HADITS PERTAMA:
Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
Perawi Hadits:
a. Muhammad bin ‘Amr bin ‘Alqamah bin Waqqash al-Allaitsiy.
• Imam Abu Hatim berkata: “Ia baik haditsnya, ditulis haditsnya dan dia
adalah seorang Syaikh (guru).”
• Imam an-Nasa-i berkata: “Ia tidak apa-apa (yakni boleh dipakai), dan ia
pernah berkata bahwa Muhammad bin ‘Amir adalah seorang perawi
yang tsiqah.”
• Imam adz-Dzahabi berkata: “Ia adalah seorang Syaikh yang terkenal
dan hasan haditsnya.”
• Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata: “Ia se-orang perawi yang
benar, hanya padanya ada beberapa kesalahan.”
(Lihat al-Jarhu wat Ta’dilu VIII/30-31, Mizaanul I’tidal III/ 673 no. 8015,
Tahdzibut Tahdzib IX/333-334, Taqribut Tahdzib II/119 no. 6208.)
b. Abu Salamah, yakni ‘Abdurrahman bin ‘Auf: Beliau adalah seorang
perawi yang tsiqah, Abu Zur’ah ber-kata: “Ia seorang perawi yang
tsiqah.”
(Lihat Tahdzibut Tahdzib XII/115, Taqribut Tahdzib II/409 no. 8177.)
Derajat Hadits
Hadits di atas derajatnya hasan, karena terdapat Muhammad bin ‘Amr,
akan tetapi hadits ini menjadi shahih karena banyak syawahidnya.
Imam al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih menurut syarat Muslim dan
keduanya (yakni al-Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya.” Dan
al-Hafizh adz-Dzahabi pun menyetujuinya. (Lihat al-Mustadrak Imam al-
Hakim: Kitaabul ‘Ilmi I/128.)
HADITS KEDUA:
Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan :
ِس ْو َل هللا ُ أَالَ إِ َّن َر:َام فِ ْينَا فَقَال َ َس ْفيَانَ أَنَّهُ قُ ي ْ ع ْن ُمعَا ِويَةَ ب ِْن أ َ ِب هللا ب ِْن لُ َح ه
َ ِي ِ ع ْب ِد َ ِي ام ٍر ْال َه ْوزَ نِ ه ِ ع َ ع ْن أ َ ِب ْي
َ
س ْب ِعيْنَ ِملَّةً َو ِإ َّن و ْن يَ ت ْ
ن ث ى
َ َ ِ ِ َ ْ َ ِ ِ ِ َ لع او ُ قَر ت ْ
ف ِ ا بَا ت ك ْ
ال ل ْ
ه َ أ نْ م
ِ ْ م ُ
ك َ لبْ َ ق ْ
ن م َّ
ن
َ ِ َ إ َ ال َ َ أ :َ
ل اَ ق َ ف َا ن ي
ْ ِ َ َ َ َ ِ َ ُ صلَّ ه
ف ام َ ق مَّ لس و ه ي
ْ َ لع ّللا ى َ
ُعة ْ
َ ي ال َج َما َّ ْ
َ اح َدة فِي ال َجن ِة َو ِهٌ ِ ار َو َو َّ
ِ س ْبعُ ْونَ فِي الن َ َان َو ْ
ِ ثِنت. َس ْب ِعيْن َ ث َو َ
ٍ على ثالَ َ ُ
َ ستفت َِرق ْ َ َ َّ ْ
َ َه ِذ ِه ال ِملة.
Dari Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi
Sufyan, bahwasanya ia (Mu’awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu
ia berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda,
“Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab
(Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan
dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh
puluh tiga) golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk
Neraka dan yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu “al-Jama’ah.”
Keterangan:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Abu Dawud, Kitabus Sunnah Bab Syarhus Sunnah no. 4597, dan
lafazh hadits di atas adalah dari lafazh-nya.
2. Ad-Darimi, dalam kitab Sunan-nya (II/241) Bab fii Iftiraqi Hadzihil
Ummah.
3. Imam Ahmad, dalam Musnad-nya (IV/102).
4. Al-Hakim, dalam kitab al-Mustadrak (I/128).
5. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah (I/314-315 no. 29).
6. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam Kitabus Sunnah, (I/7) no. 1-2.
7. Ibnu Baththah, dalam kitab al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Najiyah
(I/371) no. 268, tahqiq Ridha Na’san Mu’thi, cet.II Darur Rayah 1415 H.
8. Al-Lalikaa-iy, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunah wal
Jama’ah (I/113-114) no. 150, tahqiq Dr. Ahmad bin Sa’id bin Hamdan al-
Ghaamidi, cet. Daar Thay-yibah th. 1418 H.
9. Al-Ashbahani, dalam kitab al-Hujjah fii Bayanil Mahajjah pasal Fii
Dzikril Ahwa’ al-Madzmumah al-Qismul Awwal I/107 no. 16.
Perawi Hadits
a. Shafwan bin ‘Amr bin Haram as-Saksaki, ia telah di-katakan tsiqah
oleh Imam al-‘Ijliy, Abu Hatim, an-Nasa-i, Ibnu Sa’ad, Ibnul Mubarak dan
lain-lain.
b. Azhar bin ‘Abdillah al-Harazi, ia telah dikatakan tsiqah oleh al-‘Ijliy dan
Ibnu Hibban. Al-Hafizh adz-Dzahabi berkata: “Ia adalah seorang Tabi’in
dan haditsnya hasan.” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Ia shaduq (orang
yang benar) dan ia dibicarakan tentang Nashb.” (Lihat Mizaanul I’tidal
I/173, Taqribut Tahdzib I/75 no. 308, ats-Tsiqat hal. 59 karya Imam al-
‘Ijly dan kitab ats-Tsiqat IV/38 karya Ibnu Hibban.)
c. Abu Amir al-Hauzani ialah Abu ‘Amir ‘Abdullah bin Luhai.
