Anda di halaman 1dari 29

JUMLAH HADITS TENTANG TERPECAHNYA UMMAT ISLAM

Apabila kita kumpulkan hadits-hadits tentang terpecahnya ummat


menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan dan satu golongan yang masuk
Surga, lebih kurang ada lima belas hadits yang diriwayatkan oleh lebih
dari sepuluh Imam Ahli Hadits dari 14 (empat belas) orang Shahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu:

1. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.


2. Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu.
3. ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma.
4. ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
5. Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu ‘anhu.
6. ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
7. Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma.
8. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.
9. Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu.
10 Watsilah bin Asqa’ radhiyallahu ‘anhu.
11. ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani radhiyallahu ‘anhu.
12. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
13. Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu.
14. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.

Sebagian dari hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut:

HADITS PERTAMA:
Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu

َ‫س ْب ِعيْن‬ َ ‫ ِا ْفت ََرقَ ْاليَ ُه ْو ُد‬:‫سلَّ َم‬


َ ‫علَى ِإحْ َدى أ َ ْو ِث ْنتَي ِْن َو‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلَّى ه‬
َ ُ‫ّللا‬ ِ ‫س ْو ُل‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ع ْن أ َ ِب ْي ه َُري َْرة َ قَال‬
َ
ً‫س ْب ِعيْنَ فِ ْرقَة‬
َ ‫ث َو‬ َ َ
ٍ ‫على ثال‬ َ َ ‫ي‬ ُ ُ ْ ً َ
ْ ِ‫س ْب ِعيْنَ فِ ْرقة َوتَفت َِرق أ َّمت‬ ْ َ َ
َ ‫على إِحْ َدى أ ْو ثِنتَي ِْن َو‬ َ ‫ارى‬ َ ‫ص‬ َّ
َ ‫ت الن‬ َ َ ً
ِ ‫ َوتَف َّرق‬،‫فِ ْرقة‬. َ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah
terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua
(72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh
satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan
terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.
Keterangan:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Abu Dawud, Kitab as-Sunnah, I-Bab Syarhus Sunnah no. 4596, dan
lafazh hadits di atas adalah lafazh Abu Dawud.
2. At-Tirmidzi, Kitabul Iman, 18-Bab Maa Jaa-a fiftiraaqi Haadzihil
Ummah, no. 2778 dan ia berkata: “Hadits ini hasan shahih.” (Lihat kitab
Tuhfatul Ahwadzi VII/397-398.)
3. Ibnu Majah, 36-Kitabul Fitan, 17-Bab Iftiraaqil Umam, no. 3991.
4. Imam Ahmad, dalam kitab Musnad II/332, tanpa me-nyebutkan kata
“Nashara.”
5. Al-Hakim, dalam kitabnya al-Mustadrak, Kitabul Iman I/6, dan ia
berkata: “Hadits ini banyak sanadnya, dan berbicara tentang masalah
pokok agama.”
6. Ibnu Hibban, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Mawaariduzh
Zhamaan, 31-Kitabul Fitan, 4-Bab Iftiraqil Ummah, hal. 454, no. 1834.
7. Abu Ya’la al-Maushiliy, dalam kitabnya al-Musnad: Musnad Abu
Hurairah, no. 5884 (cet. Daarul Kutub Ilmiyyah, Beirut).
8. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitabnya as-Sunnah, 19-Bab Fii ma Akhbara
bihin Nabiyyu -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- anna Ummatahu
Sataftariqu, I/33, no. 66.
9. Ibnu Baththah, dalam kitab Ibanatul Kubra: Bab Dzikri Iftiraaqil Umam
fii Diiniha, wa ‘ala kam Taftariqul Ummah? I/374-375 no. 273 tahqiq
Ridha Na’san Mu’thi.
10. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah: Bab Dzikri Iftiraqil Umam fii
Diinihi, I/306 no. 22, tahqiq Dr. ‘Abdullah bin ‘Umar bin Sulaiman ad-
Damiiji.

Perawi Hadits:
a. Muhammad bin ‘Amr bin ‘Alqamah bin Waqqash al-Allaitsiy.
• Imam Abu Hatim berkata: “Ia baik haditsnya, ditulis haditsnya dan dia
adalah seorang Syaikh (guru).”
• Imam an-Nasa-i berkata: “Ia tidak apa-apa (yakni boleh dipakai), dan ia
pernah berkata bahwa Muhammad bin ‘Amir adalah seorang perawi
yang tsiqah.”
• Imam adz-Dzahabi berkata: “Ia adalah seorang Syaikh yang terkenal
dan hasan haditsnya.”
• Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata: “Ia se-orang perawi yang
benar, hanya padanya ada beberapa kesalahan.”
(Lihat al-Jarhu wat Ta’dilu VIII/30-31, Mizaanul I’tidal III/ 673 no. 8015,
Tahdzibut Tahdzib IX/333-334, Taqribut Tahdzib II/119 no. 6208.)
b. Abu Salamah, yakni ‘Abdurrahman bin ‘Auf: Beliau adalah seorang
perawi yang tsiqah, Abu Zur’ah ber-kata: “Ia seorang perawi yang
tsiqah.”
(Lihat Tahdzibut Tahdzib XII/115, Taqribut Tahdzib II/409 no. 8177.)

Derajat Hadits
Hadits di atas derajatnya hasan, karena terdapat Muhammad bin ‘Amr,
akan tetapi hadits ini menjadi shahih karena banyak syawahidnya.

Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.”

Imam al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih menurut syarat Muslim dan
keduanya (yakni al-Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya.” Dan
al-Hafizh adz-Dzahabi pun menyetujuinya. (Lihat al-Mustadrak Imam al-
Hakim: Kitaabul ‘Ilmi I/128.)

Ibnu Hibban dan Imam asy-Syathibi telah menshahihkan hadits di atas


dalam kitab al-I’tisham (II/189).

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany juga telah menshahihkan


hadits di atas dalam kitab Silsilah Ahaadits ash-Shahiihah no. 203 dan
kitab Shahih at-Tirmidzi no. 2128.

HADITS KEDUA:
Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan :

ِ‫س ْو َل هللا‬ ُ ‫ أَالَ إِ َّن َر‬:َ‫ام فِ ْينَا فَقَال‬ َ َ‫س ْفيَانَ أَنَّهُ ق‬ُ ‫ي‬ ْ ‫ع ْن ُمعَا ِويَةَ ب ِْن أ َ ِب‬ ‫هللا ب ِْن لُ َح ه‬
َ ِ‫ي‬ ِ ‫ع ْب ِد‬ َ ِ‫ي‬ ‫ام ٍر ْال َه ْوزَ نِ ه‬ ِ ‫ع‬ َ ‫ع ْن أ َ ِب ْي‬
َ
‫س ْب ِعيْنَ ِملَّةً َو ِإ َّن‬ ‫و‬ ‫ْن‬ ‫ي‬َ ‫ت‬ ْ
‫ن‬ ‫ث‬ ‫ى‬
َ َ ِ ِ َ ْ َ ِ ِ ِ َ ‫ل‬‫ع‬ ‫ا‬‫و‬ ُ ‫ق‬‫َر‬ ‫ت‬ ْ
‫ف‬ ِ ‫ا‬ ‫ب‬‫َا‬ ‫ت‬ ‫ك‬ ْ
‫ال‬ ‫ل‬ ْ
‫ه‬ َ ‫أ‬ ‫ن‬ْ ‫م‬
ِ ْ ‫م‬ ُ
‫ك‬ َ ‫ل‬‫ب‬ْ َ ‫ق‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬ َّ
‫ن‬
َ ِ َ ‫إ‬ َ ‫ال‬ َ َ ‫أ‬ :َ
‫ل‬ ‫ا‬َ ‫ق‬ َ ‫ف‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫ي‬
ْ ِ َ َ َ َ ِ َ ُ ‫صلَّ ه‬
‫ف‬ ‫ام‬ َ ‫ق‬ ‫م‬َّ ‫ل‬‫س‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬‫ع‬ ‫ّللا‬ ‫ى‬ َ
ُ‫عة‬ ْ
َ ‫ي ال َج َما‬ َّ ْ
َ ‫اح َدة فِي ال َجن ِة َو ِه‬ٌ ِ ‫ار َو َو‬ َّ
ِ ‫س ْبعُ ْونَ فِي الن‬ َ ‫َان َو‬ ْ
ِ ‫ ثِنت‬. َ‫س ْب ِعيْن‬ َ ‫ث َو‬ َ
ٍ ‫على ثال‬َ َ ُ
َ ‫ستفت َِرق‬ ْ َ َ َّ ْ
َ ‫ َه ِذ ِه ال ِملة‬.

Dari Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi
Sufyan, bahwasanya ia (Mu’awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu
ia berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda,
“Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab
(Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan
dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh
puluh tiga) golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk
Neraka dan yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu “al-Jama’ah.”

