Anda di halaman 1dari 18

PORTOFOLIO

Topik : Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


Tanggal Kasus : 23 Juni 2015 Presenter : dr. Prisca Meirinda
Pendamping:
Tanggal Presentasi dr. Desi Puspa A Siregar
dr. Etiya Ekayana
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Bumil Lansia
Deskripsi : Perempuan berusia 46 tahun, keluhan nyeri ulu hati sejak ± 1 minggu dan
disertai BAB berwarna hitam
Tujuan : Diagnosis dan penatalaksanaan awal Perdarahan Saluran Cerna Bagian
Atas
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Presentasi dan Diskusi Diskusi Email Pos
Data pasien : Nama : Tn. AN
Alamat : Sibibio
Umur : 53 thn
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Petani
Nama RS : RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis dan gambaran klinis : Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri ulu hati
sejak ± 1 minggu yang lalu dan memberat dalam 2 hari SMRS. Nyeri yang dirasakan
terus menerus. Keluhan disertai dengan mual (+), tetapi tidak disertai muntah. Keluhan
muntah darah disangkal, nafsu makan menurun. Os mengeluh mulut terasa pahit, selain
itu pasien juga mengeluh sejak ± 1 minggu SMRS adanya keluhan BAB warna hitam.
Frekuensi BAB 1-2 kali sehari, konsistensi BAB lunak/ lembek, tidak disertai darah
berwarna merah segar. BAB warna hitam dikatakan berlangsung hilang timbul namun
tidak pernah berhenti sepenuhnya, BAK normal.
2. Riwayat pengobatan : konsumsi jamu-jamu dan obat penghilang rasa
Sakit pada sendi
3. Riwayat kesehatan/penyakit : PSMBA, vertigo, sakit sendi
4. Riwayat keluarga : Tidak ditemukan anggota keluarga lain yang
mengalami gejala yang sama dengan pasien.
5. Riwayat pekerjaan : Petani
Daftar Pustaka

1. Peter DJ, Dougherty JM. Evaluation of the patient with gastrointestinal bleeding : an
evidence based approach. Emerg Med Clin North Am, Feb 1999;17 (1): 239-61
2. Fallah MA, Prakash C, Edmundowicz S. Acute Gastrointestinal bleeding : Med Clin
North Am, Sep2000;17 (1): 1183-208
3. Sudomo U, Syafruddin ARL, Ruswhandi. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas di
RSPAD Gatot Subroto tahun 2002-2006
4. Adi, P. Pengelolaan perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 289-292
Hasil pembelajaran
1. Penegakan diagnosa Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
2. Penatalaksanaan awal Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
1. Subjektif:
- Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri ulu hati sejak ± 1 minggu yang lalu dan
memberat dalam 2 hari SMRS. Nyeri yang dirasakan terus menerus. Keluhan disertai
dengan mual (+), tetapi tidak disertai muntah. Keluhan muntah darah disangkal, nafsu
makan menurun. Os mengeluh mulut terasa pahit, selain itu pasien juga mengeluh sejak
± 1 minggu SMRS adanya keluhan BAB warna hitam. Frekuensi BAB 1-2 kali sehari,
konsistensi BAB lunak/ lembek, tidak disertai darah berwarna merah segar. BAB warna
hitam dikatakan berlangsung hilang timbul namun tidak pernah berhenti sepenuhnya,
BAK normal.

2. Objektif
Hasil pemeriksaan fisik
Status presens
Sensorium : Compos Mentis Anemia : (+)
Tekanan darah : 120/90 mmHg Ikterik : (-)
Frekuensi nadi : 80x/I Dyspnoe : (-)
Frekuensi pernafasan : 20 x/I Oedem : (-)
Temperatur : 36 ºC Sianosis : (-)
Status lokalisata
Kepala
 Bentuk : Normal
 Rambut : Hitam
 Mata : Pupil isokor, Conj. Palpebra inferior (-/-), refleks kornea (+/+),

T/H/M : Dalam batas normal.