• Imam Abu Zur’ah dan ad-Daruquthni berkata: “Ia tidak apa-apa (yakni
boleh dipakai).”
• Imam al-‘Ijliy dan Ibnu Hibban berkata: “Dia orang yang tsiqah.”
• Al-Hafizh adz-Dzahabi dan Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata: “Ia adalah
seorang perawi yang tsiqah.” (Lihat al-Jarhu wat Ta’dilu V/145,
Tahdzibut Tahdzib V/327, Taqribut Tahdzib I/444 dan kitab al-Kasyif
II/109.)
Derajat Hadits
Derajat hadits di atas adalah hasan, karena ada seorang perawi yang
bernama Azhar bin ‘Abdillah, akan tetapi hadits ini naik menjadi shahih
dengan syawahidnya.
HADITS KETIGA:
Hadits ‘Auf bin Malik Radhiyallahu ‘anhu.
ًس ْب ِعيْنَ فِ ْرقَة َ علَى ِإحْ َدى َو َ ت ْاليَ ُه ْو ُد ِ َ اِ ْفت ََرق:سلَّ َم
َ علَ ْي ِه َوَ ُّللا َّ صلَّى َ هللا ِ س ْو ُل ُ قَا َل َر:َف ب ِْن َمالِكٍ قَال ِ ع ْوَ ع ْن َ
س ْبعُ ْونَ فِي ً
َ س ْب ِعيْنَ فِ ْرقَة فَإِحْ َدى َو َ علَى ثِ ْنتَي ِْن َو َ ارى َ ص َ َّت الن ِ َار َوا ْفت ََرق ِ َّس ْبعُ ْونَ فِي الن ْ
َ اح َدة ٌ فِي ال َجنَّ ِة َو
ِ فَ َو
اح َدة ٌ ِف ْي ْال َجنَّ ِة
ِ س ْب ِعيْنَ فِ ْرقَةً َو
َ ث َو ٍ َعلَى ثَال ُ
َ س ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه لَت َ ْفت َِرقَ َّن أ َّم ِت ْي ْ اح َدة ٌ ِفي ْال َجنَّ ِة َوالَّ ِذ
ُ ي نَ ْف ِ ار َو َو ِ َّالن
ُعة َ ْال َج َما:َس ْو َل هللاِ َم ْن ُه ْم؟ قَال ُ يَا َر:َ قِ ْيل،ار ِ َّس ْبعُ ْونَ فِ ْي الن َ َان َو ِ وثِ ْنت.َ
Keterangan
Hadits ini telah diriwayatkan oleh:
1. Ibnu Majah, dalam kitab Sunan-nya Kitabul Fitan bab Iftiraaqil Umam
no. 3992.
2. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitab as-Sunnah I/32 no. 63.
3. Al-Lalikaa-i, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunah wal
Jama’ah I/113 no. 149.
Perawi Hadits:
a. ‘Amr bin ‘Utsman bin Sa’ad bin Katsir bin Dinar al-Himshi.
An-Nasa-i dan Ibnu Hibban berkata: “Ia merupakan seorang perawi yang
tsiqah.”
b. ‘Abbad bin Yusuf al-Kindi al-Himsi.
Ia dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Hibban. Ibnu ‘Adiy berkata: “Ia
meriwayatkan dari Shafwan dan lainnya hadits-hadits yang ia
menyendiri dalam meriwayatkannya.”
Ibnu Hajar berkata: “Ia maqbul (yakni bisa diterima haditsnya bila ada
mutabi’nya).”
(Lihat Mizaanul I’tidal II/380, Tahdzibut Tahdzib V/96-97, Taqribut
Tahdzib I/470 no. 3165.)
c. Shafwan bin ‘Amr: “Tsiqah.” (Taqribut Tahdzib I/439 no. 2949.)
d. Raasyid bin Sa’ad: “Tsiqah.” (Tahdzibut Tahdzib III/195, Taqribut
Tahdzib I/289 no. 1859.)
Derajat Hadits
Derajat hadits ini hasan, karena ada ‘Abbad bin Yusuf, tetapi hadits ini
menjadi shahih dengan beberapa syawahidnya.
HADITS KEEMPAT:
Hadits tentang terpecahnya ummat menjadi 73 golongan diriwayatkan
juga oleh Anas bin Malik dengan mempunyai 8 (delapan) jalan (sanad)
di antaranya dari jalan Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 3993:
Hadits ini dishahih-kan oleh Imam al-Albany dalam shahih Ibnu Majah
no. 3227.
