Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini lingkungan hidup menjadi salah satu isu utama dalam wacana semua
tingkat, baik nasional maupun internasional. Hal ini tidak terlepas dari timbulnya kesadaran
bahwa fenomena perubahan alam yang banyak menimbulkan bencana.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam baik hayati ataupun
non hayati. Semua memegang peranan penting dalam keseimbangan ekosistem. Perubahan
iklim global yang melanda bumi kita, juga disebabkan oleh ulah tangan manusia. Hal ini
menunjukkan bahwa manusia telah mengambil peran sentral dalam keberlanjutan lingkungan
hidup di bumi. Kesadaran bahwa manusia adalah makhluk ekologis yang juga masuk dalam
jaringan ekosistem yang luas membuat manusia harus selalu mempertimbangkan faktor
lingkungan di setiap kegiatanya.

Selain kaya akan sumber daya alam, Indonesia juga memiliki keanekaragaman
budaya termasuk kearifan lokal yang terkait dengan pelestarian lingkungan alam. Namun
sayangnya kearifan lokal yang dulunya masih sangat kental dan mengikat perilaku manusia
terhadap lingkungan tersebut terancam tereliminasi karena berbagai hal sehingga banyak
sekali masalah-masalah yang timbul terkait dengan moral lingkungan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, kami merumuskan beberapa permasalahan


sebagai rumusan masalah yang kami angkat. Adapun rumusan masalah yang ada antara lain :

1. Bagaimana masalah lingkungan hidup menjadi masalah etika dan moral?

2. Bagaimana sumbangsih kearifan lokal dalam mewujudkan etika dan moral lingkungan?

C. Tujuan penulisan

Dari rumusan masalah yang ada maka kami dapat merumuskan beberapa tujuan dari
penulisan makalah ini, antara lain :
1. Mengerti bagaimana masalah lingkungan hidup menjadi masalah etika dan moral.

2. Mengetahui bagaimana sumbangsih kearifan lokal dalam mewujudkan etika dan moral
lingkungan.

BAB II
PEMBAHASAN

Masalah kerusakan lingkungan hidup dan akibat-akibatnya yang ditimbulkan


bukanlah suatu hal yang asing lagi di telinga kita. Dengan mudah dan sistematis kita dapat
menunjuk dan mengetahui apa saja jenis kerusakan lingkungan hidup itu dan apa saja akibat
yang di timbulkanya. Misalnya; dengan cepat dan sistematis kita dapat mengerti bahwa
eksploitasi alam dan penebangan hutan yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan bencana
banjir, tanah longsor, dan kelangkaan air bersih; membuang limbah industri ke sungai dapat
menyebabkan kematian ikan dan merusak habitatnya; penggunaan dinamit untuk menangkap
ikan dapat merusak terumbu karang dan biota laut dan masih banyak lagi daftar sebab akibat
yang biasa terjadi dalam lingkungan hidup kita. Yang menjadi masalah adalah bahwa
pengetahuan yang sama atas pengenalan kerusakan lingkungan hidup dan akibat yang
ditimbulkan tersebut tidak terjadi dalam pemeliharaan dan perawatan lingkungan hidup.

Lemahnya kesadaran kita terhadap lingkungan hidup juga terjadi karena adanya
anggapan yang memandang bahwa pemanfaatan alam bagi manusia itu adalah hal yang
“wajar”. Menebang pohon guna kebutuhan manusia adalah hal yang sangat lumrah, misalnya.
Membuang sampah sembarangan di mana pun sepertinya adalah suatu yang juga wajar,
belum ada aturan yang ketat untuk itu. Dengan kata lain proses kerusakan lingkungan hidup
dapat digambarkan seperti seorang pecandu rokok atau minuman keras. Seorang pecandu
pastilah tahu bahwa rokok atau minuman keras dapat merusak tubuh dan kesehatan mereka.
Namun meraka toh tetap menikmatinya. Mungkin mereka baru benar-benar akan sadar
terhadap dampak negatif rokok atau minuman keras ketika telah mengalami sakit keras.
Proses yang sama kiranya juga terjadi atas sikap kita terhadap alam dan lingkungan hidup.
Kita tahu bahwa menebang pohon seenaknya atau membuang sampah sembarangan adalah
suatu hal yang jelas-jelas salah, tapi kita tetap melakukanya berulang-ulang, sebab kita
diuntungkan , tidak menjadi repot dan itu adalah hal yang sudah biasa dan mungkin kita
menikmatinya. Barangkali kita baru akan benar-benar tersadar ketika terjadi bencana besar
menimpa hidup kita atau sesama kita. Pertanyaanya adalah bukankah hal tersebut sama
dengan para pecandu yang tidak segera berhenti merokok atau peminum yang tidak berhenti
mabuk jika belum menghadapi sakit keras?