Keterangan:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Abu Dawud, Kitabus Sunnah Bab Syarhus Sunnah no. 4597, dan
lafazh hadits di atas adalah dari lafazh-nya.
2. Ad-Darimi, dalam kitab Sunan-nya (II/241) Bab fii Iftiraqi Hadzihil
Ummah.
3. Imam Ahmad, dalam Musnad-nya (IV/102).
4. Al-Hakim, dalam kitab al-Mustadrak (I/128).
5. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah (I/314-315 no. 29).
6. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam Kitabus Sunnah, (I/7) no. 1-2.
7. Ibnu Baththah, dalam kitab al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Najiyah
(I/371) no. 268, tahqiq Ridha Na’san Mu’thi, cet.II Darur Rayah 1415 H.
8. Al-Lalikaa-iy, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunah wal
Jama’ah (I/113-114) no. 150, tahqiq Dr. Ahmad bin Sa’id bin Hamdan al-
Ghaamidi, cet. Daar Thay-yibah th. 1418 H.
9. Al-Ashbahani, dalam kitab al-Hujjah fii Bayanil Mahajjah pasal Fii
Dzikril Ahwa’ al-Madzmumah al-Qismul Awwal I/107 no. 16.

Semua Ahli Hadits di atas telah meriwayatkan dari jalan:


Shafwan bin ‘Amr, ia berkata: “Telah menceritakan kepadaku Azhar bin
‘Abdillah al-Hauzani dari Abu ‘Amr ‘Abdullah bin Luhai dari Mu’awiyah.”

Perawi Hadits
a. Shafwan bin ‘Amr bin Haram as-Saksaki, ia telah di-katakan tsiqah
oleh Imam al-‘Ijliy, Abu Hatim, an-Nasa-i, Ibnu Sa’ad, Ibnul Mubarak dan
lain-lain.
b. Azhar bin ‘Abdillah al-Harazi, ia telah dikatakan tsiqah oleh al-‘Ijliy dan
Ibnu Hibban. Al-Hafizh adz-Dzahabi berkata: “Ia adalah seorang Tabi’in
dan haditsnya hasan.” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Ia shaduq (orang
yang benar) dan ia dibicarakan tentang Nashb.” (Lihat Mizaanul I’tidal
I/173, Taqribut Tahdzib I/75 no. 308, ats-Tsiqat hal. 59 karya Imam al-
‘Ijly dan kitab ats-Tsiqat IV/38 karya Ibnu Hibban.)
c. Abu Amir al-Hauzani ialah Abu ‘Amir ‘Abdullah bin Luhai.
• Imam Abu Zur’ah dan ad-Daruquthni berkata: “Ia tidak apa-apa (yakni
boleh dipakai).”
• Imam al-‘Ijliy dan Ibnu Hibban berkata: “Dia orang yang tsiqah.”
• Al-Hafizh adz-Dzahabi dan Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata: “Ia adalah
seorang perawi yang tsiqah.” (Lihat al-Jarhu wat Ta’dilu V/145,
Tahdzibut Tahdzib V/327, Taqribut Tahdzib I/444 dan kitab al-Kasyif
II/109.)

Derajat Hadits
Derajat hadits di atas adalah hasan, karena ada seorang perawi yang
bernama Azhar bin ‘Abdillah, akan tetapi hadits ini naik menjadi shahih
dengan syawahidnya.

Al-Hakim berkata: “Sanad-sanad hadits (yang banyak) ini, harus


dijadikan hujjah untuk menshahihkan hadits ini. dan al-Hafizh adz-
Dzahabi pun menyetujuinya.” (Lihat al-Mustadrak I/128.)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Hadits ini shahih masyhur.”


(Lihat kitab Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah I/405 karya Imam
Muhammad Nashiruddin al-Albany, cet. Maktabah al-Ma’arif.)

HADITS KETIGA:
Hadits ‘Auf bin Malik Radhiyallahu ‘anhu.

ً‫س ْب ِعيْنَ فِ ْرقَة‬ َ ‫علَى ِإحْ َدى َو‬ َ ‫ت ْاليَ ُه ْو ُد‬ ِ َ‫ اِ ْفت ََرق‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬َ ُ‫ّللا‬ َّ ‫صلَّى‬ َ ‫هللا‬ ِ ‫س ْو ُل‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ف ب ِْن َمالِكٍ قَال‬ ِ ‫ع ْو‬َ ‫ع ْن‬ َ
‫س ْبعُ ْونَ فِي‬ ً
َ ‫س ْب ِعيْنَ فِ ْرقَة فَإِحْ َدى َو‬ َ ‫علَى ثِ ْنتَي ِْن َو‬ َ ‫ارى‬ َ ‫ص‬ َ َّ‫ت الن‬ ِ َ‫ار َوا ْفت ََرق‬ ِ َّ‫س ْبعُ ْونَ فِي الن‬ ْ
َ ‫اح َدة ٌ فِي ال َجنَّ ِة َو‬
ِ ‫فَ َو‬
‫اح َدة ٌ ِف ْي ْال َجنَّ ِة‬
ِ ‫س ْب ِعيْنَ فِ ْرقَةً َو‬
َ ‫ث َو‬ ٍ َ‫علَى ثَال‬ ُ
َ ‫س ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه لَت َ ْفت َِرقَ َّن أ َّم ِت ْي‬ ْ ‫اح َدة ٌ ِفي ْال َجنَّ ِة َوالَّ ِذ‬
ُ ‫ي نَ ْف‬ ِ ‫ار َو َو‬ ِ َّ‫الن‬
ُ‫عة‬ َ ‫ ْال َج َما‬:َ‫س ْو َل هللاِ َم ْن ُه ْم؟ قَال‬ ُ ‫ يَا َر‬:َ‫ قِ ْيل‬،‫ار‬ ِ َّ‫س ْبعُ ْونَ فِ ْي الن‬ َ ‫َان َو‬ ِ ‫وثِ ْنت‬.َ

Dari ‘Auf bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda, ‘Yahudi terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, satu
(golongan) masuk Surga dan yang 70 (tujuh puluh) di Neraka. Dan
Nasrani terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, yang 71 (tujuh
puluh satu) golongan di Neraka dan yang satu di Surga. Dan demi Yang
jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, ummatku benar-benar akan
terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, yang satu di Surga,
dan yang 72 (tujuh puluh dua) golongan di Neraka,’ Ditanyakan kepada
beliau, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang masuk Surga itu) wahai
Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Al-Jama’ah.’

Keterangan
Hadits ini telah diriwayatkan oleh:
1. Ibnu Majah, dalam kitab Sunan-nya Kitabul Fitan bab Iftiraaqil Umam
no. 3992.
2. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitab as-Sunnah I/32 no. 63.
3. Al-Lalikaa-i, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunah wal
Jama’ah I/113 no. 149.

Semuanya telah meriwayatkan dari jalan ‘Amr, telah menceritakan


kepada kami ‘Abbad bin Yusuf, telah menceritakan kepadaku Shafwan
bin ‘Amr dari Rasyid bin Sa’ad dari ‘Auf bin Malik.

Perawi Hadits:
a. ‘Amr bin ‘Utsman bin Sa’ad bin Katsir bin Dinar al-Himshi.
An-Nasa-i dan Ibnu Hibban berkata: “Ia merupakan seorang perawi yang
tsiqah.”
b. ‘Abbad bin Yusuf al-Kindi al-Himsi.
Ia dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Hibban. Ibnu ‘Adiy berkata: “Ia
meriwayatkan dari Shafwan dan lainnya hadits-hadits yang ia
menyendiri dalam meriwayatkannya.”
Ibnu Hajar berkata: “Ia maqbul (yakni bisa diterima haditsnya bila ada
mutabi’nya).”
(Lihat Mizaanul I’tidal II/380, Tahdzibut Tahdzib V/96-97, Taqribut
Tahdzib I/470 no. 3165.)
c. Shafwan bin ‘Amr: “Tsiqah.” (Taqribut Tahdzib I/439 no. 2949.)
d. Raasyid bin Sa’ad: “Tsiqah.” (Tahdzibut Tahdzib III/195, Taqribut
Tahdzib I/289 no. 1859.)
Derajat Hadits
Derajat hadits ini hasan, karena ada ‘Abbad bin Yusuf, tetapi hadits ini
menjadi shahih dengan beberapa syawahidnya.

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani mengatakan hadits ini shahih


dalam Shahih Ibnu Majah II/364 no. 3226 cetakan Maktabut Tarbiyatul
‘Arabiy li Duwalil Khalij cet. III thn. 1408 H, dan Silisilah al-Ahaadits ash-
Shahihah no. 1492.