Leher : TVJ R-2 cm H2O, Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thoraks
 Inspeksi : Bentuk simetris fusiformis, abdomino-thoracal, retraksi (-)
 Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : Suara pernafasan vesikuler, suara tambahan (-)

Abdomen
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Soepel, nyeri tekan pada regio epigatriu, H/L/R ttb
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Peristaltik (+) meningkat

Ekstremitas
 Superior : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)
 Inferior : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)

3. Assessment
Definisi

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSCA) merupakan salah satu keadaan darurat

medis yang memerlukan diagnosis dan penanganan segera. Sumber PSCA berlokasi di proksimal

ligamentum Treitz, yakni ligamentum yang menghubungkan pars tertum duodenum ke

diafragma dekat dengan flexura lienalis colon. Dengan kemajuan obat-obatan dan peralatan

untuk diagnosa dan terapi, banyak kasus ini dapat ditangani tanpa pembedahan. Yang

memerlukan tindakan bedah sekitar 3-15% . PSCA 4 kali lebih sering dari pada PSCB.

Etiologi

Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah ringan,
misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis
adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupkan
indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) atau proksimal dari ligamentum
Treitz. Melena (feses berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun
perdarahan usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk melena.
Adapun penyebab dari perdarahan SCBA, antara lain:
1. Pecahnya varises esophagus (tersering diIndonesia lebih kurang 70-75%).
Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan
hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan
hemiazigos, dan dibawah diagfragma vena esophagus masuk kedalam vena gastrika sinistra.
Hubungan antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati padfa kasus
hipertensi porta. Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises
esophagus (vena varikosa esophagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan
perdarahan yang bersifat fatal.
2. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum)
Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi, sedikitnya
ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun ulkus disetiap tempat
dapat mengalami perdarahan, namun tempat perdarahan tersering adalah dinding posterior
bulbus duodenum, karena ditempat ini dapat terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau
arteria gastroduodenalis.
3. Gastritis (terutama gastritis erosive akibat OAINS)
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronik, difus, atau local. Banyak sekali etiologi yang dapat menyebabkan
terjadinya gastritis, antara lain endotoksin bakteri, kafein, alcohol, aspirin dan infeksi H.
pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut.
4. Gastropathi hipertensi portal
5. Esofagitis
Esofagitis yang dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis refluks kronis. Esofagitis
refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering ditemukan secara klinis.
Gangguan ini disebabkan oleh sfringter esophagus bagian bawah yang bekerja dengan
kurang baik dan refluks asam lambung atau getah alkali usus ke dalam esophagus yang
berlangsung dalam waktu yang lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah peradangan,
perdarahan, dan pembentukan jaringan parut dan striktur.
6. Sindroma Mallory-Weiss
Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah berat yang
berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa laserasi mukosa
lambung mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit dibawah esofagogastrikum
junction.
7. Keganasan
Keganasan, misalnya kanker lambung.
8. Angiodisplasia
Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang terdapat pada traktus intestinalis.
Presentasi klinis

Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Dari

seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari esofagus,

gaster dan duodenum. Penampilan klinis pasien dapat berupa :

 Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam sepertibubuk kopi (40-50%)

 Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal (70-80%)

 Hematoskezia :Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai pada pasien

dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus yang pendek (15-20%)

 Syncope (14%)

 Presyncope (43%)

 Dispepsia (18%)

 Nyeri epigastrium (41%)

 Nyeri abdomen difus (10%)

 BB menurun (12%)

 Ikterus (5%)

Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah gambaran klinis dari komorbid seperti

penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dsb.

Hematemesis, melena dan hematoschizia, dan pemeriksaan hasil laboratorium tertentu bisa

digunakan sebagai indikator sumber perdarahan berasal dari tabel 1 dibawah ini .

