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis
1) Tentukan daerah yang akan dibiopsi; {lihat Bab Tindakan Asepsis dan Antisep-
2) Rancang garis eksisi, sebaiknya panjang sis), serta lakukan anestesi lokal (lihat Bab
elips = 4 kali lebarnya; Anestesi Lokal);
3) Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis 2) lnsisi dilakukan minimal 2 kali diameter
(lihat Bab Tindakan Asepsis dan Antisep- lesi;
sis), serta lakukan anestesi lokal {lihat Bab 3) Sayatan dilakukan hingga menembus le-
Anestesi Lokal); mak dan fasia superfisialis;
4) Buat insisi bentuk elips dengan bilah no- 4) Cari kelenjar dan pisahkan dari jaringan
mor 15 hingga menyayat seluruh tebal sekitarnya;
kulit; 5) Diseksi pedikel di dasar kelenjar dari jari-
5) Jahit pada salah satu ujung jaringan agar ngan sekitarnya menggunakan klem arteri
dapat dijadikan patokan oleh ahli patologi; bengkok, kemudian diklem, diikat, dan
6) lnspeksi Iuka dan atasi perdarahan; dilakukan pemotongan antara klem dan
7) Lakukan jahitan subkutis dengan benang ikatan. Kapsul kelenjar tidak boleh dijepit
3/0 yang dapat diserap (untuk merapatkan karena dapat mengubah gambaran histo-
lapisan lemak dan menghentikan perdara- logisnya;
han): 6) Lakukan jahitan subkutis dengan benang
8) Bila perlu, buat sayatan horizontal di 3/0 yang dapat diserap (untuk merapatkan
bawah kulit sepanjang tepi Iuka untuk lapisan lemak dan menghentikan perdara-
mengurangi tegangan daerah Iuka (under- han);
mining); 7) Bila perlu, buat sayatan horizontal di
9) Jahit Iuka bekas eksisi dengan menggu- bawah kulit sepanjang tepi Iuka untuk
nakan benang yang tidak diserap. mengurangi tegangan daerah Iuka (under-
mining);
Pada biopsi eksisi, banyaknya jaringan se- 8) Jahit Iuka bekas insisi dengan menggu-
hat yang ikut terbuang tergantung pada sifat nakan benang yang tidak diserap.
lesi:
(a) (b)

Gambar 1. Tahapan Ekstirpasi Kista.


Mula-mula eksisi kulit di atas kista (a). kemudian lepaskan kapsul darijaringan (b).

Komplikasi kadang cukup dilakukan insisi linier sehing-


Jarang terjadi komplikasi berat. Komplikasi ga tidak menimbulkan lapis demi lapis dead
tersering adalah hematoma minimal dan dapat space;
192 sembuh sendiri tanpa pengobatan. 4) Lepaskan seluruh dinding kista dari kulit;
5) Usahakan agar kista tidak pecah agar dapat
B. Ekstirpasi diangkat secara in toto. Bila pecah, keluarkan
Definisi dan Indikasi isi kista dan dinding kista, jepit dinding kista
Pengangkatan seluruh massa tumor yang terletak dengan klem, gunting untuk memisahkannya
di bawah kulit beserta dengan kapsulnya. Ekstir- dari jaringan kulit;
pasi umumnya dilakukan pada kista aterom . lipo- 6) Rongga bekas kista dijahit dengan jahitan sub-
ma, dan fibroma. kutaneus;
7) Luka bekas operasi dijahit.
Alat dan Bahan
Lidokain 2%; Komplikasi
Spuit; Kista residif
Kulit skalpel;
Pinset sirurgis; Sumber Bacaan:
Gunting jaringan; 1. Kirk RM. Basic surgical techniques. Edisi ke-6. London:
Klem jaringan; Chu rchill Livingstone: 20 l 0.
Needle holder; 2. Carucci JA. Leffell DJ Basal cell carcinoma. Dalam: Freed-
Jarum dan benang. berg IM. Elsen AZ. Wollf K. Austen KF. Goldsmith LA. Katz S.
penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine.
Langkah Kerja (Gambar 1) Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill: 2012.
1) Bersihkan daerah operasi (lihat Bab Tindakan 3. Grossman D. Letfell DJ Squamous cell carcinoma. Dalam:
Asepsis dan Antisepsis) ; Freedberg IM, Elsen AZ, Wollf K. Austen KF. Goldsmith LA.
2) Lakukan anestesi lokal (blok/infiltrasi) di seke- Katz S. penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general
liling massa tumor (lihat Bab Anestesi Lokal); medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill: 2012.
3) Eksisi kulit di atas massa tumor berbentuk 4. Silver SG, Ho VCY. Benign epithelial tumors. Dalam: Freed-
elips runcing dengan arah sesuai garis lipatan berg IM. Elsen AZ. Wollf K. Austen KF. Goldsmith LA. Katz S,
kulit (panjangnya lebih dari ukuran kista yang penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine.
menonjol, lebarnya V. diameter tumor). Ter- Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill: 2012.
60Kompct('nsi lll
Instrumen Bedah dan Penjahitan
11
•• Chrysilla Calistania, Iskandar Rahardjo Budianto

Alat-alat dasar yang digunakan meliputi pisau be-


dah, gunting, pinset, klem, needle holder, jarum jahit,
dan benang jahit. Instrumen dasar dalam ilmu bedah
dikelompokkan menjadi instrumen pemotong, instru- Gambar I. (a) Bilah/ Mata Pisau. (b) Gagang Pisau
men penjepit, instrumen hemostatik, dan instrumen
pemegang jarum. Bilah tersedia dalam berbagai macam uku-
ran dan digunakan sesuai keperluan. Bilah
Instrumen nomor 10, 20, 23, dan 24 digunakan secara
1. Instrumen pemotong umum untuk insisi kulit danjaringan subkutan.
a. Pisau bedah Bilah nomor 11 digunakan pada insisi abses.
Terdiri dari dua bagian, yaitu bilah (mata pi- Bilah nomor 12 digunakan pada struktur tubu-
sau) dan gagang (lihat Gambar I). Terdapat lar. Bilah nomor I 5 digunakan pada pekerjaan
beberapa macam pisau, yaitu yang memiliki ketelitian tinggi, misalnya ope-
Reusable Gagang dan bilah merupakan rasi di tangan atau eksisi jaringan parut. 193
suatu kesatuan, harus diasah kembali seti- Berdasarkan perbedaan karakteristik mata
ap akan digunakan. Akan tetapi, model ini pisau, pisau bedah disebut menjadi:
dapat menjadi media penularan penyakit Skalpel. Memiliki mata pisau dengan sisi
(misalnya HIV) sehingga hampir tidak di- yang agak lebar. Pada penyayatan dengan
pakai lagi. skalpel, posisi pisau letaknya horizontal,
Disposable Gagang tebuat dari bahan poli- seperti memegang pisau dapur, karena
vinilklordia (pvc) , harga relatif mahal, dan bagian yang menyayat adalah perut pisau.
tidak banyak digunakan. Bisturi. Memiliki mata pisau dengan ujung
Gabungan. Gagang dan bilah merupakan yang runcing. Pada penyayatan dengan
hal yang terpisah, gagang dapat dipakai bisturi, posisi pisau letaknya vertikal (se-
ulang sedangkan bilah diganti setiap akan perti memegang pena) karena bagian yang
digunakan. Jenis ini yang paling sering di- menyayat adalah ujung mata pisau. Posisi
gunakan di Indonesia. memegang pisau secara vertikal dilakukan

[< -~ 10 c~1=3' 15
/<~ 21

{__ c=:::=;.__z'
~ J
lOA 15A
{ ( ---- -==- 22

L< ~ 11 {_ c=:::=r=> 15C


(_ < ~ 22A

=~ (__ c==:==-~ 15D


{_< ~
12 23

~
{_ c:=:= (... c=::=- ~ ~
128 16 24
'
cc::::::=:. ~ 12D {_ c:=:= ~ 18
(_< ~ 25

[c=:::=~ 13 {__ ( -EJ 19


~ 25A

{ c~
(~ > ... 14 20
{_ c:::::::::::. > 36

Gambar 2. Jenis dan Ukuran Bilah/ Mata Pisau


C(rcW
b d

8
Gambar 3. Jenis Gunt ing Bedah.
Kecerangan: Gunting balucan (a). gunting Mayo (b). gunting Metzenbaum (c), gunt ing benang (d)

pada insisi yang memerlukan presisi atau Kocher, dan Mosquito termasuk dalam golongan
akurasi yang tinggi. traumatik dan dapat digunakan untuk diseksi tum-
b. Gunting pul di samping sebagai sarana hemostat. Dieffen-
Terdiri dari gunting Mayo, gunting Metzen- bach serranne (b ulldog} termasuk dalam kelompok
baum, gunting runcing, dan gunting balutan atraumatik, umumnya digunakan dalam tindakan
(lihat Gambar 3). Gunting Mayo dan Metzen- yang menghindari kerusakan jaringan atau pem-
baum memiliki ujung yang tumpul. Gunting buluh darah.
194 mayo digunakan untuk memotong struktur 4. Instrumen pemegang jarum (needle holder)
yang liat. seperti fasia dan tendon. Gunting (Gambar 6)
Metzenbaum digunakan untuk memotong jari- Needle holder digunakan untuk memegang jarum
ngan. Gunting runcing digunakan untuk men- jahit. lnstrumen ini juga tidak memiliki gerigi dan
diseksi lebih cermat dan rapi. Gunting balutan umumnya memiliki celah di bagian dalam, dekat
digunakan untuk memotong kain pembalut. sisi ujung.
2. lnstrumen penjepit: Pinset (Gambar 4)
Terdiri dari pinset anatomis (ujungnya tidak ]arum
memiliki "gigi") dan pinset sirurgis (ujungnya Terdapat tiga macam ujung jarum dasar dalam
memiliki "gigi"). Pinset anatomis digunakan untuk ilmu bedah, yaitu:
memegang jaringan elastis, lunak, a tau lentur, se- 1. Cutting. Ujungnya berbentuk segitiga yang pun-
perti mukosa. Pinset sirurgis digunakan untuk me- caknya menghadap ke lingkar bagian dalam jarum
megang jaringan yang lebih liat, seperti jaringan (menghadap ke tepi Iuka) . Digunakan pada jari-
subkutis, otot, fasia, dan kulit. ngan yang cukup liat (kulit, tendon, atau ligamen).
3. Instrumen hemostatik: klem (Gambar 5) 2. Reverse cutting. Ujungnya berbentuk segitiga yang
Klem digunakan sebagai sarana hemostatik sela- puncaknya menghadap ke lingkar bagian luar
ma operasi berlangsung. Alat ini digunakan untuk jarum (tidak menghadap ke tepi Iuka). Kerusa-
menghentikan perdarahan dengan menjepit ujung kan jaringan yang ditimbulkan minimal. Jenis ini
pembuluh darah yang terpotong. Selain itu, dapat digunakan pada jaringan liat yang sulit ditembus
pula digunakan sebagai tindakan pencegahan de- (penetrasi) jarum, seperti tendon sheath atau dae-
ngan menjepitkannya sebelum memotong pembu- rah anatomis tertentu yang memerlukan penyem-
luh darah. buhan dengan parut minimal (mata, kasus bedah
Secara umum, dikelompokkan menjadi dua ba- plastik).
gian, yaitu traumatis dan atraumatis. Klem Pean, 3. Tapper. Ujungnya berbentuk lingkaran, tidak me-
motong/mengiris jaringan. Jenis ini digunakan
pada peritoneum, organ visera, miokardium.
;;
Berdasarkan ada tidaknya mata untuk memasuk-
kan benang, jarum dapat pula dibedakan menjadi tipe
traumatis dan atraumatis (Gambar 8) . Jarum yang
memiliki mata untuk memasukkan benang pada ba-
gian ujungnya yang tumpul disebut sebagai jarum
traumatis karena ukuran penampang pada bagian
yang ber-"mata" lebih besar daripada penampang
Gambar 4. Pinset Sirurgis (a). Pinset Anatomis (b)
pada bagian ujungnya yang tajam, sehingga akan
j) c

Gambar 5. Je n is Kle m Bedah


Keteranga n: Kl em Pean (a). Klem Mosquito (b) . Klem Koc her (c)

menghasilkan bekas Iuka yang lebih besar. Keun- menimbulkan jaringan parut (karena tubuh
tungannya adalah jarum dapat dipakai berulang kali. membuat jaringan fibrosa di sekitar jahitan).
Jarum atraumatis merupakan jarum dengan benang b. Tidak diserap (non-absorbable). Perlu angkat
yang melekat pada "mata"-nya sehingga tidak menim- jahitan, reaksi jaringan minimal, dan lebih ja-
bulkan trauma bermakna padajaringan. rang menimbulkanjaringan parut.
Selain jenisnya, benang dalam ilmu bedah juga
Benang tersedia dalam berbagai ukuran. United States Stan-
195
Terdapat berbagai jenis benang dengan struk- dard Pharmacology menetapkan ukuran benang yang
tur, materi, dan daya serap yang berbeda-beda. dipakai sebagai standar internasional, yang terdiri
Masing-masingjenis tersebut digunakan untuk kondi- dari berbagai macam ukuran (0.0-10.0). Semakin be-
si a tau indikasi yang berbeda Oihat Tabel l ). sar nilai nominalnya, semakin kecil ukurannya Oihat
Struktur benang: Tabel I) .
a. Monofilamen, hanya terdiri dari l helai
benang. Keuntungan: lebih jarang terjadi infek- Sumber Bacaan:
si, reaksi jaringan minimal I. Boros M. penyunting. Surgical techniques. Szeged: Faculty
b. Multifilamen. terdiri dari beberapa helai of Medicine Unive rsity of Szeged: 2006.
benang yang dianyam/ dipintal. Keuntungan: 2. Moenadjat Y. Bedah minor. Jakarta: Kolegium IlmuBedah
lebih kuat Indonesia OKABI): 2002.
Materi benang:
a. Organik (natural) . menghasilkan reaksi en-
zimatik. Bahan organik merangsang reaksi
leukosit polimorfonuklear (PMN) . dan enzim
proteolitik pada lisosom PMN akan menghan-
ii
p
curkan benang.
b. Sintetik, menghasilkan reaksi hidrolisis. Reaksi
hidrolisis akan mengubah komposisi air dalam
benang, sehingga benang menjadi rapuh dan
hancur.
Gambar 7. Cutting (a). Reverse Cutting (b) . Tapper (c)
Penyerapan
a. Diserap (absorbable). Akan diserap jaringan,
a
tidak perlu diangkat (aff hecting). dan reaksi
jaringan lebih banyak sehingga lebih sering

Gambar 8. Jarum Traumatis (a dan b) . Jarum Atraumatis (c)


Gambar 6. Needle holder
Tabel I. Jenis-jenis Benang

Dura>i Daya RPgang


Brnang Drskrips1 (wnsill' :::.11c11Rlh) Nama Dagang PPnggunaan
d1prrtahankan

Plain cargut Narural. mulrifilamen. 1-2 minggu Lapisan subkuraneus


diserap
Chromic catgur Natural. multifilamen. 2-3 mlnggu Lapisan subkutaneus.
diserap anastomosis pada traktus
gastrointestinal dan urinarius
Silk. linen Natural. multifilamen. Prolonged Kulit dan struktur jantung
tidak diserap
Stainless steel Natural, monofilamen. Prolonged Ligamen. tendon, tulang
tJ:j tidak diserap
11>
Asam poligikolat Sintetis. multifilamen. 3-4 minggu Dexon® Traktus gastrointestinal dan
°'
$.\I
~
diserap urinarius. otot, fascia. lapisan

c:: subkutaneus

3r:: Poliglaktln Sintetis, multifilamen, 4-6 minggu Vicryl® Traktus gastrointestinal dan
dlserap Safi!® urinarlus, otot. fascia, lapisan
3 subkutaneus

196 Polipropilen Sintetis. monofilamen. lndennite Prolene® Struktur oftalmologi. vaskular.


tidak diserap Ethilon® bedah saraf. fascia. kulit
Po Ila mid Slntetls, monofilamen, Tahu nan Nllon® Penutupan abdominal dan
tidak diserap kulit, hernia repair
PolitetraOuoroetilen Sincetis. monofilamen. lndennire Cortex® Anastomosis vaskular. hernia
(PTFE) tidak diserap repair
Kererangan: Vicry/®, Sam® berwama ungu: Prolene® berwama biru, Silk® berwama hiram.

61
Kompctensi IVA
• Rosser Plasty
11
•• Chrysilla Calistania, Iskandar Rahardjo Budianto

Definisi Ka pas;
Disebut juga nail plasty. Merupakan upaya me- Alkohol;
ngatasi iritasi ujung kuku yang tumbuh ke jaringan Kasa;
dengan membuang sebagian kuku dan mengupaya- Perban;
kan kuku tumbuh di atas jaringan lunak. Povidoniodin 10%, serta;
Salep antibiotik.
Indikasi
Unguis incamatus (kuku tumbuh ke jaringan). Langkah Kerja
Prosedur dilakukan setelah infeksi mereda. I. Lakukan prosedur antisepsis pada daerah nail
plasty dengan menggunakan povidon iodin I 0%
Alat dan Bahan (lihat Bab Tindakan Asepsis dan Antisepsis) ;
Set bedah minor; 2. Lakukan anestesi lokal pada sisi lateral dan medial
Bilah disposable nomor I 0, dengan gagangnya falangs (topografi cabang saraf interdigitalis), di
atau gunting jaringan kecil; proksimal falangs (Ii hat Bab Anestesi Lokal) ;
Benang monofilamen nomor 2.0 atau 3.0; 3. Pasang torniket pada bagian proksimal falangs;
]arum cutting; 4. Buat sayatan elips di jaringan yang tumbuh me-
Karet penjepit ibu jari (torniket); nutupi kuku; bagian kuku yang tumbuh masuk ke
Gt=1
y .

Gambar l.Tahapan Eksisi Sisi Kuku pada Rosser Plascy

dalam jaringan dibuang (± V. bagian ukuran lebar untuk mengupayakan hemostasis;


kuku) ; 11. Torniket dilepaskan.
5. Lakukan eksisi jaringan sesuai desain yang su-
dah dibuat, memanjang dari ujung distal sampai Komplikasi
ke proksimal falangs. sedalam tunas kuku untuk Infeksi, nekrosis tepi-tepi Iuka, atau rekurensi. Ke-
mencegah rekurensi (lihat Gambar 1); jadian rekurensi dapat dicegah dengan tidak memo-
6. Upayakan agar ujung tepi kuku membulat (tidak tong kuku terlalu pendek dan tidak memakai sepatu
runcing) agar tidak menyebabkan iritasi; terlalu sempit (untuk kuku kaki).
7. Bersihkan debris keratotik dari lekukan sisi kuku; 19'Z
8. Lakukan penjahitan dengan teknik yang me- Sumber Bacaan:
ngupayakan kuku berada di atas jaringan lunak l. Moenadjat Y. Bedah minor. Jakarta: Kolegium Ilmu Bedah
kuku; Indonesia (IKABI) : 2002.
9. Berikan salep antibiotik pada dasar kuku yang 2. Bachsinar B. Bedah minor. Jakarta: Penerbit Hipokrates:
terpapar; 1992.
10. Luka dibalut dengan kasa dan perban, kencangkan

62 . •
Kompdt'.ns1 l\'A Sirkumsisi
11
•• Chrysilla Calistania, Iskandar Rahardjo Budianto

Definisi b. Tanyakan riwayat alergi obat (antibiotik, anal-


Sirkumsisi merupakan tindakan bedah yang bertujuan getik, anestesi lokal);
membuang preputium penis. c. Berikan penjelasan mengenai tindakan yang
akan dilakukan dan minta persetujuan pasien/
lndikasi orang tua pasien (informed consent);
Medis: fimosis , parafimosis, kebersihan daerah d. Pe'rsiapkan alat dan obat-obatan sirkumsisi;
glans (dapat mengurangi risiko terjadinya tumor) ; e. Persiapkan alat dan obat-obatan penunjang
Nonmedis: umumnya agama, dilakukan pada usia hidup bila terjadi syok anafilaksis (adrenalin);
7 bulan-7 tahun. f. Jika semua telah siap, pasien diminta untuk
meletakkan kedua tangannya di bawah kepa-
Kontraindikasi la (sebagai upaya menghindari refleks meme-
Hipospadia, karena kulit preputium diperlukan se- gang/ melindungi penis saat sirkumsisi dilaku-
bagai bahan pada rekonstruksi hipospadia. kan).

Langkah Kerja 2. Asepsis dan antisepsis Oihat Bab Tindakan Asep-


1. Persiapan operasi: sis dan Antisepsis):
a. Tentukan ada/ tidaknya kontraindikasi sirkum- a. Pasien telah mandi dan membersihkan daerah
sisi (melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis) ; genitalianya dengan sabun;
Tabel l. Alat dan Bahan Sirkumsisi

Gunting diseksi (I buah) . Benang diserap ukuran 4.0 / 5.0 .


Gunting bena ng (I buah) , Ka pas.
Gagang pisau dan bilah nomor IO (1 buah). Kassa steril.
Pinset anatomis (1 buah). Pl ester.
Pinset bedah (I buah), Spuit 3 mL/5 mL,
Klem hemostat ujung lurus (3 buah). Sarung tangan steril,
Klem hemostat lengkung (2 buah). Larutan antiseptik (povidon iodin I 0%, larutan sublimat).
Neddie holder (1 buah), Lidokain HCI 2%.
Jarum cutting.
Duk steril berlubang di tengahnya.

b. Bersihkan daerah genitalia dengan povidon darah yang teraspirasi, posisi jarum dipindah-
iodin l 0% secara sentrifugal {dari sentral ke kan, kemudian dilakukan aspirasi kembali. Bila
perifer, membentuk lingkaran ke arah luar), tidak ada darah yang teraspirasi, penyuntikkan
dengan batas atas tepi pusar dan batas bawah larutan anestesi boleh dilakukan;
meliputi seluruh skrotum (lihat Gambar 1); d. Anestesi infiltrasi di lapisan subkutis ventral
c. Letakkan duk steril yang tengahnya berlubang. penis 0,5-0,75 mL untuk kedua sisi.

3. Anestesi lokal dengan lidokain 2% {lihat Bab 4. Mengevaluasi apakah anestesi lokal sudah efektif.
198 Anestesi Lokal): Dilakukan dengan menjepit ujung kulit preputium
a. Anestesi blok pada cabang saraf dorsalis penis; dengan klem dan memperhatikan mimik pasien.
b. Penis dipegang dengan tangan kiri operator.
]arum diarahkan ke proksimal batang penis 5. Pembersihan glans penis
(±0.5-1 cm daripangkal penis). ]arum ditusuk- Glans penis dibuka hingga sulkus koronarius ter-
kan ke kulit dan masukkan ±0,25 mL larutan papar. Bila ada perlengketan preputium ke glans,
anestesi di bawah kulit. ]arum diteruskan hing-
ga menembus fasia Buck (seperti menembus
kertas), kemudian diarahkan ke lateral garis
tengah, dan masukkan ±0,5-1 mL larutan
anestesi. Prosedur yang sama dilakukan pada
sisi kontralateral (lihat Gambar 2);
c. Perhatian, penyuntikkan larutan anestesi ha-
rus didahului dengan tindakan aspirasi untuk
mengetahui apakah ujungjarum berada dalam
pembuluh darah atau tidak. Apabila terdapat

Gambar !.Antisepsis dari Sentral ke Perifer (Sentrifugal) Gambar 2. Anestesi Blok pada Sirkumsisi
Gambar 3. Pembersihan Glans Penis.Menggunakan klem (a). menggunakan kassa (b).

bebaskan dengan klem arteri atau dengan kassa sulkus koronarius glans penis:
steril. Bersihkan smegma yang terdapat di sekitar e. Pada batas ujung dorsumsisi (titik ±0,5 cm
sulkus koronarius glans penis dengan menggu- dari sulkus koronarius glans penis) , dilakukan
nakan kassa yang megandung larutan sublimat jahitan yang bertujuan sebagai kendali Qahitan
(lihat Gambar 3). Alat-alat yang digunakan untuk teugel/jahitan kendali) agar pemotongan kulit
membersihkan glans penis tidak boleh digunakan selanjutnya lebih mudah dan simetris;
untuk prosedur selanjutnya karena sudah tidak f. Gunting secara melingkar (Gambar 5), dimu- 199
steril. lai dengan jahitan kendali pada arah jam 12,
ke arah frenulum Qam 6) pada satu sisi, men-
6. Pengguntingan dan Penjahitan: cakup kulit bagian luar dan dalam preputium.
a. Lakukan pemasangan 2 buah klem lurus pada Sisakan ± 0,5 cm mukosa atau 0,5 cm dari
preputium bagian dorsal, masing-masing pada sulkus koronarius. Prosedur yang sama dilaku-
posisi jam 1 dan 11 dengan ujung klem men- kan pada sisi kontralateral. Bila setelah peng-
capai jarak ± 0,5 cm dari sulkus koronarius guntingan masih terdapat mukosa berlebih,
glans penis; dapat dilakukan pemotongan kembali agar
b. Lakukan pemasangan klem ketiga pada frenu- bentuk menjadi lebih baik;
lum penis (posisijam 6 [Gambar 41): g. Lakukan penjahitan aproksimasi kulit (Gam-
c. Tujuan pemasangan ketiga klem ini adalah se- bar 5) dengan mukosa pada posisi jam 3 dan
bagai pemandu tindakan dorsumsisi dan sara- 9, masing-masing 2-3 simpul. Prinsipnya ada-
na hemostasis: lah mempertemukan pinggir kulit dan pinggir
d. Lakukan prosedur dorsumsisi (Gambar 4) de- mukosa:
ngan menggunakan pisau atau gunting jari- h. Lakukan penjahitan mukosa distal frenulum
ngan pada posisi jam 12, menyusur dari distal (posisi jam 6) dengan jahitan angka 8 atau O:
ke proksimal hingga mencapai ± 0,5 cm dari i. Setelah selesai penjahitan, mukosa frenulum di

a b

Gambar 4. Pemasangan Klem (a) dan Pengguntingan (b, c) pada sirkumsisi


Gambar 7. Pembalutan Pada Sirkumsisi

pa balutan.
8. Pemberian obat-obatan (analgesik dan antibiotik
oral).

200
Anjuran Pascaprosedur
Perhatikan adanya infeksi, pus, hematom, atau
Iuka yang belum menutup;
Jika dibalut, balutan dibuka 4-5 hari kemudian
setelah membasahi perban dengan rivanol;
Balutan jangan terkontaminasi urien. Bila terkon-
Gambar 6. Jahitan Kendali pada Sirkumsisi
taminasi, lakukan penggantian balutan.

Sumber Bacaan:
sebelah distal digunting dari jahitan sebelum- I. Moenadjat Y. Bedah minor. Jakarta: Kolegium llmu Bedah
nya. dibersihkan dengan povidon iodin I 0% Indonesia (IKABQ: 2002.
dan diberikan salep antibiotik. 2. Bahcsinar B. Karakata S. Sirkumsisi. Jakarta: Hippocrates:
7. Pembalutan (Gambar 7), dengan menggunakan 1995.
kassa yang sudah diolesi salep antibiotik. Hati-ha- 3. Weiss H. Larke N. Halperin D. Schenker I. Neonatal and
ti, jangan sampai penis terpuntir saat pembalutan. child male circumcis ion: a global review. Joint United Na-
Dapat pula dilakukan perawatan Iuka terbuka tan- tions Programme on HIV/AIDS (UNA!DS): 2010.

b ct

Gambar 5.Teknik Pengguntingan pada Sirkumsisi.


Pengguntingan secara melingkar (a). penjahitan dan pengguntingan mukosa frenulum (b,c,d).
Teknik Penjahitan
Frans Liwang, Iskandar Rahardjo Budianto

Prinsip Penyembuhan Luka ma! 4: 1 tercapai. Kekuatan penyatuan jaringan


Luka (wound) didefinisikan sebagai rusaknya kon- akan maksimal pada hari ke-60 (80% kekuatan
tinuitas anatomis jaringan yang terjadi akibat trau- pra-cedera).
ma, kimiawi, listrik, maupun radiasi. Proses alamiah
respon tubuh terhadap Iuka dapat dibagi menjadi tiga Prinsip Penjahitan Luka
fase berikut: Penjahitan Iuka bertujuan untuk mempercepat
l. Fase inflamasi (reaktif): berlangsung 1-6 hari proses penyembuhan jaringan. Tahapan penjahitan
Tujuan: hemostasis (vasokonstriksi dan Iuka meliputi hemostatik terlebih dahulu, yang dilan-
agregasi platelet) , serta kemotaksis (migrasi jutkan dengan aproksimasi jaringan. Namun idealnya,
makrofag dan PMN). Fase ini berperan dalam penjahitan Iuka harus disesuaikan dengan jenis dan
membatasi dan mencegah kerusakan lebih proses fisiologis penyembuhan Iuka. Berikut adalah
Ianjut. tiga pendekatan dalam penyembuhan Iuka:
Mekanisme: debris dan mikroorganisme Penyembuhan per primam: penutupan Iuka secara
dibersihkan melalui respon inflamasi, sep- langsung dalam beberapa jam setelah Iuka terjadi, 201
erti neutrofil (24-48 jam), makrofag (48-96 misalnya dengan pejahitan. Pendekatan ini dipakai
jam), serta limfosit (5-7 hari). Di antaranya, untuk Iuka yang baru terjadi (<6 jam), serta Iuka
makrofag berperan penting dalam menghasil- yang bersih. Namun, pendekatan ini tidak dipakai
kan faktor pertumbuhan, melalui sinyal in- untuk Iuka gigitan binatang (kecuali pada wajah) ,
flamatorik, untuk produksi kolagen. Iuka trauma berat, infeksi, Iuka yang disertai ben-
2. Fase proliferatif (regeneratif): berlangsung 4 da asing, serta Iuka yang telah didiamkan >6-8
hari-3 minggu jam.
Tujuan: sintesis kolagen (terutama tipe nn, Penyembuhan per secundam: Iuka dibiarkan ter-
angiogenesis, dan epitelisasi. buka hingga menutup sendiri secara alamiah.
Mekanisme: fibroblas diaktifkan oleh makrofag Laju epitelisasi normal ialah 1 mm/ hari dari batas
melalui sinyal faktor pertumbuhan. Selain itu, pinggir Iuka. Adanya kontraksi dan granulasi akan
terjadi proses reepitelisasi, sintesis matriks, dipertahankan selama fase inflamasi hingga Iuka
dan angiogenesis. Kekuatan penyatuan jari- menutup. Pendekatan ini memerlukan penggan-
ngan akan meningkat pada hari ke-4 dan 5. tian penutup Iuka (dressing), dan kualitas penyem-
3. Fase remodelling (maturasi): berlangsung 3 ming- buhan Iuka lebih buruk secara kosmetik.
gu- 1 tahun Namun, pendekatan ini diindikasikan bila penyem-
Tujuan: kontraksi, jaringan parut (skar) , dan buhan pre primam tidak memungkinkan.
remodeling skar. Penyembuhan per tertiam: tindakan secara aktif
Mekanisme: pembentukan dan ikatan (cross- menganggu proses penyembuhan, lalu ditutup
/ink) kolagen semakin meningkat. Kolagen tipe 4-10 hari pascacedera, atau setelah jaringan gra-
I akan menggantikan tipe III hingga rasio nor- nulasi terbentuk danjumlah bakteri <10 5 gramja-

Tabet I. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka:

Mekanik: trauma lokal, tekanan:


Usia:
Suplai darah: sirkulasi, iskemia:
Nutrisi: protein. vitamin C. Oz;
Temperatur:
Merokok:
Teknik dan materi penjahitan:
Penyakit kronis: diabetes, kanker. penyakit kardiova-
Ada/ tidaknya benda asing:
skular:
lnfeksi:
Imunosupresi: steroid. kemoterapi. radiasi:
Hematoma/ seroma (me ningkatkan infeksi):
Penyakit vaskular kolagen:
Hipertensi venosum:
lradiasi jaringan.
Penyakit vaskular perifer.
\
\
'

I
, __ -
I
,.,'

Gambar 1. Teknik Penjahitan Simple interrupted

ringan. Pendekatan ini digunakan pada Iuka yang 2. Irigasi dan debridemen. lrigasi menggunakan
202 sangat terkontaminasi, Iuka yang telah lama dibi- cairan fisiologis (seperti ringer laktat atau salin
arkan, cedera berat dengan banyak jaringan mati. normal) untuk membuang bekuan darah, benda
Fase inflamasi yang lebih panjang diperlukan un- asing, serta mikroorganisme. Setelah itu, debride-
tuk mengurangijumlah bakteri dan meminimalisir men dikerjakan. Debridemen adalah pembuangan
risiko infeksi setelah penutupan. jaringan yang mengalami nekrosis atau terinfeksi
untuk mempercepat proses penyembuhan. Ben-
Langkah-langkah Penjahitan Luka: tuk Iuka yang ireguler atau tidak beraturan dapat
1. Anestesi lokal atau infiltrasi. lnjeksi anestesi di- dieksisi untuk menghasilkan tepi tajam sehingga
lakukan sebelum debridemen dan irigasi: lidokain mempermudah penyembuhan Iuka sewaktu
I% I 0 mg/ mL dosis 5 mg/KgBB (bila tanpa epine- aproksimasi (penyatuan jaringan).
frin, bertahan 40-60 menit) atau dosis 7 mg/KBB 3. Teknik Penjahitan.
bila diberikan bersama epinefrin (bertahan 2-6 Pemilihan jenis benang sangat tergantung dari
jam). Apabila terjadi perdarahan, pemberian epine- operator, yang disesuaikan dengan jenis Iuka, ser-
frin I :150.000 dapat diberikan sebagai vasokon- ta kelebihan-kekurangan masing-masing materi
striktor. benang Oihat Bab Instrumen Bedah). Demikian
Waspadai tanda-tanda toksisitas lidokain: eksi- halnya dengan teknik penjahitan. Beberapa teknik
tasi sistem saraf pusat, diikuti dengan depresi penjahitan sederhana yang lazim digunakan, an-
neurologis sentral, respiratorik, dan kardiovas- tara lain:
kular. a. Simple interrupted (lihat Gambar 1). Dapat di-

Gambar 2. Teknik Penjahitan Intrakutikular


\.

Gambar 3. Teknik Penjahitan mattress: Vertikal (kiri). Horizontal (tengah dan kanan)

gunakan hampir pada seluruh situasi. yang baik, pemasangan drainase, atau
b. Intrakuticular Oihat Gambar 2) . Hasil lebih baik balut tekan dengan verban elastis. Hindari
secara kosmetik, namun kekuatan jahitan rela- regangan berlebihan pada kulit. lepas jahi-
tif lemah. Biasanya teknik ini dikombinasikan tan dalam 7-10 hari (5 hari untuk wajah).
dengan jahitan dalam.
c. Vertical mattress (!ihat Gambar 3). Teknik ter- Selain penjahitan Iuka, terdapat materi untuk
pilih untuk area yang sulit dijangkau, misalnya aproksimasi kulit lainnya, antara lain:
dorsum tangan. 203
d. Horizontal mattress (lihat Gambar 3).
e. Continuous (lihat Gambar 4). Relatif lebih
menghemat waktu, bermanfaat untuk hemo-
stasis.

Dalam melakukan penjahitan Iuka, hendaknya


memperhatikan masalah teknis berikut:
a. Minimalisasi trauma jaringan.
b. Pastikan jarak yang sama antara lebar dan
kedalaman penjahitan pada kedua sisi (lihat
Gambar 7) .
c. Untuk menghasilkan kosmetik yang baik (pada
kulit):
Usahakan Iuka tertutup eversi setelah pen-
jahitan (lihat Gambar 6). Dengan posisi
eversi, uka akan merapat lebih sempurna;
Usahakan jangan sampai terbentuk dead.-
space, yaitu rongga be bas yang berisi
cairan, darah, atau serum. Dead.space dapat
diminimalisir dengan teknik penjahitan

Gambar 4. Teknik Penjahitan Continuous Gambar 6. Eversi Jaringan dalam Penjahitan


Dapat pula ditambahkan antiseptik atau antibi-
otik sesuai indikasi.
Tutup dengan kasa yang absorben, lalu plester

1 atau balut tekan.


lstirahatkan organ yang habis dioperasi. Bila

I memungkinkan, posisi elevasi dapat memu-


dahkan drainase cairan.

I Untuk Iuka kontaminasi , vaksinasi tetanus


dapat dipertimbangkan bila riwayat imunisasi
tidak jelas atau kurang dari 3 dosis. Berikan
vaksin tetanus toksoid (Td) 0,5 mL J.M. ± te-
Gambar 7. Jarak antara Lebar dan Kedalaman Penjahitan
tanus imunoglobulin 250 U J.M. Risiko tetanus
perlu diwaspadai bila Iuka >6 jam, kedalaman
Plester. Dapat digunakan untuk Iuka superfi- Iuka > 1 cm, terdapat kontaminasi, jaringan
sial dengan bentuk kedua sisi sama, misalnya mati, benda asing, serta pada Iuka bakar, tem-
Iuka insisi. Namun, plester tidak dapat digu- bakan, cedera suhu dingin (frostbite) , Iuka
nakan pada Iuka yang aktif berdarah. penetrasi, sumber Iuka dari sawah (farming
Bahan adesi kulit, misalnya 2-octylcyanoacry- injury).
late. Bahan ini dapat digunakan untuk Iuka Profilaksis lain yang dapat dipertimbangkan
area kecil, tanpa menimbulkan regangan. sesuai kejadian, antara lain hepatitis B dan HIV.
Penggunaan bahan ini dapat menimbulkan
tatto. Sumber Bacaan
Staples. Penggunaan materi baja-titanium ini I. Ethridge RT. Leong M, Phillips LG. Wound healing. Dalam:
menghasilkan reaksi jaringan yang lebih mini- Townsend CM. Beauchamp RD. Evers BM, Mattox KL, pe-
mal dibandingkan benang jahit. nyunting. Sabiston textbook of surgery: the biological basis
of modern surgical practice. Edisi ke-19. Philadelphia:
4. Perawatan Iuka pascapenjahitan Elsevier Saunders: 2012.
Tutup jahitan dengan bahan yang mencegah 2. Dreckman S. Sequeira S. Plastic surgery. Dalam: Vojvodic
perlengkatan, tetapi memungkinkan drainase, M, Young A. penyunting. Toronto Notes 2014. Ontario:
misalnya kain tule yang mengandung vaselin. Toronto Notes: 2014.
64 HerniaAnak
•••
Kompetensl JJJB

Chris Tanto, Iskandar Rahardjo Budianto

Hernia inguinalis merupakan satu dari permasala- omfalokel dan gastroskisis. Omfalokel adalah defek
han bedah yang paling sering dijumpai pada masa kongenital pada dinding abdomen dimana isi perut
bayi dan anak. Operasi hernia merupakan salah satu terbungkus oleh peritoneum dan membran amnion.
operasi elektif yang tersering dilakukan. Berbeda dengan omfalokel, pada gastroskisis, organ
abdomen tidak terbungkus kantong melainkan bebas
Embriologi dan Patogenesis keluar.
Berbeda dengan dewasa, hernia inguinalis pada
bayi disebabkan karena kegagalan penutupan prose- Epidemiologi
sus vaginalis (penonjolan peritoneum yang berbentuk Insidens hernia inguinalis pada anak berkisar
seperti jari dan bertugas mengiringi testis turun ke antara I 0-20 per 1000 kelahiran hidup. Pada bayi
skrotum). Penutupan prosesus vaginalis normalnya prematur, angka kejadian naik menjadi 300 per 1000
terjadi beberapa bulan sebelum kelahiran. Oleh ka- kelahiran hidup. Hernia inguinalis lebih sering terjadi
rena itu, insidens hernia inguinalis tinggi pada bayi pada anak laki-laki dibanding perempuan (10:1). Her- 205
prematur. Pada penutupan prosesus vaginalis yang nia lebih sering terjadi pada sebelah kanan dibanding-
parsial (tidak utuh) menyebabkan cairan terjebak kan kiri atau bilateral. Hal ini diperkirakan karena
dalam skrotum sehingga menyebabkan terbentuknya testis kanan turun belakangan. Bayi lebih rentan
hidrokel. mengalami hernia strangulata karena cincin inguinal
yang sempit.
Klasifikasi
I. Hernia Inguinalis Lateral (Gambar 1) Diagnosis
Umumnya, hernia pada anak adalah hernia ingui- Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
nalis lateral. Kantung hernia berasal dari sisi lateral fisis, dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut.
pembuluh darah epigastrik inferior dan turun sepan-
jang korda spermatikus dalam fasia kremaster. Kan- Anamnesis
tung ini dapat bertahan sepenuhnya dalam kanalis Adanya penonjolan di daerah inguinal/skrotum yang
inguinalis atau turun melalui cincin inguinalis ekster- intermiten. Biasanya terlihat lebih jelas pada saat me-
nal. Apabila masuk ke skrotum disebut hernia skrota- nangis atau mengedan. Seringkali, penonjolan dapat
lis, sedangkan apabila masuk ke labia mayor disebut hilang saat istirahat atau dapat dimasukkan secara
hernia labialis. Hernia inguinalis lateral dapat dibeda- manual.
kan menjadi:
Hernia inguinalis lateral reponibel, apabila hernia Pemeriksaan Fisis
dapat keluar masuk; Tonjolan pada skrotum/kanal inguinal/labia yang
Hernia inguinalis lateral ireponibel. apabila hernia membesar apabila pasien mengedan;
tidak dapat dimasukkan kembali kedalam rongga Korda pada sisi yang terkena terasa lebih tebal
perut; dibandingkan sisi yang tidak terkena;
Hernia inguinalis lateral strangulata, apabila her- Hernia strangulata: tonjolan tidak dapat dimasuk-
nia terjepit oleh cincin hernia. Hal ini menyebab- kan. Apabila sudah beberapa jam, anak akan re-
kan gangguan vaskularisasi dan gangguan pasase. wel, tidak mau makan, merasa nyeri, mengalami
distensi abdomen, muntah, serta sulit buang angin
2. Hernia Umbilikalis atau mengeluarkan kotoran. Tonjolan yang mem-
Hernia umbilikalis terjadi karena kegagalan penu- bengkak, kemerahan, serta terdapat perubahan
tupan cincin umbilikus sehingga menimbulkan defek warna pada kulit yang melapisinya;
sentral pada linea alba. Defek pada fascia menyebab- Pemeriksaan transiluminasi untuk membedakan
kan protrusi isi rongga perut. Hernia umbilikalis hernia dengan hidrokel. Pemeriksaan translumina-
berukuran <I cm pada waktu kelahiran biasanya akan si dilakukan di ruangan gelap. Kemudian, tempel-
menutup sendirinya pada tahun keempat kehidu- kan senter pada area skrotum yang dicurigai. Hi-
pan. Hernia umbilikalis dapat bermanifestasi sebagai drokel memberikan hasil positif (tembus cahaya)
Cincin inguinalis internal

Cincin inguinalis eksterna l

Normal

Hernia skrocalis
alau hidrokel komunikans
Hernia

Hidrokel korda Hidroke l

Gambar 1. Berbagai Tipe Hernia lnguinalis dan Hidrokel pada Anak.


(Sabiston Textbook of Surgery. Edisi ke- 17. 2004)

dengan pemeriksaan ini; adanya kondisi seperti penyakit jantung kongeni-


Beda lainnya: batas atas hidrokel (+), hernia batas tal, infeksi, penyakit paru , atau metabolik. Semakin
atas (-). lama ditunda, kemungkinan untuk mengalami her-
nia strangulata semakin besar.
Pemeriksaan Penunjang 2. Hernia inguinal strangulata
Diagnosis biasanya cukup dengan pemeriksaan Keadaan ini merupakan emergensi sehing-
fisis. Ultrasonografi dan laparoskopi diagnostik da- ga diperlukan operasi segera. Hernia inguinal
pat dilakukan untuk pasien dengan kecurigaan her- strangulata adalah keadaan dimana usus terjepit
nia inguinalis yang tidak dapat ditegakkan dengan se- hingga menghambat suplai darah. Pada opera-
pemeriksaan fisis. Namun, pemeriksaan ultrasonogra- si hernia strangulata dilakukan laparotomi dengan
fi memiliki kelemahan karena bersifat operator de- kemungkinan reseksi usus. Sebelumnya, dapat
pendent. Selain untuk diagnostik, laparoskopi dapat dicoba terapi konservatif, yakni pasien dipuasa-
digunakan untuk tujuan terapeutik langsung setelah kan, dilakukan pemasangan selang nasogastrik,
diagnosis ditegakkan. infus, serta diberikan obat sedatif sampai pasien
tertidur. Apabila tertidur, tekanan intraperitoneal
Tata Laksana diharapkan akan kembali normal dan isi kantong
Pasien dengan hernia inguinalis hams menjalani hernia akan kembali ke rongga peritoneum. Apa-
prosedur operasi sebagai tata laksana definitif. Oleh bila dalam waktu enam jam hernia tidak tereduksi
karena itu. pasien hernia anak dirujuk ke spesialis be- atau tanda iritasi peritoneum terlihat, herniotomi
dah anak. Operasi untuk memperbaiki keadaan hernia wajib dikerjakan.
inguinalis pada anak disebut dengan herniotomi ka- Terapi konservatif tidak dikerjakan apabila
rena dilakukan penutupan (ligasi) prosesus vaginalis tanda-tanda nekrosis usus ditemukan. Tanda-
peritoneum se-proksimal mungkin. Berbagai keadaan tanda tersebut adalah meningkatnya suhu tubuh
turut menentukan waktu operasi: (tanpa dehidrasi) , edema serta kemerahan pada
I. Hernia inguinalis reponibel pemeriksaan lokal, dan nyeri tekan di daerah pem-
Operasi dilakukan secepatnya setelah diag- bengkakan.
nosis ditegakkan untuk mencegah kemungkinan 3. Pada kasus hernia umbilikalis. observasi dikerja-
terjadinya hernia strangulata. Faktor lain yang kan sampai usia pasien kurang lebih dua tahun.
dipertimbangkan adalah kesiapan pasien, orang Biasanya bila defek kurang dari I cm diharapkan
tua, ekonomi, dan lain-lain. Penundaan operasi defek dapat menutup spontan sebelum usia 2 ta-
elektif hernia dilakukan pada kasus prematur, hun. Bila setelah usia 2 tahun defek belum menu-
bayi berat lahir sangat rendah (<1500 gram), dan tup, diperlukan tindakan operasi.
Komplikasi Sumber Bacaan
Obstruksi usus, peritonitis, dan torsio ovarium (pada I. Hackam DJ. Newman K. Ford HR. Pediatric surgery. Dalam:
anak perempuan). Brunicardi FC. Andersen DK. Billiar TR, Dunn DL. Hunter
JG. Pollock RE. penyunting. Schwartz's manual of surgery.
Diagnosis Banding Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2006. h.1022-24.
Salah satu diagnosis banding hernia anak adalah 2. Sato TT. Oldham KT. Pediatric abdomen. Dalam: Mulhollan
hidrokel. Pada kasus hidrokel, observasi dilakukan MW, Lillemoe KD. Doherty GM. Maier RV. Upchurch GR. pe-
sampai anak berusia 12 bu)an. Observasi dilakukan nyunting. Dalam: Greenfield's surgery: scientifiv principles
karena hubungan dengan rongga peritoneum masih and practice. Edisi ke-4. Maryland: Lippincot Williams &
mungkin menutup spontan. Apabila sudah menutup, Wilkins; 2006. h.1882-4.
cairan pada hidrokel (yang berasal dari rongga peri- 3. Warner BW. Pediatric surgery - imperforate anus. Dalam:
toneum) secara bertahap terabsorbsi. Apabila setelah Townsend CM. Beauchamp RD. Evers BM, Mattox KL. pe-
usia 12 tanda dan gejala hidrokel menetap, pasien da- nyunting. Sabiston textbook of surgery. Edisi ke-17. Elsevi-
pat menjalani prosedur bedah berupa ligasi setinggi er-Saunders: 2004. h.2117-9.
prosesus vaginalis peritoneum seperti pada prosedur 4. Departemen Bedah Anak. Panduan Pelayanan Medik. Ja-
herniotomi. karta: Departemen Ilmu Bedah: 2012.

Kriptorkidismus
207

Chris Tanto, Iskandar Rahardjo Budianto

Definisi tempatnya.
Kriptorkidismus atau undescended testis merujuk Gubernakulum adalah sebuah struktur yang
pada kondisi adanya kelainan pada penurunan testis menggabungkan bagiah bawah tunika vaginalis
ke skrotum. Testis dapat berada di intraperitoneum, dengan dasar skrotum. Struktur tersebut membantu
cincin inguinal internal, kanalis inguinalis, atau cincin penurunan testis dengan melebarkan kanalis
inguinal eksternal. lstilah tersebut perlu dibedakan inguinalis sehingga testis dapat mencapai skrotum.
dengan testis ektopik, yakni testis yang telah Kelainan intrinsik testis dan epididimis diperkirakan
melewati cincin eksternal, tetapi diam di lokasi yang juga menyebabkan testis tidak dapat turun ke
abnormal (bukan pad a jalur penurunannya), seperti di skrotum.
abdomen, paha bagian medial, atau perineum.
Diagnosis
Epidemiologi Pemeriksaan Fisis
Sebanyak 3,4% bayi laki-laki aterm mengalami I. Inspeksi: skrotum dengan rugae-rugae yang
kriptorkidismus. Pada bayi preterm, angka kejadian sedikit (hipoplastik);
meningkat menjadi 30%. Kebanyakan testis yang 2. Palpasi (pasien dalam posisi supinasi): testis
kriptorkidismus turun sendirinya dalam usia 3 bulan teraba di kanalis inguinalis atau skrotum bagian
sampai 6 bulan. atas. Apabila testis sulit atau tidak dapat dipalpasi,
kemungkinan testis berada di abdomen atau testis
Embriologi dan Patogenesis tidak terbentuk. Apabila pada posisi supinasi
Testis bermula sebagai penebalan dari urogenital testis sulit diraba, pemeriksaan dilakukan dengan
ridge pada minggu ke-5 sampai 6 kehamilan. Antara kaki anak menyilang sambil duduk. Manuver ini
minggu ke-12 sampai I 7, testis mengalami migrasi meniadakan refleks kremaster.
transabdominal menuju cincin inguinalis interna. Pada
bulan ketujuh dan kedelapan, testis turun melalui Pemeriksaan Penunjang
kanalis inguinalis ke skrotum bagian atas. Seiring I. Pemeriksaan radiologi seperti USG, CT-scan, dan
dengan proses ini, prosesus vaginalis terbentuk dan MRI dapat dikerjakan tetapi seringkali inakurat;
tertarik bersamaan dengan testis yang bermigrasi. 2. Laparoskopi diagnostik merupakan pilihan.
Penurunan testis dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti tarikan gubernakulum, tekanan intrabdomen, Tata Laksana
dan faktor endokrin. Berbagai kelainan pada faktor Saat ini direkomendasikan bahwa testis yang belum
ini diperk.irakan menyebabkan testis tidak turun ke turun direposisi antara usia 6 bulan - 1 tahun dengan
pembedahan. Pembedahan untuk memindahkan Komplikasi
testis yang belum turun ke skrotum disebut dengan Laki-laki dengan testis undesensus bilateral
orkidopeksi. Orkidopeksi dilakukan oleh dokter seringkali infertil. lnsidens infertilitas pada pasien
spesialis bedah. orkidopeksi unilateral kurang lebih dua kali
Pada pasien dengan kriptorkidismus unilateral, dibandingkan dengan penurunan testis yang normal.
orkidopeksi merupakan pilihan; Ada kecenderungan testis mengalami keganasan
Penggunaan hormon chorionic gonadotropin pada pasien-pasien kriptorkidismus yang terlambat
mungkin efektif pada pasien dengan testis dioperasi atau tidak dioperasi.
undesensus bilateral. Apabila penurunan testis
tidak terjadi dalam 1 bulan, operasi harus $umber Bacaan
dikerjakan; 1. Hackam DJ, Newman K. Ford HR Pediatric surgery. Dalam:
Pendekatan pada pasien dengan testis yang tidak Brunicardi FC, Andersen DK. Billiar TR, Dunn DL, Hunter
teraba adalah dengan melakukan laparoskopi JG, Pollock RE, editor. Schwartz's manual of surgery. Edisi
terlebih dahulu. Laparoskopi ditujukan untuk ke-8. New York: McGraw-Hill; 2006. h. l 024-6.
mengidentifikasi lokasi testis. Apabila lokasi 2. Minevich E. Sheldon CA. Pediatric genitourinary system.
testis dekat dengan cincin internal, orkidopeksi Dalam: Greenfield's surgery: scientifiv principles and
dilakukan. Apabila testis dinilai terlalu jauh dari practice. Edisi ke-4. Maryland: Lippincot Williams &
skrotum, biasanya dilakukan operasi dengan dua Wilkins; 2006. h.1953.
tahapan (pendekatan Fowler-Stephens).

208

Malaformasi Anorektal
Chris Tanto, Iskandar Rahardjo Budianto

Definisi
Malformasi anorektal adalah kelainan-kelainan Klasifikasi
kongenital yang ditemukan pada saluran cerna bagian Klasifikasi malformasi anorektal dapat dilihat pada
anus dan rektum. Kelainan yang terjadi dapat berupa Tabel 1.
tidak terbentuknya lubang anus, lubang anus terletak
tidak pada tempatnya, sampai bersatunya lubang Epidemiologi
keluar anus, saluran kemih, dan saluran genitalia. Malformasi anorektal terjadi pada 1 dari 4000-
5000 kelahiran hidup dengan angka kejadian lebih
Tabel I . Klasifikasi Malaformas i Anorektal (Alberto Pena)
tinggi sedikit pada laki-laki dibandingkan perempuan.
l aki ldki PPn•mpuan Defek yang paling sering terjadi adalah atresia ani
dengan fistula rektouretra (pada laki-laki) dan fistula
Lesi letak rendah Fistula kutaneus rektovestibulum (pada perempuan).
Fistula kutaneus (perinea!)
Stenosis anal Fistula vestibular
Pa to genesis
Anal membran Fistula vagina Normalnya, pada minggu kelima terjadi pemisa-
Malafonnasi Anus imperforata
han rektum dengan sinus urogenital. Pada minggu
bucket handle tanpa fistula ke-8 terjadi ruptur membran anus sehingga terdapat
Fistula rektouretra Atresia rektum dan lubang di kulit anus. Malformasi anorektal terjadi
bulbar stenos is
karena terganggunya proses perkembangan organ
Fistula rektouretra Kloaka persisten atau adanya kelainan saat embriogenesis. Namun de-
prostat
mikian, etiologinya belum diketahui secara pasti, didu-
Fistula rektovesika ga bersifat multifaktorial.
(leher kandung
kemih)
Manifestasi Klinis
Anus imperforata Neonatus dengan malformasi anorektal biasanya
tanpa fistula
terdeteksi pada pemeriksaan awal kelahiran. Malfor-
Atresia rektum dan
masi tanpa fistula yang tidak terdeteksi dalam 24 jam
stenosis
akan bermanifestasi sebagai distensi abdomen akibat Pasien dipuasakan:
kegagalan mengeluarkan mekonium. Cairan intravena. dapat diberikan kristaloid
(lihat Bab Manajemen Bayi Baru Lahir Sehat);
Diagnosis Tata laksana kondisi yang mengancam hidup
Adanya atresia ani dengan atau tanpa fistula; seperti infeksi, hipotermi, dan lain-lain. Antibi-
Adanya mekonium di urine atau keluar spontan otik spektrum luas dapat diberikan (lihat Bab
dari uretra; Manajemen Bayi Baru Lahir Sakit).
Pemeriksaan penunjang. Edukasi kepada keluarga pasien mengenai
prosedur operasi beberapa tahap dan lama,
Pemeriksaan Penunjang adanya kemungkinan infeksi dan operasi be-
Invertogram/knee chest position. Pemeriksaan ini rulang, terjadi neurogenic bladder. dan inkon-
digunakan untuk menentukan hubungan antara tinensia alvi pasca-operasi.
ujung distal rektum dengan perineum. Pasien
dibiarkan dalam posisi knee-chest selama 5-10 2. Tata Laksana Operatif
menit. kemudian dilakukan foto lateral. Apabila Pasien dengan kasus malformasi anorektal dirujuk
jarak rektum dan kulit < I cm, maka disebut lesi ke spesialis bedah anak untuk mendapatkan tata lak-
letak letak rendah; bila > l cm disebut lesi letak sana definitif. Tata laksana operatif pada bayi laki-laki
tinggi. dan perempuan berbeda bergantung kepada jenis dan
MRI atau CT-scan untuk mengevaluasi kompleks atau letak lesi.
otot pelvis dan panggul;
Urinalisis. Bayi Laki-laki
209
Apabila pada pemeriksaan fisis didapatkan lesi
Selain itu, lakukan pemeriksaan lain karena anak de- letak rendah (fistula perineum, bucket handle,
ngan malformasi anorektal memiliki asosiasi dengan stenosis anal, anal membran, dan fistula midline
kelainan lainnya. Asosiasi VACTERL (vertebral, anal, raphe), kolostomi tidak diperlukan. Anak hanya
cardiac, tracheal-esophageal. renal, and limb) harus memerlukan tindakan PSARP minimal. Pada tin-
diselidiki pada setiap pasien dengan malformasi dakan ini dilakukan pemisahan rektum dan hanya
anorektal. otot sfingter eksternus yang dibelah.
Apabila didapatkan pasien dengan flat bottom atau
Tata Laksana ada mekonium di dalam urine atau udara pada
l. Tata Laksana Um.um kandung kemih, kolostomi diperlukan sebelum
Tata laksana umum untuk anak dengan malforma- operasi definitif. Empat sampai delapan minggu
si anorektal adalah sebagai berikut: setelahnya, PSARP dapat dikerjakan.

Neonatus dengan ma!aformasl anorektal


t t
• Fistula perineum
•"Bucket handle"
• Stenosls anal t t
• Anal membran Jarak ujung Jarak ujung
• Fistula mldline raphe usus distal - kulit >I cm usus distal - kulit > l cm


PSARP minimal tanpa
kolostomi
Kolostoml

kolostomi

Keterangan: PSARP. Posterior Sagitta/ Anorectoplasty.

Gambar I. Algoritme Tata Laksana Malaformasi Anorektal pada Laki-laki (Pena A. 1990).
Neonatus dengan malaformasi anorektal


lnspeksi perineum

+ (90%)
Ada fistula
I


Tidak ada fistula (I 0%)

+
Kloaka
+
Vagina/vestibular

Kutaneus •
Invertogram

• •
(perinea]) 1
+
Kolostomi dan
vaginostomi
diversi urin
Qika diperlukan)
Kolostomi

+ 48mmggu
PSARP
1
J
Jarak ujung usus
distal - kulit s I cm
Jarak ujung usus
distal - kulit > l cm

Kolostomi
.6 bulan
PSARP minimal tanpa kolostomi · 4-8 minggu

PSARPVUP PSARP

Keterangan: PSARP. Posterior Sagittal Anorectoplasty: PSARPUV Posterior Sagittal Anorectoplasty & Vaginal-urethroplasty.

Gambar 2. Algoritme Tata Laksana Malaformasi Anore ktal pada Perempuan (Pena A, 1990).

Apabila dari pemeriksaan k.linis masih meragukan, Tata laksananya sama dengan bayi laki-laki.
invertogram dikerjakan. Apabila jarak kulit dan
usus > 1 cm, kolostomi diperlukan sebelum PSARP. Manajemen
Pada kasus lesi letak rendah (laki-laki dan perem-
Bayi Perempuan puan) , dilakukan prosedur perbaikan tunggal tanpa
Adanya kloaka pada bayi perempuan merupakan kolostomi. Terdapat tiga jenis pendekatan yang digu-
kondisi yang sangat serius dan diperlukan tinda- nakan:
kan segera. Kolostomi, vesikostomi, dan vaginos- 1. Fistula terletak di lokasi normal. Dilatasi (businasi)
tomi mungkin dikerjakan. Apabila bayi tumbuh saja biasanya bersifat kuratif.
dalam keadaan baik, PSARVUP akan dikerjakan 2. Fistula terletak di anterior sfingter eksternus de-
enam bulan kemudian. ngan jarak lubang ke pertengahan sfingter dekat.
Pasien dengan fistula vagina/ vestibular akan men- Pada kasus ini dilakukan PSARP minimal.
jalani kolostomi diikuti dengan PSARP 4-8 minggu 3. Fistula terletak di anterior sfingter eksternus de-
kemudian. ngan jarak lubang ke pertengahan sfingter jauh.
Pasien dengan f,,,ula kutaneus/ perineum menja- Pada kasus ini dapat dilakukan limited PSARP
lani minimal PSARP tanpa kolostomi pada masa dimana otot sfingter eksternus, serabut otot, dan
neonatus sebagai terapi. kompleks otot dibedah, tetapi tidak membelah os.
Pasien tanpa fistula yang tidak terhubung dengan koksigeus.
genital atau perineum memerlukan invertogram.
Pada kasus letak sedang dan tinggi, diperlukan rekon-
Tabel 2. Ukuran busi yang direkomendasikan sesuai dengan
struksi yang terdiri dari tiga tahap:
usia anak.
1. Tahap 1: kolostomi. Pada tahap ini, kolon sigmoid
dibagi utuh menjadi 2 bagian: bagian proksimal
sebagai kolostomi dan bagian distal untuk mukosa
1-4 bulan No. 12 fistula;
4-12 bulan No. 13 2. Tahap 2: prosedur pull through. Prosedur ini
8- 12 bulan No. 14
dilakukan 3-6 bulan setelah kolostomi. Dilakukan
penarikan kantung rektal yang paling ujung ke
1-3 tahun No. 15
posisi yang normal. Prosedur dari Pena (1990).
3- 12 tahun No. 16 PSARP (posteriosagital rektoanoplasti) merupakan
> 12tahun No. 17 prosedur yang paling sering digunakan. PSARP
membelah otot sfingter eksternus, kompleks otot, mation. New York: Springer-Verlag: 1990. h. I-70.
dan os. koksigeus. 2. Warner BW. Pediatric surgery-imperforate anus. Dalam:
3. Tahap 3: penutupan kolostomi dan businasi. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, pe-
Dilatasi anus (businasi) dimulai 2 minggu setelah nyunting. Sabiston textbook of surgery. Edisi ke- 17. Elsevi-
tahap 2 sampai ukuran businasi sudah tercapai er-Saunders: 2004. h.2114-6.
sesuai usia (Tabel 2), baru dilakukan penutupan 3. Sato TT. Oldham KT. Pediatric abdomen. Dalam: Mulhollan
kolostomi. MW, Lillemoe KO, Doherty GM. Maier RV. Upchurch GR, pe-
nyunting. Dalam: Greenfield's surge ry: scientific principles
Sumber Bacaan and practice. Edisi ke-4. Maryland: Lippincot Williams &
1. Pena A. Atlas of surgical management of anorectal malfor- Wilkins: 2006. h.1890-4.

Penyakit Hirschsprung
Chris Tanto. Iskandar Rahardjo Budianto

Definisi 1. Gaga! mengeluarkan mekonium dalam 24


Penyak.it Hirschsprung (megakolon kongenital) pertama kehidupan (keterlambatan evakuasi 211
adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik mekonium);
usus, mulai dari sfingter anal internal ke arah 2. Tanda obstruksi intestinal nonspesifik: distensi
proksimal dengan panjang segmen tertentu, selalu abdomen, muntah hijau, dan intoleransi dalam
termasuk anus, dan setidak-tidaknya sebagian rektum. pemberian makan. Hal ini terjadi karena tidak
adanya peristalsis yang bersifat propulsif pada
Epidemiologi segmen aganglionik;
Jnsidens diperkirakan 1 per 5000 kelahiran hidup 3. Enterokolitis yang ditandai dengan demam,
dengan perbandingan antara laki-laki perempuan distensi abdomen, tinja menyemprot bila
sebesar 4 1. Panjangnya segmen aganglionik dilakukan pemeriksaan colok dubur. tinja berbau
bervariasi, sekitar 7 5-80%, biasanya terjadi pada busuk serta berdarah. Enterokolitis diperkirakan
kolon rektosigmoid distal dan 5% terjadi pada usus terjadi karena stasis obstruktif dan pertumbuhan
halus. Kolon aganglionik total jarang ditemukan. bakteri yang berlebihan (misalnya C. difficile dan
namun dapat terjadi. Terdapat kecenderungan familial rotavirus);
pada penyakit ini. Sekitar 80% kasus terdiagnosis 4. Apabila sudah terjadi komplikasi berupa
pada periode neonatus sedangkan 20% terdiagnosis peritonitis ditemukan edema, bercak kemerahan
setelahnya. di sekitar umbilikus, punggung, serta pada daerah
genitalia;
Etiologi dan Patogenesis 5. Pada anak yang lebih dewasa: konstipasi berulang,
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui gaga! tumbuh, serta tampak letargis.
dengan jelas. Diperkirakan, terjadi defek migrasi
sel-sel krista neural yang merupakan prekursor Diagnosis
sel ganglion intestinal. Normalnya, sel-sel tersebut Diagnosis dilakukan dengan anamnesis,
bermigrasi sefalokaudal. Proses tersebut selesai pada pemeriksaan fisis. serta penunjang. Anamnesis
minggu ke-12 kehamilan. Namun, migrasi dari kolon dan pemeriksaan fisis mencakup tanda dan gejala
tranversal bagian tengah ke anus memerlukan waktu yang telah diuraikan sebelumnya. Selain itu perlu
selama 4 minggu. Pada periode inilah paling rentan dilakukan anamnesis mengenai riwayat kehamilan
terjadi defek migrasi sel krista neural. Hingga saat ini dan kelahiran.
penyakit Hirschsprung diasosiasikan dengan mutasi
tiga gen spesifik: proto-onkogen RET, gen EDNRB Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
(endothelin B receptor) , dan gen EDN3 (endothelin 3). pasien dengan kecurigaan penyakit Hirschsprung
adalah:
Manifestasi Klinis Pemeriksaan definitif: biopsi rektal. Biopsi rektal
Pasien dengan kemungkinan penyak.it dapat dilakukan secara bedside pada pasien
Hirschsprung dapat menunjukkan tanda dan gejala neonatus. sedangkan pada anak yang lebih
berikut ini: besar diperlukan sedasi intravena. Pengambilan
sampel meliputi lapisan mukosa serta submukosa. mendapatkan tata laksana definitif. Namun, tata
1 cm, 2 cm. dan 3 cm dari linea dentata. laksana awal dapat diberikan pada pasien dengan
Sediaan histopatologi penyakit Hirschsprung distensi abdomen (biasanya pada kasus aganglionik
menunjukkan tidak adanya sel ganglion pada total):
pleksus myenterikus, adanya hipertrofi bundel I. Dekompresi saluran cerna dengan selang
saraf. serta pewarnaan yang menyangat dengan nasogastrik (NGT). Cairan dihisap setiap 15-20
asetilkolin; menit karena cairan jejunum akan mulai mengisi
Roentgen abdomen. Pemeriksaan ini bersifat lambung dalam rentang waktu ini. Dekompresi
nonspesifik. Hasil foto menunjukkan usus-usus rektal juga dapat dilakukan dengan menggunakan
yang terdistensi dan terisi oleh udara. Biasanya rectal tube. Apabila dekompresi tidak berhasil,
sulit membedakan usus halus dan usus besar saat kolostomi menjadi pilihan terapi bedah sementara.
usia neonatus; 2. Rehidrasi (diberikan kebutuhan rumatan dan
Pemeriksaan barium enema. Dilakukan untuk rehidrasi). Hindari pemberian cairan dengan
menunjukkan lokasi zona transisi antara segmen kecepatan tinggi untuk menghindari terjadinya
kolon dengan ganglion yang mengalami dilatasi edema paru.
dengan segmen aganglionik yang mengalami 3. Pemasangan kateter urine untuk memantau urine
konstriksi. Terdapat tanda klasik radiografis output. Normalnya 1,5 cc/KgBB/jam.
penyakit Hirschsprung. yakni: 4. Pemberian antibiotik apabila terjadi enterokolitis.
1. Segmen sempit dari sfingter anal,
2. Zona transisi (daerah perubahan dari segmen Tata laksana operatif dilakukan dalam beberapa
sempit ke segmen dilatasi). tahap:
212
3. Segmen dilatasi. l. Kolostomi, dilakukan pada periode neonatus.
Pemeriksaan barium enema sangat berguna untuk pasien anak dan dewasa yang terlambat
menyingkirkan diagnosis banding seperti atresia terdiagnosis, dan pasien enterokolitis berat
kolon, sindrom sumbatan mekonium, atau small dengan keadaan umum yang buruk. Apabila
left colon syndrome. pasien tidak termasuk kedalam tiga kelompok ini,
tindakan bedah definitif dapat dilaksanakan.
Diagnosis Banding 2. Pull-through operation. Prinsip operasi ini adalah
l. Atresia ileum: mekonium sedikit. kering, berbutir- membuang segmen aganglionik dan membuat
butir, warna hijau muda; anastomosis segmen ganglion dengan anus. Ada
2. Sumbatan mekonium: pada Roentgen abdomen tiga buah teknik yang sering digunakan oleh
tampak usus melebar disertai kalsifikasi; dokter bedah anak, yakni prosedur Swenson,
3. Atresia rektal; Duhamel, dan Soave. Teknik Duhamel dan Soave
4. Enterokolitis nekrotikan neonatal: pasien letargis, memberikan hasil yang lebih baik dan dapat
mekonium bercampur darah, tanda enterokolitis digunakan pada kasus aganglionik total. Teknik
muncul lebih cepat dibandingkan penyakit lain yang sering digunakan dengan transanal
Hirschsprung: pull through. Pada kasus aganglionik total, ileum
5. Peritonitis intra-uterin; digunakan sebagai anastomosis.
6. Sepsis neonatorum: gaga! evakuasi mekonium
dalam 24-48 jam pertama, pasien menolak minum, Sumber Bacaan
distensi abdomen mulai dari daerah gaster, pasien 1. Hackam DJ. Newman K. Ford HR. Pediatric surgery. Dalam:
tampak letargis: Brunicardi FC. Andersen DK. Billiar TR. Dunn DL, Hunter
7. Sindrom kolon kiri kecil: biasanya pada ibu dengan JG. Pollock RE. editor. Schwartz's manual of surgery. Edisi
diabetes melitus. pada pemeriksaan barium ke-8. New York: McGraw-Hill; 2006. h.1015-7.
enema, kolon kiri terlihat kecil sedangkan ampula 2. Sato TT. Oldham KT. Pediatric abdomen. Dalam: Mulhollan
rektum melebar; MW. Lillemoe KO. Doherty GM. Maier RV. Upchurch GR.
8. Obstipasi psikogenik: pada pasien usia >2 tahun, editor. Dalam: Greenfield's surgery: scientifiv principles
feses seperti tanah liat dekat sfingter anal. and practice. Edisi ke-4. Maryland: Lippincot Williams &
Wilkins: 2006. h.1906-10.
Tata Laksana 3. Kartono D. Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto;
Semua pasien dengan penyakit Hirschsprung 2004.
dirujuk ke dokter spesialis bedah anak untuk
68 Apendisitis
••
Kompctcnsi lllB

Definisi
• Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jeo

akan bergerak ke arah apendiks sebagai mekanisme


Apendisitis adalah peradangan dari apendiks ver- pertahanan sehingga timbul massa lokal yang disebut
miformis dan merupakan penyebab abdomen akut infiltrat apendikularis. Peradangan yang terjadi dapat
yang paling sering. menjadi abses atau menghilang. Pada anak, omentum
lebih pendek dan apendiks lebih panjang dengan
Anatomi dan Fisiologi dinding lebih tipis sehingga mudah terjadi perforasi.
Apendiks memiliki panjang bervariasi sekitar Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi
6 hingga 9 cm. Dasarnya melekat pada sekum dan karena ada gangguan pembuluh darah.
ujungnya memiliki kemungkinan beberapa posisi
seperti retrosekal, pelvis, antesekal, preileal, retroi- Manifestasi Klinis
leal, atau perikolik kanan. Pada persambungan apen- Keluhan apendisitis dimulai dari nyeri di perium-
diks dan sekum, terdapat pertemuan tiga taenia coli bilikus dan muntah karena rangsangan peritoneum
yang dapat menjadi penanda. Apendiks adalah organ viseral. Dalam waktu 2-12 jam seiring dengan iritasi
imunologik yang berperan dalam sekresi IgA karena peritoneal, nyeri perut akan berpindah ke kuadran
termasuk dalam komponen g ut-associated lymphoid kanan bawah yang menetap dan diperberat dengan
213
tissue (GALT) pada waktu kecil. Namun, sistem imun batuk atau berjalan. Nyeri akan semakin progresif dan
tidak mendapat efek negatif apabila apendektomi dengan pemeriksaan akan menunjukkan satu titik de-
dilakukan. ngan nyeri maksimal. Gejala lain yang dapat ditemu-
kan adalah anoreksia, malaise, demam tak terlalu ting-
Patogenesis dan Patofisiologi gi. konstipasi, diare, mual, dan muntah.
Apendisitis akut biasanya disebabkan oleh
penyumbatan lumen apendiks yang dapat diakibatkan Diagnosis
oleh fekalit/apendikolit, hiperplasia limfoid, benda a- Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemerik-
sing, parasit, neoplasma, atau striktur karena fibrosis saan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
akibat peradangan sebelumnya.
Obstruksi lumen yang terjadi mendukung perkem- Anamnesis
bangan bakteri dan sekresi mukus sehingga menye- Apendisitis harus dipikirkan sebagai diagnosis
babkan distensi lumen dan peningkatan tekanan banding pada semua pasien dengan nyeri abdomen
dinding lumen. Tekanan yang meningkat akan meng- akut yang sesuai dengan manifestasi klinis di atas
hambat aliran limfe sehingga menimbulkan edema, yakni mual muntah pada keadaan awal yang diikuti
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat dengan nyeri perut kuadran kanan bawah yang makin
tersebut, terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai progresif.
oleh nyeri periumbilikal.
Sekresi mukus yang terus berlanjut dan tekanan Pemeriksaan Fisis
yang terus meningkat menyebabkan obstruksi vena, Pasien dengan apendisitis akut tampak kesakitan
peningkatan edema, dan pertumbuhan bakteri yang dan berbaring dengan demam tidak terlalu tinggi.
menimbulkan radang. Peradangan yang timbul melu- Pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan bising
as dan mengenai peritoneum setempat sehingga tim- usus menurun/menghilang, nyeri tekan dan nyeri
bul nyeri di daerah kanan bawah. Pada saat ini terjadi lepas (tanda Blumberg) fokal pada daerah apendiks
apendisitis supuratif akut. yang disebut titik McBurney (sepertiga distal garis
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan tim- antara umbilikus dan spina iliaka anterior superi-
bul infark dinding dan gangren. Stadium ini disebut or (SIAS) kanan. lritasi peritoneum ditandai dengan
apendisitis gangrenosa yang bila rapuh dan pecah adanya defans muskular, perkusi, atau nyeri lepas.
menjadi apendisitis perforasi. Meskipun bervaria- Tanda khas yang dapat ditemukan pada apendisitis
si, biasanya perforasi terjadi paling sedikit 48 jam akut adalah:
setelah awitan gejala. Tanda Rovsing: nyeri perut kuadran kanan bawah
Bila semua proses di atas berjalan-dengan imunitas saat palpasi kuadran kiri bawah;
yang cukup baik, omentum dan usus yang berdekatan Tanda Psoas: nyeri pada perut kuadran kanan
bawah saat ekstensi panggul kanan (menunjukkan bawah (Davis-Rockey) atau insisi oblik
apendiks retrosekal); (McArthur-McBurney). Pada diagnosis
Tanda Obturator: nyeri perut kanan bawah pada yang belum jelas dapat dilakukan insisi
saat rotasi internal panggul kanan (menunjukkan subumbilikal pada garis tengah.
apendiks pelvis) ; Laparoskopi apendektomi: teknik operasi
Tanda Dunphy: peningkatan nyeri yang dirasakan dengan Iuka dan kemungkinan infeksi lebih
saat batuk. kecil
Apabila telah terjadi perforasi, nyeri perut sema- 3. Pasca-operatif
kin kuat dan difus menyebabkan peningkatan defans Perlu dilakukan observasi tanda vital un-
muskular dan rigiditas (tanda peritonitis). tuk mengantisipasi adanya perdarahan dalam.
syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan.
Pemeriksaan Penunjang Pasien dibaringkan dalam posisi Fowler dan
l. Pemeriksaan laboratorium selama 12 jam dipuasakan terlebih dahulu.
Leukositosis ringan (l 0.000-20.000/ uL) dengan Pada operasi dengan perforasi atau peritonitis
peningkatan jumlah neutrofil. Leukositosis tinggi umum, puasa dilakukan hingga fungsi usus
(>20.000/uL) didapatkan apabila sudah terjadi kembali normal. Secara bertahap pasien diberi
perforasi dan gangren. Urinalisis dapat dilakukan minum, makanan saring, makanan lunak, dan
untuk membedakan dengan kelainan pada ginjal makanan biasa.
dan saluran kemih. Pada apendisitis akut didapat-
kan ketonuria. Pada perempuan, perlu diperiksa Komplikasi
tes kehamilan bila dicurigai kehamilan ektopik Perforasi usus, peritonitis umum, abses apendiks,
sebagai diagnosis banding. tromboflebitis supuratif sistem portal, abses subfreni-
2. Ultrasonografi dapat digunakan dengan pene- kus, sepsis, dan obstruksi usus.
214
muan diameter anteroposterior apendiks yang le-
bih besar dari 7 mm, penebalan dinding, struktur Prognosis
lumen yang tidak dapat dikompresi (lesi target), Tingkat mortalitas dan morbiditas sangat kecil de-
atau adanya apendikolit. ngan diagnosis yang akurat serta pembedahan. Ting-
kat mortalitas keseluruhan berkisar antara 0 ,2-0,8%
Diagnosis Banding dan disebabkan oleh komplikasi penyakit daripada
Diagnosis banding dapat dilihat berdasarkan usia: intervensi bedah. Pada anak. angka ini berkisar antara
Pada bayi: stenosis pilorus, obstruksi usus. 0, 1-1%, sedangkan pada pasien di atas 70 tahun ang-
Pada anak: intususepsi, divertikulitis Meckel, ka ini meningkat di atas 20% terutama karena keter-
gastroenteritis akut, limfadenitis mesenterik, lambatan diagnosis dan terapi.
inflammatory bowel disease.
Pada orang dewasa: pielonefritis, kolitis, Sumber Bacaan
divertikulitis, pankreatitis. 1. Liang MK. Anderseon RE, Jaffe BM. Berger DH. The appen-
Pada perempuan usia subur: pelvic inflammatory dix. Dalam: Brunicardi FC. Andersen DK. Billiar TR. Dunn
disease (PID) , abses tubo-ovarium, ruptur kista DL. Hunter JG. Pollock RE. penyunting. Schwartz"s manu-
ovarium atau torsio ovarium, kehamilan ektopik. al of surgery. Edisi ke-10. New York: McGraw-Hill: 20 14.
h.1241 -63.
Tata Laksana 2. Henry MM. Thompson JN. Acute appendicitis. Dalam: Clin-
1. Pre-operatif ical surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier Saunders:
Observasi ketat, tirah baring, dan puasa. Pemerik- 20 12.
saan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah 3. Maa J. Kirkwood KS. The appendix. Dalam: Townsend CM.
dapat diulang secara periodik. Foto abdomen dan Beauchamp RD, Evers BM. Mattox KL, penyunting. Sabiston
toraks dapat dilakukan untuk mencari penyulit tex tbook of surgery: the biological basis of modern surgi-
lain. Antibiotik intravena spektrum luas dan an- cal practice. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders:
algesik dapat diberikan. Pada perforasi apendiks 20 12.
perlu diberikan resusitasi cairan sebelum operasi. 4. Ruffolo C. Fiorot A. Pagura G. Antoniutti M, Massani M,
2. Operatif Caratozzolo E. dkk. Acute appendicitis: what is the gold
Apendektomi terbuka: dilakukan dengan standard of treatment? World J Gastroenterol. 20 13 Dec
insisi transversal pada kuadran kanan 21: 19(4 7):8799-807.
Batu Empedu
Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jeo

Definisi ditemukan di duktus bilier, mengandung lebih banyak


Batu kandung empedu adalah batu yang terbentuk kolesterol dan kalsium palmitat. Pembentukan batu
dalam kandung empedu dan disebut kolesistolitiasis. ini terkait dengan infeksi bakteri seperti E.coli yang
Batu yang terbentuk pada common bile du ct (CBD) di- mensekresi (3 -glukuronidase yang menyebabkan hi-
sebut koledokolitiasis. Kasus ini cukup sering terjadi drolisis enzimatik bilirubin glukuronida terkonjugasi,
dengan prevalensi 11 -36% pada laporan autopsi. menghasilkan bilirubin tak terkonjugasi yang kemudi-
an mempresipitasi kalsium.
Etiologi dan Faktor Risiko
Biasanya batu empedu dikaitkan dengan 4F yakni Manifestasi Klinis
fat. female, forty, dan fertile. Faktor risiko lain yang Kebanyakan bersifat asimtomatis namun ada seba-
berhubungan adalah multiparitas, riwayat keluarga gian yang mengalami gejala seperti kolik bilier akibat
menderita batu empedu, penggunaan obat tertentu batu menyumbat duktus sistikus. Komplikasi yang se-
(seftriakson, estrogen pascamenopause, nutrisi paren- ring terjadi akibat batu empedu meliputi kolesistitis
teral total} , etnis tertentu (Amerika asli, Skandinavia} , akut, koledokolitiasis sekunder dengan atau tanpa ko-
penyakit kelainan darah, dan penyakit gaster. langitis, pankreatitis batu empedu, ileus batu empedu, 215
dan karsinoma kandung empedu.
Patogenesis dan Patofisiologi
Kandungan endapan bilier terdiri dari campuran I. Kolesistitis kronis
kristal kolesterol, granul kalsium bilirubinat, dan Inflamasi dengan episode kolik bilier atau nyeri
matriks gel musin. Pembentukan batu empedu terjadi dari obstruksi duktus sistikus berulang mengacu
karena kegagalan mempertahankan zat-zat tersebut pada kolesistitis kronis. Gejala utama berupa nyeri
dalam keadaan terlarut. Berdasarkan kandungan zat- (kolik bilier) yang konstan dan berlangsung sekitar
nya, batu empedu terbagi menjadi batu kolesterol 1-5 jam, mual, muntah, kembung, dan sebagainya.
(70-80%) dan batu pigmen (hitam dan coklat) (20- Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan nyeri tekan
30%). Batu kolesterol murni jarang terjadi (10%}. Si- pada kuadran kanan atas. Standar baku pemeriksaan
sanya adalah batu kolesterol yang juga mengandung adalah USG abdomen. Pemeriksaan laboratorium bi-
kalsium di bagian tengahnya atau nidus. asanya normal.

Batu kolesterol 2. Kolesistitis akut


Patogenesis batu kolesterol terdiri dari tiga stadi- Kolesistitis akut terkait dengan batu empedu ter-
um yakni supersaturasi kolesterol dalam cairan empe- jadi pada 90-95% kasus yang ditandai dengan kolik
du, nukleasi kristal, dan pertumbuhan batu. Hal ini bilier akibat obstruksi duktus sistikus. Apabila obs-
diperankan oleh mukosa dan fungsi motorik kandung truksi berlanjut. kandung empedu mengalami disten-
empedu. Cara mempertahankan kolesterol dalam laru- si, inflamasi, dan edema. Gejala yang dirasakan adalah
tan adalah pembentukan misel, kompleks garam-fos- nyeri kuadran kanan atas yang lebih lama daripada
folipid-kolesterol empedu, dan vesikel kolesterol-fos- episode sebelumnya, demam, mual, dan muntah. Pada
folipid. Pada keadaan produksi kolesterol berlebih, pemeriksaan fisis terdapat nyeri tekan kuadran ka-
kemampuan transpor kolesterol vesikel-vesikel besar nan atas di bawah kosta kanan. Tanda Murphy dapat
ini terlampaui sehingga terjadi presipitasi kristal. ditemukan, yakni terbatasnya inspirasi pasien kare-
na nyeri pada saat dilakukan palpasi kuadran kanan
Batu pigmen atas. Dari pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan
Batu pigmen mengandung kurang dari 20% ko- leukositosis ringan, peningkatan bilirubin, alkali fos-
lesterol dan berwarna gelap karena terdapat kalsium fatase, transaminase, dan amilase. Pemeriksaan USG
bilirubinat. Batu yang berwarna hitam serta kecil dan abdomen dapat dilakukan.
rapuh biasanya terkait dengan kondisi hemolitik se-
perti sferositosis herediter, anemia sel sabit, atau siro- 3. Koledokolitiasis
sis hati. Batu coklat halus, seperti tanah, dan sering Batu pada CBD dapat asimtomatis dengan obs-
truksi transien dan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan atas indikasi batu empedu yang simtomatis.
normal. Gejala yang dapat muncul adalah kolik bilier, Kolesitektomi terdiri dari kolesistektomi terbuka dan
ikterus, tinja dempul, dan urine berwarna gelap seper- dengan laparoskopi yang lebih populer saat ini. Lapa-
ti teh. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemu- raskopi kolesistektomi menjadi standar baku pada
kan peningkatan bilirubin, aminotransferase (SGOT, kolesistolitiasis.
SGPT), dan alkali fosfatase pada kasus obstruksi. Pada
USG ditemukan dilatasi duktus bilier. MRCP (Magne- Kolangiogram/ USG intraoperatif
tic Resonance Cholangio-Pancreatography) merupakan Penggunaan kolangiogram atau USG dilakukan apa-
pemeriksaan diagnostik yang cukup akurat. bila terdapat peningkatan enzim hati pre-operatif
struktur anatomi yang tidak jelas pada laparoskopi,
4. Kolangitis kecurigaan cedera traktus bilier, dilatasi duktus pada
Kolangitis merupakan komplikasi dari batu saluran pencitraan pre-operatif, dan apabila kolangiografi de-
empedu. Kolangitis akut adalah infeksi bakteri asen- ngan endoskopi preoperatif gaga! dilakukan. Duktus
den disertai dengan obstruksi duktus bilier. Gejala bilier divisualisasikan menggunakan fluoroskopi de-
t:tt yang ditemukan adalah demam, nyeri epigastrium ngan injeksi kontras melalui kateter yang diletakkan
(!)
0. atau nyeri kuadran kanan atas, dan ikterik yang dise- pada duktus sistikus.
~ but trias Charcot. Apabila disertai dengan septisemia
dan disorientasi, kelima gejala ini dikenal dengan pen- Eksplorasi common bile duct (CBD)
....
ti
IQ ta Reynolds. Dari pemeriksaan laboratorium dapat Eksplorasi CBD dilakukan dengan laparoskopi atau

-
(!) operasi terbuka apabila endoskopi (ERCP) gaga! di-
ditemukan leukositosis, hiperbilirubinemia, dan pe-
....en
.... ningkatan alkali fosfatase serta transaminase. kerjakan atau terdapat banyak batu dan dilatasi duk-
tus. Batu yang terlalu kecil didorong ke duodenum de-
5. Pankreatitis bilier ngan irigasi salin melalui kateter kolangiografi setelah
216
Sumbatan duktus pankreatikus oleh batu atau batu relaksasi sfingter Oddi.
yang melewati ampula dapat menyebabkan pankreati-
tis. Prosedur drainase common bile duct (CBD)
Prosedur ini dilakukan apabila batu tidak dapat
Diagnosis dibersihkan dan/atau duktus sangat terdilatasi (dia-
Diagnosis batu empedu ditegakkan dari anamnesis meter > 1,5 cm)
pasien berupa 4F, manifestasi klinis, pemeriksaan fi-
sis, dan pemeriksaan penunjang seperti USG, CT-scan, Sfingterotomi transduodenal
MRCP, serta pemeriksaan laboratorium yang menun- Duodenum diinsisi secara transversal, kemudian
jukkan penyakit yang terkait. dilakukan insisi sfingter, dan batu dikeluarkan dari
duktus.
Tata Laksana
Pilihan tata laksana batu empedu adalah secara Sumber Bacaan
operatif. Sambil menunggu, pasien harus menghindari 1. Pham TH. Hunter JG. Gallbladder and extrahepatic biliary
asupan lemak dan makan besar serta diberi tata lak- system. Dalam: Brunicardi FC. Andersen DK. Billiar TR.
sana preoperatif yakni pemberian hidrasi, analgesik, Dunn DL. Hunter JG. Pollock RE, penyunting. Schwartz's
dan antibiotik sistemik. Beberapa pilhan tata laksana manual of surgery. Edisi ke- 10. New York: McGraw-Hill:
pembedahan akan dijelaskan secara singkat. 2014 . h.1309-40.
2. Henry MM. Thompson JN. penyunting. Gallstones. Dalam:
Kolesistostomi Clinical surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier Saunders:
Pada kolesistotomi, dilakukan dekompresi dan drai- 2012.
nase kandung empedu yang terdistensi. mengalami 3. Shah SA. Chari RS. Biliary system. Dalam: Townsend CM.
inflamasi, atau purulen dengan memasukkan kateter Beauchamp RD. Evers BM. Mattox KL. penyunting. Sabiston
atau drain melalui bantuan USG. textbook of surgery: the biological basis of modern surg i-
cal practice. Edisi ke- 19. Philadelphia: Elsevier Saunders:
Kolesistektomi 2012.
Kolesistektomi merupakan prosedur yang sering
70
Kompekmi IV
• Hemoroid
11
•• Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jeo

Definisi bosis hemoroid eksterna. Hemoroid interna di-


Hemoroid adalah penebalan bantalan jaringan klasifikasikan sebagai berikut
submukosa (anal cushion) yang terdiri dari venula, ar- o Derajat 1: gejala perdarahan merah segar
teriol. dan jaringan otot polos yang terletak di kanalis pada saat defekasi tanpa adanya prolaps;
anal. o Derajat 2: prolaps anal cushion keluar dari

-
dubur saat defekasi tetapi masih bisa masuk
Pendarahan Daerah Anorektal kembali secara spontan; .+'....
Drainase daerah anorektal diperankan oleh vena o Derajat 3: seperti deraj at 2 namun tidak dapat (/)

hemoroidales superior dan inferior. masuk spontan. harus didorong kembali; Cl.I

1. Vena hemoroidales superior mengembalikan da- o Derajat 4: telah terjadi prolaps yang tidak bisa .....tn
Q
rah ke v. mesenterika inferior dan berjalan dalam masuk kembali.
lapisan submukosa, mulai dari daerah anorektal ~
't:S
dalam kolumna Morgagni berjalan memanjang Manifestasi Klinis Cl.I
secara radier sambil beranastomosis. Apabila Perdarahan - biasanya saat defekasi, warna merah fXI
vena ini menjadi varises disebut hemoroid inter- segar, menetes, tidak bercampur feses, jumlah
217
na. Lokasi primer hemoroid interna (pada posisi bervariasi.
litotomi) terdapat pada tiga tempat yaitu anterior Prolaps - bila hemoroid bertambah besar. pada
kanan, posterior kanan. dan lateral kiri dengan mulanya hemoroid dapat tereduksi spontan. tetapi
ukuran Jebih kecil dapat timbul diantaranya. lama kelamaan tidak bisa dimasukkan.
2. Vena hemoroidales inferior memulai venuler Rasa tidak nyaman hingga nyeri - bila teregang.
dan pleksus kecil di daerah anus dan distal dari terdapat trombosis luas dengan edema. atau
garis anorektal. Pleksus ini dibagi menjadi 2 yakni peradangan.
vv. hemoroidales media yang menuju v. pudenda Feses di pakaian dalam - karena hemoroid
interna dan w. hemoroidales inferior yang menuju mencegah penutupan anus dengan sempurna.
v. hipogastrika. Pleksus inilah yang apabila menja- Gata! - apabila proses pembersihan kulit perianal
di tonjolan disebut hemoroid eksterna. menjadi sulit atau apabila ada cairan keluar.
Bengkak - hanya pada hemoroid intero-eksterna
Etiologi atau eksterna.
Penyebab timbulnya keluhan hemoroid dapat Nekrosis pada hemoroid interna yang prolaps dan
dipicu oleh pekerjaan, mengedan berlebihan. dan ke- tidak dapat direduksi kembali.
biasaan buang air besar yang sulit.
Diagnosis
Klasifikasi Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemerik-
Berdasarkan letaknya. hemoroid dapat dibagi saan fisis. dan pemeriksaan penunjang.
menj adi eksterna, interna, atau gabungan keduanya. Anamnesis: keluhan yang terdapat pada
1. Hemoroid eksterna manifestasi klinis.
Hemoroid eksterna diselubungi oleh anoderm dan Pemeriksaan fisis: hemoroid eksterna dapat
terletak di sebelah distal linea dentata. Hemoroid dilihat dengan inspeksi terutama bila telah terjadi
eksterna dapat membengkak dan menimbulkan trombosis, sedangkan hemoroid interna dapat
rasa tidak nyaman bahkan nyeri apabila terjadi diamati apabila mengalami prolaps.
trombosis. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan dalam
2. Hemoroid interna rektal secara digital dan anoskopi.
Hemoroid interna terletak di sebelah proksimal
linea dentata dan diselubungi mukosa anorektal. Diagnosis Banding
biasanya tidak nyeri dan timbul perdarahan merah Prolaps rekti, karsinoma kolon, karsinoma rektum,
terang atau prolaps saat defekasi. Rasa nyeri bi- kelainan divertikuler, polip adenomatosa, kolitis ulse-
asanya berkaitan dengan fisura, abses, atau trom- ratif, dan kelainan lain pada kolon dan rektum.
Tata Laksana buka dan diharapkan terjadi penyembuhan sekunder.
Tata laksana hemoroid dapat dibedakan menjadi Selain kedua teknik tersebut, terdapat berbagai teknik
nonbedah dan bedah (hemoroidektomi). Selain itu. pi- lain yang dapat digunakan :
lihan tata laksana bergantung pada derajat hemoroid. Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan eksisi
Kebanyakan pasien dengan hemoroid derajat 1 dan 2 sirkumferensial bantalan hemoroid di sebelah
dapat diobati dengan tindakan lokal dan modifikasi proksimal linea dentata. Kemudian, mukosa rektal
diet. Pada sebagian derajat 2, derajat 3 dan 4 pasien dijahit hingga linea dentata. Dengan teknik ini
perlu dirujuk ke dokter spesialis bedah untuk dilaku- terdapat risiko terjadinya ektropion.
kan hemoroidektomi. Teknik operasi Langenbeck dilakukan dengan
Derajat 1: modifikasi diet, medikamentosa; menjepit vena hemoroidales interna secara
Derajat 2: rubber band ligation. koagulasi, ligasi radier dengan klem. Jahitan jelujur dilakukan
arteri hemoroidalis-repair rektoanal, modifikasi di bawah klem dengan chromic gut no.22, eksisi
diet, medikamentosa; jaringan di atas klem sebelum akhirnya klem
Derajat 3: hemoroidektomi, ligasi arteri dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat.
t:D hemoroidalis-repair rektoanal. hemoroidopexy Teknik ini lazim dipakai karena mudah dan tidak
11)
p. dengan stapler. rubber band ligation. modifikasi mengandung risiko timbulnya parut sirkuler.
~ diet Teknologi baru dengan menggunakan doppler
0 Derajat 4: hemoroidektomi (cito untuk kasus untuk mendeteksi pembuluh darah atau arteri
...... trombosis) , hemoroidopexy dengan stapler, yang terdapat pada submukosa dan dilakukan
IQ

-
11) ligasi dengan jahitan. Teknik ini dikenal dengan
(/)
modifikasi diet.
......
...+
Hemorrhoidal Artery Ligation (HAL). Dapat pula
Tata Laksana Nonbedah dikombinasikan dengan teknik Recto Anal Repair
Menjaga higienitas, menghindari pengejanan (RAR).
218
berlebihan saat defekasi, atau aktivitas berat. Teknik Longo dilakukan untuk tata laksana
Modifikasi diet dengan makanan berserat, banyak prolaps sirkumferensial dengan perdarahan atau
minum, dan mengurangi daging. dikenal dengan stapled hemorrhoidopexy. Dengan
Medikamentosa: antibiotik apabila ada infeksi, teknik ini dilakukan eksisi sirkumferensial mukosa
salep rektal/supositoria untuk anestesi dan dan submukosa kanalis anal bawah dan atas
pelembab kulit (sediaan supositoria/krim yang me- serta reanastomosis dengan alat stapling sirkular.
ngandung fluocortolone pivalate dan lidokain). dan Dengan teknik ini, rasa nyeri pascabedah dapat
pelancar defekasi (cairan parafin, ya!, magnesium dikurangi.
sulfat). Pemakaian krim dilakukan dengan cara
dioleskan pada hemoroid dan kemudian dicoba Komplikasi
untuk dikembalikan ke dalam anus. Perdarahan hebat, abses, fistula perianal, inkarserasi,
Ligasi hemoroid (rubber band ligation) dengan dan striktur ani.
anoskopi. Mukosa sebelah proksimal hemoroid
dijepit dengan band. Prognosis
Fotokoagulasi inframerah, skleroterapi. Keluhan pasien hemoroid dapat dihilangkan dengan
terapi yang tepat.
Tata Laksana Bedah
Hemoroidektomi dilakukan apabila terapi konser- Sumber Bacaan
vatif tidak berhasil, pada hemoroid dengan prolaps I. Dunn KM. Rothenberger DA. Colon. rectum. and anus.
tanpa reduksi spontan (hemoroid derajat 3 dan 4) , Dalam: Brunicardi FC. Andersen DK, Billiar TR. Dunn DL.
hemoroid dengan strangulasi, ulserasi. fisura. fistula, Hunter JG. Pollock RE. pe nyunting. Schwartz's manual
atau pada hemoroid eksterna dengan keluhan. of su rgery. Edisi ke- 10. New York: McGraw-Hill: 2014.
Prinsip utama hemoroidektomi adalah eksisi ha- h.1175-240.
nya pada jaringan yang menonjol dan eksisi konser- 2. Henry MM. Thompson JN. penyunting. Hemorrhoid. Da-
vatif kulit serta anoderm normal. Hemoroidektomi lam: Clinical surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier
terdiri dari prosedur terbuka dan tertutup. Pada Saunders: 20 12.
hemoroidektomi terbuka (!'arks or Ferguson hemor- 3. Nelson H. Ci ma RR. Anus. Dalam: Townsend CM, Beau-
rhoidectomy) dilakukan reseksi jaringan hemoroid champ RD. Evers BM. Mattox KL. penyunting. Sabiston
dan penutupan Iuka dengan jahitan benang yang textbook of su rgery: the biological basis of modern surgi-
dapat diserap. Sedangkan pada hemoroidektomi tertu- cal practice. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders:
tup (Milligan and Morgan hemorrhoidectomy) dilaku- 20 12.
kan teknik yang sama. hanya saja Iuka dibiarkan ter-
71
Kompetmsi Ill Hernia
11
•• Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jeo

Definisi pada perempuan berisi ligamen rotundum uteri. Kor-


Hernia abdominalis adalah penonjolan isi perut da spermatikus terdiri dari otot kremaster, arteri tes-
dari rongga yang normal melalui suatu defek pada tikularis, vena, cabang genital nervus genitofemoral.
fasia dan muskuloaponeurotik dinding perut, baik se- vas deferen, pembuluh kremaster, limfe, dan prosesus
cara kongenital atau didapat. Lubang tersebut dapat vaginalis.
timbul karena lubang embrional yang tidak menutup Segitiga Hesselbach merupakan batas dasar kana-
atau melebar serta akibat tekanan rongga perut yang lis inguinalis. Batas superolateral berupa pembuluh
meninggi. Hernia terdiri dari 3 bagian, yaitu kantong, darah epigastrik inferior, batas medial berupa tepi la-
isi, dan cincin hernia. teral otot rektus abdominis, dan batas inferior berupa
ligamen inguinal. Segitiga ini menjadi tempat terja-
Etiologi dinya hernia direk. Sedangkan hernia indirek timbul
Hernia merupakan penyakit multifaktorial. Ada- di sebelah lateralnya.
pun faktor-faktor risiko yang berperan antara lain ba-
tuk, penyakit paru obstruktif kronis, obesitas, konsti- Klasifikasi
pasi, kehamilan, riwayat hernia pada keluarga, manu- A. Berdasarkan letaknya, hernia abdominalis terbagi
219
ver valsava, asites, kelainan jaringan ikat kongenital, menjadi:
gangguan sintesis kolagen, riwayat insisi kuadran Groin
kanan bawah, aneurisma arteri, merokok, mengangkat Inguinalis: indirek (lateralis}, direk
beban berat, dan aktivitas fisik berlebih. (medialis}, kombinasi;
Femoralis;
Anatomi Regio Inguinalis ii. Anterior: umbilikal, epigastrik, spigelian;
iii. Pelvis: obturator, sciatic, perinea!;
iv. Posterior: lumbar (superior triangle, inferior
triangle).

Tujuh puluh lima persen hernia abdominalis ter-


Cincin inguinalis
internal jadi di inguinal dengan perbandingan indirek dan
direk = 2: 1, serta lebih sering dialami laki-laki da-
ripada perempuan.

B. Berdasarkan sifatnya:
Reponibilis: isi hernia keluar masuk:
Ireponibilis: isi hernia tidak dapat
dikembalikan ke rongga asalnya:
Inkarserata: isi hernia tidak dapat
dikembalikan dan terjepit oleh cincin hernia,
terdapat gangguan pasase usus.Istilah ini tidak
digunakan di praktik klinis sehari-hari karena
Ligamentum sama dengan istilah ireponibilis;
inguinalis mediate
Strangulata: isi hernia tidak dapat
dikembalikan dan terjepit oleh cincin hernia,
Gambar l. Anatomi Inguinal terdapat gangguan vaskularisasi, nyeri hebat.

Kanalis inguinalis memiliki panjang 4 cm dan ter- Hernia Inguinalis Lateralis Ondirekl
letak 2-4 cm di sebelah sefal ligamen inguinalis. Ka- Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang
nalis ini membentang antara cincin inguinal internal melalui anulus (cincin) inguinalis interna yang terletak
(profunda} dan eksternal (superfisial). Pada laki-laki, di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menelusuri
kanalis inguinalis berisi korda spermatikus sedangkan kanalis inguinalis, dan keluar di anulus eksternal di
atas krista pubis dengan diselubungi kantong korda. asanya jarang sekali menjadi ireponibilis karena be-
Kanalis inguinalis normal pada fetus karena pada sarnya defek pada dinding posterior. Benjolan yang
bulan ke-8 kehamilan terjadi desensus testis melalui teraba di bawah ligamentum inguinalis biasanya me-
kanal tersebut. Penurunan testis menarik peritoneum rupakan hernia femoralis.
ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan perito-
neum yang disebut prosesus vaginalis peritonei. Pada Pemeriksaan Penunjang
bayi yang sudah lahir, biasanya prosesus ini mengala- Ultrasonografi dan CT-scan dapat digunakan namun
mi obliterasi. Bila prosesus terbuka terus akan timbul kurang berguna dibandingkan pemeriksaan fisis
hernia inguinalis lateralis kongenital. Pada orang de- langsung.
wasa, kanal telah menutup namun karena merupakan
lokus minoris resistensie, maka pada keadaan yang Diagnosis Banding
meningkatkan tekanan intraabdominal, kanal tersebut Hidrokel, limfadenitis inguinal, varikokel. testis ek-
dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis topik, lipoma, hematoma, kista sebasea, hidradenitis
lateralis akuisita. Jika isi dan kantong hernia lateralis inguinal. abses psoas, limfoma, neoplasma metastatik,
turun hingga skrotum disebut hernia skrotalis. epididimitis, dan torsio testis.

Hernia Inguinalis Medialis <Pirek) Tata Laksana


Hernia inguinalis medialis adalah hernia yang Tata Laksana Nonbedah
melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epi- Mencari dan memperbaiki faktor yang menimbulkan
gastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga Has- terjadinya hernia. medikamentosa simtomatis seperti
selbach. Hernia jenis ini selalu didapat ketika dewasa. pemberian analgesik.
Faktor yang berperan adalah peningkatan tekanan in-
traabdominal dan kelemahan relatif dinding inguinal Tata Laksana Bedah
220
posterior. Tata laksana definitif hernia adalah dengan opera-
si sehingga perlu dirujuk ke dokter spesialis bedah.
Manifestasi Klinis Pada hernia inguinalis reponibilis dan ireponibilis
Gejala klinis bervariasi dari asimtomatis hingga dilakukan tindakan bedah elektif, sedangkan bila te-
mengancam jiwa seperti pada hernia inkarserata dan lah terjadi proses inkarserasi dan strangulasi tindakan
strangulata. Biasanya, pasien mengatakan "turun be- bedah harus dilakukan secepatnya. Tindakan bedah
rok", burut, kelingsir, atau adanya benjolan di selang- pada hernia adalah herniotomi dan herniorafi. Pada
kangan/ kemaluan yang bisa mengecil atau menghi- bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia dimasukkan,
lang pada waktu tidur dan keluar bila menangis pada kantong diikat, dan dilakukan pemasangan mesh,
bayi atau anak, mengejan, mengangkat benda berat, Bassini plasty, atau teknik lain untuk memperkuat din-
dan posisi berdiri. Nyeri dapat dirasakan apabila telah ding belakang kanalis inguinalis. Pada bedah darurat,
terjadi komplikasi. cincin hernia dicari dan dipotong, usus yang terjepit
dilihat. apabila vital. dikembalikan ke rongga perut
Diagnosis sedangkan bila tidak dilakukan reseksi dan anastomo-
Anamnesis sis. Pada hernia medialis, perlu dilakukan perbaikan
Keluhan sesuai manifestasi klinis, riwayat pekerjaan terhadap kelemahan atau kerusakan dinding perut
mengangkat benda berat/mengejan. dan kantong hernia biasanya hanya dikembalikan ke
rongga perut.
Pemeriksaan Fisis
Pada inspeksi akan tampak benjolan di inguinal. Operasi terbuka biasanya berupa tension free tech-
Apabila tidak tampak, pasien dapat disuruh berdiri nique {Lichtenstein). bilayer suture technique. atau
atau mengejan. Apabi!a hernia sudah tampak, harus insersi mesh prostetik yang dapat diserap. Perbaikan
diperiksa apakah benjolan tersebut dapat dimasukan mesh dapat dilakukan dengan endoskopi-laparoskopi
kembali. Keadaan cincin hernia juga diperiksa de- transabdominal pre-peritoneal (TAPP) atau totally ex-
ngan memasukkan jari telunjuk melalui skrotum ke traperitoneal repair (TEP). Dengan prosedur TEP dapat
atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus dihindari pembukaan rongga peritoneum sehingga
spermatikus sampai ke anulus inguinalis interna. Pada mengurangi risiko adhesi intraabdomen atau cedera
keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien us us.
diminta mengejan dan merasakan apakah ada mas- Perbaikan anterior
sa yang menyentuh tangan. Massa yang menyentuh Bagian ini merupakan pendekatan bedah yang
ujung jari merupakan hernia inguinalis lateralis. se- paling umum untuk hernia inguinal.
dangkan massa yang menyentuh sisi jari merupakan Penutupan defek
hernia inguinalis medialis. Pada hernia medialis, bi- Perbaikan traktus ileopubik
Teknik Shouldice: menekankan perbaikan Komplikasi
dinding posterior kanalis inguinalis dengan Infeksi, obstruksi, nekrosis usus, peritonistis, dan sep-
tumpang tindih banyak Japis melalui teknik sis.
jahitan kontinu.
Teknik Bassini: menjahit muskuloaponeurotik Sumber Bacaan
abdominis transversum dan oblik internal ke 1. Wagner JP. Brunicardi FC. Amid PK. Chen DC. Inguinal
ligamen inguinalis. Teknik ini cukup populer. hernis. Dalam: Brunicardi FC. Andersen DK. Billiar TR.
Teknik McVay / ligamen Cooper. Dunn DL. Hunter JG. Pollock RE. penyunting. Schwartz's
Tension-free inguinal repair dengan menggunakan manual of surgery. Edisi ke-10. New York: McGraw-Hill:
mesh prostesis sintetis untuk menjembatani 20 14. h.1495-520.
defek. Teknik yang tersedia antara lain teknik 2. Henry MM. Thompson JN. penyun ti ng. Inguinal hernia.
Lichtenstein, plug and patch, sandwich. Dalam: Clinical surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier
Perbaikan preperitoneal. Saunders: 2012.
3. Malangoni A. Rosen MJ. Hernias. Dalam: Townsend CM.
Penggunaanlaparoskopi Beauchamp RD, Evers BM. Mattox KL. penyunting. Sabiston
Teknik yang digunakan adalah totally extraperitoneal textbook of surgery: the biological basis of modern surgi-
(TEP) dan transabdominal preperitoneal (TAPP) her- cal practice. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders:
nia-repair. 20 12.

lieus Mekanik 221

Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jee

Definisi kontraktilitas usus meningkat untuk mengeluarkan


lieus adalah hambatan pasase usus. isi usus melalui lokasi sumbatan. Kemudian usus
menjadi lelah, berdilatasi, dan kontraksi berkurang.
Klasifikasi Dilatasi usus mengakibatkan akumulasi air dan
lieus dibagi menjadi ileus mekanik/dinamik dan elektrolit intralumen sehingga terjadi dehidrasi dan
paralitik/adinamik/ fungsional. lieus mekanik sendiri hipovolemia. Sumbatan proksimal dapat disertai
dibagi menjadi dua menurut letak sumbatannya: hipokloremia, hipokalemia, dan alkalosis metabolik
I. Letak tinggi: bila sumbatan terdapat di esofagus, akibat muntah. Tekanan intralumen yang meningkat
gaster. atau duodenum. dapat menyebabkan penurunan aliran darah mukosa,
2. Letak rendah: bila sumbatan terdapat di usus iskemia yang berujung pada perforasi, dan peritonitis.
halus, usus besar (paling sering terjadi di kolon
sigmoid), sampai dengan anus. Diagnosis
Pada sumbatan sederhana yang terlibat hanya Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis,
lumen usus, sedangkan pada strangulasi, vaskularisasi pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
juga terganggu dan dapat terjadi nekrosis dinding
us us. Anamnesis
Gejala utama berupa nyeri abdomen kolik, nausea,
Etiologi muntah, distensi abdomen. dan tidak bisa defekasi
1. Ekstraluminal: hernia, karsinoma, adhesi, abses. atau flatus. Kram perut yang dialami paroksismal
2. Intrinsik dinding usus: tumor primer, malarotasi, sekitar 4-5 menit dan lebih jarang ditemukan pada
penyakit Crohn, infeksi (TB. divertikulitis) , hema- daerah distal. Pada sumbatan proksimal timbul
toma. striktur iskemik, intususepsi, endometriosis. gejala muntah yang banyak dan jarang terjadi
3. Intraluminal: batu empedu, enterolith, benda muntah hijau fekal, nyeri abdomen sering dirasakan
asing, bezoar (massa yang terperangkap di saluran di perut bagian atas. Sumbatan bagian tengah atau
cerna). impaksi fekal. distal menyebabkan spasme di daerah periumbilikal
atau nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya, muntah
Patofisiologi timbul kemudian. Obstipasi selalu terjadi terutama
Pada awalnya akan muncul gambaran obstruksi dan pada sumbatan total. Pada strangulasi, gejala serupa
dengan sumbatan sederhana namun nyeri lebih hebat Tata Laksana
dan bahaya terjadi nekrosis. Apabila dicurigai adanya ileus mekanik dapat
segera dirujuk ke dokter spesialis bedah setelah
Pemeriksaan Fisis sebelumnya diberikan tata laksana persiapan di
Tanda vital normal pada awalnya dan dapat bawah ini.
berlanjut dengan dehidrasi yang dicirikan dengan a. Persiapan
takikardia dan hipotensi. Suhu tubuh bisa normal Pemasangan pipa lambung untuk mengurangi
sampai tinggi. Distensi abdomen dapat tidak ada muntah, mencegah aspirasi, dan dekompresi;
hingga semakin jelas pada sumbatan distal. Peristaltik ii. Resusitasi cairan dan elektrolit dengan cairan
usus yang berdilatasi dapat terlihat pada pasien isotonik dilakukan untuk perbaikan keadaan
kurus. Bising usus meningkat dan terdengar metallic umum;
sound sesuai timbulnya nyeri pada sumbatan distal. iii. Pemasangan kateter urine dilakukan untuk
Adanya skar bekas operasi harus diperhatikan. Nyeri monitor produksi urin;
tekan perut dapat disertai terabanya massa, nyeri iv. Antibiotik spektrum luas dapat diberikan bila
lepas yang menandakan peritonitis dan kemungkinan ditemukan tanda infeksi.
strangulasi. Colok dubur dapat dilakukan untuk b. Operasi
menemukan massa intralumen dan tinja berdarah Laparotomi dan eksplorasi untuk menentukan
viabilitas usus setelah pelepasan strangulasi. La-
Pemeriksaan Penunjang paroskopi dapat dipertimbangkan pada kondisi
Nilai laboratorium pada awalnya normal, namun distensi minimal, sumbatan proksimal, dan sum-
dapat terjadi hemokonsentrasi, leukositosis, dan batan parsial.
gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan radiologis c. Pasca-bedah
dengan posisi tegak terlentang dan lateral dekubitus Cairan, elektrolit, dan nutrisi perlu diperhatikan
222
tampak gambaran anak tangga dari usus kecil karena keadaan usus masih paralitik.
yang berdilatasi dengan air-fluid level. Penggunaan
kontras dapat menunjukkan sumbatan mekanis Sumber Bacaan
beserta lokasinya. Pada sumbatan kolon. bagian I. Dunn KM. Rothe nbe rger DA. Colon. rectum. and anus.
yang berdilatasi tampak seperti "pigura" dari dinding Dalam: Brunicardi FC, Andersen DK. Billiar TR. Dunn DL.
abdomen. Kolon dapat dibedakan dari dinding Hunter JG. Polloc k RE. penyunting. Schwa rtz's ma nu al
usus dengan melihat adanya haustra yang tidak of surgery. Edisi ke- 10. New York: McGraw- Hill; 20 14.
melintasi seluruh lumen kolon yang berdistensi. h.11 75-240 .
Dapat dilakukan rektosigmoidoskopi dan kolonoskopi 2. Henry MM. Thompson J N. pe nyunting. Small bowel disease
untuk mencari penyebab bila belum terjadi sumbatan. and intestinal obstru ction. Dalam: Clinical surgery. Edisi ke-
CT-scan atau barium radiografi dapat membantu 3. Philade lphia: Elsevi er Saunders; 20 12.
menegakkan diagnosis. 3. Evers BM. Sma ll intestines. Dalam: Townse nd CM. Bea u-
champ RD. Evers BM. Mattox KL. penyunting. Sabiston
Diagnosis Banding textbook of surgery: the biological basis of modern s urg i-
Pada ileus paralitik, nyeri yang timbul lebih cal practi ce. Edisi ke- 19. Philadelphia: Elsevier Saunders;
ringan tapi konstan dan difus serta terdapat distensi 2012.
abdomen. Bila ileus disebabkan proses inflamasi akut 4. Fry RD. Mahmoud N. Maron DJ. Ross HM. Rambeau J.
akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer Colon and rectum. Dalam: Townse nd CM. Beauchamp RD.
tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, Evers BM. Mattox KL, penyunting. Sabiston textbook of sur-
pankreatitis akut dapat menimbulkan keluhan serupa. gery: the biological bas is of mode rn surgical practice. Edisi
ke- 19. Philadelphia: Elsevier Saunde rs: 20 12.

Karsinoma Kolorektal
Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jeo

Definisi terbanyak adalah adenokarsinoma. Lokasi tersering di


Karsinoma kolorektal adalah keganasan pada ko- rektum, sigmoid, kolon asenden, dan kolon desenden.
lon dan rektum. Karsinoma ini merupakan keganasan Metastasis dapat terjadi secara limfogen, hematogen,
saluran pencernaan terbanyak. Jenis keganasan yang dan per kontinuitatum.
Epidemiologi dan Faktor Risiko tumor adalah:
Usia: insidensi meningkat setelah usia 50 tahun; a. Loss of heterozygosity (LOH) (80%): delesi kromo-
Jenis kelamin: karsinoma rektum lebih banyak somal dan aneuploidi tumor, yakni defek gen APC,
terjadi pada laki-laki, sedangkan karsinoma kolon mutasi K-ras (proto-onkogen) , mutasi DCC (gen
lebih banyak pada perempuan; supresor tumor), dan mutasi p53 (gen supresor
Genetik: 80% karsinoma kolorektal terjadi tumor).
sporadis dan 20% terjadi pada pasien dengan b. Replication error (RER) (20%): kesalahan perbaikan
riwayat keluarga karsinoma kolorektal; saat replikasi DNA.
Lingkungan dan makanan: konsumsi tinggi lemak
hewani (polyunsaturated fats) dan rendah serat, Klasifikasi
obesitas, gaya hidup sedenter; a. Klasifikasi histologi
Riwayat kolitis: pankolitis ulseratif, penyakit Adenokarsinoma;
Crohn; ii. Adenokarsinoma musinosum;
Faktor risiko lain: merokok, ureterosigmoidostomi, iii. Signet ring cell carcinoma;
akromegali.
b. Klasifikasi TNM
Patogenesis Klasifikasi TNM kanker kolorektal dapat dilihat
Dua jalur utama inisiasi pembentukan dan progresi pada Tabel 1.

Tabel l. Klasifikasi TNM karsinoma kolorektal (American Joint Committee on Cancer (AJCC)) edisi 7

T Tumor pr 1mr 1

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai


223
TO Tidak ada tumor primer

Tis Karsinoma in situ: invasi lamina propria atau intraepithelial

Tl Invasi tumor di lapisan submukosa

T2 lnvasi tumor di lapisan otot propria

T3 lnvasi rumor melewati otot propria ke jaringan perikolorektal

T4a Penetrasi tumor ke permukaan peritoneum visceral

NO Tidak didapatka n metastasis kelenjar limfe regional

NL Metastasis di 1-3 kelenjar limfe regional (perlkollk atau perlrektal)

N ia Metastasis di I kelenjar limfe regional

Nib Metastasis di 2-3 kelenjar limfe regional

Deposit tumor di lapisan subserosa. mesenterium. atau jaringan perikolik/ perirektal tanpa peri -
Nie
toneum, tidak ada metastasis kelenjar limfe regional

N2

N2a Metastasis di 4-6 kelenjar limfe regional

N2b Metastasis di 7 atau leblh kelenjar limfe regional

M l\lt'tastasis 1auh

MO Tldak terdapat metastasis jauh {tldak ada MO patologls, gunakan M kllnis)

Ml Terdapat metastasis jauh

Metastasis terbatas pada I organ/tempat (seperti hat!. paru, ovarlum, kelenjar llmfe non-re-
Mia
gional)

Mlb Metastasis pada lebih dari I organ/tempat atau peritoneum


Tabel 2. Pengelompokan Stadium Anatomis (Klinis dan Patologis) Karsinoma Kolorektal (AJCC edisi 7)

Stadium T N M Duke's MAC

0 Tis NO MO

Tl NO MO A A

T2 NO MO A Bl

HA T3 NO MO B 82

us T4a NO MO B 82

IlC T4b NO B 83

IIIA
Tl-T2 Nl/N!c
MO
c Cl

to Tl N2a c Cl
CD
p.
T3-T4a Nl/Nl c c C2
~ IIIB T2-T3 N2a MO c Cl/ C2
....0
IQ
Tl -T2 N2b c Cl
CD

-
....
....
(/)
T4a N2a c C2
IIIC T3-T4a N2b MO c C2
T4b Nl-N2 c C3
224
IVA Setiap T Setiap N Mia

!VB Setiap T SetiapN Mlb


Keterangan : Duke dan modified Astler-Co/ler (MAC) adalah klasiflkasi lain yang dapat digunakan.

Tabel 3. Pengelompokan Stadium Histologi (G) Karsinoma Ko- bahan pola defekasi yakni konstipasi. Dapat pula
lorektal (AJCC edisi 7) terjadi obstruksi parsial atau total yang ditan-
Stadium D1rp1 Pnsi<1s1
dai dengan rasa penuh di perut dan nyeri yang
meningkat. Perdarahan biasanya tidak masif dan
GI Berdiferensiasi baik feses yang keluar bercampur darah segar atau da·
G2 Berdiferensiasi sedang rah tua serta lendir.
c. Pada rektum dan sigmoid
G3 Berdiferenslasi buruk
Karsinoma sigmoid menyerupai divertikuli-
G4 Tidak berdiferensiasi tis dengan nyeri, demam, dan gejala obstruktif.
Keluhan utama berupa buang air besar berdarah
Diagnosis dan Manifestasi Klinis dan berlendir. Pola defekasi berubah berupa diare
Anamnesis yang bergantian dengan konstipasi serta feses se·
Anamnesis dilakukan dengan mencari manifestasi perti kotoran kambing. Perdarahan yang terjadi bi·
klinis yang bervariasi bergantung pada lokasi, penye· asanya banyak karena berasal dari arteri hemoroid
baran. dan komplikasi (perforasi. obstruksi. perdara· superior. inferior, dan media. Pasien merasakan
han). Gejala yang dijumpai biasanya berupa hemato- kembung dan mulas sehingga terjadi anoreksia
skezia. dan penurunan berat badan.
a. Pada kolon asenden
Lumen besar, berdinding tipis, dan masa feses Pemeriksaan Fisis
agak cair sehingga sering asimtomatis. Gejala Colok dubur untuk menilai tonus sfingter ani.
awal pasien tampak lesu karena anemia dan dapat mukosa, ampula rektum, dan terabanya tumor serta
dijumpai darah samar pada tinja. Apabila perda- ditemukannya darah. Jarak tumor dari garis anorektal,
rahan lebih banyak, dapat timbul melena. Pasien lokasi, pergerakan dari dasar, permukaan, lumen yang
mengeluh rasa tidak nyaman di perut kanan teru- dapat ditembus jari, batas atas, dan jaringan sekitar
tama setelah makan. juga perlu dinilai.
b. Pada kolon desenden
Lumen relatif kecil dan massa feses semisolid Pemeriksaan Penunjang
sehingga timbul gejala konstriktif berupa peru· Laboratorium: Hb dapat turun. ditemukan darah
samar tinja. sinoma rekti dengan pembuangan segmen rektum
Barium enema: merupakan pemeriksaan rutin yang terkena bersamaan dengan suplai vaskular dan
sebelum pemeriksaan lain, akan tampang filling kelenjar limfenya. Terapi spesifik stadium bergantung
defect berbentuk anular a tau apple core, dinding pada:
usus rigid, dan mukosa rusak. Stadium 0 (Tis, NO, MO): eksisi lokal, reseksi
Proktosigmoidoskopi. tumor secara en bloc apabila eksisi transanal tak
Kolonoskopi: standar baku diagnosis karsinoma dapat dilakukan;
kolorektal, dapat dilakukan biopsi sekaligus. Stadium I (Tl-2, NO, MO): reseksi , kemoradiasi
CT scan abdomen dan CT-kolangografi ajuvan untuk pasien risiko tinggi yang menolak
(kolonoskopi virtual). Bila tidak dapat dilakukan reseksi radikal;
CT scan bisa menggunakan USG abdomen. Stadium II (T3-4, NO, MO): reseksi mesorektal
Sistoskopi: apabila dicurigai invasi keganasan ke total, kemoradiasi;
kandung kencing. Stadium III (setiap T, Nl , MO): kemoterapi dan
radiasi pra dan pascaoperasi, reseksi radikal;
Tata Laksana Stadium IV (setiap T, setiap N, Ml): reseksi hepar
Tata Laksana Karsinoma Kolon apabila terdapat metastasis; prosedur paliatif,
Tata laksana bertujuan untuk membuang tumor pri- reseksi radikal untuk kontrol nyeri, perdarahan;
mer bersama suplai vaskular dan kelenjar limfe re- terapi lokal (kauter, ablasi laser) untuk kontrol
gionalnya (en bloc). Hemikolektomi dilakukan pada perdarahan atau pencegahan obstruksi, kolostomi.
massa karsinoma setempat. Kemoterapi diberikan
sebagai terapi adjuvan. Pada operasi dapat dilakukan Prognosis (lihat Tabel 4)
anastomosis primer apabila usus sehat dan apabila Ta bel 4 . Angka Harapan Hidup 5 Tahun Pasien Karsinoma Ko-
tumor primer tidak dapat direseksi dapat dilakukan lorektal
225
prosedur paliatif dan pembuatan stoma proksimal
atau bypass. Terapi spesifik berdasarkan stadium ada-
lah sebagai berikut: 70 - 95%
Stadium 0 (Tis, NO, MO): eksisi polip total dan II 54 - 65%
batas sekitar harus bebas dari lesi patologis
39 -60%
displasia, pada kasus polip tak dapat dieksisi total
dapat dilakukan eksisi segmental; IV 0 - 16%
Stadium I (Tl , NO, MO): reseksi total polip,
kolektomi segmental; Sumber Bacaan
Stadium I dan II (Tl-3, N-, MO): reseksi surgikal, 1. Dunn KM. Rothenberger DA. Colon. rectum, a nd anus.
kemoterapi adjuvan hanya diberikan pada Dala m: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR. Dunn DL.
stadium II khusus (usia muda, risiko tinggi secara Hunte r JG. Pollock RE, penyunting. Schwartz°s manual
histologis): of surgery. Edisi ke- 10. New York: McGraw-Hill: 2014.
Stadium III (setiap T, N 1, MO): reseksi surgikal, h.1175-240.
kemoterapi adjuvan; 2. Henry MM, Thompson JN, penyunting. Large bowel includ-
Stadium IV (setiap T, setiap N, Ml): reseksi ing appendix: neoplasia. Dalam: Clinical surgery. Edisi ke-3.
surgikal, reseksi hepar apabila terdapat metastasis, Philade lphia: Elsevier Saunders: 2012.
kemoterapi adjuvan, terapi paliatif. 3. Fry RD, Mahmoud N, Maron DJ, Ross HM. Rombeau J.
Colon and rectum. Dalam: Townsend CM. Beauchamp RD.
Tata Laksana Karsinoma Rekti Evers BM. Mattox KL, penyunting. Sabiston textbook of sur-
Prinsip operasi adalah reseksi total tumor primer, gery: the biological basis of modern surgical practice. Edisi
jaringan limfatik, dan organ terkait. Pilihan terapi ber- ke-19. Philadelphia: Elsevier Saund ers: 2012.
gantung pada stadium klinis, lokas i, resektabilitas, dan
keadaan umum pasien. Terapi lokal dapat dilakukan
dengan eksisi transanal dan transanal endosco pic mi-
crosurgery (TEM), serta disertai teknik ablasi, biasanya
untuk adenoma rekti jinak dan nonsirkumferensial.
Reseksi radikal lebih dipilih untuk kebanyakan kar-
'

Perforasi
Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jeo,

Definisi litik, dan syok. Tanda peritonitis biasanya cukup jelas


Perforasi adalah pecahnya organ tubuh yang untuk kasus perforasi. Gejala pada pneumoperitone-
memiliki dinding atau membran. Dalam bagian ini, um adalah mengecil atau menghilangnya pekak hati
perforasi yang dimaksud adalah perforasi saluran serta terdapatnya udara bebas antara difragma dan
cerna. hepar pada pemeriksaan radiologi.

Etiologi Diagnosis
Perforasi organ saluran pencernaan dapat disebabkan Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
oleh 2 penyebab: fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Nontrauma: tifoid, ulkus ventrikuli, apendisitis,
konsumsi obat berlebihan (obat antiinflamasi Anamnesis
non steroid, aspirin. steroid), inflammatory bowel Riwayat trauma, konsumsi obat. riwayat penyakit
disease, necrotizing vasculitis, a tau tertelan agen ulkus peptikum atau kolitis ulseratif, riwayat men-
kaustik. jalani prosedur bedah, dan keluhan khas (rasa nyeri
226 Trauma: trauma tajam, trauma tumpul, tiba-tiba dan tajam, muntah).
cedera saat prosedur (endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP), kolonoskopi, Pemeriksaan Fisis
laparoskopi). Tanda peritonitis, nyeri tekan abdomen, demam, taki-
kardia, menurun/menghilangnya bising usus, dan pe-
Patofisiologi kak hati menghilang.
Normalnya, lambung relatif bebas dari bakteri
karena tingkat keasamannya yang tinggi. Apabila ter- Pemeriksaan Penunjang
jadi perforasi, asam lambung dapat mencapai rongga Laboratorium (leukositosis, anemia). Roentgen abdo-
peritoneum dan terjadilah peritonitis kimiawi. Apabila men (udara bebas subdiafragma, terlihatnya ligamen
perforasi dibiarkan terus sehingga partikel makanan falsiformis, batas cairan-udara), ultrasonografi, mau-
dapat mencapai peritoneum, peritonitis bakteri dapat pun CT scan.
terjadi.
Pada usus, persebaran bakteri berbeda tergantung Diagnosis Banding
lokasi. Pada usus proksimal bakteri lebih sedikit se- Ulkus peptikum, gastritis, pankreatitis akut, kole-
dangkan pada bagian distal Qejunum dan ileum), ba- sistitis, kolik bilier, torsio ovarium, endometriosis,
nyak bakteri anaerobik maupun aerobik. Oleh karena penyakit inflamasi pelvis, salpingitis akut, apendisi-
itu, infeksi abdomen lebih sering terjadi pada perfora- tis akut, divertikulum merkel, tifoid, kolitis, penyakit
si usus bagian distal. Crohn. dan konstipasi.
Adanya bakteri pada rongga peritoneum merang-
sang influks sel radang akut. Kemudian terjadi infla- Tata Laksana
masi difus pada omentum dan organ dalam. Hipoksia Tata laksana paling tepat untuk perforasi adalah
yang terjadi pada daerah ini memfasilitasi pertum- tindakan operatif dengan menstabilkan ABC (airway.
buhan bakteri anaerob serta menganggu kemampuan breathing, circulation) dan mengatasi syok terlebih da-
granulosit untuk membunuh bakteri. Lebih lanjut lagi hulu. Dalam penanganan syok, cairan yang diberikan
dapat terjadi peningkatan degradasi sel, hipertonisi- adalah kristaloid terlebih dahulu dan koloid apabila
tas cairan pembentuk abses, efek osmotik, keluarnya target perbaikan belum tercapai. Apabila telah diketa-
cairan lebih banyak ke daerah abses, dan perluasan hui adanya perforasi maka direncanakan operasi
abses tersebut. Jika dibiarkan, dapat terjadi sepsis, ke- emergensi dengan rujukan ke dokter spesialis bedah.
gagalan multi-organ. dan syok. Sebelum operasi ha! yang perlu diperhatikan adalah
akses intravena, terapi cairan, puasa. medikamentosa
Manifestasi Klinis (antibiotik, analgesik). pemasangan kateter dan NGT.
Gejala perforasi saluran pencernaan adalah nyeri Operasi dilakukan dengan laparotomi, eksisi tepi Iuka.
tiba-tiba, mual, muntah, defans muskular, ileus para- dan ditutup secara primer. Pada apendisitis perforasi
dilakukan pencucian rongga abdomen secara bersih. Dalam: Clinical surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier
Pada perforasi ulkus ventrikuli dilakukan reseksi pri- Saunders; 2012.
mer lambung dan gastroenterostomosis. 2. Maa J. Kirkwood KS. The appendix. Dalam: Townsend CM.
Beauchamp RD. Evers BM. Mattox KL. penyunting. Sabiston
Prognosis textbook of surgery: the biological basis of modern surgi-
Jika tindakan operasi dan pemberian antibiotik cal practice. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders:
spektrum luas cepat dilakukan maka prognosisnya 2012.
dubia ad bonam. 3. Brown CV. Small bowel and colon perforation. Surg Clin
North Am. 2014 Apr;94(2):471 -5.
Sumber Bacaan
1. Henry MM. Thompson JN. penyunting. Acute appendicitis.

Trauma Abdomen
Elita Wibisono, Wifanto Saditya Jeo

Trauma abdomen dapat dibagi menjadi trauma Pemeriksaan Penunjang


tembus dan trauma tumpul. Trauma abdomen dapat Darah perifer lengkap: tanda anemia dan infeksi
mengakibatkan perforasi, sepsis, dan perdarahan Oeukositosis);
227
yang sering menjadi penyebab kematian. Berdasarkan Ultrasonografi untuk menemukan adanya cedera
organ yang terkena bisa dibagi menjadi dua, yakni: organ, cairan intraperitoneal, dan perdarahan;
Organ padat: hepar, limpa (gejala utama CT-scan pada kasus yang lebih stabil untuk
perdarahan); menunjang tata laksana berikutnya.
Organ berongga: usus, saluran empedu (gejala
utama peritonitis). Tata Laksana
Stabilisasi airway, breathing, circulation (ABC)
A. Trauma Tembus Abdomen sebelum pemeriksaan dan tata laksana cedera
Organ padat yang paling sering terkena adalah hepar, abdomen sendiri. Resusitasi cairan dilakukan
sedangkan organ berongga yang paling sering terke- apabila pasien mengalami syok terutama bila
na adalah usus. cedera mengenai pembuluh darah besar atau
he par.
Diagnosis Pemasangan NGT untuk dekompresi dan
Anamnesis mencegah aspirasi bila muntah.
Mekanisme trauma tembus perlu ditanyakan dengan Pemasangan kateter untuk mengetahui
keterangan selengkap mungkin seperti senjata yang perdarahan, mengosongkan kandung kencing, dan
melukai, arah tusukan, atau bagaimana terjadinya ke- menilai produksi urin.
celakaan. Tata laksana definitif: pembedahan dengan
eksplorasi pada kecurigaan peritonitis dan
Pemeriksaan Fisis dilakukan segera apabila tidak tertolong dengan
Inspeksi abdomen; jejas di dinding perut. resusitasi cairan.
Tanda-tanda peritonitis, sepsis, syok, dan
penurunan kesadaran. B. Trauma Tumpul Abdomen
Perforasi di daerah atas (misalnya lambung): Mekanisme terjadinya trauma tumpul disebabkan
perangsangan segera terjadi dan timbul peri- oleh adanya deselerasi cepat dan adanya organ yang
tonitis hebat; tidak lentur (noncompliant organ) seperti hepar, lim-
Perforasi organ pencernaan yang lebih distal: pa, pankreas, dan ginjal.
perangsangan peritoneum memerlukan waktu
karena mikroorganisme butuh waktu untuk Diagnosis
berkembang biak. Anamnesis
Colok dubur apabila dicurigai cedera anorektal; Mekanisme cedera harus dieksplorasi seperti posisi
Adanya eviserasi pada usus atau omentum. jatuh, asal ketinggian, jenis alat yang melukai, kecepa-
tan, dan sebagainya.
Pemeriksaan Fisis ditemukan cairan. Kriteria standar hasil positif
Kadang-kadang dijumpaijejas di dinding abdomen; pada trauma tumpul adalah aspirasi minimal
Tanda rangsangan peritoneum: nyeri tekan, nyeri I 0 mL darah, cairan kemerahan, ditemukannya
ketok, nyeri lepas, dan defans muskular. eritrosit >100.000/ mm 3 , leukosit >500/mm 3 ,
Darah atau cairan yang cukup banyak dapat amilase >175 IU/ dL, atau terdapat bakteri, cairan
dikenali dengan shifting dullness sedangkan udara empedu, serat makanan.
bebas dapat diketahui dengan beranjaknya pekak
hati; Tata Laksana
Bising usus dapat melemah atau menghilang. Stabilisasi airway-breathing-circulation (ABC).
Pemasangan NGT untuk mencegah aspirasi bila
Pemeriksaan Penunjang muntah dan sebagai alat diagnostik.
Darah perifer lengkap: tanda infeksi dan Pemasangan kateter urine untuk mengosongkan
perdarahan; kandung kemih dan menilai produksi urin.
Urinalisis dapat dilakukan untuk menunjang Laparotomi apabila ditemukan tanda kerusakan
kemungkinan diagnosis cedera saluran kemih; intraperitoneum. Apabila tidak dapat tanda
Roentgen abdomen 3 posisi digunakan untuk kerusakan intraperitoneum dapat diobservasi
mengetahui adanya udara bebas; terlebih dahulu. Laparotomi dilakukan untuk
Sistogram dan !VP apabila dicurigai trauma mengetahui organ yang rusak, menghentikan
saluran kemih; perdarahan, dan tata laksana cedera organ
Roentgen toraks: pneumoperitoneum, isi abdomen berongga dengan penutupan sederhana atau
(ruptur hemidiafragma). atau fraktur iga bawah reseksi sebagian.
yang menandakan kemungkinan cedera limpa dan
he par; Sumber Bacaan
228
USG: melihat adanya cairan intraperitoneal bebas 1. Dunn KM, Rothenberger DA. Colo n. rectum. and anus.
seperti pada regio spesifik kantong Morison, Dalam: Brunicardi FC. Andersen DK. Billiar TR. Dun n DL.
kuadran kiri atas, dan pelvis; Hunter JG, Pollock RE, penyuming. Schwartz's manual
CT-scan digunakan untuk melihat cedera pada of surgery. Edisi ke- 10. New York: McGraw-Hill: 2014.
organ seperti ginjal. derajat cedera hati dan limpa h.11 75-240.
terutama pada pasien yang memiliki hemodinamik 2. Hoyt DB, Coimbra R. Acosta J. Management of acute trau-
stabil; ma. Dalam: Townsend CM. Beauchamp RD. Evers BM.
Bilasan rongga perut (peritoneal lavage) diagnostik Mattox KL. penyunting. Sabiston textbook of surgery: the
dapat dilakukan apabila tidak terdapat indikasi biological basis of modern su rgical practice. Edisi ke-19.
laparotomi yang jelas, kondisi pasien hipotensi Philadelphia: Elsevier Saunders: 2012.
atau syok. Bilasan dilakukan dengan memasukkan 3. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
cairan garam fisiologis hingga 1000 mL melalui ma. Advanced trau ma life support (ATLS) student course
kanul setelah sebelumnya pada pengisapan tidak manual. Edisi ke-9. 20 12.
Tumor Parotis
Hasiana Lumban Gaol. Chris Tanto, Farida Briani

Pendahuluan tukan dengan pasti karena sedikitnya jumlah kasus.


Kelenjar ludah manusia terdiri atas dua golongan be- Faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah mero-
sar: kok dan alkohol. Namun, penemuan yang ada tidaklah
I. Kelenjar Judah besar (mayor): parotis, subman- konsisten. Satu faktor risiko yang telah ditemukan
dibular, dan sublingual; masing-masing sepasang; konsisten berhubungan adalah paparan radiasi ion.
2. Kelenjar ludah kecil (minor) : jumlah banyak, uku- Faktor ini ditemukan berdasarkan penelitian yang
ran kecil, dan menempati mukosa pipi serta faring. melibatkan orang-orang yang selamat dari born atom.
Terdapat hubungan linear antara jumlah paparan de-
Anatomi ngan kejadian keganasan.
Kelenjar parotis terletak di sekitar liang telinga,
di bagian luar otot masseter. Batas muaranya adalah Klasifikasi
duktus stenson yang keluar di pi pi, tepatnya di daerah Klasifikasi tumor ganas parotis dapat dilihat pada
molar 2 rahang atas. Kelenjar parotis ditembus oleh Tabel I sedangkan tumor jinak dapat dilihat pada Ta-
saraf fasialis dan terbagi menjadi dua lobus: superfi- bel 2.
sial dan profunda. Pada operasi, penyelamatan saraf
229
fasialis penting dilakukan. Manifestasi Klinis
Pasien dengan tumor parotis akan mengeluhkan
Epidemiologi adanya benjolan yang dimulai di bagian bawah telinga.
Neoplasma kelenjar liur jarang terjadi, dengan biasanya asimtomatis serta tidak nyeri. Adanya nyeri
angka kejadian 3-6% dari seluruh tumor kepala dan menunjukkan kemungkinan sudah terjadi keterlibatan
leher. Tumor paling banyak terjadi pada kelenjar perineural. Selain itu, pasien juga bisa mengeluhkan
parotis (85%). Tumor ganas primer kelenjar parotis adanya gangguan pada otot wajah atau gangguan ber-
menempati 30% dari seluruh kejadian neoplasma bicara. Ada beberapa petunjuk yang dapat mengarah-
kelenjar parotis. kan apakah tumor parotis bersifat jinak atau ganas
(Tabel 3).
Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi keganasan parotis belum dapat diten-

Tabel I. Jenis Tumor Ganas Kelenjar Parotis Berdasarkan Sel Penyusunnya


l ipr Hh1ologio.; I tt•ktJf'Il'>I KPJ.idi.u1 l)1..,tr1ln1..,1

Karsinoma mukoepidermoid 34% Tumor kelenjar parotis tersering. 40-50% kasus


Karsinoma adenoid kistik 22% Paling sering di kelenjar palatum dan submaksila
Adenokarsinoma 18% 10% dari tumor malignum kelenjar saliva mayor: 33% dari tumor
malignum kelenjar saliva minor

Tumor malignum campuran 13%


Karsinoma sel asinar 7% I 0% dari tumor malignum kelenjar parotis
Karsinoma sel skuamosa 4% Terjadl 5-10% darl tumor malignum kelenjar parotis dan sub·
maksila
Lainnya <3%

Tabel 2. Jenis Tumor Jinak Kelenjar Parotis.


Adenoma pleomorfik 80%
Tumor Warthin 5%
Lesi Limfo-epltelial
Onkosltoma 1%
Adenoma monomorfik
Kist a
Tabel 3. Tanda-tanda Klinis yang Mengarahkan Jenis Tumor Parotis

Jinak C,mas

Tumbuh lambat Tumbuh relatif lebih cepat


Nyeri +/- Nyer i +/-
Umumnya mobil Umumnya terfiksir
Kelumpuhan N. Vil - Kelumpuhan N. VII+/-
Konsistensi padat - kistik Konsistensi padat - keras
Batas tegas Batas difus
Pembesaran KgB regional (-) Pembesaran KgB regional (+)
Metastasis - Metastasis +

Diagnosis !us yang dipandu USG dapat menjadi kombinasi


Diagnosis dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan yang sangat baik.
fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Tata Laksana
Anamnesis Pasien dengan kecurigaan tumor kelenjar parotis
Riwayat benjolan. ukuran, kecepatan pembesaran; dirujuk ke dokter spesialis bedah. Keganasan parotis
Faktor risiko, riwayat penyakit keganasan pada yang bersifat lokal ditangani dengan parotidektomi to-
keluarga, serta riwayat penyakit sebelumnya; tal, dengan upaya semaksimal mungkin untuk menye-
Gangguan bicara, gangguan menelan, atau gang- lamatkan (preservasi) saraf fasialis. Jika saraf terkena.
guan pada ekspresi wajah. maka saraf diangkat sebagian atau seluruhnya. Upaya
rekonstruksi saraf sebaiknya dilakukan setelahnya
Pemeriksaan Fisis (PF) untuk memberi kualitas hidup lebih baik bagi pasien.
230
Pemeriksaan lokalis: raba kelenjar parotis, periksa Kelenjar getah bening yang terlibat diangkat en bloc
ukuran, batas, mobilitas, konsistensi, serta nyeri bersama kelenjar parotis dengan indikasi yang jelas.
tekan. Perhatikan warna kulit serta adanya ulsera- Dalam kasus dengan keterlibatan kelenjar getah
si atau tidak: bening, dilakukan diseksi leher radikal dan parotidek-
PF nervus kranialis: periksa keterlibatan N. Vll tomi totali. Radioterapi dilakukan jika tumor tidak
(mulut mencong, asimetri lipatan nasolabial, dan dapat dioperasi atau tidak terangkat seluruhnya saat
sebagainya); N. XII (adanya disartria), serta nervus operasi. Kemoterapi dapat diberikan pada beberapa
lainnya: kasus keganasan parotis. Komplikasi yang dapat ter-
PF kelenjar getah bening (KgB): pembesaran KgB jadi pasca-operasi keganasan tiroid adalah fistel liur.
menunjukkan kemungkinan ke arah keganasan. sindrom Frey, dan kelumpuhan nervus fasialis.

Pemeriksaan Penunjang Sumber Bacaan


Radiologi: CT scan baik untuk menilai ukuran dan 1. Ho K. Lin H. Ann DK. Chu PG. Yen Y. An overview of the rare
ekstensi tumor, Roentgen baik untuk mengeks- parotis gland cancer. Head Neck Oneal. 20 I 1 Sep 14:3:40.
klusi kalkuli, a tau sialografi Oarang digunakan). 2. Sjamsuhidajat R. Karnadihardja W. Prasetyono TOH. Rudi-
Roentgen toraks dapat digunakan untuk melihat man R. penyunting. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de
adanya metastasis ke paru; Jong. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit EGC: 2010.
Biopsi jarum halus memiliki sensitivitas dan spe- 3. Andry G. Hamoir M. Locatl LD. Licitra L. Langendijk JA.
sifitas yang tinggi untuk tumor parotis. Walaupun Management of salivary gland tumors. Expert Rev Antican-
demikian, pemeriksaan ini tidak dapat dijadikan cer Ther. 2012 Se p: 12(9): 1161-8.
penentu pada semua kasus tumor tiroid. Namun. 4. Reksoprodjo S. pe nyu nting. Kumpulan kuliah ilmu bedah.
pemeriksaan fisis yang baik dan biopsi jarum ha- Tangerang: Bina Rupa Aksara: 1995.

Kanker Payudara
Hasiana Lumban Gaol, Farida Briani

Epidemiologi dan Faktor Risiko sebagai kanker tersering pada perempuan dengan
Kanker payudara menempati urutan pertama insidens 22%. Berbagai faktor risiko diduga berkon-
Tabel I. Faktor Risiko Kanker Payudara

r Demografi
Usia lanjut
Penduduk di negara maju
Status ekonomi menengah ke atas
Genetik dan familial
Mutasi genetik BRCA I. BRCA2. chkCHEK2, pp53, ATM. NBSI. LKBI
Riwayat kanker payudara pada anggota keluarga ya ng berusia muda (<40 tahun)
Riwayat menderita hiperplasia atipik
Riwayat menderita kanker pada salah satu payudara
Riwayat kanker payudara pada laki-laki
Riwayat kanker ovarium
Reproduksi dan hormonal
Usiamenarche <LO tahun
Usia menopause >55 tahun
Usia kehamilan pertama >35 tahun
Penggunaan hormon eksogen (kontrasepsi oral, terapi sulih hormon >LO tahun, penggunaan dietilstilbestrol pada masa kehami-
lan)
Menyusui <27 mlnggu seumur hidup
Gaya hidup
Asupan lemak jenuh
Berat badan (premenopause !MT <35, pascamenopause IMT>35)
231
Konsumsi alkohol berlebih
Merokok
Lingkungan
Riwayat terpapar radiasi pengion >I 0 tahun
Pajanan DDT. cadmium

tribusi dalam meningkatkan risiko terjadinya kanker 4. Menyusui. Menyusui dalam rentang waktu yang
payudara (Tabet 1). lama mengurangi risiko kanker payudara. Risiko
relatifnya berkurang 4,3% untuk setiap 12 bulan
Penjelasan mengenai beberapa faktor risiko adalah menyusui.
sebagai berikut: 5. Usia menopause. Insidens kanker payudara
1. Usia menarche. Tiap jeda satu tahun dalam usia berkurang pada masa menopause, dan perempuan
menarche berkorelasi dengan penurunan risiko se- dengan usia menopause Jebih tua terkait dengan
banyak 5-10%. Usia menarche dini terkait dengan risiko kanker yang lebih tinggi.
paparan hormon endogen yang Jebih Jama. Selain 6. Hormon eksogen. Secara umum, terdapat hubu-
itu, pada individu tersebut, kadar estrogen relatif ngan positif, meskipun lemah, antara penggunaan
lebih tinggi sepanjang usia produktif. kontrasepsi oral dan risiko terjadinya karsinoma
2. Paritas. Perempuan yang pernah melahirkan payudara. Sementara, penggunaan hormon-hor-
memiliki risiko lebih rendah dibanding yang tidak. mon untuk perempuan pascamenopause juga
Awalnya risiko meningkat setelah kehamilan per- banyak diteliti. Ditemukan bahwa perempuan
tama, Jalu berkurang selama 10 tahun, dan efek yang menggunakan hormon pascamenopause
protektifnya akan terus berjalan. Peningkatan memiliki peningkatan risiko kanker payudara,
risiko yang sifatnya sementara itu diduga terjadi dengan hubungan dosis-respons berdasarkan
karena peningkatan kadar hormon dan proliferasi durasi penggunaan. Efek dari hormon tersebut
sel epitel payudara secara cepat, sementara efek tampaknya lebih kuat pada perempuan kurus
protektif jangka panjang terkait diferensiasi sel- dibanding perempuan obes. Kombinasi estro-
sel epitel, yang cenderung kurang sensitif terha- gen-progestin memiliki risiko yang Jebih tinggi
dap karsinogen. Persalinan berikutnya semakin dibanding estrogen saja.
menurunkan risiko kanker payudara. 7. Berat badan dan indeks massa tubuh. Berat
3. Usia pada kehamilan aterm pertama. Pasien yang badan yang berlebih diduga menjadi faktor risiko.
kehamilan aterm pertamanya berusia lebih dari 35 Hipotesis saat ini adalah peningkatan produksi es-
tahun memiliki risiko 40-60% lebih tinggi. trogen endogen hasil konversi dari androgen oleh
enzim aromatase pada lemak-lemak adiposa. Anamnesis
8 . Gaya hidup dan pola makan. Faktor-faktor yang Keluhan dan gejala yang telah dituliskan dalam
diduga memiliki hubungan adalah alkohol. rokok, manifestasi klinis serta pengaruh siklus menstru-
aktivitas fisik. dan konsumsi fitoestrogen. asi terhadap gejala yang timbul;
Faktor-faktor risiko yang dimiliki;
Patogenesis Kemungkinan metastasis ke organ otak. paru. hati.
Patogenesis kanker payudara terbagi atas bebera- dan tulang dengan menanyakan gejala seperti ada-
pa tahap: nya sesak napas. nyeri tulang. dan sebagainya.
1. Hiperplasia duktal. Terjadi proliferasi sel epitel
poliklonal yang tersebar tidak rata dengan inti Pemeriksaan Fisis
saling bertumpang tindih dan lumen duktus tidak Sebaiknya dilakukan antara 7-10 hari setelah hari per-
teratur. Sering merupakan tanda awal keganasan. tama haid. Pemeriksaan fisis payudara adalah sebagai
2. Hiperplasia atipik (klonal). Perubahan lebih lan- berikut:
jut. sitoplasma sel menjadi lebih jelas dan tidak Posisi duduk. lnspeksi pada saat kedua tangan
tumpang tindih dengan lumen duktus yang tera- pasien jatuh ke bawah. apakah payudara simetris,
tur. Secara klinis risiko kanker payudara mening- adakah kelainan letak atau bentuk papila. retrak-
kat. si puting. retraksi kulit. ulserasi. tanda radang.
3. Karsinoma in situ. baik duktal maupun lobular. Kemudian pasien diminta angkat kedua tangan
Terjadi proliferasi sel dengan gambaran sitologis lurus ke atas. lihat apakah ada bayangan tumor
sesuai keganasan. Proliferasi belum menginvasi yang ikut bergerak atau tertinggal. Untuk posisi:
stroma atau menembus membran basal. Karsino- (1) tangan di samping badan. (2) tangan ke atas.
ma in situ lobular biasanya menyebar ke seluruh (3) bertolak pinggang. (4) badan menunduk.
jaringan payudara. bahkan hingga bilateral. dan Posisi berbaring. Punggung di belakang payuda-
232
tidak teraba pada pemeriksaan serta tidak terlihat ra diganjal bantal sesuai dengan sisi yang akan
pada pencitraan. Karsinoma in situ duktal sifatnya diperiksa. Palpasi payudara dimulai dari area luar
segmental. dapat mengalami kalsifikasi sehingga memutar hingga ke dalam dan mencapai puting.
gambarannya bervariasi. Nilai apakah ada cairan yang keluar. Jika teraba
4. Karsinoma invasif. Terjadi saat sel tumor telah tumor. tetapkan lokasi dan kuadran. ukuran. kon-
menembus membran basal dan menginvasi stro- siste!Jsi. batas. dan mobilitas. Palpasi pula KgB re-
ma. Sel kanker dapat menyebabr baik secara he- gional sesuai kelompok kelenjar. yaitu area aksila.
matogen maupun limfeogen dan dapat menimbul- mamaria. dan klavikula.
kan metastasis. Kelenjar getah bening (KgB). Dilakukan dalam
posisi duduk dari depan pasien dan kedua tangan
Manifestasi Klinis di kedua sisi tubuh. Lakukan pemeriksaan KgB
Manifestasi klinis yang timbul bergantung pada lo- aksilaris, infraklavikula. dan supraklavikula. Pada
kasi dan jenis tumor. Biasanya pasien datang dengan: KgB aksilaris terdapat 4 kelompok nodus yang
Benjolan di payudara yang tidak nyeri (sebanyak harus dipalpasi. antara lain nodus aksilaris sentral
66%); (midaksilaris) pada apeks aksila kemudian sepan-
Nyeri lokal di salah satu payudara; jang garis midaksilaris dinding dada untuk nodus
Retraksi kulit atau puling; pektoralis (anterior). ke arah lateral untuk nodus
Keluarnya cairan dari puling. radang. atau ulserasi; brakial (lateral) dan ke arah kaput humerus untuk
Benjolan ketiak serta edema. Benjolan superfisial nodus subskapular (posterior).
biasanya dapat terpalpasi. namun tidak jika lokasi
cukup dalam; Pemeriksaan Penunjang
Retraksi kulit akibat infiltrasi kanker pada otot Untuk deteksi kanker payudara. digunakan mamogra-
pektoralis akan bertambah jelas saat otot dikon- fi dan ultrasonografi. sementara untuk melihat adanya
traksikan; metastasis digunakan Roentgen toraks. USG abdomen
Limfangitis karsinoma tampak sebagai infla- (hepar). dan bone scanning.
masi infeksius (nyeri. bengkak. merah. demam. Mamografi
malaise). Limfangitis karsinoma menyebabkan Merupakan metode pilihan untuk skrining dan
obstruksi limfe kulit dan jaringan subkutan me- deteksi dini. terutama pada kasus kecurigaan
ngalami retraksi. menyebabkan gambaran peau keganasan atau kasus payudara kecil yang tidak
d'orange (kulitjeruk). terpalpasi pada perempuan berusia di atas 40 ta-
hun. Jndikasi: (1) kecurigaan klinis keganasan. (2)
Diagnosis tindak lanjut pascamastektomi, (3) pasca-breast
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis. pemerik- conserving therapy (BCT). (4) adanya adenokarsi-
saan fisis. dan pemeriksaan penunjang. noma metastatik dengan tumor primer yang be-
Gambar l. Berbagai posis i pemeriksaan fisis payud ara. Dari kiri ke kanan: tangan disamping. tangan ke atas. berkaca k pinggang.
dan pemeriksaan saat posisi tidur. Palpasi dilakukan dengan 3 jari (II. lll. IV) menggunakan falang distal dan media. mulai dari sela
iga 2-6. sternum sampai midaksila.

233

Gambar 2. Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening (KGB) . Dua gambar di kiri menunjukkan pemeriksaan KgB aksila. Berikutnya peme-
riksaan KgB sup rakl avikula dan infra klavikula. Perhatikan posisi tanga n pemeriksa.

lum diketahui, dan (5) sebagai program skrining. atau PR(+) diperkirakan akan berespons terhadap
Mamograf perempuan berusia di bawah 35 tahun terapi hormonal. Pasien dengan HER-2(+) beres-
sulit diinterpretasi karena jaringan kelenjar yang pons terhadap terapi target dengan trastuzumab.
masih padat. Temuan yang mengarah ke kegana- Pasien dengan ER(-) , PR(-), dan HER-2 neu (-). atau
san adalah tumor berbentuk spikula, distorsi atau kerapkali disebut sebagai tripe! negatif. cenderung
iregularitas, mikrokalsifikasi (karsinoma intraduk- berprognosis buruk.
tal). dan pembesaran kelenjar limfe. Biopsi. Diagnosis pasti keganasan ditegakkan de-
Ultrasonografi (USG) ngan pemeriksaan histopatologi melalui biopsi.
Kegunaan USG adalah untuk membedakan lesi Biopsi aspirasi jarum halus (B.AJAH). Pada
solid/kistik, ukuran. tepi, dan adanya kalsifikasi B.AJAH, sampel yang didapat berupa sel dan
dan vaskularisasi intralesi. Penggunaan USG ber- prosedur ini paling mudah dilakukan, meski-
sama mamografi dapat meningkatkan sensitivitas pun kadang tidak memberikan diagnosis yang
mamografi. Akan tetapi, USG sendiri bukan alat jelas karena jumlah spesimen sedikit.
skrining keganasan payudara. Core biopsy. ]arum yang digunakan cukup
Magnetic Resonance Imaging (MRI) besar. Hasilnya berupa jaringan sehingga lebih
MRI dilakukan apabila USG atau mamografi belum bermakna dibanding B.AJAH. Pemeriksaan ini
memberi informasi yang cukup jelas. dapat membedakan tumor non-invasif atau in-
Imunohistokimia vasif serta grade tumor.
Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat jenis Biopsi terbuka. Dilakukanjika hasil anamnesis,
kanker dan sensitivitasnya terhadap terapi hor- pemeriksaan fisis , dan pemeriksaan penunjang
monal. Reseptor estrogen (ER), reseptor proges- lainnya tidak cocok atau memberi keraguan.
teron (PR). dan c-erbB-2 (HER-2 neu) merupakan Biopsi eksisional mengangkat seluruh mas-
komponen yang diperiksa. Pasien dengan ER(+) sa tumor, sementara biopsi insisional hanya
mengambil sebagian massa.
Klasifikasi
Tl T2 T4a

>10-20 mm=Tic

Perluasan ke

~>5- !0mrn=Tl b dindiJ1g dada


---H'---tidak tennasuk
~ > l -5 mm =Tla
otot pektoralis

Gambar 3.Penentuan Ukuran Tumor (T)


Tabel 2. Grading Kanker Payudara Berdasarkan American Joint Commiccee on Cancer. 7''ed

I umor prinwr (I)

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai


TO Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis Karsinoma in situ
Tis (DCIS) Karsinoma in situ duktal
Tis (LCIS) Karsinoma in situ lobular
Tis (Paget) Penyakit Paget yang tidak terkait karsinoma invasif dan/atau karsinoma in situ
Tl Tumor!020 mm
234 Timi Tumor:sl mm
Tla I mm< tumor .s_S mm
Tlb 5 mm < tumor !O 10 mm
Tic 10 mm< tumor !020 mm
T2 20 mm < tumor !O 50 mm
T3 Tumor >50 mm
T4 Tumor ukuran berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada dan/ atau ke kulit (ulserasi atau nodul kulit)
T4a Ekstensi ke dinding dada, tidak termasuk otot pektoralis
T4b Ulserasi dan/atau nodul satelit ipsilateral dan/ atau edema (termasuk peau d'orange). yang tidak memenuhi kriteria
karsinoma inflamasi
T4c Baik T4a dan T4b
T4d Karsinoma inflamasi

Nmlus l11nff' n•gional (N)

Nx Kelenjar limfe regional tidak dapat ditentukan


NO Tidak terdapat metastasis kelenjar limfe regional
NI Teraba pembesaran kelenjar limfe aksila kadar I. 11 ipsilateral yang dapat digerakkan
N2 Metastasis kelenjar limfe regional kadar I. 11 ipsilateral yang terfiksasi: atau secara klinis didapatkan kelenjar
mamaria interna ipsilateral ta npa adanya metastasis kelenjar limfe aksila secara klinis
N2a Metastasis kelenjar limfe regional kadar I. 11 ipsilateral yang terfiksasi satu sama lain
N2b Metastasis pada kelenjar mamaria interna ipsilateral yang dapat dideteksi tanpa adanya metastasis kelenjar limfe
aksila kadar I. II secara klinis
N3a Metastasis kelenjar limfe infraklavikula ipsilateral
N3b Metastasis kelenjar limfemamaria internadan aksilla ipsilateral
N3c Metastasis kelenjar limfe supraklavikula

MO Tidak terdapat bukti metastasis jauh


cMo(i+) Tidak terdapat bukti metastasis jauh. namun terdeteksi sel tumor yang bersirkulasi di darah. sumsum tulang.
atau jaringan nodus lainnya yang berukuran kurang dari 0.2 mm pada pasien tanpa gejala dan tanda metastasis
Ml Metastasis jauh yang ditentukan berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiografi dan/ atau secara histologis ter-
bukti >0,2 mm
Supraklavikuiar
Aksilarls atas/apikal, level Ill
AksUarls tengah, level II

.
>6,2-2 mm
'
1

\ atau >200 sel


~;..___ _ __., pN la: 1·3 nodi (salal1
satu deposit tumor
>2.0 mm)~

pNO(I+)

A. mam aria interna pN2a: 4.9 nodi (salal1 satu


deposit tumor >2.0 mm)

)
M. pectoralis minor

~
pN3a: >I 0 nodi(salah~
satu deposit tumor
>2.0 mm)

s; 0 .2 nun atau
kumpulan sel <200

Gambar 4.Penentuan Metastasis ke Nodus Limfe (N).

Stadium
235
Penentuan stadium kanker payudara dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penentuan Stadium Kanker Payudara Berdasarkan American Joint Committee on Cancer. edisi ke-7.
Angka htlrapan h1dup da lam
Stad ium T N M
5 tahun

Stadium 0 Tis NO MO 100%


Stadium IA Tl NO MO 100%
Stadium IB To Nlmi MO
Tl Nlmi MO
Stadium !IA TO NI MO 92%
Tl NI MO
T2 NO MO
Stadium JIB T2 NI MO 81 %
T3 NO MO
Stadium IllA TO N2 MO 67%
Tl NZ MO
T2 N2 MO
T3 NI MO
T3 N2 MO
Stadiumll!B T4 NO MO 54%
T4 NI MO
T4 N2 MO
Stadium me Tapapun N3 MO
Stad ium IV T apapun N apapun Ml 20%

Tata Laksana Pembedahan


Pasien dengan kecurigaan kanker payudara dirujuk ke Mastektomi radikal klasik: pengangkatan
spesialis bedah onkologi untuk mendapatkan tata lak- seluruh kelenjar payudara dengan sebagian
sana definitif. Tindakan bedah hanya dilakukan pada besar kulitnya, otot pektoralis mayor dan
kanker di bawah stadium IIIA. Untuk stadium IIIB dan minor, dan kelenjar limfe kadar I. II. dan Ill.
IV, tata laksana yang diberikan adalah paliatif. Mastektomi jenis ini hanya digunakan hingga
tahun 19 50-an.
Mastektomi radikal dimodifikasi: sama dengan terutama untuk pasien dengan reseptor ER(+)
mastektomi radikal klasik namun otot pekto- atau PR(+).
ralis mayor dan minor dipertahankan, hanya Kemoterapi, seperti CMF (siklofosfamid, me-
kelenjar limfe kadar I dan II yang diangkat. totreksat, dan 5-fluorourasil), FAC (siklofosfa-
Mastektomi sederhana: seluruh kelenjar mid, adriamisin, 5-fluorourasil), Taxone, Cispla-
payudara diangkat, tanpa pengangkatan kelen- tin, dan lain-lain.
jar limfe aksila dan otot pektoralis. Dilaku- Terapi target, contohnya trastuzumab (An-
kan jika dipastikan tidak ada penyebaran ke ti-HERZ) .
kelenjar limfe. Kini dikenal metode lain, yaitu
skin-sparing mastectomy, yaitu membuang Sumber Bacaan
seluruh payudara dan kompleks area, namun l. Sjamsuhidaj at R, Karnadihardja W. Prasetyono TOH, Rudi-
menyisakan sebanyak mungkin kulit. man R, pe nyu nting. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuh idajat-de
Breast conserving surgery (BCS). Prosedur ini Jong. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit EGC: 2010.
membuang massa tumor dengan memastikan 2. WHO Regional Office for the Eastern Mediterranean
batas bebas tumor dan diseksi aksila kadar 1 (EM RO). Guidelines for management of breast cancer. Kai-
dan 2 atau dilakukan sentinel node biopsy ter- ro: EMRO Technical Publications Series: 2006.
lebih dahulu. 3. Edge SB. Byrd DR. Compton CC. Fritz AG. Greene FL. Trotti
Radioterapi. Dilakukan sebagai terapi adjuvan A, pe nyu nting. Breast. Dalam: AJCC cancer staging manual.
pada pasien yang telah menjalani BCS atau mas- Edisi ke-7. New York: Springer: 2010. h.34 7 -76.
tektomi radikal klasik/ dimodifikasi dengan ukuran 4. Hua D. Dignam J. Epidemiology of breast cancer. Dalam:
tumor awal ;o,T3 dan batas/ dasar sayatan tidak be- Ku erer HM. penyunting. Kuerer's breast surgical oncology.
bas dengan tumor serta jika terdapat metastasis .. China: McGraw-Hill: 20 10.
Terapi sistemik, contohnya: 5. Ellen M. Estes Z, penyunting. Breasts a nd regional lymph
236 Terapi hormonal: obat-obatan anti-estrogen nodes. Dalam: Health assessment & physical examination.
(tamoksifen, toremifen) , penyekat aromatase Edisi ke-6. Philadeplhia: Elsevier Saunders: 2012.
selektif (anastrazol, letrozol) , atau agen pro- 6. Clinical breast examination: proficiency and risk manage-
gestasional (megesterol asetat). Diberikan ment: a continuing edu cation program of the California
department of health se rvices. 2005.

78
KompeteMi m II Karsinoma Tiroid
•• Hasiana Lumban Gaol, Chris Tanto, Farida Briani

Epidemiologi K.lasifikasi
Karsinoma tiroid merupakan keganasan terbanyak Neoplasma tiroid dapat timbul dari semua jenis sel
pada sistem endokrin. Insidensnya meningkat seiring yang terdapat dalam kelenjar tersebut (Tabel 1) .
dengan usia dan mendatar setelah usia 50 tahun. Keja- Di samping klasifikasi tersebut, American Joint
dian pada perempuan dua kali lebih banyak dibanding Committee on Cancer (AJCC) juga membuat klasifikasi
laki-laki. berdasarkan sistem TNM (Tabel 2).

Etiologi dan Faktor Risiko Manifestasi Klinis


Etiologi yang saat ini dianggap dapat menyebab- Pasien biasanya akan mengeluhkan benjolan di
kan karsinoma tiroid adalah kenaikan sekresi hormon leher bagian depan yang semakin membesar dan bi-
TSH, radiasi ion pada leher (terutama anak-anak), dan asanya tidak nyeri. Pasien dapat mengeluhkan suara
faktor genetik (riwayat karsinoma tiroid pada keluar- serak sampai kesulitan menelan apabila sudah ada
ga). Faktor risiko lain adalah usia, pembesaran nodul perluasan tumor ke struktur sekitarnya. Kecurigaan
lebih dari 4 cm, massa leher baru atau membesar, akan keganasan dapat dilihat dari tanda-tanda berikut
paralisis pita suara atau suara serak, adanya nodul ini:
yang terfiksasi, ekstensi ekstra-tiroid, dan defisiensi Nodul soliter pada anak-anak, laki-laki, atau usia
iodium. tua;
Nodul cepat membesar;
Tabel I. Klasifikasi Neoplasma Tiroid Berdasarkan Se! Penyusunnya

Jinak

Adenoma sel epitel folikular


Makrofolikular (koloid)
Normofolikular (sederhana)
Mikrofolikular (fetal)
Trabekular (embrional)
Varian sel Hurthle (onkositik)

Canc1s Pr Pval<•ns1 ex.)


Se! epitel folikuler
Karsinoma berdiferensiasi baik
Karsinoma papiler 80-90
Papiler murni
.....
Varian folikuler tl
Diffuse sclerosing variant
0
Tall cell. varian sel kolumnar
0..!>ci
Karsinoma folikuler 5-10 s::
Invasif minimal
0
lnvasif luas ~
Karsinoma sel Hurthle (onkositik) 'O
(IJ
Karsinoma insuler i:x:i
Karsinoma berdiferensiasi buruk (anaplastik) karsinoma
237
Se! C (produsen kalsitonin) 10
Kanker tiroid meduler
Sporadik
Familial
MEN2
Keganasan lain
Limfoma 1-2
Sarkoma
Metastasis

Tabel 2. Klasifikasi TNM Karsinoma Tiroid (AJCC).