(Lihat tujuh sanad lainnya yang terdapat dalam Silsilatul Ahaadits ash-
Shahiihah I/360-361)
HADITS KELIMA:
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dalam Kitabul Iman, bab Maa Jaa-a
Fiftiraaqi Haadzihil Ummah no. 2641 dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr
bin al-‘Ash dan Imam al-Laalika-i juga meriwayatkan dalam kitabnya
Syarah Ushuli I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/111-112 no. 147) dari
Shahabat dan dari jalan yang sama, dengan ada tambahan pertanyaan,
yaitu: “Siapakah golongan yang selamat itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab:
ْ َ علَ ْي ِه َو أ
ص َحابِ ْي َ َماأَنَا
علَى بَ ِن ْي َ ي َما أَت َى ْ ِعلَى أ ُ َّمتَ لَيَأ ْتِيَ َّن:سلَّ َم
َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ ُّللا َ هللا ِ س ْو ُل ُ قَا َل َر:َع ْم ٍرو قَال َ ع ْب ِد هللاِ ب ِْن َ ع ْن َ
يِْ صنَ ُع ذَلِكَ َو ِإ َّن بَن ُ
ْ َعالَنِيَةً لَ َكانَ فِ ْي أ َّمتِ ْي َم ْن ي ُ
َ َّ ه م ُ أ َى تَ أ نْ م
َ ُْم ه نْ مِ َانكَ ْ
ن إ َّ َّ
ِ َ ِ ْ ِ ِ ْ َ َ ِإس َْرائِ ْي
ى ت ح لع ن ال ب ل ع َّ ن ال وذْ ح لَ
ًار ِإالَّ ِملَّة ِ َّس ْب ِعيْنَ ِملَّةً ُكلُّ ُه ْم ِفي الن
َ ث َو ٍ َعلَى ثَال َ ي ْ س ْب ِعيْنَ ِملَّةً َوت َ ْفت َِر ُق أ ُ َّم ِت َ علَى ِث ْنتَي ِْن َو َ ت ْ َِإس َْرا ِئ ْي َل تَفَ َّرق
ص َحابِ ْي ْ َ علَ ْي ِه َوأ
َ َما أَنَا:َس ْو َل هللاِ؟ قَال ُ ي يَا َر َ َو َم ْن ِه: قَالُ ْوا،ًاح َدة ِ و. َ
Perawi Hadits
Dalam sanad hadits ini ada seorang perawi yang lemah, yaitu ‘Abdur
Rahman bin Ziyad bin An’um al-Ifriqiy. Ia dilemahkan oleh Yahya bin
Ma’in, Imam Ahmad, an-Nasa-i dan selain mereka. Ibnu Hajar al-
Asqalani berkata: “Ia lemah hafalannya.”
(Tahdzibut Tahdzib VI/157-160, Taqribut Tahdzib I/569 no. 3876.)
Derajat Hadits
Imam at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan, karena banyak
syawahid-nya. Bukan beliau menguatkan perawi di atas, karena dalam
bab Adzan beliau melemahkan perawi ini.
(Lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah no. 1348 dan kitab Shahih
Tirmidzi no. 2129.)
KESIMPULAN
Kedudukan hadits-hadits di atas setelah diadakan penelitian oleh para
Ahli Hadits, maka mereka berkesimpulan bahwa hadits-hadits tentang
terpecahnya ummat ini menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, 72 (tujuh
puluh dua) golongan masuk Neraka dan satu golongan masuk Surga
adalah hadits yang shahih, yang memang sah datangnya dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tidak boleh seorang pun meragukan
tentang keshahihan hadits-hadits tersebut, kecuali kalau ia dapat
membuktikan berdasarkan ilmu hadits tentang kelemahannya.
Oleh karena itu saya akan terangkan tahqiqnya, berapa jumlah firqah
yang binasa itu?
Pertama, di dalam hadits ‘Auf bin Malik dari jalan Nu’aim bin Hammad
yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam kitab Musnad-nya (I/98) no.
172, dan Hakim (IV/ 430) disebut tujuh puluh (70) firqah lebih, dengan
tidak menentukan jumlahnya yang pasti.
Akan tetapi, sanad hadits ini dha’if (lemah), karena di dalam sanadnya
ada seorang perawi yang bernama Nu’aim bin Hammad al-Khuzaa’i.
(Lihat Mizaanul I’tidal IV/267-270, Taqribut Tahdzib II/250 no. 7192 dan
Silsilatul Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhuu’ah I/148, 402 oleh Syaikh
Muhammad Nashiruddin al-Albani.)
Kedua, di hadits Sa’ad bin Abi Waqqash dari jalan Musa bin ‘Ubaidah ar-
Rabazi yang diriwayatkan oleh al-Ajurri dalam kitab asy-Sya’riah, al-
Bazzar dalam kitab Musnad-nya sebagaimana yang telah disebutkan
oleh al-Hafizh al-Haitsami dalam kitab Kasyful Atsaar ‘an Zawaa-idil
Bazzar no. 284. Dan Ibnu Baththah dalam kitab Ibanatil Kubra nomor
263, 267. Disebutkan dengan bilangan tujuh puluh satu (71) firqah,
sebagaimana Bani Israil.
Akan tetapi sanad hadits ini juga dha’if, karena di dalamnya ada seorang
perawi yang bernama Musa bin ‘Ubaidah, ia adalah seorang perawi
yang dha’if.
(Lihat Taqribut Tahdzib II/226 no. 7015.)
Ketiga, di hadits ‘Amr bin ‘Auf dari jalan Katsir bin ‘Abdillah, dan dari
Anas dari jalan Walid bin Muslim yang diriwayatkan oleh Hakim (I/129)
dan Imam Ahmad di dalam Musnad-nya, disebutkan bilangan tujuh
puluh dua (72) firqah.
Akan tetapi sanad hadits ini pun dha’ifun jiddan (sangat lemah), karena
di dalam sanadnya ada dua orang perawi di atas.
(Taqribut Tahdzib II/39 no. 5643, Mizaanul I’tidal IV/347-348 dan
Taqribut Tahdzib II/289 no. 7483.)
TARJIH
Setelah kita melewati pembahasan di atas, maka dapatlah kita
simpulkan bahwa yang lebih kuat adalah yang menyebutkan dengan 73
(tujuh puluh tiga) golongan.
Kesimpulan tersebut disebabkan karena hadits-hadits yang
menerangkan tentang terpecahnya ummat menjadi 73 (tujuh puluh tiga)
golongan adalah lebih banyak sanadnya dan lebih kuat dibanding
hadits-hadits yang menyebut 70 (tujuh puluh), 71 (tujuh puluh satu), atau
72 (tujuh puluh dua).