HADITS KEEMPAT:
Hadits tentang terpecahnya ummat menjadi 73 golongan diriwayatkan
juga oleh Anas bin Malik dengan mempunyai 8 (delapan) jalan (sanad)
di antaranya dari jalan Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 3993:

Lafazh-nya adalah sebagai berikut:

َ ‫علَى إِحْ َدى َو‬


َ‫س ْب ِعيْن‬ َ ‫ت‬ ْ َ‫ي إِس َْرائِ ْي َل اِ ْفت ََرق‬ ْ ِ‫ إِ َّن بَن‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلَّى ه‬
َ ُ‫ّللا‬ ِ ‫س ْو ُل‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ع ْن أَنَ ِس ب ِْن َمالِكٍ قَال‬
َ
ُ‫عة‬ ْ َّ َّ ُّ ُ ً
ِ ‫س ْب ِعيْنَ فِ ْرقَة كل َها فِي الن‬ ْ َ ْ ُ ً
َ ‫فِ ْرقَة َوإِ َّن أ َّمتِ ْي‬
َ ‫ي ال َج َما‬َ ‫ار إِال َوا ِح َدةً؛ َو ِه‬ َ ‫على ثِنتَي ِْن َو‬َ ‫ستَفت َِر ُق‬

Dari Anas bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda, ‘Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 71 (tujuh puluh
satu) golongan, dan sesungguhnya ummatku akan terpecah menjadi 72
(tujuh puluh dua) golongan, yang semuanya berada di Neraka, kecuali
satu golongan, yakni “al-Jama’ah.”

Imam al-Bushiriy berkata, “Sanadnya shahih dan para perawinya


tsiqah.[1]

Hadits ini dishahih-kan oleh Imam al-Albany dalam shahih Ibnu Majah
no. 3227.
(Lihat tujuh sanad lainnya yang terdapat dalam Silsilatul Ahaadits ash-
Shahiihah I/360-361)

HADITS KELIMA:
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dalam Kitabul Iman, bab Maa Jaa-a
Fiftiraaqi Haadzihil Ummah no. 2641 dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr
bin al-‘Ash dan Imam al-Laalika-i juga meriwayatkan dalam kitabnya
Syarah Ushuli I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/111-112 no. 147) dari
Shahabat dan dari jalan yang sama, dengan ada tambahan pertanyaan,
yaitu: “Siapakah golongan yang selamat itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab:

ْ َ ‫علَ ْي ِه َو أ‬
‫ص َحابِ ْي‬ َ ‫َماأَنَا‬

“Ialah golongan yang mengikuti jejakku dan jejak para Shahabatku.”

Lafazh-nya secara lengkap adalah sebagai berikut:

‫علَى بَ ِن ْي‬ َ ‫ي َما أَت َى‬ ْ ِ‫علَى أ ُ َّمت‬َ ‫ لَيَأ ْتِيَ َّن‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫هللا‬ ِ ‫س ْو ُل‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ع ْم ٍرو قَال‬ َ ‫ع ْب ِد هللاِ ب ِْن‬ َ ‫ع ْن‬ َ
‫ي‬ِْ ‫صنَ ُع ذَلِكَ َو ِإ َّن بَن‬ ُ
ْ َ‫عالَنِيَةً لَ َكانَ فِ ْي أ َّمتِ ْي َم ْن ي‬ ُ
َ َّ ‫ه‬ ‫م‬ ُ ‫أ‬ ‫َى‬ ‫ت‬َ ‫أ‬ ‫ن‬ْ ‫م‬
َ ُْ‫م‬ ‫ه‬ ‫ن‬ْ ‫م‬ِ َ‫ان‬‫ك‬َ ْ
‫ن‬ ‫إ‬ َّ َّ
ِ َ ِ ْ ِ ِ ْ َ َ ‫ِإس َْرائِ ْي‬
‫ى‬ ‫ت‬ ‫ح‬ ‫ل‬‫ع‬ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ب‬ ‫ل‬ ‫ع‬ َّ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫و‬‫ذ‬ْ ‫ح‬ ‫ل‬َ
ً‫ار ِإالَّ ِملَّة‬ ِ َّ‫س ْب ِعيْنَ ِملَّةً ُكلُّ ُه ْم ِفي الن‬
َ ‫ث َو‬ ٍ َ‫علَى ثَال‬ َ ‫ي‬ ْ ‫س ْب ِعيْنَ ِملَّةً َوت َ ْفت َِر ُق أ ُ َّم ِت‬ َ ‫علَى ِث ْنتَي ِْن َو‬ َ ‫ت‬ ْ َ‫ِإس َْرا ِئ ْي َل تَفَ َّرق‬
‫ص َحابِ ْي‬ ْ َ ‫علَ ْي ِه َوأ‬
َ ‫ َما أَنَا‬:َ‫س ْو َل هللاِ؟ قَال‬ ُ ‫ي يَا َر‬ َ ‫ َو َم ْن ِه‬:‫ قَالُ ْوا‬،ً‫اح َدة‬ ِ ‫و‬. َ

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda, ‘Sungguh akan terjadi pada ummatku, apa yang telah
terjadi pada ummat bani Israil sedikit demi sedikit, sehingga jika ada di
antara mereka (Bani Israil) yang menyetubuhi ibunya secara terang-
terangan, maka niscaya akan ada pada ummatku yang mengerjakan itu.
Dan sesungguhnya bani Israil berpecah menjadi tujuh puluh dua millah,
semuanya di Neraka kecuali satu millah saja dan ummatku akan
terpecah menjadi tujuh puluh tiga millah, yang semuanya di Neraka
kecuali satu millah.’ (para Shahabat) bertanya, ‘Siapa mereka wahai
Rasulullah?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Apa yang
aku dan para Shahabatku berada di atasnya.’”
(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 2641, dan ia berkata: “Ini merupakan
hadits penjelas yang gharib, kami tidak mengetahuinya seperti ini,
kecuali dari jalan ini.”)

Perawi Hadits
Dalam sanad hadits ini ada seorang perawi yang lemah, yaitu ‘Abdur
Rahman bin Ziyad bin An’um al-Ifriqiy. Ia dilemahkan oleh Yahya bin
Ma’in, Imam Ahmad, an-Nasa-i dan selain mereka. Ibnu Hajar al-
Asqalani berkata: “Ia lemah hafalannya.”
(Tahdzibut Tahdzib VI/157-160, Taqribut Tahdzib I/569 no. 3876.)

Derajat Hadits
Imam at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan, karena banyak
syawahid-nya. Bukan beliau menguatkan perawi di atas, karena dalam
bab Adzan beliau melemahkan perawi ini.
(Lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah no. 1348 dan kitab Shahih
Tirmidzi no. 2129.)

KESIMPULAN
Kedudukan hadits-hadits di atas setelah diadakan penelitian oleh para
Ahli Hadits, maka mereka berkesimpulan bahwa hadits-hadits tentang
terpecahnya ummat ini menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, 72 (tujuh
puluh dua) golongan masuk Neraka dan satu golongan masuk Surga
adalah hadits yang shahih, yang memang sah datangnya dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tidak boleh seorang pun meragukan
tentang keshahihan hadits-hadits tersebut, kecuali kalau ia dapat
membuktikan berdasarkan ilmu hadits tentang kelemahannya.

Hadits-hadits tentang terpecahnya ummat Islam menjadi tujuh puluh tiga


golongan adalah hadits yang shahih sanad dan matannya. Dan yang
menyatakan hadits ini shahih adalah pakar-pakar hadits yang memang
sudah ahli di bidangnya. Kemudian menurut kenyataan yang ada bahwa
ummat Islam ini berpecah belah, berfirqah-firqah (bergolongan-
golongan), dan setiap golongan bang-ga dengan golongannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang ummat Islam berpecah belah


seperti kaum musyrikin:

“Artinya : Janganlah kamu termasuk orang-orang yang


mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah
agama me-reka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap
golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan
mereka.” [Ar-Rum: 31-32]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jalan keluar, jalan
selamat dunia dan akhirat. Yaitu berpegang kepada Sunnah Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya.

ALASAN MEREKA YANG MELEMAHKAN HADITS INI SERTA


BANTAHANNYA
Ada sebagian orang melemahkan hadits-hadits tersebut karena melihat
jumlah yang berbeda-beda dalam penyebutan jumlah bilangan firqah
(kelompok) yang binasa tersebut, yakni di satu hadits disebutkan
sebanyak 70 (tujuh puluh) firqah, di hadits yang lainnya disebutkan
sebanyak 71 (tujuh puluh satu) firqah, di hadits yang lainnya lagi
disebutkan sebanyak 72 (tujuh puluh dua) firqah, dan hanya satu firqah
yang masuk Surga.

Oleh karena itu saya akan terangkan tahqiqnya, berapa jumlah firqah
yang binasa itu?

Pertama, di dalam hadits ‘Auf bin Malik dari jalan Nu’aim bin Hammad
yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam kitab Musnad-nya (I/98) no.
172, dan Hakim (IV/ 430) disebut tujuh puluh (70) firqah lebih, dengan
tidak menentukan jumlahnya yang pasti.

Akan tetapi, sanad hadits ini dha’if (lemah), karena di dalam sanadnya
ada seorang perawi yang bernama Nu’aim bin Hammad al-Khuzaa’i.

Ibnu Hajar berkata, “Ia banyak salahnya.”

An-Nasa-i berkata, “Ia orang yang lemah.”