Karsinoma t1roi<I papilf'r at du fnlikul(•r


<45 tahun >45 tahun
Stadium I T apapun, N apapun. MO Tl.NO.MO
Stadium II T apapun, N apapun, MI T2 atau T3, NO, MO
Stadium III T4. NO, MO
T apapun, NI, MO
Stadium IV T apapun. N apapun. M 1

Kai sinoma Lu md anaplastik

Stadium IV Semua kasus termasuk dalam stad ium IV

Karsi110111a Lit oid nlC'dul~tr

Stadium I Tl. NO, MO


Stadium II T2-T4, NO, MO
Stadium III T apapun, N 1, MO
Stadium IV T apapun. N apapun, MI
Keterangan: T: ukuran tumor primer; Tl s. 1 cm; 1 cm< T2 s. 4 cm; T3 > 4 cm; T4 perluasan langsung ke kapsul tiroid; T4a tumor 1
cm. T4b tumor 1-4 cm. N: ada (N 1) atau tidaknya (NO) keterlibatan kelenjar getah bening regional. M: ada (M 1) atau ridaknya (MO)
metastasis.
Nodul terfiksir dan keras; Metastasis (pembesaran KgB, metastasis ke paru
Nodul dengan gejala invasi lokal (suara serak, atau tulang);
sesak napas, atau susah menelan); Pernah mendapatkan terapi radiasi sebelumnya;
Adanya riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid; Beberapa ahli berpendapat potong beku masih
Ditemukan kalsifikasi nodul pada foto leher; dapat dilakukan untuk kasus atipikal atau men-
curigakan.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan Tata Laksana
fisis, dan pemeriksaan penunjang. l. Pembedahan
Karsinoma tiroid yang berdiferensiasi baik se-
Anamnesis baiknya dieksisi secara bedah. Selain mengangkat
Riwayat benjolan, ukuran awal, kecepatan pem- lesi primer, diagnosis histologis dan penentuan
besaran; stadium juga dapat dilakukan. Jenis pembedahan
Gejala berupa suara serak dan susah menelan un- yang dibutuhkan bergantung pada jenis karsino-
tuk mengetahui perluasan ke struktur sekitarnya; ma. Metode yang ada di antaranya lobektomi
Tanyakan gejala seperti berdebar-debar, intoleran- atau tiroidektomi total. Pembedahan lobektomi
si akan udara panas, penurunan berat badan; subtotal sebaiknya tidak dilakukan karena akan
Riwayat kanker tiroid sebelumnya serta pengo- meningkatkan risiko operasi berikutnya jika hasil
batan yang sudah didapatkan; operasi sebelumnya ternyata keganasan. Demikian
Riwayat kanker tiroid pada keluarga. pula, lobektomi subtotal juga dapat menyulitkan
tindakan berikutnya. Pada kasus yang melibatkan
Pemeriksaan Fisis kelenjar getah bening, operasi dibarengi dengan
PF tiroid: ukuran. batas, permukaan, konsistensi, diseksi leher.
mobilitas, nyeri tekan; 2. Terapi supresi TSH
PF KGB: apakah terdapat pembesaran KGB di leher. Kebanyakan tumor responsif terhadap TSH se-
hingga levotiroksin masih digunakan secara luas.
238 Pemeriksaan Penunjang Tujuannya adalah menekan TSH sebanyak mung-
Ultrasonografi (USG). USG berguna untuk mem- kin dengan sesedikit mungkin efek samping hor-
bedakan lesi kistik/solid, selain itu dapat melihat mon tiroid berlebih. TSH ditekan hingga kadar 0, 1-
regularitas tepi massa dan ukuran. 0,05 IU/ L. Supresi TSH baru diberikan pada kasus
Scan tiroid. Prinsip dasar pemeriksaan penunjang kanker tiroid setelah dilakukan tiroidektomi total.
ini adalah ambilan (uptake) dan distribusi yodium 3. Terapi radio-iodin
radioaktif pada kelenjar gondok. Melalui peme- Terapi ini diberikan pada pasien yang telah men-
riksaan ini, dapat dilihat bentuk, besar, letak, dan jalani tiroidektomi total dan pada scan tiroid masih
distribusi dalam kelenjar. Hasil dapat berupa cold/ tampak sisa. Terapi radio-iodin sebagai terapi uta-
warm/hot nodule. Pada hasil cold nodule, kemung- ma kanker tiroid tidak dianjurkan.
kinan keganasan sekitar 20%.
Biopsi aspirasi jarum halus merupakan peme- Prognosis
riksaan penunjang dengan prosedur pengambi- Usia menjadi faktor prognosis yang penting, in-
lan sampel yang mudah dan aman. Kesulitannya sidensi pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari
terletak pada bagaimana memastikan lokasi yang 45 tahun terkait dengan prognosis yang lebih buruk.
tepat untuk pengambilan sampel sehingga sebaik- Laki-laki biasanya memiliki prognosis yang lebih bu-
nya dipandu dengan USG dan dalam bentuk ope- ruk.
rasi. Interpretasi hasil sebaiknya dilakukan oleh
sitolog yang sudah berpengalaman. Sumber Bacaan
Biopsi. Cara terbaik diagnosis karsinoma tiroid I. Tjindarbumi D. Karsinoma tiroid. Dalam: Reksoprodjo S,
adalah biopsi dengan/tanpa potong beku. Biopsi penyunting. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Tangerang: Bina
pada tiroid berupa tindakan bedah, baik lobek- Rupa Aksara: 1995.
tomi, tiroidektomi subtotal, atau tiroidektomi total, 2. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudi-
bergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Tinda- man R, penyunting. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de
kan potong beku tidak memberi kontribusi yang Jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC: 2010. h. 343-52.
pasti untuk menegakkan adanya keganasan atau 3. Edge SB. Byrd DR, Compton CC. Fritz AG. Greene FL, Trotti
tidak pada tiroid. Ada dua alasan: A, penyunting. Thyroid. Dalam: AJCC cancer staging manu-
1. FNA pre operatif yang mampu mendiagnosis al. Edisi ke-7. New York: Springer: 2010. h.347-76.
dengan baik pada kasus Ca papiler tiroid yang 4. American Thyroid Association (ATA) Guidelines Taskforce
merupakan jenis tersering. on Thyroid Nodu les and Differentiated Thyroid Cancer:
2. Ketidakmampuan potong beku untuk Cooper DS. Doherty GM, Haugen BR, Kloos RT. Lee SL.
menegakkan diagnosis dalam kasus lesi foli- Mandel SJ, dkk. Revised ATA management guidelines for
kuler. patients with thyroid nodules and differentiated thyroid
cancer. Thyroid. 2009 Nov:l9(1 l):l167-214.
Evaluasi
Nodul tiroid

Kllnls

Sus k benl na


0 erabel FNAB

1- - Blopsi insisi
+
Suspek mallgna
I
ollkulare pattern Hurtle ce/J
Lesl 'inak , ....&.------!~: vcl

• • •
Follkulare Medulare Ana lastlk

ll
+
Debulking

+ 239
Tlroidektomi total
+
I
______ _________ __ __ _____ __ _______________ ___ J
Gambar I. Pendekatan Nodul Tiroid dengan Fasilitas Pemeriksaan FNAB

Nodul tiroid

+ •
Suspek benigna

+ •
Op(lrabel
+
• Gejala penekanan
• Terapl konservatif

Observasi

• Supresl TSH gagal


Lobektomi
Blok isthmolobektoml +---- · Kosmetlk
paraffin
+
Ganas•
• • •
olikulare Medulare Anaplastik

Observasl
ll
Tiroidektomi total

Gambar 2. Pendekatan Nodu l Tiroid tanpa Fasilitas Pemeriksaan FNAB


Dislokasi
Dimas Priantono, Wahyu Widodo

Definisi pemendekan pada struktur yang terlibat


Dislokasi adalah keadaan terpisahnya dua permu- Feel: nyeri tekan
kaan sendi secara keseluruhan. Apabila permukaan Move: keterbatasan gerakan / penurunan lingkup
sendi hanya terpisah sebagian, maka kondisi tersebut gerak sendi, maupun gerakan abnormal yaitu
disebut sebagai subluksasi. Selain itu, terdapat pula perubahan arah gerak karena ketidakstabilan
to kondisi terpisahnya permukaan sendi yang hanya sen di.
CD
p.. terjadi apabila sendi tersebut mendapatkan tekanan. Pemeriksaan penunjang yang utama untuk me-
~ Kondisi itu disebut sebagai occult joint instability. negakkan diagnosis dislokasi adalah dengan Roent-
gen. Roentgen tidak hanya berperan dalam diagnosis
0
:::i Patofisiologi dislokasi/subluksasi, tetapi juga untuk menyingkirkan
.g Sendi sinovial yang ada pada tubuh manusia kemungkinan terdapatnya fraktur pada daerah yang
CD memiliki mekanisme struktural untuk menjaga lingkup terkena. Apabila selain dislokasi juga terdapat frak-
....p.. gerak sendi yang normal. Stabilitas sendi merupakan tur di daerah persendian yang sama, maka keadaan
hasil dari kerja sama tiga aspek berikut: ini disebut sebagai fraktur-dislokasi. Pada kondisi
240 I. Bentuk dan jenis sendi; occult joint instability, pemeriksaan dengan Roentgen
2. lntegritas kapsula fibrosa dan !igamen; serta dilakukan sambil memberikan penekanan pada sendi
3. Perlindungan dari otot yang menggerakkan sendi (dengan anestesi) untuk mereproduksi kelainan sendi
tersebut. yang terjadi.
Gangguan pada salah satu faktor di atas dapat Pendekatan klinis pada pasien yang mengalami
mengakibatkan ketidakstabilan suatu sendi. Namun, dislokasi dapat dibedakan sesuai dengan manifestasi
peran faktor di atas akan berubah pada masing-masing klinis saat pasien datang:
sendi. Kontur sendi merupakan faktor yang terpen- Pasien datang dengan kondisi sudah tereduksi:
ting pada sendi jenis ball-and-socket (misalnya sendi dapat dilakukan tes apprehension , yaitu melakukan
panggul). Sementara ligamen memegang peranan manipulasi yang serupa dengan gaya penyebab
pen ting pada sen di engsel (misalnya siku). Pada sen di cedera (dilakukan dengan gentle). Apabila pasien
yang bergerak bebas (misalnya sendi bahu), integritas merasa nyeri atau menghindari gaya tersebut,
kapsula fibrosa dan otot-otot di sekitarnya memegang maka sendi tersebut telah mengalami dislokasi
peran lebih penting dalam menjaga kestabilan sendi. akibat gaya yang diujikan.
Dislokasi berulang. Pasien mengalami dislokasi
Manifestasi Klinis berulang terutama pada sendi bahu dan
Pasien umumnya datang setelah kejadian cedera patelofemoral. Kondisi ini biasanya disebabkan
dengan keluhan nyeri pada sendi yang cedera. Pa- oleh kerusakan pada !igamen dan batas-batas
sien biasanya berusaha untuk tidak menggerakan sendi.
sendi tersebut karena nyeri dan spasme otot. Daerah Dislokasi habitual (volunteer). Dislokasi jenis
persendian memiliki persarafan proprioseptif sehingga ini diakibatkan oleh gerakan otot secara sadar
pasien yang datang dalam keadaan sadar umumnya (volunteer) dan dapat merupakan kebiasaan
dapat menunjukkan sendi mana yang mengalami pasien. Adanya kelemahan Qaxity) pada ligamen
gangguan. mempermudah terjadinya dislokasi habitual.
Pada pemeriksaan fisis, dapat terlihat perubahan Dislokasi jenis ini penting untuk dikenali karena
bentuk anatomi sendi. Selain itu, terdapat pula pe- penatalaksanaan secara bedah belum tentu
rubahan posisi tulang yang merupakan komponen bermanfaat.
persendian tersebut. Secara umum pemeriksaan fisis
akan menunjukkan hasil berikut: Tata Laksana
Look: pembengkakan, kecuali bila terjadi pada Secara umum, semua dislokasi harus direduksi
sendi yang letaknya dalam, misalnya sendi sesegera mungkin. Pasien sebaiknya dalam anestesi
panggul. Selain itu juga terdapat deformitas, baik umum dan pelemas otot bila diperlukan. Penundaan
angulasi, rotasi, perubahan kontur normal, maupun reduksi dapat mengakibatkan terjadinya artritis pasien
post-traumatik. Sendi yang mengalami dislokasi harus Akut:
diistirahatkan hingga edema jaringan lunak yang ter- lnfeksi : biasanya berupa artritis septik
jadi berkurang dan memberikan kesempatan penyem- Avascular necrosis
buhan. Hal tersebut biasanya tercapai dalam 3 ming- Kekakuan sendi
gu. Setelah itu pasien dapat mulai melatih lingkup Kron is:
gerak sendi dengan functional brace, diikuti dengan Kekakuan sendi persisten;
fisioterapi untuk mencapai lingkup gerak sendi yang Instabilitas sendi persisten:
sepenuhnya. Apabila tidak terdapat perbaikan dan Dislokasi berulang;
terjadi instabilitas sendi, maka dapat dipertimbangkan Artritis pasca-trauma;
untuk tata laksana bedah. Osteoporosis paska-trauma;
Tata laksana farmako logis untuk dislokasi adalah Distrofi simpatik refleks; serta
dengan memberikan obat anti inflamasi nonsteroid Myositis ossiflcans pasca-traumatik.
(OAINS) jangka pendek. Pemberian OAINS bertujuan
untuk mengurangi inflamasi dan nyeri pada sendi. Sumber Bacaan:
Penggunaan kortikosteroid sistemik tidak diindi- l . Nagayam S. Principles of fractures. Dalam: Solomon L, War-
kasikan. Inj eksi kortikosteroid pada sendi, ligamen, wick D, Nayagam S, penyunting. Apley's system of ortho-
dan tendon juga tidak dianjurkan. paedics and fractures. Edisi ke-9. London: Hodder Arnold:
20 10. h.73 1-2.
Komplikasi 2. Salter RB. penyunting. Fractures and joint injuries-general
Segera (immediate): Cedera pada kulit, pembuluh features. Dalam: Textbook of disorders and injuries of the
darah, nervus perifer, medulla spinalis, hingga trauma musculoskeletal system. Edisi ke-3. Baltimore: Lippincott
multipel akibat cedera. Williams & Wi lkins: 19 99. h.488-9 5.
241

Fraktur
Dimas Priantono, Wahyu Widodo

Definisi yang terjadi disebut displacement. Displacement harus


Fraktur didefinisikan sebagai gangguan pada kontinu- dideskripsikan secara lengkap dengan menyebutkan
itas tulang, tulang rawan (sendi) , dan lempeng epifisis. unsur-unsur berikut:
Translasi: pergeseran ke samping, depan, atau
Klasifikasi belakang
Berdasarkan fragmen tulang yang terpisah, frak- Angulasi: perubahan sudut antara fragmen dengan
tur dapat digolongkan menjadi fraktur komplet dan bagian proksimalnya
inkomplet. Pada fraktur komplet, tulang terpisah men- Rotasi: perputaran tulang, sepintas tulang tetap
jadi dua fragmen atau lebih. tampak lurus namun pada bagian distal tampak
Berdasarkan garis frakturnya, fraktur komplet deformitas rotasional
dapat digolongkan sebagai berikut: Panjang: fragmen tulang dapat menjauh atau
Fraktur transversal, memendek karena spasme otot
Fraktur oblik atau spiral,
Fraktur segmental, Deskripsi Fraktur
Fraktur impaksi, dan Deskripsi fraktur yang baik harus menyebutkan lo-
Fraktur kominutif. kasi, ekstensi, konfigurasi, hubungan antarfragmen,
Fraktur dikatakan inkomplet apabila tulang tidak hubungan antara fraktur dengan dunia luar, dan ada
terpisah seluruhnya dan periosteum tetap intak. Frak- tidaknya komplikasi sesuai dengan urutan berikut:
tur inkomplet dapat digolongkan menjadi Lokasi: diafisis, metafisis, epifisis, intraartikular,
Fraktur buckle atau torus, fraktur-dislokasi (selain fraktur juga terdapat
Fraktur greenstick (pada anak-anak), serta dislokasi pada sendi yang bersangkutan)
Fraktur kompresi. Nama tulang beserta posisi (kiri atau kanan) jika
terjadi pada tulang ekstremitas
Perubahan Struktural Akibat Fraktur Ekstensi: Komplet atau inkomplet, sesuai klasifikasi
Fraktur menyebabkan perubahan pada arsitektur di atas
tulang, terutama pada fraktur komplet. Perubahan Konfigurasi: transversal, oblik, spiral, kominutif.
Hubungan fragmen fraktur yang satu dengan Menyusun agar fragmen terletak secara tepat di
lainnya: sesuai nomenklatur displacement di atas masing-masing bidang.
Hubungan antara fraktur dengan dunia luar: Reduksi terbuka pada fraktur tertutup diindikasikan
fraktur terbuka atau tertutup pada kondisi-kondisi berikut:
Komplikasi: baik lokal atau sistemik, diakibatkan Ketika reduksi tertutup gaga!,
oleh cedera itu sendiri, ataupun iatrogenik Terdapat fragmen artikular yang besar, atau
Untuk traksi pada fraktur dengan fragmen yang
Pendekatan Klinis pada Kasus Fraktur terpisah.
Anamnesis
Mekanisme terjadinya cedera harus selalu ditanya- Fraktur Terbuka
kan kepada pasien secara rinci. Gejala yang dirasakan, Tata laksana fraktur terbuka bergantung pada de-
seperti nyeri dan bengkak harus diperhatikan. Perlu rajat fraktur. Klasifikasi derajat fraktur terbuka yang
diiingat bahwa daerah yang mengalami trauma tidak banyak digunakan adalah klasifikasi Gustilo.
selalu merupakan daerah fraktur. Selain itu, jangan Tipe I: Iuka kecil, bersih, pin point atau kurang dari
hanya terpaku pada satu cedera utama. Perlu diper- 1 cm. Cedera jaringan lunak minimal tan pa remuk.
hatikan apakah ada trauma atau keluhan di daerah Fraktur yang terjadi bukan fraktur kominutif.
lainnya. Tipe II: Iuka dengan panjang > 1 cm, tanpa
Pemeriksaan Fisis hilangnya kulit penutup Iuka. Cedera jaringan
Pada kasus-kasus fraktur, penanganan selalu lunak tidak banyak. Remuk dan komunion yang
dimulai dari survei primer (ABC), yang dilanjutkan terjadi sedang.
dengan survei sekunder secara menyeluruh. Pemerik- Tipe III: laserasi luas, kerusakan kulit dan jaringan
saan fisis muskuloskeletal yang lengkap harus men- lunak yang hebat, hingga kerusakan vaskuler
242 cakup inspeksi (look), palpasi (feel), dan lingkup gerak IIIA: laserasi luas namun tulang yang fraktur
(move). Selain itu, pemeriksaan arteri, vena, nervus masih dapat ditutup oleh jaringan lunak
(AVN) juga penting untuk dilakukan. IIIB: periosteal stripping ekstensif dan fraktur
Pemeriksaan Penunjang tidak dapat ditutup tanpa flap.
Pada fraktur, pemeriksaan penunjang dasar beru- IIIC: terdapat cedera arteri yang memerlukan
pa Roentgen sangatlah penting. Foto yang baik harus penanganan khusus (repair), dengan atau
mengikuti aturan "dua" (lihat Bab Radiologi Tulang): tanpa cedera jaringan lunak.
Dua sisi,
Dua sendi, Berdasarkan standar manajemen fraktur terbuka
Dua ekstremitas (terutama untuk pasien anak), pada ekstremitas bawah oleh British Orthopaedic
Duajejas (di bagian proksimaljejas), serta Association dan British Association of Plastic, Re-
Dua waktu (foto serial). constructive and Aesthetic Surgeons 2009, fraktur
terbuka semua derajat harus mendapatkan antibiotik
Tata Laksana dalam 3 jam setelah trauma. Antibiotik yang menjadi
Fraktur Tertutup pillihan adalah ko-amoksiklav atau sefuroksim. Apa-
Tujuan dari penatalaksanaan fraktur adalah untuk bila pasien alergi golongan penisilin, dapat diberikan
menyatukan fragmen tulang yang terpisah. Secara klindamisin. Pada saat debridemen, antibiotik genta-
umum, prinsip dari tata laksana fraktur adalah re- misin ditambahkan pada regimen tersebut.
duksi, fiksasi, dan rehabilitasi. Reduksi tidak perlu
dilakukan apabila: Sumber Bacaan
Fraktur tidak disertai atau hanya terjadi sedikit l. Solomon L. Srinivasan H. Tuli S. Cavender S. Infection.
displacement, Dalam: Solomon L. Warwick D. Nayagam S. penyunting.
Pergeseran yang terjadi tidak bermakna (misalnya Apley·s system of orthopaedics and fractures. Edisi ke-9.
pada klavikula) , atau London: Hodder Arnold: 2010. h.687-710.
Reduksi tidak dapat dilakukan (misalnya pada
2. Salter RB. penyunling. Fractures and joint injuries-general
fraktur kompresi vertebra).
features. Dalam: Textbook of disorders and injuries of the
Reduksi tertutup harus dilakukan dengan anestesi
musculoskeletal system. Edisi ke-3. Baltimore: Lippincott
dan relaksasi otot. Manuver reduksi tertutup dilaku-
kan secara spesifik untuk masing-masing lokasi, Williams & Wilkins; 1999. h.447-70.
namun pada prinsipnya, reduksi tertutup dilakukan 3. Canale ST. Beaty JH, penyunting. Campbell's operative or-
dengan tiga langkah berikut: thopedics. Edisi ke- 11. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2008.
Menarik. bagian distal searah dengan sumbu h.3018-47.
tulang, 4. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
Reposisi fragmen ke tempat semula, dengan gaya ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course
berlawanan dari gaya penyebab trauma, dan manual. Edisi ke-9. 20 12.
81
Kt1rupekns1 lllR Osteomielitis
11
•• Dimas Priantono, Wahyu Widodo

Definisi Acute Hematogenous Osteomie/itis


Proses inflamasi akut atau kronis pada tulang dan Osteomielitis banyak terjadi pada anak-anak, de-
struktur sekundernya akibat infeksi oleh bakteri pio- ngan perbandingan laki-laki: perempuan = 3: 1 karena
genik. sistem imun anak-anak yang belum sebaik orang
dewasa. Dapat terjadi pada orang dewasa dengan
Patogenesis dan Patofisiologi penurunan kekebalan seperti pada penderita AIDS
Infeksi yang terjadi pada tulang berbeda dengan in- atau diabetes melitus. Predileksi terutama pada tulang-
feksi jaringan lunak mengingat tulang terdiri atas kom- tulang panjang (femur. tibia. humerus, radius. ulna, dan
partemen yang keras. Hal ini menjadikan tulang lebih fibula). Regio tulang yang paling sering terkena adalah
rentan terhadap kerusakan vaskular dan kematian metafisis. Pada bayi. infeksi dapat terjadi pada epifisis
sel karena peningkatan tekanan intrakompartemen karena adanya arteri nutricium yang mempenetrasi
pada fase inflamasi akut. Apabila infeksi tidak segera regio fisis. Pada orang dewasa. fisis berperan sebagai
ditangani dan tekanan intrakompartemen tidak di- barrier, sehingga infeksi terjadi pada metafisis sehing-
turunkan, maka dapat terjadi nekrosis struktur tulang. ga tidak menyebar langsung ke sendi.
Terdapat beberapa cara bagi mikroorganisme 243
untuk mencapai jaringan muskuloskeletal, yaitu: (I) Etiologi
kontak langsung melalui Iuka terbuka (tusukan, injeksi, Staphylococcus aureus
laserasi, fraktur terbuka, a tau operasi). (2) penyebaran Streptococcus pyogenes
langsung dari fokus infeksi yang berdekatan, hingga Streptococcus pneumonia
(3) penyebaran tidak langsung melalui aliran darah Haemophilus influenza
dari tempat atau sistem organ lain yangjauh. Kingella kingae
Infeksi dapat mengakibatkan osteomielitis pioge- Pseudomonas aeruginosa
nik. artritis septik, reaksi granulomatosa kronis (mani-
festas i klasik berupa tuberkulosis tulang atau sendi) . Patofisiologi
atau respons indolen terhadap organisme tertentu Acute hematogenous osteomie/itis menunjukkan
(misal infeksijamur), tergantung dari tipe bakteri yang progresi yang khas ditandai dengan inflamasi. supu-
menyerang, tempat infeksi. dan respon tubuh. Infeksi rasi. nekrosis tulang. pembentukan tulang reaktif baru.
jaringan lunak yang terjadi dapat berupa sepsis akibat dan resolusi serta penyembuhan atau bisa juga men-
Iuka superfisial sampai selulitis nekrotikans yang me- jadi kronis. Gambaran klinis pada kondisi ini sangat
ngancam nyawa. bervariasi. tergantung pada usia pasien. tepat infeksi.
Kerentanan terhadap infeksi meningkat dengan virulensi organisme. dan respon pejamu. Literatur
adanya (I) faktor lokal berupa trauma. jaringan parut. menyebutkan bahwa pada anak-anak. gambaran klasik
sirkulasi yang buruk, berkurangnya kepekaan sen- terlihat pada usia 2-6 tahun.
sorik. penyakit kronis tulang atau sendi dan adanya Pada awalnya, terjadi fokus infeksi dengan hipe-
korpus alienum, (2) faktor sistemik seperti malnutri- remi dan edema pada tulang panjang. Terjadi reaksi
si, diabetes, gangguan vaskuler, penyakit reumatik. inflamasi akut dengan kongesti vaskular. eksudasi
konsumsi steroid dan jenis imunosupresan, serta usia cairan, dan infiltrasi oleh sel-sel PMN. Keadaan ini ber-
(terlalu muda atau terlalu tua. potensi menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus.
Berhubung jaringan tulang tidak cukup lunak untuk
Klasifikasi mengompensasi peningkatan tekanan ini, terjadi nyeri
Terdapat beberapa macam osteomielitis. di antara- yang berat dan menetap disertai obstruksi aliran darah
nya: acute hematogenous osteomie/itis, subacute he- serta trombosis intravaskular. Meskipun masih stadi-
matogenous osteomielitis. post-traumatic osteomielitis. um awal. kombinasi aktivitas fagositik, akumulasi lokal
chronic osteomielitis, Garre 's sclerosing osteomie/itis. sitokin, faktor pertumbuhan. prostaglandin, dan enzim
multifocal non-suppurative osteomielitis/ chronic re- bakteri mengancam terjadinya iskemik dan resorpsi
current mu/tifoca/ osteomie/itis. pada tulang. Pada akhirnya. akan terjadi nekrosis
Tabapl)JI
J. fnftamasi
2. Supurasi
3. Nekrosis tufl)Jlg
4. PembentUkan tulang baru reaktif

Peningkatan tekanan
intraoseus

lnvolukrum

Gambar I. Patofisiologi Acute Hematogenous Osteomyelitis


(Diadaptasi dari Solomon L. et al. 20 I 0.)

tulang. Jnfeksi yang terjadi dapat menyebabkan oste- kadang sering disertai riwayat prosedur urologi yang
olisis sehingga bakteri dapat masuk ke dalam sirkulasi diikuti dengan demam dan sakit punggung. Tulang
sistemik dan menyebabkan septikemia. Selanjutnya, lain jarang terlibat, kecuali jika terdapat diabetes, mal-
pus mulai terbentuk di antara tulang dan mendesak nutrisi, adiksi obat, leukemia, terapi imunosupresan.
kanal Volkmann sampai ke permukaan untuk mem- Pada geriatri atau defisiensi imun, gambaran sistemik
produksi abses subperiosteal. Hal ini dimungkinkan ringan dan diagnosis ini sering terlewatkan.
karena terutama pada anak-anak, periosteum belum
melekat kuat dengan tulang. Dari abses subperiosteal, Pemeriksaan Penunjang
pus dapat menyebar sepanjang tulang panjang dan Pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan
244
memasukijaringan lunak di sekitarnya. Jnfeksi padaja- CRP yang meningkat dalam 12-24 jam dan LED yang
ringan lunak akan menyebabkan selulitis hingga abses. meningkat dalam 24-48 jam setelah awitan gejala.
Apabila infeksi terus menyebar hingga ke sendi, akan Hitung leukosit meningkat dan hemoglobin dapat
terjadi artritis septik (lihat Gambar I). menurun. Namun, pada bayi dan geriatri. tes ini kurang
Peningkatan tekanan intraoseus, stasis vaskular, andal (reliable).
dan trombosis pembuluh darah kecil akan diikuti gang- Pada Roentgen yang diambil dalam minggu perta-
guan aliran darah, sehingga kematian tulang terjadi. ma, tidak tampak infeksi tulang walaupun progresi tel-
Kepingan tulang nekrotik dapat terpisah satu sama ah terjadi, setelah minggu pertama barulah destruksi
lain. Kepingan jaringan tulang yang sudah mati ini tulang pada metafisis dan tanda pertama pembentukan
disebut sebagai sekuestrum. Sebagai respon, kejadian tulang reaktif. Sementara bone-scan atau scintigrafi
ini akan diikuti dengan pembentukan jaringan tulang memiliki nilai lebih untuk diagnosis pada minggu
baru, yang disebut sebagai involukrum. Apabila infeksi pertama awitan infeksi. Pada MRI, osteomielitis dapat
yang terjadi tidak teratasi, bakteri dapat menyebar ke menunjukkan adanya dark focus pada Tl -weighted
tulang lain, bahkan ke organ lain dan menimbulkan image atau bright signal pada T2- weighted image.
komplikasi yang dapat menyebabkan kematian. Dengan USG, pembengkakan jaringan lunak pertama
terlihat pada hari-hari pertama awitan infeksi.
Manifestasi Klinis Untuk memastikan diagnosis klinis dapat dipakai
Nyeri konstan dan berat pada dekat ujung tulang pemeriksaan histologi dengan cara aspirasi pus atau
yang terlibat. Gejala lain terkait septikemia, seperti cairan dari abses subperiosteal. soft tissue ekstra-
malaise, anoreksia, dan demam (dalam 24 jam). Kedua osseus atau sendi terdekat. dengan menggunakan
ha! terse but harus menjadi dasar diagnosis klinis acute jarum trokar 16-18 G. Apabila tidak ada pus. apusan
hematogenous osteomielitis hingga terbukti sebaliknya. aspirat dapat diperiksa dengan pewarnaan Gram se-
Adanya riwayat trauma atau infeksi saluran pernapas- hingga dapat membantu mengidentifikasi tipe infeksi
an atas pada anak memperkuat diagnosis osteomielitis. dan membantu pemilihan antibiotik. Aspirasi jaringan
hanya memberikan hasil positif pada 60% kasus. se-
Diagnosis mentara kultur darah positif pada kurang dari 50%
Tanda kardinal acute hematogenous osteomielitis kasus.
pada anak meliputi nyeri, demam, menolak untuk
menahan beban, dan menggerakan bagian tubuh yang Diagnosis Banding
terlibat, serta tidak mau disentuh pada bagian yang Acute suppurative arthritis, streptococcal necrotiz-
nyeri. Terkadang ditemukan limfadenopati. Pada dewa- ing myositis, acute rheumatism. Sickle-cell crisis, Gau-
sa, predileksi tersering adalah vertebra torakolumbar, cher's disease.
Tata Laksana dapat diobati. Namun, apabila terjadi pus dan nekrosis
Prinsip tata laksana meliputi (I) mengistirahat- tulang, maka dibutuhkan tindakan drainase operatif.
kan bagian yang terinfeksi, (2) pemberian antibiotik
spektrum luas, (3) mengurangi nyeri dan sebagai Sumber Bacaan
tata laksana suportif, (4) mengidentifikasi organisme l. Solomon L, Srinivasan H. Tuli S. Cavender S. Infection.
yang menginfeksi, (5) mengeluarkan pus secepat dan Dalam: Solomon L. Warwick D. Nayagam S, penyunting.
sebersih mungkin serta mengurangi tekanan intra- Apley's system of orthopaedics and fractures. Edisi ke-9.
osseus, (6) stabilisasi tulang apabila terjadi fraktur, London: Hodder Arno ld: 20 I 0. h.29-43.
(7) mengeradikasi jaringan avaskular dan nekrotik 2. Salter RB. penyunting. Fractures and joint injuries-ge neral
serta mengembalikan kontinuitas apabila terjadi gap features. Dalam: Textbook of disorders and injuries of the
pada tulang, dan (8) mempertahankan jaringan lunak muscu loskeletal system. Edisi ke-3. Baltimore: Lippincott
dan kulit. Pada infeksi akut, apabila ditangani dengan Williams & Wilkins; 1999. h.207-2 4.
antibiotik efektif dan secara dini, penyakit ini biasanya

82 Sindrom Terowongan Karpal


••
Kn1npt'ttns1 nm

Definisi
• Dimas Priantono, Wahyu Widodo

Manifestasi Klinis 245


Carpal Tunnel Syndrome, atau sindrom terowongan Gejala yang dialami oleh pasien dengan CTS bi-
karpal, biasa disingkat sebagai CTS merupakan salah asanya khas. Pasien mengeluhkan nyeri dan/atau
satu dari penyakit kompresi nervus medianus yang kesemutan pada daerah yang dipersarafi oleh N. me-
sering ditemukan. dianus. Nyeri bersifat seperti terbakar, ditusuk-tusuk,
atau baa!. Untuk mengurangi keluhan yang dialami,
Epidemiologi terkadang pasien mengeluhkan harus menggerak-ge-
Umumnya, CTS lebih banyak dialami oleh perem- rakkan Jengan atau menggantungkan lengan di sisi
puan, berusia 40-50 tahun. Pada pasien dengan usia tempat tidur.
yang lebih muda, perlu diperhatikan adanya penyebab Pemeriksaan fisis sederhana yang dapat dilaku-
sekunder seperti: penyakit reumatik, gout, gaga! ginjal kan adalah dengan memperlihatkan tanda Tine! dan
kronis, atau kehamilan. melakukan tes Phalen. Tanda Tine! (TineJ's sign) dimun-
culkan dengan melakukan perkusi pada N. medianus.
Anatomi dan Patofisiologi Tes Phalen (Phalen ·s test) dilakukan dengan menahan
Terowongan karpal merupakan ruangan tertutup pergelangan tangan dalam posisi fleksi selama 60
yang sempit yang terletak di pergelangan tangan. detik. Pada kasus kronis, dapat terjadi atrofi otot-otot
Terowongan ini tersusun oleh tulang-tulang karpal, thenar. terutama pada m. abductor pollicis brevis .
persendian, dan transverse carpal ligaments (fleksor
retinakulum). Struktur di dalamnya adalah tendon Tata Laksana
fleksor dan N. medianus. Nervus medianus merupa- Tata laksana CTS dapat dilakukan secara konserva-
kan salah satu struktur yang paling rentan terhadap tif maupun bedah sesuai etiologi yang mendasarinya.
penekanan. Berbagai penyakit yang menyebabkan Tata laksana konservatif meliputi imobilisasi semen-
menyempitnya terowongan ini secara relatif akan tara pergelangan tangan menghindari menggerakkan
menyebabkan penyempitan pada nervus medianus. unsur jari (dalam bekerja) untuk beberapa minggu.
Perubahan pada salah satu struktur dalam terowongan Tujuannya untuk mengurangi tekanan dari edema
karpal akan menyebabkan peningkatan relatif tekanan pada terowongan karpal. Jika edema disebabkan oleh
intrakarpal dan berakibat juga penekanan pada nervus inflamasi, maka dapat dilakukan injeksi steroid ke da-
medianus. lam kanal karpal. Akan tetapi, injeksi steroid biasanya
hanya mampu mengurangi keluhan untuk sementara.
Etiologi Tata laksana secara definitif dilakukan melalui pem-
Penyebab CTS sangat bervariasi, mulai dari ede- bedahan terbuka atau artroskopi untuk melonggarkan
ma karena trauma, baik akut maupun kronis, edema ligamentum carpal transversal, jika penyebabnya
inflamatoris akibat tenosynovitis rheumatoid, osteofit adalah ganglion dan lipoma maka dilakukan tindakan
pada persendian karpal, ganglion, maupun lipoma. pembedahan untuk mengangkatnya.
Pada kasus-kasus akut, imobilisasi dan istirahat Sumber Bacaan
selama beberapa minggu dapat mengurangi gejala 1. Warwick D, Srinivasan H. Solomon L. Peripheral nerve dis-
secara bermakna. Apabila CTS murni diakibatkan orders. Dalam: Solomon L, Warwick D. Nayagam S. penyun-
oleh inflamasi, injeksi steroid dapat menjadi tata lak- ting. Apley's system of orthopaedics and fractures. Edisi
sana efektif. Perlu diperhatikan pada kasus kehamilan. ke-9. London: Hodder Arnold: 20 I 0. h.288-9.
edema dan retensi cairan terjadi secara cepat sehingga 2. Salter RB, penyunting. Fractures and joint injuries-general
diperlukan dekompresi secara bedah. features. Dalam: Textbook of disorders and injuries of the
musculoskeletal system. Edisi ke-3. Baltimore: Lippincott
Will iams & Wilkins: 1999. h.326.

83 Sindrom Terowongan Tarsal


••
Kontpett>m.i IHA

• Dimas Priantono, Wahyu Widodo

Definisi sering mengeluhkan kesemutan dan baa! pada daerah


Tarsal Tunnel Syndrome (ITS), atau sindrom te- yang dipersarafi n. tibialis posterior. Gejala sering
rowongan tarsal juga dikenal dengan nama neuralgia memberat pada malam hari dan berkurang dengan
246 tibia posterior terjadi akibat penekanan pada nervus cara berjalan atau menjejakkan kaki.
tibialis posterior. Pemeriksaan fisis sederhana yang dapat dilakukan
adalah dengan memperlihatkan tanda Tine!. Tanda
Anatomi Tine! (Tinel's sign) dimunculkan dengan melakukan
Nervus tibialis posterior terletak di posterior dan perkusi pada nervus tibialis posterior.
inferior dari maleolus medialis. Nervus ini terbagi tiga.
dua cabang (medial dan lateral) berjalan menuju ke Tata Laksana
arah plantar pedis dan satu cabang lagi ke kalkaneus. Tata laksana ITS dapat dilakukan secara konser-
Di dalam kanal, nervus berjalan bersama arteri tibialis vatif maupun bedah. Tata laksana konservatif dengan
posterior, fleksor digitorum, dan otot fleksor halucis istirahat, straightening. penggunaan walker boat . kor-
longus. Salah satu penyebab penekanan pada n. tibia/is tikosteroid, dan obat anti-inflamasi. Tata laksana ITS
posterior adalah oleh m. abductor hallucis yang po- yang dapat dilakukan secara mudah adalah dengan
sisinya naik ke atas lebih proksimal dari posisi normal. memberikan penopang pada arkus medialis plantar
Penekanan pada nervus ini akan menimbulkan serang- pedis. Hal tersebut dapat menahan kaki pada posisis
kaian gejala klinis yang khas. sedikit varus. Apabila dengan tata laksana konservatif
gejala tidak dirasakan berkurang. maka perlu dilaku-
Etiologi kan dekompresi secara bedah. Akan tetapi, pembeda-
Sebagai salah satu dari sindroma kompresi nervus, han juga tidak selalu memberikan hasil yang maksimal
ITS dapat diakibatkan oleh berbagai kelainan yang karena gejala masih dapat dirasakan oleh pasien.
menempati kompartemen yang sama dengan n. tibi-
alis posterior, misalnya ganglion, hemangioma, atau Sumber Bacaan:
varikosum. 1. Warwick D. Srinivasan H, Solomon L. Peripheral nerve
disorders. Dalam: Solomon L. Warwick D, Nayagam S.
Manifestasi Klinis penyunting. Apley's system of orthopaedics and fractures.
Pasien dengan ITS biasanya mengeluhkan nyeri Edisi ke-9. London: Hodder Arnold: 20 l 0. h.294.
dan gangguan sensoris pada permukaan plantar pedis. 2. Bowyer G. The ankle and foot. Dalam: Solomon L. Warwick
Nyeri akan memberat apabila tungkai bawah digu- D, Nayagam S, penyunting. Ap ley's system of orthopaedics
nakan untuk bertumpu dalam waktu lama. Pasienjuga and fractures. Edisi ke-9. London: Hodder Arnold: 20 l 0.
h.621.
Hemangioma
Cindya Klarisa, Kristaninta Bangun
Definisi Fase Terinvolusi. Merupakan akhir siklus
Tumor vaskular pada bayi yang muncul segera hemangioma. Tersisa beberapa pembuluh darah
setelah lahir (umumnya saat masa neonatus) dengan seperti kapiler dan vena. Parenkim yang kaya
pertumbuhan yang cepat dan kemudian beregresi lam- akan sel digantikan jaringan flbrofatty longgar
bat pada masa anak. Terdiri dari proliferasi pembuluh dengan kolagen dan serat retikular.
darah namun berpotensi destruktif. Hemangioma
terdiri dari pembuluh darah abnormal pada kulit dan Manifestasi Klinis
atau jaringan subkutan. Lesi dapat meluas hingga di Diagnosis berdasarkan gambaran klinis dan
atas kulit atau bahkan menginvasi struktur sekitarnya. pemeriksaan radiologi penunjang. Jangan lupa me-
Tumor ini berbeda dengan malaformasi vaskular yang meriksa tubuh secara keseluruhan untuk mengeks-
merupakan lesi vaskular kongenital yang tidak berpro- klusi kemungkinan sindrom lain, di mana hemangio-
filerasi. ma hanya salah satu tandanya.
Biasanya muncul pada masa neonatal. dalam 2
Epidemiologi minggu pertama. Tumor subkutan dalam atau
Lebih sering ditemukan pada perempuan hemangioma viseral dapat muncul hingga be-
di banding pada pria (3-5: I). Beberapa keadaan yang rusia 2-3 bulan. Pada 30-40% muncul langsung
dipikirkan berkaitan dengan kejadian hemangioma di saat lahir dengan gambaran terdapatnya area
antaranya usia ibu saat hamil (tua), plasenta previa, yang pucat, telangiektasis atau makula eritem, 247
dan pre-eklamsia. atau sebuah titik seperti ekimosis. Hemangioma
kongenital jarang tumbuh di dalam kehamilan.
Etiopatogenesis Sekitar 80% muncul soliter (tunggal) dan 20%
Diduga berasal dari embolisasi sel plasenta atau lainnya multifokal.
keterlibatan perubahan imunofenotipik pada sel primi- Fase Proliferasi - Tumbuh cepat dalam 6-8 bulan
tif pembentuk tumor. Dimulai dari mutasi somatik pada pertama kehidupan. Tumor menembus dermis su-
sel endotelial tunggal yang kemudian mengekspansi perfisial. kulit meninggi, berwarna merah menya-
klonal. Studi menunjukkan hemangioma merupakan la. Jika tumor berproliferasi dalam dermis dan
efek dari growth factor angiogenik seperti basic fl- subkutis, kulit atasnya hanya naik sedikit dengan
broblast growth factor (bFGF) dan vascular endothelial rona kebiruan. Tampak gambaran vena lokal yang
growth factor (VEGF). melingkari tumor.
Fase Proliferasi. Terjadi pembelahan sel endotelial Fase Involusi - Pertumbuhan tumor yang paling
dengan cepat dan perisit membuat sinusoid yang cepat hanya mencapai usia <I tahun dan akan
rapat. Angiogenesis meningkat diperantarai oleh tumbuh seiring dengan pertumbuhan anak. Tanda
bFGF dan VEGF. Didukung pula oleh kerja berbagai pertama fase ini adalah dengan berubahnya war-
enzim dalam remodeling matriks ekstraseluler yang na merah terang menjadi rona keunguan, kulit se-
memecah kolagen sehingga tersedia ruang untuk makin pucat membentuk warna keabu-abuan, tu-
tumbuhnya kapiler. mor tidak begitu tegang. Fase ini berlanjut hingga
Fase lnvolusi. Aktivitas endotelial berkurang secara anak berusia 5-10 tahun. Umumnya warna akan
perlahan. Endotelial mengalami degenerasi dan menghilang saat berusia 5-7 tahun.
apoptosis yang biasanya sudah dimulai sebelum Fase Terinvolusi - Regresi komplit terjadi pada
usia 1 tahun dan mencapai puncaknya saat beru- usia 5-7 tahun dan berlanjut hingga l 0-12 ta-
sia 2 tahun. Terdapat deposisi jaringan fibrosis hun. Pada 50% anak, kulit normal akan kembali.
interlobular dan perivaskular, berkumpulnya sel Selebihnya akan terbentuk telangiektasis, ber-
mast. fibroblas, dan makrofag. dan penghambat cak kekuningan yang hipoelastik, dan jaringan
jaringan metaloproteinase (TIMP-1) yang me- ikat {bila terbentuk ulkus saat fase proliferasi).
nekan pembentukan pembuluh darah. Interaksi sel Hemangioma superfisial dermal yang datar dapat
mast dengan makrofag, fibroblas. dan sel lainnya mengubah struktur kulit permanen.
mensekresikan modulator yang down regulate pe- Hemangioma di wajah yang besar dapat menye-
rubahan endotelial. babkan pertumbuhan tulang berlebihan. Hal
tersebut dikarenakan meningkatnya aliran darah ataupun arterial, hingga membedakannya dengan
dan atau efek desakan masa lokal pada tulang wa- lesi nonvaskular (misalnya neurofibromatosis).
jah. Sangat jarang menyebabkan gangguan pada USG Doppler. Pada fase proliferasi menunjukkan
tulang. bentuk shunting yang khas dimana berkurangnya
resistensi arterial dan meningkatnya aliran vena.
Fenomena Kasabach-Merritt Arteriografi. Sangat jarang digunakan
Pada tumor vaskular yang invasif (sebenarnya ja-
rang terjadi), khususnya bentuk kaposiformis heman- Tata Laksana
gioendotelioma, dapat terjadi fenomena perdarahan Prinsip tata laksana hemangioma adalah sebagai
yang disebabkan terperangkapnya trombosit. Biasanya berikut.
tumor berlokasi pada batang tubuh, bahu, paha, dan l. Observasi. Hampir semua hemangioma tidak ber-
retroperitoneum. Kulit berwarna ungu kemerahan, bahaya dan tidak membutuhkan terapi karena
tegang, dan mengkilat (edema). Dapat muncul peteki- akan beregresi spontan saat usia 10-12 tahun.
ae dan ekimosis di sekitar tumor. Pemeriksaan labo- Jelaskan kepada orang tua perjalanan dan karak-
ratorium menunjukkan trombositopenia berat (hingga teristik penyakit. Segera datang kembali kapanpun
<10.000 g/ dL), dengan waktu protrombin (PT) dan hemangioma membesar, bertambah banyak jum-
waktu tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT) nor- lahnya, berulkus (5% dari seluruh hemangioma
mal atau meningkat sedikit. Bayi dengan fenomena ini akan pecah membentuk ulkus secara spontan),
berisiko perdarahan intrakranial, intraperitonenal, dan atau berlokasi pada area yang kritis (misalnya
gastrointestinal. ujung hidung, bibir dan kelopak mata).
2. Berikan tata laksana suportif untuk perdarahan
Diagnosis Banding dan ulkus.
Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan MRI untuk • Berikan salep antibiotik atau dressing untuk
membedakan malaformasi vaskular dan hemangioma. membersihkan debris dan mengurangi ke-
Beberapa ha! yang perlu diingat adalah sebagai beri- mungkinan infeksi setempat.
248
kut. • Kontrol nyeri. Dapat diberikan lidokain 2,5%.
• Tidak semua hemangioma tampak seperti • Beritahukan orang tua kemungkinan perdara-
stroberi. Hemangioma subkutan, terutama bila di han akut.
leher atau batang tubuh, dapat dikira malaformasi • Ajari orang tua untuk melakukan tekanan lokal.
limfatik. Dapat menggunakan kain penutup yang mem-
• Tidak semua stroberi adalah hemangioma. Seper- berikan tekanan, setidaknya 20 jam sehari.
ti piogenik granuloma (biasanya muncul pada usia Lakukan hingga 4 bulan.
> 1 tahun, ukurannya lebih kecil, dengan riwayat Bila terbentuk eskar superfisial, lakukan de-
Iuka berdarah yang tidak sembuh), fibrosarkoma, bridemen atau dressing.
ataupun miofibromatosis. 3. Intervensi dini diindikasikan pada keadaan sebagai
Hemangioma viseral kutan. Bila hemangioma ku- berikut:
tan multipel (hingga >5 lesi), curigai pasien memi- Hemangioma dengan ulkus yang perdarahan
liki hemangioma viseral, terutama intrahepatik. dan nyerinya tidak terkontrol.
Lesi multifokal kutan biasanya kecil (diameter <3-5 Hemangioma di lokasi kritis dan menyebar de-
mm), berwarna merah kegelapan, dan berbentuk ngan cepat dan agresif. Ulkus spontan dapat
kubah. Pada usia sejak lahir hingga 16 minggu melibatkan jaringan yang lebih dalam menye-
dapat menunjukkan trias gaga! jantung konges- babkan hilangnya struktur seperti hidung, bibir,
ti, hepatomegali, dan anemia. Pikirkan juga ke- dan kelopak mata. Tumor di wajah yang besar
mungkinan keterlihatan organ lain, seperti sistem dapat tumbuh mengekspansi kulit dan mengu-
saraf pusat dan traktus gastrointestinal. Monitor bah gambaran anatomi normal. Hemangioma
pula kadar thyroid stimulating hormone (TSH) orbitopalpebral dapat memblok aksis visual
karena dapat muncul hipertiroidism berat yang dan menyebabkan ambliopia. Hemangioma ke-
disebabkan produksi iodotironin deiodinase tipe 3 cil sekalipun, namun bila terdapat pada kelopak
dari tumor. mata atas dapat mengganggu pertumbuhan
kornea, menyebabkan ambliopia astigmatisma.
Gambaran Radiologi Hemangioma yang berukuran sangat besar.
MRI yang diperkuat kontras merupakan standar Efek psikososial dan keinginan orang tua.
baku modalitas radiologi untuk hemangioma. Anak 4. Tata laksana definitif dilakukan dengan merujuk ke
yang berusia <6 tahun membutuhkan sedasi atau dokter spesialis bedah plastik
anestesi umum. Dapat menunjukkan perluasan lesi Kortikosteroid. Berupa triamnisolon intralesi
dan membedakannya dengan lesi limfatik, vena atau pemberian metilprednisolon sistemik per
oral dengan dosis 1-2 mg/Kg BB per hari yang bedahan, maka sebaiknya pembedahan
di-tappering off dikerjakan sedini mungkin, yakni pada fase
Propanolol. Saat ini dianggap sebagai pengo- proliferasi disaat ukuran massa hemangi-
batan yang paling efektif terhadap hemangio- oma belum menjadi besar namun sudah
ma. Dihipotesiskan menginduksi vasokonstrik- menunjukkan pertumbuhan yang cepat.
si yang mengubah warna dan melembekkan, Bila dilakukan saat tersebut, diharapkan
menurunkan kerja VEGF, dan meningkatkan Iuka dapat tertutup secara primer dan dapat
apoptosis sel. Diberikan per oral dengan dosis 2 menghasilkan parut yang lebih baik.
mg/ KgBB terbagi dalam 2-3 kali per hari, sam-
pai fase proliferasi berhenti. Sumber Bacaan
Interferon a -Za l. Mulliken JB. Vascular anomalies. Dalam: Thorne CH. Beasley
Laser RW. Aston SJ, Bartlett SP. Gurtner GC. Spear SL, penyunting.
Pembedahan. Diindikasikan pada keadaan se- Crabb and Smith's plastic surgery. Edisi ke-7. Philadelphia:
bagai berikut. Lippincott Williams & Wilkins; 201 3.
Perdarahan intraoperatif dan pasca-operatif 2. Greene AK. Current concepts of vascular anomalies. J Cra-
dapat dikontrol. niofac Surg. 201 2 Jan;23(1) :220-4.
Tidak berisiko pada organ lainnya. 3. Drolet BA. Frommelt PC. Chamlin SL. Haggstrom A. Bauman
Hasil akhir baik dari segi fungsi maupun NM. Chiu YE. dkk. Initiation and use of propranolol for
estetik sama atau bahkan lebih baik diban- infantile hemangioma: report of a consensus conference.
dingkan involusi spontan. Pediatrics. 20 13; 132: 128-404 .
Efek psikososial yang signifikan. 4. Maguiness SM. Frieden U. Current manage ment of infantile
Jika diputuskan untuk dilakukan pem- hemangiomas. Semin Cutan Med Surg. 2010;29: 106- 14.

Hipospadia 249

Cindya Klarisa. Kristaninta Bangun

Definisi terstitial testis yang sedang berkembang. Berhentinya


Merupakan defek kongenital pada penis dengan pajanan androgen selama proses maskulinisasi juga
meatus uretra yang terletak pada sisi ventral dan le- berpengaruh pada genitalia eksterna.
bih proksimal dari posisi normalnya di ujung glans Hipospadia diduga terjadi akibat gangguan jalur
penis. Hal tersebut terjadi karena adanya gangguan hormonal. Beberapa studi hanya mendapatkan sedikit
pada perkembangan uretra di usia gestasi 9 hingga 20 bukti yang menunjukkan hipospadia nonsindromik
minggu. tanpa kelainan genitalia lainnya berkaitan dengan
defek pada produksi testosteron, konversinya menjadi
Etiopatogenesis dihidrotestosteron, ataupun aktivitas reseptor andro-
Terjadi pada I dari 300 anak laki-laki. Penye- gen. Hipospadia menunjukkan adanya feminisasi. Pa-
bab dari hipospadia nonsindromik (tidak bersamaan sien dengan meatus di area penoskrotal dan perinea]
dengan sindrom lainnya) pada hampir seluruh individu sebaiknya dipikirkan kemungkinan memiliki masalah
tidak diketahui. Tidak ada defek kromosom yang khas seksual yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
secara genetik. Dipikirkan terdapat gangguan selama
perkembangan penis manusia yang dipengaruhi gang- Faktor Risiko
guan hormon. Beberapa faktor risiko lainnya yang dipikirkan
Penentuan jenis kelamin dan perkembangan uretra berkaitan dengan kejadian hipospadia adalah sebagai
dimulai dalam rahim sejak sekitar 8 minggu dan leng- berikut.
kap pada usia 15 minggu. Uretra terbentuk dengan • Prevalensi hipospadia pada anak laki-laki dari ayah
berfusinya lipatan uretra sepanjang permukaan ven- dengan hipospadia adalah 8% dan 14 % pad a sauda-
tral penis yang berlanjut ke arah korona bagian distal. ra laki-laki anak dengan hipospadia.
Hipospadia terjadi ketika fusi lipatan uretra tidak leng- • Assisted reprodu ction menjadi faktor yang mening-
kap sehingga posisi meatus abnormal dapat di mana katkan risiko hipospadia, berkaitan dengan man-
saja, mulai dari perineum hingga korona, tergantung ipulasi hormonal selama dan setelah prosedur
pada stadium perkembangan mana (lihat Gambar I). • Pajanan, konsumsi, atau aktivitas apapun yang
Pada hispospadia, terdapat involusi prematur sel in- tinggi estrogen diketahui meningkatkan risiko hi-
pospadia.
Klasifikasi menjadi bifid. celah terdiri dari kulit tidak beram-
Berdasarkan Jetak meatusnya, hipospadia dibeda- but.
kan sebagai berikut: Glans mendatar dengan lekukan dangkal pada sisi
Tipe Glanular. Meatus terdapat pada proksimal dari ventral.
ujung normal glans penis Tidak ditemukannya prepusium di sisi ventral di-
Tipe Koronal. Meatus terdapat pada sulkus korona gantikan jaringan parut yang menyebabkan kon-
Tipe Batang Penis (Penile shaft) traktur ventral penis. berbentuk kipas yang disebut
Tipe Penoskrotal chordee.
Tipe Perinea! Prepusium di sisi dorsal berlebihan dan panjang.
Sebesar hampir 70% kasus hipospadia merupakan Jangan lupa lakukan pemeriksaan skrotum kare-
tipe korona atau glanular. Bentuk proksimal hipospa- na terdapat peningkatan insidens undescendent testis
dia seperti penoskrotal dan perinea! dapat menyebab- pada hipospadia. Didapatkannya undescendent testis
kan infertilitas. menjadi indikasi kuat untuk dilakukan karyotyping
yang bertujuan untuk membedakanjenis kelamin.
Diagnosis Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
Dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan fisis. adalah dengan melakukan kariotyping untuk memas-
Pada umumnya diagnosis ditegakkan pada masa anak- tikan genetik seks. Jndikasi lainnya apabila hipospadia
anak ketika kulit depan mulai retraksi. ditemukan bersamaan dengan wajah dismorfik dan/
Dari anamnesis biasanya didapatkan dari anak atau malaformasi skrotum. Uretroskopi dan sistoskopi
yang sudah lebih dewasa yang mengeluhkan sulitnya juga dapat dilakukan untuk memastikan bahwa ke-
urine keluar memancar, atau urine menetes lewat lamin berkembang dengan baik.
bawah. Pada hipospadia penoskrotal atau perinea!,
pasien bahkan harus jongkok untuk berkemih. Dari Tata Laksana
anamnesis juga bisa didapatkan faktor risiko yang 1. Neonatus yang ditemukan dengan hipospadia se-
mungkin terjadi. baiknya jangan di sirkumsisi terlebih dahulu kare-
250
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan perta- na kulit prepusium yang terbentuk, mungkin dibu-
ma-tama kulit prepusium sisi ventral yang tipis atau tuhkan untuk rekonstruksi.
bahkan tidak ada. 2. Untuk alasan psikologi, hipospadia sebaiknya di
Dikonfirmasi dengan keberadaan posisi meatus tata laksana sebelum pasien mencapai usia sekolah
yang lebih proksimal. (biasanya < 3 tahun).
Bila meatus di skrotum atau perineum, skrotum 3. Seringkali ditemukan kelainan mikropenis yang
menyertai kasus hipospadia. Pada keadaan ini
pasien harus dikonsultasikan ke dokter spesialis
endokrinologi anak untuk terapi hormonal agar
}Antertor keadaan mikropenis tersebut teratasi sebelum
dilakukan operasi rekonstruksi.
4. Tujuan utama dari tata laksana hipospadia adalah
meluruskan kembali penis dengan mengemba-
likan kurvatura (ortoplasti) atau release chordae
(chordektomy), membuat uretra dengan meatus
yang tepat di ujung penis (uretroplasti), memben-
tuk kembali konfigurasi glans menjadi lebih alami
(glansplasti) , mencapai kulit penutup penis lebih
baik dari segi kosmetik, dan membuat bentuk skro-
tum kembali normal. Semua tata laksana tersebut
bertujuan untuk menghasilkan penis yang sesuai
untuk kehidupan seksualnya mendatang. pasien
dapat kencing berdiri. dan tampilan baik secara
kosmetik.
Posterior
5. Terdapat Jebih dari 150 metode operasi rekon-
Perineal struksi hipospadia. umumnya dilakukan dalam
satu tahapan, walaupun ada juga metode dengan
2 tahapan.
6. Pada keadaan hipospadia yang disertai burried pe-
nis, maka dapat dilakukan rekonstruksi bersamaan
Gambar I. Klasifikasi hipospad ia dengan rekonstruksi hipospadia.
Prognosis 2. Chamie K. Rochelle JL. Shuch B, Belldegrun AS. Urology.
Hampir seluruh pasien yang sudah dilakukan tata Dalam: Brunicardi FC, Andersen DK. Billiar TR. Dunn DL.
laksana operasi dapat buang air kecil berdiri dan men- Hunter JG. Pollock RE. penyunting. Schwartz's manual
deposisi sperma ke vagina dengan baik. Tantangan of surgery. Edisi ke-10. New York: McGraw-Hill: 20 14.
utama dalam penatalaksanaannya adalah mencegah h.1651-70.
terbentuknya fistula uretrokutan atau stenosis meatal 3. Springer A. Assessment of outcome in hypospadias surgery
dan tampilan hasil yang baik secara estetik. - a rev iew. Front Pediatr. 2014 Jan 20:2:2.
4. Hadidi AT. Asmy AF. Hypospadias surgery: an illustrated
Sumber Bacaan guide. Philadelphia: Elsevier Saunders: 2004.
I. McAninch JW. Disorders of the penis & male urethra. Da- 5. Springer A. Krois W. Horcher E. Trends in hypospadi-
lam: Thorne CH, Beasley RW, Asto n SJ. Bartlett SP, Gurt- as surgery: results of a wo rldwide survey. Euro Ura.
ner GC, Spear SL. penyunting. Grabb and Smith's plastic 2011:60:1184-9.
surgery. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins: 20 13.

86
Komrl."tcn~i IV

II Luka Bakar
•• Cindya Klarisa, Kristaninta Bangun

Definisi citate Gaga sirkulasi, biasanya memberikan cairan) ,


Cedera pada kulit dan jaringan sekitarnya, akibat retrieve (setelah evakuasi dan tata laksana di unit ga-
suhu, bahan kimia, listrik atau radiasi. wat darurat, rujuk ke unit Iuka bakar), resurface (per- 251
baikan kulit dan jaringan yang telah Iuka: dressing se-
Epidemiologi derhana, debridement, hingga skin graft) , rehabilitate
Luka bakar masih menjadi masalah besar yang (mengembalikan semua fungsi baik fisik, emosional
mengancam seluruh kalangan usia. Lebih dari 60% dan psikologi dari pasien), reconstruct (memperbai-
pasien Iuka bakar terjadi dalam kisaran usia produk- ki semua jaringan parut}, dan review (terutama pada
tif, dimana pria lebih banyak daripada perempuan. anak-anak, membutuhkan pemeriksaan ulang setiap
Hingga 55% disebabkan api, 40% karena air mendi- tahun).
dih, dan selebihnya dikarenakan kimia dan listrik.
Tujuan penatalaksanaan Iuka bakar adalah untuk Klasifikasi
mengembalikan bentuk, fungsi, dan sensorik. Tata Derajat Iuka bakar dapat dilihat pada tabel di
laksana dapat dibagi menjadi 7 fase: rescue (selamat- bawah ini.
kan pasien dari sumber penyebab Iuka bakar), resus-

Tabel I. Klasifikasi Derajat Luka Bakar

lkr.i1 .11 I lk1.i1 .11 ll .1 ll«1<11.it llh IJ1 ·1,11at Ill


{'Hl/Jl///1 J,1}) (/'I/II.JI /111 f...n1 "" (!!Ill! 1/ JJ11d...i1r . ,., (/ ull Tl1H f...111 ..,..,,)
i...111111/1111/ Ii 1n1 ii) fJ, <Ji 1!1uu11)

Patologi Hanya mengenai epi- Seluruh epidermis dan Seluruh epidermis. Seluruh epide rmis, seluruh
dermis (contoh: sun- lapisa n atas dermis. lapisan dermis lebih dermis, hi ngga lapisan sub-
burn) dalam lagi (tidak sel u- kutan.
ruh dermis)
Warna Kemerahan Merah muda - kemera- Merah - putih Putih, coklat kehitaman
han

Bula +/- +/-

Capillary Refill
Nyeri +(tu mpul)

Kekeringan Ke ring Lembab Lembab Kerlng

Lainnya Edema. pucat Tidak terlalu pucat Hangus. diserta i eskar

Tera pi Tidak perlu (terapl su- Dressing: Polyurethrane film, foam dressing, atau Silversulfadiazine, eksisi ta-
portif: analgesik) bacterial sellulose ngensial. skin graft
······ Zona hiperemia

....... Zona stasis

idermis

Gambar I . Gambaran skematis dari model Iuka bakar Jackson

Patofisiologi dan Jenis Luka Bakar kat hingga 3 kali lipat. Keadaan tersebut, diper-
Respon Tubuh berat hipoperfusi splanknik, membutuhkan nutrisi
1. Respon Lokal enteral segera, untuk mengurangi katabolisme dan
a. Zona koagulasi. Titik kerusakan maksimum menjaga keutuhan usus.
terjadinya kehilangan jaringan ireversibel aki- Perubahan imunologis. Terjadi down regulation
bat koagulasi protein. tidak spesifik sistem imun, baik selular maupun
b. Zona stasis. Area hipoperfusi yang masih ber- humoral.
potensi untuk diselamatkan. Merupakan target
252 utama resusitasi untuk meningkatkan perfusi Mekanisme Kerusakan
ke daerah ini dan mencegah kerusakan baru I. Trauma Termal
yang ireversibel. Keadaan lainnya seperti hi- Hingga 70% Iuka bakar pada anak disebabkan oleh
potensi berkelanjutan, infeksi, ataupun ede- air panas.
ma dapat mengubah area ini menjadi rusak Air mendidih menyebabkan Iuka bakar derajat Ila
ireversibel. hingga derajat Jib.
c. Zona hiperemia. Di zona ini perfusi jaringan Api - sering juga menyebabkan trauma inhalasi
meningkat. J a ring an akan membaik. kecua- dan trauma lainnya. Biasanya menyebabkan Iuka
li terdapat sepsis berat atau hipoperfusi derajat lib atau derajat III.
berkepanjangan. Kontak benda panas - Biasanya terjadi pada pasien
Ketiga zona tersebut bersifat tiga dimensi dan kehila- epilepsi, akibat pengaruh alkohol atau obat-obatan
ngan jaringan di zona stasis akan membuat Iuka sema- terlarang, atau pada kecelakaan di area industri.
kin dalam dan lebar (lihat Gambar I) . J uga pada pasien tua dengan penurunan kesada-
ran sehingga menyebabkan kontak dengan objek
2. Respon Sistemik panas. Kontak tersebut biasanya menyebabkan
Ketika luas Iuka bakar mencapai 15-20% total per- Iuka derajat Jib atau derajat Jll.
mukaan tubuh, terjadi pelepasan sitokin dan mediator
inflamasi pada lesi yang memberi efek sistemik. 2. Trauma Listrik
Perubahan Kardiovaskular. Permeabilitas kapiler Biasanya arus listrik akan membuat jalur dengan
meningkat membuat pelepasan protein dan cairan membentuk satu titik masuk dan keluar dan jaringan
intravaskular ke kompartemen intersisial. Selain diantara kedua titik tersebut akan mengalami jejas
itu terjadi juga vasokonstriksi arteri-arteri perifer seketika. Jumlah panas yang masuk menentukan de-
dan splanknik. Pelepasan TNF- a menyebabkan rajat kerusakan jaringan. Dapat dihitung dengan 0,24
kontraktilitas miokard menurun. Keadaan terse- x (tegangan listrik, dalam volt) 2 x resistensi listrik.
but diperberat dengan hilangnya cairan dari Iuka, Tampak bahwa tegangan menjadi faktor utama derajat
menyebabkan hipotensi sistemik dan berujung kerusakan jaringan.
pada hipoperfusi organ. Trauma listrik dapat dibagi menjadi tiga, sebagai
Perubahan Respiratorik. Mediator inflamasi berikut.
menyebabkan bronkokonstriksi dan pada keadaan Listrik setempat. Terkena tegangan rendah yang
yang berat dapat menyebabkan respiratory distress menyebabkan Iuka kecil namun dalam. Dapat
syndrome. mengganggu siklus jantung dan menyebabkan
Perubahan Metabolik. Basal metabolic rate mening- aritrnia.
3. Trauma Kimia
Dapat terjadi di area industri atau rumah tangga.
Pada umumnya Iuka dalam karena selama agen koro-
sif masih kontak dengan kulit, ia akan terus berlanjut
menyebabkan nekrosis koagulatif. Bahan yang ber-
sifat alkali mengakibatkan penetrasi lebih dalam dan
menyebabkan Iuka bakar lebih buruk daripada asam.
Tata laksana awal adalah dengan mengirigasi
an= 9% seluruh badan pasien dengan air untuk melepaskan
seluruh bahan kimia. Hal tersebut terbukti mengura-
ngi dalam Iuka. Kertas lakmus dapat digunakan untuk
mengetahui sifat bahan korosif.

Punggung
Asesmen Area Luka Bakar
Ketika mengestimasi area Iuka bakar, eritema dan
....
(I)

Iuka bakar derajat 1 tidak diperhitungkan. Penting

Leng n 9'16
untuk membuka permukaan selama penilaian, namun
lingkungan harus tetap hangat.
Permukaan palmar - Gunakan area permukaan
palmar pasien (termasuk jari-jari) secara kasar me-
rupakan 0,8% total permukaan tubuh. Dapat digu-
nakan untuk mengestimasi Iuka bakar kecil (< 15%)
1~
I
.....
~

atau yang sangat besar (>85%, hitung permukaan


ti
' I \ I
yang tidak terbakar). Namun untuk ukuran medi-
um, seringkali tidak akurat.
£
Wallace rule of nines (Gambar 2) - Baik dan cepat. 253
Lebih sering digunakan pada dewasa, yaitu area tu-
buh dibagi berdasarkan area 9%. Sedangkan pada
Tun kai Tungkai anak sedikit berbeda karena ukuran kepalanya
=I% = 13,5% yang relatif lebih besar sehingga kurang akurat di-
gunakan untuk anak-anak.
Seluruh permukaan lengan, masing-masing 9%.
Batang tubuh posterior dan anterior, masing-
Anak masing 18%
Kepala I leher sebesar 9%
Gambar 2. Wallace Rule of Nines Seluruh ekstremitas bawah, masing-masing
18%
Trauma tegangan tinggi sesungguhnya (true Area genital 1%
high tension injuries) - Terkena tegangan > 1OOOV. Bagan Lund and Browder - Dapat digunakan pada
Dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas bentuk tubuh dan usia bervariasi, termasuk pada
hingga menyebabkan kehilangan ekstremitas. anak-anak.
Kerusakan otot dapat menyebabkan rabdomiolisis Beberapa aplikasi pada komputer tablet dapat
hingga gaga! ginjal. Resusitasi dan debridement membantu untuk melakukan assessment pada pasien
yang segera dan agresif sangat dibutuhkan. Kontak Iuka bakar, diantaranya Burn Care® (Google play
dengan tegangan > 70.000V dapat berakibat fatal. store/android)) dan LiAo Burn® (Applestore).
Flash injury terjadi ketika terdapat percikan api
dari sumber tegangan tinggi yang menyebabkan Tata Laksana
Iuka superfisial pada bagian tubuh yang terpajan Pertolongan Pertama
biasanya pada tangan dan wajah. Pada kasus ini ti- 1. Hentikan proses Iuka bakar. Jauhkan semua
dak terdapat aliran listrik yang mengalir langsung sumber Iuka bakar. Pakaian sebaiknya dilepaskan
ke tubuh pasien. karena dapat menahan panas. Pada trauma listrik,
Bagian terpenting dari trauma listrik adalah hubungan listrik harus diputuskan.
mengamati jantung. Apabila gambaran elektrokardio- 2. Dinginkan Iuka bakar. Efektif pada 20 menit per-
gram saat kunjungan normal dan tidak ada riwayat tama. Irigasi dengan air lS ' C selama 20 menit. Hal
penurunan kesadaran, pengamatan jantung tidak dibu- tersebut membantu melepaskan bahan berbahaya,
tuhkan. Namun bila ada, sebaiknya dilakukan monitor mengurangi nyeri, dan mengurangi edema dengan
setidaknya dalam 24 jam. menstabilkan sel mast dan pelepasan histamin.
2 2 2

1. \__
./. -----------'
1 i; 1 -1 I
-·- j
·r:.i)' 2 2

c c c r~ B B B

v r~~
B
-
~cW c r~-
I
r- I i
[<.,1.t

254 Area
10 I '> l>P\\,1 , ,1 0 I :>
A 1/ 2 luas kepala 5 1/2 4 112 3 112 9 1/2 8 112 6 1/2
B I/ 2 luas satu paha 4 1/ 4 4 1/ 2 4 3/ 4 2 3/ 4 3 1/4
c 1/ 2 luas satu 3 3 1/ 4 3 1/ 2 2 1/ 2 2 112 2 3/ 4
tu ngkai bawah
% Luas Permukaan Luka Bakar
Suspek Iuka Kepala _ _ Leher _ _ Torso _ _ Lengan acas _ _ Lengan bawah - - - - - -
bakar derajat 3

Total Iuka bakar Kepala _ _ Leher _ _ Torso _ _ Lengan acas _ _ Lengan bawah _ _ _ _ __
Genital _ _ Bokong _ _ Paha _ _ Tungkai bawah __ Kaki _ _ _ _ _ __

Luas total Suspek Iuka bakar Total Iuka


derajat 3 bakar
Gambar 3. Bagan Lund dan Browder

Jangan gunakan air de ngan es karena vasokon- katun steril. Luka bakar pada tangan dapat ditutup
striksi yang disebabkannya dapat menyebabkan dengan plastik jernih penutup sajian makanan/
progresi Iuka bakar. Namun. mendinginkan area clingwrap. Cegah penggunaan dressing basah.
kulit Iuka bakar yang luas dapat menyebabkan Jangan pula gunakan krim topikal apapun karena
hipotermia, terutama pada anak-anak. Luka bakar dapat mengganggu penilaian Iuka. Pe nggunaan an-
kimia dapat diirigasi air sebanyak-banyaknya. tibiotik topikal tidak dianjurkan.
3 . Analgesik. Dapat diberikan golongan OAINS seper-
ti ibuprofen. Indikasi pasien Iuka bakar yang dapat di rawat
4. Tutup Iuka bakar. Sebaiknya dressing yang digu- jalan adalah sebagai berikut.
nakan lentur, lembut, tidak menempel, kedap, dan Luka bakar derajat II menu tu pi <I 0 % total permu-
transparan. Sebaiknya penutup hanya untuk menu- kaan tubuh dewasa.
tupi Iuka tanpa benar-benar membungkus Iuka. Se- Luka bakar derajat II menutupi <5% total permu-
limut baik untuk menjaga pasien tetap hangat. Bila kaan tubuh anak-anak.
tidak ada film yang lengket, dapat digunakan alas Tidak ada komorbid.
Tata laksana lanjutan sebagai berikut.
l. Bersihkan Iuka. Bersihkan dengan sabun dan air Anarnnesis
atau cairan antibakteri seperti cairan klorheksidin. Dari anamnesis dapat diketahui:
Bila terdapat bula yang besar, sebaiknya dipecah- Bahan yang menyebabkan Iuka bakar (api, air
kan dari bagian dasar, kulit mati sebaiknya dibuang panas, listrik atau kimia) .
dengan gunting atau jarum steril. Bula yang kecil Bagaimana kontaknya dengan pasien.
sebaiknya dibiarkan saja. Pertolongan pertama yang telah dilakukan dan tata
a. Luka bakar derajat I - Cuci dengan air dan laksana lanjutan yang telah diberikan.
sabun, berikan pelembab atau antibiotik topi- Adakah kejadian lain yang menyertai (seperti jatuh,
kal. Dalam beberapa hari akan sembuh. tabrakan, atau ledakan).
b. Luka bakar derajat II Adakah risiko trauma inhalasi (terutama pada keja-
Bila terdapat bula intak, biarkan karena dian di dalam ruangan tertutup).
membantu penyembuhan Iuka. Kapan terjadi dan berapa lama pajanannya.
Bila bula sudah terbuka, buang semua kulit Sudahkah resusitasi cairan dimulai.
mati.
Berikan antibiotik topikal , biasanya krim Survey Primer
neomicyn basitrasin (Nebacetin®) atau A1!wav - Sama halnya dengan bantuan hidup lanjut,
salep MEBO® dua kali sehari dan tutup sebaiknya servikal tetap dilindungi kecuali yakin ti-
dengan penutup kering. dak terdapat jejas servikal. Inhalasi gas panas dapat
Derajat II superfisial biasanya sembuh menyebabkan edema pita suara beberapa saat kemu-
dalam 10-14 hari. Sedangkan derajat II dian. Oleh karena itu jaga jalan napas tetap paten. Bila
dalam sembuh dalam 3-4 minggu. diperlukan dapat dilakukan intubasi.
c. Luka bakar derajat III. Tanda-tanda trauma inhalasi adalah sebagai berikut.
Berikan antibiotik topikal. 1. Riwayat Iuka bakar karena api atau Iuka bakar di
Biasanya butuh waktu minimal 4 minggu ruangan tertutup.
untuk sembuh dan sembuh dengan jaringan 2. Luka bakar yang luas dan dalam di area wajah, le-
parut hipertrofik. her, atau upper torso.
Biasanya membutuhkan eksisi tangensial 3. Bulu hidung yang terbakar.
dan skin graft (kecuali Iuka dengan diameter 4. Adanya sputum berkarbon atau partikel karbon di
< 4cm). orofaring.
2. Gunakan penutup. Idealnya dalam 24 jam perlu
dilakukan pemeriksaan dressing ulang. Pertama lndikasi untuk dilakukan intubasi adalah sebagai beri-
kali dressing diganti setelah 48 jam kemudian kut.
setiap 3-5 hari berikutnya. Bila Iuka yang diberi 1. Edema atau eritema area orofaring dari inspeksi
dressing terasa nyeri, berbau, terkontaminasi, langsung dengan laringoskop
keluar cairan berlebihan, atau adanya tanda-tanda 2. Suara yang berubah menjadi kasar atau batuk
infeksi seperti demam, segera ganti dressing. Bila kasar.
Iuka tidak sembuh dalam 3 minggu, segera rujuk 3. Stridor, takipnea, atau dispnea.
ke bedah plastik yang menangani Iuka bakar. Bekas
Iuka bakar akan kering dan sensitif. Dalam masa Breathing - seluruh pasien Iuka bakar sebaiknya
penyembuhan dapat terasa gatal. Sebaiknya beri- mendapat oksigen 100% dengan non-rebreathing
kan krim pelembut dan hindarkan dari paparan mask.
sinar matahari langsung. Luka bakar yang mengelilingi dada, atau sangat
3. Luka Bakar di Wajah. Sebaiknya dirujuk ke spesi- luas dan dalam di area dada, dapat membatasi
alis bedah plastik. Namun bila hanya sunburn, Iuka pergerakan dada dan membuat ventilasi inadekuat.
sebaiknya dibersihkan 2 kali sehari dengan solu- Dibutuhkan tindakan eskarotomi.
sio koroheksidin terdilusi. Sebaiknya dilapisi krim Jejas yang mempenetrasi menyebabkan tension
seperti parafin cair, setiap 1-4 jam untuk memini- pneumotoraks, kontusio paru, dan trauma alveolar
malisasi pembentukan krusta. Pasien sebaiknya ti- yang dapat menyebabkan adult respiratory distress
dur dengan 2 bantal dalam 48 jam pertama untuk syndrome.
mencegah edema wajah. Sekalipun telah dingin, hasil kombustio dapat
masuk ke dalam paru-paru dan mengiritasi paru
Tata laksana Awai Luka Bakar Mayor yang menyebabkan inflamasi, bronkospasme, dan
Luka bakar yang mencapai 25% atau lebih total bronkorhoea. Silia pneumosit yang rusak dapat
permukaan tubuh. Namun Iuka bakar yang sudah lebih berlanjut menjadi atelektasis atau pneumonia.
dari 10% sebaiknya diperlakukan sama dengan Iuka Dapat diberikan nebuliser atau ventilasi tekanan
bakar mayor.
positif dengan positive end-expiratory pressure terapi cairannya disesuaikan berdasarkan keluaran
(PEEP). urine (dengan target keluaran urine seperti di atas) dan
Afinitas ikatan karbonmonoksida dengan deoksi- keadaan klinis pasien.
hemoglobin 40 kali lebih kuat bila dibandingkan
dengan afinitas oksigen. Karbonmonoksida juga Suportif
berikatan dengan protein intraseluler terutama Berikan analgesik, terutama Iuka bakar superfisial
melalui jalur sitokrom oksidase. Kedua proses karena sangat nyeri. Bila NSA!Ds tidak dapat mengata-
tersebut menyebabkan hipoksia ekstraseluler dan si nyeri, dapat diberikan morfin oral (pada Iuka bakar
intraseluler. Pulse oximetry tidak dapat membeda- kecil) atau intravena. Dengan dosis 2-3 mg setiap kali
kan keduanya sehingga dapat menunjukkan hasil pemberian dan di titrasi untuk kontrol. Hati-hati pem-
yang normal. Analisis gas darah dapat menunjuk- berian karena dosis berlebihan dapat menyebabkan
kan asidosis metabolik dan peningkatan karboksi- pasien tidak bernapas. Jangan berikan lebih dari 0, I
hemoglobin. Berikan oksigen I 00% untuk meng- mg/KgBB dalam periode 1-2 jam. Berlaku pada anak
geser kedudukan karbon monoksida dengan cepat. dan dewasa.

Circulation - Buat dua jalur intravena yang besar Indikasi Rujuk ke Unit Luka Bakar
segera di area tanpa Iuka. Seluruh Iuka bakar yang kompleks harus dirujuk,
yakni
D - Stabilitas Neurologi - Periksa tingkat kesadaran 1. Usia < 5 tahun atau > 60 tahun.
pasien dengan Glasgow coma scale. Penurunan kesada- 2. Luka bakar mengenai wajah, tangan, atau perine-
ran dapat terjadi karena hipoksia atau hipovolemi. um.
Di kaki, bila kehilangan banyak kulit.
E - Environment - Paparan dengan Lingkungan Bila mengenai lipatan seperti aksila atau leher.
Seluruh permukaan tubuh pasien harus diperik- Luka bakar yang melingkar di ekstremitas, tor-
sa termasuk punggung, untuk mendapatkan estimasi so, atau leher.
256 akurat dari area Iuka bakar dan jejas yang menyertai. 3. Trauma inhalasi.
Pasien sebaiknya segera ditutupi selimut karena rentan 4. Trauma kimia > 5% total area tubuh, pajanan ter-
hipotermi, terutama anak-anak. hadap radiasi yang mengionisasi, trauma listrik
tegangan tinggi, trauma panas tekanan tinggi, Iuka
F - Fluid Resuscitation (Resusitasi Cairan) bakar asam hidrofluorat >I% total luas permukaan
Pada Iuka bakar > 20% diperlukan pemasangan ka- tubuh, atau trauma yang diduga karena disengaja
teter urine untuk memonitor keluaran urin. Pada anak. (seperti kekerasan).
bila tidak memungkinkan dengan akses intravena, 5. Luas kulit yang terkena:
dapat menggunakan akses interoseus untuk sementa- a. Anak-anak berusia < 16 tahun: bila >5% dari
ra. Namun, jalur intravena tetap harus segera dipasang. seluruh luas permukaan tubuh.
Setelah periode 24 jam pemberian kristaloid, se- b. Dewasa > 16 tahun bila > 10% luas permukaan
lanjutnya dapat dilanjutkan pemberian koloid, karena tubuh.
dapat memperbaiki ekspansi volume intravaskular. 6. Adanya kondisi komorbid lain yang menyertai se-
Berikan 0,3-0,5 mL x berat badan (Kg) x % total per- perti kehamilan, imunosupresi, gangguan jantung,
mukaan area Iuka bakar selama 24 jam. Setelahnya, fraktur, trauma kepala atau kecelakaan.

Sumber Bacaan
Resusitasi Cairan Formula Parkland
Total Cairan yang dibutu hkan dalam 24 jam;
1. Hettiaratchy S, Dziewulski P. Introduction. BMJ. 2004 June
5; 328(7452):1366-8.
4 mL x persentase (%) luas Iuka bakar x berat badan (Kg)
2. Hettiaratchy S. Dziewulski P. Pathophysiology and types of
Lima puluh persen (50%) diberikan dalam 8 jam pertama,
burns. BMJ 2004. June 12;328(7453):1427-9.
selebihnya dalam 16 jam setelahnya.
3. Semer NB. penyunting. Burns. Dalam: Practical plastic sur-
gery for nonsurgeons. Philadelphia: Hanley& Belfus; 2001.
Pada anak-anak, ditambahkan cairan dosis pemeliharaan
h.191-200.
dalam tiap jamnya:
4. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
4 ml / KgBB untuk 10 Kg pertama berat badan. (ditambah .. )
ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course
2 ml/Kg untuk 10 Kg kedua berat badan, (ditambah .. )
manual. Edisi ke-9. 2012.
1 ml/Kg untuk > 20 Kg berat badan.

Target Keluaran Urin


Urine output dewasa: 0.5 - 1 ml/ Kg/jam
Urine output anak-anak: 1 - 2 ml/Kg/jam
Sumbing
Cindya Klarisa. Kristaninta Bangun

Definisi I. Penggunaan antikonvulsan (fenitoin atau fenobar-


Sumbing bibir terjadi akibat tonjolan nasal media bital) selama kehamilan diketahui meningkatkan
gaga! menyatu dengan tonjolan maksila (keduanya risiko hingga 10 kali
merupakan pembentuk bibir atas). baik pada satu sisi 2. Perokok meningkatkan 2 kali insiden sumbing bibir
(sumbing bibir unilateral) maupun pada kedua sisi 3. Faktor-faktor eksternal lain, seperti konsumsi alko-
(sumbing bibir bilateral). Keduanya menyebabkan otot hol, defisiensi asam folat, dan usia orang tua yang
bibir (orbikularis oris) tidak dalam satu kesatuan otot, bertambah
sehingga menimbulkan gangguan fungsional dan este- 4. Orang tua yang sebelumnya tidak memiliki riwayat
tik. Sumbing bibir erupakan kasus anomali kraniofasial sumbing. memiliki risiko 0,14% memiliki anak
kongenital yang paling sering dalam bidang bedah sumbing bibir/ palatum
plastik. 5. Orang tua tanpa sumbing yang memiliki 1 anak
Sumbing palatum terjadi akibat tonjolan palatina sumbing bibir/ palatum memiliki 5% kemungk.inan
gaga! menyatu. Secara normal. palatum dapat dibagi memilki anak lagi yang sumbing. Risiko meningkat
menjadi hard palate dan soft palate. Hard palate bagian menjadi 9% bila dua anak sebelumnya sumbing bi-
anterior (alveolar) menjadi tempat tumbuhnya gigi, se- bir palatum
dangkan bagian posterior menjadi dasar kavum nasi. 6 . Bila salah satu orang tua dan satu anak memiliki
Soft palate berguna dalam fungsi bicara normal, selain sumbing. risiko meningkat menjadi 17% memiliki
257
itu juga berkaitan dengan fungsi tuba eustachius. anak sumbing lagi

Epidemiologi Klasifikasi
Paling sering mengenai pria daripada perempuan. Sumbing bibir unilateral: microform cleft lip,
Presentasi paling sering sumbing bibir unilateral sisi incomplete cleft lip, complete cleft lip.
kiri, yang disertai sumbing palatum. Sekitar 25% ka- Sumbing bibir bilateral: incomplete bilateral cleft
sus disertai dengan anomali lainnya seperti kelainan lip. complete bilateral cleft lip.
neurologi. jantung. maupun club foot/ amniotic band Sumbing palatum: unilateral cleft lip and palate,
sequence. bilateral cleft lip and palate, isolated cleft palate,
submucous cleft palate.
Etiopatogenesis
Dalam perkembangan fetus, bibir dan palatum ter- Diagnosis
bentuk pad a trimester pertama (gestasi hari 30-60) . Ditegakkan dari pemeriksaan fisis . Setiap sumbing
Sumbing terbentuk ketika ada gangguan selama proses bibir yang tampak dari luar harus dinilai palatum apa-
fusi normal dan penetrasi mesodermal dari prosesus kah juga sumbing. Lakukan pemeriksaan seluruh tu-
frontonasal dan prosesus maksilari wajah semasa em- buh, juga jantung, bila terdapat kemungkinan disertai
brio. Namun, sumbing dapat pula menjadi bagian dari sindrom lainnya.
suatu kelainan yang disertai sindrom lain. Pemeriksaan USG dapat mendiagnosis sumbing
Merupakan proses multifaktorial akibat pajanan sejak trimester kedua kehamilan ketika posisi wajah
berbagai bahan yang bersifat teratogenik dan faktor janin berada pada posisi yang tepat. Pemeriksaan kro-
genetik berkontribusi dalam menyebabkan terjadinya. mosom jika diperlukan.

Palatum normal Sumbing pada Sum bing pada Sum bing komplit Surnbing palatum
palatum mo/Je palatwn durum pada palaturn bilateral

Garnbar I . Klasfikasi Sumbing


Gambar 2. Haberman Feeder Gambar 3. Maloklusi kelas 3

4. Gangguan bicara. Umumnya suara akan terdengar


Komplikasi sengau dan menjadi sulit dimengerti karena keti-
1. Kesulitan makan dakmampuan memproduksi bunyi konsonan ter-
Kemampuan bayi untuk menghisap dipengaruhi tentu.
oleh dua faktor utama, yakni kemampuan bibir luar s. Gangguan pertumbuhan maksila. Dapat ditemu-
melakukan gerakan mengisap dan kemampuan pala- kan maloklusi kelas 3 (cakill cameh).
tum untuk menciptakan tekanan di dalam mulut se-
hingga makanan dapat masuk ke dalam dengan baik. Tata Laksana
Pada anak dengan sum bing palatum dengan atau tanpa Diperlukan tata laksana multidisiplin.
sumbing bibir menjadi sulit karena sulitnya menghisap Pembuatan dan pemasangan obturator atau Naso-
dengan baik dan membutuhkan usaha yang lebih be- alveolar Molding (NAM) oleh dokter gigi spesialis
sar. Sebenarnya kebanyakan anak sumbing lahir sehat, orthodonti
namun kesulitan makan dapat membuat pertumbuhan Tindakan pembedahan oleh spesialis bedah plastik
dan kesehatannya rentan terganggung. dengan rule of ten . Bibir direkonstruksi usia ~ 10
Ajarkan ibu cara menyusui: minggu, berat minimal 10 lb (5 Kg) , dan hemo-
Angkat kepala bayi sekitar 45 · ketika menyusui globin~ 10 g/dl.
untuk mencegah tersedak. Speech therapy.
Dua puluh menit sebelum menyusui sebaiknya Libatkan dokter spesialis anak. dokter gigi, hingga
lakukan pemijatan pelan pada payudara dan pskiater untuk mengevaluasi perkembangan psi-
kompres dengan air hangat. kologi anak
Selama menyusui ibu dapat membantu dengan Palatum umumnya diperbaiki enam bulan setelah
menekan areola dengan jempol dan jari tengah
dan telunjuk memastikan bibir bawah menempel Sten nasal
dengan baik akan membantu bayi menghisap. I
Dapat juga dibantu dengan dot khusus, yakni
haberman feeder, atau dengan dot biasa yang ujungnya
dilebarkan. Namun, sedapat mungkin menggunakan
payudara ibu.
Terdapat pula alat bantu yang merupakan alat gigi
bernama obturator atau Nasoalveolar molding (NAM)
untuk menutup celah palatum sehingga bayi dapat 0
menghisap susu dengan energi yang minimal.
Edukasi !bu agar tidak panik apabila makanan atau
susu keluar dari hidung, karena keberadaan sumbing
di palatum menghubungkan mulut dengan rongga hi-
dung.
2. Infeksi telinga tengah dan gangguan pendenga-
ran.
3. Gangguan pertumbuhan gigi.
Gambar 4. Nasealveolar Molding/NAM
r Tabel I. Tahapan Tata Laksana Sumbing

Prenatal Radiologi, diagnosis dan konseling Dilakukan oleh multidisiplin

Baru lahlr Penilaian makan. penilaian keadaan


medis. dan genetik
0-3 bulan Ortodonti pre bedah Ortodontist. bedah plastik

3 bulan Perbaikan sumbing bibir dan rinoplasti Rule of ten


tip, dengan arau gingivoperiostopiasti
6 -19 bulan Perbaikan sumbing palatum dan Dikerjakan sebeium anak mulai bicara
bilateral miringotomi
Pemasangan tube penyamaan tekanan Tergantu ng infeksi telinga. gromet tube dapat di pasang saat perbaikan
(gromet tube) bibir atau palatum
4-6 tahun Perbaikan fungsi palatum Biasanya terbentukjartngan parut. Sehingga untuk meningkatkan
kemampuan berbicara anak. Hingga 20% anak dengan sumbing
paiatum membutuhkan tambahan operas!
Revis! bibir. perbaikan minor nostril Dapat dilakukan pada waktu bersamaan

7-8 tahun Alveolar Bone Grafting (ABC) untuk Dilakukan ketika gigi kaninus mulai erupsi. dapat dilakukan secara
perbaikan hard palate anterior sukses pada anak iebih tua (I 0-12 tahun)

> l 7 - 18 tahun Osteotomi Le Fo1t I: operasi rahang Biasanya maksila tidak tumbuh normal pada anak dengan sumbing
(dilakukan setelah atas palatum dan membutuhkan untuk dipotong dan di reposisi untuk
pubertas. dimana memperbaiki hubungan antara rahang atas dan bawah.
skeletal telah matur)Rinoplasti Mencakup cartilage graft, reposisi tulang. dan perbaikan septum 259
deviasl.

operasi bibir, yakni antara usia 9-18 bulan. Namun, lines fo r breastfeeding infants with cleft lip, cleft palate. or
pada keadaan tertentu, bibir dan palatum dapat diper- cleft lip and palate. revised 20 13. Breastfeed Med. 20 13
baiki bersamaan. Jika operasi palatum terlambat diker- Aug;8(4):349-53.
jakan, maka pasien akan mengalami gangguan fungsi 3. Mossey P. Castilla E. Global registry and database on cra-
bicara, yakni bicara menjadi sengau. Bersamaan de- niofaciai anomalies: report of a WHO registry meeting on
ngan operasi palatum, dapat pula dilakukan operasi craniofacial anomalies. Geneva: World Health Organization:
myringotomi atau pemasangan gromet tube olah dok- 2003.
ter spesialis telinga hidung dan tenggorok. 4. Nickel RE. Desch LW, penyunting. Guidelines for the care
of children and adolesce nts with cleft lip and palate. Dalam:
Sumber Bacaan The physician's guide to caring for children with disabili-
l . Hopper RA. Cutting C. Grayso n B. Cleft lip and palate. Dalam: ties and chron ic conditions. Baltimore: Brookes Publishing;
Thorne CH. Beasley RW. Aston SJ. Bartlett SP. Gurtner GC. 2000.
Spear SL. penyunting. Crabb and Smith's plastic surgery. Ed- 5. Semer NB. Cleft lip/ palate. Dalam: Practical plastic surgery
is i ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins: 20 13. for nonsurgeons. Philadelphia: Hanley & Belfus: 200 I.
2. Re illy S. Reid J. Skeat J. Cahir P. Mei C, Bunik M; Academy of h.235-4 1.
Breastfeeding Medicine. ABM clinical protocol # 18: guide-

Trauma Wajah
Cindya Klarisa, Kristaninta Bangun

Trauma wajah dapat mengancam banyak fungsi sien dengan nyeri, laserasi, kontusio, defisit neurologi,
(melihat, mendengar, menghidu, bernapas, makan. dan maloklusi , gangguan penglihatan, dan asimetri pada
bi car a). Fraktur wajah harus dicurigai pada semua pa- wajah.
Klasifikasi. menekan bola mata atau orbital rim, tekanan intraor-
Area maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian sebagai bita meningkat, dan mentransmisikan tekanan tersebut
berikut. lalu menyebabkan kerusakan pada bagian terlemah or-
1. Upper face - Fraktur yang melibatkan os frontalis bita yakni dinding medial dan dasar. Dapat pula terjadi
dan sinus frontalis. herniasi bagian orbita ke dalam sinus maksila.
2. Midface - dibagi menjadi bagian atas dan bawah.
Bagian atas: os zigoma, os nasal, os etmoid, dan os Tanda dan Gejala.
maksila bagian non-gigi. Mencakup fraktur maksila Dari anamnesis sebaiknya dapat ditentukan apakah
Le Fort II dan Le Fort III, dan atau fraktur os nasal, pasien memiliki riwayat penetrasi bola mata iatrogenik
kompleks nasoetmoidal, atau kompleks zigoma- seperti operasi katarak. Hal tersebut penting ditanya-
tikomaksila, dan dasar orbita. Bagian bawah: alveo- kan karena meningkatkan risiko ruptur bola mata pas-
lus maksila, gigi, dan palatum dan dimana fraktur ca trauma.
Le Fort I terjadi. Tanda lainnya mencakup hematoma atau edema
3. Lower face: os mandibula. periorbital, ekimosis, perdarahan subkonjungtiva,
enoftalmus, perubahan ketajaman visus, diplopia.
Pemeriksaan wajah sebaiknya mencakup beberapa hal Kerusakan nervus infraorbitalis dapat menimbulkan
sebagai beriku t. parestesia atau anestesi dari lateral hidung, bibir atas,
Inspeksi untuk tiap deformitas dan asimetri. dan gingiva maksila. Lakukan pemeriksaan lapang
Palpasi seluruh tulang kraniofasial untuk melihat pandang, karena kerusakan nervus optikus pertama
ada tidaknya iregularitas atau krepitasi. kali bermanifestasi dengan terbatasnya lapang pan-
Pemeriksaan nervus trigeminal dan fasial. dang dibandingkan perubahan visus yang signifikan.
lnspeksi intranasal untuk melihat hematoma Lakukan juga pemeriksaan gerakan bola mata maupun
septum. refleks pupil langsung dan tidak langsung.
Pemeriksaan oftalmologi untuk menilai adanya
jebakan ekstraokular atau defisit nervus optikus. 3. Fraktur Zigoma
260 Pemeriksaan intraoral untuk menilai adanya Os Zigoma memiliki empat kaki, yakni zigoma-
maloklusi dan fraktur atau gigi yang hilang. tikofrontal, zigomatikotemporal, zigomatikomaksila
dan zigomatikoorbita. Fraktur yang isolated sering
1. Fraktur Frontal terlewatkan karena tidak menimbulkan gangguan
Diakibatkan adanya energi besar yang mengenai fungsional. Sementara fraktur yang melibatkan zigo-
dahi. Tidak selalu diikuti dengan tanda/gejala akut. matikoorbita dan zigomatikomaksila (zygomaticomaxi-
lary complex, ZMC) dapat menyebabkan maloklusi dan
Tanda dan Gejala diplopia. Garis fraktur zigomatikoorbita dapat meman-
Jelas tampak deformitas pada dahi, adanya la- jang melalui foramen infraorbita dan dasar orbita, dan
serasi, kontusio, nyeri fasial, atau hematoma di dahi. menyebabkan diplopia. Sedangkan, garis fraktur ZMC
Dapat pula disrupsi atau krepitasi supraorbita rims, dapat menyebabkan maloklusi.
emfisema subkutan, atau parestesia supraorbita dan Gangguan estetik yang sering disebabkan oleh frak-
saraf supratroklear. Dapat pula terdapat rinorea cairan tur zigoma adalah depresi malar eminence atau tulang
serebrospinal yang menunjukkan adanya keterlibatan pipi yang rata, yang menyebabkan wajah asimetri.
kerusakan sinus frontalis. Jejas pada sinus frontalis
seringkali melibatkan sistem saraf pusat dan evaluasi Tanda dan Gejala
sejak awal dibutuhkan. Pada fraktur arkus zigoma, dapat teraba defek
pada palpasi daerah yang terkena dan disertai nyeri.
Pemeriksaan Penunjang Fraktur Zigomatikoorbita dapat muncul bersamaan
Lakukan CT scan potongan aksial untuk menentu- dengan perdarahan subkonjungtiva, defek saat palpasi
kan derajat jejas dan keterlibatan sisi anterior, poste- di sepanjang orbital lateral atau infraorbita rim. Selain
rior, dan nasofrontal. Pasien dengan fraktur posterior itu juga dapat muncul bersamaan dengan diplopia, tris-
berisiko pada meningitis akut dan terbentuknya mu- mus (karena tertekannnya arkus zigomatikus), epistak-
kokel intraserebral. sis, ekimosis intraoral, atau Iuka pada gusi. Parestesia
dapat muncul pada sisi lateral nasal dan bibir atas yang
2. Fraktur Dasar Orbita disebabkan tubrukan nervus infraorbita.
Paling sering terjadi "blow-out fracture" yang meli-
batkan dinding medial dan dasar orbita. Jejas pada din- Pemeriksaan Penunjang
ding orbita menyebabkan fraktur tertutup atau disertai CT scan dengan rekonstruksi tiga dimensi (3D)
dengan fraktur dinding medial. Ketika tekanan besar dapat digunakan untuk menentukan derajat deformi-
Gambar I. Fraktur Le Fort

tas. Lihat dinding orbita lateral pada potongan aksial zigomatikomaksila, dan berlanjut ke arah posterior
yang menunjukkan artikulasi zigomatikoorbita. dan lateral melalui maksila, dibawah zigoma, dan
menuju lempeng pterigoid.
4. Fraktur Nasal Tanda dan Gejala. Dapat ditemukan edema wajah,
Paling sering terjadi. Os nasal dapat bergeser ke telekantus, perdarahan subkonjungtiva, pergerakan
arah lateral atau posterior, dan fraktur dapat melibat- maksila pada sutura nasofrontal, epistaksis, dan
kan kartilago septum dan atan os nasal. rinore cairan serebrospinal.
Le Fort III. Fraktur atau disjunction kraniofasial
261
Tanda dan Gejala dimana terjadi pemisahan antara seluruh os
Diagnosis cukup berdasarkan gambaran klinis fasial dari basis kranii dengan fraktur simultan
saja. Datang dengan riwayat trauma pada hidung. Pe- dari os zigoma, os maksila, dan os nasal. Garis
meriksaan fisis didapatkan hidung yang edema, epis- fraktur meluas secara posterolateral melalui os
taksis, nyeri, deviasi, krepitasi. dan terdapat fraktur. etmoid, orbita, dan suturan pterigomaksila ke fosa
Lakukan inspeksi intranasal untuk menilai hematoma sfenopalatina.
septum. Hematoma septum yang tidak tertangani Tanda dan Gejala. Edema masif wajah, dengan
dapat menyebabkan resorpsi ke kartilago septum dan wajah yang elongasi atau mendatar, epistaksis,
menyebabkan deformitas hidung. ataupun rinore cairan serebrospinal. Dapat teraba
gerakan seluruh tulang wajah dengan kaitannya
Pemeriksaan Penunjang dengan basis kranii, atau yang dikenal dengan
Hanya dikerjakan jika dicurigai ada cedera pada 'maksila goyang'.
tulang wajah lainnya, dalam ha! ini lakukan CT scan Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah
wajah. CT scan dengan rekonstruksi 3D, namun jika tidak
tersedia, dapat menggunakan Roentgen waters view
5. Fraktur Maksila (oksipitomental)
Merupakan fraktur yang melepaskan maksila dari Fraktur Le Fort jarang muncul dalam bentuk tung-
dasar tengkorak. Maksila menjadi mobile dan dapat gal, melainkan berupa kombinasi antara Le Fort seperti
mengakibatkan maloklusi maupun diplopia. Fraktur Le Fort I pada satu sisi dan Le Fort III pada sisi lain-
harus memanjang sepanjang lempeng pterygoid untuk nya. Evaluasi preoperatif difokuskan terutama pada
membuat fraktur Le Fort komplit. hubungan oklusal. Setiap tanda maloklusi sebaiknya
Dapat dik.lasifikasikan menjadi tiga jenis: dievaluasi dengan hati-hati.
Le Fort I. Fraktur maksila secara horizontal
melewati bagian inferior maksila, yang membagi 6. Fraktur Naso-Orbito-Ethmoidalis !NOE)
prosesus alveolar yang terdiri dari gigi dan hard Fraktur yang melibatkan os nasal, os orbita, dan os
palate, dengan maksila lainnya. etmoidalis dan menyebabkan kerusakan kantus media,
Tanda dan Gejala. Dapat ditemukan edema wajah aparatus lakrimalis, atau duktus nasofrontalis.
dan pergerakan dari hard palate. alveolus maksila,
dan gigi. Tanda dan Gejala
Le Fort II. Merupakan fraktur piramidal yang Tanda yang paling khas adalah adanya telekantus
dimulai pada os nasal, meluas melalui os etmoid (bertambahnya jarak antara kantus media dan kelopak
dan lakrimal, turun ke bawah melalui sutura mata) yang disebabkan bergesernya fragmen tulang
yang menahan tendon kantus media, ke arah lateral.
Dapat disertai epistaksis, nyeri prosesus frontal maksi-
laris, fraktur nasal comminuted, dan rinore cairan se-
rebrospinal. Pada pasien dengan edema wajah berat.
dapat tampak posisi kantus media asimetris. Fraktur tipe I

Pemeriksaan Penunjang
CT scan dapat menentukan lokasi jejas dan derajat
keparahan fraktur (dua faktor penentu tata laksana).

7. Fraktur Mandibula
Paling sering ditemukan pada korpus, angulus dan
kondilus, atau ramus dan simfisis mandibula. Fraktur
mandibula seringkali multipel.

Fraktur tipe II
Tanda dan Gejala
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri
saat menggerakkan rahang bawah, maloklusi gigi,
dan kesulitan membuka mulut atau menggigit ke
arah bawah. Derajat maloklusi yang terjadi bervariasi.
Maloklusi adalah keadaan dimana tidak bertemunya
molar 1 atas dan bawah, kiri dan kanan dalam posi-
si yang baik. Pada palpasi dapat dirasakan mobilitas
dan krepitasi sepanjang simfisis, sudut, atau korpus.
Selain itu dapat disertai edema intraoral, ekimosis,
262 dan perdarahan gusi. Terkenanya nervus alveolaris Frak tur ti pe III
inferior dapat menyebabkan parestesia, anestesia dari
setengah bibir bawah, dagu, gigi, dan gusi.

Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan paling baik untuk menilai mandibula
adalah Roentgen panoramik. Pasien duduk tegak de- Gambar 2. Klasifikasi Fraktur Fraktur Naso-Orbi-
ngan leher yang mobile. Daerah simfisis paling baik to-Ethmoidalis (NOE)
dinilai dengan Roentgen posteroanterior mandibula. Prinsip Pemilihan Pemeriksaan Penunjang Trauma
CT scan wajah dengan rekonstruksi 3D juga sensitif Wajah
dan spesifik dalam mengidentifikasi fraktur mandibula. Upper face: pilihannya adalah CT scan dengan
rekonstruksi 3D. Alternatif lainnya adalah

Corpus

Gambar 3. Klasifikasi Fraktur Mandibula


Roentgen Waters. Jika ada tanda-tanda syok. harus dicurigai ada per-
Middle face: CT scan dengan rekonstruksi darahan pada intra-abdomen/femur/toraks/pelvis/
3D. Alternatif lainnya adalah Waters dan retroperitoneal. Segera lakukan resusitasi cairan
posteroanterior, submental, dan oklusal. dan atasi perdarahan tersebut.
Lower face: pilihan utamanya adalah foto 4. Disability - Nilai kesadaran dengan Glasgow coma
panoramik. Alternatif lainnya adalah CT scan scale (GCS), lakukan pemeriksaan neurologis secara
dengan rekonstruksi 3D, foto posteroanterior, singkat. Catat setiap perubahan status mental.
lateral oblique kiri dan kanan, dan oklusal. 5. Exposure - Ekspos pasien. lepaskan baju bila perlu.
Software Osirix® dapat diunduh bebas dari http:/ I namun jaga agar tetap hangat.
www.osirix-viewer.com, dan dapat digunakan untuk 6. Jika pasien dalam keadaan stabil, segera lakukan
merekonstruksi hasil CT scan konvensional menjadi CT rujukan ke Rumah Sakit atau Spesialis Bedah Plas-
scan 3D di komputer masing-masing. tik

Tata Laksana Fraktur Tulang Wajah Secara Umum Sumber Bacaan


Jangan lakukan manipulasi pada tulang wajah ter- 1. Losee JE. Gimbel ML. Rubin JP. Wallace CG. Wei FC. Plastic
lalu banyak kecuali sudah pasti jejas servikal tidak ada. and reconstructive surgery. Dalam: Brunicardi FC, Andersen
Sejak prehospical. sebaiknya lakukan tindakan sebagai DK. Billiar TR. Dunn DL. Hunter JG. Pollock RE, penyunting.
berikut. Schwartz's manual of surgery. Edisi ke-10. New York: Mc-
1. Airway - Berikan oksigen, jaga jalan napas paten. Graw-Hill; 2014. h.1829-94.
Imobilisasi servikal selalu, bersihkan mulut dari 2. Hollier L. Kelley P. Soft tissue and skeletal injuries of the
berbagai debris, benda asing. dan lakukan suction face. Dalam: Thorne CH. Beasley RW. Aston SJ, Bartlett SP.
bila ada darah. bila perlu dapat dilakukan intuba- Gu rtner GC, Spear SL. penyunting. Grabb and Smith's plas-
si, krikotiroidotomi atau trakeotomi. Lakukan pula tic surgery. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams &
stabilisasi servikal dengan memasang Neck Collari Wilkins; 2013.
Cervical Collar, sampai dibuktikan tidak ada cedera 3. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
servikal. ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course 263
2. Breathing - Nilai frekuensi napas, jika ada kelainan. manual. Edisi ke-9. 20 12.
mungkin ada cedera toraks yang menyertai, perlu 4. Prein]. Manual of internal fixation in the cranio-facial skel-
segera diatasi. eton. Berlin: Springer; 1997.
3. Circulation -Nilai frekuensi nadi dan suhu akral.
Empiema Toraks
Elita Wibisono, Iskandar Rahardjo Budianto

Definisi Paru dapat mengembang sampai pleura parietal


Empiema merupakan kondisi terkumpulnya pus menempel dengan pleura viseral (obliterasi rong-
dalam rongga tubuh. Oleh karena itu, empiema toraks ga empiema toraks);
adalah terdapatnya pus dalam rongga toraks atau le- Pemberantasan infeksi dengan antibiotik adekuat.
bih tepatnya rongga pleura. Pilihan antibiotik yang digunakan berdasarkan
pada pewarnaan Gram, biakan, dan uji sensitivi-
Etiologi tas. Pemilihan antibiotik empiris dapat dilakukan
Empiema toraks biasanya terjadi akibat pneumo- berdasarkan kecurigaan penyakit dasar, seperti
nia. Penyebab lain yang sering, antara lain trauma dan community acquired pneumonia (CAP) atau hospi-
ekstensi infeksi subdiafragma, misalnya abses hepar. tal acquired pneumonita (HAP). Pada CAP dapat di-
gunakan kombinasi sefalosporin generasi 2 atau 3
Patogenesis dan Patofisiologi dengan makrolid, sedangkan pada HAP diperlukan
Perkembangan empiema terbagi dalam 3 fase, yakni: antibiotik antiPseudomonas seperti aminogliko-
1. Fase I (eksudat) sida. Apabila dicurigai terdapat infeksi bakteri
264
Pada fase ini cairan pleura masih jernih namun anaerob, dapat ditambah metronidazole. Lama
disertai peningkatan viskositas dibandingkan tran- pemberian antibiotik biasanya berkisar antara 2-4
sudat. Pada pemeriksaan kimia darah akan terlihat minggu tergantung respon terapi.
peningkatan protein dan LDH serta kadar gluko-
sa yang rendah. Pada pemeriksaan mikroskopis Tata laksana empiema toraks bergantung dari fase:
dapat ditemukan banyak leukosit. Pada tuberku- Fase I (eksudat): drainase tertutup dengan WSD
losis terdapat lebih banyak limfosit daripada neu- (lihat bab Manual WSD) ;
trofil. Fase II (fibropurulen): WSD, drainase terbuka
2. Fase II (fibropurulen) (reseksi iga/open window), dekortikasi, plombage
Pada fase ini didapatkan pus kental dan me- atau torakoplasti, video assisted thoracoscopic sur-
ngandung fibrin sehingga pengeluaran pus de- gery (VATS);
ngan pungsi atau water sealed drainage (WSD) Fase III (organisasi): tindakan operasi menghilang-
menjadi sulit dilakukan. kan lapisan rest.riktif atau jaringan ikat rongga
3. Fase III (organisasi) empiema (dekortikasi), obliterasi rongga empie-
Organisasi pus menyebabkan pus akan bersep- ma dengan cara dinding dada dikolapskan den-
ta atau mengalami lokulasi, dan terjadi penebalan gan mengangkat iga-iga sesuai besarnya rongga
pleura viseral yang menghambat pengembangan empiema (torakoplasti). penyumpalan empiema
paru. dengan periosteum tulang iga bagian dalam (air
plombage) , penyumbatan dengan otot atau omen-
Diagnosis dan Manifestasi Klinis tum (muscle plombage atau omental plombage).
Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan fisis,
radiologis dan pungsi. Pada pasien dapat ditemu- Pasien empiema perlu dirawat untuk mendapat-
kan demam, takipnea, dan kesulitan bernapas. Pada kan terapi antibiotik adekuat, drainase rongga pleu-
inspeksi dan palpasi paru dapat ditemukan pergera- ra (lihat Bab Manual WSD) , dan terapi bedah hingga
kan dinding dada yang tertinggal pada saat ekspirasi kondisi paru dapat mengembang sempurna dan infek-
dan fremitus melemah. Pada perkusi paru ditemukan si berat tertangani.
daerah yang lebih redup dan pada auskultasi dapat
ditemukan penurunan suara napas dan ronki. Pada Sumber Bacaan
pungsi pleura ditemukan adanya pus Oihat bab Pung- 1. Henry MM. Thompson JN, penyunting. Dalam: Clinical
si Pleura). surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier Saunders: 2012.
2. Sugarbaker DJ, Lukanich JM. Chest wall and pleura. Dalam:
Tata Laksana Townsend CM, Beauchamp RD. Evers BM, Mattox KL, pe-
Prinsip tata laksana empiema toraks adalah: nyunting. Sabiston textbook of surgery: the biological basis
Pengeluaran nanah sebanyak-banyaknya agar of modern surgical practice. Edisi ke- 19. Philadelphia:
paru dapat mengembang maksimal; Elsevier Saunders: 2012.
3. Wuryantoro. Nugroho A, Saunar R. Manual pemasangan of Care Committee. BTS Guidelines for the management of
WSD. Jakarta: Badan Penerbit FKUI: 20 11. h.15-8. pleural infection. Thorax 2003:58(Suppl Il):iil8-ii28.
4. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau- 6. Gird har A. Shujaat A. Bajwa A. Management of infectious
ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course processes of the pleural space: a review. Pulmonary Medi-
manu al. Ed isi ke-9. 2012. cine. 2011;2012:1-10.
5. Dav ies CWH, Gleeson FV. Davies RJO. on behalf of the BTS 7. Molnar TF. Current surgical treatment of thoracic empy-
Pleural Disease Group, a subgroup of the BTS tandards ema in adults. Eu r Cardio-Thorac ic Surg. 2007;32:422-30.

90 Fraktur Iga
Kompctcnsi UL.\.

••
Definisi
• Elita Wibisono. Chris Tanto. Iskandar Rahardjo Budianto

Inspeksi: tampak jejas Iuka, gerak pernapasan ter-


Fraktur iga adalah adanya diskontinuitas (fraktur) batas;
pada satu atau lebih tulang iga. Palpasi; krepitasi, nyeri tekan pada tulang iga yang
fraktur. adanya deformitas;
Etiologi Perkusi dan auskultasi; perubahan posisi trakea
Fraktur iga merupakan cedera toraks yang paling dan jantung (pergeseran mediastinum) dapat
265
sering disebabkan oleh trauma tumpul dinding dada, ditemukan pada pneumotoraks tension yang
seperti pukulan, kontusio, atau penggilasan. Penyebab menyertai fraktur iga.
lain yang cukup sering adalah kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian, atau metastasis kanker. Lokasi fraktur biasa terletak pada sudut posterior
karena tempat ini merupakan lokasi terlemah (locus
Patofisiologi minoris) dari tulang iga. Pada iga pertama, locus mi-
Fraktur iga dapat menyebabkan gangguan ventilasi noris terletak pada sulkus arteri subklavia. Apabila
melalui berbagai cara, antara lain: dicurigai fraktur pada sudut posterior, periksa ke-
Nyeri dapat menyebabkan gangguan saat berna- mungkinan adanya cedera organ intra-abdomen Qejas
pas, atelektasis, sampai pneumonia; pada abdomen dan sudut kostovertebra). Fraktur iga
Fragmen fraktur dapat melakukan penetrasi se- posterior 9-11 memiliki kemungkinan cedera intraab-
hingga menyebabkan hemotoraks atau pneumoto- domen yang paling besar.
raks;
Pemeriksaan Penunjang
Manifestasi Klinis Pemeriksaan Roentgen toraks dapat dilakukan untuk
Pasien biasanya mengeluhkan nyeri saat inspirasi menyingkirkan cedera toraks lain.
serta kesulitan saat bernapas. Apabila terdapat insu-
fisiensi napas dapat terlihat sianosis, takipnea, adanya Tata Laksana
retraksi. serta penggunaan otot bantu napas pada pa- Tata laksana bergantung pada jumlah dan lokasi
sien. fraktur iga. Fraktur iga L L dan L2 berhubungan de-
ngan cedera organ abdomen di dalamnya seperti lim-
Diagnosis pa, hati, dan diafragma. Prinsip pengobatan fraktur
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan iga adalah pemberian analgesik dan relaksan otot.
fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pada cedera yang lebih hebat dengan keterlibatan
gangguan pernapasan, dibutuhkan perawatan di ru-
Anamnesis mah sakit untuk analgesia dan pemantauan status
Mekanisme trauma perlu ditanyakan jika dicuri- pernapasan. Pada cedera ringan hingga sedang. dapat
gai disebabkan oleh trauma. Selain itu, tanyakan juga diberikan analgesik opioid peroral, intravena, atau in-
mengenai penyebab nontrauma, seperti batuk hebat. tramuskular. Sementara pada cedera yang lebih berat,
Keluhan yang disebutkan pada bagian manifestasi dapat dilakukan analgesik epidural atau blok saraf
klinis di atas juga perlu dicari, seperti nyeri pada saat interkostal.
inspirasi atau kesulitan bernapas.
A. Flail chest
Pemeriksaan Fisis Paru Fraktur iga multipel dapat menyebabkan ketidak-
Pada pemeriksan fisis paru dapat dijumpai: stabilan dinding dada sehingga terjadi pergerakan
paradoks segmen dinding dada selama proses inspira- fiksasi. seperti pin dan plat, dengan dirujuk ke spesi-
si dan ekspirasi yang disebut flail chest. Biasanya ke- alis bedah toraks. Intubasi endotrakeal dan ventilasi
lainan tersebut disebabkan oleh fraktur lebih dari dua mekanik dengan tekanan positif terkadang dilakukan
tulang iga dengan lebih dari satu garis fraktur pada pada kelainan paru dengan takipnea, hipoksia, dan
iga yang sama. hiperkarbia.

Manifestasi Klinis Sumber Bacaan


Pada pasien dapat dijumpai pernapasan paradoks, I. Henry MM. Thompson JN. penyunting. Dalam: Clinical
yaitu pada saat inspirasi, segmen yang bergerak bebas surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier Saunders: 201 2.
tersebut akan tertarik ke dalam rongga dada. Rongga 2. Sugarbaker DJ. Lukanich JM. Chest wall and pleura. Dalam:
Townsend CM, Beauchamp RD. Evers BM. Mattox KL. pe-
pleura tidak dapat mengembang sepenuhnya sehing-
nyunting. Sabiston textbook of surgery: the biological basis
ga pertukaran gas di alveolus tidak efektif. Apabila hal
of modern surgical practice. Edisi ke- 19. Philadelphia: Else-
ini dibiarkan, maka akan terjadi anoksia berat, hiper- vier Saunders: 2012.
kapnea, dan kolaps paru. 3. de Jong MB. Kokke MC. Hietbrink F. Leenen LP. Surgical
management of rib fractures: strateg ies and literature re-
Tata Laksana view. Scand J Surg. 2014 Apr 29:103(2): 120-5.
Tujuan terapi adalah ventilasi adekuat, salah sa- 4. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
tunya dengan pemberian analgesik pada penanganan ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course
awal. Stabilisasi dinding dada dilakukan dengan alat manual. Edisi ke-9. 201 2.

266

Fraktur Sternum
Elita Wibisono, Chris Tanto, Iskandar Rahardjo Budianto

Definisi Diagnosis
Fraktur sternum adalah fraktur yang melibatkan dis- Anamnesis
rupsi dari korteks sternum. Tanyakan mengenai mekanisme kejadian yang di-
alami pasien (termasuk arah benturan serta kekuatan-
Epidemiologi nya) . Selain itu tanyakan keluhan yang terdapat pada
Fraktur sternum jarang terjadi. Kejadiannya ha- bagian manifestasi klinis. Cari tanda-tanda kontusio
nya 3, 7% dari seluruh fraktur yang diakibatkan ke- kardiopulmoner, seperti adanya sesak napas atau pal-
celakaan kendaraan bermotor. pitasi. Pada pasien yang berusia tua tanyakan riwayat
menstruasi serta cari kemungkinan adanya tanda-tan-
Etiologi da penyakit jantung koroner sebagai diagnosis ban-
Fraktur sternum dapat disebabkan oleh berbagai hal ding.
seperti:
Trauma tumpul dinding dada anterior yang sangat Pemeriksaan Fisis
keras. Penyebab yang sering adalah kecelakaan Pemeriksaan fisis dilakukan menyeluruh dengan
kendaraan bermotor, cedera olahraga (biasanya fokus pada pemeriksaan fisis paru.
pada atlet angkat besi) , atau jatuh. Dapat pula di- Inspeksi: tampak deformitas pada tempat hubu-
sertai dengan kontusio jantung; ngan manubrium sternum dan korpus sternum
Stress fracture: osteoporosis. terutama pada pe- serta pernapasan cepat dan dangkal;
rempuan berusia tua; Palpasi: cari tanda krepitasi dan patahan tulang
Tindakan resusitasi jantung paru. yang kemungkinan tidak berada pada tempatnya;
Auskultasi: perlu ditentukan ada tidaknya aritmia
Manifestasi KJinis atau bising jantung untuk mendeteksi adanya
Keluhan yang muncul dapat berupa rasa nyeri saat kontusio jantung;
bernapas. Apabila sendi sternomanubrial mengalami Selain itu cari kemungkinan cedera lain seperti
fraktur, dapat timbul nyeri setempat yang berat. Pada fraktur iga, flail chest , pneumotoraks, hemotoraks,
fraktur akibat stres, nyeri biasanya lebih bersifat difus. tamponade jantung, atau cedera vaskular.
Pemeriksaan Penunjang tur sternum karena dapat menyebabkan komplikasi
Pemeriksaan rontgen dada lateral dan postero-an- seperti atelektasis paru atau kontusio.
terior (PA) Stabilisasi dengan fiksasi internal dilakukan untuk
Pemeriksaan EKG apabila dicurigai adanya kontu- meminimalisasi rasa nyeri hingga pernapasan kembali
sio miokard normal. Selain itu dapat diberikan anestesi setempat
Pemeriksaan lab: penanda infark miokard jantung seperti infiltrasi atau blok. Kelainan penyerta yang
apabila sangat diperlukan perlu diwaspadai adalah disrupsi aorta, kontusio
jantung, aritmia, dan efusi perikardial. Setelah stabil
Tata Laksana dapat dilakukan fisioterapi.
Tata laksana definitif fraktur sternum dikerjakan
oleh dokter spesialis bedah toraks. Tata laksana awal Sumber Bacaan
yang dapat dikerjakan di ruang gawat darurat adalah: l. Henry MM. Thompson JN. penyunting. Dalam: Clinical
Pemberian oksigen; surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.
Monitoring jantung; 2. Sugarbaker DJ. Lukanich JM. Chest wall and pleura. Dalam:
Pemasangan akses intravena; Townsend CM. Beauchamp RD. Evers BM. Mattox KL. pe-
Pemberian analgesik; nyunting. Sabiston textbook of surgery: the biological basis
Protokol trauma lainnya apabila ada jejas lain of modern surgical practice. Edisi ke- 19. Philadelphia:
yang berhubungan. Elsevier Saunders; 20 12.
Dilarang melakukan modifikasi atau manipulasi frak- 3. Harston A, Roberts C. Fixation of sternal fractures: a sys-
tematic review. J Trauma. 2011 Dec;? I (6): 1875-9.

267
92 Hematotoraks
••
l\:omrctcnsi nm

Definisi
• Elita Wibisono, Iskandar Rahardjo Budianto

Jejas intrapleura
Hematotoraks adalah pengumpulan darah dalam Jejas tumpul atau tajam yang mengenai
rongga pleura. Apabila akumulasi darah melebihi seluruh struktur intratoraks dapat menyebab-
1500 mL atau sepertiga/lebih volume darah pasien, kan hematotoraks. Biasanya jejas terhadap arteri
maka disebut hematotoraks masif. Jumlah cairan ini atau vena besar dalam toraks atau jantung dapat
dapat dihitung dari darah yang keluar melalui selang menyebabkan hematotoraks masif. Hematotoraks
dada atau WSD. juga dapat terjadi apabila ada jejas yang meng-
hubungkan perikardium dan pleura. Selain itu
Etiologi jejas intrapleura juga disebabkan oleh metastasis
Penyebab utama hematotoraks adalah laserasi tumor serta pecahnya aneurisma.
paru, pembuluh darah interkosta atau arteri mamaria
interna akibat trauma tajam atau tumpul. Penyebab Patofisiologi
lain berupa komplikasi penyakit, iatrogenik, atau Respon fisiologis yang muncul dapat dibagi men-
dapat muncul secara tiba-tiba (neoplasma, konsumsi jadi respon hemodinamik dan respon respiratorik.
antikoagulan, emfisema bulosa, infeksi TB, aneurisma, Respon hemodinamik yang muncul adalah tanda dan
dan lain-lain) . gejala syok apabila terjadi kehilangan darah 30% atau
lebih dari 1500 mL. Respon respiratorik dapat beru-
Patogenesis pa sesak napas dan takipnea. Apabila tidak ditangani
Perdarahan ke rongga pleura dapat terjadi karena je- dengan tepat, hemotoraks dapat berkembang men-
jas ektrapleura atau jejas intrapleura. jadi empiema karena terjadi infeksi dan fibrotoraks
J ejas ekstrapleura di mana terdapat endapat fibrin yang membatasi ek-
Trauma pada jaringan dinding dada dapat spansi maksimal rongga dada.
menyebabkan gangguan membran pleura sehing-
ga menyebabkan darah terkumpul pada rongga Manifestasi Klinis
pleura. Sumber perdarahan pada jejas ekstrapleu- Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dada dan
ra adalah arteri mamaria interna dan arteri inter- sesak napas. Kecepatan munculnya gejala bergantung
kosta. kepada etiologi yang mendasari. Pada trauma dan
pecahnya aneurisma gejala muncul cepat sedangkan volume darah dengan pemasangan akses intravena
pada metastasis tumor gejala muncul perlahan. dan pemberian cairan kristaloid cepat serta transfusi
darah sambil dilakukan persiapan pemasangan WSD.
Diagnosis Insersi jarum (ukuran 38 French) dilakukan pada ka-
Diagnosis hematotoraks ditegakkan melalui anamne- dar puting payudara, sebelah anterior linea midaksila
sis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. ipsilateral.
Apabila keluarnya darah dari rongga pleura se-
Anamnesis banyak l 500 mL atau 200 mL/jam selama 2-4 jam
Pada kasus trauma perlu ditanyakan jenis trauma, atau 3-5 cc/KgBB/jam selama 3 jam berturut-turut
mekanisme jejas, waktu terjadinya. dsb; atau lebih dari 5cc/KgBB/jam, harus dilakukan tora-
Pertanyaan seputar etiologi nontrauma lainnya kotomi cito untuk menghentikan perdarahan karena
(keganasan, infeksi, penggunaan obat-obatan an- dapat terjadi syok. Pada kasus hematopneumotoraks,
tikoagulan, dan lain-lain); setelah selang dada terpasang, pengisapan bekuan
Keluhan: nyeri dada dan sesak napas, serta waktu darah yang terbentuk akibat pencampuran darah dan
muncul dan progresi gejala. udara harus dilakukan dengan menggunakan alat suc-
tion.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis paru dapat ditemukan hasil Prognosis
sebagai berikut: Secara umum prognosis hematotoraks traumatik ada-
Inspeksi: gerakan napas tertinggal, pucat akibat lah baik. Kematian biasanya disebabkan oleh empie-
perdarahan; ma (pada 5% pasien) atau fibrotoraks (pada l % kasus).
Palpasi: fremitus sisi yang terkena lebih lemah; Pada kasus nontrauma, perjalanan pasien bergantung
268
Perkusi: pekak dengan batas seperti garis miring kepada penyebab yang mendasarinya.
atau mungkin tidak jelas;
Auskultasi: bunyi napas menurun atau meng- Sumber Bacaan
hilang. 1. He nry MM. Thompson JN, pe nyunting. Dalam: Clinical
surgery. Edis i ke-3. Philadelphia: Elsevie r Saunders: 20 12.
2. Hoyt DB, Coimbra R. Acosta J. Management of acute trau-
Pemeriksaan Penunjang
ma. Dalam: Townse nd CM. Beau cha mp RD, Evers BM,
Roentgen dada;
Mattox KL. pe nyunting. Sabiston textbook of surgery: the
Produksi cairan dari pleurosentesis atau water
biological bas is of modern surgical prac tice. Edisi ke- 19.
sealed drainage (WSD). Jumlah darah yang ter- Philadelphia: Elsevier Saunders: 201 2.
kumpul dapat dihitung dari produksi cairan terse- 3. Wurya ntoro. Nug roho A. Saunar R. Manua l pe masangan
but. WSD. Jakarta: Bada n Penerbit FKUl; 20 1 1.
4. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
Tata Laksana ma. Adva nced trauma life support (ATLS) student course
Prinsip utama tata laksana hematotoraks ada- manual. Edisi ke-9. 201 2.
5. Brode rick SR. He mothorax: etiology. diagnos is. a nd man-
lah dekompresi dengan pemasangan WSD. Pada
age me nt. Thorac Surg Clin. 201 3 Feb:23(1 ):89-96, vi-vii.
hematotoraks masif perlu dilakukan pengembalian

93
Kompetens1 III Manual WSD
11
•• Elita Wibisono, Iskandar Rahardjo Budianto

Pendahuluan ada tidaknya fistula bronkopleura, menentukan


Water sealed drainage (WSD) adalah sistem besar perdarahan, dan apakah perdarahan masih
kedap air yang digunakan untuk drainase cairan berlangsung atau tidak.
dan/ atau udara dari rongga pleura dengan tujuan Terapi: untuk mengeluarkan cairan dan/ atau
mengembalikan tekanan negatif intrapleura. Pada udara dari rongga pleura.
kelainan di rongga pleura, WSD dapat berfungsi Tindakan preventif: untuk mencegah pengumpulan
sebagai: cairan dan/ atau udara yang berulang dengan
Diagnostik: untuk menentukan adanya cairan sistem monitoring WSD sehingga dapat dilakukan
intrapleura Gumlah dan jenis cairan). mengetahui tindakan dan pasien tidak jatuh dalam keadaan
yang lebih buruk, misalnya: Infeksi. Jika dijumpai tanda infeksi lokal atau
Pada perdarahan lebih dari 500 cc dalam sistemik, maka segera ganti selang WSD dan
jam (perkiraan berat badan 50 Kg) setelah pindahkan ke lokasi yang berbeda. Segera
trauma perlu dilakukan resusitasi surgical; bersihkan Iuka bekas WSD.
Pada perdarahan 3-5 cc/ KgBB/jam selama Laserasi parenkim paru. Jika laserasi tergolong
3 jam berturut-turut atau >5 cc/KgBB/jam besar diperlukan tindakan operasi.
perlu dilakukan operasi untuk menghentikan Laserasi organ intra-abdomen. Perlu dilakukan
perdarahan. laparotomi segera.
Perdarahan. Terutama jika mengenai a.
Tipe WSD berdasarkan jumlah botol yang digunakan interkostalis. Hindari dengan menusukkan selang
{lihat Gambar I): WSD pada tepi atas tulang iga
Satu botol Reexpansion pulmonary edema (REPE). Terjadi
Penggunaan satu botol untuk dua tujuan, yakni jika terjadi pengembangan paru sangat cepat pada
drainase dan kedap air. paru yang telah kolaps dalam jangka lama. Dapat
Dua botol menyebabkan edema paru atau syok hipovolemi.
Botol pertama sebagai drainase, botol kedua Hindari dengan evakuasi cairan perlahan hingga
sebagai sistem kedap air. tuntas pada saat itu juga. Awasi tanda vital pasien
Tiga botol dan adanya keluhan batuk atau sesak.
Botol pertama sebagai penampung cairan, botol Emfisema subkutis. Diakibatkan fiksasi yang
kedua sebagai sistem kedap air, dan botol ketiga kurang baik atau lubang selang WSD yang
sebagai pengatur tekanan negatif bila digunakan terpasang di luar rongga toraks.
mesin pengisap. Malaposisi. Lubang selang terakhir harus berada
269
dalam rongga toraks dan posisi selang WSD
Indikasi Pemasangan WSD sebaiknya dipastikan dengan menggunakan foto
Pneumotoraks: toraks.
Hematotoraks;
Efusi pleura; Alat dan Bahan
Chylothorax: l. Sarung tangan steril
Empiema toraks; dan 2. Duk steril
Pasca torakotomi. 3. Spuit 5 cc steril
4. Pisau bedah steril
Kontraindikasi Pemasangan WSD 5. Klem arteri lurus 15 - 17 cm steril
Kontraindikasi absolut: tidak ada 6. Needle holder
Kontraindikasi relatif: 7. Jarum cutting
Keadaan menempelnya paru pada dinding dada; 8. Benang sutera steril no. 2.0
Giant bu/Jae pada paru; 9. Selang dada (chest tube), ukuran minimal 28 - 30
Kelainan pembekuan darah atau dalam terapi F untuk drainase cairan, 20 - 24 F untuk drainase
antikoagulan. udara. Pemilihan selang dada berdasarkan usia:
a. Bayi dan anak kecil: 8-12 F
Komplikasi Pemasangan WSD b. Anak dan dewasa muda: 16 - 20 F

dari dari dari


pasien pasien pasien

Water Sealed Water Sealed Penampung Kontrol Water Sealed Penampung

Gambar I. Sistem Water Sealed Drainage


(a) I botol, (b)2 botol. (c)3 botol. (Sumber: Manual Pemasangan WSD. 2011).
c. Dewasa: 24 - 32 F
d. Dewasa berbadan besar: 36 - 40 F

Teknik Pemasangan
I. Posisi pasien diusahakan duduk. Apabila tidak
mungkin, setengah duduk, dan bila masih tidak
mungkin, berbaring dengan sedikit miring ke sisi
sehat;
2. Tentukan dan tandai lokasi insersi, biasanya
setingkat puting payudara pada laki-laki, yakni
sela iga V sebelah anterior dari linea midaksilaris ____ _...
'------,
_______
....
.......
'
ipsilateral Oihat Gambar 2):
----"
_,..
'"----.
3. Lakukan tindakan asepsis, anestesi lokal dengan
infiltrasi lidokain, dan pemasangan duk steril pada
lokasi yang telah ditandai;
4. Bu at insisi transversal 2-3 cm menembus jaringan
subkutan secara tumpul, tepat di atas iga (lihat Lokasi
Gambar 3); insisi WSD
5. Lakukan tusukan pleura parietal dengan ujung
klem sambil jari diletakkan ke dalam insisi untuk
mencegah cedera pada organ lain dan untuk
membersihkan perlekatan dan bekuan darah;
270 Gambar 2. Lokasi Insisi WSD
6. Se!ang torakostomi diklem pada ujung proksimal
dan dimasukkan ke dalam rongga pleura dengan (Manual Pemasangan WSD. 20 I 1).

panjang yang diinginkan. Selang diarahkan ke


posterior sepanjang dinding dalam dada;
7. Apabila terdapat aliran udara pada selang dada Selang WSD sebaiknya dilepas sedini mungkin.
seiring pernapasan, sambungkan ujung selang Pada umumnya setelah 24-72 jam pemasangan.
dengan peralatan WSD; Indikasi pelepasan WSD antara lain:
8. Se!ang dijahit pada kulit dan ditutup dengan kassa Paru telah mengembang dengan baik, yang
serta plester; dibuktikan secara klinis dan radiologis. Secara
9. Roentgen dada dilakukan untuk evaluasi klinis ditemukan keluhan sesak berkurang, laju
pemasangan WSD. pernapasan menurun dan saturasi meningkat.
Radiologis menggunakan Roentgen dada dapat
Untuk mempermudah, sela iga V adalah setinggi ditemukan corakan bronkovaskular paru hingga
perpotongan linea aksilaris media dengan garis yang ke perifer dan tidak terdapat bayangan avaskular
ditarik dari puting susu (pada laki-laki) atau lipatan Produksi cairan bersifat serosa (kualitatif) dengan
payudara terbawah (pada perempuan) ke angulus jumlah (kualitatif):
inferior skapula. Dewasa : <I OOcc/24 jam
Anak >6th : <25-50 cc/24 jam
Hal-ha! yang perlu diperhatikan: Tidak ditemukan gelembung udara. Menandakan
WSD berfungsi baik. Hal ini ditandai dengan menutupnya fistula bronko-pleura
adanya undulasi (oscilasi) sesuai dengan gerakan Pastikan selang WSD tidak tersumbat atau
respirasi. Undulasi hilang bila selang tersumbat tertekuk
atau bila paru sudah mengembang sempurna;
Adanya gelembung udara menunjukkan adanya Sumber Bacaan
pneumotoraks atau fistel bronkopleura. Ukuran 1. Wuryantoro. Nugro ho A. Saunar R. Manual pemasangan
fistel dapat ditentukan pada saat timbulnya WSD. Jakarta: Badan Penerbit FKUI: 2011.
gelembung. Fistel besar apabila gelembung 2. Hoyt DB. Coimbra R. Acosta J. Management of acute
muncul saat batuk, ekspirasi, dan inspirasi trauma. Dalam: Townsend CM. Beauchamp RD, Evers BM,
Mattox KL. penyunting. Sabiston textbook of surgery: the
sedangkan fistel kecil muncul saat batuk saja;
biological basis of modern surgical practice. Edisi ke-19.
Produksi WSD;
Philadelphia: Elsevier Saunders: 2012.
Jumlah dan cairan dalam botol WSD; 3. American College of Surgeons (ACS) Committees on
Posisi selang yang tercelup dalam cairan botol Trauma. Advanced trauma life support (ATLS) student
WSD. course manual. Edisi ke-9. 20 12.
II)
,.!lo:;
(t) rd
i..
I {:.
..c::
""' rd
't1
Cl>
t:Xl
271

Gambar 3. Teknik Pemasangan Selang WSD dan WSD yang Telah Terpasang (Sumber: Manual Pemasangan WSD. 20 11 ).

Pneumotoraks
Elita Wibisono. Iskandar Rahardjo Budianto

Definisi kistik, akibat pneumosistis. kista kongenital,


Pneumotoraks adalah terkumpulnya udara dalam emboli paru;
rongga pleura. - Katamenial (pneumotoraks yang terjadi pada
perempuan muda selama menstruasi, biasanya
Klasifikasi dan Etiologi pada sisi kanan paru) ;
Berdasarkan luas paru yang kolaps (berdasarkan - Neonatal (pneumotoraks yang terjadi pada
Roentgen dad a): neonatus) .
Pneumotoraks kecil (<20%) Trauma: penetrasi. tumpul:
Pneumotoraks sedang (20-40%) latrogenik: ventilasi mekanik, torakosentesis, biop-
Pneumotoraks besar {>40%) si paru, kateterisasi vena. pascabedah;
Berdasarkan penyebabnya: Lain-lain: perforasi esofagus.
Spontan
- Primer: pneumotoraks yang terjadi pada orang Patofisiologi
sehat tanpa disertai penyakit paru; Dalam keadaan normal, rongga pleura memiliki
- Sekunder: pneumotoraks yang terjadi akibat tekanan negatif. Tekanan negatif tersebut menyebab-
penyakit paru akut maupun kronis, contoh: kan paru dapat mengembang mengikuti pergerakan
penyakit paru obstruktif kronis. asma, fibrosis dinding dada pada saat inspirasi dan mengempis se-
suai dengan gaya lenting paru pada saat ekspirasi. Apa-
bila rongga pleura terisi udara, maka tekanan negatif
akan hilang sehingga paru tidak dapat mengembang
mengikuti dinding dada dan cenderung mengecil (re-
coil) mengikuti gaya lenting yang sesuai dengan sifat
jaringan paru. Semakin luas pneumotoraks, semakin
kecil ukuran paru sehingga menurunkan kapasitas
vital paru.

Manifestasi Klinis
Pasien biasanya mengalami sesak napas dengan
riwayat nyeri dada sebelumnya, dan batuk-batuk.
Nyeri dada yang dirasakan bersifat tajam seperti di-
tusuk dan sangat sakit. Nyeri biasanya menjalar ke
pundak ipsilateral dan memberat pada saat inspirasi
(pleuritik).

Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan dengan anamnesis, peme-
riksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
272
Pneumotoraks spontan biasanya muncul saat isti-
rahat;
Tanyakan dan periksa faktor risiko: perokok, usia
18-40 tahun, bertubuh tinggi dan kurus, atau ke-
hamilan;
Riwayat penyakit paru, baik akut maupun kronis.
Tanyakan juga mengenai trauma. jenis trauma,
mekanisme, waktu terjadi, dan sebagainya;
• Tanyakan riwayat pneumotoraks sebelumnya un- Gambar 1. Garis Ellis Damoiseau Memiliki Ciri Khas Konveks-
tuk kemungkinan rekurensi; Kranial. Puncaknya pada Garis Midaksila.
Eksplorasi gejala dan tanda yang telah dijabarkan
dalam bagian Manifestasi Klinis. Tata Laksana
Tata laksana di ruang emergensi meliputi:
Pemeriksaan Fisis Paru Periksa kondisi ABC (airway, breathing, circulation)
Jnspeksi: rongga dada lebih besar daripada biasa dari pasien. Periksa saturasi oksigen dan tanda
atau normal, bagian dada yang terkena tertinggal vital;
dalam gerak pernapasan (pada saat ekspirasi); Berikan oksigen 3-4 L dengan nasal kanul;
Palpasi: fremitus taktil berkurang di sisi yang ter- Lakukan pemeriksaan untuk mengetahui luas
kena, krepitasi akibat emfisema subkutis bila ada paru yang mengalami pneumotoraks.
hubungan ke subkutis;
Perkusi: hipersonor ; Apabila pneumotoraks <I 5% dan pasien asim-
Auskultasi: suara pernapasan berkurang atau tomatis, maka terapi pilihan adalah dengan observasi
menghilang pada daerah yang terkena, dapat ter- disertai pemberian oksigen. Apabila pneumotoraks
dengar rhonki atau wheezing. > 15% (atau diperkirakan luas), udara perlu dikeluar-
kan dengan water sealed drainage (WSD). Pada pasien
Pemeriksaan Penunjang pneumotoraks sekunder dengan penyakit dasar yang
Pada foto toraks PA dapat terlihat bagian toraks berat perlu dilakukan torakostomi. Pleurodesis dilaku-
yang avaskular, paru yang kolaps, dan apabila besar kan setelah paru mengalami reinflasi untuk mencegah
tampak pergeseran trakea dan mediastinum ke sisi rekurensi.
yang sehat. Tampak gambaran garis Eliis-Damoiseu Jndikasi tindakan pembedahan pada pasien pneu-
pad a foto toraks (Ii hat Garnbar 1). motoraks:
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dikerja- Pneumotoraks rekuren pada sisi ipsilateral;
kan adalah analisis gas darah (untuk mengetahui ada- Pneumotoraks bilateral;
nya hipoksemia dan hiperkarbia) , CT Scan, dan USG.
Pasien dengan kebocoran udara persisten lebih
dari 7 hari;
Pneumotoraks pertama pada pasien yang memiliki
perkerjaan dengan risiko tinggi (penye lam, pilot) ;
Pasien SIDA.

Tindakan bedah dilakukan dengan VATS (video-as-


sisted thoracoscopic surgery) atau torakotomi. Pasien
dirujuk ke dokter spesialis bedah toraks dan kardio-
vaskular.

A. Pneumotoraks Terbuka
Definisi
Pneumotoraks terbuka merupakan gangguan
pada dinding dada karena adanya hubungan langsung
antara rongga pleura dan lingkungan sehingga
tekanan atmosfer dan intratorakal segera mencapai
titik seimbang. Apabila ukuran Iuka pada dinding dada Gambar 2. Penutupan Luka pada Pneumotoraks Terbuka yang
mendekati dua pertiga diameter trakea, udara akan Membentuk Efek Flutter-Type Valve
masuk melalui defek tersebut karena mengikuti resis-
tensi terendah. Hal ini menyebabkan gangguan venti-
Jasi yang berujung pada hipoksia dan hiperkarbia. viseral. Selain itu, dapat terjadi akibat trauma tumpul 273
dada dimana cedera parenkim paru gaga! menutup
Diagnosis dan Manifestasi Klinis atau akibat pemasangan kateter vena subklavia dan
Tanda dan gejala klinis yang timbul berupa ge- jugular interna yang kurang tepat.
rakan abnormal jaringan dan organ dalam medias-
tinum (bolak-balik atau naik turun) selama gerakan Patofisiologi
pernapasan (m ediastinal flutter) dan Iuka menghisap Tension pneumothorax diakibatkan oleh ganggu-
(sucking chest wound). Oleh karena itu, pneumotoraks an pada pleura viseral, pleura parietal, atau trakea-
terbuka dapat didiagnosis tanpa melalui pemeriksaan bronkus sehingga terbentuk fistula dengan katup satu
fisis. arah. Udara dapat masuk melalui katup ini tetapi tidak
bisa keluar (terperangkap). Volume udara yang ter-
Tata Laksana perangkap meningkat setiap kali inspirasi. Hal terse-
Tata laksana yang perlu segera dilakukan adalah but menyebabkan peningkatan tekanan intrapleural
penutupan Iuka terbuka dengan lapisan penutup steril yang progresif. Paru ipsilateral akan kolaps, mediasti-
yang cukup lebar menutupi tepi defek dan diplester num terdorong ke arah kontralateral sampai menekan
pada tiga sisi membentuk efek flutter-type valve (lihat paru di sisi tersebut, dan terjadi gangguan balikan da-
Gambar 2). Saat inspirasi, kassa akan menutup defek rah vena menuju atrium kanan. Hipoksia dan ganggu-
dan mencegah udara luar masuk, sedangkan saat ek- an balikan darah vena menyebabkan penurunan curah
spirasi bagian terbuka kassa akan membuka sehingga jantung. Akibatnya dapat terjadi hipotensi, gangguan
udara keluar dari rongga pleura. pernapasan, sampai menimbulkan kematian bila tidak
Tata laksana berikutnya adalah pemasangan WSD ditangani segera.
yang tidak berdekatan dengan Jokasi defek. Loka-
si ideal pemasangan WSD adalah setingkat puting Manifestasi Klinis
payudara, yakni sela iga V sebelah anterior dari linea Pada pasien sadar dapat ditemukan sesak napas
midaksilaris ipsilateral. progresif dan berat, sianosis, nyeri dada pleuritik,
distres pernapasan, takipnea, takikardia, agitasi,
B. Tension Pneumothorax serta penurunan kesadaran dengan pulsasi nadi
Definisi lemah yang berujung pada bradipneu, hipotensi,
Tension pneumothorax adalah suatu pneumoto- dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik
raks progresif dan cepat yang membahayakan jiwa dapat ditemukan hasil yang serupa pada pneumo-
dalam waktu singkat. toraks pada umumnya. Dapat disertai dengan tan-
da pendesakan mediastinum ke arah kontralateral
Etiologi yang terlihat sebagai deviasi trakea dan distensi
Penyebab utama berupa ventilasi mekanis dengan vena leher;
ventilasi tekanan positif pada pasien cedera pleura Pada pasien dengan ventilasi mekanik tampak
penurunan Sp02 cepat, hipotensi, takikardia, pe- 1. Henry MM, Thompson JN, penyunting. Dalam: Cli nical
ningkatan tekanan ventilasi, penurunan bunyi surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier Sau nders; 2012.
napas, deviasi trakea, distensi vena leher, dan sia- 2. Hoyt DB. Coimbra R. Acosta ]. Management of acute
nosis. trauma. Dalam: Townsend CM. Beauchamp RD. Evers BM,
Tata Laksana Mattox KL, penyunting. Sabiston textbook of surgery: the
Kasus tersebut tergolong sebagai kegawatdaru- biological basis of modern su rg ical practice. Ed isi ke-l 9.
ratan. Tata laksana tidak dapat menunggu konfirmasi Philadelphia: Elsevier Saunders: 20 l 2.
radiologis. Tindakan dekompresi harus segera dilaku- 3. Wuryantoro. Nugroho A. Saunar R. Manual pemasangan
kan dengan cara insersi jarum pada sela iga II linea WSD. Jakarta: Badan Penerbit FKUI: 20 l l.
midklavikula hemitoraks ipsilateral. Setelah keadaan 4. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
tenang, dilanjutkan dengan pemasangan WSD. ma. Advanced trauma life su pport (ATLS) student course
manual. Edisi ke-9. 2012.

Sumber Bacaan

Tamponade jantung
274
Elita Wibisono, Chris Tanto, Iskandar Raharcljo Budianto

Definisi laju penumpukan cairan jauh melebihi kemampuan


Tamponade jantung adalah sindrom klinis akibat kantung perikardial dalam melakukan kompensa-
akumulasi cairan/darah dalam rongga perikardium si, sehingga cairan intraperikardial lebih mendesak
sehingga menyebabkan pengisian ventrikel turun dan ke arah ventrikel yang pada akhirnya menyebabkan
gangguan hemodinamik. Kondisi ini merupakan ke- gangguan hemodinamik.
gawatdaruratan medis karena dapat timbul komplika- Perubahan hemodinamik pada tamponadejantung
si berupa edema paru, syok, dan kematian. Oleh kare- terbagi dalam tiga fase:
na itu, setiap Iuka tembus di daerah mediastinum atau Fase I: akumulasi cairan perikardium menim-
jantung harus dicurigai sebagai tamponade sampai bulkan kekakuan ventrikel sehingga dibutuhkan
dapat dibuktikan tidak. Kelainan yang dapat dijum- tekanan pengisian yang lebih tinggi. Pada fase ini,
pai adalah ruptur vena kava superior, ruptur atrium, tekanan pengisian ventrikel lebih tinggi daripada
laserasi arteri koroner, atau diseksi aorta desenden. intraperikardium;
Fase II: akumulasi cairan yang lebih banyak
Etiologi menyebabkan tekanan perikardium meningkat
Berbagai penyebab tamponade jantung antara lain: diatas tekanan pengisian ventrikel sehingga
Keganasan (30-60%); menurunkan curah jantung;
Uremia (10-15%}; Fase Ill: terjadi penurunan curah jantung lebih
Perikarditis, akibat trauma, infeksi, tindakan kar- jauh akibat ketidakseimbangan antara tekanan
diologi, terapi radiasi, dll (5-15%); perikardium dan ventrikel kiri.
Penyakit infeksi (5-10%);
Antikoagulan (5-10%); Manifestasi Klinis
Penyakit jaringan ikat (2-6%); Pasien dapat mengalami sesak napas, palpitasi,
Sindrom Dressler atau pasca-perikardiotomi (1 - takipnea atau takikardi. Akra! dapat teraba dingin dan
2%). basah akibat hipoperfusi.

Patofisiologi Anamnesis
Pada umumnya tamponade jantung terjadi pada Tanyakan pasien mengenai kemungkinan penyebab
kasus akut. Kantung perikardial sebenarnya dapat tamponade jantung:
menampung cairan cukup banyak jika terjadi da- Keganasan: penurunan berat badan, lemas, dan
lam jangka waktu yang lama sebelum menunjuk- anoreksia;
kan manifestasi klinis. Namun dalam keadaan akut, Perikarditis atau infark miokard:
Nyeri dada; atau pericardia! window, dan elektrokardiogram. Pada
Penyakit jaringan ikat: nyeri muskuloskeletal. elektrokardiogram dapat ditemukan low voltage pada
demam; kompleks QRS seluruh sadapan.
Tuberkulosis: batuk-batuk, keringat malam,
demam, penurunan berat badan; Diagnosis Banding
Riwayat penyakit gaga! ginjal, pembedahan kar- Syok kardiogenik, perikarditis konstriktif, perikarditis
diovaskular, intervensi koroner, radiasi ke rongga konstriktif-efusif, emboli paru, tension pneumothorax
dada, pemasangan alat pacu jantung, dan sebagai-
nya. Tata Laksana
Jejas trauma tajam di daerah perikardium atau Pasien dengan tamponade jantung disarankan
sekitar jantung. untuk dirawat di intensive care unit CTCU). Untuk
pasien dengan kondisi hemodinamik stabil dirujuk
Pemeriksaan Fisis ke spesialis kardiologi sedangkan untuk pasien de-
Gelisah, pucat, keringat dingin, peningkatan ngan kondisi hemodinamik tidak stabil dirujuk ke
tekanan vena jugularis, pekak jantung melebar spesialis bedah toraks dan kardiovaskular;
Trias klasik Beck: peningkatan tekanan vena Pemberian O,. ekspansi volume plasma dengan
jugularis, bunyi jantung melemah/menghilang, infus cairan (kristaloid, koloid, darah) sesuai tata
hipotensi laksana syok hipovolemik dengan pemberian awal
Tanda Kussmaul: peningkatan tekanan vena de- hingga 2 L segera, elevasi tungkai untuk menaik-
ngan inspirasi saat pasien bernapas spontan kan venous return, penggunaan obat inotropik se-
Pulsus paradoksus: tekanan darah sistemik turun perti dobutamin;
>12 mmHg atau >9% saat inspirasi Perikardiosentesis dilakukan dengan bantuan
275
monitor EKG dan USG. Pantau tanda vital dan EKG
Pemeriksaan Penunjang pasien sebelum prosedur. Lakukan asepsis dan an-
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk tisepsis serta anestesi lokal pada daerah penusu-
menegakkan diagnosis dan mengetahui etiologi kan. Perikardiosentesis (lihat Gambar l) dilakukan
penyebab tamponade jantung. dengan penusukan di sebelah inferior sudut kosto-
Roentgen dada: kardiomegali, jantung berbentuk sifoid kiri dengan jarum nomor l 6-l 8G sepanjang
botol air, dan tanda trauma dada; 1-2 cm. Tusuk ke arah sefaloposterior dengan
CT scan; sudut 45° terhadap perut dan 45° terhadap garis
Ekokardiografi; tengah sagital, seolah-olah mengarah ke tip skapu-
Elektrokardiografi; la kiri. Tertusuknya jantung menimbulkan adanya
Pemeriksaan laboratorium, disesuaikan dengan rasa gesekan sebagai tanda bahwa jarum harus
kemungkinan etiologi terdekat segera ditarik. Apabila ada, darah akan segera
nampak. Apabila penusukan terlalu jauh (menge-
Diagnosis nai otot ventrikel). maka akan tampak perubahan
Diagnosis utama dilakukan dengan ekokardio- EKG seperti perubahan ekstrim segmen ST, QRS
gram, focused assessment sonogram in trauma (FAST) , melebar, atau VES.

Gambar l. Perikardiosentesis
Apabila perikardiosentesis tidak dapat mengatasi Sumber Bacaan
tamponade, pertimbangkan prosedur torakotomi 1. Henry MM. Thompson JN, penyunting. Clinical surgery. Ed-
di kamar operasi. isi ke-2. Elsevier; 2005.
2. Hoyt DB. Coimbra R, Acosta J. Management of acute trauma.
Dalam: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM. Mattox
Prognosis
KL, penyunting. Sabiston textbook of surgery; the biological
Prognosis bergantung kepada waktu yang dibu-
basis of modern surgical practice. Edisi ke- 19. Philadelphia:
tuhkan dalam memberikan tata laksana karena tam- Elsevier Saunders; 20 12.
ponade jantung merupakan kasus gawat darurat. 3. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trauma.
Prognosis jauh lebih buruk jika berkaitan dengan ka- Advanced trauma life suppo rt (ATLS) student course manu-
sus keganasan dibandingkan nonkeganasan. al. Edisi ke -9. 2012.
4. Loukas M, Walters A. Boon JM, Welch TP. Meiri ng JH, Abra-
hams PH. Pericardiocentesis: a clinical anatomy review. Clin
Anat. 2012 Occ;25(7)872-8 1.

276
Batu Saluran Kemih
Hasiana Lumban Gaol, Chaidir Arif Mochtar

Definisi saturasi urine dengan garam yang dapat membentuk


Batu saluran kemih (urolitiasis) adalah adanya batu. Pada kasus yang lebih jarang, batu ginjal juga
batu di dalam saluran kemih, mulai dari ginjal hingga dapat disebabkan infeksi berulang oleh bakteri yang
uretra. Komposisi batu yang terbentuk dapat terdiri memproduksi urease. Selain itu, pembentukan batu
atas salah satu atau campuran dari asam urat, kalsium dapat dipresipitasi oleh stasis {bendungan) pada trak-
oksalat, kalsium fosfat, sistin, struvit, atau xantin. tus urinarius bagian atas jika pasien memiliki kelainan
anatomi lokal tertentu. Batu buli umumnya diakibat-
Etiologi kan oleh stasis urine dan/ a tau infeksi berulang akibat
Etiologi batu saluran kemih dapat dilihat pada Tabel obstruksi uretra atau buli neurogenik. Batu ginjal le-
I. bih sering terjadi pada orang sehat sedangkan batu
buli pada orang dengan kelainan neurologis (neuro-
Tabel 1. Etiologi Batu saluran kemih. genic bladder) atau anatomis (obstruksi intravesikal).

ldiopatik Manifestasi Klinis 277


Gangguan aliran urine: fimosis, striktur uretra, I. Batu ginjal (nefrolitiasis)
stenosis meatus, hipertrofi prostat, refluks Batu dapat hanya berada di bagian pelvis renalis,
vesiko-ureter, ureterokel, konstriksi hubungan namun dapat juga bercabang mengikuti kaliks a tau
ureteropelvik melibatkan 2 kaliks yang bersebelahan (batu stag-
Gangguan metabolisme: hiperparatiroidisme, horn). Batu di pelvis dapat menyebabkan hidrone-
hiperurisemia, hiperkalsiuria frosis, namun batu kaliks biasanya tidak menun-
Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme jukkan tanda pada pemeriksaan fisis. Umumnya,
penghasil urea (Proteus mirabilis) manifestasi klinis berupa obstruksi aliran kemih
Dehidrasi: kurang minum, suhu lingkungan dan infeksi. Terkadang dapat disertai nyeri ping-
tinggi gang, baik hanya pegal, kolik, atau hingga nyeri
Benda asing: fragmen kateter, telur skistosoma yang menetap dan hebat. Pemeriksaan fisis umum-
Jaringan mati (nekrosis papila ginjal) nya normal , tetapi jika telah terjadi hidronefrosis,
Multifaktor: anak di negara sedang berkembang, dapat teraba massa ginjal yang membesar. Nyeri
penderita multitrauma tekan atau nyeri ketok sudut kostovertebra dapat
positif sesuai sisi ginjal yang terkena.
Faktor Risiko 2. Batu ureter {ureterolitiasis)
Faktor risiko urolitiasis pada umumnya adalah Ciri utama nyeri kolik akibat peristalsis adalah
riwayat batu di usia muda, riwayat batu di keluarga, sifatnya yang hilang timbul disertai mual dan
riwayat batu brusit, asam urat atau infeksi, jenis ke- nyeri alih yang khas. Dalam perjalanannya, batu
lamin, pola makan, lokasi geografis, kondisi medis lo- ureter dapat akhirnya ikut keluar bersama urine,
kal dan sistemik, predisposisi genetik, dan komposisi atau terhenti di buli. Batu juga bisa tetap di ure-
urin. Komposisi urine menentukan pembentukan batu ter dan menyebabkan obstruksi kronis dengan hi-
berdasarkan tiga faktor, yakni berlebihnya komponen droureter. Kasus-kasus seperti ini dapat berujung
pembentukan batu, jumlah komponen penghambat pada hidronefrosis. Batu ureter dapat dibagi men-
pembentukan batu (seperti sitrat, glikosaminoglikan), jadi 2 jenis berdasarkan lokasi, yaitu proksimal
dan pemicu (seperti natrium, urat). Anatomi traktus dan distal. Batu ureter proksimal jika batu terletak
urinarius juga turut menentukan kecenderungan pem- di atas pelvic brim dan distaljika terletak di bawah
bentukan batu, karena dapat menjadi faktor risiko in- pelvic brim.
feksi atau stasis. 3. Batu buli-buli (vesikolitiasis)
Jika batu berada pangkal uretra, aliran miksi akan
Patofisiologi berhenti secara tiba-tiba. Akan tetapi, saat pasien
Patofisiologi batu berbeda-beda sesuai dengan merubah posisi tubuhnya, batu dapat bergeser
lokasinya. Batu pada ginjal terbentuk akibat super- dan urine pun kembali keluar. Pada anak kecil,
biasanya mereka menarik-narik penisnya. Jika di-
sertai infeksi sekunder. saat miksi terdapat nyeri
Pasien dengan batu glnjal Konservatlf,
menetap di suprapubik.
4. Batu uretra (uretrolitiasis) observasi atau
Kebanyakan terjadi sebagai akibat patologi dari medical expu/sive
bagian saluran kemih yang lebih atas. Gejalanya therapy (MET)•
adalah urine menetes. miksi tiba-tiba terhenti, dan
terdapat nyeri.
10-20 mm >20mm
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, peme-
+
1. SWL/RlRS
1
+ +
1. PNL
riksaan fisis. dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis Kaliks
2.PNL 2.RIRS/ SWL
dan pemeriksaan fis is sesuai dengan yang telah ditu-
inferior superior
liskan pada bagian manifestasi klinis. Pada anamnesis atau medial
cari faktor risiko dan riwayat batu ginjal sebelumnya.
Pemeriksaan penunjang yang membantu diagnosis: r t
1 I Foto Rontgen abdomen dengan dua proyeksi. Batu Ideal untuk SWL?*•1 SWLatau
asam urat murni bersifat radiolusen. sementara 1 Endourologi
batu lainnya rata-rata bersifat radioopak. Hati-hati + tidak
dengan batu radioopak yang lokasinya berhimpi- SWLatau 1. Endourologi
tan dengan struktur tulang. Endourologi 2.SWL
2 I Pemeriksaan foto pielografi intravena. Untuk
278 batu radiolusen, dilakukan foto dengan bantu- Syarat observasi dengan MET:
an kontras untuk menunjukkan defek pengisian. • Tldak terdapat indikasi pengeluaran aktif batu saluran
Pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan pada saat kemih
pasien mengalami kolik renal akut karena tidak
akan menunjukkan gambaran sistem pelviokalises •• Faktor yang rnendukung ESWL:
dan ureter. Untuk pasien dengan gangguan fungsi • Tidak terdapat kontraindil<asi ESWL
ginjal. pielografi retrograd melalui sistoskopi, CT • Batu tahan gelornbang kejut O<.alslurn oksalat rnonohldrat.
urografi atau USG menjadi pilihan. bruSit. atau sistln)
3 I CT urografi tanpa kontras adalah standar baku • Sudut pelvik-infundibulum yang curam
untuk mengevaluasi batu pada ginjal dan traktus • KalJ.ks inferior yang panjang (>I Omm)
urinarius, termasuk batu asam urat. Modalitas ini • lnfundlbulum sempit (<Smm)
memiliki sensitivitas dan spesifisitas terbaik.
4 I Pemeriksaan ultrasonografi dapat melihat semua Catatan:
jenis batu. baik yang radiolusen maupun radio- • RIRS : retrograde lntrarenal surgery
opak. Selain itu, melalui pemeriksaan ini dapat • SWL : shockwave lllhotrlpsy
juga ditentukan ruang dan lumen saluran kemih.
5 I Pemeriksaan laboratorium seperti urinalisis, pe- Gambar I. Algoritme Tata Laksana Nefrolitiasis pada Sistem
meriksaan darah perifer lengkap dan kadar ure- Pelviokalises
um kreatinin serum dilakukan untuk menunjang Disertai infeksi;
diagnosis adanya batu, komposisi, dan menentu- Batu metabolik yang tumbuh cepat;
kan fungsi ginjal. Pemeriksaan analisis batu diindi- Adanya gangguan fungsi ginjal;
kasikan pada semua pasien urolitiasis yang perta- Keadaan sosial pasien (misal: pekerjaan) .
ma kali untuk mengetahui risiko rekurensi.
Tujuan tata laksana:
Tata Laksana Mengatasi nyeri;
Tata laksana batu saluran kemih bergantung ke- Menghilangkan batu yang sudah ada;
pada ukuran. lokasi. ada tidaknya infeksi. dan fungsi Mencegah terjadinya pembentukan batu berulang.
ginjal. lndikasi pengeluaran aktif batu saluran kemih Batu yang telah berhasil dikeluarkan dianalisis
(menurut EAU.2014): untuk mengetahui komposisinya sehingga dapat
Kasus batu dengan kemungkinan keluar spontan menentukan strategi pencegahan yang sesuai.
yang rendah;
Adanya obstruksi saluran kemih persisten; Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medika-
Ukuran batu > 15 mm; mentosa (TEM) dapat diberikan pada pasien yang be-
Adanya infeksi; lum memiliki indikasi pengeluaran batu secara aktif.
Nyeri menetap atau nyeri berulang; Biasanya diberikan pada kasus batu yang tidak meng-
Tabel 2. Rekomendasi Pilihan Metode Aktif Pengeluaran Batu Ureter (!AU!, 2007 dan EAU, 20 14)
l uu pPt tc1nM I ini kt•du.i
Ureter proksimal < lO mm SWL URS atau ureterolitotomi'
Ureter proksimal > IO mm URS (retrograde atau antegrade) atau Ureterolitotomi' SWL
Ureter distal < 10 mm URS atau SWL Ureterolitotomi*

Ureter distal > lO mm URS Ureterolitotomi* atau SWL


Keterangan: Pedoman IAU/ 2007 masih memasukkan urecerolitotomi sebagai salah saw modalitas terapi intervensi karena tidak
semua pusat penanganan urolitiasis memiliki fasilitas tindakan intervensi minimal

ganggu dan ukurannya kurang dari 0,5 cm, berlokasi Obstruksi anatomis distal dari batu
di ureter distal dan tidak terjadi obstruksi total. Pasien Pembedahan. Pembedahan dikerjakan apabila cara
dengan sepsis, nyeri tidak terkontrol atau fungsi gin- nonbedah tidak berhasil dan tidak tersedia alat untuk
jal yang buruk tidak disarankan menggunakan terapi litotripsi. Indikasi bergantung pada lokasi batu. Indi- ....t7
konservatif. Terapi konservatif terdiri atas: kasi pembedahan pada batu ginjal: 0

~
Peningkatan asupan minum dan pemberian Batu kaliks: adanya hidrokaliks, kasus nefrolitiasis
diuretik target diuresis 2 liter/ hari; kompleks, tidak berhasil dengan ESWL;

~
Pemberian nifedipin atau agen a -blocker, seperti Batu pelvis: jika terjadi hidronefrosis, infeksi, atau
tamsulosin nyeri hebat, batu berbentuk tanduk rusa;
Q)
Manajemen nyeri, khususnya pada kolik: Batu ureter: telah terjadi gangguan fungsi ginjal, j:Q
pemberian simpatolitik atau antiprostaglandin, nyeri hebat, terdapat impaksi ureter;
analgesik Oihat Bab Manajemen Nyeri). Batu buli-buli: ukuran >3 cm. 279
Pemberian OAINS supositoria memberikan onset
lebih cepat dan efek samping lebih rendah. Pencegahan
Pe mantauan berkala setiap 1-14 hari sekali selama Pencegahan bergantung pada komposisi batu:
maksimal 6 minggu untuk menilai posisi batu dan Batu asam urat: pengaturan diet dan/atau
derajat hidronefrosis. pemberian allopurinol 1 x 100 mg.
Batu kalsium fosfat: lakukan pemeriksaan eksreksi
Pelarutan. Jenis batu yang dapat dilarutkan ada- kalsium dalam urine dan nilai kalsium darah. Nilai
lah batu asam urat, yang hanya terjadi pada keadaan yang melebihi normal dapat menandakan etiologi
urine asam (pH <6,2). Pada kasus ini, dapat diberi- primer, seperti hiperparatiroidisme.
kan natrium bikarbonat serta makanan yang bersifat Batu kalsium oksalat, sumbernya dapat berasal
alkalis. Jika perlu, beri allopurinol untuk membantu dari eksogen maupun endogen. Makanan yang
menurunkan kadar asam urat darah dan urine. Batu banyak mengandung oksalat adalah bayam, teh,
struvit tidak dapat dilarutkan, namun dapat dicegah kopi, dan cokelat. Selain itu, hiperkalsemia dan
pembesarannya melalui cara yang sama serta pembe- hiperkalsiuria dapat disebabkan penyakit lain,
rian antiurease. Infeksi sulit diatasi karena bakteri di seperti hiperparatiroidisme dan kelebihan vitamin
batu tidak dapat dicapai antibiotik. D.
Litotripsi. Litotripsi merupakan metode pemeca-
han/penghancuran batu. Batu dapat dipecahkan Sumber Bacaan
secara mekanis atau dengan gelombang ultrasonik, I. Pearle MS, Goldfarb DS, Assimos DC, Curhan G, Denu-Ci-
elektrohidrolik, atau sinar laser. Metode yang banyak occa CJ, Matlaga BR dkk: American Urological Assocation
digunakan saat ini extracorporeal shock wave litho- (AUA). Medical management of kidney stones: AUA guide-
tripsy (ESWL) , menggunakan gelombang kejut yang line. J Ural. 20 14 Aug: 192(2):316-24.
dialirkan melalui air dan dipusatkan pada batu, tanpa 2. Bultitude M. Rees J. Management of renal colic. BMJ. 20 12
adanya perlukaan pada kulit. Batu diharapkan pecah Aug 29:345:e5499.
menjadi ukuran kurang dari 2 mm dan keluar ber- 3. lkatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman penatalaksanaan
sama urin. Lokasi batu dipastikan dengan bantuan batu saluran kemih di Indonesia. Jakarta: 2007.
sinar Rontgen atau ultrasonografi. Kontraindikasi dari 4. Sjamsuhidajat R Karnadihardja W, Prasetyono TOH. Rudi-
ESWL antara lain: man R penyunting. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de
Hamil Jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC: 2010. h.872-9.
Perdarahan diatesis 5. O'Connor OJ, Maher MM. CT urography. AJR
lnfeksi saluran kemih tidak terkontrol 20 10: l 95:W320-4.
Obesitas yang berat, menghalangi kerja dari 6. Lokhandwalla M, Sturtevant B. Fracture mechanics model
gelombang kejut of stone comminution in ESWL and implications for tissue
Aneurisma arteri di sekitar batu damage. Phys Med Biol. 2000:40: 1923-40.
Kanker Prostat
Hasiana Lumban Gaol. Chris Tanto, Chaidir AiifMochtar

Kanker prostat adalah keganasan tersering pada dan anemia;


laki-laki, dengan peningkatan insidensi pada usia lebih Apabila metastasis ke tulang sudah terjadi: nyeri
dari 50 tahun. Distribusi kanker prostat berdasarkan tulang, fraktur patologis, defisit neurologis akibat
jenisnya: penekanan medula spinalis.
Adenokarsinoma (95%);
Kanker tersusun atas sel urotelial dan pros tat (4%) ; Pemeriksaan Fisis
Karsinoma sel skuamosa (1 %). Buli yang terdistensi karena obstruksi;
Pemeriksaan colok dubur: prostat teraba asimetris
Etiologi dan Faktor Risiko dengan permukaan yang tidak rata dan konsistensi
Etiologi kanker prostat belum diketahui secara yang keras. Perhatikan tonus sfingter ani untuk
pasti. Beberapa faktor risiko yang diduga berpe- mencari tanda-tanda kompresi medula spinalis.
ngaruh adalah faktor genetik, hormon, diet, zat kimia
karsinogenesis, dan virus tertentu. Pemeriksaan Penunjang
280 Laboratorium: ureum dan kreatinin meningkat
Patofisiologi sebagai akibat obstruksi. Prostate specific antigen
Kanker prostat muncul saat kecepatan pembe- (PSA), alkali fosfatase (untuk melihat kemungkinan
lahan sel dan kematian sel tidak seimbang. Hal ini adanya metastasis);
disebabkan oleh mutasi gen. Dari seluruh kasus kan- USG prostat transrektal. USG juga dapat digunakan
ker, 70% berasal dari zona perifer, 15-20% dari zona untuk biopsi prostat transrektal;
tengah, dan 15% dari zona transisional. Kanker yang Rontgen abdomen dan pielografi intravena
berasal dari zona transisional biasanya menyebar ke dilakukan untuk menilai fungsi ginjal dan apakah
leher kandung kemih sementara yang berasal dari terdapat indentasi pada dasar vesika urinaria;
zona perifer meluas ke duktus ejakulatorius dan vesi- Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan
ka seminalis. Penyebaran jauh diperkirakan melalui histopatologi yang dilakukan melalui biopsi.
aliran vena - limfatik serta teori adanya jaringan ter- Setelah ditegakkan diagnosis pasti, BONE scan
tentu yang memiliki kecenderungan untuk munculnya dilakukan untuk menilai stadium dan tanda
kanker. metastasis.

Manifestasi Klinis Stadium


Pada umumnya, tidak ada keluhan yang khas se- Stadium kanker prostat dapat dilihat pada Tabel 1 dan
lain gejala obstruksi yang juga ditemukan pada kasus Tabel 2.
pembesaran prostat jinak. Jika telah terjadi metasta-
sis, pasien dapat mengeluhkan gejala sesuai dengan Tata Laksana
tempat metastasis, seperti nyeri tulang. Pada colok Pasien dengan kecurigaan kanker prostat dirujuk
dubur, dapat ditemukan prostat yang teraba keras ke dokter spesialis urologi. Untuk tumor yang masih
atau asimetris. Kadang dapat ditemukan pembesaran terbatas dalam prostat dan tanpa metastasis, tata lak-
kelenjar limfe inguinal. sana pilihan utama adalah prostatektomi radikal. Jika
sudah terjadi invasi, atau metastasis, pasien diberi
Diagnosis pengobatan hormonal atau kombinasi hormonal-ra-
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan dioterapi. Pengobatan hormonal dilakukan untuk
fisis, dan pemeriksaan penunjang. mengurangi atau meniadakan pengaruh hormon
androgen ke jaringan prostat. Radioterapi ditujukan
Anamnesis untuk tumor primer, juga untuk pengobatan palia-
Frekuensi, urgensi, dan pancaran urine yang tif terhadap lesi metastasis di tulang. Jika terdapat
le mah; obstruksi saluran kemih, dapat dilakukan tindakan
Retensi urine, nyeri punggung. dan hematuria reseksi transuretra terbatas. Tindak lanjut dengan
apabila kanker sudah berada stadium lanjut; pengukuran PSA penting dilakukan untuk mengetahui
Penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, ada-tidaknya kekambuhan tumor.
Tabel I. Grading Kanker Prostat
1 tumor prinwr

TX Tumor primer tidak dapat dinilai


TO Tidak terdapat bukti adanya tumor primer
T1 Tumor yang tidak tampak secara klinis, tidak terpalpasi atau terlihat melalui pencitraan
TIa Penemuan histologis tumor secara insidental pada 5% atau kurang jaringan yang di reseksi
TI b Penemuan histologis tumor secara insidental lebih dari 5% jaringan yang direseksi
Tlc Tumor teridentifikasi dengan biopsijarum (diketahui karena peningkatan PSA)
T2 Tumor hanya berada di dalam prostat
T2a Tumor melibatkan setengah atau satu lobus atau kurang
T2b Tumor melibatkan lebih dari setengah lobus. tapi tidak kedua lobus
T2c Tumor melibatkan kedua lobus
T3 Tumor meluas melewati kapsul prostat
T3a Perluasan ekstrakapsul (u nilateral atau bilateral) termasuk leher buli
T3b Tumor menginvasi vesikula seminalis
T4 Tumor terfiksasi atau menginvasi struktur berdekatan selain vesikula seminalis: sfingter eksterna. rektum, muskulus levator,
dan/atau dinding pelvis
N nodus Jimfe regional

NX Nod us limfe regional tidak dapat dinilai


NO Tidak ada metastasis nodus limfe regional 281
N1 Metastasis nodus limfe regional
1\.1 - llH'Ldslasts jauh

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai


MO Tidak terdapat metastasis
Ml Metastasis jau h
M la Nodus limfe non-regional
Mlb Tulang
Ml c Lokasi lain

Tabel 2. Stadium Kanker Prostat.