MAKNA HADITS
Sebagian orang menolak hadits-hadits yang shahih karena mereka lebih
mendahulukan akal daripada wahyu, padahal yang benar adalah wahyu
yang berupa nash al-Qur’an dan Sunnah yang sah lebih tinggi dan jauh
lebih utama dibanding dengan akal manusia. Wahyu adalah ma’shum
sedangkan akal manusia tidak ma’shum. Wahyu bersifat tetap dan
terpelihara sedangkan akal manusia berubah-ubah. Dan manusia
mempunyai sifat-sifat kekurangan, di antaranya:
Dan manusia itu juga jahil (bodoh), zhalim dan sedikit ilmunya, Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
Dan yang terpenting bagi kita sekarang ini ialah berusaha mengetahui
tentang kelompok-kelompok yang binasa dan golongan yang selamat
serta ciri-ciri mereka berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah yang sah
dan penjelasan para Shahabat dan para ulama Salaf, agar kita termasuk
ke dalam “Golongan yang selamat” dan menjauhkan diri dari kelompok-
kelompok sesat yang kian hari kian berkembang.
Golongan yang selamat hanya satu, dan jalan selamat menuju kepada
Allah hanya satu, Allah Subahanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepada-mu agar kamu bertaqwa.” [Al-
An’am: 153]
Jalan yang selamat adalah jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sha-habatnya.
Bila ummat Islam ingin selamat dunia dan akhirat, maka mereka wajib
mengikuti jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para Shahabatnya.
MARAJI’
1. Al-Qur-anul karim serta terjemahannya, DEPAG.
2. Shahih al-Bukhari dan Syarah-nya cet. Daarul Fikr.
3. Shahih Muslim cet. Darul Fikr (tanpa nomor) dan tarqim: Muhammad
Fuad Abdul Baqi dan Syarah-nya (Syarah Imam an-Nawawy).
4. Sunan Abi Dawud.
5. Jaami’ at-Tirmidzi.
6. Sunan Ibni Majah.
7. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, cet. Daarul Fikr, th. 1398 H.
8. Sunan ad-Darimi, cet. Daarul Fikr, th. 1389 H.
9. Al-Mustadrak, oleh Imam al-Hakim, cet. Daarul Fikr, th. 1398 H.
10. Mawaariduzh Zham-aan fii Zawaa-id Ibni Hibban, oleh al-Hafizh al-
Haitsamy, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah.
11. Musnad Abu Ya’la al-Maushiliy, oleh Abu Ya’la al-Maushiliy, cet.
Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah, th. 1418 H.
12. Kitaabus Sunnah libni Abi ‘Ashim, oleh Muhammad Nashiruddin al-
Albani, cet. Al-Maktab al-Islamy, th. 1413 H.
13. Al-Ibanah ‘an Syari’atil Firqatin Najiyah (Ibaanatul Kubra), oleh Ibnu
Baththah al-Ukbary, tahqiq: Ridha bin Nas’an Mu’thi, cet. Daarur
Raayah, th. 1415 H.
14. As-Sunnah, oleh Imam Ibnu Abi ‘Ashim.
15. Kitaabusy Syari’ah, oleh Imam al-Ajurry, tahqiq: Dr. ‘Ab-dullah bin
‘Umar bin Sulaiman ad-Damiji, th. 1418 H.
16. Al-Jarhu wat-Ta’dil, oleh Ibnu Abi Hatim ar-Raazy, cet. Daarul Fikr.
17. Tahdziibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqa-lani, cet.
Daarul Fikr.
18. Taqriibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqa-lani, cet. Daarul
Fikr.
19. Mizaanul I’tidaal, oleh Imam adz-Dzahabi.
20. Shahiih at-Tirmidzi bi Ikhtishaaris Sanad, oleh Imam al-Albani, cet.
Maktabah at-Tarbiyah al-‘Arabi lid-Duwal al-Khalij, th. 1408 H.
21. Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah, oleh Imam Muhammad
Nashiruddin al-Albani, cet. Makatabah al-Ma’arif.
22. Al-I’tisham, oleh Imam asy-Syathibi, tahqiq: Syaikh Salim bin ‘Ied al-
Hilaly, cet. II-Daar Ibni ‘Affan, th. 1414 H.
23. Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunah wal Jama’ah, oleh Imam al-
Lalikaa-iy, tahqiq: Dr. Ahmad bin Sa’id bin Hamdan al-Ghamidi, cet.
Daar Thayyibah, th. 1418 H.
24. Al-Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, oleh al-Ashbahani, tah-qiq: Syaikh
Muhammad bin Rabi’ bin Hadi ‘Amir al-Madkhali, cet. Daarur Raayah, th.
1411 H.
25. Ats-Tsiqaat, oleh Imam al-’Ijly.
26. Ats-Tsiqat, oleh Imam Ibnu Hibban.
27. Al-Kasyif, oleh Imam adz-Dzahaby.
28. Silsilatul Ahaadits adh-Dhai’fah wal Maudhuu’ah oleh Syaikh
Muhammad Nashiruddin al-Albany.
29. Shahih Ibnu Majah, oleh Syaikh Muhammad Nashirud-din al-Albany,
cetakan Maktabut Tarbiyatul ‘Arabiy lid-Duwalil Khalij, cet. III, thn. 1408
H.
30. Mishbahuz Zujajah, oleh al-Hafizh al-Busairy.
31. Kasyful Atsaar ‘an Zawaa-idil Bazzar, oleh al-Hafizh al-Haitsami.
[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir
Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan
1425H/Oktober 2004M]
_______
Footnote
1] Lihat kitab Mishbahuz Zujajah (IV/180). Secara lengkap perkataannya
adalah sebagai berikut: Ini merupakan sanad (hadits) yang shahih, para
perawinya tsiqah, dan telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad juga dalam
Musnad-nya dari hadits Anas pula, begitu juga diriwayatkan oleh Abu
Ya’la al-Maushiliy.