Tabel 1. Perbedaan PSCA dan PSCB

Klinis Kemungkinan PSCA Kemungkinan PSCB


Hematemesis Hampir pasti Jarang
Melena Sangat Mungkin Mungkin
Hematoschizia Mungkin Sangat mungkin
Blood streak stool Jarang Hampir pasti
Darah samar feses Mungkin Mungkin
Aspirasi nasogastrik Berdarah Normal
Rasio BUN:creatinin >35 <35
Peristaltik Meningkat Normal

Beberapa hal perlu diingat :

 Bila didahului riwayat muntah-muntah / hiperemesis, hematemesis yang terjadi mungkin

disebabkan oleh robekan Mallory-Weiss

 Preparat yang mengandung bismuth dan besi, charcoal bisa menyebabkan feses berwarna

hitam seperti melena. Namun pada melena berbau khas. Melena terjadi bila perdarahan

lebih dari 50-100 cc. Dan lama kontak darah dengan asam lambung moderat. Untuk

memastikan lakukan colok dubur

 Warna feses bercampur darah tergantung waktu transit; waktu transit yang cepet dari

saluran cerna bagian atas menyebabkan hematoschizia, bila perdarahannya cepat dengan

jumlah >1000 cc disertai gangguan hemodinamik. Sebaliknya PSCB dengan waktu

transit lambat menyebabkan feses berwarna hitam

 Nilai normal BUN : Creatinin adalah 20 pada pasien dengan ginjal normal ; bila rasio

>35 kemungkinan PSCA, bila <35 kemungkinan PSCB. Nilai puncak rasio diukur dalam

24-48 jam setelah perdarahan.

Pendekatan diagnosis

Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana dalam

melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang sangat cermat

dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang diutamakan adalah penanganan A - B

– C ( Airway – Breathing – Circulation ) terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil

yang didahulukan adalah resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat

dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.


Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah:

 riwayat penyakit hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat mengkonsumsi NSAID, obat

rematik, alkohol, jamu –jamuan, obat untuk penyakit jantung, obat stroke.

 Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan

ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat

mendukung kemungkinan adanya sindroma Mallory Weiss.

Dalam pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah:

 Penilaian ABC, pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami aspirasi atau

sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua dan pasien

yang mengalami penurunan kesadaran. Khusus untuk penilaian hemodinamik(keadaan

sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi jumlah perdarahan

- Perdarahan < 8% hemodinamik stabil

- Perdarahan 8%-15% hipotensi ortostatik

- Perdarahan 15-25% renjatan (shock)

- Perdarahan 25%-40% renjatan + penurunan kesadaran

- Perdarahan >40% moribund

 Mencari stigmata penyakit hati kronis ( ikterus, spider nevi, asites, splenomegali, eritema

palmaris, edema tungkai), masa abdomen, nyeri abdomen, rangsangan peritoneum,

penyakit paru, penyakit jantung, penyakit rematik dll.

 Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna feses ini mempunyai

nilai prognostik.

 Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT).

Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna merah
marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya

warna feses maka warna aspirat pun dapat memprediksi mortalitas pasien. Walaupun

demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya

aspirat yang jernih pada NGT.

Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang Antara

lain:

 Laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal ginjal ,gula darah , elektrolit ,

golongan darah.

 RÖ dada untuk menyingkirkan pneumoni, emfisema subkutis akibat perforasi esofagus

(Boerhaave syndrom) dan elektrokardiografi.

 USG dan CT scan mungkin untuk mendeteksi penyakit hati kronis, kholestitis,

pankreatitis dan fistula aortoenterik.

 Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard

 Angiografi bila perdarahan tetap berlangsung dan endoskopi tak mengidentifikasi sumber

perdarahan.

 Pencitraan dengan radionuklir

 Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur ini

tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam kurun

waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil . Tidak ada

keuntungan yang nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan

pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan hemetemesis, melena

atau hematemesis–melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab

perdarahannya.
Lokasi dan sumber perdarahan:

 Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor

 Gaster :Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia, Dilafeuy, varises, gastropati