Stadium! Tla-c NO MOPSA < 10 Gleason!O 6
T2a NO MOPSA< 10 Gleason!O 6
Stadium IIA Tla-c NO MO PSA < 20 Gleason 7
Tla-c NO MO PSA:<: 10 < 20 Gleason !O 6
T2a.b NO MO PSA < 20 Gleason !O 7
StadiumllB T2c NO MO PSA apapun Gleason apapun
Tl -2 NO MO PSA :<: 20 Gleason apapun
Tl -2 NO MO PSA apapun Gleason :<:8
Stadi um Ill T3a.b NO MO PSA apapun Gleason apapun
Stadium JV T4 NO MO PSA apapun Gleason apapun
Tapapun NI MO PSA apapun Gleason apapun
T apapun N apa pun MO PSA apapun Gleason apapun
Skor Gleason adalah sisrem skor khusus unruk adenokarsinoma prostat. yang didasarkan pada has// biop.st/operasi. Skomya adalah penjumlahan dua po/a yang
paling banyak ditemukan pada pertumbuhan rumor (dera;ar 1-5). Rentang skor Gleason antara 2 hingga 10. dengan 2 adalah yang paling t/dak agresif dan JO
paling agresil
(EAU). EAU guidelines on prostate cancer. part 1: screening,
Sumber Bacaan diagnosis, and local treatment with curative intent-update
1. Sjamsu hidajat R, Karnadi hardja W. Prasetyono TOH. Rudi- 20 13. Eur Ural. 20 14 Jan;65(1):124-37 .
man R, penyunting. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de 3. Heidenreich A. Abrahamsson PA. Artibani W. Catto ], Mon-
Jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC, 20 l 0. h. 880-2. torsi F. Van Poppel H. dkk: European Association of Urol-
2. Heidenreich A, Bastian PJ, Bellmunt J, Bolla M, Joniau S, ogy (EAU). Early detection of prostate cancer: European
van der Kwast T. dkk: European Association of Urology Association of Urology recommendation. Eur Ural. 20 13
Sep:64(3):347-54.
98
Kompelensi llJB Kelainan Testis
11
•• Hasiana Lumban Gaol. Chris Tanto, Chaidir Arif Mochtar

Pendekatan Nyeri pada Skrotum dapat mengalami iskemia yang prosesnya mulai
A. Torsio Testis berlangsung jika torsio terjadi lebih dari empat
Definisi jam. Derajat iskemia bergantung pada lama ber-
Torsio testis adalah adanya tarsi (puntiran) ter- langsungnya torsio dan derajat putaran korda
hadap struktur korda spermatikus yang diikuti hi- spermatikus (berkisar antara 180-7 20°).
langnya suplai darah ke testis ipsilateral. Keadaan
ini merupakan kondisi darurat. _Diagnosis
Diagnosis torsio testis perlu dilakukan se-
Epidemiologi cara cepat dan tepat. Penundaan diagnosis dapat
Kejadian tersering torsio testis adalah pada laki-la- menyebabkan kerusakan fungsi testis. sementara
ki muda berusia <25 tahun. diagnosis berlebihan dapat menyebabkan pasien
menjalani tata laksana yang tidak diperlukan.
Etiologi
282 Kebanyakan torsio testis terjadi tanpa ada- Anamnesis
nya kejadian pemicu. Hanya 4-8% kejadian yang Nyeri skrotum ipsilateral akut;
disebabkan oleh trauma. Faktor predisposisi lain Pemeriksaan Fisis
adalah peningkatan volume testis (terkait dengan Testis yang mengalami torsio dapat tampak
masa pubertas), tumor testis, testis yang posisinya lebih tinggi dibanding testis kontralateral
mendatar, atau riwayat kriptorkidisme. akibat adanya perputaran pada korda
spermatikus;
Patofisiologi Testis tampak lebih besar;
Torsio dapat menyumbat aliran balik vena. Refleks kremaster berkurang atau hilang.
Sumbatan aliran balik vena akan meningkatkan Refleks kremaster dipicu dengan menggores
tekanan sehingga aliran darah masuk melalui atau mencubit bagian medial paha, yang
arteri juga dapat terhambat. Akibatnya, testis menyebabkan kontraksi otot kremaster dan

Anamnesis dan pemeriksaan fisis

Sesuai torsio dan <6 jam:


i
eksplorasi bedah sezera

Aliran darah normal/meningkat pada


-~_.,.
tes
.,...
ti.,,
s ,,., an
dikeluhkan ada testis yang dikeluhkan


lnflamasl (orkitis atau torsio a~ndiks testis •
Torsio testis


Tidak perlu tes lebih lanjut Bedah segera

Garnbar I. Alur Pendekatan Klinis Nyeri Skroturn.


mengangkat testis. Refleks kremaster positif Virus (kebanyakan virus mumps).
jika testis terangkat minimal 0,5 cm;
Prehn 's sign dilakukan dengan cara Epidemiologi
mengangkat testis. Pada torsio, rasa nyeri Pasien paling banyak berasal dari usia prapu-
semakin bertambah jika testis diangkat. bertas (< 10 tahun) untuk penyebab virus. Orkitis
Pemeriksaan Penunjang bakterialis sering terjadi bersamaan dengan epidi-
Ultrasonografi (USG) Doppler dapat_ dimitis (epididimo-orkitis), biasanya terjadi pada
membedakan kondisi iskemia dan inflamasi. usia 15 tahun ke atas dan laki-lak.i >50 tahun de-
Pada kondisi iskemia (contoh, torsio testis) , ngan pembesaran prostatjinak.
aliran darah berkurang atau menghilang,
sedangkan pada kondisi inflamasi, aliran darah Manifestasi Klinis
meningkat; Pasien akan mengeluhkan nyeri disertai pem-
Eksplorasi bedah. bengkakan pada testis. Gejala lain yang dirasakan
pasien adalah kelelahan, malaise, mual, muntah, ....t:n

~
Diagnosis Banding demam, dan sakit kepala.
Trauma testis, epididimitis/ orkitis, hernia
inkarserata, varikokel, edema skrotum idiopatik, Diagnosis
dan torsio apendiks testis (apendiks testis adalah Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pe- ..c::
llS
sisa duktus Mullerian). Diagnosis banding pada meriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. ~
anak-anak adalah torsio apendiks testis, yang Anamnesis <Ll
i:Q
dapat dibedakan dengan adanya 'tanda titik biru' Tanyakan keluhan pasien yang ada dalam
('blue dot sign'), yaitu nodul Jembek berwarna biru bagian manifestasi klinis; 283
pada ujung atas testis. Tanyakan riwayat penyakit gondongan/
mumps dalam 4-7 hari sebelumnya;
Tata Laksana Tanyakan mengenai riwayat hubungan
Hal utama yang per Ju dilakukan begitu diagno- seksual.
sis torsio testis ditegakkan adalah mengembalikan Pemeriksaan Fisis
aliran darah ke testis. Jeda waktunya paling Jama Pemeriksaan testis: pembesaran, indurasi
kurang dari 6 jam sejak onset. Detorsi manual testis disertai tanda peradangan. Kulit
dapat dilakukan secara cepat dan sifatnya non- skrotum terlihat merah dan edematosa.
invasif. Dokter berdiri di kak.i pasien dan memu- Apabila epididimis membesar, curigai adanya
tar testis menjauhi garis tengah, seperti gerakan epididimo-orkitis;
membuka buku. Prosedur ini dilakukan dengan Prehn 's sign positif. Rasa nyeri tidak bertambah
sedasi intravena, dengan atau tanpa anestesi Jo- atau bahkan berkurang saat testis diangkat.
kal. Jika berhasil, derajat nyeri pasien akan sangat Pemeriksaan Penunjang
berkurang. Kadangkala torsio terjadi sebanyak Laboratorium: Jaju endap darah meningkat,
360° atau lebih sehingga dibutuhkan Jebih dari urinalisis menunjukkan adanya infeksi;
satu kali detorsi manual. Meskipun detorsi manual Pemeriksaan biakan dan mikrobiologi dengan
dapat mengatasi masalah akut, orkidopeksi elektif bahan cairan uretra.
tetap direkomendasikan. Selain itu, eksplorasi be-
dah tetap perlu dilakukan untuk menata Jaksana Tata Laksana
secara definitif. Tata Laksana Awai
Di ruang gawat darurat pasien diistirahatkan,
Komplikasi dapat dikompres panas/ dingin untuk meringan-
Hilangnya fungsi testis, infertilitas kan nyeri. Selain itu pengangkatan testis dapat
dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. Setelah
B. Orkitis itu lakukan konsultasi atau rujuk pasien ke dokter
Definisi spesialis urologi untuk penanganan lebih lanjut.
Orkitis merupakan peradangan akut pada testis
akibat infeksi. Tata Laksana Medikamentosa
Orkitis viral: obat-obatan suportif berupa
Etiologi analgesik dan antipiretik;
Infeksi bakteri: Neisseria gonorrhoeae Orkitis bakterialis diberikan antibiotik,
dan Escherichia coli merupakan penyebab pilihannya: seftriakson, doksisiklin,
tersering; azitromisin, siprofloksasin selama 7-14 hari,
atau kotrimoksazol.
Prosesus Paten lnfantil Vaginal Hidroke l korda
Gambar l. Tipe Hidrokel Testis

yang lunak. Testis akan terasa pada perabaan jika


C. Hidrokel Testis cairan hidrokel tidak banyak. Tes transiluminasi
Definisi akan positif pada hidrokel testis. USG dapat dilaku-
Secara etimologi, hidrokel memiliki arti kum- kan jika testis tidak dapat teraba.
pulan air. Hidrokel testis adalah kumpulan cairan
serosa di sekitar testis, yang berada di dalam tuni- Tata Laksana
284 ka vaginalis. Kebanyakan kasus hidrokel pada bayi yang
baru lahir dapat hilang secara spontan pada usia
Epidemiologi pertama kehidupan. Setelah drainase dengan tu-
Insidensnya sering terjadi pada bayi laki-laki juan terapi, dapat disuntikkan tetrasiklin ke da-
yang baru lahir, sebagai akibat terlambatnya pe- lam tunika vaginalis. Operasi definitif yang dapat
nutupan tunika vaginalis. Pada laki-laki dewasa, dilakukan adalah repair Jaboulay. Tunika vaginalis
hidrokel terjadi pada kurang-lebih 1% populasi. dibuka dan cairan didrainase. Testis dan epididimis
dinilai untuk melihat patologi dasar. Repair dilaku-
Klasifikasi kan dengan mengalihkan tunika ke sekeliling kor-
Terdapat empat tipe hidrokel testis Oihat Gam- da spermatikus. Tunika akan terus memproduksi
bar 1), yaitu prosesus vaginalis paten (rongga hi- cairan, namun kini jaringan sekeliling. seperti otot
drokel berhubungan dengan rongga peritoneum), Dartos, yang akan mereabsorpsi cairan sehingga
infantil (prosesus vaginalis paten secara parsial tidak terkumpul.
pada bagian bawah, tidak berhubungan dengan
rongga peritoneum), vaginal (cairan hanya ter- Sumber Bacaan
kumpul di sekeliling testis), dan hidrokel korda 1. Sharp VJ. Kie ran K. Arlen AM. Testicular torsion: diagnosis.
(timbul dalam bentuk kista sepanjang prosesus evaluation. and manageme nt. Am Fam Phys ician. 201 3 Dec
vaginalis di korda spermatikus). 15:88(1 2):835- 40
2. Crawford P. Crop JA. Evaluation of sc rotal masses. Am Fam
Diagnosis Physician. 2014 May 1:89(9):723-7.
Pada anamnesis, pasien (atau orang tua pa- 3. Rioja J , Sanchez-Margallo FM, Uson J. Adult hydrocele and
sien) datang dengan keluhan pembesaran testis spe rmatocele. BJU Int. 201 1 Jun: 107(11 ): 1852-6 4.

'

Hiperplasia Prostat Jinak


Hasiana Lum ban Gaol, Chaidir Arif Moch tar

Epidemiologi sering terjadi pada laki-laki. lnsidensinya terkait erat


Hiperplasia prostat jinak (benign prostate hyper- dengan pertambahan usia. Pada autopsi. prevalen-
plasia - BPH) merupakan tumor jinak yang paling sinya meningkat dari 20% pada laki-laki berusia 41 -
50 tahun menjadi lebih dari 90% pada laki-laki berusia Miksi ganda (berkemih untuk kedua kalinya dalam
lebih dari 80 tahun. Prevalensi BPH turut meningkat waktu < 2jam setelah miksi sebelumnya);
seiring dengan bertambahnya angka harapan hidup. Menetes pada akhir miksi.
Gejala iritasi:
Etiologi Frekuensi: sering miksi;
Etiologi BPH hingga saat ini masih belum dapat Urgensi: rasa tidak dapat menahan lagi saat ingin
dipastikan. Teori yang umum digunakan adalah bah- miksi;
wa BPH bersifat multifaktorial dan dipengaruhi oleh Nokturia: terbangun saat malam hari untuk miksi.;
sistem endokrin. Penelitian yang ada menunjukkan Inkontinensia: urine keluar di luar kehendak.
adanya korelasi positif antara kadar testosteron be-
bas dan estrogen dengan ukuran volume BPH. Se- Diagnosis
lain itu, ada pula yang menyatakan bahwa penuaan Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
menyebabkan peningkatan kadar estrogen yang fisis, dan pemeriksaan penunjang.
menginduksi reseptor androgen sehingga meningkat-
kan sensitivitas prostat terhadap testosteron bebas. Anamnesis
Secara patologis, pada BPH terjadi proses hiperplasia Tanyakan keluhan utama pasien dan berapa lama
sejati disertai peningkatan jumlah sel. Pemeriksaan keluhan telah dirasakan mengganggu. Seluruh gejala
mikroskopis menunjukkan bahwa BPH tersusun atas iritasi dan obstruksi perlu ditanyakan secara lengkap.
stroma (yang terdiri dari kolagen dan otot polos) dan Tanyakan pula riwayat penyakit lain dan penyakit
epitel dengan rasio yang bervariasi. pada saluran urogenital. Obat-obatan tertentu dapat
menyebabkan keluhan miksi. Alat diagnostik yang
Patofisiologi luas digunakan untuk menilai gejala pada penderita 285
Secara anatomis, kelenjar prostat terletak tepat BPH adalah sistem skor yang dikeluarkan oleh WHO
di bawah kandung kemih dan ditembus oleh uretra. dengan nama International Prostate Symptom Score
Kelenjar ini dibagi atas empat zona, yaitu zona perifer, (!PSS) (lihat Tabel 1).
sentral, stroma fibromuskularis anterior, dan tran-
sisional. BPH terjadi di zona transisional dan dapat Pemeriksaan Fisis
menyebabkan obstruksi pada leher vesika urinaria dan Colok du bur merupakan pemeriksaan yang sangat
uretra, yang disebut sebagai bladder outlet obscrucUon penting pada kasus BPH. Pelaporan yang dilakukan
(BOO) . BOO yang disebabkan oleh BPH secara spesifik adalah adanya pembesaran prostat, konsistensinya,
dikenal sebagai benign prostate obstruction (BPO) . dan ada/tidaknya nodul. Selain itu, dapat dilakukan
Gejala klinis yang ditimbulkan terbagi atas dua pemeriksaan regio suprapubik untuk menilai distensi
jenis, yaitu gejala obstruksi dan gejala iritasi. Gejala vesika dan fungsi neuromuskular ekstremitas bawah.
obstruksi timbul akibat sumbatan secara langsung
terhadap uretra. Otot detrusor pada kandung kemih Pemeriksaan Penunjang
gaga! berkontraksi cukup kuat atau cukup lama se- Prostate specific antigen (PSA). bersifat spesifik
hingga kontraksi yang dihasilkan terputus-putus. organ tetapi tidak spesifik kanker. Pemeriksaaan
Gejala iritatif terjadi sekunder pada kandung kemih ini dapat dilakukan untuk menilai bagaimana
sebagai respons meningkatnya resistensi pengelu- perjalanan penyakit BPH selanjutnya. Kadar PSA
aran. Pengosongan yang tidak sempurna menyebab- yang lebih tinggi dapat berarti laju pertumbuhan
kan rangsangan pada kandung kemih hingga sering volume prostat yang lebih cepat, keluhan akibat
berkontraksi pada kondisi belum penuh. BPH lebih berat, atau lebih mudah terjadi retensi
urine akut. Rentang normal nilai PSA adalah:
Manifestasi Klinis D 40-49 tahun: 0-2,5 ng/mL;
Pada umumnya, pasien BPH datang dengan geja- D 50-59 tahun: 0-3,5 ng/mL;
la-gejala traktus urinarius bawah Uower urinary tract D 60-69 tahun: 0-4,5 ng/mL;
symptoms - LUTS) yang terdiri atas gejala obstruksi J 70-79 tahun: 0-6,5 ng/mL;
dan iritasi. Nilai PSA >4 ng/ mL merupakan indikasi tindakan
biopsi prostat.
Gejala obstruksi: Flowmetri: Qmax (laju pancaran urine maksi.mal)
Miksi terputus; turun, biasanya < 15 cc.
Hesitancy: saat miksi pasien harus menunggu USG/kateter untuk menilai volume urine residual.
sebelum urine keluar; Transrectal /Transabdominal U/trasonography
Harus mengedan saat mulai miksi; (TRUS/TAUS): mengukur volume prostat dan
Berkurangnya kekuatan dan pancaran urin; menemukan gambaran hipoekoik.
Sensasi tidak selesai berkemih; Pemeriksaan atas indikasi: intravenous
pyelography (NP) dan sistogram.
LUTSpada da
Diagnosis Banding
Striktur uretra, kontraktur leher kandung kemih,
+
Gejala mengganggu? Watchful waiting
dengan atau tanpa
batu buli, kanker prostat yang meluas secara lokal,
dan penurunan kontraktilitas kandung kemih. (+)i t-)
Tata Laksana
Tata laksana untuk BPH berkisar antara observasi
waspada (watchful waiting) hingga diperlukan inter-
vensi. Skor IPSS dapat digunakan sebagai patokan
untuk panduan tata laksana. Prinsip pengobatan BPH
adalah untuk mengurangi resistensi otot polos prostat
(komponen dinamis) atau mengurangi volume prostat
antagonls reseptor
(komponen statis).
a . Observasi waspada. Tidak seluruh pasien BPH muskarinlk.
yang bergejala akan terus mengalami perburukan.
Observasi waspada dapat dilakukan pada pasien
bergejala ringan dengan skor IPSS 0-7. Evalua-
si dilakukan secara berkala, yaitu pada 3, 6, dan dengan atau tanpa
12 bulan kemudian, serta dilanjutkan 1 kali per
a ,-blocker
286 tahun.

b. Farmakologi
i. Penyekat adrenergik- a , selektif Edukasi + saran gaya hldup
o Cara kerja: Pemberian penyekat- a ber- dengan atau tanpa
tujuan menghambat kontraksi otot polos 5 a -reduktase inhibitor ± a , -blocker I PDE5I
prostat sehingga mengurangi resistensi to-
nus leher kandung kemih dan uretra;
o Contoh obat:
D Prazosin 2 x 1-2 mg;

Gejala penylmpanan
residu urln
+ Tambahkan antagonis
reseptor muskarinik
D Tamsulosin 1 x 0,2-0,4 mg;
D Pilihan lain: terazosin dan doksazosin Gambar 1. Skema Tata Laksana pada Lower Urinary Tract Syn-
(diberikan 1 kali per hari); drome (LUTS) Tanpa Indikasi Bedah Menurut EAU. 2014
o Efek samping: hipotensi postural, dizzi-
ness, a tau astenia. Efek samping sistemik repens, dan Hypoxis rooperi. Mekanismenya
paling ringan ditunjukan oleh obat tam- masih belum diketahui dengan pasti, namun
sulosin, yang memiliki sifat sangat selektif penggunaannya diduga dapat menurunkan
terhadap reseptor a , . Dibutuhkan titrasi resistensi pengeluaran urine dan memperkecil
dosis sebelum penggunaan, kecuali tam- volume prostat.
sulosin.
ii. Penghambat 5 a -reduktase c . Pembedahan
o Cara kerja: menghambat enzim 5 alfa-re- Pembedahan dapat memperbaiki klinis pasien BPH
duktase, suatu katalisator perubahan tes- secara objektif, namun dapat disertai berbagai
tosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT). penyulit pada saat atau setelah operasi. Indikasi
Efek maksimumnya terlihat setelah enam pembedahan adalah:
bulan; Retensi urin;
o Contoh obat: Jnfeksi saluran kemih berulang;
D Dutasterid 1 x 0,5 mg; Hematuria makroskopis;
D Finasterid 1 x 5 mg; Gaga! ginjal;
o Efek samping: penurunan libido, gineko- Divertikulum buli yang besar;
mastia, dan dapat menurunkan nilai PSA Batu buli;
(menimbulkan masking effect). Keluhan pasien sedang hingga berat;
iii. Fitoterapi Tidak ada perbaikan dengan terapi nonbedah,
Fitoterapi yang banyak digunakan di an- a tau
taranya adalah Pygeum africanum , Serenoa Pasien menolak medikamentosa.
Tiga teknik pembedahan yang direkomendasikan ct . Tindakan invasif minimal
adalah: Termoterapi, pemanasan dengan suhu di atas
Prostatektomi terbuka. Prostaktemi terbuka 4 5°C yang menyebabkan nekrosis koagulasi
disarankan pada pasien dengan volume prostat jaringan prostat. Panas dapat dihasilkan
>80-100 cm 3 . Komplikasi yang dapat terjadi melalui berbagai cara, seperti transurethral
adalah striktur uretra dan inkontinensia urin. microwave thermotherapy (TUMT) ,
lnsisi prostat transuretra (TUIP). Prosedur transurethral needle ablation (TUNA) , high
TUIP dilakukan pada volume prostat yang intensity focused ultrasound (HIFU) , dan laser.
kecil, kurang dari 30 cm 3 , tidak terdapat Pemasangan stent prostat. Stent dipasang
pembesaran lobus medius, dan tanpa intraluminal untuk mengatasi obstruksi akibat
kecurigaan karsinoma prostat. pembesaran prostat. Terdapat stent jenis
Reseksi pros tat transuretra (TURP). Saat ini, sementara ataupun permanen. Stent sementara
TURP menjadi prosedur baku. Kejadian trauma terbuat dari bahan yang tidak diserap dan
lebih sedikit dengan masa pemulihan lebih d.ipasang selama 6-36 bulan.
singkat.
Komplikasi
LUTS Pria Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, dapat
Dengan indikasi absolut untuk operasi atau tidak ditemukan residu urine pada akhir miksi. Lama-ke-
lamaan, terjadi obstruksi total dan pasien tidak
berespon dengan obat atau pasien yang ingin
dapat miksi sama sekali (retensi urine). Sementara
mendapat terapl aktlf
itu, produksi urine terus terjadi sehingga meningkat-
kan tekanan di dalam kandung kemih. Saat tekanan 28'Z
lebih tinggi dibandingkan tekanan sfingter, terjadi

.
Risiko Risiko
inkontinensia paradoks (overflow incontinence). urine
dapat mengalami refluks ke ureter, yang dapat ber-
lanjut hingga menjadi hidroureter, hidronefrosis, dan
gaga! ginjal. Pasien juga dapat mengedan terus-me-


tinggi
nerus saat mlksi sehingga menyebabkan hernia atau
hemoroid.

Sumber Bacaan
1. Oelke M, Bachmann A. Descazeaud A. Emberton M, Gravas
S, Michel MC. dkk: European Association of Urology (EAU).

Dapat menghentikan EAU guidelines on the treatment and fo llow-up of non -neu-
rogenic male lower urinary tract symptoms including be-
obat anti koagulan?
nign prostatic obstruction. Eur Ural. 20 13 Jul;64 (1): 118-

yai 2.
40.
Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman penatalaksanaan
BPH di Indonesia. Jakarta: 2003.
3. Sjamsuhidajat R. Karnadihardja W, Prasetyono TOH. Rudi-
man R. penyunting. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de
Jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC. 20 10. h.899-903.
4. Neoplasms of the prostate gland. Presti JC, Kane CJ, Shino-
hara K, Carroll PR Dalam: Thorne CH. Beasley RW, Aston
TURP Open prostarectomy SJ, Bartlett SP, Gurtner CC. Spear SL. penyunting. Crabb
Laser enucleation HoLEP and Smith·s plastic surge ry. Ed is i ke-7. Philadelphia: Lip-
Laser vaporization Laser vaporization pincott Williams & Wilkins: 2013.
TUMT TURP
TUNA

Gambar 2. Skema Tata Laksana pada LUTS dengan lndikasi


Bedah Menurut EAU. 2014
Tabel I. Sistem Skor !PSS

(,pjala dalarn satu hulan t<•1 akhir I idak Ku rang dari Kurang Kadang I Phih d<1ri Harnpir
pC'rnah sPkali dalam dati :io.t'l('n kctd,mg Sl'l<>ngc1h sf'ialu
tuna han gah (sC'kitar 50'Xi)

Incomplete emptying
Seberapa sering Anda merasa ada 0 2 3 5
sisa selesai kenci ng?

Frequency
Seberapa sering Anda harus
kembali kenclng dalam waktu 0 2 3 5
kurang darl 2 j am setelah selesai
kencing?

tel lntermittency
C'1>
0.. Seberapa sering Anda menda-
0 2 3 5
Pl patkan bahwa Anda kencing
::r
c:: terputus-putus?

""'2. Urgency
0 Seberapa sering Anda merasa sullt 0 2 3 4 5
IQ untuk menahan kencing Anda?

Weak s tream
288
Seberapa sering pancaran kencing 0 2 3 5
Anda lemah?

Straining
Seberapa sering Anda harus 0 2 3 5
mengejan untuk mulai kencing?
) bil1
I 1d<1k
I k.111 2 k,il1 'l k.il1 I k<1l1 "'""
pP!lldlJ
leb1h
Nocturla
Seberapa sering Anda harus
bangun untuk kencing, sejak mulai 0 2 3 4 5
tidur pada malam hari hingga
bangun di pagi hari?
lnterpretasi:
]ika total !PSS 0- 7: simtomatis ringan; 8- I 9: simtomatis sedang: 20-35: simtomatis berat

Kualitas hidup akibat keluhan berkemih

fl,nid ( 1rnp11t Pad i


\t 'll 11 w l 1dak Hu wk
\i 11111g 1mwrnm 1 ·'nr ii d pua<; w1J111mn 1
'-,(till <.,('Tlrll!L: <;('/.;,1/J
fllld'> ,Jt HI fl(f,iJ.;, /Jd 1k jJIJ,I'> '

Seandainya Anda harus menghabiskan


sisa hidup dengan fungsi kencing seperti 0 2 3 6
saat ini, bagaimana perasaan Anda?
Periksa tanda-tanda berikut:
Pemeriksaan awal DRE curiga ganas
• Anamnesls PSA abnormal
• Pemeriksaan fisik, colok dubur Hematuria
• UrinaliSls __,. Nyerl
• Tes faal ginjal Kelainan neurologis
• PSA Teraba buli -bull
• Caratan harian miksi Fungsi glnjal abnormal
Riwayat pernah: operasi urologi, urolitiasis. atau keganasan urogenitalia
(+)

+
Pemerlksaan tambahan:

• . ---- • Pencirraan (TVP, USG, uretrografl retrograd)


• Uretrosistoskopi
Ringan (IPSS<7)
• Gejala tidak mengganggu
• Tidak menghendaki terap
Sedang hingga Berat
!PSS 8-19 dan 20-35
-----
• Sitologi urine

.
BPH dengan komplikasi BukanBPH
• Retensi urine berulang • Karsinoma prostat
Pemeriksaan tambahan:
• Hematuria • Karsinoma buli-buli
• Uroflometri
• Batu buli-buli • Striktura uretra
• PVR (volume residual urin}
• !SK berulang • Buli-buli neurogeni
·USG
• Insuflsiensi ginjal

Diskusi dengan pasien


Terapl sesual
tentang pemilihan terapi
I
.
Memilih terapi invasif
dia osls


Memilih teraP.i non invasifl

______..
Pemeriksaan tambahan:
• Urodlnamika
• Uretrosistoskopi

Non obstruksi
I
. Obstruksi
Gagal

Bukan BPO BPO


I
• { Tera i invasif minimal

1
Medikamentosa
Terapi intervensi
Pembedahan

DRE: digital rectal examination, !PSS: intemattonal prostatic symptom score. QoL: quality of life. PVR: post
voiding residual urine, !VP: intravenous pyelography, TAUS: rransabdominal ultrasonography, TRUS: transrecta
ult:rasonography. BPO: benign prostatic eniargement.
Gambar 3. Skema Tata Laksana BPH di Indo nesia Menurut !AUi, 2003
100 Trauma Buli
•••
Kompeteosi l!IR

Hasiana Lumban Gaol, Chaidir Arif Mochtar

Etiologi tenderness. Hilangnya bising usus menunjukkan


Trauma buli disebabkan oleh: adanya iritasi peritoneal yang kemungkinan
Trauma eksternal (82%), yang terdiri dari trauma disebabkan ruptur buli intraperitoneal;
tumpul (60-85%) atau tajam (15-40%). Pemeriksaan rektum: apakah ada cedera rektum,
Trauma tumpul: tabrakan kendaraan, jatuh, periksa posisi prostat;
dan penyerangan; Pemeriksaan bilateral tulang pelvis: pergerakan
Trauma tajam: tembakan, penusukan; terbatas menunjukkan kemungkinan fraktur;
Trauma iatrogenik (4%) , seperti operasi ginekologi,
operasi daerah pelvis, atau tindakan endoskopi; Pemeriksaan Penunjang
Spontan (4%). Pemasangan kateter dilakukan jika tidak terdapat
darah yang menetes dari meatus uretra eksternus.
Patofisiologi Jika terdapat darah yang menetes, uretrogram
Trauma pada buli seringkali disertai ruptur: retrograd dilakukan untuk menilai apakah
Ruptur ekstraperitoneal. Ruptur ekstraperitoneal terdapat ruptur uretra ikutan;
terjadi saat fragmen pecahan fraktur pelvis BNO-IVP untuk menilai apakah ada trauma ginjal;
menusuk buli dan menyebabkan perforasi; Sistogram, yaitu foto pada saat pengisian dan
Ruptur intraperitoneal. Ruptur intraperitoneal pengosongan kontras.
terjadi saat buli dalam keadaan penuh dan terjadi
trauma langsung. Pada ruptur intraperitoneal Tata Laksana
terjadi gejala-gejala peritonitis. Tata laksana pada trauma buli yang diutamakan ada-
lah mengatasi kegawatdaruratan jika ada. Setelah itu
Manifestasi Klinis rujuk ke spesialis urologi.
Pasien dengan trauma buli memiliki trias gejala be- Pada ruptur ekstraperitoneal, setelah buli
rupa: dibuka, dilakukan perbaikan. Kebanyakan
Hematuria makroskopik (tanda utama): ruptur ekstraperitoneal dapat ditangani dengan
Nyeri tekan pada area suprapubik; drainase menggunakan kateter (uretra maupun
Kesulitan/ tidak bisa buang air kecil; suprapubik) selama 7-10 hari. Hampir semua
Ketiga gejala ini tidak selalu ada. Pasien juga dapat ruptur ekstraperitoneal sembuh dalam waktu 3
mengalami retensi urine. minggu.
Pada ruptur intraperitoneal diperlukan tindakan
Diagnosis operasi langsung dengan membuka peritoneum
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan untuk eksplorasi.
fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Sumber Bacaan
Anamnesis I. Reksoprodjo S. penyunting. Kumpulan kuliah ilmu bedah.
Mekanisme trauma, waktu kejadian: Tangerang: Bina Rupa Aksara: 1995.
Trias trauma buli; 2. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
Pemeriksaan Fisis ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course
Pemeriksaan abdomen: distensi, rebound manual. Edisi ke-9. 20 12.
101 Trauma Ginjal
••
KompekmiIIIB

Epidemiologi
• Hasiana Lumban Gaol, Chaidir Arif Mochtar

Tabel I. Klasifikasi Trauma Ginjal


Trauma ginjal menempati satu hingga lima persen
dari seluruh kejadian trauma.
Kontusio atau hematoma subka psul ar yang tidak
meluas.
Etiologi
Tidak ada laserasi.
Trauma ginjal disebabkan oleh:
Trauma tumpul (80-90%): kecelakaan Ialu lintas, 2 Hematoma perirenal yang tldak meluas.
jatuh, cedera olahraga, atau penyerangan; Laserasi korteks <l cm tanpa ekstravasasl.
Trauma tajam (10%): Iuka tembak atau Iuka tusuk. 3 Laserasi korteks > 1 cm tanpa ekstravasasi urin.

4 Laserasi: melalui taut ko1tlkomeduler hingga


Pa to genesis
sistem pengumpul
Pada trauma tumpul, mekanisme jejas ginjal didu-
Atau
ga merupakan hasil kombinasi gaya yang datang dan
Vaskular:jejas arteri atau vena renalis segmental
reaksi yang terjadi di kompartemen dalam yang berisi 291
dengan hematoma.
cairan. Selain itu, ginjal yang bergeser dapat menye-
5 Laserasi: ginjal rusak
babkan traksi arteri renalis, menyobek lapisan intima,
Atau
dan menimbulkan pendarahan. Kompresi arteri rena-
Vaskular: jejas pedikel renalis atau avuls i.
lis di antara dinding anterior perut dan korpus verte-
bra juga dapat menyebabkan trombosis arteri renalis
dekstra. Diagnosis
Pada trauma tembak, seperti peluru, yang memi- Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
liki energi kinetik lebih besar, dapat mendestruksi fisis, dan pemeriksaan penunjang.
parenkim ginjal lebih hebat dan menyebabkan ke- Anamnesis
rusakan di berbagai organ. Luka tembak kecepatan Riwayat jatuh, kecelakaan lalu lintas, atau adanya
rendah berhubungan dengan destruksi yang Juas aki- trauma langsung pada daerah pinggang;
bat efek ledakan, sementara Iuka tembak kecepatan Untuk kecelakaan lalu lintas: mekanisme
tinggi berkaitan dengan pengikisanjaringan yang Juas kecelakaan, berapa kecepatan kendaraan, dan
dan tingginya jejas lain. apakah pasien merupakan pengendara atau
penumpang;
Klasifikasi Pada trauma tajam: ukuran senjata pada kasus
Klasifikasi yang luas digunakan adalah milik The penusukan, atau tipe dan kaliber pistol yang
Committee on Organ Injury Scaling dari American As- digunakan;
sociation for the Surgery of Trauma. Pembagiannya Kondisi medis sebelumnya, apakah pasien
dapat dilihat pada Tabel 1 dan Garnbar 1. memiliki kelainan ginjal tertentu.

Deraja1 I Derajat II Derajat Ill Derajat IV

Gambar I. Ilustrasi Berbagai Derajat Trauma Ginjal


Pemeriksaan Fisis rupakan target awal yang paling penting. Tanda-tan-
Hematuria, nyeri pada daerah pinggang (flank), da vital perlu terus dipantau sepanjang pemeriksaan.
ekimosis pinggang, abrasi pinggang, fraktur iga, Hampir 90% trauma ginjal merupakan trauma minor
distensi abdomen, massa abdomen, dan nyeri yang hanya memerlukan tindakan konservatif, seperti
tekan abdomen. tirah baring, analgesik untuk mengurangi nyeri, dan
observasi fungsi ginjal (pemeriksaan fisis rutin, kadar
Pemeriksaan Penunjang hemoglobin, hematokrit, dan urinalisis) .
Laboratorium: hematokrit dan kreatinin, untuk Pada pasien dengan instabilitas hemodinamik aki-
mengevaluasi trauma ginjal: bat pendarahan ginjal yang mengancam nyawa, dib-
Urinalisis: hematuria merupakan tanda utama utuhkan eksplorasi ginjal. Indikasi lain adalah hema-
trauma tetapi tidak spesifik dan sensitif; toma sekitar ginjal yang meluas atau pulsatil. Tujuan
Pencitraan dilakukan berdasarkan indikasi eksplorasi ginjal adalah untuk menyelamatkan fungsi
tertentu, yaitu hematuria makroskopis, hematuria ginjal. Metode yang luas disarankan adalah dengan
mikroskopis yang disertai syok, atau adanya jejas pendekatan transperitoneal. Indikasi bedah adalah
lain yang berat. Pada pasien dengan kondisi tidak tanda perdarahan disertai syok yang tidak teratasi,
stabil yang memerlukan operasi, dapat dilakukan atau perdarahan berat. Untuk pasien seperti ini diru-
tindakan single-shot !VP, dengan injeksi 2 mL juk ke spesialis urologi.
kontras per kilogram berat badan. Trauma ginjal
terlihat berupa ekskresi kontras yang berkurang Sumber Bacaan
(bandingkan dengan kontralateral), garis psoas I. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
atau kontur ginjal menghilang, atau skoliosis ke ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course
292 arah kontralateral karena kontraksi otot psoas; manu al. Edisi ke-9. 20 12.
USG ginjal. 2. Sjamsuhidajat R. Karnadihardja W, Prasetyono TOH. Rudi-
man R. penyunting. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de
Tata Laksana Jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC, 2010.
Pada pasien trauma, stabilitas hemodinamik me-

Trauma Uretra
Hasiana Lumban Gaol, Chris Tan to, Chaidir Arif Mochtar

Epidemiologi reseksi tumor prostat, dan uretroskopi dapat


Trauma uretra lebih sering terjadi pada lak.i-laki menyebabkan trauma uretra. Biasanya trauma
dibanding perempuan, dan biasanya berkaitan dengan uretra anterior terjadi bersamaan dengan fraktur
fraktur pelvis atau 'straddle injury'. penis.

Klasifikasi Patofisiologi
Secara anatomis, trauma uretra laki-laki dibagi men- Adanya gaya tumpul dan hebat ke peritoneum
jadi: menyebabkan jaringan uretra hancur. Jejas awal
Trauma uretra anterior (apabila mengenai uretra biasanya diabaikan oleh pasien. Oleh karena itu,
pars glandularis. pars pendulans, dan pars jejas uretra sering kali bermanifestasi sebagai
bulbosa); striktur beberapa tahun kemudian. Striktur diin-
Trauma uretra posterior (apabila mengenai uretra 1duksi oleh iskemia pada tempat jejas.
pars membranosa dan uretra pars prostatika).
Manifestasi Klinis
l. Trauma Uretra Anterior Terdapat dua macam patologi yang dapat terjadi,
Etiologi yaitu kontusio atau laserasi.
Penyebab trauma uretra anterior adalah: Pada kontusio, yang terjadi pada uretra
Tumpul: straddle injury, tendangan/pukulan hanyalah memar disertai hematom, yang dapat
ke peritoneum; menghilang tanpa komplikasi;
Tajam. Pada laserasi, terjadi robekan uretra dengan
Penyebab iatrogenik seperti pemasangan kateter, ekstravasasi urin, yang dapat meluas ke
skrotum, penis, hingga dinding abdomen, yang pros tate. Pada fraktur tulang pelvis, pecahan dapat
jika tidak ditangani dengan baik dapat terjadi merobek atau menarik uretra pars membranosa
infeksi hingga sepsis sehingga terjadi trauma.
Gejala lainnya:
Hematuria; Manifestasi Klinis
Ketidakmampuan berkemih. Pasien dengan trauma uretra posterior biasanya
datang mengeluhkan tidak bisa buang air ke-
Diagnosis cil dan adanya nyeri pada daerah perut bagian
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemerik- bawah. Trauma juga menyebabkan darah yang
saan fisis, dan pemeriksaan penunjang, menetes dari uretra, dan kadang ini merupakan
Anamnesis satu-satunya gejala. Hematuria merupakan indika-
Riwayat trauma pada area selangkangan atau si pemeriksaan uretrogram retrograd.
riwayat pemasangan alat di area uretra;
Apakah ada darah menetes saat buang air Diagnosis
kecil atau nyeri dan hematoma pada daerah Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemerik-
perineum. Jika terjadi retensi urine dapat saan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
dilakukan pemasangan sistostomi suprapubik.
Anamnesis
Pemeriksaan Fisis Mekanisme trauma;
Darah di meatus uretra eksterna. Tanyakan gejala yang ada pada bagian
Manifestasi Klinis.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Fisis 293
Uretrogram retrograd. Gambaran ekstravasasi Tanda-tanda fraktur pelvis dan nyeri
tampak pada laserasi uretra, namun tidak pada suprapubik;
kontusio uretra. Jika tidak tampak gambaran Colok dubur: floating prostate karena
ekstravasasi, kateter boleh dipasang. terputusnya ligamen puboprostatika.
Pemeriksaan Penunjang
Tata Laksana Pemeriksaan darah dapat menunjukkan
Pada kasus trauma uretra anterior, tata laksa- adanya anemia akibat pendarahan. Jika pasien
na yang dapat dilakukan adalah eksplorasi segera dapat berkemih, lakukan urinalisis;
dan repair uretra. Pemasangan kateter urine me- Pemeriksaan radiologis dapat memperlihatkan
rupakan kontraindikasi sebelum uretrogram re- fraktur pelvis. Uretrogram retrograd
trogad dikerjakan. Oleh karena itu, pasien perlu menunjukkan ekstravasasi.
segera dirujuk ke dokter spesialis urologi.
Tata Laksana
Komplikasi Pada kasus trauma uretra posterior, kateterisa-
Perdarahan, infeksi/sepsis, dan striktur uretra. si merupakan kontra indikasi karena dapat menye-
babkan infeksi periprostatika atau hematom
2. Trauma Uretra Posterior perivesika. Selain itu , dapat terjadi laserasi parsial
Etiologi hingga total. Setelah kondisi gawat darurat diatasi,
Penyebab trauma uretra posterior adalah: pasang sistostomi suprapubik. Saat pemasangan,
Tumpul: jatuh, kecelakaan kendaraan; nilai apakah terdapat trauma juga pada buli-buli.
Tajam; Selama minggu pertama pemasangan sistostomi
Trauma uretra posterior sering diikuti dengan suprapubik, pemasangan kateter dapat dicoba de-
fraktur tulang pelvis anterior. ngan bantuan endoskopi dalam anestesi.

Patofisiologi Komplikasi
Pada trauma uretra posterior, bagian yang bi- Striktur uretra, impotensi, dan inkontinensia.
asanya terkena adalah bagian proksimal dari di-
afragma urogenital, yang dilewati oleh uretra pars Sumber Bacaan
membaranosa. Trauma dapat menyebabkan putus- 1. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau -
nya uretra pars membaranosa pada daerah apeks ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course
prostat. Prostat dapat berubah posisi ke arah su- manual. Edisi ke-9. 201 2.
perior dengan terbentuknya hematoma peripros- 2. Reksoprodjo S, penyunting. Kumpulan kuliah ilmu bedah.
tat dan perivesika. yang disebut sebagai floating Tangerang: Bina Ru pa Aksara: 1995.
r
Tumor Ganas Buli
Hasiana Lum ban Gaol, Chris Tanto. Chaidir Arif Mochtar

Epidemiologi Faktor Risiko


Insidens tumor ganas buli pada laki-laki diban- Merokok, penggunaan zat pemanis buatan, kontak
ding perempuan adalah 2: 1. Tumor ganas buli sering dengan zat kimia, serta bahan-bahan karet dan kulit.
diketahui pada fase awal dan masih terlokalisir tanpa
metastasis, namun rekurensinya cukup tinggi. Secara Diagnosis
histologis, tumor ganas buli terdapat dalam bentuk Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
karsinoma sel transisional (paling banyak), adenokar- fisis, dan pemeriksaan penunjang.
sinoma, dan karsinoma sel skuamosa.

Tabel 1. Stadium Tumor Ganas Buli


fumor pr inwr (I)
TX Tumor primer tidak dapat dinilai

294 TO Tidak ada bukti tumor primer


Ta Karsinoma papilar non-invasif

Tis Karsinoma in situ: "flat tumor"


Tl Tumor mengi nvasijaringan lunak subepitel

T2 Tumor menginvasi lapisan otot


pT2a Tumor menginvasi lapisan otot superfisial (setengah dalam)

pT2b Tumor menginvasi lapisan otot dalam (setengah luar)


T3 Tumor menginvasi jaringan perivesikal

pT3a Apabila invasi ditemukan dalarn pemeriksaan mikroskopis


pT3b Apabila invasi ditemukan secara makroskopis (massa ekstravesikal)
T4 Tumor menginvasi salah satu struktur berikut prostat. vesikula seminalis. uterus. vagina. dinding pelvis. atau dindlng
abdomen
T4a Tumor menginvasi prostat. uterus. atau vagi na

T4b Tumor menginvasi dinding pelvis, dinding abdomen


Kt>lrnjar grtah lwning 1Pgional (N}

Kelenjar getah bening (KGB) regional mencakup daerah drainase primer dan sekunder. Kelenjar getah bening lain di atas
bifurkasi aorta merupakan KGB jauh.

NX KgB tidak dapat dinilai


NO Tidak ada metastasis ke KGB regional
NI Metastasis ke satu KGB regional pelvis (hipogastrik. obturator. iliaka eksterna. ataunodus limfe pre-sakral) berukuran
paling besar 2 cm
N2 Metastasis ke satu KGB regional yang berukuran antara 2-5 cm atau metastasis ke beberapa KGB regional pelvis
(hipogastrik, obturator. iliakaeksterna. ataupre-sakral) yang masing-masing ukurannya tidak lebih dari 5 cm

N3 Metastasis ke KGB yang ukurannya lebih besar dari 5 cm


Metastasis jauh (~I) .
MO Tidak ada metastasis jauh
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
Ml Metastasis jauh
Anamnesis Tata Laksana
Buang air kecil berwarna merah tanpa rasa nyeri; Pasien dengan kecurigaan tumor ganas buli di-
Gejala iritatif kandung kemih (disuria, urgensi, rujuk ke dokter spesialis urologi. Tata laksana tumor
frekuensi) ; ganas buli bergantung pada stadium. Pada tumor su-
Nyeri tulang/ nyeri pada pelvis, edema ekstremitas perfisial tanpa metastasis, tata laksana pilihan adalah
bawah, nyeri pinggang pada pasien dengan reseksi transuretra, dilanjutkan dengan kemotera-
penyakit yang sudah berkembang; pi intravesika. Tindakan reseksi transuretra rentan
Faktor risiko dan gejala umum keganasan berupa mengalami rekurensi sehingga dibutuhkan kontrol
penurunan berat badan maupun nafsu makan. sistoskopi secara berkala. Jika terjadi rekurensi tan-
pa metastasis. dapat dilakukan sistektomi radikal.
Pemeriksaan Fisis Untuk jenis tumor invasif. namun tanpa metastasis,
Biasanya massa tidak teraba pada pemeriksaan pilihan tata laksana adalah sistektomi radikal. Alter-
fisis daerah suprapubik. Apabila teraba. lakukan natif tata laksana lain adalah radioterapi. Sementara.
pemeriksaan bimanual untuk mengetahui apakah pada tumor ganas buli yang sudah disertai metastasis, .....
t1\
tumor telah menginvasi struktur di dekatnya. pilihannya adalah kemoterapi kombinasi. Sistektomi 0

~
merupakan tindakan paliatif unuk mengurangi kelu-
Pemeriksaan Penunjang han. Setelah sistektomi. pengeluaran urine dialihkan
Laboratorium:anemia dapat ditemukan jika melalui stoma ke dinding perut.
tumor sudah tahap lanjut. Pada urinalisis dapat ~
't:S
ditemukan hematuria; Sumber Bacaan cu
IXI
Pielografi intravena untuk menilai keadaan ginjal, I. Reksoprodjo S. penyunting. Kumpulan kuliah ilmu bedah.
ureter. dan buli.Lihat apakah terdapat gangguan Tangerang: Bina Ru pa Aksara: 1995. 295
fungsi ekskresi ginjal, hidronefrosis, hidroureter. 2. Babjuk M. Burger M, Zigeu ner R. Shariat SF. van Rhijn
dan defek pengisian (filling defect) pada buli: BW, Comperat E. dkk; European Assoc iation of Urology
Pemeriksaan lain untuk menilai metastasis; (EAU). EAU guidelines on non-muscle-invasive urothelial
Biopsi sebagai pemeriksaan baku. carcinoma of the bladder: update 2013. Eur Urol. 20 13
Oct:64(4):639-53.
Stadium
Stadium tumor ganas buli dapat dilihat pada Tabel I .
104 Insufisiensi Vena Kronis
••
Knmpt'tcns1 II1A

Definisi
• Selti Rosani. Alexander Jayadi Utama

keluhan pada sisi kontralateral


Kelainan yang meliputi telangiektasia, retikularis, • Pemeriksaan fisis termasuk tes penekanan dengan
varises. edema di pergelangan kaki, serta perubahan turniket;
kulit dan ulkus varikosum. Istilah varises sendiri me- • Pemeriksaan penunjang termasuk prosedur non-
rupakan abnormalitas sistem vena yang memanjang, invasif (USG Dopler; pemeriksaan penunjang yang
melebar, berkelok-kelok, serta gangguan katup. utama) maupun prosedur invasif (venografi).

Etiologi Klasifikasi CEAP


Kongenital: tidak terbentuknya katup vena super- Klasifikasi ini digunakan secara klinis untuk pe-
fisial dan komunikans sejak lahir; nyakit vena kronik pada ekstremitas bawah. Terdapat
Didapat: pembentukan trombus sehingga terjadi empat kelompok peni!aian fungsi vena pada ekstremi-
gangguan aliran darah vena, jejas kronis yang ti- tas bawah, yaitu :
dak menyembuh (misalnya ulkus pada ekstremitas 1. (Jinical (tanda klinis). terdiri dari 6 grade, tambah-
bawah). insufisiensi valvular pada vena dalam. ser- kan keterangan A untuk asimtomatis dan S. untuk
ta trombosis vena dalam. simtomatis.
296
0 = vena tidak dapat dilihat atau tidak teraba;
Patofisiologi 1 = ditemukan telangiektasia atau vena retikuler;
Pada insufisiensi vena kronis terdapat abnorma- 2 = terdapat varises vena;
litas daya elastisitas pada jaringan ikat dinding vena 3 = terdapat edema;
serta katupnya. Pada varises primer. kelemahan din- 4 = ditemukan pigmentasi. eksim, atau lipoder-
ding vena diduga menjadi penyebab utama. Kelema- matosklerosis akibat gangguan vena;
han dinding vena mengakibatkan pelebaran pembu- 5 = sama seperti grade 4 ditambah dengan ulse-
luh darah yang selanjutnya berdampak pada insu- rasi yang telah sembuh;
fisiensi katup. Sebaliknya. varises sekunder terutama 6 = sama seperti grade 4 ditambah dengan ulser-
diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah tertentu asi yang masih aktif;
(misalnya trombosis vena dalam. fistula arteri-vena, 2. Jitiology (etiologi). terdiri dari Ee (kongenital). Ep
dan trauma vena) sehingga meningkatkan peninggian (primer tanpa etiologi), Es (ditemukan etiologi
tekanan hidrostatik vena perifer (hipertensi vena). yang jelas).
Kondisi hipertensi vena ini turut mengakibatkan insu- 3. [lnatomy (anatomi), terdiri dari As (vena super-
fisiensi katup. fisial). Ad (vena dalam), Ap (vena perforantes).
Masing-masing kategori memiliki segmen anatomi
Insidens dan Faktor Risiko yang berbeda.
Insufisiensi vena kronis ditemukan 25-50% pada 4. f.athophysiology (patofisiologi), terdiri dari P, (dis-
perempuan dewasa serta 15-30% laki-laki dewasa. fungsi vena akibat refluks). P0 (disfungsi vena aki-
Faktor risikonya ialah usia, jenis kelamin perempuan, bat obstruksi), P, 0 (disfungsi vena akibat refiuks
obesitas, serta posisi duduk atau berdiri diam dalam dan obstruksi).
jangka waktu lama.
Tata Laksana
Manifestasi Klinis I. Non-medikamentosa:
• Timbul rasa pegal, gatal, panas. edema, dan a. Pasien disarankan aktif bergerak dan tidak
pelebaran vena perifer; mempertahankan suatu posisi dalam waktu
Rasa kaku dan tegang pada otot; yang terlalu lama. Jika terpaksa untuk duduk
Kelelahan pada otot; atau berdiri dalam waktu lama. penting seka-
• Telangiektasia, varises vena, lipodermatosklerosis; li dilakukan elevasi tungkai ke atas dan ke
Pigmentasi, eksim, ulserasi. bawah secara bergantian;
b. Elevasi kaki (tinggi sekitar 15 cm) dapat
Diagnosis dilakukan saat penderita beristirahat;
Anamnesis secara holistik, termasuk menggali c. Mengurangi berat badan seandainya berlebih;
Tabel I. Klasifikasi Anatomi lnsufisiensi Vena Kronis Menurut CEAP
No As No \ti No Ap

Telangiektasla atau retikuler 6 Vena kava inferior 17 Paha

2 VSM - superior lutut Iliaka komunis 18 Bet is

3 VSM - inferor lutut 8 lliaka internal


VSP 9 Iliaka eksternal

5 Non-safena IO Pelvis, gonadal

11 Femoral - komunis

12 Femoral - profunda

13 Femoral superfisial

14 Poplitea
Krural·tibia anterior I
15
posterior. peroneal

16 Gastroknemius. soleal

d. Disarankan menggunakan kaos kaki untuk c. Prosedur invasif: skin laser, skleroterapi. fle-
kompresi medik secara kontinu; bektomi, maupun ablasi vena safena magna
e. Olahraga teratur sangat dianjurkan, tetapi pen- dengan operasi atau tindakan endovena. 297
ting diingat untuk menghindari olahraga yang d. Suplemen hidrosmin 3 x 200 mg per oral.
terlalu berat dan intensif terutama yang dapat
meningkatkan tekanan vena (misalnya tenis Sumber Bacaan
dan bulu tangkis). l. Cronenwett JL. Johnston KW, penyunting. Rutherford's
2. Medikamentosa: vascular surgery. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Sau n-
a. Kompresi, merupakan terapi utama yang ders; 2012.
menunjang semua terapi yang lain; 2. Jusi HD. Dasardasar ilmu bedah vaskuler. Edisi ke-5. Jakar-
b. Fisioterapi; ta: Balai Penerbit FKUI: 20 I0.

Penyakit Oklusi Arteri Perifer


Selti Rosani, Alexander Jayadi Utama

Definisi tes melitus, dislipidemia;


Penyakit oklusi arteri perifer merupakan ganggu- Minor: obesitas. hiperhomosisteinemia,
an aliran darah akibat penyempitan pembuluh darah hiperkoagulasi, gaya hidup dan kepribadian,
perifer (selain pembuluh darah koroner, arkus aorta, kurang olahraga.
dan pembuluh darah otak) yang diakibatkan baik oleh
aterosklerosis maupun nonaterosklerosis. Penyebab Nonaterosklerosis:
o Tromboangitis obliterans.
Etiologi o Sindrom penekanan arteri poplitea,
Penyebab Aterosklerosis o Degenerasi dinding pembuluh darah, dan
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi o Trauma.
Usia tua,
Laki-laki, Manifestasi Klinis
Faktor genetik; 1. Sumbatan Arteri Pada Ekstremitas Atas
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi Aterosklerosis kerap ditemukan pada beberapa
Mayor: kebiasaan merokok, hipertensi, diabe- jalur arteri, yaitu: bifukarsio a. karotis, percaba-
ngan trunkus brakhiosefalikus, a. karotis komunis klinis yang ditemukan terdiri atas SP: pain,
sinistra, a. subklavia sinistra, dan a. vertebralis. paresthesia. pulselessness (denyut nadi tidak
Manifestasi klinis: teraba) , paralysis, dan pallor.
Seringkali asimtomatis;
Digitus mortuus, yaitu iskemia dan gangguan Klasifikasi
sensitivitas pada jari tangan akibat obstruksi Penyakit arteri perifer dapat diklasifikasikan menurut
arteri; Fontaine dan Rutherford Oihat Tabel 1).
Paronikia hingga nekros is jari.
2. Sumbatan Arteri Pada Ekstremitas Inferior Diagnosis
Umumnya ditemukan aterosklerosis pada tiga Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, peme-
percabangan arteri di ekstremitas bawah: per- riksaan fisis, dan penunjang yang sesuai.
cabangan a. femoralis komunis dengan a. femora-
lis profunda, kanalis Hunter (kanalis aponeurosis l. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
di dua pertiga paha atas yang berisi arteri femora- Dicuriga adanya oklusi ekstremitas bawah:
lis, vena femoralis, dan cabang dari nervus fem~ra­ usia <50 tahun dengan diabetes dan satu fak-
lis) , dan percabangan distal a. poplitea. tor risiko aterosklerosis; usia 50-69 tahun dan
Manifestasi klinis: riwayat merokok serta diabetes; usia > 70 ta-
Gejala klaudikasio intermiten, yaitu berupa hun: adanya gejala klaudikasio atau nyeri saat
rasa nyeri, kaku, dan lelah pada otot ekstremi- istirahat; pulsasi pembuluh darah ekstremi-
tas inferior saat berjalan, yang berkurang saat tas bawah yang abnormal; riwayat penyakit
ekstremitas inferior diistirahatkan. aterosklerosis a. koroner, a. karotis, maupun
Penyakit ini dapat terus menjadi progresif, a. renalis;
dan dalam tahap lanjut menjadi critical limb Riwayat adanya gangguan berjalan, klaudika-
298 ischemia (CLO . Gejala CLI terdiri dari: sio, nyeri saat istirahat, dan/atau luka yang
Nyeri yang hebat dan menetap bahkan saat tidak sembuh;
istirahat (rest pain): Kerontokan rambut pada bagian distal ek-
Ekstremitas inferior menjadi pucat saat di- stremitas, perubahan kulit trofik, hipertrofi
elevasikan; kuku.
Adanya gangguan trofik berupa kaki terasa
dingin, kulit kering dan mudah lepas, hi- 2. Pemeriksaan ABI (ankle brachial index)
perkeratosis pada plantar pedis, ujung jari Cara pemeriksaan ABI: membandingkan tekanan
atrofi , kuku menebal; sistolik a. dorsalis pedis dan a. tibialis posterior
Trauma ringan hingga menyebabkan ulkus (dipilih nilai yang tertinggi) dibandingkan dengan
(umumnya unilateral); tekanan sistolik a. brakialis. Nilai normal AB!: 0,9-
Gangren iskemia yang dapat meluas ke 1,3.
seluruh ekstremitas bawah. Interpretasi: nilai ABI <0 ,9 menunjukkan terdapat
Perlu diwaspadai timbulnya acute limb is- gangguan aliran darah. Sebaliknya, nilai AB! > 1,3
chemia (ALI) akibat oklusi total pembuluh da- menunjukkan pengerasan pembuluh darah (kalsi-
rah. Timbulnya ALI ditandai dengan timbulnya fikasi) sehingga pada kasus ini, AB! tidak dapat di-
nyeri terus-menerus yang menandakan adanya gunakan untuk menilai aliran darah. Pada kondisi
penurunan perfusi tungkai mendadak. Gejala tersebut, dapat digunakan pemeriksaan toe-bra-

Tabel I. Klasi fikasi Penyakit Arteri Perifer Menurut Fontaine dan Rutherford

Fonlauw Rutlwrfoul

Stadium Klinis Grade Kategori Klinis

Asimtomatis 0 0 Asimtomatis

!la Klaudikasio ringan Klaudikasio ringan

llb Klaudikasio sedang-berat 2 Klaudikasio sedang

3 Kla udikasio berat

Ill Nyeri iskemia saat istirahat II 4 Nyeri iskemia saat istirahat

IV Ulserasi atau gangren lII 5 Hilangnya jaringan lunak minor

IV 6 Ulserasi atau gangren


chial index atau toe pressure untuk menilai dan keluhan klaudikasio intermiten. Dosis yang
menegakkan diagnosis penyakit oklusi ekstremi- disarankan adalah 100 mg/ hari tiap 12 jam
tas bawah per oral;
Cara pemeriksaan TB!: membandingkan tekanan Pentoxifilin dosis 400 mg/hari per oral , meski
sistolik a. digitalis ibu jari kaki dibandingkan de- manfaatnya masih diperdebatkan.
ngan tekanan sistolik a. brakialis terbesar pada Terapi medikamentosa diberikan untuk 3 bu-
posisi terlentang. Pemeriksaan dilakukan dengan lan pertama, selanjutnya dilakukan evaluasi
menempatkan fotopletismografi pada ujung jem- terapi. Jika terdapat perbaikan klinis, lanjutkan
pol tanpa menyentuh manset. terapi dengan evaluasi minimal setahun sekali .
Interpretasi TB!: nilai toe brachia/ index <0, 7 a tau Namun bila tidak ada perbaikan kondisi umum,
toe pressure <30 mmHg dihubungkan dengan ada- dapat dipertimbangkan terapi revaskularisasi.
nya gangguan aliran darah. Prosedur Revaskularisasi: prosedur endovaskular
(angioplasti, stenting) , pembedahan: bypass, pro-
3. Pemeriksaan Laboratorium. Lebih bermakna un- fu ndoplasty), maupun simpatektomi.
tuk mencari adanya komorbiditas, misalnya kadar Indikasi prosedur revaskularisasi ialah adanya
gula darah (diabetes melitus), kadar kolesterol gangguan anatomis pada arteri yang memberikan
(dislipidemia) , elektrokardiografi (fungsi jantung), gejala klinis. Prosedur endovaskular dapat dilaku-
faal ginjal dan hati, serta penanda hemostasis (fi- kan pada pasien dengan penyakit komorbid yang
brinogen). tidak memungkinkan untuk menoleransi prosedur
pembedahan terbuka.
4. Pemeriksaan Radiologi
USG Doppler, untuk mendeteksi abnormalitas · Komplikasi Penyakit:
aliran darah pada sistem arteri dan vena akibat lskemia meluas, nekrosis, sepsis, nyeri yang tidak ter-
sumbatan atau penyempitan pembuluh darah. atasi dengan analgetik. 299
CT-angiograti, untuk mencari lokasi lesi
vaskular, mengetahui fungsi sistem kolateral, Indikasi Rawat Inap
serta rekonstruksi vaskular. Pada kasus critical limb ischemia dan acute limb
Angiograti, digunakan untuk menentukan tata ischemia.
laksana lanj utan dan untuk tindakan endo- Perlunya pemantauan terhadap pemberian terapi
vaskular. medikamentosa.
Perlu dilakukan tindakan revaskularisasi.
Tata Laksana
Terapi Non-medikamentosa Prognosis
Modifikasi faktor risiko: hipertensi (lihat Bab Penyakit oklusif arteri perifer termasuk risk equi-
Hipertensi). diabetes melitus Oihat Bab Dia- valent penyakit jantung koroner dan serebrovaskular,
betes Melitus). obesitas, kebiasaan merokok, serta merupakan suatu penyakit degeneratif yang pro-
diet, gaya hidup, dan olahraga. gresif dan sistemik.
Olahraga teratur intensitas ringan dianjur-
kan bagi pasien klaudikasio, misalnya latihan Sumber Bacaan
treadmill dan berjalan dengan durasi 50 menit l. Norgren L, Hiatt WR. Dormandy JA. Nehler MR. Harris
setiap kali latihan, diselingi oleh istirahat seti- KA. Fowkes FG: TASC !! Working Group. Inter-Society Con-
ap 5-10 menit. sensus for the management of peripheral arterial disease
(TASC IO. J Vase Surg. 2007 Jan:45 Suppl S:S5-67.
Terapi Medikamentosa, meliputi terapi sirn- 2. Jusi HD. Dasar-dasar ilmu bedah vaskule r. Edisi ke-5. Jakar-
tomatis dan kontrol faktor risiko. Semua pasien ta: Balai Penerbit FKU!: 20 I 0.
simtomatis harus diberikan agen antiplatelet un- 3. Rooke TW. Hi rsch AT. Misra S, Sidawy AN. Beckman JA.
tuk menurunkan risiko morbiditas dan mortali- Findeiss L, dkk: American College of Cardiology Found a-
tas penyakit jantung dan pembuluh darah. Obat- tion Task Force: American Heart Association Task Force.
obatan yang dapat diberikan antara lain: Management of patients with peripheral artery disease
Aspirin atau asam asetil-salisilat, dosis 75-325 (compilation of 2005 and 20 I I ACCF I AHA Guideline Rec-
mg/hari per oral; ommendations): a report of the American College of Ca rdi -
Clopidogrel, pemberian dos is 7 5 mg/ hari per ology Foundation/ American Hea rt Associat ion Task Force
oral; on Practice Gu idelines.
Cilostazol, berfungsi sebagai vasodilator dan 4. European Stroke Organisation, Tendera M. Aboyans V, Bar-
antiplatelet, dlberikan untuk menghilangkan telink ML. Baumgartner !. Clement D. dkk; ESC Committee
for Practice Guidelines. ESC Guidelines on the diagnosis ty arteries: the Task Force on the Diagnosis and Treatment
and treatment of peripheral artery diseases: Document of Peripheral Artery Diseases of the Euro pea n Society of
covering atherosclerocic disease of extracranial carotid Cardiology (ESC). Eur Heart J. 20 I I Nov:32(22):285 I-906.
and vertebral. mese nteric. renal. upper and lower extremi-

Trauma Vaskular
Selti Rosani, Alexander Jayadi Utama

Definisi Diagnosis
Trauma vaskular dapat melibatkan pembuluh da- Anamnesis dan pemeriksaan fisis (/Jard signs dan
rah arteri maupun vena serta struktur lain, seperti soft signs) yang menunjang diagnosis.
saraf, otot, dan jaringan lunak. Trauma vaskular dapat Pemeriksaan penunjang
berupa Iuka tembus, trauma tumpul, trauma himpit, Pemeriksaan laboratorium meliputi pemerik-
iatrogenik ataupun radiasi, yang jumlah kasusnya saan darah perifer dan pemeriksaan lain yang
cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya bertujuan untuk menilai toleransi operasi
kecelakaan lalu lintas, kekerasan senjata tajam/tum- maupun mendiagnosis cedera penyerta yang
pul, kecelakaan kerja, ataupun tindakan yang ada di terjadi;
rumah sakit. Pulse oxymetry, untuk menilai saturasi oksi-
300
Berdasarkan bentuknya, trauma vaskular dapat gen pasien;
terjadi secara tangensial maupun transeksi komplit. Ultrasonografi Doppler/ ultrasonografi Dup-
Selain itu, perlu diperhatikan adanya kemungkinan plex, dapat digunakan untuk menentukan
perdarahan yang tidak terdeteksi yang dapat mening- lokasi lesi vaskular.
katkan angka mortalitas pasien. CT angiografi.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan
Manifestasi Klinis adanya spasme arteri, sumbatan, ekstravasasi
Masalah yang dihadapi pada trauma vaskular kontras, memperkirakan lokasi cedera pembu-
adalah perdarahan, iskemia jaringan, atau gabungan luh darah sebelum dilakukan eksplorasi.
dari keduanya. Adanya riwayat trauma yang signifikan Arteriografi
dengan 'hard signs· mengharuskan eksplorasi pem- Penggunaan arteriografi terutama digunakan
buluh darah baik dengan arteriografi maupun non-ar- dalam menegakkan diagnosis, menghentikan
teriografi. Sedangkan jika didapat 'soft signs', harus perdarahan, penentuan terapi, serta evaluasi
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memperta- hasil rekonstruksi.
jam diagnosis. Berikut ini adalah gejala klinis tipikal
yang mengarah pada kemungkinan trauma vaskular: Tata Laksana
Hard signs: Prinsip penanganan trauma vaskular ialah pe-
Perdarahan yang sifatnya berdenyut; ngendalian perdarahan (hemostasis) dan perbaikan
Nekrosis jaringan yang semakin meluas; (repair) dari pembuluh darah.
Pulsasi distal yang tidak teraba: Setelah penanganan awal selesai, dilakukan evalu-
Dingin dan pucat; asi terhadap kerusakan pembuluh darah untuk ke-
Teraba thrill: mungkinan dilakukan tindakan perbaikan. Teknik per-
Terdengar suara bruit. baikan arteri atau vena, dapat disertai fasiotomi Qika
Soft signs: diperlukan) , berupa anastomosis primer, penambalan,
Ditemukan defisit neurologis; jahitan langsung. maupun graft vena. Pemberian an-
Hematom yang terbatas pada bagian tubuh tibiotik spektrum luas, obat-obatan simtomatis, dan
tertentu ; antikoagulan sampai batas waktu yang diperlukan
Riwayat timbulnya perdarahan di tempat sangat tergantung dari dokter yang menanganinya.
kejadian;
Pulsasi yang melemah pada pembuluh darah 1. Tata Laksana Umum:
besar. Stabilisasi kondisi umum pasien (airway,
breathing, dan circulation) ;
Menghentikan perdarahan aktif, dapat dilaku- diperkirakan akan terjadi peningkatan te-
kan dengan: kanan intrakompartemen. Fasiotomi dapat
Penekanan pada daerah perdarahan jika memperbaiki sirkulasi kolateral sehingga
ada perdarahan aktif. Pemasangan turni- mencegah terjadinya iskemia dan nekrosis
ket secara terus-menerus tidak disarankan jaringan;
karena dapat merusak sistem kolateral Amputasi primer pada fraktur tibia terbuka
dari pembuluh darah yang terkena trauma. dengan trauma vaskular dipertimbangkan
Turniket dipasang pada bagian proksi- jika terdapat:
mal lesi vaskular. Turniket dikencangkan Indikasi absolut: terdapat kerusakan
hingga perdarahan berhenti, tetapi penting berat atau terputus pada saraf posteri-
untuk diingat, setiap 10-15 menit turni- or; ekstremitas remuk dengan iskemia
ket harus dilonggarkan untuk mencegah panas lebih dari 6 jam.
nekrosis jaringan distal. Indikasi relatif: trauma ganda pada
Teknik endovaskuler dengan memasang ekstremitas lain; trauma berat pada ek-
endostent atau balon oklusi. stremitas yang sama; tidak cukup jari-
Anastomosis sementara pembuluh darah ngan untuk menutup Iuka.
yang terpotong (thromboresistent plastic tube) Amputasi dilakukan jika terdapat salah
dapat dipasang untuk mencegah timbulnya satu indikasi absolut atau minimal dua
iskemia pada bagian distal trauma selama dari indikasi relatif.
operasi. Thromboresistent plastic tube meru- b. Trauma vaskular pada rongga panggul
pakan sejenis materi plastik dengan agen anti- Konservatif, jika hematoma yang timbul
trombosis untuk membuat sejenis materi yang tidak meluas dengan sirkulasi yang stabil;
resisten terhadap trombosis dan digunakan Embolisasi arteri iliaka interna dengan
untuk prosedur yang berkontak dengan darah teknik endovaskular; 301
a tau produk darah, misalnya jantung artifisial. Eksplorasi pembuluh darah pada rongga
mesin jantung-paru, mesin dialisis ginjal. pacu panggul lewat transperitoneal (laparotomi)
jantung, graft vaskuar, dan lainnya. atau ekstraperitoneal tergantung indikasi.
Rekonstruksi pembuluh darah lewat tindakan c. Trauma aorta, vena kava, dan vena iliaka
operasi. Rekonstruksi arteri dilakukan lebih Penderita jarang sekali dapat bertahan hidup
dulu , baru kemudian vena. Prosedur ini mem- hingga mendapatkan pertolongan di rumah
butuhkan keahlian di bidang bedah vaskular. sakit. Diperlukan seorang ahli bedah vaskular
Tujuan utama rekonstruksi vaskular adalah untuk menangani dan memperbaiki cedera ini.
untuk menurunkan angka amputasi.
Prosedur rekonstruksi arteri sangat ber- 3. Pencegahan dan Edukasi
gantung dengan luasnya Iuka dan mekanisme Setelah operasi, perlu dilakukan latihan fi-
trauma. Bagian proksimal dan distal dibe- sis segera guna mencegah stasis vena maupun
baskan terlebih dahulu dan kedua ujungnya merangsang pembentukan pembuluh kolateral
dipotong dengan rapi. Jahitan pada arteri baru. Pasien sebaiknya dikonsulkan ke bagian
harus mengenai seluruh lapisan, baik dari in- Rehabilitasi Medik untuk fisioterapi. Penting
tima maupun adventisia. Penting untuk dia- pula diingatkan agar pasien berhenti merokok,
mati agar tidak ada penyempitan dan tegangan mengontrol kadar gula darah, dan mencegah fak-
pada pembuluh darah. Bila perlu, digunakan tor risiko untuk penyembuhan pembuluh darah
graft menggunakan vena autogen {misalnya yang optimal.
vena safena) a tau PTFE/ dacron.
Fasciotomi dapat dilakukan jika diperkirakan Komplikasi Trauma Vaskular
akan timbul reperfusion injury setelah revasku- Kausalgia: nyeri yang timbul akibat adanya cede-
larisasi. ra pada saraf perifer; sering ditemui pada trauma
arteri;
2. Tata Laksana Khusus Sindrom kompartemen akut;
a. Trauma vaskular pada fraktur ekstremitas Infeksi lokal maupun sistemik;
Rekonstruksi pembuluh darah dilakukan Fistula arteri-vena;
terlebih dulu pada kasus iskemia, baru di- Amputasi ekstremitas bersangkutan.
lakukan fiksasi tulang;
Dapat dipasang fiksasi eksterna pada frak- Komplikasi Paska-operatif
tur ekstremitas bawah (lihat Bab Fraktur); Kausalgia;
Fasiotomi dilakukan pada kondisi yang Trombosis akut paska-rekonstruksi;
Infeksi lokal maupun sistemik; 80%, arteri femoral superfisial 45%, arteri poplitea
Stenosis; 85%. Diharapkan dengan dilakukannya revaskularisa-
Fistula arteri-vena. si dapat menurunkan angka amputasi tersebut.
Aneurisma palsu.
Sumber Bacaan:
Prognosis 1. Cronenwett JL, Johnston KW. penyunting. Rutherford·s
Angka mortalitas trauma vaskular bervariasi se- vascular surgery. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saun-
suai lokasinya: toraks dan abdomen sekitar 30-50%, ders: 2012.
sedangkan trauma vaskular pada ekstremitas sekitar 2. Jus i HD. Dasardasar ilmu bedah vaskuler. Edisi ke-5. Jakar-
5%. Sementara untuk morbiditas, bila dilakukan li- ta: Balai Penerbit FKUI: 2010.
gasi pembuluh darah secara spesifik (tanpa sistem 3. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
kolateral), didapat angka amputasi sebagai berikut: ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course
arteri aksilaris dan brakialis 4 5-60%, arteri femoralis manual. Edisi ke-9. 20 12.

Trombosis Vena Dalam


Selti Rosani, Alexander Jayadi Utama

Definisi Patofisiologi
302
Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis/ Pembentukan trombus dapat terjadi di vena dalam
DVT) didefinisikan sebagai kondisi timbulnya trombus akibat berbagai faktor. Trombus yang terbentuk di
pada vena dalam. Trombosis vena dalam sering tersa- vena iliaka dan vena femoralis proksimal dapat lepas
markan karena tidak ada tanda peradangan lokal yang dari tempatnya dan mengikuti aliran darah (emboli)
terlihat seperti pada trombosis vena perifer. Adanya hingga ke jantung dan paru. Adanya emboli kemudian
trombosis akan merusak vena distal beserta katupnya dapat menyumbat pembuluh darah di paru sehingga
(akibat refluks) sehingga menyebabkan terjadinya in- menimbulkan emboli paru. Sementara itu, emboli ber-
sufisiensi vena. ukuran kecil akan menyumbat kapiler paru sehingga
terjadi infark jaringan paru. Akan tetapi, jika emboli
Epidemiologi berukuran cukup besar, dapat terjadi penyumbatan
Setiap tahunnya ditemukan I kasus di antara parsial atau bahkan seluruh aliran darah dari ventrikel
1000 orang yang mengalami masalah ini. Darijumlah kanan dan menyebabkan kematian. Pembuluh vena
tersebut, sekitar 1-5% penderitanya meninggal dikare- yang dapat mengalami trombosis vena dalam antara
nakan komplikasi yang ditimbulkan. lain: vena tibialis, vena poplitea, vena iliofemoral, vena
cava, dan vena aksilaris.
Etiologi
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya Faktor Risiko
trombosis pada vena dalam, yaitu : Usia >40 tahun;
1. Cedera pada pembuluh vena. Timbulnya cedera Pasien kanker;
dapat dipicu oleh tindakan bedah, suntikan bahan Gangguan koagulasi darah:
yang menimbulkan iritasi, atau abnormalitas pada Perempuan hamil dan pascapersalinan;
pembuluh vena; Pasien yang menjalani terapi hormonal;
2. Peningkatan risiko terjadinya trombus, misalnya Perempuan yang menggunakan kontrasepsi hor-
pada pasien kanker, penggunaan kontrasepsi oral, monal;
persalinan, tindakan operasi, geriatri, dehidrasi, Pasien dengan imobilisasi lama;
dan perokok; Tindakan operasi dalam jangka waktu >30 menit;
3. Aliran darah yang lebih lambat pada pembuluh Riwayat DVT dalam keluarga;
vena. Kondisi ini dapat terjadi pada penderita yang Pasien dengan varises;
menjalani perawatan lama (imobilisasi) di rumah Pasien dengan komorbiditas penyakit berat.
sakit atau penerbangan jarak jauh. Pada kondisi
tersebut, otot-otot pada daerah tungkai bawah Manifestasi Klinis
tidak berkontraksi sehingga aliran darah dari kaki Trombosis vena dalam umumnya bersifat asim-
menuju ke jantung menjadi lambat dan berkurang, tomatis. Pada sebagian penderita, dapat timbul gejala
memudahkan terjadinya trombosis. klinis yang tidak khas, misalnya nyeri dada akibat dari
emboli paru yang menandakan timbulnya komplika- sementara USG Doppler berwarna memiliki
si. Pada trombus berukuran besar akan menyumbat nilai sensitivitas 97% dan spesifisitas 98%
pembuluh vena utama sehingga muncul gejala dan untuk mendeteksi adanya trombus.
tanda berikut: CT venografi
pembengkakan pada ekstremitas (tungkai/lengan) Penggunaan CT venografi ekstremitas
mulai dari distal, bawah ditujukan untuk mendeteksi
otot kaku (tidak lunak), trombosis vena dalam dengan sensitivitas
nyeri otot terutama saat berdiri dan berjalan, I 00% dan spesifisitas 96%. Pemeriksaan
nyeri pada betis saat pedis di posisikan dorsofleksi ini lebih superior dibandingkan venografi
dan sendi lutut dalam kondisi ekstensi penuh (ffo- konvensional untuk mendeteksi perluasan
man 's sign). trombus ke vena pelvis dan vena cava
kulit kebiruan (sianosis). inferior.
vena superfisial tampak jelas akibat dilatasi vena o lnvasif: flebografi. merupakan prosedur inva-
kolateral superfisialis, sif untuk visualisasi vena (terutama vena ek-
beberapa trombus dapat mengalami perbaikan stremitas bawah) yang menggunakan sinar X
secara spontan dan membentuk jaringan parut (dengan kontras). Flebografi dapat mengonfir-
di sekitar katup. Jaringan parut yang terbentuk masi diagnosis DVT dan membedakan penggu-
dapat merusak fungsi katup pada pembuluh vena mpalan darah dari penyumbat lainnya.
di tungkai bawah yang mengakibatkan trombosis
vena dalam kronis berulang (post phlebitic syn- Diagnosis Banding
drome). Cedera otot tungkai (hematom. ruptur otot), ruptur
kista Baker, selulitis, tromboflebitis vena superfisialis.
Diagnosis
Anamnesis yang mengarah pada faktor risiko dan Tata Laksana 303
gejala klinis, serta pemeriksaan fisis ditujukan un- Tata laksana DVT harus dilakukan secara komprehen-
tuk menemukan adanya tanda dan gejala trombo- sif. meliputi pencegahan dan terapi.
sis vena dalam. Secara sederhana dapat digunakan 1. Pencegahan
kriteria Wells 2003 Oihat Tabel 1). Kaas kaki elastis. Pasien dengan imobilisasi
Pemeriksaan laboratorium: kadar D-Dimer i dapat disarankan menggunakan kaos kaki
(trombosis yang aktif); dapat dipengaruhi oleh elastik.
adanya keganasan atau kerusakan jaringan. Antikoagulan. Antikoagulan sebagai agen pro-
Pemeriksaan penunjang lain: filaksis diberikan pada pasien yang akan men-
Non-invasif jalani operasi besar dan pada pasien dengan
USG Doppler, untuk memberikan gambaran kelainan vaskular. Heparin dosis rendah (Iow-
aliran darah arteri dan vena pada bagian dose unfractioned heparin / DUH) diberikan 0,2
tungkai. USG Doppler klasik memiliki nilai mL subkutan dua kali sehari selama 5-7 hari.
sensitivitas 88% dan spesifisitas 88%. Tidak diperlukan pemantauan.

Tabel I. Mod ifikasi Kriteria We lls 2003

~lodolikil" Knlt'llil \\l'lb Skm


Mengidap kanker ya ng aktif (pasien menerima tata laksana kanker dalam 6 bu Ian terakhir atau
+l
seda ng menggunakan terapi paliatif).
Terdapat paralisls. paresis. atau imobilisasi dari tungkai bawah. +l
Tirah baring > 3 hari atau menjalani operasi bedah mayor dalam 12 minggu terakhir yang
+l
membutuhkan anestesi umum atau regional.
Edema pitting pad a tungkai yang slmtornatis. +l

Local tenderness sepanjang distribusi sistem vena dalam +l

Pembengkakan seluruh tungkai +I


Pembengkakan betis (kira- kira 10 cm di bawah tuberositas tibialis) >3 cm dibandingkan dengan
+l
tungkai yang asi mto matis.
Pelebaran non-varikosa vena superfisiai pada sis! yang simtomatis. +l

Riwayat DVT sebelumnya +l

Adan ya diagnosis alternatif yang menyerupai DVT -2


Keterangan: Skar Wells ~ 2 menunjukkan kemungkinan adanya trombosis vena dalam sebesar 28'16. DVT: (deep vein thrombosis).
2. Terapi Medikamentosa, tujuan terapi untuk tidak boleh dihentikan sebelum terca-
mencegah serta mengurangi risiko pembentukan pai target terapi yang menetap selama
trombus yang lebih besar serta mencegah emboli 24 jam dengan warfarin.
paru. Beberapa obat yang dapat digunakan antara Alternatif pemberian subkutan:
lain golongan antikoagulan (warfarin atau hepa- Heparin subkutan diberikan dengan
rin). Perlu diperhatikan pula bahwa obat golongan dosis inisial 15.000-20.000 U subku-
antikoagulan dapat menyebabkan efek samping tan, selanjutnya diatur menggunakan
perdarahan. kontrol aPTT pada 4-6 jam berikutnya.
a. Terapi Antikoagulan Target terapi sama dengan heparin
Heparin (Penghambat faktor koagulasi intravena. Pengaturan dosis tidak
IX, X, XI, XII, dan antitrombin-110 dapat dilakukan sesering pada heparin
Heparin diberikan secara intravena mau- intravena, namun hal ini lebih dapat
pun subkutan, dan harus dipantau secara ditoleransi oleh pasien karena tidak
tepat untuk mencapai efek antitrombotik ada jalur intravena dan pemeriksaan
yang diharapkan serta meminimalisasi aPTT yang lebih jarang.
risiko perdarahan. Pasien yang mendapat Efek samping
terapi ini memerlukan perawatan di rumah Efek samping berupa hipersensitivitas
sakit. dan trombositopenia pernah dilaporkan
Indikasi akibat penggunaan heparin.
Jndikasi definitif: DVT akut. edema Monitor
pulmonal, dan angina tidak stabil; Monitor heparin dilakukan dengan
Jndikasi relatif: infark miokard akut memeriksa aPTT (activated partial throm-
(timbul setelah terapi trombolitik) dan boplastin time) karena heparin mengurangi
304 stroke trombosis akut; aktivitas empat faktor koagulasi pada jalur
Pada pencegahan untuk DVT dan ede- intrinsik (faktor IX, X, XI, dan XII). Batas
ma pulmonal, heparin diberikan pada maksimal pemberian heparin adalah 0,4
kasus: paskapembedahan umum, risiko U/mL atau setara dengan peningkatan 2,5
imobilisasi, pembedahan ortopedi, dan kali kontrol aPTT. Meskipun menggunakan
pencegahan trombosis mural. rentang nilai 1,5-2,5 kali kontrol aPTT,
Kontraindikasi angka ini tidak bisa menjadi patokan bagi
Kontraindikasi relatif: hemofilia serta setiap penderita untuk mendapatkan dosis
gangguan perdarahan lain, trombosito- terapi antikoagulan yang optimal.
penia dengan jumlah trombosit kurang Interaksi
dari 60.000/µL, riwayat trombosito- Anestesi spinal dan epidural akan
penia karena heparin, ulkus peptikum, mempengaruhi aktivitas heparin.
riwayat perdarahan otak dalam waktu Komplikasi
dekat, hipertensi berat. gangguan hati Trombositopenia, perdarahan, dan
berat, varises esofagus, trauma mayor, reaksi alergi.
riwayat bedah saraf dan mata dalam
waktu dekat. ii. Warfarin (Antagonis vitamin Kl
Pemberian heparin tidak dianjurkan Obat ini menurunkan kadar fungsional
bersamaan dengan anestesi epidural beberapa faktor koagulasi (faktor II, VII,
ataupun spinal. Kejadian hipersensitivi- IX, dan X) yang aktivitasnya tergantung
tas dilaporkan terjadi pada beberapa pada vitamin K. Efek antitrombotik akan
kasus pasien. tercapai dalam waktu 3 hari karena waktu
Dosis dan Cara Pemberian, bervariasi ter- paruh faktor II adalah 60 jam. Oleh karena
gantung dari indikasi: itu, warfarin tidak dianjurkan sebagai te-
Pada kasus trombosis vena atau arteri rapi tunggal trombosis akut.
akut: Indikasi
Dosis inisial 80 IU/KgBB, dilanjutkan Digunakan untuk profilaksis sekunder ber-
dosis rumatan 18 IU/KgBB/hari. Pada sama atau setelah terapi heparin. Warfarin
pasien DVT akut, lama pemberian juga diindikasikan dalam pencegahan dan
terapi heparin sekitar 10-14 hari dan tata laksana beberapa penyakit kardio-
warfarin dimulai 4-6 hari sebelum vaskular.
heparin dihentikan Uihat penjelasan Kontraindikasi (Absolut dan Relatif)
mengenai warfarin di bawah). Heparin Kontraindikasi absolut
Terdapat perdarahan berat/ perda- onal. digunakan standarisasi INR (interna-
rahan aktif; tional normalized ratio) sebagai indikator.
Minimnya kontrol penggunaan obat Target INR untuk pemantauan berkisar
dan monitoring INR; antara 2,0-3,0.
Kehamilan (hindari pada trimester
pertama dan sekitar 2-4 minggu Komplikasi: perdarahan dan nekrosis kulit.
sebelum kelahiran) ;
Alergi atau intoleransi warfarin Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
(pertimbangkan penggunaan alter- dosis tinggi 1 mg/KgBB/ 12 jam subkutan
natif warfarin). selama 14 hari. LMWH memiliki efektivitas
Kontraindikasi relatif yang sama dengan heparin unfractionated
Hipertensi tidak terkontrol (di atas pada kasus trombosis vena dalam akut.
180/100 mmHg); LMWH dapat diberikan tanpa pemantauan
Penyakit hati berat; ataupun pengaturan dosis.
Riwayat operasi dan prosedur yang
melibatkan sistem saraf, vertebra, b. Terapi trombolitik:
atau mata dalam beberapa waktu Sistemik: Kurang direkomendasikan
terakhir. karena tingginya kemungkinan komplikasi
Dosis dan Cara Pemberian perdarahan.
Dosis warfarin sulit ditentukan secara Ca theter-directed : Lebih rendah angka
objektif karena variasi yang terlalu besar komplikasi perdarahan dibandingkan
pada setiap pasien. trombolitik sistemik dan terbukti lebih
Umumnya dimulai dengan dosis 10 efektif.
mg/ hari per oral, kemudian disesuai-
kan dengan target INR (misalnya 3 3. Terapi Kompresi dan Elevasi. Untuk mengurangi
hari). Pad a pasien geriatri. dos is inisial keluhan nyeri dan bengkak pada tungkai. dapat di-
dikurangi menjadi 5-7,5 mg/hari; lakukan elevasi atau kompresi pada tungkai yang
Ketika tercapai dosis maintenance. terkena menggunakan stocking khusus.
INR diperiksa setiap 1 atau 4 minggu. 4. Terapi Endovaskular dengan pemasangan filter
bergantung pada stabililisasi INR yang diletakkan pada vena cava inferior. Filter ini
sebelumnya; dapat mencegah terjadinya emboli paru.
Pasien dengan kasus trombosis vena
akut kejadian pertama biasanya men- Sumber Bacaan
dapat terapi warfarin hingga 3 bulan I. Cronenwett JL. Johnston KW. penyunting. Rutherford's
dan bila ada risiko terbentuknya trom- vascular surgery. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saun-
bosis arteri, maka waktu pemberian ders: 201 2.
terapi warfarin dalam jangka waktu 2. Jusi HD. Dasardasar ilmu bedah vaskuler. Edisi ke-5. Jakar-
yang tidak menentu. ta: Balai Penerbit FKUI: 20 l 0.
3. Kucher N. Clinical practice. Deep-vein thrombosis of the
Pemantuan upper extremities. N Engl J Med. 201lMar3:364(9) :861 -
Pemantauan pemberian warfarin menggu- 9.
nakan PT lprothrombin time- jalur ekstrin- 4. Goldhaber SZ. Bounameaux H. Pulmonary embo-
sik). Namun sebagai kesepakatan internasi- lism and deep vein thrombosis. Lancet. 2012 May
12:379(9828): 1835-46.
mu


D Frambusia (Yaws)
D Herpes Simpleks
D Herpes Zoster
D Infeks i Parasit
0 D Kus ta
CD
~
D Mikosis
l3 D Moluskum Kontagiosum
~
D Pioderma
2.
0 D Tuberkulosis Kutis
.....
IQ
.... D Ulkus Tropikum

a
CD
D
D
Va rise la
Veruka Vulgaris
~
en
.....
306
D Akne Vulgaris
D Dermatitis
D Dermatitis Eritroskuamosa
D Erupsi Obat Alergik
D Prurigo
D Tumor Ganas Kulit
D Tumor Jinak Kulit

v ,.\ v
D Gonore
D Infeksi Genital Non-Spesifik
D Kandidosis Genitalis
D Kondiloma Akuminatum
D Limfogranuloma Vereneum
D Sifilis
D Trikomoniasis

Mi have read everything.


Frambusia (Yaws)
Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi

Definisi Guma: nodus tidak nyeri yang melunak dan


Penyakit treponematosis menahun yang terdiri menjadi ulkus yang curam hingga ke tulang
dari tiga stadium, yaitu ulkus atau granuloma pada atau sendi, menyebabkan ankilosis dan defor-
kulit, lesi nondesruktif dini, dan destruktif lanjut pada mitas. Biasanya terjadi pada area tungkai.
kulit, tulang, serta periosteum. Penyakit ini biasanya Tulang: periostitis dan osteitis pada tibia, ulna,
ditemukan pada daerah tropis dan lembab dengan metatarsal serta metakarpal. Dapat pula terjadi
tingkat kebersihan yang buruk. fraktur spontan.
Gangosa: mutilasi fosa nasalis, palatum mole
Etiologi sehingga terbentuk lubang dan suara menjadi
Penyakit ini disebabkan karena infeksi Trepone- sengau.
ma pertenue yang masuk melalui lesi pada kulit. Lesi • Goundou: eksositosis tulang hidung dan seki-
primer (disebut mother of yaws) muncul setelah masa tarnya. .....
Cl)
inkubasi 3 minggu. Berbeda dengan sifilis, frambusia
tidak ditularkan dari ibu ke janin. Diagnosis ~s::
Ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan .....
.....
Manifestasi Klinis serologi sifilis. Pemeriksaan dark field microscopy
t:7I
Terdiri atas tiga stadium: pada awal lesi dapat membantu diagnosis, tetapi tidak
1. Stadium I
Predileksi: tungkai bawah yang terdapat trau-
ma;
Lesi kulit: papul eritematosa yang membesar
{disebut frambesioma) dalam 3-6 minggu. Pa-
dapat membedakan frambusia dengan sifilis. Tes se-
rologi dilakukan dengan menggunakan rapid plasma
reagent (RPR) VDRL, fluorescent treponema antibodies
(TPHA). Pemeriksaan histopatologi menunjukkan
gambaran akantosis, papilomatosis, edema epider-
10
Cl>

pul akan berkembang menjadi ulkus dengan mal, dan mikroabses intraepidermal dengan neutrofil. 307
dasar papilomatosa dan krusta kuning kehi- Pada dermis tampak infiltrat padat yang terdiri atas
jauan; sel plasma, limfosit, histiosit, neutrofil, eosinofil, dan
Dapat ditemukan pembesaran kelenjar getah proliferasi endotel.
bening dengan konsistensi keras dan tidak
nyeri; Tata Laksana
Fase ini bertahan selama beberapa bulan dan Antibiotik lini pertama:
sembuh sendiri dengan meninggalkan sika- Benzatin benzilpenisilin- Dosis untuk dewasa
triks. adalah 1,2 juta unit dosis tunggal, diberikan
2. Stadium II secara intramuskular. Dosis untuk anak di
Lesi kulit (tersebar generalisata): papul-papul bawah usia 12 tahun adalah 0,6 juta unit do-
berkelompok dengan ukuran milier sampai sis tunggal, diberikan secara intramuskular.
lentikular tersusun korimbiformis, arsinar, Pada pasien anak yang alergi terhadap penisi-
atau numular. Papul muncul 3-12 bulan lin dapat diberikan eritromisin oral 8-10 mg!
setelah sejak dimulainya penyakit. Lesi ini KgBB setiap 6 jam selama 15 hari.
akan menjadi basah dan membentuk krusta. Azitromisin oral 30 mg/KgBB (maksimal 2 g).
Stadium ini sangat infeksius; dosis tunggal sama efektifnya dengan pembe-
Pada telapak kaki terjadi keratoderma (dry rian penisilin intramuskular;
crab yaws) sehingga pasien berjalan seperti Alternatif: Doksisiklin oral I 00 mg 2 kali/hari se-
kepiting karena nyeri. Tulang panjang pada lama 15 hari, atau menggunakan tetrasik.lin oral:
ekstremitas juga dapat terserang. 500 mg 4 kali/hari selama 15 hari.
3. Stadium III.
Pada stadium ini, terjadi destruksi pada kulit, Prognosis
tulang dan persendian. Kelainan yang ditemukan Apabila tata laksana dilakukan pada stadium awal,
berupa: maka tingkat kesembuhan tinggi dan tidak ada keca-
Nodus: dapat melunak dan menjadi ulkus. catan.
Sumber Bacaan 20 l 3;381 (9869) :763-73.
1. Menaldi SL. Bramono K. Indriatmi W. penyunting. Ilmu 3. Arenas R. Estrada R. penyunting. Tropical dermatology.
penya kit kuli t dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe- Georgetown: Landes Bioscience: 20 01 .
nerbit FKUI: 2014 . 4. Lupi 0 , Madkan V. Tyring SK. Tropical dermatology: bacte-
2. Mitja 0. Asiedu K. Mabey 0. Yaws. Lancet. rial tropical disease. J Am Acad Oermatol. 2006:54 :559 -78.

109 •Ill
Kon1pl'lens1 IVA
Herpes Simpleks
•• Widyaningsih Oentari. Sri Linuwih Menaldi

Definisi dipicu oleh trauma fisik, trauma psikis, sakit,


Penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi virus her- trauma, panas, kontak seksual, atau menstruasi.
pes simpleks tipe I atau IL GejaJa klinis yang ditemukan berupa vesikel
berkelompok yang gatal, panas, nyeri dan
Etiologi berlangsung sekitar 7-10 hari.
Virus herpes merupakan virus DNA (keluarga Herpes simpleks pada kehamilan dapat berba-
tj
11> Herpesviridae). Terdapat dua tipe virus herpes. yaitu haya karena virus dapat masuk melalui plasenta

s
~
HSV tipe 1 dan HSV tipe 2. HSV tipe 1 tidak ditularkan
secara seksual, sedangkan HSV tipe 2 ditularkan se-
dan sampai ke sirkulasi fetus. Hal tersebut dapat
menimbulkan kematian atau kecacatan janin. Ke-
cara seksual. Transmisi dari virus ini terjadi secara lainan yang dapat timbul berupa ensefalitis, kera-
2. tokonjungtivitis, dan hepatitis.
0 kontak langsung. kemudian diikuti dengan fase inva-
l.Q
...... sif asimtomatis. dilanjutkan dengan fase replikasi dan

-
S'
11>
:>;'
......
(I)
berakhir dengan fase lisis sel. Waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan satu siklus ini adalah 5-6 jam.
Masa inkubasi dapat terjadi dalam 2-20 hari.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, dan pemerik-
saan fisis, serta berdasarkan pemeriksaan penunjang,
yaitu pemeriksaan Tzanck, dengan ditemukannya sel
308 Manifestasi Klinis datia berinti banyak.
Infeksi primer berlangsung sekitar 3 minggu
dengan gejala sistemik berupa demam, malaise, Diagnosis Banding
anoreksia, dan pembesaran kelenjar getah bening. Impetigo vesikobulosa, ulkus durum, ulkus mole,
Lesi di kulit kemudian muncul berupa vesikel ulkus mikstum.
berkelompok dengan dasar eritematosa. Vesikel
tersebut dapat pecah dan menjadi ulkus. Tata Laksana
Pada herpes simpleks tipe I, predileksi pada ping- SaJap atau krim idoksuridin: untuk tata laksana
gang ke atas terutama pada hidung dan mulut. lesi dini.
sementara pada tipe II lokasi predileksi ialah ping- Asiklovir: topikal atau 200 mg PO 5 kaJi/hari
gang ke bawah. terutama pada area genital. Na- selama 5 hari.
mun predileksi ini sering sulit dibedakan karena
adanya hubungan secara seksual orogenital. Sumber Bacaan
Fase laten seringkali tidak ditemukan gejala klinis. 1. Ojuanda A. Hamzah M. Aisah S. penyunting. Ilmu penyakit
Virus berada dalam keadaan dorman di ganglion kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI:
dorsalis. 2009.
Infeksi rekuren. Virus herpes simpleks yang 2. Wo lff K. Johnson RA. Saavedra AP. penyunting. Fitzpat-
sebelumnya dalam keadaan tidak aktif pada rick's color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi
ganglion dorsalis akan menjadi aktif dan ke-7. Singapura: Elsevier Saunders: 201 3.
menimbulkan gejaJa kJinis yang lebih ringan 3. Arenas R. Estrada R. penyunting. Tropical dermatology.
dibandingkan dengan infeksi primer. Hal tersebut Georgetown: Landes Bioscience: 2001.
110 Herpes Zoster
••
Kompctmsi lllA

Definisi
• Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi

Diagnosis Banding
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus va- Herpes simpleks
risela-zoster (VZV) pada kulit dan mukosa, atau me-
rupakan hasil reaktivasi virus setelah infeksi primer. Tata Laksana
Obat antiviral, lebih baik diberikan pada 3 hari
Patogenesis pertama sejak timbulnya lesi. Pilihan obat:
VZV ditularkan melalui kontak langsung atau Asiklovir 500 mg PO 5 kali/hari selama 7 hari
inhalasi. Predileksi awal infeksi adalah mukosa salu- Valasiklovir: 1000 mg PO 3 kali/ hari selama 1
ran napas atau konjungtiva. Virus ini akan mengala- hari. Namun, bila lesi baru tetap muncul, obat
mi fase laten karena dikontrol oleh imunitas seluler. ini dapat diteruskan hingga 2 hari bebas lesi;
Akan tetapi, saat terjadi penurunan limfosit T (akibat Analgesik, untuk mengatasi keluhan nyeri;
neoplasma, transplantasi, AIDS, penuaan, atau kondisi Kortikosteroid diberikan apabila terjadi sindrom
imunodefisiensi lainnya) , maka dapat terjadi reaktiva- Ramsay-Hunt untuk mencegah terjadinya parali-
si. Virus ini mengalami dua fase replikasi, yai tu yang sis:
pertama pada ganglia, kemudian pada hepar, limpa, Prednison 20 mg PO 3 kali/hari, setelah
dan organ lainnya. seminggu dosis dapat diturunkan secara ber-
tahap.
Manifestasi Klinis
Diawali dengan gejala prodromal berupa demam, Komplikasi
pusing, malaise, nyeri otot tulang, gatal dan pegal; Neuralgia pascaherpetik: rasa nyeri yang tim-
Lesi kulit berupa vesikel berkelompok dengan bul pada daerah bekas penyembuhan lebih dari
dasar eritematosa yang disertai rasa nyeri, bersifat sebulan setelah penyakit sembuh. Komplikasi ini
unilateral dan dermatomal (tidak melewati batas kebanyakan timbul pada usia di atas 40 tahun; 309
garis tengah) sesuai tempat persarafan. Masa aktif Komplikasi herpes zoster oftalmikus: ptosis parali-
penyakit ini dapat berlangsung hingga 1 minggu; tik, keratitis, skleritis, uveitis, koriorenitis, neuritis
Pembesaran kelenjar getah bening; optik;
Pada herpes zoster oftalmikus terjadi infeksi pada Paralisis motorik muncul dalam 2 minggu pas-
cabang pertama nervus trigeminus cabang oftal- caawitan lesi.
mika sehingga timbul kelainan pada mata;
Sindrom Ramsay Hunt: apabila terdapat gangguan Prognosis
pada saraf fasialis dan otikus yang menyebabkan Pada umumnya bonam bila ditangani secara adekuat.
paralisis otot muka, kelainan kulit sesuai derma-
tom, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nis- Sumber Bacaan
tagmus, mual, dan gangguan pengecapan. 1. Menaldi SL. Bramono K, lndriatmi W. penyunting. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
Diagnosis nerbit FKUI; 2014.
Ditegakkan berdasarkan anamnesis dan temuan 2. Wolff K. Johnson RA. Saavedra AP, penyunting. Fitzpat-
lesi kulit yang khas (vesikel berkelompok, dermato- rick's co lor atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi
mal, dan nyeri). Dapat pula dilakukan pemeriksaan ke-7. Singapura: Elsevier Saunders; 2013.
Tzanck untuk membantu diagnosis dengan ditemukan 3. Arenas R, Estrada R. penyunting. Tropical dermatology.
sel datia berinti banyak. Georgetown: Landes Bioscience; 2001.
111
Kompctcnsi IVA
• Infeksi Parasit
11
•• Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi

A. Pedikulosis 1%
Definisi Cara pemakaian: zat dioleskan di rambut
Infeksi pada kulit dan rambut pada manusia yang dan didiamkan 12 jam. Setelah itu rambut
disebabkan oleh Pediculus sp. dicuci dan disisir dengan sisir rapat untuk
mengambil kutu ataupun telur. Dapat di-
Klasifikasi ulang 1 minggu kemudian, apabila masih
l. Pedikulosis Kapitis ditemukan kutu.
Definisi: Benzi! benzoat 2 5%
Infeksi kulit dan rambut kepala akibat Pe- Prognosis: baik.
diculus humanus var. capitis.
Epidemiologi: 2. Pedikulosis Korporis
Biasanya menyerang anak usia muda. In- Definisi:
0 feksi ini mudah tersebar pada lingkungan yang Infeksi kulit akibat Pediculus humanus var.
Cl>

i
padat dengan kondisi higiene yang kurang. corporis.
Cara Penularan: Cara penularan:
Penularan dapat terjadi akibat kontak Pakaian dan kontak langsung.
0 dengan barang yang sudah digunakan oleh Manifestasi Klinis:
....
-
\Q
orang yang telah terinfeksi, seperti topi dan Rasa gatal akibat liur dan ekskreta kutu .
!j sisir. Selain itu, dapat pula terjadi akibat kon- Lesi kulit terjadi akibat garukan dan terkadang
ct tak langsung antara kepala orang yang telah dapat timbul pembesaran kelenjar getah

....~ terinfeksi dengan orang yang belum terinfeksi.


Manifestasi Klinis:
bening akibat infeksi sekunder.
Diagnosis:
310 Rasa gatal pada area oksipital dan tempo- Menemukan kutu dan telur pada serat pakaian.
ral yang kemudian meluas ke seluruh kepala. Diagnosis Banding:
Rasa gatal ini disebabkan liur dan ekskreta Neurotic excoriation.
kutu yang masuk ke kulit saat menghisap Tata Laksana:
darah. Garukan akibat gatal juga berkontribu- Krim gama benzena heksaklorida (gamek-
si terhadap lesi kulit yang tampak. Lesi kulit san) 1%
yang ditemukan berupa erosi, ekskoriasi, pus, Cara pemakaian: krim dioles tipis pada tu-
dan krusta. Selain itu, dapat ditemukan pem- buh dan didiamkan 12-24 jam, setelah itu
besaran kelenjar getah bening. pasien diminta untuk mandi. Pengobatan
Diagnosis Pasti: ini dapat diulang 4 hari kemudian, apabila
Menemukan kutu atau telur pada rambut masih belum sembuh.
di area oksipital atau temporal. Telur berwarna Benzi! benzoat 25 %
putih abu-abu mengkilat. Cara pemakaian: dioleskan pada tubuh dan
Diagnosis Banding: didiamkan selama 24 jam. Pada <).flak, dosis
Tinea kapitis, pioderma, dermatitis seboroik. dapat dikurangi menjadi 12,5%. Pemakaian
Tata Laksana: dapat diulangi 1 minggu kemudian.
Malathion 0.5% atau 1% topikal berbentuk Bubuk malathion 2%
losio atau spray. Prognosis: baik
Cara pemakaian: sebelum tidur, rambut di-
cuci bersih dan diolesi malathion. Setelah 3. Pedikulosis Pubis
itu kepala ditutup dengan kain. Keesokan Definisi:
harinya, rambut dicuci kembali dan disisir Infeksi kulit dan rambut di sekitar pubis dan
dengan sisir rapat. Pengobatan dapat di- sekitarnya oleh Phthirus pubis.
ulang I minggu kemudian apabila masih Cara penularan:
ditemukan kutu. Kontak langsung. Penyakit ini dapat di-
Gama benzena heksaklorida (gameksan) golongkan sebagai penyakit infeksi menular
seksual.
Manifestasi Klinis: I cm dan berujung papul atau vesikel. Area
Gata! pada area pubis dan dapat meluas predileksi mencakup sela jari tangan, perge-
hingga ke dada dan abdomen. Pada dada dan langan tangan bagian volar, siku bagian luar,
abdomen dapat ditemukan bercak abu-abu. lipat ketiak depan, areola mamae, umbilikus,
Kutu dapat terlihat, tetapi sulit dilepaskan bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian
karena masuk ke dalam folikel rambut. Ge- bawah. Pada bayi dapat ditemukan pada
jala lainnya adalah black dot (bercak hitam) telapak tangan dan kaki;
pada celana dalam yang ditemukan pada saat Ditemukan tungau.
bangun tidur. Bercak tersebut merupakan ber-
cak dari darah yang mengering. Diagnosis
Diagnosis: Diagnosis pasti dibuat dengan menemukan tun-
Mendapatkan telur atau kutu. gau. Tungau dapat ditemukan dengan cara:
Diagnosis Banding: Temukan terowongan dan cari ujung terowon-
Dermatitis seboroik, dermatomikosis. gan yang berupa papul. Pada papul tersebut
Tata Laksana: lakukan pencongkelan dengan jarum dan le-
Gameksan I% atau benzil benzoat 25% takkan di atas kaca objek. Hasil sediaan dilihat
topikal. Obat ini dioleskan dan dibiarkan se- di bawah mikroskop.
lama 24 jam. Setelah itu dibilas dan dapat Menyikat lesi dengan sikat, ditampung di atas
diulang 4 hari kemudian apabila masih belum kertas putih, dan dilihat dengan kaca pembe-
sembuh. Sebaiknya rambut pubis dicukur dan sar. .....
Cl)
pakaian dalam dicuci dengan air panas dan Membuat biopsi irisan dengan cara lesi dijepit
disetrika.

B. Skabies
dengan dua jari dan dibuat irisan tipis. lrisan
tersebut dilihat dengan mikroskop.
Membuat biopsi eksisional dan diberikan pe-
-....
~
(IJ

i;:::
.....
b'l
Definisi warnaan H.E.
Penyakit kulit akibat infeksi dan sentisisasi ~
~
Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Diagnosis Banding
Penyakit ini termasuk dalam penyakit akibat Prurigo, pedikulosis korporis dan dermatitis.
hubungan seksual. (IJ
Tata Laksana Cl
Patogenesis Terapi Farmakologi
311
Cara penularan dari infeksi dapat disebabkan Belerang endap 4-20%. Tidak boleh digunakan
karena kontak langsung (kulit dan kulit) dan kon- kurang dari 3 hari karena tidak efektif pada
tak tidak langsung (melalui benda seperti handuk, stadium telur. Dapat dipakai oleh bayi usia <2
sprei, dan sebagainya). Kelainan kulit yang terjadi tahun.
pada skabies disebabkan karena garukan akibat Emulsi benzil-benzoat (20-25%). diberikan
gatal dan tungau skabies itu sendiri. Gata[ pada setiap malam selama 3 hari. Efektif terhadap
skabies dapat terjadi akibat sensitisasi terhadap semua stadium.
sekreta dan ekstreta tungau. Gama benzena heksa klorida (gameksan) I%,
Pemberian cukup sekali. Efektif untuk semua
Manifestasi Klinis stadium. Tidak dianjurkan untuk anak usia <6
Kelainan kulit yang dapat ditemukan berupa tahun dan ibu hamil.
papul. vesikel, urtika. Selain itu, akibat garukan Permetrin 5%, aplikasi sekali dan dihapus
terdapat lesi berupa erosi, ekskoriasi, krusta, dan setelah I 0 jam. Tidak dianjurkan pada bayi di
infeksi sekunder. Pada penyakit ini terdapat empat bawah 2 bulan.
tanda kardinal yang harus dipenuhi minimal dua. Krotamiton I 0%.
Empat tanda kardinal ini mencakup: Prognosis: baik.
Pruritus nokturna: gatal pada malam hari
akibat aktivitas tungau yang lebih aktif pada C. Creeping Eruption
malam hari dan suhu yang lebih panas dan Definisi
lembab; Kelainan kulit berupa peradangan berbentuk
Menyerang sekelompok orang, misalnya se- linier atau berkelok-kelok, menimbul, dan bersifat
keluarga, satu asrama; progresif yang disebabkan karena invasi larva
• Terdapat terowongan atau kunikulus pada cacing tambang.
area predileksi. Terowongan berbentuk garis
lurus atau berkelok dengan rata-rata panjang
Patogenesis Diagnosis banding antara lain skabies, dermatofi-
Penyebab dari kelainan ini adalah larva cacing tosis, herpes zoster.
tambang Ancylostoma braziliense dan Ancylosto-
ma caninum. Larva ini melakukan penetrasi pada Tata Laksana
kulit dan berjalan sepanjang dermoepidermal Tiabendazol 50 mg/ KgBB/ hari PO, dibagi da-
sehingga menimbulkan gejala di kulit setelah be- lam 2 dosis selama 2 hari;
berapa jam atau hari. Albendazol 400 mg PO. dosis tunggal, diberi-
kan selama 3 hari berturut-turut;
Manifestasi Klinis Krioterapi.
Lesi kulit: papul dan lesi linier atau berkelok-
kelok dengan diameter 2-3 mm dan berwar- Sumber Bacaan
na kemerahan pada tungkai, tangan, anus, 1. Menaldi SL, Bramono K. lndriatmi W. penyunting. Ilmu
bokong, dan paha; penyakit ku lit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
Keluhan gatal yang lebih berat pada malam nerbit FKUJ; 20 14.
2. Wolff K, Johnson RA. Saavedra AP, penyunting. Fitzpat-
hari dan panas.
rick"s color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi
ke-7. Singapura: Elsevier Saunders; 2013.
Diagnosis dan Diagnosis Banding 3. Arenas R. Estrada R. penyunting. Tropical dermatology.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Georgetown: Landes Bioscience; 200 I.

0
CD

3 112
Kompetensl VAi
• Kusta ~
[ 11
0
....
IQ
......
•• Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi

-....
:::s
CD
:i;'
en
Definisi
Penyakit infeksi kronis akibat Mycobacterium
leprae yang bersifat intraseluler obligat. Disebut juga
logis yang berbeda (lihat Tabel 2 dan Tabel 3). Ragam
manifestasi klinis tersebut sangat dipengaruhi oleh
imunitas seluler penderita. lmunitas seluler yang baik
312 Marbus Hansen atau lepra. akan memberikan gambaran klinis ke arah tuberku-
loid, sedangkan imunitas seluler yang rendah akan
Etiologi dan Faktor Risiko memberikan gambaran ke arah lepromatosa.
M. Jeprae merupakan basil tahan asam, obligat in- Apabila penyakit mengenai saraf perifer. geja-
traseluler yang dapat bereproduksi secara maksimal la klinis akan sesuai dengan nervus yang terkena.
pada suhu 27-30 °C. Mikroba ini berkembang biak Kemudian, dilakukan pemeriksaan pembesaran saraf
dengan baik pada jaringan dengan suhu rendah, se- perifer. konsistensi, dan nyeri tekan dari nervus per-
perti kulit, saraf perifer, saluran pernapasan atas dan ifer. Saraf yang perlu diperiksa yaitu N. fasialis, N. au-
testis. Jalur transmisinya masih belum jelas, diperkira- rikularis magnus, N. radialis, N. ulnaris, N. medianus,
kan transmisi terjadi melalui droplet, vektor serang- N. poplitea lateralis, dan N. tibialis posterior.
ga, atau kontak dengan tanah dengan mikroba yang
bersangkutan. Faktor risiko penyakit ini antara lain Diagnosis
tinggal di area endemis. kontak dengan pengidap lep- Pemeriksaan Bakterioskopis. Bertujuan untuk
ra dan kemiskinan. penegakkan diagnosis dan evaluasi hasil pengo-
batan.
Epidemiologi Dilakukan pengambilan bahan sediaan dengan
Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkem- cara kerokan kulit minimal dari 4-6 tempat, yaitu
bang seperti India, Cina, Myanmar, Indonesia, Brazil, kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 lesi
dan Nigeria. Setiap tahunnya terdapat 600.000 kasus lain yang paling aktif (paling eritematosa dan in-
baru dengan total sebanyak 1,5 hingga 8 ju ta kasus di filtratif). Selain itu, sediaanjuga dapat diambil dari
seluruh dunia. Penyakit ini berhubungan dengan ting- sekret hidung melalui nose blow di pagi hari, atau
kat kemiskinan, daerah pedesaan dan penyakit HIV. mukosa hidung dengan menggunakan kapas lidi.

Manifestasi Klinis Berikut langkah pemeriksaan bakteriologik:


Terdapat beberapa spektrum klinis kusta (lihat Ta- - Disinfeksi lesi dan jepit area yang akan dikerok
bel 1) dengan gejala, profil bakteriologis, dan imuno- dengan ibu jari dan telunjuk hingga iskemik
Tabel 1.Klasifikasi Gejala Klinis Kusta

Madrid (1953)

WHO Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB)

Puskesmas PB MB
Keterangan: TT. Tuberkuloid polar, bentuk stabil (tidak mungkin berubah tipe): BT. Borderline tuberculoid; BB, Mid Borderline; BL, Bor-
derline lepromatous; LL. Lepromatosa polar. bentuk stabil (tidak mungkin berubah tipe); Multibasiler (MB}, mengandung banyak basil,
yaitu tipe BB. BL, dan LL; Pausibasiler (PB). mengandung sedikit basil. yaitu BT. TT, dan Indeterminate.

Tabel 2.Gejala Klinis. Bakteriologis, dan Imunologis dari Tipe Kusta Multibasiler (Buku Ajar Kulit Kelamin FKUI; 2007)
S1fat Lepromatosa (LL) Borderline Lepronwtosa (BL) Mid Borderline (llB)
Lesi

Bentuk Maku)a Makula Plakat


Infiltrat difus Plakat Dome-shaped (kubah)
Papul
Nod us
Papul Ptmchedout
....
(I)

Jumlah Tidak terhltung, Sukar dlhltung, Dapat dihitung ~


tldak ada kulit sehat masih ada kulit sehat .........'E
Distribusi Simetris Hampir simetris tn
0
Pennukaan Halus berk!lat Halus berkilat
0
~
s
Batas Tidakjeias Agakjelas
Anestesla Blasanya tidak jelas Tldakjelas
Q)
Basil Tahan Asam (BTA) 0
Banyak Agak ban_,y~ak-~~--"
313
Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif
Tes lepromin Negatif Negatif Biasanya negatlf

Tabel 3.Gejala Klinis, Bakteriologis, dan Imunologis dari Tipe Kusta Pausibasiler (Buku Ajar Kulit Kelamin FKUI; 2007)
Sifat lndNPTmllmlP (I) Hmderlmf' llliwrkuloid (llT) Tuherkulmd (IT)
Lesi
Bentuk lnfiltrat Makula dibatasl Jnfiltrat Makulasaja
Jumlah Satu atau beberapa Beberapa atau satu dengan Satu, dapat beberapa
sate lit
Distribusi Variasl Masih aslmetris Aslmetrls
Permukaan Halus, agak berkilat Kering bersisik Kering bersisik
Batas Dapatjelas, atau Jelas Jelas
dapat tidak jelas
Anestesia Tidak ada, atau Jelas Jelas
tidakjelas
Basil Tahan Asam (BTA)
Lesi kulit Biasanya negatif Negatif atau hanya 1+ Hampir selalu negatif
Tes lepromln Dapat positiflemah. atau Posltif lemah
negatlf
sehingga hanya sedikit darah yang keluar; hingga banyak antigen yang tersebar dan memicu
- Lakukan kerokan dengan menggunakan reaksi imun humoral. Pada ENL tidak terjadi pe-
skalpel steril. lrisan dilakukan sampai sedalam rubahan tipe.
dermis; Reaksi reversal. Terjadi pada tipe BL, BB, BT dan
- Kerokan dioleskan pada gelas alas dan difiksa- berhubungan dengan hipersensitivitas tipe lam-
si di atas api. Sediaan diwarnai dengan pewar- bat. Reaksi ini terjadi akibat peningkatan sistem
naan Ziehl Neelsen. imun seluler yang mendadak, umumnya terjadi
pada 6 bulan pertama pengobatan. Pada reaksi
Indeks Bakteri (IB) ditentukan dengan cara: reversal terjadi perubahan tipe penyakit.
0: tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang
l+: 1-10 BTA dalam 100 lapang pandang Tata Laksana
2+: 1-10 BTA dalam 10 lapang pandang 1. Terapi Farmakologis
3+: 1-10 BTA dalam l lapang pandang Alur serta regimen pengobatan kusta berbeda
4+: 11 -100 BTA dalam 1 lapang pandang pada tipe MB dan BB (lihat Gambar 1). Ada tiga
5+: 101-1000 BTA dalam l lapang pandang obat lini pertama yang digunakan, yaitu dapson,
6+: > 1000 BTA dalam 1 lapang pandang. rifampisin, serta klofazimin. Masing-masing obat
memiliki indikasi serta efek samping yang harus
Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan Jn- diwaspadlli.
deks Morfologi (IM) yang merupakan persentase Dapson (Diaminodifenil sulfon/DDS). Prinsip
perbandingan bentuk solid (basil hidup) dengan pemberiannya adalah tidak boleh diberikan
t:7
11) jumlah solid dan non-solid (basil mati) dikalikan sebagai monoterapi, harus dikombinasikan

§ 100 persen. Akan tetapi, perhitungan ini hanya


dapat dilakukan apabila IB minimal 3+.
dengan pengobatan lain. Dosis yang diberikan
ialah 1-2 mg/KgBB per hari (lihat Gambar 1).
[ Pemeriksaan Histopatologis
Efek samping yang dapat timbul berupa nyeri
kepala, erupsi obat, anemia hemolitik, leukope-
0
.....
\Q Pada pasien dengan sistem imunologik seluler nia, insomnia, neuropati perifer, sindrom DDS,
..... yang tinggi, akan tampak gambaran tuberkel. Tu- nekrolisis epidermal toksik, hepatitis, hipoal-

~.....
berkel terdiri atas sel epiteloid, sel datia Langhans buminemia, serta methemoglobinemia.
dan limfosit. Pasien dengan sistem imunologik Rifampisin. Digunakan sebagai salah satu
seluler yang rendah, tampak sel Virchow atau sel kombinasi DDS dengan dosis 10 mg/ KgBB
lepra atau sel busa yang merupakan bentuk his- diberikan setiap hari atau setiap bulan. Efek
314
tiosit yang tidak mampu memfagositosis M. Jep- samping yang dapat timbul berupa hepa-
rae dan bahkan dijadikan sebagai tempat untuk totoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal,
berkembang biak. flu -like syndrome , dan erupsi kulit.
Klofazimin, dosis awal adalah 300 mg/bulan,
Pemeriksaan Imunologis, bertujuan untuk mem- dilanjutkan dengan 50 mg/hari, atau 100 mg
bantu diagnosis kusta yang meragukan. Pemerik- selang sehari atau 100 mg 3 kali/minggu. Efek
saan imunologis yang dapat dilakukan, yaitu uji sampingnya adalah warna kecoklatan pada ku-
MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Agglutina- lit, warna kekuningan pada sklera yang akan
tion), uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent menghilang setelah 3 bulan obat dihentikan.
Assay). dan mL dipstick (Mycobacterium leprae Dalam dosis tinggi dapat menyebabkan efek
dipstick). samping gastrointestinal.
Alternatif obat lainnya, antara lain:
Diagnosis Banding o Protionamid, dosis 5-10 mg/KgBB per
Sarkoidosis, leishmaniasis, lupus vulgaris, lim- hari, namun obat ini tidak digunakan di
foma, sifilis, y aws, granuloma annulare, necrobiosis Indonesia.
lipoidica. o Ofloksasin, dosis optimal adalah 400 mg!
hari. Efek samping berupa gangguan gas-
Reaksi Kusta trointestinal, insomia, nyeri kepala, halusi-
Reaksi kusta merupakan episode akut dari perjala- nasi, dan pusing.
nan kronis penyakit. Terdapat dua jenis, yaitu Eritema o Minosiklin. Dosis standar adalah 100 mg!
Nodosum Leprosum (ENL) dan reaksi reversal. hari. Efek samping yang dapat timbul pada
ENL. Timbul pada tipe LL dan BL dan merupakan anak adalah pewarnaan gigi dan terkadang
reaksi imun humoral yang terjadi biasanya pada dapat menyebabkan hiperpigmentasi kulit
tahun kedua pengobatan. Reaksi ini muncul kare- dan mukosa, gangguan gastrointestinal
na banyaknya basil lepra yang mati dan hancur se- dan susunan saraf pusat. Penggunaan obat
ini tidak dianjurkan pada anak-anak atau Komplikasi
pada masa kehamilan. Neuropati, mencakup penurunan fungsi sensorik,
motorik, atau otonom saraf perifer:
2. Terapi Non-Farmakologis Ulkus atau fisura yang dapat mengakibatkan os-
Pasien kusta secara rutin perlu menjaga ke- teomielitis hingga amputasi digiti;
bersihan diri, terutama pada regio yang me- Pembentukan kalus, akibat penurunan aktivitas
ngalami penurunan fungsi neurologis. Tangan kelenjar keringat;
atau kaki yang anestetik dapat direndam setiap Kontraktur sendi, akibat paralisis otot. Latihan
hari selama 10-15 menit. Lesi kalus atau kulit fisis secara aktif maupun pasif diperlukan untuk
keras di sekitar ulkus dapat diabrasi. paling mencegah komplikasi ini.
baik dilakukan oleh tenaga medis dengan bilah Kelainan oftalmologis: penurunan sensoris kornea
skapel. Selaajutnya, untuk menjaga nutrisi dan (neuropati trigeminal) . lagoftalmos (neuropati fa-
kelembapan yang adekuat pada kulit, dapat di- sialis) .
berikan pelembab topikal: • Pada reaksi ENL dapat ditemukan uveitis, dakti-
Istirahatkan regio yang terlihat kemerahan lis, artritis, limfadenitis, neuritis, miositis, maupun
atau melempuh. Hindari tekanan yang berlebi- orchitis.
han pada regio lesi. misalnya dengan elevasi
tungkai saat istirahat atau mencegah berjalan Prognosis
kaki dalam jangka waktu yang lama: Umumnya baik apabila dilakukan pengobatan
Untuk mencegah dan menangani komplika-
si yang ada, dibutuhkan kerja sama dengan
yang tepat. Akan tetapi, perlu dilakukan upaya pence-
gahan serta deteksi dini terhadap komplikasi yang
....
(I)
.!I:
bagian bedah ortopedi, podiatrist, neurologi. mungkin terjadi. Q)

'E
.i.
oftalmologi, dan rehabilitasi medik.
.....
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
0
'lii
Sus k kusta
e
Q)
0
PausibasUer
315
Konflnnasl diagnosis dengan :
t
• Pemeriksaan baktertoskoplk
• Pemer1ksaan hlstopatologls
•Pemeriksaan imunologi:j

MB


Anak (10-14 tahun nak (10-14 tahun

t t
Pengobatan 12 bulan Pengobatan 12 bulan: Pengobatan 6 bulan Pengobatan 6 bulan:
Harl pertama tiap bulan: ari pertama tlap bulan: Han pertama tiap bulan: Harl pertama tlap bulan:
• Rlfampisin 300 mg: • RJfamplsin 300 mg • RJfamplsin 300 mg: • Rifampisln 300 mg
2 kapsul I kapsul 2 kapsul I kapsul
Klofazimln I 00 mg RJfamplsin 150 mg • Dapson 100 mg: • RJfampisin 150 mg
3 kapsul I kapsul I tablet I kapsul
Dapson 100 mg: Clofazlmln I 00 mg Harl 2-28: • Dapson 50 mg
I tablet 3 kapsul • Dapson 100 mg I tablet
Harl 2-28: Dapson 50 mg I tablet ari 2-28:
• Klofazlmln 50 mg l tablet • Dapson 50 mg
l kapsul ari 2-28: I tablet
• Dapson 100 mg • Clofazimln 50 mg
l tablet I kapsul (dua hari sekali)
• Dapson 50 mg
1 tablet
Gambar 1.Alur Tata Laksana Kusta
Sumber Bacaan rosy as a public health problem. Geneva: WHO: 2000.
1. Menaldi SL. Bramono K. Indriatmi W. penyunt ing. Ilmu 3. Wolff K. Johnson RA. Saavedra AP. penyu nting. Fitzpat-
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Sadan Pe- rick's color atlas & sy nops is of clinical dermato logy. Edisi
nerbit FKUI: 2014. ke-7. Singapura: Elsevier Saunders: 2013.
2. Wo rl d Health Organization (WHO). Gu ide to eliminate lep-

113
Kompcten!ii IVA
• Mikos is
11
•• Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi

Definisi Tata Laksana:


Mikosis merupakan istilah umum untuk penyakit Oral: kalium iodida pekat 3-6 g/hari PO,
yang disebabkan oleh infeksi jamur pada organ atau dibagi dalam 3 dosis selama 3-4 bulan
jaringan tubuh mana pun. Pada kulit (mikosis kutis) . (untuk dosis anak dapat digunakan 33-50%
penyakit ini dibagi menjadi mikosis profunda dan dari dos is dewasa). Lainnya: itrakonazol
mikosis superfisialis. 200-600 mg/ hari PO. flukonazol 20-400
0
11> mg/ hari PO. ketokonazol, 400-800 mg/
§ A. Mikosis Profunda hari PO, terbinafin 1000 mg/ hari PO.
1. Misetoma Sistemik. Terapi disesuaikan dengan

~.....
I.Cl
Definisi:
Penyakit kronis dan supuratif pada jaringan
subkutan yang disebabkan oleh Actinomycetes
keterlibatan organ lain. Pada umumnya
menggunakan regimen amfoterisin B IV.

.....
-....
::s
11>
::-;-
{/)
dan Nocardia.
Manifestasi Klinis:
Pembengkakan, abses, sinus. dan fistel mul-
tipel yang muncul unilateral. Inflamasi yang
3. Kromomikosis
Definisi:
Infeksi oleh berbagai jamur yang berwarna
{dematiaceous). seperti Fonsecaea pedrosoi.
316 terjadi dapat menyerang subkutis. fasia, otot, Manifestasi Klinis:
dan tulang. Nodus verukosa kutan yang kemudian mem-
Diagnosis: bentuk vegetasi papilomatosa yang besar. Bi-
Diagnosis ditegakkan dari gejala klinis, gamba- asanya terjadi pada kaki dan tungkai. Infeksi
ran histologis, dan hasil biakan. dapat terjadi akibat trauma.
Tata Laksana: Diagnosis:
Reseksi radikal atau dipertimbangkan untuk Pada pemeriksaan langsung dengan larutan
amputasi. Apabila kelainan belum meluas dan KOH 20-40% dapat ditemukan struktur ber-
disebabkan oleh aktinomikotik, dapat diberi- dinding ganda dengan diameter 4-10 µm {fum-
kan pengobatan kombinasi kotrimoksazol 480 agoid cells a tau Medlar bodies) atau juga dapat
mg PO 2kali/hari (terdiri dari sulfametoxazol ditemukan hifa hitam dan tebal.
23 mg/ KgBB/ hari dan trimetoprim 4,6 mg/ Tata Laksana:
KgBB/ hari) dan streptomisin 14 mg/ KgBB/ Operasi: dilakukan pada lesi kecil;
hari IV selama 9- 12 bulan. Pada misetoma Terapi antifungal oral: diberikan selama
maduromikotik (Madura foot) dapat dipertim- setidaknya I tahun. Obat-obatan yang
bangkan pemberian itrakonazol. dapat digunakan berupa terbinafin 2 50
mg/ hari, itrakonazol 200-600 mg/ hari,
2. Sporotrikosis atau ketokonazol 400-800 mgl hari.
Definisi: Terapi antifungal sistemik, seperti
Infeksi kronis akibat Sporotrichium schenkii. amfoterisin B IV.
Manifestasi Klinis:
Pembesaran kelenjar getah bening dan ulkus. 4. Zigomikosis, Fikomikosis, dan Mukormikosis
Penyakit ini biasanya ditemukan pada pekerja Definisi:
di hutan dan petani. Penyakit akibat infeksi jamur yang taksonomi
Diagnosis: dan perannya masih didiskusikan.
Biakan pada mencit dan pemeriksaan histopa- Etiologi:
tologis. Jenis jamur meliputi Mucor, Rhizopus, Absid-
ia, Mortierel/a. Cunning-hamel/a. Penyakit ini Kulit.
jarang ditemukan pada orang yang sehat dan Biakan dengan menggunakan medium agar
sifatnya oportunistik. Sabouraud.
Diagnosis: Diagnosis Banding:
Diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan histo- Dermatitis, kandidosis, sifilis, psoriasis, derma-
patologis dan hasil biakan. titis seboroik, pitiriasis rosea, dan eritrasma.
Tata Laksana: Tata Laksana:
Pada fikomikosis dapat diberikan kalium io- Griseovulfin: pengobatan dilanjutkan
dida 10-15 tetes 3 kali sehari, yang perlahan hingga 2 minggu setelah sembuh klinis dan
dinaikkan hingga tampak gejala intoksika- diberikan dengan makanan yang banyak
si (mual dan muntah). Setelah itu, dosis di- mengandung lemak. Dosis:
turunkan 1-2 tetes dan dipertahankan sampai Dewasa: 0,5- 1 g/ hari dibagi untuk 4
tumor menghilang. Selain itu, dapat dipertim- kali pemberian;
bangkan pemberian itrakonazol 200 mg per Anak: 0,25-0 ,5 g/hari atau 10-2 5 mg/
hari selama 2-3 bulan. KgBB.
Ketokonazol: untuk kasus yang resisten
B. Mikosis Superfisialis griseofulvin, dengan dosis 200 mg/ hari
Mikosis superfisialis dibagi menjadi dermatofitosis selama I 0-14 hari pada pagi hari setelah
dan nondermatofitosis. makan. Absorpsi ketokonazol akan lebih
l. Dermatofitosis
Definisi:
baik pada pH asam sehingga pemberiannya
dapat dikombinasikan dengan vitamin C.
....
Cl)

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi


golongan jamur dermatofita pada jaringan
yang mengandung zat tanduk, yaitu epidermis,
Kontraindikasinya ialah pada penderita
kelainan hepar.
Itrakonazol: untuk pengganti ketokonazol,
-
~
<I)

~
.........tn
rambut, atau kuku. diberikan dosis I 00-200 mg 2 kali/ 0
Etiologi: hari selama 3 hari. Untuk tata laksana 0
Dermatofita terbagi dalam tiga genus, yaitu onikomikosis, diberikan terapi denyut ~
Microsporum, Tricophyton, dan Epidermophy-
ton. Jen is jamur ini dapat mencerna keratin.
itrakonazol selama 3 bulan, yaitu
pemberian 3 tahap dengan interval I
e
Cl
<I)

Klasifikasi bulan, masing-masing tahap sepanjang I


Klasifikasi berdasarkan lokasi: minggu dengan dosis 200 mg 2 kali/ hari.
317
Tinea kapitis: pada rambut dan kulit kepala; Terbinafin: juga dapat diberikan sebagai
Tinea barbe: pada dagu dan jenggot; pengganti griseovulfin, dosis 62,5 mg-2 50
Tinea kruris: pada genitokrural, sekitar mg/ hari selama 2-3 minggu.
anus, bokong, perut bagian bawah;
Tinea pedis et manum: pada tangan dan 2. Nondermatofitosis
kaki; a. Ptiriasis Versikolor
Tinea unguium: pada kuku jari tangan dan Definisi:
kaki; Penyakit jamur superfisial kronis yang di-
Tinea korporis: pada bagian lain yang tidak sebabkan oleh Malassezia furfur.
termasuk pada lima jenis tinea di atas. Manifestasi Klinis:
Manifestasi Klinis: Bercak berskuama halus yang berwarna
Gata!, kelainan berbatas tegas yang terdiri atas putih hingga coklat hitam dengan bentuk
berbagai efloresensi dengan tepi aktif. tidak teratur dengan batas jelas sampai di-
Diagnosis: fus. Bercak terasa gatal.
Kerokan pada kulit, rambut, atau kuku Diagnosis:
yang sakit dan dilihat melalui mikroskop. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
Pada sediaan kuku dan kulit akan tampak gambaran klinis, pemeriksaan fluoresensi
gambaran hifa bersekat dan bercabang dengan lampu Wood akan tampak fluo-
dengan spora berderet yang disebut resensi kuning keemasan, dan sediaan
artrospora. Pada sediaan rambut akan langsung kerokan kulit. Pada sediaan
tampak mikrospora dan makrospora langsung, diberikan larutan KOH 20% dan
yang dapat tersusun di dalam rambut dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.
(endotriks) atau di luar rambut (ektotriks). Pada mikroskop akan tampak gambaran
Cara pengambilan sediaan dilakukan dapat hifa pendek dan spora bulat berkelompok.
dilihat pada Bab Pemeriksaan Kerokan Diagnosis Banding:
Dermatitis seboroik, eritrasma, sifilis II, Manifestasi Klinis:
ptiriasis alba, morbus Hansen, vitiligo. Tempat predileksi pada rambut janggut,
Tata Laksana: kepala, dan kumis. Saat ram but disisir akan
Terapi topikal, diberikan untuk terdengar suara metal (klik). Tampak kru-
lesi minimal, pasien anak, atau bila sta melekat pada rambut dengan ukuran
kontraindikasi dengan pemberian kecil hingga besar sehingga tampak seperti
sistemik, meliputi: benjolan-benjolan. Piedra hitam ditemukan
Suspensi selenium sulfida 1-2,5% pada daerah tropis dan menyerang ram-
berupa sampo dipakai 2-3 kali but kepala saja. Sedangkan, piedra putih
seminggu. Obat dioleskan pada menyerang daerah dengan iklim sedang
area lesi dan didiamkan 15-30 dan menyerang janggut serta kumis.
menit sebelum mandi. Pemberian Diagnosis:
selenium sulfida perlu diwaspadai Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
risiko dermatitis kontak, atau; klinis. Pada pemeriksaan sediaan langsung
Sulfur presipitatum dalam bedak yang diteteskan larutan KOH 10% akan
kocok 4-20%. tampak benjolan multipel pada rambut
Terapi sistemik, diberikan pada yang sakit. Benjolan tersebut terdiri atas
infeksi yang luas, sering rekuren, atau anyaman hifa berseptum dan askus-askus
respon tidak adekuat pada pemberian yang di dalamnya terdapat 4-8 askospora.
topikal. Terapi menggunakan derivat Tata Laksana:
0 azol, seperti ketokonazol 200 mg/ Memotong rambut yang terinfeksi atau
Cl>

~
hari PO selama 10 hari. Alternatifnya mencuci rambut dengan larutan sublimat
dapat berupa mikonazol, klotrimazol, 1/2000 tiap hari. Obat antijamur (derivat
isokonazol, dan ekokonazol. azol) dapat digunakan juga untuk tata lak-
~ Prognosis: baik. Pengobatan dilanjutkan sana ini.
....
IQ
.....
hingga 2 minggu setelah fluoresensi nega-

a
Cl>
tif pemeriksaan lampu Wood . d. Tinea Nigra Palmaris
Definisi:
:o;' b. Pitirosporum Folikulitis Infeksi jamur superfisial yang asimtomatis
....
(/)
Definisi: pada stratum korneum. Di Indonesia sa-
Penyakit kronis pada folikel pilosebasesa ngat jarang.
318
akibat infeksi Pityrosporum. Etiologi:
Manifestasi Klinis: C/adosporium wemeckii (Amerika Utara
Papul dan pustul perifolikular berukuran dan Selatan), Cladosporium mansonii (Asia
2-3 mm. Tempat predileksi adalah dada, dan Afrika).
punggung, dan lengan atas. Epidemiologi:
Diagnosis Banding: Pada umumnya ditemukan pada usia <19
Akne vulgaris, folikulitis bakterial, erupsi tahun dan dapat ditemukan dalam bentuk
akneiformis. kronis pada usia dewasa. Penyakit ini lebih
Tata Laksana: banyak ditemukan pada perempuan diban-
Ketokonazol: 200 mg/hari PO selama dingkan laki-laki.
2-4 minggu, atau; Manifestasi Klinis:
ltrakonazol: 200 mg/hari PO selama 2 Kelainan berupa bercak-bercak tenguli
minggu, atau; hitam pada telapak tangan dan dapat ber-
Flukonazol: 150 mg/minggu PO selama sisik. Keluhan hanya bersifat estetik.
2-4 minggu. Diagnosis:
Prognosis: baik. Pemeriksaan kerokan kulit dengan laru-
tan KOH 10% ditemukan hifa bercabang
c. Piedra bersekat dengan warna coklat muda sam-
Definisi: pai hijau tua. Selain itu, dapat dilakukan
Infeksi jamur pada rambut. ditandai de- biakan pada agar Sabouraud dan akan tam-
ngan benjolan (nodus) sepanjang rambut. pak koloni filamen warna hijau tua atau
Etiologi: hi tam.
Piedraia hortai menyebabkan black piedra,
Trichosporon beige/ii menyebabkan white Diagnosis Banding:
piedra. Dermatitis kontak, tinea versikolor, hiper-
kromia, nevus pigmentosus, dan kulit yang f. Keratomikosis
terkena zat kimia seperti perak nitrat. Definisi:
Tata Laksana: Infeksi jamur pada kornea mata yang terja-
Obat antijamur konvensional seperti salap di setelah trauma. Infeksi ini dapat menye-
salisil sulfur. tincturajodii. babkan inflamasi dan ulserasi.
Etiologi:
e. Otomikosis Aspergillus, Fusarium. Cephalosporum, Cur-
Definisi: vularia, Penicillium.
Infeksi jamur kronis atau subakut pada li- Manifestasi Klinis:
ang telinga luar. Benjolan putih kelabu dan berambut halus.
Etiologi: Selain itu, dapat terbentuk ulkus dangkal.
Aspergillus, Penisi/ium, dan Mukor. Diagnosis:
Manifestasi Klinis: Pemeriksaan sediaan langsung dan biakan.
Keluhan rasa penuh, nyeri dan gatal di te- Diagnosis Banding:
linga, serta penurunan pendengaran. Liang Keratitis dendritik.
telinga tampak hiperemis dan banyak kru- Tata Laksana:
sta. lnfeksi dapat berlanjut hingga bagian Tetes mata nistatin dan amfoterisin B dibe-
luar telinga dan dapat juga menyerang rikan tiap jam.
tulang rawan telinga, namun gendang te- Prognosis:
linga jarang diserang. Baik, jika diagnosis dan tata laksana dini.
Diagnosis:
Pemeriksaan sediaan langsung kerokan ku- Sumber Bacaan
lit dengan diberikan larutan KOH 20%. Dari 1. Menaldi SL, Bramono K. Indriatmi W. penyunting. Ilmu
pemeriksaan tersebut akan tampak hifa tak penyakit kulit dan kelam in. Edisi ke-7. Jakarta: Sadan Pe-
berspora. Kemudian, dapat dilajutkan de- nerbit FKUI: 2014.
ngan biakan pada media agar Sabouraud. 2. Wolff K. Johnson RA, Saavedra AP. penyunting. Fitzpat-
Tata Laksana: rick's color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi
lrigasi liang telinga dan pemberian anti- ke- 7. Singapura: Elsevier Saunders: 20 13.
fungal atau antibiotik. 3. Arenas R. Estrada R. penyunting. Tropical dermatology.
Georgetown: Landes Bioscience: 2001.

319

114
Kmnpetemi IVA
• Moluskum Kontagiosum
11
•• Widyaningsih Oentari. Sri Linuwih Menaldi

Definisi dan Etiologi Daerah predileksi: wajah, badan, dan ekstremitas.


Penyakit yang disebabkan karena infeksi virus
poks. Transmisi melalui kontak kulit/autoinokulasi. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
Epidemiologi pemeriksaan fi sis, serta pemeriksaan laboratorium
Moluskum sering ditemukan pada anak-anak, yaitu sediaan apusan plug keratotik dengan pewar-
namun dua dekade terakhir penyakit ini juga sering naan Giemsa, akan tampak badan Qisim) molluskum.
ditemukan akibat hubungan seksual dan pada orang Pemeriksaan dermatopatologi (biopsi): ditemukan sel
dewasa dengan imunokompromais. epidermal berisi badan inklusi intrasitoplasmik yang
besar, disebut sebagai badan moluskum.
Manifestasi klinis
Lesi kulit: papul milier berwarna putih dengan Tata Laksana
ukuran lentikuler, berbentuk kubah dengan leku- 1. Terapi Medikamentosa
kan di bagian tengahnya (delle). Apabila papul Topikal: krim imiquirnod 5% dioleskan 3 kali
ditekan, akan keluar massa berwarna putih; per minggu selama 1-3 bulan.
Pengeluaran massa yang mengandung badan semua lesi.
moluskum dengan ekstraktor komedo, jarum
suntik, atau kuret; Sumber Bacaan
Bedah beku. 1. Menaldi SL, Bramono K. lndriatmi W, penyunting. llmu
2. Terapi Nonmedikamentosa: edukasi untuk pe nyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
mencegah autoinokulasi dan transimisi melalui nerbit FKUl: 2014.
hubungan seksual {bagi yang berisiko). 2. Wo lff K, Johnson RA Saavedra AP. penyunting. Fitzpat-
rick's color atlas & synopsis of clinical dermato logy. Edisi
Prognosis ke-7. Singapura: Elsevier Saunders: 2013.
Baik, apabila dilakukan pengeluaran massa pada

'

115
Kompetensi IVA
• Pioderma
11
•• Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi

Definisi hari atau 1000 mg PO 2 kali/hari.


ti
Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococ- 2. Topikal

s
(1)

cus, Streptococcus, atau infeksi keduanya. Penyebab Antibiotik topikal: basitrasin, neomisin, mupi-
yang paling utama adalah Staphylococcus aureus rosin 2%.
~
g. dan Streptococcus (3 -hemolyticus. Keadaan ini dapat Kompres: larutan permanganas kalikus
0 diklasifikasikan menjadi: 115000, larutan rivanol 1 %o, yodium povidon
....
-a
IQ
Pioderma primer: infeksi yang terjadi pada kulit
normal dan biasanya disebabkan oleh satu mikro-
organisme: serta
7,5% dilarutkan 10 kali.

Bentuk-Bentuk Pioderma
~ Pioderma sekunder: infeksi yang terjadi pada kulit A. Impetigo
~ .:::. yang telah mengalami penyakit kulit lain. Penya- Merupakan pioderma superfisialis yang terbatas
320 kit kulit yang disertai pioderma sekunder disebut hanya pada epidermis. Terdapat dua bentuk im-
sebagai impetigenisata, misalnya dermatitis impe- petigo:
tigenisata, skabies impetigenisata. 1. Impetigo Krustosa
Etiologi: Streptococcus (3 -hemolyticus. Lesi ini
Faktor Predisposisi sering ditemukan pada anak.
Kebersihan yang kurang baik; Manifestasi Klinis:
Penurunan daya tahan tubuh yang dapat disebab- Tanpa gejala umum,
kan karena gizi kurang, anemia, penyakit kronis, Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel
keganasan, diabetes melitus: yang mudah pecah. Vesikel yang pecah
• Terdapat penyakit lain di kulit. menyebabkan pembentukan krusta ber-
warna kuning dan tebal seperti madu.
Pengobatan Secara Umum Predileksi di wajah pada area sekitar
1. Sistemik lubang hidung dan mulut.
Golongan Penisilin Diagnosis Banding: Ektima.
Ampisilin 500 mg PO 4 kali/hari. 1 jam se- Tata Laksana:
belum makan Apabila krusta sedikit maka krusta dapat dile-
Amoksisilin 500 mg PO 4 kali/hari, diberi- paskan dan diberikan salep antibiotik. Pada
kan setelah makan krusta yang banyak, diberikan antibiotik siste-
Golongan obat penisilin resisten-penisi- mik.
linase: kloksasilin 250 mg PO 3 kali/ hari Komplikasi:
sebelum makan. Glomerulonefritis pascastreptokokal, mes-
Linkomisin 500 mg PO 3 kali/hari; atau klin- ki jarang ditemukan. Keadaan ini terjadi 18-2 1
damisin 150 mg PO 4 kali/hari, pada infeksi hari setelah infeksi akibat kompleks antibo-
berat diberikan 300-500 mg 4 kali/hari; di-antigen yang terbentuk terhadap komponen
Eritromisin 500 mg PO 4 kali/ hari; streptokokus. Kompleks imun ini terbentuk
Sefalosporin: sefadroksil 500 mg PO 3 kali/ pada glomerulus dan menyebabkan inflamasi
lokal sehingga terjadi glomerulonefritis. C. Furunkel dan Karbunkel
Definisi: Radang folikel rambut dan sekitarnya.
2. Impetigo Bulosa Kumpulan furunkel disebut karbunkel.
Etiologi: Staphylococcus aureus. Lesi ini Etiologi: Staphylococcus aureus.
dapat ditemukan pada anak dan orang Manifestasi Klinis: Nodus eritematosa berbentuk
dewasa. kerucut dengan pustul di tengahnya.
Manifestasi Klinis: Diagnosis Banding: Hidradenitis supurativa, nec-
Tanpa gejala umum. Kelainan kulit beru- rotizing lymphadengitis, kista epidermiod yang
pa eritema, bula dan bula hipopion. Pada ruptur.
vesikel atau bula yang telah pecah akan Tata Laksana: antibiotik topikal.
tampak koleret dengan dasar eritematosa.
Predileksi pada ketiak, dada, dan pung- D. Ektima
gung. Definisi: Ulkus superfisial dengan krusta yang di-
Diagnosis Banding: sebabkan oleh Streptococcus.
Vesikel atau bula yang pecah akan mem- Etiologi: Streptococcus ~ -hemolyticus.
berikan gambaran yang mirip dengan der- Manifestasi Klinis: Krusta tebal berwarna kuning
matofitosis. dengan tempat predileksi di tungkai bawah.
Tata Laksana: Diagnosis Banding: Impetigo krustosa.
Apabila terdapat sedikit vesikel atau bula, Tata Laksana:
vesikel atau bula dapat dipecahkan dan di- Apabila terdapat dalam jumlah sedikit, krusta ......
(/)
berikan salap antibiotik. Jika vesikel atau diangkat dan diberikan antibiotik topikal. Jika
.!t4

~
bula terdapat dalam jumlah banyak, maka ditemukan dalam jumlah banyak, diberikan anti-
diberikan antibiotik sistemik. biotik sistemik.
....
.....
3. Impetigo Neonatorum E. Pionikia
t'1
0
Etiologi: Staphylococcus aureus. Penyakit Definisi: Radang di sekitar kuku oleh piokokus. 'O
~
ini merupakan varian dari impetigo bulosa Etiologi: Staphylococcus aureus dan/ a tau Strepto-
pada neonatus. coccus ~ -hemolyticus.
Manifestasi Klinis: Lokasi bula ditemukan Manifestasi Klinis: Infeksi diakibatkan trauma (I)

pada seluruh tubuh disertai demam. dan dimulai pada lipat kuku kemudian menjalar Q
Diagnosis Banding: Sifilis kongenital. ke matriks dan lempeng kuku hingga membentuk
321
Tata Laksana: Antibiotik sistemik dan be- abses subungual.
dak salisil 2%. Tata Laksana: Kompres dengan larutan antiseptik
dan antibiotik sistemik. Pada abses subungual.
B. Folikulitis dilakukan ekstraksi kuku.
Didefinisikan sebagai infeksi folikel rambut. Eti-
ologi yang paling sering ialah Staphylococcus au- F. Erisipelas
reus. Berdasarkan lokasinya, dapat diklasifikasikan Definisi: Lesi kulit akibat infeksi pada jaringan
menjadi: dermis, merupakan selulitis superfisialis.
1. Folikulitis Superfisialis Etiologi: Streptococcus ~ -hemoly ticus.
Definisi: Radang terbatas pada epidermis. Manifestasi Klinis:
Manifestasi Klinis: Penyakit ini didahului oleh trauma dengan tempat
Ditandai dengan lesi kulit berupa pustul atau predileksi pada tungkai bawah. Eritema berwarna
papul yang eritematosa dan di tengahnya ter- merah cerah berbatas tegas disertai gejala kons-
dapat rambut, dengan predileksi pada tungkai titusi berupa demam dan malaise. Lapisan yang
bawah. diserang adalah epidermis dan dermis.
Tata Laksana: Antibiotik topikal. Diagnosis Banding: Selulitis.
Tata Laksana: Dilakukan elevasi pada bagian yang
2. Folikulitis Profunda sakit. Berikan antibiotik sistemik dan kompres ter-
Definisi: Radang folikel rambut yang meluas buka dengan larutan antiseptik.
hingga ke subkutan. Prognosis: Umumnya baik.
Manifestasi Klinis: Kelainan berupa pustul
atau papul eritematosa dan teraba infiltrat di G. Selulitis
subkutan. Definisi: Lesi kulit akibat infeksi yang telah menca-
Diagnosis Banding: Tinea barbe. pai jaringan subkutan.
Tata Laksana: Antibiotik sistemik/topikal. Etiologi: Streptococcus ~ -hemolyticus
Manifestasi Klinis: Apabila abses belum melunak, dilakukan kompres
Sama dengan erisipelas, tetapi kelainan kulit yang terbuka.
ditemukan berupa infiltrat difus pada subkutan.
Jika dibandingkan dengan erisipelas, selulitis K. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
mempunyai lesi dengan batas yang tidak tegas Definisi: Infeksi kulit oleh Staphylococcus aureus
dan lesi tidak menonjol. Selulitis yang mengalami dengan ciri epidermolisis.
supurasi disebut sebagai flegmon. Etiologi: Staphylococcus aureus grup II faga 52,
Diagnosis Banding: 55, dan/atau 71.
Deep vein thrombophlebitis, dermatitis statis, giant Pa to genesis:
urticaria, gigitan serangga, flxed drug eruption, Awalnya dimulai dari infeksi pada mata, hidung,
erythema nodosum, gout akut, erythema migrans, tenggorok, dan telinga. Mikroorganisme penyebab
herpes zoster prevesicular, Welts syndrome. cu- infeksi melepaskan eksotoksin yang beredar di
taneous antrax, pyoderma gangrenosum, Sweet's seluruh tubuh. Zat ini bersifat epidermolitik dan
syndrome, penyakit Kawasaki, carcinoma erysi- menyebabkan kerusakan epidermis. Pada orang
peloides. dewasa dengan fungsi ginjal yang baik, maka ek-
Tata Laksana: sotoksin ini dengan cepat dikeluarkan lewat urin.
Lakukan elevasi pada bagian yang sakit dan beri- Sedangkan pada anak dan bayi yang diduga mem-
kan antibiotik sistemik serta kompres terbuka punyai fungsi ginjal yang belum sempurna, terja-
dengan larutan antiseptik. Pada kasus flegmon, di pengeluaran eksotoksin tidak berjalan dengan
tata laksana serupa tetap diberikan dan dilakukan cepat sehingga penyakit ini seringkali menyerang
insisi drainase. kelompok usia ini.
Prognosis: Umumnya baik. Manifestasi Klinis:
Dimulai dengan demam tinggi dan infeksi saluran
H. Ulkus Piogenik napas atas. Kemudian, kelainan kulit yang perta-
Definisi: Ulkus dengan gambaran klinis tidak khas ma ditemukan adalah eritema pada wajah, leher,
disertai pus di atasnya. ketiak dan lipat paha. Lesi ini kemudian menye-
Etiologi: Ulkus ini disebabkan oleh bakteri gram bar ke seluruh tubuh dalam 24 jam. Setelah 24-48
negatif sehingga hanya dapat dibedakan melalui jam, muncul bula-bula besar. Kemudian kulit yang
biakan. tampak normal akan mengelupas apabila dilaku-
kan penekanan dan penggeseran, tanda ini dise-
I. Abses Multipel Kelenjar Keringat but sebagai tanda Nikolsky. Dalam 2-3 hari terjadi
322
Definisi: Infeksi kelenjar keringat berupa abses pengeriputan dan pengelupasan kulit. Mukosa ja-
multipel tidak nyeri yang disebabkan oleh Stap- rang diserang. Penyembuhan akan terjadi setelah
hylococcus aureus. I 0 -14 hari tanpa menyisakan sikatriks.
Etiologi: Staphylococcus aureus. Kasus ini banyak Pemeriksaan histopatologis: Tampak celah pada
ditemukan pada anak dan faktor predisposisinya stratus granulosum.
adalah daya tahan tubuh yang menurun. Diagnosis Banding: Nekrolisis epidermal toksik
Manifestasi Klinis: Nodus eritematosa, multipel, (NET).
tidak nyeri pada area yang banyak berkeringat. Tata Laksana: Berikan antibiotik dan perhatikan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Kortikosteroid
]. Hidraadenitis tidak perlu diberikan.
Definisi: Infeksi kelenjar apokrin oleh Staphylococ- Komplikasi: Selulitis, pneumonia, dan septikemia.
cus aureus. Prognosis: Kematian dapat terjadi dengan penye-
Etiologi: Staphylococcus aureus bab utama adalah ketidakseimbangan elektrolit/
Manifestasi Klinis: Didahului trauma dan terjadi cairan dan sepsis.
pada usia sesudah akil-balik sampai dewasa muda
dengan tempat predileksi pada ketiak dan perine- Sumber Bacaan
um. Gambaran berupa nodus dengan tanda ra- 1. Menaldi SL, Bramono K. Jndriatmi W. penyunting. Jlmu
dang yang dapat berkembang menjadi abses yang penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke- 7. Jakarta: Badan Pe-
mudah pecah dan membentuk fistel. Keadaan ini nerbit FKUJ: 2014.
disebut sebagai hidraadenitis supurativa. Kemudi- 2. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. pe nyunting. Fitzpat-
an, keadaan ini disertai dengan gejala konstitusi rick's color atlas & synopsis of cli nical dermatology. Edisi
berupa demam dan malaise. ke-7. Singapu ra: Elsevier Saunders: 20 I 3.
Diagnosis Banding: Skrofuloderma. 3. Are nas R. Estrada R. penyunting. Tropical dermatology.
Tata Laksana: Antibiotik sistemik dan insisi abses. Georgetown: Landes Bioscience: 200 I.
116
Kompetensi IVA
• Tuberkulosis Kutis
11
•• I

Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi

Definisi lunakan yang disebut sebagai abses


Penyakit pada kulit yang disebabkan oleh Myco- dingin. Abses tersebut kemudian pecah
bacterium tuberculosis dan Mycobacterium atipikal. sehingga membentuk fistel yang melu-
Infeksi ini dapat bersifat primer (inokulasi langsung) as dan membentuk ulkus. Ulkus mem-
maupun sekunder dari tempat lain misalnya dari or- punyai dinding bergaung, sekitarnya
gan langsung di bawati kulit, hematogen, limfogen, livid, dan pus seropurulen yang ketika
serta dari selaput lendir yang telah terinfeksi sebe- mengering akan menjadi krusta kuning.
lumnya. Ulkus dapat sembuh spontan dan mem-
bentuk sikatriks memanjang tidak tera-
Klasifikasi dan Manifestasi Klinis tur, dan jembatan kulit di atas sikatriks.
A. Tuberkulosis kutis oleh infeksi Mycobacterium Diagnosis Banding:
tuberculosis Limfadenitis bakterial nontuberkulosis,
Klasifikasi tuberkulosis kutis berdasarkan Pillsbur- limfosarkoma, limfoma malignum, hid-
ry (1956) dengan sedikit perubahan: raadenitis supurativa, limfogranuloma
1. Tuberkulosis Kutis Sejali: kuman penyebab venereum.
ditemukan di kulit. iii. Tuberkulosis Kutis Verukosa
a. Tuberkulosis Kulis Primer Patogenesis:
Patogenesis: Kuman langsung masuk ke dalam kulit
Kelainan terjadi pada tempat kuman masuk akibat kerusakan atau penurunan resis-
pertama kali (tuberculosis canchre). tensi kulit.
Manifestasi Klinis: Tempat Predileksi: kaki dan tungkai
Terbentuk afek primer berupa papul, pus- bawah.
tul atau ulkus indolen, bergaung, dan seki- Manifestasi Klinis:
323
tarnya livid. Kemudian setelah beberapa Papul lentikuler di atas kulit eritemato-
minggu atau bulan akan terjadi limfadeni- sa. Lesi berbentuk bulan sabit dengan
tis dan limfangitis. Keseluruhan kelainan penjalaran serp1gmosa (penjalaran
ini disebut sebagai kompleks primer. Se- penyakit ke satu arah diikuti dengan
makin muda usia penderita, akan menim- penyembuhan lesi awal).
bulkan gejala yang semakin berat. Reaksi Diagnosis Banding:
tuberkulin positif. Veruka vulgaris, infeksiM. marinum , pi-
b . Tuberkulosis Kulis Sekunder: oderma, blastomikosis, kromomikosis,
Tuberkulosis kutis miliaris bromoderma, liken planus hipertropik,
Manifestasi Klinis: berupa eritema karsinoma sel skuamosa.
sirkumskrip, papul, vesikel. pustul, iv. Tuberkulosis Kutis Gumosa
skuama, purpura generalisata. Reaksi Patogenesis: Penjalaran penyakit bersi-
tuberkulin negatif. fat hematogen.
ii. Skrofuloderma Manifestasi Klinis:
Patogenesis: Berasal dari penjalaran Infiltrat subkutan, sirkumskrip dan
dari kelenjar getah bening, sendi atau kronis, kemudian berkembang menjadi
tulang. lunak dan destruktif.
Tempat predileksi: leher, ketiak, dan v. Tuberkulosis Kutis Orifisialis
lipat paha. Tempat Predileksi: sekitar orifisium
Manifestasi Klinis: seperti mulut, anus. orifisium ureter
Pembesaran kelenjar getah bening tan- eksternum.

.. pa tanda radang akut dan periadenitis


yang menyebabkan perlekatan kelen-
jar pada jaringan sekitarnya. Kelenjar
Manifestasi Klinis:
Ulkus dinding bergaung dan sekitarnya
livid.
yang membesar akan mengalami per- vi. Lupus Vulgaris
Tempat Predileksi: wajah (sering), fleksor.
badan, dan ekstremitas. Manifestasi Klinis:
Manifestasi Klinis: Eritema dan nodus indolen yang kemu-
Nodus eritematosa yang dapat berubah dian mengalami supurasi dan memben-
warna menjadi kuning apabila dibe- tuk ulkus. Apabila tidak terjadi supurasi
rikan penekanan (apple jelly colour}. akan terbentuk jaringan hipotrofi beru-
Nodus tersebut akan berkonfluensi pa lekukan.
membentuk plak yang bersifat destruk-
tif sehingga terbentuk ulkus, kemudian B. Tuberkulosis Kutis oleh Mycobacterium atipikal
akan terbentuk sikatriks. Menurut klasifikasi Runyon (1959) , dapat dibagi
Diagnosis Banding: menjadi empat golongan:
Sarkoidosis, limfositoma. limfoma, 1. Golongan I: koloni membentuk pigmen apabila
chronic cutaneous lupus erythemato- mendapatkan cahaya.
sus, sifilis tersier, lepra, blastomikosis, Mikroorganisme: M. marinum. M. kansasii.
lupoid leishmaniasis, pioderma. Tempat predileksi: siku dan lutut.
Gejala klinis: nodus verukosa menyerupai
2. Tuberkulid: kuman tidak ditemukan pada ku- sporotrikosis.
lit, tetapi terdapat pada organ lain. Kelainan 2. Golongan II: koloni membentuk pigmen de-
kulit yang ditemukan merupakan hasil dari ngan atau tanpa cahaya.
reaksi alergi. Mikroorganisme: M. scrofulaceum.
0 a. Bentuk Papul Gejala klinis: limfadenitis dan skrofuloder-
tD

a
~
Lupus Miliaris Diseminatus Fasiei
Tempat Predileksi: wajah.
ma.
3. Golongan III: koloni tidak dapat atau sedikit
g. Manifestasi Klinis: membentuk pigmen.
0 Papul eritematosa bulat dengan diame- Mikroorganisme: M. avium-intracellulare,
........
IQ ter tidak melebihi 5 mm yang kemudi- M. ulcerans .
an dapat meninggalkan sikatriks. Dapat Gejala klinis:
a
tD
ditemukan gambaran apple jelly colour. • M. avium-intracellulare: jarang menye-

....~ ii. Tuberkulid Papulonekrotika


Tempat Predileksi: wajah, anggota
babkan kelainan pada kulit. Kelainan
berupa nodus atau plak kekuningan
badan bagian ekstensor, batang tubuh. bersisik yang dapat berkembang men-
324
Manifestasi Klinis: jadi ulkus. Biasanya menyebabkan
Papul eritematosa yang berkembang tuberkulosis paru, osteomielitis, dan
menjadi pustul. Dalam waktu 8 minggu, limfadenitis. Gejala klinis berkembang
pustul akan pecah sehingga terbentuk lambat progresif.
krusta dan jaringan nekrotik. Jaringan • M ulcerans: nodus indolen atau abses
tersebut akan hilang dan digantikan yang berkembang menjadi ulkus indo-
sikatriks. len dengan dinding bergaung serta jari-
iii. Liken Skrofulosorum ngan nekrotik. Tidak ada gejala umum
Ditemukan terutama pada anak-anak. dan pembesaran kelenjar getah bening.
Tempat Predileksi: batang tubuh dan 4. Golongan IV: koloni tumbuh dalam beberapa
daerah sakrum. hari.
Manifestasi Klinis: Mikroorganisme: M fortuitum . M. abces-
Papul miliar eritematosa atau sewarna sus, M chelonei.
kulit yang awalnya tersusun tersendiri Gejala klinis: abses subkutan akibat sunti-
kemudian membentuk susunan sir- kan. Pada M. abcessus dan M chelonei,
sinar. Lesi ini tidak akan meninggalkan gejala klinis dapat berupa nodus verukosa.
sikatriks.
b. Bentuk Granuloma dan Ulseronodulus Diagnosis
Eritema Nodosum Pemeriksaan bakteriologis: dari sediaan mikrosko-
Tempat Predileksi: ekstremitas bagian pis dengan pewarnaan Ziehl Neelsen, kultur pada
ekstensor. media Lowenstein Jensen di suhu 37 °C selama 8
Manifestasi Klinis: minggu, binatang percobaan, tes biokimia dengan
Nodus indolen dengan eritematosa. tes niasin;
ii . Eritema Induratum • Tes tuberkulin: untuk pasien dengan usia di bawah
Tempat Predileksi: ekstremitas bagian 5 tahun. Apabila disebabkan oleh M tuberculosis,
Tabel l .Pengobatan Tuberkulosis Kutis akibat M. tuberculosis

Nama Ohat Do..,1s f IPk sampmg utama

INH 5- JO mg/ KgBB neuritis perifer dan gangguan hepar

Rifampisin 10 mg/KgBB gangguan hepar

Pirazinamid 20-35 mg/ KgBB gangguan hepar

Etambutol 15 mg/KgBB gangguan nervus II

Streptomisin 25 mg/ KgBB gangguan nervus VIII

Tabel 2.Regimen Pengobatan Tuberkul osis Kutis (WHO)

!""''I (lntP11,il) 2 hul"n I""' II (Rum,11,ul) 1 hul,111

Regimen standar: terapi harian

Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid Isoniazid, Rifampisin

Regimen yang direkomendasikan apabila dicurigai teijadi resistensi

lsoniazid. Rifampisin, Pirazlnamid, Streptomisin lsoniazid. Rifampisin


.....

~..........
Regimen Intermiten: tiga kalilminggu

lsoniazid, Rifamplsin, Etambutol. PlrazinamJd

Isoniazid. Rifampisin. Etambutol, Pirazinamid Isoniazid. Rifampisin. Pirazinamid


~
maka tes akan memberikan reaksi kuat, sebaliknya

etambutol.
M. scrofuloceum
~
i
apabila disebabkan oleh mikobakterium atipikal
akan memberikan reaksi lemah; Tidak responsif terhadap pengobatan an-
Reaksi PCR (Polymerase Chain Reaction): tituberkulosis. Pengobatan pilihan untuk
Pemeriksaan LED (laju endap darah) tidak digu- limfadenitis adalah eksisi. 0
nakan untuk diagnosis, tetapi bermanfaat untuk M. avium-intracellulare
Dianjurkan pembedahan karena tidak 325
mengamati hasil pengobatan.
responsif dengan pengobatan. Jika belum
Tata Laksana ada perbaikan, dapat dikombinasi dengan
1. Infeksi oleh M. tuberculosis klaritromisin.
Prinsip pengobatan adalah pengobatan harus ter- M. fortuitum
atur, tidak boleh terputus, dan diberikan secara Klaritromisin: 500 mg, 2 kali/hari, atau
kombinasi. Kemudian, dilakukan perbaikan keada- Minosiklin: 100-200 mg/ hari.
an umum berupa keadaan gizi dan anemia. Pengo- M. chelonae
batan terdiri atas dua fase , yaitu fase intensif dan Tobramisin lebih efektif digunakan sebagai
lanjutan. (lihat Tabel 1 dan Tabel 2) pengobatan dibandingkan dengan amika-
sin.

2. Infeksi oleh Mycobacterium atipikal Prognosis


M. marinum Baik, apabila dilakukan pengobatan dengan tepat.
Minosiklin 100-2 00 mg/ hari PO selama
6- I 2 minggu, atau Sumber Bacaan
Rifampisin 600 mg/ hari PO dan etambutol l. Menaldi SL. Bramono K. Indriatmi W. penyunting. Ilmu
I ,2 gram/hari PO selama 3-6 bulan, atau penyakit kulit dan ke lam in. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
Kotrimoksazol {400 mg sulfametoksazol nerbit FKUI: 2014.
dan 80 mg trimoksazol) 2-3 tablet/hari PO 2. Wolff K. Johnson RA. Saavedra AP. penyunting. Fitzpat-
dibagi dalam 2 kali selama 6 minggu, atau rick's color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi
Apabila sukar disembuhkan dipertimbang- ke- 7. Singapura: Elsevier Saunders; 2013.
kan pembedahan. 3. Ho SCK. Cutaneous tuberculosis: clinical featu res. di-
M. kansasii agnos is, and management. HK Demartol Ve nereal Bull.
Kombinasi streptomisin, rifampisin, dan 2003: 11 :130-8.
117
Kompckmi IYA

-
Ulkus Tropikum
•• Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi

Definisi Diagnosis
Lesi nekrotik yang disertai nyeri dan terjadi akibat Pada keadaan akut, diagnosis dapat ditegakkan
infeksi berbagai jenis bakteri. Ulkus ini berkembang berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan sediaan
cepat, lebih sering ditemui pada anak-anak kurang langsung dari sekret ulkus. Pada keadaan kronis, di-
gizi, dengan predileksi utama pada tungkai bawah. agnosis didapatkan berdasarkan pemeriksaan klinis.
Pada pemeriksaan Gram, ditemukan campuran bak-
Etiologi dan Faktor Risiko teri gram positif maupun negatif.
Trauma, biasanya terjadi pada tungkai bawah dan
berupa trauma ringan; Diagnosis Banding
Higiene dan gizi yang kurang; Ulkus tropikum termasuk penyakit yang
Infeksi: dipengaruhi oleh lokasi geografik sehingga diagno-
Bacillus fusiformis. Penyebab yang lebih sering. sis bandingnya ialah Leishmaniasis kuteneus, infeksi
Merupakan bakteri gram negatif berbentuk Mycobakteria atipikal, serta pioderma gangrenosum.
batang lurus atau bengkok dengan ujung Selain itu, ulkus venosum juga seringkali menyerupai
pipih, bersifat anaerob, ulkus tropikum pada stadium kronis.
Borrelia vincentii. Penyebab yang lebih jarang:
berbentuk seperti kumparan dan bersifat Tata Laksana
anaerob. • Terapi Medikamentosa:
Penisilin IM dosis 600.000 unit - 1,2 ju ta unit
Manifestasi Klinis selama 7-10 hari. atau
Awalnya berupa trauma ringan pada tungkai Tetrasiklin 500 mg PO 4 kali/ hari selama 7
bawah bagian lateral. Lokasi trauma akan berkem- hari dan metronidazol 250 mg PO 3 kali/ hari
326 bang menjadi lepuhan yang kemudian pecah sehingga selama I 0 hari.
membentuk ulkus dengan krusta dan jaringan nekro- • Terapi Nonmedikamentosa: perbaikan keadaan
tik serta sekret sanguinolen di atasnya. Ulkus dapat gizi; ulkus dicuci dan dikompres dengan kalium
meluas hingga mencapai diameter 5 cm dan merusak permanganas 1:5000.
otot, tendon, dan tulang, serta menimbulkan bau bu-
suk. Pasien sering mengeluh nyeri, tanpa demam dan Komplikasi
pembesaran kelenjar getah bening. Erisipelas, selulitis, flebitis, limfangitis, dan septike-
Pada ulkus tropikum yang sudah kronis, maka mia.
tanda peradangan sudah berkurang dan tepi ulkus
mengeras karena terjadi fibrosis. Kemudian, rasa nyeri
dan bau busuk sudah menghilang. Bagian yang sudah Sumber Bacaan
sembuh akan tampak berupa jaringan parut dan hi- 1. Menaldi SL, Bramono K. Indriatmi W. penyunting. llmu
popigmentasi. penyaklt kulit dan kelamin. Edis l ke- 7. Jakarta: Sadan Pe-
nerbit FKUI: 2014.
2 . Lupi 0. Madkan V, Ty ring SK. Tropical dermatology: bacte-
rial tropical disease. J Am Acad Dermatol. 2006:54:559· 78.
118
Knnlf't.'len.s1 IVA
• Varisela
11
•• Widyaningsih Oentari, Sri Linuwih Menaldi

Definisi dan Etiologi Tata Laksana


Infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang Analgetik dan antipiretik: untuk mengatasi kelu-
menyerang kulit dan mukosa. Disebut juga sebagai han gatal;
cacar air atau chicken pox. Transmisi terjadi me!alui Bedak: untuk menghilangkan gatal dan mencegah
udara. vesikel pecah;
Antibiotik: mencegah infeksi sekunder;
Manifestasi Klinis Obat antivirus: asiklovir 600 mg PO 5 kali/ hari
Gejala prodromal: demam, malaise dan nyeri kepa- selama 7 hari.
la;
Lesi kulit: papul eritematosa yang berubah men- Komplikasi
jadi vesikel berbentuk menyerupai tetesan embun Komplikasi lebih banyak ditemukan pada orang
(tear drops). Vesikel ini menjalar secara sentrifugal dewasa dibandingkan anak-anak, antara lain ensefa-
dari badan kemudian ke wajah, ekstremitas, se- litis, pneumonia, glomerulonefritis, karditis, hepatitis,
laput lendir mata, mulut, dan saluran napas atas. keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, serta kelainan
Vesikel dapat berkembang menjadi pustul, kemu- hematologi. Varisela pada trimester pertama dapat
dian pecah, mengering membentuk krusta; menyebabkan kelainan kongenital, sedangkan bila
Gejala lain: gatal pada lesi kulit dan pembesaran terjadi saat menjelang persalinan, maka dapat menye-
kelenjar getah bening. babkan varisela kongenital.