Oleh
َ َح ِف
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas ظهُ هللا تَعَالَى
علَى َ ت ْاليَ ُه ْو ُد ِ َ(( اِ ْفت ََرق: سلَّ َم َ علَ ْي ِه َو َ ُصلَّى هللا َ ِس ْو ُل هللا ُ قَا َل َر:َع ْنهُ قَال َ ُي هللا َ ض ِ ف ب ِْن َمالِكٍ َر َ ع ْن
ِ ع ْو َ
ًس ْب ِعيْنَ فِ ْرقَةَ علَى ثِ ْنتَي ِْن َو َ ارى َ ص َ َّت الن ِ َ َوا ْفت ََرق،ارِ َّس ْبعُ ْونَ فِي الن ْ
َ اح َدة ٌ فِي ال َجنَّ ِة َو ً
ِ س ْب ِعيْنَ فِ ْرقَة فَ َو
َ ِإحْ َدى َو
َس ْب ِعيْن
َ ث َو ٍ َعلَى ثَال َ ي ُ
ْ ِس ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه لَت َ ْفت َِرقَ َّن أ َّمت
ُ ي نَ ْف ْ َوالَّ ِذ،اح َدة ٌ فِي ْال َجنَّ ِة ِ ار َو َو ِ َّس ْبعُ ْونَ فِي الن َ فَإِحْ َدى َو
ُعة َ ( ا َ ْل َج َما:َ َم ْن ُه ْم ؟ قَال،ِس ْو َل هللا ُ ار )) ِق ْي َل يَا َر ِ َّس ْبعُ ْونَ ِف ْي الن َ َان َو ِ اح َدة ٌ ِفي ْال َجنَّ ِة َو ِث ْنتِ َو،ً) ِف ْرقَة.
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Ibnu Mâjah dan lafazh ini miliknya, dalam Kitâbul Fitan, Bâb Iftirâqul
Umam (no. 3992).
2. Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitâbus Sunnah (no. 63).
3. al-Lalika-i dalam Syarah Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah (no.
149).
Hadits ini hasan. Lihat Silsilatul Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 1492).
SYARAH HADITS
Islam yang Allâh Azza wa Jalla karuniakan kepada kita, yang harus kita
pelajari, fahami, dan amalkan adalah Islam yang bersumber dari al-
Qur’ân dan as-Sunnah yang shahih menurut pemahaman para Sahabat
(Salafush Shalih). Pemahaman para Sahabat Radhiyallahu anhum yang
merupakan aplikasi (penerapan langsung) dari apa yang diajarkan oleh
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah satu-satunya
pemahaman yang benar. Aqidah serta manhaj mereka adalah satu-
satunya yang benar. Sesungguhnya jalan kebenaran menuju kepada
Allâh hanya satu, sebagaimana sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadits di atas.
Satu golongan dari ummat Yahudi yang masuk Surga adalah mereka
yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla dan kepada Nabi Musa
Alaihissallam serta mati dalam keadaan beriman. Dan begitu juga satu
golongan Nasrani yang masuk surga adalah mereka yang beriman
kepada Allâh dan kepada Nabi ‘Isa Alaihissallam sebagai Nabi, Rasul
dan hamba Allâh serta mati dalam keadaan beriman.[2] Adapun setelah
diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka semua
ummat Yahudi dan Nasrani wajib masuk Islam, yaitu agama yang
dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup
para Nabi. Prinsip ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
ث ُ َّم يَ ُم ْوتُ َولَ ْم يُؤْ ِم ْن بِالَّذِي،ي ٌّ الَ يَ ْس َم ُع بِ ْي أ َ َح ٌد ِم ْن َه ِذ ِه ْاْل ُ َّم ِة يَ ُه ْو ِد،ِس ُم َح َّم ٍد بِيَ ِده
ْ َي َوالَ ن
ٌّ ِص َران ُ َوالَّذِي نَ ْف
ِ َّب الن
ار ِ ص َحا ْ َ ِإالَّ َكانَ ِم ْن أ،أ ُ ْر ِس ْلتُ ِب ِه.
ع ْن يَ ِم ْي ِن ِه
َ طا ً ط ْو ُ َط ُخ َّ َوخ،سبِ ْي ُل هللاِ ُم ْست َ ِق ْي ًمـاَ َهذَا:ََطا ِبيَ ِد ِه ث ُ َّم قَال ًّ سلَّ َم خ َ ُصلَّى هللا
َ علَ ْي ِه َو َ ِس ْو ُل هللا ُ َط لَنَا َر َّ خ
َوأ َ َّن: ث ُ َّم قَ َرأ َ قَ ْولَهُ تَعَالَـى،ع ْو إِلَ ْي ِه ٌ ط
ُ ان يَ ْد َ ش ْي َ سبِ ْي ٌل إِ َّال
َ علَ ْي ِه َ ْس ِم ْن َهاَ سبُ ٌل ] ُمتَفَـِ هرقَةٌ[ لَي ُ َه ِذ ِه:َ ث ُ َّم قَال،َو ِش َمـا ِل ِه
َّ سبِي ِل ِه ۚ َٰذَ ِل ُك ْم َو
َصا ُك ْم بِ ِه لَعَلَّ ُك ْم تَتَّقُون َ ع ْن ُّ اطي ُم ْست َ ِقي ًما فَاتَّبِعُوهُ ۖ َو َال تَتَّبِعُوا ال
َ سبُ َل فَتَفَ َّرقَ بِ ُك ْم ِ ص َرِ َٰ َهذَا
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah (wafat tahun 751 H) berkata, “Hal ini
disebabkan karena jalan menuju Allâh Subhanahu wa Ta’ala hanya
satu. Jalan itu adalah ajaran yang telah Allâh Azza wa Jalla wahyukan
kepada para rasul -Nya dan Kitab-kitab yang telah diturunkan kepada
mereka. Tidak ada seorang pun yang bisa sampai kepada-Nya tanpa
melalui jalan tersebut. Sekiranya ummat manusia mencoba seluruh jalan
yang ada dan berusaha mengetuk seluruh pintu yang ada, maka seluruh
jalan itu tertutup dan seluruh pintu itu terkunci kecuali dari jalan yang
satu itu. Jalan itulah yang berhubungan langsung kepada Allâh dan
menyampaikan mereka kepada-Nya.”[4]
Ayat ini mencakup rukun pertama (al-Qur’ân) dan rukun kedua (as-
Sunnah), yakni merujuk kepada al-Qur’ân dan As-Sunnah, sebagaimana
telah dijelaskan di atas.