Jika saja memang terjadi bahwa ada banyak orang memiliki pengetahuan dan
kesadaran yang begitu rendah dan lamban seperti yang telah kita gambarkan di atas, betapa
akan lebih cepat kerusakan lingkungan hidup kita. Hal tersebut tentunya tidak boleh terjadi,
sebab kita semua tidak dapat hidup jika tidak ada lingkungan hidup yang menopang dan
menjamin kehidupan kita. Dalam kerangka yang lebih luas, kritis tentunya tahu bahwa hanya
ada satu bumi tempat dimana kita hidup dan tinggal. Jika kerusakan lingkungan hidup berarti
sama dengan kerusakan bumi, maka sama artinya dengan ancaman terhadap hidup dan
tempat tinggal kita. Dengan kata lain, tugas untuk merawat dan memelihara lingkungan
hidup, bumi serta segala isinya adalah tanggung jawab kita semua.

1. Masalah etika dan moral

Masalah kerusakan lingkungan hidup mempunyai cakupan yang luas. Tidak hanya
dibatasi di dalam bentuk kerusakan pada dirinya sendiri. Namun, juga terkait dengan masalah
etika dan moral.

Etika dapat dipahami sebagai filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran dan pandangan moral. Etika memberikan orientasi pada manusia agar tidak hidup
dengan cara imitasi, identifikasi ataupun sugesti terhadap berbagai pihak yang mau
menetapkan bagaimana kita harus hidup, melainkan agar kita mengerti sendiri bagaimana kita
harus bersikap. Etika mau membantu, agar kita mampu mempertanggungjawabkan
kehidupan. Sedangkan moral adalah ajaran, wejangan, kotbah, patokan, kumpulan peraturan
dan ketetapan lesan atau tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar
menjadi manusia yang baik. Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai
manusia.

a. Masalah etika

Masalah lingkungan hidup menjadi masalah etika karena manusia seringkali “lupa”
dan kehilangan orientasi dalam memperlakukan alam. Karena “lupa” dan kehilangan
orientasi itulah, manusia lantas memperlakukan alam secara tidak bertanggungjawab. Dalam
keadaan seperti itu, mereka juga tidak lagi menjadi kritis. Oleh sebab itu pendekatan etis
dalam menyikapi masalah lingkungan hidup sungguh sangat diperlukan. Pendekatan tersebut
pertama-tama dimaksudkan untuk menentukan sikap, tindakan dan perspektif etis serta
managemen perawatan lingkungan hidup dan seluruh anggota ekosistem di dalamnya dengan
tepat. Maka sudah sewajarnya jika saat ini dikembangkan etika lingkungan hidup dengan opsi
“ramah” terhadap lingkungan hidup.

Pada umumnya orang lebih suka menggunakan etika human-centered (berpusat pada
manusia) dalam memperlakukan lingkungan hidup. Malalui pendekatan etika ini, terjadilah
ketidakseimbangan relasi antara manusia dan lingkungan hidup. Dalam kegiatan praktis, alam
kemudian dijadikan “obyek” yang dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan manusia. Sangat disayangkan bahwa pendekatan etika tersebut tidak
diimbangi dengan usaha-usaha yang memadai untuk mengembalikan fungsi lingkungan
hidup dan mahluk-mahluk lain yang ada di dalamnya. Dengan latar belakang seperti itulah
kerusakan lingkungan hidup terus menerus terjadi hingga saat ini.

Menghadapi realitas kerusakan lingkungan hidup yang terus terjadi, rasanya


pendekatan etika human-centered tidak lagi mamadai untuk terus dipraktikan. Artinya, kita
perlu menentukan pendekatan etis lain yang lebih sesuai dan lebih “ramah” terhadap
lingkungan hidup. Jenis pendekatan etika yang kiranya memungkinkan adalah pendekatan
life-centered (berpusat pada kehidupan). Pendekatan etika ini dianggap lebih memadai karena
dalam praksisnya tidak menjadikan lingkungan hidup dan mahluk-mahluk di dalamnya
sebagai obyek yang begitu saja dapat dieksploitasi. Sebaliknya, pendekatan etika ini justru
sungguh sangat menghargai mereka sebagai “subyek” yang memiliki nilai pada dirinya.
Mereka mempunyai nilai tersendiri sebagai anggota komunitas kehidupan di bumi. Nilai
mereka tidak hanya di tentukan dari sejauh mana mereka memiliki kegunaan bagi manusia.
Mereka memiliki nilai kebaikan tersendiri seperti manusia juga memilikinya, oleh karena itu
mereka juga layak diperlakukan dengan respct seperti yang kita lakukan terhadap manusia.