Diagnosis Prognosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan Baik dan potensi menimbulkan jaringan parut juga
pemeriksaan fisis. Selain itu, diagnosis ditegakkan kecil.
juga menggunakan pemeriksaan penunjang, yaitu: pe- 327
meriksaan Tzanck dari kerokan dasar vesikel dengan Sumber Bacaan
temuan sel datia berinti banyak. 1. Wolff K. Johnson RA. Saavedra AP, pe nyunting. Fitzpat-
rick's color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi
Diagnosis banding ke-7. Singapura: Elsevier Saund ers: 20 13.
Variola, eczema herpeticum. eczema vaccinatum, impe- 2. Menaldi SL, Bramono K. Indriatmi W, penyunting. Ilmu
tigo bulosa. penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
nerbit FKUI; 2014.

119
Knmpt:kmi l\'A
• Veruka Vulgaris
11

Definisi
•• Widyaningslh Oentari, Sri Linuwih Menaldi

tas area ekstensor.


Hiperplasia epidermis akibat infeksi human papi-
lloma virus. Transmisi penyakit ini melalui kontak ku- Diagnosis
lit dan autoinokulasi. Biasanya ditemukan pada anak. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan peme-
riksaan klinis dan histopatologis. Pada pemeriksaan
Manifestasi Klinis dermatopatologis akan tampak gambaran sel berva-
Lesi kulit berupa papul bulat berwarna abu-abu kuola (koilositosis) , sel parakeratotik, dan granul ke-
dengan ukuran lentikuler hingga plakat dengan per- ratohialin.
mukaan kasar. Lokasi predileksi utama pada ekstremi-
Diagnosis Banding bandingkan bedah beku dan bedah listrik.
Moluskum kontagiosum, keratosis seboroik, acti-
nic keratosis. keratoachantoma. karsinoma sel skua- Prognosis
mosa invasif. Penyakit bersifat residif.

Pilihan Tata Laksana Sumber Bacaan


Kaustik: larutan AgN0 3 25%. asam trikloroasetat I. Menaldi SL. Bramono K. Indriacmi W. penyu nting. llmu
50%. fenol likuifaktum; penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
Bedah beku. menggunakan CO,. N,. atau N20; nerbit FKUI: 2014.
Bedah kulit kepalael; 2. Arenas R, Estrada R. penyunting. Tropical dermatology.
Bedah listrik: lebih efektif dibandingkan bedah Georgetown: Landes Bioscience: 200 I.
beku. tetapi juga memberikan risiko pembentukan 3. Wolff K. Johnson RA, Saavedra AP. penyunting. Fitzpat-
skar; rick's color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi
Bedah laser: terapi laser C0 2 tidak lebih baik di- ke-7. Singapura: Elsevier Saunders: 2013.

328
120 •
Kompetcn.-.i IVA Akne Vulgaris
111
•• Sonia Hanifati, Sri Linuwih Menaldi

Definisi Lain-lain: usia, ras, fa milial, makanan, cuaca.


Akne vulgaris merupakan peradangan menahun
folikel pilosebasea yang sering terjadi pada masa Manifestasi Klinis
remaja. Penyakit ini ditandai dengan komedo, papul, Tempat predileksi untuk akne vulgaris adalah
pustul, nodus, dan kista pada tempat-tempat predilek- wajah, bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian
sinya. atas. Dapat juga ditemukan di leher, lengan atas, dan
glutea. Erupsi polimorfik, mulai dari komedo, papul,
Etiopatogenesis dan pustul yang tidak meradang, hingga nodus dan
Berbagai faktor yang menimbulkan akne vulgaris ada- kista yang meradang.
lah sebagai berikut:
Perubahan pola keratinisasi pada folikel piloseba- Gradasi Akne Vulgaris
sea dari longgar menj adi padat, menyebabkan ke- Terdapat 3 derajat keparahan akne, yaitu ringan, se-
ratin sulit lepas dari muara folikel tersebut; dang. dan berat. ....en
Peningkatan produksi sebum membuat peningka- .:.:;
tan faktor komedogenik dan intlamatogenik;
Adanya fraksi asam lemak bebas menyebabkan
Diagnosis
Diagnosis akne vulgaris merupakan diagnosis klinis.
~
.....
intlamasi folikel dalam sebum;
Peningkatan jumlah bakteri seperti Propionibacte-
rium aknes, berperan dalam aktivasi kemotaktan
Tata Laksana
Untuk akne vulgaris sedang-berat, pasien dirujuk ke
....tn
intlamasi dan pembentukan enzim lipolitik; dokter spesialis kulit dan kelamin. 0
Peningkatan hormon androgen, anabolik, kor-
~
tikosteroid, gonadotropin, dan ACTH yang berpe-
ngaruh dalam aktivitas kelenjar sebasea;
Stres psikis;
Tindakan dan Perawatan
Ekstraksi komedo harus dilakukan pada makro-
komedo dan komedo tertutup, dan lesi nodular
0
e
C1I

329
Tabel l .Gradasi Derajat Keparahan Akne
R111gc111 St·d.111g B(' I di
Komedo. atau <20 20-100 >100 atau kista>5
Lesi inflam
- as
- i, -ara _,1:5: ::::::::::::::::1s~-~5~
: -"u"-----...-...-...---------------< 0...-----:::::::::::,:->
";s."'o,.-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-..
Total lesi <30 30- 125 >125

Tegakkan dlagnosis akne vulgarls

+
Tentukan derajat akne

+
Guel kulit wajah 3x/hari dengan sabun pH-balanced. kurangi makanan
berlemak & pedas. kurangi pemakalan bedak padat& foundation/alas bedak

Ringan:
+ SMang:
+
Berat:
lesi komedonal diberl retlnoid topikal Lesi papular pustular maupun nodular dlbe · Diberlkan isotretlnoin
(krlm tretlnoln 0,025%-0, 1'lli), lesi antlblotlk oral (doksisiklln 2x50- I OOmg) da oral 0,1-2 mg/kg/harl
papular-pustular ditambahkan retinold toplkaL Antlbiotlk oral dlberikan 6- , sampai dosis kumulatlf
antlmlkroba toplkal (kllndamisin gel 1,2% min88!!. makslmal 12-18 min 120-ISOm~g

Gambar l .Alur Tata Laksana Akne Vulgaris


dapat diberikan injeksi triamnisolon asetonid in- Sumber Bacaan
tralesi. I. Menaldi SL. Bramono K. lndriatmi W. penyunting. llmu
Perawatan dapat berupa chemical peeling superfi- penyak it kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
sial dengan menggunakan asam glikolat 20- 70% nerbit FKUI: 20 14.
selama 2-3 menit tiap bulan. 2. Departemen llmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Panduan pelayanan me-
dis departemen penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo: 2007.

121
I\:ompdcnsi TV:\
• Dermatitis
11
•• Sonia Hanifati, Sri Linuwih Menaldi

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis DKA timbul akibat reaksi imunologi tipe IV. Ter-
dan dermis) sebagai respons terhadap faktor eksogen dapat dua fase dalam reaksi tersebut, yaitu fase
dan/atau endogen, yang menyebabkan lesi berupa sensitisasi dan elisitasi. Gejala dapat timbul setelah
efloresensi polimorfik, berupa eritema, edema, papul, pasien mengalami kedua fase tersebut. Fase sensiti-
ti vesikel, skuama, atau likenifikasi. sasi terjadi ketika hapten melewati stratum korneum
Cl)

§ A. Dermatitis Kontak
dan ditangkap sel Langerhans, kemudian dikonju-
gasikan dengan HLA-DR sehingga menjadi antigen
~
Definisi lengkap. Proses-proses tersebut berjalan seiring akti-
2. Dermatitis kontak adalah dermatitis yang diakibat- vasi berbagai sitokin (IL- I , TNF a). Antigen lengkap
0
....
IQ kan oleh kontak terhadap substansi yang menempel akan dipresentasikan kepada sel T spesifik yang ke-
::s0 pada kulit. beradaannya ditentukan secara genetik. Sel T spesifik
::s..... akan terus berproliferasi dan menghasilkan turunan
Klasifikasi sel T memori. Se! T memori ini yang akan beredar le-
a
Cl)
I . Dermatitis kontak iritan (DKO . merupakan reaksi wat kelenjar getah bening dan menyebar ke seluruh
peradangan kulit non-imunologis (tanpa sensitisa- tubuh. Inilah yang diebut sebagai sensitisasi. Proses
....~ si). DK! lebih sering dihubungkan dengan peker- ini berlangsung 2-3 minggu .
jaan (deterjen, bahan kimia, dll). Sementara itu, elisitasi terjadi pada saat pajanan
330
2. Dermatitis kontak alergi (DKA), merupakan reaksi ulang hapten atau alergen. Prosesnya sama hingga
peradangan kulit yang didahului proses sensitisa- terbentuk antigen lengkap. Antigen lengkap akan
si. DKA lebih dihubungkan terhadap stigmata ato- dipresentasikan kepada sel T memori, kemudian ter-
pi (asma, rinitis alergi, konjungtivitis alergi). jadi aktivasi. Sel T teraktivasi ini mengeluarkan IFN
T untuk aktivasi keratinosit. Keratinosit akan meng-
Etiologi hasilkan IL-I , IL-6, TNF- a dan GMCSF; semua sitokin
Bahan iritan: pelarut, deterjen, minyak pelumas, tersebut dapat mengaktivasi sel T lebih banyak. Selain
asam, alkali, dan serbuk kayu; itu, terjadi pula aktivasi sel mast dan makrofag. Akti-
Faktor yang berpengaruh: lama kontak, frekuensi, vasi sel mast akan menyebabkan vasodilatasi, aktivasi
gesekan, trauma fisik, suhu. kelembapan. komplemen, dan kinin masuk ke dalam epidermis dan
dermis, aktivasi netrofil dan monosit. Fase inilah yang
Patogenesis disebut elisitasi.
Bahan iritan menyebakan kerusakan lapisan tan-
duk melalui denaturasi keratin dan perubahan daya Manifestasi Klinis
ikat air terhadap kulit. Selain itu, bahan iritan juga I. Dermatitis Kontak lritan
merusak membran lipid keratinosit yang menginduk- Gejala yang timbul bergantung terhadap sifat
si pelepasan sitokin proinflamasi (fosfolipase, asam iritan. lritan kuat menimbulkan gejala akut, iri-
arakidonat, diasilgliserida, platelet activating factor. tan lemah memberikan gejala kronis. Gejala akut
inositida) yang berujung kepada vasodllatasl dan pe- berupa kulit terasa pedih. panas, dan terbakar.
nlngkatan permeabllltas vaskular. Serangkalan proses Etloresensl bisa berupa eritema, edema, bula, dan
tersebut menlmbulkan gejala lnflamasl di tempat ter- nekrosls, biasanya berbatas tegas. Gejala kronis
jadlnya kontak di kullt. berupa kullt kerlng. erltema. skuama, penebalan
kulit (hiperkeratosis). dan likenifikasi difus serta Tata Laks;;ma
fisura.
Dermatitis Kontak Ir!tan
2. Dermatitis Kontak Alergi
Keluhan utama adalah gatal. Keluhan lain ber-
gantung derajat penyakit dan lokasi. Lesi akut
berbentuk eritematosa batas tegas, dengan Non-farmakologis Farmakologis
edema, papul, vesikel, bula, erosi, dan eksudasi. iMenghindari pajanan
I
Lesi kronis berbentuk kulit kering, berskuama,
papul, likenifikasi, fisur, dengan batas tidak jelas.
Lokasi DKA tersering adalah tangan (mencuci,
dan menggunakan
alat pelindung saat
+
Topikal Sistemik
bekerja
memasak), lengan, wajah (kosmetik) , telinga
(anting, gagang telepon), leher (kalung, parfum).
badan, genitalia, paha. Akut: kompres asam salisilat 1%0

Diagnosis Subakut: krim kortikosterold potensi lemab-


Ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemerik-
sedang, seperti hidrokoruson 2,5%
saan fisis. Uji tempel dilakukan bila ingin mengetahui
bahan yang dicurigai menyebabkan DK!.
Kronik: salep kortikosteroid potensi kuat-
Tata Laksana sangat kuat, seperti klobetasol proplonat
Untuk tata laksana DKA, yang terpenting adalah 0,0596, betametason dipropionat 0,05%
upaya pencegahan atau penghindaran kontak terha-
dap alergen. Pemberian kortikosteroid dapat dilaku- Ringan: pelembap (salep/krlm lanolin 10%,
kan untuk lesi akut (prednison 30 mg/ hari). Lesi krim urea l 0%)
basah dapat diatasi dengan kompres NaCl. Bila lesi
kering, dapat diberikan kortikosteroid topikal.
Anllhistamln (AH 1) generasl pertama atau kedua
B. Dermatitis Atopik
Definisi
ITambahkan prednison 15-40mg bila lesi luas •

Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis
dan residif, biasanya terjadi selama masa bayi dan
anak. Dermatitis atopik (DA) sering dihubungkan Tambahkan antibiotik bila ada infeksi sekunder.
dengan peningkatan IgE dan riwayat atopi, dan cen- Dapat menggunakan amoksisilin 3x500 mg.
derung diwariskan. kllndamisin 2x300 mg selama 5-10 hari 331

Epidemiologi
Gambar 1.Alur Tata Laksana DK!
Prevalensi DA secara um um berkisar antara 10-20%
pada anak, sedangkan 1-3% pada populasi dewasa.
nya gejala DA antara lain makanan (telur, susu, gan-
Patogenesis dum, kedelai, kacang) , tungau debu rumah, bulu bina-
DA merupakan hasil perpaduan faktor genetik, tang, infeksi yang disebabkan bakteri kokus.
respons imun kulit, respons imun sistemik, dan faktor
pemicu. Kromosom tertentu pada penderita DA (didu- Manifestasi Klinis
ga kromosom 5q3 l -33) menentukan ekspresi sitokin, Kulit kering;
yaitu IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF yang memegang Pruritus dapat hilang timbul, dapat pula sepanjang
peran penting dalam manifestasi klinis DA. bari, umumnya lebib gatal saat malam bari;
Respons imun kulit penderita DA juga berbeda di- Papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksu-
bandingkan kulit normal. Jumlah T-helper 2 di kulit dasi, krusta;
penderita DA lebih banyak dibandingkan kulit orang Fase DA beserta tempat predileksinya:
normal. Sel Langerhans penderita DA juga dapat men- - Infantil (2 bulan-2 tabun): lesi di wajah (dahi,
stimulasi sel T-helper tanpa adanya antigen, sehingga pi pi);
peradangan mudah terjadi. Selain respon lokal di kulit, - Anak (2-10 tabun): Ii pat siku, Ii pat lutut, perge-
respons sistemik DA berbeda dengan orang tanpa ato- langan tangan fleksor, kelopak mata, leher, ja-
pi. Pada penderita DA, sel mononuklearnya menurun, rang di wajab;
dengan jumlah IgE serum meningkat. - Remaja, dewasa: plak papular eritematosa
Faktor pemicu yang dapat terlibat dalam timbul- hingga plak likenifikasi di lipat siku, lipat lutut,
samping leher, dahi, sekitar mata. Tata Laksana
Tata Laksana
Diagnosis
Dermatitis Atopis
Diagnosis DA didasarkan 3 kriteria mayor + 3 kriteria
minor dari kriteria Hanifin dan Rajka.

Kriteria mayor +
Non-farmakologis
+
Farmakologls
I. Pruritus
Edukasi
2. Dermatitis di wajah atau ekstensor pada bayi dan I
anak
3. Dermatitis di fleksor pada dewasa
pasien/keluarga
mengenai kronisitas +
~Topikal
+
Sistemik
4. Dermatitis kronis/ residif penyaklt mencegah
5. Riwayat atopi pada penderita/ keluarga kekambuhan,jaga
kebersihan, sabun
Kriteria minor Sistemik
lunak, pakai;m tipis,
I. Xerosis kutis antlhistamin generasi
menyerap keringat,
2. Infeksi kulit pertama
udara ventilasl baik.
3. Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki antibiotik blia ada irJeksi
4. Iktiosis/hiperlinier palmaris/ keratosis piliaris
hindarl faktor
sekunder
5. Pitiriasis alba pencetus
6. Dermatitis di papila mammae
7. White demographism dan delayed blanch response
Toplkal
8. Cheilitis
9. Lipatan infraorbita Dennie-Morgan Bila lesl kering: Berlkan krim kortlkosterold potensi
10. Konjungtivitis berulang rendah/sedang 1·2 kali per hari setelah ma.Mi
1 I. Keratokonus
12. Katarak subkapsular anterior Bila lesi akui/basah: kompres 1arutan asam salisilat
13. Orbita gelap 1%o atau PK l :l0.000, 2-3 kall seharl, selama 1-2
14. Muka pucat/eritema ) amm
15. Gata! bila berkeringat
16. Intolerans terhadap wol/pelarut lemak
Krim kortikosterold potensi rendah/sedang l -2 kali
17. Aksentuasi perifolikular
per hari sete1ah mandi
18. Hipersensitif terhadap makanan
332 19. Perjalanan penyakit terpengaruh faktor lingku- Gambar 2.Alur Tata Laksana Dermatitis Atopik
ngan/emosi
20. Tes kulit alergi tipe akut positif rentan terhadap degranulasi, sehingga mudah menim-
21. Kadar IgE serum meningkat bulkan rasa gatal.
22. Awitan usia dini
Manifestasi Klinis
C. Neurodermatitis Sirkumsripta Usia tersering 30-50 tahun, jarang terjadi pada
Sinonim: liken simpleks kronis. anak. Gata! hebat, sering timbul malam hari atau wak-
tu senggang, sulit menahan untuk tidak menggaruk.
Definisi Lesi soliter, diawali plak eritematosa dengan edema,
Radang kulit dengan gatal, kronis, sirkumskrip, di- kemudian menjadi menebal, likenifikasi berskuama,
sertai penebalan kulit dan likenifikasi, akibat garukan ekskoriasi, hiperpigmentasi, dan batas tidak jelas.
berulang karena rangsangan pruritogenik. Lokasi tersering ialah kulit kepala, tengkuk, Jeher
sisi lateral, ekstensor lengan, pubis, vulva, skrotum,
Etiopatogenesis perineum, medial paha, lutut, lateral tungkai bawah
Pruritus merupakan penyebab utama pola reaksi lateral, ventral pergelangan kaki, dan punggung kaki.
kulit (prurigo nodularis dan likenifikasi). Perlu dicu-
rigai adanya kelainan yang mendasari, seperti gaga! Diagnosis
ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma Diagnosis ditegakkan secara klinis.
Hodgkin, hipertiroid, dermatitis atopik, hingga psiko-
logis. Pruritus ditimbulkan akibat peningkatan jum- Diagnosis Banding
lah eosinofil, calcitonin gene related peptide (C_9RP), Liken planus, liken amiloidosis, psoriasis, atau DA.
dan substansi P. Zat tersebut menyebabkan sel mast
Tata Laksana Etiologi
Edukasi bahwa menggaruk akan memperparah Penyebabnya adalah gangguan sistem katup pada
penyakit; insufisiensi vena kronis. Hal tersebut menyebabkan
Antihistamin generasi I atau 2; backflow darah dari vena profunda ke vena superfisial.
Kortikosteroid topikal potensi kuat, bila perlu Selain itu, gangguan fungsi katup dapat disebabkan
ditutup bahan impermeabel; oleh usia, riwayat pembedahan, atau trauma.
Kortikosteroid intralesi.
Patogenesis
D. Dermatitis Numularis Terdapat beberapa teori patogenesis dermatitis stasis:
Definisi I . Teori hipoksia/stasis menyebutkan bahwa berku-
Dermatitis numularis dicirikan dengan lesi bentuk rangnya perfusi oksigen merupakan faktor uta-
mata uang (koin) atau agak lonjong, batas tegas, de- ma. Sistem vena yang inkompeten menyebabkan
ngan papulovesikel, mudah pecah dan basah. pengumpulan darah di vena superfisial sehingga
menurunkan aliran dan tekanan oksigen di kapiler
Etiopatogenesis dermis.
Patogenesis masih belumjelas, diduga melibatkan fak- 2. Teori nbrin cuffs. Peningkatan tekanan hidrosta-
tor-faktor berikut tik vena hingga ke sirkulasi dermal menyebab-
Infeksi stafilokokus dan mikrokokus; kan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal itu
Dermatitis kontak; menyebabkan makromolekul seperti fibrinogen
Trauma fisis dan kimiawi; dapat keluar dari kapiler ke jaringan. Selanjutnya,
Kulit penderita yang cenderung kering. polimerisasi fibrinogen menjadi fibrin berakibat .....
(I)

Gejala Klinis
Keluhan utama adalah gatal hebat. Lesi akut ber-
bentuk vesikel/papulovesikel, kemudian berkonflu-
pada pembentukan selubung fibrin (fibrin cuff) di
sekitar kapiler dermis sehingga menghalangi difu-
si oksigen. yang berujung pada hipoksia jaringan
dan kerusakan sel.
-
~
.....s::
s::
0
ens sehingga membentuk seperti koin, eritem, edem s::
dan batas tegas. Vesikel pecah membentuk eksudat. Manifestasi Klinis
Lesi kronis berbentuk likenifikasi dan skuama. Jumlah • Adanya pelebaran vena, varises, dan edema di
lesi soliter hingga multipel, ukuran variatif dan dapat tungkai bawah;
tersebar. Predileksi di tungkai bawah. badan. lengan, Kulit merah kehitaman dan purpura;
dan punggung tangan. Kelainan mulai dari medial atau lateral tungkai
bawah di atas maleolus, meluas ke bawah lutut
Diagnosis dan punggung kaki;
Ditegakkan secara klinis. Terdapat perubahan eksematisasi (eritem, skua- 333
ma, eksudasi, gatal) ;
Diagnosis Banding Lesi kronis: fibrotik, tebal. meliputi tungkai seper-
Dermatitis kontak. DA, neurodermatitis sirkumsripta. tiga bawah seperti botol terbalik, disebut lipoder-
dan dermatomikosis. matosklerosis;
Komplikasi: ulkus varikosum. selulitis.
Tata Laksana
Menghindari faktor pencetus; Diagnosis
Emolien untuk kulit kering; Diagnosis ditegakkan secara klinis.
Kompres PK (permanganas kalium) J; 10.000 un-
tuk lesi basah; Diagnosis Banding
Antibiotik sistemik bila terdapat infeksi sekunder; Dermatitis kontak dan numularis.
Pengobatan topikal menggunakan ter. glu-
kokrtikoid, atau takrolimus; Tata Laksana
Antihistamin; Posisikan tungkai lebih tinggi saat tidur dan duduk
(15-20 cm di atas permukaan jantung);
E. Dermatitis Stasis Menggunakan kaos kaki penyangga varises atau
Definisi pembalut elastis, bila lesi basah dikompres;
Dermatitis stasis adalah dermatitis sekunder karena Lesi kering diberi kortikosteroid topikal potensi
insufisiensi vena kronis di tungkai bawah. ringan hingga sedang;
• Antibiotik bila terdapat infeksi sekunder.
Sumber Bacaan 2. Departemen llmu Kesehata n Kulit dan Kelamin FKUI/
I. Menaldi SL. Bramono K. lndriatmi W. penyuming. llmu RSUPN Dr. Cipro Mangunkusumo. Panduan pelayanan me-
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe- dis departemen penyakil kulit dan kelamin. Jakarta: RSUPN
nerbit FKUI: 20 14. Dr. Cipro Mangunkusumo: 2007.

122 • Dermatosis
Kompetcnsi illA

11 Eritroskuamosa
•• Sonia Hanifati. Sri Linuwih Menaldi

Dermatosis eritroskuamosa merupakan kelompok gelas objek;


penyakit yang ditandai dengan adanya eritema dan Fenomena K6bner: kelainan yang sama dengan
skuama. psoriasis, muncul di tempat dengan riwayat trau-
ma sebelumnya;
A. Psoriasis Pitting nail;
Definisi
Psoriasis merupakan penyakit autoimun, kronis. Diagnosis
t1 residif, yang ditandai dengan bercak-bercak eritema Ditegakkan berdasarkan klinis dan pemeriksa-
(I)
berbatas tegas, dengan skuama transparan berlapis. an penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat
s
~
Penyakit ini juga diawali adanya fenomena tetesan
Jilin. Auspitz dan Kohner.
dilakukan:
Histopatologi;
!2. SCOT, SGPT. GGT;
0
....
IQ Etiopatogenesis
Faktor genetik: risiko seseorang menderita psori-
ASTO (hanya untuk psoriasis gutata):
Pola lipid;
::s
0 asis meningkat hingga sekitar 30% bila salah satu Ureum/ kreatinin;
::s orang tuanya mengalami psoriasis;
.....
a
(I)
Faktor imunologik: kelainan genetik yang diteri-
ma, diekspresikan dalam defek sel limfosit T, anti-
Tata Laksana
Berdasarkan Psoriasis treatment ladder. terdapat
:>;'
....
(I) gen presenting cell (APC), atau keratinosit. Kelain-
an tersebut pada akhirnya menyebabkan turn over
tiga tahap pengobatan psoriasis: topikal, fototera-
pi dan sistemik;
334 proses pembentukan epidermis yangjauh lebih ce- Pasien dapat diberikan penanganan awal dengan
pat pada penderita psoriasis (3-4 hari), sementara pemberian obat topikal, seperti emolien, biakan
pada orang normal membutuhkan 27 hari; keratolitik, kortikosteroid topikal, tar, antralin, cal-
Autoimun: sebagian besar penderita psoriasis cipotriol, atau tazarotene;
membaik dengan pengobatan imunosupresan; Dirujuk ke spesialis kulit untuk penanganan lebih
Faktor pencetus: stres, infeksi, trauma, endokrin, lanjut.
metabolik, obat, alkohol, rokok.
B. Dermatitis Seboroik
Manifestasi Klinis Definisi
Gata! ringan; Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit yang
Predileksi: kulit kepala, perbatasan kulit kepa- didasari faktor konstitusi dan memiliki predileksi di
la-wajah, ekstremitas ekstensor (siku dan lutut) , daerah seboroik. Penyakit ini sering dihubungkan de-
lumbosakral; ngan peningkatan produksi sebum.
Plak eritematosa dengan skuama di atasnya, ber-
batas tegas; Patogenesis
Skuama berlapis, kasar. putih seperti mika, dan Status seboroik (diturunkan);
trans par an; Pertumbuhan Pityrosporum ovale belebihan, sel
Besar lesi bervariasi dari lentikular hingga plakat; dan hasil metabolitnya menyebabkan inflamasi;
Fenomena tetesan lilin: skuama berubah menjadi Kelenjar sebasea lebih aktif.
warna putih setelah digores dengan menggunakan
tepi kaca objek (seperti Jilin digores) ; Manifestasi K.linis
Fenomena Auspitz: titik-titik serum/perdarahan Eritema dan skuama berminyak, agak kekuningan,
setelah pengerokan perlahan dengan tepi kaca batas difus;
Bentuk ringan: skuama halus-kasar, bercak erite- Tata Laksana
ma di kepala. sering pula disebut pitiriasis sika
Tata Laksana
(ketombe dan dandru fl) ;
Pitiriasis steatoides: bentuk skuama berminyak; Dermatitis Seboroik
Rambut mudah rontok;
Bentuk berat: bercak berskuama, berminyak. eksu-
dasi, krusta tebal;
Sangat berat: krusta kotor menutupi seluruh kepa- Non-farmakologis
la, bau tidak sedap. Pada bayi disebut cradle cap: Hindari obat pemicu dermatitis like lesion, seperti
Daerah predileksi lain: supra-orbita. liang telinga metUdopa, simetidln, neuroleptik. hindarl stress
luar. Ii pa tan nasolabial. sternal, areola mammae,
lipatan bawah mammae;
Eritroderma. Leiner disease; Farmakologis

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan secara klinis, pemeriksaan
penunjang (histopatologi) dilakukan bila terdapat di- Bayi
agnosis banding. • Pelepasan skuama dan krusta:
asam salisllat 3-5% dalam oleum olivarum
C. Pitiriasis Rosea
• Krim/lotio hldrokortison 1%
Definisi
• Sampo antljamur (imidazol)
Pitiriasis rosea adalah erupsi kulit akut yang dapat
sembuh sendiri, dimulai dengan lesi inisial (mother
patch) eritema berskuama halus, diikuti munculnya le- Bila lesi kering: Berikan krim kortikosteroid
si-lesi kecil generalisata di badan, lengan dan tungkai potensi rendah/sedang 1-2 kall per hari setelah
atas. Lesi biasanya tersusun sesuai lipatan kulit. mandi

Etiologi Bila lesl akut/basah:


Penyebab penyakit ini masih belum jelas. diduga • Kompres larutan asam sallsllat I %o atau PK
disebabkan virus karena bersifat swasirna dalam 3-8
l: 10.000, 2-3 kali sehari. selama 1-2 jam
minggu.
• Krim kortikosteroid potensl rendah/sedang 1-2
kall per hari setelah mandi
Patogenesis
Patogenesis pitiriasis rosea belum diketahui de- 335
ngan pasti. Dihubungkan dengan infeksi virus dan Dewasa
infeksi saluran napas atas. • Sampo selenium sulfida 1-2.5%, imidazol. atau zinc
pirlton
Manifestasi Klinis • Pelepasan skuama dengan krim asam
Gata! ringan; salisilat/kortikosteroid digunakan pada malam hari
• Herald patch: lesi pertama di bad an. oval. so liter.
diameter sekitar 3 cm. disertai eritema dengan Cambar 3.Alur Tata Laksana Dermatitis Seboroik
skuama halus di tepi:
Lesi berikutnya muncul dalam 4-10 hari. timbul
sejajar kosta (seperti pohon cemara terbalik);
• Perluasan penyakit kulit;
• Penyakit sistemik dan keganasan.
Tata Laksana
Pengobatan simtomatis dengan antihistamin:
Patogenesis dan Patofisiologi
Topikal: bedak asam salisilat dengan mental 0,5-
Terjadinya eritroderma diduga akibat suatu pro-
1%;
ses dalam tubuh yang menyebabkan reaksi pelebaran
pembuluh darah kapiler secara universal. Akibat vaso-
D. Eritroderma
dilatasi tersebut terjadi peningkatan kehilangan panas
Definisi
(hipermetabolisme) yang menyebabkan hipotermia
Eritroderma adalah eritema universalis yang biasanya
dan dehidrasi. Kehilangan skuama berlebih juga dapat
disertai skuama.
menimbulkan hipoproteinemia.

Etiologi
Alergi obat;
Manifestasi Klinis I 0 mg 4 kali/hari. Dapat pula diberikan emolien (krim
Gejala berupa eritroderma universalis (90-100% per- urea 10% atau salap lanolin 10%). Pada golongan I,
mukaan kulit). pemberian obat tersangka pencetus alergi harus di-
I. Golongan I: akibat alergi obat, biasanya s istemik. hentikan. Pada golongan II, kortikosteroid dapat di-
Awitan biasanya segera hingga 2 minggu. tingkatkan hingga setara prednison 15 mg 4 kali/ hari.
2. Golongan II: akibat perluasan penyakit kulit, misal
dermatitis seboroik pada bayi (Leiner disease), Sumber Bacaan
psoriasis. I. Menaldi SL. Bramono K. lndriatmi W. penyunting. llmu
3. Golongan llI: akibat penyakit sistemik, bukan kare- penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
na golongan I atau II. nerbit FKUI: 20 14.
2. Departemen llmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/
Tata Laksana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Panduan pelayanan me-
Tata laksana eritroderma dilakukan berdasarkan dis departemen penya kit kulit dan kelamin. Jakarta: RSUPN
penyebabnya. Secara umum, tata laksana sistemik di- Dr. Cipro Mangunkusumo: 2007.
berikan kortikosteroid yang setara dengan prednison

123 •
Kompcti:nsi IVA -
Erupsi Obat Alergik
•• Sonia Hanifati, Sri Linuwih Menaldi

Definisi yang menyebabkan gejala berupa urtikaria dan


Erupsi obat alergik merupakan reaksi alergi yang angioedema, hingga syok anafilaktik. Contoh obat:
terjadi di kulit atau mukokutan akibat pemberian obat penisilin.
(biasanya obat sistemik). 2. Tipe II
Merupakan reaksi sitostatik. Antibodi yang terben-
Etiologi tuk adalah IgG dan lgM di permukaan sel. Akibat
Obat yang sering menimbulkan reaksi alergi ada- penggabungan keduanya yang diperantarai kom-
lah penisilin, ampisilin. amoksisilin, kloksasilin, anal- plemen, dapat terjadi pemecahan sel sasaran (si-
getik-antipiretik (asam salisilat, metamizol, metampi- tolitik/sitotoksik) . Sel sasaran yang sering adalah
336 ron), dan sulfonamid. eritrosit, leukosit. dan trombosit.
3. Tipe Ill
Patogenesis Merupakan reaksi kompleks imun. Kompleks
Erupsi obat alergik merupakan reaksi kulit ter- tersebut terdiri atas antigen-antibodi dengan per-
hadap obat melalui jalur imunologik, jadi penderita antara komplemen. Kompleks imun akan berde-
sudah memiliki hipersensitivitas terhadap obat. Bi- posit di jaringan, seperti di ginjal.
asanya obat tersebut awalnya berperan sebagai hap- 4. Tipe IV
ten (antigen yang tidak lengkap). Hapten tersebut Merupakan reaksi seluler atau reaksi tipe lambat.
harus bergabung dengan protein pembawa tertentu Reaksi tersebut melibatkan limfosit. APC, dan sel
untuk menimbulkan reaksi dari limfosit T dan limfosit Langerhans. Limfosit T yang tersensitisasi akan
B sehingga terbentuk antibodi terhadap obat atau me- menimbulkan reaksi terhadap antigen. Reaksi
tabolitnya (lihat Bab Hipersensitivitas di Jilid Q. berlangsung 12-48 jam setelah paparan. Contoh:
dermatitis kontak alergik.
Klasifikasi
Berdasarkan reaksi hipersensitivitasnya, erupsi obat Manifestasi Klinis
alergik dibagi menjadi 4 macam: Erupsi makulopapular I morbiliformis;
I. Tipe I Urtikaria dan angioedema:
Merupakan reaksi cepat atau anafilaktik. Tipe I • Fixed drug eruption;
ini paling sering dijumpai. Antibodi yang terben- Eritroderma;
tuk adalah IgE dengan afinitas tinggi terhadap Purpura:
sel mast dan basofil. Degranulasi sel mast dan Vaskulitis:
basofil akan menimbulkan pelepasan mediator Reaksi fotoalergik ;
(histamin, serotonin, bradikinin, dan sebagainya) • Acute generalized exanthematous pustulosis.
Diagnosis Antihistamin, seperti klorfeniramin maleat 4 mg 3
Untuk menegakkan diagnosis. perlu dilakukan kali/hari, atau setirizin 10 mg 1 kali/hari;
anamnesis tentang obat yang dikonsumsi, riwayat Topikal: bila Jesi kering dapat diberikan bedak
minum jamu-jamuan, kelainan yang timbul beserta salisilat 2% ditambah mental \12 - 1%. Pada lesi ba-
awitan, rasa gatal, dan demam. Untuk mengetahui sah, dapat diberikan kompres asam salisilat 1%o.
penyebab alergi, dapat dilakukan uji tempel, uji tusuk
kulit, maupun uji provokasi. Sumber Bacaan
I. Menaldi SL. Sramono K. lnd riatmi W. penyunting. llmu
Tata Laksana penyakit kulit dan kelamin. Ed is i ke-7. Jaka rta: Sadan Pe-
Menghentikan obat yang dicurigai menimbulkan nerbit FKUI: 2014.
alergi; 2. Departemen llmu Kese hatan Kulit da n Kelamin FKUI/
Kortikosteroid sistemik setara prednison 10 mg 3 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pa ndu a n pelaya nan me-
kali/ hari, pada eritroderma dapat diberikan hing- dis departemen penyakit kulit dan kelam in. Jakarta: RSUPN
ga 10 mg 4 kali/hari; Dr. Cipto Mangunkusumo: 2007.

124 Prurigo
••
KompetensiUI

....
• Sonia Hanifati, Sri Linuwih Menaldi

-
~
(I)

i:::
......
Prurigo merupakan erupsi papular kronis dan Anithistamin (CTM 4mg 3 kali/hari atau setirizin
rekuren. Bentuk paling sering adalah prurigo Hebra, 10 mg 1 kali/ hari} ;
kemudian prurigo nodularis. Antibiotik bila ada infeksi sekunder;
Kortikosteroid topikal.
A. Prurigo Hebra
Definisi B. Prurigo Nodularis
Prurigo Hebra adalah penyakit kulit kronis yang Epidemiologi
dimulai sejak bayi atau anak. Kelainannya berupa Berbeda dengan prurigo Hebra, prurigo nodularis
papul miliar berbentuk kubah yang sangat gatal, lebih biasanya dijumpai pada orang dewasa. Penyakit ini
mudah diraba dibanding dilihat, dan ditemukan teru- ditandai dengan nodus gatal di ekstensor ekstremitas. 337
tama di bagian ekstensor ekstremitas.
Manifestasi Klinis
Etiopatogenesis Nodus soliter/multipel. ukuran sebesar kacang po-
Penyakit ini belum jelas penyebabnya. Ada bebe- long/ lebih besar. keras, merah/ kecoklatan, dan dapat
rapa faktor yang diduga terkait penyakit ini, yaitu he- berubah menjadi verukosa atau fisura.
rediter, gigitan serangga, suhu, parasit dan atopi.
Tata Laksana
Gejala Klinis Kortikosteroid topikal potensi kuat sebanyak 2
Sering ditemukan pada anak usia > 1 tahun; kali/ hari (salap betametason propionat 0,05%,
Papul miliar tidak berwarna, berbentuk kubah, le- salap klobetasol propionat 0 ,05%);
bih mudah diraba dibandingkan dilihat; Rujuk ke dokter spesialis kulit dan kelamin.
Lesi akibat garukan: erosi, ekskoriasi, krusta, hi-
perpigmentasi, likenifikasi; Sumber Bacaan
Predileksi: ekstensor ekstremitas, simetris, dapat 1. Menaldi SL. Sramono K. Indriatmi W. penyunting. llmu
meluas ke bokong perut, dan wajah; penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Sadan Pe-
Kelenjar getah bening biasanya tidak membesar. nerbit FKUI: 2014.
2. Departemen llmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/
Tata Laksana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Panduan pelayanan me-
Menghindari gigitan serangga/nyamuk; dis departemen penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: RSUPN
Higiene pribadi; Dr. Cipto Mangunkusumo: 2007.
Tumor Ganas Kulit
Sonia Hanifati, Sri Linuwih Menaldi

Tabel l.Perbandinga n Kars inoma Sel Basal. Karsinoma Sel Sku amosa. dan Melanoma Malignum

KSB KSS MM

Sel epidermis dari berbagai tingkat


Asal tumor Sel epidermal plu ripoten
matu ritas

Radias!. bahan klmia (arsen). Sinar matahari. ras (kulit putih) ,


Etiologi/ Iritasi berulang tahi lalat
pekerjaan terpapar sinar mata hari. genetik. arsen inorganik, radlasi,
predisposisi (nevus pigmentosus)
riwayat trauma hidrokarbon

Daerah berambut Usia 40-50 tahun


lnvas if Laki-laki Ekstremitas bawah >
Jarang bermetastasis Tungkai bawah» badan > ke pala/leher >
Gej ala
0 lnfiltratif (merusak jarin ga n Penumbuhan lambat ekstremitas atas > kuku
t'D
'"'(

s~ sekitar)
Res idif
Jarang bermetastas is
Meru sakjaringan se ki ta r

-
0
0
.....
IQ
::s
Nodulus (ulkus rodens) awalnya
Superfisial
Bercak, ukuran berva-
rlas!. warna bervarlasi
0 berwarna seperti kulit normal/
(putih. waxy, kehitaman.
::s kutil. Kemudian menjadi khas:
..... lntraepidermal coklat. blru). tidak tera-
....t'D
::s tidak berarnbut_ warna coklat/
hitarn. tidak berkila~ tepinya
Tumbuh larnbat tur. batas tegas, sedikit
::-;' lnvasif penonjolan di atas kulit
papular, meninggi. DI bagian
.....
(/)

tengah menjadl cekung yang


Awalnya nodus permukaan Nodular
Bentuk kllnis seperti kulit normal: verukosa/ Nodus blru kehitaman
338 blsa menjadl ulkus, disebut
papiloma berbatas tegas
ulkus rodens. Mudah berdarah
Biasanya bertarnbah keras dan Lentigo malignum mel-
dengan trauma ringan.
sulit digerakkan dari dasar. anoma
Kistik
Dapat terjadi ulserasi. Orang tua
Superfisial
Agak luas di muka
Morfea
Plakat berbatas tegas.
berwarna coklat kehita-
man tidak homogen

Contoh
gambar
MM di tungkai atas
(metastasis)
Ulkus rodens KSS di kuli t kepala Sumber: derm is.net
Sumber: dermis.net Sumber: dermis.net

Keterangan: KSB, karsinoma sel basal: KSS. karsinoma sel skuamosa: MM. melanoma malignum.
Definisi ngan KSS. Sinar X dan radium sering menyebabkan
Tumor ganas kulit merupakan tumor yang dari kanker kulit. Kerusakan kulit akibat radiasi mirip de-
segi histopatologik terdiri atas kumpulan sel ganas ngan kerusakan akibat sinar UV.
(inti polimorfik). Biasanya pertumbuhan tumor ini ce-
pat dan didapatkan gambaran mitosis abnormal. Jenis Diagnosis
tumor kulit yang paling sering ditemukan adalah kar- Dari anamnesis dapat digali adanya. benjolan,
sinoma sel basal (KSB). karsinoma sel skuamosa (KSS), gatal/nyeri, warna (pucat, gelap), ukuran membesar,
dan melanoma malignum (MM) . pelebaran tidak merata, permukaan tidak rata, trau-
ma, perdarahan/ mudah berdarah, luka/ infeksi sulit
Etiopatogenesis sembuh.
Etiologi kanker diduga dipengaruhi dua faktor,
yaitu faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen Tata Laksana
yang dimaksud adalah genetik. imunologi, ras dan Rujuk ke dokter spesialis kulit atau bedah tumor
jenis kelamin. Sementara itu, faktor eksogen yang di-
maksud adalah bahan karsinogen, virus, sinar ultravi- Sumber Bacaan
olet, dan radiasi. I. Menaldi SL. Bramono K. lndriatmi W. penyunting. llmu
Tumor kulit akibat virus dengan inti DNA akan penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Sadan Pe-
menyebabkan tumor jinak. sedangkan inti RNA nerbit FKUI: 20 14.
menyebabkan tumor ganas. Sinar UV merangsang 2. Departemen llmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/
pertumbuhan kanker. DNA sel kulit paling banyak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Panduan pelayanan me-
menyerap sinar UV bergelombang 290 nm atau UV-B. dis departemen penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: RSUPN
sehingga UV-B dikatakan paling sering berhubungan
dengan kanker kulit. Radiasi paling erat dikaitkan de-
Dr. Cipto Mangunkusumo: 2007.

-~
.....s::
s::0
....s::
Tumor Jinak Kulit t>'
0
0
':d
Sonia Hanifati. Sri Linuwih Menaldi 5Q)
Cl
A. Keratosis Seboroik dipengaruhi endotelin-1 yang berperan dalam mela-
Definisi nisasi kulit manusia. 339
Keratosis seboroik merupakan tumor jinak yang
paling sering ditemukan pada usia tua. Penyakit ini Manifestasi Klinis
berasal dari proliferasi sel-sel epidermal dan tampilan Biasanya asimtomatis, namun sering dikeluhkan
klinisnya bervariasi. adanya gangguan secara kosmetik;
Dapat disertai gatal;
Etiologi Awalnya berupa satu makula datar, coklat muda,
Etiologi penyakit ini belum diketahui dengan jelas. berbatas jelas, kemudian menjadi lebih verukosa;
Namun, tampakan histologi menunjukkan proliferasi Warna dapat berubah menjadi variatif, mulai dari
berlebih sel epidermal. Peningkatan replikasi sel ter- merah muda hingga coklat atau hitam;
bukti dari studi inkorporasi bromodeoxyuridine dan Lesi yang berpigmen penuh, biasanya tidak me-
imunohistokimia untuk antigen-antigen yang berpe- mantulkan cahaya {suram). Di permukaannya,
ran dalam proliferasi. dapat ditemukan skuama yang berminyak;
Membesar secara lambat (penambahan ketebalan
Patofisiologi lesi atau adanya lesi baru);
Epidermal growth factors dan reseptornya berpe- Dapat terjadi di hampir seluruh tubuh, kecuali
ran dalam patofisiologi penyakit ini. Selain itu, telapak tangan, kulit. dan mukosa.
ditemukan pula ekspresi gen BCLZ (onkogen supre-
sor apoptosis) yang rendah pada pasien keratosis Tata Laksana
seboroik. Keratosis seboroik memiliki derajat pigmen- Rujuk ke spesialis kulit dan kelamin untuk dilaku-
tasi yang bervariasi. Keratinosit yang berproliferasi kan krioterapi, kuretase, shave biopsy, atau eksisi (de-
memicu aktivasi melanosit sekitar untuk mensekresi ngan kulit kepalael. laser, atau dermabrasi).
melanocyte-stimulating cytokine. Pigmentasi ini juga
Klasifikasi
Tabel l.Klasifikasi Nevus Pigmentosus
Jenis Lrtak Lrsi Warna B£'ntuk SC'haran Ukuran Lain-lain

Dermal-
Biasanya <Icm;
epidermal Makula.
Tan. coklat. bila >l cm
junction atau Bulat I oval.
Junctional coklat tua. Diskret kongenital.
(membran peninggian tepi reguler
hi tam atipikal. atau
basalis da ri sedikit
melanoma
epidermis)

Ku bah.
Biasanya <l cm;
pennukaa n
Invasi ke bila >!cm
Papul, Coklat tua, halus/ Bisa
Compound papilla kongenital,
nodu l kecil kadang hiam cobblestone, berambut
de mi is atipikal. atau
batas tegas,
melanoma
tepi reguler

Sewarna kulit.
Bu lat, kuba h,
Papul. ta n. coklat.
Dermal lntradermal permukaan diameter < l cm
nodu l Sering disertai
halus
telangiektasia

B. Nevus Pigmentosus Erosi di lesi tanpa trauma mayor;


Definisi Gata! persisten, sakit, berdarah;
Nevus pigmentosus (nevomelanocytic nevi, tahi Dermoskopi: melanoma atau displastik;
lalat) merupakan tumor jinak yang sangat sering
ditemukan. Bentuknya berupa makula, papul, atau C. Syringoma
....
-
::i
~
en
.....
nodul berpigmen yang berukuran kecil (biasanya < 1
cm). berbatas tegas.

Etiologi
Terjadinya nevus pigmentosus dapat berhubungan
Syringoma adalah adenoma jinak dari duktus
ekrin. Syringoma biasanya berupa papul, sewarna ku-
lit atau kuning, dan berukuran 1-2 mm. Tumor ini se-
ring dijumpai pada perempuan, biasanya awitan pada
pubertas. Syringoma lebih sering ditemukan multipel
340 dengan berbagai faktor, di antaranya ras, keturunan. dan berada di daerah periorbital (inferior). Biasanya
dan pajanan sinar matahari. ditemukan simetris.

Tata Laksana
Manifestasi Klinis Rujuk ke Spesialis Kulit dan Kelamin untuk bedah
Biasanya nevus pigmentosus bersifat asimtomatis, elektro.
dapat tumbuh disertai rasa gatal. Jika lesi menjadi
gatal persisten, maka harus diperhatikan atau diek- D. Skar Hipertrofik dan Keloid
sisi karena keluhan tersebut merupakan tanda awal Skar hipertrofik dan keloid merupakan jaringan
keganasan. fibrotik hasil proses penyembuhan. setelah terjadinya
jejas di kulit. Skar hipertrofik hanya sebatas jejas awal
Tata Laksana sedangkan keloid meluas lebih dari jejas awal.
Pasien dengan nevus pigmentosus dirujuk ke spesia-
lis kulit dan kelamin untuk mendapatkan tata laksana Manifestasi Klinis
definiti f. Gata!, kadang nyeri;
Lesi berupa papul hingga nodul;
Indikasi Pengangkatan Sewarna kulit, merah, atau kebiruan;
Lesi di kulit kepala. mukosa, anogenital (sulit di- Biasanya di daun telinga, bahu, punggung atas.
pantau); dada.
Tumbuh cepat;
Warna bervariasi; Tata Laksana
Tepi ireguler; Pasien dirujuk ke spesialis kulit dan kelamin untuk
mendapatkan tata laksana sebagai berikut: ke-7. Si ngapura: Elsevier Saunders: 2013.
lnjeksi glukokortikoid intralesi; 2. Menaldi SL. Bramono K, lndriatmi W. penyunting. llmu
Eksisi; penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
Krim silikon atau gel sheet. nerbit FKUI: 2014.
3. Departemen llmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/
Sumber Bacaan RSUPN Dr. Cipto Mangun kusumo. Panduan pelayanan me-
l. Wolff K. Jo hnson RA. Saavedra AP. penyu nting. Fitzpat- dis departemen penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: RSUPN
rick·s color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi Dr. Cipto Mangunkusumo: 2007.

127 •
Kompetensi IVA Gonore
11
•• Risca Marcelena, Sri Linuwih Menaldi

Definisi Manifestasi Klinis


Gonore merupakan semua penyakit yang disebab- Pada duktus tertutup. akan timbul abses
kan oleh infeksi Neisseria gonorrhoeae. Diplokokus yang menjadi sumber infeksi laten. Pada
Gram negatif ini ditularkan melalui kontak genito- pemeriksaan fisis , didapatkan butir pus/ pem-
genital, orogenital, anogenital, maupun alat-alat yang bengkakan pada daerah frenulum , serta ter-
dipakai bersama. Masa inkubasi N. gonorrhoeae pada dapat nyeri tekan.
laki-laki umumnya 3-5 hari, sedangkan pada perem- 3. Parauretritis
puan sulit ditentukan karena umumnya asimtomatis. Faktor risiko:
Kelainan yang timbul dibedakan menjadi gonore geni- Pada orang dengan orifisium uretra eksternum
tal dan gonore ekstragenital. terbuka atau hipospadia.
Manifestasi Klinis:
Klasifikasi Pada pemeriksaan fisis, didapatkan butir pus .....
II)

Gonore Genitalis pada kedua muara parauretra. ..!>'.


Q)
A. Laki-laki
l. Uretritis
4. Littritis
Definisi:
1:
......
Definisi: Radang kelenjar Littre yang jika disertai sum- 341
Radang pada uretra. batan saluran akan memicu abses folikuler.
Patogenesis: Manifestasi Klinis:
Perjalanan penyakit dimulai dari uretritis an- Abses folikul er dan ditemukan benang-
terior akut yang menuju ke proksimal kemu- benang/ butiran pada urine.
dian menimbulkan komplikasi lokal. Setelah Pemeriksaan penunjang:
itu , naik secara asendens yang akhirnya akan Uretroskopi
menyebar secara diseminata. 5. Cowperitis
Manifestasi Klinis: Definisi:
Gata! dan panas sekitar orifisium uretra Radang pada duktus atau kelenjar Cowper.
eksterna, disuria, polakisuria, duh tubuh Manifestasi Klinis:
uretra kadang disertai darah, dan nyeri saat Infeksi pada duktus biasanya asimtomatis, se-
ereksi. Pemeriksaan fisis menunjukkan orifisi- dangkan infeksi pada kelenjar Cowper menim-
um uretra eksterna eritematosa, edematosa, bulkan abses. Pada anamnesis, pasien menge-
dan ektropion. Didapatkan pula sekret uretra luh nyeri, rasa penuh, panas, nyeri defekasi,
yang mukopurulen/ purulen, serta pembesaran dan disuria. Pada pemeriksaan fisis, ditemukan
kelenjar getah bening inguinal uni/ bilateral. benjolan pada perineum.
2. Tysonitis Komplikasi:
Definisi: Apabila tidak diobati, abses akan pecah melalui
Radang pada kelenjar Tyson yang menghasil- kulit perineum, uretra, dan rektum (menimbul-
kan smegma. kan proktitis).
Faktor risiko 6. Prostatitis
Pada orang dengan prepusium yang sangat Definisi:
panjang atau kurang higienis. Radang pada kelenjar prostat.
Klasifikasi: mengenai trigonum vesika urinaria.
a. Prostatitis Akut Manifestasi Klinis:
Manifestasi Klinis : Poliuria, disuria terminal, hematuria.
Rasa tidak nyaman pada perineum dan
suprapubik, malaise, demam, disuria. he- B. Perempuan
maturia, spasme otot uretra hingga retensi 1. Uretritis
urine, tenesmus ani, dan sulit buang air Manifestasi Klinis:
besar hingga obstipasi. Pada pemeriksaan Pada anamnesis, didapatkan gejala disuria, dan
fisis, didapatkan pembesaran prostat de- poliuria. Pemeriksaan fisis menunjukkan orifi-
ngan konsistensi kenyal, serta nyeri tekan sium uretra eksternum berwarna eritematosa,
dan fluktuasi jika ada abses. edematosa. Sekret endoserviks mukopurulen.
b. Prostatitis Kronis serta endoserviks mudah berdarah.
Manifestasi Klinis: 2. Parauretritis/skenitis
Gejala ringan-intermiten, kadang kala 3. Servisitis
menetap berupa rasa tidak nyaman pada Manifestasi Klinis:
perineum bagian dalam. Pada pemeriksaan Pada anamnesis biasanya asimtomatis atau
fisis. didapatkan perabaan prostat kenyal nyeri punggung bawah. Pada pemeriksaan
berupa nodus. serta terdapat sedikit nyeri fisis, ditemukan serviks eritematosa dengan
tekan. erosi, serta sekret yang bersifat mukopurulen.

- 7. Vesikulitis 4. Bartolinitis
5' Definisi: Definisi:

....~
Radang akut pada vesikula seminalis dan duk- Radang pada kelenjar bartolin.
tus ejakulatorius, dapat menyertai prostatitis Manifestasi Klinis:
atau epididimitis akut. Pasien mengalami nyeri hebat pada area labia
Manifestasi Klinis: minora saat berjalan. Pasien juga mengaku su-
Demam, polakisuria, hematuria terminal, nyeri kar duduk. Pada pemeriksaan fisis. didapatkan
saat ereksi/ejakulasi, sperma mengandung da- labium mayor ipsilateral eritematosa, edema-
rah. Pada colok dubur, dapat teraba pembeng- tosa, dan nyeri apabila ditekan, kelenjar Bar-
kakan vesikula seminalis yang keras seperti tholin membengkak, serta abses jika saluran
sosis dan memanjang di atas prostat, kadang kelenjar tersumbat.
sulit menentukan batas pembesaran kelenjar 5. Salpingitis
pros tat. Definisi:
342 8. Vasa deferentitis (funikulitis) Radang akut, subakut, atau kronis dengan fak-
Definisi: tor predisposisi: masa nifas, dilatasi pascakure-
Radang pada vasa deferens. tase, dan pemasangan alat kontrasepsi dalam
Manifestasi Klinis: rahim.
Pasien sering mengeluh nyeri abdomen bawah Patogenesis:
ipsilateral sisi yang terkena. Infeks i asendens dari serviks --> tuba Fallopii
9. Epididimitis --> salping --> ovarium --> penyakit radang
Faktor risiko: panggul (PRP).
Pada orang dengan trauma uretra posterior Manifestasi Klinis:
yang salah penanganan/kelalaian, misalnya Nyeri abdomen bawah, duh tubuh vagina,
irigasi terlalu sering. cairan irigator terlalu disuria, menstruasi abnormal/ireguler.
panas/pekat. intrumentasi kasar, pengurutan Pemeriksaan Penunjang:
prostat berlebihan, maupun aktivitas seksual/ Pungsi kavum Douglasi dilanjutkan biakan
jasmani berlebihan. Laparoskopi mikroorganisme.
Manifestasi Klinis:
Epididimitis akut unilateral, sering disertai fu- Gonore ekstragenital
nikulitis. Jika bilateral, dapat terjadi sterilitas. 1. Proktitis
Pada pemeriksaan fisis . didapatkan pembeng- Cara Penularan :
kakan pada epididimis dan tali spermatika Pada perempuan, akibat kontaminasi vagina mau-
sehingga tampak seperti hidrokel sekunder pun hubungan genitoanal. Pada laki-laki, akibat
dengan rasa panas dan nyeri tekan. hubungan genitoanal.
10. Trigonitis Manifestasi Klinis:
Definisi : Pada umumnya asimtomatis. Jika simtomatis, bi-
Infeksi asendens dari uretra posterior yang asanya gejala pada perempuan lebih ringan, misal-
nya rasa panas pada anus. Pada pemeriksaan fisis , Tabel l.Hasil Pembacaan Urine pada Tes Thomson
didapatkan mukosa eritematosa, edematosa, serta Gelas I (, .. Jas II M.tkna
sekret mukopurulen.
Jernih Jernih Tidak ada infeksi
2. Orofaringitis
Keruh Jemlh Uretritls anterior
Cara Penularan:
Keruh Keruh Panuretritis
Penyakit ini menular melalui hubungan orogenital.
Manifestasi Klinis: Jernlh Keruh Tidal< mungkin
Lebih sering faringitis dan tonsilitis gonore
dibandingkan stomatitis, gingivitis, atau laringitis. Tes fermentasi: tambahkan koloni gonokokus
Penyakit ini bersifat asimtomatis atau menyerupai pada larutan glukosa, maltosa, dan sukrosa.
infeksi akibat bakteri lain. Pada pemeriksaan fisis , Perubahan warna hanya ditemukan pada glu-
ditemukan sekret mukopurulen pada orofaring. kosa karena gonokokus hanya meragikan glu-
3. Konjungtivitis kosa.
Cara Penularan: 4. Tes beta laktamase:
Pada bayi baru lahir dari ibu dengan servisitis Memakai cefinase TM disc. BBL 961192 yang me-
gonore, orang dewasa yang tertular lewat tangan ngandung sefalosporin kromogenik. Jika kuman
atau alat. mengandung enzim beta laktamase, warna akan
Manifestasi Klinis: berubah dari kuning menjadi merah.
Fotofobia, konjungtiva bengkak dan merah, sekret 5. Tes Thomson
mukopurulen. Pengambilan urine dilakukan dengan syarat:
Komplikasi: Urine dalam kandung kemih minimal 80 mL,
Ulkus kornea, panoftalmitis, kebutaan. Sebaiknya setelah bangun pagi,
4. Gonore diseminata Urine dibagi dalam 2 gelas,
Manifestasi Klinis: Tidak boleh menahan miksi dari gelas I ke ge-
Seki tar 1% kasus gonore, terutama yang asim- las II.
tomatis pada perempuan, berlanjut menjadi
gonore diseminata. Dapat berupa artritis, miokar- Tata Laksana
ditis, endokarditis, perikarditis, meningitis, atau Tata Laksana Non Farmakologi
dermatitis. Konseling: mengenai penyakit, cara penularan,
komplikasi, pentingnya mengobati pasangan sek-
Beberapa galur yang telah mengalami resistansi: suaJ, risiko tertular penyakit lain (HIV, hepatitis B,
N. gonorrhoeae penghasil penisilinase (NGPP) --> hepatitis C, infeksi menular seksual lain).
sulit diobati dengan penisilin dan derivatnya Periksa dan obati pasangan seksual pasien. 343
Tetra cycline resistant N. gonorrhoeae (TRNG) Abstinensia hingga terbukti sembuh dari peme-
riksaan laboratorium. Jika terpaksa, gunakan kon-
Diagnosis dom.
Anamnesis, pemeriksaan fisis, serta 5 tahap pemerik- Kunjungan ulang pada hari ke-3 dan ke-8.
saan penunjang.
1. Sediaan langsung Tata Laksana Farmakologi
Bahan: duh tubuh laki-laki (daerah fossa na- 1. Terai;>i gonore untuk daerah dengan insidens NGPP
vikularis), perempuan (uretra, muara kelenjar tinggi berdasarkan CDC:
Bartholin, serviks, rektum). Seftriakson 250 mg IM + azitromisin 1 g dosis
Pewarnaan Gram: diplokokus Gram negatif tunggal selama 7 hari
intraseluler dan ekstraseluler leukosit polimor- - Atau seftriakson 250 mg IM + doksisikJin I 00
fonuklear. mg 2 kali/ hari selama 7 hari
2. Biakan, memakai dua macam media: - Terapi ini merupakan lini pertama untuk
Media transpor: Stuart, Transgrow. pengobatan gonore urogenital, anorektal, dan
Media pertumbuhan: agar cokelat Mc Lead, faringeal tanpa komplikasi
agar Thayer-Martin, atau agar Thayer-Martin Sefiksim 400 mg per oral dosis tunggal + azitromi-
modifikasi. sin I 00 mg 2 kali/hari selama 7 hari
3. Tes definitif - Atau sefiksim 400 mg per oral dosis tunggal +
Tes oksidasi: tambahkan reagen oksidasi (laru- doksisiklin I 00 mg 2 kali/ hari selama 7 hari
tan tetrametil-p-fenilendiamin hidroklorida Azitromisin 2 g dosis tunggaJ
1%) pada koloni gonokokus tersangka. Warna Untuk para pasien yang diberikan pengobatan alter-
bening berubah menjadi merah muda-lem- natif dari setriakson, wajib kembali untuk pemeriksa-
bayung menandakan positif. an kembali setelah obat selesai diminum.
Pasien dengan keluhan duh tubuh uretra/vagina
Terapi alternatif untuk gonore:
Sefuroksim 1 g per oral + probenesid 1 g; atau t
Sefotaksim 1 g IM + doksisiklin/tetrasiklin/eritro- Anamnesis dan pemeriksaan fisis
misin.
t
Sediaan basah dan gram duh tubuh uretra/vagina
2. Terapi gonore untuk daeran dengan insidens NGPP
rendah:
Penisilin, ampisilin. amoksisilin: Leukosit penuh, diplokokus intraselgram negarif (•)
- Penisilin G prokain akua 4,8 juta U + probene- Diobatl sebagal gonore
sid 1 g, dapat menutupi gejala sifilis; atau
- Ampisilin 3.5 g + probenesid 1 g; atau t
- Amoksisilin 3 g + probenesid 1 g. Konrrol setelah 7 hari
Kontraindikasi: pasien di daerah dengan NGPP
yang tinggi.
Ke! uhan/gejala?
Gonore NGPP: spektinomisin, kanamisin, se-
falosporin , tiamfenikol, kuinolon I
Sefalosporin:
- Seftriakson 250 mg IM;
+
Tidak ada
+
Ada
...... - Sefoperazon 0,5-1 g IM; atau

~
- Sefiksim 400 mg per oral dosis tunggal.
Biakan dan uji reslstensi
Spektinomisin dan kanamisin:
....
en - Spektinomisin 2 g IM; atau
- Kanamisin 2 g IM. Obati sesuai hasil uji resiStensi

Untuk pasien yang gaga! dengan penisilin maupun t


tersangka sifilis Keluhan/gejala?
Tiamfenikol 3,5 g per oral, tidak untuk ibu hamil I
Kuinolon
- Ofloksasin 400 mg per oral: atau
+
Tidak ada Ada
- Siprofloksasin 250-500 mg per oral; atau
- Norfloksasin 800 mg per oral; atau
344 - Levofloksasin 2 50 mg per oral dos is tunggal, Rujuk
tidak untuk ibu hamil dan menyusui serta anak
di bawah 12 tahun.
Doksisiklin, tetrasiklin, eritromisin dilaporkan su- Gambar I .Tata Laksana Pasien Tersangka Gonore
dah tidak efektif lagi.

Jika terdapat bartolinitis atau prostatitis, berikan: Duh tubuh uretra


Sefiksim 400 mg per oral selama 5 hari Terapi
i Alergi penisilin? ----+
Seftriakson 250 mg IM selama 3 hari altematlf
Levofloksasin 500 mg per oral selama 5 hari
Terapi standar gonore
Tiamfenikol 3.5 g per oral selama 5 hari
Kanamisin 2 g !M selama 3 hari 7 hari Duh tubuh?

Konjungtivitis gonore pada neonatus Tidakada Ada


Pencegahan
Setelah bayi lahir, mata segera dibersihkan
Sembuh Terapi uretritiS nongonore (NGU)
Beri tetes mata larutan nitras argenti 1% a tau sa-
7 hari Du h tubuh?
lep tetrasiklin I%

Pengobatan Tidakada Ada


Seftriakson 50-100 mg/KgBB IM dosis tunggal,
maksimal l 25 mg Sembuh Rujuk
Kanamisin 25 mg/ KgBB IM dosis tunggal, maksi-
mal 75 mg Gambar 2.Tata Laksana Pasien Tersangka Gonore di Pelayanan
Spektinomisin 25 mg/ KgBB IM dosis tunggal, Kesehatan tanpa Laboratorium
maksimal 7 5 mg
Duh tubuh uretra

+ :+
Terapi .__ Alergi pcnisilin? i
Diplokokus intrasel (+) Diplokokus intrasel (-)

I
alternatif
+
Leukosit < 5
:+
Leukosit > 5


Terapi standar gonore
7 hari
I Terapi (-) Terapi NGU
7 hari
Diplokokus intrasel (-) Diplokokus (-) Diplokokus (-)
I
Leukosit < 5
• •
Tera pi
alternatif
Leukosit > 5

1'erapi NGU
7 hari
+
Leukoslt < 5
+
Leukosit > 5

Terapi (-) Rujuk


I
:+
Leukosit < 5 Leukosit > 5

Rujuk

Ga rn bar 3.Tata Laksana Pasien Tersangka Gonore di Pelayanan Kese hatan dengan Laboratorium (Mikroskop) 1

Duh tubuh uretra


.....
Cl)
~
~
:+ .....s::.
Diplokokus intrasel (+) Diplokokus intrasel (-)
345
I I
+ :+
Leukosit > 5


NGPP Non-NGPP + uji resistensi Leukosit < 5


Terapi alternatif NGPP •
Terapi alternatif non NGPP
3 hari
Terapi (-) •
Terapi NGU
7 hari
I
:+ . I
t


Diplokokus (-) Diplokokus (+) Leukosit < 5 Leukosit > 5
...
Sembuh Terapi sesuai uji resistensi Sembuh Terapi NGU

Gambar 4.Tata Laksana Pasie n Tersangka Go nore di Pelayanan Kesehatan dengan Laboratorium Lengkap'

Sumber Bacaan TL, Alam TNA. penyunting. Panduan pelayanan medis dok-
I. Daili SF. Gonore. Dalam: Daili SF. Makes WIB, Zubier F. pe- ter spesialis kulit dan kelamin. Perhimpunan Dokter Spesi-
nyunting. Jnfeksi menu Jar seksual. Edisi Ke-4. Jakarta: Balai alis Ku lit dan Kelamin (PERDOSKI). Jakarta: 201 1.
Penerbit FKUI: 20 I I. 4. Wibisono B. Daili SF, Makes WIB. Pedoman penatalaksa-
2. Menaldi SL. Bramono K, lndriatmi W, penyunting. llmu naan infeksi menular seksual. Direktorat Jenderal Pengen-
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Ja karta: Sadan Pe- dalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3L) Depar-
nerbit FKUI: 20 14. temen Kesehatan RI. Jakarta: 20 I 0.
3. Sugiw TL. Hakim L. Suseno LSU. Suriadiredja ASD. Toruan
128 Infeksi Genital Nonspesifik
••
Kompttensi JJl

Definisi
• Risca Marcelena, Sri Linuwih Menaldi

atau uretra. Penyakit ini dapat asimtomatis atau


Infeksi genital nonspesifik (IGNS) merupakan ra- menunjukkan gejala berupa duh tubuh vagina. disuria
dang pada uretra, rektum, atau serviks akibat kuman ringan, poliuria. nyeri pelvis, dan dispareunia.
nonspesifik. Beberapa istilah yang terkait dengan
IGNS: Komplikasi
lnfeksi genital nongonokokus GGNG) . yaitu radang Pada laki-laki. komplikasi berupa prostatitis, vesi-
pada uretra, rektum. atau serviks akibat kuman kulitis, epididimitis, striktur uretra, sedangkan pada
nongonokokus; perempuan komplikasi dapat berupa bartolinitis.
Uretritis nonspesifik (UNS), yaitu radang pada ure- proktitis, salpingitis, sistitis, peritonitis. dan hepatitis.
tra aki bat kuman nonspesifik yang sulit diketahui
lewat pemeriksaan laboratoriu m sederhana; Diagnosis
Uretritis nongonokokus (UNG) . yaitu radang pada Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
uretra akibat kuman nongonokokus. pemeriksaan fisis. dan pemeriksaan penunj ang.
Pemeriksaan fisis pada laki-laki menunjukkan ada-
Etiologi nya sekret uretra serosa/ mukoid/seromukosa/ sero-
Chlamydia trakomatis. bakteri Gram negatif (30-50 purulen serta edema dan eritema pada muara uretra.
% kasus IGNS) dengan dua fase hidup: Sedangkan. pada perempuan ditemukan fo likel-folikel
- Fase I (noninfeksius): terdapat badan inklu- kecil (microfollicles) yang mudah berdarah pada ser-
si (kuman intraseluler dalam vakuola yang viks. serta sekret serviks mukopurulen.
melekat pada inti sel hospes) yang menanda-
kan keadaan laten dan dapat ditemukan pada Pemeriksaan Penunjang
genitalia atau konjungtiva: Pemeriksaan la boratorium dengan bahan sediaan dari
- Fase II (penularan): terdapat badan elementer apusan sekret uretra/ serviks.
(kuman keluar akibat vakuola pecah dan me- I . Pemeriksaan sitologi langsung
346 nimbulkan infeksi pada sel hospes yang baru): Sediaan basah untuk menyingkirkan adanya T.
Ureaplasma urealyticum {10-40 % kasus IGNS) : vaginalis:
Mycoplasma hominis, bakteri Gram negatifkomen- Pewarnaan Gram: leukosit (>5 pada sekret ure-
sal yang dapat menjadi patogen dalam kondisi ter- tra, >30 pada sekret serviks), diplokokus Gram
tentu , sering ditemukan bersama U. urealyticum; negatif (-) :
Trichomonas vaginalis, yeast. virus herpes sim- Pewarnaan Giemsa/ Papanicolau untuk mene-
pleks. adenovirus, Haemophilus sp.. Bacteroides mukan badan elementer atau badan retikuler.
ureolyticus. Mycoplasma genilatum. dan bakteri 2. Biakan: baku emas pemeriksaan C. trakomatis
lain yang ditemukan pada 20-30 % kasus: dengan memakai sel McCoy atau Baby Hamster
Bakteri Staphylococcus dan difteroid yang bersifat Kidney (BHK).
komensal namun dapat menjadi patogen dalam 3. Deteksi antigen
kasus tertentu; Direct fluorescent antibody (DFA) yang
Alergi. memakai antibodi mono/poliklonal dan
mikroskop fluoresens untuk mendeteksi badan
Manifestasi Klinis elementer atau badan retikuler:
Pada Jaki-Jaki, pasien mengeluh disuria ringan. Enzyme immuno assay (EIA) atau enzyme
rasa tidak nyaman/gatal di uretra. poliuria, duh tubuh linked immunosorbent assay (ELISA) yang me-
jernih-keruh. morning drops , bercak di celana dalam. makai antibodi mono/ poliklonal dan spektro-
urgensi (perasaan ingin kencing) , nokturia, urine fotometri.
dapat bercampur darah. demam, pembesaran dan 4. Deteksi asam nukleat C. trakomatis
nyeri kelenjar getah bening inguinal. Hibridisasi DNA probe (gen probe);
Pada perempuan. infeks i tersering ditemukan Amplifikasi asam nukleat: polymerase chain
pada serviks dibandingkan vagina. kelenjar Bartholin. reaction (PCR) dan ligase chain reaction (LCR).
Gram. leukosit > 5
Atau Tidak Bukan
111
Sedimen urine. leukoslt > 15 uretritis

Uretritls
Tidak ..
Gonore•~ .....
Komrol s~rclah 7 hart
Obati onore
=i=;;.;.;;J

Tidak . Keluhan/ e· ala?

Tidak . +
Tklak ada
+
da

Tidak . Biakru1 dan ujl reslstensl


Uretritis nonspesifik ~ .
Obatl sesual hasll uJf reslst~mi
!;>Ila lu
Sembuh dan kambuh
6 minggu kemud ian

Uretrltis +
Tidakada
+
rekuren Ada
.....
I/)

--
.!>I:;
Rttjuk Ruuk (!)

s::
Gambar I .Tata Laksana Uretritis (Infeksi Menular Seksual, Garnbar 2.Tata Laksana Pasien Tersangka lnfeksi Genital Nons-
pesifik (PPM Dokter Spesia/is Ku/it dan Kelamin, 201 I). 347
2009)

a tau
Tata Laksana
Ofloksasin 200 mg 2 kali/ hari sehari selama IO
Tata Laksana Nonfarmakologi
hari.
Konseling mengenai penyakit. cara penularan.
komplikasi. pentingnya mengobati pasangan sek-
Jika IGNS bercampur dengan infeksi gonore. dapat
sual. risiko tertular penyakit lain (HIV. hepatitis B.
diberikan:
hepatitis C. infeksi menular seksual lain) ;
Siprofloksasin 500 mg di hari pertama dilanjutkan
Periksa dan obati pasangan seksual pasien.
doksisiklin I 00 mg 2 kali/ hari selama 7 hari atau
azitromisin I g dosis tunggal; atau
Tata Laksana Farmakologi
Azitromisin 2 g dosis tunggal; atau
Tetrasiklin HCI 500 mg 4 kali/ hari selama I ming-
Tiamfenikol 2.5 g di hari pertama dilanjutkan 500
gu atau 250 mg 4 kali/hari selama 2 minggu; atau
mg 3 kali/ hari selama 5 hari.
Oksitetrasiklin 250 mg 4 kali/ hari selama 2 ming-
gu; atau
Sumber Bacaan
Doksisiklin 100 mg 2 kali/hari selama 7 hari; atau
l. Lurnintang H. lnfeksi genital non spesifik. Dalarn: Daill SF.
Eritromisin 500 mg 4 kali/ hari selama I minggu
Ma kes WIB, Zubier F. penyunting. lnfeksi menular seksual.
atau 250 mg 4 kali/ hari selama 2 minggu. untuk
Edisi Ke-4 . Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 20 l l.
anak dan ibu hamil atau pasien yang tidak dapat
2. Daili SF. lnfeksi ge nital nonspesifik. Dalarn: Daili SF. Makes
memakai tetrasiklin; atau
WIB. Zubier F, penyunting. Infeksi rnenu lar seksual. Edisi
Sulfametoksazol-trimetoprim 2 tablet 2 kali/ hari
Ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2011.
selama I minggu; atau
3. Sugito TL. Hakim L. Suseno LSU. Suriadiredja ASD. Toruan
Azitromisin I g dosis tunggal; atau
TL. Ala m TNA. penyunting. Panduan pelayanan medis dok-
Spiramisin 500 mg 4 kali/ hari selama I minggu;
ter spesialis kulit dan kelamin. Perhimpunan Dokter Spesi-
alis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI). Jakarta: 20 11 .
129 •
Komp~tt:nsi l\'A Kandidosis Genitalis
11
•• Risca Marcelena, Sri Linuwih Menaldi

Sinonim: kandidiasis, moniliasis. pielonefritis, septisemia;


Reaksi id (kandidid): erupsi kulit sekunder yang
Definisi terjadi sebagai bentuk hipersensitivitas terhadap
Kandidosis merupakan infeksi Candida sp., teruta- infeksi Candida sp. pada tubuh.
ma Candida albicans. Fungi ini termasuk sebagai salah
satu fungi patogen oportunistik yang paling sering Kandidosis vulvovaginalis (vulvovaginitis)
ditemukan menginfeksi manusia. Penyakit jamur akut/subakut akibat infeksi Candi-
Kandidiasis dialami laki-laki maupun perempuan da sp., terutama Candida a/bicans (80-90 %), dan Toru-
dari berbagai kalangan usia. Kandidos is tidak ditu- /opsis glabrata (10 %) yang mengenai vulva dan vagi-
larkan lewat hubungan seksual. Masa inkubasinya na. Infeksi awalnya timbul pada vagina {vaginitis) lalu
berlangsung selama 5-2 1 hari. meluas ke vulva (vulvitis). Jika keduanya terinfeksi,
......
-~....
::s
Klasifikasi
Berdasarkan lokasi kandidosis, Conant membuat kla-
sifikasi:
Kandidosis selaput mukosa
disebutlah sebagai kandidosis vulvovaginalis (KW).

Balanitis/ balanopostitis
Penyakit jamur akibat Candida sp. pada glans
- Kandidos is oral (thrush); penis dan prepusium laki-laki. Dapat pula mengenai
- Perleche: infeksi pada sudut bibir bagian luar; uretra (uretritis).
- Kandidosis vulvovaginalis;
- Kandidosis mukokutan kronis; Diagnosis
- Kandidosis bronkopulmoner. Anamnesis
Kandidosis kutis Perempuan
- Lokalisata: daerah intertriginosa atau daerah - Duh vagina berwarna putih susu;
perianal; - Gata! dan panas di area vulva;
Generalisata; Nyeri pascaberkemih (disuria eksterna) ;
348 - Paronikia, onikomikosis; - Dispareunia.
- Kandisosis kutis granulomatosa. Laki-laki
Kandidosis sistemik: endokarditis, meningitis, - Kemerahan pada glans dan bawah prepusium

Faktor Predisposisi
Tabel l.Faktor Pred isposisi Kandidosis Genitalis

Faktor endogen: Faktor eksogen:


I. Usia: orang tua dan bay! lebih rentan 1. lklim: panas dan lembap a
2. Perubahan fisiologis banyak keringat.
Kehamilan: perubahan pH. akumulasl gilkogen dalam epitel vagina: 2. Higlene kulit:
Kegemukan: banyak keringat: 3. Pakaian ketat dan rapat:
Disabilitas: 4. Kebiasaan berendam:
Iatrogenik; 5. Pemakaian larutan
Endokrinopati: diabetes melitus agangguan glukosa darah berdampak pada kulit; pembersih keperempuanan
Penyaklt kronls: tuberkulosis, lupus eritematosus sistemik; atau douching: reaksi
3. Keadaan imunologik (imunokompromais) : hipersensitivitas sehingga
Penyakit genetik; rentan terhadap jamur:
Keganasan; 6. Kontak seksual terlalu
steroid jangka panjang: sering: abrasi vagina dan
antibiotik jangka panjang. alergl terhadap semen
4. Kontrasepsl hormonal. spiral: laki-laki:
5. Tidak disirkumsisi (pada laki-laki) . 7. Kontak dengan penderita
yang tidak disirkumsisi; bau/ tidak;
- Gata! dan panas: - Vulva erosi disertai fisura . uiserasi ;
- Duh tubuh cair mengandung butir-butir, dapat - Edema dinding vagina, labia, hingga perineum;
keiuar pada pagi hari. - Lesi satelit.
Be rat
Pemeriksaan Fisis - Edema pada labia minora;
Perempuan Uikus dangkal pada labia minora dan introitus
Ringan vagina.
- Hiperemis pada labia minora, introitus vagina. Laki-/aki
dan vagina terutama bagian 1/3 bawah; Tanda yang ditemukan
- Pseudomembran berupa plak putih lritasi pada glans dan bawah prepusium yang
kekuningan yang terdiri dari miselia kusut tidak disirkumsisi;
(matted mycelia). ieukosit, dan sei epitei yang Eritema difus;
meiekat pada dinding vagina dengan dasar Fisura;
eritematosa erosif; - Vesikei dan pustul berdinding tipis yang mu-
- Fluor a/bus (gumpaian seperti kepaia susu dah pecah meninggaikan erosi dengan skuama
(cottage cheese) berwarna putih kekuningan. putih di tepi (koiaret);
mukoid/cair, berasai dari massa yang teriepas Pseudomembran;
dari dinding vulva/vagina mengandung bahan Sekret uretra cair/mukoid mengandung butir-
nekrotik, sei-sei epitel, dan jamur) dapat ber- butir bukan benang.

Anamnesls dan merlksaan fisls

.....
+ I/)

-....
.!I:;
PMN > 30 untuk perempuan, pseudohlfa/blastospora {+). Pseudohifa/blastospora (-) Q)

pH < 415, diplokokus (-).clue cells (-), Trichomonas vagina/Ls (-) pl! < 4/5, PMN sedikit. Trichomonas s:::
Diobati sebagai kandidosls vulvova...g_in_a_Us_ _ _ _--" va inalis {-). clue ce1_
1s...(-.)__ _
349

Kontrol setelah 7 hari Biakan jamur


Terapi antijamur

Keluhan/gejala?

I
Tidak ada
+
Ada

Tidak ada

Rujuk

Gambar ! .Tata Laksana Pasien Tersangka Kandidosis Vulvovaginalis (PPM Dokter Spesia!is Kulir dan Kelamin. 2011).
Infeksi dapat ditemukan hingga skrotum dan - Amfoterisin B intravena untuk kandidosis
inguinal. sistemik; atau
- Ketokonazol 200 mg PO 2 kali/ hari selama 5
Pemeriksaan Penunjang hari; atau
l. Mikroskop: - Itrakonazol I 00 mg PO 2 kali/hari selama 3
Bahan: kerokan kulit, usapan mukokutan, atau duh hari atau 200 mg PO 2 kali/hari dosis tunggal;
tubuh vagina di dinding lateral vagina; a tau
Sediaan basah: spesimen ditetesi larutan KOH l 0 - Flukonazol 150 mg PO dosis tunggal.

Pewarnaan Gram: Untuk kandidosis vulvovaginalis rekuren (kambuh <!
Untuk mencari sel ragi (sel-sel tunas berbentuk 4 kali per tahun):
lonjong. Gram positif) , blastospora, atau pseudo- Klotrimazol 500 mg intravaginal sekali seminggu;
hifa (sel-sel memanjang bersambung tersusun se- Flukonazol 150 mg per oral sekali seminggu atau
perti sos is). I 50 mg selama 3 hari;
2. Biakan agar dekstrosa glukosa Saboraud yang Dosis pemeliharaan selama 6 bulan:
dapat ditambahi bubuk kloramfenikol yang disim- - Ketokonazol l 00 mg per oral setiap hari;
pan dalam suhu kamar atau 37 "C selama 1-5 hari. - Flukonazol I 00-150 mg per oral setiap ming-
Hasil positif diitandai dengan timbulnya koloni gu;
berwarna putih (yeast-like colony). - Itrakonazol 400 mg setiap bulan atau 100 mg
..... setiap hari;
a Diagnosis Banding - Klotrimazol tablet vagina 500 mg;
~ Trikomoniasis, vaginosis bakterial, gonore akut, leuko-
....
en plakia, dan liken planus. Untuk ibu hamil, sebaiknya tidak diberikan obat siste-
mik namun dapat diganti dengan:
Tata Laksana Mikonazol:
Tata Laksana Nonfarmakologi - Krim 2.5% intravaginal selama 7 hari; atau
Konseling mengenai penyakit, cara pencegahan, - Tablet vagina 100 mg setiap malam selama 7
dan penanganan: hari; atau
Hindari/hilangkan faktor predisposisi: - Tablet vagina 200 mg setiap malam selama 3
Hindari bahan iritan lokal, seperti produk berpar- hari;
fum; Klotrimazol:
Hindari pakaian ketat, bahan sintesis. - Krim 1,5% setiap malam selama 7-14 hari: atau
350 - Tablet vagina 200 mg setiap malam selama 3
Tata Laksana Farmakologi hari: atau
Topikal - Tablet vagina 500 mg selama 1 hari: atau
- Larutan gentian ungu l -2% untuk selaput mu- Butokonazol, terkonazol topikal.
kosa, oles 2 kali sehari selama 3 hari;
- Nistatin (krim, salep, emulsi); Untuk balanopostitis:
- Amfoterisin B; Krim nistatin 2 kali sehari selama 7 hari: atau
Golongan azol: Krim imidazol 2 kali sehari selama 7 hari: atau
D Mikonazol 2 % {krim. bedak); atau Krim klotrimazol 2 kali sehari selama 7 hari; atau
D Klotrimazol I % (bedak, larutan, krim) ; atau Flukonazol 150 mg per oral dosis tunggal.
D Tiokonazol , bufonazil, isokonazol, buto-
konazol; Sumber Bacaan
- Sikloprioksolamin I % (larutan, krim); I. Pudjiati SR. Soedarmadi. Kandidosis genitalis. Dalam: Daili
- Antimikotik spektrum luas lain. SF. Makes WIB, Zubie r F. p€nyu nting. Infeksi menular sek-
Lokal sual. Edisi Ke-4 . Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.
- Klotrimazol intravaginal 500 mg dosis tunggal, 2. Menaldi SL. Bramono K. lndriatmi W, penyunting. Ilmu
200 mg setiap hari selama 3 hari, atau I 00 mg penyakit kulit dan kelamin. Ed isi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
selama 6 hari; atau nerb it FKUI; 20 14.
- Nistatin I 00.000 U intravaginal sekali sehari 3. Sugito TL. Hakim L. Suseno LSU. Suriadiredja ASD. Toruan
selama I 0-14 hari; atau TL. Alam TNA. penyunting. Panduan pelayanan med is dok-
- Amfoterisin B intravaginal 50 mg I kali/ ter spesialis kulit dan kelamin. Perhimpunan Dokter Spesi-
hari selama 7-12 hari {dikombinasi dengan alis Ku lit dan Kelamin (PERDOSKD. Jakarta; 20 I I.
tetrasiklin I 00 mg I kali/ hari per oral selama 4. Wibisono B. Daill SF. Makes WIB. Pedoman penatalaksa-
7- 12 hari) . naan infeksi menular seksual. Oirektorat Jende ral Pengen-
Sistemik dalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3L) Depar-
temen Kesehatan RI. Jakarta; 20 I 0.
130 Kondiloma Akuminatum
•••
Kompcknsi 111

Risca Marcelena, Sri Linuwih Menaldi

Sinonim:genitaJ warts , kutil kelamin, penyakitjengger yang bersatu akan membuat KA tampak seper-
ayam. ti kembang kol. Jika muncul infeksi sekunder,
vegetasi akan menjadi abu-abu dan berbau
Definisi tidak enak.
lnfeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu Bentuk papul
menimbulkan fibroepitelioma kulit dan mukosa beru- - Pada daerah dengan keratinisasi sempurna,
pa vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot seperti korpus penis, vulva lateral, daerah peri-
dan tersebar kosmopolit yang disebut kondiloma aku- anal, dan perineum;
minatum (KA). Penularan virus melalui kontak kulit - Papul dengan permukaan halus dan licin,
langsung. tersebar diskret.
Bentuk datar
Etiologi - Makula atau tak tampak kelainan (infeksi sub-
Beberapa tipe HPV yang dapat menimbulkan kon- klinis) yang baru terlihat dengan tes asam ase-
diloma. antara lain 6, 11 , 16, 18, 30, 31, 33, 35, 39, tat. Dapat terlihat dengan kolposkopi.
41, 42 , 44 , 51, 52, dan 56. Klasifikasi HPV adalah se-
bagai berikut: Bentuk klinis KA lainnya yang terkait keganasan:
HPV risiko rendah (tipe 6 dan I I) tersering Giant condyloma Buschke-Lowenstein
ditemukan pada KA yang eksofitik dan displasia - Bentuk karsinoma sel skuamosa dengan kega-
derajat rendah Vow risk). nasan derajat rendah (HPV tipe 6 dan I I);
HPV risiko tinggi (tipe 16 dan 18), sering ditemu-
kan pada displasia derajat tinggi (high risk) dan
- Pada penis, vulva, anus;
- Vegetasi besar, invasif lokal, tidak berme-
....
(/)

--
.!II:;
keganasan. tastasis; Q)
- Perlu dibiopsi, refrakter terhadap pengobatan. s:::
Faktor Risiko Papulosis Bowenoid
Higiene kurang, terdapat fluor albus, dan laki-laki ti- - Likenoid berwarna coklat kemerahan, dapat 351
dak disirkumsisi sehingga mudah lembap. berkonfluens menjadi plakat. Dapat pula be-
rupa makula eritematosa, lesi seperti leukopla-
Manifestasi Klinis kia, atau lesi subklinis. Biasanya lesi multipel,
Masa inkubasi KA selama 1-8 bulan. Lewat kadang berpigmen dengan permukaan halus/
mikrolesi pada kulit, misalnya pada daerah yang mu- sedikit papilomatosa;
dah mengalami trauma saat hubungan seksual, HPV - Jarang menjadi ganas, dapat regresi spontan.
masuk dan menimbulkan KA.
Laki-laki: perineum. sekitar anus, sulkus korona- Diagnosis
rius, glans penis, orifisium uretra eksterna, frenu- Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pe-
lum, korpus dan pangkal penis; meriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pemerik-
Perempuan: vulva, introitus vagina, dan porsio saan penunjang yang dapat dikerjakan adalah:
uteri. Tes asam asetat
Pada ibu hamil atau banyak mengeluarkan fluor Bubuhkan asam asetat 5% memakai lidi kapas
albus dan orang imunokompromais, pertumbuhan KA pada lesi tersangka. Hasil positif ditunjukkan oleh
akan menjadi lebih cepat dan lebih besar. perubahan warna lesi menjadi putih (acetowhite)
dalam beberapa menit, kecuali pada daerah peri-
!- Terdapat tiga bentuk klinis KA: anal yang butuh 15 menit.
Bentuk akuminata Kolposkopi
- Pada daerah lipatan yang lembab, seperti ge- Untuk melihat KA subklinis, dapat dilakukan ber-
nitalia eksterna; sama tes asam asetat.
- Vegetasi bertangkai dan papilomatosa (ber- Pemeriksaan histopatologi
jonjot) yang awalnya kemerahan lalu lama-ke- Gambaran papilomatosis, akantosis, pemanjangan
lamaan menjadi kehitaman. Beberapa kutil dan penebalan rete ridges, parakeratosis, dan kois-
ilositosis (vakuolisasi pada plasma).
Pasien dengan keluhan vegetasi pada genital

Diagnosis Banding t
Pearly penile papule: papul putih kekuningan/ Anamnesis dan pemeriksaan fisis
sewarna kulit berukuran 1-2 mm yang tersebar
diskret mengelilingi sulkus koronarius. tampak
Tes asam asetat, kolposkopi, biopsi jika perlu
seperti cobblestone. Sebagai varian normal dari
kelenjar sebasea, papul ini tidak perlu diobati.
Veruka vulgaris: vegetasi bertangkai, kering, ber-
Diobali sebagai kondiloma akuminatum
warna keabuan/ serupa dengan warna kulit.
Kondiloma latum: plakat erosif infektif atau
papul-papul bulat dan halus pada sifilis stadium II Kontrol setelah 7 hari
yang sering mengenai anus dan vulva.
Karsinoma sel skuamosa: vegetasi seperti kem-
bang kol , mudah berdarah dan berbau. Perlu di- Keluhan/ gejaJa?
curigai jika pengobatan tidak berhasil, lakukan
I
biopsi dan pemeriksaan histopatologi.
+
Tidak ada
+
Ada
Tata Laksana
...... Tata Laksana Nonfarmakologi
a
(I)
Konseling penyakit dan risiko tertular HIV:
Obati pasangan seksual pasien:
Carl faktor prcdisposisi

~
..... Kunjungan ulang 3-7 hari setelah terapi.
Keluhan/ gejala?
Tata Laksana Farmakologi
I
Disesuaikan dengan besar, lokasi, jenis, dan jumlah
lesi serta keterampilan dokter. +
Tidak ada
+
Ada
l. Kemoterapi
Podofilin
Rujuk
Cara pemakaiannya adalah sebagai berikut:
Sebelum dioles, gunakan pasta/vaselin pada
352 kulit sekitar untuk mencegah iritasi. Oleskan Gambar l. Tata Laksana Pasien Tersangka Kondiloma Akumi-
tingtur podofilin 10-25% maksimal 0,5 mL. natum (PPM Dokter Spesialis Ku/it dan Ke/amin. 201 1).
Diamkan 1-4 jam. Cuci daerah lesi dan seki-
tarnya. Jika belum membaik, pengobatan dapat
5-fluorourasil
diulangi 3 hari kemudian (2 kali seminggu)
Pemakaian krim 5-fluorourasil 1-5%, terutama
hingga lesi hilang. Pemakaian podofilin dapat
pada lesi di meatus uretra, setiap hari hingga
menimbulkan toksisitas dengan gejala: mual
lesi hilang. Sebaiknya pasien tidak berkemih
dan muntah, nyeri abdomen, gangguan sistem
hingga 2 jam pascapengobatan.
respirasi, berkeringat dan kulit dingin, supresi
2. Interferon
sumsum tulang dengan trombositopenia dan
Bentuk sediaan: injeksi (intramuskular,
le ukopenia. Kontraindikasinya adalah ibu
intralesi), topikal (krim);
ha mil (toksik bagi janin).
Interferon alfa 5-6 mU IM 3 kali seminggu
Podofilotoksin
selama 6 minggu atau 1-5 mU IM selama 6
Podofilotoksin 0,5% (podofiloks) merupakan
minggu.
zat aktif dalam podofilin, dioleskan sendiri
Interferon beta 2x l 0 6 U IM selama l 0 hari.
oleh pasien sebanyak 2 kali sehari selama 3
3. Imunoterapi
hari berturut-turut. Risiko iritasi dan reaksi
Jika lesi luas dan resistan terhadap pengobatan,
sistemik pada pemberian podofilotoksin lebih
tambahkan imunostimulator.
jarang.
Krim irniquimod dioleskan 3 kali seminggu, maksi-
Asam triklorasetat
maJ 16 minggu. dicuci setelah 6 -8 jam.
Gunakan larutan asam triklorasetat 80-90%
Tata Laksana Bedah
sekali setiap minggu. Hati-hati karena dapat
Bedah skalpel:
menimbulkan ulkus dalam. Asam triklorasetat
Bedah listrik (elektrokauterisasi) ;
dapat diberikan untuk ibu hamil.
Bedah cair (N, cair, N, O cair); WIB, Zubier F, penyunting. lnfeksi menular seksual. Edisi
Bedah laser (laser CO,), luka lebih cepat sembuh Ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.
dengan sedikit jaringan parut. 2. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, penyunting. Ilmu
penyakit kulit dan kelam in. Edisi ke- 7. Jakarta: Badan Pe-
Prognosis nerbit FKUI; 2014.
Prognosis baik meskipun residif sehingga perlu dicari 3. Sugito TL. Hakim L, Suseno LSU, Su riadiredja ASD. Toruan
adanya faktor predisposisi. TL, Ala m TNA. penyunting. Panduan pelayanan medis dok-
ter spesialis kulit dan kelamin. Perhimpunan Dokter Spesi-
Sumber Bacaan alis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI). Jakarta: 20 11.
l. Zubier F. Kondiloma akuminata. Dalam: Daili SF. Makes

131 Limfogranuloma Venereum


••
Kompetensi 111

Definisi
• Risca Marcelena, Sri Linuwih Menaldi

asanya mengenai genitalia eksterna, terutama


Limfogranuloma venereum (LGV) atau limfopatia sulkus koronarius. Pada perempuan biasanya
venereum,· penyakit Nicolas-Favre adalah penyakit timbul pada vagina bagian dalam dan serviks.
menular seksual sistemik dan primer yang disebabkan Sindrom inguinal
oleh infeksi Chlamydia trakomatis. Manifestasi klinis Sebelumnya, muncul gejala konstitusi
dapat bersifat akut, subakut, atau kronis. Infeksi terse- yang menetap hingga sindrom inguinal ber-
but lebih sering ditemukan pada laki-laki dan pada langsung. Sindrom ini paling banyak ditemui.
umumnya terdapat di negara tropis dan subtropis. Dapat terjadi pada laki-laki jika afek primernya
di genitalia eksterna, sedangkan pada perem-
Manifestasi Klinis puan jika afek primernya di genitalia eksterna
Masa inkubasi berlangsung 1-4 minggu dengan mani- dan vagina l /3 bawah.
festasi klinis yang dibedakan menjadi: Kenyataannya, afek primer pada laki-laki
l. Stadium dini (3-6 minggu). lebih banyak ditemukan di genitalia eksterna,
Afek primer sedangkan perempuan di vagina 2/3 atas 353
Masa inkubasi 3-20 hari. Efloresensi kulit dan serviks. Oleh sebab itu, sindrom ini lebih
beragam (papul milier, vesikel, pustul, erosi, banyak ditemukan pada laki-laki. Kelenjar ge-
atau ulkus dangkal) yang soliter, tidak khas, tah bening (KgB) inguinal medial merupakan
tidak nyeri dan cepat hilang. Pada laki-laki bi- kelenjar regional genitalia eksterna.

Lirnfadenitis:
Konfluensi beberapa KGB yang mengalami radang
dengan permukaan berbenjol-benjol, teraba padat, dan
terasa nyeri

sebelum hingga selama sindrom inguinal;


Periadenitis:
demam, menggigll. malaise, nyeri kepala,
artralgia, anoreksia, nausea,
-+- Per!ekatanjaringan sekitar - perlunakan (di tengah)
yang tidak serentak --. ada berbagai konsistensi dalarn
nyeri abdomen, nyer.I saat defekasi, diare
satu region, abses, fistula
Perempuan; nyeri pinggang bawah
Kullt kemerahan, panas, nyer.I

Inflamasi:
T;mda-tanda radang akut

Gambar l.Tanda dan Gejala Sind rom Inguinal.


Manifestasi lain yang dapat ditemukan: - Manifestasi klinis: obstipasi, tinja kecil-ke-
- Stigma of groove (tanda Greenblatt): bebe- cil, perdarahan saat defekasi, duh anal
rapa kelompok kelenjar yang berdekatan purulen, demam, nyeri saat defekasi, nyeri
mengalami pembesaran, memanjang se- perut bawah, konstipasi, diare, kolik;
perti sosis pada bagian proksimal dan dis- - Jika terjadi proktitis: tenesmus dan keluar
tal ligamentum Pouparti, dipisahkan oleh darah serta pus dari rektum;
sulkus; · - Dapat menjalar hingga KgB iliaka dan hipo-
- Etage bubonen (bubo bertingkat) : pen- gastrika.
jalaran ke KgB di fossa iliaka bahkan fossa Sindrom uretral
femoralis pada stadium lanjut hingga ter- - Infiltrat di uretra posterior 7 abses 7 ab-
jadi pembesaran KgB inguinal superfisialis, ses pecah 7 fistula 7 striktur uretra hing-
inguinal profunda dan femoralis; ga orifisium uretra eksterna menjadi seper-
- Limfangitis yang terlihat sebagai tali keras; ti mulut ikan (fish mouth urethra) dan penis
- Bubonuli: abses kecil multipel. melengkung seperti pedang Turki.
Kelainan lain
- Kulit: eritema nodosum, eritema multifor- Diagnosis
mis, fotosensitivitas; Anamnesis
- Mata: sindrom okuloglandular Parinaud Koitus suspektus;
(konjungtivitis unilateral, edema dan ulkus • Tanda dan gejala LGV yang telah disebutkan di
...... palpebra yang disertai pembesaran KgB atas .
::s
...... regional dan demam), pelebaran pembuluh Pemeriksaan Penunjang
Cl) darah yang berliku-liku pada fundus okuli Pemeriksaan darah:
:;.;'
....
(I) edema peripapiler; Laju endap darah meningkat dan akan turun
- Sistem saraf pusat: meningoensefalitis; setelah sembuh. Hiperproteinemia dengan
- Hepatosplenomegali; globulin (IgA) naik sehingga rasio albumin-globu-
- Peritonitis; lin terbalik.
- Uretritis, sistitis. epididimitis. Nucleic acid amplification test (NAAT):
Memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi sehing-
2. Stadium lanjut, (dalam hitungan tahun) ga menjadi baku emas;
Sindrom genital - Prinsip: amplifikasi sekuens DNA/RNA C. tra-
- Sindrom inguinal tanpa terapi 7 fibrosis komatis memakai metode PCR;
KgB inguinal medial 7 aliran getah bening - Bahan: usapan endoserviks, vagina, uretra,
354 terbendung 7 edema, elefantiasis; atau urine (urine porsi pertama yang didapat
- Elefantiasis dapat berupa vegetatif, memili- tanpa membersihkan area genital terlebih da-
ki fistula hingga ulkus: hulu dan pasien tidak boleh berkemih 2 jam
- Laki-laki: penis dan skrotum 7 elefantiasis sebelumnya).
skrotum; Tes Frei
- Perempuan: labia dan klitoris (eschiomene) - Prinsip: delayed intradermal reaction yang spe-
7 elefantiasis labia berupa edema vulva sifik terhadap Chlamydia;
sepanjang klitoris hingga anus, tumor po- - Hasil: positif jika didapatkan papul eritemato-
lipoid dan verukosa (buchblatt condyloma), sa dikelilingi infiltrat berdiameter 2'.5 mm dan
fistula. daerah kontrol negatif setelah injeksi antigen
Sindrom Jersild: elefantiasis yang meluas Frei intrakutan 0, 1 mL.
hingga terjadi elefantiasis genitoanorektalis; Tes Frei terbalik
Sindrom anorektal Tes Gate Papacosta Reaction (GPR)
- Dapat ditemukan pada: laki-laki homosek- - Prinsip: kenaikan globulin dalam darah;
sual, perempuan dengan kontak seksual - Hasil: positif jika menggumpal (serum mem-
genitoanal atau afek primer pada serviks/ beku) .
vagina 2/3 atas (menjalar ke KgB perirek- Pewarnaan Giemsa dari pus bubo. untuk menemu-
tal/Gerota antara uterus dan rektum); kan badan inklusi Chlamydia trakomatis
- Limfadenitis dan periadenitis 7 perlu- Tes serologi
nakan 7 abses di perianal dan perirektal - Tes fiksasi komplemen (complement fixation
7 abses pecah 7 keluar darah dan pus test, CFT)
saat defekasi 7 fistula 7 muara fistula Tes ikatan komplemen yang lebih sensitif dan
meluas 7 ulkus 7 sembuh 7 sikatriks 7 spesifik, namun dapat terjadi reaksi silang
retraksi 7 striktur rekti; dengan infeksi Chlamydia lainnya. Titer 1116
berarti sedang sakit, titer lebih rendah berarti Konseling;
pernah sakit, titer menurun berarti terapi ber- Periksa dan obati pasangan seksual pasien.
hasil.
- Radioisotope precipitation (RIP) Tata Laksana Farmakologi
Lebih sensitif dan spesifik. namun relatif lebih Kompres terbuka dengan larutan kalium per-
mahal dan tidak selalu tersedia. manganat I :5000 untuk abses yang telah pecah;
- Immunofluorescence (micro-IF) typing Antibiotik
Sensitif dan spesifik namun cukup mahal. - Kotrimoksazol 480 mg 2 kali/ hari sampai sem-
Kultur jaringan buh (sekitar 1-5 minggu);
Bahan: aspirasi pus bubo yang belum pecah dan - Doksisiklin 100 mg 2 kali/hari selama 14-21
yolk sac embrio ayam/biakan sel; hari ;
Dapat menegakkan diagnosis secara definitif - Tetrasiklin 500 mg 4 kali/ hari selama 14 hari;
namun butuh biaya mahal dan tenaga ahli serta - Eritromisin 500 mg 4 kali/ hari selama 14 hari.
hanya didapatkan pada 30-50% kasus.
Tata Laksana Pembedahan
Diagnosis Banding Abses: insisi dan aspirasi, drainase;
Skrofuloderma Elefantiasis labia: vulvektomi lokal atau labiek-
LGV memiliki lima tanda radang akut, sedangkan tomi;
skrofuloderma hanya menunjukkan tumor se- Sindrom anorektal dengan striktur rekti: dilatasi
bagai tanda radang. LGV di KgB ingu inal medial. dengan bougie, obstruksi total: kolostomi;
sedangkan skrofuloderma di KgB inguinal lateral Elefantiasis penis dan skrotum: operasi plastik.
dan femoral.
Limfadenitis piogenik atau akibat ulkus mole Tindak lanjut
Lesi primer pada LGV menghilang dengan cepat, LGV stadium dini segera ditindaklanjuti dalam 3-6
sedangkan lesi primer pada limfadenitis piogenik bulan setelah pengobatan. Pantau hasil pengobatan,
masih ada. Perlunakan pada LGV tidak serentak, apakah penyembuhan terjadi sempurna. Selain itu ,
sedangkan perlunakan pada limfadenitis piogenik lakukan pencegahan terhadap infeksi sekunder.
terjadi serentak.
Limfoma malignum Sumber Bacaan ....
(I)

LGV memiliki lima tanda radang. sedangkan lim-


foma malignum hanya menunjukkan tumor se-
bagai tanda radang. LGV mengalami perlunakan,
sedangkan limfoma malignum tidak mengalami
I.

2.
Sentono HK. Limfogranuloma venereum. Dalam: Daili SF.
Makes WIB. Zubier F. penyunting. ln[eksi menular seksual.
Edisi Ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 20 11 .
Menaldi SL, Bramono K. lndriatmi W. penyunting. Ilmu
-
~
(I)

i::
......
355
perlunakan. penyakit kulit dan ke lamin. Edisi ke-7. Jakarta: Sadan Pe-
Hernia inguinalis nerbit FKUI: 2014.
LGV memiliki lima tanda radang. sedangkan her- 3. Wibisono B. Daili SF. Makes WIB. Pedoman penatalaksa-
nia inguinalis hanya memiliki tumor sebagai tanda naan infeksi menular seksual. Direktorat Jenderal Pengen-
radang. dalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3L) Depar-
temen Kesehatan RI. Jakarta: 20 I 0.
Tata Laksana Nonfarmakologi
Tirah baring;

132 •
Kompch'nsi !VA Sifilis
11

••
Sinonim: lues. lues venereal, raja singa.
Risca Marcelena. Sri Linuwih Menaldi

kronis, dapat menyerang berbagai organ tubuh, serta


menyerupai banyak penyakit (great imitator). lnfeksi
Definisi ini dapat ditularkan dari ibu hamil ke janin. Trepo-
Sifilis adalah penyakit sistemik akibat infeksi nema pallidum termasuk dalam ordo Spirochaeta!es,
Treponema pallidum subspecies pallidum yang berat, Gram negatif, berbentuk spiral teratur yang bergerak:
1) rotasi cepat sepanjang aksis, 2) fleksi sel , dan 3) Berdasarkan epidemiologi:
maju seperti gerakan pembuka tutup botol. Stadium dini menular: dalam 1 tahun sejak in-
feksi mencakup S I, S II, stadium rekuren, dan
Klasifikasi stadium laten dini;
1. Sifilis kongenital Stadium lanjut tak menular: setelah 1 tahun
Dini; sejak infeksi mencakup S III dan stadium laten
Lanjut; lanjut.
Stigmata.
2. Sifilis akuisita (didapat) Patogenesis
Berdasarkan manifestasi klinis Patogenesis sifilis dapat dilihat pada Gambar 1.
Stadium I (SD;
Stadium II (SID; Manifestasi Klinis
Stadium III (S III). A. Sifilis Dini

Res1xms jaringan: membentuk infiltrat di perivaskular, pembuluh Ke seluruh j aringan tubun


darah kecil yang dikelilingi T liidum dan sel-sel radang getah ben!o teglonal dan berke.rnbang biak

+ + +
Sll
(6·8 mlnggu pasca-S 1)

Hipertroli menjadi oblit¢ras1 henen jenarteri1!e,pbliterans), trombosis

+
Jskemia~ ~ Erosi ~ 1J lulkus timbul ~lama l-5 min.l!!!UJ

Sistern imun gaga l


356 me nghada p i infoks i

Terbe[J,tut fiproblas t~:~:~~:;;:~ . . . . .__


+ + il\J Sta di u m
Lesi rekur n din i

St adium
Kese imb a ngan p e r t ah a nan ~ .__ Fa ktor
tubuh t e rgan g gu pr es ipit as i Ja nj u t

3-10 tahun pasca-S I


muncul gumtna. tanpa 1: pallidum
destruktif tlan berlangsung tahunan

1: fl!'lllr:lurn mencapai slsrem kardlovaskular dan


slstem saraf sejak awal namun merusak
Jl"rlahan dan tidak menimbulkan geJala klinis

Gambar l .Patogenesis Sifilis


Afek primer
• di genitalia eksterna Oaki-laki: sulkus koronarius. perempuan: labia mayor,
labia minor. serviks). ekstragenital (lidah, tonsil, puting susu,jari. anus)
• papul lentikuler erosi, ulkus durum (bulat, soliter, dasar jaringan granulasi
bersih dengan serum di atasnya. dinding tak bergaung, teraba keras. tanpa
tanda radang akut. khas: indolen dan indurasi) Kompleks

• I minggu primer

Sembuh sendiri Lirnfadenopati regional di inguinalis medialis: soliter,


(3-10 minggu) indolen, lentikuler, tidak lunak, tidak supuratif, tanpa
periadenitis, tanpa tanda radang akut

Cambar 2.Patogenesis Sifilis Primer dan Manifestasi Klinis S I

1. Sifilis primer (S I) 0 Leukoderma koli (collar of Ve-


Manifestasi S I dapat dilihat pada Gambar 2. nus): papul-papul pada leher
2. Sifilis sekunder (S II) 0Korona venerik: susunan papul
Sil dengan/tanpa gejala konstitusi: anoreksia, arsinar/sirsinar pada dahi
berat badan turun, malaise, nyeri kepala, sub- 0 Kondiloma lata: papul-papul
febris, dan artralgia. Pada sifilis sekunder tim- lentikuler datar dan sebagian
bul berbagai macam kelainan: berkonfluensi pada daerah lipa-
a. Kulit tan kulit yang lembap (inguinal,
Lesi kulit polimorfik yang menyerupai skrotum, vulva, perianal, bawah
beragam penyakit kulit lain, umumnya payudara, antarjari kaki) ~
tidak gatal; gesekan berulang ~ erosif, ek-
Lesi eksudatif sangat menular (kon- sudatif, menular.
.....
(/)
~
diloma lata, plaque muqueuses), lesi
kering kurang menular;
0 Chancer redux: infiltrasi dan re-
indurasi pada lokasi afek primer
....
Q)

S II dini: lesi kulit generalisata, simetris, - Pustul ....i:::


lebih cepat hilang (hitungan hari-ming- Sifilis variseliformis: pustul-pustul 357
gu); pada seluruh tubuh disertai demam
S II lanjut: lesi kulit regional, asimetris. intermiten selama berminggu-ming-
lebih lama (hitungan minggu-bulan); gu akibat imunitas menurun.
Bentuk: - Bentuk lain:
- Roseola 0 Sifilis impetiginosa: konfluensi
0 Roseola sifilitika (eksantema): dari papul, pustul, dan krusta
eritema makuler, berbintik-bin- menyerupai impetigo.
tik, atau berbercak-bercak 0 Ektima sifilitikum: ulkus yang
dengan warna merah tembaga ditutupi oleh krusta.
dan bentuk bulat/ lonjong yang 0 Rupia sifilitika: ulkus yang di-
timbul cepat dan menyeluruh tutupi krusta tebal.
pada S II dini. 0 Sifilis ostrase: ulkus meluas ke
0 Leukoderma sifilitikum: bercak perifer sehingga menyerupai
hipopigmentasi yang ditinggal- kulit kerang.
kan oleh roseola/ papul. 0 Sifilis malignum: ulkus-ulkus
0 Rambut rontok akibat roseola di kulit dan mukosa disertai
pada kepala. demam, dapat menimbulkan
- Papul kematian.
0 Papuloskuamosa: papul dengan b. Mukosa
kolaret (skuama di pinggir se- Enantema: lesi pada mukosa, terutama
perti kerah) . mulut dan tenggorok.
0 Psoriaformis: skuama menutupi Angina sifilitika eritematosa: makula
permukaan papul. eritematosa yang berkonfluensi mem-
bentuk eritema berbatas tegas atau Ku lit
plak putih keabuan erosif dan nyeri Gumma: infiltrat soliter/ multipel. asi-
yang menimbulkan gejala, seperti nyeri metrik, berukuran lentikuler hingga
tenggorok terutama saat menelan, su- sebesar telur ayam. berbatas tegas,
ara serak. destruktif, dan kronis. Gambaran his-
Plaque muqueuses (mucous patch): topatologiknya berupa nekrosis ko-
papul eritematosa berukuran milier/ agulatif dikelilingi sel epiteloid dan sel
lentikuler dengan permukaan datar, plasma dengan dinding fibroblastik .
erosif, dan tidak nyeri. Dalam waktu beberapa bulan, gum-
c. Rambut ma melunak mulai dari bagian tengah
Alopesia difusa: kerontokan rambut di- serta menunjukkan tanda radang akut
fus dan tidak khas. -7 kulit eritema, livid. dan melekat pada
Alopesia areolaris: kerontokan rambut gumma -7 perforasi yang diikuti kelu-
setempat sehingga tampak seperti ber- arnya cairan seropurulen/ sanguinolen
cak berambut tipis akibat T pallidum disertai jaringan nekrotik -7 bagian
merusak akar rambut dan adanya ro- perforasi berkembang menjadi ulkus -7
seola/ papul. konfluensi beberapa ulkus membentuk
Moth-eaten alopecia: alopesia yang tepi polisiklik.
tampak pada daerah oksipital. Kadang kala ditemukan pula gejala
d. Kuku penyerta berupa demam.
a
l'D
Onikia sifilitika: bagian distal lempeng
kuku menjadi hiperkeratotik sehingga
- Nodus: serupa dengan gumma. teta-
pi bedanya nodus lebih superfisial.
~
..... kuku terangkat. berukuran lebih kecil. lebih banyak.
Paronikia sifilitika: radang kronis yang cenderung berkonfluensi, dan
menyebabkan kuku rusak dan terlepas. diseminata. Pertumbuhan nodus lam-
e. Kelenjar getah bening (KgB): limfadenopa- bat (hitungan minggu-bulan) -7 nekro-
ti superfisial multipel. sis di tengah membentuk ulkus atau
f. Mata: uveitis anterior, koroidoretinitis. tanpa nekrosis membentuk sklerotik -7
g. Hati: hepatitis. sikatriks hipotrofik.
h. Limpa: splenomegali. D Psoriaformis: konfluensi nodus
i. Tulang: pembengkakan tulang yang tidak secara serpiginosa meninggalkan
nyeri, periostitis. skuama menutupi daerah yang be-
j. Saraf: kenaikan sel dan protein pada cairan lum sembuh.
' 358
serebrospinalis, peningkatan tekanan in- D Nodositas juxta articularis: no-
trakranial. dus-nodus subkutan fibrotik, indo-
3. Sifilis laten dini len, dan tidak melunak pada sendi
lnfeksi aktif tanpa manifestasi k.linis mau- besar.
pun kelainan pada tubuh. Mukosa
Tes serologis (+), tes cairan serebrospinalis - Gumma di mulut, tenggorok, septum
(-). nasi bersifat destruktif sehingga dapat
4. Stadium rekuren menghancurkan tulang rawan septum
Relaps klinis (lesi kulit mirip S II) atau se- nasi/ palatum mole memicu perforasi.
rologis (hasil positif menjadi negatif). - Lidah: gumma dengan fisura-fisura
Pada sifilis yang tidak diobati dengan ireguler dan leukoplakia.
adekuat Tulang (tibia, tengkorak. bahu, femur,
Monoresidif: relaps pada afek primer fibula. humerus);
- Periostitis gummatosa
B. Sifilis Lanjut - Osteititis gummatosa
l. Sifilis laten lanjut He par
Tidak menular. berlangsung selama beberapa Hepar lobatum yang timbul akibat gumma
tahun hingga seumur hidup. Diagnosis penya- multipel menyembuh meninggalkan fibro -
kit dengan tes serologis. Penyakit ini jarang sis sehingga terjadi retraksi hepar dengan
terjadi reinfeksi setelah diberi terapi adekuat. lobus-lobus ireguler;
Esofagus dan lambung;
2. Sifilis tersier (S III) Paru;
Ginjal, vesika urinaria, prostat; Gumma. soliter/multipel pada verteks/ dasar otak
Ovarium, testis. yang menirnbulkan manifestasi klinis:
nyeri kepala, mual-muntah, kejang. gangguan vi-
Sifilis Kardiovaskular sus, kenaikan tekanan intrakranial, paresis saraf
Pada S III dengan masa laten 15-30 tahun, terutama kranialis, hemiplegia
pria us ia 40-50 tahun.
Enarteritis, akibat infiltrasi perivaskular pada din- Sifilis Kongenital
ding aorta sehingga terjadi iskemia. Dapat ditemukan pada bayi dari ibu yang mengidap
Aneurisma, akibat kerusakan tunika intima dan sifilis, terutama sifilis dini (80 %}. T pallidum dalam
tunika media sehingga aorta melebar darah ibu melewati plasenta masuk ke janin, dapat
- Aneurisma aorta asendens: benjolan dan pul- ditemukan sejak usia kehamilan I 0 minggu. Semakin
sasi pada dada kanan atas sternum, menggeser lama seorang ibu mengalami infeksi, semakin rendah
trakea hingga menimbulkan obstruksi vena risiko janin terinfeksi sifilis.
kava superior;
- Aneurisma arkus aorta: menekan alat-alat Gambaran klinis pada sifilis kongenital dapat dibagi
tubuh di mediasternum superior (timbul stri- menjadi:
dor} , bronkus kiri (terjadi kolaps paru} , saraf I. Sifilis kongenital dini (prekoks) sebelum usia 2 ta-
laringeal (suara serak): hun yang menular
- Aneurisma aorta abdominalis: akibat ar- a. Pemfigus sifilitika: bula-bula (mengandung
teriosklerotik, asimtomatis; banyak T pallidum} simetris pada telapak
Aneurisma dapat berlanjut hingga ruptur ke pleu- tangan dan kaki, dapat pula ditemukan pada
ra, perikardium, dan bronkus, bahkan menimbul- bagian badan lain saat bayi baru lahir;
kan kematian. b. Lesi papuloskuamosa yang terdistribusi ter-
Aortitis pada aorta asendens, arteri koronaria; atur dan simetris saat bayi telah berusia be-
Blok jantung. berapa minggu. Pada tempat lembap, erosi
pada papul dapat terjadi sehingga tampak
Neurosifilis seperti kondiloma lata;
Banyak ditemukan pada laki-laki, terutama orang c. Ragades: kelainan berbentuk menjalar pada
kulit putih. Tes serologis menunjukkan hasil reaktif sudut mulut, lubang hidung, dan anus;
serta pemeriksaan cairan serebrospinalis menunjuk- d. Wajah bayi seperti orang tua, akibat kulit keri-
kan kenaikan jumlah sel serta protein total. put dari penurunan berat badan;
Neurosifilis asimtomatis, ditemukan kelainan pada e. A!opesia pada sisi dan belakang kepala;
cairan serebrospinalis f. Onikia sifilitika: kuku terlepas akibat papul di 359
Neurosifilis meningovaskular (sifilis serebrospi- bawahnya, kemudian tumbuh kuku baru yang
nalis) berupa meningitis, meningomielitis, endar- bentuknya berbeda;
teritis sifilitika yang terjadi dalam beberapa bulan g. Plaques muqueuses:
hingga 5 tahun sejak S I akibat: h. Syphilitic snuffles: rinitis timbul akibat plaques
- Endarteritis proliferatif dan infiltrasi muqueuses pada mukoperiosteum dalam ka-
perivaskular pada pembuluh darah otak dan vum nasi, disertai sekret muko/seropurulen
medula spinalis bahkan dengan darah yang sangat menular
- Fibrosis yang memicu iskemia dan menimbulkan obstruksi, suara parau, serta
- Gumma kecil multipel berlanjut jadi nekrosis limfadenopati generalisata;
lalu menyebabkan trombosis Hepatosplenomegali, akibat invasi T pallidum
Manifestasi klinis: nyeri kepala, kejang lokal/ pada hati dan limpa, disertai fibrosis, edema,
umum, papiledema saraf optik.us, gangguan men- dan ikterus;
tal j. Kelainan ginjal berupa silinder granuler, hialin,
Gejala meningitis basalis: paresis saraf kranialis, dan albumin pada urine;
atrofi saraf optikus, gangguan hipotalamus, gang- k. Infiltrasi paru (pneumonia putih) ;
guan piramidal, keluhan miksi/ defekasi, bahkan I. Osteokondritis, menimbulkan nyeri dan beng-
stupor/koma kak pada ujung tulang sehingga sulit digerak-
Sifilis parenkim kan (pseudoparalisis Parrot) dengan komplik.a-
- Tabes dorsalis berupa paraestesia, ataksia, are- si epifisis lepas, fraktur patologik, dan artritis
fleksia, gangguan pada visus, rasa nyeri, gang- supurativa;
guan miksi. dan impotensi m. Anemia berat, sehingga rentan infeksi;
- Demensia paralitik.a n. Neurosifilis aktif, menyebabkan perkembangan
otak terhenti, kejang, gangguan mental, hemi/ Onikia merupakan kelainan permanen de-
diplegia, atau meningitis sifilitika akut. ngan kerusakan dasar kuku.
2. Sifilis kongenital lanjut (tarda) setelah usia 2 tahun Lesi lanjut
yang tidak menular (biasanya usia 7-15 tahun) - Kornea
Gumma ditemukan pada kulit, tulang, mukosa, dan Keratitis interstisial: kekeruhan lapisan da-
organ tubuh. lam kornea akibat ghost vessels
a. Perforasi pada septum nasi hingga deformitas - Sikatriks gummatosa
hidung; Pada kulit, gumma meninggalkan sikatriks
b. Perforasi pada palatum; hipotrofik seperti kertas perkamen. Pada
c. Sabre tibia: penebalan akibat periostitis sifiliti- palatum dan septum nasi, gumma mening-
ka pada sepertiga tengah tibia; galkan perforasi
d. Nodus Parrot: tumor area frontal dan parietal - Tulang
akibat osteoperiostitis pada tengkorak; 0 Osteoporosis gummatosa ~ deformitas
e. Keratitis interstisialis bilateral berupa sabre tibia (tibia menyerupai pedang)
kekeruhan kornea disertai vaskularisasi sklera; 0 Nodus periosteal ~ prominen abnor-
f. Tuli bilateral akibat kerusakan saraf kranialis mal dan pelebaran regio frontalis (fron-
Vlll; tal bossing)
g. Sendi Clutton: efusi kronis pada kedua sendi 0 Bulldog facies =frontal bossing+ saddle
lutut yang dapat ditemukan pada anak usia nose+ bulldog jaw
10-20 tahun. menghilang sendiri tanpa keru- - Atrofi optikus tanpa iridoplegia yang terja-
sakan; di jika sifilis menyerang sistem saraf pusat
h. Neurosifilis berupa paralisis generalisata atau - Trias Hutchinson = keratitis interstisialis +
tabes dorsalis. gigi Hutchinson + tuli saraf VIII
3. Stigmata Qaringan parut/deformitas akibat proses
penyembuhan sifilis kongenital dini/lanjut) Pemeriksaan Penunjang
Lesi dini 1. Pemeriksaan T pallidum
- Fasies Bahan sediaan: serum dari bagian dasar I dalam lesi
0 Rinitis berat dan kronis ~ gangguan kulit yang diperoleh setelah membersihkan lesi
pertumbuhan septum nasi dan tulang dengan larutan garam faal.
lain pada kavum nasi ~ depresi pada Cara pemeriksaan:
jembatan hidung (saddle nose); Mikroskop lapangan gelap (dark field): Trepo-
0 Maksila tumbuh normal namun lebih nema terlihat putih, bergerak memutar terha-
360 kecil daripada mandibula (bulldog jaw). dap sumbunya, dan perlahan melewati lapang
Gigi pandang J ika hasil hari ke-1 dan 2 negatif
0 Gigi Hutchinson: gigi insisi perma- (kuman tidak ada atau terlalu sedikit), dilaku-
nen yang lebih kecil daripada normal kan pemeriksaan kembali pada hari ke-3 (tiga
dengan sisi gigi konveks dan sisi meng- hari berturut-turut). Lesi kulit lalu dikompres
gigit konkaf; dengan larutan garam faal.
0 Moon's molar: kelainan pada gigi molar Pewarnaan Burry: untuk melihat bentuk Trepo-
bawah pertama; nema yang sudah mati sehingga tidak dapat di-
0 Mulbery molar: permukaan (mahko- lihat pergerakannya
ta) gigi berbintil-bintil mirip murbai Teknik fluoresens: spesimen dioleskan pada
dengan enamel yang lebih tipis sehing- gelas objek lalu difiksasi dengan aseton. diberi
ga mudah karies dan tanggal. antibodi spesifik yang dilabeli zat fluoresens ,
- Ragades dan diperiksa dengan mikroskop
Ragades biasanya terletak pada sudut mu- Perlu diingat bahwa pemeriksaan mikroskopik
lut. Konfluensi papul-papul yang disertai dan serologik tidak dapat membedakan spesies
fisura akibat pergerakan mulut ditambah Treponema. Pada S I dan S II, hasil pemeriksaan
dengan infeksi sekunder, saat sembuh mikroskop lapangan gelap dan pewarnaan Burry
meninggalkan jaringan parut linier. dapat positif atau negatif.
- Jaringan parut koroid
Koroidoretinitis: kelainan permanen di 2. Tes serologik sifilis (TSS)
fundus okuli berupa daerah sikatriks putih Klasifikasi TSS berdasarkan jenis antigen:
dikelilingi pigmentasi pada retina. a. Tes nontreponemal (tes reagin)
- Kuku Memakai antigen nonspesifik dan reagin. An-
tigen terbentuk dari kardiolipin, lesitin, dan Tes fiksasi komplemen
kolesterol. Reagin adalah antibodi nonspesi- Reiter Protein Complement Fixation Test
fik yang terbentuk setelah infeksi T pallidum. (RPCF)
Reagin dapat bersatu dengan komplemen (tes Dapat menjadi tes skrining karena murah
ikatan komplemen) atau suspensi ekstrak lipid meskipun terkadang terjadi positif semu.
(membentuk gumpalan massa yang terlihat Tes imunofluoresens
pada tes flokulasi). - Fluorescent Treponemal Antibody Ab-
Beberapa jenis tes nontreponemal: sorption Test (FTA-Abs)
Tes fiksasi komplemen, menunjukkan an- Tes paling sensitif (90%), dengan dua
tibodi lipoid, yaitu Wasserman (WR) dan jenis pemeriksaan, yaitu IgM yang
Kolmer. sangat reaktif pada sifilis dini dan ce-
Tes flokulasi pat menurun setelah terapi, dapat men-
- Venereal Disease Research Laboratory diagnosis sifilis kongenital , serta IgG
(VDRL) yang lambat menurun setelah terapi
S I timbul 7 2-4 minggu 7 titer V. atau - Fluorescent Treponemal Antibody Ab-
lebih 7 S II lanjut: titer Ys4 atau ){28 7 sorption Double Staining (FTA-Abs DS)
perlahan turun hingga (-) Tes hemaglutinasi
- Rapid Plasma Reagin (RPR) - Treponema/ pa/Jidum Haemoglutination
Memakai antigen VDRL. Kelebi- Assay (TPHA)
han: 1) flokulasi dapat dilihat secara Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan
makroskopik, 2) lebih sederhana, 3) kuantitatif dengan pengenceran Yso -
lebih cepat. Xo24
- Automated Reagin Test (ART) Dianjurkan karena memiliki bebera-
- Reagin Screen Test (RST) pa kelebihan antara lain : pengerjaan
- Kahn dan pembacaan mudah. Cukup sensitif
Tes-tes di atas kurang spesifik karena dan spesifik. Mudah reaktif sejak dini.
memiliki risiko: Namun, kekurangannya adalah tes ini
- Reaksi biologik semu (biologic false reaktif jangka panjang sehingga tidak
_,..
positive, BFP) akibat pemakaian antigen dapat digunakan untuk menilai hasil Cl)

nonspesifik. Misalnya pada penyakit terapi .!I::


autoimun, pascavaksinasi, kehamilan, l 9S IgM Solid-phase Hemabsorption .....<U
pemakaian narkotik, infeksi, anemia Assay (SPHA) ....
s:::

hemolitik autoimun. Antiserum yang digunakan adalah 361


- Reaksi prozon: reagin terlalu banyak cincin spesifik dan reagin TPHA. Dapat
sehingga tidak terjadi flokulasi dan mendeteksi IgM spesifik T pa//idum de-
menghasilkan negatif semu. ngan cepat, mudah, serta dapat mendi-
- Positif sejati (true positive) : penya- agnosis neurosifilis. Hasil (+) jika titer
kit treponematosis selain T pa/Jidum >2560
penyebab sifilis, misalnya frambusia (T - Hemagglutination Trepon emal Test for
pal/idum subspecies pertenue), bejel (T Syphilis (HATTS)
pallidum subspecies endemicum) dan - Microhemagglutination Assay for Anti-
pinta (T carateum). bodies to Treponema pa/Jidum (MHA-
TP)
b. Tes treponemal Tes rutin untuk skrining: RPR, VDRL, dan TPHA. Jika
Tes spesifik karena memakai Treponema se- perlu, FTA-Abs juga dapat dikerjakan.
bagai antigen S I dini (seronegatif) 7 S I lanjut (seropositif lemah)
Tes imobilisasi 7 S II dini (seropositif kuat) 7 S II lanjut (seropositif
Treponemal pa/Jidum Immobilization Test sangat kuat) 7 S III (seropositif lemah atau seronega-
(TPO tif)
Tes paling sensitif namun memiliki bebera- S II: RPR (+++), VDRL (+) , TPHA (+)
pa kekurangan, yakni teknik sulit, mahal,
reaksi lambat (dapat negatif pada sifilis 3. Pemeriksaan lain
dini/sangat lanjut, baru positif pada stadi- Roentgen: melihat kelainan tulang (S l, S II, sifi-
um primer) , dan tidak dapat menilai hasil lis kongenital) dan aneurisma aorta
terapi Pemeriksaan cairan serebrospinalis: jumlah
Tabel 1.lnterpretasi Hasil Tes Serologik Sifllis
flA Abs
VDRL TPHA lnt<'t prl'lasi
lgG lgM
+ S I dini belum diterapl atau baru saja dlterapi
Sifilis dini belum diterapi atau baru saja diterapi. khususnya SI dini, juga termasuk
reinfeksi
+ + Sifllis lanjut asimtomatis belum diterapi
Sifl lis lanjut s imtomat is yang diterapi 5 tahun sebelumnya
Sifllis laten (beberapa kasus)
Sifilis lanjut yang diterapl
+ + Old yaws (beberapa kasus)
Sifllis laten (beberapa kasus)

Sifllis dini yang diterapi


Old yaws
Tabes dorsalis (beberapa kasus)
Sifilis laten (beberapa kasus)

S I yang diterapi
Infeksi treponema bum out atau kasus lama (beberapa kasus)
...... ±I- Reaksi positif semu biologik
::s
......
Cl)
:><;' sel dan protein total menunjukkan inflamasi kutis gumosa, karsinoma.
.....
(/)
sistem saraf pusat nonspesifik neurosifilis
Tata Laksana
Pemeriksaan Khusus Tata Laksana Nonfarmakologi
Kehamilan Konseling tentang sifilis, cara penularan,
!bu hamil harus menjalani TSS pada trimester per- pengobatan, dan pencegahan serta risiko tertular
tama dan ketiga untuk mencegah sifilis kongenital. HN
Apabila ibu mengidap sifilis dan telah diobati, bayi Periksa dan obati pasangan seksual pasien
tetap perlu diperiksakan TSS dari spesimen darah Abstinensia hingga sembuh
saat usia 6 minggu dan 2 bulan. Tata Laksana Farmakologi
TSS reaktif memiliki 2 makna klinis: sifilis Penisilin
362 kongenital atau perpindahan pasif serum dari Ada beberapa macam:
ibu ke bayi (titer bayi tidak lebih tinggi dari - Penisilin G benzatin {benzatin benzilpenisilin.
titer ibu dan dalam waktu tiga bulan. titer akan benzilpenisilin benzatin, benzatin penisilin)
menurun) - Penisilin G prokain dalam akua (aqueous ben-
- Bayi belum dapat membentuk IgM hingga usia zylpenicillin, crystalline penicillin. benzilpenisi-
3 bulan lin potasium, benzilpenisilin sodium, penisilin
- Perlu dilanjutkan dengan ITA-Abs IgM G potasium, penisilin G sodium)
Tujuan diberikan penisilin secara injeksi ialah
Neurosifilis mencapai konsentrasi 0,03 unit/ mL dalam se-
Gunakan tes I 9S IgM SPHA karena IgM dalam cairan rum selama 30 hari pada sifilis dini dan di atas
serebrospinalis adalah penanda neurosifilis. 30 hari pada sifilis lanjut
Terapi penisilin dibedakan menjadi:
Diagnosis banding 0 S I. S II, dan sifilis laten dini kurang dari
S I: herpes simpleks, ulkus piogenik, skabies, 2 tahun
balanitis, limfogranuloma venereum, karsinoma Penisilin G benzatin IM 2.4 juta unit
sel skuamosa, penyakit Behcet. ulkus mole. satu kali seminggu.
granuloma inguinale, trauma, liken planus. Penisilin G prokain dalam akua IM 0,6
S II: erupsi obat alergik, morbili, pitiriasis rosea, ju ta unit per hari selama I 0 hari jika
psoriasis, dermatitis seboroik, kondiloma seronegatif dan 14 hari jika seropositif.
akuminata, alopesia areata. PAM (penisilin G prokain dan 2% alu-
S lll: sporotrikosis, aktinomikosis, tuberkulosis minium monostrerat) dosis total 4.8
juta unit ~ 1,2 juta unit per kali se-
banyak 2 kali per minggu. ilin, seperti alergi, syok anafilaktik, reaksi Jarish-Harx-
D Sifilis laten lanjut lebih dari 2 tahun atau heimer (pseudoalergi), serta reaksi Hoigine (gejala
masa infeksinya tidak diketahui psikotik akut yang ditimbulkan prokain dalam penisi-
Penisilin G benzatin dosis total 7,2 ju ta lin} Lama pengobatan S I dan S selama II 30 hari
unit -7 2,4 ju ta unit per minggu selama stadium laten >30 hari.
3 minggu , atau; Tetrasiklin 500 mg 4 kali/ hari
Penisilin G prokain dalam akua dosis Eritromisin 500 mg 4 kali/ hari
total 12 juta unit -7 0 ,6 juta unit per Doksisiklin 100 mg 2 kali/hari
hari selama 20-21 hari, atau; Sefaleksin 500 mg 4 kali/ hari
PAM dosis total 7,2 juta unit -7 l ,2 juta Seftriakson 2 g 1 kali/hari
unit per kali sebanyak 2 kali seminggu Sefaloridin 1 g 2 kali/ hari
selama 3 minggu. Azitromisin 500 mg per hari selama 10 hari
D S III Reaksi Jarish-Harxheimer diperkirakan terjadi aki-
Penisilin G benzatin dosis total 9,6 juta bat hipersensitivitas terhadap toksin dari banyak T
unit. pallidum yang mati. Setelah 6-12 jam sejak suntikan
Penisilin G prokain dalam akua dosis pertama, pada 50-80 % kasus sifilis dini dapat ditemu-
total 18 juta unit -7 0 .6 juta unit per kan manifestasi:
hari selama 30 hari. Gejala lokal: afek primer jadi semakin merah,
PAM dosis total 9,6 juta unit -7 1,2 ju ta bengkak, dan nyeri.
unit per kali sebanyak 2 kali seminggu Ge jala umum: demam tinggi, nyeri kepala, ar-
selama 4 minggu. tralgia, malaise, menggigil, berkeringat, muka
D Sifilis kardiovaskular kemerahan, vasokonstriksi, hiperventilasi, ke-
Penisilin G benzatin 9,6 juta unit -7 2,4 naikan tekanan darah, kenaikan curah jantung.
juta unit 3 kali/hari interval 1 kali se-
minggu. Reaksi umumnya menghilang setelah 10-12 jam.
D Neurosifilis Akan tetapi, jika ditemukan pada sifilis lanjut, dapat
Penisilin G prokain dalam akua N 12- membahayakan karena dapat terjadi:
24 ju ta unit per hari -7 2-4 ju ta unit per Gumma di laring -7 edema glotis,
4 jam sehari selama 10-14 hari. Penyempitan arteri koronaria,
....
-
Cl)

Penisilin G prokain dalam akua IM 1.2 Trombosis serebral, atau ~


Q)
juta unit per hari ditambah probenesid Ruptur aneurisma/dinding aorta. i::::
.......
500 mg 4 kali/hari, selama 10-14 hari.
Yang digunakan adalah penisilin G proka- Sebagai profilaksis maupun terapi, berikan pred- 363
in karena hanya penisilin ini yang dapat nison 20-40 mg per hari. Untuk profilaksis pada sifilis
menembus sawar darah otak. lanjut, berikan steroid 2-3 hari sebelum penyuntikan
D Sifilis kongenital dini penisilin dan dilanjutkan hingga 2-3 hari kemudian.
Penisilin G prokain dalam akua IM Setelah 1 bulan selesai terapi. lakukan evaluasi
100.000-150.000 unit/KgBB/ hari -7 dengan TSS:
50.000 unit/KgBB/ hari selama 10 hari. Titer turun: stop terapi;
Penisilin G prokain dalam akua N Titer naik: ulang terapi;
10.000-150.000 unit/KgBB/ hari -7 Titer menetap: tunggu 1 bulan lagi;
50.000 unit/KgBB/ dosis setiap 12 jam - Titer turun: stop terapi
selama 7 hari pertama kelahiran dan - Titer tetap/ naik: ulang terapi
setiap 8 jam sesudahnya hingga hari
ke- 10. Berikut ini adalah beberapa istilah tentang outcome
D Sifilis kongenital lanjut dari sifilis:
Penisilin G prokain dalam akua N / IM Sembuh: lesi hilang, kelenjar getah bening tidak
200.000-300.000 unit/ KgBB/ hari -7 teraba, VDRL (-}. Evaluasi dilakukan pada bulan ke-
50.000 unit/KgBB setiap 4-6 jam sela- 1, 2, 3, 6, dan 12 serta setiap 6 bulan pada tahun
ma 10- 14 hari. kedua. Setelah 12 bulan, lakukan pemeriksaan
Eritromisin per oral 7,5- 12,5 mg/ KgBB cairan serebrospinalis.
sebanyak 4 kali sehari selama 30 hari. Untuk sifilis laten, evaluasi dilakukan selama 2
tahun. Sedangkan, sifilis kardiovaskular dan neu-
Pengobatan sifilis pada ibu hamil dapat menggu- rosifilis ditindaklanjuti selama bertahun-tahun. Ti-
nakan semua jenis penisilin dan eritromisin. Perlu dak mungkin terjadi penyembuhan mikrobiologik
diingat, dapat terjadi berbagai reaksi dari terapi penis- (semua T pallidum dalam tubuh mati).
Paslen dengan keluhan ulkus genltal yang Penyembuhan: sembuh klinis seumur hidup, tidak
soUter dan tidak nyeri menular ke orang lain. TSS pada darah dan cairan
... serebrospinalis selalu negatif.
Anamnesj:-; dan pemerik~an fhl'> Kambuh klinis: biasa terjadi setahun setelah
Pembesaran kelenjar getah bening (+) terapi, berupa lesi menular pada mulut, tenggorok,
dan regio perianal.
Mikroskop lapang pandang gelap: pergernkan Kambuh serologik: TSS yang negatif menjadi
T. pa!Udum (+) positif atau positif menjadi makin positif, terjadi
TSS: TPHA. VDRL mendahului kambuh klinis.
... Terapi ulang dipertimbangkan pada keadaan:
Oiobati scbagai sifiUs stadium I Gejala dan tanda klinis sifilis aktif tetap ada/kam-
buh.
Komrol setelah I bulan Peningkatan titer tes nontreponemal/VDRL hing-
ga 4 kali pengenceran.
TSSulang
Titer VDRL awal tinggi (~ I /8) dan menetap dalam
setahun .
...
Kenalkan titer TSS?
Sumber Bacaan

......
::s
ct

Tldak ada •...
Ada
I. Hutapea NO. Sifilis. Dalarn: Daili SF. Makes WIB. Zubier F.

2.
penyunting. Jnfeksi rnenular seksual. Edisi Ke-4. Jakarta:
Ba\ai Penerbit FKUI: 20 l l.
Menaldi SL. Bramono K. lndriatmi W. penyunting. llrnu
::r;'
....
(/)
Tempi ulang
...
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
nerbit FKUI: 2014.
Kenaikan titer TSS? 3. Sugito TL. Hakim L. Suseno LSU. Suriadiredja ASD. Toruan


Tldakada •
Ada

...
TL. Alam TNA. penyunting. Panduan pelayanan med is dok-
ter spesialis kulit dan ke\arnin. Perhimpunan Dokter Spesi-
a\is Ku lit dan Ke\amin (PERDOSKI). Jakarta: 20 l l.
4. Wibisono B. Daili SF. Makes WIB. Pedoman penatalaksa-
Rujuk
naan infeksi menular seksual. Direktorat Jenderal Pengen-
dalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3L) Depar-
Garnbar ! .Tata Laksana Pasien Sifilis
temen Kesehatan RI. Jakarta: 20 l 0.
364

133 Trikomoniasis
••
Kompcttnsi Ill

• Risca Marcelena, Sri Linuwih Menaldi

Definisi dan Etiologi terjadi nekrosis serta muncul jaringan granulasi.


Trikomoniasis adalah infeksi Trichomonas vagina- Trichomonas vaginalis hidup dari sisa-sisa sel. kuman.
/is akut/kronis saluran urogenital bawah pada laki-la- dan benda lain dalam sekret vagina maupun uretra.
ki maupun perempuan. Protozoa ini ditularkan lewat
beberapa cara, seperti hubungan seksual. pakaian, Manifes tasi Klinis
handuk, maupun air kolam renang. Trikomoniasis A. Perempuan
dapat ditemukan pada berbagai usia, terutama usia Masa inkubasi 3-28 hari. terutama menyerang
reproduktif dengan aktivitas seksual tinggi dan lebih dinding vagina. Seki tar I 0-50% kasus bersifat
banyak diderita oleh perempuan. asimtomatis.
Pada fase akut
Patogenesis - Sekret vagina seropurulen berjumlah
Trichomonas vaginalis melakukan invasi hingga sedikit sampai banyak. encer, berwarna
lapisan epitel dan subepitel sehingga menimbulkan kekuningan/ kehijauan, berbau tidak enak.
radang dinding saluran urogenital. Lebih lanjut lagi, dan berbusa;
- Gata! pada vulva: - Pewarnaan Papanicolaou: parasit T vaginalis;
- Dinding vagina eritematosa dan mengalami - Pewarnaan Leishman: parasit T vaginalis.
edema; Biakan, menggunakan media modifikasi Diamond,
- Strawberry cervix appearance: abses kecil media Feinberg. atau media Kupferberg.
pada dinding vagina dan serviks yang ter-
lihat seperti jaringan granulasi berwarna Cara pembuatan sediaan basah:
mer ah: Celupkan lidi kapas ke dalam 1 mL larutan NaCl
- Rasa tidak nyaman pada abdomen bawah: 0,9% lalu kocok.
- Dispareunia; Teteskan larutan sebanyak 1 tetes ke atas gelas
- Perdarahan pascakoitus; obyek kemudian tutup dengan kaca penutup. Jika
- Perdarahan intermenstrual; memakai sengkelit, masukkan sengkelit ke atas
- lritasi inguinal dan sekitar genitalia ekster- setetes NaCl 0,9% di gelas obyek.
na. dapat disertai abses kecil dan maserasi: Panaskan sebentar.
- Vulvitis dan vaginitis meluas hingga uretri- Lihat di bawah mikroskop. adakah pergerakan T
tis, bartolinitis, skenitis. sistitis yang bi- vaginalis dan hitungjumlah leukosit.
asanya asimtomatis.
Pada fase kronis Tata Laksana
- Sekret tidak berbusa: Tata Laksana Nonfarmakologi
- Gejala-gejala lain yang lebih ringan .. Konseling mengenai penyakit trikomoniasis, cara
penularan, pengobatan. penanganan pasangan,
B. Laki-laki serta risiko HIV;
Masa inkubasi kurang dari 10 hari, terutama Periksa dan obati pasangan seksual pasien;
menyerang uretra dan kelenjar prostat. Prepusi- Abstinensia hingga pasien dinyatakan sembuh:
um. vesikula seminalis, dan epididimis juga dapat Hindari pemakaian barang bersama yang mem-
terkena. Sekitar 15-50% kasus bersifat asim- permudah penularan;
tomatis.
Karier asimtomatis: T vaginalis dapat ditemu-
kan pada uretra, urin, maupun cairan pros- Pasien dengan keluhan duh tubuh uretra/vagina
tat laki-laki yang berkontak seksual dengan
.....
(/)

perempuan penderita trikomoniasis: .ii::


Akut: disuria. poliuria, sekret uretra mukoid/ Anamnesis dan pemeriksaan fisis ....
C1'
~
mukopurulen berjumlah sedikit-sedang. urine ......
jernih, terkadang ada benang-benang halus: 365
Kronis: gatal pada uretra, disuria, urine keruh Sediaan basah dan gram duh tubuh uretra/vagina
pada pagi hari.

Diagnosis Leukosit > 5 (pria), > 30 (wanita), T vaginalis {+),


Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya T vagina- diplokokus gram negatif (·), blastospora (-).
/is pada pemeriksaan mikroskopis serta biakan. pseudohifa (·),clue cells (·)
Diobati sebagal trikomonlasls
Spesimen yang diperlukan:
Perempuan: apusan duh tubuh dinding forniks
posterior dan anterior yang diambil dengan lidi Kontrol setelah 7 hari
kapas/sengkelit steril.
Laki-laki: kerokan (scrapping) dinding uretra me-
makai sengkelit steril sebelum kencing pertama. Keluhan/ gejala?
Jika T vaginalis tidak ditemukan, ambil sedimen
I
20 mL pertama urine pagi hari. Hasil akan lebih
baik jika sebelumnya dilakukan masase prostat.

Pemeriksaan Penunj ang



Tidak ada
+
Ada

Mikroskop Rujuk
- Sediaan basah dengan NaCl 0.9%: parasit de-
ngan gerakan flagel:
- Pewarnaan Giemsa: parasit T vaginalis; Gambar I.Tata Laksana Pas ien Tersangka trikomoniasis (PPM
- Pewarnaan Gram: parasit T vaginalis; Dokcer Spesialis Kulit dan Kelamin. 2011 ).
Kunjungan ulang pada hari ke-8. vagina 500 mg pada malam hari selama 3-7 hari. Apa-
bila masih gagal, dilakukan biakan serta uji resistensi.
Tata Laksana Farmakologi
Topikal Trikomoniasis pada neonatus
Cairan irigasi: hidrogen peroksida 1-2% dan Setelah bayi penderita trikomoniasis simtomatis atau
asam laktat 4 %: dengan kolonisasi T vaginalis berusia 4 bulan ke atas,
- Metronidazol sediaan supposituria vagina; berikan metronidazol PO 5 mg/KgBB sebanyak 3 kali
- Jel metronidazol I%; sehari selama 5 hari.
- Krim metronidazol 0 ,7 5% dan I%;
- Losio metronidazol 0,75%. Sumber Bacaan
Oral I. Djajakusumah TS. Trikomoniasis. Dalam: Daili SF. Makes
- Metronidazol 2 g dosis tunggal atau 500 mg 2 WIB. Zubier F. penyunting. Infeksi menular seksual. Edisi
kali/ hari selama 7 hari; Ke-4. Jaka rta: Balai Penerbit FKUI: 20 I I.
- Nimorazol 2 g dosis tunggal: 2. Menaldi SL. Bramono K. Indriatmi W. penyunting. Ilmu
- Tinidazol 2 g dosis tunggal atau 500 mg 2 kali/ penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Pe-
hari selama 7 hari; nerbit FKUI: 2014.
Omidazol 1,5 g dosis tunggal. 3. Sugito TL. Hakim L. Suseno LSU, Suriadiredja ASD. Toruan
Konsums i alkohol harus dihentikan selama minum TL, Alam TNA. penyu nting. Panduan pelayanan med is dok-
metronidazol hingga 24 jam berikutnya. ter spesialis kulit da n kelamin. Perhimpunan Dokter Spesi-

-
.....
::I
ID
::>;"
....
CJ)
Apabila pengobatan awal gaga!, berikan metroni-
dazol PO 500 mg 2 kali/hari selama 7 hari. Apabila
masih gaga! berikan metronidazol 2 g dosis tunggal
selama 3-7 hari ditambah dengan metronidazol tablet
alis Ku lit dan Kelamin (PERDOSKQ. Jakarta: 20 l I.
4. Wibisono B, Daili SF. Makes WIB. Pedoman penatalaksa-
naan infeksi menu Jar seksual. Direktorat Jenderal Pengen-
dalian Penyakil dan Penyehatan Lingkungan (P3L) Depar-
temen Kesehatan RJ. Ja karta; 20 I 0.

366
i I m u kesehatan


D Konjungtivitis
D Perdarahan subkonjungtiva
D Pterigium
D Glaukoma
D Katarak
D Kelainan Refraksi
D Retinopati

i::
D Endoftalmitis ::s
1-1
D Glaukoma Akut ::s
D Keratitis Akut f...
~
D Ulkus Kornea ns
D Uveitis Anterior
D
D
Blefaritis
Ektropion
...."Clf...
(I)
D Entropion ::s
D Hordeolum ....
(I)

D Kalazion >
.i:=
ns
1-1
Cl)

~
D Trauma Kimia
....,ns
ns
D Benda Asing ~
D Ablasio Retina
D Trauma Bola Mata
D Oklusi Vena dan Arteri Retina 367

D Retinoblastoma

~ i have read everything.


134 •
Ko!!Jptknsi lV Konjungtivitis
11
•• Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi dibagi menjadi infeksi dan non-infeksi. Infeksi dapat


Konjungtivitis ialah peradangan pada konjungtiva. disebabkan oleh bakteri, virus, parasit. dan jamur
Konjungtiva terletak pada permukaan bola mata yang sedangkan non-infeksi disebabkan oleh iritasi atau
memudahkannya terpapar dengan dunia luar sehingga paparan persisten oleh suatu agen (alergen), ma ta
mudah terjadi infeksi. Konjungtivitis ditandai dengan yang terlalu kering. gangguan refraksi yang tidak
dilatasi vaskular, infiltrasi selular. dan eksudasi. dikoreksi, toksik atau berhubungan dengan penyakit
penyerta sebelumnya.
Patofisiologi Berdasarkan awitannya. konjungtivitis dapat dibe-
Pada konjungtivitis akibat infeksi. patogen akan dakan menjadi akut dan kronis. Konjungtivitis akut
memicu reaksi inflamasi yang jika tidak didukung dapat digolongkan lebih lanjut menjadi acute serous
dengan sistem imun yang kuat menyebabkan infek- (gejala paling ringan), acute haemorrhagic (akibat En-
si. Pada konjungtivitis bakteri terjadi respon vaskular terovirus tipe 70 dan Coxsackievirus A24), dan acute
(peningkatan permeabilitas pembuluh darah), respon follicular (terbentuk folikel kecil berwarna abu-abu
selular (pembentukan eksudat yang dihasilkan dari dengan diameter 1-2 mm, yang dihubungkan dengan
sel-sel inflamasi), respon jaringan (pada epitel superfi- keratitis, virus herpes). Konjungtivitis kronis apabila
sial akan beregenerasi sehingga akan terdeskuamasi) , konjungtivitis menetap lebih dari 4 minggu yang bi-
dan terjadi proliferasi pada lapisan basal epitel yang asanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
akan meningkatkan sekresi musin sel goblet. Moraxe!!a !acunata.

Klasifikasi Gejala dan Tanda


Berdasarkan etiologinya, konjungtivitis dapat Mata merah, sensasi seperti adanya benda asing

Tabel I. Klasifikasi Konjungrivitis Berdasarkan Eriologi. Gejala. dan Tanda

Gejala dan Tanda Bakteri Virus Alergi Chlamydia/ Toksin

Mata merah ++ +

Kongesti +++ ++ +/++ ++

Kemosis ++ ± ++ ±
Perdarahan
± ± ±
subkonjungti va
Purulen/
Discharge Cair Cair Mukopurulen
mukopurulen

368 Pap ii ± ±
Folikel + ++ +

Pseudomembran ± ±

Pan nus - (kec. Vernal) + ±


Nodul kelenjar limfe
++ ±
preaurikular

Keratitis berulang ± ± ±
Demam ± ±
Keterangan : +++ : sangat ditemukan: ++ : ditemukan: + . kadang diremukan: ±. dapar rer/ihar arau ridak
-: tidak ditemukan.
Tabel 2. Terapi Konjungtivitis Infeksi Berdasarkan Etiologi

Klasifikasi
Etiologi Terapi
Konjungtivilis

Topikal · antibiotik sprektrum luas


Bakteri Diphtheric
penisilin/tetrasiklin

Topikal : Antibiotik sprektrum luas l}Jentamisin. k!oramfenjko/)


Gonococcal Sistemik seftriakson 1gr intramuskular sampai hasil swab negatif 3 hari
berturut-turut.

Haemophilus aegyprius Topikal . Antibiotik sprektrum luas (gentamisin, kloramfeniko/)

Topikal: Antibiotlk sprektrum luas (.gentam/s/n, k!oramfenjkol)


Moraxella
0.25-2.596 zinc sulfate (spesiftk terapi)

Inclusion
Chlamydia Topikal : eritromis1n atau terrasiklin 2-3 minggu
Trakoma
Eptdemuc
Virus Tidak ada terapi spesifik
keratoconjunctfvitis
Herpes simplex atau
Topikal asiklovir
herpes zoster

Parasit OnchocerdiasiS Sistemik terapi

Loa-Joa Bedah untuk menghilangkan cacing dari konjungtiva

(berasosiasi dengan edema dan hipertrofi papil). rasa lam: Riordan-Eva P, Wh itcher JP, penyunting. Vaughan &
gatal atau terbakar, fotofobia. Kelopak mata sering Asbury's general ophthalmology. Edisi ke-18. Philadelphia:
menempel pada pagi hari karena peningkatan sekresi McG raw-Hill; 2011.
kotoran mata. Pseudoptosis (kelopak mata turun) 2. Lang GK. Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK. penyun-
dapat terjadi karena pembengkakan kelopak mata. ting. Ophthalmology; a short textbook. New York: Thieme;
Nyeri pada mata dan blefarospasme dapat ditemukan 2000. h.67-104.
setelah adanya keterlibatan kornea. 3. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam: Compre-
hensive ophthalmology. Edisi ke-5. New Delhi: New Age
Tata Laksana International; 2014.
Tata laksana konjungtivitis berdasarkan etiologi 4. Kanski JJ. Conjunctiva. Dalam: Kanski JJ. Bowling B. pe-
dapat dilihat di Tabel 2. nyunting. Clin ical ophthalmology. a systematic approach.
Edisi ke- 7. Edinburgh: Elsevier Buttenworth-Heinnemann;
Prognosis 2011.
Baik, apabila etiologi diketahui secara tepat. 5. Bielory L, Friedlaender MH. Allergic conju nctivitis. lmmu-

Sumber Bacaan: nol Alle rgy Clin North Am. 2008:28(1):43-58

1. Garcia-Ferrer FJ. Schwab IR. Shetlar DJ Conjunctiva. Da- 369

135 •Ill
Kompelcns1 fV Perdarahan Subkonjungtiva
•• Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi pecahnya pembuluh darah yang terdapat di bawah


Patch merah yang terdapat pada konjungtiva atau lapisan konjungtiva. Pecahnya arteri konjungtiva atau
biasa disebut dengan mata merah yang terjadi akibat arteri episklera sering tidak disadari sebelumnya.
Etiologi Tata Laksana
Spontan (idiopatik biasanya ditemukan pada Kompres hangat. Perdarahan dapat diabsorpsi dan
orang tua dengan "aterosklerosis"), trauma ringan menghilang dalam waktu 1-2 minggu tanpa diobati.
(menggosok mata) hingga trauma subkonjungtiva.
Aktivitas yang terlalu berat (batuk, bersin, Komplikasi
mengangkat beban berat, defekasi dengan konsistensi Tidak ada.
keras), pasien dengan hipertensi atau adanya kelainan
pembuluh darah (faktor koagulasi. hemofilia, konsumsi Sumber Bacaan:
obat seperti turunan coumarin, sildenafil citrate, tadafi, 1. Kuhn F. Ocular traumatology. New York: Springer: 2008.
vardenafil, pralidoxime , obat antikoagulan). 2. Lang GK. penyunting. Ophthalmology: a short textbook.
New York: Thieme: 2000.
Gejala dan tanda 3. Frederick T. Frederick W. Wiley A. Clinical ocular toxicolo-
Bercak merah dan terasa mengganjal. Perdarahan gy. Philadelphia: Elsevier Saunders: 2008.
tanpa disertai nyeri. 4. Scholete T. Pocket at las of ophthalmology. New York:
Thieme: 2006
Diagnosis 5. Kuhn F. Pieramici DJ. Ocular trauma principles and prac-
Anamnesis, pemeriksaan tekanan darah. dan tice. New York: Th ieme: 2002.
funduskopi (penting dilakukan untuk menyingkirkan 6. Tarlan B. Kiratli H. Subconjunctival hemorrhage: risk
kemungkinan kelainan pada segmen posterior) . factors and potential indicators. Clin Ophthalmol.
Pada pasien dengan riwayat trauma, jika ditemukan 2013:7: 1163-70.
adanya tekanan bola mata rendah, penurunan tajam 7. Cronau H. Kankanala RR. Mauger T. Diagnosis and manage-
penglihatan serta pupil lonjong maka diperlukan ment of red eye in primary care. Am Fam Physician. 2010
eksplorasi bola mata untuk melihat kemungkinan Jan 15:81(2):137-44.
adanya ruptur bulbus okuli. 8. Powdrill S. Ciliary injection: a differential diagnosis for the
patient with acute red eye. JAAPA. 2010:23(12):50-4.

136
Kompelensi IIIA II Pterigium
•• Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi Etiologi dan Patogenesis


Pterigium atau "winglike", merupakan jaringan Proses degenerasi akibat paparan sinar UV ber-
fibrovaskular, berbentuk triangular dengan apeks lebihan pada mata. Debu, angin, mata kering, dan
di kornea (membentuk gambaran "thick and fleshy iritasi juga dikaitkan dengan penyebab terjadinya
wing"). Pterigium biasanya terdapat di daerah nasal pterigium.
(lihat Gambar 1).
Gejala dan Tanda
Grade I: Jaringan fibrovaskular menutupi sklera
tetapi tidak melewati limbus Mata merah dengan tajam penglihatan normal
370 Grade II: Jaringan fibrovaskular menutupi kornea disertai jaringan fibrovaskular konjungtiva yang
tetapi tidak mencapai pupil
tumbuh secara abnormal berbentuk seperti sayap
Grade UL Jaringan fibrovaskular menutupi
pupil dan mengganggu aksis penglihatan
(wing shaped). Ganguan penglihatan dapat terjadi
jika pterigium menutupi aksis visual atau terdapat
astigmatisme.

Diagnosis Banding
Tidak ada.

Tera pi
Diberikan lubrikan topikal dan dilanjutkan dengan
pembedahan. Operasi eksisi pterigium dengan
Jaringan fibrovaskular
autograf (conjunctiva! limbalgraft) konjungtiva akan
Gambar 1. Pterigium dan Klasifikasinya menurunkan angka kekambuhan.
Prognosis ophthalmology. Edisi ke- I 8. Philadelphia: McGraw-Hill:
Kekambuhan tinggi pada negara yang beriklim tropis. 2011.
3. Scholete T Pocket atlas or ophthalmology. New York:
Sumber Bacaan: Thieme: 2006.
I. Diver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: 4. Agarwal A, Jacob S. penyunting. Color atlas or ophthalmol-
Blackwell Publishing: 2005. ogy: the quick reference manual for diagnosis and treat-
2. Garcia-Ferre r FJ. Schwab IR. Shetlar DJ Dalam: Riordan-Eva ment. Edisi ke-2. New York: Thieme: 2009.
P. Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general

Endoftalmitis
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Definisi lakrimasi, dan tetes mata yang terkontaminasi.


Endoftalmitis adalah peradangan supuratif intra- Faktor risiko intra-operatif: insisi temporal,
okular yang melibatkan segmen anterior dan poste- kebocoran Iuka hari pertama pasca-operasi.
rior mata. Sering dihubungkan dengan infeksi bakteri vitreus prolaps, waktu operasi yang lama, dan
ataujamur. larutan irigasi terkontaminasi
Endoftalmitis endogen
Etiologi Diabetes melitus, imunokompromais, penyakit
Berdasarkan etiologinya, endoftalmitis terbagi jantung dan keganasan. kateterisasi uretra,
menjadi pasca-operasi, pasca-trauma dan endogen. penyalahgunaan obat intravena, abses hati,
I. Pasca-operasi terbagi menjadi akut (dalam 6 ming- pneumonia, selulitis, endokarditis, infeksi saluran
gu pasca-operasi) dan kronis (di atas 6 minggu kemih, meningitis, artritis septik, dan bedah
pasca-operasi). abdomen.
a. Endoftalmitis akut pasca-operasi: Staphylo-
coccus aureus koagulase negatif. Streptococcus Manifestasi Klinis
sp .. dan bakteri Gram negatif. Gejala endoftalmitis adalah penurunan tajam
b. Endoftalmitis kronis pasca-operasi: Porpioni- penglihatan, mata merah, floaters, fotofobia, dan nyeri.
bacterium acnes, Staphylococcus koagulase Pada pemeriksaan mata dapat ditemukan:
negatif, dan jamur Segmen anterior:
2. Endoftalmitis endogen l. Pembengkakan dan spasme kelopak mata;
a. Bakteri Gram positif: Streptococcus sp., Staphy- 2. Konjungtiva hiperemis (injeksi konjungtiva
lococcus aureus. dan Bacillus sp. dan silier), kemosis, dan edema kornea;
b. Bakteri Gram negatif: Neisseria meningitidis. 3. Bilik mata depan: sel (+), flare (+), fibrin dan
hipopion.
371
Patogenesis Segmen posterior:
Endoftalmitis akut pasca-operasi sering I. Kekeruhan vitreus;
disebabkan oleh flora normal konjungtiva dan kelopak 2. Nekrosis retina.
mata. Operasi yang paling sering dikaitkan dengan
endoftalmitis adalah operasi katarak. Operasi lain Diagnosis
yang berkaitan dengan endoftalmitis adalah glaucoma Anamnesis
filtering surgery, vitrektomi pars plana, retinopeksi Riwayat operasi dan trauma sebelumnya serta
pneumatik. dan keratoplasti penetratif. Endoftalmitis penyakit sistemik yang mendasari.
endogen terjadi akibat penyebaran hematogen Pemeriksaan Fisis Mata
mikroorganisme yang mengakibatkan peradangan Pemeriksaan segmen anterior dan posterior mata
intraokular. dapat dilihat pada bagian Manifestasi Klinis.
Pemeriksaan Penunjang
Faktor Risiko Pemeriksaan yang penting adalah biakan kuman
Endoftalmitis pasca-operasi: dari vitreus dan/atau aqueous humor untuk mencari
Faktor risiko pra-operasi: blefaritis, etiologi infeksi dan sebagai panduan tata laksana
konjungtivitis, obstruksi atau infeksi saluran antimikroba yang tepat.
Tata Laksana Sumber Bacaan
I. Endoftalmitis pasca-operasi dan pasca-trauma l. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology.
Pada keadaan ini terapi yang digunakan adalah a systematic approach. Edisi ke- 7. Edinburgh: Elsevier
injeksi antimikroba (antibiotik atau antifungi) Buttenworth-Heinnemann: 2011.
intravitreal tergantung etiologi dan vitrektomi. 2. Vaughan D, Eva PR. Glaucoma. Dalam: Riordan-Eva P.
2. Endoftalmitis endogen Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general
Endoftalmitis jenis ini diterapi dengan terapi ophthalmology. Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill:
antimikroba (atibiotik atau antifungi} sistemik, 201 l.
vitrektomi. dan antimikroba intravitreal. 3. Read RW. Endophthalmitis. Dalam: Yanoff M. Duker JS.
penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke- 4.
Philadelphia: Mosby Elsevier: 201 3.

138
Kompelt."nsi UIB
Glaukoma Akut
11
•• I

Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Glaukoma akut merupakan presentasi klinis dari Manifestasi Klinis


glaukoma sudut tertutup. Kondisi ini merupakan kea- 1. Penurunan tajam penglihatan mendadak (biasanya
daan gawat darurat. visus <6/ 60);
2. Mata merah, berair, dan fotofobia;
Etiologi 3. Tampak halo apabila pasien melihat sumber ca-
Keadaan ini mungkin disebabkan adanya blokade haya;
aliran aqueous yang mengakibatkan peningkatan 4. Nyeri yang luar biasa, mual, dan muntah;
tekanan intraokular (TIO) secara mendadak. 5. Peningkatan TIO, terkadang 2'.50 mmHg;
6. Injeksi silier dan konjungtiva hiperemis;
Klasifikasi 7. Edema epitel kornea dan kornea keruh;
Secara umum glaukoma sudut tertutup dapat dibagi 8. Pupil terdilatasi, oval vertikal, tidak reaktif;
menjadi: 9. Mata kontralateral menunjukkan sudut bilik mata
1. Tersangka sudut tertutup: pada pemeriksaan go- depan dangkal (pada pemeriksaan gonikoskopi}.
nioskopi terlihat kontak iridotrabekular pada tiga
kuadran atau lebih. Tekanan intraokular, lapang Terdapat beberapa faktor pencetus seperti me-
pandang, dan diskus optik normal. nonton televisi di ruang gelap, membaca. midriatikum.
2. Sudut tertutup primer: pada pemeriksaan goni- stres emosional, dan terkadang obat sistemik agonis
oskopi terlihat kontak iridotrabekular pada tiga parasimpatik atau simpatik dan topiramat.
kuadran atau lebih dengan peningkatan TIO dan/
372 atau sinekia posterior-anterior, diskus optik dan Diagnosis
lapang pandang normal. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemerik-
3. Glaukoma sudut tertutup primer: pada pemerik- saan fisis mata.
saan gonioskopi terlihat kontak iridotrabekular
pada tiga kuadran atau lebih, peningkatan TIO Diagnosis Banding
dengan neuropati optik dan gangguan lapang pan- 1. Iritis akut: mengakibatkan fotofobia yang lebih
dang. nyata, tanpa peningkatan TIO, disertai kornea
yang tidak edem.
Patogenesis 2. Konjungtivitis akut: nyeri tidak ada atau minimal.
Mekanisme terjadinya penutupan sudut antara terjadi bilateral, terdapat sekret dari mata dan
lain karena blok pupil, iris yang mendatar, diinduk- konjungtiva yang meradang. Tekanan intraokular
si oleh lensa, dan/ atau berbagai kausa yang dapat normal. refleks pupil normal. dan kornea jernih.
ditemukan di belakang lensa (retrolentikular). Penu-
tupan sudut akut terjadi saatiris bombe terbentuk dan Tata Laksana
mengakibatkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris Tata laksana awal:
perifer. Hal ini mengakibatkan blokade aliran keluar 1. Pasien diposisikan pada posisi supinasi untuk
aqueous humor dan meningkatkan TIO dengan cepat membiarkan lensa tertarik oleh gravitasi menuju
sehingga menimbulkan gejala. posterior.
2. Berikan asetazolamid 500 mg N apabila TIO >50 peradangan akut.
mmHg atau oral {bukan kerja lambat) apabila TIO 3. Timolol 0 ,5% 2 kali/hari. apraclonidine 1% 3 kali/
<50 mmHg. Apabila diberikan N . dapat ditambah- hari, dan/atau asetazolamid 250 mg 4 kali/ hari
kan dosis oral 500 mg. mungkin dibutuhkan sesuai respons terapi.
o Alternatif obat hiperosmolar lain: mannitol
20% 1-2 g/KgBB, gliserol oral 50% 1- 1,5 gl Setelah terapi berhasil , kornea jernih kembali ,
KgBB {kontra indikasi: diabetes melitus), atau bilik mata depan tenang, dan TIO normal , iridotomi
isosorbid oral 1,5-2,5 g/KgBB. bilateral dapat dikerjakan oleh dokter spesialis mata.
3. Berikan apraclonidine 1%, timolol 0,5%, predniso- Manajemen selanjutnya termasuk observasi. terapi
lon I%. atau deksametason 0.1 % pada mata yang untuk peningkatan TIO yang dapat dipertahankan, iri-
mengalami serangan. doplasti atau pilokarpin jangka panjang dosis rendah.
4. Pilokarpin 2-4% satu tetes diberikan pada mata Pertimbangkan operasi katarak dan trabekulektomi.
yang mengalami serangan, diulangi setelah
setengah jam dan satu tetes pilokarpin 1% sebagai Sumber Bacaan
profilaksis pada mata kontralateral. I. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology.
5. Analgesik dan antiemetik. a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But-
tenworth-Heinnemann: 20 I I.
Tata laksana lanjutan: 2. Vaughan D. Eva PR. Glaucoma. Dalam: Riordan-Eva P.
1. Pilokarpin 2% 4 kali/hari pada mata yang Whitcher JP. penyuming. Vaughan & Asbury's general
mengalami serangan dan I% 4 kali/hari pada mata ophthalmology. Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill:
kontralateral. 2011.
2. Steroid topikal (prednisolon 1% atau deksameta- 3. American Academy of Ophthalmology (AAO) Glaucoma
son 0, I%) 4 kali/hari apabila mata mengalami Panel. Hoskins Center for Quality Eye Care. Primary angle

'

139
Kamp.:tensi llLA II Keratitis Akut
•• Indra Maharddhika Parnbudy, Yunia Irawati

Definisi lensa kontak;


Keratitis adalah peradangan yang terjadi pada kornea. 2. Staphylococcus aureus sering kali ditandai oleh
infiltrat fokal berbatas tegas berwarna putih atau
Etiologi dan Klasifikasi kuning-keputihan;
Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan etiolo- 3. Streptococcus sp.
ginya yaitu: keratitis bakteri, keratitis fungi, keratitis
parasit, keratitis virus, dan keratitis noninfeksius. Faktor Risiko
1. Penggunaan Jensa kontak. Lensa kontak dapat 373
Patogenesis menyebabkan hipoksia dan mikrotrauma. Penggu-
Epitel kornea merupakan pelindung yang baik naan soft lens lebih berisiko dibandingkan jenis
bagi kornea dari invasi mikroorganisme. Trauma pada rigid gas permeable:
epitel akan mengakibatkan stroma dan lapisan Bow- 2. Trauma, termasuk trauma operasi;
man yang avaskular rentan terhadap infeksi berbagai 3. Penyakit permukaan mata: mata kering, trikiasis,
mikroorganisme. Penggunaan kortikosteroid topikal entropion, dan penurunan sensibilitas kornea;
dapat mengubah reaksi imun pejamu dan memung- 4. Faktor lain: imunosupresi. diabetes melitus , dan
kinkan organisme oportunistik menginfeksi kornea. defisiensi vitamin A.