ۖ ص ِل ِه َج َهنَّ َمْ ُسبِي ِل ْال ُمؤْ ِمنِينَ نُ َو ِله ِه َما ت ََولَّ َٰى َون َ سو َل ِم ْن بَ ْع ِد َما تَبَيَّنَ لَهُ ْال ُه َد َٰى َويَت َّ ِب ْع
َ غي َْر ُ الر
َّ قِ َِو َم ْن يُشَاق
يراً ص ِ ت َم ْ سا َء
َ َو
Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat. [al-Fâtihah/1:6-7]
ت َْر ِجعُ ْونَ إِلَى أ َ ْم ِر ُك ُم ْاْل َ َّول: صنَ ُع ؟ قَا َل َ س ْو َل هللاِ ؟ َو َكي
ْ َْف ن َ فَ َكي: فَقَالُ ْوا،ٌست َ ُك ْو ُن فِتْنَة
ُ ْف لَنَا يَا َر َ إِنَّ َها
Realita kondisi ummat Islam yang kita lihat sekarang ini adalah ummat
Islam mengalami kemunduran, terpecah belah dan mendapatkan
berbagai musibah dan petaka, dikarenakan mereka tidak berpegang
teguh kepada ‘aqidah dan manhaj yang benar dan tidak melaksanakan
syari’at Islam sesuai dengan pemahaman Shahabat, serta banyak dari
mereka yang masih berbuat syirik dan menyelisihi Sunnah Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Pertama kali yang harus diluruskan dan diperbaiki adalah ‘aqidah dan
manhaj[10] umat Islam dalam meyakini dan melaksanakan agama
Islam. Hal ini merupakan upaya untuk mengembalikan jati diri umat
Islam untuk mendapatkan ridha Allâh Azza wa Jalla dan kemuliaan di
dunia dan di akhirat.
FAWA-ID HADITS
1. Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah orang-orang mulia
yang paling dalam ilmu dan hujjahnya. (lihat Saba’/34:6 ;
Muhammad/47:16)
2. Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum sebagai sumber rujukan saat
perselisihan dan sebagai pedoman dalam memahami al-Qur’ân dan As-
Sunnah.
3. Mengikuti manhaj Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah
jaminan mendapat keselamatan dunia dan akhirat. (lihat an-Nisâ’/4: 115)
4. Mencintai para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti
iman, sedang membenci mereka berarti kemunafikan.
5. Kesepakatan (ijma’) para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah
hujjah yang wajib diikuti setelah al-Qur’ân dan as-Sunnah. (lihat an-
Nisâ’/4:115 dan hadits al-‘Irbâdh bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu )
6. Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah orang-orang yang
berpegang teguh kepada agama Islam yang berarti mereka telah
mendapat petunjuk, dengan demikian mengikuti mereka adalah wajib.
7. Keridhaan Allâh Azza wa Jalla dapat diperoleh dengan mengikuti para
Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum , baik secara kelompok maupun
individu. (lihat at-Taubah/9:100)
8. Para Shahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah orang-orang yang
menyaksikan perbuatan, keadaan, dan perjalanan hidup Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , mendengar sabda beliau, mengetahui
maksudnya, menyaksikan turunnya wahyu, dan menyaksikan penafsiran
wahyu dengan perbuatan beliau sehingga mereka memahami apa yang
tidak kita pahami.
9. Mengikuti para Shahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah jaminan
mendapatkan pertolongan Allâh Azza wa Jalla , kemuliaan, kejayaan
dan kemenangan.
10. Mengikuti pemahaman assalaufus shalih adalah pembeda antara
manhaj (cara beragama) yang haq dengan yang batil, antara golongan
yang selamat dan golongan-golongan yang sesat.
11. Hadits di atas menetapkan bahwa ijma’ para Sahabat sebagai dasar
hukum Islam yang ketiga. (an-Nisâ’/4: 115)
12. al-Qur’ân dan as-Sunnah wajib dipahami dengan pemahaman para
shahabat, kalau tidak maka pemahaman tersebut akan membawanya
pada kesesatan.
13. Kewajiban mengikuti manhaj-nya (cara beragamanya) para
shahabat.
14. Golongan-golongan dan aliran-aliran yang sesat itu sangat banyak
sedangkan kebenaran hanya satu.
15. Mereka yang menyelisihi manhaj para Sahabat pasti akan tersesat
dalam beragama,manhaj dan aqidah mereka.
16. Hakikat persatuan di dalam Islam adalah bersatu dalam ‘aqidah,
manhaj, dan pemahaman yang benar.
17. Hadits di atas melarang kita berpecah belah di dalam manhaj dan
aqidah.
18. Perselisihan yang dimaksud dalam hadits di atas ialah perselisihan
dan perpecahan dalam manhaj dan aqidah. Adapun perselisihan yang
disebabkan karena tabi’at manusia dan tingkat keilmuan seseorang
yang lebih kurang, maka hal yang seperti ini tidak terlarang secara
mutlak asalkan mereka tetap berada di dalam satu manhaj. Seperti
perselisihan dalam masalah fiqih dan hukum, hal ini sudah ada sejak
zaman Shahabat.