kongestif

 Duodenum :Ulkus,erosi, tumor, diverti

Penatalaksanan pasien

Pemberian Vitamin K
Boleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan relatif murah.
Vasopressin
Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek vasokostriksi pembuluh
darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena porta menurun. Dapat digunakan pada
pasien perdarahan akut varises esofagus. Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin
(vasopressin murni) dan preparat pituitary gland (vasopressin dan oxcytocin). Pemberian
vasopressin dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%,
diberikan 0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam, atau setelah
pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1-0.5 U/menit. Vasopressin dapat memberikan efek
samping berupa insufisiensi koroner mendadak, maka disarankan bersamaan preparat nitrat.
Somatostatin dan analognya (octreotide)
Dapat digunakan untuk perdarahan varises esofagus dan perdarahan nonvarises.
Pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24
jam atau sampai perdarahan berhenti, sedangkan untuk octreotide, dosis bolus 100 mcg/iv
dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai peradarahan berhenti.
Obat Anti sekresi asam
Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali bolus omeprazol 80 mg/iv
dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pada perdarahan SCBA, antasida, sukralfat,
dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan untuk penyembuhan lesi mukosa penyebab
perdarahan.
Balon Tamponade
Sengstaken Blakemore tube (SB-tube) mempunyai tiga pipa serta dua balon masing-
masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube antara lain pnemoni
aspirasi, laserasi sampai perforasi.
Pengelolaan pasien dengan perdarahan akut SCBA meliputi tindakan umum dan tindakan

khusus .

Tindakan umum:

Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC.

Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai, pasien dapat segera dirawat

untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi.

Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:

 Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum(kateter) yang besar minimal no 18.

Hal ini penting untuk keperluan transfusi. Dianjurkan pemasangan CVP

 Oksigen sungkup / kanula.Bila ada gangguan A-B perlu dipasang ETT

 Mencatat intake output,harus dipasang kateter urine

 Memonitor Tekanan darah, Nadi, saturasi oksigen dan keadaan lainnya sesuai dengan

komorbid yang ada.

 Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi

Dalam melaksanakan tindakan umum ini,terhadap pasien dapat diberikan terapi

 Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%

 Pemberian vitamin K

 Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)

 Terapi lainnya sesuai dengan komorbid

Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri, tetapi pada 20%

dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi pasien dapat mengalami perdarahan

ulang. Oleh karena itu perlu dilakukan assessmen yang lebih akurat untuk memprediksi
perdarahan ulang dan mortalitas.

Dalam hal ini tampak bahwa makin tinggi skor makin tinggi risiko perdarahan ulang dan

mortalitasnya Untuk pasien dengan skor > 4 harus dilakukan penanganan secara tim dengan

melibatkan Penyakit dalam, bedah, ICU, radiologi dan Laboratorium.

Terapi khusus

1. Varises gastroesofageal

Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif.

 Otreotid

 Somatostatin

 Glipressin (Terlipressin)

Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota

Terapi endoskopi

 Skleroterapi

 Ligasi

Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS ( Transjugular Intrahepatic

 Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi spleno – porta.

Terapi pembedahan

 Shunting

 Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi

 Devaskularisasi + splenektomi

Outcome pasien ruptura varises gastroesofageal sangat bergantung pada berbagai faktor antara

lain

 Beratnya penyakit hati (Kriteria Child-Pugh)


 Ada tidak adanya varises gaster, walupun disebutkan dapat diatasi

 dengan semacam glue(histoakrilat)

 Komorbid yang lain seperti ensefalopati,koagulopati, hepato renal

 sindrom dan infeksi

2. Tukak peptik

Terapi medikamentosa

 PPI

 Obat vasoaktif

Terapi endoskopi

 Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan,glue,etanol)

 Termal (koagulasi, heatprobe,laser

 Mekanik (hemoklip,stapler)

Terapi bedah

Untuk pasien-pasien yang dilakukan terapi non bedah perlu dimonitor akan kemungkinan

perdarahan ulang. Second look endoscopy masih kontroversi.

Realimentasi bergantung pada hasil endoskopi. Pasien-pasien bukan risiko tinggi dapat diberikan

diit segera setelah endoskopi sedangkan pasen dengan risiko tinggi perlu puasa antara 24-48 jam

, kemudian baru diberikan makanan secara bertahap.