(Lihat Mizaanul I’tidal IV/267-270, Taqribut Tahdzib II/250 no. 7192 dan
Silsilatul Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhuu’ah I/148, 402 oleh Syaikh
Muhammad Nashiruddin al-Albani.)

Kedua, di hadits Sa’ad bin Abi Waqqash dari jalan Musa bin ‘Ubaidah ar-
Rabazi yang diriwayatkan oleh al-Ajurri dalam kitab asy-Sya’riah, al-
Bazzar dalam kitab Musnad-nya sebagaimana yang telah disebutkan
oleh al-Hafizh al-Haitsami dalam kitab Kasyful Atsaar ‘an Zawaa-idil
Bazzar no. 284. Dan Ibnu Baththah dalam kitab Ibanatil Kubra nomor
263, 267. Disebutkan dengan bilangan tujuh puluh satu (71) firqah,
sebagaimana Bani Israil.

Akan tetapi sanad hadits ini juga dha’if, karena di dalamnya ada seorang
perawi yang bernama Musa bin ‘Ubaidah, ia adalah seorang perawi
yang dha’if.
(Lihat Taqribut Tahdzib II/226 no. 7015.)

Ketiga, di hadits ‘Amr bin ‘Auf dari jalan Katsir bin ‘Abdillah, dan dari
Anas dari jalan Walid bin Muslim yang diriwayatkan oleh Hakim (I/129)
dan Imam Ahmad di dalam Musnad-nya, disebutkan bilangan tujuh
puluh dua (72) firqah.

Akan tetapi sanad hadits ini pun dha’ifun jiddan (sangat lemah), karena
di dalam sanadnya ada dua orang perawi di atas.
(Taqribut Tahdzib II/39 no. 5643, Mizaanul I’tidal IV/347-348 dan
Taqribut Tahdzib II/289 no. 7483.)

Keempat, dalam hadits Abu Hurairah, Mu’awiyah, ’Auf bin Malik,


‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, Ali bin Abi Thalib dan sebagian dari jalan
Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh para imam Ahli Hadits disebut
sebanyak tujuh puluh tiga (73) firqah, yaitu yang tujuh puluh dua (72)
firqah masuk Neraka dan satu (1) firqah masuk Surga.

Dan derajat hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana telah


dijelaskan di atas.

TARJIH
Setelah kita melewati pembahasan di atas, maka dapatlah kita
simpulkan bahwa yang lebih kuat adalah yang menyebutkan dengan 73
(tujuh puluh tiga) golongan.
Kesimpulan tersebut disebabkan karena hadits-hadits yang
menerangkan tentang terpecahnya ummat menjadi 73 (tujuh puluh tiga)
golongan adalah lebih banyak sanadnya dan lebih kuat dibanding
hadits-hadits yang menyebut 70 (tujuh puluh), 71 (tujuh puluh satu), atau
72 (tujuh puluh dua).

MAKNA HADITS
Sebagian orang menolak hadits-hadits yang shahih karena mereka lebih
mendahulukan akal daripada wahyu, padahal yang benar adalah wahyu
yang berupa nash al-Qur’an dan Sunnah yang sah lebih tinggi dan jauh
lebih utama dibanding dengan akal manusia. Wahyu adalah ma’shum
sedangkan akal manusia tidak ma’shum. Wahyu bersifat tetap dan
terpelihara sedangkan akal manusia berubah-ubah. Dan manusia
mempunyai sifat-sifat kekurangan, di antaranya:

Manusia ini adalah lemah, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

“Artinya : Dan diciptakan dalam keadaan lemah.” [An-Nisaa’: 28]

Dan manusia itu juga jahil (bodoh), zhalim dan sedikit ilmunya, Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

“Artinya : Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada


langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesung-guhnya manusia itu amat
zhalim dan amat bodoh.” [Al-Ahzaab: 72]

Serta seringkali berkeluh kesah, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah


berfirman:

“Artinya ; Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah lagi


kikir.” [Al-Ma’aarij : 19]
Sedangkan wahyu tidak ada kebathilan di dalamnya, Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah berfirman:

“Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebathilan baik dari depan


maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang
Mahabijaksana lagi Mahaterpuji.” [Al-Fushshilat : 42]

Adapun masalah makna hadits yang masih musykil (sulit difahami),


maka janganlah dengan alasan tersebut kita terburu-buru untuk menolak
hadits-hadits yang sahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena
betapa banyaknya hadits-hadits sah yang belum dapat kita fahami
makna dan maksudnya.

Permasalahan yang harus diperhatikan adalah bahwa Allah dan Rasul-


Nya lebih mengetahui daripada kita. Al-Qur’an dan as-Sunnah yang
shahih tidak akan mungkin bertentangan dengan akal manusia selama-
lamanya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa ummatnya


akan mengalami perpecahan dan perselisihan dan akan menjadi 73
(tujuh puluh tiga) firqah, semuanya ini telah terbukti.

Dan yang terpenting bagi kita sekarang ini ialah berusaha mengetahui
tentang kelompok-kelompok yang binasa dan golongan yang selamat
serta ciri-ciri mereka berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah yang sah
dan penjelasan para Shahabat dan para ulama Salaf, agar kita termasuk
ke dalam “Golongan yang selamat” dan menjauhkan diri dari kelompok-
kelompok sesat yang kian hari kian berkembang.

Golongan yang selamat hanya satu, dan jalan selamat menuju kepada
Allah hanya satu, Allah Subahanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepada-mu agar kamu bertaqwa.” [Al-
An’am: 153]

Jalan yang selamat adalah jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sha-habatnya.

Bila ummat Islam ingin selamat dunia dan akhirat, maka mereka wajib
mengikuti jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para Shahabatnya.

Mudah-mudahan Allah membimbing kita ke jalan selamat dan


memberikan hidayah taufiq untuk mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya.

Wallahu a’lam bish shawab.

MARAJI’
1. Al-Qur-anul karim serta terjemahannya, DEPAG.
2. Shahih al-Bukhari dan Syarah-nya cet. Daarul Fikr.
3. Shahih Muslim cet. Darul Fikr (tanpa nomor) dan tarqim: Muhammad
Fuad Abdul Baqi dan Syarah-nya (Syarah Imam an-Nawawy).
4. Sunan Abi Dawud.
5. Jaami’ at-Tirmidzi.
6. Sunan Ibni Majah.
7. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, cet. Daarul Fikr, th. 1398 H.
8. Sunan ad-Darimi, cet. Daarul Fikr, th. 1389 H.
9. Al-Mustadrak, oleh Imam al-Hakim, cet. Daarul Fikr, th. 1398 H.
10. Mawaariduzh Zham-aan fii Zawaa-id Ibni Hibban, oleh al-Hafizh al-
Haitsamy, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah.
11. Musnad Abu Ya’la al-Maushiliy, oleh Abu Ya’la al-Maushiliy, cet.
Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah, th. 1418 H.
12. Kitaabus Sunnah libni Abi ‘Ashim, oleh Muhammad Nashiruddin al-
Albani, cet. Al-Maktab al-Islamy, th. 1413 H.
13. Al-Ibanah ‘an Syari’atil Firqatin Najiyah (Ibaanatul Kubra), oleh Ibnu
Baththah al-Ukbary, tahqiq: Ridha bin Nas’an Mu’thi, cet. Daarur
Raayah, th. 1415 H.
14. As-Sunnah, oleh Imam Ibnu Abi ‘Ashim.
15. Kitaabusy Syari’ah, oleh Imam al-Ajurry, tahqiq: Dr. ‘Ab-dullah bin
‘Umar bin Sulaiman ad-Damiji, th. 1418 H.
16. Al-Jarhu wat-Ta’dil, oleh Ibnu Abi Hatim ar-Raazy, cet. Daarul Fikr.
17. Tahdziibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqa-lani, cet.
Daarul Fikr.
18. Taqriibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqa-lani, cet. Daarul
Fikr.
19. Mizaanul I’tidaal, oleh Imam adz-Dzahabi.
20. Shahiih at-Tirmidzi bi Ikhtishaaris Sanad, oleh Imam al-Albani, cet.
Maktabah at-Tarbiyah al-‘Arabi lid-Duwal al-Khalij, th. 1408 H.
21. Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah, oleh Imam Muhammad
Nashiruddin al-Albani, cet. Makatabah al-Ma’arif.
22. Al-I’tisham, oleh Imam asy-Syathibi, tahqiq: Syaikh Salim bin ‘Ied al-
Hilaly, cet. II-Daar Ibni ‘Affan, th. 1414 H.
23. Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunah wal Jama’ah, oleh Imam al-
Lalikaa-iy, tahqiq: Dr. Ahmad bin Sa’id bin Hamdan al-Ghamidi, cet.
Daar Thayyibah, th. 1418 H.
24. Al-Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, oleh al-Ashbahani, tah-qiq: Syaikh
Muhammad bin Rabi’ bin Hadi ‘Amir al-Madkhali, cet. Daarur Raayah, th.
1411 H.
25. Ats-Tsiqaat, oleh Imam al-’Ijly.
26. Ats-Tsiqat, oleh Imam Ibnu Hibban.
27. Al-Kasyif, oleh Imam adz-Dzahaby.
28. Silsilatul Ahaadits adh-Dhai’fah wal Maudhuu’ah oleh Syaikh
Muhammad Nashiruddin al-Albany.
29. Shahih Ibnu Majah, oleh Syaikh Muhammad Nashirud-din al-Albany,
cetakan Maktabut Tarbiyatul ‘Arabiy lid-Duwalil Khalij, cet. III, thn. 1408
H.
30. Mishbahuz Zujajah, oleh al-Hafizh al-Busairy.
31. Kasyful Atsaar ‘an Zawaa-idil Bazzar, oleh al-Hafizh al-Haitsami.