A. Keratitis Bakteri Manifestasi Klinis


Biasanya hanya terjadi apabila terdapat penurunan 1. Gejala: nyeri, fotofobia, penurunan tajam pengliha-
pertahanan dari kornea. tan, dan sekret purulen atau mukopurulen;
2. Tanda berdasarkan urutan kejadian:
Etiologi a. Kemosis dan pembengkakan kelopak mata
I. Pseudomonas aeruginosa , bersifat agresif dan pada kasus berat;
mengakibatkan 60% dari kasus keratitis terkait b. Defek epitel disertai infiltrat yang terwarnai
oleh fluoresen; terdapat kepatuhan berobat yang rendah.
c. Edema stroma, lipatan membran Descemet, 2. Midriatikum dapat digunakan untuk mencegah
dan uveitis anterior; Infiltrasi kornea secara terbentuknya sinekia posterior dan mereduksi
cepat disertai hipopion; nyeri.
d. Ulserasi berat dapat mengakibatkan dece- 3. Antiglaukoma diberikan apabila terdapat
matokel dan perforasi, terutama pada infeksi komplikasi glaukoma sekunder.
Pseudomonas; 4. Antibiotik sistemik diberikan atas indikasi: potensi
e. Endoftalmitis sebagai salah satu komplikasi; keterlibatan sistemik, penipisan kornea berat, dan
f. Perbaikan penyakit ditandai dengan reduksi keterlibatan sklera.
edema kelopak mata dan kemosis, dan juga
pengecilan dari defek epitel dan berkurangnya B. Keratitis Fungi
densitas infiltrat; Etiologi
g. Setelah penyembuhan terbentuk jaringan Dua jenis fungi yang paling sering mengakibatkan
parut, neovaskularisasi, dan opasifikasi kornea. infeksi:
3. Infeksi oleh Pseudomonas aeruginosa berawal I. Ragi (Candida sp.); serta
dari infiltrat berwarna abu-abu atau kuning se- 2. Kapang (Fusarium sp. dan Aspergillus sp.)
lanjutnya infiltrat dan eksudat menjadi berwarna Keratitis akibat Candida atau Microsporodia dapat
hijau-kebiruan yang merupakan tanda patogno- menunjukkan adanya kondisi penurunan sistem imun.
monik. Seringkali ditemukan hipopion.
4. Apabila terjadi penurunan sensibilitas kornea da- Manifestasi Klinis
pat dipikirkan penyakit herpes, keratopati neuro- 1. Gejala: nyeri dengan awitan perlahan. sensasi ben-
tropik, penyakit kronis pada permukaan mata, dan da asing. fotofobia, penurunan tajam penglihatan.
pengguna lensa kontak. serta sekret berair atau mukopurulen.
2. Tanda: tepi lesi yang tidak tegas seperti bulu, infil-
Pemeriksaan Penunjang trat kering berwarna abu-abu dan menonjol, serta
1. Kerokan kornea; lesi satelit adalah gambaran khas keratitis fungi.
2. Pewarnaan Gram; a. Keratitis Candida sp: Infiltrat putih-kuning su-
3. Kultur untuk identifikasi bakteri dan laporan sen- puratif, padat
sitivitas antibiotik. b. Keratitis kapang:
Infiltrat putih-kuning dengan batas
Tata Laksana yang tidak tegas seperti bulu;
Keadaan ini harus dianggap kondisi yang memerlu- ii. Infiltrat progresif dengan lesi satelit;
kan penanganan agresif terutama apabila melibatkan iii. Perpanjangan seperti bulu arau infiltrat
satu-satunya mata yang berfungsi. berbentuk cincin dapat muncul;
iv. Progresi cepat dengan nekrosis dan
Nonfarmakologis penipisan dapat terjadi;
Hentikan penggunaan lensa kontak dan kenakan pe- v. Penetrasi membran Descemet yang
lindung mata terutama bila terdapat penipisan atau utuh dapat terjadi berujung pada
perforasi kornea. endophtalmitis.
374 c. Defek epitel tidak selalu ada namun apabila
Farmakologis ada, seringkali berukuran kecil.
Terapi antibiotik lokal: d. Uve itis anterior, hipopion, plak endotel, pe-
1. Terapi empiris: fluorokuinolon (ofloxacin 0 ,3%, ningkatan tekanan intraokular (TIO), skleritis,
levofloksasin 0,3%, gantifloxacin 0,3%) + gentami- dan endoftalmitis steril atau terinfeksi.
sin (1 ,5%), atau sefazolin.
2. Kokus Gram positif: vankomisin (5%), flu orokuino- Pemeriksaan Penunjang
lon (0.3%), atau sefuroksim (0,3%). Sampel untuk pemeriksaan laborarorium harus diam-
3. Batang Gram negatif: gentamisin (1 ,5%), tetes bil sebelum terapi antifungi diberikan.
mata tobramisin, flu orokuinolon (0,3%), atau I. Pemulasan sampel baik dengan pewarnaan Gram
ceftazidime (5%). dan Giemsa atau Periodic acid-Schiff.
4. Kokus Gram negatif: fluorokuinolon (0,3%) atau 2. Kultur dalam agar Sabouraud dekstrosa.
seftriakson (5%).
5. Mycobacterium: amikacin (2%), klaritromisin (!%}, Tata Laksana
atau trimetropim-sulfametoksazol (1.6%;8%) Nonfarmakologis
Terapi farmakologis lainnya yang dapat diberikan: Tata laksana nonfarmakologi keratitis fungi secara
I . Tera pi antibiotik subkonjungtiva diberikan apabila umum sama dengan keratitis bakteri.
Farmakologis sik.lovir yang diberikan 5 kali sehari. Obat relatif
I . Terapi topikal: aman saat diberikan kurang dari 60 hari.
a. Candida: amfoterisin B 0, 15 %, natamisin 5%, 2. Debridemen dapat dikerjakan pada ulkus dendri-
atau flukonazol 2%; tik.
b. Kapang: natamycin 5%, pili han lain termasuk 3. Toksisitas terapi ditandai dengan erosi pungtata
amfoterisin B 0, l 5% dan miconazole l %; superfisial, epitel yang "terlipat", konjungtivitis fo-
c. Antibiotik spektrum luas untuk mencegah in- likular, dan oklus i pungtata.
feksi sekunder sebaiknya dipertimbangkan; 4. Antivirus oral terbukti sama efektif dengan anti-
d. Sikloplegik. virus topikal.
l . Fluconazole intrastromal/subkonjungtiva untuk
kasus berat. 2. Keratitis disciform
2. Antifungi sistemik diberikan pada infeks i jamu r Merupakan bentuk peradangan endotel dan stroma.
yang berat. Sempat dipikirkan merupakan reaksi imunologis se-
mata, namun terdapat bukti bahwa peradangan ini
C. Keratitis Herpes Simpleks diakibatkan oleh infe ksi virus.
Keratitis herpes simpleks terjadi dalam dua bentuk, Manifestasi Klinis
yaitu infe ksi primer dan rekuren. I. Gejala: penurunan tajam penglihatan perlahan,
l . lnfeksi primer terjadi karena penularan melalui mungkin disertai melihat halo, rasa tidak nyaman,
droplet atau inokulasi langsung Oarang). Bentuk mata merah yang lebih ringan dibandingkan pe-
infeksi primer pada mata biasanya blefaritis dan nyakit epitel.
konjungtivitis fo likular. 2. Tanda:
2. Infeksi rekuren terjadi karena virus dibawa a. Edema stroma sentral;
menuju ganglion sensoris ke dermatom tertentu b. Presipitat keratik;
dan menjadi infeksi laten. Reaktivasi klinis dapat c. Lipatan membran Descemet pada kasus berat;
terjadi karena berbagai stresor seperti demam, d. Cincin imun di sekitar stroma yang keruh (pre-
perubahan hormonal, radiasi ultraviolet, trauma. sipitat Wesley);
dan jejas nervus trigeminus. Faktor predisposisi e. Penurunan sensasi kornea.
termasuk penyakit mata atopi, usia anak-anak, Tata Laksana
imunodefi siensi, malanutrisi, terserang campak, l . Terapi awal adalah dengan steroid topikal (pred-
dan malaria. nisolon 1% atau deksametason 0,1%) bersamaan
dengan antivirus selama setidaknya 4 minggu.
Keratitis herpes simpleks terdapat dalam tiga 2. Terapi dilanjutkan dengan prednisolon 0 ,5% satu
be ntuk, yakni keratitis epitel, keratitis disciform , dan kali satu hari setelah terapi antivirus dihentikan.
ulkus neurotropik. 3. Antivirus oral terbukti menurunkan angka reku-
rensi.
I . Keratitis epitel
Kera titis epitel menggambarkan replikasi aktif virus. 3. Ulkus Neurotropik
Manifestasi Klinis Ulkus neurotropik diakibatkan oleh kegagalan re-epi-
1. Gejala: muncul pada usia berapapun, sensasi tidak telisasi karena anestesi kornea, sering kali diperburuk
nyaman, mata merah, fotofobia, mata berair, penu- oleh berbagai faktor seperti toksisitas obat.
375
runan tajam penglihatan; Manifestasi K/inis
2. Tanda sesuai urutan kejadian: l . Defek epitel yang tidak kunjung sembuh, ter-
a. Sel epitel yang bengkak dengan plak pungtata kadang setelah terapi topikal berkepanjangan.
atau stelata; 2. Stroma di bawah defek berwarna kelabu dan opak
b. Deskuamasi sentral berujung pada ulkus den- serta bisa jadi tipis.
dritik. sering kali terletak di se ntral; 3. Infeksi sekunder bakteri dan fungi dapat terjadi.
c. Ujung dari ulkus nampak seperti gambaran tu-
nas pada pewarnaan flu oresen; Tata Laksana
d. Penurunan sensisibilitas kornea; Manajemen terutama adalah dengan menatalaksana
e. Penggunaan steroid topikal dapat men- defek epitel. Stero id topikal, apabila dibutuhkan, harus
dorong progresi ulkus memberikan gambaran digunakan sesedikit mungkin.
amuboid;
f. Setelah sembuh, dapat timbul erosi epitel per- D. Keratitis Varicella-Zoster Virus (Herpes Zoster
sisten atau jaringan parut. Oftalmikusl
Tata Laksana Keratitis jenis ini disebabkan oleh virus varicela-zos-
I. Terapi topikal: salep asiklovir 3% atau gel gan- ter akibat reaktivasi dan menyebar melalui nervus
trigeminus cabang oftalmikus. komplikasi mata hingga 50%.
Mekanisme keterlibatan okular termasuk invasi 2. Antiviral topikal tidak efektif.
Jangsung, peradangan sekunder, dan reaktivasi. 3. Steroid topikal digunakan pada kasus keratitis nu-
Risiko keterlibatan mata pada herpes zoster antara mular, keratitis intersitisial, dan keratitis disciform.
Jain:
1. Tanda Hutchinson: ditemukannya Jesi pada ujung, E. Keratitis Protozoa
sisi, dan dasar dari hidung; Keratitis protozoa paling sering disebabkan oleh Acan-
2. Usia: terutama pada dekade 6 dan 7; thamoeba. Protozoa ini hidup bebas dan dapat ditemu-
3. Pasien HIVI AIDS. kan di tanah, air bersih dan kotor, serta saluran nafas
atas. Tujuh puluh persen (70%) kasus keratitis amoe-
Manifestasi Klinis ba terkait penggunaan lensa kontak.
1. Fase prodromal: rasa lelah, demam, malaise, dan Manifestasi Klinis
nyeri kepala; 1. Gejala: penurunan tajam penglihatan dan nyeri.
2. Lesi kulit: 2. Tanda:
a. Tidak melewati garis tengah (midline); a. Pada tahap awal, biasanya permukaan epitel
b. Area eritematosa dengan efloresensi makulo- ireguler dan kelabu;
papular dengan dasar eritematosa; b. Pseudodendrit epitel yang dapat disalah arti-
c. Dalam 24 jam sekelompok vesikel muncul dan kan sebagai keratitis herpes simpleks;
menjadi konfluens dalam 2-4 hari; c. Limbitis dengan infiltrat fokal atau difus:
d. Vesikel menjadi sering menjadi pustul, pecah, d. Infiltrat perineural;
dan menjadi krusta, mengering dalam 2-3 e. Pembesaran perlahan dan bersatunya infiltrat
minggu; membentuk abses;
e. Pada pasien dengan penurunan sistem imun f. Skleritis merupakan respon peradangan, bu-
atau keganasan, ruam dapat melibatkan ber- kan perluasan infeksi;
bagai dermatom dan sistem organ; g. Opasifikasi perlahan dan progresif serta vasku-
3. Manifestasi akut: larisasi;
:s: a. Keratitis epitel akut: ditandai dengan lesi den- h. Luluh kornea dapat terjadi pada tahap apapun
~ dritik yang lebih kecil dan halus dibandingkan saat terdapat penyakit stroma.
Ill
herpes simpleks. dan ujung yang halus;
:s:
(!) b. Konjungtivitis. episkleritis, uveitis anterior, dan Pemeriksaan Penunjang
""I skleritis dapat terjadi; l . Pewarnaan dengan periodic acid-Schiff atau calco-
Ill
::i" c. Keratitis numular: ditandai dengan deposit fluor putih.
....
<:
(/)
granular subepitel dikelilingi halo stroma yang
keruh;
2. Biakan .
i:::
(/) d. Keratitis stroma dan disciform; Tata Laksana
~ e. Komplikasi neurologis: palsi nervus kranial 4 1. Debridement epitel yang terinfeksi.
i:::
dan 6, neuritis optik, ensefalitis, arteritis krani- 2. Amoebisida: p olyhexamethylene big uanide (PHMB)
2::s al, dan Sindrom Guillain-Barre. 0,02% dan klorheksidine digcluconate (0,02%)
4. Manifestasi kronis: dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau ganda.
376 a. Neurotropik keratitis: ringan dan seringkali me-
ngalami perbaikan dalam beberapa bulan; F. Keratitis Helminth
b. Skleritis; Onchocerciasis diakibatkan oleh parasit cacing On-
c. Keratitis plak mukus: ditandai dengan plak chocerca volvulus. Presentasi klinis yang muncul:
mukus yang meninggi dan terwarnai dengan 1. Mikrofilaria dapat terlihat di kornea, aqueous, dan
pewarna rose Bengal. Plak yang tidak diobati vitreous;
akan meninggalkan kekeruhan kornea; 2. Uveitis anterior;
d. Degenerasi lipid pada keratitis numular atau 3. Keratitis pungtata pada sepertiga pasien;
disciform ; 4. Keratitis sklerotik;
e. Granulomata berisi lipid; 5. Pembentukan jaringan parut pada seluruh Japis
f. Pembentukan jaringan parut pada kelopak kornea;
mata; 6. Korioretinitis.

Tata Laksana Tata Laksana


1. Asiklovir oral 800 mg perhari selama 7-10 hari , lvermectin sistemik {lihat Bab Cacingan,). Peradangan
diberikan 72 jam setelah awitan. Pemberian obat akut dapat diatasi dengan steroid topikal.
ini dapat menurunkan angka kejadian dan beratnya
Sumber Bacaan nyunting. Vaughan & Asbury"s general ophthalmology. Ed isi
1. Kanski JJ. Bowling B, penyunting. Clinical ophthalmology, a ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill; 2011.
systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten- 3. McLeod. Bacterial keratitis. Dalam: Yanoff M. Duker JS, pe-
worth-Heinnemann: 2011. nyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4.
2. Biswell R. Cornea. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP. pe-

Ulkus Kornea
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Definisi kasi pada keadaan ini.


Ulkus kornea didefinisikan sebagai diskontinuitas ja- 3. Pemeriksaan slit-lamp untuk melihat adanya hipo-
ringan kornea akibat terjadinya defek epitel. pion, infiltrat. dan segmen anterior.
4. Pemeriksaan sensibilitas kornea, fluoresens, dan
Klasifikasi tes fistula .
Berdasarkan lokasinya. ulkus kornea dapat dibagi 5. Penilaian tingkat keparahan ulkus: apakah sudah
menjadi: melewati 113 stroma anterior, nilai tanda-tanda
I. Sentral endoftalmitis. nilai kemungkinkan kejadian per-
Ukus kornea sentral hampir selalu diakibatkan forasi.
oleh infeksi. Lokasi lesi terletak di sentral, jauh 6. Pemeriksaan oftalmoskop untuk menilai bagian
dari limbus yang kaya akan pembuluh darah. Sika- posterior mata
triks yang terbentuk akibat ulkus kornea meru- 7. Pemeriksaan Gram, mikroskopis langsung dengan
pakan salah satu penyebab utama kebutaan dan bantuan KOH 10%, dan biakan dengan spesimen
penurunan penglihatan di berbagai belahan dunia. kerokan kornea.
2. Marginal
Tata Laksana
Etiologi Tata laksana terbaik sesuai dengan etiologinya.
Ulkus kornea dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, Terapi pertama kali berdasarkan pada hasil pemerik-
virus. atau jamur. saan Gram dan KOH 10%. Hasil kultur digunakan se-
bagai dasar terapi selanjutnya.
Manifestasi Klinis
I. Mata merah, berair, dan nyeri hebat; Terapi antibiotik lokal:
2. Sensasi benda asing; I. Terapi empirik: fluorokuinolon (0,3%).
3. Terdapat sekret; 2. Kokus Gram positif: cefuroksim (0,3%). vankomi-
4. Kelopak mata bengkak; sin (5%).
5. Nyeri apabila melihat cahaya terang; 3. Batang Gram negatif: gentamisin (1,5%), fluo-
377
6. Terdapat infiltrat tergantung dari kedalaman lesi rokuinolon (0,3%). atau seftazidim (5%).
dan etiologi keratitis; 4. Kokus Gram negatif: fluorokuinolon (0,3%), sef-
7. Gejala spesifik dapat menunjukkan etiologi dari triakson (5%).
agen infeksius (Tabel 1). 5. Mycobacterium: amikacin (2%), klaritromisin (! %),
atau trimetropim-sulfametoksazol (J ,6%; 8%) .
Diagnosis Terapi antifungi lokal:
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemerik- I. Candida: amphotericin B 0,15 %, natamycin 5%,
saan fisis mata, dan pemeriksaan penunjang. Pemerik- atau fluconazole 2%.
saan fisis mata dan pemeriksaan penunjang yang 2. Kapang: natamisin 5%, amfoterisin B 0, 15%, a tau
dapat membantu diagnosis adalah: miconazole 1%.
l . Pemeriksaan tajam penglihatan dengan menggu-
nakan Snellen chart dan pinhole. Bisa menurun se- Terapi antiviral lokal:
suai dengan lokasi ulkus dan perjalanan penyakit. 1. Herpes simpleks: salep asiklovir 3%.
2. Pemeriksaan tekanan intraokular (TIO) dengan 2. Varicella zoster: asiklovir oral 800 mg/hari selama
menggunakan tonometri non-kontak atau dengan 7-10 hari.
palpasi. Tonometri kontak merupakan kontra-indi- Pertimbangkan terapi oral sesuai dengan tingkat ke-
Tabel 1. Gambaran Etiologi Spesifik dan Gambaran Klinis Ulkus

Eliologi spc•silik Ciri khas ulkus

Ulkus berwarna kelabu. berbatas tegas. dan menyebar menuju sentral. Ulkus pada lesi awal
Screpcococcus pneumoniae memberikan gambaran sembuh sementara baras yang lain menunjukkan lesi aktif. Sering
ditemukan hipopion.

Lesi awal berwarna kelabu atau kekuningan, disertai nyeri hebat. Lesi menyebar ke segala
Pseudomonas aerugtnosa arah. Lesi tumbuh cepat karena enzim proteolitik patogen. dan dapat mengakibatkan
perforasi kornea serta infeksi lntraokular beral. Eksudat berwarna hijau kebiruan.

Staphylococcus aureus.
Staphylococcus epidermidis.
Sering kali ditemukan pada mata dengan rerapi steroid topikal. Ulkus bersifat superfisial.
dan Streptococcus alfa-
hemolitik

Ulkus indolen dengan infiltrat kelabu dan batas ireguler. memiliki lesi satelit. ulserasi
Fungi
superfisial. dan peradangan bola mata yang nyata.

Seringkali unilateral. diawali dengan iritasi. fotofobia, dan mata berair. Terkadang tidak
terasa nyeri. Ulkus membentuk lesi dendritik. gambaran khas untuk herpes s impleks. Ulkus
Herpes s impleks
geografik dapat terjadi saat les i dendritik meluas. dengan batas yang seperti bulu diserrai
sensasi kornea ya ng menurun. Ulkus perifer dapat ditemui di kornea.

Lesi amorfik. dengan pseudodendrit linear. opasitas stroma. dan infiltrasi selular ringan.
Varicella zoster
Penyakit stroma dapat mengakibatkan nekrosis dan vaskularisasi.

Gejala awalnya adalah nyeri di luar proporsi dari temuan klinis. mata merah. dan fotofobia.
Acanthamoeba
Ciri khasnya adalah ulkus indolen. cincin stroma. dan infiltrat perineural.

parahan penyakit. Berikan agen antiglaukoma apabila 2. Pemeriksaan TIO dengan cara non-kontak.
ulkus melewati 1/3 stroma. Terbentuknya desmatokel 3. Pemeriksaan dengan slit lamp.
atau perforasi merupakan indikasi tindakan bedah. 4. Pemeriksaan sensibilitas kornea dan fluoresen.

Ulkus Kornea Marginalis Pemeriksaan Penunjang


Kondisi ini diakibatkan oleh reaksi hipersensiti- l. Perlu dicari kelainan kulit. kardiovaskular, dan
vitas terhadap eksotoksin stafilokokus dan protein sistem pernapasan.
dinding sel disertai dengan endapan kompleks imun 2. Pemeriksaan laboratorium: darah perifer lengkap,
kornea perifer. Kondisi ini seringkali tidak berbahaya hitung jenis, tes fungsi hati, uji fungsi ginjal, uji
namun sangat nyeri. ANA, anti dsDNA, faktor reumatoid.
378
Manifestasi Klinis Diagnosis ulkus kornea marginalis harus ditegak-
Gejala: sensasi benda asing, lakrimasi. nyeri. dan kan terlebih dahulu sebelum dimulai terapi kortiko-
fotofobia. steroid topikaL Diagnosis banding penyakit ini adalah
Tanda: keratitis herpes simpleks, peripheral ulcerative kera-
1. Sering ditemukan blefaritis kronis marginal; titis (PUK), dan ulkus Mooren. PUK seringkali ber-
2. Berawal sebagai infiltrat linear atau oval mar- hubungan dengan penyakit sistemik lainnya. Herpes
ginal subepitel yang terpisah dari limbus oleh simpleks mengakibatkan ulkus indolen, sementara
zona yang jernih (disebut lucid interval); ulkus marginalis tidak.
3. Defek epitel lebih kecil daripada infiltrat;
4. Penyebaran sirkumferensial dan saling ber- Tata Laksana
satu. 1. Terapi blefaritis apabila ditemukan, terutama jika
didapatkan rekurensi.
Diagnosis 2. Terapi kortikosteroid topikal (prednisolon 0.5% 4
Pemeriksaan Fisis kali sehari) biasanya dapat memperpendek gejala
l. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan Snellen penyakit. Keadaan ini bisa saja sembuh dengan
chart dan pinhole. sendirinya tanpa terapi dalam 3-4 minggu.
Peripheral Ulcerative Keratitis (PUK) Tata Laksana
Keadaan ini dapat mendahului atau mengikuti awitan Tata laksana untuk keadaan ini adalah steroid dosis
penyakit sistemik. Kecurigaan akan PUK harus mun- tinggi sistemik, dilanjutkan dengan terapi sitotoksik.
cul apabila ditemukan infiltrasi kornea perifer. ulse- Penggunaan OAINS dapat dipertimbangkan. Penggu-
rasi, atau penipisan yang tidak dapat dijelaskan tanpa naan tetrasiklin oral dapat membantu mengurangi
adanya penyakit mata yang nyata. penipisan kornea karena efek antikolagenasenya.

Manifestasi Klinis Sumber Bacaan


I. Sensasi benda asing. lakrimasi, nyeri, fotofobia; I. RSUPN Dr. Ciplo Mangunkusumo Kirana. Panduan prak-
2. Ulkus berbentuk bulan sabit dan infiltrasi stroma lik klinik (PPK) . Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
pada limbus; Kirana: 20 12.
3. Penyebaran sirkumferensial, terkadang mencapai 2. Biswell R. Cornea. Dalam : Riordan -Eva P. Whitcher JP.
sentral; penyunting. Vaughan & Asbury·s general ophthalmology.
4. Terdapat beberapa penyakit sistemik yang ber- Edisi ke- 18. Philadelphia: M cGraw-Hill: 2011.
hubungan dengan keadaan ini. Lima puluh persen 3. Kanski JJ. Bowling 8, penyunting. Clinical ophthalmology.
kasus PUK disertai penyakit sistemik. Beberapa di- a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But-
antaranya: artritis reumatoid (paling sering) , We- tenworth-Heinnemann: 20 I I.
gener granulomatosis, polikondritis berulang, dan
lupus eritematosus sistemik Oarang).

Uveitis Anterior
Indra Maharddhika Pambudy. Yunia Irawati

Definisi lain;
Uveitis merupakan proses peradangan intraokular Penurunan sensibilitas kornea dapat terjadi pada
yang kompleks dan melibatkan jaringan uvea, yaitu uveitis anterior yang disebabkan oleh herpes sim-
iris, korpus silier, dan koroid. Uveitis anterior merupa- pleks, herpes zoster. atau kusta.
kan jenis uveitis yang paling sering terjadi. Dapat terjadi perubahan tekanan intraokular.
Uveitis anterior sendiri dapat dibagi menjadi:
I. lritis: peradangan yang terutama melibatkan iris. Uveitis Anterior Akut
2. lridosikJitis: peradangan yang terutama melibat- Uveitis anterior akut merupakan bentuk uveitis
kan iris dan pars plicata dari korpus silier. yang paling um um. Uveitis anterior akut sendiri memi-
liki batasan durasi 3 bulan atau kurang dengan awitan
Patogenesis yang mendadak.
379
Berbagai faktor dapat mencetuskan terjadinya
uveitis, seperti trauma, infeksi, penyakit autoimun, Gejala kJinis yang muncul pada uveitis anterior akut:
neoplasma, dan idiopatik. Trauma mengakibatkan I. Mata merah, nyeri unilateral, fotofobia, dan mung-
terlepasnya antigen yang tersekuestrasi dalam uvea, kin disertai lakrimasi;
kontaminasi mikroba, dan akumulasi produk nekrotik. 2. Tajam penglihatan menurun;
Mikroba memiliki sifat mimikri molekular dan ke- 3. Injeksi silier;
mampuan menstimulasi respons imun tidak spesifik 4. Non-reactive pupil/miosis karena spasme sfingter
antigen. Dari empat macam reaksi hipersensitivitas, yang mempredisposisi terbentuknya sinekia pos-
hipersentitivitas tipe IV merupakan tipe yang paling terior;
sering terlibat dalam uveitis. 5. Keratik presipitat;
6. Se! pada aqueous atau bilik mata depan yang
Manifestasi Klinis menunjukkan beratnya penyakit;
Keratik presipitat ditemukan di endotel kornea; 7. Se! pada vitreous anterior yang menunjukkan
Se! dan flare di bilik ma ta depan; iridosiklitis;
Hipopion ditemukan terutama pada penyakit Be- 8. Aqueous flare;
hcet, namun juga dapat ditemukan pada penyakit 9. Eksudat fibrin pada aqueous;
I 0. Hipopion; ABS, MHA-TP}, dan pemeriksaan mikroskopis
I 1. Sinekia posterior; lapang gelap.
12. Tekanan intraokular yang rendah, normal, atau b. Toksoplasmosis: uji pewarnaan, antibodi im-
tinggi. munofluoresen, uji hemaglutinin, ELISA.
c. Pemeriksaan enzim: enzim angiotensin-con-
Uveitis Anterior Kronis verting enzyme (ACE) dan lisozim untuk men-
Ditandai dengan peradangan persisten yang kam- deteksi sarkoidosis.
buh, kurang dari tiga bulan setelah dihentikannya 3. Radiologi
terapi. Peradangan dapat bersifat granulomatosa atau a. Roentgen toraks untuk mengeksklusi tuberku-
nongranulomatosa. Lebih sering bilateral dibanding- losis dan sarkoidosis.
kan uveitis anterior akut. b. Roentgen sendi sakroiliaka untuk mendiagno-
sis spondiloartropati.
Gejala klinis yang muncul pada uveitis anterior kronis: c. CT-scan dan MRI otak dan toraks untuk peme-
I. Gejala biasanya muncul perlahan, sebagian be- riksaan sarkoidosis dan multipel sklerosis.
sar asimtomatis dan datang dengan komplikasi
katarak atau keratopati; Tata Laksana
2. Pemerikaan eksternal mata menunjukkan sklera 1. Steroid topikal
putih, terkadang merah muda karena eksarsebasi Sebelum steroid topikal digunakan, pastikan tidak ada
berat dari aktivitas peradangan; defek epitel. ruptur bola mata saat riwayat trauma
3. Se! dan flare pada aqueous di bilik mata depan ditemukan, dan periksa sensasi kornea serta tekanan
dengan jumlah bervariasi tergantung aktivitas intraokular (TIO) untuk mengeksklusi herpes sim-
penyakit; pleks atau herpes zoster. lndikasi steroid topikal:
4. Presipitat keratik yang merupakan kumpulan de- I. Terapi uveitis anterior akut: digunakan setiap jam
posit selular pada endotel epitel yang terdiri dari pada awalnya, setelah peradangan terkontrol di-
sel-sel epiteloid, limfosit, dan polimorfik; turunkan menjadi setiap 2 jam, kemudian setiap
5. Pembuluh darah iris yang terdilatasi; 3 jam, empat kali sehari. dan terakhir satu tetes
6. Nodul iris; per minggu.
7. Atrofi iris. 2. Terapi uveitis anterior kronis: eksarsebasi diterapi
sama dengan uveitis anterior. Kontrol peradangan
Pemeriksaan Penunjang ditandai dengan hitung sel kurang dari + 1. Setelah
Pemeriksaan penunjang tidak diindikasikan pada ke- terapi dihentikan, pasien harus diperiksa dalam
adaan: waktu dekat untuk memastikan bahwa uveitis ti-
I . Uveitis anterior akut episode tunggal/ tidak be- dak kambuh lagi.
rulang tanpa adanya kemungkinan penyakit yang
mendasari. Komplikasi pemberian steroid topikal:
2. Uveitis yang khas seperti simpatetik oftalmitis dan 1. Peningkatan TIO terutama pada penggunaan jang-
siklitis Fuchs. ka panjang.
3. Penyakit sistemik yang sudah sesuai dengan uve- 2. Katarak.
itis, seperti penyakit Behcet atau sarkoidosis. 3. Komplikasi kornea akibat fungi, herpes simpleks,
380 Pemeriksaan penunjang diindikasikan pada keadaan: dan luluh kornea.
1. Peradangan granulomatosa; Selain sediaan topikal. steroid juga tersedia dalam se-
2. Uveitis berulang; diaan periokular, intraokular, dan sistemik.
3. Penyakit yang melibatkan mata bilateral;
4. Manifestasi sistemik tanpa diagnosis spesifik. 2. Midriatikum
Pilihan midriatikum yang dapat digunakan:
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat I. Kerja pendek: tropikamid (0,5% dan I %) durasi 6
dikerjakan pada kecurigaan uveitis anterior: jam, siklopentolat (0,5% dan I%) durasi 24 jam,
1. Skin test. dapat berupa: atau feliefrin (2,5% dan I 0%) durasi 3 jam tan pa
a. Uji tuberkulin. siklopegik.
b. Uji pathergy (peningkatan sensitivitas kulit 2. Kerja panjang: homatropin 2% durasi 2 hari. at-
terhadap trauma jarum) sebagai bagian dari ropine I% sikloplegik dan midriatik kuat dengan
kriteria diagnosis sindroma Behchet. durasi sampai dengan 2 minggu.
c. Uji lepromin pada kasus yang dicurigai kusta. Indikasi midriatikum:
2. Pemeriksaan serologi I. Memberikan rasa nyaman: atropin digunakan 1-2
a. Pemeriksaan serologi sifilis: uji terponemal minggu hingga peradangan mereda, kemudian di-
(RPR, VDRL) , Uji antibodi treponema (FTA- ganti dengan agen dengan kerja pendek.
2. Melepaskan sinekia posterior yang baru. l. Siklosporin: merupakan obat pilihan pada sindrom
3. Mencegah terbentuknya sinekia posterior. Behcet.
2. Takrolimus: merupakan obat alternatif siklosporin
3. Terapi antimetabolit untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi atau
Termasuk di dalamnya: azatioprin, metotreksat, tidak berespons terhadap siklosporin.
dan mikofenolat mofetil. Jndikasi antimetabolit topi-
kal adalah: Sumber Bacaan
l . Uveitis yang mengancam penglihatan. biasanya I. Kanski JJ, Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology.
bilateral, non-infeks i, dan gaga! memberikan a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But-
respons pada pemberian steroid yang adekuat. tenworth-Heinnemann; 20 I I.
2. Terapi steroid-sparing pada pasien dengan efek 2. Cunningham ET. Uveal tract Dalam: Riordan-Eva P, Whitch-
samping steroid sistemik yang tidak tertahankan er JP. penyunting. Vaughan & Asbury·s general ophthal-
atau penyakit kronis yang kambuh dan membu- mology. Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill; 20 I I.
tuhkan dosis prednisolon lebih dari l 0 mg/ hari. 3. Forster DJ General approach to the uveitis patient and
treatment strategies. Dalam: Yanoff M. Duker JS. penyun-
4. Penyekat kalsineurin ting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4. Philadel-
Pilihan penyekat kalsineurin yang dapat digunakan: phia: Mosby Elsevier: 20 13.

Ablasio Retina
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Definisi Diagnosis
Ablasio retina (retinal detachment) merupakan keada- Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
an terpisahnya bagian sensoris retina (fotoreseptor fisis, serta penunjang.
dan lapisan jaringan dalam) dari retinal pigment epi- Anamnesis
r thelium (RPE). I . Fotopsia: merupakan sensasi subjektif seperti me-
lihat kilatan cahaya. Biasanya berlangsung singkat
Klasifikasi pada lapang pandang temporal, terlihat terutama
Secara umum terdapat tiga jenis ablasio retina, yaitu: saat gelap, dan setelah pergerakan mata. Hal ini
l. Rhegmatogen: terjadi sekunder akibat adanya menggambarkan proses traksi dari tempat adhesi
robekan pada retina sensoris, yang memung- vitreoretina.
kinkan cairan yang berasal dari vitreus mencapai 2. Floaters: sensasi subjektif seperti melihat objek be-
rongga subretina. terbangan berwarna gelap yang terjadi di vitreus.
2. Traksional: terjadi karena adanya kontraksi 3. Defek lapang pandang: dideskripsikan sebagian
, membran vitreoretina atau tarikan tanpa adanya
robekan retina sebelumnya.
lapang pandang seperti tertutup tirai gelap.
Pemeriksaan Fisis
3. Eksudatif: terjadi karena adanya cairan subretina 1. Relative afferent pupillary defect muncul pada
yang berasal dari pembuluh darah retina neuro- mata dengan ablasio retina ekstensif.
sensoris, koroid, atau keduanya. 2. Tekanan intraokular: lebih rendah 5 mmHg diban-
dingkan mata yang tidak mengalami ablasio.
Ablasio Retina Rhegmatogen 3. lritis ringan sering kali ditemukan.
Patogenesis 4. Gambaran tobacco dust terdiri atas sel pigmen 381
Biasanya keadaan ini didahului dengan kondisi yang terlihat pada vitreus anterior.
yang disebut posterior vitreous detachment dan ber- 5. Robekan retina nampak seperti diskontinuitas dari
hubungan dengan miopia, afakia, lattice degeneration, permukaan retina berwarna kemerahan pada fun-
serta trauma mata yang mengakibatkan terjadinya duskopi.
break. Break atau robekanjuga dapat diakibatkan oleh 6. Kelainan pada retina sesuai dengan lamanya abla-
atrofi lapisan retina. Adanya break mengakibatkan sio retina yang terjadi.
vitreus yang mencair masuk menuju rongga subretina. a. Ablasio Retina Baru, dapat ditandai dengan:
Ablasio retina memiliki konfigurasi
konveks dan tampilan yang sedikit
opak karena edema retina mukaan yang licin.
ii. Cairan subretina dapat meluas sampai b. Gambaran "shifting fluid" sesuai gaya gravitasi.
ora serata. Pada keadaan berdiri tegak, cairan sub retina
b. Ablasio Retina Lama, dapat ditandai dengan: terletak pada retina inferior, namun pada saat
Kekeruhan vitreus; pada berada pada posisi supinasi. dapat melu-
ii. Retina yang pucat dan didapatkan pro- as ke superior.
liferative vitreoretinopathy (PVR); c. Apabila ablasio didasari oleh tumor koroid,
iii. Garis demarkasi subretina yang diaki- maka dapat terlihat penyebab yang men-
batkan oleh proliferas i dari sel pigmen dasarinya.
retina pada sambungan retina. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang I . USG mata: diindikasikan apabila media mengalami
Pada mata dengan media yang keruh, diagnosis ab- kekeruhan.
lasio retina dapat ditegakkan dengan menggunakan 2. Pemeriksaan darah untuk uveitis dapat menentu-
ultrasonografi. kan penyebab yang mendasari.
Tata Laksana 3. Fluoresin angiography dapat membantu menentu-
Tata laksana adalah dengan pembedahan. Pada kasus kan sumber cairan subretina.
retinal break yang ringan, dimana cairan subretina Tata Laksana
terbatas di sekitar break, dapat dilakukan fotokoagu - Tata laksana terutama ditujukan pada penyakit
lasi laser. Sebelum dilakukan pembedahan, pasien yang mendasari timbulnya keadaan ini. Terapi dengan
disarankan untuk tirah baring dengan satu bantal laser, krioterapi, atau steroid intravitreus dapat digu-
untuk mencegah penyebaran cairan subretina menuju nakan pada keadaan tertentu.
makula. Terapi bedah yang dapat dipilih adalah se-
bagai berikut: Ablasio Retina Traksional
1. Pneumatic retinopexy: gas SF6 atau C3F8 diin- Etiopatogenesis
jeksikan menuju vitreus untuk mengembalikan Keadaan yang paling umum mengakibatkan abla-
posisi retina. sio retina traksional adalah retinopati diabetik proli-
2. Sciera} buckling: terapi ini bertujuan untuk feratif. Penyebab lain termasuk gangguan proliferatif
menempelkan kembali retina yang terlepas lainnya seperti vitreoretina proliferatif dan retinopa-
dengan menempatkan exp/ant pada daerah yang thy of prematurity. Trauma mata juga dapat menjadi
mengalami robekan. Komplikasi termasuk gang- penyebab.
guan refraksi, diplopia, ekstrusi eksplan, dan ke- Traksi muncul karena terbentuknya membran
mungkinan terjadinya retinipati proliferatif. vitreus, epiretina, atau subretina yang terdiri atas
3. Vitrektomi pars-plana: terapi ini memungkinkan fibroblas. sel epitel pigmen retina, dan sel glia. Daya
untuk melepaskan traksi vitreo-retina. tarikan ini akan menarik retina bagian sensoris menu-
ju basis vitreus.
Ablasio Retina Eksudatif
Etiopatogenesis Diagnosis
Pada jenis ablasio retina ini, tidak ditemukan ada- Diagnosis ditegakkan dari anamnesis. pemeriksaan
nya robekan atau traksi vitreoretina, melainkan terjadi fisis , serta penunjang.
akumulasi cairan pada lapisan di bawah retina senso- Anamnesis
ris. Berbagai macam kondisi dikaitkan dengan kejadi- l. Mata tenang dengan penglihatan menurun, sering
an ablasio retinajenis ini termasuk proses degeneratif, kali berjalan lambat.
peradangan. infeksi, tumor daerah koroid, neovasku- 2. Bisa terdapat fotopsia atau floaters.
larisasi subretina karena berbagai sebab. Pemeriksaan Fisis
I . Penurunan tajam penglihatan.
Diagnosis 2. Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan:
382 Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan a. Konfirgurasi konkaf dari ablasio retina.
fisis. serta penunjang. b. Tidak ditemukannya fenomena shifting fluid
Anamnesis seperti pada kasus eksudatif.
I . Penglihatan menurun seperti tertutup tirai. c. Elevasi retina yang paling tinggi terjadi pada
2. Floaters dapat muncul karena adanya vitritis, na- tempat traksi vitreoretina.
mun tidak umum. d. Apabila terdapat robekan, maka akan muncul
Pemeriksaan Fisis gambaran khas ablasio retina rhegmatogen
I . Penurunan tajam penglihatan. dan penyakit akan memiliki progresivitas yang
2. Pada pemeriksaan retina akan memunculkan gam- lebih cepat.
baran: Pemeriksaan Penunjang
a. Konfigurasi ablasio yang konveks dengan per-
Ultrasonografi dilakukan pada media yang keruh. tenworth-Heinnemann: 2011.
Tata Laksana 2. Fletcher EC. Chong NV. Retina. Dalam: Riordan-Eva P.
Vitrektomi pars plana untuk membuang jaringan Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general oph-
yang mengakibatkan traksi. Injeksi heavy fluid mu- thalmology. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill; 20 I I.
ngkin dibutuhkan untuk meratakan retina. Tam- 3. RSUPN Or. Cipro Mangunkusumo Kirana. Panduan prak-
ponade gas, cairan silikon, atau scleral buckling dapat tik klinik (PPK). Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
dibutuhkan. Kirana; 2012.
4. American Academy of Ophthalmology (AAO) Retina Pan-
Sumber Bacaan el, Hoskins Center for Quality Eye Care. Posterior vitreous
I. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. detachment, retinal breaks. and lattice degeneration. San
a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But- Francisco: AAO: 2008.

Oklusi Vena dan Arteri Retina

Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

A. Oklusi Vena Retina I. Gangguan mieloproliferatif (polisitemia, mieloma,


Definisi dsb);
Oklusi retina merupakan kondisi vena retina, baik sen- 2. Keadaan hiperkoagulasi didapat atau kongenital;
tral atau cabang, mengalami sumbatan. 3. Penyakit inflamasi yang berhubungan dengan
periflebitis oklusif;
Patogenesis 4. Penyakit lain seperti gaga! ginjal kronis, hipertensi
Faktor predisposisi utama dari keadaan ini ada- sekunder. dan penyakit orbita.
Jah arteriolosklerosis atau arterosklerosis. Hal terse-
but dikarenakan baik vena maupun arteri berbagi Manifestasi Klinis
selubung adventitia yang sama sehingga perubahan Anamnesis
pada arteriol ataupun arteri sentral dapat mengaki- I. Mata tidak merah.
batkan kompresi pada vena-vena kecil (mengakibat- 2. Penglihatan bisa normal (dengan visus 6/6) hing-
kan oklusi vena cabang atau branch retinal vein oc- ga menurun mendadak sampai dengan meng-
clusion (BRVO)) atau kompresi vena besar (mengaki- hitung jari.
batkan oklusi vena sentralis atau central retinal vein 3. Pada CRVO defek lapang pandang umumnya sen-
occlusion (CRVO)). Oklusi vena akan mengakibatkan tral, sementara pada BRVO dapat tidak disertai
peningkatan tekanan vena dan kapiler, yang berujung gangguan Japang pandang.
pada stagnansi aliran darah dan dapat mengakibatkan 4. Tidak nyeri.
hipoksia pada bagian retina yang drainasenya bergan- 5. Sering kali hanya melibatkan satu mata.
tung pada vena tersebut.
Pemeriksaan Fisis
Faktor Predisposisi I. Pada BRVO tajam penglihatan 6/6 sampai hanya
Faktor predisposisi keadaan ini termasuk: dapat menghitung jari, tergantung dari keterli-
I. Usia. Sebanyak >50% kasus terjadi pada usia di batan makula, sedangkan pada CRVO berkisar
atas 65 tahun; dari 6/60 hingga hanya dapat melihat gerakan
2. Hipertensi, terutama pada keadaan BRVO; lambaian tangan. 3a;
3. Hiperlipidemia; 2. Relative afferent papillary defect (RAPD) tampak
4. Diabetes melitus; nyata pada kasus-kasus iskemik pada CRVO.
5. Pi! kontrasepsi oral; 3. Funduskopi, pada BRVO hasil temuan:
6. Peningkatan tekanan intraokular; a. Vena yang mengalami oklusi akan berdilatasi
7. Merokok. dan berkelok-kelok;
b. Sering kali oklusi terjadi pada tempat
Faktor predisposisi selanjutnya bersifat tidak persilangan arteri-vena;
umum namun menjadi penting pada pasien dengan c. Perdarahan flame-shaped, edema retina. cotton
usia di bawah 50 tahun; wool spot, dan/atau dengan edema makula;
d. Dapat terjadi neovaskularisasi retina dalam terlambatan pengisian vena, blokade oleh darah,
6-12 bulan. staining pembuluh darah, hipofluoresensi karena
4. Funduskopi pada CRVO dapat ditemukan: non-perfusi kapiler.
a. Tampak vena yang mengalami dilatasi dan 2. Optical coherence tomography (OCT): dapat digu-
berkelok-kelok, perdarahan dot/ blot, tampak nakan untuk menilai edema makula, monitoring
pada seluruh kuadran dan paling banyak di perjalanan penyakit atau respon terhadap terapi.
perifer. Cotton wool spots. edema makula dan
edema diskus optikjuga umum. Tata Laksana
Tata laksana yang dapat dikerjakan adalah kontrol
Perjalanan penyakit faktor risiko seperti diabetes melitus, hiperlipidemia,
Fase akut akan mengalami resolusi dalam 6-12 bulan dan sebagainya. Terapi spesifik dikerjakan oleh dok-
dan dapat mengalami hal-hal berikut: ter spesialis mata, diantaranya: fotokoaguluasi, injeksi
I. Eksudasi, perselubungan dan sklerosis vena pe- anti-VEGF (vascular epithelial growth factor) atau kor-
rifer dari tempat obstruksi, perdarahan kolateral tikosteroid intravitreal, dan vitrektomi.
dan perdarahan sisa.
2. Adanya pembuluh darah baru atau kolateral dapat Prognosis
ditandai dengan vena berkelok yang terletak di Pada BRVO, dalam 6 bulan. tajam penglihatan pada
seberang atau horizontal antara raphe didalam 50% pasien mencapai 6/ 12 atau lebih baik. Dua kom-
arkade vena inferior dan superior. Paling baik di- plikasi yang dapat mengancam tajam penglihatan ada-
deteksi dengan angiografi fluoresen. lah edema makula kronis dan neovaskularisasi. Pada
CRVO prognosis lebih buruk, iskemi macula menga-
Pemeriksan Penunjang kibatkan munculnya rubeosis iridis pada 50% kasus,
1. Angiografi fluoresen: menunjukkan gambaran ke- yang berujung pada glaukoma neovaskular.

Tabel I. Perbandingan CRAO dan BRAO

Mamfestasi Klinis Central Reeinal Artery Ocdusion (CRAO) Brach Retmal Artery Occlusion (BRAO)

I. Tajam penglihatan turun mendadak hingga hanya


I. Tajam penglihatan bervariasi.
melihat cahaya.

Anamnesis 2. Dapat ditemukan amaurosis fugax. 2. Dapat ditemukan amaurosis fugax.

3. Tidak nyeri kecuali apabila te.rdapatgiant cell


3. Tidak nyeri.
arteritis.

I. Tajam Penglihatan berkisar amara hand movement


1. Tajam penglihatan bervariasi. Pada
(HM) sampai light perception (LP). Jarang terjadi no
50% pasien. tajam penglihatan
light perception (NLP). Pada beberapa kasus. tajam
sentral intak.
penglihatan sentral dapat bertahan.

2. Didapatkan RAPD. 2. Didapatkan RAPD.

Pemeriksaan fisis
3. Funduskopi. dengan temuan:
3. Funduskopi. dengan temuan:
a. Gambaran cherry-red spot muncul akibat foveo la
a. Retina pucat. berkabut dan
ya ng tipis dan koroid yang intak.
mengalami edema pada daerah
384 b. Retina di sekitar papil dapat mengalami pucat
yang mengalami iskem i.
dan edema.
b. Penyempitan arteri dan vena.
c. Pada mata dengan arteri siliorecina ya ng paten.
c. Emboli dapat terli hat.
sebagian makula nampak normal.

Menunjukkan berhentinya pengisian oleh


Angiografi Keterlambatan pengisian arterl dan masking dari
pewarna pada tempat emboli dan distal
fluoresen fluoresensl koroid oleh karena pembengkakan retina.
dari lokasi tersebut.

Keterangan: RAPD. relative afferent pupillary defect


B. Oklusi Arteri Retina I. Masase okular three mirror contact lens selama I 0
Definisi detik kemudian dilepas selama 5 detik.
Oklusi arteri retina merupakan keadaan terjadi ham- 2. Parasentesis segment anterior.
batan atau sumbatan aliran darah sehingga mengaki- 3. Penggunaan agen hiperosmotik seperti manitol
batkan iskemia retina. atau gliserol.
4. Asetazolamid 500 mg oral untuk menurunkan TIO
Etiologi dan aspirin.
Secara umum, etiologinya adalah aterosklerosis
dan emboli karotis. Aterosklerosis pada oklusi arteri Sumber Bacaan
retina terjadi pada daerah setinggi lamina kribrosa. I. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology.
Emboli arteri karotis paling sering berasal dari bifur- a systematic approach. Edisi ke- 7. Ed inburgh: Elsevier But-
kasi arteri karotis, diikuti oleh arkus aorta, dan tempat tenworth-Heinnemann: 2011.
lainnya. Emboli yang terjadi bisa berupa kolesterol, 2. Fletcher EC. Chong NV. Retina. Dalam: Riordan-Eva P.
kalsifikasi, atau kompleks platelet-fibrin. Penyebab lain Whitcher JP, penyunting. Vaughan & Asbury·s general oph-
yang tidak umum termasuk giant ce// arteritis, emboli thalmology. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
jantung, periarteritis, kelainan trombofilik, dan hemo- 3. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kirana. Panduan prak-
globinopati bulan sabit. tik klinik (PPK). Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
Kirana: 20 12.
Tata Laksana 4. Morley MG. Heier JS. Venous obstructive disease of the
Tujuan utama dari tata laksana adalah memper- retina. Dalam: Yanoff M. Duker JS. penyunting. Yanoff &
baiki oksigenasi menuju retina. yang dapat dicapai Duker ophthalmology. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby El-
dengan mendilatasi arteri-arteri retina. Tata laksana sevier: 20 13.
yang dianjurkan berikut harus turut mempertimbang- 5. Duker JS. Retinal artery obstruction. Dalam: Yanoff M.
kan risiko dan keuntungan yang mungkin didapatkan Duker JS. penyun ting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi
pasien karena terbatasnya jumlah bukti yang ada: ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 20 13.

144
Kompcknsi urn II Glaukoma
•• Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Definisi glaukoma yang dicirikan dengan obstruksi meka-


Glaukoma merupakan neuropati optik yang khas di- nik dari trabecular meshwork, dengan sudut pada
sertai terkait dengan penurunan lapang pandang aki- kamera okuli anterior yang tertutup dan tekanan
bat kerusakan papil nervus optikus, di mana tekanan intraokular yang meningkat.
intraokular merupakan faktor risiko penting.
Patogenesis dan Patofisiologi
Etiologi Secara umum, tekanan intraokular (TIO) normal
Glakoma dapat bersifat kongenital ataupun berkisar antara 10-21 mmHg. TIO dapat meningkat
didapat. Berdasarkan etiologinya dibagi menjadi: akibat gangguan sistem drainase (glaukoma sudut
l. Glaukoma primer: tanpa faktor kontributor yang terbuka) atau gangguan akses sistem drainase (glau-
jelas koma sudut tertutup). Terapi glaukoma bertujuan un-
2. Glaukoma sekunder: dengan faktor kontributor tuk menurunkan TIO, dan mengatasi dasar penyebab
okular atau ekstra-okular yang jelas yang ber- peningkatan TIO. 38~
hubungan dengan peningkatan tekanan intraoku- Pada glaukoma akut, peningkatan TIO mendadak
lar (contoh: glaukoma phacomorphic). hingga 60-80 mmHg mengakibatkan kerusakan iske-
mia akut dari nervus optikus. Pada glaukoma sudut
Klasifik asi terbuka primer. kerusakan sel ganglion retina muncul
Berdasarkan gangguan saluran aqueous humor, glau- akibat jejas kronis menahun. Pada glaukoma dengan
koma dapat dibedakan menjadi: TIO normal, papil nervus optikus mungkin rentan ter-
l . Glaukoma sudut terbuka: glaukoma kronis primer hadap TIO yang normal.
dengan sudut pada kamera okuli anterior yang ter-
buka, disertai dengan peningkatan TIO. Faktor Risiko
2. Glaukoma sudut tertutup: kelompok penyakit Glaukoma primer sudut terbuka:
1. Peningkatan TIO (TIO> 21 mmHg); 5. Tonometri untuk mengukur TIO;
2. Riwayat keluarga dengan glaukoma primer sudut 6. Gonioskopi untuk membedakan apakah glaukoma
terbuka (orang tua, kakak, atau adik); diakibatkan oleh penutupan sudut atau tidak;
3. Usia lanjut; 7. Funduskopi dengan pupil terdilatasi apabila pada
4. Ras (Afrika, Latin, Afro-Karibia); gonioskopi tidak menunjukkan sudut yang sa-
5. Ketebalan kornea sentral yang lebih tipis; ngat sempit Pemeriksaan digunakan untuk me-
6. Tekanan perfusi okular yang rendah (selisih an- nilai diskus optik.
tara sistol dengan TIO < 125 mmHg a tau diastol a. Pembesaran optic cup atau terdapat cupping
dengan TIO <50 mmHg); superior atau inferior. Semakin bertambahnya
7. Diabetes melitus tipe 2; cupping maka pembuluh darah retina akan
8. Miopia. terdorong ke arah nasal. Gambaran akhir dari
proses cupping adalah tidak ditemukannya lagi
Glaukoma primer sudut tertutup: jaringan pada pinggir nervus optikus.
1. Riwayat keluarga dengan glaukoma primer sudut b. Rasio cup banding diskus (OC:OD) yang mem-
tertutup; besar merupakan parameter yang penting
2. Usia lanjut; untuk dicatat pada pasien glaukoma. Ukuran
3. Lebih banyak pada jenis kelamin perempuan; OC:OD normal :o:0.3-0.4. Munculnya gejala
4. Keturunan Asia; klinis kehilangan lapang pandang biasanya
5. Hipermetropia; saat diskus optikus menunjukkan rasio OC:OD
6. Bilik depan mata dangkal (perifer atau sentral); ;:; 0,5, dan dapat mengarahkan pada diagnosis
7. Kurvatura kornea yang landai; glaukoma.
8. Lensa mata yang tebal; 8. Perimetri/pemeriksaan lapang pandang
9. Diameter aksial bola mata yang pendek. Perubahan lapang padang dapat bervariasi. Bi-
asanya pertama kali terjadi parasentral, diikuti
Manifestasi Klinis oleh defek arkuata sebagai penyatuan dari skoto-
Anamnesis: ma parasentral. berlanjut menjadi skotoma cincin
1. Pada glaukoma kronis gejala gangguan penge!iha- saat defek arkuata superior dan inferior bertemu,
tan sering kali tidak ada, kecuali pada kerusakan berlanjut pada "pulau" temporal dan "pulau" sen-
tahap lanjut; tral. "Pulau" sentral biasanya hilang terakhir.
2. Riwayat penyakit mata sebelumnya, termasuk
status refraksi (miopia, hipermetropia) , trauma, Tata Laksana
serta peradangan mata sebagai kausa glaukoma Tata laksana glaukoma bertujuan untuk
sekunder; menurunkan TIO. Target penurunan TIO adalah 30%
3. Riwayat keluarga untuk glaukoma dan hipertensi pada awalnya, namun apabila masih terjadi progre-
intraokular; sivitas tekanan harus lebih diturunkan. Tidak ada tar-
4. Riwayat penyakit sebelumnya: trauma kepala. ke- get "pasti" dari penurunan TIO yang dapat menjamin
lainan intra-kranial (dapat mengakibatkan atrofi bebas progresi, akan tetapi, progresivitas jarang terja-
nervus optikus), diabetes. hipertensi sistemik, dan di pada TIO <16 mmHg.
penyakit kardiovaskular (faktor risiko glaukoma);
5. Riwayat penggunaan obat-obatan saat ini: peng- Glaukoma sudut terbuka primer
gunaan steroid (termasuk sediaan untuk kulit dan Terapi medikamentosa yang sering digunakan se-
inhalasi). penggunaan beta bloker oral yang dapat bagai terapi inisial untuk adalah analog prostaglandin
menurunkan TIO. dan penyekat beta.
Terapi lain bagi glaukoma sudut terbuka primer
386 Pemeriksaan Fisis adalah trabekuloplasti dengan laser. Terapi ini dapat
1. Tajam penglihatan biasanya normal kecuali pada digunakan pada beberapa pasien atau pada pasien
glaukoma lanjut; yang tidak dapat menggunakan obat-obatan karena
2. Pemeriksaan pupil: eksk.lusi terlebih dahulu ke- biaya. gangguan ingatan, kesulitan untuk menggu-
beradaan relative afferent pupilary defect: apabila nakan obat, atau intoleransi obat.
awalnya tidak ditemukan, namun kemudian pada
pemeriksaan lanjutan ditemukan, maka ha! ini Glaukoma Sudut Tertutup
menunjukkan progresi penyakit yang bermakna. Pada glaukoma sudut tertutup primer, pilihan terapi
3. Pemeriksaan buta warna: bertujuan untuk utamanya adalah iridotomi laser/operasi iridotomi.
mengeksk.lusikan neuropati lain selain glaukoma:
4. Pemeriksaan slit lamp: untuk mengeksklusikan Skrining Glaukoma
glaukoma sekunder; Skrining sebaiknya dilakukan pada populasi yang
Tabel I. Pilihan obat untuk gla ukoma sudut terbuka primer

Golongan Farmako Reduks1 Eft•k Samprng Kontralnd1ktts1 Contoh ohat


Obat dinamik rJO ('!.)

Analog pros- Meningkatkan 25-33 . Cystoid macular Macular oedema Latanoprost 0,005%
taglandin allran keluar
uveosklera atau .. edema (CME)
lnjeksi konjungtiva
Riwayat keratitis
herpes
satu kali setiap hari

trabekular Peningkatan pertum- Travoprost 0.004%

. buhan bulu mata


Hiperplgmentasl
satu kali set!ap harl

periokular

.. Perubahan warna iris


Uveitis
Kemungkinan aktivasi
virus herpes

.
Beta blocker Menurunkan
produksi
20- 25
.. Toksisitas kornea
Reaksi alergi
PPOK (nonselektif)
Asma (non-selek-
Timolol 0.25% dan
0,5% 2x/hari
aqueous humor
.. Bronkospasme
Bradikardi
tif)
Gaga! jantu ng Betaxolol 0.5% 2x/

. Depresi
lm potensi
kongestif (konsul-
tasi kardiolog)
hari

Bradikard ia
Hipotensi
Blok jantung lebih
dari derajat I
i:
It
..ci
It

...
'j:
Agonis al- Non-selektif: 20-25 lnjeksi konjungtiva Terapi monoamine Brimonidine 0,2% Q,
fa-adrenergik memperbaiki Reaksi alergi oksidase penyekat 2x/hari lli
f.1
aliran aqueous
.. Kelelahan
Somnolen
Anak usla <2 tahun
Apraclonidine l %, e
~

Selektif: Nyeri kepala 0.5% dlgunakan h


menurunkan untukjangka Cl
~
produksi pendek Cl

aqueous. ~
menurunkan t
f.1
tekanan vena II
episklera atau ~
meningkatkan ~
aliran keluar !1

Agen
uveosklera

Meningkatkan 20-25 .. Peningkatan miopia Glau koma neo-


3
381
parasimpa- aliran keluar Nyeri pada mata atau vas kular. uveitis,
com imeti k trabekula
. dahi
Penurunan tajam
atau keganasan

pengeliahatan Diperlukannya pe-

.. Katarak
Dermatitis kontak
meriksaan fundus
secara rutin

..
periokuler
Toksisitas kornea
Penutupan sudut
paradoksal
Carbonic Menurunkan 15-20 Pada pemberian topikal: Alergi sulfonamid Dorzolamide 2% 3x/
an/1ydrase produksl • Sensasl rasa metalik Batu gilljal hari sebagai terapi
penyekat aqueous /Jumor • Dermatitis atau kon- Anemia aplastik tunggal atau 2x/
jungtivitis alergi Trombositopenla hari sebagai terapi
• edema kornea Penyakit anemia tambahan
sel sabit
Dengan rute oral: Brinzolamide I%
• Sindrom Steven-John- 2x/hari atau 3x/
son hari sama dengan
• Malaise. anoreksia. dorzolamide
depresi
• Ketidak seimbangan Obat sistemik:
elektrolit serum Asetazolamld 250 -
• Batu glnjal 1000 mg 2x/hari
• Diskrasia darah (ane·
mia ap lastik, trombos-
itopenia)
• Rasa metalik

memiliki risiko tinggi seperti pasien berusia lanjut, systematic approach. Edisi ke- 7. Edinburgh: Elsevier Butten-
atau dengan riwayat keluarga glaukoma. worth-Hein neman n: 20 I I.
Metode skrining yang dapat digunakan adalah sebagai 2. Vaughan D. Eva PR. Glaucoma. Dalam: Riordan-Eva P.
berikut: Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general oph-
l. Pengukuran TIO: bukanlah metode yang efektif thalmology. Ed isi ke- I 8. Philadelphia: McGraw-Hill: 20 1 I.
untuk skrining populasi karena batas nilai normal 3. Tan JC. Kaufman PL. Primary Open-Angle Glaucoma. Dalam:
TIO. yaitu 21 mmHg hanya memiliki sensitivitas Yanoff M. Duker JS. penyunting. Ya noff & Duker ophthal-
4 7.1% dan spesifitas 92.4%. mo logy. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 2013.
2. Pemeriksaan papil nervus optikus: memiliki sensiti- 4. See JLS. Chew PTK. Ang le-Closure Glaucoma. Dalam: Yanoff
vitas dan spesifisitas tinggi, namun membutuhkan M. Duker JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology.
tenaga kesehatan yang ahli dalam menginterpreta- Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 20 I 3.
sikan hasil pemeriksaan. 5. American Academy of Op hthalmology (AAO) Glaucoma Pan-
3. Pemeriksaan lapang pandang: Dapat digunakan el. Hoskins Center for Quality Eye Care. Primary open-angle
untuk skrining masal, namun sensitivitas atau spe· glaucoma. San Francisco: AAO: 20 I 2.
sifitasnya belum diketahui dengan pasti. 6. American Academy of Ophthalmology (AAO) Glaucoma
Panel. Hoskins Center for Quality Eye Care. Primary angle
Sumber Bacaan closure. San Francisco: AAO: 20 I 0.
l. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. a

'
Katarak
388
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Definisi diprediksi mencapai 40 juta pada tahun 2020. Ber-


Katarak dapat didefinisikan sebagai segala jenis dasarkan survei RISKESDAS tahun 1996 angka kebu-
kekeruhan yang terjadi pada lensa mata. taan Indonesia sebesar 1,5%.

Epidemiologi Klasifikasi
Tahun 2002. World Health Organization (WHO) Klasifikasi katarak berdasarkan maturitasnya:
memprediksi katarak sebagai penyebab kebutaan Katarak insipien: kekeruhan awal pada lensa de-
yang dapat disembuhkan pada 17 ju ta {4 7,8%) dari ngan visus pasien masih mencapai 6/6.
37 juta kebutaan di seluruh dunia, dan jumlah ini Katarak imatur: lensa mengalami kekeruhan par·
sial. 3. Pemeriksaan segmen anterior dengan sen-
Katarak matur: lensa mengalami kekeruhan total. ter atau slit lamp didapatkan kekeruhan lensa.
Katarak hipermatur: katarak menyusut dan kapsul Pemeriksaan shadow test dengan membuat sudut
anterior berkerut karena kebocoran air dari lensa. 4 5° arah sumber cahaya (senter) dengan dataran
Katarak morgani: liquefaksi korteks lensa katarak iris. Bayangan iris yang jatuh pada lensa, menun-
hipermatur berakibatkan nukleus jatuh ke inferior. jukkan shadow test (+) yang berarti katarak masih
imatur. Sementara shadow test (-) menunjukkan
Patogenesis dan Patofisiologi katarak sudah matur.
Patogenesis katarak masih belum dapat sepenuh- 4. Pemeriksaan refleks pupil langsung dan tidak
nya dimengerti, akan tetapi penuaan merupakan fak- langsung (+). Bila terdapat relative afferent pupil-
tor yang paling berperan. Berbagai temuan menunjuk- lary defect, perlu dipikirkan adanya kelainan pa-
kan bahwa lensa yang mengalami katarak mengala- tologis lain yang mengganggu tajam pengelihatan
mi agregasi protein yang berujung pada penurunan pasien.
transparansi, perubahan warna menjadi kuning atau
kecoklatan, ditemukannya vesikel antara lensa, dan Tata Laksana
pembesaran sel epitel. Perubahan lain yang juga Tata laksana utama katarak adalah pembedahan. Ti-
muncul adalah perubahan fisiologi kanal ion, absorpsi dak ada manfaat dari suplementasi nutrisi atau terapi
cahaya, dan penurunan aktivitas anti-oksidan dalam farmako logi dalam mencegah atau memperlambat
lensa juga dapat mengakibatkan katarak. progresivitas dari katarak.
Katarak komplikata merupakan katarak yang tim-
bul akibat penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Indikasi bedah:
Berbagai kondisi yang dapat mengakibatkan terja- I. Penurunan fungsi penglihatan yang tidak dapat
dinya karatak sekunder adalah uveitis anterior kronis, lagi ditoleransi pasien karena mengganggu aktivi-
glaukoma akut, miopia patologis dan diabetes melitus tas sehari-hari .
merupakan penyebab yang paling umum. 2. Adanya anisometropia yang bermakna secara kli-
Penggunaan obat-obatan (steroid) dan trauma, nis.
baik trauma tembus, trauma tumpul, kejutan listrik, 3. Kekeruhan lensa menyulitkan pemeriksaan seg-
radiasi sinar inframerah, dan radiasi pengion untuk men posterior.
tumor mata juga dapat mengakibatkan kekeruhan 4. Terjadi komplikasi terkait lensa seperti perada-
lensa/ katarak. ngan peradangan atau glaukoma sekunder (fa-
koanafilaksis, fakolisis, dan fakomorfik glaukoma).
Manifestasi Klinis
Akibat perubahan opasitas lensa, terdapat berbagai Kontraindikasi bedah:
gangguan pada penglihatan termasuk: I. Penurunan fungsi penglihatan yang masih dapat
I. Penurunan tajam penglihatan perlahan; ditoleransi oleh pasien
2. Penurunan sensitivitas kontras: pasien mengeluh- 2. Tindakan bedah diperkirakan tidak akan memper-
kan sulitnya melihat benda di luar ruangan pada baiki tajam pengelihatan dan tidak ada indikasi
cahaya terang. bedah lainnya.
3. Pergeseran ke arah miopia. Normalnya. pasien 3. Pasien tidak dapat menjalani bedah dengan
usia lanjut akan mengeluhkan perubahan hipero- aman karena keadaan medis atau kelainan okular
pia, akan tetapi pasien katarak mengalami peru- lainnya yang ada pada pasien.
bahan miopia karena perubahan indeks refraksi 4. Perawatan pascabedah yang sesuai tidak bisa di-
lensa. dapatkan oleh pasien
4. Diplopia monokular. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan indeks refraksi antara satu bagian Teknik operasi yang digunakan: 38!
lensa yang mengalami kekeruhan dengan bagian I. Fakoemulsifikasi: teknik operasi yang memung-
lensa lainnya. kinkan lensa dihancurkan dan diemulsifikasi
5. Sensasi silau (glare). Opasitas lensa mengakibat- kemudian dikeluarkan dengan bantuan probe dan
kan rasa silau karena cahaya dibiaskan akibat pe- ekstraksi dikerjakan ekstrakapsular.
rubahan indeks refraksi lensa. 2. Teknik ekstraksi katarak manual.
a. Intracapsular cataract extraction (ICCE): eks-
Diagnosis traksi lensa utuh serta seluruh kapsul lensa.
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis serta peme- b. Extracapsular cataract extraction (ECCE): eks-
riksaan oftalmologi. traksi lensa utuh dengan meninggalkan bagian
1. Anamnesis riwayat perjalanan penyakit pasien. posterior dari kapsul lensa.
2. Tajam penglihatan dengan dan tanpa koreksi. c. Small incision cataract surgery (SICS): ekstraksi
Jensa dengan insisi yang kecil fungsi visual, dan medis.
Terapi pasca-operasi yang diberikan biasanya kombi- Pada pasien dengan komplikasi intraoperatif, pasien
nasi antibiotik dan steroid tetes mata 6 kali hari sehari dengan satu mata yang fungsional, atau berisiko tinggi
hingga 4 minggu pasca-operasi. mengalami komplikasi pasca-operasi, fol/ow up perta-
Komplikasi dari operasi katarak termasuk: ma dikerjakan dalam 24 jam pascaoperasi. Fol/ow-up
I. Intra-operatif selanjutnya dilakukan lebih sering. Obat-obatan tamba-
a. Ruptur kapsul posterior atau zonula. han diberikan sesuai dengan komplikasi yang terjadi.
b. Trauma pada corpus siliaris atau iris.
c. Masuknya materi nukJeus lensa ke vitreus. Sumber Bacaan
d. Dislokasi lensa intraokular posterior. 1. Kanski JJ. Bowling B, penyunting. Clinical ophthalmology. a
e. Perdarahan suprakoroid. systematic app roach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
2. Pasca-operasi worth-Heinnemann: 2011.
a. Kekeruhan kapsul posterior. 2. Harper RA. Shock JP. Lens. Dalam: Riordan-Eva P. Whitcher
b. Cystoid macular edema. JP. penyunting. Va ughan & Asbury·s general ophthalmolo-
c. Edema kornea. gy. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
d. Ruptur atau kebocoran Iuka. 3. Allen David. Phacoemulsification. Dalam: Yanoff M. Duker
e. Ablasio retina. JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4.
f. Endoftalmitis, dapat terjadi dini atau terlambat Philadelphia: Mosby Elsevier: 2013.
{4 minggu bahkan 9 bulan). 4. Howes FW. Manual cataract extraction. Dalam: Yanoff M.
g. lritis persisten. Duker JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi
Fol/ow- up pasca-operasi dikerjakan dalam 24 jam ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 20 13.
setelah operasi pada pasien tanpa risiko atau tanda 5. llyas S. Dasar - teknik pemeriksaan dalam ilmu penya kit
kemungkinan komplikasi setelah operasi katarak (un- mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2009.
tuk menemukan dan mengatasi komplikasi dini seperti 6. American Academy of Ophthalmology (AAO) Cataract and
kebocoran Iuka, hipotonus, peningkatan TIO, edema Anterior Segment Panel. Hoskins Center for Quality Eye
kornea, dan tanda peradangan). Kunjungan kedua Care. Cataract in the adult eye. San Francisco: AAO: 20 I0.
dilakukan 4-7 hari pasca-operasi untuk menemukan 7. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kirana. Panduan praktik
dan mengatasi komplikasi endoftalmitis yang sering klinik (PPK). Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Kira-
muncul pada minggu pertama pasca-operasi. Kun- na: 2012.
jungan selanjutnya bergantung pada kondisi refraksi,

Kelainan Refraksi
Indra Maharddhika Pambudy. Yunia Irawati

Kelainan refraksi terjadi apabila berkas cahaya gka 0 pada titik pusat pupil pasien dan hitung
paralel yang masuk ke ma ta tidak jatuh tepat di retina jarak antara titik pusat pupil kanan dengan pu-
(keadaan mata tanpa akomodasi). Mata normal tanpa pil kiri.
kelainan refraksi disebut emetropia. Keberadaan ke- c. Mata yang tidak diperiksa ditutup terlebih da-
390 lainan refraksi pada mata seseorang disebut dengan hulu. Biasanya pemeriksaan dikerjakan pada
ametropia. Ametropia meliputi miopia, hipermetropia, mata kanan terlebih dahulu atau mata yang
astigmatisma. dan presbiopia. dikeluhkan.
d. Pasien diminta untuk membaca huruf yang ter-
Pemeriksaan Kelainan Refraksi tulis pada diagram Snellen dari yang paling be-
l. Pemeriksaan Tajam Penglihatan sar, kemudian setelah satu baris terbaca, maka
a. Pasien didudukkan dengan jarak 6 meter dari diminta untuk membaca baris di bawahnya.
diagram Snellen. e. Catat tajam penglihatan terbaik pada pasien,
b. Pasangkan gagang lensa coba (trial frame) pada yaitu baris terbawah yang dapat dibaca dengan
pasien. Sesuaikan ukuran gagang lensa coba benar oleh pasien.
dengan jarak pupil pasien. Jarak pupil diukur f. Apabila pasien tidak dapat membaca huruf ter-
dengan menggunakan penggaris, letakkan an- besar pada diagram Snellen, lanjutkan dengan
uji hitung jari. (Jnterpretasi: jarak antara jari - Miopia sangat ringan :<ID
yang dilihat dengan pasien yang diuji diinter- - Miopia ringan : 1- 3 D
pretasikan dalam bilangan per-60. Contoh: pa- - Miopia sedang : 3-6 D
sien dapat menghitung jari pada jarak 2 meter, - Miopia tinggi : 6 - !OD
maka diinterpetasikan sebagai tajam pengliha- - Miopia sangat tinggi : > !OD
tan 2/ 60).
g. Apabila pasien gaga! pada uji hitungjari, diker- Manifestasi Klinis
jakan uji lambaian tangan dengan jarak 1 me- I . Penglihatan jarak jauh buram dan penglihatan ja-
ter. Apabila pasien dapat mengenali gerakan rak dekat lebih baik.
lambaian dalam jarak I meter. dicatat sebagai 2. Nyeri kepala.
11300. Apabila gaga!, dilanjutkan dengan maka 3. Terdapat kecenderungan untuk mengalami juling
dikerjakan uji persepsi cahaya, dan apabila saat melihat jauh.
pasien mengenali cahaya, diinterpetasikan se-
bagai 1/- (l/tidak terhingga). Pemeriksaan Refraksi pada Miopia
h. Pencatatan hasil: a. Apabila dengan lensa +0,50 D penglihatan menjadi
Apabila dapat membaca baris bertuliskan tambah kabur, gunakanlah lensa negatif terkecil
6 maka tajam penglihatan 6/6 berarti pada gagang lensa uji.
orang tersebut dapat melihat huruf pada b. Tambahkan minus lensa sferis negatif hingga pa-
jarak 6 meter, sementara populasi normal sien dapat membaca huruf pada baris 6/6.
dapat melihat huruf tersebut pada jarak 6 c. Pada pasien dengan miopia, maka derajat miopia
meter juga. lni merupakan tajam pengli- yang dicatat adalah lensa sferis negatif terkecil
hatan normal. yang dapat memperbaiki tajam penglihatan pasien.
ii. Apabila dapat membaca baris bertuliskan d. Lakukan tes Duke Elder untuk mengetahui apakah
30 maka tajam penglihatan adalah 6/30, ada koreksi berlebihan yang terjadi karena mata
dan berarti orang tersebut dapat melihat berakomodasi. Tambahkan lensa sferis +0,25 D.
huruf padajarak 6 meter dimana populasi Target tes Duke Elder haruslah negatif.
normal dapat melihat huruf tersebut pada
jarak 30 meter. Tata Laksana
iii. Apabila pasien dapat membaca satu baris Miopia dikoreksi dengan lensa sferis negatif dengan
dengan jumlah kesalahan 2, maka dicatat kekuatan terkecil yang dapat memberikan tajam peng-
sebagai 6/ nomor pada baris tersebut -2. lihatan terbaik sesuai dengan catatan hasil pemerik-
Contoh: 6/30 - 2. saan.
2. Pemeriksaan Refraksi
a. Pemeriksaan dikerjakan sama dengan pemer- Edukasi
iksaan tajam penglihatan sampai dengan taha- Progresivitas miopia dihambat dengan mengurangi
pan diatas. Setelah itu, pada gagang lensa uji usaha akomodasi dan menggunakan kacamata dengan
pasien dipasangkan lensa sferis +0,50 D. Apa- koreksi terbaik. Aktivitas melihat dekat juga mem-
bila dengan lensa sferis positif pasien merasa pengaruhi cepatnya progresivitas miopia, sehingga pa-
penglihatannya semakin kabur maka dilanjut- sien dianjurkan untuk lebih sering melakukan aktivitas
kan dengan sferis negatif. Apabila dengan len- yang memanfaatkan penglihatan jauh.
sa sferis positif pasien merasa penglihatannya
membaik dilanjutkan dengan sferis positif. B. Hipermetropia
b. Langkah pemeriksaan selanjutnya dijelaskan Definisi
pada masing-masing kelainan mata. Hiperopia atau hipermetropia merupakan keadaan
di mana bayangan obyek difokuskan di belakang retina 391
&_Miopia oleh mata yang tidak berakomodasi. Hal ini disebabkan
Definisi mata memiliki power optik yang terlalu rendah.
Miopia merupakan keadaan dimana bayangan dari
obyek yang jauh difokuskan di depan retina oleh mata Klasifikasi
yang tidak berakomodasi. Hal ini disebabkan mata Hipermetropia dapat diklasifikasikan atas:
memiliki kekuatan optik yang terlalu tinggi karena 1. Hipermetropia manifes: didapatkan tanpa pembe-
kornea yang terlalu cembung atau panjang aksial bola rian sikloplegik dan dapat dikoreksi dengan lensa
mata yang terlalu besar. terkuat. Dibagi atas dua:
a. Absolut: tidak dapat diimbangi dengan akomo-
Klasifikasi dasi;
Miopia diklasifikasikan berdasarkan derajatnya: b. Fakultatif: dapat diimbangi dengan akomoda-
si. Apabila diberikan lensa positif yang tepat, Etiologi
maka otot akomodasi akan mengalami relak- I. Kelainan kornea: terdapat perubahan
sasi. kelengkungan kornea, diuji dengan tes Placido.
2. Hipermetropia laten: selisih antara hipermetropi 2. Kelainan pada lensa: kekeruhan pada lensa
total dan manifes. Hipermetropi laten ini diatasi (katarak insipien a tau imatur).
oleh pasien dengan melakukan akomodasi terus
menerus. Klasifikasi
3. Hipermetropia total: hipermetropia laten dan I. Astigmatisma reguler.
manifes, didapatkan setelah pemeriksaan dikerja- Terdapat 2 meridian utama yang saling tegak
kan dengan sikloplegik. lurus (meridian dengan daya bias maksimal dan
meridian dengan daya bias minimal)
Manifestasi Klinis a. Astigmatisma with the rule, kekuatan refraksi
I. Bila lebih dari 3 D, atau pasien berusia tua, pengli- yang lebih besar berada pada merdian vertikal
hatan jauh kabur. kornea. Biasanya lebih sering pada anak-anak.
2. Penglihatan dekat cepat buram. b. Astigmatisma against the rule. kekuatan re-
3. Nyeri kepala yang muncul dipicu oleh melihat fraksi yang lebih besar berada pada meridian
dekat dalam jangka panjang. horizontal kornea. Biasanya lebih sering pada
4. Sensitif terhadap cahaya. dewasa.
5. Spasme akomodasi. 2. Astigmatisma ireguler.

Pemeriksaan Refraksi pada Hipermetropia Berdasarkan letak titik fokus meridiannya astigmatis-
a. Tambahkan kekuatan lensa sferis positif hingga ma dapat dibagi atas:
pasien dapat membaca huruf pada baris 6/ 6. I. Astigmatisma miopia simpleks: fokus bayangan
b. Apabila huruf pada baris 6/6 sudah tercapai, maka pada salah satu meridian jatuh di depan retina.
kekuatan lensa ditambahkan +0.25 D dan tanya- 2. Asitmatisme miopia kompositus: fokus bayangan
kan apakah masih dapat melihat huruf tersebut. kedua meridian jatuh di depan retina.
c. Apabila pada penambahan +0,25 D masih dapat 3. Astigmatisma campuran: fokus bayangan salah
terlihat jelas huruf pada baris 6/ 6 maka tambah- satu meridian jatuh di depan retina dan meridian
kan lagi kekuatan lensa hingga pandangan menja- lain jatuh di belakang retina.
di kabur. maka derajat hipermetropia yang dicatat 4. Astigmatisma hiperopia simpleks: fokus bayangan
adalah kekuatan lensa terbesar yang memberikan salah satu meridian jatuh di belakang retina.
tajam penglihatan terbaik. 5. Astigmatisma hiperopia kompositus: fokus
d. Kerjakan cara yang sama pada mata yang lain. bayangan kedua meridian jatuh di belakang retina.

Tata Laksana Manifestasi Klinis


Hipermetropia diperbaiki dengan lensa sferis posi- I. Penglihatan buram.
tif dengan kekuatan terbesar yang dapat memberikan 2. Terdapat head ti/ting.
tajam penglihatan terbaik sesuai dengan catatan hasil 3. Pasien sering kali menengok untuk dapat melihat
pemeriksaan. Pada mata yang disertai esoforia (ke- dengan jelas.
cenderungan mata untuk berdeviasi ke aksis dalam) . 4. Pasien sering kali menyipitkan mata untuk dapat
maka diberikan koreksi penuh. Apabila mata dengan melihat denga jelas.
eksoforia (kecenderungan mata untuk berdeviasi ke 5. Bahan bacaan didekatkan agar menjadi lebih jelas.
aksis luar), maka dikoreksi dengan under-correction.
Pemeriksaan Refraksi pada Astigmatisma
392 Edukasi a. Apabila didapatkan perbaikan tajam penglihatan
Sebaiknya kacamata digunakan untuk membantu terbaik dengan lensa sferis kurang dari 6/ 6 dan
relaksasi otot-otot mata baik saat melihat jauh dan masih membaik dengan pemasangan pinhole.
terutama saat melihat dekat. maka dapat dicurigai pasien mengalami astigma-
tisma.
C. Astigmatisma b. Berikan lensa sferis positif yang cukup besar pada
Definisi mata tersebut untuk memberikan refraksi miopik
Astigmatisma merupakan keadaan di mana mata pada mata pasien (misal +3.00 D).
menghasilkan bayangan dengan titik fokus multipel. c. Pasien diminta untuk melihat juring astigmat dan
Astigmatisma dapat dibagi atas dari kornea, lentiku- diminta untuk menentukan garis juring astigmat
lar, atau retina. yang paling jelas.
d. Apabila pasien masih belum dapat menentukan
mana garis yang paling jelas, maka lensa sferis Tata Laksana
positif tersebut dikurangi sedikit-sedikit hingga Presbiopia dapat ditangani dengan memberikan kaca-
terlihat satu garis yang paling jelas. mata. Berdasarkan rentang usianya, dapat diberikan
e. Berikan koreksi lensa silindris negatif pada aksis kacamata sebagai berikut:
tegak lurus dengan gar is yang terlihat paling jelas. + l .O D untuk usia 40 tahun;
f. Kekuatan lensa silindris minus perlahan-lahan di- +1,5 D untuk usia 45 tahun:
naikkan hingga pasien dapat melihat garis pada +2,0 D untuk usia 50 tahun;
juring astigmat sama jelasnya. +2,5 D untuk usia 55 tahun;
g. Apabila lensa silindris negatif yang digunakan +3,0 D untuk usia 60 tahun.
lebih dari -0,75 D maka lensa positif ditambah-
kan +0,25 D setiap kenaikan silinder -0,5D untuk Tata Laksana Kelainan Refraksi Lainnya
mempertahankan keadaan fogging. Lensa Kontak
h. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemeriksaan de- Terdapat beberapa macam lensa kontak.
ngan menggunakan diagram Snellen. 1. Hard contact lens digunakan untuk memperbaiki
Apabila tajam penglihatan belum 6/6 maka ku- kelainan refraksi dengan mengubah kurvatura
rangi sedikit-sedikit kekuatan lensa sferis positif. dari permukaan depan mata. Kekuatan refraksi to-
tal terdiri atas kurvatura belakang lensa, kurvatura
Tata Laksana basis, dan kekuatan lensa itu sendiri. Lensa kontak
Pada pasien astigmat anak, berikan koreksi astig- jenis ini terutama diindikasikan untuk memperbai-
mat penuh. ki astigmatisme irreguler.
Pada pasien astigmat dewasa, dicoba untuk dibe- 2. Soft contact lense, mengikuti kelengkungan kor-
rikan koreksi astigmat penuh. Pasien diedukasi nea. Kekuatan lensa ini ada karena adanya perbe-
bahwa terdapat kemungkinan pusing selama pe- daan antara kurvatura bagian depan dan belakang.
makaian kacamata. Penggunaan lensa ini akan memperbaiki astigma-
Untuk menurunkan distorsi, gunakan lensa tisma sedikit, kecuali apabila ditambahkan koreksi
silinder negatif. silindris untuk membuat toric Jense.

D. Presbiopia Bedah Refraksi


Definisi Bedah refraksi merupakan teknik bedah yang bertu-
Presbiopia merupakan kondisi yang muncul akibat juan untuk mengkoreksi kelainan refraksi. Berbagai
proses penuaan dan berujung pada tidak cukupnya teknik antara lain:
daya akomodasi untuk kerja dekat pada pasien yang 1. Radial keratotomy (RK): prosedur insisi yang digu-
gangguan refraksi jauhnya telah diperbaiki. nakan untuk mengkoreksi kelainan refraksi sfero-
silindris.
Etiologi 2. Photorefractive keratectomy (PRK): kornea diben-
Penuaan mengakibatkan berkurangnya elastisitas tuk ulang dengan menggunakan laser excimer.
lensa sehingga lensa tidak dapat berakomodasi. PRK melibatkan pengangkatan dan ablasi laser
lapisan Bowman dan jaringan stroma kornea ba-
Manifestasi Klinis gian anterior. PRK dapat digunakan pada pasien
1. Penurunan tajam penglihatan pada penglihatan dengan kornea yang tipis.
dekat, terutama apabila pencahayaan yang ku- 3. Laser in situ keratomie!usis (LASIK): ablasi dari
rang. stroma kornea dengan menggunakan laser exci-
2. Nyeri kepala dapat dirasakan setelah pasien mer di bawah flap kornea yang dibentuk dengan
mengerjakan tindakan yang memerlukan pengli- alat mikrokeratome atau laser.
hatan dekat dalam jangka panjang. 4. Laser subepithelial keratomielusis (LASEK): meli- 393
batkan pembuatan flap epithelium dengan ban-
Pemeriksaan Presbiopia tuan alkohol terdilusi, kemudian mereposisi flap
a. Pasien diberi kartu baca dengan jarak baca 30-40 setelah ablasi laser pada stroma dikerjakan.
cm.
b. Pasien diminta membaca huruf terkecil pada kartu Sumber Bacaan
baca. I. Eva PR. Optics and refraction. Dalam: Riordan-Eva P.
c. Berikan lensa sferis + 1,00 D dinaikan perlahan Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury·s ge neral oph-
hingga tulisan terkecil pada kartu baca terbaca. thalmology. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
d. Pemeriksaan dilakukan satu mata terlebih dahulu 2. Scott CA. Testing of refraction. Dalam: Yanoff M. Duker JS,
baru dilanjutkan mata yang lainnya. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4.
Philadelphia: Mosby Elsevier: 2013.
3. Ang L. Azar DT. Laser subepithelial keratomileusis (LASEK) my. Dalam: Yanoff M. Duker JS. penyunting. Yanoff & Duker
and epi-LASIK. Dalam: Yanoff M. Duker JS. penyunting. ophthalmology. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier:
Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4. Philadelphia: 2013.
Mosby Elsevier; 2013. 7. American Academy of Ophthalmology (AAO) Refractive
4. Kramarevsky N. Hardten DR. Excimer laser photorefractive Management/Intervention Panel. Hoskins Center for Qual-
keratectomy. Dalam: Yanoff M. Duker JS. penyunting. Yanoff ity Eye Care. Refractive errors & refractive surgery. San
& Duker ophthalmology. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby El- Francisco: AAO; 201 2.
sevier; 2013. 8. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kirana. Panduan praktik
5. Wilkinson PS. Davis EA. Hardten DR LASIK. Dalam: Yanoff klinik (PPK) . Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Kira-
M. Duker JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. na; 201 2.
Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier; 201 3.
6. Assil KK. Hallak J. Azar D. Radial and astigmatic keratoto-

Retinopati
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Retinopati yang akan dibahas dalam bagian ini adalah Klasifikasi


retinopati diabetikum, retinopati hipertensif. dan reti- Klasifikasi retinopati diabetik dapat dilihat di Tabel 1.
nopati prematuritas. Penjelasan:
Mikroaneurisma: titik-titik merah kecil, perda-
A. Retinopati Oiabetik rahan kecillblood dot, seringkali berawal dari sisi
Oefinisi temporal fovea, sulit dibedakan dengan perdara-
Suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh han titik.
kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang Perdarahan retina: flam e-shaped (perdarahan
meliputi arterial pre-kapiler retina, kapiler-kapiler, serabut saraf retina). konfirgurasi 'dot/ blot' ber-
dan vena retina. warna merah (perdarahan intraretina) , berbentuk
Retinopati diabetik, kelainan retina yang mun- bulat gelap (infark retina).
cul pada seluruh pasien dengan diabetes melitus Eksudat Lesi berwarna kekuningan dengan batas
berkepanjangan, merupakan salah satu penyebab yang tegas, dengan konfigurasi gumpalan atau
kebutaan yang paling umum. Pasien dengan diabetes cincin pada kutub posterior, mengelilingi mikroan-
melitus (OM) tipe I tidak mengalami retinopati hingga eurisma.
3-5 tahun awitan penyakit, sementara mereka dengan Edema makula diabetikum: penebalan retina yang
OM tipe II sering mengalami retinopati pada saat di- paling baik dideteksi dengan slit-lamp dengan len-
agnosis. sa kontak. Edema makula yang bermakna secara
klinis (clinically significant makula edema (CSME)J
Faktor Risiko adalah sebagai berikut:
1. Lamanya pasien menderita diabetes. Setelah 10 ta- Cotton wool spot; Lesi superfisial beruku-
hun. 60% pasien mengalami retinopati. dan setelah ran kecil , berwarna keputihan, dengan
I 5 tahun, 80% pasien mengalami retinopati; gambaran mirip kapas yang dapat terlihat
2. Beratnya hiperglikemia. Pasien OM tipe 1 lebih pada retina di belakang ekuator bola mata.
394 banyak mendapat keuntungan dari pasien OM tipe Perubahan vena: termasuk dilatasi dan pening-
2 dengan kontrol kadar gula darah yang baik. Pe- katan lekukan, looping, beading, dan segmentasi
ningkatan HbA I c merupakan faktor risiko kejadi- mirip sosis.
an penyakit proliferatif; Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA):
3. Peningkatan kadar lipid serum; pirau arteri-vena yang bergerak dari arterial retina
4. Kehamilan; menuju venula, tanpa melewati kapiler. Oitandai
5. Hipertensi; dengan garis intraretina halus, iregular berwarna
6. Nefropati; merah yang berjalan dari arterial menuju venula,
7. Lain-lain (merokok, usia, jenis diabetes. inaktivitas tanpa menyeberangi pembuluh darah besar.
fisik, dan penggunaan penghambat ACE). Perubahan arteri: dilatasi arteri ringan merupakan
gambaran iskemi awal. Saat iskemi memberat,
Tabel 1. Klasifikasi Retinopati Diabetik Berdasarkan Early Treatment Diabetic Retinopathy Study

Retlnopatl Diabetlk Nonproliferatlf · NonprollferarJve DiaberJc Rerinopathy (NPDR)

Ringan: hanya ada mikroaneurisma

Sedang: adanya cemuan patologis lain selain mikroaneurisma namun lebih ringan
dibandingkan/tidak memenuhi kriterla NPDR berat.

Berat: salah sacu dari kriceria berikut canpa adanya canda retinopati diabetik proliferatif:
I. Adaya perdarahan intraretina berat dan mikroaneurisma pada masing- masing 4 kuadran:
2. Adanya beading vena pada 2 kuadran atau lebih:
3. lnrra retinal microvascular abnormalities (IRMA) sedang pada I atau lebih kuadran.

Sangat berat ditemukan;;: 2 krlterla untuk krlterla berat.

Recinopati Diabetik Proliferacif - Proliferative Diabetic Retinopachy (PDR)

1. Adanya neovaskularlsasl
2. Adanya perdarahan vicreus acau perdarahan praretina

maka gambaran yang muncul adalah penyempitan a. Tanpa retinopati atau dengan NPDR sedang:
perifer, silver-wiring dan obliterasi, mirip dengan setiap 3-12 bulan.
oklusi arteri cabang. b. NPDR berat atau lebih buruk: setiap 1-3 bulan.
Pencegahan retinopati terutama dikerjakan dengan:
PDR memberikan gambaran khusus pada pemeriksa- l. Melakukan kontrol ketat terhadap gula darah;
an oftalmologi, yaitu: 2. Pada pasien DM dengan hipertensi, dilakukan kon-
1. New vessel at the disc (NVD) merupakan neovasku- trol tekanan darah.
larisasi di atau dalam satu diameter diskus dari pa-
pil nervus optikus. Tata Laksana
2. New vessel elsewhere (NYE) merupakan neovasku- Secara singkat, terapi untuk retinopati diabetik
larisasi yang jauh dari disk us, yang dapat menga- dapat diringkas dalam Tabel 2. Terapi dikerjakan oleh
kibatkan fibrosis apabila bertahan lama. dokter spesialis mata.
3. New vessel on the iris (NVn merupakan neovasku- Follow-up dikerjakan sesuai dengan indikasi se-
larisasi pada iris, disebut juga rubeosis iridis, dan bagai berikut:
memiliki kemungkinan berlanjut menjadi glauko- a. NPDR ringan: setiap 6-12 bulan;
ma neovaskular. b. NPDR sedang:
a. Tanpa edema makula: setiap 4-6 bulan tanpa
Manifestasi Klinis memerlukan pemeriksaan fundus fluorescein
Manifestasi klinis pada awalnya asimtomatis. Pada angiography (FFA) atau ocular coherence to-
kasus yang lebih berat, biasanya dapat ditemukan mography (OCT).
penyempitan lapang pandang, floater (bercak hitam b. Dengan edema makula: setiap 2-4 bulan, de-
pada lapang pandang) , penurunan tajam penglihatan. ngan pemeriksaan penunjang FFA dan/atau
OCT. 395
Skrining dan Pencegahan c. NPDR berat:
Skrining diperuntukkan bagi: a. Tanpa edema makula: Setiap 4 bulan, pemerik-
l. Penderita DM tipe l: 3-5 tahun setelah diagnosis saan FFA diindikasikan.
DM tipe l , dan dilanjutkan dengan follow-up se- b. Dengan edema makula: setiap 2-4 bulan.
tiap tahun. d. PDR dengan atau tanpa CSME: setiap 2-3 bulan,
2. Penderita DM tipe 2: pada saat diagnosis DM tipe e. Pada PDR dengan komplikasi yang tidak dapat
2 ditegakkan dan dilanjutkan dengan follow-up ditangani dengan terapi laser, maka dikerjakan
setiap tahun. pemeriksaan setiap 6 bulan.
3. Sebelum kehamilan (DM tipe l dan DM tipe 2):
skrining dikerjakan sebelum konsepsi dan pada B. Retinopati Hipertensi
awal trimester satu, dengan follow-up: Definisi
Tabel 2. Rekomendasi Terapi Reti nopati Diabetik Berdasarkan Beramya Retinopati.

K('tH'rada<m <•tlt•mc1
Panretinal Focal dan/
B('I atnya nmkula yang Follow up Fluoresm
photocoagulation atau grid
R<'tinopati hP1 maknc1 st•cara (hulan) laser angiograplJy laser
klinis

Normal atau NPDR Tidak Tidak


Tidak ada 12 Tidak dikerjakan
minimum dikerjakan dikerjakan

Tidak Tidak
Tidak ada 6-12 Tidak dikerjakan
NPDR ringan dikerjakan dikerjakan
hingga sedang
Ada 2-4 Tidak dikerjakan Biasanya Biasanya

Tidak
Tidak ada 2-4 Terkadang Jarang
NPDR berat dikerjakan
Ada 2-4 Terkadang Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 2-4 Terkadang Jarang
dikerjakan
PDR risiko rendah
Ada 2-4 Terkadang Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 2-4 Biasanya Jarang
dikerjakan
PDR risiko tinggi
Ada 2-4 Biasanya Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 6-12 Tidak dikerjakan Biasanya
PDR inaktif dikerjakan
Ada 2-4 Tidak dikerjakan Biasanya Biasanya

Keterangan: PDR. proliferative diabetic r etinopathy: NPRD. non-proliferative diabetic retinoparhy

Retinopati hipertensi merupakan kumpulan kelain- arteri-vena (Salus sign).


an vaskularisasi retina yang secara patologis ber- c. Derajat 3:
hubungan dengan kerusakan mikrovaskular akibat Gambaran arteriol 'Copper-wiring·:
peningkatan tekanan darah. Pada hipertensi malig- ii. Pergeseran dari vena distal dari penye-
num, dapat terjadi gangguan penglihatan. berangan arteri-vena;
iii. Berkurangnya vena pada kedua sisi
Manifestasi Klinis penyeberangan (tanda Gunn) dan deflek-
1. Pada kasus malignum : skotoma, nyeri kepala, si vena.
diplopia, pengelihatan terasa lebih gelap, dan fo- d. Derajat 4: 'Silver-wiring' dari arteriol yang ber-
topsia (tampak seperti ada cahaya). hubungan dari perubahan grade 3.
2. Penyempitan arteri, bisa bersifat fokal atau ge-
neralisata. Diagnosis oftalmoskopik sulit untuk Tata Laksana
ditegakkan apabila muncul penyempitan generali- Pada dasarnya, retinopati hipertensi saja jarang
sata. mengakibatkan hilangnya penglihatan. Terapi teruta-
3. Cotton wool spot: muncul pada hipertensi berat. ma diarahkan pada keadaan sistemik yang mendasari
4. Kebocoran vaskular: ha! ini dapat mengakibatkan penyakit ini, yaitu hipertensi yang dialami oleh pasien.
396 temuan berupa gambaran flame shape dan edema Kontrol hipertensi dapat mencegah progresi penyakit,
retina. akan tetapi penyempitan dan perubahan lain yang
5. Arteriosklerosis: melibatkan penembalan dari terjadi biasanya permanen. Pada retinopati hipertensi
dinding pembuluh darah. Secara umum, arterios- malignum, maka dilakukan terapi dengan menurunk-
klerosis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: an tekanan darah yang meningkat secara mendadak
a. Derajat l : pelebaran ringan dari refleks cahaya secara terkontrol (lihat Bab Krisis Hipertensi).
arteriol, dengan atenuasi menyeluruh ringan
dari arteriol, terutama cabang-cabang kecil C. Retinopati Prematuritas
dan mulai tidak nampaknya vena. Definisi
b. Derajat 2: pelebaran nyata dari refleks cahaya Retinopati prematuritas merupakan retinopati
arteriol dan defl eksi vna pada penyeberangan proliferatif yang melibatkan neonatus prematur de-
ngan berat badan yang sangat rendah dan telah ter- berat lahir kurang dari 1500 g. Skrining dikerjakan
pajan oleh oksigen dengan konsentrasi sangat tinggi. dengan menggunakan oftalmoskop 28 D dan diker-
Untuk mendefisinisikan lokasi anteroposterior jakan antara minggu 4-7 sejak kelahiran. Pupil dapat
dari retinopati prematuritas, tiga zona konsentrik de- didilatasi dengan siklopentolat 0,5% dan phenyleph-
ngan pusat pada diskus optik digunakan: rine 2,5%.
I. Zona I: area dengan jari-jari dua kali jarak dari
diskus menuju pusat makula. Tata Laksana
2. Zona 2: area dari batas zona I , dengan radius dari Pasien dirujuk ke dokter spesialis mata untuk menda-
pusat diskus menuju ora serata bagian nasal. patkan tindakan dan pengobatan berupa:
3. Zona 3: terdiri atas bagian berbentuk bulan sabit I. Fotokoagulasi laser.
sisa dari zona 2. 2. Vitrektromi pars plana dengan menyisakan lensa.
3. Agen anti-VEGF (vascular epithelial growth factor)
Staging intravitreus. Terapi ini belum dikerjakan secara
Stage I: digambarkan sebagai kondisi dengan ada- rutin.
nya garis tipis, datar, berkelok, berwarna putih-ka-
buan yang bergerak paralel dengan ora serrata. Sumber Bacaan
Stage 2: berasal dari bagian garis demarkasi, I. Kanski JJ, Bowling B, penyunting. Clinical ophthalmology.
memiliki tinggi dan lebar, dan meluas melebihi a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But-
area dari retina. tenworth-Heinnemann: 20 I I.
Stage 3: meluas hingga menuju vitreus. 2. Fletcher EC. Chong NV. Retina. Dalam: Riordan-Eva P.
Stage 4: ablasio retina parsial, terbagi atas fovea Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury"s general oph-
dan ekstrafovea. Ablasio biasanya konkaf dan ber- thalmology. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
orientasi sirkumferensial. 3. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kirana. Panduan prak-
Stage 5: ablasio retina menyeluruh. tik klinik (PPK). Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
Kirana: 2012.
Skrining 4. American Academy of Ophthalmology (AAO) Retina Panel.
Skrining dikerjakan pada neonatus yang lahir pada Hoskins Center for Quality Eye Care. Diabetic retinopathy.
usia gestasi 31 minggu atau kurang. atau memiliki San Francisco: AAO: 2012.

148.II
Kompclensi 1V
Blefaritis
•• Novita Suprapto, Yunia lrawati

Klasifikasi dan Definisi Staphylococus


Blefaritis dibagi menjadi dua, yakni anterior dan Etiologi: Staphylococcus aureus 397
posterior. Blefaritis anterior merupakan peradangan Gejala dan tanda :
pada tepi palpebra yang dihubungkan dengan infeksi Konjungtiva papiler (apabila terjadi
Staphylococcus aureus atau blefaritis seboroik Ble- reaksi hipersensitifitas pada exotoksin
faritis seboroik erat kaitannya dengan dermatitis yang staphylococus)
melibatkan kulit kepala. Skuama kering
Blefaritis posterior merupakan peradangan yang Palpebra eritema
dikaitkan dengan tidak berfungsinya kelenjar Meibom Terdapat ulkus pada tepi palpebra
atau dengan nama lain Meibomitis/Meibomian gland Bulu mata rontok
dysfunction (MGD). Blefaritis posterior juga dapat Telangiectasi
berhubungan dengan rosacea pada wajah. Hubungan Seboroik
langsung antara palpebra dengan permukaan mata Etiologi: Pityrosporum ovale
akan menyebabkan perubahan konjungtiva dan kor- Gejala dan Tanda :
nea terutama pada keadaan blefaritis kronis. Skuama berminyak
Tidak terjad i ulserasi
Jenis Blefaritis: Mix staphylococcus dan seboroik
I . Blefaritis Anterior, tipe: Gejala dan Tanda :
Gabungan sisik kering dan berminyak kloramfenikol/eritromisin atau sulfacetamid) 3x sehari.
Pada pemeriksaan kerokan tepi dapat Dapat digunakan kombinasi antibiotik dengan steroid
ditemukan S. aureus atau P. Ovale topikal untuk meredakan gejala apabila dengan antibi-
2. Blefaritis Posterior otik saja tidak ada perubahan, tetapi hindari penggu-
Tipe: Meibom dan Meibomianitis naan yang terlalu sering dan lama. Pada blefaritis se-
3. Campuran blefaritis anterior dan posterior boroik perlu diatasi seboroik yang tampak pada kepala
dan alis. Sedangkan pada blefaritis posterior diterapi
Gejala dan Tanda dengan tetrasiklin salep mata 3x sehari dan dosisik-
Blefaritis sering timbul pada usia muda atau usia lin oral Zx 1OOmg, dan terapi air mata buatan untuk
pertengahan. Gejala umum yang dirasakan seperti ga- mengatasi mata kering.
tal pada tepi palpebra. rasa terbakar. iritasi terutama
pada pagi hari hingga mata berair dan lelah. Mata yang Prognosis
terkena dapat terlihat merah dan pada ujung palpebra Baik tetapi dapat timbu l berulang dan menjadi kronis.
atas atau bawah dekat bulu mata dapat ditemukan
krusta yang menggantung. Pada blefaritis posterior Sumber Bacaan
gejala dirasakan apabila sudah tahap berat. I. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a g lance. London: Black-
well Publishing: 2005.
Diagnosis Banding 2. La ng GK. Ophthalmology a short textbook. New York:
Mata kering (bisa menyebabkan gejala yang sama, Thieme: 2000.
iritasi berkembang dalam beberapa hari). Infiltrasi tu- 3. Garcia-Ferrer FJ. Schwab IR. Shetlar DJ. Dalam: Riordan-Eva
mor palpebra dipikirkan apabila ditemukan blefaritis P. Whitcher JP. penyunti ng. Vaughan & Asb ury's general
kronis unilateral dan berhubungan dengan madarosis. ophthalmo logy. Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill:
20 11.
Tata Laksana 4. Ledfo rd JK. Hoffman J. Qu ick reference dictiona1y of eye-
Pengobatan rutin yaitu "eyelid hygine" atau mem- care terminology. Ed isi ke-5. Amerika Serikat: SLACK Imer-
bersihkan palpebra dengan kapas/cotton bud yang su- corporated: 2007.
dah dicelupkan air hangat/ larutan bikarbonat/sampo 5. James B. Bron A. Lecture notes on ophthalmo logy. Edisi ke-
bayi non detergent yang sudah diencerkan, dilanjut- 11. Amerika Serikat: Wiley-Blackwell: 2012.
kan dengan pijatan palpebra untuk membantu sekresi 6. Scholete T. Pocket at las of op hthalmology. New York:
kelenjar Meibom. Pada blefaritis yang disebabkan oleh Thieme: 2006.
S. aureus diberikan juga salep antibiotik (tetrasiklin/

Ektropion
Novita Suprapto, Yunia Irawati
398
Definisi kantus medial atau lateral) yang dihubungkan dengan
Berputarnya tepi kelopak mata (margo palpebra) men- penuaan, pada umumnya terjadi pada kelopak mata
jauhi bola mata. biasanya terjadi pada palpebra bawah. bawah yang disebabkan oleh efek gravitasi. Ektropi-
Ektropion dibagi menjadi ektropion kongenital, ektro- on kongenital disebabkan oleh karena pemendekan
pion senilis (involusional) , ektropion paralitik, dan ek- dari lame! anterior kelopak mata. Ektropion sikatrik
tropion sikatrik. disebabkan karena kontraktur lamela anterior atau
kehilangan lapisan kulit akibat trauma panas, kimia,
Epidemiologi mekanik, operasi, dan kerusakan kulit akibat inflamasi
Ektropion senilis (involusional) berhubungan de- kronis seperti penyakit dermatitis atopik rosasea dan
ngan usia. sering pada usia tua dan banyak terjadi herpes zoster. Ektropion paralitik biasanya disebabkan
secara bilateral. sedangkan pada ektropion kongenital paralisis atau palsy nervus fasia lis (N.vm.
kasus jarang ditemukan.
Gejala dan Tanda
Patogenesis Tepi kelopak mata menjauhi bola mata, mata merah
Ektropion senilis (involusional) biasanya disebab- atau mudah iritasi pada mata, berair, dan dapat timbul
kan oleh kekenduran kelopak mata horizontal (tendon keratitis.
Terapi 2. James B. Bron A. Lecture notes on ophthalmology. Edisi ke-
Terapi awal dapat diteteskan lubrikanlartificial tears 11. Ame rika Serikat: Wiley-Blackwell: 2012.
(eye drop/eye gel) dan selanjutnya dirujuk untuk 3. Lang GK. Ophthalmology a short textbook. New York:
dilakukan pembedahan. Thieme: 2000.
4. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
Prognosis well Publishing: 2005.
Baik setelah dilakukan tindakan bedah. 5. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. a
systematic app roach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
Sumber Bacaan worth-He innemann; 20 I l .
l. Scholete T. Pocket atlas of ophthalmology. New York: 6. Michele B. Ectropion. fundamentals of clinical ophtalmology
Thieme: 2006. plastic and orbi tal surgery. London: BMJ: 200 l.

Entropion
Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi Diagnosis
Berputarnya tepi kelopak mata (margo palpebra) ke Pemeriksaan kelopak yang harus dilakukan yaitu snap
arah bola mata. Entropion kelopak mata bawah umum- test. blink test, distraction test lateral dan medial, serta
nya involusional, sedangkan entropion sikatrik lebih eversi kelopak.
sering ditemukan pada kelopak mata atas. Bisa terjadi
unilateral atau bilateral. Diagnosis Banding
Epiblepharon harus dibedakan dengan entropion kon-
Epidemiologi genital.
Paling banyak ditemukan jenis entropion senilis/in-
volusional dan tidak ada kaitannya dengan predispo- Tata Laksana
sisi jenis kelamin. Pada entropion kongenital banyak Terapi awal dengan pemberian lubrikan pada mata dan
ditemukan di Asia dibanding Eropa. dilanjutkan untuk tindakan pembedahan. Pada entro-
pion spastik dapat diberikan injeksi toksin botulinum.
Jenis berdasarkan Etiologi dan Patogenesis
Entropion senilis/involusional disebabkan oleh Prognosis
overriding m. orbicularis oculi preseptal ke pre- Tergantung pada etiologi dan patogenesis yang men-
tarsal. kekenduran dari kelopak mata, disinsersi dasari. Prognosis terburuk didapatkan oleh entropion
retraktor kelopak, dan atrofi lemak dari lapisan sikatrik yang disebabkan inflamasi kronis.
kelopak.
Entropion sikatrik terjadi karena kontraktur dari Sumber Bacaan 399
vertikal tarso konjungtiva yang disebabkan Iuka l. Scholete T. Pocket atlas of ophthalmology. New York:
bakar, cedera sebelumnya, inflamasi (khususnya Thieme: 2006.
pemfigoid, sindrom Steven-Johnson, trakoma) , 2. James B, Bron A. Lecture notes on ophthalmology. Edisi ke-
trauma atau pembedahan. 11. Amer ika Serikat: Wiley-Blackwell: 20 12.
Entropion kongenital, yaitu adanya inversi margo 3. Lang GK. Ophthalmology a sho rt textbook. New York:
kelopak mata umumnya terkait disgenesis retrak- Thieme: 2000.
tor kelopak mata bawah. defek struktur tasus, dan 4. Arthur LSW. Constable U. Colo r atlas of op hthamology. Edisi
pemendekan lame! posterior. ke-3. Amerika Serikat: World Scientific Publishing: 2007.
Entropion spastik erat kaitannya dengan blefaro- 5. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
spasme esensial. we ll Publishing: 2005.
6. Kanski JJ, Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology, a
Gejala dan Tanda systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
Tepi kelopak mata berputar ke arah bola mata, mu- worth-Heinnemann: 20 11.
dah iritasi pada mata, dan mata merah. Apabila entro- 7. Ewa n GK. Entropion, fundamentals of clinical ophtalmology
pion sudah kronis. maka ditemukan komplikasi pada plastic and orbital surgery. London: BMJ: 200 l.
kornea.
Hordeolum
Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi bulu mata tersebut dan diberikan salep antibiotik


Nodul infeksi atau inflamasi akut pada satu atau lebih mata topikal (tetrasiklin atau kloramfenikol) untuk
kelenjar di palpebra. mengurangi gejala. Apabila dalam 48 jam tidak ada
perbaikan, maka dapat dilakukan insisi atau drainase
Patogenesis jika diketahui ada nanah. lnsisi pada hordeolum inter-
Hordeolum disebabkan oleh infeksi sekunder na dilakukan secara vertikal untuk menghindari terpo-
kelenjar sebasea. Hordeolum dibagi menjadi dua. tongnya kelenjar Meibom sedangkan pada hordeolum
Hordeolum interna mengenai kelenjar Meibom, se- eksterna dilakukan insisi secara horizontal. lnsisi terse-
dangkan apabila kelenjar zeis atau moll terkena maka but dilakukan dengan anetesi lokal (topikal dan infil-
disebut hordeolum eksterna. tratif) serta sendok kuret khusus untuk mengeluarkan
isi nodul, setelah itu diberikan salep mata (tetrasiklin/
Etiologi kloramfenikol 3x sehari) dan dilanjutkan selama 3-7
Pengaruh secara intensif dari infeksi akut bakteri hari.
tersering dikarenakan Staphylococcus aureus atau pro-
ses alergi. Hordeolum bisa berhubungan dengan diabe- Prognosis
tes, penyakit gastrointestinal atau akne. Baik dan dapat timbul berulang.

Gejala dan Tanda Sumber Bacaan


Gejala inflamasi seperti edema. merah, sensasi 1. Ledford JK, Hoffman ]. Qu ick reference dictionary of eye-
panas, nyeri pada nodul, dan biasanya timbul uni- care terminology. Edisi ke-5 . Amerika Serikat: SLACK lnter-
lateral. Pada hordeolum eksterna hordeolum muncul corporated: 2007.
2. Garcia-Ferrer FJ. Schwab IR. Dalam: Riordan-Eva P. Whi tc h-
pada batas kelenjar keringat berada. Pada hordeolum
er JP, penyunting. Vaughan & Asbury's general ophthalmol-
interna biasanya disertai dengan reaksi yang lebih be-
ogy. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
rat seperti konjungtivitis atau kemosis. 3. Kansk i JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. a
systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
Diagnosis Banding worth-Heinnemann: 20 11.
Kalazion (pada palpasi teraba Jebih lunak) dan infla- 4. Frederick T, Frederick W, Wiley A. Clinical ocular toxicology.
masi dari kelenjar lakrimal Uarang terjadi dan terasa Phi ladelphia: Elsevier Sau nders: 2008.
lebih sakit). 5. Arthur LSW. Constable U. Color atlas of ophthamology. Edisi
ke-3. Ame rika Serikat: World Scientific Publishing: 2007.
6. Lang GK. Ophthalmology a short textbook. New York:
Tata Laksana
400 Thieme: 2000.
Pada gejala ringan dapat menggunakan kompres
7. Olver]. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
hangat 10-15 menit, 3-4 kali sehari. Bila diketahui well Publishing: 2005.
keterlibatan bulu mata dapat dilakukan pencabutan

Kalazion
Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi terjadi penyumbatan sekresi kelenjar.


Radang granulomatosa yang timbul akibat proses
inflamasi karena sumbatan pada kelenjar Meibom atau Etiologi dan Patofisiologi
tersumbatnya sekresi kelenjar sebasea. Pada palpebra, Bahan sebasea yang terperangkap dalam kelenjar
terdapat setidaknya 27 duktus yang berpotensi untuk Meibom dan zeis mendesak jaringan sekitarnya hingga
menyebabkan inflamasi granulomatosa kronis. Infeksi tetap dan tidak membaik dengan terapi. Insisi terse-
tersebut pada umum sering bersifat steril. Infeksi ini but dilakukan dengan anetesi lokal (topikal dan infil-
sering ditemukan pada penderita dermatitis seboroik, tratif) dan sendok kuret khusus untuk mengeluarkan
akne rosacea, dan diabetes melitus. isi nodul, setelah itu diberikan salep mata (tetrasiklin/
kloramfenicol 3x sehari) dan dilanjutkan selama 3-7
Gejala dan Tanda hari. Apabila diagnosis banding tumor kelenjar sebasea
Dapat terjadi pada semua umur dengan gradasi dipikirkan maka harus dilakukan biopsi untuk diperik-
kesakitan yang berhubungan dengan besarnya nodul sakan secara histopatologi.
yang berkembang lambat. Nodul pada lempeng tarsal
dapat satu atau multipel. Gejala inflamasi kronis, tidak Prognosis
nyeri, penekanan pada kornea dapat menyebabkan Jinak apabila tidak timbul berulang.
astigmatis dan kaburnya penglihatan apabila nodul
tersebut berada tepat dibawah palpebra. Sumber Bacaan
I. Ledfo rd JK. Hoffman ]. Quick refere nce dictionary of eye-
Diagnosis Banding care terminology. Edisi ke-5 . Ame rika Serikat: SLACK lnte r-
Hordeolum (pada hordeolum nodul teraba lembut corporated: 2007.
pada palpasi dan reaksi radang akut lebih dominan), 2. Garcia- Fe rrer FJ, Schwab IR. Shetlar DJ. Dalam: Riordan-Eva
granuloma pyogenik, tumor kelenjar sebasea (bersifat P. Whitcher JP, penyunting. Vaughan & Asbu ry"s general
ganas) dapat juga dipikirkan apabila pasien perem- ophthalmology. Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill:
puan usia tua yang sering timbul benjolan di kelopak 2011.
berulang. 3. Kanski JJ. Bowling B. pe nyunting. Clinical ophthalmology. a
systematic approac h. Edis i ke-7 . Edinburgh: Elsevie r Butten-
Tata Laksana worth-Heinnemann: 20 l I.
Bersifat swasirna apabila lesi tersebut berukuran 4. Arthur LSW. Constable U. Color atlas of ophthalmology. Ed-
kecil, dapat hilang dalam beberapa minggu tanpa tera- isi ke-3. Amerika Serikat: World Scientific Publishing: 2007.
pi. Pemberian kompres hangar dapat meredakan geja- 5. Lang GK. Ophthalmology a short textbook. New York:
la. Apabila nodul tidak mengecil maka dapat diberikan Thieme: 2000.
1\1
salep antibiotik (tetrasiklin salep) 3x sehari selama 6. Olve r J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black- rt;
7-14 hari. well Publishing: 2005.
~
Pemberian injeksi steroid intralesi (0.1 -0.2ml tri- 7. Scholete T. Pocket atlas of ophthalmology. New York:
amsinolon lOmg/mL) dapat dilakukan pada kalazion ~
ukuran kecil. lnsisi dan kuret dilakukan apabila nodul
Thieme: 2006.
g.
~
+'

153
Kompetensi IV II

••
Trauma Kimia
Novita Suprapto, Yunia Irawati
iI).,

401

Definisi Epidemiologi
Trauma yang diakibatkan oleh bahan kimia. Biasanya ditemukan pada usia dewasa muda, laki-laki,
dan bekerja di lingkungan industri.
Klasifikasi
Bahan kimia yang dapat menyebabkan kelainan Patofisiologi
pada mata dapat dibedakan menjadi trauma asam dan Derajat trauma dipengaruhi oleh luas permukaan
trauma basa. Trauma basa biasanya didapatkan dari kontak, kedalaman penetrasi, dan derajat keparahan
amonia yang terdapat pada cairan pembersih rumah, sel induk limbal. Trauma kimia basa menyebabkan
potassium hydroxide (KOH), magnesium hydroxide, reaksi saponifikasi atau persabunan. Sedangkan trau-
dan kapur. Sementara itu, trauma asam paling sering ma kimia asam menyebabkan denaturasi dan presipi-
dikarenakan sulfur, hydrofluoric, acetic (CH 3 COOH), tasi protein pada jaringan. Kerusakan trauma kimia
krom (Cr 2 03) , dan hidroklor (HCI). asam cenderung lebih ringan dibanding dengan trau-
ma kimia basa.
Tabel 1. Derajat Klasifikasi Trauma Kimia Mata

Grade I Grade II Grade Ill Grade IV

Defek epitel kornea total dan


Defek epitel Defek epitel kornea dengan Kekeruhan kornea
kekeruhan stroma dan iskemi
kornea tanpa kekeruhan trauma dan iskemik total iskemi ;>: 112
yang melibatkan 1/3 hingga
iskemi limbus kurang dari 1/3 limbus limb us
1/2 limbus

Bahan basa menyebabkan kerusakan kolagen kimia 7,7. Perlu dilakukan eversi palpebra dan irigasi bagian
dan terjadi proses saponifikasi atau persabunan yang forniks untuk membersihkan benda asing dan jaringan
disertai dengan hidrasi. Bahan basa tersebut dapat me- nekrotik.
nembus bilik mata depan dalam waktu ± 7 detik. Se- Pemberian steroid topikal, anti-glukoma dan
dangkan, pada bahan asam langsung terjadi pengenda- sikloplegik diindikasikan untuk 2 minggu pertama
pan atau penggumpalan protein permukaan yang sa- namun setelahnya steroid harus dihindari karena
ngat dipengaruhi pH bahan tersebut, apabila semakin dapat menghambat reepitelisasi.
asam maka akan mempengaruhi prognosis. Menurut
klasifikasi Troft maka trauma basa dibagi menjadi: Komplikasi
Derajat 1: Hiperemi konjungtiva disertai dengan Dapat menyebabkan glaukoma sekunder, simblefaron
keratitis pungtata; dan katarak.
Derajat 2: Hiperemi konjungtiva disertai dengan
hilangnya epitel kornea; Prognosis
Derajat 3: Hiperemi disertai dengan nekrosis Tergantung dari derajat keparahan trauma kimia.
konjungtiva dan lepasnya epitel kornea;
Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak Sumber Bacaan:
50%. 1. Kuhn F. Pieramici DJ. Ocular trauma principles and practice.
New York: Thieme: 2002.

Berdasarkan American Academy of Ophthalmology, 2. lyas S. Penentu ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001.
terdapat klasifikasi Hughes untuk trauma basa karena
3. !yas S. Kedaruratan ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Pen-
alkali (diunduh dari External Disease and Cornea; 2012)
erbit FKUI: 2000.
4. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
402 Tata Laksana
well Publishing: 2005.
Penatalaksanaan awal adalah irigasi secepatnya
5. Riordan-Eva P. Whitcher JP, penyunting. Vaughan & As-
dengan air mengalir atau cairan isotonik (salin normal
bury's general ophthalmology. Edisi ke-18. Philadelphia:
atau ringer Jaktat) dianjutkan selama 15-30 menit McGraw-Hill: 2011.
sebelumnya diberikan anastesi topikal. Dilakukan 6. Weiss JS, American Academy of Ophtalmology. External
pengecekan pH berulang sampai pH mencapai 7,3- disease and cornea: LEO clinical updates. Amerika Serikat:
2012.

Tabel 1. Terapi medikamentosa pada trauma kimia (disadur dari Vaughan & Asbury·s General Ophthalmology. 2007)

Ohat Dos1s

Kortikosteroid topikal Setiap 1-4 jam

Sodium askorbat topikal Setiap 2-4 jam

Sodium sitrat I 0% toplkal Setiap 2-4 jam

Tetrasiklin topikai 4x sehari

Sodium askorbat 2 g 2x seharl P.OS

Doksisiklin l 00 mg 2x sehari P.OS

Terapi Glaukoma Jika diperlukan

Sikloplegik Jika diperlukan


BendaAsing
Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi opak) serta CT scan aksial (gambaran radiolusen).


Adanya benda asing pada mata. Dapat terjadi pada
seorang yang mempunyai akivitas tinggi atau peker- Tata Laksana
ja yang tidak memakai Alat Perlindungan Diri (APD). Benda asing yang terletak superfisial dapat dilaku-
Benda asing dapat mengenai permukaan bola mata, kan irigasi, diambil dengan pemberian anestesi topikal
intraokular atau intraorbita. sebelumnya, bantuan cotton tip aplikator. dan instru-
men (seperti pinset, jarum spuit atau syringe insulin).
Etiologi Sementara itu, pada benda asing yang letaknya lebih
Penyebab tersering dikarenakan trauma mata, dalam dilakukan pembedahan di ruang operasi oleh
jarang menyebabkan kebutaan untuk benda asing spesialis mata. Pemberian antibiotik mata topikal di-
yang ada di permukaan bola mata, edangkan trauma berikan untuk mencegah adanya infeksi.
pada intraokular dan intraorbita dapat menyebabkan
penurunan tajam penglihatan. Sumber Bacaan:
1. Kuhn F. Ocular traumatology. New York: Springer: 2008.
Gejala dan Tanda 2. lyas S. Penentu ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit
Sensasi benda asing, kemerahan pada sekitar benda FKUI: 2001.
asing, atau penglihatan kabur. 3. lyas S. Kedaruratan ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Pe-
ne rbit FKUI: 2000.
Diagnosis 4. Riordan-Eva P, Whitcher JP. penyunting. Vaughan & As-
Dideteksi dengan penlight dan slit lamp untuk bury's general ophthalmology. Edisi ke- 18. Philadelphia:
mencari material benda asing pada skier dan konjung- McGraw-Hill; 2011.
tiva. Dapat juga dideteksi dengan sinar X-ray (radio- 5. Kuhn F. Piera mici DJ. Ocular trauma principles and prac-
tice. New York: Thieme: 2002.

155
Kompetensl Ill II
Trauma Bola Mata 403

•• Novita Suprapto, Yunia Irawati

Beberapa trauma mempunyai mekanisme yang perdarahan tidak berkurang dan terdapat gamba-
kompleks. Agar memudahkan diagnosis maka Bir- ran brill hematom (darah masuk ke dalam rong-
mingham Eye Trauma Terminology (BETT) menya- ga orbita hingga melewati batas septum orbita
makan istilah diagnosis dengan membagi berdasarkan kelopak mata) maka perlu dicurigai pecah arteri
jenis objek dan bentuk trauma (lihat Gambar 1 dan 2). oftalmika yang diakibatkan oleh fraktur basis
kranii.
Diagnosis 2. Edema konjungtiva
Trauma yang diakibatkan oleh benda tumpul dapat Penatalaksanaan dapat menggunakan dekonges-
menyebabkan: tan untuk mencegah pembendungan cairan dida-
l. Hematoma palpebra lam selaput lendir konjungtiva.
Sering terjadi akibat tinju atau benturan benda 3. Perdarahan subkonjungtiva (baca Bab Perdarah-
tumpul. Perlu diteliti apakah melibatkan bagian an Subkonjungtiva)
mata yang lebih dalam atau tidak. Hematom ha- 4. Edema kornea
nya terbentuk segera setelah terjadinya trauma. Terjadi akibat trauma tumpul dengan intensitas
Sebagai terapi dapat segera diberikan kompres keras, menyebabkan edema kornea hingga rup-
dingin untuk menghentikan perdarahan serta ture membrane descement. Penglihatan akan men-
menghilangkan rasa sakit. Apabila dalam 24 jam jadi kabur, rasa sakit, silau dan terlihatnya pelangi
Tabel I. Trauma Pada Bola Mata Menu rut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT)

ferminologi l)pfinisi lleskripsi

Dinding bola mata Sklera dan kornea

Trauma tertutup bola Tidak didapatkan Iuka full thickness dari


ma ta dinding bola mata

Trauma terbuka bola Didapatkan Iuka full thickness dari dinding


ma ta bola mata

Kontusio Tidak terdapat Iuka dinding bola mata

Luka partial thickness. dari dinding bola


Laserasi lamelar
mat a

Luka full thickness dari dinding bola mata Akibat peningkatan TIO yang cepat mengakibatkan
Ruptur
akibat benda tumpul yang ukurannya besar dinding bola mata ruptur pada titik-titik terlemah

Luka full thickness dari bola mata yang Luka diakibatkan oleh mekanisme "outside-in-
Laserasi
disebabkan benda tajam mechanism ".sering ditemukan prolapsjaringan

Jika didapatkan lebih dari satu Iuka. masing-


Penetrating injury Didapatkan Iuka masuk
masing disebabkan oleh benda yang berbeda

Secara teknis disebabkan oleh penetrating injury


IOFB Terdapat 1 atau lebih benda asing namun diklasifikasikan terpisah karena adanya
perbedaan tata laksana dan prognosis

Perforating injury Didapatkan Iuka masuk dan Iuka keluar Kedua Iuka ditimbulkan oleh sebab yang sama

disekitar sumber cahaya yang dilihat. Tata laksana miopi) dan luksasi lensa (putusnya seluruh zonula
404
yang diberikan adalah larutan hipertonik (NaCl zinii yang dibagi menjadi luksasi lensa ke anterior
5%) atau larutan glucose 40%. dan posterior). Pada penanganannya harus dikirim
5. Dislokasi lensa ke dokter mata untuk pengeluaran lensa.
Dislokasi lensa dapat dalam bentuk subluksasi 8. lridoplegia
lensa (putusnya zonula zinii sebagian yang terja- Kelumpuhan otot springter pupil sehingga dida-
di spontan pasca trauma, gambaran iridodenesis, patkan pupil berdilatasi atau midriasis. Pasien
miopi) dan luksasi lensa (putusnya seluruh zonula akan mengeluhkan susah untuk melihat dekat
zinii yang dibagi menjadi luksasi lensa ke anterior (gangguan akomodasi), silau. lridoplegia ber-
dan posterior). Pada penangannya harus dikirim langsung 2- 3 minggu setelah trauma tumpul
ke dokter mata untuk pengeluaran lensa. terjadi. Tata laksana berupa tirah baring untuk
6. Iridoplegia mencegah terjadinya kelelahan springter serta di-
Apabila terjadinya trauma tumpul yang keras berikan juga pilokarpin.
dapat menyebabkan edema kornea hingga rupture 9. lridosiklitis
membrane descemet. Penglihatan akan menjadi Pada trauma tumpul yang terjadi melibatkan reak-
kabur, rasa sakit, silau dan terlihatnya pelangi si jaringan uvea. Tajam penglihatan menurun di-
disekitar sumber cahaya yang dilihat. Tata laksa- sertai mata merah (akibat adanya sel-sel radang
na yang diberikan adalah larutan hipertonik (NaCl pada bilik mata depan). Perlu dilakukan pemerik-
5%) atau larutan glucose 40%. saan fundus dan tekanan bola mata. Pada uveitis
7. Dislokasi lensa anterior tata laksananya dapat diberikan tetes
Dislokasi lensa dapat dalam bentuk subluksasi midriatik dan steroid topikal hingga steroid siste-
lensa (putusnya zonula zinii sebagian yang terja- mik.
di spontan pasca-trauma, gambaran iridodenesis,
10.Hifema Trauma
Darah yang terdapat dalam bilik mata depan yang
diakibatkan robeknya pembuluh darah iris atau
badan siliar. Trauma ini selalu dikaitkan trauma
yang diakibatkan oleh bola tenis. Pasien akan
mengeluh sakit, epifora, dan blefarospasme. Pasien
sebaiknya dirawat karena dapat timbul perdarahan +
ulang dalam 5 hari pasca trauma. Pengobatan de-
ngan melakukan elevasi kepala (30 ' ), sikloplegik.
atau midriatikum untuk mengurangi nyeri dan
risiko terjadinya sinekia posterior, kortikosteroid
topikal, terapi anti fibrinolitik oral (asam tranek- Gambar I. Klasifikasi Trauma Bola Mata
samat), dan anti koagulan. Biasanya hifema akan
hilang sempurna tetapi dapat pula dilakukan pem- komplikasi (hifema atau ablasio retina).
bedahan untuk mengeluarkan darah atau nanah Sumber Bacaan
dari bilik mata depan (parasentesis). Apabila terjadi l. Kuhn F, Pieramici DJ. Ocular trauma principles and practice.
hifema spontan maka dipikirkan penyakit penyerta New York: Thieme: 2002.
seperti leukemia dan retinoblastoma. 2. Kuhn F. Ocular traumatology: prevention. prevention,
prevention. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2010
Sedangkan pada trauma terbuka diberikan an- Mar:248(3):299-300.
titetanus, antibiotik topikal broad sprektum, mata di- 3. Gelsto n CD. Common eye emergencies. Am Fam Physician.
tutup dan selanjutnya dikirim pada dokter mata untuk 2013 Oct 15:88(8):515-9.
dilakukan pembedahan. Jangan diberikan salep mata, 4. Ledford JK, Hoffman J. Quick reference dictionary of eye-
steroid lokal. care terminology. Edisi ke-5. Amerika Serikat: SLACK Inter-
corporated: 2007.
Pemeriksaan Penunjang 5. Riordan -Eva P. Whitcher JP, penyunting. Vaughan & As-
Apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan slit bury's general op hth almology. Edisi ke- 18. Philadelphia:
lamp, X-ray, Rontgen (Comberg), USG mata dan CT McGraw-Hill; 2011.
scan orbita. 6. Iyas S. Penentu ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI: 2001.
Prognosis 7. Iyas S. Kedaruratan ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Pen-
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah erbit FKUI: 2000.
jaringan prolaps, luas dan panjang Iuka, ada tidaknya 8. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
well Publishing: 2005.
405
9. James B. Bron A. Lecture notes on ophthalmology. Edisi ke-
11. Amerika Serikat: Wiley-Blackwell: 2012.
Objek peuyebab
raurna

aaro ----i
D~
ln-
d~ln-
g~l/~
o.l~
a-m~
a-ta"'""'

Apakah menyebahkan erbuka artlal thickn

-
dinding bola mata terbuka
+
l
..
full thickness?

- i i
IYa T!dak Apakah objek , Tidal¢
meninggalkan ____... -
bola mara?

Ya i
Apakah Iuka sama?
I i
Ya i !idak

"llii!F!ii!MA 1Miiii!ii'iii4
Gambar 2. Diagnosis Trauma Bola Mata
Retinoblastoma
Chrysilla Calistania, Yunia Irawati

Definisi CT-scan serta MRI orbita dan kepala: untuk men-


Tumor ganas saraf retina embrional. gevaluasi nervus optikus, orbital, keterlibatan
sistem saraf pusat, dan kalsiflkasi intraokular.
Epidemiologi Pungsi lumbal untuk mengetahui metastasis.
Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular
yang paling sering pada anak-anak. Tumor ini terja- Diagnosis Banding
di pada 1:20.000 kelahiran hidup. Sekitar 90% kasus Persistent hyperplastic primary vitreus(PHPV) , pe-
retinoblastoma ditemukan sebelum usia 3 tahun, ra- nyakit Coat's, fibroplasias retrolental , displasia retina,
ta-rata pada usia 2 tahun. Tidak ada predileksi jenis toksokariasis, katarak, maupun uveitis.
kelamin ataupun ras, walaupun retinoblastoma lebih
sering ditemukan pada anak perempuan. Tata Laksana
Penatalaksanaan tergantung dari stadium retinoblas-
Etiologi toma. Pilihan terapi antara lain:
Terjadi akibat kehilangan kedua kromosom dari satu Enukleasi;
pasang ale! dominan protektif yang terdapat dalam Eksentrasi;
pita kromosom l 3q 14. Tumor ini dapat bersifat External-beam radiation therapy (EBRT) 35-46 Gy;
unilateral atau bilateral (30%), serta herediter atau Focal therapy:
non-herediter. Sekitar 40% kasus bersifat herediter Plaque radiotherapy.
(autosomal dominan) dengan 25% bersifat bilateral. ii. Laser photocoagulation,
iii. Cryotherapy,
Diagnosis iv. Thermotherapy.
1. Manifestasi Klinis v. Chemothermotherapy:
Leukokoria; Chemoreduction
Strabismus; Intravenous,
Rubeosisiridis; ii. Subconjunctival.
Heterokromia; iii. Transpupillary:
406 Hifemaspontan; Systemic chemotherapy.
Glaukoma neovaskular atau sudut tertutup;
Pseudohipopion; Prognosis
Nyeri {bisa karena glaukoma a tau inflamasi); Angka kematian akibat retinoblastoma berkisar
Proptosis (pada keadaan lanjut); antara 2-5%. Ukuran tumor besar dengan penyebaran
lritabilitas, kejang, muntah, dan penurunan ke- sampai ke vitreus, invasi tumor ke bilik mata depan,
sadaran {bila metastasis ke saraf pusat); diferensiasi buruk, keterlibatan saraf optik, rubeosi-
Oftalmoskopi indirek dan penekanan sklera siridis, dan invasi koroid merupakan faktor prognostik
oleh spesialis mata berpengalaman, dengan yang buruk.
bantuan anestesi saat pupil dilatasi maksimal,
dapat menegakkan diagnosis retinoblastoma Sumber Bacaan:
pada kasus terlokalisasi di retina. 1. Retinob lasto ma. Dalam: Riordan -Eva P, Whitcher JP. pe-
Tumor dapat menyebar melalui invasi saraf opti- nyunting. Vaughan & Asbury"s general ophthalmology.
kus hingga ke otak, atau melalui koroid ke jaringan Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
lunak orbita dan tulang. Metastasis jauh dapat terjadi 2. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology.
pada paru, tulang, serta otak. a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But-
tenworth -Heinnemann: 20 11.
2. Pemeriksaan Penunjang 3. Pudjiaji AH. Hegar B. Handryastuti S. Idris NS. Gandaputra
USG orbita: mengetahui ukuran tumor dan dapat EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoma n pelayanan medis
mendeteksi adanya kalsifikasi dalam tumor; IDA!. Jilid 2. Jakarta: lkatan Dokter Anak Indonesia: 20 11 .
i I m u kesehatan perempuan

n •
D Distosia Bahu
D Anemia pada Kehamilan D Ekstraksi Cunam
D Diabetes Melitus Gestasional D Ekstraksi Vakum
D Diagnosis Kehamilan dan Asuhan Antenatal D Infeksi Nifas
D Hidramnion D Kelainan Presentasi
D Hiperemesis Gravidarum D Kompresi Bimanual
D Hipertensi dalam Kehamilan D Manual Plasenta
D Keputihan dalam Kehamilan
D Perdarahan pada Kehamilan Muda
D Perdarahan pada Kehamilan Tua
D Kontrasepsi Alamiah
D Kondom
D AKDR
D Kontrasepsi Hormonal
D Sterilisasi
D Langkah-Langkah Persalinan Aman cu....
D Perineorafi RS
D Partograf
s::
<I)

D Induksi Persalinan ~
<(
D Persalinan Preterm
s::
D Ketuban Pecah Dini D Gangguan Haid RS
D Perdarahan Antepartum .c:
D Infertilitas ::s
Cl)
D Perdarahan Post-partum D Kanker Endometrium <(
D Trauma Persalinan D Kanker Ovarium s::
RS
D Infeksi Intrapartum D Kanker Serviks 'Cl
D Laparotomi KET s::
RS
D Menopause r,::::;
D Prolaps Uteri s
RS
D Seksio Sesarea .c:<I)
:::.:::
D Masa Nifas
D Manajemen Laktasi 407
D Masalah pada Menyusui
D Postpartum Blues

~ i have read everything.


157 •
Kompett:ns1 IV
Anemia pada Kehamilan
111
•• Chris Tanto, I Putu Gede Kayika

Definisi A. Anemia Defisiensi Besi (ADB)


Anemia pada kehamilan didefinisikan sebagai ka- Selama kehamilan, terjadi peningkatan kebutuhan
dar Hb <I I g/ dL pad a trimester pertama dan ketiga, zat besi menjadi 1000 mg. Sebanyak 300 mg digu-
serta Hb <10,5 g/dL pada trimester kedua. nakan untuk fetus dan plasenta, 500 mg untuk pro-
duksi Hb, dan 200 mg hilang melalui saluran cerna,
Perubahan Fisiologis pada Kehamilan urin. maupun kulit. ADB dalam kehamilan merupakan
Pada kehamilan terjadi ekspansi volume plasma konsekuensi utama ekspansi volume plasma relatif
relatif lebih besar dibandingkan dengan peningka- terhadap massa hemoglobin.
tan jumlah sel darah merah. Volume plasma naik
sebanyak 40-45%. Disproporsi ini paling besar saat Manifestasi Klinis
trimester kedua. Pada trimester ketiga, volume plas- Gejala yang dirasakan biasanya nonspesifik: lemas,
ma menurun dan massa hemoglobin meningkat. mudah lelah, pucat. sakit kepala, palpitasi, takikardia,
Diperkirakan selama kehamilan, volume plasma dan sesak napas. Apabila anemia berat sudah berta-
meningkat tiga kali lebih banyak dibandingkan pe- han lama, dapat muncul stomatitis angularis, glossitis,
ningkatan eritros it. Anemia pada kehamilan meme- dan koilonikia (kuku seperti sendok) .
ngaruhi vaskularisasi plasenta. Angiogenesis, yang
terjadi pada masa awal kehamilan, menjadi tidak Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
optimal. Pemeriksaan darah tepi: hemoglobin, hematokrit,
indeks eritrosit (MCV, MCH , MCHC) , kadar Fe se-
Etiologi rum, fer itin, TIBC;
Penyebab anemia dalam kehamilan bisa bersifat Morfologi darah tepi: anemia mikrositik hipokrom.
didapat atau memang penyebab yang diturunkan (li-
hat Tabel 1). Penyebab terseringnya adalah anemia Diagnosis Banding
defisiensi besi (ADB) dan perdarahan akut. Anemia akibat penyakit kronis atau keganasan,
talasemia, hemoglobinopati, dan anemia sideroblastik.
Efek Anemia dalam Kehamilan
Berat lahir bayi rendah, kelahiran prematur, bayi le- Tata Laksana
bih kecil dari usia kehamilan. 1. Terapi Nonmedikamentosa
Konsumsi makanan yang mengandung banyak
Tabel I. Penyebab Anem ia dalam Kehamilan zat besi: hati, daging merah, sayuran hijau .
Selain itu meningkatkan konsumsi enhancer
D1dapat Diturunkan penyerapan besi: buah-buahan dan sayuran
(vitamin C);
Anemia defisiensi besi Talasemia Menghindari penghambat penyerapan besi,
seperti kopi dan teh.
Hemoglobinopati sel 2. Terapi Medikamentosa
Perdarahan Almt
sabit Pemberian preparat besi oral: fero sulfat. fero
Hemoglobinopati fumarat, atau fero glukonat. Sediaan dan do-
lnflamasi atau keganasan sis preparat besi dapat dilihat pada Tabel 2.
bentuk lain
Frekuensi pemberian 1 kali sehari, dilanjutkan
Anemia hemolitlk sampai tiga bulan setelah melahirkan untuk
Anemia megaloblastik
heredite r mengembalikan cadangan besi.
408
Apabila preparat oral tidak bisa ditoleransi,
Anemia hemolitik didapat dapat diberikan secara IV: fero sukrosa/fero
dekstran. Preparat intravena juga diberikan
Anemia aplastik atau pada pasien anemia berat {Hb <8 g/dL) ;
hipoplastik Pemberian tablet vitamin C.
Tabel 2. Berbagai Sediaan Preparat Oral Besi banyakan berasal dari sayuran segar dan biji-bijian.
Dosis mengcmdung
Kandungan Besi Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Sediaan 60 mg Bt'st
Elenwntal (%) • MCV>lOOfL;
Flemental (mg)
Sediaan apusan darah tepi: makro-ovalosit.
Fe fumarat 30 200
Tata Laksana
Fe glukonat 11 550
Pada kehamilan kebutuhan asam folat meningkat.
Fe sulfat 20 300 Rekomendasi asupan asam folat untuk ibu yang akan
hamil adalah 400 µg/hari. Sedangkan, untuk ibu hamil
diberikan 1 mg/ hari.
B. Anemia akibat Perdarahan Akut
Pada kehamilan awal biasanya disebabkan oleh Komplikasi Anemia Defisiensi Folat
abortus, kehamilan ektopik terganggu (KET) , dan Defek tabung neural pada janin: spina bifida serta
mola hidatidosa. Namun, penyebab paling sering ada- kelainan sistem saraf pusat lainnya.
lah perdarahan postpartum.
Sumber Bacaan
Tata Laksana 1. Cunningham F. Leveno K. Bloom S. Spong CY. Dashe ].
Apabila Hb '27 g/dL, hemodinamik stabil, dan tidak penyunting. Wi lliam obstetrics. Edisi ke-24. Philadelphia:
sepsis, tranfusi darah tidak diindikasiikan. Diberikan McG raw-Hill : 2014.
2. Krakow D. Hematologic disease. Dalam: Gibbs RS. Karlan
terapi besi oral minimal 3 bulan.
BY. Haney AF. Nygaard IE, penyunting. Danforth's obstet-
rics and gynecology. Edisi ke-10. Philadelphia: Lippincott
C. Anemia Defisiensi Folat (Anemia Megaloblastik Williams & Wilkins: 2008.
dalam Kehamilan) 3. Arnett C, Greenspoon JS. Roman AS. Hematologic disor-
Pada kehamilan, anemia megaloblastik hampir se- ders in pregnancy. Dalam: Cherney AH. Nathan L. Goodwin
lalu disebabkan defisiensi asam fo lat. Defisiensi asam TM. Laufer N. Roman A, penyu nting. Current diagnosis &
folat disebabkan kurangnya asupan nutrisi yang ke- treatment obstetrics & gynecology. Edisi ke-11. Singapura:
McGraw-H ill: 2013.

c • •

0


MCV 80-94


< MCV{'.'::,9_4,)

Apus darah tepi,


Ferritin i. TIBC t, • kadar folat dan B 12


Normal
Fe serum t Folat <3 ng/mL,
Bl2 <80 pg/mL,
Talasemia Hipersegmentasi
Anemia Tal'!semia neutrofil
defisiensi besi

Defisiensi folat atau B 12


• Hemoglobinopati
• Kelainan membran
• Obat-obatan
• Penyaklt kronis
• eritro~it • KelaJnan sumsum tulang 409
• Obat-obatan • Defisiensi Fe ringan
• Autoimun
• Defisiensi G6PD

Gambar 1. Alur Diagnosis Anem ia dalam Kehamilan


Diabetes Melitus Gestasional
Chris Tanto, I Putu Gede Kayi.ka

Definisi Riwayat DMG sebelumnya:


Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah intole- Glukosuria berat (>+2 pada pemeriksaan urin):
ransi glukosa yang pertama kali diketahui saat ke- Riwayat abortus spontan:
hamilan. DMG diklasifikasikan tersendiri, di samping Riwayat bayi sebelumnya dengan malaformasi
DM tipe I . tipe 2, dan tipe lain. anatomi:
Riwayat diabetes dalam keluarga (first degree re-
Epidemiologi lative).
DMG kurang lebih mempengaruhi 4% kehamilan.
lnsidens DMG diperkirakan semakin meningkat sei- Perempuan yang berisiko rendah mengalami DMG:
ring bertambahnya populasi obesitas. Usia <25 tahun:
Indeks masa tubuh normal;
Patogenesis dan Patofisiologi • Tidak ada riwayat diabetes melitus pada keluarga;
Insulin memegang peran penting dalam pato- • Tidak ada riwayat kelahiran yang buruk sebelum-
fisiologi DMG. Pada trimester pertama. terjadi pe- nya;
ningkatan hormon estrogen dan progesteron yang • Tidak ada riwayat DMG sebelumnya;
menurunkan kadar glukosa puasa sebanyak kurang Bukan berasal dari ras yang memiliki prevalensi
lebih 15 mg/dL. Namun, pada trimester kedua, plasen- tinggi diabetes melitus.
ta semakin banyak mensekresikan hormon anti-insu-
lin. Hal ini dikarenakan mulai terjadi transfer glukosa Pada tahun 20 I 1. American College of Obstetri-
dari ibu ke janin sehingga diperlukan glukosa darah cians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan
lebih banyak. Kadar gula darah janin adalah 80% dari seluruh perempuan hamil sebaiknya menjalani
kadar gula darah ibu. screening DMG melalui riwayat, faktor risiko, atau uji
Dalam ha! ini, hormon human placental lacto- dengan gula 50 g selama I jam untuk menentukan
gen (hPL) merupakan hormon yang paling berperan kadar gula darah. Metode lain yang direkomendasikan
mengakibatkan resistensi insulin dan lipolisis. Hor- Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)
man hPL menumpulkan afinitas insulin ke reseptor 2011 untuk mendiagnosis DMG ialah berdasarkan
insulin. Sekresi hPL meningkat stabil pada trimes- hasil pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO)
ter pertama dan kedua. serta berada pada fase pla- 7 5 gram setelah puasa 8-14 jam. Kemudian , dilakukan
teau saat trimester ketiga. Efek yang ditimbulkan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, I jam. serta
adalah meningkatnya transfer glukosa ke janin 2 jam setelah lepas be ban glukosa.
dan menurunkan penggunaan glukosa oleh ibu. Se- Tabel I. Kriteria Diagnostik DMG dengan Pemeriksaan TTGO
lain hPL, produksi hormon kortisol serta prolaktin
'
meningkat selama kehamilan. Kedua hormon ini Kadar Gluko'a
Kadar Glukosa
meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Plasma/Seru m (mg/di )
Status Plasma (mg/di)
Oleh kare na tingginya kadar gula darah janin. pro- Km 1v<·rs1 Cc11 p<'ntPr P ~RKfNI ~
duksi insulin janin juga meningkat. Insulin berperan dan Cous1e.111 1
sebagai hormon anabolik dan meningkatkan sintesis
glikogen serta lipogenesis. Akibatnya. terjadilah bayi Puasa 95 ~95

makrosomia pada saat kelahiran.


1 jam 180 >180
Diagnosis
Skrining risiko DMG dilakukan pada kunjungan ante- 2jam 155 ~155
410
natal pertama untuk seluruh perempuan yang sebe-
lumnya tidak memiliki diabetes. Faktor-faktor risiko 3jam 140
DMG:
Obesitas (indeks masa tubuh saat tidak hamil <!25 Kecerangan: 'American College of Obscecricians and Gyne-
Kg/ m 2): cologists (AGOG). 2011 : 2Perkumpulan Endokrinologi Indone-
sia. 201 1: ITGO. tes toleransi glukosa oral.
Apabila pemeriksaan kadar glukosa darah hanya menghindari distosia bahu dan trauma saat kelahiran.
dapat dilakukan satu kali. pemeriksaan glukosa darah Cara kelahiran juga bergantung kepada ukuran pelvis
2 jam setelah pembebanan merupakan pemeriksaan serta catatan kemajuan persalinan. Kadar gula darah
terpilih. Apabila hasilnya <-:155 mg/dL. diagnosis DMG diperiksa tiap 2-4 jam pada tahap awal persalinan dan
dapat ditegakkan. Hasil pemeriksaan TTGO pada Ta- 1-2 jam pada kala aktif. Pasien biasanya diberikan in-
bel 1 dapat digunakan untuk memprediksi DMG pada fus glukosa (cairan dekstrosa 5% pada RL) . Pada pa-
ibu di kemudian hari. sien yang memerlukan insulin diberikan infus insulin
(25 U pada 250 mL NaCl 0.9%).
Tata Laksana Antepartum
Tata laksana ditujukan untuk dua golongan: DM Tata Laksana Postpartum
pre-gestasional dan DMG. Tujuan terapi ialah untuk Diet: kembali ke diet diabetes melitus;
mencapai dan mempertahankan euglikemia selama Insulin: dosis diturunkan karena sensitivitas insu-
kehamilan. Tata laksana terdiri dari kombinasi beri- lin kembali meningkat. Biasanya dosis menjadi \-2
kut: dari dosis saat kehamilan;
I. Diet. ditujukan untuk memenuhi kebutuhan se- Sangat dianjurkan untuk menyusu anak. Apabila
lama hamil sekaligus menjaga kontrol glikemik. memerlukan antidiabetik saat menyusu. dianjur-
Komposisi diet yang dianjurkan: kan menggunakan insulin. Apabila tidak menyusu.
o Kalori: 25-35 Kkal/KgBB; antidiabetik oral dapat digunakan:
o Karbohidrat (40-50%). lemak (30-40%). pro- • Turunkan berat badan;
tein 20%; • Jika menginginkan penggunaan kontrasepsi:
o Disarankan untuk konsumsi makanan yang AKDR menjadi pilihan. Kontrasepsi yang mengan-
mengandung banyak serat. dung estrogen sebaiknya dihindari karena risiko
2. Latihan/aktivitas fisis. Disarankan menjalani ak- emboli.
tivitas fisis yang ringan. tetapi bukan mengangkat
be ban. Komplikasi (Tabel 2)
3. Terapi farmakologi. Pilihan antidiabetes pada Tabel 2. Komplikasi DMG pada lbu dan Janin
kehamilan adalah insulin. Belum ada agen hipo- '
glikemik oral yang direkomendasikan aman bagi Mt1l('111.1I h•tus/ Nc 01tatus
1

ibu hamil. Kebutuhan insulin berubah-ubah sesuai


dengan usia kehamilan. Pada trimester pertama.
kebutuhan insulin adalah 0.7 U/KgBB/hari. Pada Kelahiran prematur Abort us
trimester ketiga. kebutuhannya meningkat sampai
1.0 U/KgBB/hari. Dapat digunakan jenis insulin
yang bermacam-macam (long. short. atau rapid lnfeksi Malaformasi kongenital

acting). Pemberian dapat menggunakan infus sub-


kutan yang berkelanjutan apabila tersedia. Gangguan
4. Pengukuran kadar gula darah harian. dilakukan Hidramnion
pertumbuhan janin
secara mandiri. Gula darah puasa. 1-2 jam pas-
caprandial. dan gula darah malam hari sebaiknya
Gangguan metabolik
diukur. Kadar gula darah yang yang optimal se-
(hipoglikemia,
lama kehamilan: 70-95 mg/ dL (puasa). 140 mg/ Hipertensi serta kelainan
hipokalsem ia.
dL (I jam pascaprandial). 120 mg/ dL (2 jam pas- terkalt
polisltemia.
caprandial).
hiperbilirubinernla)

Tata Laksana Intrapartum


Perburukan retinopati diabetik
Pilihan waktu persalinan pada pasien DMG: Kardiomiopati
(apabila ada sebelumnya)
Apabila kontrol metabolik baik dan pemeriksaan
janin dilakukan teratur. kelahiran dapat ditunggu
Sindrom distres
sampai aterm atau saatnya lahir spontan; Ketoasidosis dlabetik (KAO)
pemapasan
Apabila kontrol metabolik buruk. hipertensi mem-
buruk. terdapat makrosomia. retardasi pertum- 411
buhan. atau hidramnion. kelahiran dapat diperce- Obesitas
pat sesuai dengan tingkat kematangan paru.
Cara persalinan yang dipilih pada kebanyakan
kasus DMG adalah seksio sesarea. terutama pada Defek neuropslkologis
tafsiran berat janin >4 500 g. Seksio dipilih untuk
Prognosis Edisi ke- 11. Singap ura: McGraw- Hi ll: 20 13.
Kadar glukosa darah akan kembali ke normal 2. Reece EA. Ho mko CJ Diabetes meli tus a nd pregnancy. Da-
la m: Gibbs RS. Karlan BY, Ha ney AF. Nygaard IE. penyun -
setelah melahirkan. Namun, perempuan dengan DMG
ting. Danfort h's obstetrics a nd gynecology. Edisi ke- 10.
memiliki risiko 50% untuk menderita diabetes melitus
Philadelp hia: Li ppincott Williams & Wilkins: 2008.
tipe 2 pada 10 tahun di masa depan.
3. American College of Obstetri cians and Gynecolog ists
Committee on Obstetric Prac tice. Screening and diag·
Sumber Bacaan nosis of gestatio nal d iabe tes melitus. Obstet Gynecol.
I. Murphy A. Janzen C. Strehlow SL. Gree nspoon JS. Palmer 20 11:1 18:751 -3.
SM. Diabetes meli tus and pregnancy. Dalam: Che rn ey AH. 4. Pe rkumpul an Endokri nologi Indonesia (PERKENn. Konsen-
Na than L, Goodw in TM. Laufer N, Ro man A. penyunting. sus pe nge ndalian dan pe ncegahan diabetes melitus tipe 2
Current diagnos is & treatme nt obs tet rics & gynecology. di Indones ia. Jakarta: PERKENI: 201 I.

159 • Diagnosis Kehamilan dan


Kompctens1 IV
11 Asuhan Antenatal

Kehami!an
••
merupakan kondisi maternal ter- Diagnosis pasti:
Chris Tanto, I Putu Gede Kayika

dapatnya embrio atau fetus yang sedang berkembang Denyut jantung janin (DJJ) : usia I 0 minggu ke-
dalam tubuh. Hasil fertilisasi sampai minggu ke-8 hamilan dengan Doppler; usia 18-20 minggu ke-
kehamilan disebut embrio. Dari minggu ke-8 sampai hamilan dapat menggunakan fetoskop Laenec;
kelahiran disebut fe tus. Palpasi fetus: biasanya setelah 22 minggu kehami-
lan;
Diagnosis Kehamilan Pemeriksaan ultrasonografi (USG) fetus.

Diagnosis presumtif (pr esumtive): Perhitungan Usia Kehamilan dan Estimasi Kelahiran
Amenorea, diakibatkan peningkatan produksi Kehamilan normal berlangsung 36-40 minggu
estrogen dan progesteron oleh korpus luteum. dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Perhitungan
Amenorea lebih dapat diandalkan sebagai tanda usia kehamilan dapat dilakukan dengan kalender.
kehamilan pada perempuan dengan siklus mens- Kelahiran diestimasi dengan rumus Nagele: ku rangi
truasi yang teratur; bulan (B) HPHT dengan 3, tambahkan hari (H) HPHT
Mual dan muntah; dengan 7, dan tambahkan tahun (T) HPHT dengan I
Perubahan pada payudara: pembesaran, sekresi bila diperlukan (H+7, B-3, T+l ).
kolostrum, serta perubahan warna;
Perubahan pada traktus urinarius: frekuensi dan Asuhan Antenatal
nokturia; Asuhan antenatal (antenatal care! ANC) bertujuan un-
Perubahan pada kulit: linea nigra. stretch marks, tuk:
dan telangiektasis. I. Menentukan status kesehatan ibu dan fetus,
2. Memperkirakan usia kehamilan,
Diagnosis dugaan (probable): 3. Menginisiasi rencana perawatan kehamilan serta
Tanda Chadwick: perubahan warna vagina dan kelahiran, termasuk pemilihan tempat bersalin.
serviks menjadi kebiruan/ keunguan;
Tanda Hegar: perlunakan daerah ismus sehingga Berdasarkan rekomendasi WHO, ANC dilakukan
dapat dirasakan dengan penekanan pada peme- minimal empat kali. Satu kali pada trimester pertama
riksaan bimanual: (sampai usia kehamilan 14 minggu}, satu kali pada
Leukorea: peningkatan sekresi duh tubuh vagina. trimester kedua (usia 15-28 minggu kehamilan). dan
Pada pulasan tidak membentuk pola seperti daun dua kali pada trimester ketiga (usia 29-4 2 minggu
412
pakis; kehamilan). ANC mencakup anamnesis, pemeriksaan
Perubahan struktur !igamen dan tulang pelvis; fisis, serta pemeriksaan laboratorium yang esensial
Pembesaran abdomen, pembesaran progresif mu- bagi ibu hamil.
lai usia kehamilan 7 -28 minggu ;
Kontraksi Braxton-Hicks, mulai pada usia kehami- Anamnesis
lan 28 minggu. Perlu digali informasi mengenai riwayat obstetri
sebelumnya karena adanya kecenderungan untuk ber- yang kecil, ireguler, dan mobile.
ulang. Selain itu, perlu ditanyakan riwayat menstruasi. 3. Leopold 3, untuk menentukan bagian terbawah
penggunaan kontrasepsi, kondisi psikososial pasien janin (presentasi).
(perkerjaan, lingkungan tempat tinggal, nilai budaya, 4. Leopold 4, untuk menilai apakah dan seberapa
serta akses ke fasilitas kesehatan). Hal lain yang per- banyak bagian terbawah janin sudah memasuki
lu ditanyakan adalah faktor risiko yang dapat meng- pintu atas panggul (PAP). Dilakukan dengan cara
ganggu kehamilan seperti merokok konsumsi alkohol , pemeriksa menghadap kaki pasien dan merapat-
dan penggunaan obat-obatan. Pada tiap kunjungan, kan keduajari-jari tangan. Apabila divergen, berar-
ditanyakan tanda bahaya pada kehamilan. ti bagian terbawahjanin sudah memasuki PAP; de-
mikian sebaliknya.
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis lengkap dan pemeriksaan pelvis Rujukan
pada awal kehamilan; lndikasi merujuk pasien ke dokter spesialis obstetri
Tekanan darah dan berat badan ibu; dan ginekologi:
Pemeriksaan Leopold: menentukan tinggi fundus, 1. Hipertensi, penyakit jantung/ ginjal, endokrin,
posisi janin. presentasi janin, dan denyut jantung psikiatri, hematologi, epilepsi, diabetes, autoimun,
janin (DJJ). keganasan, dan infeksi HN;
2. !bu tanpa dukungan keluarga;
Pemeriksaan Laboratorium 3. Usia >40 tahun atau <18 tahun;
Hematokrit dan hemoglobin, untuk mendeteksi 4. IMT ~25 Kg/ m2 atau :Sl8 Kg/ m 2;
anemia dalam kehamilan; 5. Riwayat seksio sesarea;
Golongan darah serta Rhesus; 6. Pre-eklamsi berat (PEB) atau eklamsia;
Urinalisis, khususnya protein urine serta bakteri 7. Riwayat PEB atau eklamsia;
urin, untuk skrining pre-eklamsia serta infeksi sa- 8. Aborsi spontan 3 kali/ lebih;
luran kemih; 9. Riwayat prematuritas;
Kadar glukosa darah, untuk mendeteksi diabetes I 0. Riwayat penyakit psikiatri atau psikosis masa ni-
dalam kehamilan; fas;
Serologi hepatitis B; 11. Riwayat kematian neonatus atau stillbirth;
Pada perempuan yang berisiko dianjurkan pe- 12. Riwayat bayi dengan kelainan kongenital;
meriksaan serologi HN, infeksi rubella, sifilis, 13. Riwayat bayi besar a tau kecil untuk usia gestasi;
gonokokus, chlamydia , dan skrining defek neural serta
tube. 14. Riwayat penyakit genetik pada keluarga.

Pemeriksaan Leopold Sumber Bacaan


Pemeriksaan Leopold terdiri dari empat langkah: l. Bernstein HB. Va nBure n G. Normal pregnancy. Dala m:
1. Leopold 1, untuk menilai bagian janin yang ter- Cherney AH. Nathan L. Goodwin TM. Laufer N, Roman A.
pe nyunting. Current diagnosis & treatment obstetrics &
dapat di fundus uteri dan tinggi fundus uteri
gynecology. Ed isi ke- 1 l. Singapura: McGraw-Hill: 20 13.
(TFU). Ke pa la teraba sebagai bagian yang bulat,
2. Cunningham F. Levene K. Bloom S. Spong CY. Dashe J.
keras, dan melenting, sedangkan bokong teraba
pe nyunting. William obstetrics. Edisi ke-24. Philadelphia:
sebagai bagian yang nodular dan besar. McGraw-Hill : 20 14.
2. Leopold 2, untuk menentukan bagian kanan dan 3. Ove rton TG. Antenatal ca re. Dalam: Ed monds DK. penyun-
kiri janin. Punggung teraba sebagai bagian yang ting. Dewhurst textboo k of obste trics & gynaecology. Edisi
keras dan rata. Ekstremitas teraba sebagai bagian ke-8. Oxford: Blackwell Pub lishing: 20 12.

Hidramnion
Chris Tanto, I Putu Gede Kayika

Pendahuluan tu pematangan paru, serta mencegah kompresi tali


Pada dasarnya, cairan amnion menyediakan ruang pusat. Volume cairan amnion bervariasi sesuai usia
agar tulang fetus dapat terbentuk normal, memban- kehamilan. Normalnya, pada usia kehamilan 36 ming-
gu, cairan amnion berjumlah I L dan turun sampai Diagnosis
200 mL pada usia gestasi 42 minggu. Pengukuran Pada pemeriksaan obstetrik seringkali ditemui:
cairan amnion dilakukan dengan USG, menggunakan Uterus yang lebih besar dari usia kehamilan:
AF! (amniotic fluid index). Selama kehamilan, cairan Dinding rahim dapat menegang;
amnion dijaga keseimbangannya oleh beberapa me- Jari-jari fetus sulit diraba;
kanisme: Denyut jantung janin sulit didengarkan.
I . Transfer dari plasma maternal melalui plasema; Pemeriksaan penunjang: USG, bermanfaat untuk
2. Janin meminum cairan amnion dan reabsorbsinya membedakan polihidramnion, asites, atau kista
melalui usus (saluran cerna); ovarium yang besar.
3. Janin membuang cairan amnion melalui berkemih
(urin janin). Tata Laksana
Apabila terdapat kelainan pada jumlah cairan amnion, Sesak napas, nyeri perut, dan pergerakan yang
kemungkinan terdapat masalah terhadap salah satu sulit merupakan indikasi untuk perawatan di rumah
atau lebih dari mekanisme ini. sakit. Untuk mengurangi gejala, terapi berupa diure-
tik, restriksi garam dan cairan, serta tirah baring di-
A. Polihidramnion buktikan tidak efektif. Modalitas terapi yang sering
Definisi digunakan:
Jumlah cairan amnion yang berlebih. Secara kasar, Amniosentesis. Prosedur ini digunakan untuk me-
volume cairan amnion >2 L dikatakan polihidramnion. legakan tekanan yang terjadi. Selain itu, dapat di-
Para ahli juga mendefinisikan polihidramnion sebagai gunakan untuk memprediksi tingkat kematangan
AF! >24 -25 cm. parujanin;
Pemberian indometasin 1,5-3 mg/KgBB/hari un-
Etiologi: tuk terapi simtomatis.
Jdiopatik (>50% kasus);
Pseudohipoaldosteronisme fetus, diabetes Komplikasi
insipidus nefrogenik fetus. korioangioma Komplikasi maternal dapat berupa solusio plasen-
plasental, teratoma, dan pengunaan substansi ta, disfungsi uterus, dan perdarahan postpartum.
terlarang oleh ibu. Abruptio placentae terjadi karena dekompresi
Polihidramnion diasosiasikan dengan malaformasi uterus akibat hilangnya cairan amnion sehingga
pada janin, terutama sistem saraf pusat (anensefali, plasenta terlepas secara prematur. Disfungsi ute-
spina bifida), dan traktus gastrointestinal (atresia eso- rus dan perdarahan postpartum diakibatkan oleh
fagus). atonia uteri yang terjadi karena distensi berlebi-
han;
Patogenesis Komplikasi fetal dapat berupa pertumbuhan janin
Seringkali terdapat kelainan anatomis pada janin yang terhambat, kelahiran prematur, kematian janin,
mendasari kejadian polihidramnion: dan fetus dengan anomali.
I. Atresia esofagus. Pada kelainan ini kemampuan
menelan janin berkurang; B. Oligohidramnion
2. Anensefali dan spina bifida. Transudasi cairan Definisi
meningkat sehingga membuat volume cairan am- Oligohidramnion merujuk kepada kondisi cairan
nion bertambah: amnion yang lebih sedikit dibandingkan batas nor-
3. Peningkatan jumlah urine pada kasus twin-twin mal. Pada pemeriksaan USG, oligohidramnion dapat
transfusion syndrome. ditegakkan apabila AF! :s:5 cm. Oligohidramnion yang
Pada kasus ibu dengan diabetes melitus, peningkatan muncul pada awal kehamilan biasanya memiliki prog-
diuresis osmotik pada kondisi hiperglikemia menjelas- nosis lebih buruk.
kan pertambahan volume cairan amnion.
Etiologi
Manifestasi Klinis Berbagai kondisi terkait dengan oligohidramnion, an-
Sesak napas, terutama dalam posisi tidur. Hal ini tara lain:
terjadi akibat uterus menekan organ sekitar: Fetus: kelainan kromosom, anomali kongenital,
414 Edema di ekstremitas bawah, vulva, dan dinding hambatan tumbuh, janin meninggal. kehamilan
abdomen akibat kompresi vena oleh uterus yang postterm. ruptur membran;
besar: Plasenta: abruptio, tranfusi kembar-kembar;
Oliguria akibat obstruksi ureter karena uterus Maternal: insufisiensi uteroplasental, hipertensi,
yang besar; pre-eklamsia, diabetes:
Proteinuria dan pre-eklamsia. ldiopatik.
Prognosis
Patogenesis Semakin muda usia kehamilan saat oligohidram-
Pada obstruksi saluran kemih atau agenesis renal nion terjadi, semakin buruk prognosis dari janin yang
janin, sedikitnya cairan amnion disebabkan oleh dilahirkan. Kelainan ginjal dan deformitas tulang men-
anuria; jadi ha! yang sering dijumpai pada kondisi ini.
Terdapat kebocoran kronis pada membran fetus
yang membuat volume cairan turun; Sumber Bacaan
Paparan terhadap agen penghambat ACE dan ARB. I. Flick AA, Ka hn DA. Maternal physiology during pregna ncy
& fetal & ea rly neonatal phys iology. Dalam: Cherney AH.
Tata Laksana Nathan L, Goodw in TM. Laufer N. Roman A. penyunting.
Oligohidramnion berkepanjangan pada kehamilan Current diagnosis & trea tment obstetrics & gynecology.
meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas peri- Edisi ke- 1 1. Singapura: McGraw-Hill: 20 13.
natal. Oleh karena itu, terminasi kehamilan (melahir- 2. Cunningham F, Levene K, Bloom S, Spong CY, Dashe l
kan janin) merupakan tata laksana terpilih. penyunting. Wi lliam obstetrics. Ed isi ke-2 4. Philadelphia:
McGraw-Hill: 2014.
Komplikasi 3. Ga bbe SG, Niebyl JR. Ga la n HL, Jauniaux ER. Landon MB.
Oligohidramnion terkait dengan peningkatan risiko Simpsom JL, dkk. penyunting. Obstetrics: normal and
hipoplasia paru pada janin. problem pregnancies. Edisi ke-6. Philade lphia: Elsevier
Saunders; 20 12.