Pencegahan perdarahan ulang

Varises esofagus

 Terapi medik dengan betabloker nonselektif

 Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi


Tukak peptik

 Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu

 Bila ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi

 Bila pasien memerlukan NSAID, diganti dulu dengan analgetik dan kemudian

 dipilih NSAID selektif(non selektif) + PPI atau misoprostol

Memulangkan pasien

Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1 – 4 perawatan. Adanya

perdarahan ulang atau komorbid sering memperpanjang masa perawatan. Apabila tidak ada

komplikasi, perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil serta risiko perdarahan ulang

rendah pasien dapat dipulangkan. Pasien biasanya pulang dalam keadaan anemis arena itu selain

obat untuk mencegah perdarahan ulang perlu ditambahkan preparat Fe.


PENATALAKSANAAN PASIEN DI IGD

KU : Nyeri ulu hati dan BAB berwarna hitam


Telaah
Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri ulu hati sejak ± 1 minggu yang lalu dan
memberat dalam 2 hari SMRS. Nyeri yang dirasakan terus menerus. Keluhan disertai
dengan mual (+), tetapi tidak disertai muntah. Keluhan muntah darah disangkal, nafsu
makan menurun. Os mengeluh mulut terasa pahit, selain itu pasien juga mengeluh sejak
± 1 minggu SMRS adanya keluhan BAB warna hitam. Frekuensi BAB 1-2 kali sehari,
konsistensi BAB lunak/ lembek, tidak disertai darah berwarna merah segar. BAB warna
hitam dikatakan berlangsung hilang timbul namun tidak pernah berhenti sepenuhnya,
BAK normal.
Riwayat pengobatan : konsumsi jamu-jamu dan obat penghilang rasa sakit pada
sendi
Riwayat kesehatan/penyakit : PSMBA, vertigo, sakit sendi

Status presens
Sensorium : Compos Mentis Anemia : (+)
Tekanan darah : 120/80 mmHg Ikterik : (-)
Frekuensi nadi : 80 x/I Dyspnoe : (-)
Frekuensi pernafasan : 20 x/I Oedem : (-)
Temperatur : 38 ºC Sianosis : (-)

Status lokalisata
Kepala
 Bentuk : Normal
 Rambut : Hitam
 Mata : Pupil isokor, Conj. Palpebra inferior (-/-), refleks kornea (+/+),

T/H/M : Dalam batas normal.


Leher : TVJ R-2 cm H2O, Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thoraks
 Inspeksi : Bentuk simetris fusiformis, abdomino-thoracal, retraksi (-)
 Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : Suara pernafasan vesikuler, suara tambahan (-)

Abdomen
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Soepel, nyeri tekan pada regio epigastrium, H/L/R ttb
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Peristaltik (+) meningkat

Ekstremitas
 Superior : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)
 Inferior : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)

Pem. penunjang :
Laboratorium :
 Hb : 8.9 g %
 Leukosit : 10.39 x 103/mm3
 Etitrosit : 3.46 m/mm3
 Trombosit : 365 m/mm3
 MCV : 81.6 fl
 MCH : 25.7 pg
 MCHC : 31.5 g/dl
Diagnosis :
PSMBA ec DD - ulkus peptikum + anemia
- erosi gastroduodenal
- esofagitis
- varises esofagus
- keganasan

Rencana : Konsul ke poli penyakit dalam, endoskopi

Terapi :
-Tirah baring
-Diet MB
-IVFD Nacl 0.9% 20 gtt/i
-Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
-Inj. Ranitidine 1 amp/ 8 jam
-Inj. Ondancetron 1 amp/ 8 jam
-Inj vit k 1 amp/hari (i.m)
-Inj transamin 500 mg/8 jam
-Inj Gastrofer 1gr/12 jam
-Antasida syr 3xC1
-Curcuma 3x1

Edukasi
Edukasi diberikan kepada pasien dan keluarga berupa pengetahuan tentang perdarahan
saluran cerna bagian atas, faktor resiko apa saja yang bisa membuat terjadinya
perdarahan saluran cerna bagian atas serta pencegahannya
Konsultasi
Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan spesialis penyakit dalam.
Konsultasi ini merupakan upaya untuk mendapatkan terapi yang lebih lanjut. Pasien
harus segera dikonsulkan untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut. Dengan tujuan
untuk mengetahui seberapa banyak perdarahan yang terjadi dan lokasi perdarahan serta
pencegahan agar tidak terjadinya komplikasi.

Anda mungkin juga menyukai