[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir
Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan
1425H/Oktober 2004M]
_______
Footnote
1] Lihat kitab Mishbahuz Zujajah (IV/180). Secara lengkap perkataannya
adalah sebagai berikut: Ini merupakan sanad (hadits) yang shahih, para
perawinya tsiqah, dan telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad juga dalam
Musnad-nya dari hadits Anas pula, begitu juga diriwayatkan oleh Abu
Ya’la al-Maushiliy.

Read more https://almanhaj.or.id/453-kedudukan-hadits-tujuh-puluh-tiga-


golongan-umat-islam.html

GOLONGAN YANG SELAMAT HANYA SATU

Oleh
َ ‫َح ِف‬
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas ‫ظهُ هللا تَعَالَى‬

‫علَى‬ َ ‫ت ْاليَ ُه ْو ُد‬ ِ َ‫(( اِ ْفت ََرق‬: ‫سلَّ َم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ع ْنهُ قَال‬ َ ُ‫ي هللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ف ب ِْن َمالِكٍ َر‬ َ ‫ع ْن‬
ِ ‫ع ْو‬ َ
ً‫س ْب ِعيْنَ فِ ْرقَة‬َ ‫علَى ثِ ْنتَي ِْن َو‬ َ ‫ارى‬ َ ‫ص‬ َ َّ‫ت الن‬ ِ َ‫ َوا ْفت ََرق‬،‫ار‬ِ َّ‫س ْبعُ ْونَ فِي الن‬ ْ
َ ‫اح َدة ٌ فِي ال َجنَّ ِة َو‬ ً
ِ ‫س ْب ِعيْنَ فِ ْرقَة فَ َو‬
َ ‫ِإحْ َدى َو‬
َ‫س ْب ِعيْن‬
َ ‫ث َو‬ ٍ َ‫علَى ثَال‬ َ ‫ي‬ ُ
ْ ِ‫س ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه لَت َ ْفت َِرقَ َّن أ َّمت‬
ُ ‫ي نَ ْف‬ ْ ‫ َوالَّ ِذ‬،‫اح َدة ٌ فِي ْال َجنَّ ِة‬ ِ ‫ار َو َو‬ ِ َّ‫س ْبعُ ْونَ فِي الن‬ َ ‫فَإِحْ َدى َو‬
ُ‫عة‬ َ ‫ ( ا َ ْل َج َما‬:َ‫ َم ْن ُه ْم ؟ قَال‬،ِ‫س ْو َل هللا‬ ُ ‫ار )) ِق ْي َل يَا َر‬ ِ َّ‫س ْبعُ ْونَ ِف ْي الن‬ َ ‫َان َو‬ ِ ‫اح َدة ٌ ِفي ْال َجنَّ ِة َو ِث ْنت‬ِ ‫ َو‬،ً‫) ِف ْرقَة‬.

Dari Sahabat ‘Auf bin Mâlik Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata, “Rasûlullâh


Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ummat Yahudi berpecah-belah
menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, maka hanya satu golongan
yang masuk surga dan 70 (tujuh puluh) golongan masuk neraka. Ummat
Nasrani berpecah-belah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan 71
(tujuh puluh satu) golongan masuk neraka dan hanya satu golongan
yang masuk surga. Dan demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-
Nya, sungguh akan berpecah-belah ummatku menjadi 73 (tujuh puluh
tiga) golongan, hanya satu (golongan) masuk surga dan 72 (tujuh puluh
dua) golongan masuk neraka.’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ditanya, ‘Wahai Rasûlullâh, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang
selamat) itu ?’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘al-
Jamâ’ah.’”

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Ibnu Mâjah dan lafazh ini miliknya, dalam Kitâbul Fitan, Bâb Iftirâqul
Umam (no. 3992).
2. Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitâbus Sunnah (no. 63).
3. al-Lalika-i dalam Syarah Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah (no.
149).
Hadits ini hasan. Lihat Silsilatul Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 1492).

Dalam riwayat lain disebutkan tentang golongan yang selamat yaitu


orang yang mengikuti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
shahabatnya Radhiyallahu anhum. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

…‫ي‬ ْ َ ‫علَ ْي ِه َوأ‬


ْ ِ‫ص َحاب‬ ِ ‫ار ِإالَّ ِملَّةً َو‬
َ ‫ َما أَنَا‬:ً‫اح َدة‬ ِ َّ‫ ُكلُّ ُه ْم فِي الن‬.

“…Semua golongan tersebut tempatnya di neraka, kecuali satu (yaitu)


yang aku dan para sahabatku berjalan di atasnya.”[1]

SYARAH HADITS
Islam yang Allâh Azza wa Jalla karuniakan kepada kita, yang harus kita
pelajari, fahami, dan amalkan adalah Islam yang bersumber dari al-
Qur’ân dan as-Sunnah yang shahih menurut pemahaman para Sahabat
(Salafush Shalih). Pemahaman para Sahabat Radhiyallahu anhum yang
merupakan aplikasi (penerapan langsung) dari apa yang diajarkan oleh
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah satu-satunya
pemahaman yang benar. Aqidah serta manhaj mereka adalah satu-
satunya yang benar. Sesungguhnya jalan kebenaran menuju kepada
Allâh hanya satu, sebagaimana sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadits di atas.

Satu golongan dari ummat Yahudi yang masuk Surga adalah mereka
yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla dan kepada Nabi Musa
Alaihissallam serta mati dalam keadaan beriman. Dan begitu juga satu
golongan Nasrani yang masuk surga adalah mereka yang beriman
kepada Allâh dan kepada Nabi ‘Isa Alaihissallam sebagai Nabi, Rasul
dan hamba Allâh serta mati dalam keadaan beriman.[2] Adapun setelah
diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka semua
ummat Yahudi dan Nasrani wajib masuk Islam, yaitu agama yang
dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup
para Nabi. Prinsip ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:

‫ ث ُ َّم يَ ُم ْوتُ َولَ ْم يُؤْ ِم ْن بِالَّذِي‬،‫ي‬ ٌّ ‫ الَ يَ ْس َم ُع بِ ْي أ َ َح ٌد ِم ْن َه ِذ ِه ْاْل ُ َّم ِة يَ ُه ْو ِد‬،ِ‫س ُم َح َّم ٍد بِيَ ِده‬
ْ َ‫ي َوالَ ن‬
ٌّ ِ‫ص َران‬ ُ ‫َوالَّذِي نَ ْف‬
ِ َّ‫ب الن‬
‫ار‬ ِ ‫ص َحا‬ ْ َ ‫ ِإالَّ َكانَ ِم ْن أ‬،‫أ ُ ْر ِس ْلتُ ِب ِه‬.

Demi (Rabb) yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah seorang


dari ummat Yahudi dan Nasrani yang mendengar tentangku
(Muhammad), kemudian ia mati dalam keadaan tidak beriman terhadap
ajaran yang aku bawa, niscaya ia termasuk penghuni Neraka.” (HR.
Muslim (no. 153), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu)

‘Abdullah bin Mas‘ûd Radhiyallahu ‘anhu berkata :

‫ع ْن يَ ِم ْي ِن ِه‬
َ ‫طا‬ ً ‫ط ْو‬ ُ ‫َط ُخ‬ َّ ‫ َوخ‬،‫سبِ ْي ُل هللاِ ُم ْست َ ِق ْي ًمـا‬َ ‫ َهذَا‬:َ‫َطا ِبيَ ِد ِه ث ُ َّم قَال‬ ًّ ‫سلَّ َم خ‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫َط لَنَا َر‬ َّ ‫خ‬
‫ َوأ َ َّن‬:‫ ث ُ َّم قَ َرأ َ قَ ْولَهُ تَعَالَـى‬،‫ع ْو إِلَ ْي ِه‬ ٌ ‫ط‬
ُ ‫ان يَ ْد‬ َ ‫ش ْي‬ َ ‫سبِ ْي ٌل إِ َّال‬
َ ‫علَ ْي ِه‬ َ ‫ْس ِم ْن َها‬َ ‫سبُ ٌل ] ُمتَفَـِ هرقَةٌ[ لَي‬ ُ ‫ َه ِذ ِه‬:َ‫ ث ُ َّم قَال‬،‫َو ِش َمـا ِل ِه‬
َّ ‫سبِي ِل ِه ۚ َٰذَ ِل ُك ْم َو‬
َ‫صا ُك ْم بِ ِه لَعَلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬ َ ‫ع ْن‬ ُّ ‫اطي ُم ْست َ ِقي ًما فَاتَّبِعُوهُ ۖ َو َال تَتَّبِعُوا ال‬
َ ‫سبُ َل فَتَفَ َّرقَ بِ ُك ْم‬ ِ ‫ص َر‬ِ ‫َٰ َهذَا‬