161 Hiperemesis Gravidarum


••
Kompctetui 1118

Definisi
• Chris Tanto. I Putu Gede Kayika

muntah dapat mengakibatkan jejas pada esofagus


Hiperemesis gravidarum adalah sebuah kondisi berupa robekan Mallory Weis, gangguan ginjal akut,
muntah-muntah pada perempuan hamil yang dapat pneumotoraks. sampai pneumomediastinum.
mengakibatkan penurunan berat badan, dehidrasi,
alkalosis, dan hipokalemia. Biasanya kondisi tersebut Faktor Risiko
terjadi sampai usia kehamilan 20 minggu. Riwayat kehamilan sebelumnya dengan hipereme-
sis, berat badan berlebih, gestasi multipel, penyakit
Epidemiologi trofoblastik, dan nulipara merupakan faktor risiko
Insidens bervariasi antara populasi. Diperkirakan terjadinya hiperemesis gravidarum.
terdapat predileksi etnis dan keturunan. Angka rawat
inap akibat hiperemesis gravidarum berkisar antara Manifestasi KJinis
0,5-0,8%. Mual dan muntah-muntah;
Gangguan aktivitas sehari-hari;
Patogenesis dan Patofisiologi Penurunan berat badan;
Hiperemesis gravidarum terjadi akibat peningka- Hipersalivasi;
tan cepat dan tinggi dari hormon kehamilan, seperti Tanda-tanda dehidrasi (hipotensi postural dan
human chorionic gonadotropin (hCG). Hormon lainnya, takikardia);
seperti estrogen, progesteron, prolaktin, tiroksin, dan Hiponatremia, hipokalemia, peningkatan hema-
hormon adrenokortikal juga diduga turut berperan. tokrit.
Selain itu, perubahan pada fisiologis pencernaan se-
perti penurunan HC0 3 serta penurunan motilitas otot Diagnosis
selama kehamilan menimbulkan gejala mual. Kondi- Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksa-
si psikologis ibu pada masa kehamilan diperkirakan an fisis, dan pemeriksaan penunjang.
juga berperan menyebabkan mual dan muntah. Anamnesis: tanda-tanda kehamilan, riwayat ke-
Mual dan muntah dapat menyebabkan dehidrasi hamilan sebelumnya, seputar mual dan muntah,
akibat berkurangnya cairan tubuh. Cadangan energi serta aktivitas sehari-hari;
dari karbohidrat akan habis sehingga terjadi oksidasi Pemeriksaan fisis: tanda vital, tanda-tanda dehi-
lemak yang dapat berujung pada ketosis. Mual dan drasi, tanda kehamilan;
Pemeriksaan penunjang: darah lengkap dan (piridoksin) 2 mg/ hari per oral;
elektrolit, urinalisis (ketonuria positif), dan ultra- Untuk mual dan muntah yang lebih berat
sonografi untuk melihat kondisi kehamilan dan metoklopramid 10 mg N pemberian 1 mg/
memeriksa adanya kehamilan kembar/mola hi- KgBB/ hari dibagi dalam 3 dosis. Hati-hati
datidosa. dengan efek samping ekstrapiramidal yang
mungkin ditimbulkan.
Tata Laksana
I. Terapi Non-medikamentosa: Prognosis
lstirahat/tirah baring jika diperlukan. Pe- Setelah terapi, keluhan biasanya berkurang dan
rawatan rumah sakit diindikasikan apabi- dapat dikendalikan dengan terapi anti-emetik. Namun,
la muntah bertahan setelah rehidrasi atau angka rawat inap berulang biasanya 25-35%.
gagalnya upaya rawat jalan;
Pemberian makan dengan jumlah sedikit, na- Sumber Bacaan
mun frekuensi sering; I. Cunningham F. Leveno K. Bloom S. Spong CY. Dashe J.
Menghindari makanan asam, pedas, serta ber- penyunting. William obstetrics. Edisi ke-24. Philadelphia:
lemak; McGraw-Hill: 2014 .
2. McCarthy FP. Lutomski JE. Greene RA. Hyperemesis
Minum cairan dalam jumlah yang adekuat.
gravidarum. Int J Womens Health. 20 14 Aug 5:6:7 19-25.
2. Terapi Medikamentosa:
3. Tamay AG. Ku i;u NK. Hyperemesis gravidarum: current as-
Rehidrasi dengan pemberian cairan kristaloid.
pect. J Obstet Gynaecol. 2011 Nov:3 I (8): 708-12.
Hal ini ditujukan untuk koreksi dehidrasi. ke- 4. Siddik D. Kelainan gastro intestinal. Dalam: Saifuddin
tonemia, kelainan elektrolit, serta gangguan AB. Rachimhadhi T. Wiknjosastro GH. penyunti ng. llmu
asam basa. kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Anti-emetik: Prawirohardjo: 2008. h.814 -28.
Untuk mual dan muntah ringan: vitamin B6

162 Hipertensi dalam Kehamilan


•••
Ktlmpctcnsi lllB

Chris Tanto. I Putu Gede Kayika

Epidemiologi Normalnya. sitotrofoblas ekstravili dari janin


Hipertensi, termasuk preeklamsia. memengaruhi menginvasi lapisan endotel arteri spiralis ibu. Arteri
10% dari kehami!an di seluruh dunia. Kondisi ini spiralis akan diubah dari pembuluh darah yang kecil
juga merupakan penyumbang mortalitas serta mor- dengan resistensi tinggi menjadi lebar sehingga per-
biditas maternal dan perinatal terbesar. Preeklamsia fusi plasenta untuk nutrisi janin akan cukup. Pada
diperkirakan sebagai penyebab kematian 50.000- preeklamsia, transformasi ini tidak terjadi dengan
60.000 ibu hamil setiap tahunnya. Selain itu, hiper- sempurna. Invasi sitotrofoblas ke arteri spiralis terba-
tensi dalam kehamilan merupakan kontributor utama tas hanya sampai pada desidua superfisialis sehingga
prematuritas. Preeklamsia diketahui merupakan fak- segmen arteri pada miometrium tetap sempit.
tor risiko penyakit kardiovaskular dan metabolik pada Sitotrofoblas juga tidak mengalami pseudovasku-
perempuan. Insidens eklamsia adalah 1-3 dari 1000 logenesis karena normalnya terjadi perubahan fenotip
pasien preeklamsia. epitel menjadi seperti sel endotel yang memiliki per-
mukaan adhesi. Hal tersebut menyebabkan buruknya
Etiopatogenesis daya invasi ke arteri spiralis yang berada di miome-
Preeklamsia merupakan sebuah sindrom siste- trium. Defek awal inilah yang menyebabkan iskemia
mik dalam kehami!an yang bermula dari plasenta. plasenta.
Preeklamsia dipikirkan sebagai akibat dari invasi si- Plasentasi yang abnormal diperkirakan menyebab-
416
totrofoblas plasenta yang inadekuat diikuti dengan kan lepasnya berbagai faktor yang masuk ke sirkula-
disfungsi endotel maternal yang meluas. Selain itu, si maternal sehingga menyebabkan berbagai tanda
berbagai faktor seperti sistem renin-aldosteron-angio- dan gejala klinis preeklamsia. Semua gejala klinis
tensin, stres oksidatif berlebihan, inflamasi, maladap- pre-eklamsia disebabkan oleh endoteliosis glomeru-
tasi sistem imun. dan genetik diduga berperan dalam lus, peningkatan permeabilitas vaskular, dan respon
patogenesis preeklamsia. inflamasi sitemik yang menyebabkan jejas dan/ atau
hipoperfusi pada organ. Manifestasi klinis biasanya Sakit kepala;
terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Gangguan penglihatan: kabur atau skotoma;
Gangguan status mental;
Patofisiologi Kebutaan - dapat bersifat kortikal atau retina;
Pada tubuh perempuan hamil dengan preeklam- Sesak napas;
sia. terjadi beberapa perubahan patofisiologis pada Bengkak, dapat terjadi pada kedua kaki ataupun
beberapa organ/ sistem organ yang akan bermanifes- wajah;
tasi pada tampilan klinis. Perubahan-perubahan ini Nyeri perut kuadran kanan atas atau epigastrium;
diperkirakan akibat vasospasme, disfungsi endotel. Kelema han atau malaise - dapat merupakan mani-
dan iskemia yang terjadi. Berikut akan dijelaskan festasi anemia hemolitik.
mengenai perubahan-perubahan yang terjadi:
1. Sistem kardiovaskular: hipertensi. Pada Klasifikasi
preeklamsia, endotel mengeluarkan vasoaktif American Congress of Obstetricians and Gynecologist
yang didominasi oleh vasokonstriktor, seperti (ACOG) pada tahun 2013 mengklasifikasikan hiper-
endotelin dan tromboksan A,. Selain itu, terjadi tensi dalam kehamilan menjadi:
penurunan kadar renin, angiotensin I. dan angio- 1. Preeklamsia dan eklamsia. Eklamsia adalah tim-
tensin II dibandingkan kehamilan normal. bulnya kejanggrand-mal pada perempuan dengan
2. Sistem perdarahan dan koagulasi. Pada perem- preeklamsia. Eklamsia dapat terjadi sebelum, sela-
puan dengan preeklamsia terjadi trombositopenia. ma, atau setelah kehamilan. Preeklamsia sekarang
penurunan kadar beberapa faktor pembekuan, diklasifikasikan menjadi:
dan eritrosit dapat memiliki bentuk yang tidak b. Preeklamsia tanpa tanda bahaya; serta
normal sehingga mudah mengalami hemolisis. Je- c. Preeklamsia dengan tanda bahaya, apabila
jas pada endotel dapat menyebabkan peningkatan ditemukan salah satu dari gejala/ tanda berikut ini:
agregasi trombosit, menurunkan lama hidupnya, TD sistol <>: 160 mmHg atau TD diastol <>:1 10
serta menekan kadar antitrombin III. mmHg pada dua pengukuran dengan selang
3. Homeostasis cairan tubuh. Pada preeklamsia ter- 4 jam saat pasien berada dalam tirah baring:
jadi retensi natrium karena meningkatnya sekresi ii. Trombosit <100.000/µL ;
deoksikortikosteron yang merupakan hasil kon- iii. Gangguan fungsi hati yang ditandai dengan
versi progresteron. meningkatnya transaminase dua kali dari nilai
4. Ginjal. Selama kehamilan normal terjadi normal. nyeri perut kanan atas persisten yang
penurunan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi berat atau nyeri epigastrium yang tidak mem-
glomerulus. Pada preeklamsia terjadi perubahan baik dengan pengobatan, atau keduanya;
seperti peningkatan resistensi arteri aferen ginjal iv. Insufisiensi renal yang progresif (konsentrasi
dan perubahan bentuk endotel glomerulus. Filtra- kreatinin serum >I. I mg/ dL a tau konsentrasi
si yang semakin menurun menyebabkan kadar kreatinin serum naik dua kali lipat apabila ti-
kreatinin serum meningkat. Proteinuria belum dak terdapat penyakit ginjal);
dapat dijelaskan dengan baik sampai dengan saat v. Edema paru;
ini. vi. Gangguan serebral atau penglihatan.
5. Hepar. Pada preeklamsia, ditemukan infark hepar
dan nekrosis. lnfa rk hepar dapat berlanjut menjadi 1. Hipertensi kronis: hipertensi yang sudah ada se-
perdarahan sampai hematom. Apabila hematom belum kehamilan,
luas, dapat terjadi ruptur subkapsular. Nyeri perut 2. Hipertensi kronis dengan superimposed
kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium dise- preeklamsia: preeklamsia yang terjadi pada
babkan oleh teregangnya kapsula Glisson. perempuan hamil dengan hipertensi kronis.
6. Serebrovaskular dan gejala neurologis lain, 3. Hipertensi gestasional: peningkatan tekanan da-
seperti sakit kepala dan gangguan penglihatan. rah setelah usia keharnilan lebih dari 20 rninggu
Mekanisme pasti penyebab kejang belumlah jelas. tanpa adanya proteinuria atau kelainan sistemik
Kejang diperkirakan terjadi akibat vasospasme se- lainnya.
rebral, edema, dan kemungkinan hipertensi meng-
ganggu autoregulasi serta sawar darah-otak. Faktor Risiko
7. Mata. Dapat terjadi vasospasme retina, edema Faktor risiko preeklamsia antara lain: 417
retina, ablasio retina, sampai kebutaan pada I. Primipara;
pre-eklamsia. 2. Riwayat kehamilan dengan pre-eklamsia:
3. Hipertensi kronis atau penyakit ginjal kronis atau
Manifestasi Klinis keduanya;
Pasien pre-eklamsia dapat mengeluhkan hal-hal beri- 4. Riwayat trombofilia;
kut:
Tabel 1. Diagnosis Preeklamsia (ACOG. 2013)

TD sistol ;, 140 mmHg atau diastol "90 mm Hg pada dua kali


pengukuran. setidaknya dengan selislh 4 jam. pada usia kehamilan
lebih dari 20 munggu pada perempuan dengan TD normal
Tekanan darah (TD) sebelumnya
TD sistol ;, 160 mmHg atau diastol "I I 0 mm Hg. hipertensi dapat
ditegakkan dalam hitungan menit untuk mempercepat dimulainya
pemberian antihipertensi

DAN

Protein urine kuantitatif ;,300 mg/24 jam


atau
Proteinuria Rasia protein/kreatinin .,0,3'
Pemeriksaan carik eel up urin +I (hanya jika protein urine
kuantitatlf tidak tersedia)

Atau.jika tidak ada proteinuria. hipercensi ya ng baru timbul dengan awitan saiah satu dari :

Trombositopenia Hi tung trombosit < 100.000/µL

Insufisiensi ginjal Konsentrasi kreatinin serum> I. I mg/ dL atau lebih dari dua kali kadarnya
dan tidak terdapat penyakit ginjal lainnya

Gangguan fungsi hati Konsentrasi transaminase lebih dari dua kali nilal normal

Edema paru

Gangguan serebral atau penglihatan


Keterangan: 'tiap komponen diukur dalam satuan mgldL.

5. Kehamilan multifetus; Efek samping utamanya adalah sedasi dan hipo-


6. Fertilisasi in vitro; tensi postural.
7. Riwayat preeklamsia pada keluarga; Labetalol dosis awal 2 x 100 mg dapat dinaikkan
8. Diabetes melitus tipe I atau tipe II; setiap minggu sampai maksimal 2400 mg sehari.
9. Obesitas; Titrasi dosis tidak boleh lebih dari 2 x 200 mg se-
10. Lupus eritematosus sistemik; tiap minggunya.
11. Usia kehamilan ibu tua (lebih dari 40 tahun). Nifedipin dengan dosis 30 mg sehari. Nifedipin
harus hati-hati digunakan pada pasien yang men-
Diagnosis dapatkan MgSO 4 karena berpotensi memperkuat
Diagnosis preeklamsia menurut ACOG pada tahun blokade kanal kalsium pada otot. Nifedipin tidak
2013 dapat dilihat pada Tabel 1. boleh diberikan secara sublingual.
Antihipertensi golongan penghambat ACE dan
Diagnosis Banding ARB merupakan kontraindikasi. Penggunaanya
Eklamsia: kejang akibat perdarahan dari malaformasi pada kehamilan terkait dengan defek ginjal. anu-
arterivena. ruptur aneurisme, atau idiopatik (biasanya ria, dan kematian janin.
terjadi setelah 48-72jam pascamelahirkan). Penggunaan diuretik {furosemid, HCT) harus di-
hindari karena menyebabkan retardasi pertum-
Tata Laksana buhan, bradikardia, dan hipoglikemia pada neo-
418
Hipertensi Kronis dalam Kehamilan natus.
Beberapa an tihipertensi lini pertama yang dapat digu-
nakan dalam kehamilan adalah: Preeklamsia
Metildopa 500-2000 mg dibagi dalam 2-4 dosis Tata laksana preeklamsia yang paling utama ada-
sehari. Metildopa merupakan golongan a -adre- lah terminasi kehamilan, yakni dengan melahirkan
nergik yang diekskres ikan terutama melalui ginjal. bayi. Namun, pendekatan ini sering kurang sesuai
Temuan lbu dan janln tosa yang diberikan adalah:

+ Antihipertensi, target penurunan tekanan darah


sistolik < 160 mmHg dan diastolik < 105 mmHg.
Usia kehamilan 37 017 minggu atau lebih
Jangan menurunkan tekanan darah terlalu rendah
Atau
karena dapat menganggu suplai darah ke janin.
Usla kehamllan 34 017 minggu atau lebih
MgSO 4 (larutan 20%) untuk pencegahan kejang.
dengan: diberikan dengan dosis 4 g IV bolus pelan dalam
• Tanda-tanda in partu atau ketuban
20 menit dilanjutkan dosis rumatan 1-2 g/jam
pecah dini (KPD) dalam infus ringer laktat drip pelan selama 24
• Hasil CTG abnormal jam. Selama pemberian MgSO, harus tersedia an-
• Perkrraan berat bayi melalui USG tidotum, yakni Ca glukonas (10 mL dalam larutan
lebih rendah dart persentil 5 10%) jika terjadi hipermagnesemia. Hipermagne-
• Curlga abruptlo placentae semia secara klinis dapat ditandai dengan hilang-
nya refleks patela sampai paralisis napas. MgSO 4
Ti<lak Ya juga harus diberikan selama 24 jam pasca melahir-
• Usla kehamllan kurang darl 37 017 mlnggu kan untuk pasien dengan pre-eklamsia berat.
• Rawat inap atau rawat jalan dengan evaluas
Pilihan cara melahirkan untuk pasien preeklam-
ibu seliap 2 mingguan
sia tidaklah selalu seksio sesarea. Metode melahir-
Evaluasi janin:
kan bergantung kepada usia kehamilan. presentasi
•Dengan pre eklamsla:
janin, status serviks, dan kondisi ibu-janin. Apabila
2 minggu sekali dengan ujl non-stres
dimungkinkan, partus per vaginam dengan induksi
•Dengan hipertensi gestasional: kelahiran dapat dilakukan.

Eklamsia
• Usia kehamilan kurang dart 37 017 minggu Prioritas utama adalah menjaga jalan napas agar
• Rawat lnap atau rawat jalan dengan evaluasi tetap bebas serta mencegah cedera dan aspirasi isi
ibu setiap 2 mingguan lambung. Pasien yang sedang kejang sangat mungkin
jatuh dari tempat tidur sehingga pencegahanjatuh ha-
valuasi janin:
rus dikerjakan. Diazepam atau lorazepam hanya boleh
•Dengan pre eklamsla:
digunakan jika kejang tetap bertahan. Pemberian
2 minggu sekali dengan uji non-stres
MgSO 4 parenteral sangatlah direkomendasikan untuk
•Dengan hipertensi gestasional:
pasien eklamsia setelah kejang berlalu.
1 min u sekali den an u i non-stres
+ Pencegahan
Usia kehamilan 37 017 minggu atau leblh Beberapa pain terbaru dikeluarkan oleh ACOG pada
Kondisi ibu atau janin mernburuk tahun 2013 mengenai pencegahan preeklamsia:
/n partu atau KPD Pemberian aspirin 60-80 mg/hari dimulai
pada akhir trimester pertama disarankan pada
Ya +
----
• Lahirkan (terminasi kehamilan)
perempuan dengan riwayat eklamsia dan kela-
hiran preterm kurang dari 34 017 minggu atau
Prosta landin 'ika di rlukan untuk induksi preeklamsia pada lebih dari satu kehamilan se-
belumnya;
Gambar l. Manajemen Hipertensi Gestasional Ringan atau
Preeklamsia Tanpa Tanda-tanda Bahaya (ACOG. 20 13). Pemberian vitamin C dan E untuk mencegah
Keterangan: 017 menunjukkan hari dalam seminggu. preeklamsia tidak direkomendasikan;
Asupan garam harian disarankan untuk tidak
direstriksi selama kehamilan untuk pencegahan
untuk sang bayi, misalnya usia kehamilan masih
pre-eklamsia;
preterm. Keputusan terminasi kehamilan bergantung
Tirah baring atau pembatasan aktivitas fisik lain
kepada beberapa hal. seperti beratnya penyakit. ke-
tidak disarankan sebagai pencegahan primer
matangan janin. kondisi ibu dan janin. serta kondisi 419
preeklamsia dan komplikasinya.
serviks. Manajemen preeklamsia dapat dilihat pada
Gambar I dan Gambar 2.
Su mber Bacaan
I. Roberts JM. August PA. Bakris G. Barton JR. Bernstein IM,
Pasien preeklamsia berat atau dengan tanda baha- Druzin M, dkk. Hypertension in pregnancy. Washington:
ya harus dirawat. Beberapa tata laksana medikamen- American College of Obstetricians and Gynecologist: 20 13.
• Pantau di ruang bersalin selama 24-48 jam
• Kortikosteroid, MgS04, dan antihlpertensi
• USG. pantau DJJ, gejala. dan hasil laboratorium

Kontra indikasi untuk manajemen segera


• Eklamsia • Janln tidak viabel
• Edema paru • Hasil tes janin abnormal ___.
Ya
Lahirkan setelah kondisi ibu
• Koagulasi intravaskular dlseminata • Abrupcio placentae stabil
• Hipertensi berat tidak dikontrol • lmraparrum fetal demise

Apakah terdapat komplikasi lainnya?


• Usia kehamilan <!33 517 minggu • Oligohidroamnion berat Ya
• Gejala menetap • ln partu atau KPD ___. Korlikosteroid untuk maturasl
• Sindrom HELLP • Disfungsi ginjal yang signiflkan janin. Lahirkan setelah 48 jam
• Pertumbuhan janin terhambat • Reversed and diastolic flow
(kurang dari persentil 5) (doppler arteri umbilikalis)

Manajemen segera
• Terdapat fasilitas ICU dan N!CU • Uji CTG harian
• Viabilitas janin-usia kehamilan 33 617 minggu • Tanda vital. gejala, dan pemeriksaan darah
• Hanya pasien rawat !nap dan stop MgS04 • Antihipertensi oral

• Pertahankan sampai usia kehamilan 34 017 minggu Ya


• Munculnya kontra indikasi baru terhadap manajemen segera ___. Lahirkan
• Hasil CTG abnormal
• In partu atau Keketuban pecah dini *(KPD)

Gambar 2. Manajemen Preeklamsia Berat pada Usia Kehamilan Kurang dari 34 minggu.
Keterangan· HELLP hemolysis. elevated liver enzyme. and low platelet count.

2. Young BC. Levine RJ. Karumanchi A. Pathogenesis of pre- gy of the clinical manifestation of preeclampsia. Clin j Arn
eclampsia. Annu Rev Pathol Mech Dis. 20 I 0:5: 173-92. Soc Nephrol. 2007:2:543-9.
3. Cu nningham F. Leveno K. Bloom S. Spong CY. Dashe J. 5. Miller DA. Hypertension in pregnancy. Dalam: Cherney AH.
penyunting. William obstetrics. Edisi ke-24. Philadelphia: Nathan L. Goodwin TM. Laufer . Roman A. penyunting.
McGraw-Hill: 20 14. Current diagnosis & trea tment obstetrics & gynecology.
4. Hladunewich M. Karumanchi A, Lafayette R. Parophysiolo- Edisi ke- 11 . Si ngapura: McGraw-Hill : 20 13.

Keputihan dalam Kehamilan


Chris Tanto, I Putu Gede Kayika

Pada kehamilan dapat terjadi infeksi berbagai A. Vaginosis Bakterialis


mikroorganisme yang menyebabkan duh tubuh pato- Etiologi dan Patogenesis
logis (keputihan). Jenis keputihan yang paling sering Vaginosis bakterialis terjadi karena ketidakseim-
420
pada kehamilan adalah vaginosis bakterialis, trikomo- bangan flora normal dalam vagina. Flora normal va-
niasis, serta kandidosis vulvovaginalis. Kondisi-kondi- gina yang didominasi oleh Lactobacil/us sp. diganti-
si tersebut dapat menyebabkan komplikasi pada ke- kan oleh bakteri-bakteri anaerob, seperti Gardnerella
hamilan seperti kelahiran prematur. ruptur membran vaginalis. Mobiluncus species, dan Mycoplasma homi-
prematur, abortus spontan, korioamnionitis, serta nis. Bakteri-bakteri tersebut akan memecah glukosa
infeksi cairan amnion. yang ada pada mukosa vagina dan menghasilkan duh
tubuh yang berbau amis.
Faktor Risiko Gel metronidazol 0, 7 5% l kali per hari selama 5
Pajanan terhadap stres kronis; hari secara intravagina;
Frekuensi bilas vagina yang sering: Klindamisin 2 x 300 mg selama 7 hari diberikan
Merokok: per oral. Klindamisin topikal sebaiknya tidak di-
Sering berganti pasangan seksual. gunakan pada perempuan hamil.
Untuk kasus berulang diberikan metronidazol 500 mg
Manifestasi Klinis selama 10-14 hari per oral.
Bersifat asimtomatis pada 50% kasus;
Duh tubuh vagina berwarna putih keabu-abuan, B. Trikomoniasis
cair, dan banyak; Etiologi dan Patogenesis
Duh tubuh yang berbau amis. Trikomoniasis vaginalis disebabkan oleh Tricho-
Diagnosis monas vaginalis, suatu flagelata. Trikomoniasis me-
Diagnosis vaginosis bakterialis dilakukan dengan rupakan penyakit menular seksual, tetapi dapat ditu-
menggunakan kriteria Amsel: larkan secara non-seksual seperti melalui handuk dan
Duh tubuh vagina yang kental dan homogen; permukaan lain karena T vaginalis dapat bertahan
pH vagina >4,5; hidup pada lingkungan tersebut.
Sel Clue pada pemeriksaan sediaan basah. Sel
Clue adalah sel epitel vagina yang dikelilingi oleh Manifestasi Klinis
bakteri pada tepinya. Pemeriksaan sediaan basah 10-50% bersifat asimtomatis;
dibuat dengan meneteskan duh tubuh serta NaCl Rasa gatal dan disuria;
0,9% pada kaca objek. Setelah itu. kaca objek Duh tubuh vagina berwarna putih kekuningan dan
diperiksa di bawah mikroskop; berbusa;
Uji Whiff (+). Uji Whiff menggunakan KOH 10%. Gambaran strawberry cervix pada pemeriksaan
Teteskan duh tubuh vagina pada kaca objek kemu- dengan spekulum.
dian teteskan KOH l 0%. Dikatakan positif apabila
bau amis muncul. Diagnosis
Pada pemeriksaan spekulum ditemukan gambaran
Tata Laksana strawberry cervix dan duh tubuh khas Trikomoni-
Pada vaginosis bakterialis asimtomatis tidak diper- asis vagina/is;
Jukan obat, kecuali pada kasus kehamilan risiko tinggi • Pada pemeriksaan sediaan basah ditemukan pro-
(riwayat kelahiran prematur). tozoa berflagel yang bergerak-gerak;
Berikut ini adalah pilihan pengobatan pada kasus sim- Pada pemeriksaan Gram: sel-sel polimorfonuklear
tomatis: dan T vaginalis;
Metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari per oral Diagnosis standar: kultur pada medium Diamond.
atau metronidazol 2 g per oral dosis tunggal;
Tata Laksana
Pada perempuan hamil yang simtomatis:
Paslen dengan Anamnesis dan
Metronidazol 2 g peroral dosis tunggal.
duh tubuh vagina pemeriksaan fisis Alternatif: metronidazol peroral 2 x 500 mg sela-

Ada risiko IMS? atau


+ ma 7 hari.
Pada perempuan hamil yang asimtomatis: tidak diper-
lukan tata laksana farmakologis. Oleh karena trikomo-
Pasangan simtomatik? atau niasis meru pakan infeksi menular seksual, terapi juga
Peradangan pada abdomen bawah? diberikan pada pasangannya.

I
• Tidak Komplikasi pada Kehamilan
Ketuban pecah dini, kelahiran preterm. dan bayi berat
Obati sebagai Obati sebagai BV, lahir rendah.
C.trachomatis ± gonore, tr:ikomoniasis dan
C. Kandidosis Vulvovaginalis
trikomoniasis, dan BV kandidiasis 421
Etiologi dan Patogenesis
Kandidosis vulvovaginalis disebabkan oleh Can-
Gambar 1. Al ur Tata Laksana Duh Tubuh pada Kehamilan dida albicans yang merupakan flora normal vagina
(WHO. 2008)
pada 25% perempuan. Kandidosis bukanlah penyakit
Keterangan: IMS. infeksi menular seksual;
menular seksual. Pada kehamilan, lingkungan vagina
BV. bacterial vaginosis.
menjadi Jembab serta produksi estrogen meningkat.
Akibatnya terjadi pembentukan glikogen di epitel va- Tata Laksana
gina yang merubah pH. Oleh karena itu, infeksi Candi- Pada kehamilan, hanya obat topikal golongan azol
da menjadi meningkat. yang direkomendasikan untuk kandidiasis: klotri-
mazol atau mikonazol. dapat diberikan sampai 7
Faktor Risiko hari;
Kondisi imunosupresi (infeksi HIV) , diabetes melitus, Flukonazol dikontraindikasikan pada kehamilan.
obesitas, dan penggunaan antibiotik spektrum luas.
Manajemen Sindrom pada Duh Tubuh Vagina
Manifestasi Klinis Sebuah pendekatan dikeluarkan oleh WHO untuk ka-
Rasa gatal; sus duh tubuh vagina. Pendekatan ini dipakai apabila
Disuria eksternal dan dispareunia superfisial; tidak ada pemeriksaan mikroskop (Gambar 1)
Duh tubuh vagina berwarna putih susu dan ber-
gumpal-gumpal; Sumber Bacaan
Eritema dan edema pada vagina dan vulva. 1. Boardman LA. Kennedy CM. Benign vulvovaginal disorders.
Dalam: Gibbs RS, Karlan BY. Haney AF. Nygaard IE, penyun-
ting. Danfonh·s obstetrics and gynecology. Edisi ke- 10.
Diagnosis
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins: 2008.
Pada pemeriksaan sediaan basah ditemukan
2. Cunningham F. Leveno K. Bloom S. Spong CY. Dashe J.
pseudohifa dan ragi bertunas:
penyunting. William obstetrics. Edisi ke -2 4. Philadelphia:
Pada pemeriksaan Gram: sel-sel polimorfonuklear, McGraw-Hill: 2014.
ragi bertunas. dan pseudohifa. 3. World Health Organization (WHO). Vaginal discharge (bac-
terial vaginosis. vulvovaginal candidiasis. trichomoniasis).
Geneva: WHO: 2008. h.1-16.

Perdarahan pada
Kehamilan Muda
Chris Tanto, I Putu Gede Kayika

Perdarahan pada kehamilan muda terjadi pada 4. Abort us komplit,


usia gestasi <20 minggu. Penyebab kondisi ini adalah 5. Missed abortion.
abortus, mola hidatidosa, atau kehamilan ektopik ter- 6. Abortus septik.
ganggu.
Abortus septik merupakan komplikasi dari
A. Abortus prosedur abortus yang tidak steril sehingga terjadi
Abortus adalah keluarnya hasil pembuahan secara infeksi. Bentuk infeksi yang terjadi paling sering ada-
spontan sebelum mampu bertahan hidup. lah endomiometritis. lnfeksi lain dapat berupa para-
metritis, peritonitis. septiksemia, sampai endokarditis.
Etiopatogenesis Manifestasi yang dapat berupa tanda-tanda infeksi
Terjadi perdarahan pada desidua basalis yang di- dan leukositosis pada pemeriksaan laboratorium.
sertai dengan nekrosis jaringan sekitarnya. Selain itu,
ovum terlepas dan hal tersebut merangsang kontrak- Diagnosis
si uterus sehingga menyebabkan ekspulsi jaringan. Anamnesis: riwayat kehamilan dan abortus sebe-
Berbagai faktor terlibat dalam proses ini: lumnya, jumlah perdarahan. jaringan yang keluar,
Faktor fetus: kelainan kromosom riwayat trauma dan penggunaan obat-obatan;
Faktor maternal: infeksi, penyakit kronis. pe- Pemeriksaan obstetrik dan ginekologik: manuver
nyakit endokrin (hipotiroid, diabetes) , nutrisi, Leopold, denyutjantungjanin, dan inspeksi ostium
obat-obatan, faktor lingkungan (rokok, alkohol, serviks;
422 tembakau, radiasi. kontrasepsi) , dan faktor imu- Pemeriksaan penunjang:
nologis. - Darah perifer lengkap: kadar Hb untuk menilai
Klasifikasi dan Manifestasi Klinis (lihat Tabel 1): anemia, leukosit dan laju endap darah untuk
I. Abortus iminens/mengancam. abortus septik,
2. Abortus insipien. Pemeriksaan kehamilan: kadar f3 -hCG dapat
3. Abortus inkomplit, digunakan untuk memeriksa kehamilan.
Tabel I. Tanda dan Gejala Aborrus
j('llJS Ahortus PPrdctr<lh.111 Sl'rvik... Il,isil Bl'\.lf Ull·1 us (1t'Jctl.1 I ctlll
KonsC'ps1

Sedikit sampai Masih di Sesuai usia Kram dan nyeri perut


Abortus iminens Tertutup
sedang dalam uterus kehamilan Nyeri punggung bawah

Sesuai atau lebih


Sedang sampai Maslh dalam
Abortus insipien Terbuka kecil dari usia Kram dan nyerl perut
banyak uterus
kehamilan
Abortus Sed ikit sampa i Keluar Lebih kecil dari Kram dan nyeri perut
Terbuka
inkomplil banyak sebagian usia kehamilan Keluar jaringan

Nyeri dan kram perut tidak


Sedikit sampai Keluar Lebih kecil dari
Abortus komplit Tertutup dirasakan atau hanya sedikit
tidak ada seluruhnya usia kehamilan
bila ada. Uterus agak kenyal

Tidak ada Lebih kecil dari Tanda-tanda kehamilan


Missed abortion Tidak ada Tertutup
(mati) usia kehamilan menghiiang

Ultrasonografi: melihat kantung gestasi, em- ii. Gentamisin 1,5 mg/KgBB/ 8 jam diberikan
brio, denyut jantung, dan sebagainya. IV atau IM,
iii. Metronidazole oral 500 mg/6 jam atau I
Tata Laksana g IV/ 12 jam;
l. Abortus iminens/ mengancam: b. Terapi suportif: infus cairan (NaCl, ringer lak-
a. Tirah baring: tat). pemasangan kateter urin, pemberian teta-
b. Analgesik untuk meredakan nyeri: nus toksoid 0 ,5 mL IM:
c. Pemeriksaan kadar {3 -hCG dan progesteron c. Pemeriksaan tambahan: pemeriksaan Gram,
bila memungkinkan; kultur bakteri dari endoserviks, darah, dan
d. Evakuasi kehamilan apabila perdarahan berat produk konsepsi, Roentgen abdomen.
de ngan anemia dan hipovolemia.
2. Abortus insipien dan abortus inkomplit: Prognosis
a. Evakuasi sisa hasil konsepsi de ngan kuretase Pada abortus iminens, janin biasanya masih dapat
tajam atau aspirasi vakum manual. Kuretase diselamatkan, bergantung pada jumlah perdarahan
dapat dilakukan dengan menggunakan blok yang dialami sang ibu. Prognosis ibu pada abortus
paraservikal (analgesik) dan infus I 0 -20 U ok- imine ns juga baik. Pada abortus insipien, inkomplit,
sitosin dalam NaCl 0 .9%: dan komplit, prognosis sang ibu baik.
b. Pada pasie n dengan perdarahan yang tidak
terkontrol, hasil konsepsi harus segera die- Komplikasi
vakuasi. Perdarahan hebat dan persisten, sepsis, infeksi,
3. Abortus komplit sinekia intrauterin, infertilitas, perforasi dinding ute-
a. Apabila diagnosis sudah dipastikan, abortus rus. serta cedera usus dan kandung kemih.
komplit tidak me merlukan terapi apapun;
b. Jika belum dipastikan, dapat dilakukan peme- Pencegahan dan Edukasi
riksaan USG untuk konfirmasi. Anjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan awal
4. Missed abortion kehamilan. Perlindungan terhadap paparan zat-zat
a. Pada trimester kedua, uterus dikosongkan kimia/lingkungan yang berbahaya bagi kehamilan.
dengan metode dilatasi dan evakuasi. Serviks Edukasi untuk mencegah terjadinya infeksi yang
dipersiapkan dengan menggunaka n misopros- dapat membahayakan kehamilan. Kontrol kondisi se-
tol dan/ atau dilatasi pasif dengan laminaria. pe rti hipertensi dan diabetes melitus juga diperlukan.
Setelah itu, dilakukan evakuasi secara mekanis;
b. Pilihan lain evakuasi dengan induksi kelahiran Abortus Habitualis
menggunakan PGE2 per vaginam. Abortus habitualis didefinisikan sebagai abortus spon-
423
5. Abortus septik tan tiga kali atau lebih secara berturut-turut. Kondisi
a. Prinsip terapi: evakuasi uterus dan antibio- ini diperkirakan karena faktor genetik, adanya ke-
tik parenteral (sebelum, selama, dan sesudah lainan pada uterus. faktor endokrin, imunologis, dan
pembersihan jaringan nekrosis dengan kure- lingkungan. Faktor nutrisi, infeksi, diabetes melitus.
tase). Pilihan antibiotik: agen toksik, dan psikologis diperkirakan kurang ber-
Ampisilin oral 500 mg/ 6 jam atau I g IV I 4 peran. Tata laksana berkisar dengan mencari etiologi
jam, serta menanganinya. Sayangnya, hanya sebanyak 50%
pasangan yang berhasil terdeteksi penyebabnya. rotomi harus dipersiapkan. Apabila terjadi perforasi
atau perdarahan, histerotomi, histerektomi. serta
B. Mola Hidatidosa !igase arteri sebaiknya dilakukan. Setelah evakuasi,
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang pemeriksaan (3 -hCG serial harus dilakukan sampai
memiliki karakter seperti buah anggur serta uterus kadarnya tidak terdeteksi lagi.
yang mengalami distensi. Biasanya, tidak ada janin in-
tak yang terbentuk. Sinonimnya adalah hamil anggur. C. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Mola hidatidosa dapat komplit atau parsial. Pada mola Pada kehamilan ektopik terjadi implantasi ovum
yang parsial. embrio masih terbentuk. diluar rongga uterus. Sebanyak 95% kehamilan ek-
topik terjadi di tuba fallopii sedangkan 5% sisanya ter-
Faktor Risiko distribusi di ovarium, serviks, dan rongga peritoneum.
Perempuan usia <20 tahun a tau >40 tahun, nulipa-
ra, status ekonomi rendah, diet rendah protein. asam Etiologi dan Faktor Risiko (Tabel 2)
folat rendah, dan kadar karoten darah rendah. Etiologi kehamilan ektopik belum sepenuhnya diketa-
hui. Namun. faktor-faktor risiko telah teridentifkasi.
Patofisiologi
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti ter- Patofisiologi
jadinya mola hidatidosa. Ada beberapa teori yang Ruptur biasanya terjadi spontan, dan awitan rup-
muncul untuk menj elaskan terjadinya kondisi ini. tur dipengaruhi oleh lokasi implantasi. Apabila di is-
Pada teori missed abortion, janin yang terbentuk mati mus. waktu ruptur biasanya pada minggu ke-6 sam-
pada minggu ke-3 sampai 5 kehamilan. Akibatnya, pai 8 karena diameternya relatif kecil. lmplantasi di
terjadilah gangguan peredaran darah sehingga cairan ampula biasanya ruptur pada minggu ke-8 sampai 12,
tertimbun dalam jaringan mesenkim viii. sedangkan di interstisium pada minggu ke-12 sampai
Teori neoplasma menjelaskan terj adi abnormalitas 16 kehamilan. Perdarahan pada ruptur interstisium
sel trofoblas dan fungsinya sehingga terjadi resorbsi lebih masif karena lebih dekat dengan pembuluh da-
cairan dalam jumlah berlebihan kedalam viii. Akibat- rah uterus dan ovarium. Setelah ruptur, hasil konsepsi
nya, muncul gelembung-gelembung yang menganggu Ta bel 2. Berbagai Faktor Ris iko Kehamilan Ektopik
peredaran darah. Selanjutnya, terjadi kematian janin.
Risiko
Risiko Tinggi Risiko Rrndah
Sec1ang
Tanda dan Gejala 1

Perdarahan uterus abnormal pada trimester perta-


Riwayat
ma (>90% pasien): Riwayat operasi operasi
Mual dan muntah; lnfertiliras:
tuba: panggul /
Ukuran uterus lebih besar daripada usia gestasi; abdomen:
Pembesaran satu atau kedua ovarium karena kista
teka lutein (pada 15-30% pasien): Riwayat
Sebagian kecil pasien mengalami pre-eklamsia Sterilisasi; infeksi Merokok;
atau hipertiroidisme. genital:

Pemeriksaan Penunjang Riwayat


Pasangan Kebiasaan
Pemeriksaan kadar (3 -hCG yang meningkat: kehami la n
seksual > I. bilas vagina:
ekto pik:
USG: gambaran seperti badai salju (snowflakes)
atau sarang lebah (hon eycomb), tidak adanya kan-
tung gestasi ataupun fetus.
Us ia
Paparan Sediki t pertama kali
Tata Laksana dietilstilbestrol sampai tldak berhubungan
Begitu terdeteksi, mola hidatidosa harus segera di- in utero: ada seks >18
evakuasi. Pilihan utama adalah dengan menggunakan tahun.
aspirasi vakum. Setelah sebagian besar massa keluar,
diberikan oksitosin intravena di!anjutkan sampai 24
424 jam setelah evakuasi. Apabi!a diperlukan jaringan un- Penggunaan
Tidak ada Tertutup
tuk pemeriksaan histopatologi, kuretase tajam dapat AKDR:

dilakukan. Perdarahan yang muncul dari prosedur


Adanya patologi
kuretase mola hidatidosa biasanya berjumlah sedang.
pada tuba.
Apabila mola hidatidosa yang besar (> 12 minggu
kehamilan) dievakuasi dengan aspirasi vakum, lapa- Keterangan: AKDR. alat koncrasepsi dalam rahim.
dapat diserap atau tinggal menjadi massa pada abdo- pada kehamilan ektopik yang tidak ruptur, kecil
men. (kantung gestasi <3,5 cm), dan asimtomatis. Kon-
traindikasi apabila tanda vital tidak stabil, ada
Tanda dan Gejala penyakit ginjal, penyakit hati, nyeri panggul, pe-
Nyeri, biasanya terjadi karena ruptur. Dapat nyakit ulkus peptikum, dan adanya penyakit paru.
bersifat bilateral, unilateral, Jokal, ataupun 2. Tata Laksana Bedah, dilakukan apabila pasien
menyeluruh; memiliki kontraindikasi terhadap tata laksana
Perdarahan dari vagina, biasanya bercak-bercak medis. Prosedur operasi dilakukan dengan Japa-
(spotting); roskopi atau Japarotomi bergantung pada stabil
Sinkop, merupakan tanda perdarahan yang lebih atau tidaknya kondisi pasien. Pilihan tindakan
Janjut; dilakukan berdasarkan letak implantasi, besar
Abdominal and pelvic tenderness, dapat difus kantung gestasi, intak atau tidaknya kehamilan,
maupun terlokalisasi; dan Jainnya.
Perubahan uterus, dapat membesar dan melunak 3. Tata Laksana Emergensi, dilakukan ketika di-
sepeti pada kehamilan; agnosis kehamilan ektopik dengan perdarahan
lnstabilitas tanda vital; ditegakkan. Pada pasien dengan tanda vital yang
Terabanya massa pada adneksa (pada 1/3 pasien). tidak stabil juga dilakukan tata Jaksana emergensi.

Pemeriksaan Penunjang Sumber Bacaan


Darah perifer Jengkap: hemoglobin atau l. Porte r TF. Branch OW, Scott JR. Early pregnancy lost. Da-
hematokrit. untuk skrining kegawatdaruratan; lam: Gibbs RS. Karlan BY. Haney AF, Nygaard IE. penyun-
Pemeriksaan kehamilan: f3 -hCG positif pada ting. Danforth"s obstetrics and gynecology. Edisi ke- 10.
Philadelphia: Lippincott Wi lliams & Wilkins; 2008.
kehamilan ektopik;
2. Surette AM. Dunham SM. Early pregnancy risks. Dalam:
Pemeriksaan khusus: USG untuk membedakan
Cherney AH. Nathan L. Goodwin TM, Laufer N. Roman A.
dengan kehamilan normal, abortus, dan blighted penyunting. Current diagnosis & treatment obstetrics &
ovum. Modalitas pemeriksaan Jainnya antara lain gynecology. Edisi ke-1 l. Singapura: McGraw-Hill; 2013.
laparoskopi dan MRI. 3. Cunningham F, Leveno K, Bloom S. Spong CY, Dashe J,
penyunting. Will iam obstetrics. Edisi ke-24. Philadelphia:
Tata Laksana McGraw-Hill ; 20 14 .
Ada beberapa jenis tata Jaksana yang dilakukan pada 4. Goldstein DP, Berkowitz RS. Current management of gesta-
tional trophoblast ic neoplasia. Hematol Oneal Clin North
kehamilan ektopik:
Am. 2012 Feb;26(1) l l i -3 1.
l . Tata Laksana Medis
5. Marto nffy Al, Rindfleisch K. Lozeau AM, Potter B. First tri-
Metotreksat untuk menghancurkan trofoblas yang
mester complications. Prim Care. 2012 Mar;39( 1) :71-82.
sedang berproliferasi. Obat tersebut diindikasikan