Etika lingkungan hidup juga dipahami sebagai refleksi kritis atas norma-norma dan
prinsip atau nilai moral yang selama ini dikenal dalam komunitas manusia untuk diterapkan
secara lebih luas dalam komunitas biotik dan komunitas ekologi. Etika lingkungan
merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya
moral lingkungan.
b. Masalah moral

Dalam kehidupan sehari-hari tindakan moral adalah tindakan yang paling menentukan
kualitas baik buruknya hidup seseorang. Agar tindakan seseorang memenuhi kriteria moral
yang baik, ia perlu mendasarkan tindakannya pada prinsip-prinsip moral secara tepat.

Kita dapat menemukan konsep moral yang lebih memadai bagi manusia dalam
menentukan sikap, tindakan dan perspektifnya terhadap lingkungan hidup dan mahluk non-
human. Tidak ada alasan yang berarti untuk melakukan eksploitasi terhadap mahluk non-
human.

Yang perlu disadari bahwa sering kali yang menjadi masalah bukan karena manusia
tidak tahu bagaimana cara menghargai mahluk non-human dan mamandangnya sebagai
mahluk yang tidak memiliki nilai intrinsik pada dirinya, tetapi sebagian manusia terlalu
sering menggunakan ukuran kemanusiaanya untuk dikenakan terhadap mahluk hidup di luar
dirinya. Standar yang mereka berlakukan kadang kala tidak tepat sehingga merugikan peran
dan keberadaan mahluk non-human..

2. Kearifan lokal dalam mewujudkan etika dan moral lingkungan

Indonesia memiliki bermacam kebudayaan termasuk kearifan lokal yang terkait


dengan pelestarian lingkungan. Kearifan local selain berasal dari warisan generasi
sebelumnya juga dapat merupakan kearifan yang belum lama muncul dalam suatu komunitas
sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan alam, masyarakat dan budaya lain. Oleh karena
itu kearifan lokal tidak selalu bersifat tradisional, karena juga dapat mencangkup kearifan
masa kini yang maknanya lebih luas dari kearifan tradisional.

Kearifan lokal mencakup berbagai pengetahuan, pandangan, nilai serta praktik


dari suatu komunitas, baik yang diperoleh dari generasi sebelumnya maupun yang didapat
oleh komunitas tersebut pada masa kini yang tidak berasal dari generasi sebelumnya.

oleh karena itu kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai perangkat pengetahuan
dan praktik suatu komunitas, baik berasal dari generasi sebelumnya maupun pengalaman
berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat lainya.
Namun kearifan lokal seperti itu juga terancam tereliminasi oleh gaya hidup
matrealistis-hedonis yang konsumtif mengejar kesenangan duniawi semata.

Fenomena seperti itu sangat terlihat di perkotaan, dengan adanya para profesional
yang berorientasi bisnis dan kurang peduli lingkungan. Pada jaman tanpa batas ini,
kebudayaan asing akan semakin gencar memporak-porandakan kearifan lokal indonesia.

Pada dasarnya, kearifan lokal bangsa Indonesia terbukti memberikan sumbangsih


terhadap pelestarian lingkungan dengan mengaitkan etika dan moral lingkungan. Falsafah
kearifan lokal yang pro lingkungan hidup, seperti di jawa terkenal dengan Hamemayu
Hayuning Bawana, di Bali dengan Tri Hita Karana dan Alam Terkembang Jadi Guru di
Tanah Minang. Kemudian ada juga berbagai kearifan tradisi, seperti Sasi di Maluku, Awig-
Awig di Nusa Tenggara, Bersih Desa di Jawa, Nyabuk Gunung di Sunda dan semua itu pro
dengan lingkungan.

Di Bali misalnya orang tidak diperbolehkan menebang pohon sembarangan


karena di yakini bahwa pohon-pohon tersebut digunakan sebagai tempat tinggal roh nenek
moyang. Sehingga terlihat pohon-pohon tersebut diberi kain putih sebagai tanda
pengkeramatanya. Di kecamatan Belik Pemalang, terdapat hutan yang masih banyak monyet
hidup di sana dan dipercayai bahwa barang siapa yang merusak hutan tersebut tidak akan
dapat kembali. Sama halnya di pulau Karimunjawa terdapat kepercayaan jika mengambil
sesuatu dari pulau tersebut tidak akan kembali dengan selamat, dan juga pohon Dewandaru
yang dipercaya mengandung unsur mistis.