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis dengan


tangannya kemudian bersabda, ‘Ini jalan Allâh yang lurus.’ Lalu beliau
membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, ‘Ini adalah
jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat) tak satupun dari jalan-jalan ini
kecuali disana ada setan yang menyeru kepadanya.’ Selanjutnya Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allâh Azza wa Jalla , “Dan
sungguh, inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti
jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-
Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.”
[al-An’âm/6:153] [3]

Dalam hadits ini Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan


ayat dalam surat al-An’âm bahwa jalan menuju Allâh Azza wa Jalla
hanya satu, sedangkan jalan-jalan menuju kesesatan banyak sekali.
Jadi wajib bagi kita mengikuti shiratal mustaqim dan tidak boleh
mengikuti jalan, aliran, golongan, dan pemahaman-pemahaman yang
sesat, karena dalam semua itu ada setan yang mengajak kepada
kesesatan.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah (wafat tahun 751 H) berkata, “Hal ini
disebabkan karena jalan menuju Allâh Subhanahu wa Ta’ala hanya
satu. Jalan itu adalah ajaran yang telah Allâh Azza wa Jalla wahyukan
kepada para rasul -Nya dan Kitab-kitab yang telah diturunkan kepada
mereka. Tidak ada seorang pun yang bisa sampai kepada-Nya tanpa
melalui jalan tersebut. Sekiranya ummat manusia mencoba seluruh jalan
yang ada dan berusaha mengetuk seluruh pintu yang ada, maka seluruh
jalan itu tertutup dan seluruh pintu itu terkunci kecuali dari jalan yang
satu itu. Jalan itulah yang berhubungan langsung kepada Allâh dan
menyampaikan mereka kepada-Nya.”[4]

Akan tetapi, faktor yang membuat kelompok-kelompok dalam Islam itu


menyimpang dari jalan yang lurus adalah kelalaian mereka terhadap
rukun ketiga yang sebenarnya telah diisyaratkan dalam al-Qur’ân dan
as-Sunnah, yakni memahami al-Qur’ân dan as-Sunnah menurut
pemahaman assalafush shalih. Surat al-Fâtihah secara gamblang telah
menjelaskan ketiga rukun tersebut, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

َ ‫ط ْال ُم ْست َ ِق‬


‫يم‬ َ ‫ص َرا‬
‫ا ْه ِدنَا ال ِ ه‬

Tunjukilah kami jalan yang lurus. [al-Fâtihah/1:6]

Ayat ini mencakup rukun pertama (al-Qur’ân) dan rukun kedua (as-
Sunnah), yakni merujuk kepada al-Qur’ân dan As-Sunnah, sebagaimana
telah dijelaskan di atas.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

َ‫علَ ْي ِه ْم َو َال الضَّالهِين‬


َ ‫ب‬ ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬
ِ ‫ضو‬ َ َ‫ط الَّذِينَ أ َ ْنعَ ْمت‬
َ ‫علَ ْي ِه ْم‬ َ ‫ص َرا‬
ِ
(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya,
bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka
yang sesat.” [al-Fâtihah/1:7]

Ayat ini mencakup rukun ketiga, yakni merujuk kepada pemahaman


assalafush shalih dalam meniti jalan yang lurus tersebut. Padahal sudah
tidak diragukan bahwa siapa saja yang berpegang teguh dengan al-
Qur’ân dan as-Sunnah pasti telah mendapat petunjuk kepada jalan yang
lurus. Disebabkan metode manusia dalam memahami al-Qur’ân dan as-
Sunnah berbeda-beda, ada yang benar dan ada yang salah, maka wajib
memenuhi rukun ketiga untuk menghilangkan perbedaan tersebut, yakni
merujuk kepada pemahaman assalafush shalih.[5]

Tentang wajibnya mengikuti pemahaman para sahabat, Allâh Azza wa


Jalla berfirman :

ۖ ‫ص ِل ِه َج َهنَّ َم‬ْ ُ‫سبِي ِل ْال ُمؤْ ِمنِينَ نُ َو ِله ِه َما ت ََولَّ َٰى َون‬ َ ‫سو َل ِم ْن بَ ْع ِد َما تَبَيَّنَ لَهُ ْال ُه َد َٰى َويَت َّ ِب ْع‬
َ ‫غي َْر‬ ُ ‫الر‬
َّ ‫ق‬ِ ِ‫َو َم ْن يُشَاق‬
‫يرا‬ً ‫ص‬ ِ ‫ت َم‬ ْ ‫سا َء‬
َ ‫َو‬

Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas


kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
Mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu
dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan itu
seburuk-buruk tempat kembali.” [an-Nisâ’/4:115]

Uraian di atas merupakan penegasan bahwa generasi yang paling


utama yang dikaruniai ilmu dan amal shalih oleh Allâh Azza wa Jalla
adalah para Shahabat Rasul n . Hal itu karena mereka telah
menyaksikan langsung turunnya al-Qur’ân, menyaksikan sendiri
penafsiran yang shahih yang mereka fahami dari petunjuk Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Karena itu wajib bagi kita
mengikuti pemahaman mereka.

Setiap Muslim dan Muslimah dalam sehari semalam minimal 17 (tujuh


belas) kali membaca ayat :
َ‫علَ ْي ِه ْم َو َال الضَّالهِين‬
َ ‫ب‬ ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬
ِ ‫ضو‬ َ َ‫ط الَّذِينَ أ َ ْنعَ ْمت‬
َ ‫علَ ْي ِه ْم‬ َ ‫﴾ص َرا‬ َ ‫ط ْال ُم ْست َ ِق‬
ِ ٦﴿‫يم‬ َ ‫ص َرا‬
‫ا ْه ِدنَا ال ِ ه‬

Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat. [al-Fâtihah/1:6-7]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Perhatikanlah hikmah berharga


yang terkandung dalam penyebutan sebab dan akibat ketiga kelompok
manusia (yang tersebut di akhir surat al-Fâtihah) dengan ungkapan yang
sangat ringkas. Nikmat yang dicurahkan kepada kelompok pertama
adalah nikmat hidayah, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.”[6]

Permohonan dan do’a seorang Muslim setiap hari agar diberikan


petunjuk ke jalan yang lurus harus direalisasikan dengan menuntut ilmu
syar’i, belajar agama Islam yang benar berdasarkan al-Qur’ân dan as-
Sunnah yang shahih menurut pemahaman para shahabat (pemahaman
assalafush shalih), dan mengamalkannya sesuai dengan pengamalan
mereka. Artinya, ummat Islam harus melaksanakan agama yang benar
menurut cara beragamanya para shahabat, karena sesungguhnya
mereka adalah orang yang mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan benar.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dalam hadits ‘Irbadh Bin


Sariyah Radhiyallahu ‘anhu tentang akan terjadinya perselisihan dan
perpecahan di tengah kaum Muslimin. Kemudian Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan jalan keluar yang terbaik yaitu, berpegang
kepada sunnah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah khulafâ-
ur Rasyidin Radhiyallahu anhum serta menjauhkan semua bid’ah dalam
agama yang diada-adakan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

… ، َ‫الرا ِش ِديْنَ ْال َم ْه ِديِهيْن‬


َّ ‫سنَّ ِة ْال ُخلَفَاء‬ ُ ‫ي َو‬ ُ ِ‫ فَعَلَ ْي ُك ْم ب‬،‫اختِ َالفًا َكثِي ًْرا‬
ْ ِ‫سنَّت‬ ْ ‫سيَ َرى‬ َ َ‫ي ف‬ْ ‫ش ِم ْن ُك ْم بَ ْع ِد‬ْ ‫فَإِنَّهُ َم ْن يَ ِع‬
ٌ‫ض َاللَة‬
َ ‫ع ٍة‬َ ‫عةٌ َو ُك َّل بِ ْد‬َ ‫ور فَإِ َّن ُك َّل ُمحْ َدث َ ٍة بِ ْد‬ِ ‫ت ْاْل ُ ُم‬ ِ ‫علَ ْي َها بِالنَّ َو‬
ِ ‫ َوإِيَّا ُك ْم َو ُمحْ َدثَا‬،ِ‫اجذ‬ َ ‫عض ُّْوا‬ َ .