19. Para shahabat Radhiyallahu anhum adalah orang-orang yang telah
mengamalkan sunnah-sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan benar dan mereka tidak berselisih tentang ‘aqidah dan manhaj,
meskipun ada perbedaan pendapat dalam masalah hukum dan ijtihad.
20. Orang banyak bukan ukuran kebenaran, karena hadits di atas dan
ayat al-Qur’ân menjelaskan kalau kita mengikuti orang banyak niscaya
orang banyak akan menyesatkan kita dari jalan kebenaran. (al-
An’âm/6:116)
21. Tidak boleh membuat kelompok, golongan, aliran, sekte, dan
jama’ah atas nama Islam, yang didasari kepada wala’ (loyalitas) dan
bara’ (berlepas diri) atas nama kelompoknya tersebut. Karena hal
tersebut dapat membuat perpecahan.
22. Bahwa bid’ah dan ahli bid’ah merusak agama Islam dan membuat
perpecahan.
23. Dalam Islam tidak ada bid’ah hasanah, semua bid’ah sesat.
24. Kaum Muslimin, terutama para penuntut ilmu dan para da’i, wajib
mengikuti jalan golongan yang selamat, belajar, memahami,
mengamalkan, dan mendakwahkan dakwah yang hak ini, yaitu dakwah
salaf.[11]
25. Do’a yang kita minta setiap hari memohon petujuk ke jalan yang
lurus, maka harus dibuktikan dengan mengikuti jalan golongan yang
selamat, yaitu cara beragamanya para sahabat Radhiyallahu anhum.
Maraaji’:
1. al-Qur’ânul Karîm dan terjemahnya.
2. Kutubus sittah.
3. As-Sunnah libni Abi ‘Ashim.
4. Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah, al-Lâlika-i.
5. Madârijus Sâlikîn, Ibnul Qayyim.
6. Silsilah al-Ahâdîts as-Shahîhah.
7. Dirâsât fil Ahwâ’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifis Salaf minha.
8. Madârikun Nazhar fis Siyâsah.
9. Mâ ana ‘alaihi wa Ash-hâbii.
10. Dar-ul Irtiyâb ‘an Hadîts Mâ Ana ‘alaihi wa Ash-hâbii oleh Syaikh
Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Daarur Rayah/ th. 1410 H.
11. Al-Arba’ûna Hadîtsan an-Nabawiyyah fii Minhâjid Da’wah as-
Salafiyyah oleh Sa’id (Muhammad Musa) Husain Idris as-Salafi.
12. Badâ’iut Tafsîr Al-Jami’ Limâ Fassarahul Imam Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah.
13. Dan kitab-kitab lainnya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XV/1433H/2012M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-
858196]
_______
Footnote
[1]. Hasan: HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan al-Hakim (I/129) dari Sahabat
‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu , dan dihasankan oleh Syaikh al-
Albâni dalam Shahîhul Jâmi’ (no. 5343). Lihat Dar-ul Irtiyâb ‘an Hadîts
Mâ Ana ‘alaihi wa Ash-hâbii oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet.
Daarur Rayah/ th. 1410 H.
[2]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir ketika menafsirkan al-Baqarah/2:62
[3]. Shahih: HR. Ahmad (I/435, 465), ad-Darimy (I/67-68), al-Hakim
(II/318), Syarhus Sunnah lil Imâm al-Baghawy (no. 97), dihasankan oleh
Syaikh al-Albâni dalam As-Sunnah libni Abi ‘Ashim no. 17. Tafsir an-
Nasa-i (no. 194). Adapun tambahan (mutafarriqatun) diriwayatkan oleh
Imam Ahmad (I/435).
[4]. Tafsîrul Qayyim libnil Qayyim (hlm. 14-15), Badâ’iut Tafsîr Al-Jâmi’
Limâ Fassarahul Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (hlm. 88), cet. Daar
Ibnu Jauzi.
[5]. Lihat Madârikun Nazhar fis Siyâsah baina Tathbîqâtisy Syar’iyyah
wal Infi’âlâtil Hamâsiyyah (hlm. 36-37) karya ‘Abdul Malik bin Ahmad bin
al-Mubarak Ramadhani Aljazairi, cet. IX/ th. 1430 H, Darul Furqan.
[6]. Madârijus Sâlikin (I/20, cet. Daarul Hadits, Kairo).
[7]. HR. Abu Dawud (no. 4607), at-Tirmidzi (no. 2676), dan lainnya. At-
Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih”. Silahkan baca penjelasan
hadits ini dan fawa-idnya dalam buku penulis “Wasiat Perpisahan”,
Pustaka at-Taqwa.
[8]. Shahih: HR. Ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 3307) dan
al-Mu’jamul Ausath (no. 8674). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam
Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shahîhah (no. 3165).
[9]. HR. Ahmad (II/50, 92) dan Ibnu Abi Syaibah (V/575 no. 98) Kitâbul
Jihâd, cet. Daarul Fikr, Fat-hul Bâri (VI/98) dari Sahabat ‘Abdullah bin
‘Umar Radhiyallahu anhuma , dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir
rahimahullah dalam Tahqiq Musnad Imam Ahmad (no. 5667).