Hal-hal tersebut diagungkan oleh penduduk setempat dan para pendatang atau
turis baik domestik maupun mancanegara juga harus mempercayai hal tersebut selama dia
berada di tempat itu. Hal tersebut merupakan kearifan lokal yang berupa mitos yang di
percayai oleh warga setempat, diwarisi dari nenek moyang melalui sejarah lesan. Secara
ilmiah adanya foklor seperti di atas karena usaha dari sang empunya cerita untuk menjaga
dan melestarikan alam.

Sebenarnya dalam komunitas perkotaan yang modern pun kini tumbuh berbagai
kearifan lingkungan, seperti halnya pengelolaan sampah di banjar sari jakarta, sukunan
Yogyakarta, Karah Surabaya, Kassi-Kassi Makasar dan lain-lain.

Semua kearifan lingkungan yang dimiliki tersebut, apabila kita rajut dan
berdayakan akan sangat bermakna dalam upaya pembentukan etika dan moral lingkungan.
Sebagai kesatuan sosial, kearifan lokal yang mempengaruhi etika dan moral
tersebut akan menjadi kebutuhan utama dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.
Namun dalam penyelenggaraanya perlu ditunjang oleh kearifan-kearifan institusi dan selaras
dengan sosil budaya masyarakat. Institusi tersebut juga seyogyanya dapat mewakili praktik
kearifan dalam masyarakat. Konstitusi yang di bentuk juga hendaknya dapat mengakomodir
falsafah, norma, moral, dan etika yang berlaku dalam masyarakat.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Lingkungan hidup dan segala unsur yang terdapat di dalamnya memiliki daya pikat
yang luar biasa. Ia menyajikan berbagai macam bentuk sumber kehidupan entah itu berupa
udara, makanan, kekayaan, tempat tinggal dan lain sebagainya. Maka, tidak mengherankan
jika manusia mamiliki kehendak yang begitu kuat untuk menguasai dan memiliki sumber-
sumber kehidupan tersebut. Tidak jarang terjadi bahwa sumber-sumber kehidupan yang
terbatas itu diperebutkan dan kemudian diabaikan sebagai entitas yang seharusnya dipelihara
dan dirawat. Yang terjadi kemudian adalah kegiatan eksploitasi dan pengerusakan lingkungan
hidup untuk berbagai macam tujuan, entah dengan alasan bagi penghidupan manusia itu
sendiri atau sekedar untuk menumpuk kekayaan. Dalam keadaan seperti itu, lingkungan
hidup dan segala isinya semakin “dilupakan”. Manusia tidak lagi peduli bahwa lingkungan
hidup yang memiliki keterbatasan telah menderita, mengalami kerusakan dan merana
ditinggalkan.

Kerusakan lingkungan hidup sebenarnya tidak akan terjadi jika saja setiap individu
memiliki rasa tanggung jawab dan sense of belonging yang tinggi lingkungan hidup dan
segala isinya adalah “milik kita” yang harus dijaga dan dipelihara. Untuk itu kita harus selalu
dapat mempertanggungjawabkan setiap perbuatan yang kita lakukan terhadap lingkungan
hidup dan unsur-unsur yang ada di dalamnya. Selain dapat diartikan sebagai “milik kita”
lingkungan hidup adalah sesuatu yang terbatas, ia membutuhkan perawatan dan
pembaharuan. Itulah sebabnya kita sebagai manusia yang tidak dapat hidup tanpa adanya
lingkungn hidup memiliki kewajiban untuk melakukan perawatan dan pembaharuan.
Ada banyak cara yang dapat kita lakukan untuk merawat dan membaharui
lingkungan hidup di sekitar kita. Salah satu caranya adalah melalui kearifan lokal yang
nantinya akan mewujudkan etika dan moral lingkungan. Kita perlu sungguh menyadari
bahwa ada bentuk kehidupan lain di luar kehidupan yang dimiliki oleh manusia. Hal itu
berarti manusia memiliki tanggung jawab yang lebih luas. Ia tidak hanya dituntut untuk
menghargai diri dan sesamanya, tetapi juga menghargai mahluk hidup lain yang juga menjadi
bagian dalam komunitas kehidupan di bumi dengan etika dan moral yang sesuai. Jika hal itu
sungguh di lakukan maka akan terwujud suatu keharmonisan.

Akhirnya, semua bentuk kesadaran, pengetahuan, tindakan dan sikap terhadap


lingkungan hidup dan segala mahluk di dalamnya dikembalikan pada kita.

B. Daftar Pustaka
Keraf, A. Sonny. 2005. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Tim penyusun. 2010. Pendidikan Lingkungan Hidup. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Chang, william. 2001.Moral Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Kanisius.
Jahrin, S. T. 2008. Kearifan Lokal. Berita Bumi.com.l
Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Kanisius Chang, William. 2001. Moral Lingkungan Hidup.
Yogyakarta: Kanisius

Anda mungkin juga menyukai