“…Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku,


maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, karenanya hendaklah
kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa-ur
Rasyidin. Peganglah erat-erat Sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi
geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian setiap perkara yang baru
(dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru adalah
bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.’”[7]

Mu’âdz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Tidakkah kalian


mendengar apa yang disabdakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ?’ Mereka berkata, ‘Apa yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ucapkan?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ ت َْر ِجعُ ْونَ إِلَى أ َ ْم ِر ُك ُم ْاْل َ َّول‬: ‫صنَ ُع ؟ قَا َل‬ َ ‫س ْو َل هللاِ ؟ َو َكي‬
ْ َ‫ْف ن‬ َ ‫ فَ َكي‬: ‫ فَقَالُ ْوا‬،ٌ‫ست َ ُك ْو ُن فِتْنَة‬
ُ ‫ْف لَنَا يَا َر‬ َ ‫إِنَّ َها‬

Sungguh akan terjadi fitnah”, Mereka berkata, ‘Bagaimana dengan kita,


wahai Rasûlullâh ? Apa yang kita perbuat?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Hendaknya kalian kembali kepada urusan kalian yang
pertama kali.”[8]

Apabila ummat Islam kembali kepada al-Qur’ân dan as-Sunnah dan


mereka memahami Islam menurut pemahaman Salaf dan
mengamalkannya menurut cara yang dilaksanakan Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, maka ummat Islam
akan mendapatkan hidayah (petunjuk), barakah, ketenangan hati,
terhindar dari berbagai macam fitnah, perpecahan, perselisihan, bid’ah-
bid’ah, pemahaman-pemahaman dan aliran yang sesat. Bila umat Islam
berpegang teguh dengan aqidah, manhaj, pemahaman, dan cara
beragama yang dilaksanakan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum maka Allâh Azza wa
Jalla akan memberikan kepada kaum Muslimin keselamatan, kemuliaan,
kejayaan dunia dan akhirat serta diberikan pertolongan oleh Allâh Azza
wa Jalla untuk mengalahkan musuh-musuh Islam dari kalangan orang-
orang kafir dan munafiqin.

Realita kondisi ummat Islam yang kita lihat sekarang ini adalah ummat
Islam mengalami kemunduran, terpecah belah dan mendapatkan
berbagai musibah dan petaka, dikarenakan mereka tidak berpegang
teguh kepada ‘aqidah dan manhaj yang benar dan tidak melaksanakan
syari’at Islam sesuai dengan pemahaman Shahabat, serta banyak dari
mereka yang masih berbuat syirik dan menyelisihi Sunnah Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

… ‫شبَّهَ بِقَ ْو ٍم فَ ُه َو ِم ْن ُه ْم‬ ْ ‫ف أ َ ْم ِر‬


َ َ ‫ي َو َم ْن ت‬ َ َ‫علَى َم ْن خَال‬
َ ‫َار‬
ُ ‫صغ‬َّ ‫و ُج ِع َل ال ِذهلَّةُ َوال‬.
َ

“… Dijadikan kehinaan dan kerendahan atas orang-orang yang


menyelisihi Sunnahku. Dan barang siapa menyerupai suatu kaum, maka
ia termasuk golongan mereka.”[9]

Pertama kali yang harus diluruskan dan diperbaiki adalah ‘aqidah dan
manhaj[10] umat Islam dalam meyakini dan melaksanakan agama
Islam. Hal ini merupakan upaya untuk mengembalikan jati diri umat
Islam untuk mendapatkan ridha Allâh Azza wa Jalla dan kemuliaan di
dunia dan di akhirat.

FAWA-ID HADITS
1. Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah orang-orang mulia
yang paling dalam ilmu dan hujjahnya. (lihat Saba’/34:6 ;
Muhammad/47:16)
2. Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum sebagai sumber rujukan saat
perselisihan dan sebagai pedoman dalam memahami al-Qur’ân dan As-
Sunnah.
3. Mengikuti manhaj Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah
jaminan mendapat keselamatan dunia dan akhirat. (lihat an-Nisâ’/4: 115)
4. Mencintai para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti
iman, sedang membenci mereka berarti kemunafikan.
5. Kesepakatan (ijma’) para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah
hujjah yang wajib diikuti setelah al-Qur’ân dan as-Sunnah. (lihat an-
Nisâ’/4:115 dan hadits al-‘Irbâdh bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu )
6. Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah orang-orang yang
berpegang teguh kepada agama Islam yang berarti mereka telah
mendapat petunjuk, dengan demikian mengikuti mereka adalah wajib.
7. Keridhaan Allâh Azza wa Jalla dapat diperoleh dengan mengikuti para
Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum , baik secara kelompok maupun
individu. (lihat at-Taubah/9:100)
8. Para Shahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah orang-orang yang
menyaksikan perbuatan, keadaan, dan perjalanan hidup Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , mendengar sabda beliau, mengetahui
maksudnya, menyaksikan turunnya wahyu, dan menyaksikan penafsiran
wahyu dengan perbuatan beliau sehingga mereka memahami apa yang
tidak kita pahami.
9. Mengikuti para Shahabat Nabi Radhiyallahu anhum adalah jaminan
mendapatkan pertolongan Allâh Azza wa Jalla , kemuliaan, kejayaan
dan kemenangan.
10. Mengikuti pemahaman assalaufus shalih adalah pembeda antara
manhaj (cara beragama) yang haq dengan yang batil, antara golongan
yang selamat dan golongan-golongan yang sesat.
11. Hadits di atas menetapkan bahwa ijma’ para Sahabat sebagai dasar
hukum Islam yang ketiga. (an-Nisâ’/4: 115)
12. al-Qur’ân dan as-Sunnah wajib dipahami dengan pemahaman para
shahabat, kalau tidak maka pemahaman tersebut akan membawanya
pada kesesatan.
13. Kewajiban mengikuti manhaj-nya (cara beragamanya) para
shahabat.
14. Golongan-golongan dan aliran-aliran yang sesat itu sangat banyak
sedangkan kebenaran hanya satu.
15. Mereka yang menyelisihi manhaj para Sahabat pasti akan tersesat
dalam beragama,manhaj dan aqidah mereka.
16. Hakikat persatuan di dalam Islam adalah bersatu dalam ‘aqidah,
manhaj, dan pemahaman yang benar.
17. Hadits di atas melarang kita berpecah belah di dalam manhaj dan
aqidah.
18. Perselisihan yang dimaksud dalam hadits di atas ialah perselisihan
dan perpecahan dalam manhaj dan aqidah. Adapun perselisihan yang
disebabkan karena tabi’at manusia dan tingkat keilmuan seseorang
yang lebih kurang, maka hal yang seperti ini tidak terlarang secara
mutlak asalkan mereka tetap berada di dalam satu manhaj. Seperti
perselisihan dalam masalah fiqih dan hukum, hal ini sudah ada sejak
zaman Shahabat.
19. Para shahabat Radhiyallahu anhum adalah orang-orang yang telah
mengamalkan sunnah-sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan benar dan mereka tidak berselisih tentang ‘aqidah dan manhaj,
meskipun ada perbedaan pendapat dalam masalah hukum dan ijtihad.
20. Orang banyak bukan ukuran kebenaran, karena hadits di atas dan
ayat al-Qur’ân menjelaskan kalau kita mengikuti orang banyak niscaya
orang banyak akan menyesatkan kita dari jalan kebenaran. (al-
An’âm/6:116)
21. Tidak boleh membuat kelompok, golongan, aliran, sekte, dan
jama’ah atas nama Islam, yang didasari kepada wala’ (loyalitas) dan
bara’ (berlepas diri) atas nama kelompoknya tersebut. Karena hal
tersebut dapat membuat perpecahan.
22. Bahwa bid’ah dan ahli bid’ah merusak agama Islam dan membuat
perpecahan.
23. Dalam Islam tidak ada bid’ah hasanah, semua bid’ah sesat.
24. Kaum Muslimin, terutama para penuntut ilmu dan para da’i, wajib
mengikuti jalan golongan yang selamat, belajar, memahami,
mengamalkan, dan mendakwahkan dakwah yang hak ini, yaitu dakwah
salaf.[11]
25. Do’a yang kita minta setiap hari memohon petujuk ke jalan yang
lurus, maka harus dibuktikan dengan mengikuti jalan golongan yang
selamat, yaitu cara beragamanya para sahabat Radhiyallahu anhum.