Perdarahan pada Kehamilan Tua

Chris Tanto. I Putu Gede Kayika

Perdarahan pada kehamilan tua adalah perdarahan tertutup sebagian oleh plasenta (Ii hat Garn bar l);
yang terjadi pada kehamilan >20 minggu. Penyebab Plasenta previa marginalis: ujung plasenta berada
kondisi ini antara Jain plasenta previa, solusio plasen- pada tepi ostium serviks interna.
ta, dan vasa previa.
Faktor Risiko
A. Plasenta Previa Usia tua, multiparitas, riwayat seksio sesarea sebelum-
Plasenta previa adalah istilah yang digunakan un- nya, serta kebiasaan merokok.
425
tuk menunjukkan plasenta yang terimplantasi dekat
atau pada ostium serviks interna. Ada beberapa Jetak Temuan Klinis
p!asenta previa: Perdarahan tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya
Plasenta previa total: ostium serviks interna jarang dalam jumlah banyak melainkan terus
tertutup seluruhnya oleh p!asenta; berkurang. Sesekali perdarahan juga berulang;
Plasenta previa parsial: ostium serviks interna Plasenta previa biasanya berasosiasi dengan im-
r~ .-
~~~".@
Plasenta Previa Marginalis Plasenta Previa Parsial Plasenta Previa Totalis
Gambar I. Letak Plasenta Previa: (A) plase nta previa marginalis. (B) plase nta previa parsial. (C) plasenta previa totalis.

plantasi plasenta yang abnormal: Pilihan cara kelahiran:


Plasenta akreta: viii-viii plasenta menempel Seksio sesarea merupakan cara kelahiran terpilih
pada miometrium, pada kasus plasenta previa;
Plasenta inkreta: viii-viii plasenta menginvasi Kelahiran per vaginam dapat dilakukan pada ka-
miometrium, sus plasenta previa marginalis dengan presentasi
Plasenta perkreta: viii-viii plasenta menembus kepala. Pada cara ini, selaput ketuban biasanya
melewati myometrium; dipecahkan terlebih dahulu untuk merangsang
Adanya plasenta akreta, inkreta, atau perkreta akan kelahiran.
menyebabkan perdarahan yang lebih hebat, kemung-
kinan infeksi makin tinggi, sampai perforasi uterus. Komplikasi
Maternal: perdarahan, syok, kematian, infeksi, em-
Diagnosis boli, solusio plasenta;
Plasenta previa sebaiknya dicurigai pada semua Fetus: prematur, kematian, perdarahan janin.
perempuan hamil >20 minggu yang mengalami perda-
rahan dari uterus. Pemeriksaan serviks dengan jari Prognosis
(palpasi) tidak boleh dilakukan karena akan menye- Prognosis maternal biasanya baik. Prognosis bayi
babkan perdarahan masif. Pemeriksaan standar baku bergantung pada usia kehamilan. Pada kasus prema-
untuk plasenta previa adalah dengan USG, baik USG tur. plasenta previa menjadi penyebab utama kema-
transabdominal, trasvaginal, maupun transperineal. tian perinatal.
USG transvaginal dan transperineal dapat membantu
diagnosis plasenta previa yang letaknya posterior. B. Solusio Plasenta
Solusio plasenta dalam bahasa Inggris disebut
Tata Laksana concealed hemorrhage atau perdarahan tersembunyi
Semua pasien dengan kecurigaan plasenta previa dalam bahasa Indonesia. Pada solusio plasenta, da-
dirujuk ke spesialis obstetri dan ginekologi untuk rah tersimpan dalam kavum uteri. Hal ini disebab-
diagnosis serta tata laksana. Pilihan tata laksana kan oleh lepasnya plasenta. Plasenta dapat terlepas
bergantung pada usia kehamilan: secara komplit (20% kasus) maupun inkomplit (80%
Apabila perdarahan terjadi pada masa kehami- kasus). Apabila plasenta terlepas secara inkomplit,
lan lebih awal. biasanya diberikan tranfusi dan darah mengalir melalui serviks. Komplikasi pada ka-
tokolitik sampai usia kehamilan 32-34 minggu; sus inkomplit lebih sedikit dan ringan dibandingkan
Pada usia 34 minggu, dipertimbangkan antara plasenta yang lepas secara komplit.
426 risiko perdarahan dan maturasi kandungan;
Waktu kelahiran biasanya ditentukan tingkat Faktor Risiko
kematangan paru janin. Maturasi paru dilaku- Riwayat solusio plasenta sebelumnya;
kan dengan pemberian deksametason 2x I 2 Hipertensi pada kehamilan;
mg IM dalamjarak 24 jam atau deksametason Usia ibu yang tua dan multiparitas;
4x6 mg per oral selama 2 hari. Distensi uterus (gestasi multipel, hidramnion) ;
Penyakit vaskular (diabetes melitus, lupus erite- Pemeriksaan penunjang seperti USG hanya membantu
matosus sistemik); untuk mengeksklusi adanya plasenta previa.
Merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan ko-
kain. Tata Laksana
Pasien dengan kecurigaan solusio plasenta dirujuk
Patofisiologi dan Patologi ke spesialis obstetri dan ginekologi. Pilihan metode
Berbagai mekanisme dipikirkan menjadi pencetus kelahiran pada kasus ini bergantung kepada kondisi
lepasnya plasenta. Mekanisme pertama adalah jejas ibu serta janin. Partus per vaginam dapat dilakukan
pada pembuluh darah yang menyebabkan ruptur pada kondisi:
pembuluh darah desidua basalis. Hematoma menye- derajat pemisahan plasenta sedikit serta hasil CTG
babkan robekan pada pembuluh darah di sekitarnya reassuring;
sehingga memperbanyak perdarahan dan memperlu- derajat pemisahan plasenta luas tetapi janin sudah
as area yang terpisah. Mekanisme berikutnya adalah meninggal.
tekanan vena yang meningkat dengan cepat diterus- Pengecualian partus per vaginam adalah apabila
kan ke ruang intervili sehingga terjadi pelebaran pada perdarahan tidak dapat dikontrol dan operasi memer-
vena-vena dan terjadilah pemisahan plasenta. Me- lukan waktu lebih lama untuk menyelamatkan nyawa
kanisme lainnya adalah faktor mekanik seperti trauma ibu atau bayi.
atau traksi tali pusat yang pendek.
Pada solusio plasenta, darah tertahan dibelakang Komplikasi
tepi plasenta, dibelakang membran yang melekat ke Koagulopati konsumtif, nekrosis tubulus dan kor-
dinding uterus, atau dibelakang dekat presentasijanin. teks ginjal, dan atonia uterus yang menyebabkan per-
Darah dapat bocor melewati membran atau plasenta darahan postpartum.
dan memperoleh akses ke cairan amnion. Concealed
hemorrhage biasa terjadi pada lepasnya plasenta se- C. Vasa Previa
cara komplit. Pada kasus yang lebih parah, dapat ter- Vasa previa adalah kondisi pembuluh darah janin
jadi koagulasi intravaskular diseminata karena deplesi berada dalam selaput ketuban dan melewati ostium
fibrinogen , trombosit, dan faktor pembekuan yang uteri internum untuk mencapai insersinya di tali pu-
lain. Sang ibu dapat mengalami gejala seperti petekie sat. Vasa previa jarang terjadi.
generalisata, perdarahan aktif, syok hipovolemik, dan
gagalnya mekanisme pembekuan darah. Patofisiologi
Perdarahan terjadi pada saat pembukaan serviks.
Temuan Klinis Pada saat ini selaput ketuban pecah sehingga pembu-
Nyeri abdomen; luh darah janin ikut terputus sehingga terjadi perda-
Perdarahan vagina pada 80% pasien; rahan. Biasanya vasa previa dimungkinkan pada dua
Kontraksi abnormal pada l / 3 pasien; situasi: insertio velamentosa dan plasenta suksenteri-
Terdapat bagian janin yang tidak dapat teraba. ata.

Diagnosis Diagnosis
Dilakukan berdasarkan tanda klinis: perdarahan Pada pemeriksaan digital, akan teraba pembuluh
per vaginam, kontraksi uterus, dan nyeri abdomen. darah janin. Jika pembuluh darah ini ditekan, maka
akan terjadi bradikardia pada janin. Selain itu, dapat
digunakan pemeriksaan USG Doppler transvaginal un-
tuk memastikan diagnosis.
Tata Laksana
Penderita dengan kecurigaan vasa previa dirujuk
ke spesialis obstetri dan ginekologi. Kelahiran pada
kasus vasa previa dilakukan dengan seksio sesarea.

Sumber Bacaan:
I. Cunningham F, Leveno K. Bloom S, Spong CY. Dashe J,
penyunting. William obstetrics. Edis! ke-2 4. Philade lphia: 427
McGraw-Hill: 2014 .
2. Roman AS. Late pregnancy complications. Dalam: Cherney
AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Roman A. penyun -
Gambar 2. Soluslo Plasenta Akibat Abruptlo Placentae Total ting. Current diagnosis & treatment obstetrics & gynecolo-
gy. Edis! ke- 1 I. Singapura: McGraw-Hill; 2013.
Langkah-Langkah Persalinan
Aman
Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika

Definisi Bila pembukaan sudah lengkap, namun selaput


Persalinan normal adalah persalinan dengan presen- ketuban belum pecah. dapat segera dilakukan am-
tasi belakang kepala, kala I antara 8-14 jam, kelahi- niotomi.
ran bayi tidak memerlukan bantuan alat (vakum atau 3. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara
cunam). mencelupkan tangan yang terbalut sarung tangan
kotor ke dalam larutan klorin 0 ,5%. Lalu, dilepas-
Alat dan Bahan kan terbalik, direndam di dalam larutan tersebut
Peralatan persalinan: sarung tangan disinfeksi selama 10 menit. Cuci kedua tangan.
tingkat tinggi (DTT). apron, sepatu boot/ sandal, 4. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah selesai
duk/ kain bersih, kateter, oksitosin I 0 unit, par- kontraksi (normal: I 00- 180 kali/menit) . Doku-
tus set [gunting (episiotomi dan tali pusat). alat mentasikan seluruh hasil pemeriksaan dalam dan
amniotomi, 2 klem, dll.] , benang untuk mengikat DJ] dalam partograf.
tali pusat, alat jahit, alat untuk menghitung DJJ,
tempat merendam peralatan dengan klorin 0 ,5%. Persiapan Ibu dan Keluarga dalam Proses Meneran
Alat resusitasi bayi: penghangat bayi dengan lam- 1. Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah leng-
pu 60 Watt. handuk bersih, alat suction; vitamin K kap dan kondisi janin baik. !bu di ban tu berada da-
(I mg, 0,5 cc) ; salep antibiotik untuk mata; imu- lam posisi yang nyaman sesuai keinginan.
nisasi hepatitis B. Tunggu hingga ada keinginan untuk meneran.
Lakukan pemantauan secara berkala sesuai de-
Langkah Kerja ngan pedoman;
I. KALA II Beritahu keluarga untuk memberikan sema-
Mengenali Tanda dan Gejala Kala 2 ngat saat mulai meneran kepada ibu .
!bu berkeinginan untuk meneran; 2. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan po-
Tekanan meningkat pada rektum atau vagina; sisi ibu untuk meneran. Saat his datang, ibu dalam
Perineum menonjol; posisi Y2 duduk atau posisi ternyaman.
Vulva-vagina dan sfingter anal terbuka. 3. Ketika ada dorongan kuat untuk meneran, pimpin
ibu untuk meneran:
Asuhan Persalinan Dini Bimbing ibu untuk meneran ketika ada keingi-
I. Pastikan perlengkapan dan obat-obatan lengkap; nan untuk meneran. Ajarkan proses meneran
2. Kemudian kenakan baju penutup/ celemek plastik; yang baik: dagu menempel ke dada. mulut
3. Seluruh perhiasan dan jam tangan dilepaskan dikatupkan Gangan mengigit bibir), mata meli-
sebelum mencuci tangan dengan sabun dan air hat ke bawah (lahirnya bagian terbawah janin),
bersih mengalir, keringkan tangan dengan han- kedua tangan mendekap kaki ke arah dada,
duk bersih; posisi senyaman mungkin;
4. Gunakan sarung tangan DTI atau steril untuk Memberi semangat atas usaha ibu meneran;
periksa dalam; Membantu untuk mendapatkan posisi yang
5. Masukkan oksitosin 10 unit ke dalam spuit lalu nyaman;
diletakkan ke dalam partus set. Anjurkan untuk beristirahat diantara kontrak-
si, mendapatkan asupan cairan per oral;
Memastikan Pembukaan Lengkap dan Janin Baik Pantau DJJ setiap 5 menit;
I. Bersihkan vulva dan perineum dari depan ke be- • Jika bayi belum lahir selama 2 jam meneran
lakang dengan kassa yang sudah diberikan air untuk primipara atau I jam pada ibu multipa-
DTT. Buang kassa yang terkontaminasi. Gantilah ra, rujuk segera. Terutama jika ibu tidak ada
sarung tangan jika terkontaminasi, diletakkan ke keinginan untuk meneran;
dalam larutan DTT. Anjurkan ibu untuk berjalan, jongkok. atau
428
2. Dengan teknik asepsis, lakukan pemeriksaan atur posisi aman.
dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.
Persiapan Kelahiran Bayi terse but.
1. Kepala bayi sudah muncul. membuka vulva dia- 5. Keringkan bayi, ganti handuk yang basah dan
meter 5-6 cm. segera letakkan handuk di atas pe- menyelimuti bayi dengan kain/ selimut bersih dan
rut ibu; kering, tutup kepala bayi, biarkan tali pusat ter-
2. Letakkan kain bersih di bawah bokong ibu; buka.
3. Siapkan partus set (dibuka); 6. Segera melakukan inisiasi menyusu dini.
4. Pakai sarung tangan DTT a tau steril.
Oksitosin
Menolong Kelahiran Bayi I. Lakukan palpasi abdomen untuk memastikan ti-
Lahir Kepala dak ada kemungkinan bayi kedua.
1. Kepala bayi telah membuka vulva sebesar 5-6 cm, 2. Dua menit setelah kelahiran bayi, suntikkan oksi-
satu tangan melindungi perineum dengan dilapi- tosin I 0 unit IM di gluteus atau 1/ 3 paha kanan
si handuk bersih bagian bawah tadi. Sedangkan ibu bagian luar.
tangan lain, di kepala bayi dan berikan tekanan
lembut (tidak menghambat pengeluaran) , biarkan 2. KALA III
kepala keluar perlahan. !bu dianjurkan meneran Peregangan Tali Pusat Terkendali
perlahan atau napas cepat saat kepala lahir. 1. Memindahkan klem hingga berjarak sekitar 5 cm
2. Menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan dari vulva.
kain bersih. 2. Letakkan satu tangan di atas kain yang ada di pe-
3. Periksa ada/ tidak lilitan tali pusat: rut ibu, lakukan palpasi uterus (tepat di atas tulang
• Jika tali pusat melilit leher dengan longgar, pubis) untuk merasakan kontraksi. Tangan lain
lepaskan lewat bagian atas kepala bayi; memegang tali pusat dengan klem.
• Jika melilit erat. klem di dua tempat lalu po- 3. Menunggu uterus berkontraksi. Lalu, lakukan
tong. peregangan tali pusat ke arah bawah. Tangan yang
4. Menunggu kepala bayi melakukan putaran paksi lain (yang berada di atas perut ibu) memegang
luar secara spontan. uterus dan melakukan penekanan dorsokranial,
yaitu penekanan uterus (pada bagian bawah) ke
Lahir Bahu arah atas dan belakang untuk mencegah inversio
1. Telah terjadi paksi luar kepala, kedua tangan di- uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,
letakkan di masing-masing sisi muka bayi (bipari- hentikan peregangan tali pusat dan tunggu hingga
etal). !bu disuruh meneran saat kontraksi. Kemu- terjadi kontraksi berikutnya.
dian, tarik ke arah bawah dan luar hingga terlihat 4. Jika uterus tidakjuga berkontraksi, meminta kelu-
bahu anterior di bawah arkus pubis. Lalu, tarik arga untuk melakukan perangsangan puting susu.
lagi ke arah atas dan luar untuk melahirkan bahu
posterior. Pengeluaran Plasenta
2. Kedua bahu dan tangan telah lahir. l. Meminta ibu meneran ketika ada kontraksi, sam-
3. Kemudian lakukan sanggah susur, yaitu menggu- bil menarik tali pusat ke arah bawah kemudian
nakan tangan yang di atas (anterior) menelusuri ke arah atas, mengikuti jalan lahir sambil terus
dari punggung ke arah kaki untuk menyangga saat melakukan penekanan uterus dorsokranial.
punggung kaki lahir, pegang kedua mata kaki un- • Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan
tuk membantu kelahiran kaki. klem hingga 5-10 cm dari vulva;
Jika plasenta tidak lepas setelah peregangan
Penanganan Bayi Baru Lahir selama 15 menit, lakukan:
I. Lakukan penilaian bayi dalam 30 detik. Jika kondi- Pemberian oksitosin l 0 unit IM kembali;
si bayi baik, segera letakkan bayi di atas perut ibu Jika kandung kemih penuh, lakukan ka-
dengan posisi kepala lebih rendah sedikit dari tu- teterisasi kandung kemih;
buh. Jika bayi asfiksia, lakukan resusitasi. Persiapan rujukan;
2. Hangatkan bayi dan bungkus kepala serta badan Mengulangi peregangan tali pusat selema
bayi dengan handuk. biarkan kontak kulit antara 15 menit;
ibu dan bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin IM. Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit
3. Jepit tali pusat menggunakan klem 3 cm dari pu- sejak kelahirn bayi, segera rujuk.
sat bayi. Lalu, tali pusat diurut dari klem pertama 2. Apabila plasenta terlihat di introitus vagina, la-
ke arah ibu dan pasang klem ke 2, sekitar 2 cm hirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang
dari klem pertama. plasenta dan lakukan putaran plasenta hingga 429
4. Pegang tali pusat dengan I tangan. lindungi bayi selaput ketuban terpilin. Lalu , lahirkan plasenta.
dari gunting dan potong tali pusat diantara 2 klem Cek keutuhan plasenta: kotiledon dan selaput.
Jika ada robekan di selaput, pakai sarung ta- salinan;
ngan DTT atau steril, lalu periksa vagina serta Jika uterus tidak berkontraksi baik, lakukan
serviks. Gunakan jari, klem, atau forceps DTT tata laksana atonia uteri;
untuk melepaskannya. Jika ada laserasi, lakukan penjahitan dengan
anestesia lokal.
Masase Uterus 9. Ajarkan kepada ibu dan keluarga cara melakukan
Setelah plasenta dan selaputnya lahir, lakukan masase masase uterus dan memeriksa kontraksi uterus.
uterus dengan cara meletakkan telapak tangan di fun- 10. Evaluasi kehilangan darah.
dus uterus dan melakukan pemijatan dengan gerakan 11 . Periksa tekanan darah, nadi, dan kandung kemih
melingkar hingga uterus terasa berkontraksi (fundus setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap
menjadi keras seperti batu). 30 menit selama jam ke 2 setelah bersalin. Periksa
suhu tubuh ibu setiap jam selama 2 jam pertama.
3. KALA IV
Penilaian Perdarahan Kebersihan dan Keamanan
1. Periksa plasenta di kedua sisi (menempel ke ibu 1. Menempatkan seluruh peralatan dalam larutan
dan janin), keutuhan selaput ketuban. Letakkan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (I 0 menit). Cuci
plasenta di dalam kantung plastik atau tempat dan bilas peralatan setelah dekontaminasi.
khusus. Jika tidak berkontraksi selama 15 menit. 2. Buang seluruh barang yang terkontaminasi dalam
lakukan tindakan yang sesuai. tempat sampah.
2. Evaluasi adanya laserasi pada vagina, perineum, 3. Bersihkan ibu dengan air DTT, bersihkan dari
rektum. Jika ada perdarahan aktif akibat robekan, cairan ketuban, lendir, dan darah. Bantu ibu me-
segera jahit. makai pakaian bersih dan kering.
4. Pastikan ibu nyaman, ban tu ibu berikan ASI. ibu
Prosedur Pascapersalinan dianjurkan untuk minum dan makan.
I. Penilaian ulang uterus, pastikan kontraksi baik. 5. Dekontaminasi daerah tempat persalinan dengan
2. Sarung tangan ditaruh dalam larutan klorin 0.5%, klorin 0 ,5% dan bilas air bersih.
bilas kedua tangan dengan DTT dan keringkan. 6. Rendam sarung tangan dalam keadaan terbalik
3. Ikatkan tali pusat dengan tali DTT disimpul mati (bagian dalam ke luar) dalam klorin 0,5% selama
sekitar I cm dari pusat. 10 menit.
4. Ikat lagi satu simpul mati di bagian pusat yang 7. Cuci tangan dengan sabun dan air.
berlawanan dengan simpul yang pertama.
5. Lepaskan klem bedah dan letakkan ke dalam laru- Dokumentasi
tan klorin 0,5%. Catat seluruh tindakan pada partograf.
6. Selimuti bayi kembali dan tutupi kepalanya. Pasti-
kan handuk bersih dan kering. Sumber Bacaan
7. Anjurkan ibu mulai memberikan ASI. 1. Mose JC, Pribadi A. Asuhan persalinan normal. Dalam:
8. Lanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan per- Saifuddin AB. Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. penyun-
darahan pervaginam: ting. llmu kebidanan. Edisi ke- 4. Jakarta: Bina Pustaka
2-3 kali dalam 15 menit pertama setelah per- Saiwono Praw irohardjo: 2008. h.34 I -7.
salinan; 2. Moeloek FA. Nuranna L. Wibowo N. Purbadi S. Persalinan
Setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah normal. Dalam: Standar pelayanan medik obstetri dan gine-
persalinan; kologi. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Setiap 20-30 menit pada jam ke 2 setelah per- (POGI) . Jakarta: POGI: 2003. h.33.

Perineorafi
Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika

Definisi Jndikasi
4 30 Penjahitan Iuka atau robekan pada daerah perine- Klasifikasi robekan perineum dibagi menjadi 4, yaitu:
um dan sekitarnya. Terjadinya Iuka dapat diakibatkan Derajat 1: Iuka yang terkena hanya sebatas kulit
oleh robekan saat persalinan atau episiotomi. perineum saja;
m. ischiocavernosus

m. transversus pe1·i11ei
superlidans

Garis episiotomi m. Jevawr a11i


medial
m. sfl11gter a11i externus

m. gluteus maximus

Gambar I. Otot-otot Perineu m

Derajat 2: luka terjadi di perineum, otot perineum,


tidak sampai terkena sfingter ani; Perineorafi Derajat 3 dan 4
Derajat 3a: robekan mengenai sfingter ani ekterna Luka atau robekan yang mengenai sfinter ani in-
<50%; terna dapat menyebabkan inkontinensia fekal sedang-
Derajat 3b: robekan sfingter ani ekterna >50%; kan sfingter ani eksterna menyebabkan urgensi fekal.
Derajat 3c: robekan hingga mengenai sfingter ani Umumnya, robekan sfingter ani terjadi pada nulipara.
interna dan hampir seluruh sfingter ekterna; Faktor-faktor yang meningkatkan risiko robekan
Derajat 4: robekan terjadi hingga mukosa rektum, derajat 3: primigravida, kala II >60 menit, persalinan
selain sfingter ani eksterna-interna. per vaginam dengan bantuan alat, episiotomi midline,
makrosomia, posisi oksipitoposterior, analgesik epi-
Langkah Kerja dural, induksi persalinan, dan distosia bahu.
Sebelum dilakukan penjahitan, diperlukan peme- Pada robekan derajat 3-4. penjahitan perlu de-
riksaan secara teliti apakah kerusakan mengenai ngan supervisi orang yang sudah ahli. Analgetika yang
perineum, vagina, atau hingga rektum. Pada Iuka adekuat sangat diperlukan, bisa menggunakan aneste-
derajat 1 minor di mana tidak ada perdarahan dan si regional atau umum. Infiltrasi lokal tidak membe-
hanya tepi-tepi kulit saja yang terpisah, tidak perlu rikan relaksasi sfingter yang cukup untuk membantu
dilakukan penutupan (penjahitan). Pada Iuka derajat dalam penjahitan yang maksimal.
2, perlu dijahit untuk mempercepat penyembuhan Derajat 3a - penjahitan dengan teknik end-to-end,
dan mengurangi jarak antar perineum yang terpisah. umumnya sfingter masih baik;
Penjahitan dilakukan dengan teknik penjahitan Derajat 3b - beberapa ahli, memotong serat yang
kontinu dilanjutkan dengan subkutikular di akhir. tersisa untuk melakukan overlap repair.
Tinjauan dari Cochrane Collaboration menunjukkan Pada robekan derajat 4, penjahitan hingga ke mu-
bahwa penjahitan kontinu pada semua lapisan akan kosa rektum awalnya dilakukan interrupted de- ngan
mengurangi rasa nyeri hingga 10 hari pascapersalin- knots yang ditempatkan di sebelah mukosa menggu-
an dan dispareunia dibandingkan dengan penjahitan nakan benang asam poliglikolat (Vicryl®) 2:0. Selan-
satu-satu. Penjahitan menggunakan benang Catgut® jutnya. lapisan sfingter interna diikat melewati defek
atau asam poliglikolat (Vicryl®) yang memiiki sifat dengan interrupted Vicryl® 2:0 atau 3:0. Kemudian,
dapat diserap. dilakukan penjahitan sfingter eksterna dengan teknik
Pastikan bahwa apeks vagina baik, jika tidak, bisa overlap. Apabila menggunakan benang yang dapat
terjadi hematoma paravagina. Jika mengenai arteri, diserap, simpul harus diletakkan di bawah otot perine-
harus segera diligasi. Selesai penjahitan, pastikan um superfisial untuk mencegah migrasi.
semuanya terkontrol baik termasuk hemostasis, laku-
kan colok dubur dan palpasi sfingter ani untuk me- Sumber Bacaan 431
mastikan tidak ada penjahitan yang mengenai mukosa 1. Kean L. Perinea! trau ma. Dalam: Luesley DM. Baker PN.
rektum, dan berikan agen analgesik. penyunting. Obstetrics and gynaecology evidence-based
text for MRCOG. Edisi ke-2. Londo n: Hodder Arnold: 2010.
h.447-52.
168 •
Kompcknsi 1V Partograf
11
•• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika

Definisi Molase (penyusupan kepala janin) - menilai


Pencatatan kemajuan atau proses persalinan di lem- apakah kepala bayi dapat menyesuaikan de-
baran partograf. ngan bagian keras panggul ibu. Hal ini dinilai
setiap melakukan periksa dalam (4 jam). Jika
Tujuan tulang kepala saling menyusup/ tumpang tin-
Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dih, curiga adanya CPD (disproporsi tulang
Mendeteksi apakah proses persalinan berlangsung panggul). Tulang kepala saling tumpang tin-
normal sehingga dapat mengetahui kondisi ibu dih dan tidak dapat dipisahkan menandakan
dan janin dan membantu untuk membuat keputu- ketidakmampuan akomodasi. Jika ditemukan
san klinik. CPD, pantau kondisi janin dan kemajuan per-
salinan. rujuk bila perlu. Lakukan pencatatan
Cara Pengisian Halaman Depan Partograf di kotak penyusupan (persis di bawah lajur air
Pencatatan di partograf dimulai pada kala I fase aktif ketuban) dengan kriteria sebagai berikut:
(pembukaan serviks 4 cm) hingga lahirnya bayi. 0: tulang kepala janin terpisah, sutura bisa di-
I. lsi semua bagian atas dengan lengkap, identitas, palpasi;
jam kedatangan, hingga kondisi ketuban saat 1: tulang kepala janin saling bersentuhan;
datang (sudah pecah atau belum) 2: tulang kepala janin tumpang tindih, namun
2. Kesejahteraan Janin bisa dipisahkan;
Denyut jantung janin - dinilai setiap 30 3: tulang kepala janin tumpang tindih. tidak
menit. Jika terdapat tanda-tanda gawat janin, dapat dipisahkan.
lakukan pemantauan lebih sering. Kotak hori-
zontal menunjukkan waktu. Setiap satu kotak 3. Kemajuan Persalinan
kecil bernilai 30 menit. Kotak vertikal (angka) Lajur kedua di partograf untuk memantau kema-
menunjukkan DJ]. Beri tanda titik di garis yang juan persalinan. Angka 0 -10 dalam cm di kiri menun-
sesuai dengan DJ]. Lalu, buat garis tidak ter- jukkan pembukaan atau dilatasi serviks. Selain itu,
putus yang menghubungkan antara satu titik angka di sebelah kiri tersebut, skala 1-5 juga menun-
dengan titik-titik lainnya di kolom DJJ. DJ] jukkan penurunan janin. Setiap kotak horizontal me-
normal adalah I 00-180 kali/menit (garis tebal nyatakan waktu 30 menit, sedangkan setiap kotak
hitam). Penolong perlu waspadajika DJJ <120 vertikal menunjukkan penambahan dilatasi I cm.
atau > 160 kali per menit. Pembukaan serviks - periksa dalam setiap 4 jam
Warna dan pecahnya air ketuban - setiap sehingga pencatatan dilakukan setiap 4 jam, jika ada
kali melakukan pemeriksaan dalam, lakukan penyulit lebih sering. Partograf mulai ditulis ketika
penilaian terhadap keutuhan ketuban dan war- sudah ada pembukaan 4 cm (fase aktif). Yang harus
nanya jika sudah pecah. Kemudian, dilakukan diingat, tanda "X" ditulis di garis waktu yang sesuai
pencatatan dan ditulis selajur dengan pen- dengan lajur pembukaan serviks. Kemudian, hubung-
catatan DJJ, di kolom khusus air ketuban. Jika kan tanda "X" dengan "X" lainnya dari setiap pemerik-
ada mekonium, belum tentu terjadi gawat ja- saan dengan garis utuh.
nin, namun tetap perlu pemantauan DJJ. Jika Misal, pertama melakukan periksa dalam, didapat-
mekonium kental, harus segera rujuk ibu ke kan pembukaan serviks 6 cm. Tanda 'X' mulai ditulis
rumah sakit yang memiliki fasilitas asuhan ke- dari garis waspada, yang sejajar dengan angka 6 (titik
gawatdaruratan obstetrik dan bayi baru lahir. perpotongan antara garis waspada dan sejajar garis
Kategori penilaian air ketuban, antara lain: skala 6). Titik ini merupakan titik dimulainya pen-
U: utuh (belum pecah); catatan partograf sehingga semua lajur, selain peman-
J: sudah pecah, jernih; tauan kemajuan persalinan Gajur kesehatan janin:
M: sudah pecah, bercampur mekonium; DJ], ketuban; kontraksi; dll.), titik mulai pencatatan-
432 D: sudah pecah, bercampur darah; nya segaris dengan garis pembukaan serviks. Catat
K: pecah, tidak ada air ketuban (kering). waktu pemeriksaan pertama kali dimulainya fase ak-
tif. di kotak kosong tempat mencatat waktu (segaris kecil 30 menit) .
dengan pembukaan serviks).
Penurunan bagian terbawah, presentasi janin 5. Kontraksi uterus
- setiap periksa dalam (per 4 jam). jangan lupa men- Di lajur kontraksi, terdapat 5 kotak ke atas (1 -5),
catat turunnya bagian terbawah janin juga. Normal- satu kotak menunjukkan satu kali kontraksi. Cek kon-
nya, pembukaan serviks akan diikuti dengan turun- traksi uterus setiap 30 menit selama fase aktif lalu
nya bagian terbawah janin. Pengukurannya dengan raba dan catat jumlah kontraksi selama 10 menit (be-
palpasi bimanual, diukur dari seberapa jauh dengan rapa kali kontraksi) dan lamanya setiap kontraksi (da-
tepi simfisis pubis. Pencatatannya dengan simbol lam detik). Saat fase laten, periksa lama dan frekuensi
(o). ditulisnya di garis-garis yang sama dengan lajur uterus setiap jam.
pembukaan serviks, menggunakan skala angka untuk
pembukaan serviks. Hanya saja ini, dari 0-5. Kemu-
Titik-titik: lama setiap kontraksi <20 detik
dian, antar simbol (o) dihubungkan dengan garis pu-
tus-putus. Contoh: jika kepala masih bisa dipalpasi
Garis-garis: lama setiap kontraksi 20-40
4/5, tanda (o) di nomor 4.
detik

Katagorinya dari 5/5 hingga 0/5, diperiksa de-


lsi penuh: lama setiap kontraksi > 40 detik
ngan menggunakan 5 jari tangan.
5/5: bagian terbawah janin belum masuk ke tepi 6. Obat dan Cairan
atas simfisis pubis Catat semua obat dan cairan yang masuk dalam kotak
0/5: bagian terbawah janin sudah masuk semua sesuai dengan kolom waktu.
ke dalam simfisis pubis sehingga tidak dapat di- Oksitosin - ketika drip oksitosin sudah diberikan,
palpasi lagi. catat setiap 30 menitjumlah unit oksitosin yang dibe-
rikan (satuan: tetesan per menit).
Garis waspada dan bertindak - pencatatan fase
aktif Qika pembukaan serviks minimal 4 cm) selalu 7. Kesejahteraan Ibu
dimulai dari garis waspada. Garis waspada dimulai Nadi, tekanan darah, dan temperatur - nadi
dari pembukaan serviks 4 cm dan berakhir saat pem- diperiksa setiap 30 menit selama fase aktif (beri tan-
bukaan lengkap, jika laju pembukaan 1 cm/jam. Jika da titik pada kolom waktu yang sesuai). Tekanan da-
dilatasi serviks mengarah ke sebelah kanan dari garis rah dicatat setiap 4 jam selama fase aktif (beri tanda
waspada, berarti pembukaan <l cm/jam, mulai diper- panah pada kolum waktu yang sesuai). Tempareratur
timbangkan tindakan intervensi yang dapat dilakukan. dicatat setiap 2 jam.
Contoh: amniotomi, infus oksitosin, persiapan meru- Volume, protein, atau aseton urine - diukur seti-
juk. ap 2 jam (setiap kali ibu berkemih).
Jika pembukaan serviks berada di sebelah kanan
garis bertindak, harus dilakukan tindakan untuk 8. Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik
menyelesaikan persalinan. Persalinan tanpa penyulit, Catat semua asuhan lain, pengamatan (kelu-
catatan pembukaan serviks tidak akan melewati garis han-keluhan) , konsultasi. keputusan klinik, rujukan di
bertindak. luar kolom partograf.

4. Jan1 dan Waktu Lembar Belakang Partograf


Waktu mulai fase aktif - lajur yang berada per- Dikenal sebagai catatan persalinan. Lembar ini men-
sis di bawah lajur pembukaan serviks dan turunnya catat hal yang terjadi selama proses persalinan dan
kepala. Terdapat kotak-kotak dengan angka dari 1- 16. kelahiran, serta tindakan yang dilakukan dari kala I-IV
Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimu- serta asuhan bayi baru lahir.
lainya fase aktif.
Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan - di Sumber Bacaan
bawah lajur kotak dengan angka 1- 16, terdapat ko- 1. Keman K. Partograr. Dalam: SaiFuddin AB, Rachimhadhi
tak-kotak kosong. Kotak ini untuk mencatat waktu ak- T. Wiknjosastro GH. penyunting. Ilmu kebidanan. Edisi
ke -4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 2008.
tuaf di mulai dari fase aktif pertama. Satu kotak besar
h.315-32.
tersebut menunjukkan waktu 1 jam sama dengan 2
kotak kecil di bagian pembukaan serviks (satu kotak

433
PARTOGRAF
~;iq!;tt[ I I I I I 11 I ~JO•I• .. ._. ................ u" .. ....... G ... P ... 1 .••
~o ?;nn u I I I I I I I I rtqg• I __ .. _____ ____________ .. Ju --------------
~ e'• ea • cec=~ ~ t a1 1air. _ _ __ _ _ _ _ __ _ _ __ _ _ _ _ _ __ _ _ Iii • Its ! t at !i 1 _________________ _

1n ~~~~~~~~~~~~~~~~

I !C f--+-lf--+-lf--+-l-l--1-l--l-+-+-+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-I
I IC ~~io-+-t-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+'-+-+"-+-+"""'1-t"""'l-t-"'1'-'t-"'1-1
I - ~ 1--+-11--+-11--+-1-+-t-+-t--+-t--+-t--+-+--+-+-t-t--t-t--t-t--+-+-+-+-t-t--t-1
I !C >--+--<>--+--<>--+--<--+--+--+--+-+-+--+-+--+-+-+-+--+--+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-1
DI 'J•I I IC f--+-lf--+-lf--+-l-l--l-l--1-+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-I
:u l~ "j IH f--+-lf--+-lf--+-l-l--1-l--l-+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-I
1"1; tn I/ : ; ; f-+-1--+-11--+-1-+-t-+-t--+-t--+-t--+-+--+-+-t-t--t-t--+-+-t--t--t--t--t-t--t-1
11 0 f-+-f--+-lf--+-l-l--1-+-l-+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-I
I 0 t ~~io-+-t-+-+-+-+-+-+-+-+.........-+-+-+-+'-+-+"-+-+"""'1-t"""'l-t"""'l-t""'1-1
;c f-+-1--+-11--+-1-+-t-+-t--+-+--+-+--+-+--+-+-t-t--t-t--+-+-+-+-+-+-t-t--t-1
IC L......J..-L.......L......'---'---'---'--'---'--'---L.......l.---L.......1.--'--'--'--'--'--'-......._._......___,_........__._........__._........__.__._,

:;'.,~·;~::: IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
ll ...... ...... ......
' ,... ...
l
-......
~ . ~ \
... ....... ""'""'"
<
~

'""'""'" ,... ....


....... ""'""'"
'""'""'"

5 i ! 12
l l
' ! l 10 11 ll Ii 15 Ii

~
": ~;: ~ :r·J 11111111111111111111111111111 I I I

(il
~:, u, :~ I I IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
0
a -: :;':


~
0 b a Id II
C11111 IV
p..
llol IIC ~t---r--it---r--i-+-t---.--t---.--t--.,.--+--.,.--+--..--+--..--+--..--+--.-+---.-+--.-+--.-+-....--i

::s • Nl di 11 0 >-+->--+--<>--+--<--+--+--+--+-+-+-+-+--+-+-+-+--+--+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-1
I 60 f-+-l--+-ll--+-l-l--l-l--l-+-+--+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-1
~
llol
I IC
1lO
130
f-+-l--+-ll--+-ll--+-l-+-t--+-t--+-+--+-+--+-+-t-t--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-1
>-+->--+--<>-+---<--+--+--+--+-+-+-+-+--+-+--+-+--+--+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-1
>-+->--+--<>-+---<--+--+---+-t-+-+-+-+--+-+--+-+--+--+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-1

~-
11 0 f-+-l--+-ll--+-ll--+-l-+-t--+-t--+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-1
- et u u 11 0 >-+->--+--<>-+---<---+-t---+-t-+-+-+-+--+-+--+-+-+-+-+-+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-1
d!II b I 0C f-+-l--+-ll--+-ll--+-l-+-t--+-+--+-+--+-+--+-+-t-t--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-1
;o >-+->--+--<>-+---<--+--+--+--+-+-+-+-+--+-+--+-+--+--+-+-+--+-+--+-+--+-+--+-+--+-1
't:I 80 f-+-l--+-ll--+-ll--+-ll--+-l-+-+--+-+--+-+--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-1

~
10 f-+-l--+-ll--+-ll--+-l-+-t--+-+--+-+-+-+-+-+-t-t--+-+-+-+-+-+-+-+-+-+--+-1
60 ~~~~~~~~~~~~~~~~

~ 111 pIii Ill


(il
a 1ro11,1 I

l' Ill
-E I SI Ion
Vo!Ullt I I I I I I I I I I I I I I I 1·
~ Gambar I . Lembar Depan Partograf

434
CATATAN PERSALINAN

1. Tanggal : ........... .......................... ...•..............••........... 24. Masase fundus uteri ?


2. Nama bidan : .................. ....... ................................ .. . O Ya.
3. Tempat Persalinan : 0 Tidak, alasan ........................... ........ .
0 Rumah lbu 0 Puskesmas 25. Plasenta lahir lengkap (intact) Ya I lidak
0 Polindes O Rumah Sakit Jika lidak lengkap , lindakan yang dilakukan :
0 Klln lk Swasta 0 Lalnnya : ... ............................... .. a ................................................... .
4. Ala mat tempat persalinan :
b. .... ····································
5. Catalan : 0 rujuk, kala : 11111 111/ IV 26. Plasenta tidak lahlr > 30 menil : Ya I Tidak
6. Alasan merujuk: .......................................•.......... 0 Ya, lindakan :
7. Tempat rujukan : ....... ......................... . a ................................................... .
8. Pendamplng pada saat merujuk : b ........... .
0 Bidan 0 Teman c . ................... .................
0 Suaml 0 Dukun 27. Laserasi:
0 Keluarga O Tidak ada O Ya, dimana ............................................ .
KALA i O Tidak.
9. Partogram melewali garis waspada : Y I T 28. Jika laserasi perineum, derajat : 1 I 21 3 / 4
10. Massiah lain, sebutkan : ................. . Tindakan :
0 Penjahitan, dengan I tanpa anestesi
0 Tidak dijahit, alasan ..... .
11. Penatalaksanaan masalah Tsb : .. ...............•............ 29. Atoni uteri :
0 Ya, tindakan
12. Hasilnya : ................................................................ . a .................
KALA ll b .... .... ········· ··················
c. .... ............................ .
13. Epislotomi : O lidak
0 Ya, lndlkasl .....•..•.•.....•......................... 30. Jumlah perdarahan : ... ml
O lidak 31 . Maselah lain, sebutkan ............................•................
14. Pendamplng pada saat persalinan 32. Penatalaksanaan maselah tersebut : ......................•
0 Suami 0 Teman 0 lidak ada
0 Keluarga 0 Dukun 33. Hasilnya : ........•.•. ......................•.................... ...........
15. Gawat Janin :
0 Ya, lindakan yang dilakukan BAYI BARU LAHIR :
a ................... ....................................... . 34. Berat bad an .................... gram
b ............................................... ............................. . 35. Panjang ........... ...................... cm
c . ..... ..... ............ ... ................................. .. .............. . 36. Jenis kelamln : LI P
O lidak 37. Penilaian bayl baru lahir : baik I ada penyulit
16. Distosla bahu : 38. Bayi lahir :
0 Ya, lindakan yang dilakukan 0 Normal, lindakan :
a ................................... ..... .................................. .. 0 mengeringkan
b.......................... .
c. .......................... ............................................ .
0 menghangalkan
O lidak
0 rangsang taktil
17. Masalah lain, sebutkan :
0 bungkus bayi dan tempatkan di sisi ibu
O Aspiksia ringanl pucat/biru/lemas/, tindakan :
18. Penatalaksanaan masalah tersebut : ...................... .
0 mengeringkanO bebaskan jalan napas
19. Hasilnya : ............................................................... . 0 rangsang taktil 0 menghangatkan
0 bungkus bay! dan tempatkan di sisi lbu
KALAlll 0 lain - lain sebulkan .................. ............ .
20. Lama kala Ill : ........................... menlt 0 Cacal bawaan, sebutkan :
21 . Pemberian Olsltosin 1O U im ? O Hipotermi, tindakan :
0 Ya, waktu : .......... .. menit sesudah persalinan a .. .............. ..
0 Tidak, alasan ...................................................... . b................. .
22. Pemberian ulang Oksitosin (2x)? c . ........................ ... .......................
0 Ya, alasen .... ...... ........... ......•• . 39. Pemberian ASI
O lidak O Ya, waktu : .......... ..... jam setelah bay! lahir
23. Penegangan tali pusat terkendal i ? 0 Tidak, alasan ..................... ............. .... ................ .
O Ya, 40. Masalah lain,sebutkan : .......................................... .
0 Tidak, alasan ... . ... ......••.................................... Hasilnya : ........................... ........ .....•.....
PEMANTAUAN PERSALINAN KALA IV
Jam Ke Waklu Tekanan darah Nadi Konlraksi Kandung Kemih Perdarahan
Uterus

Masalah kala IV : ..............................................................................................................................


Penatalaksanaan masalah tersebut : .................................... .......................................................... .
Hasilnya : ...... ......................................•......................
435

Ga mba r 2. Lemba r Belaka ng Partograf


169 Induksi Persalinan
Kompi.•tensi Ill

••
Definisi
• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika

cavum atau miomektom i luas.


Induksi adalah upaya melakukan inisiasi persaH- lnfeksi genitalia aktif (herpes)
nan per vaginam sebelum timbul secara spontan un-
tuk melahirkan janin dan plasenta. lnduksi persalinan Diagnosis
dilakukan pada trimester ketiga, namun dapat pula • Toleransi ibu: kondisi umum. fungsi organ (kardio-
dilakukan sebelum trimester ketiga. jika bayi sudah vaskular, pernapasan). hemostasis, kapasitas dan
viabel (±24 minggu). akomodasi jalan lahir
Induksi dilakukan bila terdapat ancaman bagi ibu. Toleransi janin: viabel. presentasi, posisi. volume
janin. atau keduanya jika kehamilan tetap diperta- air ketuban
hankan. Sedemikian sehingga kelahiran dirasa lebih Pantau dengan partograf.
menguntungkan (utamanya bagi ibu. namun jika bisa
dua-duanya). Syarat utama adalah toleransi ibu dan Tata La ksana
janin selama persalinan dan kelahiran. Sebelum melakukan induksi. sebaiknya dilakukan
pemeriksaan dan persiapan terlebih dahulu.di an-
Jnd ikasi dan Kontraindikasi taranya memastikan indikasi induksi masih ada; tata
Usia gestasi penting ditentukan sebelum melaku- laksana terhadap hal yang mungkin terjadi akibat/ se-
kan induksi (apapun indikasinya) karena akan mem- lama tindakan sudah dipersiapkan; konfrrmasi posisi
pengaruhi tata laksana. Contohnya. pada kasus ibu fetus, presentasi, kondisi fetus (DJJ); serta pemeriksa-
hamil dengan usia gestasi belum cukup bulan. diper- an kondisi serviks ibu. Keberhasilan ataupun gagalnya
lukan pematangan paru dahulu. induksi. salah satunya ditentukan oleh kondisi ser-
Beberapa indikasi induksi boleh dilakukan. yaitu: viks sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan
Usia kehamilan 2' 4 1 minggu - dapat mengurangi skor Bishop atau modifikasinya. Jika skor Bishop :S 6,
mortalitas perinatal dan sindrom aspirasi mekoni- menandakan unfavorable servix.
um
Ketuban pecah dini sebelum persalinan dan cukup Terdapat beberapa metode induksi persalinan, yaitu:
bu lan (>37 minggu) I. Secara mekanik
Penyakit pada ibu, seperti diabetes. hipertensi. pe- Tujuan: pematangan serviks (effacement dan
nyakit ginjal/jantung. autoimun (LES) dilatasi). kontraksi uterus. diikuti persalinan.
Penyakit yang berhubungan dengan kehamilan: • Membrane swipping - caranya adalah dengan
preeklampsia/ eklampsia. kolestatis obstetrik. per- memasukkan jari melalui os serviks. lalu me-
darahan antepartum yang berulang, perdarahan nyapunya (sweeping) mengelilingi permukaan
antepartum pada usia gestasi sudah cukup. solu- interna serviks dan secara gentle mendorong
sio plasenta permukaan membran menjauh. Metode ini
Kehamilan kembar dapat menyebabkan persalinan spontan dalam
Fetus: IUGR. oligohidramnion. isoimunisasi, IUFD. 4 8 jam. mengurangi insidensi persalinan ;,4 1
suspek makrosomia minggu. Namun. dapat menyebabkan sedikit
Keinginan ibu perdarahan vagina. perasaan tidak nyaman
saat prosedur dilakukan. dan kontraksi uterus
Kontraindikasi irreguler.
Kontraindikasi induksi pada persalinan sama de- Higroskopik dan dilator mekanik
ngan kontraindikasi pada persalinan pervaginam dan Induksi ini dilakukan jika skor Bishop :S6 (un-
spontan. di antaranya: favourable cervix). Tujuannya adalah pema-
Plasenta previa totalis. vasa previa tangan serviks sehingga serviks lebih lunak.
Posisi janin transerval atau letak lintang tipis. dan berdilatasi.
Prolaps tali pusat Dilator higroskopik: bekerja dengan
436 Riwayat operasi sesar klasik sebelumnya, miomek- menyerap air melalui osmosis sehingga
tomi (hingga ke endometrium) atau menembus terjadi perubahan bentuk dan ukuran. Jika
Tabel I. Modifikasi skor Bishop
Ni lcu
l·a kto1
ti I L l

Dilatas\ serviks (cm) <I 1-2 3-4 >4

Panjang serviks (cm)' >4 2-4 1-2 <I

Station of the head -3 -2 -1/0 +i/+2


Konsistensi Firm Average Soft
Poslsi serviks Posterior Mid position Anterior

diletakkan di kanalis servikal dalam waktu maksimum kenaikannya hingga 32 mU/ menit.
> 12 jam, dapat memberikan efek dilatasi Umumnya, oksitosin I 0 unit diencerkan dalam
mekanik dan amniotomi pun dapat dilaku- lOOOcc cairan isotonik, konsentrasi 10 mU/cc.
kan. Selain itu, juga menstimulasi prosta- Uterus mulai berespon dalam 5 menit
glandin keluar (cervical ripening). setelah pemberian oksitosin dan steady state
Kateter Foley dan balloon devices : diletak- oksitosin di dalam plasma tercapai dalam
kan di dalam kanalis servikalis sehingga 30-45 menit. Tujuannya mempertahankan
dapat mendilatasi serviks, menggunakan kontraksi dalam frekuensi 3-4x/ 10 menit. Se-
ukuran 14-26 F, serta dikembangkan 30- hingga beberapa kasus butuh maintenance !>
80cc. 12 mU/menit.
Ketika sudah terjadi dilatasi serviks meng- Kerberhasilan induksi ini dipengaruhi oleh
gunakan kedua teknik di atas, induksi BM! rendah, dilatasi serviks, paritas, serta usia
dapat dilanjutkan dengan amniotomi dan/ gestasi. Efek sampinnya takisistol uterus (kon-
atau pemberian oksitosin. Efek samping traksi uterus >5 kali dalam 10 menit dalam
yang dapat terjadi adalah infeksi. Lakukan beberapa kali interval 10 menit), deselerasi de-
pengawasan pada fetus dan ibu (denyut nyut jantung janin, ruptur uterus, dan solusio
jantung, suhu). plasenta. Namun, pemberian dosis tinggi dan
lnfus dengan salin di ekstra-amnion - infus frekuensi peningkatan dosis lebih sering, akan
dengan NaCl 0 ,9% ke dalam ruang ekstra-am- mempercepat persalinan dan korioamnionitis
nion melalui kateter Foley (kecepatan: 30- lebih rendah.
40cc/jam). Teknik ini seefektif induksi dengan
protaglandin topikal, tidak ada perbedaan in- Prostaglandin
sidensi morbiditas infeksi pada fetus dan ibu . Dapat terjadi perubahan pada serviks,
Namun, beberapa studi mengatakan bahwa meningkatkan komplians, stimulasi kontraksi
dapat meningkatkan operasi sesar. uterus, dan induksi persalinan. Biasanya digu-
Amniotomi - keberhasilan amniotomi diten- nakan pada induksi persalinan dimana serviks
tukan dari kondisi serviks (dilatasi dan ef- unfavourable. Prostaglandin yang digunakan
facement; favorable servix), paritas ibu hamil. E,. F2 ,. dan E, analog (misoprostol). Dapat di-
dan penurunan presentasi. Efek samping yang berikan secara oral, intravagina, intraservikal,
dapat terjadi adalah prolaps/ kompresi tali atau intravena. Intraservikal dan intravagina.
pusat. korioamnionitis. Sebelum dan setelah efek sistemik lebih sedikit.
amniotomi, segera lakukan pemeriksaan DJJ. Berdasarkan meta-analisis, penggunaan
Kontraindikasi: infeksi HN. prostaglandin untuk ripening serviks dan in-
Pada ibu dengan serviks yang sesuai, da- duksi persalinan jauh lebih menguntungkan
lam 24 jam setelah amniotomi. dapat ter- dibandingkan oksitosin sendiri , diantaranya:
jadi persalinan Peningkatan keberhasilan persalinan
Amniotomi + infus oksitosin: lebih sedikit pervaginam dalam 24 jam
jumlah ibu yang tidak melahirkan dalam Penurunan insidensi sesar
24 jam (lebih cepat terjadinya persalinan). Penurunan risiko unfavourable serviks
dalam 48jam
2. Medikamentosa Mengurangi penggunaan epidural
Oksitosin (l-8 mU/ menit) - Pemberiannya de- Efek samping yang timbul adalah masalah
ngan infusion pump, biasanya dimulai dari rate gastrointestinal dan hipertonus uterus 437
paling rendah (1 -2 mU/ menit) dan dinaikkan (pada 1% perempuan dengan pemberian
bertahap dalam interval 10-30 menit dengan ~2mg intravagina). Pemberian prostaglan-
din direkomendasikan menjadi metode ada respon perbaikan dengan pemberian oksigen/
induksi lini pertama. reposisi ibu, perlu dilakukan operasi sesar. Oosis
oral lebih aman dibandingkan dengan intravagi-
Tata cara pemberian prostaglandin na. seperti pola abnormal dari OJJ dan terjadinya
Sediaan PGE 2, yang tersedia adalah gel (2,5 takisistol lebih sedikit. Namun, efficacy pemberian
cc mengandung 0.5 mg dinoprostone) dan tablet intravagina lebih bagus dibandingkan oral.
(pervaginam, berisi I Omg dinopristone).
Beberapa protokol mengatakan pemberian Estrogen, relaxin, dan antiprogrestogen
3 dosis dengan interval per 6 jam. Atau setelah (mifepristone)
pemberian single prostaglandin, 15 jam kemudian Relaxin: gel yang diberikan intravagina untuk
baru boleh diberikan infus oksitosin + amniotomi menginduks i cervical ripening, dosis: 1-4 mg.
Qika belum ada persalinan). Pemberian >3-4 dosis. Mifepristone: untuk ripening serviks. Bisa
hanya sedikit memberikan keuntungan. Samajuga melewati sawar plasenta (mengganggu meta-
dengan pemberian dengan interval 6 jam atau do- bolisme aldosteron dan glukokortikoid) , ha-
sis >4mg (gel) atau >6mg (tablet), tidak ada keun- ti-hati efek samping ke fetus. lndikasi pembe-
tungan dan hanya memberikan respon sedikit rian: pada !UFO (kematian fetus intrauterin).
pada beberapa ibu.
3. Metode tradisional
PGE , (misoprostol) - pemberiannya dapat in- Castor oil : dikonsumsi melalui peroral. Oapat
travagina. peroral, atau sublingual. Tidak boleh menstimulasi kontraksi dari usus halus dan be-
pada bekas SC atau ada parut uterus (miomekto- sar melalu efek otot halus dalam visera, yang
mi) . Awalnya. untuk terapi dan pencegahan ulkus mana dapat memberikan efek samping beru-
peptikum. Saal ini. digunakan untuk membantu pa stimulasi aktivitas uterus, diare profus. dan
kontraksi uterus (induksi persalinan) , cervical kram abdomen. Keamanannya hingga saat ini
ripening. dan dapat pula bersifat mengugurkan . belum diketahui pasti.
Misoprostol lebih murah dan sangat mudah dida- Akupuntur
patkan daripada prostaglandin lainnya. Pengobatan herbal: produk yang mengan-
dung derivatif ergot dikatakan dapat mensti-
Tata cara pemberian misoprostol mulasi persalinan. Selain itu, efek dari daun teh
Sediaan: tablet I 00 mcg. 200 mcg. Oasis: rasberry. Namun, belum ada bukti yang kuat.
25 µg . 50 µg (diberikan per 4 jam intravagina, Stimulasi puting susu dan payudara : men-
maksimal 5 dos is), I 00 µg (dosis tunggal a tau stimulasi pengeluaran oksitosin dari hipofisis
diulang). Oasis awal pemberian misoprostol untuk posterior. Beberapa laporan kasus, didapatkan
induksi dan cervical ripening adalah 25 µg (tab- bahwa stimulasi puling susu dapat menye-
let I 00 atau 200 mcg, dibelah beberapa bagian). babkan hipertonus uterus (takisistol) dan bra-
Frekuensi pemberian setiap 3-6 jam. Oksitosin dikardiajanin sehingga perlu dilakukan penga-
boleh diberikan dengan selang waktu > 4 jam dari wasan terhadap janin yang ketat.
pemberian terakhir dosis misoprostol. Hubungan seksual : semen kaya akan prosta-
Hati-hati pemberian > 50 µg . dapat menimbul- glandin. namun hanya sedikit bukti yang men-
kan efek samping bagi ibu dan fetus. Efek sam- dukung hubungan seks dapat meningkatkan
ping: hipertonus uterus, deselerasi denyut jantung cervical ripening.
janin, perdarahan post-partum. cairan amnion ter-
campur mekonium. Selain itu, jika diberikan pada Tata Laksana Gaga! Induksi
ibu dengan riwayat sesar atau operasi uterus, Rekomendasi dari NICE, jika induksi gaga!, tata laksa-
dapat menyebabkan ruptur uterus. na selanjutnya:
Jika terjadi takisistol. OJJ masuk katagori Ill Metode induksi lain (tergantung dari situasi klinik
(pola sinusoid, tidak ada baseline variabilitas, tan- dan keinginan ibu)
da: late deselerasi berulang/bradikardia). dan tidak Operasi sesar

Tabel 2. Rekomendasi Pemberian Prostaglandin E2

I ip<' lnlnval lntt•rval Dosi~ I 01,11 do'>I'>

Tablet 6jam 6jam 3 mg-3 mg 6 mg. semua ibu hamil


438
Gel 6jam 6jam Nullipara: 2 mg-I mg 3mg

Multipara: I mg- I mg 2 mg
Jika dalam 2 jam tidak ada perubahan, harus siklus pemberian PGE 2 controlled-released pessary (l 0
langsung sesar. mg) selama 24 jam. Atau dilatasi serviks tidak mening-
kat dari 3 cm setelah pemberian oksitosin adekuat (6
Dimana dan Kapan Memulai Induksi jam setelah rate infus maksimal). Bisa menyebabkan
Kompetensi induksi persalinan adalah kompetensi ruptur uterus, infeksi, status asam-basa fetus tergang-
3. Dokter umum diharapkan dapat memberikan tata gu , dll
laksana awal dan segera merujuk pasien ke Spesi- Cord prolapse
alis Obstetri & Ginekologi. Boleh dilakukan di mana Solusio plasenta
ada personel dan peralatan yang lengkap untuk bisa !bu: hiponatremia, hiperstimulasi uterus, dan per-
melakukan pengawasan bagi fetus dan ibu. Normal- darahan post-partum
nya, kontraksi uterus dapat terjadi sesuai dengan ira- Fetus: prematur, hiperbilirubinemia.
ma sirkadian, yaitu antarajam 10-12 malam. Sehingga
mulainya pemberian induksi di waktu tersebut dapat Sumber bacaan:
memberikan peluang keberhasilan yang lebih besar I. Hayman R. Induction of Jabour. Dalam: Lu esley OM .
dibandingkan waktu lain. Namun, hingga saat ini be- Baker PN. penyunting. Obstetrics and gynaecology evi-
lum ada data yang mendukung hipotesis tersebut. dence-based text for MRCOG. Edisi ke-2. London: Hodder
Arnold: 20 I 0. h.341 -54.
Komplikasi 2. Moeloek FA. Nuranna L. Wibowo N. Purbadi S. lnduksi
Gaga! induksi persalinan. Dalam: Standar pelayanan medik obstetri dan
Berdasarkan guideline dari NICE, gaga! induksi ginekologi. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indone-
didefinisikan jika setelah pemberian 1 siklus (pembe- sia (POGJ) . Jakarta POGI: 2003.
rian 2 kali dengan PGE 2 tab (3 mg) atau gel (1-2 mg) 3. Ramirez M. Ramin S. Induction of Jabour. ACOG Practi ce
dengan interval 6 jam) tidak terjadi persalinan. Atau l Bulletin No. I 07. Obstet Gynecol. 2009: I 14:386-97.

'

170 Persalinan Preterm


••
Kompeti.:ns1 IIIA

Definisi
• Dyah Paramita Wardhani. I Putu Gede Kayika

Low back pain


Kontraksi reguler yang terjadi pada usia gestasi Bercak darah
<37 minggu dan terdapat perubahan pada serviks. Perasaan menekan di daerah serviks
Menurut POGI. persalinan preterm jika terjadi saat Pembukaan minimal 2 cm dan penipisan 50-80%
usia kehamilan 22-37 minggu. Makin muda usia ke- Presentasi janin rendah hingga spina isiadika
hamilan. makin rendah berat badan bayi saat lahir, Ketuban pecah
risiko kematian neonatal pun semakin tinggi. Usia ke- Pada kehamilan 22-37 minggu
hamilan 32 minggu, perkiraan berat lahir bayi >1500
gram, kemungkinan hidup 85%. Tata Laksana
Dalam penatalaksanaan persalinan preterm. perlu
Etiologi atau tidaknya dipertahankan, dinilai dari beberapa
Berkaitan dengan infeksi selama kehamilan yang faktor yang dijadikan pertimbangkan, yaitu:
dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Risiko persa- Selaput ketuban - jika sudah pecah. persalinan
linan preterm dibagi menjadi janin, plasenta. dan ibu. menjadi pilihan
Di antaranya adalah perdarahan antepartum (plasenta Pembukaan serviks - jika hingga 4 cm lebih. sulit
previa. solusio, vasa previa). ketuban pecah dini. IUGR. dipertahankan
gemeli, polihidramnion, DM. preeklampsia, !SK. infek- Usia kehamilan - makin muda, pencegahan persa-
si selama hamil. stres, abortus berulang, inkompetensi linan perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertim-
serviks, trauma. di!. bangkan ketika TBJ>2000 gram atau usia hamil
>34 minggu
Diagnosis Ancaman Persalinan Preterm Penyebab persalinan 439
Kontraksi berulang minimal setiap 7-8 menit atau Kemampuan fasilitas NICU dan tenaga dokter
2-3 kali dalam l 0 menit
Tata laksana awal untuk mencegah kelahiran ki efek samping lebih kecil). Dapat menunda kela-
prematur ataupun melakukan penundaan persalinan hiran hingga 48 jam dibandingkan plasebo.
hingga bayi viable, yaitu: 3. COX-penyekat: indometasin. Sudah jarang digu-
Pemberian tokolisis (menghambat persalinan); nakan karena efek samping ke ibu dan janin. Dapat
Kortikosteroid (pematangan surfaktan paru untuk melewati plasenta dan menimbulkan efek samping
menurunkan kejadian RDS) ; ke bayi, seperti penutupan prematur duktus ar-
Antibiotik, bila perlu, untuk pencegahan infeksi. teriosus sehingga dapat menyebabkan hipertensi
Non-farmakologi: bed rest. tidak berhubungan pulmonal, PDA persisten.
seks sementara 4. Magnesium sulfat - lebih baik tidak digunakan
karena efek samping yang cukup banyak (risiko ke
Tokolisis (Tabet 1) bayi besar hingga kematian bayi), kurang efektif
Pemberian obat ini dapat mencegah kontraksi untuk menunda kelahiran, walaupun dikatakan
miometrium sehingga dapat menunda persalinan 2- 7 dapat mengurangi kejadian cerebral palsy.
hari, namun morbiditas janin masih tidak diketahui.
Pemberian tokolisis untuk terapi berkelanjutan tidak Kortikosteroid
direkomendasikan karena belum ada data yang kuat. Diberikan jika usia kehamilan <35 minggu untuk
Kombinasi beberapa tokolisis pun tidak disarankan, pematangan paru janin. Pemberian steroid tidak di-
bisa menimbulkan efek samping lebih besar. Pem- ulang karena dapat menyebabkan IUGR (pertumbuh-
berian tokolisis dipilih berdasarkan kondisi ibu, efek an janin terhambat). Pemberian siklus tunggal:
samping. usia kehamilan. Betametason: 12 mg/ hari IM untuk 2 hari (2 do-
sis);
Pertimbangan pemberian tokolisis jika terdapat: Deksametason: 2x6 mg IM dengan jarak setiap 12
kontraksi uterus reguler dengan perubahan ser- jam, pemberian hanya untuk 2 hari (4 dosis).
viks, dicurigai akan terjadi persalinan prematur
pada kehamilan tanpa penyulit Antibiotik
pada ibu hamil yang kemungkinan akan melahir- Diberikan jika kehamilan berisiko terkena infeksi.
kan sangat prematur, yang mana perlu dirujuk ke Ataupun pada ibu hamil sering timbul gejala infeksi
RS yang memiliki fasilitas NICU atau belum selesai traktus genitalia atas, hal ini dapat berkaitan dengan
diberikan kortikosteroid timbulnya gejala persalinan prematur (rentan). Obat
oral yang dianjurkan:
Tokolisis tidak boleh diberikan jika ada kontrain- eritromisin 3x500 mg PO, selama 3 hari
dikasi untuk mempertahankan/ memperpanjang usia ampisilin 3x500 mg PO, selama 3 hari
kehamilan. Contohnya infeksi intrauterin, PEB, solu- klindamisin
sio plasenta. kongenital letal/ gangguan kromoson, Tidak dianjurkan pemakaan co-amoksiklaf berisi-
dilatasi serviks cepat. fetal compromise. insufisiensi ko terjadi NEC (Necrotizing Enterocolitis).
plasenta. Kontraindikasi relatif di antaranya perdara-
han ringan karena plasenta previa, IUGR, kehamilan lndikasi Rujuk Persalinan Preterm
kembar, hasil CTG yang kurang bagus. Ketuban pecah, jika usia kehamilan >36 minggu,
segera terminasi. Jika usia kehamilan 32-35 ming-
Beberapa macam tokolisis yang dapat digunakan, yai- gu. tergantung dari tenaga dan kemampuan fasili-
tu: tas di RS tersebut (NICU)
1. Nifedipin • Jika terbukti terdapat infeksi, maka dilakukan
Hingga saat ini, belum ada konsensus yang jelas pengakhiran persalinan diinduksi (tidak melihat
mengenai dosis regimen ideal untuk tokolisis meng- usia kehamilan lagi)
gunakan nifedipin. Dosis lihat tabel 1. Usia gestasi >3 4 minggu: dapat dilahirkan di ting-
Jika dibandingkan dengan penggunaan 13-agonis, kat primer. prognosis lebih baik
nifedipin dapat memperbaiki hasil luaran neonatus Usia gestasi <34 minggu: dirujuk ke RS yang ter-
(belum ada datajangka panjang). Dapat menunda ke- dapat NICU.
lahiran hingga 7 hari. Efek samping yang dapat timbul Bukan merupakan indikasi seksio sesarea. Jika ja-
adalah kemerahan muka, palpitasi, mual. muntah, hi- nin presentasi kepala, boleh partus per vaginam.
potensi. Kontraindikasi pemberiannya adalah memili- Seksio dilakukan atas indikasi obstetrik. Belum
ki riwayat penyakitjantung. Hati-hati pemberian pada tentu dengan seksio prognosis bagi bayi lebih
pasien dengan DM atau kehamilan multipel (risiko baik. Letak sungsang dengan usia gestasi <3 4
440 edema paru). Dapat melewati sawar plasenta, namun minggu, pertimbangkan seksio.
efek jangka panjang ke bayi belum diketahui.
2. 13-agonis: terbutalin. salbutamol (nifedipin memili-
TabeI I. Tokolisis pada Persalinan Prematur

(,olongan Contoh Dosis Kontr<1indikasi Ffr·k Sarnping Fff'k Samping


Oh,11 Ma11•rnal fptus. NPonatus

Ca-channel Nifedipin RCOG: Penyakit jantung. Flushing. nyeri Belum diketahui


blocker Dosis inisial 20 mg PO. ginjal (hati-hati). kepala. mual
Lanjut. I 0-20mg. 3-4x/ hipotensi ibu muntah. hipotensi
hari. selama 2 hari (<90150)

ACOG:
dosis inisial 30 mg.
Lanjut. I 0-20mg.
setiap 4-6 jam

B-agonis Terbutalin 0.25 mg SK setiap Aritmia jantung Aritmia. edema Takikardiajanin,


20 menit-3 jam Qika paru. iskemia hiperinsulinemia,
denyut nadi >I 20x/m, miokard, hipotensi. hiperglikemia,
hentikan sementara) takikardia hipertrofi miokard/
septum. iskemia
miokard

Ritodrine Dosis inisial: Penyakit tirold, Hiperglikemla, Takikardia


50-100 µg/menit, OM tidak hiperinsulinemia, neonatus,
naikkan 50 µg/ menit cerkonrrol hipokalemia. hipoglikemia,
setiap JO menlt hingga antldluresis. hlpokalsemia.
kontraksi menurun kerusakan fungsi hiperbilirubin,
acau efek samplng tiroid. tremor. hipotensl.
timbul. palpitasi, mual perdarahan
muntah. halusinasi, intraventrikular
Dosis maksimal: 350 tegang. demam
µg/menit

Penyekat Indometasin Loading dose: 30mg Gangguan ginjal. Mual , heartburn Penu tupan
sintesis per rektal atau 50- he par duktus arteriosus.
prostaglandin I OOmg PO. Lanjut, hipertensi
25-50mg PO setiap 6 pu lmonal,
jam. selama 2 hari fu ngsi ginjal s:::
n:s
menurun dengan
oligohidramnion
....s:::
'iU
(reversibel). Cl)
M
perdarahan Q)
intraventriku lar. 0..
hiperbili rubinemia.
n:s
't'l
NEC n:s
P..
Ketorolak Loading dose: 60 mg Ulkus peptikum s:::
IM. Lanjut. 30 mg IM aktif n:s
....n:ss:::
ulindac
setiap 6 jam. selama
2 hari.

200 mg PO. setiap 12 Trombositopenia.


- Q)
::ii::
s:::
j am. selama 2 hari gangguan
n:s
't'l
koagulasi. sensitif s:::
terhadap NSAID. n:s
asma timbul ....s:::
akibat NSAID 'iU
Cl)
M
Q)
Magnesium Magnesiuff1 4-6 g bolus dalam 20 Miastenia gravis Flushing, letargi, Letargi, hipotonia. 0..
sulfat sulfa! menit. lalu lanjut 2-3 sakit kepala. lemah depresi napas,
g/jarn otol, diplopla. mineral berkurang 441
mulut kering,
edema paru. hentl
jantung

Keterangan: RCOG. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists: AGOG. American College of Obstetricians and Gynecologists.
Sumber Bacaan: 2. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG).
I. Mochtar AB. Persalinan preterm. Dalam: Saifuddin AB. Tocolysis for women in preterm labour. Green-top guide-
Rachimhadhi T. Wiknjosastro GH. penyunting. Ilmu ke- line No. l B. London: RCOG: 20 l I.
bidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Praw- 3. Thorp JM. Management of preterm labor. ACOG Practice
irohardjo: 2008. h.667-75. Bulletin No 43. Obstet Gynecol. 2003: !Ol:l039-47.

171 Ketuban Pecah Dini


Kompcli:nsi JUA

••
Definisi
• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika

batuk atau mengedan atau menggerakkan sedikit


Ketuban pecah dini (PROM, premature rupture bagian terbawah janin). Atau terlihat kumpulan
of membrane) adalah kondisi dimana ketuban pecah cairan di forniks posterior;
sebelum proses persalinan dan usia gestasi <-:37 ming- Vaginal touche (VT) tidak dianjurkan kecuali
gu. Jika ketuban pecah pada usia gestasi <3 7 minggu, pasien diduga inpartu. Hal ini karena VT dapat
maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan pre- meningkatkan insidensi korioamnionitis. postpar-
matur (PPROM, preterm premature rupture of mem- tum endometritis, dan infeksi neonatus. Selain itu,
brane). juga memperpendek periode laten.
Terdapat istilah periode laten, yaitu waktu dari pH vagina - menggunakan kertas lakmus (Nitrazin
ruptur hingga terjadinya proses persalinan. Makin test). Bila ada cairan ketuban, warna merah beru-
muda usia gestasi ketika ketuban pecah, periode la- bah menjadi biru. Selama hamil, pH normal vagi-
ten akan semakin panjang. Ketuban pecah saat usia na adalah 4.5-6.0. Sedangkan pH cairan amnion,
gestasi cukup bulan. 75% proses bersalin terjadi da- 7.1 -7.3.
lam 24 jam. Jika ketuban pecah di usia 26 minggu, Dengan USG. dapat mengkonfirmas i adanya oligo-
\-2 ibu hamil akan terjadi persalinan dalam I minggu hidramnion. Normal volum cairan ketuban antara
sedangkan usia gestasi 32 minggu , persalinan terjadi 250-1200 cc.
dalam waktu 24-48 jam. Singkirkan adanya infeksi - suhu ibu >38°C, air
Ketuban dapat pecah karena kontraksi uterus dan ketuban keruh dan berbau. leukosit > l 5000/mm 3 .
peregangan berulang yang menyebabkan selaput ke- J anin takikardia.
tuban inferior rapuh sehingga pecah. Salah satu fak-
tor risiko dari ketu ban pecah dini adalah kurangnya Tata Laksana
asam askorbat, yang merupakan komponen dari kola- Lakukan penilaian awal pada ibu hamil dan janin, yai-
gen. Pada kehamilan trimester awal, selaput ketuban tu:
sangat kuat. Namun, pada trimester ketiga menjadi Memastikan diagnosis
mudah pecah berkaitan dengan pembesaran uterus. Menentukan usia kehamilan
kontraksi rahim. dan gerakan janin. Sedangkan pada Evaluasi infeksi maternal atau janin. pertimbang-
kehamilan prematur, biasanya penyebabnya adalah kan butuh antibiotik/tidak terutama jika ketuban
infeksi dari vagina, polihidramnion, inkompeten ser- pecah sudah lama
viks, dsb. Dalam kondisi inpartu, ada gawat janin a tau tidak

Etiologi Penatalaksanaan ketuban pecah dini


ldiopatik, infeksi traktus genitalis, perdarahan Pasien dengan kecurigaan ketuban pecah dini ha-
antepartum. polihidramnion. inkompetensi serviks, rus dirawat di RS untuk diobservasi
abnormalitas uterus, amniocentesis, trauma. riwayat Jika selama perawatan. air ketuban tidak keluar
ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya. lagi, boleh pulang
Jika ada persalinan kala aktif, korioamnionitis, ga-
Diagnosis wat janin, kehamilan harus cepat diterminasi
Diagnosis ketuban pecah dini dapat diketahui dengan: Jika KPD pada persalinan prematur (PPROM) . ikuti
Menanyakan riwayat keluar air-air dari vagina dan tata laksana untuk persalinan preterm
442 tanda lain persalinan; Tata laksana bergantung kepada usia gestasi Qika
Pemeriksaan inspekulo - melihat adanya cairan tidak dalam proses persalinan, tidak ada infeksi.
ketuban keluar dari kavum uteri (meminta pasien atau gawatjanin)
Kemudian, lanjutkan dengan 2 terapi oral selama
Konservatif 5 hari, amoksisilin dan eritromisin (4x250 mg PO).
Jika terjadi PPROM sangat disarankan untuk Pada pasien yang alergi penisilin, diberikan terapi
dirawat di rumah sakit selama minimal 48 jam untuk tunggal klindamisin 3x600 mg PO. Sumber lain,
diobservasi. Hal ini dikarenakan 48-72 jam merupa- mengatakan bahwa pada PPROM, pemberian eri-
kan waktu yang rentan persalinan atau terjadi korio- tromisin hingga I 0 hari.
amnionitis. Prinsip tata laksana untuk perawatan di Hindari pemberian co-amoksiklav pada perempu-
rumah sakit: an dengan PPROM, dapat menyebabkan NEC.
Usia gestasi <32 minggu, disarankan dirawat inap,
jika air ketuban masih keluar. Tunggu hingga ber- Tokolisis
henti, berikan steroid, antibiotik; observasi kondisi Tidak direkomendasikan pemberian tokolisis
ibu dan janin. pada pasien yang mengalami ketuban pecah dini di
Usia gestasi 32-37 minggu usia gestasi <37 minggu {di atas 34 minggu). Pada
belum inpartu: steroid, profilaksis antibiotik, beberapa penelitian. pemberian tokolitik tidak mem-
observasi tanda infeksi, dan kesejahteraan ja- perpanjang periode laten (ketuban pecah-persalinan),
nin. meningkatkan luaran janin, atau mengurangi mor-
Sudah ada tanda inpartu: berikan steroid, anti- biditas neonatus. Pemberian tokolisis di usia gestasi
biotik intrapartum profilaksis, induksi setelah !>34 minggu, berfungsi untuk pematangan paru. Usia
24jam gestasi >34 minggu, tidak perlu lagi untuk pemata-
Usia gestasi >37 minggu, evaluasi infeksi, pertim- ngan paru.
bangkan pemberian antibiotik jika ketuban pecah
sudah lama, terminasi kehamilan (pertimbangkan Komplikasi PROM dan PPROM
pemberian induksi) Persalinan prematur, infeksi maternal/neonatus,
hipoksia karena kompresi tali pusat, naiknya insiden
Aktif seksio sesarea, hipoplasia pulmonal. Pecahnya ke-
Kehamilan >37 minggu, induksi oksitosin atau tuban menyebabkan oligohidramnion sehingga tali
misoprostol 25 µg - 50 µg intravaginal tiap 6 jam mak- pusat tertekan dan terjadi hipoksia. Makin sedikitnya
simal 4 kali. Bila ada tanda infeksi berikan antibiotik air ketuban, janin dalam keadaan gawat.
dosis tinggi dan terminasi. Bila gaga!, pertimbangkan
SC. Jika pelvic score <5, lakukan pematangan serviks, Sumber Bacaan
kemudian diinduksi. Jika tidak berhasil, pertimbang- I. Soewarto S. Ketuban pecah dini. Dalam: Saifuddin AB.
kan SC. Skar pelvis >5, lakukan induksi persalinan. Rachimhadhi T. Wiknjosastro GH. penyunting. Ilmu ke-
bidanan. Edisi ke- 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Praw-
irohardjo: 2008. h.677-80.
Pemberian Antibiotik
2. Strevens H. Allen K. Thornton JG. Ma nage ment of prema-
Pemberian antibiotik, terutama pada usia gestasi
ture prelabor rupture of the membran es. Ann NY Acad Sci.
<37 minggu, dapat mengurangi risiko terjadinya ko- 2010Se p:120 5: 123-9.
rioamnionitis, mengurangi jumlah kelahiran bayi da- 3. Royal College of Obstetric ia ns a nd Gynaecologist (RCOG) .
lam 2-7 hari, dan mengurangi morbiditas neonatus. Preterm pre labour rupture of membranes. Green-top
Salah satu rekomendasi mengenai pemilihan antibio- Guideline No.44 . London: RCOG: 2006.
tik antepartum, yaitu: 4. Taylor M. Pre-labour rupture of the membranes. Dalam:
Ampisilin 1-2 gram IV, setiap 4-6 jam, selama 48 Luesley DM, Bake r PN. pe nyunting. Obstetrics and gynae-
cology evidence-based text for MRCOG. Edisi ke-2. London:
jam
Hodder Arnold: 2010. h.309- 14.
Eritromisin 250 mg IV, setiap 6 jam, selama 48
jam.

443
172 Perdarahan Antepartum
Komptterui m

••
Definisi
• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika

Letak rendah (berada di segmen bawah rahim di-


Perdarahan yang terjadi di atas usia gestasi 20 mana tepi bawah padajarak 2 cm dari ostium uteri
minggu sebelum persalinan berlangsung. Perdarahan internum)
dikatagorikan berat jika darah yang hilang >I 000 cc, Ada juga yang membaginya berdasarkan grade 1-4
kesadaran pasien terganggu. tekanan sistolik <I 00 atau minor (grade 1-2)/mayor (grade 3-4).
mmHg. denyut nadi >120x/ menit, dan perfusi ke per- Grade I: tepi plasenta berada di segmen bawah,
ifer menurun. namun tidak mencapai ostium internum
Grade 2: tepi plasenta mencapai ostium internum,
Penatalaksanaan Umum pada Perdarahan Masif namun tidak menutupinya
Segera memanggil bantuan Grade 3: plasenta menutupi ostium internum. asi-
Pasang oksigen, masker I 0-15 L/menit (hipoksia metris
akan mengurangi kontraksi uterus). Grade 4: plasenta menutupi ostium internum, le-
Pasang dua jalur intravena. Pertama, infus dengan taknya di sentral
RL atau larutan garam fisiologis , boleh hingga 2
liter. Kemudian, koloid (hingga 1,5 liter) hingga Etiologi
darah tersedia Riwayat operasi uterus sebelumnya (miomekto-
Cek darah perifer lengkap, golongan darah, ct-di- mi) ; kutetase; abortus 2'2x; kehamilan usia tua 2' 40
mer (curiga DIC). skrining pembekuan darah, elek- tahun, memiliki risiko tinggi.
trolit. Pemeriksaan USG, DPL. dan pembekuan da-
rah perlu diperiksa, terutama jika diduga solusio Diagnosis
plasenta atau ruptur uteri Perdarahan warna merah segar, tanpa rasa nyeri.
J ika Hb <I 0 g! dL, segera transfusi darah, karena Awalnya, sedikit lalu berhenti sendiri. Kemudian,
pada perdarahan masif kadar Hb baru terlihat akan berulang tanpa sebab jelas dan lebih banyak.
nyata berkurang setelah beberapajam. Pertahank- seperti mengalir. Biasanya. dimulai dari trimester
an konsentrasi Hb 2' 8 mg/ di ke 2 ke atas.
Pasang kateter untuk mengawasi urine keluar. Pada kehamilan lanjut. bagian bawah janin tidak
Cek selalu tanda vital ibu dan janin {dengan CTG) masuk pintu atas panggul.
Umumnya. kondisijanin baik hingga terjadi perda-
A. Plasenta Previa rahan agak banyak.
Definisi Plasenta previa sulit didiagnosis hingga sekitar
Plasenta previa adalah plasenta berimplantasi usia 28 minggu yang mana segmen bawah mulai
pada segmen bawah uteri sehingga menutupi seba- terbentuk. Untuk membantu memastikan diagnosis,
gian hingga seluruh ostium uteri internum. Perdara- dilakukan pemeriksaan USG.
han antepartum paling banyak terjadi akibat plasenta
previa. sekitar 50% kasus. Biasanya semakin membe- Tata Laksana
sarnya ukuran uterus, plasenta pun akan ikut pindah Tegakkan diagnosis, pastikan hemodinamik stabil,
sehingga pemeriksaan USG selama antenatal sangat- dan segera rujuk ke RS terdekat.
lah bermanfaat. J angan pernah melakukan periksa
dalam, jika terdapat keluhan/ perdarahan dan sum- Komplikasi
ber perdarahan belum diketahui asalnya. Jika karena Perdarahan banyak dapat terjadi anemia dan syok
plasenta previa. perdarahan akan semakin banyak. hingga kematian maternal
Kelainan letak janin
Klasifikasi Kelahiran prematur dan gawat janin
Totalis atau komplet (menutupi ostium uteri inter- Perdarahan paska persalinan
num) DIC
444 Parsialis (menutupi sebagian ostium uteri inter-
num) B. Solusio Plasenta
Marginalis (tepi plasenta berada di pinggir ostium Definisi
uteri internum) Dikenal juga sebagai ablasio plasenta, abruptio
placentae. Definisinya adalah terlepasnya plasenta se- plasenta sebelumnya, abnormalitas janin, ketuban
bagian atau seluruhnya dari tempat implantasi yang pecah dengan polihidramnion, trauma, korioamnion-
normal sebelum waktunya (bayi lahir). Lebih bahaya itis kronis, dan preeklampsia.
dibandingkan plasenta previa karena dapat menye-
babkan hipoksia janin dan mengurangi sirkulasi ute- Gejala Klinis
ro-plasenta. Perdarahannya banyak, bisa keluar ke Perdarahan berwarna merah tua
vagina dan dapat pula tersembunyi. Nyeri perut
Uterus tegang terus-menerus (mirip his)
Klasifikasi
Ruptur sinus marginalis (hanya tepi plasenta ter- Diagnosis
lepas) Tanda klinis: perdarahan bisa terlihat/tersem-
Parsialis (terlepas lebih luas) bunyi, perdarahan warna merah tua, nyeri saat
Totalis (seluruh permukaan maternal terlepas) perdarahan, kontraksi tetanik pada uterus, CTG
bayi ada kelainan. Jika solusio besar, uterus akan
Berdasarkan kondisi klinis: keras dan nyeri. Hati-hati, terkadang gejala mirip
Solusio plasenta ringan dengan persalinan prematur, janin meninggal, da-
Plasenta yang terlepas < 25% atau < 1/6 bagian. rah sedikit, perut tegang.
Darah yang keluar <250cc, sedikit hingga banyak. Diagnosis definitif: ditemukan hematoma retro-
Sulit dibedakan dengan plasenta previa, hanya plasenta (setelah partus).
warnanya saja yang kehitaman. Belum ada kom- USG: tidak bisa memastikan karena gambaran ret-
plikasi. Hanya tampak sedikit gejala, nyeri masih roplasenta normal mirip dengan perdarahan pada
ringan, darah sedikit, kondisi janin dan ibu ma- solusio. USG dilakukan minimal 2x karena ketika
sih baik, palpasi sedikit nyeri lokal, perut sedikit darah sudah membeku gambarannya akan lebih
tegang. dan bagian janin masih dapat diidentifi- ekogenik dalam 48 jam dan hipogenik hingga 2
kasi. minggu
Color Doppler: membantu menegakkan diagnosis
Solusio plasenta sedang MRI: deteksi melalui metHb, namun dalam situasi
Plasenta terlepas 25- <50%. Darah yang keluar darurat tidak pas untuk melakukan ini
250-1OOOcc. Sudah ada gejala nyeri perut yang Alfa-feto-protein dan hCG serum ibu: meninggi
terus-menerus (berbeda dengan his normal yang kadarnya. Selain itu , kehamilan dengan kelainan
hilang timbul) , tegang, pucat, takikardia, hipotensi, kromoson, neural tube defek, hipertensi saat ham ii,
oliguri, kulit dingin berkeringat, dan denyut jan- plasenta previa, ancaman prematur, JUGR.
tung janin cepat (gawat janin) , perdarahan lebih
banyak berwarna hitam. Ketika dipalpasi, sulit di- Tata Laksana
tentukan bagian janin. Kadar fibrinogen 150-250 Tegakkan diagnosis dan segera rujuk ke rumah
mg! 100 cc. Pada pemeriksaan CTG (kardiotok- sakit
ografi), terdapat gambaran deselerasi lambat. Per- Pada solusio plasenta berat, segera beri resusitasi
lu dilakukan tes gangguan pembekuan darah. cairan

Solusio plasenta berat Komplikasi


Plasenta yang terlepas > 50%, darah yang keluar Anemia, syok hipovolemik, gangguan pembekuan
~ 1000 cc berwarna hitam. Gejala sangat jelas. darah, DIC, gaga! ginjal, insufisiensi fungsi plasen-
Kondisi umum buruk, syok, perut nyeri dan ta
tegang seperti papan, mayoritas janin meninggal. Sindrom Sheehan: setelah syok yang berlangsung
Pada concealed hemorrhage, fundus uteri leb- lama teratasi. namun telah menyebabkan iskemia
ih tinggi karena ada penumpukan darah dalam dan nekrosis adenohipofisis
uterus. Inspeksi rahim: uterus membulat, kulit di Kematian jannin, kelahiran prematur, kematian
atasnya kencang dan berkilat. Komplikasi yang perinatal
dapat terjadi adalah koagulopati, gaga! ginjal {oli-
guri), hipofibrinogenemia (fibrinogen < 150mg%), Sumber Bacaan
trombositopenia. I. Chalik TMA. Perda ra han pada kehamilan la njut dan pe rsa-
li nan. Da lam: SaiFuddin AB. Rachimhadhi T. Wiknjosastro
Etiologi GH, penyunting. llmu kebida nan. Edis i ke-4. Jakarta: Bina
Penyebabnya hingga saat ini belum diketahui, Pustaka Sarwono Prawiroha rdjo; 2008. h.4 92-514. 445
namun terdapat beberapa faktor risiko yang mem- 2. Kea n L. Ancepa rtum haemorrhage. Dalam: Luesley DM.
pertinggi kemungkinan terjadinya solusio, dian- Bake r PN. penyunting. Obstetrics and gy naecology evi-
taranya usia ibu dan paritas tinggi, riwayat solusio dence-based text for MRCOG. Edisi ke-2. London: Hodder
173 Perdarahan Postpartum
••
Kompetmsi IIIB


Deflntgjld: 201 o. h.315-28.
Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika

susu
Perdarahan postpartum atau pasca persalinan Pemberian oksitosin dan turunan ergot secara
(PPP) adalah perdarahan >500 cc dari traktus IM, N, atau SC
genitalia setelah bayi lahir. PPP bukan diagnosis, harus Pemberian derivat prostaglandin F2 a
dicari penyebabnya. seperti atonia uteri, robeknya (carboprost tromethamine). Namun. obat ini
jalan lahir, sisa plasenta, gangguan pembekuan darah. belum tersedia di Indonesia
Pascapersalinan disebut aman jika kesadaran, tanda Pemberian misoprostol 800-1000 µ g per
vital, kontraksi uterus baik, dan tidak ada perdarahan. rektal
Kompresi bimanual eksterna/interna
KlasifLkasi Kompresi aorta abdominalis
PPP primer jika terjadi dalam 24 jam pertama. Pemasangan tampon kondom. Kondom di
Penyebab tersering adalah atonia, sisa plasenta, kavum uteri disambungkan ke kateter, fiksasi
robekanjalan lahir, dan inversio uteri. Jika perdarahan dengan karet gelang dan diisi cairan infus 200
<500 cc, namun telah menyebabkan syok hipovolemia, cc (akan mengurangi perdarahan) . Tindakan
tetap dikatakan perdarahan paska persalinan primer. ini hanya bersifat sementara sebelum tindakan
PPP sekunder terjadi setelah 24 jam, namun masih bedah di RS rujukan.
dalam 6 minggu awal setelah persalinan. Penyebab Bila tindakan di atas gaga!, laparotomi
tersering akibat sisa plasenta. Perdarahan dikatakan pilihannya dengan tetap mempertahankan
masif jika darah yang hilang;,, 1000 , 1500, atau 2500 uterus atau histerektomi.
cc.
Robekan Jalan Lahir
Etiologi Terjadi karena episiotomi, robekan spontan
Penyebab perdarahan postpartum primer paling perineum, trauma forseps/ekstraksi vakum, atau
sering adalah atonia uteri, diikuti trauma traktus
genitalia. Sedangkan perdarahan postpartum
Tabel 1. Dosis Uterotonika
sekunder. mayoritas akibat sisa plasenta dan
endometritis.
Utt•rotonika RutP Dos is
pemberian
Atonia Uteri
Adalah lemahnya kontraksi uterus sehingga
Simocinon lV Oasis bolus 5 JU.
perdarahan dari tempat implantasi plasenta tidak bisa (oksitosin) Dilajutkan. drip
tertutup. Dapat dilakukan pencegahan dengan: 40 IU dalam 40 cc
manajemen aktif kala III cairan salin . 10 eel
pemberian misoprostol 2-3 tab PO {400-600 µif) jam Qika perlu)
setelah bayi lahir
Jika fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
dan kontraksi tidak bagus, perdarahan banyak, curiga Sintometrin IM I cc

terjadi atonia. Dalam perhitungan penggantian darah,


Ergometrin IV/IM 250-500 µg
pikirkan masih ada 500-1000 cc darah terperangkap
di uterus.
Carboprost IM 250 µg, setiap
15-90 menit.
Tata laksana syok jika perdarahan masif terjadi
maksimum 2 mg
karena atonia: (8 dosis)
Posisi Trendelenburg, pasang oksigen dan akses
vena: Misoprostol PR 800 µg
446 Merangsang kontraksi uterus:
Masase fundus uteri dan merangsang puting Cameprost intrauterin l-2mg
memimpin persalinan sebelum pembukaan lengkap. atas (manuver Crede), dan tekanan intraabdommen
Setelah persalinan,jika kontraksi baik, tapi perdarahan yang keras (batuk).
masih ada, curiga akibat robeknya jalan lahir atau sisa
plasenta. Ciri perdarahan adalah darah merah segar Tanda-tanda:
dan pulsatif sesuai denyut nadi. Tata laksana yang Syok karena kesakitan
diberikan berupa klem sumber perdarahan, diikat, Perdarahan bergumpal
dan dijahit dengan cat-gut pada setiap lapisan dengan Vulva tampak endometrium terbalik dengan/
anestesi lokal (perineorafi). tanpa plasenta
Jika sudah lama, jepitan di serviks menyebabkan
Retensio Plasenta uterus iskemi, nekrosis, dan infeksi
Retensio plasenta adalah keadaan plasenta masih
belum bisa dilahirkan setelah setengah jam anak lahir. Tata laksana:
Hal ini karena adhesi kuat antara plasenta dan uterus. Pasang JV line
Terdapat beberapa jenis perlekatan plasenta: Bila perlu, berikan tokolitik/MgS04 untuk
Plasenta akreta: implantasi hingga desidua basalis- melemaskan uterus yang terbalik sebelum reposisi
lapisan Nitabuch. Predisposisi: plasenta previa, manual dengan cara mendorong endometrium
bekas SC, kuret berulang, multiparitas ke atas masuk ke dalam vagina. Terus melewati
Plasenta inkreta: plasenta menembus hingga serviks sampai tangan masuk dalam uterus pada
miometrium posisi normal.
Plasenta perkreta: viii korialis menembus perime- Plasenta dilepaskan di dalam uterus secara
trium manual kemudian keluarkan. Sambil memberikan
uterotonika IV atau IM, tangan tetap dipertahankan
Jika plasenta belum terlepas sama sekali, maka di dalam hingga uterus kembali normal. Baru
tidak akan ada perdarahan. Jika sebagian sudah tangan boleh dikeluarkan
terlepas, maka akan timbul perdarahan. Pada pasien Antibiotik dan transfusi darah sesuai keperluan
dengan kontraksi baik, robekan sudah dijahit, namun Jika tidak bisa dimasukkan karena jepitan serviks
masih ada perdarahan, perlu dicurigai retensio atau keras, perlu laparotomi segera.
sisa plasenta, harus segera dilakukan eksplorasi
manual plasenta dengan digital/kuret dan pemberian Sumber Bacaan:
uterotonika. l. Karkata M .K. Perdarahan paskapersalinan (PPP) . Dalam:
Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Wiknjosastro GH, penyun-
ting. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina Pu staka Sar-
lnversio Uteri
wono Prawirohardjo: 2008. h.522-9.
Kondisi dimana endometrium turun dan keluar ke
2. Thompson. Postpartum haemorrhage. Dalam: Lu esley OM,
ostium uteri eksternum, bisa komplit atau inkomplit.
Baker PN. penyunling. Obstetrics and gynaecology evi-
Faktor penyebab di antaranya adalah atonia uteri, dence-based text for MRCOG. Edisi ke-2. London: Hodder
serviks terbuka lebar, tekanan pada fundus uteri dari Arnold: 20 I 0. h.496-500.

174 •
Kompl;'tcnsi IV Trauma Persalinan
11
•• '

Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika

Definisi Klasifikasi
Trauma yang terjadi di jalan lahir selama persalinan. Trauma di perineum dibagi menjadi 4 derajat, yaitu:
Derajat I: di kulit perineum saja
Trauma Perineum Derajat 2: di perineum, otot perineum,
Umumnya, terjadi pada ibu yang baru melahirkan Derajat 3a: hingga mengenai sfingter ani eksterna
pertama kali, angka kejadian hingga 90%, dengan epi- <50%
siotomi 40-60%. Luka di perineum dapat menyebab- Derajat 3b: hingga sfingter ani ekterna >50%
kan nyeri. dispareunia, hingga disfungsi psikoseksual. Derajat 3c: hingga sfingter ani interna dan hampir 447
seluruh sfingter ani ekterna
Derajat 4: hingga mengenai mukosa rektum.
Faktor Risiko turun (descent) saat kala II pasif kemudian diper-
Bayi besar, persalinan lama, persalinan dengan timbangkan untuk induksi (augmentation) dengan
bantuan alat (contoh: forcep). Terdapat beberapa usa- oksitosin pada ibu nullipara. Namun, ha! ini masih
ha untuk mengurangi terjadinya risiko trauma perine- dievaluasi antara risiko dan keuntungannya.
a! dengan derajat yang semakin besar, diantaranya:
Episiotomi Analgesik epidural dan kala II laten
Rekomendasi dari NICE berdasarkan buk- Analgesik epidural dikatakan berkaitan de-
ti-bukti dengan evidence tinggi mengatakan bah- ngan peningkatan risiko persalinan pervaginam
wa episiotomi yang dilakukan secara rutin tidak menggunakan alat, hal ini yang dapat meningkat-
terlalu menguntungkan untuk jangka pendek/ kan risiko terjadinya trauma perineum.
panjang bagi ibu dibandingkan tidak melakukan
episiotomi. Namun, beberapa sumber menyatakan, Ruptur Uterus
tidak dilakukannya episiotomi (restricted episioto- Penyebab tersering dari ruptur uterus adalah
my) juga dapat menyebabkan trauma vagina ante- pemisahan skar histerektomi dari operasi sesar
rior dan trauma perineum yang berat (derajat 3-4). sebelumnya. Faktor prediposisi lainnya adalah
NICE memberikan pernyataan kembali, jika kuretase, perforasi, atau miomektomi. Selain itu,
akhirnya dilakukan episiotomi, sebaiknya meng- induksi dengan oksitosin untuk menstimulasi
gunakan teknik episiotomi mediolateral dari uterus yang berlebihan/tidak sesuai juga dapat
vaginal fourchette dan biasanya menuju ke sisi menyebabkan ruptur uterus.
kanan. Sudut dari aksis vertikal diantara 4 5-60° Ruptur uterus juga bisa disebabkan trauma
ketika episiotomi dilakukan. Episiotomi midline (traumatic rupture), seperti trauma abdomen
dapat meningkatkan risiko trauma yang semakin (blunt trauma), akibat forcep , janin besar karena
meluas. Namun, episiotomi mediolateral pun juga hidrosefalus. Umunya, trauma tumpul pada uterus
tidak menunjukkan penurunan insidensi robekan jarang menyebabkan uterus ruptur. Namun, pada
derajat 3. perempuan hamil, trauma apapun yang mengenai
Persalinan normal (tanpa alat bantu) abdomen, harus diwaspadai terjadinya ruptur ute-
Beberapa minggu sebelum melahirkan, rus dan solusio plasenta.
melakukan pemijatan pada daerah perineum dapat Ruptur uterus juga bisa terjadi secara spontan.
melindungi dari trauma perineum pada nullipara. Angka kejadiannya I: 15000 kelahiran. Biasanya
Mode of delivery (metode persalinan) terjadi pada ibu dengan paritas tinggi. Terutama
Persalinan dengan sesar elektif serta berku- pada ibu paritas tinggi dan menggunakan induk-
rangnya persalinan pervaginam dengan bantuan si oksitosin. Obat-obat uterogenik lainnya, selain
alat dapat menurunkan insidensi trauma perine- oksitosin pun, dapat menyebabkan ruptur (tablet
um. Proses melahirkan secara spontan dikatakan vaginal prostaglandin E, atau gel prostaglandin
lebih sedikit menyebabkan trauma sfingter ani E,).
dibandingkan dengan forcep.
Ketika akhirnya diputuskan melakukan per- Sumber Bacaan:
salinan pervaginam dengan bantuan alat, maka I. Kean L. Perinea! trauma. Dalam: Luesley OM. Baker PN.
dianjurkan untuk melakukan episiotomi dahulu, penyunting. Obstetrics and gynaecology evidence-based

terutama pada nu Iii para dan menggunakan forcep. text for MRCOG. Edisi ke-2. London: Hodder Arnold: 20 I 0.
h.447-52.
Dibandingkan persalinan pervaginam dengan alat
2. Cunningham F. Leveno K, Bloom S. Spong CY. Dashe J.
yang dikatakan meningkatkan risiko trauma, lebih
penyunting. William obstetrics. Edisi ke-24. Philadelphia:
dianjurkan untuk menunggu hingga kepala bayi McGraw-Hill: 2014.

448
175 •
Komretensl JV - Infeksi Intrapartum
•• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika

lnfeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi selama pada hasil:


masa kehamilan dan persalinan. leukosit dalam urine >I O/ LPB pada pemeriksaan
Berikut berbagai infeksi intrapartum yang dapat ter- mikroskopis urin. Jumlah hitung leukosit dari mid-
jadi: stream urine sebanyak 2000/cc atau 200.000/
A. Infeksi Saluran Kemih jam dianggap positif. Jika spesimen diambil dari
Merupakan infeksi yang terjadi di sepanjang aspirasi kandung kemih, nilai 800/ cc positif tanda
saluran kemih. Paling sering terjadi · selama ke- infeksi.
hamilan. Berkaitan dengan urine yang statis dan Hematuria (dianggap positif jika >5/ LPB dan jum-
refluks vesikoureter meningkatkan risiko !SK ba- lah >8000/ cc urin)
gian atas. Penyebabnya biasanya dapat merupa- Proteinuria ringan( >2 gram/24 jam)
kan flora normal perineum. seperti E.coli. Risiko
yang ditimbulkan adalah persalinan prematur. Tata Laksana
Terapi berdasarkan sensitivitas invitro biasanya se-
Gejala K.linis cara empiris. Pilihan antibiotik:
!SK dapat bersifat asimtomatis. Gejala yang se- Dosis tunggal
ring muncul adalah disuria, polakisuria, dan urgensi. Amoksisilin 3 gram
Nyeri (disuria) dapat dirasakan di daerah suprapu- Ampisilin 2 gram
bis atau pelvis atau rasa terbakar di uretra waktu Sefalosporin 2 gram
berkemih. Polakisuria terjadi karena vesika tidak Nitrofurantoin 200 mg
bisa menampung urine lebih dari 500 cc karena in- Sulfonamid 2 gram
flamasi mukosa sehingga sering berkemih. Urgensi TMP SFX 320/ 1600 mg
adalah keinginan tidak terkontrol untuk berkemih. Tiga kali sehari
Gejala lain adalah stranguria. yaitu berkemih sulit dan Amoksisilin 500 mg 3x sehari
kejang otot pinggang yang sering terjadi pada sistitis Ampisilin 250 mg 4x sehari
akut. Tenesmus adalah nyeri disertai keinginan me- Sefalosporin 250 mg 4x sehari
ngosongkan vesika. Nokturia adalah sering BAK pada Nitrofu rantoin 50-100 mg 4x sehari, JOO mg
malam hari karena kapasitas vesika menurun. dua kali sehari selama I 0 hari terbukti efektif
!SK karena jamur. Jika asimtomatis, tidak diberi-
Diagnosis kan antijamur. Akan tetapi, jika ditakutkan infek-
Diagnosis ditegakkan berdasarkan bukti adanya si makin berat, diberikan amfoterisin B atau flu-
mikroorganisme dalam saluran kemih. Terdapat bak- konazole. Flukonazole 200 mg/ hari dosis tunggal
teriuria dibuktikan dengan kultur urine >I 00.000 selama I 0-14 hari, kategori C. Amfoterisin B de-
koloni/ cc urin. ngan dosis 0.3 mg/ KgBB IV (kategori B).
Bakteriuri asimtomatis adalah adanya bakteri
yang berkembang biak dalam urine namun tidak me- B. Malaria
nimbulkan gejala. Prevalensi pada perempuan hamil Definisi
sekitar 2-7%. Walaupun jumlah bakteri sedikit bisa Merupakan penyakit akibat infeksi protozoa (genus
menunjukkan akibat kontaminasi. hitung koloninya plasmodium) yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles .
rendah namun ada gejala klinik. bisa tanda infeks i
aktif. Sehingga walau konsentrasinya rendah perlu Klasifikasi
diobati. Terdapat beberapa jenis malaria berdasarkan penye-
Jika bakteriuria asimptomatik tidak diobati, 25% babnya:
pasien akan kembali menjadi infeksi akut selama ke- I. Malaria vivax,
hamilan. 2. Malaria ovale.
3. Malaria malariae,
Urinalisis 4. Malaria falsiparum. 449
Piuria adalah warna urine seperti nanah. Bisa di- Gejala dan komplikasi malaria pada kehami-
sebabkan hitung leukosit yang tinggi. !SK dicurigai lan bervariasi tergantung dari sistem imun ibu.
Hipoglikemia karena kebutuhan glukosa meningkat
!bu yang tidak pernah terpapar infeksi ini se-
belurnnya. gejala yang timbul bisa lebih berat. karena infeksi. Terkadang asimptomatik. Gejala rancu
dengan malaria sendiri: takikardia. berkeringat, meng-
Gejala Klinis gigil, kejang, penurunan kesadaran. pingsan. Kadar
• Trias malaria: demam, menggigil, dan berkeringat gula harus dimonitor berkala.
Pada trimester 2. sering atipikal gejalanya. Lainnya -aborcus spontan. premacur, IUFD. IUGR. be-
Anemia, splenomegali (dapat menghilang saat tri- rat badan lahir rendah. gawatjanin. Penyebaran trans-
mester 2) plasenta kejanin bisa menyebabkan malaria kongenital.

Diagnosis Tata Laksana


Malaria paling ringan adalah malaria tertiana l. Pencegahan transmisi
(P vivax) dengan pola demam 2 hari sekali. Geja- Obat profilaksis malaria
la timbul 2 minggu setelah infeksi. Kematian akibat klorokuin 5mg/ KgBB (2 tab) sekali seminggu.
malaria terbanyak disebabkan malaria tropikana Pada daerah resisten, pada kehamilan dini
(P falsiparum). Jenis itu bisa menyebabkan koma. tidak dianjurkan menggunakan klorokuin
Malaria kuartana (P malariae) , memiliki masa tapi diganti menjadi menokuin. Obat lain:
inkubasi lebih lama daripada malaria tertiana atau sulfadoksin-pirimetamin 1 tab/ minggu, tidak
tropikana. Pola demam setiap 3 hari. Gejala ma- untuk trimester pertama karena teratogenik.
laria akibat Povale mirip dengan malaria tertiana. Di atas 20 minggu, pemberian profilaksis,
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemerik- dapat mengruangi malaria falsiparum hingga
saan mikroskopis apus darah tepi dengan pe- 85% dan vivaks hingga 100%.
warnaan Giemsa (gold standard) untuk malaria. Penggunaan kelambu
Deteksi antigen dengan cara mendeteksi anti-
gen parasit malaria dapat dibaca langsung da- 2. Terapi malaria
lam 15 menit (RDT atau rapid diagnostic test). Semua trimester: kuinin. artesunat/artemeter/
artemeter
Komplikasi Trimester 2: menokuin. pirimetamin/ sulfadok-
Anemia - lebih berat pada usia kehamilan 16-29 sin
minggu. Transfusi darah dimulai ketika Hb <8 g%. • Trimester 3: sama dengan trimester 2
Packed red cell lebih dipilih daipada whole blood. un- Kontraindikasi pada ibu hamil: primakuin.
tuk mengurangi volume intravaskular yang mening- tetrasiklin. doksisiklin. halofantrin
kat. Transfusi cepat menggunakan whole blood ha-
ti-hati edema paru. Sumber Bacaan:
l. Effendi J S. Pribadi A. Demam dalam kehamilan dan persa-
Edema paru akut- komplikasi yang terja-
linan. Dalam: Saifuddin AB. Rachimhadhi T. Wiknjosastro
di lebih sering pada ibu hamil trimester II. Ill.
CH. penyunting. llmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina
Bisa bertambah berat dengan adanya anemia.
Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 2008. h.629-42.

450
Masa Nifas
Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika

Definisi kuning, dan menjadi putih. Tidak berbau.


Puerperium (masa nifas) adalah 1 jam setelah Vagina - minggu ke-3, akan mengecil dan timbul
plasenta lahir hingga 6 minggu (42 hari) setelahnya. rugae kembali.
Masa pascapersalinan adalah fase khusus dalam Dinding abdomen - striae akan berkurang.
kehidupan ibu dan bayi. yang merupakan masa Saluran kencing - kembali normal dalam 2-8
transisi bagi ibu, bayi, dan keluarga secara fisiologis, minggu, tergantung dari kondisi sebelum
emosional, dan sosial. Masa ini dikenal juga sebagai persalinan, lama kala 2, dan besarnya tekanan
masa involusi di mana sistem reproduksi perempuan kepala pada saat persalinan.
setelah melahirkan akan kembali ke kondisi seperti
sebelum hamil. Penilaian Fundus (Involusi Uteri)
Selama hamil, ukuran dan berat uterus akan
Perubahan Fisiologis Nifas bertambah hingga 1000 gram. Setelah persalinan,
Uterus - ukuran uterus akan mengecil. Setelah 2 berinvolusi kembali seperti sebelum hamil, 50-
hari persalinan, setinggi sekitar umbilikus. Setelah 100 gram.
2 minggu, masuk panggul. Setelah 4 minggu, Kontraksi miometrium membantu dalam proses
kembali ke ukuran semula (lihat Gambar 1) . involusi. Kontraksi berlangsung dalam 2-3 hari
Serviks uteri - setelah melahirkan, involusi pertama masa nifas.
serviks dan segmen bawah uterus berbeda dan Selama 12 jam pertama setelah melahirkan,
tidak kembali seperti kondisi sebelum hamil. kontraksi uterus reguler dan kuat. Sehari setelah
Kanalis servikalis menjadi lebih lebar dan longgar. postpartum, kontraksi akan berkurang sejalan
Endometrium - regenerasi terjadi dalam waktu dengan perubahan involusi.
hingga minggu ke-3, kecuali tempat perlekatan Penilaian fundus setelah melahirkan, yaitu:
plasenta (6 minggu). 1. Di akhir minggu pertama, uterus teraba di
Darah lochia - Jochia adalah cairan yang sekitar simfisis pubis, ukuran fundus seukuran
mengandung sisa jaringan uterus/ nekrotik yang usia gestasi 12 minggu dan beratnya sekitar
keluar. Lakia normal yang keluar salama masa 500 gram.
nifas: warna merah (bercampur darah) , lalu 2. Dalam 2 minggu, uterus telah masuk ke dalam

v
I
---1----Hari pertama
~-T----Hari kedua

451

~----1--1Hari kesepuluh

Gambar 1. Perubahan lnvolusi Uterus, Tinggi dan Ukuran, dalam IO Hari Pertama
Postpartum (Sumber: Current Diagnosis and Treatments in Obstetrics and Gynecology)
rongga pelvis dan beratnya sekitar 300 gram. Banyak minum 1500 cc / hari, makanan tambahan
3. Setelah 6 minggu, uterus kembali ke ukuran mencapai 21 00 kkal/hari untuk memenuhi
normal dan beratnya ,;; 100 gram. kebutuhan selama menyusui;
Mobilisasi dilakukan pada hari pertama setelah
Penilaian Lakia melahirkan. Dapat mengurangi masalah miksi dan
Lakia adalah cairan normal yang keluar setelah defekasi;
melahirkan (uterine discharge) berisi eritrosit, Pemeriksaan tinggi fundus, kondisi umum, tanda
desidua, sel epitel, dan bakteri. Jenis-jenis lokia, yaitu: vital, dan keluhan lain;
1. Lakia rubra {darah, sisa jaringan, dan desidua) Pemberian tablet besi karena 50% ibu hamil dan
- dalam beberapa jam pertama, darah mengalir bersalin di Indonesia mengalami anemia;
keluar. Kemudian dalam 3-4 hari pertama, jumlah Rujuk bila ada komplikasi saat nifas.
cairan akan berkurang secara perlahan dan
berubah warna menjadi merah kecoklatan. Perawatan Luka Episiotomi
2. Lakia serosa - setelah 3-4 hari, serosa menjadi Jika episiotomi midline, tidak melebihi otot
mukopurulen, warna menjadi lebih muda, dan perineum transversal, daerah tersebut dijaga
tidak berbau. supaya tetap bersih dan kering serta diberikan
3. Lakia alba (leukosit dan sel desidua yang analgesik OAINS
berdegenerasi) - setelah 10 hari atau 2-3 minggu Pada pasien dengan robekan derahat 3-4,
setelah melahirkan. lokia akan menjadi lebih episiotomi meluas. atau episiotomi mediolateral,
kental, mukoid, dan warna putih agak kuning. biasanya perlu analgesik lebih kuat.
4. Produksi lokia akan bertahan hingga minggu ke- Jika ada edema, dikompres dengan air dingin/
4. ice pack atau dengan sizt bath {berendam dengan
5. Selama minggu ke-5 dan -6 postpartum, sekresi air hangat/dingin) pada waktu di rumah untuk
lokia sudah jauh berkurang dan berhenti di mengurangi pembengkakan dan nyeri.
minggu ke-8. Boleh diberikan obat untuk melembutkan feses.
Edukasi kepada ibu untuk tidak melakukan
Program Masa Nifas aktivitas yang berat <lulu, seperti mengangkat
Program-program tersebut meliputi pencegahan, barang yang berat.
deteksi dini, dan pengobatan penyakit atau
komplikasi; konseling pemberian AS! dan perawatan Perawatan Setelah Operasi Sesar
bayi; penjarangan kehamilan; imunisasi; dan nutrisi Setelah operasi sesar, dilakukan pengawasan
bagi ibu. terhadap jalan napas {dapat bernapas tanpa
Konseling mengenai kontrasepsi selama masa ini bantuan), kardiorespirasi stab ii a tau tidak
diperlukan. Bila ibu melakukan pemberian AS! ekslusif (frekuensi napas, frekuensi nadi, tekanan darah) ,
selama 6 bulan, tanpa diselingi PAS!, pemberian nyeri, dan pengaruh sedasi (dapat berkomunikasi).
8-1Ox/hari dapat mendapatkan efek kontrasepsi Dilakukan observasi setiap 30 menit selama 2 jam.
amenore laktasi. Setelahnya, kontrasepsi lain. seperti Selanjutnya. setiap jam.
pi! progestin, DMPA. AKDR, metode barier. Pemberian analgesik - NSAID dapat diberikan
Pelayanan diberikan berdasarkan kebutuhan. sebagai analgesik tambahan dan dapat mengurangi
Biasanya menggunakanjadwal waktu "6 jam, 6 hari, 6 kebutuhan dari analgesik opioid.
minggu, 6 bulan" untuk menentukan waktu kritis bagi 6. Makan dan minum (intake oral) sedini mungkin.
pengenalan, pemenuhan kebutuhan, dan penegakan Jika proses pemulihan baik dan tidak ada
komplikasi. komplikasi setelah operasi sesar, boleh makan
dan minum ketika merasa lapar/ haus. Pemberian
Tata Laksana dan Konseling asupan oral sedini mungkin, berhubungan dengan
!bu perlu istirahat yang cukup 8-12 jam/hari; berkurangnya waktu untuk rawat inap di rumah
452

Tabel I . Pelayanan Kesehatan Pasca Persalinan

l-i 12 jam :i G hm i G nunggu () hulan

.!lm'l Berat badan. pemberian Tumbuh kembang


Breathing. warmth. feeding. Feeding. infeksi, tes rutin
minum. imunisasi Weaning
cord. imunisasi
l!lli Breast care. suhu, lokia, Pemulihan, anemia,
Kesehatan umum
Blood loss. nyeri, tekanan Kontrasepsi
mood kontrasepsi
darah. warning sign Morbiditas lanjut
sakit dan bising usus akan kembali lebih cepat. nyaman, dan katun;
Dari 6 studi acak terkontrol didapatkan tidak Edukasi untuk membersihkan tubuh (mandi)
ada perbedaan antara mendapatkan asupan oral setiap hari;
sedini mungkin {dalam 6-8 jam ketika ada rasa Membersihkan Iuka (tidak boleh digosok) dan
lapar/ haus) dengan menundanya (dalam 12- menjaga supaya Iuka tetap kering setiap hari.
24 jam atau ketika bising usus terdengar dan Kemudian, dipasang dressing kembali setiap
pemberian makan secara bertahap). hari, jika perlu.
Selang kateter boleh dilepas ketika pasien sudah Observasi tanda-tanda infeksi (infeksi di Iuka,
dapat berjalan setelah anestesi regional dan di infeksi saluran kemih, atau endometritis);
atas 12 jam setelah dosis epidural berakhir. Edukasi mengenai aktivitas yang sebaiknya
Setelah operasi sesar, biasanya dirawat inap dihindari dahulu, yaitu menyetir, membawa
selama 3-4 hari di rumah sakit. Sedangkan jika barang berat. olah raga berlebihan, dan melakukan
melahirkan normal, hanya I hari saja; melahirkan aktivitas seksual Oebih baik ketika sudah sembuh/
dengan bantuan alat, rawat inap 1-2 hari. membaik dari operasi sesar).
Pada pasien setelah SC; proses penyembuhan
baik (bisa mobilisasi, buang air kecil, diet normal. Sumber Bacaan
flatus, involusi uterus baik. Iuka operasi tidak 1. Hadijono RS. Asuhan nifas normal. Dalam: Saifuddin
ada komplikasi) . tidak ada demam, dan tidak ada AB. Rachimhadhi T. Wiknjosastro CH. penyun ting. Ilmu
komplikasi; diizinkan rawat di rumah setelah 24 kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: 2008. h.356-64.
jam rawat inap, namun harus dilakukan follow-up.
2. Pessel C. Tsa i MC. The normal pueperium. Dalam:
Cherney AH. Nathan L. Goodwin TM. Laufer N. Roman A,
Perawatan Umum setelah Operasi Sesar penyunting. Current diagnosis & trea tment obstetrics &
Boleh diresepkan analgesik, jika dibutuhkan gynecology. Edisi ke-11. Singapura: McGraw-Hill: 2013.
ditambah antibiotik, 3. Cunningham F. Leveno K. Bloom S. Spong CY. Dashe J.
Perawatan Iuka operasi penyunting. William obstetrics. Edisi ke-24. Philadelphia:
Mengganti dressing setelah 24 jam; McGraw-Hill: 20 14 .
Observasi demam. tanda-tanda infeksi di Iuka 4. Baute LB. Ob/gyn secrets. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier
(semakin nyeri, kemerahan. cairan) , jahitan Saunders: 2005.
5. National Institu te fo r Clinical Excellence (NICE). Care the
yang terlepas;
woman after CS. Dalam: Caesarean sec tion. London: RCOG
Edukasi untuk memakai baju yang longgar.
Press: 2004. h.77-90.

'

177 •
K{1mpelensi !VA Manajemen Laktasi
11
•• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika

Menyusui atau laktasi merupakan komponen Penjarangan kehamilan.


dari proses reproduksi, yang dimulai dari haid,
konsepsi. kehamilan, persalinan. menyusui, dan Sangat dianjurkan untuk memberikan AS! secara
penyapihan. Air susu ibu (AS!) adalah makanan dini dan eksklusif selama minimal 6 bu Ian. Pemberian
alamiah bagi bayi karena komposisinya berubah susu formula hanya boleh jika ada indikasi medis,
sesuai dengan kebutuhan bayi. Seminggu pertama seperti ibu dengan HIV atau bayi lahir sangat
(4 -7 hari), kandungan terbanyak adalah kolostrum. prematur, yang mana bayi masih membutuhkan AS! 453
Kemudian. menjadi AS! peralihan pada 3-4 minggu, prematur (setelah berusia 3-4 minggu) namun AS! ibu
lalu AS! matur. Foremilk (susu yang ke!uar saat awal sudah menjadi matur.
menyusu) berbeda dengan hindmilk (susu akhir). Keberhasilan pemberian AS! pun perlu disiapkan
Kandungan AS! terdiri atas lemak, asam amino, dari dini, mulai dari antenatal. seperti ibu dipersiapkan
kasein susu, air, alfa-laktoalbumin, laktosa, antibodi secara flsik dan psikologis, memberikan dukungan,
OgA, dll). Biasanya produksi AS! 600-700 cc/hari. dan berbagai penyuluhan tentang menyusui. Saat
persalinan yang dapat mendukung keberhasilan
Manfaat pemberian AS!, yaitu:
Melindungi bayi dari infeksi; Mencegah terjadinya trauma lahir karena akan
Mempererat hubungan batin ibu dan anak; sulit untuk melakukan inisiasi menyusui dini.
Setelah bayi stabil (<30 menit), letakkan bayi di Bunyi yang terdengar hanya menelan, bukan
dada ibu. Biarkan dia mencari puting susu ibu berdecak;
dan menghisapnya, 30-60 menit. lnisiasi dini !bu tidak kesakitan;
pemberian AS! sangat penting karena dapat Bayi tenang.
mencegah kematian neonatus. Hal ini karena
kolostrum (AS! awal) memberikan perlindungan Pemberian AS! tidak perlu dibuat jadwal alias ad
dari infeksi, dapat mencegah dari hipotermia. libitum (sesuai keinginan). Pada hari-hari awal, AS!
belum keluar banyak sehingga bayi akan lebih sering
Fisiologi menyusu. Jika pun belum keluar, jangan diberikan
Stimulasi mengisap dari bayi, meningkatkan minuman selain AS! karena bayi memiliki cadangan
produksi hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin cairan dan nutrisi selama 72 jam. Tetap biarkan bayi
meningkatkan produksi air susu dan oksitosin mengisap payudara ibu sebagai stimulasi produksi
menyebabkan kontraksi payudara untuk membantu AS!. Ketika AS! sudah mulai banyak produksinya.
pengeluaran susu. Oksitosin juga meningkatkan berikan AS! mulai dari payudara yang penuh dahulu
kontraksi uterus sehingga membantu involusi. hingga kosong kemudian pindah ke payudara yang
Kemudian, ada umpan balik negatif, ketika mencapai satunya. Hal itu dilakukan agar bayi mendapatkan
tingkat kontraksi tertentu, produksi dan pengeluaran foremilk dan hindmilk.
AS! akan berhenti.
Cara Memerah AS!
Langkah Menyusui yang Benar lni dilakukan bagi ibu yang bayinya belum bisa
Kegagalan menyusui banyak disebabkan oleh mengisap (prematur atau sakit). Dimulai dari 6 jam
kesalahan posisi dan cara lekat bayi sehingga setelah melahirkan dan minimal dilakukan 5x/hari.
payudara lecet dan ibu enggan menyusui I. Cuci tangan.
menyebabkan produksi AS! berkurang. Berikut 2. Siapkan wadah dengan mulut lebar. bertutup,
langkah-langkah menyusui: telah direbus.
Cuci tangan terlebih dahulu dengan air bersih 3. Kemudian, jari telunjuk dan ibu jari membentuk
yang mengalir; huruf C, diletakkan di batas areola. Tekan ibu jari
!bu kemudian duduk, posisi kaki harus dan telunjuk ke arah dada ibu lalu perah dan lepas,
sesantai dan senyaman mungkin, dan jangan lakukan berulang kali.
menggantung; 4. AS! perah dapat disimpan 6-8 jam pada suhu
Perah AS! sedikit lalu oleskan ke sekitar puling ruangan. Jika diletakkan dalam kulkas (4 °C), AS!
dan areola. Hal ini sebagai disinfektan dan tahan hingga 48 jam. Jika diletakkan dalam freezer
menjaga kelembapan puling susu; (-4 °C), AS! tahan hingga beberapa bulan.
Pos isikan bayi: 5. Jika AS! sudah disimpan dalam kulkas, sebelum
Dipegang dengan satu lengan. Kepala letaknya pemberian harus dihangatkan dengan merendam
dekat lengkungan siku ibu. bokong ditahan dalam air panas. Jika sudah dihangatkan, namun
dengan telapak tangan; masih bersisa. tidak boleh dikembalikan ke kulkas,
Perut bayi menempel ke tubuh ibu; harus langsung dibuang. Oleh sebab itu, jika
Mulut bayi berada di depan puting ibu; menghangatkan secukupnya saja.
Lengan yang di bawah merangkul tubuh ibu. 6. AS! yang disimpan di freezer harus ditaruh di
Tangan di atas memegang ibu atau diletakkan kulkas dulu baru dihangatkan.
di atas dada ibu; 7. Jangan diberikan dengan menggunakan botol/
Telinga dan lengan di atas berada dalam satu dot karena dapat mengganggu penyusuan ketika
garis lurus. melalui payudara langsung. berikan dengan
Bibir bayi dirangsang dengan menyentuh putting sendok.
454 ibu lalu akan membuka lebar. Kemudian, kepala
bayi didekatkan ke payudara. puting dan seluruh Pemberian AS! pada Kondisi Khusus
areola akan masuk ke mulut bayi. Bila ibu menderita TB paru, AS! tetap dapat
Cek perlekatan sudah benar atau belum, dilanjutkan. !bu memakai masker dan minum
Dagu menempel ke payudara; OAT teratur. Bayi diberikan profilaksis !NH dosis
Mulut terbuka lebar; penuh. Setelah ibu konsumsi OAT selama 3 bulan,
Sebagian besar areola (terutama yang di dianggap sudah tidak menular. Bayi diuji Mantoux,
bawah) , masuk ke dalam mulut bayi: dan bila hasilnya negatif. !NH dihentikan. Dua hari
Bibir bayi terlipat ke luar; kemudian, bayi dapat diberikan vaksin BCG.
Pipi bayi tidak kempot (bayi memerah AS!, Bila ibu dengan hepatitis B - HbsAg (+). tetap
bukan menghisap); boleh menyusui, jika bayi telah diberikan vaksin
hepatitis B dengan imunoglobulin Hblg. perah, diberikan dengan sendok/pipet. Jika
!bu dengan HIV - bayi tidak boleh diberikan ASL setelah 4 minggu, usia gestasi < 37 minggu,
Asupan diganti dengan PAS! dengan syarat AFASS perlu tambahan human milk fortifier (susu
(acceptable, feasable, affordable, sustainable, and formula khusus prematur).
save). Karena transmisi HIV melalui AS! tidak Gestasi <32 minggu: refleks menelan dan isap
dapat dicegah (15%). belum bisa. AS! perah diberikan dengan sonde
Jika tidak terpenuhi AFASS, ada kebijakan lambung. Ditambahkan human milk fortifier,
membolehkan ibu memberikan ASL dengan syarat setelah 3-4 minggu.
AS! hams diperah (tidak menyusu langsung,
menghindari jika ada luka di puting ibu). AS! Kontraindikasi Pemberian ASI
diberikan secara eksklusif (tidak boleh dicampur Bayi menderita galaktosemia (tidak bisa memecah
PAS! karena bisa terjadi perdarahan kecil di usus galaktosa karena tidak ada enzim galaktose) -
bayi), jika bisa AS! perah dipasteurisasi atau tidak boleh minum susu formula juga.
wadah AS! dimasukkan ke dalam air yang baru • !bu dengan HNI AIDS yang dapat memberikan
mendidih selama 15 menit, AS! eksklusif selama PAS! dengan syarat AFASS.
3-6 bulan lalu AS! berhenti. !bu memiliki penyakit jantung, jika menyusui
Bayi prematur - tetap AS! yang terbaik, komposisi terjadi gaga! jantung.
AS! prematur berbeda dengan bayi lahir cukup !bu yang sedang konsumsi terapi tertentu
bulan. Namun, hanya untuk beberapa minggu (antikanker).
kemudian menjadi AS! matur. Biasanya dalam !bu perlu diperiksa dengan obat radioaktif - AS!
waktu 3-4 minggu menjadi AS! matur. diberhentikan selama 5x waktu paruh obat.
Gestasi >34 minggu: refleks mengisap dan Setelahnya, bayi boleh menyusu lagi. Namun, AS!
menelan baik, boleh disusukan langsung dan tetap dibuang supaya tidak terjadi bendungan.
dilanjutkan hingga 6 bulan, tanpa perlu PAS!.
Karena ketika sudah 3-4 minggu, bayi sudah Sumber Bacaan
cukup bulan, komposisi AS! sesuai dengan I. Suradi R. Penggunaan air susu ibu dan rawat gabung.
kebutuhannya. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH.
penyunting. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina
Gestasi 32-34 minggu: refleks menelan baik,
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008. h.375-82.
namun refleks mengisap belum. Perlu AS!

178
Kompetens1 IIIA
Masalah pada Menyusui
11
•• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika

Menyusui adalah proses fisiologi normal yang menarik puting keluar. Yang perlu diingat bahwa bayi
terjadi pada seorang ibu sehingga diperlukan tidak mengisap puting, namun areola.
kemampuan beradaptasi dari ibu dan bayi ketika
proses ini berlangsung. Apabila tidak timbul masalah B. Puting Lecet
selama proses ini berlangsung dan keduanya mampu Penyebab tersering adalah karena perlekatan bayi
beradaptasi, proses menyusui akan berjalan dengan dan ibu yang salah saat menyusui. Namun, bisa juga
baik. Namun, beberapa ibu mengalami gangguan akibat infeksi Candida.
pada masa tersebut. Masalah-masalah berikut di Cek perlekatan sudah benar atau belum: 455
payudara yang mungkin bisa timbul selama proses • Periksakan adakah infeksi Candida (kulit merah,
pemberian AS!. berkilat, nyeri);
• Jika luka tidak terlalu nyeri, tetap lanjutkan
A. Puting Terbenam pemberian AS!. Jika nyeri sekali, perah AS!;
Puting terbenam setelah melahirkan dapat ditarik Oleskan puting dengan AS!, biarkan kering;
dengan nipple puller sesaat sebelum menyusui. • Jangan pernah mencuci daerah areola dan puting
Sebelum AS! keluar dari puting, areola segera dengan sabun.
dimasukkan ke mulut bayi sehingga bayi dapat
Bendungan Payudara pembesaran payudara (mastitis obstruktif). Hal ini
Hal ini terjadi karena adanya peningkatan aliran dapat berkembang menjadi mastitis infektif. Pada
vena dan limfe di payudara sehingga penyebabnya intinya. terjadi akibat sumbatan saluran susu atau
bukan karena overdistensi dari saluran laktasi. pengeluaran AS! tidak baik.
Jika terdapat bendungan payudara dan ibu
memberikan AS! kepada bayi, beberapa hal yang Faktor Risiko
perlu diperhatikan: Lima faktor yang berkaitan dengan pembesaran
Usahakan memberikan AS! lebih sering; payudara (breast engorgement). yaitu:
Berikan susu dari kedua payudara, jangan hanya I. Penundaan pemberian AS! di awal.
satu payudara saja; 2. Jarang memberikan AS!.
Sebelum menyusui, kompres hangat dahulu 3. Keterbatasan waktu pemberian AS!.
kedua payudara; 4. Keterlambatan perubahan dari kolostrum menjadi
Untuk permulaan menyusui. dibantu dengan susu.
memijat payudara: 5. Kebiasaan pemberian makanan pendamping
Sangga payudara; lainnya.
Diantara waktu menyusui, lakukan kompres Jika bisa menghindari kelima faktor di atas.
dingin pada payudara; insidensi masalah akan berkurang.
Jika demam atau nyeri, minum parasetamol 500
mg PO per 4 jam; Tata Laksana
Evaluasi untuk mengetahui hasilnya setelah 3 Terapi yang paling efektif saat ini adalah
hari. menggunakan agen antiinflamasi. Intervensi lainnya.
Jika ibu tidak memberikan AS!: seperti pemakaian daun kembang kol. penggunaan
Sangga payudara; gel packs. serta terapi ultrasound menunjukkan
Lakukan kompres dingin pada kedua payudara perbaikan dari gejala. namun hasilnya tidak terlalu
untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit: berbeda dengan pemberian plasebo. Berdasarkan
Berikan parasetamol 500 mg P0/4 jam. jika postulat, perbaikan ini merupakan efek sekunder dari
demam: pemijatan dan warming secara flsik ke payudara.
Tidak boleh dipijat atau kompres hangat pada
payudara; Komplikasi
Kosongkan dan pompa payudara; Komplikasi dari pembengkakan payudara
Bebat payudara. (breast engorgement) adalah mastitis terinfeksi, jika
terjadi infeksi. Penyebab yang paling sering adalah
C. Mastitis Staphylococcus aureus. Lainnya. Staphylococcus
Definisi epidermidis, Streptokokus beta hemolitikus grup A. B,
Mastalgia adalah nyeri yang terjad i pada dan F; Haemophilus influenza: dan E.coli.
payudara. Pada minggu pertama setelah melahirkan, Tata laksananya dengan pemberian antibiotik yang
banyak ibu yang tiba-tiba memilih untuk tidak mau dapat melawan bakteri yang bisa menghasilkan beta-
menyusui kembali akibat mastalgia ini. Mastalgia laktamase dan jangan lupa umuk memberi dukungan
memang penyebab ketiga tersering yang membuat kepada ibu untuk tetap menyusui atau memberikan
ibu berhenti menyusui, mencapai sekitar 24%. air susu secara manual.
Sementara itu, mastitis adalah peradangan payudara
yang terjadi saat masa nifas atau hingga 3 minggu Tata Laksana Mastitis
setelah bersalin. Kompres hangat;
Masase punggung untuk merangsang pengeluaran
Etiologi dan Patofisiologi oksitosin agar AS! menetes ke luar:
Penyebab timbulnya kondisi ini akibat Istirahat, pemberian antibiotik dan analgetik.
456
ketidakseimbangan antara susu yang diproduksi dan
konsumsi susu oleh si bayi. Ketika susu yang dihasilkan Payudara Tegang/Indurasi dan Kemerahan
melebihi dari kebutuhan si bayi, celah alveolus Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama I 0 hari.
di daerah payudara menjadi membesar sehingga Keluhan akan berkurang. kecuali sudah terbentuk
payudara menjadi terasa hangat, bengkak. dan abses;
nyeri. Pembengkakan ini menyebabkan penyempitan Sangga payudara:
pada kapiler-kapiler darah sehingga meningkatkan Lakukan kompres dingin di kedua payudara:
tekanan arteri di payudara. menyebabkan kompresi Parasetamol 500 mg P0/4 jam, jika demam atau
pada jaringan ikat dan penurunan drainase limfatik. nyeri;
Kemudian, akan menyebabkan pembengkakan dan !bu tetap harus menyusui bayinya walau ada pus;
Evaluasi pengobatan setelah 3 hari.
superfisial, biasanya lebih dipilih melakukan insisi
Abses Payudara superfisial sedangkan abses yang dalam didrainasenya
Walaupun jarang terjadi serta prevalensi lebih melalui insisi radial.
masalah ini tidak dipublikasikan secara jelas, Langkah drainase abses payudara:
namun diperkirakan angka kejadiannya 0, 1%. Abses Perlu anestesi umum (ketamin);
payudara biasanya umum terjadi pada perempuan Insisi radial dari tengah dekat pinggir areola ke
dengan usia di atas 30 tahun, primipara, dan tepi supaya tidak memotong saluran laktasi;
pernah mastitis sebelumnya. Insidens sekitar 5-11 %. Pecahkan kantung pus dengan klem jaringan atau
Umumnya terjadi akibat tidak adekuatnya terapi jari;
mas ti tis. Memasang tampon dan drain. Kemudian, angkat
Pencegahan abses dapat dilakukan, yaitu dengan setelah 1 hari;
menghindari terjadinya stasis pada air susu. Tidak Pemberian kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama
seperti pada mastitis yang terinfe ksi, pada abses 10 hari;
payudara banyak yang merekomendasikan untuk Sangga payudara;
menghentikan pemberian AS! dari payudara yang Kompres dingin kedua payudara;
terkena abses ketika pus mengalir dari puling. Minumkan parasetamol 500 mg P0 / 4 jam, jika
demam;
Diagnosis !bu anjurkan tetap memberikan AS! walau ada pus;
Jika terdapat masa padat, memerah, mengeras di Evaluasi pengobatan setelah 3 hari.
bawah kulit, perlu dipikirkan abses payudara.
Sumber Bacaan
Tata Laksana I. Thompso n-Peter J. Postpartum pyrexia. Dalam: Luesley
Pilihan terapi untuk abses payudara adalah DM. Baker PN, penyunt ing. Obstetrics and gy naecology
dengan drainase dengan anestesi umum atau evidence-based text for MRCOG. Edisi ke-2. London:
menggunakan aspirasi jarum denganltanpa panduan Hodder Arno ld: 20 10. h.501 -3.
USG. Kemudian, diberikan antibiotik spektrum luas. 2. Departemen Kesehatan RI. Infeks i nifas . Dalam: Waspodo
Jika diputuskan untuk melakukan drainase, D. Madjid OA. Wiknyosastro G, Had ijono S, Kosim S, Sarosa
ternyata pemilihan teknik insisi masih menjadi GI. dkk. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri neo natal
perdebatan, antara insisi sirkumferensial eme rgensi dasar. Ja karta: Departemen Kesehatan RI: 2005.
(memberikan hasil secara kosmetik yang sangat h.36-40.
baik) atau insisi radial (memberikan risiko kerusakan
yang lebih kecil pada duktus laktiferus) . Pada abses

179
KompetC"nsi llIA Postpartum Blues
11
•• Dyah Paramita Wardhani, I Putu Gede Kayika

Gangguan mood yang terjadi setelah melahirkan pada hari ke 4-5 dan menghilang pada hari ke I 0.
(sindrom psikiatri postnatal) dibagi menjadi tiga, Tidak berkaitan dengan gangguan metabolik atau
yaitu baby blues, post-natal depression, dan psikosis endokrinologi. Baby blues. mayoritas terjadi pada
puerpuralis. Biasanya bersifat sementara dan ringan. perempuan yang baru pertama kali melahirkan dan
tidak memiliki riwayat gangguan psikiatri sebelumnya. 457
Definisi
Postpartum blues (baby blues), istilah yang Etiologi dan Gejala
digunakan untuk mendeskripsikan perasaan sedih, Faktor-faktor yang diduga dapat memicu kondisi
cemas, dan irritable sementara yang dapat terjadi ini adalah kurang tidur, hospitalisasi, nyeri, hormon,
pada beberapa hari awal setelah melahirkan (minggu serta perubahan sosial dan psikologis yang terjadi
pertama). setelah melahirkan. Gejala yang ditemukan adalah
Epidemiologi disforia, mood irritable, labil, banyak menangis, cemas,
Prevalensi gangguan ini sebesar 30-85%. Kondisi dan insomnia.
ini bisa hilang dengan sendirinya. Puncaknya
Tata Laksana
menunjukkan perbaikan harus dimulai asesmen
Terapi suportif dan reassurance, bekerja sama
terhadap depresi postnatal. Dapat dirujuk ke
antara keluarga dan petugas kesehatan, untuk
Spesialis Kedokteran Jiwa.
menciptakan suasana yang dapat mendukung ibu;
Terapi medikamentosa tidak diindikasikan karena
Sumber Bacaan
gangguan ini termasuk swasirna;
I. Thompson-Peter J. Disturbed mood. Luesley DM. Baker PN.
Namun, hati-hatijika kondisi ini bertahan hingga di penyunting. Obstetrics and gynaecology evide nce-based
atas l 0- l 4 hari dan memiliki masalah pernikahan text for MRCOG. Edisi ke-2. London: Hodder Arnold: 20 I 0.
karena dapat meningkatkan risiko untuk terjadi h.504 -5.
psikosis puerpuralis. Rekomendasi dari NICE, 2. Sadock BJ. Sadock VA. Ruiz P. penyuting. Postpartum
dalam 10-14 hari harus dikonfirmasi bahwa psychiatric syndromes. Dalam: Kaplan & Sadock"s synopsis
gejala-gejala tersebut sudah membaik, jika tidak of psychiatry: behavioural/clinical psychiatry. Edisi ke-11.
New York: Lippincott William & Wilki ns; 2014.

458
180 Distosia Babu
••
l\omrdensl IIIB

Definisi
• Gracia Lilihata, Damar Prasmusinto

Walaupun sejumlah faktor risiko telah berhasil


Distosia bahu adalah sebuah kegawatdaruratan diidentifikasi, namun distosia bahu sering terjadi tan-
persalinan pervaginam ketika bahu fetus tidak dapat pa bisa diprediksi sama sekali. Distosia bahu banyak
dilahirkan oleh penolong setelah kepala fetus lahir, terjadi pada ibu tanpa faktor risiko atau bayi yang
tanpa manuver khusus. Ada pula yang mendefinisi - berukuran kecil. Sebaliknya, ibu dengan risiko tinggi
kan distosia bahu sebagai bahu yang tidak lahir <:60 atau bayi makrosomia sering menjalani persalinan
detik setelah kepala lahir. Distosia bahu terutama di- normal tanpa distosia bahu.
sebabkan karena bahu anterior fetus tertahan pada Meskipun demikian, pengendalian terhadap fak -
simfisis pubis. Pada sebagian kecil kasus disebabkan tor risiko, misalnya terapi terhadap diabetes gesta-
bahu posterior tertahan pada sakrum. sional tetap perlu dilakukan karena terbukti dapat
Bahu yang tidak kunjung lahir dalam waktu 6 menurunkan angka kejadian distosia bahu.
menit dikatakan masih aman, namun di atas waktu
tersebut berbagai komplikasi akan terjadi, seperti Manifestasi Klinis
hipoksia, asidosis, kerusakan saraf, dan yang terbu- Tanda khas distosia bahu adalah turtle sign, yaitu
ruk adalah kematian fetus. kepala bayi yang telah keluar akan tertarik kembali ke
belakang seperti kura-kura dan terbentuk double chin.
Epidemiologi Selain itu, wajah bayi akan tampak kemerahan dan
lnsidensi dilaporkan antara 0 ,5- 1,5%, namun be- sembab. Bila terjadi kompresi tali pusat, bayi dapat
berapa studi menghasilkan angka yang lebih rendah tampak sianosis dan mengalami bendungan.
atau lebih tinggi bergantung pada definisi yang di-
gunakan, populasi studi, dan kasus yang terlapor. Tata Laksana
Insidensinya meningkat seiring bertambahnya be- Persiapan perlu dilakukan pada pasien dengan
rat badan bayi. Tidak ada perbeaan antara ibu yang risiko tinggi. Meskipun demikian, tenaga kesehataan
primigravida maupun multigravida, namun distosia tetap harus waspada dan siap dengan sistem penanga-
bahu lebih sering terjadi secara signifikan bila ibu nan distosia bahu yang sigap pada pasien tanpa risiko
menderita diabetes gestasional. sekalipun. Tim terdiri dari dokter spesialis kandungan
atau dokter keluarga, bidan, perawat neonatus dan
Faktor Risiko dokter anak. Kosongkan kandung kemih pasien. Edu-
Faktor risiko distosia bahu terdiri atas faktor risiko kasi pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan,
pada ibu, fetus, dan proses persalinan itu sendiri. kerjasama yang dibutuhkan dari pasien dan keluarga
keluarga.
Tabel l. Faktor Risiko Distosia Sahu Advanced Life Support in Obstetrics Provider
lhu h•tu~ (ALSO). 2004 , membuat mnemonic HELPERR agar 459
Makrosomia (taksiran mudah diingat oleh tiap tenaga kesehatan yang meru-
Anatomi pelvis abnormal/ pakan kepanjangan dari :
berat fetus >4000-
se mpit
4500 g) Help.
Diabetes gestaslonal
Evaluate for episiotomy,
Legs (manufer McRoberts).
Kehamilan post-term Proses Pe rsalinan
Pressure on suprapubic.
Riwayat distosla bahu pada Persalinan dengan Fnter (manufer rotasi internal, terdiri dari manufer Ru-
persal!nan sebelumnya forsep atau vakum bin dan manufer Woods corkscrew) ,
Perawakan tubuh pendek Kala dua memanjang Remove posterior arm (manuver Jacquemier)
Roll the patients

Penambahan berat badan Fasek aktif kala satu


Setiap manuver tersebut dapat dilakukan sendi-
selan1a kehamllan > l 7 Kg memanjang
ri-sendiri maupun dikombinasikan. Penjelasan dari
setiap manuver tersebut adalah sebagai berikut :
Obesitas lnduksi persalinan
pakan manuver yang paling mudah dilakukan dan
terbukti efektif karena sekitar 40% distosia bahu
berhasil ditolong. bahkan mencapai 50% bila di-
kombinasikan dengan tekanan di suprapubik.
Caranya adalah posisi paha ibu fleksi dan ab-
duksi Ialu ditarik ke arah perut sedekat mungkin.
Manuver ini dapat dibantu dengan dorongan oleh
keluarga atau tenaga kesehatan. Pada manuver ini.
simfisis pubis akan berputar ke arah sefalik dan
promontorium mendatar sehingga bahu anterior
akan terbebas dari simfisis pubis dan bahu poste-
rior akan meluncur melewati sakrum. Dengan tari-
kan normal pada kepala, bahu bayi diikuti badan-
nya dapat lahir. Manuver ini dapat digabungkan
dengan tekanan pada suprapubik.
Pressure on suprapubic (tekanan pada suprapubik
atau manuver Rubin D
Tangan penolong diletakkan di atas abdomen
Gambar 1. Manuver McRoberts dan Tekanan pada Suprapubik ibu di area suprapubik. tepat di atas bahu ante-
rior fetus. Tekanan diberikan dari arah posterior
H*- bahu anterior fetus ke arah bawah dan lateral ,
Saat distosia bahu terjadi, penolong kelahiran
dalam siklus kompresi-relaksasi yang bergantian
harus segera meminta pertolongan tim ahli dan
seperti pada resusitasi jantung-paru. Sementara
protokol khusus distosia bahu di rumah sakit atau
itu, tarikan pada kepala bayi tetap dilakukan de-
tempat pelayanan kesehatan tersebut diaktifkan.
ngan hati-hati. Kompresi ini akan menyebabkan
Penolong langsung bersiap untuk melakukan
bahu aduksi dan dapat melewati simfisis pubis.
manuver-manuver yang dibutuhkan. !bu dan kelu-
Perlu diingat bahwa kompresi pada fundus tidak
arga diberitahukan, dan diminta untuk membantu
diperbolehkan karena dapat menyebabkan ruptur
dalam melakukan manuver.
uterus, memperparah terperangkapnya bahu pada
Evaluate for episiotomy
pubis, dan trauma pada pleksus brakialis fetus .
Episiotomi bukanlah sebuah manuver dan
Manuver McRoberts dan tekanan pada supra-
tidak rutin dilakukan. Episiotomi dilakukan bila
pubik haruslah merupakan manuver pertama yang
akan dibutuhkan ruang lebih untuk memasukkan
dilakukan. Bila tidak berhasil dapat dilanjutkan de-
tangan penolong ke dalam vagina, misalnya pada
ngan manuver-manuver berikutnya dibawah.
manuver Jacquemier, Rubin atau Woods cork-
Enter (Manuver rotasi internal: Rubin 11 dan Woods
screw.
Corkscrew)
Legs (Manuver McRobertsl
Pada manuver rotasi internal, tangan peno-
Manuver McRoberts (lihat Gambar I) meru-
long harus dimasukkan ke dalam vagina (enter)

b
460

Rubin II

l !
0i 0
Rubin JI+
~

Woodscorkscrew
terbalik
Woodscorkscrew

Gambar 2. Arah Rotasi pada Manuver Rotasi Internal


dan oleh karena itu mungkin memerlukan epi- akan terjadi rotasi internal secara spontan. Bahu
siotomi (lihat Gambar 2). Prinsip dari manuver anterior akan terlepas dari perangkap simfisis pu-
rotasi internal adalah merubah sumbu fetus dari bis dan lahir dengan tarikan yang normal.
antero-posterior menjadi diagonal agar diperoleh Roll the patients to the-all-four positions
diameter yang lebih lebar. Roll the patients to the-all-four position yaitu
Pada manuver Rubin II, dua jari tangan peno- memposisikan ibu bertumpu pada kedua lengan
long dimasukkan ke dalam vagina dan ditempat- dan kedua lutut dengan punggung agak me-
kan di sisi posterior bahu anterior fetus untuk lengkung. Posisi ini dapat meningkatkan diameter
mendorong bahu bahu ke arah dada sehingga sagital pelvis hingga 20 mm. Penolong kemudian
terjadi adduksi. menarik kepala bayi untuk mengeluarkan bahu
Manuver Woods Corkscrew adalah manuver posterior dan menjadi lebih mudah karena ban-
Rubin II ditambah dua jari dari tangan yang lain tuan gravitasi. Setelah bahu posterior lahir, bahu
juga dimasukkan ke vagina dan ditempatkan di sisi anterior juga akan lahir dengan lebih mudah.
anterior bahu posterior dan mendorong bahu pos- Keseluruhan manuver harus dilakukan dalam
terior ke arah anterior, searah dengan dorongan waktu maksimal 5 menit. Bila seluruh manuver
pada bahu anterior pada Rubin II sehingga fetus tersebut juga tidak berhasil, maka pasien harus
berubah aksisnya menajdi diagonal. Sementara itu, dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap
tarikan lembut pada kepala tetap dilakukan, dan dan memungkinan operasi caesar. Cara yang
dapat dibantu juga dengan manuver McRoberts dapat diupayakan sebelumnya adalah mematah-
Bila cara ini tidak juga berhasil, lakukan manu- kan klavikula di bagian tengah agar jarak bahu
ver reverse Woods Corkscrew, yaitu manuver memendek. Cara lain membutuhkan fasilitas ka-
Woods Corkscrew dengan arah berlawanan. Cara- mar operasi, yaitu manuver Zavanelli diikuti ope-
nya adalah dua jari ditempatkan di sisi posterior rasi caesar, simfisiotomi, atau rotasi internal yang
bahu posterior lalu dorong dengan arah yang berl- dilakukan via histerektomi.
awanan dari manuver Woods Corkscrew. Diharap-
kan bahu posterior akan mengalami adduksi dan Komplikasi
sumbu fetus berubah ke arah diagonal. 1. Komplikasi pada ibu
Bila metode rotasi internal tidak berhasil, lanjut- Komplikasi tersering pada ibu adalah perdara-
kan dengan manuver remove posterior arm. han post-partum, diikuti oleh ruptur perineum de-
Remove posterior arm (manuver Jacquemier) rajat tiga dan empat, fistula rektovaginal, lepasnya
Remove posterior arm. atau mengeluarkan simfisis pubis dan ruptur uteri.
lengan posterior terlebih dahulu (lihat Gambar 3) 2. Komplikasi pada fetus
mungkin membutuhkan episiotomi karena tangan Komplikasi pada fetus yang paling sering ter-
penolong harus dapat masuk ke dalam vagina dan jadi adalah trauma pada pleksus brakialis (CS-Tl)
mencari lengan posterior fetus. Ketika lengan pos- yang merupakan jenis komplikasi yang paling
terior ditemukan, lengan difleksikan dengan cara sering dijumpai, disebabkan karena peregangan
menyentuh sisi ventral siku, kemudian lengan saraf yang berlebihan saat persalinan, terutama
dikeluarkan dari sisi anterior fetus dengan cara karena traksi berlebihan pada kepala dan leher.
menyapu sisi dada dan wajah fetus. Memegang Sebagian besar palsi pleksus brakialis akan
dan langsung menarik lengan fetus dapat menye- pulih dalam 6-12 bulan, namun sekitar 10% dian-
babkan fraktur humerus oleh karena itu tidak taranya menjadi palsi yang permanen. 461
boleh dilakukan. Komplikasi lain pada fetus meliputi fraktur
Saat lengan dan bahu posterior lahir, biasanya klavikula, fraktur humerus, hipoksia akibat tali

Gambar 3. Remove Posterior Arm


pusat yang terkompresi pada jalan lahir, asidosis. Sumber Bacaan
kerusakan neurologis permanen, hingga kematian. I. Spong CY. Beall M. Rodrigues D. Ross MG. An objective
definition of shoulder dystocia: prolonged head-to-body
delivery intervals and/or the use of ancillary obstetric ma-
Pencegahan
neuvers. Obstet Gyneco l. 1995 Sep:86(3):433-6.
American College of Obstetrician and Gynecologist
2. Sokol RJ. Blackwell SC. for the American College of Obste-
(2002) merekomendasikan operasi caesar bila: tricians and Gynecologists Committee on Practice Bulle-
Bayi yang dicurigai >5000 g pada ibu tanpa dia- tins-Gynecology. ACOG practice bulletin no. 40: shoulde r
betes gestasional dystocia. November 2002 (replaces practice pattern no. 7.
Bayi yang dicurigai >4500 g pada ibu dengan dia- Oc tober 1997). Int J Gynaecol Obstet 2003:8087-92.
betes gestasional 3. Baxley E. Gobbo RW Shoulder Dystocia. Am Fam physician.
lnduksi persalinan tidak direkomendasikan baik pada April 2004: 69 (7) : 1708-14.
ibu dengan atau tanpa diabetes karena tidak terbukti 4. Politi S. D'Emidio L. Cigni ni P. Giorla ndino M. Giorlandi no C.
Shoulder Dystocia: An evidence-based approach. J Prenat
menurunkan angka distosia bahu.
Med. 2010;4(3)35-42.
5. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG).
Risiko berulang Shoulder dystocia. Guideline No.42. London: RCOG: 2005.
Risiko berulang sebesar I 0-15% dan lebih tinggi bila 6. Grobman W Shoulder dystocia. Obstet Gynecol Clin No rth
distosia bahu sebelum disertai komplikasi serius. Am. 2013 Mar;40(1):59-67.

181 Ekstraksi Cunam


Kompelensi lllB

••

Persalinan dengan ekstraksi cunam populer di- Bilah
Gracia Lilihata, Damar Prasrnusinto

gunakan untuk menolong persalinan yang sulit dan Bilah merupakan bagian yang berfungsi untuk me-
berhasil menyelamatkan banyak nyawa ibu dan janin. megang kepala janin, terdiri atas dua bilah logam,
terutama pada masa sebelum operasi caesar atau masing-masing yaitu bilah sisi kiri dan sisi kanan
ekstraksi vakum ditemukan. Ekstraksi cunam dan eks- bergantung pada sisi ibu tempat digunakannya. Bi-
traksi vakum bersama-sama disebut kelompok persa- tah dapat berbentuk oval atau elips, dan dirancang
linan per vaginam operatif. dengan kelengkungan tertentu agar sesuai dengan
Seiring dengan perkembangan fasilitas operasi kepala janin dan lengkungan pelvis ibu.
caesar, alat pemantauan janin intrauterin dan re- Shank (tangkai)
susitasi, serta persaingannya dengan metode ekstrak- Tangkai menghubungkan bilah dengan pegangan
si vakum. penggunaan ekstraksi cunam kini menurun Artikulasi
dengan signifikan. Data menunjukkan 5% dari per- Artikulasi merupakan penghubung antara kedua
salinan normal merupakan persalinan pervaginam bilah, dapat menyilang ditengah atau sejajar, ada
operatif. dan kurang dari seperempatnya merupakan yang terkunci dan ada yang dapat digeser dengan
462 be bas.
persalinan dengan ekstraksi cunam.
Penurunan ini sebagian disebabkan, pada ekstrak- Pegangan
si cunam, pengetahuan dan keterampilan yang diper- Pegangan merupakan tempat penolong persalinan
lukan lebih kompleks dan bersifat lebih traumatik memegang cunam dan melakukan traksi.
pada jalan lahir ibu. (sudah tidak boleh lagi)
Perbandingkan kekurangan dan kelebihan eks- Cunam terus mengalami modifikasi hingga kini
traksi cunam dibandingkan ekstraksi vakum dapat terdaftar ratusan jenis cunam. Beberapa jenis cunam
dilihat pada Tabel I. Perbandingan Kelebihan dan yang paling sering digunakan adalah sebagai berikut
Kekurangan Ekstraksi Vakum dan Ekstraksi Cunam I. Cunam Simpson
di BAB "Ekstraksi Vakum". Merupakan cunam yang paling sering digunakan,
terutama untuk persalinan oudet dan low. Memi-
Jenis-Jenis Cunam liki lengkungan kepala yang terelongasi panjang
Sebuah cunam terdiri atas dua sisi, yaitu sisi kiri dan sehingga sesuai digunakan bila terjadi molding
kanan, dan terdiri atas empat komponen yaitu bilah, kepala janin yang menyebabkan kepala menjadi
tangkai, artikulasi, serta pegangannya. lebih panjang.
Bilah-- - - - -

Gambar l. Beberapa Jenis Cunam dan Bagian-bagiannya

2. Cunam Elliot 2. Kepala belum engaged


Mirip dengan cunam Simpson namun memiliki pin 3. Dilatasi serviks belum lengkap
yang bisa mengatur panjangnya. Biasanya digu- 4. Tanda atau kecurigaan adanya disproporsi sefal-
nakan bila kepala janin lebih bulat. opelvik (tulang tengkorak saling overlap secara
3. Cunam Kielland berlebihan, kaput)
Memiliki artikulasi yang dapat digeser dengan 5. Kecurigaan atau bukti adanya koagulopati pada
be bas dan dapat digunakan untuk merotasi janin. janin
4. Cunam Wrigley 6. Penyakit demineralisasi tulang janin
Cunam ini bertangkai pendek dan hanya bisa di-
gunakan pada persalinan outlet atau low Kontraindikasi relatif
5. Cunam Piper I. Curiga makrosomia
Digunakan untuk melahirkan kepala janin pada 2. Tidak dapat menilai posisi janin dengan tepat
presentasi bokong karena memiliki lengkungan 3. Fetal scalp sampling
perinea!. 4. Kegagalan ekstraksi vakum sebelumnya

Posisi kepala janin terhadap spina iskiadika dibagi Syarat


menjadi beberapa stasiun: I. Penolong berpengalaman dan memiliki ketrampi-
I) Belum engaged atau masih berada di atas spina lan melakukan ekstraksi cunam
iskiadika, diberi kode mulai dari -5 (berada 5 cm di 2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik
atas spina) sampai -1 (I cm di atas spina) 3. Dilatasi serviks telah lengkap
463
2) Sudah engaged, yaitu bila sudah berada di an- 4. Kepala sudah engaged(Hlll-IV)
tara kedua spina iskiadika atau stasiun 0, dan 5. Posisi kepala janin dapat dinilai
dibawahnya. yaitu stasiun +I yang berada I cm 6. Presentasi verteks
di bawah spina hingga +5 yang berada 5 cm di 7. Kandung kemih sudah kosong
bawah spina atau sudah berada di posisi terbawah 8. Ketuban sudah pecah
di lantai baw.ah pelvis. 9. Anestesia yang adekuat.
Di Indonesia memakai bidang hodge I 0. Tersedia rencana cadangan yang adekuat bila ga-
ga!, seperti sectio caesarea
Indikasi
lndikasi persalinan dengan ekstraksi cunam sama de- Berbeda dari ekstraksi vakum, ekstraksi cunam
ngan ekstraksi vakum. Lihat bagian lndikasi di bab dapat digunakan pada janin prematur atau dengan
"Ekstraksi Vakum". presentasi oksiput posterior, defleksi (ekstensi) atau
asintilisasi (fleksi lateral) , namun penolong harus
Kontraindikasi memiliki keterampilan yang cukup untuk melakukan-
Kontraindikasi absolut: nya. Sehingga tidak disarankan untuk dikuliahkan.
I. Tidak ada informed consent
Menilai Disproporsi Sefalopelvik I . Pakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi
Ada atau tidaknya disproporsi sefalopelvik harus (DTT)
dinilai dengan hati-hati. Belum ada cara yang be- 2. Bersihkan vulva dan sekitarnya dengan larutan
nar-benar akurat untuk menilai adanya disproporsi, antiseptik dan yakinkan kandung kemih kosong
namun beberapa pengukuran klinis dapat digunakan 3. Lakukan anestesi lokal berupa infi!trasi di daerah
untuk memperkirakan. Di antaranya adalah melalui perineum. Anestesi juga dapat diberikan melalui
ukuran panggul dan tipe panggul blokade pudenda! atau epidural.
Ukuran panggul 4. Dengan menggunakan tangan dominan di dalam
Secara imajiner. panggul dibagi menjadi bagian vagina, periksa apakah syarat ekstraksi cunam
inlet. ruang panggul tengah dan outlet. Pengukuran terpenuhi, yaitu pembukaan serviks sudah leng-
bagian inlet direfleksikan oleh obstetrik konyugat, kap, stasiun kepala sudah engaged (HIJI-lV) dan
diameter transversal dan diameter oblik. Pengukuran ketuban sudah pecah. Nilai presentasi dan posisi
ruang tengah pelvis direfleksikan oleh jarak interspi- apakah ada rotasi ke kanan atau kiri dan stasiun
nosa. Sedangkan bagian outlet diukur diameter ante- kepala. Ketahui lokasi ubun-ubun besar (UUB).
ro-posterior. transversal dan postero-sagital. ubun-ubun kecil (UUK) dan sutura sagitalis. Nilai
Obstetrik konyugat dihitung dengan cara mengu- ukuran panggul dan bandingkan dengan taksiran
rangi diagonal konyugat dengan 1,5-2 cm. Diagonal berat janin untuk meyakinkan tidak ada dispro-
konyugat merupakan jarak antara tepi bawah simfisis porsi sefalopelvik.
pubis dengan promontorium sakrum. 5. Siapkan cunam yang terdiri atas dua bilah dan
Tipe Panggul rekontruksi pemasangannya di depan vagina
Terdapat empat tipe panggul yang dikenal yaitu. berdasarkan posisi kepala. UUB, UUK dan sutura
tipe Gynecoid, Android, Platypoid dan Anthropoid. sagitalis.
- Tipe panggul Gynecoid merupakan tipe yang 6. Oleskan lubrikan pada kedua bilah cunam.
paling sering ditemui dan paling baik untuk 7. Mulai pemasangan cunam dengan cara mema-
persalinan normal. Bagian inlet bulat atau oval sukkan terlebih dahulu bilah sebelah kiri meng-
dan spina iskiadika tidak menonjol sehingga gunakan tangan kiri ke sisi ibu sebelah kiri. Pega-
ruang pelvis lebih lega. ngan cunam dipegang seperti memegang pensil,
- Panggul tipe Android memiliki inlet yang ber- tegak lurus dan jempol sebagai pengarah cunam.
bentuk segitiga, spina iskiadika yang menonjol 8. Masukkan pula bilah sebelah kanan dengan meng-
dan outlet yang sempit dan panjang. gunakan tangan kanan ke sisi ibu sebelah kanan.
- Panggul tipe Platypoid memiliki inlet yang Cunam dipegang dengan cara yang sama, yaitu
sempit dan diameter anteroposterior pelvis seperti memegang pensil, tegak lurus dan jempol
yang sempit sebagai pengarah.
- Panggul tipe Anthropoid memiliki inlet ber- 9. Kunci kedua bilah pada persilangannya di tengah.
bentku oval, ruang tengah pelvis sempit. na- I 0. Pastikan bahwa jarak cunam dari kulit kepala ti-
mun outlet yang lebar. dak lebih dari I cm, jarak cunam terhadap UUK
Disproporsi sefalopelvik harus dicurigai bila jarak setidaknya I cm dan posisi cunam tegak lurus ter-
obstetrik konyugat < 11.5 cm, jarak interspinosa <I 0 hadap sutura sagitalis. serta tidak ada bagian ibu
cm. spina iskiadika menonjol, dinding panggul konver- yang terjepit
gen, dan konkavitas sakrum sangat dangkal. Dispro-
464 porsi juga harus dicurigai terutama pada tipe panggul
Android dan Platypoid. Selain itu patut pula dicurigai
bila dengan menggunakan pemeriksaan USG, dite-
mukan ukuran Diameter Biparietal (DBP) <:96cm. dan
Head Circumference (HC) <:35cm.

Langkah-langkah Ekstraksi Cunam


Jelaskan kepada ibu dan keluarga indikasi dilaku-
kannya ekstraksi cunam pada persalinan ini. Jelaskan
pula manfaat yang diperoleh dan resiko komplikasi
yang mungkin timbul pada ibu dan bayi. Ekstraksi cu-
nam hanya dapat dilakukan dengan persetujuan dari
ibu secara sadar dan terlebih dahulu menandatangani
informed consent. Berikut adalah langkah-langkah
ekstraksi cunam pada janin presentasi oksiput anteri-
or menggunakan cunam Simpson : Gambar 2. Cara Ekstraksi Cunam
11 Lakukan traksi secara lembut seiring dengan his Pada bayi sering terjadi trauma kraniofasialis,
ibu (lihat Gambar 2) . Traksi dapat dikurangi ketika misalnya memar pada wajah, palsi fasialis atau
tidak ada his. Arahkan traksi sarah sumbu panggul palsi otot-otot ekstraokular. Insidensi distosia
ke awah bawah hingga suboksiput lahir dibawah bahu meningkat pada ekstraksi cunam, dan resiko
pubis, lalu arahkan traksi kea rah atas hingga dahi, perdarahan intrakranial lebih tinggi dibandingkan
wajah dan dagu lahir. persalinan normal meskipun insidensinya lebih
12. Episiotomi dapat dilakukan bila perlu primer saat rendah dibandingkan ekstraksi vakum. Pernah
sebelum melakukan paksi atau saat kepala crown- pula dilaporkan defisit neurologis pada medulla
ing spinalis hingga menyebabkan kematian ketika
13. Setelah seluruh kepala lahir, lepaskan cunam lalu ekstraksi dan rotasi dilakukan dengan cunam Kiel-
lanjutkan persalinan secara normal. land.
14. Hentikan prosedur ekstraksi bila setelah tiga tari-
kan kepala janin tidak kunjung tu run. Alihkan ibu Sumber Bacaan
untuk operasi sectio caesarea darurat. I. Tim Revisi Kelima Paket Pelatihan Klinik PONED. Paket
15. Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa derajat pelatihan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar
rupture perineum dan ruptur vagina atau serviks. (PONED). Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kes-
Bila ada ruptur lakukan penjahitan dan beirkan ehatan Reproduksi (JNPKKP); 2008.
obat-obatan antinyeri untuk ibu . 2. ielsen PE. Galan HL. Operative vaginal delivery. Gabbe SG.
Niebyl JR. Galan HL. Jau niaux ER. Landon MB. Simpsom JL.
Komplikasi dkk. penyunting. Obstetrics: normal and problem pregnan-
Komplikasi pada Ibu cies. Edisi ke-6. Philadelphia: Elsevier Saunders; 20 12.
Komplikasi tersering adalah trauma pada jalan 3. Keriakos R. Sugumar S. Hila! N. Instrumental vagi-
lahir ibu, seperti memar pada vulva atau vagina, nal delivery--back to basics. J Obstet Gynaecol. 2013
ruptur perineum, vagina dan serviks dan inkontin- Nov:33(8):78 I-6.
ensi urine pasca melahirkan. Pada jangka panjang 4. American College of Obstetricians and Gynecologists. Op-
dapat terbentuk fistula rektovaginal dan inkontin- erative vaginal delive1y. American College of Obstetricians
ensi feses akibat disfungsi sfinter ani. and Gynecologists Practice Bulletin No. 17. June 2000.
Komplikasi pada bayi Washington DC.

182 Ekstraksi Vakum


•••
Kompetensl urn

Gracia Lilihata, Damar Prasmusinto

Definisi salinan. Perbandingan keuntungan dan kekurangan


Ekstraksi vakum adalah prosedur persalinan ekstraksi vakum dibandingkan cunam dapat dilihat
pervaginam dengan dibantu alat vakum bertekanan pada tabel berikut. 465
negatif yang dipasang pada kepala janin. Vakum ini
menghasilkan daya isap yang bekerja bersama dengan Jenis Vakum
daya dorong ibu dan kontraksi rahim sehingga bayi Sebuah al at vakum terdiri atas komponen: (I)
dapat lahir. Biasanya. ekstraksi vakum bermanfaat mangkok vakum, (2) pompa vakum yang menghasil-
pada distosia kala II karena inersia uteri maupun do- kan tekanan negatif dan (3) pegangan untuk melaku-
rongan ibu yang tidak bertenaga. kan traksi (4) selang.
Ekstraksi vakum bersama dengan ekstraksi cunam Mangkok vakum ada yang bersifat kaku atau
disebut persalinan pervaginam operatif. Ekstraksi va- lunak. Mangkok yang kaku biasanya terbuat dari lo-
kum lebih mudah dilakukan dan lebih sedikit menye- gam, sementara mangkok lunak terbuat dari silikon
babkan ruptur perineum dibanding ekstraksi cunam. atau polietilen. Mangkok yang kaku memiliki angka
Secara umum, Meskipun penggunaan ekstraksi va- keberhasilan lebih tinggi karena lebih jarang terle-
kum memiliki resiko morbiditas maupun mortalitas pas dari kepala janin, namun bersifat lebih traumatik
yang lebih rendah dari ekstraksi cunam. Pemilihan terhadap kulit kepala. Sementara itu, mangkok yang
teknik mana yang digunakan lebih sering bergantung seperti plastik atau polietilen lebih sering terlepas se-
pada preferensi dan keterampilan dari penolong per- hingga angka keberhasilan lebih rendah namun lebih
Tabel I. Perbandingan Kelebihan dan Kekurangan Ekstraksi Vakurn dan Ekstraksi Cunarn

Ekstraksi Vakum Ekstraksi Cunam

K< l<•hihan
1
Kt•ku1 angan KPIPhih._1n KPku1 angan

Resiko trauma kepala


neonatus. seperti perdarahan Jalannya persalinan lebih Teknik lebih sulit dan
Lebih mudah dilakukan
intrakranial. sefalhematom cepat kompleks
dan perdarahan retina

Dapat digunakan pada bayi Resiko trauma perineum


Episiotomijarang dibutuhkan
prematur pada ibu lebih besar

Resiko trauma
Resiko trauma perineum pada Tidak dapat digunakan umuk Dapat digunakan pada
kraniofasialis (falsi pasialis
ibu lebih rendah merocasi janin malapresentasi ringan
atau ekstraokular)
(oks iput posterior. defleksi
ringan. atau asintilisasi)
Sinergis dengan dorongan
dari ibu
Dapat digunakan untuk
Trauma kraniofasial lebih melahirkan kepala
sedikit pada after coming head
presentasi bokong
Obesitas

aman untuk kulit kepala. Kini sudah dikembangkan Kontraindikasi


mangkok yang terbuat dari bahan plastik semi-kaku Kontraindikasi absolut:
yang menggabungkan keuntungan dari kedua bahan 1. Presentasi bukan-verteks. bokong, bahu atau alis
tersebut. Angka keberhasilan lebih baik dibandingkan 2. Kepala belum engaged (HJJJ-JV)
bahan mangkok yang lunak, namun kurang traumatik 3. Kecurigaan atau bukti adanya koagulopati pada
dibandingkan bahan logam. janin
4. Penyakit demineralisasi tulangjanin
Indikasi 5. Dilatasi serviks belum lengkap
Persalinan pervaginam operatif, baik ekstraksi va- 6. Prematur (< =34 minggu) atau taksiran beratjanin
kum maupun ekstraksi cunam memiliki indikasi yang < =2500 g
sama, yaitu : 7. Tanda a tau kecurigaan adanya disproporsi sefalo-
1. Kala dua memanjang pelvik
Kala dua yang berlangsung lebih dari >2 jam pada Kontraindikasi relatif
nullipara dan > 1 jam pada multipara. Kala dua 1. Curiga makrosomia
memanjang biasanya disebabkan kontraksi rahim 2. Tidak dapat menilai posisi janin dengan tepat
466 yang tidak adekuat dan malapresentasi ringan (ok- 3. Fetal scalp sampling
siput posterior ; defleksi) atau disproporsi sefalo-
pelvik ringan. Syarat
2. !bu dengan kondisi medis yang tidak boleh 1. Presentasi verteks
mengedan lama atau dikontraindikasikan untuk 2. Penolong berpengalaman dan memiliki ketrampi-
mengedan dengan kuat, misalnya pada gaga! jan- lan melakukan ekstraksi vakum
tung, penyakit serebrovaskular, atau neuromusku- 3. Tidak ada disproporsi sefalopelvik
lar. 4. !bu dapat membantu mengedan
3. !bu yang tidak kuat mengejan harus disemangati 5. Dilatasi serviks telah lengkap
dan diberikan kesempatan sesaat untuk istirahat, 6. Kepala sudah engaged (H III-IV)
minum, atau mengubah posisi. Jika !bu terlalu 7. Posisi kepala janin dapat dinilai dengan baik
lelah untuk mengejan dengan adekuat maka eks- 8. Kandung kemih sudah kosong
traksi vakum dapat dilakukan 9. Ketuban sudah pecah
4. Dicurigai akan terjadi gawat janin atau hasil 10. Tersedia rencana cadangan yang adekuat bila ga-
non-reassuring pada monitor denyut jantung janin ga!. seperti sectio caesarea
(CTG ) pada kala II
Tabet 2. Klasifikasi Persalinan Pervaginam Berdasarkan Posisi Kepala Janin

Kulit kepala terlihat tanpa labia dibuka. crowning

Kepala pada perineum

Oudet Kepala pada lantai pelvis

Sutura sagitalis pada diameter antero-posterior (AP) dengan presentasi oksiput


anterior atau posterior (dapat rotasi ke kiri atau kanan. nam un tidak melebihi
45°)

Klasifikasi dengan tangan kanan dengan cara dimiringkan


Persalinan pervaginam operatif. baik dengan dan sedikit dipipihkan. Posisikan mangkok vakum
ekstraksi vakum maupun ekstraksi cunam diklasifi - tepat sedekat mungkin dengan ubun-ubun ke-
kasikan berdasarkan posisi kepala janin terhadap cil, tepat diatas sutura sagitalis (lihat Gambar
lantai pelvis. Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada I) . Dengan jari tangan non-dominan periksa tepi
tabel 2. mangkok bahwa tidak ada jaringan serviks atau
American College of Obstettrics and Gynecology vagina yang terjepit pada mangkok.
(ACOG) mengklasifikasikan stasiun kepala janin ber- 7. !bu jari tang an non-dominan diletakkan di atas
dasarkan posisinya terhadap kedua spina iskiadika mangkok, jari telunjuk dan jari tengah pada tepi
ibu. Posisi kepala yang sudah masuk diantara kedua mangkok dan kulit kepala untuk menahan mang-
spina iskiadika dikatakan sudah engaged atau berada kok pada tempatnya sekaligus mendeteksi bila
pada posisi 0. Bila kepala berada di atas spina iskiadi- ada tepi mangkok yang terlepas ketika dilakukan
ka. dikatakan belum engaged dan diberi kode -1. -2, traksi.
-3, -4, atau -5 berdasarkan jauhnya dalam sentimeter 8. Minta asisten untuk menaikan tekanan vakum se-
dari spina iskiadika. Sebaliknya. kepala yang sudah cara bertahap. dimulai dari 10 cmHg hingga mak-
turun dibawah spina iskiadika diberi kode + 1, +2 . +3, simal 60 cmHg.
+4 atau +5 berdasarkan seberapa jauh dibawah spina 9. Pada puncak his ibu, pimpin ibu untuk mengedan
iskiadika dengan +5 menunjukkan posisi telah berada sambil lakukan traksi dengan tangan dominan ke
paling bawah di lantai pelvis. arah bawah searah sumbu panggul. Ketika subok-
siput telah lahir dibawah simfisis pubis, lakukan
Langkah-langkah Ekstraksi Vakum traksi ke arah atas dan lahirkan dahi, wajah dan
Sebelum memulai prosedur ekstraksi vakum, tenang- dagu. Setelah seluruh kepala lahir, matikan vakum
kan ibu dan jelaskan indikasi, prosedur dan kom- dan lepaskan mangkoknya dari kepala janin. Trak-
plikasi yang mungkin timbul sejelas-jelasnya. Setelah si harus dihentikan bila tidak terdapat his.
itu minta persetujuan secara tertulis pada formulir 10. Episiotomi dapat dilakukan bila jaringan lunak
informed consent. Berikutnya. prosedur ekstraksi va- menghalangi lahirnya kepala dapat primer sebe-
kum dilakukan dengan langkah-langkah berikut : lum tarikan atau saat kepala crowning
!. Pertama-tama, cuci tangan dengan menggunakan 1 1 Biarkan janin melakukan rotasi eksternal dan lan-
sabun dan air mengalir lalu gunakan sarung ta- jutkan persalinan bahu. badan dan kaki secara
ngan Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) normal.
2. Setelah itu eek vakum apakah berfungsi dengan 12. Setelah selesai semua prosedur, lepaskan sarung 467
baik pada tangan yang sudah menggunakan sa- tangan dan rendam sarung tangann serta alat va-
rung tangan. Pastikan tekanan tidak melebihi 60 kum dalam larutan klorin 0 ,5%.
cmHg karena tekanan lebih dari itu traumatik ter- 13. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
hadap janin. Matikan kembali vakum. 14. Catat dokumentasi prosedur ekstraksi vakum.
3. Bersihkan vulva dan sekitarnya dengan larutan posisi dan presentasi janin serta komplikasi yang
antiseptik. muncul.
4. Kosongkan kandung kemih atau pastikan kandung
kemih telah kosong. Ekstraksi vakum boleh dilakukan pada posi-
5. Periksa dalam kembali persyaratan ekstraksi si kepala oudet atau low. Keseluruhan prosedur
vakum terpenuhi, yaitu presentasi verteks, pem- umumnya berlangsung selama 15 menit.
bukaan serviks lengkap. ketuban sudah pecah.
kepala telah engaged a tau berada pada stasiun ~3 . Kegagalan Ekstraksi Vakum
6. Setelah yakin dengan posisi dan presentasi janin. Penolong persalinan harus waspada terhadap
vulva dibuka dengan tangan kiri (atau tangan tanda kegagalan vakum dan segera menghentikan
non dominan) lalu mangkok vakum dimasukkan prosedur bila ditemukan :
>-----<r--,2 ruasjari/3 cm
Tempat pemasangan
mangkok vakum
t:P---t---1----Titik pivot / neksi
>1-lc--+-- +---Ubun -ubun kecil

Gambar 1. Titik Pi vot untuk Pemasa ngan Ma ngkok Va kum dan Arah Traksi

Kepala tidak turun setelah traksi selama 30 menit dan koagulasi juga harus diperiksa tiap 4 jam. Bila ter-
Kepala tidak turun setelah dilakukan traksi seba- jadi syok, rawat di ruang perawatan intensif neonatus
nyak 3 kali dan siapkan transfusi darah.
Mangkok terlepas sebanyak 3 kali Kaput suksadenum adalah komplikasi yang sangat
Bradikardi janin berat (gawat janin) sering terjadi namun tidak berbahaya. Tampak seperti
benjolan berbatas tegas dan teraba padat pada tempat
Bila terjadi bradikardi janin berat, segera lanjut- mangkok vakum terpasang. dapat menyeberangi sutu-
kan dengan sectio casarea. Bila tidak tersedia fasilitas, ra, namun akan menghilang sendiri setelah 48-72 jam
lakukan resusitasi intrauterin dengan memberikan Sefal hematom adalah perdarahan di bawah peri-
tokolisis, oksigen, cairan dan posisikan ibu berbaring osteum, berbatas tegas, tidak menyeberangi sutura
pada sisi kiri sambil dirujuk ke fasilitas yang lebih dan biasanya terjadi di atas tulang parietal. Perdara-
lengkap. han ini tidak berbahaya. semakin besar pada 24 jam
Kegagalan ekstraksi vakum dapat disebabkan pertama, dan akan menghilang dalam 2-3 minggu.
karena berbagai faktor, seperti kesalahan teknik, Bayi yang lahir dengan ekstraksi vakum tidak ter-
adanya disproporsi sefalopelvik, kesalahan pemilihan bukti memiliki gangguan neurologis maupun intelek-
jenis dan ukuran mangkok, jaringan vagina yang ter- tual dibandingkan bayi yang lahir secara normal.
jepit di antara mangkok dan kulit kepala. atau penem-
patan mangkok yang tidak tepat pada titik pivot. Sumber Bacaan:
I. Keriakos R. Suguma r S. Hilal N. Instrumental vagi-
Komplikasi nal delivery-- back to basics. J Obstet Gynaecol. 20 13
Nov:33 (8): 78 l -6 .
Kematian janin jarang terjadi. sekitar 0.1-3 kasus
2. Putta LV. Spe ncer JP. Ass isted vagina l de li very using
468 I 1000 prosedur. Komplikasi yang sering terjadi
the vacuum extrac tion. Am Fam Phys icia n. 2000 Sep
adalah trauma pada kulit kepala, seperti memar,
1:62 (6) :13 16-20.
laserasi, kaput suksadenum, sefalhematom dan 3. Cargill YM . M acKinnon CJ (principal authors). Guidelines
perdarahan subgaleal. for operative vaginal birth. Society of Obstetricians and
Perdarahan subgaleal adalah komplikasi yang ber- Gynaecologysts of Ca nada (SOCG) Clinical Practi ce Guide-
bahaya karena dapat menyebabkan kehilangan darah lines. J Obstet Gynaecol Can. 2004 :26 (8) :7 4 7-53.
dalam jumlah banyak hingga terjadi hipovolemi dan 4. Ali UA. Norwitz ER. Vac uum -assisted vag ina l delivery. Rev
ensefalopati akut. Perdarahan subgaleal terjadi akibat Obstet Gynecol. 20 09 Winter:2(1):5- l 7.
rupturnya vena emisarius yang menghubungkan kulit 5. Tim Revisi Kelima Paket Pelatihan Klinik PONED. Pa ket
pelatihan pe layanan obstetri dan neo nata l e me rge nsi dasa r
kepala dengan sinus dura. Secara klinis bayi akan tam-
(PONED). Jakarta: Ja ringa n Nasional Pela tiha n Klinik Kese-
pak pucat, akral dingin, nadi cepat dan lemas karena
hatan Reproduksi (J NPKKP) : 2008.
syok hipovolemia. 6. Ame rica n College of Obstetricia ns and Gynecologists. Op-
Bayi dengan ekstraksi vakum berlangsung tidak erative vagina l delivery.A meri can College of Obstetricia ns
lancar harus dicurigai perdarahan subgaleal. Lakukan a nd Gynecologists Practice Bulle tin No. 17. June 2000.
observasi ketat selama 8 jam dengan mengukur tanda Washington DC.
vital, lingkar kepala dan edema tiap jam. Hematokrit
183 Infeksi Nifas
•••
Kampetensi In

Gracia Lilihata, Damar Prasmusinto

Definisi 8. Ketuban pecah lama


Infeksi nifas merupakan infeksi yang diperoleh ibu 9. Pemeriksaan vaginal touche (VT) berulang tanpa
selama 6 minggu atau 40 hari setelah persalinan. indikasi
I 0. Obesitas
Klasifikasi 11. Diabetes
Infeksi nifas terdiri atas beragam bentuk, paling 12. Penggunaan kortikosteroid
sering adalah infeksi rahim (metritis) yang dapat l 3. Primipara
berkembang menjadi berbagai komplikasi lain. Diag- l 4. Mekonium pada air ketuban
nosis infeksi nifas berdasarkan kenaikan temperatur 15. !bu berusia muda
di atas 38° C selama minimal 2 hari berturut-turut,
terjadi antara hari ke-2 hingga ke- l 0 sesudah persali- Etiologi dan Patogenesis
nan dan tanpa adanya bukti infeksi lain. Sebelum ketuban pecah. dinding rahim dan amni-
on berada dalam keadaan steril. Di sisi lain, serviks.
Faktor Risiko vagina dan sekitarnya memiliki flora normal atau
Faktor risiko infeksi nifas meliputi: bakterikolonisasi. Ketuban pecah lama, vaginal touche
I . Rute persalinan berulang, penggunaan alat monitor fetus internal, per-
Rute persalinan merupakan faktor terpenting ke- salinan traumatik yang menggunakan alat (misalnya
jadian infeksi rahim pasca persalinan. Persalinan forsep) atau insisi pada operasi caesar dapat mengin-
dengan sectio caesarea memiliki risiko 3x -I Ox troduksi bakteri dari vagina atau kulit ke dalam rahim.
lipat lebih tinggi infeksi rahim dibandingkan per- amnion dan jaringan nonvital sekitarnya.
salinan per vaginam. (Lima puluh persen infeksi Pada persalinan per vaginam, bakteri akan
pasca-operasi caesar adalah metritis, sedangkan menginfeksi desidua dan tempat implantasi plasenta
pada persalinan pervaginam sebagian besar ada- terlebih dahulu lalu menyebar ke miometrium ter-
lah mastitis dan ISK) . dekat. Sementara pada persalinan mekalui operasi
2. Tingkat sosioekonomi rendah caesar, bakteri menginfeksi Iuka insisi, lalu menye-
3. Persalinan yang tidak higienis bar ke miometrium dan jaringan parametrium. Bak-
4. Anemia teri-bakteri ini akan berkembang biak dengan cepat
5. Kolonisasi bakteri pada traktus genital, misalnya dan agresif bila terdapat hematon dan jaringan mati.
pada vaginosis bakterialis Infeksi jarang disebabkan oleh hanya satu jenis
6. Persalinan lama organisme, namun lebih sering merupakan kombinasi
7. Persalinan pervaginam traumatik, dengan manu- dari beberapa jenis bakteri aerob dan anaerob. Strep-
ver atau alat seperti forsep tokokus grup A dapat menyebabkan infeksi sistemik
469
Tabel I . Bakteri Pe nyebab lnfeksi Nifas

At•toh Ana<>1oh L<1in Jain

Streptococcus Group A. B dan D Peptococcus Mycoplasma

S. aureus Peptostreptococcus Chlamydia

S. Epidermidis Bacteroides fragilis Neisseria gonorrhea

Enrerococcus Prevotella

Gram negatif: E coli. Klebsiella. Proteus C/ostridium

Gardnerella vaginalis Fusobacte11um


yang berat dan toxic shock-like syndrome. Pasien akan metritis, maka pasien sudah mulai demam sejak
mengalami demam sangat tinggi >39°C yang terjadi hari pertama, namun tidak kunjung membaik
dalam 24 jam pertama. Sementara itu, infeksi Chla - hingga berhari-hari berikutnya.
my dia trakomatis diasosiasikan dengan manifestasi Infeksi dan peradangan yang terus berlanjut
klinis yang lebih ringan dan progresi lebih lambat, dapat menyebabkan dehisensi (Iuka jahitan terbu-
berlangsung dalam beberapa hari hingga beberapa ka kembali}. Dehisensi dapat terjadi hanya pada la-
minggu. pisan superfisial atau komplit hingga seluruh fasia
dan otot ikut terbuka. Dehisensi merupakan kea-
Jenis-jenis Infeksi Nifas daan yang serius dan dapat berkembang menjadi
Infeksi nifas sangat beragam bergantung pada burst abdomen (rongga perut terbuka).
orang yang terinfeksi. lnfeksi nifas dapat berbentuk Necrotizing fasciitis
sebagai infeksi berikut ini. Infeksi Iuka berlanjut hingga ke fasia dan
Metritis lapisan otot. Pada Iuka di perineum. infeksi dapat
Metritis merupakan bentuk infeksi nifas yang menyebar hingga ke otot paha, bokong atau
paling sering terjadi. Persalinan melalui operasi dinding perut. Gejala biasanya baru muncul hari
caesar memiliki risiko hingga I Ox lebih tinggi di- ke-3 atau ke-5. Gejala awal dapat mirip dengan
banding persalinan pervaginam. Gejala klinis be- infeksi yang lebih superfisial, namun miofasciitis
rupa demam tinggi (di atas 38,3°C), dapat disertai akan menyebabkan sepsis dan kebocoran ka-
menggigil bila terjadi bakteremia, nyeri abdomen piler sehingga terjadi syok dan hemokonsentrasi.
bagian bawah. dan lokia berbau busuk, purulen, Keadaan ini dapat berujung pada kematian.
dan dapat disertai perdarahan pasca persalinan. Infeksi adneksa dan salpingitis
Pada perabaan abdomen dan pemeriksaan bi- Infeksi dapat menginvasi tuba dan ovarium,
manual, nyeri tekan abdomen dan parametrium menyebabkan salpingitis atau abses ovarium.
positif. tegang serta uterus subinvolusi. Pemerik- Pasien akan mengalami demam dan nyeri perut
saan darah tepi akan menunjukkan leukositosis bawah, dan lokia berbau.
( 15.000-30.000/ uL}, terutama peningkatan sel-sel Flegmon parametrium
polimorfonuklear. Infeksi oleh Streptokokus grup Flegmon adalah area selulitis dengan indurasi
A mungkin menghasilkan sedikit lokia dan tidak yang besar dan berbatas tegas. Flegmon parame-
berbau busuk. trium umumnya terjadi unilateral dan dibatasi
Metritis yang diterapi dengan antibiotik spek- oleh ligament latum (broad ligament) sehingga
trum luas biasanya mengalami perbaikan setelah hanya menyebar ke dinding pelvis lateral atau ke
48-72 jam. Pasien yang tidak mengalami per- posterior pada septum rektovaginal, namun tidak
baikan klinis setelah waktu ini harus dicurigai ada- ke arah kranial (lihat Gambar l}. Flegmon akan
nya keadaan lain lain, misalnya abses Iuka insisi, teraba pada pemeriksaan bimanual sebagai massa
abses adneksal, abses parametrium, peritonitis, indurasi keras berbatas tegas di parametrium.
atau tromboflebitis. Abses Pelvis
Infeksi pada Iuka insisi Abses pelvis dapat terbentuk dari flegmon
Insidensi infeksi pada Iuka insisi operasi cae- parametrium yang mengalami supurasi atau he-
sar berkisar antara 3-15%, sementara pada Iuka matoma yang terkumpul di ligamen latum pasca
perineum dan vagina dilaporkan lebih rendah. insisi uterus yang terinfeksi. Pasien dapat me-
470 Risiko tinggi terutama pada pasien dengan im- ngalami demam berkepanjangan, tidak membaik
munosupresi atau immunokompromais, yaitu dengan pemberian antibiotik intravena spektrum
diabetes, obesitas, anemia atau penggunaan kor- luas, nyeri perut bagian bawah dan perut terlihat
tikosteroidjangka panjang. Adanya hematoma dan membesar. Pada pemeriksaan bimanual teraba
benda asing juga meningkatkan laju infeksi. In- massa berfluktuasi di area parametrium, adneksa
feksi pada Iuka insisi dapat menyebabkan selulitis, atau kavum Douglas. Abses pelvis membutuhkan
abses dan dehisensi (lepasnya lukajahitan). drainase selain terapi antibiotik.
Pada selulitis, Iuka insisi akan tampat eritema, Peritonitis
edema, tegang dan indurasi. Pasien mengeluh Peritonitis merupakan komplikasi dari metri-
nyeri dengan atau tanpa demam. tis dengan Iuka insisi yang mengalami dehisensi
Radang yang mengalami supurasi dapat atau akibat rupturnya abses pelvis.abses adneksa
berkembang menjadi abses Iuka dan mengelu- atau abses parametrium. Pasien akan mengeluh
arkan cairan serosa-kemerahan kadang purulen, nyeri perut menyeluruh, anoreksia, muntah, dan
eritema dan edema mungkin berkurang. Pasien pemeriksaan auskultasi menunjukkan bising usus
dapat mengalami demam yang dimulai dari hari menghilang. dan terjadi ileus adinamik. Meskipun
ketiga pasca persalinan. Bila infeksi didahului oleh terjadi peritonitis, seringkali perut pasien tidak
Rektum
Cavum Douglass

a. dan v. uterina

Gambar I. Flegmon Parametrium

teraba tegang karena perut melunak akibat dis- menyebabkan kaki yang terkena bengkak, tegang,
tensi jangka panjang dan ruptur serat elastik kulit. panas, kemerahan dan nyeri hebat. Konftrmasi
Tromboflebitis septik diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan CT
Infeksi dapat menyebar melalui pembuluh vena scan atau MRI pelvis dan femur.
uterina dan vena ovarika Oihat Gambar 2). Penye- Tromboflebitis sering menjadi pus yang dapat
baran infeksi melalui vena ovarika menyebabkan menjadi emboli ke paru-paru atau ginjal. Aki-
trombosis pada pleksus vena ovarium. Sementara batnya, dapat terjadi infark atau abses paru-paru ,
itu, penyebaran infeksi melalui vena uterina dapat pneumonia, nekrosis ginjal dengan nyeri pingang,
menyebabkan trombosis hingga ke vena femoralis, hematuria dan proteinuria.
vena iliaka komunis , vena kava inferior dan vena Toxic shock syndrome
renalis. Keadaan ini harus dicurgai bila pasien te- Infeksi stafilokokus dan streptokokus dapat
tap demam walaupun telah mendapat antibiotik melepaskan eksotoksin yang menyebabkan keru-
intravena spektrum luas selama 5 hari. sakan endotel berat sehingga permeabilitas ka-
Tromboflebitis pleksus vena ovarium menye-
babkan nyeri perut bagian bawah atau nyeri -1----"f-l-----Vena kava infer ior
perut unilateral pada hari ketiga pasca persalinan, J+--lf.f--li---¥!"3------Vena ovarika dextra
471
dengan atau tanpa demam. Gambaran khasnya - -++- -Vena ovarika sinistra
adalah pasien tampak sakit berat dan menggigil
berulang kali hampir tanpa demam. Setelah itu Vena iliaka
suhu badan akan berfluktuasi dengan dengan komunis dextra

tajam (antara 360C hingga 4ooc ) lalu kemudian


turun menjadi subfebris. Kondisi subfebris dapat
berlangsung hingga 3 bulan. Pada periksa dalam
kadang teraba massa lunak di sebelah lateral
uterus, namun sering kali tidak teraba apa-apa
karena vena ovarika sulit dicapai. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan leukositosis, atau leu-
kopenia bila terjadi pelepasan endotoksin. Kultur
darah harus dilakukan sebelum pasien menggigil,
namun hasil positif jarang berhasil ditemukan.
Tromboflebitis pada vena femoralis akan
Gambar 2. Suplai da rah uterus dan sekitarnya
piler meningkat. Akibatnya, vol ume intravasku lar tis septik.
berkurang. terjadi hemokonsentrasi dan syok. Infeksi Iuka insisi
Pasien akan tampak disorientasi, demam, sakit Luka yang terinfeksi hanya pada bagian su-
kepala, mual , muntah, diare, dan muncul bercak perfisial cukup diberikan antibiotik per oral untuk
eritematosa di kulit yang khas. Pada keadaan be- bakteri Gram positif (seperti sefalosporin gener-
rat, terjadi gaga! ginjal, gaga! hati, dan koagulasi asi 0 selama 5 hari. Bila Iuka mengeluarkan pus
intravaskular diseminata disusul oleh gaga! sirku- atau cairan serosa kemerahan, jahitan Iuka perlu
lasi dibuka, drainase dan kompres antiseptik rutin
Infeksi saluran kemih ditambah antibiotik oral. Jaringan nekrotik perlu
Infeksi saluran kemih sering terjadi pasca- dibuang sambil diperiksa bahwa fasia dan otot
persalinan per vaginam. Pasien akan mengalami masih intak. Setelah infeksi yakin telah bersih
demam, nyeri suprapubik, urgency dan frequency. dan jaringan granulasi telah tumbuh, lakukan pe-
Bila terjadi pyelonefritis , terdapat nyeri pinggang, nutupan sekunder Iuka.
nyeri ketok CVA positif disertai mual , muntah dan Bila ditemukan bahwa Iuka mengalami dehi-
anoreksia. sensi, periksa apa fasia dan otot juga mengala-
Mastitis dan abses payudara mi nekrosis. Bila tidak ditemukan necrotizing
Mastitis biasanya terjadi 3-4 minggu pasca fascii ting lakukan debridement semua jaringan
persalinan.Payudara sangat nyeri, tegang, beng- nekrotik dan terinfeksi di ruang operasi dengan
kak dan kemerahan dengan batas tegas yang anestesi, lalu tutup kembali Iuka. Sebaliknya, bila
biasanya terjadi hanya pada satu payudara. Pa- necrotizing fasciitis telah terjadi, lakukan debride-
sien juga demam hingga menggigil. mialgia, dan ment secara luas pada batas tepi fasia dan beri-
takikardi. Mastitis harus dibedakan dari pem- kan antibiotik intravena spektrum luas seperti
bengkakan payudara (breast engorgement), yaitu pada metritis. Pemasangan mesh sintetik mungkin
pembengkakan payudara dengan awitan 2-3 hari diperlukan bila dilakukan insisi yang luas.
pasca persalinan, terjadi bilateral, nyeri, disertai Luka jahitan episiotomi yang terinfeksi dan
demam yang berlangsung singkat (<24 jam). dehisensi perlu debridement dengan anestesi
Mastitis dapat mengalami supurasi menjadi hingga bersih dari jaringan nekrotik dan infeksi.
abses payudara, sehingga payudara akan mem- Lanjutkan selama beberapa hari dan Sitz bath be-
bengkak. merah, fluktuasi dan dapat keluar nanah. berapa kali sehari. Iuka dibiarkan menutup secara
sekunder. Berikan pelembut feses dan makanan
Keadaan lain yang dapat menyebabkan demam yang diabsorbsi dengan maksimal,
pada masa nifas termasuk komplikasi pada traktus Peritonitis
respiratorius, seperti pneumonia dan atelektasis. Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi
tekanan akibat ileus adinamik. Berikan rehidrasi
Tata Laksana secara agresif, menggunakan NaCl atau RL seba-
Tata laksana bergantung pada jenis dan organ yang nyak 3000 mL intravena. Terapi antibiotik spek-
terinfeksi. trum luas. Laparotomi untuk pembersihan (perito-
Metritis neal lavage) dan penjahitan ulang diperlukan bila
Kenali faktor risiko dan faktor penyebab yang terdapat ruptur insisi uterus dan nekrosis. Karena
·- dimiliki. Lakukan rehidrasi oral atau intravena
untuk mencegah syok dan berikan oksigen. Bila
metritis dan selulitis merupakan infeksi retroperi-
toneal, maka adanya peritonitis sering kali menan-
472
terdapat anemia berat, lakukan transfusi packed dakan telah terjadi ruptur insisi uterus.
red cells. Bila ada sisa plasenta, lakukan kuretase. Flegmon
Pasien perlu dirawat hingga mengalami perbaikan. Pasien dengan fl egmon membutuhkan terapi
Berikan antibiotik spektrum luas dengan tar- antibiotik intravena lebih lama daripada metritis,
get bakteri gram positif, gram negatif dan anae- hingga 7 hari atau lebih. Indurasi akan diabsorbsi
rob tercakup sekaligus. Antibiotik pilihan adalah sendiri dalam waktu beberapa hari hingga bebera-
golongan sefalosporin generasi II dan Ill + metro- pa minggu. Debridement bedah hanya dilakukan
nidazole 500 mg/ IV tiap 8 jam. Terapi diberikan bila dicurigai terjadi ruptur insisi uterus.
hingga 24 jam bebas demam, dan pasien boleh Abses Pelvis
pulang. Abses pelvis memerlukan drainase yang dapat
Umumnya pasien mengalami perbaikan dilakukan melalui laparotomi atau kolpotomi, ber-
setelah 48-72 jam terapi. Bila pasien demam me- gantung pada posisi kantong abses. Abses pelvis
netap dan tidak ada perbaikan klinis, kecurigaan di daerah anterior dapat didrainase dengan lapa-
harus diarahkan pada komplikasi lain seperti fleg- rotomi, atau menggunakan jarum tanpa prosedur
mon parametrium, abses pelvis atau thromboflebi- bedah dengan dibantu arahan CT-scan (CT guided
needle drainage). Abses di septum rektovaginal di sulbactam 2x7 50 g atau ko-amoksiklav 3 x 1000
bagian posterior dapat didrainase dengan insisi g. Walaupun obat ini aman untuk menyusui, peng-
kolpotomi. Setelah drainase, berikan antibiotik in- gunaan obat ini disarankan diminum setelah ibu
travena seperti pada metritis hingga 24 jam be bas selesai menyusui untuk menghindari konsentrasi
demam. antibiotik yang tinggi di AS!.
Tromboflebitis Septik
Pasien perlu dirawat untuk mendapatkan pe- Pencegahan
mantauan yang intensif dan pencegahan emboli Pemberian antibiotik profilaksis sebelum operasi
paru . Berikan antibiotik intravena seperti pada caesar terbukti menurunkan angka metritis dengan
metritis dan heparin bila dicurigai adanya emboli sangat drastis. Antibiotik pilihan adalah sefazolin 1 g
paru. Bila heparinisasi telah dilakukan dan emboli dosis tunggal atau sefalotin 2 g dosis tunggal 4 jam
terus berlangsung, tindakan pengikatan vena kava operasi atau setelah tali pusat dipotong. Pencegahan
inferior a tau vena ovarika secara operatif mungkin lain berupa upaya untuk menyingkirkan fa ktor risiko,
diperlukan. seperti memastikan ibu tidak anemia, nutrisi yang
Pada trombofl ebitis femoralis, kaki yang beng- adekuat, asepsis dan antisepsis sebelum prosedur
kak perlu ditinggikan dan menggunakan balut vaginal touche. tidak melakukan vaginal touche bila
kaki atau stocking elastik untuk kompresi. Berikan tidak diperlukan dan antibiotik profilaksis pada ke-
analgetik atau OAINS untuk mengurangi nyeri dan tuban pecah dini.
inflamasi.
Mastitis dan Abses payudara Komplikasi
Pada mastitis, berikan antibiotik seperti klok- Komplikasi pada ibu mencakup infertilitas, sepsis.
sasilin 500 mg PO tiap 6 jam selama 10 hari. Alter- syok bahkan kematian.
natif lain adalah cefaleksin, dikloksasilin atau klin-
damisin. Berikan pula analgetik dan antipiretik, Sumber Bacaan
kompres dingin payudara dan sangga payudara. I. Gorgas DL. Infec tions related to pregnancy. Emerg Med
asi harus tetap dikeluarkan (dipompa) , karena bila Clin North Am. 2008 May:26 (2):3 45-66. viii.

tidak dapat terj adi breast engorgement. 2. Cunningham F. Leveno K. Bloom S, Spong CY. Dashe J.
penyunting. Will iam obstetr ics. Edisi ke-2 4. Philadelphia:
Bila mastitis berkembang menjadi abses
McGraw-Hill: 20 14.
payudara. insisi dan drainase bedah dengan 3. Tim Revisi Kelima Paket Pelatih an Klinik PONED. Paket
anestesi mungkin diperlukan. Setelah itu pasang pelatihan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar
drainase sampai produksi drain minimal. Kultur (PONED). Jakarta: Jaringan Nasional Pelati han Klinik Kese-
bakteri dan Berikan terapi antibiotik sesuai resis- hatan Reproduksi (JNPKKP) : 2008.
tensi. 4. Maharaj D. Puerperal Pyrexia: a review. Part IL Obstet Gy-
lnfeksi saluran kemih necol Surv. Jun 2007:62 (6):400-6.
Terapi antibiotik lini pertama adalah ampicilin

Kelainan Presentasi 473

Gracia Lilihata, Damar Prasmusinto

Definisi oksipitalis anterior karena dasar panggul dengan


Presentasi fetus selain dari oksiput anterior pada pro- muskulus levator ani membentuk ruang yang lebih
ses persalinan. Beberapa contoh malapresentasi an- luas di depan. Umumnya tidak terjadi kesulitan per-
tara lain presentasi oksiput posterior, dahi. dan muka putaran ubun ubun kecil ke depan bila kepala janin
(lihat Gambar 1). dalam keadaan fleksi dan panggul mempunyai bentuk
serta ukuran yang normal. Pada kurang dari 10% ka-
l. Presentasi Oksiput Posterior sus. ubun-ubun kecil tidak berputar ke depan sehing-
Ketika kepala janin turun melalui pintu atas pang- ga terjadi presentasi oksiput posterior persistens. Aki-
gul dengan posisi fl eksi, bagian kepala yang perta- batnya. pada saat persalinan kepala janin akan lahir
ma mencapai dasar pa nggul adalah oksiput. Oks iput dengan keadaan muka dibawah simfisis.
kemudian akan memutar ke depan menjadi posisi
Presentasi oksiput posterior Presemasi dahi Presentasi muka
Gambar I. Beberapa Contoh Malapresentasi Jan in

Faktor risiko Regangan yang lebih besar pada vagina dan


Panggul antropoid perineum menyebabkan kerusakan lebih luas
Panggul android
Analgesia epidural 2. Presentasi Muka
Nulipara Keadaan dimana kepala hiperekstensi sehingga
Usia ibu >35 tahun oksiput tertekan pada punggung janin dan muka me-
Usia gestasi >4 I minggu rupakan bagian terendah. Presentasi muka dapat be-
Berat Janin >4000 gram rupa dagu di depan (mento anterior) atau dibelakang
Riwayat persalinan dengan presentasi oksiput pos- (mento posterior) terhadap simflsis pubis. Pada janin
terior sebelumnya cukup bulan dengan presentasi mento anterior dapat
Obesitas dilahirkan pervaginam sedangkan janin cukup bulan
dengan presentasi mento posterior tidak dapat lahir
Diagnosis secara pervaginam.
Pemeriksaan posisi fetus dilakukan dengan cara
pemeriksaan digital dan diagnosis pasti dengan meng- Etiologi
gunakan USG intrapartum. Penyebab presentasi muka secara umum adalah
keadaan yang menyebabkan ekstensi kepala atau
Tata Laksana menghalangi fleksi kepala. Keadaan yang menyebab-
Rotasi spontan dan persalinan spontan dapat terja- kan ekstensi kepala misalnya pembesaran dari leher
di pada sebagian besar kasus. Namun sectio caesarea
diindikasikan bila terdapat : I) tanda persa!inan ma-
cet; 2) tanda gawat janin.
Bila ketuban utuh, pecahkan ketuban terlebih da-
hulu. Bila pembukaan serviks telah lengkap dan tidak
474
ada kemajuan persalinan, periksa ada kemungkinan
obstruksi:
I) Bila tidak ada obstruksi, lakukan ekstraksi cunam/
forsep bila syarat-syarat terpenuhi
2) Bila terdapat tanda obstruksi, atau syarat-syarat
ekstrasi cunam/forsep tidak terpenuhi, lakukan
sectio caesarea.

Komplikasi
Pada persalinan biasanya akan dilakukan induksi
persalinan dan augmentasi dengan oksitosin
Persalinan lebih lama Dagu depa n Dagu Belakang
Memerlukan tindakan operasi SC akibat distosia
Penggunaan instrumen untuk persalinan perva- Gambar 2. Presentasi Muka ?11,.,,,J,~.J..
ginam
seperti adanya tumor, lilitan tali pusat disekitar leher.
Polihidroamnion berhubungan dengan presentasi
muka mungkin dikarenakan obstruksi dari esofagus
janin akibat hiperekstensi leher dan biasanya juga ter-
jadi pada bayi anensefalus.
Selain itu presentasi muka juga dapat terjadi pada
janin yang telah kehilangan tonusnya seperti kema-
tian janin intrauterin

Faktor risiko
Panggul platipelloid
Bayi besar
Anensefalus
Hidrosefalus
Riwayat operasi sesar
Multipara

Diagnosis
Pada pemeriksaan luar dada akan teraba seperti
punggung dan bagian belakang kepala terdapat di
sebelah yang berlawanan dengan letak dada. Pada
pemeriksaan dalam dapat diraba mulut, hidung, dagu,
dan pinggiran orbita. Dapat pula terjadi kesalahan
menentukan presentasi muka atau bokong, misalnya
karena kesalahan perabaan mulut atau anus.

Tata Laksana
Persalinan spontan pervaginam hanya dapat terja- Gambar 3. Pemeriksaan Leopold pada Letak Lintang
di pada presentasi muka dagu anterior jika tidak ada
disproporsi sefalopelvik :
Bila pembukaan sudah lengkap, lahirkan spontan Faktor Risiko
pervaginam. Namun bila kemajuan persalinan ti- Panggul sempit
dak lancar, dapat dibantu dengan ekstraksi cunam.
Bila pembukaan belum lengkap dan tidak ada Diagnosis
kemajuan pembukaan, segera rujuk untuk sectio Pada pemeriksaan dalam dapat diraba sutura
caesarea. frontalis dimana jika diikuti dapat teraba ubun-ubun
Presentasi dagu posterior merupakan indikasi untuk besar pada ujung yang satu dan pada ujung yang lain
dilakukan operasi caesar. terdapat pangkal hidung, dan lingkaran orbita. Pada
presentasi dahi mulut dan dagu tidak dapat teraba.
3. Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kepala ja- Tata Laksana 475
nin ektensi tetapi tidak mencapai ekstensi maksimal Persalinan spontan pervaginam pada presentasi
sehingga dahi menjadi bagian paling rendah yang dahi hanya dapat terjadi pada bayi kecil dan panggul
menjadi presentasi janin. Presentasi dahi umumnya luas. Pada janin yang besar persalinan pervaginam
bersifat transisional. Jika kepala janin lebih ekstensi dapat terjadi jika pada kepala terjadi moulage dan
maka akan menjadi presentasi muka sedangkan jika terjadinya fleksi menjadi presentasi oksiput (belakang
kepala lebih fleksi akan menjadi presentasi belakang kepala) atau terjadinya ekstensi menjadi presentasi
kepala. muka.
Persalinan harus dimonitor dengan seksama dan
Etiologi bila tidak ada kemajuan persalinan, segera rujuk un-
Penyebab terjadinya presentasi dahi sama seperti tuk operasi Seksio caesarea.
pada presentasi muka dan umumnya presentasi dahi
mendahului terjadinya presentasi muka. Keadaan Prognosis
yang membuat terjadinya ekstensi kepala tersebut Persalinan berlangsung lama dan hanya 15% yang
yaitu adanya tumor di leher, lilitan tali pusat, bayi en- dapat berlangsung spontan. Pada bayi yang dapat
cephalus. dan kematian janin intrauterin.
lahir pervaginam biasanya akan mengalami kaput umbilikus). Pada pemeriksaan luar dengan manuver
suksedaneum yang besar pada dahi disertai moulage Leopold tidak didapatkan bagian janin pada fundus
kepala. ataupun di atas sirnfisis kecuali jika bahu janin sudah
turun ke dalam panggul (lihat Gambar 3). Pada peme-
Letak Lintang riksaan ballotement kepala janin ditemukan pada sisi
Letak lintang adalah keadaan dimana sumbu me- fosa iliaka yang satu dan bokong di sisi lainnya. Pada
manjang janin tegak lurus terhadap sumbu meman- punggung janin yang berada di anterior akan teraba
jang uterus ibu dengan kepala pada salah satu fossa keras pada bagian depan abdomen, sedangkan pada
iliaka dan bokong pada sisi lainnya. Jika sumbu janin punggung di posterior maka akan teraba bagian janin
membentuk sudut lancip maka disebut letak oblik nodulasi ireguler di abdomen.
yang bersifat sementara karena akan menjadi letak Jika pada pemeriksaan luar dicurigai letak janin
lintang atau letak memanjang. melintang, maka pemeriksaan dalam berhati-hati
Pada letak lintang orientasi punggung dapat ke dan tidak dilakukan sebelum mengeksklusikan ada-
atas (dorsosuperior) atau ke bawah (dorsoinferior) nya plasenta previa. Apabila bahu sudah masuk ke
dan dapat menghadap ke depan (dorsoanterior) atau dalam panggul, maka pada pemeriksaan dalam dapat
ke belakang (dorsoposterior). Biasanya pada letak lin- diraba bahu, tulang iga, skapula atau klavikula, ketiak
tang akan terjadi presentasi bahu sehingga dapat ditentukan letak dan arah dari janin
menghadap.
Faktor Risiko
Kondisi klinis yang dapat menyebabkan letak lintang Tata Laksana
antara lain : Pada saat pemeriksaan antenatal. versi luar masih
Prematur dapat dilakukan namun berhati-hati terhadap adanya
Relaksasi dari dinding abdomen akibat multipara panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta
Plasenta previa previa karena dapat membahayakan janin. Jika versi
Panggul sempit (contracted pelvis) luar berhasil, janin mungkin masih dapat memutar
Kelainan anatomi uterus (uterus arkuata atau ute- kembali sehingga ibu dianjurkan untuk menggunakan
rus subseptus) atau terdapat tumor korset.
Polihidroamnion Letak lintang merupakan indikasi dilakukannya
Kehamilan ganda operasi caesar. Persalinan spontan mungkin dapat
terjadi pada bayi kecil (<800 g) yang sudah meninggal
Diagnosis dan panggul luas. Namun pada awal persalinan ma-
Pada inspeksi dapat dilihat abdomen lebih mele- sih dapat diupayakan versi luar apabila pembukaan
bar dengan fundus uterus lebih rendah (sedikit diatas <4cm, ketuban belum pecah dan tidak terdapat indi-

476

Presentasi bokong Presentasi bokong Presentasi bokong


kaki sernpurna kaki tidak sernpw-na

Gambar 4. Presentasi Bokong


kasi operasi lainnya pada ibu. 1. Versi luar
Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan
Prognosis antara 34 dan 38 minggu. Setelah diatas 38 minggu,
Prognosis buruk pada persalinan pervaginam karena versi luar sulit dilakukan karena janin sudah besar
meningkatkan risiko kematian ibu dan janin. dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang. Versi
luar harus dilakukan di tempat yang mempunyai fasi-
4. Letak Sungsang/Presentasi Bokong litas untuk USG dan tersedia akses untuk melakukan
Letak sungsang adalah keadaan janin terletak me- operasi caesar jika diperlukan.
manjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong Sebelum melakukan versi luar. persyaratan yang
berada di bagian bawah kavum uteri. harus dipenuhi :
Terdapat tiga tipe presentasi bokong (lihat Gambar 4): Diagnosis letak janin harus pasti
Presentasi bokong (frank breech position) Menentukan indeks cairan amnion
Presentasi bokong kaki sempurna (complete Menentukan lokasi plasenta
breech position) Menentukan terdapat kelainan kongenital atau
Presentasi bokong kaki tidak sempurna (incom- tidak
plete breech position) Menentukan denyut jantung janin dalam keadaan
Presentasi dengan bagian kaki juga dapat ter- baik
jadi disebut footling breech ataupun presentasi lutut Apabila bokong janin sudah turun ke dalam rong-
disebut kneeling breech. Risiko yang mungkin terjadi ga panggul, bokong janin harus diangkat terlebih da-
pada presentasi bokong adalah terjadinya asfiksia aki- hulu keluar dari rongga panggul. Setelah itu, bokong
bat kompresi tali pusat dan trauma pada saat melahir- ditahan dengan satu tangan, sedang tangan yang lain
kan bahu , kepala. mendorong kepala ke bawah sehingga tleksi tubuh
bertambah. Kemudian kedua tangan bekerja sama
Etiologi untuk melaksanakan putaran janin menjadi presen-
Letak janin dalam uterus bergantung kepada pro- tasi kepala. Sesudah itu kepala didorong masuk ke
ses adaptasi janin terhadap ruangan di dalam uterus. dalam rongga panggul. Versi luar hendaknya dilaku-
Pada kehamilan dibawah 32 minggu janin masih kan dengan kekuatan yang ringan tanpa mengadakan
dapat bergerak dengan leluasa sedangkan pada ke- paksaan. Denyut jantung janin harus selalu diawasi.
hamilan triwulan akhir,janin akan tumbuh dengan ce- RhO (D) immune globulin (Rhogam) diberikan
pat dan air ketuban relatif berkurang sehingga bagian kepada pasien dengan Rh-negatif setelah melakukan
bokong dengan kedua tungkai yang terlipat dipaksa prosedur ini karena terdapat risiko 4, 1% terjadi per-
menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri dan darahan fetomaternal.
kepala berada dalam ruangan yang lebih kecil di fun - Pemberian tokolisis seperti terbutalin dapat dibe-
dus uteri. Presentasi bokong yang menetap dapat di- rikan (optional) pada saat melakukan versi luar. Kon-
sebabkan oleh abnormalitas dari bayi, volume cairan traindikasi versi luar antara lain:
amnion, lokasi plasenta, kelainan uterus, tonus otot Panggul sempit
uterus yang lemah , dan prematuritas. Perdarahan antepartum
Hipertensi
Faktor Risiko Kehamilan kembar
Multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, Plasenta previa
plasenta pravia, dan panggul sempit. 477
2. Persalinan
Diagnosis Cara persalinan janin dengan presentasi bokong
!bu merasa rasa penuh di daerah subkostal dan dapat dilakukan dengan operasi caesar maupun per-
gerakan kaki janin di bagian bawah. Pada pemeriksa- salinan pervaginam. Royal College of Obstetrician and
an Leopold bagian bawah uterus tidak didapatkan ba- Gynaecologist merekomendasikan persalinan dengan
gian yang keras dan bulat. Pemeriksaan ballottement operasi caesar untuk mengurangi tingkat morbiditas
bokong "sluggish", tidak dapat digerakkan semudah dan mortalitas perinatal.
kepala. Pada pemeriksaan dalam per vaginam dapat Kontraindikasi persalinan sungsang pervaginam atau
teraba tuberositas iskial, sakrum, kaki, ataupun anus. indikasi sectio caesarea adalah:
Diagnosis secara klinis kadang meragukan dan dilaku- Kontraindikasi persalinan pervaginam (plasenta
kan pemeriksaan USG untuk konfirmasi tipe dari previa, kondisi gawat janin )
presentasi bokong, memperkirakan berat janin, dan Proporsi pelvis yang inadekuat secara klinis
mengeksklusikan adanya kelainan janin atau plasenta. Footling atau kneeling presentation
Bayi besar >3800 gram
Tata Laksana Bayi IUGR <2000 gram
Hiperekstensi leher janin
Kekurangan tenaga ahli dalam persalinan sung-
sang
Riwayat operasi SC sebelumnya
Kemajuan persalinan lama/tidak lancar
Tanda gawat janin

Jika tidak tersedia fasilitas USG , maka operasi cae-


sar lebih direkomendasikan.

Cara menolong persalinan :


Setelah bokong lahir, tidak boleh melakukan tari-
kan pada bokong maupun mengadakan dorongan,
karena kedua tindakan tersebut dapat mengakibat-
kan kedua lengan menjungkit ke atas dan kepala
terdorong diantara lengan sehingga menyulitkan ke-
lahiran lengan dan bahu. Pada saat kepala masuk da-
lam rongga panggul, tali pusat tertekan antara kepala
\
janin dan panggul ibu. Karena itu untuk melahirkan \::J:j
~{r :c~~
bahu dan kepala harus diusahakan dalam waktu 8
menit sesudah umbilikus lahir. Gambar 5. Presentasi Ganda

Untuk melahirkan bahu dan kepala dapat dipilih


perasat Bracht. Cara melakukan perasat Bracht adalah Pada pemeriksaan luar sulit untuk menentukan
dengan memegang bokong dan pangkal paha janin presentasi ganda. Pada pemeriksaan dalam maka
yang telah lahir dengan 2 tangan kemudian melaku- akan teraba tangan, lengan, atau kaki di samping
kan hiperlordosis tubuh janin ke arah perut ibu tanpa kepala atau bokong.
melakukan tarikan.
Jika bahu dan kepala tidak dapat dilahirkan, Tata Laksana
dilakukan perasat lain untuk mempercepat lahirnya Apabila lengan menghalangi turunnya kepala,
lengan dan bahu seperti perasat klasik Mueller dan maka dapat dilakukan reposisi lengan dengan cara
Loevset. Melahirkan kepala dapat menggunakan pera- tangan penolong mendorong lengan ke atas dengan
sat Mauriceau atau dengan bantuan cunam. hati-hati melewati kepala kemudian kepala didorong
ke dalam rongga panggul dengan tekanan dari luar.
5. Presentasi Ganda SC diindikasikan bila tidak terdapat kemajuan persali-
Presentasi ganda adalah keadaan dimana didapat- nan atau terdapat prolaps tali pusat.
kan ekstremitas janin berada di samping dari kepala
ataupun bokong {lihat Gambar 5). Sumber Bacaan:
1. Ghosh MK. Breech presentation: evolution of management.
Etiologi J Reprod Med. 2005 Feb:50(2): l 08-16.
Penyebab presentasi ganda oleh karena pintu atas 2. Sentilhes L. Vayss iere C. Beucher G. Deneux-Tharaux
C. Deruelle P. Diemunsch P. dkk. Delivery for women
478 panggul tidak tertutup sempurna oleh kepala atau
with a previous cesarean: guidelines for clinical practice
bokong
from the French College of Gynecologists and Obstetri-
cians (CNGOF). Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2013
Faktor risiko Sep:l 70(1)25-32.
Multipara 3. Wiknjosastro. Saifuddin AB. Rachimhadhi T. penyunting.
Disproporsi sefalopelvik Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin. Dalam:
Janin kecil llmu kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Polihidroamnion Prawirohardjo: 2007. h.595-628.
Tindakan versi luar 4. Cunn ingham F. Leveno K. Bloom S, Spong CY. Dashe J,
penyunting. William obstetrics. Edisi ke-24. Philadelphia:
McGraw-Hill: 2014.
Diagnosis
185 II•
Kompetensi IV Kompresi Bimanual
•• Gracia Lilihata, Damar Prasmusinto

Definisi meraba fundus uteri


Kompresi bimanual merupakan upaya menghen- 7. Tekan kedua tangan berdekatan satu sama lain
tikan perdarahan post-partum akibat kontraksi mio- sehingga uterus terkompresi diantaranya (lihat
metrium yang tidak adekuat dengan cara menekan Garn bar 1) . Nllai perdarahan apakah masih terus
uterus kuat-kuat di antara dua tangan untuk mengom- berlangsung. Bila perdarahan berhenti, pertahan-
presi pembuluh darah uterus. Kompresi bimanual kan posisi tersebut untuk beberapa saat hingga
dapat dilakukan secara interna dan eksterna. kontraksi uterus membaik.
Kompresi bimanual interna (KBQ dilakukan de- 8. Keluarkan tangan, lepas sarung tangan dan dekon-
ngan cara memasukkan satu tangan melalui vagina taminasi dalam klorin 0,5%
ke forniks anterior sementara tangan yang lain di le- 9. Cuci tangan dengan air mengalir
takkan di atas fundus di atas abdomen. Kedua tangan
kemudian ditekan saling mendekati satu sama lain Kompresi bimanual membutuhkan tenaga yang
dan menekan uterus di antaranya. KB! hams dilaku- besar, sehingga seringkali tenaga kesehatan tidak
kan oleh tenaga bidan atau tenaga kesehatan yang kuat mempertahankan kompresi dalam waktu yang
telah terlatih. lama. Oleh karena itu, bila perdarahan masih terus
Kompresi bimanual eksterna (KBE) adalah kom- berlansung namun tenaga kesehatan telah kelelahan,
presi uterus dengan kedua tangan di atas abdomen. dapat digantikan oleh kompresi bimanual eksterna
Satu tangan sebisa mungkin meraba fundus, semen- dulu oleh keluarga pasien. Kemudian dapat dilanjut-
tara tangan lain diletakkan dengan terkepal di atas kan dengan tata laksana atonia uteri berikumya, yaitu
korpus uteri. Kedua tangan kemudian didekatkan satu pemberian uterotonika dan persiapan ruang operasi.
sama lain untuk mengkompresi uterus dari luas. Cara KB! dapat juga dilakukan oleh dua penolong, de-
ini dapat diajarkan ke keluarga pasien. ngan cara satu penolong menekan fundus dari luar,
sementara penolong yang lain menekan uterus dari
Indikasi forniks anterior. Cara ini ditunjukkan lebih efektif dan
Sebagai pertolongan pertama pada perdarahan tidak cepat menyebabkan kelelahan.
post-partum karena atonia uteri.

Langkah-Langkah Kompresi Bimanual


I. Jelaskan kepada pasien prosedur tindakan dan
minta inform ed consent
2. Kosongkan kandung kemih atau pastikan kandung
kemih telah kosong
3. Pakai sarung tangan steril panjang, tuangkan laru- 479
tan antiseptik ke tangan.
4. Berdiri di depan pasien yang tidur dalam posi-
si litotomi. Tangan kiri membuka kedua labia
dan tangan kanan dimasukkan ke dalam vagina
dengan posisi obstetrik (tangan mengerucut dan
menghadap ke atas).
5. Tangan kanan kemudian ditempatkan di forniks
anterior dan dikepalkan dengan posisi bagian dor-
sal tangan berada di atas forniks anterior. Dorong
ke arah kranio anterior.
6. Tangan kiri dipindahkan ke atas abdomen dan Gambar 1. Kompresi Bimanual
Sumber Bacaan: nique for bimanual uterine compression to control post-