[10]. Manhaj artinya jalan atau metode. Dan manhaj yang benar adalah
jalan hidup yang lurus dan terang dalam beragama menurut
pemahaman para Sahabat Radhiyallahu anhhum. Syaikh Dr. Shalih bin
Fauzan al-Fauzan menjelaskan antara ‘aqidah dan manhaj, beliau
berkata, “Manhaj lebih umum daripada ‘aqidah. Manhaj diterapkan
dalam ‘aqidah, suluk, akhlak, mu’amalah, dan dalam semua kehidupan
seorang Muslim. Setiap langkah yang dilakukan seorang Muslim
dikatakan manhaj. Adapun ‘aqidah yang dimaksud adalah pokok iman,
makna dua kalimat syahadat, dan konsekuensinya, inilah ‘aqidah.” (Al-
Ajwibatul Mufîdah ‘an As-ilatil Manâhij al-Jadîdah, hlm. 123. Kumpulan
jawaban Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan atas berbagai
pertanyaan seputar manhaj, dikumpulkan oleh Jamal bin Furaihan al-
Haritsi, cet. III, Daarul Manhaj/ th. 1424 H.)
[11]. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca buku penulis “Mulia dengan
Manhaj Salaf”, cet. V, Pustaka At-Taqwa.
Rasulullah pernah bersabda bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan akidah dan
hanya 1 saja yang benar. Nah siapakah golongan-golongan itu? Rasulullah memberikan
beberapa petunjuk namun tidak menyebutkan dengan sangat detail, sehingga penafsirannya
masih terbuka.
Berikut salah satu kutipan hadis tentang 73 firqah/golongan:
Dari Abi Hurairah Rda, beliau berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: "Telah
berfirqah-firqah (golongan) orang Yahudi atas 71 firqah dan orang Nashara seperti itu pula dan
akan berfirqah ummatku atas 73 firqah" (Hadits riwayat Imam Tirmidzi)
Salah seorang ulama yang mencoba membuat daftar 73 golongan tersebut adalah Mufti
Syaikh Sayid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar dalam kitabnya Bugyatul
Mustarsyidin, pada halaman 398, cetakan Mathba’ah Amin Abdul Majid Cairo. Beliau
menyebutkan bahwa 72 golongan (firqah) yang sesat itu pada intinya adalah 7 golongan saja,
yaitu:
1. Kaum Syi’ah, kaum yang berlebih-lebihan memuja Saidina Ali Karamallahu
wajhahu. Mereka tidak mengakui Khalifah-khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman,
Radhiyallahu’anhum. Kaum Syi’ah kemudian berpecah menjadi 22 aliran.
2. Kaum Khawarij yaitu kaum yang berlebih-lebihan membenci Saidina 'Ali Kw.
bahkan ada di antaranya yang mengkafirkan Saidina Ali. Firqah ini berfatwa bahwa
orang-orang yang membuat dosa besar menjadi kafir. Kaum Khawarij kemudian
berpecah menjadi 20 aliran.
3. Kaum Mu’tazilah, yaitu kaum yang berpaham bahwa Tuhan tidak mempunyai
sifat, bahwa manusia membuat pekerjaannya sendiri, bahwa Tuhan tidak bisa dilihar
dengan mata dalam syurga, bahwa orang yang mengerjakan dosa besar diletakkan di
antara dua tempat, dan mi’raj Nabi & Muhammad hanya dengan ruh saja, dan lain-lain.
Kaum Mu’tazilah berpecah menjadi 20 aliran.
4. Kaum Murji’ah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa membuat ma’siyat
(kedurhakaan) tidak memberi mudharat kalau sudah beriman, sebagai keadaannya
membuat kebajikan tidak memberi manfa’at kalau kafir.
5. Kaum Najariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa perbuatan manusia
adalah makhluk, yakni dijadikan Tuhan, tetapi mereka berpendapat bahwa sifat Tuhan
tidak ada. Kaum Najariyah pecah menjadi 3 aliran.
6. Kaum Jabariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa, manusia “majbur”,
artinya tidak berdaya apa-apa. Kasab atau usaba tidak sama sekali. Kaum ini hanya 1
aliran.
7. Kaum Musyabbihah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa ada keserupaan
Tuhan dengan manusia, umpamanya bertangan, berkaki, duduk 1 di kursi, naik tangga,
turun tangga dan lain-lainnya. Kaum ini hanya 1 aliran saja.
Dari 7 kelompok tersebut, jumlah totalnya adalah sebagai berikut:
1. Kaum Syi'ah 22 aliran.
2. Kaum Khawarij 20 aliran.
3. Kaum Mu’tazailah 20 aliran.
4. Kaum Murjiah 5 aliran.
5. Kaum Najariah 3 aliran.
6. Kaum Jabariah 1 aliran.
7. Kaum Musyabihah 1 aliran.
Jumlah: 72 aliran.
Jika 72 ini ditambah dengan 1 aliran lagi yaitu paham kaum Ahlusunnah Wal Jamaah /
Sunnimaka total menjadi 73 firqah, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad
SAW. dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.
Demikianlah daftar golongan akidah menurut Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain
bin Umar al-Masyhur. Beliau wafat pada tahun 1320 H, atau 1902 M. Jika kita membuat studi
serupa dengan kasus di zaman ini, masih ada kemungkin akan ada perbedaan di sana-sini
karena sejak 1320H/1902M banyak muncul golongan-golongan baru yang menyimpang.
Rujukan
Kitab Bugyatul Mustarsyidin karangan Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin
Husain bin Umar al-Masyhur Ba’alawi (Mufti Negeri Hadlromaut) online: http://e-
pustakaislam.blogspot.com/2013/11/bughyatul-mustarsyidin.html
Kitab Bugyatul
Mustarsyidin online https://mtaufiknt.wordpress.com/2011/11/24/download-kitab-bughyatul-
mustarsyidin/
I'tiqad Ahlusunnah Wal Jamaah karangan K.H. Siradjuddin Abbas
Kisah hidup Habib Abdur Rahman al
Mansyurhttp://bahrusshofa.blogspot.com/2011/10/habib-abdur-rahman-al-
masyhur.html / http://kitab-kuneng.blogspot.com/2011/10/habib-abdur-rahman-al-masyhur.html