Maraaji’:
1. al-Qur’ânul Karîm dan terjemahnya.
2. Kutubus sittah.
3. As-Sunnah libni Abi ‘Ashim.
4. Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah, al-Lâlika-i.
5. Madârijus Sâlikîn, Ibnul Qayyim.
6. Silsilah al-Ahâdîts as-Shahîhah.
7. Dirâsât fil Ahwâ’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifis Salaf minha.
8. Madârikun Nazhar fis Siyâsah.
9. Mâ ana ‘alaihi wa Ash-hâbii.
10. Dar-ul Irtiyâb ‘an Hadîts Mâ Ana ‘alaihi wa Ash-hâbii oleh Syaikh
Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Daarur Rayah/ th. 1410 H.
11. Al-Arba’ûna Hadîtsan an-Nabawiyyah fii Minhâjid Da’wah as-
Salafiyyah oleh Sa’id (Muhammad Musa) Husain Idris as-Salafi.
12. Badâ’iut Tafsîr Al-Jami’ Limâ Fassarahul Imam Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah.
13. Dan kitab-kitab lainnya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XV/1433H/2012M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-
858196]
_______
Footnote
[1]. Hasan: HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan al-Hakim (I/129) dari Sahabat
‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu , dan dihasankan oleh Syaikh al-
Albâni dalam Shahîhul Jâmi’ (no. 5343). Lihat Dar-ul Irtiyâb ‘an Hadîts
Mâ Ana ‘alaihi wa Ash-hâbii oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet.
Daarur Rayah/ th. 1410 H.
[2]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir ketika menafsirkan al-Baqarah/2:62
[3]. Shahih: HR. Ahmad (I/435, 465), ad-Darimy (I/67-68), al-Hakim
(II/318), Syarhus Sunnah lil Imâm al-Baghawy (no. 97), dihasankan oleh
Syaikh al-Albâni dalam As-Sunnah libni Abi ‘Ashim no. 17. Tafsir an-
Nasa-i (no. 194). Adapun tambahan (mutafarriqatun) diriwayatkan oleh
Imam Ahmad (I/435).
[4]. Tafsîrul Qayyim libnil Qayyim (hlm. 14-15), Badâ’iut Tafsîr Al-Jâmi’
Limâ Fassarahul Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (hlm. 88), cet. Daar
Ibnu Jauzi.
[5]. Lihat Madârikun Nazhar fis Siyâsah baina Tathbîqâtisy Syar’iyyah
wal Infi’âlâtil Hamâsiyyah (hlm. 36-37) karya ‘Abdul Malik bin Ahmad bin
al-Mubarak Ramadhani Aljazairi, cet. IX/ th. 1430 H, Darul Furqan.
[6]. Madârijus Sâlikin (I/20, cet. Daarul Hadits, Kairo).
[7]. HR. Abu Dawud (no. 4607), at-Tirmidzi (no. 2676), dan lainnya. At-
Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih”. Silahkan baca penjelasan
hadits ini dan fawa-idnya dalam buku penulis “Wasiat Perpisahan”,
Pustaka at-Taqwa.
[8]. Shahih: HR. Ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 3307) dan
al-Mu’jamul Ausath (no. 8674). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam
Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shahîhah (no. 3165).
[9]. HR. Ahmad (II/50, 92) dan Ibnu Abi Syaibah (V/575 no. 98) Kitâbul
Jihâd, cet. Daarul Fikr, Fat-hul Bâri (VI/98) dari Sahabat ‘Abdullah bin
‘Umar Radhiyallahu anhuma , dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir
rahimahullah dalam Tahqiq Musnad Imam Ahmad (no. 5667).
[10]. Manhaj artinya jalan atau metode. Dan manhaj yang benar adalah
jalan hidup yang lurus dan terang dalam beragama menurut
pemahaman para Sahabat Radhiyallahu anhhum. Syaikh Dr. Shalih bin
Fauzan al-Fauzan menjelaskan antara ‘aqidah dan manhaj, beliau
berkata, “Manhaj lebih umum daripada ‘aqidah. Manhaj diterapkan
dalam ‘aqidah, suluk, akhlak, mu’amalah, dan dalam semua kehidupan
seorang Muslim. Setiap langkah yang dilakukan seorang Muslim
dikatakan manhaj. Adapun ‘aqidah yang dimaksud adalah pokok iman,
makna dua kalimat syahadat, dan konsekuensinya, inilah ‘aqidah.” (Al-
Ajwibatul Mufîdah ‘an As-ilatil Manâhij al-Jadîdah, hlm. 123. Kumpulan
jawaban Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan atas berbagai
pertanyaan seputar manhaj, dikumpulkan oleh Jamal bin Furaihan al-
Haritsi, cet. III, Daarul Manhaj/ th. 1424 H.)
[11]. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca buku penulis “Mulia dengan
Manhaj Salaf”, cet. V, Pustaka At-Taqwa.

Read more https://almanhaj.or.id/3825-golongan-yang-selamat-hanya-


satu.html

Siapakah 73 Golongan Akidah Dalam Islam

Rasulullah pernah bersabda bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan akidah dan
hanya 1 saja yang benar. Nah siapakah golongan-golongan itu? Rasulullah memberikan
beberapa petunjuk namun tidak menyebutkan dengan sangat detail, sehingga penafsirannya
masih terbuka.
Berikut salah satu kutipan hadis tentang 73 firqah/golongan:
Dari Abi Hurairah Rda, beliau berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: "Telah
berfirqah-firqah (golongan) orang Yahudi atas 71 firqah dan orang Nashara seperti itu pula dan
akan berfirqah ummatku atas 73 firqah" (Hadits riwayat Imam Tirmidzi)
Salah seorang ulama yang mencoba membuat daftar 73 golongan tersebut adalah Mufti
Syaikh Sayid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar dalam kitabnya Bugyatul
Mustarsyidin, pada halaman 398, cetakan Mathba’ah Amin Abdul Majid Cairo. Beliau
menyebutkan bahwa 72 golongan (firqah) yang sesat itu pada intinya adalah 7 golongan saja,
yaitu:
1. Kaum Syi’ah, kaum yang berlebih-lebihan memuja Saidina Ali Karamallahu
wajhahu. Mereka tidak mengakui Khalifah-khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman,
Radhiyallahu’anhum. Kaum Syi’ah kemudian berpecah menjadi 22 aliran.
2. Kaum Khawarij yaitu kaum yang berlebih-lebihan membenci Saidina 'Ali Kw.
bahkan ada di antaranya yang mengkafirkan Saidina Ali. Firqah ini berfatwa bahwa
orang-orang yang membuat dosa besar menjadi kafir. Kaum Khawarij kemudian
berpecah menjadi 20 aliran.
3. Kaum Mu’tazilah, yaitu kaum yang berpaham bahwa Tuhan tidak mempunyai
sifat, bahwa manusia membuat pekerjaannya sendiri, bahwa Tuhan tidak bisa dilihar
dengan mata dalam syurga, bahwa orang yang mengerjakan dosa besar diletakkan di
antara dua tempat, dan mi’raj Nabi & Muhammad hanya dengan ruh saja, dan lain-lain.
Kaum Mu’tazilah berpecah menjadi 20 aliran.
4. Kaum Murji’ah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa membuat ma’siyat
(kedurhakaan) tidak memberi mudharat kalau sudah beriman, sebagai keadaannya
membuat kebajikan tidak memberi manfa’at kalau kafir.
5. Kaum Najariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa perbuatan manusia
adalah makhluk, yakni dijadikan Tuhan, tetapi mereka berpendapat bahwa sifat Tuhan
tidak ada. Kaum Najariyah pecah menjadi 3 aliran.
6. Kaum Jabariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa, manusia “majbur”,
artinya tidak berdaya apa-apa. Kasab atau usaba tidak sama sekali. Kaum ini hanya 1
aliran.
7. Kaum Musyabbihah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa ada keserupaan
Tuhan dengan manusia, umpamanya bertangan, berkaki, duduk 1 di kursi, naik tangga,
turun tangga dan lain-lainnya. Kaum ini hanya 1 aliran saja.
Dari 7 kelompok tersebut, jumlah totalnya adalah sebagai berikut:
1. Kaum Syi'ah 22 aliran.
2. Kaum Khawarij 20 aliran.
3. Kaum Mu’tazailah 20 aliran.
4. Kaum Murjiah 5 aliran.
5. Kaum Najariah 3 aliran.
6. Kaum Jabariah 1 aliran.
7. Kaum Musyabihah 1 aliran.
Jumlah: 72 aliran.

Jika 72 ini ditambah dengan 1 aliran lagi yaitu paham kaum Ahlusunnah Wal Jamaah /
Sunnimaka total menjadi 73 firqah, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad
SAW. dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.
Demikianlah daftar golongan akidah menurut Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain
bin Umar al-Masyhur. Beliau wafat pada tahun 1320 H, atau 1902 M. Jika kita membuat studi
serupa dengan kasus di zaman ini, masih ada kemungkin akan ada perbedaan di sana-sini
karena sejak 1320H/1902M banyak muncul golongan-golongan baru yang menyimpang.

Rujukan
 Kitab Bugyatul Mustarsyidin karangan Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin
Husain bin Umar al-Masyhur Ba’alawi (Mufti Negeri Hadlromaut) online: http://e-
pustakaislam.blogspot.com/2013/11/bughyatul-mustarsyidin.html
 Kitab Bugyatul
Mustarsyidin online https://mtaufiknt.wordpress.com/2011/11/24/download-kitab-bughyatul-
mustarsyidin/
 I'tiqad Ahlusunnah Wal Jamaah karangan K.H. Siradjuddin Abbas
 Kisah hidup Habib Abdur Rahman al
Mansyurhttp://bahrusshofa.blogspot.com/2011/10/habib-abdur-rahman-al-
masyhur.html / http://kitab-kuneng.blogspot.com/2011/10/habib-abdur-rahman-al-masyhur.html

Anda mungkin juga menyukai