I. Tim Revisi Kelima Paket Pelatihan Klinik PONED. Paket pe- partum hemorrhage. J Midwifery Womens Health. 20 12
latihan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar Jul-Aug:57(4):37 I -5.
(PONED). Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kese- 3. Va rney H. Kriebs JM. Gegor CL. penyunting. Bimanual com-
hatan Reproduksi (JNPKKP): 2008. pression. Dalam: Varney's Midwifery. Edisi ke-5. Amerika
2. Andreatta P. Perosky J. Johnson TR. Two-provider tech- Serikat: Jones & Bartlett Learning: 20 13.

186 Manual Plasenta


••
KompdenslIII

Definisi
• Gracia Lilihata, Damar Prasmusinto

Analgetik, seperti petidin 1-2 mg/KgBB, ketamin


Manual plasenta adalah metode pelepasan plasen- 0 ,5 mg/ KgBB, atau tramadol 1-2 mg/ KgBB
ta yang belum lahir dengan memasukkan tangan ke Sedasi, berupa diazepam 10 mg IM/IV
dalam rahim dan melepaskan plasenta yang masih Uterotonika (oksitosin, ergometrin, prostaglandin)
melengket secara manual. Plasenta dan sisa plasen- Jnfus set dan NaCl 0 ,9%
ta yang tertinggal di dalam rahim harus dikeluarkan Larutan antiseptik seperti povidon iodine 10%
karena dapat menyebabkan komplikasi berupa perda- Obat-obatan emergensi seperti sulfas atropin,
rahan dan infeksi. adrenalin dan oksigen

Klasifikasi Langkah-langkah Plasenta Manual


Belum lahirnya plasenta 30 menit setelah kelahi- l. Jelaskan dan minta informed consent dari pasien.
ran bayi, atau disebut juga retensio plasenta, dapat 2. Pasien pada posisi litotomi
disebabkan karena beberapa keadaan berikut: 3. Sebelum dilakukan manual plasenta. terlebih da-
1. Rahim tidak cukup kuat berkontraksi untuk mele- hulu kosongkan kandung kemih pasien.
paskan dan mengeluarkan plasenta 4. Pasang infus NaCl 0,9% untuk memudahkan pem-
2. Plasenta berimplantasi pada rahim terlalu dalam. berian cairan, darah, atau obat-obatan intravena
Termasuk didalamnya adalah plasenta akreta {viii bila diperlukan.
korialis menembus desidua sampai sebagian la- 5. Bila memungkinkan pasien dibius di ruang opera-
pisan miometrium) , plasenta inkreta (Viii koria- si, atau berikan sedasi dan analgesik pada pasien
lis menembus desidua sampai seluruh lapisan agar terjadi relaksasi otot-otot rahim. Sedasi yang
miometrium) dan plasenta perkreta {viii korialis diberikan biasanya berupa diazepam 10 mg IM.
menembus lapisan miometrium hingga ke lapisan 6. Pakai sarung tangan steril sepanjang siku lalu tu-
serosa uterus). angkan desinfektan pada tangan dan lakukan dis-
3. Terjadi kontriksi pada bagian bawah rahim sehing- infeski vulva dan daerah sekitarnya.
ga plasenta yang sudah lepas tidak bisa keluar, 7. Tangan kiri memegang atau menjepit tali pusat de-
atau disebut juga plasenta inkarserata ngan kocher lalu menegangkannya sejajar lantai
480
8. Tangan kanan dimasukkan ke vagina dalam posisi
Indikasi obstetrik {yaitu tangan mengerucut dan meng-
Plasenta belum keluar setelah Jebih dari 30 menit hadap ke atas) lalu menelusuri tali pusat hingga
kelahiran bayi mencapai ostium uteri.
Terjadi perdarahan post-partum lebih dari 500 cc 9. Tangan kiri dipindahkan ke atas abdomen untuk
menahan fundus agar tidak terjadi kolporeksis.
Alat dan Bahan Minta seorang asisten untuk menahan tali pusat
Kain alas bokong, penutup perut bawah dan kaki tetap tegang.
Sarung tangan steril sepanjang siku 10. Tangan kanan dimasukkan melalui ostium uteri ke
Apron plastic. boot. google dan masker dalam kavum uteri menuju lokasi plasenta.
Klem Kocher, Spuit 5 cc, dan Mangkok tempat 1 I Setelah menemukan plasenta, tangan kanan me-
plasenta nyusuri tepi plasenta yang telah terlepas lalu se-
Kateter dan urine bag lipkan diantara plasenta dengan uterus. Lepaskan
Ga mbar I. Cara Manua l Plasenta

plasenta menggunakan sisi ulner (kelingking) ta- Pada plasenta akreta. inkreta atau perkreta tidak
ngan kanan dengan gerakan yang sejajar dengan boleh dilakukan plasenta manual, harus dirujuk ke
dinding rahim, terus ke arah kranial sampai semua rumah sakit untuk histerektomi.
sisi plasenta terlepas. Plasenta yang berada pada dinding rahim bagian
12. Pastikan tidak ada sisa plasenta lain yang masih depan lebih sukar dilepaskan dibanding bila me-
melengket, lalu pegang plasenta dan tarik keluar nempel pada dinding belakang rahim. Bila plasen-
dengan perlahan sambil asisten tetap menegang- ta menempel di sisi depan. pindahkan tangan di
kan tali pusat. Tangan kiri dipindahkan ke atas atas tali pusat dan punggung tangan menghadap
suprasimfisis untuk menahan posisi uterus. atas.
13. Letakkan plasenta pada tempat yang telah dise-
diakan dan periksa apakah plasenta lengkap. Be- Komplikasi
rikan uteretonika (oksitosin) IM dan lakukan ma- Manual plasenta diasosiasikan dengan angka ke-
sase uterus untuk menstimulasi kontraksi uterus. jadian infeksi rahim (endometritis) yang lebih tinggi.
Bila ada robekanjalan lahir dapat langsung dijahit. Oleh karena itu antibiotik profilaksis dapat diberikan.
14 . Lepas sarung tangan, lakukan dekontaminasi Komplikasi lain adalah rupture uteri dan perdarahan
semua peralatan yang digunakan. Cuci tangan de- masif karena plasenta akreta. Pada keadaan ini, his-
ngan sabun dan air mengalir. terektomi harus segera dilakukan.
Periksa kembali tanda vital pasien dan kontraks i
uterus. Resiko terjadi atonia uteri sangat tinggi pada Sumber Bacaan
kasus retensio plasenta sehingga tindakan pencega- I. Ti m Revisi Ke li ma Paker Pelat iha n Kli ni k PONED. Paker 481
han dapat dilakukan berupa kompresi bimanual dan pelati han pelayanan obste tri dan neo natal emergensi
berikan uterotonuka ZOU dalam RL 500 cc dalam 12 dasar (PONED). Ja karta: Jaringan Nasiona l Pelati ha n Klinik
jam, ergometrin 0 ,2 mg IM/ IV, misoprostol 600 µg Kesehatan Reproduksi (JNPKKP): 2008.
2. Titis H, Wa llace A. Voak lande r DC. A Manua l removal of the
Beberapa kesulitan yang dapat ditemukan ketika placenta - a case-con tro l study. Aus t N Z J Obstet Gy naecol.
melakukan manual plasenta : 201 1 Feb41(1)4 1-4.
Terjadi konstriksi bagian bawah rahim pada 3. Os hod i YA. Akino la Ol, Fabamwo AO. Oludara B, Aki nola
plasenta inkarserata, sehingga plasenta tidak bisa RA, Adebayo SK. Ruptured uterus and bowel inju ry fro m
dikeluarkan. Pada keadaan ini, bila plasenta sudah ma nu al remova l of placenta: a case re port. Niger Postgrad
terlepas seluruhnya. tangan dalam melebarkan ba- Med]. 2012 Sep: I 9(3): 181-3.
gian bawah rahim secara perlahan-lahan, namun 4. Baxley E. Gobbo RW. Shoulder dystocia. Am Fam Physicia n.
pasien harus dalam narkose umum dan dalam. April 2004:69(7): 1708- 14.

I
187 •
Kompctcnsi IV -
Kontrasepsi Alamiah
•• Sonia Hanifati, Damar Prasmusinto

Definisi kesuburan, yakni keluarnya lendir encer dari vagina).


Kontrasepsi alamiah merupakan metode kontrasepsi Penghitungan masa subur adalah sebagai berikut:
tanpa menggunakan alat ataupun hormon. siklus terpanjang dikurangi 11 , dan siklus terpendek
dikurangi 18. Antara kedua waktu tersebut. sanggama
Jenis dihindari.
Koitus interuptus, yaitu metode mengeluarkan Contoh: siklus 28-30 hari.
penis dari vagina saat akan ejakulasi supaya Siklus terpanjang 30 - 11 = hari 19.
ejakulasi sperma terjadi di luar cagina. Siklus terpendek 28 - 18 = hari I 0.
Ovulasi bi//ing/ dua hari lendir serviks dengan Dengan demikian, sanggama harus dihindari
pengukuran lendir serviks. Periode ovulasi terjadi antara hari ke I 0-19 siklus haid {dihitung dari hari
saat mukus paling encer, jernih, dan licin (seperti pertama haid).
putih telur).
Sistem kalender/pantang berkala. Kelebihan
Pengukuran suhu basal (sebelum memulai aktivitas Murah,
apapun) setiap hari. Saat periode ovulasi, suhu Tidak ada risiko kesehatan terkait kontrasepsi.
tubuh meni11gkat 0,2° C selama sekitar tiga hari
berturut-turut. Kekurangan
Simtomtermal, menggunakan kombinasi dua atau Tingkat kegagalannya cukup tinggi bila tidak di-
lebih metode di atas. ikuti secara tertib,
Pasangan tidak terhindari dari penyakit menular
Metode ovulasi bi/ling (MOB) sudah diakui sebagai seksual.
metode kontrasepsi mandiri oleh Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional. Kontrasepsi alamiah Sumber Bacaan
efektif bila digunakan secara tertib dan tidak didapat- 1. Saifuddin AB. Affandi B. Baharuddin M. Soekir S. Buku pan-
kan efek samping. duan praktis pelayanan kontrasepsi. Edisi ke-3. Jakarta:
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 2011.
Teknik Pantang Berkala 2. Center for Disease Control and Prevention (CDC). US medi-
Sanggama dihindari saat masa subur (dekat cal eligibility crite ria for contraceptive use. Amerika Serikat:
Cl> dengan pertengahan siklus haid atau adanya tanda CDC: 2010.
0
......
(/)

~
482
Kondom
Sonia Hanifati, Damar Prasmusinto

Definisi sperma-ovum dengan mengumpulkan ejakulat di


Kondom merupakan sarung berbahan lateks atau ujung selubung sehingga tidak masuk ke dalam vagina.
non-lateks yang dipasang di penis selama hubungan Selain itu, kondom mencegah kontak langsung penis-
seksual. Selain mencegah kehamilan, kondom juga vagina, sehingga menurunkan risiko penularan IMS.
mencegah infeksi menular seksual {IMS). Ketebalan
standar kondom adalah 0,02 mm. Angka Keberhasilan
Angka keberhasilan berkisar dari 88-98 per I 00
Cara Kerja perempuan per tahun. Efektivitas kondom cukup baik
Kondom menghalangi terjadinya pertemuan bila digunakan secara rutin.
Penggunaan Kekurangan
Kondom dipasang sewaktu penis sedang ereksi. Kadang secara psikologis mengganggu hubungan
Tempelkan ujungnya di glans penis dan penampung seksual.
sperma di ujung uretra. Kondom dilepas sebelum penis
tidak ereksi lagi. Sumber Bacaan
1. Saifuddin AB. Affa ndi B. Baharuddin M. Soekir S. Buku pan-
Kelebihan duan praktis pelayanan kontrasepsi. Edisi ke-3. Jakarta:
Mencegah infeksi menular seksual, Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 201 1.
Tidak mengganggu produksi air susu ibu (ASO. 2. Center for Disease Control and Prevention (CDC). US medi-
Tidak memiliki efek sistemik, cal eligibility criteria for contraceptive use. Amerika Serikat:
Murah dan mudah didapatkan di tempat umum. CDC: 2010.

AKDR
Sonia Hanifati. Damar Prasmusinto

Definisi Kekurangan
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) merupakan alat Siklus haid berubah/tidak teratur,
yang dipasang di dalam uterus sebagai salah satu ben- Haid lama dan banyak,
tuk kontrasepsi. Spotting,
Nyeri haid.
Jenis
Jenis alat yang dipasang paling sering terbuat dari Penggunaan
tembaga, misalnya Cu T-380A. Jenis lainnya adalah Perempuan usia reproduktif,
Nova T. Ada pula AKDR yang dilengkapi dengan hor- Keadaan nulipara,
mon progrestin. Ingin menggunakan kontrasepsi jangka panjang,
Tidak ingin metode hormonal,
Cara Kerja Menyusui atau setelah melahirkan.
AKDR mencegah terjadinya pertemuan sperma
dan ovum dengan mengganggu jalan masuk sperma Kontraindikasi Pemasangan AKDR
ke tuba falopii dan ovum ke kavum uteri. AKDR tem- Hamil,
baga melepaskan sejumlah dosis kecil tembaga untuk Perdarahan per vaginam yang belum diketahui se-
mengubah kekentalan cairan di rahim dan tuba falopi babnya,
sehingga mengganggu pergerakan sperma. Sementara Riwayat abortus septik dalam 3 bulan terakhir,
itu, AKDR dengan hormon melepaskan progestogen Infeksi saluran reproduksi (vaginitis, servisitis) .
yang mengentalkan lendir rahim. AKDRjuga mencegah Uterus abnormal I tumor jinak di uterus,
implantasi jika ada sel telur yang dibuahi. Penyakit trofoblas ganas, 483
Adanya tuberkulosis pelvis,
Angka Keberhasilan Kanker saluran reproduksi,
Angka keberhasilan AKDR adalah 99%. Ukuran kavum uteri < Scm.

Kelebihan Sumber Bacaan


Efektivitas tinggi (0,6-0,8 kehamilan per I 00 pe- 1. Saifuddin AB. Affandi B. Baharuddin M. Soekir S. Buku pan-
rempuan dalam I tahun pertama), duan praktis pelayanan kontrasepsi. Edisi ke-3. Jakarta:
Efektif segera setelah pemasangan, Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 20 1 1.
Tahan lama (5 tahun), 2. Center for Disease Control and Prevention (CDC). US medi-
Tidak ada efek samping hormonal dan tidak meng- cal eligibility criteria for contraceptive use. Amerika Serikat:
ganggu produksi air susu ibu (ASO, CDC: 2010.
Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
Kontrasepsi Hormonal
Sonia Hanifati, Damar Prasmusinto

Kontrasepsi hormonal secara umum dibagi menjadi waktu yang sama.


dua: 3. Bila lupa minum 1 pil, segera minum selagi ingat,
I. Kontrasepsi kombinasi (estrogen+ progestin) , bisa boleh minum 2 pil pada hari yang sama.
didapatkan dalam bentuk pil dan suntik. 4. Bila lupa minum 2 pil atau lebih, minum 2 pi! setiap
2. Progestin, bisa didapatkan dalam bentuk pil, suntik, hari hingga sesuai dengan jadwal. Selama rentang
implan, serta AKDR dengan progestin. tersebut, dianjurkan memakai metode kontrasepsi
lain (kondom) atau menunda hubungan hingga pa-
A. Pil Kombinasi ket pil habis.
Pil kombinasi terdiri atas 2 1 tablet berisi hormon
estrogen-progestin dan 7 pil plasebo. Pil kombinasi B. Suntikan Kombinasi
dibagi berdasarkan dosis yang dikandung dalam ke- Suntikan kombinasi mengandung:
masannya, sebagai berikut: 1. 25 mg depo medroksiprogesteron asetat dan 5 mg
Monofasik: terdapat 1 dosis yang sama dalam 21 estradiol sipionat.
pil hormon, 2. 50 mg noretindron enantat dan 5 mg estradiol
Bifasik: terdapat 2 dosis berbeda dalam 21 pil hor- valerat.
mon,
Trifasik: terdapat 3 dosis berbeda dalam 21 pil Cara Kerja
hormon. Cara kerjanya sama dengan pil kombinasi, yaitu dengan
menekan terjadinya ovulasi, mencegah implantasi.
Cara Kerja mengentalkan lendir serviks, dan mengganggu per-
Pil kombinasi bekerja dengan menekan terjadinya gerakan silia tuba.
ovulasi, mencegah implantasi, mengentalkan lendir
serviks, dan mengganggu pergerakan silia tuba. Penggunaan
I. Suntikan pertama diberikan di antara hari 1-7
0 Kelebihan siklus haid.
O"
(/)
r+
Efektivitas cukup tinggi. Angka kegagalannya ada- 2. Suntikan berikutnya dilakukan rutin tiap 4 minggu
~ lah 1 kehamilan per 1000 perempuan dalam tahun diberikan secara intramuskular.
.....
""' pertama penggunaan,
(/)
Siklus haid menjadi lebih teratur, nyeri haid berku- Kelebihan
0
.....
(/) rang atau hilang. Sangat efektif. Angka kegagalan 0 , 1-0,4 kehamilan
~ Tidak mengganggu hubungan seksual, per 100 perempuan dalam tahun pertama penggu-
Mudah dihentikan. naan,
484 Tidak berpengaruh terhadap hubungan seksual,
Kekurangan Jangka panjang,
Mahal dan akseptor bisa bosan karena harus mi- Mengurangi jumlah perdarahan saat haid dan nyeri
num pil setiap hari. ha id.
Efek samping berupa mual dan pusing,
Tidak bisa digunakan ibu menyusui (mengurangi Kekurangan
produksi air susu ibu [AS!]), Perubahan pola haid,
Dapat meningkatkan tekanan darah dan meretensi Mual, sakit kepala, dan nyeri payudara,
cairan (perlu diperhatikan penggunaan pada pe- Pasien harus kembali ke layanan kesehatan setiap
rempuan usia >35 tahun dan merokok). jadwal suntikan,
Kembalinya kesuburan setelah penghentian peng-
Penggunaan gunaan bisa terlambat,
1. Pil mulai diminum setiap saat selagi haid {hari 1-7) , Tidak dapat digunakan perempuan menyusui,
sangat dianjurkan pada hari pertama untuk me- Tidak dapat digunakan perempuan >35 tahun dan
yakinkan bahwa ibu tidak hamil. merokok, riwayat penyakit jantung, stroke, hiper-
2. Pil diminum setiap hari, sangat dianjurkan pada tensi.
C. Suntikan Progestin Kelebihan
Suntikan progestin terdiri atas dua jenis: Sangat efektif (98,5%) bila diminum secara benar,
1. Depo medroksiprogesteron asetat (DMPA. Depo- Tidak mengganggu produksi ASI,
provera): 150 mg DMPA disuntikan IM tiap 3 bulan Tidak mengganggu hubungan seksual,
2. Depo noretisteron enantat (NE, Depo Noristerat): Kesuburan cepat kembali,
200 mg NE, disuntik IM tiap 2 bulan Nyeri haid berkurang.

Cara Kerja Kekurangan


Suntikan progestin bekerja dengan menghambat ovu- Gangguan haid,
lasi, mengentalkan lendir serviks, membuat endometri- Harus teratur meminum pil, bila lupa satu pil saja
um atrofi, dan mengganggu pergerakan silia tuba. risiko kegagalan menajdi besar.

Penggunaan E. Implan
Suntikan pertama pada hari 1-7 haid. Jenis implan dibagi menjadi tiga:
Suntikan DMPA diberikan setiap 90 hari. I. Norplant: 6 batang berisi 36 mg levonorgestrel,
Suntikan NE diberikan tiap 8 minggu, mulai sun- masa kerja 5 tahun
tikan kelima diberikan tiap 12 minggu. 2. Implanon: I batang berisi 68 mg 3-keto-desogestrel,
lama kerja 3 tahun
Kelebihan 3. Indoplan dan Jadena: 2 batang berisi 7 5 mg levo-
Efektivitas tinggi (0,3 kehamilan per 100 perempu- norgestrel, lama kerja 3 tahun
an pada tahun pertama),
Jangka panjang, Cara Kerja
Tidak mengganggu hubungan seksual, Mengentalkan lendir serviks, membuat atrofi endo-
Tidak berpengaruh terhadap penyakit jantung dan metrium sehingga mengganggu implantasi, menekan
pembekuan darah, ovulasi, menghambat pergerakan silia tuba.
Tidak berpengaruh terhadap produksi AS!.
Cara Penggunaan
Kekurangan I. lnsersi implan dilakukan saat hari 2-7 siklus haid,
Gangguan haid (sikus tidak teratur, menorragia, 2. Daerah insersi dibiarkan kering dan bersih selama
spotting), 48 jam pertama. !bu dapat mengalami rasa perih,
!bu harus kembali ke layanan kesehatan tiap jadwal bengkak, serta kemerahan pada daerah insisi,
suntikan, 3. Segera kembali ke klinik bila ada demam dan nyeri
Kenaikan berat badan,
Kembalinya kesuburan setelah penghentian lam-
yang menetap hingga beberapa hari.
....'ii1
Cl)
0
bat, sekitar 4 bulan. Kelebihan en
Sangat efektif (0,2- 1 kehamilan per 100 perempu-
D. Pil Progestin !Minipill an),
Pil progestin tersedia dalam kemasan isi 35 pil (@300 Jangka panjang,
µ g levonorgestrel atau @300 µg noretindron) dan 28 Kesuburan dapat kembali setelah dicabut,
pil (@75 µgdesogestrel). Tidak mengganggu hubungan seksual,
Tidak mengganggu produksi air susu ibu. 485
Cara Kerja
Menghambat ovulasi, mengentalkan lendir serviks, Kekurangan
membuat endometrium atrofi, dan mengganggu Gangguan haid,
pergerakan silia tuba. Mual, muntah, dan nyeri kepala,
!bu tidak dapat menghentikan sendiri penggunaan-
Cara penggunaan nya (harus ke layanan kesehatan)
Pil pertama diminum hari 1-5 siklus haid,
Minum pil setiap hari pada jam yang sama, F. Kontrasepsi Darurat
Jangan sampai terlupa minum pil, Kontrasepsi darurat merupakan jenis kontrasepsi yang
Bila terlambat minum >3 jam, segera minum, dan digunakan pada periode pascakoitus dan sebelum ter-
gunakan kontrasepsi barrier bila ingin berhubung- jadi implantasi.
an seksual,
Bila lupa minum 1-2 pil, minum segera saat ingat, Indikasi
dan gunakan metode barrier hingga akhir bulan. Kesalahan pemakaian kontrasepsi, seperti kondom
bocor/lepas, diafragma sobek, salah hitung masa
Tabel I. Jen is Kontrasepsi Darurat Farmakologis

Jenis Merek Dagang Dosis Waktu

Pil kombinasi Microgynon 50 Ovral, 2x2 tablet Dalam waktu 3 hari pascasenggama, dosls kedua 12 jam kemudian
dosis tinggi Neogynon, Nordic!,
Eugynon
Pi! kornbinasi Microgynon 30. 2x4 tablet Dalam waktu 3 hari pascasenggama. dosis kedua 12 jam kemudian
dosis rendah Mikrodiol. Nordette

Progestin Postinor-2 2xl tablet Dalam waktu 3 hari pascasenggama. dosis kedua 12 jam kemudian

Estrogen Lynoral 2.5 mg/ Dalam waktu 3 hari pascasenggama. 2x l dosis selama 5 hari
Premarin dos is
Progynova 10 mg/ dosis
10 mg/ dosis

Danazol Danacrine, Azol 2x4 tablet Dalam waktu 3 hari pascasenggama dosis kedua 12 jam kemudian

subur, ekspulsi IUD, lupa minum pil KB >2 hari, Farmakologis (Tabel 1).
terlambat >I minggu untuk suntik KB I bulan, atau
terlambat >2 minggu untuk suntik KB 3 bulan Sumber Bacaan
Perempuan korban perkosaan kurang dari 72 jam I. Saifuddin AB. Affandi B. Baharuddin M. Soekir S. Buku
panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Edisi ke-3. Jakarta:
Jenis Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 20 I 1.
Mekanik, dengan memasang IUD kurang dari 7 hari 2. Center for Disease Control and Prevention (CDC). US medi-
setelah terjadi sanggama cal eligibility criteria for contraceptive use. Amerika Serikat:
CDC: 2010.

Sterilisasi
Sonia Hanifati, Damar Prasmusinto

Definisi Paritas >2,


Sterilisasi atau kontrasepsi mantap merupakan Pascapersalinan,
bentuk kontrasepsi yang bersifat permanen. Pada Pascakeguguran,
perempuan, prosedurnya disebut sebagai tubektomi. Yakin telah memiliki keluarga yang besarnya sesuai
(/)
0 sedangkan pada laki-laki disebut vasektomi. kehendak.
....
C/I

a Vasektomi Kelebihan
Vasektomi merupakan prosedur klinis untuk meng- Sangat efektif (0,5 kehamilan per I 00 perempuan
486 hentikan kemampuan reproduksi laki-laki dengan selama tahun pertama penggunaan) ,
oklusi vas deferens. Oklusi ini menyebabkan transpor- Baik bagi ibu yang apabila terjadi kehamilan, mem-
tasi sperma terhambat. Vasektomi efektif setelah 20 bahayakan nyawanya,
ejakulasi atau sekitar 3 bulan. Tidak ada perubahan fungsi seksual.

Tubektomi Kekurangan
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela yang Harus diperhatikan ireversibilitas dari tindakan ini.
bertujuan menghentikan fertilitas perempuan. Tubek- meskipun ada pilihan rekanalisasi.
tomi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu minilaparotomi,
laparoskopi, dan histeroskopi. Tubektoi secara seder- Sumber Bacaan
hana dilakukan dengan mengoklusi tuba falopii. Oklusi 1. Saifuddin AB, Affandi B. Baharuddin M. Soekir S. Buku
dapat berupa mengikat dan memotong,memasang panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Edisi ke-3. Jakarta:
cincin, atau menutup tuba falopii. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 20 I I.
2. Center for Disease Control and Prevention (CDC). US medi-
Pasien yang Dapat Menjalani Tubektomi cal eligibil ity criteria for contraceptive use. Amerika Serikat:
Usia >26 tahun, CDC: 2010.
192
Kompetensi lllA II Gangguan Haid
•• Widyaningsih Oentari, Frans Liwang, Andon Hestiantoro

I. Kelainan Jumlah dan Lama Perdarahan Haid a. Metroragia: perdarahan haid dengan interval
a. Menoragia atau hipermenorea: perdarahan tidak teratur.
haid jumlah banyak (>80 mL darah) dan/atau b. Menometroragia: peningkatan perdarahan
durasi yang bertambah lama (> 7 hari) pada in- haid atau durasi perdarahan yang terjadi de-
terval haid yang normal. ngan interval yang tidak teratur.
b. Hipomenorea: perdarahan haid yang lebih
pendek dan/atau lebih kurang dari biasanya. Perdarahan di luar haid dapat diakibatkan oleh
Keadaan ini akibat gangguan endokrin, konsti- etiologi organik atau fungsional. Penyebab orga-
tusi penderita, dan pada uterus. nik mencakup kelainan pada serviks uteri, korpus
uteri, tuba falopii. dan ovarium. Perdarahan uterus
2. Kelainan Siklus Haid yang tidak disebabkan oleh etiologi organik atau
a. Polimenorea: perdarahan haid yang terjadi disebabkan oleh sebab fungsional disebut sebagai
dengan interval kurang dari 21 hari. Biasanya perdarahan disfungsional. Etiologinya berupa kor-
disebabkan gangguan hormonal, endometriosis, pus luteum persisten. insufisiensi korpus luteum,
maupun kongesti ovarium karena peradangan. apopleksia uteri, dan kelainan darah.
b. Oligomenorea: panjang siklus menstruasi lebih Diagnosis perdarahan di luar haid didapatkan
dari 35 hari. melalui anamnesis dan pemeriksaan ginekologis
c. Amenorea: tidak haid selama 3 bulan ber- yang teliti. Tata laksana dapat diberikan:
turut-turut. Adanya amenorea harus dipastikan Esterogen dosis tinggi: dipropionas estradiol
bukan suatu kondisi fisiologis, seperti pada IM 2.5 mg atau benzoas estradiol 1,5 mg atau
masa sebelum pubertas, kehamilan, masa lak- valeras estradiol 20 mg.
tasi, dan sesudah menopause. Amenorea pato- Progesteron: kaproas hidroksi-progesteron
logis dapat dibagi menjadi dua, yaitu: I 25 mg IM, atau norethindrone 15 mg atau
i. Amenorea primer: belum pernah haid asetas medroksi-progesteron I 0 mg.
hingga usia di atas 18 tahun. Paling sering Androgen.
disebabkan oleh kelainan genetik dan ab-
normalitas kongenital lainnya (lihat Tabel 4. Gangguan Lain yang Berhubungan dengan Haid
1). a. Premenstrual tension. Keluhan yang muncul
ii. Amenorea sekunder: sebelumnya pernah satu minggu atau beberapa hari sebelum haid
haid, tetapi kemudian tidak haid lagi. dan dapat bertahan hingga mulai haid atau
3. Perdarahan di Luar Haid sampai haid selesai. Gejalanya berupa irita-

Tabel 1. Etiologi Amenorea Primer dan Sekunder


487
Etiologi Amenorea Pnme1 Etiologi Amenorea Sekunder

Gangguan organik pusat: tumor. radang. destruksi


Gangguan kejiwaan: syok emosional. psikosis. anoreksia nervosa,
Abnormalitas kromosom (45%) pseudosiesis
Keterlambatan pubertas fisiologis (20%) Gangguan aksis HPO: sindrom amenorea-galaktorea. sindrom
Agenesis MGl!erian (15%) Stein-Leventhal. amenorea hipotalamik
Septum vaginal transversal atau himen Gangguan hipofisis: sindrom Sheehan. penyakit Simmonds. tumor
imperforata (5%) Gangguan gonad: menopause prematur. insensilive ovary. peng-
Gaga! produksi hormon hipotalamus GnRH (5%) hentian fungsi ovarium. tumor sel granulosa, set teka. sel hilus
Anorekia nervosa (2%) Gangguan glandula suprarenalis: sindrom adrenogenital
Hipopituitarisme (2%) Gangguan pankreas: diabetes melitus
Gangguan uterus-vagina: sindrom Asherman. endometritis TB.
histerektomi
Penyakit-pe nyakit umum: gangguan gizi. obesitas
Keterangan. HPO. hipotalamus-pituitari-ovarium
Menoragia

t
Periksa hormon liroid, USG lransvaginal, atau SIS

t
Memerlukan kontrasepsi?
Ya . - - - - - - - - - - - -.....------------~Tidak

Kontraindikasi PKK Medikamentosa


Tidak I Ya •Asam traneksamat 3xlg
.~~~~~-'-~~~.
• Asam mefenamat 3x500 mg. bila ada nyerl
PKK 3
siklus
• Progestin selama 14 hari. kemudian dihentikan
selama 14 hari, ul;mgi hingga 3 siklus
+
Observasi selama 3 slklus
• Tawarkan LNG-IUS

Respon tidal< adekuat

Polip atau mioma + Pertimbangkan reseksl


submukosum dengan histeroskopi
Respon tidal< adekuat

+
USG transvaginal atau SIS
Hiperplasia endometrium + Pengambilan sampel
(tebal endometrium "' I 0 mm) endometrium
t
Normal atau abnonnal dan tidak
bisa dilakukan terapi konservatif Adenomiosis + Pertimbangkan MRI, progestln,
LNG-IUS, leuprolide. atau histerektomi
+
Fungsi reproduksi komplit?

[-
Tidak ~-......---------------------~ ·ya

• Catat siklus menstruasi • Pertimbangkan ablasi endometrium atau histerektomi


• MonitorHb

....
0
Gambar l. Tata Laksana Menoragia (HIFERI-POGI. 2007). LNG-IUS: levonorgestrel intrauterine system:
~
li';'
PKK: pil kontrasepsi kombinasi: SIS: saline infusion sonography.
2..
0 bilitas, insomnia, gelisah. nyeri kepala, perut pada perut bawah yang menyebar ke pinggang
....
l.Q
kembung. mual, pembesaran dan nyeri pada dan paha, rasa mual. muntah, sakit kepala,
payudara, dan sebagainya. Sampai sekarang diare, dan iritabilitas. Etiologinya antara lain
488 etiologi premenstrual tension belum jelas. faktor kejiwaan, konstitusi, obstruksi kanalis
Keadaan tersebut diduga akibat ketidakseim- servikalis. endokrin. dan alergi.
bangan estrogen dan progesteron. e. Pilihan tata laksana yang diberikan berupa
b. Mittelschmerz. Nyeri diantara masa haid dan edukasi suportif bahwa dismenorea tidak ber-
ovulasi yang muncul dalam hitungan jam bahaya, pemberian analgesik (Na diklofenak
hingga 3 hari. Nyeri dapat disertai perdarahan, 3x50 mg; ibuprofen 3x800 mg; asam mefena-
namun tidak menjalar dan tidak disertai mual mat dosis awal 500 mg, rumatan 4x250 mg),
muntah. terapi hormonal dengan pil kontrasepsi, terapi
c. Dismenorea. Dibagi menjadi dismenorea obat nonsteroid antiprostaglandin, maupun
primer dan sekunder. Dismenorea primer ada- prosedur dilatasi kanalis servikalis.
lah nyeri haid tanpa kelainan pada organ geni-
talia, sedangkan pada dismenorea sekunder Sumber Bacaan
terdapat kelainan ginekologis yang mendasari. l. Hestiantoro A. Wiweko B. penyunting. Panduan tata lak-
d. Gejala dismenorea primer mencakup nyeri sana perdarahan uterus disfungsional. Konsensus Him~
punan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia
(HIFERI) serta Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indo- Dalam: Will iam gynecology. Edisi ke-2. Philadelphia: Mc-
nesia (POGO: 2007 . Graw-Hill: 201 2.
2. Hoffman B. Schorge J. Schaffer J. Halvo rson L. Bradshaw 3. French L. Dys menorrhea. Am Fam Physician.
K. Cun ningham F. penyunti ng. Abnormal uterine bleeding. 2005:7 1(2):285-9 1.

193
Kompctcnsi TllA Infertilitas
11

Definisi
•• Widyaningsih Oentari, Frans Liwang, Andon Hestiantoro

memiliki keadaan sebagai berikut:


Menurut WHO, infertilitas didefinisikan sebagai o Mempunyai kelainan endokrin,
ketidakmampuan pasangan suami-istri untuk men- o Riwayat keguguran berulang,
dapatkan kehamilan setelah melakukan hubungan o Riwayat bedah ginekologi sebelumnya,
seksual teratur selama minimal satu tahun tanpa o Pernah mengalami peradangan rongga pang-
menggunakan alat kontrasepsi. gul atau rongga perut sebelumnya:
Apabila istri belum pernah hamil sebelumnya. Istri berusia antara 3 1-35 tahun dapat langsung
maka disebut infertilitas primer. Jika terdapat riwayat diperiksa pada kedatangan pertama:
kehamilan sebelumnya, terlepas dari hasilnya, dise- Istri berusia antara 36-40 tahun dilakukan peme-
but sebagai infertilitas sekunder. riksaan jika belum mempunyai anak dari pernika-
lstilah 'subfe rtilitas· merujuk pada kurangnya han ini;
kemampuan suatu pasangan untuk mendapatkan ke- Pemeriksaan tidak dilakukan apabila salah satu
hamilan, untuk etiologi yang dapat diatasi. pasangan mengidap penyakit yang dapat mem-
Pembahasan mengenai fe rtilitas dan infertilitas bahayakan kesehatan pasangannya atau anaknya.
harus melibatkan pasangan suami istri, bukan ke-
mampuan istri saja ataupun suami saja. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan jenis gangguan-
Etiologi nya:
1. Penyebab utama 1. Gangguan air mani
a. Defek atau disfungsi sperma (25-30%) Air mani diejakulasikan dalam wadah bermu-
b. Kegagalan ovulasi {10-20%) lut lebar dan bersih setelah abstinensi 3-5 hari.
c. Kerusakan tuba akibat infeksi (I 0-30%) Spesimen dibawa maksimal 2 jam pasca-ejakulasi.
d. Infertilitas yang tidak diketahui sebabnya (15- Kemudian. dilakukan pemeriksaan pada air mani
25%) yang mencakup:
2. Penyebab lainnya a. Karakteristik air mani:
a. Endometriosis {10-15%) Koagulasi dan likuefaksi: air mani saat die-
b. Kegagalan atau kurangnya frekuensi koitus jakulasi berbentuk cair dan segera menjadi
(3-4%) agar. Dalam waktu 5-20 menit mengalami
c. Disfungsi atau defek mukus serviks (3-5%) likuefaksi menjadi cairan yang pekat; 489
d. Abnormalitas uterus Viskositas: setelah likuefaksi , air mani
e_ Tuberkulosis genital menj adi cairan homogen yang akan mem-
f. Penyakit yang menyebabkan kelumpuhan benang mencapai 3- 10 cm saat dicolek de-
ngan lidi. Pengukuran viskositas yang lebih
Diagnosis tepat dapat menggunakan pipet Eliasson.
Sesuai defini sinya, diagnosis infertilitas bila pasa- Viskositas yang tinggi dapat menghambat
ngan suami-istri telah berhubungan seksual teratur gerakan spermatozoa pada kadar sperma-
selama minimal satu tahun tanpa kontrasepsi. Na- tozoa kurang dari 60 juta/ cc:
mun, sebelum menjalani sejumlah pemeriksaan un- Rupa dan bau: saat baru diejakulasi, air
tuk melihat potensi fertilitas, suatu pasangan harus mani berwarna putih kelabu. Setelah me-
memenuhi salah satu persyaratan sebagai berikut: ngalami likuefaksi, air mani menjadi calran
lstri berusia antara 20-30 tahun diperiksa apabila yang dapat jernih atau keruh tergantung
belum hamil setelah berusaha selama 12 bulan. konsentrasi spermatozoa. Bau air mani nor-
Pemeriksaan dapat dilakukan lebih dini apabila mal dikatakan seperti bau bunga akasia;
Volume: setelah abstinensi selama 3 hari, kontras ke dalam kavum peritonei melalui
volume air mani antara 1-5 cc; kanalis servikalis untuk mendapatkan gam-
pH: 7,3-7.7; baran kavum uteri, patensi tuba. dan perito-
Uji fruktosa: positif. neum. Penilaian dilakukan secara radiograflk.
b. Pemeriksaan mikroskopik Uji diagnostik ini memberikan efek terapeutik
Konsentrasi spermatozoa: 2:40 juta dengan karena dapat membilas sumbatan tuba yang
densitas 2:20 ju ta/ cc; ringan dan media kontrasnya (iodium) bersifat
Motilitas spermatozoa: biasanya pada air bakteriostatik sehingga memperbaiki kualitas
mani yang normal, masih terdapat 60% lendir serviks.
spermatozoa yang bergerak lurus dan ce- Histeroskopi: peneropongan kavum uteri yang
pat setelah 2-3 jam. telah digelembungkan dengan media dekstran
Morfologi spermatozoa. 32%, glukosa 5%, garam flsiologis, atau gas
c. Uji ketidakcocokan imonologik: dilakukan uji C0 2• Pemeriksaan ini dilakukan jika pada his-
kontak antara air mani dan lendir serviks. terosalpingografl tampak kelainan. riwayat
2. Gangguan vagina. Umumnya berkaitan dengan abortus habitualis, terdapat mioma atau polip
adanya sumbatan atau peradangan. Keadaan submukosa. perdarahan abnormal uterus, dan
tersebut menyebabkan tidak sampainya air mani persiapan sebelum bedah plastik tuba. Peme-
ke serviks. riksaan ini tidak dilakukanjika diduga terdapat
3. Gangguan serviks. Hal yang berkontribusi kepa- infeksi akut rongga panggul, kehamilan, atau
da infertilitas adalah sumbatan kanalis servikalis, perdarahan yang banyak dari uterus.
lendir serviks yang abnormal, malaposisi dari ser- 5. Gangguan tuba. Salah satu penyebab tersering in-
viks atau kombinasinya. Beberapa pemeriksaan fertilitas. Pemeriksaan yang dilakukan berupa per-
untuk menilai serviks, yaitu uji pascasenggama tubasi. Pemeriksaan dilakukan dengan meniupkan
(menilai banyaknya spermatozoa pada lendir ser- gas C0 2 melalui kateter atau kanula yang dipasang
viks pascasenggama dalam 1 LPB). uji gelas objek pada kanalis servikalis untuk melihat patensi tuba.
(menilai kemampuan spermatozoa untuk masuk Kontraindikasi dari pemeriksaan ini adalah
ke dalam lendir serviks). dan uji kontak air mani kehamilan, baru dilakukan kuretase, perdarahan
dengan lendir serviks (membandingkan motilitas uterus, dan peradangan alat kelamin. Pertubasi
sperma pada lendir serviks dan air mani). lebih baik dilakukan setelah haid bersih, sebelum
4. Gangguan uterus. Biasanya dikaitkan dengan ovulasi, atau pada hari ke-10 pada siklus haid.
kemampuan uterus untuk membantu transporta- 6. Gangguan ovarium. Pemeriksaan dilakukan untuk
si spermatozoa. Masalah yang ditemukan adalah mengetahui ada tidaknya ovulasi. Pemeriksaan
adalah gangguan kontraksi uterus, distorsi kavum mencakup penilaian lendir serviks. catatan suhu
uteri, peradangan endometrium. Pemeriksaan basal badan, sitologi vagina hormonal, pemeriksa-
yang dapat dilakukan adalah: an hormonal, dan biopsi endometrium.
Biopsi endometrium: waktu pengambilan spe- 7. Gangguan peritoneum. Laparoskopi diagnostik
simen disesuaikan dengan keterangan yang merupakan tahapan akhir dari pengelolaan in-
ingin diperoleh. fertilitas. Indikasi dilakukannya uji diagnostik ini
Histerosalpingografi: penyuntikan media adalah:
Jika selama satu tahun pengobatan, belum ter-
Tabel I. Skala Penilaian Gerakan Ekor. Kemajuan. Arah. dan Ke- jadi kehamilan;
490 cepatan spermatozoa Siklus haid yang tidak teratur atau suhu basal
badan yang monofasik;
Gl·1akan Apabila istri pasangan infertil berumur 28 ta-
kor KC'ma1uan Ar ah Kcn·pat.m
1
hun atau lebih atau mengalami infertilitas sela-
0 (- ) (- ) ma 3 tahun lebih;
(+) (-) Pernah dilakukan histerosalpingografl dengan
media kontras larut minyak;
I+ (+) (± )
Terdapat riwayat apendisitis;
2 (+) (+) Lika-liku Lambat Pertubasi berkali-kali menunjukkan hasil ab-
normal;
2+ (+) (+) Lu rus Lambat
Dicurigai terjadi endometriosis;
3 (+) (+) Lurus Cepat Apabila akan dilakukan inseminasi buatan.
3+ (+) (+ ) Luru s Lebih cepac
In Vitro Fertilization (IVF)
(+) (+) Lurus Sangat cepat IVF (atau fertilitas di luar tubuh) merupakan pem-
biakan (kultur) di laboratorium dari hasil inseminasi dari usia suami, usia istri. dan lamanya dihadapkan
sel sperma ke sel ovum yang diambil dengan cara pada kemungkinan kehamilan, maka peran konseling
pengisapan fo likel matang dari ovarium sehingga awal bagi pasangan suami-istri menjadi sangat pen-
terbentuk embrio. yang dilanjutkan dengan transfer ting. Pasangan perlu diedukasi mengenai fe rtilitas dan
embrio ke dalam uterus melalui tuba Falopii atau gaya hidup, termasuk hubungan seksual setiap 2-3
transservikal. Angka keberhasilan !VF untuk satu hari, menghentikan kebiasaan merokok dan minum
siklus ialah 30-35%; angka ini akan menjadi lebih minuman beral kohol, indeks massa tubuh ideal antara
tinggi bila prosedur diulang dua kali. Secara umu m, 20-25, dan menginfo rmasikan pekerjaa n dan penggu-
indikasi !VF adalah: naan obat bebas yang berbahaya bagi fertilitas. Selain
Oklusi tuba bilateral yang tidak dapat dilakukan itu, penting juga untuk dilakukan penapisan kegana-
rekonstruksi (6 bulan pascarekonstruksi pasien san serviks (dengan Pap smear) dan Rubella.
belum hamil) ;
Endometriosis sedang-berat; Sumber Bacaan
Unexplained fertility setelah >3 tahu n penatalak- 1. Hoffman B. Schorge J. Schaffer J, Halvorson L. Bradshaw K.
sanaan pasien belum hamil; Cun ni ngham F. penyunti ng. Evaluation of the infertile cou-
Nonobstructive azoospermia. ple. Dalam: William gynecology. Edisi ke-2. Philadelp hia:
McGraw-Hill: 2012.
Konseling Awai Pasangan
2. Baziad A. Endokrinologi ginekologi. Edisi ke-3. Jakarta: Me-
Karena prognosis infertilitas sangat bergantung
dia Aesculapius: 2008.

Kanker Endometrium
Frans Liwang, Sigit Purbadi

Etiologi dan Faktor Risiko yang diikuti dengan biopsi endometrium atau dilatasi
Etiologi dari kanker endometrium adalah pajanan fraksional dan kuretase.
estrogen (eksogen atau endogen) yang terlalu pan-
jang. Faktor risiko yang berhubungan kanker endo- Diagnosis dan Staging
metrium adalah obesitas, infertilitas, menarche dini. Seki tar 7 5-80% kanker endometrium adalah ade-
menopause yang lambat, diabetes melitus, hipertensi, nokarsinoma, dan prognosisnya bergantung pada sta-
penggunaan tamoksifen, dan kondisi anovulasi kro- dium, histologic grade, dan derajat penyebaran. Grad-
nis. Sindrom Lynch juga menjadi salah satu faktor ing dari pemeriksaan mikroskop dapat dibagi menjadi
predisposisi dari kanker endometrium dan ovarium. tiga, yaitu grade I berupa adenokarsinoma yang ter-
diferensiasi baik, grade II yang mengandung beberapa
Epidemiologi area solid, dan grade III yang tidak berdiferensiasi.
Karsinoma endometrium merupakan keganasan Untuk melakukan staging pada kanker endome-
pada pelvis perempuan yang sering ditemukan. Tu- trium, dilakukan operasi histerektomi total dan salfi-
mor ini biasanya ditemukan terlokalisasi pada korpus ngo-oovorektomi bilateral, serta pengambilan sampel
491
uterus sehingga sebagian besar dapat langsung dita- cairan peritoneum. Melalui operasi tersebut, dapat
ngani. Penyakit ini kebanyakan ditemukan pada pe- dilihat penyebaran penyakit dan kedalaman invasi
rempuan usia pascamenopause dengan usia median miometrium, yang kemudian disesuaikan dengan ka-
63 tahun danjarang ditemukan di Asia. tegori The International Federation of Gynecology and
Obstetrics (FIGO) tahun 2009 (lihat Tabel 1).
Manifestasi Klinis
Karsinoma endometrium biasanya terjadi pada Prognosis
dekade keenam atau ketujuh kehidupan. Sebagian Angka 5-year-survival rate untuk kanker endome-
besar penderita terdiagnosis penyakit ini pada sta- trium ialah 69%. Namun bila ditemukan pada tahap
dium awal. Gejala klinis yang biasanya ditemukan yang lebih dini, maka angka 5-year-survival rate dapat
mencakup duh vagina yang abnormal, perdarahan mencapai 91 %.
pascamenopause yang abnormal, dan leukorea. Pada
pasien dengan dengan gejala klinis tersebut, perlu Sumber Bacaan:
ditelusuri riwayat kesehatannya, pemeriksaan pelvis I. Colombo N. Preti E. Landoni F, Carinelli S, Colombo A.
Tabel I . Stadiu m Kanker Endometrium berdasa rkan FIGO 2009

Stadium Keterangan

Stadium I Terbatas pada uterus

la lnvasi miometrium tidak ada atau kurang dari setengah

lb Invasi lebih atau sama dengan sebagian dari miometrium

Stadium D Tumor menginvasi stroma serviks. tetapi tidak melebihi uterus


Stadium Jll Penyebaran tumor secara lokal dan/ atau regional

Illa Tumor menginvasl serosa dan/atau adneksa korpus uteri

lll b Keterlibatan vagina dan/ atau parametrium

Metastasis ke nodus limfe pelvis atau para-amta.


Ille Ill CI posit if pad a nod us limfe di pelvis,
DI CZ posltif pada nodus lime para-aorta dengan atau tanpa adanya temuan positif pada nodus limfe pelvis
Stadium IV Tumor menginvasi ke kandung kemih dan/atau mukosa usus, dan/ atau metastasis jauh

!Va lnvasi tumor ke kandung kemih dan/atau mukosa usus


!Vb Metastasis jauh. termasuk di antaranya nodus limfe intra-abdomen da n/ atau ingui nal

Tabel 2. Tata Laksana Operatif Kanker Endometrium

Stadium ProsPdut

Stadium I
IA Gl-G2 Histerektomi dengan salplngo-oovorektomi bilateral.

IAG3 Histerektomi dengan salpingo-oovore kto mi bilateral ± limfadenektomi pelvis/ paraaorta bilate ral.

IB GI G2 G3 Histerektomi dengan salpingo-oovorektomi bilateral ± limfadenektomi pelvis/ para-aorta bilateral.

Stadium II Histerektomi dengan salpingo-oovore kto mi bilateral ± limfadenektomi pelvis/ paraaorta bilate ral.

Stadium ID Operasi maksimal sitoreduksi dengan status keadaan yang baik.

Stadium IV

IVA Exenteration dari pelvis anterior dan posterior.


!VB Tera pi sistemik dengan operasi paliatif.
Keterangan: FICO. International Federation of Gynecology and Obstetric

label 3. Terapi Adju va n Kanker Endometriu m

Stadium Tmdakan

Stadium I

492 IA Gl-G2 Observasi.


Observasi atau vaginal brachytherapy. Apab ila faktor prognostik negatif. pertimbangkan radiotera pi pelvis
!AG3
dan/a tau kemoterapi tambahan.

Observasi atau vaginal brachytherapy. Apabila faktor prognostik negatlf, penimbangkan radioterapi pelvis
rB GI G2
dan/atau kemoterapl tambahan.
Radioterapi pelvis. Apabila fakto r prognostik negatif. dipertimbangkan kombinasi radioterapi dan
IB G3
kemoterapi.
Radioterapi pelvis dan vaginal brachyteraphy.
Apabila tumor grade I dan 2. invasi rniometrium < 50%. LVSI negatif, dan comp/ere surgical staging:
Stadium II
hanya dilakukan brachytheraphy.
Apabila faktor prognostik negatif: kemoterapi ± radiasi.
Kemoterapi.
Stadium Ill
Apabila nodus positif: radi otera pi sekuensial.
dan IV
Apabila penyaki t metastatis: kemoterapi-radioterapi untuk tera pi paliat if.

Keterangan: LVS/. lymphovascu/ar space invasion.


Marini C. dkk. Endometrial cancer: ESMO clin ical practice 3. Andrum LM. Zuna RE. Walker JL. Endometrial hyperplasia.
guidelines for diagnosis. treatment and fo llow-up. Annals estrogen therapy. and the prevention of endometrial can-
of Oncology. 201 1:22 (Suppl 6):vi35-9. cer. Dalam: DiSaia P]. Creasman WT. Manne! RS. McMeekin
2. Hacker NF. Friedlander ML. Uterine cancer. Dalam: Berek DS. Mutch DG. penyunting. Clinical gynecologic oncology.
JS. Hacker NF. penyunting. Gynecologic oncology. Edisi ke- Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saunders: 201 2
5. Lippincott Will iams & Wilkins: 2010.

Kanker Ovarium
Frans Liwang. Sigit Purbadi

Etiologi epitel tipe borderline mempunyai gambaran sitolo-


Pada perempuan dengan keturunan kanker gis dari keganasan akan tetapi tidak terjadi invasi
payudara atau ovarium, terdapat dua lokus yang telah ke stroma ovarium. Sebanyak 75% dari tipe bor-
diidentifikasi, yaitu BRCA I pada kromosom I 7q 12- derline muncul pada stadium awal dan ditemukan
2 1 dan BRCA2 pada kromosom I 3q 12- 13 yang me- pada dekade ke-4 hingga 5.
rupakan gen supresor tumor. Di samping itu, sindrom Terdapat lima subtipe dari tumor epitel, yaitu sero-
Lynch tipe II berhubungan dengan peningkatan risiko sa, musin, endometroid. clear cell , dan tumor Bren-
kanker ovarium dan biasanya kanker ditemukan pada ner. Selain itu, tipe epitelial ovarium juga dapat
usia kurang dari 50 tahun. disebabkan karena metastasis kanker lain. seperti
payudara. kolon. gaster. dan pankreas.
Insidens dan Epidemiologi b. Tipe non-epitelial. dibagi menjadi:
Kanker ovarium epitel merupakan jenis yang pa- i. Tipe germ-cell. misalnya disgerminoma dan
ling sering ditemukan dan merupakan penyebab uta- teratoma imatur;
ma dari kematian pada kanker ginekologis di Amerika ii. Tipe sex cord-stromal cell, misalnya tumor sel
Serikat. Pada tahun 2007, ditemukan 22.430 kasus granulosa. tumor Sertoli-Leydig, dan sebagai-
baru dan l 5.280 perempuan meninggal karena kan- nya.
ker ovarium.
Kanker ovarium tipe germ cells biasanya ditemu- Faktor Risiko
kan pada dua dekade pertama kehidupan, sedangkan Usia ~40 tahun. obesitas. merokok. riwayat terapi
tipe stroma ditemukan pada perempuan dewasa. estrogen. riwayat kanker ovarium dalam keluarga. ri-
Pada studi epidemiologi ditemukan bahwa insidens wayat kanker payudara, penggunaan bubuk talkum,
tinggi ditemukan pada perempu an dengan riwayat serta pajanan asbestos.
keluarga. pernah terpajan asbestos atau talkum.
pada negara industri. dan pada perempuan dengan Manifestasi Klinis
gangguan fungsi ovarium. termasuk di antaranya fer- Kanker ovarium yang masih terlokalisasi biasanya
tilitas. nuliparitas. dan sering kali mengalami kegugu- tidak menimbulkan keluhan seh ingga pasien biasanya
ran. Penurunan risiko kanker ovarium berhubungan terdiagnosis saat kanker telah menyebar hingga pel-
4 93
dengan kehamilan (setiap kehamilan menurunkan vis. Keluhan yang biasanya muncul pada stadium lan-
risiko kanker ovarium sebanyak I 0%). menyusui, dan jut mencakup kembung. nyeri abdomen. dan keluhan
ligasi tuba. berkemih. Akan tetapi. keluhan bisa muncul pada
stadium awal apabila terjadi torsio pada masa ovari-
Klasifikasi um yang mengakibatkan nyeri, atau massa ovarium
Setiap jenis dari kanker ovarium memberikan menyebabkan peningkatan frekuensi urine atau kon-
karakteristik tertentu. luaran yang berbeda, serta tata stipasi. Keluhan perdarahan pervaginam biasanya ja-
laksana dan pendekatan yang tidak sama. Berdasar- rang ditemukan. Pada pemeriksaan fisis dapat teraba
kan tipe selnya, keganasan ovarium dapat dibagi massa adneksa dengan karakteristik keras. iregular.
menjadi: dan sulit digerakkan. Kemudian. pada USG akan tam-
a. Tipe epitelial. merupakan tipe yang paling sering pak kista dengan elemen solid.
pada neoplasma ovarium. Tumor epitel ovarium Gejala dari kanker ovariu m non-epitelial adalah
dapat bersifatjinak. ganas, atau borderline. Tumor nyeri pelvis subakut dan rasa tekanan pada pelvis
karena massa pada pelvis dan iregularitas menstruasi. Tata Laksana
Tata laksana pada pasien dengan kanker ovarium
Diagnosis dan Staging epitel bergantung pada stadium, tumor residu, dan
Laparotomi merupakan prosedur primer yang di- derajat histologis. Pada pasien stadium I dan II kan-
gunakan untuk menentukan diagnosis dan memberi- ker ovarium, tanpa residu penyakit, dan tumor yang
kan staging yang akurat. Pemeriksaan yang non-inva- berdiferensiasi sempurna atau sedang, tidak perlu
sif seperti X-ray toraks, CT-scan, atau MRI abdomen, dilakukan terapi tambahan setelah operasi definitif
dan sonografi abdomen serta pelvis dapat digunakan dan mempunyai survival rate 5 tahun lebih dari 95%.
untuk membantu prediksi penyebaran tumor. Gejala Pasien stadium I kanker ovarium dengan derajat his-
dari kandung kemih atau disfungsi ginjal dapat di- tologis yang buruk, dilakukan pemberian terapi adju-
evaluasi dengan sistoskopi atau pielografi intravena. van dengan bahan dasar platinum.
Pada kanker ovarium non-epitelial, dilakukan Pasien stadium III dengan residu penyakit minimal
pemeriksaan USG pada pelvis, CT-scan pada ab- atau tidak ada, dianjurkan pemberian terapi adjuvan
domen dan pelvis, serta X-ray toraks. Pada pasien berbahan dasar platinum. Akan tetapi, hanya sete-
yang muda, dianjurkan agar melakukan pemeriksa- ngah pasien pada stadium ini yang akan memasuki
an serum human chorionic gonadotropin (hCG), titer fase bebas penyakit. Kemudian, pada pasien stadium
a -fetoprotein (AFP) , laktat dehidrogenase (LDH). da- III dan IV dengan tumor residu yang besar biasanya
rah perifer lengkap, dan tes fungsi hati serta ginjal. ditata laksana dengan kombinasi paclitaxel-platinum
Klasifikasi tingkat keganasan kanker ovarium dapat intravena. Pada stadium ini, prognosis keseluruhan-
dilihat pada Tabel 1. nya buruk.
Tata laksana kanker ovarium non-epitelial juga

Massa pelvis teraba pada abdomen/pemeriksaan rektal dan/atau asites. distensi abdomen, dan/atau
gejala klinis seperti kembung. nyeri abdomen atau pelvis, sulit makan, rnudah kenyang, atau
peningkatan frekuensi dan urgensi berkemih tanpa sumber keganasan Jain yangjelas.

• Cari dan evaluasi riwayat keluarga


• Pemeriksaan pelvis/abdomen
• Pemeriksaan gastrointestinal apabila dibutuhkan
•USG dan/atau CT-abdomen/pelvis
•X-ray dada
• Pemeriksaan marka tumor, seperti C-125
• Pemeriksaan darah perifer lengkap, tes fungsi hati


Laparotorni/total abdominal hysterectomy (TAH)/salphingo-oforektorni bilateral dengan stadium
komprehensif atau salphingo-oforektoml unilateral (pada stadi1,1m IA hingga JC)
Atau
Operas! sitoreduksi (stadium II, 111, IV)
Atau
494 Kemoterapl neoadjuvan/sitoreduksi interval primer pada paslen stadium l!I/IV yang tidak menjadi kandidat

Staging:
.
untuk operasi (diagnosis dengan BJH, biopsl, atau parasemesis)

• Stadium IA atau IB
Grade 1 ..... observasi
Grade 2 ....+observasi atau taxane/carboplatin lV selama 3-6 siklus
Grade 3 -+ taxane/carboplatin IV selama 3-6 siklus
• Stadium IC Grade 1.2,3 _, taxane/carboplatin IV selama 3-6 siklus
• Stadium II, III, JV:
J<emoterapi JP pasien stadium 11 dan III dengan pengangkatan massa yang optimal
Taxane/carboplatln IV selama 6-8

Gambar I. Tata Laksana Kanker Ovarium tipe Epitelial


Tabel I. Klasifikasi Tingkat Keganasan Tumor Ganas Ovarium

IUCl Kntl'fi,1 Fl<.O


T1 Terbatas pada ovarium
Tla Satu ovarium tanpa asites la
Tlb Kedua ovarium , tanpa asites lb
Tlc Satu/dua ovarium dengan asites le
T2 Dengan perluasan ke panggul II
T2a Uterus dan/atau tuba, tanpa asites Ila
T2b Jaringan panggul lainnya, tanpa asites llb

T2c Jaringan panggul lainnya. dengan asites llc


T3 Perluasan ke usus halus/ omentum dalam panggul. atau penyebaran III
intraperitoneal/ kelenjar retroperitoneal
Ml Penyebaran ke alat-alatjauh IV

Tabel 2. Tata Laksana Kanker Ovarium Tipe Non-epitelial (ESMO. 2012)

St.tgt' P('mbf'dahan Kt>motPrapi Att11.m SurvPil.ms

Kanker Ovarium Non-epitelial Tipe Germ Cell


Disgerminoma
Stadium IA x (-) x
Stadium IB-IC x x x
Stadium IIA-IV x x
Teratoma lmatur
Stadium IA G1 x (-) x
Stadium IA G2-G3 x x x·
Stadium IB-IC x x x
Stadium IIA-IV x x
Tumor Yolk-Sac
Stadium IA-IB x x x
Stadium Lainnya x x
Kanker Ovarium Non-epitelial Tipe Sex Cord-Stromal Cell
Tumor Sel Granulosa
Stadium IA-IC x H x
Stadium IIA-IV x x
Tumor Sel Sertoli-Leydig 495
Stadi um IA x (-) x
Seluruh stadium dengan diFerensiasi buru k x x
*:bila sudah dilakukan pembedahan: Keterangan: X: direkomendasikan: (-): tidak ada terapi

dilakukan berdasarkan stadiumnya (lihat Tabel 2) . juga dapat digunakan sebagai salah satu faktor prog-
Kebanyakan kanker tipe ini didiagnosis pada stadi- nostik meskipun sampai sekarang perannya masih
um awal dan tata laksana biasanya memberikan hasil kurang jelas. Peningkatan kadar p53 berhubungan
yang memuaskan dengan prognosis baik. dengan prognosis yang lebih buruk.

Prognosis Skrining
Faktor prognostik pada kanker ovarium dipe- Skrining sangat penting dilakukan karena pada pe-
ngaruhi oleh residu penyakit dan derajat histologis. rempuan dengan kanker ovarium stadium awal (I dan
Kemudian. kadar dari CA-125 pre- dan pascaoperasi II) karena memiliki hasil yang baik dengan terapi kon-
vesional. Pemeriksaan yang digunakan untuk skrining RA. Chen L, dkk. Epithelial ovarian cancer. J Natl Compr
adalah USG transvaginal, meskipun dapat membe- Cane Netw. 20 I I :9:82-113.
rikan hasil positif palsu pada perempuan premeno- 3. Berek JS. Fried lander ML. Hacker F. Epithelial ovarian.
pause. Penggunaan Doppler dikombinasikan dengan fallopian tube. and peritoneal cancer. Dalam: Berek JS.
Hacker NF. penyunting. Gynecologic oncology. Edisi ke-5.
USG transvaginal dapat menurunkan kemungkinan
Lippincott Williams & Wilkins: 20 I 0.
hasil positif palsu dan meningkatkan akurasi.
4. Eisenhauer EL. Salan i R. Copeland W. Epithelial ovarian
cancer. Dalam: Di Saia PJ. Creasman WT. Manne! RS. Mc-
Sumber Bacaan: Meekin DS, Mutch DG. penyunting. Clinical gynecologic on-
I. Colombo N. Peiretti M, Garbi A. Carinelli S. Marini C. Sessa cology. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Sau nders: 20 12.
C. Non-epithelial ovarian cancer: ESMO clinical practice 5. Wiknjosastro H. Saifuddin AB. Rachimhadhi T. penyunting.
guidelines for diagnosis. treatment and follow-up. Annals llmu kandungan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiro-
of Oncology. 20 12:23(Suppl 7):vi i20-6. hardjo: 2008.
2. Morgan RJ. Alvarez RD. Armstrong DK. Boston B, Burger

Kanker Serviks
Frans Liwang, Sigit Purbadi

Insidens dan Epidemiologi Etiologi dan Patogenesis


Karsinoma serviks merupakan kanker nomor tiga Penyebab utama dari karsinoma serviks adalah
terbanyak dan salah satu penyebab kematian yang infeksi dari human papilloma vi rus (HPV). HPV me-
ditemukan pada perempuan. Berdasarkan laporan rupakan virus dengan DNA berantai ganda yang ter-
tahun 2008. didapatkan 529.828 kasus baru dan diri atas tiga jenis yaitu kutaneotropik, mukosotropik,
27 5.128 kematian di seluruh dunia. Meski demiki- dan tipe yang ditemukan pada mukosa dan kutan.
an, 40 tahun belakangan ini laju mortalitas kanker HPV tipe 16, 18, 31. 33, 52, dan 58 termasuk dalam
serviks semakin menurun akibat pengadaan skrining mukosotropik dan dihubungkan dengan karsinoma
dengan Pap smear. Penyakit ini banyak ditemukan serviks. Kebanyakan kasus karsinoma serviks disebab-
pada golongan sosioekonomi rendah, perempuan kan oleh HPV tipe 16 dan 18.
yang memulai aktivitas seksual dini, pasangan seksu- Protein yang dihasilkan oleh HPV 16, yaitu protein
al yang banyak, serta perokok. E7, berikatan dengan gen supresor tumor Rb sehingga
menyebabkan inaktivasi dari gen tersebut. Sedangkan,
HPV 18 menghasilkan protein E6 yang dapat meng-
Serviks normal inaktivasi gen supresor tumor p53. Akibat pengikatan
60%membark
dalam \\ aktu •
I

t_J\!fti~lli'.Y protein itu menyebabkan efek karsinogenik.
Transmisi HPV biasanya terjadi akibat kontak sek-
2-3 1ahun [ Perubahan yang berkaitan sual dan organ yang paling berisiko untuk mengalami
denganHPV infeksi virus ini ialah zona transformasi (squa-
mous-columnar junction/SC]) pada serviks dan garis

+I
496
Sekitar 15% berkembang
dalam 3-4 tahun
t pektineal dari anal. Berdasarkan data WHO, kanker
serviks dapat dibagi menjadi tiga kategori berdasara-

t
Lesi derajat rendah kan epitel tumornya yaitu skuamosa, glandular. dan
tipe lainnya yang mencakup tumor neuroendokrin
Scki1ar 30-70%
berkembang dalarn I 0 +I Kofaktor HPV
+..!~~·~_T.!:'ll!l.!..
dan karsinoma yang tidak dapat didiferensiasi. Keba-
nyakan kanker seviks adalah tipe skuamosa.
rahun Lesi derajat tinggi Setelah individu terinfeksi HPV, maka dapat terja-
di infeksi yang lokal dan stabil, atau membaik secara
spontan, atau berkembang menjadi lesi derajat rendah
Kanker invasif Vow-grade squamous intraepithelial lesion, disebut
juga cervical intraepithelial neoplasia/CJN derajat O.
Gambar l. Riwayat Alami Karsinoma Serviks Sebagian CJN derajat I dapat hilang tanpa pengobatan
(Sumber: Buku Acuan Pencegahan Kanker Leher Rahim dan
atau tidak berkembang, terutama pada perempu-
Kanker Payudara. Depkes RI 2007)
an muda (lihat Gambar I). Diperkirakan, dari 1 juta
perempuan yang terinfeksi, I 0% di antaranya akan Penatalaksanaan lesi prakanker serviks dapat
menjadi lesi prakanker serviks. Perubahan prakanker meliputi observasi saja, medikamentosa, terapi
tersebut terjadi pada perempuan berusia 30-40 tahun. destruksi, dan/atau terapi eksisi, sesuai derajat
Dari sej umlah lesi prakanker, sekitar 8% di antaranya penyakitnya. Tindakan observasi dilakukan
akan menjadi carcinoma in situ (CIS), lalu 1,6% akan pada tes Pap smear dengan hasil HPV, atipikal,
berkembang menjadi kanker ganas bila CIS tersebut serta NIS I yang termasuk dalam LSIL. Sementara
tidak terdeteksi. itu, terapi destruksi (seperti krioterapi) dan terapi
eksisi (seperti diatermi loop) dapat dilakukan pada
Faktor Risiko LSIL dan HSIL. Terapi destruksi tidak mengangkat
Hubungan seksual pertama di bawah usia 20 ta- lesi, tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi
hun, yang diangkat.
Berganti-ganti pasangan. 2. Tata Laksana Kanker Serviks
Kontak seksual dengan individu dengan risiko Secara umum. tata laksana karsinoma serviks
tinggi (pasien HIV dan individu yang melakukan mencakup operasi, radioterapi, atau kombinasi
praktik prostitusi) , radioterapi dan kemoterapi. Pemilihan tata laksa-
Riwayat keganasan serviks dalam keluarga, na tersebut disesuaikan dengan stadium penyakit
Hasil tes Pap sebelumnya yang abnormal, {lihat Tabel 2). Penanganan komprehensif kar-
Merokok, serta sinoma serviks membutuhkan kerja sama antara
Kondisi imunosupresi dan penggunaan kortiko- bidang ginekologi-onkologi, radioterapi-onkologi ,
steroid kronis. serta gizi klinik.
Sirkumsisi pada pria dan penggunaan kondom
dapat menurunkan risiko transmisi HPV akibat Evaluasi Respon Pengobatan dan Follow-up
hubungan seksual. Untuk evaluasi pengobatan biasanya dilakukan
pemeriksaan Pap smear setiap tiga bulan selama dua
Manifestasi Klinis tahun pertama, kemudian setiap enam bulan untuk
Biasanya pada pasien tidak ditemukan gejala kli- tiga tahun berikutnya dan berikutnya diperiksa setiap
nis dan penyakit ditemukan pada pemeriksaan rutin. tahun. Pemeriksaan CT-scan atau PET-scan dilakukan
Adapun gejala klinis yang dapat ditemukan mencakup apabila diindikasikan secara klinis.
perdarahan abnormal atau perdarahan pascakoitus
yang dapat berkembang menjadi perdarahan inter- Prognosis
menstrual atau menstrual. Kemudian dapat ditemukan Keberhasilan terapi untuk lesi prakanker dapat
juga keluhan adanya duh tubuh, nyeri lumbosacral, mendekati I 00%. Namun pada karsinoma serviks sta-
edema ekstremitas bawah, dan gejala berkemih. dium I, angka 5-year-survival mencapai 85%, stadium
II menjadi 65%, stadium III turun hingga 35%, dan bila
Diagnosis dan Staging telah menginvasi kandung kemih, rektum atau meta-
Pasien biasanya menjalani pemeriksaan awal (atau stasis jauh (stadium IV) , angka 5-year-surviva/ hanya
skrining) dengna metode inspeksi visual dengan asam 7%.
asetat (IVA) ataupun Pap smear (dijelaskan di bawah)
Hasil negatif akan mengeksklusi kemungkinan kega- Pencegahan dan Skrining
nasan atau lesi prakanker, namun bila hasilnya positif I. Pencegahan Primer: Vaksinasi HPV
diperlukan pemeriksaan biopsi dengan bantuan kol- Pencegahan dengan vaksinasi lebih baik dibe-
poskopi. Baku emas diagnosis dilakukan secara histo- rikan sebelum terjadinya pajanan terhadap HPV, 497
patologis pada biopsi jaringan serviks. yakni sebelum berhubungan seksual. Vaksinasi
Secara umum, keganasan serviks dapat dibagi ini dapat memberikan perlindungan setidaknya
menjadi: (I) Low-grade squamous intraepithelia/ le- selama 4,5 tahun setelah dilakukan 3 kali injek-
sions (LSIL). (2) High-grade squamous intra epithelial si dalam rentang waktu 6 bulan. Vaksinasi yang
lesions (HSIL}, dan (3) Karsinoma in situ. Kategori sekarang tersedia hanya mampu untuk mencegah
LSIL dan HS!L disebutjuga sebagai lesi Prakanker ser- infeksi HPV tipe 16, 18, 6, dan 11 sehingga Pap
viks. Sementara itu, pada kanker serviks perlu dilaku- smear yang berkala tetap harus dilakukan.
kan staging karsinoma didapatkan melalui klinis, pe- 2. Pencegahan Sekunder
meriksaan pelvis, X-ray toraks, pielografi intravena, Tes Pap smear dan inspeksi visual dengan
CT-scan, dan MRI; dapat dilihat pada Tabel 1. asam asetat (IVA) dapat mendeteksi perubahan
epitel pada fase prakanker (sebelum menjadi kan-
Tata Laksana ker serviks). Bila ditemukan pada fase prakanker,
1. Tata Laksana Lesi Prakanker Serviks (Neoplasia keberhasi!an terapi mendekati 100%.
Intraepitelial Serviks)
Tabel 1. Klasifikasi TNM dan FICO untuk Kars inoma Serviks

Klasifikasi Klasifikasi
TNM FICO KPtrra11ga11

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

TO Tidak dite mukan adanya tumor primer

Tisb Carcinoma in situ (karsinoma prainvasif)

Tl Karsinoma servi ks yang terbatas pada uterus (ekstensi sarnpal ke korpus tidak dihiraukan)

Karsinoma invasif yang didiagnosis hanya secara mikroskopik. Invasi stromal dengan kedalaman
Tlac IA maks imal 5.0 mm ya ng diuku r dari dasar epitel dan penyebaran secara horizontal sebesar s7.0
mm. Keterlibatan rua ng vaskul ar. vena atau limfatik tidak mempengaruhi klasifikasi

Tlal !Al lnvasi stroma denga n kedalaman s3.0 mm dan penyebaran horizontal s7.0 mm.

Tl a2 IA 2 Invas i stroma denga n kedalaman >3.0 mm tetapi s5.0 mm de ngan penyebaran horizontal s7.0 mm.

Tlb IB Lesi tampak secara klinis terbatas pada serviks atau lesi mikroskopik >Tla/ IA2.

TI bl !Bl Lesi tampak secara klinis s4.0 cm pada dimensi terbesar.

Tlb2 IB2 Lesi tampak secara klinis >4.0 cm pada dimensi terbesar.

Karsinoma serviks denga n invas i yang melewati uteru s tetapi tidak mencapai dind ing pelvis atau
T2 II
sepertiga bawah vagina.

T2a DA Tumor tanpa invasi parametrium


T2al IIA Lesi tampak seca ra klinis s4.0 cm pada dimensi terbesar.

T2a2 llA2 Lesi tampak secara klinis >4.0 cm pada dirnensi terbesar.

T2b IIB Tumor dengan invas i pa rametrium

Tumor me luas hi ngga dinding pelvis dan/atau melibatkan sepertiga bawah vagina. dan /atau
T3 III
menyebabkan hidronefrosis atau glnjal yang tidak berfungsi.

T3a IllA Tumor meluas hingga sepert iga bawah vagina. tanpa perluasan ke dinding pelvis.

Tumor meluas hingga ke dinding pelvis dan/atau menyebabkan hidronefrosls atau ginjal yang tidak
T3b l!IB
berfungsi.

Karsinoma telah meluas melewati pelvis atau te lah mencapai mukosa kand ung kemih atau rektum
T4 IV
(te rbukti melalui biopsi).

T4a IVA Penyebaran mencapai organ sekitar.

T4b IVB Pe nyeba ra n menca pai organ ya ngjauh.

Keterangan: TNM. tumor-node-metastases: FICO, The International Federation of Gynecology and Obstetrics.

498
Prosedur Pap Smear: The American Cancer Society ma dalam waktu sekitar 7 hari kemudian.
merekomendasikan dilakukannya Pap smear setiap Hasil Pap smear dapat dilaporkan sebagai: (klasifi-
tahun selama 2 tahun berturut-turut pada perempuan kasi Bethesda 200 I)
usia lebih dari 20 tahun atau perempuan yang telah (I) Normal;
aktif secara seksual. Apabila hasilnya negatif, maka (2) Atypical squamous cells of undetermined signifi-
dianjurkan pemeriksaan Pap smear diulang setelah cance (ASCUS):
tiga tahun hingga mencapai usia 65 tahun. Langkah a. Atypical squamous cells of undetermin ed signif-
kerja Pap Smear dapat dilihat pada Bab Prosedur Pap icance (ASCUS) ,
Smear. b. Tidak dapat mengeksklusi high grade SIL
Pap smear merupakan prosedur sitologi dengan (ASC-H),
mengambil sel-sel epitel serviks dan diperiksa se- (3) Low-grade squamous intraepithelial lesions (LSIL):
cara histopatologis. Waktu pengambilan dianjurkan CINI;
setelah bersih haid minimal 3 hari, dan disarankan ti- (4) High-grade squamous intraepithelial lesions (LSIL):
dak melakukan hubungan seksual atau menggunakan CIN II. CIN Ill.
obat vaginal minimal 3 hari sebelum pemeriksaan. (5) Karsinoma serviks.
Sampel dikirim ke laboratorium dan hasil dapat diteri-
Tabel 2. Pilihan Terapi Keganasan Serviks

Stad ium I.11.1 I aks.ma

IA!
Conization. atau histerektomi sederhana ± salpingo-ovorektomi dan limfadenektomi pelvis apabila terjadi
invasi limfovaskular.

IA2 Conizationlcrachelectomy radikal atau histerektomi radikal yang dimodifikasi dan limfadenektomi pelvis.
IBI. llA Histerektomi radikal dan Jimfadenektomi pelvis.

IB2, serta IIB-IV Kombinasi computed tomography (CT)/terapi radiasi dengan cisplatin.

Tabel 3. Kategori Temuan dan Pelaporan Skrining IVA

Kategori Temuan

Normal Licin, merah muda. bentuk porslo normal.


lnfe ks i Servisitis (inflamasi. hiperemis). banyak fluor. ektropion. polip.
Positif IVA Plak putih, epitel acetowhite (bercak putih) .
Kanker leher rahim Pertumbuhan seperti bunga kol. pertumbuhan mudah berdarah.
Pelaporan Hasil Skrining

Tak ada lesi bercak putih (acetowhite lesion);


Negatif Bercak putih pada polip endoservikal atau kista nabothi;
Garis putih mirip Jesi acetowhite pada sambu ngan skuamokolumna.

Samar, transparan. tidak jelas. terdapat lesi bercak putih yang ireguler pada serviks;
Positlf I (+) Lesi bercak putih yang tegas, rnembentuk sudut (angular). geographic acetowhite lesions yang
terlet'!kjauh dari sambungan skumokolumnar.

Lesi acetowhite yang buram. padat, dan berbatas jelas sampe ke sambungan skuarnokolumnar.
Lesi acetowhite yang Ju as. circumorilicial, berbatas tegas. tebal dan padat.
Pertumbuhan pada leher rahim menjadi acetowhite.

Perempuan dengan ASCUS, ASC-H, atau low-grade akan menimbulkan perubahan pada sel-sel epitel
CIN harus mengulang Pap smear 3-6 bulan kemudian. serviks melalui reaksi "acetowhite". Langkah kerja
Sedangkan. perempuan dengan hasil Pap smear high IVA dapat dilihat pada Bab Prosedur Inspeksi Visual
grade CIN atau ganas harus melakukan pemeriksaan dengan Asam Asetat. Hasil temuan pemeriksaan IVA
biopsi dengan bantuan kolposkopi. Selanjutnya, dapat dapat dikategorikan seperti pada Tabel 3.
dilakukan cone biopsy apabila dicurigai adanya tumor Baku emas penegakan diagnosis lesi prakanker le-
endoserviks. kolposkopi dinilai tidak adekuat, pada her rahim ialah biopsi yang dipandu oleh kolposkopi.
biopsi menunjukkan karsinoma mikroinvasif, atau ter- Apabila hasil skrining positif, pasien dianjurkan untuk
dapat diskrepansi antara temuan Pap smear dan kol- menjalani prosedur berikutnya. yaitu dengan biopsi
poskopi. Sekitar 70% dari kanker serviks adalah tumor yang dipandu oleh kolposkopi (baku emas penegakan
sel skuamosa, 20-25 persen adalah adenokarsinoma, diagnosis). 499
dan 2-5 persen adalah adenoskuamosa dengan struk-
tur glandula dan epitel. Pemeriksaan DNA HPV
Saat ini, pendeteksian dari DNA HPV mulai di-
Pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat evaluasi dan dipertimbangkan sebagai skrining pri-
(IVA) mer pada perempuan usia 30-35 tahun. Pendeteksian
Selain Pap smear, metode skrining yang lebih se- DNA HPV inijuga dapat digunakan sebagai salah satu
derhana ialah inspeksi visual dengan asam asetat faktor prognostik pada pasien dengan hasil pemerik-
(IVA). Prosedur ini juga direkomendasikan untuk ru- saan sitologi yang ambigu (ASCUS, dan sebagainya).
tin pada perempuan usia <>:20 tahun atau telah aktif Pada suatu penelitian didapatkan bahwa deteksi virus
secara seksual. Kelebihan tes ini adalah metode yang pada ASCUS dapat memprediksi adanya lesi high-
lebih sederhana dan hasil yang lebih cepat dibanding- grade dengan sensitivitas yang tinggi.
kan Pap smear.
Pemeriksaan ini menggunakan larutan asam ase- Sumber Bacaan:
tat 5% yang dioleskan pada serviks. Larutan tersebut I. Oirektorat Pengendalian Penyakit Tidak menular Oepane-
men Kesehatan RI. Buku acuan pencegahan kanker leher infection and cervical cancer. Gynecologic Oncology.
rahim da n kanker payudara. Jakarta: Depkes RJ; 2007. 2008: 110:s4-7.
2. Hacker NF, Friedlander ML Cervical cancer. Dalam: Berek 5. Colombo N. Carinelli S. Colombo A. Marini C, Rollo D. Sessa
JS. Hac ker NF. penyunting. Gynecologic oncology. Ed isi ke- C. Cervical cancer: ESMO clinical practice gu idelines for
5. Lippincott Williams & Wilkins; 2010. diagnosis. treatment and follow-up. Annals of Oncology.
3. Tewari KS. Monk BJ Invasive cervical cancer. Dalam: Di- 20 l 2;23(Supp17): vii27-32.
Saia PJ Creasman WT. Manne! RS. McMeekin DS. Mutch 6. Kementerian Kesehatan RI. Skrining kanker leher rahim
DG. penyunting. Clinical gynecologic oncology. Edisi ke-8. dengan metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA).
Philadelphia: Elsevier Sau nders; 2012. Jakarta: 2008.
4. Castellsague X. Natural history and epidemiology of HPV

Laparotomi KET
Widyaningsih Oentari, Andon Hestiantoro

Pendahuluan perdarahan.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan sel o Ikatan-ikatan pada mesosalping dibenamkan
telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar dalam lipatan peritoneum dengan jahitan.
endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik yang o Ligamentum rotundum didekatkan ke kornu
menimbulkan abortus atau ruptur sehingga menga- dan dijahitkan ke dinding belakang uterus se-
kibatkan penurunan kondisi umum pasien disebut hingga menutup area operasi tuba.
dengan kehamilan ektopik terganggu (KET). Kasus
KET merupakan kegawatdaruratan obstetrik yang 2. Tindakan konservatif
mengancam nyawa ibu dan janin. Saat akan dilakukan tindakan konservatif,
maka harus dipertimbangkan kondisi tuba yang
Tata Laksana OperatifKehamilan Ektopik terlibat dan kemampuan operator. Tindakan ini
I. Salpingektomi dapat dibagi menjadi:
Definisi: Pengangkatan satu atau kedua tuba Fa- a. Salpingotomi
lopii. Definisi: Pembuatan celah (insisi) pada tuba
Indikasi: Falopii. namun tuba tetap dipertahankan.
Kondisi penderita buruk, misalnya syok; Prosedur ini dilakukan pada kehamilan di am-
Kondisi tuba buruk: jaringan parut pada tuba pula dan infundibulum.
dapat meningkatkan risiko kehamilan ektopik; Prosedur:
Penderita menginginkan fertilisasi in vitro; Tindakan untuk kehamilan di ampula:
Penderita tidak ingin punya anak lagi. Buka kavum peritoneum;
Prosedur: Lakukan insisi longitudinal pada tuba;
Setelah peritoneum terbuka, identifikasi tuba Keluarkan hasil konsepsi melalui
yang sakit dan dipegang dengan ibu jari insisi dengan kl em jepit. J aringan
dan telunjuk. Angkat tub tersebut sehingga nekrotik dan sisa trofoblas tidak perlu
500
pembuluh darah tuba pada mesosalping dikeluarkan semuanya;
tampak. Jahit Iuka insisi atau biarkan terbuka;
Jepit mesosalping dengan dua klem Kelly Tindakan untuk kehamilan di infundibulum:
pada area fimbria tuba dan sedekat mungkin Tidak dilakukan insisi, tetapi tuba di-
dengan tuba. urut hingga hasil konsepsi keluar.
Gunting mesosalping yang terjepit antara dua b. Reanastomosis tuba
klem. Klem yang dekat tuba tetap dibiarkan, Definisi: Prosedur mengembalikan patensi
sedangkan jaringan dekat klem satu lagi tuba Falopii setelah ligasi tuba. Pada kasus
dijahit dengan cat gut chromic. KET. prosedur ini dilakukan pada kehamilan
Prosedur diulang dengan menyusuri tuba di ismus.
hingga mencapai kornu uterus. Prosedur: salpingektomi parsialis. yang dilan-
Lakukan jahitan matras pada otot uterus di jutkan dengan reanastomosis tuba.
bawah insersi tuba tetapijangan diikat dahulu.
Tuba dipotong di daerah insersi dan Tata Laksana Operatif Kehamilan Ektopik Lanjut
jahitan matras diikat untuk menghentikan 3. Laparotomi, merupakan prosedur membuka
(insisi luas) dinding abdomen untuk mencapai alat-alat vital karena risiko perdarahan tinggi
organ-organ intra-abdominal, termasuk organ re- dan akan diserap atau autolisis sendiri dalam
produksi perempuan (uterus dan ovarium). Prose- beberapa bulan atau tahun.
dur laparotomi telah lama digunakan untuk tata Plasenta dikeluarkan apabila diperkirakan per-
laksana kasus KET, meski telah dikembangkan darahan dapat dikuasai dan jika perlu dapat
berbagai prosedur invasif minimal lainnya. dilakukan pengangkatan organ tempat plasen-
Prosedur: ta berimplantasi.
Insisi dinding perut.
Bebaskan omentum yang menutupi dan Sumber Bacaan
melekati kantung janin. 1 . Wiknjosastro H. Saifuddin AB. Rachimhadhi T. penyunting.
Kantung janin dibuka pada area yang paling llmu kandungan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiro-
sedikit pembuluh darahnya. hardjo: 2008.
2 . Hoffman B. Schorge J. Schaffer J, Halvorson L, Bradshaw K.
Bayi dilahirkan dan potong tali pusat dekat
Cunningham F. penyunting. Intraoperative considerations.
insersinya di plasenta.
Dalam: William gynecology. Edisi ke-2. Philadelphia: Mc-
Plasenta ditinggalkan apabila melekat pada Graw-Hill: 201 2.

Menopause
Widyaningsih Oentari, Frans Liwang, Andon Hestiantoro

Definisi bih dirasakan pada malam hari. Gejala vasomotor


Menopause (mati haid) adalah berhentinya mens- biasanya diiringi dengan gejala lain, seperti irita-
truasi setelah terjadi amenorea selama 12 bulan bilitas, nyeri kepala, nyeri sendi atau otot, kelelah-
berturut-turut. Menurut Perkumpulan Menopause an, serta rasa tidak percaya diri. Biasanya keadaan
Indonesia (PERMD usia rata-rata menopause populasi ini bertahan selama 1-2 tahun.
Indonesia ialah 51,3 tahun. 2. Nyeri sendi, sering ditemukan pada perempuan
menopause di Indonesia.
Klasifikasi 3. Kulit, akibat penurunan produksi kolagen dan
Menopause dapat terjaadi secara alamiah, mau- penipisan kulit sehingga terjadi penurunan elas-
pun akibat pembedahan atau penyinaran. Pada meno- tisitas dan keriput pada kulit serta kulit menjadi
pause dapat terjadi masalah pada jadwal terjadinya kering. Pada dasarnya, kulit mempunyai reseptor
menopause, yaitu: terhadap estrogen dan pada menopause terjadi
Menopause prematur. Terjadi sebelum usia 40 penurunan kadar estrogen tersebut.
tahun. Biasanya disebabkan karena herediter, 4. Atrofi genitourinaria. Estrogen dalam kadar
gangguan gizi berat, penyakit menahun, dan pe- rendah dapat menyebabkan penipisan mukosa
nyakit yang merusak kedua ovarium; dan inflamasi pada uretra dan kandung kemih.
Menopause terlambat. Terjadi di atas usia 52 Kelainan tersebut akan tampak pada 2-5 tahun 501
tahun. Biasanya disebabkan oleh konstitusional, setelah menopause. Gejala yang tampak berupa
fibromioma uteri, dan tumor ovarium yang meng- vaginitis, pruritus, dispareunia, uretritis, frekuensi
hasilkan estrogen. dan urgensi berkemih, disuria, inkontinensia, dan
prolaps pelvis Kebiasaan merokok dapat memper-
Manifestasi Klinis berat gejala ini.
l. Gejala vasomotor. merupakan bentuk gejala yang 5. Fungsi seksual. Penurunan kadar estrogen
paling sering ditemukan dan dikeluhkan pada menyebabkan penurunan lubrikasi vagina dan
masa transisi menopause. Gejala ini biasanya atrofi genital sehingga menyebabkan hubungan
ditemukan pada perempuan Kaukasia dan bebe- seksual yang kurang nyaman.
rapa ras di Asia. Akan tetapi, di Indonesia keluhan 6. Penyakit kardiovaskular. Setelah menopause,
ini jarang dijumpai. terjadi peningkatan risiko penyakit kardiovaskular
Gejala vasomotor berupa rasa panas pada bagian pada perempuan.
atas tubuh terutama pada wajah, leher, dan dada. 7. Stroke dan kejadian tromboemboli pada vena
Rasa panas ini disebut sebagai "hot flush" dan le- 8. Osteoporosis
9. Demensia tipe Alzheimer. Pe nyebab utama dari per hari). Agen lain seperti bifosfonat, terapi
terjadinya demensia dan risikonya lebih tinggi hormon, kalsitonin, hormon paratiroid, dapat
pada perempuan. dipertimbangkan sesuai indikasi.
2. Terapi Non -medikamentosa, berupa modifikasi
Tata Laksana gaya hidup: olahraga teratur, kontrol berat badan,
1. Terapi Medikamentosa berhenti merokok.
Terapi hormonal: sangat direkomendasikan
pada perempuan dengan menopause dini dan Sumber Bacaan:
premature ovarian failure. Pasie n sebaiknya I. Al-Safi ZA. Santoro N. Menopausal hormone therapy and
dirujuk ke spesialis kandungan untuk menda- menopausal symptoms. Steril. 2014Apr:101 (4):905- 15.
2. Hoffman B. Schorge J, Schaffer]. Halvorson L. Bradshaw K,
patkan terapi hormonal ini.
Cunni ngham F. penyunting. Menopause transition. Dalam:
Untuk pencegahan osteoporosis: suplementa-
William gynecology. Edisi ke-2. Philadelph ia: McGraw-Hill :
si kalsium (1 500 mg) dan vitamin D (800 JU
2012.

199
Kompttensi lllA Prolaps Uteri
11

Definisi
•• Widyaningsih Oentari, Frans Liwang. Andon Hestiantoro

Pergeseran letak ute rus ke bawah sehingga ser- Manifestasi Klinis


viks dapat berada di dalam orifisium vagina, di luar I . Perasaan seperti beda me nonjol atau mengganjal
orifisium vagina, atau seluruh uterus berada di luar pada genitalia eksterna.
orifisium. 2. Rasa nyeri pada panggul dan pinggang yang bi-
asanya akan menghilang atau berkurang saat
Faktor Risiko pasien berbaring.
Kehamilan, persalinan melalui vagina. terutama 3. Gesekan pada porsio uteri oleh celana dapat me-
bila partus telah berulang kali atau partus dengan nye babkan Iuka dan dekubitus pada porsio uteri.
penyulit. Faktor risiko lainnya adalah menopause, 4. Leukorea
penuaan, peningkatan tekanan intra-abdomen kro-
nis, maupun trauma dasar panggul. Bila prolaps uteri Diagn osis
ditemukan pada nulipara. maka faktor penyebab ter- Prolaps uteri umumnya dapat didiagnosis secara
sering ialah ke lainan genetik berupa kelemahan jari- klinis, melalui anamnesis dan pe meriksaan gineko-
ngan penunjang uterus. logis. Cara klasik untuk menegakkan diagnosis dapat
dilakukan sesuai teknik Friedman dan Little ( 196 1),
Patofisiologi yaitu pasie n dalam posisi jongkok dan disuruh menge-
Dasar panggul ditopang ole h otot levator ani , jan, lalu porsio uteri dinilai dengan pemeriksaan jari.
vagi na, dan jaringan ikat dari dasar panggul. Pada Porsio dapat berada pada posisi normal, berada dalam
502 keadaan normal, bagian atas vagina mempunyai le- introitus vagina, atau serviks uteri sudah keluar dari
tak horizontal pada perempuan yang sedang berdiri. vagina.
Ketika, terjadi penuruna n tonus dari otot levator a ni . Selanjutnya pasien diminta berbaring dalam po-
posisi vagina berubah dari horizontal menjadi verti- sisi litotomi, lalu ditentukan panjang serviks uteri.
kal sehingga me mbuka dan me mperlebar hiatus geni- Serviks uteri yang lebih panjang dari normal disebut
tal dan meningkatkan risiko terjadinya prolaps organ elongasio kolli.
pada pelvis. Penuruna n tonus dari otot levator ani
dapat disebabkan karena kerusakan secara langsung Klasifik asi
ataupun kerusakan ne urologis yang biasanya te rjadi Te rdapat beberapa klasiftkasi untuk membagi derajat
saat persalinan kala dua. keparahan dari prolaps uteri. yaitu:
Selain itu, kerusakan pada dinding vagina juga 1. Pelvic Organ Prolapse Quantification!POP-Q (li-
ikut berkontribusi terhadap prolaps. Dinding vagina hat Gambar I )
tersusun atas epitel pipih, otot polos, da n adventisia. 2. Baden-Walker Ha lfway System
Defek pada salah satu komponen ini menyebabka n
terjadinya prolaps.
clinding dinding
anterior anterior serviks

Aa Ba c
hiatus baclan panjang
genital perinea! total
vagina
gh pb tvl

dinding dinding forniks


posterior posterior posterior
~rW gh
Ap Bp D

Gambar 1. Petunjuk Ktasifikasi Prolaps Uteri Pelvic Organ Prolapse Quantifica tion

Tabet t. Sistem Klasifikasi Berdasarkan Pelvic Organ Prolapse Quantification (POP-Q)

Stadium Kt iteria

Tidak terdapat prolaps. Titik Aa, Ap. Ba, Bp terdapat pada titik -3 cm dan t itik C dan D terletak di antara -TYL cm
0
dan -(TVL-2) cm

Tidak memenuhi kriteria stad ium 0, tetapi bagian paling distal dari prolaps terletak > 1 cm di atas hime n

II Bagian paling distal terletak s l cm di a tas atau di bawah himen

III Bagian paling distal terletak > I cm di bawah hi men tetapi < +(TVL-2) cm

IV Eversi total dari total panjang saluran ge nital. Bagian distal dari prolaps ke luar sebanyak (TVL-2) cm

Tabet 2. Evaluasi Prolaps Organ Pelvis dengan Menggun akan Baden-Walker Halfway System

0 Posisi normal dari seluruh organ

Organ yang prolaps terletak pada pertengahan me nuju himen

2 Orga n yang prolaps te lah mencapai himen

3 Organ yang prola ps sebagian tetah kelua r dari himen

Organ telah keluar secara maksi mal

Tata Laksana dekubitus, hipertrofi serviks uteri dan elangasio koli,


1. Latihan otot dasar panggul: berguna untuk prolaps gangguan miksi dan stress incontinence, infeksi jalan
yang ringan untuk menguatkan otot dasar pang- kencing, infertilitas, kesulitan pada waktu partus, 503
gul. Latihan dilakukan selama beberapa bulan. hemoroid, serta inkarserata usus halus.
2. Stimulasi otot dengan alat listrik.
3. Penggunaan pesarium. Pencegahan
4. Pessarium bersifat paliatif dan bertujuan untuk Prolaps uteri dapat dicegah dengan teknik persa-
menahan uterus di tempatnya. lndikasi penggu- linan per vaginam yang efektif: lama persalinan lebih
naan pessarium: kehamilan, pasien belum atau pendek, meminimalisir mengejan yang berlebihan,
tidak mau dioperasi, sebagai terapi tes, meng- menghindari mengejan sebelum pembukaan telah
hilangkan gejala yang ada sambil menunggu ope- lengkap, membuat episiotomi, menghindari paksaan
rasi dilakukan. dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede), menga-
5. Tindakan operatif: ventrofiksasi, operasi Manches- wasi involusi uterus pascapersalinan, serta memper-
ter, histerektomi vaginal, kolpokleisis. baiki dan reparasi luka atau kerusakan jalan lahir
dengan baik.
Komplikasi
Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri,
Sumber Bacaan:
1. Winknjosastro H. Saifuddin AB. Rac himhadhi T. penyun- Cunningham F. penyunting. Pelvic organ prolapse. Dalam:
ting. !mu bedah kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwo no William gynecology. Edisi ke-2. Philadelphia: McGraw-Hill:
Prawirohardjo: 20 10. 2012.
2. Hoffman B. Schorge J. Schaffer J. Halvorson L. Bradshaw K.

Seksio Sesarea
Widyaningsih Oentari, Andon Hestiantoro

Definisi Gunting peritoneum kandung kencing (plika


Upaya persalinan buatan dengan melahirkan ja- vesikouterina) di depan segmen bahwa rahim
nin melalui suatu insisi pada dinding perut dan rahim, secara melintang. Lapisan tersebut disisihkan
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serat berat ke samping;
janin di atas 500 gram. Insisi segmen bawah rahim 1 cm di bawah iri-
san plika vesikouterina sepanjang 2 cm. lrisan
!ndikasi tersebut diperlebar dengan kedua jari telunjuk
MatPrnal fptus operator. Arah insisi bisa transversal (cara
Kerr) ataupun vertikal (cara Kronig) ;
Panggul sempit absolut
Setelah dinding rahim terbuka. pecahkan ke-
Tumor jalan lahir (menye-
Kelainan letak tuban dan lahirkan janin;
babkan obstruksi)
Gawatjanin Lahirkan plasenta secara manual dan suntik-
Stenosis serviks/vagina
Bayi besar kan oksitosin l 0 JU intramural;
Plasenta pervia
Hidrosefalus
Disproporsi sefal oserviks Jahit Iuka insisi pada tiap lapisan uterus de-
Ru ptur uteri membakat ngan catgut kromik dan catg ut biasa;
Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rong-
Persiapan Pre-operasi ga perut dari sisa darah.
Pasien dipuasakan selama l 2 jam sebelum ope- 2. Seksio Sesarea Klasik: insisi pada segmen atas
rasi; uterus yang dilakukan secara vertikal pada fundus
Periksa sampel darah preoperatif seperti hema- anterior. Berikut urutan prosedurnya:
tologi rutin, kadar glukosa darah, dan skrining Disinfeksi dinding perut dan pasang kain steril
infeksi menular (hepatitis B dan HIV), serta peme- untuk mempersempit lapang pandang:
riksaan lain sesuai kondisi. Tentukan kebutuhan Insisi dinding perut dari atas simfisis pubis
cadangan darah (disertai uji cross-matched) ; hingga bawah umbilikus lapis demi lapis hing-
Persiapkan alat operasi, monitor (tekanan darah, ga kavum peritoneum terbuka;
nadi, saturasi oksigen), dan obat-obatan. Insisi segmen atas rahim dan diperlebar de-
Sebelum memulai operasi, pasang akses dan ngan gunting;
cairan intravena (Ringer laktat atau NaCl 0,9%). Setelah kavum uteri terbuka, pecahkan selaput
504 serta kateter urin; ketuban;
Pasien dalam posisi Trendelenburg ringan. Lahirkanjanin danjepit serta potong tali pusat;
Dilakukan anestesi spinal atau epidural pada ope- Lahirkan plasenta secara manual dan suntik-
rasi elektif atau anestesi umum pada darurat. kan oksitosin l 0 lU intramural;
Jahit Iuka insisi pada tiap lapisan uterus de-
Jenis dan Prosedur Seksio Sesarea ngan catgut kromik dan ca tg ut biasa;
l. Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda: insisi Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rong-
pada segmen bawah uterus yang mencakup insi- ga perut dari sisa darah;
si transversal, insisi vertikal, insisi ]. dan insisi T. Jahit tiap lapisan Iuka dinding perut.
Berikut urutan prosedurnya: 3. Seksio Sesarea Ekstraperitoneal: insisi segmen
Disinfeksi dinding perut dan pasang kain steril bawah uterus tanpa mengenai peritoneum. Uterus
untuk mempersempit lapang pandang; dicapai melalui ruang paravesica. Prosedur ini
Insisi dinding perut dari atas simfisis pubis sering digunakan untuk mencegah penyebaran
hingga bawah umbilikus, lapis demi lapis infeksi ke rongga peritoneum.
hingga kavum peritoneum terbuka;
4. Seksio Sesarea Vaginal: pembedahan melalui feksi Iuka, perdarahan. subinvolusio uterus, ad-
dinding vagina anterior hingga mencapai rongga hesi dan dehiscence insisi uterus. atelektasis paru .
uterus. emboli paru, infeksi saluran kemih, tromboflebi-
tis, serta peningkatan risiko plasenta previa atau
Manajemen Pascaoperasi plasenta acreta.
Monitor perdarahan per vaginam, pastikan kon- Komplikasi bayi: kelahiran prematur, trauma sela-
traksi uterus baik; ma persalinan, masalah pernapasan (seperti tran-
Monitor tanda vital rutin setiap 15 menit dalam sient tachypnea of the newborn/TIN) .
1-2 jam pertama. Selanjutnya tanda vital diukur
setiap 4-6 jam. Ukur keluaran urine (urine output) Sumber Bacaan
setiapjam; 1. Hoffman B. Schorge J. Scha ffer J. Halvorson L. Bradshaw
Berikan cairan pengganti inisial 3-4 L intravena K. Cu nningham F. penyunting. Dalam: Will iam gynecology.

dalam 24 jam pertama. Pastikan asupan hid rasi Edisi ke-2. Philadelphia: McGraw-Hill : 20 12.
2 . Wiknjosastro H. Saifuddin AB. Rachimhadhi T. penyu n-
yang adekuat pada pasien;
ting. !mu bedah kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Berikan analgesik dan antimetik bila perlu;
Prawiro hardjo: 20 10.
Anjurkan pasien untuk menyusu AS!, bila me- 3 . Gibbs RS. Karlan BY. Haney AF. Nygaard I. penyunt ing. Da-
mungkinkan. dalam beberapa jam pertama pasca- lam: Gibbs RS. Karlan BY. Haney AF. Nygaard IE. penyun-
persalinan; ting. Danforth's obstetrics and gynecology. Edisi ke- 10.
Kontrol dan rawat Iuka pascaoperasi. Waspadai Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
adanya tanda-tanda infeksi. 4 . Curtis MG. Overholt S. Hopkins MP. penyunting. Glass
office gynecology. Ed isi ke- 7. Philadelphia: Lippincott Wil-
Komplikasi Seksio Sesarea liams & Wilkins: 20 14.

Komplikasi maternal: demam, endometritis, in-

505
ilmu keterampilan

prosedur.
D Biopsi ]arum Halus
D Teknik Injeksi
D Nebulisasi
D Pungsi Pleura
D Pungsi Suprapubik
D Spirometri
D Splint dan Cast
D Venaseksi

r/J, i have read everything.


Biopsi jarum Hains
Sonia Hanifati

<\ \

Gambar l . Kiri: arah penusukan jarum pada massa/ KgB ya ng di lakukan ke segala arah.
Kanan: Pendorongan aspirat dengan spuit 20 cc ya ng sudah diisikan udara ke kaca objek.

Definisi 2. ]arum 25G.


Biopsi jarum halus (BJH) adalah upaya diagnosis his- 3. Spuit 20 cc.
topatologi dengan menggunakan jarum halus (ukuran 4 . Kasa steril.
25 G) yang dilakukan di lesi superfisial dengan/ tanpa 5. Povidon iodin.
aspirasi. 6. Kapas alkohol.
7. Kaea objek.
lndikasi 8. Wadah berisi alkohol 95% untuk fiksasi .
Semua massa teraba dan pembesaran kelenjar ge- 9. Plester.
tah bening (KgB) . 10. Label.
Bila pasien dikontraindikasikan untuk biopsi ter-
buka (keadaan umum pasien buruk, khawatir pe- Langkah Kerja
nyebaran tumor dengan biopsi terbuka) . l. Lokalisasi tumor/ KgB yang akan dibiopsi.
2. Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan
Kontraindikasi povidon iodin dan alkohol.
Kontraindikasi BJH sedikit dan biasanya bers ifat relatif 3. Kelenjar getah bening/ massa difiksasi dengan dua
terhadap situasi klinis tertentu seperti: jari tangan kiri.
Hemangioma, 4. ]arum 25G ditusukkan ke massa/ kelenjar dengan
Pada BJH hati: kista hidatid, tangan kanan.
Pada BJH tiroid: pasien tidak bisa menahan ba- s . ]arum digerakkan perlahan dengan sudut dan
tuk, kedalaman yang berbeda-beda (diharapkan jarum
Pasien yang sedang mengonsumsi antikoagu lan. memotong sel serta jaringan sehingga dapat masuk
Antikoagulan dihentikan terlebih dahulu bebera- ke lubangjarum melalui daya kapilaritas).
pa hari sebelum BJH dilakukan. 6. ]arum diangkat dan spuit 20 cc yang telah terisi
udara setengahnya dipasangkan pada ujungjarum. 507
Kelebihan dan Kekurangan 7. Aspirat disemprotkan ke kaca objek searah panjang
Berbagai kelebihan BJH antara lain murah, seder- spu it.
hana, hemat waktu, serta nyeri yang ditimbulkan mini- 8. Sediaan diapus dengan menempelkan kaca objek
mal. Namun, terdapat kekurangan, yakni sediaan yang lainnya dengan arah berlawanan.
sedikit sehingga bisa terjadi negatif maupun positif 9. Kaea objek yang berisi aspirat dimasukkan kedalam
palsu saat pemeriksaan. wadah berisi alkohol 96%.
10. Wadah ditutup agar tidak bocor dan dilabel pada
Alat dan Bahan bagian luarnya.
1. Handskun steril.
Komplikasi Sumber Bacaan
Komplikasi serius jarang terjadi. Komplikasi beru- l. Swidarmoko B, Susanto AD. Pulmonologi intervensi dan
pa perdarahan !aka! dan infeksi bisa saja terjadi tetapi gawat darurat napas. Jakarta: Sadan Penerbit FKUI: 20 I0.
dapat ditangani dengan baik.

Teknik Injeksi
Sonia Hanifati

A. Injeksi Intramuskular
Definisi
Pemberian obat dengan cara menyuntikkan kedalam \
jaringan otot. Injeksi intramuskular (IM) dilakukan un-
tuk memasukkan obat dengan karakteristik:
Mula kerja cepat. masa kerja cukup panjang \
Bersifat iritan bila diberikan secara subkutan.
Diperlukan deposit obat sehingga absorpsi dilaku-
kan secara bertahap. ----" -+~r----- M, gluteus maxirm
I\
I I
Prinsip yang harus diingat: \ -"-t-\---M. rectus femoris
Panjang jarum tidak boleh kurang dari 1 inci (2 ,5
cm) atau lebih dari 1,5 inci (3.75 cm). ]arum yang --+-'--f--+---Vastus Iateralis
sering digunakan berukuran 20-22G.
Volume maksimal obat adalah 5 ml/injeksi di satu
tempat penyuntikan untuk orang dewasa. J-.,~·--1---+---Tempat iI*ksi
Jumlah pelarut lebih sedikit pada suntikan IM
dibandingkan intravena. 1 ~'~-+---+--M. biceps femoris
I I:
Jenis Obat
Kontrasepsi hormonal
Vaksin (DPT. hepatitis B. TT, rabies, influenza)
Serum antitetanus
Haloperidol
Penisilin
Streptomisin
Diazepam
Gambar 2. Tempat Penyuntikan Vastus Lateralis
Kontraindikasi
mayor ke arah kepala, jari tengah diletak-
Infeks i, Ies i kulit. jaringan parut. tonjolan tulang, atau
kan pada Spina Iliaka Anterior Superior
terletak saraf dibawahnya.
(SIAS) lalu rentangkan menjauh mem-
Langkah Kerja
bentuk huruf V dan injeksi di!akukan
1. Cuci tangan dan memakai sarung tangan.
di tengah area ini (bila pasien miring ke
508 2. Cek kelengkapan alat: jarum, spuit, obat (perhati-
kanan).
kan tanggal kadaluarsa).
Dorsogluteal
3. Masukkan obat ke dalam spuit.
Bagilah area bokong menjadi 4 kuadran,
4. Cek identitas pasien.
injeksi dilakukan pada kuadran luar atas
5. Memilih lokasi injeksi:
atau dengan cara menarik garis bayangan
a. Gluteus (lihat Gambar 1). dengan teknik pemi-
dari Spina Iliaka Posterior Superior (SIPS)
lihan tempat:
ke trokanter mayor, injeksi pada area
Ventrogluteal
lateral superior.
Letakkan telapak tangan pada trokanter
b. Vastus lateralis (lihat Gambar 2): 1/3 tengah
Kontraindikasi
_,..o::::====..-----Krista iliaka
Inflamasi, edema. skar.
_.,+-+---Gluteus
nevus. tanda lahir di lo-
' \
kasi penyuntikan.

Langkah Kerja
1. Cuci tangan dan
memakai sarung tangan.
2. Cek kelengkapan
'' '
: ,.
/
I

~-+---Troka nter
alat: jarum, spuit, obat
:) (perhatikan tanggal
I' kadaluarsa).
'
3. Masukkan obat ke
' - - - - - ,f---lschium dalam spuit.
4. Cek identitas pa-
sien.
s. Pilihlah lokasi in-
Gambar 1. Pemilihan tempat penyuntikan regio gluteus. jeksi.
6. Lakukan antisepsis
antara trokanter mayor sampai dengan kondi- menggunakan kapas al-
lus femur lateral. kohol dengan gerakan sirkuler dari dalam ke luar.
c. Deltoid (lihat Gambar 3): Tigajari di bawah ak- 7. Cubit kulit secara perlahan dengan ibu jari dan
romion. telunjuk tangan non-dominan.
6. Lakukan antisepsis menggunakan kapas alkohol
8. Tusukkanjarum dengan sudut 45°.
dengan gerakan sirkuler dari dalam ke luar. 9. Aspirasi untuk melihat adanya darah.
7. Regangkan kulit dengan ibu jari dan telunjuk ta- 10. Jika tidak ada darah, dorong plunger spuit untuk
ngan non-dominan. memasukkan obat.
8. Tusukkan jarum secara tegak lurus kulit (90°).
11. Cabutjarum spuit.
9. Aspirasi untuk melihat adanya darah. 12. Masase untuk membantu absorpsi obat.
10. Jika tidak ada darah, dorong plunger spuit untuk
13. Beri plester pada tempat penyuntikan.
memasukkan obat. 14. Buang spuit dan jarum ke tempat sampah medis.
11. Cabut jarum spuit.
12. Masase untuk membantu absorpsi obat.
13. Beri plester.
14. Buang spuit dan jarum ke tempat
sampah medis.

e. Injeksi Subkutan
Definisi
Injeksi subkutan (SK) adalah injeksi
sejumlah cairan ke jaringan subkutan,
yaitu di bawah dermis dan di atas otot.
Jnjeksi dilakukan untuk memasukkan
obat yang butuh tingkat absorpsi lebih
lambat dibanding injeksi IM. Jarum
yang digunakan harus melalui epider-
mis dan dermis sehingga dapat men-
capai jaringan lemak subkutan. Obat
yang dapat diinjeksi subkutan: 509
Volume kecil,
Tidak bersifat iritan.
Contoh obat:
Insulin.
Low molecular weight heparin
(LMWH) .
Morfin.
Gambar 3. Pemilihan Tempat Penyuntikan
Imunisasi campak.
pada Regio Deltoid
Definisi
Injeksi intradermal
atau intrakutan (IK)
merupakan injeksi se-
jumlah kecil cairan ke
lapisan dermis kulit.
Biasanya dilakukan un-
tuk prosedur diagnostik,
seperti uji tuberkulin
dan uji alergi. ]arum
yang digunakan biasanya
adalah jarum No. 26 G
(panjangnya Y,, sampai V2
inci). Setelah disuntikkan,
biasanya obat akan mem-
buat "be njolan· kecil di
bawah kulit.
Gambar 4. Posisi jarum untuk penyumikan intrakutan

Langkah Kerja
1. Cuci tangan dan memakai sarung tangan. 10. Jika tidak ada darah, dorong plunger spuit untuk
2. Cek kelengkapan alat:jarum, spuit, expired date. memasukkan obat.
3. Masukkan obat ke dalam spuit. 11. Cabutjarum spuit dan beri plester.
4. Cek identitas pasien. 12. Buang spuit dan jarum ke tempat sampah medis.
s. Memilih lokasi injeksi:
Biasanya di daerah volar atau subskapular; Sumber Bacaan
Daerah inj eksi bebas dari gesekan pakaian. l. Patel N. Khingth D. Palazzo M. penyunting. Venepuncture
6. Lakukan antisepsis menggunakan kapas alkohol (peripheral and femoral) Dalam: Clinical practical proce-
dengan gerakan sirkuler dari dalam ke luar. dures for junior doctors. China: Churchill Livingstone: 2009.
7. Tekan bagian distal lokasi dengan ibu jari tangan 2. Patel N. Khingth D. Palaz20 M. penyunting. Subcutaneous
non-dominan. and intramuscu lar injection. Dalam: Clinical practical proce-
8. Dengan tangan dominan, pegang spuit. miringkan dures for junior doctors. China: Churchill Livingstone: 2009.
15-20° dari kulit. Jbu jari dan telunjuk berada di 3. Center for Disease Control and Prevention (CDC). Guideline
sampingspuit. Jangan letakkanjari di bawah spuit, for isolation precautions: preventing transmission of infec-
karena mengakibatkan sudut leb ih dari 15° yang tious age nts in health care settings 2007. Atlanta. GA: US
berarti jarum berada lebih dalam dari dermis. Department of Health and Human Services. CDC: 2007.
9. Aspirasi untuk melihat adanya darah.

203 •
Koruprtensl IV -
Nebulisasi
•• Sonia Hanifati

Definisi yaitu ukuran droplet, pola inhalasi , dan kondisi paru.


Nebulisasi adalah salah satu terapi inhalasi de- Droplet berkuran besar akan terdeposisi dengan
510
ngan menggunakan alat bernama nebulizer. Alat ini impaksi di daerah percabangan saluran napas sedang-
mengubah cairan menjadi droplet aerosol sehingga kan droplet yang lebih kecil akan bersedimentasi dan
dapat dihirup oleh pasien. Obat yang digunakan un- berdifusi di saluran napas distal, termasuk alveolus.
tuk nebulisasi dapat berupa solusio maupun suspensi.
Alat
Prinsip Kerja 1. Nebulizer(umumnya nebulizer jet. dapat juga digu-
Obat-obatan yang diberikan dengan nebulisasi nakan kompresor oksigen).
akan terdeposit di saluran napas. Terdapat tiga faktor 2. Masker, mouth piece, atau kanul trakea.
yang mempengaruhi deposisi obat di saluran napas. 3. Konektor.
4. Chamber sebagai tempat penampungan obat. ta dosis yang benar meningkatkan respon terapi.
2. Ukuran masker disesuaikan dengan usia pasien.
Bah an 3. Durasi pemberian harus cukup lama, sampai cairan
1. Obat-obatan, dalam bentuk solusio. Contoh obat dalam chamber habis, biasanya 15-20 menit.
beserta dosis: 4. Hubungkan dengan listrik yang sesuai dengan
a. Beta-2 agonis: salbutamol solusio 2,5 mg/2 cc, keperluan alat.
fenotero l solusio 100 µg/ml. 5. Bersihkan alat dan buang sisa obat setiap habis pe-
b. Antikolinergik: ipratropium bromida solusio makaian. Endapan aerosol akan menganggu efek-
0.25 mg/ml. tivitas pemberian obat. Disinfeksi teratur setiap 24
c. Diuretik, antibiotik, anestesi lokal, surfaktan, jam. Nebulizer diperiksa I tahun sekali.
atau kortikosteroid.
2. Cairan satin normal. Langkah Kerja
1. Siapkan alat dan bahan. Pastikan nebulizer beker-
Indikasi ja, konektor sudah tersambung ke chamber, dan
Asma eksaserbasi, pilihlah ukuran masker yang sesuai. Pastikan
PPOK eksaserbasi, nebulizer sudah tersambung ke sumber listrik.
Fibrosis kistik, 2. Masukkan obat kedalam chamber, tambahkan
Bronkiektasis, cairan salin normal bila diperlukan.
Penumocystic carinii pneumonia pada pasien AIDS, 3. Pasangkan masker dengan ujung chamber sehing-
Prosedur bronkoskopi, ga menempel.
Obstruksi saluran napas pada pasien dengan 4. Nyalakan nebulizer. Apabila nebulizer berkerja
trakeostomi, dengan baik akan terlihat uap keluar dari masker.
Hipertensi pulmonal. 5. Minta pasien untuk melakukan inspirasi dalam
Pemberian obat melalui nebulisasi dipikirkan dalam melalui masker selama uap keluar.
tiga kondisi utama: 6. Tunggu sekitar 15-20 menit sampai uap habis.
1. Pasien membutuhkan bronkodilator dosis tinggi. 7. Periksa respon pasien terhadap obat.
2. Pasien membutuhkan obat inhalasi, seperti recom- 8. Apabila hendak mengulangi nebulisasi disarankan
binant human deoxyribonuclease (rhDNase) atau pemberian jeda selama 15-20 menit.
antibiotik yang tidak bisa diberikan lewat rute lain.
3. Pasien yang tidak dapat menggunakan alat lain Sumber Bacaan
atau dalam situasi seperti asma akut berat di mana 1. European Respiratory Society (ERS). ERS guidelines on the
penggunaan alat lain untuk terapi dirasa sulit. use ofnebulizers. Eur Respir J 200 1; 18:228- 42.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPQ. Asma: pe-
Hal-hal yang harus diperhatikan selama nebulisasi: doman diagnosis dan penatalaksanaan d i Indonesia. Jakar-
1. Tipe obat dan dosis. Pemilihan obat yang tepat ser- ta: PDP!: 2012.

204 Pungsi Pleura


••
Kompelensi Ill


Pungsi pleura atau torakosentesis adalah pengeluaran
Sonia Hanifati

pada perneriksaan USG atau foto lateral dekubitus)


cairan dari dalam rongga pleura. dengan penyebab yang belum diketahui.
Efusi pada gaga] jantung kongestif: unilateral atau 511
Tujuan efusi rnenetap lebih dari 3 hari.
Prosedur diagnostik pada pasien dengan efusi pleu- Terapi pada efusi pleura masif.
ra akibat penyebab yang belum diketahui;
Prosedur terapeutik untuk pasien yang mengalami Kontraindikasi
sesak akibat efusi pleura. Tidak ada kontraindikasi absolut untuk prosedur ini.
Kontra indikasi relatif diantaranya:
Indikasi Perdarahan diatesis yang belurn terkoreksi.
Efusi pleura yang signifikan secara klinis (>I 0 mm Selulitis di daerah yang akan dipungsi.
Tabel 2. Penyebab tersering efusi berdasarkan jenis cairan.

Tr ansudat Eksudat

Sering Gagal jantung kronis Efusi parapneamonik


Sindrom nefrotik Keganasan
Sirosis hati dengan asites Emboli paru
Penyakit kolagen vaskular
Pankreatitis
Tuberkulosis
Post cardiac injury syndrome

Jarang Dialisis peritoneal Kilotoraks


Urinotoraks Uremia
Atelektasis Perforasi esofagus
Emboli paru Penyakit terkait abestos
Miksedema Reaksi induksi obat
lnfeksi virus
Yellow nail syndrome
Sarkoidosis

Alat dan Bahan 12. Dressing untuk penutup Iuka.


1. Alkohol 70% sebagai cairan antiseptik.
2. Kasa. Persiapan
3. Sarung tangan dan duk steril. Sebelum memulai prosedur, beberapa ha! yang wajib
4. Klem hemostat. dikerjakan:
s. Lidokain. 1. Identifikasi pasien.
6. Spuit I 0 cc dan jarum 22 G dan 25 G. 2. Tandai daerah yang akan dipungsi.
7. Kateter intravena 18 G atau 20 G. 3. Koordinasi dengan tim sebelum prosedur dimulai.
8. Spuit 60 cc.
9. Three-way stopcock. Langkah Kerja
10. Kanul drainase {bisa menggunakan kanul intra-ve- 1. Pasien diposisikan dalam keadaan duduk , condong
na/infus set). ke depan dengan kedua tangan beristirahat di atas
11. Tabung spesimen dan kontainer/wadah besar un- meja didepannya.
tuk pengumpulan cairan. 2. Tentukan kadar efusi dengan penurunan fremitus,

~--------·Garis lengah hemitoraks

~-------Tempat penusu kanjarum

' ._ ,

512
IA.
~~ \
Saraf dan
pe mbuluh darah

\
Cfr:c~~
Gambar I. Kiri: Lokasi penusukan sebaiknya I -2 ruang interkosta dibawah efusi. 5- 10 cm lateral da ri tulang belakang.
Kanan: Lakukan penusukan sepanjang batas superior iga untuk mencegah cedera saraf dan pembuluh darah.3
Tabel l .Kriteria Light's untuk Membedakan Cairan Pleura Tra n- Tabel 3. Diagnosis Definitif Berdasarkan Analisis Cairan Pleura.
sudat dan Eksudat.
Diagnosis Kriteria
Jcnis Ras10 Protein Rasia LOH LOH
Urinotoraks pH<7. transudat. ras io kreatinin pleura/
Cairan Pleura/ Pleura/ Scrum
serum >l
Serum Serum
Empiema Pus. ditemukan mikroorganisme dengan
Transudat s 0.5 s 0.6 s200 u/ L
pewamaan Gram atau kultur
Eksudat >0,5 >0,6 >200 u/L
Keganasan Uji sitologi positif
Kilotoraks Trigliserida > 11 0 mg/dL. chylomicron
bunyi redup saat perkusi, dan penurunan suara
Tuberkulosis. BTA positif atau terdapat
napas pada auskultasi. Pungsi dilakukan satu atau
infeksi jamur mikroorganisme dalam pewarnaan atau
dua interkostal di bawah batas efusi dan 5-10 cm
kultur
lateral dari vertebra. Untuk menghindari kompli·
kasi intra-abdomen, jangan memasukkan jarum di Hemotoraks Hematokrlt >50% darah
bawah kosta 9. Ruptur esofagus pH<7, am ilase tinggi
3. Tandai daerah yang akan dipungsi, lakukan tinda-
kan antisepsis, dan pasang duk steril.
4. Anestesi epidermis yang menutupi tepi superior tuhkan aspirasi lebih banyak, misalnya untuk tu-
kosta bagian bawah interkosta yang dipilih, meng- juan terapeutik, stopcock dapat disambungkan ke
gunakan lidokain 1-2% danjarum 25 G. wadah drainase. Kemudian buka stopcock ke arah
s. Masukkan kembali jarum 22 G di tepi superior pasien dan drainase. Cairan yang didrainase tidak
kosta. Lakukan anestesi lokal dan tarik plunger boleh melebihi 1500 cc untuk sekali pengambilan,
spuit secara bergantian setiap memperdalam in- untuk menghindari terjadinya re-expansion pulmo-
jeksi 2-3 mm untuk menghindari penusukan intra- nary edema.
vaskular sekaligus memastikan bila jarum sudah
menembus pleura. Has ii
6. Untuk menghindari jejas di saraf dan pembuluh da- Cairan pleura langsung dikirim ke laboratorium
rah, jarum tidak boleh menyentuh bagian inferior untuk dianalisis. Secara umum cairan pleura dapat
kosta. dibagi menjadi dua, yaitu transudat dan eksudat. Per-
7. Berhenti memperdalam jarum ketika cairan pleu- bedaannya dapat dilihat pada Tabel I.
ra sudah teraspirasi dan injeksikan lidokain untuk
pleura parietal yang sangat sensitif. Ingat dalamnya Komplikasi
penetrasi jarum sebelum mencabutnya. Nyeri. batuk-batuk. dan infeksi lokal.
8. Pasang kateter intravena 18 G ke spuit, tusuk- Pneumotoraks jarang terjadi,
kan jarum sepanjang tepi superior kosta, sambil Edema paru postekspansi jarang terjadi.
menarik plunger spuit terus menerus. Ketika cairan
pleura sudah masuk, hentikan penusukkan jarum Sumber Bacaan
lebih dalam. Masukkan kateter secara perlahan, l. Patel N. Khingth D. Palazzo M. penyunting. Pleural aspira-
dan cabut jarum dari kateter. Tutup lubang dari tion (of fluid or air). Dalam: Clinical practical procedures for
ujung kateter dengan jari untuk mencegah ma- junior doctors. China: Churchill Livingstone: 2009.
suknya udara ke rongga pleura. 2. Patel N. Khingth D. Palazzo M. penyunting. Chest drain in·
9. Sambungkan kateter dengan spuit besar dan three- sertion and management. Dalam: Clinical practical proce-
way stopcock. Dengan posisi three-way stopcock dures for junior doctors. China: Churchill Livingstone: 2009.
terbuka ke arah pasien dan spuit, aspirasi 50 cc 3. Thomse n TW. DeLaPena J. Setnik GS. Thoracocentesis. N
cairan pleura untuk analisis diagnostik. Jika dibu- Engl J Med. 2006:355:e 16.

513
205 Pungsi Suprapubik
KompC"tcnsi JJJ

••
• Sonia Hanifati

Definisi anestesi infiltrasi pada lokasi yang ditentukan


Pungsi suprapubik merupakan prosedur untuk dengan lidokain.
mendapatkan urine langsung dari kandung kemih. 5. Lakukan aspirasi selagi menusukkan jarum ke
Prosedur ini bisa bersifat diagnostik maupun terapetik. kandung kemih dengan jarum 22G yang terpasang
pada spuit I 0-20 cc hingga urine muncul. Arah
Indikasi penusukan pada dewasa sedikit ke kaudal. pada
Berbagai indikasi pungsi suprapubik adalah: anak sedik.it ke sefal.
Retensi urin, 6. Jika insersi tidak berhasil, jangan cabut jarum
Urinalisis atau kultur urine pada neonatus dan sepenuhnya. ]arum ditarik perlahan hingga ujung-
anak kurang dari 2 tahun, nya berada di subkutan kemudian arahkan kembali
Fimosis, 10° ke arah lain. Jangan mencoba lebih dari 3 kali.
Jnfe ksi kronis uretra/kelenjar periuretra, 7. Ketika urine sudah diambil, cabut jarum, dan tekan
Striktur uretra, tempat insersi jarum perlahan dengan kasa steril.
Trauma uretra. 8. Urin ditempatkan di kontainer steril untuk urinali-
Kontraindikasi sis/kultur.
Pungsi suprapubik tidak boleh dikerjakan dalam kondi- Sumber Bacaan
si berikut: 4. Boyd LA. Suprapubic catheter care and troubleshooting.
Kelainan perdarahan, Dalam: Cam po TM. Lafferty KA. penyunting. Essential pro-
Distensi abdomen, dures for practitioners in emergency. urgent. and primary
Organomegali masif. care settings. Amerika Serikat: Spri nge r: 20 I I .
5. Purno mo BB. Dasa r-dasar urologi. Edisi ke-3. Jakarta: Sa-
Alat dan Bahan gung Seto: 20 I I.
1. Sarung tangan dan duk steril.
2. Povidon iodin.
3. Lidokain 1-2%, spuit, dan jarum.
4. Spuit I 0 cc atau 20 cc steril.
5. ] arum 22 G.
6. Kateter Folley.
7. Kit untuk sistostomi (bila akan dilan-
jutkan dengan prosedur sistostomi) .
8. Kontainer steril untuk spesimen
urin.
9. Dressing steril.

Langkah Kerja
1. Pasien berada dalam posisi supinasi.
Area abdomen dan suprapubik ha-
514 rus jelas tervisua!isasi.
2. Lokalisasi kandung kemih (se-
baiknya dengan ultrasonografi ; Bila
tidak tersedia, dapat dilakukan se-
cara palpasi ± 2 cm di atas simfisis
pubis).
3. Lakukan antisepsis dengan povidon
iodin.
4 . Palpasi simfisis pubis, lakukan Ga mbar I. Pungsi Supra pubik
Spirometri
Sonia Hanifati

Defi nisi kelamin, dan tinggi yang sama.


Spirometri merupakan sebuah metode untuk menilai PPOK dapat didiagnosis bila FEY1<80% dari
fungsi paru dengan mengukur volume udara yang nilai prediksi dan FEYl / FYC<0,7.
dapat pasien keluarkan setelah inspirasi maksimal. Derajat obstruksi berbanding lurus dengan pe-
nurunan FEY I.
Jndikasi Asma dapat menunjukkan abnormalitas yang
Penderita asma dan PPOK stabil, sama dengan PPOK.
Evaluasi penderita asma setiap tahun dan penderita
PPOK setiap 6 bulan, Pola Kurva Spirometri
Setiap keluhan sesak, Dari gambaran kurva spirometri akan diperoleh
Pasien yang akan dianestesi umum, tiga buah pola, yakni:
Pemeriksaan berkala pekerja yang terpajan zat, 1. Normal: FEY l dan FYC di atas 80% nilai pre-
Pemeriksaan berkala pada perokok. diksi, rasio FEYl/FYC di atas 0,7.
2. Obstruktif: FEY l di bawah 80% nilai prediksi,
Kurva Spirometri FYC normal atau berkurang, rasio FEY l/FYC
Gambaran kurva spirometri dapat dilihat di Gam- di bawah 0 ,7.
bar I. Tiga hasil penting spirometri: 3. Restriktif: FEY I normal a tau sedikit berkurang,
6. Forced expiratory volume I (FEV I) : volume udara FYC dibawah 80% nilai prediksi, rasio FEY 11
yang dapat diekspirasi pasien dalam detik pertama FYC normal (lebih dari 0 ,7).
ekspirasi paksa.
7. Forced vital capacity (FVC) : volume udara total yang Sumber Bacaan
dapat diekspirasi paksa dalam satu napas. 1. British Thoracic Society (BTS) Chronic Obstructive
8. FEY l/FYC (indeks Tinneau-Pinelli) rasio FEY I Pulmonary Disease (COPD) Consortium. Spirometry in
dibanding FYC yang dinyatakan dalam persentase. practice. Second edition. London: BTS COPD Consor-
tium: 2005 .
Catatan lain: 1. Barre iro TJ. Perillo I. An approach to interpreting spi-
Nilai FEY 1 dan FVC dinyatakan dalam persentase rometry. Am Fam Physicia n. 2004 Mar 1:69(5) :1107-
terhadap nilai prediksi untuk kelompok usia, jenis 15.

Volume
(Liter) 4 .EY.~..... ·· ---- -- --- ----················ · · ·······:::
····:::
···:::
···:::
· · ··:::
·· ·:::
···::;:
···:::
···:::
····"'
···::::
-·= -·=
-··~
·· -------------Normal

- - - - -- - - - - Obstruktff

515

'----+----.,..----,----~---.,..---.,..----,---- Waktu (detik)


0 6
Gambar l . Pola Normal dan Obstruktif pada Kurva Spirometri
Volume

Normal

Obstruktif

Waktu

Volume

Normal

Restriktif

Waktu
Gambar 2. Pola obstruktif dan Restriktif pada Ku rva Spirometri

207 Splint dan Cast


••
Kompc:temilll

• Sonia Hanifati

Splint dan cast dibuat dengan tujuan imobilisa- Langkah Kerja


si pada kasus-kasus ortopedi. Keduanya membantu 1. Periksa ekstremitas yang terkena beserta Iuka-Iuka
penyembuhan. mempertahankan posisi tulang, mengu- yang ada. Nilai status neurovaskular sebelum dan
rangi nyeri, dan membantu kelemahan otot sekitar sesudah pemasangan splint/cast.
jejas. 2. Ukur panjangp/aster/gips yang dibutuhkan dengan
mengukur langsung bahan di samping ekstremitas
; 516 Indikasi yang terkena. Lebihkan 1-2 cm di masing-masing
Indikasi pemasangan splint dan cast adalah: ujung untuk menghindari pemendekan akibat
Fraktur, proses pencelupan.
Sprain. 3. Untuk splint, lapisan plester adalah 6-10 lembar
Jejas jaringan lunak yang berat, untuk ekstremitas atas dan 12-15 lapis untuk ek-
Reduksi dislokasi sendi, stremitas bawah.
Keadaan inflamasi: artritis, tendinopati. tenosino- 4. Celupkan plester ke dalam air, tunggu sebentar
vitis. hingga menjadi lunak. angkat, dan biarkan hingga
Tabel I. Perbedaan Splint dan Cast

Splint Cast

Konstruksi Non-sirkumferensial Sirkumferensial

lndikasi Manajemen Akut Manajemen Lanjutan

Pertolongan primer. dapat pula definitif Biasanya definitif


Fraktur sederhana dan stab il. sprai n. gangguan Fraktur kompleks
tendon. gangguan jaringan lunak

Keuntungan Cepat dan mudah ImobUisasl lebih efektif


Bisa statis dan dinamis Sebagian besar merupakan terapi definitif
Komplikasi terkait tekanan (sindrom
kompartemen, nekrosis, pemecahan kulit)
lebih jarang
Mudah dilepas
Lebih mudah melihat lokasi jejas

Kerugian Kepatuhan pasien rendah Waktu aplikasi lebih lama


Tidak bisa digunakan sebagai terapi defini tif Risiko komplikasi lebih besar
pada fraktur tidak stabil

air tidak menetes lagi.


5. Untuk splint, letakkan plester di atas lokasi, ratakan Komplikasi
hingga plaster halus, lalu bentuk sesuai dengan ek- Sindrom kompartemen,
stremitas yang terkena. Cedera termal.
6. Untuk cast, plaster disusun secara sirkuler mem- Infeksi bakteri/jamur,
bungkus ekstremitas. Bungkus secara tindih- Dermatitis,
menindih 50% dari lapisan sebelumnya. Kaku sendi.

Durasi Splint dan Cast Sumber Bacaan


Lama pemasangan splint dan cast bervariasi. Splint I. Boyd AS. Benjamin HJ. Asplund C. Principles of casting and
biasanya merupakan terapi temporer atau sementara splinting. Am Fam Physician.2009;79(1):16-22, 23-24.
sebelum dilakukan terapi definitif berupa cast. Cast 2. Boyd AS. Benj amin fU. Asp lund C. Spl int and cast: indica-
sendiri dilepas bila sudah terjadi penyembuhan frak- tions and methods. Am Fam Physician. 2009;80(5):491-9.
tur (union ), terutama bila kalus yang terbentuk dirasa
sudah cukup kuat, biasanya berkisar antara 3-6 bulan.

Venaseksi
Sonia Hanifati

Venaseksi merupakan salah satu prosedur yang


penting dalam resusitasi pasien syok hipovolemik. Indikasi
Pasien yang membutuhkan akses vena segera setelah
517
Lokasi usaha akses vena perifer lainnya gaga!.
Vena safena magna merupakan vena yang paling Kontraindikasi
sering dipilih untuk venaseksi. Vena ini merupakan Selulitis, trombosis vena, koagulopati.
vena paling panjang dan besar di tubuh. Bagian vena
safena magna yang dipilih biasanya di pergelangan Alat dan Bahan
kaki karena letaknya yang superfisial sehingga mudah 1. Masker, sarung tangan steril, duk steril, gaun steril,
dipalpasi. Selain itu, akses di tempat tersebutjuga tidak alkohol, povidon iodin.
mengganggu usaha resusitasi lain yang lebih banyak 2. Kasa, spuit 5cc, jarum No. 25 G.
dilakukan di daerah dada dan kepala. 3. Kulit kepalael dengan pisau/ bisturi No. 10 atau
11 , klem bengkok hemostat,
gun ting.
4. Kateter intravena No. 14 G
atau lebih besar.
5. Infus set/kanul. turniket.
6. Benang silk 3-0. benang
nilon 4-0, jarum cutting.

Langkah Kerja
1. Pasien diposisikan telentang
dengan kaki rotasi eksterna.
c
2. Turniket bisa dipasang di
atas pergelangan kaki bila
diperlukan.
3. Lakukan asepsis dan anti-
sepsis dikerjakan dengan
menggunakan kasa alkohol
dan povidon iodin.
4. Pad a daerah venaseksi,
lakukan anestesi infiltrasi
dengan lidokain 1% pada
daerah venaseksi.
5. Insisi kulit transversal
sepanjang 2.5 cm.
6. Diseksi tumpul jaringan
subkutan dengan klem
bengkok. paralel terhadap
arah vena.
7. Bebaskan vena dari dasar
sepanjang 2 cm. g Gambar 1. Prosedur venaseksi. Sumber:
8. Dengan klem bengkok. Roberts: Clinical Procedures in Emergency
letakkan benang silk mele- Medicine. 5th ed
wati bawah vena yang su-
dah terlihat. di bagian prok-
simal dan distal.
9. Ligasi bagian distal vena
dan biarkan ujung bebas
benang untuk traksi.
10. Lakukan penarikan/traksi
benang proksimal untuk membuat vena lebih ter-
papar dari dasar.
11 Lakukan venotomi transversal kecil (kurang dari
50% diameter vena) dengan kulit kepalael. Hati-
hati agar tidak memotong seluruh vena.
12. Masukkan kateter vena (ukuran l 4G a tau lebih)
melalui venotomi kemudian fiksasi dengan benang
proksimal.
518 13. Sambungkan dengan infus set/kanul intravena. tu-
tup insisi dengan jahitan

Sumber Bacaan
l. American College of Surgeons (ACS) Committees on Trau-
ma. Advanced trauma life support (ATLS) student course
manual. Edisi ke-9. 2012.
Daftar Obat Kegawatdaruratan

Golongan Dosis \ Kategori


Na ma Sediaa n1
Obat Dewasa Pediatrik KPhamil<lnll

Henti Jantung

Am iod aron Pengham- Dosis pertama 300 mg JV Dosis pertama 5 mg/ KgBB JV D Amp/Via l 3 mL (Lar
bat kanal bolus. dosis kedua 150 mg bolus. dapat diulang hingga 50 mg/ mL)
K· (Kelas JV bolus. 2 kali.
110
Epinefrin Agon is a ,. 1 mg JV/ JO bolus ce pat. 0.01 mg/ KgBB JV/ IO. dapat c Am p 1 mL (Lar 1
(Lar a ,. f3 ,. dapat diulang 3-5 men it diulang 3-5 menit bila perlu. rng/ mL)
1: 10.000) {3 ,-ad- bila perlu . Dosis via ETT (Lar I: 1000)=
renergik Dosis via ETT (Lar 0.1 rng/ KgBB [tidak melebi-
1: 1000)= 2-2.5 mg hingga hi 2.5 mgJ setiap 3-5 menit
terjadi sirkulasi spontan hingga terjad i sirkulasi spon-
atau tersedia akses JV / JO. tan atau tersedia akses JV/ JO.

Takiaritmia

Adenosin Agen puri - 6 mg IV / JO bolus ce pat. Dosis pertama 0.1 rng/ KgBB c Via l 2 rnL (Lar 3
nergik Bila tidak ada respon. JV / JO bolus ce pat (maksimal rng/ mL)
berikan 12 mg IV/ IO bolus 6 mg) .
ce pat. Dosis kedua 0.2 mg/ KgBB
JV / IO bolus ce pat (maksirnal
12 mg).

Amiod aron Pengham- 150 mg IV selarna 10 5 mg/ KgBB N ! IO selama D Am p/Vial 3 mL (Lar
bat kanal menit. dilanjutkan 1 mg/ 20-60 menit. 50 mg/ mL)
K· (Kelas menit selarna 6 j am. lalu
111) 0.5 mg/ menit selama
18jam.

Diltiazem Pengham- 0.25 mg/KgBB IV selama c Via l 5 mL (Lar 5


bat kanal 2 menit. (Bi la perlu. ulangi mglmL)
Ca2 • Non- 0.35 mg/ KgBB sebanya k
DHP I kali) Lanjutkan dengan
5- 15 mg/jam.

Lidokain Pengham- 1-1.5 mg/ KgBB IV. 0.5· 1 mg/ KgBB IV/ IM/ ET B Vial 30 mL (Lar 30
bat kanal dilanjutkan 1-4 mg/ menit. bolus (maksimal 100 mg). mg/ mL) :
Na+ (Kelas dilanjutkan 20-50 µg/ KgBB/ Vial 30 mL (Lar I 0
IB) menit JV. mg/ mL) :
Amp 2 mL (Lar 20
mg/mL)

Propanolol Penyekat 0.5- 1 mg JV selama 5 c Vial I mL (Lar I


(3 non- me nit, dilanjutkan l - 10 mg/ml)
selektif mg/jam.

Verapamil Pengham- 2.5-5 mg JV selama Usia 1-15 tahun: 0,1-0.3 c Amp/Vial 4 ml (Lar
bat kanal 1-2 menit. (Bila perlu. mg/ KgBB JV (maksimal 5 2.5 mg/ mL)
Ca 2• Non- tambahkan 5-10 mg mg) JV selama 2 menir:
519
DHP selama 15-30). Lanjutkan dosis kedua (tidak melebih i
dengan 5-20 mg/jam. 10 mg) dapat diberikan
se telah 30 menit.
Bradiaritmia

Atropin Antiko- Dosis awal 0.5 mg IV 0.02 mg/ KgBB IV bolus. c Am p I mL (Lar 0.25
sulfat linergik bolus. dapat diulang setiap dapat diulang I kali. Dosis mg/ ml):
muskarinik 3-5 menit. Maksimum maksimal 0.5 mg. Amp I mL (Lar 0.5
3 mg. mg/ ml):
Amp I mL (Lar I
mg/ ml).

Epinefrin Agonis a 1
• 2-10 µg/menit IV. 0.0 I mg/ KgBB IV/ IO. dapat c Amp I mL (Lar I
a " /3 ,. diulang 3-5 menit bila perlu. mg/ ml)
(Lar f3 , -ad- Dosis via ETT (Lar I: I 000)=
1:10.000) renergik 0. 1 mg/KgBB [tidak melebihi
2.5 mg] setiap 3-5 menit
hingga terjadi sirkulasi
spontan atau tersedia akses
IV/ 10.

Vasodilator

Nikardipin Nilrat 5- 15 mg/jam IV. c Vial 50 mL (Lar I


mg/ 5 mL)

Nitroglise- Nitrat I 0-1000 µg/ menit IV. c Vial I 0 mL (Lar 5


rin mg/ I mL)

Nitropru si- Nitrat 0.25- 10 µg/KgBB/menit 0.25- 10 µg/KgBB/menit IV. c Vial 5 rnL (Bubuk
da IV. maksimum I 0 µg/ KgBB/ I O mg/ mL)
menit (6 µg/ KgBB/men it
pada neonatus).

Vasopresor dan [notropik

Dobutamin Agonis 2-20 µg/ KgBB/ menit IV. Dosis awal 0.5- 1 µg/ KgBB/ B Am p 5 mL (Lar 50
resepwr dosis titrasi. menit IV, dapat dilanjutkan mg/ ml)
{3 -ad- 2-20 µg/ Kg/ men it dosis
renergik titrasi. Vial 20 mL (Lar
(/3 ,> /3 ,) 12.5 mg/ mL)

Dopam in Agon is 0.5-2 µg/KgBB/rnenit IV. Dosis awal 1-5 µg/ KgBB/ c Amp 5 mL (Lar 40
reseptor dosis titrasi. menit IV. dapat dilanjutkan mg/ml)
a. /3.D 2-10 µg/KgBB/menit IV. 5-20 µg/KgBB/menit IV
dosis titrasi. dosis titrasi.
>I 0 µg/ KgBB/ menit IV,
dosis titrasi.

M ilr inon Pengham- 50 µg/ KgBB IV bolus I 0 c Vial I 0 mL (Lar IO


bat PDE menit. dilanjutkan 0.25- mg/ ml)
0.75 µg/ KgBB/ menit IV.

Norepine- Agon is a1 1-40 µg/ menit IV. dosis 0.05-2 µg/ KgBB/ menit IV. c Am p 4 mL (Lar I
frin adrenergik titrasi. dosis titrasi. mg/ mL)

Vasopresin Agonis 0.0 1-0. I U/menit IV. dosis c Vial I mL (Lar 20


resepto r V 1 titrasi. U/ mL)

520
Antlkonvulsan

Diazepam Benzod i- 5- 10 mg IV/IM bolus Per rektal: 5-10 mg/ rektal. D Amp 2 ml (lar 5
azepin 5-10 men it. dapat diu lang maksimal 2 kali pemberian mg/ ml):
hingga maksimum 30 mg. dengan jarak 5 menit. Tube rektal 2.5 ml
IV / IO: 0.25-0.5 mg/ KgBB IV I (10 mg):
IO. kecepatan 2 mg/ menit. Tube rektal 2.5 ml
maksimum 20 mg. (20 mg).

Fenitoin Golongan I 0 -15 mg/ KgBB IV Iambat. 20 mg/ KgBB IV drip 20 D Vial 5 ml (lar 50
hidantoin kecepatan 25-50 mg/ menit dalam NS 50 ml. mg/ml)
menit. Rumatan I 00 mg Dosis maksimal I g. Rumatan
IV / PO setiap 6-8 jam. 5-7 mg/KgBB IV 12 jam
kemudian.

Feno bar- Barbiturat 15-18 mg/ KgBB IV. 20 mg/ KgBB IV. kecepatan D Vial 2 ml (lar I 00
bi ta I (Agen kecepatan 25-60 mg/ 5-10 menit. maksimum I g. mg/ ml)
hipnotik menit dalarn 20 menit. Rumatan 4-5 mg/ KgBB IV 12
sedatif) maksimum 30 mg/ KgBB. jam kemudian.
Magnesium Larutan ion Eklampsia: loading 4-6 g IV bol us selama 15-20 menit, B Vial 20 ml (lar 0.5
su lfat 20% inorganik di lanjutkan rumata n 1-2 g/jam IV. g/ ml): Vial 50 ml
(Lar 0.5 g/ ml)

Sedasi

Fentan il Opioid 0.5-2 µg/KgBB IV bolus. c Amp I 0 ml (lar 50


dilanjutkan 50-800 µg/ µg/ ml)
jam.

Ketamin Agen 1-4 .5 mg/ KgBB IV bolus. N Vial I 0 ml (Lar I 00


hi pnotik mg/ml)
sedatif

lorazepam Benzodi- 0.0 1-0. I mg/ KgBB/jam IV. D Vial I ml (Lar 2


azepin mg/ ml)

Midazo lam Benzodi- 0.5-2 mg IV bolus dalam 5 0.2 mg/ KgBB IV bolus. D Vial I 0 ml (La r 5
azepin menit: dapat dilanjutkan dilanjutkan 0.02-0.4 mg/ mg/ ml):
0.02-0. I mg/ KgBB/jam JV. KgBB/jam IV.
Vial I 0 ml (lar I
mg/ ml):

Morfin Opioid 1-30 mg/jam IV Usia <30 hari: 0.3- 1.2 mg/ c Vial IO ml (25
KgBB/ hari IM/ SC dibagi per mg/ ml)
4 jam: atau 0,005-0.03 mg/
KgBB/jam IV Iambat.
Bayi dan Anak: 0,05-0.2
mg/ KgBB IM / SC setiap 2-4
jam: tidak melebihi 15 mg/
kali dosls.

521
Sedasi

Nalokson Antagonis 0,4-2 mg IV selama 2-3 Pasca-anestesia dengan c Vial IO mL (Lar 0.4
opioid menit. Dapat diulang opioid: mg/mL)
hingga dosis maksimum Neonatus: 0.0 I mg/ KgBB IV
IO mg. melalui vena umbilikalis/ IM/
SC: dapat ditambahkan 0.1
mg/ KgBB bila perlu.
Anak: 0.0 I mg/ KgBB IV satu
ka li. dapat diulang 0.1 mg/
KgBB.

Propofol Agen 1-3 mg/KgBB IV bolus. Usia 3-16 tahu n: 2.5-3.5 mg/ B Amp 20 mL (Lar I 0
hipnotik dilanjutkan 0.3-5 mg/ KgBB IV selama 20-30 detik. mg/ mL)
sedatif KgBB/jam. dilanjutkan 0. 125-0.3 mg/
KgBB/ menit IV.

Pelumpuh Otot (untuk pemasangan EIT dan ventllasi mek anik)

Atrakurium Penyekat 0.4-0,5 mg/ KgBB < I bulan: kontraindikasi: c Vial 5 mL (Lar 10
neuro- IV selama 60 detik. I bulan -2 tahun: 0.3-0.4 mg/ mL)
muskular dilanjutkan 0.08-0. 1 mg/ mg/ KgBB IV:
KgBB IV selama 20-4 5 >2 tahun: sama seperti
menit. Rumatan dapat dewasa.
diulang setiap 15-25
men it.

Cisa trak- Penyekat 0.15-0,2 mg/ KgBB IV. Usia 1-2 4 bulan: 0.15 mg/ B Vial 5 mL (Lar 2
urium neu- dilanjutkan rumata n 0.03 KgBB selama 5- 10 detik mg/mL)
romuskular mg/KgBB IV. 40-50 menit bersamaan dengan opioid
setelah dosis awal: 0.15 atau halotan.
mg/ KgBB IV. 50-60 menit Usia 2-12 tahun: 0.1 -0.15
setelah dosis awal: 0.2 mg/ KgBB selama 5-15 detik
mg/ KgBB IV. bersamaan dengan opioid
atau halotan.

Pankuro- Penyekat 0,06-0.1 mg/ KgBB IV Neonatus: 0,02 mg/KgBB c Amp 2 mL (Lar 2
nium neu- bolus. IV. dilanjutkan 0,05-0.1 mg/ mg/ mL) :
romuskular KgBB IV per 0.5-4 jam. Vial 5 mL (Lar 1
Usia > 1 bulan: 0,04-0.1 mg/ mg/ mL)
KgBB IV. dilanjutkan 0,015-
0. I mg/KgBB IV per 30-60
men it.

Rokuronium Penyekat 0.45-0.6 mg/ KgBB IV Sama seperti dewasa. Rapid- c Vial 5 mL (Lar 10
neu- bolus. sequence intubation tidak mg/ mL)
romuskular Untuk rapid-sequence dianjurkan pada anak.
incubation: 0.6- l.2 mg/
KgBB IV dosis tunggal.
dilanjutkan 0.1-0.2 mg/
KgBB IV setiap 20-30
menit.

Suksinilko- Agonis 0.3-1.1 mg/ KgBB IV dosis 1-2 mg/ KgBB IV dosis c Vial l 0 mL (Lar 20
lin reseptor tunggal. tunggal. atau 3-4 mg/KgBB mg/ mL)
ACh niko- IM dosis tunggal. Usia <6
522 tinik atau 3-4 mg/ KgBB IM tahun diperlukan rumatan
dosis tunggal. 0.3-0.6 mg/ KgBB IV dalam
5- 10 menit.
Agen lnhalasi

lpratropium Antiko- lnhalasi 500 µg setiap Bayi dan anak: 250 µg B Lar inhalasi 0,025%
bromida linergik 6-8jam. setiap 6-8 jam
Usia > 12 ta hun: 250-500 µg
setiap 6-8 jam

Salbutamol Agon is lnhalasi 2.5-5 mg setiap 0,05-0, 15 mg/ KgBB setiap c Lar inhalasi 0. 1%

/l,-ad- 2-4jam. 4-6jam.


renergik

Terbutalin Agonis lnhalasl 0.2-0.4 mL. dapat 0.2 mg/ KgBB. Maksimum B Lar inhalasi 0. I .
/3 2-ad- diulang dalam 15-30 6 mg.
renergik men it

Agen Lainnya

Aminofilln Pengham- 5.5 mg/ KgBB IV selama Bila belum pernah diberikan: c Amp IO mL (Lar 24
bat PDE 20 menit. dilanjutkan 0, 1- 5-7 mg/ KgBB lV selama 20- rng/ mL)
1 mg/ KgBB/jam IV. 30 menit.
Rumatan:
Usia 5-6 bulan: 0.5 mg/
KgBB/jam IV
Usia 6-12 bu lan: 0,6-0,7 mg/
KgBB/jam IV
Usia 1-9 tahun: 1 mg/ KgBB/
jam IV
Usia 9-12 tahun: 0,8-0,9 mg/
KgBB/jam IV
Usia 12- 16 tahun: 0, 7 mg/
KgBB/jam IV

Manitol Larutan 1,5-2 g/KgBB l V selarna 0,25- 1 g/KgBB l V, c Kolf 250 mL; Kolf
20% hiperos- 30-60 menit, dapat dilanjutkan rumatan 0.25-0.5 500 mL.
molar diulangi setiap 6- 12 jam g/KgBB IV per 4-6 jam.
untuk menjaga osmolaritas Osmolaritas: 1098
310-320 mOsm/ L. mOsm/L.

Ach: acethylcholine: DHP: dihidropiridln: D: dopamin: FIT: endotracheal tube; PDE: phosphodiesterase
Keterangan: •Dosis untuk kegawatdaruratan: 8Sesuai kategori keamanan obat menurut FDA: <sediaan obat dapat berbeda sesuai
produsen.

523
2. Nilai Rujukan Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1. Nila i Norma l Hematologi dan Koagulasi

Anal it Spesimen Unit Konvensional


Eritrosit WB
Laki-laki dewasa 4.30-5.60 x 10 6/ mm 3
Perempuan dewasa 4.00-5.20 x 10 6/ mm3
Hemoglobin
Plasma p 0.6-5.0 mg/ dL
Whole Blood WB
Laki-laki dewasa 13.3-16.2 g/dL
Perempuan dewasa 12.0-15.8 g/dL
Mean corpuscular hemoglobin (MCH) WB 26. 7-3 1.9 pg/sel
Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) WB 32.3-35.9 g/dL
Mean corpuscular volume (MCV) WB 79-93.3 fL
Hematokrit WB
Laki-laki dewasa 38.8-46.4%
Perempuan dewasa 35.4-44.4%
Red cell distribution width (RDW) WB < 14.5%
Retikulosit WB
Laki-laki dewasa 0.8-2.3% eritrosit
Perempuan dewasa 0.8-2.0% eritrosit
Leukosit
Hitung (WBC) WB 3.54-9.06 x 103/ mm3
Hitung Jenis WB
Basofil 0-2%
Eosinofil 0-6%
Netrofil Batang 0-5%
Netrofil Segmen 40-70%
Limfosit 20- 50%
Monosit 4-8%
Trombosit WB 165- 415x 103/ mm3
Waktu perdarahan/ Bleeding time (dewasa) <7.1 menit
APTT p 26.3-39.4 s
PT p 12.7- 15.4 s
TT (Thrombin time) p 15.3- 18.5 s
I:""'
s:u Fibrinogen p 233-496 mg/ dL
~......
'"I
Produk degradasi fibrin(ogen) p 0-1 µg / mL
s:u D-Dimer p 0.22- 0.74 g/mL
::s
Laju Endap Darah WB
524 Perempuan 0-20 mm/jam
Laki-laki 0- 15 mm/jam
Elektroforesis Hemoglobin WB
Hemoglobin A 95-98%
Hemoglobin A2 1.5-3.1 %
Hemoglobin F 0-2.0%
Tabel 2. Nilai Normal Kimia Darah

Spesimen Nilai Normal


Hepatobilier
Alanin aminotransferase (ALT. SGPT) s 7-41 U/ L
Aspartat aminotransferase (AST. SGOT) s 12- 38 U/ L
Albumin s
Perempuan 4.1-5.3 g/ dL
Laki-laki 4.0- 5.0 g/ dL
Alkalin fosfatase s 33-96 U/ L
Kolinesterase s 5- 12 U/ mL
Gamma-GT s 9-58 U/ L
Laktat dehidrogenase (LDH) s 11 5- 221 U/ L
Bilirubin s
Total 0.3-1.3 mg/ dL
Direk 0.1-0.4 mg/dL
lndirek 0.2- 0.9 mg/ dL
Analisis Gas Darah
[HC0 3 ] 22- 30 meq/ L

Pco2 32-45 mmHg


pH 7.35- 7.45

Po, 72-104 mmHg


Anion gap s 7- 16 mmol/L
Kardiovaskular
B-type natriuretic peptide (BNP) p Spesifik usia danjenis kelamin: < 167 pg/mL
C peptide (dewasa) s. p 0.5- 2.0 ng/ mL
Creatine kinase (CK) (total) s
Perempuan 39-238 U/ L
Laki-laki 51-294 U/ L
Creatine kinase-MB (CKMB) s 0.0- 5.5 ng/ mL
Lipoprotein (a) s 0- 30 mg/dL
Troponin I s
Populasi normal. persentil 99 0- 0.08 ng/mL i:::
Ambang infark miorkardium >0.4 ng/ mL
....0.rO
I-<

Troponin T s e
rO
~
Populasi normal. persentil 99 0-0.01 ng/mL
Ambang infark miorkardium 0-0.1 ng/ mL 525

Tumor Marker
CA 125 s 0- 35 U/ mL
CA 19-9 s 0- 37 U/ mL
CA-15-3 s 0- 34 U/ mL
CA27-29 s 0-40 U/ mL
Elektrolit
Magnesium s 1.5-2.3 mg/dL
Natrium s 136-146 mEq/ L
Kalsium s 8.7- 10.2 mg/ dL
Kalsium, terionisasi WB 4.5-5.3 mg/ dL
Klorida (Cl) s 102- 109 meq/ L
Fosfat inorganik s 2.5- 4.3 mg/ dL
Kalium s 3.5-5.0 meq/ L
lmunologi
Komplemen
C3 s 83- 177 mg/ dL
C4 s 16-4 7 mg/ dL
C-reactive protein (CRP) s 0.2-3.0 mg/ L
Faktor Reumatoid S,JF <30 IU/ mL
Ginjal dan Saluran Kemih
Kreatinin s
Perempuan 0.5- 0.9 ng/ mL
Laki-laki 0.6- 1.2 ng/ mL
Ureum
Urea nitrogen s 7- 20 mg/ dL
Prostate-specific antigen (PSA) s
Laki-laki
<40 tahun 0.0-2.0 ng/ mL
>40 tahun 0.0- 4.0 ng/ mL
Besi
Feritin s
Perempuan 10- 150 ng/ mL
Laki-laki 29- 248 ng/mL
Fe s 41 - 141 ng/ dL
Total iron-binding capacity (TIBC) s 251 - 406 ng/ dL
Glukosa Darah
Glukosa darah (puasa) p

~ Normal 75- 110 mg/ dL

~.... Toleransi glukosa terganggu 111 - 125 mg/ dL


>"! Diabetes melitus >125 mg/ dL
SlJ
::I Glukosa darah, 2 jam postprandial p 70- 120 mg/ dL
526 Hemoglobin A" WB 4.0-6.0%
Lemak Darah (Lihat Bab Dislipidemia)
Kolesterol total <200 mg/ dL
Trigliserida <150 mg/ dL
LDL ;:>_60 mg/ dL
HDL <JOO mg/ dL
Fraksi Protein (S)
Albumin 3.5-5.5 g/dL (50-60%)
Globulin 2.0-3.5 g/dL (40-50%)
Alfa 1 0.2-0.4 g/dL (4 .2-7.2%)
Alfa, 0.5-0.9 g/dL (6.8- 12%)
Beta 0.6- 1.1 g/dL (9.3-15%)
Gamma 0.7-1.7 g/dL (1 3-23%)
Protein, total s 6.7-8.6 g/dL
Tiroid dan Paratiroid
Thyroid-stimulating hormone (TSH) s 0.34 - 4.25 µIU / mL
Tiroksin bebas (fl) s 0.8-1. 7 ng/ dL
Tiroksin total (T,) s 5.4-11.7 µg/ dL
Transfer in s 200-400 mg/ dL
Triiodotironin bebas (ITJ s 2.4-4.2 pg/ mL
Triiodotironin total (TJ s 77- 135 ng/ dL
Kalsitonin s
Laki-laki 3-26 pg/ mL
Perempuan 2-17 pg/ mL
Harmon paratiroid s 8-5 1 pg/ mL
Metabolik
Asam urat s
Perempuan 2.5-5.6 mg/ dL
Laki-laki 3.1-7.0 mg/dL
Keton (aseton) S, U Negatif
Laktat P, arteri 4.5- 14.4 mg/ dL
P,vena 4.5-19.8 mg/ dL
Urobilinogen u 0.05-25 mg/24 jam
Keterangan
P: plasma: WB: whole blood (darah utuh): S: serum : U: urin: JF:
joint fluid (cairan sendi):

527
Tabel 3. Nilai Normal Cairan Serebrospinal (CSF)

Komponen NilaiNormal
Osmolaritas 292-297 mosmol/ L
Elektrolit
Na 137-145 meq/ L
K 2.7-3.9 meq/L
Ca 2.1-3.0 meq/ L
Mg 2.0-2.5 meq/ L
CJ 11 6-122 meq/L
pH 7,3 1-7,34
Glukosa 40- 70 mg/ dL
Laktat 10-20 mg/ dL
Protein total
Lumbar 15-50 mg/ dL
Cisternal 15-25 mg/ dL
Ventrikular 6-15 mg/ dL
Albumin 6.6-44.2 mg/ dL
Amonia 25-80 µg/ dL
Kreatinin 0 .5- 1.9 mg/ dL
Tekanan CSF 50-180 mmH 2 0
Volume CSF (dewasa) - 150 mL
Eritrosit 0
Leukosit
Total 0-5 sel mononuklear/mm 3
Hitungjenis
Limfosit 60-70%
Monosit 30-50%
Neutrofil Tidak ada

Tabel 4. Nilai Normal Analisis Feses

Komponen Nilai Normal


Jumlah I 00-200 g/24 h
Leukosit Tidak ditemukan
Nitrogen <2.5 g/24 jam
pH 7.0- 7.5
Darah samar Negatif
Tripsin 20-95 U/g
Urobilinogen 50-300 mg/24 jam

528 Air <75%


Tabel 5. Nilai Normal Urinalisis

Komponen Nilai Nonna!


Kreatinin 1.0-1.6 gl d
Eosinofil <! 00 eosinofil/mL
Glukosa 50- 300 mg/ hari
Mikroalbumin
Normal 0-30 mg/hari
Mikroalbuminuria 30- 300 mg/ hari
Albuminuria klinis >300 mg/ hari
Rasio mikroalbumin/ kreatinin
Normal 0- 30 µg/ mg kreatinin
Mikroalbuminuria 30-300 µg/mg kreatinin
Albuminuria klinis >300 µg/ mg kreatinin
Oksalat
Laki-laki 7-44 mg/ hari
Perempuan 4-31 mg/hari
pH 5.0-9.0
Fosfat (fosforus) (bervariasi dengan asupan) 400-1300 mg/ hari
Kalium (bervariasi dengan asupan) 25-100 meq/ hari
Protein < 150 mg/ hari

Sedimen
Eritrosit 0-2/ LPB
Leukosit 0-2/ LPB
Bakteri Tidak ada
Kristal Tidak ada
Sel kandung kemih Tidak ada
Se! skuamosa Tidak ada
Se! tubulus Tidak ada
Silinder papan Tidak ada
Silinder epitel Tidak ada
Silinder granular Tidak ada
Silinder hyaline 0-5/LPK
Silinder eritrosit Tidak ada
Silinder lilin (waxy) Tidak ada
Silinder leukosit Tidak ada
Natrium (bervariasi sesuai asupan) I 00- 260 meq/ hari
Beratjenis 1.001-1.035
Urea nitrogen 6-17 g/ hari
529
Asam urat (diet normal) 250- 800 mg/hari
3. Kategori Obat dalam Kehamilan

Kategori Obat dalam Kehamilan berdasarkan Food atau studi manusia, dan risiko penggunaan obat ini
and Drug Administration (FDA) melebihi keuntungannya (risk>benefit)

Kategori A Daftar Obat dan Zat Teratogen


Studi pada manusia dengan kontrol yang baik dan Penghambat ACE (benazepril, captopril, enalapril,
adekuat gaga! membuktikan adanya risiko terhadap fosinopril, lisinopril, moexipril. quinapril, ramipril,
fetus selama trimester pertama kehamilan (dan tidak trandolapril)
ada bukti risiko pada trimester selanjutnya) Aminopterin
Horman Androgenik
Kategori B Rokok
Studi pada hewan gaga! membuktikan adanya risiko • Busulfan
terhadap fetus, namun tidak didapatkan studi yang Klorobifenil
terkontrol baik dan adekuat dengan subjek ibu hamil Kokain
Koumarin
Kategori C Siklofosfamid
Studi pada hewan menunjukkan efek samping Dietilstilbestrol
terhadap fetus dan tidak ada studi yang baik dan Etretinat
adekuat pada manusia, namun dengan pertimbangan Flukonazol (dosis tinggi)
manfaat potensial obat ini maka penggunaannya Iodida
diperbolehkan pada ibu hamil (benefit > risk) Isotretinoin
Litium
Kategori D Merkuri, organik
Terdapat bukti positif adanya risiko fetus manusia Metimazol
berdasarkan data efek samping dari investigasi Metotreksat (metilaminopterin)
atau pengalaman pasar atau studi manusia, namun Methylene blue (via injeksi intraamniotic)
dengan pertimbangan manfaat potensial obat ini Misoprostol
maka penggunaannya diperbolehkan pada ibu hamil Penisillamin
(benefit > risk) Fenitoin
• Tetrasiklin
Kategori X • Thalidomid
Studi pada hewan atau manusia menunjukkan Toluen (penyalahgunaan)
abnormalitas pada fetus dan/ atau terdapat bukti positif • Trimetadion
adanya risiko terhadap fetus manusia berdasarkan Asam valproat
data efek samping dari investigasi, pengalaman pasar

Tabel l. Obat-Obatan dan Kehamilan


N.1111.i OIMt K.tt«grn 1

ranitidin B
t'""
Ill 2 azithromisin B

~.... 3 amoksisilin B
'"'I B
Ill 4 sefadroksil
::s 5 siprofloksasin c
530 6 sefiksim B
7 amoksisilin-klavulanat B
8 eritromisin B
9 gentamisin D
JO Jevofloksasin c
11 kaptopril D
12 amlodipin c
13 ambroksol
14 furosemid C, pada HT gestasional = D
15 nifedipin c
16 metildopa B
17 aspirin C, bila dosis penuh pada trimester 3 =D
18 klopidogrel B
19 ISDN c
20 ISMO B
21 klorfeniramin c
22 difenhidramin B
23 cetirizin B
24 loratadin B
25 feksofenadin c
C; bila digunakan jangka panjang a tau menjelang
26 kodein term=D
27 dekstrometorphan c
28 pseudoefedrin c
29 guaifenesin c
30 neomisin c
3 1 streptomisin D
32 albendazole c
33 dietilcarbamazine x
34 ivermektin c
35 mebendazole c
36 prazikuantel B
37 pirantel pamoat c
38 amfoterisin B B
C untuk l 50mg dosis tunggal candidiasis vaginal
39 flukonazol pada bumil; D untuk indikasi lainnya
40 griseofulvin x
.,,i:::
41
42
itrakonazol
ketokonazol
c
c
....p,,..
43 nistatin c s.,,
~
44 terbinafin B
45 dapson c 531

46 arthemeter x
47 artesunat NIA
48 klorokuin NIA
49 primakuin c
50 kina X (trimester pertama)
51 pirimetamin c
52 asiklovir B
53 valasiklovir B
54 meropenem B
55 magnesium oksida (antasid) A
56 aluminum hidroksida (antasida) c
NI A; tidak diabsorpsi, kecil menyebabkan risiko
57 attapulgit saat hamil
58 bismut subsalisilat C; D pada trimester 3
59 loperamid B
60 ondansetron B
61 granisetron B
62 bisacodil c
63 lansoprazol B
64 omeprazol c
65 pantoprazol B
66 metoklopramid B
67 akarbose B
68 metformin B
69 sitagliptin B
70 insulin B
71 glimepiride c
72 dexametason c
73 metilprednisolon c
74 prednison c
75 selekoksib C; D bila >30 minggu
76 diklofenak C; D bila >30 minggu
77 ibuprofen C; D bila >30 minggu
78 ketoprofen B; D bila >30 minggu
79 ketorolak C; D bila trimester 3

I:'"" C; D bila penggunaan jangka panjang atau


Ill 80 asam mefenamat menjelang term

~....
>"(
81 meloksikam C; D bila trimester 3

Ill 82 piroksikam C; D bila trimester 3


~
83 salbutamol/albuterol c
532
4. Sistem Penukar Makanan
Jenis penukar dibuat berdasarkan komponen menu mak, dan (8) makanan tanpa kalori. ldealnya komposisi
4 sehat 5 sempurna yang terdiri atas sumber karbohi- menu dalam sehari terdiri atas 3 kali makan besar dan
drat, protein, sayur, buah, dan susu. Dari 5 komponen selingan di antaranya. Perhitungan kebutuhan kalori
menu tersebut penukar dapat dirinci menjadi 8 kelom- harian dibahas dalam Bab Diet. Contoh jenis makanan
pok, antara lain: (I) sumber karbohidrat, (2) sumber dengan berbagai penukar yang ekuivalen dapat dilihat
protein hewani, (3) sumber protein nabati, (4) sayuran, pada Tabel 1.
(5) buah, (6) susu dan produk susu, (7) minyak atau le-

Tabel 1. Daftar Bahan Makanan dan Penukarnya

Penukar I Penukar 2 Penukar 3 Penukar 4 Penukar 5 Penukar 6 Penukar 7


Sumber Kar- Sumber Sumber Sayuran Bu ah Susu & Mlnyak
bohiclrat Protein Protein (IOOg Produk Susu
Hewanl Nabati mentah/ 1
mangkuk
matang)

Energt Energi: Energl: Energl: 25 Energi: 50 kcal Energi: Energi:


175 kcal 50 kcal 75 kcal kcal Karbo- Karbohldrat: I 2g 75 kcal 50 kcal
Protein: 4g Protein: 7g Protein: 5g hidrat: 5g Protein: 7g Lemak: 5g
Karbohidrat: Lemak: 2g Lemak: 3g Karbohldrat
40g Karbohidrat : IOg
: 7g
Pepaya Duku 9 Alpukat 1/2
Nasi 3/4 gls lkan I ptg Tempe 2 pt
Bayam I ptg bsr buah sdg buah bsr (60g)
(IOOg) sdg (40g) sdg (50g) Tepung susu
(i lOg) (80g) LTJ
ski m 4 sdm
Rot i putih 3 Jambu biji Margarin
Ikan I eko r Tahu I bj bsr Pisang l (20g)
ptg sedang Buncis I buah bsr jagung 1 sdt
(40g) (l IOg) buah (50g)
(70g) (lOOg) (5g) LTJ

Kentang 2 lkan asin Jeruk manis Jambu air


Oncom 2 ptg Kelapa l ptg
bua h sedang I ptg kecil Kol 2 buah 2 buah sdg
kecil (40g) kecil (15g) LJ
(210g) (15g) (l IOg) (l IOg) Yogurt non
Bis kuit fat 2/3 gls
Kelapa parut
krekers 5 Teri kering 1 Kacang hijau Melon l ptg Rambutan 8 (I 20g)
Kangkung 2 1/2 sdm
bua h besar sd m (20g) 2 sdm (20g) bs r (190g) buah (75g)
(15g) LJ
(50g)

Kacang
Ayam tanpa Semangka Salak 2
Mie basah 2 kedelai 2 Kacang Minyak kelapa
kulit 1 ptg I bua h bsr buah sdg
gls (200g) 1/2 sdm panjang I sdt (5g) LJ
sdg (40g) (180g) (65g) Keju l ptg i:::
"',..
(25g)
Hati ayam Kacang
kecil (35g) ..
.....p,
Singkok 1 ptg Ape l I buah Na ngka 3 bj Santan 1/3
(I 20g)
1 bg sedang merah segar Worre l
(85g) (45g) gelas (40g) LJ e
(30g)• 2 sdm (20g)
"'
...:I

533
Penukar I Penukar 2 Penukar 3 Penukar 4 Penukar 5 Penukar 6 Penukar 7
Sumber Kar- Sumber Sumber Sayuran Buah Susu & Minyak
bohidrat Protein Protein (IOOg Produk Susu
Hewani Nabati mentah/ l
mangkuk
ma tang)
Energi: Energi: Energi: Energi: 25 Energi: 50 kcal Energi: Energi:
I 75 kcal 50 kcal 75 kcal kcal Karbo- Karbohidrat: 12g 75 kcal 50 kcal
Protein: 4g Protein: 7g Protein: 5g hidrat: 5g Protein: 7g Lemak: 5g
Karbohidrat: Lemak: 2g Lemak: 3g Karbohidrat
40g Karbohidrat : !Og
: 7g

Jagung Kaca ng Beli mbing Sawo I


Telur ayam I
pipilan I tanah 2 sd m Labu siam I buah bsr buah sdg
btr (55g)'
piring (125g) (15g) (I 40g) (55g)
Daging sapi Keju kaca ng Nanas i / 4
Talas I peg Madu I sdm Susu sapi I
I peg sdg tanah I sdm Sawi buah sdg
(I 25g) (15g) gls (200cc)"
(35g)' (i Sg) (95g)
Kaca ng mete Mangga
Ubi 1 buah Bakso 10 bj Gul a I sdm
I 112 sdm Terong 314 buah
(I 35g) sdg (t 70g)' (13g)
(i 5g) bsr (125g)
Pe nukar 8 air mineral. re h. kepi. gula alternatif. agar-agar, gelati n. air kaldu. kecap. cuka. ketimun. labu
Makanan tanpa kalori air. lobak. /ettuce. selada ai r. tomat. gambas.
gls: gelas: ptg: potong: sdm: sendok makan: sdt: sendok teh: bg: bagian: btr: butir: bj: biji: sdg: sedang: bsr: besar: LT]: lemak tidak jenuh:
LJ: lemak jenuh.
'Kandungan protein ekuivalen 1 penukar. kalori (75kcal) dan lemak (5g) /ebih tinggi
'*Kandungan kalori (125 kcal) dan lemak (6g) lebih tinggi

534
5. Lampiran Formula WHO

Tabel I. Bahan dan Zat Gizi dalam Formula WHO F75, FlOO, dan F l 35 (Kemenkes RI, 20 11 )

BAHAN I 7S 175 d<'ngan tepung l· 100

Susu skim I non fat 25 g 25 g 85 g

Gula paslr lOOg 70g 50g

Minyak kelapa 30 cc 27 g 60cc

Mineral mlx/larutan elektrollt 20 cc 20 cc 20cc

Tepung beras 35

Tambahan air s/d 1000 ml 1000 ml 1000 ml

NILA! GIZI

Energl (kkal) 750 1000

Protein (g) 9 29

Laktosa (g) 13 42

Kalium (mmol) 36 59

Natrlum (mmol) 6 19

Magnesium (mmol) 4.3 7.3

Seng (mmol) 20 23

Tembaga (mmol) 2.5 2.5

%Energi protein 5 12

% Energi Lemak 36 53

Osmolaritas 413 4 19
Catatan: F75 digunakan untuk fase stabilisasi. Fl 00 untuk fase transisi dan rehabilitasi

Cara Membuat Formula WHO Cara Pembuatan Formula Rehydration Solution for
l. F75: Campurkan gula dan minyak sayur. aduk Malnutrition (ReSoMal)
sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix, 1. Cara membuat cairan ReSoMal
kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedi- Bahan:
kit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel. Encerkan Bubuk WHO-ORS untuk 1 liter: 1 pak
dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil dia- Gula pasir : 50 gram
duk sampai omogeny dan volume menjadi 1000 Lautan elektrolit/mineral : 40ml
ml. Larutan ini bisa langsung diminum. Masak se- Ditambah air matang sampai larutan menjadi:
lama 4 menit, bagi anak yang disentri atau diare 2000 mL (2 liter)
persisten. Setiap 1 liter ReSoMal mengandung 37,5 mEq na-
2. F75 dengan tepung: Campurkan gula dan minyak trium, 40 mEq kalium, dan 1,5 mEq magnesium
sayur, aduk sampai rata dan tambahkan larutan
mineral mix, kemudian masukkan susu skim dan 2. Cara Membuat Larutan Mineral Mix
tepung sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan 1 sachet mineral mix (8 gram) dilarutkan dalam 20
berbentuk gel. Tambahkan air sedikit demi sedikit mL air matang untuk pembuatan 1 liter F75/ Fl00/
sambil diaduk sampai homogen sehingga menca-
pai 1000 mL dan didihkan sambil diaduk-aduk
hingga larut selama 5-7 menit.
3. FIOO: Campurkan gula dan minyak sayur, aduk
ReSoMal.
Bila tidak tersedia mineral mix, dapat dibuat cairan
pengganti ReSoMal. Cairan ini menggunakan bubuk
KC! sebanyak 4 gram sebagai pengganti mineral mix.
-
53.
sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix, Namun, cairan ini tidak mengandung Mg, Zn. dan Cu.
kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedi- Oleh karenanya anak perlu diberikan makanan yang
kit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel. Encerkan menjadi sumber mineral tersebut. Dapat diberikan
dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil di- pula MgS04 50% secara IM sebanyak l x dengan do-
aduk sampai omogeny volume menjadi 1000 ml. sis 0,3-2 cc/KgBB.
Larutan ini bisa langsung diminum atau dimasak
dulu selama 4 menit.
6. Lampiran Skor Ballard
Skar Ballard menilai ti ngkat maturitas neonatus berdasar- Korelasi Skar Ballard terhadap usia gestas i jan in adalah:
kan pemeriksaan sistem neuromuskular dan fisik. Skar untuk Ska r 5: 26 minggu
set iap aspek penilaian dijumlahkan dan dikorelasika n dengan Skar I 0: 28 minggu
masa usia gestasi. Penilaian ini ke mudian dapat digunakan un- Skar 15: 30 minggu
tuk menentukan apakah berat badan neonatus tersebut sesuai Skar 20: 3 2 minggu
dengan masa kehamilan atau tidak (dengan kurva Lubschenko) . Ska r 25: 3 4 minggu
Jika jumlah skor bukan kelipatan lima. maka korelasi usia Skar 30: 36 minggu
mengikuti usia terka it yang paling mend ekati. Contoh: Skar 3 5: 3 8 minggu
Skar Ballard total : 35 Usia Gestasi : 38 minggu Skar 40: 40 minggu
Skar Ballard total : 33 Usia Gestasi : 36-38 minggu Skar 45: 42 minggu
Skar Ballard total : 28 Usia Gestasi : 3 4-3 6 minggu Skar 50: 44 minggu

Maturitas
Neuromuskular -1 0 2 3 4 5

Square
window ·~ •+r= •+c -K eM:
(v.TiSl)
1<90' I 90" 160" 1450 ~ 30" r O'

Arm
• •
1' •
...... •
"t' •
1'
"'•
recoil

Popliceal
angle .~
••
-..,
180" 180' -1 40"

.~
110°-140°

• .1.. •-'- ••
.• •
90"-1 IO'

•-'
<90"

.. . .... -·
180" 160" 140" 120" 100° 90" <90°

Scarf sign •
........ -t' • . . •t ....
Heelw
......- ~ •.t ~cW
ear •'aliit'-
Maturitas fisik -1 0 2 3 4 5
permukaan
seperti kertas
mera h seperti gelatinosa. mengelupas daerah pucat. seperti kulit
Ku lit Jengket. friable. ku!it, retak
aga r. tra ns- merah. translu- dengan/ ra npa retak-retak. retak-retak
transparan lebih dalam.
pa ra n sen ruam. sedikit venajarang rnengerut
tidak ada vena
vena

Lanugo umumnya
tidak ada jarang banyak menip!s menghllang
tida k ada

tumlljari kakl hanya Jipalan


Lipata n tanda merah lipatan 2/ 3 lipatan di
40-50 mm:- 1 tidak ada amerior yang
p lanta r sangat sedikit anterior seluruh lelapak
<40mm : ·2 mel intang
t""'
PJ
s.....
'tj
Mammae
tidak teraba
ha mpir tidak
ada
areola datar.
tidak ada
tonjolan
areola sepert i
titik. tonjola n
l -2mm
areo la leblh
jelas. tonjolan
3-4 mm
areola penuh.
tonjolan 5- IO
mm
'"i
PJ kerapatan sedlklt me- bentuknya
::s kelopak mata datar. tetap lengkung. Jebi h baik.
bentuk sem- tulang rawan
Daun te linga p~irna .
memba- tebal. lelinga
Jonggar: - 1 te rlipat lunak. lambat lunak. mudah
lik seketika kaku
536 rapat -2 membalk membal ik

Gen italia skrotum testis bergan-


skrotum rata. testis rnenurun. testis dibawah,
laki-la ki kosong. lidak tung. ruganya
halus sed lklt ruga ruganya bagus
ada rugae da lam

labia mayora klitoris dan


klitoris dan labia mayora
Geni ta lia klitorls menon- dan minora labia rn inora
labia minora besar. labia
perempua n jol. labia rata sama-sama ditutupi labia
menonjol minora kecil
menonjol mayora
i.n.d.e.x.

A
alfa feco protein (AFP) 705, 706
alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
342. 424, 482
albuminuria 72, 93. 528
angina
pektoris 552. 748. 750. 767. 77 3
pektoris stabil 7 48
alfa-1-antitripsin 705 alkalosis 71, 103. 221. 4 15. 625, 628. pektoris tidak stab ii 7 50,
abortus 422 631. 847. 108 1 progresif 752. 753
habitualis 422, 423, 490 alkohol 588, 605. 606. 627, 636. 655. angina chronic inteslinal 594
iminens 423. 423 673. 675, 676. 680. 1002. 1026. angina plaut Vincent 72. 1069
inkomplit 422. 423 a/lerglccrease 1047, 1054 angina sifilitika eritematosa 35 7
insipien 422. 423 allergic salute 104 7. 1054 angioplasti 299, 751. 755
komplit 422, 423 allergic shiner 104 7, 1054 ankilosis 307
provokatus 66 1, 885 alzheimer 502. 906, 908. 960. 1002 ankilostomiasis 71 1
septik 423. 66 1 ambliopia 248 ansiolitik 6
spontan 420. 422. 423 amenorea 4 12. 487. 501. 849. 918. 992 anoreksia nervosa 487. 853. 918
abses 108 ametropia 390 anosmia 1047, 1054
adneksa 470 amiloidosis 650, 757. 764, 766 ansietas 560. 629
apendiks 214 amnesia 903 fobik 915. 916. 926,
epidural 113. 965 anterograd 904. 932 menyeluruh 926
epidural spinalis 966 retrograd 904 antasid 594, 602. 6 11. 6 13. 1105
hepar 264. 371. 588. 67 1, 67 4 amniosemesis 4 14 antenatal. asuhan 4 12
hati amebik 672 amniotomi, alat 428 anti dsDNA 378
intra-abdomen 812 amniotomi 433. 437, 438 antiaritmia 7 5 7
multipel kelenjar keringat 322 anemia 56. 592. 648. antidepresan 54 7. 593, 6 19, 931. 982
orbita 1049 aplastik 50. 388. 652 antiemetik 683. 1031. 1033
otak 907, 947. 993 berat 40, 359. 580 antikoagulan 7, 87. 27 4. 303. 304, 507
parafaring 1088 defisiensi asam folat antikonvulsan 98, 10 1. 104. 257. 521.
paravalvar 7 4 1 defisiensi besi 120.122 991. 995. 1094.
paravertebra 94 1 hemolisis intrakorpuskular 658 antimanik 922. 933
paru 494. 659, 8 16 hemolisis ekstrakorpuskular 658 antiprostaglandin 279. 488
payudara 457. 472 hemolitik 156, 3 14 . 417, 642 antipsikotik 29. 908. 9 12. 929. 930.
pelvis 470 hemolitik autoimun 52. 361. 5 7 2. 932
perianal 35 4 657 Anti-RNP 842
perinefrik 640 kronis 565 antistreptolisin 90
peritonsil 178. 1058, 1070 megaloblastik 654. 656 anulus. dilatasi 776.
psoas 220 mikrositik hipokrom 49. 60. 712 apendisitis 47. 2 13. 711
retrofaringeal 174 normosi tik normokrom 67 1, 741. akut 214. 222
subungual 321 1084 perforasi 226
subperiosteal 1018. 1023 pada kehamilan 408, APGAR 159. 160
tubo-ovarium 214 penyakit kronik 843 anritis
acute respiratory distress syndrome pernisiosa 656 aku t 854
(ARDS) 172. 255. 629. 730. 8 14, 843 sel sabit 2 15 gout 833, 834.
Acquired immunodeficiency Syndrome ANA. uji 378 migratorik 77
(AIDS) 95. 243, 376. 573. 574. 829, anensefalus 4 7 5 non-erosif 843
998 anestesi psoriatik 936
Activated prothrombin time test (APTT) epidermis 513 re umatoid 379. 55 1. 660, 758. 766.
54. 304. 524. 661. 754. 860. 1045 epidu ral 304 septik 174. 243. 244. 79 4.
adenoidektomi 1008. 10 18. 1020. 1050 infiltrasi 518 supurativa 359
adenoma coksik 788. 801. kornea 375 asidosis
adenoma vilosa 628 lokal 186, 191. 197. 198. 202. 270. laktat 578. 580. 628. 664. 781. 798.
afakia 381 275. 447. 5 11. 1071 821.
afon i 1061. 1065. 1066. 1073, 107 4 regional 4 53 metabolik 41. 90. 587. 523. 625.
agorafobia 905, 9 15, 9 16 spinal 304. 504 627. 863. 1081
air fluid level 8 10. 943. 949. 954. 1020. spray 1074 respiratorik 166. 625. 627. 628.
air susu ibu (AS!) 5. 453. 483, 485, topikal 403 63 1
akromegali 29, 223, 992 umum 457. 515, 559, asi tes 495, 512, 694. 697. 699, 706.

I
masif 718 bantuan hidup black dot 3 1 I
refrakter 7 19 - dasar 238 Black's law dictionary 802
volume sedang 699 - lanjut 27 4. 539 black piedra 318
volume besar 699 barium enema 94 4 Blalock Taussig 86
askariasis 709. 710. 7 12 barotrauma 890, I 020 blastospora 350
asma 163. 164. 166, 168, 629, 639. barrel chest 825 black water fever 729
805. 806. bartolinitis 34 2. 365 blefaritis 307
astigmatisma 390. 392 Bartolin, kelenjar 342 blighted ovum 425
atelektasis 154, 166, 175, 177, 265. Barr body 892 blok saraf 54 7
267. 816. 823, 950. 1074 basedow 800 blokade AV
atonia uteri 4 14. 430. 446, 479, 481. Bassini 220 derajat I 757
897 batu derajat II 758
atrofi testis 695. 706. 849 asam urat 278, 279 derajat Ill 758
audible slap I 074 empedu 2 15 blok saraf perifer 187
audiometri kalsium fosfat 279 botulisme 45. 8 14
Bekessy 1028 kalsium oksalat 279 Bouchard. nodus 838
impedans I 037 kolesterol 2 15 Bracht. perasat 4 78
nada murni I 037 pigmen 2 15 Bradiaritmia, 757
tutur 1037 saluran kemih 277 bradikardi
Austin Flint. bising 773 Batu k rejan 73 relatif 7 4, 859
autoimmune hemolytic anemia (AIHA) batuk darah 8 16 Braxton Hicks 412
52.658 BCG 129 Brenner. tumor 493
aborescem mark 890 Behcet. si ndrom 362 Breastfeeding jaundice 156
absance 100 Bekap. pembekapan 87 1. 899 Breastmilkjaundice 156
adi posera 875. 900 Bellocq. tampon I 045 Bronkiektasis 810
Aedes aegypti 68. 7 I 7 Bell's palsy 957 Bronkitis kronik 8 16.
Aedes albopictus 68. 71 7 benang j ahit 196 Bronkodilator 826
afasia 96. 856. 907. 967, 976, 997 benign paroxysmal positional vertigo Bronkografi 8 17
afonia 1065. 1073. 1074 1039 Bronkopneumonia I 7 5
agenesis benda asing Bronkoskopi 81 7. 8 18. 822
renal 415 faring 1049 body mass index. lihat indeks massa
Mtillerian 487 hidung 1042 tubuh
akantosis 307. 351. 821 Jiang telinga 1012. 1025 Bordetella pertusis I 064
akne vulgaris I 0. 3 18, 329 mata 403 bougie 355
algor morris 900 tenggorokan I 072 bradikinesia 904
alopesia 695. 788. 843 berat badan lahir rendah (BBLR) 158 breast conserving therapy 232
analgetik narkotik I 077 beta-hCG 422 bronkiolitis 17 1
analog nu kleosida 686 bercak Buchblatt condyloma 354
anogenital 341 - Koplik 67 Buckle, fraktur 24 1
apple-core appearance 225, 945 - Paltauf 872 bu la
apraksia 907 bilas Jambung 83, I 076 hemoragik 660
arteritis 327 bilious remittent fever 729 hipopion 321
arteritis. giam cell 385 biopsi bull neck I 068
arteritis kranial 376 endometrium 490 Burgemeester's hals I 068
arteritis septik 7 40 hisap rektum 46 bunyi
artralgia 70. 76. 107. 357. 684. 690. core 190 gallop 753
713. 718 eksisi 191 jantu ng tambahan 771
asepsis 188. 191. 270. 4 28. I 089 insisi 19 1 jantung melemah 575
asfiksia 155. 429. 4 77. 871. 899. 983. jarum halus 507 napas tambahan 553
1073. 1074 kulit 190 SI mengeras 77 4
ataksia 96. 104. 11 5. 359 Bishop, skor pelvik 436 S4 769
atresia pulmonal 79. 85 bising Bupivakain 186
aura I 00. 962. 967. 968. ejeksi sistolik 80 bundle branch block 7 5 7
Ausp itz, fenomena 334 menggerendang (rumble) 80 Left 750
autopsi 215. 284, 87 4. holosistolik 85 Right 759
kontinu 82 burut 220
pansistolik 81
B
badan moluskum 319
balanitis 348
usus 586. 602. 606
Bintik bitot 122
bidai 837.
c
cacar air 327
balanopostitis 348 bisul IOI I cacing
Ballard. skor 159 black bi le 2 - cambu k 712

II
- gelang 709 cold stiffening 900 rektal 212
- hati 712 cold turkey 909 saluran cerna 212, 222, 227
- kremi 710 Colles 842, 938 trans hepatik 6 71
- pita 715 Common cold 173, 1046 delirium 908
- tambang 7 11 conjunctiva! limbalgraft 370 delle 319
cadaveric spasm 900 coronary artery bypass grafting (CABG) , demam
CAH, congenital adrenal hyperp lasia 751, 753, 867 berdarah dengue 68, 716
37, 39 cowperitis 341 bifasik 718
cairan resusitasi 563 CPD, disproporsi kepala panggul 4 32 remiten 672
cairan rumatan 563 cradle cap 335 reumatik 76
cairan serebrospinal 976 creeping eruption 31 1 reumatik akut 76
calcitonin gene related peptide 332 Crohn, penyakit 598 tifo id 721
calcium channel blocker 637, 639. 646 crowing 553 demensia 906
Caldwell, posisi 173, 954 Crowning 465, 467 dengue shock syndrome (DSS) 70
Campak, imunisasi 131 CSF, lihat cairan serebrospinal dependen 923
Canalith repositioning therapy 104 1 CTR cardio thoracic ratio 950 depersonalisasi 905
cara cunam depresi 914
Bracht, 478 Elliot,463 segmen ST 739, 752, 759
Klasik, 302 Kielland. 463 depresi ans ietas, campuran 908
Loevset. 478 Piper. 463 dengue blot 720
Mauriceau, 478 Simpson. 462 derealisasi 905
Mueller. 478 Wigley, 463 desidua basalis 4 4 7
Cardiac output 864 Cushing, penyakit 992 deselerasi lambat 445
Carey coombs. bising 76 Cushing, sindrom 149, 907 dermatitis
Carpal tunnel syndrome 245 cutaneous diphtheria 72 atopik 331
Cast516 cutaneous larva migrans. lihat creeping kontak 330
Castor oil 439 eruption neurodermatitis 332
cedera CVP, central venous pressure 864 numularis 333
kepala 889 seboroik 334
kepala berat 986 stasis 333
kepala ringan 984 D dermatofitosis. lihat mikosis
kepala sedang 984 Daldiyono, metode 1 109 dermatografisme putih, lihat white
med ula spinalis 814, 856, 863, 987 dandruff 335 dermatographism
servikal 987 dapsone 314 dermatomikosis, mikosis 316
Cekik 871 Davis Rockey, teknik 214 dermatosis eritroskuamosa 334
Chadwick, tanda. 4 12 DBD 68, 716 deskuamasi 375, 1021
Chain of survival 538 DDS 314 desmopressin asetat 55
Charcot. arthropathy 935, 782. 793 de Quervain's 788 detritus 106 7
Charcot, trias 216 debridemen 253. 375. 376, 472 dexon 196
Cheyne Stokes, pernapasan 866 de fans muskular 7 4, 213 dev iasi septum 1047
Chicken pox 327 defek diabetes melitus 777
Chin lift 553 · septum atrium 80 edukasi 778
choking 553. 87 l, 872 - septum ventrikel 445 gestasional 4 10
chordee 250 Deferoksamin 61 latiha n jasmani 779
CKD-MBD 647 Deferiprox 61 obat hipoglikemik oral 780
Clue. sel 421 Deferasirox 61 pada kehamilan 410
cocktail party deafness. 1028 defibrilasi 540 terapi nutr is i medis 778
concealed hemmorhage 426 defisit sensorik 54 7 tipe 129
Confusion Asssessment Method, CAM defisiensi tipe II 777
6 17 faktor pembekuan 53. 566 diaforesis 82, 815
Coombs 50, 176 glukosa--fosfat dehidrogenase (GPD) diagnosis keham ilan 4 12
Cooper, ligamen 221 52 dialisis peritoneal 6 12. 64 7
Copper wiring, 396 insulin 761 diare
Corkscrew. 459-460 kompleks protrombin akut 584
clay, konsumi 623 laktase kongenital 120 akut dehidrasi ringan sedang 4 1
clay-coloured faeces piruvat kinase 658 akut dehidrasi berat 42
CLL, leukemia granulositik kronik 662 zat besi 120 inOamatorik 584
clubbing fingers, lihatjari tabuh 85 dekompensasi kord is 72 kronik 584
cluster type headache 858 dekompensasi sirosis 697 osmotik 584
cold abscess I 004 dekompresi sekretorik 584
cold nodule 238 laminektomi 966 diastolic ru mble 80
cold shock 858 nervus fasialis 958 diatermi 837

III
diatom 872 parapneumonik 5 12
diatesis hemoragik 897 E pleura 69. 182. 605. 666. 811
diet edema- perikarditis 763
alergi 14 anasarka 11 6. 722. 839. 848, 849 perikardial 76. 267. 764
diabetes melitus 18 generalisata 723 perikardium 766
lambung 16 glotis 363. 544 send i 56
ginj al 16 interstisial 726 subdural 106
hipertensi 15 kaput pankreas 606 teli nga tengah kronik 1021
hati 17 kelopak mata 90. 396, 1032 transudarif 8 12
lbu hamil 18 konjungtiva 922. 425 ekimosis 660
jantung 15 kulit kepala 899 periorbita bilateral 985
rendah kolesterol 15 laring 553. 861 mastoid bilateral 985
rendah purin 16 nonpitting 725 di sekitar tumor 248
usia lanjut 18 papil 715. 888. 1046 eklampsia I 094
difteria 71 paru 7 1, 7 43, 753, 84 7. 854. 865 ekokardiografi 76. 82. 551. 741. 776
difteria, vaksin 131 perifer 645, 694. 699 Doppler 867
dinner fo rk deformity 842 pitting 303, 725 dua dimensi 87. 773
disartria 954. 960. 971 pu lmonal 862 perikarditis konstriktif 766
disentri 985 serebri 735, 856. 885 stres 750
dislokasi 240 ekstremitas 665. transtorakal 760
dispareunia 346 efek samping transvaginal 78
disritmia 866 agen antipsikotik 930 ekolalia 9 10.
distensi abdomen 414. 606 agen antiansietas 932 eksan tema 35 7, 850. 1056
distensi uteru s 46. 426 allopurinol 834 eksentrasi 2 15
disuria 34 1. 342. 346. 348. 365 amfoterisin B 1002 ekstirpasi 874. 1060
divertikulitis Meckel 214 antiglaukoma 387 ekstraksi
diplopia monoku lar 389 antikolinergi k 597 benda asing 1025
directly obse1ved treatment shortcourse antihipertensi oral 639 cu nam 452. 464. 466, 474
(DOTS) 828 antihipertensi parenteral 64 3 DNA 887
disease modifying antirheumatoid drugs benzodiazepin 6 18 endoskopi I 073
(DMARD) 837 dapson 3 14 gigi 54. 1082
diseksi aorta 642 depresi napas 754 katarak 41 1
disfagia 654 dilator higroskopik 437 vakum 4 70. 485. 488. 491
dislipidemia 783 ekstrapiramidal 48 ektropion 2 18. 398, 499
dispepsia 592 kardiovaskular 6 14 elefantiasis 725
displasia bronkopulmoner 154 kolitis iskemik 597 elek troforesis
dispnea nokturnal paroksismal. PND konstipasi 597 gel 887
772 kortikosteorid sistemik 826, 844 Hb 50. 655, I 097
disproporsi sefalopelvik, Ii hat CPD 432 metildopa 4 18 protein 650
disseminated intravascular coagulation metotreksat 83 7 elektrokardiografi (EKG) I 79, 299. 736.
660 miopati 8 744. 749. 752. 764. 853. 854
distosia ballll 4 59 misprostol 438 elektrokokleografi I 032.
disuria 640 neuroleptik 618 emboli 471. 651
divertikulitis 2 14. 22 1. 224 neuritis perifer 994 kardiak 746
DJJ 4 12. 4 13. 428 OAINS nonselektif 548 karotis 385
Douglasi, kavum 432, 4 70 obat antituberkul osis 325. 831 paru 177. 552. 766. 812. 8 16. 505.
Down, sindrom 29. 39. 126 obat hipolipidemik 786 512
drainase postural 818 obat untuk LES 844 pu lmonal 750. 753. 765
drug induced hepatitis 83 1 opioid 549 seprik 670
drug induced lTP 668 pengobatan anafilaksis 862 udara 567. 629. 890. 897
double chin 459 penyekat adrenergik alfa-1 selektif embolisasi 247. 301
drum st ick 892 286 emerropia 390
dry powder inhaler 189 PGE l 83 emfisema 815. 880, 883
duh tubu h suplementasi besi 51. 52 paru 1074
seropurulen 346 terapi insulin 28, 804 polimielitis 629
uretra 34 1 teofilin 167 pulmonal 176
vagina 342. 346 toksisitas metabolik 5 77 subkutis 951.
Duhamel 212 efusi empiema 596.
duktus arteriosus paten 81 chylous 666 endarteritis 381
Dunphy 214 eksudati f 8 12 endoftalm itis 393. 396. 4 12
sendi 936 endokarditis 664. 679.
otitis media I 0 19. I 050 bakterialis 679. 949

IV
infektif 8 13. 845. nodosum 354. 599 universalis 336
nonbakterial 84 1 nodusum Jeprosum 314 erosi 614
orbita 954 nodus 322 dentin 609
endometriosis 8 16. 84 1 orofaring 87. 255 hati atau empedu 7 15
endometritis 442. 446. 481. 487 palpebra 397 juksta-artiku laris 936
endometrium 84 1 palmaris 695. 706 kartilago 1063
endoskopi 592. 600. 6 IO perianal pada papu l 38 1
biopsi 597. 6 14 sirk umskrip pembuluh darah 722
transnasal 1008 tidak ter kendali 720 plak 753
Ultrasonografi 592. 594. eritemacosa. batas tegas 33 1 tulang 836. I 0 I 0
endoskopik eritemacosa. plak 332 erythema
sfingerocomi 67 4 eritemacosa. makula 107. 35 1 M igrans 322
ligasi variseal 701 eritemacosa. papul 307. 327 Marginatum 77
terapi 697 eritemacosa. nodul 324 Nodosu m 322
engorgement. breast 456. 472 eritematosa. sifilitika 35 7
ensefalitis 37. 67. 11 2, 13 1 eritroleukemia 57 F
akut 68. 96 erupsi 28 1 facies
toksoplasma 581. 999. 1000 akniformis adenoid 104 7
pasca-in feksi 97 eritematosa cooley 60
sekunder 96 kulit akut bulldog 360
viral 95. kulit sekunder masked 97 1
ense falopati 682. 821. obat alergik failure to thrive 1 18. 136
aku t 468 papular pruritik 5 7 4 fakolisis 389
hepatikum 64, 694. 696. 701, 703. poliformik faringitis 194
907 estrogen 677 bakterial 76
hepatik rekuren 704 defisiensi 840 difteri 173
hipertensif 91. 642. 979 eksogen kronik 1059
hipoksia 856 terapi 628 streptokokal 76. 17 4. 1058
HIV 575 eviserasi 227 terapi 1069
renal 6 17 eczema viral 1057
urem ikum 635, 645 herpeticum 327 fatigue 49. 56
enteric fever 72 1 vaccinatum 327 feokromosicoma 29. 635. 852
entropion 373. 399 egg-on-a-string. appearance 86 feritin, serum 50. 61. 121. 654, 660,
enukleasi 406 eksisi 325 679.695
enzyme linked immunosorbent assay biopsi 19 1 fecor hepatikum 694
(ELISA) 575. 690. 7 14 . 725. 999 eksisional 31 1 fibrilasi, atrial 78. 7 46. 758. 766. 787
epididimitis 724 kuli t di atas kista 192 rapid vemricular response 761
epifora 957 polip total 225 fibr ilasi. ventrikel 540, 623. 763. 855.
epilepsi 715. 843. 883. 908. 961 pterigium 370 fibrinol isis 66 1
granmal 9 12 radi kal 725 fibr inolitik 660. 7 17. 838
psikomocor 903 sirkumferensial 2 18 terapi 753. 754
etiologi 973 sisi kuku 197 fi lariasis 723. 724
episiotomi 430. 448 tangensial 25 1, 255 filling defect 225. 295. 945. 953
midline 452 ekskoriasi 331. 332. 337. 1057 fimosis 197. 277. 5 14
mediolateral 4 52 eksositosis. tulang hidung 307 fistel 322
meluas 452 eksocoksin 71. 332. 10 19 bronkopleura 270
episkleritis 599. 836 stafilokokus 400 multipel 316
epistaksis 849. 1044. 105 1, 1074 ekstirpasi 192. 87 4. 1060 fisura 217, 3 15. 603. 793
anterior 104 4 eksudasi 173. 243. 1010 ani 45. 46
berulang 1054 eksudatif 590 horizontal 951
t idak terkendali 740 diare 58 4 interlobaris 154
perdarahan efusi 812 ireguler 358
posterior 1044, 1045 laringitis 1065 oblik 95 1
epsilon amino capro ic acid (EACA) 66 1 sekret 1013 fixed drug eruption 322. 336
eritema 154. 155. 275. 368. ablasio retina 381. 382 flail chest 178. 265. 266. 629. 814
dan skuama 334 ektima 32 1 flare 371. 380
difus 349 sifilitikum 357 aqueous 379
lokal 855 enterokolilis 46. 21 1 hepatitis 687. 688
maku ler nekrotikan neonatal 2 12 flegmon 322. 4 72
marginatum epidermolisis 322 parametrium 4 70
mukosa hidung 173 erisipelas 32 1, 326 flexibilitas cerea 904, 9 11
multiforme 354. 82 1 eritroderm a 335 fluor albus 349. 35 1

v
anterior 504 garis Kerley B 846
flushing 83. 4 4 1
okuli 354. 360 gargling 1073
flutter. atrial 761
uteri 4 13. 430. 445. 476, garis fraktur 24 1
fobia
involusio 4 5 1 multipel 949
khas916
fundus kopi I 00. 102. 370. 382. 384 zigomatikoorbita 260
spesifik 9 16
funikulitis 342 gastritis
sosial 915. 93 1
furunkel 321 akut 180
fo likel 368
kronis 59 1
tiroid
gastroenteritis akut 308. 3 19
rambu t 3 11. 32 1
pilosebasea 3 18. 329
G gauging 275
gaduh gelisah 91 1 gawat napas 154
matang dari ovarium 491
gaga! ginjal gej ala
fo likulitis 3 18
akut 88.90. 626. 632, 639, 698. depersonalisasi 905. 91 O
profunda 321
699. 729. 730, 755. 848. 849. 856, depresi 9 15. 9 18. 9 19. 93 1
superfisialis 321
979 depresif91l.914
fonofobia 967. 982
kronik 620. 624. 759, 764. 766 derealisasi 905. 91 O
forseps intubasi (Magill) 54 1
gagal hati 4 72. 549. 671. 685, 692. somatik 9 17
fotofobia 682. 690. 7 18. 726. 788. 967
707, 79 1 Gell & Coombs 5 70
fotopsia 381. 382. 396
akut 633, 683. 703 gerakan paradoksal flail chest 265
fo tokoagulasi
gagal jantung Ghan, tekn ik 828. 875
inframerah 2 18
diagnosis 7 4 4 giant cell arteritis 384. 385
laser 397
kanan 766, 767. 769, 775. 776 giant condyloma 351
fraktur 241. 617. 788. 794. 950
kiri 767. 846 gibbus 941
avu lsi 947
kongestif74 l. 767, 774 gigi Hutchinson 360
basis kranii 403. 555. 987, 997
gagal ventrikel kiri 866 ginekomastia 37, 639. 695. 706, 787
Calles 938
gagging 87 1 gingivitis 343. 575
dentoalveolar
galaktorea 487. 992 ginjal polikistik 953. 634. 645
femur 939
gamma-am inobutyric acid (GABA) 703. gips 5 16, 892
fragilitas 84 I
916. 932. 973. 982 glaukoma
hairline 937
gangguan akut 372
iga 228. 265. 8 15. 94 7
afektif 9 1 1. 933 kronis 385
klavikula 4 6 1
akomodasi 404 neovaskular 384. 406
komplet 240
ansietas menyeluruh 917 sekunder 385
kompresi vertebra 856
ansietas fobik 916. 926 sudut tertutup 385
kondilus
cemas menyeluruh 917. 920. 926 glomerul one frit is
koronoid
ekstrapiramidal 48. 416 akut 89. 648
mandibula 262
endokrin 29. 487 kronis 90
laring 872
haid 485. 487 membranosa 650
maksila 261. 954
kepribad ian pascastreptokokus 89
metafisis-diafisis 938
ambang 922 glomerulosklerosis fokal dan segmental
Monteggia 938
anankastik 922 90. 650
osteoporotik 842
antisosial 922 gnatoskizis 37 3
orbita 954
dependen 923 goiter endemik 80 I
panggul 84 1
emosional tak stabil 922 golongan
pelvis 290
histrionik 922 opiat 602. 99 1
patologis 280. 359
impulsif 922 prokinetik 594
rootlet 1028
menghindar 922 gonioskopi 372
sendi 838
paranoid 92 1 gonore 34 1
sinus frontalis 954
skizoid 92 1 diseminata 343
Smith 938
kognitif 51. 140 gout 833
suprakondilar
mental organik 906 grand mal 962
subkondilus 954
neurotik 915 granuloma 307. 324. 544. 764
terbuka 242
obsesi kompulsi 926, 931 granulomatosis
tibia terbuka 30 I
otonom 965 Wegener 379. 647. 1037)
tulang tengkorak 899. 948
panik 178, 9 15. 916. 9 17. 920, 926, Graves. penyakit 787
vertebra 94 I
931 Greenblatt. tanda 354
wajah 259
pendengaran akibat bising 1028 Guillain Barre. sindrom 114. 723. 814,
Zigomatikomaksilaris 995
psikotik 1002 815
Framingham. kriteria 7 44
soma tik I 002 guma 307
fresh frozen plasma (FFP) 54. 661. 755.
somatisas i 594
859. 978
tingkah laku 924. 925
friction rub 76. 764. 816
gangren 298
fundus 460.

VI
H skrotalis 205
herniasi
hipopion 321. 371
hipopituitarisme 487
halitosis l 062. l 070 diskus 965. 989 hipoproteinemia 93
halusinasi 903, 905- 10 herniorafi 220 hiposmia 173. 104 7
heartburn 608 herniotomi 206, 220 hipospadia 249
heat shock protein 605 herpes hipotensi 852, 862. 865
heaving 771 ensefalitis 97 hipotiroidisme kongenital 38
Heberden. nodus 838 simpleks 308 hirschsprung 211
He gar zoster 309 histerektomi 491
busi 20 I hesitancy 285 histrionik 922
tanda 412 heterokromia 406 HIV 573. 993
Heimlich, perasat 554 hidrokel 725 Hodge. bidang 463
hematemesis testis 206, 284 Hodgkin
melena 614. 694. 700, 706, 8 16 hidronefrosis 277, 952 limfoma 665
halogen 189. hidrops hordeolum 400
Hb Bart's 60 endolimf I 03 I Hughes, klasifikasi 402
HbeAg 63. 684. 686 fetalis 60 Huntington 906
HbF 49. 60. 1086 hidrosefalus 107, 111 , 989, 991
HbH 60 hidrotoraks 699
HbsAg 63, 454, 683. 685, 705
heat cramps 890
hifa 316, 350, I 087 I
hifema 404 identifikasi personal 891
heat exhaustion 851 high pitched cry I 07 immune thrombocytopenic purpura
heat stiffening 900 himen 503. 870 (ITP) 58
heat stroke 851 hiperaldosteronisme primer 636, 7 4 7 lgG anti-HBc 684
Heimlich; gerakan 554 hiperemesis gravidarum 4 15 lgM anti-HBc 685
Hemangioma 24 7 hiperinflasi paru I 7 1 ikterus
Hema tom 4 7, 260 hiperinsulinisme 791 fisiologis 155
hematoma hiperkalemia 16, 88, 623. 634. 639 neonatorum 155
epidural 984 hiperkalsemia 592. patologis 155
subdural 984 hiperkeratosis 331 ileus 943
hematotoraks 26 7, 269 hiperko!esterolemia 93. 783 mekanik 221
hematuria 89, 90. 93. 290. 293. 633, hiperlipidemia 649, 783 paralitik 222
641, 647, 720, 1091 hipermenore 487 impetigo 320
hemisfer 98, 100, 899. 962 hipermetropia 390 implan koklea 1029
hemiparesis 96, 960. 984, 989, hiperparatiroidisme 277 implanon 485
hemiplegi 11 2 hiperpigmentasi 67, 3 15, 332 imunisasi 129
hemisensorik 967 hipersalivasi 48, 4 15. 733 induksi persalinan 436
hemodialisis 624, 631. 647 hipersplenisme 61 infark miokard 7 48
hemofilia 53 hipertensi infeksi
hemoglobinuria 89, 652, 658. 730 primer 635 intrapartum 449
hemokromatosis 705 pulmonal 750. 775 nifas 469
hemolisis 656 renal 884 saluran kemih 91. 640
hemoptisis 8 16 sekunder 635 infertilitas 489
hemoroid 2 17 vena pulmonal 769 insufisiensi adrenal 34
hemoroidektomi 2 18 yang berhubungan dengan kehami- insulin 29-32, 777-782
hemosiderosis 6 1 lan 416 intoksikasi 907, 1073
Henoch Schonlein, purpura 90. 94, 64 7 hipertiroidisme 787 intoleransi laktosa 41
henti hipertrofi intubasi 541
j antung 5 19, 538, 539, 767 adenoid 1049 inversio uteri 447
napas 809, 856. l 081 atrium kanan 77 4 irigasi 402, 1025
hepar. pembesaran 943 prostat 284
hepatitis ventrikel kanan 83
akut 62, 690
fulminan 64
ventrikel kiri 7 42
hipnotik 908
J
Jackson 252, 1072
hepatomegali, hipoalbuminemia 649, 694, 846 Janeway, lesi 7 40
hepatosplenomegali 59, 65, 7 15 hipoglikemia 790 jari tabuh 85, 626, 810. 820, 822
herald patch 335 hipokalemia 622 Jones. kriteria 76
hernia hipokalsemia 63 i jahitan
abdominalis 219 hipokloremia 631 jelujur 218
inguinalis 205, 219 hipokondriasis 9 16 kendali 199
strangulata 205 hipomania 9 13 kontinu 221
nukleus pulposus 963 hiponatremia 620 kulit 958

VII
matras 500 hipermatur 389 kematianjanin 308. 424. 445. 468. 856
pembuluh darah 30 I imatur 389 kematianjanin intrauterin 438. 661
simple interrupted 202 insipien 392 kemosis 368. 373. 400. 849
subkutis I 91. 192. komplikata 389 kemoterapi 236. 352. 495. 652. 991.
tebruka 470 matur 389 993. 1053,
teugel 199 Morgagni 389 adjuvan 225
jarum subkapsu lar anterior 332 multiagen agresif 57
atraumatis 194 katatonik 904. 911 paliatif 823
cutting 196. 198. 269. 518 kateter standar 664
traumatis 194 Folley 437. 5 14. 1046 keracu nan 872
jerat 871. 872. 888. 899 intravena 5 18 antikolinergik 852
pembuluh darah 156 barbiturat 885
Swan-Ganz 866 barium 623
K urin 2 12, 222. 228. 504 botulinum 178
kaku mayat vena subklavia 273 Jogam 592
kaki diabetik 782. 792. 796 vena unbilikus 160 logam be rat 60 I. 8 7 4
kalazion 400 kateterisasi makanan 585
kalium permanganat 190 jantung 81 t imbal 49. 60
kandidosis 31 7 kandung kemih 9 1 organofosfat 605
genitalis 348 uretra 371 keratomalasia 122
vu lvovaginalis 350. 42 1 vena pasca-bedah 27 1 Kerley. garis 846
kanker kavum Douglasi 342 Kernig. tanda 96, 107. 112
endometrium 127, 490. 491. 492 KB, pil 486 ketergantungan obat 919, 920, 928,
kolorektal 223 keham ilan 412 932,
ovarium 493. ektopik 214. 500 ketuban pecah dini (KPD) 106, 161.
paru I 89. 818. 820. ektopik terganggu 424 421. 436. 439. 442.
payudara 231. 232. 965. 992 ganda 158. 4 76 Ketoasidosis Diabetikum (KAO) 33.
serviks I 27. 496-8 kembar 416. 436. 440 796,853
tiroid 237 prematur 4 4 2. kriteria diagnosis 797
Kaposi. sarkoma 764. 99 I keilosis 656 protokol 798
kaput suksadeneum 899 keinginan bunu h diri 912, 922 koagulasi intravaskular diseminata (KID)
karbunkel 32 I kejang 621, 730. 852, 871. 986. 427. 472
karditis 77, 78 absans 962 Kiesselbach. pleksus 1045
kardiomiopati 767 fokal 961 kifosis 181
dilatasi 743. 762 fokal kompleks 961. 962. kifosis vertebra 1004
hipertrofi 7 4 3 generalisata 997 Klinefelter. sindrom 29
klasifikasi 768. 768 klon ik 962 kista
primer 743 mioklon ik 962 aterom 192
restrikt if7 4 3 otot 1076 Baker 836
sekunder 7 4 3 tonik 962 duktus koledukus 65. 946
tako-tsubo 866 tonik-klonik 962 kongenital 271
karsinoma umum 961 nabothi 499
adenoid kistik 229 yang tidakt terkontrol 692 hidatid 507
endometrium 491 kelenjar ovarium 214. 414
in-situ 232 Bartolin 342 sebasea 220
invasif 232 Cowper 341 sinovial 964
kantong empedu 215 endokrin 61 subkondral 935
kolorektal 222. 224 getah ben ing regional 294 subkortikal 834
laring limfe regional 111. 223. 225 retensi 884
nasofaring lim fe inguinal 280 koarktasio aorta 79
paru Littre 34 1 kolangitis 2 16, 6 7 5. 7 15
papiler 237 mammae 37. koledokolitiasis 215. 592, 594. 606.
prostat 287 Meibom 397, 398. 400 673. 67 4. 1090
rektum 217 parotis 229 kolelitiasis 599. 673. 723
sel basal 191. 338 periuretra 514 kolesistektomi 590. 6 7 5
sel skuamosa 191. 280. 323, 338 pros tat 285. 34 2 kolesistitis 215, 592, 606. 673. 67 4
sel transisional 294 retroperitoneal 495 kolesteatom 1010. 102 I. 1023. 1024
serviks 496. 498 sebasea 329. 334. 352 kolitis
tiroid 236. 238. tiroid 38. 40 amebik akut 672
kartu baca 393 Tyson 341 be rat
Snellen. chart 377. 378. 390. 393 keilitis angular 574 iskemik 585. 590
katarak 388. 844 keloid 340 pseudomembran 586. 590

VIII
radiasi 590 mieloblastik akut 57 malabsorpsi
ulseratif 598. 600. 655. 1085 mielomonositik 660 asam empedu 590
kolonoskopi 222. 225, 226. 587, 590. promielositik 660 asam folat 656
596. 598, 602, leukoplakia 575 karbohidrat 41. 590. 1085
kolostrum 412. 453, 454. 456 leukore 412 lemak 41
kolporeksis 480 lidah tifoid 74 protein 41
kolposkopi 351. 499. lidokain 512 959. 1092 vitamin 812
kondom 446. 482, 484, 497 liken malaria
konjungtivitis 67. 173, 327, 343. 368. skrofu losorum 324 berat 730
akut 372 likenifikasi 330. 33 1lipoma 192 falsiparum 729
alergi 330 lilitan tali pusat 429 kuartana 729
bilateral non-puru len 87 limfadenitis 828 - laten 729
fliktenularis 181 limfadenopati 657. 666 - malariae 729
gonore 344 generalisata 643 ovale 729
unilateral 354 preaurikuler 106 relaps 729
kontusio jantung 266 limfangitis 828 tertiana 729
kor pulmonal 7 43 limfedema 725 vivaks 729
Koriokarsinoma 37. 820. 991 limfoma mallory weiss 700
Kramer. penilaian 155, 156 Hodgkin 665 malapresentasi 473
kraniotomi 979, 998 imunoblastik 666 mamografi 232
krikotirotomi 107 4 malignum 355 manajemen laktasi Oihat Jaktasi)
krioterapi 312. 339. 382. 497 litotripsi 279 mania 913
kriptokokosis 575 littritis 341 mantoux. tes 181
liver mortis 899 maserasi 898
Loeffler 709 rnastektomi
L Loevset 478 radikal klasik 235
labia 479 lokia 451. 452 radikal dimodifikasi 236
labirinitis 1030 alba 452 sederhana 236
lakrimasi 957. 959, rubra 452 mastitis 456
laktasi 453 serosa 452 mastoidektomi I 0 I 0
laminektomi 964 lower urinary tract symptoms 285 mastoiditis 1009
lampu Wood 31 7 L-tiroksin 40 ma ti
laringektomi I 062 Iuka batang otak 899
laringitis 1064 bacok 889 cara 874
akut 1064 bakar 890 klinis 899
kronik 1065 ir is/ sayat 889 mekanisme 87 4
tuberkulosis 1066 kekerasan setengah tajam 889 sebab874
laringoskopi 54 4 kekerasan tajam 889 seluler 899
Le Fort. kla.sifikasi 261. 954 kekerasan tumpu l 888 serebral 899
left bundle branch block (LBBB) 750 lecet 888 somatis 899
lensa 388. 390. 87 5 menghisap 296 suri 899
Leopold 413 petir 890 mauriceau, perasat 4 78
lepra 312 robek 888 mc-cune albright. sindrom 37
lepromatosa 3 13 suhu rendah 890 mean corpu scular volume (MCV) 49.
Leptospiremia 726 tangkis 889 524 , I 083. 1097
leptospirosis 726 tembak 890 measles 67
Letulle, teknik 876 trauma listrik 890 megakolon 45. 21 1
LES (Lupus Eritematosa Sistemik) 84 2 trauma kimia 890 meibom. radang kelenjar 397
derajat berat 843 tercemar 396 mekoniurn
derajat ringan 84 3 tusuk 889 aspirasi 154
lesi percobaan 889 warna 432
aktif 1086 Lund dan Browder 254 melena 224, 586, 694
Janeway 741 lupus vu lgaris 323 meniere, penyakit 1031
tuberculosis 829 meningismus 96, 723
letak meningitis
lintang 436. 4 76 M aseptik 95
sungsang 4 77 m. Jeprae 312 bakterial is 105, 993
leukemia madarosis 398 definisi 993
akut 55 magnetisasi 890 infektif 993
granulositik kronik 622 - makroangiopati 782 neonatus 106
limfoblastik akut 55 - makrospora 31 7 pencitraan 94 7
limfositik granuler besar 652 makula 3 13. 339 silifitika akut 360

IX
tuberkulosis 994 nebulizer 169. 510 nyeri 212, 213
virus 96, 994 nefritis akut 213
meningoensefalitis 994 interstitial 633 kronis 213
menometroragi 487 lupus (NL) 90, 649 neuropatik 212
menopause 50 I Henoch-Sch[8Jnlein 94 nosiseptif 21 2
menoragia 487 pyelonefritis 94 , 64 I radikuler 963
merkuri nefrolitiasis 277
klorida 190 nefropati
kehamilan 530. I I 03 diabetik 644, 650. I 090 0
nitrat 87 4 HIV90 Obat
metalisasi 890 igA 90 anestesi topikal 186
metallic membran basal 90 anestesi infiltrasi 186
sound 222 membranosa 90 anestesi blok saraf perifer 187
taste 645 nekrosis antituberkulosis I 13, 182. 830
meteorismus 772 necrotizing pancreatitis 604 antiansiecas 932
methemoglobinemia 314, 643 tuberkulosa 11 I cara penggunaan 4
metroragia 4 87 tubular 88, 44 7, 633 antiasma 16 7, 807
miastenia gravis 177, 572. 8 14 neonatus 89 antidepresan 931
midstream urine I 089 !SK 91 antidiare 4 2. 588
mieloma multipel 650. 660. 940 Meningitis, cairan serebrosinal 97. antihipertensi 636
mielomonositik 57. 660 995, 998 ant ikoagulasi 302, 754. 760
mielopati 82 I. 963. 965 penyebab epilepsi I 19 antimalaria 450. 730
migren 967 pipa trakea 548 antimania 933
mikosis 316 radiologi 946 antimotilitas dan sekresi usus 42.
mikroangiopati 394, 658. 782. 960 sindrom elektroklin is 98 588
mikrofilaria I 080 neoplasma antipsikosis 930
mikrokalsifikasi 233 kelenjar liur 229 antit iroid 788
mikrospora 31 7 laring 1060 hipoglikemik oral (OHO) 780
miksedema 512, 788 ovarium 493 pelumpuh otot 522. I 095
miksoma 863 t iroid 239 penenang 52 I. I 094
minilaparotomi 486 neuralgia penghambat fibrinolitik 754
miokarditis 87. 765 pascaherpetik 309 premedikasi 552
miomektomi 436. 438 trigeminal 969 hipolipidemik 786
miopati 8. 84 2 neu ritis optik 832 Obliterasi
miopia 391 neurodermatitis sirkumskripta 332 Arteri-vena umbilikus 898
miosis 379 neuroleptik ro ngga empiema 264
missed abortion 423 obat 618 kavitas perikardium 766
mo la hidatidosa 4 24 neu roma akustik 992 Obesitas 127
molase 432 neuropati Obsesi 165
moluskum kontagiosum 319 otonom 782. 793 Obstipasi 212. 22 I. 599
moniliasis 348 perifer 782. 793 Obstruksi
mood 904 vestibuler I 030 usus 22. 21 I. 943
morbili (lihat campak) neuroprotekt0r 978 duktur bilier 661. 673. 946
morbiliformis 336 neurosifilis 359 pembuluh darah 279. 976
morbus Hansen 312 neurotik 9 15 saluran kemih 89. 91. 951. 227
morfin 1085 nevus pigmentosus 340 saluran napas 171. 178. 824
mosquito, klem 194 night blindness 122 tuba Eustachius 1009
mud fever 726 Nikolsky. tanda 322 Odinofagia I 065
mueller. perasat 4 78 Nipple puller 455 Oftalmoplegia 849
mukokel 954 nistagmus I 030, I 039 Oftalmoskop 377, 397
mumifikasi 875 nodul Oksitosi 423. 428
muntah. anak 4 7 Bouchard 838 Oligohidramnion 4 14
murphy. tanda 215 Heberden 838 Oligomenore 487
mutilasi 891 pita suara I 060 Oliguria 1089
mutisme 907 reumato id 636 Onikomikosis 317
subkutan 57, 76. 636 Opening snap 77 4
tiroid 239 Operasi
N nokturia 285. 346 blalock taussig 86
napas Non Hodgkin. penyakit 665 hernia anak 206
bau 1069 norepinefrin 521 kazai 66
bau keton 29 Norplan 485 langenbeck 218
cupinghidung 154, 165. 171. 175 Nortman. cunam I 074 lichcenscein 220

x
manchester 503 pedikulosis konstriktif 275. 766
tukar arteri 85 kapitis 310 purulenta 176
whitehead 218 korporis 310 uremik 635
Opistotonus 983 pubis 3IO perikondritis I 066
Oralit 42. 587 pembuluh darah koroner perleche 348
Orkidopeksi 208 pembunuhan anak sendiri 896 perimetri 386.
Orkitis 283 pemeriksaan perimetrium 44 7
Orofaringitis 343, I 057 bimanual 479 periostitis 307. 358
Ortopnea 743. 846 Doppler 412 sifilitika 360
Osier's nodes 7 4 I forensik 875 peritonitis 74, 89. 177. 222. 226.
Osteitis 10 I 0 bedah jenazah 876 290, 422, 4 70, 4 72
Osteoartritis 837 bercak mani pada pakaian 895 bakterialis spontan 94
Osteomielitis 243 destruksi asam 896 pertusis 72
Otitis invertogram 209 petekie 56, 58, 69. 107. 173. 427.
eksterna IO I I jenazah 870 660. 662, 664, 695, 718, 727. 740.
media, lihat Bab Otitis Media korban abortus 897 795. 872,
akut IOl5 organ/alat dalam 876 Peyeri, plak 74. 722
efusi IOI 9 serologis. 894 pielonefritis 670. 723.
supuratif kronis I02 I sidikjari 891 akut 953
Otomikosis I 026 mikroskop lapangan gelap 360 akut non-komplikata 640
Overflow incontinence 287. 618 potong beku 238 pigmentasi cafe au lait
Overriding aorta 83 prostate spesific antigen 280 pioderma 320
Ovum, blighted 4 25 spektroskopi 894 pionikia 32 1
pemfigus sifilitika 359 pi pa

p penentuan
cairan mani (kimiawi) 895
endotrakeal 543
orofaring/nasofaring 541
packed red cell (PRC) 565. 566. 534, golongan darah 895 Piper, cunam 463
859, 864 golongan darah ABO pada cairan pitiriasis
p-ANCA (antineutrophil cytoplasmic mani 895 versikolor 31 7
antibodies) 600, 648. ras 892 pitting nail 334
palatoskizis IO 15 spermatozoa 895 piuria 449
pankarditis 77 penggantian plasenta. manual 447. 480. 505
pankolitis 223 darah yang hilang 4 4 4. 4 4 6 plasenta previa 247, 425. 426. 436. 438
pankreatitis 4 7 defisit cairan 622 pleuritis 723. 750. 812. 829. 843
akut 222. 226. 512 Penyakit pleurodesis 272
batu empedu 215 Crohn 44. 221. 223. 226 pneumomediastinum 154. 166, 170.
bilier 2 16 Cushing 628. 992. 177. 415,
kronis 591. 594 ginjal kronik 620. 634. 644 pneumonia 131, 172.174,647.65 1.
panoftalmitis 34 3 Graves 787, 788 750. 809, 983,
pap smear 499 jantung hipertensif 637, 7 46. aspirasi I 077
papiloma laring I 060 jantung reumatik 77 5 bakterial 575. 8 12. 816.
papul Meniere 1031. I 032. I037 berat 625
miliar 319 paru obstruktif kronik (PPOK) 387, dengan/ tanpa kavitasi 82 1
putih 352 511, 515 interstisial limfoid 8 19
parafimosis 197 radang panggul (lihat pelvic inflam- komunitas 858
parafin 218 macory disease) lobaris 179
parakeratosis 352 Wilson 50 nosokomial 858
paranoid, waham 905. 909 perasat Pneu mocystis carinii 511
paranoid, skizofrenia 91 I Bracht 475 pneumokokus 995
paranoid, gangguan kepribadian 92 1 Heimlich 555 pneumotoraks 154. 166. 172, 177, 179,
paraparesis 987 perdarahan 271. 415.
parasentesis 547, 697. 699 intrakranial 668. 899, 978 spontan 272
paratifus abdominalis 721, saluran cerna bagian atas 59. 612, tension 255. 265.
parauretritis 34 I 614, 849, 986, polakisuria 449
Parkinson 601. 602. 907. 971. 972 subarakhnoid 976 poliarteritis, nodosa 90. 64 7. 764.
Parkinsonisme 929. 931 varises esofagus 304, 694. 697. 700. poliartralgia 77
paronikia 298, 348, 358 perforasi usus 45, 74, 214. 228. 7 12. poliartritis 76. 606, 842
paroxysmal cold hemoglobinuria 657 pericardia! knock 766 polihidramnion 154. 414, 439, 442,
partograf 428. 432. 434 , 436 perikardiektomi 765. 766 445
parut perikardiosentesis 275 polimenore 487.
hipertrofik 255 perikarditis 64 7, 7 50, 84 3 polimiositls 821.
peau d'orange 232. 234 akut 753. 764. poli neuritis perifer 723

XI
poliomielitis 629. 814 psikotik. gej ala 907. 914. 927. fenoltalin 894
polisitemia vera 1084 psoriasis 692. 833. 936. 1012, 1026 florence 895
polymerase chain reaction (PCR) 994. pulsus fosfatase asam 896
1004 paradoksus 165.275. 766.809.815 hemolitik 567
Pomeroy. modifikasi selar 771 hoigine 363
posisi pungsi hipersensitivitas 570
Caldwell 173 lumbal 103. 994 id (kandidid) 34 8
Waters 173. 261. 263 pleura 511 intravital 891
Fowler 208. 214 purpura jarish-harxheimer 363
positive end expiratory pressure (PEEP) Henoch Schonlein 64 7 leukemoid 821
256 idiopatik trompositopenik 668, 84 3 nitroprusid 797
post nasal drip 173 trombotik trombositopenik 658. onion skin 940
praanestesi. persiapan 550 661. 679. 821. penyabunan 890
predileksi puting susu 11 8. 429. 438. 446. 454. periosteal 940
anus 311 873, presipitin 892
badan 324 puting terbenam 455 prozon 361
bokong 31 1 reversal 314
dada 318. 32 1 supravital 901
genitalia eksterna 308
hidung 320
Q
Q pacologis. gelombang 7 50
takayama 894
teichman 894
kepala 334 Quetiapin 9 12, 930 tuberkulin 181
leher 323 Quinolon. lihat kuinolon wagenaar 894
lengan 318 Quinin 668 reanastomosis tuba 500
lipat paha 323 Quinidin 668 recombinant TPA (r-TPA) 754, 978
lutut 324 QRS. kompl eks 738 reed Sternberg. sel 665
mulut 320 QT interval 739 refleks
perut 31 1 QT corrected (QTc) 739 babinski 960
punggung 318. 32 1 biseps 963
rambut kepala 318 dinding perut 966
tungkai bawah 307. 32 1. 323. 326 R glabella 929
wajah 319. 324. 329 racun hoffman tromner 966
preeklampsia 417. 436. 439. 445 antikolinergik 852 j alan napas bayi 160
presbikusis 1028. 1033. 1034 anilin 873 kornea 854, 970
presbiopia 390. 393 barium 623 kremaster 46. 270. 282
proktitis 45. 341, 342. 346, 354 botulinum 178. 814 laring 552
proktosigmoidoskopi 225 campuran 872 menelan 458
proptosis 406. 1010 definisi 872 mengisap 458
prostate specific antigen (PSA) 280 kalium klorat 873 muntah 541. 554
prostatektomi 280 karbonmonoksida 899 okular 854
prostatitis 34 1. 342. 344. 346 klna 873 oku losefalik 854
proteinuria masif 649 logam berat 592. 601 patela 419
protrusi lokal 872 patologis 630. 909
diskus 963 makanan 4 1. 585 penutupan glotis 1073
nukleus pulposus narkotika 873 pupil 109. 260
prurigo 337 nitrobenzena 873 triseps 963
pruritus obat 100 stapedius 1037
an i 710 organofosfat 178. 605 tendon 114
nokturna 3 11 salisilat 178 vagal 871
pseudohifa 422 sian ida 873. 899 vestibulookulik 1032
pseudomembran 71 timbal 49. 60 refluks
psikosis 413. 487. 687. 844. 928, 93 1 raja singa 34 1 gastroesofageal 4 7. 607
akut 932 ramsay Hunt, sindrom 309 hepatojugular 745
paranoid 909 ranson. kriteria 1108 vesikoureter 277. 449
puepuralis 457. 458 rapid urea breath test 592 regurgitasi
psikoterapi 549. 594. 598. 912. 920. raynaud. fenomena 842 aorta 76. 81, 771
928. reaksi makanan 47
dinamik 916 acetowhite 499 mitral 76. 771
kognitif perilaku, suportif. adaptasi 1028 nasal 105 1
suportif 916. 927. alergi 174 pulmonal 771
psikotik 617. 692. 929. 1002 benzidin 894 trikuspid 771
kronis 910 berberio 895 rektokel 60 1
transien 923 eritema nodosum leprosum 314 reperfusi koroner 753

XII
reposisi frak tur 242
reseksi
esofagus 1077
diskoid 943
polimorfik 87
makulaeritematosa 107
s
sadapan 540. 736-8. 7 48, 752-3. 759.
hemoroid 218 makulopapular 67. 712. 994 762
iga 264 malar 843 bipolar 736.
korpu s vertebra 966 skarlatina 173, 1057 ekstremitas 737.
lambung 227 vesikopapu lar 132 prekord ial 737
misetoma 316 rubeola 67 unipolar 737.
prostat transuretral 280 rubeosis iridis 384 , 406 sarkoma Kaposi 575. 764. 99 1
tulang temporal 1027 ruminasi 47 Schwabach I 028. I 037.
usus 206, 225 rumus Seboroik 3 10- 1, 3 18, 328. 33 4-6, 362.
respiratory syncytial virus 171 ast to platet ratio (apri) 695 396-8
resomal 535 broca 779 Keratosis -, 328. 339
resusitasi cockroft-gault 634 segitiga Hasselbach 220
jantung-paru 538 daldiyono 1109 seksio sesarea 411. 413, 419. 425-7.
bayi lahir sakit 158 de haas 898 440. 443, 475, 504
retardasi mental 924 dilling 5 lihat bab Seksio Sesarea
retensio fib4 695 sel Reed Sternberg 665
cairan 635, 698. 742, 847 fried 5 selulitis 32 1-2. 4 70
kontras 95 1 friedwald 783 serangan panik 915-6
natrium 4 17. 635, 698 homeostasis model assessment serum iron (SI) 50
plasenta 44 7, 480 (HOMA) 677 servisitis 342, 483
sekret bronkus 558 kramer 155 sferositosis herediter 50. 215. 658-9
sputum 8 15 model of end-stage liver disease shadow test 389
tinja 45 (MELD) 696 Sheehan, sindrom 446, 488,
urin 280. 285, 293, 549. 6 17. 965. modification of diet in renal disease sianosis 81. 83-6. 154. 158. 1073
97 1 (MORD) 634 sideroblastik 60. 408. 655. 1084
retinol 123 nagele 4 12 sifilis 355-84. 380. 413, 658
retinoblastoma 406 rasio karbohidrat-insulin 30 sigmoidoskopi 222, 225, 587, 602
retinopati schwartz 88 sikloplegik 375, 380, 39 1, 405
diabetik 34. 394 young 5 sindrom -
hipertensif 395 rupia 357 Behcet 381
prematuritas 396 ruptur Cushing 9. 29, 127. 603. 6 16
ret inopexy pneumatic 382 abses hepar 6 70 Down 29. 99. 1015
retraksi aneurisma 87. 359, 363, 41 8 Goodpasture 91. 572, 648. 816
napas bayi baru lahir 154 atrium 274 Gu illain Barre I 15, 133
hepar 358 bulbus okuli 260, 370, 380 HELLP 661. 679
interkostal 165. 171 buli 290 karsinoid 58 4. 707, 821
kelopak mata 787 dinding aorta 363 kauda ekuina 965
kulit 232 esofagus 920 kolon 2 11
pu ting 232 hemidiafragma 228 nefritik Akut 90. 64 7
subkostal 78. kapsul posterior 390 nefrotik 94, 649-50
suprasternal 165. 171 kista Baker 303 neuroleptik maligna 852. 93 1
supraklavikula 17 1 kista epidermoid 321 Ramsay Hunt 309
retroversi uteri (Jihat tata laksana kista ovarium 2 14 renjatan dengue 70-71. 716
inve rsio uteri. 447) limpa61 uremia hemolit ik 723
rhegmatogen 38 1 membran anus 208 sinov itis 835
ridley dan kopling, kriteria 3 13 membran desemen 403 sinus bradikardi 757
right bundle branch block (RBBB) 7 59 membran prematur 442 sinus paranasal 106. 153, 953-4, 999,
rigiditas motorik 911. 971. 982 membran timpani IO 18 1046-8
rigor morris 899 otot 303 sinus takikardi 759
riketsia 67 otot papilaris 865 sinusitis -

rinitis alergik 1054 perineum 4 6 1 akut 1046-9


rinosinusitis 104 6 plak aterosklerosis 7 5 I kronis I 04 7-9
rinne I 028, I 036 septum ventrikel 865 sirosis
risus sardonicus 982 sinus marginalis 4 4 5 hati 693-7
rok itansky, teknik 875 subskapular 417 sirkumsisi 197
ronki 82. 175, 743, 810, 816 uterus 437. 438, 444, 448 sistitis akut rekurens 640-1
roseolae 722 vagina 465 scabies 331
rosser plasty 196 vena kava superior 27 4 skizofrenia 9 10
roth's spot 7 4 1 russel-Silver, sindrom 35 skrofuloderma 324
ruam Snellen 390

XII'
solusio plasenta 425-6 torakosentesis 812-3 vaskulitis akut I 07
Stenger. tes I 037 torakotomi 268. 273. 275 vasodilator541. 744
stenosis - total iron binding capacity (TIBC) vagotomi 590. 616
aorta 771 50. 121. 654-5, 660 vaksin hepatitis B 130
mitral 771 trakeostomi 558-9 varikokel 220
pulmonal 77 I transient ischemic attack 975 varisela. vaksin 132
trikuspid 771 transiluminasi 173. 205 varisela, infeksi 327
streptok inase 754 -5 transplantasi 66. 646. varises gastroesofagus 694
stroke 975-81 sumsum tulang 653 VAS. lihat visual analog scale
struma 787-8, 798-801 trauma vas deferens 486
subl uksasi 240 basa 401 VDRL 327
superimposed preeklampsia 417 asam 401 ventricular heaving 771
syok trias Whipple 790 ventrikel
anafi laktik 860 tromboemboli 651. 661. 7 40. 760. 772 asistolik 855
distributif 863 trombolisis 978 ekstrasistol 762
hipovolemik 863 trombolitik 305 fi bril asi 763
kardiogenik 863. 865 trombositopenia 52. 58, 69. 575. 652. kiri. hipertrofi 623
neurogenik 863. 890. 988 66 1 takikardia 762
septik 857 troponin 7 52 ventilasi dengan masker 556
systemic inflammatory response tuberkulosis I I I. I 80. 323. 828 vertigo
syndrome (SIRS) 85 7 tuli perifer I 038
konduktif 1020. 1022 posisi paroksismal jinak I 039
mendadak I 036 verukavulgaris 327
T sensorineural I 028, I 031-3 vesica felea. hidrops 87
takikardi. 759 tumo r Vestibulokolik 1032
supraventriku lar 762 ganas buli 294 Vestibulotoksik I 038
ventrikel 762 kelenjar parotis 229. viii korialis 447. 480
takssiran beratjanin 464. 466 kulit 338 vitrektomi 371-372. 382. 383
tali pusat 413. 427 laring 1061 Virchow. sel 314
tampon Bellocq 104 5-6 ovarium 495 Virchow. teknik 875
tamponade jantung 27 4 j inak 284, 944. 954, 992 virus dengue 68, 7 17
tanda kelenjar parotis 229 visual analog scale. 546
Chadwick 4 12 kulit 339 visum et repertum 869
Hegar 412 laring 1060 jenazah 890
Murphy 215 TURP 287 korban hidup 869
Nikolsky 322 korban kejahatan susila 890
tardive dyskinesia 930
tension pneumothorax 272, 540
Tes
u
uji
psikiatrik 890
vitamin A 67
vitamin A. defisiensi 122
Coombs 657-8 dengue blot 720 VCT, voluntary counseling and testing
pap 497 provokasi 337 575
penala 1028 tu suk 357 vu lnus laseratum 888
Stenger 1037 ulkus Vu lvovagin itis 348
toleransi glukosa oral (TTG0)778 kornea 343. 377
Tetanus 982
tetralogi Fallot 83
thought
peptikum 591. 612
urea breath test 6 15
uremia 635
w
warm nodule 258
broadcasting 905 uretritis 640- 1 warm. shock 7 44, 858
insertion 905 nonspesifik 345 washer woman's hand 872. 1109
withdrawal 905 ureterolitiasis 277 wasir, lihat hemoroid
thrush 348 urgensi 285 Wasserman 361
tinea 93 uveitis Waters. posisi 193. 954
barbe 317 anterior 379 wawancara psikiatrik 906
kapitis 3 17 urt ikaria 336 Weber I 028. I 037
korporis 31 7 Wegener. granulomatosis 379. 647.
kruris 317
ungu ium 317
Tiroidektomi 238
v
VACTERL 229
648, 1037
Wei l. disease 726
Western Blot. 976. 999
Tirotoksikosis 787 V sign 553 Whiff. uji 421
Tokolisis 440 Vaginal touche 463 Whipple, disease 590
tonometri 377 vaginosis bakterialis 420 Whipple. trias 790
tonsilitis 173. 1067 vaksinasi hepatitis B 151 Widal 722

XIV
wire loop l 074
wi thdrawa l oba t 908
withdrawal therapy 908
Withdrawal. thought 905. 9 10
Wood. lampu 337-338
Woods, cocksscrew 459-461
warfarin 7. 87, 304-305. 566. 760, 980
watchfull waiting 286
wheezing 179. 553
white, dermographism 332
white nipple sign 701
Whitehead. teknik 2 18
Whole brain radiotherapy 991
Whole blood 565
Whole blood clotting test 850
Whole milk 779
whooping cough 73
WSD. lihat bab Manual WSD

x
xantokrom 97, 108, 11 2
xeroftalmia 123
xerosis kutis 332

y
yeast like colony 350
yodium 38
yodium radioaktif 238. 789
yod ium sublimat 897
yodium tinktura 734

z
Ziehl Neelsen 3 14 , 32 4
zoofobia 905
zoonosis 726

xv
edia Aesculapius

M
bermula
dari ide sekelompok mahasiswa
yang kreatif dan peduli akan
informasi kedokteran. Penerbitan yang
mengambil nama dewa kedokteran Roma-
wi ini mencetak karya pertamanya, "Tab-
loid Aesculapius", pada 20 Juli 1970. Para
pendirinya, di antaranya Fahrni Alatas dan
Zulasmi Mamdi, memulai kerja mereka ber-
modalkan mesin cetak Heidelberg di kam-
pus UI Salemba.
"Tabloid Aesculapius" yang tadinya
hanya ditujukan bagi dokter umum dan
mahasiswa kedokteran terus berkembang.
Distribusinya meluas hingga mencakup
dokter spesialis, kalangan farmasi . dan pe-
merhati isu kesehatan. Dengan tiras menca-
pai 11.000 eksemplar setiap bulan, tabloid
ini juga menjangkau perpustakaan, rumah
sakit, serta puskesmas dari Aceh hingga
Irian Jaya dan Timor Timur.
Tidak berpuas diri dengan tabloid, Me-
dia Aesculapius terus berinovasi. "Surat
Kabar Media Aesculapius", "Kapita Selek-
ta Kedokteran", dan berbagai buletin ke-
dokteran menjadi bukti keseriusan Media
Aesculapius dalam memenuhi kebutuhan
pembaca. Dengan misi menjadi media ko-
munikasi para dokter, mahasiswa
kedokteran, kalangan farmasi,
dan pemerhati isu kesehatan di
tingkat nasional, media ini telah men-
jadi referensi dan sumber informasi aktual
bagi kaum profesional dan pengambil kebi-
jakan. Nama-nama seperti Alm. Azrul Azwar,
Umar Fahrni. dan Agus Purwadianto adalah
beberapa alumni Media Aesculapius yang
lalu berperan besar membangun kesehatan
Indonesia.
Banyak kendala muncul dalam berkarya,
namun Media Aesculapius tetap berta-
han hingga menjelang setengah
abad. Apresiasi dari dalam dan luar negeri
tidak serta-merta membuat Media Aescu-
lapius berpuas diri dan berhenti berkarya.
Layaknya semboyan kami: "Media Aes-
culapius, sekali menulis pantang
berhenti!"

XVI
catatan.

cata tan.

xvn

Anda mungkin juga menyukai